“Untuk semua cinta……Untuk semua cita-cita…… Untuk semua kasih sayang…… Dari kedua orangtuaku yang begitu luar biasa.”
GELOMBANG SOLITER INTERNAL PADA ALIRAN TUNAK (Studi kasus pada fluida dua lapisan)
Oleh: SAIDAH G54101040
PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN SAIDAH. Gelombang soliter internal pada aliran tunak (Studi kasus pada fluida dua lapisan). Dibimbing oleh JAHARUDDIN dan SISWANDI. Gelombang internal adalah suatu gelombang yang terjadi di bawah permukaan laut. Karena gelombang ini terjadi di bawah laut, maka gelombang ini tidak terlihat secara kasat mata, tetapi dapat terdeteksi keberadaannya berdasarkan pola tertentu di permukaan. Salah satu gelombang internal yang memiliki peranan penting dalam aplikasi adalah gelombang soliter internal. Gelombang soliter ini bergerak tanpa mengalami perubahan bentuk dan kecepatan serta sering muncul pada waktu dan tempat yang sama. Keuntungan mengetahui perilaku gelombang soliter ini diantaranya dalam bidang perminyakan adalah pada pembangunan tiang penyangga anjungan minyak yang harus memperhitungkan kekuatan gelombang soliter tersebut. Tulisan ini membahas pendekatan matematis (yang berupa suatu formulasi Lagrange) dari gelombang soliter internal. Untuk membatasi masalah, fluida yang ditinjau adalah fluida ideal dan memiliki aliran yang tunak. Hasil yang diperoleh adalah berupa persamaan KdV yang merupakan persamaan gerak gelombang internal. Salah satu penyelesaian persamaan KdV yang ditinjau adalah berupa gelombang soliter. Untuk lebih jelasnya diberikan detail contoh kasus berupa fluida dua lapisan. Fluida dua lapisan adalah fluida yang terdiri dari dua lapisan yang masing-masing memiliki rapat massa yang konstan.
GELOMBANG SOLITER INTERNAL PADA ALIRAN TUNAK (Studi kasus pada fluida dua lapisan)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Oleh: SAIDAH G54101040
PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul : Gelombang Soliter Internal pada Aliran Tunak (Studi kasus pada fluida dua lapisan) Nama : Saidah NRP : G54101040
Menyetujui : Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Jaharuddin, MS. NIP 132045530
Drs. Siswandi, MS. NIP 131957320
Mengetahui : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS. NIP 131473999
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tembilahan pada tanggal 28 Februari 1983 yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan H. Irham Said dan Hj. Nurasiah. Pada tahun 1989 penulis memulai pendidikan formalnya di SD Inpres 16 Tekulai Hulu, dengan alasan mengikuti orang tua penulis melanjutkan tahun kedua pendidikan dasarnya di SD Negeri 008 Tembilahan (1990-1995). Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke SLTP Negeri 2 Tembilahan (1995-1998) dan diteruskan ke SMU Negeri 1 Depok (1998-2001). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN pada program studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama kuliah penulis pernah aktif dalam kepengurusan GUMATIKA selama dua periode (2001/2002 dan 2002/2003) dan beberapa kali masuk kedalam kepanitiaan di BEM FMIPA IPB.
PRAKATA Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan atas limpahan nikmat yang tiada hentinya, serta rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yaitu : 1. Kepada Bapak Dr. Jaharuddin, MS. selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Siswandi, MS. selaku pembimbing II, yang telah memberikan nasehat, arahan, serta bimbingannya. 2. Untuk kedua orang tua yang tak henti-hentinya memberikan dukungan moral dan spritual dalam menyelesaikan skripsi ini. Aji dan Mamak adalah orang tua yang luar biasa bagi penulis. 3. Untuk kakak dan adik penulis, Dina dan Ari, walaupun dari kejauhan masih sempat memberikan perhatian dan kasih sayang yang berharga bagi penulis. Untuk paman penulis, Haris karena bisa menjadi seorang kakak laki-laki bagi penulis, serta seluruh keluarga besar H. Said Lailuk (alm) dan H. M. Nur (alm), khususnya keponakan tercinta Tsabita. 4. Untuk Retta sahabat masa sekolah yang masih setia berbagi kisah, cerita, tawa, dan air mata. Semoga persahabatan ini takkan memudar ditelan waktu. 5. Untuk teman-teman Math’38 yang telah melukis hari-hari penulis dengan berbagai warna empat tahun terakhir terutama Nia, Eva, Niken, Feidy, Nanik, Senny, Endah, Hawa, Yana, Linda, Wulan, Siti, serta Agam. Terima kasih pula pada Hasif, Azhari dan Niken atas kesediaannya menjadi pembahas, serta Devi yang berjuang bersama penulis. 6. Untuk seluruh dosen Matematika IPB yang telah mendidik, membimbing serta menurunkan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis. 7. Untuk seluruh staf TU, Bu Ade, Mas Yono, Mas Bono, Mas Deni, Bu Marissi, Mas Juanda, Mbak Yanti serta Bu Sam, yang telah banyak membantu penulis dari Tingkat I hingga sekarang, khususnya buat Bu Susi atas dorongan dan nasehat-nasehat berarti sebelum dan selama proses tugas akhir ini. 8. Untuk seluruh kakak angkatan 37, 36, dan 35 yang telah bersedia membagi pengalaman berharga baik dalam bidang akademik maupun perjalanan hidup, terutama Mbak Ida’37. Serta adik angkatan 39 dan 40 untuk kebersamaannya. 9. Untuk semua teman-teman masa TPB, khusunya Eka (Kimia 38) dan Adisti (Biologi 38). 10. Untuk teman-teman di SAFA khususnya Kak Siti (Terima kasih karena selalu ada untuk penulis), Braja (Terima kasih untuk anti virus dan printer-printernya), Reli, Ami, Daffy, Joey, Mami Ati, Kang Syarief, Mbak Endar, Mbak Rani, Mbak Tina, Ning, Oki, Nidia, Wita, Novi, Iwa, Bill, Helmi, bersama kalian ada beban yang hilang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan berguna bagi mereka yang membacanya. Amin. Akhir kata, Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Bogor, Februari 2006
Saidah
DAFTAR ISI DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………....vii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………………..viii DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………………...viii PENDAHULUAN………………………………………..………..………………………………..1 Latar Belakang……………………………….……...…………………………………….1 Tujuan……………………………………………………………………………………...1 Sistematika Penulisan……………………………………………………………………...1 LANDASAN TEORI………………..………………………………………………………………2 Persamaan Dasar Fluida……………………………………………….....……..........……2 Syarat Batas……………………………………………………………………...………...3 Metode Asimtotik………………………………………………………………………….4 PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………….6 Model dan Asumsi………………………………………………………………………...6 Formulasi Langrange…………………………………………………………………...…7 Persamaan Gerak Gelombang Internal…………………………………………………….8 Solusi Gelombang Soliter ……………………………………………………………….9 Contoh Kasus Fluida dua Lapisan… .……..……..……………..………......……..............9 SIMPULAN ………………..…….……………………....…………………………..…..…..........12 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………..12
DAFTAR GAMBAR Laju perubahan massa …………………………………………………………......................….... 2 Komponen x dari elemen luas yang ditinjau……….………………………………........................ 3 Komponen z dari elemen luas yang ditinjau…………………………………………..................... 3 Hasil solusi persamaan…………………………………………………………….......................... 5 Garis-garis arus mode internal dengan d=0.1……………...………………………........................11 Garis-garis arus mode permukaan….……………………………………………...........................11 Garis-garis arus mode internal dengan d=0.6…..….......……….…..….…………..........................11 ...
DAFTAR LAMPIRAN A......……………………………………………………………………………................…........ 13 B.………....…………………………………………………………………………….................. 14 C………………….…………………………………………………………………….................. 17 D ………………………...…..........……………………………………….................................... 20 ...
PENDAHULUAN Latar Belakang Fluida merupakan zat yang dapat mengalir dan memberikan sedikit hambatan terhadap perubahan bentuk ketika ditekan. Zat yang termasuk fluida adalah zat cair dan gas. Pada penulisan ini, jenis fluida yang dibahas adalah fluida mengalir. Fluida disebut mengalir jika fluida itu bergerak terus terhadap sekitarnya. Jika fluida yang mengalir tidak mengalami perubahan volume atau massa jenis ketika ditekan, maka aliran fluida dikatakan tak termampatkan (incompressible). Sedangkan, jika aliran dimana tegangan geser diabaikan, maka aliran disebut tak kental (inviscid). Fluida yang memiliki sifat tak termampatkan, dan tak kental disebut fluida ideal. Jika kecepatan partikel yang diberikan konstan terhadap waktu, maka aliran fluida dikatakan tunak. Tulisan ini hanya meninjau fluifa ideal yang tak berotasi (irrotasional) dan memiliki aliran yang tunak (steady). Salah satu fenomena yang terjadi pada fluida adalah gelombang. Gelombang terjadi karena adanya perbedaan rapat massa pada batas antara dua fluida. Seperti gelombang yang terdapat di permukaan air, gelombang tersebut terjadi karena perbedaan rapat massa air dan udara. Selain gelombang permukaan (surface wave), terdapat juga gelombang yang terjadi di bawah permukaan. Gelombang ini yang disebut gelombang internal. Gelombang internal juga dapat ditemui di atmosfir [Christie, 1992]. Salah satu jenis gelombang yang unik adalah gelombang yang hanya memiliki satu puncak, disebut gelombang soliter. Gelombang soliter internal dapat menjadi masalah bagi lingkungan, seperti robohnya tiang penyangga bangunan yang dibangun di laut, atau naiknya polutan dari dasar laut ke permukaan. Masalah-masalah ini memotivasi para peneliti untuk lebih mengenali karakteristik dan kekuatan gelombang tersebut. Motivasi tersebut juga melahirkan penulisan karya ilmiah ini. Suatu penelitian mengenai gelombang internal dalam fluida ideal dengan rapat massa yang tidak konstan dilakukan oleh Long [Long, 1953], yaitu dengan meninjau aliran yang berbentuk tunak, dan persamaan gerak yang diperoleh dinyatakan dalam fungsi arus. Persamaan ini selanjutnya disebut persamaan Long. Dari penelitian Tung [Tung et al.,
1982], persamaan Long digunakan untuk memeriksa keberadaan suatu gelombang soliter. Sementara Grimshaw [Grimshaw, 1997], menyatakan bahwa untuk gelombang soliter dengan simpangan kecil, persamaan Long dapat disederhanakan menjadi bentuk tunak dari persamaan Korteweg-de Vries (KdV). Dalam tulisan ini, akan dimulai dengan menurunkan suatu persamaan dasar fluida ideal. Persamaan dasar fluida ideal tersebut diturunkan dari prinsip kekekalan massa dan kekekalan momentum. Kemudian, persamaan dasar yang didapat, disederhanakan dengan menggunakan asumsi bahwa fluida yang ditinjau memiliki aliran yang tunak. Formulasi berdasarkan asumsi aliran tunak akan menggunakan suatu formulasi Lagrange, kemudian dengan metode asimtotik memberikan persamaan gerak gelombang internal. Selanjutnya, penyelesaian persamaan gerak akan dimisalkan berupa gelombang soliter. Studi kasus pada fluida dua lapisan akan diberikan sebagai contoh. Fluida dua lapisan adalah fluida yang terdiri atas dua lapisan yang masing-masing memiliki rapat massa yang konstan. Tujuan Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, tujuan penulisan ini adalah menyederhanakan persamaan Long menjadi bentuk tunak persamaan KdV dengan metode asimtotik, mencari solusi gelombang soliter dari persamaan KdV serta penerapan solusi gelombang soliter pada fluida dua lapisan dari gelombang soliter yang dipenuhi. Sistematika Penulisan Secara umum, tulisan ini terdiri atas empat bab. Bab Pendahuluan memaparkan latar belakang permasalahan dan tujuan penulisan. Bab Landasan Teori memberikan teori-teori yang menunjang pembahasan masalah, seperti persamaan dasar fluida, syarat batas, serta konsep dasar metode asimtotik. Bab Pembahasan menjelaskan penurunan persamaan gerak gelombang internal dengan formulasi Lagrange dengan studi kasus pada fluida dua lapisan. Sedangkan Bab Simpulan berisi kesimpulan pokok dari keseluruhan penulisan.
LANDASAN TEORI Teori-teori yang digunakan pada Bab Landasan Teori ini, disarikan dari buku [Streeter, 1948], [Jaharuddin, 2004] dan [Hinch, 1992]. Pada bagian pertama akan dibahas penurunan persamaan dasar fluida ideal. Persamaan ini banyak digunakan dalam penurunan persamaan gerak gelombang internal. Dalam proses penurunan persamaan gerak gelombang internal akan digunakan suatu metode yang disebut metode asimtotik. Pembahasan mengenai metode asimtotik diberikan pada bagian kedua bab ini. Persamaan Dasar Fluida Dalam menurunkan persamaan dasar fluida diperlukan hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum. Hukum kekekalan massa pada suatu sistem dinyatakan secara sederhana sebagai laju perubahan massa dalam elemen luas sama dengan selisih antara massa yang masuk dengan massa yang keluar pada elemen luas tersebut. Misalkan rapat massa fluida dinotasikan dengan ρ, kecepatan horizontal partikel u dan kecepatan vertikal partikel w. Karena sistem fisis yang di tinjau berupa elemen luas yaitu dua dimensi, maka ρ , u dan w masing-masing bergantung pada koordinat elemen luas x dan z , serta waktu t.
z
ρw z+∆z
z + ∆z
ρu x+∆x
ρu x
z
∆z ∆x
x ρw x + ∆x z
x
Gambar 1. Laju perubahan massa Jika ρu x ∆z dan ρw z ∆x masing-masing menyatakan massa yang masuk ke arah horizontal dan vertikal, ρu x + ∆x ∆z dan
ρw z + ∆z ∆x
masing-masing
menyatakan
massa yang keluar pada arah horizontal dan vertikal, maka laju perubahan massa pada elemen luas yang disajikan dalam Gambar 1
berdasarkan prinsip kekekalan massa dapat ditulis ∂ρ ∆x∆z = ρu x ∆z + ρw z ∆x − ρu x + ∆x ∆z ∂t − ρw z + ∆z ∆x, atau ∆x∆z
(
∂ρ = ∆z ρu x − ρu x + ∆x ∂t
(
)
)
(1)
+ ∆x ρw z − ρw z + ∆z . Jika kedua ruas persamaan (1) dibagi dengan ∆x∆z , diperoleh ρu x − ρu x + ∆x ∂ρ = ∆x ∂t (2) ρw z − ρw z + ∆z . + ∆z ∆x → 0 dan ∆z → 0 , maka Untuk persamaan menjadi ∂ρ ∂(ρu ) ∂(ρw) (3) =− − . ∂t ∂x ∂z
(
)
(
)
Selanjutnya, jika dinotasikan ⎛ ∂ ∂ ⎞ ∇=⎜ , ⎟ ⎝ ∂x ∂z ⎠ r dan q = (u, w) , serta notasi turunan total terhadap waktu seperti berikut ∂ ∂ D ∂ = +u + w , ∂x Dt ∂t ∂z maka persamaan (3) dapat dinyatakan dalam bentuk vektor r Dρ = − ρ (∇ • q ) . (4) Dt Karena fluida ideal, berarti tak termampatkan, maka Dρ = 0, (5) Dt sehingga dari persamaan (4) memberikan r ∇ • q = 0. (6)
Persamaan (5) dan (6) masing –masing dapat ditulis ρ + uρ x + wρ z = 0, (7) u x + wz = 0. Persamaan (7) disebut persamaan kontinuitas fluida yang tak termampatkan. Selanjutnya, hukum kekekalan momentum dinyatakan sebagai laju perubahan momentum sama dengan selisih dari momentum yang
z
z
ρw∆xu z + ∆z
z + ∆z
z + ∆z ρu∆zu x
∆z
z
ρu∆zu x+ ∆x
∆x
x
x
x + ∆x
masuk dengan momentum yang keluar ditambah gaya-gaya yang bekerja pada elemen luas yang ditinjau. Untuk menyatakan hukum kekekalan momentum tersebut secara matematis, pandang elemen luas dalam dua komponen, yaitu komponen-x dan komponen-z yang masing-masing diillustrasikan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Perubahan rata-rata momentum pada arah x adalah ∂ (ρu ) ∆x∆z = ∆z ρuu x − ρuu x + ∆x + ∂t ∆x ρwu z − ρwu z + ∆z + (8)
(
∆z (P x − P
)
x + ∆x
),
)
sedangkan perubahan rata-rata momentum pada arah z adalah ∂ (ρw) ∆x∆z = ∆z ρuw x − ρuw x + ∆x + ∂t ∆x ρww z − ρww z + ∆z + (9)
(
)
(
∆x(P z − P
)
z + ∆z
) + ρg∆x∆z.
Bentuk ⎛ ∂ρu ⎞ ∆x∆z ⎜ ⎟ ⎝ ∂t ⎠ adalah laju perubahan momentum dalam elemen luas pada komponen-x, dan bentuk ⎛ ∂ρw ⎞ ∆x∆z ⎜ ⎟ ⎝ ∂t ⎠ adalah perubahan momentum elemen luas pada komponen-z. Karena fluida ideal, berarti fluida tak kental, maka tegangan geser diabaikan. Jadi bentuk ∆z (P x − P x + ∆x ) pada
persamaan (8) menyatakan jumlah gaya yang bekerja pada komponen-x, sedangkan bentuk ∆x P z − P z + ∆z + ρg∆x∆z pada persamaan
)
∆z
z
∆x
x + ∆x
ρu∆zw x + ∆x
x
ρw∆xw z
Gambar 2. Komponen x dari elemen luas yang ditinjau
(
ρu∆zw x
x
ρw∆xu z
(
ρw∆xw z + ∆z
Gambar 3. Komponen z dari elemen luas yang ditinjau
(9) menyatakan jumlah gaya yang bekerja pada komponen-z. Untuk menyederhanakan persamaan (8) dan (9), kedua ruas dari persamaan tersebut dibagi oleh ∆x∆z dan untuk ∆x → 0, ∆z → 0 diperoleh ∂ (ρu ) ∂ (ρwu ) ∂ (ρwu ) ∂P , =− − − ∂t ∂x ∂z ∂x (10) ∂ (ρw) ∂ (ρuw) ∂ (ρww) ∂P =− − − + ρg , ∂x ∂z ∂x ∂t (11) masing-masing pada komponen x dan z . Dengan menggunakan persamaan kontinuitas untuk fluida tak termampatkan, persamaan (10) dan (11) menjadi Du ∂P ρ , =− Dt ∂x (12) Dw ∂P ρ + ρg , =− Dt ∂z atau dapat juga ditulis ρ (ut + uu x + wu z ) + Px = 0, (13) ρ (wt + uwx + wwz ) + Pz + ρg = 0. Persamaan (13) sering disebut sebagai persamaan momentum (persamaan Euler). Dengan demikian, dari persamaan (7) dan (13), persamaan dasar fluida ideal diberikan dalam sistem persamaan berikut: ρ t + uρ x + wρ z = 0, u x + wz = 0,
ρ (ut + uu x + wu z ) + Px = 0, ρ (wt + uwx + wwz ) + Pz + ρg = 0. Dua persamaan pertama adalah persamaan kontinuitas, sedangkan dua persamaan terakhir adalah persamaan Euler.
Syarat Batas Berikut ini akan dibahas syarat batas kinematik dan syarat batas dinamik. Syarat batas kinematik terjadi karena gerak partikel, sedangkan syarat batas dinamik terjadi karena adanya gaya-gaya yang bekerja pada fluida. Misalkan kurva yang membatasi air dan udara dengan persamaan z = η 0 (x, t ) . Bentuk implisit dari persamaan kurva dapat dinyatakan dengan S (x, z , t ) = η 0 (x, t ) − z = 0 , sehingga diperoleh DS = 0. (14) Dt Berdasarkan notasi turunan total, persamaan (14) menjadi di z = η 0 (x, t ).
η 0 t + uη 0 x − w = 0
(15)
Persamaan (15) disebut syarat batas kinematik pada permukaan fluida. Berikut ini akan diturunkan syarat batas dinamik. Dalam notasi vektor persamaan (13) ditulis r r Dq ρ = −∇p + ρg. (16) Dt Dengan menggunakan notasi turunan total diperoleh r r r r Dq = ∂ t q + (q.∇ )q. (17) Dt
Persamaan (17) dapat ditulis r r r r Dq = ∂ t q + (q × (∇ × q )) + ∇ Dt
( qr ). 2
1 2
Jika partikel fluida diasumsikan tak berotasi (∇ × qr = 0) , maka terdapat suatu fungsi skalar φ (x, z, t ) yang disebut kecepatan potensial r dan memenuhi q = ∇φ . Persamaan (17) menjadi r Dq = ∂ t (∇φ ) + ∇ 12 φ x 2 + φ z 2 . (18) Dt
((
))
Selanjutnya, substitusi persamaan (18) ke dalam persamaan (16), kemudian setelah diintegralkan terhadap koordinat ruang, diperoleh
(
)
φt + φ x + φ z + ρ + gz = C (t ) 1 2
2
2
P
(19)
dengan C (t ) fungsi sembarang dari t , sedangkan peubah z menyatakan ketinggian partikel yang diamati dari dasar. Persamaan (19) disebut sebagai persamaan Bernoulli. Karena C (t ) hanya fungsi dari t , maka dapat
digabung ke dalam fungsi φ . Untuk itu misalkan C (t ) = 0 dan tekanan udara konstan, maka persamaan (19) dapat ditulis
(
)
φt + 12 φ x 2 + φ z 2 + gη 0 = 0 di z = η 0 ( x, t ). (20) Persamaan (20) disebut syarat batas dinamik pada permukaan fluida. Metode Asimtotik Salah satu cara untuk menyelesaikan masalah nilai batas / MNA adalah dengan menggunakan Metode Asimtotik. Penyelesaian dengan metode ini dinyatakan dalam bentuk deret atau dalam bentuk uraian asimtotik. Misalkan f (t , x, α ) : R × R n × R → R n kontinu
terhadap t ∈ R dan x ∈ R n , dan α > 0 merupakan parameter kecil. Fungsi f mempunyai uraian terhadap parameter kecil α . Untuk kasus yang khusus, f mempunyai uraian Taylor terhadap α , yaitu f (t , x, α ) = f (t , x,0 ) + αf1 (t , x ) + α 2 f 2 (t , x ) + ... + α n f n (t , x )
dengan koefisien f 1 , f 2 ,... bergantung pada t dan x . Perhatikan masalah nilai awal berikut: &x& + 4αx& + 4 x = 0, , dengan syarat awal x(0) = 1 , x& (0) = 0 . Solusi eksak yang diperoleh adalah x(t ) = e − 2αt cos⎛⎜ 2 1 − α 2 t ⎞⎟ ⎝ ⎠ 1 e − 2αt sin ⎛⎜ 2 1 − α 2 t ⎞⎟ +α 2 ⎝ ⎠ 1−α
Akan dicari solusi masalah di atas dengan metode asimtotik. Misalkan solusi persamaan tersebut dalam bentuk uraian asimtotik: x(t ) = x0 (t ) + αx1 (t ) + α 2 x2 (t ) + ... Substitusikan pemisalan solusi di atas ke dalam persamaan differensial, koefisien untuk α 0 memberikan persamaan && x0 + 4 x0 = 0 ,
α1 memberikan sedangkan koefisien persamaan &x&1 + 4 x1 + 4 x& 0 = 0, dan seterusnya diperoleh &x&n + 4 xn + 4 x& n −1 = 0, n = 1, 2, .... Selanjutnya, dengan menggunakan syarat awal
x0 (0) = 1, x& 0 (0) = 0, xn (0) = 0, x& n (0) = 0, n = 1,2,..
tidak jauh berbeda sehingga dapat disimpulkan bahwa metode asimtotik dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah nilai awal.
diperoleh : x0 ( t ) = cos 2t x1 ( t ) = sin 2t − 2t cos 2t , Sehingga solusi MNA dengan asimtotik adalah
1
metode
x ( t ) = cos 2t + α ( sin 2t − 2t cos 2t ) .
-4
-2
2
4
-1
Solusi masalah nilai awal di atas baik secara eksak maupun dengan metode asimtotik diilustrasikan pada Gambar 4 dengan menggunakan α = 0.1 . Pada Gambar 4, terlihat bahwa solusi eksak dan solusi dengan metode asimtotik
-2
solusi eksak solusi asimtotik
Gambar 4. Perbandingan solusi MNA eksak dengan solusi MNA metode asimtotik
PEMBAHASAN Model dan Asumsi Tinjau persamaan dasar fluida ideal yang telah diperoleh pada bagian sebelumnya, seperti berikut:
ρ t + uρ x + wρ z = 0, u x + wz = 0,
ρ (u t + uu x + wu z ) + Px = 0, ρ (wt + uwx + wwz ) + Pz + ρg = 0.
(21)
Selanjutnya, gunakan asumsi aliran fluida yang tunak. Ilustrasi dari asumsi ini, dijelaskan dengan memisalkan suatu gelombang difoto, dan gelombang tersebut bergerak seakan-akan bingkai foto yang bergerak, sehingga kecepatan gelombang sama dengan kecepatan bingkai, gelombang tersebut akan terus bergerak misalkan ke arah kanan dengan kecepatan c, maka koordinat foto X dapat ditulis X = x − ct , sehingga ∂x = ∂X ,
Oleh karena itu, bentuk tunak dari persamaan (21a) dapat ditulis −cρ X + uρ X + wρ z = 0 , atau Uρ X + wρ z = 0
dengan U = u − c . Sementara dari persamaan (21b) diperoleh U X + wz = 0 .
Dengan cara yang sama, diperoleh bentuk tunak dari persamaan (21c) dan (21d). Untuk memudahkan penulisan, notasi U pada setiap persamaan ditulis dalam notasi u , seperti pada persamaan berikut uρ x + wρ z = 0,
ρ (uu x + wu z ) + Px = 0, ρ (uwx + wwz ) + Pz + ρg = 0.
maka persamaan (23) menjadi Dξ 1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 ⎛ 2 2 ⎞ + ⎜ ⎜ u + w ⎞⎟ ⎟ ⎝ ⎠⎠ Dt ρ ∂x ∂z ⎝ 2 −
1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 ⎛ 2 2 ⎞ g ∂ρ = 0, ⎜ ⎜ u + w ⎞⎟ ⎟ + ⎠ ⎠ ρ ∂x ρ ∂x ∂x ⎝ 2 ⎝ (24)
dengan D ∂ ∂ =u +w . Dt ∂x ∂z
Selanjutnya, definisikan fungsi arus ψ , yaitu fungsi yang memenuhi u = −ψ z ,
∂ t = −c∂ X .
u x + wz = 0,
∂ ρ (uu x + wu z ) ∂z (23) ∂ − ρ (uwx + ww z ) − gρ x = 0. ∂x Kemudian jika dimisalkan ξ = wx − u z ,
(22)
Persamaan (22) adalah persamaan dasar fluida ideal dengan aliran tunak. Persamaan ini akan disederhanakan menjadi persamaan Long. Untuk itu, turunkan persamaan (22c) terhadap z dan persamaan (22d) terhadap x , masing-masing diperoleh ∂ ρ (uu x + wu z ) + Pxz = 0, ∂z ∂ ρ (uwx + wwz ) + Pzx + gρ x = 0 . ∂x Eliminasi Pxz menghasilkan
dan
w =ψ x .
(25)
Berdasarkan persamaan (22a), diperoleh Dρ = 0, Dt sehingga ρ hanya bergantung pada ψ , misalkan ρ = ρ (ψ ) . Jika persamaan (25) disubstitusikan ke dalam persamaan (24) dan selanjutnya diintegralkan terhadap koordinat ruang, maka diperoleh ψ xx + ψ zz (26) 1 dρ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ + ⎜ ψ x + ψ z + gz ⎟ = G (ψ ), ρ dψ ⎝ 2 2 ⎠ (Penurunan persamaan (26) dapat dilihat pada Lampiran A) dengan G (ψ ) adalah konstanta integrasi yang dapat diperoleh berdasarkan kondisi upstream (x → ±∞ ) . Kondisi upstream adalah kondisi dimana jauh di kiri dan di kanan garis arus hampir berupa garis lurus. Jika kondisi upstream yang diberikan berbentuk ψ → cz dan ρ = ρ 0 ( z ) , maka 1 dρ ⎛ gψ 1 2 ⎞ (27) + c ⎟. ⎜ 2 ⎠ ρ dψ ⎝ c Dengan demikian persamaan (26) menjadi 1 dρ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ ψ xx + ψ zz + ⎜ ψ x + ψ z + gz ⎟ ρ dψ ⎝ 2 2 ⎠ 1 dρ ⎛ gψ 1 2 ⎞ = + c ⎟. ⎜ ρ dψ ⎝ c 2 ⎠ (28) G (ψ ) =
Persamaan (28) sering disebut persamaan Long. Dalam proses penurunan selanjutnya, diperkenalkan peubah tak berdimensi berikut
ψ′ =
ψ ch
x′ =
;
x h
z′ =
;
z . h
(29)
Berdasarkan peubah baru ini, persamaan (28) menjadi
ψ ′x′x′ + ψ ′z′z ′
(
)
1 dρ ⎛ 1 gh ⎞ 2 2 ⎜ ψ ′x′ + ψ ′z′ − 1 + 2 (z ′ −ψ ′)⎟ ρ dψ ′ ⎝ 2 c ⎠ = 0.
+
(30) Untuk memudahkan penulisan, maka tanda aksen akan dihilangkan. Karena kondisi upstream yang diberikan, maka persamaan (30) menjadi
ψ xx + ψ zz +
(
)
gh 1 dρ 0 ⎛ 1 ⎞ 2 2 ⎜ ψ x + ψ z − 1 + 2 ( z − ψ )⎟ ρ 0 dψ ⎝ 2 c ⎠ = 0.
(31) (Penurunan persamaan (31) dapat dilihat pada Lampiran A) Untuk memudahkan interpretasi dalam penurunan persamaan gerak gelombang internal, maka akan digunakan formulasi seperti berikut ini. Formulasi Lagrange Formulasi Lagrange diperoleh dengan memisalkan z = f ( x,ψ ) . Dengan menggunakan aturan rantai diperoleh
ψx = − ψz =
ψ xx =
1 ∂ ⎛⎜ 1 ⎞⎟ . fψ ∂ψ ⎜⎝ fψ ⎟⎠
+ ρ 0ψ gh(z −ψ ) = 0.
Khususnya f ( x, Z ) = Z + η ( x, Z )
(34)
dengan Z = ψ , persamaan (33) menjadi ⎛ η c 2 ρ 0 ⎜⎜ x ⎝ 1+ηZ
⎞ ⎟⎟ ⎠x
(
2 2 1 ⎛ ⎜ 2 η Z + 2 ηZ −η x + ⎜ c ρ0 (1 + η Z )2 ⎜ ⎝
) ⎞⎟
⎟ ⎟ ⎠Z
(35)
+ ρ 0 N 2η = 0. (Penurunan persamaan (32), (33) dan (35) dapat dilihat pada Lampiran B)
Persamaan (35) berlaku pada daerah 0 < Z < 1 , sedangkan untuk Z = 0 dan Z = 1 diperoleh dengan cara berikut. Untuk Z = 0 , diasumsikan dasar rata sehingga w = 0 , atau ψ x = 0 . Hal ini berakibat tidak terjadi gelombang di dasar permukaan (di Z=0). Jadi di Z=0, nilai η = 0 . Sedangkan untuk Z = 1 , syarat batas dinamiknya berbentuk 1 2
(ψ
x
2
)
+ ψ z 2 − c 2 + gz = 0, di z = η . (36)
(Penurunan persamaan (36) dapat dilihat pada Lampiran B) Kemudian, dengan menggunakan peubah pada persamaan (29) , persamaan (36) menjadi
)
η = −σc 2 12 ψ ′x′ 2 + ψ ′z′ 2 − 1 .
(37)
Untuk memudahkan penulisan, hilangkan tanda aksen pada persamaan (37).
1 , fψ ∂ ⎛⎜ f x ⎞⎟ f x ∂ − − ∂x ⎜⎝ fψ ⎟⎠ fψ ∂ψ
2 2 ⎛ ⎛ ⎛⎛ ⎞ ⎞ ⎞⎟ ⎜ ⎜ 1 ⎜ f ⎞ ⎛ 1 ⎞⎟ ⎟⎟ + ⎜ c 2 ρ0 ⎜ ⎜ ⎜ x ⎟ + ⎜ − 1⎟ ⎟ ⎟ (33) ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ f f 2 ⎟⎟⎟ ⎜ ⎜⎝ ψ ⎠ ⎝ ψ ⎠ ⎜ ⎠ ⎠ ⎠ψ ⎝ ⎝ ⎝
(
fx , fψ
ψ xx =
⎛ f ⎞ − c2 ⎜ x ⎟ ⎜ fψ ⎟ ⎝ ⎠x
⎛ fx ⎞ ⎜− ⎟, ⎜ fψ ⎟ ⎝ ⎠
(32)
Jika persamaan (32) disubstitusikan ke dalam persamaan (31), diperoleh
Selanjutnya, substitusikan persamaan (32) dan f pada persamaan (34) ke dalam persamaan (37), sehingga diperoleh
η = σ c2
(
η Z + 12 η Z 2 −η x 2
(1 + η Z )
2
).
(38)
Dengan demikian persamaan gerak gelombang internal pada fluida ideal untuk
aliran tunak dalam diberikan oleh ⎛ η ⎞ c 2 ρ 0 ⎜⎜ x ⎟⎟ ⎝ 1+ηZ ⎠ x
formulasi
(
2 2 1 ⎛ ⎜ 2 η Z + 2 η Z −η x + ⎜ c ρ0 (1 + η Z )2 ⎜ ⎝
+ ρ 0 N 2η = 0, dengan kondisi batas η=0
(
η + 1 η −η η =σ c Z 2 Z 2 x (1 +ηZ ) 2
2
, di
2
),
di
Lagrange
) ⎞⎟
⎟ ⎟ ⎠Z
(c
ρ 0η1Z
)
Z
+ ρ 0 N 2η1 = 0 , 0 < Z < 1
η1 = 0 ,
Z =0
(45)
σc0 η1Z − η1 = 0 , Z = 1. Kemudian, dengan menggunakan pemisahan peubah, yaitu η1 = A( X )φ ( Z ), (46) 2
Z=0
Z = 1.
persamaan (45) memberikan masalah nilai eigen untuk φ Z , yaitu
( )
(c0 ρ 0φ Z ) Z + ρ 0 N 2φ = 0, 0 < Z < 1 2
Persamaan Gerak Gelombang Internal Jika persamaan (39) diuraikan, maka diperoleh c 2 ρ 0η xx + c 2 ρ 0 Z η Z − 32 η Z 2
(
2 0
(39)
(40) Selanjutnya akan ditentukan solusi persamaan (39) dengan syarat batas pada persamaan (40) dengan menggunakan metode asimtotik.
φ = 0,
Z = 0 (47)
σ c0 2φ Z − φ = 0, Selanjutnya koefisien α
(c
2 0
ρ 0η 2 Z
)
+ c ρ 0 (η ZZ − η Zη ZZ ) + c ρ 0 2η Zη ZZ 2
Jika persamaan (43) dan (44) kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan (41) dan memberikan (40), maka koefisien α persamaan berikut
)
Z
2
Z = 1.
memberikan
+ ρ 0 N η 2 + F = 0, 2
0 < Z <1
η 2 = 0,
Z=0
σ c0 η 2 Z − η 2 + M = 0,
Z =1
2
2
+ ρ 0 N η + Q = 0. 2
(48) dengan F = c0 ρ 0η1 XX 2
(41)
+ 2c1c0 ρ 0 Zη1Z + 2c1c0 ρ 0η1ZZ
dengan
⎛ η η + η 2η + η η ⎞ 2 Q = − c ρ 0 ⎜ Z xx Z xx 2 x zx +... ⎟ ⎜ ⎟ (1 + η Z ) ⎝ ⎠ ⎛ 2η Z 3 + 3 η Z 4 − 1 η x 2 ⎞ 2 2 ⎟ + c 2 ρ0 Z ⎜ 2 ⎜ ⎟ + ( 1 η ) Z ⎝ ⎠ 2 3 ⎛ 7η Z η ZZ + 12η Z η ZZ + 8η Z 4η ZZ ⎞ ⎟ ⎜ 3 ⎟ ⎜ ( ) η 1 + Z − c 2 ρ0 ⎜ ⎟. 5 2 ⎜ 2η Z η ZZ + η x η ZZ ⎟ + ⎟⎟ ⎜⎜ (1 + η Z )3 ⎠ ⎝ (42) (Penurunan persamaan (41) dan (42) dapat dilihat pada Lampiran C) Selanjutnya, misalkan uraian asimtotik dari η dan c berbentuk
η = αη1 ( X , Z ) + α 2η 2 ( X , Z ) + ..., (43) c = c0 + α c1 + ..., (44) dengan α suatu parameter kecil yang menyatakan amplitudo gelombang dan
− 3 2 c0 2 ρ 0 Zη1Z 2 − 3c0 2 ρ 0η1Zη1ZZ
(49) dan M = 2σc0 c1η1Z − 3 2 σc0 2η1Z 2 .
(50) Jika η1 pada persamaan (46) disubtitusikan ke dalam persamaan (49) dan (50), maka diperoleh F = c0 ρ 0φAXX + (2c1c0 ρ 0φ Z )Z A 2
(
2 2 − 3 2 c0 ρ 0φ Z
)A
2
Z
(51) dan 2
2
M = 2σc0 c1φ Z A − 3 2 σc0 φ Z A . 2
(52)
Dengan demikian diperoleh dua masalah nilai eigen, yaitu untuk φ pada persamaan (47) dan untuk η 2 pada persamaan (48). (Penurunan persamaan (45), (48), (49), dan (50) dapat dilihat pada lampiran C).
1
X = α 2 x, yang menyatakan panjang gelombang yang ditinjau cukup panjang.
Masalah nilai batas pada persamaan (48) akan mempunyai penyelesaian jika memenuhi
kondisi terselesaikan (solvability condition) berikut
(
2 1 2 ∫0 FφdZ = c0 ρ 0 η φ Z − η 2 Z φ
)
Z =1
.
Z =0
(53)
[Jaharuddin,2001] Jika F pada persamaan (51) dan M pada persamaan (52) disubstitusikan ke dalam persamaan (53), lalu dilakukan integral parsial, maka diperoleh − c1 A +
1 2 µA + δAXX = 0, 2
(54)
dengan koefisien µ dan δ berbentuk
µ=
δ=
3∫01 ρ 0 c0 2φ Z 3 dZ 2 2 1 ∫0 ρ 0 c0 φ dZ
(55)
,
2 ∫01 ρ 0 c0φ Z 2 dZ
(56)
Persamaan (54) biasa disebut dengan persamaan KdV dalam bentuk tunak. Solusi Gelombang Soliter Berikut ini akan ditentukan solusi persamaan (54) dalam bentuk gelombang soliter. Untuk itu, kalikan setiap ruas pada persamaan (54) dengan AX , kemudian diintegralkan, sehingga diperoleh
c1 2 µ 3 δ 2 A + A + AX = G , 2 6 2
dengan G adalah konstanta integrasi. Jika diasumsikan penyelesaian berupa gelombang soliter (A dan seluruh turunannya nol di upstream), maka G = 0 . Sehingga persamaan di atas menjadi −
c1 2
2
A +
µ 6
3
A +
δ 2
AX
2
= 0.
(57)
Persamaan (57) dapat diselesaikan seperti berikut. Berdasarkan persamaan (57) diperoleh 1 AX = A c1 − 13 µA ,
δ
(
)
atau dA A c1 −
µ
=
dX
δ
atau ⎞ ⎛ c sec h 2 ⎜ 1 X ⎟. (58) ⎜ 4δ ⎟ µ ⎠ ⎝ Dengan demikian diperoleh solusi gelombang soliter bagi persamaan KdV (54) sebagai berikut A( X ) = a sech 2 (β X ), (59) A( X ) =
3c1
dengan .
2 ∫01 ρ 0 c0φ Z 2 dZ (Penurunan persamaan (54), (55) dan (56) dapat dilihat pada lampiran C)
−
⎛ µ ⎞⎟ X A = tanh −1 ⎜ 1 − . ⎜ 3c1 ⎟⎠ c1 δ ⎝ Sehingga c µ 1− A = − tanh 1 X , 3c1 4δ −2
.
A 3 Jika kedua ruas diintegralkan, diperoleh
µa . (60) 12δ Berdasarkan persamaan (60), diperoleh tiga parameter gelombang internal, yaitu a, β , dan c1 . Jika salah satu parameter diketahui, maka dua parameter lainnya dapat diketahui. c1 = 13 µa dan β 2 =
Secara singkat, jika data fisis berupa rapat massa dan kedalaman fluida diketahui, maka untuk memperoleh simpangan, panjang gelombang dan kecepatan phase gelombang internal dilakukan dengan langkah berikut. Langkah pertama menentukan fungsi eigen φ dan nilai eigen c berdasarkan persamaan (52). Langkah kedua adalah menghitung koefisien persamaan KdV yaitu µ dan δ berdasarkan persamaan (55) dan (56). Langkah ketiga, menentukan bentuk A( X ) dengan c1 dan β dari persamaan (60). Untuk lebih jelasnya, diberikan contoh kasus berikut ini. Contoh Kasus Fluida Dua Lapisan Tinjau suatu fluida dua lapisan. Fluida dua lapisan adalah suatu fluida yang terdiri dari dua lapisan yang masing-masing lapisan mempunyai rapat massa yang konstan. Gelombang internal muncul pada batas kedua lapisan tersebut. Gelombang ini biasa disebut gelombang interfacial. Aliran air dan minyak dalam pipa, serta aliran lumpur di suatu perairan adalah sedikit contoh dari gelombang interfacial. Misalkan rapat massa fluida dua lapisan yang akan dibahas diberikan dalam bentuk :
⎧ ρ1 ⎩ρ 2
dengan alasan yang sama, M pada mode permukaan berbentuk :
, jika d < Z ≤ 1
ρ0 (Z ) = ⎨
, jika 0 ≤ Z < d
M =
dan 2( ρ 2 − ρ1 ) , (61) σ= ρ 2 + ρ1 seperti diberikan dalam [Grimshaw, 1997]. Penyelesaian masalah nilai eigen (47), yaitu fungsi eigen φ (z ) berbentuk : Z −d ⎧ , jika d < Z ≤ 0 ⎪⎪1 − 2 φ (Z ) = M ⎨ 1 − d − σc0 ⎪Z , jika 0 ≤ Z < d. ⎪⎩ d (62) (Penurunan persamaan (62) dapat dilihat pada lampiran D)
Sedangkan nilai eigen c0 ditentukan sebagai berikut. Persamaan (47a) diintegralkan dari d − ξ ke d + ξ . Kemudian dibuat ξ → 0 , 2
untuk memperoleh persamaan c 0 berikut: 1 2
1 2
σ (1 + σ )c0 4 − (1 + σ )c0 2 + d (1 − d ) = 0. (63) (Penurunan persamaan (63) dapat dilihat pada lampiran D) Berdasarkan
persamaan
(63),
diperoleh 2
adanya dua penyelesaian untuk c 0 . Kedua penyelesaian untuk c 0
2
berkaitan dengan
gelombang internal (mode internal) dan gelombang pada permukaan bebas (mode permukaan).
Untuk
berbentuk − (2 + σ ) c0 2 = 2 − 2σ − σ 2
(
(2 + σ )
2
+
)
mode
( (
internal
)( )
c0
− 4 − 2σ − σ 2 − 2d + 2d 2 2 − 2σ − σ 2
2
).
(64) Sedangkan untuk mode permukaan, c 0 berbentuk − (2 + σ ) c0 2 = 2 − 2σ − σ 2
(
−
2
)
(2 + σ )2 − 4(− 2σ − σ 2 )(− 2d + 2d 2 )
(
2 − 2σ − σ 2
)
.
(65) Pada mode internal dipilih M=1, agar maksimum dari φ sama dengan satu. Lalu,
d − 1 + σ c0 2
σ c0 2
.
Kemudian, dengan menggunakan Software Mathematica 5, deret Taylor dari
c0
2
terhadap σ yang diberikan pada persamaan (64) dan (65) adalah
⎧
2
⎛1 2⎞ 2 ⎫ − d + d ⎟ + O (σ )⎬ ⎝2 ⎠ ⎭
c0 = d (1 − d ) ⎨1 − σ ⎜
⎩
(66) dan c0 = 2
{1 − σ d (1 − d ) + O(σ )}, σ 1
2
(67)
masing-masing untuk mode internal dan mode permukaan. Kecepatan fase gelombang internal dan gelombang permukaan yang diberikan masing-masing pada persamaan (66) dan (67) menggunakan asumsi σ yang cukup kecil atau dengan kata lain ρ 2 ≈ ρ1 . Untuk menginterpretasikan besaran-besaran yang diberikan di atas, maka berikut ini diberikan suatu contoh data, yaitu σ = 0.05 , a = 0.013 , d = 0.1 dan ρ 2 = 1.1ρ1 . Untuk mode internal, dari persamaan (66) diperoleh c0 = 0.296909. Selanjutnya, dengan memilih M=1, maka fungsi eigen φ berbentuk Z − 0.1 ⎧ ⎪1 − 0.895592 , jika 0.1 < Z ≤ 1 φ (Z ) = ⎨ Z ⎪ , jika 0 ≤ Z ≤ 0.1 ⎩ 0.1 (68) sedangkan koefisien persamaan KdV, yaitu µ dan δ masing-masing dihitung dari persamaan (55) dan (56), diperoleh
µ = 3.99536 dan δ = 0.00410504.
Selanjutnya, karena β 2 bernilai positif pilih a = 0.013, sehingga dari persamaan (60), diperoleh c1 = 0.0173132 dan β 2 = 1.05439.
Dengan demikian bentuk A( X ) pada mode internal diberikan oleh A( X ) = (0.013) sech 2 (1.02683 X ).
Karena garis-garis arus dinyatakan dengan A( X )φ (Z ) , maka simpangan maksimum gelombang akan tercapai di batas antara kedua fluida, yaitu pada saat φ (Z ) mencapai maksimum. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5. 1 Z
Selanjutnya, dengan memilih M=1, maka fungsi eigen φ berbentuk Z 1 0.8 0.6 0.4
0.8
0.2 (d )
0.6
βX Gambar 6. Garis-garis arus mode permukaan
0.4 0.2
βX Gambar 5. Garis-garis arus mode internal dengan d=0.1 Sementara diperoleh
untuk
mode
permukaan,
c0 = 4.46206,
Z − 0.6 ⎧ ⎪1 − 0.388156 , jika 0.6 < Z ≤ 1 φ (Z ) = ⎨ Z ⎪ , jika 0 ≤ Z ≤ 0.6 ⎩ 0.6
(75) sedangkan koefisien persamaan KdV, yaitu µ dan δ masing-masing dihitung dari persamaan (55) dan (56), diperoleh µ = -0.615539 dan δ = 0.0189439.
dan fungsi eigen φ berbentuk Z − 0.1 ⎧ ⎪ 0.09593 + 0.9955 , jika 0.1 < Z ≤ 1 φ (Z ) = ⎨ Z (0.0955) ⎪ , jika 0 ≤ Z ≤ 0.1 ⎩ 0.9955 (74) sedangkan koefisien persamaan KdV, µ dan δ masing-masing dihitung dari persamaan (55) dan (56), diperoleh
µ = 6.69301 dan δ = 0.733544.
Selanjutnya dari persamaan (60), diperoleh c1 = 0.029003 dan β 2 = 0.0994211.
Sehingga diperoleh bentuk A( X ) pada mode permukaan, yaitu A( X ) = (0.013) sech 2 (0.00988455 X ).
Karena garis-garis arus dinyatakan dengan A( X )φ (Z ) , maka simpangan maksimum gelombang akan tercapai di permukaan fluida, yaitu pada saat φ (Z ) mencapai maksimum. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Selanjutnya, karena β 2 bernilai positif pilih a = −0.013, sehingga dari persamaan (60), diperoleh c1 = 0.00266734 dan β 2 = 0.0352005.
Dengan demikian bentuk A( X ) pada mode internal diberikan oleh A( X ) = (− 0.013) sech 2 (0.187618 X ),
dengan kurva A( X )φ (Z ) diberikan pada Gambar 7. Pada Gambar 7, gelombang soliter di Z = 0.6 (yaitu pada batas kedua fluida) berupa depresi. Hal ini berbeda dengan bentuk gelombang soliter di batas kedua fluida pada kasus d = 0.1 yang berupa elevasi, seperti diberikan pada Gambar 5. Selain itu, dipermukaan gelombang relatif kecil dan berupa elevasi. Z 1 0.8
(d) 0.4
Selanjutnya, untuk mode internal dengan data yang sama namun dengan d atau ketebalan yang berbeda, akan dicari bentuk gelombang soliternya. Misalkan d = 0.6 diperoleh c0 = 0.486703.
0.2
βX Gambar 7. Garis-garis arus mode internal dengan d=0.6
SIMPULAN Persamaan dasar bagi gelombang internal diturunkan berdasarkan asumsi fluida ideal yang irrotational. Asumsi tunak memberikan suatu persamaan dalam fungsi arus yang disebut persamaan Long. Selanjutnya, gelombang dengan simpangan yang kecil, persamaan Long dalam peubah Langrange dapat disederhanakan menjadi persamaan KdV. Dalam proses penurunan persamaan KdV, metode asimtotik digunakan untuk mendapatkan persamaan gerak bagi gelombang internal pada fluida ideal yang irrotational. Hasilnya berupa dua masalah nilai eigen yang memberikan persamaan KdV berdasarkan kondisi terselesaikan dari kedua masalah nilai eigen tersebut. Penyelesaian persamaan KdV dalam bentuk gelombang
soliter menghasilkan tiga parameter gelombang internal, yaitu simpangan gelombang, panjang gelombang dan kecepatan phase gelombang. Jika salah satu parameter diketahui, maka dua parameter lainnya dapat diketahui. Dalam aplikasinya pada fluida dua lapisan, diperoleh bahwa simpangan terbesar dari gelombang soliter tercapai di batas antara kedua fluida, berbeda dengan mode permukaan yang mencapai simpangan terbesar pada permukaan. Untuk mode internal, jika lapisan atas lebih besar dari lapisan bawah gelombang berupa elevasi. Sebaliknya, gelombang berupa depresi, apabila ketebalan lapisan atas lebih kecil dari lapisan bawah.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3. 4.
5.
Christie, D.R. 1992. The Morning Glory of The Gulf of Carpentaria: a Paradigm for Non Linear Waves in The Lower Atmosphere. Aust.Meteor.Mag. 41, 21-60 Grimshaw, R. 1997. Internal Solitary Waves “Advances in Coastal and Ocean Engineering”, Ed. P.L.F. Liu World Scientific Pub. Company, 3, 1-30 Hinch, E.J, 1992. Perturbation Methods. Cambridge Univ. Press, Cambridge. Jaharuddin, 2004. Gelombang soliter di selat lombok dan simulasi numeric fenomena morning glory. PhD-Thesis. Bandung : ITB Jaharuddin, Pudjaprasetya, S.R, 2001. Gelombang Soliter Interfacial Pada
6.
7.
8. 9.
Aliran Tunak. MIHMI, Vol. 7, No.1, 3138. Long, R.R., 1953. Some Aspects of the Flow of Stratified Fluids, Tellus, 5, 4258. Pudjaprasetya, S.R, 1996. Evolution of Waves above Slightly Varying Bottom: a Variational Approach, Phd-Thesis, Univ. of Twente, The Netherlands. Streeter, V.L. 1948. Fluid Dynamics. McGrow-Hill Book Company, inc Tung, K.K., Chan, T.F., and Kubota, T., 1982. Large Amplitude Internal Waves of Permanent Form, Stud. In App. Math., 66, 1-44.
LAMPIRAN A Penurunan persamaan (26) Substitusikan persamaan ρ = ρ (ψ ) ke dalam persamaan (24), dengan u dan w pada persamaan (25), diperoleh D ξ 1 ∂ρ 1 2 ⎞ 1 ∂ρ 1 2 ⎞ g dρ ∂ ⎛1 ∂ ⎛1 2 2 ψx ψz ψ x = 0. + ⎜ ψx + ψz ⎟+ ⎜ ψx + ψz ⎟− Dt ρ ∂ψ 2 2 ∂x ⎝ 2 ∂z ⎝ 2 ⎠ ρ dψ ⎠ ρ ∂ψ ∂ ⎛ 1 dρ ⎞ ⎜ gz ⎟ = 0 , maka ∂x ⎜⎝ ρ dψ ⎟⎠ ⎞ 1 ∂ ⎞⎛ 1 ∂ ρ ∂ ⎞⎛ 1 ∂ ρ ⎛ 1 ∂ ∂ Dξ ⎛ 2 2 ⎞⎞ ⎛ −ψ z −ψ z + ⎜ψ x gz ⎟⎟ = 0 , ⎟⎜ ⎜ ψ z + ψ x ⎟ ⎟⎟ + ⎜ψ x ⎟⎜ ∂ x ⎠⎜⎝ ρ ∂ ψ ⎝ 2 2 ∂ x ⎠⎜⎝ ρ ∂ ψ ∂z ∂z Dt ⎝ ⎠⎠ ⎝ ⎠
Karena ψ z •
∂ ⎞⎛ 1 ∂ ρ ⎛ 1 ∂ Dξ ⎛ 1 ⎞⎞ 2 2 −ψ z + ⎜ψ x ⎟⎜⎜ ⎜ ψ z + ψ x + gz ⎟ ⎟⎟ = 0 . ∂ x ⎠⎝ ρ ∂ ψ ⎝ 2 ∂z Dt ⎝ 2 ⎠⎠ D ∂ ∂ Karena ξ = w x + u z dan = u + w , maka Dt ∂x ∂z
•
•
D (w x − u z ) + D Dt Dt
⎛ 1 ∂ρ ⎛ 1 2 1 ⎞⎞ 2 ⎜⎜ ⎜ ψ z + ψ x + gz ⎟ ⎟⎟ = 0 2 ⎠⎠ ⎝ ρ ∂ψ ⎝ 2
⎛ 1 ∂ρ ⎛ 1 2 1 2 ⎞⎞ ⎜⎜ψ xx + ψ zz ⎜ ψ z + ψ x + gz ⎟ ⎟⎟ = 0 . ρ ∂ψ ⎝ 2 2 ⎠⎠ ⎝ Setelah diintegralkan terhadap koordinat ruang, persamaan di atas menjadi •
D Dt
ψ xx +ψ zz
1 ∂ρ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ ⎜ ψ z + ψ x + gz ⎟ = G (ψ ) . 2 ρ ∂ψ ⎝ 2 ⎠
Penurunan persamaan (31) Berikut adalah persamaan (28) 1 dρ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ 1 dρ ⎛ gψ 1 2 ⎞ + c ⎟. ψ xx + ψ zz + ⎜ ψ x + ψ z + gz ⎟ = ⎜ 2 2 ⎠ ρ dψ ⎝ 2 ⎠ ρ dψ ⎝ c
Dengan menggunakan peubah tak berdimensi ψ ′ =
ψ ch
; x′ =
x h
; z′ =
z h
, ke dalam persamaan
(28) diperoleh 2 2 ⎞ 1 ⎛ ∂(ψ ′ch) ⎞ ∂ ∂(ψ ′ch ) 1 dρ ⎛⎜ 1 ⎛ ∂(ψ ′ch ) ⎞ ∂ ∂(ψ ′ch) ⎟⎟ + gz ′h ⎟ ⎟⎟ + ⎜⎜ ⎜⎜ + + ⎟ 2 ⎝ ∂ (z ′h ) ⎠ ∂(x′h ) ∂ (x′h ) ∂(z ′h ) ∂(z ′h ) ρ d (ψ ′ch ) ⎜ 2 ⎝ ∂(x′h ) ⎠ ⎠ ⎝ 1 dρ ⎛ gψ ′ch 1 2 ⎞ = + c ⎟ ⎜ ρ d (ψ ′ch ) ⎝ c 2 ⎠
dρ ⎛ gψ ′ch 1 2 ⎞ + c ⎟ , maka diperoleh ⎜ 2 ⎠ ρ d (ψ ′ch ) ⎝ c 1
jika setiap ruas dikurangi dengan
(
)
ch ⎛ 1 dρ ⎛ 1 gh ⎞⎞ 2 2 ⎜ψ ′ + ψ ′ ′ ′ + ⎜ ψ ′x ′ + ψ ′z ′ − 1 + 2 (z ′ −ψ ′)⎟ ⎟⎟ = 0 2 ⎜ x ′x ′ z z ρ dψ ′ ⎝ 2 h ⎝ c ⎠⎠ ch Karena 2 ≠ 0, maka h 1 dρ ⎛ 1 gh ⎞ 2 2 ψ ′x′x′ + ψ ′z′z ′ + ⎜ ψ ′x′ + ψ ′z′ − 1 + 2 (z ′ −ψ ′)⎟ = 0. ρ dψ ′ ⎝ 2 c ⎠
(
)
Setelah tanda aksen dihilangkan dan ρ = ρ 0 (ψ ) , persamaan di atas dapat ditulis
ψ xx + ψ zz +
(
)
1 dρ 0 ⎛ 1 gh ⎞ 2 2 ⎜ ψ x + ψ z − 1 + 2 (z −ψ )⎟ = 0. ρ 0 dψ ⎝ 2 c ⎠
LAMPIRAN B Penurunan persamaan (32) dan (33) Untuk mendapatkan persamaan (33), terlebih dahulu diturunkan persamaan (32). Misalkan z = f ( x,ψ ) , maka ¾
ψx =−
fx fψ
diperoleh dari dz ∂f ∂x ∂f ∂ψ = + atau 0 = f x + f ψψ x dx ∂x ∂x ∂ψ ∂x ¾
ψz =
1 fψ
diperoleh dari dz ∂f ∂x ∂f ∂ψ = + atau 1 = 0 + f ψψ z dz ∂x ∂z ∂ψ ∂z ¾
∂ ⎛⎜ f x ⎞⎟ f x ∂ ⎛⎜ − − − ∂x ⎜⎝ fψ ⎟⎠ fψ ∂ψ ⎜⎝ diperoleh dari ∂ ⎛ f ⎞ ∂x ∂ ψ xx = ⎜ − x ⎟ + ⎜ ⎟ ∂x ⎝ fψ ⎠ ∂x ∂ψ
ψ xx =
fx fψ
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
⎛ f x ⎞ ∂ψ ⎜− ⎟ ⎜ fψ ⎟ ∂x ⎝ ⎠
∂ ⎛⎜ f x ⎞⎟ ∂ ⎛⎜ f x ⎞⎟⎛⎜ f x ⎞⎟ − + − − ∂x ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ∂ψ ⎜⎝ fψ ⎟⎠⎜⎝ fψ ⎟⎠ 1 ∂ ⎛⎜ 1 ⎞⎟ ψ zz = fψ ∂ψ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ diperoleh dari ∂ ⎛ 1 ⎞ ∂x ∂ ⎛⎜ 1 ⎞⎟ ∂ψ ψ zz = ⎜ ⎟ + ∂x ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ∂z ∂ψ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ∂x =
¾
=
∂ ∂ ⎛⎜ 1 ⎞⎟ .0 + ∂x ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ∂ψ
⎛ 1 ⎞ ⎜ ⎟ψ ⎜ fψ ⎟ z ⎝ ⎠
⎛ 1 ⎞ 1 ⎜ ⎟ ⎜ fψ ⎟ fψ ⎝ ⎠ Jika keempat persamaan dari persamaan (32) disubstitusi ke dalam persamaan (31), diperoleh ⎛ ∂ ⎛ f ⎞ f ⎛ ⎞⎞ ⎛ ⎞⎞ ⎛ ⎜ ⎜ − x ⎟ − x ∂ ⎜ − f x ⎟⎟ + ⎜ 1 ∂ ⎜ 1 ⎟⎟ ⎜ ∂x ⎜ fψ ⎟ fψ ∂ψ ⎜ fψ ⎟ ⎟ ⎜ fψ ∂ψ ⎜ fψ ⎟ ⎟ ⎝ ⎠⎠ ⎠ ⎝ ⎠⎠ ⎝ ⎝ ⎝ 2 2 ⎞ ⎛ ⎛ ⎞ ⎟ 1 dρ 0 ⎜ 1 ⎜ ⎛⎜ f x ⎞⎟ ⎛⎜ 1 ⎞⎟ ⎟ gh 1 ( z ψ ) + − + − + − ⎟=0 ⎟ 2 ρ 0 dψ ⎜⎜ 2 ⎜⎜ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ⎟ c ⎟ ⎠ ⎠ ⎝ ⎝ =
∂ ∂ψ
2 2 2 2 ⎛ ⎛ ⎞⎞ ∂ ⎛⎜ f x ⎞⎟ 1 ∂ ⎛⎜ f x ⎞⎟ 1 ∂ ⎛⎜ 1 ⎞⎟ 1 dρ 0 ⎜ 1 ⎜ ⎛⎜ f x ⎞⎟ ⎛⎜ 1 ⎞⎟ ⎟⎟ − + + + − + − 1⎟ ⎟ ∂x ⎜⎝ fψ ⎟⎠ 2 ∂ψ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ρ 0 dψ ⎜⎜ 2 ⎜⎜ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ 2 ∂ψ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ⎟⎟ atau ⎠⎠ ⎝ ⎝ 1 dρ 0 gh ( z − ψ ) = 0. + ρ 0 dψ c 2
Kalikan semua ruas dengan ρ 0 , kemudian kurangkan ρ 0
∂ ⎛1⎞ ⎜ ⎟ pada ruas kiri, maka ∂ψ ⎝ 2 ⎠
2 2 2 ⎛ ⎛ ⎛ ⎛ ⎞⎞ ∂ ⎛⎜ f x ⎞⎟ ∂ ⎜ 1 ⎜ ⎛⎜ f x ⎞⎟ ⎛⎜ 1 ⎞⎟ ⎟ ⎟ dρ 0 ⎜ 1 ⎜ ⎛⎜ f x ⎞⎟ ⎛⎜ 1 − ρ0 + ρ0 + − 1⎟ ⎟ + + ⎜ ⎜ ⎜ − ∂x ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ∂ψ ⎜ 2 ⎜⎜ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ⎟ ⎟ dψ ⎜ 2 ⎜ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ⎜⎝ fψ ⎠⎠ ⎝ ⎝ ⎝ ⎝ dρ 0 gh ( z − ψ ) = 0. + dψ c 2 Jika kedua ruas dikalikan c2, maka 2 2 ⎛ ⎛ ⎛ ⎞ ⎞ ⎞⎟ ∂ ⎛⎜ f x ⎞⎟ 2 ⎜ ⎜ 1 ⎜ ⎛⎜ f x ⎞⎟ ⎛⎜ 1 ⎞⎟ ⎟⎟ 2 − c ρ0 + c ⎜ ρ0 ⎜ ⎜ + − 1⎟ ⎟ ⎟ + ρ 0ψ gh(z −ψ ) = 0. ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ∂x ⎝ fψ ⎠ ⎟⎟⎟ ⎜ ⎜ 2 ⎜⎝ ⎝ fψ ⎠ ⎝ fψ ⎠ ⎠ ⎠ ⎠ψ ⎝ ⎝
2 ⎞⎞ ⎞ ⎟ − 1⎟ ⎟⎟ ⎟ ⎟ ⎟⎟ ⎠ ⎠⎠
Penurunan persamaan (35) Dengan transformasi f ( x, Z ) = Z + η ( x, Z ) , persamaan (33) dapat ditulis 2 2 ⎛ ⎛ ⎞ ⎞ ⎞⎟ ∂ ⎛ f x ⎞ ⎜ 2 ⎜ 1 ⎛⎜ ⎛ f x ⎞ ⎛ 1 ⎞ ⎟⎟ − 1⎟ ⎟⎟ ⎟ + ρ 0ψ gh(z − Z ) = 0 ⎟⎟ + ⎜⎜ ⎟⎟ + ⎜ c ρ 0 ⎜ ⎜⎜ ⎜⎜ ⎟⎟⎟ ∂x ⎝ f Z ⎠ ⎜ ⎜ 2 ⎜⎝ fZ ⎠ ⎝ fZ ⎠ ⎠⎠⎠Z ⎝ ⎝ ⎝ Karena f x = η x dan f Z = 1 + η Z , maka persamaan di atas menjadi
− c 2 ρ0
∂ ⎛ η − c ρ 0 ⎜⎜ x ∂x ⎝ 1 + η Z 2
⎛ η atau − c 2 ρ0 ⎜⎜ x ⎝ 1 + ηZ
⎛ ⎞ ⎜ 2 ⎛⎜ 1 ⎛⎜ ⎛ η x ⎟⎟ + ⎜ c ρ 0 ⎜ ⎜⎜ ⎜ 2 ⎜⎝ 1+ηZ ⎠ ⎜ ⎝ ⎝ ⎝
2
⎞ ⎛ 1 ⎟⎟ + ⎜⎜ ⎠ ⎝ 1+ηZ
(
) ⎞⎟
(
)
2 2 ⎞ ⎛⎜ 2 η Z + 1 2 η Z − η x ⎟ − c ρ0 ⎟ ⎜⎜ (1 + ηZ )2 ⎠x ⎝
2 ⎞ ⎞ ⎞⎟ ⎞ ⎟⎟ − 1⎟ ⎟⎟ ⎟ + ρ 0 Z gh(Z + η − Z ) = 0 ⎟⎟⎟ ⎠ ⎠⎠⎠Z
⎟⎟ + ρ0 Z ghη = 0 ⎠Z
2 2 ⎞ 1 ⎛ ⎞ ⎜ 2 η Z + 2 η Z −η x ⎟ 2 ⎟⎟ − ⎜ c ρ 0 ⎟ − ρ0 N η = 0 (1 + η Z )2 ⎠x ⎜ ⎟ ⎝ ⎠Z 2 2 ⎛ η Z + 1 η Z − η x ⎞⎟ ⎛ η ⎞ ⎜ 2 2 atau c 2 ρ 0 ⎜⎜ x ⎟⎟ + ⎜ c 2 ρ 0 ⎟ + ρ0 N η = 0 2 + 1 η ( ) + 1 η Z ⎠x ⎜ ⎝ ⎟ Z ⎝ ⎠Z
⎛ η atau − c ρ 0 ⎜⎜ x ⎝ 1+ηZ 2
(
dengan N 2 = −
)
ρ0Z 1 dan σ = . σρ 0 gh
Penurunan persamaan (36) Dalam notasi vektor persamaan (22c) dan (22d) ditulis r r Dq ρ = −∇p + ρg. (36.1) Dt Dengan menggunakan notasi turunan total diperoleh r r r Dq = (q.∇ )q. (36.2) Dt Persamaan (36.2) dapat ditulis r r r r2 Dq = (q × (∇ × q )) + ∇ 12 q . Dt r Jika partikel fluida diasumsikan tak berotasi (∇ × q = 0 ) , maka terdapat suatu fungsi skalar r φ (x, z, t ) yang disebut kecepatan potensial, dan memenuhi q = ∇φ . Persamaan (36.2) menjadi r Dq = ∇ 12 φ x 2 + φ z 2 . (36.3) Dt
( )
((
))
Dengan substitusi persamaan (36.3) ke dalam persamaan (36.1), kemudian setelah diintegralkan terhadap koordinat ruang, diperoleh 1 2
(φ
x
2
)
+ φz 2 +
P
ρ
+ gz = C (t )
(36.4)
dengan C (t ) fungsi sembarang dari t , sedangkan peubah z menyatakan ketinggian partikel yang diamati dari dasar. Persamaan (19) disebut sebagai persamaan Bernoulli. Dari persamaan (25), persamaan (36e) dapat ditulis 1 2
(ψ
x
2
)
+ψ z 2 +
P
ρ
+ gz = C (t ).
(36.5)
Kerena kondisi upstream yang diberikan berbentuk ψ → cz , dan tekanan udara dianggap konstan, maka persamaan (36.5) dapat ditulis 1 2
(ψ
x
1 2
(ψ
x
atau
)
2
+ ψ z 2 + gz = 12 c 2 .
2
+ ψ z 2 − c 2 + gz = 0, di z = η
)
(36)
Persamaan (36) disebut syarat batas dinamik pada permukaan fluida.
LAMPIRAN C Penurunan persamaan (41) dan (42) Untuk memudahkan penyederhanaan, uraikan terlebih dahulu persamaan (35), seperti berikut 2 2 ⎞ 1 ⎛ ⎛ η x ⎞ ⎜ 2 η Z + 2 η Z −η x ⎟ 2 2 ⎟⎟ + ⎜ c ρ 0 c ρ 0 ⎜⎜ ⎟ + ρ0 N η = 0 2 + 1 η ( ) + 1 η Z ⎠x ⎜ ⎝ ⎟ Z ⎝ ⎠Z
(
* ¾
)
**
***
Uraian persamaan (35), bagian *) ⎛ η ⎞ c 2 ρ0 ⎜⎜ x ⎟⎟ = ⎝ 1 + ηZ ⎠ x
⎛ η η + η 2η + η η c 2 ρ 0η xx − c 2 ρ 0 ⎜ Z xx Z xx2 x zx ⎜ (1 + η Z ) ⎝ ¾ Uraian persamaan (35), bagian **) 2 2 ⎞ 1 ⎛ ⎜ 2 η Z + 2 η Z −η x ⎟ ⎜ c ρ0 ⎟ = (1 + η Z )2 ⎜ ⎟ ⎝ ⎠Z
(
c 2 ρ0 Z
(η
Z
)
(
+ 12 η Z 2 − η x 2
(1 + η Z )2
)) + c ρ 2
(η ZZ + η Zη ZZ − η xη xZ ) − c 2 ρ (η Z + 12 (η Z 2 − η x 2 ))2η ZZ 0 0 (1 + η Z )3 (1 + η Z )2
(i) kembali penguraian secara terpisah i.
c ρ0 Z 2
(η
Z
(
+ 12 η Z 2 − η x 2
(1 + η Z )
2
( ii )
( iii )
)) =
⎛ 2η Z 3 + 3 η Z 4 − 1 η x 2 2 2 c 2 ρ 0 Z η Z − 32 η Z 2 + c 2 ρ 0 Z ⎜ 2 ⎜ (1 + η Z ) ⎝ (η + η Zη ZZ − η xη xZ ) = c 2 ρ 0 ZZ (1 + η Z )2
(
ii.
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
)
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
⎛ η 2η + η Z 3η ZZ − η xη xZ c 2 ρ 0 (η ZZ − η Zη ZZ ) + c 2 ρ 0 ⎜ Z ZZ ⎜ (1 + η Z )2 ⎝
iii.
c 2 ρ0
(η
Z
(
))
+ 12 η Z 2 − η x 2 2η ZZ
(1 + η Z )
3
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
=
⎛ 7η 2η + 12η Z 3η ZZ + 8η Z 4η ZZ + 2η Z 5η ZZ + η x 2η ZZ c 2 ρ 0 2η Zη ZZ − c 2 ρ 0 ⎜ Z ZZ ⎜ (1 + η Z )3 ⎝ Dari (i), (ii), dan (iii) diperoleh ⎛ 2η Z 3 + 3 η Z 4 − 1 η x 2 ⎞ 2 2 ⎟ c 2 ρ 0 Z η Z − 32 η Z 2 + c 2 ρ 0 Z ⎜ 2 ⎜ ⎟ ( 1 η ) + Z ⎝ ⎠
(
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
)
⎛ η 2η + η Z 3η ZZ − η xη xZ ⎞ ⎟ + c 2 ρ 0 (η ZZ − η Zη ZZ ) + c 2 ρ 0 ⎜ Z ZZ ⎜ ⎟ (1 + η Z )2 ⎝ ⎠ 2 3 4 ⎛ 7η η + 12η Z η ZZ + 8η Z η ZZ + 2η Z 5η ZZ + η x 2η ZZ + c 2 ρ 0 2η Zη ZZ − c 2 ρ 0 ⎜ Z ZZ ⎜ (1 + η Z )3 ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
Berdasarkan uraian di atas, persamaan (35) menjadi ⎛ 2η 3 + 3 η Z 4 − 1 η x 2 ⎞ ⎛ η η + η 2η + η η ⎞ 2 2 ⎟ c 2 ρ 0η xx − c 2 ρ 0 ⎜ Z xx Z xx2 x zx ⎟ + c 2 ρ 0 Z η Z − 32 η Z 2 + c 2 ρ 0 Z ⎜ Z 2 ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ( ) + 1 η ( 1 η ) + Z Z ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
(
)
⎛ η 2η + η Z 3η ZZ − η xη xZ + c 2 ρ 0 (η ZZ − η Zη ZZ ) + c 2 ρ 0 ⎜ Z ZZ ⎜ (1 + η Z )2 ⎝ ⎛ 7η 2η + 12η Z 3η ZZ + 8η Z 4η ZZ + c 2 ρ 0 2η Zη ZZ − c 2 ρ 0 ⎜ Z ZZ ⎜ (1 + η Z )3 ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠ + 2η Z 5η ZZ + η x 2η ZZ ⎞⎟ + ρ 0 N 2η = 0. ⎟ ⎠
Penurunan persamaan (45), (48), (49) dan (50) Substitusi persamaan (43) dan (44) ke dalam persamaan (41), diperoleh
(c
2 0
) (
) (
) ((
) (
))
+ 2αc0 c1 + ... ρ 0 α 2η1 xx + ... + c0 2 + 2αc0 c1 + ... ρ 0 Z αη1Z + α 2η 2 Z + ... − 32 α 2η1Z 2 + ...
( − (c
) (( + 2αc c + ...)ρ (2(αη
) ( + ...)(αη
)( + ...)) + ... + ρ N (αη
))
+ c0 2 + 2αc0 c1 + ... ρ 0 αη1ZZ + α 2η 2 ZZ + ... − αη1Z + α 2η 2 Z + ... αη1ZZ + α 2η 2 ZZ + ...
0 0 1 0 1Z + α η 2 Z atau α c0 2 ρ 0 Zη1Z + c0 2 ρ 0η1ZZ + ρ 0 N 2η1 2
(
( (c
2
1 ZZ
+ α η 2 ZZ 2
)
+ α 2 c0 ρ 0η1 xx + c0 ρ 0 Zη1Z + 2c0 c1 ρ 0 Zη 2 Z − 32 c0 2 ρ 0 Zη1Z 2 +α
2
2
2 0
2
2
0
)
1
)
+ α η 2 + ... = 0 2
)
ρ 0η 2 ZZ − c0 ρ 0η1Zη1ZZ − 2c0 c1 ρ 0η1ZZ − 2c0 ρ 0η1Zη1ZZ + ρ 0 N 2η 2 + α 3 (...) + ... = 0 2
2
Koefisien α memenuhi persamaan (45) dan koefisien α 2 memenuhi persamaan (48) untuk daerah 0
αη1 + α 2η2 + ... = 0 •
η = σ c2
(
η Z + 12 η Z 2 − η x 2
(1 + ηZ )
)
di Z=1
2
⎛ ⎛ 2η Z 3 + η Z 4 + 1 η x 2 2 atau η = σc 2 ⎜ η Z − 32 η Z 2 + ⎜ 2 ⎜ ⎜ ( η ) 1 + Z ⎝ ⎝
(
)
(
αη1 + α 2η2 + ... = σ c0 2 + 2α c1c0 + ...
(
) (
) (((αη
⎞⎞ ⎟ ⎟, memberikan ⎟⎟ ⎠⎠
1Z
) (
)) )
+ α 2η 2 Z + ... - 32 α 2η1Z 2 + ... + ...
)
atau α σc0 η1Z − η1 + α 2 σc0 η 2 Z − 32 σc0 η1Z 2 + 2σc1c0η1Z − η 2 + ... = 0 2
2
2
Jadi, koefisien α yang memenuhi persamaan (45) dan koefisien α memenuhi persamaan (48) untuk daerah Z = 0 dan Z = 1 , sehingga persamaan (45) seutuhnya berbentuk 2
(c
2 0
ρ 0η1Z
)
Z
+ ρ 0 N 2η1 = 0 , 0 < Z < 1
η1 = 0 ,
Z =0
σc0 η1Z − η1 = 0 ,
Z =1
2
dan persamaan (53)
(c
2 0
ρ 0η 2 Z
)
Z
+ ρ 0 N η 2 + F = 0, 2
η 2 = 0,
Z=0
σ c0 η 2 Z − η 2 + M = 0,
Z =1
2
dengan
0 < Z <1
F = c0 ρ 0η1 XX + 2c1c0 ρ 0 Zη1Z + 2c1c0 ρ 0η1ZZ − 3 2 c0 2 ρ 0 Zη1Z 2 − 3c0 2 ρ 0η1Zη1ZZ M = 2σc0 c1η1Z − 3 2 σc0 2η1Z 2 . 2
Penurunan persamaan (54), (55) dan (56) Dari persamaan (53) 2 1 1 ∫0 Fφ dZ = ∫0 c0 ρ 0φAXX + (2c1c 0 ρ 0φ Z )Z A −
( = ∫ (c 1 0
2 0
)
3 2
ρ 0φ 2 AXX dZ + ∫01 (2c1c 0 ρ 0φ Z )Z
Selanjutnya,
( ∫ (
(( )c
2 1 ∫0 2c1c0 ρ 0φ
)
Z
Aφ dZ = 2c1c0 ρ 0φ Z φA
)
2 2 1 3 0 2 c0 ρ 0φ Z Z
) A )φ dZ Aφ dZ − ∫ (( )c ρ φ ) 2
0
ρ 0φ Z 2
2
Z
1 3 0 2
2
0
0 Z
2
Z
A 2φ dZ .
1 1 2 − ∫ 2c c ρ φ A dZ 0 0 1 0 0 Z
A 2φ dZ = 32 c0 2 ρ 0φ Z 2 φA 2 − ∫01 32 c0 2 ρ 0φ Z 3 A 2 dZ . 0 1
Sehingga 2 1 1 2 1 2 ∫0 Fφ dZ = ∫0 c0 ρ 0φ AXX dZ + 2c1c0 ρ 0φ Z A 0 − ∫0 2c1c0 ρ 0φ Z AdZ 1
−
1 3 c 2 ρ 0φ Z 2φA 2 + ∫01 32 c0 2 ρ 0φ Z 3 A 2 2 0 0
(53a) dZ .
Dari persamaan (53a) persamaan (53) menjadi 2 3 2 2 2 2 13 1 2 1 2 2 3 ∫0 c0 ρ 0φ AXX dZ + 2c1c0 ρ 0φ Z φA 0 − ∫0 2c1c0 ρ 0φ Z A dZ − 2 c0 ρ 0φ Z A 0 + ∫0 2 c0 ρ 0φ Z φA dZ 1
1
= c0 2 ρ 0 (η 2φ Z − η 2 Z φ )
1 0
atau 2 2 3 2 1 2 1 13 2 ∫0 c0 ρ 0φ AXX dZ − ∫0 2c1c0 ρ 0φ Z A dZ + ∫0 2 c0 ρ 0φ Z A dZ =
[
]
(
ρ 0φ − 2c1c0φ Z A − 32 c0 2φ Z 2 A 2 1 + ρ 0 c0 2η 2φ Z − c0 2η 2 Z φ 0
Jika M pada persamaan (52) dan φ ( Z ) pada persamaan (47) digunakan, maka 2 2 3 2 13 1 2 1 2 ∫0 c0 ρ 0φ AXX dZ − ∫0 2c1c0 ρ 0φ Z A dZ + ∫0 2 c0 ρ 0φ Z A dZ =
⎛ φ ⎞1 − ρ 0φ (M / σ ) Z =1 + ρ 0 ⎜η 2 − c0 2η 2 Z φ ⎟ . ⎝ σ ⎠0 Dari persamaan (48), persamaan di atas menjadi 2 3 2 2 13 1 1 2 2 ∫0 c0 ρ 0φ AXX dZ − ∫0 2c1c0 ρ 0φ Z A dZ + ∫0 2 c0 ρ 0φ Z A dZ =
− ρ 0φ (M / σ ) Z =1 + ρ 0φ (M / σ ) Z =1
atau 2 3 2 2 13 1 1 2 2 ∫0 c0 ρ 0φ AXX dZ − ∫0 2c1c0 ρ 0φ Z A dZ + ∫0 2 c0 ρ 0φ Z A dZ = 0.
Jika kedua ruas dibagi dengan ∫01 2c0 ρ 0φ Z 2 dZ , maka diperoleh 1 2 2 ∫0 c0 ρ 0φ dZ AXX 2 1 ∫0 2c0 ρ 0φ Z dZ
13 2 1 ∫0 2 c0 ρ 0φ Z dZ 2 ∫0 2c1c0 ρ 0φ Z dZ A − + A =0 2 2 1 1 ∫0 2c0 ρ 0φ Z dZ ∫0 2c0 ρ 0φ Z dZ
atau − c1 A +
1 2 µA + δAXX = 0, 2
dengan
µ=
3∫01 ρ 0 c0 2φ Z 3 dZ 2 ∫01 ρ 0 c0φ Z 2 dZ
δ=
2 2 1 ∫0 ρ 0 c0 φ dZ . 2 ∫01 ρ 0 c0φ Z 2 dZ
2
3
(53b)
)
1 . 0
LAMPIRAN D Penurunan persamaan (62) Dari persamaan (47) • ρ 0 ( Z ) = ρ1 , jika d < Z ≤ 1, sehingga solusi umum persamaan diferensial c0 2 ρ 0φ ZZ = 0
adalah
φ (Z ) = AZ + B
untuk Z = 1, diperoleh
(
)
A σ c0 − 1 = B. Sedangkan untuk Z = d adalah 2
(
)
(
)
φ (d ) = Ad + A σc0 2 − 1 Jadi •
φ (Z ) = AZ + A σc0 2 − 1 .
ρ0 (Z ) = ρ 2
, jika 0 < Z ≤ d , sehingga solusi umum persamaan diferensial c0 2 ρ 0φ ZZ = 0
adalah
•
φ (Z ) = CZ + D
untuk Z = 0, diperoleh D=0 Sedangkan untuk Z = d adalah φ (d ) = cd Jadi φ (Z ) = cZ . Karena φ (Z ) kontinu di Z = d , maka
(
)
Ad + A σc0 2 − 1 = cd
atau A=
cd
(d + σc
)
−1 Jika M = cd , maka φ (Z ) dapat ditulis 2
0
⎧Z ,0 < Z < d ⎪d ⎪ φ (Z ) = M ⎨ σc0 2 − 1 Z ⎪ ,1 < Z < d + ⎪⎩ d + σc0 2 − 1 d + σc0 2 − 1
(
)
atau Z −d ⎧ ⎪1 − 1 − d − σc 02 , jika d < Z ≤ 0 φ (Z ) = M ⎨ Z ⎪ , jika 0 ≤ Z < d ⎩d
Penurunan persamaan (63) Dari persamaan (47a), diperoleh 1 (c0 2 ρ 0φ Z ) Z = ρ 0 Z φ σ
Integralkan dari d − ξ ke d + ξ , dengan ξ > 0 diperoleh c0 2 ρ 0φ Z
d +ξ d −ξ
=
1
σ
1
d +ξ d +ξ ∫d −ξ ρ 0 Z φ = σ ρ 0φ d −ξ
atau − c0 2 ρ1M 1 − d − σc0 2
−
⎛ c0 2 ρ 2 M 1 d +ξ − d = ρ1M ⎜1 − 2 ⎜ d σ ⎝ 1 − d − σc0
⎞ 1 ⎟ − ρ 2 M ⎛⎜ d − ξ ⎞⎟ ⎟ σ ⎝ d ⎠ ⎠
−
⎛ c0 2 ρ 2 M 1 1 ξ = ρ1M − ρ1M ⎜ ⎜ 1 − d − σc 2 d σ σ 0 ⎝
atau − c0 2 ρ1M 1 − d − σc0
2
Untuk ξ → 0 maka − c0 2 ρ1M 1 − d − σc0 2
−
1
ρ1M = −
σ
1
σ
ρ2M +
⎞ 1 ⎟ − ρ 2 M − 1 ρ 2 Mξ ⎟ σ σ d ⎠
c0 2 ρ 2 M d
atau − c0 2 ρ1Md
(
d 1 − d − σc0 2
)
−
−
(
Karena d 1 − d − σc0
ρ1 Md − σ1 ρ1 Md 2 − ρ1Mc0 2 d
1
σ
2
(
d 1 − d − σc0 2 1
σ
)
=
ρ 2 Md − σ1 ρ 2 Md 2 − ρ 2 Mc0 2 d
(
d 1 − d − σc0 2
)
+
c0 2 ρ 2 M − c0 2 ρ 2 Md 2 − c0 4 ρ 2σM
) ≠ 0 , maka persamaan di atas menjadi
(
d 1 − d − σc0 2
)
− c0 ρ1Md − σ1 ρ1Md + σ1 ρ1 Md 2 + ρ1Mc0 2 d = 2
− σ1 ρ 2 Md + σ1 ρ 2 Md 2 + ρ 2 Mc0 2 d + c0 2 ρ 2 M − c0 2 ρ 2 Md 2 − c0 4 ρ 2σM
atau
(
)
2 2 2 4 2 ρ1 M − σ1 d + σ1 d + c0 d + c0 − c0 d − c0 σ . = ρ2 M − c0 2 d − σ1 d + σ1 d 2 + c0 2 d
(
)
Persamaan (61) dapat ditulis seperti berikut ρ1 σ −2 , = ρ2 − 2 − σ oleh karena itu diperoleh − 1 d + σ1 d 2 + c0 2 d + c0 2 − c0 2 d − c0 4σ σ −2 . (63a) = σ − 2 −σ − c0 2 d − σ1 d + σ1 d 2 + c0 2 d
Selanjutnya, penyederhanaan persamaan (68a) akan memberikan hasil seperti berikut. 1 1 σ (1 + σ )c0 4 − (1 + σ )c0 2 + d (1 − d ) = 0. 2 2