UPAYA MENGENALKAN MODEL RUMAH LANTING YANG RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MENGURANGI LAJU ABRASI SUNGAI MARTAPURA DALAM WILAYAH KOTA BANJARMASIN H. Muhammad Zaini ∗ Abstrak Kota Banjarmasin dikenal dengan kota seribu sungai, akan tetapi julukan kota seribu sungai saat ini sulit dipertahankan, karena banyak sungai yang tidak berfungsi, dangkal, dan sempit; sebaliknya sungai-sungai besar justru bertambah lebar karena mengalami abrasi. Masyarakat yang tinggal di rumah lanting berpotensi terhadap menurunnya kondisi lingkungan perairan, Akan tetapi mereka juga sebagai penyelamat lingkungan, karema rumah mereka dapat menahan laju abrasi. Kehadiran rumah lanting masih dilematis bagi pengambil kebijakan di kota seribu sungai ini. Pada satu sisi ada pengakuan oleh pemerintah kota, sehingga kelak sepanjang Sungai Martapura akan dijadikan permukiman di atas air seperti Kota Banjarmasin pada tahun 50-an. Akan tetapi pada sisi lain penggusuran rumah lanting terus berlangsung. Berdasarkan analisis situasi yang telah diuraikan, masalah penerapan teknologi dirumuskan sebagai berikut, bagaimana mengenalkan model rumah lanting yang ramah lingkungan untuk mengurangi laju abrasi sungai Martapura dalam wilayah Kota Banjarmasin. Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, secara umum penerapan teknologi ini bertujuan untuk mengenalkan model rumah lanting yang mengutamakan aspek-aspek keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. Adapun kegunaan kegiatan ini yaitu 1) masyarakat di lingkungan perairan, kegiatan ini merupakan tawaran model rumah lanting agar dapat diikuti, karena mengutamakan prinsip-prinsip keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi 2). Pemerintah Kota Banjarmasin dapat memanfaatkan inovasi ini sebagai bahan rekomendasi permukiman di lingkungan perairan, dan dapat dijadikan sebagai obyek wisata. Kegiatan penerapan teknologi masyarakat dilaksanakan dalam bentuk bimbingan dan tindakan terprogram sesuai dengan rancangan tindakan yang dibuat. Metode kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu obesrvasi dan kolaborasi Tim dengan penghuni rumah lanting. Kegiatan berlangsung secara keseluruhan pada tanggal 8–10 Mei 2006 dengan tenaga kerja berjumlah 15 orang terdiri dari mahasiswa dan seorang tenaga ahli. ∗
Pembimbing Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penerapan Teknologi tahun 2006. Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unlam Banjarmasin
54
Hasil kegiatan telah terselesaikannya renovasi 2 buah rumah lanting yang ramah lingkungan dengan mengutamakan aspek-aspek keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan tidak mengganggu kelancaran transportasi. Atas dasar hasil yang diperoleh, dan dengan mempertimbangkan respon masyarakat sebagai pemilik rumah lanting, maka rumah lanting perlu dipertahankan guna mengurangi laju abrasi sungai, karena rumah jenis ini merupakan bagian dari lingkungan pemukiman di perkotaan yang juga dapat diciptakan sesuai dengan kaidah-kaidah rumah sehat dan indah. Kata kunci: rumah lanting, ramah lingkungan PENDAHULUAN Masyarakat Banjar sejak zaman dahulu akrab dengan kehidupan di air. Di sini digunakan istilah masyarakat Banjar bukan suku Banjar. Masyarakat Banjar merupakan perpaduan berbagai suku yakni Dayak, Melayu, Bugis, Jawa, dan Madura. Perkampungan didirikan di tepi sungai, baik rumah panggung maupun rumah lanting. Rumah lanting diikatkan pada sebatang pohon, pada umumnya tanah di sekitar rumah lanting milik penghuni lanting itu sendiri atau milik keluarganya. Rumah lanting memiliki nilai ekologis karena dapat meredam gelombang air. Bukan saja sebagai tempat tinggal, akan tetapi juga sebagai toko menjual barang dagangan, kegiatan usaha, pandai besi dan lain-lain (Saleh, 1986:18). Rumah lanting pada awal abad ke21 ini, juga berfungsi sebagai stasiun pengisian bahan bakar bagi kapal motor, tempat pandai besi, dan bengkel. Sebagian masyarakat di lingkungan perairan, memanfaatkan rumah lanting sebagai tempat tinggal sementara, setelah cukup mampu mereka membangun rumah di darat, sedangkan rumah lanting miliknya dialihkan kepada orang lain. Rumah lanting juga berfungsi sebagai tempat menginap ketika menjajakan barang dagangan ke kota, setelah barang dagangan habis mereka pulang ke daerah asal, mereka umumnya berasal dari lingkungan perairan di hulu sungai. Masyarakat di lingkungan ini terdiri atas Masyarakat Banjar Batang Banyu dan Masyarakat Banjar Kuala. Kedua masyarakat ini secara historis telah menjadikan perairan Sungai Barito dari muara hingga daerah hulu sebagai tempat tinggal, mereka menempati pula perairan Sungai Martapura untuk menambatkan rumah lantingnya.
55
Masyarakat Banjar yang telah beradaptasi ratusan tahun dengan lingkungan perairan menjadi perhatian pemerintah kota saat ini. Perhatian ditujukan pada status pemilikan rumah lanting dan rumah-rumah di bantaran sungai (rumah yang dibangun menghadap sungai), khususnya di sekitar kawasan pasar terapung untuk diberi sertifikat pemilikan rumah, asal sesuai dengan pola perumahan di atas air. Kawasan yang berada di muara Sungai Kuin ini merupakan pusat kota lama yang terbentuk dari konsentrasi permukiman penduduk di sekitar keraton tempo dulu yakni ketika Kerajaan Banjar didirikan. Kini kawasan pasar terapung telah ditetapkan sebagai obyek wisata air oleh pemerintah kota. Badan Perencanaan Pembangunan Kota (BAPPEKO) Banjarmasin tanggal 26 September 2000 telah menerbitkan usulan pembenahan permukiman terapung. Badan ini telah melakukan pendataan rumah lanting dari berbagai aspek sebagai bahan rekomendasi untuk pengembangan kota. Mereka mungkin sadar rumah lanting tidak bisa dipisahkan dari sejarah perkembangan kota seribu sungai ini sejak hampir 500 tahun lalu. Pemerintah kota berencana mempertahankan rumah lanting agar tidak punah. Aspek-aspek yang menjadi perhatian adalah keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. Kota seribu sungai ini selayaknya harus dikembangkan dengan meniru pengembangan permukiman air Negara Brunei Darussalam. Negara ini berhasil menjadikan lingkungan air sebagai obyek wisata, tetapi tetap menjaga kualitas air dan hutan yang masih perawan sebagai ekowisata unggulan. Pemerintah negara ini beranggapan melalui sektor wisata dapat menjadi perekat sosial, meningkatkan perekonomian, dan mewujudkan perdamaian dunia (Cameron, 2000). Sarana dan prasarana transportasi darat yang makin baik berakibat rumah lanting kurang diminati oleh penghuninya. Namun demikian, saat ini masih tersisa sebanyak 132 buah rumah lanting di sepanjang Sungai Martapura dan sebanyak 11 buah di Sungai Barito dekat muara Sungai Kuin. Kehadiran rumah lanting masih dilematis bagi pengambil kebijakan di kota seribu sungai ini. Pada satu sisi ada pengakuan oleh pemerintah kota, sehingga kelak sepanjang Sungai Martapura akan dijadikan permukiman di atas air seperti Kota Banjarmasin pada tahun 50-an. Akan tetapi pada sisi lain penggusuran rumah lanting terus berlangsung.
56
Gagasan-gagasan ideal yang telah dilontarkan pemerintah kota, ternyata di dalam pelaksanaannya tidak selalu berjalan mulus, bahkan cenderung bertentangan dengan keinginan semula. Rumah lanting yang seyogyanya harus dipertahankan, ternyata menjadi sasaran penggusuran seperti pada Gambar 1.
Gambar 1 Foto Rumah Lanting Dekat Pusat Kota Sedang Digusur Sumber: Harian Banjarmasin Post edisi 30 Nopember 2004
Sungai Martapura memiliki ruang yang cukup luas untuk mengantisipasi kebutuhan lahan permukiman yang terbatas. Jika ruang terbuka ini dimanfaatkan untuk permukiman, maka kota air ini akan bernuansa seperti tahun 50-an. Ketika itu menurut H. M. Gazali Usman, purnakarya dosen Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin, lebar Sungai Martapura yang dapat dilalui kendaraan air hanya beberapa meter saja, sebagian besar merupakan deretan rumah lanting. Thomas Karsten seorang ahli tata kota Belanda sebelum Perang Dunia II juga menyarankan agar rumah lanting tetap diizinkan bertambat di tepi sungai, karena mampu meredam gelombang yang ditimbulkan oleh hiruk-pikuk lalu lintas air (Banjarmasin Kota Air, 1988). Sifat mampu meredam gelombang air diduga belum dipahami betul oleh pemerintah setempat. Pembuatan siring (beram, tanggul) yang berfungsi menyelamatkan tepi sungai dengan biaya besar sangat digalakkan, sedangkan rumah lanting dengan peran yang sama justru digusur. Permukiman
57
penduduk di rumah lanting terkesan kumuh, tetapi bila ditata rapi dan dengan sentuhan estetika justru menjadi daya tarik wisatawan. Jumlah penduduk makin meningkat, berarti bertambah pula kebutuhan lahan untuk mendukung kegiatan perumahan, pendidikan, perdagangan, industri, taman kota dan sebagainya. Kota Banjarmasin sangat terbatas luasnya, maka salah satu alternatif adalah mengembangkan secara horisontal bangunan di lingkungan perairan yakni beberapa sungai dijadikan sebagai tempat permukiman, akan tetapi tetap mempertahankan lebar sungai agar fungsinya sebagai alur transportasi air tidak terganggu (Pemko Dati II Banjarmasin, 1999). Pemerintah kota telah memanfaatkan sebagian badan sungai untuk dijadikan taman kota, seharusnya pemerintah juga mempersilakan kepada masyarakat di lingkungan perairan untuk memanfaatkan badan sungai sebagai lahan permukiman, khususnya rumah lanting. seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Foto Rumah Lanting Dilihat dari Depan (Sumber: Survai lapangan)
Rumah lanting senantiasa terapung di atas air, karena ditopang oleh ikatan bambu atau kayu gelondongan sebagai penyangga. Rumah lanting diikat pada sebatang pohon atau tonggak, menggunakan tali terbuat dari baja berpilin. Beranda depan menghadap sungai dan bagian belakang menghadap daratan yang berjarak sekitar 5 meter, maksudnya agar tetap mengapung ketika air surut. Ruang dapur dan
58
tempat MCK berada di samping kiri atau samping kanan rumah lanting dan bahkan ada yang dibangun di beranda depan seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Foto yang Memperlihatkan Beranda Depan Rumah Lanting dan Fasilitas MCK (Sumber: Survai lapangan)
Rumah lanting hanya memiliki WC cemplung, tidak ada ruang terbuka di kolong rumah, jadi sampah dibuang ke sungai melalui beranda depan atau samping. Jadi pada hakikatnya tidak ada perbedaan antara rumah panggung dan rumah lanting ditinjau dari peluang masyarakat ketika membuang sampah dan limbah rumah tangga. Penghuni rumah lanting telah mengikuti perkembangan peradaban, mereka sebagian bukan hanya memanfaatkannya untuk tempat tinggal, tetapi juga untuk usaha, seperti menjual kebutuhan hidup sehari-hari, beberapa keperluan usaha, di antaranya roda kapal, minyak solar, sampai usaha kecil produksi kecambah (http://www.indomedia.com/bpost/9702/21/kota/kota4.htm.). Masyarakat yang tinggal di rumah lanting banyak memperoleh kemudahan seperti membeli air untuk keperluan minum, suplai air untuk MCK, dan membeli bahan makanan. Para pedagang sayur, ikan dan kebutuhan rumah tangga, pada umumnya menggunakan jukung dan perahu tambangan setiap hari lewat di depan rumah. (http://www.indomedia.com/bpost/9702/21/kota/kota4.) Karena rumah lanting selamanya tergenang air, sampah yang dibuang selalu akan hanyut terbawa arus air.
59
Masalah dalam kegiatan ini adalah bagaimana menciptakan rumah lanting yang berwawasan lingkungan, artinya pemukiman di air yang mengutamakan aspekaspek keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. Berdasarkan analisis situasi yang telah diuraikan terdahulu, dirumuskan masalah penerapan teknologi sebagai berikut: bagaimana mengenalkan model rumah lanting yang mengutamakan aspek-aspek keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan, secara umum penerapan teknologi ini bertujuan untuk mengenalkan model rumah lanting yang mengutamakan aspek-aspek keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. Hasil pengabdian ini diharapkan dapat memberi manfaat khususnya bagi masyarakat lingkungan perairan di Sungai Martapura dalam wilayah Kota Banjarmasin sebagai berikut: 1. Masyarakat di lingkungan perairan, kegiatan ini merupakan tawaran model rumah lanting agar dapat diikuti, karena mengutamakan prinsip-prinsip keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. 2. Pemerintah Kota Banjarmasin dapat memanfaatkan inovasi ini sebagai bahan rekomendasi permukiman di lingkungan perairan, dan dapat dijadikan sebagai obyek wisata.
METODE Kegiatan penerapan teknologi dilaksanakan melalui bimbingan dan tindakan terprogram sesuai dengan rancangan tindakan yang dibuat yaitu membuat model rumah lanting yang ramah lingkungan dengan sasaran 2 buah rumah lanting di Kelurahan Seberang Mesjid RT. 04 Banjarmasin Tengah. Metode kegiatan yang akan dilaksanakan melalui 2 tahapan yakni tahap observasi dan tahap kolaborasi. Pada tahap observasi, tim mengadakan survei untuk mengamati langsung keadaan rumah lanting di sungai Martapura dalam wilayah kota Banjarmasin dan mengadakan wawancara pada beberapa orang masyarakat yang bertempat tinggal di rumah lanting pada daerah tersebut. Wawancara dimaksudkan untuk mengetahui keinginan mereka dan hal-hal yang telah dilaksanakan terutama dalam hubungannya
60
dengan usaha menciptakan rumah lanting yang ramah lingkungan. Rumah lanting hanya menggunakan WC cemplung, tidak ada ruang terbuka di kolong rumah. Pada tahap kolaborasi, tim pengabdi dengan penghuni rumah lanting dalam menciptakan model rumah lanting yang ramah lingkungan dengan sentuhan estetika. Oleh karena itu menciptakan rumah lanting yang ramah lingkungan difokuskan pada pembenahan WC, dan renovasi rumah. Secara keseluruhan kegiatan dilaksanakan di lingkungan RT. 04 Kelurahan Seberang Mesjid Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin. Jenis kegiatan dan waktu pelaksanaan kegiatan seperti pada Tabel 1. Kegiatan dilaksanakan oleh tim Tabel 1. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Renovasi Rumah Lanting
Tanggal
Kegiatan
12 Maret 2006
Survei kawasan pemukiman perairan
17 Maret 2006
Survei kawasan pemukiman perairan (lanjutan)
29 Maret 2006
Survei kawasan pemukiman perairan (lanjutan)
8 Mei 2006
Renovasi rumah lanting
9 Mei 2006
Renovasi rumah lanting (lanjutan)
10 Mei 2006
Renovasi rumah lanting (lanjutan)
PKMT 2006 FKIP Unlam Banjarmasin yang diketuai oleh Akhmad Riandie dan dibantu 3 orang anggota yakni 1) Herry Helman, 2) Hulwatul Munajah, dan 3) Srikun B. Widiastuti. Pelaksanaan kegiatan pekerjaan dibagi atas 2 tahap yakni tahap survei dan tahap renovasi. Pada tahap survei, tim menetapkan rumah lanting yang akan direnovasi. Sebelum kegiatan ini dilaksanakan, terlebih dahulu mengurus perijinan kepada Pemerintah Kota Banjarmasin. Tim menawarkan gagasan kepada penghuni rumah lanting dan menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan. Kesepakatan diperoleh sesuai dengan lokasi yang telah dijelaskan di atas. Meskipun rumah lanting yang akan direnovasi hanya 2 unit, akan tetapi permintaan renovasi melebihi kemampuan tim, terutama bila dikaitkan dengan sumber dana yang tersedia. Langkah selanjutnya adalah menetapkan kebutuhan riil yang akan dijadikan dasar dalam kegiatan renovasi.
61
Pada tahap renovasi, kegiatan dilaksanakan selama 3 hari atau setara dengan 24 jam kerja dengan melibatkan tenaga kerja yang berasal dari para mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Unlam Banjarmasin angkatan 2000 dan 2002, sedangkan rincian kegiatan seperti pada Tabel 2. Kolaborasi tim dengan penghuni rumah lanting
Tabel 2. Jenis Kegiatan Pelaksanaan Renovasi Rumah Lanting
Tanggal
Jumlah tenaga kerja yang terserap (orang)
8 Mei 2006
15
Tenaga ahli (orang) 1
9 Mei 2006
12
1
10 Mei 2006
10
1
Rincian kegiatan
Membuat teras/beranda depan Membersihkan sisi luar Melaksanakan pengecatan Membuat sekat/membuat kamar Membuat jendela Melaksanakan pengecatan (lanjutan) Membuat WC Pembuatan benteng penghalang sampah Melaksanakan Pengecatan (Lanjutan)
dalam menciptakan rumah lanting dengan sentuhan estetika, ini dicapai pada hari ke3, meskipun diakui secara keseluruhan belum membuahkan hasil yang maksimal. Dengan tidak mengurangi makna pengabdian para mahasiswa yang tergabung dalam PKM pengabdian, maka untuk menciptakan rumah lanting yang ramah lingkungan difokuskan pada pengecatan sisi luar, pembuatan sekat kamar, pembuatan jendela, pembuatan teras depan dan pembuatan WC termasuk di dalamnya membuat septik tank apung. HASIL DAN PEMBAHASAN Kolaborasi yang dilakukan antara mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Unlam dengan pihak penghuni rumah lanting telah membuahkan hasil yang saling menguntungkan. Para mahasiswa sebagai penyampai ide, menyediakan dana perangsang, pengajuan modal rumah lanting yang ramah lingkungan telah mengalami proses pembelajaran yang berharga, sedangkan penghuni rumah lanting telah mendapat “rumah baru” memiliki nilai estetika dan ramah lingkungan sebagai buah karya mahasiswa. Rangkaian proses kegiatan kolaborasi antara mahasiswa dengan penghuni rumah lanting telah menghasilkan produk akhir hasil renovasi rumah lanting seperti pada Gambar 4.
62
Gambar 4. Rumah Lanting yang Ramah Lingkungan
Tahap awal yang dilakukan TIM adalah melakukan observasi rumah lanting di Sungai Martapura serta menetapkan 2 buah rumah lanting yang akan di renovasi. Selain itu, tim juga melakukan wawancara dengan pemilik rumah lanting guna mengetahui keinginan-keinginan mereka sehubungan dengan rumah lanting mereka. Dari observasi yang telah dilakukan tim nampak bahwa rumah lanting sangat jauh sebagai rumah sehat. Rumah lanting pada umumnya berukuran 6 x 4 m2 tanpa ada jendela, sekat pemisah antara kamar dengan ruang tamu serta dapur. Rumah lanting ini juga tidak memiliki kamar WC terlebih kamar mandi. Mereka terbiasa dengan hidup serba praktis, mandi cuci kakus dilakukan di sungai. Kegiatan renovasi mulai dari pengecatan rumah, pembuatan jendela, pembuatan sekat kamar, pembuatan teras depan dan pembuatan WC, pembuatan benteng sampah. Kegiatan ini dilakukan oleh tim dibantu oleh pemilik rumah lanting dan seorang tenaga ahli bangunan yang secara khusus diminta untuk membantu pelaksanaan kegiatan renovasi rumah lanting. Di dalam pelaksanaan kegiatan ini, dijumpai beberapa kendala di lapangan. Tim kesulitan dalam menentukan rumah
63
lanting yang akan direnovasi, karena dikhawatirkan akan menimbulkan kesenjangan sosial di antara pemilik rumah lanting yang notabene memiliki latar pendidikan yang rendah serta keadaan ekonomi yang lemah. Diharapkan rumah lanting yang telah direnovasi dengan sentuhan estetika dan sentuhan teknologi dapat menjadikan rumah jenis ini sebagai salah satu pemukiman yang bersih, sehat dan indah serta menjadikan daya tarik tersendiri. Hal ini tentu tergantung dari penghuni rumah lanting sebagai pihak yang menempatinya.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pembahasan disimpulkan 1) Rumah lanting yang ramah lingkungan merupakan rumah lanting yang mengutamakan aspek-aspek keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. 2) Rumah lanting perlu dipertahankan guna mengurangi laju abrasi sungai. 3) Rumah lanting sebagai bagian dari lingkungan pemukiman di perkotaan dapat diciptakan sesuai dengan kaidah-kaidah rumah sehat, sehat dan indah. Berdasarkan simpulan di atas disarankan perbaikan pemukiman di lingkungan hendaknya dapat dijadikan pertimbangan oleh Pemerintah Kota untuk mengurangi keterbatasan lahan di Kota Banjarmasin DAFTAR RUJUKAN BPS-BAPPEKO Banjarmasin, 2000. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Banjarmasin 2000. Cameron, Graham. 2000. Duduk di Atas Lumbung Emas. Muhibah, Nopember/ Desember 2000. http://www.indomedia.com/bpost/9702/21/kota/kota4.htm. diakses 13 Juni 2004, Rumah Lanting antara Tradisi dan Kelayakan (Online). Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarmasin. 1999. Laporan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Banjarmasin dalam Rangka Uji Petik Pemeriksaaan Akhir Masa Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan di Banjarmasin Tanggal 30 Agustus 1999. Saleh, M. Idwar. 1986. Sekilas Mengenai Daerah Banjar dan Kebudayaan Sungainya sampai dengan Akhir Abad 19. Proyek Pengembangan Permuseuman Kalimantan Selatan.