UNTUNG RUGI JOKOWI JADI PRESIDEN Oleh: Setyobudi Tariadi* Bangsa Indonesia sedang berdebar-debar menunggu terpilihnya presiden baru pada tahun ini. Presiden baru pilihan rakyat akan muncul usai pesta demokrasi lima tahunan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) digelar pada 9 Juli 2014 Namun sebelum terpilih presiden baru, sebentar lagi bangsa Indonesia menggelar pesta demokrasi pemilihan umum legislatif (pileg) pada 9 April 2014. Siapa presiden dan wakilnya sangat bergantung pada pasangan capres dan cawapres yang diajukan oleh partai-partai pemenang pileg dan koalisi partai-partai peserta pileg untuk dipilih rakyat. Dengan cara ini, bisa terjadi rakyat ”dipaksa” memilih pasangan capres dan cawapres yang kurang sesuai dengan seleranya. Tetapi bisa juga rakyat memilih pasangan capres dan cawapres idamannya jika partai-partai yang mencalonkannya dapat menangkap dengan baik selera rakyat. Sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 23 Januari 2014, pilpres diadakan tetap setelah pileg (nasional.kompas.com/read/2014/01/23/1916301/). Baru pada pesta demokrasi tahun 2019 pilpres diadakan bersamaan waktu dengan pileg. Sesuai UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, seseorang dapat dicalonkan menjadi presiden dan wakilnya jika didukung oleh minimal 25% suara atau 20% kursi di DPR. Pileg Masih banyak orang bingung akan memilih partai apa dan calegnya pada pileg 2014. Selain pemilih pemula yang bingung karena baru pertama kali akan mencoblos, juga pemilih lama bingung memilih caleg karena tidak kenal dengan mereka. Yang dikenal paling beberapa tokoh nasional dan artis-artis yang terdaftar sebagai caleg. Bingung memilih caleg mungkin sulit dihilangkan karena kita tidak kenal secara pribadi dengan mereka dan tidak punya informasi mengenai latar belakang dan kompetensinya. Tapi bingung memilih partai bisa dihilangkan dengan menggali informasi melalui website masingmasing partai mengenai strategi dan program kerja mereka untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pilih saja partai yang strategi dan program kerjanya hampir sesuai dengan selera kita dan reputasinya cukup baik karena tidak korupsi. Sebelum menentukan partai dan caleg yang akan dipilih, ada baiknya kita melihat kembali hasil pileg tahun 1999, 2004 dan 2009 serta hasil survei pada tabel-tabel di bawah ini. Tabel 1 Hasil Pemilu Legislatif Tahun 1999, 2004, 2009 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1999 Partai Suara PDIP 35.689.073 Golkar 23.741.749 PPP 11.329.905 PKB 13.336.982 PAN 7.528.956 PBB 2.049.708 PK 1.436.565 PKP 1.065.686 PNU 679.179 PDKB 550.846 Jumlah** 105.786.661
2004 2009 %* Kursi Partai Suara %* Kursi Partai Suara 33,7 153 Golkar 24.461.104 21,6 128 Demokrat 21.655.295 22,4 120 PDIP 20.710.006 18,3 109 Golkar 15.031.497 10,7 58 PKB 12.002.885 10,6 52 PDIP 14.576.388 12,6 51 PPP 9.226.444 8,2 58 PKS 8.204.946 7,1 34 Demokrat 8.437.868 7,5 55 PAN 6.273.462 1,9 13 PKS 8.149.457 7,2 45 PPP 5.544.332 1,4 7 PAN 7.255.331 6,4 53 PKB 5.146.302 1,0 4 PBB 2.965.040 2,6 11 Gerindra 4.642.795 0,6 5 PBR 2.944.529 2,6 14 Hanura 3.925.620 0,5 5 PDS 2.424.319 2,1 13 PBB 1.864.642 462 113.125.750 550 104.048.118
Sumber: www.kpu.go.id/dmdocuments/modul_1d Keterangan:: *) persen suara **) Jumlah semua suara sah
-1-
%* Kursi 20,8 148 14,4 106 14,0 94 7,9 57 6,0 46 5,3 38 4,9 28 4,5 26 3,8 17 1,8 0 560
-2Survei pada Desember 2013 dan Januari 2014 oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Lembaga Survei Jakarta (LSJ), Cirus Surveyors, Litbang Kompas, dan Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) memperlihatkan hasil sebagai berikut: Tabel 2 Hasil Survei Untuk Pemilihan Legislatif Tahun 2014 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Partai PDIP Golkar Gerindra PKB Demokrat Hanura PPP Nasdem PAN PKS PBB PKPI Belum memutuskan
LSI 18,2% 18,3% 8,7% 3,7% 4,7% 4,0% 3,6% 2,0% 3,3% 2,2% 0,7% 0,5% 30,1%
LSJ 19,83% 17,74% 12,58% 4,67% 6,12% 6,85% 4,83% 6,94% 4,51% 3,87% 1,20% 0,24% 10,62%
Cirus 22,3% 17,5% 7,5% 6,4% 6,0% 3,9% 4,6% 3,0% 3,1% 2,7% 0,6% 0,3% 22,1%
Kompas 21,8% 16,5% 11,5% 5,1% 7,2% 6,6% 2,4% 6,9% 3,2% 2,3% 1,1% 0,1% 15,3%
SSS 17,40% 17,01% 10,51% 4,18% 8,30% 3,16% 3,65% 3,41% 2,54% 3,15% 0,87% 0,29% 25,53%
Sumber: news.detik.com/read/2014/02/02, nasional.kompas.com/read/2014/02/02 nasional.sindonews.com/read/2014/01/09/12/825121,news.detik.com/read2013/12/12/171033
Tabel 1 memperlihatkan perolehan suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang semula nomor 1 di pileg tahun 1999, turun ke nomor 2 di 2004 dan turun lagi ke nomor 3 di 2009. Perolehan suara Partai Golongan Karya (Golkar) stabil di nomor 2, 1 dan 2 di tahun-tahun tersebut. Yang meningkat tajam adalah raihan suara Demokrat dari nomor 5 di tahun 2004 (pertama kali ikut pileg) naik ke nomor 1 di 2009. Ini disebabkan rakyat waktu itu senang dengan figur Susilo Bambang Yudhoyono (SBY, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat) untuk menjadi Presiden kedua kalinya. Suara partai-partai yang dipersepsikan sebagai partai Islam (PPP, PKB, PKS, PAN dan PBB) relatif stabil berada di posisi ke-3 sampai ke-8. PBB yang berada di posisi 10 di tahun 2009 tidak mendapatkan kursi. Menjadi perhatian bersama adalah menurunnya partisipasi rakyat pada pileg tahun 2004 dan 2009. Jumlah suara pada pileg 1999 mencapai 92%. Tahun 2004 jumlah suara turun menjadi 84,1% dan di 2009 turun lagi menjadi 71,1%. Menko Polhukam, Djoko Suyanto mengharapkan partisipasi pemilih mencapai 75% pada pileg 2014 ini (Kompas, 28 Februari 2014). Ini berarti 139 juta dari 185 juta lebih pemilih pada daftar pemilih tetap (DPT) diharapkan datang ke tempat pemungutan suara (TPS) pada 9 April 2014. Tabel 2 memperlihatkan PDIP, Golkar dan Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) selalu menduduki 3 besar, sedangkan Partai Bulan Bintang (PBB) bersama Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) selalu berada di 2 terbawah hasil survei untuk pileg 2014. Demokrat sebagai partai yang berkuasa selama 5 tahun terakhir ini diperkirakan anjlok ke nomor 4 atau 5 di pileg tahun 2014 ini. Menarik diamati adalah hasil survei untuk Golkar. Terlihat perolehan suara Golkar diperkirakan tidak terpengaruh oleh skandal mega korupsi Akil Mochtar (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi dari Golkar) dan Ratu Atut Choisiah (mantan Gubernur Banten dari Golkar). Kita tunggu kenyataannya pada tanggal 9 April nanti. Hal yang sebaliknya terjadi pada Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Perolehan suara mereka pada pileg 2014 diprediksi menurun tajam diterjang efek skandal mega korupsi Anas Urbaningrum (mantan Ketua Umum Partai Demokrat) dan Andi Malarangeng (mantan Sekjen Partai Demokrat) pada proyek kompleks olahraga Hambalang, Bogor, serta Luthfi Hasan Ishak (mantan Presiden PKS) pada proyek impor sapi Australia.
-3Sungguh ajaib hasil survei di atas memperlihatkan dampak yang berbeda antara yang dialami Golkar dengan yang dialami Demokrat dan PKS. Logikanya Golkar terkena dampak yang sama dengan yang dialami Demokrat dan PKS. Hasil survei memberi kesan bahwa rakyat pilih kasih dalam memberikan hukuman sosial kepada partai politik yang anggotanya terlibat korupsi. Tiga partai oposisi saat ini: PDIP, Gerindra dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) diprediksi meningkat perolehan suaranya. Bahkan PDIP diprediksi dapat memenangkan pileg 2014 dan Gerindra menempati posisi ke-3. Kader ketiga partai ini tidak ada yang terlibat korupsi pada periode 2009 – 2014. Beberapa kader PDIP pernah terlibat skandal korupsi agar Miranda Goeltom terpilih sebagai Deputi Gubernur BI periode 2004 - 2009. Tetapi pada survei ini PDIP dapat menempati posisi tertinggi karena efek Jokowi (panggilan untuk Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta) yang aktivitasnya begitu masif diberitakan di media massa. Pilpres Banyak orang menjagokan Jokowi (kader PDIP) terpilih menjadi Presiden pada pilpres 2014. Ini didukung dengan banyak hasil survei yang memperlihatkan tingkat elektibilitas Jokowi jauh di atas capres-capres lainnya. Hasil survey dari Alvara Research Center dan Indonesia Research Center pada Februari 2014 memperlihatkan tingkat eletibilitas Jokowi masingmasing 42,5% dan 31% (Republika, 6 Maret 2014). Sebelum memilih Jokowi sebagai Presiden, rakyat sebaiknya tidak menggantungkan pertimbangannya hanya pada tingkat elektabilitas hasil survei-survei. Rakyat juga perlu menilai prestasi Jokowi selama hampir 1,5 tahun (dari 5 tahun masa jabatan) sebagai Gubernur DKI Jakarta dan untung ruginya memilih Jokowi sebagai Presiden. Jokowi memang sukses sebagai walikota Solo tahun 2006 - 2012. Ini dibuktikan ketika dia dianugrahi penghargaan sebagai walikota terbaik di Indonesia dan ketiga terbaik di dunia. Tetapi sebagai Gubernur Jakarta, bukti perbaikan yang ditunjukannya baru berupa pembuatan taman-taman kota, penertiban parkir liar di pinggir-pinggir jalan, dan relokasi warga di bantaran kali ke rumah susun. Di sisi lain, Jokowi belum berhasil mengatasi banjir dan kemacetan lalu lintas di Jakarta sebagaimana yang dijanjikannya pada kampanye pilkada DKI bulan Oktober 2012. Duet Jokowi – Ahok memang telah memperlihatkan kerja kerasnya untuk dapat mengatasi banjir di Jakarta yang biasa terjadi pada puncak musim hujan bulan Januari – Februari setiap tahunnya. Tahun lalu Jokowi sibuk blusukan ke banyak lokasi di Jakarta melihat pembersihan dan pendalaman kali-kali serta pembuatan saluran gorong-gorong pembuangan air hujan. Tapi luas wilayah Jakarta yang kena banjir pada Januari – Februari 2014 hanya sedikit berkurang dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. Jadi, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan duet ini untuk mengurangi dengan tajam luas wilayah Jakarta yang terkena banjir. Mereka berdua juga telah bekerja keras untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang parah di ibu kota. Selain menambah jumlah bus pada setiap koridor busway, membangun jalur monorel dan mass rapid transportation (MRT), mereka juga menertibkan pedagang kaki lima dan parkir liar di pinggir-pinggir jalan. Tetapi semua pekerjaan tersebut belum ada yang tuntas. Jalur monorel dan MRT baru mulai dikerjakan pada November 2013. Dari 310 bus yang dipesan dan 90 bus sudah diterima pada Januari – Februari 2014, 13 bus ternyata bermasalah karena bodynya sudah berkarat (fokus.news.viva.co.id/news/read/481098, 14 Februari 2014). Para pedagang kaki lima yang telah direlokasi dari pinggir jalan sekitar Pasar Tanah Abang ke Gedung Blok G Tanah Abang pada November 2013, sudah beberapa minggu terakhir ini meninggalkan Blok G. Berdasarkan prestasi kerjanya di atas, wajar jika ada sebagian warga menyarankan agar Jokowi tidak dicalonkan menjadi Presiden sekarang. Jokowi diminta untuk fokus memenuhi janji kampanyenya dengan menyelesaikan tugasnya mengatasi banjir dan kemacetan lalu lintas Jakarta. Rakyat akan merasa mantap memilih Jokowi yang sudah matang untuk menjadi Presiden RI periode 2019 – 2024 jika dia sukses mengurangi cukup banyak wilayah yang terkena banjir dan monorel serta MRT beroperasi di akhir masa jabatannya tahun 2017.
-4Namun, melihat gencarnya pemberitaan positif mengenai aktivitas Jokowi di media massa, pendukungnya tetap ngotot mempromosikan Jokowi untuk menjadi Presiden RI ke 7. Mereka tidak peduli pada kenyataan Jokowi belum berhasil memenuhi janjinya di atas kepada warga Jakarta. Walaupun demikian, sebaiknya para pemilih dapat menimbang-nimbang dengan pikiran jernih untung ruginya sebelum mengambil keputusan memilih Jokowi menjadi Presiden di dalam bilik suara pada 9 Juli 2014. Untung Rugi Berikut ini adalah keuntungan dan kerugian Jokowi sebagai Presiden. Keuntungan Jokowi menjadi Presiden: 1. Presiden baru yang mengutamakan penyelesaian pekerjaan daripada berwacana. 2. Diprediksi memberikan sentimen pasar positif terhadap mata uang Rupiah dan IHSG. 3. Menginspirasi rakyat karena mencontohkan sikap hidup sederhana, kerja keras, tegas, jujur, anti korupsi, mencintai ketertiban dan kebersihan lingkungan. Kerugian Jokowi menjadi Presiden 1. Kurang pengalaman dalam berpolitik dan menangani konflik-konflik berskala nasional. Sejak menjadi Walikota Solo sampai menjadi Gubernur Jakarta hanya menghadapi masalah-masalah perkotaan. 2. Kurang pengalaman di ajang regional dan internasional. Dikhawatirkan kurang piawai dalam menjalankan diplomasi menangani konflik-konflik regional dan internasional, serta politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. 3. Dengan jam terbang sebagai Gubernur DKI yang belum memadai, maka kinerjanya sebagai Presiden bisa jadi biasa-biasa saja. Jika sampai terjadi, maka hal ini jelas dapat menurunkan reputasinya di mata rakyat dan menutup peluangnya menjadi Presiden kembali untuk periode 2019 -2024. Melihat prestasi dan kerugian - kerugian di atas, adalah bijaksana jika Jokowi tidak dicalonkan menjadi Presiden pada pilpres 2014 ini. Jika dia dipaksakan menjadi Presiden periode 2014 - 2019, ada risiko prestasinya dibawah harapan para pemilihnya. Jika ini terjadi, yang menanggung malu bukan hanya Jokowi sendiri, tetapi juga PDIP dan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, yang terbaik bagi Jokowi sekarang ini adalah dipromosikan menjadi Wakil Presiden periode 2014 - 2019. Ini jalan tengah terbaik daripada Jokowi tetap menjadi Gubernur atau dipromosikan menjadi Menteri atau Menteri Koordinator. Keuntungan Jokowi menjadi Wakil Presiden: 1. Dapat mempelajari hal-hal yang belum dan kurang dikuasainya saat ini dengan berguru kepada Presidennya. Hal ini dapat meningkatkan kemampuannya dalam menangani masalah-masalah berskala nasional, regional dan internasional sehingga siap untuk bertarung menjadi Presiden pada pilpres tahun 2019. 2. Dapat meringankan beban Presiden dengan melaksanakan tugas-tugas tertentu. Dia dapat fokus mengawasi bidang ekonomi sektor usaha menengah, kecil dan mikro (UMKM), pembangunan infrastruktur pedesaan dan perkotaan, penanganan bencana alam dan banjir, pelestarian lingkungan hidup, dan bidang kebudayaan. 3. Jika sebagai Wakil Presiden berkinerja sangat baik, rakyat tidak ragu-ragu lagi untuk memilihnya menjadi Presiden periode 2019 – 2024. Kerugian Jokowi menjadi Wakil Presiden hanya satu, yakni dia tidak menjadi Presiden periode 2014 – 2019. Pasangan Jokowi Jika Jokowi maju sebagai cawapres pada pilpres 2014, siapa pasangannya sebagai capres?
-5Pertama, PDIP kemungkinan akan mengajukan pasangan capres - cawapres dari PDIP sendiri, yakni Megawati Soekarnoputri – Joko Widodo (Mega – Jokowi) jika berhasil meraih lebih dari 25% suara pada pileg 9 April 2014. Ini terjadi jika Mega sebagai Ketua Umum PDIP hanya berpikir partisan. Sebenarnya Mega dapat memasangkan Jokowi dengan capres-capres lainnya biarpun seandainya suara yang diraih PDIP lebih dari 25%. Jika ini terjadi, maka Megawati adalah seorang negarawan, bukan partisan atau politikus. Seorang negarawan berdiri di atas semua partai dan golongan dengan melakukan hal-hal yang terbaik demi kebaikan bangsanya, bukan demi kebaikan partai dan golongannya. Pasangan yang menjadi lawan dalam pilpres 2014 kemungkinan adalah Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie (ARB) – Mr. X dari koalisi Golkar dan partai lainnya jika perolehan kursi Golkar dibawah 20%. Satu pasangan lagi kemungkinan adalah Ketua Dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subianto (Pro) – Mr. Y dari koalisi Gerindra dan partai lainnya. Di sini hanya ada 3 pasangan capres – cawapres karena kedua pasangan terakhir didukung koalisi yang masing-masing sekitar 30% kursi DPR. Kedua, jika PDIP meraih kursi di bawah 20%, maka PDIP harus berkoalisi dengan partai lain. Koalisi dapat dilakukan dengan Gerindra atau partai lainnya. Yang sangat menarik adalah jika Prabowo dan Jokowi (Pro Jokowi) berpasangan menjadi capres dan cawapres. Selama ini beberapa pengamat di media massa menyebutkan bahwa lawan berat Jokowi dalam pilpres nanti adalah Prabowo. Terwujudnya pasangan ini tentu harus atas restu dari Mega. Daripada kedua tokoh ini diadu, lebih baik mereka dipadu. Yang menjadi lawan Pro Jokowi disini bisa 2 atau 3 pasangan. Pasangan ARB – Mr. Z dari koalisi Golkar dan Demokrat tampil karena perolehan kursi Golkar kurang dari 20%. Golkar kesulitan berkoalisi dengan partai lain karena sampai sekarang perusahaannya ARB belum menyelesaikan pembayaran ganti rugi kepada korban lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Kemungkinan hanya Demokrat yang bersedia berkoalisi dengan Golkar karena di pemerintahan koalisi sekarang ini Golkar menjadi mitra yang baik bagi Demokrat. Pasangan ketiga kemungkinan datang dari koalisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dengan partaipartai yang dipersepsikan sebagai partai Islam: PKS, PKB, PPP, dan PAN. Ketiga koalisi ini diperkirakan menduduki lebih dari 90% kursi DPR. Pasangan Wiranto – Hary Tanoesoedibjo (Win – HT) yang telah dideklarasikan Hanura nampaknya tidak dapat ikut dalam pilpres. Hal ini karena partai-partai lain merasa Hanura tidak memberikan ruang untuk bernegosiasi soal posisi capres atau cawapres. Dalam hal PDIP meraih dibawah 20% kursi tetapi Golkar meraih 20% lebih kursi DPR, Golkar kemungkinan tidak berkoalisi. Golkar dapat menampilkan Aburizal Bakrie – Priyo Budi Santoso (ARB Pro Budi) yang pasangan Nusantara (Non Jawa – Jawa) sebagai capres – cawapresnya. Pada kondisi ini dimungkinkan tampil 2 pasangan lainnya dari sisa partaipartai yang berkoalisi asalkan Hanura bersikap fleksibel dengan bersedia membongkar pasangan Win – HT. Dengan demikian akan ada 4 pasangan capres – cawapres bertarung memenangkan pilpres 2014. Tetapi jika Hanura teguh pada pendiriannya untuk menampilkan pasangan Win – HT, maka hanya ada 3 pasangan yang bertarung. Yang tidak kalah menariknya adalah jika Jusuf Kalla dan Jokowi (JK – Jkw) berpasangan sebagai capres dan cawapres. Ini dapat terjadi jika PDIP memilih untuk berkoalisi dengan PKB. Ini adalah pasangan Nusantara (Non Jawa - Jawa) yang ideal. JK yang sesepuh Golkar bersedia menjadi capres dari PKB hanya jika PKB berhasil merebut lebih dari 5% kursi DPR. Lawannya di sini adalah pasangan ARB – Mr. XX dari koalisi Golkar dengan 1 atau 2 partai lain dan pasangan Prabowo – Mr. YY dari koalisi Gerindra dengan PKS, PPP dan PAN. Dari beberapa skenario di atas, nampaknya hanya pasangan Pro Jokowi yang dapat memenangkan pilpres dalam 1 putaran saja. Jika Jokowi tampil sebagai pendamping Mega atau JK, maka pilpres mungkin berlangsung dalam 2 putaran. Ini karena tidak ada pasangan yang berhasil melampaui 50% suara pada putaran pertama. Pada putaran kedua menarik diamati apakah efek Jokowi dapat mengatasi efek Mega yang pernah menjadi Presiden tetapi kalah di pilpres 2004 dan 2009 untuk memenangkan pilpres 2014. Pasangan Pro – Mr. Y dapat memenangkan putaran kedua ini, asalkan Prabowo tepat memilih Mr. Y yang memiliki integritas, kompetensi, spiritualitas dan kharisma.
-6Juga peluang masih 50 : 50 bagi JK – Jkw dan Pro – Mr. YY untuk memenangkan pilpres 2014 putaran kedua. Kemenangan salah satu pasangan ditentukan oleh kepiawaian pasangan tersebut bersama tim suksesnya melaksanakan strategi pemenangan pilpres. Pasangan JK – Jkw diprediksi dapat menang di Indonesia Tengah dan Timur karena JK berasal dari Sulawesi Selatan. Sangat mengharukan jika pasangan JK – Jkw akhirnya memenangkan pilpres 2014. Jika akhirnya Mega tidak ada pilihan lain selain menuruti kemauan massa PDIP agar Jokowi menjadi capres, maka Mega harus menentukan cawapres yang tepat. Disini Wakil Presiden adalah orang yang dapat menutupi kerugian-kerugian Jokowi sebagai Presiden, yakni orang yang memiliki wawasan dan pergaulan di tingkat nasional, regional, dan internasional yang baik. Orang ini bisa tokoh partai, tokoh nasional atau dari kalangan profesional. Kontroversi Prabowo Prabowo sering dituduh di media massa sebagai orang yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat sewaktu dia masih aktif sebagai perwira militer. Beberapa tentara dibawah komandonya dituduh menculik beberapa aktivis yang kritis terhadap pemerintahan Soeharto menjelang turunnya Soeharto sebagai Presiden pada 21 Mei 1998. Prabowo dapat menjelaskan dengan baik mengenai peristiwa tersebut kepada media massa. Mereka yang diculik tidak mengalami penyiksaan dan dibunuh seperti yang dituduhkan banyak orang. Bahkan Fadli Zon yang waktu itu juga diculik, dikemudian hari menjadi salah satu Ketua Gerindra, partai yang didirikan Prabowo. Beberapa orang yang pernah diculik juga menjadi pengurus di partai-partai lainnya dan ada yang berwiraswasta. Tuduhan terakhir terhadap Prabowo dimuat di harian The Jakarta Post tanggal 20 Desember 2013. Dia dituduh melakukan pembantaian terhadap penduduk suatu desa di bekas Timor Timur pada tanggal 8 Agustus 1983. Prabowo sudah menjelaskan sekaligus membantah di harian yang sama tanggal 27 Desember 2013 bahwa berita tersebut bohong karena tidak ada faktanya. Tidak ada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memonitor kegiatan militer dapat memberikan kesaksian dan bukti atas keterlibatan Prabowo pada peristiwa ini. Pilihlah! Indonesia masih ”dijajah” kekuatan-kekuatan Barat. Jika presiden terpilih bukan Jokowi maka Rupiah tetap loyo di Rp 12.000 / US$, sulit mencapai kembali Rp 9.300 / US$ seperti di triwulan III 2013. Juga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) stagnan di 4.300, sulit menembus kembali 5.000 seperti di Desember 2012. Oleh karena itu, Presiden baru haruslah orang yang berani melakukan perubahan dan memimpin Indonesia menjadi negara yang mandiri dan disegani agar Indonesia tidak didikte lagi oleh negara-negara asing. Yang paling efisien bagi bangsa adalah terpilihnya Presiden baru dalam 1 putaran. Ini dapat menghemat biaya penyelenggaraan pilpres yang mencapai trilyunan rupiah. Oleh karena itu para elit partai diminta memperlihatkan sikap kenegarawanannya dalam mengajukan capres dan cawapresnya. Sikap kenegarawanan ini ditunjukkan dengan berdiri di atas semua partai dan golongan dengan melakukan hal-hal yang terbaik demi kebaikan bangsanya, bukan demi kebaikan partai atau golongannya. Apakah akhirnya PDIP memenangkan pileg dan Jokowi terpilih menjadi Presiden atau Wakil Presiden? Jawabannya akan kita ketahui usai mencoblos nanti. Pilihlah dengan cerdas, bukan dengan emosi. Selamat mencoblos pada 9 April dan 9 Juli 2014. Dipilih dipilih dipiliiih... Jakarta, 6 Maret 2014 *) Setyobudi Tariadi Pemerhati sosial dan politik Opini pribadi, tidak mewakili institusi apapun.