UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas III MIN Bantargebang)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Shifa Fauziah NIM 1110018300035
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas III MIN Bantargebang)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Shifa Fauziah NIM 1110018300035
Di bawah bimbingan
NIP 19670812 199402 1 001
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis Melalui Pendekatan Matematika Realistik: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas III MIN Bantargebang” disusun oleh Shifa Fauziah, NIM 1110018300035, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh pihak fakultas.
Jakarta, 11 Juni 2015
Yang mengesahkan,
Pembimbing
NIP 19670812 199402 1 001
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Shifa Fauziah
NIM
: 1110018300035
Jurusan/Program Studi
: Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Angkatan Tahun
: 2010
Alamat
: Komplek Sapta Taruna IV, Blok D no.50 RT 06/ RW 06 Sumur Batu, Bantargebang, Bekasi
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA Bahwa skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis Melalui Pendekatan Matematika Realistik: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas III MIN Bantargebang” adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen: Nama
: Dr. Kadir, M.Pd.
NIP
: 19670812 199402 1 001
Dosen Jurusan
: Pendidikan Matematika
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakarta, 11 Juni 2015
ABSTRAK Shifa Fauziah (NIM: 1110018300035). Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis Melalui Pendekatan Matematika Realistik: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas III Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Bantargebang. Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. Matematika realistik merupakan pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menggunakan konteks dunia nyata untuk menjembatani konsep matematika dengan kemampuan pemahaman siswa. Adapun kemampuan menulis matematis merupakan kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematis ke dalam bentuk tulisan yang benar, runtut dan logis sebagai upaya pencarian solusi atau pemecahan masalah matematis. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa melalui pendekatan matematika realistik dan untuk meningkatkan aktivitas siswa di dalam pembelajaran tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di kelas III MIN Bantargebang pada semester II tahun ajaran 2014/2015. Subjek penelitian ini terdiri dari 35 siswa kelas III MIN Bantargebang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Desain penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaboratif. Ini berarti bahwa penulis berkolaborasi dengan guru matematika kelas III MIN Bantargebang selaku observer dan kolaborator. Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan prosedur penelitian tindakan: perencanaan, pelaksanaan, obervasi dan refleksi. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Siklus pertama terdiri dari empat pertemuan dan siklus kedua tiga pertemuan. Pengumpulan data penelitian ini melalui wawancara, observasi, catatan lapangan dan tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan menulis matematis siswa. Hampir semua siswa secara bertahap meraih skor yang bagus di akhir siklus kedua. Skor kriteria ketuntasan minimal (KKM) dari mata pelajaran matematika ialah 70. Skor rata-rata siswa di siklus I ialah 59,91 dan di siklus II menjadi 70,43. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa partisipasi aktif siswa mencapai 55,83% di siklus I dan meningkat menjadi 77,78% di siklus II.
Kata Kunci: Kemampuan Menulis Matematis, Pendekatan Matematika Realistik
i
ABSTRACT Shifa Fauziah (NIM: 1110018300035). The Effort of Improving Student’s Mathematical Writing Ability Through Realistic Mathematics Approach: A Classroom Action Research in 3rd Grade of State Islamic Elementary School (MIN) Bantargebang. Scientific paper of Islamic Elementary School Teachers Education at Faculty of Tarbiyah and Teaching’s Science of Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2015. Realistic Mathematics was an approach in learning mathematics which using context of real-world to connect mathematical concepts with student’s ability of mathematical concepts understanding. Meanwhile, mathematical writing ability was an ability to express mathematical ideas into mathematical sentences correctly, systematically and logically as an effort to solve mathematical problems. The purpose of this study was to improve the student’s ability in mathematical writing through realistic mathematics approach and also to improve student’s activity in the learning process. This study was held in the second year of 3rd grade of MIN Bantargebang academic year 2014/2015. The subjects of this study were consisted of 35 student’s 3rd grade of MIN Bantargebang. The method used in this study was Classroom Action Research (CAR). The classroom action research design applied in this study was a collaborative classroom action research. It meant that the writer collaborated with the Mathematics teacher of 3rd grade of MIN Bantargebang as an observer and collaborator. This study was conducted following procedures of the action research: planning, acting, observing, and reflecting. The study was carried out in two cycles. The 1st cycle consisted of four meetings and the 2nd was three. The data gathering in this study through interview, observation checklist, fieldnotes and tests. The results of the study showed that there was improvement of the student’s ability in mathematical writing. Most of students gradually gained good scores at the end of the 2nd cycle. The score of Minimum Mastery Criterion of Mathematics lesson was 70 (seventy). The student’s mean score in the 1st cycle was 59,91 and in the 2nd cycle became 70,43. Besides, it also showed that student’s active participation in the 1st cycle gained 55,83% and became 77,78% in the 2nd cycle.
Keywords: Mathematical Writing Ability, Realistic Mathematics Approach.
ii
KATA PENGANTAR Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh Segala puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah Subhaanahu Wa Ta’aala, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis Melalui Pendekatan Matematika Realistik: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas III Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Bantargebang”. Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad Shollallaahu ‘Alaihi Wa sallam, sebagai teladan terbaik bagi umat manusia dan pembawa rahmat bagi seluruh alam. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di bidang pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa banyak kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kesungguhan hati, usaha, do’a dan dukungan dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat dilewati. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 2. Dr. Khalimi, M.Ag, selaku Ketua Jurusan KI/PGMI. 3. Dr. Kadir, M.Pd, selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam membimbing, mengoreksi, memotivasi, serta memberikan nasihat kepada penulis, selama proses penulisan skripsi ini. 4. Abdul Ghofur, MA, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan nasihat dengan bijak. 5. Seluruh Dosen PGMI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan dosen-dosen jurusan lainnya yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Semoga ilmu yang telah kalian berikan menjadi amal jariyah dan mendapat ganjaran pahala dari Allah SWT. 6. H. Genon, S.Ag, selaku Kepala MIN Bantargebang yang telah memberikan izin penelitian di sekolahnya dan bantuan selama proses penelitian.
iii
7. Nurul Qomariyah, S.Pd, selaku guru matematika dan wali kelas III di MIN Bantargebang yang telah memberikan izin penelitian di kelasnya dan bantuan selama proses penelitian. 8. Teristimewa kepada kedua orang tuaku, Bapak Abdul Azis, M.Si., dan Mama Ida Ratnaningsih atas curahan kasih sayang, nasihat dan do’a untuk penulis dalam setiap fase kehidupan. Satu-satunya kakakku, Dawam Fikri, S.Kep. dan kedua adikku, Riza Sofyan dan Samira Rizkia yang telah memberikan do’a, semangat dan hiburan ketika penulis sedang badmood. Kepada semua sanak saudaraku—yang tidak dapat disebutkan satu-persatu—yang juga mendo’akan dan memotivasi penulis. 9. Teman-teman dekatku, “Miss-miss” Alen, Dini, Dwi, Eva, Mega, Rahmi, dan Yuliyanti, serta kawan-kawan di LDK Syahid, khususnya forkat An-Najm yang telah memberikan banyak motivasi, do’a, bantuan dan saran kepada penulis selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini. 10. Teman-teman mahasiswa PGMI 2010 yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis serta pengalaman yang sulit dilupakan selama perkuliahan, khususnya kepada A’Community (Alfi, Fatah, Irfan, Uus, Aila, Miar, Lia, Pela, Tuti, Rama, Asiah, grup “Lusinan” dan rekan-rekan lainnya yang tidak bisa dituliskan satu persatu). Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini yang perlu diperbaiki. Oleh karenanya, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam upaya penyempurnaan. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan dan penyusunan skripsi ini. Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Tangerang, 11 Juni 2015
Shifa Fauziah
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK ........................................................................................................ i KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii DAFTAR ISI ..................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii DAFTAR BAGAN ........................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x DAFTAR DIAGRAM ...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1 B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ............................................. 6 C. Pembatasan Fokus Penelitian ............................................................ 6 D. Perumusan Masalah Penelitian ......................................................... 7 E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian ............................................. 7
BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti ....................................... 9 1. Kemampuan Menulis Matematis ................................................. 9 a. Pengertian Kemampuan Menulis .............................................. 9 b. Fungsi Menulis ......................................................................... 11 c. Tujuan Menulis ......................................................................... 12 d. Menulis Matematis ................................................................... 13 2. Pendekatan Matematika Realistik ................................................ 17 a. Definisi Pendekatan Matematika Realistik ............................... 17 b. Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik ...................... 19 c. Prinsip-prinsip Pendekatan Matematika Realistik .................... 20 d. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik ............ 21 e. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Matematika Realistik 24
v
B. Hasil Penelitian yang Relevan .......................................................... 24 C. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan ..................................... 26 D. Hipotesis Tindakan ........................................................................... 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 29 B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ........................ 29 1. Metode Penelitian ....................................................................... 29 2. Rancangan Siklus Penelitian ........................................................ 30 C. Subjek Penelitian .............................................................................. 32 D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ....................................... 32 E. Tahapan Intervensi Tindakan ............................................................ 32 F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ..................................... 34 G. Data dan Sumber Data ...................................................................... 34 H. Instrumen Penelitian ......................................................................... 35 I. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 36 J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan ................................................ 37 K. Analisis Data dan Interpretasi Data .................................................. 41 L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ............................................. 43
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Intervensi Tindakan ........................................ 44 1. Pelaksanaan Siklus I ................................................................... 44 a. Tahap Perencanaan .................................................................. 45 b. Tahap Pelaksanaan .................................................................. 45 c. Observasi dan Analisis ............................................................ 60 d. Refleksi ................................................................................... 68 2. Pelaksanaan Siklus II .................................................................. 70 a. Tahap Perencanaan .................................................................. 70 b. Tahap Pelaksanaan .................................................................. 70 c. Observasi dan Analisis ............................................................ 79
vi
d. Refleksi ................................................................................... 87 B. Analisis Data ..................................................................................... 87 1. Analisis Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis ................... 88 2. Analisis Hasil Observasi Aktivitas Siswa .................................... 92 C. Pembahasan Temuan Penelitian ....................................................... 95
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................... 98 B. Saran ................................................................................................ 99
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 100
vii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
A Mathematical Writing Checklist .................................................. 16
Tabel 2.2
Rubrik Kemampuan Menulis Matematis ........................................ 17
Tabel 2.3
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik ................... 23
Tabel 3.1
Waktu Penelitian ............................................................................ 29
Tabel 3.2
Tahapan Intervensi Tindakan .......................................................... 33
Tabel 3.3
Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ....................................................... 40
Tabel 3.4
Klasifikasi Tingkat Kesukaran ........................................................ 40
Tabel 3.5
Klasifikasi Daya Pembeda .............................................................. 41
Tabel 3.6
Kategorisasi Persetase Hasil Tes .................................................... 42
Tabel 4.1
Distribusi Kelompok Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus I ............................................................................................ 60
Tabel 4.2
Perolehan Nilai Berdasarkan Dimensi Kemampuan Menulis Matematis Siklus I .......................................................................... 62
Tabel 4.3
Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I ............................... 65
Tabel 4.4
Hasil Refleksi Terhadap Siklus I..................................................... 69
Tabel 4.5
Distribusi Kelompok Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus II ........................................................................................... 80
Tabel 4.6
Perolehan Nilai Berdasarkan Dimensi Kemampuan Menulis Matematis Siklus II ......................................................................... 81
Tabel 4.7
Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II .............................. 85
Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis ............... 88 Tabel 4.9
Persentase Kemampuan Menulis Matematis Siswa Perdimensi ..... 91
Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa ................................ 93
viii
DAFTAR BAGAN Bagan 2.1
Kerangka Konseptual Intervensi Tindakan .................................... 28
Bagan 3.1
Siklus Penelitian Tindakan Kelas .................................................. 29
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1
Desain Model Kurt Lewin ......................................................... 30
Gambar 4.1
Jawaban Siswa pada LKS 1 (sesi 1) .......................................... 48
Gambar 4.2
Siswa menyelesaikan masalah kontekstual menggunakan benda nyata .......................................................................................... 51
Gambar 4.3
Jawaban Siswa pada LKS 1 (sesi 2) .......................................... 52
Gambar 4.4
Jawaban Siswa pada LKS 2 ....................................................... 54
Gambar 4.5
Jawaban Siswa pada LKS 3 ....................................................... 57
Gambar 4.6
Suasana Kelas Ketika Tes Akhir Siklus I .................................. 59
Gambar 4.7
Jawaban Siswa pada Dimensi Ketepatan................................... 63
Gambar 4.8
Jawaban Siswa pada Dimensi Penggunaan Istilah Matematis .. 64
Gambar 4.9
Jawaban Siswa pada Dimensi Penjelasan Berpikir Matematis . 64
Gambar 4.10 Siswa sedang Menyelesaikan Masalah Kontekstual ................. 72 Gambar 4.11 Jawaban Siswa pada LKS 4 ....................................................... 73 Gambar 4.12 Jawaban Siswa pada LKS 5 ....................................................... 75 Gambar 4.13 Siswa sedang Menyelesaikan Masalah Kontekstual ................. 76 Gambar 4.14 Jawaban Siswa pada LKS 6 ....................................................... 77 Gambar 4.15 Suasana Kelas Ketika Tes Akhir Siklus II ................................ 79 Gambar 4.16 Jawaban Siswa pada Dimensi Ketepatan................................... 82 Gambar 4.17 Jawaban Siswa pada Dimensi Penggunaan Istilah Matematis .. 83 Gambar 4.18 Jawaban Siswa pada Dimensi Penjelasan Berpikir Matematis . .84
x
DAFTAR DIAGRAM Diagram 4.1 Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus I ....................................................................... 61 Diagram 4.2 Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus II ..................................................................... 80 Diagram 4.3 Perolehan Rata-rata Skor Kemampuan Menulis Matematis Siswa Siklus I dan II .............................................................................. 89 Diagram 4.4 Persentase Kemampuan Menulis Matematis Siswa Perdimensi..92 Diagram 4.5 Histogram dan Poligon Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I dan II .............................................................................. 94
xi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ........................................... 103
Lampiran 2
Lembar Kerja Siswa ................................................................... 121
Lampiran 3
Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Menulis Matematis ........ 131
Lampiran 4
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Menulis Matematis ....... 135
Lampiran 5
Lembar Tes Kemampuan Menulis Matematis ............................ 138
Lampiran 6
Pedoman Jawaban Tes Kemampuan Menulis Matematis .......... 142
Lampiran 7
Lembar Observasi Aktivitas Siswa............................................. 144
Lampiran 8
Lembar Pedoman Wawancara Guru ........................................... 151
Lampiran 9
Lembar Pedoman Wawancara Siswa ......................................... 152
Lampiran 10 Penghitungan Uji Validitas, Reliabilitas, Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda ............................................................................ 153 Lampiran 11 Penghitungan Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis...................................................................... 157 Lampiran 12 Penghitungan Skor Tes Kemampuan Menulis Matematis Siswa ........................................................................................... 161 Lampiran 13 Penghitungan Hasil Lembar Observasi Siswa ............................ 163 Lampiran 14 Transkrip Hasil Wawancara Guru .............................................. 164 Lampiran 15 Transkrip Hasil Wawancara Siswa ............................................. 168 Lampiran 16 Catatan Lapangan ....................................................................... 171 Lampiran 17 Lembar Uji Referensi ................................................................. 173 Lampiran 18 Surat Bimbingan Skripsi ............................................................. 178 Lampiran 19 Profil Sekolah ............................................................................. 179 Lampiran 20 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian .......................... 181 Lampiran 21 Biodata Penulis ........................................................................... 182
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia menyadari bahwa pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut diperjelas dalam Undang-undang RI tentang Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 Bab II (tentang dasar, fungsi dan tujuan) Pasal 3 yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 1
Maka, berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia melalui pendidikan sudah seharusnya mendapat perhatian khusus dari para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan, orangtua−sebagai “sekolah pertama” bagi anak, para pendidik dan pengajar, hingga masyarakat. Jika semua pihak tersebut menjalankan peran dan fungsinya dengan baik dan saling bersinergi dalam mendidik generasi muda maka bukan tidak mungkin akan melahirkan generasi muda yang karakteristiknya sesuai dengan kriteria yang termaktub dalam UU Sisdiknas No.20 pasal 3 tersebut. Pendidikan di Indonesia masih tergolong masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia. Hal ini berdasarkan hasil survei yang sudah dirilis oleh TIMSS tahun 2011 lalu, terkait kemampuan rata-rata siswa di bidang matematika. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa dari 42 negara partisipan, kemampuan matematika siswa di Indonesia menduduki peringkat 38, dengan pencapaian skor hanya sebesar 386 poin, kalah oleh Malaysia yang meraih skor 440. Padahal, skor ideal yang
1
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokusmedia, 2009), h. 6.
1
2
ditetapkan oleh TIMSS untuk kedua bidang itu sebesar 500 poin. 2 Tentunya fakta tersebut memprihatinkan bagi dunia pendidikan tanah air, karena pada dasarnya matematika adalah ilmu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dalam Lampiran Permendiknas Nomor 20 tahun 2006 tentang Standar Isi dikemukakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah bertujuan supaya siswa memiliki beberapa kemampuan sebagai berikut: 1) memahami konsep matematika; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah dan merancang model matematika; 4) mengkomunikasikan gagasan; dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. 3 Jika diperhatikan, bisa kita katakan bahwa sebenarnya pendidikan matematika di Indonesia telah memperhatikan pengembangan kemampuan komunikasi matematis. Hal ini dapat kita lihat pada tujuan ketiga dan keempat. Namun sayangnya, banyak guru yang cenderung masih kurang memperhatikan tujuan-tujuan tersebut. Terkait komunikasi, matematika dapat dikatakan sebagai bahasa karena mampu menyampaikan gagasan antar-manusia dengan menggunakan angka dan simbol yang khas dan memiliki aturan-aturan penulisan tertentu. Dalam kegiatan pembelajaran matematika, pengungkapan gagasan matematis akan mudah disampaikan dengan menggunakan bahasa matematis. Dengan demikian, akan terciptalah suatu komunikasi yang matematis. Selanjutnya, Baroody (1993: 2-99) menyatakan bahwa ada lima aspek dalam kegiatan komunikasi, yaitu merepresentasi (representing), mendengar (listening), membaca (reading), berdiskusi (discussing), dan menulis (writing). 4 Jadi, dapat disimpullkan bahwa menulis merupakan salah satu aspek dari komunikasi, terrmasuk dalam komunikasi matematis.
2
Overview TIMSS and PIRLS 2011 Achievement.pdf. http://timssandpirls.bc.edu./datarelease-2011. Diakses pada 10 Mei 2014 pukul 06:38. 3 Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI, (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006), h.148. 4 Bansu Irianto Ansari, “Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write”, Disertasi pada Program Pascasarjana UPI Bandung, (Bandung: Perpustakaan UPI Bandung), h.21.tidak dipublikasikan.
3
Kegiatan menulis matematis merupakan proses yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran matematika. Sekalipun seseorang mampu melakukan operasi matematis yang hanya direpresentasikan secara internal (melalui aktivitas berpikir), namun untuk mencapai kemampuan pemecahan masalah matematis sampai pada level itu, tentunya tidak lepas dari kegiatan menulis matematis. Ketika orang tersebut diminta untuk mengkomunikasikannya kepada orang lain, atau ketika melakukan pembuktian atau pengecekan ulang atas perhitungannya maka disaat itulah kemampuan menulis matematis yang baik dibutuhkan. Karenanya, kemampuan menulis matematis harus diajarkan sejak di jenjang pendidikan dasar. Sayangnya, hal tersebut tidak sesuai dengan fakta yang penulis temukan di MIN Bantargebang. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pra-penelitian yang peneliti lakukan terhadap guru dan siswa kelas III pada Desember 2014, terkuak bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika. Guru matematika mengakui bahwa penggunaan strategi pembelajaran matematika di kelas masih minim, termasuk pendekatan dalam pembelajaran. Padahal pendekatan pembelajaran yang tepat akan membuat proses pembelajaran lebih efektif dan tujuan pembelajaran tercapai. Kondisi siswa kelas III cenderung pasif, hanya menerima informasi dari guru. Dalam proses pembelajaran hanya ada beberapa siswa saja yang bertanya kepada guru, bahkan beberapa siswa memilih untuk tidak mengerjakan soal yang diberikan oleh guru jika mereka tidak paham. Saat diwawancara, siswa mengatakan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit. Selain itu, pembelajaran matematika yang berlangsung ternyata masih terpusat pada guru dan berlangsung secara konvensional. Pembelajaran konvensional yang penulis maksud adalah pembelajaran yang memiliki siklus sebagai berikut: guru mengawali pembelajaran langsung pada tataran formal, dilanjutkan dengan pemberian contoh soal beserta langkahlangkah penyelesaiannya. Kemudian peserta didik diminta mengerjakan latihanlatihan yang ada di buku paket atau LKS, untuk kemudian dinilai oleh guru. Ketika menanamkan konsep matematika yang notabene bersifat abstrak, guru langsung memperkenalkan konsep pada tataran formal sehingga jarang sekali
4
menggunakan alat peraga dan minim media pembelajaran lainnya. Hal tersebut tentu menambah kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep matematika. Wajar saja, karena seperti yang diungkapkan Piaget, tingkat kognisi anak-anak usia sekolah dasar (7-11 tahun) masih berada dalam tahap pemikiran praoperasional/konkret-operasional, yaitu masa di mana aktivitas mental anak terfokus pada objek-objek yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah dialaminya. 5 Pembelajaran konvensional tersebut membuat siswa bergantung kepada guru, sehingga setiap memulai mengerjakan soal, pasti selalu bertanya terlebih dahulu sebelum mencoba. Jika soal yang diberikan kepada siswa diubah sedikit konteks kalimat atau model pertanyaannya maka siswa langsung kebingungan dan tidak mau mengerjakannya. Ini mengindikasikan bahwa pemahaman konsep matematika siswa masih rendah. Berdasarkan wawancara dengan guru matematika kelas III, dalam pembelajaran aspek menulis matematis tidak ditekankan, baik dalam mencatat maupun dalam mengerjakan soal. Siswa tidak terbiasa mengerjakan soal esai yang dapat memaksa mereka untuk menuliskan ide-ide yang muncul dalam pikiran mereka, sehingga mereka tidak terbiasa mengeksplorasi ide-ide dan mengasah kemampuan menulis matematisnya. Dalam penyelesaian soal, sering ditemukan siswa menuliskan simbol atau bahasa matematika yang kurang tepat. Padahal guru tersebut mengakui bahwa penulisan yang salah akan menimbulkan persepsi yang salah sehingga pemahaman konsep siswapun menjadi rendah. Akan tetapi aspek tersebut diabaikan begitu saja. Hal yang terlihat sepele ini dapat menimbulkan masalah serius jika dibiarkan. Pasalnya, menulis matematis merupakan sarana penanaman sekaligus sebagai refleksi dari pemahaman konsep seseorang dikarenakan tulisan adalah salah satu bentuk representasi bahasa yang digunakan dalam penyampaian suatu informasi. Jika terdapat penulisan yang salah maka akan menimbulkan kesalahan pembaca dalam menerima informasi yang seharusnya. Jadi, diperlukan strategi 5
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2009), Cet.I, h. 104.
5
atau pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dapat membantu siswa memahami konsep-konsep dasar matematika, mengasah kemampuan menulis matematis serta meningkatkan aktivitas siswa. Salah satu pendekatan sederhana dalam pembelajaran matematika di Indonesia adalah pendekatan matematika realistik Indonesia atau yang biasa disingkat PMRI. Berdasarkan studi pustaka yang telah penulis lakukan, pendekatan Matematika Realistik (PMR)− yang merupakan adaptasi dari pendekatan Realistic Mathematic of Education (RME)−adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa (Anisa, 2014). RME sendiri pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda sekiar tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Pendekatan pembelajaran ini berorientasi pada pendapat Hans Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Jadi, matematika bukanlah suatu “produk jadi” yang diajarkan guru melainkan proses yang harus dialami siswa. Selain itu, menurut Badan Standar Nasional Pendidikan, “...dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika”. 6 Jadi, dengan menerapkan pembelajaran matematika berbasis pendekatan matematika realistik −yang dapat memfasilitasi siswa dalam menguasai konsep matematika−diharapkan juga dapat memfasilitasi upaya untuk meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menduga bahwa dengan menerapkan pendekatan Matematika Realistik, kemampuan menulis matematis siswa dapat ditingkatkan. Hal tersebut yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis Melalui Pendekatan Matematika Realistik: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas III MIN Bantargebang”.
6
Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI, (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006), h. 147-148.
6
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian Beberapa permasalahan yang ditemukan berdasarkan latar belakang pada penelitian ini adalah: 1. Masih banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit. 2. Siswa bersikap pasif dalam pembelajaran. 3. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika. 4. Pembelajaran masih teacher centric dan konvensional yakni langsung memperkenalkan konsep pada tataran formal, sehingga pembelajaran minim strategi. 5. Rendahnya kemampuan menulis matematis siswa. Adapun fokus penelitian ini adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa kelas tiga di MIN Bantargebang dengan menerapkan pendekatan matematika realistik.
C. Pembatasan Fokus Penelitian Melihat banyaknya permasalahan yang muncul dalam identifikasi masalah, peneliti dalam hal ini perlu membatasi masalah-masalah yang akan diteliti pada masalah rendahnya kemampuan menulis matematis. Untuk mengatasinya akan diterapkan pendekatan Matematika Realistik (PMR), dan untuk membatasi masalah yang begitu luas dapat dibuat pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Matematika Realistik, sebagai pendekatan dalam pembelajaran matematika dibatasi untuk meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa. Selain itu, mengacu pada fokus Matematika Realistik dalam penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan oleh siswa. Jadi, tidak harus selalu menggunakan alat peraga/benda nyata. 2. Kemampuan menulis matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menuangkan gagasan-gagasan matematis secara
tertulis
dalam
rangka
memecahkan
masalah
matematika.
Kemampuan menulis yang dimaksud dilihat dari tiga dimensi, yakni:
7
kejelasan penulisan atau penjelasan dari berpikir matematis, penggunaan istilah matematis dan ketepatan dalam perhitungannya. 3. Materi ajar dibatasi pada kelas III semester II, yakni pokok bahasan “Pecahan”.
D. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian identifikasi area dan fokus penelitian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan menjadi: 1. Bagaimanakah Pendekatan Matematika Realistik dapat meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa kelas III di MIN Bantargebang? 2. Bagaimanakah aktivitas siswa kelas III MIN Bantargebang dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan Matematika Realistik?
E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis matematis dan aktivitas siswa kelas III (tiga) MIN Bantargebang selama pembelajaran matematika berbasis pendekatan matematika realistik. Adapun kegunaannya, antara lain sebagai berikut: 1. Bagi siswa: a. Dapat meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa. b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif mengembangkan kemampuan komunikasi matematis lainnya. c. Meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika. 2. Bagi guru: a. Dapat membantu guru dalam menyusun rencana pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. b. Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan kualitas proses pembelajaran matematika melalui berbagai pendekatan pembelajaran yang aktif, kreatif dan inovatif.
8
3. Bagi sekolah: a. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam pengembangan pembelajaran matematika, khususnya terkait dengan penerapan
pendekatan
pembelajaran
yang
sesuai
dengan
perkembangan psikologis siswa. b. Diharapkan mampu meningkatkan kualitas lulusan. c. Meningkatkan kredibilitas sekolah yang bersangkutan. 4. Bagi Peneliti: a. Sebagai lahan praktik untuk menerapkan berbagai teori kependidikan dan keguruan yang telah diperoleh selama belajar di bangku perkuliahan. b. Menjadi bekal pengalaman dalam menerapkan salah satu pendekatan matematika untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran yang lebih realistis, ketika sudah terjun ke masyarakat kelak. 5. Bagi Pembaca: a. Dapat dijadikan bahan kajian dan bahan referensi dalam rangka diadakannya penelitian lebih lanjut b. Sebagai sumbangan pemikiran untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan kependidikan dan keguruan, khususnya pendidikan dasar.
BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti 1. Kemampuan Menulis Matematis a. Pengertian Kemampuan Menulis Setiap makhluk hidup terlahir dengan kemampuan yang khas dan bervariasi, terutama antara jenis yang satu dengan yang lain. Begitupun manusia, setiap individu yang lahir telah dianugerahi dengan potensi berupa bakat dan kemampuan yang berbeda-beda. Bakat dan kemampuan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi fisik dan kecerdasan (yang berasal dari genetik), serta kekuatan dan keterampilan yang merupakan faktor lingkungan (sebagai akibat dari pengalaman, kebiasaan, latihan, dsb.). Demikian halnya dengan kemampuan menulis, merupakan hasil dari pengajaran dan latihan yang dilakukan seseorang. Menurut Urquhart, “writing is the ability to compose text effectively for different purposes and audiences” (menulis merupakan kemampuan untuk menyusun teks secara efektif bagi tujuan dan audiens yang berbeda). 1 Adapun keterampilan menulis merupakan salah satu dari keterampilan berbahasa yang dikuasai seseorang sesudah menguasai keterampilan menyimak, berbicara dan membaca. Oleh karena itu, menulis merupakan keterampilan yang sukar dan kompleks. 2 Menulis sering diidentikkan dengan ungkapan the silent activity (aktivitas hening). Hal ini dikarenakan, banyak orang yang lebih sering melakukan aktivitas menulis dalam keadaan atau suasana yang relatif hening, tidak banyak kebisingan. Tentu saja ada beberapa alasan yang melatarbelakangi hal itu. Biasanya, 1
Vicki Urquhart, Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning, (Colorado: McREL, 2009), h. 3. 2 Kundharu Saddhono dan St.Y.Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia, (Bandung: Karya Putra Darwati, 2012), h. 96.
9
10
alasannya ialah karena orang tersebut memang terbiasa dengan suasana hening dalam menjalani rutinitasnya atau karena orang tersebut merasa lebih bisa berkonsentrasi mencurahkan berbagai idenya ketika menulis jika dalam situasi hening. Terkait menulis, ada berbagai pendapat dari beberapa ahli mengenai pengertian menulis, yakni sebagai berikut: 1) Menulis adalah membuat huruf (angka,dsb) dengan pena, melahirkan pikiran dan perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan; mengarang di majalah, mengarang roman (cerita, membuat surat). 2) Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa, yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa gambar itu. 3) Menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Dapat juga diartikan bahwa menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis. 4) Robert Lado mengatakan bahwa: “to write is to put down the graphic symbols that represent a language one understands, so that other can read these graphic representation”. Menulis adalah menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh seseorang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa tersebut beserta simbol-simbol grafisnya. 3 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah kemampuan seseorang dalam melukiskan lambang-lambang grafik untuk menyampaikan ide atau gagasan yang dapat dimengerti oleh orang lain. 4 Selain itu, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi secara tidak langsung antara penulis dengan pembaca dalam ragam bahasa tulis (tulisan).
3
Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, Edisi Kesatu, (Bandung: UPI Press, 2007), h.115. 4 Alek, H. dan Achmad H.P., Buku Ajar Bahasa Indonesia, (Jakarta: FITK Press UIN Syarif Hidayatullah,), h. 67.
11
b. Fungsi Menulis Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa, selain membaca, menyimak, dan berbicara. Dalam kegiatan berbahasa, menulis memiliki fungsi utama yaitu sebagai alat komunikasi secara tertulis dan tidak langsung. Selain dapat membantu memperjelas pikiran-pikiran si penulis, menulis juga memiliki fungsi lain, yakni sebagai berikut: 1) Fungsi Penataan Ketika menulis terjadi penataan terhadap gagasan, pikiran pendapat, imajinasi dan yang lainnya, serta terhadap penggunaan bahasa untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, pikiran dan lainnya mempunyai wujud yang tersusun. 2) Fungsi Pengawetan Mengarang mempunyai fungsi untuk mengawetkan pengutaraan sesuatu dalam wujud dokumen tertulis. Dokumen sangat berharga, misalnya untuk mengungkapkan kehidupan pada zaman dahulu. 3) Fungsi Penciptaan Dengan mengarang, kita menciptakan atau mewujudkan sesuatu yang baru. Karangan sastra menunjukkan fungsi demikian. Begitu pula karangan fisafat dan keilmuan, ada yang menunjukkan fungsi penciptaan. 4) Fungsi Penyampaian Penyampaian itu terjadi bukan saja kepada orang yang berdekatan tempatnya, melainkan juga kepada orang yang berjauhan. Malahan penyampaian itu dapat terjadi pada masa yang berlainan, misalnya surat wasiat. 5 Dengan demikian, fungsi menulis itu bukan hanya untuk berkomunikasi secara tertulis atau tidak langsung saja, melainkan juga berfungsi sebagai penataan, pengawetan, penciptaan dan penyampaian. Jika dikaitkan dengan fungsi menulis matematis maka aktivitas menulis dalam kelas matematika tidak hanya berfungsi sebagai pengawetan/dokumentasi, melainkan juga berfungsi sebagai penataan dan penciptaan dan penyampaian berbagai gagasan matematis. Hal ini seperti yang dinyatakan Urquhart dalam prolog jurnalnya, seperti berikut: “… When many of us reflect on our own school experiences, we recall writing in English and history classes, but not in mathematics. Math 5
Resmini, op. cit., h.116.
12
classes previously relied on skill building and conceptual understanding activities. Today, teachers are realizing that writing during a math lesson is more than just a way to document informations; it is a way to deepen student learning and a tool for helping students gain new perspectives”. 6 c. Tujuan Menulis Kemampuan menulis merupakan kemampuan berbahasa yang bersifat produktif. Artinya, kemampuan menulis itu merupakan kemampuan yang menghasilkan; dalam hal ini, menghasilkan tulisan. Menulis di sini merupakan kegiatan yang memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks. Kemampuan yang diperlukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan logis, kemampuan mengungkapkan pikiran atau gagasan secara jelas, dengan menggunakan bahasa yang efektif. Setiap penulis dituntut untuk mampu mengekspresikan gagasan-gagasannya ke dalam bentuk tulisan yang bisa dipahami oleh orang lain. Seseorang melakukan aktivitas menulis pasti memiliki tujuan atau alasan yang melatarbelakanginya. Sehubungan dengan “tujuan” penulisan tersebut, Hugo Hartig merangkumkannya sebagai berikut: 1) Assignment Purpose (tujuan penugasan) Artinya, penulis menulis bukan atas dasar kemauan sendiri, melainkan karena ada unsur paksaan, yakni memenuhi tugas. 2) Altruistic Purpose (tujuan altruistik) Penulis bertujuan menyenangkan pembaca, ingin menolong pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya. 3) Persuasive Purpose (tujuan persuasif) Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan. 4) Informational Purpose (tujuan informasi) Tulisan yang bertujuan memberikan informasi atau keterangan/ penerangan kepada pembaca 5) Self-expressive Purpose (tujuan mengekspresikan diri) Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca. 6) Creative Purpose (tujuan kreatif) Tulisan ini bertujuan mencapai nilai-nilai artistik dan nilai-nilai kesenian. 6
Vicki Urquhart, Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning, (Colorado: McREL, 2009), h. 3.
13
7) Problem-solving Purpose (tujuan pemecahan masalah) Tulisan ini bertujuan memecahkan masalah yang dihadapi. 7 Berdasarkan beberapa macam tujuan di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan menulis matematis bisa termasuk ke dalam beberapa tujuan sekaligus, misalnya tujuan pemecahan masalah, kreatif dan atau mengekspresikan diri.
d. Menulis Matematis Menuliskan ide matematika adalah menugaskan kepada siswa untuk menuliskan mengenai konsep khusus matematika. 8 Aktivitas menuangkan ide-ide secara tertulis yang berkaitan dengan matematika merupakan bagian dari menulis matematis. Gipayana, seperti dikutip Iwan, menyatakan bahwa menulis sebagai aspek kemampuan berbahasa pada hakikatnya merupakan refleksi pikiran. Karena itu aktivitas menulis matematis merupakan representasi dari gambaran mental seseorang yang divisualisasikan dalam bentuk simbol-simbol grafis maupun simbol-simbol matematis. 9 Representasi dapat dinyatakan secara internal maupun secara eksternal. Berpikir ide matematis yang dikomunikasikan dalam wujud verbal, gambar, grafik, tabel, diagram, dan benda konkrit merupakan representasi eksternal (Hudoyo, 2005). Knuth (1989) menyatakan bahwa ada aturan dasar dalam menulis matematis seperti (a) memisahkan simbol-simbol yang berbeda dari kata, (b) tidak memulai kalimat dengan simbol, (c) tidak menggunakan simbol-simbol ⇔, ⇒, ∃,∴, ∋, ∀ dan lain-lain di awal teks kalimat, kecuali digunakan pada
logika, dan (d) menulis kalimat atau teorema secara lengkap. Representasi yang memiliki peraturan seperti itu membuat matematika layaknya suatu bahasa, yang membuatnya lebih praktis, sistematis dan efisien dalam mengkomunikasikan ideide matematis.
7
Henry Guntur Tarigan, Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 2008), h. 25. 8 http://id.wikipedia.org/wiki/ide diakses pada tanggal 6 Juli 2015 pukul 22.15 9 Iwan Junaedi, “Pembelajaran Matematika dengan Strategi Writing in Performance Tasks (WiPT) untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, h. 26, tidak dipublikasikan.
14
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis matematis adalah kemampuan seseorang untuk mengekspresikan ide-ide matematika ke dalam bentuk tulisan yang benar, runtut dan logis sebagai upaya pencarian solusi atau pemecahan masalah matematis. Menulis tidak dapat dipisahkan dari kurikulum matematika, menulis merupakan bagian darinya. Di antara tujuan pembelajaran menurut NCTM adalah mengatur seluruh siswa untuk mengkomunikasikan pemikiran matematika mereka. 10 Jadi, menulis merupakan kegiatan yang esensial dalam pembelajaran matematika, seperti yang diungkapkan oleh Profesor Maurer sebagai berikut: “Writing is an essential form of communication, especially for subtle material like mathematics. Some people think writing and mathematics are disjoint activities, but far from it. In mathematics, you use all the tools of ordinary language plus the additional conventions of mathematical symbolism-solution consist of both word and symbols. So, writing plays an important role in my course”. 11 Adapun Dr. Kevin P. Lee mengungkapkan manfaat dari kegiatan menulis dalam pembelajaran matematika sebagai berikut: “You will find that writing good mathematical explanations will improve your knowledge and understanding of the mathematical ideas you encounter. Putting an idea on paper requires careful thought and attention. Hence, mathematics which is written clearly and carefully is more likely to be correct. The process of writing will help you learn and retain the concepts which you will be exploring in your math class”. 12 Countryman (1992), seseorang yang mengeksplorasi hubungan antara matematika dan menulis, menawarkan empat kelebihan menulis matematis, yaitu: 1) Siswa menulis untuk terus menjaga apa saja yang mereka kerjakan dan pelajari; 2) Siswa menulis untuk menyelesaikan masalah matematika; 3) Siswa menulis untuk memaparkan ide matematika; dan 4) Siswa menulis untuk menggambarkan
10
Vicki Urquhart, Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning, (Colorado: McREL, 2009), h. 6. 11 Delano P. Wegener, Writing Mathematics Correctly: Guidelines for Math 160C. http://www.college-algebra.com/essays/writing-mathematics-correctly.pdf.18-Agustus-2014. 12 Kevin P. Lee, A Guide to Writing Mathematics, h. 1. (http://www.cs.uucdavis.edu/writingman.pdf). Diakses pada 17 September 2014 pukul 13:13.
15
proses pembelajaran. 13 Menurut Junaedi (2005), “beberapa keuntungan dari menulis matematika antara lain: 1) dapat meningkatkan pemahaman, 2) meningkatkan penalaran dan problem solving, 3) dapat sebagai stimulasi untuk problem posing dan 4) membuat mandiri dan independen dalam belajar”. 14 Lebih lanjut, David Pugalee (2005), yang meneliti hubungan antara bahasa dan pembelajaran matematika, menegaskan bahwa menulis mendukung penalaran dan
penyelesaian
masalah
matematis
dan
membantu
para
siswa
menginternalisasikan karakteristik-karakteristik dari komunikasi efektif. Dia menyarankan agar para guru membaca tulisan siswa sebagai bukti kesimpulankesimpulan logis, pembenaran atas berbagai jawaban dan proses, serta penggunaan fakta-fakta untuk menjelaskan pemikiran siswa. 15 Lantas, tentu pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah: Bagaimana cara untuk mengukur kemampuan menulis matematis seseorang? Apa saja kriteria yang digunakan untuk mengukurnya? Agar struktur penulisan dalam penyelesaian persoalan matematika menjadi lebih jelas dan terarah, lazimnya guru matematika memberikan instruksi kepada siswa tentang hal-hal yang perlu ditulis dalam menyelesaikan soal. Misalnya, dimulai dengan mengidentifikasi: hal yang diketahui, hal yang ditanyakan atau diminta, hingga akhirnya memikirkan langkah-langkah penyelesaian serta kesimpulannya. Tetapi hal itu tidak lantas menjamin siswa mampu menyelesaikan persoalan matematika dengan baik hingga akhir perhitungan atau penarikan kesimpulan. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, misalnya seperti kesalahan dalam mengidentifikasi soal, kesalahan dalam proses komputasi, namun yang paling utama adalah rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika atau bahkan miskonsepsi.
13
Vicki Urquhart, Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning, (Colorado: McREL, 2009), h. 6. 14 L. Winayawati, dkk., “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi Think-Talk-Write Terhadap Kemampuan Menulis Rangkuman dan Pemahaman Matematis Materi Integral”, Unnes Journal of Research Mathematics Education, h. 66, dipublikasikan pada Juni 2012. 15 Urquhart, op. cit., h. 4.
16
Seperti halnya kemampuan yang lain, kemampuan menulis matematis juga bisa diukur. Tentu saja ada berbagai pandangan dari para ahli terkait teknik dan indikator yang menjadi tolok ukur yang digunakan untuk mengungkapkan kemampuan tersebut, walaupun pada prinsipnya semua pandangan itu sejalan. Menurut Cai, Lane dan Jakabesin (1996), untuk mengungkapkan kemampuan menulis matematis dapat dilakukan dengan berdiskusi mengerjakan berbagai bentuk soal, baik soal pilihan ganda maupun uraian. 16 Dalam penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan soal berbentuk isian terbatas dan uraian saja. Hal ini karena peneliti menganggap bahwa soal berbentuk uraian cenderung lebih bisa mengeksplorasi kemampuan menulis matematis siswa daripada soal berbentuk pilihan ganda yang pilihan jawabannya telah disediakan dan memungkinkan terjadinya aksi tebak-tebakan oleh siswa. Terkait tolok ukur tersebut, Dr. Kevin P. Lee menawarkan sebuah daftar cek berisi sebelas kriteria seperti berikut: Tabel 2.1 A Mathematical Writing Checklist 17 Below is a checklist which will help you follow the guidelines outlined above in your mathematical writing. 1) Is your paper neatly typed? 2) Has there an introduction? 3) Is the paper been proofread? 4) Did you state all of your assumptions? 5) Is the writing clear and easy to understand? 6) Are the mathematical symbols used correctly? 7) Are all of the variables defined and described adequately? 8) Are the words used correctly and precisely? 9) Are the diagrams, tables, graphs, and any other pictures you include clearly labeled? 10) Is the mathematics correct? 11) Did you solve the problem? 16
Iwan Junaedi, “Pembelajaran Matematika dengan Strategi Writing in Performance Tasks (WiPT) untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, ,h. 35, tidak dipublikasikan. 17 Kevin P. Lee, A Guide to Writing Mathematics, h. 16. (http://www.cs.uucdavis.edu/writingman.pdf). Diakses pada 17 September 2014 pukul 13:13
17
Lalu ada pula kriteria yang ditawarkan oleh Stacie Lefler melalui rubrik journal entry-nya sebagai berikut:
Dimensi Ketepatan
Penggunaan Istilah Matematis
Penjelasan Berpikir Matematis
Tabel 2.2 Rubrik Kemampuan Menulis Matematis 18 1 2 3 Respon Respon Respon terhadap terhadap terhadap pertanyaan pertanyaan pertanyaan tidak tepat agak tepat tepat, namun ada yang keliru Tidak ada Berusaha Menggunakan penggunaan menggunakan, beberapa istilah tapi tidak benar istilah matematika atau pengguna- matematika annya sedikit dan sedikit kesalahan Tidak Minim Penjelasan meliputi penjelasan dan/ kurang permasalah- atau sangat lengkap an membingungnamun mudah kan dipahami
4 Respon terhadap pertanyaan tepat
Menggunakan istilah matematika dengan benar
Penjelasan lengkap dan mudah dipahami
Berdasarkan kriteria yang ditawarkan oleh Dr. Kevin P.Lee dan Stacie Lefler tersebut, peneliti memilih untuk mengadaptasi rubrik journal entry yang ditawarkan oleh Stacie Lefler tersebut untuk dijadikan rubrik penilaian kemampuan menulis matematis siswa.
2. Pendekatan Matematika Realistik a. Definisi Pendekatan Matematika Realistik Secara bahasa, kata “pendekatan” merupakan terjemahan dari kata “approach” dalam bahasa Inggris, diartikan sebagai come near to..(menghampiri); 18
Diadaptasi dari jurnal yang ditulis oleh Stacie Lefler,”Writing in Mathematics Classroom: A Form of Communication and Reflection”, Action Research Project, (Heaton: Math in Middle Institute Partnership, 2006), h.29.
18
atau road, way (jalan). 19 Adapun secara istilah, HM. Chabib Thaha mendefinisikan pendekatan sebagai “cara memproses subjek atas objek untuk mencapai tujuan. Pendekatan juga bisa diartikan cara pandang terhadap sebuah objek persoalan, di mana cara pandang itu adalah cara pandang dalam konteks yang lebih luas”. 20 Sedangkan Lawson dalam konteks belajar, mendefinisikan pendekatan sebagai “segala cara atau strategi yang digunakan peeserta didik untuk menunjang keefektifan, keefisienan dalam proses pembelajaran materi tertentu”. 21 Berdasarkan beberapa definisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang pembelajar terhadap proses pembelajaran. Salah satu pendekatan yang khas dalam pembelajaran matematika adalah pendekatan matematika realistik. Pendekatan Matematika Realistik (MR) sudah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2001 dengan nama PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia), yang merupakan adaptasi dari Realistic Mathematics of Education (RME). RME sendiri merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada kebermaknaan ilmu pengetahuan, yang pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda sekiar tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Pendekatan pembelajaran ini berorientasi pada pendapat Hans Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia (mathematics is a human activity). Ia juga memandang bahwa matematika bukan sebagai suatu produk jadi yang guru berikan kepada siswa, melainkan suatu proses yang dikonstruksi oleh siswa. Dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika, Ariyadi mengungkapkan bahwa kata “realistik” sering disalah-artikan oleh banyak pihak sebagai “real-world” (dunia nyata), dan menunjukkan bahwa pendekatan matematika realistik harus selalu menggunakan masalah sehari-hari. Padahal, menurut Van den Heuvel19
Oxford Learner’s Pocket Dictionary: Third Edition. (China: Oxford University Press, 2005), h. 17. 20 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 169. 21 Ibid., h.169.
19
Panhuizen, penggunaan kata “realistic” tersebut tidak sekadar menunjukkan adanya keterkaitan dengan dunia nyata (real-world) tetapi lebih mengacu pada fokus Pendidikan Matematika Realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan situasi yang bisa dibayangkan oleh siswa. Jadi, suatu masalah realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata (real-world problem) dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Suatu masalah disebut “realistik” jika masalah tersebut dapat dibayangkan atau nyata dalam pikiran siswa. 22
b. Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik Seperti yang dikutip oleh Ariyadi dalam bukunya, Treffers (1987) merumuskan lima karakteristik Pendidikaan Matematika Realistik, yaitu: 23 1) Penggunaan konteks atau permasalahan realistik sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal itu bermakna dan bisa dibayangkan oleh siswa. 2) Penggunaan model untuk matematisasi. Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif, sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat konkret menuju pengetahuan matematika tingkat formal. 3) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa. Mengacu pada pandangan Freudenthal terhadap matematika, maka dalam PMR siswa memiliki posisi sebagai subjek belajar. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah, sehingga diharapkan akan didapat strategi yang bervariasi. Selanjutnya, hasil kerja dan konstruksi siswa dimanfaatkan untuk landasan pengembangan konsep matematika. 22
Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika, (Jogjakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet.I, h. 20-21. 23 Ibid, h. 23.
20
4) Adanya interaktivitas. Disadari atau tidak, proses belajar yang dialami oleh seseorang bukan berarti hanya melibatkan dirinya, melainkan juga melibatkan orang-orang di sekitarnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan. 5) Adanya keterkaitan antarkonsep matematika. Perlu kita ketahui, bahwa konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Karenanya, Pendidikan Matematika Realistik menempatkan keterkaitan tersebut sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran.
c. Prinsip-prinsip Pendekatan Matematika Realistik Widayanti, dkk. dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Matematika MI, mengungkapkan bahwa ada tiga prinsip utama dalam PMR, yakni: 24 1) Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresif (progressive mathematization). Freudenthal mengenalkan istilah guided reinvention sebagai proses yang dilakukan siswa secara aktif untuk menemukan kembali suatu konsep matematika dengan bimbingan guru. 2) Fenomenologi didaktik (didactical phenomenology). Maksudnya ialah bahwa dalam membelajarkan siswa mengenai berbagai konsep matematika, guru perlu bertolak dari berbagai permasalahan dan fenomena kontekstual, yang dapat dibayangkan oleh siswa. 3) Mengembangkan model sendiri (self-developed models). Maksudnya ialah dalam mempelajari konsep-konsep matematika melalui masalah
yang kontekstual,
siswa perlu
diberikan
kebebasan
untuk
mengembangkan sendiri model matematisasi sebagai upaya pemecahan masalah tersebut. 24
Esti Yuli Widayanti, dkk., Pembelajaran Matematika MI Paket 1-6, Edisi 1, (Surabaya: LAPIS PGMI, 2009), h. 3.
21
d. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik Sebelumnya telah dipaparkan mengenai prinsip-prinsip dan karakteristik pendekatan matematika realistik. Kini, peneliti akan menyampaikan prosedur pembelajaran yang berbasis pendekatan matematika realistik. Pembelajaran matematika realistik dapat dilaksanakan melalui empat fase, yaitu: memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan menyimpulkan (Arends, dalam Yuwono, 2007:4).25 Berikut penjabarannya: 1) Memahami masalah kontekstual Guru memberi masalah kontekstual dan meminta siswa memahaminya. Masalah yang disajikan tidak harus konkret, asalkan dapat dibayangkan oleh siswa. Guru menjelaskan situasi dan kondisi masalah dengan memberikan petunjuk atau pertanyaan pancingan seperlunya terhadap bagian tertentu yang belum dipahami siswa. Jadi, melalui kegiatan bertanya, siswa dapat secara aktif berusaha mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuannya sendiri dengan mengaitkan penjelasan guru dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Karakteristik yang muncul pada fase ini yaitu penggunaan masalah kontekstual (prinsip fenomenologi didaktis). 2) Menyelesaikan masalah kontekstual Guru memberi bantuan terbatas. Selebihnya guru mendorong dan memberi kesempatan siswa secara mandiri menghasilkan penyelesaian dari masalah yang disajikan. Siswa diberi kesempatan mengalami proses layaknya konsepkonsep matematika ditemukan sehingga dapat “menemukan kembali” sifat, definisi, teorema, atau prosedur. Siswa didorong untuk menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri, baik secara individual maupun kelompok. Siswa perlu membangun kerjasama interaktif antarsiswa maupun siswa dengan guru agar proses pemecahan masalah dapat diselesaikan dengan lebih baik. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, dapat digunakan model berupa benda 25
Sumaryanta, Pembelajaran Matematika Realistik dan Strategi Implementasinya di Kelas, h. 2, (http://www.p4tkmatematika.org). Diakses pada 15 September 2014.
22
manipulatif, skema, atau diagram untuk menjembatani kesenjangan antara konkret dan abstrak atau dari abstraksi yang satu ke abstraksi lanjutannya. Karakteristik yang muncul pada fase ini yaitu penggunaan model untuk matematisasi dan prinsip guided reinvention. 3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban secara berkelompok kecil, agar siswa dapat belajar mengemukakan pendapat dan menanggapi pendapat orang lain. Guru harus berusaha agar semua siswa berpartisipasi dan berkontribusi selama diskusi. Selanjutnya, beberapa siswa mewakili kelompoknya masing-masing untuk memaparkan strategi pemecahan masalah hasil diskusinya di depan siswasiswa lainnya. Melalui membandingkan hasil temuan, siswa dapat menyampaikan pendapat (proses pemikiran) untuk menemukan pemecahan yang lebih baik sekaligus media untuk meningkatkan level belajar. Karakteristik yang muncul pada fase ini yaitu adanya interaktivitas. 4) Menyimpulkan Berdasarkan hasil membandingkan dan mendiskusikan jawaban, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep matematika. Guru meminta siswa membuat kesimpulan tentang apa yang telah dikerjakan. Jika siswa gagal, guru perlu mengarahkan ke arah kesimpulan yang seharusnya. Karakteristik yang muncul pada fase ini adalah pemanfaatan hasil konstruksi siswa. Berdasarkan prinsip dan karakteristik pendekatan matematika realistik serta dengan memperhatikan sintaks pembelajaran yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disusunlah langkah-langkah pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) yang akan menjadi acuan dalam tahap tindakan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
23
Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik 26 Tahapan Fase ke-1 Memahami masalah kontekstual
Kegiatan Guru 1) Memberikan siswa masalah kontekstual 2) Meminta siswa untuk memahami masalah tersebut secara individual 3) Guru menjelaskan masalah kontekstual dengan cara memberikan petunjuk seperlunya Fase ke-2 Mengamati dan memberi Menyelesai- bimbingan dan pengarahan kan masalah terbatas, sehingga siswa kontekstual dapat menyelesaikan masalah kontekstual tersebut
Kegiatan Siswa 1) Menanyakan masalah yang belum dipahami 2) Berusaha mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuannya, dengan cara mengaitkan penjelasan guru dengan pengetahuannya.
1) Memikirkan strategi pemecahan masalah yang memungkinkan 2) Menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki Fase ke-3 1) Meminta siswa 1) Membentuk kelompok kecil Membanding membentuk kelompok 2) Berdiskusi, dengan kan dan kecil membandingkan hasil mendiskusi- 2) Meminta siswa untuk jawaban yang telah dibuat kan jawaban secara individual mendiskusikan penyelesaian masalah yang 3) Dengan bimbingan guru, telah dikerjakan secara siswa membuat kesimpulan individual sementara dari permasalahan 3) Mengarahkan jalannya yang telah diselesaikan diskusi dan membimbing 4) Satu orang mewakili siswa untuk kelompoknya, maju untuk menyimpulkan hasil menuliskan dan diskusinya mempresentasikan hasil 4) Meminta perwakilan tiap diskusi kelompoknya kelompok untuk menyampaikan dan atau menuliskan jawaban kelompoknya Fase ke-4 Mengarahkan siswa untuk Bersama guru, membuat Menyimpul- membuat kesimpulan dari kesimpulan pembelajaran pada kan hasil presentasi yang telah hari itu. dipelajari bersama 26
Diadaptasi dari makalah yang ditulis oleh Sumaryanta, berjudul Pembelajaran Matematika Realistik dan Strategi Implementasinya di Kelas, h. 2, (http://www.p4tkmatematika.org). Diakses pada 15 September 2014.
24
e. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Matematika Realistik Sama halnya dengan pendekatan pembelajaran lainnya, dalam pendekatan Matematika Realistik yang merupakan adaptasi dari Realistic Mathematic Education ini terdapat kelebihan dan kekurangan, diantaranya: 27 Kelebihan Realistic Mathematic Education: 1) Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya 2) Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan sehingga siswa tidak cepat bosan belajar matematika 3) Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban ada nilainya 4) Memupuk kerjasama siswa dalam kelompok 5) Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya 6) Melatih siswa untuk terbiasa berfikir dan mengemukakan pendapat 7) Pendidikan budi pekerti, misalnya saling kerjasama dan menghormati teman yang sedang berbicara Kekurangan Realistic Mathematic Education: 1) Karena sudah terbiasa diberikan informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya 2) Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah 3) Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya yang belum selesai 4) Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu
B. Hasil Penelitian yang Relevan Berikut ini peneliti uraikan beberapa hasil penelitian lain yang dianggap relevan, yang berguna sebagai bahan penguat penelitian ini yang berfokus pada upaya meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa melalui penerapan pendekatan matematika realistik: 27
Edy Tandiling, Implementasi Realistic Mathematics Education di Sekolah, FMIPA FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak, h. 3, tidak dipublikasikan.
25
1. Witri Nur Anisa (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Untuk Siswa SMP Negeri di Kabupaten Garut”. Hasil
analisis
penelitiannya
menunjukkan
bahwa
peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematik dan kemampuan komunikasi matematik siswa dengan pembelajaran pendidikan matematika realistik lebih baik dibandingkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik dan kemampuan komunikasi matematik dengan pembelajaran langsung. 28 2. Raudatul Husna, Sahat Saragih dan Siman (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa SMP Kelas VII Langsa”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa dengan menggunakan pendekatan matematika realistik lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (2) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa; (3) proses penyelesaian masalah jawaban siswa yang pembelajarannya dengan
menggunakan
pendekatan
matematika
realistik
lebih
baik
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. 29 Berdasarkan uraian di atas, hasil-hasil penelitian tersebut relevan untuk penelitian ini, yang bertujuan meningkatkan kemampuan menulis matematis dan aktivitas siswa melalui penerapan pendekatan matematika realistik. Hal ini dikarenakan terdapat persamaan antara variabel-varibel penelitian tersebut dengan variabel penelitian yang akan dilakukan. 28
Witri Nur Anisa, “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Untuk Siswa SMP Negeri di Kabupaten Garut”, Jurnal Pendidikan dan Keguruan Vol.1 No. 1, 2014, artikel 8. 29 Raudatul Husna, dkk., “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa SMP Kelas VII Langsa”, Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol 6 Nomor 2, 2012, h. 175.
26
Variabel yang dimaksud ialah kemampuan komunikasi matematik−yang merupakan “rumah” bagi kemampuan menulis matematis−dan pendekatan matematika realistik. Adapun perbedaannya terletak pada jenis dan subjek penelitiannya. Kedua penelitian tersebut merupakan penelitian kuasi eksperimen yang menggunakan siswa SMP sebagai subjek penelitiannya, sedangkan penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang menggunakan siswa SD sebagai subjek penelitiannya.
C. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika. Komunikasi dalam perspektif Baroody terdiri atas lima aspek, salah satunya ialah menulis. Menulis matematis merupakan kegiatan yang esensial dalam pembelajaran matematika. Dengan melihat tulisan tersebut, dapat diketahui tingkat pemahaman seseorang terhadap suatu konsep dan konteks permasalahan. Oleh karena itu, kemampuan menulis sebagai bagian dari aspek komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus diperhatikan, dilatih dan dikembangkan, terutama sejak dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar, yang notabene merupakan tempat penanaman berbagai konsep dan pelatihan keterampilan dasar. Menurut pendapat beberapa pakar, pendekatan Matematika Realistik adalah pendekatan dalam pembelajaran matematika yang mendorong guru untuk menghubungkan konsep matematika dengan kemampuan pemahaman konsep siswa melalui penggunaan konteks/situasi dunia nyata. Penggunaan konteks atau permasalahan realistik tersebut layaknya sarana “brainstorming” bagi para siswa. Ditambah dengan adanya prinsip guided reinvention dan self-developed models, mendorong siswa untuk mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka masing-masing dan mendorong siswa untuk membuat dan menggunakan model (matematisasi), guna memecahkan masalah
kontekstual. Pada matematisasi inilah diperlukan
kecakapan dalam pemahaman terhadap konteks/masalah dan dalam menulis matematis. Karena jika tidak, maka perhitungan yang dilakukan siswa bisa
27
bernilai salah. Begitu juga dengan proses penarikan kesimpulan terhadap suatu konsep sebagai bentuk pemanfaatan hasil konstruksi siswa, bisa keliru. Selain matematika
itu,
adanya
realistik
interaktivitas
menunjukkan
antarsiswa
bahwa
dalam
pendekatan
ini
pembelajaran menghendaki
terciptanya efektivitas dan kebermaknaan dalam pembelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat jelas dari langkah-langkah pembelajarannya, yang dimulai dari tahap menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan jawaban hingga menyimpulkan konsep. Tidak sampai disitu, pendekatan ini juga menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam pembelajaran karena memang pada dasarnya berbagai konsep dalam matematika tidak bersifat parsial. Karenanya, konsep-konsep tersebut tidak diperkenalkan secara terpisah. Melalui keterkaitan ini, dalam satu pembelajaran diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan). Misalnya saja dalam konsep pecahan, guru dapat memanfaatkan konsep pembagian yang telah dipelajari siswa sebagai pengantar untuk mengenalkan konsep pecahan. Adanya interaktivitas antarsiswa tersebut tentunya akan berdampak pada meningkatnya aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika. Di samping itu, pendekatan matematika realistik dapat membantu para siswa, terutama siswa di sekolah dasar untuk dapat lebih memahami konsep matematika. Hal ini mengingat karakteristik siswa SD/MI yang masih dalam tahap berpikir operasional konkret, seperti teori yang diungkapkan oleh Piaget. Pada tahap berpikir konkret, anak berpikir berdasarkan pengalaman nyata/konkret. Sehingga, dalam kegiatan mengkomunikasikan ide-ide matematis yang tidak pernah lepas dari media tulis, siswa dapat menulis berdasarkan pengalaman inderawi dan pemahamannya terhadap realita yang ada dengan pemodelan. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik diharapkan akan mampu meningkatkan kemampuan menulis matematis dan aktivitas siswa. Untuk lebih jelas dan mudah dalam memahami konseptual intervensi tindakan yang peneliti ajukan, berikut ini sajian dalam bentuk bagannya:
28
Pola pikir siswa masih tahap konkret-operasional 1. Asumsi siswa bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit. 2. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika 3. Model pembelajaran masih teacher centric dan konvensional Kemampuan menulis matematis siswa rendah
Pendekatan Matematika Realistik 1. 2. 3. 4.
Memahami masalah kontekstual Menyelesaikan masalah kontekstual Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Menyimpulkan
1. Membantu siswa dalam menguasai konsep matematika 2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik 3. Meningkatkan kemampuan komunikasi matematik
Kemampuan Menulis Matematis Meningkat Bagan 2.1 Kerangka Konseptual Intervensi Tindakan
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teoritik dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Penerapan pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran matematika kelas III (tiga) di MIN Bantargebang dapat meningkatkan: (1) kemampuan menulis matematis siswa dan (2) aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika”.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di MIN Bantargebang Kota Bekasi, yang beralamat di Desa Cisalak RT.01 RW.04 Kelurahan Sumurbatu, Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi. Adapun waktu pelaksanaannya ialah pada semester genap tahun ajaran 2014/2015, tepatnya selama bulan Januari 2015. Tabel 3.1 Waktu Penelitian
1
Persiapan
2
Perencanaan (Studi
April
Maret
Februari
Januari
2015 Desember
November
Kegiatan
Oktober
No.
September
2014
Lapangan) 3
Pelaksanaan Pembelajaran
4
Analisis Data
5
Laporan Penelitian
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yakni suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi di sebuah kelas.11Model penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model Lewin. Secara garis besar, terdapat 4 (empat) tahapan yang lazim dilalui dalam setiap siklus, 1
Suharsimi Arikunto dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), Cet. IX, h. 3.
29
30
yaitu 1) perencanaan (planning), 2) tindakan (acting), 3) pengamatan (observing) dan 4) refleksi (reflecting). ACTING
PLANNING
OBSERVING
REFLECTING
Gambar 3.1: Desain Model Kurt Lewin 2. Rancangan Siklus Penelitian Adapun rancangan siklus penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) digambarkan dalam bagan di bawah ini: 2 Perencanaan 1 Refleksi
SIKLUS 1
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan 2 Refleksi
SIKLUS 2
Pelaksanaan
Pengamatan
? Bagan 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas 2
Arikunto, dkk, op.cit., h. 16..
31
Penelitian ini terdiri dari dua siklus, pada setiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu tahap perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). a. Perencanaan Pada tahap ini peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti membuat rencana dan skenario pembelajaran yang akan disajikan dalam materi penelitian. Selain itu pada tahap ini juga peneliti menyiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari soal yang harus dijawab oleh siswa, lembar observasi dan lembar wawancara. b. Pelaksanaan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan rencana dan skenario pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. c. Observasi Observasi atau pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang berlangsung. Peneliti dibantu oleh observer yang mengamati segala aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Observasi dimaksudkan sebagai kegiatan mengamati, mengenali dan mendokumentasikan semua gejala atau indikator dari proses, hasil tindakan terencana maupun efek sampingnya. d. Refleksi Kegiatan
refleksi
dilakukan
ketika
peneliti
sudah
selesai
melakukan tindakan. Hasil yang diperoleh dari pengamatan dikumpulkan dan dianalisis bersama oleh peneliti dan observer, sehingga dapat diketahui apakah kegiatan yang dilaksanakan mencapai tujuan yang diharapkan atau masih perlu adanya perbaikan. Refleksi ini dilakukan untuk memperoleh masukan bagi rencana tindakan siklus berikutnya. Apabila sudah diketahui letak keberhasilan dan hambatan dari tindakan yang baru selesai dilaksanakan dalam satu siklus, guru pelaksana (bersama pengamat) dapat melakukan perbaikan/remedial atau menentukan rancangan untuk siklus II. Apakah guru tersebut akan mengulangi kesuksesasan untuk meyakinkan atau menguatkan hasil, atau akan memperbaiki langkah-langkah
32
hambatan atau kesulitan yang ditemukan dalam siklus pertama? Hasil keputusan tersebut dijadikan untuk rancangan siklus kedua. Setelah menyusun rancangan untuk siklus kedua, guru dapat melanjutkan ke tahap 2, 3 dan 4, seperti yang terjadi dalam siklus pertama. Jadi, penambahan siklus akan didasarkan pada hasil refleksi siklus sebelumnya.
C. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III MIN Bantargebang, yang sedang menjalani semester genap tahun ajaran 2014/2015. Kelas ini memiliki 35 siswa, terdiri dari 20 orang siswa laki-laki dan 15 orang siswa perempuan. Alasan dipilihnya siswa kelas tiga sebagai subjek penelitian ini adalah karena peneliti menemukan masalah saat proses belajar mengajar matematika, yaitu rendahnya kemampuan menulis matematis siswa. Temuan ini berdasarkan hasil observasi dan wawancara pra-penelitian yang dilakukan pada bulan Desember 2014.
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai perancang sekaligus pelaksana kegiatan penelitian. Peneliti membuat perencanaan, melaksanakan tindakan, melakukan pengamatan, mengumpulkan dan menganalisis data serta melaporkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh kolaborator, yaitu walikelas sekaligus guru matematika kelas III, yang bertindak sebagai pengamat (observer). Pengamat membantu peneliti dalam mengamati pelaksanaan tindakan sebagai sumber data guna mendapatkan informasi yang lengkap dari kelas yang diteliti.
E. Tahapan Intervensi Tindakan Tahapan penelitian ini diawali dengan kegiatan pra penelitian berupa survei dan observasi dan dilanjutkan dengan tindakan pada siklus I yang terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Setelah melakukan tindakan dan evaluasi pada siklus I tetapi belum mencapai indikator keberhasilan,
33
maka penelitian akan dilanjutkan ke siklus II. Untuk lebih jelasnya, tahapan intervensi tindakan ditampilkan pada tabel berikut:
Tahapan Pendahuluan
Tabel 3.2 Tahapan Intervensi Tindakan Kegiatan Melakukan survei lapangan untuk memperoleh gambaran kondisi sekolah. Survei dilakukan dengan wawancara kepada guru kelas tiga bidang studi matematika dan observasi untuk mengetahui kemampuan menulis matematis siswa.
Perencanaan
1. Membuat RPP matematika realistik dengan materi “Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam pemecahan masalah”. 2. Mempersiapkan instrumen-instrumen penelitian. 3. Melakukan uji kelayakan/validitas instrumen (soal tes).
Tindakan
1. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan prosedur yang telah disusun (RPP). 2. Ketika
proses
pembelajaran
berlangsung,
peneliti
SIKLUS I
membuat catatan lapangan dan dokumentasi kegiatan. 3. Melakukan tes akhir untuk mengetahui kemampuan menulis matematis siswa setelah diterapkan PMR. 4. Melakukan wawancara terhadap guru kelas/bidang studi matematika dan beberapa siswa sebagai umpan balik dari proses pembelajaran yang telah dilakukan. Observasi
1. Mengumpulkan data-data hasil tindakan penelitian.
dan Analisis
2. Menganalisis
data
yang
telah
diperoleh
untuk
memperbaiki tahap perencanaan dan tindakan pada siklus berikutnya. Refleksi
Mengevaluasi kekurangan dan kelebihan dari hasil analisis data temuan.
Siklus II, dst.
34
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan Penelitian ini mengungkapkan upaya meningkatkan kemampuan menulis matematis dan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan matematika realistik. Data rendahnya kemampuan menulis matematis diperoleh dari hasil observasi dan wawancara terhadap guru dan siswa kelas III pada pra-penelitian. Memanfaatkan teori sebagai bahan pendukung maka dilakukan penelitian tindakan kelas yaitu dengan mengubah pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran matematika realistik. Penelitian ini diharapkan memberi solusi terhadap masalah yang dihadapi yakni dapat meningkatkan kemampuan menulis matematis dan patisipasi aktif siswa dalam pembelajaran matematika. Jika hasil yang diharapkan sudah tercapai, maka penelitian ini dihentikan atau siklus berakhir. Berikut ini dua indikator keberhasilan penelitian: 1. Skor rata-rata tes kemampuan menulis matematis siswa mencapai ≥ 70. 2. Apabila hasil pengamatan (melalui lembar observasi) pada akhir siklus menunjukkan bahwa ≥ 60,01% siswa berpartisipasi secara aktif selama pembelajaran berbasis matematika realistik.
G. Data dan Sumber Data 1. Data Penelitian Data dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif: a. Data kualitatif, berupa: hasil observasi terhadap aktivitas siswa pada proses pembelajaran, hasil wawancara terhadap guru dan siswa, catatan lapangan, serta hasil dokumentasi. b. Data kuantitatif, berupa: skor kemampuan menulis matematika pada tes di setiap akhir siklus 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah guru kelas, siswa dan peneliti.
35
H. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data, sesuai dengan indikator yang telah disusun guna mencapai tujuan dan menjawab rumusan masalah yang telah dibuat. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu: 1. Instrumen Tes a. Lembar Soal/Tes Lembar soal tes digunakan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan menulis matematis siswa. Bentuk soal/tes berupa soal uraian dan dilaksanakan di setiap akhir siklus. Adapun dimensi yang diamati dibatasi pada dimensi ketepatan, penggunaan istilah dan kejelasan. Penilaian tes menggunakan pedoman penskoran kemampuan menulis matematis yang diadaptasi dari rubrik catatan jurnal yang dirumuskan oleh Lafler (2006), dengan kategori penilaian setiap dimensi yaitu: 3 Sangat Baik : 4 Baik
:3
Cukup Baik : 2 Kurang baik : 1 b. Lembar Kerja Siswa (LKS) LKS juga digunakan untuk melatih kemampuan menulis matematis siswa dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kontekstual. Dimensi yang diamati dan pedoman penskoran yang digunakan untuk LKS sama dengan yang digunakan untuk tes akhir siklus.
2. Instrumen Non-tes a. Pedoman Wawancara Wawancara dilakukan terhadap guru dan siswa pada tahap prapenelitian dan pada setiap akhir siklus. Wawancara dengan guru difokuskan pada semua tanggapan guru serta kendala-kendala yang dihadapi selama 3
Stacie Lefler,”Writing in Mathematics Classroom: A Form of Communication and Reflection”, Action Research Project, (Heaton: Math in Middle Institute Partnership, 2006), h.29.
36
proses pembelajaran berlangsung, sedangkan wawancara dengan siswa difokuskan pada antusiasme siswa serta perkembangan yang dialami atau dirasakan oleh siswa, terkait penerapan pembelajaran matematika realistik. Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung kondisi siswa dan gambaran umum mengenai pelaksanaan pembelajaran dan masalah- masalah yang dihadapi di kelas. b. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Lembar observasi terhadap aktivitas siswa digunakan sebagai panduan peneliti dan observer untuk mengetahui aktivitas siswa dan perkembangan belajarnya selama pembelajaran di kelas. Lembar observasi ini disusun berdasarkan langkah-langkah pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik. Berdasarkan langkah-langkah tersebut, disusunlah kisi-kisi lembar observasi. Lembar observasi juga digunakan untuk menganalisa dan merefleksi kegiatan setiap siklus untuk perbaikan bagi pembelajaran pada siklus berikutnya. c. Catatan Lapangan Catatan lapangan adalah catatan tertulis yang menggambarkan situasi dan kondisi selama pembelajaran berlangsung, termasuk permasalahan yang ditemukan oleh peneliti. d. Dokumentasi Dokumen berupa foto hasil kegiatan proses pembelajaran matematika. Dokumen dibuat untuk melengkapi kejadian-kejadian penting yang terjadi di dalam kelas dan sebagai data pendukung penelitian.
I. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada setiap aktivitas, situasi atau kejadian yang berkaitan dengan tindakan penelitian yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Perencanaan teknik ini perlu dilakukan guna mendapatkan data yang valid dan akurat. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini ialah sebagai berikut:
37
1. Observasi Data yang dikumpulkan melalui teknik ini berdasarkan pada lembar observasi yang telah disusun. Observer cukup mengamati pembelajaran sambil mengecek lembar observasi lalu memberikan tanda checklist di setiap kolom yang telah disiapkan. Adapun peneliti mencatat temuan-temuan penting yang terjadi selama proses pembelajaran. Hal ini penting dilakukan untuk lebih memberikan detail pada deskripsi pengamatan yang tidak teramati dalam lembar observasi. 2. Wawancara Lembar wawancara berisikan bertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana aktivitas pembelajaran dengan penerapan pendekatan matematika realistik dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa sekaligus untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Wawancara dilakukan terhadap siswa dan guru kelas pada tahap pra-penelitian dan pada setiap akhir siklus. 3. Tes Tes terdiri atas tes siklus I dan tes siklus lanjutan yang diberikan pada setiap akhir siklus, guna mengukur peningkatan kemampuan menulis matematis siswa. Soal berbentuk uraian. 4. Dokumentasi Dokumentasi digunakan untuk memperkuat data yang diperoleh dalam observasi. Dokumentasi yang dimaksud berupa foto-foto saat pelaksanaan tindakan berlangsung. 5. Catatan lapangan Pencatatan kejadian-kejadian menarik dan unik dalam catatan lapangan pada setiap pertemuan yang dilakukan oleh peneliti.
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Untuk memperoleh data yang valid, digunakan teknik triangulasi yaitu: 1. Menggali data dari sumber yang sama dengan menggunakan cara yang berbeda. Dalam penelitian ini, untuk memperoleh informasi tentang aktivitas
38
siswa dilakukan dengan mengobservasi siswa, wawancara sisiwa, dan memeriksa hasil kerja dalam mengerjakan soal. 2. Menggali data dari sumber yang berbeda untuk informasi tentang hal yang sama. Untuk memperoleh informasi tentang pemahaman siswa dilakukan dengan memeriksa pekerjaan siswa dan mengadakan wawancara dengan guru. 3. Memeriksa kembali data-data yang terkumpul, baik tentang kejanggalankejanggalan, keaslian maupun kelengkapan. 4. Mengulang pengolahan dan analisis data yang sudah terkumpul. Agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat ukur untuk mengevaluasi pun harus valid. Oleh karena itu, sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen tes kemampuan menulis matematis terlebih dahulu diujicobakan untuk mengetahui dan mengukur validitas, realibilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda. a. Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. 4 Sebuah alat ukur kemampuan menulis matematika dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Tes yang digunakan dalam penelitian perlu dilakukan uji validitas agar ketepatan penilaian terhadap dimensi yang dinilai sesuai, sehingga betul-betul menilai apa yang harus dinilai. Untuk mengetahui kesejajaran tersebut penulis menggunakan teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson sebagai berikut: 5
r xy =
N Σ XY – (ΣX) (ΣY) √{N ΣX2 − (ΣX)2} {N ΣY2 − (ΣY)2}
4
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet.XIV, h.211. 5 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet.X,,hal 78.
39
Keterangan:
r xy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y X = Skor Item Y =Skor Total N = Jumlah atau banyaknya responden
Hasil perhitungan dengan koefisien korelasi dapat dihubungkan dengan tabel r hasil korelasi Product-Moment. Jika lebih kecil daripada r tabel maka butir soal tidak valid. Jika lebih besar daripada r tabel maka butir soal dikatakan valid.
b. Reliabilitas Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapanpun alat penilaian tersebut digunakan, akan memberikan hasil yang relatif sama. Untuk mengukur reliabilitas instrumen tes kemampuan menulis matematis digunakan rumus alpha cronbach, yaitu: 6
r 11 =
Keterangan:
r 11 = reliabilitas yang dicari Σσ t 2= jumlah varians skor tiap-tiap item σt = varians total n = jumlah soal yang valid
Rumus varians yang digunakan adalah: Keterangan: σ2 = varians populasi ΣX= jumlah skor semua item N = jumlah populasi
6
Ibid., h.109
40
Klasifikasi tingkat ketetapan/reliabilitas adalah sebagai berikut: 7 Tabel 3.3 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas Nilai r 11
Reliabilitas
r 11 < 0,20
Sangat Rendah
0,20 ≤ r 11 < 0,40
Rendah
0,40 ≤ r 11 < 0,70
Sedang
0,70 ≤ r 11 < 0,90
Tinggi
0,90 ≤ r 11 < 1,00
Sangat Tinggi
c. Taraf Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Tingkat kesukaran dapat diperoleh dengan rumus: 8 P = indeks kesukaran B = banyak siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS = jumlah seluruh siswa peserta tes Indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Nilai P
Tingkat Kesukaran
0,0 − 0,30
Sukar
0,31 − 0,70
Sedang
0,70 − 1,00
Mudah
d. Daya Pembeda Daya pembeda soal, adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh 7
h.139.
8
Eman Suherman, Evaluasi Pembelajaran Matematika, (Bandung: JICA-UPI, 2003), Arikunto, op. cit., h.208.
41
(berkemampuan rendah). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Adapun cara menentukan daya pembeda dapat menggunakan rumus: 9 D = Daya beda B A = Banyak peserta kelompok atas B B = Banyak peserta kelompok bawah J A = Skor maksimum yang bisa diperoleh siswa kelompok atas J B = Skor maksimum yang bisa diperoleh siswa kelompok bawah
Adapun klasifikasi daya pembeda dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Pembeda Nilai D
Daya Pembeda
< 0,00 (negatif)
Negatif (dibuang saja)
0,00 − 0,20
Jelek (poor)
0,21 − 0,40
Cukup (satisfactory)
0,41 − 0,70
Baik (good)
0,71 − 1,00
Baik Sekali (excellent)
K. Analisis Data dan Interpretasi Data Setelah data-data penelitian terkumpul, peneliti memeriksa kembali kelengkapan dan keabsahan data-data tersebut. Tahap selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Dalam pelaksanaan penelitian, ada dua jenis data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti yaitu: 1. Data Kuantitatif Data kuantitatif berupa data skor tes kemampuan menulis matematis yang dilakukan setiap akhir siklus dan skor latihan soal pada LKS yang dikerjakan setiap pertemuan. Data-data tersebut peneliti sajikan dalam bentuk tabel, diagram poligon dan histogram, diagram batang, serta mengelompokkannya ke dalam tabel 9
Ibid., h.213.
42
distribusi frekuensi. Hasil skor tes tersebut dianalisis menggunakan statistik deskriptif berupa skor rata-rata, persentase, modus, median dan standar deviasi, skor tertinggi dan skor terendah. Kriteria keberhasilan peningkatan kemampuan menulis matematis siswa yang disebabkan pembelajaran matematika realistik ditunjukkan dengan rata-rata skor tes kemampuan menulis matematis siswa yang mencapai ≥70 dari jumlah skor maksimum. Adapun persentase dari total perolehan skornya dapat dihitung dengan rumus:
Skor ideal diperoleh dari jumlah siswa yang mengikuti tes dikali dengan skor maksimal tiap item (4). Adapun kategorisasinya sebagai berikut: Tabel 3.6 Kategorisasi Persentase Skor Tes 10 Persentase
Kategori
80,01% − 100%
Sangat Baik
60,01% − 80%
Baik
40,01% − 60%
Cukup
20,01% − 40%
Buruk
≤20%
Sangat Buruk
2. Data Kualitatif Data kualitatif berupa hasil observasi terhadap proses pembelajaran dan hasil wawancara peneliti terhadap guru matematika dan siswa kelas III. Analisis data kualitatif dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: 11 a. Reduksi data: reduksi data merupakan proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pengelompokan, dan pengorganisasian data mentah menjadi sebuah informasi bermakna.
10
Riduwan, Dasar-dasar Statistika , (Bandung : Alfabeta ,2009) , Cet. VII, h. 15. Sukarno, Penelitian Tindakan Kelas: Prinsip-prinsip Dasar, Konsep Implementasinya, (Surakarta: Media Perkasa, 2009), h. 41. 11
dan
43
b. Paparan data: merupakan suatu upaya menampilkan data secara jelas dan mudah dipahami dalam bentuk paparan naratif, tabel dan grafik. c. Penyimpulan: setelah sajian data telah terorganisasikan maka dilakukan pengambilan intisari sajian data tersebut dalam bentuk pernyataan yang singkat, padat dan bermakna. Proses perhitungan lembar observasi aktivitas siswa menggunakan perhitungan sesuai dengan skala likert, yaitu untuk setiap pernyataan, jumlah skor ideal = n x 5. 12 Sedangkan untuk perhitungan persentase dan interval kategori penilaiannya, sama seperti yang digunakan untuk tes kemampuan menulis matematis. Selanjutnya, untuk tanggapan guru dan siswa dari hasil wawancara akan ditranskripsi, kemudian disusun menjadi rangkuman hasil wawancara. Data ini dapat memperkuat hasil temuan pengolahan nilai tes dan observasi.
L. Pengembangan Perencanaan Tindakan Setelah peneliti melakukan tindakan pada siklus I, maka ditindaklanjuti dengan melakukan tahapan pada siklus II. Adapun tahapan dalam siklus II adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan tindakan Identifikasi terhadap permasalahan pembelajaran yang dijumpai pada siklus I serta penentuan alternatif pemecahan terhadap permasalahan tersebut, kemudian dilakukan pengembangan skenario tindakan. 2. Pelaksanaan tindakan Pelaksanaan tindakan sesuai dengan skenario yang telah disusun yang terdapat pada RPP. 3. Pengamatan tindakan Peneliti melakukan pengamatan terhadap tindakan dan mengumpulkan datadata penelitian dengan menggunakan instrumen yang telah disusun. 4. Refleksi Tindakan Menganalisis, mengevaluasi, dan melakukan refleksi data hasil penelitian. 12
Riduwan, Dasar-dasar Statistika , (Bandung : Alfabeta ,2009) , Cet. VII, h. 40-41.
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Hasil Intervensi Tindakan Penelitian ini dilakukan di kelas III (tiga) MI Negeri Bantargebang Kota Bekasi dengan jumlah siswa 35 orang, yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 sejak tanggal 5 hingga 31 Januari 2015. Adapun judul penelitian ini adalah “Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis Melalui Pendekatan Matematika Realistik”. Penelitian ini dilaksanakan melalui dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan analisis serta refleksi. Sebelum melaksanakan penelitian siklus I, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan yang berupa wawancara kepada guru kelas pada tanggal 19 Desember 2014, dilanjutkan dengan observasi pembelajaran matematika di kelas III (tiga) selama satu hari, sekaligus wawancara terhadap beberapa siswa di hari yang sama. Penelitian dihentikan sampai siklus II karena indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti pada penelitian ini, yaitu: 1) Apabila skor rata-rata kemampuan menulis matematis siswa mencapai ≥ 70; dan 2) Apabila hasil pengamatan (melalui lembar observasi) pada akhir siklus menunjukkan bahwa ≥ 60,01% siswa berpartisipasi secara aktif selama pembelajaran berbasis matematika realistik telah tercapai. Berikut merupakan rincian pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan matematika realistik pada siklus I dan II: 1. Pelaksanaan Siklus I Tindakan pembelajaran siklus I merupakan implikasi dari hasil penelitian pendahuluan yang menjadi bahan refleksi bagi peneliti pada tindakan pembelajaran yang sesungguhnya. Berdasarkan hasil observasi pembelajaran di kelas pada penelitan pendahuluan, diambil keputusan bahwa setiap LKS dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama dikerjakan secara kelompok dan bagian kedua secara invidual (tugas mandiri di rumah). Pada tahap pelaksanaan siklus I
44
45
ini, peneliti membimbing kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan matematika realistik pada setiap pertemuannya. Peneliti melaksanakan tindakan sesuai langkah-langkah pembelajaran berbasis matematika realistik yang telah ditetapkan, yaitu: memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan jawaban dan menyimpulkan. Sub pokok bahasan yang dipelajari siswa pada tindakan pembelajaran siklus I yaitu mengenal pecahan sederhana dan unsur-unsurnya, membaca dan menuliskan lambang bilangan pecahan serta membilang pecahan. Uraian proses pembelajaran siklus I adalah sebagai berikut: a. Tahap Perencanaan Dalam tahap perencanaan siklus I, peneliti mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan materi mengenal pecahan sederhana dan unsur-unsurnya, membaca dan menuliskan lambang bilangan pecahan serta membilang pecahan untuk tiga kali pertemuan. Peneliti mempersiapkan instrumen-instrumen penelitian, berupa lembar observasi aktivitas siswa, lembar kerja siswa untuk setiap pertemuan, instrumen tes akhir siklus satu, pedoman wawancara siswa dan guru untuk akhir siklus I serta alat untuk dokumentasi. Lembar kerja siswa (LKS) yang berbasis pendekatan matematika realistik dibuat sendiri oleh peneliti untuk mengetahui bagaimana pendekatan tersebut dapat meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa, terutama pada materi pecahan. Pada tahap ini, peneliti juga berdiskusi dengan observer terkait teknik mengobservasi aktivitas siswa selama pembelajaran pada siklus I yang akan digunakan sebagai refleksi dan evaluasi. Hasil refleksi dan evaluasi siklus I akan digunakan untuk perencanaan pada siklus II agar tujuan penelitian dapat tercapai.
b. Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I rencananya akan dilaksanakan untuk tiga kali pertemuan. Namun, karena ada sebab yang tidak bisa dihindari, ternyata menjadi empat kali pertemuan Perlu diketahui bahwa mata pelajaran
46
matematika di kelas III MIN Bantargebang ini sendiri hanya terdapat di hari Senin, dengan alokasi waktu sebanyak tiga jam pelajaran (3JP) dan hari Kamis sebanyak dua jam pelajaran (2JP). Jadi, total alokasi waktu untuk mata pelajaran matematika adalah lima jam pelajaran tiap pekannya—dengan catatan, satu jam pelajaran (1JP) setara dengan 1 x 30 menit. Adapun uraian proses pembelajaran pada siklus I (satu) adalah sebagai berikut:
1) Pertemuan Pertama Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 5 Januari 2015 dengan jumlah siswa yang hadir sebanyak 34 siswa. S1 tidak hadir tanpa ada keterangan apapun. Pada pertemuan perdana ini peneliti juga harus mengambil alih tugas observer. Hal ini dikarenakan guru kelas tidak hadir. Materi yang disampaikan pada pertemuan perdana di semester genap ini adalah mengenal pecahan sederhana dan unsurnya. Pembelajaran yang seharusnya berlangsung pukul 08.00 − 09.00 WIB diubah menjadi pukul 07.30 − 08.30 WIB, karena ditiadakannya upacara pengibaran bendera merahputih, terkait kesiapan petugas upacara yang belum latihan pasca libur semester ganjil. Namun, peneliti memutuskan untuk masuk ke kelas pada pukul 07.15, untuk mengecek kondisi kelas dan menyapa para siswa setelah mendapatkan izin dari kepala sekolah tentunya. Kegiatan awal yang dilakukan setelah mengucapkan salam dan perkenalan singkat kembali adalah mengkondisikan siswa agar siap melakukan proses pembelajaran dan mengecek kehadiran siswa. Untuk mencairkan suasana, pertama-tama peneliti menanyakan kegiatan siswa selama masa libur semester ganjil yang bertepatan dengan momen pergantian tahun masehi. Namun, rupanya para siswa masih malu-malu untuk membagi pengalaman liburannya secara detail. Setelah itu, peneliti menjelaskan tujuan pembelajaran, yakni: untuk mengetahui pecahan dan unsur-unsurnya dan contoh pecahan dalam kehidupan sehari-hari. Saat guru mengajukan pertanyaan pertama terkait pecahan, hanya sedikit siswa yang memberikan respon, yang lain hanya bisa
47
diam atau menggeleng-gelengkan kepala. S32 memberikan contoh gelas yang pecah, maka pecahannya disebut pecahan (gelas), lalu ada lagi S35 dan S28 yang menyebutkan pembilang dan penyebut. Peneliti pun mengapresiasi jawaban-jawaban tersebut. Namun, saat siswa diminta untuk menyebutkan contoh nilai pecahan sebagian besar siswa masih nampak ragu dan bingung untuk mengungkapkan jawaban mereka. Ketika ada satu siswa yang berani mengungkapkan jawabannya, siswa lainnya mulai percaya diri untuk memberikan pendapatnya. Proses pembelajaran selanjutnya adalah menerapkan pendekatan matematika realistik dengan empat tahapan. Tahap pertama dalam kegiatan pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik adalah memberikan masalah kontekstual agar siswa lebih mudah memahami konsep, tahap ini dinamakan memahami masalah kontekstual. Peneliti mengawalinya dengan memberikan pertanyaan pancingan, “Misalnya ibu punya satu kue, nih. Terus ibu mau ngasih kue itu ke Ita dan Tara. Nah, gimana caranya supaya ibu bisa ngasih sepotong kue itu ke Ita dan Tara?” serempak para siswa menjawab, “dipotong/dibagi, Bu..!” guru lanjut bertanya, “Nah, jadi si Ita dan Tara masing-masing dapat berapa bagian (kuenya)?” beberapa siswa pun spontan menjawab, “ya setengah lah, Bu!” Peneliti tersenyum, lalu menjelaskan jawaban para siswa bahwa setengah itu jika ditulis menjadi
(baca: satu per
dua), karena satu (kue) dibagi menjadi dua. Selanjutnya masuk ke tahap dua, yaitu menyelesaikan masalah kontekstual. Setelah mendapatkan LKS, siswa diminta berdiskusi dengan teman sebangkunya. Melalui LKS, guru memberikan beberapa masalah kontekstual yang harus mereka pecahkan. Siswa diarahkan untuk menuliskan nilai pecahan berdasarkan suatu gambar. Ketika peneliti berkeliling memperhatikan diskusi siswa, awalnya terdapat siswa yang keliru menuliskan nilai pecahan, namun setelah diberikan sedikit petunjuk, maka siswa pun memikirkan kembali jawaban yang akan mereka tuliskan. Selain itu, masih banyak siswa yang enggan bekerjasama, terutama pada siswa perempuan. Mereka bahkan berusaha menutupi LKS-nya dengan membuat sekat
48
penghalang dengan menggunakan buku tulis. Peneliti langsung menegaskan kembali kepada para siswa bahwa mereka sangat dianjurkan untuk bekerjasama dengan teman sebangkunya. Tahap ketiga yaitu membandingkan jawaban. Awalnya peneliti meminta siswa untuk mempresentasikan jawaban di depan kelas, namun karena mereka merasa keberatan dan masih belum berani, akhirnya peneliti meminta perwakilan siswa untuk membacakan hasil diskusi mereka di bangku masing-masing, sementara siswa lainnya membandingkan jawaban teman mereka dari kelompok lain setelah bertukar LKS. Sempat hampir terjadi kegaduhan, karena mereka berpikir membandingkan jawaban sama halnya dengan mengoreksi. Karenanya, untuk pertemuan berikutnya peneliti memutuskan untuk tidak meminta siswa membandingkan jawaban dengan cara bertukar LKS. Berikut ini contoh rata-rata jawaban siswa (53%-60% siswa) untuk soal nomor 2 dan 3 pada LKS 1:
(a)
(b) Gambar 4.1 Jawaban Siswa pada LKS 1 (sesi 1)
49
Gambar 4.1 (a) menunjukkan bahwa siswa sudah bisa mengidentifikasi secara tepat namun, ketika diminta untuk menentukan nilai dan unsur-unsur pecahan, banyak siswa yang salah dalam menjawabnya. Hal ini menyebabkan banyak siswa yang memperoleh skor yang kurang maksimal untuk soal nomor 2 tersebut, terkait dimensi ketepatan. Gambar 4.1 (b) menunjukkan bahwa siswa belum dapat menjelaskan pemikiran matematisnya ketika diminta untuk menentukan unsur-unsur pecahan. Siswa hanya mampu mengidentifikasi dan menentukan nilai pecahan. hal ini menyebabkan banyak siswa yang tidak memperoleh skor yang maksimal untuk soal nomor 3 tersebut. Setelah melakukan pembahasan terkait jawaban yang benar dan yang salah, pada tahap penutup peneliti membimbing siswa untuk membuat kesimpulan sementara dari materi pembelajaran yang sudah dibahas. Peneliti juga menginformasikan kepada seluruh siswa untuk membawa alat dan bahan berupa lem kertas dan gunting untuk mendukung praktik pembelajaran yang akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya. Hasil observasi pada pertemuan kesatu ini menunjukkan bahwa pada dasarnya siswa sudah memahami konsep pecahan dan unsur-unsurnya, hanya saja sebagian besar siswa masih sering melakukan kesalahan seperti pada jawaban 4.1 (a) dan 4.1 (b), yaitu belum bisa menentukan nilai pecahan berdasarkan gambar suatu benda/populasi dan menentukan unsur-unsurnya. Selain itu, pada kemampuan menulis matematis, dimensi ketepatan siswa lebih baik dibanding dimensi penggunaan istilah dan penjelasan berpikir matematisnya. Untuk pertemuan perdana ini siswa belum terkondisikan dengan baik. Hal ini terlihat dengan banyak siswa yang masih bingung dan belum percaya diri untuk mengungkapkan hasil pemikiran mereka. Peneliti memaklumi hal tersebut karena untuk pertama kalinya siswa mengikuti pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik, yang notabene belum pernah diterapkan di sekolah tersebut.
50
2) Pertemuan Kedua Pertemuan kedua dilaksanakan hari Kamis, 8 Januari 2015 pada pukul 07.30 − 08.30 WIB. Siswa yang hadir berjumlah 33 orang dengan catatan S6 sakit dan S25 tanpa keterangan. Materi pembelajaran yang disampaikan pada pertemuan ini merupakan lanjutan dari RPP dan LKS kesatu, yakni masih terkait mengenal dan membedakan unsur-unsur pecahan. Peneliti mengawali pembelajaran dengan meninjau ulang materi yang telah dipelajari sebelumnya, yaitu cara menentukan besar/nilai pecahan berdasarkan gambar. Peneliti meminta siswa bekerjasama lagi dengan teman sebangkunya selama pembelajaran kali ini, yang dibuka dengan tahap memahami masalah kontekstual, yakni dengan konteks pecahan sebagai pembagian sekaligus perbandingan. Peneliti mengajak siswa mendemonstrasikan konsep tersebut. Awalnya para siswa tampak sangat antusias mengikuti petunjuk yang peneliti berikan. Namun, mereka sempat bingung dan ragu untuk menyelesaikan
masalah
kontekstual
yang
diberikan
karena
harus
menggunakan benda nyata. Namun akhirnya mereka memahaminya. Dalam praktik/demonstrasi ini mulai terlihat kekompakan, kerjasama kelompok, dan interaksi sesama siswa dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang dimaksud, meskipun masih terbatas/sedikit. Hal ini merupakan indikasi awal yang cukup baik dalam pembangunan karakter siswa. Dalam tahap menyelesaikan masalah kontekstual ini, siswa diarahkan untuk menentukan nilai pecahan dengan bantuan benda nyata serta membedakan unsur-unsur pecahan dan mendefinisikan pecahan. Tahap ini terdapat di soal nomor satu, yakni menuliskan nilai pecahan berdasarkan masalah setelah siswa mengidentifikasi unsur-unsur pecahan, hingga membuat kesimpulan, yakni mendefinisikan pecahan. Dalam menyelesaikan masalah ini, sebagian besar siswa masih terlihat bingung, karenanya peneliti membimbing diskusi siswa untuk mengidentifikasi kembali gambar dengan memberikan pertanyaan yang memancing jawaban siswa agar dapat menentukan nilai pecahan dan mendefinisikannya. Setelah diberi bimbingan, siswa mulai paham dan berdiskusi kembali untuk menentukan dan
51
mendefinisikan pecahan sesuai masalah pada nomor sebelumnya. S15 dan S32 sempat menanyakan arti kata “rasio”, lalu peneliti menjelaskan bahwa rasio yang dimaksud pada LKS berarti perbandingan.
Gambar 4.2 Siswa menyelesaikan masalah kontekstual menggunakan benda nyata Selanjutnya tahap membandingkan jawaban. Peneliti mempersilakan siswa untuk mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. Namun, karena mereka masih merasa enggan dan saling tunjuk, peneliti pun berinisiatif untuk menjanjikan hadiah bagi siswa yang aktif selama pembelajaran. Setelah itu, barulah beberapa siswa bersedia mempresentasikan jawabannya. Dalam tahap ini, peneliti bertindak sebagai fasilitator dan moderator. Peneliti tidak langsung menyatakan jawaban yang benar dan yang salah, sehingga terjadi komunikasi antar siswa dan siswa akan mendapatkan informasi tetang kebenaran jawabannya dari siswa lain. Inilah yang disebut interaktivitas dalam pembelajaran matematika realistik. Hal ini sangat nampak pada pembelajaran kali ini. Peneliti memantau proses diskusi agar siswa menemukan bahwa pecahan terdiri dari pembilang dan penyebut. Siswa akhirnya dapat menyimpulkan bahwa pecahan merupakan perbandingan atau pembagian antara pembilang dan penyebut. Peneliti meminta
siswa
membahas
dan
mengevaluasi
bersama
dengan
membandingkan cara penyelesaian dan hasil jawaban dari setiap kelompok. Berikut contoh hasil jawaban siswa secara umum dalam mengerjakan LKS 1:
52
Gambar 4.3 Jawaban Siswa pada LKS 1 (sesi 2) Berdasarkan Gambar 4.3 di atas, menunjukkan bahwa siswa sudah memahami konsep pecahan sehingga mereka dapat menerapkannya untuk menentukan nilai pecahan. Namun sebagian besar kekurangan siswa adalah pada proses menyimpulkan. Banyak siswa yang hanya menjawab dengan “pembandingan/perbandingan,” atau “potongan”. Hal ini menyebabkan siswa tersebut mendapat skor yang kurang sempurna, yakni hanya 3 poin untuk dimensi
penggunaan
istilah
matematis.
Padahal,
pada
pertanyaan
sebelumnya−yang terkait unsur-unsur pecahan−sudah dijawab dengan baik sehingga mendapat skor yang maksimal untuk dimensi ketepatan.
3) Pertemuan Ketiga Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 12 Januari 2015 dengan jumlah siswa yang hadir sebanyak 31 siswa. Sedangkan keempat siswa lainnnya, yakni S14, S25, S30 dan S33 tidak hadir tanpa disertai alasan yang jelas atau keterangan apapun. Sesuai jadwal, pembelajaran pada Senin kali ini berlangsung pada pukul 08.00−09.30 WIB.
53
Peneliti mengawali pertemuan ketiga ini dengan do’a bersama, mengkondisikan siswa melalui pemberian motivasi dan mengabsen siswa. Tidak lupa peneliti melakukan apersepsi dengan mengulang sedikit materi yang dipelajari sebelumnya dan mengajukan tanya- jawab kepada siswa mengenai contoh dan definisi pecahan serta unsur-unsurnya. Setelah membagikan LKS, peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari. Materi pelajaran pada pertemuan ini adalah membaca dan menuliskan nilai pecahan, yang juga bertujuan agar siswa dapat menyajikan nilai pecahan sederhana melalui gambar daerah bangun datar secara tepat. Peneliti membuka tahap memahami masalah kontekstual dengan konteks “belanja”. Selama penjelasan masalah kontekstual, siswa yang menempati bagian depan dan tengah tampak mengikuti dan memperhatikan penjelasan dengan baik, namun beberapa siswa yang menempati bangku belakang dan pinggir terlihat masih belum fokus. Setelah penjelasan masalah dirasa cukup dipahami oleh siswa, peneliti meminta siswa untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada di LKS. Dalam tahap menyelesaikan masalah kontekstual kali ini, kelas tampak lebih tenang dibandingkan pertemuan sebelumnya. Peneliti berasumsi bahwa ini tidak terlepas dari sederhananya tingkat soal/permasalahan yang diberikan, sehingga siswa cenderung lebih mudah memahami permasalahan. Mereka mengerjakan soal sesuai pemahaman mereka dengan berdiskusi bersama kelompoknya. Ketika siswa berdiskusi peneliti berkeliling untuk memastikan semua siswa mengerjakan LKS. Tahap selanjutnya adalah membandingkan jawaban. Kali ini, peneliti meminta beberapa siswa untuk menyampaikan solusi pemecahan masalah mereka dengan menuliskannya di papan tulis. Presentasi kali ini siswa masih terlihat tegang dan kurang percaya diri. Sebelumnya siswa juga terlihat saling tunjuk untuk menentukan perwakilan kelompok yang akan menuliskan jawaban di depan kelas. Berikut ini contoh jawaban siswa yang paling banyak ditemukan (sekitar 19 orang) pada LKS 2:
54
(a)
(b)
(c) Gambar 4.4 Jawaban Siswa pada LKS 2
55
Gambar 4.4 (a) menunjukkan bahwa kemampuan menulis matematis siswa pada dimensi ketepatan secara umum sudah baik. Siswa mampu mencocokkan pernyataan dengan gambar secara tepat kemudian mengarsir gambar sesuai dengan nilai pecahannya. Gambar 4.4 (b) menunjukkan bahwa kemampuan menulis matematis siswa pada dimensi penjelasan berpikir matematis masih buruk. Siswa tidak mampu memanfaatkan model berupa kertas berpetak untuk menghitung setengah, seperempat, seperdelapan dan tiga perempat dari 16, sehingga siswa hanya menuliskan nilai pecahannya. Gambar 4.4 (c) menunjukkan bahwa kemampuan menulis matematis siswa pada dimensi penggunaan istilah matematis cukup baik. Rata-rata siswa sudah mampu membaca dan menuliskan nilai pecahan berdasarkan gambar daerah bangun datar yang diarsir. Hanya saja, banyak siswa terkecoh di no.2, 3 dan 4, yang kedua pembilangnya bukan satu, sehingga mereka keliru ketika diminta menuliskan sebutan lain dari nilai pecahannya. Contohnya pada no.4, seharusnya siswa menuliskan empat perdelapan atau empat dibagi delapan. Akan tetapi, yang banyak terjadi adalah siswa menuliskan seperdelapan. Adapun untuk no.5, ada beberapa siswa yang salah dalam menentukan nilai pecahannya. Ada yang menuliskan duaperenam atau satu pertiga. Setelah jawaban dikumpulkan, siswa dan peneliti membahas bersama jawaban yang benar. Peneliti menutup pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, agar siswa berpendapat tentang materi yang telah dipelajari dan yang belum dipahami. Dari tiga orang yang ditunjuk secara acak, dua siswa menjawab pertanyaan dengan benar dan satu orang siswa menjawab salah. Sebagai penutup pembelajaran kali ini, seperti biasa peneliti bersama siswa menyimpulkan konsep yang telah dipelajari dan meminta siswa mengerjakan tugas mandiri yang terdapat di lembar kedua LKS untuk kemudian mengumpulkannya pada pertemuan berikutnya. Hal itu bertujuan untuk menguatkan materi yang baru disampaikan dan menguji kemampuan
56
menulis matematis masing-masing siswa, khususnya terkait dimensi penggunaan istilah matematis.
4) Pertemuan Keempat Pertemuan keempat dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 15 Januari 2015 dengan siswa yang hadir lengkap, yakni 35 siswa. Pembelajaran pada Kamis ini berlangsung pada pukul 08.30−09.30 WIB, karena ternyata pada Kamis pekan lalu, peneliti salah masuk jam pelajaran. Materi kali ini adalah mengidentifikasi dan membilang pecahan. Adapun tujuannya adalah agar siswa dapat membilang pecahan sederhana dan dapat mengidentifikasi gambar yang menunjukkan nilai pecahan dan bukan pecahan. Agar siswa dapat memahami masalah kontekstual, peneliti menggunakan alat peraga berupa kertas warna/origami berbentuk persegi yang dilipat menjadi sebuah persegi panjang, lalu berkata “misalnya segitiga ini adalah tahu yang bernilai setengah. Nah, seperti apakah bentuk asli/utuh dari tahu?” Awalnya siswa terlihat bingung dan berpikir keras. Karena belum ada yang berani menjawab, peneliti memberikan pertanyaan pancingan yakni dengan meminta siswa mengingat praktik membagi kertas yang telah mereka lakukan pada pertemuan kedua, tepatnya pada Kamis pekan lalu. Barulah siswa memahami maksud dari permasalahan yang harus mereka pecahkan. Selanjutnya, peneliti mempersilakan siswa untuk berdiskusi dalam memecahkan beragam masalah kontekstual yang terdapat di LKS ketiga yang berfokus pada membilang pecahan. Siswa terlihat begitu semangat dan lebih serius dalam berupaya memecahkan beragam soal, dibanding pertemuan sebelumnya. Namun ternyata, ketika guru berkeliling dan melihat LKS siswa, banyak
di
antara
mereka
yang
masih
bingung.
Akhirnya
untuk
mengefisiensikan waktu, guru membimbing para siswa dalam memahami setiap soal, tapi tetap hanya sebatas memberikan petunjuk. Ketika
tiba
membandingkan
saatnya jawaban,
untuk peneliti
masuk
ke
meminta
tahap para
ketiga, siswa
yakni berhenti
mengerjakan LKS. Lalu secara random peneliti menunjuk beberapa siswa
57
untuk menyebutkan jawaban mereka. Ketika peneliti menanyakan jawaban dari satu nomor soal, peneliti menanyakan setiap kelompok. Hal tersebut karena setiap kelompok belum tentu memiliki solusi pemecahan masalah yang sama. Ketika hal itu berlangsung, terjadilah pertukaran pendapat antarkelompok.
Setelah
semua
soal
selesai
dijawab,
peneliti
meminta
membandingkan jawaban mereka dengan jawaban yang benar, yang ada di papan tulis. Berikut ini adalah contoh jawaban siswa yang paling banyak ditemukan pada LKS 3:
(a)
(b) Gambar 4.5 Jawaban Siswa pada LKS 3
58
Gambar 4.5 (a) menunjukkan bahwa kemampuan menulis matematis siswa pada dimensi penggunaan istilah matematis (no. 2) masih buruk sedangkan pada dimensi ketepatan (no.1 dan 3) cukup baik. Rata-rata siswa masih kurang mampu membilang nilai pecahan berdasarkan gambar. Namun sudah mampu membuat model matematika secara tepat. Hanya saja, banyak siswa yang tidak menuliskan nilainya sehingga skor yang mereka peroleh pun kurang maksimal. Gambar 4.5 (b) menunjukkan bahwa kemampuan menulis matematis siswa pada dimensi penjelasan berpikir matematis (no.4 dan 5) masih buruk. Untuk no.4, rata-rata siswa memang sudah mampu memilih gambar bangun datar yang tepat, hanya saja mereka tidak bisa memberikan penjelasannya. Adapun pada no.5, sebagian besar siswa belum bisa memberikan penejelasan dari perbedaan kedua gambar tersebut. Hal ini menyebabkan banyak siswa yang memperoleh nilai tidak maksimal, serta menjadi perhatian bagi peneliti dan observer. Observer menilai tingkat kesulitan materi dan soal cukup tinggi bagi kelas III MIN Bantargebang. Beberapa menit menjelang berakhirnya jam pelajaran, peneliti memandu siswa dalam membuat kesimpulan. Setelah itu, sebelum pamit dan menutup pembelajaran, peneliti mengumumkan kepada siswa bahwa pada pertemuan selanjutnya akan diadakan tes akhir siklus I. Setelah LKS dikumpulkan, siswa pun diizinkan untuk beristirahat.
5) Pertemuan Kelima Pertemuan kelima dilaksanakan pada Senin, 19 Januari 2015 dengan agenda pelaksanaan tes akhir siklus I yang alokasi waktunya setara dengan alokasi waktu pembelajaran matematika di hari Senin, yakni selama tiga jam pelajaran atau setara dengan 3x30 menit. Dua orang siswa tidak dapat hadir dengan penyebab yang berbeda, yakni S26 absen dan S28 sakit. Ketika peneliti memasuki kelas, siswa segera kembali ke tempat duduk masing-masing. Peneliti meminta siswa untuk mempersiapkan alat tulis yang
59
mereka
perlukan
dan
mempersilakan
mereka
untuk
berdo’a.
Saat
pendistribusian soal, peneliti menginformasikan kepada siswa untuk tidak langsung menjawab soal, melainkan membaca petunjuknya terlebih dahulu, serta mengingatkan mereka untuk menuliskan identitas mereka masingmasing di kolom yang telah disediakan. Saat siswa mengerjakan tes, guru dibantu oleh kolaborator (guru kelas III) untuk mengawasi mereka. Dalam tes kemampuan menulis siklus I ini, siswa harus menyelesaikan enam nomor dengan tujuh butir soal berbentuk uraian singkat dan berfokus pada materi pecahan dan unsur-unsurnya, membilang, dan menentukan nilai pecahan. Secara keseluruhan, kegiatan tes siklus I berlangsung dengan tertib. Berikut adalah gambaran suasana di kelas saat tes siklus I berlangsung:
Gambar 4.6 Suasana Kelas Ketika Tes Akhir Siklus I Setelah pelaksanaan tes siklus I selesai, peneliti sedikit membahas soal-soal yang diujikan, dilanjutkan dengan pemberian informasi kepada siswa terkait pertemuan berikutnya lalu meminta bantuan siswa untuk menjadi informan dalam wawancara. Peneliti memanfaatkan jam istirahat dengan melakukan wawancara terhadap beberapa siswa untuk mengungkapkan pendapat mereka tentang pembelajaran matematika realitik yang telah mereka lakukan selama siklus I (sebanyak empat pertemuan). Ketika semua jam pelajaran telah usai, peneliti segera ke ruang guru untuk meminta dan mendiskusikan lembar observasi yang telah diisi oleh observer selama proses pembelajaran di siklus I. Pada saat yang bersamaan, peneliti juga melakukan
60
wawancara terhadap guru terkait proses pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I.
c. Observasi dan Analisis Tahap observasi berlangsung bersamaan dengan tahap tindakan. Dibantu guru kelas, peneliti mengobservasi perkembangan kemampuan menulis matematis dan aktivitas siswa. Kegiatan analisis dilakukan oleh peneliti setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul, yakni melalui LKS, lembar observasi, hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi dan hasil tes kemampuan menulis matematis siswa. Berikut ini merupakan paparan hasil analisis terhadap hasil tes dan observasi terhadap aktivitas siswa pada siklus I: 1) Tes Kemampuan Menulis Matematis Instrumen yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini ialah tes, yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa. Soal yang diberikan berupa soal esai sebanyak enam nomor soal. Setiap nomor soal mewakili indikator kemampuan menulis matematis siswa dan indikator pencapaian kompetensi pembelajaran yang telah dibuat oleh peneliti di dalam RPP. Gambaran umum dari kemampuan menulis matematis siswa selama siklus I dalam penelitian ini akan terlihat melalui hasil tes yang dilakukan di akhir siklus. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan distribusi skor hasil tes kemampuan menulis matematis siswa pada akhir siklus I: Tabel 4.1 Distribusi Kelompok Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus I No. 1
Kelas Nilai 12 − 26
fr 1
fk 1
f k (%) 3,03%
Nilai Tengah (X i ) 19
2
27 – 41
7
8
24,24%
34
3
42 – 56
8
16
48,48%
49
4
57 – 71
6
22
66,66%
64
5
72 – 86
6
28
84,84%
79
6
87− 101
5
33
100%
94
61
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai kemampuan menulis matematis siswa pada tes siklus I adalah 59,91 dengan tingkat ketuntasan (≥70) sebesar 36,36%, artinya hanya 12 dari 33 siswa dan siswa yang memperoleh nilai < 70 sebanyak 21 siswa atau setara dengan 63,63%. Artinya, tingkat ketuntasan kemampuan menulis matematis siswa masih rendah. Adapun modus (Mo) dari tes siklus I ialah 46,5 yang artinya banyak siswa yang memperoleh nilai 46,5 dengan median (Md) 57,75. Selain itu, standar deviasi mencapai 21,62 sedangkan jangkauan nilai siswa mencapai 87,5 karena nilai tertinggi mencapai 100 dan nilai terendah mencapai 12,5. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan nilai antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah sangat jauh. Secara visual, sebaran data kemampuan menulis matematis siswa pada tes siklus I dapat dilihat melalui diagram berikut:
Diagram 4.1 Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus I Berdasarkan Diagram 4.1, terlihat bahwa kemampuan siswa paling banyak terdapat pada rentang nilai 42 hingga 56 sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan menulis matematis siswa pada siklus I mengelompok pada kelompok bawah. Tentu saja capaian ini belum memenuhi salah satu indikator
62
keberhasilan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, yakni rata-rata nilai tes kemampuan menulis matematis siswa harus mencapai ≥70. Selanjutnya, kemampuan menulis matematis siswa pada ketiga dimensi dapat dilihat berdasarkan hasil persentase nilai yang diperoleh dari tiap soal yang mewakili dimensi tersebut. Berikut ini perolehan skor siswa pada tes siklus I dan besar persentasenya yang ditinjau berdasarkan ketiga dimensi kemampuan menulis matematis: Tabel 4.2 Perolehan Nilai Berdasarkan Dimensi Kemampuan Menulis Matematis Siklus I No.
Dimensi
Indikator
1
Ketepatan
Membaca dan menuliskan lambang bilangan pecahan
2
3
Penggunaan Istilah Matematis Penjelasan Berpikir Matematis
Σ Skor 88
Menyajikan nilai pecahan 91 sederhana menggunakan model Rata-rata 89,5 Menuliskan pecahan dan unsur84 unsurnya Membilang pecahan sederhana 68 Rata-rata 76 Menyajikan nilai pecahan 75 sederhana menggunakan model Menuliskan pecahan dan unsur69 unsurnya Rata-rata 72 Rata-rata Total 79,17
Skor Ideal 132
% 66,67%
132
68,94%
132 132
67,80% 63,64%
132 132 132
51,52% 57,58% 56,82%
132
52,27%
132 132
54,55% 59,98%
Keterangan: Jumlah (Σ) skor = jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa Skor ideal
= skor dari hasil perkalian antara skor maksimal setiap item/ soal (yakni 4) dengan jumlah siswa yang hadir mengikuti tes siklus (siklus I sebanyak 33 siswa).
Berdasarkan Tabel 4.2, diperoleh informasi bahwa pencapaian kemampuan menulis matematis siswa pada akhir siklus I jika ditinjau dari ketiga dimensinya adalah sebagai berikut:
63
a) Ketepatan Ketepatan rata-rata siswa dalam membaca dan menuliskan lambang bilangan pecahan serta menyajikan nilai pecahan sederhana menggunakan model matematis sudah mencapai 67,80%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada dimensi ketepatan, kemampuan menulis matematis siswa sudah mencapai kategori baik. Berikut adalah kecenderungan jawaban siswa untuk dimensi ketepatan dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Jawaban Siswa pada Dimensi Ketepatan Gambar 4.7 menunjukkan bahwa pada nomor 2.a, siswa dapat menentukan nilai pecahan berdasarkan daerah yang diarsir dengan tepat, begitupun dalam penulisan nilai pecahannya. Perbedaan terletak pada nomor 2.b, yakni siswa keliru dalam menafsirkan gambar daerah yang diarsir. Adapula siswa yang tepat dalam menjawab no. 2.b, tapi salah pada no. 2.a. sehingga salah menentukan nilai pecahan sehingga mendapat skor yang tidak maksimal. b) Penggunaan Istilah Matematis Persentase skor rata-rata siswa pada dimensi penggunaan istilah matematis mencapai 57,58%. Rata-rata tersebut termasuk kategori cukup baik, yang artinya kemampuan penggunaan istilah matematis siswa cukup baik dalam menuliskan pecahan dan unsur-unsurnya dan membilang pecahan sederhana. Berikut ini adalah Kecenderungan jawaban siswa untuk dimensi penggunaan istilah matematis, dapat dilihat pada Gambar 4.8, yaitu jawaban dari soal nomor 3:
64
Gambar 4.8 Jawaban Siswa pada Dimensi Penggunaan Istilah Matematis Pada Gambar 4.8, terlihat bahwa jawaban siswa bernilai benar dalam menggunakan istilah matematis, sehingga mendapat skor maksimal. Namun tidak sedikit pula ditemukan jawaban siswa yang hanya bertuliskan nilai pecahan tanpa ditunjukkan unsur-unsurnya. c) Penjelasan Berpikir Matematis Persentase skor rata-rata siswa pada dimensi penjelasan berpikir matematis mencapai 54,55%. Rata-rata tersebut termasuk kategori cukup baik. Berikut ini adalah kecenderungan jawaban siswa untuk dimensi penjelasan berpikir matematis dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Jawaban Siswa pada Dimensi Penjelasan Berpikir Matematis Pada Gambar 4.9, terlihat bahwa jawaban siswa dalam penjelasan berpikir matematisnya kurang maksimal karena tidak disertai penjelasan apapun seperti model matematika, sehingga tidak mendapat skor maksimal. Berdasarkan uraian pencapaian kemampuan menulis matematis siswa pada siklus I di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa masih lemah dalam dimensi penggunaan istilah matematis dan penjelasan berpikir matematis. Salah satu indikator keberhasilan penelitian ini adalah skor rata-rata kemampuan menulis matematis siswa di setiap siklus minimal harus mencapai 70, tetapi karena nilai rata-rata tes kemampuan menulis matematis pada siklus I hanya 59,91 maka akan diperbaiki dengan pelaksanaan siklus II.
65
2) Lembar Observasi dan Wawancara Lembar observasi dan wawancara digunakan untuk memperkuat informasi mengenai aktivitas siswa selama pembelajaran dengan penerapan pendekatan matematika realistik. Berikut merupakan hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran siklus I: Tabel 4.3 Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Aktivitas
Pertemuan Ke1 2 3 5 4 5
4 5
Skor Maks. 20 19
Mendengarkan penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran Menanggapi apersepsi yang 1 2 4 3 10 diberikan guru Mengajukan pertanyaan atau 1 2 2 2 7 tanggapan kepada guru Mengaitkan masalah dengan 2 3 2 3 10 konteks dunia nyata Siswa berusaha mencari 2 3 3 3 11 pemecahan masalah kontekstual Melakukan matematisasi 2 3 2 2 9 horizontal/membuat model Mempresentasikan hasil diskusi 1 1 2 2 6 dengan percaya diri Membandingkan jawaban siswa 3 3 3 3 12 lain dengan cermat Mendiskusikan jawaban siswa 3 3 3 3 12 lain Siswa berusaha menyimpulkan 1 3 2 2 8 konsep yang baru dipelajari Mencatat inti pembelajaran yang 2 2 4 4 12 telah dijelaskan oleh guru Memperhatikan penguatan yang 5 4 5 4 18 diberikan oleh guru 28 33 37 36 134 Jumlah 60 60 60 60 240 Skor Maksimum 46,67% 55% 61,67% 60% 55,83% Persentase CB CB B CB CB Kategori
% 95% 50% 35% 50% 55% 45% 30% 60% 60% 40% 60% 90%
66
Berdasarkan Tabel 4.3 yang merupakan hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran siklus I, diketahui bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran berbasis matematika realistik dikategorikan cukup baik. Pada pertemuan kesatu tergolong belum mencapai kategori baik dikarenakan pembelajaran yang diterapkan peneliti baru pertama kali dilakukan sehingga siswa masih bersikap ragu-ragu dan bingung dengan langkah-langkah pembelajaran yang harus mereka lakukan. Selain itu, meskipun awalnya tampak antusias, tapi masih banyak di antara siswa yang terlihat malu-malu ketika peneliti bertanya kepada mereka. Peneliti memaklumi hal tersebut karena pada tahap pra-penelitian, peneliti tidak sempat berinteraksi secara intens dengan siswa. Pada pertemuan kedua, meskipun secara persentase mengalami peningkatan, namun tidak demikian halnya dengan aktivitas no. 7, 8, 9 dan 11, yang notabene masih berada pada kategori “cukup baik”. Hal ini disebabkan peningkatan yang terjadi tidak terlalu signifikan.
Meskipun begitu,
peningkatan antusiasme dan interaksi siswa terjadi terjadi ketika siswa diminta untuk menyelesaikan masalah kontekstual dengan bantuan kertas origami sebagai benda nyata dan ketika siswa diminta untuk menyimpulkan konsep pecahan yang baru mereka pelajari. Selanjutnya pada pertemuan ketiga terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan pengamatan peneliti, siswa terlihat mulai terbiasa dengan pendekatan pembelajaran yang dilakukan, seperti membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Di samping itu, hal ini tidak terlepas dari ringannya bobot masalah kontekstual yang disajikan. Meskipun demikian, faktanya siswa masih mengalami kesulitan ketika diminta membuat model matematika walau sudah dibantu dengan menggunakan benda nyata. Adapun pada pertemuan keempat, terjadi sedikit penurunan meskipun tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan bobot materi dan masalah yang ternyata cukup sulit dipahami oleh siswa. Ditambah lagi dengan faktor human error yang dilakukan oleh peneliti, yakni tidak mempersiapkan alat peraga dengan baik. Imbasnya tentu saja terhadap kemampuan siswa dalam
67
mengaitkan permasalahan kontekstual dengan pengalaman mereka sehingga siswa sulit untuk memahami masalah kontekstual yang notabene harus mereka pecahkan. Meskipun demikian, para siswa masih mampu membandingkan jawaban dan mendiskusikannya dengan baik. Berdasarkan hasil observasi selama pembelajaran siklus I, persentase rata-rata aktivitas siswa yaitu baru mencapai 55,83%, yang termasuk dalam kategori “cukup baik”. Dalam penelitian ini, intervensi tindakan yang diharapkan yaitu hasil pengamatan melalui lembar observasi siswa pada akhir siklus menunjukan peningkatan aktivitas belajar yang baik, yakni mencapai ≥ 60,1%. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik harus ditingkatkan sampai tahap intervensi tindakan yang diharapkan. Selain menggunakan lembar observasi, peneliti juga melakukan wawancara kepada siswa dan guru untuk memperkuat data observasi. Hasil wawancara dengan guru kelas yang juga guru bidang studi matematika, diperoleh kesimpulan bahwa guru kelas cukup setuju dengan penerapan pendekatan matematika realistik dalam proses pembelajaran karena dapat membantu siswa dalam memahami suatu konsep secara bertahap, menuntut siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran matematika. Sedangkan dari hasil wawancara dengan siswa diperoleh informasi bahwa siswa merasa kesulitan saat mengerjakan LKS disebabkan oleh belum terbiasanya siswa untuk memahami konsep secara mandiri. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena biasanya di awal pembelajaran mereka diberi penjelasan dulu oleh guru dan diberi contoh penyelesaian soal. Selain itu, siswa masih belum percaya diri ketika harus mengungkapkan jawaban mereka. Siswa juga memberi saran kepada peneliti agar pembelajaran yang diberikan peneliti tidak terlalu cepat. Meskipun demikian, siswa mengaku mulai suka dengan pembelajaran matematika sejak menggunakan pendekatan matematika realistik dan sebagian besar berpendapat bahwa pembelajaran dirasakan cukup seru karena menggunakan benda nyata.
68
d. Refleksi Tahap ini merupakan tahap bagi peneliti dan observer (guru kelas III) bekerjasama melakukan refleksi terhadap analisis terhadap hasil tes kemampuan menulis
matematis dan hasil
observasi selama proses
pembelajaran siklus I. Observasi pra-penelitian menunjukkan bahwa dalam mengerjakan soal siswa masih sering mengandalkan guru dan temannya tanpa mau berusaha mencoba terlebih dahulu. Oleh karena itu, di setiap pertemuan siklus I diberikan LKS guna membantu siswa dalam memahami konsep yang sedang saja dipelajari. Agar siswa dapat lebih memahami konsep pecahan maka pengerjaan LKS−pada poin-poin tertentu−ada yang harus dikerjakan secara individual, lebih tepatnya dijadikan pekerjaan rumah. Namun dalam pelaksanaannya, ternyata seringkali terjadi beberapa siswa tidak mengerjakan tugas tersebut dan ada juga yang yang lupa untuk mengumpulkan kembali LKS padahal sudah mengerjakan tugas individualnya. Setelah peneliti tanyakan, beberapa siswa yang tidak mengerjakan tugas tersebut beralasan bahwa mereka lupa atau tidak tahu cara mengerjakannya, ditambah lagi dengan tidak adanya anggota keluarga yang bisa dimintai tolong untuk membantu mereka mengerjakan tugas tersebut. Berdasarkan lembar observasi dan catatan lapangan, kondisi kelas hampir selalu ramai pada saat pengerjaan LKS. Beberapa siswa masih saja sibuk bertanya kepada teman yang tidak sebangku dengannya atau bahkan bertanya kepada guru. Sehingga alokasi waktu pembelajaran lebih banyak didominasi oleh tahap memahami dan menyelesaikan masalah kontekstual daripada membandingkan dan mendiskusikan jawaban apalagi menyimpulkan. Hal tersebut sempat disinggung oleh guru kelas dalam wawancara yang dilakukan pasca tes siklus I. Beliau juga mengeluhkan jumlah soal yang menurutnya banyak dan bobotnya cukup sulit untuk dipahami oleh para siswa, serta pembahasan soal yang terburu-buru. Selanjutnya, berdasarkan pengolahan dan analisis data hasil tes kemampuan menulis matematis dan lembar observasi siklus I, diperoleh kesimpulan bahwa masih belum ada indikator keberhasilan penelitian yang
69
tercapai. Dengan demikian, siklus II akan dilaksanakan agar tujuan penelitian dapat tercapai. Hal-hal yang menghambat siklus I akan diperbaiki pada siklus II agar hasil yang diperoleh membaik dan meningkat secara signifikan. Secara rinci, hal-hal yang menghambat pembelajaran pada siklus I dan rencana perbaikan yang akan dilakukan pada siklus II disajikan pada tabel berikut: Tabel 4.4 Hasil Refleksi Terhadap Siklus I Hambatan 1) Saat mengerjakan LKS, siswa kesulitan dalam memahami masalah kontekstual. Terkadang siswa mengisinya tanpa memperhatikan dan tanpa mencoba memahami kalimat secara detail. Suasana kelas menjadi ramai karena siswa sibuk bertanya. 2) Kemampuan siswa pada dimensi penggunaan istilah dan penjelasan berpikir matematis masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan saat pengerjaan LKS, siswa menghabiskan banyak alokasi waktu sehingga pembahasan soal tidak dapat dilaksanakan dengan baik. 3) Kemampuan menulis matematis siswa masih rendah.
4) Aktivitas siswa pada pembelajaran matematika berbasis pendekatan matematika realistik pada siklus I hanya mencapai 55,83%.
Rencana Perbaikan Peneliti memberikan petunjuk (verbal dan non-verbal) sebelum pengerjaan LKS. Petunjuk tersebut mengenai inti soal yang harus dipahami siswa, khususnya pada soal-soal dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Peneliti juga akan membuat kelompok dengan kapasitas yang lebih besar, agar siswa lebih leluasa dalam berdiskusi. Sama seperti rencana perbaikan pada nomor 1, diharapkan sesi pembahasan jawaban akan dapat dilaksanakan dengan baik dan akan lebih ditekankan pada pembahasan soal berdimensi penggunaan istilah dan penjelasan berpikir matematis.
Menampilkan hasil jawaban tes siswa yang memiliki skor tertinggi guna memotivasi siswa untuk mengerjakan tes secara lebih baik. Inisiatif untuk memberikan hadiah kepada siswa yang aktif di kelas secara positif, sebagai bentuk apresiasi. Lebih mempersiapkan alat peraga yang mudah dibawa dan diperoleh untuk membantu siswa dalam memahami masalah kontekstual.
70
2. Pelaksanaan Siklus II Tindakan pembelajaran siklus II merupakan implikasi dari analisa dan refleksi terhadap hasil dan temuan-temuan pada pembelajaran siklus I. Pelaksanaan siklus II diharapkan mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang ditandai dengan peningkatan aktivitas siswa dan kemampuan menulis matematis siswa. a. Tahap Perencanaan Dalam tahap perencanaan siklus II, peneliti mengkaji ulang semua Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta LKS yang telah dibuat untuk tiga kali pertemuan. Adapun sub-materi pada siklus II ini adalah membandingkan dua pecahan yang salah satu unsurnya senilai dan yang kedua unsurnya tidak senilai. Selain menyiapkan RPP dan LKS, peneliti juga menyiapkan
instrumen-instrumen
penelitian
lain
untuk
mendukung
pembelajaran pada siklus II, yakni berupa lembar observasi aktivitas siswa, instrumen tes akhir siklus satu, pedoman wawancara siswa dan guru untuk akhir siklus II serta alat dokumentasi.
b. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan dengan total alokasi waktu sebanyak sembilan jam pelajaran (9JP) atau setara dengan 9x30 menit untuk ketiga pertemuan tersebut. Uraian proses pembelajaran pada siklus II adalah sebagai berikut: 1) Pertemuan Keenam Pertemuan keenam dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 22 Januari 2015 dengan siswa yang hadir berjumlah 32 siswa, disebabkan S8 dan S25 alfa sementara S28 sakit. Sesuai jadwal, pembelajaran pada Kamis ini berlangsung pada pukul 08.30−09.30 WIB. Sub-materi pembelajaran kali ini adalah membandingkan dua pecahan yang pembilangnya senilai. Adapun tujuannya adalah agar siswa dapat menentukan besar pecahan yang pembilangnya senilai berdasarkan pembandingan terhadap penyebut.
71
Sesaat setelah berdo’a para siswa serempak meminta guru untuk mengumumkan hasil tes siklus I, kemudian mengumumkan dengan cara hanya menyebutkan nomor absen siswa yang lulus dengan nilai tertinggi. Siswa ramai karena banyak di antara mereka yang belum lulus. Kemudian peneliti memotivasi siswa dengan cara memberikan dorongan-dorongan positif agar siswa tidak terpuruk. Pada pertemuaan keenam ini, peneliti juga memberikan pengarahan kepada siswa agar semakin aktif, tertib dan lebih serius mengikuti kegiatan pembelajaran agar mendapatkan manfaat dari pembelajaran. Setelah kelas terkondisikan dengan baik, barulah pembelajaran dimulai. Sebelum membagikan LKS, terlebih dahulu peneliti meminta siswa untuk duduk secara berkelompok, dengan kapasitas setiap kelompok maksimal tujuh orang dengan syarat tingkat kemampuan matematikanya harus bervariasi. Karena jumlah siswa yang tidak lengkap, sempat terjadi sedikit kegaduhan. Ternyata, masih ada tiga-empat orang yang tidak diajak masuk ke kelompok manapun. Mereka pun tidak berusaha untuk masuk dan terlihat pasrah begitu saja. Untunglah ketika peneliti bernegosiasi meminta kesediaan tiga kelompok untuk menerima mereka masuk ke dalam kelompoknya, ketiga kelompok itu bersedia, walaupun ada proses “seleksi” singkat terlebih dahulu. Sambil membagikan LKS, peneliti mengingatkan siswa untuk mengisi kolom keterangan pada bagian atas. Pada waktu yang hampir bersamaan, peneliti membagikan alat peraga berupa pita guna membantu siswa dalam pemecahan masalah kontekstual serta mempersilakan seluruh kelompok untuk membaca soal yang ada di LKS. Aktivitas tersebut merupakan pembuka dari fase memahami masalah kontekstual. Selang beberapa menit kemudian, peneliti menanyakan kepada siswa soal mana saja yang belum mereka pahami secara berurutan, dimulai dari nomor 1. Sebenarnya sebagian besar siswa paham dengan masalah yang dimaksud hanya saja mereka merasa kesulitan dan ragu dengan solusi penyelesaian masalahnya. Peneliti pun memberikan petunjuk bahwa solusinya dengan menggunakan pita kain yang telah mereka terima. Tidak cukup sampai disitu, peneliti juga memberikan petunjuk dan arahan kepada siswa untuk
72
membagi pita agar sama rata, mulai dari menghitung hingga mengukur dan menandai pita. Barulah siswa paham dan mulai berdiskusi untuk menyelesaikan soal nomor 1 itu secara keseluruhan. Inilah yang disebut dengan fase menyelesaikan masalah kontekstual. Berikut ini adalah suasana ketika salah satu kelompok sedang berdiskusi untuk menyelesaikan masalah kontekstual tersebut:
Gambar 4.10 Siswa sedang Menyelesaikan Masalah Kontekstual Ketika proses diskusi berlangsung, masih terlihat beberapa siswa yang justru bertanya kepada anggota kelompok lain. Selain itu, ada juga siswa yang bertindak
kurang
kooperatif,
seperti
bercanda
dengan
teman
satu
kelompoknya atau bahkan mengganggu anggota kelompok lain. Tentu saja kejadian tersebut mendapat atensi yang cukup besar dari peneliti dan observer. Peneliti pun langsung bertindak tegas dengan menegur siswa yang tidak serius dan tidak bisa kooperatif tersebut. Menjelang satu jam pelajaran pertama berakhir, peneliti meminta siswa untuk segera menyelesaikan semua soal dan mempersiapkan perwakilan yang akan maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Meski tampak terkejut, siswa tetap berusaha menyelesaikan semua soal dan mengeceknya dengan meminta pendapat kepada observer ataupun peneliti. Setelah merasa yakin, para utusan dari setiap kelompok pun maju ke depan kelas. Mereka berdiri secara berjajar dan mulai mempresentasikan jawaban mereka sesuai dengan urutan nomor kelompok. Inilah yang dinamakan fase membandingkan jawaban.
73
Berikut ini contoh jawaban siswa yang paling banyak ditemukan pada LKS 4:
(a)
(b)
(c) Gambar 4.11 Jawaban Siswa pada LKS 4 Berdasarkan Gambar 4.11 (a) di atas, terlihat bahwa siswa mampu memanfaatkan media benda konkret berupa pita yang sudah disediakan oleh peneliti untuk menyelesaikan masalah kontekstual secara tepat. Skor yang mereka peroleh pun cukup maksimal. Adapun berdasarkan Gambar 4.11 (b), terlihat bahwa siswa juga sudah mampu memberikan penjelasan berpikir matematis secara baik, meskipun masih ada juga sebagian siswa yang belum bisa memberikan penjelasan berpikir matematis. Selanjutnya, pada dimensi penggunaan istilah matematis, siswa juga sudah cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.11 (c). Selesai membandingkan jawaban, peneliti bergegas bertanya kepada siswa terkait kesimpulan yang dapat mereka ambil dari sub-materi yang telah
74
mereka pelajari. Fase menyimpulkan memang fase yang krusial karena respon siswa pada fase ini bisa dijadikan indikator tingkat pemahaman siswa terhadap suatu konsep. Sebelum pembelajaran ditutup, siswa mengumpulkan LKS. Lalu peneliti menyampaikan informasi terkait persiapan pembelajaran pada pertemuan berikutnya kemudian pamit.
2) Pertemuan Ketujuh Pertemuan ketujuh dilaksanakan pada hari Senin, 26 Januari 2015 dengan jumlah siswa yang hadir hanya 26 siswa, disebabkan lima orang menderita sakit dan empat lainnya tanpa keterangan. Sub-materi pembelajaran kali ini adalah membandingkan dua pecahan yang penyebutnya senilai. Adapun tujuannya adalah agar siswa dapat menentukan besar pecahan yang penyebutnya senilai berdasarkan pembandingan terhadap pembilang. Seperti biasa, selesai berdoa dan mengecek daftar hadir, peneliti meminta siswa duduk secara berkelompok. Namun, sempat terjadi sedikit kegaduhan karena banyaknya siswa yang tidak hadir mengurangi jumlah anggota setiap kelompok. Peneliti pun segera mengatasi keadaan dengan meminta siswa membuat ulang kelompok. Selesai mengkondisikan kelas, barulah peneliti membagikan LKS. Pada tahap memahami masalah kontekstual kali ini, siswa terlihat sudah lebih mandiri. Namun, peneliti tetap mengkonfirmasikan hal itu kepada siswa. Masuk ke tahap menyelesaikan masalah kontekstual, peneliti pun segera mempersilakan siswa untuk mendiskusikan penyelesaian dari semua masalah yang ada di LKS. Kali ini, siswa sedikit mengalami kesulitan. Mereka tampak ragu dengan cara yang harus mereka gunakan. Peneliti memberikan bantuan melalui petunjuk dan sedikit instruksi kepada siswa dalam membuat gambar/ilustrasi dari penyelesaian masalah yang ada. Setelah semua kelompok menyelesaikan masalah, peneliti meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka. Perwakilan setiap kelompok pun maju ke depan kelas dan menuliskan hasil diskusi mereka. Pada
75
saat yang bersamaan, peneliti meminta siswa untuk membandingkan jawaban mereka dengan jawaban kelompok lain. Berikut ini adalah contoh jawaban siswa dari jawaban yang paling sering dijumpai pada LKS 5:
(a)
(b) Gambar 4.12 Jawaban Siswa pada LKS 5 Berdasarkan Gambar 4.12 (a) di atas, terlihat bahwa siswa mampu membuat model matematis dengan tepat, sesuai dengan masalah kontekstual yang ditanyakan. Karena model matematis yang dibuat benar/sesuai, maka skor yang diperoleh pun maksimal. Adapun berdasarkan Gambar 4.12 (b), menunjukkan bahwa siswa keliru dalam penarikan kesimpulan, tetapi benar dalam penggunaan istilah matematisnya. Harusnya, kesimpulan yang benar adalah sebagai berikut: “Jadi, jika pembilang beda-penyebut sama, semakin besar pembilang semakin besar nilai pecahan… ”. Tahap menyimpulkan dilakukan setelah pembahasan hasil diskusi secara bersama-sama. Sebelum menutup pembelajaran, peneliti memberikan penguatan materi dengan melakukan tanya-jawab secara singkat kepada para siswa. Hal ini peneliti lakukan agar siswa tidak bingung atau keliru atau bahkan tertukar dalam memahami konsep, antara konsep pada pertemuan ketujuh dengan konsep pada pertemuan keenam.
76
3) Pertemuan Kedelapan Pertemuan kedelapan dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 29 Januari 2015 dengan siswa yang hadir berjumlah 34 siswa, disebabkan S24 sakit. Sub-materi pembelajaran kali ini adalah membandingkan dua pecahan yang kedua unsurnya tidak senilai. Setelah peneliti masuk, siswa langsung berdo’a. Kemudian siswa segera duduk berkelompok sementara peneliti membagikan LKS, lalu mempersilakan siswa untuk membaca dan memahami masalah yang ada di LKS. Setelah dirasa cukup, peneliti menanyakan pemahaman siswa terhadap masalah kontekstual yang diberikan. Tidak jauh berbeda dengan pertemuan dua hari yang lalu, sebagian besar siswa sudah memahami masalah tersebut, sehingga peneliti cukup memberikan sedikit petunjuk kepada siswa agar mereka lebih memahami masalah kontekstual yang belum mereka pahami. Setelah dirasa cukup, peneliti mempersilakan para siswa untuk mulai berdiskusi guna menyelesaikan berbagai masalah kontekstual yang ada di LKS. Pada tahap menyelesaikan masalah kontekstual kali ini pun, terjadi peningkatan aktivitas siswa yang cukup signifikan. Sebagian besar siswa tidak lagi bertanya mengenai cara penyelesaian masalah, melainkan menanyakan ketepatan cara yang telah mereka tuliskan. Setiap kelompok sudah menunjukkan kekompakan dan kerjasama yang baik dalam berdiskusi.
Gambar 4.13 Siswa sedang Menyelesaikan Masalah Kontekstual Beralih ke tahap berikutnya, yakni tahap membandingkan jawaban. Peneliti meminta perwakilan setiap kelompok maju ke depan kelas untuk
77
mempresentasikan penyelesaian masalah dari hasil diskusi kelompok mereka. Akan tetapi, peneliti mengingatkan semua kelompok untuk memberikan kesempatan kepada anggota lainnya, yang belum pernah maju pada presentasi sebelumnya. Pada tahap kali ini pun, hampir semua kelompok mantap mengutus satu anggotanya untuk bertindak sebagai delegat. Berikut ini adalah contoh jawaban siswa yang paling banyak ditemukan pada LKS 6:
(a)
(b) Gambar 4.14 Jawaban Siswa pada LKS 6 Berdasarkan Gambar 4.14 (a) di atas, untuk dimensi penjelasan berpikir matematis,, terlihat bahwa siswa sudah mampu membuat model
78
matematis guna menjelaskan alasan yang telah mereka kemukakan secara tepat, sesuai dengan masalah kontekstual yang ada. Adapun untuk dimensi ketepatan, terlihat pada Gambar 4.14 (b) bahwa siswa sudah mampu menentukan nilai pecahan untuk kemudian dibandingkan dan diurutkan dengan baik. Beberapa menit menjelang berakhirnya jam pelajaran, peneliti memandu siswa dalam membuat kesimpulan dari materi yang baru mereka pelajari. Sebelum menutup pembelajaran, peneliti menghimbau kepada siswa untuk mempelajari kembali materi yang sudah dipelajari sebelumnya karena lusa (hari Sabtu) akan diadakan tes akhir siklus II. Setelah mengumpulkan LKS, peneliti pun pamit dan siswa diizinkan untuk beristirahat.
4) Pertemuan Kesembilan Pertemuan kesembilan dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 31 Januari 2015 dengan agenda pelaksanaan tes akhir siklus II. Alokasi waktunya selama dua jam pelajaran atau setara dengan 2x30 menit. Siswa yang hadir berjumlah 30 orang. Ketika peneliti memasuki kelas, siswa segera duduk di bangku masingmasing. Peneliti segera meminta siswa untuk mempersiapkan alat tulis yang diperlukan dan mempersilakan mereka untuk berdo’a. Ketika pendistribusian soal, peneliti kembali menghimbau kepada siswa untuk tidak langsung menjawab soal, melainkan membaca petunjuknya terlebih dahulu, serta mengingatkan mereka untuk menuliskan identitas mereka di kolom yang telah disediakan. Sama seperti tes siklus I, peneliti dibantu oleh kolaborator untuk mengawasi jalannya tes. Tes terdiri dari empat nomor dengan delapan butir soal berbentuk esai yang berfokus pada sub-materi membandingkan pecahan. Karena keterbatasan waktu, selesai tes siklus II, peneliti tidak mengulas jawaban dari soal-soal tes melainkan langsung memberikan informasi kepada siswa terkait keberlanjutan pembelajaran, sekaligus meminta perwakilan siswa untuk menjadi informan dalam sesi wawancara. Kali ini, peneliti mewawancarai beberapa siswa setelah semua jam pelajaran usai. Lalu
79
peneliti bergegas ke ruang guru untuk mengumpulkan dan mendiskusikan lembar observasi yang telah diisi oleh observer dan mewawancara observer terkait proses pembelajaran yang telah dilaksanakan selama siklus II. Secara keseluruhan, kegiatan tes siklus II berlangsung dengan tertib. Berikut adalah suasana kelas saat tes siklus II berlangsung:
Gambar 4.15 Suasana Kelas Ketika Tes Akhir Siklus II c. Observasi dan Analisis Sama seperti pelaksanaan siklus I, observer pada siklus II adalah guru kelas yang membantu mengisi lembar observasi terbimbing. Adapun peneliti melakukan observasi dan analisis terhadap LKS, tes, lembar observasi, wawancara
dan
catatan
lapangan
untuk
mengamati
perkembangan
kemampuan menulis matematis dan aktivitas siswa. Berikut merupakan deskripsi hasil analisis peneliti terhadap hasil tes kemampuan menulis matematis dan lembar observasi aktivitas siswa di siklus II: 1) Tes Kemampuan Menulis Matematis Salah satu indikator keberhasilan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan hasil skor rata-rata tes siklus minimal harus mencapai 70. Indikator ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui bagaimanakah penerapan pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa. Berikut ini merupakan distribusi skor tes kemampuan menulis matematis siswa pada siklus II:
80
Tabel 4.5 Distribusi Kelompok Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus II No.
Interval
fi
fk
f k (%)
1 2 3 4 5 6
35 – 45 46 – 56 57 – 67 68 – 78 79 – 89 90− 100
6 1 4 7 7 5
6 7 11 18 25 30
20% 23,33% 36,66% 59,99% 83,32% 100%
Nilai Tengah (X i ) 40 51 62 73 84 95
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai kemampuan menulis matematis siswa pada tes siklus II adalah 70,43 dengan tingkat ketuntasan sebesar 63,33%, artinya hanya 19 dari 30 siswa, dan siswa yang memperoleh nilai <70 hanya 11 siswa (36,67%). Artinya, tingkat ketuntasan kemampuan menulis matematis siswa sudah tinggi. Modus (Mo) dari tes siklus II ini 78,5 yang artinya banyak siswa yang memperoleh nilai 78,5 dengan median (Md) 73,79. Selain itu, standar deviasi mencapai 18,77 sedangkan jangkauan nilai siswa mencapai 65 karena nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 35. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan nilai antara siswa berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah masih cukup jauh. Secara visual, sebaran data dari kemampuan menulis matematis siswa pada siklus II dapat dilihat melalui histogram dan poligon sebagai berikut:
Diagram 4.2 Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis
81
Siklus II Berdasarkan data yang disajikan pada Diagram 4.2, terlihat bahwa kemampuan siswa paling banyak pada rentang nilai 68 hingga 89 sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan menulis matematis siswa pada siklus II mengelompok di atas. Karenanya, tidak mengherankan jika pencapaian tes siklus II ini sudah memenuhi salah satu indikator keberhasilan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, yaitu rata-rata nilai tes kemampuan menulis matematis siswa harus mencapai ≥70. Adapun kemampuan siswa berdasarkan ketiga dimensi kemampuan menulis matematis dapat dilihat berdasarkan hasil persentase nilai yang diperoleh dari tiap soal yang mewakili dimensi tersebut. Berikut ini perolehan nilai siswa berdasarkan ketiga dimensi kemampuan menulis matematis: Tabel 4.6 Perolehan Nilai Berdasarkan Dimensi Kemampuan Menulis Matematis Siklus II No.
Dimensi
Indikator
Σ Skor
Skor Ideal
%
1
Ketepatan
Membandingkan pecahan sederhana yang pembilangnya sama
105
120
87,50%
91
120
75,83%
98
120
81,67%
83
120
69,17%
83
120
69,17%
85
120
70,83%
63
120
52,50%
74 85
120 120
61,67% 71,17%
2
3
Penggunaan Istilah Matematis
Penjelasan Berpikir Matematis
Membandingkan pecahan sederhana yang penyebutnya sama Rata-rata Memecahkan masalah kontekstual yang berkaitan dengan pembandingan pecahan sederhana Rata-rata Memecahkan masalah kontekstual yang berkaitan dengan pembandingan pecahan sederhana Membandingkan pecahan sederhana yang kedua unsurnya berbeda Rata-rata Rata-rata Total
82
Keterangan: Jumlah (Σ) skor = jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa Skor ideal
= skor dari hasil perkalian antara skor maksimal setiap item/ soal (yakni 4) dengan jumlah siswa yang hadir mengikuti tes siklus (siklus I sebanyak 33 siswa).
Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh informasi mengenai indikator kemampuan menulis matematis siswa pada siklus II sebagai berikut: a) Ketepatan Dimensi ketepatan ada pada nomor satu dengan empat butir soal. Berdasarkan Tabel 4.6 di atas, terlihat bahwa ketepatan rata-rata siswa dalam membandingkan pecahan sederhana yang pembilang atau penyebutnya sama sudah mencapai 81,67%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada dimensi ketepatan, kemampuan menulis matematis siswa sudah mencapai kategori sangat baik. Kecenderungan jawaban siswa untuk dimensi ketepatan dapat dilihat pada Gambar 4.16.
Gambar 4.16 Jawaban Siswa pada Dimensi Ketepatan Pada Gambar 1, terlihat bahwa siswa menjawab dengan cuikup tepat dalam mengurutkan pecahan yang pembilangnya sama. Akan tetapi, ketika
83
membandingkan pecahan yang penyebutnya sama, siswa keliru, sehingga skor yang diperoleh pun berbeda. Hal ini terlihat pada poin 4.16(c) dan 4.16(d) yang juga mengharuskan siswa untuk membandingkan dua pecahan yang salah satu unsurnya senilai dengan memanfaatkan garis bilangan yang sudah disediakan.
Siswa
keliru
dalam
mengurutkan
pecahan,
sehingga
kesimpulannya pun salah dan skor yang diperoleh pun lebih rendah dibanding skor pada poin 4.16(a) dan 4.16(b).
b) Penggunaan Istilah Matematis Persentase skor rata-rata siswa pada dimensi penggunaan istilah matematis mencapai 69,17%. Rata-rata tersebut termasuk kategori baik, yang artinya bahwa kemampuan siswa dari dimensi penggunaan istilah matematis dalam
memecahkan
masalah
kontekstual
yang
berkaitan
dengan
pembandingan pecahan sederhana, sudah baik. Kecenderungan jawaban siswa untuk dimensi penggunaan istilah matematis dapat dilihat pada Gambar 4.17.
Gambar 4.17 Jawaban Siswa pada Dimensi Penggunaan Istilah Matematis Pada Gambar 4.17, terlihat bahwa jawaban siswa bernilai benar dalam menggunakan istilah matematis dan argumen yang diberikan, sehingga mendapatkan skor maksimal.
c) Penjelasan Berpikir Matematis Persentase skor rata-rata siswa pada dimensi penjelasan berpikir matematis mencapai 61,67%. Rata-rata tersebut termasuk kategori baik, yang artinya kemampuan menulis matematis siswa baik dalam memecahkan masalah kontekstual
yang berkaitan dengan pembandingan pecahan
sederhana. Berikut ini adalah kecenderungan jawaban siswa untuk dimensi penjelasan berpikir matematis dapat dilihat pada Gambar 4.18.
84
Gambar 4.18 Jawaban Siswa pada Dimensi Penjelasan Berpikir Matematis Pada Gambar 4.18, terlihat bahwa jawaban siswa sudah cukup maksimal karena jawaban semua poin benar meskipun minim penjelasan, sehingga mendapat skor maksimal. Berdasarkan uraian pencapaian kemampuan menulis matematis siswa tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa sudah baik dari dimensi ketepatan, penggunaan istilah matematis dan penjelasan berpikir matematis. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa salah satu indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah skor rata-rata siswa pada setiap tes kemampuan menulis matematis minimal harus mencapai 70. Mengingat bahwa nilai rata-rata tes kemampuan menulis matematis pada siklus II ini sudah mencapai 70,43 berarti indikator kesatu dari penelitian ini telah tercapai, meskipun nilainya hanya sedikit melewati nilai KKM.
2) Lembar Observasi dan Wawancara Lembar observasi dan wawancara digunakan untuk memperkuat informasi mengenai aktivitas siswa selama pembelajaran dengan penerapan pendekatan matematika realistik. Sehingga, perkembangan aktivitas siswa juga dapat dipantau dan dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan proses pembelajaran berikutnya. Berikut ini merupakan hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran siklus II:
85
Tabel 4.7 Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II No. 1
2 3 4 5
6 7 8 9 10
11 12
Pertemuan ke6 7 8
Aktivitas
Skor Maks. 15
Mendengarkan penjelasan guru mengenai tujuan 5 4 5 14 pembelajaran Menanggapi apersepsi yang 4 3 4 11 diberikan guru Mengajukan pertanyaan atau 3 3 4 10 tanggapan kepada guru Mengaitkan masalah dengan 4 4 4 12 konteks dunia nyata Siswa berusaha mencari pemecahan masalah 4 4 4 12 kontekstual Melakukan matematisasi 2 4 3 9 horizontal/membuat model Mempresentasikan hasil 3 2 3 8 diskusi dengan percaya diri Membandingkan jawaban 5 4 4 13 siswa lain dengan cermat Mendiskusikan jawaban 4 4 5 13 siswa lain Siswa berusaha menyimpulkan konsep yang 4 4 5 13 baru dipelajari Mencatat inti pembelajaran 4 3 4 11 yang telah dijelaskan guru Memperhatikan penguatan 5 4 5 14 yang diberikan oleh guru 47 43 50 140 Jumlah 60 60 60 180 Skor Maksimum 78,33% 71,67% 83,33% 77,78% Persentase Baik Baik Sangat Baik Kategori Baik
%
93,33% 73,33% 66,67% 80%
80% 60% 53,33% 86,67% 86,67%
86,67% 73,33% 93,33%
Berdasarkan Tabel 4.7 yang merupakan hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran siklus II, menunjukkan bahwa secara keseluruhan, respon siswa terhadap pembelajaran berbasis pendekatan matematika
realistik
sudah
termasuk
kategori
baik
dan
proses
86
pembelajarannya berjalan dengan baik pula. Diawali dengan pertemuan keenam yang mencapai kategori baik dikarenakan pembelajaran yang diterapkan peneliti kali ini dengan alat peraga yang variatif. Selain itu, kapasitas kelompok dibuat menjadi lebih besar sehingga siswa lebih leluasa dan nyaman dalam berdiskusi. Para siswa juga sudah terbiasa dengan langkahlangkah pembelajaran yang harus mereka lakukan. Selanjutnya pada pertemuan ketujuh, terjadi penurunan yang cukup signifikan. Penurunan yang terjadi disebabkan oleh banyaknya siswa yang tidak hadir pada hari itu, yakni mencapai sembilan orang atau setara dengan 25,7%. Padahal, secara umum, terjadi perbaikan kualitas dari aktivitas siswa selama pembelajaran hari itu. Terakhir, pada pertemuan kedelapan, terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Berdasarkan pengamatan peneliti, hampir semua siswa terlihat sudah terbiasa dengan pendekatan pembelajaran yang dilakukan, seperti berdiskusi, mempresentasikan dan membandingkan jawaban. Meskipun faktanya siswa masih mengalami kesulitan ketika diminta membuat kesimpulan di akhir pembelajaran, namun hal tersebut masih lebih baik dibanding pertemuan-pertemuan sebelumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran berjalan dengan baik dan tidak ada kendala yang berarti. Berdasarkan wawancara dengan guru matematika kelas III, dapat disimpulkan bahwa guru sangat senang dengan antusiasme siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, dengan keaktifan dan keberanian siswa untuk bertanya dan menyampaikan ide matematika, juga dengan kemandirian mereka dalam berdiskusi. Selanjutnya, berdasarkan wawancara dengan siswa dapat disimpulkan bahwa siswa senang dengan proses pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dikarenakan siswa memudahkan mereka dalam memahami konsep, melatih kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah kontekstual dan secara tidak langsung mengetahui manfaat dari pembelajaran matematika itu sendiri bagi kehidupan mereka sehari-hari. Selain itu, siswa juga jadi lebih sedikit percaya diri karena belajar untuk menyampaikan pendapat (melalui presentasi).
87
d. Refleksi Pada tahap ini peneliti dan guru matematika kelas III melakukan refleksi terhadap analisis data dan pelaksanaan pembelajaran siklus II. Adapun hasil refleksi tersebut adalah sebagai berikut: Secara umum, suasana kelas pada pelaksanaan pembelajaran yang berbasis pendekatan matematika realistik siklus II terlihat lebih kondusif dan siswa terlihat antusias dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang terdapat di LKS. Antusias dan respon positif siswa terhadap pembelajaran matematika siklus II dan juga terhadap peneliti ditunjukkan dari tanggapan siswa yang sangat kecewa saat peneliti menyampaikan bahwa peneliti sudah tidak akan mengajar kelas III lagi dikarenakan penelitian telah berhasil dan harus dihentikan. Siswa menyampaikan bahwa siswa lebih senang dan paham ketika diajarkan dengan menggunakan pendekatan matematika realistik Nilai rata-rata tes kemampuan menulis matematis siswa pada siklus II adalah 70,43 yang dapat dikategorikan bahwa rata-rata kelasnya baik. Jumah skor tes kemampuan menulis matematis siswa mencapai 427 dari jumlah skor ideal 600 sehingga persentase skor yang dicapai adalah 71,17%. Hal tersebut menunjukkan bahwa indikator keberhasilan kesatu yang ditetapkan pada penelitian ini juga telah tercapai. Berdasarkan perolehan data yang telah dikumpulkan berupa tes akhir kemampuan menulis matematis, lembar observasi aktivitas siswa, pedoman wawancara, catatan lapangan serta foto dokumentasi selama siklus II, didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa kedua indikator keberhasilan yang ditetapkan pada penelitian ini telah tercapai dan terjadi peningkatan. Oleh karena itu, maka penelitian tindakan kelas ini dihentikan sampai siklus II.
B. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan membandingkan hasil tes kemampuan menulis matematika siswa dan hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I dan II. Analisis penelitian ini dilakukan pada hal-hal yang spesifik agar diperoleh
88
informasi yang detail dan akurat mengenai peningkatan kemampuan menulis matematis dan aktivitas siswa. Berikut ini hasil analisis dan interpretasi data: 1. Analisis Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Tes kemampuan menulis matematis dilaksanakan pada setiap akhir siklus dengan soal sesuai dengan materi yang telah dipelajari oleh siswa pada setiap siklusnya. Secara umum, hasil tes siklus I dan II dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Statistik Deskriptif Siklus keI
II
Rata-rata (Mean)
59,91
70,43
Skor Maksimum
100
100
Skor Minimum
12,50
35
Modus (Mo)
46,50
78,50
Median (Md)
57,75
73,79
Standar Deviasi (Sd)
21,62
18,77
Tabel 4.8 menunjukkan adanya perbedaan perhitungan statistik deskriptif antara kedua siklus. Berdasarkan Tabel 4.8, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kemampuan menulis matematis siswa pada siklus II lebih tinggi daripada nilai rata-rata pada siklus I, dengan selisih 10,52. Nilai siswa tertinggi dari dua siklus tersebut memang terdapat pada kedua siklus, dengan nilai 100, akan tetapi nilai terendah terdapat pada siklus I dengan nilai 12,50, artinya kemampuan menulis matematis perorangan tertinggi terdapat di siklus II sedangkan kemampuan menulis matematis perorangan terendah terdapat di siklus I. Dengan kata lain, telah terjadi peningkatan kemampuan menulis matematis siswa pada pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik. Secara visual, histogram hasil perbandingan tes kemampuan menulis matematis siswa pada siklus I dan siklus II disajikan sebagai berikut:
89
Diagram 4.3 Perolehan Rata-rata Skor Kemampuan Menulis Matematis Siswa Siklus I dan II Berdasarkan Diagram 4.3 di atas, terlihat bahwa terjadi peningkatan ratarata skor hasil tes kemampuan menulis matematis siswa, yaitu dari 59,91 pada siklus I, meningkat menjadi 70,43 pada siklus kedua, yang artinya penelitian ini telah mencapai indikator keberhasilan. Pada tes siklus I hanya ada 12 siswa (36,36%) dari 33 siswa yang mengikuti tes siklus I, yang mencapai KKM (70), dan pada siklus II yang berhasil mencapai KKM meningkat menjadi 19 siswa (63,33%) dari 30 siswa yang mengikuti tes siklus II. Jika perolehan kedua siklus dibandingkan, maka penelitian dengan penerapan pendekatan matematika realistik dapat dikatakan berhasil untuk meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa. Pada siklus I ada 12 siswa yang memperoleh nilai sangat rendah yaitu di bawah 50. Pada siklus II terjadi perubahan yang signifikan, karena hanya ada 6 siswa yang memperoleh nilai di bawah 50. Ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis matematis siswa meningkat dan secara tidak langsung membuktikan bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa juga membaik, meskipun hal tersebut tidak menjadi fokus dalam penelitian ini. Siswa yang mengalami peningkatan nilai dari siklus I ke II ada 17 siswa dengan seorang siswa yang mengalami peningkatan terbesar yaitu S34, dengan peningkatan sebesar 57,5 poin. Namun ada juga siswa yang mengalami stagnasi, yakni S4 dan S35 yang pada tes siklus I dan II masing-masing berhasil mendapatkan nilai 75 dan 100.
90
Pada tes akhir siklus tidak hanya terjadi peningkatan tetapi juga terjadi penurunan nilai dari tes siklus I ke II, yakni sebanyak 10 siswa, dengan penurunan terbesar yaitu (-)38,33 poin dari 83,33 menjadi 45, yang dialami oleh S8. Sisanya, yakni sebanyak 6 siswa, yakni S15, S24, S26, S27, S28 dan S29 tidak termasuk penghitungan karena mereka tidak mengikuti salah satu atau bahkan kedua tes akhir siklus tersebut, sehingga peneliti tidak bisa mengamati progress yang mereka alami secara utuh. Jika diamati, penurunan skor dari tes siklus I ke II adalah siswa-siswa yang berkemampuan baik dan turun menjadi kategori cukup baik pada siklus II. Penurunan ini masih mengindikasikan bahwa siswa memiliki kemampuan menulis matematis yang baik. Siswa yang sangat rendah kemampuan menulis matematisnya adalah S6, S9, S14 dan S25 karena nilai kedua siswa tersebut tidak pernah mencapai lebih dari 50. Berdasarkan pengamatan dan wawancara peneliti kepada keempat siswa tersebut, mereka tidak berminat terhadap pelajaran matematika. Mereka mengatakan bahwa matematika itu sulit untuk dipahami. Bahkan siswa sering kesulitan dalam mengoperasikan perhitungan dasar, seperti penjumlahan dan pengurangan. Untuk kedua siswa ini, perlu ada perlakuan khusus. Bahkan berdasarkan wawancara dengan guru, keempat siswa ini memang lemah sekali dalam pelajaran matematika pada semester satu. Selain terdapat siswa yang berkemampuan rendah, terdapat pula siswa yang memiliki rata-rata nilai ≥80 dengan kategori kemampuan menulis matematisnya sangat baik, yaitu S16, S18, S23, S31, S32 dan S35. Di antara keenam siswa tersebut, S35 memperoleh rata-rata skor tertinggi, yakni mencapai 100. Secara rinci, perolehan skor pada tiap-tiap dimensi kemampuan menulis matematis siswa yang terdiri dari ketepatan, penggunaan istilah matematis dan penjelasan berpikir matematis adalah sebagai berikut:
91
Tabel 4.9 Persentase Kemampuan Menulis Matematis Siswa Perdimensi Dimensi
Siklus I
Siklus II
Ketepatan
67,80
81,67
Penggunaan Istilah Matematis
57,58
69,17
Penjelasan Berpikir Matematis
54,55
61,67
Berdasarkan Tabel 4.9 diperoleh informasi bahwa perolehan skor dari siswa yang menjawab benar pada dimensi ketepatan mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II, yakni sebesar 13,87%. Peningkatan yang sangat signifikan tersebut dikarenakan pada siklus II siswa sudah lebih teliti dalam proses penyelesaian masalah kontekstual. Rata-rata kemampuan menulis matematis siswa dimensi ketepatan pada siklus II mengenai membandingkan nilai dari dua pecahan sederhana sudah baik. Meskipun mengalami peningkatan dengan persentase terendah, persentase rata-rata dari kedua siklus pada dimensi ketepatan mencapai 74,74%. Dimensi penggunaan istilah matematis mengalami peningkatan yang juga signifikan, yakni mencapai 11,59% . Ini dikarenakan pada setiap pertemuan dalam kedua siklusnya peneliti selalu memberikan soal yang menuntut siswa untuk menggunakan istilah matematis. Meskipun mengalami peningkatan dengan persentase terbesar kedua, persentase rata-rata dari kedua siklus untuk dimensi penggunaan istilah matematis hanya mencapai 63,38%. Adapun dalam dimensi penjelasan berpikir matematis, dari siklus I ke siklus II hanya mengalami peningkatan sebesar 7,12%, merupakan peningkatan yang tidak signifikan. Persentase rata-rata dari kedua siklus untuk dimensi ini merupakan yang terendah, karena hanya mencapai 58,11%. Pada siklus II, untuk soal berdimensi penjelasan berpikir matematis ini soal nomor empatlah yang membuat turunnya persentase, ini dikarenakan pemahaman konsep siswa dalam menyelesaikan soal yang berindikator membandingkan nilai dua pecahan sederhana yang salahsatu atau kedua unsurnya berbeda masih kurang baik. Berdasarkan wawancara, siswa memang mengamati kesulitan dalam memahami
92
soal-soal seperti ini karena mereka masih sering tertukar antara pembilang dan penyebut. Selain itu, ternyata banyak di antara mereka yang tidak mencatat kesimpulan pada saat pembelajaraan tersebut berlangsung, sehingga mereka lupa dengan pembahasan soal yang sudah dijelaskan oleh peneliti. Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran pada penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti selama dua siklus, diperoleh kebenaran informasi, yakni bahwa soal-soal yang menekankan dimensi ketepatan lebih dikuasai oleh para siswa dibandingkan dengan soal-soal berdimensi penggunaan istilah matematis ataupun penjelasan berpikir matematis. Hal tersebut dapat dilihat jelas dari hasil analisis terhadap persentase perolehan skor dari ketiga dimensi, yakni bahwa kemampuan siswa pada kedua dimensi tersebut mengalami peningkatan yang tidak lebih signifikan dibandingkan dengan peningkatan pada dimensi ketepatan, setelah dilakukan perbaikan melalui pelaksanaan siklus II. Secara visual, hasil perbandingan persentase perolehan skor tiap dimensi kemampuan menulis matematis siswa pada siklus I dan II disajikan melalui diagram seperti berikut:
Diagram 4.4 Persentase Kemampuan Menulis Matematis Siswa Perdimensi 2. Analisis Hasil Observasi Aktivitas Siswa Jika tes akhir siklus digunakan untuk mengukur kemampuan menulis matematis siswa secara kuantitatif maka observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran digunakan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran berbasis
93
matematika realistik secara kualitatif. Kegiatan observasi terhadap aktivitas siswa dilakukan setiap pertemuan selama siklus I dan II berlangsung, yakni sebanyak sembilan pertemuan dengan tujuh pertemuan untuk proses pembelajaran. Jadi, pada pertemuan kelima (P5) dan kesembilan (P9) tidak dilakukan observasi karena keduanya merupakan pertemuan untuk tes akhir siklus I dan II. Sedangkan untuk rekapitulasi hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran yang dilakukan pada siklus I dan II dapat dilihat melalui sajian tabel berikut ini: Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I No Aktivitas 95% 1 Mendengarkan penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran 50% 2 Menanggapi apersepsi yang diberikan guru 35% 3 Mengajukan pertanyaan atau tanggapan 50% 4 Mengaitkan masalah dengan konteks dunia nyata 55% 5 Siswa berusaha memecahkan masalah kontekstual 45% 6 Melakukan matematisasi horizontal 30% 7 Mempresentasi-kan hasil diskusi 60% 8 Membandingkan jawaban siswa lain 60% 9 Mendiskusikan jawaban siswa lain 40% 10 Siswa berusaha menyimpulkan konsep yang baru dipelajari 60% 11 Mencatat inti pembelajaran yang telah dijelaskan guru 90% 12 Memperhatikan penguatan yang diberikan guru Rata-rata Persentase 55,83%
Siklus II 93,33% 73,33% 66,67% 80% 80% 60% 53,33% 86,67% 86,67% 86,67% 73,33% 93,33% 77,78%
Berdasarkan Tabel 4.10 mengenai hasil observasi proses pembelajaran pada siklus I dan II, diperoleh informasi bahwa terjadi peningkatan kualitas proses pembelajaran berupa partisipasi aktif siswa, yang awalnya hanya 55,83% meningkat secara signifikan menjadi 77,78%. Hasil observasi tersebut menunjukkan bahwa siswa mengikuti dengan baik setiap tahap dalam pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik. Secara visual, sebaran data dari persentase hasil observasi aktivitas siswa selama siklus I dan II disajikan melalui histogram dan poligon seperti di bawah ini:
94
Diagram 4.5 Histogram dan Poligon Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pada Siklus I dan II Pada Diagram 4.5 di atas, terlihat bahwa selama penelitian berlangsung, aktivitas siswa sempat mengalami penurunan sebanyak dua kali, yakni pada pertemuan keempat (P4) dan ketujuh (P7). Hal tersebut dikarenakan faktor human error, yakni kelalaian peneliti dalam mengantisipasi dan memprediksi tingkat kesulitan materi pada pertemuan keempat, serta tingginya tingkat ketidakhadiran siswa pada pertemuan ketujuh. Sebagai tambahan, hasil wawancara dengan guru dan siswa pada siklus I dan II memperkuat informasi bahwa guru dan siswa merespon positif proses pembelajaran yang berbasis pendekatan matematika realistik karena selain dapat meningkatkan partisipasi aktif (aktivitas) siswa selama proses pembelajaran dan juga meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa. Selain itu, secara tidak langsung juga telah membantu siswa dalam memahami konsep matematika dengan cara yang mudah dan menyenangkan karena menggunakan alat peraga. Hanya saja terkadang siswa menjadikan alat peraga dan bahan lainnya sebagai permainan yang membuat mengganggu jalannya pembelajaran dan alokasi waktu terasa singkat.
95
C. Pembahasan Temuan Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, diketahui bahwa pembelajaran matematika berbasis pendekatan matematika realistik yang diterapkan pada siswa kelas III MIN Bantargebang berhasil meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa, yang juga secara tidak langsung membuktikan bahwa pemahaman siswa terhadap konsep matematika juga meningkat. Peningkatan tersebut diketahui setelah dilakukan analisa terhadap hasil tes kemampuan menulis matematis di setiap akhir siklus. Selain kemampuan menulis, ternyata berdasarkan hasil analisis terhadap lembar observasi aktivitas siswa diketahui, bahwa siswa yang berpartisipasi aktif selama pembelajaran terus meningkat pada peralihan pertemuan dan siklusnya. Berdasarkan lembar observasi, siswa yang aktif dalam pembelajaran berbasis pendekatan berbasis matematika realistik mencapai 77,78% pada siklus II, naik sebanyak 21,95%. Ini menunjukkan bahwa siswa merasa senang dan nyaman dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik serta siswa merasakan manfaat dari pendekatan tersebut. Hasil observasi tersebut juga didukung oleh hasil wawancara terhadap siswa yang dilakukan di setiap akhir siklus. Melalui observasi dan analisa terhadap LKS dan lembar tes, peneliti (yang bertindak sebagai guru) dapat menilai pemahaman siswa terhadap suatu konsep matematika, termasuk jika terjadi miskonsepsi. Temuan ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Countryman (1992), yang menawarkan empat kelebihan menulis matematis, yaitu: 1) Siswa menulis untuk terus menjaga apa saja yang mereka kerjakan dan pelajari; 2) Siswa menulis untuk menyelesaikan masalah matematika; 3) Siswa menulis untuk memaparkan ide matematika; dan 4) Siswa menulis untuk menggambarkan proses pembelajaran. 1 Peningkatan kemampuan menulis matematis tersebut, secara tidak langsung juga telah membuktikan bahwa melalui pendekatan matematika realistik, masalah kesulitan siswa dalam memahami konsep telah terbantu/teratasi. Hal tersebut sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan “...dalam setiap kesempatan, 1
Vicki Urquhart, Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning, (Colorado: McREL, 2009), h. 6.
96
pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika”. 2 Selain itu, diketahui pula bahwa pembelajaran berbasis pendekatan Metamatika
Realistik
juga
dapat
meningkatkan
aktivitas
siswa
dalam
pembelajaran matematika. Temuan ini sesuai dengan salahsatu karakteristik dari pembelajaran
berbasis
pendekatan
matematika
realistik,
yakni
adanya
interaktivitas. Temuan pada hasil tes kemampuan menulis matematis dan observasi terhadap aktivitas siswa yang telah dipaparkan tersebut serupa dengan hasil penelitian kuasi eksperimen yang dilakukan oleh Raudatul Husna, dkk. (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa SMP Kelas VII Langsa”. Salah satu hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa dengan menggunakan pendekatan matematika realistik lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 3 Meskipun penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Raudatul dan kawankawan tersebut merupakan kuasi eksperimen yang menggunakan siswa SMP sebagai subjek penelitiannya, sedangkan penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang menggunakan siswa SD sebagai subjek penelitiannya, namun hasil dari kedua penelitian tersebut relevan. Hal ini dikarenakan, pada penelitian terdahulu berhasil meningkatkan kemampuan komunikasi matematik yang notabene “rumah” bagi kemampuan menulis matematis. Kedua penelitian berhasil meningkatkan kedua variabel (kemampuan matematis) tersebut
melalui
penerapan pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik.
2
Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI, (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006), h. 147-148. 3 Raudatul Husna, dkk., “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa SMP Kelas VII Langsa”, Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol 6 Nomor 2, 2012, h. 175.
97
Hanya saja, masih terdapat hambatan dan juga kekurangan dalam penelitian tindakan ini. Hambatan yang terjadi ialah kesulitan menyesuaikan alokasi waktu untuk setiap fase/tahapan pembelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia. Tidak jarang, karena terlalu lama berdiskusi menyebabkan minimnya alokasi waktu untuk membandingkan jawaban dan menyimpulkan. Padahal, peneliti sudah berusaha untuk meminimalisir hambatan tersebut dengan cara meminta siswa duduk secara berkelompok sejak tahap/fase awal pembelajaran, namun hal itu memberikan pengaruh yang tidak terlalu signifikan. Selain itu, hambatan lain yang peneliti alami juga serupa dengan kekurangan pendekatan matematika realistik, seperti yang diungkapkan oleh Edy Tandiling dalam makalahnya “Implementasi Realistic Mathematics Education di Sekolah”, yakni: 4 1) Karena sudah terbiasa diberikan informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya; 2) Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah; 3) Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya yang belum selesai; dan 4) Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu, karena jika tidak, maka siswa masih akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika.
4
Edy Tandiling, Implementasi Realistic Mathematics Education di Sekolah, FMIPA FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak, h. 3, tidak dipublikasikan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Pembelajaran matematika berbasis pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa. Hal ini terlihat dari peningkatan rata-rata skor yang dicapai siswa pada hasil tes kemampuan menulis matematis, yakni yang awalnya hanya 59,91 pada tes siklus I kemudian meningkat menjadi 70,43 pada tes siklus II. Kemampuan menulis matematis yang dimaksud dalam penelitian ini dilihat dari dimensi ketepatan jawaban siswa, dimensi penggunaan istilah matematis, dan dimensi penjelasan berpikir matematis. 2. Pembelajaran matematika dengan penerapan pendekatan matematika realistik juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika. Hal ini dikarenakan persentase aktivitas siswa di siklus I yang awalnya hanya 55,83% meningkat secara signifikan menjadi 77,78% di siklus II.
B. Saran Adapun saran berdasarkan penelitian ini adalah: 1. Bagi para guru yang ingin meningkatkan kemampuan menulis matematis siswanya−yang termasuk kategori berkemampuan rendah dalam pembelajaran matematika−sebaiknya menerapkan pendekatan matematika realistik dan mulai menggunakan soal yang berbentuk esai/uraian, guna mengeksplorasi ide-ide matematis dan kemampuan menulis matematis siswa. 2. Bagi para siswa, agar lebih memperhatikan penulisan dalam penyelesaian masalah atau soal-soal matematika agar tidak terjadi kesalahan dalam perhitungan dan penarikan kesimpulan.
98
99
3. Proses pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik sebaiknya lebih sering diterapkan, karena secara tidak langsung dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika secara lebih mudah dan sederhana dan siswa lebih bisa merasakan manfaat dari pembelajaran matematika yang mereka terima di sekolah. 4. Bagi sekolah, sebaiknya mendukung pembelajaran matematika dengan penerapan pendekatan matematika realistik, misalnya menyediakan bahan ajar yang berbasis pendekatan matematika realistik. 5. Bagi pembaca yang berminat untuk meneliti, sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai kemampuan menulis matematis dilengkapi dengan teknik menulis
matematis
dalam
pembelajaran
matematika,
sehingga
turut
memperkuat teori-teori kemampuan menulis matematik secara empiris. Selain itu, terbuka kemungkinan untuk menerapkan pendekatan matematika realistik dalam upaya meningkatkan aspek lain dari kemampuan komunikasi matematis.
DAFTAR PUSTAKA Anisa, Witri Nur. “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Untuk Siswa SMP Negeri di Kabupaten Garut”. Jurnal Pendidikan dan Keguruan, artikel 8, 2014. Ansari, Bansu Irianto. “Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write”. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Perpustakaan UPI Bandung: t.t. tidak dipublikasikan. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Cet. XIV, 2006. ---------. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, Cet. X, 2009. ---------. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. IX, 2010. Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, Cet. I, 2009. H, Alek, dan P, Achmad H. Buku Ajar Bahasa Indonesia. Jakarta: FITK Press UIN Syarif Hidayatullah, t.t. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Bandung: Fokusmedia, 2009.
Nasional,
Husna, Raudatul, dkk. “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa SMP Kelas VII Langsa”, Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, 6, 2012. Junaedi, Iwan, “Pembelajaran Matematika dengan Strategi Writing in Performance Tasks (WiPT) untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: ____, tidak dipublikasikan.
100
101
Lee,
Kevin P., “A Guide to Writing Mathematics”. http://www.cs.uucdavis.edu/writingman.pdf, 17 September 2014.
Lefler, Stacie. “Writing in Mathematics Classroom: A Form of Communication and Reflection”. Action Research Project, Heaton: Math in Middle Institute Partnership, 2006. “Overview TIMSS and PIRLS 2011 Achievement.pdf.” http://timssandpirls.bc.edu./data-release-2011, 10 Mei 2014. Oxford Learner’s Pocket Dictionary: Third Edition. China: Oxford University Press, 2005. Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2006. Resmini, Novi dan Juanda, Dadan. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Edisi Kesatu. Bandung: UPI Press, 2007. Riduwan. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta, Cet.VII, 2009. Saddhono, Kundharu dan Slamet, St.Y. Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Bandung: Karya Putra Darwati, 2012. Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006. Suherman, Eman. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung:JICA-UPI, 2003. Sukarno. Penelitian Tindakan Kelas: Prinsip-prinsip Dasar, Konsep dan Implementasinya. Surakarta: Media Perkasa, 2009. Sumaryanta. “Pembelajaran Matematika Realistik dan Strategi Implementasinya di Kelas”. http://www.p4tkmatematika.org,15 September 2014.
102
Tandiling, Edy. “Implementasi Realistic Mathematics Education di Sekolah”. Universitas Tanjungpura Pontianak: t.t. tidak dipublikasikan. Tarigan, Henry Guntur. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa, 2008. Urquhart, Vicki. Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning. Colorado: McREL, 2009. Wegener, Delano P. “Writing Mathematics Correctly: Guidelines for Math http://www.college-algebra.com/essays/writing-mathematics160C”. correctly.pdf., 18-Agustus-2014. Widayanti, Esti Yuli, dkk. Pembelajaran Matematika MI Paket 1-6. Edisi 1. Surabaya: LAPIS PGMI, 2009. Wijaya, Ariyadi. Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Jogjakarta: Graha Ilmu, Cet. I, 2012. Winayawati, L., dkk. “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi Think-Talk-Write Terhadap Kemampuan Menulis Rangkuman dan Pemahaman Matematis Materi Integral”. Unnes Journal of Research Mathematics Education, 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/ide Diakses pada tanggal 6 Juli 2015.
103
Lampiran 1
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
Lampiran 2
Lembar Kerja Siswa Kelompok
:
Nama Siswa
:
Hari/Tanggal : Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___. 1. Baca dan pahamilah masalah di bawah ini! Rafi memiliki selembar kertas. Rafi ingin membagi kertas itu kepada Fia dan Ina. a. Bagaimanakah cara yang tepat untuk memberikan kertas itu agar setiap teman mendapat kertas sama banyak/rata? Jawab: Bentuk awal kertas
Bentuk akhir kertas
b. Arsirlah salah satu potongan kertas! Perhatikan kembali potongan kertas yang telah kalian tempel! Apakah ukurannya sama besar? c. Isilah titik-titik di bawah ini! Banyak potongan kertas yang diperoleh Fia dan Ina Banyak potongan kertas seluruhnya Rasio antara banyaknya potongan kertas yang diperoleh dengan semua potongan Nilai 1 potong kertas :
angka ini disebut … angka ini disebut …
d. Apa yang kamu pahami tentang pecahan? Jadi, pecahan adalah …
:
122
Lembar Kerja Siswa Kelompok
:
Nama Siswa
:
Hari/Tanggal : Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
1. Ibu pergi ke supermarket untuk membeli bahan makanan, seperti cokelat batang, buah belimbing, roti dan kue. Tiba di rumah, bahan makanan itu langsung dipotong-potong menjadi beberapa bagian yang ukurannya sama besar. Kemudian, ibu memakan cokelat batang,
𝟏 𝟑
kue, dan
yang diambil ibu!
…
𝟐 𝟖
𝟑 𝟓
bagian belimbing,
𝟐 𝟔
potong roti. Tentukanlah makanan dan bagian-bagian
….
….
…..
2. Ayah ingin memperbaiki sejumlah lantai keramik yang rusak, berbentuk persegi dengan ukuran 4x4 lantai. Berapakah setengah, seperempat, seperdelapan, dan tiga perempat dari jumlah keramik? Buktikan! Jawab:
(setengah) dari 16 keramik =
𝟏 𝟒
(
…
...
) dari 16 = …
𝟏 𝟖
𝟑 𝟒
(
…
) dari 16 = …
(
…
) dari 16 = …
123
Tugas Individual 3. Ayo kita perhatikan gambar dan lengkapi kalimat di bawah ini! a. Luas daerah yang diarsir pada gambar di samping adalah (… : … ) = ___ , dibaca
…
atau
…
b. Luas daerah yang diarsir pada gambar di samping adalah (… : …) = ___ , dibaca
...
atau
…
c. Luas daerah yang diarsir pada gambar di samping adalah (… : …) = ___ , dibaca
...
atau
…
d. Banyak daerah yang diarsir pada gambar di samping adalah (… : …) = ___ , dibaca
...
atau
…
e. Banyak daerah yang diarsir pada gambar di samping adalah (… : …) = ___ , dibaca
...
atau
…
Kesimpulan: Pembilang adalah … Penyebut adalah … Cara penulisan lambang pecahan yang benar memakai tanda … ( memakai … (
), bukan
).
Belajar asik dengan matematika realistik ~ Selamat Mengerjakan!! ~
124
Lembar Kerja Siswa Kelompok
:
Nama Siswa
:
Hari/Tanggal : Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___. 1. Misalkan segitiga di samping ini menunjukkan Bagaimanakah bentuk asli/utuh tahu? Jadi, …
𝟏 𝟐
tahu.
Jawab:
… tahu yang dibagi menjadi dua, menghasilkan potong setengahan.
2. Perhatikan gambar berikut ini, lalu 3. Jika ada dua batang cokelat yang lengkapi kalimat di bawahnya!
dibagikan kepada empat anak, berapa potongkah cokelat yang diperoleh setiap anak? Jawab:
… buah jeruk dibelah menjadi
…
bagian yang sama besar. Sehingga, ada 8 potong
… 4. Dari ketiga gambar di samping, gambar mana
(a)
(b)
(c)
𝟏 𝟒
sajakah
yang
menunjukkan
bagian? Mengapa?
Jawab:
5. Apa perbedaan dari kedua gambar di a. samping? Jelaskan!
=
Jawab: b.
= dua-…
~ Selamat Mengerjakan!! ~
…
125
Lembar Kerja Siswa Kelompok
:
Nama Siswa
:
Hari/Tanggal : Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
1. Anis membeli tiga pita yang sama panjang. Pita-pita itu berwarna kuning, merah dan biru. Ia membagikan pita kuning kepada 4 adiknya, pita merah untuk 5 orang temannya, dan pita biru untuk ketiga sepupunya. Di antara mereka, siapakah yang mendapatkan pita paling panjang? Urutkanlah dari yang terpanjang! Jawab:
2. Dalam perlombaan lari estafet, Rian berhasil menempuh 1
1 10
km, Doni
1 8
km dan
Anjar 6 km. Siapakah yang berhasil menempuh lintasan terpanjang? Urutkanlah dari
yang terpanjang! Jawab:
1 2
3. Bapak membeli kg kapas dan Jawab:
1 2
kg paku. Apakah keduanya sama berat? Mengapa?
126
4. Dapatkah kamu membuat kesimpulan dari jawaban soal nomor 1 dan 2? Sebutkan! Jawab: Jadi, jika pembilang sama-penyebut beda, semakin …
…
penyebut, semakin
nilai pecahan.
Pengurutan pecahan seperti itu dengan memperhatikan ....
Tugas Individual 5. Isilah titik-titik di bawah ini dengan tanda lebih besar (>), lebih kecil (<) atau sama dengan (=), serta lengkapilah garis bilangannya!
a. b. c. d. e.
2
10
…
4
…
7
…
6
…
8
…
7 8
14 12
2 8
4
12 7
14 6 7
8
16
2
0 4
12
7
14
9
2 7
4
=
4
1
=2
=1
=1 1
=2
=1
1
=2
=1
Belajar asik dengan matematika realistik ~ Selamat Mengerjakan!! ~
127
Lembar Kerja Siswa Kelompok
:
Nama Siswa
:
Hari/Tanggal : Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
1. Firda mempunyai sebuah kue. Seperempatnya diberikan kepada Mia dan sisanya kepada Roni. a. Berapa bagiankah kue yang diterima Mia dan Roni? b. Siapakah yang menerima bagian kue paling besar? Mengapa? Jawab:
2. Ayah memiliki sebatang bambu yang memiliki 10 ruas sama panjang. Lalu ia potong menjadi dua. 4 ruas untuk tiang jemuran dan sisanya untuk tiang bendera. a. Nyatakan panjang kedua tiang itu dalam bentuk pecahan! b. Manakah yang lebih panjang, tiang jemuran atau tiang bendera? Mengapa? Jawab:
3. Dapatkah kamu membuat kesimpulan dari jawaban soal nomor 1 sampai 2? Sebutkan! Jawab:
128
Jadi, jika pembilang beda-penyebut sama, semakin …
…
pembilang, semakin
nilai pecahan.
Cara mengurutkannya dengan memperhatikan
…
.
Tugas Individual 4. Isilah titik-titik di bawah ini dengan tanda: lebih besar (>), lebih kecil (<) atau sama dengan (=)!
a.
b. c. d.
e.
7
10
…
3
…
8
…
7 12 6 8 3 9
…
…
2 8
5
10 6 7 4
12
1
0
8
= 10 2
10
0
=1
1
0
0
1 3
= 12 4 8
1 3 1 9
1
=4
1
1
= 12 3 8
=2 12
1
=2
=1
3
3 6 9
=1
9 9
=1
Belajar asik dengan matematika realistik ~ Selamat Mengerjakan!! ~
129
Lembar Kerja Siswa Kelompok
:
Nama Siswa
:
Hari/Tanggal : Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
1. Seorang siswa kelas empat mengatakan bahwa
1 2
pita kertas dan
3 4
pita kertas
berukuran sama panjang karena keduanya memiliki selisih satu. Apakah kamu setuju? Jelaskan alasannya! Jawab:
2. Seorang pelari cepat telah empat kali latihan di suatu lintasan. Panjang lintasan yang berhasil ia tempuh berbeda-beda (seperti gambar di bawah ini). Tuliskan panjang lintasan dan urutkanlah dari lintasan yang terpendek (dengan kata dan simbol)! Jawab: Lintasan A = … km.
Lintasan B = … km.
Lintasan C = … km.
Lintasan D = … km.
130
Urutan lintasan (terpendek-terpanjang): Lintasan … < lintasan … < lintasan … < lintasan … Jadi, Lintasan … adalah lintasan yang terpendek Lintasan … adalah lintasan yang terpanjang
3. Perhatikan lintasan A dengan B serta lintasan C dengan D pada gambar di atas! Dapatkah kamu menemukan garis yang sejajar? Hubungkanlah garis-garis itu! a.
pada lintasan A, setara dengan
pada lintasan … atau,
=
b.
pada lintasan … , setara dengan
pada lintasan D atau,
=
dan
=
Tugas Individual 3
4. Manakah yang lebih besar, atau Jawab:
7
4 9
? (gunakan cara lain selain gambar!)
Belajar asik dengan matematika realistik ~Selamat Mengerjakan!! ~
131
Lampiran 3 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus I
Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) Kelas/Semester
: III (Tiga) / II (Dua)
Standar Kompetensi: 3. Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam pemecahan masalah Kompetensi Dasar : 3.1 Mengenal pecahan sederhana No.
Indikator
Dimensi
Pencapaian
Ketepatan
Penggunaan
Penjelasan
Kompetensi
(K)
Istilah
Berpikir
Matematika
Matematis
(I)
(P)
1
7
(IPK)
1
Jumlah
Menuliskan pecahan
Soal
2
dan unsurnya 2
Membaca
dan
2
2
menuliskan lambang (a) dan (b) bilangan pecahan 3
Membilang pecahan
3
sederhana 4
2
(invalid)
Menyajikan pecahan
5
nilai
6
4
2
3
8
sederhana
menggunakan model Jumlah Soal
3
2
132
Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus II
Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) Kelas/Semester
: III (Tiga) / II (Dua)
Standar Kompetensi: 3. Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam pemecahan masalah Kompetensi Dasar : 3.2 Membandingkan pecahan sederhana 3.2 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan pecahan sederhana No.
1
2
3
4
Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)
Membandingkan pecahan sederhana yang pembilangnya sama Membandingkan pecahan sederhana yang penyebutnya sama Membandingkan pecahan sederhana yang kedua unsurnya berbeda Memecahkan masalah kontekstual yang berkaitan dengan pecahan sederhana Jumlah Soal
Ketepatan (K)
Dimensi Penggunaan Istilah Matematika (I)
Penjelasan Berpikir Matematis (P)
Jumlah Soal
1 (a), (b)
2
1 (c), (d)
2
4
4 (invalid)
5
2
2
3
3
2
2
8
133
Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Menulis Matematis Aspek
No.
Indikator
Soal
Pencapaian
Butir Soal
Kompetensi 2
Membaca dan
Tuliskan lambang dan nilai pecahannya!
menuliskan lambang bilangan pecahan a.
b. Ketepatan
6
Menyajikan nilai
Jika persegi di bawah ini mewakili satu
pecahan sederhana
seperempatan, seperti apa yang
menggunakan model menyatakan satu? 8 a,b
Membandingkan pecahan sederhana yang pembilangnya
a. b.
sama 8 c,d
Membandingkan pecahan sederhana yang penyebutnya sama
1
c. d.
6 14
8 12
8 12 6 8
6 7
…
8 16
…
…
…
2 8
4 12
Menuliskan pecahan
Apa yang kamu ketahui tentang
dan unsur-unsurnya
pecahan? Tuliskan satu contoh pecahan dalam bentuk lambang, serta tandai unsur-unsurnya!
3
Membilang pecahan
Sebuah apel yang dibagi menjadi empat
sederhana
bagian sama besar, sehingga ada empat potong
Penggunaan Istilah Matematika
…
. Jadi, setiap
potongnya bernilai … 9
Memecahkan masalah kontekstual yang
3
Ibu membeli 2 kg beras dan
3 2
kg
plastik. Apakah keduanya sama berat?
134
berkaitan dengan
Mengapa?
pecahan sederhana 11
Membandingkan
Adakah cara lain untuk membuktikan
pecahan sederhana
bahwa
yang kedua unsurnya
3 4
<
5 6
? Tuliskanlah cara itu!
berbeda 4
5
Menyajikan nilai
Jika tiga kue dibagikan kepada enam
pecahan sederhana
anak, berapa bagiankah yang diperoleh
menggunakan model
setiap anak? Buktikan!
Membilang pecahan
Jika empat buah kelereng mewakili
sederhana
satu-sepertigaan himpunan,
berapa
dari jumlah
sebuah kelereng
dalam satu himpunan? 7
Menuliskan pecahan
Apakah menurutmu bagian tengah
dan unsur-unsurnya
bendera di samping ini menunjukkan
Penjelasan
bagian? Mengapa?
1 5
Berpikir Matematis
12
Membandingkan pecahan sederhana
Apakah benar bahwa, Buktikan!
7 9
3
>8?
yang kedua unsurnya berbeda 10
Memecahkan masalah
Ibu membagi sebuah melon menjadi 8
kontekstual yang
bagian sama besar. Potongan melon
berkaitan dengan
tersebut diberikan kepada Dani 2
pecahan sederhana
potong, Nia 1 potong, Bayu 3 potong. a. Berapa bagiankah yang diterima tiap anak jika dinyatakan dalam pecahan? b. Siapakah yang mendapatkan potongan melon paling besar? Paling kecil?
135
Lampiran 4
Rubrik Tes Kemampuan Menulis Matematis No.
Indikator
Kriteria Penilaian
Skor
Soal
Pencapaian
Menuliskan
Menuliskan pecahan dan membedakan kedua
4
pecahan dan unsur-
unsurnya (pembilang dan penyebut) dengan benar.
unsurnya
Menuliskan pecahan dan membedakan kedua
Kompetensi 1
3
unsurnya (pembilang dan penyebut) dengan sedikit kesalahan. Berusaha menuliskan pecahan dan membedakan
2
kedua unsurnya (pembilang dan penyebut) tapi tidak benar. Tidak menuliskan pecahan dan tidak membedakan
1
kedua unsurnya (pembilang dan penyebut) dengan benar. 2
Membaca dan
Membaca dan menuliskan pecahan dengan tepat.
4
menuliskan
Membaca dan menuliskan pecahan dengan tepat,
3
lambang bilangan
namun ada yang keliru.
pecahan
Membaca dan menuliskan pecahan dengan agak
2
tepat. Membaca dan menuliskan pecahan dengan tidak
1
tepat. 3
4
Membilang
Membilang pecahan sederhana dengan benar.
4
pecahan sederhana
Membilang pecahan dengan sedikit kesalahan.
3
Berusaha membilang pecahan tapi tidak benar.
2
Tidak membilang pecahan sederhana.
1
Menyajikan nilai
Penjelasan dengan model lengkap dan mudah
4
pecahan sederhana
dipahami dan jawaban benar.
menggunakan
Penjelasan dengan model kurang lengkap namun
model sendiri
masih bisadipahami dan jawaban benar
3
136
Minim
penjelasan
dan/atau
sangat
2
membingungkan, dan jawaban salah
5
Penyelesaian tidak menjawab permasalahan
1
Membilang
Membilang pecahan sederhana dengan benar
4
pecahan sederhana
disertai penjelasan yang lengkap dan mudah
(menghitung
dipahami.
jumlah
Membilang
keseluruhan)
penjelasan kurang lengkap namun masih bias
pecahan
dengan
benar
walau
3
dipahami Minim penjelasan dan/atau sangat membingungkan
2
dan jawaban salah
6
7
Tidak ada penjelasan dan jawaban tidak benar.
1
Menyajikan nilai
Model terhadap pertanyaan/petunjuk, tepat.
4
pecahan sederhana
Model terhadap pertanyaan/petunjuk sudah tepat
3
menggunakan
namun ada yang keliru
model
Model terhadap pertanyaan/petunjuk agak tepat.
2
Model terhadap pertanyaan/petunjuk tidak tepat.
1
Menuliskan
Penjelasan benar, lengkap dan mudah dipahami.
4
pecahan dan unsur-
Penjelasan
masih
3
unsurnya
bisadipahami
(mengidentifikasi
Minim
sangat
2
pecahan atau bukan
membingungkan, dan jawaban salah.
pecahan)
Penyelesaian
permasalahan
1
kurang
lengkap
penjelasan
tidak
namun
dan/atau
menjawab
(jawaban salah dan tidak ada penjelasan) 8
Membandingkan
Membandingkan dan mengurutkan pecahan dengan
pecahan sederhana
tepat
yang salah satu
Membandingkan dan mengurutkan pecahan dengan
unsurnyasama
tepat, namun ada yang keliru. Keliru dalam membandingkan atau mengurutkan
4
3
2
pecahan. Membandingkan dan mengurutkan pecahan dengan
1
tidak tepat. 9
Memecahkan
Penjelasan benar, lengkap dan mudah dipahami
4
137
10
masalah
Penjelasan benar, meskipun kurang lengkap dan
kontekstual yang
kurang mudah dipahami
berkaitan dengan
Tidak ada penjelasan, tapi jawaban benar
2
pecahan sederhana
Tidak ada penjelasan dan jawaban salah
1
Memecahkan
Memecahkan masalah dengan benar
4
masalah
Memecahkan masalah dengan benar meski ada
3
kontekstual yang
sedikit kesalahan
berkaitan dengan
Berusaha memecahkan masalah meski banyak
pecahan sederhana
jawaban tidak benar. Tidak memberikan pemecahan masalah dan tidak
3
2
1
ada jawaban yang benar 11
Membandingkan
Penjelasan pendapat benar, lengkap dan mudah
4
pecahan sederhana dipahami yang
kedua Penjelasan
unsurnya berbeda
12
Membandingkan
pendapat
benar,meskipun
kurang
lengkap dan kurang mudah dipahami Tidak ada penjelasan, tapi jawaban benar
2
Tidak ada penjelasan dan jawaban salah
1
Membuktikan pembandingan dengan benar
4
pecahan sederhana Membuktikan pembandingan dengan benar meski yang unsurnya
3
kedua ada sedikit kesalahan berbeda Berusaha
membuktikan
pembandingan
meski
(tanpa
jawaban tidak benar.
menggunakan
Tidak ada pembuktian dan jawaban tidak benar
model)
3
2
1
138
Lampiran 5
Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus 1
Nama:
Mata Pelajaran: Matematika
Kelas:
Hari,Tanggal :
Petunjuk mengerjakan soal: a. Awali dengan membaca lafadz basmalah b. Isilah identitasmu pada bagian yang disediakan c. Bacalah soal dengan teliti, lalu jawablah sesuai dengan pemahamanmu
Pahami soal-soal di bawah ini, lalu jawablah! 1. Apa yang kamu ketahui tentang pecahan? Tuliskan satu contoh pecahan dalam bentuk lambang, serta tandai unsur-unsurnya! Jawab:
2. Perhatikan bagian yang diarsir di bawah ini! Bentuk
Lambang
Tulisan (Cara Baca)
a. b.
3. Ayo lengkapi kalimat berikut ini: Sebuah apel yang dibagi menjadi empat bagian sama besar, sehingga ada empat potong
…
atau setiap potongnya bernilai
…
139
4. Jika tiga kue dibagikan kepada enam anak, berapa bagiankah yang diperoleh setiap anak? Buktikan! Jawab:
5. Jika persegi di bawah ini mewakili seperempatan, seperti apa yang menyatakan satu? Jawab:
6. Apakah menurutmu bagian tengah bendera di samping ini menunjukkan Jawab:
1 5
bagian? Mengapa?
Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
Belajar asik dengan matematika realistik ~Selamat Mengerjakan!!~
140
Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus 2
Nama:
Mata Pelajaran: Matematika
Kelas:
Hari,Tanggal :
Petunjuk mengerjakan soal: a. Awali dengan membaca lafadz basmalah b. Isilah identitasmu pada bagian yang disediakan c. Bacalah soal dengan teliti, lalu jawablah sesuai dengan pemahamanmu
Pahami soal-soal di bawah ini, lalu jawablah! 1. Isilah titik-titik di bawah ini dengan tanda lebih besar (>), lebih kecil (<) atau sama dengan (=), serta lengkapilah garis bilangannya!
a.
b.
c.
d.
6
14 8
12 8
12 6 8
…
…
…
…
6 7
6
8
16
11
8
8
15
4
12
0
2 8
0
3 2
13
1
3
12
12
1
3
8
2. Ibu membeli kg beras dan Jawab:
6
13
8 3 2
6
6
=1
8
8
=1
9
11 5
12
7
9
7
12
=1
kg plastik. Apakah keduanya sama berat? Mengapa?
141
3. Ibu membagi sebuah melon menjadi 8 bagian sama besar. Potongan melon tersebut diberikan kepada Dani 2 potong, Nia 1 potong, Bayu 3 potong. a. Berapa bagiankah yang diterima tiap anak jika dinyatakan dalam pecahan? b. Siapakah yang mendapatkan potongan melon paling besar? Paling kecil? Jawab:
4. Apakah benar bahwa Jawab:
7 9
>
3 8
? Buktikan! (Gunakan cara selain gambar!)
Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
Belajar asik dengan matematika realistik ~Selamat Mengerjakan!!~
142
Lampiran 6
Pedoman Jawaban Tes Kemampuan Menulis Matematis
Tes Siklus 1 1. Pecahan adalah bilangan yang terdiri dari pembilang dan penyebut. Contoh (bebas):
2. a.
5 8
1 5
pembilang penyebut
= lima perdelapan
b.
5 6
= lima perenam
3. Sebuah apel yang dibagi menjadi empat bagian sama besar, sehingga ada 1 empat potong seperempatan atau setiap potongnya bernilai seperempat ( ). 4
4.
3 (kue) : 6 (anak) = 1
2
3
4
5
6
1 kue dibagi untuk 2 anak, sehingga setiap anak mendapatkan
1 2
potong kue.
5.
Harus ada 4 seperempatan untuk mewakili 1
6.
Tidak/bukan. Karena (bagian tengah bendera) ukurannya berbeda dengan empat bagian yang lain.
143
Tes Siklus 2 1. (keterangan: bilangan pecahan yang dicetak tebal merupakan bagian yang rumpang)
a.
b.
c. d.
6
<
8
>
8
>
14 12 12 6 8
>
6 7
𝟔
8
16
6
𝟔
6
8
13
𝟏𝟐
11
𝟏𝟎
𝟖
8
𝟖
8
𝟖
15
𝟏𝟒
13
12
0
1
𝟐
3
8
0
2
6
𝟏𝟒 𝟏𝟔
4
𝟔
𝟏𝟐 𝟒
12
𝟏𝟐
12
𝟏𝟐
8
𝟖
8
𝟖
1
𝟐
3
𝟒
9
𝟔 𝟖
6
𝟔
7
𝟔
11
𝟖
𝟏𝟎
8
𝟖
5
𝟔
7
𝟖
9
𝟖
12
𝟏𝟐
12
𝟏𝟐
𝟖
𝟖
𝟖
𝟖
𝟓
𝟔
𝟕
𝟖
=1
=1
=1
2. Iya, betul (sama berat). Karena berat/nilai/pecahannya sama atau karena samasama
3 2
.
3. a. Dani =
2 8
, Nia =
1 8
, Bayu =
3 8
b. Bayu mendapat potongan melon terbesar dan Nia mendapat potongan melon terkecil.
4. Benar/sama. Dapat dibuktikan dengan perkalian silang: 7 9
3 8
7 × 8 = 56 dan 9 × 3 = 27.
56 > 27 Sehingga, betul/benar bahwa
7 9
>
3 8
144
Lampiran 7 LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS SISWA Nama Sekolah: MIN Bantargebang
Mata Pelajaran: Matematika
Hari, Tanggal : 5 Januari 2015
Pokok Bahasan: Pecahan
Pertemuan ke-: 1
Sub-pokok Bahasan: Mengenal Pecahan dan Unsur-unsurnya
Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang telah disediakan, sesuai pengamatan Anda! N o
Pernyataan
1
Pendahuluan • mendengarkan penjelasan dari guru mengenai tujuan pembelajaran • menanggapi apersepsi yang diberikan guru Kegiatan Inti Memahami masalah kontekstual • mengajukan pertanyaan atau tanggapan kepada guru • mengaitkan masalah dengan konteks dunia nyata/pengalamannya Menyelesaikan masalah kontekstual • siswa berusaha mencari pemecahan masalah kontekstual • melakukan matematisasi horizontal/membuat model matematika Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban • mempresentasikan hasil diskusi dengan percaya diri • membandingkan jawaban siswa lain dengan cermat • mendiskusikan jawaban siswa lain Menyimpulkan • siswa berusaha menyimpulkan konsep yang baru dipelajari • mencatat inti pembelajaran yang telah dijelaskan oleh guru Penutup • mendengarkan/memperhatikan penguatan yang diberikan oleh guru JUMLAH SKOR
2
3
1
Skor 2 3 4
5 √
√ √
√ √ √
√
√
√ √ √ √
Keterangan:
Bekasi, 5 Januari 2015
1 = Buruk (1−7 siswa yang melakukan aktivitas)
Observer/Kolaborator,
2 = Kurang (8−14 siswa yang melakukan aktivitas) 3 = Cukup (15−21 siswa yang melakukan aktivitas) 4 = Baik (22−28 siswa yang melakukan aktivitas) 5 = Sangat Baik (28−35 siswa yang melakukan aktivitas)
__________________
145
146
147
148
149
150
151
Lampiran 8
PEDOMAN WAWANCARA GURU
Narasumber: Guru Matematika di Kelas III (Tiga) Tujuan
: untuk mengetahui gambaran keadaan pembelajaran dan siswa kelas III (tiga).
Daftar Pertanyaan untuk Pra-Penelitian: 1. Bagaimanakah hasil belajar matematika siswa kelas III (Tiga)? 2. Berapakah nilai KKM untuk mata pelajaran matematika kelas III (Tiga)di sekolah ini? 3. Metode pembelajaran apa sajakah yang pernah Anda terapkan dalam pembelajaran matematika? Kendala apa saja yang biasanya dihadapi siswa? 4. Menurut Anda, apakah aktivitas menulis matematika siswa baik dalam mencatat atau menyelesaikan soal matematika itu perlu diperhatikan? Mengapa?
Tujuan
: Untuk mengetahui bagaimana penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) di kelas penelitian dan kendalanya serta rencana perbaikan untuk siklus selanjutnya.
Daftar Pertanyaan untuk Akhir Siklus: 1. Bagaimana pendapat Anda tentang proses pembelajaran dengan penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR)? 2. Apakah penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) cukup efektif dalam pembelajaran matematika di MI/SD? 3. Menurut Anda, apakah ada manfaat dari penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) bagi guru dan siswa? Adakah kendalanya? 4. Apa saran Anda untuk kegiatan proses pembelajaran dengan penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) ini?
152
Lampiran 9
PEDOMAN WAWANCARA SISWA
Narasumber: Perwakilan siswa kelas III (Tiga)yang terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Tujuan
: untuk mengetahui gambaran keadaan pembelajaran dan siswa kelas III (tiga).
Daftar Pertanyaan untuk Pra-Penelitian: 1. Mata pelajaran apa yang paling kamu sukai dan tidak kamu sukai? Mengapa? 2. Apakah adik sering memiliki kesulitan saat mempelajari matematika? Mengapa? 3. Apakah adik sering mencatat materi pelajaran yang sudah disampaikan Guru? Kapan adik mencatat, ketika sedang Guru sedang menjelaskan atau setelahnya? 4. Apakah adik sering membaca kembali catatan matematika itu? Dan apakah kamu merasa terbantu dengan adanya catatan itu?
Tujuan
: Untuk mengetahui bagaimana penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) di kelas penelitian dan kendalanya serta rencana perbaikan untuk siklus selanjutnya.
Daftar Pertanyaan untuk Akhir Siklus: 1. Apa pendapatmu setelah mengikuti pembelajaran (matematika realistik) ini? 2. Apakah sekarang belajar matematika sudah lebih mudah dan menyenangkan? Kenapa? 3. Manfaat apa yang kamu rasakan setelah belajar dengan cara (pendekatan matematika realistik) ini? 4. Apakah kamu ingin materi-materi yang lain juga dipelajari dengan cara seperti ini?
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 ∑ r hitung r tabel ket.
Res
70 0.848
valid
valid
a 3 3 2 2 3 2 3 3 4 2 3 4 3 4 2 4 3 3 1 3 4 1 3 2 3
60 0.826
2 2 3 2 3 1 3 2 3 2 2 4 2 3 2 3 3 2 2 2 4 2 3 1 2
x1
x2
valid
70 0.908
b 3 3 3 2 4 2 4 3 4 1 3 4 3 3 1 4 3 3 2 2 4 1 3 2 3
valid
54 0.785
2 1 3 1 3 2 3 2 3 2 2 3 3 3 1 3 3 2 1 1 3 2 2 1 2
x3
valid
56 0.745
2 2 3 1 3 2 3 2 3 3 2 3 2 3 1 3 3 2 1 2 3 2 2 1 2
x4
invalid
25 0.379
1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 2 0 1 0 2 1 1 1 1
x5 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 2 4 3 2 2 1 3 2 3 1 2
x7
valid
valid
30 61 0.505 0.738
1 1 1 2 1 0 1 1 1 0 2 3 1 1 0 3 1 1 0 2 2 0 1 2 2
x6
valid
0.396
47 0.681
a 2 3 2 1 3 2 3 2 2 1 3 4 2 2 1 2 3 1 1 1 2 1 1 1 1
x8
valid
61 0.643
b 3 3 2 1 3 2 3 2 3 1 3 4 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 1 2 3
Nomor Butir Soal
Uji Validitas
valid
73 0.498
c 3 2 1 2 3 2 4 3 4 2 2 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 2 3
valid
73 0.627
d 3 2 2 2 3 2 4 3 4 2 2 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 2 3
valid
49 0.855
2 2 2 1 3 1 3 2 3 0 2 3 2 3 2 3 2 2 2 2 3 0 2 0 2
x9
x10
valid
61 0.672
a 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 1 2 4 1 1 2 3
valid
80 0.679
b 3 3 3 3 4 2 4 3 3 2 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 3 4
invalid
21 0.265
1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 2 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 2 1
x11
Ʃ
valid
0 1 0 0 3 0 2 0 3 0 1 1 0 1 0 3 0 1 0 0 3 0 0 0 0
35 34 34 25 47 26 49 36 48 24 38 52 35 45 27 48 41 36 26 30 53 26 33 25 37 19 910 0.796
x12
153
Lampiran 10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 ∑ Si Si² ΣSi² St St² r₁ ₁
Res
60 0.764 0.583
2 2 3 2 3 1 3 2 3 2 2 4 2 3 2 3 3 2 2 2 4 2 3 1 2
x1
70 0.866 0.750
a 3 3 2 2 3 2 3 3 4 2 3 4 3 4 2 4 3 3 1 3 4 1 3 2 3
x2
70 0.957 0.917
b 3 3 3 2 4 2 4 3 4 1 3 4 3 3 1 4 3 3 2 2 4 1 3 2 3 54 0.800 0.640
2 1 3 1 3 2 3 2 3 2 2 3 3 3 1 3 3 2 1 1 3 2 2 1 2
x3
56 0.723 0.523
2 2 3 1 3 2 3 2 3 3 2 3 2 3 1 3 3 2 1 2 3 2 2 1 2
x4
30 0.866 0.750
1 1 1 2 1 0 1 1 1 0 2 3 1 1 0 3 1 1 0 2 2 0 1 2 2
x6
47 0.881 0.777 10.260 8.935 79.840 0.9337
a 2 3 2 1 3 2 3 2 2 1 3 4 2 2 1 2 3 1 1 1 2 1 1 1 1
x8
61 0.768 0.590
b 3 3 2 1 3 2 3 2 3 1 3 4 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 1 2 3
ke te rangan: s angat tinggi
61 0.712 0.507
2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 2 4 3 2 2 1 3 2 3 1 2
x7
Nomor Butir Soal
Uji Reliabilitas
73 0.812 0.660
c 3 2 1 2 3 2 4 3 4 2 2 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 2 3 73 0.702 0.493
d 3 2 2 2 3 2 4 3 4 2 2 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 2 3 49 0.935 0.873
2 2 2 1 3 1 3 2 3 0 2 3 2 3 2 3 2 2 2 2 3 0 2 0 2
x9
x10
61 0.768 0.590
a 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 1 2 4 1 1 2 3 80 0.577 0.333
b 3 3 3 3 4 2 4 3 3 2 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 3 4
19 1.128 1.273
0 1 0 0 3 0 2 0 3 0 1 1 0 1 0 3 0 1 0 0 3 0 0 0 0
x12
33 33 32 24 45 24 46 34 46 23 36 49 34 43 25 47 38 35 25 29 50 24 32 22 35 864
Ʃ
154
Ket.
JB D
21 12 7 9 16 5 14 17 11 25 8 18 1 BA JA 13 2 3 23 20 15 6 19 22 4 24 10 BB
Res
a 4 4 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 44 52 3 3 2 3 3 2 2 1 1 2 2 2
b 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 45 52 3 3 3 3 2 1 2 2 1 2 2 1
3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 34 52 3 1 3 2 1 1 2 1 2 1 1 2
x3
24 26 25 20 48 48 48 48 0.192 0.304 0.345 0.237 Jelek Cukup Cukup Cukup
4 4 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 36 52 2 2 3 3 2 2 1 2 2 2 1 2
x1
x2
22 48 0.196 Jelek
3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 34 52 2 2 3 2 2 1 2 1 2 1 1 3
x4
10 48 0.080 Jelek
2 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 0 1 15 52 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
x5 3 3 3 3 4 3 3 3 3 2 3 2 2 37 52 2 2 3 3 1 2 2 2 2 2 1 2
x7 a 2 4 3 2 2 3 2 3 3 1 2 1 2 30 52 2 3 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1
b 3 4 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 37 52 3 3 2 1 2 2 2 3 2 1 2 1
x8
10 24 17 24 48 48 48 48 0.176 0.212 0.223 0.212 Jelek Cukup Cukup Cukup
2 3 1 1 3 1 1 1 2 2 1 1 1 20 52 1 1 1 1 2 0 0 0 0 2 2 0
x6
Nomor Butir Soal
Uji Daya Pembeda
30 48 0.202 Jelek
c 4 3 4 4 3 3 4 3 2 3 3 4 3 43 52 3 2 1 3 3 3 2 3 4 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 33 52 2 2 2 2 2 2 1 2 0 1 0 0
x9 a 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 38 52 2 3 2 1 2 2 2 1 1 2 2 3
x10
30 16 23 48 48 48 0.202 0.301 0.252 Jelek Cukup Cukup
d 4 3 4 4 3 3 4 3 2 3 3 4 3 43 52 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 35 48 0.136 Jelek
b 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 45 52 3 3 3 4 3 3 2 3 3 3 3 2
3 1 2 3 3 3 1 0 1 0 0 1 0 18 52 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
x12
8 1 48 48 0.083 0.325 Jelek Cukup
1 2 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 13 52 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 2 0
x11
35 34 34 33 30 27 26 26 26 25 25 24
53 52 49 48 48 47 45 41 38 37 36 36 35
Ʃ
155
Ket.
JS P
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 ∑
Res
a 3 3 2 2 3 2 3 3 4 2 3 4 3 4 2 4 3 3 1 3 4 1 3 2 3
b 3 3 3 2 4 2 4 3 4 1 3 4 3 3 1 4 3 3 2 2 4 1 3 2 3
2 1 3 1 3 2 3 2 3 2 2 3 3 3 1 3 3 2 1 1 3 2 2 1 2
x3 2 2 3 1 3 2 3 2 3 3 2 3 2 3 1 3 3 2 1 2 3 2 2 1 2
x4
60 70 70 54 56 100 100 100 100 100 0.600 0.700 0.700 0.540 0.560 sedang sedang sedang sedang sedang
2 2 3 2 3 1 3 2 3 2 2 4 2 3 2 3 3 2 2 2 4 2 3 1 2
x1
x2
25 100 0.250 Sukar
1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 2 0 1 0 2 1 1 1 1
x5 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 2 4 3 2 2 1 3 2 3 1 2
x7 a 2 3 2 1 3 2 3 2 2 1 3 4 2 2 1 2 3 1 1 1 2 1 1 1 1
b 3 3 2 1 3 2 3 2 3 1 3 4 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 1 2 3
x8 c 3 2 1 2 3 2 4 3 4 2 2 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 2 3
d 3 2 2 2 3 2 4 3 4 2 2 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 2 3 2 2 2 1 3 1 3 2 3 0 2 3 2 3 2 3 2 2 2 2 3 0 2 0 2
x9 a 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 1 2 4 1 1 2 3
x10 b 3 3 3 3 4 2 4 3 3 2 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 3 4
30 61 47 61 73 73 49 61 80 100 100 100 100 100 100 100 100 100 0.300 0.610 0.470 0.610 0.730 0.730 0.490 0.610 0.800 Sukar sedang sedang sedang mudah mudah sedang sedang mudah
1 1 1 2 1 0 1 1 1 0 2 3 1 1 0 3 1 1 0 2 2 0 1 2 2
x6
Nomor Butir Soal
Uji Taraf Kesukaran
21 100 0.210 Sukar
1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 2 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 2 1
x11
Ʃ 0 1 0 0 3 0 2 0 3 0 1 1 0 1 0 3 0 1 0 0 3 0 0 0 0
35 34 34 25 47 26 49 36 48 24 38 52 35 45 27 48 41 36 26 30 53 26 33 25 37 19 910 100 0.190 Sukar
x12
156
157
Lampiran 11
Penghitungan Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis
A. Distribusi Frekuensi Kelompok untuk Skor Tes Siklus I 1. Data diurutkan 2. Banyak Data (n) = 33 Keterangan: 3. Rentang Data (R)= X max – X min R = Rentangan/Range R = 100 – 12,50 X max = Nilai maksimum (tertinggi) R = 87,5 X min = Nilai minimum (terendah) 4. Banyak kelas interval (K) = 1 + 3,3 log n Keterangan: K = banyak kelas n = banyak data K = 1 + 3,3 log 33 = 1 + 3,3 (1,52) = 6,016 ≈ 6 (dibulatkan ke bawah) 5. Panjang kelas (i) =
𝑅
𝐾
=
87,5 6
= 14,583 ≈ 15 (dibulatkan ke atas)
Tabel Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Matematis Siklus I No Interval 1 2 3 4 5 6
12 − 26 27 − 41 42 − 56 57 − 71 72 − 86 87− 101
Batas Batas Bawah Atas 11,5 26,5 26,5 41,5 41,5 56,5 56,5 71,5 71,5 86,5 86,5 101,5
Jumlah Frekuensi (Σf i )
fi
Nilai Tengah
Xi2
fi Xi
fi Xi2
361 1156 2401 4096 6241 8836
19 238 392 384 474 470 1977
361 8092 19208 24576 37446 44180 133863
(X i ) 1 7 8 6 6 5 33
19 34 49 64 79 94
a) Mean/Nilai Rata-rata (Me) Σ𝑓𝑖.𝑋𝑖 Mean (X) = Σ𝑓𝑖 Keterangan: Me = Mean/Nilai rata-rata Σf i .X i = Jumlah dari perkalian nilai tengah (midpoint) dari masing-masing
158
Σf i
interval dengan frekuensinya = Jumlah frekuensi/banyak data 1977
Σ𝑓𝑖.𝑋𝑖
Mean (X) = Σ𝑓𝑖 = = 59,909 ≈ 59,91 33
b) Median/Nilai Tengah (Md) Md = l +
(
1 𝑛−𝐹 2
𝑓𝑖
).i
Keterangan: Md= Median/Nilai tengah l = Lower limit (Batas bawah dari interval kelas median) n= jumlah frekuensi /banyak data F= Frekuensi kumulatif yang ada di bawah/sebelum interval kelas median f i =frekuensi kelas median i = interval kelas Jadi, berdasarkan tabel di atas: Md = 56,5 +(
16,5− 16 6
c) Modus (Mo) Mo = l + (
𝛿1
).i
).15 = 57,745 ≈ 57,75
atau
Mo = h − (
𝛿2
𝛿1+𝛿2 𝛿1+𝛿2 Keterangan: Mo= Modus/Nilai yang paling banyak muncul l = Lower limit (Batas bawah dari interval kelas modus) h = Higher limit (Batas atas dari interval kelas modus)
𝛿 1 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sebelumnya 𝛿 2 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas setelahnya R
R
i = interval kelas Sehingga, Mo = 41,5 +(
1
).15 1+2
Mo = 56,5 – (
= 41,5 + 5 = 46,5 d) Standar Deviasi (σ) 𝜎= �
𝛴𝑓𝑖𝑋𝑖²−(𝛴𝑓𝑖𝑋𝑖)²⁄𝑛 𝑛
Keterangan: σ = standar deviasi/simpangan baku
2
1+2
).15
= 56,5 – 10 = 46,5
).i
159
x i = data ke-i f = frekuensi n = banyak data Sehingga,
𝜎= � 𝜎= � 𝜎
=
133863−3908529⁄33 33
133863−118440,3 33
√467,4 = 21,619 ≈ 21,62
B. Distribusi Frekuensi Kelompok untuk Skor Tes Siklus II 1. Data diurutkan 2. Banyak Data (n) = 30 Keterangan: 3. Rentang Data (R)= X max – X min R = Rentangan/Range R = 100 – 35 X max = Nilai maksimum (tertinggi) R = 65 X min = Nilai minimum (terendah) 4. Banyak kelas interval (K) = 1 + 3,3 log n Keterangan: K = banyak kelas n = banyak data K = 1 + 3,3 log 30 = 1 + 3,3 (1,477) = 5,874 ≈ 6 (dibulatkan ke atas) 5. Panjang kelas (i) =
𝑅
𝐾
=
65 6
= 10,833 ≈ 11 (dibulatkan ke atas)
Tabel Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Matematis Siklus II No Interval 1 2 3 4 5 6
35 − 45 46 – 56 57 – 67 68 − 78 79 − 89 90− 100
Batas Batas Bawah Atas 34,5 45,5 45,5 56,5 56,5 67,5 67,5 78,5 78,5 89,5 89,5 100,5
Jumlah Frekuensi (Σf i )
fi
Nilai Tengah
6 1 4 7 7 5 30
40 51 62 73 84 95
Xi2
fi Xi
fi Xi2
1600 2601 3844 5329 7056 9025
240 51 248 511 588 475 2113
9600 2601 15376 37303 49392 45125 159397
(X i )
Jadi, berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa:
160
a) Mean (X) =
Σ𝑓𝑖.𝑋𝑖 2113 = Σ𝑓𝑖 30
= 70,433 ≈ 70,43
b) Median/Nilai Tengah (Md) Md = l +
(
1 𝑛−𝐹 2
= 67,5 + (
7
c) Modus (Mo) Mo = l + (
).i
𝑓𝑖 15− 11
𝛿1
𝛿1+ 𝛿2
).11 = 73,786 ≈ 73,79
).i
atau
Mo = h − (
𝛿2
𝛿1+ 𝛿2
).i
Nilai modus berada pada dua interval, yakni interval ke-4 dan ke-5, sehingga keduanya dihitung: Interval ke-4: 3 Mo = 67,5 + ( ).11 = 78,5 3+0 Interval ke-5:
Mo = 89,5 − (
2
0+2
d) Standar Deviasi (σ) 𝜎= �
𝛴𝑓𝑖𝑋𝑖²−(𝛴𝑓𝑖𝑋𝑖)²⁄𝑛
𝜎= � 𝜎= � 𝜎
=
).11 = 78,5
𝑛
159397−4464769⁄30 30
159397−148825,63 30
√352,379 = 18,771 ≈ 18,77
161
Lampiran 12
Penghitungan Skor Kemampuan Menulis Matematis Siswa pada Tes Siklus I Inisial Siswa S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 S12 S13 S14 S15 S16 S17 S18 S19 S20 S21 S22 S23 S24 S25 S26 S27 S28 S29 S30 S31 S32 S33 S34 S35 Jumlah Skor Ideal Persentase
2 0 4 2 4 2 2 3 3 2 3 2 1 2 3 3 4 2 4 3 0 2 2 4 4 2
Ketepatan 5 Jumlah 4 7 4 8 1 3 4 8 2 4 4 6 4 7 4 7 2 4 2 5 2 4 4 5 2 4 3 6 4 7 0 4 1 3 4 8 2 5 4 4 4 6 4 6 4 8 2 6 1 3
Istilah Matematis 1 3 Jumlah 3 2 5 1 1 2 2 1 3 3 1 4 2 1 3 2 1 3 4 2 6 3 2 5 1 1 2 4 2 6 2 2 4 1 1 2 1 1 2 1 1 2 4 4 8 3 2 5 2 2 4 4 4 8 1 1 2 2 3 5 4 2 6 3 2 5 4 3 7 3 2 5 2 2 4
Penjelasan Berpikir 4 6 Jumlah 4 4 8 1 1 2 1 1 2 3 3 6 3 2 5 1 1 2 4 1 5 4 4 8 1 1 2 2 1 3 2 2 4 1 1 2 2 1 3 1 1 2 3 2 5 3 4 7 2 1 3 3 2 5 1 1 2 4 2 6 4 4 8 2 4 6 3 4 7 0 3 3 1 1 2
3
1
4
3
3
6
2
1
3
1 1 4 4 2 3 4
0 2 4 4 3 1 4
1 3 8 8 5 4 8
0 2 4 4 3 2 4
1 3 4 3 3 1 4
1 5 8 7 6 3 8
0 1 4 4 3 1 4
1 1 4 4 1 1 4
1 2 8 8 4 2 8
88 132 66.67
91 132 68.94
179 264 67.80
84 132 63.64
68 132 51.52
152 264 57.58
75 132 56.82
69 132 52.27
144 264 54.55
Skor Nilai Total 20 83.33 12 50.00 8 33.33 18 75.00 12 50.00 11 45.83 18 75.00 20 83.33 8 33.33 14 58.33 12 50.00 9 37.50 9 37.50 10 41.67 20 83.33 16 66.67 10 41.67 21 87.50 9 37.50 15 62.50 20 83.33 17 70.83 22 91.67 14 58.33 9 37.50 13
54.17
3 12.50 10 41.67 24 100.00 23 95.83 15 62.50 9 37.50 24 100.00 475 792 59.97
162
Penghitungan Skor Kemampuan Menulis Matematis Siswa pada Tes Siklus II Inisial Siswa S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 S12 S13 S14 S15 S16 S17 S18 S19 S20 S21 S22 S23 S24 S25 S26 S27 S28 S29 S30 S31 S32 S33 S34 S35 Jumlah Skor Ideal Persentase
8a 4 4 4 4 2 2 4 3 2 4 4 4 3 3
Ketepatan 8b Jumlah 3 7 4 8 4 8 4 8 2 4 2 4 2 6 2 5 1 3 4 8 3 7 4 8 2 5 2 5
Istilah Matematika 9 Jumlah 4 4 4 4 1 1 2 2 2 2 0 0 4 4 1 1 0 0 3 3 4 4 0 0 3 3 2 2
Penjelasan Berpikir 10 12 Jumlah 3 1 4 2 3 5 3 1 4 3 2 5 3 3 6 2 3 5 3 0 3 2 1 3 3 1 4 3 3 6 3 3 6 1 1 2 4 2 6 1 1 2
Skor Nilai Total 15 75.00 17 85.00 13 65.00 15 75.00 12 60.00 9 45.00 13 65.00 9 45.00 7 35.00 17 85.00 17 85.00 10 50.00 14 70.00 9 45.00
4 4 4 2 3 4 4 4
4 4 4 2 2 2 4 4
8 8 8 4 5 6 8 8
4 4 4 4 2 4 2 4
4 4 4 4 2 4 2 4
4 3 3 2 1 3 3 4
4 1 1 2 1 1 1 4
8 4 4 4 2 4 4 8
20 100.00 16 80.00 16 80.00 12 60.00 9 45.00 14 70.00 14 70.00 20 100.00
2
2
4
0
0
2
3
5
9
45.00
4
4
8
3
3
4
3
7
18
90.00
4 4 4 3 4 4
2 2 4 4 4 4
6 6 8 7 8 8
4 4 4 2 4 4
4 4 4 2 4 4
2 4 3 3 4 4
3 3 1 3 3 4
5 7 4 6 7 8
105 120 87.50
91 120 75.83
196 240 81.67
83 120 69.17
83 120 69.17
85 120 70.83
63 120 52.50
148 240 61.67
15 75.00 17 85.00 16 80.00 15 75.00 19 95.00 20 100.00 427 600 71.17
163
Lampiran 13
Penghitungan Hasil Lembar Observasi Siswa No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jumlah Total Kategori
1 5 1 1 2 2 2 1 3 3 1 2 5 28
Siklus I 2 3 4 5 2 4 2 2 3 2 3 3 3 2 1 2 3 3 3 3 3 2 2 4 4 5 33 37 134 Cukup Baik
4 5 3 2 3 3 2 2 3 3 2 4 4 36
6 5 4 3 4 4 2 3 5 4 4 4 5 47
Siklus II 7 8 4 5 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 2 3 4 4 4 5 4 5 3 4 4 5 43 50 140 Baik
Kategori Penilaian Per-Pertemuan: Siklus ke Jumlah Maks. Kate gori Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Buruk
I 60
II 60 Re ntang Nilai
49 − 60 37 − 48 25 − 36 13 − 24 ≤ 12
49 − 60 37 − 48 25 − 36 13 − 24 ≤ 12
Kategori Penilaian Per-Siklus:
Siklus keJumlah Maks. Kategori Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Buruk
I 240
II 180
Rentang Nilai 193 − 240 145 − 180 145 − 192 109 − 144 97 − 144 73 − 108 49 − 96 37 − 72 ≤ 48 ≤ 36
164
Lampiran 14
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA GURU
Pra-penelitian: (19 Desember 2014) 1. Bagaimana hasil belajar matematika siswa kelas III (Tiga)? Alhamdulillah cukup baik, mba. Sebagian besar mencapai KKM, paling duatiga orang aja yang kurang. Yaa.. Maklumlah, rata-rata kemampuan siswa di sekolah ini kan lambat (dalam memahami konsep-red), nggak seperti anakanak SD di kota (besar).
2. Berapa nilai KKM untuk mata pelajaran matematika kelas III (Tiga) di sekolah ini? Untuk KKM kelas tiga di sini masih standar mba, 68. Karena kan kita juga lihat dari kemampuan anak-anaknya, jadi gak mau tinggi-tinggi, kasihan mereka nanti.
3. Metode pembelajaran apa saja yang pernah Ibu terapkan dalam pembelajaran matematika? Kendala apa saja yang biasanya dihadapi siswa? Kalau untuk metode sih, nggak macem-macem, mba. Saya ngajarinnya ya biasa aja, kasih contoh soal, dijelasin, terus kasih soal yang mirip, biar mereka kerjain. Nanti juga kan dari situ ketahuan, bisa/paham atau nggaknya mereka.
4. Menurut Ibu, apakah aktivitas menulis matematika siswa baik dalam mencatat atau menyelesaikan soal matematika itu perlu diperhatikan? Mengapa? Yaa, sebenarnya sih perlu, mba. Karena kan kita bisa tau si anak udah paham atau belumnya dari tulisan/jawaban si anak. Masa si anak jawab tanpa nulis? Kan enggak mungkin, mba.
165
Maaf, maksud saya seperti cara siswa dalam menjawab soal, langkahlangkahnya gitu, bu. Oh, kalau langkah-langkah juga iya, tapi kan kalau materi kelas tiga mah soal-soalnya masih sederhana mba, nggak seperti soal-soal kelas lima atau enam yang nuntut jawaban pake diketahui, ditanya, terus caranya, iya kan? Jadi ya paling jawaban/caranya masih yang singkat-singkat, nggak panjang. Tapi ya, memang saya akui, siswa kelas tiga di sini masih ada beberapa anak yang susah kalau disuruh nulis, ada juga yang bisa, tapi susah dibacanya. Oh, berarti kadang mereka juga suka ibu suruh mencatat materi ya, Bu? Iya, tapi nggak banyak, mba. Kadang langsung saya bagikan fotokopiannya saja, biar cepet, nggak ngabisin waktu.
Akhir Siklus I: (19 Januari 2015) 1. Bagaimana pendapat Anda tentang proses pembelajaran dengan penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR)? Awalnya agak merepotkan sih, mba. Karena anak-anak langsung dikasih soal gitu aja tanpa dijelasin dulu. Mba lihat sendiri kan, jadinya anak-anak banyak yang bingung. Ya, walaupun pakai alat peraga, terus dijelasinnya pas terakhir. Tapi ada bagusnya, misalnya biar anak-anak belajar berpikir kritis dan aktif bertanya, jadi nggak “disuapin” terus.
2. Apakah penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) cukup efektif dalam pembelajaran matematika di MI/SD? Ya, ini kan baru beberapa kali pertemuan ya, mba. Jadi sepertinya belum,terlihat jelas efektif atau nggaknya karena anak-anak belum terbiasa sama langkah-langkah pembelajaran yang mba terapin.
3. Menurut Anda, apakah ada manfaat dari penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) bagi guru dan siswa? Adakah kendalanya? Ya itu tadi mba, murid jadi nggak harus selalu disuapin sama guru, mulai belajar mandiri,lah. Memahami materiya juga jadi lebih bertahap.
166
Kendalanya ya, kalau belum terbiasa kaya’ gini, mba. Pakai diskusi dan presentasi. Terus kalau banyak murid yang masih kurang paham sama soal yang dikasih.
4. Apa saran Anda untuk kegiatan proses pembelajaran dengan penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) ini? Kalau untuk saran, ya..lebih baik tetap dijelasin dulu, atau minimal dikasih contoh soal dulu, mba. Biar murid pada nggak kaget. Terus kalau bisa, soalnya nggak usah banyak-banyak dan susah mba, yang penting mereka paham sama konsepnya. Mereka juga kan nulisnya masih lambat, kalau soalnya kebanyakan, nanti waktunya habis buat ngerjain soal aja, terus pembahasannya jadi terburu-buru. Padahal kan itu yang paling penting.
Akhir Siklus II: (31 Januari 2015) 1. Bagaimana pendapat Anda tentang proses pembelajaran dengan penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR)? Ya.. kalau dilihat dari hasil observasi sih udah lebih baik dibanding yang kemarin (siklus I-red), mba. Anak-anak udah terbiasa untuk diskusi sama teman-temannya, dan jadi lebih berani untuk bertanya dan presentasiin jawaban ke depan.
2. Apakah penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) cukup efektif dalam pembelajaran matematika di MI/SD? Iya, cukup efektif, mba. Karena anak-anak kelihatan suka kalau dikasih contoh soal dari kehidupan mereka sehari-hari. Apalagi kalau ada alat peraganya, walaupun kadanga akhirnya malah mereka jadi asik (mainan) sendiri atau bercanda sama teman-temannya.
3. Menurut Anda, apakah ada manfaat dari penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) bagi guru dan siswa? Adakah kendalanya?
167
Siswa jadi lebih semangat dalam mengikuti pembelajaran dan jadi lebih aktif, mandiri.
Mereka
berpendapat/bertanya
juga
belajar
terus
jadi
jadi
berani
terampil
presentasi
dan
bekerjasama/berdiskusi.
Kendalanya jika siswa terbiasa untuk berdiskusi dalam kelompok besar, jadi saling mengandalkan dan suasana kelas lebih ribut.
4. Apa saran Anda untuk kegiatan proses pembelajaran dengan penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) ini? Soal tahapan pembelajarannya ribet dan kurang efisien mba’, karena jadi membutuhkan banyak waktu. Maaf, bu. Bisa diperjelas dan berikan contohnya? Iya, misalnya, waktu untuk anak-anak untuk ngerjain LKSnya jadi lebih sedikit karena harus dipresentasikan. Terus kalau kelompok diskusinya besar, anak-anak jadi saling mengandalkan ke temannya yang dianggap paling pintar, mba. Kan kasihan sama si anak yang cepet paham, tapi sebenarnya lebih kasihan sama yang lambat.
168
Lampiran 15
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA SISWA
Pra-Penelitian: (19 Desember 2014) Responden: S12, S28, S32, S34 dan S35 1. Mata pelajaran apa yang paling kamu sukai dan tidak kamu sukai? Kalau yang paling disukain penjas dan SBK, Bu..Kalau yang paling nggak disukain matematika. Lho, memangnya kenapa, (tidak suka matematika)? Ya, susah bu.. males bu.. ribet, capek ngitung mulu. Banyak rumus, jadi pusing ngapalinnya.
2. Apakah kalian sering memiliki kesulitan saat mempelajari matematika? Iya, sering bu. Kenapa? Ya karena nggak ngerti aja. Di rumah juga nggak ada yang bisa ngajarin.
3. Apakah
kalian
sering
mencatat
materi
pelajaran
yang
sudah
disampaikan Guru? Iya, tapi kadang nggak sih bu, hehehe.. abisnya capek nulis terus. Lagian kita sering dikasih fotokopiannya doang. Kalau nyatet palingan seringnya nyatet soal aja, bu. Kapan kalian mencatat, ketika sedang Guru sedang menjelaskan atau setelahnya? Setelah dijelasin. Soalnya disuruh bu Nurul (guru matematika kelas III) begitu. Kalau nyatetnya pas lagi dijelasin, kadang diomelin. Katanya nanti nggak ngerti.
4. Apakah kalian sering membaca kembali catatan matematika itu? Nggak. jarang/ kadang-kadang. Kalau lagi mau ulangan aja.
169
Lalu apakah kalian merasa terbantu dengan adanya catatan itu? Iya, sedikit. Soalnya kadang nggak ngerti sama yang ditulis, walaupun udah dibaca lagi (ulang).
Akhir Siklus I: (19 Januari 2015) 1. Apa pendapat kalian setelah mengikuti pembelajaran (matematika realistik) ini? Pusing/bingung bu. Ada enaknya ada enggaknya. Enaknya gimana, enggak enaknya gimana? Enggak enaknya pusing sama prosesnya. Tau-tau langsung disuruh ngerjain LKS. Padahal kan biasanya kalau sama Bu Nurul dijelasin dan dikasih contoh soal dulu. Terus disuruh maju nulis jawaban (presentasi). Kalau enaknya karena ibunya cantik dan baik, terus seru juga karena belajarnya pake alat peraga.
2. Apakah sekarang belajar matematika sudah lebih mudah dan menyenangkan? Sedikit sih, bu.. hehehe. Kenapa? Ya itu, karena pake alat peraga..
3. Manfaat apa yang kalian rasakan setelah belajar dengan cara (pendekatan matematika realistik) ini? Hmm.. nggak/belum tau bu.. jadi rajin nulis kali ya?
4. Apakah kalian ingin materi-materi yang lain juga dipelajari dengan cara seperti ini? ya mau, bu. Tapi kalo pake alat peraga terus ibu yang ngajarin, hehehe. Ibu ngejelasinnya jangan cepet-cepet, biar kita ngerti.
170
Akhir Siklus II: (31 Januari 2015) 1. Apa pendapat kalian setelah mengikuti pembelajaran (matematika realistik) ini? Enak dan seru, bu.
2. Apakah sekarang belajar matematika sudah lebih mudah dan menyenangkan? Iya, jadi bisa lebih paham sama materinya. Kenapa? Karena pake alat peraga dan soal-soalnya beda dari yang biasanya dikasih Bu Nurul. Ada gambar-gambarnya.
3. Manfaat apa yang kalian rasakan setelah belajar dengan cara (pendekatan matematika realistik) ini? Jadi lebih paham sama pecahan. terus jadi agak pede (percaya diri-red) karena diajarin/disuruh berpendapat sama maju ke depan kelas (melakukan presentasi-red).
4. Apakah kalian ingin materi-materi yang lain juga dipelajari dengan cara seperti ini? ya mau, bu. Tapi kalo pake alat peraga terus ibu yang ngajarin, hehehe..
171
Lampiran 16
CATATAN LAPANGAN
Hari, Tanggal: Senin, 5 Januari 2015 Sub Materi
Pertemuan ke-: 1
: Mengenal pecahan sederhana dan unsur-unsurnya.
•
Siswa yang absen: S1 (tanpa keterangan)
•
Guru (matematika) kelas III selaku observer/kolaborator tidak bias hadir.
•
KBM seharusnya pukul 08.00 WIB jadi pukul 07.30 WIB karena upacara pengibaran bendera (sementara) ditiadakan.
•
Ice breaking: menanyakan kegiatan siswa ketika libur semester ganjil.
•
Sebagian besar siswa ragu dan bingung saat diminta berpendapat
•
Banyak siswa kurang kooperatif ketika diskusi.
•
Ada kegaduhan ketika membandingkan jawaban.
Hari, Tanggal: Kamis, 8 Januari 2015 Sub Materi
Pertemuan ke-: 2
: Mengenal pecahan sederhana dan unsur-unsurnya (lanjutan)
•
Siswa yang absen: S6 sakit dan S25 tanpa keterangan.
•
Siswa sangat antusias mengikuti instruksi peneliti saat demonstrasi
•
Siswa terlihat kompak.
•
S15 dan S32 sempat menanyakan arti kata “rasio”
•
Presentasi masih malu/takut, jadi salingtunjuk
Hari, Tanggal: Senin, 12 Januari 2015 Sub Materi
Pertemuan ke-: 3
: Membaca dan Menuliskan Pecahan
•
Siswa yang absen: S14, S25, S30 dan S33 tanpa keterangan
•
Siswa di barisan belakang dan pinggir terlihat masih belum fokus.
•
Siswa sudah berani bertanya.
•
Presentasi masih malu/takut, jadi salingtunjuk.
172
Hari, Tanggal : Kamis, 15 Januari 2015
Pertemuan ke-: 4
Sub Materi : Membilang dan Mengidentifikasi Pecahan •
Siswa hadir semua
•
KBM berlangsung pada pukul 08.00−09.30 WIB. Kamis lalu salah jam.
•
Presentasi masih malu/takut, jadi salingtunjuk
•
Banyak siswa yang bingung dengan “membilang”
Hari, Tanggal : Kamis, 22 Januari 2015 Sub Materi
Pertemuan ke-: 6
: Membandingkan Dua Pecahan yang Pembilangnya Senilai
•
Siswa yang absen: S8 dan S25 alfa, S28 sakit.
•
Terjadi kegaduhan saat membuat kelompok
•
3-4 siswa tidak masuk ke kelompok manapun.
•
Ada siswa yang kurang kooperatif (bercanda) saat diskusi
•
Presentasi lancar
Hari, Tanggal : Senin, 26 Januari 2015 Sub Materi
Pertemuan ke-: 7
: Membandingkan Dua Pecahan yang Penyebutnya Senilai
•
Siswa yang absen: 4 orang tanpa keterangan,5 sakit.
•
Siswa sedikit kesulitan saat membuat model matematika
•
Diskusi dan presentasi lancer
Hari, Tanggal : Senin, 29 Januari 2015 Sub Materi
: Membandingkan Pecahan Sederhana
•
Siswa yang absen: S24 sakit
•
Siswa paham soal, tapi ragu dengan solusi
•
Diskusi dan presentasi lancar
Pertemuan ke-: 8
173
174
175
176
177
178
Lampiran 18
179
Lampiran 19
PROFIL SEKOLAH
1. Data Umum a. Nama Madrasah
: Madrasah Ibtidaiyah Negeri Bantargebang
b. Status Madrasah
: Negeri
c. No. Statistik
: 11.1.1.32.75.0001
d. Tahun Berdiri
: 2001
e. Alamat
: Kp. Cisalak RT 01/04 Kel. Sumurbatu Kec. Bantargebang Bekasi
2. Kondisi Madrasah a. Lokasi 1. Luas Tanah
: 4.450 m2
2. Status Tanah
: Wakaf
b. Kondisi Bangunan 1. Luas Bangunan
: 1.260 m2
2. Bangunan
: Permanen
3. Ruang Kelas
: 9 lokal
4. Kantor/Ruang Guru
: 1 lokal
5. Kamar Mandi/WC
: 9 lokal
6. Gudang
: 1 lokal
7. Masjid/Mushola
: 1 buah
8. Meubeler a. Meja/Kursi
: 300 set
b. Meja Guru
: 7 set
c. Lemari
: 7 set
180
3. Sarana/Fasilitas yang Dibutuhkan/Tidak Ada a. Sarana Olahraga
: ada/kurang memadai
b. Alat Peraga
: ada/kurang memadai
c. Buku Paket
: tidak cukup
d. Mesin Tik
: ada
e. Ruang UKS
: tidak ada
f. Ruang Perpustakaan
: ada
g. Ruang Kelas
: tidak cukup
4. Ketenagaan Pendidikan No.
Ketenagaan
Golongan
SD
SMA
Dipl.
S.1
II
III
IV
Jumlah
1
PNS
-
2
5
14
6
14
1
21
2
Guru Kontrak
-
-
-
-
-
-
-
-
3
Guru Honorer
-
3
-
-
-
-
-
3
4
Penjaga
1
-
-
-
-
-
-
1
1
5
5
14
6
14
1
25
Jumlah
Ket.
5. Data Siswa Jumlah Siswa Kelas
Putra
Putri
Jumlah
Keterangan
I
35
47
82
-
II
42
23
65
-
III
20
15
35
-
IV
19
19
38
-
V
23
27
50
-
VI
26
11
37
-
Jumlah
160
147
307
-
181
Lampiran 20
182
Lampiran 21
BIODATA PENULIS Shifa Fauziah (NIM:1110018300035), Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. Penulis lahir di Bandung, 2 Mei 1992. Kini bertempat tinggal di Kompleks Sapta Taruna IV, Blok D no.50 RT 06/RW 06 Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Orang tua penulis adalah Abdul Azis dan Ida Ratnaningsih. Riwayat pendidikan formal penulis diawali di TK Islam Fitria II lulus tahun 1998, kemudian lanjut ke SDN Bojong Nangka (kini sudah berganti nama) di Pondok Gede, Bekasi. Lalu pindah ke SDN Sumur Batu IV Bekasi dan lulus tahun 2004. Kemudian masuk SMPN 27 Kota Bekasi dan lulus pada 2007, lanjut ke SMAN 9 Bekasi dan lulus tahun 2010. Terakhir, penulis melanjutkan studi ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan lulus pada tahun 2015. Pengalaman berorganisasi yaitu Pramuka, RISMA (Remaja Masjid), Karang Taruna, Rohis SMA, dan LDK (Lembaga Dakwah Kampus). Motto penulis yaitu “Lebih baik berusaha di hari ini daripada berjanji ‘tuk esok hari” atau “Hari ini harus semangat! Esok rehat”. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa pun yang membacanya.