UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BAGIAN PENGEMBANGAN VAKSIN KOMBINASI (PVK) PT. BIOFARMA JL.PASTEUR NO. 28, BANDUNG PERIODE 2 – 27 APRIL 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
AMELIA ISYANA WARDHANI, S.Farm. 1106124624
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BAGIAN PENGEMBANGAN VAKSIN KOMBINASI (PVK) PT. BIOFARMA JL.PASTEUR NO. 28, BANDUNG PERIODE 2 – 27 APRIL 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
AMELIA ISYANA WARDHANI, S.Farm. 1106124624
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di Unit Pengembangan Vaksin Kombinasi, PT. Biofarma, Bandung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Neni Nurainy, Apt. selaku kepala Unit Pengembangan Vaksin Kombinasi PT. Biofarma, Bandung dan selaku pembimbing PKPA yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan ini. Ucapan terima kasih juga tak lupa kami haturkan kepada: 1. Segenap Direksi PT. Biofarma yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 2. Dr. Hasan Rachmat M. selaku pembimbing dari Program Profesi ApotekerDepartemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan laporan. 2. Prof.Dr.Yahdiana Harahap, MS, Apt. selaku pimpinan Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. 3. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker-Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. 4. Seluruh staf dan karyawan Unit Pengembangan Vaksin Kombinasi, PT. Biofarma atas segala keramahan, pengarahan, bimbingan, dan kerjasamanya selama PKPA. 5. Seluruh staf dan pengajar Departemen Farmasi. 6. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar. 7. Rekan-rekan program profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia angkatan LXXIV, atas segala bantuan dan motivasinya.
iv Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebut namanya yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik untuk menyempurnakan laporan ini. Kami berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak terutama dalam bidang profesi apoteker.
Depok, Juni 2012
Penulis
v Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................
i iii iv vi vii viii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................... 1.2 Tujuan .................................................................................
1 2
BAB 2. TINJAUAN UMUM PT. BIOFARMA 2.1 Sejarah PT. Biofarma .......................................................... 2.2 Visi dan Misi PT. Biofarma ................................................. 2.3 Kebijakan PT. Biofarma ...................................................... 2.4 Budaya Perusahaan ............................................................. 2.5 Struktur Organisasi PT. Biofarma ....................................... 2.6 Produk PT. Biofarma .......................................................... 2.6.1 Produk Vaksin ......................................................... 2.6.2 Produk Sera .............................................................. 2.6.3 Produk Diagnostik ................................................... 2.6.4 Layanan Pengujian ................................................... 2.7 Kerjasama PT. Biofarma ...................................................... BAB 3. TINJAUAN KHUSUS UNIT PENGEMBANGAN VAKSIN KOMBINASI PT. BIOFARMA 3.1 Divisi Penelitian dan Pengembangan PT. Biofarma ........... 3.2 Divisi Teknik ...................................................................... 3.2.1 Bangunan ................................................................. 3.2.2 Heating, Ventilation and Air Conditioning System (HVAC System) ........................................................ 3.2.3 Water Treatment Plant (WTP) ................................. 3.2.4 Sistem Pengolahan Limbah...................................... 3.3 Klasifikasi Ruangan ............................................................. 3.4 Inspeksi Diri ........................................................................ BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ........................................................................ 4.2 Saran .................................................................................... DAFTAR ACUAN ....................................................................................
vi Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
4 6 6 7 8 17 17 18 18 19 19
20 29 30 31 34 38 42 44 46 46 47
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 3.12 Gambar 3.13 Gambar 3.14
Struktur organisasi PT. Biofarma ........................................ Arah aliran dan tekanan TFF ............................................... Skema sistem TFF................................................................ Aliran dan tekanan dalam jalur TFF .................................... Profil tekanan dalam jalur TFF ............................................ Komponen sistem HVAC .................................................... Proses pengolahan Pretreatment Water ............................... Proses pengolahan Water Softener....................................... Proses pengolahan Purified Water ....................................... Skema pengolahan limbah cair PT. Biofarma ..................... Macam – macam klasifikasi tempat sampah .......................
vii Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
8 25 25 26 26 31 34 34 35 39 39
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel 3.2
Pengujian air limbah industri ............................................... Jumlah partikel di udara untuk ruang kelas A, B, C dan D .......................................................................
viii Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
37 42
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Bio Farma (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibawah kementerian BUMN yang sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia. PT Bio Farma memproduksi vaksin dan sera untuk mendukung program Imunisasi di Indonesia maupun di negara-negara lainnya. (Biofarma, 2011) PT Bio Farma menyediakan vaksin, sera dan produk biologi lainnya dengan kualitas Internasional untuk melayani kebutuhan Indonesia dan dunia, hal ini dibuktikan dengan telah masuknya Biofarma ke dalam daftar prakualifikasi Badan Kesehatan Dunia (WHO). Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa program imunisasi merupakan salah satu upaya pemberantasan penyakit menular. Pemberian vaksin melalui program imunisasi merupakan salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat. Program imunisasi mengacu kepada konsep Paradigma Sehat, dimana prioritas utama dalam pembangunan kesehatan yaitu upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Upaya imunisasi telah diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956 dan upaya ini terbukti paling cost effective. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi dikembangkan menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), yaitu tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus dan hepatitis B. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sejak tahun sejak tahun 1984 juga mulai melaksanakan program imunisasi pada anak sekolah. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004 yang mengacu pada himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 mendukung pelaksanaan BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun). (Sundoro,2011) Adanya berbagai program dan regulasi pemerintah tersebut mendukung berkembanganya industri farmasi yang memproduksi sediaan biologis seperti vaksin. Saat ini, PT Biofarma yang merupakan produsen vaksin yang menyediakan kebutuhan seluruh vaksin di Negara Indonesia yang terus berkembang pesat dengan adanya dukungan pemerintah. 1 Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada bagian kelima belas mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan (pasal 98 ayat 1) menyatakan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat atau bermanfaat dan terjangkau. Penyelengaraan pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan (UU RI No. 36 Th. 2009 Pasal 104 ayat 1). Oleh karena itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) mewajibkan industri farmasi menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB adalah pedoman bagi setiap industri farmasi, yang mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu, untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. (BPOM RI, 2006) Produksi produk biologi memerlukan pertimbangan khusus yang berkaitan dengan sifat produk dan proses. Cara yang digunakan untuk pembuatan, pengendalian serta penggunaan produk biologi memerlukan perhatian khusus. Hal ini disebabkan, pembuatan produk biologi melibatkan bahan dan proses biologi, seperti kultivasi sel atau ekstraksi material dari mikroorganisme hidup. Proses biologis ini dapat menimbulkan variabilitas yang nyata, sehingga sifat dan jenis produk sampingannya juga bervariasi. Terlebih lagi bahan yang digunakan untuk proses kultivasi juga merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroba pencemar. (BPOM, 2006) Oleh karena itu, distribusi dari produk biologis terregistrasi harus melalui kontol persyaratan tertentu yang spesifik. Proses registrasi tersebut termasuk persetujuan mengenai tahapan proses produksi, uji in process control dan spesifikasi produk akhir sehingga produk biologi tersebut terjamin keamanan, kemurnian, potensi dan efikasinya. (USP32–NF27, 2009) Produk biologi yang dicakup dalam CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) adalah vaksin, imunosera, antigen, hormon, enzim, dan produk lain hasil fermentasi (termasuk antibodi monoklonal dan produk yang diperoleh dari r-DNA) yang dibuat dengan metode pembuatan biakan mikroba, biakan sel dan mikroba, ekstraksi dari jaringan biologi hewan dan manusia serta propagasi substrat hidup pada embrio atau hewan. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan di industri farmasi yang memproduksi produk biologi bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan pengenalan mengenai produk biologi utamanya vaksin serta penerapan CPOB di PT Biofarma. Perkembangan 2 Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
teknologi produksi produk biologi dan tren perkembangan bentuk sediaan biologi memberikan tantangan bagi farmasis untuk terus meningkatkan pengetahuannya sehingga penting mahasiswa untuk mengetahui perkembangan teknologi sediaan biologi tersebut. Untuk mendukung tercapainya hal tersebut, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia mengadakan kerjasama dengan PT. Biofarma melalui program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan dari tanggal 2 April 2012 hingga 27 April 2012 untuk menambah wawasan dalam bidang industri farmasi yang bergerak dalam bidang produksi sediaan biologi.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi 1. Mengetahui peran dan fungsi apoteker di industri farmasi serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang industri farmasi. 2. Mengetahui penerapan CPOB / cGMP di PT. Bio Farma (Persero). 3. Mengetahui proses pengembangan dan pembuatan vaksin.
3 Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN UMUM PT. BIOFARMA
2.1
Sejarah PT. Biofarma Surat Keputusan Gubernur Hindia Belanda Nomor 14 tahun 1890
membuka lembar baru sejarah industri vaksin dan sera di Indonesia. SK tersebut mendasari didirikannya lembaga vaksin bernama “Parc Vaccinogene” pada tanggal 6 Agustus 1890. Lembaga ini didirikan di Rumah Sakit Militer Weltevreden, Batavia yang saat ini telah berubah fungsi menjadi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD Gatot Soebroto), Jakarta. (Biofarma, 2011) Tanggal berdirinya lembaga tersebut hingga saat ini diperingati sebagai hari ulang tahun Bio Farma. Pada tahun 1895, nama “Parc Vaccinogene” diganti dengan "Parc Vaccinogene en Instituut Pasteur”. Nama ini bertahan hingga tahun 1901. Pada tahun 1902 perusahaan mengalami pergantian nama menjadi "Landskoepoek Inrichting en Instituut Pasteur", nama ini pun hanya bertahan hingga tahun 1941. Pada tahun 1923, Bio Farma berpindah dari Batavia dan mulai menempati lokasi di Jalan Pasteur No. 28 Bandung. Perusahaan ini yang dipimpin oleh L. Otten (1924-1942), seorang berkewarganegaraan Belanda. (Biofarma, 2011) Pada tahun 1925, penelitian dalam bidang Bio Kimia klinik dimulai. Pengembangan vaksin terus berlanjut, Otten memperkenalkan Vaksin Cacar Kering (room dried smallpox vaccine). Pada tahun 1930, Maria Van Stockum berhasil membuat vaksin rabies yang berasal dari otak kera dan diinaktifasi dengan formalin. Pada tahun 1934, Otten berhasil membuat vaksin sampar (Pes) hidup yang avirulen (natural attenuated). Pada masa penjajahan Jepang, tahun 1942, lembaga ini berganti nama menjadi “Bandung Boeki Kenkyushoo” dan dipimpin oleh Kikuo Kurauchi. Pada tahun 1945 perusahaan kembali berganti nama menjadi "Gedung Cacar dan Lembaga Pasteur". Perusahaan ini dipimpin oleh R. M. Sardjito (1945 – 1946) yang merupakan Pemimpin Indonesia pertama yang memimpin perusahaan ini. Pada saat kepemimpinan R. M. Sardjito, lokasi sempat dipindahkan ke daerah
4
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
5
Klaten. Namun, karena terjadi Agresi Militer Belanda II pada tahun 1946 dan Belanda kembali menduduki Bandung, perusahaan kembali berganti nama menjadi "Landskoepoek Inrichting en Instituut Pasteur". (Biofarma, 2011) Setelah Agresi Militer Belanda II berakhir dan Jepang kalah dalam Perang Dunia II (tahun 1946) karena hancurnya kota Hiroshima dan Nagasaki akibat bom atom yang dijatuhkan oleh Amerika, lembaga ini dapat dimiliki oleh pemerintah Indonesia dan kembali melakukan kegiatan produksi vaksin dan sera pada tahun 1950. Pada tahun 1950-1954 perusahaan bernama "Gedung Cacar dan Lembaga Pasteur" yang merupakan salah satu jawatan dalam lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Seiring dengan terjadinya proses nasionalisasi, berbagai perusahaan milik Belanda berganti nama. Pemerintah Indonesia pada tahun 1955 mengubah nama perusahaan menjadi Perusahaan Negara Pasteur, yang lebih dikenal dengan nama PN. Pasteur. (Biofarma, 2011) Pada tahun 1957, Labotarium Virus dan Kultur Jaringan didirikan sebagai fasilitas diagnosa cacar negara- negara di wilayah Asia Tenggara. Laboratorium ini mulai digunakan oleh WHO pada tahun 1969. Produksi vaksin terus berkembang, seperti produksi vaksin BCG yang dimulai dengan menggunakan primary seed lot dari Pasteur Instituut Paris, vaksin cacar beku kering diperkenalkan tahun 1968. Pada tahun 1961, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 1961 (Lembaran Negara Tahun 1961 No. 101) perusahaan kembali berganti nama menjadi "Perusahaan Negara Bio Farma" atau lebih dikenal dengan nama PN. Bio Farma. (Biofarma, 2011) Tahun 1971, didirikan Bagian Pengawasan Mutu dan Labotarium Mycology. Pada tahun 1978, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1978, perusahaan kembali berganti nama dari PN. Bio Farma menjadi Perusahaan Umum Bio Farma yang lebih dikenal dengan nama Perum Bio Farma. Pada tahun 1997, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1997, Perum Bio Farma kembali berganti nama menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) atau lebih dikenal dengan nama PT Bio Farma (Persero) sampai dengan saat ini. (Biofarma, 2011) Pada
tahun
1982,
produksi
vaksin
tetanus
meningkat
dengan
digunakannya fermentor (Shinko Pflauder) dengan kapasitas 1000 1iter. Fermentor
ini
diperoleh
dari
Commonwealth
Serum
Labotary
(CSL).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
6
Pembangunan Sarana Produksi dan Pengawasan Mutu Vaksin Polio dan Campak yang diresmikan menteri kesehatan saat itu (1990), Bapak Dr. Adhityatma MPH, selesai pada akhir 1991. Pada periode ini, terjadi transfer teknologi produksi Vaksin Polio dan Campak oleh Prof. Dr. Konosuke Fukai. (Biofarma, 2011) Saat ini, PT. Biofarma (Persero) tumbuh dan berkembang menjadi produsen vaksin dan serum dengan reputasi Internasional. Hal ini ditunjukkan dengan dengan telah diterimanya prakualifikasi dari WHO. Semua jenis vaksin EPI (Expanded Program of Imunization) yang diproduksi oleh PT. Bio Farma sesuai dengan standar TRS (Technical Report Series) yang dikeluarkan oleh WHO. 2.2
Visi dan Misi PT. Biofarma Visi PT. Bio Farma (Persero) adalah untuk menjadi produsen vaksin dan
antisera yang berdaya saing global. (Biofarma, 2011) Misi yang dicanangkan untuk mencapai visi tersebut adalah: a. Memproduksi, memasarkan dan mendistribusikan vaksin dan antisera yang berkualitas international untuk kebutuhan pemerintahan, swasta nasional dan internasional b. Mengembangkan inovasi vaksin dan antisera sesuai dengan kebutuhan pasar c. Mengelola perusahaan agar tumbuh berkembang dengan menerapkan good corporate governance d. Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan pemegang saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya. 2.3
Kebijakan PT. Biofarma Dalam menyelenggarakan perusahaan PT. Biofarma (Persero) memiliki
kebijakan antara lain: 1. Berdaya saing global 2. Kepuasan pelanggan 3. Produk bermutu 4. Produk ramah lingkungan 5. Perbaikan berkesinambungan 6. Pengendalian pencemaran
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
7
7. Keselamatan dan kesehatan kerja karyawan 8. Penghematan energi dan sumberdaya alam 9. Patuh peraturan perundangan 2.4
Budaya Perusahaan Setiap bagian dari perusahaan berperilaku dan berfikir secaara profesional,
memiliki integritas yang tinggi, serta bekerja secara transparan dan akuntabel. (Biofarma, 2011) Profesionalitas ditunjukkan dengan bekerja sesuai sistem dan prosedur yang berlaku, terbuka dalam mengemukakan dan menghargai perbedaan pendapat, senantiasa memiliki tekad untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan, penuh percaya diri dan tegar dalam menghadapi setiap tantangan dan rintangan, serta menjadi pribadi yang bertanggung jawab. (Biofarma, 2011) Karyawan harus memiliki integritas terhadap perusahaan. Integritas tersebut ditunjukkan dengan memiliki visi ke depan, berdisiplin tinggi, dapat dipercaya, bertindak jujur dan memiliki kompetensi, mendarmabaktikan seluruh potensi yang dimiliki untuk kemakmuran Perusahaan, dan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. (Biofarma, 2011) Transparansi diterapkan dengan cara berpegang teguh pada prinsip keterbukaan, senantiasa adil dan bijaksana dalam melaksanakan wewenang, tugas dan tanggung jawab yang diamanatkan, serta menyajikan dan menyampaikan informasi / data secara benar dan lengkap. (Biofarma, 2011) Sifat akuntabilitas ditunjukkan dengan senantiasa berusaha mendapatkan, memelihara dan menggunakan aset - aset dan pendapatan Perusahaan dengan benar sesuai wewenang, tugas dan tanggung jawab dalam Perusahaan serta berusaha terus menerus untuk menerapkan dan meningkatkan sistem pengendalian manajemen yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. (Biofarma, 2011)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
8
2.5
Struktur Organisasi PT. Biofarma (Persero)
Direktur Utama
Direktur Keuangan dan SDM
Divisi Satuan Pengawasan Intern
Divisi Quality Assurance
Divisi Corporate Secretary
Divisi Compliance and Risk Management
Direktur Pemasaran
Direktur PRC dan Pengembangan
Direktur Produksi
Divisi Keuangan
Divisi Penjualan Dalam Negeri
Divisi Produksi Vaksin Virus
Divisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Divisi SDM
Divisi Penjualan Ekspor
Divisi Produksi Vaksin Bakteri
Divisi Pengawasan Mutu
Divisi Logistik
Divisi Pelayanan Jasa
Divisi Produksi Farmasi
Divisi Hewan Laboratorium
Divisi Anggaran dan Akuntansi
Divisi Penunjang Pemasaran
Divisi Teknik dan Pemeliharaan
Divisi Surveilans dan Evaluasi Produk Divisi Penelitian dan Pengembangan
Gambar 2.1 Struktur organisasi PT. Biofarma Struktur organisasi PT. Bio Farma (Persero) terdiri dari 4 unsur, yaitu: 1.
Unsur Pimpinan
: Direksi
2.
Unsur Pembantu Pimpinan
: Divisi
3.
Unsur Pelaksana
: Bagian - bagian
4.
Unsur Pembantu Pelaksana
: Seksi - seksi
PT. Biofarma (Persero) dipimpin dan dikelola oleh dewan direksi yang terdiri dari direktur utama dibantu oleh direktur keuangan, direktur pemasaran, direktur produksi, direktur perencanaan dan pengembangan. Masing-masing direktur bertanggung jawab kepada direktur utama sesuai dengan bidangnya masing – masing. Divisi bertanggung jawab pada direksi. tanggung jawab masing-masing divisi, adalah sebagai berikut: Divisi yang berada di bawah direktur utama : 1. Divisi Pengawasan Intern, bertanggung jawab dalam pengawasan kekayaan perusahaan dengan melakukan pemeriksaan keuangan dan operasional perusahaan agar aktivitas perusahaan berjalan secara efisien namun efektif yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan standar yang berlaku.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
9
2. Divisi
Corporate
Secretary,
bertanggung
jawab
atas
pekerjaan
kesekretariatan, public relation serta mengenai lingkungan dan keamanan kerja. 3. Divisi Quality Assurance (QA), bertanggung jawab terhadap mutu produk yang dihasilkan, bahwa produk memenuhi persyaratan mutu yaitu sesuai dengan tujuan penggunaannya. QA menjamin proses produksi, alat, lingkungan dan personal yang terlibat dalam suatu produksi tervalidasi dan terkalibrasi. QA juga mengawasi pelaksanaan kerja terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta pengawasan terhadap lingkungan. Divisi QA PT Biofarma terdiri dari empat bagian yaitu: a. QA Operation bertanggung jawab dalam memastikan bahwa seluruh proses produksi dari penanganan bahan awal hingga produk jadi sesuai dengan persyaratan mutu. Bagian ini me-review dan me-release Batch Production Record (BPR) yang berisi detail tentang proses produksi. QA operation bertugas untuk membuat CoR (Certificate of Release) dari suatu produk, sehingga produk tersebut bisa didistribusikan ke konsumen. b. QA Service, bertanggung jawab dalam mengawasi dan mengontrol dokumen, program validasi (proses dan personal), program kalibrasi alat, training GMP (Good Manufacturing Practice), vendor rating dan self inspection. b.1 Kontrol dokumentasi QA service memastikan bahwa dokumen yang digunakan pada kegiatan industri adalah legal. Sebaran dokumen yang digunakan harus tercatat atau teregistrasi dengan baik sehingga ketika ada revisi maka QA service dapat menarik dengan cepat dokumen lama. Setiap dokumen penting yang dibuat QA service juga memiliki copy number. Dokumen juga dicetak dalam kertas khusus berlogo QA berwarna hijau. Penggandaan dokumen terpusat oleh bagian QA service. QA service juga membuat sistem pengkodean dokumen yang unik, khas dan tertelusur untuk memudahkan identifikasi suatu dokumen. Setiap bagian memilki kode tersendiri yang menandakan dokumen tersebut yang membuat adalah bagian tertentu. QA service bertugas dalam membuat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
10
SOP untuk pembuatan SOP, SOP ini mengatur detail teknis cara pembuatan SOP, sehingga SOP sesuai format, detail, jelas, informatif, komprehensif dan tidak duplikatif. Revisi baru terhadap suatu dokumen harus disosialisasikan kepada semua pihak yang terkait dalam dokumen tersebut. Proses sosialisasi akan dipantau oleh QA service sehingga semua pihak terkait mendapat sosialiasi. Pemberlakuan dokumen baru dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, penarikan dokumen lama, pemberian dokumen baru, sosialisai kepada
pihak
yang
berkaitan,
selanjutnya
dokumen
baru
bisa
diberlakukan. b.2 Training Program training merupakan tindak lanjut dari kebijakan PT. Biofarma yaitu perbaikan yang berkesinambungan dan terus menerus. Training dilakukan ketika ada alat baru, karyawan baru serta bila ada revisi dokumen. Training juga dilakukan secara rutin untuk meningkatkan pengetahuan karyawan. b.3 Validasi dan kalibrasi QA service berperan mengawasi pelaksanaan Validasi Master Plan serta Calibration Master Plan. QA service mengingatkan bagian-bagian yang memiliki alat yang harus dikalibrasi dalam waktu dekat. dan mereview setiap laporan hasil kalibrasi serta memberikan sertifikat bahwa alat sudah terkalibrasi juga memberikan waktu kapan harus dikalibrasi kembali. Keterlambatan rekalibrasi alat atau disebut Out Of Frequency (OOF) ditindaklanjuti dengan investigasi. Bilamana hasil validasi atau kalibrasi diluar batas persyaratan atau disebut juga Out Of Tolerance (OOT) maka alat harus diperbaharui atau diperbaiki. b.4Vendor rating Vendor rating merupakan proses memilih produsen bahan baku yang terkualifikasi. Ada tiga tahapan dalam proses kualifikasi vendor, yaitu:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
11
1. Proses seleksi. Seleksi dilakukan dengan melakukan pengujian terhadap sampel yang diperoleh dari tiga batch berbeda yang diproduksi secara berturutan. Bagian QC melakukan pengujian dan menyerahkan laporan kepada QA service. 2. Vendor audit dilakukan dengan mendatangi vendor, memberikan kuisoner (tentang sistem QC, internal audit, justifikasi release, complaint, kontrol dokumen vendor), dan melakukan review. 3. Kualifikasi vendor dengan melihat atau memantau konsistensi spesifikasi bahan selama proses produksi obat dalam jangka waktu 2 tahun. Jika selama 2 tahun ternyata tidak terjadi penyimpangan pada produk yang diproduksi, maka vendor tersebut dinyatakan lulus kualifikasi. Hasil vendor rating diserahkan kepada bagian logistik. Bagian logistik hanya diperbolehkan melakukan pengadaan barang dari vendor yang sudah terkualifikasi. Penentuan bahan yang akan dipakai dalam produksi berdasarkan parameter-parameter lain seperti harga, ketepatan waktu pengiriman, dan komplain merupakan kewenangan bagian logistik, QA service hanya bertanggung jawab memastikan bahwa bahan baku sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dalam produksi. c. QA System bertanggung jawab dalam pengelolaan change control, deviasi, product complaint, product recall, WTP serta seluruh sistem yang mendukung proses industri. c.1 Change control Change control merupakan pengendalian dan evaluasi terhadap pengajuan perubahan sistem dan aktivitas yang terkait QSHE (kualitas (quality), keselamatan dan kesehatan kerja (Safety and Health) dan lingkungan (Environment)) yang dapat menimbulkan dampak pada identitas, kualitas serta kemurnian produk. Perubahan dapat terjadi pada proses produksi, pengujian, spesifikasi, peralatan, fasilitas, bahan baku, kemasan, produk, dokumen dan prosedur. Change control committee dibentuk jika ada pengajuan perubahan. Tim ini bertugas melakukan kajian terhadap usulan perubahan. Tim ini
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
12
beranggotakan perwakilan dari QA, QC, Produksi dan Teknik. Perubahan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu minor, perubahan yang tidak berdampak substansi terhadap QSHE. Perubahan moderat jika perubahan berdampak substansial terhadap QSHE tetapi tidak berdampak pada regulasi. Mayor yaitu perubahan yang berdampak pada QSHE dan regulasi. c.2 Deviasi managemen Deviasi
managemen
merupakan
kegiatan
penanganan
penyimpangan dan investigasi untuk memantau secara sistematis ketidaksesuaian yang terjadi dan mencari akar masalah sehingga dapat dilakukan tindakan yang sesuai untuk memastikan bahwa penyimpangan dapat diatasi. Beberapa kategori penyimpangan antara lain: Out Of Alert Level (OOA) : Penyimpangan jika data monitoring diluar trend atau alert level yang telah ditentukan. Out Of Frequency (OOF) : Penyimpangan jika proses kalibrasi, validasi atau preventive maintenance melewati jadwal yang telah direncanakan. Out Of Specification (OOS) : Penyimpangan jika hasil pengujian QC diluar batas spesifikasi. Out Of Tolerance (OOT) : Penyimpangan jika hasil pengukuran dari peralatan saat validasi atau kalibrasi diluar batas persyaratan. Penyimpangan dibedakan menjadi dua jenis yaitu penyimpangan minor dan penyimpangan mayor. Penyimpangan minor terjadi karena adanya ketidaksesuaian dalam mengimplementasikan sistem mutu yang tidak secara langsung berdampak pada kualitas produk atau kapabilitas sistem mutu. Penyimpangan mayor terjadi karena tidak dijalankannya sistem mutu yang secara langsung berdampak pada kualitas produk atau kapabilitas sistem mutu. c.3 Product complaint Product complaint merupakan keluhan terhadap produk dari pemakai, dokter, atau distributor terkait dengan penggunaan produk, keamanan atau kinerja produk. Keluhan dibagai menjadi dua kelompok yaitu Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yaitu keluhan medis yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
13
terkait kejadian ikutan setelah dilakukan imunisasi dan Pharmaceutical Technical Complaint (PTC) yaitu keluhan teknis produk yang bukan merupakan kejadian KIPI seperti kerusakan produk yang diakibatkan kesalahan penyimpanan atau penanganan. Product complaint berawal dari laporan pelanggan baik secara langsung, melalui email maupun telepon. Laporan diregistrasikan dan diberikan nomor sehingga mudah diidentifikasikan serta melakukan respon balik, sementara kepada pelanggan jika ada keluhan harus diinvestigasi terlebih dahulu. QA system melakukan investigasi untuk mencari akar masalah dengan menggunakan metode ishikawa dan fault tree analysis. QA system melakukan review terhadap BPR baik secara keseluruhan mapun hanya bagian tertentu jika diperlukan. Jika penyimpangan terjadi lebih dari 1 batch maka dilakukan penelusuran terhadap BPR yang lain Tahap berikutnya adalah melakukan pemeriksaan visual terhadap sampel pertinggal atau sampel yang dikirim pelanggan jika diperkirakan terjadi pemalsuan produk. Pemeriksaan tersebut melibatkan bagian QC. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan catatan distribusi produk dan nomor batch untuk mengetahui lokasi pengiriman produk yang sejenis atau satu batch. Daerah yang menggunakan produk yang sama diperiksa apakah ada kejadian atau keluhan yang serupa dengan keluhan pertama. Seringkali QA system melakukan kunjungan terhadap pelanggan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap. PT. Biofarma (Persero) melibatkan komnas KIPI dalam melakukan investigasi keluhan KIPI. QA system melakukan verifikasi klasifikasi kasus keluhan dengan me-review hasil investigasi dan melakukan analisis resiko. Tindak lanjut dari investigasi adalah kepala divisi QA menjawab atas keluhan pelanggan, jika perlu dilakukan penggantian produk jika disetujui oleh manajemen. Pelaporan atas keluhan produk dilaporkan kepada BPOM setiap 3 bulan atau kasus per kasus sesuai jenis keluhan. Selanjutnya dilakukan product recall jika terjadi cacat mutu dan ketidakamanan produk. Produk yang sudah ditarik dilakukan pemusnahan yang disaksikan petugas BPOM dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
14
didokumentasikan. PT. Biofarma (Persero) tidak pernah melakukan rework atau reprocess terhadap kegagalan produk. c.4 Product recall Product recall adalah proses penarikan produk dalam skala batch yang utuh dalam proses produksi atau lot produk dalam kemasan yang utuh yang dikirim ke tujuan tertentu dengan kemasan tertentu. Batch tersebut harus ditelusuri dan ditarik dari semua daerah distribusi. Sedangkan produk kembalian adalah produk yang kembali dari lokasi tertentu karena keluhan cacat kualitas teknik, keluhan reaksi merugikan dari produk, kadaluwarsa atau salah pengiriman. PT. Biofarma(Persero) dan pihak berwenang seperti (POM dan WHO) dapat memprakarsai penarikan produk. Penarikan produk dapat terjadi karena cacat kualitas (contohnya kerusakan label atau salah isi, salah label dan salah kadar), timbul reaksi merugikan dari produk, reaksi yang menimbulkan resiko serius terhadap kesehatan atau terjadi peningkatan frekuensi efek samping produk yang dikeluhkan oleh perorangan atau suatu lembaga, maupun kesalahan pengiriman atau dokumentasi yang tidak sesuai. Keluhan beresiko tinggi ditindak lanjuti dengan penghentian distribusi. Selanjutnya distributor diberi informasi agar produk yang dicurigai bermasalah tidak dilanjutkan distribusinya hingga ada informasi selanjutnya. QA system melakukan evaluasi bersama QC terhadap sampel pertinggal dan mengkaji seluruh informasi yang didapat. Investigasi tidak terbatas dilakukan terhadap satu batch tetapi dilakukan penelusuran jika terdapat batch lain yang menggunakan bahan dasar (bulk) yang sama. Jika hasil investigasi menemukan penyimpangan dan produk harus ditarik, QA system menginformasikan hal ini kepada dewan direksi. Dewan direksi merupakan pengambil keputusan tentang penarikan produk. Produk diharapkan sudah dapat ditarik keseluruhan dalam waktu 3 bulan. Produk yang sudah ditarik harus disimpan di tempat khusus dan dipisahkan dari produk yang lain untuk menunggu dimusnahkan. Penarikan
produk
selalu
diinformasikan
kepada
BPOM
dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
15
mencantumkan nomer batch produk yang ditarik. Jumlah produk yang berhasil ditarik harus sesuai dengan jumlah produk yang sudah didistribusikan.
Indikator keberhasilan penarikan dihitung dengan
persentase dari produk yang berhasil ditarik dibandingkan dengan produk yang didistribusikan. d. QA regulatory affair QA regulatory affair bertanggung jawab dalam melakukan registrasi kepada badan terkait agar produk yang diproduksi PT. Biofarma (Persero) memiliki ijin edar. Badan terkait tersebut antara lain adalah BPOM untuk dalam negeri, negara tertentu untuk tujuan ekspor, serta WHO untuk mendapatkan prekualifikasi. Registrasi dapat dilakukan setelah mempunyai data 3 batch berturut-turut. Sebelum dilakukan registrasi QA RA mengajukan ijin uji klinik kepada BPOM, jika sudah diapprove maka dilakukan uji klinik. 4.
Divisi Compliance and Risk Management, bertanggung jawab untuk melakukan analisa mengenai dampak kegiatan yang berlangsung di perusahaan terhadap aspek bisnis, lingkungan dan masyarakat. Divisi yang berada di bawah Direktur Pemasaran:
1.
Divisi Pemasaran Dalam Negeri, bertanggung jawab dalam memasarkan produk di dalam negeri sesuai persyaratan pelanggan.
2.
Divisi Pemasaran Luar Negeri, bertanggung jawab dalam memasarkan produk di luar negeri sesuai persyaratan pelanggan.
3.
Divisi Pelayanan Jasa, bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekitar dan keluarga karyawan seperti general chek up dan imunisasi.
Divisi yang berada di bawah Direktur Keuangan dan SDM: 1.
Divisi Sumber Daya Manusia, bertanggung jawab di dalam melaksanakan pengadaan, pemeliharaan, pengembangan, mutasi, promosi, demosi, dan separasi SDM serta melaksanakan koordinasi kegiatan umum perusahaan, mengadakan pelatihan dan peningkatan pengetahuan karyawan.
2.
Divisi Logistik, bertanggung jawab dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa yang memenuhi persyaratan pelanggan dan perundang-
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
16
undangan yang berlaku, serta mensosialisasikan penerapan K3 dan lingkungan kepada pihak vendor/supplier. 3.
Divisi Keuangan, bertanggung jawab dalam mengatur cash flow perusahaan agar likuiditas perusahaan tidak terganggu, mengelola pajak perusahaan, mengelola program kemitraan dan bina lingkungan sebagai komitmen perusahaan terhadap pengembangan usaha kecil dan koperasi serta lingkungan sosial masyarakat.
4.
Divisi Anggaran dan Akuntansi, bertanggung jawab dalam mengatur anggaran, akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen.
Divisi yang berada di bawah Direktur Produksi: 1.
Divisi Produksi Vaksin Virus, bertanggung jawab atas aktivitas produksi untuk menghasilkan produk bulk polio, bulk campak, vaksin polio dan vaksin campak yang memenuhi persyaratan.
2.
Divisi Produksi Vaksin Bakteri, bertanggung jawab atas aktivitas produksi untuk menghasilkan produk bulk tetanus, bulk difteri, bulk pertusis dan vaksin BCG yang memenuhi persyaratan.
3.
Divisi Produksi Farmasi, bertanggung jawab atas aktivitas produksi untuk menghasilkan produk vaksin TT, DT, DTP, DTP-Hb, Hepatitis B, Serum dan sediaan diagnostik yang sesuai persyaratan
4.
Divisi Teknik dan Pemeliharaan, bertanggung jawab dalam pelaksanaan validasi, kalibrasi alat serta pemeliharaan instalasi dan perbaikan peralatan dan utilitas produksi, pengujian mutu dan penunjangnya, memastikan pemantauan dan pengukuran kinerja lingkungan, merencanakan perbaikan kinerja alat untuk memenuhi peraturan perundang-undangan.
Divisi yang berada di bawah Direktur PRC dan Pengembangan: 1.
Divisi Perencanaan dan Pengendalian, bertanggung jawab terhadap pengendalian material, mencakup perencanaan dan pengendalian bahan baku untuk proses manufaktur dan barang-barang kebutuhan lainnya dengan memastikan aspek keamanan tehadap barang dan personal yang mengendalikannya dengan memperhatikan Material Safety Data Sheets (MSDS) atas materialnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
17
2.
Divisi Pengawasan Mutu, bertanggung jawab atas pengembangan dan pelaksanaan pengujian mutu untuk memastikan bahwa pengujian suatu sampel (bahan baku/produk) telah dilakukan dengan prosedur uji yang benar, tepat dan metode yang tervalidasi.
3.
Divisi Hewan Laboratorium, bertanggung jawab dalam menyediakan hewan dan bahan hewan untuk kepentingan produksi dan pengujian mutu, memonitor
kesehatan
hewan
uji,
memelihara
hewan
uji
serta
melaksanakan uji in vivo. 4.
Divisi Surveilance dan Evaluasi Produk, bertanggung jawab terhadap evaluasi perkembangan produk PT. Biofarma (Persero) yang telah beredar dan digunakan di masyarakat termasuk melakukan koordinasi bersama pihak Rumah Sakit dan Dokter Anak untuk mensukseskan program imunisasi yang diadakan pemerintah.
5.
Divisi Penelitian dan Pengembangan, bertanggung jawab atas aktivitas penelitian dan pengembangan produk maupun metoda yang akan menunjang produksi dan pengawasan mutu, termasuk perencanaan, koordinasi dan pengendalian pelaksanaan penelitian dan pengembangan vaksin, produk sera dan informasi riset.
2.6
Produk PT. Biofarma
2.6.1
Produk Vaksin Produk vaksin yang diproduksi oleh PT Biofarma digolongkan menjadi
tiga, yaitu vaksin bakteri, vaksin virus, dan vaksin kombinasi. Vaksin bakteri yang diproduksi, yaitu : a. Vaksin TT, untuk pencegahan terhadap penyakit Tetanus dan Tetanus Neonatal (Tetanus pada bayi baru lahir), b. Vaksin Jerap DT, untuk pencegahan terhadap penyakit Diphtheria (difteri) dan Tetanus, c. Vaksin DTP, untuk pencegahan terhadap penyakit Diphtheria, Tetanus dan Pertusis, d. Vaksin BCG Kering (Freeze Dried), untuk pencegahan terhadap penyakit Tuberkulosis, dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
18
e. Vaksin Td, untuk pencegahan terhadap penyakit Tetanus dan Difteri untuk anak usia 7 tahun ke atas. Vaksin virus yang diproduksi PT Biofarma, yaitu: a. Vaksin Oral Polio Trivalen, untuk pencegahan terhadap penyakit poliomyelitis, b. Vaksin Oral Poliomielitis Monovalen tipe-1, untuk pencegahan terhadap penyakit poliomyelitis tipe 1, c. Vaksin Campak Kering, untuk pencegahan terhadap penyakit campak d. Vaksin Hepatitis B Rekombinan, untuk pencegahan terhadap penyakit Hepatitis B. e. Flubio (Vaksin Infuenza HA), untuk pencegahan terhadap virus influenza. Vaksin kombinasi adalah vaksin yang memiliki beberapa kandungan bahan aktif (antigen) yang berasal dari bakteri maupun virus. Produk vaksin kombinasi yang diproduksi PT Biofarma adalah Vaksin DTP-HB yang digunakan untuk pencegahan terhadap penyakit Diphtheria,Tetanus, Pertussis (batuk rejan) dan Hepatitis B. 2.6.2
Produk Sera Produk Sera yang diproduksi meliputi : a. Serum Anti Tetanus, untuk pengobatan terhadap penyakit tetanus, b. Serum Anti Difteri, untuk pengobatan terhadap penyakit diphtheria, c. Serum Anti Bisa Ular, untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa yang mengandung efek neurotoksik (Naja sputratix / ular kobra dan Bungarus fasciatus / ular belang) dan efek hemotoksis (Ankystrodon rhodostoma / ular tanah), dan d. Serum Anti Rabies, untuk pengobatan terhadap penyakit rabies.
2.6.3
Produk Diagnostik Produk diagnostik yang diproduksi oleh PT Biofarma yaitu: a. PPD RT 23 (Purified Protein Derivative), untuk pengujian kepekaan seseorang terhadap infeksi tuberkulosis. b. Serum Golongan Darah, untuk penentuan golongan darah
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
19
c. Serum Aglutinasi untuk Diagnostik, untuk mengidentifikasi bakteri dari golongan Salmonella, Shigella, dan Escherichia coli yang berhasil diisolasi dari bahan pemeriksaan. 2.6.4
Layanan Pengujian PT Biofarma selain memproduksi berbagai sediaan biologi juga memiliki
jasa pelayanan pengujian untuk diagnosa Hepatitis B serta pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh. Laboratorium pengujian ini beralamat di Jl. Rumah Sakit No. 4 Bandung. Beberapa produk PT Biofarma telah mendapatkan prakualifikasi WHO. Produk-produk tersebut adalah vaksin virus, seperti Polio, Campak, Hepatitis B Uniject dan mOPV-1 (Monovalen Oral Polio Vaccine Tipe 1); vaksin bakteri, seperti Difteri, Pertussis, Tetanus dan Tetanus dalam kemasan Uniject sehingga termasuk dalam daftar WHO prequalified products. 2.7
Kerjasama PT. Biofarma Dalam pengembangan dan penelitian tentang vaksin dan sera baik untuk
menunjang kegiatan produksi maupun dalam menciptakan inovasi dan pengembangan produk-produk yang dipasarkan di masa yang akan datang PT. BIOFARMA (Persero) bekerja sama dengan beberapa pihak antara lain:
Beberapa perguruan tinggi di indonesia
Institut/Lembaga Penelitian Luar Negeri Untuk Pengembangan vaksin
AUSAID, JICA, USAID, Colombo Plan, WHO, UNICEF dalam pemberian bantuan finansial dan sarana produksi
Disamping itu PT. BIOFARMA juga melakukan kerja sama transfer teknologi dengan :
Netherland Vaccine Institute (NVI) Belanda pengembangan vaksin Hib freeze dried
Cape biologicals Afrika Selatan pengembangan vaksin Hib Liquid
Kerjasama riset dengan NVI, NIBSC dan JPRI dalam pengembangan produk vaksin S-IPV (Sabin Injection Polio Vaccine)
BIKEN Jepang dalam rangka transfer teknologi formulasi, filing dan pengujian vaksin seasonal flu dalam rangka kesiapsiagaan menghadap pandemi flu burung Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS UNIT PENGEMBANGAN VAKSIN KOMBINASI PT. BIOFARMA
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini bertujuan untuk mengenalkan kondisi kerja serta meningkatkan kompetensi mahasiswa dibidang industri. Mahasiswa PKPA di PT. Biofarma diarahkan untuk dapat mengenal serta mengikuti berbagai kegiatan di lingkungan kerja perusahaan. Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menerapkan ilmu yang telah diperoleh semasa kuliah saat melakukan kegiatan PKPA. PKPA Industri di PT. Biofarma dilaksanakan dari tanggal 2 April 2012 hingga 27 April 2012. Kegiatan PKPA difokuskan di Unit Pengembangan Vaksin Kombinasi PT Biofarma. Proses pengenalan divisi lain dilakukan dengan cara diskusi serta melakukan kunjungan ke beberapa divisi terkait. Pelaksanaan CPOB dan cGMP di PT Biofarma dikenalkan melalui keikutsertaan langsung pada kegiatan PKPA di bagian PVK dan diskusi dengan pembimbing. 3.1
Divisi Penelitian dan Pengembangan PT. Biofarma Divisi penelitian dan pengembangan bertugas untuk melakukan penelitian
ilmiah yang beroriantasi pada pengembangan produk baru maupun produk yang telah ada. Divisi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu Pengembangan Vaksin Tunggal (PVT), Pengembangan Vaksin Kombinasi (PVK) dan Pengembangan Produk Lain (PPL). Bagian PVT berperan dalam pengembangan produk vaksin tunggal, antara lain rotavirus dan Inaktiv Polio Vaksin (IPV). Bagian PVK bertugas mengembangkan produk vaksin kombinasi, beberapa metode analisis untuk proses Quality Control (QC) dan proses produksi vaksin. Bagian PPL berperan untuk mengembangkan metode untuk kontrol kualitas rotavirus. Beberapa prinsip kerja instrumen yang dikenalkan pada mahasiswa PKPA antara lain: 1. Polymerase Chain Reaction (PCR) Metode PCR mengadaptasi kemampuan DNA polymerase untuk mensintesis strand baru dari DNA bebas untuk membentuk template strand.
20
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
21
Karena DNA polymerase dapat menambahkan nukleotida hanya pada gugus 3‟OH yang telah ada, maka perlu sebuah primer, dimana dapat ditambahkan pada nukleotida pertama. Hal ini memungkinkan peneliti untuk mendeskripsikan daerah spesifik dari template sequence yang diinginkan. Di akhir reaksi PCR, sequence spesifik tersebut akan terakumulasi dalam jutaan kopi (amplicons). (Anonim, 2012a) Reaksi PCR membutuhkan komponen sebagai berikut: 1. DNA template: sampel DNA yang mengandung sequence target. Pada awal reaksi, temperature yang tinggi dipaparkan pada molekul DNA rantai ganda untuk memisahkan rantai dari satu sama lain. 2. DNA polymerase: enzim yang mensintesis strand DNA baru dari DNA bebaspada sequence target. Enzim yang pertama dan paling sering digunakan adalah Taq DNA polimerase (dari Thermis aquaticus), sebagaimana Pfu DNA polymerase (dari Pyrococcus furiosus) banyak digunakan karena keakuratannya dalam mengkopi DNA. Walaupun kedua enzim ini sedikit berbeda, mereka memiliki kemampuan yang membuat mereka sesuai untuk PCR, yaitu: a. Keduanya mampu menghasilkan strand DNA baru menggunakan template dan primer DNA. b. Keduanya tahan panas. 3. Primer : potongan pendek dari DNA rantai tunggal yang melengkapi sequence target. Polimerase mulai mensintesa DNA baru dari sisi akhir primer. 4. Nukleotida (dNTP atau deoksinukleotida trifosfat) : unit tunggal dari basa A, T, G, dan C, yang penting dalam “membangun blok” untuk rantai DNA baru. 5. RT-PCR (Reverse Transcription PCR): mengenalkan PCR dengan konversi sampel dari RNA ke dalam cDNA dengan enzim reverse transcriptase. PCR diaplikasikan dalam proses cloning, rekayasa genetika dan sequencing (Anonim, 2012a).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
22
2. Elektroforesis Elektroforesis adalah proses perpindahan molekul bermuatan dalam larutan dengan cara memberikan medan listrik pada campuran. Karena, molekul dalam medan listrik akan bergerak tergantung pada muatan, bentuk, dan ukurannya. Elektroforesis digunakan untuk pemisahan molekul yang sederhana dan relatif cepat. Metode ini digunakan untuk analisa dan pemurnian molekul besar seperti protein dan asam nukleat, namun dapat juga digunakan untuk molekul bermuatan lain yang lebih sederhana seperti gula, asam amino, peptida, nukleotida, dan ion sederhana. (Amersham Bioscience Inc., 1999) Asam amino rantai samping protein dalam larutan mampu mengalami ionisasi, sehingga menjadi bermuatan positif atau negatif. Protein adalah elektrolit lemah dan terjadinya ionisasi sangat dipengaruhi pH dari medium disekitarnya. Muatan protein dalam larutan dikontrol dengan penggunaan larutan dapar. Dalam medan listrik, protein bermuatan bergerak menuju elektrode yang memiliki muatan berlawanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan protein antara lain muatan protein, kekauatan medan listrik, dan gaya gesek antara partikel dengan matriks. Elektroforesis
makromolekul
umumnya
dilakukan
dengan
mengaplikasikan lapisan tipis sampel pada larutan yang telah distabilisasi oleh matriks berpori. Voltase mempengaruhi pergerakan molekul dengan kecepatanan yang berbeda tergantung jenisnya. Pada akhir proses, molekul-molekul tersebut akan terdeteksi sebagai band pada posisi yang berbeda di matriks gel. Matriks dibutuhkan karena arus listrik yang melalui larutan elektroforesis menghasilkan panas, yang menyebabkan difusi dan pencampuran band dengan tidak adanya media stabilisasi. Jenis dan konsentrasi matriks mempengaruhi ukuran pemisahan. (Amersham Bioscience Inc., 1999) Setelah elektroforesa, analisa kualitatif dapat dilakukan dengan metode staining atau pewarnaan. Stainning dilakukan karena sebagian besar protein dan semua asam nukleat tidak tampak secara langsung sehingga gel harus diproses untuk menentukan lokasi dan jumlah molekul yang terpisah. (Amersham Bioscience Inc., 1999)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
23
Analisa kuantitatif dapat dilakukan untuk menentukan jumlah, ukuran dan isoelectric point dari masing-masing band. Jumlah molekul dalam satu band dapat ditentukan dengan berbagai cara, seperti membandingkan intensitas warna band baik dengan cara pewarnaan atau autoradiografi dengan standar yang telah diketahui kuantitasnya pada gel yang sama, densitometri, atau dengan menggunakan alat radioanalitik. Penentuan ukuran makromolekul berdasarkan mobilitasnya juga memerlukan standar yang ukuran molekulnya diketahui sebagai pembanding. Standar ukuran protein dan asam nukleat mengandung sekelompok molekul yang telah terkarakterisasi dan dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran molekul protein atau asam nukleat yang tidak diketahui melalui perbandingan secara visual. Untuk perkiraan yang lebih akurat, pergerakan band standar dapat digunakan sebagai kurva kalibrasi, lalu ukuran sampel yang tidak diketahui dihitung berdasarkan kurva kalibrasi tersebut. Namun, karena ukuran molekul bukan fungsi sederhana dari jarak perpindahan molekul dalam gel, maka car aterbaik untuk menentukan ukuran molekul adalah dengan menggunakan beberapa standar yang memiliki ukuran lebih kecil dan lebih besar daripada molekul target. Bentuk molekul juga mempengaruhi mobilitas molekul yang melalui gel pengayak (sieving gel), semua molekul dalam satu gel harus memiliki bentuk yang sama agar perbandingannya valid. Isoelectric point (pI) dari protein yang tidak diketahui dapat diperkirakan dengan membandingkannya dengan standar protein yang telah diketahui pI-nya. Bila gradient pH dihasilkan dengan menggunakan amfolit,maka pH gel dapat diukur pada titik di sepanjang permukaan gel menggunakan electrode pH yang didesain untuk digunakan pada permukaan yang lembab. (Amersham Bioscience Inc., 1999) 3. SDS-PAGE
(Sodium
Dodecyl
Sulphate-Polyacrylamide
Gel
Electrophoresis) SDS-PAGE merupakan salah satu variasi dari teknik elektroforesa. Teknik ini menggunakan SDS, suatu detergen anionik, untuk mendenaturasi dan memberikan muatan negatif pada protein. SDS terikat pada protein dengan rasio yang tetap yaitu, 1,4 g/g protein. Pada kondisi SDS berlebih, mobilitas protein pada elektroforesa bergantung pada ukuran molekul, tidak pada muatan intrinsik protein. PAGE merupakan teknik elektroforesa dengan format vertikal yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
24
seringkali digunakan untuk analisa DNA dan protein dengan berat molekul kecil. Teknik ini mengggunakan poliakrilamid sebagai media pemisahan. (Amersham Bioscience Inc., 1999) Poliakrilamid merupakan matriks yang sering digunakan sebagai media stabilisasi pada pemisahan protein. Gel poliakriakrilamid dibuat dari polimer akrilamid yang berikatan sambung silang (crosslinked). Bahan yang digunakan untuk itu adalah N, N‟ metilenbisakrilamit (atau „bis‟). Konsentrasi akrilamit yang digunakan pada gel dinyatakan dalam % T (% w/v) yaitu jumlah gram akrilamit dan „bis‟ setiap 100 cm3 campuran gel sebelum terjadi polimerisasi. Konsentrasi matriks mempengaruhi pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul protein. Kandungan poliakrilamid dalam gel berkisar antara 5 % hingga 20 %. Konsentrasi poliakrilamit yang rendah digunakan untuk pemisahan protein dengan berat molekul besar dan sebaliknya. Proses polimerisasi akrilamit dan “bis” merupakan reaksi ikatan radikal bebas. Proses ini diinisiasi dengan pembentukan radikal , umumnya dengan campuran ammonium persulfat (≤ 0,3 %) dan TEMED (≤ 0,2 %). Persulfat mengaktivasi TEMED, sehingga menghasilkan electron bebas. Rsdikal ini akan bereaksi dengan molekul akrilamit dan menghasilkan radikal baru yang bereaksi dengan molekul akrilamid lainnya, dan seterusnya hingga membentuk polimer. Sebelum dimasukkan ke dalam sumuran di gel, sampel dilarutkan dalam larutan dapar. Untuk memastikan disolusi yang sempurna, loading buffer seringkali ditambahkan dengan SDS, yang mengurai aggregate, dan bahan pereduksi, 2-merkaptoetanol, yang berfungsi mereduksi ikatan disulfida. Pewarna, seperti bromofenol biru, dapat ditambahkan untuk mengamati running sampel dan kemungkinan terjadinya pergerakan sampel yang tidak sesuai jalur. Pewarna yang digunakan tidak boleh terikat pada protein. Lokasi dan konsentrasi protein yang terpisah dapat diketahui dengan metode pewarnaan. Pewarna yang digunakan adalah pewarna yang mampu memberi warna band protein, namun tidak mewarnai gel poliakrilamit. Pewarna yang umumnya digunakan untuk pewarnaan protein adalah Coomassie™ Brilliant Blue atau silver staining. Coomassie Blue staining memiliki batas deteksi hingga 0,1-0,3 µg protein dalam satu band atau bahkan kurang untuk beberapa protein.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
25
Silver staining system memiliki sensitivitas 100 kali lebih baik, dengan batas deteksi hingga 1 ng protein. 4. Elektroforesa Agarosa Agarosa merupakan polisakarida dengan kemurnian tinggi derivat agar. Agarosa dapat digunakan untuk memisahkan protein atau protein kompleks dengan ukuran besar. Agarosa juga dapat digunakan untuk pemisahan asam nukleat. Ukuran pori dan karakteristik pengayakan gel ditentukan dengan penyesuaian konsentrasi agarosa dalam gel. Semakin besar konsentrasi agarosa, semakain kecil ukuran pori yang dihasilkan. Konsentrasi yang umum digunakan adalah 0,4 – 4 % w/v. Gel agarosa relatif rapuh dan harus diperlakukan hati-hati. Gel yang dihasilkan adalah hidrokoloid, yang dihasilkan dari ikatan hidrogen dan hidrofobik, dan punya sifat keras namun mudah retak. Deteksi asam nukleat dapat dilakukan dengan menggunkan pewarna etidium bromide, pewarna yang berflouresensi lemah dalm larutan namun menghasilkan warna flouresense oranye kuat ketika mengikat asam nukleat dan tereksitasi oleh sinar UV. Sekitar 10 – 50 ng DNA rantai ganda dapat terdeteksi dengan etidium bromide pada transluminator UV panjang gelombang 300 nm. 5. Akta Purifier Akta Purifier merupakan sistem kromatografi cair yang didesain untuk pengembangan metode dan penelitian. Sistem ini menyederhanakan proses transisi dari laboratorium ke skala produksi sehingga proses zcale-up
dapat
terprediksi dan tidak bermasalah. Akta Purifier memiliki monitor UPC-900 yang mampu mengukur absorban UV, pH dan konduktivitas. Alat ini dapat digunakan untuk purifikasi protein yang pemisahannya berdasarkan muatan protein. Konduktivitas diukur berdasarkan konsentrasi ion dalam larutan yang terelusi, konduktivitas tersebut dapat berasal dari eluen yang berupa larutan garam atau sampel yang mengandung ion. Absorbansi digunakan untuk mengukur konsentrasi protein yang diterelusi, absorbansi diukur pada panjang gelombang tertentu. Akta Purifier merupakan teknik HPLC preparatif yang dapat memisahkan fraksi-fraksi dalam sampel. Parameter seperti kecepatan aliran dan tekanan mempengaruhi proses pemisahan. Kecepatan aliran mempengaruhi daya tangkap resin. Tekanan mempengaruhi ketahanan alat atau kompresi kolom.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
26
Tahapan dalam proses purifikasi ada tiga yaitu capturing, intermediate purification dan polishing. Capturing adalah tahap isolasi, pemekatan dan stabilisasi target produk. Intermediate purification adalah tahapan penghilangan pengotor dari bulk, pengotor tersebut dapat berupa protein, asam nukleat, endotoksin maupun virus. Polishing adalah tahapan pemurnian tertinggi dengan cara menghilangkan pengotor dan senyawa-senyawa lain yang tertinggal. Pada setiap tahap dapat digunakan teknik pemisahan yang berbeda, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pemisahannya. Teknik pemisahan yang dapat digunakan dapat berdasarkan pada ukuran partikel, muatan, hidrofobisitas, maupun spesifitas ikatan dengan ligan. Persyaratan kemurnian yang tergantung pada tujuan penggunaan produk target, misalnya untuk produk kefarmasian dan penelitian in vivo kemurnian sampel diharapkan mencapai 99%. 6. Tangential Flow Filtraton (TFF) System TFF digunakan untuk pemekatan dan pemurnian protein. Pada TFF cairan dipompa dengan arah tangensial terhadap permukaan membran. Tekanan yang diberikan pada cairan menekan cairan melalui membran ke sisi pengumpul filtrat. Sedangkan partikel dan makromolekul yang berukuran besar akan tertahan pada permukaan upstream membran. Namun, partikel dan makromolekul tersebut tidak menumpuk. Komponen tersebut akan tersapu aliran tangensial cairan. Hal ini menyebabkan TFF menjadi proses yang ideal untuk pemisahan dibandingkan metode filtrasi normal. (Millipore, 2003)
Gambar 3.5 Arah aliran dan tekanan TFF (Millipore, 2003)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
27
Gambar 3.6 Skema sistem TFF (Millipore, 2003) Pada pengoperasian unit TFF, pompa digunakan untuk menghasilkan aliran feed (cairan) sehingga mampu melalui permukaan membran. Selama cairan melalui permukaan membran, tekanan akan menekan cairan untuk melalui membran dan masuk ke bagian filtrat. Hal ini mengakibatkan perbedaan konsentrasi cairan feed pada daerah tengah arus dengan konsentrasi yang lebih pekat pada permukaan membrane. Gradien konsentrasi juga timbul pada jalur aliran dari inlet (feed) dan outlet (retentate) seiring dengan semakin banyaknya cairan yang melalui sisi filtrat. Laju aliran feed pada membran menyebabkan semakin menurunnya tekanan dari arah feed ke retentate. Aliran filtrat umumnya rendah dan memiliki hambatan, sehingga tekanan sepanjang sisi filtrate rata-rata konstan. (Millipore, 2003)
Gambar 3.7 Aliran dan tekanan dalam jalur TFF (Millipore, 2003) Keterangan: QF: feed flow rate [L h-1] QR: retentate flow rate [L h-1] Qf: filtrate flow rate [L h-1] Cb: component concentration in the bulk solution [g L-1] Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
28
Cw: component concentration at the membrane surface [g L-1] Cf: component concentration in the filtrate stream [g L-1] TMP: applied pressure across the membrane [bar]
Gambar 3.8 Profil tekanan pada jalur TFF (Millipore, 2003) Selama kegiatan PKPA mahasiswa juga diajarkan tentang tahapan pengembangan produk vaksin. Berikut tahapannya: 1. Basic Research Pengembangan vaksin dilakukan bila ada kebutuhan masyarakat karena munculnya penyakit baru dan adanya perkembangan teknologi produksi vaksin, atau adanya perkembangan ilmu pengetahuan tentang antigen dan adjuvan vaksin. Perngembangan sediaan vaksin dilakukan untuk meningkatkan keamanan, kualitas, khasiat dan aseptabilitas masyarakat terhadap produk. Pada tahap ini dilakukan pemilihan kandidat vaksin yang akan dikembangkan, pemilihan seed, serta adjuvant yang sesuai untuk vaksin tersebut. Seed yang dimaksud disini dapat berasal dari isolasi mikroorganisme dari pasien di suatu daerah endemik, ATCC, atau mikroorganisme yang telah dimodifikasi genetiknya dan diketahui identitasnya. Seed yang digunakan harus jelas historynya. Antigen yang digunakan dalam sediaan vaksin ditentukan berdasarkan hasil penelitian. Adjuvan dipilih berdasarkan kompatibilitasnya dengan antigen. 2. Applied Research Pada tahap ini dilakukan proses produksi dengan skala laboratorium dan dilakukan proses pengujian seperti layaknya pada pengujian sampel untuk produksi. Parameter pengujian dan spesifikasi hasil yang diinginkan harus sudah
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
29
ditentukan. Tahap ini terus dilakukan hingga diperoleh hasil yang optimal. Pelaksanaan produksi dan pengujian harus mengikuti standar GLP. 3. Clinical Development Pada tahap ini dilakukan proses produksi dengan skala clinical lot dan dilakukan proses pengujian seperti layaknya pada pengujian sampel untuk produksi. Produk yang dihasilkan nantinya akan diuji preklinik dan klinik dengan bantuan beberapa pusat uji klinis. Pelaksanaan produksi dan pengujian harus mengikuti standar cGMP dan GLP. 4. Commercial Manufacturing Pada tahap ini sudah dapat dilakukan proses registrasi produk dan melakukan produksi dengan skala komersial. Proses produksi harus memenuhi standar cGMP dan prekualifikasi WHO. 5. Post Marketing Survaillance Pada tahap ini dilakukan monitoring penggunaan produk di masyarakat dan memantau efek samping yang timbul dari produk. Bila ada laporan mengenai KIPI maka dilakukan investigasi. 3.2
Divisi Teknik Divisi teknik merupakan bagian pendukung operasional divisi produksi.
Divisi ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu: bagian pemeliharaan pendingin dan bangunan, bagian validasi dan kalibrasi, bagian pemeliharaan listrik dan jaringan (PLDJ) serta bagian mekanik. Bagian mekanik bertanggung jawab terhadap fasilitas produksi seperti pengujian mesin, perawatan mesin produksi, boiller steam, insenerator untuk pengolahan limbah B3, jaringan perpipaan untuk air dan gas, serta perbaikan peralatan yang rusak. Fasilitas produksi ini harus didesain sesuai standar untuk memproduksi obat. Fasilitas yang berada dalam ruang produksi harus mampu menjaga agar tidak terjadi kontaminasi partikel, mikroorganisme dan kontaminan lain terhadap produk dan personel yang sedang bekerja. Salah satu fasilitas dalam ruang produksi ini ialah clean room. Untuk menjaga clean room ini diperlukan pengaturan kelembaban, suhu dan tekanan untuk meminimalisasi timbul atau berkembangnya mikroba serta mencegah adanya sisa-sisa partikel di ruangan. Clean room memiliki dua tipe yaitu laminar dan turbulen (untuk ruangan berkelas biasa). Ruangan-ruangan untuk produksi ini Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
30
didesain khusus sesuai kebutuhan. Desain fisik di ruang produksi pada umumnya berupa permukaan dinding licin, tidak boleh terdapat sudut pada ruangan, tidak boleh terdapat retakan pada dinding atau lantai, ruangan mudah dibersihkan, menggunakan bahan-bahan yang tidak menumbuhkan mikroba, jalur pipa tersusun sesuai spesifikasi dan tidak boleh ada kebocoran. Bagian PLDJ bertanggung jawa terhadap listrik dan jaringan kabel serta IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Sumber listrik di PT Bio Farma diperoleh dari genset dan PLN. Genset digunakan untuk pendukung bila terjadi kematian arus listrik dari PLN, karena berdasarkan peraturan WHO dinyatakan bahwa semua industri farmasi harus memiliki back up listrik karena produk kesehatan bersifat kritis (padamnya listrik akan berdampak pada produk). Untuk mengantisipasi padamnya listrik maka PT Bio Farma memiliki Uninterupted Power Supply (UPS) untuk mencegah matinya alat-alat kritis seperti fermentor disaat pergantian sumber listrik dari PLN ke genset. Bagian pendingin dan bangunan bertanggung jawab terhadap semua sistem atau ruang yang menggunakan refrigerator, seperti cold room, AHU (Air Handling Unit) serta freezer dan juga desain bangunan. Bagian validasi dan kalibrasi bertanggung jawab terhadap proses validasi dan kalibrasi HEPA Filter, alat atau mesin seperti autoklaf, oven, fermentor dan lain sebagainya serta instrumeninstrumen lain yang terkain proses produksi. Proses validasi dan kalibrasi dilakukan pada semua alat yang berkaitan dengan kualitas produk. Proses ini dilakukan secara periodik 1 tahun sekali atau tergantung risk analysis. 3.2.1
Bangunan Prinsip untuk mendirikan bangunan di PT Biofarma mengadopsi
persyaratan dari WHO. Parameter yang harus diperhatikan saat mendirikan industry farmasi adalah lokasi, desain bangunan, konstruksi bangunan, proses adaptasi, dan perawatan bangunan. Bangunan industri farmasi dibangun di lokasi tertentu yang tidak terhubung langsung dengan lingkunagn luar sehingga tidak menimbulkan polusi pada lingkungan sekitar. Desain dan layout harus dapat dibuat sedemikian rupa sehingga mencegah timbulnya kontaminasi silang, tidak kotor dan berdebu, memungkinkan perawatan yang efisien, meminimalisasi bahaya terjadinya error serta memungkinkan pembersihan bangunan. Desain bangunan harus memperhatikan aliran arus orang, proses, dan material. Desain
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
31
bangunan juga harus memperhatikan kenyamanan personil serta aman bagi produk maupun personil. Bangunan harus memiliki pet control untuk mencegah masuknya hewan pada fasilitas produksi. PT Biofarma menggunakan insect trap dan ultrasonik untuk mencegah masuknya hewan ke dalam bangunan. Konstruksi bangunan harus menggunakan material yang sesuai, memiliki suplai listrik yang cukup, pencahayaan yang cukup, suhu dan kelembaban ruang yang terkontrol, ventilasi dan noise terkendali. Perawatan bangunan juga harus dapat dilakukan secara efektif. Agar perawatan dapat dilakukan dengan mudah maka ada persyaratan tertentu seperti dinding yang harus licin sehingga tidak menyerap partikel dan mudah sibersihkan, ruangan tidak boleh bersudut sehingga tidak ada partikel yang tertinggal, lantai harus halus dan tahan bahan kimia karena pada pada ruang berkelas perlu dilakukan fumigasi, lampu diruang berkelas harus datar, jendela di ruang berkelas harus datar dan rangkap tiga untuk mencegah masuknya partikel dari udara luar, sambungan antar panel partisi harus diberi silikon (seal), pintu harus rapat dan bisa menutup sendiri. Untuk bangunan atau ruangan tertentu harus memiliki kontrol akses tertentu. Dust Collector berfungsi untuk menyedot dan mengumpulkan partikelpartikel debu sehingga tidak mengkontaminasi ruangan yang lain. Dust collector ada pada bagian penimbangan, pencampuran, sampling, dan packing powder. Dust collector ada dua tipe, yaitu centrifugal fan yang dilengkapi dengan filter, berfungsi untuk menghisap
fine dust dan rotoclone yang berfungsi untuk
menghisap debu dan dilengkapi dengan aliran air untuk mengikat debu tersebut (scrubber). Alat
ini
selalu berada dibagian bawah
ruangan
sehingga
memungkinkan pengambilan debu dengan ukuran kecil maupun besar. 3.2.2
Heating, Ventilation and Air Conditioning System (HVAC System) Heating, ventilation and air-conditioning (HVAC) memiliki peran penting
dalam memastikan kualitas produk farmasi. Sistem HVAC yang didesain dengan baik juga akan memberikan kondisi yang nyaman bagi operator. Desain sistem HVAC mempengaruhi layout bangunan. Sistem HVAC mencegah terjadinya kontaminasi dan kontaminasi silang. (WHO, 2006) Sistem HVAC memberi perlindungan terhadap produk, personel dan lingkungan. Perlindungan terhadap produk dimaksudkan untuk mencegah
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
32
terjadinya kontaminasi dan kontaminasi silang serta memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk menjaga stabilitas produk. Perlindungan terhadap personel dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kontak dan memberikan kondisi kerja yang nyaman. Temperatur, kelembaban dan ventilasi harus sesuai persyaratan dan tidak memberi pengaruh buruk pada kualitas produk baik selama proses produksi dan penyimpanan, maupun pada kinerja alat atau mesin produksi. (WHO, 2006) Pertukaran udara di ruangan minimal 20 kali per jam. Pertukaran udara dilakukan dengan bantuan booster, sehingga kapasitas booster diatur berdasarkan volume ruangan. Parameter sistem tata udara meliputi suhu, kelembaban, perbedaan tekanan antar ruangan (differential pressure), pertukaran udara (room air changes), arah aliran udara (air flow direction) dan jumlah partikel. Parameter-parameter tersebut harus diperhatikan dalam mendesain sistem HVAC. Berikut ini merupakan komponen-komponen sistem HVAC :
Gambar 3.9 Komponen sistem HVAC (WHO, 2006a) 1. Weather louvre
: Mencegah masuknya daun, serangga, kotoran dan
hujan masuk ke dalam sistem. 2. Silencer
: Mengurangi kebisingan akibat sirkulasi udara.
3. Flow rate controller : Mengatur volume atau kebutuhan udara (malam dan sing hari, mengatur tekanan udara). 4. Control damper
: Memastikan pengaturan kebutuhan udara.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
33
5. Heating unit
: Mengatur suhu udara pada suhu yang diinginkan.
6. Cooling unit/dehumidifier: Mendinginkan udara pada suhu yang dipersyaratkan atau menghilangkan kelembaban udara. 7. Humidifier
: Mengatur kelembaban udara, meningkatkan
kelembaban udara bila kelembaban terlalu rendah. 8. Filter
: Menghilangkan partikel dengan ukuran tertentu
dan atau mikroorganisme. 9. Duct
: Mendistribusikan udara ke ruangan-ruangan.
Metode pendinginan udara ada dua, yaitu dengan water chiller dan dengan pendingin (refrigerant) yang didalamnya terdapat freon. Chiller unit merupakan mesin pendingin untuk menghasilkan air dingin (4-6ºC) yang kemudian dialirkan ke cooling coil di Air Handling Unit (AHU) untuk menghasilkan udara dingin. Filter digunakan untuk menyaring udara bebas dari kotoran dan partikelpartikel ada tiga macam, yaitu prefilter, medium filter, dan HEPA filter. Efisiensi penyaringan masing-masing filter adalah sebagai berikut 25% untuk prefilter, 85% untuk medium filter, dan 99,95% untuk HEPA filter. Pada ruang berkelas terdapat perbedaan efisiensi penyaringan udara. Pada ruang kelas A dan B efisiensi penyaringan udara minimal 99,995%. Ruang kelas C dan D memiliki efisiensi penyaringan udara 99,95%. Hal ini disebabkan ruang kelas A dan B digunakan untuk final product, sedangkan ruang kelas C dan D digunakan untuk ruang preparasi dan persiapan. Sistem sirkulasi udara ada 2 macam, yaitu resirkulasi dan 100% udara baru. Resirkulasi udara dapat dilakuka pada ruangan non-infeksius. Udara yang telah didistribusikan dapat diresirkulasi kembali ke dalam ruang. Untuk mengatasi kehilangan udara, maka digunakan juga tambahan udara baru. Pada ruangan infeksius diperlukan udara baru seluruhnya. Udara yang setelah didistribusikan ke ruangan langsung dibuang. Validasi HEPA filter dilakukan untuk memastikan bahwa alat bekerja dengan baik. Uji yang dilakukan untuk mengetes konerja alat antara lain tes kebocoran (leak test), velocity test, dan air change. Leak test dilakukan untuk memastikan efisiensi filter, caranya dengan meng-inject smoke ke HEPA filter lalu mengukur tekanan down stream dan up stream dan dibandingkan dengan nilai
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
34
yang dipersyaratkan. Velocity test dilakukan untuk memastikan apakah filter tersumbat dan memastikan apakah aliran udara memenuhi persyaratan pertukaran udara. Caranya dengan menentukan kecepatan aliran udara dari lima titik sampling di HEPA filter lalu di rata-rata. Kecepatan aliran udara yang dipersyaratkan adalah 0,42 m/s, dan bila nilainya dibawah ketentuan tersebut berarti filter tersumbat. Air change diukur dengan anemometer untuk menentukan pertukaran udara dalam ruangan dengan satuan volume per detik. 3.2.3
Water Treatment Plant (WTP) Air digunakan sebagai starting material dalam proses produksi produk
farmasi. Pada proses produksi sediaan farmasi, air yang digunakan harus memiliki spesifikasi tertentu. Oleh karena itu dilakukan proses pengolahan air. Kualitas air diperlukan tergantung pada rute adminitrasi dari produk farmasi. PT Biofarma membagi tingkat kualitas air menjadi 4 yaitu: a. Air baku/Raw water. Raw water berasal dari air sumur pompa yang berada disekitar perusahaan, untuk menambah jumlah raw water maka perusahaan menggunakan air dari PDAM. Air sumur dan PDAM disatukan dalam raw water tank. Raw water tank disalurkan ke dalam loop untuk digunakan sebagai air non farmasi, selain itu juga digunakan sebagai bahan baku air farmasi. b. Pretreatment water, merupakan air hasil pengolah dari air baku. Prinsip sistem pengolahan yang dilakukan adalah mengubah kualitas air baku sesuai dengan kualitas air yang diperlukan untuk tahap proses atau keperluan berikutnya. Proses yang dilakukan melaui alur sand filter, carbon filter, filtrasi dengan ukuran pori filter 5 µm, softening dengan cara penghilangan ion-ion spesifik dan antimikrobial treatment dengan proses klorinasi. Raw water selanjutnya dimasukkan ke dalam sand tank yang berisi batu zeolit, batu grefel dan pasir aktif. Sand tank berfungsi untuk menyaring partikel-partikel kasar yang berasal dari air tanah. Tahap selanjutnya air dialirkan melalui carbon tank yang berisi karbon aktif, berfungsi untuk menetralisir racun dan bau. Air hasil penyaringan melalui sand tank dan carbon tank dinamakan pre treatment water. Air ini harus didistribusikan dengan tekanan positif yang kontinu dalam sistem pemipaan yang bebas dari kerusakan yang dapat menyebabkan kontaminasi pada produk. Pre treatment water masih mengandung ion-ion
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
35
negatif atau positif, jika tidak dihilangkan akan sangat berpengaruh dalam produk farmasi. Pre treatment water dihilangkan ion-ionnya dengan dialirkan melalui cation exchange untuk menghilangkan ion positif. Ion positif (kation) diikat oleh fase diam resin yang memiliki residu gugus karboksil bermuatan negatif. Selanjutnya air dialirkan ke dalam anion exchange untuk mengikat anion yang masih terlarut dalam air. Anion exchange merupakan resin yang memilki residu gugus amin. Air yang dihasilkan dari proses ini disebut air demineralisata. Pretreatment water dapat digunakan untuk pencucian awal peralatan dan dapat juga digunakan sebagai air minum hewan. Paramater pH : 6,5 – 8,5 ; Cl ≤ 250 mg/L ; Kesadahan ≤ 500 mg/L ; Sulfat ≤ 400 mg/L ; Mangan ≤ 0,1 mg/L ; Besi ≤ 0,3 mg/L ; Zat organic ≤ 10 mg/L ; Zat padat total ≤ 700 mg/L ; Bioburden ≤ 500 (CFU/100ml).
Gambar 3.10 Proses pengolahan Pretreatment Water (WHO, 2006b)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
36
Gambar 3.11 Proses pengolahan Water Softener (WHO, 2006b) c. Air murni/Purified water. Air demineralisata digunakan sebagai bahan baku pembuatan purified water. Proses pembuatan purifed water menggunakan teknik reverse osmosis, filtrasi dengan filter berukuran 5 µm dan 1 µm lalu dilakukan proses Electro Deionozation (EDI) atau proses penarikan ion. Regenerasi cation exchange dilakukan dengan mengalirkan HCl ke tabung sehingga kation-kation yang terikat pada resin akan terlepas dan membentuk garam-garam klorida yang larut dalam air. Sedangkan untuk regenerasi anion exchange digunakan NaOH untuk menarik anion yang terikat pada resin dan membentuk garam-garam natrium yang larut air. Purified water tank disalurkan melalui loop ke point-point user, air digunakan untuk pencucian awal kemasan primer, pencucian peralatan laboratorium, pencucian awal peralatan produksi, selain itu juga digunakan sebagai bahan baku WFI dan pure steam. Karena air murni ini tidak digunakan sebagai bahan baku dalam proses preparasi maupun pengujian (USP 27, p.1950), maka untuk air murni tidak dilakukan uji total organik karbon dan konduktivitas. Parameter pH: 5,0 – 7,0; Bioburden ≤ 100 (CFU/100ml).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
37
Gambar 3.12 Proses pengolahan Purified Water (WHO, 2006b) d. Water for injection (WFI). WFI harus disiapkan dari purified water. Uap dari WFI adalah pure steam. Pure steam merupakan uap panas yang bertekanan hasil evaporasi purified water digunakan sebagai bahan termal desinfeksi kemasan dan peralatan produksi yang kontak langsung dengan produk. Proses lanjutan untuk mengubah purified water menjadi water for injection adalah destilasi yang diikuti proses kondensasi dan cooling. WFI disalurkan juga ke bagian lain untuk digunakan sebagai bahan produksi injeksi, melarutkan dan mengencerkan zat, sebagai air pembilasan terakhir setelah pembersihan alat dan komponen yang kontak dengan produk injeksi. yang nantinya digunakan untuk proses sterilisasi. Parameter Endotoksin < 0,25 (EU/mL) ; Konduktivitas ≤ 2,10 ìS/cm ; pH : 5,0 – 7,0 ; Bioburden < 10 (CFU/100ml). Water Treatment Plant di PT Bio Farma 9. Pembangungan Water Treatment Plant harus memperhatikan sisi ekonomi dan persyaratan yang berlaku. Konstruksi WTP dengan saluran pipa yang tidak boleh terlalu jauh untuk mempertahankan persyaratkan mikroorganisme, saluran pipa yang panjang juga memakan biaya yang mahal karena bahan pipa yang boleh digunakan adalah SS316L yang tahan karat dan saluran pipa tidak boleh di las sehingga konstruksinya memakan biaya yang tinggi. Pipa WFI harus bersifat drainable sehingga air bisa dibuang dan saluran pipa harus memiliki tingkat kemiringan tertentu supaya air tidak menggenang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
38
3.2.4
Sistem Pengolahan limbah Ada tiga macam jenis limbah industri yaitu limbah cair, limbah padat dan
limbah udara. Adapun pengolahan masing-masing jenis limbah tersebut adalah sebagai berikut: a. Limbah cair PT. Biofarma mempunyai tank collector yang digunakan untuk menampung air limbah industri. Air limbah akan disalurkan dari tank collector ke Waste Water Treatment Plant (WWTP) untuk diolah. Namun, ada bagian produksi yang mendisinfeksi dulu limbah cairnya sebelum disalurkan ke WWTP. Bagian-bagian tersebut seperti bagian produksi vaksin difteri, tetanus dan pertusis serta bagian pemeliharaan hewan. Seluruh limbah produksi didesinfeksi dengan natrium klorit sebelum masuk killing tank. Killing tank ini berfungsi untuk membunuh mikroorganisme yang ada dalam limbah tersebut. Prinsip kerja killing tank sama seperti autoklaf. Kapasitas killing tank ini ± 1000-2000 L. Penyaluran air limbah dari masing-masing bagian ini tidak berlangsung setiap hari, tetapi tergantung dari frekuensi setiap kali melakukan proses produksi. Limbah cair mempunyai penanganan awal yang berbeda, misal :
Untuk limbah yang berasal dari toilet, langsung dialirkan ke raw sewage tank.
Untuk limbah laboratorium sebelum masuk raw sewage tank dinetralkan terlebih dahulu dengan H SO 5% dan NaOH 50% sampai mencapai pH 52
4
9 di dalam neutral tank.
Untuk limbah dari hewan dilakukan screen unit terlebih dahulu sebelum masuk ke raw sewage tank. Untuk sludgenya dibakar di incinerator. Limbah cair yang berasal dari semua sumber setelah melalui proses di
atas, akan masuk bak penampung raw sewage tank. Selanjutnya limbah masuk ke flow control tank yang dihubungkan dengan blower. Kemudian, limbah cair akan diaerasi. Di sini terjadi proses oksigenasi untuk meningkatkan Biological Oxygen Demand (BOD) sehingga bakteri aerob dapat hidup. Bakteri yang mati akan diendapkan dalam sediment tank sehingga membentuk lumpur (sludge) dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
39
mengendap di sludge tank, oleh karena itu disebut sluge aktif (lumpur yang mengendap dapat bertambah banyak). Selanjutnya limbah mengalami klorinasi dengan kaporit (NaClO) untuk membunuh bakteri yang masih tersisa. Buih yang muncul pada saat aerasi, akan masuk bak buih. Tabel 3.1 Pengujian air limbah industri Uji Air Limbah
Metode Uji
Standar
Uji Fisika 1. Temperatur (Lab)
Thermometer
40oC
2. Warna
Organoleptis
Jernih
3. Bau
Organoleptis
Tidak Berbau
Gravimeter
100 mg/L
Potensiometri
6-9
Kjeldahl/Titrimetri
30 mg/L
3. BOD
Titrimetri
100 mg/L
4. COD
Reflux dan
300 mg/L
4. Zat Padat Tersuspensi Uji Kimia 1. pH 2. Total Nitrogen
Titrimetri Kolorimeter
1 mg/L
6. Besi terlarut
AAS
10mg/L
7. Aluminium
AAS
10mg/L
Kolorimeter
2mg/L
AAS
0,05mg/L
5. Phenol
8. Klorin bebas/Cl2 9. Air raksa/Hg
Air jernih yang didapat dari proses klorinasi akan disalurkan ke kolam ikan. Kolam ikan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air jernih yang didapat. Ikan yang digunakan adalah ikan koi atau ikan mas. Ikan ini digunakan karena sensitif terhadap perubahan lingkungan, seperti perubahan suhu, pH, dll. Setelah itu, air tersebut akan diuji untuk kemudian baru dapat dibuang ke lingkungan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
40
Berikut ini alur pengolahan limbah cair di PT Biofarma: Limbah dari semua bagian
Bak Pengumpul Penambahan HCl atau NaOH
Bak Netralisasi
Bak Aerasi 1
Bak Aerasi 2 + Koagulan
Bak Sedimentasi
Lumpur
Air Jernih
Bak Pengeringan Kolam Ikan
Dibakar (Pupuk)
Bak Klorinasi
Saluran
Gambar 3.13 Skema pengolahan limbah cair PT Biofarma
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
41
b. Limbah padat Pengelolaan limbah padat di PT. Biofarma dilakukan sejak pembuangan limbah. Limbah diklasifikasikan menjadi lima golongan. Pembuangan sampah ini diklasifikasikan sesuai dengan jenis dan sifat limbah. Ada lima jenis tempat sampah, yaitu :
Untuk jenis sampah B-3
Untuk jenis sampah kaleng,
( Bahan Berbahaya dan Beracun)
Untuk jenis sampah organik
logam, gelas
Untuk jenis sampah kertas
Untuk jenis sampah plastik dan karet Gambar 3.14 Macam-macam klasifikasi tempat sampah
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
42
Untuk jenis sampah B3, limbah tersebut akan masuk incinerator dan dipanaskan ± 600 – 800 °C. Limbah B3 yang memerlukan proses insinerasi: a. Hewan percobaan, limbah klinis, media bahan lain yang infeksius didesinfeksi
terlebih
dahulu,
dikemas,
kemudian
dibakar
dalam
insenerator. b. Vaksin reject/kadaluarsa dihancurkan dan didesinfeksi (untuk vaksin polio, campak dan BCG), kemudian dibakar di insenerator atau limbah cair lainnya dapat dibuang ke IPAL, sedangkan kemasannya dapat dibuang ke tempat sampah dengan pemisahan yang sudah ditetapkan. c. Bahan kimia kadaluarsa yang dapat diinsenerasi, dibakar di insenerator. d. Kain lap bekas yang mengandung bahan B3 dibakar di insenerator. e. Sludge Waste Water Treatment dari IPAL dibakar di insenerator. f. Filter bekas dibakar di insenerator. g. Limbah lain yang jenis/komponen limbahnya termasuk dalam komponen yang dapat dibakar di insenerator. Sebelum dibuang, dilakukan pembakaran terlebih dahulu kemudian abu didinginkan. Abu hasil dari incinerator ini akan ditampung dan disimpan (maksimal 90 hari) yang kemudian akan dikirimkan ke PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri) di Cileungi Bogor. c.
Limbah udara Pengolahan limbah udara di PT. Biofarma menggunakan water scrubber.
Asap yang dihasilkan pada saat proses pembakaran sebelum dibuang ke udara, disaring terlebih dahulu dengan menggunakan water scrubber sehingga udara yang keluar bebas dari partikel sedangkan debu atau partikel yang jatuh akan ditampung di bak. Air yang digunakan pada saat proses water scrubber akan disirkulasi untuk menyemprot lagi, sedangkan air yang hilang pada saat proses karena panas akan digantikan dengan air kran. 3.3
Klasifikasi Ruangan Bangunan yang ada di PT. Biofarma (Persero) dibagi dalam beberapa
ruangan. Diantaranya ruangan : Produksi Bulk Pertusis, Produksi Bulk Difteri, Produksi Bulk Tetanus, Fasilitas Purifikasi Toksoid, Produksi Media, Produksi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
43
Vaksin Campak, Produksi Polivaksin, Quality Control (QC), Quality Assurance (QA), Pengadaan (PPIC), Technic & Maintenance, Pemasaran (Marketing), Water Treatment Plan, Formulasi dan Filling, Gudang, Research & Development, Boiler house, Animal testing, Incinerator, Pengolahan Limbah Cair, Animal House, serta Office. Untuk ruang steril berkelas, PT. Biofarma (Persero) membagi ruangan menjadi 4 berdasarkan standar WHO yaitu : a. Ruang kelas A Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya zona pengisian, wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptik. Umumnya kondisi yang dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) di tempat kerja. Sistem udara laminar hendaklah mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36 – 0,54m/detik (nilai acuan) pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka. Keadaan laminar yang selalu terjaga hendaklah dibuktikan dan divalidasi. Aliran udara searah berkecepatan lebih rendah dapat digunakan pada isolator tertutup dan kotak bersarung tangan. b. Ruang kelas B Zona pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini adalah lingkungan latar belakang untuk zona kelas A. c. Ruang kelas C dan D Daerah bersih untuk pelaksanaan tahap manufaktur produk steril yang tidak begitu kritis. d. Ruang General Ruang disekitar ruang berkelas yang tidak termasuk dalam kriteria kelas A,B,C dan D, berfungsi sebagai ruang penyangga ruang berkelas.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
44
Tabel 3.2 Jumlah partikel di udara untuk ruang kelas A, B, C dan D Jumlah maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan Klasifikasi untuk kelas setara atau lebih tinggi
ruangan produksi menurut cGMP
Non Operasional
Operasional
WHO 0,5m
5m
0,5m
5m
A
3.500
1
3.500
1
B
3.500
1
350.000
2.000
C
350.000
2.000
3.500.000
20.000
D
3.500.000
20.000
Tidak
Tidak
ditetapkan
ditetapkan
Untuk mengukur jumlah partikel di ruang berkelas dapat diukur dengan alat Partikel Counter. Alat ini akan mengukur jumlah partikel di suatu ruangan, apabila jumlah partikel di ruangan tersebut sudah tidak memenuhi syarat maka ruangan harus difumigasi dengan formalin selama 16 jam. Desinfeksi juga diperlukan untuk peralatan dan ruangan di ruangan berkelas untuk mencegah kontaminasi mikroba terhadap produk yang dihasilkan. Desinfeksi dilakukan menggunakan cairan desinfektan yang berbeda – beda yang selalu berganti tiap 4 bulan sekali agar tidak terjadi resistensi mikroba. 3.4
Inspeksi Diri Inspeksi diri di PT Biofarma dilakukan secara rutin dua kali dalam satu
tahun, namun frekwensi pelaksanaan inspeksi diri juga tergantung pada risk analysis. Pada area produksi, gudang dan QC pelaksanaan inspeksi diri dapat saja lebih rutin, karena area ini sangat vital pengaruhnya terhadap produk. Pelaksana inspeksi diri berasal dari tim ISO atau tim GMP Biofarma. Level peringatan hasil audit internal ini ada tiga yaitu non convermity (NC), request for correction (RC), dan suggestion for improvement (SFI). Non convermity berarti ada aspek yang tidak memenuhi persyaratan dan menimbulkan dampak mayor. Request for correction berarti level peringatan berada dibawah NC dan menimbulkan dampak
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
45
moderat. Sugegestion for improvement berarti level peringatan berada dibawah RC dan menimbulkan dampak minor. Setelah diberi peringatan maka bagian yang bersangkutan harus melakukan perbaikan berdasarkan hasil evaluasi audit internal tersebut sesuai dengan jangka waktu yang diberikan. Kemudian, dilakukan internal audit tahap dua pada bagian tersebut untuk melihat hasil dari perbaikan. Bila perbaikan tidak terlaksana atau gagal dilaksanakan maka level peringatan akan ditingkatkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan 1. Peran apoteker di PT. Biofarma utamanya sebagai penanggung jawab terhadap kegiatan produksi dan pemastian mutu. Apoteker juga berperan pada bagian packaging, formulasi dan research and development. 2. PT. Biofarma telah menerapkan prinsip-prinsip CPOB dan standar cGMP WHO pada proses produksi produk farmasi untuk menjamin keamanan, kualitas dan efikasi produk. 3. Praktek kerja profesi apoteker bagi calon apoteker di industri farmasi sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman sebagai bekal untuk terjun di dunia kerja, khususnya di bidang farmasi industri.
4.2
Saran 1. Diharapkan agar kerja sama antara PT. Biofarma (Persero) dengan Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia selalu berjalan dengan baik dalam rangka pembelajaran bagi calon apoteker terutama di bidang industri farmasi untuk mendapatkan pemahaman mengenai tanggung jawab seorang apoteker serta penerapan CPOB dalam industri farmasi. Untuk mendapatkan pemahaman tersebut, sebaiknya pemberian jadwal PKPA diperlukan di awal. 2. Pengembangan produk dan teknologi perlu terus dilakukan agar produk yang dihasilkan dapat lebih bersaing di pasar internasional.
46
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
Anonim,2012a.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/projects/genome/probe/doc.Diakses tanggal 22 Mei 2012. Anonim.2012.http://plasmid.med.harvard.edu/PLASMID/GetVector.Diakses tanggal 22 Mei 2012. Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hal. 1, 157-158. Biofarma, 2011. Tentang Kami. http://www.biofarma.co.id/. Diakses tanggal: 22 Mei 2012. Millipore. 2003. Protein Concentration and Diafiltration by Tangential Flow Filtration. Billerica: Millipore Corporation. Pages:1-23. Sundoro, J. 2011. BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) : Anak Terlindung dari Penyakit
Campak,
Difteri
dan
Tetanus.
http://www.bumn.go.id/biofarma/kontribusi/bias-bulan-imunisasi-anaksekolah-anak-terlindung-dari-penyakit-campak-difteri-dan-tetanus/.
13
Desember 2011. Diakses tanggal: 22 Mei 2012. USP32/NF27: the official compendia of standards. Rockville (MD): United States Pharmacopeial Convention; 2009. Page 419 WHO. 2006a. WHO Supplementary Training Modules: Validation, Water, Air Handling Systems - Heating, Ventilation and Air Conditioning (HVAC). http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Js14063e/14.html#Js14063e.14. Diakses tanggal 23 Mei 2012. WHO. 2006b. Supplementary Training Modules on Good Manufacturing Practice: Water for Pharmaceutical Use, Part 1: Induction and Treatment.
47
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
OPTIMASI KONSENTRASI POLYACRYLAMIDE GEL PADA PROSES ELEKTROFORESIS UNTUK RUNNING ESAT-6
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
AMELIA ISYANA WARDHANI, S.Farm. 1106124624
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iii BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Tujuan .................................................................................... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1 Eschericia coli ........................................................................ 2.2 ESAT-6 .................................................................................. 2.3 Lisis Sel ................................................................................... 2.4 Elektroforesis .......................................................................... 2.5 SDS-PAGE..............................................................................
3 3 4 4 5 6
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN DAN HASIL .......................... 3.1 Alat dan Bahan ....................................................................... 3.2 Cara Kerja .............................................................................. 3.2.1 Lisis Sel .......................................................................... 3.2.2 SDS-PAGE .................................................................... 3.3 Hasil ........................................................................................ 3.3.1 Lisis Sel .......................................................................... 3.3.2 SDS-PAGE....................................................................
8 8 9 9 10 13 13 14
BAB 4. PEMBAHASAN ........................................................................... 16 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 18 5.1 Kesimpulan ............................................................................ 18 5.2 Saran ..................................................................................... 18 DAFTAR ACUAN ..................................................................................... 19
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Escherichia coli ...................................................................... 3
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa program imunisasi merupakan salah satu upaya pemberantasan penyakit menular. Pemberian vaksin melalui program imunisasi merupakan salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat. Program imunisasi mengacu kepada konsep Paradigma Sehat, dimana prioritas utama dalam pembangunan kesehatan yaitu upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) secara menyeluruh,
terpadu
dan
berkesinambungan.
Upaya
imunisasi
telah
diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956 dan upaya ini terbukti paling cost effective. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi dikembangkan menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), yaitu tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus dan hepatitis B. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sejak tahun sejak tahun 1984 juga mulai melaksanakan program imunisasi pada anak sekolah. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004 yang mengacu pada himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 mendukung pelaksanaan BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun). (Sundoro,2011) Adanya berbagai program dan regulasi pemerintah tersebut mendukung berkembanganya industri farmasi yang memproduksi sediaan biologis seperti vaksin. Saat ini, PT Biofarma (Persero) yang merupakan produsen vaksin yang menyediakan kebutuhan seluruh vaksin di Negara Indonesia yang terus berkembang pesat dengan adanya dukungan pemerintah. Tanggung jawab untuk mencapai target tersebut bukan hanya bagian dari pihak regulasi ataupun pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab bagi 1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
2
seluruh tenaga kesehatan. Masing-masing mempunyai tanggung jawab yang berbeda, dan farmasis ataupun apoteker juga mempunyai tanggung jawab terutama dalam hal praktek kefarmasian dan asuhan kefarmasian. Apoteker tidak hanya mempunyai peranan dalam hal manajemen sediaan farmasi, tetapi juga dalam hal menyediakan produk farmasi yang berkualitas, baik dalam mengembangkan suatu bentuk sediaan ataupun melalui penelitian untuk menemukan produk farmasi yang baru, khususnya vaksin. PT. Biofarma (Persero) melalui Divisi Penelitian dan Pengembangan Bagian Pengembangan Vaksin Kombinasi (PVK) berusaha mengembangkan suatu produk vaksin baru untuk mengatasi salah satu penyakit yang tergolong berprevalensi tinggi di Indonesia yakni tuberkulosis (TB), salah satunya adalah vaksin antituberkulosis. Dalam proses pengembangan vaksin tersebut tentunya dibutuhkan peran serta farmasis, khususnya apoteker. Oleh karena itu, melalui Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di Divisi Riset dan Pengembangan PT. Biofarma (Persero), Bagian Pengembangan Vaksin Kombinasi (PVK), peserta PKPA diberi tugas khusus yaitu melakukan penelitian mengenai optimasi konsentrasi polyacrylamide gel pada proses elektroforesis untuk running protein ESAT-6 pada proyek penelitian pengembangan vaksin antituberkulosis, hingga diperoleh konsentrasi gel elektroforesis yang paling baik dan optimal untuk ESAT-6.
1.2 Tujuan Pemberian tugas khusus kepada peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bertujuan untuk mengetahui konsentrasi polyacrylamide gel pada proses elektroforesis yang paling baik dan optimal untuk running protein ESAT-6.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Escherichia coli
Gambar 2.1 Escherichia coli
Kingdom
:
Phylogenetica
Divisi
:
Proteobacteria
Kelas
:
Gamma Proteobacteria
Ordo
:
Enterobacteriales
Famili
:
Enterobacteriaceae
Genus
:
Escherichia
Spesies
:
Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang diketahui genetika, analisa biologi molekular, pertumbuhan, evolusi dan struktur genomnya. Bakteri ini adalah bakteri pertama yang digunakan untuk rekayasa genetika dan produksi protein rekombinan. Saat ini, E. coli merupakan sistem ekspresi prokariotik yang paling sering digunakan. Bakteri ini menjadi organisme standar untuk sintesa protein yang digunakan di bidang farmasetika, karena mampu menghasilkan produk yang tidak mengandung subunit lain atau membutuhkan modifikasi posttranlasi substansial. Saat ini telah banyak strain yang tersedia yang mampu memproduksi protein di sitoplasma maupun periplasma, ratusan vektor yang meregulasi berbagai promoter dan tag yang dapat membantu purifikasi protein dengan lebih efisien. (Paciello, 2006). 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
4
2.2 ESAT-6 ESAT-6 merupakan sekretori sasaran antigen awal dari Mycobacterium tuberculosis. ESAT-6 adalah protein sekretori dengan bobot molekul 6 kDa dan merupakan antigen sel T yang ampuh.
2.3 Lisis Sel Lisis sel atau distrupsi sel adalah metode biologis sel untuk melepaskan molekul biologis termasuk organela, protein, DNA, RNA dan lemak dari dalam sel. Lisis sel sangat peting untuk ekstraksi DNA, RNA dan protein dari dalam sel. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan metode lisis sel yang akan digunakan adalah (Molecular Station, 2011): 1. Volume Sel Besar sampel yang dilisis merupakan parameter penting dalam lisis sel. Bila hanya terdapat beberapa mikroliter sampel, perhatian perlu dilakukan untuk meminimalisasi kehilangan dan mencegah kontaminasi silang. Bila sampel dalam jumlah besar maka perlu diperhatikan efisiensi dan reprodusibilatas proses. 2. Jumlah Sampel Sel yang Dilisis Permasalah yang muncul bila terdapat muncul bila memiliki banyak sampel adalah pengaturan waktu yang mempertimbangkan kemungkinan terjadinya kontaminasi silang, kecepatan proses, dan pembersihan alat setelah tiap sampel dilisis. 3. Tingkat Kesulitan Sel untuk Dilisis Beberapa sel sulit untuk dilisis. Semakin tinggi tingkat kesulitan pelisisan sel, semakin besar tenaga dan kekuatan ionik larutan dapar yang dibutuhkan untuk melisis sel. 4. Efisiensi Lisis Sel Over-lysis dapat mempengaruhi molekul target yang diinginkan, tergantung pada bagian sel, organela, atau fraksi yang ingin diisolasi. Bila fraksinasi subselular digunakan, lebih penting untuk mendapatkan hasil lisis yang memuaskan dan tidak merusak komponen subselular organela. Namun, ini menyebakan efisiensi lisis lebih rendah dan membutuhkan sel dalam jumlah yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
5
lebih
banyak.
Untuk
memaksimalkan
proses
lisis
sel,
penting untuk
memperhatikan waktu pengerusakan sel dan reprodusibilitas metode. 5. Lisis sel dan Molekul yang akan Diisolasi Penting untuk tahu metode lisis yang akan digunakan untuk memperoleh protein target. Apabila yang diinginkan protein nukleus, perhatian diperlukan untuk melakukan lisis sel dan mengisolasi membran nukleus. Setelah membran nukleus diisolasi, lisis membran nukleus dan bebaskan molekul yang diinginkan. Metode ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi dari organela sel. Perlakuan terhadap molekul perlu diperhatikan dengan mempertimbangkan penggunaan larutan pelisis atau metode tertentu. Contohnya, bila ingin mengisolasi protein-fosfor yang sensitive terhadap fosfatase, maka jangan melisis dan mengekspos protein-fosfor secara langsung dengan protease dan enzim fosfatase. Molekul target perlu dilindungi dari kondisi enzimatik. Temperatur yang rendah pada proses lisis dan penggunaan inhibitor (seperti, inhibitor protease dan inhibitor fosfatase) sangat penting.
2.4 Elektroforesis Elektroforesis adalah proses perpindahan molekul bermuatan dalam larutan dengan cara memberikan medan listrik pada campuran. Karena, molekul dalam medan listrik akan bergerak tergantung pada muatan, bentuk, dan ukurannya. Elektroforesis digunakan untuk pemisahan molekul yang sederhana dan relatif cepat. Metode ini digunakan untuk analisa dan pemurnian molekul besar seperti protein dan asam nukleat, namun dapat juga digunakan untuk molekul bermuatan lain yang lebih sederhana seperti gula, asam amino, peptida, nukleotida, dan ion sederhana. (Amersham Bioscience Inc., 1999) Setelah elektroforesa, analisa kualitatif dapat dilakukan dengan metode staining atau pewarnaan. Staining dilakukan karena sebagian besar protein dan semua asam nukleat tidak tampak secara langsung sehingga gel harus diproses untuk menentukan lokasi dan jumlah molekul yang terpisah. Analisa kuantitatif dapat dilakukan untuk menentukan jumlah, ukuran dan isoelectric point dari masing-masing band. Jumlah molekul dalam satu band dapat Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
6
ditentukan dengan berbagai cara, seperti membandingkan intensitas warna band baik dengan cara pewarnaan atau autoradiografi dengan standar yang telah diketahui kuantitasnya pada gel yang sama, densitometri, atau dengan menggunakan alat radioanalitik. Penentuan ukuran makromolekul berdasarkan mobilitasnya juga memerlukan standar yang ukuran molekulnya diketahui sebagai pembanding. Standar ukuran protein dan asam nukleat mengandung sekelompok molekul yang telah terkarakterisasi dan dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran molekul protein atau asam nukleat yang tidak diketahui melalui perbandingan secara visual.
2.5 SDS-PAGE SDS-PAGE merupakan salah satu variasi dari teknik elektroforesa. Teknik ini menggunakan SDS, suatu detergen anionik, untuk mendenaturasi dan memberikan muatan negatif pada protein. PAGE merupakan teknik elektroforesa dengan format vertikal yang seringkali digunakan untuk analisa DNA dan protein dengan berat molekul kecil. Teknik ini mengggunakan poliakrilamid sebagai media pemisahan. (Amersham Bioscience Inc., 1999) Elektroforesis
polyacrylamide
gel
SDS-PAGE
digunakan
untuk
memisahkan protein menjadi individu sub unit polipeptida. Sampel protein didenaturasi menggunakan Sodium Dodecyl Sulphate (SDS/lauryl sulphate) dan β-mercaptoethanol, serta panas sehingga membentuk kompleks SDS-polipeptida yang bermuatan listrik negative. Jumlah kompleks SDS-protein dapat dipisahkan melalui proses elektroforesis berdasarkan perbedaan besar muatan listrik dan ukurannya melalui pori-pori matriks dari polyacrylamide gel. Perkiraan ukuran atau berat molekul dari rantai polipeptida sampel yang diuji dapat diketahui dengan menggunakan penanda (Bench Marker Protein) yang telah diketahui berat molekulnya pada proses elektroforesis. Poliakrilamid merupakan matriks yang sering digunakan sebagai media stabilisasi pada pemisahan protein. Gel poliakriakrilamid dibuat dari polimer akrilamid yang berikatan sambung silang (crosslinked). Bahan yang digunakan untuk itu adalah N, N‟ metilenbisakrilamid (atau „bis‟). Konsentrasi akrilamid yang digunakan pada gel dinyatakan dalam % T (% w/v) yaitu jumlah gram Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
7 akrilamid dan „bis‟ setiap 100 cm3 campuran gel sebelum terjadi polimerisasi. Konsentrasi matriks mempengaruhi pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul protein. Konsentrasi poliakrilamid yang rendah digunakan untuk pemisahan protein dengan berat molekul besar dan sebaliknya. Proses polimerisasi akrilamid dan “bis” merupakan reaksi ikatan radikal bebas. Proses ini diinisiasi dengan pembentukan radikal , umumnya dengan campuran ammonium persulfat (≤ 0,3 %) dan TEMED (≤ 0,2 %). Persulfat mengaktivasi TEMED, sehingga menghasilkan elektron bebas. Radikal ini akan bereaksi dengan molekul akrilamid dan menghasilkan radikal baru yang bereaksi dengan molekul akrilamid lainnya, dan seterusnya hingga membentuk polimer. Sebelum dimasukkan ke dalam sumuran di gel, sampel dilarutkan dalam larutan dapar. Untuk memastikan disolusi yang sempurna, loading buffer seringkali ditambahkan dengan SDS, yang mengurai aggregate, dan bahan pereduksi, 2-merkaptoetanol, yang berfungsi mereduksi ikatan disulfida. Pewarna, seperti bromofenol biru, dapat ditambahkan untuk mengamati running sampel dan kemungkinan terjadinya pergerakan sampel yang tidak sesuai jalur. Pewarna yang digunakan tidak boleh terikat pada protein. Lokasi dan konsentrasi protein yang terpisah dapat diketahui dengan metode pewarnaan. Pewarna yang digunakan adalah pewarna yang mampu memberi warna bend protein, namun tidak mewarnai gel poliakrilamid. Pewarna yang umumnya digunakan untuk pewarnaan protein adalah Coomassie™ Brilliant Blue atau silver staining. Coomassie Blue staining memiliki batas deteksi hingga 0,1-0,3 µg protein dalam satu band atau bahkan kurang untuk beberapa protein. Silver staining system memiliki sensitivitas 100 kali lebih baik, dengan batas deteksi hingga 1 ng protein.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN DAN HASIL
Selama Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Biofarma (Persero) Divisi Penelitian dan Pengembangan pada Bagian Pengembangan Vaksin Kombinasi (PVK), mahasiswa diberikan tugas khusus untuk melakukan penelitian mengenai optimasi konsentrasi polyacrylamide gel pada proses elektroforesis untuk running protein ESAT-6 pada proyek penelitian pengembangan vaksin antituberkulosis, hingga diperoleh konsentrasi gel elektroforesis yang paling baik dan optimal untuk ESAT-6. Elektroforesis digunakan untuk pemisahan molekul yang sederhana dan relatif cepat. Metode ini digunakan untuk analisa dan pemurnian molekul besar seperti protein dan asam nukleat, namun dapat juga digunakan untuk molekul bermuatan lain yang lebih sederhana seperti gula, asam amino, peptida, nukleotida, dan ion sederhana. Pada penelitian ini optimasi dilakukan dengan cara me-running ESAT-6 pada berbagai macam konsentrasi polyacrylamide gel, yakni pada konsentrasi 12%, 15%, dan 18%. Sehingga hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai elektroforegram ESAT-6 yang baik, jelas, dan mudah diamati.
3.1 Alat dan Bahan A. Alat Perlindungan Diri (APD) No. Nama Alat 1 Jas Lab 2 Masker 3 Sarung Tangan
Jumlah 1 1 1
B. Lisis Sel No. 1 2 3 4 5
Nama Alat Tube polipropilen (Falcon) Tube polipropilen (Falcon) Mixing-mix Sentrifuge Pipet Mikro (Finnpippette) 8
Kapasitas 15 mL 50 mL 200-1000 µl
Jumlah 24 1 1 1 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
9
6 Tip (Finntip) No. Nama Bahan 1 Cell lytic B reagent (Sigma Aldrich) 2 10x buffer stock B 3 5M Imidazole 4 Protease inhibitor 5 Lysozyme C. SDS-PAGE No. Nama Alat 1 Vial 2 Pipet Mikro
3 4 5 6
BIO-RAD kit Sonikator Pipet Mikro (Finnpippette) Tip (Finntip)
7 8 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Botol Eppendorf Nama Bahan DIW Akrilamid (bis) Buffer Resolving gel SDS 10 % APS TEMED Stacking buffer Β-mercaptoetanol Buffer sampel Buffer running Coomassie brilliant blue Metanol Asam asetat glasial
10 µl
q.s. Jumlah 9 ml 1 ml 20 µl 25 µl 100 µl
Kapasitas Jumlah 10 mL 2 1-2 ml, 2001 1000 µl, 20 – 100 µl, 1-10 µl 1 1 200-1000 µl 10 µl, 300 µl, 5 q.s. ml, 1ml 500 ml 2 1,5ml Jumlah q.s q.s q.s q.s q.s q.s q.s q.s q.s q.s q.s q.s q.s
3.2 Cara Kerja 3.2.1 Lisis Sel 1. Pembuatan buffer lisis. Dalam 10 ml larutan mengandung komponen: Cell lytic B reagent
9 ml
10x buffer stock B
1 µl
5M Imidazole
20 µl Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
10
Protease inhibitor
25 µl
Lysozyme
2 µl
Benzonase
2 µl
DIW
ad 10 ml
2. Komponen bauffer lisis dikocok homogen. 3. Pellet sampel di aduk menggunakan vortex hingga mencair dan tidak terdapat gumpalan. 4. Buffer lisis ditambahkan ke dalam cairan pellet. Kebutuhan larutan pelisis adalah 8 ml untuk 100 ml kultur, sehingga untuk 10 ml kultur ditambahkan 800 µl buffer lisis. Lalu vortex campuran tersebut hingga homogen menggunakan vortex. 5. Sampel digoyangkan selama 1 jam. 6. Sampel di sentrifugasi pada kecepatan putaran 4000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 °C. 7. Lysate dan pellet dipisahkan pada 2 tabung falcon 15 ml yang berbeda. Lysate disimpan dalam coldroom (2-8 °C) dan pellet disimpan pada freezer (-20 °C).
3.2.2 SDS-PAGE A. Penyiapan Gel SDS-PAGE A.1 Menyiapkan peralatan SDS-PAGE 1. Mencuci bersih dan dikeringkan seluruh komponen vertical elektroforesis. 2. Menyemprot pelat kaca dengan alkohol dan dikeringkan dengan tisu khusus. 3. Menyusun pelat kaca. 4. Ditempatkan susunan alat SDS-PAGE diatas permukaan rata
A.2 Menyiapkan resolving gel 1. Menentukan volume bahan untuk membuat gel. Untuk gel ukuran 8 cm x 7,3 cm x 0,75 mm diperlukan larutan gel ± 5 ml 2. Dibuat 10 ml larutan untuk 2 gel. Penelitian ini menggunakan gel dengan konsentrasi akrilamid sebesar 12%, 15%, dan 18%. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
11
3. Menyiapkan wadah yang sesuai dengan volume yang diperlukan untuk gel dan diberi label. 4. Memipet air deionisasi sebanyak 3,40 ml. masukkan ke dalam wadah yang telah disiapkan. 5. Mencampur 4 ml stok bis-acrylamide (untuk polyacrylamide gel dengan konsentrasi 12%), 5 ml stok bis-acrylamide (untuk polyacrylamide gel dengan konsentrasi 15%), 6 ml stok bis-acrylamide (untuk polyacrylamide gel dengan konsentrasi 18%); 2,5 ml stock buffer resolving; dan 100 μl stock SDS 10% dihomogenkan, kemudian dilakukan degassing salama 2 menit dengan menggunakan sonikator. 6. Kemudian ditambahkan 45 μl stock APS (ammonium persulfat) 10% dan 4,5 μl TEMED. 7. Campuran komponen gel diaduk hingga homogen. 8. Campuran komponen gel dipipet dan dimasukkan ke ruangan diantara kedua pelat kaca secara hati-hati, hingga 1 cm dibawah posisi dasar well. Hindari terjadinya gelembung 9. Melapisi permukaan larutan dengan air deionisasi. Tempatkan gel pada posisi vertikal pada suhu kamar. Polimerisasi biasanya terjadi setelah 4560 menit. 10. Setelah polimerisasi terjadi, buang air deionisasi dari permukaan gel. Keringkan cairan di bagian atas gel dengan cara menghisap memakai potongan kertas saring.
A.3 Menyiapkan stacking gel 1. Menyiapkan wadah untuk stacking gel dan beri label 2. Memipet air deionisasi sebanyak 3,125 ml. masukkan ke dalam wadah yang telah disiapkan 3. Ditambahkan stok acrylamide 0,575 ml ; stok buffer stacking gel sebanyak 1,25 ml; SDS 10% sebanyak 50 µl kemudian lakukan degassing salama 2 menit. 4. Kemudian ditambahkan stock APS (ammonium persulfat) 20 μl dan TEMED 2,0 μl. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
12
5. Segera dikocok campuran dengan gerakan memutar 6. Dibuang air deionisasi dari permukaan gel pertama (resolving gel), keringkan dengan kertas saring 7. Memasukkan stacking gel langsung dibagian atas gel pemisah dengan memasukkan pipet 8. Segera pasang comb pada stacking gel, hindari terjadinya gelembung udara. Tempatkan gel secara vertical diatas permukaan yang rata pada temperature kamar dan biarkan gel terpolimerisasi selama 30-45 menit
B. Penyiapan sampel Sementara menunggu gel terpolimerisasi, siapkan sampel yang akan diuji : 1. Menyiapkan sampel untuk analisis protein 2. Bila perlu sampel diencerkan, encerkan sampel dengan stok buffer sampel 3. Menyiapkan wadah untuk membuat campuran 50 µl β-mercaptoethanol dan 950 µl buffer sampel 4. Diencerkan sampel 1:2 dengan campuran β-mercaptoethanol dan buffer sampel 5. Dipanaskan pada 95 °C selama 4 menit 6. Diamkan beberapa menit sampai suhu sampel sama dengan suhu ruangan, sampel siap untuk dimasukkan ke dalam well gel
C. Running sampel 1. Setelah polimerisasi selesai, angkat comb secara hati-hati, jaga agar cetakan well pada gel tidak berubah 2. Dilepaskan kaca beserta bingkai cetakan dari tempat penjepitnya, buka bingkai cetakan yang menahan pelat kaca 3. Dipasang gel pada elektroforesis 4. Dituangkan buffer (running) elektroda yang telah diencerkan pada bejana elektroforesis didalam dan bawah (inner dan lower chamber) 5. Dimasukkan 10 μl sampel ke dalam lubang gel dengan menggunakan pipet mikro 6. Digunakan standar protein bila dibutuhkan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
13
7. Dipasang tutup pada mini tank, periksa kelengkapan rangkaian alat, hubungkan alat dengan power supply 8. Dijalankan
proses
elektroforesis
pada
tegangan
konstan.
Untuk
elektroforesis dengan menggunakan alat mini-protein C3 Bio-RAD disarankan
menggunakan
voltase
200V/
kurang.
Akhir
proses
elektroforesis ditandai bila batas sampel telah mencapai bagian dasar gel 9. Mematikan listrik pada power supply, buang buffer (running) elektroda dari chamber dalam dan bawah. Angkat pelat dari chamber 10. Dipisahkan alat menggunakan spatula kemudian lepaskan gel dari pelat dengan mengalirkan air secara perlahan. Setelah gel lepas dan masuk kedalam wadah, buang air ke dalam wadah dengan cara menghisap memakai pipet 11. Mengisi wadah tersebut dengan larutan pewarna sehingga menutupi seluruh permukaan gel 12. Merendam gel dalam larutan pewarna selama ± 60 menit sambil digoyang secara perlahan dengan roller mixer 13. Setelah proses staining selesai dilakukan, proses selanjutnya adalah destaining yaitu proses menghilangkan pewarna menggunakan air hangat sampai warna hilang (bening) 14. Merekam profil hasil elektroforesis
3.3 Hasil 3.3.1 Lisis Sel 10 mL kultur sel di lisis dengan mengunakan lysis reagent sebanyak 800 µL. Bila dilihat secara visual setelah sentrifugasi bahwa secara umum pellet yang dihasilkan pada suhu 25 °C tidak tampak jelas (transparan), sedangkan pellet yang berasal dari kultur yang diinkubasi pada suhu 37 °C tampak jelas (keruh).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
14
3.3.2 SDS-PAGE Berdasarkan hasil uji protein dengan metode SDS-PAGE, diketahui bahwa ekspresi protein pada sampel ESAT-6 adalah sebagai berikut :
Gel I (konsentrasi 12%) kDa 180 115 82 64 49
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Keterangan : 1. Bench Marker Protein 2. ESAT-6 0,1 mM
37
3. ESAT-6 0,25 mM
26 19
4. ESAT-6 0,50 mM
15
5. ESAT-6 0,75 mM 6. ESAT-6 1,0 mM
6
7. ESAT-6 1,5 mM 8. ESAT-6 uninduced 9. ESAT-6 cadangan
Hasil uji protein sampel ESAT-6 pada konsentrasi polyacrylamide gel 12% menggambarkan bahwa pemisahan pita-pita protein ESAT-6 0,1 mM tidak sempurna seperti pada pemisahan pita-pita Bench Marker Protein. Begitu pula dengan pemisahan pita-pita protein pada ESAT-6 0,25 mM; ESAT-6 0,50 mM; ESAT-6 0,75 mM; ESAT-6 1,0 mM; ESAT-6 1,5 mM; ESAT-6 uninduced; maupun ESAT-6 cadangan. Selain itu pada bagian bawah pita protein seluruh sampel ESAT-6 terjadi smearing.
Gel II (konsentrasi 15%) kDa 1 180 115 82 64
2
3
4
5
6
7
8
9
Keterangan : 1. Bench Marker Protein 2. -
49 37 26 19 15 6
3. ESAT-6 0,1 mM 4. ESAT-6 0,25 mM 5. ESAT-6 0,5 mM 6. ESAT-6 0,75 mM 7. ESAT-6 1,0 mM 8. ESAT-6 1,5 mM 9. ESAT-6 uninduced
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
15
Hasil uji protein sampel ESAT-6 pada konsentrasi polyacrylamide gel 15% menggambarkan bahwa pemisahan pita-pita protein ESAT-6 0,1 mM tidak sempurna seperti pada pemisahan pita-pita Bench Marker Protein. Begitu pula dengan pemisahan pita-pita protein pada ESAT-6 0,25 mM; ESAT-6 0,50 mM; ESAT-6 0,75 mM; ESAT-6 1,0 mM; ESAT-6 1,5 mM; maupun ESAT-6 uninduced. Selain itu pada bagian bawah pita protein seluruh sampel ESAT-6 terjadi smearing. Namun pada sumur nomor 2 ditemukan pita-pita protein yang seharusnya tidak ada, karena pada saat penelitian dilakukan, sumur nomor 2 tersebut dikosongkan. Kemungkinan pita-pita protein yang terdapat pada sumur nomor 2 terjadi akibat adanya pencemaran protein yang terjadi pada saat proses pemasukkan sampel.
Gel III (konsentrasi 18%) kDa 180 115 82 64 49
1
2
3
4
5
6
7
8
Keterangan : 1. Bench Marker Protein 2. ESAT-6 uninduced
37 26
3. ESAT-6 1,5 mM
19
4. ESAT-6 1,0 mM 15
5. ESAT-6 0,75 mM 6. ESAT-6 0,50 mM
6
7. ESAT-6 0,10 mM 8. ESAT-6 0,25 mM
Hasil uji protein sampel ESAT-6 pada konsentrasi polyacrylamide gel 18% menggambarkan bahwa pemisahan pita-pita protein ESAT-6 uninduced tidak sempurna seperti pada pemisahan pita-pita Bench Marker Protein. Begitu pula dengan pemisahan pita-pita protein pada ESAT-6 1,5 mM; ESAT-6 1,0 mM; ESAT-6 0,75 mM; ESAT-6 0,50 mM; ESAT-6 0,10 mM; maupun ESAT-6 0,25 mM. Selain itu pada bagian bawah pita protein seluruh sampel ESAT-6 terjadi smearing.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
BAB 4 PEMBAHASAN
Elektroforesis digunakan untuk pemisahan molekul yang sederhana dan relatif cepat. Metode ini digunakan untuk analisa dan pemurnian molekul besar seperti protein dan asam nukleat, namun dapat juga digunakan untuk molekul bermuatan lain yang lebih sederhana seperti gula, asam amino, peptida, nukleotida, dan ion sederhana. Pada teknik elektroforesa, analisa kualitatif dapat dilakukan dengan metode staining atau pewarnaan. Staining dilakukan karena sebagian besar protein dan semua asam nukleat tidak tampak secara langsung sehingga gel harus diproses untuk menentukan lokasi dan jumlah molekul yang terpisah. SDS-PAGE merupakan salah satu variasi dari teknik elektroforesa. Teknik ini menggunakan SDS, suatu detergen anionik, untuk mendenaturasi dan memberikan muatan negatif pada protein. Poliakrilamid merupakan matriks yang sering digunakan sebagai media stabilisasi pada pemisahan protein. Gel poliakriakrilamid dibuat dari polimer akrilamid yang berikatan sambung silang (crosslinked). Bahan yang digunakan untuk itu adalah N, N‟ metilenbisakrilamid (atau „bis‟). Konsentrasi akrilamid yang digunakan pada gel dinyatakan dalam % T (% w/v) yaitu jumlah gram akrilamid dan „bis‟ setiap 100 cm3 campuran gel sebelum terjadi polimerisasi. Konsentrasi matriks mempengaruhi pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul protein. Konsentrasi poliakrilamid yang rendah digunakan untuk pemisahan protein dengan berat molekul besar dan sebaliknya. Proses polimerisasi akrilamid dan “bis” merupakan reaksi ikatan radikal bebas. Proses ini diinisiasi dengan pembentukan radikal , umumnya dengan campuran ammonium persulfat (≤ 0,3 %) dan TEMED (≤ 0,2 %). Persulfat mengaktivasi TEMED, sehingga menghasilkan electron bebas. Radikal ini akan bereaksi dengan molekul akrilamid dan menghasilkan radikal baru yang bereaksi dengan molekul akrilamid lainnya, dan seterusnya hingga membentuk polimer.
16
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
17
Lokasi dan konsentrasi protein yang terpisah dapat diketahui dengan metode pewarnaan. Pewarna yang digunakan adalah pewarna yang mampu memberi warna band protein, namun tidak mewarnai gel poliakrilamid. Pada penelitian ini dilakukan variasi dalam pembuatan gel poliakrilamid, yakni dengan membuat gel poliakrilamid pada tiga konsentrasi yang berbeda (12, 15, dan 18%). Dari hasil penelitian, variasi konsentrasi gel elektroforesis untuk running protein ESAT-6 pada arus listrik sebesar 40Am tidak mempengaruhi hasil dari SDS-PAGE. Elektroforegram pada ketiga gel menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, yakni pemisahan pita-pita protein tidak sempurna sehingga elektroforegram tidak dapat diamati secara jelas. Maka dapat disimpulkan bahwa dari ketiga konsentrasi polyacrylamide gel yang berbeda belum dihasilkan hasil elektroforegram yang optimal untuk ESAT-6. Selain itu masih terjadi smearing pada ketiga gel. Terjadinya smearing pada gel elektroforesis dapat disebabkan oleh
terlalu
besarnya
kandungan
protein
dalam
sampel
ESAT-6.
(www.ruf.rice.edu)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan tugas khusus yang telah diberikan pada saat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Bagian Pengembangan Vaksin Kombinasi (PVK) PT. Biofarma (Persero) mengenai optimasi konsentrasi polyacrylamide gel pada proses elektroforesis untuk running protein ESAT-6 pada proyek penelitian pengembangan vaksin antituberkulosis maka dapat disimpulkan, yaitu: Variasi berbagai konsentrasi gel poliakrilamid (12%, 15%, dan 18%) untuk running protein ESAT-6 pada arus listrik sebesar 40Am tidak mempengaruhi hasil dari SDS-PAGE. Elektroforegram pada ketiga gel menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, yakni pemisahan pita-pita protein tidak sempurna sehingga elektroforegram tidak dapat diamati secara jelas. Maka dapat disimpulkan bahwa dari ketiga konsentrasi polyacrylamide gel yang berbeda belum dihasilkan hasil elektroforegram yang optimal untuk ESAT-6. Selain itu masih terjadi smearing pada ketiga gel. Terjadinya smearing pada gel elektroforesis dapat disebabkan oleh terlalu besarnya kandungan protein dalam sampel ESAT-6. Hal tersebut terbukti
dari
elektroforegram
pada
ketiga
polyacrylamide
gel
yang
memperlihatkan hasil pemisahan yang baik pada sumur yang berisi Bench Marker Protein, namun tidak baik pada sumur-sumur lain yang berisi sampel ESAT-6. Selain itu, metode pemisahan protein menggunakan SDS-PAGE serta pewarnaan protein menggunakan Coomassie Blue staining mungkin kurang baik untuk ESAT-6 karena Coomassie Blue staining hanya memiliki batas deteksi hingga 0,1-0,3 μg.
5.2 Saran Sebaiknya dilakukan pengenceran pada sampel SDS-PAGE ESAT-6 untuk mengurangi resiko terjadinya smearing pada gel. Selain itu, diperlukan percobaan dan penelitian yang lebih banyak lagi untuk memperoleh hasil elektroforegram yang baik dan dapat diamati. 18
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
Biofarma, 2011. Tentang Kami. http://www.biofarma.co.id/. Diakses tanggal: 26 Mei 2012. Brown, R. B. and Audet, J. 2008. Current techniques for single-cell lysis. J. R. Soc. Interface Vol. 5. Page S131-S138. Molecular
Station.
2011.
Cell
Lysis
Method
Protocol.
http://www.molecularstation.com/cell/cell-lysis/. Diakses tanggal 26 Mei 2012. Paciello, L. 2006. Production of Heterologous Proteins by Engineered Yeast Cells. Italia: Universitá Degli Studi Di Salerno. Page:4.
19
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Amelia Isyana Wardhani, FMIPA UI, 2012