Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
POTENSI PAJAK RUMAH KOS SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PAJAK DAERAH DALAM PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA BANJARMASIN Phaureula Artha Wulandari1
Prodi Komputerisasi Akuntansi, Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Banjarmasin1
[email protected] 1
ABSTRAK
Banjarmasin sebagai salah satu kota besar di Indonesia semakin menunjukan perkembangan ekonominya. Banjarmasin tidak hanya sebagai kota perdagangan dan kantor perwakilan wilayah Instansi, bahkan juga menjadi pusat pendidikan tinggi di Kalimantan Selatan. Semakin banyaknya perguruan tinggi negeri dan swasta di kota Banjarmasin, memberikan angin segar terhadap pertumbuhan rumah kos yang diperlukan oleh mahasiswa. Di saat pertumbuhan ekonomi mulai menurun, dimana jenis pajak daerah yang lainnya seperti pajak hotel mengalami kelesuan akibat imbas sektor batu bara, pemerintah dalam hal ini dinas pendapatan daerah (Dispenda) kota Banjarmasin harus dapat mencapai target penerimaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Salah satu cara agar dapat mencapai target penerimaan APBD tersebut dengan melakukan intensifikasi dan ektensifikasi pajak daerah. Potensi pajak yang besar dari rumah kos menjadi salah satu cara intensifikasi pajak hotel untuk dikelola oleh Dispenda kota Banjarmasin sejak Juli 2016. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang berusaha menggambarkan kondisi objek penelitian sesuai dengan keadaan yang ditemukan di lapangan. Penelitian ini menggambarkan bagaimana pajak rumah kos yang baru diterapkan di kota Banjarmasin, dengan fokus penelitian : Bagaimanakah potensi pajak rumah kos pada kota Banjarmasin? Bagaimanakah penerapan pajak rumah kos sebelum berlaku pajak daerah tersebut ? Apakah ada perbedaan pajak rumah kos dengan PPh pasal 4 (2) ?Apakah terjadi double tax income? Hasil penelitian ini menunjukan kota Banjarmasin memiliki potensi besar di dalam pajak rumah kos sebagai salah satu aspek penerimaan pajak daerah. Untuk mengetahui perbedaan dan kesamaan pajak rumah kos dengan PPh Pasal 4 (2). Dan perlu dikaji kembali agar tidak terjadi pemungutan pajak berganda antara pajak pusat (PPh pasal 4(2) ) dengan pajak rumah kos (pajak daerah). Karena masih baru diterapkan sehingga peneliti belum dapat memberikan gambaran secara kuantitatif dan pengaruhnya terhadap pendapatan asli daerah (PAD) kota Banjarmasin. Kata Kunci : Potensi, Pajak rumah kos, Pajak Daerah, Pendapatan Asli Daerah PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Seperti yang telah kita ketahui selama tahun 2015 (Kajian Ekonomi dan keuangan, BI) perekonomian Kalimantan Selatan tumbuh 3,84% (yay), lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2014 sebesar 4,85% (yay). Perlambatan pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan pada tahun 2015 bersumber dari melambatnya kinerja sektor utama khususnya pertambangan, disebabkan perlambatan ekonomi Tiongkok dan terus turunnya harga batubara. Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini tentu saja dirasakan juga oleh Banjarmasin sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan. Dampak yang terasa adalah menurunnya daya beli masyarakat seperti sepinya tingkat hunian hotel sehingga Pajak Hotel pada tahun 2015 mengalami kelesuan. ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
257
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
Hal ini tentu saja berdampak terhadap Realisasi dari target Penerimaan dari sektor Pajak Hotel pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD Kota Banjarmasin. Pemerintah dalam hal ini Dinas Pendapatan daerah (Dispenda) kota Banjarmasin dapat mengelola APBD kota Banjarmasin berdasarkan peraturan yang berlaku. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah, dimana pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Pokok Undang-Undang tersebut adalah memperbaiki sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, Penguatan perpajakan daerah (local taxing empowerment), meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan daerah dan menyempurnakan pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah. Sehingga Dispenda kota Banjarmasin dapat melakukan Upaya peningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah dengan memperhatikan sumber-sumber PAD. Apabila dilihat dari APBD jenis pendapatan di setiap daerah dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pendapatan bersumber dari PAD, Bagian Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah. Adapun PAD dapat bersumber dari Pajak Daerah , Retribusi daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lainlain PAD yang sah (Abdul Halim; 2008, 271-279). Sumber PAD berasal dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang sah.(Prameka, Indrawati, 2014). Sumber Pajak Daerah yang telah dikelola Dispenda berdasarkan UU No.28 tahun 2009 adalah Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Kondisi tersebut menjadikan Dispenda harus mampu meningkatkan PAD agar dapat memberikan kontribusi lebih besar terhadap seluruh pendapatan, baik secara Intensifikasi pajak maupun Ekstensifikasi pajak. Di saat pertumbuhan ekonomi mulai menurun, dimana jenis Pajak Daerah yang lainnya seperti Pajak Hotel mengalami kelesuan akibat imbas sector Batu Bara, Pemerintah dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) kota Banjarmasin harus dapat mencapai target Penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Salah satu cara agar dapat mencapai target Penerimaan APBD tersebut dengan melakukan intensifikasi Pajak Daerah. Banjarmasin sebagai kota perdagangan dan kantor Perwakilan wilayah Instansi, bahkan juga menjadi pusat pendidikan tinggi di Kalimantan Selatan. Semakin banyaknya Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di kota Banjarmasin, memberikan angin segar terhadap pertumbuhan rumah kos yang diperlukan oleh mahasiswa. Rumah kost ini merupakan salah satu potensi penerimaan daerah dari pajak daerah. Penghasilan dari rumah kost merupakan penghasilan pasif bagi pemiliknya, sehingga semakin banyak rumah kost di Banjarmasin berkembang sesuai kebutuhan. Potensi pajak yang besar dari rumah kos menjadi salah satu cara intensifikasi Pajak Hotel untuk dikelola oleh Dispenda kota Banjarmasin sejak masa pajak Juli 2016. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini pada Fokus Penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah potensi pajak rumah kos pada kota Banjarmasin? 2. Bagaimanakah Penerapan Pajak rumah kos sebelum Berlaku Pajak Daerah tersebut ? 3. Apakah ada Perbedaan Pajak rumah kos dengan PPh pasal 4 (2) ? 4. Apakah telah terjadi Double Tax Income? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana Potensi Pajak rumah kos pada Kota Banjarmasin 2. Untuk mengetahui Penerapan Pajak Rumah Kos sebelum berlaku Pajak Daerah 3. Untuk mengetahui Perbedaan dan Kesamaan Pajak Rumah Kos dengan PPh Pasal 4 (2) 4. Untuk mengetahui penghindaran double tax income ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
258
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
KAJIAN TEORI
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Berdasarkan Struktur APBD berdasarkan Permendagri Nomor 13 tahun 2006, PAD terdiri atas Pajak daerah, Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain PAD yang sah. PAD menurut Darise (2008: 135) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah. PAD dikategorikan dalam pendapatan rutin Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). PAD merupakan suatu pendapatan yang menunjukan suatu kemampuan daerah menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan rutin maupun pembangunan. Pengertian PAD dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha–usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya untuk membiayai tugas dan tanggung jawabnya. “Semakin tinggi realisasi Pajak Daerah sehingga PAD akan semakin tinggi juga dan berlaku sebaliknya.” Pengertian dan Fungsi Pajak Berdasarkan Pemungutnya Pajak dibedakan menjadi 2 yaitu Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat (Negara) dan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah (Provinsi, Kota). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan yang dimaksud dengan Pajak adalah kontribusi yang wajib kepada yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pajak dalam pembangunan ekonomi dapat dibedakan atas dua macam, yakni fungsi anggaran (budgetory) dan fungsi pengaturan (regulatory). Fungsi anggaran berarti pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dalam negeri suatu negara yang jumlahnya setiap tahunnya semakin bertambah. Sedangkan fungsi pengaturan berarti pajak dapat digunakan oleh pemerintah untuk mengatur variabel-variabel ekonomi makro untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang ditargetkan, memperbaiki distribusi pendapatan dan menjaga stabilitas ekonomi melalui pengaturan konsumsi dan investasi masyarakat (Musgrave dan Musgrave, 1991) Pengertian Pajak Daerah Pengertian pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Menjelaskan bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Objek Pajak daerah antara lain: pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, ppju, pajak parkir, pajak sarang burung wallet, PBB perdesaan dan perkotaan dan pajak bea perolehan hak atas dan bangunan (BPHTB). Pengertian Rumah Kos Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada beberapa definisi yang perlu kita ketahui: a. in-de-kos adalah tinggal di rumah orang lain dengan atau tanpa makan (dengan membayar setiap bulan); memondok; b. meng-in-de-kos-kan adalah menumpangkan seseorang tinggal dan makan dengan membayar; memondokkan; Dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilik rumah indekos adalah orang pribadi atau badan yang memiliki rumah, kamar, atau bangunan, yang disewakan kepada pihak lain sebagai tempat tinggal/pemondokan dan mengenakan pembayaran sebagai imbalan dalam jumlah tertentu. Atas penghasilan dari persewaan rumah indekos (Rumah kos) tersebut, pemilik rumah kos dikenakan Pajak. Pajak yang berlaku berdasarkan UU No.36 / 2011 adalah Penghasilan ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
259
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
(PPh) Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang bersifat final dan dipungut oleh Negara. Seiring perkembangan otonomi daerah berdasarkan UU No 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah, di mana rumah kos menjadi objek pajak dalam Pajak Hotel, dan di pungut oleh daerah setempat. Pajak Hotel Berdasarkan Peraturan daerah kota Banjarmasin No. 12 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel. Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima hotel. Besaran tarif pajak hotel adalah 10% (sepuluh persen) dari pembayaran. Besaran pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan. Pajak yang terutang dipungut diwilayah daerah tempat hotel berlokasi sedangkan masa pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 (2) Berdasarkan Undang-Undang PPh No.36 / 2009, Atas penghasilan dari persewaan rumah indekos tersebut, pemilik rumah indekos dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang bersifat final. Dasar hukum yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Paal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah: 1). Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002; 2). Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/ KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan; 3). Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP227/PJ./2002 tentang Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran, serta Pelaporan Pajak Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan; 4). Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP50/PJ./1996 tentang Penunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu sebagai Pemotong Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. Subjek Pajak persewaan tanah dan/atau bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari persewaan atas tanah dan/ atau bangunan yang berupa tanah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan bangunan industri. Termasuk dalam pengertian rumah adalah rumah indekos. Objek Pajak persewaan tanah dan/atau bangunan adalah penghasilan dari persewaan atas tanah dan/atau bangunan yang berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan bangunan industri. Termasuk dalam pengertian rumah adalah rumah indekos Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) = 10% X jumlah bruto nilai persewaan Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya, dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan. ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
260
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah Penelitian deskriftif yang berusaha menggambarkan kondisi objek penelitian sesuai dengan keadaan yang ditemukan di lapangan. Penelitian ini menggambarkan bagaimana penerapan Pajak Rumah Kos yang baru diterapkan dengan kondisi di kota Banjarmasin. Objek penelitian ini adalah Pajak Rumah kos, yaitu rumah kos yang berdasarkan peraturan yang berlaku menjadi Objek Pajak Hotel dengan tariff 10 %. Sumber data penelitian ini adalah Data sekunder yaitu dari Undang Undang dan Peraturan Daerah yang berlaku .Metode Pengumpulan data adalah Dokumentasi yaitu dokumentasi dari sumber data sekunder tersebut. Teknik Analisis Data adalah berdasarkan rumusan masalah (focus penelitian) , dikumpulkan peraturan yang terkait kemudian di analisis. PEMBAHASAN
1. Bagaimanakah potensi pajak rumah kos pada kota Banjarmasin? Menurut Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Banjarmasin, Subhan Noor Yaumil, berdasarkan data di lapangan terdapat 778 Rumah Kos di Banjarmasin sehingga ada potensi Pajak dari Rumah Kos. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Dan Retribusi Daerah, di mana rumah kos-kosan menjadi salah satu objek pajak yang harus menyetor 10 persen dari pendapatannya. Dari 778 Rumah kos yang memenuhi syarat hanya 208 Rumah Kos, yaitu rumah kos dengan lebih dari 10 kamar saja wajib terkena Pajak Rumah Kos. Pajak Rumah Kos berlaku sejak masa pajak Juli 2017 dengan potensi pajak rumah kos mencapai Rp 3 miliar lebih," Dengan diberlakukannya Pajak rumah Kos, secara intensifikasi Pajak hotel telah dilakukan sehingga harus didukung dengan Peraturan Wali Kota, dan didukung semakin giatnya sosialisasi kepada para pemiliki rumah kos. Agar Pajak Rumah Kos dapat menyumbang PAD yang ditarget pendapatannya tahun ini sebesar Rp 268 miliar lebih,"
2. Bagaimanakah Penerapan Pajak rumah kos sebelum Berlaku Pajak Daerah tersebut ? Berdasarkan pengertian Rumah Kos, Penghasilan yang diterima oleh Pemilik rumah kos berdasarkan UU No.36 /2009 tenteng Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang bersifat final. Yang terjadi selama ini adalah apabila pihak penyewa adalah Wajib Pajak , seringkali Penghasilan pemilik rumah kos akan dipotong PPh. Namun bila penyewa adalah antar orang pribadi yang bukan Subjek Pajak , kerap kali asfek PPh tidak pernah diberlakukan. Kewajiban Perpajakan , Berdasarkan pada pengelompokan pihak penyewa rumah indekos tersebut, kewajiban perpajakan terkait dengan sewa rumah indekos adalah sebagai berikut: 1. Apabila penyewa merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak ditunjuk sebagai pemotong PPh, maka kewajiban perpajakan ada pada pemilik rumah indekos yaitu antara lain: a. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) ke bank atau kantor pos dengan menggunakan Setoran Pajak (SSP) dan mencantumkan NPWP pemilik rumah indekos, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran; b. melaporkan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2), paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran. 2. Apabila penyewa merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong PPh, maka kewajiban perpajakan ada pada penyewa yaitu antara lain:
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
261
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
a. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 6 (2) dan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) kepada pemilik rumah indekos; b. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) ke bank atau kantor pos dengan menggunakan SSP c. dan mencantumkan NPWP pemilik rumah indekos serta ditandatangani oleh pihak penyewa, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran; d. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2), paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran. 3. Apakah ada Perbedaan Pajak rumah kos dengan PPh pasal 4 (2) ? Pajak rumah kos dengan PPh pasal 4(2) memiliki persamaan yaitu besarnya tariff yang di pungut sebesar 10%. Bila dilihat perbedaannya ditentukan oleh minimal kamar pada rumah kos tersebut. Apabila kita telaah lebih dalam, pemilik rumah kos mayoritas belum tersentuh Pajak baik itu PPh maupun Pajak Rumah Kos. Hal ini dikarenakan dengan siapa pemilik rumah kos bertransaksi, apakah dengan penyewa yang sekaligus sebagai pemotong pajak atau tidak. Apalagi system pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self Assisment System, artinya Wajib pajak tersebut yang menghitung, menyetorkan dan membayarkan Pajak yang terhutangnya. Bila penyewa adalah pemotong pajak, maka pemilik rumah kos akan dikenakan PPh pasal 4 (2) yang bersifat final. Dimana besarnya adalah 10% dari yang dibayarkan. PPh pasal 4 (2) ini tidak ada jumlah minimal kamarnya, tetapi dilihat dari tanah / bangunan secara utuh. Dengan berlakunya UU No. 28 / 2009 tentang Pajak dan retribusi daerah, dalam hal ini Pajak Hotel pada Pajak Rumah Kos hanya berlaku untuk jumlah kamar lebih dari 10 kamar saja. Dengan besarnya tariff yaitu 10 %. Sedangkan rumah kos yang kurang dari 10 kamar tidak dikenakan Pajak rumah Kos. Lantas timbul pertanyaan, apakah ketentuan ini hanya menguntungkan pengelola rumah kos dengan jumlah kamar sepuluh atau kurang –karena tak dikenai pajak hotel? Hal ini tentunya menjadi wacana untuk ditidaklanjuti, karena banyak rumah kost dengan sedikit kamar namun dengan fasilitas hotel, tentunya juga menjadi hal yang perlu dipertimbangkan oleh Dispenda. 4. Apakah telah terjadi Double Tax Income? Dari uraian di atas, terhadap objek rumah kos terdapat kemungkinan terjadi Pemungutan pajak berganda (Double Tax Income), yaitu PPh Pasal 4 (2) dan Pajak Rumah Kos. Hal ini disebabkan pemilik rumah indekos (Kos) adalah orang pribadi atau badan yang memiliki rumah, kamar, atau bangunan, yang disewakan kepada pihak lain sebagai tempat tinggal/pemondokan dan mengenakan pembayaran sebagai imbalan dalam jumlah tertentu. Kemungkinan double tax income yang terjadi juga sangat kecil, mengingat Penyewa adalah pemotong pajak biasanya adalah WP besar yang lebih mungkin menyewa 1 unit rumah dibandingkan 1 unit kamar dari rumah kos tersebut. Namun apabila terjadi kemungkinan double tax income, Agar Wajib Pajak (WP) tidak dirugikan dengan pembayaran double tax income sehingga apabila WP telah melakukan pembayaran dengan dipotong oleh penyewa PPh pasal 4(2), maka untuk Pajak Rumah Kos pemilik Rumah kost dapat mengajukan Surat Keberatan sesuai dengan Peraturan yang berlaku, begitu pula sebaliknya. . Atas potensi ini kita harus arif melihat masing masing pajak tersebut agar tidak berbenturan dan menimbulkan kesan terjadi pengenaan pajak berganda.
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
262
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
KESIMPULAN 1. 2. 3.
Pajak Rumah Kos merupakan intensifikasi Pajak Hotel berdasarkan UU No. 28/ 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dan Peraturan Daerah No.12/ 2011 tentang Pajak Hotel. Pajak Hotel dikenakan pada Rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh (10), dengan tarif pajak hotel 10 % dari pembayaran Potensi Pajak Rumah Kos begitu besar untuk daerah Banjarmasin untuk meningkatkan PAD kota Banjarmasin
SARAN
1. Masih diperlukan Sosialisasi Pajak Rumah Kos bagi Pemilik Rumah Kos, agar pemiliki rumah kos menyadari kewajiban perpajakannya, 2. Perlu dikaji kembali mengenai : a. Objek Pajak Rumah Kost, untuk jumlah kamar kurang dari sepuluh (10) namun memiliki fasilitas mewah b. Perlu diperhatikan kembali agar tidak terjadi Double tax income antara Pajak Rumah Kos dengan PPh pasal 4 (2) 3. Penelitian ini merupakan penelitian awal, perlu dilakukan pengembangan penelitian terhadap Pengaruh pajak rumah kost terhadap pajak daerah dan PAD Kota Banjarmasin.
DAFTAR PUSTAKA
Darise, Nurlan. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Sektor Publik). Cetakan Pertama. Jakarta: Indeks. Perda Kota Banjarmasin No. 12 Tahun 2011 tentang pajak hotel. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/21130-mengintip-bisniskamar-kost-dari-aspek-perpajakannya http://mediapublik.net/sinyal-positif-dan-peluang-peningkatan-pertumbuhan-ekonomikalimantan-selatan-2016/
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/kalsel/Pages/Kajian-Ekonomi-danKeuangan-Regional-Provinsi-Kalimantan-Selatan-Triwulan-I-2015.aspx http://www.informasi-pendidikan.com/2013/08/penelitian-deskriptif-kualitatif.html
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
263