i
UPAYA ISOLASI DRAKORODIN DARI RESIN Daemonorops draco
SITY ADHITIA SARMAN
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Upaya Isolasi Drakorodin dari Resin Daemonorops draco adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014 Sity Adhitia Sarman NIM G44090058
ii
ABSTRAK SITY ADHITIA SARMAN. Upaya Isolasi Drakorodin dari Resin Daemonorops draco. Dibimbing oleh BUDI ARIFIN dan SUMINAR S ACHMADI. Jernang merupakan hasil sekresi dari buah rotan. Jernang yang biasa digunakan ialah jenis Daemonorops draco yang memiliki kadar drakorodin tertinggi, tetapi kadarnya secara kuantitatif belum dapat ditentukan. Drakorodin adalah senyawa flavilium alami, turunan antosianin, dan pemberi warna alami pada jernang. Senyawa ini berpotensi sebagai bahan obat dan bahan pewarna alami. Drakorodin yang diisolasi dari ekstrak kasar jernang dianalisis menggunakan spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan kolom C18 (5 µm, 250 × 4.6 mm id, Dikma). Sampel diberi 2 perlakuan, yakni dalam medium tanpa asam dan dalam medium asam (HClO4 60%). Spektrum UV-Vis menunjukkan bahwa drakorodin dapat dideteksi pada panjang gelombang 400—490 nm. Pada kromatogram KCKT, drakorodin dihasilkan pada waktu retensi menit ke-5 dengan eluen etil asetat 1% dalam metanol, laju alir 0.5 mL/menit, dan dideteksi pada 475 nm. Kadar drakorodin yang diperoleh pada ekstrak metanol jernang tanpa asam sekitar 55.6% lebih tinggi daripada ekstrak metanol jernang yang ditambah HClO4, yaitu sekitar 37.4% dari bahan awal yang direfluks selama 1 jam. Isolat ini dapat digunakan untuk penetapan kadar drakorodin dalam jernang komersial. Kata kunci: Daemonorops draco, drakorodin, flavilium, jernang, kromatografi cair kinerja tinggi
ABSTRACT SITY ADHITIA SARMAN. Attempt to Isolate of Dracorhodin from Daemonorops draco. Supervised by BUDI ARIFIN and SUMINAR S ACHMADI. Dragon’s blood is a secretion of rattan fruits. The commonly used rattan species is Daemonorops draco that contain the highest dracorhodin, but the content has not been determined quantitatively. Dracorhodin is a natural flavylium compound, anthocyanin derivative, and provides the natural color of dragon’s blood. This compound is potential as drug materials and natural dye. Dracorhodin isolated from dragon’s blood crude extract were analyzed using ultraviolet-visible (UV-Vis) spectrophotometric and high performance liquid chromatography (HPLC) with C18 column (5 µm, 250 × 4.6 mm id, Dikma). The samples were treated in acidic (60% HClO4) and non-acidic medium. UV-Vis spectra showed that dracorhodin was also detected at 400—490 nm. Dracorhodin was detected in HPLC chromatogram at retention time of 5 minutes, using ethyl acetate 1% in methanol as eluent, 0.5 mL/min flow rate, and detection wavelength at 475 nm. Dracorhodin content obtained from non-acidic medium crude methanol extract was 55.6%, which was higher than that in the acidic medium, namely 37.4% from the starting materials that was refluxed for about 1 hour. The isolates can be used as standard for quantifying dracorhodin in commercial dragon’s blood. Key words: Daemonorops draco, dracorhodin, dragon’s blood, flavylium, high performance liquid chromatography
i
iv
UPAYA ISOLASI DRAKORODIN DARI RESIN Daemonorops draco
SITY ADHITIA SARMAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
iii
vi
Judul Skripsi : Upaya Isolasi Drakorodin dari Resin Daemonorops draco Nama : Sity Adhitia Sarman NIM : G44090058
Disetujui oleh
Budi Arifin, SSi, MSi Pembimbing I
Prof Ir Suminar Setiati Achmadi, PhD Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen Kimia
Tanggal lulus:
>,
Judul Skripsi : Upaya Isolasi Drakorodin dari Resin Daemonorops draco : Sity Adhjtja Sannan Nama : G44090058 NlM
Disetujui oleh
Rudi Arifin. SSi.. MSi
ProfTr Suminar Setiati Achmadi, PhD
Pembimbing I
Pembimbing 11
Tanggallulus:
1 3 JAN 2014
v
v
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan tugas akhir sarjana dengan baik. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai November 2013 di Laboratorium Kimia Organik dan Laboratorium Bersama, Departemen Kimia, IPB. Skripsi yang berjudul Isolasi dan Penentuan Kadar Drakorodin dari Resin Daemonorops draco ini disusun sebagai laporan tugas akhir tersebut. Laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik moral maupun spiritual. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Budi Arifin, SSi, MSi selaku pembimbing I dan Prof Ir Suminar Setiati Achmadi, PhD selaku pembimbing II. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sabur, Ibu Yenny, dan Ibu Nia di Laboratorium Kimia Organik. Penulis juga berterima kasih kepada Drs M Farid, MSi, Umar Toriq, Rika Kurnia, Nisfiyah Maftuhah, Febrina Miharti, dan Rahmi Puspita Sari yang telah membantu selama penelitian. Penelitian ini disponsori oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Hibah Kerja Sama Antarlembaga dan Perguruan Tinggi yang diraih oleh Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD pada tahun 2012. Terima kasih taklupa diucapkan kepada Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan beasiswa selama saya menjadi mahasiswa. Akhir kata, penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Bogor, Desember 2014 Sity Adhitia Sarman
vii
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR............................................................................................. vii DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 BAHAN DAN METODE........................................................................................ 2 Alat dan Bahan 4 Prosedur Percobaan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 5 Kondisi Optimum Ekstraksi dan Pemisahan Drakorodin 5 Identitas Drakorodin Berdasarkan Spektrofotometer UV-Vis 6 Pengaruh Pengasaman pada Kadar Drakorodin 7 Kondisi Kerja Sistem Eluen dan Laju Alir pada KCKT 9 Identitas dan Kadar Drakorodin Berdasarkan KCKT 9 SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 11 LAMPIRAN 11
vii
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
6 7 8
Buah rotan jernang 1 Struktur drakorodin 2 Diagram alir penelitian 3 Kromatogram KLT ekstrak etanol jernang dengan eluen n-heksana-etil asetat (1:3) (a) dan 7 fraksi hasil pemurnian dengan KLT preparatif 6 Kromatogram KLT ekstrak etanol jernang dengan penambahan HCl 0.1 M pada eluen n-heksana-etil asetat (1:3) (a), n-heksana-MTC (1:1) (b), n-heksana-etil 7 asetat-air (2:3:1) (c), dan metanol (d) + Skema reaksi kimia kation flavilium (AH ) 7 Spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman (a) dan yang diasamkan dengan H2SO4 ke pH 1 (b) 9 Spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan HClO4 10
DAFTAR TABEL 1 Absorbans puncak serapan spektrum UV-Vis yang diduga drakorodin dari 7 fraksi hasil pemurnian ekstrak etanol jernang dengan KLT preparatif 2 Data spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman 3 Data spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan H2SO4 4 Data spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan HClO4
6 8 8 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 Spektrum UV-Vis ekstrak etanol jernang 13 2 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik 15 3 Spektrum UV-Vis fraksi-fraksi hasil pemurnian ekstrak etanol jernang dengan KLTP 16 4 Spektrum KCKT ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman pada berbagai eluen 19 5 Spektrum KCKT ekstrak metanol jernang yang ditambahkan dengan berbagai jenis asam 22 6 Spektrum KCKT eluen etil asetat 1% dalam metanol ekstrak jernang tanpa asam dan ekstrak yang ditambah HClO4 24 7 Perhitungan kadar drakorodin 26
1
PENDAHULUAN Jernang adalah resin hasil sekresi buah rotan jernang (Daemonorops draco) (Gambar 1) yang endemik di Asia Tenggara. Resin tersebut menempel dan menutupi bagian luar buah rotan, dan untuk mendapatkannya diperlukan proses ekstraksi (Toriq 2013). Jenis rotan D. draco merupakan yang terbaik karena kandungan resinnya paling banyak dibandingkan dengan spesies rotan jernang yang lain (Rustiami et al. 2004; Soemarna 2009). Jernang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama dragon’s blood.
Gambar 1 Buah rotan jernang Komponen kimia utama pada resin jernang adalah kelompok ester dan drakoresinotanol (57–82%). Selain itu, resin tersebut mengandung berbagai senyawa seperti drakoresena (14%), drakoalban (hingga 2.5%), resin taklarut (0.3%), residu (18.4%), asam abietat, drakorodin, drakorubin, dan beberapa pigmen terutama nordrakorodin dan nordrakorubin (Purwanto et al. 2005). Ada 59 komponen kimia yang ditemukan dalam jernang (Toriq 2013). Resin jernang memiliki ciri berwarna merah, berbentuk amorf, dengan bobot jenis 1.18–1.20. Bilangan asamnya rendah, bilangan ester sekitar 140, titik cair sekitar 120 °C, serta larut dalam alkohol, eter, minyak lemak, dan minyak atsiri, larut sebagian dalam kloroform, etil asetat, metanol, karbon disulfida, dan tidak larut dalam air (Coppen 1995). Menurut Toriq (2013), drakorodin (Gambar 2) merupakan komponen utama dan juga sebagai penciri jernang. Drakorodin merupakan senyawa flavonoid turunan antosianin, pemberi warna alami pada jernang. Berbagai manfaat senyawa ini dalam bidang kesehatan, meliputi potensi sebagai bahan obat secara biologis dan aktivitas farmakologis seperti antimikrob, antivirus, antitumor, dan aktivitas sitotoksik (Shi et al. 2009; Rondao 2012), bahan obat seriawan, sakit perut, maupun untuk mengatasi gangguan pencernaan (Rustiami et al. 2004; Soemarna 2009). Manfaat medis, terutama jenis Daemoronops, berasal dari keberadaan asam benzoat yang bersifat antiseptik (Edwards et al. 2003). Manfaat lainnya ialah sebagai bahan pewarna alami (Winarni et al. 2005; Soemarna 2009), bahan campuran kosmetik, bahan astringen, dan serbuk pasta gigi (Soemarna 2009). Buah ini tidak memiliki kandungan senyawa beracun (Shi et al. 2009).
2
Gambar 2 Struktur drakorodin Senyawa antosianin maupun drakorodin telah diisolasi oleh beberapa peneliti. Hillebrand et al. (2009) mengisolasi senyawa antosianin dari kentang biru spesies Solanum tuberosum, menggunakan beberapa cara seperti kromatografi arus lawan-kecepatan tinggi (KALKC), kromatografi arus lawanrotasi kecepatan rendah (KALRKR), kromatografi cair kinerja tinggi-detektor susunan diode (KCKT-DSD), spektrometer massa-ionisasi semprotan elektron (SM-ISE), dan spektrometer resonans magnetik inti (SRMI). Sousa et al. (2008) mengisolasi drakorodin menggunakan KCKT-DSD dari spesies D. draco, tetapi rendemen yang didapat tidak dijelaskan. Shi et al. (2009) memisahkan drakorodin menggunakan KALKC. Rendemen yang didapat 6.6% dengan kemurnian di atas 98%. Drakorodin pada ekstrak kasar juga diidentifikasi oleh Toriq (2013) dengan menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa (KG-SM) dari berbagai jenis jernang dan didapatkan kadar sekitar 1.4—6.5%. Sejauh ini, mutu komoditas jernang belum dapat ditentukan secara kuantitatif berdasarkan kadar drakorodin dan masih secara kualitatif. Penelitian sebelumnya hanya membedakan dan mengelompokkan jernang dalam 3 jenis mutu, yaitu Mutu Super, Mutu A, dan Mutu B (Toriq 2013). Diharapkan dengan penelitian ini, kadar pasti drakorodin pada jernang akan dapat ditentukan secara kuantitatif. Penelitian ini berupaya mengisolasi drakorodin dalam jernang.
BAHAN DAN METODE Penelitian diawali dengan mengekstraksi sampel bubuk jernang spesies D. draco mutu terbaik yang berasal dari daerah Sarolangun (Jambi) dan didapat dari (Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah)). Sampel diekstraksi dengan cara refluks dan maserasi dalam pelarut etanol, aseton, dan etil asetat (modifikasi Shi et al. 2009; Toriq 2013). Ekstrak terbaik berdasarkan rendemen dan spektrum ultraviolet-tampak (UV-Vis) kemudian dimurnikan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif. Noda-noda yang didapat dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis untuk mendeteksi keberadaan drakorodin. Metode tersebut juga dimodifikasi dengan menambahkan HCl 0.1 M pada ekstrak pekat yang terbaik sebelum dimurnikan menggunakan KLT preparatif (modifikasi Shi et al. 2009). Metode ekstraksi selanjutnya merujuk Sousa et al. (2008): sampel direfluks dengan metanol 100%, lalu dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan KCKT. Sampel dibuat dalam 2 kondisi, tanpa asam dan dengan penambahan
3 asam.. Berbagai jenis asam diujikan, yaitu HCl 37%, HNO3 65%, dan HClO4 60%. Kadar drakorodin ditetapkan dari luas puncak diduga drakorodin yang dihasilkan pada spektrum KCKT (modifikasi Sousa et al. 2008). Diagram alir penelitian ditunjukkan pada Gambar 3. (3) Serbuk jernang Metanol + HClO4 60%
+ HNO3 65%
+ HCl 37%
+ H2SO4 95—97%
(1) Refluks 1.5 jam
Dilarutkan dalam etanol
Dilarutkan dalam etanol, aseton, atau, etil asetat
dipekatkan Direfluks 1 jam
Analisis UV-Vis dan KCKT
Maserasi 3 jam
dipekatkan
Ekstrak pekat etanol, aseton, dan etil asetat
Ekstrak pekat etanol, aseton, dan etil asetat
Analisis spektrum UV-Vis Perhitungan kadar drakorodin
Metode ekstraksi dan pelarut terbaik (2)
+ HCl 0.1 hingga pH 1M Keterangan alur tahapan: 1) : Isolasi drakorodin modifikasi Shi et al. (2009); Toriq (2013) 2) : Isolasi drakorodin modifikasi Shi et al. (2009) 3) : Isolasi drakorodin modifikasi Sousa et al. (2008)
Gambar 3 Diagram alir penelitian
Ekstrak pekat terbaik
Penentuan eluen terbaik KLT Fraksionasi ekstrak KLT Preparatif Analisis UV-Vis dan KCKT
4 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan antara lain radas refluks, KCKT Shimadzu, spektrofotometer UV-Vis Shimadzu, dan indikator pH universal. Bahan-bahan yang digunakan adalah jernang asal Jambi yang dihaluskan menjadi serbuk, silika gel GF254 untuk KLT preparatif dan pelat silika gel GF254 (Merck®); etanol, aseton, etil asetat, metilena klorida, dan n-heksana yang merupakan pelarut teknis; serta metanol, HClO4 60%, etil asetat, asam asetat glasial, H2SO4 95—97%, HCl 37%, dan HNO3 65% p.a (Merck®).
Prosedur Percobaan Ekstraksi dengan Metode Refluks (modifikasi Shi et al. 2009) Serbuk jernang ditimbang 5 g lalu dicampurkan dengan etanol 96%, aseton, atau etil asetat masing-masing sebanyak 30 mL dan direfluks selama 1.5 jam. Ekstraksi dilakukan triplo, setiap ekstrak disaring, digabungkan, lalu dipekatkan. Ekstrak pekat yang diperoleh merupakan resin jernang yang berwarna merah. Bobot akhir ekstrak ditimbang dan rendemen yang didapat dihitung. Ekstraksi dengan Metode Maserasi (modifikasi Toriq 2013) Sebanyak 5 g serbuk jernang dimaserasi dengan etanol, aseton, atau etil asetat masing-masing sebanyak 50 mL. Ekstraksi dilakukan selama 3 jam, lalu ekstrak disaring. Maserasi diulangi 3 kali dengan jumlah pelarut yang sama, lalu ekstrak hasil penyaringan digabungkan. Ekstrak gabungan dipekatkan dengan penguap putar dan diperoleh resin jernang yang berwarna merah. Bobot akhir ekstrak ditimbang dan dihitung rendemennya. Pemilihan Ekstrak Terbaik untuk Tahap Pemurnian Ekstrak kasar diuji pada panjang gelombang 200—600 nm dengan spektrofotometer UV-Vis (Shi et al. 2009). Pelarut yang dipilih ialah yang tidak menghasilkan banyak puncak serapan pada panjang gelombang di bawah 473.5 nm. Senyawa drakorodin dideteksi pada panjang gelombang 473.5 nm (Toriq 2013). Sementara metode ekstraksi yang dipilih ialah yang memberikan rendemen ekstrak tertinggi. Ekstrak kasar terbaik kemudian dimurnikan dengan KLT preparatif. Sebelumnya eluen terbaik ditentukan dengan menguji eluen tunggal etil asetat, diklorometana, dan n-heksana serta beberapa campuran 2 eluen. Noda-noda yang didapat dipisahkan, lalu masing-masing dianalisis dengan spektrofotometer UVVis. Isolasi dan Pemurnian Drakorodin (modifikasi Shi et al. 2009) Sampel ditimbang 5 g lalu dicampurkan dengan etanol sebanyak 30 mL dan direfluks selama 1.5 jam. Ekstraksi dilakukan triplo. Setiap ekstrak disaring, lalu digabungkan dan dipekatkan. Ekstrak pekat yang diperoleh ditambah dengan HCl 0.1 M sebanyak 6 mL hingga pH 1, lalu dimurnikan dengan menggunakan KLT preparatif.
5 Isolasi Drakorodin (modifikasi Sousa et al. 2008) Sampel ditimbang 2.5 g lalu dicampurkan dengan 50 mL metanol yang telah ditambahkan H2SO4 95—97% hingga pH 1 dan direfluks selama 1 jam. Kemudian ekstrak metanol jernang disaring dan filtrat yang diperoleh dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis dan KCKT. Prosedur tersebut diulangi lagi dengan mengganti asam yang digunakan menjadi HCl 37%, HNO3 65%, dan HClO4 60%, masing-masing hingga pH < 1. Ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman juga disiapkan sebagai kontrol. Penentuan Drakorodin dengan KCKT (modifikasi Sousa et al. 2008) Semua ekstrak metanol jernang dianalisis kemurniannya dengan menggunakan KCKT. Tipe kolom yang digunakan Diamonsil C18 (5 µm, 250 × 4.6 mm id, Dikma). Deteksi dilakukan pada panjang gelombang 353, 375, 387, 413, 415, 475, 489, dan 490 nm. Fase gerak yang digunakan adalah sistem isokratik asetonitril, metanol, etil asetat 1% dalam metanol, etil asetat 3% dalam metanol, etil asetat 1% dalam asetonitril, asam asetat 1% dalam metanol dengan laju alir 1.5 dan 0.5 mL/menit, serta suhu kolom 31.5 °C.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Optimum Ekstraksi dan Pemisahan Drakorodin Ekstraksi telah dilakukan dengan cara refluks dan maserasi dalam pelarut etanol, aseton, dan etil asetat. Metode terbaik ialah menggunakan refluks dengan pelarut etanol berdasarkan spektrum UV-Vis yang tidak menunjukkan banyak puncak selain drakorodin di bawah panjang gelombang 473.5 nm (Lampiran 1). Ekstrak yang dihasilkan dengan metode terbaik kemudian dimurnikan menggunakan KLT preparatif dengan eluen n-heksana-etil asetat (1:3). Eluen ini dipilih karena memberikan banyak noda dengan pemisahan yang baik ketika dianalisis dengan KLT (Lampiran 2). Kromatogram KLT menunjukkan 5 noda dengan Rf ~ 0.82, 0.65, 0.45, 0.15, dan 0.02 pada eluen n-heksana-etil asetat (1:3) (Gambar 4). Sementara itu, kromatogram KLT preparatif menunjukkan 7 noda dengan 2 noda tambahan pada Rf ~ 0.81 dan 0.78. Semua noda yang diperoleh dipisahkan, kemudian masingmasing dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis.
6 Rf 0.82 0.65 0.45 0.15 0.02 a b Gambar 4 Kromatogram KLT ekstrak etanol jernang dengan eluen n-heksana-etil asetat (1:3), diamati di bawah sinar UV 254 nm (a) dan 7 fraksi hasil pemurnian dengan KLT preparatif (b)
Identitas Drakorodin Berdasarkan Spektrum UV-Vis Spektrum UV-Vis yang diperoleh menunjukkan bahwa semua noda diduga mengandung drakorodin karena menghasilkan puncak serapan pada panjang gelombang sekitar 473.5 nm (Toriq 2013). Berdasarkan Tabel 1, noda dengan Rf ~ 0.15 diduga mengandung drakorodin terbanyak, diikuti oleh noda dengan Rf ~ 0.78. Sementara itu, noda dengan Rf ~ 0.45 paling kecil kemungkinan mengandung drakorodin, diikuti oleh noda dengan Rf ~ 0.81. Tiga noda yang lain masih berpotensi mengandung cukup banyak drakorodin sehingga tidak mungkin mengkuantifikasi kadar drakorodin dalam sampel jernang hanya dengan menganalisis salah satu noda. Data spektrum UV-Vis selengkapnya diberikan di Lampiran 3. Tabel 1 Absorbans puncak serapan spektrum UV-Vis yang diduga drakorodin dari 7 fraksi hasil pemurnian ekstrak etanol jernang dengan KLT preparatif Rf Konsentrasi (ppm) λ (nm) Absorbans 0.02 2000 492.5 0.882 0.15 780 498.5 1.516 0.45 4520 472.5 0.183 0.65 2000 470.0 0.623 0.78 2070 467.5 1.967 0.81 2000 465.0 0.202 0.82 2000 471.0 0.755 Dalam perlakuan selanjutnya, ditambahkan sejumlah asam HCl 0.1 M pada ekstrak pekat etanol jernang hingga pH 1. Penambahan asam diharapkan akan menyebabkan semua senyawa antosianin dalam ekstrak, termasuk drakorodin, terprotonasi menjadi garam flavilium. Sifat ionik garam ini menyebabkan ekstrak tidak menghasilkan pemisahan noda ketika dianalisis dengan KLT pada berbagai eluen (Gambar 5).
7
c a b d Gambar 5 Kromatogram KLT ekstrak etanol jernang dengan penambahan HCl 0.1 M pada eluen n-heksana-etil asetat (1:3) (a), n-heksana-MTC (1:1) (b), n-heksana-etil asetat-air (2:3:1) (c), dan metanol (d)
Pengaruh Pengasaman pada Kadar Drakorodin Kondisi pH sangat memengaruhi jumlah kation flavilium. Menurut Melo et al. (2007), kation flavilium (AH+) adalah spesies yang dominan dalam larutan asam, tetapi seiring dengan peningkatan pH akan terjadi reaksi dapat-balik (1) seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Deprotonasi AH+ membentuk struktur kuinoid basa (A) yang berwarna merah. (2) Hidrasi kation flavilium pada atom C2 membentuk struktur hemiasetal berwarna (B), yang dapat mengalami (3) reaksi tautomerisasi dengan disertai pembukaan cincin, menghasilkan (Z)-kalkon kuning pucat (Cc). (4) Isomerisasi cis-trans selanjutnya membentuk (E)-kalkon kuning pucat. Pada pH 1, semua terbentuk spesies antosianin diharapkan telah terubahkan menjadi kation flavilium (AH+).
Gambar 6 Skema reaksi kimia kation flavilium (AH+)
8 Ekstraksi drakorodin selanjutnya dilakukan pada pH 1 dengan menambahkan 4 jenis asam kuat pekat, yaitu H2SO4, HCl, HNO3, dan HClO4 ke dalam metanol sebagai pelarut pengekstrak. Metode ini merujuk metode Sousa et al. (2008). Semua ekstrak kemudian dianalisis kemurniannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan KCKT. Ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman digunakan sebagai pembanding. Spektrum UV-Vis sampel yang diasamkan dengan H2SO4 pekat hingga pH 1 menunjukkan pergeseran hipsokromik puncak serapan pada kisaran panjang gelombang 475—490 nm (Tabel 2) ke 400—430 nm (Tabel 3). Seperti ditunjukkan pada Gambar 6, bentuk AH+ memiliki sistem kromofor berupa cincin bisiklik aromatik (cincin A dan C memiliki aturan Hückel dengan n = 2). Pada bentuk A, sistem konjugasi kromofor lebih panjang, berupa sistem enon terkonjugasi yang terentang sepanjang cincin A hingga B. Hal ini yang menyebabkan λmaks sebelum pengasaman lebih besar daripada setelah diasamkan. Puncak serapan sampel hasil pengasaman juga menunjukkan intensitas yang lebih tinggi (efek hiperkromik) dibandingkan dengan tanpa pengasaman (Gambar 7). Hasil ini sama dengan yang dilaporkan oleh Sousa et al. (2008) bahwa penambahan asam dapat meningkatkan intensitas serapan drakorodin dalam bentuk kation flavilium. Agaknya hal ini disebabkan oleh adanya kation oksonium yang bersifat penarik-elektron kuat. Tabel 2 Data spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman Panjang Puncak Absorbans gelombang (nm) 1 489.5 2.28 2 475 2.301 3 387 2.125 4 375.5 2.125 Tabel 3 Data spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan H2SO4 Panjang Puncak Absorbans gelombang (nm) 1 431 3.014 2 415.5 3.175 3 406.5 3.436
Absorbans
Absorbans
9
λ (nm)
λ (nm)
(a) (b) Gambar 7 Spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman (a) dan yang diasamkan dengan H2SO4 ke pH 1 (b)
Kondisi Kerja Sistem Eluen dan Laju Alir pada KCKT Kondisi kerja KCKT yang akan digunakan ditentukan terlebih dahulu. Beberapa fase gerak diujikan, yakni asetonitril, metanol, etil asetat 1% dalam metanol, etil asetat 1% dalam metanol, etil asetat 1% dalam asetonitril, dan asam asetat 3% dalam metanol dengan laju alir 1.5 mL/menit (Lampiran 4). Elusi dilakukan secara isokratik dengan sistem kromatografi fase-terbalik menggunakan kolom Diamonsil C18. Fase gerak terbaik untuk ekstrak metanol jernang ialah etil asetat 1% dalam metanol karena memberikan pemisahan puncak yang relatif lebih baik untuk ekstrak yang diasamkan dengan H2SO4. Deteksi dilakukan pada panjang gelombang 415 nm, yang memberikan kromatogram lebih sederhana daripada deteksi pada panjang gelombang 489 nm. Laju alir fase gerak sebesar 1.5 mL/menit didapati mengelusi terlalu cepat semua komponen dalam ekstrak sehingga tidak memberikan resolusi yang baik (Lampiran 4). Memperlambat laju alir menjadi 0.5 mL/menit memberikan resolusi yang lebih baik dengan menggunakan berbagai asam untuk mengasamkan ekstrak jernang, yaitu HCl, HNO3, dan HClO4 (Lampiran 5). Ketiga jenis asam tersebut menghasilkan jumlah dan pola puncak yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan asam yang berbeda tidak berpengaruh pada jenis senyawa yang terkandung dalam ekstrak metanol jernang.
Identitas dan Kadar Drakorodin Berdasarkan KCKT Kromatogram KCKT hasil pengasaman dengan HClO4 memunculkan dugaan bahwa puncak pada menit ke-5.1 merupakan puncak drakorodin. Intensitas puncak tersebut naik kira-kira 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ketika diasamkan dengan HCl atau HNO3. HClO4 merupakan asam yang paling kuat (pKa = —10, jauh melampaui pKa HCl = —7, pKa H2SO4 = —3, maupun pKa HNO3 = —1) maka diduga akan lebih efektif mengubah drakorodin menjadi bentuk kation flaviliumnya. Ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan HClO4 kemudian dianalisis spektrum UV-Vis-nya. Pola puncak serapan yang diperoleh (Gambar 8)
10
Absorbans
relatif sama dengan penambahan H2SO4 (Gambar 7b), tetapi panjang gelombang maksimum yang didapat sedikit bergeser ke 414.5 nm (Tabel 4).
λ (nm)
Gambar 8 Spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan HClO4 Tabel 4 Data spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan HClO4 Panjang Puncak Absorbans gelombang (nm) 1 414.5 2.49 2 353.5 1.485 Ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan HClO4 dianalisis kembali dengan KCKT untuk membandingkan kadar drakorodin dengan ekstrak jernang tanpa pengasaman. Kondisi KCKT yang digunakan sama, tetapi panjang gelombang deteksi yang digunakan disesuaikan dengan λmaks dalam spektrum UVVis, yakni 489, 475, 387, dan 375 nm untuk yang tanpa pengasaman (Tabel 2) serta 353 dan 413 nm untuk yang dengan pengasaman (Tabel 4). Kromatogram KCKT yang dihasilkan (Lampiran 6) menunjukkan jumlah puncak dan pola yang sama. Perbedaan terjadi pada intensitas puncak drakorodin. Panjang gelombang deteksi di 475 dan 489 nm menunjukkan intensitas puncak pada menit ke-5.1 yang paling tinggi di antara ketiga puncak lain. Sebaliknya, pada panjang gelombang di 353 nm, intensitas dominan ditemukan pada ketiga puncak yang lain, yaitu menit ke- 9.7, 10.9, dan 12.5. Ketiga puncak tersebut diduga sebagai senyawa pengotor bukan antosianin. Hal ini dibuktikan dari intensitasnya yang konstan dengan maupun tanpa pengasaman. Hal ini menjadi bukti kuat bahwa puncak drakorodin memiliki waktu retensi 5.1 menit untuk kondisi alat yang digunakan, dengan kadar maksimum diperoleh pada panjang gelombang deteksi 475 nm. Kadar drakorodin dalam ekstrak dihitung dari kromatogram KCKT: sekitar 55.6% drakorodin terkandung dari ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman, sedangkan dalam ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan HClO4, kadarnya sekitar 37.4% (Lampiran 7).
11
SIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini berhasil mengisolasi senyawa drakorodin murni dengan maupun tanpa pengasaman. Spektrum KCKT menghasilkan puncak diduga drakorodin pada menit ke-5.1 menggunakan sistem fase terbalik dengan kolom Diamonsil C18 (5 µm, 250 × 4.6 mm id, Dikma), eluen etil asetat 1% dalam metanol, suhu kolom 31.5 °C, dan laju alir 0.5 mL/min. Persentase relatif kadar drakorodin terbanyak diperoleh pada ekstrak jernang tanpa pengasaman, yaitu 55.6%. Perlu pemurnian lebih lanjut pada noda dengan Rf ~ 0.15 yang diduga mengandung drakorodin terbanyak agar dapat diperoleh drakorodin murni ketika di KCKT. Pemisahan tersebut bisa melalui pendekatan univariat.
DAFTAR PUSTAKA Coppen JJW. 1995. Gum, Resin, and Latexes of Plant Origin: Non Wood Products. Roma (IT): FAO of The United Nations. Edwards HGM, Oliveira LFC, Prendergast HDV. 2003. Raman spectroscopic analysis of dragon’s blood resins-basis for distinguishing between Dracaena (Convallariaceae), Daemonorops (Palmae) and Croton (Euphorbiaceae). Analyst. 129(2):134-138. doi: 10.1039/B311072A. Hillebrand S, Naumann H, Kitzinksi N, Kohler N, Winterhalter P. 2009. Isolation and characterization of anthocyanin from blues-fleshed potatoes (Solanum tuberosum L). Global Science Books. 3(1):96-101. doi: 10.1021/jf902799a. Melo MJ, Sousa MM, Parola AJ, de Melo JSS, Catarino F, Marcalo J, Pina F. 2007. Identification of 7,4’-dihydroxy-5-methoxyflavylium in “dragon's blood”: to be or not to be an anthocyanin. J Eur Chem. 13(5):1417-1422. doi: 10.1002/chem.200600837. Purwanto Y, Polosakan Y, Susiarti S, Walujo EB. 2005. Ekstraktivisme jernang (Daemonorops spp.) dan kemungkinan pengembangannya: studi kasus di Jambi, Sumatra, Indonesia. Laporan Teknik Bidang Botani Puslitbang LIPI. Bogor (ID): LIPI. Rondao RJBL. 2012. Dragon’s blood [disertasi]. Coimbra (PT): University of Coimbra. Rustiami H, Setyowati FM, Kartawinata K. 2004. Taxonomy and uses of Daemonorops draco (Willd.). J Trop Ethnobiol. 1(2):65-75. Shi J, Hu R, Lu Y, Sun C, Wu T. 2009. Single-step purification of dracorhodin from dragon’s blood resin of Daemonorops draco using high-speed countercurrent chromatography combined with pH modulation. J Sep Sci. 32(2324):4040-4047. doi: 10.1002/jssc.200900392. Soemarna Y. 2009. Ekologi dan teknik perkecambahan dan pembibitan rotan jernang pulut (Daemonorops draco (Willd.) Blume). JPHH. 6(1):31-39. Sousa MM, Melo MJ, Parola AJ, de Melo JSS, Catarino F, Pina F, Cook FEM, Simmonds MSJ, Lopes JA. 2008. Flavylium chromophores as species
12 markers for dragon’s blood resins from Dracaena and Daemonorops trees. J Chromatogr A. 1209(1-2):153-161. doi: 10.1016/j.chroma.2008.09.007. Toriq U. 2013. Senyawa kimia penciri jernang untuk pembaruan parameter Standar Nasional Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Winarni I, Waluyo TK, Hastoeti P. 2005. Sekilas tentang jernang sebagai komoditi yang layak dikembangkan. Di dalam: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Mutu dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan. Bogor, 2004 Des 14. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. hlm 173-177.
13 Lampiran 1 Spektrum UV-Vis ekstrak etanol jernang
Absorbans
Puncak
λ (nm)
1 2 3 4 5
Panjang gelombang (nm) 478.5 382 273.5 238.5 223.5
Absorbans 0.637 0.696 2.661 3.718 3.505
Ekstrak etanol Refluks
Absorbans
Puncak 1 2 3 4
Panjang gelombang (nm) 476 382.5 278 258
Absorbans 1.151 0.784 3.957 3.806
λ (nm)
Absorbans
Ekstrak jernang etanol Maserasi
Puncak 1 2 λ (nm) Ekstrak aseton Maserasi
Panjang gelombang (nm) 478 331
Absorbans 0.619 1.226
14 Lanjutan Lampiran 1
Absorbans
Panjang Puncak gelombang Absorbans (nm) 1 475 0.893 2 320.5 1.864 3 316.5 1.866 4 287 2.805 5 258 3.957 λ (nm) Ekstrak etil asetat Maserasi
15 Lampiran 2 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik
( a)
(g)
(b)
(h)
(c)
(i)
Keterangan: (a) n-heksana (b) MTC (c) n-heksana-EtOAc (4:6) (d) n-heksana-EtOAc (3:7) (e) n-heksana-EtOAc (2:8) (f) EtOAc (g) n-heksana-EtOAc (1:1) (h) n-heksana-EtOAc (1:2) (i) MTC-EtOAc (1:3) (j) MTC-EtOAc (1:1) (k) n-heksana-EtOAc (1:9)
(d)
(j)
(e)
(k)
(f)
Absorbans
16 Lampiran 3 Spektrum UV-Vis fraksi-fraksi hasil pemurnian ekstrak etanol jernang dengan KLTP Panjang Puncak gelombang Absorbans (nm) 1 492.5 0.882 2 385.5 0.803 3 321.5 1.106 4 287.5 1.011 5 266 2.187 λ (nm) 6 229 2.261 Rf = 0.02 (2000 ppm)
Absorbans
Puncak
λ (nm) Rf = 0.15 (780 ppm)
1 2 3 4 5 6 7
Absorbans
Puncak
λ (nm) Rf = 0.45 (4520 ppm)
1 2 3 4
Panjang gelombang (nm) 498.5 377.5 323 287.5 272 249 211
Panjang gelombang (nm) 472.5 373.5 277.5 229
Absorbans 1.516 1.273 2.016 1.793 2.306 2.951 4
Absorbans 0.183 0.406 0.725 2.201
17 lanjutan Lampiran 3
Absorbans
Puncak
λ (nm) Rf = 0.65 (2000 ppm)
1 2 3 4 5 6
Absorbans
Puncak
λ (nm) Rf = 0.78 (2070 ppm)
1 2 3 4 5 6
Absorbans
Puncak
λ (nm) Rf = 0.81 (2000 ppm)
1 2 3 4 5 6 7
Panjang gelombang (nm) 470 381.5 316 280.5 272 233
Panjang gelombang (nm) 467.5 392 337.5 286.5 246.5 211.5
Panjang gelombang (nm) 465 295.5 288 272 262 245.5 216.5
Absorbans 0.623 1.265 1.263 1.759 1.785 2.97
Absorbans 1.967 2.603 2.572 2.836 3.286 4
Absorbans 0.202 2.834 2.933 2.437 1.886 3.19 0.499
18 lanjutan Lampiran 3
Absorbans
Puncak
λ (nm) Rf = 0.82 (2000 ppm)
1 2 3 4 5 6 7
Panjang gelomang (nm) 471 300.5 286 272 235 211.5 202
Aborbans 0.755 3.656 3.252 3.306 3.763 4 2.243
19 Lampiran 4 Spektrum KCKT ekstrak metanol jernang pada berbagai eluen /1.541/5832461 461 /1.679/4969791
mV Detector A:254nm 1250
Intensitas
1000
750
500
250
0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
Waktu retensi (menit)
15.0
min
/1.144/1721971 971 /1.622/735682 /2.033/314944 /1.830/488602 /2.329/927718 9/927 /2.721/1377320
Eluen asetonitril (489 nm)
Intensitas
150
100
/27.637/2152818
200
/8.809/26415392
mV Detector A:490nm
50
0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
min
Waktu retensi (menit) Eluen metanol (489 nm)
/1.517/25701907 967
mV 4500 Detector A:416nm 4000 3500
Intensitas
3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
Waktu retensi (menit) Eluen asetonitril (415 nm)
15.0
17.5
min
20 lanjutan Lampiran 4 /1.492 /6 7007 628 628
mV Detector A:416nm
4000 3500
Intensitas
3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
min
Waktu retensi (menit) Eluen metanol (415 nm) /6.123/23605191 191 /6.424/19017319
mV Detector A:415nm 1500
1250
/5.576/14579170
750
500
/8.639/1078911
250
/1.494/1181039
Intensitas
1000
0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
Waktu retensi (menit) Eluen etil asetat 1% dalam metanol (415 nm)
25.0
27.5
min
21 lanjutan Lampiran 4 468 8111 451 /3 4090 /2.875 /2 /3.000 /3.208 /3 5386 317
mV Detector A:415nm
4000 3500 3000
Intensitas
2500 2000
1000 500
/3.615 /4 5867
/1.498 /1 5693 40
1500
0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
min
Waktu retensi (menit) Eleun etil asetat 3% dalam metanol (415 nm) /1.536 /2 3624 26 26
mV Detector A:415nm 250
Intensitas
200
150
0 0.0
2.5
/4.650 /4 227
50
/2.911 /3 267 /3.306 /1 4554 /3.784 /2 2798
/2.302 /3 1054
100
5.0
7.5
10.0
12.5
Waktu retensi (menit)
15.0
17.5
20.0
min
Eluen etil asetat 1% dalam asetonitril (415 nm) 500 450
27 /1.508/6756627
mV Detector A:415nm 550
400
/32.213/84249652
350
200 150 100 50 0 0.0
/5.061/24614 /5.678/23489
250
/2.619/4343 /3.680/1893 /3.282/5526
Intensitas
300
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
Waktu retensi (menit)
35.0
Eluen asam asetat 1% dalam metanol (415 nm)
40.0
45.0
min
22 Lampiran 5 Kromatogram KCKT ekstrak jernang metanol yang ditambahkan dengan berbagai jenis asam mV Detector A:413nm 30.0 27.5 25.0 22.5
15.0 12.5
/12.211/276564
/10.667/210441
17.5
/5.062/167843
Intensitas
20.0
/9.501/55073
10.0 7.5 5.0 2.5 0.0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
min
Waktu retensi (menit) a) Penambahan HCl (413 nm) mV Detector A:413nm 32.5 30.0 27.5 25.0
15.0
/12.307/284830
17.5
12.5 10.0
/9.566/55600
Intensitas
20.0
/10.751/214887
/5.065/197329
22.5
7.5 5.0 2.5 0.0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
Waktu retensi (menit) b) Penambahan HNO3 (413 nm)
17.5
20.0
22.5
min
23 lanjutan Lampiran 5 mV Detector A:413nm 55
50
45
30
/10.983/226026
25
20
15
/9.780/59507
Intensitas
35
/12.577/304424
/5.068/352607
40
10
5
0
-5 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
Waktu retensi (menit)
20.0
c) Penambahan HClO4 (413 nm)
22.5
25.0
27.5
min
24
20
10
/10.410/40191
/4.663/119496
Intensitas
30
/11.263/203067
/5.021/435031 031
mV 40 Detector A:375nm
/13.011/308978
Lampiran 6 Kromatogram KCKT eluen etil asetat 1% dalam metanol ekstrak jernang tanpa asam dan ekstrak yang ditambah HClO4
0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
min
17.5
20.0
22.5
min
15.0
17.5
20.0
22.5
min
15.0
17.5
20.0
22.5
min
Waktu retensi (menit)
/4.657/134176
Intensitas
30
/11.212/242259
/5.021/418641 641
mV 40 Detector A:387nm
20
10
/12.950/337548
a) 375 nm
0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
Waktu retensi (menit) b) 387 nm
/5.070/763201 201
mV Detector A:475nm
Intensitas
75
/11.085/213832
/9.768/73166
25
/12.796/322240
50
0 2.5
mV Detector A:489nm
7.5
10.0
12.5
Waktu retensi (menit) c) 475 nm
/11.273/223248
25
/13.023/334238
50
/10.317/66980
Intensitas
75
5.0
/5.043/762785 785
0.0
0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
Waktu retensi (menit) c) 489 nm
25 lanjutan Lampiran 6
5
/10.543/155644
10
/8.815/24296
Intensitas
15
/6.251/16653
/5.172/259187
20
79 /14.090/459979
/12.119/307801 01
mV Detector A:353nm
0
-5 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0 12.5 15.0 17.5 Waktu retensi (menit)
20.0
22.5
25.0
27.5
min
Intensitas
20
10 5
/9.780/59507
/6.001/63084
15
/12.577/304424
25
/10.983/226026
mV 30 Detector A:413nm
607 /5.068/352607
e) 353 nm
0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
Waktu retensi (menit) f) 413 nm
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
min
26 Lampiran 7 Perhitungan kadar drakorodin Ekstrak jernang tanpa pengasaman Kadar drakorodin =
luas puncak
luas total puncak 7 = 7 = 55.6%
Ekstrak jernang yang ditambah HClO4 Kadar drakorodin = =
luas puncak luas total puncak 7
4 7 = 37.4%
15
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Oktober 1991 dari Ayah Omon Sarman (Alm.) dan Ibu Yayat Supriatni. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan studi di SDN 01 Cileungsi pada tahun 2003, SMP Sejahtera 2 Cileungsi pada tahun 2006, SMAN 1 Cileungsi pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti masa perkuliahan penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) pada tahun 2010–2011 dan Serambi Rukhiyah Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (SERUM-G) pada tahun 2011–2012. Selain itu, penulis pernah mengajar di Bimbel Einstein, Cikeas pada tahun 2012–2013, pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia TPB pada tahun 2012–2013, asisten Praktikum Kimia Organik pada tahun 2012, asisten Praktikum Kimia Organik Berbasis Kompetensi pada tahun 2012–2013 serta penerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2009–2013. Penulis juga berkesempatan menjalani praktik lapangan (PL) di BPMB Ciracas dengan judul laporan Verifikasi Logam Cd, Hg, Sn, Pb, dan Cu dalam Biskuit Menggunakan Plasma Gandeng InduktifSpektrometer Massa (ICP-MS).