UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN METODE RESITASI
Di Susun Oleh : NOER FAIZAH NIM : 103017027199
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA JAKARTA 2009
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul: ”Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Metode Resitasi”. Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 3 Maret 2009 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika. Jakarta, Maret 2009 Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal
Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi)
Maifalinda Fatra, M.Pd NIP. 150 277 129
.......................... ..........................
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)
.......................... ..........................
Otong Suhyanto, M.Si NIP. 150 293 239 Penguji I
Drs. H.M. Ali Hamzah, M.Pd NIP. 150 210 082
.......................... ..........................
Penguji II
Dr. Kadir, M.Pd NIP. 150 265 632
.......................... ..........................
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 150 231 356
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Noer Faizah
NIM
: 103017027199
Jurusan
: Pendidikan Matematika
Angkatan Tahun
: 2003 / 2004
Alamat
: Jln. Bangka Raya No. 41 Rt 014/01 Pela Mampang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, 12720 MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Metode Resitasi adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen: 1
2
Nama
: Maifalinda Fatra, M.Pd
NIP.
: 150 277 129
Dosen Jurusan
: Pendidikan Matematika
Nama
: Firdausi S.Si, M.Pd
NIP.
: 150 368 737
Dosen Jurusan
: Pendidikan Matematika
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakarta, 4 Maret 2009 Yang Menyatakan
Noer Faizah
ABSTRAK Noer Faizah, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Metode Resitasi”. Skripsi, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dengan penerapan metode resitasi. Penelitian ini dilaksanakan di MTs Darussa’adah Jakarta tahun ajaran 2008/2009. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang terdiri dari tiga siklus dan tiap siklusnya terdiri atas empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematika, lembar observasi, catatan lapangan dan pedoman wawancara. Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan tes kemampuan pemecahan masalah matematika yang terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya. Jumlah soal yang diuji coba sebanyak 20 soal dan diperoleh 17 soal yang valid dan nilai reliabilitasnya yaitu 0,842. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dilihat dari peningkatan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII-A. Rata-rata skor awal kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebesar 56,33 dan pada akhir penelitian rata-rata skornya sebesar 74,67. Peningkatannya yaitu sebesar 18,34 yang disertai dengan peningkatan hasil belajar siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode resitasi dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
ABSTRACT
Noer Faizah, “An Attempt To Increase The Student’s Mathematical Problem Solving Ability Based On Recitation Method”. Thesis, Mathematic Department, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. The purpose of this research is to increase the student’s mathematic problem solving ability based on recitation method. This research was conducted in MTs Darussa’adah Jakarta for academic year 2008/2009. The research method is classroom action research with three cycles, and each cycle consists of four activities: planning, action, observation, and reflection. In this research, the writer use the Instruments: mathematic problem solving ability test, observation sheet, field note, and interview guidance. The writer gave mathematic solving ability test and than continued with validity and rehability test to get the data. Namber of question tested are20. The result of validitytest is 17 questions which valid and value realibility is 0,842. Increasing student’s mathematic problem solving ability can visible increasing average score of student’s mathematic problem solving ability class VIII-A. First average score of student’s mathematic problem solving ability is 56,33 and the last is 74,67. Increasing average score is 18,34 is accompained with the increasing of learning result. The result of this research shows that recitation method can increase student’s mathematics problem solving ability in learning mathematic.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah SWT tuhan semesta alam yang menggenggam setiap kejadian, penyempurna setiap kebahagiaan, tempatku bersandar dan bersyukur atas seluruh nikmat tanpa batas bilangan. Shalawat dan Salam senantiasa menyelimuti Rasulullah SAW tercinta beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, do’a, dan kesungguhan hati serta dukungan dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika sekaligus Dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing penyusunan skripsi ini. 3. Bpk. Otong Suhyanto, M.Si., sebagai Sekretaris Jurusan Matematika. 4. Bpk. Firdausi S.si M.Pd. Dosen Pembimbing II yang penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini. 5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapat keberkahan dari Allah SWT. Amien… 6. Kepala Sekolah MTs Darussa’adah Jakarta, Bpk. H. M. Zahruddin Usman S.Ag, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin.
7. Ibu Nurseha S.Si selaku guru matematika kelas VIII-A yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. Seluruh karyawan dan guru MTs Darussa’adah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian. 8. Kepala Sekolah SMK Andalus Jakarta, Bpk. Drs. H. Zainuddin yang telah memberikan izin cuti mengajar kepada penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini. 9. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan. 10. Teristimewa untuk kedua orang tuaku, Ibu Hj. Sa’wanah dan Bapak H. Ayyub(alm) yang selalu penulis banggakan. Mereka tak henti-hentinya mendo’akanku, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepadaku. Hanya Allah SWT yang dapat membalasnya, semoga penulis dapat memberikan yang terbaik untuk kalian. 11. Teristimewa untuk keluargaku, ibu tiriku Hj. Asma’ yang tak pernah berhenti memberikan do’a untukku, adik-adikku tersayang Abdul Rahman dan Ahmad Nasrulloh dengan semua keceriaan dan senyum indah yang mampu menghilangkan penatku. 12. Sahabat-sahabatku Sugi, Yuyun, Aan, Lina dan Ina (thanx sobat atas kebersamaannya), Novi, Tina, Maftuhah, Kerida (thanx kalian dah jadi pendengar yang baik dengan segala keluh kesahku), Liya, asniah dan zenal (thanx berat atas bantuannya tentang PTK), dan tunanganku H. A. Falhan Attahawi LC., MA. (thanx selalu mensuportku) 13. Sahabat-sahabat seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan’03, kelas A dan B yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih kebersamaannya semoga persahabatan kita tetap abadi, sampai jumpa dalam kesuksesan. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudahmudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, dan do’a yang telah
diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan umumnya.
Jakarta, Februari 2009
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK......................................................................................................
i
KATA PENGANTAR...................................................................................
iii
DAFTAR ISI .................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .....................................................................
1
B. Identifikasi Area..................................................................................
4
C. Pembatasan Fokus Penelitian..............................................................
4
D. Perumusan Masalah Penelitian............................................................
6
E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian..................................................
6
BAB II KAJIAN TEORITIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Teori.........................................................................................
8
1. Pembelajaran Matematika Dengan Metode Resitasi....................
8
a. Pengertian Matematika............................................................
8
b. Pengertian Pembelajaran.........................................................
9
c. Pengertian Pembelajaran Matematika.....................................
11
d. Pengertian Metode Pembelajaran............................................
14
e. Prinsip-Prinsip Penggunaan Metode Pembelajaran................
15
f. Pengertian Metode Resitasi.....................................................
17
g. Kelebihan dan Kekurangan Metode Resitasi..........................
20
h. Fase-Fase Metode Resitasi .....................................................
21
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa..................
22
a. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika................ .........
22
b. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa............... .......................................................................
24
c. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematika Siswa dalam Pembelajaran................................................................
25
B. Bahasan Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan....................................
28
C. Hipotesis Tindakan..............................................................................
30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................
31
B. Metode dan Disain Intervensi Tindakan.............................................
31
C. Subjek Penelitian.................................................................................
34
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian.........................................
34
E. Tahapan Intervensi Tindakan..............................................................
34
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan.......................................
38
G. Data dan Sumber Data.........................................................................
38
H. Instrumen-instrumen Pengumpulan Data............................................
38
I. Teknik Pengumpulan Data..................................................................
39
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi……….............................
40
K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Data…………………………...
42
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan.......................................................
44
1. Siklus I..........................................................................................
44
2. siklus II.......................................................................................... 3. Siklus III........................................................................................ B. Pemeriksaan Keabsahan Data………………………………………. C. Interpretasi Hasil Analisis…………………………………………... D. Pembahasan Temuan Penelitian…………………………………….
56 66 77 78 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.. .......................................................................................
86
B. Saran....................................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA
88
LAMPIRAN-LAMPIRAN
90
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Alur Penellitian PTK......……………….....………...…………..
33
Gambar 2
Situasi Kelas Ketika Diskusi……....……………...………….....
49
Gambar 3
Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Tes SiklusI………..................................…………...……………......
54
Gambar 4
Situasi Kelas Pada Saat Quiz Berlangsung.................……..........
63
Gambar 5
Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Tes SiklusII………..................................………..………………......
Gambar 6
Situasi
Kelas
Pada
Saat
Siswa
Mendapat
Bimbingan
Ekstra.....................................................…………………............ Gambar 7
70
Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Tes SiklusIII……..................................……...……………...…….....
Gambar 8
64
75
Histogram dan Poligon Skor Awal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa……............................…………..….
84
DAFTAR TABEL
Tabel 1
: Tahap Penelitian Kegiatan Pendahuluan……………………….
34
Tabel 2
: Tahap Penelitian Siklus I……………………………………….
35
Tabel 3
: Tahap Penelitian Siklus II……………………………………...
36
Tabel 4
: Tahap Penelitian Siklus III……………………………………..
37
Tabel 5
: Skor Rata-rata Aktivitas Siswa Pada Pembelajaran Matematka Siklus I……………………………………………………….....
50
Tabel 6
: Nilai Tes Akhir Siklus I……..…………………………………
53
Tabel 7
: Skor Rata-rata Aktivitas Siswa Pada Pembelajaran Matematka Siklus II………………………………………………………....
59
Tabel 8
: Nilai Tes Akhir Siklus II……………………………….............
63
Tabel 9
: Skor Rata-rata Aktivitas Siswa Pada Pembelajaran Matematka Siklus III………………………………………………………..
72
Tabel 10 : Nilai Tes Akhir Siklus III………………………………………
74
Tabel 11 : Rekapitulasi Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Keseluruhan Siklus……………………………………………. Tabel 12
76
: Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada Siklus I.............…………………………………..
78
Tabel 13 : Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada Siklus II........................…………………………………..
79
Tabel 14 : Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada Siklus III.......................…………………………………..
80
Tabel 15 : Statistik Deskriptif Peningkatan Aktivitas Siswa……………...
81
Tabel 16 : Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Pada Siklus I, II dan III...........………………………………..
82
Tabel 17 : Perbandingan Nilai Siswa Pada Siklus I, II dan III…………....
82
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menurut konsep Islam, pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Melalui pendidikan manusia memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan tuntunan dalam hidupnya, dan dengan ilmu pengetahuan manusia dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.1 Sebagaimana hadist nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
ارا د ا ا و ارا د اة ا و اراد ه ا “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia, maka dengan ilmu. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka dengan ilmu. Dan barang siapa yang menghendaki kedua (kehidupan dunia dan akhirat), maka dengan ilmu”.2 Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan cepat, menyebabkan semakin ketatnya persaingan menghadapi era globalisasi. Faktor utama daya saing yang penting adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Oleh karena itu pemerintah sedang berupaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk mewujudkan hal di atas langkah yang paling penting adalah melalui dunia pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi SDM melalui kegiatan pengajaran. Melalui pendidikan manusia sebagai subjek pembangunan dapat di didik, dibina dan di kembangkan potensi-potensinya. Dengan tujuan agar menjadikan mereka manusia yang berkualitas dan dapat bersaing, sebagaimana yang tertera dalam Undang-undang RI No.20 tahun 2003 tentang fungsi pendidikan nasional Bab II pasal 3 yang berbunyi : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada 1
Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: PT Raja grafindo Persada, 2004), h. 6 2 http://www.pendidikanqur’an.ac.id/go.php?id=laptunilapp-gdl-res-2005-arnelisjal-205 (2 maret 2008, 15.12)
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3 Perwujudan fungsi pendidikan nasional tersebut masih mendapatkan banyak permasalahan, sebagai contoh rendahnya prestasi belajar siswa pada bidang studi tertentu. Salah satu permasalahan yang sekarang mencuat dan hangat di masyarakat adalah banyaknya siswa yang tidak lulus UAN pada bidang studi tertentu. Ironisnya, jika ditelisik lebih jauh mata pelajaran matematika-lah yang mempunyai masalah dengan rendahnya prestasi belajar. Sampai saat ini matematika masih merupakan mata pelajaran yang kurang disukai, atau lebih ekstrim lagi dikatakan pelajaran yang ditakuti. Sehingga banyak diantara mereka
yang kurang berhasil di dalam
pembelajaran, hal ini terlihat dari rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Berdasarkan hasil observasi peneliti di MTs Darussa'adah Jakarta, menunjukkan bahwa rendahnya rata-rata prestasi belajar matematika siswa kelas VII MTs Darussa'adah Jakarta yang hanya mencapai angka 56,33 (lihat lampiran 19). Rendahnya prestasi belajar siswa dikarenakan siswa tidak mampu menyelesaikan soal matematika dengan benar. Rendahnya prestasi matematika siswa juga disebabkan oleh faktor siswa yang mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada soal pemecahan masalah. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai kegiatan utama.
3
Undang-Undang tentang Sisdiknas dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta: CV. Tamita Utama, 2004), h. 7
Kini tugas guru matematika menjadi ganda. Pertama, bagaimana materi ajar sampai kepada peserta didik sesuai dengan standar kurikulum. Kedua, bagaimana proses pembelajaran berlangsung dengan pelibatan peserta didik secara penuh, dalam artian proses pembelajaran yang berlangsung dapat berjalan dengan menyenangkan. Sebuah tantangan bagi guru matematika untuk senantiasa berpikir dan bertindak kreatif dalam menentukan metode yang paling efektif untuk proses pembelajaran tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang hendak dicapai. Demikian pula dengan kondisi eksternal belajar yang harus diciptakan oleh pengajar sangat bervariasi. Dalam hal ini guru sangat berperan dalam menentukan cara yang dianggap efektif untuk pembelajaran siswa, baik di sekolah maupun di luar jam sekolah, misalnya dengan memberikan pekerjaan rumah. Salah satu cara yang dianggap efektif adalah dengan sering memberikan latihan-latihan. Guru yang sering memberikan latihan-latihan dalam rangka pemahaman materi akan menghasilkan siswa yang lebih baik bila dibandingkan dengan guru yang hanya sekedar menjelaskan dan tidak memberi tindak lanjut secara kontinu.4 Dengan kata lain, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sangat ditentukan oleh cara mengajar guru yang akan menciptakan kebiasaan belajar pada siswa, disamping juga metode yang diterapkan untuk melakukan pembelajaran tersebut. Salah satu metode pembelajaran ada yang dikenal dengan nama metode resitasi
(pemberian
tugas).
Pada
metode
resitasi,
siswa
mempertanggungjawabkan tugas untuk menemukan kembali dan lebih memahami
konsep-konsep
matematika,
sehingga
siswa
mempunyai
pengertian yang kuat mengenai konsep matematika. Resitasi yang diberikan oleh guru kepada siswa dapat dikerjakan di rumah atau di kerjakan di luar jam pelajaran. Sehingga metode resitasi ini lebih luas bila di bandingkan dengan pekerjaan rumah (PR). Metode ini akan dilengkapi dengan soal-soal pemecahan masalah. Dengan demikian, metode ini diharapkan dapat 4
http://perpustakaan.uns.ac.id/dglib/pengguna.php?mn=detail&d_id=1163, 2008, 12.32 WIB)
(20
maret
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa MTs Darussa'adah Jakarta sehingga prestasi dan hasil belajar matematika siswa tersebut dapat meningkat pula. Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan penelitian yang berjudul: “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Metode Resitasi”.
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian Penelitian ini melibatkan siswa kelas VIII MTS. Dipilihnya kelas VIII MTS dikarenakan peneliti akan mengambil materi tentang sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) yang diajarkan pada kelas VIII MTS. Fokus penelitian ini berkenaan dengan masalah yang telah dipaparkan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas yaitu: 1) Pembelajaran bagaimanakah yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa? 2) Apakah penggunaan metode resitasi dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa? 3) Bagaimanakah
meningkatkan
kemampuan
pemecahan
masalah
matematika siswa dengan metode resitasi? 4) Kendala apa saja yang mungkin dihadapi dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan metode resitasi? C. Pembatasan Fokus Penelitian Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah kurangnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam kegiatan belajar mengajar matematika. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat ditingkatkan melalui metode resitasi. Untuk lebih jelasnya mengenai pembatasan masalah berikut uraiannya: 1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dimaksud adalah kemampuan siswa untuk menyelesaikan soal-soal matematika diberikan kepadanya dengan melibatkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
Pemecahan masalah matematika tidak terlepas dari pengetahuan seseorang akan subtansi masalah tersebut, apakah pemahamannya terhadap inti masalah, prosedur atau langkah yang digunakan dalam menyelesaikan masalah, maupun aturan atau rumus yang digunakan unuk menyelesaikan masalah. 2. Adapun indikator keberhasilan meningkatnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dimaksud yaitu: (1) Siswa mampu untuk memahami masalah. (2) Siswa mampu untuk membuat rencana pemecahan. (3) Siswa mampu untuk melakukan perhitungan. (4) Siswa mampu untuk menilai dan mempertanggungjawabkan hasil yang dikerjakan. 3. Metode Resitasi yang dimaksud adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Masalah tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan di dalam kelas, halaman sekolah, laboratorium, perpustakaan, rumah, atau dimana saja asal tugas itu dapat dikerjakan.5 4. Pada metode resitasi, siswa mempertanggungjawabkan tugas untuk menemukan kembali dan lebih memahami konsep-konsep matematika, sehingga siswa mempunyai pengertian yang kuat mengenai konsep matematika dan mmpunyai kemampuan pemecahan masalah matematika. 5. Materi yang disajikan adalah sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) yang pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) MTs Darussa'adah diberikan pada siswa MTS kelas VIII semester pertama.
D. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dibatasi sebagaimana di atas, maka perumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa?
5
Syaiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006). h.85
2. Apakah metode resitasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa? 3. Bagaimana aktivitas siswa dalam belajar matematika dengan metode resitasi? E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian Tujuan hasil penelitian 1. Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendeskripsikan
bagaimana
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode resitasi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 3. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana aktivitas siswa dalam belajar matematika dengan metode resitasi. Manfaat hasil penelitian
Manfaat bagi guru 1. Menambah wawasan guru terhadap salah satu metode pengajaran dalam mengajarkan matematika kepada siswa. 2. Memotivasi guru untuk lebih
kreatif dalam mengajar
matematika. 3. Mengetahui krakteristik dan keinginan siswa dalam proses belajar mengajar di kelas.
Manfaat bagi siswa Apabila hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa metode resitasi dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, maka melalui metode ini siswa akan mudah menyerap materi, meningkatkan keaktifan siswa dan memberikan solusi baru dalam belajar matematika.
Manfaat bagi sekolah 1. Meningkatnya kualitas guru dan siswa lebih kreatif, aktif dan produktif.
2. Sebagai bahan masukan bagi sekolah tentang peranan metode pembelajaran dalam rangka perbaikan mutu pendidikan.
BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika dengan Metode Resitasi a. Pengertian Matematika Kata "matematika" berasal dari kata "mathema" yang dalam bahasa yunani diartikan sebagai "sains, ilmu pengetahuan, atau belajar" juga "mathematikos" yang diartikan sebagai "suka belajar".6 Adapun karakteristik utama matematika adalah disiplin dan pola pikir yang logis, kritis, sistematis dan konsisten, serta menuntut daya kreatif dan inovatif.7 Istilah matematika dari beberapa negara di dunia berasal dari kata; mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia) atau mathematick (Belanda) berasal dari bahasa latin mathematican, yang mulanya diambil dari bahasa yunani, mathematike yang berarti “relating to learning“, perkataan ini mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu.8
Berdasarkan
etimologis
kata
matematika
berarti
“ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Menurut Johnson dan Myklebust, matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengepresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.9 Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik. Kemudian Reys dkk, dalam bukunya mengatakan pula bahwa matematika adalah telah tentang pola hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Mereka mengartikan matematika adalah suatu pola berpikir manusia yang khas berfikir matematika, maksudnya dalam memecahkan suatu masalah
6
http://id.wikipedia.org/wikipedia/matematika, (31 oktober 2006) Susy Puspitasari dan Zulmahdi Dailami, Hakikat Pembelajaran MIPA dan kiat pembelajaran matematika di perguruan tinggi, (Jakarta: PAU-PPAI, 2001), h. 3 8 Erman Suherman. et.al, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2003) h. 15 9 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 252 7
harus mencari langkah – langkah yang tepat. Selain itu, matematika juga merupakan alat untuk mempelajari bidang studi yang lain.10 Menurut
Pusat
Pembinaan
dan
Pengembangan
Bahasa,
matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubunganhubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian persoalan mengenai bilangan. Menurut Jujun S. Sumantri, matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.11 Berdasarkan pendapat – pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu keteraturan pola hubungan yang dapat dimengerti dan dapat digunakan untuk membantu kegiatan manusia.
b. Pengertian Pembelajaran Dalam kamus bahasa Indonesia kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai “Proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Kata ini berasal dari kata kerja belajar, maka pengertian dari kata "belajar" itulah yang perlu diketahui dan dihayati, sehingga tidak melahirkan pemahaman yang keliru mengenai masalah pembelajaran. Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata "belajar" merupakan kata yang tidak asing. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal. Kegiatan belajar mereka lakukan setiap waktu sesuai dengan keinginan. Bisa malam hari, siang hari, sore hari, atau pagi hari. Masalah pengertian belajar ini, para ahli psikologi dan pendidikan mengemukakan rumusan yang berlainan sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing. Tentu saja mereka mempunyai alasan yang 10 11
h. 2-3
Erman Suherman. et.al, Strategi Pembelajaran…, h. 17 J. Ekaningsih Paimin, Agar Anak Pintar Matematika, (Jakarta: Puspa Swara, 1998),
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sebagaimana pendapat James O. Whittaker merumuskan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah
laku
ditimbulkan
atau
diubah
melalui
latihan
atau
pengalaman.12 Cronbach mengatakan bahwa belajar adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.13 Sedangkan Howard L. Kingskey mengatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.14 Pendapat Kingskey sejalan dengan pendapat Geoch yang mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah sebagai hasil dari latihan. Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor. Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya pembelajaran adalah suatu proses yang dirancang oleh pendidik dengan tujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang memungkinkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa.15 Pembelajaran, Menurut Usman “proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
12
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 12 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar….,h. 13 14 http://www.mathematic.transdigit.com, (30 Agustus 2007, 15.30 WIB) 15 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar….,h. 13
13
mencapai tujuan tertentu”.16 Proses pembelajaran merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang satu sama lain saling berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk mencapai tujuan. Pembelajaran merupakan proses pemperolehan maklumat dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat serta pembentukan sikap dan kepercayaan. Pembelajaran disebut juga kegiatan intruksional saja, yaitu usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang belajar berprilaku tertentu dalam kondisi tertentu. c. Pengertian Pembelajaran Matematika Perubahan paradigma pembelajaran dari pandangan mengajar ke pandangan belajar atau pembelajaran yang berpusat pada guru ke pembelajaran yang berpusat pada siswa membawa konsekuensi perubahan yang mendasar dalam proses pembelajaran di kelas. Perubahan tersebut menuntut agar guru tidak lagi sebagai sumber informasi, melainkan sebagai teman belajar. Siswa dipandang sebagai makhluk yang aktif dan memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya sendiri. Belajar matematika lebih dipusatkan atas dasar struktur kognitif. Sehingga bahan pelajaran dan kurikulum harus disusun menurut urutan-urutan tingkat kesukaran yang logis dan didasarkan atas pengalaman-pengalaman belajar terdahulu. Bruner mengemukakan empat dalil dalam mempelajari matematika, antara lain: 1. Dalil Penyusunan (Contruction Theorema), yaitu cara belajar matematika dengan melakukan penyusunan representasinya. Cara ini baik bagi siswa untuk mempelajari konsep, dalil-dalil dalam matematika. Pada tahap ini, siswa belajar matematika dengan 16
http://perpustakaan.uns.ac.id/dglib/pengguna.php?mn=detail&d_id=1375, 2009, 13.45 WIB)
(5
Januari
benda-benda konkrit untuk memahami konsep-konsep matematika. Dengan demikian, siswa aktif dalam kegiatan-kegiatan belajar karena dapat melihat, meraba, dan melakukanya sendiri. 2. Dalil Notasi (Notation Theorema), dalam penyampaian konsep matematika adalah mempergunakan notasi yang sesuai dengan perkembangan mental siswa dan kemampuannya. 3. Dalil Pengontrasan dan Keanekaragaman (Contranand Variation Theorema) adalah mengkontraskan suatu konsep dengan konsep yang lain, dan disajikan dengan keanekaragaman, sehingga konsep itu lebih bermakna bagi siswa. 4. Dalil Pengaitan (Connectivy Theorema), adalah menunjukkan suatu konsep matematika dengan konsep lain. Maka, dalam belajarmatematika hendaknya siswa diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya, agar siswa dapat melihat aplikasi konsep matematika.17 Pembelajaran
matematika
pada
umumnya
lebih
banyak
menggunakan rumus-rumus dan algoritma yang sudah baku. Hal ini menyebabkan siswa kurang paham dan kurang memahami konsep. Keberhasilan siswa dalam pembelajaran matematika di dalam kelas diawali dengan sikap siswa terhadap matematika, sejauh mana siswa memahami
konsep
materi
dan
sejauh
mana
siswa
dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat hal-hal tersebut di atas, pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa yang kita ajar. Oleh karena itulah kita
perlu
memperhatikan
beberapa
sifat
atau
karakteristik
pembelajaran matematika di sekolah sebagai berikut : a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap) Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dimulai dari hal yang konkrit dilanjutkan ke hal 17
Erman Suherman. et.al, Strategi Pembelajaran…., h. 44
yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks. Semisal seseorang mempelajari konsep B yang mendasarkan kepada konsep A, maka orang itu perlu memahami lebih dulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahai konsep B. Ini berarti, mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan kepada pengalaman belajar yang lalu. b. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral Setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari, dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika. Metode spiral bukanlah mengajarkan konsep hanya dengan pengulangan atau perluasan saja tetapi harus ada peningkatan. Spiralnya harus spiral naik bukan spiral mendatar. c. Pembelajaran matematika menekankan pola berpikir deduktif Matematika adalah ilmu deduktif, matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat memilih pendekatan yang cocok dengan kondisi anak didik yang kita ajar. Misalnya sesuai dengan perkembangan intelektual siswa di SLTA, maka dalam pembelajaran matematika belum seluruhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih bercampur dengan induktif. d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi Kebenaran dalam matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan-
pernyataan terdahulu yang telah diterima kebenarannya. Dalam pembelajaran matematika di sekolah, meskipun ditempuh pola induktif, tetapi tetap pada bahwa generalisasi suatu konsep haruslah
bersifat
deduktif.
Kebenaran
konsistensi
tersebut
mempunyai nilai didik yang sangat tinggi dan amat penting untuk pembinaan sumber daya manusia dalam kehidupan sehari-hari.18
d. Pengertian Metode Pembelajaran Metode
adalah
suatu
cara
yang
digunakan
untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.19 Pada kegiatan belajar-mengajar, metode sangat diperlukan oleh guru dan penggunaanya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pembelajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila tidak menguasai satupun metode mengajar yang telah di rumuskan. Metode adalah cara yang sistematis yang digunakan untuk mencapai tujuan. Metode juga dapat dikatakan cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah cara yang dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan belajar mengajar guna mencapai tujuan pembelajaran. Beberapa metode yang dianggap sesuai dan dapat digunakan pada kegiatan belajar mengajar matematika antara lain, sebagai berikut: metode ceramah, ekspositori, metode demontrasi, metode latihan hafal dan praktek, metode tanya jawab, metode diskusi, metode
18
permainan,
laboratorium,
kegiatan
lapangan,
metode
Erman Suherman,et.al., Strategi Pembelajaran …, h. 67-69. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 145 19
karyawisata, metode penemuan/eksperimen, inkuiri, metode problem solving, metode pemberian tugas (resitasi), pengajaran beregu.
e. Prinsip-Prinsip Penggunaan Metode Pembelajaran Proses kegiatan belajar mengajar, guru tidak harus terpaku pada satu metode mengajar, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi agar jalannya pembelajaran tidak membosankan. Penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi juga tidak akan menguntungkan jika penggunaan metode pembelajaran tidak tepat dan sesuai dengan situasi yang mendukungnya. Ada lima faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar, sebagai berikut :20 1) Tujuan yang berbagai jenis dan fungsinya 2) Anak didik yang berbagai tingkat kematangannya 3) Situasi yang berbagai keadaannya 4) Fasilitas yang berbagai kualitas dan kuantitasnya 5) Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda. Metode digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Ada tiga hal kedudukan metode dalam proses belajar mengajar: a. Metode Sebagai Alat Motivasi Ekstrinsik Sebagai salah satu
komponen pembelajaran,
metode
menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lain dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pembelajaran. Motivasi ekstrinsik menurut Sardiman adalah motif-motif yang berfungsi dan aktif karena adanya perangsang dari luar. Karena itu, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat 20 Syaiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 46
membangkitkan belajar seseorang. Guru yang menggunakan satu metode dalam belajar mengajar cenderung membuat siswa bosan dan jalanya pembelajaran terlihat kaku. Anak didik terlihat kurang bergairah belajar dan malas mengikuti pelajaran. Dengan demikian setiap kali pertemuan guru harus
mempunyai
berbagai
variasi
penggunaan
metode
pembelajaran sehingga menghasilkan proses belajar mengajar yang aktif bagi siswa. Metode yang tepat dan bervariasi dapat dijadikan sebagai alat motivasi ektrinsik. b. Metode Sebagai Stategi Pembelajaran Penggunaan metode harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas, anak didik, tujuan dan fasilitas. Karena itu, dalam kegitan pembelajaran, guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang di harapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasa disebut metode mengajar. Dengan demikian metode mengajar adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. c. Metode sebagai Alat Mencapai Tujuan Tujuan adalah pedoman yang memberi arah kemana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Guru tidak bisa membawa kegiatan belajar megajar sekehendak hatinya dan mengabaikan tujuan yang telah
dirumuskan.
Kegiatan
belajar
mengajar
yang
tidak
mempunyai tujuan ibarat ke pasar tanpa tujuan, sehingga sukar untuk menyeleksi mana kegiatan yang harus dilakukan dan yang harus diabaikan.21 Pemanfaatan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan pembelajaran. Metode merupakan pelicin jalan pembelajaran menuju tujuan. Ketika tujuan dirumuskan agar anak
21
Syaiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar…, h. 72 - 75
didik memiliki ketrampilan tertentu, maka metode yang digunakan harus disesuaikan tujuan. Jadi guru harus menggunakan metode yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagi alat yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. f. Pengertian Metode Resitasi Belajar matematika memerlukan banyak latihan, agar proses belajar tersebut lebih efektif dan efisien, metode resitasi (pemberian tugas) dapat diterapkan. Dengan adanya pemberian tugas, siswa akan lebih berperan aktif dalam kegiatan belajarnya karena siswa memiliki kesempatan yang lebih luas untuk menggunakan pengetahuan sebelumnya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang tidak rutin. Metode resitasi (pemberian tugas) adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. 22 Masalah tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan
di
dalam
kelas,
halaman
sekolah,
laboratorium,
perpustakaan, bengkel, di rumah siswa sendiri, atau dimana saja asal tugas itu dapat dikerjakan. Teknik pemberian tugas atau resitasi biasanya digunakan dengan tujuan agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas; sehingga siswa berpengalaman dalam menghadapi masalah-masalah baru. Metode resitasi ini mensyaratkan adanya pemberian tugas dan adanya pertanggungjawaban dari yang diberi tugas. Adanya tugas dapat bersumber dari guru atau berupa perintah guru, dapat juga berupa hasil kompromi atau keinginan sesama siswa dan hasil pekerjaan yang harus dipertanggung-jawabkan dapat berbenuk lisan atau tertulis. Biasanya tugas yang diberikan adalah berupa penyelesian soal-soal. Metode resitasi juga merupakan suatu metode
22
Syaiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar…, h. 85
mengajar dimana siswa diharuskan membuat resume dengan kalimat sendiri.23 Namun agar lebih variatif dan menghindari kejenuhan siswa, maka dapat juga tugas berupa membuat atau merancang model-model, alat-alat atau permainan yang berhubungan dengan materi pelajaran matematika. Ditinjau dari proses penyelesaiannya atau pengerjaannya, metode pemberian tugas dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu tugas yang harus diselesaikan selama pembelajaran berlangsung dan tugas yang harus diselesaikan di luar kelas, di luar jadual belajar mengajar yang telah dijadualkan, tapi merupakan kelanjutan dari pengajaran kelas.24 Agar metode ini dapat memberikan hasil belajar yang maksimal, maka hendaknya tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan unsur penguatan sehingga dapat merangsang anak didik untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Dengan adanya penguatan akan dapat menimbulkan
sikap
positif
terhadap
matematika,
di
dalam
memberikan tugas hendaknya perlu diperhatikan derajat kesukaran dan banyaknya soal latihan. Sebab bila tugas yang diberikan terlalu sukar dan jumlahnya cukup banyak akan membuat siswa menjadi frustasi dengan keadaan seperti ini akan menimbulkan sikap negatif terhadap matematika. Sedangkan bila soalnya terlalu mudah akan menimbulkan rasa bosan atau dengan kata lain menjemukan. Bila metode pemberian tugas direncanakan dengan baik akan dapat mengaktifkan siswa untuk belajar sendiri mengenal suatu masalah dengan cara membaca, mencoba atau mengerjakan soal latihan. Selain daripada itu, pemberian tugas dapat membiasakan siswa berpikir dengan membandingkan dan mencari hukum-hukum
23
http://dossuwanda.wordpress.com/2008/03/18/ragam-metode-pembelajaran/, (5 Januari 2009, 13.50 WIB) 24
A. Tabrani Rusyan, Pedoman Mengajar Matematika berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi, (Jakarta: Intimedia ciptanusantara, 2003), h. 75
yang berhubungan. Serta melatih siswa berhadapan dengan persoalan yang tidak hanya sekedar hapalan. Melaksanakan tugas akan mengembangkan dan memupuk inisiatif serta tanggung jawab dari siswa yang bersangkutan. Manfaat lain dari metode pemberian tugas yang direncanakan dengan baik untuk siswa akan memiliki hasil belajar yang lebih baik, karena siswa melaksanakan latihan (menyelesaikan soal-soal latihan) dengan kondisi seperti ini mengakibatkan pengalaman siswa di dalam mempelajari masalah matematika dapat lebih terintegrasi. Selain daripada itu pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman belajar akan lebih mendalam dan lama tersimpan di dalam ingatan. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan metode resitasi perlu memperhatikan langkah-langkah berikut: 1. Tugas harus direncanakan secara jelas dan sistematis, terutama mengenai tujuan pemberian tugas, dan cara mengerjakannya 2. Tugas yang diberikan harus dapat dipahami oleh siswa, kapan mengerjakannya, berapa lama tugas tersebut harus dikerjakan, secara individu atau kelompok. Hal tersebut akan sangat menentukan keefektifan penggunaan metode resitasi dalam pengajaran. 3. Apabila tugas tersebut berupa tugas kelompok, maka perlu diupayakan agar seluruh anggota kelompok dapat terlibat secara aktif dalam proses penyelesaian tugas tersebut, terutama kalau tugas tersebut diselesaikan di luar kelas. 4. Guru harus mengontrol proses penyelesaian tugas yang dikerjakan oleh peserta didik. 5. Berikanlah penilaian secara proporsional terhadap tugas-tugas yang dikerjakan siswa. Pada dasarnya proses belajar berlangsung dalam suatu latihan atau pengalaman, sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada individu yang dimaksudkan pengalaman disini adalah segala
kejadian yang secara sengaja atau tidak disengaja dialami seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan latihan adalah kejadian yang dengan sengaja dilakukan seseorang secara kontinu yang gunanya untuk mendapatkan keterampilan dan penguatan. Dari uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa metode resitasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menugaskan peserta didik mempelajari sesuatu yang kemudian harus dipertanggung-jawabkan.
Tugas
yang
diberikan
guru
dapat
memperdalam materi, dapat pula mengembangkan bahan yang telah dipelajari, dapat pula mengecek bahan yang telah dipelajari. g. Kelebihan dan Kekurangan Metode Resitasi Metode resitasi ini memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1. Anak-anak terbiasa mengisi waktu luang dengan hal-hal yang kontruktif. 2. Soal-soal bukan lagi menjadi bumerang bagi siswa, karena siswa sudah terbiasa mengerjakan soal. 3. Memupuk rasa tanggung jawab dan harga diri atas segala tugas yang dikerjakan. 4. Melatih anak berpikir kritis, tekun dan giat belajar. 5. Pengetahuan yang diperoleh akan lebih mendalam. 6. Bila pemberian tugas diberikan secara efektif dan efisien, maka akan menambah kemampuan pemecahan masalah siswa. Selain itu, metode ini juga tidak terlepas dari kelemahankelemahan, seperti:25
25
http://209.85.172.132/search?q=cqche:aC6pNS9t5e8J.files.wordpress.com/2008/ 09/31-dyah-metodepengajaran.doc+resitasi+adalah&hl=id&cl=clnk&cd=10&gl=id, (12 september
2008, 13.34 WIB)
1. Siswa sulit dikontrol, apakah benar ia yang mengerjakan tugas atau orang lain; 2. Khusus tugas kelompok, tidak jarang yang aktif dan mengerjakan hanya anggota tertentu; 3. Tugas yang monoton menimbulkan kebosanan belajar siswa. 4. Guru harus sering menyiapkan soal-soal atau tugas siswa. h. Fase-Fase Metode Resitasi Langkah-langkah yang harus diikuti dalam pengunaan metode pemberian tugas atau resitasi, yaitu: 1) Fase pemberian tugas Pada fase ini, guru harus memperhatikan tujuan yang akan dicapai dari pemberian tugas tersebut, jenis tugas harus jelas, tugas harus sesuai kemampuan siswa, adanya petunjuk atau sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa, sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas. 2) Fase pelaksanaan tugas Pada fase ini, guru harus memberikan bimbingan pada siswa agar siswa tidak bertanya-tanya lagi apa yang harus dikerjakan, dan apa yang menjadi tugasnya. Guru juga harus memberikan pengawasan pada siswa agar siswa tidak niru pekerjaan temannya. Selain itu guru juga harus memberikan dorongan agar anak termotivasi dan mau melaksanakan tugasnya dengan baik. Pada fase ini siswa dianjurkan mencatat hasil-hasil yang ia perolah dengan baik dan sistematis.
3) Fase mempertanggung jawabkan tugas (Fase Resitasi) Hal-hal yang harus dikerjakan pada fase ini: a) Laporan siswa baik lisan atau tertulis dari apa yang telah dikerjakan b) Ada tanya jawab atau diskusi kelas c) Penilaian hasil pekerjaan siswa dapat dilakukan dengan tes
maupun non tes. Pada fase ini, siswa belajar (dengan melaksanakan tugas) sesuai dengan tujuan dan petunjuk-petunjuk guru. Fase resitasi adalah fase dimana siswa mempertanggung-jawabkan hasil belajarnya. Bentuk-bentuk resitasi harus disesuaikan dengan tujuan pemberian tugas.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika a. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika Suatu masalah biasanya memuat situasi yang mendorong siswa untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jadi masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon.26 Untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah. Pemecahan masalah merupakan tahapan pemikiran yang berada pada level yang tinggi dan memerlukan berbagai kemampuan dalam menyelesaikannya. Selain itu, merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun
penyelesaiannya,
siswa
dimungkinkan
memperoleh
pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Hal tersebut sepaham dengan pernyataan Mayer (1983) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah mempunyai 3 karakteristik yaitu:27
(1)
Pemecahan
masalah
adalah
pengetahuan
yang
diinferensikan dari tingkahlaku; (2) Hasil pemecahan masalah berupa tindakan yang mengarah ke pemecahan masalah; (3) Pemecahan 26
Fajar Shadiq, Pemecahan Masalah, Penalaran Dan Komunikasi, (Yogyakarta: PPPG, 2004), h.10 27 http: //ontarusria.tripod.com/bab2.html, (20 maret 2008, 12.32 WIB)
masalah adalah proses yang melibatkan manipulasi atau operasi pada pengetahuan yang didapat sebelumnya. Pemecahan
masalah
matematika
tidak
terlepas
dari
pengetahuan seseorang akan subtansi masalah tersebut, apakah pemahamannya terhadap inti masalah, prosedur atau langkah yang digunakan dalam menyelesaikan masalah, maupun aturan atau rumus yang digunakan unuk menyelesaikan masalah. Hal ini sejalan dengan teori belajar Gagne (1970), yang menyatakan bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Sebab pemecahan masalah merupakan tipe belajar paling tinggi dari 8 tipe yang dikemukakan Gagne.28 Pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika dapat disajikan dalam bentuk soal yang tidak rutin yaitu soal yang untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran mendalam. Sehingga pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, logis, kreatif dan sistematis atau bahkan soal dapat disajikan dalam bentuk soal cerita. Dalam penyelesaiannya terdapat masalah yang mudah untuk diselesaikan, namun ada yang memerlukan prosedur yang mengacu pada
keterampilan
mengurutkan
langkah
demi
langkah
penyelesaiannya atau yang dikenal dengan algoritma. Proses penyelesaian yang menggunakan langkah-langkah disebut juga sebagai prosedur penyelesaian. Jadi, dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan soal-soal atau tugas-tugas yang diberikan kepadanya
dengan
melibatkan
pengetahuan
sebelumnya.
28
Erman Suherman. et.al, Strategi Pembelajaran…, h. 89
yang
dimiliki
b. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kemampuan pemecahan masalah atau "problem solving" merupakan tingkatan unjuk kerja pebelajar yang kriterianya dapat diidentifikasikan dari dua kemungkinan yakni (1) merupakan bagian dari skema, dan yang (2) merupakan hasil pengembangan kriteria baru dari proses struktur kognitif pebelajar. Kemampuan pemecahan masalah adalah proses kognitif bertalian dengan kemampuan analisis, evaluasi dan kreasi; Bloom dalam taksonominya menggolongkan kedalam ranah berpikir pengetahuan tingkat tinggi (higher order or higher level cognitive processes). Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Anderson, menurutnya proses berpikir ini melibatkan kemampuan membedakan (differentiating), pengorganisasian (organizing), atribusi (attributing), pengecekan
(checking),
mengkritik
(critiquing),
penyimpulan
(generating), perencanaan (planning), dan produksi (producing).29 Terkait dengan hal itu Sternberg dan Davidson, menyatakan bahwa (1) karakter individu dan situasi adalah salah satu yang menentukan kemampuan untuk pemecahan masalah, (2) masuknya unsur-unsur kritis ke dalam memori dari masalah dan hubungan diantara unsur-unsur ini adalah proses yang kritis dalam pemecahan masalah, (3) pemecahan masalah yang sudah ahli menggunakan waktu lebih banyak dalam merencanakan tahapan dan sumber-sumber yang
digunakan dalam
pemecahan masalah,
terlalu
banyak
pertimbangan untuk memfasilitasi unjuk kerja dan melalui proses pertimbangan yang mendalam untuk melakukannya, dan (4) memantau secara terus menerus, mengawasi apa yang telah dikerjakan, apa yang sedang dikerjakan, dan apa yang akan
29
http: //ontarusria.tripod.com/bab2.html, (20 maret 2008, 12.32 WIB)
dikerjakan, semua ini dibutuhkan untuk menentukan sasaran pemecahan masalah yang diperoleh.30 Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP), menyebutkan tujuan umum diberikannya
pelajaran matematika di jenjang
pendidikan dasar dan menengah adalah: a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui letihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif. b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengatahuan. Dalam penelitian ini pemecahan masalah matematika bukan sebagai strategi namun sebagai tujuan. Dari pernyataan-pernyataan di atas disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan seseorang melakukan serangkaian proses dalam mencari solusi atas masalah yang dihadapi. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk membantu siswa menyelesaikan masalah khususnya masalah matematika yang dihadapi.
c. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematika Siswa dalam Pembelajaran Pemecahan menggunakan
masalah
kekuatan
matematika dan
manfaat
adalah
proses
matematika
yang dalam
menyelesaikan masalah, yang juga merupakan metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan suatu tindakan untuk menyelesaikan. Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dapat
diamati
dari
tahap-tahap
pemecahan
masalah
yang
dilakukannya. Untuk tema permasalahannya sebaiknya diambil dari 30
http: //ontarusria.tripod.com/bab2.html, (20 maret 2008, 12.32 WIB)
kejadian sehari-hari yang lebih dekat dengan kehidupan siswa atau yang diperkirakan dapat menarik perhatian siswa. Untuk dapat mengajarkan pemecahan masalah dengan baik, ada beberapa pertimbangan antara lain: waktu yang digunakan untuk pemecahan masalah, perencanaan, sumber yang diperlukan, peran teknologi, dan manajemen kelas. Secara spesifikasi Polya
mengemukakan bahwa
dalam
pemecahan masalah ada 4 tahapan atau langkah yang perlu ditempuh antara lain: 1) Memahami masalah Tanpa
adanya
pemahaman
terhadap
masalah
yang
diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Maka dari itu siswa harus; (1) Mengetahui arti semua kata yang digunakan. (2) Mengetahui apa yang dicari dan
ditanyakan.
(3)
Mampu
menyajikan
soal
dengan
menggunakan kata-kata sendiri. (4) Mengetahui apakah soal dapat disajikan dengan cara lain. (5) Mengetahui apakah informasi cukup untuk dapat menyeleaikan soal. (6) Mengetahui apakah informasi berlebihan. (7) Mengetahui apakah ada yang perlu dicari sebelum mencari jawab dari soal. 31 2) Merencanakan penyelesaian Setelah siswa dapat memahami masalahnya dengan benar, selanjutnya mereka harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah. Untuk dapat menyelesaikan masalah siswa harus dapat menemukan hubungan data dengan yang ditanyakan. Siswa memilih
konsep-konsep
dikombinasikan
sehingga
yang
telah
dapat
dipelajari
untuk
dipergunakan
untuk
menyelesaikan masalah yang dihadpi itu.32 Hal ini sangat tergantung pada pengalaman siswa 31
dalam
menyelesaikan
Wono Setya Budi, Langkah Awal Menuju Olimpiade Matematika, (Jakarta: CV. RICARDO,2005), h.2 32 Herman Hudoyo, Mengajar Belajar Matematika, (Jakarta: Depdikbud, 2003), h. 175
masalah. Pada umumnya, semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecendrungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah. Pada tahapan ini siswa akan mencoba salah satu dari strategi yang ada untuk menyelesaikan masalah. 3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana Jika rencana penyelesaian suatu masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat. Pada tahapan ini siswa telah siap melakukan perhitumgan dengan segala macam data yang diperlukan termasuk konsep dan rumus atau persamaan yang sesuai.33 4) Pengecekan kembali Tahapan terakhir menurut Polya adalah
melakukan
pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari tahap pertama sampai tahap ketiga. Dengan ini, maka kesalahan dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat menjawab dengan benar sesuai dengan masalah yang diberikan. Henderson's
menunjukkan
berbagai
teknik
mengajar
pemecahan masalah dari berbagai guru dan menyimpulkan 4 (empat) langkah proses pemecahan masalah, yakni: (1) refleksi pada situasi belajar untuk mengidentifikasi faktor-faktor terpenting untuk kasuskasus tertentu, (2) mengidentifikasi masalah, (3) mencoba satu atau lebih pemecahan (solusi), dan (4) melibatkan dalam pencarian (inquiry) lebih jauh.34 Keterampilan
pemecahan
masalah
menurut
preisseisen
merupakan keterampilan proses berpikir memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta, analisis informasi, menyusun alternatif pemecahan, dan memilih pemecahan masalah yang paling efektif. 33 34
Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran, UIN Jakarta, 2007) http: //ontarusria.tripod.com/bab2.html, (20 maret 2008, 12.32 WIB)
Keterampilan ini adalah salah satu dari metakognitif (pemecahan masalah, pengambilan keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif).35
B. Bahasan Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan Sebagai bahan penguat penelitian tentang peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menggunakan metode resitasi, penulis mengutip beberapa penelitian yang relevan diantaranya: 1. Sunaenah (2007) dalam penelitiannya yang berjudul "Perbandingan minat belajar
matematika
antara
siswa
yang
menggunakan
pendekatan
pembelajaran kooperatif tehnik TPS dengan siswa yang menggunakan metode pemberian tugas". Pada hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara minat belajar matematika siswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif tehnik TPS dengan minat belajar matematika siswa yang menggunakan metode pemberian tugas di MTs Negeri Lohbener Indramayu. Perbedaan yang tidak signifikan ini mungkin dapat terjadi secara kebetulan saja. 2. Ihsan Muttaqin (2007) dalam penelitiannya yang berjudul "Analisis pemberian tugas oleh guru dalam mata pelajaran matematika di kelas V SDN
se-kecamatan
Palmerah
Jak-Bar".
Pada
hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa kegunaan tugas matematika di kelas adalah mengembangkan
kreativitas
siswa
dalam
memecahkan
masalah
matematika dan manfaat dari tugas bagi guru adalah salah satu cara untuk mengetahui kemampuan siswa dalam matematika. 3. Nafis Suniyati (2006) dalam penelitiannya yang berjudul "Efektifitas penerapan metode resitasi dengan pendekatan ketrampilan proses terhadap hasil belajar matematika popok bahasan dalil Pythagoras pada siswa" memfokuskan pada efektifitas metode resitasi dengan keterampilan proses terhadap hasil belajar matematika siswa VIII MTs. N Tulung. Dari
35
http: //ontarusria.tripod.com/bab2.html, (20 maret 2008, 12.32 WIB)
penelitian Nafis Suniyati ini ditarik kesimpulan bahwa penerapan metode resitasi dengan pendekatan proses memberikan hasil yang efektif dan positif terhadap hasil belajar matematika siswa VIII MTs. N Tulung. 4. Sri Surmiyati (2006) dalam skripsinya "Upaya meningkatkan prestasi belajar matematika dengan pendekatan pemberian tugas sebelum materi diajarkan bagi siswa kelas VII B MTs. N Wonokromo". Dalam rumusan masalahnya Apakah ada peningkatan prestasi belajar matematika dengan pemberian tugas sebelum materi diajarkan bagi siswa kelas VII B. MTs. N Wonokromo. Dalam kesimpulanya bahwa pemberian tugas sebelum materi diajarkan menunjukkan adanya peningkatan prestasi hasil belajar siswa. Berdasarkan beberapa penelitian di atas, satu hal yang perlu diperhatikan bahwa hasil penelitian di atas ternyata metode resitasi berdampak positif terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
Walaupun metode resitasi tersebut diterapkan ke berbagai disiplin ilmu. Sedangkan perbedaan penelitian di atas dengan yang peneliti lakukan sekarang terletak bahwa penelitian diatas tidak dijelaskan kapan pemberian tugas (resitasi) dilakukan. Lain halnya penelitian yang sekarang peneliti lakukan bahwa pemberian tugas (resitasi) diberlakukan sebelum, saat berlangsung dan sesudah materi diajarkan. Selain itu penelitian diatas adalah penelitian korelasi dengan experimen. Maka jelas posisi penelitian yang peneliti lakukan ini, karena belum pernah ada yang melakukannya sehingga peneliti merasa perlu untuk melakukannya, peneliti mencoba melakukan penelitian bagaimana sebenarnya
penerapan
metode
resitasi sebagai strategi pembelajaran
matematika di kelas VIII MTs Darussa'adah Jakarta. C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori, maka hipotesis yang digunakan adalah penerapan metode resitasi dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di MTs Darussa'adah Jakarta yang beralamat di Jln. Poncol Jaya No. 41 Kuningan Barat, Jakarta Selatan. b. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil yaitu mulai bulan Juli sampai September 2008.
B. Metode dan Disain Intervensi Tindakan Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas atau clasroom action research, yaitu penelitian yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran.36 Penelitian
tindakan
kelas
ini
adalah
usaha
guru
untuk
dapat
mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Metode penelitian ini menekankan pada metode resitasi sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga siklus yang terdiri dari empat tahapan pada tiap siklus. Yaitu: 1. Perencanaan (Planning) Peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti menyiapkan skenario pembelajaran dan instrumen penelitian yang
36
h.58.
Suharsimi arikunto. Et.al, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006),
terdiri atas lembar soal-soal latihan, lembar tes formatif, lembar kerja siswa, lembar observasi dan lembar wawancara. 2. Tindakan (Acting) Tahap kedua dari penelitian ini adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau isi rancangan, yaitu menggunakan metode resitasi. 3. Pengamatan (Observation) Tahap ketiga yaitu peneliti mengobservasi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan mengunakan lembar observasi dan dilaksanakan pada saat tindakan berlangsung. Pada lembar observasi akan ada beberapa indikator keberhasilan dari meningkatnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, diantaranya; waktu mengerjakan tugas, cara siswa mengubah soal menjadi kalimat matematika, cara siswa menentukan langkah jawaban soal, cara siswa menjawab soal, ketelitian siswa menjawab soal. 4. Refleksi (Reflecting) Tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah dilakukan berdasarkan data yang telah terkumpul dengan cara menganalisis hasil pengamatan yang telah dilakukan. Apakah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai acuan untuk merencanakan tindakan selanjutnya. Penelitian akan diakhiri atau dihentikan dengan indikator keberhasilan sebagai berikut : 1). Hasil pengamatan melalui lembar aktivitas siswa menunjukkan bahwa siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang tinggi. 2). Tes yang diberikan pada setiap akhir siklus menunjukkan bahwa 60% dari jumlah siswa mendapatkan nilai 70 dari nilai tes pemecahan masalah.
kemampuan
Adapun alur penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan digambarkan sebagai berikut37: Permasalahan Kurangnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
Perencanaan tindakan I
Pelaksanaan tindakan I
Pengamatan/pengumpulan data
Refleksi I
Permasalahan belum terselesaikan
Perencanaan tindakan II
Pelaksanaan tindakan II
Pengamatan/pengum pulan data
Refleksi II
Permasalahan belum terselesaikan
Perencanaan tindakan III
Pelaksanaan tindakan III
Pengamatan/pengum pulan data
Refleksi III
Refleksi akan berhenti sampai memenuhi standar yang telah ditentukan.
Gambar 1. Alur penelitian PTK 37
1, hal.74.
Suharsimi arikunto, Et.al, penelitian tindakan kelas, (Jakarta:bumi aksara,2006).cet.ke-
C. Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini adalah siswa MTs Darussa'adah Jakarta, kelas VIIIA tahun ajaran 2008/2009.
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian Pada penelitian ini, peneliti bertindak sebagai perancang dan pelaksana kegiatan. Peneliti membuat perencanaan kegiatan, melaksanakan kegiatan, mengumpulkan dan menganalisis data serta melaporkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti dibantu seorang guru kolaborator, guru ini adalah guru mata pelajaran matematika kelas VIII yang bertindak sebagai observer (pengamat).
E. Tahapan Intervensi Tindakan Tahap penelitian ini dimulai dengan tahap pra penelitian dan akan dilanjutkan dengan siklus I. Setelah melakukan analisis dan refleksi pada siklus I, penelitian akan dilanjutkan dengan siklus II. Berikut akan disajikan bentuk uraian kegiatan penelitian.
Tabel 1 Tahapan Penelitian Kegiatan Pendahuluan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kegiatan Pendahuluan Analisis kurikulum dan studi pustaka Observasi ke MTs Darussa'adah Jakarta Mengurus surat izin penelitian Membuat instrumen penelitian Menghubungi kepala sekolah Wawancara terhadap guru mata pelajaran Menentukan kelas subjek penelitian Observasi proses pembelajaran di kelas penelitian Mensosialisasikan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode resitasi pada siswa yang menjadi subjek penelitian
Tabel 2 Tahap Penelitian Siklus I Masalah: Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa Tahap Perencanaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Membuat rencana pembelajaran. Mendiskusikan RPP dengan guru kolaborator. Menyiapkan materi ajar untuk setiap pertemuan. Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, wawancara, catatan lapangan serta keperluan observasi lainnya. Menyiapkan soal latihan dan PR pada setiap pertemuan. Menyiapkan soal akhir siklus. Menyiapkan alat dokumentasi. Tahap Pelaksanaan
1.
SIKLUS I
Pendahuluan Apersepsi: dengan tanya jawab guru mereview pengetahuan siswa sebelumya tentang aljabar. Memotivasi siswa dengan permasalahan kontekstual (pembelajaran dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari). 2. Kegiatan inti Siswa dibagi menjadi 6 kelompok. Guru melaksanakan pembelajaran dengan metode resitasi yang dilengkapi dengan proyek dan diskusi kelompok Guru menyampaikan langkah-langkah proyek yang harus dikerjakan siswa Siswa mempelajari materi SPLDVyang meliputi: Pengertian persamaan linear dan sistem persamaan linear, pengertian Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV), himpunan penyelesaian Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV), pengertian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) Siswa bekerja dalam kelompok dan mendiskusikan tugas Siswa mempresentasikan pekerjaannya dan kelompok lain menanggapinya. Guru mengarahkan jalannya diskusi dan menkontruksikan pemahaman siswa mengenai materi. Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa guru memberikan latihan soal pemecahan masalah kepada siswa. Membahas dan mengkoreksi latihan bersama-sama. 3. Penutup Penilaian hasil tes siklus I Guru bersama siswa membuat rangkuman semua materi yang telah dibahas. Dokumentasi Tahap Observasi Tahap ini berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan yang terdiri dari observasi terhadap siswa dan guru (peneliti), guru kolaborator mencatat semua hal yang terjadi selama proses pembelajaran Refleksi Analisis hasil observasi dan evaluasi pembelajaran siklus I yang akan dijadikan dasar pelaksanaan siklus berikutnya
Tabel 3 Tahap Penelitian Siklus II Tahap Perencanaan
1. 2. 3. 4. 5.
Membuat rencana pembelajaran. Mendiskusikan RPP dengan guru kolaborator. Menyiapkan materi ajar untuk setiap pertemuan. Menyiapkan media pembelajaran (Modul Siswa). Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, wawancara, catatan lapangan serta keperluan observasi lainnya. Menyiapkan soal latihan dan PR pada setiap pertemuan. Menyiapkan soal akhir siklus. Menyiapkan alat dokumentasi.
6. 7. 8.
Tahap Pelaksanaan
1.
2.
SIKLUS II 3.
Pendahuluan Memotivasi siswa dengan permasalahan kontekstual (pembelajaran dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari). Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran. Kegiatan inti Guru melaksanakan pembelajaran dengan metode resitasi yang dilengkapi dengan quiz. Guru menjelaskan materi tentang solusi (himpunan penyelesaian) SPLDV dengan metode grafik, metode subtitusi, metode eliminasi dan metode kombinasi dan aplikasi pada contoh soal. Guru memberikan siswa kesempatan untuk bertanya tentang materi yang kurang dipahami. Guru memberikan quiz yang bersifat pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yang dimilikinya Siswa menjawab quiz secara cepat tepat (kompetisi). Guru memberikan reward (nilai plus) pada siswa yang menjawab benar. Penutup Penilaian hasil tes siklus II Guru bersama siswa membuat rangkuman semua materi yang telah dibahas. Dokumentasi Tahap Observasi
Tahap ini berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan yang terdiri dari observasi terhadap siswa dan guru (peneliti), guru kolaborator mencatat semua hal yang terjadi selama proses pembelajaran. Refleksi Analisis hasil observasi dan evaluasi pembelajaran siklus II yang akan dijadikan dasar pelaksanaan siklus berikutnya
Tabel 4 Tahap Penelitian Siklus III Tahap Perencanaan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Membuat rencana pembelajaran. Mendiskusikan RPP dengan guru kolaborator. Menyiapkan materi ajar untuk setiap pertemuan. Menyiapkan media pembelajaran (Modul Siswa). Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, wawancara, catatan lapangan serta keperluan observasi lainnya. Menyiapkan soal latihan dan PR pada setiap pertemuan. Menyiapkan soal akhir siklus. Menyiapkan alat dokumentasi. Tahap Pelaksanaan
1.
2.
SIKLUS III 3.
Pendahuluan Memotivasi siswa dengan permasalahan kontekstual (pembelajaran dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari). Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran. Kegiatan inti Guru melaksanakan pembelajaran dengan metode resitasi yang dilengkapi dengan tutor sebaya Siswa bekerja dalam kelompok dan mendiskusikan materi aplikasi SPLDV dalam kehidupan serta mengulang kembali cara mencari solusi SPLDV Pembelajaran diulang dengan mengacu pada soal pemecahan masalah pada siklus III. Siswa dikelompokkan kembali dan didampingi oleh teman yang menguasai materi tersebut. Siswa diberi latihan-latihan yang bersifat pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yang dimilikinya. Bimbingan guru lebih ekstra terhadap siswa yang terlihat memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang masih kurang. Penutup Penilaian hasil tes siklus III Guru bersama siswa membuat rangkuman semua materi yang telah dibahas. Dokumentasi Tahap Observasi
Tahap ini berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan yang terdiri dari observasi terhadap siswa dan guru (peneliti), guru kolaborator mencatat semua hal yang terjadi selama proses pembelajaran. Refleksi Analisis hasil observasi dan evaluasi pembelajaran siklus III yang akan dijadikan dasar pelaksanaan siklus berikutnya
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan Hasil penelitian yang diharapkan adalah sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh peneliti yaitu: meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi SPLDVdengan metode resitasi khususnya soalsoal cerita matematika yang di anggap sulit dan susah untuk diselesaikan siswa.
G. Data dan Sumber Data Data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif 1. Data kualitatif: hasil observasi proses pembelajaran, catatan lapangan, hasil wawancara terhadap guru dan siswa, hasil observasi, catatan lapangan dan dokumentasi (berupa foto kegiatan pembelajaran). 2. Data kuantitatif: nilai tes akhir siklus dan nilai ulangan harian siswa. Sumber data: sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, guru, dan peneliti.
H. Instrumen-Instrumen Pengumpul Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa instrumen antara lain adalah: 1. Lembar observasi Lembar observasi digunakan untuk mengungkapkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran sehingga dapat mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa. 2. Lembar soal Lembar soal ini digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah. 3. Catatan lapangan Catatan
lapangan
adalah
catatan
tertulis
mengenai
hal-hal
spesifik/unik yang terjadi selama penelitian berlangsung. Tujuan catatan
lapangan ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan metode resitasi. 4. Lembar Dokumentasi Dokumentasi dilakukan pada setiap pelaksaan penelitian. Tujuan lembar dokumentasi ini untuk memperkuat data-data yang ada. 5. Lembar wawancara Wawancara dilakukan pada awal penelitian dan tiap akhir siklus penelitian. Wawancara dengan difokuskan pada tanggapan dan kesulitan siswa selama proses pembelajaran. I. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini bersumber dari interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran matematika dan berupa data tindakan belajar yang dihasilkan dari tindakan mengajar. Pada saat menganalisis data, hasil setiap pengamatan didiskusikan peneliti bersama guru kolaborator untuk membuat tindakan pada siklus berikutnya. Pengambilan data dilakukan dengan: 1) Metode Observasi Pengumpulan
data
melalui
observasi dilakukan oleh
guru
kolaborator dengan mengamati langsung kelas yang dijadikan sampel untuk mendapatkan gambaran mengenai proses pembelajaran matematika di dalam kelas. Pengumpulan data melalui observasi dilakukan oleh guru kolaborator dengan mengamati langsung kelas yang dijadikan sampel untuk mendapatkan gambaran mengenai proses pembelajaran matematika di dalam kelas. Siswa diminta mengerjakan soal pada akhir siklus, dan peneliti melakukan observasi ketika siswa menjawab soal. Hal-hal yang harus diamati ketika siswa menjawab soal antara lain; cara siswa menyatakan masalah dengan kata-kata sendiri, cara siswa menentukan apa yang ditanyakan, cara siswa mengubah soal menjadi kalimat matematika, cara siswa menentukan langkah jawaban soal, cara siswa menjawab soal, ketelitian siswa menjawab soal, waktu siswa mengerjakan tugas.
2) Metode Tes Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dites pada setiap akhir siklus. Siswa diminta mengerjakan soal-soal pemecahan masalah dan peneliti memberikan skor pada jawaban soal. 3) Catatan Lapangan Catatan lapangan digunakan untuk mencatat semua temuan selama pembelajaran yang diperoleh peneliti yang tidak teramati dalam lembar observasi. Bentuk temuan ini berupa aktivitas siswa dan permasalahan yang dihadapi selama pembelajaran.dengan metode resitasi. 4) Metode Dokumentasi Dokumentasi
merupakan
metode
untuk
memperoleh
atau
mengetahui sesuatu dengan buku-buku, arsip yang berhubungan dengan yang diteliti. Dokumentasi diperoleh untuk memperoleh data sekolah dan nama siswa kelas VIII, serta foto rekaman proses tindakan penelitian. 5) Metode Wawancara Wawancara dilakukan pada awal penelitian dan tiap akhir siklus penelitian. Wawancara dilakukan pada siswa dengan menitikberatkan pada tanggapan dan kesulitan siswa selama proses pembelajaran dengan metode resitasi.
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi Untuk memperoleh data yang valid, yaitu yang obyektif, shahih dan handal, dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi dan saturasi yaitu: 1) Menggali data dari sumber yang sama dengan menggunakan cara yang berbeda. Dalam penelitian ini, untuk memperoleh informasi tentang keaktifan siswa dilakukan dengan mengobservasi siswa dan memeriksa catatan siswa. 2) Menggali data dari sumber yang berbeda untuk memperoleh hasil tentang hal yang sama. Untuk memperoleh tentang pemahaman siswa dilakukan dengan memeriksa hasil tes siswa, mengadakan wawancara dengan guru dan melihat hasil observasi guru mitra.
3) Memeriksa kembali data-data yang terkumpul, baik tentang kejanggalankejanggalannya, keasliannya maupun kelengkapannya. 4) Mengulang pengolahan data dan analisis data yang sudah terkumpul. Agar diperoleh data yang valid, instrumen tes setiap akhir siklus yang berupa soal diujicobakan untuk mengetahui dan mengukur validitas dan reliabilitasnya a. Validitas Tes yang digunakan dalam penelitian perlu dilakukan uji validitas agar ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sesuai, sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Uji validitas yang digunakan yaitu validitas konstruksi. Validitas konstruksi adalah uji validitas dengan meminta pendapat para ahli tentang instrumen yang telah di susun, mungkin para ahli akan memberikan keputusan: instrumen dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan mungkin di rombak total.38 Secara teknis pengujian validitas konstruksi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen atau matrik pengembangan instrumen. Dengan kisi-kisi instrumen, maka pengujian validitas dapat dilakukan dengan mudah dan sistematis.39 Perhitungan validitas menggunakan rumus korelasi product moment, yaitu:40
rxy =
n ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
{n∑ X
2
}{
− (∑ X ) n∑ Y 2 − (∑ Y ) 2
2
}
Keterangan :
38
rXY
: Koefisien korelasi
n
: banyak siswa
X
: Skor butir instrumen
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 139 39 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, …, h. 143 40 Suharsimi Arikunto, PROSEDUR PENELITIAN, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2002 ) Cet ke5, h. 146
Y
: skor total
XY : hasil kali skor X dengan Y untuk setiap responden X2 : Kuadrat skor butir soal Y2 : Kuadrat skor total Hasil perhitungan dengan koefisien korelasi ( rhitung ) dapat dihubungkan dengan tabel r hasil korelasi Product-Moment. Jika rhitung
rtabel maka dikatakan valid .
b. Reliabilitas Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha, yaitu:41 2 k ∑ σ i r11 = × 1− σt2 k − 1
∑X Varians total =
2
(∑ X ) −
2
N
N
Keterangan:
r11
: Reliabilitas instrumen
k
: Banyaknya butir pernyataan yang valid
∑σ σt N
2
2 i
: Jumlah varians skor tiap-tiap item : Varians total : banyak siswa Selanjutnya dari 17 butir pernyataan valid dihitung koefisien
reliabilitasnya dengan Cronbach Alpha, dan diperoleh koefisien = 0,842.
K. Teknik Analisis Data Proses analisis data terdiri atas analisis data pada saat pelaksanaan di lapangan dan kegiatan analisis data yang sudah terkumpul. Data yang sudah 41
Suharsimi Arikunto, PROSEDUR PENELITIAN, …, h. 171
terkumpul berupa hasil observasi, catatan lapangan, hasil wawancara, dan hasil tes siswa. Semua data di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Tahap analisis data dimulai dengan membaca keseluruhan data yang ada dari berbagai sumber, kemudian mengadakan reduksi data, menyusunnya dalam satuan-satuan, dan mengategorikannya. Data yang diperoleh berupa kalimat-kalimat dan aktivitas-aktivitas siswa diubah menjadi kalimat yang bermakna dan alamiah. Kriteria keberhasilan peningkatan kemampuan pemecahan masalah adalah terjadinya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang terlihat dari hasil pengamatan telah menunjukkan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran sesuai rencana dan siswa memahami materi pelajaran, serta hasil tes menunjukkan 60% dari jumlah siswa kelas penelitian mendapatkan nilai 70. Setelah tindakan pertama (siklus 1) selesai dilakukan dan hasil yang diharapkan belum mencapai kriteria keberhasilan yaitu
peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematika maka akan ditindaklanjuti untuk melakukan tindakan selanjutnya sebagai rencana perbaikan pembelajaran. Penelitian ini berakhir, apabila peneliti menyadari bahwa penelitian ini telah berhasil menguji penggunaan metode resitasi dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan pokok bahasan SPLDV.
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA INTERPRETASI HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian
Tindakan yang dilakukan pada penelitian ini berjalan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun pada BAB III. Rencana pembelajaran yang telah disusun tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan metode resitasi (pemberian tugas). Sebelum melakukan penelitian pada siklus I dengan metode yang akan peneliti gunakan, maka peneliti melakukan pengambilan data nilai ulangan semester genap. Dari data tersebut diperoleh sekitar 60% siswa memiliki nilai dibawah rata-rata. Padahal nilai rata-rata kelas saat itu 56,33, sangat kecil jika dibandingkan dengan target yang akan peneliti capai yaitu 70. Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran matematika, dapat diambil kesimpulan bahwa penyebabnya adalah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang masih sangat rendah. Sehingga sekolah tersebut perlu diberikan metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika, yaitu metode resitasi. Adapun pelaksanaan penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Siklus I a. Tahap Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada perencanaan siklus I ini adalah menyiapkan kelas tempat penelitian. Kelas tersebut adalah VIII A. Selanjutnya menyiapkan rencana pembelajaran, soal tes akhir siklus, lembar observasi, lembar wawancara, catatan lapangan, dan alat dokumentasi. Rencana pembelajaran dibuat dan didiskusikan bersama dengan guru kolaborator agar rencana pembelajaran yang ditetapkan sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan di MTs Darussa'adah Jakarta. Materi pelajaran pada siklus I ini diantaranya Pengertian persamaan linear dan sistem persamaan linear, pengertian Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV), himpunan penyelesaian Persamaan
Linear Dua Variabel (PLDV), pengertian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Lembar soal latihan dan tes akhir siklus dibuat untuk mengetahui perkembangan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa persiklus. Lembar observasi digunakan untuk mencatat aspek-aspek aktivitas siswa pada setiap pertemuan, pengamatan melalui lembar observasi dilakukan oleh observer. Lembar wawancara dipersiapkan untuk mewawancarai siswa, untuk mengetahui pendapat siswa mengenai pemberian metode resitasi dalam pembelajaran matematika. Target yang ingin dicapai pada siklus I ini yaitu 60% siswa harus mendapat nilai ≥ 70 dari tes kemampuan pemecahan masalah matematika, dan dapat menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah yang diberikan dengan baik. b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pada siklus I terdiri dari empat kali pertemuan, pada pertemuan pertama sampai pertemuan ketiga, peneliti memberikan tugas kelompok dan siswa dibagi menjadi 6 kelompok yang terdiri dari 5 sampai 6 siswa setiap kelompok. Pada pertemuan pertama masingmasing kelompok diberikan tugas diskusi materi pengertian persamaan linear dan sistem persamaan linear dan pengertian Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV). Pada pertemuan ke dua, masing-masing kelompok diberikan tugas diskusi materi himpunan penyelesaian Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV). Pertemuan ke tiga, masingmasing kelompok diberikan tugas diskusi materi pengertian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Guru mengarahkan jalannya diskusi serta mengkonstruksi pemahaman siswa tentang materi. Pada pertemuan ke empat, peneliti melakukan ujian tes akhir siklus I yang terdiri dari 5 soal yang berbentuk soal pemecahan masalah matematika. Adapun uraian proses pembelajaran siklus I adalah sebagai berikut:
1) Pertemuan Pertama/ Kamis, 31 Juli 2008
Kegiatan pembelajaran berlangsung selama 2 x 45 menit (2 jam pelajaran), dimulai pada pukul 10.30 sampai pukul 12.00. Terdapat 2 orang yang tidak hadir tanpa keterangan (alpa). Guru matematika kelas VIII A hadir sebagai observer yang mengamati aktivitas siswa satu persatu kemudian dicatat pada lembar observasi. Selain itu obsever juga melakukan penilaian pada peneliti ketika mengajar di kelas. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi bagi perbaikan pengajaran pada pertemuan selanjutnya. Pada awal pembelajaran peneliti menyampaikan materi yang akan dibahas dan tujuan pembelajaran serta menjelaskan metode yang akan digunakan selama pembelajaran berlangsung. Kemudian peneliti memberikan apersepsi, untuk menggali kembali materi prasyarat yang telah dimiliki siswa. Kegiatan belajar mengajar dimulai dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa tentang sistem persamaan linear. Hanya dua orang siswa yang berani menjawab karena mereka masih ingat pelajaran setahun yang lalu sewaktu mereka duduk di kelas VII. Akan tetapi agar seluruh siswa memahami materi persamaan linear. Peneliti membuat skema tentang materi persamaan linear yang akan dipelajari
dan
mengulas
sedikit
tentang
materi
dengan
menyimpulkan beberapa pendapat dari siswa yang menjawab. Kemudian siswa dibagi menjadi 6 kelompok. Setiap kelompok membahas pengertian persamaan linear dan sistem persamaan linear dan pengertian Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV) serta mencari letak perbedaan dari ketiga materi tersebut. Suasana diskusi berjalan dengan ramai dan kurang terkondisikan dengan baik, peneliti terkadang terlalu lama membimbing kelompok tertentu, sedangkan siswa lainnya terabaikan bahkan ada
beberapa siswa melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan kegiatan belajar mengajar, seperti ngobrol dan mondar-mandir. Setelah 20 menit siswa berdiskusi, keenam kelompok menuliskan hasil diskusi mereka di papan tulis. Kemudian peneliti mengkonstruksi
pemahaman
siswa
tentang
materi
dengan
berinteraksi kepada siswa. Kemudian peneliti memberikan tugas (resitasi) yang berisi latihan soal pemecahan masalah sebanyak 5 soal. Soal tersebut tentang contoh-contoh persamaan linear agar siswa dapat membedakan pengertian 3 materi yang dipelajari hari ini. Siswa tampak kesulitan mengerjakan tugas. Peneliti akan memberikan reward (nilai plus) pada siswa 5 siswa pertama yang mengumpulkan tugas ke depan. Pada pertemuan ini peneliti memberikan tugas proyek membuat peta konsep
tentang
persamaan linear. Setelah semua siswa mengumpulkan tugas ke depan. Tugas dibahas bersama-sama. Kendala pada pertemuan ini adalah sebagian siswa menggunakan waktu diskusi untuk mengobrol dan
bercanda. 2) Pertemuan kedua/ Selasa, 5 Agustus 2008
Sebagaimana pada pertemuan sebelumnya kegiatan belajar berlangsung selama 2 x 45 menit (2 jam pelajaran), dimulai pada pukul 07.00 sampai pukul 08.30. Terdapat seorang siswa yang tidak hadir karena sakit. Pada pertemuan yang ke dua ini siswa mempresentasikan hasil tugas proyeknya dan kelompok lain menanggapinya.
Pada saat
peneliti meminta siswa untuk
mengemukakan tugas proyek mereka, hanya beberapa siswa dalam kelompok
yang
berani
mengemukakan
tugasnya
ataupun
menuliskannya di depan kelas. Masing-masing kelompok diberi waktu 5 menit untuk presentasi. Pada saat kelompok 3 presentasi ke depan, B6 malu-
malu dan kurang percaya diri untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, karena B6 belum pernah berbicara didepan kelas sehingga suasana kelas menjadi ribut karena B6 mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dengan suara pelan. Akan tetapi berbeda dengan kelompok 4 yaitu D2, dia sangat percaya diri dan lantang dalam mempresentasikan hasil kerja kelompoknya sehingga suasana kelas pun tidak terlalu ribut dan kelompok lainnya bisa menyimak apa yang dipresentasikan D2. Peneliti mengarahkan jalannya diskusi dan mengkonstruksi pemahaman siswa tentang materi. Setelah 30 menit diskusi berlalu, peneliti menjelaskan himpunan penyelesaian Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV). Kemudian peneliti menerapkannya ke dalam soal-soal pemecahan masalah matematika sebagai beberapa contoh untuk siswa pahami. Akan tetapi peneliti juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab contoh soal yang diberikan, setelah itu peneliti menjelaskan bagaimana cara memahami soal pemecahan masalah tersebut dan cara menyelesaikannya. Peneliti memberikan latihan soal pemecahan masalah kepada siswa. Adapun kendala pada pertemuan ini, siswa belum terbiasa menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah, sehingga hampir semua siswa bertanya, bahkan ada beberapa siswa yang tidak bisa menjawab semua soal. 3) Pertemuan ketiga/ Kamis, 7 Agustus 2008
Sebagaimana biasa, kegiatan belajar berlangsung selama 2 x 45 menit (2 jam pelajaran), dimulai pada pukul 10.30 sampai pukul 12.00. Terdapat seorang siswa yang tidak hadir karena sakit. Pada pertemuan kali ini, peneliti mengelompokkan siswa menjadi 6 kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 5 sampai 6 orang siswa. Pada saat pembagian kelompok suasana kelas ribut. Setelah
keadaan terkendali, tugas diskusi dapat dimulai. Masing-masing kelompok ditugaskan mendiskusikan pengertian dan perbedaan antara persamaan linear dua variabel dan sistem persamaan linear dua variabel. Kemudian peneliti mengawasi jalannya kerja kelompok untuk menanggapi kelompok yang ingin bertanya atau kurang mengerti dengan soal yang mereka dapatkan dan kerja kelompok tersebut diberikan waktu oleh peneliti selama 30 menit. Setelah waktu kerja kelompoknya selesai, kemudian peneliti meminta kepada setiap kelompok untuk mempersiapkan hasil kerja kelompoknya untuk dipresentasikan di depan kelas dengan menunjuk dua orang untuk mempresentasikan yang bertugas sebagai notulen dan presentator. Kendala pada pertemuan ini yaitu masih ada beberapa siswa yang bercanda pada saat diskusi berlangsung.
Gambar 1. Situasi kelas ketika diskusi 4) Pertemuan ke empat / Selasa, 12 Agustus 2008
Pada pertemuan ini dilaksanakan tes akhir siklus I. Tes ini diberikan kepada seluruh siswa kelas VIII A dalam bentuk essay berjumlah 5 soal. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa terhadap materi yang telah diajarkan pada pertemuan pertama sampai ke tiga. Tes dilaksanakan selama 2 x 45 menit (2 jam pelajaran). Pada saat tes berlangsung
ketergantungan
siswa
pada
temannya
dalam
menjawab soal masih sangat terlihat. Beberapa siswa terlihat kesulitan menjawab soal (dapat dilihat pada lampiran 4). Tetapi siswa-siswa yang awalnya sudah memiliki prestasi yang baik dalam belajar, dapat mengerjakan tes yang diberikan dengan baik.
c. Tahap Observasi
Tahap ini pada dasarnya berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan oleh guru kolaborator yang mencatat seluruh aktivitas siswa dan hal-hal yang terjadi selama proses pembelajaran. Hasil pengamatan aktivitas siswa melalui lembar observasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1 Skor Rata-rata Aktivitas Siswa Pada Pembelajaran Matematika Siklus I
Rata-rata Pertemuan Ke1 2 3
No
Aspek yang diamati
1
Membawa peralatan dan sumber belajar matematika Memperhatikan penjelasan guru
2 3
6
Bertanya pada guru jika ada materi yang kurang jelas Mengerjakan tugas yang diberikan guru sampai selesai Mengoreksi atau membenarkan pendapat teman Menjawab soal dengan benar
7
Mengerjakan soal ke depan kelas
8
Berusaha mendapat nilai bagus (poin)
9
Mengumpulkan tugas tepat waktu
4 5
Jumlah Keterangan: Skala penilaian rata-rata setiap aspek:
RataRata Total
2,84
3,26
3,66
3,25
2,67
2,63
2,88
2,73
1,93
2,16
2,42
2,17
1,37
1,68
2,21
1,75
1,18
1,96
2,67
1,94
2,02
2,34
2,58
2,31
1,32
2,09
2,51
1,97
2,41
2,62
2,83
2,62
2,35
2,68
2,93
2,65 21,39
Skala penilaian jumlah rata-rata:
1 2 3 4
: dilakukan kurang baik : dilakukan cukup baik : dilakukan dengan baik : dilakukan sangat baik
9 – 17 : pemecahan masalah rendah 18 – 26 : pemecahan masalah sedang 27 – 36 : pemecahan masalah tinggi
Pada tabel 4.1 terlihat bahwa dari 9 aspek yang diamati pada pertemuan 1 sampai 3 didapatkan rata-rata 21,39 dengan kategori kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada tingkat sedang dengan adanya penerapan metode resitasi pada proses belajar matematika siklus I. Dari pertemuan 1 sampai 3, peneliti menggunakan metode resitasi dengan kerja kelompok dan pemberian soal pemecahan masalah. Siswa dikelompokkan menjadi 6 kelompok pada setiap kelompok terdiri dari 5 sampai 6 orang. Kemampuan
pemecahan
masalah
matematika
selama
pelaksanaan siklus I adalah sebagai berikut: 1. Memahami Masalah
Pemahaman siswa pada soal pemecahan masalah dalam belajar matematika pada siklus I masih belum baik (dapat dilihat pada lampiran 20). Hal ini ditandai dengan masih banyak siswa yang bertanya tentang tugas yang harus mereka kerjakan. Karena kondisi ini mereka menjadi kesulitan pada saat mengerjakan tugas. Terutama siswa laki-laki yang duduk di belakang tidak memperhatikan penjelasan guru tentang tugas dengan baik. Dan pada saat guru memberikan kesempatan untuk mendiskusikan tugas, beberapa dari mereka ada yang mengobrol dan bercanda dengan teman. Untuk mengatasi kondisi ini, guru berkeliling dan mengoreksi catatan hasil tugas diskusi mereka, sehingga pada pertemuan keempat semua siswa telah mencatat dengan rapih dan dapat memanfaatkan waktu yang diberikan dengan efektif. Pada saat guru memberikan kesempatan untuk menjawab tugas soal-soal pemecahan masalah, masih banyak siswa yang belum dapat memahami soal, sehinga hanya beberapa siswa yang
menjawab soal dengan benar. Jadi siswa belum terbiasa untuk memahami soal pemecahan masalah. 2. Merencanakan Penyelesaian
Pada siklus I, sebagian besar siswa masih sering mengeluh ketika diberikan soal-soal yang sulit. Mereka masih bingung harus menulis variabel mana yang sudah diketahui dan variabel mana yang ditanyakan. Mereka belum terbiasa untuk menulis ringkasan dari soal pemecahan masalah yaitu merencanakan variabel mana yang sudah diketahui dan variabel mana yang ditanyakan. Hal ini memudahkan mereka ke tahap selanjutnya yaitu merencanakan langkah penyelesaian masalah. 3. Menyelesaikan Masalah
Pada siklus I, 28% dari siswa belum dapat menyelesaikan soal pemecahan masalah dengan baik (dapat dilihat pada lampiran 20) Hal ini terlihat dari jawaban soal siswa pada soal yang diberikan. Namun pada pertemuan kedua dan ketiga cara siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan belum mengalami peningkatan. Juga masih ada 3 siswa yang tidak bisa menjawab semua soal. 4. Pengecekan Kembali
Hal terakhir yang sering dianggap sepele oleh siswa adalah mengecek atau mengoreksi kembali hasil pekerjaan mereka dalam menyelesaikan soal (dapat dilihat pada lampiran 4). Tahapan ini merupakan bagian dari pemecahan masalah yang didasarkan atas tanggung jawab. Namun, mereka mengumpulkan tugas masih belum tepat waktu. Begitu pula pada saat jawaban soal pada tugas telah dikumpulkan ke depan, masih ada siswa yang tidak
menyelesaikan jawaban dengan menggunakan cara lain (dapat dilihat pada lampiran 4). Adapun hasil tes siklus I disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 6 Nilai Tes Akhir Siklus I
frelatif
Interval
F
frelatif
45 – 50
6
0,1667
100%
51 – 56
11
0,3056
83,33%
57 – 62
5
0,1388
52,77%
63 – 68
7
0,1944
38,89%
69 – 74
5
0,1388
19,45%
75 – 80
2
0,0570
5,57%
kumulatif
Keterangan : Rata-rata = 59,5;
Nilai tertinggi = 80; Nilai terendah = 45
Dari tabel 6 terlihat siswa yang mendapatkan nilai ≥ 70 sebanyak 5 orang yaitu 13,89% dan yang mendapat nilai kurang dari 70 sebanyak 31 orang yaitu 86,11%. Perolehan nilai tes akhir siklus I belum memenuhi indikator keberhasilan penelitian ini yaitu 60% siswa harus mendapat nilai ≥ 70 dari tes kemampuan pemecahan masalah matematika. Hasil tes akhir siklus I disajikan dalam histogram dan poligon sebagai berikut:
y
11
Frekuensi
10 8 6 4
44,5
50,5
56,5
62,5
68,5
74,5
80,5
x
Interval Data Gambar 3 Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Tes Siklus I
Hasil observasi terhadap guru yang mengajar oleh observer cukup baik hanya saja guru harus lebih mengarahkan siswa secara jelas dalam pemberian tugas dan masih harus meningkatkan penguasaan ruang, teknik dan nada bicara pada saat mengajar. Observer juga mengatakan bahwa pengkondisian kelas harus lebih ditingkatkan kalau perlu bersikap tegas bagi siswa yang susah diatur dan membuat onar di kelas saat pembelajaran berlangsung. Kemudian guru tersebut mengatakan siswa sudah mulai mengikuti pelajaran dengan metode yang peneliti pakai akan tetapi siswa masih belum aktif dengan pelaksanaan pembelajaran tersebut (dapat dilihat pada lampiran 4).
d. Tahap Refleksi
Kegiatan belajar metode resitasi yang diaplikasikan dengan metode tugas diskusi, belum optimal karena masih ada siswa yang tidak aktif dalam diskusi (lihat tabel 5) dan masih ada siswa yang bercanda pada saat diskusi. Pada pertemuan berikutnya, peneliti harus merancang metode resitasi yang lebih efektif lagi pengaplikasinya. Pada pembagian kelompok, peneliti harus lebih tegas lagi dan merata agar siswa tidak ada yang protes lagi dalam hasil pembagian
kelompok tersebut. Siswa juga harus meningkatkan kepercayaan diri dalam mempresentasikan hasil kerja kelompoknya apapun risikonya dan bertanggung jawab. Ketika siswa dibiarkan mengerjakan soal setelah tugas diskusi tanpa memberikan batasan waktu, menyebabkan siswa kurang fokus mengerjakannya karena durasi waktu yang sedikit (dapat dilihat pada lampiran 4). Sehingga untuk pertemuan selanjutnya pada siklus II guru hendaknya lebih ekstra hati-hati dalam mengatur waktu diskusi, jangan sampai melebihi durasi yang ada pada RPP (dapat dilihat pada lampiran 13). Hal ini bertujuan agar pembelajaran lebih terarah dan tertib dan siswa dapat lebih fokus mengerjakan soal sesuai waktu yang sudah ditentukan. Setelah siklus I berakhir ternyata nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa masih belum memenuhi terget yang ingin dicapai yaitu 60% siswa harus mendapat nilai ≥ 70 dari tes kemampuan pemecahan masalah matematika. Hanya 13,89% siswa yang mendapat nilai ≥ 70 dari tes kemampuan pemecahan masalah matematika. Proses pembelajaran pun masih kurang maksimal karena ada sebagian siswa yang kurang percaya diri dalam mempresentasikan hasil tugas diskusi didepan kelas serta penggunaan waktu yang masih kurang efisien. Ketika ada siswa yang malu untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya menyebabkan banyak waktu yang terbuang untuk membujuk siswa tersebut agar percaya diri tampil didepan kelas. Sehingga untuk memperbaiki hal-hal tersebut peneliti memutuskan untuk melaksanakan siklus II.
2. Siklus II
Pada siklus II ini adalah lanjutan dari siklus I. Siklus II kali ini peneliti mentargetkan siswa untuk lebih memahami bentuk soal-soal
pemecahan masalah yang diberikan peneliti dan penerapan beberapa metode pada soal. Pada siklus II ini peneliti memberikan pembahasan tentang solusi SPLDV dengan metode grafik, metode subtitusi, metode eliminasi dan metode kombinasi. Adapun rangkaian pelaksanaan penelitian siklus II adalah sebagai berikut : a. Tahap perencanaan Tahap perencanaan siklus II ini dimulai dengan menyiapkan rencana pembelajaran, menyiapkan media dan materi ajar, menyiapkan soal latihan dan PR, menyiapkan soal tes akhir siklus II dan keperluan pembelajaran lainnya. Berdasarkan hasil refleksi dari siklus I, pada siklus II ini proses belajar masih menggunakan metode resitasi yang diaplikasikan dengan tugas quiz. Hal ini dilakukan atas dasar temuan penelitian pada siklus I dimana siswa cenderung mengobrol dan bercanda pada saat diskusi serta kurangnya percaya diri pada saat mempresentasikan hasil tugas diskusi. Pemberian tugas dengan quiz diprioritaskan untuk siswa yang nilainya masih dibawah rata-rata, dan penjelasan dilakukan secara individu. Hal ini dilakukan agar siswa lebih terbuka untuk mengungkapkan kesulitannya. Adapun materi yang akan peneliti berikan adalah solusi SPLDV dengan metode grafik, metode subtitusi, metode eliminasi dan metode kombinasi. Target pada siklus II ini yaitu hasil tes akhir siklus II menunjukkan 60% siswa mendapat nilai ≥ 70 dari tes kemampuan pemecahan masalah matematika.
b. Tahap pelaksanaan
Pada siklus II ini peneliti melaksanakannya dengan tiga kali pertemuan. Pembahasan yang akan peneliti berikan adalah tentang
solusi SPLDV dengan metode grafik, metode subtitusi, metode eliminasi dan metode kombinasi. Adapun proses belajar mengajar pada siklus II ini adalah sebagai berikut : 1. Pertemuan Pertama / Kamis, 14 Agustus 2008 Pada siklus II ini pelaksanaan dimulai pada hari Kamis, 14 Agustus 2008. Seperti pada siklus I kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul 10.30 sampai dengan 12.00. Hari ini semua siswa hadir. Pertemuan kelima ini, peneliti membahas materi solusi SPLDV dengan metode grafik dan metode subtitusi. Melalui contoh, peneliti menjelaskan cara mencari solusi atau himpunan penyelesaian SPLDV dengan metode grafik dan metode subtitusi. Kemudian dilanjutkan dengan pengaplikasian metode pada soalsoal pemecahan masalah. Peneliti juga memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya tentang materi yang kurang dipahami. Setelah 30 menit berlalu, berdasarkan hasil diskusi dengan guru kolaborator, peneliti memberikan quiz cepat tepat yang berisi soal-soal pemecahan masalah. Quiz ini berlangsung selama 30 menit dengan 15 soal pemecahan masalah. Aturannya, setelah soal ditulis di papan tulis, siswa mencari penyelesaiannya dengan 2 metode sekaligus di papan tulis tanpa membuat konsep dari tempat duduknya. Namun, pembelajaran tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa siswa kesulitan menjawab quiz karena belum membuat konsep dari tempat duduknya. Hal ini membuat siswa saling tunjuk ketika diminta maju ke depan. Sehingga hanya beberapa siswa saja yang maju ke depan, sedangkan siswa lain tidak berani maju ke depan. Dari hasil wawancara pada akhir pertemuan ke lima, didapat kesimpulan bahwa mereka belum percaya diri untuk mengerjakan langsung ke depan. Jika siswa yang maju ke depan dan menjawab benar akan mendapat reward. Pada akhir pembelajaran peneliti memberikan PR sebanyak 5 soal.
2. Pertemuan ke dua / Selasa, 19 Agustus 2008
Sebagaimana pada pertemuan sebelumnya kegiatan belajar berlangsung selama 2 x 45 menit (2 jam pelajaran), dimulai pada pukul 07.00 sampai pukul 08.30. Hari ini 2 orang siswa tidak hadir karena sakit dan alpa. Pada pertemuan keenam ini peneliti membahas materi solusi SPLDV dengan metode eliminasi dan metode kombinasi. Melalui contoh, peneliti menjelaskan cara mencari solusi atau himpunan penyelesaian SPLDV dengan metode eliminasi dan metode kombinasi. Kemudian dilanjutkan dengan pengaplikasian metode pada soal-soal pemecahan masalah. Peneliti juga memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya tentang materi yang kurang dipahami. Setelah 30 menit berlalu, berdasarkan hasil diskusi dengan guru kolaborator, peneliti memberikan quiz cepat tepat yang berisi soal-soal pemecahan masalah. Quiz ini berlangsung selama 30 menit dengan 15 soal pemecahan masalah. Aturannya, setelah soal ditulis di papan tulis, siswa mencari penyelesaiannya dengan 2 metode sekaligus di tempat duduknya. Jika telah selesai siswa mengancungkan tangan, lalu maju ke depan. Siswa yang maju ke depan dan menjawab benar akan mendapat reward. Pada akhir pembelajaran peneliti memberikan PR sebanyak 5 soal. 3. Pertemuan Ke tiga / Kamis, 21 Agustus 2008
Pada pertemuan ketujuh peneliti mengadakan ujian akhir siklus II. Ujian dimulai pada pukul 10.30 sampai dengan 12.00. Pada pertemuan kali ini dilaksanakan tes akhir siklus II untuk pokok bahasan solusi SPLDV dengan metode grafik, metode subtitusi, metode eliminasi dan metode kombinasi. Soal tes berbentuk essay berjumlah 5 soal yang disesuaikan dengan
indikator pembelajaran yang ingin dicapai untuk pokok bahasan tersebut (dapat dilihat pada lampiran 15). Tes dilaksanakan selama 2 jam pelajaran, karena perhitungan memerlukan waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya. Tes ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi yang telah diajarkan dan untuk mengetahui apakah ada peningkatan pemecahan masalah matematika antara siklus I dengan siklus II. Ketika pelaksanaan tes akhir siklus II, sebagian besar siswa tampak tekun dalam mengerjakan soal (dapat dilihat pada lampiran 4). Ketergantungan siswa terhadap teman dalam menjawab soal mulai berkurang dibandingkan siklus I. Namun ada 3 orang siswa yang belum dapat menyelesaikan soal tes tepat dengan waktu yang telah ditentukan. Sehingga peneliti memberikan perpanjangan waktu selama 5 menit. c. Tahap observasi
Tahap ini pada dasarnya berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan oleh guru kolaborator yang mencatat seluruh aktivitas siswa dan hal-hal yang terjadi selama proses pembelajaran. Hasil pengamatan aktivitas siswa melalui lembar observasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 7 Skor Rata-rata aktivitas Siswa Pada Pembelajaran Matematika Siklus II
No
Aspek yang diamati
1
Membawa peralatan dan sumber belajar matematika Memperhatikan penjelasan guru Bertanya pada guru jika ada materi yang kurang jelas Mengerjakan tugas yang
2 3 4
Rata-rata Pertemuan Ke5 6
Rata-rata Total
3,66
3,66
3,66
2,88
2,89
2,88
2,43
2,48
2,45
2,68
2,74
2,71
5 6 7 8 9
diberikan guru sampai selesai Mengoreksi atau membenarkan jawaban teman Menjawab soal dengan benar Mengerjakan soal ke depan kelas Berusaha mendapat nilai bagus (poin) Mengumpulkan tugas tepat waktu Jumlah
Keterangan: Skala penilaian rata-rata setiap aspek: 1 : dilakukan kurang baik 2 : dilakukan cukup baik 3 : dilakukan dengan baik 4 : dilakukan sangat baik
2,69
2,71
2,70
2,48
2,58
2,53
2,63
2,77
2,70
2,85
2,87
2,86
2,93
2,95
2,94 25,43
Skala penilaian jumlah rata-rata: 9 – 17 : pemecahan masalah rendah 18 – 26 : pemecahan masalah sedang 27 – 36 : pemecahan masalah tinggi
Pada tabel 7 terlihat bahwa dari 9 aspek yang diamati melalui lembar observasi pada pertemuan 4, 5 dan 6 didapatkan rata-rata 25,43 dengan kategori kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada tingkat sedang. Skor yang diperoleh mengalami peningkatan dibandingkan siklus I. Siswa lebih mampu menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah. Hal itu terlihat dari keaktifan siswa dalam belajar, tertantang dengan soal-soal yang sulit dan bertanggung jawab dengan soal-soal yang diberikan. Kemampuan pemecahan masalah matematika selama pelaksanaan siklus II adalah sebagai berikut: 1) Memahami Masalah
Pemahaman siswa pada soal pemecahan masalah dalam belajar matematika pada siklus II mengalami peningkatan (dapat dilihat pada lampiran 22). Pada siklus II ini, metode pemberian tugas diaplikasikan dengan quiz. Hal ini dilakukan
untuk memperbaiki siklus I yang mana pada saat mengerjakan tugas belum terjadi pembagian tugas secara merata, tugas tersebut dikerjakan hanya oleh satu orang yang memiliki kemampuan tinggi dalam pelajaran matematika. Dan untuk mengantisipasinya pemberian tugas diaplikasikan dengan quiz. 2) Merencanakan Penyelesaian
Pada
siklus
II
ini
perencanaan
siswa
dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan mengalami peningkatan yang cukup baik (dapat dilihat pada lampiran 22). Hal itu disebabkan karena siswa mulai beradaptasi atau terbiasa dengan soal-soal pemecahan masalah dan pemahaman siswa pada soal yang diberikan mengalami kemajuan (dapat dilihat pada lampiran 4). Pada siklus I sebagian besar siswa masih belum berani maju ke depan dan sering mengeluh ketika diberikan soal-soal yang sulit. Namun pada siklus II mereka sudah mulai terbiasa untuk menulis ringkasan dari soal pemecahan masalah yaitu merencanakan variabel mana yang sudah diketahui dan variabel mana yang ditanyakan karena terlebih dahulu mereka telah membuat konsep. Pada pertemuan kedua, hal itu sudah tidak terjadi lagi. Mereka sudah mulai berkompetisi untuk maju ke depan. Aturan quiz yang diubah memudahkan mereka ke tahap selanjutnya yaitu merencanakan langkah penyelesaian masalah.
3) Menyelesaikan Masalah
Cara mereka menyelesaikan soal pemecahan masalah pada siklus II mengalami peningkatan yang baik (dapat dilihat pada lampiran 22). Hal ini terlihat dari kesamaan cara menyelesaikan masalah dengan perencanaan penyelesaian. Seperti pada pertemuan kedua, sebelum siswa maju ke depan,
mereka telah membuat perencanaan penyelesaian di tempat duduk. Ketika maju ke depan, mereka hanya meneruskan konsep perencanaan penyelesaian soal. Namun hal ini hanya dilakukan oleh siswa yang telah memiliki kemampuan pemecahan masalah tinggi Pada pertemuan ke tiga dilaksanakan tes akhir siklus II. Pada siklus I masih ada beberapa siswa yang tidak bisa menjawab semua soal. Namun pada siklus II ini, sudah tidak terjadi lagi. Ketergantungan siswa pada temannya dalam menjawab soal pun telah berkurang. Namun ada 3 orang siswa yang belum dapat menyelesaikan soal tes tepat pada waktu yang
telah
ditentukan.
Sehingga
peneliti
memberikan
perpanjangan waktu selama 5 menit.masih sangat terlihat. Beberapa siswa terlihat kesulitan menjawab soal. 4) Pengecekan Kembali
Beberapa siswa yang pada siklus I lupa mengoreksi kembali hasil pekerjaan mereka, pada siklus II sudah mulai menunjukkan
peningkatan
yang
cukup
baik
dalam
menyelesaikan soal-soal yang diberikan (dapat dilihat pada lampiran 22). Hal ini terlihat pada saat mereka maju ke depan untuk menyelesaikan soal pada quiz, sebelum mereka kembali ke tempat duduk, mereka mengoreksi hasil pekerjaan mereka terlebih dahulu di papan tulis. Pembelajaran pada siklus II ini secara umum dapat dikatakan sudah baik.
Terlihat dari
antusias siswa menjawab soal, namun siswa belum maksimal dalam memahami masalah yang ada pada soal, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan soal dan memeriksa kembali jawaban soal.
Gambar 4 Situasi kelas pada saat quiz kedua berlangsung
Berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pengajaran guru oleh observer menunjukkan peneliti melaksanakan pengajaran dengan baik, hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil belajar siswa yang diperoleh dari tes akhir siklus II pada pertemuan ketujuh, sebagai berikut: Tabel 8 Nilai Tes Akhir Siklus II
frelatif
Interval
Frekuensi
frelatif
47 – 52
4
0,1111
100%
53 – 58
6
0,1667
88,89%
59 – 64
7
0,1944
72,22%
65 – 70
9
0,25
52,78%
71 – 76
6
0,1667
27,78%
77 – 82
4
0,1111
11,11%
Keterangan : Rata-rata = 64,67;
Nilai tertinggi = 82;
kumulatif
Nilai terendah = 47
Dari tabel 8 terlihat siswa yang mendapatkan nilai ≥ 70 dari sebanyak 12 orang yaitu 33,33% dan yang mendapat nilai kurang dari nilai rata-rata sebanyak 24 orang yaitu 66,67%. Perolehan nilai tes mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I.
Meskipun kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sudah mengalami peningkatan yang cukup baik namun target 60% siswa mendapat nilai ≥ 70 dari nilai tes belum tercapai. Terdapat 24 siswa yang mendapat nilai kurang dari 70. Kekurangan pada siklus II ini yaitu masih ada 3 orang siswa yang mendapat nilai dibawah 50 serta mereka juga terlihat pasif ketika quiz (dapat dilihat pada lampiran 4). Hasil tes akhir siklus II disajikan dalam histogram dan poligon sebagai berikut:
y
Frekuensi
10 8 6 4 2 44,5
50,5
56,5 62,5 68,5 Interval Data
74,5
80,5
x
Gambar 5 Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Tes Siklus II d. Tahap Refleksi
Pada tahap ini peneliti dituntut untuk lebih kerja keras lagi untuk mencapai standar yang diinginkan. Setelah melihat kekurangan dari siklus I ternyata pada siklus II ini belum sepenuhnya bisa memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I. Hal ini terlihat pada saat quiz berlangsung, siswa yang maju ke depan adalah siswa-siswa yang
memang memiliki kemampuan di atas rata-rata pada pelajaran matematika. Sehingga siklus pun berlanjut kepada siklus III. Pada pokok bahasan yang memerlukan banyak perhitungan ternyata siswa memerlukan bimbingan yang lebih dalam karena dalam mengerjakan soal pemecahan masalah pada saat quiz memerlukan ketelitian dalam menghitung serta pemahaman yang baik terhadap materi yang diberikan. Berdasarkan hasil refleksi pada pertemuan kelima, agar jawaban quiz langsung diselesaikan di depan ternyata membuat siswa tidak fokus dalam menyelesaikan soal. Mereka justru kebingungan dan grogi mencari jawaban soal langsung di depan. Sehingga pada pertemuan keenam dilakukan refleksi agar aturan quiz diubah menjadi; siswa
boleh membuat konsep dan menjawab soal di tempat duduk sebelum maju ke depan. Hal ini membuat siswa antusias menjawab quiz. Berdasarkan hasil observasi pada siklus II yang terdiri dari tiga pertemuan, diperoleh informasi bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa mengalami peningkatan yang cukup baik dibanding siklus I .Namun melalui lembar observasi didapatkan bahwa siswa masih memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika dalam kategori sedang dan memberikan hasil yang maksimal (indikator keberhasilan belum tercapai). Masih ada 24 siswa yang nilai tes akhir siklusnya kurang dari 70, sehingga diputuskan untuk melaksanakan siklus III. Pada pembelajaran siklus III pembelajaran di kelas sebaiknya guru lebih mengontrol siapa saja yang masih memerlukan bimbingan. Untuk itu pada pertemuan selanjutnya siswa dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama siswa-siswa yang nilai tesnya masih rendah, dimana berdasarkan pengamatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tersebut belum mengalami peningkatan yang cukup baik. Pada kelompok ini guru memberikan bimbingan lebih ekstra agar siswa benar-benar memahami materi yang diberikan. Kelompok kedua
adalah siswa-siswa yang hasil belajarnya sudah baik, dimana berdasarkan pengamatan siswa-siswa tersebut sudah mengalami peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika yang cukup baik. Guru juga mengarahkan siswa-siswa yang memiliki daya serap yang tinggi serta pemahamannya terhadap materi cukup baik menjadi tutor untuk membantu teman-teman yang masih kesulitan mempelajari materi.
3. Siklus III
Pada siklus III ini merupakan tindak lanjut dari siklus II. Siklus III ini lebih memfokuskan siswa yang memiliki nilai tes di bawah rata-rata agar lebih memahami bentuk soal-soal pemecahan masalah yang diberikan peneliti dan penerapan beberapa metode pada soal. Pada siklus III ini peneliti memberikan pembahasan tentang Aplikasi SPLDV dalam kehidupan sehari-hari. Adapun tahap-tahap siklus III ini adalah sebagai berikut :
a. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan siklus III dimulai dengan menyiapkan rencana pembelajaran, menyiapkan materi ajar, menyiapkan soal latihan dan PR, menyiapkan soal tes akhir siklus III dan keperluan pembelajaran lainnya. Pada siklus ini peneliti mengulang kembali materi tentang mencari himpunan penyelesaian SPLDV. Pada siklus III peneliti menjelaskan tentang aplikasi SPLDV dalam kehidupan. Pembelajaran dilakukan dengan metode resitasi yang dibantu tutor sebaya. Metode ini dipilih agar siswa lebih aktif dalam belajar matematika dan lebih bermakna bagi siswa. Berdasarkan hasil refleksi siklus II, pembelajaran siklus III dibagi dalam dua kelompok, kelompok pertama siswa-siswa yang hasil tes akhir siklus II masih rendah dan kelompok kedua siswa-siswa yang
hasil tes akhir siklus II sudah baik. Siswa yang daya serapnya tinggi terhadap materi yang diberikan diarahkan untuk menjadi tutor sebaya. Kelompok pertama terdiri dari 18 siswa dan kelompok kedua terdiri dari 18 siswa. Hal ini dilakukan atas dasar temuan penelitian pada siklus II dimana siswa yang maju ke depan adalah adalah siswa-siswa yang memang memiliki kemampuan di atas rata-rata pada pelajaran matematika. Pemberian tugas dibantu tutor sebaya diprioritaskan untuk siswa yang nilainya masih dibawah rata-rata, dan penjelasan dilakukan secara individu. Hal ini dilakukan agar siswa lebih terbuka untuk mengungkapkan kesulitannya.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada siklus III terdiri dari tiga kali pertemuan, materi ajar pada pertemuan pertama dan kedua adalah aplikasi SPLDV dalam kehidupan serta penguatan materi sebelumnya. Sedangkan pada pertemuan ke tiga peneliti melakukan ujian tes siklus III. Adapun uraian proses pembelajaran siklus III adalah sebagai berikut: 1. Pertemuan pertama/ Selasa, 26 Agustus 2008
Kegiatan pembelajaran berlangsung selama 2 x 45 menit (2 jam pelajaran), dimulai pada pukul 07.00 sampai pukul 08.30. Pada pertemuan ini semua siswa hadir. Guru matematika kelas VIII A hadir sebagai observer yang mengamati aktivitas siswa satu persatu kemudian dicatat pada lembar observasi. Selain itu obsever juga melakukan penilaian pada peneliti ketika mengajar di kelas. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi bagi perbaikan pengajaran pada pertemuan selanjutnya. Kegiatan belajar mengajar dimulai dengan mereview materi cara mencari solusi atau himpunan penyelesaian SPLDV, dengan memberikan satu contoh soal yang diselesaikan dengan 4 metode
(grafik, subtitusi, eliminasi dan kombinasi). Kemudian peneliti dan siswa membahas tugas rumah yang diberikan sebelumnya. Pada pertemuan kali ini peneliti membagi siswa menjadi 2 kelompok sesuai dengan nilai tes kemampuan pemecahan masalah matematika. Kelompok pertama adalah siswa-siswa yang hasil tes akhir siklus II masih rendah berjumlah 17 orang dan kelompok kedua adalah siswa-siswa yang hasil tes akhir siklus II sudah baik berjumlah 19 orang. Semua anggota kelompok dua berperan menjadi tutor sebaya untuk semua anggota kelompok pertama. Karena jumlah siswa kelompok pertama dan kedua hampir seimbang, maka terdapat 18 kelompok saling berpasangan. Pada saat pembagian kelompok suasana menjadi sangat ribut, bahkan ada yang tidak mengerti cara pembagian kelompoknya. Setelah suasana kelas kondusif, kelompok pertama ditugaskan menjawab soal pemecahan masalah sebanyak 5 soal dengan durasi waktu lebih lama yaitu 40 menit. Sedangkan kelompok dua ditugaskan menjadi tutor sebaya. Kendala pada pertemuan ini adalah beberapa siswa minta diajari oleh satu orang siswa yang terpandai di kelas. 2. Pertemuan kedua / Kamis, 28 Agustus 2008
Kegiatan pembelajaran berlangsung selama 2 x 45 menit (2 jam pelajaran), dimulai pada pukul 10.30 sampai pukul 12.00. Pada pertemuan ini ada 2 orang siswa yang tidak hadir karena sakit. Guru matematika kelas VIII A hadir sebagai observer yang mengamati aktivitas siswa satu persatu kemudian dicatat pada lembar observasi. Selain itu obsever juga melakukan penilaian pada peneliti ketika mengajar di kelas. Sebagaimana pertemuan pertama, proses belajar masih sama seperti pertemuan kemarin. Tetapi suasana kelas lebih kondusif karena pembagian kelompok sama seperti pertemuan pertama. Peneliti membagi siswa menjadi 2 kelompok sesuai dengan nilai
tes kemampuan pemecahan masalah matematika. Kelompok pertama adalah siswa-siswa yang hasil tes akhir siklus II masih rendah berjumlah 17 orang dan kelompok kedua adalah siswasiswa yang hasil tes akhir siklus II sudah baik berjumlah 19 orang. Semua anggota kelompok dua berperan menjadi tutor sebaya untuk semua anggota kelompok pertama. Karena jumlah siswa kelompok pertama dan kedua hampir seimbang, maka terdapat 18 kelompok saling berpasangan. Kelompok pertama ditugaskan menjawab soal pemecahan masalah sebanyak 5 soal dengan durasi waktu lebih lama yaitu 40 menit. Pada pertemuan kedua ini, peneliti lebih ekstra membimbing siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah rendah dengan cara menyuruh mereka untuk mengerjakan soal ke depan. Jika siswa masih terlihat kesulitan dalam menjawab soal, peneliti pun membimbingnya dalam menjawab soal. Agar waktu tidak terbuang banyak, 3 siswa maju ke depan secara bersamaan. Tetapi setelah peneliti membimbing siswa satu persatu dengan baik dan siswa tidak putus asa mengerjakan latihan soal akhirnya secara perlahan siswa dapat memahami materi dengan baik. Siswa yang dapat menyelesaikan latihan soal lebih awal berperan sebagai tutor sebaya. Jika pada pertemuan sebelumnya masih terlihat siswa yang malas mengerjakan latihan, namun pada pertemuan kali ini semua siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan aktif dalam mengerjakan soal-soal pemecahan masalah yang diberikan (dapat dilihat pada lampiran 4). Setelah waktu belajar tersisa 10 menit lagi, siswa ditugaskan membuat rangkuman materi bab SPLDV (sistem persamaan linear dua variabel) dari awal sampai akhir. Keunikan dari membuat rangkuman ini adalah siswa tidak boleh melihat buku apapun. Siswa hanya mengandalkan ingatan mereka tentang materi.
Gambar 6 Situasi kelas pada saat siswa mendapat bimbingan ekstra
3. Pertemuan ketiga/ Kamis, 4 September 2008 Pada pertemuan ini peneliti mengadakan ujian akhir siklus III. Ujian dimulai pada pukul 10.30 sampai dengan 12.00. Pada pertemuan kali ini dilaksanakan tes akhir siklus III untuk pokok bahasan solusi SPLDV dengan metode grafik, metode subtitusi, metode eliminasi dan metode kombinasi yang diaplikasikan dalam kehidupan. Soal tes berbentuk essay berjumlah 5 soal yang disesuaikan dengan indikator pembelajaran yang ingin dicapai untuk pokok bahasan tersebut (dapat dilihat pada lampiran 18). Tes dilaksanakan selama 2 jam pelajaran, karena perhitungan memerlukan waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya. Tes ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkat pemahaman materi yang telah diajarkan dan untuk mengetahui apakah ada peningkatan pemecahan masalah matematika antara siklus II dengan siklus III. Siswa kelas VIII A hadir seluruhnya dan pelaksanaan tes berjalan dengan baik. Seluruh siswa tekun mengerjakan soal yang diberikan dan semua siswa dapat menyelesaikan tes sesuai waktu yang telah ditentukan. Sudah tidak terlihat siswa yang menyontek jawaban
temannya.
Pada siklus III
ini
kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal pemecahan masalah semakin baik. Terlihat dari jawaban soal siswa yang telah mampu memahami masalah yang
ada
pada
soal,
merencanakan
penyelesaian,
dan
menyelesaikan soal dengan benar.
c. Tahap Observasi
Pembelajaran pada siklus III ini berjalan dengan baik, kondisi kelas lebih kondusif dibandingkan siklus II. Siswa lebih tekun dan terbiasa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah. Siswa-siswa yang rendah kemampuan pemecahan masalah matematikanya dapat mengikuti pelajaran dengan baik dengan adanya bimbingan ekstra dari guru dan teman sebayanya yang lebih pandai. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pengajaran guru oleh observer sudah baik dan hasil pengamatan dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil pengamatan tentang aktivitas siswa melalui lembar observasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9 Skor Rata-rata aktivitas Siswa Pada Pembelajaran Matematika Siklus III
No
Aspek yang diamati
1
Membawa peralatan dan sumber belajar matematika Memperhatikan penjelasan guru Bertanya pada guru jika ada materi yang kurang jelas Mengerjakan tugas yang diberikan guru sampai selesai Mengoreksi atau membenarkan jawaban teman Menjawab soal dengan benar
2 3 4 5
6
Rata-rata Pertemuan Ke8 9
Rata-rata Total
3,86
4
3,93
2,98
3,29
3,14
2,73
3,18
2,96
2,97
3,24
3,10
3,12
3,15
3,14
2,78
3
2,89
7 8 9
Mengerjakan soal ke depan kelas Berusaha mendapat nilai bagus (poin) Mengumpulkan tugas tepat waktu Jumlah
Keterangan: Skala penilaian rata-rata setiap aspek: 1 : dilakukan kurang baik 2 : dilakukan cukup baik 3 : dilakukan dengan baik 4 : dilakukan sangat baik
2,83
2,97
2,90
2,87
2,87
2,87
2,93
2,95
2,94 27,59
Skala penilaian jumlah rata-rata: 9 – 17 : pemecahan masalah rendah 18 – 26 : pemecahan masalah sedang 27 – 36 : pemecahan masalah tinggi
Pada tabel 9 terlihat bahwa dari 9 aspek yang diamati melalui lembar observasi pada pertemuan 8 dan 9 didapatkan rata-rata 27,59 kategori kemampuan pemecahana masalah siswa tinggi dengan adanya penggunaan metode resitasi dalam belajar matematika. Kemampuan
pemecahan
masalah
matematika
selama
pelaksanaan siklus III adalah sebagai berikut: 1) Memahami Masalah
Pemahaman siswa pada soal pemecahan masalah semakin meningkat (dapat dilihat pada lampiran 24). Seluruh siswa semakin ulet dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Mereka berusaha dengan sungguh-sungguh dan pantang menyerah dalam mengerjakan soal-soal yang sulit. Beberapa siswa yang mengalami kesulitan pada saat mengerjakan tugas langsung bertanya kepada guru atau tutor sebaya yang telah ditentukan oleh guru. Sebagian siswa yang pada siklus sebelumnya mudah menyerah dan mengeluh pusing jika mengerjakan soal-soal yang sulit, pada siklus III ini telah menunjukkan usaha yang lebih sungguh-sungguh untuk dapat menyelesaikan soal-soal tersebut. Dan siswa memanfaatkan waktu yang diberikan oleh guru dengan efektif dan efisien, mereka
sudah tidak memanfaatkan waktu yang diberikan untuk mengobrol atau bercanda dengan teman. 2) Merencanakan Penyelesaian
Pada siklus II ini perencanaan siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan mengalami peningkatan yang semakin baik (dapat dilihat pada lampiran 24). Hal itu disebabkan karena siswa mulai beradaptasi atau terbiasa dengan soal-soal pemecahan masalah dan pemahaman siswa pada soal yang diberikan mengalami kemajuan. Ketika guru memberikan tugas berupa soal sebanyak 5 butir soal essay pada siswa kelompok pertama, siswa mengerjakan tugas tersebut dengan mandiri (dapat dilihat pada lampiran 4). Tidak hanya mengandalkan jawaban teman yang memiliki kemampuan tinggi pada pelajaran matematika. Karena mereka merasa selalu diawasi dan dipantau oleh guru. 3) Menyelesaikan Masalah
Cara mereka menyelesaikan soal pemecahan masalah pada siklus III mengalami peningkatan yang semakin baik (dapat dilihat pada lampiran 24). Hal ini terlihat dari kesamaan cara menyelesaikan masalah dengan perencanaan penyelesaian. Pada siklus III ini, peneliti lebih ekstra membimbing siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah rendah dengan cara menyuruh mereka untuk mengerjakan soal ke depan. Seperti pada siklus II, sebelum siswa maju ke depan, mereka telah membuat perencanaan penyelesaian di tempat duduk. Ketika maju ke depan, mereka hanya meneruskan konsep perencanaan penyelesaian soal. Namun kali ini siswa yang maju ke depan adalah siswa yang telah memiliki kemampuan pemecahan masalah sedang dan rendah.
4) Pengecekan Kembali
Beberapa siswa yang pada siklus I lupa mengoreksi kembali hasil pekerjaan mereka, pada siklus III sudah mulai menunjukkan peningkatan yang cukup baik dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Hal ini terlihat pada saat mereka maju ke depan untuk menyelesaikan soal, sebelum mereka kembali ke tempat duduk, mereka mengoreksi hasil pekerjaan mereka terlebih dahulu di papan tulis. Jawaban siswa pada tes akhir siklus III menunjukkan bahwa siswa telah mengecek kembali jawaban mereka dengan menyelesaikan dengan metode lain. Berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pengajaran guru oleh observer menunjukkan peneliti melaksanakan pengajaran dengan baik, hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil belajar siswa yang diperoleh dari tes akhir siklus III pada pertemuan kesepuluh, sebagai berikut: Tabel 10 Nilai Tes Akhir Siklus III
frelatif
Interval
Frekuensi
frelatif
55 - 60
2
0,0556
100%
61 - 66
5
0,1389
94,44%
67 - 72
6
0,1667
80,55%
73 - 78
11
0,3055
63,88%
79 - 84
7
0,1944
33,33%
85 - 90
5
0,1389
13,89%
kumulatif
Keterangan: Rata-rata = 74,65; Nilai tertinggi = 90; Nilai terendah = 55 Dari tabel 10 terlihat siswa yang mendapatkan nilai ≥ 70 dari sebanyak 28 siswa yaitu 77,78% dan yang mendapat nilai kurang dari 70 sebanyak 8 siswa yaitu 22,22%. Pada siklus III ini indikator
keberhasilan sudah tercapai dimana lebih dari 60% siswa mendapat nilai ≥ 70 dari tes kemampuan pemecahan masalah matematika. Hasil tes akhir siklus III disajikan dalam histogram dan poligon sebagai berikut:
y 11
Frekuensi
10 8 6 4 2 44,5
50,5
56,5 62,5 68,5 Interval Data
74,5
80,5
x
Gambar 7 Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Tes Siklus III
d. Tahap Refleksi
Adaptasi siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah matematika yang sudah sangat baik, pengontrolan peneliti yang lebih ekstra terhadap siswa yang kemampuannya masih lemah, adanya peran tutor sebaya membuat pembelajaran berjalan lebih kondusif dibandingkan dengan pembelajaran pada siklus II. Pada materi tentang aplikasi SPLDV (Sistem Persamaan Linear Dua Variabel) dalam kehidupan, siswa terlihat lebih tekun dan sungguhsungguh dalam mempelajarinya. Meskipun pembahasan ulang juga dilakukan pada materi mencari solusi SPLDV dengan 4 metode (metode grafik, metode subtitusi, metode eliminasi, metode kombinasi)
namun dengan mengulang-ngulang dalam mempelajarinya dan tidak putus asa dalam menjawab soal, akhirnya siswa dapat memahami materi dengan baik. Berdasarkan pengamatan melalui lembar observasi ternyata hasilnya siswa sudah terbiasa menyelesaikan soal pemecahan masalah dengan adanya penggunaan metode resitasi dalam proses pembelajaran (dapat dilihat pada lampiran 4). Hasil belajar melalui tes akhir siklus III sudah menunjukkan hasil yang baik. Rata-rata nilai tes siswa mengalami peningkatan dari 64,67 menjadi 74,65 peningkatannya sebesar 11,52. Sebanyak 23 siswa sudah mendapat nilai di atas ratarata, sehingga indikator keberhasilan yaitu 60% siswa mendapat nilai ≥ 70 dari tes siswa sudah tercapai. Dengan adanya peningkatan hasil tes siklus III dan indikator keberhasilan sudah tercapai maka penelitian ini dihentikan pada siklus III sesuai dengan target yang direncanakan. Sebagai data tambahan yang memperkuat adanya peningkatan hasil belajar matematika siswa, pada hari Selasa, 9 September 2008 dilaksanakan ulangan harian bab SPLDV (Sistem Persamaan Linear Dua Variabel). Hasil yang diperoleh, rata-rata nilai ulangan siswa sebesar 74,68. Nilai tersebut menunjukkan hasil belajar yang sudah cukup baik bila dibandingkan dengan hasil ulangan harian semester genap. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siklus I sampai Siklus III, disajikan dalam tabel, histogram dan poligon sebagai berikut: Tabel 11 Skor kemampuan pemecahan masalah siswa pada siklus III
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Jumlah skor
2142
2272,5
2687,5
Rata-rata
59,5
64,67
74,65
Prosentase
38,89%
52,78%
63,89%
B. Pemeriksaan Keabsahan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya soal tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setiap akhir siklus. Sebelum instrumen soal ini digunakan, terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitas. Dari keseluruhan siklus terdapat 20 soal pemecahan masalah, soal yang valid sebanyak 17 soal. Dengan tingkat reliabilitas 0,842 (tinggi). Soal yang dibuat disesuaikan dengan kurikulum sekolah mengenai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang ingin dicapai. Dari 17 soal tersebut diambil 15 soal yang sebelumnya telah dikonsultasikan dengan guru mitra (kolaborator) yang merupakan guru mata pelajaran matematika di MTS Darussa’adah Jakarta. 5 soal pertama digunakan pada siklus I yaitu hari Selasa 12 Agustus 2008, 5 soal selanjutnya digunakan pada siklus II yaitu hari Kamis 21 Agustus 2008, kemudian 5 soal selanjutnya digunakan pada Siklus III yaitu hari Kamis 4 September 2008. Soal-soal tersebut digunakan untuk mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika setelah siswa diberi perlakuan berupa metode resitasi dalam belajar matematika. Selain menggunakan tes untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa digunakan pula lembar observasi, wawancara, dan catatan lapangan untuk mengetahui aktivitas siswa setiap pertemuan pada siklus I, II dan III. Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh valid dan memiliki tingkat ketepercayaan yang tinggi, dilakukan beberapa kegiatan meliputi: memeriksa kembali keterangan atau informasi yang diperoleh selama observasi dari narasumber, memeriksa apakah informasi tersebut tetap sifatnya atau tidak berubah sehingga dapat dipastikan keajegannya, dan memastikan kebenaran data. Diskusi dengan guru kolaborator tentang hasil observasi yang diperoleh dan melakukan reduksi data yaitu menghilangkan data yang tidak relevan dengan fokus penelitian. Hal ini bertujuan agar data atau informasi yang diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dilakukan dengan memeriksa hasil tes akhir siklus siswa. Soal yang
dibuat berupa soal pemecahan masalah yang telah disesuaikan dengan kurikulum sekolah mengenai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang ingin dicapai. C. Interpretasi Hasil Analisis
1. Analisis hasil tes formatif a. Tes Formatif I
Pemberian tes formatif I dimaksudkan untuk melihat tingkat kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah pembelajaran siklus I. Soal tes terdiri dari 5 buah soal uraian yang berkenaan dengan kemampuan pemecahan masalah siswa untuk indikator yang akan diukur (dapat dilihat pada lampiran 12) Setelah dilakukan pengolahan data hasil tes siklus I, diperoleh persentase kemampuan pemecahan masalah matematika siswa seperti yang terlihat pada tabel 12. Tabel 12 Persentase Kemampuan pemecahan masalah matematika Siswa Pada Siklus I Interval 45 – 50 51 – 56 57 – 62 63 – 68 69 – 74 75 – 80 Jumlah
f 6 11 5 7 5 2 36
% 16,67 30,56 13,88 19,44 13,88 5,70 100
Dari tabel diatas dapat diperoleh keterangan bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa 59,5. Siswa yang mendapatkan nilai lebih dari nilai rata-rata sebanyak 14 orang yaitu 38,89% dan yang mendapat nilai kurang dari nilai rata-rata sebanyak 22 orang yaitu 61,11%. Hasil penilaian tes siklus I untuk indikator kemampuan pemecahan masalah matematika siswa 40% siswa dapat memahami masalah, 32% siswa dapat merencanakan penyelesaian,
28% siswa dapat menyelesaikan masalah, 20% siswa melakukan pengecekan kembali (dapat dilihat pada lampiran 20). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih sedang. b. Tes Formatif II
Pemberian tes formatif II dimaksudkan untuk melihat tingkat kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah pembelajaran siklus II. Soal tes terdiri dari 5 buah soal uraian yang berkenaan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika untuk indikator yang akan diukur (dapat dilihat pada lampiran 15). Setelah dilakukan pengolahan data hasil tes siklus II, diperoleh persentase kemampuan pemecahan masalah matematika siswa seperti yang terlihat pada tabel 13. Tabel 13 Persentase Kemampuan pemecahan masalah matematika Siswa Pada Siklus II Interval f % 47 – 52 4 11,11 53 - 58 6 16,67 59 - 64 7 19,44 65 - 70 9 25 71 - 76 6 16,67 77 - 82 4 11,11 Jumlah 36 100 Dari tabel diatas dapat diperoleh keterangan bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa 64,67. Siswa yang mendapatkan nilai lebih dari nilai rata-rata sebanyak 19 orang yaitu 52,78% dan yang mendapat nilai kurang dari nilai rata-rata sebanyak 17 orang yaitu 47,22%. Hasil
penilaian tes siklus II untuk indikator
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa 59% siswa dapat memahami masalah, 52% siswa dapat merencanakan penyelesaian, 58% siswa dapat menyelesaikan masalah, 70% siswa melakukan pengecekan kembali (dapat dilihat pada lampiran 22). Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih sedang. c. Tes Formatif III
Pemberian tes formatif III dimaksudkan untuk melihat tingkat kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah pembelajaran siklus III. Soal tes terdiri dari 5 buah soal uraian yang berkenaan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika untuk indikator yang akan diukur (dapat dilihat pada lampiran 18 ). Setelah dilakukan pengolahan data hasil tes siklus III, diperoleh persentase kemampuan pemecahan masalah matematika siswa seperti yang terlihat pada tabel 14. Tabel 14 Persentase Kemampuan pemecahan masalah matematika Siswa Pada Siklus III Interval 55 - 60 61 - 66 67 - 72 73 - 78 79 - 84 85 - 90 Jumlah
f 2 5 6 11 7 5 36
% 5,56 13,89 16,67 30,55 19,44 13,89 100
Dari tabel diatas dapat diperoleh keterangan bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa 74,65. Siswa yang mendapatkan nilai lebih dari nilai rata-rata sebanyak 23 orang yaitu 63,89% dan yang mendapat nilai kurang dari nilai rata-rata sebanyak 13 orang yaitu 36,11%. Hasil
penilaian tes siklus III untuk indikator
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa 100% siswa dapat memahami masalah, 82% siswa dapat merencanakan penyelesaian, 75% siswa dapat menyelesaikan masalah, 87% siswa melakukan pengecekan kembali (dapat dilihat pada lampiran 24). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tinggi.
2. Analisis Hasil Observasi Kegiatan observasi yang dilakukan oleh seorang observer (pengamat), dimaksudkan untuk mengamati dan mencatat aktivitas siswa selama pembelajaran dengan metode resitasi. Adapun pengamatan terhadap aktivitas siswa dilaksanakan selama pembelajaran pada tiap siklusnya. Berdasarkan hasil kegiatan observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran dari siklus pertama sampai siklus tiga, (dapat dilihat pada lampiran 2) menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan metode resitasi berlangsung baik. Tabel 15 Statistik Deskriptif Peningkatan Aktivitas Siswa Statistik Siklus I Siklus II Siklus III
Kemampuan Pemecahan Masalah Skor Kategori 21,39 Sedang 25,43 Sedang 27,59 Tinggi
Pada siklus I skor kemampuan pemecahan masalah matematika melalui lembar observasi mendapatkan skor dengan rata-rata 21,39 dengan kategori kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sedang, pada siklus II skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa meningkat menjadi 25,43 dengan kategori kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sedang. Hasil pengamatan
pada siklus III
diperoleh rata-rata skor aktivitas siswa sebesar 27,59 dengan kategori kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tinggi. Skor tersebut menunjukkan bahwa indikator keberhasilan sudah tercapai. Dari aspek yang diamati kemampuan pemecahan masalah matematika siswa mengalami peningkatan yang cukup baik, rata-rata skor pada aktivitas bertanya, menjawab soal dengan benar, maju mengerjakan soal di papan
tulis menunjukkan peningkatan pada setiap siklus. Siswa tidak lagi kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. 3. Perbandingan Nilai Siswa Pada Siklus I, II dan III Tabel 16 Perbandingan Nilai Siswa Pada Siklus I, II dan III NILAI SISWA
SIKLUS
SIKLUS
SIKLUS
I
II
III
Nilai Terbesar
80
82
90
Nilai Terkecil
45
47
55
Rata-rata
59,5
64,67
74,65
Median
57,7
65,17
75,23
Berdasarkan tebel 16 diatas dapat disimpulkan bahwa perbandingan nilai siswa pada pembelajaran dengan menggunakan metode resitasi yang dilaksanakan dengan tiga siklus terdapat peningkatan, misalnya rata-rata nilai siswa, pada siklus I rata-ratanya 59,5, pada siklus II rata-ratanya 64,67 dan pada siklus III rata-ratanya 74,65. Ini menunjukkan bahwa perbandingan nilai siswa dari siklus I, siklus II, dan Siklus III mengalami peningkatan, mulai dari nilai terbesar, nilai terkecil, rata-rata dan median. Tabel 17 Prosentase Kemampuan pemecahan masalah Matematika Siswa Pada Siklus I, II dan III SIKLUS
SIKLUS
SIKLUS
I
II
III
Memahami masalah
40%
59%
100%
Merencanakan penyelesaian
32%
52%
92%
Menyelesaikan masalah
28%
58%
75%
Pengecekan kembali
20%
70%
87%
INDIKATOR
Hasil belajar dijadikan indikator keberhasilan dalam penelitian ini karena seseorang yang sudah memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang tinggi ditandai dengan hasil belajar yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Gagne (1970) yang menyatakan bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan kemampuan paling tinggi, artinya jika siswa telah memiliki kemampuan pemecahan masalah maka otomatis siswa tersebut memiliki hasil belajar yang tinggi.42 Dari tabel 13. terlihat jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 70 dari nilai tes keseluruhan meningkat dari mulai siklus I, II dan III. Indikator keberhasilan penelitian ini yaitu 60% siswa mendapat nilai ≥ 70 dari nilai tes keseluruhan sudah tercapai pada siklus III. Sehingga penelitian ini berhenti pada siklus III dimana jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 70 dari sebanyak 23 siswa yaitu 63,89%. Peningkatan skor kemampuan pemecahan masalah matematika jika disajikan dalam dalam diagram berikut:
42
Eman Suherman. Et.al, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:
UPI) h. 89
y 18 16
Frekuensi
14 12 10 8 6 4 2
42,5
48,5
54,5
60,5
66,5
72,5
78,5
84,5
90,5
x
Kelas Interval Gambar 8 Histogram Dan Poligon Skor Awal Dan Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Keterangan:
: skor awal kemampuan pemecahan masalah matematika siswa : skor akhir kemampuan pemecahan masalah matematika siswa Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa siswa yang dipilih diperoleh informasi bahwa pemberian metode resitasi memberikan nuansa belajar yang baru bagi siswa untuk terus berlatih menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah. Siswa yang kemampuan matematikanya masih rendah, dengan menggunakan metode ini memberikan pengaruh besar terhadap pola belajar siswa tersebut. Seperti pernyataan yang dikatakan seorang siswa bahwa dia senang belajar di kelas dengan metode resitasi yang variatif, dia merasa percaya diri karena dapat menyelesaikan soal-soal sulit secara mandiri.
D. Pembahasan Temuan Penelitian
1. Penerapan metode resitasi dalam proses belajar dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Penggunaan metode ini dalam kegiatan belajar mengajar pokok bahasan SPLDV (Sistem Persamaan Linear Dua Variabel) kepada siswa dapat memberikan pengalaman baru bagi siswa dalam belajar matematika. Hal itu disebabkan karena guru terus menerus melatih siswa untuk kreatif dan aktif serta variatif dalam menyelesaikan soal. Tanggapan atau respon yang diberikan guru dengan segera ketika siswa melakukan kesalahan membuat siswa merasa diperhatikan dan dapat langsung memperbaiki kesalahan yang mereka lakukan, sehingga kesalahan yang dilakukan siswa tidak akan terulang lagi pada kegiatan pembelajaran selanjutnya. Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara, catatan lapangan, dan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika terlihat adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang sangat baik dibandingkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada saat sebelum dilakukan penelitian. 2. Penerapan metode resitasi didampingi tutor sebaya dalam proses belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika terlihat dari hasil tes akhir siklus I, II, dan III yang nilai rata-ratanya terus meningkat. Pada siklus III 63,89% siswa mendapat nilai ≥ 70 dari tes keseluruhan. Peningkatan hasil belajar juga terlihat dari nilai ulangan akhir siklus siswa bab SPLDV (Sistem Persamaan Linear Dua Variabel) yang meningkat dibandingkan nilai ulangan harian siswa sebelumnya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi data dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan metode resitasi mengalami peningkatan setiap siklusnya. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan tahap-tahap pemecahan masalah yaitu tahap memahami masalah pada siklus I 40% menjadi 99%. Tahap merencanakan penyelesaian pada siklus I 32% menjadi 82%. Tahap menyelesaikan masalah pada siklus I 28% menjadi 75%. Tahap pengecekan kembali pada siklus I 20% menjadi 87%. 2. Penerapan metode resitasi dalam proses pembelajaran matematika siswa dapat meningkatkan skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai rata-rata tes pada setiap akhir siklus. Pada siklus III nilai rata-rata tes akhir siklus sebesar 74,65 dan 63,89% siswa mendapat nilai 70 dari tes kemampuan pemecahan masalah. 3. Penerapan metode resitasi dalam proses pembelajaran matematika siswa dapat meningkatkan aktivitas siswa. Hal ini terlihat dari hasil lembar observasi yang terus meningkat pada setiap siklusnya. Skor rata-rata aktivitas siswa pada siklus I sebesar 21,39 atau dalam kategori sedang, siklus II sebesar 25,43 atau dalam kategori sedang dan pada siklus III meningkat menjadi 27,59 atau dalam kategori tinggi.
B. Saran
1. Berdasarkan penelitian ini, guru hendaknya dapat memberikan tanggapan atau respon terhadap siswa yang melakukan kesalahan atau kekeliruan pada saat mengerjakan soal atau pada hasil tugasnya. 2. Tanggapan dan stimulus yang dilakukan guru dalam rangka meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dilakukan dengan cara resitasi secara kontinu, variatif dan inovatif pada siswa misalnya latihan soal, diskusi, proyek, quiz, lembar kerja siswa atau PR. 3. Penerapan metode resitasi dalam belajar matematika hendaknya harus dilakukan bimbingan secara terus menerus oleh guru di setiap tugas yang diberikan, walaupun membutuhkan ketelitian dan kesabaran saat membimbing karena membutuhkan tenaga dan waktu yang cukup lama. Tetapi hasilnya dapat memuaskan baik dari pihak siswa maupun guru yang bersangkutan. 4. Penerapan metode resitasi dalam
belajar matematika hendaknya
dikombinasikan dengan peran tutor sebaya agar proses belajar dapat lebih kondusif dan tidak ada siswa yang tertinggal dalam mempelajari materi. 5. Pada pembelajaran matematika hendaknya tugas yang diberikan tidak terlalu banyak dan tidak monoton.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Mulyono., Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2003 Arikunto, Suharsimi dkk., Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara, 2006 Arikunto, Suharsimi., PROSEDUR PENELITIAN, Jakarta : Rineka Cipta, Cet ke5, 2002 Budi, Wono Setya., Langkah Awal Menuju Olimpiade Matematika , Jakarta: CV. RICARDO, 2005 Djamarah, Syaiful Bahri., Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2002 Djamarah, Syaiful Bahri., Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, Cet.3, 2006 http://dossuwanda.wordpress.com/2008/03/18/ragam-metode-pembelajaran/, Januari 2009, 13.50 WIB)
(5
http://id.wikipedia.org/wikipedia/matematika, (31 oktober 2006, 19.00 WIB). http: //ontarusria.tripod.com/bab2.html (20 maret 2008, 12.32 WIB) http://perpustakaan.uns.ac.id/dglib/pengguna.php?mn=detail&d_id=1375, (5 Januari 2009, 13.45 WIB) http://perpustakaan.uns.ac.id/dglib/pengguna.php?mn=detail&d_id=1163,
(20
maret 2008, 12.32 WIB) http://www.mathematic.transdigit.com, (30 Agustus 2007, 15.30 WIB) http://www.pendidikanqur’an.ac.id/go.php?id=laptunilapp-gdl-res-2005arnelisjal-205 (2 maret 2008, 15.12) Muslich, Masnur., KTSP Pembelajaran berbass kompetensi dan kontekstual, Jakarta: Bumi Aksara, 2008 Paimin, J. Ekaningsih., Agar Anak Pintar Matematika, Jakarta: Puspa Swara, 1998
Puspitasari, Susy., et. al, Hakikat Pembelajaran MIPA dan kiat pembelajaran matematika di perguruan tinggi, Jakarta: PAU-PPAI, 2001 Rusyan, A. Tabrani., Pedoman Mengajar Matematika berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi, Jakarta: Intimedia ciptanusantara, 2003 Sanjaya, Wina., Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2007 Shadiq, Fajar., Pemecahan Masalah, Penalaran Dan Komunikasi, Yogyakarta: PPPG, 2004 Shaleh, Abdul Rachman., Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta: PT Raja grafindo Persada, 2004 Suherman, Erman., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: UPI, 2003 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) 2007, Jakarta: Program Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007
Undang-Undang tentang Sisdiknas dan Peraturan Pelaksanaannya, Jakarta: CV. Tamita Utama, 2004
Lampiran 1
LEMBAR WAWANCARA GURU Wawancara pada kegiatan observasi Untuk guru bidang studi matematika kelas VIIIA
1. Apakah pembagian kelas VIII berdasarkan tingkat kemampuan siswa? 2. Bagaimana hasil belajar matematika siswa kelas VIII di MTs Darussa’adah? 3. Bagaimana cara Ibu meningkatkan hasil belajar matematika siswa? 4. Bagaimana tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa secara umum di MTs Darussa’adah, khususnya kelas VIII? 5. Apa saja kendala/kesulitan yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah? 6. Metode belajar seperti apa yang selama ini Ibu terapkan dalam mengajarkan matematika, khususnya pada pokok bahasan SPLDV (Sistem Persamaan Linear Dua Variabel)? 7. Kendala/kesulitan apa saja yang Ibu hadapi dalam mengajarkan matematika, khususnya pada pokok bahasan SPLDV (Sistem Persamaan Linear Dua Variabel)? 8. Apa saja kendala/kesulitan yang dihadapi siswa dalam memahami konsepkonsep dalam SPLDV (Sistem Persamaan Linear Dua Variabel)? 9. Menurut Ibu, bagaimana peran metode pembelajaran dalam mengajarkan matematika? 10. Apakah siswa selalu tepat waktu mengumpulkan tugas yang Ibu berikan? 11. Menurut Ibu, kelas mana yang paling cocok untuk dijadikan sampel penelitian ini? .
Kutipan Wawancara
Peneliti
: Assalamu’alaikum
Guru
: Wa’alaikum salam
Peneliti
: Maaf Ibu perkenalkan saya Faizah mahasiswa UIN yang akan melakukan penelitian di sekolah ini, bisa minta waktunya sedikit untuk wawancara?
Guru
: Oh boleh. Sudah dapat izin dari kepala sekolah?
Peneliti
: Oh iya, Sudah Bu. Ini surat izinnya
Peneliti
: Sebelum saya memulai penelitian, saya perlu melakukan wawancara dengan Ibu selaku pengajar matematika untuk mengetahui tentang kondisi siswa kelas VIII
Guru
: Ok..apa yang dapat saya bantu?
Peneliti
: Baiklah saya mulai ya Bu
Peneliti
: Apakah pembagian kelas VIII berdasarkan tingkat kemampuan siswa?
Guru
: Tidak, untuk kelas VIII pembagiannya berdasarkan pembagian kelas VII lalu. Tapi pada waktu itu kelas dibagi secara merata dari segi kemampuan siswa, pada setiap kelas ada siswa yang prestasi belajarnya baik, sedang dan rendah.
Peneliti
: Bagaimana hasil belajar matematika siswa kelas VIII di MTs Darussa’adah?
Guru
: Untuk kelas VIII tahun ajaran ini, hasil belajar matematikanya
relatif rendah ya..bisa dilihat dari niali semesternya di kelas VII. Yang saya perhatikan selama ini, hal itu disebabkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal. Apalagi yang namanya soal cerita. Peneliti
: Bagaimana cara Ibu meningkatkan hasil belajar matematika siswa?
Guru
: Susah sih ya,,Waktu KBM itu
hanya sedikit di kelas.
Sedangkan waktu belajar terbanyak ya di rumah, tapi ya itu
mereka tidak menggunakan waktu untuk belajar. Padahal Biasanya
sebelum
memulai
pelajaran
saya
selalu
memberitahukan tujuan pembelajaran agar mereka tahu apa manfaat yang akan mereka dapatkan setelah mempelajari materi tersebut. Selain itu, saya sering beri nasehat-nasehat agar rajin belajar matematika, karena sudah kelas VIII jadi harus memiliki tanggung jawab besar dalam belajar, khususnya belajar matematika. Peneliti
: Bagaimana tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa secara umum di MTs Darussa’adah, khususnya kelas VIIIA?
Guru
: Seperti tadi yang saya katakan. Mereka masih kesulitan menyelesaikan soal-soal cerita. Itu dapat ditarik kesimpulan tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa secara umum dapat dikatakan menengah ke bawah ya. Tapi ada juga siswa yang menunjukkan prestasi belajar yang sudah baik namun belum bisa dikatakan kemampuan matematikanya tinggi.
Peneliti
:Apa saja kendala/kesulitan
yang dihadapi siswa dalam
menyelesaikan soal pemecahan masalah? Guru
:Biasanya mereka sudah pusing duluan ketika membaca soal. Sering kali terjadi, mereka tidak memahami soal. Yang akibatnya penyelesaiannya kurang tepat atau bahkan salah.
Peneliti
: Metode belajar seperti apa yang selama ini Ibu terapkan dalam mengajarkan matematika, khususnya pada pokok bahasan SPLDV (Sistem Persamaan Linear Dua Variabel)?
Guru
: Metode ceramah dengan penjelasan lalu saya beri contoh soal. Kadang-kadang saya kasih latihan.
Peneliti
: Kendala/kesulitan apa saja yang Ibu hadapi dalam mengajarkan matematika, khususnya pada pokok bahasan SPLDV (Sistem Persamaan Linear Dua Variabel)?
Guru
:Kendala selama ini adalah keterbatasan media pembelajaran
sehingga
konsep-konsep
matematika
yang
abstrak
sulit
tersampaikan dengan baik. Peneliti
:Apa saja kendala/kesulitan
yang dihadapi siswa dalam
memahami konsep-konsep dalam SPLDV (Sistem Persamaan Linear Dua Variabel)? Guru
: Selama ini siswa banyak mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan SPLDV dalam mengerjakan soal. Pengalaman saya, banyak siswa yang kesulitan menyelesaikan soal SPLDV dengan grafik. Hal ini terjadi karena sebagian besar siswa jarang berlatih untuk mengerjakan soal-soal.
Peneliti
: Apakah siswa selalu tepat waktu mengumpulkan tugas yang Ibu berikan?
Guru
:Ya kadang-kadang. Jika mereka belum selesai mengerjakan, akhirnya saya jadikan PR.
Peneliti
: Menurut Ibu, bagaimana peran metode pembelajaran dalam mengajarkan matematika?
Guru
: Menurut saya metode sangat penting dalam KBM. Dengan Metode yang baik, siswa mudah memahami materi pelajaran. Metode itu tidak perlu yang baru-baru. Sebenarnya yang lamapun jika dikeas dengan baik akan berhasil.
Peneliti
: Menurut Ibu, kelas mana yang paling cocok untuk dijadikan sampel penelitian ini?
Guru
: Menurut saya kelas VIIIA cocok dijadikan subjek penelitian tindakan kelas ini.
Peneliti
: Terima kasih ya Bu atas informasinya. Sekalian saya mohon bimbingannya.
Guru
: Sama-sama mudah-mudahan penelitian ini berjalan lancar ya..Jika ada yang kurang jelas, tanyakan ke saya saja.
Peneliti
: Baik Bu, Assalamu’alaikum
Guru
: Wa’alaikum salam
La mpi
No 1
ran 2
2
PA
3
ND
4
UA N
5
OB
6
SE RV
7
Aspek yang diamati
A1
A2 A3
Membawa peralatan dan sumber belajar matematika Memperhatikan penjelasan guru Bertanya pada guru jika ada materi yang kurang jelas Mengerjakan tugas yang diberikan guru sampai selesai Mengoreksi atau membenarkan jawaban teman Menjawab soal dengan benar Mengerjakan soal ke depan kelas
AS I SIS W A
Pokok Bahasan
: Pertemuan ke
Kelas : :
Kode Siswa (diisi dengan skala p A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4
8 9
Berusaha mendapat nilai bagus (poin) Mengumpulkan tugas tepat waktu JUMLAH
Keterangan skala penilaian : 1 : Dilakukan kurang baik Kemampuan pemecahan masalah rendah 2 : Dilakukan cukup baik Kemampuan pemecahan masalah sedang 3 : Dilakukan dengan baik Kemampuan pemecahan masalah tinggi 4 : Dilakukan sangat baik
Keterangan Penilaian: Skor 9 – 17 = Skor 18 – 26 = Skor 27 – 36 =
PANDUAN OBSERVASI SISWA
Pokok Bahasan
:
No
Aspek yang diamati
1
Membawa peralatan dan sumber belajar matematika
2
Memperhatikan penjelasan guru
3 4 5 6 7 8 9
Kelas :
D1 D2 D3
D4
Pertemuan ke Kode Siswa (diisi dengan skala penilaian) D5 D6 E1 E2 E3 E4 E5 E6 F1
Bertanya pada guru jika ada materi yang kurang jelas Mengerjakan tugas yang diberikan guru sampai selesai Mengoreksi atau membenarkan jawaban teman Menjawab soal dengan benar Mengerjakan soal ke depan kelas Berusaha mendapat nilai bagus (poin) Mengumpulkan tugas tepat waktu JUMLAH Keterangan skala penilaian :
Keterangan Penilaian:
F2
:
F3 F4 F5 F6
JML
1 2 3 4
: Dilakukan kurang baik : Dilakukan cukup baik : Dilakukan dengan baik : Dilakukan sangat baik
Skor 9 – 17 = Skor 18 – 26 = Skor 27 – 36 =
Kemampuan pemecahan masalah rendah Kemampuan pemecahan masalah sedang Kemampuan pemecahan masalah tinggi
PANDUAN OBSEVASI GURU
Nama sekolah : : Nama Guru : : Tanggal/Pukul : : Pertemuan ke : : No
Mata
Pelajaran
Kelas Pokok
Bahasan
Sub Pokok Bahasan
Aspek yang diamati 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Penilaian 2 3
Membuka Pelajaran Merview pengetahuan siswa sebelumnya (apersepsi) Menyampaikan tujuan pembelajaran Memotivasi siswa Penjelasan materi Ketepatan penggunaan metode Volume dan nada bicara Memberi tugas Variasi pemberian tugas Membimbing siswa pada saat melaksanakan tugas Mengoreksi hasil tugas siswa Menjawab pertanyaan atau menanggapi siswa Ketepatan alat evaluasi Cara menutup pelajaran Memberi PR (Pekerjaan Rumah)
Keterangan Skala Penilaian 1 = Kurang 2 = Cukup 3 = Baik 4 = Baik sekali
Keterangan Nilai Skor Maksimal : 60 Skor Netral : 40 Skor Minimum : 15
Pengamat
(
) Nama dan tanda tangan
4
Lampiran 4 CATATAN LAPANGAN
Pertemuan Ke
:1
Hari/Tanggal
: Kamis, 31 Juli 2008
Catatan lapangan
:
• Diawali dengan pertanyaan kepada siswa tentang sistem persamaan linear. “Coba ibu mau tanya, apa yang kalian tau tentang persamaan linear? ayo kalau diantara kalian ada yang tau acungkan tangan!!” Dari pertanyaan tersebut semua siswa mengacungkan tangan. Tetapi hanya ada dua orang siswa yang dapat menjawab, D2 : “Kalo salah ga papa ya bu,, persamaan yang ada x dan y-nya bu,,” dan E1 : “Persamaan yang punya nilai,, misalnya a sama dengan 1, salah ya bu,,”. Masih ada 7 siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru dengan sungguh-sungguh. • Masih ada yang mengobrol dan bercanda pada saat diskusi kelompok. • Siswa laki-laki kurang aktif pada saat diskusi dan malas menjadi notulen atau presentator. • Keadaan kelas tidak stabil pada saat pembagian kelompok. • Siswa saling tunjuk jika diminta maju untuk presentasi atau menjawab soal. • Siswa sering melihat jawaban teman jika tidak bisa mengerjakan soal.
Pertemuan Ke
:2
Hari/Tanggal
: Selasa, 5 Agustus 2008
Catatan lapangan
:
• Masih ada 6 siswa yang tidak memperhatikan jalannya diskusi dengan sungguh-
sungguh. • Masih ada yang mengobrol dan bercanda pada saat diskusi. • 1 Siswa laki-laki berani maju sebagai presentator. • Siswa yang duduk di belakang sering mengobrol dalam belajar, terlihat ngantuk
dan suka menaruh kepala di atas meja. • Siswa perempuan lebih aktif dalam diskusi. • Ada 4 orang siswa yang berani bertanya. • Siswa takut salah jika diminta maju mengerjakan soal di papan tulis.
1. Siswa mengeluh pusing jika mengerjakan soal yang sulit.
Pertemuan Ke
:3
Hari/Tanggal
: Kamis, 7 Agustus 2008
Catatan lapangan
:
• Siswa masih terlihat kesulitan dalam menjawab soal. Hal itu terlihat dari keluhan
siswa D3 : “Ya ampun bu, soalnya susah-susah banget, aku ga ngerti bu!”, juga terlihat dari jawaban siswa yang belum selesai. • Siswa saling tunjuk jika diminta maju untuk presentasi hasil diskusi. • Siswa sering melihat jawaban teman jika tidak bisa mengerjakan soal. • 3 siswa tidak bisa menjawab semua soal. • Pada saat jawaban soal pada tugas telah dikumpulkan ke depan, masih ada siswa
yang tidak menyelesaikan jawaban dengan menggunakan cara lain
Pertemuan Ke
:4
Hari/Tanggal
: Selasa, 12 Agustus 2008
Catatan lapangan
:
•
Tes siklus I dilaksanakan
•
Sebagian besar siswa masih bergantung pada teman dalam menjawab soal yang diberikan.
•
Siswa belum dapat menyelesaikan tes sesuai dengan waktu yang ditentukan, sehingga guru memberikan perpanjangan waktu selama 10 menit
•
Hasil wawancara dengan seorang siswa. Tadi kamu bisa mengerjakan soal
yang ibu kasih? A6 : “ada yang bisa ada yang ga Bu,ya..kalo yang susah saya berusaha tanya teman, soalnya kalo dipaksain suka pusing dan jadi males ngerjain Bu!”. Jadi siswa belum terbiasa untuk mengerjakan soal pemecahan masalah.
Pertemuan Ke
:5
Hari/Tanggal
: Kamis, 14 Agustus 2008
Catatan lapangan
:
•
Beberapa siswa kesulitan menjawab quiz karena belum membuat konsep dari tempat duduknya. Sehingga ada beberapa siswa yang mengeluh; E1 : “ya Bu, saya ga bisa ngerjain langsung ke depan, karena grogi takut salah,,” dan D3 : “Bu, kita kerjain di bangku dulu deh, kalo udah ketemu jawabannya baru ke depan,,”
•
Hanya 5 siswa saja yang maju ke depan.
•
Hasil wawancara dengan E3 “Pembelajaran matematika dengan quiz
memang menyenangkan karena kita tertantang menjawab soal dengan cepat dan tepat, apalagi kalo dapet nilai,ya tapi kalo bisa kita disuruh kerjain di tempat duduk dulu Bu,,,”
Pertemuan Ke
:6
Hari/Tanggal
: Selasa, 19 Agustus 2008
Catatan lapangan
:
•
Aturan quiz diubah menjadi siswa boleh membuat konsep sebelum maju ke
depan •
Siswa antusias menjawab quiz
•
Siswa mulai terbiasa mengerjakan soal-soal pemecahan masalah.
•
3 siswa tidak maju ke depan
•
Seorang siswa yang memberikan celetukan “ih Ibu, dari kemarin kek kaya
gini kan enak,,” •
Semua soal quiz terjawab oleh siswa
Pertemuan Ke
:7
Hari/Tanggal
: Kamis, 21 Agustus 2008
Catatan lapangan
:
•
Tes siklus II dilaksanakan
•
Sebagian besar siswa tampak tekun dalam mengerjakan soal
•
Ketergantungan siswa terhadap teman dalam menjawab soal mulai berkurang dibandingkan siklus I Ada 3 orang siswa yang belum dapat menyelesaikan soal tes tepat dengan
•
waktu yang telah ditentukan. Sehingga peneliti memberikan perpanjangan waktu selama 5 menit Siswa mengecek jawaban mereka dengan cara lain
•
Pertemuan Ke
:8
Hari/Tanggal
: Selasa, 26 Agustus 2008
Catatan lapangan
:
•
Siswa dikelompokkan menjadi dua; kelompok pertama adalah siswa-siswa yang hasil tes akhir siklus II masih rendah berjumlah 17 orang dan kelompok kedua adalah siswa-siswa yang hasil tes akhir siklus II sudah baik berjumlah 19 orang
•
Pada saat pembagian kelompok suasana menjadi sangat ribut, bahkan ada yang tidak mengerti cara pembagian kelompoknya, berikut penuturan siswa E1 : “Bu,, saya dikelompok mana? ” A2 : “Bu,, saya tidak kebagian kursi!!”
•
Semua anggota kelompok dua berperan menjadi tutor sebaya untuk semua anggota kelompok pertama.
•
Kendala pada pertemuan ini adalah beberapa siswa minta diajari oleh satu orang siswa yang terpandai di kelas
Pertemuan Ke
:9
Hari/Tanggal
: Kamis, 28 Agustus 2008
Catatan lapangan
:
•
Proses belajar masih sama seperti pertemuan kemarin
•
Siswa yang dikategorikan masih kurang kemampuan pemecahan masalah matematikanya disuruh maju ke depan dan menjawab soal yang diberikan.
•
Peneliti membimbing siswa tersebut, sampai siswa tersebut dapat menjawab soal lain
•
2 siswa belum mengerti metode subtitusi
•
Siswa tersebut diberi bimbingan ekstra oleh guru
Pertemuan Ke
: 10
Hari/Tanggal
: Kamis, 4 September2008
Catatan lapangan
:
•
Tes siklus III dilaksanakan
•
Sebagian besar siswa tampak tekun dalam mengerjakan soal
•
Ketergantungan siswa terhadap teman dalam menjawab soal mulai berkurang dibandingkan siklus I
•
Siswa mengumpulkan jawaban tes tepat waktu
Lampiran 5
KISI-KISI INSTRUMEN TES KESELURUHAN SIKLUS SEBELUM UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Tingkat Pendidikan Kelas/Semester Mata Pelajaran Standar Kompetensi Materi Pembelajaran BentukBentuk Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)
Solusi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)
: MTS : VIII/1 : Matematika : Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus
Kompetensi Dasar
Indikator Soal
Menjelaskan bentuk-bentuk Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)
Siswa dapat membedakan persamaan linear dua variabel dan sistem persamaan linear dua variabel dari soal pemecahan masalah Siswa dapat menentukan himpunan penyelesaian Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV) Siswa dapat menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah yang berkaitan dengan himpunan penyelesaian persamaan linear Siswa dapat menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah yang berkaitan dengan himpunan penyelesaian persamaan non linear Siswa dapat menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah yang berkaitan dengan himpunan penyelesaian PLDV dan SPLDV Siswa dapat menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah SPLDV dengan metode grafik Siswa dapat menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah SPLDV dengan metode subtitusi Siswa dapat menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah SPLDV dengan metode eliminasi Siswa dapat menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah SPLDV dengan metode kombinasi
Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel
No. Soal 2 4 1 5 3, 6 8,11 7, 10 9, 12 13, 17
Aplikasi Menyelesaikan SPLDV dalam model matematika kehidupan dari masalah yang berkaitan dengan SPLDV dan penfsirannya
Siswa dapat menafsir soal dari masalah sehari-hari yang berkaitan dengan SPLDV Siswa dapat membuat model matematika dari masalah sehari-hari yang berkaitan dengan SPLDV Siswa dapat mencari penyelesaian suatu masalah yang dinyatakan dalam model matematika dalam bentuk SPLDV
14, 15 18, 20 16, 19
Lampiran 6
Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika (Keseluruhan Siklus) Sebelum Uji Validitas Dan Reliabilitas
1. Pak Hamid memiliki sebidang tanah berbentuk persegi panjang. Keliling tanah tersebut 90 meter. Selisih panjang dan lebarnya adalah 25 meter. Maka a. Buatlah sistem persamaannya! b. Hitunglah panjang dan lebar tanah tersebut! c. Hitunglah luas tanah tersebut! 2. Suatu bilangan adalah tiga kali bilangan lain. Jika jumlah kedua bilangan itu 24, maka a. Tentukan apakah persoalan di atas PLDV atau SPLDV! b. Hitunglah selisih kedua bilangan itu! 3. Suatu toko hewan menjual seekor kucing seharga Rp 100.000,00 dan seekor burung beo seharga Rp 150.000,00. Harga jual semua hewan adalah Rp 3.600.000,00. Suatu malam, pemilik toko lupa menutup pintunya dan ada hewan yang hilang, yaitu dua kucing dan setengah dari jumlah burung beo hilang. Jika harga jual seluruh hewan yang masih ada sekarang adalah Rp 2.200.000,00. Maka buatlah sistem persamaannya dan hitunglah jumlah kucing dan burung beo masing-masing sebelum hewan itu hilang! 4. Diketahui dua sudut yang saling berpelurus. Jika selisih dua sudut itu 106o, maka tentukan besar masing-masing sudutnya! 5. Diketahui sebuah bilangan terdiri dari dua angka. Jika angka pertama ditambahkan dengan 3 kali angka kedua hasilnya 32. Jika angka kedua dijumlahkan dengan 4 kali angka prtama hasilnya 29. a. Nyatakan pernyataan di atas dalam sistem persaman linear! b. Tentukan bilangan-bilangan tersebut! Petunjuk: Misalkan, bilangan tersebut adalah a dan b
6. Diketahui suatu balok dengan jumlah rusuk 48 cm. Jika dua kali panjang ditambah tiga kali lebar adalah 22 dan lima kali panjang dikurangi dua kali tinggi adalah 19 cm. Hitunglah volume balok tersebut! 7. Sebuah pertunjukan dihadiri oleh 420 orang. Dari hasil pertunjukan itu, diperoleh uang Rp 4.410.000,00. Jika harga tiket tempat duduk depan Rp8.500,00 dan tempat duduk belakang Rp 12.000,00, maka hitunglah banyak orang yang menempati tempat duduk belakang! (dengan metode subtitusi)
8. Untuk menempuh jarak 2 kota, memerlukan waktu 4jam. Adi mengendarai mobil dengan kccepatan rata-rata 45 km/jam. Jika untuk mnempuh jarak itu ia menginginkan tiba lebih cepat 1 jam, maka kecepatan rata-ratanya menjadi 60 km/jam. Maka tentukan jarak kedua kota tersebut! (dengan metode grafik)
9. Usia Dadi sekarang 4 kali usia Nina. Sembilan tahun yang akan datang, jumlah usia mereka 33 tahun. a. Ubahlah soal tersebut ke bentuk SPLDV! b. Tentukanlah usia mereka masing-masing! (dengan metode eliminasi) c. Selisih usia mereka berdua! d. Jumlah usia mereka 15 tahun yang akan datang! 10. Perhatikan pemasangan resistor dibawah ini!
Jika tahanan pengganti pada blok I =12 Ω dan tahanan pengganti pada blok II = 20 Ω , tntukan besar R1 dan R2! (dengan metode subtitusi) 11. Ibu membeli beras 40 kg yang terdiri dari beras jenis I dengan Rp 4000/kg dan beras jenis II dengan Rp 3.000/kg. Jika harga seluruhnya Rp 145.000, maka tentukan jumlah beras jenis I yang dibeli ibu! (dengan metode grafik) 12. Selisih dua bilangan adalah 10. Jika bilangan pertama dikalikan dua hasilnya tiga kurangnya dari bilangan yang kedua. Maka a. Buatlah sistem persamaannya
b. Dengan metode eliminasi, carilah bilangan-bilangan itu! 13. Panitia pertandingan bola basket menetapkan harga tiket masuk Rp3.000,00 untuk anak-anak dan Rp 5.000,00 untuk dewasa. Kapasitas stadion adalah 800 penonton dan terisi penuh. Jika hasil penjualan tiket masuk Rp 3.700.000,00, maka hitunglah selisih banyaknya penonton anakanak dan dewasa! (dengan metode kombinasi) 14. Seorang peternak memelihara dua jenis ternak, yaitu kambing dan ayam. Jumlah kaki sluruh ternaknya 1.400. Perbandingan jumlah kambing dan ayam adalah 1 : 5. a. Buatlah sistem persamaan dari persoalan di atas! b. Selesaikan sistem persamaan di atas untuk menentukan jumlah masing-masing ayam dan kambing yang dipelihara! 15. Ibu Yeni merayakan ulang tahun anaknya yang ke-2, pesta ulang tahun itu dihadiri oleh 10 anak laki-laki dan 12 anak perempuan. Ibu Yeni mempunyai 2 keranjang jeruk, satu keranjang dibagikan pada anak lakilaki sama rata, masih sisa 5 buah. Satu keranjang lagi dibagikan kepada anak perempuan sama rata, tersisa 3. Jika anak laki-laki mendapatkan satu jeruk lebih banyak dibanding dengan yang didapat anak perempuan maka a. Buatlah sistem persamaan dari persoalan di atas! b. Selesaikan sistem persamaan di atas untuk menentukan jumlah jeruk yang diterima oleh anak laki-laki dan perempuan! 16. Anton dan Budi sedang asyik bermain dengan mainan mereka. Tiba-tiba Anton berkata kepada Budi, "Berikan satu mainanmu kepadaku, maka mainanku menjadi 2 kali lebih banyak dari milikmu". Tak mau kalah dengan ucapan Anton, Budi berkata, "Justru kamu yang seharusnya memberikan satu mainanmu kepadaku, maka jumlah mainan kita akan sama". Hitunglah jumlah mainan mreka masing-masing! 17. Diketahui harga sembilan buah piring dan empat buah gelas adalah Rp.78.000,00. Harga tiga buah piring dan enam buah gelas adalah Rp.49.500,00. [misalkan harga piring (x), harga gelas (y)]
a. Selesaikan sistem persamaan tersebut dan tentukan berapa harga setiap piring dan gelas b. Dengan metode kombinasi, hitunglah harga tiga piring dan harga dua gelas! 18. Untuk menguji kemahiran anaknya dalam matematika, seorang ayah memberikan 26 soal kepada anaknya dengan ketentuan untuk stiap soal yang dijawab benar, ayahnya akan memberikan uang sebesar Rp 8.000, namun jika salah, anaknya harus membayar Rp 5.000 untuk setiap soal kepada ayahnya! Setelah semalaman anaknya mencoba mengerjakan soal, ayah itu berkata kepada anaknya, "Nak, berapa rupiah Ayah harus memberikan uang kepadamu?" Tetapi anaknya menjawab, "Sudahlah, ayah tidak perlu memberikan uang kepadaku, demikian juga sebaliknya aku tidak perlu memberikan uang kepada ayah" a. Buatlah sistem persamaan dari persoalan di atas! b. Selesaikan sistem persamaan di atas untuk menentukan jumlah soal yang dapat dijawab dengan benar oleh anak itu! 19. Sekelompok anak laki-laki harus memilih antara bermain sepakbola dan bermain badminton. Jumlah anak laki-laki yang memilih sepakbola 3 kali dari anak laki-laki yang memilih badminton. Jika 12 anak laki-laki yang memilih sepak bola diminta brmain badminton maka jumlah pemain untuk tiap permainan sama. Tentukan jumlah anak laki-laki yang mula-mula memilih badminton! 20. Sebuah bilangan terdiri dari dua angka. Selisih antara posisi satuan dan angka puluhan adalah 68. Jika posisi angka ditukar, maka nilainya menjadi 13. berapa hasil kedua bilangan tersebut!
Lampiran 7
PEDOMAN PENSKORAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
Skor 0
1
2
Memahami Masalah
Membuat Rencana Pemecahan
Melakukan Perhitungan
Memeriksa Kembali Hasil
Salah menginterpretasi/
Tidak ada rencana, membuat
Tidak melakukan
Tidak ada pemeriksaan atau
salah sama sekali.
rencana yang tidak relevan.
perhitungan.
tidak ada keterampilan lain.
Salah menginterpretasi
Membuat rencana pemecahan
Melaksanakan prosedur yang
Ada pemeriksaan tetapi tidak
sebagian soal, mengabaikan yang tidak dapat dilaksanakan,
benar, mungkin menghasilkan tuntas.
kondisi soal.
sehingga tidak dapat
jawaban yang benar, tetapi
dilaksanakan.
salah perhitungan.
Memahami masalah soal
Membuat rencana pemecahan
Melakukan proses yang
selengkapnya.
yang benar, tetapi salah dalam
benar, mungkin menghasilkan untuk melihat kebenaran
hasil/tidak ada hasil.
jawaban yang benar.
Pemeriksaan dilaksanakan
proses.
Membuat rencana pemecahan 3
-
yang benar, tetapi belum
-
-
-
-
Skor max = 2
Skor max = 2
lengkap. Membuat rencana sesuai dengan 4
-
prosedur dan mengarah pada solusi yang benar.
Skor max = 2
Skor max = 4
No
Aspek yang diamati
Kode Siswa (diisi dengan skala penilaian)
D1 D2 D3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Membawa peralatan dan sumber belajar matematika Memperhatikan penjelasan guru Bertanya pada guru jika ada materi yang kurang jelas Mengerjakan tugas yang diberikan guru sampai selesai Menjawab soal lebih dari satu cara Menjawab pertanyaan guru dengan benar pada saat quiz Terlibat aktif dalam kerja kelompok Melihat pekerjaan siswa lain Mengerjakan soal ke depan kelas Berusaha mendapat nilai bagus (poin) Mengumpulkan tugas tepat waktu
D4 D5
D6 E1 E2
E3 E4 E5 E6
F1
F2
F3
F4
F5
F6
Keterangan skala penilaian : 5 : Dilakukan kurang baik 6 : Dilakukan cukup baik 7 : Dilakukan dengan baik 8 : Dilakukan sangat baik
Keterangan Penilaian: Skor 11 – 21 = Kemampuan pemecahan masalah rendah Skor 22 – 33 = Kemampuan pemecahan masalah sedang Skor 34 – 44 = Kemampuan pemecahan masalah tinggi