Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014
1
UPACARA TRADISIONAL 1 SURO DI PETILASAN SRI AJI JOYOBOYO DESA MENANG KECAMATAN PAGU KABUPATEN KEDIRI TAHUN 1976-2014 Ardy Purnomo, Bambang Soepeno, Sri Handayani. Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember (UNEJ) Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
E-mail:
[email protected] ABSTRAK Upacara tradisional di petilasan Sri Aji Joyoboyo merupakan sebuah tradisi budaya yang diwariskan oleh para leluhur masyarakat Jawa. Upacara tradisional di petilasan Sri Aji Joyoboyo telah berlangsung sejak tahun 1976 yang selalu diselenggarakan pada setiap awal bulan Suro atau tanggal 1 Suro menurut penanggalan Jawa. Pelaksanaan upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo dalam prosesinya menggunakan tata cara dan perlengkapan seperti yang digunakan pada upacara tradisional di kraton Yogyakarta. Yayasan Hondodento dari Yogyakarta merupakan pemrakarsa sekaligus pemandu jalanya upacara yang diselenggarakan oleh masyarakat Desa Menang. Kondisi demikian menyebabkan penelitian ini menarik untuk dilaksanakan, mengingat upacara tradisional 1 Suro dapat berdaptasi terhadap perkembangan zaman hingga saat ini. Permasalahan dalam penelitian ini adalah; (1) bagaimana asal-usul upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo?, (2) bagaimana pelaksanaan upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976?, (3) bagaimana dinamika upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo 1976-2014?. Tujuan penelitian adalah; (1) untuk mendiskripsikan asal-usul upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo, (2) untuk menganalisis pelaksanaan upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976, (3) untuk menganalisis dinamika upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo 1976-2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa asal-usul upacara tradisional 1 Suro dimulai pada tahun 1976 dan diprakarsai oleh Yayasan Hondodento. Pelaksanaan upacara 1 Suro dari tahun 1976 tetap mempertahankan nilai kesakralan dari upacara. Pada pelaksanaan upacara tradisional setiap tanggal 1 Suro dipetilasan Sri Aji Joyoboyo telah mengalami perubahan. Kata Kunci: Upacara Tradisional 1 Suro, Petilasan Sri Aji Joyoboyo ABSTRACT Traditional ceremony remains Sri Aji Joyoboyo is a cultural tradition that was handed down by the ancestors of the Javanese community. The traditional ceremony at the Sri Aji Joyoboyo historical sites has been ongoing since 1976, which is always held at the beginning of each month of Sura or Suro 1 according to the calendar. Implementation of remains ceremony at Sri Aji Joyoboyo in prosesinya using the procedures and equipment like that used in traditional ceremonies at the Sultan's Palace. Hondodento Foundation of Yogyakarta is the initiator of the Guide at the same time in one ceremony organized by the village community. These conditions cause this interesting research to be carried out, given the traditional ceremony 1 Suro can berdaptasi to the development of the age to the present. Problems in the study are; (1) how the origins of traditional ceremonies 1 remains in Suro Sri Aji Joyoboyo?, (2) how the implementation of a traditional ceremony 1 Suro in remains Sri Aji Joyoboyo 1976?, (3) how the dynamics of traditional ceremonies 1 remains in Suro Sri Aji Joyoboyo 1976-2014?. Research objectives are; (1) for mendiskripsikan the origins of traditional ceremonies 1 remains in Suro Sri Aji Joyoboyo, (2) to analyse the implementation of traditional ceremonies 1 remains in Suro Sri Aji Joyoboyo 1976, (3) to analyze the dynamics of traditional ceremonies 1 remains in Suro Sri Aji Joyoboyo 1976-2014. The methods used in this research is a method of historical research. Historical method is a process of testing and analyzing critical recordings and relics of the past. The conclusions of this research are that the origins of traditional ceremonies 1 Suro started in 1976 and initiated by the Foundation Hondodento. Ceremony 1 Suro from 1976 retaining value the sacredness of ceremonies. On the implementation of a traditional ceremony every 1st Suro dipetilasan Sri Aji Joyoboyo has undergone a change. Keywords: The traditional ceremony 1 Suro, Sri Aji Joyoboyo Remains
ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
2
Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014
Masyarakat Desa Menang merasa bahwa tidak
A. PENDAHULUAN
selayaknya petilasan seorang raja terlantar begitu saja. Upacara tradisional di petilasan Sri Aji Joyoboyo
Kondisi
petilasan
ditemukan oleh Warsodikromo, salah satu warga yang
Menang sejak tahun 1976 hingga sekarang. Petilasan Sri
tinggal di sekitar petilasan. Masyarakat yang hadir pada
Aji Joyoboyo ini mulai dipugar pada 22 Februari 1975,
upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo
menghabiskan waktu 1 tahun hingga akhirnya selesai
percaya kegiatan tersebut baik untuk mengawali tahun
dipugar pada 17 April 1976, dan selanjutnya dilakukan
baru Jawa dan sebagai penghargaan atas kearifan lokal
upacara
untuk
yang dimiliki oleh daerahnya (wawancara Bapak Misri
Joyoboyo
sebagai jurukunci makam Sri Aji Joyoboyo, 11 November
menghormati
dan
mendoakan
Sri
1
Suro Aji
(wawancara Bapak Suratin sebagai juru kunci sendang
rawa-rawa,
sebuah
temurun dan tetap dilestarikan oleh masyarakat Desa
bulan
tengah
hanyalah
gundukan
setiap
di
awalnya
ini merupakan tradisi yang dilakukan secara turun
tradisional
tanah
pada
kemudian
2014).
Tirto Kamandanu, 13 November 2014). Pemugaran petilasan Sri Aji Joyoboyo dilakukan
Permasalahan yang di bahas adalah:
Yogyakarta.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka
Keluarga besar Hondodento adalah sebuah perkumpulan
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
yang perduli terhadap pelestarian budaya dari Yogyakarta,
berikut.
oleh
keluarga
besar
Hondodento dari
yang berwujud sebuah yayasan. Upacara diserahkan
1. bagaimana asal-usul upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo?
kepada masyarakat Desa Menang dan mulai tercatat sebagai wisata daerah serta dikelola oleh pemerintah
2. bagaimana pelaksanaan upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976?
daerah pada tahun 2000. Keluarga besar Hondodento dan masyarakat Desa Menang percaya bahwa tempat tersebut
3. bagaimana dinamika upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo?
adalah tempat moksa dari Sri Aji Joyoboyo dan sebagai pusat dari Kerajaan Kadiri (wawancara Bapak Warsidi sebagai Kepala Desa Menang, 10 November 2014).
Tujuan penelitian ini adalah: Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah
Sri Aji Joyoboyo merupakan salah satu raja dari garis
keturunan
Kerajaan
Panjalu
yang
berhasil
mempersatukan kerajaan Panjalu dan kerajaan Janggala
di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
mendiskripsikan
asal-usul
upacara
tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo .
menjadi kerajaan besar yaitu kerajaan Kadiri dan memerintah dari tahun 1130-1157 Berdasarkan prasasti
untuk
2.
untuk
menganalisis
pelaksanaan
upacara
Ngantang yang bertarikh 7 September 1135 menjelaskan
tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo
kemenangan raja Joyoboyo atas kerajaan Janggala pada
Tahun 1976.
saat memerintah di kerajaan Panjalu. Sri Aji Joyoboyo adalah raja yang paling besar dan paling masyhur di
3.
untuk menganalisis dinamika upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo.
antara raja-raja kerajaan Panjalu. Kebesaran Sri Aji Joyoboyo masih bisa dirasakan sampai sekarang dan terbukti dari ramalan-ramalan tentang tanah Jawa, yang dikemukakan dalam jangka Joyoboyo (Muljana, 1979: 4245).
Manfaat penelitian ini adalah: Berdasarkan tujuan penelitian yang diuraikan di atas penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. bagi pemerintah Kabupaten Kediri, dengan membaca skripsi ini diharapkan dapat lebih
ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
3
Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014 meningkatkan pembangunan daerah dan serius
Sang Prabu Sri Adji Djojobojo Desa Menang Kecamatan
dalam mengelola ojek wisata yang berada di
Pagu Kabupaten Kediri Jawa Timur dan Petunjuk
Kabupaten
Pelaksanaan Upacara Labuhan di Parangkusumo Pantai
pendapatan
Kediri
guna
meningkatkan
daerah.
Selatan Bantul Yogyakarta karya Yayasan Hondodento,
2. bagi masyarakat sekitar petilasan, dengan
(3) buku Profil Kebudayaan Informasai Nilai-nilai
membaca skripsi ini dapat lebih meningkatkan
budaya dan legenda Kabupaten Kediri dari Dinas
pelayanan dan sarana prasarana bagi para
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kediri,(4) buku
pengunjung.
Hari Jadi Kediri dari Lembaga Javanologi, (5) buku
3. bagi para pengunjung, dengan membaca skripsi ini diharapkan dapat menambah semangat nasionalisme dengan ikut melestarikan dan lebih menghargai budaya asli bangsa Indonesia.
Nagarakretagama dan Tafsir Sejarah karya Slamet Muljana Tahap kedua adalah Kritik. Kritik merupakan usaha untuk menilai, menguji atau menyeleksi sumber-
4. bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai
sumber yang telah didapatkan. Sumber-sumber tersebut
masukan atau acuan untuk melakukan penelitian
diseleksi untuk mendapatkan keabsahan sumber guna
lanjutan sejenis yang berkaitan dengan upacara
mendukung penulisan peristiwa sejarah. Tahap kritik
tradisional 1 Suro pada waktu mendatang.
dalam penelitian ini dilakukan secara intern dan ekstern. Kritik
intern
merupakan
pembuktian
bahwa
kesaksian yang diberikan oleh suatu sumber dapat
B. METODE PENELITIAN
dipercaya. Kritik intern bertujuan untuk meneliti tingkat Jenis penelitian ini adalah penelitian sejarah. Metode
yang
digunakan
dalam
penelitian
kebenaran data dari sumber yang digunakan. Sedangkan
ini
kritik ekstern untuk memperoleh keyakinan bahwa
menggunakan metode penelitian sejarah. Metode sejarah
penelitian telah dilaksanakan dengan menggunakan data
adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis
yang tepat, untuk itu perlu ditegaskan dengan jelas antara
rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1985
penulis buku dan latar belakang, judul buku, dan tahun
: 32). Metode sejarah terdiri dari empat langkah, yaitu:
penerbitan.
heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Hasil dari kritik intern dan ekstern terdapat sumber
Tahap heuristik adalah kegiatan untuk mencari,
primer dan sumber skunder yang lebih validi. Sumber
menemukan, serta menemukan jejak sejarah. Langkah
primer yang dianggap valid dan relevan dalam penelitian
heuristik dilaksanakan dengan mengumpulkan literatur
ini diantaranya: (1) buku Petunjuk Pelaksanaan Upacara
yang berkaitan dengan judul penelitian ini. Sumber
Tradisonal 1 Suro di Pusat Wilayah Petilasan Sang Prabu
primer berupa buku yang ditulis oleh orang yang terlibat
Sri Adji Djojobojo Desa Menang Kecamatan Pagu
dalam peristiwa sejarah pada masa kebangkitan Jepang,
Kabupaten Kediri Jawa Timur dan Petunjuk Pelaksanaan
sedangkan sumber sekunder adalah buku penunjang yang
Upacara Labuhan di Parangkusumo Pantai Selatan
merupakan buku tambahan yang menunjang sumber
Bantul Yogyakarta karya Yayasan Hondodento. Sumber
primer.
skunder yang dianggap valid dan relevan dalam penelitian
Sumber primer yang digunakan dalam penelitian
ini diantaranya: (1) buku Menggelar Mantra Menolak
ini antara lain yaitu: (1) buku Loka Moksa Sang Prabu Sri
Bencana karya Ayu Sutarto, (2) buku Kebudayaan
Aji Joyoboyo dan sendang Tirto Kamandanu karya
Mentalitas dan Pembangunan karya Koenjaraningrat, (3)
Yayasan Hondodento, (2) buku Petunjuk Pelaksanaan
buku Pengantar Ilmu Antropologi karya Koentjaraningrat.
Upacara Tradisonal 1 Suro di Pusat Wilayah Petilasan ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
4
Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014 Proses
dalam
Pagu, Kabupaten Kediri. Bab 5 berisi pembahasan tentang
metode observasi dan
pelaksanaan upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri
wawancara. Terdapat dua macam jenis metode observasi,
Aji Joyoboyo Tahun 1976. Bab 6 berisi tentang dinamika
yaitu: (1) metode observasi langsung; (2) metode observasi
pelaksanaan upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri
tidak langsung.
Aji Joyoboyo tahun 1976-2014. Bab 7 berisi tentang
penelitian
pengumpulan
data
ini menggunakan
yang
lain
Tahap ketiga adalah Interpretasi atau penafsiran. Tahap interpretasi terdiri dari analisis dan sintesis.
penutup yang didalamnya terdapat kesimpulan dan saran dari pembahasan yang sudah dipaparkan.
Analisis yaitu menguraikan data-data yang diperoleh, sedangkan sentesis berarti menyatukan data-data sehingga
C. PEMBAHASAN
ditemukan fakta sejarah (Abdurahman, 2007: 68). Fakta-
Pada bagian ini dipaparkan mengenai hasil
fakta disusun secara kronologis dan membentuk fakta
penelitian dan pembahasan tentang asal-usul upacara ,
rasional dan faktual yang berdasarkan pada aspek
pelaksanaan upacara, serta dinamika yang terjadi pada
pembahasan sebagai berikut: (1) asal-usul upacara
pelaksanaan upacara tahun 1976-2014.
tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo; (2) pelaksanaan upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri
1.Asal-usul Upacara Tradisional 1 Suro Di Petilasan
Aji Joyoboyo Tahun 1976; (3) dinamika pelaksanaan
Sri Aji Joyoboyo.
upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahap
keempat
adalah
historiografi.
Upacara tradisional di petilasan Sri Aji Joyoboyo
Tahap
diperingati setiap bulan Suro, tepatnya pada tanggal 1
historiografi meliputi cara penulisan, pemaparan atau
Suro. Tanggal 1 Suro digunakan sebagai tanda kembali ke
pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan
awal atau kembali bersih dan menghindari malapetaka
(Abdurrahman, 2007: 76). Pada tahap historiografi,
serta selalu mendapatkan perlindungan dari Tuhan
peneliti berusaha merangkai fakta sejarah yang didapat
ditahun mendatang (Wawancara dengan Bapak Sutari
dari ketiga langkah di atas dan berusaha merekonstruksi
selaku Ketua Paguyuban Ngesti Budi Sejati dari cabang
imajinasi ilmiah yakni dengan penulisan fakta sejarah
Organisasi Penghayat Kepercayaan Kabupaten Kediri, 21
menjadi kisah sejarah sehingga menjadi kronologis, logis,
April 2015).
dan sistematis.
Petilasan
Sri
Aji
Joyoboyo
dipercaya
oleh
Penyajian dari hasil penelitian adalah penyusunan
masyarakat sebagai tempat moksa dari salah satu raja
kisah sejarah dalam bentuk karya ilmiah yang berupa
Kerajaan Kadiri Sri Aji Joyoboyo. Terdapat berbagai
skripsi secara sistematis adalah: Bab 1 berisi pendahuluan
macam versi, baik cerita secara rasional maupun
yang di dalamnya terdapat latar belakang, penegasan
irrasional yang menceritakan bahwa lokasi tersebut
judul, ruang lingkup masalah, rumusan masalah, tujuan
merupakan tempat moksa Sri Aji Joyoboyo. Sampai saat
penelitian, dan manfaat penelitian. Bab 2 berisi tinjauan
ini belum ada bukti secara fisik maupun tertulis yang
pustaka yang mengemukakan pendapat para ahli dan
menjelaskan tempat tersebut sebagai tempat moksa Sri Aji
mengemukakan
Joyoboyo. Setelah dipercaya sebagai tempat moksa Sri Aji
penelitian
terdahulu yang memiliki
kesamaan dengan masalah yang dikaji. Tinjauan pustaka
Joyoboyo, tempat
dalam penelitian ini juga memaparkan pendekatan dan
masyarakat baik dari luar maupun dari dalam daerah
teori. Bab 3 berisi pemaparan metode penelitian yang
Kediri (Wawancara dengan bapak Eko Prianto selaku
digunakan oleh peneliti dalam penelitianya. Bab 4 berisi
Kepala Seksi Museum dan Purbakala Dinas Kebudayaan
pembahasan tentang asal-usul upacara tradisional 1 Suro
dan Pariwisata Kabupaten Kediri, 2 April 2015).
di petilasan Sri Aji Joyoboyo Desa Menang, Kecamatan ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
tersebut banyak
dikunjungi
oleh
5
Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014 Masyarakat Desa Menang yang peduli terhadap
datangnya bulan Suro. Masyarakat merasa perlu untuk
pelestarian budaya tergabung dan membentuk sebuah
terus melestarikan budaya lokal yang dimiliki, tujuanya
komunitas
adalah agar tidak tertinggal oleh perkembangan zaman
tradisi
budaya
daerah
dengan
nama
“Paguyuban Sri Aji Joyoboyo” yang nantinya sebagai
yang semakin maju.
pengelola dan jurukunci petilasan hingga saat ini. Secara
Tujuan umum untuk terus menyelenggarakan
rutin Paguyuban Sri Aji Joyoboyo mengadakan kegiatan-
upacara tradisional 1 Suro setiap tahundi petilasan Sri Aji
kegiatan ritual tradisi budaya yang banyak diikuti oleh
Joyoboyo diantaranya adalah:
komunitas-komunitas pelestarian budaya lain dari luar
1.mempertebal iman dan keyakinan kepada Tuhan Yang
daerah Kediri. Salah satunya adalah Keluarga Besar
Maha Esa;
Hondodento
Yayasan
2.mengenang dan mengambil hikmah sejarah perjuangan
sekaligus
para leluhur, para pemimpin, dan para pejuang dari masa
yang
Hondodento,
sekarang
yaitu
ini
bernama
pengunjung
petilasan
komunitas yang perduli terhadap pelestarian tradisi
ke masa;
budaya yang berasal dari Yogyakarta (Wawancara Bapak
3.memperingati tahun baru 1 Suro dalam penanggalan
Warsidi selaku Kepala Desa Menang, 17 Maret 2015).
Jawa sekaligus memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa
Pada awal kedatangan Keluarga Besar Hondodento
supaya diberi limpahan taufik dan hidayah;
berkunjung ke petilasan Sri Aji Joyoboyo, kondisi
4.memperkuat
petilasan masih berbentuk gundukan tanah dengan batu
menambah rasa percaya diri sebagai bangsa yang
nisan di atasnya dan dikelilingi batu bata merah. Keadaan
berkehidupan bernegara pancasila;
petilasan yang demikian, terlihat bahwa sebelumnya ada
5.melaksanakan
beberapa pihak yang berkeinginan untuk memperbaiki
berlangsung lama karena kalau upacara tradisi tidak
atau
dilaksanakan takut terjadi sesuatu dikemudian hari;
memugar
petilasan
tersebut
yang
mengalami
sikap
mental
tradisi
para
atau
kepribadian
leluhur
yang
dan
sudah
kegagalan dan tidak berkelanjutan. Proses pemugaran
6.menjaga pusaka yang didapat dengan susah dan cerita
dilakukan selama ±1 tahun selama 420 hari, yaitu dari
yang berbau mistis dengan olah tapa dan lain sebagainya
peletakan batu pertama pada hari sabtu pahing, 22
maka untuk menjaga kesaktian dan keampuhan dari
Februari 1975 sampai selesai hari sabtu pahing, 17 April
pusaka tersebut maka dilakukan prosesi pembersihan
1976. Upacara tradisional di petilasan Sri Aji Joyoboyo
pusaka pusaka yang dimilik;
mulai diselenggarakan pada tahun 1976 setiap awal bulan
7.tujuan masyarakat dari dalam maupun luar daerah
Suro, tepat setelah petilasan selesai dipugar. Masyarakat
Kediri adalah untuk membersihkan diri baik secara lahir
Desa Menang dibantu oleh Yayasan Hondodento dari
maupun batin dengan cara tirakatan, berdoa, sholat,
Yogyakarta untuk mengelola upacara tradisional setiap 1
semedi dan lain sebagainya;
Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo hingga saat ini
8.sebagian orang yang percaya terhadap hal- hal yang
(Wawancara dengan Bapak Suratin selaku Juru Kunci
berbau tahayul meminta bekas air untuk membersihkan
sendang Tirto Kamandanu, 10 Maret 2015).
benda- benda pusaka tersebut untuk obat, penglarisan,
1.1 Tujuan Upacara
jimat dan lain sebagainya;
Upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo
diselenggarakan
dengan
untuk
tersebut supaya membawa keselamatan, kesejahteraan
mengenang dan menghornmati raja besar yang pernah
bagi keraton, masyarakat dan bangsa Indonesia (Buku
memerintah di Kerajaan Kadiri. Selain ditujukan sebagai
Petunjuk Pelaksanaan Upacara Ziarah 1 Suro di Pusat
persembahan
kepada
Wilayah Petilasan Sang Prabu Sri Aji Djojobojo Desa
dilaksanakan
untuk
seorang
tujuan
9.menyebarkan daya magis dari pusaka yang dikirap
raja,
memperingati
upacara
dan
juga
menyambut
ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
6
Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014 Menang Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri Propinsi
pelaksanaan
Jawa Timur dari Yayasan Hondodento tahun, 1989: 2).
Pembagian susunan barisan tersebut terdiri dari. 1)
Tahap-tahap pelaksanaan upacara tradisional di Sri
menjadi
tertib
dan
khidmat.
5 pembuka barisan dan 2 pendampingnya, 2
anak remaja kecil, Pimpinan rombongan (cucuk
2. Pelaksanaan Upacara Tahun 1976 petilasan
upacara
Aji Joyoboyo di dalamnya
barisan), 1 pembawa pusaka, 1 penyongsong susun
meliputi
3 dan pendampingnya, 1 pembawa bunga caos
perlengkapan yang dipakai pada saat upacara, tatacara
dahar,
upacara, dan prosesi upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo
pendampingnya, 2 pembawa padupan, 1 pembawa
dari mulai kegiatan upacara sampai berakhirnya upacara.
dupa atau ratus, pengarah acara, 2 pembawa acara,
2.1 Perlengkapan Upacara.
pembaca doa, pembaca unjuk atur atau lengser, 16
Perlengkapan yang digunakan dalam pelaksanaan
1
penyongsong
susun
3
dan
remaja penabur bunga dan 16 penyongsongnya.
upacara merupakan alat-alat yang dibutuhkan selama
2)
2 petugas keris, 3 pembawa bunga caos dahar,
berlangsungnya upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo baik
1 penyongsong susun 3 dan pendampingnya, 2
berupa pusaka maupun sesaji yang diperlukan dalam
pembawa bunga caos dahar, 2 penyongsong susun
upacara, peralatan tersebut diantaranya, meliputi.
1, pembawa peralatan ritual, pemimpin ritual,
1. Perlengkapan upacara di loka moksa, loka busana dan
kepala Desa Menang, juru kunci, 10 wakil bapak-
loka mahkota Sri Aji Joyoboyo.
bapak dan 2 wakil ibu-ibu.
1)
Rangkaian pusaka
3)
2)
Payung susun tiga sebanyak lima buah
susun 3 dan pendampingnya, 2 penyongsong susun
3)
Payung tidak bersusun sebanyak 28 buah
1, 3 pembawa bunga tabur, dan 13 ibu-ibu wakil
4)
Plooncon
peserta.
5)
Gamelan (Monggang)
4)
6)
Samir
susun 3 dan pendampingnya, 2 penyongsong susun
2.Perlengkapan upacara di sendang Tirto Kamandanu
3 pembawa bunga caos dahar, 1 penyongsong
3 pembawa bunga caos dahar, 1 penyongsong
1, pembawa bunga tabur dan 13 bapak-bapak wakil
1)
Payung tidak bersusun sebanyak 28 buah
peserta.
2)
Plooncon
5)
3)
Samir
susun 1, 13 remaja putra-putri wakil peserta, 3
Perlengkapan-perlengkapan
yang
digunakan
3 pembawa bunga caos dahar, 3 penyongsong
pembawa bunga caos dahar, 3 penyongsong susun
dalam pelaksanaan upacara tradisional 1 Suro di petilasan
1, 5 penutup barisan dan pendampingnya.
Sri Aji Joyoboyo sudah dipersiapkan oleh panitia sejak 1
6) Peserta ibu-ibu dipimpin ibu pamong Desa
bulan sebelum upacara dilaksanakan. Perlengkapan-
Menang dan peserta bapak-bapak dipimpin bapak
perlengkapan yang telah disediakan digunakan sesuai
pamong
dengan fungsinya masing-masing pada saat proses
Pelaksanaan Upacara Ziarah 1 Suro di Pusat
berjalanya upacara.
Wilayah Petilasan Sang Prabu Sri Aji Djojobojo
2.2 Tata cara Upacara
Desa Menang Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri
1. Susunan barisan pelaku dan peserta upacara di loka
Propinsi Jawa Timur dari Yayasan Hondodento
moksa, loka busana dan loka mahkota Sri Aji Joyoboyo.
tahun, 1989: 7).
Pelaku dan peserta upacara di loka moksa, loka busana dan loka mahkota petilasan Sri Aji Joyoboyo disusun dalam suatu barisan menjadi 6 kelompok agar ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
2.
Desa
Susunan barisan Kamandanu.
Menang
upacara
(Buku
di
Petunjuk
sendang
Tirto
Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014 1)
7
Pembuka barisan dan pendampingnya, 2 anak
diakhiri di sendang Tirto kamanadanu sebagai acara
putra dan putri, cocok barisan atau pimpinan
penutup upacara. Pelaksanaan upacara di petilasan dibagi
barisan, pembawa padupan, pembawa dupa atau
menjadi 2 lokasi. Lokasai pertama berada di loka moksa,
ratus, pengarah acara, pembawa acara, pembawa
loka busana dan loka mahkota. Lokasi kedua berada di
munjuk atur atau lengser, 16 putri penabur bunga
sendang Tirto Kamandanu.
dan penyongsongnya. 2)
dan
moksa, loka busana dan loka mahkota petilasan Sri Aji
penyongsongnya, pimpnan rombongan, pimpinan
Joyoboyo adalah sebagai berikut. Pada pukul 07.00 para
ritual, kepala Desa Menang, Juru kunci, 10 bapak-
pelaku dan peserta upacara mengikuti serangkaian acara
bapak memakai surjan belah banten dan 2 ibu-ibu.
pembukaan yang dilakukan di pendopo kantor kepala desa
3)
2
pembawa
Susunan acara upacara tradisional 1 Suro di loka
2
bunga
Menang. Serangkaian acara pembuka tersebut diantaranya
penyongsongnya dan 3 pembawa keranjang, serta
adalah sambutan-sambutan yang dilakukan oleh kepala
13 wakil peserta ibu-ibu.
daerah dan pemerintah kota Kediri serta ketua panitia
2
bunga
dahar
dan
4)
pembawa
caos
pembawa
caos
bunga
dahar
caos
dahar
dan
penyongsongnya, dan 3 pembawa kerajang, 13
penyelenggara upacara dan perwakilan dari yayasan Hondodento.
wakil peserta bapak-bapak. 5)
3
pembawa
Seluruh pelaku dan peserta upacara sampai di
bunga
caos
dahar
dan
tempat pelaksanaan upacara pertama di petilasan Sri Aji
penyongsongnya, 13 wakil peserta remaja, 3
Joyoboyo, yaitu: loka moksa, loka busana dan loka
pembawa bunga caos dahar dan penyongsongnya,
mahkota pukul 09.45 dan telah siap menempati tempat
penutup barisan dan pendamping.
yang telah ditentukan. Selanjutnya setelah semua pelaku
6)
dan peserta upacara siap, pada pukul 10.00 pembawa
Peserta ibu-ibu yang dipimpin ibu kepala
Desa Menang, dan peserta bapak-bapak yang
acara memulai upacara dengan kata pembuka.
dipimpin oleh bapak kepala Desa Menang(Buku
Setelah hening cipta selesai dilakukan, pimpinan
Petunjuk Pelaksanaan Upacara Ziarah 1 Suro di
rombongan upacara melakukan munjuk atur menuju ke
Pusat Wilayah Petilasan Sang Prabu Sri Aji
loka moksa untuk menghaturkan maksud dan tujuan dari
Djojobojo
Pagu
kehadiran rombongan upacara ke hadapan sang prabu Sri
Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur dari
Aji Joyoboyo. Acara selanjutnya adalah tabur bunga yang
Yayasan Hondodento tahun, 1989: 34-35) (untuk
dilakukan oleh 16 remaja putri di halaman sebelah timur
lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran I foto
loka moksa sebagai tanda penghormatan dan rasa syukur
Denah
atas kehadiran para tamu agung dan para leluhur, maka
Desa
Menang
Susunan
Kecamatan
Upacara
Di
Sendang
Tirtokamandanu).
16 remaja putri melakukan tabur bunga di halaman
Para pelaku dan peserta upacara harus menempati
sebelah timur pamoksan, pada pukul 10.20 dilanjutkan
susunan barisan yang telah ditentukan. Susunan barisan
dengan acara caos dahar yang dilakukan ditiga tempat
disusun
dengan
yang berbeda secara bersamaan, yaitu di loka moksa oleh
menentukan tugas dan tempat masing-masing dari para
Kepala Desa Menang, pimpinan ritual dan ibu pimpinan
pelaku dan peserta upacara.
panitia, di loka mahkota oleh Bapak Carik Desa Menang,
2.3 Prosesi Upacara
di loka busana oleh Ibu Kepala Desa dan Ibu Carik Desa
oleh
panitia
pelaksanaan
upacara
Proses pelaksanaan upacara tradisional 1 Suro di
Menang. Secara bersama-sama caos dahar dilakukan dan
petilasan Sri Aji Joyoboyo diawali dari acara pembukaan
diiringi oleh pembawa bunga dan pembawa payung susun
di kantor kepala Desa Menang menuju petilasan dan
satu.
ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
8
Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014 Selanjutnya adalah peletakan pusaka tongkat di dalam loka moksa Sri Aji Joyoboyo oleh ketua Yayasan Hondodento yang terlebih
Rombongan upacara sampai di loka sendang Tirto
pimpinan rombongan upacara. Peletakan tongkat di dalam
Kamandanu pukul 12.40 dan langsung menyusun barisan
loka moksa diiringi oleh pembawa payung susun tiga.
yang sudah ditentukan di halaman sendang Tirto
Acara selanjutnya adalah pembacaan doa upacara 1 Suro
Kamandanu. Pembawa acara membacakan kata pembuka
yang dipimpin oleh ketua panitia dari Desa Menang. Isi
untuk membuka upacara di sendang Tirto Kamandanu.
dari doa upacara 1 Suro adalah untuk memanjatkan puji
Sebagai acara awal untuk mengawali upacara, di sendang
syukur
atas
Tirto Kamandanu dilakukan hening cipta dengan tetap
terlaksananya upacara dan peringatan tahun baru Jawa 1
duduk dan menempati tempat masing-masing, dipimpin
Suro tahun ... dan mendapat perlindungan, kemudahan,
oleh perwakilan dari panitia pelaksanaan upacara. Hening
kebahagiaan lahir dan batin. Setelah pembacaan doa 1
cipta dilakukan untuk kelancaran pelaksanaan upacara di
Suro selesai, pimpinan ritual upacara munjuk lengser
sendang Tirto Kamandanu dan mendoakan arwah para
menghadap
Joyoboyo,
leluhur serta para pahlawan bangsa. Selanjutnya setelah
menghaturkan rombongan upacara agara diizinkan untuk
Hening cipta selesai dilakukan, perwakilan Ibu dari
mengundurkan diri dari hadapan Sri Aji Joyoboyo
Yayasan Hondodento melakukan munjuk atur untuk
ke
Tuhan
loka
Yang
moksa
diserahkan
dahar di loka moksa Sri Aji Joyoboyo.
oleh
kehadirat
dahulu
loka moksa masih diperkenankan untuk melakukan caos
Maha
Sri
Aji
Esa
Selesai acara munjuk lengser, acara selanjutnya adalah pengambilan kembali pusaka tongkat yang juga
menghaturkan kedatangan rombongan upacara di sendang Tirto Kamandanu kepada sang prabu Sri Aji Joyoboyo.
dilakukan oleh ketua Yayasan Hondodento di loka moksa
Selanjutnya dilakukan tabur bunga oleh 16 remaja
Sri Aji Joyoboyo, yang kemudian diserahkan kembali
putri yang dilakukan di halaman sebelah utara sendang
kepada
Pimpinan
Tirto Kamandanu sebagai tanda penghormatan kepada
rombongan upacara menerima tongkat dari ketua Yayasan
tamu dan rasa syukur atas kehadiran tamu agung dan para
Hondodento dengan cara jongkok, diikuti oleh pembawa
leluhur. Pelaku upacara ke enam belas remaja putri
payung susun tiga dan kemudian kembali ke tempat
berjajar dua baris membawa baki berisi sekar setaman
semula. Selanjutnya acara terakhir adalah caos dahar
yang sudah direndam, kemudian bergantian memasuki
umum yang akan diikuti oleh masyarakat maupun tamu
gapura pintu masuk di sebelah utara sendang dan
undangan yang hadir dalam upacara. Pembawa bunga
melakukan
caos dahar secara bergantian maju menuju loka moksa
didampingi juru kunci dan pembawa payung susun satu.
untuk melayani caos dahar umum yang diikuti pembawa
Selesainya 16 remaja putri melakukan tabur bunga di
payung susun satu sampai di depan loka moksa.
halaman sebelah utara sendang, kemudian kordinator
Selanjutnya setelah caos dahar umum selesai acara
pemugaran sendang Tirto Kamandanu memimpin acara
upacara di loka moksa, loka busana dan loka mahkota
selanjutnya yaitu caos dahar yang diikuti oleh pimpinan
petilasan Sri Aji Joyoboyo di tutup oleh pembawa acara.
ritual beserta Ibu (pasangan dari pimpinan ritual), Kepala
pimpinan
rombongan
upacara.
tabur
bunga
secara
bergantian
dengan
Selesainya kata penutup yang dibacakan oleh
Desa Menang beserta Ibu (pasangan dari Kepala Desa
pembawa acara, para pelaku dan peserta upacara
Menang), 3 perwakilan Ibu dari Pemerintah Kabupaten
menyusun barisan yang sudah ditentukan untuk berangkat
Kediri, 3 perwakilan Ibu dari peserta, dan 3 wakil peserta
menuju sendang Tirto Kamandanu dan melaksanakan
remaja putri dengan bergantian menuju muka halaman
serangkaian upacara selanjutnya. Para tamu undangan
sendang Tirto Kamandanu. Petugas pembawa bunga caos
dan masyarakat umum yang berada di dalam pendapa
dahar beserta penyongsong mengikuti untuk melayani caos dahar.
ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
9
Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014 Selesai acara caos dahar
di sendang Tirto
Kamandanu, acara selanjutnya yang dilakukan adalah pembacaan
doa. Acara terakhir
Kasturi sebagai Perwakilan dari Yayasan Hondodento,25 Maret 2015).
di sendang Tirto
Upacara
di
petilasan
Sri
Aji
Joyoboyo
Kamanadanu adalah munjuk lengser, untuk memohon
diselenggarakan melalui musyawarah dengan masyrakat,
izin mengundurkan diri dari hadapan sang prabu Sri Aji
pemerintah desa dan pemerintah daerah. Pada awal
Joyoboyo dan meninggalkan sendang Tirto Kamandanu
diselenggarakan
yang kemudian diikuti kata penutup dari pembawa acara
pengelolaan
yang menandakan upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo
pemerintah Desa Menang yang dipandu oleh Yayasan
telah selesai.
Hondodento (wawancara dengan bapak kusnandi sebagai
Setelah selesai pembacaan kata penutup yang
upacara,
sepenuhnya
pemerintah kepada
menyerahkan
masyarakat
dan
Perwakilan dari Yayasan Hondodento, 25 April 2015).
disampaikan oleh pembawa acara, maka berakhirlah
Pada awal pelaksanaanya, upacara di petilasan Sri
rangkaian upacara di pelisan Sri Aji Joyoboyo. Barisan
Aji Joyoboyo menggunakan perlengkapan yang masih
upacara diberangkatkan kembali menuju pamoksan,
bersifat sederhana dan tradisional, seperti:
sampai di jalan perempatan sebelah selatan pamuksan
1) rangkaian pusaka
bertemu
2) payung susun tiga sebanyak lima buah
pelaku
upacara
atau
penyongsong
yang
menunggu di pamuksan. Barisan disusun seperti semula
3) payung tidak bersusun sebanyak 28 buah
dan diberangkatkan kembali menuju ke Kantor Kepala
4) plooncon
Desa.
5) gamelan (Monggang) 6) samir Sesaji merupakan sebuah unsur dalam upacara
3. Dinamika Upacara Tradisional 1 Suro Pada setiap pelaksanaan sebuah tradisi dalam suatu
yang tidak boleh dilupakan dan dikurangi, karena akan
daerah pasti mengalami sebuah perubahan. Perubahan
mengurangi nilai-nilai magis dan kesakralan dalam
yang ada dapat menuju ke arah peningkatan maupun
upacara. Sesaji yang digunakan adalah sebagai berikut:
mengalami
penurunan.
Kejadian
tersebut
dapat
1) Ubo Rampen
dipengaruhi oleh keadaan daerahnya sendiri maupun pola
2) Dahar ambengan pepak dan lauk pauk
pikir manusia yang semakin mengalami perkembangan.
3) Jenang Suro
Begitu pula yang terjadi pada pelaksanaan upacara
4) Apem, Ketan dan kolak
tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo.
5) Jenang Pliringan hitam dan putih
Pelaksanaan upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo
6) Tumpeng Urubing Damar
mengalami perubahan pada beberapa periode waktu.
7) Sekar Setaman Pada saat awal dilaksanakan upacara tahun 1976
3.1 Upacara Tradisional 1 Suro Tahun 1976-1980 Perubahan pelaksanaan upacara di petilasan Sri Aji
sampai tahun 1980 belum menggunakan peralatan atau
Joyoboyo pada intinya terletak pada segi pengelolaanya.
sarana dan prasarana yang lengkap. Pelaksanaan upacara
Pelaksanaan upacara diselenggarakan pertama kali pada
belum diliput dan bahkan ditayangkan dimedia-media
tahun 1976. Yayasan Hondodento dalam membimbing
sosial
pengelolaan upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo
Perwakilan dari Yayasan Hondodento,26 Maret 2015).
mengikuti tata cara dan prosesi upacara dari Kraton
3.2 Upacara Tradisional 1 Suro Tahun 1980-2000
(wawancara
dengan
bapak
Kasturi
sebagai
Yogyakarta. Upacara tradisional di petilasan Sri Aji
Pada pelaksanaan upacara tahun 1980 sampai pada
Joyoboyo merupakan sebuah ritual yang sakral, karena
tahun 2000, pengelolaan upacara diserahkan sepenuhnya
ditujukan kepada seorang raja (wawancara dengan bapak
kepada masyarakat Desa Menag dan panitia yang telah
ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
10
Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014 dibentuk. Yayasan Hondodento sepenuhnya menyerahkan
prasarana telah memberikan perubahan pada proses
pengelolaan upacara kepada masyarakat Desa Menang,
pelaksanaan upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo ini.
karena
sudah
pelaksanaan
memberikan
upacara.
kepercayaan
Yayasan
dalam
Hondodento
juga
Prosesi upacara mengalami perubahan pada saat awal
dimulainya
upacara,
seperti
tari-tarian
yang
membentuk beberapa panitia yang ditugaskan untuk
disumbangkan oleh pemerintah melalui Dinas Pariwisata
membantu jalanya upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo.
dan Kebudayaan Kabupaten Kediri sebagai sambutan dan
Pada saat upacara tanggal 1 Suro, Yayasan Hondodento
persemabahan yang ditujukan kepada para tamu agung
hanya mengirimkan perwakilan anggota sebagai tamu
pada awal prosesi upacara. Pemerintah Kabupaten Kediri
undangan.
menyumbangkan pertunjukan wayang dan kuda lumping
Terdapat beberapa perubahan dalam pelaksanaan
yang di mainkan pada saat malam 1 Suro sebagi sarana
upacara tahun 1980 dengan tahun sebelumnya, perubahan
hiburan bagi para pengunjung yang memang datang pada
tersebut terletak pada perlengkapan upacara, sesaji yang
saat malam sebelum upacara dipetilasan Sri Aji Joyoboyo
digunakan pada saat upacara dan pengelolaan upacara.
mulai
Terdapat
yang
bantuan tenaga seperti peserta upacara yang bertugas
1980
sebagai pembawa acara pada saat prosesi upacara
upacara
(wawancara dengan bapak Imam sebagai Sesepuh Desa
mendapat tambahan sepeti: (1) pengeras suara; (2) karpet
Menang sekaligus perwakilan dari Yayasan Hondodento,
merah dan hijau; (3) serta tenda dan umbul-umbul. Sesaji
12 April 2015).
beberapa
digunakan
pada
perlengkapan
yang
tambahan
saat
yang
digunakan
perlengkapan
upacara.
digunakana
saat
pada
saat
memberikan
mengalami tambahan. Pada saat prosesi upacara panitia
Sri Aji Joyoboyo telah mengalami perubahan dari awal
menambahkan sesaji Jajan Pasar dan Tumpeng Robyong.
dilaksanakan upacara hingga saat ini. Perubahan yang
Sesaji Jajan Pasar dinilai mempunyai makna ramai,
terdapat
maksudnya adalah ramai seperti suasana di pasar.
pengelolaan, serta peralatan yang digunakan dalam
Sedangkan sesaji Tumpeng Robyong bergembira atau suka
upacara. Perubahan dalam segi apapun yang muncul
cita.
dalam upacara tidak dapat dihindari karena keterlibatan
bapak
upacara
juga
Pelaksanaan upacara tradisional 1 Suro di petilasan
dengan
prosesi
tahun
Pemerintah
juga
(wawancara
pada
Pada
dilaksanakan.
Kusnandi
sebagai
dalam
upacara
adalah
pada
prosesi
dan
Perwakilan dari Yayasan Hondodento, 25 April 2015).
semua pihak yang ingin melestarikan budaya warisan dari
3.3 Upacara Tradisional 1 Suro Tahun 2000-2014
para leluhur (wawancara dengan bapak Wiji selaku
Upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo telah resmi ditetapkan sebagai objek wisata
Sesepuh Desa Menang sekaligus pengelola upacara, 25 April 2015).
daerah Kabupaten Kediri pada tahun 2000. Setelah menjadi
objek
Kediri,
daerah pasti mengalami perubahan, baik mengalami
pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
peningkatan maupun penurunan dari segi apapun di
mulai ikut membantu dalam mengelola upacara di
dalam tradisi tersebut. Begitu juga yang terjadi pada
petilasan Sri Aji Joyoboyo ini. Pemerintah tidak secara
tradisi budaya yang telah diwariskan para leluhur di Desa
penuh
hanya
Menang, yang telah mengalami perubahan dari tahun ke
menyumbangkan bantuan dalam bentuk tenaga serta
tahun. Perubahan pada pelaksanaan sebuah tradisi disuatu
sarana dan prasarana yang dibutuhkan pada saat upacara
daerah disebabkan adanya pengaruh dari berbagai pihak
diselenggarakan. Bantuan yang telah diberikan oleh
dan keadaan masyarakat yang juga mengalami perubahan.
pemerintah baik dalam bentuk tenaga maupun sarana dan
3.3.1
ikut
wisata
serta
daerah
mengelola
Kabupaten
Pada sebuah tradisi budaya yang terdapat di setiap
upacara,
Upaya
Upacara ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
yang
Dilakukan
dalam
Mengelola
11
Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014 Upacara trasidional 1 Suro dipetilasan Sri Aji
tugas
mengkoordinasikan
peserta
upacara
dengan
Joyoboyo merupakan salah satu objek wisata yang dimiliki
mengumpulkan pemuda-pemudi yang ada di Kabupaten
oleh masyarakat Kediri. Pemerintah Kabupaten Kediri
Kediri dengan cara proses seleksi dari sekolah-sekolah.
telah melakukan upaya pelestarian untuk meningkatkan
(wawancara dengan Bapak Basuki sebagai Kaur Karsa
daya tarik masyarakat terhadap tradisi budaya leluhur
Desa Menang, 23 Maret 2015).
yang berada di Desa Menang tersebut. Masyarakat Desa
3.3.1.2 Upaya yang Dilakukan Masyarakat
Menang juga ikut berpartisipasi untuk melestarikan tradisi
Masyarakat sebagai komponen yang ikut mengelola
budaya leluhur yang dimiliki dalam bentuk memberikan
upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo, juga berupaya
kenyamanan kepada pengunjung yang datang.
untuk ikut membantu manjaga kelestarian budaya yang
3.3.1.1 Upaya yang Dilakukan Pemerintah
telah di wariskan leluhur Desa Menang. Masyarakat
Sejak diresmikan sebagai objek wisata daerah
menyumbangkan
bantuan
dengan
cara
memberikan
sekitar tahun 2000, pemerintah Kabupaten Kediri melalui
fasilitas dan kenyamanan untuk para pengunjung yang
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mulai membantu dan
datang. Fasilitas yang diberikan masyarakat sekitar
menyokong untuk melestarikan upacara tradisional di
petilasan berupa pembangunan sarana dan prasarana
petilasan
(wawancara dengan Bapak Basuki sebagai Kaur Karsa
Sri
Aji
Joyoboyo. Meningkatnya
jumlah
pengunjung yang datang pada saat upacara menyebabkan pemerintah berupaya untuk menyediakan fasilitas dan memberikan
pelayanan
selain telah menjadi objek wisata di Kabupaten Kediri
pengunjung. Pemerintah Kabupaten Kediri memberikan
juga banyak memberikan manfaat bagi masyarakat yang
bantuan berupa tenaga dan membantu untuk memperbaiki
tinggal
jalan menuju petilasan. Pemerintah memberikan bantuan
pembangunan yang ada di sekitar wilayah Desa Menang,
berupa tari-tarian yang disumbangkan untuk digunakan
upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo telah meningkatkan
pada saat menyambut para tamu agung di awal prosesi
perekonomian dan produksi lokal masyarakat yang tinggal
upacara, pada saat malam 1 Suro sebelum upacara
di sekitar petilasan. Setelah petilasan Sri Aji Joyoboyo ini
pemerintah juga menyumbangkan pertunjukan wayang
dipugar dan diresmikan sebagai objek wisata daerah oleh
untuk memberikan hiburan bagi para pengunjung yang
pemerintah Kabupaten Kediri sedikit banyak telah
sudah datang. Pihak Pemerintah Kabupaten Kediri
merubah kehidupan perekonomian warga sekitar petilasan
melalui
juga
dan membuka lapangan kerja baru, seperti penjual
menyumbangkan bantuan tenaga dengan mengirimkan
souvenir, warung makanan-minuman, dan pelayanan jasa
pembawa acara pada saat upacara mulai dilakasanakan
lainya. Pada hari-hari biasa pendapatan dari hasil
(wawancara dengan Nanik Yuniasari selaku Kepala Seksi
penjualan berbeda jauh dengan pendapatan yang didapat
Sejarah
pada saat berlangsungnya upacara tanggal 1 Suro. Secara
Nilai
Pariwisata
dan
Tradisi
baik
dan
kepada
Upacara tradisional yang ada di Desa Menang,
para
Dinas
yang
Desa Menang, 23 Maret 2015).
Kebudayaan
Dinas
Pariwisata
dan
Kebudayaan Kabupaten Kediri, 08 Maret 2015). Bantuan yang diberikan oleh pemerintah Desa Menang adalah penyediaan tempat, sarana prasarana
disekitar
petilasan.
Selain
memajukan
tidak langsung, dengan terselenggaranya upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo telah memberikan berkah tersendiri kepada masyarakat Desa Menang.
seperti listrik dan membantu menyediakan peralatan upacara yang dibutuhkan. Pemerintah Desa Menang juga membantu dalam pengkoordinasian peserta upacara
D. PENUTUP 1. Kesimpulan
melaui panitia pengelola yang ditugaskan oleh Kepala
Upacara tradisional di petilasan Sri Aji Joyoboyo
Desa Menang. Panitia yang telah ditunjuk mendapatkan
merupakan sebuah tradisi budaya yang diwariskan oleh
ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
12
Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014 para leluhur masyarakat Jawa. Upacara tradisional dari
tradisional di kraton Yogyakarta. Upacara tradisional 1
Desa Menang ini dilakukan di petilasan seorang raja yang
Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo menggunakan tata cara
pernah memerintah pada kerajaan Kadiri yang awalnya
dan perlengkapan yang sesuai untuk ditujukan kepada
adalah kerajaan Panjalu dengan dahanapura sebagai
raja-raja di Jawa. Yayasan Hondodento dari Yogyakarta
ibukotanya. Masyarakat mempercayai bahwa di tempat
merupakan
tersebut merupakan tempat moksa dari Sri Aji Joyoboyo.
upacara yang diselenggarakan oleh masyarakat Desa
Dari berita yang di sebarkan melalui satu orang ke orang
Menang.
lain akhirnya upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo mulai
pemrakarsa
Pada
sekaligus
pelaksanaan
upacara
pemandu
jalanya
tradisional
setiap
banyak di kunjungi masyarakat dari dalam maupun dari
tanggal 1 Suro dipetilasan Sri Aji Joyoboyo telah
luar daerah Kediri dengan tujuanya masing-masing.
mengalami perubahan, baik mengalami peningkatan
Upacara tradisional di petilasan Sri Aji Joyoboyo
maupun penurunan. Perubahan yang terdapat pada
berlangsung
selalu
upacara yang dilaksanakan di petilasan Sri Aji Joyoboyo
diselenggarakan pada setiap awal bulan Suro atau tanggal
terjadi pada beberapa periode. Perubahan-perubahan yang
1 Suro menurut penanggalan Jawa. Bulan Suro dianggap
ada
sebagai bulan yang istimewa oleh sebagian masyarakat
pengelolaan upacara. Upacara yang diselenggarakan di
Jawa yang mempercayai, khususnya pada tanggal 1 Suro.
petilasan Sri Aji Joyoboyo telah banyak didatangi oleh
telah
Asal-usul
sejak
upacara
tahun
yang
pada
cara,
perlengkapan
maupun
masyaraakat lokal maupun masyarakat dari luar daerah
peilasan Sri Aji Joyoboyo adalah setelah ditemukanya
kediri. Pelaksanaan upacara tradisional 1 Suro di Desa
petilasan
Menang
oleh
diselenggarakan
terdapat
di
tersebut
yang
1976
masyarakat.
Lokasai
yang
telah
berdampak
pada
pendapatan
dan
dipercaya masyarakat sebagai tempat moksa Sri Aji
pembangunan daerah Kabupaten Kediri. Pemerintah
Joyoboyo sebebelumnya merupakan tempat yang dianggap
Kabupaten Kediri beserta masyarakat bekerjasama untuk
wingit. Upacara tradisional 1 Suro di petilasan Sri Aji
tetap menjaga dan melestarikan budaya yang telah
Joyoboyo sejak tahun 2000 telah menjadi objek wisata
menjadi slah satu objek wisata di daerah Kediri tersebut.
daerah Kabupaten Kediri. Setelah menjadi objek wisata
2. Saran
daerah, petilasan Sri Aji Joyoboyo semakin banyak dikunjungi setiap tahunya dan dikenal oleh masyarakat
Berkaitan dengan simpulan diatas, maka penulis dapat menyampaikan beberapa saran:
dari luar daerah Kediri. Melihat semakin meningkatnya
Bagi pemerintah Kabupaten Kediri, diharapkan
jumlah pengunjung yang datang pada saat upacara,
agar dengan serius ikut mengelola dan memberikan
pemerintah
untuk
bantuan sesuai dengan ketentuan pengelolaan kawasan
meningkatkan kenyamanan bagi para pengunjung baik
wisata, agar dapat menyentuh semua aspek-aspek penting
dalam segi fasilitas maupun sarana prasarana. Selain
dan
merasa bangga karena wisata yang dimiliki daerah Kediri
pengelolaan kawasan wisata, serta mendapat kebijakan
menjadi dikenal oleh masyarakat luas, peningkatan
yang spesifik sesuai denagan Perda Kabupaten Kediri No.
pengunjung pada saat upacara juga dapat meningkatkan
16 tahun 2011 yang menjadi acuan pokok kegiatan
pendapatan daerah Kabupaten Kediri serta meningkatkan
pengelolaan kawasan wisata.
Kabupaten
Kediri
berupaya
perekonomian warga yang tinggal diselitar petilasan Sri Aji Joyoboyo. prosesinya
semua
kepentingan
terkait
Bagi masyarakat sekitar petilasan, diharapkan dapat lebih meningkatkan pelayanan dan sarana prasarana
Pelaksanaan upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo dalam
mengakomodir
menggunakan
tata
cara
dan
perlengkapan seperti yang digunakan pada upacara ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
bagi para pengunjung yang datang ke petilasan Sri Aji Joyoboyo. Agar meningkatkan jumlah pengnjung dan
Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014 berdampak bagi meningkatnya perekonomian masyarakat sekitar petilasan.
13
[3]Geertz, C. 2013. Agama Jawa Abangan, Santri, Priyayi Dalam Kebudayaan Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu.
Bagi para pengunjung, diharapkan agar ikut melestarikan
taradisi
budaya
apapun
yang
telah
[4]Gottschalk, L. 2006. Menegerti Sejarah. Jakarta: UIPRESS
diwariskan oleh para leluhur yang kelak akan dapat diteruskan sampai para penerus selanjutnya untuk tetap dijaga kelestarianya, khususnya upacara tradisional yang ada
di
Desa
Menang
agar
tidak
terkikis
oleh
perkembangan zaman yang semakin maju. Bagi pembaca dan peneliti lain, dapat menambah pengetahuan
dan
pemahaman
mengenai
tradisi
kebudayaan lokal yang dimiliki oleh daerah sendiri serta mengetahui tokoh Sri Aji Joyoboyo yang pernah menjadi pemmimpin besar dan diharapkan dapat mengetahui nilai-nilai tauladan yang dapat dicontoh dari sosok Sri Aji Joyoboyo, serta dapat digunakan sebagai masukan atau acuan untuk melakukan penelitian lanjutan sejenis yang berkaitan dengan upacara tradisional 1 Suro pada waktu mendatang. Demikian beberapa saran-saran yang dapat penulis sampaikan, semoga dapat diambil segala manfaatnya.
Ardy Purnomo mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr Bambang Soepeno, M.Pd. Dan Ibu Dr. Sri memberikan
M.M,
yang
bimbingan
telah dan
meluangkan saran
dengan
[6]Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: balai Pustaka. [7]Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. [8] Koentjaraningrat. 2011. Pengantar Antropologi 1. Jakarta: PT. Rineka Cipta. [9] Lembaga Javanologi. 1985. Hari Jadi Kediri. Kediri: Universitas Kadiri. [10] Mardimin, J. 1994. Jangan Tangisi Tradisi. Yogyakarta: Kanisius. [11] Moertjipto. 1995. Laporan Penelitian Jarahnitra. Yogyakarta: Departemen Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional. [12] Muljana, S. 1979. Tafsir Sejarah Nagara Kertagama. Yogyakarta: LKIS.
UCAPAN TERIMA KASIH
Handayani,
[5] Kochhar, S. K. Pembelajaran Sejarah. Terjemahan oleh H. Purwanta & Yofita Hardiwati. 2008. Jakarta. PT. Grasindo.
waktu, penuh
kesabaran demi terselesainya jurnal ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman sekalian yang telah membantu penulis dan memberikan semangat untuk terselesainya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Buku: [1] Daeng, H. 1986. Antropologi Budaya. Flores: Nusa Indah. [2] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kediri. 2010. Profil Kebudayaan Informasi Nilai-nilai Budaya dan Legenda Kabupaten Kediri. Kediri: (TP)
ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
[13] Nawawi, H. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGMPRESS. [14] Negoro, S.S. 2001. Upacara Tradisional dan Ritual Jawa. Surakarta: CV.Buana Raya. [15] Pranoto, S.W. 2006. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu. [16] Ritzer, G. 2014. Teori Sosiologi Moderen. Jakarta: Kencana. [17] Sedyawati, E. 2014. Kebudayaan di Nusantara. Depok: Komunitas Bambu. [18] Sjamsudin, H. 1996. Metodologi Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Perguruan Tinggi. [19] Soehartono, L. 1984. Analisis Kebudayaan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. [20] Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Jakarta: Kanisius.
Purnomo et al., Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Tahun 1976-2014
[21] Sutarto, A. 2011. Menggelar Mantra Menolak Bencana. Surabaya: Pemerintah Provinsi Jawa timur Dewan Kesenian Jawa Timur Kompyawisda Jawa timur. [22] Yayasan Hondodento. 1989. Loka Muksa Sang Prabu Sri Aji Jayabaya dan Sendang Tirto Kamandanu. Yogyakarta: (TP). [23] Yayasan Hondodento. 1989. Petunjuk Pelaksanaan Upacara Ziarah 1 Suro di Pusat Wilayah Petilasan Sang Prabu Sri Aji Djojobojo Desa Menang Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri. Yogyakarta: (TP).
ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-14
14