UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PENDERITA FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH DI LANTAI III UTARA RSUP FATMAWATI
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
ROHMIYATI 1106130103
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2014
i
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PENDERITA FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH DI LANTAI III UTARA RSUP FATMAWATI
KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Profesi Ners
ROHMIYATI 1106130103
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2014
ii
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatnya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini yang berjudul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Penderita Fraktur Ekstremitas Bawah Di Lantai III Utara Di RSUP Fatmawati”. Penulisan karya ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Profesi Ilmu Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) Ibu Siti Chodidjah, S.Kp.,M.N., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan KIAN ini. 2) Ibu Elfi Syahreni, M.Kep, Sp.Kep.An., selaku dosen penguji. 3) Ibu Fajar Tri Waluyanti, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An. selaku dosen coordinator mata ajar Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) yang telah memberikan pengarahan dan bantuan dalam penyusunan KIAN ini.
4) Pihak RSUP Fatmawati, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan praktik klinik keperawatan anak kesehatan masyarakat perkotaan.
5) Pihak Orang tua, mertua, suami tercinta Agus Hariyanto, SE, anakku Jiddan dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material, moral serta doa. 6) Teman-teman seperjuangan program profesi 2013 yang selalu kompak dan memberikan dorongan selama ini.
vii
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Harapan penulis karyailmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan.
Depok, Juli 2013
Penulis
viii
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Rohmiyati : Sarjana Ilmu Keperawatan : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Penderita Fraktur Ekstremitas Bawah Di Lantai III Utara Di RSUP Fatmawati
Latihan kekuatan otot bertujuan untuk mencegah atrofi otot, memelihara kekuatan otot dan mempersiapkan ambulasi dini paska operasi. Gangguan mobilisasi fisik pada anak yang menderita fraktur umumnya disebabkan tidak mau melakukan ambulasi dini paska operasi. Penulisan karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan pada anak yang menderita fraktur yang mengalami gangguan mobilisasi fisik. Berdasarkan hasil pengkajian, anak dengan fraktur mempunyai masalah keperawatan utama yang meliputi gangguan rasa nyaman nyeri, gangguan mobilisasi fisik dan gangguan integritas kulit. Intervensi keperawatan yang diberikan meliputi manajemen untuk masalah gangguan mobilisasi fisik melalui tehnik latihan kekuatan otot dengan cara melakukan latihan Range of Motion, yang bertujuan meningkatkan kekuatan otot untuk mempersiapkan pasien agar dapat melakukan mobilisasi secara dini. Tehnik latihan kekuatan otot yang dilakukan pada anak menunjukkan hasil bahwa ada peningkatan kekuatan otot dari tiga menjadi empat. Hasil karya ilmiah ini menyarankan institusi pelayanan kesehatan untuk mengoptimalkan tehnik latihan kekuatan otot sebagai tindakan penunjang untuk masalah gangguan mobilisasi fisik.
Kata kunci : anak, fraktur ekstremitas bawah, latihan kekuatan otot, ambulasi dini.
ix
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
ABSTRACT
Name : Rohmiyati Courses : Profession of Nursing Title : Analysis of Public Health Nursing Clinical Practice Urban Lower Extremity Fractures in Patients on the 3rd floor north in Fatmawati Hospital
Strength training aims to prevent muscle atrophy, maintaining muscle strength and preparing early post operative ambulation. Physical mobilization disorders in children with fractures are usually caused not want to do the early post operative ambulation. Writing scientific papers end aims to provide an overview of nursing care in children with impaired fracture physical mobilization. Based on the results of the assessment, children with fractures have a major nursing problems that include a sense of comfort pain disorders, Physical mobilization disorders and impaired skin integrity. Provided include nursing interventions for the management of physical mobilization interference problems through strength training techniques by doing exercises Range of Motion, Which aims to improve muscle strength to prepare the patient in order to perform early mobilization. Muscle strength training techniques are performed on children, shows that there is an increase in muscle strength of three to four. The results of this paper suggest health care institutions to optimize muscle strength training techniques as supporting act for physical mobilization interference problems.
Key words : children, lower extremity fractures, musclestrength training, early ambulation
x
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................iii KATA PENGANTAR ..............................................................................................iv HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................................v ABSTRAK .................................................................................................................vi DAFTAR ISI ..............................................................................................................vii BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................3 1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................4 1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................................4 1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................................4 1.4 Manfaat Penulisan ..........................................................................................4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................6 2.1 Konsep Fraktur ................................................................................................6 2.2 Latihan Kekuatan Otot.....................................................................................14 2.3 Ambulasi Dini Paska Operasi ..........................................................................18 BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA .............................................21 3.1 Pengkajian Kasus .............................................................................................21 3.2 Masalah Keperawatan......................................................................................22 3.3 Rencana Keperawatan.. ...................................................................................22 3.4 Evaluasi Tindakan Keperawatan.. ...................................................................25 BAB 4 ANALISA SITUASI ....................................................................................27 4.1 Profil Lahan Praktik.........................................................................................27 4.2 Analisa Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait ......................................................................................28 4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait ...........29 4.4 Alternatif Pemecahan yang dapat dilakukan ..................................................30 4.5 Evaluasi ...........................................................................................................30 BAB 5 PENUTUP.....................................................................................................31 5.1 Kesimpulan ..........................................................................................................31 5.2 Saran .....................................................................................................................32 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................33
xi
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang karena stress akibat tahanan yang datang lebih besar dari daya tahan yang dimiliki oleh tulang (Black, 2009). Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat usia dan dapat menimbulkan perubahan yang signifikan pada kualitas hidup individu, dapat menyebabkan terbatasnya aktivitas, rasa nyeri akibat tergeseknya saraf motorik dan saraf sensorik.
Dengan adanya rasa nyeri yang dialami pasien, membuat pasien takut untuk menggerakkan ekstremitas yang cedera, sehingga pasien cenderung untuk tetap berbaring lama, membiarkan tubuh tetap kaku (Smeltzer & Bare, 2009). Terbatasnya aktivitas fisik akan mengurangi ukuran otot (atrofi) dengan menurunnya kontraktilitas dan kekuatannya (Bamman, 1998, Micheal, 2000, Deschenes, 2001, Perhonen, 2001), sedangkan menurut Waher, Salmond dan Pellino (2002) individu yang membatasi pergerakannya (immobilisasi), akan menyebabkan tidak stabilnya pergerakkan sendi, terjadinya atrofi otot dalam 4-6 hari.
Kondisi immobilisasi yang lama, akan merangsang atrofi otot. Penelitian yang dilakukan Berg dan Tesch (1996) bahwa 10 (sepuluh) hari otot tidak di beri beban atau bed rest, maka hasilnya 4 (empat) hari pertama terjadi penurunan kekuatan otot untuk menahan beban dan setelah 6 (enam) minggu bed rest, hampir setengah dari kekuatan otot menurun (Berg & Tesch, 1996). Secara teori, pasien paska operasi fraktur ekstermitas bawah, dapat melakukan mobilisasi dini beberapa jam sampai satu hari paska operasi (Smeltzer & Bare, 2009).
Derajat atrofi otot tergantung pada lokasi dan fungsi otot. Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa otot antigravity (otot quadrisep dan gastrocnemius) memiliki serat otot yang mempunyai sifat intensitas yang rendah dan durasi yang panjang dalam aktivitas,
1
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
2
seperti berjalan (Flek & Kramer, 1997), sedangkan menurut Kasper (1996), Kauhanen (1996), Leivo (1998), otot anti gravity akan lebih cepat terpengaruh jika tidak digunakan untuk beraktivitas dibandingkan dengan otot non gravity (otot bisep dan tisep).
Cara untuk mencegah atrofi otot akibat immobilisasi (bed rest) yang lama pada kondisi fraktur adalah dengan melakukan ambulasi dini. Ambulasi dini adalah meningkatkan atau berjalan untuk mempertahankan atau memperbaiki autonomi atau voluntary fungsi tubuh selama tindakan atau pemulihan dari sakit atau cedera (Duchterman & Bulechek, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Fitzpatrick danWallace (2006) bahwa inisiasi ambulasi dini setelah operasi, dapat menurunkan morbidity dan mortality setelah operasi. Penelitian ini diperkuat oleh proyek penelitian interdisipliner yang melibatkan perawat, dokter dan psikologi, yang mengevaluasi konsekuensi perubahan waktu untuk melakukan aktivitas, setelah operasi yaitu dari 7-10 hari menjadi dalam beberapa jam setelah operasi. Tindakan ini harus di buat sebagai prosedur secara terstuktur dan program edukasi pada klien paska operasi fraktur (Morris, 2010).
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari ambulasi dini paska operasi diantaranya menurunnya stasis vena, menstimulasi sirkulasi darah, mencegah thrombosis vena dalam atau emboli pulmonal, meningkatkan kekuatan otot, koordinasi dan kemandirian serta meningkatkan fungsi gastrointestinal, genitourinaria dan pulmonary (Black, 2009). Ambulasi dini paska operasi, yang dimulai pada hari pertama paska operasi, memberikan perubahan yang signifikan. Ambulasi dini yang dapat dilakukan pada pasien yaitu pasien duduk dipinggir tempat tidur, pada hari pertama setelah operasi. Keuntungan dari aktivitas awal ini adalah menurunnya lama hari rawat dari 6 hari menjadi 2 hari dan dapat menyebabkan derajat nyeri sampai dibawah nilai 4 (Morris, 2010).
Dalam melakukan aktivitas weight bearing dan ambulasi, salah satu struktur jaringan yang berperan penting adalah otot quadrisep. Otot quadrisep merupakan otot pada daerah gluteal dan gastrocnemius, yang dapat melakukan aktivitas yang lama seperti jalan, lari, melompat dan menendang, sehingga sangat dibutuhkan fungsi otot antigravity yang kuat dan mandiri selama paska operasi (Ditmyer, 2002).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
3
Fenomena yang terjadi saat ini dilapangan adalah sebagian besar pasien yang mengalami paska operasi fraktur cenderung untuk tidak melakukan mobilisasi dini, tidak menggerakkan ekstremitasnya yang cedera. Ketakutan melakukan pergerakkan, dikarenakan pergeekkan akan menyebabkan nyeri semakin meningkat, perdarahan, ketidaksiapan pasien untuk segera melakukan ambulasi dini dan karena kelemahan pada otot akibat immobilisai yang lama. Kewajiban perawat sebagai tenaga kesehatan professional yang berada hampir 24 jam disamping pasien, berperan aktif untuk melakukan ambulasi dini paska operasi agar tidak terjadi atrofi otot. Penulis tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien fraktur ekstremitas bawah. Pada asuhan keperawatan yang diberikan penulis akan mengaplikasikan tehnik latihan kekuatan otot yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan ambulasi dini. Tindakan ini diharapkan dapat mengatasi masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik yang sering muncul pada anak yang mengalami fraktur ekstremitas bawah. . 1.2 Rumusan Masalah Fraktur dapat menyebabkan terbatasnya aktivitas dan rasa nyeri akibat tergeseknya saraf motorik dan saraf sensorik. Terbatasnya aktivitas fisik akan mengurangi ukuran otot (atrofi) dengan menurunnya kontaktilitas dan kekuatannya (Bamman, 1997, Micheal, 2000, Deschenes, 2001, Perhonen, 2001).
Kondisi immobilisasi yang lama, akan merangsang atrofi otot pada pasien fraktur. Cara untuk mencegah atrofi otot akibat immobilisasi (bed rest) yang lama pada kondisi fraktur adalah dengan melakukan tehnik latihan kekuatan otot untuk meningkatkan kemampuan ambulasi dini. Dalam hal ini diperlukan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif untuk mengatasi masalah tersebut. Anak dengan fraktur yang pada umumnya mempunyai masalah gangguan mobilitas fisik, perlu mendapatkan intervensi. Dengan demikian, proses pemulihan kondisi anak dapat berjalan lebih efektif. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan fraktur ekstremitas bawah dan juga mengaplikasikan tehnik latihan kekuatan otot untuk meningkatkan kemampuan ambulasi dini.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
4
1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah : 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan fraktur ekstremitas bawah paska operasi yang mengalami masalah gangguan mobilitas fisik dengan mengaplikasikan tehnik latian kekuatan otot untuk meningkatkan kemampuan ambulasi dini yang di rawat di Lantai III Utara RSUP Fatmawati. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah ini adalah mahasiswa mampu : a. Memberi gambaran pengkajian pada An. F dengan fraktur ekstremitas bawah paska operasi yang meliputi penyebab masalah keperawatan di ruang Teratai Lantai III Utara RSUP Fatmawati. b. Memberi gambaran diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada kasus An. F dengan fraktur ekstremitas bawah paska operasi di ruang Teratai Lantai III Utara RSUP Fatmawati. c. Memberi gambaran tindakan keperawatan pada An. F dengan fraktur ekstremitas bawah paska operasi di ruang Teratai Lantai III Utara RSUP Fatmawati. d. Memberi gambaran evaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada An. F dengan fraktur ekstremitas bawah paska operasi di ruang Teratai Lantai III Utara RSUP Fatmawati. e. Memberi gambaran analisis latihan kekuatan otot dengan cara latihan Range Of Motion (ROM) pada An. F dengan fraktur ekstremitas bawah paska operasi di ruang Teratai Lantai III Utara RSUP Fatmawati.
1.4 Manfaat Penulisan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap : 1. Institusi / Rumah Sakit Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Rumah Sakit tentang efektifitas latihan kekuatan otot yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan ambulasi dini.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
5
2. Institusi Pendidikan Karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk intitusi pendidikan sebagai masukan untuk mempersiapkan anak didiknya sebagai calon perawat yang professional dalam memberikan asuhan keperawatan, khususnya pada kasus dengan masalah orthopedik.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Fraktur 2.1.1 Definisi Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2000), sedangkan menurut Waher, Salmond dan Pellino (2002), fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik komplit ataupun inkomplit yang dapat menimbulkan dislokasi pada sendi, edema jaringan lunak, kerusakan tendon, saraf, pembuluh darah dan injuri pada organ tubuh. Definisi lain juga dikemukakan oleh Brunner dan Suddarth (2009) fraktur adalah terputusnya tulang dan jaringan lunak disekitarnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan jaringan disekitarnya, yang bersifat komplit ataupun inkomplit, karena stress atau tahanan yang berlebihan pada tulang, yang mengakibatkan dislokasi sendi, kerusakan jaringan lunak, saraf dan pembuluh darah.
2.1.2 Etiologi 1) Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. 2) Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan.
6 Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
7
3) Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukkan, penarikkan dan penekanan atau kombinasi dari ketiganya.
2.1.3 Patofisiologi Trauma jaringan lunak disekitar fraktur
Kerusakan
Kerusakan otot dan
pembuluh
jaringan lain
darah
Kerusakan kulit
Kerusakan tulang
Kerusakan pada
Invasi kuman
Volume
Merupakan
darah
stimulus
Berkurang
Nyeri
Terjadi shock
Dihantarkan ke
hipovolemik
hipothalamus
infeksi
sumsum tulang
Proses pembentukan sel darah merah terganggu
Cortex cerebri Nyeri dipersepsikan
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
8
2.1.4 Jenis Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: 2.1.4.1 Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) a) Fraktur tertutup (Closed), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. b) Fraktur terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. 2.1.4.2 Berdasarkan komplit atau inkomplit fraktur a) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto. b) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti: hair line fraktur, buckle, torus fraktur atau green stick fraktur 2.1.4.3 Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga. c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang kearah permukaan lain. e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang. 2.1.4.4 Lokasi fraktur a) Fraktur femur, terbagi kedalam klasifikasi: shaft femur, supracondylar femur, intertrochanter femur dan colum femur. b) Fraktur tibia fibula, terbagi dalam klasifikasi: shaft tibia dan plateau tibia.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
9
2.1.5 Manifestasi Klinis Manifestasi klinik dari fraktur bervariasi tergantung tempat, kepelikan, tipe, dan jumlah kerusakan struktur. Beberapa jenis fraktur terlihat jelas manifestasi kliniknya, tetapi yang lainya akan sulit diidentifikasi tanpa bantuan X-ray. Beberapa manifestasi klinik yang mungkin timbul adalah: 2.1.5.1 Deformitas Spasme otot yang kuat mungkin menyebabkan bagian tulang kelebihan beban, karena itu garis dan kontur tubuh akan berubah seperti sudut dan rotasinya atau terjadi pemendekan ekstremitas, depresi tulang atau perubahan kurva pada tempat yang injuri, khususnya terlihat jika dibandingkan dengan ekstremitas yang tidak mengalami cedera. 2.1.5.2 Pembengkakan Edema mungkin muncul secara cepat karena cairan serosa di tempat yang mengalami fraktur dan ektravasasi darah ke jaringan yang berdekatan. 2.1.5.3 Memar (ekimosis) Memar terjadi disebabkan oleh perdarahan subkutan. 2.1.5.4 Spasme otot Kontraksi otot involunter mungkin muncul di dekat fraktur 2.1.5.4 Perih (tenderness) Perih muncul di permukaan tempat fraktur karena injuri dasar. 2.1.5.5 Nyeri Nyeri sedang akan muncul pada saat injuri. Mengikuti injuri, nyeri muncul karena spasme otot, kelebihan beban pada pangkal fraktur atau kerusakan pada struktur dasar. 2.1.5.6 Mati rasa Mungkin muncul sebagai akibat kerusakan syaraf atau terjadinya edema dan perdarahan.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
10
2.1.5.7 Kehilangan fungsi normal Ketidakstabilan tulang yang mengalami fraktur, nyeri atau spasme menyebabkan kehilangan fungsi normal. Paralisis mungkin diakibatkan oleh kerusakan syaraf. 2.1.5.8 Imobilitas Karena ketidakseimbangan yang terjadi akibat fraktur pada tulang panjang. 2.1.5.9 Crepitus Ujung patahan tulang bergesekan dan menghasilkan sensasi parut atau suara ketika digerakan. 2.1.5.10 Shok hipovolemik Kehilangan darah atau injuri bisa mengakibatkan shok. Gejala umum yang tampak pada fraktur pelvis meliputi ekimosis, nyeri tekan pada simfisis pubis, spina iliaka anterior, krista iliaka, sakrum atau koksigius, pembengkakan lokal, dan ketidakmampuan melakukan pembebanan berat badan tanpa rasa tidak nyaman.
2.1.6 Komplikasi 2.1.6.1 Kerusakan arterial: dapat berupa trombus, kejang arteri, laserasi, yang disebabkan balutan yang terlalu ketat. Indikasinya yaitu denyutan yang menghilang, edema, nyeri, capillary refill yang buruk, pucat. 2.1.6.2
Kerusakan saraf: adanya fragment tulang dan edema dapat melukai
saraf. Manifestasinya berupa parastesi, paralisis, pucat ekstrimitas dingin, nyeri meningkat dan sulit menggerakkan ekstrimitas. 2.1.6.3
Sindrom kompartemen: terjadi peningkatan ukuran kompartemen
yang dikarenakan perdarahan atau edeme akan menimbulkan tekanan pada organ/kompartemen yang lunak seperti otot, saraf dan pembuluh darah. Sindrom ini dapat berkembang jika tekanan luar terjadi misal akibat ketatnya/kuatnya balutan. Tanda-tanda manifestasinya yaitu terjadi
perubahan
sensasi
peningkatan
nyeri,
pucat,
penyut
melemah/berkurang, ekstrimitas dingin, tidak mampu menggerakkan ekstrimitas.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
11
2.1.6.4
Fat embolism: dapat terjadi 24-48 jam setelah terjadi fraktur.
Manifestasinya terjadi pada fraktur tulang panjang, perubahan status mental, takpinea, takikardi, hipoksemia, petechia, dan demam. 2.1.6.5
Syok hipovolemik
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan & kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock hipovolemi. 2.1.6.6
Deep Venous Trombosis (DVT)
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest. 2.1.6.7
Infeksi
2.1.6.8
Deleyed union, non union dan mal union
Delayed union adalah proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses infeksi, distraksi/tarikan bagian fragmen tulang. Non union adalah proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fibrous union atau pseudoarthrosis. Mal union adalah proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan bentuk). 2.1.6.9
Nekrosis avaskuler di tulang
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang 2.1.7.1
Diagnostik
a) Rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma b) Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur; juga untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. c) Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai d) Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi), atau menurun; peningkatan SDP adalah respon stress normal setelah trauma e) Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
12
f) Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, trans multiple atau cedera hati
2.1.8 Tahapan Penyembuhan Fraktur 2.1.8.1 Tahap I : Terjadi hematoma atau inflamasi (1-3 hari) Karakteristik : Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang berkambang menjadi jaringan granulasi sampai hari ketiga. 2.1.8.2 Tahap II : Pembentukan Fibrocartilago (3 hari-2 minggu) Karakteristik: Dalam waktu sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan. 2.1.8.3 Tahap III: Pembentukan callus (2-6 minggu) Karakteristik: Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
2.1.8.4 Tahap IV: Osifikasi (3minggu- 6 bulan) Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan. 2.1.8.5 Tahap V: Konsolidasi dan remodeling (6 bulan-1 tahun) Karakteristik : tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteblas dan osteoclas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
13
2.1.9 Penatalaksanaan Bedah Orthopedi Tujuan penatalaksanaan fraktur secara umum menurut Smeltzer dan Bare, 2009 adalah: 1. Mengurangi rasa nyeri Trauma pada jaringan di sekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok, untuk mengurangi nyeri dapat di beri obat penghilang rasa nyeri, serta dengan tehnik imobilisasi yaitu pemasangan bidai atau splak maupun memasang gips. 2. Mempertahankan posisi yang ideal dari farktur Tujuan pembedahan orthopedic adalah memperbaiki fungsi dengan mengembalikan posisi ideal fraktur, stabilitas tulang atau sendi, mengurangi nyeri dan untuk memperbaiki mobilitas fisik serta memenuhi kebutuhan aktivitas. Pasien yang mengalami disfungsi musculoskeletal harus menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalah stabilitas fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi, gangguan peredaran darah atau adanya tumor (Bruner & Suddarth, 2009). Tindakan operasi atau bedah orthopedic ini termasuk kedalam tindakan reduksi baik reduksi tertutup ataupun terbuka. Berikut penjelasan dari setiap metode: a) Reduksi tertutup, dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya sehingga ujung fraktur saling berhubungan, yaitu dengan metode pemasangan gips (plaster of paris) dan traksi diantaranya, yaitu: Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur tubuh dimana gips dipasang. Tujuan pemakaian gips ini adalah mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terletak didalamnya. Secara umum gips memungkinkan mobilisasi pasien sementara membatasi gerakan pada bagian tubuh tertentu.
Berikutnya adalah traksi yaitu pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Tujuan traksi adalah untuk meminimalkan spasme otot,
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
14
mereduksi,
mensejajarkan
dan
mengimobilisasi
fraktur,
mengurangi deformitas. Ada dua jenis traksi yaitu skin traksi dan skeletal traksi. Skin traksi digunakan untuk fraktur tertutup dengan spasme atau bengkak, karena salah satu manfaat dipasangnya skin traksi adalah mengurangi nnyeri dan spasme sehingga lebih memudahkan untuk dilakukan latihan kekuatan otot sebelum operasi (Waher, Salmond & Pellino, 2002). b) Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal dan fiksasi internal, memerlukan tindakan pembedahan dan dilakukan di kamar operasi. Fiksasi eksternal adalah alat yang dapat memberi dukungan yang stabil untuk fraktur remuk (comminutied), sementara jaringan lunak yang hancur dapat ditangani dengan aktif. Alat yang sering dipergunakan antara lain: kawat bedah, screw, screw and plate, pin kuntscher intrameduler, pin rush, pin Steinmann, pin trephine, plate screw (Waher, Salmond & Pellino, 2002), alat fiksasi ini berguna untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang terjadi, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang (Smeltzer & Bare, 2009). Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu empat minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu enam bulan.
2.2 Latihan Kekuatan Otot (LKO) Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau group otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun statis (Kisner, 1996) otot skeletal manusia dewasa secara keseluruhan dapat menghasilkan kekuatan otot kurang lebih 22.000 Kg (Ganong, 2000). Latihan kekuatan otot adalah latihan penguatan/ pengencangan otot gluteal dan kuadrisep yang dilakukan sebelum tindakan operasi dengan tujuan untuk memelihara kekuatan otot yang diperlukan untuk berjalan (Smeltzer & Bare, 2009).
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
15
Range of Motion (ROM) adalah latihan gerak sendi untuk meningkatkan aliran darah perifer dan mencegah kekakuan otot/ sendi. Tujuannya untuk memperbaiki dan mencegah kekakuan otot, memelihara/ meningkatkan fleksibilitas sendi, memelihara/ meningkatkan pertumbuhan tulang dan mencegah kontraktur. Latihan gerak sendi dapat segera dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot dan ketahanan otot (endurance) sehingga memperlancar aliran darah serta suplai oksigen untuk jaringan sehingga akan mempercepat proses penyembuhan. Ada beberapa janis Latihan Gerak Sendi (LGS/ROM) (Waher, Salmond & Pellino, 2002) diantaranya : 2.2.1 Aktif Asistif Range of Motion (AAROM) adalah kontraksi aktif dan otot dengan bantuan kekuatan ekternal seperti terapis, alat mekanik atau ekstremitas yang tidak sakit. AAROM meningkatkan fleksibilitas, kekuatan otot, meningkatkan koordinasi otot dan mengurangi ketegangan pada otot sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. 2.2.2 Aktif Resistif Range of Motion (ARROM) kontraksi aktif dari otot melawan tahanan yang diberikan, tahanan dari otot dapat diberikan dengan berat/beban, alat tahanan manual atau berat badan. Tujuan meningkatkan kekuatan otot dan stabilitas. 2.2.3 Isometrik Exersice adalah kontraksi aktif dari otot tanpa menggerakan persendian atau fungsi pergerakan Itsometrik Exersice digunakan jika ROM persendian dibatasi karena injuri atau immobilisasi seperti penggunaan cast/Gips dan Brace. Contoh Isometrik Exersice adalah 22 uadriceps set, gluteal set. 2.2.4 Isotonik Exersice (Aktif ROM dan Pasif ROM) adalah kontraksi terjadi jika otot dan yang lainnya memendek (konsentrik) atau memanjang (ensentrik) melawan tahanan tertentu atau hasil dari pergerakan sendi. Contoh Isotonik Exersice fleksi atau ekstensi ekstremitas, Isotonik Exersice tetap menyebabkan ketegangan pada otot yang menimbulkan rasa nyeri pada otot. 2.2.5 Isokinetik Exersice adalah latihan dengan kecepatan dinamis dan adanya tahanan pada otot serta persendian dengan bantuan alat Isokinetik
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
16
mengunakan consentrik dan ensentrik kontraksi. Contoh alat yang digunakan seperti Biodek, Cybex II dan Mesin Kin-Com.
Ada enam (6) tipe dari gerakan sendi dasar (Waher, Salmond & Pellino, 2002) yaitu : fleksi, ekstensi, dorso fleksi, plantar fleksi, adduksi, abduksi, inversi, eversi, internal rotasi, eksternal rotasi, pronasi, supinasi, sirkumduksi dan bahu.
Jenis latihan kekuatan otot preoperasi yang dapat dilakukan diantaranya : Latihan Isometrik (pengesetan otot) Kontraksi otot akan mempertahankan massa otot dan memperkuat serta mencegah atropi otot (Smeltzer & Bare, 2009), adapun latihan pengesatan otot (kekuatan otot) diantaranya : 1)
Latihan pengesetan Gluteal (Gluteal set) caranya :
a. Posisikan pasien telentang dengan tungkai lurus bila mungkin b. Instruksikan pasien untuk mengkontraksikan otot bokong dan perut. c. Minta pasien untuk menahan kontraksi selama 5-10 detik. d. Biarkan pasien rileks e. Ulangi latihan ini, 10 kali dalam satu jam ketika pasien terjaga. 2)
Latihan Pengesatan Quadriseps caranya :
a. Posisi pasien dengan kondisi posisi telentang dengan tungkai lurus. b. Intruksikan pasien untuk menekan lutut ke tempat tidur, dengan mengkontraksikan bagian otot anterior paha. c. Suruh pasien mempertahankan posisi ini selama 5-10 detik d. Biarkan pasien rileks e. Ulangi latihan ini, 10 kali dalam satu jam ketika pasien terjaga. 3)
Latihan Ankle Pump caranya :
a. Posisi pasien dengan kondisi posisi telentang dengan tungkai lurus. b. Intruksikan pasien untuk melakukan fleksi dan ekstensi pergelangan kaki dan kontraksi otot-otot betis (latihan pemompaan betis) c. Suruh pasien mempertahkan posisi ini selama 5-10 detik d. Biarkan pasien rileks
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
17
e. Ulangi latihan ini, 10 kali dalam satu jam ketika pasien terjaga. 4)
Keuntungan dari latihan Isometrik adalah :
a. Relaksasi dan kontraksi otot, tendon dan fascia b. Menurunkan kekakuan pada otot dan sendi c. Meningkatkan kekakuan otot dan ketahanan otot (endurance) d. Meningkatkan ambulasi dan fleksibilitas sendi e. Meningkatkan aliran darah, koordinasi dan fungsi keseimbangan f. Dapat digunakan pada ekstrimitas yang cidera karena fraktur, dengan melatih kekuatan otot ekstrimitas yang cidera, tanpa menggerakan sendi, yang akan mempengaruhi kondisi fraktur.
Latihan Isotonik / latihan Range of Motion (ROM) Cara melakukan aktif ROM (Black, 2002) 1)
Gerakan kepala dan leher : fleksi lateral fleksi, ektensi
heperekstensi rotasi. 2)
Gerakan bahu, sendi siku dan pergelangan tangan bahu, fleksi
hiperekstensi, abduksi, adduksi, sirkumduksi, internal rotasi, elevasi siku, fleksi, ekstensi, pronasi, supinasi. Pergelangan tangan fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, adduksi. Tangan dan jari tangan fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, adduksi. 3)
Gerakan tungkai bawah (sendi pinggul, lutut. Kaki) sendi
pinggul (hip) ; fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, sirkumduksi, internal dan eksternal rotasi. Sendi lutut (knee) dan sendi kaki (ankle) fleksi, ekstensi, hiperekstensi. Jari kaki; fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, adduksi.
Gerakan sendi yang normal dapat diukur derajat lingkarannya dengan sendi sebagai pusatnya, jika gerakan sendi mengalami keterbatasan atau abnormalitas, maka dapat diukur derajat gerakannya dengan alat yang disebut Goniometer.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
18
Adapun derajat normal dari gerakkan sendi adalah seperti dijelaskan pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Normal Gerakkan Sendi (ROM) Normal Gerakan Sendi Tulang Servikal Fleksi : 80-90 Ekstensi : 70 Fleksi sisi : 20-45 Rotasi : 70 Tulang Torakal Fleksi kedepan : 20-45 Ekstensi : 25-45 Fleksi sisi : 20-40 Rotasi : 35-50 Tulang Lumbang Fleksi kedepan : 40-60 Ekstensi : 20-35 Pergelangan Tangan Abduksi : 15 Adduksi : 30-45 Fleksi : 80-90 Ekstensi : 70 Pronasi : 85-90 Supinasi : 85-90
Bahu Elvasi& abduksi :170-180 Elevasi & Fleksi : 160-180 Rotasi lateral : 80-90 Rotasi medial : 60-100 Hiperekstensi : 50 Adduksi : 50 Horizontal abduksi : 130 Dan adduksi Sirkumdksi : 200 Siku Fleksi : 140-150 Ekstensi : 0-10 Supinasi : 90 Pronasi : 80-90 Pergelangan Kaki Plantar Fleksi : 50 Fleksi sisi : 15-20 Dorso fleksi : 20 Rotasi : 3-18 Supinasi : 45-60
Pronasi : 15-30 Paha Fleksi paha 110-120 Abduksi : 30-50 Adduksi : 30 Rotasi lateral : 40-60 Rotasi medial : 30-60 Lutut Fleksi : 0-135 Ekstensi : 0-15
2.3 Ambulasi Dini Paska operasi 2.3.1 Definisi Ambulasi Dini Ambulasi dini adalah meningkatkan atau berjalan untuk mempertahankan atau memperbaiki autonomi (atau voluntary fungsi tubuh selama tindakan atau pemlihan dari sakit atau injuri) (Duchterman & Bulechek, 2004). Ambulasi adalah aktivitas tiga dimensi yang kompleks yang melibatkan ekstremitas bawah, pelvis, batang tubuh dan ekstremitas atas (Waher, Salmond & Pellino, 2002).
2.3.2 Tahapan Ambulasi Pada pasien dengan keterbatasan ekstremitas bawah dan pembatasan beban pada tubuh, mulai latihan ambulasi dengan bantuan alat gerak.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
19
Untuk meyakinkan pasien aman atau selamat selama latihan melangkah, maka respon kardiovaskular harus dikaji, karena latihan seperti berpindah, atau turun naik tangga, adalah sebagian dari proses rehabilitasi, dan membutuhkan pengkajian hemodinamik. Hal ini harus diperhatikan, bahwa kondisi medis harus selalu stabil, karena latihan tidak bisa dilakukan pada kondisi kronis seperti Chronic Obstrctive Pulmonary Disease (COPD) dan Coronary Arteri Disease (CSD) (Waher, Salmond & Pellino, 2002).
Sebelum mengajarkan ambulasi kepada pasien, maka ada beberapa tahapan ambulasi yang harus dilakukan oleh pasien. Tujuan tahapan ambulasi ini diantaranya adalah untuk mencapai fungsi yang independen pada ambulasi, dan merupakan usaha aktif yang dilakukan oleh pasien. Adapun tahapan ambulasi tersebut adalah: 1. Pre ambulasi Program latihan untuk mempersiapkan otot untuk berdiri dan berjalan sedini mungkin ketika pasien di pinggir tempat tidur, latihan isometric pada otot perut, paha dan tangan. 2. Duduk seimbang (Dangling Position) Pasien duduk dipinggir tempat tidur, dengan sedikit bantuan atau tanpa bantuan, pasien duduk dengan kaki menyentuh lantai, kemudian perawat meminta pasien mengangkat tangannya ke kiri, ke kanan, ke depan dan ke atas. 3. Berdiri seimbang (Standing Balance) Pasien duduk di pinggir tempat tidur, kemudian berdiri di sisi tempat tidur dengan menapakkan kaki ke lantai dan tubuh berdiri tegak dan tidak goyang (stabil). Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka system saraf, otot dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik. Perhatian keperawatan ditujukan pada pemberian kenyamanan, mengevaluasi status neurovaskuler dan melindungi sendi selama masa penyembuhan. (Smeltzer & Bare, 2009).
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
20
2.3.3 Manfaat ambulasi dini Manfaat ambulasi dini adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (Deep Trrombosis Venaprofunda/DVT), mengurangi komplikasi paska operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pemulihan pasien paska operasi (Craven & Himle, 2009). Tujuan latihan kekuatan otot adalah meningkatkan kekuatan otot, mencegah kontraktur sehingga pasien sudah dipersiapkan sejak awal untuk melakukan ambulasi dini paska operasi (Black & Hawks, 2009).
Edukasi adalah kunci sukses untuk mencapai hasil yang baik, perawat harus mengikutsertakan pasien dan keluarga selama proses edukasi, dengan menginformasikan kebutuhan latihan dan petunjuk atau panduan latihan. Di samping itu proses edukasi harus menumbuhkan kebutuhan fungsional setelah pulang dan lingkungan rumah atau support social yang adekuat (Waher, Salmond &Pellino, 2002).
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1 Pengkajian Kasus Klien yang dikelola adalah An. F, berusia 12 tahun, pendidikan sekolah dasar (SD), masuk ke rumah sakit tanggal 20 Mei 2014 dengan diagnose fraktur tibia fibula dextra pada 1/3 bagian proksimal. Riwayat penyakit klien saat ini adalah mengalami kecelakaan lalu lintas yaitu
jatuh dari motor saat
diboncengi oleh ayahnya. Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan tulang tibia merobek kulit dan otot, keluhan utama klien saat ini adalah mengeluh sakit dikaki kanan, sakit timbul jika bergerak, skala nyeri 4-5, nyeri muncul kapan saja dan kadang terus-menerus, selama kurang lebih 10 menit.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien tanggal 22 Mei 2014 didapatkan data: kesadaran compos mentis, berat badan saat masuk rumah sakit 40 kg, tinggi badan 120 cm, TTV (N: 100x/m, S: 370C, P: 24x/m, TD: 100/70 mmhg). Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik head to toe diperoleh hasil bahwa kulit kepala bersih, distribusi rambut merata, rambut berwarna hitam, konjungtiva anemis, warna pink muda, sclera tidak ikteris, pengelihatan normal, hidung tidak ada sumbatan, penciuman normal, tidak terdapat sekret, mukosa bibir lembab, tidak halitosis, tidak terdapat sekret pada tenggorokan, telinga normal, pendengaran normal, tidak ada pengeluaran serumen, tidak ada kaku kuduk, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, bentuk dada simetris, retraksi tidak ada, bunyi nafas vesikuler, nafas teratur, tidak ada ronkhi, bunyi jantung S1 dan S2 normal, tidak terdapat bunyi tambahan, CRT <2 detik, abdomen datar, supel, bising usus ada ( + 5-10 x/m),
terpasang
kateter urin, daerah ekstremitas ada luka, dan mengeluh nyeri di kaki kanan, P: Klien mengatakan nyeri timbul saat bergerak, Q: nyeri sedang, skala nyeri 4-5, R: nyeri di kaki kanan bawah, S: nyeri bisa muncul kapan saja, T: nyeri muncul sekitar 1-5 menit; terdapat luka post operasi (terpasang perban), kulit berwarna sawo matang gelap, turgor kulit baik, tidak ada lesi.
21
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
22
Pada pemeriksaan darah lengkap tanggal 20 Mei 2014 didapatkan hasil Hemoglobin 13,7 g/dl, Hematokrit 40 %, Leukosit 13,0 ribu/ul, Trombosit 293 ribu/ul, Eritrosit 4,42 juta/Ul, VER 89,9 fl, HER 31,0 pg, KHER 34,5 g/dl, RDW 13,6 %, APTT 27,4 detik, PT 13,2 detik, INR 31,5 detik, SGOT 29 U/l, SGPT 21 U/l, GDS 184 mg/dl, Ureum21 mg/dl, Kreatinin 0,6 mg/dl, Natrium140 mmol/l, Kalium140 mmol/l, Klorida140 mmol/l, Golongan darah O/ (+).
3.2 Masalah Keperawatan Hasil pengkajian dan analisis data pada An, F menunjukkan beberapa masalah keperawatan yaitu gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot, gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan terapi restriktif (immobilisasi), gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya fraktur (ada luka terbuka). Adapun masalah keperawatan berdasarkan prioritas masalah adalah gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot, gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan terapi restriktif (immobilisasi), gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya fraktur (ada luka terbuka).
3.3 Rencana Keperawatan Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Berdasarkan prioritas masalah keperawatan maka rencana keperawatan yang disusun adalah sebagai berikut: Diagnosa 1: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot. Tujuan: Klien melaporkan pengurangan rasa nyeri/ nyeri terkontrol. Kriteria hasil :
a) Klien menyatakan nyeri berkurang/ hilang (skala nyeri 2-3). b) Klien menunjukkan tindakan santai; mampu berpartisipasi dlam aktivitas/tidur/ istirahat dengan tepat.
c) Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi & aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
23
Intervensi keperawatan: 1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10). Observasi dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat. 2. Observasi tanda- tanda vital. 3. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat atau traksi. Rasional : Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi. 4. Tinggikan posisi ekstremitas yang sakit. Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema atau nyeri. 5. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi). Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan local
dan kelelahan otot. 6. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (relaksasi napas dalam, imajinasi visual, aktivitas depersonal). Rasional : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan control
terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama. 7. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-28jam pertama) sesuai keperluan. Rasional : Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri. 8. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi. Rasional : Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun perifer. 9. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verbal dan perubahan tanda-tanda vital. Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.
Diagnosa 2: Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan terapi restriktif (immobilisasi). Tujuan: Gangguan mobilisasi klien teratasi. Kriteria hasil : a) Klien dapat meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional. b) Meningkatkan kekuatan otot 4-5. c) Fungsi yang sakit dapat mengkompensasi bagian tubuh.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
24
d) Menunjukkan tehnik yang memampukan melakukan aktivitas. e) Tidak terjadi atrofi otot. Intervensi keperawatan: 1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman atau keluarga) sesuai keadaan klien. Rasional : Memfokuskan perhatian, meningkatkan rasa control diri atau harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial. 2. Bantu klien latihan rentang gerak pasif, aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadan klien. Rasional :Meningkatkan sirkulasi darah musculoskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur atau atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena immobilisasi. 3. Berikan papan penyangga kaki atau tangan sesuai indikasi. Rasional : Mempertahankan posisi fungsional ekstremitas. 4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan atau eliminasi) sesuai keadaan klien. Rasional : Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien. 5. Pertahankan posisi ekstremitas fraktur pada midline (sejajar). 6. Ajarkan tehnik latihan isometrik dan isotonik dengan latihan kekuatan otot. 7. Motivasi klien untuk melakukan ambulasi dini. 8. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien. Rasional : Mempertahankan hidrasi adekuat, mencegah komplikasi urinarius dan konstipasi 9. Dorong atau pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari. Rasional : Mempertahankan hidrasi adekuat, mencegah komplikasi urinarius dan konstipasi. 10. Berikan diet TKTP. Rasional : Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mempertahankan fungsi fisiologis tubuh. 11. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
25
Rasional : Kerja sama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual. 12. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program immobilisasi. Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.
Diagnosa 3: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya fraktur (ada luka terbuka). Tujuan: Kerusakan integritas kulit klien teratasi. Kriteria hasil : Klien mengatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tehnik untuk mencegah kerusakan kulit atau memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan lesi terjadi. Intervensi keperawatan: 1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit). Rasional : Menurunkan resiko kerusakan atau abrasi kulit yang lebih luas. 2. Masase kulit terutama daerah penojolan tulang dan area distal bebat atau gips. Rasional : Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relative konstan pada immobilisasi. 3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal. Rasional : Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal. 4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips atau bebat terhadap kulit, laserasi pen atau traksi. Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.
3.4 Evaluasi Tindakan Keperawatan Hasil dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot. Evaluasi yang diperoleh setelah melakukan tindakan keperawatan selama tiga hari dalam mengatasi masalah gangguan rasa nyaman
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
26
nyeri adalah skala nyeri 2, tanda-tanda vital dalam batas normal (N: 100x/m, S: 370C, P: 24x/m, TD: 100/70 mmhg), nyeri tersebut berkurang bertahap sejalan dengan tindakan keperawatan yang diberikan, ekspresi wajah tampak rileks dan dapat beristirahat dengan rileks. Hasil tersebut menunjujkkan bahwa masalah gangguan rasa nyaman nyeri telah teratasi. Namun anak masih memiliki resiko nyeri timbul lagi.
2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan terapi restriktif (immobilisasi). Tindakan keperawatan untuk masalah gangguan mobilisasi fisik diberikan selama tiga hari. Hasil yang didapatkan adalah anak dapat melakukan mobilitas fisiknya dibantu sebagian oleh keluarga, kekuatan ototnya bertambah dari tiga menjadi empat.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya fraktur (ada luka terbuka). Tindakan keperawatan dilakukan selama tiga hari. Hasil yang didapatkan adalah proses penyembuhan lukanya sesuai dengan yang diharapkan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
BAB 4 ANALISA SITUASI
Bab ini berisi tentang analisis situasi yang terkait dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada An. F dengan diagnose fraktur tibia fibula dextra pada 1/3 bagian proksimal di ruang Teratai Lantai 3 Utara RSUP Fatmawati. Analisis situasi yang dilakukan meliputi tentang profil lahan praktek, analisis hasil pengkajian, masalah keperawatan, intervensi, alternative pemecahan masalah dan evaluasi.
4.1 Profil Lahan Praktek Rumah Sakit Fatmawati merupakan salah satu rumah sakit umum pemerintah di Jakarta. Rumah Sakit Fatmawati terletak di jalan RS Fatmawati Cilandak Jakarta Selatan. Rumah Sakit Fatmawati terdiri dari beberapa gedung perawatan dan fasilitas penunjang kesehatan lainnya seperti gedung radiologi, gedung laboratorium, gedung hemodialisa dan lain sebagainya. Salah satu pelayanan Rumah Sakit Fatmawati adalah pelayanan rawat inap yang terdiri dari suite room & VIP, kelas I, kelas II, kelas III dan Khusus. Ruang Teratai Lantai III Utara merupakan ruang perawatan bedah anak yang terbagi atas 12 kamar, terdiri dari tiga kamar kelas I, tiga kamar kelas II, satu kamar khusus isolasi infeksi, satu kamar khusus luka bakar dan empat kamar kelas III. Ruangan ini merawat pasien anak mulai usia 1 bulan sampai 18 tahun.
Kasus bedah yang ada diruang teratai lantai 3 utara bervariasi, selama tiga bulan terakhir kasus terbanyak adalah appendiksitis. Kasus cedera kepala merupakan kasus terbanyak kedua, sedangkan kasus bedah lainnya diantaranya adalah fraktur, hernia, hipospadia, atresia ani, hydrocephalus, spina bifida, palatoskizis, tumor abdomen, kista, luka bakar, dan lain sebagainya.
27
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
28
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat usia dan dapat menimbulkan perubahan
yang signifikan pada kualitas hidup individu, dapat
menyebabkan terbatasnya aktivitas, rasa nyeri akibat tergeseknya saraf motorik dan saraf sensorik. Dengan adanya rasa nyeri yang dialami pasien, membuat pasien takut untuk menggerakkan ekstremitas yang cedera, sehingga pasien cenderung untuk tetap berbaring lama, membiarkan tubuh tetap kaku (Smeltzer & Bare, 2009). Terbatasnya aktivitas fisik akan mengurangi ukuran otot (atrofi) dengan menurunnya kontraktilitas dan kekuatannya (Bamman, 1998, Micheal, 2000, Deschenes, 2001, Perhonen, 2001).
Hasil pengkajian dari kasus yang telah digambarkan pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa masalah keperawatan yang ada pada An. F dengan fraktur tibia fibula dextra pada 1/3 bagian proksimal adalah masalah gangguan rasa nyaman nyeri, gangguan mobilitas fisik, gangguan integritas kulit. Masalah gangguan rasa nyaman nyeri diangkat karena berhubungan dengan spasme otot yang dirasakan klien saat ini. Sedangkan masalah gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya fraktur (ada luka terbuka). Masalah gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan.
Masalah gangguan mobilitas fisik pada kasus An. F diangkat karena adanya terapi restriktif (immobilisasi).. Kondisi immobilisasi yang lama, akan merangsang atrofi otot. Penelitian yang dilakukan Berg & Tesch, 1996 bahwa 10 (sepuluh) hari otot tidak di beri beban atau bed rest, maka hasilnya 4 (empat) hari pertama terjadi penurunan kekuatan otot untuk menahan beban dan setelah 6 (enam) minggu bed rest, hampir setengah dari kekuatan otot menurun (Berg & Tesch, 1996). Ada cara untuk mencegah atrofi otot akibat immobilisasi (bed rest) yang lama pada kondisi fraktur adalah dengan melakukan ambulasi dini. Ambulasi dini adalah
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
29
meningkatkan atau berjalan untuk mempertahankan atau memperbaiki autonomi atau voluntary fungsi tubuh selama tindakan atau pemulihan dari sakit atau cedera (Duchterman & Bulechek, 2004).
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan mobilitas fisik pada klien difokuskan pada kemampuan ambulasi dini paska operasi, hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Charlon, Patrick dan Peach (1983, dalam Hoeman 2006) bahwa seseorang disability harus dilatih untuk beraktifitas agar tidak menjadi bergantung dan lebih mandiri dalam melakukan aktifitas dengan rehabilitas. Menurut Oldmeadow (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah adalah status mental, kondisis kesehatan pasien dan dukungan social. Pernyataan ini juga didukung oleh Bruner dan Suddarth, 2002 bahwa ambulasi dini ditentukan oleh tingkat aktivitas fisik pasien, kestabilan system kardiovaskuler dan neuromuscular. Salah satu aktivitas fisik yang dilakukan oleh pasien, yang dapat menghindari resiko atrofi otot adalah dengan latihan kekuatan otot baik isometric maupun isotonic (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).
Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan paska operasi fraktur karena jika pasien membatasi pergerakkannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi, pasien akan semakin sulit untuk mulai berjalan (Kozier, 2010).
Menurut Kozier, et al (1995 dalam asmadi 2008) ambulasi adalah aktivitas berjalan. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi dimulai dari bangun, duduk sampai pasien tirun dari tempat tidur, dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper, 2007). Ambulasi mendukung
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
30
kekuatan, daya tahan dan fleksibilitas sendi. Keuntungan dari latihan secara perlahan dapat meningkatkan toleransi aktivitas (Kozier, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka perawat yang berada ti tatanan praktik, harus memikirkan kondisi yang mempercepat kemampuan pasien untuk melakukan ambul;asi dini paska operasi dengan tidak tergantung pada bantuan orang lain. Salah satu cara yang harus dipertimbangkan diantaranya adalah dengan melakukakn lsatihan kekuatan otot.
4.4 Alternatif Pemecahan Yang Dapat Dilakukan Asuhan keperawatan pada anak yang menderita fraktur yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah dan adanya tumor. Hidrasi yang adekuat merupakan sasaran yang sangat penting pada pasien orthopedik. Immobilisasi dan tirah baring lama dapat menyebabkan thrombosis vena dalam, statis urin dan infeksi kandung kemih yang diakibatkannya dan pembentukkan batu. Hidrasi yang adekuat dapat menurunkan kekentalan darah, memperbaiki aliran kemih dan membantu mencegah terjadinya thrombophlebitis dan masalah saluran kemih.
Masalah
gangguan
mobilitas
fisik
mencakup
perubahan
posisi,
kemampuan untuk bergerak, kekuatan otot, fungsi sendi dan batasan mobilisasi yang ditentukan.
4.5 Evaluasi Gangguan mobilitas fisik yang dirasakan, klien tampak lebih tenang, nilai kekuatan otot meningkat dari tiga menjadi empat, dapat melakukan aktivitas sehari-hari walaupun masih dibantu sebagian dan tidak terjadi atrofi otot.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat usia dan dapat menimbulkan perubahan yang signifikan pada kualitas hidup individu, dapat menyebabkan terbatasnya aktivitas, rasa nyeri akibat tergeseknya saraf motorik dan saraf sensorik.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan jaringan disekitarnya, yang bersifat komplit ataupun inkomplit, karena stress atau tahanan yang berlebihan pada tulang, yang mengakibatkan dislokasi sendi, kerusakan jaringan lunak, saraf dan pembuluh darah.
Dengan adanya rasa nyeri yang dialami pasien, membuat pasien takut untuk menggerakkan ekstremitas yang cedera, sehingga pasien cenderung untuk tetap berbaring lama, membiarkan tubuh tetap kaku (Smeltzer & Bare, 2009). Terbatasnya aktivitas fisik akan mengurangi ukuran otot (atrofi) dengan menurunnya kontraktilitas dan kekuatannya (Bamman, 1998, Micheal, 2000, Deschenes, 2001, Perhonen, 2001).
Masalah keperawatan yang sering muncul pada anak dengan fraktur adalah gangguan mobilitas fisik yang ditandai dengan klien hanya berbaring saja, takut untuk bergerak. Pemberian tindakan keperawatan berupa latihan kekuatan otot dapat dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan gangguan mobilitaas fisik. Latihan ini dapat dilakukan di rumah sakit karena tidak memerlukan biaya, singkat, sederhana dan aman dilakukan oleh anak.
Tindakan latihan kekuatan otot ini telah diaplikasikan pada An. F sebagai pasien kelolaan utama penulis. Tindakan ini menghasilkan tidak terjadinya atrofi otot pada anak, dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan dibantu sebagian. 31 Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
32
5.2 Saran Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan di atas, penulis dapat memberikan saran terkait hasil pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan fraktur sebagai berikut: 5.2.1 Di bidang keilmuan (teoritis) Saran untuk bidang keilmuan agar dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemberian asuhan keperawatan anak fraktur dengan menggunakan tehnik latihan kekuatan otot dapat diintegrasikan ke dalam prosedur tindakan.
5.2.2 Di bidang pelayanan (aplikatif) Saran untuk pelayanan di rumah sakit, khususnya kepada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan fraktur adalah dapat mengaplikasikan tehnik latihan kekuatan otot dalam mengatasi masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik pada anak. Perawat diharapkan lebih memperhatikan dampak immobilisasi yang dialami oleh anak. Selain itu, perawat juga dapat memberdayakan orangtua dengan memberikan pendidikan kesehatan mengenai masalah kesehatan yang dialami oleh anak.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Bamman, MM, Clarke, M.S, Feeback, D.L, Talmadge, R.J, Steven, B.R, Lieberman, S.A & Greenisen, M.C (1998). Impact of Resisten exercise during bed rest on Sceletal Muscle Sarcopenia and Myosin Isoform Distribution. Journal of Applied Physiology, 84 (1) 157-163.
Berg HE (1996). Changes in muscle function in response to 10 days of lower limb unloading in humans. Acta Physiol Scand 157: 63-70.
Black, J.M., (2009). Medical surgical nursing: clinical management for continuity of care, 8 th ed. Philadephia: W.B. Saunders Company.
Craven F.R & Himle, J.C (2009). Fundamentals of nursing human, health and function (6th edition). USA. Lippincott Williams & Wilkins.
Ditmyer, M.M, Topp, R & Pifer, M. (2002) Prehabilitation in preparation for orthopaedic surgery. Orthopaedic Nursing, 21 (5), 43-53.
Duchterman, J.M, Bulechek, G.M, (2004). Nursing Interventions classification. Mosby an affiliate of elsevier, St. Louis, Missouri, ed 4 th. th
Fitspatrick, J.J & Wallacc (2006) Encyclopedia of nursing research. Ed 2 . New York: Springer. Hockenbery, M.J. & Wilson, D. (2007). Wong’s nursing care of infants and children. Missauri: Mosby-Elsevier.
Kozier , B & Erb, G (1987). Fundamentals of nursing: Concepts and prosedures (3thedition). California: Addison-Wesly.
33
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
34
Muscari, M.E. (2001). Advanced pediatric clinical assesment: Skill and procedures. Philadelphia: Lippincott.
NANDA. (2012). NANDA- nursing diagnosis: definition & classifications 20072008. Philadelphia: NANDA International.
Nurulhuda, U (2008). Pengaruh edukasi suportif terstruktur terhadap mobilisasi dalam konteks asuhan keperawatan fraktur dengan fiksasi ekstremitas bawah di RSUP Fatmawati Jakarta.
Rasjad, Ch (2007). Pengantar ilmu bedah orthopedic, Ujung Pandang, Bintang Lamumpateu.
Sjamsuhidajat, R & Jong, D.W (2005). Buku ajar ilmu bedah (Edisi 2), Jakarta: EGC. Stanhope, Lancaster. (2004). Community health nursing, 4th edition. St Louis Missouri: Mosby Co.
Waher, A., Salmond, S., Pellino, T (2002). Ortopaedic Nursing, Third Edition, Philadelphia, PA. WB Saunders Co.
Wang, A.W, Gilbey, H.J & Ackland, T.R (2002). Perioperative exercise programs improve early return of ambulstory finction after total hip arthroplaty: Arandomized, controlled triad. American Journal of Physical Medicine & Rehabilitation, 81 (11), 801-806.
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik. (Edisi 6). Alih bahas Sutarna, A., Juniarti, N., & Kuncara. Jakarta: EGC.
WHO. (2008). Essential Surgical Care: Injuries of the lower extremity, www.who.int/entity/substance_abuse/wha_57_11.pdf, diunduh tanggal 1 Juli 2014.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR LATIHAN KEKUATAN OTOT
No.
Kegiatan
1.
Definisi: Latihan kekuatan otot adalah latihan isometric pengesetan gluteal dan pengesetan quadrisep yang dilakukan dengan tujuan untuk memelihara kekuatan otot yang diperlukan untuk berjalan (Smeltzer & Bare, 2002).
2.
Tujuan: Mempertahankan massa otot dan memperkuat serta mencegah atrofi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
3.
Langkah kerja: a. Fase orientasi Sapa klien dan ucapkan salam. Perkenalkan diri pada pasien Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan kontrak waktu. b. Fase kerja Yakinkan pasien siap untuk melakukan latihan. Cuci tangan sebelum tindakan dan pasang sarung tangan. Jaga privacy pasien. Observasi tanda-tanda vital sebelum latihan. Atur posisi pasien untuk latihan, kemudian ajarkan atau bimbingan dalam melakukan latihan kekuatan otot selama 3 x dalam 1 hari selama 5-10 menit untuk satu kali latihan diantaranya: 1) Latihan pengesetan gluteal (gluteal set) caranya: a) Posisikan pasien telentang dengan tungkai lurus bila mungkin. b) Instruksikan pasien untuk mengkontrasikan otot bokong dan perut. c) Minta pasien untuk menahan kontraksi selama 5-10 detik
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
d) Biarkan pasien rileks. e) Ulangi latihan ini, 10 kali dalam satu jam ketika pasien terjaga.
2) Latihan pengesetan quadriceps, caranya: a) Posisi pasien dengan kondisi telentang dengan tungkai lurus. b) Instruksikan pasien untuk menekan lutut ke tempat tidur, dengan mengkontraksikan bagian otot anterior paha. c) Suruh pasien mempertahankan posisi ini selama 5-10 detik. d) Biarkan pasien rileks. e) Ulangi latihan ini, 10 kali dalam satu jam ketika pasien terjaga.
3) Latihan ankle pump, caranya: a)
Posisi pasien dengan kondisi telentang dengan tungkai lurus.
b) Instruksikan pasien untuk melakukan fleksi dan ekstensi pergelangan kaki dan kontraksi otot-otot betis (latihan pemompaan betis). c)
Suruh pasien mempertahankan posisi ini selama 5-10 detik.
d) Biarkan pasien rileks. e)
Ulangi latihan ini, 10 kali dalam satu jam ketika pasien terjaga.
4) Latihan rentang gerak sendi untuk ekstremitas sehat: a)
Gerakan kepala dan leher: fleksi, lateral fleksi, ekstensi, hiperekstensi dan rotasi.
b) Gerakan bahu, sendi siku dan pergelangan tangan Bahu: fleksi, hiperekstensi, abduksi, adduksi, sirkumduksi,
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
internal rotasi, elevasi. Siku: fleksi, ekstensi, pronasi, supinasi.
Pergelangan
tangan:
fleksi,
ekstensi,
hiperekstensi, abduksi, adduksi. Tangan dan jari tangan: fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, adduksi. c)
Gerakan tungkai bawah (sendi pinggul, lutut dan kaki) Sensi pinggul (hip): fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, sirkumduksi, internal dan eksternal rotasi. Sendi lutut (knee) dan sendi kaki (ankle): fleksi, ekstensi, hiperekstensi. Jari kaki: fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, adduksi.
c. Fase terminasi Lakukan pengecekan tanda-tanda vital kembali setelah latihan. Evaluasi respon klien setelah latihan. Lakukan cuci tangan setelah tindakan. Dokumentasikan tindakan yang dilakukan.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Lampiran
PRAKTIK PROFESI KKMP DAN MANAJEMEN KEPERWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
Nama Mahasiswa
: Rohmiyati
NPM
: 1106130103
Ruangan Praktik
: Gd. Teratai Lt. 3 Utara RSUP Fatmawati
Tanggal Pengkajian
: 22 Mei 2014
LAPORAN KLIEN KELOLAAN
I.
DATA IDENTITAS Nama
: An. F
TTL/ Usia
: Jakarta, 11 Juli 2002/ 12 tahun
Jenis Kelamin: Laki-laki Nama Ibu
: Ny. M
Pekerjaan Ibu: Ibu rumah tangga Alamat
: Jalan Cempaka Putih Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten
Pendidikan : SMA Agama
: Islam
Tanggal Masuk RS: 20 mei 2014 Diagnosa Medis
: Fraktur tibia fibula dextra pada 1/3 bagian proksimal
II. RIWAYAT KESEHATAN ALASAN MASUK RS (20/05/2014) Klien mengalami kecelakaan lalu lintas yaitu jatuh dari motor saat diboncengi oleh ayahnya. Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan tulang tibia merobek kulit dan otot
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Lampiran (lanjutan)
KELUHAN UTAMA SAAT INI Keluhan utama klien saat ini adalah mengeluh sakit dikaki kanan, sakit timbul jika bergerak, skala nyeri 4-5, nyeri muncul kapan saja dan kadang terusmenerus, selama kurang lebih 10 menit.
RIWAYAT MASA LAMPAU Keluarga mengatakan An. F waktu kecil pernah sakit panas, batuk pilek dan hanya minum obat warung saja.
III. RIWAYAT KELUARGA Anak MY merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ibu mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit tertentu.
IV. KEBUTUHAN DASAR POLA MAKAN Ibu mengatakan bahwa An. F tidak sulit makan, An. F makan 3x sehari. Ibu mengatakan kalau anak tidak memilih-milih makanan. Anak mau memakan apa saja yang disiapkan oleh ibu. Nafsu makan anak baik. Ibu mengatakan An.F sering makan jajanan pinggir jalan dan sering mengkonsumsi es yang dijual di pinggir jalan. An.F mengatakan dia suka jajan setelah bermain dan bersepeda bersama teman-temannya
POLA TIDUR Sehari-hari An. F dapat tidur siang sekitar 1-2 jam, biasanya setelah pulang sekolah. Pada malam hari An. F tidur sekitar 6-8 jam/ hari. Semenjak di rumah sakit, An. F tidak mengalami kesulitan tidur.
ELIMINASI Ibu mengatakan An. F tidak mengalami kesulitan BAB. Frekuensi BAB An. F, yaitu 1 x/ hari. Untuk BAK, ibu mengatakan anak sering BAK, dalam sehari bisa sekitar 5-8 x/ hari.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Lampiran (lanjutan)
V.
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum
: Baik, kesadaran compos mentis
Mata
: Tampak edema, ikterik (-/-), anemis (-), simetris, bersih.
Hidung
: Bersih, tidak ada massa yang menyumbat.
Mulut
: Mukosa lembab, sianosis (-), berwarna kemerahan, perdarahan mukosa bibir (-), perdarahan gusi (-).
Telinga
: Produksi cairan/ serumen (-), bersih.
Jantung
: Murmur (-), gallop (-), BJ 1 dan BJ 2 (+/+)
Paru-paru
: Vesikuler (+), crackles (-/-). Ronkhi (-/-), retraksi dinding dada (-)
Abdomen
: Asites (-), kembung (-), teraba kenyal, bising usus (+).
Kulit
: Turgor kulir elastis, baik,
Ekstremitas
: Akral hangat CRT < 2 detik, edema palpebral (-), ada luka di kaki kanan
Tanda-tanda vital
: Tekanan darah 110/70 mmhHg, Nadi 100 x/menit, RR 24 x/menit, suhu 37oC
BB/TB
: 40 Kg/ 120 cm
Lingkar kepala
: 48 cm
Lingkar dada
: 57 cm
Lingkar perut
: 50 cm
VI. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN Kemandirian dan bergaul: Anak senang bermain dengan teman-teman seumurannya. Anak sering bermain di luar rumah bersama teman-temannya. Anak jarang bermain bersama kedua adiknya. Motorik halus: Anak dapat menulis, menggambar, dan mewarnai dengan baik. Anak dapat mewarnai dan menggunting mengikuti garis gambar.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Lampiran (lanjutan)
Kognitif dan bahasa: Anak dapat berbicara dengan jelas dan mudah dimengerti. Motorik kasar: Anak dapat berjalan, berlari, dan melompat. Anak juga dapat bermain bola dan bersepeda.
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN TERAPI 1. Nilai pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Hemoglobin
13,7 g/dl
12,8 – 16,8
Hematokrit
40 %
33 – 45
Lekosit
18,7 ribu/ul
4,5 – 13,0
Trombosit
293 ribu/ul
150 – 440
Eritrosit
4,42 juta/Ul
4,40 – 5,90
VER
89,9 fl
80,0 – 100,0
HER
31,0 pg
26,0 –34,0
KHER
34,5 g/dl
32,0 – 36,0
RDW
13,6 %
11,5 – 14,5
APTT
25,4 detik
27,4 – 39,3
Kontrol APTT
31,5 detik
PT
13, 2 detik
Kontrol PT
13,5 detik
22 Mei 2014 Hematologi
VER/ HER/ KHER/ RDW
Hemostasis
INR
11,3 – 14,7
0,97
Kimia Klinik Fungsi Hati SGOT
29 U/l
0 – 34
SGPT
21 U/l
0 – 40
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Lampiran (lanjutan)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
184 mg/dl
70 – 140
Ureum darah
21 mg/dl
0 – 48
Kreatinin
0,6 mg/dl
0,0 – 0,9
Natrium (darah)
140 mmol/l
135 – 147
Kalium (darah)
3,14 mmol/l
3,10 – 5,10
Klorida (darah)
108 mmol/l
95 – 108
Diabetes Glukosa darah sewaktu Fungsi Ginjal
Elektrolit Darah
Imunologi Golongan darah
O/(+)
TERAPI Ceftriaxone 500 mg; 2x/hari; IV; jam 10.00 & 22.00; berfungsi sebagai antibiotik Ketorolac 15mg; 2x/hari; IV; jam 07.00 & 19.00; berfungsi sebagai anti nyeri (analgesic) Cairan Intravena NaCl 0,9% 500ml/12 jam
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Lampiran (lanjutan)
VIII. ANALISA DATA DATA
MASALAH KEPERAWATAN
DS:
Klien mengatakan kaki kanannya kalau digerakkan sakit.
Skala nyeri 3
DO:
Gangguan rasa nyaman nyeri Tekanan darah 100/90 mmHg Nadi
100 x/menit, RR
berhubungan dengan spasme otot.
24
x/menit, suhu 37oC.
Ekspresi
wajah
meringis
kesakitan.
DS:
Ibu klien mengatakan aktivitas sehari hari An. F dibantu oleh keluarganya.
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan
DO:
dengan terapi restriktif (immobilisasi). Makan dan minum dibantu oleh ibunya
Ada luka fraktur di kaki kanan.
DS:
Ibu mengatakan di kaki kanan ada luka operasi
Kerusakan integritas kulit berhubungan
DO
Ada luka di kaki kanan.
Daerah luka bersih, tidak ada
dengan adanya fraktur (ada luka terbuka).
kemerahan, bengkak.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Lampiran (lanjutan)
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot. 2. Gangguan
mobilisasi
fisik
berhubungan
dengan
terapi
restriktif
(immobilisasi). 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya fraktur (ada luka terbuka).
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Lampiran
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Klien
: An. F
Ruangan
: Lt. 3 Utara Gd. Teratai, RSUP Fatmawati
Dx. Medis
: Fraktur tibia fibula dextra pada 1/3 bagian proksimal
No Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot
Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan: Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil: - Skala nyeri 1-2 - Ekspresi wajah rileks - Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi
Rasional
Mandiri
Pertahankan imobilisasi Mengurangi nyeri dan bagian
yang
dengan
tirah
sakit mencegah malformasi. baring,
gips, bebat atau traksi.
Tinggikan posisi ekstremitas yang sakit.
Lakukan tindakan untuk Meningkatkan sirkulasi umum, meningkatkan menurunkan area tekanan local kenyamanan
Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema atau nyeri.
(masase, dan kelelahan otot.
perubahan posisi).
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan teknik manajemen nyeri control terhadap nyeri yang Ajarkan
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
penggunaan
Lampiran (lanjutan)
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
(relaksasi napas dalam, mungkin berlangsung lama. imajinasi
visual,
aktivitas depersonal).
Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
28jam pertama) sesuai keperluan.
Kolaborasi Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.
Evaluasi keluhan nyeri Menilai perkembangan (skala, petunjuk verbal masalah klien. dan non verbal, perubahan tanda-tanda vital).
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Lampiran (lanjutan)
No 2.
Diagnosa Keperawatan Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi restriktif (immobilisasi).
Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 3 x 24 jam, anak dapat toleransi dengan aktivitas yang dianjurkan
Intervensi Rasional Pertahankan pelaksanaan Memfokuskan perhatian, aktivitas rekreasi meningkatkan rasa control diri atau harga diri, membantu terapeutik(radio, Koran, menurunkan isolasi sosial. kunjungan teman atau keluarga) sesuai keadaan klien.
Bantu
Berikan
klien
latihan Meningkatkan sirkulasi darah rentang gerak pasif, aktif musculoskeletal, mempertahankan tonus otot, pada ekstremitas yang mempertahankan gerak sendi, sakit maupun yang sehat mencegah kontraktur atau atrofi dan mencegah reabsorbsi sesuai keadan klien. kalsium karena immobilisasi.
penyangga
papan Mempertahankan posisi kaki atau fungsional ekstremitas.
tangan sesuai indikasi.
Bantu
dan
perawatan (kebersihan eliminasi)
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
dorong
Meningkatkan kemandirian diri klien dalam perawatan diri atau sesuai kondisi keterbatasan klien. sesuai
Lampiran (lanjutan)
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi keadaan klien.
Ubah
posisi
Rasional secara
periodic sesuai keadaan
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernafasan (decubitus, atelectasis, pneumonia).
Mempertahankan hidrasi adekuat, mencegah komplikasi urinarius dan konstipasi.
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mempertahankan fungsi fisiologis tubuh.
Kerja sama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual. Menilai perkembangan masalah klien.
klien.
Dorong atau pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
Berikan diet TKTP.
Kolaborasi
Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi
sesuai
indikasi.
Evaluasi
kemampuan
mobilisasi
klien
dan
program immobilisasi.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Lampiran (lanjutan)
No 3.
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Kerusakan integritas kulit Tujuan: berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperwatan 3 x 24 jam adanya fraktur (ada luka diharapkan penyembuhan luka terbuka). sesuai waktunya.
Intervensi
Rasional
Mandiri Pertahankan tempat tidur Menurunkan resiko kerusakan yang nyaman dan aman atau abrasi kulit yang lebih luas. (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).
Masase kulit terutama
Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal.
Observasi keadaan kulit, Menilai perkembangan penekanan gips atau masalah klien.
Meningkatkan sirkulasi perifer daerh penojolan tulang dan meningkatkan kelemasan dan area distal bebat atau kulit dan otot terhadap tekanan yang relative konstan pada gips. immobilisasi.
bebat
terhadap
kulit,
laserasi pen atau traksi.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal.
Lampiran
LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal Diagnosa Implementasi Gangguan rasa nyaman Mandiri 22 Mei nyeri berhubungan dengan • Mengkaji nyeri, mencatat lokasi, 2014 spasme otot karakteristik, beratnya (skala 0-10). • Mengobservasi TTV anak • Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam
Evaluasi S:
O:
Kolaborasi • Memberikan medikasi sesuai program farmadol 2x400 mg (IV)
Klien mengatakan masih merasakan sakit di daerah kaki kanan. Skala nyeri 3
Tekanan darah: 100/70 mmHg, RR: 24x/menit, HR: 100 x/menit, Suhu: 37○C Klien tampak meringis dan nyeri Klien mampu mempraktikkan tarik napas dalam tetapi belum benar karena wajahnya sakit
A: Masalah belum teratasi P:
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Observasi tanda-tanda vital Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10). Observasi dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat Evaluasi teknik relaksasi napas dalam Berikan analgesic sesuai indikasi
Lampiran (Lanjutan)
Gangguan mobilitas fisik Mandiri S: berhubungan dengan terapi Memberikan aktivitas rekreasi Anak mengatakan senang dibesuk oleh restriktif (immobilisasi). terapeutik (radio, koran, kunjungan temannya. teman atau keluarga) sesuai keadaan Anak mengatakan kaki kanannya masih sakit klien. kalau digerakkan. Membantu klien latihan rentang gerak pasif, aktif pada ekstremitas O: yang sakit maupun yang sehat sesuai • Klien dapat melakukan latihan gerak pasif dan aktif keadan klien. pada ekstremitas yang sehat. Membantu dan mendorong • Klien tampak kesekitan pada saat kaki kanannya digerakkan. perawatan diri (kebersihan atau • Ekspresi wajah tampak tegang. eliminasi) sesuai keadaan klien. • Aktivitas sehari-hari dibantu oleh ibunya. Kolaborasi A: Masalah belum teratasi. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi. P: • Motivasi anak untuk melakukan latihan kekuatan otot. • Anjurkan keluarga untuk melakukan latihan kekuatan otot sesuai kondisi klien. • Buatkan jadwal untuk latihan kekuatan otot.
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Lampiran (Lanjutan)
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya fraktur (ada luka terbuka).
Mengkaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna, kelabu, memutih. Memantau perawatan luka (perawatan luka sudah dilakukan ganti balutan) Menganjurkan keluarga untuk masase kulit dan penonjolan tulang. Mempertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan. Memeriksa permukaan kulit/daerah lekukan, daerah luka, dan daerah yang menonjol secara rutin. Meningkatkan tindakan pencegahan ketika area yang kemerahan telah teridentifikasi
S: Klien mengatakan balutan luka sudah diganti O: Ada luka di kaki kanan. Keluarga tampak berpartisipasi aktif dalam perawatan klien Kulit intake, tidak ada kemerahan di area penonjolan tulang A: masalah belum teratasi P:
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Kaji luka dan laserasi Pantau perawatan luka Evaluasi massase kulit Periksa permukaan kulit/daerah lekukan, daerah luka, dan daerah yang menonjol secara rutin. Tingkatkan tindakan pencegahan ketika area yang kemerahan telah teridentifikasi
Lampiran (Lanjutan)
Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi 23 Mei Mandiri S: Gangguan rasa nyaman • Mengobservasi TTV anak Klien mengatakan kaki kanan masih terasa sakit. 2014 nyeri berhubungan dengan • Mengkaji nyeri, catat lokasi, Skala nyeri 3 spasme otot karakteristik, beratnya (skala 0-10). • Mengobservasi dan laporkan perubahan O: nyeri dengan tepat. - Tekanan darah: 100/70 mmHg, RR: 24 x/menit, • Mempertahankan imobilisasi bagian HR: 100 x/menit, suhu: 37○C yang sakit dengan tirah baring, gips, - Ekspresi wajah tampak kesakitan. bebat atau traksi. - Klien mampu mempraktikkan tarik napas • Melakukan tindakan untuk dalam tetapi belum benar karena wajahnya meningkatkan kenyamanan (masase, sakit perubahan posisi). • Mengajarkan penggunaan teknik A: Masalah belum teratasi manajemen nyeri (relaksasi napas dalam, imajinasi visual, aktivitas depersonal). P: Observasi tanda-tanda vital - Berikan medikasi analgesik sesuai program. Kolaborasi - Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya • Memberikan medikasi sesuai program (skala 0-10). Observasi dan laporkan farmadol 2x400 mg (IV)
-
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
perubahan nyeri dengan tepat Evaluasi teknik relaksasi napas dalam
Lampiran (Lanjutan)
Gangguan mobilitas fisik Mandiri S: • Mempertahankan pelaksanaan berhubungan dengan terapi Anak mengatakan senang dibesuk oleh aktivitas rekreasi terapeutik(radio, restriktif (immobilisasi). temannya Koran, kunjungan teman atau Anak mengatakan kaki kanannya masih sakit keluarga) sesuai keadaan klien. kalau digerakkan • Mengajarkan tehnik latihan isometric dan isotonic dengan latihan kekuatan O: otot. • Klien dapat melakukan latihan gerak pasif dan aktif • Merubah posisi secara periodic pada ekstremitas yang sehat sesuai keadaan klien • Klien tampak kesekitan pada saat kaki kanannya • Mengevaluasi kemampuan mobilisasi digerakkan klien dan program immobilisasi. • Ekspresi wajah tampak tegang • Aktivitas sehari-hari dibantu oleh ibunya Kolaborasi
Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi A: Masalah belum teratasi sesuai indikasi. P: • Motivasi anak untuk melakukan latihan kekuatan otot • Anjurkan keluarga untuk melakukan latihan kekuatan otot sesuai kondisi klien • Buatkan jadwal untuk latihan kekuatan otot
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Lampiran (Lanjutan)
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya fraktur (ada luka terbuka).
•
• •
Mempertahankan tempat tidur yang S: nyaman dan aman (kering, bersih, Klien mengatakan balutan luka sudah diganti alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit). O: Memasase kulit terutama daerh Ada luka di kaki kanan. penojolan tulang dan area distal bebat Keluarga tampak berpartisipasi aktif dalam atau gips. perawatan klien Mengobservasi keadaan kulit, Kulit intake, tidak ada kemerahan di area penekanan gips atau bebat terhadap penonjolan tulang kulit, laserasi pen atau traksi. A: Masalah belum teratasi P:
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Kaji luka dan laserasi Pantau perawatan luka Evaluasi massase kulit Periksa permukaan kulit/daerah lekukan, daerah luka, dan daerah yang menonjol secara rutin. Tingkatkan tindakan pencegahan ketika area yang kemerahan telah teridentifikasi
Lampiran (Lanjutan)
Tanggal Diagnosa Implementasi 24 Mei Mandiri Gangguan rasa nyaman 2014 nyeri berhubungan dengan • Mengobservasi TTV anak
spasme otot
•
Mengkaji
nyeri,
Evaluasi S:
catat
Klien mengatakan kaki kanan masih terasa sakit. Skala nyeri 3
-
Tekanan darah: 100/70 mmHg, RR: 24 x/menit, HR: 100 x/menit, suhu: 37○C Ekspresi wajah tampak kesakitan.
lokasi,
karakteristik, beratnya (skala
0-10). O:
Observasi dan laporkan perubahan nyeri -
dengan tepat. •
-
Mempertahankan
imobilisasi
bagian
yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat atau traksi. •
A: Masalah belum teratasi
Melakukan meningkatkan
tindakan kenyamanan
untuk (masase,
P: - Observasi tanda-tanda vital - Berikan medikasi analgesik sesuai program.
-
perubahan posisi). •
Mengajarkan
penggunaan
teknik
manajemen nyeri (relaksasi napas dalam, imajinasi visual, aktivitas depersonal).
Kolaborasi • Memberikan
Klien mampu mempraktikkan tarik napas dalam tetapi belum benar karena wajahnya sakit
medikasi
sesuai
program
farmadol 2x400 mg (IV)
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
-
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10). Observasi dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat Evaluasi teknik relaksasi napas dalam
Lampiran (Lanjutan)
Gangguan mobilitas fisik Mandiri S: • Mempertahankan pelaksanaan berhubungan dengan terapi Anak mengatakan senang dibesuk oeh aktivitas rekreasi terapeutik(radio, restriktif (immobilisasi). temannya Koran, kunjungan teman atau Anak mengatakan kaki kanannya masih sakit keluarga) sesuai keadaan klien. kalu digerakkan • Mengajarkan tehnik latihan isometric dan isotonic dengan latihan kekuatan O: otot. • Klien dapat melakukan latihan gerak pasif dan aktif • Merubah posisi secara periodic pada ekstremitas yang sehat sesuai keadaan klien • Klien tampak kesekitan pada saat kaki kanannya • Mengevaluasi kemampuan mobilisasi digerakkan klien dan program immobilisasi. • Ekspresi wajah tampak tegang • Aktivitas sehari-hari dibantu oleh ibunya Kolaborasi
Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi A: Masalah belum teratasi sesuai indikasi. P: • Motivasi anak untuk melakukan latihan kekuatan otot • Anjurkan keluarga untuk melakukan latihan kekuata otot sesuai kondisi klien • Buatkan jadwal untuk latihan kekuatan otot
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Lampiran (Lanjutan)
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya fraktur (ada luka terbuka).
•
• •
Mempertahankan tempat tidur yang S: nyaman dan aman (kering, bersih, Klien mengatakan balutan luka sudah diganti alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit). O: Memasase kulit terutama daerh Ada luka di kaki kanan. penojolan tulang dan area distal bebat Keluarga tampak berpartisipasi aktif dalam atau gips. perawatan klien Mengobservasi keadaan kulit, Kulit intake, tidak ada kemerahan di area penekanan gips atau bebat terhadap penonjolan tulang kulit, laserasi pen atau traksi. A: Masalah belum teratasi P:
Analisis praktik ..., Rohmiyati, FIK UI, 2014
Kaji luka dan laserasi Pantau perawatan luka Evaluasi massase kulit Periksa permukaan kulit/daerah lekukan, daerah luka, dan daerah yang menonjol secara rutin. Tingkatkan tindakan pencegahan ketika area yang kemerahan telah teridentifikasi