perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH (Tinjauan Folklor)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh SHANTI DYAH PUSPA RATRI C0106047
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH (Tinjauan Folklor) Disusun oleh:
Shanti Dyah Puspa Ratri C0106047 Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum NIP 196302121988031002
Siti Muslifah, SS, M.Hum NIP 197311032005012001
Mengetahui, Ketua Jurusan Sastra Daerah
Drs. Imam Sutarjo, M.Hum NIP 196001011987031004
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH (Tinjauan Folklor)
Disusun Oleh:
Shanti Dyah Puspa Ratri C0106047 Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal
Jabatan Ketua
Sekretaris
Penguji I
Penguji II
:
:
:
:
Nama
Tanda Tangan
Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum NIP. 195710231986012001
…………………………
Dra. Sundari, M.Hum NIP. 195610031981032002
…………………………
Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum NIP. 196302121988031002
…………………………
Siti Muslifah, SS, M.Hum NIP. 197311032005012001
…………………………
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M.A NIP. 195303141985061001
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Waktu memang tak terbatas, namun waktu kita terbatas.” Anonim
“Sesuatu yang belum kita kerjakan, seringkali nampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah melakukannya dengan baik.” Evelyn Underhill
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
1. Bapak dan Ibu yang senantiasa mendo’akan saya 2. Kakak dan adik saya tersayang 3. Seseorang yang selalu memberi semangat, Taufiq Herdyawan 4. Almamater
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur hanya milik Allah SWT, Tuhan semesta alam atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH” (Tinjauan Folklor). Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sastra jurusan Sastra Daerah di Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Menyadari bahwa penulisan ini mengalami banyak hambatan, namun berkat bantuan dari beberapa pihak, maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang setulustulusnya kepada : 1.
Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra beserta staf yang telah mengijinkan penulis mengakhiri studi dengan pembuatan skripsi ini.
2.
Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus selaku Pembimbing Akademik, yang senantiasa memberi motivasi dan dorongan dalam menempuh perkuliahan hingga menyelesaikan studi.
3.
Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberi motivasi untuk segera menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
4.
digilib.uns.ac.id
Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum selaku pembimbing pertama, dengan penuh kesabaran mengarahkan dan memberi petunjuk yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai.
5.
Ibu Siti Muslifah, S.S, M.Hum selaku pembimbing kedua, dengan penuh kesabaran telah membimbing dan memberi motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi in sampai selesai.
6.
Dra. Sundari, M.Hum selaku koordinator Bidang Sastra yang telah memberi banyak pengetahuan bermanfaat bagi penulis.
7.
Bapak dan Ibu dosen jurusan Sastra Daerah yang telah memberi bekal pengetahuan yang sangat berharga dan berguna bagi penulis.
8.
Staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan dalam pelayanan kepada penulis.
9.
Bapak Sumarno, SH selaku Kepala Desa Tegalsambi beserta para informan dengan keramahannya telah bersedia membantu dalam penulisan skripsi ini.
10. Keluarga besar di Jepara yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi serta memberikan tempat singgah yang nyaman ketika penelitian di Jepara. 11. Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2006. Terima kasih untuk cerita yang telah kalian goreskan di buku hidupku. Terlalu banyak kenangan yang terukir bersama kalian, dan akan selalu tersimpan manis diingatanku. commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang dengan tulus telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan serta bantuan yang telah diberikan kepada penulis. “Tak Ada Gading Yang Tak Retak”, penulis menyadari sepenuh hati akan makna peribahasa itu, bahwa tak ada sesuatu yang tak sempurna. Untuk itu, segala saran dan kritik yang membangun dengan senang hati penulis harapkan demi kesempurnaan karya-karya selanjutnya.
Surakarta, Agustus 2010 Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………..
i
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….
iii
HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………
iv
HALAMAN MOTTO……………………………………………………….
v
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….
vi
KATA PENGANTAR………………………………………………………
vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………..
x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..
xii
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………
xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..
xv
ABSTRAK…………………………………………………………….........
xvi
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………..
1
A. Latar Belakang…………………………………………………….
1
B. Batasan Masalah……………………………………………….....
6
C. Permasalahan……………………………………………………..
7
D. Tujuan Permasalahan……………………………………………..
7
E. Manfaat Penelitian………………………………………………...
8
F. Sistematika Penulisan…………………………………………......
9
BAB II LANDASAN TEORI………………………………………………
10
A. Tradisi Lisan………………………………………………………
10
B. Folklor……………………………………………………………..
11
C. Cerita Rakyat………………………………………………………
17
D. Bentuk Cerita Rakyat……………………………………………..
18
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Nilai Guna Folklor………………………………………………..
19
F. Upacara Tradisional………………………………………………
19
G. Makna Simbolik…………………………………………………..
21
H. Fungsi Mitos………………………………………………………
22
I.
Pendekatan Folklor…………………………………………….....
24
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………….
26
A. Metode Penelitian Sastra Lisan…………………………………..
26
B. Lokasi Penelitian……………………………………………….....
26
C. Bentuk Penelitian…………………………………………………
26
D. Sumber Data dan Data Penelitian……………………………..…
27
E. Teknik Pengumpulan Data……………………………………….
28
F. Teknik Analisis Data……………………….…………………….
29
BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………….
31
A. Profil Masyarakat Desa Tegalsambi……………………….……..
31
1. Kondisi Geografis…………………………………………....
31
2. Kondisi Demografis………………………………………….
32
3. Kondisi Sosial Budaya………………………………………..
35
4. Tradisi Masyarakat…………………………………………….
37
B. Bentuk dan Asal-usul Cerita………………………………………
38
1. Bentuk Cerita Rakyat Perang Obor……………………………
38
2. Asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor…………………………
40
3. Analisis Fungsi Pelaku Cerita Rakyat Perang Obor…………
49
4. Pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor………………
53
5. Pelaku dalam Upacara Tradisional Perang Obor…………….
61
C. Fungsi Mitos………………………………………………………
64
1. Menyadarkan manusia tentang adanya kekuatan ghaib yang ada di
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dunia……………………………………………………
66
2. Memberikan Jaminan Masa Kini……………………………...
68
3. Memberikan Pengetahuan Tentang Dunia……………………
68
D. Makna Simbolik Sesaji……………………………………………
69
E. Nilai Guna Cerita Rakyat…………………………………………
75
1. Fungsi Cerita Rakyat Perang Obor……………………………
75
2. Fungsi Upacara Tradisional Perang Obor……………………
78
3. Nilai Yang Terkandung Dalam Cerita Rakyat Perang Obor…
79
BAB V PENUTUP…………………………………………………………
84
A. Kesimpulan…………………………………………………….....
84
B. Saran………………………………………………………………
86
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
88
LAMPIRAN…………………………………………………………..……
90
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1
: Komposisi penduduk menurut usia
Tabel 2
: Komposisi penduduk menurut mata pencaharian
Tabel 3
: Komposisi jumlah sekolah beserta jumlah muridnya
Tabel 4
: Jumlah pemeluk agama beserta tempat peribadatannya
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
CRPO
: Cerita Rakyat Perang Obor
ha
: Hekto are/hektar
km
: Kilometer
m
: Meter
RT
: Rukun Tetangga
RW
: Rukun Warga
s/d
: Sampai dengan
swt
: Subhanahu Wa Ta’ala
UTPO
: Upacara Tradisional Perang Obor
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Sinopsis…………………………………………………….. 91
Lampiran 2.
Peta Kabupaten Jepara……………………………………... 95
Lampiran 3.
Surat Penelitian…………………………………………….. 96
Lampiran 4.
Data Informan dan Narasumber……………………………
98
Lampiran 5.
Daftar Pertanyaan Informan atau Narasumber…………….
103
Lampiran 6.
Foto-foto……………………………………………………
119
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Shanti Dyah Puspa Ratri. C 0106047. Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah (Tinjauan Folklor). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Alasan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah berangkat dari suatu kondisi warisan budaya yang dapat punah apabila tidak dilestarikan. Maka diperlukan adanya penggalian terhadap budaya tersebut guna menghindari kelenyapan, karena setiap cerita rakyat mengandung pemahaman yang bisa memberikan manfaat dalam kehidupan manusia. Disamping cerita rakyat Perang Obor sarat dengan nilai moral, juga terdapat upacara tradisional Perang Obor sebagai realisasi adanya cerita rakyat tersebut yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pemiliknya. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana profil masyarakat Desa Tegalsambi? (2) Bagaimana bentuk dan asal-usul serta analisis fungsi pelaku dalam cerita rakyat perang obor? (3) Mitos apa saja yang terkandung di dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (4) Apa makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (5) Fungsi apa saja yang terdapat pada Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi masyarakat pemiliknya? Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Tegalsambi (2) mendeskripsikan bentuk dan asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor, serta menganalisis struktur fungsi pelaku dalam Cerita Rakyat Perang Obor (3) Mendeskripsikan mitos-mitos apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (4) Mendeskripsikan makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (5) Mendeskripsikan fungsi Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi warga desa pemiliknya. Teori yang digunakan adalah teori folklor, karena bentuk karya sastra sebagian lisan merupakan bagian dari folklor. Dikatakan sebagian lisan karena dalam penelitian ini terdapat cerita rakyat yang berbentuk lisan, dan upacara tradisional yang berbentuk bukan lisan. Penelitian terhadap cerita rakyat Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menggunakan Tinjauan Folklor. Metode penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah lokasi penelitian yang berada di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Jenis penelitian ini adalah penelitian folklor, bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data primer yaitu informan atau narasumber, sumber data sekunder berupa Upacara Tradisional Perang Obor, sumber tertulis mengenai teks Cerita Rakyat Perang Obor dari Dinas Pariwisata Jepara, alat perekam, dan kamera. Data primer yaitu Cerita Rakyat Perang Obor, dan data sekunder yaitu informan serta hasil pengamatan dari tradisi Upacara Tradisional Perang Obor. Teknik dengan pengumpulan data dengan observasi langsung, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan cara pengumpulan data kepada para informan, commituntuk to user kemudian menggunakan analisis folklor mendeskripsikan bentuk, isi, mitos,
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
serta nilai guna dari folklor yang diteliti. Analisis simboliknya menggunakan analisis budaya, untuk mencari makna dari simbol-simbol yang ada pada penelitian. Peneliti juga menggunakan analisis fungsi pelaku berdasarkan teori Vladimir Propp. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, (1) Kondisi geografis Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian utara. Daerah ini digunakan masyarakat sebagai tempat pemukiman, pertanian, tegalan, industri kayu ukir, dan lain-lain. Pendidikan masyarakat Tegalsambi terbilang masih rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan,. (2) Cerita rakyat Perang Obor ini merupakan mite karena ditokohi oleh dua orang manusia yaitu Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Kiai Babadan dan Ki Gemblong yang saling berperang menggunakan obor kemudian dampak dari peperangan mereka dijadikan suatu kepercayaan oleh warga Tegalsambi pada saat itu. (3) Akibat adanya peristiwa perang obor, muncul kepercayaan / mitos yang dijadikan landasan warga setempat untuk tidak melanggar larangan-larangan dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor. Masyarakat menganggap bahwa semua itu adalah warisan leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan. (4) Dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor menggunakan sesaji yang kemudian diletakkan di tempat-tempat yang diyakini sebagai tempat persinggahan arwah leluhur mereka. Tiap-tiap sesaji memiliki makna simbolik yang mengandung tentang pesan kebaikan sebagai pedoman dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. (5) Nilai guna yang terkandung dalam Cerita Rakyat Perang Obor yaitu sebagai cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya, alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan, dan lain-lain.
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah (Tinjauan Folklor) Shanti Dyah Puspa Ratri1 Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum2 Siti Muslifah, S.S, M.Hum3
ABSTRAK 2010. Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah (Tinjauan Folklor). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Alasan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah berangkat dari suatu kondisi warisan budaya yang dapat punah apabila tidak dilestarikan. Maka diperlukan adanya penggalian terhadap budaya tersebut guna menghindari kelenyapan, karena setiap cerita rakyat mengandung pemahaman yang bisa memberikan manfaat dalam kehidupan manusia. Disamping cerita rakyat Perang Obor sarat dengan nilai moral, juga terdapat upacara tradisional Perang Obor sebagai realisasi adanya cerita rakyat tersebut yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pemiliknya. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana profil masyarakat Desa Tegalsambi? (2) Bagaimana bentuk dan asal-usul serta analisis fungsi 1
Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0106047 Dosen Pembimbing I 3 Dosen Pembimbing II 2
commit to user
pelaku dalam cerita rakyat perang obor? (3) Mitos apa saja yang terkandung di dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (4) Apa makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (5) Fungsi apa saja yang terdapat pada Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi masyarakat pemiliknya? Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Tegalsambi (2) mendeskripsikan bentuk dan asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor, serta menganalisis struktur fungsi pelaku dalam Cerita Rakyat Perang Obor (3) Mendeskripsikan mitos-mitos apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (4) Mendeskripsikan makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (5) Mendeskripsikan fungsi Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi warga desa pemiliknya. Teori yang digunakan adalah teori folklor, karena bentuk karya sastra sebagian lisan merupakan bagian dari folklor. Dikatakan sebagian lisan karena dalam penelitian ini terdapat cerita rakyat yang berbentuk lisan, dan upacara tradisional yang berbentuk bukan lisan. Penelitian terhadap cerita rakyat Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menggunakan Tinjauan Folklor. Metode penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah lokasi penelitian yang berada di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Jenis penelitian ini adalah penelitian folklor, bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data primer yaitu informan atau narasumber, sumber data sekunder berupa Upacara Tradisional Perang Obor, sumber tertulis mengenai teks Cerita Rakyat Perang Obor dari Dinas Pariwisata Jepara, alat perekam, dan kamera. Data primer yaitu Cerita Rakyat Perang Obor, dan data sekunder yaitu informan serta hasil pengamatan dari tradisi Upacara Tradisional Perang Obor.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Teknik dengan pengumpulan data dengan observasi langsung, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan cara pengumpulan data kepada para informan, kemudian menggunakan analisis folklor untuk mendeskripsikan bentuk, isi, mitos, serta nilai guna dari folklor yang diteliti. Analisis simboliknya menggunakan analisis budaya, untuk mencari makna dari simbol-simbol yang ada pada penelitian. Peneliti juga menggunakan analisis fungsi pelaku berdasarkan teori Vladimir Propp. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, (1) Kondisi geografis Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian utara. Daerah ini digunakan masyarakat sebagai tempat pemukiman, pertanian, tegalan, industri kayu ukir, dan lain-lain. Pendidikan masyarakat Tegalsambi terbilang masih rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan,. (2) Cerita rakyat Perang Obor ini merupakan mite karena ditokohi oleh dua orang manusia yaitu Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Kiai Babadan dan Ki Gemblong yang saling berperang menggunakan obor kemudian dampak dari peperangan mereka dijadikan suatu kepercayaan oleh warga Tegalsambi pada saat itu. (3) Akibat adanya peristiwa perang obor, muncul kepercayaan / mitos yang dijadikan landasan warga setempat untuk tidak melanggar larangan-larangan dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor. Masyarakat menganggap bahwa semua itu adalah warisan leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan. (4) Dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor menggunakan sesaji yang kemudian diletakkan di tempattempat yang diyakini sebagai tempat persinggahan arwah leluhur mereka. Tiap-tiap sesaji memiliki makna simbolik yang mengandung tentang pesan kebaikan sebagai
commit to user
pedoman dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. (5) Nilai guna yang terkandung dalam Cerita Rakyat Perang Obor yaitu sebagai cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya, alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan, dan lain-lain.
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hidup di zaman globalisasi seperti sekarang ini menuntut manusia untuk hidup modern. Namun sebagai makhluk yang berkebudayaan, manusia modern pun tidak bisa melepaskan tradisi atau kebudayaan yang melekat pada dirinya begitu saja. Mereka tetap memegang teguh warisan leluhur yang sudah turun temurun dan menjadi suatu tradisi yang bernilai tinggi. Tradisi warisan leluhur dalam hal ini adalah folklor. Folklor merupakan bagian dari kebudayaan berupa karya sastra yang lahir dan berkembang dalam masyarakat tradisional. Karya sastra merupakan hasil dari kreativitas manusia baik secara tertulis maupun secara lisan berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan sosial. Karya sastra yang tertulis misalnya prosa, cerita pendek, cerita bersambung, novel dan lain-lain, sedangkan karya sastra lisan adalah karya sastra yang diwariskan turun-temurun secara lisan, dan salah satu jenis karya sastra lisan adalah cerita rakyat. Setiap daerah di Indonesia memiliki ragam kebudayaan, misalnya di daerah Jepara. Jepara merupakan salah satu kabupaten provinsi Jawa Tengah yang berada di bagian utara. Di wilayah Jepara terdapat banyak kebudayaan berupa cerita rakyat yang tersebar di pelosok-pelosok pedesaan, salah satunya adalah cerita rakyat Perang Obor. Cerita rakyat Perang Obor masih relevan dan dilestarikan oleh masyarakat pemiliknya di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara. Cerita rakyat Perang adalah objek dalam penelitian ini. commitObor to user
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
Cerita rakyat merupakan sastra lisan yang penyebarannya dilakukan secara lisan dari mulut ke mulut. Sastra lisan berfungsi sebagai alat untuk menghibur dan sebagai karya yang mengandung hal yang berguna. Horace (dalam Depdikbud, 7 : 1996) mengatakan bahwa sastra lisan berfungsi dulce et utile (sweet and useful). Sastra lisan sebagai alat dulce berfungsi menghibur, memberi kenikmatan, kegembiraan, kepuasan, atau kelegaan pada hati pendengar. Sastra lisan sebagai utile berfungsi untuk mendidik, memberi nasihat, memberi pengetahuan, membimbing bermoral, memberi gambaran kebiasaan tata cara kehidupan, atau memberi pengetahuan tentang asal-usul, peristiwa, atau jasa masyarakat lama. Orientasi penyebaran cerita rakyat terbatas pada daerah tertentu dan merupakan muatan lokal yang menyatu sekaligus sebagai kebanggaan daerah yang bersangkutan. Cerita rakyat bersifat anonim. Maksudnya, dalam cerita rakyat tidak diketahui pengarangnya secara pasti. Pada dasarnya cerita rakyat senantiasa mengalami perubahan dari masa ke masa, bahkan dari penuturan satu ke penuturan lain dalam waktu yang berbeda, meski dari kelompok atau individu yang sama. Hal tersebut disebabkan karena penuturnya tidak mampu mengingat seluruh isi cerita secara urut dan lengkap seperti yang didengarnya dari penutur sebelumnya. Karena lupa bagian-bagian cerita yang dituturkannya itu, lalu diganti atau diubahnya dengan bagian hasil rekamannya sendiri. Menurut cerita yang berkembang, asal mula cerita rakyat Perang Obor terjadi karena keteledoran seorang penggembala yang menelantarkan kerbaukerbau yang digembalanya. Di desa Tegalsambi terdapat seorang petani kaya raya bernama Kiai Babadan. Beliau mempunyai banyak binatang piaraan terutama commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kerbau dan sapi. Namun karena tidak bisa mengurusnya, maka Kiai Babadan meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk mengurus ternaknya. Pada awalnya, Ki Gemblong sangat tekun dalam memelihara ternak-ternak tersebut, sehingga binatang peliharaan tersebut tampak gemuk dan sehat. Ki Gemblong yang menggembala ternak di tepi sungai Kembangan asyik menyaksikan ikan-ikan yang ada di sungai tersebut. Tanpa menyia-nyiakan waktu, ia langsung menangkap ikan tersebut, kemudian hasil tangkapannya dibakar dan dimakan di kandang. Setelah kejadian itu, setiap hari Ki Gemblong selalu menangkap ikan, sehingga ia lupa akan tugas sebagai penggembala. Akhirnya kerbau dan sapinya menjadi kurus-kurus dan sakit, bahkan mulai ada yang mati. Keadaan ini menyebabkan Kiai Babadan menjadi bingung. Lama-kelamaan Kiai Babadan mengetahui apa yang menyebabkan ternaknya menjadi sakit, tak lain karena Ki Gemblong yang tidak mengurus ternak-ternaknya lagi. Melihat hal semacam itu Kiai Babadan marah besar. Kiai Babadan menemui Ki Gemblong yang sedang asyik membakar ikan. Lalu menghajar Ki Gemblong dengan menggunakan obor dari pelepah kelapa yang dibawanya. Kebetulan di sekitar sungai ada banyak blarak. Mendapat perlakuan yang tidak menguntungkan, Ki Gemblong tidak tinggal diam. Dia merampas obor yang dibawa Kiai Babadan untuk balas memukul Kiai Babadan, sehingga terjadilah Perang Obor yang apinya berserakan kemana-mana. Percikan-percikan api tersebut membakar tumpukan jerami di dekat kandang ternak. Kobaran api tersebut mengakibatkan ternak yang berada di kandang lari tunggang langgang dan tanpa diduga ternak yang tadinya sakit akhirnya menjadi sembuh. Mereka heran dengan keadaan tersebut, bahwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
ternak yang semula sakit tiba-tiba menjadi sembuh. Mengetahui kenyataan seperti itu, akhirnya mereka berdua mengakhiri peperangan. Cerita rakyat sarat dengan nilai-nilai kehidupan yang edukatif, karena di dalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral yang paling menonjol dalam cerita rakyat Perang Obor adalah pentingnya sikap tanggungjawab. Hal ini terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan sebuah amanah. Cerita rakyat Perang Obor yang dimiliki masyarakat Tegalsambi tersebut berperan sebagai kekayaan budaya, khususnya kekayaan sastra lisan. Sampai sekarang masyarakat Tegalsambi masih mempertahankan dan melestarikan tradisi yang dimilikinya tersebut. Mereka percaya bahwa Perang Obor dapat menghindarkan masyarakat dari musibah. Misalnya, sejak peristiwa perang obor antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong anak-cucu mereka melakukan upacara Perang Obor. Upacara tersebut dimaksudkan untuk mengusir segala ruh jahat yang mendatangkan penyakit. Pada saat sekarang upacara tradisional Perang Obor digunakan sebagai sarana sedekah bumi, untuk ungkapan rasa syukur warga Desa Tegalsambi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Upacara tradisional ini diadakan setahun sekali, yaitu Senin Pahing malam Selasa Pon pada bulan Besar (Dzulhijah), diadakan atas dasar kepercayaan masyarakat desa. Semua berkaitan erat dengan kepercayaan yang sulit dilepaskan dan dilupakan begitu saja oleh masyarakat setempat. Budaya warisan lisan akan punah apabila tidak dijaga dan dilestarikan. Maka diperlukan adanya penggalian terhadap budaya tersebut guna menghindari kelenyapan. Berangkat dari kondisi itulah penulis tertarik untuk mengangkat commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
cerita rakyat dan upacara tradisional Perang Obor dalam penelitian ini. Karena setiap cerita rakyat mengandung pemahaman yang bisa memberikan manfaat dalam kehidupan manusia. Masyarakat Tegalsambi dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor selalu menyiapkan makanan sesaji sebagai persyaratan. Di dalam sesaji tersebut terkandung maksud tertentu antara lain sebagai upaya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Penulisan penelitian cerita Rakyat Perang Obor ini, diharapkan agar lebih memasyarakat atau dikenal lebih luas. Jadi, bukan hanya dikenal masyarakat Jepara atau Jawa Tengah saja. Upacara tradisional Perang Obor merupakan tradisi masyarakat Desa Tegalsambi yang sangat unik dan memiliki ciri khas. Cara permainannya yaitu, para pemain saling memukul dengan menggunakan dua atau tiga bendel pelepah kelapa kering yang bagian dalamnya diisi dengan daun pisang. Obor yang telah tersedia dinyalakan bersama untuk dimainkan / digunakan sebagai alat saling menyerang sehingga sering terjadi benturan–benturan obor yang dapat mengakibatkan pijaran–pijaran api yang besar. Upacara tradisional Perang Obor diselenggarakan sebagai ungkapan rasa syukur warga terhadap Tuhan yang Maha Esa. Masyarakat Desa Tegalsambi mayoritas beragama Islam, mereka taat menjalankan perintah agama. Namun bukan berarti ketaatan mereka dalam beragama menghapus ajaran budaya dan adat istiadat yang ada kaitannya dengan cerita rakyat dan upacara tradisional Perang Obor. Hal tersebut merupakan bukti bahwa terjadi percampuran antarbudaya, yaitu adat istiadat masyarakat dengan ajaran agama Islam.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tanggapan positif dapat dilihat dari adanya tradisi upacara tradisional Perang Obor. Warga saling gotong royong mempersiapkan acara tersebut hingga selesai acara. Selain itu, rasa kebersamaan pun juga terlihat ketika warga berkumpul di punden-punden untuk selamatan. Adapun tanggapan negatifnya adalah adanya masyarakat yang masih percaya dengan hal-hal mistis. Tradisi adiluhung tersebut unik karena hanya satu-satunya di Jawa Tengah. Nilai-nilai tradisi yang hidup dan berkembang di masyarakat harus dilestarikan agar tidak punah terkikis oleh budaya modern. Penelitian ini merupakan salah satu langkah dalam upaya menelusuri dan melestarikan kebudayaan daerah.
B. Batasan Masalah Sebuah penelitian akan banyak menimbulkan permasalahan yang sangat komplek, yang akan mengakibatkan hasil penelitian kurang terfokus. Penelitian ini membatasi masalah isi, fungsi mitos, makna simbolik, serta nilai guna dalam Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor. Langkah awal yakni dengan mengkaji bentuk, isi, serta analisis fungsi pelaku cerita rakyat Perang Obor. Langkah kedua yaitu menganalisis fungsi mitos dalam Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor. Langkah selanjutnya menganalisis makna simbolik sesaji-sesaji yang terdapat dalam Upacara Tradisional Perang Obor. Batasan masalah selanjutnya yakni menelaah nilai guna yang terdapat dalam Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor.
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Permasalahan Supaya penelitian ini terfokus, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Bagaimanakah profil masyarakat Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara? 2. Bagaimanakah bentuk dan asal-usul, serta analisis fungsi pelaku cerita rakyat Perang Obor? 3. Mitos apa saja yang terkandung di dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? 4. Apa makna simbolik dari sesaji dalam pelaksanaan
Upacara Tradisional
Perang Obor? 5. Nilai guna apa saja yang terdapat pada Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi masyarakat pemiliknya?
D. Tujuan Penelitian Merupakan suatu hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, karena dengan tujuan itulah dapat diketahui apa yang hendak dicapai atau diharapkan. Penulis mengadakan penelitian tentang Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara. 2. Mendeskripsikan bentuk dan asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor, serta menganalisis struktur fungsi pelaku dalam Cerita Rakyat Perang Obor. commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Mendeskripsikan mitos-mitos apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor. 4. Mendeskripsikan makna simbolik sesajen dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor. 5. Mendeskripsikan nilai guna Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi warga desa pemiliknya.
E. Manfaat Penelitian Dalam hal manfaat yang berkaitan dengan penelitian ini dilihat dari obyek kajian, batasan masalah, serta tujuan yang dicapai, hasil yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebuah laporan penelitian yang berisi deskripsi tentang cerita rakyat Perang Obor di desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara. Oleh sebab itu, manfaat penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang dicapai dari penelitian ini adalah (a) secara teoritis, penelitian ini mampu menggunakan dan memanfaatkan teori folklor untuk dapat mengetahui bentuk dan isi yang terkandung dalam Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor, (b) sebagai ajaran dan fungsi bagi masyarakat pendukungnya. (c) penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat dijadikan sebagai sumber ilmu bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, manfaat yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah (a) dapat mendokumentasikan Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Obor sebagai salah satu aset lisan dan tradisi Nusantara, (b) untuk kesempatan lain dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut.
F. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan ini meliputi lima bab. Kelima bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori. Dalam penelitian ini berisi teori-teori yang berupa pengertian-pengertian pokok meliputi pengertian Tradisi lisan, pengertian folklor, analisis fungsi pelaku oleh Valdimir Propp, pengertian cerita rakyat, bentuk cerita rakyat, nilai guna folklor, penegrtian upacara tradisional, makna simbolik, fungsi mitos, dan pendekatan folklor. Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi Metode penelitian sastra lisan, lokasi penelitian, bentuk penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab IV Pembahasan. Bab ini berisi profil masyarakat Desa Tegalsambi, bentuk dan asal-usul cerita rakyat Perang Obor, analisis fungsi pelaku, fungsi mitos, makna simbolik sesaji, dan nilai guna cerita rakyat Perang Obor. Bab V Penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran. Pada akhir tulisan ini disertakan daftar pustaka dan lampiran penelitian.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
Landasan teori dalam suatu penelitian akan membantu penulis dalam menganalisis permasalahan yang ada dalam penelitian. Mengingat hal tersebut maka dalam suatu penelitian sebaiknya berpegangan pada suatu paham atau teori tertentu, sehingga arah dan tujuan dari penelitian akan lebih jelas dan mudah untuk dikaji.
A. Tradisi Lisan Tradisi merupakan bentuk warisan panjang. Lisan adalah bentuk pewarisan yang khas. Tradisi lisan adalah warisan leluhur Jawa yang abadi. Sebuah mutiara kultur leluhur yang hampir terlupakan oleh banyak orang, namun tetap bertahan. Tradisi itu ada, lestari, hidup, berkembang, tanpa paksaan dan tekanan (Endraswara, 2005 : 1) Masyarakat Jawa pada awalnya kurang mengenal tradisi tulis, hikmahnya justru tradisi lisan berkembang pesat. Selanjutnya pada saat mesin cetak berkembang, tradisi lisan menjadi lebih dikenal, terdokumentasi, dan berkembang. Tradisi lisan yang mengandalkan tradisi oral dinamakan tradisi lisan primer. Yakni, tradisi lisan yang belum bersentuhan dengan tradisi lain. Tradisi ini dapat dikatakan masih murni pada akar kolektif. Namun, tradisi lisan primer pun tetap rentan terhadap perubahan, khususnya yang disebabkan oleh penangkapan si pendengar. Ketidakhadiran pengarang tradisi lisan menjadikan si penutur boleh menyuarakan apa saja, menurut sepengetahuan commit to usermereka.
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Cakupan
tradisi
lisan
meliputi
adanya
kesaksian
lisan
yang
mengungkapkan masa lalu. Dalam kaitan ini unsur kesejarahan memang ditekankan. Tradisi lisan dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek proses dan produk. Sebagai produk, tradisi lisan merupakan pesan lisan yang didasarkan pada pesan generasi sebelumnya. Tradisi lisan sebagai proses, berupa pewarisan pesan melalui mulut ke mulut sepanjang waktu hingga hilangnya pesan itu. Pesan tradisi memang sangat beragam. Pesan itu berkaitan dengan karakteristik tradisi lisan. Dari sini muncul sekurang-kurangnya tiga hal, yang berhubungan dengan ciri tradisi lisan (Endraswara, 2005 : 4) yaitu : (1) tak reliabel, artinya tradisi lisan itu cenderung berubah-ubah, tak ajeg, dan rentan perubahan, (2) berisi kebenaran terbatas, tradisi lisan hanya memuat kebenaran intern, dan tak harus bersifat universal, (3) memuat aspek-aspek historis masa lalu. Dengan kata lain, tradisi lisan akan terjadi apabila ada kesaksian seseorang secara lisan terhadap peristiwa. Kesaksian itu diteruskan orang lain secara lisan pula, sehingga menyebar kemana saja. Keterulangan kesaksian peristiwa inilah yang menciptakan sebuah tradisi lisan.
B. Folklor Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat / alat pembantu pengingat. Folklor bukan terbatas pada tradisi (lore-nya) saja, melainkan juga manusianya (folk-nya). (James Danandjaja, 1997 : 2)
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada
umumnya,
folklor
merupakan
sebagian
kebudayaan
yang
penyebarannya melalui tutur kata atau lisan. Oleh sebab itu ada yang menyebutnya sebagai tradisi lisan (oral tradition). Fungsi folklor menurut James Danandjaja adalah sebagai berikut : 1.
Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat dan alat bantu pengingat).
2.
Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.
3.
Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).
4.
Folklor bersifat anonym, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa cerita rakyat telah menjadi milik masyarakat pendukungnya.
5.
Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola yaitu menggunakan kata-kata klise, ungkapan-ungkapan tradisional, ulanganulangan dan mempunyai pembukuan dan penutupan yang baku. Gaya ini berlatar belakang kultus terhadap peristiwa dan tokoh utamanya.
6.
Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif, yaitu sebagao sarana pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
7.
Folklor mempunyai sifat-sifat pralogis, dalam arti mempunyai logika tersendiri, yaitu tentu saja lain dengan logika umum. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
8.
13 digilib.uns.ac.id
Folklor menjadi milik bersama dari suatu kolektif tertentu. Dasar anggapan inilah yang digunakan sebagai akibat sifatnya yang anonym.
9.
Folklor bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatan kasar, terlalu spontan (James Danandjaja, 1984 : 4) Berdasarkan ciri di atas, secara sederhana dapat dipilahkan mana karya
folklor dan mana yang bukan. Apabila karya budaya memenuhi sebagian ciri di atas, maka karya tersebut masuk kategori folklor. Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor dari Amerika Serikat menggolongkan folklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya: (1) folklor lisan (verbal folklore), (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), (3) folklor bukan lisan (non verbal folklore). (dalam James Danandjaja, 1997 : 21) Teori mengenai folklor sebagai bagian dari tradisi lisan dikemukakan oleh banyak ahli. Vladimir Propp adalah seorang peneliti sastra yang berasal dari Jerman., objek penelitian Propp adalah cerita rakyat. Propp (1987: 93-98) menyimpulkan bahwa semua cerita yang diselidiki memiliki struktur yang sama. Artinya, dalam sebuah cerita para pelaku dan sifat-sifatnya dapat berubah, tetapi perbuatan dan peran-perannya sama. Propp lebih mengedepankan pada struktur cerita, khususnya struktur naratif. Struktur naratif lebih berhubungan dengan fungsi-fungsi yang ada pada cerita rakyat, yang maksimal memiliki 31 fungsi. Sebelum memasuki persoalan asal-usul cerita rakyat, terlebih dulu harus dapat mencari jawaban pada persoalan apakah yang digambarkan oleh cerita rakyat itu sendiri. Vladimir Propp menyatakan bahwa dalam setiap cerita rakyat maksimal memiliki 31 fungsi pelaku, untuk mengklasifikasikan cerita rakyat agar sistematis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
Fungsi-fungsi pelaku tersebut mengikuti susunan cerita dalam cerita rakyat. Untuk setiap fungsi diberi: (1) ringkasan isinya; (2) definisi ringkas di dalam satu perkataan; (3) lambangnya yang konvensional. Kemudian diikuti contohnya. (1987 : 28) Adapun tiga puluh satu fungsi tersebut meliputi: 1.
Seorang dari anggota keluarga meninggalkan rumah (definisi: ketidakhadiran/ ketiadaan, lambang: β).
2.
Larangan yang diberlakukan untuk pahlawan (definisi: larangan, lambang: γ).
3.
Melanggar larangan (definisi: pelanggaran, lambang: δ).
4.
Penjahat melakukan pengintaian untuk mendapatkan informasi (definisi: pengintaian, lambang: ε).
5.
Penjahat mendapatkan informasi tentang calon korbannya (definisi: penyampaian informasi, lambang: ζ).
6.
Penjahat menipu korbannya dengan tujuan dapat memiliki dirinya atau memiliki kepunyaannya (definisi: penipuan, lambang: η).
7.
Korban terpedaya dengan tipuan itu dan tanpa sadar membantu musuhnya (definisi: muslihat, lambang: θ).
8.
Penjahat menyebabkan timbulnya kesusahan atau melukai salah seorang anggota keluarga (definisi: kejahatan, lambang: A).
8.a. Seorang anggota keluarga kekurangan sesuatu atau ingin memiliki sesuatu (definisi: kekurangan, lambang: a). 9. Ketidakberuntungan atau kekurangan membuat pahlawan dikenal, pahlawan diminta atau diperintah, diizinkan untuk pergi atau menjadi utusan (definisi: perantara, peristiwa penghubung, lambang: B). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
10. Pahlawan (pencari) sepakat untuk mengadakan tindakan balasan (definisi: permulaan tindak balas, lambang: C). 11. Pahlawan meninggalkan rumah (definisi: keberangkatan / kepergian, lambang: ↑). 12. Pahlawan diuji, ditanya, diserang, dan lain-lain, yang membuka jalan untuk memperoleh alat sakti yang berfungsi sebagai penolongnya (definisi: fungsi pertama donor, lambang: D). 13. Pahlawan bereaksi terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan pemberi / donor (definisi: reaksi pahlawan, lambang: E). reaksi pahlawan bisa positif, tetap juga bisa negatif. 14. Pahlawan menerima alat sakti (definisi: penerimaan alat sakti, lambang: F). 15. Pahlawan dipindahkan, dan diantar ke tempat terdapatnya objek yang dicari (definisi: perpindahan di antara ruang, dua lokasi, petunjuk, lambang: G). 16. Pahlawan dan penjahat terlibat dalam perkelahian langsung (definisi: pertarungan, lambang: H). 17. Pahlawan diberi tanda (definisi: penandaan, lambang: J). 18. Penjahat dikalahkan (definisi: kemenangan, lambang: I). 19. Kemalangan atau kekurangan awal dapat diatasi (definisi: kekurangan terpenuhi, lambang: K). 20. Pahlawan pulang / kembali (definisi: kepulangan, lambang: ↓). 21. Pahlawan dikejar (definisi: pengejaran, lambang: Pr). 22. Pahlawan diselamatkan (definisi: penyelamatan, lambang: Rs). 23. Pahlawan yang tidak dikenali tiba di rumah / di negerinya atau di negeri lain (definisi: kepulangan tidak dikenali, lambang: O). commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
24. Pahlawan palsu menyampaikan tuntutan yang tidak berdasar (definisi: tuntutan yang tidak berdasar, lambang: L). 25. Pahlawan diserahi tugas sulit (definisi: tugas sulit, lambang: M). 26. Tugas diselesaikan (definisi: penyelesaian tugas, lambang: N). 27. Pahlawan dikenali / diakui (definisi: pengakuan, lambang: Q). 28. Pahlawan palsu atau penjahat terungkap (definisi: pengungkapan, lambang, Ex). 29. Pahlawan menjelma ke dalam wajah yang baru (definisi: penjelmaan, lambang: T). 30. Penjahat dihukum (definisi: hukuman, lambang: U). 31. Pahlawan menikah dan naik tahta (definisi: pernikahan, lambang: W). Untuk mempermudah mengetahui tiga puluh satu fungsi, maka dapat dibuat kerangka urutan fungsi dan variasi tindakannya. Fungsi yang dimaksud di atas didistribusikan ke dalam 7 macam peran (lingkungan tindakan), yaitu: 1.
Lingkungan aksi penjahat
2.
Lingkungan peran donor
3.
Lingkungan pembantu/penolong
4.
Lingkungan putri raja
5.
Lingkungan orang yang disuruh (utusan)
6.
Lingkungan hero
7.
Lingkungan hero palsu.
commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Cerita rakyat Elli Konggas Maranda (dalam Yus Rusyana, 1981 : 10) berpendapat bahwa cerita rakyat adalah cerita lisan sebagai bagian dari folklor dan merupakan bagian persediaan cerita yang telah mengenal huruf maupun belum. Di dalam bahasa Inggris, cerita rakyat disebut dengan istilah folktale adalah sangat inklusif. Secara singkat dikatakan bahwa cerita rakyat merupakan jenis cerita yang hidup di kalangan masyarakat, yang ditularkan dari mulut ke mulut. (Supanto, 1981:48). Cerita rakyat sebagai bagian dari folklor merupakan bagian dari persediaan cerita yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat. Cerita rakyat itu merupakan cerita yang telah diceritakan kembali di antara orang-orang yang berada dalam beberapa generasi, berkenaan dengan masa lalu. Selain itu pula mengandung survival, yaitu sesuatu yang masih terdapat dalam budaya masa kini sebagai peninggalan dari masa-masa sebelumnya. (Winick dalam Yus Rusyana, 1981 : 17). Pada dasarnya cerita rakyat disampaikan secara lisan. Tokoh-tokoh cerita atau peristiwa-peristiwa yang diungkapkan dianggap pernah terjadi di masa lalu, atau merupakan suatu hasil rekaman semata yang terdorong oleh keinginan untuk menyampaikan pesan atau amanat tertentu, atau merupakan suatu upaya anggota masyarakat untuk memberi atau mendapatkan hiburan atau sebagai pelipur lara (Atar Semi, 1993 : 79). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian cerita rakyat adalah salah satu peninggalan atau warisan budaya yang diturunkan dari generasi satu ke generasi lainnya berupa cerita di daerah setempat yang disebarkan dari mulut ke mulut dalam bentuk bahasa prosa. cerita berfungsi untuk commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendokumentasikan seluruh aktivitas manusia sekaligus mewariskannya kepada generasi berikutnya. Tanpa cerita, tanpa adanya kekuatan wacana, kebudayaan pun tidak ada.
D. Bentuk Cerita Rakyat Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu: 1. Mite (myth) Mite adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para Dewa atau makhluk setengah Dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. 2. Legenda (legend) Legenda (Latin: legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai “sejarah” kolektif (folk history). Legenda dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Ditokohi manusia walaupun adakalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering juga dibantu makhluk-makhluk gaib. Tempat terjadinya adalah di dunia yang seperti kita kenal, karena waktu terjadinya belum terlalu lampau. 3. Dongeng (folktale) Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng juga merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
moral, yang mengandung makna hidup dan cara berinteraksi dengan makhluk lainnya. (dalam James Danandjaja, 1997:50)
E. Nilai Guna Folklor Pada dasarnya folklor akan bernilai guna untuk memantapkan identitas serta
meningkatkan
integritas
sosial.
Secara
simbolis,
folklor
mampu
mempengaruhi masyarakat, dalam hal ini berpengaruh terhadap pembentukan tata nilai yang berupa sikap dan perilaku. Bascom (dalam Suwardi Endraswara, 2009 : 125), membeberkan nilai guna folklor sebagai berikut: 1. Cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya. 2. Alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan. 3. Alat pendidikan. 4. Alat penekan atau pemaksa berlakunya tata nilai masyarakat Dari fungsi di atas berarti mengarahkan bahwa folklor memang penting bagi kehidupan.
F. Upacara Tradisional Manusia selalu berusaha menyelamatkan atau membebaskan dirinya dari segala ancaman yang datang dari lingkungan hidupnya. Untuk itu, manusia secara perorangan atau berkelompok mengadakan hubungan-hubungan dengan manusia lain, atau dengan kekuatan-kekuatan gaib di luar dirinya, melalui upacara. (Syamsuddin, 1985 : 1) commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Supanto (1992:5), upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang melibatkan para warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan bersama. Upacara tradisional itu merupakan bagian yang integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya, dan kelestarian hidup upacara tradisional tersebut dimungkinkan oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat pendukungnya, dan dapat mengalami kepunahan bila tidak memiliki fungsi sama sekali dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Upacara tradisional penuh dengan simbolsimbol yang berperan sebagai alat komunikasi antar manusia, dan juga menjadi penghubung antara dunia nyata dengan dunia gaib. (Boestami, 1985 : 1) Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang integral dalam kehidupan kulturalnya untuk mencapai keselamatan bersama. Pelaksanaannya upacara tradisional mengandung berbagai aturan yang wajib dipatuhi oleh masyarakat pendukungnya. Aturan itu tumbuh dan berkembang
dalam
kehidupan
masyarakat
secara
turun-temurun,
untuk
melestarikan ketertiban kehidupan bermasyarakat. Biasanya kepatuhan setiap anggota masyarakat terhadap aturan dalam bentuk upacara tradisional itu disertai keseganan atau ketakutan mereka terhadap sanksi yang bersifat sakral magis. Dengan demikian upacara tradisional dapat dianggap sebagai bentuk pranata sosial yang tidak tertulis. Upacara tradisional wajib dikenal dan diketahui oleh masyarakat pendukungnya, untuk mengatur sikap dan perilaku agar tidak melanggar atau menyimpang dari adat kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G. Makna Simbolik Manusia adalah makhluk budaya, dan budaya manusia penuh dengan simbol, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya manusia diwarnai dengan unsurunsur simbolik. Kata simbol berasal dari bahasa Yunani, symbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Simbol atau lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan pengantara pemahaman terhadap obyek (Herusatoto, 2008 : 18). Sesungguhnya simbol-simbol yang dikembangkan oleh manusia itu tidak hanya mempunyai arti sebagaimana terkandung di dalamnya, tetapi yang lebih penting ialah dayanya. Simbol / lambang itu tidak hanya menunjukkan sesuatu idea, melainkan mempunyai kekuatan sebagai perangsang. Jadi simbol / lambang bagi manusia pendukungnya tidak sekedar makna, tetapi ia mengandung arti apa yang dilakukan orang dengan makna termaksud (Depdikbud, 1992 : 2) Simbol-simbol ritual ada juga yang berupa sesaji (dalam penelitian ini). Sesaji merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku agar lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya pendekatan diri melalui sesaji sesungguhnya merupakan bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak. Sesaji juga merupakan sarana untuk “negosiasi” spiritual kepada hal-hal gaib. Hal ini dilakukan agar makhluk-makhluk halus di atas kekuatan manusia tidak mengganggu. Dengan pemberian makanan secara simbolis kepada ruh halus, diharapkan ruh tersebut akan jinak, dan mau membantu hidup manusia (Suwardi Endraswara, 2006 : 247) Segala bentuk dan macam kegiatan simbolik dalam masyarakat tradisional itu merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menciptakan, menurunkannya ke dunia, memelihara hidup, dan menentukan kematian manusia. Simbolisme dalam masyarakat tradisional membawakan pesan-pesan kepada generasi berikutnya.
H. Fungsi Mitos Salah satu dari semua gejala kebudayaan, yang paling sulit didekati dengan analisis logis semata-mata adalah mitos. Mitos lebih terjelma dalam tindakan, daripada dalam pikiran atau khayalan (Cassirer, 1987 : 119). Kepercayaan masyarakat terhadap cerita yang mereka ketahui sangat besar, sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku mereka, yaitu taat kepada larangan atau suruhan yang berhubungan erat dengan cerita-cerita itu. Pada dasarnya mitos adalah anggapan atau kepercayaan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia (Nuraidar Agus, 2010 : 115) Mitos adalah sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang. Cerita itu dapat dituturkan, tetapi juga dapat diungkapkan lewat tari-tarian atau pementasan wayang misalnya (Van Peursen, 2007 : 37). Melalui mitos, manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam kejadian-kejadian sekitarnya, dan dapat menanggapi daya-daya kekuatan alam. Adapun fungsi mitos menurut Van Peursen, yaitu: 1. Mitos menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib. Mitos itu tidak memberikan bahan informasi mengenai kekuatan-kekuatan itu, tetapi membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan sukunya.
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Mitos memberi jaminan bagi masa kini. Pada musim semi misalnya bila ladang-ladang mulai digarap, diceritakan dongeng. Namun juga dapat diperagakan dalam sebuah tarian, bagaimana pada jaman dulu para dewa juga mulai menggarap sawahnya dan memperoleh hasil yang melimpah. Cerita itu seolah-olah mementaskan kembali suatu peristiwa yang dulu pernah terjadi. Dengan demikian dijamin keberhasilan usaha serupa dewasa ini. 3. Mitos memberikan pengetahuan tentang dunia. Artinya, fungsi ini mirip dengan fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam alam pikiran modern, misalnya cerita-cerita terjadinya langit dan bumi. (Peursen, 1988 : 37) Mitos yang diyakini oleh suatu masyarakat, hidup dalam alam pikiran manusia sebagai konsep yang abstrak dan sebagai persepsi atau imajinasi manusia terhadap segala fenomena kehidupannya. Mitos merupakan objek kultural dan bagian dari kehidupan manusia, sehingga mitos secara sadar akan terefleksi ke dalam hasil karya budaya manusianya, khususnya pada karya sastra masyarakat yang bersangkutan. Dapat diambil kesimpulan, bahwa mitos adalah suatu kepercayaan yang telah mendarahdaging bagi masyarakat pemiliknya, dan menjadi pedoman dalam bertingkah laku. Tujuan mitos untuk mendidik anak-cucu yang mendengarnya, khususnya tentang kepercayaan kepada kekuatan yang mutlak (Tuhan), kejujuran, keberanian, sopan santun, dan lain-lain. Mitos merupakan suatu cerita yang dapat memberikan pedoman bagi masyarakat di tiap daerahnya.
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I.
Pendekatan Folklor
Penelitian folklor terdiri dari tiga tahap, antara lain: pengumpulan, penggolongan, dan penganalisaan. Dalam hal ini akan diterapkan mengenai tahapan-tahapan dalam penelitian folklor. Ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh seorang peneliti dari objek penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Pra Penelitian di Tempat. Sebelum memulai suatu penelitian, yaitu terjun ke tempat atau daerah yang hendak dilakukan penelitian suatu bentuk folklor, harus diadakan persiapan yang matang. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka usaha penelitian akan mengalami banyak hambatan yang seharusnya tidak terjadi. Rancangan penelitian paling sedikit harus mengandung beberapa keterangan pokok. Cara memperoleh data melalui wawancara dengan menggunakan alat perekam, yaitu hp, tape recorder, dan menggunakan kamera untuk memperoleh gambarnya. 2. Penelitian di Tempat. Setibanya di tempat penelitian, harus mengusahakan suatu hubungan rapport, hubungan harmoni saling mempercayai dengan koletif yang hendak diteliti atau paling sedikit dengan para informan. Tahap ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan informan, maka sebagai peneliti harus jujur, rendah hati, dan tidak bersikap menggurui. Sikap yang demikian dapat menerima dan memberikan smua keterangan yang diperlukan. Cara yang digunakan untuk memperoleh bahan folklor di tempat adalah wawancara dan pengamatan commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Cara Pembuatan Naskah Folklor Bagi Kearsipan. Pada setiap naskah koleksi folklor harus mengandung tiga macam bahan: a. Teks bentuk folklor yang dikumpulkan b. Konteks teks yang bersangkutan c. Pendekatan dan penilaian informasi maupun pengumpulan folklor. (James Danandjaja, 1997:193)
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Sastra Lisan Aspek-aspek yang diangkat dalam penelitian sastra lisan meliputi tiga hal: (1) mengkaji asal-usul sastra lisan, yang mengungkap dari mana sastra itu lahir, apakah berhasil merefleksikan keadaan masyarakat, dan bagaimana proses transformasinya; (2) mengkaji pesan dan makna sastra lisan, yaitu nilai-nilai apa yang
hendak
disampaikan,
simbol-simbol
apa
yang
digunakan
untuk
membungkus pesan, apakah masih relevan bagi masyarakat sekarang; dan (3) mengkaji fungsi sastra lisan, antara lain untuk kontrol sosial politik, mendidik masyarakat, menyindir, dan sebagainya. (Endraswara, 2003 : 154)
B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan, yang berjarak 4 km dari pusat kota. Di desa tersebut terdapat tradisi upacara tradisional yang sangat unik, yaitu upacara tradisional Perang Obor yang selalu dinanti-nanti oleh warga Desa Tegalsambi khususnya, dan masyarakat Jepara pada umumnya.
C. Bentuk Penelitian Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar, bukan dalam bentuk angka-angka. Data pada umumnya berupa pencatatan, foto-foto, rekaman, dokumen, commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memoranda, atau catatan-catatan resmi lainnya. (Bogdan, R. C. dan S. K. Biklen dalam Atar Semi, 1990 : 24) Kualitas penafsiran dalam metode kualitatif dengan demikian dibatasi oleh hakikat fakta-fakta sosial, artinya fakta sosial adalah fakta-fakta sebagaimana ditafsirkan oleh subjek (Nyoman Kutha Ratna, 2004 : 47). Dalam penelitian kualitatif folklor yang diutamakan adalah penyajian hasil melalui kata-kata atau kalimat dalam suatu struktur logis, sehingga mampu menjelaskan sebuah fenomena budaya.
D. Sumber Data dan Data Penelitian
a. Sumber Data Sumber data terdiri atas dua jenis, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data penelitian yang dalam hal ini adalah informan, yaitu warga terpilih yang mengetahui cerita tersebut. Sumber data sekunder adalah sumber data penunjang penelitian yang dalam hal ini adalah upacara tradisional, artikel oleh Dinas Pariwisata Jepara, alat perekam, dan kamera. b. Data Penelitian Data dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor hasil wawancara dengan informan. Data sekunder berupa keterangan atau data yang terambil dari artikel oleh Dinas Pariwisata Jepara, rekaman, dan foto-foto. commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut adalah daftar narasumber: 1. Kamitua (Sesepuh desa) 2. Petinggi Tegalsambi (Kepala Desa Tegalsambi) 3. Carik Desa Tegalsambi 4. Modin (pemuka agama) 5. Perangkat Desa
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: a. Observasi langsung Penelitian diketahui oleh informan dan sebaliknya para informan dengan sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi. b. Wawancara Pada metode ini, pertanyaan diajukan secara lisan (pengumpul data bertatap muka dengan responden). (Sanapiah Faisal, 2008 : 52). Jenis wawancara ada dua, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan dalam pencarian data sehubungan dengan instansi yang terkait, yang dapat memberikan informasi sehubungan dengan penelitian. Pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara terstruktur ini bertujuan untuk mencari jawaban terhadap hipotesis kerja. Wawancara tidak terstruktur digunakan dalam pencarian informasi dalam masyarakat untuk mengetahui commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemahaman dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode wawancara tidak terstruktur, yang dilakukan dengan suasana akrab dan terbuka, pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. (Lexy J. Moleong, 2007:190) c. Dokumentasi Dokumentasi adalah setiap bahan baik tertulis maupun dalam bentuk gambar lainnya yang dapat digunakan untuk memperkuat data yang ada. Alat-alat yang digunakan untuk memperoleh dokumen dalam penelitian ini adalah kamera foto, tape recorder dan buku catatan. d. Content Analysis Teknik
content
analysis
merupakan
metodologi
penelitian
yang
memanfaatkan prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen (Lexy J. Moleong, 2001 : 163) Melalui content analysis data yang diperoleh secara cermat untuk dapat diambil kesimpulan mengenai data yang digunakan dalam penelitian ini, serta halhal penting yang menjadi pokok persoalan penelitian. Dengan demikian analisis tersebut mengacu pada beberapa dokumen yang relevan dengan penelitian, di samping melakukan wawancara dengan para informan.
F. Teknik Analisis Data Pengumpulan data pada penelitian ini adalah hasil wawancara dengan informan, sedangkan sajian datanya menggunakan analisis folklor untuk mendeskripsikan bentuk dan isi, mitos, serta fungsi dari folklor yang diteliti. Analisis simboliknya menggunakan analisis budaya, untuk mencari makna dari commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
simbol-simbol yang ada pada penelitian. Peneliti juga menggunakan analisis fungsi berdasarkan teori Vladimir Propp dalam buku Morfologi Cerita Rakyat yang dialih bahasakan oleh Noriah Taslim. Teori Vladimir Propp ini terdiri dari tiga puluh satu fungsi. Setelah memperoleh data dalam penelitian, kemudian langkah selanjutnya adalah mengolah data dan menganalisa data. Di dalam penelitian ini pengolahan data dipergunakan metode komparatif, yaitu membandingkan antara data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan hasil observasi. Sedangkan dalam menganalisa data dipergunakan teknik analisis kualitatif, yaitu suatu analisis yang berdasarkan pada hubungan sebab akibat dari fenomena sejarah dalam waktu dan situasi tertentu. Dari analisis data itu akan dihasilkan suatu tulisan yang bersifat deskriptif analisis.
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PEMBAHASAN
A. Profil Masyarakat Desa Tegalsambi
1. Kondisi Geografis Penelitian ini dilakukan terletak di desa Tegalsambi. Berdasarkan letak geografis wilayah, desa Tegalsambi berada di sebelah selatan Ibu kota Kabupaten Jepara. Desa Tegalsambi merupakan salah satu desa di Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara, dengan jarak tempuh ke Ibu Kota Kecamatan 6 Km, dan ke Ibu kota Kabupaten 4 Km/mil laut. Untuk menuju desa Tegalsambi dapat ditempuh dengan kendaraan sekitar 20 menit dari Ibu kota Kabupaten. Luas wilayah daratan Desa Tegalsambi adalah 251 Ha dengan panjang pantai 500 m. Luas lahan yang ada terbagi dalam beberapa peruntukan, dapat dikelompokan seperti untuk fasilitas umum, pemukiman, pertanian, kegiatan ekonomi, dan lain-lain. Desa Tegalsambi berdampingan atau dibatasi oleh desa atau kelurahan yang lain. Adapun batas-batas Desa Tegalsambi, yaitu: Sebelah Utara
: Kelurahan Karangkebagusan
Sebelah Timur
: Desa Mantingan
Sebelah Selatan
: Desa Demangan
Sebelah Barat
: Desa Teluk Awur dan Pantai Utara Bagian Barat
Di dalam pembagian wilayahnya, Desa Tegalsambi terbagi menjadi 8 dusun dengan 12 RT dan 2 RW. Adapun dusun-dusun tersebut adalah dusun Bejagan, Mororejo, Gegunung Olo, Gegunung Bagus, Tegal, Bendo, Kauman, dan Jrakah.
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Secara topografi, Desa Tegalsambi dapat dibagi dalam dua wilayah, yaitu wilayah pantai dan wilayah dataran rendah di bagian barat dan wilayah dataran tinggi di bagian timur. Dengan kondisi topografi demikian, Desa Tegalsambi memiliki variasi ketinggian antara 1 m sampai dengan 20 m dari permukaan laut. Daerah terendah adalah di wilayah dukuh lembah yang meliputi RT 01 RW 01, RT 09 RW 02, RT 10 RW 02, RT 11 RW 02, dan daerah yang tertinggi adalah di wilayah dukuh gegunung RT 05 RW 01, RT 06 RW 02, dan RT 12 RW 02. 2. Kondisi Demografis Berdasarkan data monografi desa tahun 2009, jumlah penduduk Desa Tegalsambi yang tercatat secara administrasi berjumlah 4283 jiwa yang terdiri dari 2183 laki-laki (51 %) dan 2100 perempuan (49 %). Dengan demikian jumlah penduduk laki-laki lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. a. Komposisi penduduk menurut usia Komposisi penduduk di suatu daerah merupakan hal penting yang dapat dijadikan sebagai landasan atau dasar kebijakan di daerah yang bersangkutan. Disamping itu komposisi penduduk juga berpengaruh sekali apabila dilihat dari aspek demografis maupun sosial ekonomi dan budaya. Komposisi penduduk menurut usia dapat untuk melihat berapa besar usia penduduk yang termasuk usia sekolah, usia muda, serta usia tua.
commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1 Komposisi Penduduk Menurut Usia No.
Kelompok Usia
Jumlah
Prosentase (%)
1
0-4
335
7.8 %
2
5-9
320
7.6 %
3
10-14
396
9.3 %
4
15-19
420
9.8 %
5
20-24
385
9%
6
>25
2427
56.5 %
Jumlah
4283
100 %
Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember
b.
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian Komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat digunakan untuk
mengetahui jenis mata pencaharian penduduk dominan, perbandingan antara jumlah
penduduk
yang
bermatapencaharian
tertentu
dengan
yang
bermatapencaharian lainnya, serta gambaran struktur ekonomi daerah. Masyarakat Desa Tegalsambi memiliki aktifitas ekonomi di sektor pertanian maupun non pertanian. Matapencaharian yang paling dominan di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Jawa Tengah adalah tukang kayu / ukir, yaitu 754 jiwa. Kegiatan di sektor pertanian dilakukan penduduk terutama di lahan sawah, tegalan, serta pekarangan. Usaha tanaman padi dilakukan penduduk pada saat musim penghujan. Sedangkan untuk lahan tegalan diupayakan dengan ditanami jagung dan ketela pohon, yang pada umumnya hasil produktivitasnya dikonsumsi sendiri. Kemudian untuk lahan pekarangan commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
umumnya masyarakat menanam tanaman berupa buah-buahan seperti mangga, jambu, dan rambutan. Berikut adalah tabel komposisi penduduk menurut mata pencaharian. Tabel 2 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian No.
Mata Pencaharian
Jumlah
1
Petani
214
2
Buruh tani
43
3
Peternakan
204
4
Pedagang
151
5
Wirausaha
258
6
Karyawan Swasta
156
7
PNS/POLRI dan TNI
51
8
Pensiunan
9
9
Tukang bangunan
8
10
Tukang kayu/ukir
754
11
Lain-lain/Tidak Tetap
102
12
Nelayan
65
13
Montir
19
14
Guru
51 JUMLAH
2060
Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember Faktor pendorong penduduk melakukan kegiatan pertanian maupun non pertanian karena adanya sarana ekonomi perdagangan di daerah tersebut. Sarana yang paling menonjol adalah berupa toko-toko hasil kerajinan industri ukiran kayu yang bisa dijumpai di sepanjang jalan desa, toko-toko, dan pasar. commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Kondisi Sosial Budaya
a.
Pendidikan Sarana pendidikan merupakan unsur yang terpenting guna menunjang
kemajuan dan perkembangan bagi suatu daerah, karena hal tersebut sangat berhubungan erat dengan sikap tingkah laku masyarakat di suatu daerah. Melalui pendidikan, seseorang akan mendapatkan pengetahuan, ketrampilan serta pengalaman. Dengan demikian seseorang yang mempunyai potensi serta kemampuan diharapkan dapat mengembangkan segala sumber daya yang tersedia di daerahnya untuk mewujudkan kesejahteraan penduduk. Tingkat pendidikan seseorang dapat digunakan sebagai petunjuk yang mencerminka status sosial dan dalam mencari pekerjaan, walaupun pendidikan bukan tolak ukur kualitas tenaga kerja. Tingginya tingkat pendidikan penduduk di Desa Tegalsambi tidak terlepas dari keadaan ekonomi masyarakat, sehingga penghasilan penduduk mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Dengan demikian, kesadaran masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya dapat terpenuhi, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat. Berikut adalah jumlah sekolah dan siswa menurut jenjang pendidikan: Tabel 3 Komposisi jumlah sekolah beserta siswanya No.
Sekolah
Jumlah
Siswa
1
TK
1
101
2
SD/MI
3
476
3
SMP/MTs
1
268
to user Sumber : Monografi Desa commit Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Agama dan Kepercayaan Mayoritas penduduk Tegalsambi memeluk agama islam. Pembinaan
keagamaan masyarakat dengan jalan mengadakan pengajian-pengajian. Adapun sarana peribadatan berupa masjid dan mushalla yang tersebar hampir di semua RT. Meskipun ada yang berlainan agama, namun mereka hidup rukun dan berdampingan, tidak memaksakan kehendaknya untuk memeluk agama yang dianutnya. Berikut ini tabel jumlah penduduk Tegalsambi berdasarkan agama yang dianutnya beserta tempat peribadatannya: Tabel 4 Jumlah Pemeluk Agama dan Tempat Ibadah No.
Agama
Pemeluk
Tempat Ibadah
1
Islam
4279
22
2
Kristen
4
-
Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember Sekian banyak penduduk yang memeluk agama islam, ada sebagian yang masih menjalankan sesaji beserta kelengkapannya. Di samping itu, masyarakat Desa Tegalsambi juga masih percaya akan adanya kekuatan supranatural dan tempat-tempat yang dianggap keramat. Oleh karena itu, masyarakat masih melakukan kebiasaan-kebiasaan yang dahulu juga dilakukan oleh nenek moyangnya. Kebiasaan itu antara lain selamatan atau upacara seperti diwujudkan dalam selamatan daur hidup manusia yang meliputi kelahiran sampai kematian. Masyarakat Desa Tegalsambi masih menghormati dan percaya terhadap makhluk halus, kekuatan gaib, kekuatan sakti, dan sebagainya. Kepercayaan yang berkembang di dalam masyarakat Tegalsambi selain percaya kepada roh nenek commit to user moyang juga percaya terhadap roh-roh lain atau danyang penunggu suatu tempat.
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
Hal itu diwujudkan dengan cara setiap malam jumat Petinggi Tegalsambi memberi sesaji dengan membakar kemenyan pada pusaka desa “Kisi Sanggabuana”. Petinggi berdo’a memohon keselamatan untuk para warga masyarakat Desa Tegalsambi. 4. Tradisi Masyarakat Masyarakat Jawa tradisional banyak memilki tradisi ritual yang berkaitan dengan kepercayaan religiusnya, meskipun secara formal umumnya mereka panganut agama Islam. Masyarakat Tegalsambi dalam kehidupannya masih diwarnai oleh berbagai ragam tradisi yang berbeda-beda. Masyarakat Desa Tegalsambi dalam mewujudkan hubungan antara masyarakat dengan Tuhan, masyarakat dengan sesamanya, maupun masyarakat dengan alam lingkungannya diliputi simbol-simbol. Masyarakat Tegalsambi memiliki tradisi nenek moyang seperti selamatan dan mengikuti tata cara yang selalu dilakukan setiap tahunnya tetap dilaksanakan, maka masyarakat Desa Tegalsambi akan dijaga keselamatannya serta diberi rizki yang melimpah. Beberapa ritual yang dilakukan oleh masyarakat Tegalsambi ialah Ngapati (4 bulan), Tujuh Bulanan, Kendurian, Pitung Dinan, Petang Puluhan, Nyatus, Nyewu, Methil Padi, Selamatan Sedekah Bumi (Perang Obor), dan sebagainya. Selamatan methil padi biasanya dilaksanakan sehari sebelum panen padi dilaksanakan. Upacara methil padi ini dilaksanakan pada sore hari menjelang maghrib dengan membawa nasi tumpeng beserta ingkung ke sawah. Setelah selamatan selesai ditutup dengan do’a, maka tumpeng beserta ingkung ditinggal di sawah sebagai persembahan dan ungkapan terima kasih kepada Dewi Sri yang commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telah menjaga dan memelihara tanaman padi mereka. Keesokan harinya panen sudah dapat dimulai. Upacara-upacara adat istiadat masyarakat Tegalsambi mengadakan upacara tradisional Perang Obor pada setiap tahunnya serta tradisi ziarah yang tujuannya untuk mendoakan arwah para leluhur. Masyarakat Tegalsambi masih melakukan hal semacam itu karena merupakan warisan nenek moyangnya. Masyarakat Tegalsambi juga menganggap bahwa upacara-upacara yang mereka lakukan mengandung maksud untuk membina kerukunan antar anggota masyarakat.
B. Bentuk dan Asal-usul Cerita Rakyat 1.
Bentuk Cerita Rakyat Perang Obor Cerita rakyat memiliki bentuk-bentuk antara lain: mite, legenda, dan
dongeng. Untuk mengetahui bentuk Cerita Rakyat Perang Obor, maka perlu dijelaskan dari ketiga bentuk tersebut. Mite memiliki ciri cerita yang dianggap benar-benar terjadi dan kemudian disakralkan oleh pendukungnya, mengandung tokoh-tokoh dewa atau setengah dewa, tempat terjadinya di tempat lain jauh dari masa purba. Legenda ditokohi manusia, walaupun ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan seringkali juga dibantu makhluk-makhluk gaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti yang kita kenal kini, karena waktunya belum terlalu lampau. Sedangkan dongeng adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh ketentuan tentang pelaku atau tokoh, waktu, dan tempat suci. commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan ciri-ciri yang diuraikan di atas, maka Cerita Rakyat Perang Obor berbentuk mitos, karena berdasarkan cerita tersebut menjadikan suatu kepercayaan oleh warga Tegalsambi. Bahwa percikan api dari peperangan merekalah yang membuat ternak-ternak sehat kembali. Dari peristiwa tersebut, warga selalu mengadakan upacara tradisional Perang Obor untuk menolak bala yang sekarang ini digunakan sebagai sedekah bumi. Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Jawa Tengah merupakan folklor sebagian lisan. Dikatakan sebagian lisan karena terdapat Cerita Rakyat Perang Obor yang penyampaiannya dilakukan secara lisan. Sedangkan Upacara Tradisional Perang Obor dikatakan
folklor bukan lisan, karena dalam upacara tersebut disertai
dengan serangkaian perbuatan, yang berbentuk upacara tradisional. Upacara Tradisional Perang Obor merupakan upacara tradisi masyarakat Desa Tegalsambi yang diadakan setiap satu tahun sekali. Tujuan diadakannya Upacara Tradisional Perang Obor adalah sebagai sarana untuk memohon kepada Allah SWT agar warga Desa Tegalsambi diberi keselamatan, ketentraman, serta terhindar dari marabahaya. Dengan kata lain, Upacara Tradisional Perang Obor bertujuan untuk sedekah bumi sebagai ungkapan rasa syukur warga kepada Allah SWT. Perayaan Upacara Tradisional Perang Obor (selanjutnya disingkat menjadi UTPO) diadakan atas dasar kesepakatan warga Desa Tegalsambi. Dahulu, UTPO diadakan pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon di bulan Dzulhijah. Untuk sekarang ini UTPO tetap diadakan pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon, namun bulannya disesuaikan dengan musim panen, karena UTPO dirayakan untuk sedekah bumi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
40 digilib.uns.ac.id
Asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor Cerita Rakyat Perang Obor (selanjutnya disingkat menjadi CRPO) di Desa
Tegalsambi merupakan cerita lisan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Desa Tegalsambi secara turun temurun. CRPO dipercaya oleh masyarakat Desa Tegalsambi berkembang dari mulut ke mulut dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. CRPO dianggap benar oleh masyarakat Desa Tegalsambi. Berkenaan dengan cerita rakyat Perang Obor, berikut adalah hasil wawancara dengan para informan: 1. Informan 1 “Cerita Rakyat Perang Obor itu warisan leluhur-leluhur Desa Tegalsambi. Di sini ada tokoh Mbah Kiai Babadan dan Kiai Gemblong. Mbah Babadan adalah pendatang yang berasal dari Madura, dengan nama Pangeran Sindura. Sedangkan Ki Gemblong saya kurang tahu profilnya, kenapa bisa disebut dengan sebutan “Gemblong”. Namun menurut cerita yang ada, Ki Gemblong itu orangnya tinggi besar berkulit putih. Mereka adalah murid-murid Mbah Dasuki. Mereka sedang dilanda keprihatinan. Mereka sedih karena ternak-ternak dilanda penyakit. Lalu Kiai Babadan berkonsultasi kepada Mbah Dasuki atas kejadian yang menimpa ternak-ternaknya. Ternyata penyebab dari bencana tersebut adalah karena keteledoran Mbah Gemblong yang lalai. Mbah Babadan yang marah akibat ulah Mbah Gemblong, lalu memukulkan obor kepada Mbah Gemblong. Pijaran api tersebut membakar jerami kandang ternak. Kalau kita ukur dengan logika, kerbau-kerbau yang tadinya lemas menjadi lari tunggang langgang. Kerbaunya banyak banget yang lari. Ketika kandang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
sudah terbakar habis, kerbau-kerbau kembali pulang dan sudah sembuh. Sejarah itu menjadi pijakan kami untuk menjalankan obor-oboran”. (wawancara dengan Bapak Sumarno) 2. Informan 2 “Kiai Babadan nggoleki pangone karo obor. Bareng ketemu iku Kiai Gemblong jik sibuk nggolek iwak neng kali Kembangan. “lhawong kene wong tuwa nggoleki kok sek setengah mati”. Lha terus obore dikebyokake neng Kiai gemblong. Terus obore Kiai Babadan diroyok Kiai Gemblong ngge ngebyok Kiai Babadan. Dadi kebyok-kebyokan iku asal mulane Kiai Babadan nggoleki Kiai Gemblong iku ketemu. Dadi timbulnya Perang Obor iku asale ndok kana.. Fokuse ndok kana..” (wawancara dengan Bapak H. M. Muchsin) Terjemahan: Kiai Babadan mencari penggembalanya dengan membawa obor. Setelah Kiai Babadan telah menemukannya, Ki Gemblong masih sibuk mencari ikan di sungan Kembangan. “saya itu orang tua kok mencari kamu sampai capek”. Kemudian obor yang dibawa Kiai Babadan dipukulkannya kepada Ki Gemblong. Ki Gemblong merebut obor tersebut dan balas memukul Kiai Babadan. Pukul memukul itu asal mulanya Kiai Babadan yang menemukan Ki Gemblong. Jadi, asal munculnya perang obor terletak di sana. 3. Informan 3 “Asal-usule Perang Obor, konon jaman dahulu kala… Mboh tahun pira… Pada jaman dahulu kala ada seorang juragan namanya Kiai Babadan, karo pangone Kiai Gemblong, ngono… Pada suatu hari, Kiai Gemblong punya kesibukan, menggembala ternak nganti bengi. Kesibukane mbakar iwak kali. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada waktu itu juragane kan ngamuk-ngamuk. Sampe larut malam tidak pulangpulang. Kiai Babadan pada waktu itu nggoleki Kiai Gemblong karo gawa obor. Obor pada jaman semana kan ndak pakai minyak tanah, yaiku nganggo blarak. Lha Kiai Babadan mbuktikake Ki Gemblong sedang sibuk mbakar iwak kali. Lha niku juragane nesu. Terus Kiai Gemblong dikebyok. Kali pertama sing dikebyok Kiai Gemblong, terus Kiai Gemblong ganti ngebyok Kiai Babadan, akhire kebyok-kebyokan antara juragan karo pangone. Lha niku asal mulane Perang Obor. Mboh tahun pira-pira bapak ndak tahu…” (wawancara dengan Bapak H. Nur Salim) Terjemahan: Asal asul Perang Obor, konon zaman dahulu kala, entah tahun berapa. Pada zaman dahulu kala ada seorang juragan yang bernama Kiai Babadan, dengan penggembalanya yang bernama Ki Gemblong. Pada suatu hari, Kiai Gemblong memiliki kesibukan, menggembala ternak sampai malam. Kesibukannya membakar ikan yang ada di sungai. Pada waktu itu majikannya marah-marah, karena Ki Gemblong sampai larut malam belum pulang-pulang. Kiai Babadan pada waktu itu mencari Kiai Gemblong dengan membawa obor. Obor pada saat itu tidak memakai minyak tanah, tapi menggunakan blarak. Kemudian Kiai Babadan membuktikan bahwa Ki Gemblong sedang sibuk membakar ikan. Marahlah sang juragan. Lalu Kiai Babadan memukul Ki Gemblong. Pertama kali yang dipukul adalah Ki Gemblong, kemudian Kiai Gemblong balas memukul Kiai Babadan, akhirnya terjadi pukul-memukul antara majikan dan penggembala. Itulah asal usul Perang Obor. “Untuk tahun kejadiannya bapak tidak mengetahui…”.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
4. Informan 4 ”Awal mula cerita ini di mulai dari perselisihan dua orang, yaitu Kiai Babadan sebagai juragan kaya yang punya ternak banyak dan Kiai Gemblong seorang penggembala ternak yang dipercaya menggembalakan ternaknya. Pada suatu hari Kiai Babadan mencari Gemblong karena sampai sore belum pulang membawa ternaknya, dan terus mencari dan baru ketemu di ladang sedang membakar ikan. Lalu Kiai Babadan marah dan kebetulan di ladang tersebut banyak blarak (daun kelapa kering yang jatuh). Lalu blarak tersebut dipukulkan pada Gemblong yang pada waktu itu ngligo. Tidak terima Gemblung dipukuli, maka teman-temannya ikut ribut pukul memukuli. Dalam mencari Gemblung, Kiai Babadan membawa obor, karena hari sudah mulai gelap, dengan blarak yang dibakar yang digunakan juga untuk memukul.” (wawancara dengan Bapak Hadi) 5. Informan 5 ”asal mulanipun Perang Obor, ing Tegalsambi niki wonten tokoh Kiai Babadan ingkang nggadhahi pangon asmanipun Ki Gemblong. Ternak-ternak Kiai Babadan digembalakake Ki Gemblong. Kiai Babadan lan Ki Gemblong menika kanca. Lha awal-awalipun Ki Gemblong menika sek sregep ngurus ternak. Nanging dangu-dangu kok Ki Gemblong sek mbeler, balike angon dalu. Kiai Babadan iku mulai curiga, kok ternak-ternake dados kurus lan penyakitan. Lajeng Kiai Babadan mbuktikake kecurigaanipun. Eh, lha kok leres... Ki Gemblong malah asik mbakar iwak ing pinggir kali. Kiai Babadan mboten nrima ternakipun kok mboten dirumati. Kiai Babadan jelas nesu, he’e ra? Menika pas wayah dalu, Kiai Babadan nggoleki Ki Gemblong mbetha obor. Sangking kecewane, Ki Gemblong dikebyok saking wingking ngenani gegeripun. Ki commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Gemblong kaget lan mboten nrima. Direbut obor saking tanganipun Kiai Babadan, trus ganti dikebyokake marang Kiai Babadan. Akhire dados perangperangan obor antara Kiai Babadan kalian Ki Gemblong.” (wawancara dengan Bapak Kamidi) Terjemahan: Asal mula Perang Obor, di Desa Tegalsambi ada tokoh bernama Kiai Babadan yang mempunyai penggembala bernama Ki Gemblong. Ternak-ternak Kiai Babadan digembalakan oleh Ki Gemblong. Kiai Babadan dan Ki Gemblong itu berteman. Awal mulanya Ki Gemblong rajin dalam mengurus ternak. Tapi lam- kelamaan Ki Gemblong menjadi malas, selalu pulang malam. Kiai Babadan mulai curiga dengan kebiasaan tersebut, karena ternak-ternaknya menjadi kurus dan sakit-sakitan. Lalu Kiai Babadan membuktikan kecurigaanya. Ternyata benar, Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan di pinggir sungai. Kiai Babadan tidak terima karena ternaknya ditelantarkan. Hal tersebut membuat Kiai Babadan marah. Kiai Babadan mencari Ki Gemblong saat malam hari dengan membawa obor. Kiai Babadan yang terlanjur kecewa memukul Ki Gemblong dari belakang dengan obor yang dibawanya. Ki Gemblong kaget tidak terima. Direbut obor dari tangan Kiai Babadan, kemudian balas memukul Kiai Babadan. Akhirnya terjadilah Perang Obor antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong 6. Suntingan teks: Pada abad XVI Masehi. Pada waktu di desa Tegalsambi ada seorang petani yang sangat kaya raya dengan sebutan “Mbah Kiai Babadan”. Beliau mempunyai banyak binatang piaraan terutama kerbau dan sapi. Untuk mengembalakannya sendiri jelas tak mungkin, sehingga beliau mencari dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
mendapatkan pengembala dengan sebuatan Ki Gemblong. Ki Gemblong ini sangat tekun dalam memelihara binatang – binatang tersebut, setiap pagi dan sore Ki Gemblong selalu memandikanya di sungai, sehingga binatang peliharaannya tersebut tampak gemuk – gemuk dan sehat. Tentu saja Kiai Babadan merasa senang dan memuji Ki Gemblong, atas ketekunan dan kepatuhannya dalam memelihara binatang tersebut. Konon suatu ketika, Ki Gemblong menggembala di tepi sungai Kembangan sambil asyik menyaksikan banyak ikan dan udang yang ada di sungai tersebut, dan tanpa menyia-nyiakan waktu ia langsung menangkap ikan dan udang tersebut yang hasil tangkapannya lalu di bakar dan dimakan dikandang. Setelah kejadian ini hampir setiap hari Ki Gemblong selalu menangkap ikan dan udang, sehingga ia lupa akan tugas / kewajibannya sebagai penggembala. Akhirnya kerbau dan sapinya menjadi kurus-kurus dan akhirnya jatuh sakit bahkan mulai ada yang mati. Keadaan ini menyebabkan Kiai Babadan menjadi bingung, tidak kurang –kurangnya dicarikan jampi – jampi demi kesembuhan binatang –binatang piaraannya tetap tidak sembuh juga. Akhirnya Kiai Babadan mengetahui penyebab binatang piaraannya menjadi kurus –kurus dan akhirnya jatuh sakit, tidak lain dikarenakan Ki Gemblong tidak lagi mau mengurus binatang – binatang tersebut namun lebih asyik menangkap ikan dan udang untuk dibakar dan dimakannya. Melihat hal semacam itu Kiai Babadan marah besar, disaat ditemui Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan hasil tangkapannya. Kiai Babadan langsung menghajar Ki Gemblong dengan menggunakan obor dari pelepah kelapa. Melihat gelagat yang tidak menguntungkan Ki Gemblong tidak tinggal commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diam, dengan mengambil sebuah obor yang sama untuk menghadapi Kiai Babadan sehingga terjadilah “ Perang Obor “ yang apinya berserakan kemana mana dan sempat membakar tumpukan jerami yang terdapat disebelah kandang. Kobaran api tersebut mengakibatkan sapi dan kerbau yang berada di kandang lari tunggang langgang dan tanpa diduga binatang yang tadinya sakit akhirnya menjadi sembuh bahkan binatang tersebut mampu berdiri dengan tegak sambil memakan rumput di ladang. (artikel dari Dinas Pariwisata Jepara) Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan dan suntingan teks dari artikel Dinas Pariwisata Jepara, CRPO menceritakan tentang dua tokoh, yaitu seorang petani kaya raya yang bernama Kiai Babadan dan penggembala bernama Ki Gemblong. Meski Kiai Babadan sebagai seorang pendatang, namun mereka berdua berteman baik. Ketika Kiai Babadan tidak bisa mengurus ternaknya yang banyak, Ki Gemblong menyanggupi permintaan Kiai Babadan untuk mengurus ternak-ternaknya. Pada awalnya Ki Gemblong sangat rajin mengurus, tapi lama-kelamaan Ki Gemblong menjadi malas dan menelantarkan ternak-ternak Kiai Babadan. Kemalasan Ki Gemblong berimbas pada ternakternak yang menjadi kurus-kurus dan sakit. Pada mulanya Kiai Babadan masih menganggap wajar hal itu, namun keadaan semakin parah. Kemudian Kiai Babadan mencari tahu penyebab yang melanda ternaknya. Setelah diselidiki, ternyata penyebabnya adalah Ki Gemblong yang lebih memilih menangkap ikan daripada mengurus ternak. Kiai Babadan yang mengetahui hal tersebut marah besar dan memukul Ki Gemblong dengan sebuah obor yang dibawanya ketika mencari Ki Gemblong. Ki Gemblong tidak terima atas perlakuan tersebut, commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemudian merampas obor dari tangan Kiai Babadan dan balas memukul dengan obor. Sehingga terjadilah Perang Obor. Pertarungan mereka berhenti ketika percikan-percikan api dari pertarungan mereka mengenai kandang. Ternak yang tadinya sakit-sakitan tiba-tiba bisa berdiri kemudian berlarian keluar kandang yang terbakar. Dari peristiwa pertarungan mereka, muncul suatu kepercayaan yang menjadi pedoman warga Tegalsambi untuk melaksanakan UTPO sebagai sedekah bumi. Berikut deskripsi isi CRPO: 1. Identitas Kiai Babadan a) Nama aslinya Pangeran Sindura b) Seorang petani kaya c) Seorang pendatang dari Madura 2. Identitas Ki Gemblong a) Seorang penggembala b) Berasal dari Tegalsambi 3. Kiai Babadan meminta pertolongan Ki Gemblong a) Kiai Babadan tidak sanggup mengurus ternak-ternaknya kemudian meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk menggembalakannya. b) Ki Gemblong menyanggupi permintaan Kiai Babadan. 4. Kinerja Ki Gemblong a) Ki Gemblong sangat tekun dalam mengurus ternak b) Kiai Babadan senang dengan kinerja Ki Gemblong. c) Hewan ternak nampak gemuk dan sehat. commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Keanehan mulai nampak a) Ternak Kiai Babadan tiba-tiba menjadi kurus dan sakit b) Ki Gemblong selalu pulang larut malam saat menggembala 6. Usaha masing-masing pihak a) Kiai Babadan yang cemas dengan keadaan ternaknya mencarikan jampi-jampi demi kesembuhan ternaknya, namun gagal. b) Ki Gemblong sebagai dalang sakitnya ternak hanya diam saja dan menutupi kesalahannya. 7. Penyebab ternak sakit a) Ki Gemblong asyik menangkap dan membakar ikan di pinggir sungai Kembangan sampai larut malam. b) Ki Gemblong tidak mau lagi mengurus ternak. 8. Kecurigaan Kiai Babadan a) Kiai Babadan merasa aneh dengan kebiasaan Ki Gemblong yang selalu pulang larut malam. b) Kiai Babadan mencari tahu penyebab ternaknya sakit. 9. Pertarungan Kiai Babadan dan Ki Gemblong a) Kiai Babadan memergoki Ki Gemblong sedang asyik memakan ikan dan menelantarkan ternak b) Kiai Babadan tidak terima dengan perilaku Ki Gemblong c) Kiai Babadan memukulkan sebuah obor ke punggung Ki Gemblong d) Ki Gemblong merasa dirinya terancam, kemudian balas memukul Ki Gemblong dengan merebut obor yang sama. commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Kiai Babadan dan Ki Gemblong terlibat dalam pertarungan dengan saling memukulkan obor. 10. Pertarungan berhenti a) Percikan api dari obor mereka mengenai kandang ternak. b) Ternak yang tadinya lemas menjadi lari tunggang langgang. c) Melihat kejadian aneh yang menimpa ternak, Kiai Babadan dan Ki Gemblong mengakhiri pertarungan mereka. 3.
Analisis Fungsi Pelaku Berdasarkan penjelasan mengenai CRPO, umumnya suatu cerita rakyat
memiliki versinya sendiri baik dalam hal nama-nama tokoh, perwatakan, latar cerita, dan alur cerita. Apabila struktur cerita rakyat Perang Obor dikaji dengan teori fungsi pelaku dari Vladimir Propp, maka akan menghasilkan bentuk cerita berdasarkan klasifikasi komponen-komponen dan hubungan di antara komponenkomponen tersebut dalam keseluruhan cerita. Menurut Vladimir Propp, dalam struktur naratif yang penting bukanlah tokoh-tokoh, melainkan aksi tokoh-tokoh yang selanjutnya disebut fungsi. Fungsi pelaku yang ada di dalam CRPO antara lain: 1.
Ketidakhadiran / ketiadaan, lambang : β Kiai Babadan adalah seorang petani kaya raya di Desa Tegalsambi yang meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk menggembala ternaknya. Setiap harinya Ki Gemblong pergi menggembalakan ternak. Namun lama kelamaan Ki Gemblong selalu terlambat pulang saat menggembala. Hal ini membuat Kiai Babadan khawatir, karena tidak tahu kemana Ki Gemblong menggembalakan ternaknya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
50 digilib.uns.ac.id
Pelanggaran, lambang: δ Sebagai seorang penggembala yang diberi tugas majikannya untuk menjaga ternak dengan baik, Ki Gemblong seharusnya menjalankan amanah tersebut. Pada awalnya Ki Gemblong memang rajin dalam mengurus ternak, sehingga membuat Kiai Babadan senang dengan kinerja Ki Gemblong. Namun, lama kelamaan Ki Gemblong telah lalai dalam menjalankan tugas. Hewan yang tadinya gemuk-gemuk menjadi kurus dan sakit-sakitan, hal itu dikarenakan Ki Gemblong yang lama kelamaan malas mengurus ternak dan lebih senang membakar ikan di sungai tanpa mempedulikan ternak. Kelalaian Ki Gemblong yang disengaja merupakan suatu bentuk pelanggaran atas amanat yang diembannya.
3.
Kejahatan, lambang: A Ki Gemblong menelantarkan ternak dan asyik membakar ikan hasil tangkapannya. Sikap Ki Gemblong yang lepas tanggungjawab membuat ternak-ternak Kiai Babadan menjadi tak terurus dan sakit. Tentu saja hal itu sangat merugikan Kiai Babadan. Ki Gemblong yang telah menyanggupi tugasnya sebagai penggembala ternyata lalai dalam menjalankan tugas dan menutup-nutupi kesalahannya. Namun akhirnya keburukan Ki Gemblong diketahui oleh Kiai Babadan.
4.
Penipuan, lambang: η Dampak dari sikap Ki Gemblong yang tidak mau mengurus ternak menjadikan ternak-ternak tersebut sakit. Tentu saja Kiai Babadan selaku pemilik ternak bingung dengan keadaan ternaknya. Tak kurang-kurangnya dibacakan jampi-jampi demi kesembuhan ternaknya, namun sia-sia. commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan Ki Gemblong yang menjadi dalang penyebab sakitnya ternak tidak mau mengakui kesalahannya, dan membuat Kiai Babadan tertipu. 5.
Muslihat, lambang: θ Kiai
Babadan
tidak
menyalahkan
Ki
Gemblong,
justru
mengkhawatirkan Ki Gemblong yang sering terlambat pulang. Kiai Babadan tidak
mengetahui
kejadian
sebenarnya bahwa Ki
Gemblong telah
merugikannya. 6.
Permulaan tindak balas, lambang: C Kiai Babadan memergoki Ki Gemblong yang sedang asyik membakar ikan, lalu memukul dengan menggunakan obor yang dibawanya. Kemarahan Kiai Babadan dipicu karena kelalaian Ki Gemblong dalam mengurus hewan ternak. Ternak-ternak Kiai Babadan yang tadinya gemuk-gemuk menjadi kurus dan ada yang mati, karena Ki Gemblong tidak mau mengurusnya lagi. Sebagai pemilik ternak, Kiai Babadan tidak terima atas apa yang terjadi pada ternak-ternaknya dan mencari Ki Gemblong yang sedang menggembala ternak. Kiai Babadan mendapati Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan, kemudian Kiai Babadan langsung memukulkan obor pada Ki Gemblong. Ki Gemblong yang tidak terima dengan perlakuan tersebut balas memukul Kiai Babadan, sehingga terjadi balas membalas antara Kiai Babadan dengan Ki Gemblong.
7.
Pertarungan, lambang: H Ki Gemblong tidak terima atas perlakuan Kiai Babadan. Ki Gemblong yang merasa terancam jiwanya merebut obor yang dibawa Kiai Babadan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
untuk ganti memukulnya. Akhirnya mereka saling berebut obor dan pukul memukul demi keselamatan diri. 8.
Hukuman, lambang: U Kiai Babadan yang kecewa dengan kemalasan Ki Gemblong, menghukumnya dengan memukulkan sebuah obor ke punggung Ki Gemblong. Kiai Babadan melakukan hal tersebut karena ingin memberi pelajaran / hukuman kepada Ki Gemblong yang lalai menjalankan tugas sebagai penggembala agar jera dan tidak malas lagi.
9.
Pengakuan, lambang : Q Sejak adanya peristiwa pertarungan obor antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong, warga Tegalsambi percaya bahwa perang obor dapat menjauhkan bencana. Kemudian warga Tegalsambi mengadakan UTPO sebagai tolak bala dan sedekah bumi. Dari kesembilan fungsi di atas masing-masing didistribusikan ke dalam
beberapa lingkungan tindakan. Setiap lingkungan tindakan dapat mencakupi satu atau beberapa fungsi. Namun dari kesembilan fungsi pelaku dalam CRPO hanya dapat didistribusikan ke dalam satu lingkungan tindakan saja. Lingkungan tersebut yaitu lingkungan aksi penjarah, dimana peristiwa dalam CRPO terjadi di tempat Ki Gemblong menggembala ternak. Hasil analisis fungsi pelaku yang terdapat dalam CRPO berjumlah sembilan fungsi. Namun, dalam CRPO tidak menggunakan unsur penjahat dan pahlawan. Pelaku dalam CRPO diibaratkan sebagai seorang bawahan dan majikan. Sang majikan mencari bawahannya yang belum pulang juga saat menggembala ternaknya. Ketika sang majikan mencari, ternyata pangonnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
sedang asyik membakar ikan di pinggir sungai. Kiai Babadan selaku majikan kecewa dengan sikap Ki Gemblong, pangonnya, yang lalai menjalankan tugasnya sebagai penggembala. Kemudian Kiai Babadan menghukum Ki Gemblong dengan memukulkan obor ke tubuh Ki Gemblong. 4.
Pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor UTPO dalam pelaksanaannya masih melestarikan tradisi leluhur. Upacara
ini diselenggarakan erat kaitannya dengan kegiatan penduduk sehari-hari, terutama kegiatan petani dalam mengolah tanah. Upacara tersebut dilaksanakan pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon pada bulan Dzulhijah, namun untuk pelaksanaan sekarang ini disesuaikan dengan masa panen. Dalam pola berpikir orang Jawa yang menganut tradisi warisan dari leluhur, ada keyakinan atau kepercayaan terhadap apa yang dianggap hari keramat dan suci. Warga Tegalsambi meyakini bahwa pada hari tesebut merupakan hari hilangnya wabah penyakit yang menimpa Desa Tegalsambi. Menurut keyakinan yang ada, UTPO akan memperkuat dugaan hilangnya wabah penyakit. Tanpa upacara tersebut, warga percaya ada kemungkinan datangnya wabah penyakit dan malapetaka, sehingga akan mengakibatkan bencana bagi penduduk yang bersangkutan. Sehubungan dengan pelaksanaan UTPO terdapat beberapa kegiatan ritual yang harus dilaksanakan oleh warga Desa Tegalsambi. Kegiatan tersebut antara lain: a.
Selamatan di punden-punden Sebelum melaksanakan UTPO, penduduk Tegalsambi terlebih dulu mengadakan selamatan (kenduri) di punden-punden yang diyakini sebagai commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
makam para leluhur dan sesepuh pendiri Desa Tegalsambi. Selamatan ini tidak terpisahkan dari kepercayaan kepada unsur-unsur kekuatan sakti maupun makhluk-makhluk halus. Sebab, hampir semua selamatan ditujukan untuk memperoleh keselamatan hidup. Selamatan ini dilaksanakan beberapa kali di tempat yang berbeda-beda dengan perincian sebagai berikut : a.1. Senin Pahing (tiga puluh lima hari sebelum pelaksanaan UPTO), pada waktu setelah Shalat Dhuhur atau kurang lebih pukul 12.30 WIB, diadakan selamatan di punden Tegal (makam Kiai Dasuki). Kiai Dasuki merupakan tokoh paling penting di Desa Tegalsambi, karena beliau yang memberi nama Desa Tegalsambi. Kiai Dasuki adalah seorang petani yang juga mengelola Pondok Pesantren. Di samping mengajarkan ilmu agama, Kiai Dasuki juga berusaha membuka hutan untuk dijadikan sawah ataupun tegalan. Pada saat itu, daerah tersebut belum mempunyai nama, maka diambillah kehidupan masyarakat sehari-hari yang bekerja pengukir, nelayan, peternak juga mempunyai pekerjaan sambilan (samben) di tegalan (sawah) sebagai petani. Oleh karena itu nama Tegalsambi dianggap paling tepat untuk nama daerah tersebut. Saat pelaksanaannya, Kepala desa beserta perangkatnya dan warga masyarakat datang ke punden untuk mengadakan selamatan dan doa bersama. Para perangkat desa dan warga datang ke punden sambil membawa nasi lengkap dengan lauk-pauknya. Jika semua sudah berkumpul, Kepala desa sebagai wakil desa segera membakar kemenyan. Kemudian Modin memimpin tahlilan dan diakhiri dengan doa untuk commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
arwah leluhur yang dimakamkan di tempat tersebut. Setelah selesai berdoa, diadakan tukar menukar makanan dan kemudian makan bersama. Selamatan di punden-punden dilaksanakan beberapa kali pada waktu dan tempat yang berbeda. Pelaksanaan pada punden yang satu dengan yang lain tidak jauh berbeda. a.2. Jum’at Legi, pada waktu setelah Shalat Maghrib atau kurang lebih pukul 18.00 WIB, diadakan selamatan di perempatan Desa Tegalsambi yaitu punden prapatan, makam Ki Gemblong. Ki gemblong merupakan tokoh dalam Cerita Rakyat Perang Obor sebagai penggembala. Uniknya, punden ini hanya berupa perempatan saja, tidak ada nisannya. Untuk orang awam tidak akan ada yang tahu bahwa di perempatan tersebut adalah makam Ki Gemblong. Namun untuk warga Tegalsambi percaya dan mengetahui bahwa di perempatan tersebut adalah makam Ki Gemblong. Pelaksanaan selamatannya,
warga beserta perangkat desa
berkumpul di perempatan kemudian melakukan doa bersama dan makan bersama seperti di makam sebelumnya. a.3. Senin Wage, pada waktu setelah Shalat Dhuhur atau kurang lebih pukul 12.30 WIB, diadakan selamatan di masjid barat Desa Tegalsambi, tempat makam Kiai Rofi’i. a.4. Jum’at Pon, setelah Shalat Dhuhur diadakan selamatan di tiga tempat sekaligus, dan warga desa yang memiliki tanah di sekitar punden akan mendatangi punden tersebut. Adapun ketiga punden tersebut adalah commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
punden Doromanis (makam Kiai Surgimanis), punden Gambiran (makam Kiai Babadan), dan punden Bendo (makam Kiai Tunggul Wulung). Kiai Surgimanis adalah seorang Kiai yang mempunyai kebiasaan bertapa atau menyepi, dan biasanya dilakukan di Doromanis. Kiai Babadan adalah tokoh dalam Cerita Rakyat Perang Obor yang memiliki banyak ternak dan meminta tolong pada Ki Gemblong untuk mengurus ternaknya. Sedangkan Kiai Tunggul Wulung adalah seorang Kiai yang sangat disukai oleh masyarakat karena sifat rendah hatinya. Meskipun memiliki
kesaktian,
namun
Kiai
Tunggul
Wulung
tidak
mau
menunjukkan kesaktiannya dihadapan murid-murid dan masyarakat. a.5. Jum’at Pahing, setelah Shalat Dhuhur diadakan selamatan di punden Sorogaten, makam Kiai Sorogaten. Kiai Sorogaten juga merupakan leluhur
di Desa Tegalsambi. Maksud dari selamatan ini adalah
memohonkan ampun untuk para leluhur Desa Tegalsambi, supaya mereka mendapatkan ampunan dan mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya. b.
Penyembelihan Hewan Kurban Untuk Sesaji Pada pukul 07.00 sampai pukul 08.00 WIB diadakan penyembelihan hewan
kurban
berupa
kerbau
jantan
untuk
perlengkapan
sesaji.
Penyembelihan kerbau dilakukan oleh modin dan dibantu oleh para perangkat desa. Saat penyembelihan, darah yang mengalir dari leher kerbau ditampung pada sebuah kuali kecil yang akan digunakan untuk perlengkapan sesaji. Hasil penyembelihan yang digunakan untuk sesaji yaitu daging dan darahnya. Khusus darah kerbau, hanya digunakan untuk sesaji di rumah Petinggi saja. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
Setelah menyembelih kerbau, kerbau dikuliti dan dibersihkan, selanjutnya dilanjutkan dengan pembuatan sesaji. Namun tidak semua sesaji menggunakan daging kerbau. Daging kerbau hanya digunakan untuk sesaji di rumah Petinggi dan makam-makam leluhur yang dianggap penting di Desa Tegalsambi. Hewan kurban yang digunakan adalah kerbau jantan yang belum pernah dipakai untuk bekerja. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat Desa Tegalsambi dihindarkan dari segala macam kebodohan. Sesaji diletakkan di perempatan Desa Tegalsambi, semua perbatasan Desa Tegalsambi, jembatan di Desa Tegalsambi, makam para leluhur, rumah Petinggi, ruang penyimpanan pusaka desa, serta untuk acara wayang. Warga percaya bahwa di setiap tempat tersebut terdapat penunggu Desa Tegalsambi yang dapat menjaga kelancaran acara UTPO, serta untuk menghormati para leluhur. c.
Pementasan Wayang Kulit Pementasan wayang kulit diadakan selama sehari semalam di hari pelaksanaan UTPO. Pementasan wayang kulit bukan hanya sebagai hiburan semata, namun merupakan salah satu prosesi pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor. Pada waktu penyelenggaraan wayang kulit biasanya dimulai pukul 09.00 dengan dilantunkan gamelan “Kebo Giro”. Kemudian kurang lebih pukul 11.00 dilanjutkan dengan permainan wayang kulit. Sehubungan dengan pelaksanaan sedekah bumi, maka tema yang digunakan dalam pementasan wayang kulit tersebut adalah lakon Sri Sadana. Lakon Sri Sadana dimainkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
pada siang hari, dan itu merupakan tema wajib yang sudah ditentukan dan merupakan tradisi warisan leluhur. Dikatakan tema wajib karena Sri Sadana melambangkan kemakmuran panen, yang memiliki tujuan untuk memuliakan Dewi Sri, yaitu Dewi Padi yang dipercaya mampu menjadikan tanah pertanian menjadi subur. Cerita wayang di siang hari selalu menyajikan kisah Sri Sadana, yang menceritakan kembalinya Dewi Sri ke tanah Jawa dan diharapkan bisa melestarikan kesuburan tanah pertanian. Maksud dari pertunjukan ini sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen dan sebagai rasa terima kasih kepada Dewi Sri (Dewi Padi) yang telah menjaga dan merawat tanaman mereka. Pada malam hari setelah perang obor selesai dilaksanakan, masyarakat kembali dihibur dengan pementasan wayang kulit dengan lakon yang baru dan biasanya menyesuaikan dengan permintaan masyarakat, karena sebagai hiburan saja. Penyelenggaraan wayang kulit ini biasanya dilaksanakan di balai desa. d.
Barikan / Selamatan di Masjid Siang hari pada waktu ba’da dhuhur, warga Tegalsambi berkumpul di masjid desa, masjid Baituz Zakirin. Mereka membawa nasi lengkap dengan lauk pauknya utnuk menggelar kenduri dan doa bersama. Warga duduk membentuk lingkaran, dan di tengahnya tersedia berbagai macam makanan untuk disantap bersama-sama. Setelah selesai berdoa, warga memakan hidangan yang telah tersedia bersama-sama. Selamatan ini agak berbeda sedikit dengan selamatan di pundenpunden. Selamatan di sini lebih ditujukan sebagai permohonan selamat untuk para warga Desa Tegalsambi dari segala musibah dan malapetaka, serta commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
supaya dalam pelaksanaan UTPO dapat berjalan lancar tanpa adanya suatu halangan apapun. e.
Acara puncak Upacara Tradisional Perang Obor Pada malam harinya, puncak dari serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh warga dari pagi hingga malam adalah UTPO. Upacara dimulai sekitar pukul 20.00 WIB sampai selesai. Sebelum melaksanakan permainan perang obor, para peserta dikumpulkan terlebih dahulu untuk diberi pengarahan. Setelah mendapat pengarahan dari panitia, dan semuanya telah siap maka UPTO siap dimulai. Kepala desa dengan memakai pakaian adat Jawa berjalan menuju perempatan desa dengan didampingi oleh para perangkat desa dan bayan leger yang membawa pusaka desa. Sedangkan para pemain perang obor berjalan beriringan di belakang para perangkat Desa Tegalsambi menuju perempatan desa, sedangkan para perangkat desa naik ke panggung kehormatan. Upacara dimulai dengan pembacaan doa oleh modin / pemuka agama desa, dilanjutkan acara sambutan dari Kepala Desa Tegalsambi, Camat, dan Bupati Jepara. Setelah acara sambutan, Kamitua membacakan doa-doa Jawa (mantra) pada kemenyan di perempatan desa agar acara berjalan dengan lancar. Tujuan membacakan doa di perempatan desa karena di perempatan tersebut merupakan tempat bersemayam leluhur Tegalsambi, Ki Gemblong. Selesai membacakan mantra, obor mulai dinyalakan oleh tamu kehormatan (misalnya Bupati Jepara) dengan obor kecil. Dinyalakannya obor pertama, menandakan bahwa perang obor sudah bisa dimulai. Sesaat kemudian para commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
peserta menyulutkan senjata mereka masing-masing, dan dimulailah peperangan. Peralatan obor yang dibutuhkan dalam upacara tersebut
adalah
pelepah daun kelapa kering (blarak). Selain itu juga dibutuhkan daun pisang kering sebagai campuran bahan pembakar daun kelapa tersebut. Campuran pelepah daun kelapa kering dengan daun pisang kemudian ditata dengan bentuk tertentu, sehingga bisa digunakan untuk memukul lawan. Peserta Perang Obor dibagi menjadi empat bagian yang menyebar di empat penjuru desa / perempatan, kemudian berlarian untuk saling menyerang. Suasana semakin memanas ketika para peserta saling mengejar untuk memukul lawannya. Apabila obornya mati, peserta segera menyalakan obornya dan kembali menyerang sampai obornya habis. Untuk menjaga agar tidak terlalu panas jika terkena pijaran api, para peserta mengenakan pelindung seperti jaket, caping, penutup wajah, helm, kaos tangan, dan sebagainya. Selain sebagai penolak bahaya, adapun makna dari api obor tersebut bahwa api merupakan lambang dari semangat. Api yang menyala membakar obor adalah lambang sebuah semangat yang menyala. Diharapkan, warga Tegalsambi selalu memiliki semangat yang menyala dalam belajar untuk memberantas kebodohan, bekerja keras, tekun beribadah, serta membangun daerahnya agar maju sehingga terhindar dari bencana. f.
Penutup acara UTPO Setelah UTPO selesai, maka selesai sudah pelaksanaan kegiatan tersebut. Para pemain dan perangkat desa berkumpul di rumah Petinggi untuk commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berdoa bersama sebagai ungkapan rasa syukur bahwa segala kegiatan yang berhubungan dengan UTPO telah selesai dilaksanakan dengan lancar. Kemudian para peserta dipersilahkan untuk mengobati luka-luka akibat terkena percikan api dengan menggunakan minyak kelapa yang diramu khusus oleh ibu petinggi. Para penonton yang mengalami luka bakar dari percikan api tersebut juga bisa mengobati lukanya. Obat tersebut sangat ampuh mengobati luka bakar akibat percikan api perang obor. 5.
Pelaku Dalam Upacara Tradisional Perang Obor UTPO merupakan upacara tradisi yang harus dilaksanakan bagi warga
Desa Tegalsambi. Untuk itu, warga bertanggung jawab atas segala pelaksanaan upacara tersebut. Dalam pelaksanaan upacara tradisional tersebut, warga yang terlibat yaitu Kepala Desa beserta perangkatnya, tokoh agama, serta organisasi kepemudaan (Karang Taruna). Mereka inilah yang mengadakan musyawarah desa untuk menentukan segala sesuatu yang menyangkut persiapan, seperti penentuan hari pelaksanaan, sarana dan prasarana, dan sebagainya. Yang terlibat dalam tahap Upacara Tradisional Perang Obor antara lain: a.
Pada Waktu Selamatan di Punden-punden Selamatan yang dilaksanakan selama selapan hari sebelum acara puncak Perang Obor ini melibatkan: 1. Kepala desa dan perangkat desa sebagai sesepuh yang membakar kemenyan 2. Modin sebagai pemimpin doa 3. Beberapa warga desa yang ikut dalam selamatan. commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Pada Waktu Penyembelihan Hewan Penyembelihan hewan yang dilaksanakan pada pagi hari di hari pelaksanaan UTPO ini melibatkan: 1. Modin sebagai pemimpin penyembelihan 2. Para perangkat desa membantu 3. Ibu-ibu istri perangkat desa dan warga yang ikut membantu 4. Beberapa warga yang menyaksikan
c.
Pada Waktu Penyelenggaraan Wayang Kulit Pementasan wayang kulit diselenggarakan sebagai ungkapan rasa terima kasih warga kepada Dewi Sri (Dewi Padi) yang telah menjaga padi dan tanaman mereka. Yang terlibat dalam penyelenggaraan ini antara lain: 1. Kepala desa dan perangkatnya 2. Dalang beserta rombongannya 3. Beberapa warga yang menyaksikan
d.
Pada Waktu Selamatan di Masjid Selamatan yang diselenggarakan setelah Shalat Dhuhur ini melibatkan: 1. Kepala desa beserta perangkat desa yang memimpin sesaji 2. Modin sebagai pemimpin doa 3. Beberapa warga yang ikut selamatan.
e.
Pada Waktu Perang Obor Pelaksanaan perang obor merupakan acara puncak dalam Upacara Tradisional Perang Obor. Yang terlibat dalam pelaksanaan ini antara lain: 1. Kepala Desa yang memimpin upacara 2. Istri Kepala Desa
commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Bupati Jepara yang memberi sambutan 4. Para perangkat desa yang mendampingi dan membantu kepala desa 5. Modin sebagai pemimpin doa 6. Kamitua sebagai pembaca doa khusus di perempatan 7. Para pemain yang telah mendaftarkan diri 8. Para penonton yang menyaksikan dan ikut menyemarakkan UPTO. f.
Penutupan Acara UTPO Setelah pelaksanaan perang obor selesai para pemain dan perangkat desa berkumpul di rumah kepala desa untuk melakukan doa bersama dan menyembuhkan luka bakar para pemain, serta dilanjutkan acara makan bersama. Yang terlibat dalam acara penutupan ini adalah semua warga yang terlibat dari tahap awal upacara hingga puncak acara, antara lain: 1. Kepala Desa sebagai tuan rumah 2. Para perangkat desa 3. Bupati Jepara 4. Modin 5. Para pemain perang obor 6. Istri Kepala Desa yang menyiapkan obat
commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Fungsi Mitos
Mitos itu sendiri perwujudannya berupa cerita-cerita (gaib) yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada masyarakat yang bersangkutan. Cerita-cerita mitos diturunkan secara lisan dari satu generasi kepada generasi berikutnya dengan cara-cara tertentu, sehingga membentuk sebuah dunia tersendiri dan orang menjadi yakin adanya. Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari mitos, meskipun kebenaran
suatu
mitos
belum
tentu
memberikan
jaminan
dan
bisa
dipertanggungjawabkan. Warga desa Tegalsambi percaya dengan mitos-mitos yang ada, sehubungan dengan pelaksanaan UTPO. Mereka sadar bahwa ada kekuatan gaib di sekitar mereka dan masih menjalankan mitos-mitos tersebut. Warga Desa Tegalsambi percaya bahwa dengan adanya pelaksanaan UTPO, maka warga bisa terhindar dari segala mara bahaya. Mitos-mitos yang dipercaya oleh masyarakat desa Tegalsambi antara lain: 1.
Mitos Auman Harimau Jika Terlambat Dalam Pemberian Sesaji Salah satu mitos yang dipercaya warga Tegalsambi, bahwa di desa tersebut
ada sejenis makhluk ghaib berupa harimau. Harimau tersebut diakui sebagai “sesepuh” Desa Tegalsambi. Menurut cerita warga, warga pernah mendengar suara seperti auman harimau yang meminta sesajen. Warga menyebutnya Macan Bumi. Jika sudah titi wancinya namun sesaji belum disiapkan, maka macan tersebut akan mengeluarkan suara auman pertanda meminta makan. Makhluk gaib juga membutuhkan makanan seperti halnya manusia. Namun pemberian makan pada macan bumi hanya di saat ritual Perang Obor saja, commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jadi tidak setiap hari. Apabila pemberian makan pada macan bumi terlupakan, hampir bisa dipastikan ada warga yang mendengar suara aumannya. 2.
Mitos Timbulnya Bencana Apabila Tidak Diselenggarakan UPTO. Upacara Tradisional Perang Obor sudah menjadi bagian dari kegiatan
Desa Tegalsambi, maka upacara tersebut tidak bisa dipisahkan dari agenda masyarakat Tegalsambi. Untuk itu siapapun yang menjadi Petinggi Desa Tegalsambi tidak boleh sekali-kali menghapus atau meniadakan UPTO. Sekitar tahun 1955 terjadi peristiwa petinggi Desa Tegalsambi yang berkuasa pada saat itu bermaksud menghapus ritual tersebut. Menurut beliau UTPO dianggap syirik, dan tidak mempercayai kepercayaan-kepercayaan yang ada. Sehingga upacara ritual yang sudah melekat dengan sengaja tidak dilaksanakan. Seketika itu, istri dari Petinggi tersebut tiba-tiba menjadi gila seperti orang kesurupan. Setelah menelusuri sebab akibat terjadinya kejadian aneh tersebut, akhirnya setahun berikutnya atas saran para sesepuh desa, petinggi tersebut mengadakan UPTO. Seketika itu juga istri petinggi yang mendadak gila menjadi sehat kembali. Semenjak kejadian tersebut, sampai sekarang tidak ada lagi petinggi yang meninggalkan UTPO. 3.
Mitos Minyak Penyembuh Luka Bakar UTPO tidak bisa dilepaskan dengan api. Dalam ritual tersebut, kedua kubu
saling menyerang dengan menggunakan obor. Tentu saja akibat yang ditimbulkan adalah luka bakar. Setelah para peserta melaksanakan perang obor, luka-luka bakar yang diderita para pemain segera diolesi dengan minyak. Minyak oles yang digunakan merupakan hasil ramuan ibu Petinggi Tegalsambi. Sudah menjadi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
66 digilib.uns.ac.id
ketentuan bahwa peramu minyak haruslah ibu Petinggi sendiri, tidak boleh diwakilkan oleh siapapun. Bahan yang digunakan untuk meramu obat adalah minyak kelapa yang dicampur dengan bunga bekas doa selama satu tahun. Bunga bekas doa yang dimaksud adalah bunga layon, yaitu bunga sisa dari pusaka desa yang selalu diberi sesaji dengan membakar kemenyan dan bunga telon pada tiap-tiap malam Jum’at oleh Kepala desa, seraya memohon keselamatan untuk warga Desa Tegalsambi. Bunga tersebut dikumpulkan menjadi satu, setelah satu tahun / pada hari pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor hasil kumpulan bunga yang telah layu tersebut dijadikan sebagai bahan dasar minyak penyembuh luka bakar. 4.
Mitos Peserta Perang Obor Haruslah Pemuda Dari Desa Tegalsambi. Peserta Perang Obor haruslah pemuda Tegalsambi asli. Masyarakat
percaya, jika warga dari desa lain menjadi peserta, maka akan mengancam keselamatan warga dari luar tersebut. Kepercayaan warga tersebut didasarkan pada peristiwa yang pernah terjadi. Ada seorang warga luar desa Tegalsambi yang nekat ingin menjadi peserta Perang Obor. Kemudian terjadilah hal yang tak diinginkan, warga luar desa tersebut kesakitan karena terkena percikan api. Dari beberapa mitos di atas, maka mitos memiliki nilai guna, antara lain: 1. Menyadarkan manusia tentang adanya kekuatan ghaib yang ada di dunia. Alam dan seisinya menyimpan suatu kekuatan gaib yang secara sadar atau tidak sadar kehadirannya dapat dirasakan atau diketahui oleh manusia. Terkait dengan mitos yang ada dalam UTPO, kekuatan gaib tersebut berhubungan dengan adanya peristiwa yang terjadi dan dialami oleh masyarakat Desa Tegalsambi. commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mitos memberikan bahan informasi mengenai kekuatan-kekuatan gaib, serta membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya gaib sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam kehidupan. Masyarakat Desa Tegalsambi percaya bahwa dengan menyelenggarakan UTPO untuk sedekah bumi, maka warga Desa Tegalsambi dapat terhindar dari bencana. Sebelum melaksanakan UTPO pada pagi hari, warga memberi sesaji di tiap perbatasan Desa yang dianggap “dihuni” oleh para leluhur Desa Tegalsambi. Warga percaya bahwa ada makhluk gaib yang menjaga keamanan Desa di tiap perbatasan. Dengan menghormati makhlukmakhluk tersebut, maka makhluk-makhluk itu tidak akan mengganggu ketenangan Desa Tegalsambi. Selain menghormati para leluhur dengan memberikan sesaji, masyarakat juga percaya bahwa UTPO sangatlah sakral, sehingga tidak boleh sembarangan dalam mempersiapkan upacara. Keyakinan tersebut masih bersemayam di hati dan pikiran, serta menjadikan suatu pantangan bagi masyarakat untuk tidak melanggarnya. Mitos tidak hanya memberikan semacam informasi mengenai kekuatan gaib, tetapi mitos turut menghayati daya-daya tersebut sebagai kekuatan yang berpengaruh terhadap alam atau kehidupan masyarakat. Mitos memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang fenomenafenomena yang terjadi di alam semesta. Fenomena alam yang terjadi pada dasarnya dapat membawa pengertian kepada manusia bahwa ada commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kekuatan-kekuatan alam yang menjalankan dan mengendalikan fenomena tersebut. 2. Memberikan Jaminan Masa Kini Dapat
dikatakan
bahwa
jaminan
keselamatan
warga
Desa
Tegalsambi adalah dengan menyelenggarakan sedekah bumi yang berupa UTPO. Upacara tersebut diadakan satu tahun sekali, yaitu pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon. Bagi warga Desa Tegalsambi, ritual tersebut sebagai tolak bala dan juga sebagai syukuran warga Desa setelah panen padi, agar tahun-tahun mendatang semua warga masih mendapatkan rejeki dari Yang Maha Kuasa. Tradisi itu tetap dilestarikan, sebab melalui tradisi tersebut masyarakat bisa guyub dengan memanjatkan doa bersama agar terhindar dari marabahaya. Hal ini menjadikan mitos sebagai suatu perantara antara manusia dengan kekuatan-kekuatan alam. 3. Memberikan Pengetahuan Tentang Dunia Mitos memberikan sumbangan pada manusia berupa ilmu yang bermanfaat bagi manusia. Ilmu pengetahuan yang didapat dari cerita rakyat bisa menjadi suatu ilmu yang berharga bahkan ajaran-ajaran di dalamnya membantu manusia menemukan karakter manusia mana yang baik dan mana yang buruk, serta mendidiknya untuk menjadi lebih baik. Pengetahuan yang didapat dari CRPO adalah pengetahuanpengetahuan asal-usul adanya pelaksanaan UTPO, serta pengetahuan tentang adanya kekuatan gaib dalam kehidupan dengan tidak melanggar pantangan-pantangan yang ada. commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagi masyarakat yang mempercayai mitos, mitos berarti sesuatu yang benar dan menjadi milik mereka yang berharga, karena merupakan sesuatu yang suci, bermakna dan menjadi contoh model bagi kehidupan manusia. Itulah sebabnya mitos dianggap memberi petuah bagi kehidupan manusia.
D. Makna Simbolik Sesaji Di dalam suatu upacara tradisional terkandung banyak lambang, dan lambang tersebut memiliki makna tertentu. Melalui lambang terdapat berbagai pesan terselubung yang memberikan petunjuk tentang apa yang boleh dan dan tidak boleh dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, sering dijumpai baik disengaja atau tidak, masyarakat sering melanggar aturan yang seharusnya dipatuhi. Oleh karena itu, melalui lambang disampaikan pesan agar masyarakat selalu ingat apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan. UPTO di dalamnya kaya akan lambang-lambang yang terwujud dalam bentuk sesaji. Selain memiliki pesan tentang baik dan buruk, sesaji juga digunakan sebagai sarana komunikasi kepada makhluk-makhluk gaib untuk menghormati keberadaan mereka. Sesaji dalam UTPO meliputi: 1.
Daging Kerbau Daging yang digunakan untuk sesaji dalam pelaksanaan UTPO adalah daging kerbau jantan muda, belum kawin, dan belum pernah digunakan untuk bekerja. Kerbau oleh orang Jawa pada umumnya merupakan lambang kebodohan. Penyembelihan kerbau pada pagi hari mempunyai maksud bahwa kebodohan harus dihilangkan sejak manusia berusia dini. Makna dari commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyembelihan kerbau yaitu bahwa sebagai pemuda desa harus rela mengorbankan jiwa raganya demi daerahnya, yaitu Desa Tegalsambi. 2.
Darah kerbau Sesaji darah kerbau khusus ditaruh di rumah petinggi Tegalsambi. Maksud dari darah tersebut adalah, bahwa sebagai seorang pemimpin hendaknya rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk rakyat hingga titik darah penghabisan.
3.
Pisang raja Pisang raja setangkep sebagai lambang bahwa sebagai manusia harus bersatu, manunggal antara pekerjaan dengan penyuwunan. Pisang raja juga bisa bermakna agar pemimpin didukung oleh seluruh rakyatnya. Masyarakat akan hidup tentram dan bahagia jika antara pemimpin dan rakyatnya saling mendukung dan melengkapi. Pemimpin tidak semena-mena pada rakyatnya tetapi mengayomi rakyatnya, sehingga kehidupan akan tentram, makmur, dan bahagia.
4.
Jajan pasar Jajan pasar terdiri dari berbagai macam makanan yang biasanya dijual di pasar. Jajan pasar merupakan suatu pengharapan dari masyarakat agar hidupnya selalu mendapatkan limpahan dalam mengerjakan sawah, agar semua yang ditanam menghasilkan panen yang baik dan melimpah sehingga hidupnya tidak
akan
kekurangan.
Dengan
melambangkan kemakmuran masyarakat setempat.
commit to user
kata lain, jajan pasar
perpustakaan.uns.ac.id
5.
71 digilib.uns.ac.id
Kembang telon Kembang telon terdiri dari bunga mawar, bunga kenanga, dan bunga melati yang dianggap sebagai kesenangan yang mbahureksa Desa Tegalsambi. Telon berasal dari kata telu (tiga), dengan harapan agar meraih tiga kesempurnaan dan kemuliaan hidup (tri tunggal jaya sampurna). Sugih banda, sugih ngelmu, sugih kuasa.
6.
Kemenyan Kemenyan merupakan salah satu kesukaan makhluk halus, sehingga dengan diberi kesukaannya maka makhluk halus itu akan memberikan perlindungan pada masyarakat dan menghormati arwah leluhur. Selain sebagai kesukaan makhluk halus, asap kemenyan yang berlika-liku menandakan bahwa untuk menuju jalan Tuhan tidaklah mudah.
7.
Degan Degan sebagai lambang air suci dari surga. Hal ini mempunyai makna bahwa tidak ada manusia yang suci di dunia ini kecuali Tuhan Sang Pencipta alam semesta.
8.
Sega golong Sega golong adalah nasi putih yang dikepal-kepal hingga berbentuk bulat. Nasi ini melambangkan lumakuning kebulatan tekad, rasa, karsa, dan cipta seluruh warga.
9.
Telur Telur merupakan lambang wiji dadi (benih) terjadinya manusia. Manusia terbentuk dari sperma dan ovum. Kemudian berbentuk janin dalam rahim ibu. Rahim ibu sebagai perumpamaan cangkang telur. Ibu memegang commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kehidupan sang bayi. Maka tersirat pesan supaya kita berbakti pada orang tua, terutama kepada ibu yang melahirkan kita. 10. Brambang (bawang merah) Brambang mempunyai makna tentang perbuatan yang penuh pertimbangan. 11. Kemiri Kemiri merupakan lambang kebahagiaan karena doanya dikabulkan Tuhan. Adanya kemiri dalam sesaji diharapkan agar permohonan warga akan terkabul, sehingga warga bahagia. 12. Gemblong Gemblong sering disebut dengan jadah. Jadah terbentuk dari bahasa Arab, yaitu hajat yang artinya keperluan. Maksudnya, persyaratanpersyaratan UTPO sudah terpenuhi, sehingga diharapkan dapat berjalan dengan baik tanpa halangan apapun. Selain itu, jadah mempunyai makna sesuai dengan cara pembuatannya, yaitu ditumbuk sampai halus. Dalam menumbuk harus sungguh-sungguh supaya hasilnya lembut, begitu pula dalam memohon harus bersungguh-sungguh supaya keinginannya terkabul. 13. Ketan Ketan berasal dari bahasa Arab khatha’an yaitu kesalahan. Ketan mengandung makna pengiriman doa kepada arwah leluhurnya agar selalu dekat dengan Tuhan dan diampuni segala dosa dan kesalahannya. Ketan berwarna putih melambangkan kesucian hati yang mengirim doa. Jadi, maksud disajikannya ketan adalah sebagai lambang kesucian hati orang yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
73 digilib.uns.ac.id
mengirim doa kepada arwah leluhurnya, agar selalu dekat dengan Tuhan dan diampuni dosanya. 14. Lombok abang Lombok abang merupakan lambang dari munculnya keberanian dan tekad untuk manunggal dengan Tuhan. 15. Sisir Sisir bermakna untuk meluruskan keburukan agar menjadi suatu kebaikan. 16. Kaca Kaca mempunyai makna sebagai pangilon, agar manusia berkaca pada diri sendiri apakah dirinya sudah baik atau belum. 17. Klasa Bangka Klasa bangka adalah tikar kecil yang terbuat dari daun pandan yang dianyam. Klasa bangka biasanya digunakan untuk alas orang yang sudah meninggal. Dalam UTPO memiliki makna agar masyarakat selalu ingat bahwa kehidupan di dunia ini tidak abadi. Semua manusia pada akhirnya akan meninggal. 18. Kupat dan lepet Kupat merupakan akronim Jawa dari ngaku lepat (mengakui kekhilafan, kesalahan atau kekeliruan), mengakui kesalahan merupakan dasar pokok dari taubat disamping meminta maaf dan menyesali perbuatan. Dengan kupat, diharapkan akan ringan dan mudah bagi kita untuk mengakui kesalahan. Sedangkan lepet diartikan lekat (lengket), dimaksudkan sebagai penyadaran bahwa manusia memang tidak terlepas dari kesalahan. commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
19. Air putih dalam kendi Air putih dalam kendi yang terbuat dari tanah, ini mempunyai maksud selain untuk membersihkan / keweningan agar seseorang berbuat bersih. 20. Tumpeng Tumpeng mengingatkan bahwa Tuhan menguasai seluruh isi alam ini, karena tumpeng selalu berbentuk kerucut, semakin ke atas semakin meruncing. Tumpeng sebagai simbol keyakinan dan keteguhan iman kepada Tuhan. Dengan keyakinan, maka akan berhasil dan sukses. Begitu pula dengan UTPO, dengan keteguhan iman dan yakin maka upacara tersebut akan berjalan sebagai mana mestinya tanpa suatu halangan apapun, dan paling penting permohonan dapat dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. 21. Jenang abang putih Jenang abang putih merupakan perlambang dari bapa-biyung. Maksudnya dalam jenang ini terdapat dua warna yaitu abang dan putih. Jenang abang adalah simbol benih dari ibu (biyung) dan jenang putih dari ayah (bapa). Jenang abang putih merupakan lambang dari percampuran raga antara Bapa dan Ibu. Percampuran ragawi yang diikat oleh rasa sejati, dan jiwa yang penuh cinta kasih yang mulia, sebagai pasangan hidup yang seiring dan sejalan. Perpaduan ini diharapkan menghasilkan bibit regenerasi yang berkwalitas unggul. Melahirkan suatu negeri yang tiada musibah dan bencana, subur makmur, gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja.
commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
22. Rujak degan Supaya hatinya legan, legowo. Seger sumringah, segar bugar dengan hati yang selalu sumeleh, lega lila lan legawa. Hatinya selalu berserah diri pada Tuhan, selalu sabar, dan tulus. 23. Ingkung Ingkung melambangkan bayi yang masih suci belum mempunyai kesalahan. Ingkung juga melambangkan kepasrahan pada Tuhan. 24. Cengkaruk Cengkaruk bermakna ngaruki rejeki. Dengan adanya cengkaruk dalam sesaji diharapkan agar warga setempat mendapat rejeki yang melimpah.
E. Nilai Guna Cerita Rakyat Perang Obor 1.
Fungsi Cerita Rakyat Pada dasarnya cerita rakyat mampu mempengaruhi masyarakatnya terhadap pembentukan tata nilai yang berupa sikap dan perilaku. Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk cerita yang hidup dalam masyarakat,
sehingga
memiliki
fungsi
tertentu
bagi
masyarakat
pendukungnya. Adapun fungsi-fungsi CRPO adalah sebagai berikut: a. Sistem proyeksi Cerita Rakyat Perang Obor mencerminkan gambaran tentang pentingnya sikap tanggungjawab yang ditampilkan dalam cerita melalui tokoh. CRPO yang menggambarkan tentang tanggungjawab seorang pekerja terhadap majikannya atas tugas yang telah dibebankan padanya dan telah disanggupinya, yaitu menggembala ternak. Seharusnya pekerja commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin, namun dalam kenyataannya, sang pangon telah gagal / melalaikan dalam menjalankan tugasnya, sehingga ternak yang digembalakannya tidak terawat dengan baik bahkan sebagian besar sakit. Dari kejadian tersebut, Kiai Babadan sebagai sang majikan telah dikecewakan oleh Ki Gemblong yang bertugas sebagai bawahan / pangon. Sehingga dengan terjadinya perang obor yang diawali dengan kekecewaan seorang majikan terhadap bawahannya, masyarakat dapat mengambil hikmah tentang petingnya sebuah tanggungjawab. b. Alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan Cerita Rakyat berfungsi mengontrol kelangsungan budaya suatu masyarakat dalam cerita ini, yaitu CRPO di Desa Tegalsambi dari generasi ke generasi melalui peraturan dan pendidikannya dengan menekankan pada nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya.
Sebagai contoh
bahwa cerita rakyat menjaga stabilitas budaya di Desa Tegalsambi ialah masih adanya kepercayaan terhadap kekuatan gaib, tradisi UTPO, mitosmitos yang ada, dan sebagainya. Meskipun sebetulnya masyarakat desa tegalsambi pada umumnya dalam kehidupan agamnya bisa dikatakan sangat kuat, namun demikian mereka bisa membedakan antara tradisi, budaya, dan agama. Mereka memandang tradisi adalah suatu ritual sebagai warisan budaya turun temurun yang bisa diingat oleh anak cucu. Namun tidak sampai membuat mereka melupakan bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
c. Alat pendidikan Di dalam CRPO mengandung nilai-nilai pendidikan bagi anak, antara lain: 1. Pentingnya sikap tanggung jawab. Dalam kehidupan, sikap tanggung jawab sangatlah penting. Sedari kecil, remaja, dewasa, hingga tua, manusia akan terus menerus melakukan aktivitas-aktivitas kecil maupun besar sebagai bentuk kewajiban yang diembannya. Apabila mengabaikannya, dampak negatif akan dirasakan. Begitu pula dengan nilai pendidikan yang terkandung dalam CRPO, apabila telah menyanggupi suatu pekerjaan, hendaknya bertanggung jawab atas kesanggupannya tersebut. 2. Nilai religius. Tujuan pelaksanaan UTPO yaitu sebagai sedekah bumi, media bentuk rasa syukur warga Desa Tegalsambi atas limpahan karunia Allah SWT. Dalam pelaksanaan Upacara tersebut selalu mengedepankan syariat islam. 3. Hukuman untuk orang yang bersalah. Orang yang bersalah harus dihukum agar jera dan tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Itulah yang terkandung dalam CRPO. Kiai Babadan menggunakan obor untuk menghukum Ki Gemblong. 4.
Menghormati antarsesama, maupun dengan makhluk halus. Manusia hidup di dunia memerlukan bantuan orang lain. Pelaksanaan UPTO membutuhkan banyak tenaga kerja agar kondusif. Selain antarsesama, juga terdapat makhluk kasat mata yang ada dalam
kehidupan
manusia. Mereka bisa mengganggu jika manusia mengganggu commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mereka.
Namun
mereka
juga
bisa
ramah
apabila
manusia
menghormati keberadaan mereka, yaitu dengan tidak mengusik kehidupan mereka. Dalam tradisi UTPO, warga menghormati keberadaan mereka dengan memberi sesaji kepada mereka, dengan tujuan agar mereka ikut membantu kelancaran pelaksanaan UTPO. d. Alat pemaksa dan pengawas CRPO berfungsi pula sebagai media penuangan nilai-nilai tentang perilaku, aturan, serta moral yang dapat diterima oleh masyarakatnya. Dalam CRPO tersirat adanya larangan dan aturan tentang yang harus dijalani manusia, dan anjuran kepada manusia hanya memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2.
Fungsi Upacara Tradisional Perang Obor CRPO yang tergolong dalam folklor sebagian lisan juga terdapat bentuk
upacara sebagai tradisi yang merupakan bagian folklor bukan lisannya. UTPO merupakan suatu upacara tradisi yang mempunyai pengaruh positif sehingga masih dilestarikan oleh warga Desa Tegalsambi. UTPO memiliki fungsi kaitannya dengan penyelenggaraan tradisi upacara, yaitu nilai gotong royong. Dalam penyelenggaraannya terdapat nilai kerjasama dan gotong royong dengan rasa rela karena mereka yakin bahwa proyek pekerjaan tersebut bermanfaat bagi mereka. Disamping mempunyai nilai gotong royong, UTPO juga mengandung nilai solidaritas yang tinggi antar umat beragama. Sebagai contoh, dalam proses pembacaan doa lebih banyak menggunakan doa-doa yang bersifat islami, serta dilaksanakan di tempat peribadatan kaum muslim (masjid). Namun demikian masyarakat yang beragama non muslimpun tidak ada yang protes. Mereka commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghargai proses tersebut sebagaimana adanya, seperti yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka. UTPO juga memiliki fungsi sebagai suatu hiburan bagi masyarakat. Pelaksanaan UTPO dengan segala ritualnya memakan waktu kurang lebih satu bulan sebelum acara puncak perang obor, yang dimulai dengan selamatan di punden-punden, penyembelihan hewan kurban, pembagian sesaji, pementasan wayang, selamatan di masjid, dan acara puncak yaitu perang obor. Merupakan suatu wahana hiburan yang sangat dinantikan oleh masyarakat setempat, selalin sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga sebagai penghilang kejenuhan rutinitas warga Desa Tegalsambi, bahkan masyarakat luar Desa Tegalsambi. 3.
Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Cerita Rakyat Perang Obor Dalam setiap cerita rakyat, terkandung nilai-nilai luhur yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia, termasuk dalam hal ini masyarakat Tegalsambi sebagai pemilik CRPO. Hal ini diharapkan membawa dampak positif bagi perilaku masyarakat yang bersangkutan. Adapun nilai-nilai moral yang terkandung di dalam CRPO, antara lain: a. Manusia Saling Membutuhkan. Kiai Babadan yang memiliki banyak ternak tidak mampu mengurusinya, maka Kiai Babadan meminta tolong bantuan Ki Gemblong untuk mengurus ternak-ternaknya. Ki Gemblongpun menyanggupinya, sehingga ternak-ternak Kiai Babadan akhirnya digembalakan oleh Ki Gemblong. commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Manusia tidak dapat hidup sendiri, pasti membutuhkan bantuan orang lain, karena manusia adalah makhluk sosial. Tolong-menolong menjadi sebuah keharusan karena apapun yang kita kerjakan membutuhkan pertolongan dari orang lain. Tidak ada manusia seorang pun di muka bumi ini yang tidak membutuhkan pertolongan dari yang lain. Menolong seseorang yang dalam kesulitan adalah perbuatan terpuji. Oleh karena itu, sikap tersebut perlu dilestarikan, karena sangat relevan dengan nilai budaya bangsa Indonesia. b. Pentingnya Sikap Tanggungjawab Ki Gemblong yang menyanggupi permintaan Kiai Babadan untuk mengurus ternak-ternaknya sangat rajin dalam menjalankan tugasnya. Ternak-ternak Kiai Babadan menjadi sehat dan gemukgemuk. Kiai Babadan selaku pemilik ternak sangat senang atas kinerja Ki Gemblong yang bertanggung jawab dalam mengurus ternaknya. Namun itu hanya di awalnya saja, lama-kelamaan ternak Kiai Babadan menjadi sakit-sakitan dan kurus. Hal itu dikarenakan Ki Gemblong yang tidak lagi memperdulikan ternak-ternak tersebut, akhirnya hewanhewan ternak pun menjadi sakit dan ada yang mati. Tanggungjawab adalah siap menerima kewajiban atau tugas. Rasa tanggungjawab atas suatu tugas yang sudah diterima dan disepakati oleh seseorang haruslah disertai dengan loyalitas penerima tugas terhadap atasannya, dalam hal ini, tanggungjawab moral sangatlah penting. Sebagai seorang penggembala ternak yang memelihara ternakternak majikannya. Ki Gemblong yang keasyikan menangkap ikan di commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sungai akhirnya lupa akan tugasnya. Di sinilah tanggungjawab Ki Gemblong mulai disangsikan dan akhirnya membuat sang majikan (Kiai Babadan) marah. Makna dari sebuah tanggungjawab adalah siap menjalankan tugas yang telah disepakati dengan penuh kesadaran. Sadar akan resiko dari tugas yang diterima, karena biasanya dalam menjalankan tanggungjawab tersebut akan dijumpai beberapa kendala yang dapat menguji loyalitas atas sebuah kepercayaan, dan tidak jarang ujian tersebut lebih menguntungkan dibanding tugas yang dijalaninya. c. Tidak Boleh Malas Ki Gemblong yang mendapat kegemaran baru, yaitu menangkap ikan, menjadi malas untuk mengurus ternak. Kemalasannya berdampak pada hewan-hewan ternak yang kemudian menjadi sakit-sakitan. Kemalasan hanya akan menimbulkan dampak buruk terhadap pelakunya. Seorang yang malas bekerja tidak akan mendapatkan hasil yang diinginkan. Dalam istilah Jawa ada peribahasa “wong obah mamah”, tidak ada hasil positif yang diambil dari seorang pemalas. Jika ingin mendapatkan hasil yang baik, harus rajin bekerja. d. Jangan Mudah Terkecoh Dengan Sesuatu Yang Menggiurkan Sesuatu yang berkilauan itu belum tentu emas. Bisa jadi itu hanya fatamorgana, dan akhirnya keburukan yang didapat. Seorang Ki Gemblong, buruh yang mendapat kepercayaan penuh dari majikannya untuk menggembalakan ternak-ternaknya. Ternyata Ki Gemblong terkecoh dan tidak kuasa menahan nafsunya untuk lebih fokus mencari commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ikan daripada mengurus ternak. Tanpa dia sadari, dia telah lalai dengan amanah yang diberikan majikannya. e. Jangan Merugikan Orang Lain Dalam menjalankan suatu pekerjaan terkadang karena terlalu senang, seringkali lupa apakah ada pihak-pihak yang dirugikan. Dalam cerita ini, pihak yang paling merasa dirugikan adalah Kiai Babadan sebagai majikan yang telah meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk mengurus ternak, karena banyak ternak Kiai Babadan yang sakitsakitan dan mati. Sebetulnya hal ini bisa dihindari apabila kedua belah pihak saling menyadari kewajibannya masing-masing. Seorang guru tidak siasia mengajarkan ilmunya bila sang murid tekun mempelajarinya. Seorang dokter bisa maksimal menyembuhkan pasiennya jika obat yang diberikan pada pasiennya diminum sesuai anjurannya. f. Patuh Pada Perintah Seseorang yang amanah adala orang yang patuh menjalankan perintah. Dengan menyadari posisi masing-masing, maka akan timbul suatu hubungan yang harmonis. Seorang hamba haruslah patuh pada Tuhannya, seorang pangon mentaati perintah majikannya. Adanya rasa patuh, maka akan timbul rasa sayang, rasa kasih yang ikhlas. Tuhan pasti akan ridho mencurahkan cinta kasih-Nya pada hamba yang patuh dan mentaati perintah serta laranganNya. Seorang majikanpun akan lebih menyayangi anak buahnya karena selalu patuh menjalankan tugas yang dibebankan. Akhirnya yang akan memetik hasil lebih banyak commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah buruh itu sendiri, karena berbagai hadiah atau pemberianpemberian lain akan mengalir sebagai bonus atas kepatuhannya. g. Kebusukan Akan Tercium Juga Sepandai-pandai
dan
serapat-rapat
seseorang
menyimpan
bangkai, bau busuknya akan tercium juga. Pada awalnya Ki Gemblong masih bisa menutupi kesalahannya atas kelalaian tugasnya. Namun Kiai Babadan heran dengan perilaku Ki Gemblong yang semakin tidak jelas dan ternaknya sakit-sakitan, karena selalu pulang terlambat saat menggembala. Kiai Babadan mencari tahu apa penyebab ternaknya menjadi kurus dan sakit-sakitan. Tak lain adalah karena ulah Ki Gemblong
yang
menelantarkan
Babadanpun tahu apa penyebabnya.
commit to user
ternak-ternak.
Akhirnya
Kiai
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Kondisi geografis Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian utara. Daerah ini digunakan masyarakat sebagai tempat pemukiman, pertanian, tegalan, industri kayu ukir, dan lain-lain. Masyarakat Tegalsambi mempunyai pekerjaan dominan di bidang perkayuan/ukir. Pendidikan masyarakat Tegalsambi terbilang masih rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan, terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan, rendahnya kualitas tenaga pengajar.
2.
Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara memiliki warisan kebudayaan yang berupa cerita rakyat beserta tradisi Upacara Tradisional Perang Obor. Cerita Rakyat Perang Obor masuk ke dalam golongan folklor sebagian lisan. Dikatakan sebagian lisan karena memiliki cerita yang berbentuk mite, yang dianggap oleh sang empunya cerita sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi dan percaya dengan tokoh yang ada dalam cerita, yaitu Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Sedangkan dikatakan bukan lisan karena dalam Cerita Rakyat Perang Obor terdapat sebuah pelaksanaan upacara tradisional sebagai tindak lanjut atas cerita yang terjadi. Upacara Tradisional Perang Obor dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur warga Desa Tegalsambi kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
nikmat dan karunianya, sehingga warga Desa Tegalsambi selalu dalam lindungan-Nya dan terhindar dari segala marabahaya. 3.
Di dalam Cerita Rakyat dan pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor muncul beberapa kepercayaan / mitos yang dipercaya oleh warga Desa Tegalsambi, antara lain mitos auman macan bumi / siluman penunggu Desa Tegalsambi, mitos terjadinya bencana apabila tidak melaksanakan upacara perang obor, mitos minyak obat penyembuh luka bakar, dan lain-lain. Adanya mitos tersebut sebagai dampak munculnya legenda Perang Obor antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Mitos-mitos tersebut merupakan kepercayaan yang sudah melekat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor, dan tidak warga yang berani melanggarnya. Berkaitan dengan adanya beberapa mitos tersebut, mitos memiliki fungsi sebagai: a. menyadarkan manusia tentang adanya kekuatan ghaib yang ada di dunia, b. memberikan jaminan pada masa kini, c. memberikan pengetahuan tentang dunia.
4.
Pada pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor terdapat beberapa sesaji yang digunakan sebagai perlambang untuk menggambarkan hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk, serta bermakna untuk meminta permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain sebagai lambang memohon kepada Tuhan, sesaji juga digunakan sebagai sarana komunikasi kepada makhluk-makhluk gaib yang bersemayam di Desa Tegalsambi agar pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor berjalan lancar tanpa ada suatu halangan apapun.
5.
Nilai Guna dari adanya Cerita Rakyat Perang Obor mampu memberikan halhal yang bermanfaat bagi masyarakat, antara lain sebagai sistem proyeksi, alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan, dan lain-lain. commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Saran Cerita Rakyat Perang Obor merupakan salah satu dari sekian banyak kebudayaan di Indonesia yang harus dilestarikan, karena kebudayaan merupakan warisan leluhur yang harus dijaga. Cerita rakyat Perang Obor mengandung nilai moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk bertindak. Begitu pula dengan tradisi Upacara Tradisional Perang Obor yang merupakan warisan adat istiadat ini seyogyanya dipertahankan dan dilestarikan agar tidak musnah. Masyarakat Desa Tegalsambi sebagai pewaris Cerita Rakyat serta tradisi Upacara Tradisional Perang Obor hendaknya merawat, menjaga, serta melestarikan keberadaannya. Usaha tersebut bisa dilakukan dengan menceritakan kembali Cerita Rakyat Perang Obor kepada generasi berikutnya melalui cerita sebelum tidur kepada anak-anak mereka, atau melalui pengetahuan di sekolahsekolah Desa Tegalsambi. Serta tetap melaksanakan upacara tradisional dengan tradisi sesajinya sebagai wujud hubungan dengan para leluhur terdahulunya. Jika kita melihat kenyataan dalam perkembangan zaman teknologi yang berpangkal pada kehidupan modern, maka adat istiadat bangsa Indonesia ini akan menghadapi tantangan berupa pergeseran nilai. Tidak mustahil pergeseran nilai dapat mendangkalkan adat istiadat leluhur, terlebih pada generasi muda yang masih belum kuat dan belum mampu mengantisipasi kedatangan budaya asing yang serba modern, yang mendasarkan pada kemampuan teknologi dan melupakan sumber nilai-nilai luhur yang mengakar pada adat istiadat kebudayaan bangsa kita. Apabila pergeseran nilai dibiarkan berlarut-larut, maka tidak mustahil tradisi Upacara Tradisional Perang Obor akan dilupakan dan bahkan tidak dikenal oleh generasi muda dan akhirnya akan hilang sama sekali. Oleh karena itu, commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sangatlah
bermanfaat
apabila
mengadakan
penelitian/
pendokumentasian
mengenai cerita rakyat di suatu daerah yang mendukung khasanah budaya nasional, serta untuk menunjang budaya nasional.
commit to user