Jurnal Holistik, Tahun IX No. 18/ Juli - Desember 2016
UPACARA MANE’E PADA MASYARAKAT KAKOROTAN KECAMATAN NANUSAKABUPATEN KEPULAUAN TALAUD Merlin Laira NIM. 090817003 ABSTRACT The background of this study was to determine and describe one of the cultural heritage of traditional fishing carried out in the village Kakorotan Sub Nanusa district Talaud islands known as the ceremony mane'e, mane'e tradition in society Kakorotan a unique culture and a social event that contains the values for the benefit of society. This study aims to provide information relating to the implementation of the traditional ceremony mane'e ranging from initial preparation to the summit ceremony as well as the benefits the ceremony on people's lives, this study using a qualitative descriptive study to describe the cultural, social groups in the ceremony mane'e. Sources of data obtained from the village government, traditional leaders, religious leaders, and local communities as well as through photographs and video footage of traditional ceremonies mane'e implementation, data were collected through observation, interviews and documentation study. This study concluded that the implementation mane'e ceremony begins with a period of abstinence or e'ha for 1 year both on land and at sea, about three months before the ceremony village leaders, indigenous, religious ceremonies to invoke the protection of a brief thanksgiving to the Creator in order to be given the smoothness, safety, and the results at the time of the ceremony. After that the measures will be implemented is marra'ca pundangi, mangolom par'ra, mattuda tampa pane'can, mamabi'u sam'mi, mamotto'u sam'mi, manganu ina, ina,, matahia manar'maalama This research can be used as a reference for the community and the government in preserving regional cultures, especially the traditional ceremony in public Kakorotan Talaud Islands. Keywords: ceremony, mane'e, e'ha.
1
Pendahuluan
Mane’e. Mane’e dulunya dilaksa-
Menangkap ikan merupakan
nakan hampir di semua daerah
salah satu aktivitas yang banyak
yang
ditekuni oleh hampir semua pria
Kepulauan Talaud dan dilaksa-
yang tinggal di pesisir pantai
nakan pada saat sesudah panen
mulai
muda
padi, dimana hasil yang dipero-
bahkan sampai anak-anak yang
leh dari pelaksanaan upacara
masih berumur 8 tahun mela-
tersebut diberikan kepada fakir
kukan aktivitas tersebut. Dalam
miskin, anak yatim-piatu, janda-
melakukan aktivitas menangkap
duda dan masyarakat setempat
ikan ada berbagai macam cara
dan jika ada pejabat yang ingin
yang
dari
makan hasil tangkapan tersebut
tradi-
maka mereka harus membayar.
sional sampai alat yang sudah
Tetapi sekarang ini pelaksanaan
modern, waktu dalam melakukan
upacara Mane’e hanya dilaksana-
aktivitas tersebut juga bervariasi
kan di beberapa daerah saja,
ada yang mencari ikan pada pagi
seperti Desa Kakorotan yang
hari sekitar jam 3 subuh, ada
masih
yang melaut pada sore hari
tangkap ikan tersebut sampai
bahkan ada yang melaut pada
sekarang.
dari
yang
digunakan,
menggunakan
tua,
mulai
alat-alat
malam hari baik menggunakan perahu perahu
tradisional yang
maupun
sudah
meng-
gunakan mesin gantung atau mesin katinting bahkan ada yang hanya
menggunakan
jubi
(panah).
ada
di
Kabupaten
melaksanakan
upacara
Sebelum upacara dilaksanakan masyarakat melaksanakan masa pantang atau biasa disebut dengan e’ha, e’ha berasal dari kata e artinya tidak ha artinya berbuat jadi e’ha artinya tidak berbuat secara harafiah artinya
Masyarakat
di
pantang; pantang berarti tidak
Talaud
boleh atau tidak diperbolehkan,
memiliki cara, alat dan tradisi
dengan demikian e’ha berarti
unik
pantang
Kabupaten dalam
yang
Kepulauan
ada
menangkap
ikan
yang biasa dikenal dengan nama 2
Secara
mengambil umum
e’ha
sesuatu. adalah
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 18/ Juli - Desember 2016
melarang,
mengatur,
men-
disiplinkan suatu hasil kekayaan di darat dan di laut agar terarah pemanfaatannya dan memberi hasil semaksimal mungkin, guna mensejahterakan keluarga dan
Konsep Kebudayaan Kebudayaan
adalah
kese-
luruhan sistem gagasan dan rasa, tindakan,
serta
karya
yang
dihasilkan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat,
yang
umumnya masyarakat. Sedang-
dijadikan
kan
secara
belajar (Koentjaraningrat 2005).
khusus adalah masyarakat dilatih
Geertz (1992) dalam buku tafsir
menahan diri untuk mencapai
kebudayaan melakukan pende-
tujuan dan mengatur pengha-
katan gambaran mendalam atau
silan sesuai kebutuhan hidup,
thick description terhadap kebu-
e’ha dilakukan untuk melindungi
dayaan,
sumber
kebudayaan melalui penafsiran
pengertian
daya
e’ha
yang
ada
di
Penerapan e’ha di laut disumber
untuk
daya
melindungi
yang
ada
di
dalamnya, seperti ikan, terumbu karang, dan biota laut lainnya agar supaya aman dari tangan jail manusia, baik penangkapan ikan, perburuan dan eksploitasi yang berlebihan dari masyarakat luar dan masyarakat setempat, bahkan dari orang-orang yang mengoleksi
terumbu
yaitu
sistim-sistim
dalamnya (Pristiwanto, 2013).
maksudkan
miliknya
karang
dengan
pendekatan
simbol
makna
kultural secara mendalam dan menyeluruh dari perspektif para pelaku kebudayaan itu sendiri. Menurut
Geertz
kebudayaan
adalah sesuatu yang semiotik atau bersifat semiotis, yaitu halhal yang berhubungan simbol yang tersedia di depan umum yang dikenal serta diberlakukan oleh masyarakat yang bersangkutan. Sebab kebudayaan adalah anyaman
makna-makna
manusia
adalah
dan
binatang-
untuk dijual demi kepentingan
binatang
diri sendiri.
dalam jaring-jaring yang ia tenun
yang
terperangkap
sendiri dari makna itu.
3
Selain itu kebudayaan bersifat kontekstual dan mengandung makna publik sebab diterima oleh semua pelaku kebudayaan karena sesuai, berkembang, dan dikembangkan oleh si pelaku kebudayaan dan di sekitar lingkungan
sosial
mereka.
Oleh
sebab itu menurut Geertz untuk mendekati,
memahami,
suatu
peristiwa sosial di tengah kelompok
masyarakat
praktikan
yang
mem-
kebudayaan
dan
unsur-unsur kebudayaan yang ada di dalamnya harus dicari melalui hubungan sebab akibat; dan memahami makna dihayati
pada
yang
lingkungan
peristiwa sosial itu terjadi.
Konsep Upacara Upacara adalah
adat
tingkah
masyarakat akan)
tradisional laku
(sudah,
diadakan
menjadi
suatu sedang,
yang
tradisi
sudah
masyarakat,
penyelenggaraan upacara tradisional sangat penting untuk membina sosial budaya masyarakat dan norma-norma serta nilai-nilai budaya secara simbolis, ditampilkan dalam
melalui
peragaan
bentuk
upacara.
Pelaksanaan upacara adat termasuk dalam golongan adat yang tidak mempunyai akibat hukum, hanya saja apabila tidak dilakukan
akan
timbul
rasa
khawatir akan terjadi sesuatu
mengkaji
upacara
yang menimpa dirinya. Upacara
digunakan
konsep
adat adalah suatu upacara yang
kebudayaan dari Geertz karena
dilakukan secara turun temurun
upacara Mane’e adalah suatu
yang berlaku di suatu daerah,
sistem makna dan simbol yang
dengan demikian setiap daerah
lahir, berkembang dan dikem-
memiliki upacara adat sendiri
bangkan oleh masyarakat Desa
yang dilakukan tidak lepas dari
Kakorotan
unsur sejarah.
Dalam Mane’e
masyarakat
untuk
kepentingan
setempat
dan
masyarakat luas untuk memenuhi
kebutuhan
hidup
serta
menjadi salah satu tradisi yang diturunkan generasi. 4
dari
generasi
ke
Rangkaian merupakan dalam dari
kegiatan unsur
giatan
pokok
melaksanakan
beberapa tersebut
adat
upacara,
rangkaian tidak
di ke-
semua
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 18/ Juli - Desember 2016
yang dilakukan tapi disesuaikan
Mane’e merupakan salah satu
dengan kebutuhan pada saat
upacara
pelaksanaan upacara tradisional.
(mufakat),
Pelaksanaan ritual baik di laut
gotong-royong
maupun di darat bertujuan untuk
2013).
meminta hasil yang banyak dan meminta perlindungan dari sang Pencipta
agar
terhindar
dari
malapetaka.
adalah salah satu
yang
sudah
lama
dilakukan oleh masyarakat Desa Kakorotan di Kecamatan Nanusa Kabupaten
Kepulauan
Talaud
Propinsi Sulawesi Utara. Pelaksanaan upacara tangkap ikan ini masih menggunakan tata cara adat, yang dilaksanakan setiap tahun dari dulu sampai sekarang (Pristiwanto
2013).
Mane’e
merupakan salah satu tradisi dari masyarakat
Talaud
terlebih
khusus masyarakat yang ada di Desa Kakorotan, dalam menangkap ikan dengan menggunakan pundangi
kerja
se’e
bersama/
(Corrie
Buata
Upacara Mane’e dilaksanakan pada saat air pasang tertinggi dan surut terendah pada bulan masyarakat sampai sekarang dan
tradisi menangkap ikan secara massal
melalui
purnama, yang dilestarikan oleh
Konsep Mane’e Mane’e
adat
(tali
hutan)
yang
oleh pemerintah upacara tersebut dijadikan sebagai objek wisata yang biasa dilaksanakan pada
bulan
pelaksanaan
Mei-Juli. upacara
Pada Mane’e
kesan mistik banyak beredar di masyarakat kalau tidak melihat secara langsung, karena banyak yang tidak percaya kalau hanya dengan menggunakan tali hutan yang dilingkari janur kelapa, bisa mengurung ikan sebanyak itu dan ikan-ikan diam dilingkaran yang sudah disiapkan kalau tidak dibantu dengan kekuatan magis dari para orang tua dan leluhur yang ada di pulau Nanusa. Mane’e
adalah salah satu
dilingkari tuwo (janur kelapa)
strategi dalam upaya mencari
yang disebut oleh masyarakat
legitimasi
setempat dengan nama sam’mi.
pusat, sebagai bentuk penge-
kepada
pemerintah
5
lolaan sumber daya alam yang
dapat menahan diri, untuk tidak
lestari dengan melihat bahwa
mengganggu
masyarakat yang masih polos
kawasan pinggiran laut yang
dan
telah disepakati bersama sebagai
sangat
cerdas
dengan
lingkungan
/
strategi pemertahanan wilayah-
kawasan pelaksanaan
nya (Pristiwanto 2013). Mane’e
Mane’e.
bukan saja memberi arti dalam
harus tunduk pada ketentuan
kehidupan
kepu-
yang telah disepakati bersama di
lauan sebagai cara menangkap
bawah hukum adat oleh tokoh-
ikan,
tokoh pemangku adat setempat,
masyarakat
tetapi
memberi
pema-
Masyarakat
yaitu
orang berinteraksi baik antar
ketentuan
personal,
maupun
umumkan kesalahan atau pe-
dalam suatu kelompok masya-
langgarannya dihadapan masya-
rakat yang besar. Mane’e me-
rakat setempat (Budi Susanto,
miliki peran yang sangat penting
2007).
dalam
kelangsungan
masyarakat
dimana
hidup
kita
bisa
membangun hubungan dengan sesama manusia, membangun hubungan dengan alam, terlebih membangun hubungan dengan sang pencipta karena Mane’e dijadikan sebagai alat interaksi antar
lingkungan
dan
antar
yang
setempat
haman bagaimana sekelompok komunitas
bagi
upacara
melanggar
diwajibkan
meng-
Kegiatan ini diawali dengan melakukan
puasa/pelarangan,
untuk tidak melakukan penangkapan ikan di lokasi yang telah di tentukan,
e’ha
diberlakukan
selama 1 tahun (12 bulan) dan upacara Mane’e dilaksanakan di 9 tempat yaitu : 1. Di Pulau Kakorotan (daerah
budaya. Makna Mane’e bagi Kehidupan Nelayan Kakorotan Mane’e kebudayaan
bukan
Langgoto,
Alee,
Apan,
Dansunan) 2. Di Pulau Intata (daerah Ran’ne
saja
ritus
(lokasi yang sudah di tetapkan
menangkap
ikan
sebagai
lokasi
nasional),
tetapi sangat diharapkan bagai-
Abuwu, Wu’i (ditempat ini
mana
terdapat jembatan alam yang
6
masyarakat
setempat
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 18/ Juli - Desember 2016
biasa
dikenal
setempat
masyarakat
dengan
nama
3. Di Pulau Malo (daerah Malele, merupakan tidak
baik
itu
larangan
tradisi
mengambil hasil
yang
milik
pribadi
komunitas. ini
bersama,
dan Sawan) untuk
pula,
maupun
jembatan winadari)
E’ha
dan dalam jangka waktu tertentu
telah
maka
Karena disepakati
bagi
melanggar
mereka
kesepakatan
mendapat sanksi sesuai kese-
alam di laut dan di darat di zona
pakatan
larangan
2011). Pada masyarakat yang ada
yang
sudah
diberi
bersama
tanda atas kesepakatan bersama,
di
dari semua masyarakat yang ada
istilah buka dan tutup e’ha yang
di
baik
mengacu pada penerapan lara-
perangkat desa dan adat. e’ha
ngan dan penghentian larangan.
yang diterapkan di darat yaitu
Buka e’ha yaitu suatu istilah yang
untuk tanaman tri wulan (3
digunakan pada saat e’ha diber-
bulan), seperti kelapa yang biasa
lakukan dalam suatu masyarakat,
diolah oleh masyarakat setempat
sedangkan tutup e’ha yaitu suatu
menjadi kelapa kopra sedangkan
istilah yang digunakan pada saat
e’ha di laut yaitu dilarang untuk
larangan
melakukan
yaitu
Desa
Kakorotan
aktivitas
melaut
seperti malu’ta (menggunakan panah), manoma (menggunakan jaring
insang
kegiatan
dasar)
apapun
di
atau daerah
larangan yang sudah diketahui bersama
dan jika
ada
yang
melanggar dan kedapatan akan di kenakan denda. E’ha
merupakan
Desa
(Pristiwanto,
tersebut
pada
saat
terdapat
dihentikan, pelaksanaan
upacara Mane’e dilakukan. Lokasi
yang
sekumpulan
di
e’ha
terumbu
ada
karang
yang tumbuh dan di tempat inilah masyrakat mencari ikan atau hasil laut lainnya. terumbu karang yang ada di Kakorotan tumbuh
ketentuan
Kakorotan,
menyebar
hampir
diseluruh wilayah seperti lallian,
hukum adat tentang larangan
irama,
mengambil
melakukan
panjang, aranga, tonggene, tolor,
sesuatu dalam kawasan tertentu
abbawo dan anampua di daerah
dan
abutua,
sawa,
karang
7
ini terdapat berbagai jenis ikan,
minggu ke – 3. Tetapi apabila
teripang,berbagai
udang
masyarakat yang ingin meng-
penyu,
ambil kelapa untuk dijadikan
berbagai jenis kima, siput, serta
kopra, harus menunggu masa
jenis ketan kenari. Penerapan
e’ha memasuki bulan ke – 3. jika
e’ha di laut dikarenakan sumber
ketahuan tidak melapor kepada
daya
nilai
ketua adat maka akan dikenakan
(ekonomi) seperti teripang, ketan
denda sebesar Rp. 100.000 –
kenari, dan bernbagai jenis ikan
200.000, untuk lokasi Mane’e
yang setara dengan sumber daya
yang di Ran’ne karena sudah
yang
menjadi lokasi nasional, maka
dan
berbagai
laut
ada
jenis jenis
memiliki
di
darat,
maka
perlindungan sumber daya laut
jika
harus sama dengan sumber daya
melanggar peraturan tersebut
di darat. selain itu cara tangkap
baik yang melapor tetapi tidak
masyarakat yang sudah menga-
diizinkan
lami perubahan, yang dulunya
terlebih dahulu, akan dikenakan
mereka menangkap ikan meng-
denda
gunakan
berlaku
jubi
(panah)
dan
ada
yang
dan
kedapatan
tidak
sebesar
melapor
Rp.
untuk
500.000
masyarakat
pancing berubah menggunakan
setempat maupun masyarakat
alat-alat modern seperti jaring,
yang ada di desa lain.
bahkan ada yang menggunakan bahan kimia, karena alat-alat modern bisa menghasilkan ikan yang
banyak
dari
pada
menggunakan alat tradisional. Masyarakat yang tinggal di Desa
Kakorotan
yang
ingin
Selama masa e’ha berlangsung
masyarakat
masih
bisa
melakukan aktivitas sehari-hari seperti
berkebun,
menanam
umbi-umbian atau membersihkan kebun maupun mencari ikan di
laut,
karena
masih
ada
mengambil buah kelapa untuk
tempat-tempat lain yang bisa
larome sayore (keperluan sehari-
digunakan untuk mencari ikan
hari), harus melapor ke pada
dalam
Ratumbanua
Inangngu-
sehari-hari seperti di pulau Malo,
wanua dan akan diijinkan apabila
dan Mangupun sudah menjadi
masa
tempat
8
e’ha
atau sudah
memasuki
memenuhi
untuk
kebutuhan
masyarakat
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 18/ Juli - Desember 2016
mencari kebutuhan sehari-hari
Peserta dalam upacara Mane’e
baik di laut maupun di darat.
yaitu Pemerintah Provinsi dan
Selain e’ha yang diberlakukan di
Pemerintah Daerah Kabupaten
darat dan di laut, ada juga puasa
Talaud, semua masayarakat yang
bagi para petugas yang sudah
ada di Kabupaten Kepulauan
diberikan tanggung jawab dalam
Talaud dan siapa saja yang
pelaksanaan
memiliki keinginan untuk me-
upacara,
yaitu
melakukan puasa dimana setiap
nyaksikan
kepala keluarga tidak diijinkan
pelaksanaan
untuk “tidur” bersama dengan
karena
istri.
Mane’e melibatkan semua orang.
Pelaksanaan Upacara Mane’e
2. Persiapan Sebelum Pelak-
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Pemerintah Daerah Kepulauan
Talaud,
merupakan penanggung jawab yang berperan penting dalam suksesnya
pelaksaan
upacara
Mane’e. selain itu Dinas Pariwisata
Daerah
Talaud
dan
Provinsi juga memegang peranan penting, serta Dinas Perhubungan
sebagai
penggerak
transportasi ke Daerah perbatasan, terlebih khusus masyarakat
yang
ada
di
langsung
upacara
dalam
tersebut
pelaksanaan
sanaan Upacara
1. Peserta Upacara Mane’e
Kabupaten
secara
Desa
Kakorotan mulai dari Pemerintah Desa, Adat, Agama, suku-suku yang ada di Daerah tersebut yang menjadi pelaksana Mane’e.
Persiapan sebelum Mane’e
yang
dilakukan
pelaksanaan upacara sebagai
dasar
yang
pertama dan terutama, yaitu laut dan darat di e’ha selama ± 1 tahun
(12
bulan)
dan
akan
dibuka pada saat pelaksanaan upacara. Apabila ada masyarakat yang
ingin
membuka
e’ha,
mengambil kelapa untuk kebutuhan sehari-hari maka mereka harus
menunggu
masa
e’ha
tersebut memasuki 2 minggu dan untuk masyarakat yang ingin mengolah kelapa menjadi kopra, harus menunggu e’ha memasuki bulan
ke-3.
kedapatan
jika
tidak
ada
yang
melapor
ke
9
pada pimpinan adat dan tukang
syukuran
e’ha,
dikenakan
pelaksanaan kegiatan ini yaitu
denda sebesar ± Rp. 100.000
untuk melihat apakah di darat
sedangkan untuk e’ha laut bagi
dan di laut ada isi (ikan) atau
yang melanggar akan dikenakan
tidak dan ikan yang di dapat
denda
dalam kegiatan adat male’pa ini
maka
akan
sebesar
Rp.
500.000.
tahun
tujuan
selama masa e’ha, masyarakat
dibagi
masih bisa melakukan aktivitas
(masyarakat Desa Kakorotan).
berkebun selama tidak mengambil buah kelapa baik kelapa muda maupun kelapa kopra, bahkan jika ada yang kedapatan mengambil
bibit
orang
lain
seperti bibit ubi kayu, bete dan lain-lain akan dikenakan denda sebesar Rp. 100.000. Sesudah
itu
kepada
baru)
semua
orang
Setelah mengadakan kegiatan adat, semua suku yang ada melakukan rapat adat dan di dalam
rapat
kepala
suku
tersebut
semua
mengumpulkan
anggotanya
masing-masing,
untuk meluruskan permasalahan yang ada ditiap-tiap anggota.
masyarakat
Setelah semua masalah dari tiap-
mengadakan kegiatan Male’pa
tiap
(kegiatan adat), dimana semua
diketahui barulah setiap kepala
orang
suku
baik
laki-laki
maupun
anggota
melaporkan
perempuan pergi kelaut pada
Ratumbanua
saat
nguwanua,
nyare
melihat
saha
u
suku
sudah kepada
dan tentang
perma-
ruapoto, yang dilaksanakan pada
salahan
awal tahun baru mulai tanggal 3
setiap anggota dan langsung
januari
mencari
dengan menggunakan
yang
Inang-
jalan
dihadapi keluar
oleh
sampai
alat tangkap tombak dan jubi.
semuanya benar-benar tuntas.
setelah
acara
Rapat diadakan sekitar 3 bulan
syukuran pada tanggal 4 – 5
sebelum upacara Mane’e dan jika
januari, yaitu malaha anangu
permasalahan diantara anggota
hari raya natal (mengadakan
tidak terselesaikan maka upacara
syukuran
Mane’e tidak bisa dilaksanakan.
itu
dilanjutkan
natal),
sedangkan
tanggal 9 – 10 januari malaha anangu tambaru (mengadakan 10
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 18/ Juli - Desember 2016
Seperti pada saat kita mau
dalam menjalankan suatu misi
manaba wawi (menombak babi
adalah rasa saling pengertian,
hutan), seperti yang dituturkan
begitu juga dalam pelaksanaan
oleh Bapak Ratumbanua “ kalau
kegiatan Mane’e. Sebelum acara
iite ire manaba wawi ude musti
dilaksanakan para tetua adat dan
marapat asue wanua” artinya “
perangkat
kalau kita mau menombak babi
ucapan syukur untuk meminta
hutan sebelumnya harus meng-
hasil, dijauhkan dari malapetaka
adakan rapat ” karena kalau tidak
dan
ada
kese-
pangorote par’ra anase pamutara
biarpun
ngu uri anase pia taune (pia
musyawarah
pakatan
atau
bersama,
desa
madoroke
melakukan
sumawu
kurungan u wawi olaa areapa
lorone),
berikut
wawi tetap matara (walaupun
anggota
dalam
kita membuat kurungan sekuat
upacara syukur Mangimpuru:
apapun babi bisa keluar). kalau kita
tidak
ada
kesepakatan
bersama dari satu Desa tersebut, apalagi kalau perangkat adat ada masalah dengan masing-masing anggota misalnya Ratumbanua ada
persoalan/cekcok
Inangnguwanua
itu
dengan bisa
membuat kacau semua rencana. Karena pada saat kita mau
1. Ratumbanua sebagai
ini
ana
adalah
melaksanakan
(ia
diangkat
penguasa
adat
tertinggi) 2. Inangnguwanua (ia diangkat menjadi
Ibu
yang
men-
dampingi
seorang
Ratum-
banua
atau
disebut
Mangkubumi II) 3. Aaran ditunjuk
(seseorang oleh
adat
yang untuk
menombak babi hutan dan si
mendampingi
penombak dari rumah memiliki
dan membantu dalam me-
masalah,
nyelesaikan pekerjaan adat)
maka
si
penombak
akan digigit oleh babi hutan tersebut.
Bukannya
meng-
gunakan kekuatan mistik, tapi
4. Sasarahe ditunjuk
Ratumbanua
(seseorang oleh
mendampingi
adat
yang untuk
Ratumbanua
semua itu bermula dan yang menjadi
kunci
paling
utama 11
dan membantu dalam me-
langkah
nyelesaikan pekerjaan adat)
Mamabi’u sam’mi (membuat alat
5. Panucu ditunjuk
(seseorang oleh
mendampingi
yang
selanjutnya
tangkap dari janur kelapa yang
untuk
dililitkan
pada
Ratumbanua
kegiatan
ini
adat
yaitu
tali
hutan).
dilakukan
dan membantu dalam me-
bapak-bapak
nyelesaikan pekerjaan adat)
ditunjuk untuk membuat sam’mi
6. Bawunian ditunjuk
mendampingi
sudah
yang
dan orang-orang yang bekerja
untuk
dalam pengerjaan sam’mi harus
Ratumbanua
yang sudah tahu dan memiliki
(seseorang oleh
yang
oleh
adat
dan membantu dalam me-
pengetahuan
tentang
cara
nyelesaikan pekerjaan adat)
pembuatan alat, karena alat ini
7. Apitalau (Kepala Desa)
tidak bisa sembarang dibuat dan
8. Huru Diamaa (seseorang yang
harus mengikuti petunjuk dari
dituakan dalam jemaat)
petugas
Sebulan
berpengalaman,
sebelum
upacara
adat
yang
sudah
karena
alat
dilaksanakan, lokasi yang akan
inilah yang berperan penting
digunakan dalam pelaksanaan
dalam
Mane’e dibersihkan oleh pendu-
Mane’e.
duk setempat dan setelah mela-
Strategi
kukan
mangimpuru,
selanjutnya
adalah
kegiatan marra’ca
pundangi (memotong tali hutan). 2–3 hari sebelum pelaksanaan acara
semua
kaum pria
tak
terkecuali semua perangkat desa pergi ke hutan untuk mencari tali hutan, yang biasa diambil di pulau
Mangupun
yang
tidak
pelaksanaan
Masyarakat
Mempertahankan
upacara
dalam Budaya
Mane’e Desa Kakorotan merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Nanusa Kabupaten Kepulauan
Talaud
Provinsi
Sulawesi Utara, yang memiliki wilayah yang berbatasan lang-
berpenghuni. selain itu 1 – 2 hari
sung
tuwo (janur kelapa)pun diambil,
tetangga seperti Filipina, dimana
untuk
dan
Negara ini pernah terjadi kontak
setelah semua bahan terkumpul
budaya seperti hubungan per-
12
membuat
sam’mi
dengan
Negara-negara
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 18/ Juli - Desember 2016
dagangan.
dalam
masyarakat banyak
sejarahnya,
Kakorotan
mengalami
perubahan
yang
sudah banyak
yang sudah melekat pada diri masyarakat. Untuk unsur yang tidak
mudah
untuk
dirubah
diakibatkan
biasanya berhubungan dengan
adayanya kontak antar masya-
sistem nilai budaya, yang bersifat
rakat
sehingga
abstrak dan merupakan inti dari
mengakibatkan masuknya bu-
suatu kebudayaan dan unsur
daya-budaya
yang
dan
budaya asing
terhadap
biasaya
mudah
untuk
budaya daerah setempat dan
dirubah berhubungan dengan
memang bila kita lihat bukan
wujud-wujud kebudayaan seperti
hanya masyarakat yang ada di
perilaku
Desa Kakorotan yang mengalami
sosial dan lain-lain.
hal tersebut, tetapi terjadi pada semua
masyarakat
karena
sesungguhnya dinamika masyarakat
dan
kebudayaan
tidak
pernah diam pada satu titik yang tidak mengalami perubahan dan perkembangan.
masyarakat,
sistem
Sudah menjadi rahasia umum bahwa memiliki yang
masyarakat upacara sangat
Kakorotan tardisional
unik
dalam
menangkap ikan yaitu Mane’e, dengan
melihat
batas-batas
wilayah desa ini bukan tidak
Namun walaupun besarnya
mungkin ada daerah bahkan
perubahan yang masuk dalam
Negara lain yang menjadikan
suatu kebudayaan, tetapi ada
Mane’e sebagai kebudayaan dari
unsur-unsur
dalam
daerah atau Negara asal mereka.
kebudayaan yang tidak akan
Bahkan bukan tidak mungkin
berubah karena perkembangan
juga ada Negara-negara lain
zaman dan teknologi, artinya
yang mempermasalahkan batas
perubahan yang terjadi pada
wilayah (laut), sehingga terjadi
beberapa
pencurian/penangkapan
tertentu
unsur
tidak
akan
mempengaruhi unsur-unsur lain
ikan
secara illegal, selain itu sebagai 13
daerah perbatasan biasa dikenal
lindungi, oleh Peraturan Daerah
sebagai
terisolasi/
terbitnya perda No. 41 dan 42
tertinggal karena pembangunan
tahun 2004 Kabupaten Kepu-
yang
lauan
daerah
kurang
mendapat
per-
Talaud
pada
intinya
hatian dari pemerintah daerah
berupaya untuk melindungi dan
maupun pemerintah provinsi.
melestarikan
obyek
wisata
penangkapan
ikan
secara
Masyarakat Kakorotan selalu berupaya melestarikan budaya yang
bersifat
dinamis
dan
terbuka, ini menandakan bahwa
tradisional yang berkesinambungan yang ramah lingkungan. Melalui program pemerintah
masyarakat yang ada di Desa
tersebut,
tersebut
menerima
tangkap ikan Mane’e menjadi
pengaruh dari luar sepanjang
dikenal oleh semua orang baik
tidak merusak nilai-nilai budaya
dalam
yang sudah ada. Seiring dengan
sehingga membuat masyarakat
perkembangan
Kakorotan
bersedia
zaman
dan
membuat
maupun
sebagai upaya dukungan dari
rumah
Pemerintah
masyarakat
terhadap
kepari-
luar
memiliki
dimana
tradisi
negeri,
pekerjaan
mengharuskan
untuk
mengatur
wisataan, Pemerintah Kabupaten
strategi, dalam mempertahankan
telah
budaya
Daerah
menerbitkan 41
agar
supaya
tidak hilang oleh perkembangan
tentang penetapan lokasi obyek
zaman bahkan ditiru dan diakui
wisata dan Peraturan Daerah No.
oleh Negara lain. tetapi dari
42 tahun 2004, tentang retribusi
semua itu, masyarakat memiliki
izin usaha pariwisata Kabupaten
cara
Kepulauan
pertahankan
Talaud
obyek
tahun
mereka
2004
lokasi
No.
Peraturan
penetapan wisata
ini
yang
tersendiri sudah
dalam
mem-
budaya-budaya diturunkan
oleh
dimaksudkan sebagai penguatan
aramona (para leluhur) mereka,
bahwa kawasan tersebut masuk
yaitu menjunjung tinggi nilai-
dalam lokasi wisata yang di-
nilai adat istiadat yang sudah
14
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 18/ Juli - Desember 2016
turun temurun dilakukan, rasa
masyarakat baik dari sisi jumlah,
saling percaya, menghargai satu
kualitas,
sama lain, rasa saling memiliki
keamanan karena kalau kita bisa
satu
lain,
menjaga alam maka alampun
ma’aliu/mabawiorro (kerjasama/
akan memberikan hasilnya bagi
gotong
umat manusia.
satu
sama
royong),
serta
yang
paling penting penerapan masa pantang
atau
e’ha
yang
diterapkan di laut dan di darat dan
tanpa
tradisi
pelaksanaan
Mane’e
bertahan
karena
e’ha
tidak
akan
kalau
tidak
dilakukan maka laut tidak akan memiliki isi (ikan) akibat dari perburuan
dan
penangkapan
ikan yang berlebihan masyarakat setempat.
keragaman
maupun
Kesimpulan Upacara Mane’e merupakan tradisi yang berasal dari Desa Kakorotan Kecamatan Nanusa Kabupaten
Kepulauan
Talaud
dalam menangkap ikan yang masih
menggunakan
alat-alat
tradisonal secara massal, yang sudah
lama
masyarakat
dilakukan Desa
oleh
Kakorotan
Kecamatan Nanusa Kabupaten
E’ha merupakan suatu sistem
Kepulauan
Talaud
ketahan pangan dari masyarakat
Sulawesi
yang ada di Desa Kakorotan
mengisolasi
dimana
e’ha
(lokasi terumbu karang) ke nyare
menjadi lumbung pangan untuk
(lokasi pasang surut air laut),
kebutuhan masyarakat selanjut-
dengan menyebarkan tali hutan
nya dimana simpanan pangan
yang
tersebut
bersama-sama
lokasi
yang
di
diperuntukkan
untuk
Utara,
Provinsi
dengan
cara
kawasan
dilingkari
janur yang
napo
secara disebut
semua masyarakat dan dibagikan
sam’mi dan masih kental dengan
secara merata dan penerapan
adat
e’ha menjamin pasokan pangan
dilaksanakan di 3 (tiga) pulau
untuk
yaitu pulau Kakorotan (daerah
memenuhi
kebutuhan
istiadat.
kegiatan
ini
15
langgoto, alee, apan, dansunan),
Pada
saat
pelaksanaan
pulau Intata (Ranne, abuwu, wu’i)
upacara ada beberapa tahapan
dan
yang dilalui yaitu penjemputan
di
pulau
Malo
(daerah
malele dan sawan). Upacara
adat
tamu ini
dilmulai
menerapkan masa pantang atau e’ha selama 1 tahun baik di darat maupun di laut, e’ha adalah larangan untuk tidak mengambil hasil laut dan darat dalam kurun waktu yang
telah
ditetapkan
bersama oleh masyarakat dan lokasi yang digunakan dalam pelaksaan upacara. Sesudah itu pemimpin
desa
mengadakan untuk untuk tersebut.
dan
upacara
meminta suksesnya
adat syukur
pertolongan upacara
dengan
adat,
tarian adat daerah, sesudah itu Marra’ca Pundangi (memotong tali
hutan),
Mangolom
par’ra
kepada
tuhan),
(permohonan Mattuda
tampa
pane’can
(menuju lokasi acara), Mamabi’u sammi (membuat alat tangkap dari janur kelapa yang dilingkar pada
tali
hutan),
Mamotto’u
sammi (menebar janur), Mamole sammi ( menarik janur ke darat), Manganu ina (mengambil hasil tangkapan ikan), Matahia Ina (membagi
hasil),
Manar
m’maalama
(ucapan
syukur
lewat
makan
tangkapan).
16
tatanan
bersama
hasil
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 18/ Juli - Desember 2016
DAFTAR PUSTAKA Atok Kritianus dkk, 2000. Hutan dan Terumbu Karang dalam Penguasaan Masyarakat Adat. Pontianak : Peoples, Forest and Reefs (PeFor) – Yayasan Pancur Kasih Brown R Lester dkk. 1995. Masa Depan Bumi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Buata Corrie. 2013. Disertasi., Tradisi Upacara Mane’e pada Masyarakat Pesisir Pulau Kakorotan di Kepulauan Talaud Sulawesi Utara, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Djurip, dkk, 1992. Kearifan Tradisional Masyarakat Pedesaan dalam Pemeliharaan Lingkungan Hidup Daerah Sumatera Barat. Padang : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Fathoni, Abdurahmat. 2005. Antropologi Sosial Budaya Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rineke Cipta Harsojo.1966. Pengantar Antropologi. Jakarta : Putra Abardin Hoetagaol M Sophia dkk. 2012. Studi Tentang Aspek-Aspek Sosial Budaya Masyarakat Daerah Perbatasan: Studi Kasus Masyarakat di Pulau Miangas. Yogyakarta: Kepel Press Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi I. Jakarta : PT Rineke Cipta ________________ 1967. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat Lauer H Robert.1993. Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT Rineke Cipta 17
Pristiwanto, 2013. Prosiding Prestasi Ilmiah Seminar Humaniora. Manado: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya Manado Wilayah Kerja : Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah ____________ , 2011. Tesis., Komodifikasi dan Pergeseran Makna Kearifan Lokal : Studi Kasus Upacara Tradisional Mane’e pada Masyarakat di Perbatasan IndonesiaPhilipina, Program Magister Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya Sudirman, H. 2000. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta : PT Rineke Cipta Spradley James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta : Tiara Wacana Subagyo P Joko. 2011. Metode Penelitian Dalam Teori & praktik. Jakarta: PT Rineke Cipta Susanto S. J. Budi.2007. Masih(kah) Indonesia. Jogja: Kanisius Tangkilisan, Maria dkk. 2007. Esagenang jurnal Hasil Penelitian Jarahnitra Vol. 5, No. 10 Agustus 2007. Manado : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Pelestarian Sejarah & Nilai Tradisional Manado. Winoto Gatot. 1993. Kearifan Tradisional Masyarakat Pedesaan Lingkungan Hidup di Daerah Riau. Pekanbaru : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya (P3NB) Widodo Johanes & Suadi. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Laut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
18