Modul
Universitas Mercu Buana Program: PASCASARJANA Program Studi: MAGISTER MANAJEMEN
Mata Kuliah: EL-SHRM – 3 Sks
Sub Pokok Bahasan: Manajemen Kompetensi
Dirangkum oleh: Dr. Ignatius Jeffrey, MM
Dosen Tetap Pasca Sarjana Universitas Mercu Buana Program Studi: Magister Manajemen 2016 1
MANAJEMEN KOMPETENSI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dunia bisnis yang bergolak saat ini, inovasi harus menjadi proses yang konsisten dan terus menerus. Keberhasilan yang abadi membutuhkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dan terus menerus (Ning He, 2012). Sebuah organisasi atau perusahaan bisnis,
yang paham dan sukses dalam mengelola
kompetensi akan menjadi pemimpin dalam persaingan bisnis. Pengelolaan kompetensi yang dilakukan dengan baik adalah suatu strategi untuk mempunyai keunggulan kompetitif (Kahane, 2008). Karakter individu unggul, pengetahuan dan keahlian yang dapat di pergunakan secara sadar dan konsisten adalah menjadi nilai individu atau kompetensi untuk mencapai sasaran perusahaan. Menjadi tantangan HR profesional untuk mendapatkan, mengembangkan dan menjaga kompetensi karyawan untuk dapat terus berkontribusi terhadap pencapaian sasaran perusahaan dan mempunyai nilai tambah. Dalam fungsi HR pengelolaan sumberdaya manusia ini di sebut manajemen sumber daya manusia berdasar kompetensi (Aprinto, B. dan Jacob, F.A. 2013) 1.2. Sejarah Konsep Kompetensi Asumeng, M (2014) mengatakan bahwa istilah “competence” pertama kali di perkenalkan oleh
White pada tahun 1959 tepatnya untuk mengambarkan
karakteristik individu, secara khusus di katakan bahwa kecerdasasan atau potensi kognitif ada pengaruhya terhadap motivasi dan pada gilirannya akan memprediksi hasil kinerja di tempat kerja. Nilai akademik di gunakan untuk memprediksi performa seseorang dalam bekerja di suatu organisasi. Namun demikian prediksi ini jarang sekali ketepatannya dalam memprediksi hasil kinerja sampai akhirnya McClelland membantah dengan hasil risetnya pada tahun 1973. Konsep kompetensi moderen mulai di perkenalkan pada awal tahun 70-an. Pada masa itu penelitian banyak di lakukan oleh banyak ahli untuk mengerti mengapa sebagian orang lebih berhasil dalam pekerjaannya di banding dengan kebanyakan orang. Pada tahun 1973 David McClelland, seorang professor dari Harvard University, dalam artikelnya yang berjudul”testing for competence rather for 2
intelligence” menyimpulkan sejumlah penelitian yang menunjukkan bahwa tes potensi akademik yang ada pada saat itu banyak digunakan untuk memprediksikan kinerja ternyata tidak memiliki korelasi yang signifikan terhadap unjuk kerja seseorang. Tes-tes semacam itu juga sering kali bias terhadap aspek budaya, jenis kelamin, dan strata sosial ekonomi. Pengukuran lain seperti tes ketrampilan dan referensi juga menunjukkan hasil yang sama (Gaol, J, 2014). McClelland (1973) melakukan penelitian yang ektensif untuk menganalisis apa yang menyebabkan orang sukses dalam pekerjaannya dengan membandingkan antara kelompok orang-orang yang berprestasi sangat baik dalam pekerjaannya, dengan kelompok orang-orang yang menunjukkan prestasi rata-rata. Fokus perhatiannya adalah mengukur karakteristik seseorang yang mempunyai dampak langsung terhadap prestasinya, bukan sekedar pengukuran umum terhadap kemampuan kognitif seseorang, karakteristik itulah yang ia sebut sebagai kompetensi (“competency”). Evaluasi pendekatan konsep dan definisi kompetensi dapat di uraikan di dalam tabel sebagai berikut: No
Teori
Definisi
Evaluasi
1
David Mc Clelland (1973)
Penentuan performance individu berdasarkan kompetensi mereka tidak hanya dari nilai akademik dan atau inteligensi
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi kompetensi individu sebagai faktor internal diklasifikasikan terkait dengan karakteristik individu dan faktor eksternal yang dipengaruhi oleh tugas, organisasi dan lingkungan
Kompetensi tidak bias oleh jenis kelamin, tingkat pengetahuan, faktor sosialekonomi. Untuk menentukan faktor keberhasilan itu disarankan untuk membandingkan kompetensi kinerja yang unggul dengan kinerja yang buruk. 2
Richard Boyatsiz (1992)
Ada beberapa karakteristik yang mendasari kompetensi seperti pikiran, pengetahuan, keterampilan dan peran sosial. Perilaku dan kinerja adalah 3
Membandingkan kinerja yang unggul dan performance yang rendah untuk menentukan faktor keberhasilan tidak dapat digunakan pada setiap situasi karena tingkat kompetensi dari individu berbeda untuk tugas yang berbeda. Pada dasarnya kompetensi meliputi satu set perilaku yang mendasari dengan pikiran, gaya berpikir, pengetahuan dan karakteristik pribadi lainnya.
hasil dari kompetensi 3
Spencer & Spencer (1993)
5 karakteristik sebagai bagian yang tersembunyi dan terlihat dari kompetensi ditunjukkan dengan model gunung es. Kompetensi dapat memprediksi perilaku spesifik untuk pekerjaan sebagai faktor keberhasilan.
4
David Dubois (1993)
Kompetensi adalah kemampuan karyawan untuk memenuhi persyaratan pekerjaan dengan menghasilkan output kinerja.
5
Klein (1996)
Kompetensi karakteristik mendasari perilaku yang berbeda.
6
Woodroof (1993)
Kompetensi adalah karakteristik dari seseorang. Kompetensi merupakan persyaratan untuk pekerjaan.
Kinerja terjadi sebagai akibat dari perilaku spesifik dan kompetensi Iceberg Model efektif menyajikan dinamika karakteristik orang Faktor eksternal yang mempengaruhi faktor internal dapat ditambahkan ke model sebagai kompetensi Set kompetensi dapat dibagi untuk setiap profil pekerjaan sebagai pra-kualifikasi yang diperlukan bagi seseorang Kompetensi tidak hanya menilai kapasitas seseorang. Hal ini dapat didefinisikan sebagai term dinamis yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal dan perubahan perilaku positif dan negatif. Kompetensi mencakup berbagai perilaku tergantung pada karakteristik orang dan persyaratan kerja. Hal ini dapat dibagi ke dalam level yang berbeda. Kompetensi mencakup karakteristik pribadi dan persyaratan spesifik untuk pekerjaan.
Tabel 1 : Evaluasi Konsep dan Definisi Kompetensi 1.3. Pengertian dan Definisi Kompetensi Menurut Kaplan (2004), kompetensi adalah pengetahuan, ketrampilan dan nilai yang menjadi prasyarat kesuksesan karyawan dalam menempati jabatannya. Menurut kamus Kompetensi LOMA (1998), kompetensi di definisikan sebagai aspekaspek pribadi dari seorang karyawan yang memungkinkan seseorang untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi tersebut termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi-kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Spencer (1993) menjelaskan kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seorang individu untuk melakukan pekerjaannya dengan efektif. Menggunakan 4
model
iceberg,
karakteristik
itu
mencakup
kararteristik
yang
terlihat
yaitu
pengetahuan dan keahlian dan karakteristik yang tersembunyi berupa nilai, konsep diri, karakteristik pribadi dan motif (Palan, 2008). Dari pendapat para pakar dan kamus kompetensi tersebut, dapat di simpulkan bahwa kompetensi adalah kinerja seseorang yang unggul dalam jabatan atau level pekerjaan tertentu karena seseorang tersebut dapat memanfaatkan dan memfungsikan secara optimal keahlian dan kreativitas seseorang yang berupa pengetahuan, ketrampilan yang dimiliki serta karakteristik individu positif yang di dasari nilai, konsep diri dan motif untuk berkinerja unggul. 1.4. Standar Kompetensi Palan (2008) menjelaskan bahwa kompetensi adalah karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang di bawa seseorang untuk berkinerja unggul di tempat kerja. Yang selanjutnya pemahaman ini akan menjadi standar kompetensi yang dijelaskan lebih rinci oleh Palan (2008) masing-masing kompetensi tersebut adalah: a. Pengetahuan merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran, seperti pengetahuan seorang ahli bedah tentang anatomi manusia. b. Ketrampilan merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan, seperti keahlian ahli bedah untuk melakukan operasi. c. Konsep diri dan nilai-nilai merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang. Contohnya adalah kepercayaan diri, kepercayaan seseorang bahwa dia bisa berhasil dalam suatu situasi, seperti kepercayaan diri ahli bedah dalam melaksanakan operasi yang sulit. d. Karakteristik pribadi merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi. Penglihatan yang baik merupakan karakteristik pribadi yang diperlukan ahli bedah, seperti juga pengendalian diri dan kemampuan untuk tetap tenang dibawah tekanan. e. Motif merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongandorongan lain yang memicu tindakan. Contohnya, ahli bedah dengan orientasi antar pribadi yang tinggi mengambil tanggung jawab pribadi untuk bekerjasama dengan anggota lain dalam team operasi. Motif dan karakteristik pribadi mungkin bisa disebut sebagai inisiator yang memprediksi apa yang akan dilakukan seseorang terhadap pekerjaan tanpa supervisi yang intens.
5
Kegiatan standarisasi kompetensi pada dasarnya merupakan kegiatan dinamis, yaitu mengikuti kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi, dan selalu mengimbangi dan mengikuti perkembangan dinamika kegiatan masyarakat di tingkat nasional maupun internasional. 1.5. Model Kompetensi Model
kompetensi
adalah
rumusan
kombinasi
antara
pengetahuan,
ketrampilan dan sikap agar seseorang dapat menunjukkan kinerja yang unggul (Aprinto.B, Jacop.A, 2013). Apabila kompetensi-kompetensi dalam model tersebut dimiliki karyawan maka akan
memberikan hasil yang unggul juga pada
pekerjaannya. Model kompetensi dibuat untuk mengimplementasikan konsep kompentensi
kedalam
kebutuhan
perusahaan
dan
memudahkan
karyawan
mengetahui kompetensi-kompetensi yang perlu dikuasai agar mereka dapat berkinerja unggul. Untuk membangun model kompetensi, perlu diketahui kebutuhan kompetensi perusahaan. Kompetensi-kompetensi apakah yang secara efektif mendukung pencapaian visi dan misi perusahaan? Kompetensi-kompetensi apakah yang membuat seseorang berhasil pada bidangnya? Kompetensi-kompetensi apakah yang dapat mengoptimalkan kontribusi karyawan dalam kelompok kerjanya? Pertanyaan–pertanyaan
tersebut
membentuk
kerangka
kompetensi
kedalam
kompetensi inti, kompetensi peran, kompetensi perilaku dan kompetensi fungsional. 1.6. Kerangka Kompetensi Paviliun Romawi (Roman Pavillion) Kerangka kompetensi digambarkan dalam bentuk sebuah Paviliun Romawi. Yang dimaksud kerangka disini adalah sekumpulan lengkap kelompok dan kompetensi berikut indikator kerjanya. Sebuah kerangka merupakan kekuatan pendorong sebuah model. Pembentukan kerangka merupakan upaya untuk mengubah bentuk abstrak sebuah model menjadi bentuk praktis yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kerangka kompetensi Pavilion Romawi pada gambar 1 menekankan pada integrasi kompetensi baik ditingkat organisasi maupun individu (Palan, 2008). Kompetensi Inti (Core Competencies). Merupakan atap dari Paviliun Romawi. Ini menggambarkan
secara tepat
kompetensi yang paling penting bagi keseluruhan sebuah organisasi. Setiap kompetensi inti unik bagi organisasinya. Oleh karena itu kompetensi ini harus 6
diidentifiksikan melalui diskusi kelomtpok dengan manajemen madya dan puncak. Kompetensi inti ini diadaptasi agar sesuai dengan tuntutan
bermacam-macam
pekerjaan dalam organisasi. Kompetensi peran (Role Competencies) Kompetensi peran hanya relevan bagi karyawan yang memegang posisi manajerial dan supervisor. Kompetensi peran dikategorikan ke dalam kompetensi yang berhubungan dengan aktivitas, orang, sumberdaya, dan informasi. Dalam kerangka, kompetensi peran digambarkan dalam empat pilar. Kompetensi peran berkontribusi pada model ambil dan pakai (plug and play) karena tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam organisasi.
Kompetensi Inti (Core Competencies)
Kompetensi Peran ( Role Competencies)
AKTIVITAS
ORANG
SUMBER DAYA
INFORMASI
Kompetensi Perilaku (Behavioural Competencies)
TUGAS
HUBUNGAN ANTAR INDIVIDU
ATRIBUT PRIBADI
Kompetensi Fungsional (Functional Competencies) Gambar 1: Kerangka Kompetensi Pavaliun Romawi (Palan, 2008) Kompetensi Perilaku (Behavioural Competencies) 7
PELAY ANAN
Merupakan karakteristik tersembunyi yang terkait dengan kinerja efektif atau unggul. Kompentensi perilaku diklasifikasikan menjadi tugas, atribut pribadi, hubungan antar individu dan pelayanan yang dalam kerangka digambarkan sebagai empat pilar. Kompetensi Fungsional (Functional Competencies) Terdiri komponen pengetahuan dan keahlian untuk suatu pekerjaan tertentu. Kompetensi ini tergantung dari jabatan pekerjaan yang di tempati, sehingga kompetensi ini berkaitan erat dengan job description dan job specification. Kompetensi tersebut digambarkan sebagai fondasi paviliun. Kompetensi fungsional diklasifikasikan menjadi tiga bidang yang mencerminkan klasifikasi pekerjaan yang luas yaitu: jasa utama perusahaan, pelayanan terhadap jasa utama, dan pelayanan terhadap organisasi. II. IMPLEMENTASI KOMPETENSI 2.1. Esensi dan Tujuan Implementasi Kompetensi Manajemen SDM berbasis kompetensi (competency based human resource management) adalah kegiatan manajemen sumberdaya manusia yang meliputi rekrutmen dan seleksi, penempatan, pengembangan karir, pelatihan, penilaian kerja, dan balas jasa yang didasarkan pada suatu model kerangka kompetensi karyawan yang berkinerja unggul (Aprinto, B. Jacop. FA, 2013). Esensi dari konsep SDM berbasis kompetensi adalah value driven strategis. Aspek personal qualities menjadi perhatian khusus didalam pengelolaannya, selain perhatian terhadap ketrampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge). Dengan demikian pendekatan SDM berbasis kompetensi berpijak pada kebutuhan organisasi dalam mengelola SDM berdasarkan performansi sebagai bagian dari kompetensi karyawan (Herizayani.P, Herniyati.T, 2013). Dijelaskan lebih lanjut oleh Herizayani. P, Herniyati.T (2013) SDM berbasis kompetensi
merupakan
sebuah
proses
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian seluruh aktivitas SDM. Proses pengambilan keputusan didasarkan pada kebutuhan kompetensi jabatan dan kompetensi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Secara elaboratif SDM berbasis kompetensi merupakan pengejawantahan dari visi, misi, tujuan, sasaran, serta nilai – nilai organisasi. SDM berbasis kompetensi tersebut akan memudahkan organisasi 8
dalam menciptakan keunggulan bersaing dan akan membuat organisasi menjadi lebih unggul jika dibandingkan dengan para pesaingnya. Heinsman, et. al (2006) mengatakan bahwa manajemen kompetensi adalah merupakan alat yang penting bagi SDM yang sering digunakan dalam organisasi sebagai panduan SDM dalam hal human resources praktis, seperti seleksi, assesment, pengembangan karir, pengembangan karyawan dan penilaian kinerja (performance appraisal) Kompetensi manajemen akan memberikan nilai tambah bagi organisasi (E.G. Becker/ Huselid 1999; Heinsman et. al. 2005). Implementasi kompetensi manajemen adalah sangat komplek, memerlukan pemahaman yang konsisten dari kebijakan SDM dan harus sejalan dengan karakteristik perusahaan seperti struktur dan strategi perusahaan (Hainsman, et. al 2006). Aprinto, B. dan Jacop, F.A (2013) menjelaskan bahwa manajemen SDM berbasis kompetensi merupakan usaha perusahaan untuk menciptakan keunggulan perusahaan melalui sumber daya manusianya. misi, visi dan strategi perusahaan diinternalisasi dan diwujudkan dalam perilaku karyawan perusahaan. Keunggulan yang diperoleh melalui perilaku karyawan sulit ditiru perusahaan lain, sehingga memberikan keunggulan yang unik bagi perusahaan. Beberapa alasan perusahaan mengimplementasikan manajemen SDM berbasis kompetensi sebagai berikut: 1. Meningkatkan fokus pada pelanggan. 2. Membangun budaya pengembangn kompetensi 3. Mendorong dan mempertahankan karyawan yang berkinerja unggul 4. Meningkatkan
keuntungan
dan
pertumbuhan
berkesinambungn
perusahaan dalam jangka panjang. 2.2. Proses Implementasi Setiap perusahaan mempunyai kompetensi yang unik disesuaikan dengan strategi
perusahaan,
demikian
pula
halnya
setiap
perusahaan
mempunyai
pendekatan proses implementasi yang berbeda. Proses ini melibatkan jajaran senior manajemen, organisasi development, talent management, management learning, assessment, dan businnes process improvement. Tahapan proses implementasi bisa dilakukan sebagai berikut: 1. Melakukan workshop kompetensi 2. Membentuk team kompetensi dan pengembangan bisnis 3. Persetujuan manajemen 9
4. Sosialisasi 5. Matrik kompetensi Implementasi
kompetensi perlu dukungan mutlak dari top manajemen.
Secara teratur manajemen puncak terus terlibat dalam projek, perlu keyakinan manajemen bahwa untuk mengimplementasikan strategi secara efektif organisasi perlu memahami kompetensinya. Kompetensi akan membuat organisasi mengembangkan daya saingnya. Asesmen kompetensi pada berbagai level organisasi
memungkinkan
organisasi
merekrut,
menempatkan,
dan
mengembangkan karyawan secara tepat (Palan, 2008) 2.3. Persetujuan Manajemen Lebih lanjut Palan (2008), mengatakan bahwa manajemen perlu di yakinkan tentang pentingnya model kompetensi, yang tentunya harus sangat menarik perhatian manajemen atas keterkaitan model kompetensi pada aspek: 1. Hubungan langsung antara kompetensi dengan tujuan dan sasaran organisasi. 2. Kompetensi sebagai cara untuk mem-benchmark organisasi lain. 3. Keputusan
dalam
pengankatan
atau
perekrutan
karyawan
yang
memastikan bahwa karyawan yang di angkat memiliki karakteristik pribadi dan keahlian yang sesuai dengan jabatan atau pekerjaan yang diisi. 4. Penempatan karyawan yang lebih baik, berdasarkan kecocokan antara kompetensi individu dan tuntutan posisi. 5. Manfaat model kompetensi untuk membantu pembuatan keputusan dalam bidang pelatihan, pemindahan dan promosi. Setelah mempunyai aturan dasar dan rencana proyek yang disetujui maka tim kompetensi dan pengembangan bisnis siap membuat profil kompetensi. Kegiatan ini berarti membuat garis besar atau gambar kompetensi yaitu: 1. Membuat kamus kompetensi 2. Memetakan kompetensi kedalam posisi pekerjaan 3. Membuat matrik kompetensi 2.4. Membuat kamus kompetensi Kamus kompetensi adalah kompilasi semua kompetensi yang diperlukan oleh organisasi. Kamus kompetensi merupakan dokumen menyeluruh yang harus dibuat 10
untuk membuat profil kompetensi. Kamus kompetensi juga merupakan titik penekanan pertama dalam implementasi kompetensi. Kamus kompetensi disebut juga sebagai perpustakaan kompetensi, yang mencakup kompetensi inti, kompetensi peran, kompetensi perilaku dan kompetensi fungsional. Untuk menjelaskan
menguasai
kompetensi
(Aprinto,
B.
Dan
Jacob,
F.A,
2013)
karyawan membutuhkan pembelajaran, pelatihan dan pengalaman.
Identifikasi tingkat kemahiran atau penguasaan level kompetensi diperlukan untuk memberikan panduan penguasaan, peningkatan dan penilaian kompetensi, sehingga karyawan dapat mengetahui patokan perilaku yang menunjukkan tingkatan kompetensi, atau level kemahiran. Penjelasan detail tingkat atau level kemahiran dapat di jelaskan sebagai berikut: Level Kemahiran 1
Baru Mengetahui (Novice) Pemula (Beginner)
Penjelasan Baru mengetahui sehingga terpaku pada aturan atau konsep terbatas.
Memahami implementasi konsep terbatas pada situasi atau kondisi tertentu dan memberlakukan setiap aspek pekerjaan dengan tingkat kepentingan yang sama. Mampu Dengan bertambahnya pengalaman, mengakumulasikan 3 (Competent) informasi dan praktiknya pada aktivitas-aktivitas yang lain serta mampu membuat pertimbangan terkait perencanaan dan formulasi. Mahir Memahami informasi secara menyeluruh, memahami tingkat 4 (Proficient) kepentingan dan prioritas serta dapat beradaptasi terhadap situasi Ahli (Expert) Melampaui ketergantungan pada aturan – aturan dan panduan, 5 memiliki pemahaman mendalam terhadap situasi, memiliki visi dari apa yang mungkin terjadi atau dapat dilakukan serta menggunkan pendekatan analitis pada suatu situasi atau suatu kasus permasalahan. Tabel 2: Tingkat Kemahiran Kompetensi 2
Untuk memudahkan pemahaman, kita ambil contoh kompetensi Pengambilan Keputusan, maka tingkat atau level kemahiran kompetensi pengambilan keputusan dapat dijabarkan seperti yang di uraikan pada tabel 3. Kompetensi : Pengambilan Keputusan Level 1
Level 2
Level 3
Level 4
Level 5
Membuat keputusan berdasarkan aturan
Membuat keputusan dengan menerjemahkan aturan
Membuat keputusan dalam situasisituasi yang berbeda namun dalam lingkup
Membuat keputusan kompleks diluar lingkup aturan
Membut keputusan beresiko tinggi dalam situasi yang kompleks dan
11
penerjemahan aturan Tabel 3: Contoh Tingkatan Kemahiran Kompetensi (Aprinto, B
tidak jelas Pengambilan Keputusan
dan Jacob, F.A, 2013)
Kamus kompetensi menjadi panduan karyawan untuk menguasai kompetensi dan berperilaku sesuai dengan tingkat kemahiran yang dibutuhkan pada jabatannya. Elemen – elemen pada kamus kompetensi meliputi nama kompetensi, difinisi kompetensi, dimensi kompetensi, tingkat kemahiran dan indikator perilaku. Contoh kamus kompetensi pengambilan keputusan dapat di lihat dari uraian dalam tabel 4. Nama Kompetensi: Pengambilan Keputusan Difinisi: Kemampuan melakukan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan pada berbagai tingkat kompleksitas, resiko dan ketidakjelasan. Dimensi
Tingkat Kemahiran (Level) Level 1
Level 2
Kompleks itas keputusa n
Membuat keputusan secara langsung dengan prosedur yang jelas
Melakukan interpretasi panduan dan prosedur pada situasi yang tidak diatur dalam aturan
Analisa keputusa n
Menggun akan keputusan pada situasi yang pernah terjadi ketika prosedur kurang jelas Melakuka n verifikasi ketepatan keputusan
Level 3
Membuat keputusan dengan mempertimb ang-kan bobot beberapa faktor Mempertimba Membuat ngkan resiko solusi dan terhadap dampaknya akar pada penyebab keputusan permaslaha yang n berdampak tidak terlalu Menganalisi besar s dan memecahka Membutuhkan n bimbingan permasalah panduan an pada ketika situasi situasi yang tidak jelas kompleks
12
Level 4
Level 5
Membuat rekomendasi solusi dalam situasi beresiko yang tidak jelas
Membuat keputusan strategis beresiko tinggi yang berdampak besar
Menyederhan akan informasi yang kompleks dari berbagai sumber dalam menghadapi permasalaha n
Menilai lingkungan internal dan eksternal untuk membuat keputusan berdasarka n informasi yang lengkap Mengidentif Membuat ikasi solusi permasalah permasalaha an n dengan berdasarka perbandingan n banyak resiko dan faktor yang akibatnya kompleks pada bahkan beberapa luas, sulit alternative serta saling solusi atau bertentanga proyek n
Tabel 4: Contoh Kamus Kompetensi Pengambilan Keputusan Profil kompetensi jabatan adalah level – level kompetensi yang dituntut oleh suatu jabatan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, semua karyawan perusahaan dituntut menguasai kompetensi inti (core competencies). Penetapan tuntutan kompetensi peran dan kompetensi fungsional pada seorang karyawan dilakukan berdasarkan jabatan pekerjaan. Jenis – jenis kompetensi yang dituntut dari suatu jabatan adalah sebagai berikut: 1. Setiap karyawan dalam perusahaan dituntuk memiliki kompetensi inti 2. Berdasarkan perannya dalam kelompok kerjanya maka suatu jabatan memiliki kompetensi peran yang sesuai. 3. Berdasarkan bidang pekerjaannya maka suatu jabatan dituntut untuk memiliki kompetensi fungsional yang sesuai. Profil kompetensi jabatan memetakan kompetensi–kompetensi serta tingkat kemahirannya (level) yang perlu dimiliki oleh karyawan yang menduduki pada suatu jabatan. Setiap karyawan yang menduduki suatu jabatan dituntut menguasai kompetensi
jabatan
tersebut
pada
tingkatan
yang
sesuai
dengan
profil
kompetensinya masing masing. Untuk mementukan tingkat kemahiran yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan meninjau job description yaitu tugas dan tanggungjawab yang diemban serta melalui diskusi dan wawancara dengan atasannya, seorang ahli, orang yang pernah menduduki jabatan tersebut serta pihak– pihak yang berhubungan dengan jabatan tersebut. Contoh profil kompetensi jabatan manajer penjualan dapat di lihat lebih detail dalam tabel 5. Nama Jabatan : Manajer Penjualan No.
Kompetensi
1.
Kompetensi Inti: 1. Integritas 2. Komitmen 3. Team work 4. Pemecahan masalah 5. Pelayanan 6. Belajar berkesinambungan
II
Kompetensi Peran officer: 7. Pengambilan keputusan 8. Mengembangkan bawahan 9. Memfasilitasi perubahan 10. Orientasi strategik 13
Level 5 4 5 4 4 4 4 4 4 3
III
Kompetensi Fungsional: 11. Pengetahuan produk 12. Tehnik penjualan 13. Tehnik komunikasi 14. Pekerjaan administrasi
4 5 5 2
Tabel 5: Contoh Profil Kompetensi Jabatan Manajer Penjualan. Pada contoh profil kompetensi di atas, karyawan yang menduduki jabatan manejer penjualan dituntut menguasai empat belas kompetensi yaitu: enam kompetensi inti, empat kompetensi peran dan empat kompetensi fungsional dengan tingkat kemahiran. Sesuai profil kompetensi jabatannya, manajer penjualan dituntut menguasai kompetensi pengambilan keputusan pada level empat. Manajer penjualan harus mampu membuat solusi permasalahan dengan membandingkan resiko dan dampaknya pada beberapa alternatif solusi. Dalam
kamus
kompetensi,
kompetensi–kompetensi
yang
mirip
dikelompokkan bersama. Semua kompetensi yang dibutuhkan organisasi yang berada dalam satu kamus, dapat diklasifikasikan kedalam kelompok. Setiap kelompok biasanya terdiri dari dua atau enam unit kompetensi. Kamus tersebut juga memasukkan indiktor – indikator dan jenis – jenis asesmen. 2.5. Memetakan Kompetensi ke Dalam Posisi Pekerjaan Setelah memiliki kamus kompetensi, kita bisa memetakan kompetensi dari kamus untuk setiap posisi yang ada dalam organisasi.
Memetakan kompetensi
adalah mengidentifikasikan kompetensi yang diperlukan untuk suatu posisi. Tujuan dari membuat profil kompetensi adalah untuk mempermudah pengukuran kompetensi pemegang pekerjaan dan juga untuk mempermudah perbandingan profil suatu pekerjaan dengan pekerjaan lain. Pada saat kita memetakan kompetensi biasa kita menghadapi dua masalah. Masalah pertama adalah banyaknya kompetensi yang bisa ditetapkan pada sebuah posisi. Masalah kedua, berkaitan dengan posisi atau pekerjaan dalam organisasi yang belum diperbaharui oleh bagian SDM. 2.6. Matrik Kompetensi Matrik adalah irisan, titik potong antara kolom dan baris. Ada dua variabel dalam matrik kompetensi, yaitu kompetensi dan tingkatan pekerjaan. Matrik kompetensi membantu kita memahami level kompetensi yang dibutuhkan dalam 14
berbagai tingkatan dalam hirarki organisasi. Matrik kompetensi dibuat berdasarkan jenis-jenis kompetensi. Tingkatan jabatan yang berbeda menuntut level kompetensi yang berbeda, namun demikian bukan berarti bahwa makin tinggi tingkatan jabatan, makin tinggi juga level kompetensi yang di perlukan. Dari contoh matrik kompetensi manajer penjualan, dapat di lihat bahwa kompetensi pekerjaan administrasi dalam departemen penjualan, menuntuk sales staff untuk mempunyai level kompetensi yang tinggi, dan menjadi rendah pada tingkatan manajer penjualan. Tuntutan terbalik ini berlaku umum pada kompetensi fungsional. Manajer di tuntut untuk memiliki kompetensi fungsional yang lebih tinggi di banding bawahannya namun pada kompetensi tertentu hanya mensyaratkan level kompetensi yang lebih rendah. Namun demikian untuk kompetensi inti dan kompetensi peran, semakin tinggi posisi dalam hirarki organisasi, semakin tinggi pula level kompetensi yang di persyaratkan. Pembuatan
matrik
kompetensi
bertujuan
untuk
menentukan
jumlah
kompetensi yang di butuhkan pada masing-masing tingkatan jabatan pekerjaan. Peran karyawan dalam organisasi akan menentukan apakah kompetensi peran tersebut harus di penuhi atau tidak, karena kompetensi peran tergantung pada setiap level jabatan yang di tempati (Palan, 2008). Sebagai bahan pemahaman, dalam tabel 6 di sampaikan contoh matrik kompetensi untuk departemen sales. Matrik Kompetensi Unit Kompetensi
Kompetensi Integritas Komitmen Team work Pemecahan masalah Pelayanan Belajar berkesinambungan
Jabatan Pekerjaan Manajer Sales Sales Supervisor 5 4 4 3 5 4 4 4 4 4 4 4
Kompetensi Inti
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kompetensi Peran
7. Pengambilan keputusan 8. Mengembangkan bawahan 9. Memfasilitasi perubahan 10. Orientasi strategik
4 4 4 3
4 4
Kompetensi Fungsional
11. Pengetahuan produk 12. Tehnik penjualan 13. Tehnik komunikasi
4 5 5
4 4 4
15
Sales 3 3 3 3 3 4
Sales Staff 3 2 2 3 3 4
4 4 4
3 2 2
14. Pekerjaan administrasi
2
2
3
4
Tabel 6:. Contoh Matrik Kompetensi Dari hasil asesmen akan didapatkan gap kompetensi (RCL-CCL). Gap kompetensi
dapat
pengembangan
digunakan
yang
sebagai
dasar
diperlukan. Dengan
penyusunan
demikian
program
pelatihan pelatihan
atau dan
pengembangan akan berjalan lebih efektif dan efisien. Seorang karyawan agar memenuhi kompetensi jabatannya minimal harus mendapatkan nilai kemahiran kompetensi sama dengan profil kompetensi jabatannya. Namun apabila hasil kompetensi karyawan lebih rendah daripada profil kompetensi jabatannya maka terjadi kesenjangan kompetensi. Selisih antara profil kompetensi jabatan dengan profil
kompetensi
karyawan
(RCL-CCL)
merupakan
gap
atau
kesenjangan
kompetensi. Artinya karyawan tersebut belum mencapai tingkatan kompetensi yang dibutuhkan pada jabatannya.
Contoh gap atau kesenjangan kompetensi hasil Asesmen Manager Penjualan sebagai berikut:
Kompetensi
No
I
II
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Integritas Komitmen Team work Pemecahan masalah Pelayanan Belajar berkesinambungan 7. Pengambilan keputusan 8. Mengembangkan bawahan 9. Memfasilitasi perubahan 10. Orientasi strategik
Profil Kompetensi yang di butuhkan (RCL) 5 4 5 4 4 4
Profil Kompetency Karyawan (CCL)
Gap atau Kesenjangan
4 4 4 3 3 3
1 0 1 1 1 1
4 4
3 3
1 1
4 3
4 3
0 0
16
11. Pengetahuan produk 4 12. Tehnik penjualan 5 13. Tehnik komunikasi 5 14. Pekerjaan 2 administrasi Tabel 7: Contoh Hasil Asesmen Manajer Penjualan III
3 4 4 2
1 1 1 0
DAFTAR PUSTAKA
Aprinto, B dan Jacob, F.A, 2013. Pedoman Lengkap Profesional SDM Indonesia, PPM Manajemen, Jakarta. Asumeng, M, 2014. Managerial Competency Models: A Critical review and Proposed Holistic-Domain Model. Journal Of Management Research. Bernardin, J.H. 2007. Human resource managemen, an experiental approach. McGrawHill. Boston. Gaol, J.L, 2014. A to Z Human Capital Manajemen Sumberdaya Manusia, PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo), Jakata. Herizayani P dan Herniyani, T, 2013. Competency Based Human Resources management (CB-HRM)/ Kompetency Berbasis Manusia Dengan Perkembangan Manajemen, Journal Saintikom. Heinsman, et. al, 2006. Competency Management : Balancing Between Commitment and Control. Journal Of Management Revue. Ivancevich, J. M. and Hoon L.S. 2002. Human Resource Management in Asia. McGraw-Hill. Singapore. Kahane, E, 2008. Competency Management: Cracking The Code for Organizational Impact, Journal Management. McClelland, D, 1973. Testing for Competence Rather Than for Intelligence. Harvard Univercity. Mello, A. Jeffry. 2011. Strategic Management of Human Resource. South-westeren Cengage Learning. Canada. (Textbooks Utama) Noe, Hollenbeck, Gerhart, and Wright. 2010. Human Resource Management, Gaining a Competitive Advantage. McGraw-Hill. Boston. Ning He, 2012, How to Maintain Sustainable Competitive Advantages Case Study on the Evolution of Organizational Strategic Management. International Journal of Business Administration Palan, R. 2008. Competency Management-A Practicioner’s Guide. PPM, Jakarta. Spencer, N.Lyle and Spencer, M. Signe. 1993. Competence at Work : Models for Superrior Performance. John Wily & Son,Inc. New York. 17