NEWSLETTER Vol.5 / AGUSTUS 2015
TIMBER PROJECTS
Tentang Program SWITCH-Asia Program lingkungan berskala regional dari European Commission, program SWITCH-Asia, bertujuan untuk mempromosikan adopsi Produksi dan Konsumsi yang Lestari (Sustainable Cosumption and Production (SCP)) untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) dan kelompok konsumen di Asia. SCP merupakan usaha meningkatkan permintaan akan barang dan jasa kebutuhan dasar berkualitas sekaligus meminimalisasi pemanfa atan sumber daya alam, materi beracun dan emisi buangan serta polusi akibat siklus produksi demi generasi mendatang yang lebih baik. Program SWITCH-Asia fokus pada hasil berikut 1. Pembangunan dan aplikasi instrumen ekonomi yang efektif dalam meningkatkan Sustainable Consumption and Production 2. Menekankan implementasi instrumen lingkungan yang legal dan aman 3. Mengubah pola konsumsi produk yang tidak merusak lingkungan 4. Meningkatkan jumlah praktik teknologi dan usaha-usaha ramah lingkungan oleh para UKM
About SWITCH-Asia Programme The European Commission’s regional environment programme SWITCH-Asia, is aiming to promote the adoption of Sustainable Consumption and Production (SCP) among Small and Medium sized Enterprises and consumer groups in Asia. Sustainable Consumption and Production (SCP) is an attempt to reconcile the increased demand for goods and services that respond to basic needs and bring a better quality of life, while minimizing the use of natural resources, toxic materials and emissions of waste and pollutants over the life cycle, in order not to jeopardize the needs of future generations. SWITCH-Asia programme focuses on following results 1. Development & application of effective economic instruments that enhance SCP 2. Reinforcement and implementation of legal environmental and safety instruments 3. A switch to consumption of products that are less environmentally damaging 4. Increased use of environmentally friendly technologies and practices by SMEs
© WWF-Indonesia
LAGI-LAGI BOOTH SWITCH ASIA BERHASIL SWITCH Asia Booth Has Made It Again
U
ntuk kedua kalinya, Booth SWITCH Asia berhasil mendapatkan penghargaan kategori Best Medium Booth dalam pelaksanaan International Furniture & Craft Fair Indonesia (IFFINA) 2015. Pameran yang diadakan di Parkir Timur Senayan - The Eco Green Zone V untuk ketiga kalinya diselenggarakan di areal terbuka. SWITCH Asia patut berbangga karena pameran ini diikuti oleh lebih dari 200 peserta dari seluruh Indonesia. Tentunya tidak mudah me ngalahkan peserta pameran lain yang juga menampilkan booth hasil kreativitas mereka. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, panitia IFFINA memberikan penghargaan untuk masing-masing kategori dilihat dari desain booth para peserta. Kategori dibagi menjadi tiga, yaitu Best Small Booth, Best Medium Booth dan Best Large Booth.
F
or the second time in a row, SWITCH Asia Booth has made it to get the Best Medium Booth award in International Furniture & Craft Fair Indonesia (IFFINA) 2015. The exhibition was held at The Eco Green Zone V-Parkir Timur Sena yan Jakarta. This is the third time that the event was held in the open space area. SWITCH Asia should be very proud since this event was participated by more than 200 participants from all over Indonesia. It was not easy to beat the other participants that also showed the creative booth as well. As in previous years, the committee of IFFINA gave the award for every category based on the design of the booth. The category is devided into three categories; Best Small Booth, Best Medium Booth and Best Large Booth.
Pendapat/pandangan yang dinyatakan dalam newsletter ini di luar tanggung jawab Uni Eropa / The views expressed in this publication do not necessarily reflect the views of the European Union.
Funded by the
A project implemented by Indonesia Furniture
European Union
Industry & Handycraft Association (ASMINDO) and WWF-Indonesia Global Forest & Trade Network (GFTN-Indonesia)
Program SWITCH-Asia dikelola oleh:
WWF-Indonesia
WWF-UK
ASMINDO Jl. Pegambiran No.5A Lantai III Rawamangun, Jakarta 13220 – Indonesia T: +62 21 47864028, 47864029, 47864013, 47864014 F: +62 21 47864031 E:
[email protected] Contact Person: Indrawan (
[email protected])
Gedung Graha Simatupang Tower 2 Unit C Lantai 7 Jl. Letjen TB Simatupang Kav. 38 Jakarta Selatan 12540 T: +62 21-7829461 F: +62 21-7829462 E:
[email protected] Contact Person: Nur Maliki Arifiandi (
[email protected])
The Living Planet Centre Rufford House Brewery Road Woking Surrey, GU21 4LL T: +441483 426444 F: +441483 426409 Contact Person: Julia Young (
[email protected])
TIMBER PROJECTS
menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan produksi hutan les tari khususnya diawali dengan para pelaku usaha yang telah memiliki izin dari pemerintah. “Kita ingin memiliki sistem yang kita katakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang memang menjamin bahwa kayu yang berasal dari pengelolaan hutan produksi yang dilakukan oleh pelaku usaha itu adalah kayu-kayu yang legal” tutupnya. Dibenarkan oleh CEO WWF Indonesia, Bapak Efransjah Na sution, bahwa memang saat ini pemerintah sedang berupaya keras menerapkan prinsip-prinsip kelestarian. Beliau menambahkan, dalam rangka membantu Indonesia dalam memperbaiki sistem pengelolaan hutan, selain memberikan advokasi kepada pemerintah, WWF dan juga LSM lainnya membantu langsung di lapangan, baik secara langsung bekerja di taman nasional, juga bersama dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan pelatihan terkait isu sosial dan juga untuk pengusaha-pengusaha kecil dan menengah WWF me lakukan pendampingan dan pelatihan sejak tahun sebelum 2013. © WWF-Indonesia
TEGAKKAN HUKUM, LESTARIKAN RIMBA Enforce the Law, Preserve The Jungle
I
ndonesia sebagai negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), bahkan pada tahun 70 hingga 90an Indonesia pernah menjadikan hutan sebagai sumber pendapatan devisa negara. Namun akibat pengelolaan hutan yang buruk menjadikan Indonesia mendapat predikat buruk sehingga membuat industri kehutanannya terpuruk. Sebagai paru-paru dunia, Indonesia menjadi sorotan dalam aktivitasnya mengelola hutan. Berbagai masalah mulai dari pembakaran hutan, pembukaan lahan hingga pembalakan liar seringkali memicu kecaman internasional. “Melihat kondisi tersebut, pemerintah dalam 5 tahun terakhir ini terus gencar melakukan rehabilitasi hutan. Melalui gerakangerakan penanaman baik yang dalam kawasan maupun di luar kawasan itu menunjukan bahwa kita ini ke depan pengelolaan hutan produksi lestari itu bisa diwujudkan” ujar Sekretaris Jendral Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bapak Bambang Hendroyono, pada acara talk show Metro TV 13 Juli 2015 lalu. Beliau menambahkan bahwa dari kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan laju deforestasi Indonesia perlahan mulai menurun dari 2 juta per hektar per tahun pada tahun 2013 sudah mencapai angka 450 ribu hektar per tahun. Dari segi pengelolaan, agar kayu hasil produksi Indonesia dapat diterima secara internasional, saat ini pemerintah sudah
2
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
A
s a country that has so many natural resources, even in 70’s until 90’s, Indonesia had been using its forest as main source of foreign exchange. But the bad forest management had made Indonesia’s forest industry become worse. As the lung of the world, Indonesia became under the spotlight. Every eye of other country pointing to Indonesia’s forest activities. Several problems started from forest fires, land clearing, and illegal logging had sparked International outcry. “Regarding to those conditions, in the last 5 years, the government aggressively keep doing forest rehabilitation. Through the cultivation movements, inside or outside the area. It shows that the sustainable forest management is possible to be done in the near future.” Said the Secretary General of the Ministry of Environment and Forests, Mr. Bambang Hendroyono, on Metro TV Economic Challenge talk show, 13 July 2015. He added that those activities could decrese the deforestation from 2 million to 450 thousand hectare per year in 2013. In terms of management, to make Indonesia’s timber production to be able to be accepted internationally, the government has been applying the principles of sustainable forest production management specifically starting with businessman who had permission from the government. “We want to have a system, as we know like the Timber Legality Verification System
Selain dihadiri oleh perwakilan Kementrian LHK dan WWF, talk show Economic Challenge ini dihadiri juga oleh Wakil Ketua ASMINDO, Bapak Rudy Luwiyah dan Ekonom Dosen Universitas Padjajaran, Ibu Ina Primyana. Talk show ini bertujuan untuk penyebarluasan informasi SVLK kepada masyarakat luas sehingga kelebihan dan manfaat SLVK ini tersampaikan dan juga kesadartahuan pasar domestik mengenai produk SVLK dapat me ningkat.
© WWF-Indonesia
(SVLK), which guarantee that the wood comes from forests production are conducted by the businessmen that is legal timber “ said Mr. Bambang to close his statement. CEO WWF Indonesia, Mr. Efransjah Nasution, agreed to Mr. Bambang that the government is indeed working hard to implement the principles of sustainable forest. He added, in order to help Indonesia in repairing its forest managements, besides giving the advocacy to the government, WWF and other LSM has been helping through working directly in the national forest. Also together with the Ministry of Environment and Forestry conduct the training regarding to the social issues and for the small entrepreneurs, WWF does the mentoring and training long before 2013.
MENGENAL KAYU LEBIH DEKAT DENGAN PAPER QUILLING & CUKIL KAYU Get To Know Wood through Paper Quilling and Woodcut
S
osialisasi mengenai kesadaran akan pelestarian lingkung an tidak harus selalu melalui penyuluhan. Seperti yang dilakukan oleh WWF pada acara International Furniture & Craft Fair Indonesia (IFFINA) Maret 2015 lalu. WWF mencoba untuk mendekatkan para pengunjung dengan lingkungan melalui kegiatan workshop yang dapat menghasilkan prakarya yang berguna. WWF ingin memperkenalkan kepada konsumen akhir domestik mengenai Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah atas penetapan kebijakan SVLK tersebut.
Di dalam boothnya, WWF mengadakan mini workshop bersama dengan WeWo (Weekend Workshop) untuk diikuti oleh para pengunjung pameran. Selama dua hari, para pengunjung disu guhkan dua macam workshop yaitu pada hari Sabtu, diadakan workshop cukil kayu yang mereka sebut PAKE CUKA (Pasti Keren Cukil Kayu), dan pada hari Minggu diadakan workshop PAQUITA (2d Paper Quilling).
B
oosting the awareness of evironmental conservation does not always through the counseling. As performed by WWF at the International Furniture and Craft Fair Indonesia (IFFINA) in March 2015, the organization tried to make the visitors getting close to the environtment through workshops which can produce useful goods. To show WWF’s support to the one of government policy about timber legality, WWF wanted to introduced Timber Legality Verification System (SVLK) to the domestic end users. Inside the booth, WWF conducted mini workshop with WeWo (Weekend Workshop) for the visitors. There were two kind of workshops, PAKE CUKA (Pasti Keren Cukil Kayu/woodcut) on Saturday and PAQUITA (2D Paper Quilling) on Sunday. In the woodcut workshop, the visitors had a chance to carve the wood on MDF board that had been provided by the WWF. It was an easy technique so the visitors can make any form that they
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
3
TIMBER PROJECTS
menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan produksi hutan les tari khususnya diawali dengan para pelaku usaha yang telah memiliki izin dari pemerintah. “Kita ingin memiliki sistem yang kita katakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang memang menjamin bahwa kayu yang berasal dari pengelolaan hutan produksi yang dilakukan oleh pelaku usaha itu adalah kayu-kayu yang legal” tutupnya. Dibenarkan oleh CEO WWF Indonesia, Bapak Efransjah Na sution, bahwa memang saat ini pemerintah sedang berupaya keras menerapkan prinsip-prinsip kelestarian. Beliau menambahkan, dalam rangka membantu Indonesia dalam memperbaiki sistem pengelolaan hutan, selain memberikan advokasi kepada pemerintah, WWF dan juga LSM lainnya membantu langsung di lapangan, baik secara langsung bekerja di taman nasional, juga bersama dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan pelatihan terkait isu sosial dan juga untuk pengusaha-pengusaha kecil dan menengah WWF me lakukan pendampingan dan pelatihan sejak tahun sebelum 2013. © WWF-Indonesia
TEGAKKAN HUKUM, LESTARIKAN RIMBA Enforce the Law, Preserve The Jungle
I
ndonesia sebagai negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), bahkan pada tahun 70 hingga 90an Indonesia pernah menjadikan hutan sebagai sumber pendapatan devisa negara. Namun akibat pengelolaan hutan yang buruk menjadikan Indonesia mendapat predikat buruk sehingga membuat industri kehutanannya terpuruk. Sebagai paru-paru dunia, Indonesia menjadi sorotan dalam aktivitasnya mengelola hutan. Berbagai masalah mulai dari pembakaran hutan, pembukaan lahan hingga pembalakan liar seringkali memicu kecaman internasional. “Melihat kondisi tersebut, pemerintah dalam 5 tahun terakhir ini terus gencar melakukan rehabilitasi hutan. Melalui gerakangerakan penanaman baik yang dalam kawasan maupun di luar kawasan itu menunjukan bahwa kita ini ke depan pengelolaan hutan produksi lestari itu bisa diwujudkan” ujar Sekretaris Jendral Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bapak Bambang Hendroyono, pada acara talk show Metro TV 13 Juli 2015 lalu. Beliau menambahkan bahwa dari kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan laju deforestasi Indonesia perlahan mulai menurun dari 2 juta per hektar per tahun pada tahun 2013 sudah mencapai angka 450 ribu hektar per tahun. Dari segi pengelolaan, agar kayu hasil produksi Indonesia dapat diterima secara internasional, saat ini pemerintah sudah
2
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
A
s a country that has so many natural resources, even in 70’s until 90’s, Indonesia had been using its forest as main source of foreign exchange. But the bad forest management had made Indonesia’s forest industry become worse. As the lung of the world, Indonesia became under the spotlight. Every eye of other country pointing to Indonesia’s forest activities. Several problems started from forest fires, land clearing, and illegal logging had sparked International outcry. “Regarding to those conditions, in the last 5 years, the government aggressively keep doing forest rehabilitation. Through the cultivation movements, inside or outside the area. It shows that the sustainable forest management is possible to be done in the near future.” Said the Secretary General of the Ministry of Environment and Forests, Mr. Bambang Hendroyono, on Metro TV Economic Challenge talk show, 13 July 2015. He added that those activities could decrese the deforestation from 2 million to 450 thousand hectare per year in 2013. In terms of management, to make Indonesia’s timber production to be able to be accepted internationally, the government has been applying the principles of sustainable forest production management specifically starting with businessman who had permission from the government. “We want to have a system, as we know like the Timber Legality Verification System
Selain dihadiri oleh perwakilan Kementrian LHK dan WWF, talk show Economic Challenge ini dihadiri juga oleh Wakil Ketua ASMINDO, Bapak Rudy Luwiyah dan Ekonom Dosen Universitas Padjajaran, Ibu Ina Primyana. Talk show ini bertujuan untuk penyebarluasan informasi SVLK kepada masyarakat luas sehingga kelebihan dan manfaat SLVK ini tersampaikan dan juga kesadartahuan pasar domestik mengenai produk SVLK dapat me ningkat.
© WWF-Indonesia
(SVLK), which guarantee that the wood comes from forests production are conducted by the businessmen that is legal timber “ said Mr. Bambang to close his statement. CEO WWF Indonesia, Mr. Efransjah Nasution, agreed to Mr. Bambang that the government is indeed working hard to implement the principles of sustainable forest. He added, in order to help Indonesia in repairing its forest managements, besides giving the advocacy to the government, WWF and other LSM has been helping through working directly in the national forest. Also together with the Ministry of Environment and Forestry conduct the training regarding to the social issues and for the small entrepreneurs, WWF does the mentoring and training long before 2013.
MENGENAL KAYU LEBIH DEKAT DENGAN PAPER QUILLING & CUKIL KAYU Get To Know Wood through Paper Quilling and Woodcut
S
osialisasi mengenai kesadaran akan pelestarian lingkung an tidak harus selalu melalui penyuluhan. Seperti yang dilakukan oleh WWF pada acara International Furniture & Craft Fair Indonesia (IFFINA) Maret 2015 lalu. WWF mencoba untuk mendekatkan para pengunjung dengan lingkungan melalui kegiatan workshop yang dapat menghasilkan prakarya yang berguna. WWF ingin memperkenalkan kepada konsumen akhir domestik mengenai Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah atas penetapan kebijakan SVLK tersebut.
Di dalam boothnya, WWF mengadakan mini workshop bersama dengan WeWo (Weekend Workshop) untuk diikuti oleh para pengunjung pameran. Selama dua hari, para pengunjung disu guhkan dua macam workshop yaitu pada hari Sabtu, diadakan workshop cukil kayu yang mereka sebut PAKE CUKA (Pasti Keren Cukil Kayu), dan pada hari Minggu diadakan workshop PAQUITA (2d Paper Quilling).
B
oosting the awareness of evironmental conservation does not always through the counseling. As performed by WWF at the International Furniture and Craft Fair Indonesia (IFFINA) in March 2015, the organization tried to make the visitors getting close to the environtment through workshops which can produce useful goods. To show WWF’s support to the one of government policy about timber legality, WWF wanted to introduced Timber Legality Verification System (SVLK) to the domestic end users. Inside the booth, WWF conducted mini workshop with WeWo (Weekend Workshop) for the visitors. There were two kind of workshops, PAKE CUKA (Pasti Keren Cukil Kayu/woodcut) on Saturday and PAQUITA (2D Paper Quilling) on Sunday. In the woodcut workshop, the visitors had a chance to carve the wood on MDF board that had been provided by the WWF. It was an easy technique so the visitors can make any form that they
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
3
TIMBER PROJECTS
JEPARA, MENUJU TERTIB SVLK
Jepara, Towards Better SVLK Enforcement
“S
umber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki Jepara merupakan potensi yang dimiliki jika dibandingkan dengan negara-negara lain” ujar Ba pak Sahli Rois, Perwakilan Asmindo Komda Jepara melalui sam butannya pada acara Pelatikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu untuk IUIPHHK, IKM, dan TPT pada 08 Juni 2015 di D’Season Premier Hotel, Jepara. Beliau menambahkan bahwa Jepara memiliki SDM dengan skill yang terampil dan murah serta sumber daya yang banyak.
© WWF-Indonesia
Dalam kesempatan yang sama perwakilan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Jepara, Bapak Kholik me nyampaikan “Banyak fasilitas yang diberikan untuk mendorong aktivitas industri perkayuan di Jepara. Fasilitas tersebut berupa pendampingan hingga memperoleh sertifikat SVLK. Momen SVLK ini dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing dan ekspor industri mebel di Jepara agar napas kehidupan industri mebel bisa terus berlangsung. Jangan sampai kita menjadi buruh di negara kita sendiri. SVLK secara langsung tidak menambah nilai barang namun SVLK bisa menjamin akan meningkatkan nilai pemesanan (order). Dengan meningkatnya nilai order maka pengrajin bisa memiliki nilai tawar yang lebih baik. Lembaga donor kita jadikan sebagai sarana untuk mengembangkan potensi Jepara”.
© WWF-Indonesia
© WWF-Indonesia
Pada workshop cukil kayu, para pengunjung diajarkan untuk mencukil kayu dengan alat mencukil pada media kayu (MDF board) yang disediakan oleh WWF. Dengan teknik yang mudah, para pengunjung mencukil kayu dengan berbagai bentuk sesuai keinginan. Hasil dari cukil kayu ini adalah alat untuk menyablon yang dapat digunakan di atas tas maupun tas kanvas. Workshop selanjutnya yang tak kalah seru adalah paper quilling. Para pengunjung diajarkan membuat hiasan pinsil dengan teknik menggulung kertas hingga membuat bentuk unik dan lucu seperti gajah, burung, monyet, bahkan lambang WWF yaitu panda. Hasil karya para pengunjung ini boleh dibawa pulang sebagai cinderamata sehingga mereka sangat antusias mengikuti workshop unik ini. Tak kurang dari 10-15 orang mengikuti setiap sesi workshop. Tak hanya pengunjung lokal, beberapa wisatawan asing pun turut serta dalam acara tersebut.
4
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
© WWF-Indonesia
wish to make. The wood was actually the stencil-plate so the visitors can print the wood on a canvas bag. On the next day, the workshop continued with the paper quilling technique. This one was harder than before. The visitors should roll the paper with a special rolling technique that was taught by the mentor. As the result, the participants could make a nice decorative pencil with cute animal forms. There were elephants, birds, monkeys, and also WWF icon, a panda. The participants could take their masterpiece home.
Pelatihan yang berlangsung selama dua hari yaitu 8-9 Juni 2015 ini dihadiri oleh 27 orang peserta dari 21 unit manajemen. Materi yang disampaikan juga betul-betul mendalam sehingga peserta dapat benar-benar paham mengenai SVLK. Selain pemaparan materi, peserta juga diminta untuk melakukan praktek internal audit dan penyusunan rencana kerja de ngan cara menganalisa kesenjangan/gap yang ada antara contoh kasus dengan standar SVLK. Pelaksanaan praktek dilakukan berkelompok dan dilakukan presentasi hasil oleh salah satu kelompok. Selama pelaksanaan praktek, trainer mendampingi seluruh kelompok secara intensif.
“H
uman resources and natural resources that are owned by Jepara were potential compared to other countries” said Mr. Sahli Rois, ASMINDO KOMDA Jepara representative through his speech during the opening ceremony of SVLK training for IUIPHHK, IKM, and TPT on 8th June 2015 at D’Season Premier Hotel, Jepara. He added that Jepara has skillful and cheap human resources and lots of natural resources. In the same occasion, the representative of Jepara government, Department of Forestry And Plantation, Mr. Kholik, reported “There are a lot of facilities that have been given to push the wood industry in Jepara. From the mentorship until they can achieve the SVLK certificate. This moment should be elaborated to boost the competitiveness in furniture industry of Jepara so the life cycle of furniture industry could be sustainable. Don’t let us be the servant in our country. The SVLK might not add value to the product directly, but SVLK could guarantee to increase the value of order. Thus our craftsman could have a better bagaining power. Let’s make the donor institution as the tool to develop Jepara and make it more potential.” The training was held for two days on 8-9 June 2015. It was participated by 27 participants from 21 unit managements. The subjects of the training were in-depth so the participants could really understand the SVLK. Not only sharing the subject materials, the participants were also asked to practice the internal audit and collate the work plan by analysing the gap between case study and SVLK standard. They were devided into group and together do the presentation. The trainers were always accompanying the group intensively. During the training, the participants were very active in asking question and sharing their current problem regarding to the SVLK so they could understand and solve the problem together with other participants.
Selama training berlangsung, para peserta pun sangat aktif bertanya untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh. Sesi tanya jawab berlangsung di setiap pelatihan. Pertanyaan yang diajukan menjadi masalah untuk dipecahkan dan dicarikan solusi terbaik secara bersama-sama.
The participants were excited to participate in the workshop. There were 10 to 15 people participated in every workshop. Not only local visitors, there were also foreign visitors that also participate in this unique workshop.
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
5
TIMBER PROJECTS
JEPARA, MENUJU TERTIB SVLK
Jepara, Towards Better SVLK Enforcement
“S
umber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki Jepara merupakan potensi yang dimiliki jika dibandingkan dengan negara-negara lain” ujar Ba pak Sahli Rois, Perwakilan Asmindo Komda Jepara melalui sam butannya pada acara Pelatikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu untuk IUIPHHK, IKM, dan TPT pada 08 Juni 2015 di D’Season Premier Hotel, Jepara. Beliau menambahkan bahwa Jepara memiliki SDM dengan skill yang terampil dan murah serta sumber daya yang banyak.
© WWF-Indonesia
Dalam kesempatan yang sama perwakilan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Jepara, Bapak Kholik me nyampaikan “Banyak fasilitas yang diberikan untuk mendorong aktivitas industri perkayuan di Jepara. Fasilitas tersebut berupa pendampingan hingga memperoleh sertifikat SVLK. Momen SVLK ini dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing dan ekspor industri mebel di Jepara agar napas kehidupan industri mebel bisa terus berlangsung. Jangan sampai kita menjadi buruh di negara kita sendiri. SVLK secara langsung tidak menambah nilai barang namun SVLK bisa menjamin akan meningkatkan nilai pemesanan (order). Dengan meningkatnya nilai order maka pengrajin bisa memiliki nilai tawar yang lebih baik. Lembaga donor kita jadikan sebagai sarana untuk mengembangkan potensi Jepara”.
© WWF-Indonesia
© WWF-Indonesia
Pada workshop cukil kayu, para pengunjung diajarkan untuk mencukil kayu dengan alat mencukil pada media kayu (MDF board) yang disediakan oleh WWF. Dengan teknik yang mudah, para pengunjung mencukil kayu dengan berbagai bentuk sesuai keinginan. Hasil dari cukil kayu ini adalah alat untuk menyablon yang dapat digunakan di atas tas maupun tas kanvas. Workshop selanjutnya yang tak kalah seru adalah paper quilling. Para pengunjung diajarkan membuat hiasan pinsil dengan teknik menggulung kertas hingga membuat bentuk unik dan lucu seperti gajah, burung, monyet, bahkan lambang WWF yaitu panda. Hasil karya para pengunjung ini boleh dibawa pulang sebagai cinderamata sehingga mereka sangat antusias mengikuti workshop unik ini. Tak kurang dari 10-15 orang mengikuti setiap sesi workshop. Tak hanya pengunjung lokal, beberapa wisatawan asing pun turut serta dalam acara tersebut.
4
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
© WWF-Indonesia
wish to make. The wood was actually the stencil-plate so the visitors can print the wood on a canvas bag. On the next day, the workshop continued with the paper quilling technique. This one was harder than before. The visitors should roll the paper with a special rolling technique that was taught by the mentor. As the result, the participants could make a nice decorative pencil with cute animal forms. There were elephants, birds, monkeys, and also WWF icon, a panda. The participants could take their masterpiece home.
Pelatihan yang berlangsung selama dua hari yaitu 8-9 Juni 2015 ini dihadiri oleh 27 orang peserta dari 21 unit manajemen. Materi yang disampaikan juga betul-betul mendalam sehingga peserta dapat benar-benar paham mengenai SVLK. Selain pemaparan materi, peserta juga diminta untuk melakukan praktek internal audit dan penyusunan rencana kerja de ngan cara menganalisa kesenjangan/gap yang ada antara contoh kasus dengan standar SVLK. Pelaksanaan praktek dilakukan berkelompok dan dilakukan presentasi hasil oleh salah satu kelompok. Selama pelaksanaan praktek, trainer mendampingi seluruh kelompok secara intensif.
“H
uman resources and natural resources that are owned by Jepara were potential compared to other countries” said Mr. Sahli Rois, ASMINDO KOMDA Jepara representative through his speech during the opening ceremony of SVLK training for IUIPHHK, IKM, and TPT on 8th June 2015 at D’Season Premier Hotel, Jepara. He added that Jepara has skillful and cheap human resources and lots of natural resources. In the same occasion, the representative of Jepara government, Department of Forestry And Plantation, Mr. Kholik, reported “There are a lot of facilities that have been given to push the wood industry in Jepara. From the mentorship until they can achieve the SVLK certificate. This moment should be elaborated to boost the competitiveness in furniture industry of Jepara so the life cycle of furniture industry could be sustainable. Don’t let us be the servant in our country. The SVLK might not add value to the product directly, but SVLK could guarantee to increase the value of order. Thus our craftsman could have a better bagaining power. Let’s make the donor institution as the tool to develop Jepara and make it more potential.” The training was held for two days on 8-9 June 2015. It was participated by 27 participants from 21 unit managements. The subjects of the training were in-depth so the participants could really understand the SVLK. Not only sharing the subject materials, the participants were also asked to practice the internal audit and collate the work plan by analysing the gap between case study and SVLK standard. They were devided into group and together do the presentation. The trainers were always accompanying the group intensively. During the training, the participants were very active in asking question and sharing their current problem regarding to the SVLK so they could understand and solve the problem together with other participants.
Selama training berlangsung, para peserta pun sangat aktif bertanya untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh. Sesi tanya jawab berlangsung di setiap pelatihan. Pertanyaan yang diajukan menjadi masalah untuk dipecahkan dan dicarikan solusi terbaik secara bersama-sama.
The participants were excited to participate in the workshop. There were 10 to 15 people participated in every workshop. Not only local visitors, there were also foreign visitors that also participate in this unique workshop.
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
5
TIMBER PROJECTS
ga Ekolabel Indonesia (LEI), Timber Legality Verification System (SVLK), and Global Forest & Trade Network (GFTN). GFTN is one of WWF’s initiatives to eliminate the illegal logging and to achieve management/conservation of the world’s forests. GFTN is in more than 33 countries with more than 400 members. GFTN Indonesia was launched in Jakarta, October 16, 2003, which until today has a membership of 42 companies.
© Edward Parker / WWF-Canon
produk kayu untuk penggunaan rumah, kantor, tempat usaha, dari para retailer dan pembeli atau pengguna.
© WWF-Indonesia/ Sugeng Hendratno
KONSUMSI DAN PRODUKSI MATERIAL BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA LESTARI
Sustainable Consumption and Production Materials for Sustainable Indonesia
H
ilangnya 840,000 ha hutan pada tahun 2012, menjadikan Indonesia hingga saat ini sebagai negara dengan tingkat deforestasi tertinggi. Menurut data dari APHI 2013, saat ini, 34 juta ha dari 130 juta ha adalah hutan yang terbuka dengan kemungkinan tinggi untuk kegiatan illegal logging dan perambahan. Hal ini disampaikan oleh Senior Trade & Pulp and Paper Officer, Ibu Nur Maliki Arifiandi, dalam kegiatan Network & Sharing Material Berkelanjutan pada tanggal 19 Maret 2015 lalu di Gedung JDC Jakarta. Dalam presentasinya, beliau menerangkan mengenai bagaimana seharusnya proses produk yang lestari. Dimulai dari komitmen penerapan Sustainable Forest Management (SFM) dari para manager hutan, komitmen untuk membeli kayu dari sumber legal dan lestari, menerapkan sistem Chain of Custody (CoC)/ lacak balak sumber kayu dari para penjual, hingga komitmen untuk membeli produk dari perusahaan supplier yang legal dan lestari, menjadi konsumen cerdas dalam memilih dan membeli
6
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
T
he lost of 840.000 hectare of Indonesia’s forest in 2012, has made Indonesia become the country with the higest deforestation. Based on APHI 2013, 34 million out of 130 million hectare is open forest which has high risk of illegal logging. Those were said by Senior Trade & Pulp and Paper Officer, Mrs. Nur Maliki Arifiandi, in Network & Sharing “Sustainable Material” on 19 March 2015 in JDC Building, Jakarta. During the presentation, she explained on how the proccess of sustainable product supposed to be. Started from the commitment from the forest management to implement Sustainable Forest Management (SFM), the commitment from the seller to buy only from legal and sustainable sources, and also the commitment from the retailer or user to be smart in purchasing the timber for daily life. The sustainable timber product should be through several certifications. There are Forest Stewardship Council (FSC), Lemba-
Produk kayu yang lestari haruslah melalui berbagai sertifikasi yaitu Forest Stewardship Council (FSC), Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), dan Global Forest & Trade Network (GFTN). GFTN adalah salah satu inisiatif WWF dalam mengeliminasi pembalakan liar/ illegal logging dan mencapai pengelolaan/pelestarian hutan-hutan dunia. GFTN ada di lebih dari 33 negara dengan lebih dari 400 anggota. GFTN Indonesia diluncurkan di Jakarta, 16 Oktober 2003 yang hingga saat ini memiliki anggota sebanyak 42 perusahaan. Sertifikasi sendiri memiliki manfaat baik langsung maupun tak langsung. Manfaat langsungnya antara lain produk jadi memiliki pasar yang lebih luas – baik secara nasional maupun internasional, dikarenakan kesadaran masyarakat akan produk yang berasal dari pengelolaan yang lestari semakin meningkat. Terdapat opsi-opsi bantuan dari pemerintah / lembaga donor yang bersedia membiayai sertifikasi produk lestari. Sedangkan manfaat tak langsungnya adalah produk bersertifikasi jadi memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dibandingkan produk yang tidak memiliki sertifikasi kelestarian hutan, sistem administratif & komunikasi yang lebih baik dari sebuah perusahaan, yang akan meningkatkan kinerja dari perusahaan tersebut secara keseluruhan, dan kelestarian lingkungan dan terjaganya habitat / populasi dari spesies flora & fauna. Selain Ibu Nur Maliki, hadir sebagai pembicara kedua adalah Bapak Noer Adi Wardojo selaku Asisten Deputi Standardisasi dan Teknologi Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan. Dalam presentasinya, beliau lebih menerangkan mengenai Sus-
The certification itself has benefits, both directly and indirectly. The direct benefits are; the products will have broader market nationally and internationally, due to the public awareness of the products derived from sustainable management is increasing. There are options for assistance from the government / donors who are willing to fund sustainable product certification. While the indirect benefits are; certified products to have a better bargaining position than products that do not have certification of forest conservation, administrative systems and communication better than a company, which will improve the performance of the whole company, and environmental sustainability and preservation of habitats / populations of species of flora and fauna. In addition to Mrs. Nur Maliki, as the second speaker there was Mr. Noer Adi Wardojo as Assistant Deputy for Standardization and Technology Ministry of Environment and Forestry. In his presentation, he explained more about the Sustainable Consumption and Production (SCP) in RPJMN 2015-2019. As the emerging economies, Indonesia has a lot of potential in terms of both natural resources and human resources. SCP is needed to support the economic growth rate, especially Indonesia. SCP covers the key areas of industry, construction, tourism, agriculture, and transportation. Strategies to realize SCP through environmentally friendly products started from sustainable production that produces environmentally friendly products and with the availability of products and information, improving the quality, quantity, and distribution also need to be done as well. Then the intervention of the consumption of produce sustainable consumption in which there is protection of natural resources and the environment, resource efficiency and green markets to be able to go back to the sustainable production and so on. In the implementation, the government; in this case the Ministry of Environment and Forestry has made an investment in the form of government regulation of environment including the inclusion of Ekolabel Logo (Peraturan Mentri LH2 / 2014), expertise competence and the institution of environment service provider, verification of the performance of environmentally technology friendly. Besides, investments are also made in the form of the establishment of technical committees / working groups, and others. Ecolabelling on sustainable products is a real step of the implementation of SCP. There are two types of ecolabelling; the
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
7
TIMBER PROJECTS
ga Ekolabel Indonesia (LEI), Timber Legality Verification System (SVLK), and Global Forest & Trade Network (GFTN). GFTN is one of WWF’s initiatives to eliminate the illegal logging and to achieve management/conservation of the world’s forests. GFTN is in more than 33 countries with more than 400 members. GFTN Indonesia was launched in Jakarta, October 16, 2003, which until today has a membership of 42 companies.
© Edward Parker / WWF-Canon
produk kayu untuk penggunaan rumah, kantor, tempat usaha, dari para retailer dan pembeli atau pengguna.
© WWF-Indonesia/ Sugeng Hendratno
KONSUMSI DAN PRODUKSI MATERIAL BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA LESTARI
Sustainable Consumption and Production Materials for Sustainable Indonesia
H
ilangnya 840,000 ha hutan pada tahun 2012, menjadikan Indonesia hingga saat ini sebagai negara dengan tingkat deforestasi tertinggi. Menurut data dari APHI 2013, saat ini, 34 juta ha dari 130 juta ha adalah hutan yang terbuka dengan kemungkinan tinggi untuk kegiatan illegal logging dan perambahan. Hal ini disampaikan oleh Senior Trade & Pulp and Paper Officer, Ibu Nur Maliki Arifiandi, dalam kegiatan Network & Sharing Material Berkelanjutan pada tanggal 19 Maret 2015 lalu di Gedung JDC Jakarta. Dalam presentasinya, beliau menerangkan mengenai bagaimana seharusnya proses produk yang lestari. Dimulai dari komitmen penerapan Sustainable Forest Management (SFM) dari para manager hutan, komitmen untuk membeli kayu dari sumber legal dan lestari, menerapkan sistem Chain of Custody (CoC)/ lacak balak sumber kayu dari para penjual, hingga komitmen untuk membeli produk dari perusahaan supplier yang legal dan lestari, menjadi konsumen cerdas dalam memilih dan membeli
6
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
T
he lost of 840.000 hectare of Indonesia’s forest in 2012, has made Indonesia become the country with the higest deforestation. Based on APHI 2013, 34 million out of 130 million hectare is open forest which has high risk of illegal logging. Those were said by Senior Trade & Pulp and Paper Officer, Mrs. Nur Maliki Arifiandi, in Network & Sharing “Sustainable Material” on 19 March 2015 in JDC Building, Jakarta. During the presentation, she explained on how the proccess of sustainable product supposed to be. Started from the commitment from the forest management to implement Sustainable Forest Management (SFM), the commitment from the seller to buy only from legal and sustainable sources, and also the commitment from the retailer or user to be smart in purchasing the timber for daily life. The sustainable timber product should be through several certifications. There are Forest Stewardship Council (FSC), Lemba-
Produk kayu yang lestari haruslah melalui berbagai sertifikasi yaitu Forest Stewardship Council (FSC), Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), dan Global Forest & Trade Network (GFTN). GFTN adalah salah satu inisiatif WWF dalam mengeliminasi pembalakan liar/ illegal logging dan mencapai pengelolaan/pelestarian hutan-hutan dunia. GFTN ada di lebih dari 33 negara dengan lebih dari 400 anggota. GFTN Indonesia diluncurkan di Jakarta, 16 Oktober 2003 yang hingga saat ini memiliki anggota sebanyak 42 perusahaan. Sertifikasi sendiri memiliki manfaat baik langsung maupun tak langsung. Manfaat langsungnya antara lain produk jadi memiliki pasar yang lebih luas – baik secara nasional maupun internasional, dikarenakan kesadaran masyarakat akan produk yang berasal dari pengelolaan yang lestari semakin meningkat. Terdapat opsi-opsi bantuan dari pemerintah / lembaga donor yang bersedia membiayai sertifikasi produk lestari. Sedangkan manfaat tak langsungnya adalah produk bersertifikasi jadi memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dibandingkan produk yang tidak memiliki sertifikasi kelestarian hutan, sistem administratif & komunikasi yang lebih baik dari sebuah perusahaan, yang akan meningkatkan kinerja dari perusahaan tersebut secara keseluruhan, dan kelestarian lingkungan dan terjaganya habitat / populasi dari spesies flora & fauna. Selain Ibu Nur Maliki, hadir sebagai pembicara kedua adalah Bapak Noer Adi Wardojo selaku Asisten Deputi Standardisasi dan Teknologi Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan. Dalam presentasinya, beliau lebih menerangkan mengenai Sus-
The certification itself has benefits, both directly and indirectly. The direct benefits are; the products will have broader market nationally and internationally, due to the public awareness of the products derived from sustainable management is increasing. There are options for assistance from the government / donors who are willing to fund sustainable product certification. While the indirect benefits are; certified products to have a better bargaining position than products that do not have certification of forest conservation, administrative systems and communication better than a company, which will improve the performance of the whole company, and environmental sustainability and preservation of habitats / populations of species of flora and fauna. In addition to Mrs. Nur Maliki, as the second speaker there was Mr. Noer Adi Wardojo as Assistant Deputy for Standardization and Technology Ministry of Environment and Forestry. In his presentation, he explained more about the Sustainable Consumption and Production (SCP) in RPJMN 2015-2019. As the emerging economies, Indonesia has a lot of potential in terms of both natural resources and human resources. SCP is needed to support the economic growth rate, especially Indonesia. SCP covers the key areas of industry, construction, tourism, agriculture, and transportation. Strategies to realize SCP through environmentally friendly products started from sustainable production that produces environmentally friendly products and with the availability of products and information, improving the quality, quantity, and distribution also need to be done as well. Then the intervention of the consumption of produce sustainable consumption in which there is protection of natural resources and the environment, resource efficiency and green markets to be able to go back to the sustainable production and so on. In the implementation, the government; in this case the Ministry of Environment and Forestry has made an investment in the form of government regulation of environment including the inclusion of Ekolabel Logo (Peraturan Mentri LH2 / 2014), expertise competence and the institution of environment service provider, verification of the performance of environmentally technology friendly. Besides, investments are also made in the form of the establishment of technical committees / working groups, and others. Ecolabelling on sustainable products is a real step of the implementation of SCP. There are two types of ecolabelling; the
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
7
TIMBER PROJECTS
tainable Consumption and Production (SCP) dalam RPJMN 20152019. Sebagai negara yang perekonomiannya sedang tumbuh, Indonesia memiliki banyak potensi baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. SCP diperlukan untuk mendukung laju pertumbuhan khususnya ekonomi Indonesia. Area kunci SCP mencakup industri, bangunan, pariwisata, agrikultur, dan transportasi. Strategi mewujudkan SCP melalui produk ramah lingkung an dimulai dari produksi berkelanjutan yang menghasilkan produk ramah lingkungan lalu dengan adanya ketersediaan barang dan informasi dilakukan juga peningkatan kualitas, kuantitas, dan sebaran. Kemudian adanya intervensi konsumsi menghasilkan konsumsi berkelanjutan yang di dalamnya terdapat perlindungan terhadap sumber daya alam dan lingkung an hidup, efisiensi sumber daya, serta green market untuk kemudian lanjut kembali ke produksi berkelanjutan dan begitu seterusnya. Dalam pelaksanaannya, pemerintah dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan investasi dalam bentuk Permen LH diantaranya Pencantuman Logo Ekolabel (PermenLH2/2014), Kompetensi keahlian dan lembaga penyedia jasa bidang lingkungan, Verifkasi Kinerja Teknologi Ramah Lingkungan. Selain itu investasi juga dilakukan dalam bentuk pembentukan panitia teknis/pokja, dan lain-lain. Pemberian ekolabel pada produk-produk berkelanjutan meru pakan langkah nyata penerapan SCP. Ada dua jenis ekolabel yaitu Ekolabel Multikriteria dan Ekolabel Swadeklarasi. Masingmasing memiliki mekanisme yang tidak rumit dalam proses nya. Bangunan juga memiliki potensi SCP untuk menjadi bangunan hijau. Bapak Noer membahas ada 4 potensi SCP dalam bangunan hijau yaitu Material, renewable sources yang berkelanjutan, atau yang diperoleh secara lokal untuk mengurangi biaya transportasi. Material yang dipakai menggunakan green product yang mempertimbangkan Life Cycle Analysis (LCA). Selanjutnya adalah Energi, perencanaan dalam pengaturan sirkulasi udara yang optimal untuk mengurangi penggunaan AC, mengoptimalkan cahaya matahari sebagai penerangan di siang hari, menggunakan tenaga surya & turbin angin sebagai penghasil listrik alternatif. Kemudian Air, mengurangi penggunaan air & menggunakan STP (sewage treatment plant) untuk mendaur ulang air dari limbah. Menggunakan peralatan hemat air, seperti shower bertekanan rendah , kran otomatis (self-closing or spray taps), tanki toilet yang low-flush toilet. Dan yang terakhir adalah faktor kesehatan, menggunakan material & produk-produk yang non-toxic akan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan, dan mengurangi tingkat asma, alergi dan sick building syndrome. Material yang bebas emisi, dan tahan untuk mencegah kelembaban yang menghasilkan spora dan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga harus didukung menggunakan sistem ventilasi yang efektif dan bahan-bahan pengontrol kelembaban.
8
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
© WWF-Indonesia
WWF-ASMINDO BANTU TINGKATKAN KESADARTAHUAN MASYARAKAT AKAN SVLK
WWF-ASMINDO to Help Boosting Awareness of SVLK © Edward Parker / WWF-Canon
Ecolabel Multicriteria and Self-Declared. Each has an easy process mechanism. Buildings, also has an SCP potential to be green buildings. Mr. Noer explained, there are four SCP potential in green buildings. First is the material. The sustainable renewable sources or something that we can get locally to reduce the transportation fee. Materials used are considering the use of green product Life Cycle Analysis (LCA). Second, is energy. Planned the setting for optimizing air circulation to reduce the use of air conditioning, optimize the sunlight as lighting during the day, using solar power and wind turbine as alternative power producer. The third, is water. Reduce the use of water and the use of STP (sewage treatment plant) to recycle waste water. Using water-saving equipment, such as low-pressure shower, automatic faucets (self -closing or spray taps), toilet tanks that are low - flush toilets. And the last one, is air. Health factors, the use of materials and products that are non - toxic will improve indoor air quality, and reduce the rate of asthma, allergies and sick building syndrome. Emission-free material, and resistant to prevent humidity that produce spores and other microbes. Indoor air quality should also be powered using an effective ventilation system and humidity control materials.
M
asih banyaknya masyarakat yang belum sadar akan keberadaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) mendorong WWF Indonesia bersama dengan ASMINDO untuk mengadakan workshop bertema: “Peningkatan Kesadartahuan Masyarakat Mengenai SVLK”. Sebagai agenda wajib WWF Indonesia dan ASMINDO pada saat mengikuti rangkaian acara International Furniture & Craft Fair Indonesia (IFFINA) 16 Maret 2015 silam di Senayan East Park, The Eco Green Zone, Jakarta. Workshop yang dibuka untuk umum ini mengharapkan sema kin banyak masyarakat yang tidak hanya sekedar sadar namun juga tahu dan paham hingga mendukung penerapan kebijak an SVLK di Indonesia. Melalui sambutannya, Ketua Umum ASMINDO, Ambar Tjahyono, mengatakan, adanya SVLK akan memperkuat eksistensi Indonesia dalam ekspor kayu. Selaras dengan itu, Direktur Policy, Sustainability and Transformation Program WWF, Bapak Dr. Budi S. Wardhana, mengatakan dalam sambutannya: “Terkait SVLK, diharapkan kerja sama antar stake holder semakin baik dan luas”. Kegiatan ini dihadiri oleh 4 pembicara yaitu Danang Raditya, South East Asia Forestry Specialist in IKEA Trading (Hongkong), Indonesia Representative, selaku perwakilan dari IKEA, Dr. Dwisudharto, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Ha sil Hutan, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Drs. Bambang Sigit, Kepala BAPPEDA Klaten, dan Diah Suradiredja
S
ince there are many people out there who still not aware of the Timber Legality Verification System (SVLK), WWF Indonesia together with ASMINDO conducted a workshop: “How To Boost Awereness of SVLK”. As a mandatory agenda of WWF Indonesia and ASMINDO when following the series of events of International Furniture & Craft Fair Indonesia (IFFINA) on 16th March 2015 at Senayan East Park, The Eco Green Zone, Jakarta, the objective of the workshop is to get more people to understand the SVLK and participating to support the enforcement of the SVLK policy in Indonesia. The Chairman of ASMINDO, Ambar Tjahyono said through his speech, “SVLK could strenghten the existence of Indonesia in term of timber export. The Director of Policy, Sustainabilty, and Transformation Program, Dr. Budi S. Wardhana said, “Related to the SVLK, we hope the corporation between the stake holder could be better and expansive” The workshop was attended by 4 speakers; South East Asia Forestry Specialist in IKEA Trading (Hongkong), Indonesia Representative, Danang Raditya, The Director of Processing and Marketing of Forest Products, Ministry of Environment and Forestry, Dr. Dwisudharto, The Chairman of BAPPEDA Klaten, Drs. Bambang Sigit, and the Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) representative, Diah Suradiredja. They discussed about how SVLK is running so far and also shared several experiences from each organization and retail about SVLK.
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
9
TIMBER PROJECTS
tainable Consumption and Production (SCP) dalam RPJMN 20152019. Sebagai negara yang perekonomiannya sedang tumbuh, Indonesia memiliki banyak potensi baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. SCP diperlukan untuk mendukung laju pertumbuhan khususnya ekonomi Indonesia. Area kunci SCP mencakup industri, bangunan, pariwisata, agrikultur, dan transportasi. Strategi mewujudkan SCP melalui produk ramah lingkung an dimulai dari produksi berkelanjutan yang menghasilkan produk ramah lingkungan lalu dengan adanya ketersediaan barang dan informasi dilakukan juga peningkatan kualitas, kuantitas, dan sebaran. Kemudian adanya intervensi konsumsi menghasilkan konsumsi berkelanjutan yang di dalamnya terdapat perlindungan terhadap sumber daya alam dan lingkung an hidup, efisiensi sumber daya, serta green market untuk kemudian lanjut kembali ke produksi berkelanjutan dan begitu seterusnya. Dalam pelaksanaannya, pemerintah dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan investasi dalam bentuk Permen LH diantaranya Pencantuman Logo Ekolabel (PermenLH2/2014), Kompetensi keahlian dan lembaga penyedia jasa bidang lingkungan, Verifkasi Kinerja Teknologi Ramah Lingkungan. Selain itu investasi juga dilakukan dalam bentuk pembentukan panitia teknis/pokja, dan lain-lain. Pemberian ekolabel pada produk-produk berkelanjutan meru pakan langkah nyata penerapan SCP. Ada dua jenis ekolabel yaitu Ekolabel Multikriteria dan Ekolabel Swadeklarasi. Masingmasing memiliki mekanisme yang tidak rumit dalam proses nya. Bangunan juga memiliki potensi SCP untuk menjadi bangunan hijau. Bapak Noer membahas ada 4 potensi SCP dalam bangunan hijau yaitu Material, renewable sources yang berkelanjutan, atau yang diperoleh secara lokal untuk mengurangi biaya transportasi. Material yang dipakai menggunakan green product yang mempertimbangkan Life Cycle Analysis (LCA). Selanjutnya adalah Energi, perencanaan dalam pengaturan sirkulasi udara yang optimal untuk mengurangi penggunaan AC, mengoptimalkan cahaya matahari sebagai penerangan di siang hari, menggunakan tenaga surya & turbin angin sebagai penghasil listrik alternatif. Kemudian Air, mengurangi penggunaan air & menggunakan STP (sewage treatment plant) untuk mendaur ulang air dari limbah. Menggunakan peralatan hemat air, seperti shower bertekanan rendah , kran otomatis (self-closing or spray taps), tanki toilet yang low-flush toilet. Dan yang terakhir adalah faktor kesehatan, menggunakan material & produk-produk yang non-toxic akan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan, dan mengurangi tingkat asma, alergi dan sick building syndrome. Material yang bebas emisi, dan tahan untuk mencegah kelembaban yang menghasilkan spora dan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga harus didukung menggunakan sistem ventilasi yang efektif dan bahan-bahan pengontrol kelembaban.
8
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
© WWF-Indonesia
WWF-ASMINDO BANTU TINGKATKAN KESADARTAHUAN MASYARAKAT AKAN SVLK
WWF-ASMINDO to Help Boosting Awareness of SVLK © Edward Parker / WWF-Canon
Ecolabel Multicriteria and Self-Declared. Each has an easy process mechanism. Buildings, also has an SCP potential to be green buildings. Mr. Noer explained, there are four SCP potential in green buildings. First is the material. The sustainable renewable sources or something that we can get locally to reduce the transportation fee. Materials used are considering the use of green product Life Cycle Analysis (LCA). Second, is energy. Planned the setting for optimizing air circulation to reduce the use of air conditioning, optimize the sunlight as lighting during the day, using solar power and wind turbine as alternative power producer. The third, is water. Reduce the use of water and the use of STP (sewage treatment plant) to recycle waste water. Using water-saving equipment, such as low-pressure shower, automatic faucets (self -closing or spray taps), toilet tanks that are low - flush toilets. And the last one, is air. Health factors, the use of materials and products that are non - toxic will improve indoor air quality, and reduce the rate of asthma, allergies and sick building syndrome. Emission-free material, and resistant to prevent humidity that produce spores and other microbes. Indoor air quality should also be powered using an effective ventilation system and humidity control materials.
M
asih banyaknya masyarakat yang belum sadar akan keberadaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) mendorong WWF Indonesia bersama dengan ASMINDO untuk mengadakan workshop bertema: “Peningkatan Kesadartahuan Masyarakat Mengenai SVLK”. Sebagai agenda wajib WWF Indonesia dan ASMINDO pada saat mengikuti rangkaian acara International Furniture & Craft Fair Indonesia (IFFINA) 16 Maret 2015 silam di Senayan East Park, The Eco Green Zone, Jakarta. Workshop yang dibuka untuk umum ini mengharapkan sema kin banyak masyarakat yang tidak hanya sekedar sadar namun juga tahu dan paham hingga mendukung penerapan kebijak an SVLK di Indonesia. Melalui sambutannya, Ketua Umum ASMINDO, Ambar Tjahyono, mengatakan, adanya SVLK akan memperkuat eksistensi Indonesia dalam ekspor kayu. Selaras dengan itu, Direktur Policy, Sustainability and Transformation Program WWF, Bapak Dr. Budi S. Wardhana, mengatakan dalam sambutannya: “Terkait SVLK, diharapkan kerja sama antar stake holder semakin baik dan luas”. Kegiatan ini dihadiri oleh 4 pembicara yaitu Danang Raditya, South East Asia Forestry Specialist in IKEA Trading (Hongkong), Indonesia Representative, selaku perwakilan dari IKEA, Dr. Dwisudharto, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Ha sil Hutan, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Drs. Bambang Sigit, Kepala BAPPEDA Klaten, dan Diah Suradiredja
S
ince there are many people out there who still not aware of the Timber Legality Verification System (SVLK), WWF Indonesia together with ASMINDO conducted a workshop: “How To Boost Awereness of SVLK”. As a mandatory agenda of WWF Indonesia and ASMINDO when following the series of events of International Furniture & Craft Fair Indonesia (IFFINA) on 16th March 2015 at Senayan East Park, The Eco Green Zone, Jakarta, the objective of the workshop is to get more people to understand the SVLK and participating to support the enforcement of the SVLK policy in Indonesia. The Chairman of ASMINDO, Ambar Tjahyono said through his speech, “SVLK could strenghten the existence of Indonesia in term of timber export. The Director of Policy, Sustainabilty, and Transformation Program, Dr. Budi S. Wardhana said, “Related to the SVLK, we hope the corporation between the stake holder could be better and expansive” The workshop was attended by 4 speakers; South East Asia Forestry Specialist in IKEA Trading (Hongkong), Indonesia Representative, Danang Raditya, The Director of Processing and Marketing of Forest Products, Ministry of Environment and Forestry, Dr. Dwisudharto, The Chairman of BAPPEDA Klaten, Drs. Bambang Sigit, and the Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) representative, Diah Suradiredja. They discussed about how SVLK is running so far and also shared several experiences from each organization and retail about SVLK.
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
9
TIMBER PROJECTS
KEMITRAAN ANTARA WWF-INDONESIA, WWF-UK AND ASMINDO Partnership between WWF-INDONESIA, WWF-UK and ASMINDO
W
WF-Indonesia, WWF-UK dan ASMINDO (Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia) bermitra untuk menjadikan produksi dan konsumsi lestari (Sustainable Production and Consumption) sebagai praktik umum dari pasar produk kehutanan, menjaga nilai – nilai hutan dan mendukung pengentasan kemiskinan dalam pembangunan yang lestari di Indonesia.
Kemitraan ini bekerja sama untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan Usaha Kecil Menengah (UKM) mengenai verifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan menjembatani produk hutan lestari dalam permintaan pasar. Melalui kemitraan ini, para pemangku kepentingan diharapkan agar kapasitas teknis dalam aspek legalitas meningkat dan me nguatkan implementasi SVLK di Indonesia.
© WWF-Indonesia
selaku perwakilan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Mereka membahas bagaimana SVLK ini berjalan saat ini dan juga memberikan beberapa pembelajaran dari masing-masing lembaga dan retail mengenai SVLK. Menurut Dr. Dwisudharto, SVLK adalah sistem yang dibuat untuk menjamin kelestarian hutan. “Dulu tujuannya untuk menanggulangi ilegal logging. Saat ini SVLK telah menjadi ins trumen pasar (bisnis) yang menguntungkan untuk Indonesia”. Beliau menambahkan bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang memiliki sistem legalitas kayu (SVLK), banyak negara lain yang belajar SVLK dari Indonesia karena saat ini industri kayu dunia hanya menerima kayu legal. “IKEA selama ini telah membuat sistem bisnis yang sustain dan responsible. Total pemakaian kayu IKEA secara global pada tahun 2014 sebesar 15.5 m3dengan rincian 42% solid wood, 57.3% board material, dan 0.4% bamboo. Semua kayu yang digunakan telah mendapat sertifikasi legal dari SVLK dan FSC” ujar Danang. Sementara itu menurut Drs. Bambang, pemerintah Kabupaten Klaten telah menerapkan SVLK dan bahkan menerbitkan peraturan yang mendorong percepatan implementasi SVLK. Diakui oleh Diah Suradiredja, pada awalnya penerapan SVLK mengalami banyak hambatan baik dari kesiapan pemerintah maupun masyarakat. Dia menambahkan beberapa pembelajaran dalam SVLK yang didapatkan oleh LEI antara lain adalah kurangnya pemahaman masyrakat tentang SVLK, di daerah SVLK banyak yang tidak terintegrasi dan tersinkronisasi sehingga penerapannya menjadi sulit. Selain itu adanya ego sektoral dari berbagai stake holder semakin menghambat berjalannya SVLK dengan baik di daerah. Sebagai contoh, survei Ombudsman 4 tahun yang lalu menunjukan bahwa banyak Pemda yang menaikan biaya pengurusan SVLK hingga 6x lipat.
10
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
Dr. Dwisudharto said that SVLK is a system made to guarantee the forest conservation. “It used to overcome the ilegal logging”. Today, SVLK has been an instrument of business market that is profitable to Indonesia”. He added that Indonesia is the only one country that has SVLK. Other country has been learning about SVLK from Indonesia since world timber industry allows only the legal ones. “IKEA has been making the sustainable and responsible business system. The total use of woods of IKEA globally in 2014 was 15.5 m3 , with the detail 42% solid wood, 57.3% board material, and 0.4% bamboo. All the wood has been certified by SVLK and FCS” said Danang Raditya. Meanwhile, Drs. Bambang said, the government of Kabupaten Klaten has been applying the SVLK and even publish the regulation that boost the implementation of SVLK. Diah Suradiredja also admit that in the begining of implementing the SVLK, there were several obstacles, not only from the government but also from the people. She also added that one of the things that LEI got from learning about SVLK is that there are lack of knowledge about SVLK. In the small region and several remote area, SVLK was asynchronous and unintegrated so the implementation became very dificult. Aside from that, there was sectoral ego from several stake holders also make it more dificult. For the example, Ombudsman survey four years ago showed that a lot of local governments raised the costs of SVLK until six times.
W
WF-Indonesia, WWF-UK and ASMINDO (Association of Indonesian Furniture and Handycraft) are partnering to enable sustainable production and consumption as best practice in forest product markets, safeguarding forest value and supporting poverty reducation in sustainable development in Indonesia. This partnership is work together to increase capacity building of wood processing SMEs, replication of TLAS (Timber Legality Assurance System) verification and link sustainable forest product to existing market demand. Through this partnership, stakeholders are expected to increase its technical capacity in legality aspect and strengthen the Timber Legality Verification System (SVLK) implementation in Indonesia.
Mengenai WWF-Indonesia dan Program GFTN
About WWF-Indonesia and GFTN Program
Selama 50 tahun, WWF telah melindungi masa depan alam. Organisasi konservasi multinasional terbesar di dunia, WWF bekerja di 100 negara dan telah didukung oleh 1,2 juta suporter di Amerika Serikat dan hampir 5 juta secara di dunia. Cara unik WWF yang mengombinasikan jaringan global dengan ilmu alam, melibatkan aksi pada setiap level, baik di tingkat lokal maupun global, dan menjamin solusi inovatif terwujud dalam memenuhi kebutuhan manusia dan alam.
For 50 years, WWF has protecting nature’s future. As the biggest multinational conservation organization in the world, WWF is working in 100 countries and has been supported by 1.2 million supporter in the United States and nearly 5 million in the whole world. The approach of WWF combines global network and science knowledge, involving action in each level both in local and global, and offer guarantee for innovative solution in fulfilling human and nature’s need.
Global Forest & Trade Network (GFTN) merupakan salah satu inisiatif WWF untuk mengeliminasi pembalakan liar (illegal logging). GFTN memfasilitasi perusahaan-perusahaan dalam meng evaluasi pembelian dan pengimplementasian action plan untuk menjamin bahan baku yang lestari. Dengan memfasilitasi jaringan-jaringan perdagangan antara perusahaanperusahaan yang berkomitmen terhadap hutan bertanggung jawab, GFTN menciptakan kondisi pasar yang membantu konservasi hutan serta memberikan keuntungan ekonomi dan sosial untuk bisnis dan masyarakat yang bergantung pada hutan. Lebih dari 360 perusahaan menjadi anggota Global Forest & Trade Network, termasuk manufatur, importer, distributor, retailer, pemilik hutan dan pengelola hutan. (www.wwf.or.id/ gftn)
Global Forest & Trade Network (GFTN) is one of the WWF’s initiatives to eliminate illegal logging. GFTN facilitates companies in evaluating purchasing and implementation of action plan for sustainable supply chain. By facilitating trade networks between high committed companies toward responsible forest, GFTN drives market condition to help forest conservation as well as offering economy and social benefit for business and forest dependent communities. More than 360 companies are participated as GFTN members including manufacturer, importer, distributor, retailer and forest owner and forest managers. (www.wwf.or.id/gftn)
Mengenai ASMINDO Asosiasi Industri Permebelan & Kerajinan Indonesia (ASMINDO), merupakan wadah bagi pengusaha industri Mebel dan Kerajinan serta Industri Barang Setengah Jadi yang erat kaitannya dengan industri permebelan. ASMINDO bersifat mandiri, bukan organisasi politik, yang dalam kegiatannya tidak mencari keuntungan finansial maupun materi.
About ASMINDO ASMINDO or Indonesia Furniture Industry and Handicraft Association is a media for business people of furniture and handicraft, including middle finished good and raw material industry relating with the furniture and handicraft industry. ASMINDO is independent, non-political organization, and non-profit organization. ASMINDO was established in August 10, 1988, under the Mandate and Decree of the Extraordinary National Meeting of In-
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
11
TIMBER PROJECTS
KEMITRAAN ANTARA WWF-INDONESIA, WWF-UK AND ASMINDO Partnership between WWF-INDONESIA, WWF-UK and ASMINDO
W
WF-Indonesia, WWF-UK dan ASMINDO (Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia) bermitra untuk menjadikan produksi dan konsumsi lestari (Sustainable Production and Consumption) sebagai praktik umum dari pasar produk kehutanan, menjaga nilai – nilai hutan dan mendukung pengentasan kemiskinan dalam pembangunan yang lestari di Indonesia.
Kemitraan ini bekerja sama untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan Usaha Kecil Menengah (UKM) mengenai verifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan menjembatani produk hutan lestari dalam permintaan pasar. Melalui kemitraan ini, para pemangku kepentingan diharapkan agar kapasitas teknis dalam aspek legalitas meningkat dan me nguatkan implementasi SVLK di Indonesia.
© WWF-Indonesia
selaku perwakilan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Mereka membahas bagaimana SVLK ini berjalan saat ini dan juga memberikan beberapa pembelajaran dari masing-masing lembaga dan retail mengenai SVLK. Menurut Dr. Dwisudharto, SVLK adalah sistem yang dibuat untuk menjamin kelestarian hutan. “Dulu tujuannya untuk menanggulangi ilegal logging. Saat ini SVLK telah menjadi ins trumen pasar (bisnis) yang menguntungkan untuk Indonesia”. Beliau menambahkan bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang memiliki sistem legalitas kayu (SVLK), banyak negara lain yang belajar SVLK dari Indonesia karena saat ini industri kayu dunia hanya menerima kayu legal. “IKEA selama ini telah membuat sistem bisnis yang sustain dan responsible. Total pemakaian kayu IKEA secara global pada tahun 2014 sebesar 15.5 m3dengan rincian 42% solid wood, 57.3% board material, dan 0.4% bamboo. Semua kayu yang digunakan telah mendapat sertifikasi legal dari SVLK dan FSC” ujar Danang. Sementara itu menurut Drs. Bambang, pemerintah Kabupaten Klaten telah menerapkan SVLK dan bahkan menerbitkan peraturan yang mendorong percepatan implementasi SVLK. Diakui oleh Diah Suradiredja, pada awalnya penerapan SVLK mengalami banyak hambatan baik dari kesiapan pemerintah maupun masyarakat. Dia menambahkan beberapa pembelajaran dalam SVLK yang didapatkan oleh LEI antara lain adalah kurangnya pemahaman masyrakat tentang SVLK, di daerah SVLK banyak yang tidak terintegrasi dan tersinkronisasi sehingga penerapannya menjadi sulit. Selain itu adanya ego sektoral dari berbagai stake holder semakin menghambat berjalannya SVLK dengan baik di daerah. Sebagai contoh, survei Ombudsman 4 tahun yang lalu menunjukan bahwa banyak Pemda yang menaikan biaya pengurusan SVLK hingga 6x lipat.
10
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
Dr. Dwisudharto said that SVLK is a system made to guarantee the forest conservation. “It used to overcome the ilegal logging”. Today, SVLK has been an instrument of business market that is profitable to Indonesia”. He added that Indonesia is the only one country that has SVLK. Other country has been learning about SVLK from Indonesia since world timber industry allows only the legal ones. “IKEA has been making the sustainable and responsible business system. The total use of woods of IKEA globally in 2014 was 15.5 m3 , with the detail 42% solid wood, 57.3% board material, and 0.4% bamboo. All the wood has been certified by SVLK and FCS” said Danang Raditya. Meanwhile, Drs. Bambang said, the government of Kabupaten Klaten has been applying the SVLK and even publish the regulation that boost the implementation of SVLK. Diah Suradiredja also admit that in the begining of implementing the SVLK, there were several obstacles, not only from the government but also from the people. She also added that one of the things that LEI got from learning about SVLK is that there are lack of knowledge about SVLK. In the small region and several remote area, SVLK was asynchronous and unintegrated so the implementation became very dificult. Aside from that, there was sectoral ego from several stake holders also make it more dificult. For the example, Ombudsman survey four years ago showed that a lot of local governments raised the costs of SVLK until six times.
W
WF-Indonesia, WWF-UK and ASMINDO (Association of Indonesian Furniture and Handycraft) are partnering to enable sustainable production and consumption as best practice in forest product markets, safeguarding forest value and supporting poverty reducation in sustainable development in Indonesia. This partnership is work together to increase capacity building of wood processing SMEs, replication of TLAS (Timber Legality Assurance System) verification and link sustainable forest product to existing market demand. Through this partnership, stakeholders are expected to increase its technical capacity in legality aspect and strengthen the Timber Legality Verification System (SVLK) implementation in Indonesia.
Mengenai WWF-Indonesia dan Program GFTN
About WWF-Indonesia and GFTN Program
Selama 50 tahun, WWF telah melindungi masa depan alam. Organisasi konservasi multinasional terbesar di dunia, WWF bekerja di 100 negara dan telah didukung oleh 1,2 juta suporter di Amerika Serikat dan hampir 5 juta secara di dunia. Cara unik WWF yang mengombinasikan jaringan global dengan ilmu alam, melibatkan aksi pada setiap level, baik di tingkat lokal maupun global, dan menjamin solusi inovatif terwujud dalam memenuhi kebutuhan manusia dan alam.
For 50 years, WWF has protecting nature’s future. As the biggest multinational conservation organization in the world, WWF is working in 100 countries and has been supported by 1.2 million supporter in the United States and nearly 5 million in the whole world. The approach of WWF combines global network and science knowledge, involving action in each level both in local and global, and offer guarantee for innovative solution in fulfilling human and nature’s need.
Global Forest & Trade Network (GFTN) merupakan salah satu inisiatif WWF untuk mengeliminasi pembalakan liar (illegal logging). GFTN memfasilitasi perusahaan-perusahaan dalam meng evaluasi pembelian dan pengimplementasian action plan untuk menjamin bahan baku yang lestari. Dengan memfasilitasi jaringan-jaringan perdagangan antara perusahaanperusahaan yang berkomitmen terhadap hutan bertanggung jawab, GFTN menciptakan kondisi pasar yang membantu konservasi hutan serta memberikan keuntungan ekonomi dan sosial untuk bisnis dan masyarakat yang bergantung pada hutan. Lebih dari 360 perusahaan menjadi anggota Global Forest & Trade Network, termasuk manufatur, importer, distributor, retailer, pemilik hutan dan pengelola hutan. (www.wwf.or.id/ gftn)
Global Forest & Trade Network (GFTN) is one of the WWF’s initiatives to eliminate illegal logging. GFTN facilitates companies in evaluating purchasing and implementation of action plan for sustainable supply chain. By facilitating trade networks between high committed companies toward responsible forest, GFTN drives market condition to help forest conservation as well as offering economy and social benefit for business and forest dependent communities. More than 360 companies are participated as GFTN members including manufacturer, importer, distributor, retailer and forest owner and forest managers. (www.wwf.or.id/gftn)
Mengenai ASMINDO Asosiasi Industri Permebelan & Kerajinan Indonesia (ASMINDO), merupakan wadah bagi pengusaha industri Mebel dan Kerajinan serta Industri Barang Setengah Jadi yang erat kaitannya dengan industri permebelan. ASMINDO bersifat mandiri, bukan organisasi politik, yang dalam kegiatannya tidak mencari keuntungan finansial maupun materi.
About ASMINDO ASMINDO or Indonesia Furniture Industry and Handicraft Association is a media for business people of furniture and handicraft, including middle finished good and raw material industry relating with the furniture and handicraft industry. ASMINDO is independent, non-political organization, and non-profit organization. ASMINDO was established in August 10, 1988, under the Mandate and Decree of the Extraordinary National Meeting of In-
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
11
TIMBER PROJECTS
ASMINDO dibentuk pada tanggal 10 Agustus 1988, berdasarkan mandat dan Surat Keputusan Musyawarah Nasional Luar Biasa Himpunan Pengusaha Rotan Indonesia (HPRI) serta Mandat dan Surat Keputusan Nasional Asosiasi Industri Permebelan dan Hasil Kayu Indonesia (APHKI) yang dikukuhkan di Jakarta pada tanggal 3 April 1989. Pembentukan ASMINDO bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan, kegiatan dan kepen tingan pengusaha di bidang industri permebelan dan kerajinan Indonesia dalam rangka optimalisasi usaha mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat; menciptakan dan mengembangkan iklim usaha yang kondusif bagi kelangsungan usaha industri permebelan dan kerajinan Indonesia; membantu kepentingan anggota mulai dari pengadaan bahan baku, pengolahan, pemasaran, dan promosi serta distribusi; serta mendorong terwujudnya standarisasi mutu, baik dibidang tenaga kerja maupun hasil produ, guna memenuhi persyaratan perdagangan domestik dan internasional. (www. asmindoindonesia.com) Visi dan Misi nya adalah : 1. Turut serta menciptakan iklim pembangunan ekonomi Indonesia sebagai dimaksud dalam Pola Umum Pembangun an Nasional 2. Membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan dan kepentingan Pengusaha Indonesia di Bidang Industri Permebelan dan Kerajinan dalam arti seluas-luasnya. 3. Menciptakan dan mengembangkan iklim usaha yang sehat yang memungkinkan keikutsertaan setiap pengusaha dalam arti seluas-luasnya. 4. Melindungi kepentingan para anggota mulai dari pe ngadaan bahan baku, pengolahan sampai dengan distribusi dan promosi. Mengenai WWF-UK Misi WWF - Global Forest and Trade Network UK (GFTN-UK) adalah untuk meningkatkan pengelolaan hutan produksi dunia dengan menggunakan daya beli dan pengaruh bisnis Negara Inggris. GFTN-UK didirikan pada tahun 1991, yang awalnya disebut Grup WWF 1995, dan memiliki 28 perusahaan yang berpartisipasi. Visi para anggota pendiri adalah untuk memastikan bahwa persediaan kayu dan kertas mereka berasal dari hutan yang dikelola dengan baik dan tidak berkontribusi terhadap perusakan hutan dan praktek pembalakan liar. Sejak diluncurkan, GFTN-UK telah diakui secara luas sebagai sebuah kemitraan yang sukses antara WWF dan bisnis - kemitraan yang mempromosikan dan memajukan manajemen hutan dunia yang bertanggung jawab.
12
SWITCH-Asia | Newsletter | Agustus 2015
donesian Rattan Manufacturers Association, and the Mandate and Decree of Indonesian Furniture Industry & Wooden Producers Association, which was legalized in Jakarta in April 3, 1989. Establishment of ASMINDO is a good desire with devotion of all furniture and handicraft manufacturers. They have responsibility and awareness to fully make role in building and developing harmonious cooperation, driving work vacancy, and participating in the national economy. The Vision and Missions are: 1. Participating in creating climate of Indonesia economic development as stated in General Blueprint of National Development. 2. Building and developing desire, activity and interest of Indonesia manufacturers in the furniture and handicraft industrial sector. 3. Creating and developing healthy business cilmate, which enables every businessmen to take participation in. 4. Protecting the members interest, ranging from supplying of raw materials, processing, and distribution to promotion. About WWF-UK The mission of WWF’s Global Forest and Trade Network-UK (GFTN-UK) is to improve the management of the world’s production forests by using the purchasing power and influence of UK businesses. The GFTN-UK was founded in 1991, originally called the WWF 1995 Group, and has 28 participating companies. Its founding members’ vision was to ensure their timber and paper supplies came from well managed forests, and did not contribute to forest destruction and illegal logging practices. Since its launch, GFTN-UK has become widely recognised as a successful partnership between WWF and business – a partnership that promotes and progresses responsible management of the world’s forests.