Mosharafa http : jurnalmtk.stkip-garut.ac.id
Jurnal Pendidikan Matematika Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015
UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI SMP (Penelitian Kuasi Eksperimen di SMP Negeri 1 Tarogong Kidul Kelas VIII Tahun Ajaran 2013/2014 Oleh Akhmad Margana Abstract : This research was quasi-experiment that was held on one of the junior high school in Garut City. The purpose of the research is analyzing the improvement of students’ mathematical communication ability that was treated by Contextual Teaching and Learning (CTL) model. The subject of the research were the VIII C students as experiment class which was treated by Contextual Teaching and Learning (CTL) model and VIII E as control class which was treated by conventional model. The instrument that was used in the research was written test. By using one tail test and significance level of 5%, it is derived that the students that were treated by using Contextual Teaching and Learning (CTL) model is better than students that were treated by using conventional model in mathematical communication ability. Key words: Contextual Teaching and Learning model, Mathematical Communication, Conventional Abstrak : Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen pada salah satu SMP Negeri di kota Garut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII C sebagai kelas eksperimen yang mendapatkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa kelas VIII E sebagai kelas kontrol yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. Instrumen dalam penelitian ini berupa tes tertulis. Dengan menggunakan uji satu pihak dan taraf signifikan 5%, diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran Contextual Teaching and Learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Kata kunci: Pembelajaran Contextual Teaching and Learning, Komunikasi Matematis, Konvensional
39
Mosharafa http : jurnalmtk.stkip-garut.ac.id
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sasaran pendidikan adalah manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan pun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaanya. Potensi kemanusian merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Sumber daya manusia merupakan aset terbesar bagi suatu bangsa yang harus dikelola dengan baik. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Uno (Natalia, 2012:1) berikut ini: “Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa yang hanya dapat digali dan dikembangkan secara efektif melalui strategi pendidikan dan pembelajaran yang terarah dan dikelola secara seimbang dengan memperhatikan pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal”. Berdasarkan cita-cita pendidikan bangsa Indonesia, dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini, unggul dalam segala hal serta mampu bersaing untuk memperoleh kesempatan baik secara nasional maupun internasional. Bahkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya
Jurnal Pendidikan Matematika Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015
pendidikan yang bermutu (berkualitas) bagi setiap warga Negara. Proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah pada dasarnya adalah kegiatan belajar mengajar, yang bertujuan agar siswa memiliki hasil yang terbaik sesuai kemampuannya. Salah satu tolak ukur yang menggambarkan tinggi rendahnya keberhasilan siswa dalam belajar adalah hasil belajar. Hasil belajar meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, aspek psikomotor. Selain itu, keberhasilan siswa dalam mendapatkan hasil belajar yang baik ditunjang pula dengan peran guru yang baik dan bahan ajar yang membuat anak komunikatif. Guru yang berperan sebagai faktor penentu keberhasilan siswa dalam belajar. Karena guru secara langsung mempengaruhi, membimbing dan mengembangkan kemampuan peserta didik (siswa) agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral tinggi. Ilmu dasar yang mempunyai peranan sangat penting dalam ilmu pengetahuan dan teknologi adalah matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi suatu kebutuhan terutama dalam melatih penalaran konsep, metode berfikir logis, sistematik dan konsisten. Oleh karena itu mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif serta kemampuan bekerja sama. Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Matematika umumnya identik dengan perhitungan angka-angka dan rumusrumus, sehingga munculah anggapan bahwa skill komunikasi tidak dapat 40
Mosharafa http : jurnalmtk.stkip-garut.ac.id
dibangun pada pembelajaran matematika. Meskipun matematika mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia tidak sedikit siswa menganggap pelajaran matematika sulit dimengerti, menakutkan dan tidak sedikit yang tidak menyukainya bahkan membencinya sehingga mengakibatkan prestasi siswa menurun. Oleh karena itu, guru harus bisa merubah paradigma bahwa mata pelajaran matematika adalah pelajaran yang mengasyikan dan menyenangkan. Russefendi (2006:94) bahwa matematika itu penting sebagai alat bantu, sebagai ilmu (bagi ilmiyawan), sebagai pembimbing pola pikir, maupun sebagai pembentuk sikap. Dalam hal belajar matematika sangatlah perlu diperhatikan dalam mengkomunikasikan antara materi pelajaran dengan kondisi siswa saat itu. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah dengan situasi. Kemampuan berkomunikasi menjadi salah satu syarat yang memegang peranan penting karena membantu dalam proses penyusunan pikiran, menghubungkan gagasan dengan gagasan lain sehingga dapat mengisi hal-hal yang kurang dalam seluruh jaringan gagasan siswa. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM dalam Priatna, 2003) menyatakan bahwa komunikasi merupakan bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Tanpa komunikasi yang baik, maka perkembangan matematika akan terhambat. Fakta ini menjadi tantangan bagi masyarakat pendidikan matematika dalam usaha mereka untuk mengkomunikasikan apa yang sudah mereka evaluasi, percaya, dan mengenal siswa sedemikian hingga para siswa menjadi terdidik secara metematik.
Jurnal Pendidikan Matematika Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015
Komunikasi menjadi sesuatu yang utama dalam mengajar, menilai, dan dalam pembelajaran matematika. Dari hasil studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011, bahwa prestasi Indonesia menepati peringkat 38 dengan skor 386 dari 63 negara yang siswanya dites. Skor Indonesia ini turun 11 poin dari penelitian tahun 2007 yang mendapat skor 397 dengan peringkat 35 dari 49 negara yang siswanya diteskan. Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) merupakan studi internasional tentang prestasi asso dan sains siswa sekolah lanjutan tingkat pertama. Studi ini dikoordinasikan oleh The International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda. TIMSS merupakan studi yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali, yaitu pada tahun 1995, 1999, 2003, 2007, 2011, dan seterusnya. Indonesia sepenuhnya berpartisipasi sejak tahun 1999. Pada tahun 1999 sebanyak 38 negara berpartisipasi sebagai peserta sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 46 negara dan pada tahun 2007 kembali bertambah menjadi 49 negara dan pada tahun 2011 bertambah menjadi 63 negara (Kompas.com, Jumat, 14 Desember 2012). Kemampuan komunikasi matematis siswa di lapangan masih sangat rendah, hal ini berdasarkan pengalaman peneliti.Peneliti menemukan tidak sedikit siswa yang, mengalami kesulitan dalam memahami soal serta mengkomunikasikan dalam bahasa matematis yang pada akhirnya jika tidak bisa mengkomunikasikan soal yang berhubungan dengan kemampuan komunikasi, mereka pun tidak bisa memahami materi yang berhubungan 41
Mosharafa http : jurnalmtk.stkip-garut.ac.id
dengan kemampuan komunikasi serta nilai mereka pun akan jelek. Oleh karena itu model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat dijadikan alternatif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankkan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Berdasarkan latar belakang dari permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk membuat penelitian dengan judul Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di SMP. B. Rumusan Masalah Berdasarakan uraian latar belakang diatas, maka fokus kajian tulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui metode Contextual Teaching and Learning (CTL) ? 2. Apakah terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran metode Contextual Teaching and Learning (CTL) di SMP pada pokok bahasan Kubus dan Balok ? 3. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran pendekatan Contextual Teaching
Jurnal Pendidikan Matematika Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015
and Learning (CTL) lebih baik daripada pembelajaran konvensional ? 4. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan mengunakan metode Contextual Teaching and Learning (CTL) ? C. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. agi Guru a) ijadikan sebagai alternatif bagi guru matematika dalam memilih pendekatan pembelajaran yang lebih tepat untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam mata pelajaran matematika. b) ebagai pengembangann profesi para guru agar dapat meningkatkan inovasi mengajar dengan menerapkan berbagai bentuk pembelajaran. c) apat menambah khasanah pembelajaran yang sangat mungkin dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pelaksanaan tugas mengajar guru di sekolah. 2. agi Sekolah a) apat dijadikan masukan bagi pihak sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. b) ebagai bahan masukan dalam peningkatan kualitas pengajaran serta menjadi pertimbangan 42
Mosharafa http : jurnalmtk.stkip-garut.ac.id
untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa khususnya dalam pelajaran matematika. 3. agi Instansi Pendidikan a) Memberikan kontribusi dalam pembelajaran matematika terutama dalam bidang kemampuan komunikasi matematis siswa. b) Sebagai bahan kajian bagi penelitian selanjutnya. c) Sebagai bahan kajian dan perbandingan bagi para peneliti lainnya untuk mengembangkan model pembelajaran matematika di dalam kelas. 4. agi Peneliti a) Dapat menambah pengalaman mengenai pembelajaran di sekolah. b) Peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang telah peneliti dapatkan selama perkuliahan. c) Menambah pengetahuan, tentang model pembelajaran Contextual Teaching and Learning dan kemampuan komunikasi matematis siswa. d) Dapat dijadikan acuan untuk kedepannya sebagai calon pendidik matematika nantinya dalam pelaksanan pembelajaran dan sebagai acuan dalam penelitian yang berikutnya. D. Landasan Teori 1. Komunikasi Matematis Dalam kamus besar Bahasa Indonesia 1998, komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” yang artinya “sama” dalam arti “sama makna”
Jurnal Pendidikan Matematika Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015
mengenai satu hal. Sedangkan dalam kamus umum Bahasa Indonesia (dalam zainab: 4) secara terminologi, “komunikasi berarti proses penyampaian suatu pesan dari seseorang kepada orang Blain. Dari dua pengertian ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian suatu informasi dari satu orang kepada orang lain sehingga mereka mempunyai makna yang sama terhadap informasi tersebut. Menurut National Council of Teachers of Mathematics NCTM (dalam Zainab: 4) “komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksi dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara Bgrafis, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri”. Melalui komunikasi, ide matematika dapat dieksploritasi dalam berbagai perspektif, cara berpikir siswa dapat dipertajam, pertumbuhan pemahaman dapat diukur, pemikiran siswa dapat dikonsolidasikan dan diogranisir, pengetahuan matematika dan pengembangan masalah siswa dapat ditingkatkan, dan komunikasi matematis dapat dibentuk. Komunikasi matematis sangat penting karena matematika tidak hanya menjadi alat berpikir yang membantu siswa untuk mengembangkan pola, menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan pikiran, ide dan gagasan secara jelas, tepat dan singkat. Siswa yang berhasil dalam mempelajari matematika merupakan siswa yang mampu melakukan 43
Mosharafa http : jurnalmtk.stkip-garut.ac.id
komuniksi matematis dengan cara berbicara dan menulis tentang matematik, mengalami apa yang dia alami dan kerjakan. Sedangkan untuk mengukur kemampuan komunikasi seseorang tentunya dibutuhkan indikator-indikator yang dapat menunjukan kemampuan komunikasi seseorang. Menurut Utari Sumarmo (2003: 5) komunikasi matematis meliputi kemampuan siswa: a) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika. b) Menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar. c) Menyatakan peristiwa seharihari dalam bahasa atau simbol matematika. d) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. e) Membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis. f) Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi. Sedangkan Wardhani (dalam Zainab 2011: 7) menyatakan bahwa komunikasi matematis meliputi: a) Komunikasi ide-ide, gagasan pada operasi atau pembuktian matematika banyak melibatkan kata-kata, lambing matematis, dan bilangan. b) Menyajikan persoalan atau masalah kedalam model matematika yang berupa diagram, persamaan matematika, grafik ataupun tabel. c) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,
Jurnal Pendidikan Matematika Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis yang diambil dalam penelitian ini adalah: a) Membuat model dari situasi melalui lisan, tulisan, bendabenda konkret, grafik, dan metode-metode aljabar. b) Mereflesikan benda-benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matemtika. c) Menyatakan peristiwa seharihari dalam bahasa atau simbol matematika. Mengapresiasi nilai-nilai dari suatu notasi matematis termasuk aturanaturannya dalam mengembangkan ide matematika. 2. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Metode konstekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa, proses pembelajaran alamiah berlangsung dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentrasfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil. Hakekat pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang mendorong pembelajar untuk membangun keterkaitan, independensi, relasi-relasi penuh makna antara apa yang dipelajari dengan realitas, lingkungan 44
Mosharafa http : jurnalmtk.stkip-garut.ac.id
personal, sosial dan kultural yang terjadi sekarang ini, menurut Depdiknas (2003:5): Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membantu hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut Depdiknas (2003:5) Adapun komponen-komponen model pembelajaran Contextual Teaching Learning untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu: a. Kontruksivisme b. Inquiri (menemukan) c. Bertanya d. Masyarakat belajar e. Pemodelan f. Refleksi 3. Pembelajaran Konvensional Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Guru menyampaikan informasi mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan, yang dikenal dengan istilah kuliah, ceramah, dan kuliah. Ciri-ciri pembelajaran konvensional menurut Kholik, Muhammad (2011:2) adalah sebagai berikut: a. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar. b. Belajar secara individual.
Jurnal Pendidikan Matematika Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015
c. d. e. f. g.
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis. Perilaku dibangun atas kebiasaan. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
E. Operasionalisasi Variabel Dalam penelitian ini yang mnejadi variabel penelitian adalah pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan pembelajaran konvensioanal sebagai variabel bebas. Dan yang menjadi variabel terikatnya adalah kemampuan komunikas matematis. F. Teknik Pengambilan Sampel Adapun populasi yang diambil dalam penelitian inin adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tarogong Kidul tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari 10 kelas. Kemudina dari polulasi terebut diambil sampel sebanyak dua kelas yaitu kelas VIII C sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII E sebagai kelas kontrol. Sedangkan cara pengambilan sampel dilakukan secra random yaitu kelas, dengan asumsi setiap kelompok sampel mempunyai karakteristik yang sama. G. Desain Penelitian Berdasarkan metode penelitian diatas, desain penelitian yang digunakan adalah non-equivalent group pretest-posttest design. Menurut Brog dan Gall (1989:690) dapat digambarkan sebagai berikut: Kelas eksperimen Kelas kontrol
O O
X
O O 45
Mosharafa http : jurnalmtk.stkip-garut.ac.id
Penjelasan: = Subjek tidak dilakukan secara acak O = Tes awal (pretest) / tes akhir (posttest) X = Pembelajaran Contextual Teaching Learning
H. Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan 2 macam intsrumen yaitu tes dan angket. Dalam penelitian ini instrumen tes yang digunakan penulis adalah bentuk tes uraian, yang digolongkan ke dalam dus bentuk yaitu tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Soal-soal tersebut diuji cobakan terhadap siswa kelas IXJ SMP N 1 tarogong Kidul. Setelah itu dianalisis untuk mengetahui validitas, reabilitas, daya pembeda serta tingkat kesukaran soal baik secara keseluurhan maupun untuk tiap butir soal. Sedangkan untuk instrumen angket diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan skala likert. I. Hasil Penelitian 1. Deskripsi hasil penelitian Data kuantitatif pada penelitian ini diperoleh hasil tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berikut ini disajikan analisis statistik deskriptif data hasil pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tabel 1 Deskripsi Data Hasil Tes Awal
Jurnal Pendidikan Matematika Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015
3 4
Rata – rata Simp. Baku
7,667 4,648
8,543 4,540
Dari tabel diatas, data hasil tes awal (pretest) untuk kelas eksperimen yaitu: jumlah siswa 36 orang, skor terkecil pretest 2, skor terbesar pretest 21, rata-rata skor pretest 7,667 dan simpangan bakunya 4,648. Sedangkan data hasil tes awal (pretest) kelas kontrol yaitu: jumlah siswa 35 orang, skor terkecil pretest 2 dan skor terbesar pretest 18, rata-rata skor pretest 8,543 dan simpangan bakunya 4,540.
Tabel 2 Deskripsi Data Hasil Tes Akhir (Posttest) No 1 2 3 4
Ukuran Statistik Nilai Terendah Nilai Tertinggi Rata – rata Simp. Baku
Pretest Eksperimen Kontrol 8 0 24 21
17,472 5,774
13,629 5,418
Dari tabel diatas, data hasil tes akhir (posttest) untuk kelas eksperimen yaitu: jumlah siswa 36 orang, skor terkecil posttest 8, skor terbesar posttest 24, rata-rata skor posttest 17,472 dan simpangan bakunya 5,774. Sedangkan data hasil tes akhir (posttest) kelas kontrol yaitu: jumlah siswa 35 orang, skor terkecil posttest 0 dan skor terbesar posttest 21, rata-rata skor posttest 13,629 dan simpangan bakunya 5,418.
(Pretest) No 1 2
Ukuran Statistik Nilai Terendah Nilai Tertinggi
Pretest Eksperimen Kontrol 2 2 21 18
2. Uji Gain Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi pada kelas eksperimen (pembelajaran Contextual Teaching and Learning) dan kelas 46
Mosharafa http : jurnalmtk.stkip-garut.ac.id
Jurnal Pendidikan Matematika Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015
kontrol (pembelajaran konvensional), maka data yang diperoleh dari pretest dan posttest harus dianalisis dengan menggunakan gain ternormalisasi. Adapun hasil analisis gain ternormalisasi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sebagai berikut: Tabel 3 Rata-rata Gain Ternormalisasi
Kelas Eksperim en Kontrol
Rata-rata Gain Ternormalis asi
Kategori
Peningkat an Sedang 0,305 Peningkat an Sedang Dari tabel 3 diatas rata-rata hasil gain ternormalisasi untuk kelas eksperimen adalah 0.601 dengan kategori peningkatannya termasuk sedang. Sedangkan untuk kelas kontrol rata-rata hasil gain ternormalisasi yang didapat adalah 0.305 dengan kategori peningkatannya termasuk sedang. Dari hasil rata-rata gain ternormalisasi diatas terlihat bahwa peningkatan komunikasi matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol berkategori sama yaitu peningkatannya termasuk sedang, akan tetapi bobot nilai rata-rata yang diperoleh kelas eksperimen lebih besar dengan bobot nilai rata-rata yang diperoleh kelas kontrol, untuk kelas eksperimen memiliki bobot nilai rata-rata 0.601 lebih besar dari kelas kontrol dengan bobot nilai rata-rata 0.305. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran Contextual Teaching and Learning lebih baik daripada pembelajaran konvensional. 0,601
Untuk melihat kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen yaitu pembelajaran Contextual Teaching and Learning diperoleh dari nilai yang didapat siswa dari pretest dan posttest. Adapun nilai yang diperoleh siswa dari pretest dan posttest dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini: Tabel 4 Jumlah Siswa Pada Kategori Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Pada Saat Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen. No
Kategori
1 2 3 4
Jumlah Siswa Pretest Posttest 24 4 6 6 5 9 1 5
Jelek Kurang Cukup Baik Sangat 5 0 12 Baik Pada tabel 4 diatas jumlah siswa pada saat pretest dengan kategori jelek terdapat 24 orang, kategori kurang terdapat 6 orang kategori cukup 5 orang dan kategori sangant baik 0. Sedangkan jumlah siswa pada saat posttest dengan kategori jelek terdapat 4 orang, kategori kurang 6 orang, kategori cukup 9 orang, kategori baik 5 orang, dan kategori sangat baik 12 orang. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa pada saat pretest adalah jelek dengan rata-rata persentase yang diperoleh 31,94 %, dan kemampuan komunikasi matematis siswa pada saat posttest adalah cukup dengan rata-rata persentase yang diperoleh 72,69 %. 4. Skala Sikap
3. Komunikasi Matematis 47
Mosharafa http : jurnalmtk.stkip-garut.ac.id
Angket yang diberikan terdiri dari 16 pernyataan 8 diantaranya pernyataan positif dan 8 pernyataan negatif. setelah angket diberikan dan data hasil angket sudah diperoleh maka langkah yang akan dilakukan selanjutnya yaitu analisis hasil data angket. Data hasil analisis angket skala sikap siswa akan diinterpretasikan secara umum, interpretasi siswa terhadap masingmasing indikator dan interpretasi siswa tiap individu. Untuk melihat kriteria hasil perhitungan angket kelas eksperimen secarar umum dapat dilihat pada tabel 5 skala tanggapan interpretasi sikap siswa secara umum kelas eksperimen. Tabel 5 Skala Tanggapan Interpretasi Sikap Siswa Secara Umum Kelas Eksperimen Skor Interprestasi 624 – 1091 Sangat jelek 1092 – 1559 Jelek 1560 – 2057 Baik 2058 – 2495 Sangat baik Dari skol total angket yang didapat menunjukan bahwa skor total angket 1983 terdapat pada skala tanggapan 1560 – 2059. Hal ini menunjukan bahwa sikap siswa secara umum terhadap pembelajaran matematika dengan pembelajaran Contextual Teaching and Learning berinterpretasi baik. J. Pembahasan Hasil dari pretest dan posttest merupakan hasil yang memperlihatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pengaruh (treatment) pembelajaran yang berbeda untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, hasil untuk pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol
Jurnal Pendidikan Matematika Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015
menunjukan tidak terdapat perbedaan kemampuan awal komunikasi matematis siswa, hal ini disebabkan kedua kelas tersebut belum diberikan pembelajaran yang akan diterapkan. Sedangkan untuk hasil posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik dari pada dengan pembelajaran konvensional, hal ini disebabkan karena dengan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) siswa tidak hanya diberikan materi pembelajaran dan pemberian soal-soal komunikasi saja, tetapi siswa juga diberikan suatu nuansa yang baru dalam pembelajarannya serta dibawa langsung kedalam dunia kehidupan sehari-hari agar membentuk sikap siswa senyaman mungkin tidak tertekan dengan materi pembelajaran matematika, sesuai dengan prinsip dari Contextual Teaching and Learning (CTL) hal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa. Hasil pretest untuk kelas eksperimen yang dikategorikan berdasarkan kriteria kemampuan komunikasi matematis siswa menunjukan kategori rata-rata jelek namun setelah pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) diterapkan pada kelas eksperimen hasil posttest menunjukan kategori rata-rata cukup. Dari perbedaan hasil pretest dan posttest menunjukan terjadinya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). 48
Mosharafa http : jurnalmtk.stkip-garut.ac.id
Hasil pretest untuk kelas kontrol sama dengan kelas eksperimen dimana hasilnya dikategorikan berdasarkan kriteria kemampuan komunikasi matematis siswa, dimana hasilnya menunjunkan kategori ratarata jelek, setelah pembelajaran konvensional diberikan memang mengalami peningkatan yaitu dengan kategori kurang, dan hasil tersebut menunjukan bahwa pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik dari pada dengan pembelajaran konvensional. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas kontrol ditunjukan dari hasil analisis gain ternormalisasi dimana skor rata-rata untuk kelas eksperimen sebesar 0.601 dengan kategori sedang, dan untuk hasil analisis gain ternormalisasi kelas kontrol memperoleh skor rata-rata sebesar 0.305 dengan kategori sedang. Meskipun berkategori sama tetapi bobot nilai yang didapat menunjukan peningkatan kemampuan komunikasi kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan peningkatan pembelajaran konvensional, serta dari hasil analisis posstest dengan uji Mann Whitney (Uji hipotesis) satu pihak dengan taraf signifikan = 5% diperoleh hasil bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik dari pada dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Dari pembahasan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik dari
Jurnal Pendidikan Matematika Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015
pembelajaran konvensional untuk kemampuan komunikasi matematis siswa, untuk peningkatan kemampuan komunikasi siswa dengan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) tergolong sedang, serta peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik dari pada pembelajaran konvensional. K. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: a) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada kategori sedang, dengan nilai ratarata gain ternormalisasi sebesar 0.601. b) Terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran metode Contextual Teaching and Learning (CTL) di SMP c) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada menggunakan pembelajaran konvensional. d) Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) menunjukkan interpretasi baik. 2. Saran Kemampuan komunikasi matematis siswa sebaiknya sering dilatih dan dikembangkan, apalagi 49
Mosharafa http : jurnalmtk.stkip-garut.ac.id
dalam bidang eksak salah satunya mata pelajaran matematika. Banyak diantara kita yang telah mengenal julukan dari matematika itu sendiri yaitu ratunya ilmu, segala sesuatu yang ada di dunia ini tidak terlepas dari yang namanya matematika. Maka dari itu kemampuan koneksi matematis sangat penting dimiliki oleh setiap orang. Untuk guru, hendaknya dapat menggunakan pembelajaran yang inovatif dan berorientasi pada kegiatan belajar mengajar terutama dalam mengembangkan kemampuankemampuan siswa. Karena proses pembelajaran melalui pembelajaran Contecxtual Teaching and Learning (CTL) ini memerlukan banyak waktu maka disarankan untuk menggunakan Contecxtual Teaching and Learning (CTL) pada pokok bahasan yang esensial atau pada jam pelajaran yang cukup panjang. Peneliti lain yang berminat tentang Contecxtual Teaching and Learning (CTL) baik dalam bidang ilmu matematika maupun dalam bidang ilmu lainnya, agar memperhatikan kelemahan yang ditemukan dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2001). Dasar - Dasar Evaluasi Pendidikan .(Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara Arikunto, S. (2006). Dasar - Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Baroody. A.J. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Communicating.
Jurnal Pendidikan Matematika Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015
New York: Publishing.
Macmillan
Depdiknas. (2003). Kontekstual. Departemen Nasional.
Pendekatan Jakarta: Pendidikan
Johnson, Elain B. (2007). Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan BelajarMengajar Mengasyikan dan Bermakna . Bandung : kaifa Learning Center. Kholik, Muhammad. (2011). Metode Pembelajaran Konvensional. [Online]. Tersedia: http://muhammadkholik.wordpr ess.com/2011/11/08/metodepembelajaran-konvensional/ [26 Mei 2013]. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston VA : The National Council of Teachers of Mathematics inc. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston VA : The National Council of Teachers of Mathematics inc. Nurhadi. (2002). Contextual Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Depdiknas Nurhadi. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 50
Mosharafa http : jurnalmtk.stkip-garut.ac.id
Rahadi, M. (2012). Statistika Parametrik. Garut : STKIP Rahadi, M. (2013). Diktat Kuliah Penelitian Pendidikan Matematika. STKIP Garut: Tidak Diterbitkan Ruseffendi, H. E. T. (1998). Pengantar Kepada Pembantu Guru Mengembangkan Kepotensiannya Dalam Pengajaran Matematika Untuk meningkatkan CBSA, Bandung: Tarsito. Ruseffendi, H. E. T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematik untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito. Ruseffendi, H. E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematik untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito. Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Pusat Pengembangan Penataan Guru (PPPG) Matematika.
Jurnal Pendidikan Matematika Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015
Sumarmo,U.(1994). Suatu Alternatif Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian. Bandung : IKIP Bandung. tidak diterbitkan Sumarmo, U. (2003). Daya dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Dasar dan Menengah. Makalah disajikan pada Seminar Sehari di Jurusan Matematika ITB,Oktober 2003. Sundayana, R. (2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut : STKIP Garut Press. TIMSS (2011). International Students Achievement in Mathematics. [Online]. Tersedia: http://timss:bc.edu/timss1999i/p df/T99i math 01.pdf. [12 Februari 2007] Zainab. (2011) Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran Matematika [online]. Tesedia : http://blog.unsri.ac.id/zainab201 1/ptk/kemampuan-komunikasidalam-pembelajaranmatematika/mrdetail/101938/
Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta 51