WHAT IS LEARNING? Belajar adalah salah satu bidang kajian terpenting dalam psikologi dan merupakan suatu konsep yang benar-benar sulit didefinisikan.
Dalam American Heritage
Dictionary, belajar diartikan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, penguasaan melalui pengalaman atau penyelidikan (study).
Akan tetapi, menurut
kebanyakan psikolog, definisi tersebut kurang dapat diterima terkait dengan mengertian pengetahuan, pemahaman dan penguasaan tersebut. Definisi yang lebih bisa diterima mengarah pada adanya perubahan perilaku yang dapat diamati. Definisi paling popular adalah yang diusulkan oleh Kimble (1961) bahwa belajar adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam potensialitas perilaku yang terjadi sebagai hasil latihan yang mendapat penguatan (reinforcement). Meskipun definisi tersebut populer, tetapi tidak dapat diterima secara universal, terutama karena dibatasinya belajar pada perubahan perilaku yang harus mendapat penguatan. Definisi dari Kimble ini kemudian direvisi sehingga menjadi lebih netral dan lebih dapat diterima secara luas.
Belajar adalah suatu perubahan perilaku atau
potensialitas perilaku yang relatif permanen sebagai hasil dari pengalaman dan tidak dapat ditujukan pada kondisi tubuh yang temporer yang disebabkan oleh penyakit, kelelahan atau pengaruh obat-obatan (Hergenhahn, 1976). Secara lebih sederhana, Feldman (1999) menyebut belajar sebagai sebuah proses, yaitu suatu perubahan perilaku yang relatif permanen karena adanya suatu pengalaman. Feldman membedakan perubahan-perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman dengan perubahan perilaku sebagai akibat kematangan yang mengikuti pertumbuhan fisik. Ia mencontohkan semakin baiknya seorang anak bermain tenis, tidak dapat dikatakan begitu saja sebagai hasil belajar, melainkan terjadi karena semakin kuatnya fisik dan kemampuan koordinasi otot anak tersebut seiring dengan pertumbuhannya.
Ia
menekankan bahwa perubahan perilaku disebut sebagai hasil belajar jika perubahan tersebut terjadi sebagai konsekuensi dari pengalaman.
Para ahli mengakui bahwa
memang tidak mudah membedakan kedua hal tersebut (Druckman & Bjork; dalam Feldman, 1999).
Untuk pemahaman yang lebih mendalam, perlu diuraikan definisi belajar tersebut melalui penjelasan dari komponen-komponen dan istilah-istilah serta pembandingan dengan beberapa istilah lain yang memiliki pengertian hampir sama. 1. Perubahan perilaku yang relatif permanen. Para ahli, kecuali Skinner, umumnya sepakat bahwa belajar adalah sesuatu yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman tertentu dan mendahului terjadinya perubahan dalam perilaku. Jadi, perubahan perilaku tersebut adalah hasil dari belajar. Maksudnya, bahwa belajar itu sendiri sebagai suatu intervening variable yang memperantarai pengalaman dengan perubahan perilaku, sedang menurut Skinner belajar adalah perubahan perilaku itu sendiri. Perubahan perilaku yang relatif permanen ini harus dibedakan dengan adanya perubahan perilaku yang bersifat sementara yang disebabkan oleh hal-hal lain seperti kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. Sebagai contoh, seseorang yang begitu percaya diri tampil di panggung pertunjukan untuk mementaskan sesuatu karena telah mengkonsumsi obat-obat perangsang tertentu (ekstasi), tetapi pada situasi lain pada umumnya ia tidak berani tampil di muka umum. Keberanian tampil di pentas tersebut bukan merupakan hasil belajar karena tidak permanen. Untuk memahami perubahan perilaku yang relatif permanen ini, beberapa istilah lain, misalnya sensitisasi dan habituasi juga perlu dipahami. Keduanya adalah istilah yang digunakan dalam modifikasi perilaku.
Sensitisasi adalah suatu proses dimana
organisme dibuat menjadi lebih responsif (sensitif) terhadap aspek tertentu dalam lingkungannya, sehingga asosiasi atau hubungan antara stimulus – respon menjadi lebih kuat. Sebaliknya, habituasi adalah proses dimana organisme menjadi kurang responsif (kurang sensitif) terhadap lingkungannya, membuat asosiasi antara stimulus – respon melemah. Keduanya merupakan bentuk-bentuk pembelajaran yang hasilnya diharapkan akan relatif permanen. Istilah lain yang juga sering dijumpai terkait dengan belajar adalah pengkondisian (conditioning) yang akan dijelaskan pada bagian lain berikutnya. 2. Belajar dan performa Belajar menghasilkan perubahan perilaku atau potensialitas perilaku.
Hasil
belajar tidak seketika, sehingga mungkin saja perubahan potensialitas perilaku tersebut
sudah ada, tetapi tidak dapat segera terlihat. Performa adalah perwujudan potensialitas perilaku tersebut dalam perilaku nyata. 3. Hasil dari pengalaman Tidak semua perilaku dipelajari, ada perilaku-perilaku tertentu yang dapat dilakukan tanpa belajar, misalnya refleks. Perilaku yang lebih kompleks, terutama pada hewan, juga ada yang tidak diperoleh melalui pengalaman. Ini yang disebut dengan insting, misalnya aktivitas membangun sarang, bermigrasi dan kawin.
Penjelasan
mengenai perilaku yang tidak dipelajari ini lebih banyak terjadi pada hewan, sedang pada manusia umumnya dapat dikatakan bahwa all behavior are learned, artinya semua diperoleh melalui pengalaman, baik langsung maupun tidak langsung. 4. Pengkondisian Pengkondisian adalah salah satu bentuk belajar, suatu proses yang disengaja untuk memunculkan suatu perilaku tertentu. Teori mengenai pengkondisian merupakan landasan pokok dalam membahas masalah belajar. Gagne (1970) menyebut ada delapan jenis belajar yang bersifat hirarkis dimana yang satu merupakan prasyarat bagi yang berikutnya dan ia menyebut kondisioning sebagai dasarnya. Ada dua teori pengkondisian yang paling terkenal yaitu pengkondisian klasik (classical conditioning) dan pengkondisian operan (operant conditioning) atau disebut juga pengkondisian instrumental (instrumental conditioning). Classical conditioning berangkat dari eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov, seorang dokter Rusia peraih Hadiah Nobel tahun 1904.
Ia melakukan
eksperimen mengenai belajar dengan menggunakan seekor anjing yang gambarannya sebagai berikut:
NS
UCS
UCR
UCS
UCR
CR
CR
Dari eksperimennya, ia menggambarkan bahwa proses belajar terjadi karena adanya asosiasi antara stimulus netral (NS) dengan stimulus tak terkondisikan (UCS). Belajar adalah proses pengkondisian, yaitu mengkondisikan seseorang agar memberi respon secara tertentu terhadap suatu stimulus sebagaimana yang diinginkan, yang disebut dengan stimulus terkondisikan (CS). Dalam situasi yang sewajarnya (netral) stimulus tersebut tidak akan memunculkan respon apapun (disebut sebagai stimulus netral). Dalam proses pengkondisian, diupayakan terjadinya asosiasi antara stimulus netral tersebut dengan stimulus tak terkondisikan, yaitu suatu stimulus yang secara wajar akan memunculkan suatu respon tertentu. Artinya, telah terjadi suatu proses belajar jika respon tertentu tersebut muncul ketika subjek dihadapkan pada stimulus yang netral. Berbeda dengan teori pengkondisian klasik yang lebih menekankan pada stimulus dalam suatu pengkondisian, operant conditioning lebih menekankan pada konsekuensi. Proses belajar berawal dari perilaku yang bersifat coba-coba (trial and error), kemudian perilaku tersebut dihubungkan dengan konsekuensi yang muncul. Ketika konsekuensi yang muncul memuaskan, subjek cenderung mengulangi perilakunya, demikian pula sebaliknya. Thorndike (dalam Feldman, 1999) menyebutnya sebagai the law of effect. Konsekuensi atau efek yang memuaskan tersebut, yang menyebabkan subjek semakin sering mengulangi perilakunya, disebut sebagai penguat (reinforcer).
Keberhasilan
proses belajar atau kuat lemahnya kemunculan perilaku yang diinginkan, bergantung pada proses penguatannya (reinforcement), yaitu bagaimana penguat (reinforcer) diberikan.
Mengapa Perlu Mempelajari Belajar? Mempelajari tentang prinsip-prinsip belajar akan membantu kita memahami bagaimana kita berperilaku.
Hal ini akan sangat berguna dalam berbagai aspek
kehidupan, untuk mengerti mengapa suatu perilaku baik yang normal dan adaptif maupun abnormal dan tidak adaptif terjadi. Hal ini akan terkait dengan bagaimana proses-proses terapi dapat dirancang. Dalam proses pengasuhan anak juga akan sangat bermanfaat, karena dengan menguasai prinsip-prinsip belajar akan memudahkan bagi kita untuk mengajarkan
perilaku-perilaku tertentu, termasuk ketika harus mengurangi atau menghilangkan perilaku-perilaku buruk anak yang tidak kita inginkan. Lebih nyata lagi, penguasaan prinsip-prinsip belajar akan sangat membantu dalam proses pendidikan, baik formal maupun informal. Perancangan kurikulum, materi dan metode pembelajaran di kelas-kelas, di sekolah-sekolah, yang didasarkan pada prinsipprinsip belajar yang dikuasai akan menjadi lebih efektif.
Demikian pula dalam
merancang pelatihan-pelatihan yang bersifat informal, baik dalam konteks dunia industri maupun kemasyarakatan pada umumnya, diperlukan penguasaan prinsip-prinsip belajar tersebut.
Referensi: Feldman, R.L. (1999) Understanding Psychology, Massachucets: McGraw Hill Books Company Hergenhahn, B.R. (1976) An Introduction to Theories of Learning. New Jersey: PrenticeHall, Inc.