UNIVERSITAS INDONESIA
MODIFIKASI BENTONIT TERPILAR Al MENGGUNAKAN POLI(DIALILDIMETILAMONIUM) DAN POLISTIREN SULFONAT SEBAGAI ADSORBEN ION Co(II) DALAM LIMBAH CAIR
SKRIPSI
RESTY RAHMA WULAN 0806399956
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM S1 KIMIA DEPOK JULI 2012
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
Modifikasi Bentonit Terpilar Al Menggunakan Poli(Dialildimetilamonium) dan Polistiren Sulfonat sebagai Adsorben Ion Co(II) Dalam Limbah Cair
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains
RESTY RAHMA WULAN 0806399956
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM S1 KIMIA DEPOK JULI 2012
i
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
ii
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: Resty Rahma Wulan : 0806399956 : Departemen Kimia : Modifikasi Bentonit Terpilar Al Menggunakan Poli(Dialildimetilamonium) dan Polistiren Sulfonat sebagai Adsorben Ion Co(II) Dalam Limbah Cair
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi S1 - Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia
Ditetapkan di Tanggal
: Depok : 6 Juli 2012
iii
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya, serta kepada Rasulullah Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan bagi kehidupan manusia. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa terselesaikannya penelitian dan penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung. Terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Dra. Tresye Utari, M.Si selaku dosen pembimbing dan pembimbing akademis penulis serta Dr. Yoki Yulizar, M.Sc selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas ide penelitiannya dan telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing, memberikan saran, dan perhatian selama penelitian berlangsung hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. Novena Damar Asri, S.Si yang telah membantu dan mengarahkan penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Keluarga penulis: Bapak, Ibu, Kak Della, Kak Septri, dan Kak Fira yang selalu memberi dukungan, doa, dan semangat tanpa henti sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sampai perguruan tinggi. 4. Dr. Ridla Bakri selaku ketua Departemen Kimia FMIPA UI. 5. Dr.
Chairani
yang
telah
memberikan
semangat,
motivasi,
dan
pembelajaran soft skill yang sangat bermanfat bagi penulis. 6. Seluruh dosen dan guru yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis. 7. Fauziah Eka Arisandy, S.Pd yang sangat berjasa bagi penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. 8. Rekan-rekan penelitian: Nia, Rina, Disa, Andi, Asa, Mita, Michu, Intan, Dila, Maris, Fairuz, Lidya serta seluruh rekan-rekan penelitian lainnya. Terima kasih atas seluruh pemikiran dan semangat yang telah diberikan.
iv
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
9. Teman terdekat: Vivi, Yogi, Lintang, Dea, Dinda. Terima kasih untuk perhatian, dukungan dan semangat yang terus diberikan. 10. Degijol, Kak Widi, Kak Muhtar, Kak rosa, Yogi, Kak Sabri, dan Kak Narita yang telah mau meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membantu saya dengan sepenuh hati dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. 11. Teman seperjuangan Kimia UI paralel angkatan 2008 , yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis. Terima kasih untuk semua suka duka yang terjadi selama hampir tiga tahun terakhir perkuliahan. 12. Tim Afiliasi, Pak Hedi, Pak Marji, Pak Hadi, Pak Sutrisno (Babeh), Mbak Ina, Mbak Cucu, Mbak Sri, Mbak Ema, Pak Kiri, Pak Min serta seluruh staf Departemen Kimia yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini. 13. Rekan-rekan mahasiswa Departemen Kimia UI angkatan 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011. 14. Semua pihak yang telah membantu penulis namun tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari semua pihak serta penulis berharap penelitian dan skripsi ini dapat bermanfaat.
Depok, Juli 2012
Penulis
v
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya
: Resty Rahma Wulan : 0806399956 : Kimia : Kimia : MIPA : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Modifikasi Bentonit Terpilar Al Menggunakan Poli(Dialildimetilamonium) dan Polistiren Sulfonat sebagai Adsorben Ion Co(II) Dalam Limbah Cair beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
vi
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama : Resty Rahma Wulan Program Studi : Kimia Judul : Modifikasi Bentonit Terpilar Al Menggunakan Poli(dialildimetilamonium) dan Polistiren Sulfonat sebagai Adsorben Ion Co(II) Dalam Limbah Cair
Berbagai jenis limbah logam berat dapat menjadi permasalahan serius bagi kesehatan dan lingkungan. Salah satu solusi untuk menanganinya ialah dengan metode adsorpsi. Dalam penelitian ini, digunakan Polielectrolyte Bilayer AlBentonit (PEBAB) sebagai adsorben ion logam berat Pb(II), Cd(II), Zn(II), Co(II), Cu(II), dan ion logam campuran. PEBAB dibuat dari bentonit alam Tapanuli, Sumatera Utara. Proses pembuatan Al-bentonit melalui beberapa tahapan yaitu aktivasi, fraksinasi untuk pemurnian bentonit, penjenuhan dengan NaCl (Nabentonit), dan pilarisasi Na-bentonit dengan polikation Al tipe keggin [Al13O4(OH)24]7+. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan kenaikan basal spasing antara Na-bentonit dengan Al-bentonit sebesar 0,39 nm. Modifikasi Al-bentonit dilakukan dengan metode Layer by Layer menggunakan polielektrolit PDDA (PMAB) kemudian PSS (PEBAB). Keberhasilan modifikasi dibuktikan dengan FTIR yaitu dengan adanya gugus N-R pada bilangan gelombang ~1400 cm-1 dari PDDA dan gugus S-O berada pada bilangan gelombang 670 – 680 cm-1 dari PSS. Selain itu keberhasilan sintesis PEBAB dibuktikan juga menggunakan XRD dengan adanya pergeseran basal spasing sebesar 0,08 nm. Kondisi optimum modifikasi dicapai pada pelapisan PDDA 5x10 -4 M sebanyak dua kali pelapisan dan konsentrasi optimum PSS 5x10 -3 M. Hasil karakterisasi dengan AAS mengindikasikan bahwa PEBAB memiliki daya adsorpsi optimum pada ion logam Co(II) 300 ppm dengan pH 6,5. PEBAB-Co(II) berhasil diregenerasi menggunakan Na-EDTA, dengan % regenerasi sebesar 42,54%.
Kata Kunci
: Adsorpsi, Bentonit, Polikation Al, PDDA, PSS, Ion logam berat, EDTA xv+99 halaman : 36 gambar; 11 tabel Daftar Pustaka : 67 (1980-2012)
vii
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT
Name : Resty Rahma Wulan Program Study : Chemistry Title : Al-pillared Bentonite Modification Using Poly(diallyldimethylammonium) and Polystyrene Sulfonate as an Adsorbent Ion Co (II) in Liquid Waste
Various types of heavy metal waste can be a serious problem for the health and the environment. One solution to handle it is the adsorption method. In this research, it used Polielectrolyte Bilayer Al-Bentonite (PEBAB) as adsorbent of heavy metal ions Pb (II), Cd (II), Zn (II), Co (II), Cu (II), and mixtures of metal ions. PEBAB made of from natural bentonite of Tapanuli, North Sumatra. Making process of Al-bentonite through several stages, the stages are the activation, the fractionation for purification of bentonite, saturation with NaCl (Na-bentonite), and Na-bentonite pillaring with Al Keggin type [Al13O4(OH)24]7+ polycation. The results of characterization XRD showed an increased of basal spasing between Na-bentonit with Al-bentonite in amount of 0.39 nm. Al-bentonite modification is performed by the method of Layer by Layer using polyelectrolyte PDDA (PMAB) then PSS (PEBAB). The succeeded of the modification is proved by FTIR that is the N-R group on the wavenumber ~ 1400 cm-1 of PDDA and S-O groups is at wavenumber 670-680 cm-1 of the PSS. In addition PEBAB synthesis success is proved too by XRD using with basal spasing shift in amount of 0.08 nm. The optimum conditions of modification is achieved in the PDDA coating 5x10 -4 M as much as two times coating and the optimum concentration of PSS 5x10 -3 M. The results of characterization with AAS indicate that PEBAB have optimum adsorption power of metal ions Co(II) 300 ppm with a pH of 6.5. PEBAB-Co (II) was successfully regenerated using Na-EDTA, with % regeneration in amount of 42.54 %.
Key Words xv+99 pages Bibliography
: Adsorption, Bentonite, Al polycation, PDDA, PSS, heavy metal ions, EDTA : 36 pictures; 11 tables : 67 (1980-2012)
viii
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALIS ......................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii KATA PENGANTAR ............................................................................................. iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............................. vi ABSTRAK ............................................................................................................... vii ABSTRACT ............................................................................................................. viii DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix DAFTAR TABEL.................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah........................................................................... 4 1.3 Hipotesis ........................................................................................... 4 1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka dari Penelitian yang Telah Dilakukan ........................ 6 2.2 Studi Literatur ................................................................................... 8 2.2.1 Bentonit .................................................................................... 8 2.2.2 Lempung Terpilar ..................................................................... 9 2.2.3 Polielektrolit ............................................................................. 11 2.2.3.1 Jenis-jenis Polielektrolit ................................................ 11 2.2.3.2 Konformasi Polielektrolit .............................................. 12 2.2.3.3 Polyelectrolyte Bilayer (PEB) ....................................... 13 2.2.4 Logam Berat ............................................................................. 15 2.2.5 Adsorpsi ................................................................................... 17 2.2.5.1 Isoterm Adsorpsi ........................................................... 18 2.2.6 Etylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA).............................. 18 2.2.7 Fourier Transform Infra Red (FTIR) ........................................ 19 2.2.8 Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) ................................... 20 2.2.9 X-ray Diffraction (XRD)........................................................... 21 2.2.10 Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis) ....................... 22 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan .................................................................................. 24 3.1.1 Alat .......................................................................................... 24 3.1.2 Bahan ....................................................................................... 24 3.2 Prosedur Kerja .................................................................................. 25 3.2.1 Sintesis Na-Bentonit ................................................................. 25
ix
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
3.2.1.1 Preparasi Bentonit Alam ............................................... 25 3.2.1.2 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit .................................... 25 3.2.1.3 Penjenuhan dengan NaCl .............................................. 25 3.2.2 Penentuan Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) ....................... 25 3.2.3 Pilarisasi Na-Bentonit ............................................................... 26 3.2.3.1 Sintesis Polikation Al .................................................... 26 3.2.3.2 Pembuatan Suspensi Na-Bentonit .................................. 26 3.2.3.3 Pilarisasi ....................................................................... 26 3.2.4 Modifikasi Al-Bentonit ............................................................. 27 3.2.4.1 Pembuatan Larutan PDDACl ........................................ 27 3.2.4.2 Pembuatan Larutan NaPSS ............................................ 27 3.2.4.3 Modifikasi Al-Bentonit dengan PDDACl dan NaPSS.. .. 27 3.2.5 Aplikasi PEBAB sebagai Adsorben Ion Logam Berat ............... 28 3.2.5.1 Adsorpsi Ion Pb(II) ....................................................... 28 3.2.5.2 Adsorpsi Ion Co(II) ....................................................... 28 3.2.5.3 Adsorpsi Ion Zn(II) ....................................................... 28 3.2.5.4 Adsorpsi Ion Cu(II) ....................................................... 29 3.2.5.5 Adsorpsi Ion Cd(II) ....................................................... 29 3.2.6 Aplikasi Adsorben Terhadap Ion Logam Campuran .................. 29 3.2.7 Optimasi Adsorpsi terhadap Ion Logam Selektif ....................... 30 3.2.7.1 Variasi Konsentrasi ....................................................... 30 3.2.7.2 Variasi pH ..................................................................... 30 3.2.8 Regenerasi ................................................................................ 30 3.2.9 Bagan Kerja .............................................................................. 31 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Na-Bentonit .......................................................................... 32 4.1.1 Preparasi Bentonit Alam ........................................................... 32 4.1.2 Fraksinasi ................................................................................. 33 4.1.3 Penjenuhan dengan NaCl .......................................................... 34 4.1.4 Karakterisasi Bentonit fraksi 2 dan Na-Bentonit ....................... 36 4.1.4.1 Karakterisasi dengan XRD ............................................ 36 4.1.4.2 Karakterisasi dengan FTIR ............................................ 38 4.2 Penentuan Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) ................................ 39 4.3 Pilarisasi Bentonit ............................................................................. 40 4.3.1 Sintesis polikation Al ................................................................ 40 4.3.2 Pilarisasi Na-Bentonit dengan polikation Al ............................. 41 4.3.3 Karakterisasi bentonit terpilar ................................................... 43 4.3.3.1 Karakterisasi bentonit terpilar dengan XRD .................. 43 4.3.3.2 Karakterisasi bentonit terpilar dengan FTIR .................. 45 4.4 Modifikasi Al-bentonit dengan Polielektrolit ..................................... 46 4.4.1 Modifikasi Al-bentonit dengan PDDA ...................................... 46 4.4.1.1 Karakterisasi PMAB dengan FTIR ................................ 47 4.4.1.2 Penentuan Adsorpsi optimum PDDA pada Al-bentonit .......................................................... 48 4.4.2 Pelapisan PEBAB dengan PSS ................................................. 49 4.4.2.1 Karakterisasi PEBAB dengan FTIR .............................. 51 4.4.2.2 Karakterisasi PEBAB dengan XRD ............................... 51
x
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
4.4.2.3 Penentuan Adsorpsi Optimum PSS pada PEBAB ............................................................... 52 4.5 Aplikasi Adsorben terhadap Ion Logam Berat ................................... 53 4.5.1 Aplikasi Ion Logam Tunggal .................................................... 53 4.5.1.1 Adsorpsi Ion Pb(II) ....................................................... 54 4.5.1.2 Adsorpsi Ion Co(II) ....................................................... 55 4.5.1.3 Adsorpsi Ion Zn(II) ....................................................... 57 4.5.1.4 Adsorpsi Ion Cu(II) ....................................................... 58 4.5.1.5 Adsorpsi Ion Cd(II) ....................................................... 59 4.5.2 Aplikasi Ion Logam Campuran ................................................. 61 4.5.3 Penentuan daya adsorpsi ion logam terbesar pada PEBAB ........................................................................... 62 4.6 Optimasi Adsorpsi terhadap Ion Co(II) .............................................. 63 4.6.1 Variasi Konsentrasi................................................................... 63 4.6.2 Isoterm Adsorpsi ...................................................................... 64 4.6.2.1 Isoterm Adsorpsi Langmuir ........................................... 64 4.6.2.2 Isoterm Adsorpsi Freundlich ......................................... 65 4.6.3 Variasi pH ................................................................................ 67 4.6.4 Perbandingan Adsorpsi Ion Co(II) oleh PEBAB dan Al- bentonit pada Kondisi Optimum Sebelum Regenerasi ......... 69 4.6.5 Regenerasi ................................................................................ 69 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 72 5.2 Saran ................................................................................................. 72 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 73 LAMPIRAN ................................................................................................... 81
xi
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Tabel puncak difraktogram XRD pada bentonit fraksi 2 dan Na-bentonit ............................................................................. 36 Tabel 4.2. Tabel puncak difraktogram XRD pada Na-bentonit dan Al-bentonit .............................................................................. 44 Tabel 4.3. Nilai %berat PDDA dalam PMAB .................................................. 48 Tabel 4.4. Nilai %berat PSS dalam PEBAB .................................................... 53 Tabel 4.5. Perbandingan Pb(II) teradsorpsi oleh Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB ............................................................... 55 Tabel 4.6. Perbandingan Co(II) teradsorpsi oleh Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB ............................................................... 56 Tabel 4.7. Perbandingan Zn(II) teradsorpsi oleh Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB ............................................................... 58 Tabel 4.8. Perbandingan Cu(II) teradsorpsi oleh Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB ............................................................... 59 Tabel 4.9. Perbandingan Cd(II) teradsorpsi oleh Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB ............................................................... 60 Tabel 4.10. Persen kenaikan adsorpsi Co(II) oleh PEBAB pada kondisi optimum terhadap Al-bentonit............................................. 69 Tabel 4.11. Nilai % regenerasi PEBAB-Co(II) dengan EDTA ............................ 70
xii
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 2.7. Gambar 2.8. Gambar 2.9. Gambar 2.10. Gambar 2.11. Gambar 2.12. Gambar 2.13. Gambar 2.14. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9. Gambar 4.10. Gambar 4.11. Gambar 4.12. Gambar 4.13. Gambar 4.14. Gambar 4.15. Gambar 4.16. Gambar 4.17. Gambar 4.18. Gambar 4.19. Gambar 4.20. Gambar 4.21. Gambar 4.22. Gambar 4.23. Gambar 4.24.
Struktur Bentonit ...................................................................... 9 Mekanisme pilarisasi ................................................................ 10 Struktur polikation Al model Keggin ........................................ 10 Struktur PDDA ......................................................................... 11 Struktur PSS ............................................................................. 12 Konformasi polielektrolit .......................................................... 13 Ilustrasi Struktur Polyelectrolyte Bilayer................................... 14 Teknik Layer by Layer .............................................................. 14 Proses adsorpsi ......................................................................... 17 Struktur EDTA ......................................................................... 19 Skema alat FTIR ....................................................................... 19 Prinsip peralatan AAS ............................................................... 20 Instrumentasi XRD ................................................................... 22 Prinsip spektrofotometer UV-Vis .............................................. 22 Bentonit alam Tapanuli, Sumatera Utara ..................................... 33 Fraksi 1 dan fraksi 2 ................................................................... 33 Difraktogram XRD bentonit alam, F1, dan F2 ............................. 34 Hasil uji AgNO3 pada filtrat yang sudah bebas dan masih mengandung Cl-......................................................... 35 Bentonit dan Na-bentonit .......................................................... 36 Difraktogram XRD bentonit F2 dan Na-bentonit ......................... 37 Spektra FTIR bentonit fraksi 2 dan Na-bentonit ........................... 38 Struktur metilen biru ................................................................. 39 Proses pembuatan larutan polikation Al....................................... 41 Proses pilarisasi ......................................................................... 42 Ikatan antara pilar Al2O3 dengan SiO4 tetrahedral ........................ 42 Mekanisme pilarisasi bentonit menggunakan polikation Al......... 43 Difraktogram XRD bentonit fraksi 2, Na-bentonit, dan Al-bentonit .......................................................................... 44 Spektra FTIR Na-bentonit dan Al-bentonit .................................. 45 Ilustrasi modifikasi Al-bentonit dengan PDDA ............................ 46 PMAB dan Al-bentonit .............................................................. 47 Spektra FTIR Al-bentonit dan PMAB ......................................... 48 Grafik %massa PDDA dalam PMAB.......................................... 49 Ilustrasi modifikasi PEBAM dengan PSS .................................... 50 PMAB dan PEBAB ................................................................... 50 Spektra FTIR PMAB dan PEBAB .............................................. 51 Difraktogram XRD Al-bentonit dan PEBAB ............................... 52 Grafik %massa PSS dalam PEBAB ............................................ 53 Grafik perbandingan jumlah ion Pb(II) teradsorpsi pada Na-bentonit, Al-bentonit dan PEBAB ................................. 54
xiii
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.25. Grafik perbandingan jumlah ion Co(II) teradsorpsi pada Na-bentonit, Al-bentonit dan PEBAB ................................. 56 Gambar 4.26. Grafik perbandingan jumlah ion Zn(II) teradsorpsi pada Na-bentonit, Al-bentonit dan PEBAB ................................. 57 Gambar 4.27. Grafik perbandingan jumlah ion Cu(II) teradsorpsi pada Na-bentonit, Al-bentonit dan PEBAB ................................. 58 Gambar 4.28. Grafik perbandingan jumlah ion Cd(II) teradsorpsi pada Na-bentonit, Al-bentonit dan PEBAB ................................. 60 Gambar 4.29. Grafik perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB terhadap ion logam campuran.................................. 61 Gambar 4.30. Grafik perbandingan kemampuan Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB terhadap ion logam tunggal ..................................... 63 Gambar 4.31. Grafik jumlah ion Co(II) teradsorpsi PEBAB dengan variasi konsentrasi larutan ion Co(II) ............................... 64 Gambar 4.32. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir ion logam Co(II) pada PEBAB ............................................................................. 65 Gambar 4.33. Kurva isoterm adsorpsi Freundlich ion logam Co(II) pada PEBAB ............................................................................. 66 Gambar 4.34. Grafik jumlah ion Co(II) teradsorpsi PEBAB dengan variasi pH campuran....................................................... 67 Gambar 4.35. Ilustrasi adsorpsi Mn+ oleh PEBAB ............................................. 68 Gambar 4.36. Ilustrasi reaksi regenerasi PEBAB-Co(II) menggunakan larutan EDTA ............................................................................ 70
xiv
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5a Lampiran 5b Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22 Lampiran 23
:Database hasil XRD terhadap bentonit alam ............................ 81 : Database hasil XRD terhadap bentonit fraksi 1 ....................... 82 : Database hasil XRD terhadap bentonit fraksi 2 ....................... 83 : Database hasil XRD terhadap Na-bentonit .............................. 84 : Database hasil XRD terhadap Al-bentonit ............................... 85 : Perhitungan basal spacing Al-bentonit .................................... 85 : Database hasil XRD terhadap PEBAB .................................... 86 : Data Kapasitas Tukar Kation (KTK) ....................................... 87 : Data gravimetri %massa PDDA .............................................. 88 :Data gravimetri %massa PSS ................................................... 89 :Perhitungan jumlah ion logam teradsorpsi ............................... 90 : Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Pb(II) ..................................................... 91 : Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Co(II)..................................................... 92 : Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Zn(II) ..................................................... 93 : Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Co(II)..................................................... 94 : Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Cd(II) ..................................................... 95 : Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Cd(II) dalam ion logam campuran .......... 96 : Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Co(II) dalam ion logam campuran .......... 97 : Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Cu(II) dalam ion logam campuran .......... 98 : Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Pb(II) dalam ion logam campuran .......... 99 : Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Zn(II) dalam ion logam campuran .......... 100 :Optimasi adsorpsi dengan variasi konsentrasi ion logam Co(II) ..................................................................... 101 : Data isoterm adsorpsi ion logam Co(II) pada PEBAB ............. 102 :Optimasi adsorben PEBAB terhadap Co(II) dengan variasi pH campuran dan regenerasi ........................................ 103
xv
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran logam berat merupakan masalah pencemaran lingkungan yang umum dan menjadi perhatian[1]. Kandungan logam dalam sungai berasal dari berbagai sumber, seperti batuan dan tanah; serta dari aktivitas manusia termasuk pembuangan limbah cair baik yang telah diolah maupun belum diolah ke badan air kemudian secara langsung dapat memapari air permukaan[2]. Logam berat memasuki air alami dan menjadi bagian dari sistem suspensi air dan sedimen melalui proses absorpsi, presipitasi, dan pertukaran ion[3]. Logam dalam sistem perairan menjadi bagian dari sistem air-sedimen dan distribusinya dikendalikan oleh kesetimbangan dinamik dan interaksi fisika-kimia, yang umumnya dipengaruhi oleh parameter pH, konsentrasi dan tipe senyawa, kondisi reduksioksidasi, dan bilangan oksidasi dari logam tersebut[4]. Meskipun diketahui bahwa keberadaan logam berat di perairan merupakan hal alamiah yang terbatas dalam jumlah tertentu dalam kolom air, sedimen, dan lemak biota, tetapi keberadaan logam berat ini akan meningkat akibat masuknya limbah yang dihasilkan oleh industri-industri serta limbah yang berasal dari aktivitas lainnya[3]. Dalam hubungannya dengan kondisi morfologi dan hidrologi, materi terlarut seperti logam dapat terakumulasi sepanjang perairan, bahkan dapat terjadi beberapa kilometer setelah sumber polusi[5]. Apabila terpapar pada organisme, konsentrasi logam berat yang tinggi dapat bersifat toksik dan cenderung terakumulasi di organ vital[2]. Akumulasi tersebut dapat berdampak pada rantai makanan sehingga mempengaruhi kesehatan manusia[6]. Termasuk polutan utama adalah kation logam berat, seperti: Cd2+, Cr3+, Cr6+, Co2+, Cu2+, Fe3+, Mn2+, Ni2+, Pb2+ dan Zn2+[7]. Seperti kasus kematian penduduk Toyama, Jepang, 1950-an yang mengeluh sakit pinggang bertahun-tahun, dimana sumbernya berasal dari beras yang telah tercemar logam berat kadmium (Cd) disebut dengan penyakit itaiitai[8].
1
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
2
Beberapa metode penghilangan logam berat dapat dilakukan dengan teknik presipitasi (pengendapan), solvent extraction, vacuum evaporation, teknologi membran, adsorpsi dan pertukaran ion, phytoextraction, elektrodialisis dan komplektasi dengan menggunakan reagen sintetik atau alami[9-12]. Diantara berbagai metode tersebut, adsorpsi telah terbukti sebagai suatu metoda yang lebih efektif untuk melepaskan polutan logam berat dari air limbah selain mudah dan sederhana[13]. Bentonit adalah bahan yang serbaguna dan secara luas digunakan dalam berbagai bidang penggunaan, baik digunakan secara langsung ataupun digunakan setelah melalui perlakuan tertentu terlebih dahulu. Pemakaian secara langsung, bentonit ini dapat digunakan untuk pelumas pengeboran minyak, pemurnian air buangan, bahan bangunan dan cetakan pelelehan biji mineral[14]. Sedangkan pemakaian yang membutuhkan perlakuan terlebih dahulu adalah sebagai bleaching earth yaitu melalui proses pengaktifan sebelum digunakan[15]. Montmorilonit adalah mineral utama yang dikandung oleh bentonit. Kualitas dan karakteristik bentonit sebagian besar tergantung pada kualitas dan kuantitas dari montmorilonit yang dikandungnya. Montmorilonit murni dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang penggunaan, seperti kertas fotokopi tanpa karbon, adsorben selektif, pengobatan, membran, organoclay, polymeric clay, pillared clay, nanoclay dan produksi katalis[16-17]. Bentonit telah digunakan secara luas sebagai adsorben ion- ion logam berat selain zeolit [18-25]. Menurut K. G. Bhattacharyya dan S. Sen Gupta, salah satu mineral yang umum dan penting dari bentonit ialah montmorilonit yang telah terbukti sebagai adsorben untuk menghilangkan logam berat dan senyawa organik beracun. Salah satu karakteristik tertentu yang dimiliki oleh bentonit adalah kemampuan daya pengembang dan daya serapnya yang tidak dimiliki oleh jenis mineral lain. Sifat-sifat tersebut menyebabkan bentonit baik digunakan dalam dunia industri. Sejumlah penelitian telah melakukan modifikasi bentonit alam untuk mengadsorpsi logam berat dan senyawa organik. Modifikasi bentonit dengan pilarisasi biasanya menggunakan agen pemilar yang umumnya polioksokation seperti Zr4+, Al3+, Si4+, Ti4+, Fe3+, Cr3+, Ga3+, dan lain- lain. Modifikasi bentonit terpilar seperti dengan surfaktan dan polielektrolit juga telah
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
3
dipelajari. Adsorpsi logam beracun yang telah umum dipelajari yaitu, As, Cd, Cr, Co, Cu, Fe, Pb, M, Ni, Zn, dan lain- lain. Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa montmorilonit dan montmorilonit termodifikasi memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan kaolinit serta kaolinit termodifikasi[26-33]. Sintesis lapisan film polielektrolit dengan teknik adsorpsi Layer by Layer (LbL) antara polielektrolit atau surfaktan kationik dan anionik adalah metode yang menjanjikan untuk memodifikasi permukaan yang dapat dikendalikan dengan baik, mudah, dan murah. Aplikasi hasil sintesis dapat dimanfaatkan untuk metode adsorpsi, katalis, elektrokimia dan lain- lain. Studi lapisan film polielektrolit dengan teknik adsorpsi Layer by Layer (LbL) berdasarkan kekuatan ikatan elektrostatik populer sejak Decher dan rekan kerja membangun lapisan dari polimer yang memiliki muatan berlawanan pada substrat dengan level kontrol molekuler untuk pembentukan multilayer pada substrat dimana berbagai macam material dapat di adsorpsi dalam struktur multilayer yang terbentuk, seperti ionion logam berat, surfaktan, zat warna[34-36]. Penelitian- penelitian sebelumnya banyak menggunakan zeolit untuk dimodifikasi dengan polielektrolit ganda dengan teknik Layer by Layer dan diaplikasikan untuk adsorben surfaktan, seperti yang dilakukan oleh Bernat Hie telah berhasil membuat Polyelectrolyte Bilayer – Modified Zeolite menggunakan polielektrolit PAH/PSS sebagai adsorben SDS dan HDTMA-Br, Alex Iskandar telah berhasil mengadsorpsi HDTMA-Br dan SDBS terhadap Polyelectrolyte Bilayer-Modified Zeolite (PEB-MZ) PAH/ PAA pada substrat zeolit Clinoptilolite, dan Hellen Stephanie telah berhasil memodifikasi zeolit menggunakan polielektrolit PDDA/PSS (Polyelectrolyte Bilayer – Modified Zeolite) untuk adsorpsi surfaktan HDTMA-Br dan SDS[37-39]. Sedangkan Albentonit banyak ditemukan dengan modifikasi menggunakan surfaktan/ polielektrolit dan diaplikasikan untuk adsorben ion logam berat dan senyawa organik, seperti yang dilakukan oleh R. Wibulswas mengenai adsorpsi fenol menggunakan bentonit terpilar Al yang dimodifikasi dengan HDTMA[40]. Memodifikasi Al-bentonit dengan polielektrolit ganda dan diaplikasikan untuk adsorben ion-ion logam berat masih sulit ditemukan. Oleh karena itu,
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
4
penelitian ini dilakukan sintesis PEBAB (Polielectrolyte Bilayer Al-Bentonit) dan diaplikasikan sebagai adsorben ion- ion logam berat. Bentonit dipilih sebagai adsorben ion logam karena kelimpahan yang tinggi di alam, ekonomis, dan memiliki kemampuan adsorpsi yang besar. Bentonit dipilarisasi dengan polikation Al dan permukaannya dimodifikasi dengan PDDA dan PSS menggunakan metode layer by layer. Hal ini dilakukan bertujuan untuk meningkatkan daya adsorpsi ion logam berat. Interaksi elektrostatik antara PSS yang merupakan polianion yang bermuatan negatif dengan ion-ion logam berat yang bermuatan positif akan terjadi ikatan melalui pertukaran ion. Selanjutnya pengambilan kembali zat yang telah menjadi adsorben logam berat tersebut (regenerasi). Proses regenerasi sangat dibutuhkan dalam industri untuk menghemat pengeluaran dalam pembentukan adsorben limbah logam berat. Proses regenerasi dilakukan dengan EDTA untuk menarik ion logam berat yang telah berikatan dengan PEBAB. Dari penelitian ini, diharapkan dapat menjadi solusi yang baik bagi permasalahan lingkungan seperti pencemaran akibat limbah logam berat dalam perairan.
1.2 Perumusan Masalah a. Apakah modifikasi Al-bentonit dengan PDDA-PSS dapat meningkatkan daya adsorpsinya terhadap ion logam tertentu? b. Hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi adsorpsi Polielectrolyte Bilayer Al-bentonit (PEBAB) terhadap ion logam berat? c. Apakah banyaknya lapisan PDDA mempengaruhi kondisi optimum PSS? d. Apakah konsentrasi PSS mempengaruhi daya adsorpsi PEBAB terhadap ion logam berat? e. Apakah proses regenerasi dapat dilakukan untuk memperoleh PEBAB kembali?
1.3 Hipotesis a. PEBAB dapat meningkatkan adsorpsi terhadap ion-ion logam berat dan memiliki tingkat selektivitas yang tinggi terhadap ion logam berat tertentu. b. Konsentrasi dan pH mempengaruhi adsorpsi PEBAB terhadap ion logam selektif.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
5
c. Jumlah lapisan PDDA mempengaruhi kondisi optimum pelapisan PSS. d. Konsentrasi PSS mempengaruhi daya adsorpsi PEBAB terhadap ion logam. e. Penambahan EDTA dapat meregenerasi PEBAB. 1.4 Tujuan Penelitian a. Melakukan pilarisasi pada bentonit menggunakan polikation Al. b. Memodifikasi bentonit terpilar Al dengan PDDA-PSS dan mencari kondisi optimum pelapisan PDDA dan PSS. c. Mengaplikasikan bentonit terpilar Al yang telah dimodifikasi dengan PDDA dan PSS sebagai adsorben ion logam berat Cu(II), Zn(II), Pb(II), Cd(II) ,Co(II), ion logam campuran dan mencari kondisi optimumnya. d. Mempelajari interaksi antar bentonit terpilar dengan PDDA dan PSS serta interaksi PDDA-PSS dengan ion logam berat. e. Mengamati keberhasilan modifikasi permukaan menggunakan PDDA dan PSS. f. Melakukan proses regenerasi menggunakan Na-EDTA untuk mendapatkan PEBAB kembali.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka dari Penelitian yang Telah Dilakukan -
Hutson, N.D., Hoekstra, M.J., dan Yang, R.T. [41] melakukan karakterisasi pilarisasi bentonit Wyoming dan Cheto (Arizona). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pilarisasi bentonit paling efisien terjadi pada rasio OH / Al sebesar 2,2 karena menghasilkan luas permukaan tertinggi secara keseluruhan dan volume mikropori terbesar.
-
Okoye, I.P dan Obi, C.[42] mempelajari tentang sintesis dan karakterisasi bentonit yang dipilarisasi dengan polikation Al. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pilarisasi pada bentonit dapat meningkatkan basal spacing sebesar 18,0 Å dan meningkatkan luas permukaan dari 29,99 mg -2 (sebelum pilarisasi) menjadi 49,86 mg-2 (setelah pilarisasi).
-
Yan, Liang-guo., Shan, Xiao-quan., Wen, Bei.,dan Owens, Gary[43] mengenai pilarisasi montmorilonit pada kondisi asam yang diaplikasikan untuk menghilangkan ion logam Cd2+. Hasil penelitian menunjukkan bahwa basal spacing, luas permukaan spesifik dan volume pori total meningkat karena interkalasi polyoxycation setelah pilarisasi dan montmorilonit berpilar pada pH 5 - 6,5 membuat daya adsorpsi Cd2+ meningkat.
-
Bekri-Abbes, Imen., Bayoudh, Sami., dan Baklouti, Mohamed[44] membuktikan kemungkinan penggunaan limbah polistiren (styrofoam) sebagai adsorben ion logam seperti ion Cd(II) dan Pb(II) melalui reaksi sulfonasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya adsorpsi ion Cd(II) lebih besar daripada ion Pb(II) sebesar 0,29 mmol / g untuk Pb dan 0,6 mmol / g untuk Cd karena jari – jari ion Cd(II) lebih kecil daripada ion Pb(II). Hasil analisis adsorpsi diperoleh pada berbagai konsentrasi menunjukkan bahwa adsorpsi pola pada resin diikuti isoterm Langmuir.
6
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
7
-
McAloney, Richard A., Dudnik, Vyacheslav., dan Goh, M. Cynthia[45] membuktikan bahwa adanya pengaruh konsentrasi garam (dibuat dari 1M NaCl) pada morfologi lapisan polielektrolit multilayer Polydiallyldimethyl ammonium Chloride / Polystyrene Sulfonate (PDDA/PSS) dengan menggunakan atomic force microscopy (AFM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lapisan polielektrolit akan mengembang di dalam larutan garam dan konsentrasi garam yang sangat tinggi dapat merusak polielektrolit.
-
Dee Panda, Rosadalima[46] mengenai modifikasi bentonit yang dipilarisasi dengan polikation Al dan N-Cetyl-N,N,N-Trimethyl-Ammonium Bromide (CTAB) sebagai template. Namun, hasil yang diperoleh ternyata Al-MMT dengan CTAB memiliki nilai basal spacing dan luas permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan Al-MMT tanpa CTAB. Oleh karena itu, pada penelitian lanjutan ini, pilarisasi dilakukan tanpa menggunakan surfaktan CTAB sebagai template. Kemudian dimodifikasi dengan kitosan pada permukaan montmorilonit sehingga dapat digunakan sebagai adsorben ion logam berat Pb(II), Cd(II), Zn(II), Co(II), dan Cu(II) dan dilakukan perbandingan antara Na-bentonit, Al-bentonit, dan Al-bentonitkitosan untuk tiap ion – ion logam berat.
-
Yolani, Deagita[47] melakukan pilarisasi bentonit dengan dan tanpa adanya template surfaktan CTAB. Alasan digunakan CTAB untuk memudahkan masuknya polikation Al ke dalam interlayer bentonit, menyeragamkan basal spacing atau ruang antar lapis dan membuat pilar sementara. Namun, hasil yang diperoleh ternyata Al-MMT dengan CTAB memiliki nilai basal spacing dan luas permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan AlMMT tanpa CTAB. Oleh karena itu, pada penelitian lanjutan ini, pilarisasi dilakukan tanpa menggunakan surfaktan CTAB sebagai template. Kemudian dimodifikasi dengan Polydiallyl Dimethyl Ammonium (PDDA) pada permukaan bentonit sehingga dapat digunakan sebagai adsorben surfaktan anionik Sodium Dodecyl Benzene-Sulfonate (SDBS).
-
Hellen Stephanie[39] mengenai zeolit yang berhasil dimodifikasi dengan polielektrolit ganda Polydiallyldimethyl ammonium Chloride / Polystyrene
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
8
Sulfonate (PDDA/PSS) pada permukaan menggunakan teknik adsorpsi Layer by Layer sehingga dapat diaplikasikan sebagai absorben surfaktan kationik Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) dan surfaktan anionik Hexadecyltrimethyl ammonium – Bromide (HDTM-Br). 2.2 Studi Literatur
2.2.1 Bentonit Bentonit merupakan sumber daya mineral yang melimpah terdapat di Indonesia. Mineral bentonit memiliki diameter kurang dari 2 μm yang terdiri dari berbagai macam mineral phyllosilicate yang mengandung silika, aluminium oksida dan hidrosida yang dapat mengikat air. Cadangan bentonit di Indonesia tersebar di P. Jawa, P. Sumatera, sebagian P. Kalimantan dan P. Sulawesi cukup berlimpah sebesar ± 380 juta ton merupakan aset potensial yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu : a. Tipe Wyoming (Na-bentonit – Swelling bentonit) Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih atau krim, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktivasi, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion sodium (Na+). b. Ca-bentonit (non swelling bentonit) Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai sifat menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi koloidal memiliki pH 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Penggunaan bentonit dalam proses pemurnian minyak goreng perlu aktivasi terlebih dahulu.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
9
Kandungan utama bentonit adalah mineral montmorilonit (80%) dengan rumus kimia Mx(Al4-xMgx)Si8O20(OH)4.nH2O. Kandungan lain dalam bentonit merupakan pengotor dari beberapa jenis mineral seperti kwarsa, ilit, kalsit, mika dan klorit. Struktur montmorilonit terdiri dari 3 layer yang terdiri dari 1 lapisan alumina (AlO6) berbentuk oktahedral pada bagian tengah diapit oleh 2 buah lapisan silika (SiO4) berbentuk tetrahedral. Diantara lapisan oktahedral dan tetrahedral terdapat kation monovalent maupun bivalent, seperti Na +, Ca2+ dan Mg2+ (lihat Gambar 2.1) dan memiliki jarak (d-spacing) sekitar 1,2 – 1,5 μm[ 48]. Montmorilonit secara alamiah mengalami proses substitusi isomorfis dari Al3+ untuk Si4+ pada tetrahedral dan Mg2+ atau Fe2+ untuk Al3+ pada oktahedral menghasilkan muatan negatif pada permukaan bentonit, hal ini diimbangi dengan kation di lapisan interlayer[49].
Gambar 2.1. Struktur Bentonit[50] 2.2.2 Lempung Terpilar Pilarisasi adalah proses dimana senyawa berlapis baik material mikro dan/atau mesopori dirubah menjadi bersifat stabil terhadap panas, dengan cara tetap mempertahankan struktur berlapisnya. Terdapat 3 kriteria dalam pemilaran, yaitu (i) terjadi melalui proses interkalasi, umumnya dengan proses tukar kation
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
10
pada interlayer anorganik dengan kationik agen pemilar, serta mengakibatkan peningkatan d001 spacing sekurang-kurangnya 0,7 nm, (ii) material yang terpilar harus mampu mengembang (swelling), dan (iii) basal spacing tidak berubah walaupun materi dipanaskan sekurang-kurangnya 200o C (pada beberapa kasus hingga 700-800oC), dalam kondisi hidrat atau anhidrat dan ketika pH divariasikan. Mekanisme pilarisasi dapat dilihat pada Gambar 2.2[51,52] .
Gambar 2.2. Mekanisme pilarisasi[42]
Dari sekian banyak agen pemilar, yang sering dipakai adalah polioksokation atau polihidroksi berbasis logam, seperti Al, Zr, Ti, Cr, Fe, dan Ga[53]. Namun polikation Al merupakan agen pemilar yang paling banyak digunakan karena mampu meningkatkan basal spacing yang paling besar dan seragam.
Gambar 2.3. Struktur polikation Al model Keggin [50]
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
11
2.2.3 Polielektrolit[54,55] Polielektrolit adalah suatu senyawa polimer yang apabila dilarutkan dalam air atau pelarut dapat terionisasi membentuk molekul polimer yang bermuatan. Polielektrolit ini mengandung gugus-gugus bermuatan di sepanjang rantainya. Kehadiran gugus bermuatan pada unit berulang (monomer) memberi efek yang besar terhadap sifat polielektrolit. Gugus bermuatan ini meningkatkan kelarutan polimer dalam air dibandingkan dengan polimer tidak bermuatan. Polielektrolit memiliki sifat yang mirip dengan elektrolit (garam), yaitu dapat menghantarkan listrik (konduktif) dan memiliki kekentalan tertentu.
2.2.3.1 Jenis- Jenis Polielektrolit Berdasarkan muatan pada rantai, polielektrolit digolongkan menjadi: a) Polikation Polikation adalah polielektrolit yang terionisasi dalam larutan membentuk molekul polielektrolit bermuatan positif. Salah satu contoh polikation ialah poly(diallyldimethylammonium) (PDDA).
H3C
N
+ CH3
H3C
N
+ CH3
H3C
N
+ CH3
.
.
H3C
N
+
CH3
H3C
N
+
CH3
H3C
N
+
CH3
n
Gambar 2.4. Struktur PDDA PDDA mudah tersolvasi dalam air pada pH 5,0 – 14,0, memiliki stabilitas hidrolisis yang baik dan bersifat non-toksik pada manusia. PDDA memiliki berat molekul sekitar 350.000 gram/mol dan n ≈ 574. b) Polianion Polianion merupakan polielektrolit yang akan menghasilkan molekul polimer bermuatan negatif ketika terdisosiasi dalam larutan. Salah satu contoh polianion ialah polystyrene sulfonate (PSS). PSS merupakan polimer stabil, bersifat hidrofilik, memiliki berat molekul sekitar 70.000 gram/mol dan n ≈ 484.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
12
Polianion ini banyak digunakan dalam industri untuk bahan penukar ion, adhesif, membran untuk ultrafiltrasi, membran fuel cell, transfer ion dalam sistem pemurnian elektromigrasi, katalis. SO 3-
SO 3-
SO 3-
.
.
SO 3-
SO 3-
SO 3n
Gambar 2.5. Struktur PSS c. Polyampholyte Polyampholyte adalah polielektrolit yang mengandung gugus kationik dan anionik pada unit monomer yang sama maupun berbeda dan akan menghasilkan polimer bermuatan positif dan negatif ketika terdisosiasi dalam larutan. Contoh: asam amino dalam protein.
2.2.3.2 Konformasi Polielektrolit Polielektrolit dalam larutan yang kuat ionnya rendah cenderung membentuk struktur rantai yang memanjang dan uncoiled karena gaya tolak intramolekuler dari muatan pada masing-masing unit rantai monomer makromolekul. Namun, ketika kuat ion dari larutan meningkat, rantai polielektrolit menjadi lebih tebal dan coiled karena muatannya tertutupi oleh ionion bermuatan dari larutan yang kuat ion nya besar (larutan garam) dan mengarah ke bentuk polimer konvensional (identik dengan rantai netral dalam pelarut yang baik). Karakter unik dari polielektrolit ini sangat mempengaruhi sifat ketebalan, homogenitas, stabilitas dan permeabilitas dalam memodifikasi suatu zat sintetik dan bertanggung jawab dalam proses pembuatan lapisan film dengan teknik layer by layer.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
13
Konformasi polielektrolit dalam larutan diterangkan dengan elektrostatik blob model, dimana suatu polielektrolit tidak bermuatan atau muatannya sangat kecil, maka interaksi elektrostatik tidak muncul dan rantai polielektrolit bersifat random. Jika muatan polielektrolit tinggi, maka rantai polielektrolit akan meregang karena tolakan elektrostatik antar unit monomernya. Polielektrolit dalam larutan yang mengandung konsentrasi garam rendah, cenderung dalam bentuk linear dan tidak melingkar (uncoil). Hal ini dimungkinkan karena tolakan intramolekuler dari gugus-gugus bermuatan pada unit monomer polielektrolit menyebabkan rantai polielektrolit lebih lurus (flat). Sedangkan dalam larutan yang mengandung konsentrasi garam tinggi, polielektrolit cenderung dalam bentuk yang lebih melingkar (coil), disebabkan karena efek penetralan muatan polielektrolit oleh kehadiran counterion dari garam yang berlebihan dalam larutan.
Gambar 2.6. Konformasi polielektrolit[55]
2.2.3.3 Polyelectrolyte Bilayer (PEB) Polielektrolit telah banyak diaplikasikan pada pembentukan material baru yang dikenal sebagai Polyelectrolyte Bilayer (PEB). Bilayer diartikan sebagai deposisi satu lapisan polikation atau polianion diikuti dengan deposisi satu lapisan polianion atau polikation yang berlawanan muatan pada suatu substrat sehingga dapat terjadi interaksi dan terbentuklah lapisan bilayer. Pada setiap lapisan polielektrolit terdapat kelebihan muatan sehingga memungkinkannya untuk digunakan mengadsorpsi senyawa – senyawa yang bermuatan berlawanan dengan muatan polielektrolit [39]. Struktur polyelectrolyte bilayer diilustrasikan pada Gambar 2.7.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
14
Gambar 2.7. Ilustrasi struktur polyelectrolyte bilayer
Gambar 2.8. Teknik Layer by Layer[56] Pada Gambar 2.8 (a), substrat bermuatan negatif akan dilapisi oleh polikation dengan proses perendaman, sehingga permukaan substrat akan ternetralkan oleh muatan positif dari polikation dan terdapat kelebihan muatan positif dipermukaan substrat (b-c). Kemudian dilakukan proses pencucian terlebih dahulu sebelum pelapisan kedua, dengan tujuan untuk menyingkirkan polikation yang tidak terikat kuat pada substrat sehingga dihasilkan permukaan yang lebih homogen. Selanjutnya muatan positif pada permukaan tersebut digunakan untuk adsorpsi polianion (d-e), sehingga dapat menetralkan permukaan polikation yang
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
15
telah terlapisi pada substrat dan terdapat kelebihan muatan negatif pada permukaan tersebut (f) yang selanjutnya digunakan untuk adsorpsi senyawa yang muatannya berbeda. 2.2.4 Logam Berat[57,58] Pada tabel sistem periodik, logam berat terletak pada sudut kanan bawah dengan berat jenis lebih besar 5 g/cm3. Logam berat memiliki afinitas yang tinggi terhadap unsur belerang dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7. Logam berat dapat berikatan dengan belerang dan enzim, yang dapat menyebabkan enzim yang bersangkutan tidak aktif dan juga dapat mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalisis penguraian. Sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari unsur-unsur Hg, Pb, Cu, Cd dan Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co. Sedangkan yang bersifat toksik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe. Walaupun logam berat dapat mengakibatkan keracunan atas makhluk hidup, sebagian dari logam-logam berat tersebut dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit oleh makhluk hidup dinamakan sebagai logam-logam esensial tubuh. a. Logam Cd Kadmium dalam air berasal dari pembuangan industri dan limbah pertambangan. Logam ini sering digunakan sebagai pigmen pada keramik, dalam penyepuhan listrik, pada pembuatan alloy, dan baterai alkali. Keracunan kadmium dapat bersifat akut dan kronis. Efek keracunan yang dapat ditimbulkannya berupa penyakit paru-paru, hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistem ginjal dan kelenjer pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang. Biota- biota yang tergolong bangsa udang- udangan (crustacea) akan mengalami kematian dalam selang waktu 24- 504 jam bila dalam badan perairan dimana biota ini hidup terlarut logam atau persenyawaan Cd pada rentang konsentrasi 0,005-0,15 ppm. b. Logam Zn Seng (zinck) adalah unsur kimia dengan lambang Zn, nomor atom 30 dan massa atom relatif 65,39. Seng tidak diperoleh dengan bebas di alam, melainkan dalam bentuk terikat. Mineral yang mengandung seng di alam bebas antara lain
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
16
calamite (ZnCO3), willemite (ZnSiO4), dan zinck blade (ZnS). Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan untuk biota laut adalah 0,05 ppm. Zn bersifat racun dalam kadar tinggi, namun dalam kadar rendah dibutuhkan oleh organisme sebagai ko-enzim. c. Logam Cu Tembaga (cuprum; Cu) merupakan elemen kimia pada tabel periodik yang mempunyai nomor atom 29. Tembaga merupakan logam yang mempunyai konduktifitas termal dan elektrik yang cukup tinggi, sehingga banyak digunakan sebagai konduktor elektrik dan termal. Konsumsi tembaga yang baik bagi manusia adalah 2,5 mg/kg berat tubuh/hari bagi orang dewasa dan 0,05 mg/kg berat tubuh/hari untuk anak- anak dan bayi. Pada manusia, Cu dikelompokkan ke dalam metalloenzim dalam sistem metabolismenya. Gejala- gejala yang dapat dideteksi sebagai akibat keracuan Cu adalah mual, muntah, diare, bahkan dapat menimbulkan penyakit Wilson dan Kinsky. Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan perairan tempat hidupnya. Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0,01 ppm, akan mengakibatkan kematian bagi fitoplankton. Tembaga (Cu) biasa digunakan dalam industri cat, industri insektisida, industri petroleum, dan lain- lain. d. Logam Pb Timbal atau dikenal sebagai ion Pb (II) dalam susunan unsur merupakan logam berat yang dapat secara alami dalam kerak bumi dan tersebar di alam dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk latusan gunung berapi. Pb merupakan logam lunak berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh 327,5oC dan titik didih 1,740oC pada tekanan atmosfer. Timbal mempunyai nomor atom terbesar dari semua unsur yang stabil yaitu 82 dengan berat atom sebesar 207,19 g/mol. Namun logam ini sangat beracun yang dapat merusak sistem syaraf jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang dalam jangka waktu yang lama. Manusia terpapar oleh Pb dalam batasan normal (< 40µg Pb/100 mL darah). Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/L, dapat membunuh ikan- ikan. Timbal (Pb) biasa digunakan dalam industri penambangan, industri baterai, industri cat, dan lain-lain.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
17
e. Logam Co Logam Co merupakan logam berat yang dalam jumlah dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Toksisitas akut kobalt dapat diamati sebagai efek pada paru-paru, asma, pneumonia, dan sesak napas. Pada tahun 1960, beberapa pabrik bir menambahkan kobalt dalam bir untuk menstabilkan busa. Beberapa orang yang minum dalam jumlah besar bir mengalami mual, muntah, dan efek serius pada jantung. Namun, efek pada jantung tidak terlihat pada orang yang mengidap anemia atau wanita hamil. Co memiliki berat molekul sekitar 58.9332 dengan titik leleh 1495 oC. Konsentrasi Co yang mencapai 150 mg/L, dapat merusak kelenjar gondok bagi manusia. Kobalt (Co) banyak digunakan dalam industri kimia, industri baterai, serta dalam pembakaran minyak dan batubara. 2.2.5 Adsorpsi[59,60] Adsorpsi ialah gejala pengumpulan molekul- molekul suatu zat pada permukaan zat lain, sebagai akibat ketidakseimbangan gaya- gaya pada permukaan tersebut. Zat yang teradsorpsi disebut adsorbat dan zat pengadsorpsi disebut adsorben. Peristiwa adsorpsi terjadi karena adsorben mempunyai poripori partikel/molekul atau gugus-gugus yang dapat berikatan secara kimia dengan zat yang akan diserap.
Gambar 2.9. Proses adsorpsi[61]
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
18
2.2.5.1 Isoterm Adsorpsi a. Isoterm Adsorpsi Langmuir Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan atas beberapa asumsi, yaitu (a) adsorpsi hanya terjadi membentuk lapisan tunggal (monolayer), (b) panas adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan, dan (c) semua situs dan permukaannya bersifat homogen. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis berdasarkan kecepatan adsorpsi dan desorpsi pada kesetimbangan. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat dituliskan sebagai berikut:
merupakan jumlah adsorbat teradsorpsi per satuan berat adsorben pada kesetimbangan, Ce adalah konsentrasi kesetimbangan adsorbat setelah adsorpsi (yang tidak terserap), KL adalah konstanta Langmuir dan qm adalah jumlah adsorbat teradsorpsi pada saat terbentuk monolayer (maksimum). b. Isoterm Adsorpsi Freundlich Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich didasarkan atas terbentuknya lapisan multilayer dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Namun pada adsorpsi Freundlich situs-situs aktif pada permukaan adsorben bersifat heterogen. Isoterm Freundlich yang diperoleh secara empiris didefinisikan sebagai berikut:
=
Kf merupakan konstanta Freundlich,
: eksponen Freundlich.
2.2.6 Etylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA) EDTA adalah suatu asam poliprotik yang mempunyai pasangan elektron pada dua gugus amina dan empat pada gugus karboksilatnya. Senyawa ini
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
19
merupakan suatu ligan yang bersifat heksadentat (terdapat enam pasang elektron bebas) yang biasanya akan membentuk kompleks kelat yang kuat . Dalam pembentukan kelat, keenam donor elektronnya bersama-sama mengikat satu ion inti dengan membentuk lingkaran kelat.
Gambar 2.10. Struktur EDTA Karena kuatnya kompleks yang dibentuk dengan EDTA maka EDTA banyak digunakan dalam industri makanan atau dalam bidang kedokteran.
2.2.7 Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Gambar 2.11. Skema alat FTIR Spektrofotometer FTIR dapat digunakan untuk mendeteksi gugus fungsi, mengidentifikasi senyawaan dan menganalisis campuran. Prinsip FT-IR adalah serapan dari senyawa dengan tingkat energi vibrasi dan rotasi pada ikatan kovalen yang mengalami perubahan momen dipol dalam suatu molekul. Radiasi IR yang
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
20
umumnya dipakai untuk analisis instrumental adalah daerah bilangan gelombang 4000-670 cm-1. Bentuk dan struktur molekul menjadi penentu terjadinya interaksi radiasi IR dengan molekul. Hanya molekul diatomik tertentu misalnya H 2, N2 dan O2 yang tidak dapat mengabsorbsi IR karena vibrasi dan rotasinya tidak menghasilkan perubahan momen dipole[62].
2.2.8 Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas[63]. Prinsip dari metode ini yaitu diperlukan sumber cahaya dari luar yang memancarkan sinar dengan panjang gelombang tertentu, yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk mengubah tingkat energi elektronik dari tingkat dasar ke tingkat eksitasi suatu unsur. Sinar dengan panjang gelombang yang diperlukan ini dilewatkan nyala yang mengandung unsur yang akan diukur. Perbedaan antara intensitas sinar mula-mula dengan intensitas sinar yang diteruskan diukur dan perbedaan ini sebagai nilai absorban dan besarnya berbanding lurus dengan konsentrasi unsur yang mengabsorpsi sinar tersebut [62].
Gambar 2.12. Prinsip peralatan AAS
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
21
2.2.9 X-ray Diffraction (XRD) Karakterisasi dengan XRD digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg :
nλ = 2dsinθ ; n = 1,2,... Dengan λ adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, d adalah jarak antara dua bidang kisi, θ adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal, dan n adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan. Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X (JCPDS) untuk hampir semua jenis material. Metode difraksi sinar X digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan tipis yang terbentuk. Sampel diletakkan pada sampel holder difraktometer sinar X. Proses difraksi sinar X dimulai dengan menyalakan difraktometer sehingga diperoleh hasil difraksi berupa difraktogram yang menyatakan hubungan antara sudut difraksi 2θ dengan intensitas sinar X yang dipantulkan. Untuk difraktometer sinar X, sinar X terpancar dari tabung sinar X. Sinar X didifraksikan dari sampel yang konvergen yang diterima slit dalam posisi simetris dengan respon ke fokus sinar X. Sinar X ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
22
analisa pulsa tinggi. Teknik difraksi sinar x juga digunakan untuk menentukan ukuran kristal, regangan kisi, komposisi kimia dan keadaan lain yang memiliki orde yang sama.
Gambar 2.13. Instrumentasi XRD
2.2.10 Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis)
Gambar 2.14. Prinsip spektrofotometer UV-Vis Penyerapan sinar tampak atau ultraviolet oleh suatu molekul yang dapat menyebabkan eksitasi elektron dalam orbital molekul tersebut dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrum UV-Vis pada umumnya diambil dari larutan berwarna. Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan berwarna tersebut, maka radiasi dengan panjang gelombang
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
23
tertentu akan diserap secara selektif sedangkan yang lainnya akan diteruskan. Alat ini mengukur intensitas dari cahaya yang melewati sebuah sampe (I1) dan membandingkannya dengan intensitas cahaya sebelum melalui sampel (Io). Rasio I1/Io disebut dengan transmitan dan biasanya diekspresikan sebagai presentase. Pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis dapat menghasilkan informasi berupa absorbansi larutan. Hubungan antara absorbansi dan konsentrasi dapat dinyatakan dengan Hukum Lambert-Beer. Salah satu syarat hukum Lambert Beer yaitu sinar yang dipakai harus monokromatis.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Peralatan dan Bahan
3.1.1
Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: labu ukur, pipet
volumetri, pipet tetes, pipet ukur, gelas beaker, batang pengaduk, botol semprot, bulb, spatula, tabung reaksi, mortar, tabung sentrifuge, desikator, neraca analitik (Adam), oven (Memmert), termometer, sentrifuge (Fisher Centrific Model 228), tanur, cawan penguap, gelas ukur, pHmeter (Metrohm 744), crucible tong, ring stand, ayakan 200 mesh, magnetic stirrer (Ika Work), furnace (Naberthem), buret, botol timbang, botol coklat, dan corong. Selain itu, juga digunakan alat-alat uji untuk karakterisasi, yakni Fourier Transform Infra Red (FTIR) Shimadzu IR Prestige-21, Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) Shimadzu AA-6300, X-ray Diffraction (XRD) Shimadzu 7000, dan Spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 2450.
3.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bentonit alam (dari Tapanuli, Sumatera Utara) dan aquabides (PT. Widatra Bhakti). Digunakan pula bahan-bahan kimia yang berkualitas pro analis dari Merck, yaitu AgNO3, NaCl, NaOH, AlCl3.6H2O, Na-EDTA, Pb(NO3)2, Co(NO3)2.6H2O, Zn(NO3)2. 4H2O, Cd (NO3)2.4H2O, dan Cu(NO3)2.3H2O. Sedangkan NaPSS diperoleh dari fluorochem dan PDDACl diperoleh dari Aldrich dengan kualitas pro analis.
24
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
25
3.2
Prosedur Kerja
3.2.1 Sintesis Na-Bentonit 3.2.1.1 Preparasi Bentonit Alam Sebanyak 200 gram bentonit alam yang telah digerus, dipanaskan dalam oven pada suhu 110 0C selama 2 jam. Bentonit yang telah kering disaring menggunakan ayakan berukuran 200 mesh. Karakterisasi bentonit alam dilakukan dengan FTIR. 3.2.1.2 Fraksinasi Bentonit Sebanyak 150 gram bentonit dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan 1500 L aquabides. Campuran diaduk dengan stirrer selama 30 menit, kemudian didiamkan selama 5 menit. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan cara dekantasi. Endapan ini disebut sebagai fraksi satu (F1). Suspensi sisa fraksi satu didiamkan kembali selama 2 jam. Endapan yang didapat disebut sebagai fraksi dua (F2). Endapan dari fraksi dua dikeringkan dalam oven pada suhu 110 0
C hingga beratnya konstan, lalu disaring menggunakan ayakan berukuran 200
mesh. 3.2.1.3 Penjenuhan dengan NaCl Sebanyak 75 gram bentonit fraksi dua disuspensikan ke dalam 1500 mL larutan NaCl 1 M, kemudian diaduk selama 24 jam pada suhu 70 oC. Endapan hasil dekantasi dicuci dengan aquabides hingga bebas Cl- yang dibuktikan dengan penambahan 2 tetes AgNO3 1 M pada 10 mL filtrat sampai tidak terbentuk endapan putih AgCl. Selanjutnya endapan dikeringkan dalam oven pada suhu 110 0
C hingga beratnya konstan. Endapan Na-bentonit digerus dan diayak
menggunakan ayakan berukuran 200 mesh, kemudian dikarakterisasi dengan FTIR dan XRD.
3.2.2 Penentuan Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) Sebanyak 1 gram Na-bentonit dalam beaker 100 mL ditambahkan 10 mL metilen biru 0,015 M dan diaduk selama 30 menit lalu ditambahkan 15 mL
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
26
aquabides dan diaduk hingga merata. Selanjutnya, campuran disentrifuge untuk memisahkan padatan dan filtratnya. Sebanyak 5 mL filtrat kemudian diencerkan pada labu ukur 100 mL dengan aquabides dan diukur absorbansinya menggunakan Uv-Vis dengan λ = 668 nm. Selisih konsentrasi metilen biru sebelum dan sesudah dicampurkan dengan Na-bentonit digunakan untuk menghitung nilai KTK. Dibuat deret standar dari metilen biru dengan konsentrasi 5x10-6, 1x10-5, 2x10-5,dan 3x10-5 M.
3.2.3 Pilarisasi Na-Bentonit 3.2.3.1 Sintesis Polikation Al Larutan pemilar polikation Al dibuat dengan cara menambahkan secara perlahan 495 mL NaOH 0,2 M ke dalam 450 mL AlCl3.6H2O 0,1 M (rasio OH/Al 2,2) sambil diaduk selama proses percampuran. Larutan campuran didiamkan selama 2 hari. 3.2.3.2 Pembuatan Suspensi Na-Bentonit Suspensi Na-bentonit dibuat dengan cara menimbang sebanyak 5 gram Nabentonit (agar proporsi Al/ bentonit yang didapat sebanyak 9 mmol/gram), untuk selanjutnya dibuat 2% suspensi Na-bentonit dengan menambahkan 250 mL aquabides sambil diaduk selama proses percampuran pada suhu ruang. 3.2.3.3 Pilarisasi Pilarisasi dilakukan dengan mencampurkan 945 mL larutan polikation Al secara perlahan ke dalam suspensi Na-bentonit, kemudian diaduk selama 24 jam pada suhu ruang. Campuran lalu disentrifuge dan endapan dicuci dengan aquabides sampai sisa Cl- hilang (negatif terhadap uji AgNO3). Endapan lalu dikeringkan pada suhu 40˚ C selama 3 hari dan dikalsinasi secara bertahap dari 400 (15 menit) - 500 (15 menit) - 600˚ C (3 jam). Padatan yang didapat dari pilarisasi Na-bentonit menggunakan polikation Al dinamakan Al-bentonit. Karakterisasi Al-bentonit dilakukan dengan FTIR dan XRD.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
27
3.2.4 Modifikasi Al-Bentonit 3.2.4.1 Pembuatan Larutan PDDACl Larutan PDDACl 5x10-4; 0,04 M NaCl dibuat dengan cara mencampurkan 0,234 gram NaCl dan 16,83 mL PDDACl yang kemudian diencerkan pada labu ukur 100 mL. 3.2.4.2 Pembuatan Larutan NaPSS Larutan NaPSS; 0,04 M NaCl dibuat dengan cara menambahkan 0,0585 gram NaCl dengan 0,875; 3,5; dan 8,75 gram NaPSS secara berurutan untuk mendapatkan konsentrasi PSS, yaitu PSS 5x10-4, 2x10-3, dan 5x10-3 M yang kemudian diencerkan pada labu ukur 25 mL. 3.2.4.3 Modifikasi Al-Bentonit dengan PDDACl dan NaPSS Modifikasi Al- bentonit dengan PDDACl dilakukan dengan menambahkan 50 mL larutan PDDACl 5x10-4; 0,04 M NaCl ditambahkan ke dalam 2 gram Albentonit. Campuran diaduk selama 8 jam dan diendapkan semalam. Hasil campuran disentrifuge, dicuci dengan ±10 mL aquabides dan residu dikeringkan pada suhu ±40 oC hingga beratnya konstan. Residu ini disebut dengan PMAB (Polymer Modified Al-Bentonit) satu kali pelapisan. Hal yang sama dilakukan pada PMAB satu kali pelapisan untuk memperoleh dua kali pelapisan hingga didapatkan PMAB empat kali pelapisan yang kemudian dilakukan analisis gravimetri untuk mendapatkan lapisan PDDA yang optimum. Analisis PMAB secara gravimetri dilakukan dengan menimbang krus porselen kosong lalu ditambahkan 0,04 gram PMAB lapisan I- IV pada tiap krus porselen, kemudian dipanaskan pada suhu 500o C selama 2 jam. Masing- masing krus porselen didinginkan dalam desikator selama ± 15 menit, lalu ditimbang beratnya. Hal yang sama dilakukan hingga diperoleh berat krus porselen yang konstan. Modifikasi PMAB dengan NaPSS dilakukan dengan mencampurkan 12,5 mL larutan PSS;0,04M NaCl masing-masing ke dalam 0,5 gram PMAB, lalu diaduk selama 8 jam, dan didiamkan semalam. Selanjutnya disentrifuge, dicuci dengan ± 20 mL aquabides dan residu dikeringkan pada suhu ± 40 oC hingga
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
28
beratnya konstan. Residu ini disebut dengan PEBAB (Polielectrolyte Bilayer AlBentonit). PEBAB kemudian dianalisis secara gravimetri untuk mendapatkan konsentrasi PSS yang optimum. Dilakukan hal yang sama untuk analisis PEBAB secara gravimetri dengan sebelumnya.
3.2.5 Aplikasi PEBAB sebagai Adsorben Ion Logam Berat 3.2.5.1 Adsorpsi Ion Pb(II) Larutan Pb(II) 7,24 mM dibuat dengan cara melarutkan 0,1199 gram Pb(NO3)2 dengan aquabides pada labu ukur 50 mL. Sebanyak 10 mL larutan Pb(II) lalu dimasukkan ke dalam 0,1 gram Al-bentonit dan 0,1 gram PEBAB, kemudian campuran diaduk selama 30 menit dan didiamkan semalam. Selanjutnya, campuran disentrifuge untuk memisahkan fase padatan dan fase cairan. Fase cairan diukur dengan AAS untuk mengetahui kadar Pb(II) yang tersisa. Kadar Pb(II) dalam larutan awal diukur terlebih dahulu dengan AAS. Konsentrasi standar Pb(II) yang digunakan yaitu 7,24x10-3 ; 1,45x10-2; 4,34x10-2 ; dan 5,79x10-2 mM. 3.2.5.2 Adsorpsi Ion Co(II) Larutan Co(II) 6,79 mM dibuat dengan cara melarutkan 0,0988 gram Co(NO3)2.6H2O dengan aquabides pada labu ukur 50 mL. Sebanyak 10 mL larutan Co(II) lalu dimasukkan ke dalam 0,1 gram Al-bentonit dan 0,1 gram PEBAB, kemudian dilakukan hal yang sama seperti pada Pb(II). Konsentrasi standar Co(II) yang digunakan yaitu 3,39x10-3; 6,79x10-3 ; 2,04x10-2; dan 2,72x102
mM.
3.2.5.3 Adsorpsi Ion Zn(II) Larutan Zn(II) 9,18 mM dibuat dengan cara melarutkan 0,1199 gram Zn(NO3)2.4H2O dengan aquabides pada labu ukur 50 mL. Sebanyak 10 mL larutan Zn(II) lalu dimasukkan ke dalam 0,1 gram Al-bentonit dan 0,1 gram PEBAB, kemudian dilakukan hal yang sama seperti pada Pb(II) dan Co(II).
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
29
Konsentrasi standar Zn(II) yang digunakan yaitu 4,59x10-3 ; 9,18x10-3; 1,84x10-2 ; 2,29x10-2; 2,75x10-2; dan 4,59x10-2 mM. 3.2.5.4 Adsorpsi Ion Cu(II) Larutan Cu(II) 9,44 mM dibuat dengan cara melarutkan 0,1177 gram Cu(NO3)2.3H2O dengan aquabides pada labu ukur 50 mL. Sebanyak 10 mL larutan Cu(II) lalu dimasukkan ke dalam 0,1 gram Al-bentonit dan 0,1 gram PEBAB, kemudian dilakukan hal yang sama dengan Pb(II), Co(II), dan Zn(II). Konsentrasi standar Cu(II) yang digunakan yaitu 2,36x10-2; 4,72x10-2 ; 9,44x10-2; 0,19; 0,24 mM. 3.2.5.5 Adsorpsi Ion Cd(II) Larutan Cd(II) 2,67 mM dibuat dengan cara melarutkan 0,0412 gram Cd(NO3)2.4H2O dengan aquabides pada labu ukur 50 mL. Sebanyak 10 mL larutan Cd(II) lalu dimasukkan ke dalam 0,1 gram Al-bentonit dan 0,1 gram PEBAB, kemudian dilakukan hal yang sama dengan Pb(II), Co(II), Zn(II), dan Cu(II). Konsentrasi standar Cd(II) yang digunakan yaitu 2,67x10-3; 8,01x10-3 ; 1,07x10-2; 1,60x10-2 mM. 3.2.6 Aplikasi Adsorben Terhadap Ion Logam Campuran Larutan ion logam campuran dibuat dengan mencampurkan 20 mL larutan 13,34 mM Cd(II); 33,94 mM Co(II); 47,21 mM Cu(II); 36,20 mM Pb(II); dan 45,88 Mm Zn(II) ke dalam beaker glass 250 mL sehingga diperoleh konsentrasi yang sama dengan aplikasi pada ion logam tunggal. Sebanyak 10 mL larutan Pb(II) lalu dimasukkan ke dalam 0,1 gram Al-bentonit dan 0,1 gram PEBAB, kemudian campuran diaduk selama 30 menit dan didiamkan semalam. Selanjutnya, campuran disentrifuge untuk memisahkan fase padatan dan fase cairan. Fase cairan diukur dengan AAS untuk mengetahui kadar tiap ion logam dalam campuran yang tersisa. Kadar ion logam dalam larutan campuran awal diukur terlebih dahulu dengan AAS. Konsentrasi standar tiap ion logam yang digunakan sama seperti pada ion logam tunggal.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
30
3.2.7 Optimasi Adsorpsi Ion Logam Terbesar pada PEBAB 3.2.7.1 Variasi Konsentrasi Sebanyak 10 mL larutan ion logam selektif yang divariasikan pada berbagai konsentrasi dengan range antara 1,70 – 8,48 mM ditambahkan ke dalam 0,1 gram PEBAB. Setiap campuran diatur pada pH 6,0, kemudian diaduk selama 30 menit dan didiamkan semalam. Masing- masing campuran disentrifuge untuk memisahkan fase padatan dan fase cairan. Fase cairan diukur dengan AAS untuk mengetahui kadar logam yang tersisa. Sebelumnya kadar logam optimum dalam larutan awal sebagai standar diukur terlebih dahulu dengan AAS. Konsentrasi standar Co(II) yang digunakan yaitu 3,39x10-3; 6,79x10-3 ; 1,36x10-2; 2,72x10-2 ; 3,05x10-2 mM. 3.2.7.2 Variasi pH Sebanyak 10 mL larutan ion logam selektif (optimasi 3.2.5.1) ditambahkan ke dalam 0,1 gram PEBAB, kemudian dilakukan variasi pH campuran, yaitu pH awal (5,7); 5,0; 5,5; 6,0; 6,5 dan 7,0 dengan penambahan NaOH 0,005 M tetes demi tetes yang diukur dengan pH meter. Masing-masing campuran diaduk selama 30 menit dan didiamkan semalam. Selanjutnya, campuran disentrifuge untuk memisahkan fase padatan dan fase cairan. Fase cairan diukur dengan AAS untuk mengetahui kadar logam yang tersisa. Sebelumnya kadar logam selektif dalam larutan awal diukur terlebih dahulu dengan AAS. Konsentrasi standar Co(II) yang digunakan yaitu 3,39x10-3; 6,79x10-3 ; 1,36x10-2; 2,72x10-2 ; 3,05x10-2 mM. 3.2.8 Regenerasi Proses regenerasi dilakukan dengan menambahkan 10 mL larutan NaEDTA 0,1 N ke dalam padatan PEBAB–M(II) pada konsentrasi dan pH optimum yang telah diperoleh. Campuran tersebut diaduk selama 30 menit, kemudian campuran didiamkan semalam. Selanjutnya, campuran disentrifuge untuk memisahkan fase padatan dan fase cairan. Fase cairan diukur dengan AAS untuk mengetahui kadar ion logam yang tertarik oleh EDTA. Konsentrasi standar Co(II) yang digunakan yaitu 3,39x10-3 ; 6,79x10-3 ; 1,36x10-2 ; 2,72x10-2; 3,05x10-2 mM.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
31
3.2.9 Bagan Kerja Bentonit alam
Lar. AlCl3 0,1M
Preparasi bentonit
+ NaOH 0,2 M
Fraksinasi bentonit
Di-aging 2 hari Lar. Polikation Al
Penjenuhan dengan NaCl
FTIR XRD
Na-bentonit
Penentuan nilai KTK
Uv-Vis
Pilarisasi FTIR XRD
Al-bentonit
Gravimetri
Modifikasi dengan PDDACl (variasi lapisan) PMAB
FTIR Modifikasi dengan NaPSS (variasi konsentrasi)
FTIR XRD
PEBAB
Cd(II)
Gravimetri
Aplikasi adsorpsi ion logam tunggal dan campuran
Co(II)
Cu(II)
Pb(II)
Zn(II)
Optimasi Adsorpsi Ion Logam Terbesar pada PEBAB AAS
Optimasi (Variasi kondisi)
[M(II)]
pH
Isoterm adsorpsi
Langmuir
Freundlich PEBAB
PEBAB – M(II) optimum
Regenerasi EDTA – M(II) AAS Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
BAB 4 PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, dilakukan sintesis bentonit terpilar Al dan memodifikasinya dengan lapisan ganda PDDA-PSS. Hasil modifikasi sebagai adsorben ion logam berat. 4.1 Sintesis Na-Bentonit Indonesia memiliki potensi bahan alam yang bisa dimanfaatkan dalam proses pengolahan limbah cair, antara lain bentonit. Ketersediaan bentonit di Pulau Sumatra, Tapanuli yang melimpah mendorong upaya-upaya pemanfaatan sekaligus sebagai langkah memberi nilai tambah. Bentonit yang digunakan dalam penelitian ini
berasal dari daerah Tapanuli, Sumatra Utara. Sebelum digunakan lebih lanjut, bentonit harus melalui beberapa tahapan perlakuan yaitu yang pertama melakukan preparasi bentonit bertujuan untuk menghilangkan air dan pengotor organik yang mudah menguap. Kedua ialah fraksinasi bertujuan untuk mendapatkan bentonit yang kaya akan montmorilonit dan telah bebas dari pengotor seperti kalsit. Terakhir dengan proses penjenuhan bentonit menggunakan NaCl bertujuan untuk mendapatkan Na-bentonit yang mempunyai sifat swelling sehingga mempermudah proses selanjutnya. 4.1.1 Preparasi Bentonit Alam Perlakuan awal ialah bentonit alam digerus dan selama 2 jam dipanaskan pada suhu 110 oC. Selanjutnya bentonit tersebut diayak menggunakan ayakan 200 mesh bertujuan untuk memperoleh ukuran yang kecil dan seragam. Ukuran yang kecil dan seragam memiliki keuntungan ialah semakin kecil ukuran maka luas permukaannya akan semakin besar sehingga daya serapnya akan semakin besar, sedangkan penyeragaman ukuran membuat penyerapan menjadi seragam. Gambar 4.1 terlihat ciri-ciri fisik bentonit Tapanuli, Sumatra Utara yang berwarna coklat tua.
32
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
33
Gambar 4.1. Bentonit alam Tapanuli, Sumatera Utara 4.1.2 Fraksinasi Fraksinansi bentonit dilakukan untuk mendapatkan bentonit yang kaya akan montmorilonit. Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan aquabides untuk menghilangkan pengotor-pengotor seperti kalsit, kuarsa, klinoptilolit, dan feldspars yang masih terdapat dalam bentonit alam. Pada proses ini, pengotor terlihat berwarna coklat dan sedikit bagian berwarna hitam dapat dilihat pada Gambar 4.2. Pengotor ini mengendap di dasar wadah sehingga dapat dipisahkan dengan metode dekantasi.
Gambar 4.2. Fraksi 1 (kiri) dan fraksi 2 (kanan)
Kualitas dan karakteristik bentonit sebagian besar tergantung pada kualitas dan kuantitas dari montmorilonit yang dikandungnya. Jika dibandingkan dengan pengotornya montmorilonit memiliki muatan total negatif yang tinggi, luas permukaan yang besar, dan bersifat swelling. Fraksinasi dilakukan berdasarkan densitas, dimana montmorilonit mengendap lebih lama karena adanya ikatan yang lebih kuat antara lapisan silikat di dalam montmorilonit dengan air. Sedangkan pengotor-pengotor memiliki densitas yang lebih besar dan cenderung bersifat non
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
34
swelling seperti kalsit, kuarsa, klinoptilolit, dan feldspars akan mengendap lebih cepat. Fraksi 2 merupakan fraksi bentonit yang banyak mengandung montmorilonit dan fraksi 1 lebih didominasi pengotor – pengotornya dibuktikan dengan hasil karakterisasi XRD pada Gambar 4.3. Hasilnya terlihat bahwa intensitas puncak - puncak khas montmorilonit (M) pada bentonit fraksi 2 lebih tinggi dibandingkan dengan bentonit alam dan bentonit fraksi 1.
1500
intensitas (a.u)
Bentonit alam Fraksi 1 Fraksi 2 M
1000
M
M
500
0
10
20
2 theta
30
40
50
Gambar 4.3. Difraktogram XRD bentonit alam, F1, dan F2
4.1.3 Penjenuhan dengan NaCl Penjenuhan bentonit fraksi 2 (F2) dilakukan menggunakan larutan NaCl 1M pada suhu 70 oC selama 24 jam dengan perbandingan F2 terhadap NaCl adalah 1:20 untuk memberi kesempatan Na-bentonit mengembang/swelling secara maksimal. Penjenuhan dengan NaCl ini bertujuan untuk menggantikan ion-ion selain Na+ di dalam antar lapis bentonit. Reaksi pertukaran kation yang terjadi adalah sebagai berikut : n Na+ + M-bentonit
Na-bentonit + n M+
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
35
M adalah kation-kation selain Na+ yang terdapat pada antar lapis montmorilonit, seperti K+, Mg2+ dan Ca2+. Hasil yang diharapkan setelah dilakukan penjenuhan adalah kation-kation yang dapat ditukarkan seperti Ca2+ dan K+ dalam keadaan terhidratnya dapat digantikan oleh Na+ sehingga antar lapisan bentonit, jumlah Na+ menjadi maksimal dan lebih homogen. Produk pertukaran kation ini dinamakan Na-bentonit. Sintesis Na-bentonit juga bertujuan membuat bentonit bersifat swelling sehingga polikation Al lebih mudah masuk pada proses pilarisasi. Na-bentonit bersifat swelling karena ion Na+ berikatan dengan salah satu lapisan tetrahedral atau oktahedral menyebabkan antara kedua lapisan terpisah cukup jauh dan memungkinkan interaksi dengan air lebih banyak.
Gambar 4.4. Hasil uji AgNO3 pada filtrat yang sudah bebas (kiri) dan masih mengandung Cl- (kanan) Selanjutnya, hasil endapan dicuci dengan aquabides hingga bebas ion Clagar ion Cl- dari NaCl tidak menggangu polikation Al pada proses pemilaran. Jika masih terdapat ion Cl-, maka polikation Al akan berikatan dengan Cl- bukan dengan bentonit. Pengujian bebas ion Cl- dilakukan dengan uji AgNO3 . Filtrat yang masih mengandung ion Cl- akan berubah menjadi keruh sedangkan filtrat yang bening menandakan bentonit telah bebas ion Cl-. Perbandingan filtrat yang masih dan sudah tidak mengandung ion Cl- diperlihatkan pada Gambar 4.4.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
36
Setelah bebas ion Cl-, endapan dikeringkan pada suhu 110 oC untuk menghilangkan air dan diayak kembali dengan ayakan 200 mesh agar ukurannya kembali seragam. Padatan kemudian dikarakterisasi menggunakan XRD dan FTIR. Gambar 4.5 menunjukkan perbedaan antara bentonit dan Na-bentonit. Terlihat jelas bahwa Na-bentonit terlihat berwarna krem, sedangkan bentonit berwarna coklat. Hal ini disebabkan karena pengotor-pengotor yang semula terdapat dalam bentonit sudah dibersihkan.
Gambar 4.5. bentonit (kiri) dan Na-bentonit (kanan)
4.1.4 Karakterisasi Bentonit Fraksi 2 dan Na-Bentonit Setelah dilakukan preparasi bentonit dan penjenuhan bentonit dengan NaCl, dilakukan karakterisasi dengan XRD dan FTIR.
4.1.4.1 Karakterisasi dengan XRD Hasil karakterisasi dengan XRD memperlihatkan tidak terdapat perubahan signifikan antara bentonit fraksi 2 dengan Na-bentonit yang diperjelas pada Tabel 4.1 yang menunjukkan sudut 2θ dari bentonit alam dan Na-bentonit. Tabel 4.1. Nilai 2θ dari bentonit fraksi 2 dan Na-bentonit Database 6,494˚ 19,891˚
35,022˚
2θ Bentonit fraksi 2 5,6888˚ 19,8600˚ 21,8790˚ 26,6130˚ 28,5800˚ 36,0400˚
Na-bentonit[47] 6,239˚ 19,6195˚ 21,7187˚ 26,4125˚ 35,9802˚
Karakteristik Montmorilonit Montmorilonit SiO2 Kuarsa Analcime Montmorilonit
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
37
Pembuatan Na-bentonit tidak merusak struktur montmorilonit dengan ditandai masih adanya puncak khas di sudut 2θ dari montmorilonit dan SiO2. Walaupun masih terdapat pengotor yaitu kuarsa yang belum hilang tapi sebagaian pengotor telah hilang seperti analcime. Hal ini kemungkinan karena kerangka dasar kuarsa yang juga terdiri dari SiO2 sehingga membuatnya agak sulit dipisahkan dari montmorilonit terlihat pada Gambar 4.6.
1500 Bentonit fraksi 2 Na-bentonit
intensitas (a.u)
1000
500
0
10
20
30
2 theta
40
50
Gambar 4.6. Difraktogram XRD bentonit F2 dan Na-bentonit Dalam karakterisasi dengan difraksi sinar-X, ciri khas mineral montmorilonit dicirikan dengan kemunculan puncak spektrum pada daerah sudut kecil yang merupakan difraksi bidang d001 yang dikenal dengan basal spacing. Besar basal spacing ini cukup bervariasi dalam rentang sudut 3o sampai dengan 9o. Berdasarkan Lampiran 3 dan 4 diketahui di posisi 2θ sekitar 4 - 6˚ nilai basal spacing terbesar di puncak montmorilonit yaitu pada bentonit fraksi 2 sebesar 15,52281 Å atau 1,552281 nm dan untuk Na-bentonit adalah 14,15507 Å atau 1,415507 nm. Terjadi pergeseran nilai basal spacing menjadi nilai yang lebih kecil kemungkinan disebabkan karena sebagian besar ruang antar lapis
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
38
(interlayer) pada bentonit alam diisi oleh kation- kation yang jari- jarinya lebih besar daripada Na+ seperti Ca2+, sehingga ruang antar lapis pada bentonit alam yang sebagian besar masih mengandung Ca2+ lebih besar dibandingkan dengan Na-bentonit yang sebagian besar kation pada ruang antar lapisnya telah digantikan dengan Na+. Ion Na+ mampu menggantikan Ca2+, K+, dan ion-ion lain yang berukuran lebih besar karena pada pembuatan Na-bentonit, dilakukan dengan proses penjenuhan dengan NaCl. Konsentrasi Na+ yang besar sangat diperlukan karena tiap 1 ion Ca2+ akan digantikan oleh 2 ion Na+. 4.1.4.2 Karakterisasi dengan FTIR Selain dilakukan karakterisasi dengan XRD, bentonit dan Na-bentonit juga dikarakterisasi dengan FTIR. Hasil karakterisasi dengan FTIR juga menunjukkan bahwa proses sintesis Na-bentonit dalam penelitian ini tidak merubah kerangka dasar struktur montmorilonit. Hal ini terlihat dari tidak adanya perubahan yang signifikan dari spektra bentonit dan Na-bentonit.
100
Bentonit fraksi 2 Na-bentonit 529,99 cm -1 Al-Si-O bending
%T
80
60
918,01 cm-1 O-H bending
40
20 4000
795,36 cm -1 O-H bending
1659,9 cm-1 vibrasi Si-O
1047,4 cm-1 Si-O-Si Stretching
3633,7 cm-1 Al(Mg)-O-H stretching
3000
2000
Bilangan gelombang (cm
-1
1000
)
Gambar 4.7. Spektra FTIR bentonit fraksi 2 dan Na-bentonit
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
39
Namun terjadi penurunan intensitas serapan pada Na-bentonit dibandingkan dengan bentonit fraksi 2, seperti pada 918,01 cm-1 peak vibrasi tekuk O-H (yang berikatan dengan Al3+) dan 795,36 cm-1 peak vibrasi tekuk O-H (yang berikatan dengan Mg2+ dan Al3+). Hal ini disebabkan karena Na-bentonit telah mengalami proses preparasi sehingga kadar air di dalamnya berkurang dan berkurangnya pengotor-pengotor berupa kuarsa dan analcime. Perbandingan spektra FTIR antara montmorilonit dengan Na-bentonit diperlihatkan pada Gambar 4.7.
4.2 Penentuan Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) Koloid lempung yang memiliki muatan negatif besar akan dapat menjerap sejumlah besar kation. Jumlah kation yang dapat dijerap koloid dalam bentuk dapat tukar pada pH tertentu disebut kapasitas tukar kation (KTK). Kapasitas tukar kation merupakan jumlah muatan negatif persatuan berat koloid yang dinetralisasi oleh kation yang yang mudah diganti. Zat organik seperti metilen biru mempunyai afinitas serapan lebih kuat daripada kation-kation Na+, Ca+2, K+ terhadap bentonit, sehingga dalam penelitian ini digunakan metilen biru untuk menentukan kapasitas tukar kation.
Gambar 4.8. Struktur metilen biru Jumlah metilen biru sisa yang tidak terserap oleh bentonit di dalam larutan diukur dengan alat spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 668 nm. Hasil pengukuran kapasitas tukar kation pada Na-bentonit adalah 37,4 meq/100 g, jauh dari nilai KTK bentonit pada umumnya yang berkisar antara 50-100 meq/100 g. Hal ini kemungkinan karena konsentrasi metilen biru yang kecil sehingga filtrat yang diukur terlalu encer akibat dari penyerapan metilen biru yang tinggi sebesar 99,996% dan juga masih ada pengotor seperti kuarsa dalam Na-bentonit sehingga
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
40
mempengaruhi adsorpsi metilen biru karena sifat metilen biru yang selektif hanya untuk mineral smektit. Struktur metilen biru dapat dilihat pada Gambar 4.8.
4.3 Pilarisasi Na-Bentonit Proses selanjutnya ialah pilarisasi Na-bentonit menggunakan polikation Al. Penggunaan polikation Al karena mampu meningkatkan basal spacing yang paling besar dan seragam. Selain itu, agar dapat berinteraksi dengan montmorilonit yang bermuatan negatif. Pada penelitian pendahuluan[47], pilarisasi Na-bentonit dilakukan dengan dan tanpa adanya template surfaktan CTAB. Alasan digunakan CTAB untuk memudahkan masuknya polikation Al ke dalam interlayer bentonit, menyeragamkan basal spacing atau ruang antar lapis dan membuat pilar sementara. Namun, hasil yang diperoleh ternyata Al-bentonit dengan CTAB memiliki nilai basal spacing dan surface area yang lebih kecil dibandingkan dengan Al-bentonit tanpa CTAB. Hal ini dikarenakan polikation Al dan CTAB tidak terdistribusi secara merata pada interlayer bentonit sehingga setelah kalsinasi akan terbentuk ruang antar lapis yang tidak seragam. Oleh karena itu, pada penelitian lanjutan ini, pilarisasi dilakukan tanpa menggunakan surfaktan CTAB sebagai template.
4.3.1 Sintesis Polikation Al Pembuatan larutan polikation Al dilakukan dengan menambahkan larutan NaOH setetes demi setetes ke dalam larutan AlCl3 dengan perbandingan mol OH/Al3+ = 2,2. Campuran lalu diaging selama 2 hari untuk menyempurnakan pembentukan polikation Al. Perbandingan mol OH/Al3+ = 2,2, karena berdasarkan penelitian sebelumnya, melakukan perbandingan mol OH/Al3+ = 1,8 - 2,2 yang mampu meningkatkan basal spacing paling besar ialah perbandingan 2,2[64]. Proses pembuatan larutan polikation Al dapat dilihat pada Gambar 4.7. Penambahan NaOH setetes demi setetes ke dalam larutan AlCl3 bertujuan agar terjadi reaksi yang optimal pada pembentukan kompleks polikation [Al13O4(OH)24]7+ yang dicapai pada pH 3,8. Selain itu, untuk menjaga homogenitas dari polikation spesi Al137+ , sehingga dapat diperoleh polikation Al
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
41
dalam jumlah besar. Penambahan NaOH setetes demi setetes juga bertujuan mencegah terbentuknya endapan putih Al(OH)3. Reaksi yang terjadi: AlCl3.6H2O (aq) + NaOH (aq)
Al(OH)3 (s) + NaCl (s)
Reaksi hidrolisis pembentukan spesi-spesi Al pada preparasi polikation Al[65]: Al3+ + H2O Al(OH)2+ + H+
K1,1 = 10-5,02
Al3+ + 2H2O Al(OH)2+ + 2H+
K1,2 = 10-8,71
2Al3+ + 2H2O Al2(OH)24+ + 2H+
K2,2 = 10-6,27
Al(OH)2+ + Al(OH)2+ Al2(OH)x(6-x)+ + (x – 4)H+
K2,x = x
13Al3+ + 28H2O Al13O4(OH)247+ + 32H+
K13,24 = 10-97,6
Gambar 4.9. Proses pembuatan larutan polikation Al 4.3.2 Pilarisasi Na-Bentonit dengan Polikation Al Pembuatan Na-bentonit terpilar dengan menggunakan polikation [Al13O4(OH)24]7+ atau yang dikenal dengan polikation alumunium tipe Keggin sebagai pemilar dilakukan dengan mencampurkan larutan polikation Al dengan Na-bentonit pada konsentrasi 9 mmol Al /gram Na-bentonit lalu dikeringkan pada suhu 40oC dan kemudian dikalsinasi hingga suhu 600oC[64]. Proses pilarisasi terlihat pada Gambar 4.10.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
42
Gambar 4.10. Proses pilarisasi
Kalsinasi bertujuan untuk membentuk pilar Al agar struktur montmorilonit menjadi rigid karena terjadi reaksi dehidrasi dan dehidroksida sehingga terjadi penataan ulang polikation Al yang semula masih berbentuk ion Keggin menjadi bentuk oksida logam (Al2O3). Reaksi yang terjadi saat proses kalsinasi adalah sebagai berikut: [Al13O4(OH)24(H2O)12]7+
13/2 Al2O3 + 41/2 H2O + 7 H+
Seperti yang terlihat pada Gambar 4.11, Al2O3 akan berikatan dengan SiO4 tetrahedral dari bentonit membentuk Al-O-Si. Setelah proses kalsinasi, terbentuk pilar Al2O3 yang terletak di bagian interlayer sehingga antar layer menjadi lebih terbuka dengan porositas yang tetap.
Gambar 4.11. Ikatan antara pilar Al2O3 dengan SiO4 tetrahedral[66]
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
43
Berikut adalah ilustrasi mekanisme pilarisasi terlihat pada Gambar 4.12
Gambar 4.12. Mekanisme pilarisasi bentonit menggunakan polikation Al 4.3.3 Karakterisasi Bentonit Terpilar Setelah proses sintesis Al-bentonit dilakukan karakterisasi dengan XRD dan FTIR. 4.3.3.1 Karakterisasi Bentonit Terpilar dengan XRD Besarnya peningkatan jarak antar lapis silikat bentonit yang terjadi akibat terbentuknya oksida logam Al dalam antar lapisnya dapat ditentukan dari hasil analisis difraksi sinar-X. Perubahan nilai basal spacing d001 di posisi 2θ sekitar 4 - 6˚ mengindikasikan bahwa telah terjadi pembentukan oksida logam Al di dalam antar lapis bentonit. Berdasarkan Lampiran 4 dan 5a diketahui bahwa nilai basal spacing pada Na-bentonit adalah 14,15507 Å atau 1,415507 nm di 6,24˚ (2θ) dan untuk Albentonit adalah 18,14335 Å atau 1,814335 nm di 4,87˚ (2θ). Pergeseran ini menunjukkan adanya pertukaran ion- ion Na+ yang ada diantara lembaran dengan
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
44
polikation alumunium. Intensitas Al-bentonit yang lebih tinggi daripada bentonit alam dan Na-bentonit menandakan bahwa struktur Al-bentonit lebih kristalin dibandingkan dengan yang lain. Tabel 4.2. Tabel difraktogram XRD pada Na-bentonit dan Al-bentonit Bentonit fraksi 2 5,6888˚ 19,8600˚ 21,8790˚ 26,6130˚ 28,5800˚ 36,0400˚
2θ Na-bentonit[47] 6,239˚ 19,6195˚ 21,7187˚ 26,4125˚ 35,9802˚
Al-bentonit 4,87˚ 19,98˚ 21,81˚ 26,62˚ 35,86˚
Karakteristik Montmorilonit Montmorilonit SiO2 Kuarsa Analcime Montmorilonit
Intensitas (a.u)
4000 Bentonit fraksi 2 Na-bentonit Al-bentonit
3000
2000
1000
0
10
20
30
40
50
2 theta Gambar 4.13. Difraktogram XRD bentonit fraksi 2, Na-bentonit, dan Al-bentonit
Karakterisasi XRD juga menunjukkan, bahwa struktur montmorilonit tidak rusak akibat kalsinasi hingga suhu 600 ˚C yang ditunjukkan pada Gambar 4.13 dan Tabel 4.2. Kekuatan hingga dapat bertahan pada suhu tinggi disebabkan pilar
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
45
Al2O3 yang menyangga, sehingga bentonit memiliki ketahanan suhu hingga 950˚C[64].
4.3.3.2 Karakterisasi Bentonit Terpilar dengan FTIR Metode analisis menggunakan spektroskopi inframerah bermanfaat untuk melengkapi data karakteristik dari difraksi sinar-X. Hasil spektroskopi FTIR untuk Na-bentonit dan Al-bentonit ditunjukkan pada Gambar 4.14 dan data serapan yang muncul pada spektra inframerah di atas berada pada daerah 4000 cm-1 - 400 cm-1.
100 Na-bentonit Al-bentonit
%T
80
60
40
20
-1
3633,7 cm-1 Al(Mg)OH stretching
0 4000
1122,2 cm-1 Si-O-Si stretching
3000
1652,9 cm vibrasi Si-O -1 795,36 cm O-H bending
489,10 cm -1 Al-Si-O bending
2000
Bilangan gelombang (cm
1000 -1
)
Gambar 4.14. Spektra FTIR Na-bentonit dan Al-bentonit Hasil karakterisasi menunjukkan, terdapat perubahan pada Al-bentonit, gugus Al (Mg)-O-H dan Si-O mengalami penurunan intensitas serapan dan peak gugus Al-Si-O menjadi lebih tajam. Hal ini menunjukan bahwa jumlah ikatan antara Al-Si-O semakin banyak akibat dari penambahan agen pemilar Al2O3. Namun puncak serapan Na-bentonit dengan Al-bentonit tidak jauh berbeda sehingga membuktikan bahwa proses sintesis Al-bentonit juga tidak merusak struktur montmorilonit.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
46
4.4 Modifikasi Al-Bentonit dengan Polielektrolit Proses modifikasi dilakukan menggunakan teknik layer by layer, yaitu Albentonit dimodifikasi terlebih dahulu dengan polikation yaitu poly(diallyldimethyl ammonium) (PDDA). PDDA merupakan salah satu jenis polikation yang stabil, non toksik, dan mudah diperoleh. Selanjutnya dimodifikasi lagi dengan polianion polystyrene sulfonate (PSS). PSS merupakan salah satu jenis polianion yang stabil dan mudah diperoleh karena dapat dibuat dari limbah styrofoam menggunakan reaksi sulfonasi.
4.4.1 Modifikasi Al-Bentonit dengan PDDA Modifikasi Al-bentonit dengan polikation PDDA akan membentuk PMAB (Polymer Modified Al-Bentonit). Modifikasi Al-bentonit menggunakan PDDA bertujuan membuat bentonit yang bermuatan negatif terlapisi oleh PDDA yang bermuatan positif, sehingga selanjutnya akan dapat berikatan dengan PSS yang bermuatan negatif. Gambar 4.15 merupakan ilustrasi pengikatan PDDA pada permukaan negatif Al-bentonit. . H3C
O Al
O
O Al
O
O
O
O
O
Al
Al
N
+
H3C
N
+
CH3
CH3
O Al
O
O Al
O
H3C N
O
O Al
O
O Al
O
O Al
O
O Al
O
O Al
O
O Al
O Al O O
Al O
O Al O
+
H3C
N
+
CH3
CH3 H3C N
+
H3C CH3
O
N
Al O
+
CH3
.
n
Gambar 4.15. Ilustrasi modifikasi Al-bentonit dengan PDDA
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
47
Penggunaan garam NaCl dalam larutan PDDA adalah untuk menciptakan konformasi polielektrolit yang lebih melingkar (random coil) karena adanya efek penetralan muatan polielektrolit oleh kehadiran counterion dari garam yang berlebihan.
Gambar 4.16. PMAB (kiri) dan Al-bentonit (kanan) Perbedaan secara fisik antara Al-bentonit dan PMAB diperlihatkan pada Gambar 4.16. Perbedaan keduanya tidak terlalu terlihat, dimana PMAB sedikit lebih pucat dibandingkan Al-bentonit. Hal ini dikarenakan pengaruh larutan PDDA yang berwarna kuning muda.
4.4.1.1 Karakterisasi PMAB dengan FTIR Karakterisasi PMAB dan Al-bentonit dilakukan dengan metode spektroskopi inframerah (FTIR) untuk mengidentifikasi masing-masing gugus fungsional. Karakterisasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai indikasi kualitatif keberhasilan sintesis PMAB melalui munculnya atau perubahan serapan yang khas untuk gugus-gugus fungsional pada Al-bentonit dengan PMAB. Spektra hasil identifikasi untuk Al-bentonit dan PMAB ditunjukkan pada Gambar 4.17. Adanya perubahan pola serapan pada spektra yang dihasilkan menunjukkan keberhasilan proses sintesis PMAB. Munculnya pita serapan PMAB pada bilangan gelombang di sekitar ~1400 cm-1 yang merupakan vibrasi tekuk NR dan pita serapan pada bilangan gelombang di sekitar 2950 -2850 cm-1 yang merupakan vibrasi regang alifatik C-H dari PDDA menunjukkan bahwa Albentonit telah berhasil dimodifikasi dengan PDDA menjadi PMAB.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
48
100
Al-bentonit PMAB
%T
80 60 40 2950 - 2850 cm-1 C-H streching
20 0 4000
3000
~1400 cm-1 N-R bending
2000
1000
Bilangan gelombang (cm
-1
)
Gambar 4.17. Spektra FTIR Al-bentonit dan PMAB
4.4.1.2 Penentuan Adsorpsi Optimum PDDA pada Al-Bentonit Pada proses optimasi PDDA dilakukan variasi jumlah pelapisan menggunakan konsentrasi PDDA 5x10 -4 M. Selanjutnya dilakukan analisis gravimetri untuk menentukan jumlah pelapisan optimum. Proses pelapisan dilakukan dengan penambahan PDDA secara bertahap. Optimasi PDDA bertujuan agar PDDA yang teradsorpsi pada Al-bentonit terjadi secara maksimal sehingga dapat lebih banyak berikatan dengan PSS. Tabel 4.3. Nilai %massa PDDA dalam PMAB; [PDDA] = 5x10 -4M Jumlah Lapisan 1 2 3 4
%massa PDDA teradsorpsi pada penimbangan ke1 6.97 6.68 7.16 5.96
2 7.21 7.92 7.65 7.69
3 7.21 7.92 7.65 7.69
4 7.21 7.92 7.65 7.69
%massa PDDA konstan 7.21 7.92 7.65 7.69
Keterangan: (berat hilang/ berat awal) x 100%; data lengkap dilampiran
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
49
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa %massa PDDA sudah konstan pada penimbangan ke-2. Data massa PDDA yang telah konstan kemudian dianalisa dengan hasilnya diperlihatkan pada Gambar 4.18.
Gambar 4.18. Grafik %massa PDDA dalam PMAB Terlihat bahwa lapisan optimum diperoleh pada jumlah lapisan sebanyak 2 lapis. Pada lapisan pertama terjadi kenaikan nilai %massa PDDA hingga lapisan kedua. Namun pada lapisan ketiga mulai terjadi penurunan karena terjadi tolak menolak antara muatan positif dari PDDA sedangkan pada lapisan keempat PDDA yang teradsorpsi tidak terlalu berbeda dengan lapisan ketiga karena permukaan substrat telah jenuh oleh PDDA. 4.4.2 Pelapisan PMAB dengan PSS Proses selanjutnya yang dilakukan adalah memodifikasi PMAB (Polymer Modified Al-Bentonit) dengan polianion PSS membentuk PEBAB (Polielectrolyte Bilayer Al-Bentonit). Modifikasi menggunakan PSS bertujuan untuk membuat PMAB yang telah bermuatan positif terlapisi oleh PSS yang bermuatan negatif, sehingga dapat digunakan sebagai adsorben ion logam berat
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
50
yang bermuatan positif. Gambar 4.19 menunjukkan ilustrasi pengikatan PSS pada permukaan PMAB. . H3C
O Al
O
O
O
Al
N
. H3C
+
H3C
N
+
CH3
O Al
O
O
Al
O
O Al
O
CH3
O Al
O
H3C N
O Al
O
O Al
O
O Al
O
O Al O
H3C +
CH3
CH3
N
H3C
SO 3-
N
+
Al O
-O 3S
O Al
O
O Al
O
O Al
O
H3C
O Al O
H3C
-O 3S
H3C
N
+
SO 3-
CH3
CH3
-O 3S SO 3-
+
-O 3S CH3
CH3
O
CH3
+
N
H3C
N
+
SO 3H3C N
N
. -O 3S
+
CH3
+
H3C
N
+
O
CH3
N
Al O
+
.
.
.
n
SO 3-
CH3
n
n
Gambar 4.19. Ilustrasi modifikasi PMAB dengan PSS Penggunaan garam NaCl dalam larutan PSS ini sama seperti pada PDDA yaitu untuk menciptakan konformasi polielektrolit yang lebih melingkar (random coil) karena efek penetralan muatan polielektrolit oleh kehadiran counterion dari garam yang berlebihan.
Gambar 4.20. PMAB (kiri) dan PEBAB (kanan) Perbedaan secara fisik antara PMAB dan PEBAB diperlihatkan pada Gambar 4.20. Perbedaan keduanya sedikit terlihat, dimana PEBAB sedikit lebih kuning dibandingkan PMAB. Hal ini dikarenakan pengaruh larutan PDDA yang berwarna kuning.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
51
4.4.2.1 Karakterisasi PEBAB dengan FTIR
80
100
70 60 50
80
40
%T
30 900
-1
670-680 cm S-O stretch 800
700
600
500
60 ~1400 cm-1 N-R bending
40
PMAB PEBAB PSS
20 2000
1500
1000
Bilangan gelombang (cm
-1
500
)
Gambar 4.21. Spektra FTIR PMAB dan PEBAB Hasil karakterisasi FTIR Al-bentonit yang telah dimodifikasi dengan PDDA-PSS diperlihatkan pada Gambar 4.21. Setelah PMAB termodifikasi dengan PSS 5x10-4 M, terlihat adanya puncak serapan pada daerah sekitar 670680 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi regang S-O dari PSS. Sementara itu, serapan yang berasal dari vibrasi tekuk gugus N-R pada daerah bilangan gelombang ~1400 cm-1 berkurang intensitasnya karena sebagian muatan positif pada PMAB telah ternetralkan oleh muatan negatif dari PSS. Namun, serapan masih ada yang berarti kelebihan muatan positif masih ada pada PEBAB. Hal ini disebabkan karena belum dilakukannya optimasi PDDA dan juga PSS.
4.4.2.2 Karakterisasi PEBAB dengan XRD Selain dengan FTIR, PEBAB juga dikarakterisasi dengan XRD dengan tujuan untuk mengamati nilai basal spacing sebelum dan sesudah modifikasi. Berdasarkan Lampiran 5a dan 6 diketahui bahwa nilai basal spacing pada Albentonit adalah 18,14335 Å atau 1,814335 nm di 4,87˚ (2θ) dan untuk PEBAB
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
52
adalah 17,27968 Å atau 1,727968 nm di 5,11˚ (2θ). Terjadi sedikit pergeseran nilai basal spacing menandakan bahwa permukaan Al-bentonit telah terlapisi oleh polielektrolit PDDA dan PSS. Namun masih terdapat puncak khas montmorillonit kemungkinan lapisan polielektrolit PDDA dan PSS berukuran nano-layer.
Intensitas (a.u)
4000 Al-bentonit PEBAB
3000
2000
1000
0
10
20
30
40
50
2 theta Gambar 4.22. Difraktogram XRD Al-bentonit dan PEBAB 4.4.2.3 Penentuan Adsorpsi Optimum PSS dalam PEBAB Proses pembuatan PEBAB diawali dengan mencampurkan NaPSS dengan konsentrasi yang divariasikan antara 5x10-4 – 5x10-3 M ke dalam PMAB, kemudian dilakukan analisis gravimetri untuk menentukan konsentrasi PDDA optimum pada pembuatan PEBAB. Hasil gravimetri menunjukkan, bahwa PSS telah teradsorpsi secara optimal pada konsentrasi 5x10-3 M. Oleh karena itu, dalam pembuatan PEBAB ini digunakan kondisi optimum PSS pada 5x10-3 M. Terjadi muatan negatif PSS yang berlebih sehingga memungkinkan PEBAB diaplikasikan untuk mengadsorpsi ion logam berat secara maksimum. Data hasil gravimetri dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.23.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
53
Tabel 4.4. Nilai %massa PSS dalam PEBAB %massa PSS 1 2 3 4 konstan 5x10-4 9.23 10.22 10.22 10.22 10.22 -3 2x10 9.95 10.45 10.45 10.45 10.45 -3 5x10 11.17 12.16 12.16 12.16 12.16 Keterangan: (berat hilang/ berat awal) x 100%; data lengkap dilampiran %massa PSS teradsorpsi pada penimbangan ke-
[PSS] (M)
Gambar 4.23. Grafik %massa PSS dalam PEBAB Hasil gravimetri menunjukkan, bahwa PSS telah teradsorpsi secara optimal pada konsentrasi 5x 10 -3 M. Oleh karena itu, dalam pembuatan PEBAB ini digunakan kondisi optimum PSS pada 5x 10-3 M. Terjadi muatan negatif PSS yang berlebih sehingga memungkinkan PEBAB diaplikasikan untuk mengadsorpsi ion logam berat secara maksimum. Data hasil gravimetri dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.22. 4.5 Aplikasi PEBAB sebagai Adsorben Ion Logam Berat 4.5.1 Aplikasi Ion Logam Tunggal
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
54
PEBAB yang didapat selanjutnya diaplikasikan sebagai adsorben ion logam berat Pb(II), Co(II), Cd(II), Cu(II), dan Zn(II), dengan konsentrasi PDDA dan PSS masing-masing sebesar 5x10-4 M, serta massa adsorben PEBAB yang digunakan sebesar 0,1 g. Aplikasi adsorpsi juga dilakukan terhadap Al-bentonit dan Na-bentonit untuk melihat kemampuan adsorpsi bentonit sebelum dan setelah pilarisasi dan modifikasi. Data adsorpsi Na-bentonit diambil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dee Panda, Rosadalima[46].
4.5.1.1 Adsorpsi Ion Pb(II) Adsorpsi larutan ion Pb(II) dilakukan oleh adsorben Al-bentonit dan PEBAB. Pengukuran jumlah ion Pb(II) yang teradsorpsi oleh Al-bentonit dan PEBAB dilakukan menggunakan AAS dengan mengukur filtrat yang mengandung ion Pb(II) sisa yang tidak terserap oleh adsorben.
Gambar 4.24. Jumlah ion Pb(II) teradsorpsi pada Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB; [Pb(II)= 7,24 mM] Gambar 4.24 memperlihatkan bahwa kemampuan adsorpsi Al-bentonit dan PEBAB terhadap ion Pb(II) lebih tinggi dibandingkan dengan Na-bentonit
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
55
disebabkan karena ion Pb(II) lebih stabil berikatan elektrostatik dengan Albentonit dibandingkan dengan pertukaran kation dengan Na+. Berdasarkan Tabel 4.5, terlihat bahwa PEBAB menyebabkan penurunan jumlah ion Pb(II) yang teradsorpsi sebesar 13,04% . Hal ini sesuai dengan teori HSAB (asam-basa keras lunak) yaitu asam keras akan bereaksi dengan basa keras dan asam lunak dengan basa lunak. Ligan PSS bersifat basa keras dan ion Pb(II) cenderung bersifat asam lunak mengakibatkan adsorpsi ion Pb(II) dengan PEBAB lebih rendah. Tingginya adsorpsi ion Pb(II) pada Al-bentonit dapat disebabkan karena ion Pb(II) dapat masuk ke dalam interlayer selain teradsorpsi pada permukaan bentonit.
Tabel 4.5. Perbandingan Pb(II) teradsorpsi oleh Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB [Pb(II)] teradsorpsi Adsorben %teradsorpsi %perubahan (mmol/g) Na-bentonit* 0,18 (a) 25,35 Al-bentonit 0,23 (b) 29,87 27,78 PEBAB 0,20 (c) 25,97 -13,04 Keterangan : - % perubahan: [(b-a)/a] x 100%; [(c-b)/b] x 100% - % teradsorpsi: (a/awal) x 100%; (b/awal) x 100%; (c/awal) x 100% - * Dee Panda, Rosadalima [46]
4.5.1.2 Adsorpsi Ion Co(II) Ion Co(II) juga diadsorpsikan pada adsorben Al-bentonit dan PEBAB. Pengukuran jumlah ion Co(II) yang teradsorpsi oleh Al-bentonit dan PEBAB dilakukan menggunakan AAS dengan membandingkan selisih konsentrasi ion Co(II) awal dengan sisa. Gambar 4.25 memperlihatkan bahwa kemampuan adsorpsi PEBAB terhadap ion Co(II) lebih tinggi dibandingkan dengan Al-bentonit. Persen kenaikan ion Co(II) yang teradsorpsi oleh Al-bentonit dan PEBAB terlihat dalam Tabel 4.6. Kenaikan ini sesuai dengan teori HSAB (asam-basa keras lunak) yaitu asam keras akan bereaksi dengan basa keras dan asam lunak dengan basa lunak. Ligan PSS bersifat basa keras dan ion Co(II) termasuk borderline. Namun ion
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
56
Co(II) memiliki energi ionisasi, afinitas elektron, dan keelektronegatifan yang kecil mengakibatkan adsorpsi ion Co(II) dengan PEBAB lebih tinggi.
Gambar 4.25. Jumlah ion Co(II) teradsorpsi pada Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB; [Co(II)= 6,79 mM] Tabel 4.6. Perbandingan Co(II) teradsorpsi oleh Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB [Co(II)] teradsorpsi %teradsorpsi (mmol/g) Na-bentonit* 0,08 (a) 11,94 Al-bentonit 0,20 (b) 23,26 PEBAB 0,28 (c) 32,56 Keterangan : - % perubahan: [(b-a)/a] x 100%; [(c-b)/b] x 100% Adsorben
%perubahan 150 40
- % teradsorpsi: (a/awal) x 100%; (b/awal) x 100%; (c/awal) x 100% - * Dee Panda, Rosadalima [46] Sama halnya seperti ion Pb(II), kemampuan adsorpsi Al-bentonit dan PEBAB terhadap ion Co(II) lebih tinggi dibandingkan dengan Na-bentonit terlihat pada Tabel 4.6. Hal ini karena ion Co(II) lebih stabil berikatan elektrostatik dengan Al-bentonit dibandingkan dengan pertukaran kation dengan Na+. Untuk PEBAB, tiga kemungkinan ion Co(II) teradsorpsi yaitu di permukaan bentonit, di
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
57
interlayernya, dan di gugus SO3- dari PSS sehingga kemampuan adsorpsinya paling besar. 4.5.1.3 Adsorpsi Ion Zn(II) Adsorpsi larutan ion Zn(II) juga dilakukan oleh adsorben Al-bentonit dan PEBAB. Pengukuran jumlah ion Zn(II) yang teradsorpsi oleh Al-bentonit dan PEBAB dilakukan menggunakan AAS dengan mengukur filtrat yang mengandung ion Zn(II) sisa yang tidak terserap oleh adsorben. Gambar 4.26 memperlihatkan bahwa kemampuan adsorbsi PEBAB terhadap ion Zn(II) lebih rendah dibandingkan dengan Al-bentonit. Persen penurunan jumlah ion Zn(II) yang teradsorpsi sebesar 24,56 % yang diperlihatkan pada Tabel 4.7.
Gambar 4.26. Jumlah ion Zn(II) teradsorpsi pada Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB; [Zn(II)= 9,18mM]
Menurut teori HSAB (asam-basa keras lunak), ligan PSS bersifat basa keras dan ion Zn(II) cenderung bersifat asam keras sama seperti ion Co(II), namun jari-jari ion Zn(II) yang kecil menyebabkan ikatan elektrostatik antara ion Zn(II) dengan PSS menjadi kurang stabil. Tingginya adsorpsi ion Zn(II) pada Al-
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
58
bentonit dapat disebabkan karena ion Zn(II) dapat masuk ke dalam interlayer selain teradsorpsi pada permukaan bentonit. Tabel 4.7. Perbandingan Zn(II) teradsorpsi oleh Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB [Zn(II)] teradsorpsi % teradsorpsi % perubahan (mmol/g) Na-bentonit* 0,05 (a) 4,93 Al-bentonit 0,57 (b) 50,44 1040 PEBAB 0,43 (c) 38,05 -24,56 Keterangan : - % perubahan: [(b-a)/a] x 100%; [(c-b)/b] x 100% Adsorben
- % teradsorpsi: (a/awal) x 100%; (b/awal) x 100%; (c/awal) x 100% - * Dee Panda, Rosadalima [46]
Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa kemampuan adsorpsi Al-bentonit dan PEBAB terhadap ion Zn(II) lebih tinggi dibandingkan dengan Na-bentonit. Hal ini dikarenakan ion Zn(II) lebih stabil berikatan elektrostatik dengan Al-bentonit dibandingkan dengan pertukaran kation dengan Na+. 4.5.1.4 Adsorpsi Ion Cu(II)
Gambar 4.27. Jumlah ion Cu(II) teradsorpsi pada Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB; [Cu(II)= 9,44 mM]
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
59
Adsorpsi larutan ion Cu(II) dilakukan oleh adsorben Al-bentonit dan PEBAB. Pengukuran jumlah ion Cu(II) yang teradsorpsi oleh Al-bentonit dan PEBAB dilakukan mengunakan AAS dengan mengukur filtrat yang mengandung ion Cu(II) sisa yang tidak terserap oleh adsorben. Gambar 4.27 memperlihatkan juga bahwa kemampuan adsorpsi Albentonit dan PEBAB terhadap ion Cu(II) lebih tinggi dibandingkan dengan Nabentonit. Hal ini dikarenakan ion Cu(II) lebih stabil berikatan elektrostatik dengan Al-bentonit dibandingkan dengan pertukaran kation dengan Na+. Berdasarkan Tabel 4.8, terlihat bahwa PEBAB menyebabkan penurunan jumlah ion Cu(II) yang teradsorpsi sebesar 39,29%. Seperti halnya dengan ion logam Pb(II) dan Zn(II), Al-bentonit memiliki kemampuan mengadsorpsi ion Cu(II) lebih tinggi dibandingkan dengan PEBAB. Ligan PSS bersifat basa keras dan ion Cu(II) termasuk borderline seperti ion Co(II) namun ion Cu(II) memiliki energi ionisasi, afinitas elektron, dan keelektronegatifan yang besar. Sehingga ikatan elektrostatik antara ion Cu(II) dengan gugus SO3- dari PSS menjadi kurang stabil mengakibatkan adsorpsi ion Cu(II) dengan PEBAB lebih rendah. Tingginya adsorpsi ion Cu(II) pada Al-bentonit dapat disebabkan karena ion Cu(II) dapat masuk ke dalam interlayer selain teradsorpsi pada permukaan bentonit.
Tabel 4.8. Perbandingan Cu(II) teradsorpsi oleh Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB [Cu(II)] teradsorpsi % teradsorpsi % perubahan (mmol/g) Na-bentonit* 0,02 (a) 2,43 Al-bentonit 0,28 (b) 30,11 1300 PEBAB 0,17 (c) 18,28 -39,29 Keterangan : - % perubahan: [(b-a)/a] x 100%; [(c-b)/b] x 100% Adsorben
- % teradsorpsi: (a/awal) x 100%; (b/awal) x 100%; (c/awal) x 100% - * Dee Panda, Rosadalima [46]
4.5.1.5 Adsorpsi Ion Cd(II) Pada adsorpsi larutan ion Cd(II) dilakukan oleh adsorben Al-bentonit dan PEBAB. Pengukuran jumlah ion Cd(II) yang teradsorpsi oleh Al-bentonit dan
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
60
PEBAB dilakukan mengunakan AAS dengan membandingkan selisih konsentrasi ion Cd(II) awal dengan sisa.
Gambar 4.28. Jumlah ion Cd(II) teradsorpsi pada Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB; [Cd(II)= 2,67 mM] Gambar 4.28 memperlihatkan bahwa kemampuan adsorpsi Al-bentonit dan PEBAB terhadap ion Cd(II) lebih rendah dibandingkan dengan Na-bentonit. Hal ini dikarenakan ion Cd(II) memiliki energi ionisasi yang besar sehingga tidak stabil berikatan elektrostatik dengan Al-bentonit. Proses yang terjadi lebih didominasi dengan proses tukar kation antara Na+.
Tabel 4.9. Perbandingan Cd(II) teradsorpsi oleh Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB [Cd(II)] teradsorpsi % teradsorpsi % perubahan (mmol/g) Na-bentonit* 0,148 (a) 57,6 Al-bentonit 0,009 (b) 4,37 -93,92 PEBAB 0,003 (c) 1,46 -66,67 Keterangan : - % perubahan: [(b-a)/a] x 100%; [(c-b)/b] x 100% Adsorben
- % teradsorpsi: (a/awal) x 100%; (b/awal) x 100%; (c/awal) x 100% - * Dee Panda, Rosadalima [46]
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
61
Berdasarkan Tabel 4.9, terlihat bahwa PEBAB menyebabkan penurunan jumlah ion Cd(II) yang teradsorpsi sebesar 66,67 %. Hal ini sesuai dengan teori HSAB (asam-basa keras lunak) yaitu asam keras akan bereaksi dengan basa keras dan asam lunak dengan basa lunak. Ligan PSS bersifat basa keras dan ion Cd(II) bersifat asam lunak mengakibatkan adsorpsi ion Cd(II) dengan PEBAB lebih rendah. Pada Al-bentonit, ion Cd(II) kemungkinan masuk kedalam interlayer selain teradsorp pada permukaan bentonit.
4.5.2 Aplikasi Ion Logam Campuran
Keterangan : % perubahan: [(b-a)/a] x 100% Gambar 4.29. Grafik perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB terhadap ion logam campuran Aplikasi adsorpsi dilakukan pada konsentrasi ion logam campuran yang sama dengan ion-ion logam tunggal menggunakan adsorben Al-bentonit dan PEBAB optimum pada pH 6,0. Gambar 4.29 memperlihatkan bahwa PEBAB memiliki kemampuan adsorpsi yang tinggi pada ion Co(II) dibandingkan dengan ion Cd(II), Zn(II), dan Pb(II) kecuali ion Cu(II). Hal ini dikarenakan ion Cu(II) yang teradsorpsi bukan berasal dari kemampuan adsorben PEBAB dan Al-
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
62
bentonit melainkan terjadi pengendapan ion Cu(II) disebabkan karena aplikasi ion logam campuran dengan Al-bentonit dan PEBAB dilakukan pada pH 6, sedangkan ion logam Cu(II) akan mengendap di atas pH 5,18. Penggunaan pH 6,0 didasarkan pada pH limbah logam cair yang pada umumnya sekitar pH 6,0 dan pada hasil penelitian Manohar, D.M.[67] yang memperoleh pH optimum adsorben Al-bentonit untuk mengadsorpsi ion Co(II) pada pH 6. Kemampuan adsorpsi yang sedikit berbeda dengan ion Co(II) ialah ion Pb(II) karena ion Pb(II) memiliki massa yang besar jadi lebih mendominasi daripada ion Zn(II) dan Cd(II). 4.5.3 Penentuan daya adsorpsi ion logam terbesar pada PEBAB Penentuan daya adsorpsi ion logam berdasarkan pada kemampuan adsorpsi yang paling besar dari hasil modifikasi (PEBAB) dan dibandingkan dengan sebelum modifikasi (Al-bentonit) pada ion logam tunggal. Gambar 4.30 memperlihatkan bahwa Al-bentonit memiliki kemampuan mengadsorpsi ion Pb(II), Cd(II), Cu(II), dan Zn(II) lebih tinggi dibandingkan Al-bentonit yang telah dimodifikasi oleh PDDA-PSS. Berbeda dengan ke-empat logam lainnya, kemampuan bentonit termodifikasi polielektrolit bilayer (PEBAB) mengadsorpsi ion Co(II) lebih besar dibandingkan dengan Al-bentonit. Hal ini dapat disebabkan oleh ion Co(II) yang memiliki kestabilan yang tinggi saat berikatan dengan PSS membentuk ikatan elektrostatik sesuai dengan teori HSAB (asam-basa keras lunak). Selain itu, jari-jari ion Co(II) yang cukup besar menyebabkan kemampuan ion Co(II) untuk berikatan elektrostatik dengan PSS lebih stabil. Pada aplikasi ion logam campuran juga diperoleh PEBAB memiliki daya adsorpsi terbesar pada ion Co(II). Ion logam tertinggi yang teradsorpsi oleh PEBAB dan Al-bentonit ialah ion Zn(II). Hal ini dikarenakan ion Zn(II) memiliki keelektronegatifan dan afinitas elektron yang paling kecil sehingga dapat stabil berikatan elektrostatik dengan Albentonit dan cukup stabil berikatan elektrostatik dengan gugus SO3- dari PSS. Gambar 4.30 juga memperlihatkan bahwa ion Cd(II) teradsorpsi paling sedikit. Hal ini disebabkan karena ion Cd(II) bersifat asam lunak sedangkan gugus SO 3dari PSS bersifat basa keras sesuai teori HSAB sehingga ikatan elektrostatik cenderung tidak stabil. Berbeda dengan Al-bentonit, Na-bentonit mengadsorpsi
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
63
ion Cd(II) paling banyak karena ion Cd(II) memiliki nilai afinitas elektron yang kecil melalui proses tukar kation dengan Na+.
Gambar 4.30. Grafik perbandingan kemampuan Na-bentonit, Al-bentonit, dan PEBAB terhadap ion logam tunggal
4.6 Optimasi Adsorpsi terhadap Ion Co(II) Optimasi PEBAB selanjutnya diaplikasikan sebagai adsorben ion logam berat, yakni Co(II), dengan konsentrasi PDDA dan PSS masing-masing sebesar 5x10-4 M (2x pelapisan) dan 5x10 -3 M, serta massa bentonit yang digunakan sebesar 0,1 g. 4.6.1 Variasi Konsentrasi Dilakukan variasi konsentrasi larutan ion Co(II) 1,70; 3,39; 5,09; 6,79; dan 8,48 mM dengan tujuan untuk mendapatkan konsentrasi optimum ion Co(II) yang dapat diadsorpsi oleh PEBAB. Gambar 4.31 menunjukkan jumlah ion Co(II) teradsorpsi PEBAB dengan variasi konsentrasi larutan ion Co(II). Dari gambar tersebut terlihat bahwa kondisi optimum penyerapan dicapai pada konsentrasi 5,09 mM. Pada konsentrasi yang lebih tinggi daya adsorpsi mulai menurun
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
64
dikarenakan kapasitas serap maksimum PEBAB telah tercapai pada konsentrasi 5,09 mM sebab sudah dalam keadaan jenuh yaitu jumlah ion logam dalam larutan tidak sebanding dengan jumlah partikel PEBAB.
Gambar 4.31. Grafik jumlah ion Co(II) teradsorpsi PEBAB dengan variasi konsentrasi larutan ion Co(II)
4.6.2 Isoterm Adsorpsi Untuk mengetahui jenis adsorpsi maka dilakukan pengujian terhadap isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich dengan melakukan variasi konsentrasi ion Co(II) dengan range antara 1,70 – 8,48 mM pada pH 6 dan waktu kontak selama 30 menit. Adsorben PEBAB yang digunakan sebesar 0,1 g dengan volume ion Co(II) sebanyak 10 mL. Perhitungan pada Lampiran 22. 4.6.2.1 Isoterm Adsorpsi Langmuir Isoterm adsorpsi Langmuir mengasumsikan, bahwa pusat-pusat adsorpsi pada permukaan adsorben bersifat homogen dan adsorbat teradsorpsi dengan membentuk lapisan tunggal (monolayer). Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dinyatakan dengan:
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
65
Keterangan: qe
: Jumlah adsorbat teradsorpsi per satuan berat adsorben pada kesetimbangan (mmol/g)
Ce
: Konsentrasi kesetimbangan adsorbat setelah adsorpsi (mmol/L)
KL
: Konstanta Langmuir (L/mmol)
qm
: Jumlah adsorbat teradsorpsi maksimum (mmol/g) Plot 1/Ce sebagai sumbu X dan 1/q e sebagai sumbu y akan menghasilkan
kurva seperti pada Gambar 4.32:
Gambar 4.32. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir ion logam Co(II) pada PEBAB
Dari kurva isoterm adsorpsi Langmuir, didapat kelinieran yang tidak terlalu baik dimana hanya didapat nilai R2= 0,756.
4.6.2.2 Isoterm Adsorpsi Freundlich
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
66
Isoterm adsorpsi Freundlich mengasumsikan bahwa pusat-pusat aktif permukaan adsorben bersifat heterogen. Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich dinyatakan dalam:
Ket: K
: konstanta Freundlich (mmol/g)
1/n
: eksponen Freundlich
Dengan mengalurkan Log Ce dengan Log qe, maka akan didapatkan kurva isoterm adsorpsi Freundlich seperti pada Gambar 4.33.
Gambar 4.33. Kurva isoterm adsorpsi Freundlich ion logam Co(II) pada PEBAB Dari kurva isoterm adsorpsi Freundlich, didapat kelinieran yang tidak terlalu baik dimana hanya didapat nilai R2= 0,561. Jika dibandingkan nilai kelinieran isoterm Langmuir lebih baik dengan Freundlich. Namun tidak dapat disimpulkan bahwa, adsorpsi mengikuti isoterm Langmuir. Kemungkinan besar adsorpsi yang terjadi tidak mengikuti keduanya, karena struktur coil polielektrolit
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
67
di permukaan Al- bentonit yang membuat adsorpsi tidak terjadi secara monolayer, dan selain pada permukaan, adsorpsi juga terjadi pada ruang antar lapis, hal ini yang mengakibatkan adsorpsi terjadi secara acak dan tidak mengikuti kedua jenis isoterm adsorpsi. 4.6.3 Variasi pH Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi pH optimum adsorpsi PEBAB terhadap ion Co(II). Gambar 4.34 memperlihatkan bahwa adsorpsi ion Co(II) 5,09 mM meningkat dari pH 5,0 sampai optimum pada pH 6,5 dan diatas pH 6,5 adsorpsi mulai menurun. Hal ini dikarenakan pada kondisi asam, gugus SO3- yang terdapat pada PSS terprotonasi, sehingga adanya kompetisi antara ion H+ dengan ion Co(II) mengakibatkan kemampuan adsorpsi rendah. Pada pH 6,5 adsorpsi relatif tinggi, hal ini dapat terjadi kemungkinan karena kompleks hidrokso logam (MOH+) yang terbentuk di dalam larutan lebih banyak, sehingga melalui gaya elektrostatik akan terjadi tarik menarik dengan adsorben yang bermuatan negatif yang menyebabkan peningkatan adsorpsi.
Gambar 4.34. Grafik jumlah ion Co(II) teradsorpsi PEBAB dengan variasi pH campuran
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
68
Pada pH 7 adsorpsi mulai menurun, hal ini terjadi karena pada pH netral ion logam Co(II) mulai terhidrolisis sedangkan adsorben bermuatan negatif, akibatnya terjadi tolakan antara adsorben dan spesies ion logam, sehingga adsorpsi menjadi berkurang. Reaksi pembentukan ikatan antara PEBAB dengan ion logam dapat dilihat dari ilustrasi seperti pada Gambar 4.35. . H3C
O Al O
N
O
Al
. -O 3S
+
H3C
SO 3-
O
N
+
CH3
-O 3S
CH3 SO 3-
O Al
O
O Al
O
O Al
O
O Al
O
H3C
O Al O
H3C
H3C N
+
-O 3S
H3C
N
-O 3S
CH3
N
SO 3-
CH3
+
SO 3-
+
-O 3S CH3
O
N
Al O
+
SO 3-
CH3 .
.
n
n
+ M+ M
M
+
+
.
H3C
O Al
O
N
+
H3C
M
O
Al
O +
O Al + M
M O O
O Al
O
O Al
M O
+
M O Al O +
M O
Al O M
H3C
+
H3C
SO 3-
+ N
+
N
O Al
+
M
. -O 3S
+
CH3
+
CH3 SO 3-
+
M
M
N
M
-O 3S
+ N
+
H3C
+
CH3
M
-O 3S
+
SO 3-
+
M
-O 3S
+
M
+
SO 3-
CH3
H3C
M
M
-O 3S
+
CH3
N
+
SO 3-
CH3
+
.
.
n
n
Ket: M+ = Mn+
Gambar 4.35. Ilustrasi adsorpsi Mn+ oleh PEBAB
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
69
4.6.4 Perbandingan Adsorpsi Ion Co(II) oleh PEBAB dan Al-Bentonit pada Kondisi Optimum Sebelum Regenerasi Berdasarkan hasil pengukuran dengan AAS, modifikasi PEBAB efektif mengadsorpsi ion Co(II) dengan konsentrasi optimum sebesar 5,09 mM dan pH optimum 6,5. Nilai persen kenaikan adsorpsi PEBAB terhadap Al-bentonit dengan dilakukannya dua variasi yakni variasi konsentrasi ion logam dan variasi pH dapat dilihat pada Tabel 4.10. Tabel 4.10. Persen kenaikan adsorpsi Co(II) oleh PEBAB pada kondisi optimum terhadap Al-bentonit Adsorben
[Co(II)] teradsorpsi (mmol/g)
% kenaikan
Al-bentonit pH awal (a)
0,20
PEBAB pH 6,0 (b)
0,40
100
PEBAB pH 6,5 (c)
0,41
105
Keterangan: a: Al-bentonit tanpa modifikasi b: PEBAB hasil variasi konsentrasi ion Co(II) c: PEBAB hasil variasi pH dengan konsentrasi ion Co(II) optimum Berdasarkan Tabel 4.10, persen kenaikan adsorpsi PEBAB hasil variasi konsentrasi ion logam (PEBAB+Co(II) pH 6,45) terhadap Al-bentonit tanpa PDDA-PSS diperoleh sebesar 100%. Selanjutnya, hasil variasi pH dengan menggunakan konsentrasi ion logam optimum 5,09 mM menunjukkan persen kenaikan yang lebih tinggi, yakni sebesar 105%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan dilakukannya proses variasi konsentrasi ion logam dan variasi pH yang digunakan, dapat meningkatkan kemampuan PEBAB untuk mengadsorpsi ion Co(II) secara efektif.
4.6.5
Regenerasi Proses regenerasi dilakukan dengan menambahkan larutan EDTA ke
dalam padatan PEBAB-Co(II) yang disintesis dari kondisi optimum hasil variasi konsentrasi ion logam dan variasi pH. Kelebihan dari EDTA adalah mudah larut
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
70
dalam air, dapat diperoleh dalam bentuk garam, dan EDTA sangat efektif mengkelat ion logam sehingga dalam penelitian ini digunakan EDTA untuk proses regenerasi. Penambahan EDTA dimaksudkan agar ion Co(II) yang telah terikat pada PEBAB dapat terlepas dan membentuk kompleks dengan EDTA, agar dapat diperoleh kembali PEBAB. Hasil regenerasi diperlihatkan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Nilai % regenerasi PEBAB-Co(II) dengan EDTA PEBAB
Nilai
[Co(II)] terserap PEBAB (mmol/g) (a)
0,41
[Co(II)] terikat EDTA (mmmo/g) (b)
0,17
% regenerasi
42,54
Keterangan : (b/a) x 100 % M
M
+
+
.
H3C
O Al
O
O
O
N H3C
M
Al
+
O Al + M
M O O
O Al
O
+
+
M O
M O Al O +
M O
Al O M
H3C
+
H3C
+ N
+
CH3
M
-O 3S
M
+ N
+
H3C N
+
M
-O 3S
O
O
O
Al
O Al + M
+
+
SO 3-
+
H3C
+
+
n
O O
O Al
M O
+
+
.
.
O Al
M O
SO 3-
CH3
N H3C
Al O M
+
M
SO 3-
+ N
+
H3C H3C
. -O 3S
+
N
M O Al O
+
CH3
N
+
M O
O Al
+
M
-O 3S
M
O Al
SO 3-
CH3
CH3
.
H3C
+
M
+
M
+
SO 3-O 3S
M
+
CH3
+
M
M
M SO 3-
+
N
O Al
O Al
M
. -O 3S
+
+
CH3
CH3 SO 3-
+
M
M
-O 3S
+ N
+
H3C N
+
SO 3-
CH3
CH3
-O 3S SO 3-
+
H3C
M
-O 3S
-O 3S
+
M
CH3
N
+
.
.
n
SO 3-
CH3
+
n
n
Ket: M+ = Mn+ Gambar 4.36. Ilustrasi reaksi regenerasi PEBAB-Co(II) menggunakan larutan EDTA Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai % regenerasi PEBAB sebesar 42,54 %. Hal ini menunjukkan bahwa ion Co(II) tidak seluruhnya tertarik oleh EDTA dikarenakan ikatan PEBAB-Co(II) lebih besar dibandingkan EDTA-
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
71
Co(II). Selain itu, pada saat proses regenerasi, PEBAB berikatan dengan ion Co(II) pada kondisi konsentrasi dan pH yang optimum sehingga ion Co(II) sulit tertarik oleh EDTA. Ilustrasi pengambilan Co(II) oleh EDTA dari PEBAB dapat dilihat pada Gambar 4.36.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan a. Keberhasilan modifikasi Al-bentonit dengan PDDA dibuktikan dengan adanya serapan FTIR pada bilangan gelombang di sekitar ~1400 cm-1. b. Keberhasilan modifikasi Al-bentonit-PDDA dengan PSS dibuktikan dengan adanya serapan FTIR pada bilangan gelombang 670-680 cm-1. c. Pilarisasi terbukti meningkatnya basal spacing bentonit dari 1,42 nm menjadi 1,81 nm. d. Kondisi optimum modifikasi Al-bentonit adalah pada PDDA 5 x 10-4 M dengan dua kali pelapisan dan konsentrasi PSS 5 x 10 -3 M. e. Keberhasilan modifikasi Al-bentonit dengan PDDA dan PSS dibuktikan dengan adanya pergeseran basal spacing sebesar 0,08 nm. f. Daya adsorpsi ion Co(II) terhadap PEBAB mengalami peningkatan sebesar 35,60% untuk ion logam tunggal dan 18,18% untuk ion logam campuran. g. Kondisi optimum adsorpsi ion Co(II) oleh PEBAB diperoleh pada konsentrasi Co(II) 300 ppm dan pH 6,5. h. Adsorpsi ion logam Co(II) oleh PEBAB tidak mengikuti isoterm adsorpsi Langmuir maupun Freundlich. i.
% Regenerasi yang diperoleh menggunakan Na-EDTA untuk mendapatkan kembali PEBAB sebesar 42,54 %.
5.2
Saran a. Melakukan variasi konsentrasi PSS yang lebih bervariatif. b. Melakukan adsorpsi untuk jenis ion logam yang lebih bervariatif. c. Melakukan variasi waktu pengadukan pada saat mengadsorpsi ion logam berat untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. d. Melakukan kajian aplikasi dari PEBAB terhadap limbah industri.
72
Universitas Indonesia
Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
73
DAFTAR PUSTAKA
1. Papafilippaki, A. K., Kotti, M. E., dan Stavroulakis, G.G., 2007, Seasonal Variations in Dissolved Heavy Metals in The Keritis River, Chania, Greece, Proceedings of the 10th International Conference on Environmental Science and Technology. 2. Akoto, O., Bruce, T. N., dan Darkol, G., 2008, Heavy metals pollution profiles in streams serving the Owabi reservoir, African Journal of Environmental Science and Technology, Vol. 2, No. 11, pp. 354 - 359. 3. Liu, L., Fasheng, L., dan Xiong, D., 2006, Heavy metal contamination and their distribution in different size fractions of the surficial sediment of Haihe River, China, Environ Geol, Vol 50, pp.431-438. 4. Singh, K. P., Malik, A., Sinha, S., Singh, K., dan Murthy, R. C., 2005, Estimation of Source of Heavy Metal Contamination in Sediments of Gomti River (India) Using Principal Component Analysis, Water, Air, and Soil Polution (Springer), Vol 166, pp. 321-341. 5. Obolewski, K., dan Glinska-Lewczuk, K., 2006, Contents of Heavy Metals in Bottom Sediments of Oxbow Lakes and the Słupia River, Polish J. Environ. Stud. Vol. 15, No. 2a, pp. 440-44. 6. El-Kammar, A. M., Ali, B. H., dan El-Badry, A.M., 2009, Environmental Geochemistry of River Nile Bottom Sediments Between Aswan and Isna, Upper Egypt, Journal of Applied Sciences Research (INSInet Publication), Vol. 5(6), pp. 585-594. 7. Al-Degs, Y.S., Tutunji, M.F. & Baker, H.M., 2003, Isothermal and kinetic adsorption behavior of Pb2+, ions on natural silicate minerals, Clay Minerals, 38: 501 –509. 8. Kobayashi, J., 1978, Pollution by Cadmium and Itai-Itai Disease in Japan, In Toxicity of Heavy Metals in the Environment, Part I. Maecell Dekker, Inc., New York.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
74
9. Kim, J.S., Park, J.C., & Yi, J., 2000, Zinc ion removal from aqueous solutions using modified silica impregnated with 2-ethylhexyl 2-ethylhexyl phosphoric acid, Separation Science and Technology, 35 (12): 1901-1916. 10. Alvarez-Ayuso, E., dan Garcia-Sanchez, A., 2003, Removal of heavy metals from waste waters by natural and Na-exchanged bentonites, Clay and Clay Minerals, 51 (5): 475-480. 11. Alvarez-Ayuso, E., Garcia-Sanchez, A., & Querol, X., 2003, Purification of metal electroplating waste waters using zeolites”, Water Research, 37: 48554862. 12. Erdem, E., Karapinar, N., & Donat, R., 2004, The removal of heavy metal cations by natural zeolite,. Journal of Colloidal and Interface Science, 280: 309-314. 13. Eren, E. dan Afsin, B., 2008, An Investigation of Cu(II) Adsorption by Raw and Acid-activated Bentonite: A Combined Potentiometric, Thermodynamic, XRD, IR, DTA Study, Journal of Hazardous Materials, 151, pp. 682–691. 14. Wolfe T.A., Demerelt. dan Baumann E.R., 2001, Interaction of Aliphatic Amines with Montmorillonite to Enhance Adsorption of Organic Pollutants. Clay and Clays Mineral, 33, 301-311. 15. Diaz F. R. V. dan Santos P. S., 2001, Studies on The Acid Activation of Brazilian Smectite Clays, Quim. Nova, 24, 345-353. 16. Vaccari A.,1998, Preparation and Catalytc Properties of Cationic and Anionic Clays, Catal. Today, 41, 53-71. 17. Alexandre M. dan Dubois P ., 2000, Polymer - Layered Silicate Nanocomposites: Preparation, Properties and Uses of a New Class of Materials, Materials Science and Engineering, 28, 1-63. 18. Gupta, S. Sen dan Bhattacharyya, K. G. 2006. Removal of Cd(II) from aqueous solution by kaolinite, montmorillonite and their poly(oxozirconium) and tetrabutylammonium derivatives. Journal of Hazardous Materials, vol. 128, no. 2-3, pp. 247–257.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
75
19. Yavuz, O., Altunkaynak, Yalcin., dan Guzel, Fuat., 2003, Removal of copper, nickel, cobalt and manganese from aqueous solution by kaolinite, Water Research, vol. 37, no. 4, pp. 948–952. 20. Bhattacharyya, K. G. dan Gupta, S. Sen., 2007, Adsorption of Co(II) from aqueous medium on natural and acid activated kaolinite and montmorillonite, Separation Science and Technology, vol. 42, no. 15, pp. 3391–3418. 21. Gupta, S. Sen dan Bhattacharyya, K. G., 2005, Interaction of metal ions with clays: I. A case study with Pb(II), Applied Clay Science, vol. 30, no. 3-4, pp. 199–206. 22. Bhattacharyya, K. G. dan Gupta, S. Sen., 2006, Pb(II) uptake by kaolinite and montmorillonite in aqueous medium: influence of acid activation of the clays, Colloids and Surfaces A, vol. 277, no. 1–3, pp. 191–200. 23. Mellah, A. dan Chegrouche, S., 1997, The removal of zinc from aqueous solutions by natural bentonite, Water Research, vol. 31, no. 3, pp. 621–629. 24. Etci, ¨O., Bektaş, Nihal., dan Öncel, M. Salim., 2010, Single and binary adsorption of lead and cadmium ions from aqueous solution using the clay mineral beidellite, Environmental Earth Sciences, vol. 61, no. 2, pp. 231–240. 25. Angove, M. J., Johnson, Bruce B., dan Wells, John D., 1998, The influence of temperature on the adsorption of cadmium(II) and cobalt(II) on kaolinite, Journal of Colloid and Interface Science, vol. 204, no. 1, pp. 93–103. 26. Bhattacharyya, K. G. dan Gupta, S. Sen., 2008, Adsorption of a few heavy metals on natural and modified kaolinite and montmorillonite: a review. Advances in Colloid and Interface Science, vol. 140, no. 2, pp. 114–131. 27. Anirudhan, T.S. dan Ramachandran, M., 2006, Adsorptive removal of tannin from aqueous solutions by cationic surfactant-modified bentonite clay, Journal of Colloid and Interface Science 299 (116–124). 28. Krishna, B. S., Murty, D.S.R., dan Prakash, B.S. Jai., 2000, Thermodynamics of chromium(VI) anionic species sorption onto surfactant-modified montmorillonite clay, Journal of Colloid and Interface Science, vol. 229, no. 1, pp. 230–236.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
76
29. Zadaka, D., Nir, Shlomo., Radian, Adi., dan Mishael, Yael G., 2009, Atrazine removal from water by polycation-clay composites: effect of dissolved organic matter and comparison to activated carbon, Water Research, vol. 43, no. 3, pp. 677–683. 30. Rytwo, G., Kohavi, Ynon., Botnick, Ilan., dan Gonen, Yotam., 2007, Use of CVand TPP-montmorillonite for the removal of priority pollutants from water, Applied Clay Science, vol. 36, no. 1–3, pp. 182–190. 31. Konstantinou, I. K., Albanis, T.A., Petrakis, D E., dan Pomonis, Philip J., 2000, Removal of herbicides from aqueous solutions by adsorption on Alpillared clays, Fe-Al pillared clays and mesoporous alumina aluminum phosphates, Water Research, vol. 34, no. 12, pp. 3123–3136. 32. Abate, G. dan Masini, J. C., 2005, Adsorption of atrazine, hydroxyatrazine, deethylatrazine, and deisopropylatrazine onto Fe(III) polyhydroxy cations intercalated vermiculite and montmorillonite, Journal of Agricultural and Food Chemistry, vol. 53, no. 5, pp. 1612–1619. 33. Na, P., Jia, Xiumin., Yuan, Bin., Li,, Yuan., Na, Jiyu., Chen, Yuchen., dan Wang, Linshuang., 2010, Arsenic adsorption on Ti-pillared montmorillonite. Journal of Chemical Technology and Biotechnology, vol. 85, no. 5, pp. 708– 714. 34. Sergeeva, I. P., Sobolev, V.D., Dibrov, G.A., dan Churaev, N.V., 2010. Layer by layer adsorption of polyelectrolyte and surfactant and adsorption of their complexes on solid surface. Frumkin Institute of Physical Chemistry and Electrochemistry, Russian Academy of Sciences, Vol. 73, No. 3, pp. 375–380. 35. Decher, G., Eckle, Michel., Schmitt., dan Struth, Bernd., 1998, Layer-byLayer assembled multicomposite films. Curr. Opinion Coll. & Interf. Sci., 3, 32-39. 36. N. C, Frank., Zucolotto, Valtenciret., Jr, Osvaldo N. Oliveira., dan Nart, Francisco., 2006, Electrochemistry of layer-by-layer films: a review, Int. J. Electrochem. Sci., 1 194-214.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
77
37. Hie, Bernat. 2008. Adsorbsi Surfaktan Kationik Hexadecyltrimethyl ammonium bromide (HDTMA-Br), dan Sodium Dodecyl Sulfonate (SDS) terhadap Polyelecterolyte Bilayer – Modified Zeolite (PEB-MZ) Polyallylamine Hydrochloride (PAH) / Polystyrene Sulfonate (PSS) pada substrat zeolit Clinoptilolite dan regenerasi PMZ. Karya Utama Sarjana Kimia, Departemen Kimia FMIPA UI, Depok. 38. Alex I., 2008. Modifikasi Zeolit Alam Clinoptilolite dengan Polyallylamine Hydhrochloride dan Polyacrylic Acid sebagai Adsorben Hexadecyltrimethyl Ammonium Bromide dan Sodium Dodecyl Benzene Sulfonate. Karya Utama Sarjana Kimia, Departemen Kimia FMIPA UI, Depok. 39. Stephanie, Hellen. 2010. Adsorpsi Surfaktan Sodium Dodecyl Sulfate dan Hexadecyltrimethylammonium – Bromide pada Zeolit Termodifikasi Polielektrolit Ganda PDDA/PSS. Karya Utama Sarjana Kimia, Departemen Kimia FMIPA UI, Depok. 40. Wibulswas, R., White, D.A., dan Rauti., 1999, Adsorption of Phenolic Compounds from Water by Surfactant-Modified Pillared Calys, Trans IChemE, Vol 77, Part B. 41. Hutson, N.D., Hoekstra, M.J., dan Yang, R.T., 1999, Control of Microporosity of Al2O3-Pillared Clays: Effect of pH, Calcination Temperature and Clay Cation Exchange Capacity, Microporous and Mesoporous Materials, Volume 28, Issue 3, Pages 447 – 459. 42. Okoye, I.P dan Obi, C., 2001, Synthesis and Characterization of Al-Pillared Bentonite Clay Minerals, Research Journal of Applied Science 6 (7-12): 447450. 43. Yan, Liang-guo., Shan, Xiao-quan., Wen, Bei.,dan Owens, Gary., 2008, Adsorption of Cadmium Onto Al13-Pillared Acid-Activated Montmorillonite, Journal of Hazardous Materials 156 499–508. 44. Bekri-Abbes, Imen., Bayoudh, Sami., dan Baklouti, Mohamed., 2006, Converting Waste Polystyrene into Adsorbent: Potential Use in the Removal
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
78
of Lead and Cadmium Ions from Aqueous Solution, J Polym Environ 14:249– 256. DOI 10.1007/s10924-006-0018-3. 45. McAloney, Richard A., Dudnik, Vyacheslav., dan Goh, M. Cynthia., 2003, Kinetics of Salt-Induced Annealing of a Polyelectrolyte Multilayer Film Morphology, Langmuir, 19, 3947-3952. 46. Dee Panda, Rosadalima. 2012. Modifikasi Bentonit Terpilar Al Menggunakan kitosan sebagai Adsorben Ion- Ion Logam Berat. Karya Utama Sarjana Kimia, Departemen Kimia FMIPA UI, Depok. 47. Yolani, Deagita. 2012. Modifikasi Bentonit Terpilar Al Menggunakan Polydiallyl Dimethyl Ammonium sebagai Adsorben Sodium Dodecyl BenzeneSulfonate. Karya Utama Sarjana Kimia, Departemen Kimia FMIPA UI, Depok. 48. Syuhada, Rachmad, W., Jayatin., dan Saeful, Rohman. 2009. Modifikasi Bentonit (Clay) menjadi Organoclay dengan Penambahan Surfaktan. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. Vol. 2 No. 1. ISSN 1979-0880. 49. Alemdar, A., Öztekin, N., Erim, F B., Ece, Ö I., dan Güngör, N., 2005, Effects of Polyethyleneimine Adsorption on Rheology of Bentonite Suspensions, Bull Mater. Sci., Vol. 28, No. 3, June 2005, pp. 287–291, Indian Academy of Sciences. 50. Ohtsuka, Kunio, 1997, Preparation and Properties of Two-Dimensional Microporous Pillared Interlayered Solids, Chem. Mater. 9, 2039-2050. 51. Schoonheydt, R.A., Pinnavaia, Tom., Lagaly, Gerhard., dan Gangas, Nick., 1999, Pillared Clays and Pillared Layered Solids, Pure and Applied Chemistry 71. 2367-2371. 52. Bergaya, F., 1995, The Meaning Surface Area and Porosity Measurements of Clays and Pillared Clays, Journal of Porous Materials 2, 91-96. 53. Salerno, P., M. B. Asenjo, S. Mendioroz. 2001. Influence of preparation method on thermal stability and acidity of Al- PILCs. Thermochimica Acta. 379:101- 109.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
79
54. J. Kotz, S. Kosmella , T. Beitz. 2001. Self-assembled Polyelectrolyte system. Poly. Sci (26), 1199-1232. 55. Rmaile, Hasan. 2004. Polyelectrolytes: Definition,properties and Applications. Interscience Publisher, inc: Singapore. 56. Lourenço, João Manuel Cachado., 2008, Presença E Influência Dos Contraiões Em Filmes Automontados. Faculdade De Ciências E Tecnologia Universidade Nova De Lisboa. Departamento de Fisica. 57. Palar, Drs. Heryando. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta. 58. Kantor Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.Kep-51/2004. Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Air Laut, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta, 2004. 59. Tim Kimia Fisik. 2011. Petunjuk Praktikum Kimia Fisik (Periode II). Depok: FMIPA UI. 60. Kumar, P. Senthil dan Kirthika, K. 2009. Equilibrium and Kinetic Study of Adsorption of Nickel from Aqueous Solution Onto Bael Tree Leaf Powder. Journal of Engineering Science and Technology Vol. 4, No. 4 351 – 363. 61. E. N. Khasanah. 2009. Adsorpsi Logam Berat. Oseana, XXXIV, 1-7. 62. Sunardi. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Analisa Instrumentasi. Departemen Kimia FMIPA UI, Depok. 63. Skoog, Douglas A., Holler, F. James., dan Nieman, Timothy A., 2000, Principle of Instrumental Analysis Fifth ed, Saunders College Publishing, London. 64. Tabak, A., Afsin, B., Caglar, B., dan Koksal, E., 2007, Characterization and Pillaring of a Turkish Bentonite (Resadiye), Journal of Colloid and Interface Science 313 5-11. 65. Bottero, J. Y., J. M. Cases, F. Flessinger, J. E. Poirier., 1980, Studies of Hydrolyzed Aluminum Chloride Solution. 1. Nature of Aluminum Species and Composition of Aqueous Solutions, J. Phys. Chem. 84 : 2933-2939.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
80
66. Pinnavaia, T. J., S. D. Landau, M. S. Tzou, I. D. Johnson. 1985. Layer CrossLinking in Pillared Clays. J. Am. Chem. Soc. 107 : 7222 – 7224. 67. Manohar, D.M., Noeline, B.F., dan Anirudhan, T.S., 2006, Adsorption Performance of Al-pillared Bentonite Clay for the Removal of Cobalt(II) From Aqueous Phase, Applied Clay Science 31 194-206.
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
81
Lampiran 1 Database hasil XRD terhadap bentonit alam (Deagita Yolani, Skripsi 2012)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pos. d-spacing [°2Th.] [Å] 5,7951 15,23830 17,3741 5,10427 19,903 4,46106 22,0816 4,02562 26,72 3,33639 28,5701 3,12441 35,0301 2,56162 36,2531 2,47797 54,5346 1,68274 56,9555 1,6155
Rel. Int. [%] 69,26 5,76 51,59 100 46,17 12,75 20,53 25,96 6,76 6,31
FWHM Area Height Backgr.[cts] [°2Th.] [cts*°2Th.] [cts] 0,1968 19,24 92,74 99,09 0,7872 6,4 10 8,24 0,3149 22,93 12 73,82 0,1574 22,22 13 143,08 0,1968 12,83 15 66,06 1,8893 34,01 14 18,25 0,6298 18,24 12 29,37 0,6298 23,08 11 37,15 1,2595 12,02 8 9,67 1,152 13,87 8 9,03
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
82
Lampiran 2 Database hasil XRD terhadap bentonit fraksi 1
No.
Sudut Difraksi (2θ)
d-spacing [Å]
Intensitas
FWHM (radian)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5.6200 20.0310 20.8400 21.8742 26.6209 28.0852 35.0800 35.4800 36.0200 36.6200
15.71268 4.42919 4.25904 4.05995 3.34582 3.17462 2.55598 2.52808 2.49140 2.45195
332 285 191 469 329 92 124 124 165 102
1.00000 0.77000 0.00000 0.58310 0.28180 0.32680 0.98660 0.00000 0.00000 0.60000
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
83
Lampiran 3 Database hasil XRD terhadap bentonit fraksi 2
No.
Sudut Difraksi (2θ)
d-spacing [Å]
Intensitas
FWHM (radian)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5.6888 19.8600 20.8400 21.8790 23.6600 26.6130 28.5800 29.2400 34.9800 36.0400
15.52281 4.46693 4.25904 4.05907 3.7574 3.3468 3.12077 3.05182 2.56306 2.49007
312 308 192 599 48 242 51 45 131 193
0.95100 0.42720 0.00000 0.53650 0.92000 0.27470 0.00000 0.62660 0.74000 1.02400
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
84
Lampiran 4 Database hasil XRD terhadap Na-bentonit (Deagita Yolani, Skripsi 2012)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pos. d-spacing Rel. Int. FWHM Area Backgr.[cts] Height [°2Th.] [Å] [%] [°2Th.] [cts*°2Th.] [cts] 6,239 14,15507 20,86 1,5744 47,84 57 30,8 19,6195 4,52489 52,22 0,3149 23,95 11 77,11 21,7187 4,09205 100 0,3936 57,34 13 147,67 26,4125 3,37454 54,02 0,4723 37,17 12 79,77 35,9802 2,49613 27,62 0,6298 25,33 9 40,78 54,0836 1,69571 7,88 0,9446 10,84 7 11,64 61,6477 1,50456 18,42 0,4723 12,68 6,11 27,21 67,9423 1,37969 10,74 0,3149 4,93 5 15,86 72,8866 1,29674 8,31 1,536 25,13 4 12,27
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
85
Lampiran 5a Database hasil XRD terhadap Al-bentonit
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sudut Difraksi (2θ) 4.8666 9.8400 19.9800 20.8000 21.8096 23.2600 26.6221 28.4560 34.9200 35.8550
d-spacing [Å] 18.14335 8.98155 4.44038 4.26714 4.07183 3.82111 3.34568 3.13409 2.56733 2.50249
FWHM (radian) 1.18670 1.20000 0.49000 0.00000 0.60700 0.00000 0.33270 0.45600 0.50000 1.15000
Intensitas 30 46 190 218 667 51 397 71 62 183
Lampiran 5b Perhitungan basal spacing Al-bentonit
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
86
Lampiran 6 Database hasil XRD terhadap PEBAB
No.
Sudut Difraksi (2θ)
d-spacing [Å]
Intensitas
FWHM (radian)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5.1100 9.9000 20.0000 20.8000 21.8271 26.6310 35.0000 35.8866 36.5000 42.4503
17.27968 8.92725 4.43598 4.26714 4.06861 3.34458 2.56164 2.50036 2.45974 2.12770
28 47 192 219 669 436 66 188 90 33
0.74000 0.54000 0.53100 0.00000 0.58330 0.28400 0.44000 0.89330 0.53000 0.32930
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
87
Lampiran 7 Data Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Konsentrasi 0.00E+00 5.00E-06 1.00E-05 2.00E-05 3.00E-05
Absorbansi -0.0007 0.2752 0.5424 1.1071 1.6409
Sampel
Konsentrasi MB awal (mol/L)
Konsentrasi MB pada filtrat (mol/L)
Konsentrasi MB terserap (mol/L)
% MB terserap (%)
Na-bentonit
0.015
5.308x10-7
0.015
99.996
Konsentrasi MB terserap (mmol/gr) 0.374
0.015
-3
0.005
34.724
0.130
Al-bentonit
9.762x10
Nilai KTK (meq/100 gr) 37.4 13.0
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
88
Lampiran 8 Data gravimetri %massa PDDA
Keterangan: - B.Kosong
: berat kosong
- B.Sampel
: berat sampel
- B.Stlh pmbkrn n
: berat yang hilang setelah pembakaran
-n
: jumlah pembakaran
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
89
Lampiran 9 Data gravimetri %massa PSS
Keterangan: - B.Kosong
: berat kosong
- B.Sampel
: berat sampel
- B.Stlh pmbkrn n
: berat yang hilang setelah pembakaran
-n
: jumlah pembakaran
- B.PSS
: berat PSS
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
90
Lampiran 10 Perhitungan jumlah ion logam teradsorpsi
Contoh perhitungan = adsorpsi ion Pb(II) oleh PEBAB
Keterangan simbol = qt
= jumlah ion logam yang teradsorpsi (mmol/g)
ms = ion logam (mg) m
= PEBAB (g)
CO = Konsentrasi ion logam awal (mg/L) CE = Konsentrasi ion logam sisa (mg/L) V
= Volume ion logam (mL)
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
91
Lampiran 11 Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Pb(II)
[Pb(II)] (mg/L) 1.5 3 9 12
Adsorben
Pb(II) awal mg/L 0.0491 250 1460 0.031 250 1605 0.033 250 1605 Abs
Na-bentonit* Al-bentonit PEBAB
fp
Pb(II) sisa mg/L 1094 1120 1182.5
Pb(II) terserap mg/L 366 485 422.5
Abs 0.0033 0.0132 0.0808 0.1093
Pb(II) terserap mg/g
Pb(II) terserap mmol/g
36.6 48.5 42.25
0.18 0.23 0.20
Keterangan: - * Rosadalima Dee Panda, skripsi 2012 - Abs = absorbansi
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
92
Lampiran 12 Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Co(II)
[Co(II)] mg/L 0.2 0.4 1.2 1.6
Adsorben
Co(II) awal mg/L 0.0206 500 395.88 0.0326 500 504.08 0.0284 500 504.08 Abs
Na-bentonit* Al-bentonit PEBAB
fp
Co(II) Co(II) Co(II) sisa terserap terserap mg/g mg/L mg/L 352.13 43.75 4.38 383.67 120.41 12.04 340.82 163.26 16.33
Abs 0.0034 0.0172 0.0512 0.0757
Co(II) terserap mmol/g
0.08 0.20 0.28
Keterangan: - * Rosadalima Dee Panda, skripsi 2012 - Abs = absorbansi
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
93
Lampiran 13 Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Zn(II)
[Zn(II)] mg/L 0.3 0.6 1.2 1.5 1.8 3
Adsorben
Abs
fp
Na-bentonit* Al-bentonit PEBAB
0.3487 0.1386 0.1760
500 666.67 666.67
Zn(II) awal mg/L 609.77 741.01 741.01
Zn(II) Zn(II) sisa terserap mg/L mg/L 580 29.77 368.35 372.66 458.04 282.97
Abs 0.0612 0.1371 0.3493 0.4156 0.4659 0.8163
Zn(II) terserap mg/g
Zn(II) terserap mmol/g
2.98 37.27 28.30
0.05 0.57 0.43
Keterangan: - * Rosadalima Dee Panda, skripsi 2012 - Abs = absorbansi
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
94
Lampiran 14 Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Cu(II)
[Cu(II)] mg/L 1.5 3 6 12 15
Adsorben Na-bentonit* Al-bentonit PEBAB
Abs
fp
0.4745 100 0.2300 100 0.2781 100
Cu(II) awal mg/L 587.50 589.84 589.84
Cu(II) Cu(II) sisa terserap mg/L mg/L 573.2 14.3 409.38 180.46 484.53 105.31
Abs 0.0414 0.1662 0.3839 0.7511 0.9269
Cu(II) terserap mg/g
Cu(II) terserap mmol/g
1.43 18.05 10.53
0.02 0.28 0.17
Keterangan: - * Rosadalima Dee Panda, skripsi 2012 - Abs = absorbansi
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
95
Lampiran 15 Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Cd(II)
[Cd(II)] mg/L 0.3 0.9 1.2 1.8
Adsorben
Abs
Na-bentonit* Al-bentonit PEBAB
0.0636 0.1851 0.1927
Abs 0.0271 0.1754 0.265 0.4654
Cd(II) Cd(II) Cd(II) Cd(II) Cd(II) awal sisa terserap terserap terserap mg/L mg/L mg/L mg/g mmol/g 250 304.33 82.26 166.32 16.63 0.148 250 231.34 220.98 10.36 1.04 0.009 250 231.34 227.48 3.86 0.39 0.003 fp
Keterangan: - * Rosadalima Dee Panda, skripsi 2012 - Abs = absorbansi
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
96
Lampiran 16 Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Cd(II) dalam ion logam campuran
[Cd(II)] mg/L 0.5 0.6 0.8 1.0 1.5 2.0
Abs 0.0399 0.0507 0.1025 0.1272 0.2382 0.3244
Adsorben
Abs
fp
Cd(II) awal mg/L
Cd(II) Cd(II) Cd(II) Cd(II) sisa terserap terserap terserap mg/L mg/L mg/g mmol/g
Al-bentonit PEBAB
0.0295 0.4328
250 100
376.42 376.42
114.64 254.82
261.78 121.60
26.18 12.16
0.23 0.11
Keterangan: - fp = faktor pengenceran - Abs = absorbansi
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
97
Lampiran 17 Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Co(II) dalam ion logam campuran
Adsorben
Abs
fp
Al-bentonit PEBAB
0.0051 0.0834
250 10
Co(II) awal mg/L 247.67 247.67
Co(II) sisa mg/L 52.91 20.33
[Co(II)] mg/L
Abs
0.2 0.4 0.8 1.2 1.6
0.0060 0.0107 0.0294 0.0473 0.0652
Co(II) Co(II) Co(II) terserap terserap terserap mg/L mg/g mmol/g 194.76 19.48 0.33 227.34 22.73 0.39
Keterangan: - fp = faktor pengenceran - Abs = absorbansi
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
98
Lampiran 18 Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Cu(II) dalam ion logam campuran
Adsorben
Abs
fp
Al-bentonit PEBAB
0.1623 0.7120
100 10
Cu(II) awal mg/L 477.97 477.97
Cu(II) sisa mg/L 131.72 99.06
[Cu(II)] mg/L
Abs
1.5 3 6 9 12 15
0.0418 0.1117 0.2977 0.4757 0.6899 0.9145
Cu(II) terserap mg/L 346.25 378.91
Cu(II) Cu(II) terserap terserap mg/g mmol/g 34.62 0.54 37.89 0.60
Keterangan: - fp = faktor pengenceran - Abs = absorbansi
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
99
Lampiran 19 Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Pb(II) dalam ion logam campuran
[Pb(II)] mg/L 1.5 3 6 9 12 15
Al-bentonit
0.0260 300
Pb(II) awal mg/L 1506.67
PEBAB
0.0302 300
1506.67
Adsorben
Abs
fp
Pb(II) sisa mg/L 720 804
Abs 0.0171 0.0352 0.0822 0.1319 0.1843 0.2269
Pb(II) Pb(II) Pb(II) terserap terserap terserap mg/L mg/g mmol/g 786.67 78.67 0.38 702.67
70.27
0.34
Keterangan: - fp = faktor pengenceran - Abs = absorbansi
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
100
Lampiran 20 Perbandingan kemampuan Al-bentonit dan PEBAB sebagai adsorben ion Zn(II) dalam ion logam campuran
[Zn(II)] mg/L 0.3 0.5 0.9 1.2 1.5
Adsorben
0.0357 0.0623 0.1469 0.2092 0.2700
Zn(II) Zn(II) Zn(II) Zn(II) Zn(II) awal sisa terserap terserap terserap mg/L mg/L mg/L mg/g mmol/g 0.1005 500 482.41 327.89 154.52 15.45 0.24 0.6398 100 482.41 336.58 145.83 14.58 0.22 Abs
Al-bentonit PEBAB
Abs
fp
Keterangan: - fp = faktor pengenceran - Abs = absorbansi
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
101
Lampiran 21 Optimasi adsorpsi dengan variasi konsentrasi ion logam Co(II)
[Co(II)] mg/L 0.2 0.4 1.2 1.6 1.8
sampel
Abs
Konsentrasi Pengenceran
awal 1 ppm awal 0.8 ppm awal 1.2 ppm awal 0.8 ppm awal 0.8 ppm PEBAB-Co 100 PEBAB-Co 200 PEBAB-Co 300 PEBAB-Co 400 PEBAB-Co 500
0.0637 0.0406 0.0720 0.0406 0.0406 0.0221 0.0136 0.0137 0.0156 0.0190
1.1242 0.7516 1.2581 0.7516 0.7516 0.4532 0.3161 0.3177 0.3484 0.4032
Abs 0.0076 0.0183 0.0662 0.0953 0.1070
Konsentrasi Sisa
Konsentrasi Teradsorp
mmol teradsorp/g adsorben
112.4194 187.9032 314.5161 375.8065 469.7581 45.3226 79.0323 79.4355 174.1935 252.0161
67.0968 108.8710 235.0806 201.6129 217.7419
0.1139 0.1847 0.3989 0.3421 0.3695
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
102
Lampiran 22 Data isoterm adsorpsi ion logam Co(II) pada PEBAB
mmol sisa/L (Ce) 0.77 1.34 1.35 2.96 4.28
log sisa (log Ce) -0.11 0.13 0.13 0.47 0.63
mmol terserap/g (qe) 0.11 0.18 0.40 0.34 0.37
log terserap (log qe) -0.94 -0.73 -0.40 -0.47 -0.43
1/Ce
1/qe
1.30 0.75 0.74 0.34 0.23
8.78 5.41 2.51 2.92 2.71
Ket: qe: jumlah adsorbat teradsorpsi dalam 0,1 gram adsorben dan 10 mL larutan ion logam berat pada kesetimbangan Ce: konsentrasi kesetimbangan adsorbat setelah adsorpsi (yang tidak terserap)
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012
103
Lampiran 23 Optimasi adsorben PEBAB terhadap Co(II) dengan variasi pH campuran dan regenerasi
[Co(II)] mg/L 0.2 0.4 0.8 1.6 1.8
Konsentrasi Konsentrasi Pengenceran Sisa
sampel
Abs
awal 1,2 ppm pH awal (5,7) pH 5 pH 5,5 pH 6 pH 6,5 pH 7 regenerasi 300 ppm pH 6,5 % Regenerasi
0.0426 0.0081 0.0130 0.0097 0.0137 0.0024 0.0142
1.2048 0.3833 0.5000 0.4214 0.3177 0.2476 0.5286
301.1905 95.8333 125.0000 105.3571 79.4355 61.9048 132.1429
0.0091
0.4071
101.7857
Abs 0.0023 0.0071 0.0227 0.0597 0.0679
Konsentrasi Teradsorp
mmol teradsorp/g adsorben
205.3571 176.1905 195.8333 235.0806 239.2857 169.0476
0.3485 0.2990 0.3323 0.3989 0.4100 0.2900
42.54%
Universitas Indonesia Modifikasi bentonit..., Resty Rahma Wulan, FMIPA UI, 2012