UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. CLINISINDO LABORATORIES JL. ULUJAMI RAYA NO 12 JAKARTA SELATAN PERIODE 12 MARET – 30 APRIL 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
LIANNE CYNTHIA CAROLINA LIE, S.Farm. 1106047070
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. CLINISINDO LABORATORIES JL. ULUJAMI RAYA NO 12 JAKARTA SELATAN PERIODE 12 MARET – 30 APRIL 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
LIANNE CYNTHIA CAROLINA LIE, S.Farm. 1106047070
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh: Nama : Lianne Cynthia Carolina Lie, S.Farm. NPM : 1106047070 Program Studi : Apoteker – Departemen Farmasi FMIPA UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Clinisindo Laboratories Jl. Ulujami Raya No. 12 Jakarta Selatan Periode 12 Maret – 30 April 2012
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker – Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Budi Prasaja, S.Si., MM., Apt.
(
)
Pembimbing II
: Dr. Harmita, Apt.pt.
(
)
Penguji I
:
(
)
Penguji II
:
(
)
Penguji III
:
(
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal : iii
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas penyertaan, kasih, berkat, dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak dalam penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama praktek kerja dan penyusunan laporan ini, antara lain: (1) Bapak Budi Prasaja, S.Si., MM., Apt., selaku Manajer Teknis PT. Clinisindo Laboratories dan Pembimbing PKPA atas kesempatan yang diberikan, bimbingan, saran, serta bantuan yang diberikan selama PKPA dan penyusunan laporan ini . (2) Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI dan Pembimbing PKPA atas bimbingan, saran serta bantuan yang diberikan selama penyusunan laporan ini. (3) Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI dan Pembimbing Akademis atas kesempatan yang diberikan. (4) Kak Windy Lusthom, S.Si., Apt., selaku Asisten Manajer Teknis atas pengarahan dan bantuan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. (5) Kak Hardiyanti, S.Si., Apt., selaku Manajer Mutu atas pengarahan dan bantuan yang diberikan selama PKPA. (6) Kak Theresia Sinandang, S.Si., Apt., selaku Supervisor Laboratorium atas pengarahan dan bantuan yang diberikan. (7) Lia Yumi Yusvita, S.Farm., Apt., Evan, Dedek, serta seluruh karyawan PT. Clinisindo Laboratories lainnya yang telah banyak memberikan pengarahan dan bantuan selama PKPA. iv
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
(8) Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia atas segala bimbingannya selama masa perkuliahan. (9) Keluargaku terkasih, Mama, Alm. Papa, Kakak-kakak, dan Adikku, yang tak henti-hentinya memberikan dukungan moril dan materil, doa, penghiburan, dan motivasi selama studi di Farmasi. (10) Teman-teman seperjuangan Apoteker UI angkatan 74, dan keluarga kecilku di Farmasi angkatan 2005-2008. Terima kasih untuk segala dukungan, bantuan, saran, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. (11) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungannya selama PKPA dan penulisan laporan ini. Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2012
v
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1.2 Tujuan ..............................................................................................
1 1 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................ 3 2.1 Sejarah Organisasi ........................................................................... 3 2.2 Visi dan Misi ................................................................................... 4 2.3 Struktur Organisasi .......................................................................... 5 2.4 Spesifikasi Jabatan ............................................................................ 7 2.5 Bangunan dan Fasilitas .................................................................... 14 2.6 Peralatan .......................................................................................... 15 2.7 Dokumentasi .................................................................................... 16 2.8 Pengolahan Limbah ......................................................................... 17 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ......................................................................... 3.1 Pendahuluan Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi ....................... 3.2 Alur Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi .................................... 3.3 Kriteria Uji Bioekivalensi ................................................................ 3.4 Desain dan Pelaksanaan Studi Bioekivalensi .................................. 3.5 Laporan Hasil Uji Bioekivalensi .....................................................
18 18 19 21 25 29
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................... 32 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 35 5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 35 5.2 Saran ................................................................................................ 35 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 36
vi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 2.1 Struktur organisasi PT. Clinisindo Laboratories ....................................... 5 3.1 Alur tata cara permohonan uji bioekivalensi ........................................... 20 3.2 Tahapan pelaksanaan studi BA/BE ......................................................... 21 3.3 Desain 2-way crossover ............................................................................. 26
vii
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 3.1 Perbandingan jumlah subyek terhadap koefisien variasi intrasubyek ....... 27
viii
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Daftar obat copy yang mengandung zat aktif wajib uji bioekivalensi ........... 37
ix
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Produk obat copy harus memiliki standar mutu, efikasi, dan keamanan yang sama dengan produk obat originator. Bukti atas efikasi dan keamanan dari produk obat copy merupakan salah satu syarat yang diperlukan untuk mendapatkan izin edar. Obat copy harus ekivalen secara terapetik dengan obat originator, sehingga dapat menggantikan obat originator. Uji bioekivalensi antara produk obat copy dengan produk obat originator merupakan salah satu cara untuk menunjukkan ekivalensi terapetik tanpa perlu melakukan uji preklinik dan uji klinik yang melibatkan banyak subyek dan memerlukan waktu yang lama (World Health Organization, 2006; Medicines Control Council, 2003; Tamboli, Todkar, Zope, & Sayyad, 2010). Agar dapat menghasilkan efek terapetik yang optimal, sejumlah obat harus dapat mencapai reseptornya pada konsentrasi efektif selama jangka waktu tertentu. Pada uji bioekivalensi keamanan dan efikasi dari obat uji (obat copy) diprediksi berdasarkan pada pengukuran konsentrasi sistemik obat tersebut dibandingkan terhadap konsentrasi sistemik obat originator dengan dosis yang sama. Berdasarkan asumsi, pada subyek yang sama konsentrasi obat yang sama dalam plasma akan menghasilkan konsentrasi obat yang sama pada loka aksi, sehingga akan menghasilkan efek terapetik yang sama pula (World Health Organization, 2006; Medicines Control Council, 2003). Uji bioekivalensi merupakan bukti tidak langsung atas keamanan dan efikasi dari produk obat copy, karena itu uji ini perlu dilakukan dengan cara yang benar. Pengujian yang dilakukan di laboratorium harus mengikuti prinsip Good Laboratory Practice (GLP) dan karena melibatkan subyek manusia uji bioekivalensi juga harus dilakukan dengan menerapkan Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) atau Good Clinical Practices (GCP). Dengan demikian hasil uji bioekivalensi yang diperoleh dapat dipercaya dan akurat, serta hak, integritas, dan kerahasiaan dari subyek uji klinik pun terlindungi (World Health Organization, 2006; Badan POM RI, 2004). 1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
2
Suatu lembaga pengujian yang melakukan uji bioekivalensi harus memenuhi semua persyaratan tersebut. Selain itu, uji bioekivalensi juga menuntut adanya independensi dari lembaga pengujian agar hasil uji yang diperoleh terbebas dari konflik kepentingan dan intervensi pihak lain.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Clinisindo Laboratories ini bertujuan untuk:
1.2.1 Mengetahui penerapan Cara Uji Klinik Yang Baik (CUKB)/Good Clinical Practice (GCP) dan Good Laboratory Practice yang dilakukan PT. Clinisindo Laboratories. 1.2.2 Mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh PT. Clinisindo Laboratories. 1.2.3 Mengetahui
peranan
apoteker
dalam
laboratorium
pengujian
bioavailabilitas/bioekivalensi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1 Sejarah Organisasi PT. Clinisindo Laboratories adalah lembaga penelitian independen (Independent Contract Research Organization) yang didirikan pada tahun 2004. PT. Clinisindo Laboratories bergerak dalam bidang pengujian dan pengembangan metode analisis bioavailabilitas/bioekivalensi (BA/BE). PT. Clinisindo Laboratories didirikan pada tanggal 20 September 2004, dengan akte pendirian perusahaan Perseroan Terbatas nomor 31, dimana pemegang saham menyerahkan sepenuhnya operasional dari PT. Clinisindo Laboratories kepada direktur yang sepenuhnya terlepas dari tugas/tanggung jawab lainnya.
Tujuannya
adalah
untuk
menghindari
terjadinya
pertentangan
kepentingan dalam pelaksanaan pengujian di Laboratorium PT. Clinisindo, sehingga seluruh keputusan, hasil pengujian dan laporan pengujian dilakukan secara profesional dan independen tanpa ada intervensi dari pemegang saham. Laboratorium ini didirikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pengujian bioekivalensi dan pengembangan metode analisis berdasarkan standar Good Laboratory Practice (GLP) dan Good Clinical Practice (GCP) serta standar lain yang berlaku. Guna menghindari benturan kepentingan dalam proses kegiatan laboratorium maka PT. Clinisindo menerapkan asas independensi seperti penerapan sistem musyawarah mufakat dan berimbang dalam pengambilan keputusan tanpa adanya dominasi dan tekanan dari pihak manapun, serta tersedianya sumber daya keuangan yang dalam pengelolaannya bebas dari benturan berbagai pihak yang berkepentingan. PT. Clinisindo Laboratories berlokasi di Jl. Ulujami Raya No.12, Pesanggrahan Jakarta Selatan, sekitar 30 km dari Jakarta Pusat. Memiliki luas area sekitar 500 m2 dan dilengkapi dengan fasilitas klinik, fasilitas analitik, dan fasilitas kantor. Pegawai yang bekerja di PT. Clinisindo Laboratories berjumlah 22 orang (termasuk pegawai kontrak), yang terdiri dari peneliti utama, peneliti pembantu, ahli farmakokinetika dan statistik, apoteker, dokter, analis kesehatan, perawat, 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
4
analis kimia, dan petugas kebersihan. Personel PT. Clinisindo Laboratories diseleksi dari para profesional yang berpengalaman di bidang analisis dan studi bioekivalen. Peneliti utama memegang seluruh tanggung jawab atas kegiatan klinik pada studi, termasuk aspek-aspek klinis pada desain penelitian, pemberian produk selama penelitian, menghubungi pemerintah lokal dan komisi etik, dan menandatangani protokol dan laporan. PT. Clinisindo Laboratories mempunyai sistem dokumen mutu seperti Quality Manual (QM), Standard Operation Procedure (SOP) dan Standard Operating Instruction (SOI). Personel quality assurance (QA) bebas dari campur tangan bagian klinik dan analitik pada penelitian. Terdapat program audit internal untuk inspeksi diri yang diatur dan diorganisasikan oleh manajer mutu (QA) sebagai sistem penjaminan mutu (QA system). Audit internal dilakukan minimal 1 kali setahun untuk semua divisi. Dalam melakukan penelitiannya PT. Clinisindo Laboratories juga bekerja sama dengan pihak ketiga dalam pemeriksaan kesehatan subyek dan penanganan limbah.
2.2 Visi dan Misi PT. Clinisindo Laboratories memiliki visi untuk “Menjadi Laboratorium Pengujian BA/BE yang Kompeten, Berkualitas, dan Diakui secara Nasional, Regional, dan Internasional”. Untuk mencapai visi itu PT. Clinisindo Laboratories memiliki misi, yaitu sebagai berikut: 2.2.1 Memberikan pelayanan pengujian BA/BE dan pengembangan metode analisis yang berkualitas dengan semangat ilmiah sesuai persyaratan ISO/IEC 17025, Good Clinical Practice (GCP) dan Good Laboratory Practice (GLP). 2.2.2 Mencapai kepuasan pelanggan dengan memberikan laporan hasil pengujian yang akurat, tepat waktu dan sesuai dengan persyaratan pelanggan serta standar pengujian ter-up date dan/atau standar nasional, regional maupun internasional dengan tetap menjaga kerahasiaan informasi dan hak kepemilikan pelanggan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
5
2.2.3 Menerapkan dan meningkatkan efektivitas sistem manajemen mutu secara berkelanjutan dengan menetapkan sasaran mutu dan mengevaluasinya tiap tahun dalam rapat tinjauan manajemen. 2.2.4 Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia agar semua karyawan jelas dengan tugas dan tanggung jawabnya serta terus menerus mengevaluasi kemampuan tersebut.
2.3 Struktur Organisasi PT. Clinisindo Laboratories memiliki susunan organisasi yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut.
Direktur
Administrasi
Manajer Mutu (QA)
Manajer Teknis
Asisten Manajer Teknis
Spv. Klinik
Dokter Peneliti
Spv. Lab
Staf
Perawat Analis Tenaga Kesehatan Keterangan: PPD
PPD
Analis Kimia
= Pusat Pengendalian Dokumen
Spv. Klinik = Supervisor Klinik Spv. Lab
= Supervisor Laboratorium
Gambar 2.1 Struktur organisasi PT. Clinisindo Laboratories
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
6
Berdasarkan struktur organisasi tersebut, personil inti laboratorium PT. Clinisindo Laboratories terdiri atas: 2.3.1 Direktur Direktur merupakan manajemen puncak yang mempunyai tanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan laboratorium serta memimpin organisasi untuk mencapai tingkat prestasi yang terbaik. Direktur memiliki wewenang untuk membuat keputusan terhadap kebijakan maupun sumber daya laboratorium untuk mencapai mutu data pengujian yang sesuai dengan kebutuhan dan kepuasan customer. Direktur bertugas untuk menetapkan dan memelihara kebijakan mutu dan sasaran mutu laboratorium serta mempromosikannya ke seluruh organisasi untuk meningkatkan kesadaran, motivasi dan pelibatan. Direktur juga menjamin proses komunikasi yang tepat telah ditetapkan, diimplementasikan, dan dipelihara untuk menjamin tercapainya sasaran mutu dalam penerapan sistem manajemen mutu yang efektif dan efisien. Komunikasi dilakukan melalui pertemuan antar personil laboratorium dalam rapat tinjauan manajemen yang dipimpin direktur.
2.3.2 Manajer Mutu Manajer mutu ditunjuk secara resmi oleh direktur. Manajer mutu memiliki kewenangan untuk memberi pengarahan kepada semua manajer lainnya dalam hal penerapan sistem manajemen mutu laboratorium. Manajer mutu bertanggung jawab untuk memberikan masukan serta usulan kepada direktur dalam memelihara dan meningkatkan sistem manajemen mutu di laboratorium. Selain itu manajer mutu juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa segala aspek dari mutu dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan prosedur mutu laboratorium.
2.3.3 Manajer Teknis Manajer teknis bertanggung jawab atas semua aspek operasional teknis dan ketersediaan sumber daya yang diperlukan untuk memastikan bahwa mutu yang dipersyaratkan dalam kegiatan laboratorium tercapai dan sesuai dengan kebutuhan dan kepuasan dari pelanggan. Dalam pengujian bioekivalensi manajer teknis bertanggung jawab atas pengurusan ethical clearence dan Persetujuan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
7
Pelaksanaan Uji Bioekivalensi (PPUB), pemilihan/seleksi dari calon subyek, pemberian produk yang akan diuji kepada subyek, pencarian dan pengembangan metode analisis, validasi metode, pengolahan data secara statistik, serta pembuatan laporan pengujian.
2.4. Spesifikasi Jabatan Spesifikasi jabatan asli masing-masing karyawan disimpan oleh manajer mutu dan salinan spesifikasi jabatan diberikan kepada karyawan yang bersangkutan. Perubahan atas spesifikasi jabatan harus diajukan oleh manajer mutu ke direktur. 2.4.1 Bagian Laboratorium 2.4.1.1 Manajer Teknis/Asisten Manajer Teknis Manajer teknis/asisten manajer teknis adalah seorang apoteker yang sudah memiliki pengalaman bekerja di laboratorium. Tugas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang manajer teknis/asisten manajer teknis adalah sebagai berikut: a. Mengelola seluruh aspek kegiatan pengujian untuk memastikan bahwa setiap pengujian sudah mengikuti pedoman Good Clinical Practice (GCP) dan Good Laboratory Practice (GLP). b. Bersama dengan bagian administrasi menerima permintaan pelanggan, melakukan tinjauan kontrak dan membuat penawaran harga dan membuat perjanjian kontrak apabila harga sudah disepakati. c. Bertanggung jawab dalam pengurusan ethical clearence dari Komisi Etik dan menjalin kerjasama dengan pelanggan/sponsor dalam pengurusan Persetujuan Pelaksanaan Uji Bioekivalensi (PPUB) dari Badan POM. d. Mengkoordinasikan penerapan jaminan mutu dan pengendalian mutu (QA/QC) untuk semua jenis pengujian yang dilakukan oleh laboratorium. e. Memonitor supervisor laboratorium dalam melaksanakan pengembangan dan validasi metode analisis. f. Bertanggung jawab terhadap pengujian ulang (reanalyze) terhadap retained sample, apabila diperlukan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
8
g. Merencanakan, mengorganisasikan dan mengevaluasi partisipasi uji profisiensi atau uji banding laboratorium. h. Bertanggung jawab terhadap pelaporan hasil pengujian dan penandatanganan sertifikat pengujian. i. Menyusun budget, rencana investasi serta target tahunan sesuai dengan target dari manajemen. j. Menyusun analisis kebutuhan pelatihan dan program pelatihan yang diperlukan dalam upaya untuk memastikan bahwa setiap personil yang ada mempunyai kompetensi untuk melaksanakan tugas sesuai uraian kerjanya. k. Memberi penilaian terhadap karyawan di bawahnya dan mengusulkan perubahan gaji, promosi dan demosi. l. Memberikan
delegasi
kepada
supervisor
laboratorium/klinik,
apabila
berhalangan.
2.4.1.2 Supervisor Laboratorium Supervisor laboratorium adalah seorang apoteker yang memiliki pengalaman di bidang analisis dan instrumentasi. Supervisor laboratorium memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Melaksanakan proses pengembangan metode analisis berdasarkan kompendial, literatur yang relevan, atau pengembangan sendiri. b. Membuat protokol validasi sebelum melakukan validasi metode. c. Memastikan validasi metode dilaksanakan berdasarkan protokol yang dibuat, mencatat bila terdapat penyimpangan terhadap protokol. d. Membuat laporan hasil validasi metode. e. Menyusun dokumen instruksi yang digunakan di dalam laboratorium. f. Memantau pelaksanaan proses kerja yang dilakukan staf dan analis sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan. g. Memberikan penjelasan dan training kepada staf dan analis sebelum memulai suatu pengujian. h. Bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan program kalibrasi instrumen dan alat-alat di laboratorium.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
9
i. Bersama manajer teknis memberikan pelatihan dan evaluasi terhadap staf dan analis di bawahnya. j. Memastikan sistem dokumentasi laboratorium berjalan dengan baik, termasuk proses pemindahan dan pengolahan data sudah dilakukan dengan benar. k. Mengatur agar semua peralatan dan pereaksi yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang cukup dan digunakan sebagaimana mestinya. l. Mengatur tugas staf dan analis secara efisien dan efektif. m. Mengatur pelaksanaan replika pengujian dalam rangka jaminan mutu. n. Menunjuk staf atau analis yang menjadi tanggung jawabnya, apabila berhalangan.
2.4.1.3 Staf Analisis Staf analisis adalah seorang apoteker atau minimal sarjana farmasi/kimia yang memiliki pengalaman di bidang analisis dan instrumentasi. Staf analisis memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Melaksanakan proses pengembangan metode analisis berdasarkan kompedial, literatur yang relevan atau pengembangan sendiri. b. Bersama supervisor laboratorium membuat protokol validasi sebelum melakukan validasi metode. c. Melakukan validasi metode berdasarkan protokol yang dibuat, mencatat dan melaporkan bila terdapat penyimpangan terhadap protokol. d. Membuat laporan hasil validasi metode. e. Menyusun dokumen instruksi yang digunakan di dalam laboratorium. f. Melakukan pengujian sampel dengan metode analisis yang sudah tervalidasi. g. Bekerjasama dan memonitor proses kerja dari analis. h. Bertanggung jawab dalam pengoperasian dan pemeliharaan instrumen analisis (HPLC dan LC-MS/MS). i. Melaporkan kepada supervisor laboratorium kebutuhan peralatan dan peraksi yang digunakan dalam analisis. j. Bertanggung jawab terhadap kebersihan dan ketertiban di tempat kerja. k. Bersama supervisor laboratorium memberikan pelatihan dan evaluasi terhadap analis di bawahnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
10
2.4.1.4 Analis Analis adalah seorang lulusan Sekolah Menengah Analis Kimia atau Akademi Analis Kimia/D3 Kimia yang bekerja di laboratorium bioekivalensi dan memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Membantu supervisor dan staf dalam melakukan proses pengujian. b. Membuat larutan pereaksi (reagen) yang menunjang dan diperlukan dalam pengujian. c. Melakukan preparasi sampel. d. Melakukan pencatatan berkala pada formulir yang sudah disediakan, seperti monitoring suhu ruangan, suhu lemari es dan freezer, dan lainnya. e. Mencatat setiap penimbangan, pemasukan material (bahan kimia/pereaksi), pembuatan pereaksi dan pemakaian alat ke dalam logbook yang sudah disediakan. f. Melaporkan kepada supervisor laboratorium bila ada kebutuhan pereaksi dan alat gelas. g. Bertanggung jawab terhadap kebersihan dan ketertiban di tempat kerja.
2.4.2 Bagian Klinik 2.4.2.1 Supervisor Klinik Supervisor Klinik adalah seorang apoteker yang memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Bersama dengan manajer teknis melakukan proses perekrutan subyek mulai dari skrining sampai proses pengambilan sampel. b. Bersama dengan dokter peneliti membuat desain case report form c. Memberikan penjelasan dan training singkat kepada perawat/analis kesehatan sebelum proses pengambilan sampel dilaksanakan. d. Bertanggung jawab terhadap standardisasi kondisi subyek. e. Memantau proses pengambilan sampel selama pengujian sesuai protokol. f. Memonitor proses dokumentasi klinis berupa data/rekaman ataupun dokumen yang berhubungan dengan subyek. g. Mengatur kebutuhan peralatan yang diperlukan dalam pengambilan sampel (jarum suntik, kapas dan lain-lain). Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
11
h. Menyusun prosedur dan instruksi kerja yang digunakan di dalam pengujian bioekivalensi. i. Mengolah data yang diberikan oleh Supervisor Laboratorium dan melakukan perhitungan sesuai dengan prinsip farmakokinetika dan melakukan analisis secara statistik.
2.4.2.2 Staf Klinik Staf Klinik minimal adalah seorang D3 farmasi/kimia/S1 kesehatan. Staf klinik bertugas dan bertanggung jawab untuk: a. Membantu supervisor klinik dalam melakukan studi klinik, seperti: proses perekrutan subyek dan sampling (pemberian obat, standardisasi kondisi subyek, (termasuk makanan, snack, minuman), proses monitoring, pencatatan efek samping, kepatuhan subyek, pengambilan sampel serta kegiatan lainnya. b. Membantu supervisor klinik dalam proses dokumentasi klinik berupa data/rekaman ataupun dokumen yang berhubungan dengan subyek c. Bertanggung jawab bahwa alat-alat medis yang digunakan berfungsi dengan baik atau terkalibrasi d. Bertanggung jawab mengatur kebutuhan peralatan yang diperlukan dalam pengambilan sampel (jarum suntik, kapas dan lain-lain)
2.4.2.3 Dokter Peneliti Dokter peneliti adalah seorang dokter yang bertanggung jawab untuk: a. Melakukan penjelasan kepada subyek (informed consent) sebelum mereka ikut serta dalam penelitian. b. Memberikan penjelasan kepada subyek terhadap hasil pemeriksaan. c. Bersama dengan supervisor klinik merancang desain case report form. d. Bertanggung jawab dalam pengisian dan melakukan koreksi terhadap case report form. e. Melakukan skrining terhadap subyek, meliputi evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium, fisik dan lain-lain sebagai bahan pertimbangan apakah subyek diperbolehkan ikut serta dalam pengujian. f. Melakukan monitoring terhadap subyek selama studi berlangsung. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
12
2.4.2.4 Perawat/Analis Kesehatan Perawat/analis kesehatan adalah seorang perawat yang minimal merupakan lulusan
D3
Keperawatan
atau
Sekolah
Menengah
Analis
Kesehatan.
Perawat/analis kesehatan memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Melaksanakan proses pengambilan sampel darah maupun urin sesuai dengan prosedur dan protokol yang sudah ditetapkan dan melakukan pencatatan setiap selesai pengambilan sampel. b. Memberikan pelayanan yang diperlukan kepada subyek selama proses pengambilan sampel. c. Membantu dokter dalam memonitor dan menangani setiap kejadian yang tidak diinginkan (adverse event) dan melaporkan ke dokter atau supervisor klinik untuk diambil tindakan lebih lanjut.
2.4.3 Bagian Quality Assurance (QA)/Mutu 2.4.3.1 Manajer Mutu Manajer Mutu adalah seorang apoteker yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk: a. Mengelola Tim ISO/IEC17025:2005 dengan tanggung jawab untuk membuat usulan dalam memprakarsai prosedur mutu untuk melaksanakan pengelolaan sistem mutu perusahaan agar sesuai dengan standar ISO/IEC17025:2005; melaksanakan peraturan atau prosedur mutu yang berlaku pada bagiannya; mengadakan pelatihan kepada bawahan masing-masing dalam penerapan sistem manajemen mutu; memantau dan memastikan apakah hasil pekerjaan sesuai standar dan sistem manajemen mutu yang sudah ditetapkan di bagiannya masing-masing dan melakukan tindakan koreksi dan pencegahan apabila ada kekurangan; serta memberi masukkan kepada pimpinan perusahaan tentang status penerapan sistem manajemen mutu dan memberi usulan perbaikan peningkatan kepada manajemen. b. Merencanakan, mengkoordinir, mengevaluasi penyusunan dan melakukan kaji ulang/tinjauan manajemen mutu untuk menentukan kesesuaian, kecukupan dan efektifitas penerapan sistem manajemen mutu laboratorium sehingga mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
13
c. Mengelola Tim Audit Mutu Internal dengan tanggung jawab untuk membentuk tim auditor untuk mengelola kegiatan audit mutu internal sesuai prosedur yang berlaku; mengarahkan program audit internal secara keseluruhan untuk melihat keefektifan
pelaksanaan
dan
pengendalian
sistem
mutu
perusahaan;
memastikan kegiatan audit internal dilaksanakan sesuai standar dan jadwal yang ditetapkan; memastikan tindakan perbaikan dilaksanakan secara efektif dan jadwal waktu yang disetujui; memastikan para auditor mutu cukup terlatih dalam melaksanakan tugas auditnya d. Memastikan Pusat Pengendali Dokumen (PPD) sudah menjalankan tugasnya sesuai pengarahan yang tertuang pada prosedur yang berlaku. e. Mengelola Kegiatan Tindakan Perbaikan dan Pencegahan dengan cara memastikan semua keluhan dari pelanggan atau wakilnya ditangani dengan efektif oleh manajemen yang terkait; memastikan kekurangan mutu atas setiap titik pelaksanaan pekerjaan ditangani secara efektif dan dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan oleh bagian yang terkait; menyetujui kesempurnaan tindakan perbaikan dan pencegahan yang dilaksanakan oleh pihak terkait dari aspek mutu; memacu strategi dan rencana peningkatan mutu agar dilaksanakan oleh pihak terkait dari aspek mutu; serta memacu strategi dan rencana peningkatan mutu agar dilaksanakan oleh pihak terkait. f. Melakukan review laporan akhir suatu studi dan memastikan bahwa laporan yang sudah dibuat sesuai dengan data mentah.
2.4.3.2 Pusat Pengendali Dokumen (PPD) Pusat Pengendali Dokumen (PPD) dikelola oleh minimal seorang lulusan Akademi Sekretaris/D3 Ekonomi. Tugas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh staf PPD adalah: a. Mengontrol keluar masuknya dokumen, arsip, surat, memo dan dokumendokumen lain. b. Mengatur dan mengontrol sistem pendistribusian dan pengarsipan dokumen. c. Ikut menjaga dan mengamankan dokumen-dokumen yang bersifat rahasia dan tidak memberikannya ke bagian lain yang tidak berkepentingan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
14
d. Menyiapkan rapat-rapat rutin intern serta ekstern yang diselenggarakan dan membuat serta mendistribusikan notulensi hasil rapat yang diselenggarakan.
2.4.3.3 Administrasi Staf
administrasi
adalah
seorang
lulusan
D3/SMF/SMAK
yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Bertanggung jawab untuk mencari pemasok kebutuhan laboratorium sesuai dengan spesifikasi yang sudah ditentukan, meminta penawaran dan pemesanan barang. b. Memelihara sistem administrasi pembelian laboratorium termasuk pembuatan Purchase Order (PO), pengarsipan surat jalan dan invoice. c. Memelihara data Approval Pemasok dan melakukan up-date secara rutin. d. Bekerjasama dengan user untuk melakukan kualifikasi pemasok sebelum memasukkan ke dalam Daftar Approval Pemasok. e. Melakukan evaluasi pemasok secara berkala. f. Bersama manajer teknis melakukan kaji ulang permintaan dan kontrak dari pelanggan sesuai dengan bagian tugasnya dan membuat penawaran kepada pelanggan.
2.5 Bangunan dan Fasilitas 2.5.1 Fasilitas Klinik Fasilitas klinik PT. Clinisindo Laboratories memiliki luas wilayah sekitar 216 m2 yang dilengkapi dengan fasilitas seperti: a. Wilayah untuk registrasi dan skrining subyek. b. Wilayah pelayanan subyek (Subject Service Area) terdiri dari 2 kamar subyek (ward/sleeping area) yang memiliki 26 tempat tidur yang terpisah untuk subyek pria dan wanita, ruang rekreasi yang dilengkapi dengan televisi dan fasilitas internet, dilengkapi dengan air conditioner untuk kenyamanan subyek, ruang istirahat (toilet dan mushola), dan kantin. c. Ruang sampling untuk melakukan proses sampling dan mengumpulkan sampel (darah atau urin) dari subyek. Terdapat pass box khusus untuk mentransfer sampel dari ruang sampling ke ruang preparasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
15
d. Fasilitas yang memadai untuk perawatan subyek yang memerlukan penanganan emergensi atau penanganan medis lainnya. e. Tersedia emergency trolley untuk digunakan pada ruang emergensi.
2.5.2 Fasilitas Analitik Fasilitas analitik PT. Clinisindo Laboratories memiliki luas wilayah sekitar 152 m2 yang dilengkapi dengan fasilitas seperti: a. Ruang preparasi untuk memproses sampel (seperti proses pemisahan plasma dan proses ekstraksi). b. Ruang timbang dengan spesifikasi suhu 20-28oC dan kelembaban < 60%. c. Ruang instrumen dengan spesifikasi suhu 20-28oC dan kelembaban < 60%. d. Ruang penyimpanan untuk bahan-bahan kimia dan reagen e. Lemari pendingin (refrigerator) dan frezzer bersuhu -20 dan -70oC yang ditujukan sebagai tempat penyimpanan bahan standar dan sampel biologis.
2.5.3 Fasilitas Kantor Fasilitas kantor PT. Clinisindo Laboratories memiliki luas wilayah sekitar 132 m2 yang dilengkapi dengan ruangan administrasi, ruangan manajer, dan ruang rapat.
2.6 Peralatan Instrumen utama yang digunakan untuk menganalisis sampel adalah HPLC
(High
Performance
(kromatografi cair
Liquid
Chromatography)
yang dilengkapi dengan detektor
dan
LC-MS/MS
massa). Peralatan
laboratorium lainnya yang digunakan dalam analisis adalah timbangan analitik, pH meter, solid phase extraction (SPE), freezer (-20 dan –70oC), alat uji disolusi, water purified system, evaporator, vortex mixer, lemari asam, dan sentrifus.
2.6.1 Kualifikasi, Kalibrasi dan Perawatan Kegiatan kualifikasi dan kalibrasi diimplementasikan pada semua instrumen dan peralatan yang digunakan untuk memproses sampel, analisis, penyimpanan yang menyangkut (mencakup) massa, volume, suhu, kelembaban, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
16
dan kecepatan. Kualifikasi dilakukan oleh supplier, termasuk kualifikasi instalasi (IQ), kualifikasi operasional (OQ), dan kualifikasi performance (PQ). Kegiatan kalibrasi baik internal maupun eksternal dilakukan secara teratur dan terjadwal dengan baik. Frekuensi kalibrasi ditentukan berdasarkan frekuensi penggunaan, kondisi lingkungan, umur instrumen atau peralatan, akurasi dari instrumen atau peralatan, dan rekomendasi menurut buku manual. Hasil kalibrasi diberikan sebagai laporan kalibrasi dan diberi label “Terkalibrasi/Calibrated”. Adanya penyimpangan pada kalibrasi harus dilaporkan dan di follow up. Karena kalibrasi harus dilakukan secara periodik, maka label juga harus mencantumkan tanggal dilakukannya rekalibrasi. Selama waktu pemeriksaan dan perbaikan instrumen tidak boleh digunakan dan diberi label “out of service”. Perawatan juga direncanakan untuk setiap instrumen dan peralatan utama berdasarkan Prosedur Kontrol Peralatan. Penggunaaan peralatan dicatat pada logbook.
2.7 Dokumentasi Berdasarkan Prosedur Kontrol Dokumen, kontrol dokumen mencakup pemformatan, penomoran, penerbitan, pendistribusian, sirkulasi, pengisian, pengubahan dokumen dan pemusnahan dokumen diklasifikasikan sebagai controlled document (dokumen terkendali). Dokumen terkendali adalah semua dokumen yang berkaitan dengan sistem manajemen mutu dari ISO/IEC 17025 dan GCP seperti Quality manual, Standard Operating Procedures (SOP), Standard Operating Instruction (SOI) dan juga pencatatan yang terkait dengan kegiatan laboratorium. Kontrol dokumen merupakan tanggung jawab dari Central Document Controller (PPD) yang berada di bawah pengawasan manajer QA. Seluruh data mentah asli (seperti perhitungan, kromatogram, dan lainnya) didokumentasikan dengan tujuan agar dapat terlacak dengan menggunakan nomor sampel, peralatan yang digunakan, tanggal dan waktu analisis, dan nama dari analis (staf yang melakukan analisis).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
17
2.8 Pengolahan Limbah PT. Clinisindo Laboratories menetapkan sistem pemisahan limbah saat pembuangan berdasarkan kode warna kantung. Analis dibantu petugas kebersihan bertanggung jawab melakukan pembuangan limbah ke dalam wadah yang sesuai. Penanganan limbah kimia dan biologi selanjutnya diserahkan pada pihak ketiga. Limbah yang dihasilkan PT. Clinisindo Laboratories dibagi menjadi 3 macam, yaitu: a. Limbah medis/biologis Limbah medis merupakan limbah yang dihasilkan selama kegiatan sampling klinik maupun bioanalisis, seperti darah, plasma, urin, retained sample, jarum suntik, kapas terkena darah, micropore, kasa, perban, dan sarung tangan satu kali pakai. Limbah-limbah biologis/medis ini dimasukkan ke dalam kantung plastik berwarna kuning dan diberi lambang biohazard. Khusus untuk limbah benda tajam, seperti jarum suntik dibuang ke dalam needle box berwarna kuning. b. Limbah kimia Limbah kimia adalah bahan-bahan kimia baik cair maupun padat yang dihasilkan dari kegiatan bioanalisis dan analisis laboratorium. Limbah cair organik dibuang ke dalam wadah khusus (tong/jerigen) bertutup rapat dan diberi label “Limbah Cair Organik”. Khusus untuk asam-asam dapat langsung dibuang ke pembuangan air setelah dinetralkan terlebih dahulu. c. Limbah umum Limbah umum seperti alat tulis kantor, kemasan pembungkus, kardus, makanan sisa, dan lainnya dibuang ke dalam kantung plastik hitam.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
3.1 Pendahuluan Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi (Badan POM RI, 2004) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mempunyai kewajiban untuk menilai semua produk obat sebelum dipasarkan, memberikan izin pemasaran, dan selanjutnya melakukan pengawasan terhadap produk obat tersebut setelah dipasarkan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk obat tersebut memenuhi standar efikasi, keamanan dan mutu yang dibutuhkan. Produk obat yang mengandung zat aktif berupa zat kimia baru (new chemical entity/NCE) perlu dinilai efikasi, keamanan dan mutunya secara lengkap. NCE ini yang dipatenkan oleh pabrik penemunya disebut juga sebagai obat inovator. Sedangkan untuk produk obat yang merupakan produk copy hanya dibutuhkan standar mutu yang antara lain berupa bioekivalensi dengan produk obat inovator sebagai produk pembanding (reference product) yang merupakan baku mutu. Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin. Bila dibandingkan dengan sediaan intravena yang bioavailabilitasnya 100% disebut sebagai bioavailabilitas absolut dan bila dibandingkan dengan sediaan bukan intravena dinamakan bioavailabilitas relatif. Dua produk obat yang mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama dan bentuk sediaan yang sama disebut ekivalensi farmasetik. Sedangkan bila keduanya mengandung zat aktif yang sama tetapi berbeda dalam bentuk kimia (garam, ester, dan lainnya) atau bentuk sediaan atau kekuatan, maka disebut sebagai alternatif farmasetik. Disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan. Jika bioavailabilitasnya yang tidak memenuhi kriteria bioekivalen maka kedua produk obat tersebut disebut bioinekivalen. 18
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
19
Dua produk obat mempunyai ekivalensi terapeutik jika keduanya mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan efikasi klinik dan keamanan yang sebanding. Dengan demikian, ekivalensi/inekivalensi terapeutik seharusnya ditunjukkan dengan uji klinik. Akan tetapi, untuk produk obat yang bekerja sistemik, uji klinik mempunyai kendala yaitu pada penyakit ringan tidak terlihat sedangkan pada penyakit berat tidak etis. Selain itu, endpoint yang diukur seringkali kurang akurat sehingga variabilitasnya besar sekali, sehingga dibutuhkan jumlah sampel yang besar. Oleh karena itu, sebagai alternatif dilakukan uji bioekivalensi yang endpoint-nya sangat akurat (yakni kadar obat dalam plasma) sehingga variabilitasnya rendah, dan dengan demikian sampel yang dibutuhkan jauh lebih kecil. Jika terdapat perbedaan yang bermakna secara klinik dalam bioavailabilitasnya maka kedua produk obat tersebut dinyatakan inekivalen secara terapeutik (inekivalensi terapeutik). Produk obat pembanding (reference product) adalah produk obat inovator yang telah diberi izin pemasaran di Indonesia berdasarkan penilaian dossier lengkap yang membuktikan efikasi, keamanan dan mutu. Jika produk obat inovator tidak dipasarkan di Indonesia atau tidak lagi dikenali yang mana karena sudah terlalu lama beredar di pasar, maka dapat digunakan produk obat inovator dari primary market (negara dimana produsennya menganggap bahwa efikasi, keamanan dan kualitas produknya terdokumentasi paling baik) atau menggunakan produk yang merupakan market leader yang telah diberi izin pemasaran di Indonesia dan telah lolos penilaian efikasi, keamanan dan mutu. Produk obat pembanding yang akan digunakan harus disetujui oleh Badan POM.
3.2 Alur Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi (Badan POM RI, 2001; Badan POM RI, 2004) Persetujuan Pelaksanaan Uji Bioekivalensi (PPUB) adalah surat persetujuan uji bioekivalensi yang dikeluarkan oleh Kepala Badan POM. Pengajuan pelaksanaan uji bioekivalensi dilakukan oleh sponsor atau yang bertindak sebagai sponsor kepada Kepala Badan POM. Alur tata cara permohonan uji bioekivalensi dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
20
Gambar 3.1 Alur tata cara permohonan uji bioekivalensi Kepala Badan POM dapat meminta tanggapan dari Tim Penasehat Uji Klinik Nasional terhadap persetujuan dari Komisi Ilmiah dan Komisi Etik Institusi untuk pelaksanaan uji bioekivalensi. Kepala BPOM akan memberikan PPUB kepada sponsor dalam kurun waktu sepuluh hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pengajuan pelaksanaan uji klinik. PPUB tersebut berlaku selama dua tahun sejak tanggal persetujuan. Komisi Etik adalah suatu badan independen (suatu dewan penilai atau suatu komisi, institusional, regional, nasional, atau supranasional), yang terdiri dari profesional medik/ilmiah dan anggota non-medik/non-ilmiah, yang bertanggung jawab untuk menjamin perlindungan hak, keamanan, dan kesejahteraan subyek uji klinik dan untuk memastikan terlaksananya perlindungan itu, antara lain dengan mengkaji dan menyetujui/memberikan pendapat yang mendukung terhadap protokol uji klinik, kelayakan para peneliti, fasilitas, cara dan bahan yang digunakan untuk memperoleh dan mendokumentasikan persetujuan setelah penjelasan dari subyek uji klinik tersebut. Komisi Ilmiah adalah suatu badan independen yang terdiri dari para tenaga kesehatan yang bertanggung jawab melakukan kajian aspek ilmiah termasuk manfaat yang diharapkan terhadap dokumen uji klinik. Laboratorium bioavailabilitas dan bioekivalensi (BA/BE) terbagi menjadi dua bidang, yaitu bidang klinis dan bagian bioanalisis. Bidang klinis bertanggung Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
21
jawab atas skrining subjek hingga proses sampling terlaksana, sedangkan bidang bioanalisis memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengembangan metode analisis sampel. Bidang bioanalisis melakukan optimasi metode preparasi sampel hingga optimasi metode analisis. Setelah itu akan dilakukan validasi metode bioanalisis untuk mendapatkan metode bioanalisis yang valid yang kemudian akan digunakan untuk analisa sampel rutin. Metode analisa yang valid diperlukan untuk menjamin keabsahan hasil uji yang diperoleh. Bagan tahapan pelaksanaan studi BA/BE dapat dilihat pada Gambar 3.2 sebagai berikut.
Gambar 3.2 Tahapan pelaksanaan studi BA/BE
3.3 Kriteria Uji Biokivalensi (Badan POM RI, 2004) Tidak semua obat copy perlu dilakukan uji bioekivalensi sebelum dipasarkan. Ada beberapa obat yang tidak memerlukan uji bioekivalensi secara in vivo, tetapi cukup dilakukan uji bioekivalensi in vitro saja yaitu dengan Uji Disolusi Terbanding (UDT). Selain itu ada juga sediaan obat copy yang tidak perlu diuji ekivalensinya, misalnya sediaan intravena yang bioavailabilitasnya mencapai 100%.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
22
3.3.1 Kriteria produk obat yang memerlukan uji bioekivalensi in vivo 1. Produk obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik dan memenuhi satu atau lebih kriteria berikut ini: a. Obat-obat untuk kondisi yang serius yang memerlukan respon terapi yang pasti (critical use drugs). Contohnya antituberkulosis, antiretroviral, antimalaria, antibakteri, antihipertensi, antiangina, obat gagal jantung, antiepilepsi, dan antiasma. b. Batas keamanan/indeks terapi sempit, ditandai dengan kurva dosis-respons yang curam. Misalnya digoksin, antiaritmia, antikoagulan, obat-obat sitostatik, litium, fenitoin, siklosporin, sulfonilurea, dan teofilin. c. Terbukti terdapat masalah bioavailabilitas atau bioinekivalensi dengan obat yang bersangkutan atau obat-obat dengan struktur kimia atau formulasi yang mirip (tidak berhubungan dengan masalah disolusi), misal absorpsinya bervariasi atau tidak lengkap; eliminasi presistemik yang tinggi (>70%); farmakokinetik nonlinear; dan sifat-sifat fisiokimia yang tidak menguntungkan (misalnya kelarutan rendah, permeabilitas rendah, tidak stabil, dan lainnya). d. Eksipien dan proses pembuatannya diketahui mempengaruhi bioekivalensi. 2. Produk obat non-oral dan non-parenteral yang didesain untuk bekerja sistemik, seperti sediaan transdermal, supositoria, permen karet nikotin, gel testosteron dan kontraseptif bawah kulit. 3. Produk obat lepas lambat atau termodifikasi yang bekerja sistemik. 4. Produk kombinasi tetap untuk bekerja sistemik, yang paling sedikit salah satu zat aktifnya memerlukan studi in vivo. 5. Produk obat bukan larutan untuk penggunaan nonsistemik (oral, nasal, okular, dermal, rektal, vaginal) dan dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak untuk diabsorpsi sistemik). Bioekivalensi dari produk-produk tersebut harus ditunjukkan dengan studi klinik atau farmakodinamik, dermatofarmakokinetik komparatif dan/atau studi in vivo. Pada kasus-kasus tertentu, pengukuran kadar obat dalam darah masih diperlukan dengan alasan keamanan untuk melihat adanya absorpsi yang tidak diinginkan. Daftar obat copy yang mengandung zat aktif wajib uji bioekivalensi dapat dilihat pada Lampiran 1. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
23
3.3.2 Produk obat yang cukup dilakukan uji ekivalensi in vitro (uji disolusi terbanding/UDT) 1. Produk obat yang tidak memerlukan studi in vivo. 2. Produk obat copy yang hanya berbeda kekuatan Jika studi ekivalensi telah dilakukan sedikitnya pada salah satu kekuatan (biasanya kekuatan yang tertinggi, kecuali untuk alasan keamanan dipilih kekuatan yang lebih rendah); uji disolusi terbanding dapat diterima untuk kekuatan yang lebih rendah berdasarkan perbandingan profil disolusi, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Tablet lepas cepat Produk obat copy dengan kekuatan berbeda, yang dibuat oleh pabrik obat yang sama di tempat produksi yang sama, jika semua kekuatan mempunyai proporsi zat aktif dan inaktif yang persis sama atau untuk zat aktif yang sangat poten (sampai 10 mg per satuan dosis), zat inaktifnya sama banyak untuk semua kekuatan; studi ekivalensi telah dilakukan sedikitnya pada salah satu kekuatan (biasanya kekuatan yang tertinggi, kecuali untuk alasan keamanan dipilih kekuatan yang lebih rendah); dan/atau profil disolusinya mirip antar kekuatan. b. Kapsul berisi butir-butir lepas lambat Jika kekuatannya berbeda hanya dalam jumlah butir yang mengandung zat aktif, maka perbandingan profil disolusi dengan satu kondisi uji yang direkomendasi sudah cukup. c. Tablet lepas lambat Jika produk uji dalam bentuk sediaan yang sama tetapi berbeda kekuatan, dan mempunyai proporsi zat aktif dan inaktif yang persis sama atau untuk zat aktif yang sangat poten (sampai 10 mg per satuan dosis) zat inaktifnya sama banyak, dan mempunyai mekanisme pelepasan obat yang sama, kekuatan yang lebih rendah tidak memerlukan studi in vivo jika menunjukkan profil disolusi yang mirip dalam 3 pH yang berbeda (antara pH 1,2 dan 7,5) dengan metode uji yang direkomendasi. 3. Berdasarkan sistem klasifikasi biofarmasetik (Biopharmaceutic Classification System/BCS) dari zat aktif, serta karakteristik disolusi, dan profil disolusi dari Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
24
produk obat. Berlaku untuk produk obat oral lepas cepat, tetapi tidak berlaku untuk produk obat oral lepas cepat yang disebutkan dalam butir 1. a. Zat aktif memiliki kelarutan dalam air yang tinggi dan permeabilitas dalam usus yang tinggi (BCS kelas 1), serta merupakan produk obat memiliki disolusi yang sangat cepat, atau produk obat yang memiliki disolusi yang cepat dan profil disolusinya mirip dengan produk pembanding. b. Zat aktif memiliki kelarutan dalam air yang tinggi tetapi permeabilitas dalam usus yang rendah (BCS kelas 3), serta merupakan produk obat memiliki disolusi yang sangat cepat dan produk obat tidak mengandung zat inaktif yang diketahui mengubah motilitas dan/atau permeabilitas saluran cerna. c. Zat aktif memiliki permeabilitas dalam usus yang tinggi tetapi kelarutan dalam air yang rendah (kelarutan dalam air tinggi hanya pada pH 6,8; BCS kelas 2 asam lemah), serta merupakan produk obat memiliki disolusi yang cepat pada pH 6,8, dan produk obat yang memiliki profil disolusi yang mirip dengan produk pembanding (juga berlaku jika disolusi < 10% pada salah satu pH). 3.3.3 Produk obat yang tidak memerlukan uji ekivalensi 1. Produk obat copy intravena (larutan dalam air) yang mengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dengan pembanding. 2. Produk obat copy parenteral lain (intramuskular, subkutan) sebagai larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang sama atau mirip (similar) dalam kadar yang sebanding seperti dalam produk pembanding. Eksipien tertentu (misalnya pengawet, antioksidan) boleh berbeda asalkan perubahan eksipien ini diperkirakan tidak mempengaruhi keamanan dan/atau efikasi obat. 3. Produk obat copy berupa larutan oral (sirup, eliksir, tingtur atau bentuk larutan lain bukan suspensi), yang mengandung zat aktif dalam kadar molar yang sama dengan produk pembanding, dan hanya mengandung eksipien yang diketahui tidak mempunyai efek terhadap transit atau permeabilitas dalam saluran cerna. 4. Produk obat copy berupa bubuk untuk dilarutkan dan larutannya memenuhi kriteria 1, 2, atau 3 tersebut diatas. 5. Produk obat copy berupa gas. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
25
6. Produk obat mata atau telinga sebagai larutan dalam air. 7. Produk obat topikal sebagai larutan dalam air. 8. Produk obat copy berupa larutan untuk aerosol atau inhalasi nebulizer atau semprot hidung, yang digunakan dengan atau tanpa alat yang praktis sama,
3.4 Desain dan Pelaksanaan Studi Bioekivalensi (Badan POM RI, 2004) Studi bioekivalensi (BE) adalah studi bioavailabilitas (BA) komparatif yang dirancang untuk menunjukkan bioekivalensi antara produk uji (suatu produk obat copy) dengan produk obat inovator/pembandingnya. Caranya dengan membandingkan profil kadar obat dalam darah atau urin antara produk-produk obat yang dibandingkan pada subyek manusia. Desain dan pelaksanaan studi BE harus mengikuti Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB), termasuk harus lolos Kaji Etik dan mendapatkan PPUB. Protokol studi BA/BE harus lolos kaji etik dan mendapatkan PPUB terlebih dahulu sebelum studi dapat dimulai karena studi BA/BE menggunakan subyek manusia (suatu uji klinik). Studi biasanya dilakukan pada subyek yang sama (dengan desain menyilang/cross over) untuk menghilangkan variasi biologik antar subyek (karena setiap subyek menjadi kontrolnya sendiri), hal ini sangat memperkecil jumlah subyek yang dibutuhkan. Desain 2-way crossover (desain menyilang dua arah) adalah desain studi 2 periode untuk pemberian 2 produk obat pada setiap subyek. Pemberian produk obat yang pertama harus dilakukan secara acak agar efek urutan (order effect) maupun efek waktu (period effect) seimbang. Kedua perlakuan dipisahkan oleh periode washout yang cukup untuk eliminasi produk obat yang pertama diberikan (biasanya lebih dari lima kali waktu paruh obat, atau lebih lama jika mempunyai metabolit aktif dengan waktu paruh yang lebih panjang). Jika obat mempunyai kecepatan eliminasi yang sangat bervariasi antar subyek, periode washout yang lebih lama diperlukan untuk memperhitungkan kecepatan eliminasi yang lebih rendah pada beberapa subyek. Oleh karena itu untuk obat dengan waktu paruh eliminasi yang panjang (> 24 jam), dapat dipertimbangkan penggunaan desain 2 kelompok paralel. Bentuk desain 2way crossover dapat dilihat pada Gambar 3.3 sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
26
Period I Reference
II Washout
Test
Test Reference
Gambar 3.3 Desain 2-way crossover
3.4.1 Kriteria seleksi subyek Kriteria inklusi dan eksklusi subyek harus dinyatakan dengan jelas di dalam protokol, yaitu: a. Sukarelawan sehat (untuk mengurangi variasi antar subyek). b. Sedapat mungkin pria dan wanita (jika wanita pertimbangkan risiko pada wanita usia subur). c. Umur antara 18-55 tahun. d. Berat badan dalam kisaran normal (BMI 18-25). e. Kriteria sehat berdasarkan uji laboratorium klinis yang baku (hematologi rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah, dan urinalisis), riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik. f. Pemeriksaan khusus mungkin harus dilakukan sebelum, selama dan setelah studi selesai, bergantung pada kelas terapi dan profil keamanan obat yang diteliti. Misalnya untuk obat dari kelas fluorokuinolon yang diketahui dapat memperpanjang interval QT, harus dilakukan pemeriksaan EKG. g. Sebaiknya bukan perokok. Jika perokok sedang (kurang dari 10 batang sehari) diikutsertakan, harus disebutkan dan efeknya pada hasil studi harus didiskusikan. h. Tidak mempunyai riwayat ketergantungan pada alkohol atau penyalahgunaan obat. i. Tidak kontraindikasi atau hipersensitif terhadap obat yang diuji. j. Digunakan penderita dengan indikasi yang sesuai untuk obat yang terlalu toksik untuk diberikan kepada sukarelawan sehat (misalnya obat sitostatik atau obat antiaritmia). k. Uji serologis terhadap Hepatitis B (HBsAg), Hepatitis C (anti-HCV) dan HIV (anti-HIV). Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
27
3.4.2 Jumlah subyek Jumlah subyek yang dibutuhkan dihitung berdasarkan parameter bioavailabilitas yang utama, yakni AUC (Area Under Curve) atau area dibawah kurva kadar obat dalam darah terhadap waktu, yang menunjukkan jumlah obat yang masuk peredaran darah sistemik. Untuk desain menyilang 2-way crossover, jumlah subyek yang dibutuhkan ditentukan oleh perbedaan nilai rata-rata AUC antara produk uji (test/T) dan produk pembanding (reference/R) yang sesuai dengan kriteria bioekivalen, yakni rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T/(AUC)R = 1,00 dengan 90% CI sebesar 0,80-1,25. Selain itu faktor yang juga berpengaruh adalah koefisien variasi (coefficient of variation/CV) intrasubyek dari AUC obat yang diteliti yang diperkirakan dari percobaan pendahuluan, dari studi sebelumnya atau dari data terpublikasi. Dengan ketentuan tersebut diatas, maka jumlah subyek tergantung dari koefisien variasi (CV) intrasubyek sebagai berikut (umumnya, CV intrasubyek kurang dari 20%) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut : CV intrasubyek (%)*
Jumlah subyek
15,0
12
17,5
16
20,0
20
22,5
24
25,0
28
27,5
34
30,0
40
* CV2 = varians residual pada ANOVA untuk desain menyilang 2-way Tabel 3.1 Perbandingan jumlah subyek terhadap koefisien variasi intrasubyek. Jumlah subyek minimal adalah 12 orang dan umumnya yang digunakan adalah 18-24 orang. Kemungkinan drop-out dan withdrawal juga harus diperhitungkan. Ada dua cara (cara yang dipilih harus disebutkan dalam protokol) yaitu tambahkan sejumlah tertentu subyek (satu atau dua untuk setiap urutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
28
kepada jumlah subyek yang telah dihitung, atau tambahkan sejumlah tertentu subyek ke dalam studi. Hanya jika ada subyek yang drop-out maka sampel darah subyek tambahan tersebut diukur kadar obatnya. Withdrawal yang terjadi setelah kadar obatnya diukur, maka hasilnya harus dilaporkan. Jika jumlah subyek ternyata kurang karena variasi yang diperkirakan ternyata lebih besar, maka jumlah subyek dapat ditambah dengan tidak kurang dari setengah jumlah subyek awalnya. Hasil dapat digabung asal digunakan protokol yang sama dan produk obat uji dari batch yang sama. 3.4.3 Standardisasi kondisi studi Kondisi studi harus dibakukan (untuk mengurangi variabilitas berbagai faktor yang terlibat kecuali produk yang diuji), yaitu: a. Lama puasa pada malam sebelum pemberian produk minimal 10 jam. b. Jika obat harus diberikan bersama makanan untuk mengurangi efek samping saluran cerna, maka studi BE harus dilakukan bersama makanan standar. c. Volume air yang diminum bersama produk harus konstan (antara 150-200 ml) karena dapat mempengaruhi pengosongan lambung. d. Semua makanan dan minuman yang dikonsumsi setelah pemberian produk harus dibakukan komposisi dan waktu pemberiannya selama periode pengambilan sampel darah, seperti air boleh diminum kapan saja kecuali 1 jam sebelum dan 2 jam sesudah pemberian produk, dan makanan standar diberikan tidak kurang dari 4 jam setelah pemberian produk. e. Subyek tidak boleh makan obat lain apapun (termasuk obat bebas dan obat tradisional) selama beberapa waktu sebelum penelitian (minimal 1 minggu) dan selama penelitian. Dalam keadaan darurat, penggunaan obat apapun harus dilaporkan (dosis dan waktu penggunaan). f. Subyek tidak boleh mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat berinteraksi dengan fungsi sirkulasi, saluran cerna, hati atau ginjal (misalnya merokok, minum alkohol, kopi, teh, kola, coklat atau jus buah) selama 24 jam sebelum penelitian dan selama periode pengambilan sampel darah.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
29
g. posisi tubuh dan aktivitas fisik juga harus distandardisasi sepanjang hari penelitian karena akan mempengaruhi motilitas dan aliran darah saluran cerna. 3.4.4 Pengambilan sampel Sampel yang digunakan biasanya adalah sampel darah, meskipun sampel urin juga dapat digunakan. Sampel darah harus diambil pada waktu-waktu tertentu sehingga dapat menggambarkan fase-fase absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Kebanyakan obat memerlukan 12-18 sampel darah, yang terdiri dari: a. 1 sampel sebelum obat/pada waktu nol (t0) b. 2-3 sampel sebelum kadar maksimal (Cmax) c. 4-6 sampel sekitar Cmax d. 5-8 sampel setelah Cmax, sampai sedikitnya 3 atau lebih waktu paruh eliminasi obat dalam plasma (> 3 x t1/2). Obat atau obat yang metabolit aktifnya mempunyai waktu paruh eliminasi (t1/2) yang panjang (lebih dari 24 jam), sampel darah harus diambil sampai sedikitnya 72 jam jika variabilitas intra-subyek kecil, atau lebih lama jika variabilitas intra-subyek besar. Sampel urin hanya digunakan jika kadar obat dalam darah terlalu kecil untuk dapat dideteksi dan eliminasi obat dalam bentuk utuh melalui ginjal cukup besar (>40%). Urin dikumpulkan di tempat studi secara periodik sampai sedikitnya 3 x waktu paruh eliminasi obat (3 x t1/2). Waktu sampling untuk studi selama 24 jam biasanya 0-2, 2-4, 4-8, 8-12 dan 12-24 jam. Volume urin setiap interval waktu tersebut harus diukur dan dilaporkan. Kemudian dibuat kurva jumlah obat kumulatif yang diekskresi dalam urin terhadap waktu.
3.5 Laporan Hasil Uji Bioekivalensi Produk uji (test/T) dan produk pembanding (reference/R) dikatakan bioekivalen jika: a. Rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T/(AUC)R = 1,00 dengan 90% Cl = 80125%, untuk obat-obat dengan indeks terapi yang sempit, interval ini mungkin perlu dipersempit (90-111%). Interval yang lebih lebar mungkin dapat diterima jika didasari pertimbangan klinik yang jelas. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
30
b. Rasio nilai rata-rata geometrik (Cmax)T/(Cmax)R = 1,00 dengan 90% CI = 80125%. Cmax lebih bervariasi dibanding AUC, maka interval yang lebih lebar mungkin cocok. Interval ini harus ditetapkan sebelumnya, misal 75-133% atau 70-143%, dan harus diberikan alasan dengan mempertimbangkan efikasi dan keamanannya.. c. Perbandingan tmax dilakukan hanya jika ada klaim yang relevan secara klinik mengenai pelepasan atau kerja yang cepat atau adanya tanda-tanda yang berhubungan dengan efek samping obat. Nilai confidence interval (CI) tidak boleh dibulatkan, jadi untuk CI 80125% nilainya harus minimal 80,00 dan tidak lebih dari 125,00. Jika bioavailabilitas produk uji lebih besar dibandingkan produk pembandingnya (suprabioavailabilitas), maka harus dilakukan reformulasi. Studi bioekivalensi harus dilakukan lagi dengan produk reformulasi tersebut. Laporan studi BE harus mencantumkan: a. Nama dan afiliasi serta tandatangan para peneliti, tempat studi, dan waktu pelaksanaan studi. b. Dokumentasi bahwa pelaksanaan studi sesuai dengan prinsip Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB), termasuk surat persetujuan Komisi Etik setempat, dan informed consent yang ditandatangani oleh setiap subyek penelitian. c. Nama, nomor batch dan komposisi produk obat uji; spesifikasi obat jadi dalam bentuk sertifikat analisis dan hasil uji disolusi terbanding; pernyataan sponsor bahwa produk obat uji identik dengan produk yang didaftarkan untuk izin pemasaran. d. Nama, nomor batch dan tanggal kadaluarsa produk pembanding. e. Validasi metode pengukuran kadar obat dalam plasma/urin, mencakup seluruh kisaran kadar yang diukur dalam spesimen. f. Data kadar obat dalam plasma/urin terhadap waktu dari masing-masing subyek disertai statistik deskriptifnya (rata-rata, median, SD, minimum dan maksimum). g. Kurva kadar obat dalam plasma/urin terhadap waktu dari masing-masing subyek, dalam skala biasa (arithmetic) maupun skala logaritmik (ln).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
31
h. Nilai parameter bioavailabilitas dari masing-masing subyek disertai statistik deskriptifnya i. Data yang dibuang disertai alasannya j. Data dari subyek yang dropout dan mengundurkan diri. k. Analisis statistik yang cukup rinci agar dapat diulang jika perlu dan cara perhitungannya, termasuk 90% CI. l. Kesimpulan studi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
BAB 4 PEMBAHASAN
Biaya kesehatan yang semakin lama semakin tinggi menuntut adanya substitusi obat originator/inovator (paten) dengan obat copy generik. Obat copy yang dimaksud adalah produk obat yang mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan
alternatif
farmasetik
dengan
produk
obat
inovator
atau
pembandingnya, dapat dipasarkan dengan nama generik atau dengan nama dagang. Obat copy generik ini dapat menghemat biaya 40-60% dibandingkan dengan inovator. Hal ini disebabkan karena pembuatan obat copy generik tidak melakukan pengembangan senyawa kimia baru/new chemical entity (NCE) seperti pada obat inovator/paten. Pada obat copy generik hanya dilakukan pengembangan formulasi produk obat yang sudah off patent agar sama dengan inovator, sehingga tidak perlu dilakukan uji pada hewan dan juga uji klinik untuk keamanan dan efektivitasnya. Tetapi perbandingan efek terapetik antara dua produk obat yang mengandung zat aktif yang sama ini harus dibuktikan. Persyaratan yang diperlukan untuk obat substitusi/obat copy ini adalah harus ekivalen secara terapetik dengan obat inovator. Ekivalen secara terapetik dapat diasumsikan sebagai bioekivalen. Bioekivalensi adalah bila dua produk obat yang dibandingkan mempunyai ekivalensi farmasetik atau alternatif farmasetik, pada pemberian dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga diperkirakan efeknya akan sama dalam hal efikasi maupun keamanannya. Tujuan dari uji ini adalah untuk menjamin efikasi, keamanan, dan mutu obat yang beredar. Adanya uji bioekivalensi menyebabkan meningkatnya riset obat generik, menghasilkan industri generik yang kompetitif, meningkatnya akses obat yang terjangkau, mendorong inovasi, dan meningkatkan peran Indonesia dalam pasar generik global. Tidak semua obat harus diuji bioekivalensinya. Ada beberapa obat yang tidak memerlukan uji ekivalensi in vivo (bioekivalensi) tetapi cukup dengan uji ekivalensi in vitro saja (Uji Disolusi Terbanding/UDT), ada pula obat yang tidak perlu uji ekivalensi, dan ada obat yang wajib untuk diuji ekivalensi in vivo. 32
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
33
Kriteria untuk uji ekivalensi ini dapat dilihat pada buku Pedoman Uji Bioekivalensi yang dikeluarkan oleh BPOM tahun 2004. Laboratorium BA/BE harus menerapkan Cara Uji Klinik Yang Baik (CUKB) atau Good Clinical Practices (GCP). Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) adalah suatu standar untuk desain, pelaksanaan, pencapaian, pemantauan, pengauditan, perekaman, analisis, dan pelaporan uji klinik yang memberikan jaminan bahwa data dan hasil yang dilaporkan dapat dipercaya dan akurat, dan bahwa hak, integritas, dan kerahasiaan subyek uji klinik dilindungi. Pengujian yang dilakukan di laboratorium BA/BE harus mengikuti prinsip Good Laboratory Practice (GLP). Penilaian terhadap Laboratorium BA/BE di Indonesia
dilakukan
oleh
Bioavailabilitas/Bioekivalensi
Subdirektorat Obat
yang
Standardisasi berada
di
dan
bawah
Penilaian Direktorat
Standardisasi Produk Terapeutik dan PKRT Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia. Akreditasi terhadap institusi yang memiliki laboratorium BA/BE dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Di Indonesia terdapat beberapa laboratorium pengujian bioavailabilitas dan bioekivalensi (BA/BE) yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yaitu Laboratorium Uji Bioekivalensi Jurusan Farmasi FMIPA UI, Laboratorium Uji Bioekivalensi Fakultas Kedokteran UI, Laboratorium Uji Bioekivalensi Fakultas Farmasi UGM, Laboratorium Uji Bioekivalensi, Farmakologi, dan Toksikologi Fakultas Kedokteran UGM, Laboratorium Pengujian Bioekivalensi Fakultas Farmasi UNAIR, Laboratorium Pengujian Bioekivalensi Sekolah Farmasi ITB, Center for Drug Evaluation Analysis Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, PT. Equilab Internasional Indonesia, PT. Clinisindo Laboratories, PT. San-Clin Eq, PT. Pharmametric, PT. Econolab, PT. Omega Medika Farma, dan Laboratorium Bioekivalensi Independen PT. Citra Sintesa Mustika. PT. Clinisindo Laboratories adalah salah satu laboratorium pengujian bioekivalensi swasta yang didirikan pada tahun 2004. Sebagai suatu badan usaha yang independen PT. Clinisindo Laboratories sepenuhnya terbebas dari tugas dan tanggung jawab lain untuk menghindari terjadinya pertentangan kepentingan sehingga seluruh keputusan hasil pengujian dan laporan hasil pengujian dilakukan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
34
secara profesional dan independen tanpa ada intervensi dari pihak lain. Semua pengujian yang dilakukan di PT. Clinisindo Laboratories menerapkan prinsip Good Clinical Practice (GCP) dan Good Laboratory Practice (GLP). Pengujian dilakukan dengan menggunakan instrumen dan peralatan yang terkualifikasi dan terkalibrasi dan dilakukan oleh personil yang kompeten.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 5.1.1 PT. Clinisindo Laboratories telah menerapkan setiap aspek Cara Uji Klinik Yang Baik (CUKB)/Good Clinical Practice (GCP) dan Good Laboratory Practice (GLP) dengan baik dalam tiap aspek dan pengujiannya yang meliputi aspek personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, dokumentasi, inspeksi diri, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), pengolahan limbah laboratorium, dokumentasi, serta kualifikasi dan validasi. 5.1.2 Kegiatan yang dilakukan PT. Clinisindo Laboratories dibagi menjadi dua bagian yaitu kegiatan bidang klinik dan bagian laboratorium/bioanalisis. Kegiatan di bidang klinik meliputi skrining subjek hingga proses sampling terlaksana, sedangkan bidang laboratorium/bioanalisis memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengembangan metode analisis, validasi metode bioanalisis, dan analisis sampel rutin. 5.1.3 Apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam laboratorium pengujian bioavailabilitas/bioekivalensi (BA/BE), khususnya di PT. Clinisindo Laboratories, yaitu sebagai manajer teknis, manajer mutu, supervisor klinik, supervisor laboratorium, dan staf analisis. Fungsi apoteker adalah sebagai tenaga profesional yang ikut dalam pengujian dan penentuan bioekivalensi produk obat uji (copy) terhadap obat originator/inovatornya.
5.2 Saran Penerapan aspek CUKB/GCP dan GLP di PT. Clinisindo Laboratories perlu dipertahankan dan terus ditingkatkan agar dapat menjamin keabsahan hasil pengujian.
35
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
36
DAFTAR PUSTAKA
Badan POM RI. (2001). Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik di Indonesia. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan POM RI. (2004). Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan POM RI. (2011). Obat Wajib Uji Ekivalensi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. World Health Organization. (2006). Additional Guidance for Organizations Performing in vivo bioequivalence studies. WHO Technical Report Series, No 937, 439-461. Medicines Control Council. (2003). Biostudies. South Africa: Registration of Medicines Department of Health Republic of South Africa. Tamboli, A.M., Todkar, P., Zope, P., Sayyad, F.J. (2010). An Overview on Bioequivalence: Regulatory Consideration for Generic Drug Products. Journal of Bioequivalence & Bioavailability, 2(4), 086-092.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
37
Lampiran 1. Daftar obat copy yang mengandung zat aktif wajib uji bioekivalensi
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
38
Lampiran 1. Daftar obat copy yang mengandung zat aktif wajib uji bioekivalensi (Lanjutan)
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
39
Lampiran 3. Daftar obat copy yang mengandung zat aktif wajib uji bioekivalensi (Lanjutan)
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. CLINISINDO LABORATORIES JL. ULUJAMI RAYA NO 12 JAKARTA SELATAN PERIODE 12 MARET – 30 APRIL 2012
VALIDASI METODE ANALISIS PRAMIPEXOLE DALAM PLASMA IN VITRO SECARA LC-MS/MS
LIANNE CYNTHIA CAROLINA LIE, S.Farm. 1106047070
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... v BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1.2 Tujuan ..............................................................................................
1 1 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1 Pramipexole ..................................................................................... 2.2 Baku Dalam ..................................................................................... 2.3 Kromatografi Cair Detektor Spektrometer Massa (LC-MS/MS) .... 2.4 Validasi Metode Bioanalisis .............................................................
3 3 5 6 9
BAB 3 METODOLOGI ................................................................................... 3.1 Tempat dan Waktu ........................................................................... 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................ 3.3 Cara Kerja ........................................................................................
18 18 18 20
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 4.1 Penyiapan Larutan ........................................................................... 4.2 Ekstraksi Sampel ............................................................................. 4.3 Optimasi Kondisi Analisis Pramipexole .......................................... 4.4 Validasi Metode Bioanalisis ............................................................
26 26 27 28 30
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 38 5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 38 5.2 Saran ................................................................................................ 38 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 39
ii
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 2.1 Rumus struktur pramipexole ........................................................................ 3 2.2 Rumus struktur propranolol ......................................................................... 5 2.3 Contoh sistem gradien .................................................................................. 8
iii
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 2.1 Rekomendasi laju aliran eluen berdasarkan diameter dalam kolom .............. 7 4.1 Perhitungan konsentrasi larutan stok pramipexole ...................................... 26 4.2 Parameter MS/MS ........................................................................................ 29 4.3 Parameter LC (Liquid Chromatography) ..................................................... 30
iv
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Bagan pembuatan larutan stok dan larutan kerja standar kalibrasi pramipexole .................................................................................................. 40 2. Bagan pembuatan larutan stok dan larutan kerja LLOQ dan sampel QC pramipexole .................................................................................................. 41 3. Bagan ekstraksi sampel pramipexole ........................................................... 42 4. Kurva kalibrasi pramipexole ......................................................................... 43 5. Batas kuantitasi terendah pramipexole (LLOQ) .......................................... 44 6. Hasil uji selektivitas ..................................................................................... 45 7. Hasil presisi akurasi within day ................................................................... 46 8. Hasil presisi akurasi day to day..................................................................... 47 9. Hasil uji recovery ......................................................................................... 48 10. Hasil uji carry over ...................................................................................... 49 11. Hasil uji matrix effect ................................................................................... 50 12. Hasil uji stabilitas jangka pendek ................................................................ 51 13. Hasil uji stabilitas autosampler .................................................................... 52 14. Hasil uji stabilitas beku cair ......................................................................... 53
v
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pramipexole (PPX) merupakan agonis dopamin non-ergolin yang biasa digunakan untuk terapi Parkinson dan restless legs syndrome (RLS). Mekanisme kerjanya diperkirakan seperti dopamin, substansi alami pada otak yang diperlukan untuk mengontrol pergerakan. Pramipexole bekerja dengan berikatan secara selektif pada reseptor dopamin D2. Dosis yang umum digunakan untuk pengobatan Parkinson adalah 0,375-1,5 mg/hari. Sedangkan untuk pengobatan RLS diperlukan dosis 0,125-0,5 mg/hari dan maksimum 4,5 mg/hari (Yadav et al, 2010). Setelah pemberian per oral, pramipexole cepat diserap dari saluran cerna. Bioavailabilitas dari pramipexole diperkirakan lebih dari 90%. Meskipun bioavailabilitas pramipexole cukup baik tetapi karena dosis efektif pramipexole yang sangat rendah, maka diperlukan monitoring kadar pramipexole dalam tubuh. Tujuan dari monitoring ini adalah untuk memperoleh efek terapi yang optimum, meminimalkan resiko akumulasi, serta mengurangi efek yang tidak diinginkan. Oleh karena itu diperlukan suatu metode bioanalisis yang sensitif, tangguh, dan cepat untuk menentukan kadar pramipexole dalam cairan biologis (Yadav et al, 2010). Beberapa metode telah dikembangkan untuk menganalisis pramipexole dalam plasma, diantaranya adalah dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektor UV, LC-MS, dan GC-MS. Kebanyakan dari metode-metode tersebut memerlukan prosedur ekstraksi yang panjang dan rumit, serta memerlukan jumlah cairan biologis dan pelarut yang banyak. Karena itu diperlukanlah suatu metode analisis yang lebih sederhana tetapi tetap dapat memberikan hasil yang cermat dan seksama (Uma, Manimala, Vasudevan, Karpagam, & Deecarman, 2012). Analisis dengan LC-MS/MS memiliki banyak keuntungan, yaitu lebih unggul dalam hal kecepatan, sensitivitas, dan selektivitas. Selain itu, jumlah
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
2
cairan biologis serta pelarut yang diperlukan pun jauh lebih sedikit (Uma, Manimala, Vasudevan, Karpagam, & Deecarman, 2012). Analisis pramipexole dalam plasma menggunakan LC-MS/MS pernah dilakukan sebelumnya menggunakan kolom hypersil gold, fase gerak asetonitrilammonium format (65:35 v/v), dan quetiapine fumarat sebagai baku dalam. Ekstraksi pramipexole dari plasma dilakukan dengan menggunakan metode SPE (solid phase extraction). Metode ini menghasilkan kurva kalibrasi yang linear pada rentang 20-4000 pg/ml dan sensitifitas metode ini sekitar 20 pg/ml (Uma, Manimala, Vasudevan, Karpagam, & Deecarman, 2012). Penelitian lain dilakukan dengan menggunakan UPLC kolom C-18, fase gerak isokratik yang mengandung 10mM ammonium format (pH 7,5)-asetonitril (15:85 v/v) dan baku dalam ranitidin. Proses ekstraksi dilakukan menggunakan teknik ekstraksi cair-cair. Metode ini menghasilkan kurva kalibrasi yang linear pada rentang 20-4020 pg/ml dan sensitifitas sekitar 20 pg/ml (Yadav et al, 2010). Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, maka dilakukan optimasi dan validasi metode analisis pramipexole dalam plasma menggunakan LCMS/MS yang tersedia di PT. Clinisindo Laboratories.
1.2 Tujuan Memperoleh metode yang optimum dan valid untuk analisis pramipexole dalam plasma secara LC-MS/MS.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pramipexole 2.1.1 Monografi (Smith, 2001; Galichet, 2005; U.S. National Library of Medicine, 2012) Struktur molekul pramipexole dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut: H N
S
H3C
NH2 N
[Sumber: Galichet, 2005]
Gambar 2.1 Rumus struktur pramipexole Nama dagang
: Mirapex®, Mirapexin®, Sifrol®
Rumus molekul : C10H17N3S Bobot molekul
: 211,324 g/mol
Sinonim
: (S)-2-Amino-4,5,6,7-tetrahydro-6-(propylamino)benzothiazole
Nama CAS
: (S)-4,5,6,7-Tetrahydro-N6-propy-2,6-benzothiazolediamine
Nomor CAS
: 104632-26-0
Derivat
: pramipexole dihydrochloride monohydrate
Rumus molekul : C10H17N3S.2HCl.H2O Bobot molekul
: 302,27 g/mol
Nomor CAS
: 191217-81-9
Pemerian
: kristal berwarna putih
Kelarutan
: larut dalam air (>20%), dalam metanol (8%); dalam etanol (0,5%); praktis tidak larut dalam diklorometan
Titik leleh
: 296-301oC
Penyimpanan
: simpan pada wadah tertutup rapat dan terhindar dari panas serta kelembaban
Fungsi
: antiparkinson 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
4
2.1.2 Aktivitas Farmakologi Pramipexole (PPX) merupakan agonis dopamin non-ergolin yang biasa digunakan untuk terapi Parkinson dan restless legs syndrome (RLS). Parkinson adalah kelainan sistem saraf yang menyebabkan penderitanya kesulitan untuk bergerak, mengontrol gerakan otot, dan keseimbangan. Gejalanya berupa bergetarnya bagian tubuh tertentu, kekakuan, pergerakan yang lambat, dan adanya masalah dengan keseimbangan. Restless legs syndrome (RLS) adalah suatu kondisi yang menyebabkan ketidaknyamanan pada kaki dan kesulitan untuk menggerakan kaki, khususnya pada malam hari dan ketika duduk atau berbaring (Yadav et al, 2010; U.S. National Library of Medicine, 2012). Mekanisme kerja pramipexole diperkirakan seperti dopamin, substansi alami pada otak yang diperlukan untuk mengontrol pergerakan. Pramipexole bekerja dengan berikatan secara selektif pada reseptor dopamin D2. Obat ini dapat mengontrol gejala Parkinson dan RLS, tetapi tidak menyembuhkan kondisi ini (Yadav et al, 2010; U.S. National Library of Medicine, 2012). Pramipexole tersedia secara komersial dalam bentuk (S)-enantiomer, sedangkan bentuk (R)-enantiomer memiliki afinitas yang lebih rendah pada reseptor dopamin (Yadav et al, 2010). Efek samping yang ditimbulkan akibat penggunaan pramipexole misalnya mual, lemah, pusing, mengantuk, sulit berkonsentrasi, kebingungan, pergerakan tubuh yang abnormal, heartburn, konstipasi, diare, anoreksia, kehilangan berat badan, mulut kering, nyeri sendi, sulit berkemih, bengkak pada tangan dan kaki, dan halusinasi (U.S. National Library of Medicine, 2012; Tarsy, 2012). 2.1.3 Farmakokinetika (Yadav et al, 2010) 2.1.3.1 Absorpsi Pramipexole diabsorpsi dengan baik pada pemberian secara per oral. Availabilitas (persentase dosis oral yang mencapai peredaran darah dalam bentuk aktif untuk dapat menimbulkan aksi farmakologi) dari pramipexole diperkirakan lebih dari 90%. Dosis yang umum digunakan untuk pengobatan Parkinson adalah 0,375-1,5 mg/hari, biasanya diberikan tiga kali sehari. Sedangkan untuk pengobatan RLS diberikan satu kali sehari dengan dosis 0,125-0,5 mg/hari dan maksimum 4,5 mg/hari. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
5
2.1.3.2 Distribusi Pramipexole berikatan dengan protein plasma +15%. Volume distribusi pramipexole sekitar 7,34 L/kg pada pria dan 7,01 L/kg pada wanita. 2.1.3.3 Eliminasi Eliminasi pramipexole terutama terjadi melalui klirens ginjal. Akumulasi obat dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi ginjal, oleh karena itu diperlukan penurunanan dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Waktu paruh pramipexole sekitar 8-12 jam, pria +11,6 jam sedangkan wanita +14,1 jam. Ekskresi terjadi melalui ginjal. Klirens total 500 mL/menit, dengan klirens ginjal sekitar 400 mL/menit (3 kali lebih tinggi dari laju filtrasi glomerulus) atau 5,5 mL/menit/kg. Klirens wanita 30% lebih rendah dibandingan dengan pria. Demikian juga klirens orang tua 30% lebih rendah dari orang muda dan klirens penderita Parkinson 30% lebih rendah dibandingkan dengan orang sehat. Pada pasien dengan kelainan ginjal klirens dapat menjadi 75% lebih rendah.
2.2 Baku Dalam 2.2.1 Propranolol (Smith, 2001; Galichet, 2005; USP, 2008) Struktur molekul propranolol dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut: CH3
O
N H
CH3
OH
[Sumber: Galichet, 2005]
Gambar 2.2 Rumus struktur propranolol Rumus molekul : C16H12NO2 Bobot molekul
: 259,3 g/mol
Sinonim
: 1-(isopropylamino)-3-(1-naphthyloxy)-2-propanol
Nama CAS
: 1-[(1-Methylethyl)amino]-3-(1-naphtalenyloxy)-2-propranol)
Nomor CAS
: 525-66-6
Pemerian
: kristal Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
6
Kelarutan
: larut dalam air, larut dalam alkohol, sedikit larut dalam kloroform, dan praktis tidak larut dalam eter
Titik leleh
: 96oC
Penyimpanan
: simpan dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya
2.3 Kromatografi Cair Detektor Spektrometer Massa (LC-MS/MS) 2.3.1 Kromatografi Cair (Liquid Chromatography) Kromatografi adalah suatu metode pemisahan campuran yang didasarkan pada perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Berdasarkan fase gerak yang digunakan, kromatografi dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu kromatografi gas dan kromatografi cair (McNair & Miller, 1998). Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang mudah menguap, sementara kromatografi cair digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang tidak mudah menguap. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Gandjar & Rohman, 2007). Metode analisis dengan kromatografi cair memerlukan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, panjang dan diameter kolom, fase gerak, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom dan ukuran sampel (Gandjar & Rohman, 2007). Kromatografi cair pada prinsipnya merupakan metode pemisahan menggunakan suatu kolom yang berisi partikel dengan tingkat kepolaran tertentu dan suatu sistem mengalir untuk memisahkan analit pada sampel cair berdasarkan tingkat kepolarannya. Adanya perbedaan afinitas analit terhadap partikel
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
7
penyusun kolom menyebabkan perbedaaan waktu retensi suatu analit di dalam kolom (Rahardja, 2010). Komponen penting kromatografi cair adalah fase diam yaitu partikel penyusun kolom dan fase gerak yaitu eluen (pembawa analit). Fase gerak yang digunakan pada kromatografi cair biasanya terdiri atas campuran air dan pelarut organik dalam konsentrasi tertentu. Pemilihan fase gerak dilakukan berdasarkan prinsip like dissolve like, yaitu fase gerak yang polar akan lebih baik untuk membawa analit yang polar dan juga sebaliknya (Rahardja, 2010). Kromatografi cair terdiri dari dua macam yaitu kromatografi cair fase normal dan fase terbalik. Kromatografi cair fase normal menggunakan fase diam yang bersifat polar (misalnya silika) dan fase geraknya bersifat non polar (seperti heksana dan isopropanol). Kromatografi cair fase terbalik menggunakan fase diam yang bersifat non polar (misalnya kolom C18) dan fase gerak yang bersifat polar (seperti air dan asetonitril/metanol). Pada kromatografi fase terbalik senyawasenyawa yang bersifat polar akan keluar terlebih dahulu karena afinitasnya kurang baik dengan partikel kolom, sedangkan senyawa non polar akan tertahan pada kolom sehingga keluar setelahnya (Rahardja, 2010). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih kolom yang kompatibel untuk spektrometer massa adalah: a. Jenis partikel penyusun kolom (seperti C8, C18, HILIC, Phenyl) b. Ukuran partikel, biasanya berkisar 2-5 µm. c. Panjang kolom, biasanya sekitaar 50-150 mm. d. Diameter dalam kolom. Laju alir eluen besarnya dipengaruhi oleh diameter dalam kolom. Semakin besar diameter dalam kolom, maka semakin besar pula laju alir eluen yang diperlukan, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut (Rahardja, 2010). Diameter dalam (mm)
Rekomendasi laju aliran eluen
1,0
50 µL/menit
2,1
0,4 – 0,5 mL/menit
3,0
0,6 mL/menit
4,6
1 mL/menit
Tabel 2.1 Rekomendasi laju aliran eluen berdasarkan diameter dalam kolom Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
8 Laju aliran fase gerak yang umum digunakan adalah 0,2 – 0,6 mL/menit. Komposisi fase gerak (air dan pelarut organik) diatur berdasarkan waktu untuk memaksimalkan pemisahan analit di dalam kolom, yang disebut sebagai sistem gradien. Gradien yang baik harus memiliki 4 tahap, yaitu (Rahardja, 2010): a. Tahap inisiasi (gradien awal, fase organik rendah). b. Menaikkan komposisi organik seiring waktu. c. Menahan komposisi organik di suatu konsentrasi tertentu untuk memastikan analit yang diinginkan keluar dengan sempurna. d. Re-ekuilibrasi akhir untuk memastikan semua sampel telah keluar dari kolom dan kolom siap menerima sampel berikutnya. Contoh program gradien fase gerak dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai berikut. %B 80 20 Waktu (menit) [Sumber: Rahardja, 2010]
Gambar 2.3 Contoh sistem gradien 2.3.2 Spektrometer Massa (Mass Spectrometry) Spektrometer massa (MS) adalah sebuah instrumen yang dapat mendeteksi dan memisahkan ion-ion analit dalam suatu sampel berdasarkan rasio massa:muatan (m/z) (Rahardja, 2010). Kelebihan LC-MS/MS dibandingkan dengan LC-UV adalah LC-MS/MS dapat meminimalkan kesalahan analisis akibat pengaruh matriks seperti kenaikan baseline dan pergeseran waktu retensi. Hal ini karena LC-MS/MS hanya memilih secara selektif ion-ion yang diinginkan. Selain itu, LC-MS/MS juga tidak hanya mendeteksi berdasarkan waktu retensi, sehingga dua analit dengan massa yang berbeda dapat muncul di waktu retensi yang sama atau overlap. LC-MS/MS melakukan konfirmasi berdasarkan massa ion produk, sehingga didapatkan puncak tunggal masing-masing zat meskipun waktu retensi overlap. Sedangkan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
9
pada LC-UV kuantitasi tidak dapat dilakukan apabila kedua zat overlap (Rahardja, 2010). Perbedaan LC-MS/MS dangan LC-MS adalah pada LC-MS tidak terjadi fragmentasi sehingga deteksi hanya dilakukan pada massa ion prekursor saja. Single MS menggunakan medan listrik dengan besaran tertentu untuk transpor ion dan memfilter ion (quadrupoles). Tandem MS (MS/MS) menggunakan triple quadrupoles sehingga analisisnya lebih selektif dan lebih sensitif dibandingkan dengan single MS (Rahardja, 2010). Triple quadrupoles pada MS/MS terdiri dari Q1 (filter massa), Q2 (collision cell/LINAC, memecah ion prekursor yang diinginkan menjadi ion-ion produk), dan Q3 (filter massa). Sampel yang masuk ke dalam triple quadrupoles akan mengalami proses mulai dari produksi ion, transpor ion, filter ion, fragmentasi ion, filter ion, dan kemudian deteksi ion (Rahardja, 2010). Tipe-tipe scan pada triple quadrupoles, terdiri dari (Rahardja, 2010): a. MS Scan Mode Tipe ini hanya menggunakan satu Q saja (Q1 atau Q3). Tipe ini terdiri dari dua macam, yaitu full scan dan selected ion monitoring (SIM). Pada tipe full scan seluruh ion akan masuk dan mengalami proses scan di Q1 atau di Q3. Sedangkan pada tipe SIM ion-ion yang masuk akan difilter oleh Q1 sehingga hanya ion terpilih saja yang masuk ke detektor, sedangkan pada Q3 tidak terjadi proses seleksi (Q1 multiple scan), atau sebaliknya Q1 tidak melakukan seleksi sehingga seluruh ion akan masuk, kemudian seleksi akan dilakukan pada Q3 sehingga hanya ion terpilih saja yang sampai ke detektor (Q3 multiple scan). b. MS/MS Scan Mode Tipe ini menggunakan Q1 untuk scan atau filter ion-ion prekursor, Q2 untuk fragmentasi, dan Q3 untuk scan atau filter ion-ion produk. Tipe ini terdiri dari empat macam yaitu product ion scan, precursor ion scan, neutral loss scan, dan MRM (multiple reaction monitoring).
2.4 Validasi Metode Bioanalisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
10
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2006). Validasi metode analisis yang dilakukan dalam matriks biologi (darah, serum, plasma, urin, saliva) disebut sebagai validasi metode bioanalisis. Validasi metode bioanalisis ini digunakan pada studi farmakologi klinis, pengujian bioavailabilitas (BA) dan bioekuivalensi (BE), serta studi yang memerlukan evaluasi farmakokinetika. Metode analisis yang selektif dan sensitif untuk evaluasi obat dan metabolitnya (analit) secara kuantitatif sangat berpengaruh terhadap kesuksesan studi farmakologi pre-klinik dan klinik (FDA, 2001). 2.4.1 Tipe Validasi Metode Bioanalisis Terdapat tiga tipe dan tingkatan validasi metode bioanalisis, yaitu (FDA, 2001): 2.4.1.1 Validasi Lengkap (Full Validation) Validasi lengkap ini sangat penting apabila ingin mengembangkan dan mengimplementasikan metode bioanalisis untuk pertama kalinya. Validasi ini penting untuk obat baru dan untuk penentuan metabolitnya. 2.4.1.2 Validasi Parsial (Partial Validation) Validasi parsial merupakan modifikasi dari metode bioanalisis yang sudah divalidasi. Pengujian yang dilakukan pada validasi parsial dapat berkisar dari penentuan akurasi dan presisi intra-assay saja atau mendekati validasi lengkap. Ada beberapa tipe metode analisis yang termasuk dalam validasi parsial antara lain : a. Metode bioanalisis yang ditransfer antar laboratorium atau analisis b. Adanya perubahan pada metode analisis (misalnya ada perubahan pada sistem deteksi) c. Perubahan antikoagulan d. Perubahan matriks pada spesies yang sama (misalnya plasma manusia diganti urin) e. Perubahan prosedur saat preparasi sampel f. Perubahan spesies pada matriks yang sama (misalnya plasma mencit diganti plasma tikus) Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
11
g. Perubahan rentang konsentrasi h. Perubahan instrumen atau software i. Volume sampel terbatas 2.4.1.3 Validasi Silang (Cross Validation) Validasi silang dilakukan dengan membandingkan parameter-parameter validasi apabila digunakan dua atau lebih metode bioanalisis untuk mendapatkan data pada studi yang sama atau pada studi yang berbeda. Pada validasi ini digunakan metode validasi yang original sebagai reference dan metode bioanalisis lainnya sebagai comparator. 2.4.2 Standar Acuan (Reference Standard) Analisis obat dan metabolitnya dalam matriks biologi memerlukan standar acuan (reference standard) dan sampel yang digunakan sebagai Quality Control (QC). Kemurnian standar acuan yang dipakai dapat mempengaruhi data yang diperoleh. Standar acuan yang digunakan sebaiknya identik dengan analit. Bila tidak memungkinkan, maka dapat digunakan basa bebas atau asamnya dan bentuk garam atau ester dengan kemurnian yang diketahui. Ada tiga macam standar acuan, antara lain (FDA, 2001): a. Standar acuan yang mempunyai sertifikat (misalnya standar USP). b. Standar acuan yang dijual secara komersil dari sumber yang dapat dipercaya. c. Standar acuan yang disintesis oleh laboratorium analisis atau institusi non komersial lainnya. 2.4.3 Parameter Validasi Bionalisis (FDA, 2001; EMEA, 2011) Parameter penting untuk validasi metode bioanalisis meliputi selektifitas, sensitifitas, akurasi, presisi, reprodusibilitas, dan stabilitas. 2.4.3.1 Selektifitas (Selectivity) Selektifitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode analisis untuk membedakan dan mengukur kadar analit dengan adanya komponen-komponen lain dalam sampel (matriks biologis). Uji selektifitas dilakukan menggunakan 6 blanko plasma manusia dari sumber yang berbeda, yang masing-masing akan dianalisa dan dievaluasi terhadap adanya gangguan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
12
Respon gangguan diizinkan bila kurang dari 20% respon analit pada konsentrasi lower limit of quantification (LLOQ) dan untuk baku dalam kurang dari 5% respon baku dalam. 2.4.3.2 Carry over Carry over dilakukan dengan menyuntikan sampel blanko setelah penyuntikan sampel konsentrasi tinggi atau setelah penyuntikan kurva kalibrasi standar pada konsentrasi tertinggi (upper limit). Carry over sebaiknya tidak lebih dari 20% respon analit pada konsentrasi LLOQ dan untuk baku dalam tidak lebih dari 5% respon baku dalam. Jika carry over tidak dapat dihindari maka pengujian sampel tidak dapat dilakukan secara acak. Pengukuran yang spesifik harus dipertimbangkan selama validasi dan juga selama pengujian sampel agar tidak mempengaruhi akurasi dan presisi. 2.4.3.3 Batas Kuantitasi Terendah (Lower Limit of Quantification/LLOQ) Batas kuantitasi terendah (LLOQ) adalah konsentrasi analit terendah yang masih dapat ditentukan secara cermat dan seksama. Batas kuantitasi menunjukkan sensitifitas dari suatu metode. Konsentrasi LLOQ harus sesuai dengan konsentrasi pengukuran sampel. Untuk pengujian bioekivalensi LLOQ harus tidak lebih besar dari 5% Cmax. Konsentrasi kurva kalibrasi terendah dapat diterima sebagai batas kuantitasi (LLOQ) bila memenuhi syarat sebagai berikut: a. Respon analit pada konsentrasi LLOQ harus sedikitnya lima kali dari respon sampel blanko b. Puncak analit dapat diidentifikasi, terpisah, dan reprodusibel dengan presisi 20% dan akurasi 80-120%. 2.4.3.4 Kurva Kalibrasi Kurva kalibrasi merupakan hubungan antara respon instrumen dengan konsentrasi analit yang diketahui. Pembuatan kurva kalibrasi harus disesuaikan dengan konsentrasi analit pada sampel. Kurva kalibrasi dibuat dengan melakukan spiking pada blanko matriks biologis dengan konsentrasi analit yang diketahui dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
13
kemudian diperlakukan sama seperti pada sampel. Diperlukan satu kurva kalibrasi untuk setiap pengujian analit pada validasi metode dan untuk setiap kali analisis. Kurva kalibrasi harus terdiri dari 1 sampel blanko (matriks tanpa baku dalam), 1 sampel zero (matriks dengan baku dalam), dan 6-8 sampel yang mencakup kisaran konsentrasi pengukuran (termasuk konsentrasi pada LLOQ). Sampel blanko dan sampel zero tidak digunakan dalam perhitungan kurva kalibrasi. Akurasi dilihat dengan membandingkan konsentrasi hasil perhitungan balik (back calculated concentration) menggunakan persamaan kurva kalibrasi dengan konsentrasi sebenarnya. Konsentrasi hasil perhitungan balik harus +15% dari konsentrasi sebenarnya, kecuali untuk LLOQ harus +20% dari konsentrasi sebenarnya. Minimum 75% dari standar kalibrasi dengan jumlah minimum 6 titik harus memenuhi persyaratan ini. Bila tidak memenuhi persyaratan ini, maka kurva kalibrasi tidak dapat digunakan. Linearitas suatu metode bioanalisis harus diuji untuk mengetahui adanya hubungan yang linear antara kadar zat dengan respon detektor. Linearitas adalah kemampuan suatu metode analisis yang memberikan respon secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linearitas yang dapat diterima. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier y = a+bx. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau -1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Linearitas kurva kalibrasi harus memenuhi kriteria berikut: a. Koefisien variasi (CV) dari masing-masing konsentrasi yaitu < 15%, kecuali pada konsentrasi LOQ yaitu < 20% b. Sedikitnya delapan dari sepuluh standar non-zero dari masing-masing konsentrasi memenuhi kriteria di atas, termasuk LOQ dan standar kalibrasi pada konsentrasi tertinggi. c. Koefisien korelasi (r) lebih besar dari 0,995 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
14 d. Nilai r2 lebih besar dari 0,99 2.4.3.5 Akurasi (Kecermatan) Akurasi adalah ukuran yang menunujukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya (dinyatakan sebagai persentase). Pengujian akurasi dilakukan menggunakan pada sampel blanko yang ditambahkan dengan analit yang diketahui konsentrasinya, disebut sebagai sampel QC (Quality Control). Sampel QC harus dibuat terpisah dari kurva kalibrasi dan menggunakan larutan stok yang berbeda dengan larutan stok kurva kalibrasi. Konsentrasi hasil perhitungan balik sampel QC dibandingkan dengan konsentrasi sebenarnya harus memenuhi kriteria akurasi. Akurasi dilakukan pada konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi. Pengukurannya dapat dilakukan intra assay (dalam satu hari) dan inter assay (dalam hari yang berbeda). a. Akurasi intra assay (within-run accuracy) Pengukuran
akurasi
within-run
dilakukan
dengan
menggunakan
minimum lima sampel untuk masing-masing konsentrasi (LLOQ, QCL, QCM, dan QCH) pada satu kali analisis. Konsentrasi sampel QCL (low QC) adalah tiga kali konsentrasi LLOQ, QCM (medium QC) adalah sekitar 50% dari rentang kurva kalibrasi, dan QCH (high QC) sedikitnya 75-90% dari konsentrasi tertinggi pada kurva kalibrasi. Pengukuran akurasi memenuhi syarat jika nilai % diff tidak menyimpang < 15%, kecuali jika pengukuran dilakukan pada kadar LLOQ maka tidak boleh menyimpang < 20%. b. Akurasi inter assay (between-run accuracy) Pengujian
akurasi
between-run
dilakukan
dengan
menggunakan
minimum dua sampel untuk masing-masing konsentrasi (LLOQ, QCL, QCM, dan QCH) dan pengujian dilakukan minimal pada tiga hari yang berbeda. Nilai %diff untuk konsentrasi hasil pengukuran tidak menyimpang < 15% dari konsentrasi sebenarnya, kecuali untuk LLOQ tidak boleh menyimpang < 20%. 2.4.3.6 Presisi (Keseksamaan) Presisi menggambarkan kedekatan hasil pengujian yang satu dengan hasil pengujian lainnya. Presisi dinyatakan sebagai simpangan baku relatif (koefisien variasi). Sama seperti pengujian akurasi, pengujian presisi juga dilakukan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
15
menggunakan konsentrasi LLOQ, QCL, QCM dan QCH, serta dilakukan withinrun dan between-run. Penentuan presisi pada tiap konsentrasi memenuhi syarat jika koefisien variasi (CV) < 15%, kecuali jika pengukuran dilakukan pada kadar LLOQ maka CV < 20%. 2.4.3.7 Recovery Recovery merupakan perbandingan antara respon detektor dari analit yang diekstraksi dari sampel biologis dengan respon detektor dari matriks biologis yang diekstraksi kemudian ditambahkan analit. Recovery bertujuan untuk menilai efisiensi dari metode ekstraksi. Pengujian recovery dilakukan pada tiga konsentrasi sampel QC (konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi) dengan menggunakan minimum tiga replikasi untuk setiap konsentrasinya. Nilai recovery dari analit dan baku dalam tidak perlu 100%, namun hasil yang diperoleh harus konsisten, presisi, dan reprodusibel. Penentuan recovery pada tiap konsentrasi memenuhi syarat jika CV untuk recovery pada masingmasing konsentrasi < 15%. 2.4.3.8 Pengenceran (Dilution Integrity) Pengenceran pada sampel harus tidak mempengaruhi akurasi dan presisi. Pengujian dilution integrity dilakukan untuk antisipasi terhadap kadar sampel di atas kurva kalibrasi standar tertinggi. Uji ini dilakukan menggunakan blanko matriks yang ditambahkan dengan analit pada konsentrasi di atas kurva kalibrasi tertinggi dan kemudian diencerkan menggunakan blanko matriks yang sama. Pengujian dilakukan minimum sebanyak lima kali untuk setiap faktor pengenceran. Kriteria penerimaannya adalah akurasi (% diff) < 15%. 2.4.3.9 Matrix Effect Pengujian matrix effect hanya diperlukan bila analisis dilakukan menggunakan detektor spektrometer massa (MS). Pengujian ini dilakukan menggunakan sedikitnya 6 blanko matriks dari sumber yang berbeda. Matrix Factor (MF) analit dan baku dalam, dihitung dengan membandingkan luas puncak analit/baku dalam pada sampel yang mengandung matriks (diukur dengan menggunakan blanko matriks yang telah diekstraksi dan kemudian ditambahkan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
16
dengan analit) terhadap luas puncak analit/baku dalam pada sampel yang tidak mengandung matriks (larutan murni dari analit dan baku dalam). Internal Standard Normalized Matrix Factor dihitung dengan membagi MF analit dengan MF baku dalam. Koefisien variasi dari Internal Standard Normalized Matrix Factor pada 6 sampel matriks harus tidak lebih besar dari 15%. Pengujian dilakukan pada dua konsentrasi sampel QC (rendah dan tinggi). 2.4.3.10 Stabilitas Uji stabilitas dilakukan untuk memastikan bahwa setiap tahap yang dilakukan selama proses preparasi dan analisis sampel, serta kondisi penyimpanan sampel, tidak mempengaruhi konsentrasi analit yang terkandung dalam sampel. Stabilitas analit pada sampel uji dievaluasi menggunakan dua konsentrasi sampel QC (rendah dan tinggi). Penentuan stabilitas obat dalam matriks biologi dilakukan dengan lima cara yaitu: a. Stabilitas beku cair ( freeze and thaw stability) Stabilitas beku cair ditentukan setelah tiga siklus pembekuan dan pencairan. Sampel QC disimpan dan dibekukan di lemari pendingin pada suhu yang diharapkan selama minimal 12 jam dan kemudian dicairkan pada suhu kamar (satu siklus). Setelah mencair sampel kemudian dibekukan kembali pada kondisi yang sama (siklus kedua), dan setelah siklus ketiga sampel kemudian dianalisis. Dikatakan stabil bila perbedaan nilai yang diukur (% diff) dari nilai sebenarnya tidak melebihi dari 15%. Jika analit tidak stabil selama penyimpanan pada suhu yang diharapkan, maka sampel sebaiknya disimpan pada suhu -70o C selama tiga siklus freeze dan thaw. b. Stabilitas jangka pendek (short-term stability) Uji ini bertujuan untuk memeriksa kestabilan analit pada suhu kamar setelah dicairkan sampai preparasi. Pengujian stabilitas suhu jangka pendek dilakukan dengan menyimpan sampel pada suhu kamar selama 6 sampai 8 jam (tergantung lamanya preparasi) dan kemudian dianalisis. Dikatakan stabil bila perbedaan nilai yang diukur (% diff) dari nilai sebenarnya tidak melebihi dari 15%.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
17
c. Stabilitas jangka panjang (long-term stability) Pengujian stabilitas jangka panjang dilakukan pada waktu mulai sampel dikumpulkan sampai tanggal terakhir sampel dianalisis. Selama periode uji stabilitas, larutan uji disimpan dalam freezer. Konsentrasi analit diukur setelah rentang waktu penyimpanan tersebut kemudian dibandingkan dengan konsentrasi pada hari pertama pengujian. Dikatakan stabil bila perbedaan nilai yang diukur (% diff) dari nilai sebenarnya tidak melebihi dari 15%. d. Stabilitas larutan stok (stock solution stability) Stabilitas dari larutan stok analit dan baku dalam harus dievaluasi pada suhu ruang selama 6 jam. Bila larutan stok disimpan pada lemari es atau freezer maka stabilitasnya juga harus diuji. Hasil analisis dari larutan stok yang telah disimpan dibandingkan dengan hasil analisis dari larutan stok yang baru dibuat. Dikatakan stabil bila perbedaan nilai yang diukur (% diff) dari larutan stok analit dan baku yang dalam dibuat baru dengan larutan stok yang sama tidak melebihi dari 15%. e. Stabilitas post-preparative (autosampler stability) Stabilitas post-preparative yaitu stabilitas selama sampel berada dalam autosampler. Pengujian stabilitas autosampler dilakukan menggunakan dua konsentrasi sampel QC (rendah dan tinggi) masing-masing triplo. Sampel dibiarkan segera setelah preparasi (misalnya selama 24 jam), pada suhu autosampler yang digunakan selama analisis. Tujuan uji ini adalah untuk mengantisipasi waktu satu run analisis. Stabilitas analit dibandingkan terhadap konsentrasi acuannya masing-masing (jam ke-0). Dikatakan stabil bila perbedaan nilai yang diukur (% diff) dari nilai sebenarnya tidak lebih dari 15%.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Pengujian dilakukan di Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi (BA/BE) PT. Clinisindo Laboratories, mulai tanggal 12 Maret 2012 sampai dengan 30 April 2012. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Kromatografi cair Prominence (Shimadzu, Japan) yang dilengkapi dengan 2 buah pompa LC-20AD, degasser DGU-20A, auto injector SIL-20A, system controller CBM-20A, dan oven kolom CTO-20AC; kolom Synergi 4u POLAR– RP-80A, panjang 50 mm, diameter dalam 2 mm, tebal film 4 m (Phenomenex®, USA); guard column AQ C18, 4 x 2.0 mm (Phenomenex®, USA); Mass Spectrometer API 3200 LC-MS/MS (MDS Sciex); Integrator Analyst TM Software (versi 1.4.1); mikropipet 10-100L, 20-200L, dan 100-1000 L (Socorex, Swiss); mikropipet 200-1000 L (Gilson, France); disposable plastic pipette tips 200 L & 1000 L (Gilson, France); bottle top dispenser Calibrex 520 1-10 mL (Socorex, Swiss); tabung sentrifus polipropilen; vial HPLC (Shimadzu, Japan); vortex mixer Hwashin 250 VM (Korea) & VM-2000 (Taiwan); timbangan analitik Mettler-Toledo B204S (Switzerland) & Sartorius CP-225D (Germany); centrifuge Vision VS-5000N (Korea); evaporator Polyvap Buchi (Switzerland); ultrasonik Branson; dan peralatan gelas lain yang biasa digunakan dalam analisis. 3.2.2 Bahan Standar pramipexole (Easybuyer); standar propranolol (USP); asetonitril HPLC grade (Merck); asam format p.a (Merck); natrium hidroksida p.a (Merck); metanol p.a (Merck); metanol HPLC grade (Merck); dietil eter p.a (Merck); diklorometan p.a (Merck); dan plasma manusia yang diperoleh dari Palang Merah Indonesia.
18
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
19
3.2.3 Penyiapan Larutan 3.2.3.1 Pembuatan Larutan Stok dan Larutan Kerja Standar Kalibrasi Pramipexole Ditimbang secara seksama lebih kurang 14,94 mg standar pramipexole dihidroklorida (setara dengan 10 mg pramipexole) ke dalam labu takar 25 mL dan dilarutkan dengan metanol sampai tanda batas labu takar. Diperoleh konsentrasi larutan stok pramipexole lebih kurang 400 µg/mL (400 ppm). Dilakukan pengenceran dengan metanol-air (1:1) untuk mendapatkan larutan kerja dengan konsentrasi 10 µg/mL dan lalu diencerkan lagi menjadi 100 ng/mL. Kemudian dibuat larutan kerja standar kalibrasi pramipexole dengan konsentrasi 0,25; 0,5; 1; 2; 5; 10; dan 20 ng/mL. Larutan kemudian disimpan di lemari es pada suhu ≤ 8oC. 3.2.3.2 Pembuatan Larutan Stok dan Larutan Kerja LLOQ (Lower Limit of Quantification) serta Sampel QC (Quality Control) Pramipexole Ditimbang secara seksama lebih kurang 14,94 mg standar pramipexole ke dalam labu takar 25 mL dan dilarutkan dengan metanol sampai tanda batas labu takar. Diperoleh konsentrasi larutan stok pramipexole lebih kurang 400 µg/ml (400 ppm). Dilakukan pengenceran dengan metanol-air (1:1) untuk mendapatkan larutan kerja dengan konsentrasi 10 µg/mL dan lalu diencerkan lagi menjadi 100 ng/mL. Kemudian dibuat larutan LLOQ dengan konsentrasi 0,25 ng/mL dan sampel QC pramipexole dengan konsentrasi 0,75 ng/mL (QCL); 8 ng/mL (QCM); dan 16 ng/mL (QCH). Larutan kemudian disimpan di lemari es pada suhu ≤ 8oC. 3.2.3.3 Pembuatan Larutan Stok dan Larutan Kerja Propranolol (Baku Dalam) Ditimbang secara seksama lebih kurang 10 mg standar propranolol ke dalam labu takar 25 mL dan dilarutkan dengan metanol sampai tanda batas labu takar. Diperoleh konsentrasi larutan stok propranolol lebih kurang 400 µg/mL (400 ppm). Dilakukan pengenceran dengan metanol-air (1:1) untuk mendapatkan larutan kerja dengan konsentrasi 1 µg/mL. Kemudian larutan disimpan di lemari es pada suhu ≤ 8oC.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
20
3.2.3.4 Pembuatan Larutan NaOH 1 M Ditimbang secara seksama lebih kurang 4 g NaOH ke dalam beaker glass 100 mL. Kemudian ditambahkan air sampai tanda batas dan dicampur hingga homogen. 3.2.3.5 Pembuatan Larutan Fase Gerak a. Pembuatan larutan 0,1% asam format dalam asetonitril Ditambahkan 1 mL asam format 98-100% pada kurang lebih 100 mL asetonitril dan diencerkan dengan asetonitril hingga 1000 mL. Kemudian dihomogenkan dan didegass dengan menggunakan ultrasonik selama 5 menit. b. Pembuatan larutan 0,1% asam format dalam air Ditambahkan 1 mL asam format 98-100% pada kurang lebih 100 mL air dan diencerkan dengan air hingga 1000 mL. Kemudian dihomogenkan dan didegass dengan menggunakan ultrasonik selama 5 menit. 3.2.3.6 Pembuatan Larutan Campuran Dietil Eter-Diklorometan (7:3 v/v) Dicampurkan sebanyak 70 mL dietil eter dan 30 mL diklorometan, lalu dihomogenkan. 3.2.3.7 Pembuatan Larutan Asetonitril-Air (1:1 v/v) Dicampurkan sebanyak 50 mL asetonitril dan 50 mL air, lalu dihomogenkan.
3.3 Cara Kerja 3.3.1 Ekstraksi Sampel Ditempatkan sejumlah tertentu tabung sentrifus polipropilen dalam rak. Pada masing-masing tabung, dimasukkan 1 mL plasma, 20 L larutan kerja baku dalam Propranolol 1 µg/mL dan 200 L larutan NaOH 1 M, lalu divorteks hingga homogen. Kemudian ditambahkan 5 mL campuran dietil eter-diklorometan (7:3 v/v), divorteks selama 1 menit dan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit. Fase organik pada bagian atas tabung ( 4 mL) dipindahkan ke dalam tabung evaporator, dan dikeringkan dengan evaporator vakum pada suhu 60oC dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
21
kecepatan 350 rpm selama 15 menit. Residu lalu dilarutkan dalam 250 µL asetonitril-air (1:1), disonik, divorteks, dan dimasukkan ke dalam vial HPLC. 3.3.2 Optimasi Kondisi Analisis Pramipexole 3.3.2.1 Optimasi Kondisi Spektrometer Massa (MS) Dibuat larutan tunning (tunning solution) pramipexole dan propanolol masing-masing dengan konsentrasi 500 ng/mL menggunakan pelarut 0,1% asam format dalam air. Dicari kondisi analisis MS yang optimum untuk pramipexole dan propranolol. Mula-mula diatur tipe scan MRM dan polaritas positif. Ditentukan Q1 dan Q3 pramipexole. Kemudian dicari parameter-parameter yang terdiri dari Detection Mass, Declustering Potential (DP), Entrance Potential (EP), Collision Cell Entrance Potential (CEP), Collision Energy (CE), Collision Cell Exit Potential (CXP), Dwell Time (msec), Ion Spray Voltage (IS), dan Temperature of Turbo Ion Spray (TIS) yang optimum untuk pramipexole. Setelah itu dilakukan juga optimasi MS untuk propranolol seperti pada pramipexole. 3.3.2.2 Optimasi Kondisi Kromatografi Cair (LC) Dibuat campuran 100 L larutan standar pramipexole, 20 L baku dalam propranolol, dan 130 L asetonitril-air (1:1) ke dalam vial HPLC. Campuran divorteks hingga homogen kemudian dimasukkan ke dalam rak auto injector. Dilakukan penyuntikan sebanyak 15 µL ke dalam alat kromatografi cair dengan kondisi analisis terprogram. Komposisi gradien fase gerak diatur dan dicari kondisi gradien fase gerak yang menghasilkan puncak kromatogram terbaik dan waktu analisis tersingkat.
3.3.3 Validasi Metode Bioanalisis 3.3.3.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas Dibuat 1 sampel blanko (plasma tanpa baku dalam), 1 sampel zero (plasma dengan baku dalam), dan 7 sampel kurva kalibrasi pramipexole dalam plasma dengan konsentrasi lebih kurang 25; 50; 100; 200; 500; 1000; dan 2000 pg/mL. Ditambahkan sebanyak 20 µL baku dalam (propranolol 1 µg/mL). Kemudian diekstraksi seperti cara penyiapan sampel. Masing-masing kemudian dianalisis Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
22
menggunakan LC-MS/MS pada kondisi analisis optimum. Dari data pengukuran dibuat kurva kalibrasi dengan membandingkan perbandingan luas puncak standar dan baku dalam (PAR) terhadap konsentrasi standar. Dibuat persamaan regresi linear dan dihitung koefisien korelasinya. 3.3.3.2 Uji Batas Kuantitasi Terendah (LLOQ) Dibuat larutan pramipexole dalam plasma dengan konsentrasi lebih kurang 25 dan 12,5 pg/mL dengan penambahan 20 µL baku dalam (propranolol 1 µg/mL). Kemudian diekstraksi seperti cara penyiapan sampel dan dianalisis menggunakan LC-MS/MS pada kondisi analisis optimum sebanyak lima kali pada masing-masing konsentrasi. Dari data pengukuran kemudian dihitung nilai % diff dan koefisien variasinya (CV). 3.3.3.3 Uji Selektifitas Dibuat konsentrasi LLOQ pramipexole dengan menggunakan 6 blanko plasma manusia yang berbeda dengan penambahan 20 µL baku dalam (propranolol 1 µg/mL) dan 6 blanko plasma tanpa penambahan analit dan baku dalam. Kemudian masing-masing diekstraksi seperti cara penyiapan sampel dan dianalisis menggunakan LC-MS/MS pada kondisi analisis optimum. Diamati waktu retensinya dan ada tidaknya gangguan (interferensi) dari ekstrak plasma di sekitar waktu retensi tersebut. 3.3.3.4 Uji Akurasi dan Presisi Dibuat larutan pramipexole dalam plasma konsentrasi LLOQ, rendah (QCL), sedang (QCM), dan tinggi (QCH). Ditambahkan 20 µL baku dalam (propranolol 1 µg/mL). Kemudian diekstraksi seperti cara penyiapan sampel dan dianalisis menggunakan LC-MS/MS pada kondisi analisis optimum. Masing-masing konsentrasi dilakukan sebanyak lima kali untuk mendapatkan data uji akurasi intraassay (within run accuracy). Akurasi inter-assay (between run accuracy) dilakukan selama 3 hari berturut-turut menggunakan 2 kali pengulangan untuk masing-masing konsentrasi. Akurasi (% diff) dihitung sebagai perbedaan nilai terukur dengan nilai yang sebenarnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
23
3.3.3.5 Recovery Dibuat larutan pramipexole dalam plasma konsentrasi rendah (QCL), sedang (QCM), dan tinggi (QCH) dengan penambahan 20 µL baku dalam (propranolol 1 µg/mL). Kemudian diekstraksi seperti cara penyiapan sampel dan dianalisis menggunakan LC-MS/MS pada kondisi analisis optimum. Masing-masing konsentrasi dibuat triplo. Hasil analisis dicatat sebagai extracted sample. Disiapkan 9 buah tabung sentrifus polipropilen yang masing-masing berisi 1 mL plasma. Kemudian masing-masing plasma tersebut diekstraksi seperti cara penyiapan sampel. Ke dalam hasil ekstraksi blanko plasma tersebut ditambahkan analit dengan konsentrasi rendah (QCL), sedang (QCM), dan tinggi (QCH), serta baku dalam, masing-masing konsentrasi dibuat triplo. Kemudian dianalisis menggunakan LC-MS/MS pada kondisi optimum. Hasil analisis post extracted sample dibandingkan dengan extracted sample dan dihitung recovery pramipexole dan baku dalam propranolol. 3.3.3.6 Uji Carry over Disuntikkan sampel blanko plasma setelah penyuntikkan kurva kalibrasi konsentrasi tertinggi, lalu dihitung % interferensinya. 3.3.3.7 Uji Matrix Effect Dibuat larutan pramipexole dalam pelarut dengan konsentrasi rendah (QCL pure) dan tinggi (QCH pure). Larutan divorteks, dimasukkan ke dalam vial HPLC, dan dianalisis menggunakan LC-MS/MS pada kondisi analisis optimum. Hasil dicatat sebagai non-extracted neat sampel. Disiapkan 12 buah tabung sentrifus polipropilen yang masing-masing berisi 1 ml plasma. Kemudian masing-masing plasma tersebut diekstraksi seperti cara penyiapan sampel. Ke dalam hasil ekstraksi blanko plasma tersebut kemudian ditambahkan analit dengan konsentrasi QCL dan QCH, 6 blanko plasma untuk masing-masing konsentrasi. Kemudian dianalisis menggunakan LC-MS/MS pada kondisi optimum. Hasil analisis analisis (post extracted sample) dibandingkan dengan larutan standar murni analit (non-extracted neat sampel). Dihitung besarnya matrix effect.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
24
3.3.3.8 Uji Dilution Integrity Dibuat sampel pramipexole dalam plasma dengan konsentrasi di atas kurva kalibrasi tertinggi. Larutan lalu diencerkan dengan matriks yang sama hingga konsentrasinya menjadi setengah dan seperempat kalinya. Masing-masing dianalisis menggunakan LC-MS/MS pada kondisi analisis optimum. Dibandingkan hasil analisis sampel dengan konsentrasi sebenarnya. 3.3.3.9 Uji Stabilitas a. Stabilitas jangka pendek pramipexole dalam plasma (short-term stability) Dibuat larutan pramipexole dalam plasma menggunakan konsentrasi rendah (QCL) dan tinggi (QCH) dengan penambahan 20 µL baku dalam (propranolol 1 µg/mL). Tiap konsentrasi dibuat triplo. Masing-masing larutan disimpan pada suhu kamar dengan rentang waktu 0 dan 6 jam. Kemudian diekstraksi seperti cara penyiapan sampel. Masing-masing larutan dianalisis menggunakan LCMS/MS pada kondisi analisis optimum. Diamati adanya gejala ketidakstabilan zat dengan mengamati luas puncaknya dan menghitung % diff. b. Stabilitas larutan stok pramipexole (stock solution stability) Dibuat larutan pramipexole dengan konsentrasi 8 ng/mL dan baku dalam (propranolol) dengan konsentrasi 1 µg/mL. Kemudian larutan disimpan pada suhu kamar dengan rentang waktu 0 dan 6 jam. Sebagian larutan disimpan pada lemari es (suhu < 8°C) dengan rentang waktu 0 dan 30 hari. Masing-masing larutan kemudian dianalisis menggunakan LC-MS/MS pada kondisi optimum. Diamati adanya gejala ketidakstabilan zat dengan mengamati luas puncaknya dan menghitung % diff, yaitu dengan cara membandingkan respon instrumen dari larutan stok yang telah disimpan terhadap larutan stok yang disiapkan sesaat sebelum disuntikkan. c. Stabilitas post preparative (autosampler stability) Dibuat larutan pramipexole dalam plasma menggunakan konsentrasi rendah (QCL) dan tinggi (QCH) dengan penambahan 20 µL baku dalam (propranolol 1 µg/mL). Kemudian diekstraksi seperti cara penyiapan sampel. Masing-masing larutan dianalisis menggunakan LC-MS/MS pada kondisi analisis optimum. Selesai dianalisis larutan dibiarkan dalam autosampler selama 24 jam. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
25
Analisis dilakukan kembali pada jam ke-24. Ketidakstabilan zat diamati dengan menghitung nilai % diff. d. Stabilitas beku cair (freeze and thaw stability) Dibuat larutan pramipexole dalam plasma dengan konsentrasi rendah (QCL) dan tinggi (QCH). Selanjutnya dilakukan tiga siklus beku-cair. Setelah itu, ditambahkan baku dalam (propranolol 1 μg/ml) dan dilakukan ekstraksi seperti pada cara penyiapan sampel secara triplo. Disuntikan aliquot sebanyak 15 μL untuk masing-masing konsentrasi ke alat LC-MS/MS dengan kondisi analisis terpilih. Gejala ketidakstabilan zat dapat diamati dengan menghitung % diff. e. Stabilitas jangka panjang (long-term stability) Dibuat larutan pramipexole dalam plasma konsentrasi rendah (QCL) dan tinggi (QCH). Selanjutnya larutan tersebut disimpan pada freezer (-20oC) selama pengujian berlangsung. Pada hari ke-0, 30, dan 60, larutan dianalisis dengan melakukan ekstraksi seperti pada cara penyiapan sampel secara triplo. Disuntikkan aliquot sebanyak 15 μL untuk masing-masing konsentrasi ke alat LC-MS/MS dengan kondisi analisis optimum. Gejala ketidakstabilan zat dapat diamati dengan menghitung % diff.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyiapan Larutan 4.1.1 Pembuatan Larutan Stok dan Larutan Kerja Standar Kalibrasi Pramipexole Standar pramipexole ditimbang sebanyak 14,34 mg, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL dan dilarutkan dengan metanol sampai tanda batas labu takar. Diperoleh konsentrasi larutan stok pramipexole 383,6 µg/mL (383,6 ppm), berdasarkan perhitungan seperti pada Tabel 4.1 sebagai berikut. Berat (mg)
Faktor koreksi
Pelarut
Volume akhir (mL)
Konsentrasi akhir (µg/mL)
14,34
0,6691
Metanol
25
383,6
Tabel 4.1 Perhitungan konsentrasi larutan stok pramipexole Faktor koreksi =
BM Pramipexole BM Pramipexole dihidroklorida monohidrat
= 211.324 = 0.6691 302.27
Larutan induk lalu diencerkan dengan dengan metanol-air (1:1) sehingga didapat larutan kerja pramipexole dengan konsentrasi 9,590 µg/mL. Kemudian larutan diencerkan lagi menjadi 95,90 ng/mL (95,90 ppb). Selanjutnya dibuat larutan kerja standar kalibrasi pramipexole dengan konsentrasi 0,2398; 0,4795; 0,9590; 1,918; 4,795; 9,590; dan 19,18 ng/mL. Bagan pembuatan larutan stok dan larutan kerja standar kalibrasi pramipexole dapat dilihat pada Lampiran 1. 4.1.2 Pembuatan Larutan Stok dan Larutan Kerja LLOQ (Lower Limit of Quantification) serta Sampel QC (Quality Control) Pramipexole Standar pramipexole ditimbang sebanyak 14,34 mg, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL dan dilarutkan dengan metanol sampai tanda batas labu takar. Diperoleh konsentrasi larutan stok pramipexole 383,6 µg/mL (383,6 ppm). Larutan induk lalu diencerkan dengan dengan metanol-air (1:1) sehingga didapat larutan kerja pramipexole dengan konsentrasi 9,590 µg/mL. Kemudian larutan diencerkan lagi menjadi 95,90 ng/mL (95,90 ppb). Selanjutnya dibuat larutan kerja LLOQ dan sampel QC pramipexole dengan konsentrasi 0,2398 ng/mL (LLOQ); 0,719 ng/mL (QCL); 7,672 ng/mL (QCM); dan 15,34 ng/mL (QCH). Bagan pembuatan larutan stok dan larutan kerja LLOQ serta sampel QC 26 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
27
pramipexole dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.1.3 Pembuatan Larutan Stok Propranolol (Baku Dalam) Standar propranolol ditimbang sebanyak 10,07 mg, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL dan dilarutkan dengan metanol sampai tanda batas labu takar. Diperoleh konsentrasi larutan stok propranolol 402,8 µg/mL (402,8 ppm). Larutan induk lalu diencerkan dengan dengan metanol-air (1:1) sehingga didapat larutan kerja pramipexole dengan konsentrasi 1,007 µg/mL. Bagan pembuatan larutan stok dan larutan kerja propranolol dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.2 Ekstraksi Sampel Preparasi sampel pramipexole dalam plasma dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair (liquid-liquid extraction) menggunakan campuran dietil eterdiklorometan (7:3 v/v) dalam kondisi basa. Proses ekstraksi yang digunakan diadaptasi dari jurnal (Yadav et al, 2010) dengan beberapa penyesuaian. Jenis dan perbandingan jumlah pelarut organik yang digunakan dioptimasi terlebih dahulu. Berdasarkan hasil optimasi diperoleh campuran dietil eter-diklorometan (7:3 v/v) dalam kondisi basa merupakan campuran terbaik untuk mengekstrasi pramipexole dari dalam plasma. Parameter yang digunakan untuk menentukan adalah recovery tertinggi dan koefisien variasi yang konsisten dengan hasil. Proses ekstraksi dimulai dengan mencampurkan 1 mL plasma dengan 20 L larutan kerja baku dalam Propranolol 1,007 µg/mL dan 200 L larutan NaOH 1 M. Penambahan NaOH ini bertujuan untuk mengubah pramipexole dihidroklorida monohidrat (bentuk garam) menjadi pramipexole dalam bentuk basanya. Campuran lalu divorteks untuk menghomogenkan dan ditambahkan dengan 5 mL larutan pengekstraksi dietil eter-diklorometan (7:3 v/v) lalu divorteks selama 1 menit. Proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik dalam kondisi basa dilakukan untuk menarik pramipexole dari plasma. Selanjutnya campuran disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan fase organik dari plasma. Fase organik pada bagian atas tabung ( 4 mL) kemudian dipindahkan ke dalam tabung evaporator, dan dikeringkan dengan evaporator vakum pada suhu 60oC dengan kecepatan 350 rpm selama 15 menit, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
28
untuk menghilangkan larutan pengekstraksi. Selanjutnya hasil residu kering dilarutkan menggunakan 250 µL asetonitril-air (1:1), disonik, divorteks, dan dimasukkan ke dalam vial HPLC untuk selanjutnya dianalisis. Bagan ekstraksi sampel pramipexole dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.3 Optimasi Kondisi Analisis Pramipexole 4.5.1 Optimasi Kondisi Spektrometer Massa (MS) Optimasi kondisi spektrometer massa (MS) bertujuan untuk mendapatkan kondisi analisis yang optimum untuk analisis menggunakan detektor spektrometer massa. Parameter-parameter yang perlu ditentukan meliputi Detection Mass, Declustering Potential (DP), Entrance Potential (EP), Collision Cell Entrance Potential (CEP), Collision Energy (CE), Collision Cell Exit Potential (CXP), Dwell Time (msec), Ion Spray Voltage (IS), dan Temperature of Turbo Ion Spray (TIS). Proses optimasi MS dilakukan dengan menggunakan larutan tunning (tunning
solution)
pramipexole
dan
propranolol
masing-masing
dengan
konsentrasi 500 ng/mL menggunakan pelarut 0,1% asam format dalam air. Larutan tunning dibuat menggunakan pelarut 0,1% asam format untuk menyesuaikan dengan fase gerak yang akan digunakan yaitu 0,1% asam format dalam air dan asetonitril. Tipe scan yang digunakan adalah MRM (multiple reaction monitoring). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya (Yadav et al, 2010; Uma, Manimala, Vasudevan, Karpagam, & Deecarman, 2012), larutan pramipexole dalam pelarut 0,1% asam format dalam air memiliki transisi massa (precursorproduct ion transition) m/z 212,1 153,0 dan polaritas positif sehingga pramipexole dapat dianalisis menggunakan LC-MS/MS tipe scan MRM dan menggunakan positive-ion electro spray ionization mode. Sedangkan propranolol memiliki polaritas positif dan transisi massa 260,1 116,2. Kemudian dilakukan optimasi secara otomatis pada alat untuk memperoleh parameter-parameter lainnya yang optimum. Berdasarkan hasil optimasi tersebut, diperoleh hasil kondisi analisis yang optimum adalah seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
29
Compound Dependent Parameters Parameter Detection Mass Declustering Potential (DP) (V) Entrance Potential (EP) (V) Collision Cell Entrance Potential (CEP) (V) Collision Energy (CE) (V) Collision Cell Exit Potential (CXP) (V) Dwell Time (msec)
Pramipexole 212,1 > 153,1 36 4
Propranolol 260,2 > 116,2 70 12
12
12
19
23
4
4
150
150
Source Dependent Parameter Parameter Curtain Gas (CUR) (Psi) CAD gas (Psi) Ion spray voltage (V) Temperature of Turbo Ion Spray (oC) GS1 (Psi) GS2 (Psi)
Value 40 5 5500 500 50 60
Tabel 4.2 Parameter MS/MS 4.5.2 Optimasi Kondisi Kromatografi Cair (LC) Optimasi kondisi kromatografi cair (LC) bertujuan untuk mendapatkan kondisi analisis yang optimum untuk analisis menggunakan kromatografi cair detektor MS/MS. Parameter-parameter yang perlu ditentukan adalah komposisi gradien fase gerak. Terdapat dua macam tipe pengaturan komposisi fase gerak dalam kromatografi cair, yaitu komposisi fase gerak yang isokratik dan gradien. Pada tipe isokratik perbandingan komposisi fase gerak akan tetap sepanjang analisis, sedangkan pada tipe gradien terjadi perubahan komposisi fase gerak berdasarkan waktu. Kolom yang digunakan untuk analisis pramipexole adalah Synergi 4u POLAR–RP-80A, 50 x 2 mm, 4 m (Phenomenex®, USA) dan Guard kolom AQ C18, 4 x 2 mm (Phenomenex®, USA). Suhu kolom diatur 40oC, volume penyuntikan sebesar 15 L dan laju alir fase gerak 0,6 mL/menit. Fase gerak yang digunakan untuk analisis pramipexole terdiri dari dua macam fase gerak yaitu larutan 0,1 % asam format dalam asetonitril (pompa A) dan larutan 0,1% asam format dalam air (pompa B). Fase gerak yang dipilih juga telah dioptimasi sebelumnya dengan mempertimbangkan sensitifitas, selektifitas, efisiensi, dan juga bentuk puncak yang simetris. Tipe pengaturan fase gerak yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
30
digunakan pada analisis pramipexole adalah tipe gradien, dimana komposisi fase gerak diatur berdasarkan optimasi seperti berikut (Tabel 4.3): Waktu (menit) 0,01 2,00 4,00 6,00 6,20 10,00
Konsentrasi B (%) 97 97 10 10 97 Stop (Controller)
Tabel 4.3 Parameter LC (Liquid Chromatography) Baku dalam yang digunakan juga telah dioptimasi sebelumnya. Baku dalam yang dicoba adalah ranitidin dan propranolol. Ranitidin memberikan waktu retensi yang dekat dengan waktu retensi dari pramipexole (1,1 menit) sehingga waktu analisis menjadi lebih singkat, tetapi ranitidin yang tidak stabil memberikan bentuk puncak yang landai dan tidak simetris. Bentuk puncak propranolol jauh lebih baik daripada ranitidin, tetapi waktu retensi dari propranolol yang jauh dari pramipexole dan adanya respon gangguan yang berasal dari matriks menyebabkan analisis yang optimum membutuhkan waktu hingga 10 menit. Berdasarkan pertimbangan dari hasil percobaan tersebut maka dipilih propranolol sebagai baku dalam. Total waktu yang diperlukan untuk analisis pramipexole dengan baku dalam propranolol adalah 10 menit. Waktu retensi pramipexole adalah 0,87 menit dan waktu retensi propranolol adalah 4,2 menit.
4.4 Validasi Metode Bioanalisis 4.4.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas Pembuatan kurva kalibrasi bertujuan untuk kepentingan analisis secara kuantitatif, yaitu untuk menghitung kadar analit yang terkandung dalam sampel. Persamaan kurva kalibrasi merupakan hubungan antara sumbu x dan y. Deretan konsentrasi yang dibuat dinyatakan sebagai nilai sumbu x dan perbandingan area yang diperoleh dari pengukuran dinyatakan sebagai sumbu y. Kurva kalibrasi dibuat dengan menghubungkan respon detektor yang dihasilkan oleh sedikitnya lima konsentrasi analit berbeda terhadap konsentrasi dari analit tersebut. Rentang konsentrasi yang dibuat dipertimbangkan dengan matang agar hasil pengukuran Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
31
sampel dapat berada pada rentang konsentrasi kurva kalibrasi sehingga hasil pengukuran yang diperoleh lebih akurat. Harga koefisien korelasi (r) yang semakin mendekati nilai 1 menyatakan hubungan yang semakin linear antara konsentrasi dengan area kromatogram yang dihasilkan (Gandjar & Rohman, 2007). Pembuatan kurva kalibrasi pramipexole dengan baku dalam propranolol dilakukan dengan membuat 1 sampel blanko (plasma tanpa baku dalam), 1 sampel zero (plasma dengan baku dalam), dan 7 sampel non-zero pada konsentrasi pramipexole 23,98; 47,95; 95,90; 191,8; 479,5; 959,0; dan 1918 pg/mL, sedangkan konsentrasi propranolol dibuat tetap yaitu 1,007 µg/ml. Rentang konsentrasi kurva kalibrasi pramipexole ditentukan berdasarkan literatur dan rentang kadar pramipexole dalam tubuh (Yadav et al, 2010). Dari data pengukuran dibuat kurva kalibrasi dengan membandingkan perbandingan luas puncak analit dan baku dalam (Peak Area Ratio/PAR) terhadap konsentrasi analit. Pembuatan kurva kalibrasi untuk validasi dilakukan sebanyak 5 kali pada lima hari yang berbeda. Persamaan regresi linear dari kurva kalibrasi pramipexole dan baku dalam propranolol menghasilkan koefisien korelasi lebih besar dari 0,995. Berdasarkan pengujian diperoleh rentang konsentrasi pramipexole dalam plasma memberikan hasil yang linear pada 23,98-1918 pg/mL dengan nilai r > 0,9953 dan r2 > 0,9906. Nilai koefisien korelasi tersebut sudah dapat dikatakan linear. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. 4.4.2 Uji Batas Kuantitasi Terendah (LLOQ) Penentuan batas kuantitasi dalam suatu metode sangat penting karena batas kuantitasi merupakan parameter sensitifitas dari suatu metode. Semakin kecil nilai batas kuantitasi berarti metode yang digunakan semakin sensitif (Gandjar & Rohman, 2007). Pengujian batas kuantitasi terendah dilakukan pada dua konsentrasi di sekitar perkiraan LLOQ, yaitu 23,98 dan 11,99 pg/mL. Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menyetujui nilai akhir LOQ, yaitu tidak ada gangguan dalam blanko pada waktu retensi analit; puncak analit dapat diidentifikasi,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
32
memiliki ciri tersendiri dan dengan akurasi antara 80%-120% dan presisi < 20%; serta LLOQ sebaiknya berada < 5% dari Cmax. Berdasarkan hasil analisis diperoleh batas kuantitasi terendah (LLOQ) dari pramipexole adalah 23,98 pg/mL. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode yang digunakan cukup sensitif untuk menganalisis sampel. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. 4.4.3 Uji Selektifitas Pengujian selektifitas dilakukan menggunakan sampel plasma blanko yang berasal dari 6 individu yang berbeda yang diperoleh dari Palang Merah Indonesia. Masing-masing sampel diperiksa duplo pada konsentrasi LOQ dan dibandingkan terhadap blanko. Hal yang diamati adalah waktu retensinya dan ada tidaknya gangguan (interferensi) dari ekstrak plasma di sekitar waktu retensi tersebut. Berdasarkan hasil pengujian metode analisis ini dapat dikatakan selektif dengan % respon interferensi tertinggi pada waktu retensi analit adalah 18,96, sedangkan pada waktu retensi baku dalam adalah 4,85. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. 4.4.4 Uji Akurasi dan Presisi Pengujian akurasi dan presisi dilakukan menggunakan empat konsentrasi yaitu konsentrasi LLOQ, sampel QC rendah (QCL), QC sedang (QCM), dan QC tinggi (QCH). Pengujian akurasi within day dilakukan lima kali untuk masingmasing konsentrasi dalam satu hari, dan dilakukan dua kali penentuan per konsentrasi untuk melihat akurasi antar hari (day to day) yang kemungkinan melibatkan perbedaan analis, pereaksi dan lain-lain. Persyaratan presisi yang harus dipenuhi adalah koefisien variasi (CV) untuk konsentrasi LLOQ < 20% dan QC di setiap konsentrasi < 15%. Persyaratan untuk akurasi adalah perbedaan nilai yang diukur (% diff) dari nilai sebenarnya untuk konsentrasi LLOQ adalah < 20% dan QC di setiap konsentrasi tidak < 15%. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil presisi akurasi within day dengan koefisien variasi (CV) untuk konsentrasi LLOQ adalah sebesar 14,15%; konsentrasi QCL sebesar 7,27%; konsentrasi QCM sebesar 5,43%; dan konsentrasi QCH sebesar 1,37%. Nilai % diff terbesar untuk konsentrasi LLOQ Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
33
adalah sebesar -18,04%; konsentrasi QCL sebesar 11,89%; konsentrasi QCM sebesar -13,31%; dan konsentrasi QCH sebesar 10,08%. Sedangkan pada pengujian presisi day to day diperoleh hasil koefisien variasi untuk konsentrasi LLOQ adalah sebesar 6,39%; konsentrasi QCL sebesar 2,34%; konsentrasi QCM sebesar 7,30%; dan konsentrasi QCH sebesar 8,92%. Nilai % diff terbesar untuk konsentrasi LLOQ adalah sebesar -15,52%; konsentrasi QCL sebesar 4,84%; konsentrasi QCM sebesar -12,96%; dan konsentrasi QCH sebesar -8,30%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode analisis ini memenuhi persyaratan akurasi dan presisi within day maupun day to day. Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8. 4.4.5 Recovery Recovery dilakukan untuk menilai efisiensi dari metode ekstraksi yang dilakukan. Penentuan dilakukan menggunakan batch tertentu, yang terdiri dari sampel Quality Control (QC) dari masing-masing konsentrasi (rendah, sedang dan tinggi) dengan proses ekstraksi dan tanpa ekstraksi. Recovery dilakukan terhadap 3 konsentrasi sampel QC (tinggi, sedang, rendah) dengan minimum 3 replikasi setiap konsentrasinya. Evaluasi dengan menghitung persentase konsentrasi yang diekstraksi terhadap konsentrasi tanpa ekstraksi. Recovery yang diperoleh harus konsisten, presisi dan reprodusibel dengan CV(%) untuk recovery pada masing-masing konsentrasi < 15%. Berdasarkan
hasil
pengujian
diperoleh
hasil
recovery
untuk
pramipexole pada konsentrasi QCL adalah sebesar 97,12% dengan CV 1,87%, konsentrasi QCM sebesar 99,71% dengan CV 2,75%, dan konsentrasi QCH sebesar 97,42% dengan CV 1,38%. Sedangkan untuk baku dalam propranolol recovery yang diperoleh sebesar 60,44% dengan CV 2,29%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode ekstraksi yang digunakan sudah optimum. Hasil pengujian recovery dapat dilihat pada Lampiran 9. 4.4.6 Uji Carry over Uji carry over dilakukan dengan menyuntikan sampel blanko plasma setelah penyuntikan kurva kalibrasi konsentrasi tertinggi. Tujuan dari uji ini adalah untuk memastikan tidak ada sisa dari penyuntikan sebelumnya yang dapat Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
34
mengganggu hasil analisis selanjutnya. Perhitungan carry over dilakukan dengan menghitung % interferensi senyawa endogen pada blanko matriks. Persyaratan dipenuhi jika area senyawa endogen (gangguan) yang terdapat dalam sampel kosong tidak boleh melebihi 20% dari area analit pada konsentrasi LLOQ dan 5% dari area internal standar. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil %interferensi tertinggi adalah 14,68% untuk analit dan 0,44% untuk baku dalam, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pengujian pramipexole ini telah memenuhi persyaratan uji carry over. Hasil pengujian carry over dapat dilihat pada Lampiran 10. 4.4.7 Uji Matrix Effect Pengujian matrix effect bertujuan untuk menilai besarnya pengaruh matriks terhadap hasil analisis. Uji ini hanya diperlukan bila analisis dilakukan menggunakan detektor spektrometer massa (MS). Pengujian matrix effect dilakukan dengan menggunakan 6 blanko matriks yang berbeda. Matrix Factor (MF) dihitung dengan membandingkan luas puncak analit/baku dalam pada sampel yang mengandung matriks (post extracted sample) terhadap luas puncak analit/baku dalam pada sampel yang tidak mengandung matriks (non-extracted neat sampel). Pengujian ini dilakukan pada konsentrasi QCL dan QCH. Internal Standard Normalized Matrix Factor dihitung dengan membagi MF analit dengan MF baku dalam. Koefisien variasi dari Internal Standard Normalized Matrix Factor pada 6 sampel matriks harus < 15%. Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil MF analit pada konsentrasi QCL dan QCH masing-masing sebesar 0,11 dan 0,12. MF baku dalam pada konsentrasi QCM sebesar 0,70. Internal Standard Normalized Matrix Factor untuk konsentrasi QCL sebesar 0,16 dan konsentrasi QCH sebesar 0,17. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh matriks terhadap analisis dengan metode ini cukup besar (MF < 1), dan kemampuan baku dalam untuk menormalkan pengaruh matriks terhadap pengukuran tidak terlalu baik. Hasil pengujian matrix effect selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
35
4.4.8 Uji Dilution Integrity Uji dilution integrity bertujuan untuk menilai pengaruh pengenceran sampel terhadap akurasi dan presisi. Pengujian dilution integrity dilakukan untuk antisipasi terhadap kadar sampel di atas kurva kalibrasi standar tertinggi. Pengenceran yang dilakukan seharusnya tidak mempengaruhi akurasi dan presisi, sehingga bila sampel yang diukur berada pada konsentrasi di atas kurva kalibrasi tertiggi maka sampel dapat diencerkan dengan matriks yang sama hingga didapat konsentrasi yang masuk dalam range kurva kalibrasi. Sampel pramipexole dalam plasma dengan konsentrasi di atas kurva kalibrasi tertinggi diencerkan dengan matriks yang sama hingga konsentrasinya menjadi setengah dan seperempat kalinya, lalu masing-masing dianalisis menggunakan LC-MS/MS pada kondisi analisis terpilih. Pengujian dilakukan minimum sebanyak lima kali untuk setiap faktor pengenceran. Kriteria penerimaannya adalah akurasi (% diff) < 15%. Uji dilution integrity untuk pramipexole dengan metode ini belum dilakukan. 4.4.9 Uji Stabilitas a. Stabilitas jangka pendek pramipexole dalam plasma (short-term stability) Pengujian stabilitas jangka pendek bertujuan untuk memeriksa kestabilan analit pada suhu kamar setelah dicairkan sampai preparasi. Pengujian ini dilakukan dengan menyimpan sampel pada suhu kamar selama 6 jam dan kemudian dianalisis. Dikatakan stabil bila perbedaan nilai yang diukur (% diff) dari nilai sebenarnya tidak melebihi dari 15%. Berdasarkan analisis didapatkan hasil % diff untuk konsentrasi QCL pada waktu 0 jam adalah 0,47% dan pada waktu 6 jam adalah -0,90%. Sedangkan untuk konsentrasi QCH pada waktu 0 jam sebesar 8,25% dan pada waktu 6 jam sebesar 3,56%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel yang diuji stabil pada penyimpanan suhu kamar selama 6 jam. Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. b. Stabilitas larutan stok pramipexole (stock solution stability) Uji stabilitas larutan stok bertujun untuk mengevaluasi kestabilan dari larutan stok analit dan baku selama penyimpanan. Hasil analisis dari larutan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
36
stok yang telah disimpan dibandingkan dengan hasil analisis dari larutan stok yang baru dibuat. Dikatakan stabil bila perbedaan nilai yang diukur (% diff) dari larutan stok analit dan baku yang dalam dibuat baru dengan larutan stok yang sama < 15%. Uji stabilitas larutan stok ini belum dilakukan. c. Stabilitas post preparative (autosampler stability) Pengujian stabilitas post-preparative bertujuan untuk menilai stabilitas selama sampel berada dalam autosampler. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan dua konsentrasi sampel QC (rendah dan tinggi) dibiarkan, segera setelah preparasi pada temperatur autosampler selama 24 jam. Stabilitas analit dibandingkan terhadap konsentrasi acuannya masing-masing (hasil pengukuran pada jam ke-0). Uji stabilitas autosampler dilakukan secara triplo untuk setiap konsentrasinya. Dikatakan stabil bila perbedaan nilai yang diukur (% diff) dari nilai sebenarnya tidak melebihi dari 15%. Konsentrasi analit yang digunakan adalah QCL dan QCH. Berdasarkan analisis didapatkan hasil % diff untuk konsentrasi QCL pada waktu 0 jam adalah 4,21% dan pada waktu 6 jam adalah -13,80%. Sedangkan untuk konsentrasi QCH pada waktu 0 jam sebesar 11,97% dan pada waktu 6 jam sebesar -12,65%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel uji stabil pada penyimpanan dalam autosampler selama 24 jam. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13. d. Stabilitas beku cair (freeze and thaw) Uji stabilitas beku cair bertujuan untuk menilai kestabilan sampel pada perlakuan beku cair selama penyimpanan dan proses analisis. Selama periode analisis, sampel mengalami penyimpanan pada suhu sangat rendah (freeze/beku) selama minimal 12 jam lalu saat akan digunakan sampel dicairkan pada suhu kamar (thaw/cair), yang dikenal sebagai siklus beku-cair. Stabilitas beku cair ditentukan setelah sampel mengalami tiga siklus beku cair. Dikatakan stabil bila perbedaan nilai yang diukur (% diff) dari nilai sebenarnya tidak melebihi dari 15%. Berdasarkan analisis didapatkan hasil % diff untuk konsentrasi QCL pada siklus ke-0 adalah 0,47% dan pada siklus ke-3 adalah 2,91%. Sedangkan untuk konsentrasi QCH pada siklus ke-0 sebesar 8,25% dan pada siklus ke-3 sebesar Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
37
4,64%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel yang diuji tetap stabil setelah mengalami 3 siklus beku cair. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. e. Stabilitas jangka panjang (long-term stability) Pengujian stabilitas jangka panjang dilakukan pada waktu mulai sampel dikumpulkan sampai tanggal terakhir sampel dianalisis. Selama periode uji stabilitas, larutan uji disimpan pada freezer. Konsentrasi analit diukur setelah rentang waktu penyimpanan tersebut kemudian dibandingkan dengan konsentrasi pada hari pertama pengujian. Dikatakan stabil bila perbedaan nilai yang diukur (% diff) dari nilai sebenarnya tidak melebihi dari 15%. Uji stabilitas jangka panjang untuk pramipexole dengan metode ini belum dilakukan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Metode analisis yang optimum dan valid untuk analisis pramipexole dalam plasma secara LC-MS/MS adalah menggunakan komposisi fase gerak yang diatur gradien pada 0,01 menit 97% konsentrasi B, 2 menit 97% konsentrasi B, 4 menit 10% konsentrasi B, 6 menit 10% konsentrasi B, 6,2 menit 97% konsentrasi B, dan stop pada 10 menit. Deteksi pramipexole dilakukan pada m/z 212,1 153,1 dan polaritas positif, sedangkan propranolol pada m/z 260,2 116,2. Parameter MS lainnya meliputi DP pramipexole sebesar 36 V dan propranolol sebesar 70 V, EP pramipexole sebesar 4 V dan propranolol sebesar 12 V, CEP pramipexole dan propranolol sebesar 12 V, CE pramipexole sebesar 19 V dan propranolol sebesar 23 V, CXP pramipexole dan propranolol sebesar 4 V, dwell time 150 msec, CUR 40 psi, CAD 5 psi, Ion Spray Voltage 5500 V, dan temperatur Turbo Ion Spray 500 oC. Ekstraksi pramipexole dari plasma dilakukan dengan menggunakan campuran pelarut organik dietil eter-diklorometan (7:3 v/v) pada kondisi basa (200 µl NaOH 1 M).
5.2 Saran Pengujian sebaiknya dilanjutkan dengan melakukan uji dilution integrity, uji stabilitas larutan stok, dan uji stabilitas jangka panjang 30 hari serta 60 hari, agar diperoleh data yang lengkap untuk metode analisis pramipexole dalam plasma.
38
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
39
DAFTAR PUSTAKA
Braithwaite, A., & Smith, F. J. (1999). Chromatographic Methods (5th ed.). Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Galichet, L. Y. (Ed.). (2005). Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons. London: Pharmaceutical Press. Gandjar, I. G., & Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ganiswarna, S. G. (Ed.). (2001). Farmakologi dan Terapi. (Ed. ke-4). Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI. Harmita.
(2006).
Petunjuk
Perhitungannya.
Pelaksanaan
Depok:
Validasi
Metode
dan
Farmasi
FMIPA
Universitas
Departemen
Cara
Indonesia. Rahardja, T. (2010). 3200 QTRAP LC-MS/MS Systems. Jakarta: Laborindo Sarana. Smith, Ann. (Ed.). (2001). The Merck Index Thirteenth Edition. New Jersey: Merck. Tarsy, D. (2012). Patient Information: Parkinson disease treatment options – medication (Beyond the Basic). USA: UpToDate. Uma, G., Manimala, M., Yasudevan, M., Karpagam, S., & Deecarman. (2012). Development and Validation of LCMS Method for the Estimation of Pramipexole in Human Plasma. International Journal of Pharmaceutical Sciences Letters, 2(1), 10-11. U.S. National Library of Medicine, National Institutes of Health. (2012, Maret). American
Society
of
Health-System
Pharmacists,
MedlinePlus.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/meds/a697029.html, diakses pada 10 Mei 2012, pukul 22.03 WIB Yadav, M., Rao, R., Kurani, H., Rathod, J., Patel, R., Singhal, P., & Shrivastav. (2010). Validated Ultra-Performance Liquid Chromatography Tandem Mass Spectrometry Method for the Determination of Pramipexole in HumanPlasma. Journal of Chromatographic Science, 48, 811-818.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
40
Lampiran 1. Bagan pembuatan larutan stok dan larutan kerja standar kalibrasi pramipexole
Keterangan: SS KK
= Stock Solution (larutan stok) = Kurva Kalibrasi
MeOH = Metanol
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
41
Lampiran 2. Bagan pembuatan larutan stok dan larutan kerja LLOQ dan sampel QC pramipexole
Keterangan: LLOQ = Lower Limit of Quantification (batas kuantitasi terendah) QCL
= Lower Quality Control Sample (sampel QC kadar rendah)
QCM
= Medium Quality Control Sample (sampel QC kadar sedang)
QCH
= High Quality Control Sample (sampel QC kadar tinggi)
SS
= Stock Solution (larutan stok)
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
42
Lampiran 3. Bagan ekstraksi sampel pramipexole
Keterangan: ACN
= Asetonitril
NaOH = Natrium Hidroksida
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
50.91 49.49 3.42 6.91
23.75 23.81 0.83 3.49
Average
SD
CV (%)
Keterangan : SD = Standar deviasi CV = Koefisien variasi
29-Mar-12
5
44.11
25.17
28-Mar-12
4
50.63
23.26
27-Mar-12
3
48.60
23.82
26-Mar-12
2
53.20
23.03
21-Mar-12
1
47.95
Date
5.31
4.96
93.48
92.13
90.20
101.9
93.58
89.61
14.77
24.11
163.3
167.2
143.8
167.7
199.3
138.5
3.41
17.00
498.9
505.8
520.8
483.4
480.0
504.5
Spiked concentration (pg/mL) 95.90 191.8 479.5
7.04
70.73
1005
1021
1016
1057
1048
882.2
959.0
Back-calculated concentration of standards 23.98
Run Number
5.80
106.12
1831
1909
1811
1777
1696
1963
1918
0.00014
0.00020
0.00018
0.00024
0.00033
Slope
0.00709
0.00153
0.00473
0.00311
0.00390
Intercept
0.9965
0.9962
0.9952
0.9970
0.9960
R
2
0.9930
0.9924
0.9904
0.9940
0.9920
R
43
Lampiran 4. Kurva kalibrasi pramipexole
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
44
Lampiran 5. Batas kuantitasi terendah pramipexole (LLOQ) Actual Value (pg/mL)
23.98
11.99
Keterangan : SD CV
Measured Value (pg/mL) 23.22 22.16 27.12 26.67 26.64 28.04 14.51 32.72 71.34 16.38
Mean Value (pg/mL)
SD
CV (%)
25.16
2.30
9.12
32.60
22.98
70.49
= Standar deviasi = Koefisien variasi
LLOQ = Lower Limit of Quantification (Batas Kuantitasi Terendah)
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
% diff -3.15 -7.57 13.12 11.24 11.12 133.90 21.04 172.94 495.10 36.64
45
Lampiran 6. Hasil uji selektifitas Selectivity of Plasma
pramipexole Area of Blank
Blank I
141
Blank II
131
Blank III
53
Blank IV
133
Blank V
133
Blank VI
76
Selectivity of Plasma
Pramipexole LLOQ 710 777 706 698 723 559 915 1532 726 612 702 581
Mean Area
% interference
743.5
18.96
702
18.66
641
8.27
1223.5
10.87
669
19.88
641.5
11.85
Mean Area
% interference
77333.5
0.18
105469.5
4.85
69862
4.76
138892.5
0.31
90144
4.85
70051
2.05
propranolol Area of Blank
Blank I
141
Blank II
5120
Blank III
3328
Blank IV
428
Blank V
4374
Blank VI
1435
Propranolol LLOQ 73437 81230 103882 107057 73062 66662 95673 182112 91122 89166 72952 67150
Keterangan : LLOQ = Lower Limit of Quantification (Batas Kuantitasi Terendah)
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
46
Lampiran 7. Hasil presisi akurasi within day Actual Value (pg/mL)
LLOQ
23.98
Low
71.90
Medium
767.2
High
1534
Keterangan : SD CV
Measured Value (pg/mL) 20.86 19.65 27.38 21.72 25.40 80.45 70.24 66.03 73.15 72.00 665.1 670.5 719.3 752.3 732.1 1663 1631 1689 1664 1640
Mean Value (pg/mL)
SD
CV (%)
23.00
3.26
14.15
72.37
5.26
7.27
707.86
38.46
5.43
1657.40
22.77
1.37
= Standar Deviasi = Koefisien Variasi
LLOQ = Lower Limit of Quantification (batas kuantitasi terendah)
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
% diff -12.99 -18.04 14.20 -9.41 5.94 11.89 -2.31 -8.16 1.74 0.14 -13.31 -12.60 -6.24 -1.94 -4.58 8.38 6.30 10.08 8.45 6.88
23.98
71.90
767.2
1534
LLOQ
Low
Medium
High
(pg/mL)
Actual Value
1744
3
1663
1 1400
722.9
3 2
685.0
665.1
1 2
78.66
3
80.45
1 64.29
21.45
3 2
23.22
20.86
Value 1
1652
1559
1647
1631 1407
766.4
809.8 1414
690.2
667.8
670.5 695.3
75.38
72.10
75.35
70.24 72.36
20.46
19.47 80.42
22.69
20.26
1568.50
708.10
74.36
21.14
139.88
51.67
1.74
1.35
SD
Day-to-day
(pg/mL) Mean (pg/mL)
Daily Mean
22.16
19.65
Value 2
Measured Value (pg/mL)
2
1
Day
8.92
7.30
2.34
6.39
CV(%)
7.63
-8.30
7.34
-0.11
-10.04
-12.96
4.84
0.63
4.79
-14.66
-5.36
-15.52
% diff
47
Lampiran 8. Hasil presisi akurasi day to day
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
71.90
767.2
1534
Low
Medium
High
Post-extracted spike sample Area Mean Area SD 191409 196222.33 5752.34 194665 202593
Post-extracted spike sample Area Mean Area SD 1316 1557.33 239.03 1794 1562 11916 12280.00 333.55 12571 12353 31458 31989.00 477.48 32126 32383
Keterangan : SD = Standar deviasi CV = Koefisien variasi
1.007 μg/mL
Internal Standard
Conc (pg/mL)
QC
24928.33
9603.33
1210.67
204.57
518.55
191.08
Extracted sample Mean Area SD
Area 94584 94260 95641 94828.33
722.19
Extracted sample Mean Area SD
Recovery Propranolol
Area 1007 1386 1239 9020 10012 9778 24891 24745 25149
Recovery Pramipexole
1.25
Correction Factor
1.25
1.25
1.25
Correction Factor
Mean Recovery (%) 60.44
61.77 60.53 59.01
97.42
97.71
97.12
Mean Recovery (%)
Recovery (%)
95.65 96.57 99.15 94.62 99.55 98.94 98.91 96.28 97.08
Recovery (%)
1.38
SD
1.35
2.69
1.82
SD
2.29
CV (%)
1.38
2.75
1.87
CV (%)
48
Lampiran 9. Hasil uji recovery
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
49
Lampiran 10. Hasil uji carry over Carry over of Pramipexole Date 21-Mar-12 26-Mar-12 27-Mar-12
Area of pramipexole Blank LLOQ 963 116 898 664 69 695 374 53 348
Mean Area
% interference
930.5
12.47
679.5
10.15
361
14.68
Mean Area
% interference
75662.5
0.40
78432
0.32
42520
0.44
Carry over of Propranolol Date 21-Mar-12 26-Mar-12 27-Mar-12
Area of propranolol Blank LLOQ 82828 304 68497 80562 250 76302 43143 187 41897
Keterangan : LLOQ = Lower Limit of Quantification (Batas Kuantitasi Terendah)
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
(pg/mL) 71.90 1534
Conc
(pg/mL) 71.90 1534
Conc
0.03 0.56
Non-extracted neat sample
Keterangan : SD = Standar deviasi CV = Koefisien variasi
Low High
QC
263578
Area
Non-extracted neat sample
7952 148814
Area
Non-extracted neat sample
IS Normalized Matrix Factor
1 μg/mL
Internal Standard
Matrix effect of propranolol
Low High
QC
Matrix effect of pramipexole
Source I 0.00 0.10
Source I 205967
Source I 873 20456
Source VI 0.01 0.09
Post-extracted spiked sample Area Source III Source IV Source V Source VI 180896 178826 184481 171803
Ratio of Analyte to internal standard Post-extracted spiked sample Source II Source III Source IV Source V 0.01 0.01 0.01 0.00 0.11 0.08 0.09 0.10
Source II 182592
Source II 985 20350
Post-extracted spiked sample Area Source III Source IV Source V Source VI 963 909 737 894 15352 16909 19302 15326
0.00 0.10
Mean Area
184094.17
Mean Area
893.50 17949.17
Mean Area
0.00 0.01
SD
11574.81
SD
87.58 2391.09
SD
12.32 10.12
CV (%)
6.29
CV (%)
9.80 13.32
CV (%)
Matrix Factor 0.16 0.17
IS normalized
Matrix Factor 0.70
Absolut
Matrix Factor 0.11 0.12
Absolut
50
Lampiran 11. Hasil uji matrix effect
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
51
Lampiran 12. Hasil uji stabilitas jangka pendek LOW (pg/mL) 71.90 0 hour
6 hours
HIGH (pg/mL) 1534 0 hour
6 hours
Measured Value (pg/mL) 80.45 70.24 66.03 62.85 70.91 80.00
Mean Value (pg/mL)
% diff
72.24
0.47
71.25
-0.90
Measured Value (pg/mL) 1663 1631 1689 1744 1483 1540
Mean Value (pg/mL)
% diff
1661
8.25
1589
3.56
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
52
Lampiran 13. Hasil uji stabilitas autosampler LOW (pg/mL) 71.90 0 hour
24 hours
HIGH (pg/mL) 1534 0 hour
24 hours
Measured Value (pg/mL) 73.30 76.34 75.14 62.55 61.40 62.49
Mean Value (pg/mL)
% diff
74.93
4.21
61.98
-13.80
Measured Value (pg/mL) 1722 1698 1734 1339 1333
Mean Value (pg/mL)
% diff
1718
11.97
1340
-12.65
1349
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012
53
Lampiran 14. Hasil uji stabilitas beku cair LOW (pg/mL) 71.90 0 cycle of freezing and thawing
3 cycle of freezing and thawing
HIGH (pg/mL) 1534 0 cycle of freezing and thawing
3 cycle of freezing and thawing
Measured Value (pg/mL) 80.45 70.24 66.03 75.78 64.74 81.45
Mean Value (pg/mL)
% diff
72.24
0.47
73.99
2.91
Measured Value (pg/mL) 1663 1631 1689 1615 1469
Mean Value (pg/mL)
% diff
1661
8.25
1606
4.64
1733
Laporan praktek..., Lianne Cythia Carolina Lie, FMIPA UI, 2012