THE ALMOST BROTHERS
Untuk anak-anak The Rain (Iwan, Ipul, Aang, untuk 10 tahun yang menakjubkan), Pekanbaru, Jogja, Jakarta, lamunan yang tak tertebak arahnya, dan perempuan hujanku.
DAFTAR ISI Prolog 1. Jakarta Oh Jakarta 2. The Almost Brothers 3. Alasan Itu Bernama Julie 4. Base Camp Kami Indah Sekali 5. Panggung Perdana (Bagian 1) 6. Panggung Perdana (Bagian 2) 7. Jono, Tabah Ya Nak 8. Jogjaaa! (Bagian 1) 9. Jogjaaa! (Bagian 2) 10. Lagu untuk Julie
Prolog Apa itu Sam Senja? Sebuah merk rokok kretek? Bukan. Nama kereta? Bukan juga. Itu sih Senja Utama. Lalu apa itu Sam Senja? Sam Senja adalah................ sejenis anjing gembala. Hehe, jangan bilang kamu percaya ya, saya memang suka bercanda, terlebih setelah saya mengenal Sam Senja. Baiklah, izinkan saya memperkenalkan dia. Siapa tau kamu kebetulan bertemu dengannya saat sedang berbarengan naik angkot di ibu kota, kamu kan bisa menyapanya. Walaupun kemungkinan besar dia akan ngeles dengan bilang “Aah cuma mirip kok, bukan saya.” Sam Senja adalah seorang pemuda berusia dua puluh satu tahun, tapi dia selalu yakin dan percaya dia sesungguhnya masih delapan belas tahun.. (dia terlalu banyak mendengarkan lagu 18 ‘Till I Die dari Bryan Adams). Meski berat untuk mengakui ini, tapi harus saya katakan bahwa si Sam ini memang lumayan keren anaknya. Pembawaannya juga santai dan mudah bergaul dengan siapa aja. Rambutnya ikal agak gondrong ala Jimi Multazham, itu lho, vokalisnya The Upstairs. Badan kurusnya selalu berbalutkan kaos bertuliskan nama-nama band kesukaannya, yang paling sering adalah Oasis dan Foo Fighters. Nama lahirnya adalah Samsul Senja, saya sempat lihat di KTPnya. Tapi dia selalu memperkenalkan diri dengan 1
nama “Sam” aja, tanpa “Sul”. Ngakunya sih karena dia memiliki trauma sewaktu kecil dengan panggilan “Sul”. Tapi saya curiga sebenarnya alasannya biar lebih keren aja. Kalau dipanggil “Sul” kan nanti bisa dikira namanya Sule atau apa gitu, hehe. Lagian ternyata ibunya memanggilnya “Dul”, hihihi. Pada akhirnya dia ngaku juga tentang pemilihan nama Sam Senja. “Biar lebih jualan,” katanya. Mungkin maksudnya jualan bakwan, karena dia memang pernah jualan bakwan sewaktu masih di Semarang dulu. Dia merantau sendirian ke Jakarta setahun selepas lulus SMA di Semarang. Kenapa setahun setelah lulus baru hijrah? Ya karena jualan bakwan tadi, hihihi. Kini Sam berstatus mahasiswa semester empat Fakultas Kehutanan di sebuah universitas swasta yang mengaku punya status Diakui padahal lebih tepatnya Dipertanyakan. Selain kuliah Sam bekerja sambilan sebagai tukang sablon di dekat kosannya. Nama tempatnya bekerja adalah UD Bahagia Sentosa. Tempat sablon itu cukup unik lho, tak hanya melayani pesanan sablon tapi juga melayani tambal ban tubeless, cuci-cetak foto dan menyediakan jasa pijat refleksi. Kadang-kadang jualan bibit ikan lele juga, hihihi. Selain Sam, ada beberapa makhluk lain dalam cerita ini yang baiknya saya kenalin juga ke kamu. Yang pertama adalah Jono Mulyono, teman nongkrong Sam. Perantauan asal Solo yang terdampar juga di Jakarta setelah mendapat beasiswa untuk masuk ke sebuah universitas negeri di Jakarta. Kemampuan akademisnya memang di atas rata-rata, tapi tidak demikian dengan kemampuan bergaulnya, terutama dengan wanita. Dia sedikit terlalu lugu untuk orang seusianya. Jono selalu memakai kemeja kemanapun dia pergi, tak ketinggalan kacamata resep yang kacanya hampir setebal Buku Pintar. 2
Di Jakarta Jono nyambi jualan pulsa. Usahanya itu lebih sering merugi karena diutangin teman-temannya yang tak berperikemanusiaan dan bersemboyan Utang Dahulu, Bayar Mudah-Mudahan. Lalu ada Fifi Loren, teman sekampus Sam. Nah, kalo dia ini lahir di Depok, jadi bolehlah kita bilang dia asli Jakarta, walaupun Depok itu udah masuk wilayah Jawa Barat. Dia tinggal di Duren Sawit, Jakarta Timur. Eh Fifi ini cowok lho. Namanya begitu karena dulu orang tuanya nge-fans banget dengan Sophia Loren dan udah menyiapkan nama Fifi Loren sebelum dia lahir, mereka memang mengharapkan dan mengira akan dapat anak perempuan. Tapi ternyata dia yang nongol. Nama itu tetap digunakan. Fifi tumbuh menjadi anak lelaki yang gagah meskipun kurus kering. Tongkrongannya sangar, rambut gondrong acak-acakan, selalu pake hand band hitam di kedua tangannya dan selalu pake kaos band metal kayak Air Supply dan Carpenters (eh itu bukan band metal ya). Fifi sangat emosional, gampang marah namun gampang pula tersentuh, menurut salah seorang teman itu karena namanya. Selain sebagai mahasiswa, Fifi juga seorang pelukis amatiran. Lukisannya sih lumayan, lumayan ancur, hehe. Selain melukis, Fifi juga bisa bermain drum, dulu dia pernah punya band bernama Ampun Juragan, dan permainan drum Fifi sungguh sesuai dengan nama bandnya itu, ancurnya ampun-ampunan, hihihi. Koes Lennon, teman Fifi yang nantinya akan berpengaruh besar dalam perjalanan makhluk-makhluk yang sudah saya kenalin tadi. Makhluk yang satu ini perawakannya agak lawas, sesuai dengan namanya, kalo istilah kerennya: vintage. Brewokan, gondrong dengan model rambut kayak personil Bee Gees jaman dulu. Badannya tambun namun orangnya sangat lincah, terutama bila ada makanan. Asal-usul orang ini misterius, 3
nggak pernah mau cerita masa lalunya yang menurut dia kelam karena berbagai peristiwa seperti penipuan, kebangkrutan, hidup berpindah-pindah, dan patah hati berat... lho katanya nggak mau cerita, hihihi. Tapi hatinya baik kok, terutama bila kita suguhi makanan. Lalu ada Julie. Bukan hanya teman sekampus Sam, dia juga adalah cinta abadi Sam. Julie telah ditaksir oleh Sam sejak pertama kali mereka bertemu waktu masa orientasi kampus. Gadis manis berambut hitam dan berhidung bangir. Sepertinya dia juga suka dengan Sam tapi entah kenapa dia selalu menarik-ulur hati Sam bagai layangan. Dan Sam selalu ikhlas menjadi layangan untuk Julie. Nanti juga ada Tutut, Yayuk dan Bhita, tiga mahasiswi angkatan baru di kampus Sam. Ada apa dengan mereka bertiga? Kita lihat aja nanti yaa. Demikianlah perkenalan singkat dengan para makhluk ajaib tadi, sekarang mari kita ikuti cerita mereka, Mariii...
4
1. Jakarta Oh Jakarta Grogol. Jam menunjukkan pukul 7.52 pagi ketika seorang pemuda melompat turun dari sebuah bus kota dan langsung berlari menuju gerbang sebuah kampus. Pemuda berambut ikal tersebut adalah Sam Senja. Dia terlambat masuk kuliah pertama jam tujuh pagi di kampusnya, UIS. Eh, kamu tau nggak kepanjangan dari UIS? UIS adalah singkatan dari Universitas Idaman Saya. Ada-ada aja deh yang bikin nama universitasnya. Sering lho anak-anak UIS dibikin keki karena nama almamater mereka sendiri. Contohnya waktu Bombom, anak tahun pertama di sana, ditanya oleh pamannya, “Kamu lulus masuk perguruan tinggi Bom?” “Lulus Paman.” “Kamu diterima di mana?” “Di Universitas Idaman Saya Paman.” “Waah syukurlah kalau begitu. Lalu apa nama universitasnya?” “Ngg, Universitas Idaman Saya Paman.” “Iyaa, saya tahu dan ikut senang kamu diterima di universitas idaman kamu. Semua orang juga pasti bangga jika bisa masuk ke universitas idamannya. Yang saya tanyakan itu adalah nama universitasnya. Namanya apaa?!!” Bombom pun berlari ke kamar sambil menangis meraung-raung. Banyak lagi cerita menyedihkan akibat nama universitas yang ajaib itu. Nanti kita bahas di lain kesempatan ya. Sekarang kita kembali ke pemuda berambut ikal tadi. 5
Sam terus berlari melewati banyak ruang kelas dan berhenti tepat di depan ruang VII, ruang kuliahnya pagi itu. Pak Djarnawi, dosen Kimia Kayu yang biasa mereka panggil Pak DJ, mendelik tajam melihat Sam yang masuk ke ruang kuliah sambil nyengir ke arahnya. “Pagi Pak.” “Kamu tahu jam berapa sekarang?” hardik Pak DJ. “Wah sori banget saya lagi nggak bawa jam Pak, coba tanya Fifi Pak, dia biasanya bawa jam terus tuh,” jawab Sam dengan muka tak bersalah. Fifi yang sedang sukses menikmati tidur-tidur ayam di ruang kuliah cuek aja mendengar namanya disebut. “KELUAR KAMUU!!!” *** Satu jam berikutnya Sam habiskan di kantin, makan mie rebus telor bareng Fifi yang menyusulnya tak lama setelah Sam diusir keluar ruang kuliah. Cara Fifi keluar pun tak kalah kurangajar dengan Sam. Ketika dia berdiri dari kursinya dan melangkah ke arah pintu, Pak DJ langsung menegurnya dengan keras, “Hei, mau kemana kamu?!” Dijawab dengan santai oleh Fifi, “Kantin Pak, ikut?” Lalu Fifi secepat kilat berlari keluar sambil menghindari lemparan kapur dari Pak DJ. Telat masuk kuliah bukan sekali itu dialami Sam, mungkin sudah lebih dua puluh kali dalam satu semester itu. Untuk sampai di kampus sebelum jam tujuh pagi, Sam harus berangkat dari kosannya di Jatinegara jam setengah enam pagi, naik mikrolet dulu ke terminal Kampung Melayu baru nerusin pake bus kota ke arah Grogol. Kalo lagi sial kadang-kadang Sam baru sampai di kampus jam delapan pagi. 6
Kenapa Sam ngekos jauh banget dari kampusnya? Karena harga sewanya murah. Di dekat kampusnya harga sewa kosan mencekik semua. Bagi Sam yang penghasilannya sebagai tukang sablon cuma cukup buat nyambung nafas, lebih baik jauh asalkan murah. Lagian tempat kerja Sam berlokasi di Cipinang, nggak begitu jauh dari Jatinegara. Untuk berangkat ke tempat kerja, Sam naik sepeda. Sebuah sepeda ontel yang berusia lebih tua darinya. Tadinya di Semarang Sam punya sepeda motor, tapi dijual buat modal hijrah ke Jakarta satu setengah tahun lalu. “Tadi malam saya begadang Fi, nulis puisi buat Julie,” curhat Sam sambil nyomot gorengan dari piring di hadapannya. Dari jauh, ibu kantin dengan jeli mencatat jumlah gorengan yang udah disikat Sam dan Fifi. Inisiatif itu harus dilakukan ibu kantin karena kebiasaan anak-anak kampus UIS yang suka nggak konsisten antara jumlah makanan yang dimakan dan yang dibayar, biasanya mereka berlagak pura-pura lupa trus mengira-ngira jumlahnya, padahal tetep ngibul. Kasihan sekali ibu kantin, untung Sam dan Fifi nggak seperti itu, nggak setiap saat maksudnya, hihi. Nggak ding, Sam dan Fifi jujur kok. Kadang-kadang kalo lagi kepepet banget nggak punya duit, mereka bela-belain makan sepiring berdua. Mesra banget kayak di lagu dangdut. “Jiaaah, emangnya masih jaman ya nulis puisi buat nembak cewek? Jaman sekarang to the point aja man, katakan langsung. Pake SMS kek,” timpal Fifi ngawur. “Bukan buat nembak dia, itu nanti deh,” lanjut Sam, “tadinya cuma nulis puisi tentang saat pertama kali saya ketemu dia, trus sepertinya puisinya cocok buat jadi lirik lagu, trus saya ambil gitar dan coba senandungin, akhirnya malah bikin lagu sampe jam tiga pagi. Makanya telat bangun tadi.” 7
“Trus lagunya mau diapain?” “Ya disimpen aja, buat punya-punya. Kali aja nanti saya punya band trus bawain lagu itu, trus ada produser yang tertarik, trus rekaman, trus terkenal, trus keliling Indonesia, trus banyak duit, trus saya mau ngelamar Julie.” “Haha, in your dreams,” sahut Fifi. *** Kelas berikutnya telah selesai. Sebagian anak-anak langsung pulang. Ada juga yang tetap di kampus untuk membaca-baca buku di perpustakaan atau sekedar nongkrong di bawah tangga di dekat ruang Dekan. Hari itu panas sekali. Waktu menunjukkan pukul dua belas siang ketika Sam terlihat sedang menunggu bus kota di depan kampus. Biasanya perjalanan pulangnya butuh waktu lebih lama. Apalagi kalo pulangnya sore, Sam bisa menghabiskan waktu dua sampai tiga jam di jalan. Jadi setiap harinya Sam menghabiskan waktu tiga sampai lima jam hanya untuk pulang-pergi ke kampus. Untungnya selama perjalanan kadang-kadang ada banyak hal menarik yang dijumpainya. Kalo lagi mujur Sam bisa kenalan dengan cewek cakep yang kebetulan kebagian duduk di sebelahnya. Kalo udah begitu biasanya waktu jadi nggak terasa karena Sam bisa mengobrol sepanjang perjalanan, sukur-sukur bisa tukeran nomor telepon. Sam tergolong canggih kalo urusan kenalan dengan cewek. Dia memiliki the X factor yang membuatnya selalu pede untuk memulai obrolan. Seperti seminggu sebelumnya, ketika tiba-tiba seorang cewek manis duduk di sebelahnya. Setelah saling melempar senyum dan hening beberapa menit, Sam memulai jurusnya, 8
“Pulang kuliah?” “Iya,” jawab si cewek, singkat. Hening lagi beberapa detik. “Mmm, saya boleh ngomong sesuatu?” “Ngomong apaan?”
9