UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
LAPORAN KASUS “Meningoensefalitis”
Disusun untuk Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Ambarwa
Diajukan Kepada : Pembimbing Klinik
: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc
Disusun Oleh : Murni Eria
161 0221 083
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN – UPN ”VETERAN” JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA PERIODE 8 AGUSTUS-11 SEPTEMBER 2016
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN SARAF
LAPORAN KASUS: “Meningoensefalitis”
Diajukan untuk Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun Oleh: Murni Eria 161 0221 083
Telah disetujui pada tanggal ....................................... oleh :
Mengesahkan: Koordinator Kepaniteraan Saraf
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi umatnya Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Meningoensefalitis”. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc, selaku dokter pembimbing departemen saraf RSUD Ambarawa yang banyak memberikan masukan, bimbingan dan arahan selama masa kepaniteraan klinik. Makalah laporan kasus ini dibuat dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi penilaian dan salah satu persyaratan pada kepaniteraan klinik di bagian Mata Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya dan dapat diambil hikmahnya. Penulis sadar makalah ini masih jauh dari “kesempurnaan”, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan berikutnya. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembacanya.
Ambarawa, 25 Agustus 2016
Murni Eria 161 0221 086
I. DENTITAS PASIEN
I.
Nama
: Tn. M
Umur
: 57 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Susukan Rt.5 Rw.1 Jelog
Pekerjaan
: Karyawan PT.Sidomuncul
Pendidikan
: SMA
Status
: Sudah menikah
No. RM
: 069xxx
Masuk RS
: 18 Agustus 2016
ANAMNESIS Keluhan utama : penurunan kesadaran lebih kurang 10 jam SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang
:
5 hari SMRS, pasien mengalami demam naik turun, tetapi tidak tinggi dan sakit kepala konsisten seperti ditusuk-tusuk dibagian kepala depan, dengan NRS 4-6. Pasien mengkonsumsi jamu tawon liar yang biasa diminum jika pasien demam atau tidak enak badan, tetapi demam dan sakit kepalanya tidak berkurang. Demam dirasa berkurang setelah pasien mengkonsumsi obatobatan yang dibeli di warung (panadol), tetapi sakit kepala pasien dirasa tidak berkurang. Pasien merasa lemah, letih, badan pegal-pegal, sehingga pasien seharian hanya beristirahat di rumah saja untuk mengurangi keluhannya. Selain itu, pasien juga merasa nafsu makannya berkurang, mual, tetapi tidak muntah. Baal/kesemutan (-), kejang (-), pusing berputar (-), kelemahan anggota gerak (-). BAK lancar, urin berwarna kuning, tidak ada nyeri saat BAK. BAB lancar, 1-2 kali sehari, feses berwarna kuning kecoklatan, tidak ada darah di feses. 3 hari SMRS, pasien pergi untuk memeriksakan diri ke dokter di puskesmas didekat rumah pasien. Pasien diberi 4 macam obat oleh dokter puskesmas, yaitu antasida, chloramphenicol, paracetamol dan 1 obat lainnya
1
yang yang sudah habis dikonsumsi pasien. Keesokan harinya, pasien merasa sedikit membaik, demam berkurang dan tidak nyeri kepala lagi, tetapi masih belum bisa bekerja dan memutuskan untuk beristirahat di rumah saja. 1 hari SMRS, pasien merasa sudah sehat dan sudah bisa pergi ke pasar. Pada hari yang sama, lebih kurang 11 jam SMRS, pasien merasa demam dan sakit kepala seperti ditusuk-tusuk diseluruh bagian kepala, lebih sakit daripada sebelumnya dengan NRS 7-8. Leher dan pundak pasien terasa berat dan kaku. Baal/kesemutan (-), kejang (-), pusing berputar (-), kelemahan anggota gerak (-). Pasien juga merasa lemah, lesuh, dan mengantuk (letargi), sehingga pasien memutuskan untuk tidur dikamar. Menurut istri pasien, pasien tidur sambil mengorok mulai dari magrib dan tidak bangun meskipun sudah coba dibangunkan
oleh
beliau.
Keluarga
pasien
sudah
mencoba
untuk
membangunkan pasien lebih kurang selama setengah jam sebelum dibawa kerumah sakit, tetapi pasien tidak kunjung bangun atau sadar. Keluarga khawatir dengan kondisi pasien yang tidak kunjung sadar, sehingga keluarga pasien memutuskan untuk membawa pasien ke IGD RSUD Ambarawa pada pukul 04.00 WIB. Pasien ditempatkan di ICU. Selama di ICU, pasien sempat mengalami muntah berupa cairan berwarna ciklat kehitaman dan gelisah, kejang (-), halusinasi auditory (-), halusinasi visual (-). Menurut keluarga pasien, pasien memang memiliki sifat yang mudah marah (emosian). Keluarga juga mengatakan bahwa tidak ada perbedaan perilaku maupun emosi pasien sebelum dan selama pasien sakit saat ini. Riwayat Penyakit Dahulu
:
-
Riwayat trauma kepala
: disangkal
-
Riwayat penyakit jantung, ginjal
: disangkal
-
Riwayat kencing manis
: disangkal
-
Riwayat alergi
: disangkal
-
Riwayat karies dentis
: disangkal
-
Riwayat sinusitis
: disangkal
-
Riwayat infeksi telinga
: disangkal
-
Riwayat infeksi salurah kemih
: disangkal
-
Riwayat infeksi saluran cerna
: disangkal
2
-
Riwayat batuk lama/kontak dengan penderita TBC : pasien mengalami keluhan batuk hilang timbul yang kadang-kadang berdahak (berwarna bening dan terkadang kekuningan) selama kurang lebih 4 bulan terakhir. Pasien belum pernah memeriksakannya ke dokter. Batuk dirasa berkurang dan menghilang dengan minum obat batuk sirup (woods, vicks) yang dibeli diwarung. Pasien mengaku pernah menghabiskan sampai 2 botol obat batuk untuk mengatasi keluhan batuknya. Keringat pada malam hari disangkal. Sesak nafas disangkal. Menurut pasien dan keluarga, tidak ada anggota keluarga, tetangga,
maupun rekan kerja
pasien yang sedang mengalami atau memiliki riwayat batuk lama/TBC atau sedang dalam pengobatan batuk selama 6 bulan. Batuk berdarah disangkal. Pasien mengalami penurunan berat badan lebih kurang 3-4 bulan terakhir. - Riwayat asam urat
: pasien mangaku memiliki riwayat
asam urat tinggi sejak lebih kurang 18 tahun terakhir. Riwayat asam urat tidak terkontrol. Pasien hanya mengkonsumsi jamu tawon liar untuk mengurangin gejala asam uratnya dan tidak mengkonsumsi makanan berupa sayuran hijau dan kacang-kacangan. - Riwayat konsumsi obat
: Pasien mengaku sering merasa
tidak enak badan dan susah tidur dimalam hari, sehingga untuk meringankan gejala tersebut, pasien secara rutin mengkonsumsi jamu tawon liar lebih kurang 2-3 bungkus dalam seminggu. Pasien juga sering mengkonsumsi obat-obat bebas yang dijual diwarung untuk mengurangi gejalanya. Kebiasaan ini sudah berlangsung lama (sudah bertahun-tahun). Riwayat Penyakit Keluarga
:
-
Riwayat keluhan serupa
: disangkal
-
Riwayat alergi
: disangkal
-
Riwayat batuk lama
: disangkal
-
Riwayat kencing manis
: disangkal
-
Riwayat hipertensi
: disangkal
3
Riwayat Pribadi Sosial Ekonomi
:
Pasien merokok lebih dari 10 linting sehari selama lebih kurang 30 tahun terakhir. Pasien sering minum minuman beralkohol sejak kelas 2 sma dan sudah berhenti kurang lebih 10 tahun yang lalu. Pasien tinggal di wilayah padat penduduk dekat dengan sungai. Pasien tinggal serumah bersama istri dan ketiga anaknya. Higienitas lingkungan rumah kurang, kelembaban kurang. Anamnesis Sistem
:
1. Sistem Serebrospinal
:
Penurunan kesadaran (+), nyeri kepala (+), muntah proyektil (-), pingsan (), kelemahan anggota gerak (-), perubahan tingkah laku (-), wajah merot (), bicara pelo (-), kesemutan (-),baal (-), BAB normal 1-2 kali sehari (feses kuning kecoklatan, tidak ada darah) dan BAK normal, urin berwarna kekuningan, tidak ada nyeri saat berkemih. 2. Sistem Kardiovaskuler
:
Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-), nyeri dada (-), sesak saat beraktivitas berat (-) 3. Sistem Respirasi
:
Sesak napas (-), batuk (+) 4. Sistem Gastrointestinal
:
Mual (+), muntah (+) saat di ICU, diare (-), BAB (+) 5. Sistem Muskuloskeletal
:
Kelemahan anggota gerak (-), seluruh tubuh terasa linu (+) 6. Sistem Integumen
:
Ruam merah (-) 7. Sistem Urogenital
:
BAK normal, urin berwarna kekuningan, tidak ada nyeri saat berkemih.
4
II. DIAGNOSIS SEMENTARA Diagnosis Klinis
: penurunan kesadaran, nyeri kepala, demam akut
Diagnosis Topis
: meningens dan parenkim otak
Diagnosis Etiologi
: -Infeksi bakteri dd virus -Vaskular
DISKUSI I Dari anamnesa didapatkan bahwa pasien mengalami penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran merupakan suatu kondisi yang terjadi akibat gangguan pada pusat kesadaran, yaitu kedua hemisfer serebri dan ARAS (Ascending Reticular Activity System), baik secara kedua hemisfer serebri dan ARA, baik secara anatomis maupun fungsional3. Secara garis besar, penurunan kesadaran dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu3 : 1. Penurunan kesadaran tanpa kelainan fokal dan kaku kuduk •
Gangguan iskemik
•
Gangguan metabolik
•
Intoksikasi
•
Infeksi sistemik
•
Hipertermia
•
Epilepsi
2. Penurunan kesadaran tanpa kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk •
Perdarahan subarakhnoid
•
Radang selaput otak
•
Radang otak
3. Penurunan kesadaran dengan kelainan otak
•
Tumor otak
•
Perdarahan otak
•
Infark otak
•
Abses otak
5
Berdasarkan anamnesis, pasien mengalami penurunan kesadaran tanpa kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk, sehingga kemungkinan pasien mengalami radang otak, radang selaput otak, atau perdarahan subarakhnoid. 5 hari SMRS, pasien mengeluh demam yang tidak tinggi, hilang timbul, sakit kepala seperti ditusuk dengan skala nyeri sedang (4-6), lemah, letih, badan pegal-pegal, nafsu makan berkurang, dan mual. Keluhan tersebut merupakan gejala prodromal penyakit infeksi akut. Gejala prodromal ini bersifat sistemik dan tidak spesifik, sehingga dari gejala tersebut belum bisa dipastikan letak atau fokus infeksi yang terjadi pada pasien. 1 hari SMRS, pasien merasa demam kembali, sakit kepala seperti ditusuk dengan skala nyeri berat (7-8), serta leher dan pundak terasa berat dan kaku. Sakit kepala yang pasien alami tidak menunjukkan tanda-tanda khas dari sakit kepala primer, sehingga sakit kepala pasien kemungkinan terjadi akibat penyakit organik lain yang menyebabkan peningkatan TIK. Sakit kepala pasien kemungkinan tidak disebabkan oleh perdarahan subarakhnoid karena pada perdarahan subarakhnoid, pasien akan merasa nyeri kepala mendadak seperti meledak dan sangat sakit3. Selain itu pasien juga tidak memiliki riwayat trauma sebelumnya, sehingga hipotesis perdarahan subarakhnoid bisa disingkirkan. Rasa berat dan kaku pada leher serta pundak pasien merupakan salah satu gejala rangsangan meningeal. Adanya rangsangan abnormal pada meningens bisa menyebabkan nyeri kepala yang menjalar sampai ke leher dan pundak, serta menyebabkan kontraksi otot-otok ekstensor tengkuk atau leher belakang. Keluhan ini disebut juga dengan istilah kaku kuduk. Dalam kasus ini, penurunan kesadaran yang terjadi pada pasien kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi yang terjadi pada otak dan selaputnya (meningoensefalitis). Hal ini karena pasien menunjukkan triase gejala meningoensefalitis, yaitu gejala infeksi akut (demam, nyeri kepala sedang, lemah, letih, lesu, anoreksia, penurunan bb, dan mual), gejala rangsangan meningeal (kaku kuduk), dan gejala peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala berat dan penurunan kesadaran). Port d’entry atau sumber infeksi dari meningoensefalitis yang pasien alami kemungkinan besar berasal dari infeksi sistem pernapasan pasien. Hal ini diketahui dari anamnesia pasien, dimana pasien memiliki riwayat batuk lama yang belum diobati secara tuntas, sehingga kemungkinan besar infeksi
6
dari sistem pernapasan tersebut menyebar secara hematogen dan menyebabkan infeksi pada meningens dan parenkim otak pasien. MENINGOENSEFALITIS A. DEFINISI Meningoensefalitis adalah penyakit inflamasi yang terjadi pada meningens dan parenkim otak. Meningoensefalitis dapat didahului dengan meningitis atau ensefalitis terlebih dahulu yang kemudian berlanjut menginfeksi bagian lainnya. B. EPIDEMIOLOGI Sering terjadi pada penduduk dengan sosio-ekonomi rendah. Insiden meningkat individu dengan usia ekstrim (terlalu muda atau terlalu tua) dan individu dengan penurunan sistem imun. Berdasarkan penelitian epidemiologi mengenai infeksi sistem saraf pusat di Asia, pada daerah Asia Tenggara, meningitis yang paling sering dijumpai adalah meningitis tuberkulosis2.
Di Indonesia, Meningitis/Ensefalitis merupakan penyebab kematian pada
semua umur dengan urutan ke 17 (0,8%) setelah malaria. Meningitis/Ensefalitis merupakan penyakit menular pada semua umur dengan proporsi 3,2%. Sedangkan proporsi Meningitis/Ensefalitis merupakan penyebab kematian bayi pada umur 29 hari-11 bulan dengan urutan ketiga yaitu (9,3%) setelah diare (31,4%) dan pneumoni (23,8%). Proporsi Meningitis/Ensefalitis penyebab kematian pada umur 1-4 tahun yaitu (8,8%) dan merupakan urutan ke-4 setelah Necroticans Entero Colitis (NEC) yaitu (10,7%)1. C. ETIOLOGI Dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Meningoensefalitis paling sering terjadi akibat infeksi :
-
Bakteri
: Mycobacterium tuberculosis
-
Virus
: Tick-borne meningoencephalitis
-
Jamur
: Kriptococcus neoformans
-
Parasit
: Naegleria fowleri
7
Pada individu dewasa imunokompeten, S. pneumonia dan N. meningitidis adalah
patogenutamapenyebabMB,karenakedua
bakteri
tersebut
memiliki
kemampuan kolonisasi nasofaring dan menembus sawar darah otak (SDO). Basil gram negatif seperti Escherichia coli, Klebsiella spp, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas spp biasanya merupakan penyebab MB nosokomial, yang lebih mudah terjadi pada pasien kraniotomi, kateterisasi ventrikel internal ataupun eksternal, dan trauma kepala8. D. FAKTOR RISIKO -
Fraktur kepala terbuka
-
Sinusitis
-
Otitis
-
Mastoiditis
-
Tuberkulosis
-
HIV dan keadaan immunocompromised lainnya.
E. PATOFISIOLOGI Infeksi bakteri mencapai sistem saraf pusat melalui invasi langsung, penyebaran hematogen, atau embolisasi trombus yang terinfeksi. Infeksi juga dapat terjadi melalui perluasan langsung dari struktur yang terinfeksi melalui vv. diploica,
erosi
focus
osteomyelitis,
atau
secara
iatrogenik
(pascaventriculoperitoneal shunt atau prosedur bedah otak lainnya)8. Transmisi bakteri patogen umumnya melalui droplet respirasi atau kontak langsung dengan karier. Proses masuknya bakteri ke dalam sistem saraf pusat merupakan mekanisme yang kompleks. Awalnya, bakteri melakukan kolonisasi nasofaring dengan berikatan pada sel epitel menggunakan villi adhesive dan membran protein. Risiko kolonisasi epitel nasofaring meningkat pada individu yang mengalami infeksi virus pada system pernapasan atau pada perokok8. Komponen polisakarida pada kapsul bakteri membantu bakteri tersebut mengatasi mekanisme pertahanan immunoglobulin A (IgA) pada mukosa inang.
8
Bakteri kemudian melewati sel epitel ke dalam ruang intravaskuler di mana bakteri relatif terlindungi dari respons humoral komplemen karena kapsul polisakarida yang dimilikinya8. Bakteri memasuki ruang subaraknoid dan cairan serebrospinal (CSS) melalui pleksus koroid atau kapiler serebral. Perpindahan bakteri terjadi melalui kerusakan endotel yang disebabkannya. Seluruh area ruang subaraknoid yang meliputi otak, medulla spinalis, dan nervus optikus dapat dimasuki oleh bakteri dan akan menyebar dengan cepat. Hal ini menunjukkan meningitis hampir pasti selalu melibatkan struktur serebrospinal. Infeksi juga mengenai ventrikel, baik secara langsung melalui pleksus koroid maupun melalui refluks lewat foramina Magendie dan Luschka8. Bakteri akan bermultiplikasi dengan mudah karena minimnya respons humoral komplemen CSS. Komponen dinding bakteri atau toksin bakteri akan menginduksi proses inflamasi di meningen dan parenkim otak. Akibatnya, permeabilitas SDO meningkat dan menyebabkan kebocoran protein plasma ke dalam CSS yang akan memicu inflamasi dan menghasilkan eksudat purulen di dalam ruang subaraknoid. Eksudat akan menumpuk dengan cepat dan akan terakumulasi di bagian basal otak serta mel vbq
uas ke selubung saraf-saraf
kranial dan spinal. Selain itu, eksudat akan menginfi ltrasi dinding arteri dan menyebabkan penebalan tunika intima serta vasokonstriksi, yang dapat mengakibatkan iskemia serebral. Tunika adventisia arteriola dan venula subaraknoid sejatinya terbentuk sebagai bagian dari membran araknoid. Dinding vasa bagian luar sebenarnya sejak awal sudah mengalami proses infl amasi bersamaan dengan proses meningitis (vaskulitis infeksius)8. Selanjutnya, dapat terjadi syok yang mereduksi tekanan darah sistemik, sehingga dapat mengeksaserbasi iskemia serebral. Selain itu, MB dapat menyebabkan trombosis sekunder pada sinus venosus mayor dan tromboflebitis pada vena-vena kortikal. Eksudat purulen yang terbentuk dapat menyumbat resorpsi CSS oleh villi araknoid atau menyumbat aliran pada system ventrikel yang menyebabkan hidrosefalus obstruktif atau komunikans yang disertai edema serebral interstisial. Eksudat tersebut juga dapat mengelilingi saraf-saraf kranial
9
dan menyebabkan neuropati kranial fokal8. F. MANIFESTASI KLINIS Gabungan dari gambaran meningitis dan ensefalitis. Meningitis
:
Kaku
kuduk,
sakit
kepala,
demam,
gangguan
penglihatan/fotofobia. Ensefalitis
: Kejang, penurunan kesadaran, peningkatan TIK, defisit
neurologis (gangguan motorik dan sensorik), atau gejala psikiatrik. Neonatus memiliki gambaran klinik berbeda dengan anak dan orang dewasa. Meningitis karena bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi, diare. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25% oleh Streptococcus pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Pada bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) yaitu demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk dan tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak-anak dan remaja terjadi demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti oleh perubahan sensori, fotofobia, mudah terstimulasi dan teragitasi, halusinasi, perilaku agresif, stupor, koma, kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan takikardi karena septikimia4,15. Meningitis yang disebabkan Mumpsvirus ditandai dengan anoreksia dan malaise, diikuti pembesaran kelenjar parotid sebelum terjadinya invasi ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, sakit tenggorok, nyeri otot, dan demam, disertai dengan
10
timbulnya ruam kulit makulo papular yang tidak disertai gatal terdapat pada wajah, leher, dada dan badan7. Keluhan utama pada penderita ensefalitis yaitu sakit kepala, demam, kejang disertai penurunan kesadaran. Ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi Famili Togavirus (memiliki gejala yang sangat bervariasi, mulai dari yang tanpa gejala sampai terjadinya sindrom demam akut disertai demam berdarah dan gejala-gejala sistem saraf pusat). Western Equine Virus (WEE) pada umumnya menimbulkan infeksi yang sangat ringan, gejala pada orang dewasa dapat berupa letargi, kaku kuduk dan punggung, serta mudah bingung dan koma yang tidak tetap. Gejala berat pada anak berupa konvulsi, muntah dan gelisah, yang sesudah sembuh akan menimbulkan cacat fisik dan mental yang berat10. Gejala yang mungkin tampak dengan penyebab Japanese B enchephalitis virus adalah panas mendadak, nyeri kepala, kesadaran yang menurun, fotofobi, gerak tidak terkoordinasi, hiperhidrosis. Pemeriksaan laboratorium berupa uji serologis misalnya ELISA terhadap bahan atau cairan serebrospinal menunjukkan adanya IgM. Uji fiksasi komplemen menunjukkan nilai titer yang meningkat 4 kali lipat15. Pada umumnya terdapat 4 jenis atau bentuk manifestasi klinik, yaitu: 2.5.1. Bentuk asimtomatik Umumnya gejalanya ringan, vertigo, diplopia. Diagnosis hanya ditegakkan atas pemeriksaan CSS. 2.5.2. Bentuk abortif Gejala berupa nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan kaku kuduk ringan. Umumnya terdapat gejala-gejala seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas atau gastrointestinal. 2.5.3. Bentuk fulminan Bentuk ini berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan kematian. Pada stadium akut terdapat demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis, kaku kuduk, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma yang dalam. 2.5.4. Bentuk khas ensefalitis Bentuk ini mulai secara bertahap dengan gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran nafas bagian atas. Kemudian muncul tanda radang Sistem
11
Saraf Pusat (SSP) seperti kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah, sukar tidur. Selanjutnya kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, gangguan bicara, gangguan mental. G. DIAGNOSIS PENUNJANG Bertujuan untuk mengetahui mikroorganisme penyebab infeksi à diperlukan untuk terapi kausatif. 1) Pemeriksaan laboratorium à darah rutin, serologi, PCR Pada pemeriksaan darah, MB disertai dengan peningkatan leukosit dan penanda inflamasi, dan kadang disertai hipokalsemia, hiponatremia, serta gangguan fungsi ginjal dengan asidosis metabolik. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) bersifat sensitif terhadap Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis8. 2) Lumbal pungsi à Analisi LCS, kultur LCS Tekanan pembukaan saat pungsi lumbal berkisar antara 20-50 cmH2O. Pencitraan otak harus dilakukan secepatnya untuk mengeksklusi lesi massa, hidrosefalus, atau edema serebri yang merupakan kontraindikasi relatif pungsi lumbal. Jika pencitraan tidak dapat dilakukan, pungsi lumbal harus dihindari pada pasien dengan gangguan kesadaran, keadaan immunocompromised (AIDS, terapi imunosupresan, pasca-transplantasi), riwayat penyakit sistem saraf pusat (lesi massa, stroke, infeksi fokal), defisit neurologik fokal, bangkitan awitan baru, atau papil edema yang memperlihatkan tanda-tanda ancaman herniasi8. Kontraindikasi relatife lumbal pungsi antara lain5: •
Kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial
•
Trombositopenia atau diatesis perdarahan lainnya (termasuk terapi antikoagulan yang sedang berlangsung)
•
Diduga abses epidural spinal
12
Tabel 1 Perbandingan karakteristik LCS pada meningitis yang berbeda8..
3) Pemeriksaan radiologi : §
Foto polos à untuk mengetahui fokus atau sumber infeksi (ex : paru, mastoiditis, nasalis, periodontal,dll).
§
CT-Scan dengan kontras à untuk melihat ada atau tidaknya fokus lesi fokal pada otak. CT-Scan perlu dilakukan untuk mengeksklusikan kontraindikasi relatif fungsi lumbal.
§
MRI à Menentukan ada atau tidaknya abnormalitas dan fokus lesi pada tahap awal.
§
Pemeriksaan EEG à Diindikasikan pada pasien yang mengalami kejang.
H. PROGNOSIS Prognosis meningoensefalitis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan, di samping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit seperti hidrosefalus, gangguan mental, yang dapat muncul selama perawatan. Bila meningoensefalitis (tuberkulosa) tidak diobati, prognosisnya jelek sekali. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Angka kematian pada umumnya 50%. Prognosisnya jelek pada bayi dan orang tua. Prognosis juga tergantung pada umur dan penyebab yang mendasari, antibiotik yang diberikan, hebatnya penyakit pada permulaannya, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat, serta adanya kondisi patologik lainnya. Tingkat kematian virus mencakup 40-75% untuk herpes simpleks, 10-20% untuk campak, dan 1% untuk gondok4. Penyakit pneumokokus juga lebih sering menyebabkan gejala sisa jangka panjang (kurang dari 30% kasus) seperti hidrosefalus, palsi nervus kranials,
13
defisit visual dan motorik, serta epilepsi. Gejala sisa penyakit terjadi pada kirakira 30% penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta patogen, dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi oleh bakteri gram negatif dan S. pneumoniae. Gejala neurologi tersering adalah tuli, yang terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan saraf kranial pada 2-7% pasien; dan cedera berat seperti hemiparesis atau cedera otak umum pada 1-2% pasien. Lebih dari 50% pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari rumah sakit akan membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implan koklea belum lama ini memberi harapan bagi anak dengan kehilangan pendengaran. I. KOMPLIKASI Komplikasi dari meningitis tuberkulosa adalah hidrosefalus, epilepsi, gangguan jiwa, buta karena atrofi N.II, kelumpuhan otot yang disarafi N.III, N.IV, N.VI, hemiparesis. Komplikasi dari meningitis purulenta adalah efusi subdural, abses otak, hidrosefalus, paralisis serebri, epilepsi, ensefalitis, tuli, renjatan septik4.
14
III. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan tanggal 18 Agustus 2016 Keadaan Umum Kesadaran
: Tampak sakit berat : Somnolen
GCS
: E2M4V3
Vital sign TD
: 140/90 mmHg
Nadi
: 80 x /menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 36,50 C secara aksiler
Status Gizi
: tampak normal
Status Internus Kepala
: Mesocephal
Mata
: Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (3mm/3mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+) Telinga
: Sekret (-/-)
Hidung
: Napas cuping hidung (-/-), sekret (+/+), septum deviasi (-/-)
Mulut
: Bibir sianosis (-), karies dentis (+)
Leher
: Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal)
Thorax
:
Cor
: Inspeksi : Tampak ictus cordis Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS Perkusi :
- Batas atas jantung
: ICS II Linea parasternal dextra
- Batas pinggang jantung
: ICS III Linea parastenal sinistra
- Batas bawah kanan jantung : ICS II-IV Linea parasternal dextra - Batas bawah kiri jantung
: ICS V lebih dari 3 cm kelateral dari Linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-)
15
Pulmo
: Depan
Dextra
Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
Sinistra
Pergerakan simetris,
Pergerakan
retraksi (-)
simetris, retraksi (-)
Vokal fremitus
Vokal
normal kanan = kiri
normal kanan = kiri
Sonor seluruh lapang
Sonor
paru
lapang paru
SD paru vesikuler
SD paru vesikuler
(+), suara tambahan
(+),
suara
paru: wheezing (-),
tambahan
paru:
ronki (+)
wheezing (-), ronki
fremitus seluruh
(+) Abdomen : Inspeksi
: Dinding abdomen datar, spider naevi (-), warna kulit sama
dengan warna kulit sekitar Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Perkusi
: Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
Palpasi
: Hepar & lien tak teraba
Ekstremitas : Atas
: Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)
Bawah : Oedem (-/-), CRT(< 2 dtk), Akral dingin (-/-) Status Neurologis Sikap Tubuh
: Simetris
Gerakan Abnormal
:-
Cara berjalan
: Tidak dapat dinilai
Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk
: (+)
Kernig sign
: (+)
Brudzinsky I
: (-)
Brudzinsky II
: (-)
16
Brudzinsky III
: (-)
Brudzinsky IV
: (-)
Pemeriksaan Saraf Kranial Nervus
Pemeriksaan
Kanan
Kiri
N. I. Olfaktorius
Daya penghidu
TDL
TDL
N. II. Optikus
Daya penglihatan
TDL
TDL
Pengenalan warna
TDL
TDL
Lapang pandang
TDL
TDL
-
-
TDL
TDL
TDL
TDL
TDL
TDL
Ukuran pupil
3 mm
3 mm
Bentuk pupil
Bulat
Bulat
+
+
+
+
TDL
TDL
TDL
TDL
TDL
TDL
Menggigit
TDL
TDL
Membuka mulut
TDL
TDL
Sensibilitas muka
TDL
TDL
+
+
N. III.
Ptosis
Okulomotor
Gerakan mata ke medial Gerakan mata ke atas Gerakan mata ke bawah
Refleks cahaya langsung Refleks cahaya konsensual N. IV. Troklearis
Strabismus divergen Gerakan mata ke lat-bwh Strabismus konvergen
N. V. Trigeminus
Refleks kornea
17
N. VI. Abdusen
Trismus
TDL
TDL
Gerakan mata ke
TDL
TDL
TDL
TDL
TDL
TDL
Lipatan nasolabial
Simetris
Simetris
Sudut mulut
Simetris
Simetris
Mengerutkan dahi
TDL
TDL
Menutup mata
TDL
TDL
Meringis
TDL
TDL
Menggembungkan
TDL
TDL
TDL
TDL
lateral Strabismus konvergen N. VII. Fasialis
Kedipan mata
pipi Daya kecap lidah 2/3 ant N. VIII.
Mendengar suara
Vestibulokokleari
bisik
s
Mendengar bunyi
TDL TDL TDL
TDL
Tes Rinne
TDL
TDL
Tes Schwabach
TDL
TDL
Tes Weber
TDL
TDL
N. IX.
Arkus faring
TDL
TDL
Glosofaringeus
Daya kecap lidah
arloji
TDL
1/3 post
N. X. Vagus
Refleks muntah
TDL
Sengau
TDL
Tersedak
TDL
Denyut nadi Arkus faring
80 x/menit TDL
TDL
Bersuara
TDL
Menelan
TDL
18
N. XI. Aksesorius
Memalingkan
TDL
TDL
Sikap bahu
TDL
TDL
Mengangkat bahu
TDL
TDL
Eutrofi
Eutrofi
kepala
Trofi otot bahu N. XII.
Sikap lidah
TDL
Hipoglossus
Artikulasi
TDL
Tremor lidah
TDL
Menjulurkan lidah
TDL
Trofi otot lidah
TDL
Fasikulasi lidah
TDL
Pemeriksaan Motorik SDN
G
SDN
SDN SDN + +
RF
+
+
Eu Eu
SDN SDN
SDN SDN
Tn
Tr
SDN
SDN SDN
Eu Eu
K
SDN
-
-
-
-
RP
-
Cl -
Pemeriksaan Sensibilitas : TDL Pemeriksaan Fungsi Vegetatif : - Miksi : inkontinentia urine (-), retensio urine (-), anuria (-) - Defekasi : inkontinentia alvi (-), retensio alvi (-) NOTE : Pada tanggal 19 Agustus 2016, kembali dilakukan pemeriksaan status neurologis, yaitu pemeriksaan nervus kranial, pemeriksaan motorik, pemeriksaan sensibilitas, dan pemeriksaan fungsi vegetatif. Semua hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa fungsi nervus kranial, fungsi motoric, sensibilitas dan fungsi vegetatif dalam batas normal.
19
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan
Hasil
Nilai rujukan
Satuan
11,8
11,7 - 16,5
g/dl
Leukosit
14,1 H
3,6-11,0
Ribu
Eritrosit
3,80 L
4,5-5,8
Juta
Hematokrit
36,1 L
37-47
%
Trombosit
235
150-400
Ribu
MCV
95,0
82-95
fL
MCH
31,1
>27
Pg
MCHC
32,7
32-37
g/dl
RDW
13,4
10-15
%
MPV
7,2
7-11
mikro m3
Limfosit
1,6
1,0-4,5
103/mikro m3
Monosit
0,1 L
0,2-1,0
103/mikro m3
Eosinofil
0,0
0,04 – 0,8
103/mikro m3
Basofi;
0,1
0 – 0,02
Neutrofil
12,3 H
1,8 – 7,5
103/mikro m3
PCT
0,170
0,2 - 0,5
%
PDW
11,7
10 – 18
%
SGOT
31
0 – 50
U/L
SGPT
26
0 – 50
IU/L
Ureum
57,0 H
10 – 50
mg/dL
Kreatinin
1,99 H
0,62 - 1,1
mg/dL
36
28 - 63
mg/dL
129,6
<150
mg/dL
Asam urat
10,04 H
2-7
mg/dL
Cholesterol
207
< 200 dianjurkan,
mg/dL
Hemoglobin
HDL Direct LDL-Cholesterol
103/mikro m3
200 - 239 resiko sedang, > 240 resiko tinggi Trigliserida
212 H
70-144
mg/dL
20
-
Foto Rontgen Thorax AP/Lateral 18/08/2016
Expertise Dokter Spesialis Radiologi •
Cor : Apeks bergerak ke lateral
•
Pulmo :
•
o
Corakan paru meningkat
o
Bercak lapangan atas paru kiri, perihiler kanan
Kedua sinus lancip
Kesan : •
Suspek kardiomegali
•
Cenderung gambaran proses spesifik
Pemeriksaan VCT : Non Reaktif Jawaban Konsultasi •
Dokter Spesialis Penyakit Dalam o Bronkopneumonia o Susp. TB Paru o CKD Planning Test BTA S-P-S
21
DISKUSI II Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien E2M4V3 (somnolen) yang menunjukkan bahwa pasien mengalami penurunan kesadaran. Tanda-tanda vital dalam batas normal, kecuali tekanan darah pasien yaitu sebesar 140/90 mmHg yang menunjukkan adanya hipertensi grade 1. Pada pemeriksaan jantung, didapatkan batas jantung kiri bawah berada pada ICS V lebih dari 3 cm kelateral dari Linea midclavicula sinistra. Hal ini menunjukkan adanya pembesaran jantung (apeks bergeser ke lateral). Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan rontgen thorax yang menunjukkan adanya kardiomegali. Kardiomegali yang terjadi pada pasien kemungkinan disebabkan oleh hipertensi yang dialami pasien. Pada pemeriksaan paru, ditemukan adanya ronkhi pada saat auskultasi. Ronkhi merupakan suara nafas abnormal yang terjadi akibat penyumbatan pada bronkus. Penyempitan pada bronkus. Ronkhi yang dialami pasien kemungkinan disebabkan oleh adanya inflamasi yang terjadi pada parenkim, bronkus maupun bronkiolus pasien, yang diperkuat dengan adanya gambaran klinis batuk lama yang dialami pasien selama 4 bulan terakhir. Dugaan ini juga diperkuat dengan hasil rontgen thorax menunjukkan adanya bercak pada lapang paru kiri dan perihiler kanan yang memberikan kesan gambaran proses spesifik pada system pernafasan pasien. Pemeriksaan rangsang meningens, yaitu kaku kuduk dan kernig dengan hasil positif menunjukkkan bahwa telah terjadi rangsangan abnormal pada selaput otak (meningens). Rangsangan abnormal ini bisa disebabkan karena adanya peradangan, perdarahan, ataupun tumor pada selaput otak. Tetapi pada anamnesis pasien tidak ditemukan adanya gejala perdarahan maupun tumor pada selaput otak, sehingga kemungkinan penyebabnya adalah infeksi pada selaput otak pasien. Pasien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 9. Kondisi pasien yang tidak kooperatif ini menyebabkan sulit untuk dilakukan penilaian pada pemeriksaan neurologinya. Setelah pasien stabil dan kesadaran pasien compos mentis, dilakukan pemeriksaan ulang yang menunjukkan bahwa tidak dijumpai kelainan pemeriksaan nervus kranial, motoric, sensibilitas dan fungsi vegetatif. Hal ini menandakan bahwa tidak adanya kerusakan pada jaras nervus kranial,
22
jaras UMN-LMN, jaras sensoricneural, dan fungsi saraf otonom (simpatis dan parasimpatis). Pada test MMS, didapatkan total score 30 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat gangguan fungsi kognitif pasien. pasien tidak mengalami disorientasi waktu maupun tempat, gangguan memori (-), gangguan konsentrasi (-), gangguan bahasa (penamaan, repetisi, bahasa komprehensif) (-) dan gangguan fungsi eksekutif (-). Pemeriksaan
laboratorium
darah
dilakukan
untuk
menyingkirkan
kemungkinan lain yang menyebabkan pasien mengalami penurunan kesadaran serta untuk membantu menegakkan diagnosis pasti pasien. Ditemukan peningkatan leukosit (14,1) dengan hitung jenis shift-to-the-left yang menandakan adanya infeksi, terutama infeksi bakteri. Pada pasien juga ditemukan peningkatan kadar ureum, kreatinin, dan asam urat. Peningkatan kadar ureum dan kreatinin menunjukkan adanya penyakit lain yaitu CKD yang kemungkinan disebabkna oleh hiperuresemia yang sudah lama dialami pasien (riwayat asam urat tinggi tidak terkontrol lebih kurang 18 tahun terakhir). Keadaan hiperurisemia bisa menyebabkan penumpukan monosodium urat atau kristam asam urat pada interstitial medulla yang berpotensi menyebabkan fibrosis interstitial dan gagal ginjal kronik6. Peningkatan ureum, kreatinin, dan asam urat darah bukan merupakan faktor yang menyebabkan terjadi meningoensefalitis pada pasien, tetapi kondisi ini bisa menjadi salah satu faktor yang dapat memperburuk kondisi pasien nantinya jika tidak ditanganin lebih lanjut. Selain itu, CKD yang dialami pasien juga bisa menjadi salah satu faktor pencetus hipertensi pada pasien. Pada rontgen thorax ditemukan kesan kardiomegali dan gambaran proses spesifik yang dicurigai bronkopneumonia TB. Infeksi yang terjadi pada sistem pernafasan pasien dicurigai menjadi sumber infeksi yang menyebabkan meningoensefalitis pada pasien. mikroorganisme penyebab infeksi paru tersebut dicurigai
menyebar
secra
hematogen
hingga
melewati
BBB
sehingga
menimbulkan peradangan pada parenkim dan selaput otak pasien. Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan mendukung diagnosis meningoensefalitis. Namun untuk mengetahui diagnosis dan etiologi pasti harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu pemeriksaan
23
sputum BTA S-P-S untuk mengkonfirmasi apakah pasien terinfeksi TB atau tidak, lumbal pungsi untuk menegakkan diagnosis pasti penyebab meningoensefalitis pada pasien, dan pemeriksaan CT-Scan dengan kontras untuk mengetahui ada tidaknya focus lesi pada otak serta untuk mengingkirkan kontraindikasi relative dilakukannya lumbal pungsi. V. DIAGNOSIS AKHIR Diagnosis Klinis
: Penurunan kesadaran, demam akut, sakit kepala
Diagnosis Topis
: Meningens dan parenkim otak
Diagnosis Etiologi
: Meningoensefalitis bakteri dd virus
Diagnosis Tambahan
: CKD + Bronkopneumonia susp TB Paru
VI. PENATALAKSANAAN Farmakologi •
Injeksi Ceftriakson 2 x 2
•
Haloperidol 2x1 tab
•
Injeksi Citicolin 2 x 500
•
Injeksi Ranitidin 2x1
•
Injeksi deksametason 4 x 1 amp
•
Injeksi sohobion 1 x 1
•
PCT 3 x 500
Non Farmakologi •
Rawat Inap
•
NGT
•
DC
•
Bedrest
•
Konsul PD
VII.PLANNING
•
Lumbal pungsi
•
CT-Scan dengan kontras
24
VIII. PROGNOSIS 1. Death
: dubia et bonam
2. Disease
: dubia et bonam
3. Disability
: dubia et bonam
4. Discomfort
: dubia et bonam
5. Dissatisfaction
: dubia et bonam
6. Distitution
: dubia et bonam
DISKUSI III Haloperidole 2x1 tab Haloperidol adalah butyrophenone antipsikotik turunan dengan sifat-sifat yang telah dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas, gelisah, dan mania. Haloperidol adalah neuroleptic yang efektif dan juga memiliki sifat Antimuntah, tetapi memiliki kecenderungan untuk memprovokasi ditandai efek ekstrapiramidal dan relatif lemah adrenolytic alfa-properti. Aktifitasnya tampak menekan sistem syaraf pusat pada permukaan subcortical otak membran dan pembentukan retikulo batang otak. Injeksi Cefrtiaxone 2 x 2 Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin yang mempunyai spektrum luas dengan paruh waktu eliminasi 8 jam. Efektif terhadap mikroorganisme gram psotif dan gram negatif. Ceftriaxone juga stabil terhadap enzim betalaktamase yang dihasilkan oleh bakteri. Injeksi Citicoline 2 x 500 Citicoline dapat meningkatkan aliran darah dan konsumsi O2 di otak pada pengobatan gangguan serebrovaskuler sehingga dapat memperbaiki gangguan kesadaran. Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak, terutama sistem pengaktifanformatio reticularis ascendens yang berhubungan dengan kesadaran.Citicoline mengaktifkan sistem piramidal dan memperbaiki kelumpuhan sistem motoris.Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki metabolisme otak.
25
Injeksi Ranitidin 2 × 1 ampul Ranitidin adalah anatagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36–94 mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama 6–8jam . Ranitidine diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma dicapai 2–3 jam setelah pemberian dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan antasida. Waktu paruh 2 ½–3 jam pada pemberian oral, Ranitidine diekskresi melalui urin. Injeksi Deksametason 4 x 1 amp Deksametason adalah glukokortikoid sintetik dengan aktivitas imunosupresan dan anti-inflamasi.
Sebagai
imunosupresan
Deksametason
bekerja
dengan
menurunkan respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang. Aktivitas antiinflamasi Deksametason dengan jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi. Dexamethasone merupakan anti inflamasi yang direkomendasikan penggunaannya pada pasien gejala neurologis dan peningkatan tekanan intrakranial. Dexamethason dapat meminimalkan resiko obliterasi endarteritis serta meminimalkan resiko adhesi arachnoid. Injeksi Sohobion 1 x 1 Sohobion mengandung vitamin B1 100 mg, vitamin B6 100 mg, vitamin B12 5000 mcg. Mengatasi gejala akibat defisiensi vitamin neurotropik Paracetamol 3 x 500 mg Paracetamol menghambat siklooksigrenase sehingga konversi asam arakhidonat menajdi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara berbeda. Paracetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat daripada aspirin.
26
Planning : dilakukan lumbal pungsi dan CT-Scan dengan kontras. Pada prinsipnya, pungsi lumbal harus dikerjakan pada setiap kecurigaan meningitis dan/atau ensefalitis. Pada pemeriksaan lumbal pungsi akan dilakukan pengukuran tekanan LCS, analisis LCS baik secara makroskopis (warna, kekeruhan) maupun mikroskopis (kadar protein, glukosa, komponen sel), pewarnaan LCS, dan kultur LCS. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui mikroorganisme spesifik penyebab meningoensefalitis pada pasien sehingga pasien bisa diberikan terapi kausatif yang sesuai. CT-Scan perlu dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya fokus lesi fokal pada otak dan untuk mengeksklusikan kontraindikasi relatif fungsi lumbal. Jika CT-Scan tidak dapat dilakukan, pungsi lumbal harus dihindari pada pasien dengan gangguan
kesadaran,
keadaan
immunocompromised
(AIDS,
terapi
imunosupresan, pasca-transplantasi), riwayat penyakit sistem saraf pusat (lesi massa, stroke, infeksi fokal), defisit neurologik fokal, bangkitan awitan baru, atau papil edema yang memperlihatkan tanda-tanda ancaman herniasi8.
27
Tan
S
O
A
P
ME
Haloperidol 2x1 tab
gga l 18-‐
Penurunan
kesadaran, GCS E2M5V2
08-‐
gelisah, gaduh.
201 6
Inj.ceftriakson 2x2 gr
TD : 159/85mmHg
Inj.citicolin 2x500
N : 118x/menit
Inj.ranitidin 2x1
RR 26x/menit
Inj.dexametason 4x1 amp
T : 37,7 C
PCT 3x500
R.Fisiologis : DBN
Sohobion 1x1
R.Patologis : -‐
NGT, DC
Clonus : -‐
Cek Lab darah rutin lengkap, Rontgen thorax PA dan pindah ke bangsal
Lateralisasi : +
19-‐
Demam (-‐), Nyeri kepala GCS E3M5V4
08-‐
(+), Mual (-‐), muntah (-‐),
201
badan terasa lemah dan
6
linu, BAK (+), BAB(-‐).
ME
Haloperidol 2x1 tab
Inj.ceftriakson 2x2 gr
TD : 140/80mmHg
Inj.citicolin 2x500
N : 80x/menit
Inj.ranitidin 2x1
RR 20x/menit
Inj.dexametason 4x1 amp
T : 36,7 C
PCT 3x500
R.Fisiologis : DBN
Sohobion 1x1
R.Patologis : -‐
NGT, DC
Clonus : -‐
Lateralisasi : +
28
20-‐
Demam (-‐), Nyeri kepala GCS E4M6V5
ME + CKD + Haloperidol 2x1 tab
08-‐
(+)
Bronkopneu
201
disbanding kemarin. Mual
6
(-‐), muntah (-‐), badan TD : 130/90mmHg
sudah
lemah
berkurang
dan
linu,
tenggorokan terasa tidak enak/nyaman,
TB
N : 85x/menit
NGT, BAK (+), BAB (-‐).
R.Fisiologis : DBN
Sohobion 1x1
R.Patologis : -‐
NGT, DC
Clonus : -‐
08-‐
)
201
disbanding kemarin. Mual
6
(-‐), muntah (-‐), badan TD : 130/90mmHg
BAB (-‐).
Inj.dexametason 3x1 amp PCT 3x500
Demam (-‐), Nyeri kepala (-‐
lemah dan linu, , BAK (+),
Inj.citicolin 2x500
T : 36,5 C
21-‐
berkurang
Inj.ceftriakson 2x2 gr
Inj.ranitidin 2x1 à STOP
keluar RR 20x/menit
dahak/cairan hijau dari
sudah
monia susp.
GCS E4M6V5
ME + CKD + Haloperidol 2x1 tab Bronkopneu monia susp. TB
Inj.ceftriakson 2x2 gr Inj.citicolin 2x500
N : 70x/menit
Inj.dexametason 3x1 amp
RR 20x/menit
PCT 3x500
T : 36,7C
Sohobion 1x1
R.Fisiologis : DBN
NGT, DC
R.Patologis : -‐
Clonus : -‐
22-‐
Demam (-‐), Nyeri kepala (-‐
08-‐
)
sudah
berkurang
GCS E4M6V5
ME + CKD + Haloperidol 2x1 tab Bronkopneu
29
201
disbanding kemarin. Mual
monia susp. Inj.ceftriakson 2x2 gr
6
(-‐), muntah (-‐), badan
TB
lemah dan linu, , BAK (+), BAB (-‐).
TD : 150/90
Inj.citicolin 2x500
HR : 80
Inj.dexametason 3x1 amp
RR : 20
PCT 3x500
T : 36,3
Sohobion 1x1
R.Fisiologis : DBN
LEPAS NGT dan DC
R.Patologis : -‐ Clonus : -‐ 23-‐
Demam (-‐), Nyeri kepala (-‐
08-‐
)
201
disbanding kemarin. Mual
6
(-‐), muntah (-‐), badan RR : 20
sudah
berkurang
lemah dan linu, , BAK (+), BAB (-‐).
TD : 150/90 HR : 80
ME + CKD + BLPL Bronkopneu monia susp. TB
T : 36,4 R.Fisiologis : DBN R.Patologis : -‐ Clonus : -‐
30
DAFTAR PUSTAKA 1. Balitbangkes Departemen Kesehatan RI 2008, Riset kesehatan dasar 2007, laporan nasional 2007, Jakarta
http://www.k4health.org/system/files/laporanNasional%20Riskesdas%20200
7.pdf
2. Ducomble, T, Tolksdorf, K, Karagiannis, I, et al. 2013, ‘The burden of extrapulmonary and meningitis tuberculosis: an investigation of national surveillance data, Germany 2002 to 2009’, Euro Surveill, hlm. 1-7. 3. Harris, S 2004, Penatalaksanaan pada kesadaran menurun dalam updates in neuroemergencies, FKUI, Jakarta.
4. Harsono 2005, Kapita selekta neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 5. Johnson, KS, Sexton DJ 2016, ‘Lumbar puncture: technique, indications, contraindications, and complications in adults’, Wolter Kluwer Up To Date. 6. Lugito, NPH 2013, ‘Nefropati urat’, CDK-204, vol.40, no.5, hlm. 330-336. 7. Mardjono, M, Sidharta, P 2009, Neurologi klinis dasar, Dian Rakyat, Jakarta. 8. Meisadona, G, Soberoto, AD, Estiasari, R 2015, ‘Diagnosis dan tatalaksana meningitis bakterialis’, CDK-224, vol. 42, no. 1, hlmMuttagin 2008, Asuhan keperawatan klien dengan gangguan system persarafan, Salemba Medika, Jakarta. 9. Rudolp, M. Abraham et al., 2006. Buku ajar pediatri rudolp, Vol.1, Kedokteran EGC, Jakarta. 10. Setyopranoto, I 2012, ‘Penatalaksanaan perdarahan subarakhnoid’, CDK199, vol. 39, no. 11, hlm. 807-812 11. Soedarto 2003, Zoonosis kedokteran, Airlangga University Press, Surabaya. 12. Soedarto 2004, Sinopsis Virologi Kedokteran, Airlangga University Press, Surabaya.
31
13. Soedarto 2007, Sinopsis kedokteran tropis, Airlangga University Press, Surabaya. 14. Suriadi & Yuliani, R 2001, Asuhan keperawatan pada anak, Edisi 1, Sagung Seto, Jakarta.
32
Pemeriksaan Fungsi Kortikal Luhur (Mini Mental Scale) No
Nilai Max
Nilai psn
Orientasi 1.
Sekarang (tahun, musim, bulan, tanggal, hari) apa?
5
5
2.
Kita berada dimana ? (Negara, provinsi, kota,
5
5
3
3
5
5
3
3
2
2
1
1
3
3
1
1
rumah, ruang) Registrasi 3.
Sebut 3 buah benda (apel, meja, koin), tiap 1 detik pasien disuruh mengulang ketiga benda tersebut. Nilai 1 untuk setiap benda yang benar. Atensi dan kalkulasi
4.
Minta mengeja terbalik kata wahyu Mengingat kembali
5.
Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda diatas. Bahasa
6.
Pasien disuruh menyebut nama benda yang ditunjukkan (Pena, kacamata).
7.
Pasien disuruh mengulangi kata-kata : “namun, bila”
8.
Pasien disuruh melakukan perintah : “ Ambil kertas ini dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai.
9.
Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah : “Pejamkan mata Anda”
10.
Pasien disuruh menulis dengan spontan.
1
1
11.
Pasien disuruh menggambar benda dibawah ini
1
1
TOTAL :
30
33
Pada test MMS, didapatkan total score pasien 30. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat gangguan fungsi kognitif pada pasien. Pasien tidak mengalami disorientasi waktu maupun tempat, gangguan memori (-), gangguan konsentrasi (-), gangguan bahasa (penamaan, repetisi, bahasa komprehensif) (-) dan gangguan fungsi eksekutif (-).
34