Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 64-69
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK Yosmarniati1), Edwin Musdi2), Yusmet Rizal3) 1) 2,3*)
FMIPA UNP, email:
[email protected] Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP Abstract
Mathematics is a symbolic language that can be used as a meaning of communication ideas or mathematical ideas. Mathematics also includes language known as the language of mathematics. The learning process in the classroom can not be separated from the interactions between students or between students and teachers. Teachers have role as facilitators in guiding students toward establishing their own knowledge. RME is such kind learning approach which is designed to improve math communication ability of students. The approach encourage the students to discover math concepts by constructing their own knowledge that they have found on their daily live. The results of the research describe that the implementation of realistic mathematics education approach is able to improve math communication ability of students. Keywords --- PMR, Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik, Kemampuan Komunikasi Matematika PENDAHULUAN Dalam dunia pendidikan pada masa sekarang ini, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam menunjang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dengan mempelajari matematika seseorang dibiasakan untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah baik dalam bidang matematika, bidang ilmu lainnya, maupun kehidupan seharihari. Matematika juga merupakan bahasa simbolik yang dapat digunakan sebagai alat dalam berkomunikasi. Matematika menggunakan bahasa yang universal yang disebut bahasa matematika. Bahasa matematika menggunakan simbol yang unik dalam mengkomunikasikan ide atau gagasan matematika. Misalnya untuk menyatakan operasi penjumlahan dan pengurangan dalam matematika dengan menggunakan simbol ” + ” dan ” - ”, dan semua orang mengetahui arti dari lambang matematika tersebut. Dengan demikian matematika itu sendiri dapat memasuki seluruh segi ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam Permendiknas No.22 Tahun 2006 yaitu: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, dan diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaaan atau masalah. (5) Memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada tanggal 24 November - 1 Desember 2011 di SMP Negeri 10 Padang, pembelajaran yang telah diterapkan guru di kelas kurang memicu siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dan mengkaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari. Siswa kurang dilatih dalam menyampaikan ide-ide dan gagasan matematika baik secara tertulis maupun lisan dalam memahami dan menjelaskan suatu masalah. Akibatnya masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika. Dalam proses pembelajaran yang diamati, guru menyampaikan materi atau konsep matematika kemudian disertai dengan contoh soal. Setelah dirasa cukup, kemudian siswa mengerjakan latihan sesuai dengan contoh yang diberikan guru. Pembelajaran lebih menfokuskan siswa untuk mengingat cara-cara yang mereka pelajari dari pada menstimulasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mereka sendiri, sehingga kemampuan siswa dalam pembelajaran kurang berkembang dan pengetahuan yang diperoleh siswa mudah terlupakan. Hal ini terlihat pada saat guru memberikan soal tentang perbandingan. Model soal yang diberikan guru hampir sama seperti contoh soal yang telah diberikan sebelumnya. Soal yang diberikan kurang mendukung dan membantu dalam mengembangkan kemampuan komunikasi siswa. Padahal sebaiknya siswa dapat memahami berbagai jenis soal matematika agar dapat memahami bahasa matematika yang digunakan di dalam soal tersebut. Selain itu, juga terlihat kesulitan siswa dalam memahami persoalan matematika yang berbentuk soal cerita. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena siswa masih kesulitan dalam memahami dan menginterpretasikan
64
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 64-69 permasalahan yang disajikan dalam bentuk soal cerita tersebut. Siswa terbiasa menyelesaikan soal dengan menirukan langkah-langkah penyelesaian pada contoh soal yang diberikan guru. Kesulitan siswa dalam mengemukakan dan menginterpretasikan ide atau gagasan matematika dalam menyelesaikan masalah menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa belum berkembang secara optimal. Dari hasil pengamatan proses pembelajaran yang terlihat belum berpusat pada siswa sehingga siswa kurang menguasai konsep pelajaran dengan baik dan mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga proses pembelajaran tersebut diduga menjadi salah satu penyebab hasil belajar matematika siswa yang masih rendah. Kondisi tersebut mengakibatkan apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran matematika di sekolah belum tercapai secara maksimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru matematika kelas VII di SMP Negeri 10 Padang, diperoleh informasi bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa belum berkembang secara optimal. Umumnya, mereka kurang mampu dalam menuliskan, menjelaskan dan menyajikan ideide matematis serta mengkaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Meskipun guru telah berupaya menyajikan materi pembelajaran seefektif mungkin untuk menarik perhatian siswa, namun mereka kurang terlibat secara langsung selama proses pembelajaran. Untuk mengatasi permasalahan tersebut sebaiknya guru mampu menciptakan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan kemampuan komunikasi matematis siswa dan dapat mengaitkan materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) lebih memusatkan kegiatan pembelajaran pada siswa dan lingkungan. Pendekatan PMR membuat siswa lebih aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang akan mereka peroleh. Pendekatan PMR tidak terlepas dari kehidupan dunia nyata, yaitu segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari baik itu yang berkaitan dengan cabang ilmu lain atau masalah dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat diingkungan sekitar. Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan PMR, guru tidak langsung memberikan rumus atau konsep kepada siswa, tetapi terlebih dahulu memberikan pengantar berupa penyajian suatu bentuk cerita yang dekat dengan kehidupan siswa, kemudian membimbing siswa untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri konsep matematika dari permasalahan yang diberikan. Siswa diarahkan untuk lebih aktif mengkontruksi atau membangun sendiri konsep yang akan diperolehnya karena terlibat secara langsung ke dunia nyata. Dengan pendekatan ini, siswa diajak untuk mengimplementasikan materi pelajaran yang diterima ke dalam kehidupan sehari-hari. Kelebihan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMR adalah pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan PMR, matematika dijadikan suatu kajian
yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa. Selain itu, siswa juga diberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah dengan berbagai cara. Oleh karena itu, pendekatan PMR bersifat lengkap karena dapat memadukan kelebihan dari pendekatan yang lain yang dianggap lebih “unggul” seperti pendekatan Open-Ended, Pendekatan Konstruktivis, Pemecahan Masalah, dll. Dengan pendekatan PMR, Siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Pembelajaran harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Fauzan (2002: 35) menjelaskan bahwa, “proses pengembangan konsep dan ide matematika dimulai dari kehidupan nyata, dan menghubungkan solusi yang didapatkan, kembali kepada kehidupan nyata”. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa yang dilakukan dalam pembelajaran metamatika adalah mengambil suatu permasalahan berdasarkan kenyataan, menjadikannya sebagai proses matematika, dan membawakannya lagi kepada kenyataan. Semua proses ini menuntun kepada pengertian matematika secara konseptual (conceptual matematization). De Lange mendefinisikan dunia nyata sebagai suatu dunia nyata yang konkret, yang disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika (Hadi, 2005: 19). Proses pengembangan ide dan konsep matematika yang dimulai dari dunia nyata disebut “matematisasi konseptual”. Matematisasi ini dibedakan menjadi dua, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal menunjuk pada proses transformasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari ke dalam bahasa matematika sedangkan matematisasi vertikal adalah proses dalam matematika itu sendiri. Gravemeijer menggambarkan kedua proses matematisasi sebagai berikut. Gambar 1 : Matematisasi horizontal dan vertikal
Menurut Tarigan (2006: 5), “dalam pembelajaran matematika realistik dimulai dari masalah yang real sehingga siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran secara bermakna. Peran guru terutama sebagai pembimbing dan fasilitator bagi siswa dalam proses rekonstruksi ide dan konsep matematika”. Dengan demikian, guru berfungsi sebagai pembimbing dan fasilitator siswa dalam menyelesaikan masalah maupun dalam menemukan konsep matematika.
65
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 64-69 Secara umum, pendekatan PMR memiliki lima karakteristik, sebagai berikut: 1) The use of contexts (penggunaan konteks), menggunakan masalah kontekstual dalam pembelajaran matematika, yaitu matematika dipandang sebagai kegiatan manusia sehari-hari. Oleh karena itu, memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari merupakan bagian yang sangat penting dalam pendekatan realistik. 2) The use of models (penggunaan model), model sebagai representasi dari suatu masalah diperlukan untuk memudahkan penyelesaian dari masalah tersebut. Penggunaan model dalam mengaktualisasikan masalah kontekstual ke dalam bahasa matematika, merupakan jembatan bagi siswa untuk dapat membuat sendiri model, skema, maupun simbolisasi dalam matematika dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal. Dengan penggunaan model tersebut, akan terlihat kemampuan komunikasi matematika siswa dalam menyatakan masalah atau pernyataan matematika ke dalam bahasa matematika. 3) The use of studentsown productions and construction (penggunaan kontribusi dan hasil siswa sendiri), menggunakan hasil dan konstruksi siswa sendiri, yaitu siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematis dibawah bimbingan guru melalui kegiatan ‘doing mathematics’. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. 4) The interactive character of the teaching process (interaktifitas dalam proses pembelajaran), interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam bentuk negosiasi, diskusi, kerjasama, merupakan kegiatan interaktifitas dalam pembelajaran matematika. Interaksi tersebut digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk matematika informal yang ditemukan siswa. Dengan adanya interaksi antar siswa dan guru diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika dalam menjelaskan strategi penyelesaian suatu masalah matematika. 5) The intertwinement of various learning strands (interaksi dalam berbagai topik pembelajaran lainnya), struktur dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan topik atau materi harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna. PMR memiliki tiga prinsip (Gravemeijer dalam Fauzan, 2008: 24), yaitu: 1) Penemuan (kembali) secara terbimbing (guided reinvention), melalui topik-topik matematika yang disajikan, siswa diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses yang dilalui oleh para pakar matematika ketika menemukan konsep-konsep matematika. 2) Fenomena Didaktik (didactical phenomenology), topik-topik matematika yang diajarkan mesti dikaitkan dengan fenomena sehari-hari. 3) Pemodelan (emerging models), melalui pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik, siswa mengembangkan model mereka sendiri sewaktu memecahkan
soal-soal kontekstual melalui pengarahan dari guru berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Menurut The Intended Learning Outcomes (Armiati, 2009: 2). “komunikasi matematis yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru, dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan”. Hal ini berarti dengan adanya komunikasi matematis dapat melatih kemampuan siswa dalam menginterpretasikan ide-ide dan gagasannya tentang konsep matematika baik secara lisan maupun tulisan. Menurut NCTM (2000: 60-61), Kemampuan komunikasi matematis perlu ada dalam diri siswa agar mereka dapat : (a) Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar, (b) Merefleksikan dan mengklarifikasi dalam berfikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi, (c) Mengem-bangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika, (d) Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan melihat untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika, (e) Mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dengan alasan yang meyakinkan. Dalam NCTM (2000: 61) ditegaskan, “untuk mendukung terlaksananya pembelajaran yang efektif, guru harus membangun komunikasi matematis di kelas sehingga para siswa merasa bebas mengemukakan ide, gagasan, dan jawabannya. Dengan adanya komunikasi matematis diharapkan tercapainya tujuan pembelajaran matematika”. Dengan komunikasi matematika ini guru juga akan mampu mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa melalui penerapan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik dalam pembelajaran matematika di kelas VII SMPN 10 Padang. Indikator kemampuan komunikasi matematis yang digunakan pada penelitian ini adalah: a) Menyatakan pernyataan matematika melalui gambar/ simbol / model matematika, b) Menjelaskan strategi penyelesaian suatu masalah matematika, c) Menyajikan solusi dari permasalahan matematika secara rinci dan benar, d) Merumuskan generalisasi. Pemberian skor kemampuan komunikasi matematika siswa pada penelitian ini dimodifikasi dari rubrik penskoran holistik secara umum (Elliot dan Kenney,1996: 141). METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen. Hasil penelitian diperoleh dengan menganalisis hasil tes kemampuan komunikasi matematika dan Lembar Kerja Siswa. setelah menggunakan Pendekatan PMR. Prosedur penelitian yang akan dilakukan melalui beberapa tahap yakni, (1) tahap persiapan: melakukan persiapan sebelum melaksanakan penelitian, (2) tahap pelaksanaan:
66
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 64-69 melaksanakan skenario pembelajaran yang telah dibuat pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, (3) tahap akhir: melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan melakukan analisis terhadap hasil tes yang diperoleh pada kelas eksperimen. Soal tes kemampuan komunikasi yang dilakukan telah di uji coba sebelumnya dan telah diuji validitas soal dan memiliki reliabilitas yang tinggi. Dari data yang diperoleh melalui Lembar Kerja Siswa. Untuk mencari rata–rata nilai LKS seluruh siswa pada setiap kali pertemuan, digunakan rumus yang dikemukakan oleh Walpole (1992:24), yaitu n
x
i 1
Keterangan:
x n i 1
x
i
n
= Nilai rata–rata LKS
x
n
i
= Jumlah skor LKS siswa tiap kali pertemuan = Jumlah siswa
Kategori Penilaian :
0
x 1,0
: sangat kurang
1,0
x
2,0 : Kurang
2,0
x
3,0 : Cukup
3,0
x
4,0 : Baik
x = 4,0
: Sangat Baik
Dengan menganalisis data tersebut, maka dapat dilihat perkembangan kemampuan komunikasi matematika siswa dalam pembelajaran pada tiap pertemuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh pada kedua kelas sampel pada tes akhir kemampuan komunikasi matematika siswa dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematika kelas eksperimen lebih baik dari pada kemampuan komunikasi matematis kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari persentase ketuntasan siswa dan nilai tes akhir pada kelas eksperimen dari 39 siswa yang mengikuti, 21 siswa (53,85%) nilainya sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan pada mata pelajaran matematika yaitu 70. Sedangkan pada kelas kontrol, dari 37 siswa yang mengikuti ujian hanya 11 siswa (29,73%) yang nilainya sudah mencapai KKM. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelelajaran dengan Pendekatan PMR cukup efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang dalam hal
ini lebih difokuskan pada kemampuan komunikasi matematika siswa. Dalam melakukan tes kemampuan komunikasi terdapat 3 indikator yang pertama. Sedangkan untuk indikator ke empat dilihat pada Lembar Kerja Siswa (LKS). Berikut uraian tiap indikator pada tes kemampuan komunikasi matematika siswa. (1) Menyajikan pernyataan matematika melalui gambar / simbol / model matematika. penilaian pada indicator ini dapat dilihat dari jawaban siswa pada soal no 24. Terlihat bahwa siswa mampu menyajikan pernyataan atau masalah dalam soal ke dalam bahasa matematika berupa gambar, symbol atau model matematika. Hal ini disebabkan karena dalam pembelajaran matematika realistik atau PMR siswa sudah dilatih untuk dapat menggunakan model dalam mengaktualisasikan masalah kontekstual ke dalam bahasa matematika, yang berupa gambar atau simbol matematika sesuai dengan karakteristik The Use of Models pada pendekatan PMR. Sehingga kemampuan komunikasi matematika siswa dalam menyajikan pernyataan matematika melalui gambar/simbol /model matematika dapat terealisasikan dengan cukup baik. (2) Menjelaskan strategi penyelesaian suatu masalah matematika, indikator ini terlihat pada soal no 3, yaitu bagaimana cara atau langkah yang diambil siswa untuk menyelesaikan masalah. Pada soal tersebut siswa diminta untuk memberikan penjelasan. Siswa dapat mengemukakan ide dan memberikan penjelasan tentang strategi penyelesaian soal tersebut. Dengan menggunakan pendekatan PMR, siswa telah dilatih untuk dapat berinteraksi baik antar siswa maupun dengan guru dalam berdiskusi dan bekerja sama sesuai dengan karakteristik The interactive character of the teaching process pada pendekatan PMR. Dengan adanya interaktifitas tersebut, siswa dibiasakan untuk dapat mengemukakan ide-ide atau gagasan yang mereka miliki untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. (3) Menyajikan solusi dari permasalahan matematika secara rinci dan benar, Indikator ini terdapat pada semua soal. Hal yang diperhatikan adalah apakah siswa tersebut dapat menyajikan solusi dari tiap soal dengan benar, lengkap dan tepat serta sistematis. Dari hasil tes siswa sudah terlihat sebagian besar siswa sudah mampu menyajikan solusi dari permasalahan secara rinci dan benar. Beberapa contoh jawaban siswa dalam menjawab soal tes kemampuan komunikasi pada ketiga indikator kemampuan komunikasi dapat dilihat pada Gambar berikut.
Gambar. 2 Contoh jawaban siswa yang diberi skor 3
67
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 64-69
Gambar. 3 Contoh Jawaban siswa yang diberi skor 4 Baroody (dalam Chap Sam dan Cheng Meng, 2007) menyatakan ada dua alas an untuk focus pada komunikasi matematika. alasan pertama adalah matematika merupakan bahasa yang esensial bagi matematika itu sendiri. Matematika tidak hanya sebagai alat berfikir yang membantu siswa untuk mengembangkan pola, menyelesaikan masalah dan memberikan kesimpulan, tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan pikiran, menvariasikan ide secara jelas, tepat dan singkat. Alasan yang kedua adalah belajar dan mengajar matematika merupakan suatu aktifitas sosial yang melibatkan sekurangnya dua pihak yaitu guru dan siswa. Berkomunikasi dengan teman adalah kegitaan yang penting untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi, sehingga siswa dapat belajar seperti seorang ahli matematika dan mampumenyelesaikan masalah dengan sukses (Armiati, 2009: 2) Penilaian LKS dilakukan secara berkelompok pada tiap pertemuan, sehingga diperoleh skor rata – rata nilai LKS dari semua kelompok. Berdasarkan data, diperoleh bahwa rata-rata nilai LKS kelompok pada setiap pertemuan mengalami peningkatan. hal ini berarti kemampuan komunikasi matematika siswa pada setiap pertemuan juga mengalami peningkatan. Dilihat dari nilai rata-rata skor LKS semua kelompok yang diperoleh yaitu 3.184, maka rata-rata nilai LKS dikategorikan baik. Peningkatan rata-rata nilai LKS pada setiap pertemuan dapat dibuat dalam suatu distribusi nilai LKS kelompok setiap kali pertemuan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar. 4.
dilihat pada nilai rata-rata skor LKS di setiap pertemuan. Rata-rata skor kemampuan komunikasi matematika siswa pada setiap pertemuan mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut disebabkan oleh perkembangan penguasaan dan kemampuan komunikasi siswa terhadap materi yang dipelajari. Nilai rata-rata LKS yang paling rendah berada pada pertemuan LKS I yaitu 2,78. hal ini dikarenakan LKS 1 merupakan LKS yang pertama diberikan guru dan merupakan awal dari proses penelitian ini. Nilai rata-rata LKS tersebut semakin meningkat pada pertemuan selanjutnya. Secara umum, rata-rata skor LKS tiap pertemuan dikategorikan baik. Sehingga untuk pemberian LKS dinilai cukup berhasil dalam membantu siswa dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa selama proses pembelajaran. Beberapa contoh jawaban siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan komunikasi matematika siswa yang terdapat di dalam LKS dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar. 5 Lembar jawaban siswa tentang keliling dan luas persegi panjang Gambar 5 adalah salah satu jawaban siswa pada LKS 1. Pada gambar terlihat siswa tidak melakukan perhitungan luas dan keliling persegi panjang. Hal ini disebabkan karena siswa belum memahami konsep kelilig dan luas persegi panjang. Namun ia sudah dapat menggambarkan model persegi panjang. Penilaian pada jawaban siswa seperti ini diberi skor 2. Gambar. 6 Lembar jawaban siswa tentang keliling dan luas persegi panjang Gambar. 7 Lembar jawaban siswa tentang keliling dan luas persegi panjang
Gambar. 4 Grafik Skor Rata-rata LKS Kelompok Setiap Kali Pertemuan Perkembangan kemampuan komunikasi matematika siswa pada tiap pertemuan pada kelas eksperimen dapat
Pada Gambar 6 di atas, sudah terlihat siswa dapat menyelesaikan soal dengan benar, siswa sudah memahami konsep matematika tentang keliling dan luas persegi panjang. Namun siswa kurang mengkomuni-kasikan jawabannya pada gambar, yaitu untuk ukuran gambar, lambang dan satuan keliling dan luas pada persegi panjang. Terlihat bahwa siswa belum cukup terlatih dalam mengkomunikasikan pernyataan matematika kedalam bahasa matematika. jawaban siswa seperti itu diberi skor 3. Pada Gambar 7 terlihat siswa sudah dapat menyelesaikan soal dengan benar, siswa sudah mampu
68
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 64-69 mengkomunikasikan gambar, lambang dan satuan dengan benar. Siswa juga menjawab soal dengan benar. Jawaban siswa seperti itu diberi skor 4. Secara umum, kemampuan komunikasi matematika siswa mengalami peningkatan dengan cukup baik. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa berpedoman pada indikator-indikator kemampuan komunikasi yang digunakan, yaitu menyatakan situasi/ gambar / simbol/model matematika, menjelaskan strategi penyelesaian suatu masalah matematika, menyajikan solusi dari permasalahn matematika secara rinci dan benar serta merumuskan generalisasi. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik mampu meningkatkan Kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII SMP Negeri 10 Padang Penggunaan Pendekatan PMR mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa, maka disarankan hendaknya guru dapat menggunakan Pendekatan PMR pada materi selain bangun datar segi empat dalam pembelajaran matematika.
REFERENSI [1] Armiati. 2009. Komunikasi Matematis dan Pembelajaran Berbasis Masalah (disajikan dalam Seminar Nasional Matematika UNPAR). Bandung [2] Elliot, C. Portia., dan Kenney, Margaret J. 1996. Communication in Mathemathics, K-12 and beyond. NCTM: Reston, VA [3] Fauzan, Ahmad. 2002. Applying Realistic Mathematics Education in teaching Geometry in Indonesian Primary Schools. Doctoral Disserrtation. Enschede : University of Twente [4] Fauzan, Ahmad. 2008. Problematika Pembelajaran Matematika dan Alternatif Penyelesaiannya (Pidato Pengukuhan). Padang: Universitas Negeri Padang [5] Hadi, Sutarto. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip [6] National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Standars for School Mathematics. NCTM: Reston VA [7] Tarigan, Daitin. 2005. Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta: Depdiknas [8] Walpole, Ronald. E. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Studi Pendidikan Matematika FMIPA UNP. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP serta Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA UNP, khususnya angkatan 2008.
69