UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN INTERVENSI PEMBERIAN DUKUNGAN UNTUK PERSIAPAN PRE-HEMODIALISIS
KARYA ILMIAH AKHIR
KARTIKA MAWARSARI SUGIANTO 1106129884
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS DEPOK JULI 2014
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN INTERVENSI PEMBERIAN DUKUNGAN UNTUK PERSIAPAN PRE-HEMODIALISIS
KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ners keperawatan
KARTIKA MAWARSARI SUGIANTO 1106129884
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS DEPOK JULI 2014 i
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners dengan judul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Intervensi Pemberian Dukungan untuk Persiapan Pre-Hemodialisis ” ini tepat pada waktunya. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghormatan kepada: 1. Ibu Dra. Junaiti Sahar, S,Kp., M.App.Sc., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI); 2. Ibu Fajar Triwaluyanti, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An, selaku Ketua Program Studi Ners FIK UI; 3. Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., MNS, selaku pembimbing dalam pembuatan karya ilmiah ini yang selalu memberikan masukan dan bimbingan. 4. Ibu Ns. Tatik Wahyuni, S.Kep, selaku penguji dalam sidang tugas akhir yang telah memberikan masukan untuk pembuatan tugas akhir ini; 5. Teman satu bimbingan, yang telah berbagi ilmu dan hasil konsultasinya, serta selalu memberikan masukan dan saran yang baik dalam penulisan karya ilmiah akhir ini; 6. Teristimewa kepada kedua orang tua dan suami tersayang yang telah memberi dukungan secara penuh, baik dukungan moral, doa, dan materi selama penulis menyusun tugas akhir ini; 7. Serta pihak lain yang mungkin tidak sempat penulis uraikan satu persatu tanpa mengurangi rasa terimakasih saya.
Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
iv
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan beberapa kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan tugas akhir ini kedepannya.
Depok, 12 Juli 2014 Penulis
KARTIKA MAWAR SARI SUGIANTO
v
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Nama : Kartika Mawarsari Sugianto Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Intervensi Pemberian Dukungan untuk Persiapan Pre-Hemodialisis
Prevalensi penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) di masyarakat perkotaan mengalami peningkatan. Peningkatan kasus penyakit ini disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat seperti pola makan yang tidak sehat, dan merokok yang dapat memicu penyakit kronis seperti diabetes mellitus (DM) dan hipertensi. DM dan hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya GGK. Penatalaksanaan pasien GGK meliputi terapi konservatif, dialisis, dan transplantasi ginjal. Dialisis menjadi pilihan terbanyak sebagai penatalaksanaan pada gagal ginjal stadium akhir, untuk menyelamatkan hidup pasien. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang disarankan hemodialisis mengalami rasa cemas dan depresi, hal inilah yang seringkali memicu ketidakpatuhan terhadap kegiatan hemodialisis dan program pengobatan. Pemberian dukungan pada pasien GGK pre-dialisis dapat digunakan sebagai intervensi untuk meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Praktikan merekomendasikan pentingnya dibuat standar prosedur operasional dalam pemberian dukungan pre-hemodialisis. Kata kunci: Gagal Ginjal Kronik, masyarakat perkotaan, dukungan prehemodialisis
vii
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
ABSTRACT
Name : Kartika Mawarsari Sugianto Study program : Nursing Science Title : Analysis of Clinical practice Public Health Nursing in urban on Patient Chronic Kidney desease with intervention Providing of Support for the Preparation Pre-Hemodialysis The prevalence of Chronic Kidney Disease (CKD) in urban communities has been increasing. The increase of this disease is caused by an unhealthy lifestyle such as unhealthy diet, and smoking which can lead to chronic diseases such as diabetes mellitus (DM) and hypertension. DM and hypertension are major causes of CKD. Treatment CKD includes conservative therapy, dialysis, and kidney transplantation. Dialysis becomes the most considered as the management of the end stage renal failure, to save lifes. Research shows that the majority of hemodialysis patients are advised to experience anxiety and depression, it is this which often trigger non-compliance with hemodialysis and treatment program activities. Providing support can be used as an intervention to improve patient’s adherence to treatment regimens. It is recommended operating procedures should developed in providing of pre-hemodialysis support. Keywords: Chronic Kidney Desease, urban communities, support prehemodialysis
viii
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... KATA PENGANTAR………………………………………………………. HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... ABSTRAK ...................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
i ii iii iv vi vii ix xi xii xiii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Tujuan Penulisan .......................................................................... 1.3 Manfaat Penulisan ........................................................................
1 1 5 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6 2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) ........... 6 2.2 Gagal Ginjal Kronik (GGK) ......................................................... 7 2.2.1 Definisi ............................................................................. 7 2.2.2 Tahapan penyakit gagal ginjal kronik .............................. 8 8 2.2.3 Etiologi ............................................................................. 2.2.4 Manifestasi Klinik ............................................................ 9 2.2.5 Komplikasi ....................................................................... 9 2.2.6 Penatalaksanaan ................................................................ 11 2.2.7 Asuhan Keperawatan pada Pasien gagal Ginjal Kronik .... 13 2.3 Intervensi keperawatan tentang dukungan pada pasien gagal ginjal kronik dalam menghadapi hemodialisis untuk meningkatkan kepatuhan terhadap regimen terapeutik ........................................ 16 2.3.1 Dukungan (support) sebagai tindakan keperawatan pasien gagal ginjal kronik………………………………. 17 BAB 3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ................................ 3.1 Pengkajian .................................................................................... 3.1.1 Identitas Pasien ................................................................. 3.1.2 Anamnesis ........................................................................ 3.1.3 Pemeriksaan Laboratorium ............................................... 3.1.4 Pemeriksaan Diagnostik ................................................... 3.1.5 Daftar Terapi Medikasi ..................................................... 3.2 Rencana Asuhan Keperawatan ...................................................... 3.3 Implementasi Keperawatan ........................................................... 3.4 Evaluasi Keperawatan .................................................................. ix
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
22 22 22 22 25 28 29 30 40 51
54 54
BAB 4. ANALISIS SITUASI ........................................................................ 4.1 Profil Lahan Praktik ...................................................................... 4.2 Analisa kasus terkait keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan (KKMP) ......................................................................................... 4.3 Analisis kasus ................................................................................ 4.4 Analisis intervensi dengan konsep dan penelitian terkait ............. 4.5 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan .................................
54 55 59 61
BAB 5. PENUTUP ......................................................................................... 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 5.2 Saran ............................................................................................
62 62 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... LAMPIRAN
64
x
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. USG abdomen tanggal 14/5/2014 …………………………….. 28
xi
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Pemeriksaan darah .........................................................................
25
Tabel 3.2. Pemeriksaan gula darah .................................................................
27
Tabel 3.3. Pemeriksaan Urin ...........................................................................
27
Tabel 3.4. Daftar terapi medikasi ....................................................................
29
Tabel 3.5. Rencana Asuhan Keperawatan .......................................................
30
Tabel 3.6. Catatan Perkembangan ...................................................................
40
xii
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Satuan Acara Pembelajaran Hemodialisa Lampiran 2 Leaflet Gagal ginjal Kronik Lampiran 3 Satuan Acara Pembelajaran pengelolaan diit dan pembatasan cairan Lampiran 4 Leaflet Pengelolaan diit dan pembatasan cairan Lampiran 5 Hamilton Anxiety Rating Scale Lampiran 6 Braden Scale Lampiran 7 Daftar Riwayat Hidup
xiii
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan penulisan latar belakang, tujuan penulisan dan manfaat penulisan.
1.1. Latar Belakang Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan masalah jangka panjang dimana ginjal tidak dapat berfungsi secara efektif. Kerusakan ginjal dapat terjadi dalam beberapa minggu yang sering dikategorikan sebagai gagal ginjal akut. Sementara perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat dengan defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi merupakan gagal ginjal kronik atau chronic kidney disease (CKD) (Price & Wilson, 2005). Penyakit gagal ginjal kronik merupakan penyakit tidak menular, tapi merupakan kerusakan fungsi ginjal yang dapat berakibat fatal (Chang, 2009, dalam Wurara, Kanine & Wowoling, 2013).
Prevalensi GGK mengalami peningkatan di berbagai belahan dunia. Jumlah kejadian GGK di Amerika Menurut United State Renal Data System (USRDS) (2012), pada tahun 2005-2010 sebanyak 13,1%. Survei yang dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2011-2012, didapatkan prevalensi penyakit ginjal mengalami peningkatan sebesar 22,4%. Pada populasi yang beresiko tinggi seperti hipertensi prevalensinya meningkat sebesar 24,9%, sementara untuk diabetes, prevalensinya meningkat sebesar 18,9%. Penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningsih (2009), diketahui rata-rata kejadian penyakit gagal ginjal tahap akhir di indonesia adalah 30,7 permillion populasi (pmp), dan rata-rata prevalensinya adalah 23,4 permillion populasi (pmp). Menururt PERNEFRI
(2012),
jumlah
pasien
penyakit
gagal
ginjal
(diagnosa
etiologi/cormobid) di indonesia tahun 2012 adalah 16040 penderita.
Setiap tahun, jumlah masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan terus meningkat. Namun, perkembangan jumlah penduduk di kota tidak sebanding dengan meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan yang ada. Fenomena 1
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
2
urbanisasi atau perpindahan masyarakat dari daerah pedesaan ke kota yang menyebabkan meledaknya populasi penduduk dan tentunya berdampak pula pada kesehatan. Perubahan gaya hidup seperti kurang olahraga, makan makanan tidak bergizi, dan merokok telah menjadikan penyakit degeneratif semakin banyak di masyarakat perkotaan. Salah satu penyakit yang sering terjadi di perkotaan tersebut adalah GGK, bahkan GGK merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Kota cenderung mendorong gaya hidup tidak sehat seperti; diet yang tidak sesuai (menyukai makanan instan olahan), kurangnya aktivitas, merokok, minum-minuman yang tidak sehat (alkohol, bersoda), Saldana, et.al (2007) melakukan penelitian yang menunjukkan hasil awal bahwa konsumsi cola dapat meningkatkan risiko penyakit ginjal kronis. Minuman cola umumnya diasamkan dengan asam fosfat yang diyakini memiliki efek terhadap resiko penyakit ginjal. Gaya hidup yang bersifat negatif seperti merokok, minum alkohol, tidak beraktifitas fisik dan obesitas berkontribusi terhadap risiko penyakit gagal ginjal kronik (Stengel, et.al, 2003). Pilihan gaya hidup tersebut dapat mengakibatkan obesitas dan risiko timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung, stroke, kanker, dan diabetes. Dan kondisi tersebut saat ini terkonsentrasi di masyarakat miskin perkotaan (poor population), WHO (2010). Beberapa faktor lain yang dianggap berhubungan dengan terjadinya gagal ginjal kronik yaitu: hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, anemia kronik, stress oksidatif, usia, jenis kelamin (laki-laki lebih banyak mengalami gagal ginjal kronik dibandingkan perempuan), dan status sosial ekonomi (Elisabeth, 2005).
Mahasiswa program profesi Fakultas Ilmu Keperawatan menjalani praktik KKMP peminatan KMB di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati (RSUP Fatmawati). RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit pendidikan kelas A yang memiliki pelayanan spesialis dan subspesialis penyakit dalam. Pelayanan rawat inap penyakit dalam salah satunya terdapat di teratai lantai 5 selatan. Ruangan di lantai 5 selatan dibagi berdasarkan subspesialisasi penyakit dalam, salah satunya ruangan endokrin. Hasil rekapitulasi data rekam medis RSUP fatmawati dketahui bahwa kasus gagal ginjal pada bulan Januari s.d April 2012 adalah: Chronic Kidney Disease (CKD) 3 orang, CKD unspecified 40 orang, dan End stage renal Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
3
disease (ESRD) 65 orang. Berdasarkan morbiditas 10 besar penyebab kematian rawat inap di RSUP Fatmawati periode Januari-April 2014, penyakit End Stage Renal Disease (ESRD) merupakan penyebab kematian utama yaitu 30 orang meninggal dunia dari 135 pasien yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa insiden penyakit gagal ginjal kronik khususnya diperkotaan masih tinggi. Gagal ginjal mungkin diawali dari hal yang sepele, yaitu pola makan tinggi lemak dan karbohidrat, kurang gerak, dehidrasi (kurang minum) atau infeksi saluran kemih yang umum dialami oleh penduduk kota sekarang ini.
Praktikan saat melakukan praktik di RSUP Fatmawati mengelola 2 orang pasien dengan gagal ginjal kronik stadium 5. Praktikan melakukan asuhan keperawatan melalui pendekatan KKMP dalam seting KMB. Pasien yang dikelola merupakan pasien yang baru terdiagnosa GGK . Pasien dirawat karena gaya hidup yang tidak sehat seperti kurang memperdulikan makanan, dan kurang olahraga. Keadaan tersebut merupakan penyebab dan faktor risiko yang terjadi didalam masyarakat perkotaan. Ketidakpatuhan terhadap program pengobatan dan terapi juga merupakan penyebab terhambatnya penatalaksanaan terhadap pasien GGK.
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik terdiri dari terapi konservatif (pembatasan diet dan cairan), terapi simtomatik, dan terapi pengganti ginjal (hemodialisis, dialysis peritoneal, dan transplantasi/cangkok ginjal). Pada penyakit gagal ginjal tahap akhir terapi pengganti ginjal diperlukan untuk memperpanjang hidup. Data yang diperoleh dari Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2012 didapatkan jenis pelayanan yang dilakukan oleh renal unit di Indonesia adalah layanan hemodialisis 78% , transplantasi 16%, CAPD 3%, dan CRRT 3% dan 83% pasien yang menjalani hemodialisa dengan diagnosa penyakit utama gagal ginjal terminal (PERNEFRI, 2012). Bagi penderita GGK hemodialisis akan mencegah kematian, namunpasien akan tetap mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi pada bentuk dan fungsi sistem tubuh (Smeltzer &Bare, 2008). Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang disarankan hemodialisis mengalami rasa cemas dan depresi, hal inilah yang seringkali memicu ketidakpatuhan terhadap kegiatan hemodialisis dan program pengobatan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
4
(Madeiro, et.al, 2010). Edukasi dan informasi menjadi sangat penting untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan, sehingga pasien dapat memulai untuk melakukan hemodialisa. Dengan diberikan pendidikan atau informasi pra-End Stage Renal Desease (ESRD), banyak pasien mengalami perawatan yang lebih pendek dari rekomendasi. Sebagai contoh, lebih dari 80% pasien yang memulai hemodialisis melakukannya dengan kateter vena sentral daripada fistula arteriovenosa atau graft (Tamura, et.al, 2014).
Gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik penurunan kondisi yang cepat. Bantuan keperawatan dalam bidang psikososial harus berusaha memfasilitasi penyesuaian perubahan akibat sakit yang dialami. Perawat juga perlu memperbaiki interaksi sosial dan gaya hidup dengan mencegah kondisi sakit yang lebih buruk, mengontrol gejala dan menjadikan hemodialisis menjadi bagian dari kehidupan normal sehari-hari. Pengetahuan pasien yang baik tentang penyakit yang dideritanya akan mengurangi kecemasan pasien (Andri, 2012). Pengetahuan dan pemahaman pasien dan pengelolaan transisi ke hemodialisis penting bagi perawat dalam rangka memberikan dukungan yang diperlukan pasien (Molzahn, Bruce, & Shields, 2008). Dengan adanya dukungan perawat pasien tidak merasa cemas dan takut lagi dalam menghadapi tindakan hemodialisis (Sturesson & Ziegart, 2014). Karya ilmiah ini akan menganalisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien gagal ginjal kronik di ruang rawat penyakit dalam lantai 5 selatan RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
5
1.2.Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien gagal ginjal kronik di ruang teratai lantai 5 selatan RSUP Fatmawati.
1.2.2 Tujuan khusus Adapun tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah ini adalah: a. Menganalisis Masalah Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) pada pasien kelolaan dengan masalah gagal ginjal kronik (GGK). b. Menganalisis asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah GGK. c. Menganalisis intervensi keperawatan mengenai pemberian dukungan terhadap persiapan pre-dialisis untuk meningkatkan kepatuhan terhadap rencana terapi pada pasien GGK.
1.3. Manfaat Penulisan Manfaat dari penulisan ini antara lain: a. Pelayanan keperawatan Penulisan ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien GGK dengan pendekatan KKMP pada seting keperawatan medikal bedah (KMB) di rumah sakit. b. Pendidikan Hasil penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran yang berkaitan dengan sistem urologi khususnya mengenai GGK yang mengalami ketidakpatuhan baik itu sebelum ataupun setelah dialisis sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan angka harapan hidup dan mencegah perburukan kondisi serta komplikasi yang lebih berat lagi terhadap pasien.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka diperlukan untuk mendukung permasalahan yang diungkapkan dalam karya ilmiah akhir. Komponen yang akan diuraikan dalam bab ini meliputi konsep keperawatan kesehatan masyarakat (KKMP), gagal ginjal kronik (GGK) dan dukungan (support) sebagai intervensi terhadap penyakit gagal ginjal kronik ntuk meningkatkan kepatuhan terhadap regimen terapeutik.
2. 1. Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan (KKMP) merupakan suatu proses koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan proses keperawatan komunitas. Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan (KKMP) adalah mata ajar yang berfokus pada pemahaman mahasiswa terhadap berbagai masalah kesehatan yang lazim terjadi pada masyarakat perkotaan. Melakukan berbagai pendekatan tentang kondisi perkotaan meliputi: konsep, dinamika, sosiologi dan kebijakan perkotaan sehingga mampu mengenali alasan dan dampak timbulnya masalah kesehatan yang lazim terjadi (Tim penyusun kurikulum KBK FIK UI, 2010).
Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Undang-undang Penataan Ruang no. 26 tahun 2007). Kota juga merupakan pusat kreativitas, inovasi, tempat pergerakan politik, lokasi utama untuk transformasi sosial, tekanan politik, dan perubahan budaya (Bourne, 2007).
Perkembangan kota yang semakin pesat mempengaruhi kesehatan lingkungan yang ada di daerah perkotaan. Kesehatan lingkungan adalah inti dari kesehatan masyarakat. WHO (2008) mendefinisikan kesehatan lingkungan meliputi faktor fisik, kimia, dan biologi di luar manusia serta memengaruhi perilaku manusia. Kesehatan lingkungan meliputi delapan area yaitu gaya hidup, risiko kerja, 6
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
7
kualitas udara, kualitas air, rumah tempat tinggal, kualitas makanan, kontrol sampah, dan risiko radiasi (McEwen & Nies, 2007). Masyarakat perkotaan tentunya memiliki perbedaan dengan masyarakat yang lain. Mereka memiliki ciri dan karakter tersendiri yang membuat mereka memerlukan ruang lingkup area tersendiri dalam bidang keperawatan. Terdapat tiga variabel atau faktor-faktor yang menjadi pemicu timbulnya suatu penyakit di daerah perkotaan, yaitu 1) host (ketersediaan rumah sakit dan fasilitas komunitas), 2) agent, dapat berupa suatu unsur mati atau hidup, dapat bersifat biologis, kimia dan mekanis. 3) lingkungan, merupakan faktor yang berada di luar dari host atau biasa disebut dengan faktor ekstrinsik. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, makanan berlemak, makanan bersoda, kurang minum (dehidrasi), dapat mencetuskan terjadinya berbagai macam penyakit. Mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi dapat mengakibatkan penyakit hipertensi yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya penyakit komplikasi, salah satunya yaitu gagal ginjal kronik.
2.2. Gagal ginjal kronik (GGK) 2.2.1
Definisi
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun) dengan defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi dan kombinasi gangguan sehingga ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal (Price & Wilson, 2005).
Gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang progresif dimana laju filtrasi glomerulus < 60 ml /min/1,73 m2 dan atau kerusakan ginjal meliputi albuminuria persisten dengan ditemukannya kadar albumin urin >30 mg/gram pada kreatinin urin (Levey, 2005 & National Kidney Desease Education Program (NKDEP), 2011).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
8
2.2.2
Tahapan penyakit gagal ginjal kronik
National Kidney Foundation (2013) mengembangkan kriteria gagal ginjal kronik sebagai berikut: Tahap 1: normal GFR ≥ 90 mL / menit per 1,73 m2 dan albuminuria persisten Tahap 2: GFR antara 60-89 mL / menit per 1,73 m2 Tahap 3: GFR antara 30-59 mL / menit per 1,73 m2 Tahap 4: GFR antara 15 sampai 29 mL / menit per 1,73 m2 Tahap 5: GFR <15 mL / menit per 1,73 m2 atau stadium akhir penyakit ginjal
2.2.3
Etiologi
National Kidney Foundation (2013) menyatakan, terdapat dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronik yaitu diabetes mellitus dan hipertensi. Kondisi lain yang dapat mempengaruhi terjadinya gagal ginjal adalah: a. Glomerulonefritis, sekelompok penyakit yang menyebabkan peradangan dan kerusakan pada unit penyaringan ginjal. b. Penyakit keturunan (herediter), seperti penyakit ginjal polikistik, yang menyebabkan kista besar terbentuk dalam ginjal dan merusak jaringan di sekitarnya. Malformasi yang terjadi pada bayi berkembang di dalam rahim ibunya. Misalnya, penyempitan dapat terjadi yang mencegah aliran normal urin dan menyebabkan urin mengalir kembali ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan dapat merusak ginjal. c. Lupus dan penyakit lainnya yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. d. Obstruksi yang disebabkan oleh masalah seperti batu ginjal, tumor atau kelenjar prostat membesar pada pria. e. Infeksi saluran kencing berulang.
Faktor risiko gagal ginjal kronik (National Kidney Foundation, 2013) yaitu; pada penderita diabetes atau hipertensi, riwayat penyakit ginjal dalam keluarga, dan berumur lebih dari 50 tahun.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
9
Penyebab potensial penyakit gagal ginjal kronik (Murphree, Sarah & Thelen, 2010) adalah: diabetes mellitus, hipertensi, obat-obatan yang bersifat nefrotoksik, Systemic lupus erythematosus, nefropati HIV, congestive heart failure (CHF), sindrom genetik, sindrom hepatorenal, nefrolitiasis, benign prostatic hypertrophy (BPH), dan glomerulonephritis. Data dari Indonesian Renal Registry (IRR), pada tahun 2012 didapatkan urutan etiologi terbanyak gagal ginjal kronik sebagai berikut: hipertensi (35%), nefropati diabetikum (26%), glomerulopati primer (12%), nefropati obstruksi (8%).
2.2.4
Manifestasi klinik
Pasien akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala; keparahan kondisi bergantung kepada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia pasien (Baughman, DC, & Hackley, JC, 2000) adalah: a. Manifestasi kardiovaskuler: hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulmonal, perikarditis. b. Gejala-gejala dermatologis: xerosis, gatal-gatal hebat (pruritus): serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan agresif c. Gejala-gejala gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus. d. Perubahan neuromuskuar: perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, tidak dapat berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang e. Perubahan hematologis: kecenderungan perdarahan f. Keletihan, letargik, sakit kepala, kelemahan umum g. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk, karakter pernafasan menjadi kusmaul, dan terjadi koma dalam.
2.2.5
Komplikasi
Penyakit gagal ginjal kronik dikaitkan dengan dengan sejumlah komplikasi serius, termasuk peningkatan kejadian penyakit kardiovaskular, hiperlipidemia, anemia dan penyakit tulang metabolik (Thomas, Kanso, & Sedor, 2008).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
10
a. Anemia Organisasi
Kesehatan
Dunia
mendefinisikan
anemia
sebagai
kadar
hemoglobin kurang dari 13 g/dL pada pria dan wanita pasca-menopause, dan kurang dari 12 g/dL pada wanita pra-menopause. The National Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan anemia sebagai hemoglobin kurang dari 13,5 g / dL pada pria dan kurang dari 12,0 g / dL pada wanita. Anemia normokromik, anemia normositik biasanya menyertai gagal ginjal progresif. penurunan sintesis erythropoietin adalah etiologi yang paling penting dan spesifik menyebabkan anemia. Erythropoietin adalah glikoprotein yang disekresi oleh fibroblasts
interstitial ginjal dan sangat penting untuk
pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel darah merah di sumsum tulang. Pada GGK,
atrofi
tubular
menghasilkan
fibrosis
tubulointerstitial,
yang
mengabaikan kemampuan erythropoietin sintetik ginjal dan mengakibatkan anemia. Anemia meningkatkan morbiditas dan mortalitas komplikasi kardiovaskuler (angina, Left Ventrikel Hypertropi (LVH) dan memburuknya gagal jantung), yang dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut dari fungsi ginjal dan pembentukan lingkaran setan yang disebut "sindrom anemia cardiorenal". Kehadiran LVH berhubungan dengan kelangsungan hidup menurun dari pasien dialisis. Bahkan, pasien stadium akhir penyakit ginjal dengan LVH memiliki 30% lebih rendah tingkat kelangsungan hidup lima tahun dibandingkan orang kurang LVH. Selain itu, anemia merupakan prediktor independen kematian pada pasien penyakit arteri koroner stabil dengan GGK. b. Gangguan mineral dan tulang Osteodistrofi ginjal adalah spektrum perubahan histologis, yang terjadi pada arsitektur tulang pasien dengan GGK. Ginjal adalah tempat utama untuk ekskresi fosfat dan 1-α-hidroksilasi vitamin D. Pasien CKD mengalami hiperfosfatemia akibat tidak memadainya 1, 25 tingkat dihidroksi-vitamin D yang mencerminkan sintesis berkurang dari parenkim jaringan parut. Selain itu, ekskresi fosfat ginjal berkurang. Kedua proses tersebut menyebabkan kadar kalsium serum menurun, mengakibatkan peningkatan sekresi hormon paratiroid (hiperparatiroidisme sekunder). Hormon paratiroid memiliki efek Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
11
phosphaturic.
Hal
ini
juga
meningkatkan
kadar
kalsium
dengan
meningkatkan resorpsi tulang dan meningkatkan 1-α-hidroksilasi 25-hidroksi vitamin D disintesis oleh hati (efek terbatas karena berkurangnya cadangan ginjal dari jaringan parut). Perawatan awal membatasi asupan fosfor ketika tingkat fosfat atau hormon paratiroid mulai naik. c. Risiko kardiovaskular Hipertensi, diabetes, dan anemia adalah faktor risiko yang berkontribusi terhadap risiko kardiovaskular terkait dengan GGK.
Pasien GGK lebih
mungkin berkembang menjadi gagal jantung kongestif, para peneliti menyimpulkan bahwa GGK memberikan risiko klinis yang signifikan untuk tingkat kematian pada pasien dengan gagal jantung dan besarnya risiko kematian meningkat. d. Dyslipidemia Dislipidemia merupakan faktor risiko utama untuk morbiditas dan mortalitas kardiovaskular antara pasien GGK. Profil lipid bervariasi pada pasien, yang mencerminkan tingkat fungsi ginjal dan derajat proteinuria. Secara umum, prevalensi hiperlipidemia meningkat ketika fungsi ginjal menurun, dengan tingkat hipertrigliseridemia dan elevasi kolesterol LDL yang sebanding dengan tingkat keparahan kerusakan ginjal. Pasien GGK memiliki penurunan aktivitas lipoprotein lipase dan lipase hepatik trigliserida. Hal ini mengganggu
penyerapan
trigliserida,
apolipoprotein
B
mengandung
lipoprotein oleh hati dan jaringan perifer, menghasilkan peningkatan sirkulasi lipoprotein aterogenik.
2.2.6
Penatalaksanaan
Menurut Renal Resource Centre (2010), terdapat tiga pilihan pengobatan bagi penderita gagal ginjal yaitu: a. Dialisis (hemodialysis atau peritoneal dialysis Dialisis menghilangkan produk-produk limbah dan kelebihan cairan dari darah menggunakan membran semipermeabel. Ini adalah pengobatan kronis dan tidak menyembuhkan gagal ginjal. Ada dua bentuk dialisis: hemodialisis dan peritoneal dialisis. Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
12
₋
Hemodialisis Hemodialisis dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis. Akses pengobatan sirkulasi melalui dua jarum. Darah mengalir berkali-kali melalui ginjal buatan. Ini terdiri dari ribuan serat berongga, terbuat dari membran semi-permeabel. Pengobatan biasanya dilakukan selama empat sampai enam jam setidaknya tiga kali per minggu. Perawatan ini dapat dilakukan di rumah setelah pelatihan khusus dari durasi setidaknya enam sampai delapan minggu.
-
Peritoneal dialisis Perawatan ini dilakukan dengan menjalankan cairan melalui tabung ke dalam dan kemudian keluar dari rongga perut. Selaput rongga perut (peritoneum)
bertindak
sebagai
membran
semi-permeabel
untuk
memisahkan cairan yang mengalir dari dari rongga perut. Kotoran keluar melalui membran dan masuk ke cairan, yang kemudian dikeringkan setelah sekitar enam jam "waktu tinggal". dengan peritoneal dialisis, tidak perlu menggunakan jarum untuk mengakses aliran darah, hal ini dilakukan setiap hari di rumah dan merupakan pengobatan kronis. dan tidak menyembuhkan gagal ginjal. Hal ini dapat dilakukan pada siang hari sebagai ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) atau pada malam hari sebagai dialisis peritoneal otomatis (APD). Pelatihan dialisis peritoneal membutuhkan waktu satu sampai dua minggu. b. Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal adalah proses dimana ginjal dipindahkan
dari donor
hidup ataupun yang sudah meninggal, dan ditransplantasikan ke penerima yang cocok. transplantasi kadang-kadang dapat terjadi sebelum dialisis dimulai (pre-emptive) jika donor hidup tersedia. c. Perawatan konservatif Perawatan konservatif disebut sebagai manajemen medis atau perawatan penyakit ginjal stadium akhir. Ini memungkinkan penyakit berjalan secara alami dan berfokus pada mengobati gejala. Perawatan dialisis tidak digunakan. Pengobatan bergantung pada manajemen obat dan diet. seperti dialisis dan transplantasi, tim kesehatan juga akan mengngatasi masalah Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
13
psikologis, emosional dan sosial yang berhubungan dengan penyakit ginjal. Perawatan konservatif bertujuan untuk menjaga fungsi ginjal selama mungkin tapi tidak dapat menghentikan penurunan fungsi
ginjal. Ini tidak
menggantikan fungsi ginjal.
2.2.7 Asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik 2.2.7.1. Pengkajian Pengkajian keperawatan yang dapat dilakukan (Doengoes, 2000) adalah: a. Aktivitas/istirahat Pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya memiliki gejala sebagai berikut: kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen. Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
b. Sirkulasi Pada sistem sirkulasi gejalanya yaitu: riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi; nyeri dada (angina) sedangkan tandanya yaitu : hipertensi; nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia yang jarang pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial (respon terhadap akumulasi sisa); pucat, kuning, kecenderungan perdarahan.
c. Integritas ego Gejala yang dirasakan klien terkait dengan integritas ego yaitu: faktor stres, contoh finansial, hubungan dan sebagainya, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian
d. Eliminasi Gejala yang dirasakan yaitu: penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare atau konstipasi. Tanda: perubahan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
14
warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
e. Makanan/cairan Pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya menunjukkan gejala: peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, napas bau ammonia. Tanda: distensi abdomen/asites, pembesaran hati, perubahan turgor kulit/kelembaban, edema, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah, penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
f. Neurosensori Gejala yang dirasaka yaitu: sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang; sindrom
kaki
gelisah;
kebas
rasa
terbakar
pada
telapak
kaki.
Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer). Tanda: gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
g. Nyeri/kenyamanan Gejala: nyeri panggul, sakit kepala, kram otot. Tanda: perilaku berhati-hati, gelisah.
h. Pernapasan Gejala: napas pendek, dyspnea nocturnal paroksimal, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak. Tanda: takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman, batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
15
i. Keamanan Gejala: kulit gatal, ada atau berulangnya infeksi, Tanda: pruritus, demam, ptekie, area ekimosis pada kulit, defosit fosfat kalsium pada kulit, keterbatasan gerak.
j. Seksualitas Gejala: penurunan libido, amenorea, infertilitas.
k. Interaksi sosial Gejala: kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.
l. Penyuluhan/ pembelajaran Pasien dengan gagal ginjal kronik memikiki gejala: riwayat DM keluarga, penyakit polikistik, malignansi. Riwayat tepajan pada toksin, penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini atau berulang
2.2.7.2. Diagnosa keperawatan Menurut Doengoes (2000) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien GGK adalah: a. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d ketidakseimbangan cairan volume sirkulasi, ketidakseimbangan kerja miokardial dan tahanan vascular sistemik.. b. Risiko tinggi terhadap cidera b.d penurunan produksi sel darah merah c. Perubahan proses fikir b.d akumulasi toksin d. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolik, penurunan aktivitas (imobilisasi). e. Risiko tinggi terhadap perubahan membrane mukosa oral b.d penurunan salivasi, iritasi kimia f. Ketidakpatuhan terhadap rencana terapi berhubungan dengan regimen pengobatan, menolak sistem pendukung. Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
16
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengonatan b.d kurang terpajan, salah interpretasi informasi.
2. 3 Intervensi keperawatan tentang dukungan pada pasien gagal ginjal kronik dalam menghadapi hemodialysis untuk meningkatkan kepatuhan terhadap regimen terapeutik
Penyakit GGK merupakan suatu
kondisi kronis dimana ginjal memerlukan
ekskresi buatan untuk bertahan hidup, cara utama yang dapat dilakukan adalah dengan dialisis. Selain itu pasien GGK juga akan mengalami perubahan gaya hidup, diet, dan pembatasan cairan. Pembatasan gaya hidup ini secara signifikan berdampak pada fungsi sosial pasien. Kecemasan dan depresi serta penolakan terhadap tindakan dialisis bisa terjadi (John & Thomas, 2013).
Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Madeiro, et.al (2010), beberapa reaksi yang muncul pada pasien GGK yang disarankan dialysis bervariasi; ada reaksi positif, negatif, dan bahkan acuh tak acuh. Sebanyak 58 % responden mengalami reaksi negatif seperti khawatir, menangis, terkejut, ketakutan, sedih, penolakan, marah, gugup, putus asa, isolasi sosial, pingsan, menderita bahkan ada yang berusaha bunuh diri (Madeiro, et.al , 2010). Kimmel et.al (1998) meneliti dampak dari faktor psikososial pada kepatuhan perilaku dan kelangsungan hidup pada pasien hemodialisis perkotaan. Pasien mengalami depresi berhubungan dengan penurunan kepatuhan terhadap pengobatan. Depresi sangat diakui sebagai masalah psikologis umum pada pasien hemodialisis. Bagi pasien gagal ginjal kronik, kehidupan seperti terbalik saat mereka dihadapkan dan terpaksa harus memulai pengobatan dengan hemodialisis. Menurut Kimmel et.al (1998) pasien yang mengalami depresi ini akan tiga kali tidak patuh terhadap rencana terapi,
Dukungan dalam merawat pasien GGK merupakan tantangan untuk perawat. Pendampingan seharusnya dirancang dengan tujuan untuk menjaga kualitas hidup pasien (Thorne, Harris, Mahoney,Con, & McGuiness, 2003 dalam Sturesson & Ziegert, 2014). Ketika perawat mulai mengenal pasien, dukungan diberikan dalam bentuk bimbingan selama pengambilan keputusan dan situasi yang berbeda di Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
17
mana pasien harus membuat pilihan. Waktu merupakan faktor utama yang mempengaruhi kemampuan perawat untuk memberikan dukungan individual. Kepatuhan pasien dalam proses pengobatan sangat penting karena mempengaruhi prognosis dari penyakit kronis seperti GGK. Kepatuhan, melibatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan (jadwal dialisis, durasi pengobatan, diet khusus, pembatasan cairan, tepat obat-obatan), perubahan perilaku, kebiasaan dan gaya hidup.
2.3.1. Dukungan (support) sebagai tindakan keperawatan pada
pasien gagal
ginjal kronik.
Kepatuhan pasien GGK terhadap manajemen pengobatan menjadi hal yang penting terhadap keberhasilan pengobatan. Hemodialisis menjadi salah satu pilihan utama bagi pasien GGK stadium 5. Akan tetapi tidak semua pasien GGK stadium 5 mau melaksanakan hemodialisis sebagai salah satu regimen terapeutik. Menurut Madeiro, et.al (2010) terdapat beberapa penyebab pasien GGK tidak mau menjalani dialisis diantaranya adalah kurang pengetahuan dan pasien tidak ingin tergantung pada orang lain. Namun terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan terhadap hemodialisis, yaitu; perasaan takut meninggal dunia, keimanan kepada Tuhan, pasrah terhadap penyakit yang diderita, dukungan keluarga, dukungan dari petugas profesional, bekerja, dan mengabaikan penyakit GGK (Madeiro, et.al, 2010). Menurut Gerogianni & Babatsikou (2014), dukungan dari perawat sebagai tenaga profesional merupakan intervensi psikososial yang lebih baik bertujuan untuk memfasilitasi kepatuhan pasien, perubahan gaya hidup dan proses dialisis.
Dukungan adalah sebuah konsep sentral dalam keperawatan dan dapat digambarkan baik sebagai interaksi antara perawat dan pasien, dan sebagai tindakan perawat (Stewart, et.al, 2006). Ziegert et al. (2007) mendefinisikan dukungan sebagai tindakan oleh perawat untuk memungkinkan pasien menerima situasi mereka melalui dorongan dan rekomendasi. Stewart, et.al (2006) membagi Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
18
dukungan menjadi 3, yaitu; 1) dukungan informasional, 2) dukungan emosional, dan 3) dukungan instrumental. 1) Dukungan informasional Dukungan informasional meliputi pemberian informasi, saran dan nasihat atas pemecahan permasalahan yang dihadapi penderita. Berusaha mencari berbagai informasi tentang gagal ginjal dan hemodialisis. Informasi akan memberikan kekuatan untuk merubah sikap individu yang akan membuka pikiran seseorang melalui penalaran, pemikiran, dan pemahaman lebih dalam. 2) Dukungan emosional Dukungan emosional merupakan dukungan yang diberikan orang terdekat kepada pasien, sehingga pasien merasa berharga, nyaman, disayangi dan merasa tidak sendiri dalam menghadapi permasalahan. Dukungan ini mencakup ungkapan ekspresi empati, kepedulian dan menunjukkan perhatian. Misalnya dengan meyakinkan penderita bahwa mereka masih diharapkan dalam keluarga, mendengarkan keluhan pasien, dan menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan pasien. 3) Dukungan instrumental Dukungan instrumental melalui pemberian bantuan langsung kepada pasien, ketika mereka sedang membutuhkan bantuan. Seperti mengingatkan pasien untuk minum obat secara teratur, merawat ketika pasien merasa sakit, dan lain-lain.
Langkah-langkah pemberian dukungan pada pasien gagal ginjal kronik yang akan melakukan tindakan hemodialisis (Sturesson & Ziegert, 2014) adalah: a. Dukungan pertama, fokus perawat kepada pasien sebagai individu dimulai dengan mengenal pasien, pertemuan dilakukan dengan suasana yang tenang, pikiran terbuka, pasien merasa aman dan memiliki kepercayaan diri untuk berbicara. Ketika pembicaraan telah terjadi, perawat mampu mendapatkan ide tentang posisi pasien dalam hidupnya dan pengalaman perawatan ginjal, sehingga ia bisa melanjutkan dengan dukungan yang dibutuhkan. Prioritas pertama dalam percakapan adalah dukungan terhadap keterlambatan untuk memulai dialisis. Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
19
b. Dukungan untuk pasien lebih di eksplorasi berdasarkan bagaimana perawat menanggapi kebutuhan pasien. Dukungan informasi disiapkan dengan gambaran dan sebaiknya dengan jaminan bahwa pasien telah memahami informasi. Informasi dalam bentuk brosur, kaset video, dll sebaiknya digunakan. Dengan demikian informasi verbal diperkuat dengan informasi tertulis. Pemeriksaan medis pasien adalah fokus, dan hasil tes seringkali menjadi topik pembicaraan. Jelaskan tentang perjalanan penyakit, nilai kreatinin menjadi parameter yang harus dijelaskan kepada pasien, juga kemungkinan akses vascular yang akan dilakukan. Dukungan informasi bisa bervariasi, tergantung tingkat pengetahuan pasien. c. Mengeksplorasi dukungan dari perawat dengan menggunakan sesama pasien, kolega, dan kerabat untuk memperkuat gaya hidup baru pasien. Perawat memberikan dukungan kepada pasien dengan memungkinkan dia untuk bertemu pasien lain. Dukungan terhadap pasien juga diberikan oleh rekanrekan perawat. Pasien memiliki kesempatan untuk berpartisipasi di sekolah ginjal, kunjungan ke unit dialisis, dan bertemu pasien lain dalam pengobatan. Mengunjungi klinik dialisis dilakukan untuk meredakan ketakutan awal dialisis dan untuk menyampaikan definisi positif hemodialisis. Tujuannya adalah supaya pasien tidak merasa cemas dan takut sebelum memulai dialisis.
Pedoman pengelolaan psikologis pasien penyakit ginjal kronis (Indian J Nephrol, 2005) adalah sebagai berikut: Pedoman
Rasional
1. Berikan pasien pemahaman tentang Prosedur medis dapat menyebabkan penilaian prosedur medis.
ketakutan, kecemasan, kebingungan, dan sejumlah perasaan negatif lainnya. informasi tentang prosedur membantu mengurangi kecemasan,
kebingungan
dan
sehingga pasien lebih
terlibat dalam proses pengobatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
20
Pedoman
Rasional
2. Bantu pasien dalam mengatasi Diagnosis penyakit ginjal kronis dapat diagnosis
menimbulkan reaksi emosional yang diwujudkan dalam berbagai cara dan yang dapat memiliki efek samping
3. Tingkatkan
kepatuhan
pasien Rekomendasi pengobatan bagi pasien
terhadap rencana terapi dengan termasuk cara: -
pengobatan
dan
diet.
Mendapatkan pasien menjadi patuh
Berikan
pengetahuan
kepada merupakan tujuan penting. Penelitian
pasien tentang penyakit dan telah menunjukkan faktor-faktor yang pengobatan. -
mempengaruhi
Fasilitasi
pasien
pemahaman
tentang
penyakit
/
Beri dukungan sosial, terutama pengobatan, b) keyakinan kesehatan dari keluarga dan teman-teman.
-
tertentu
sesuai negatif: a) kurangnya pengetahuan atau
keyakinannya. -
kepatuhan
meningkatkan
disfungsional, c) kurangnya dukungan
perilaku sosial
dan
isolasi,
d)
kurangnya
manajemen diri pasien, yaitu manajemen diri e) hambatan praktis regulasi diri, monitoring diri dan untuk kepatuhan. penguatan diri. -
Singkirkan
hambatan
untuk
mencapai kepatuhan. 4. Fasilitasi
pasien/keluarga
menyesuaikan
diri
untuk Pasien bukan satu-satunya yang terkena
terhadap dampak,
pada
gilirannya
dapat
dampak penyakit. Pasien dapat mempengaruhi keluarga anggota lain. dibantu untuk menyesuaikan diri Ketidakpatuhan bisa terjadi. dengan dampak penyakit.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
21
Pedoman
Rasional
5. Bantu pasien dalam menghadapi Ketika perkembangan penyakitnya.
perkembangan
penyakit
berlangsung, pasien harus memutuskan tentang
pilihan
pengobatan,
dialisis
(hemodialisis
atau
yaitu dialisis
peritoneal) atau transplantasi. 6. Penilaian psikologis pasien harus Fungsi dilakukan secara periodik.
ginjal
berkurang
dikaitkan
dengan peningkatan gejala, seperti mudah lelah, lemah, energi rendah, kram, bau mulut, cegukan.
7. Mengatur
dan
melaksanakan Pendidikan
program-program
pada
pasien
berkaitan
pendidikan dengan penyakit ginjal akan berdampak
pasien. Apa yang paling diperlukan positif, komplikasi minimal, perubahan untuk pasien dengan ginjal kronis, perilaku meliputi: -
meningkatkan
Informasi penyakit,
tentang dan
Berikan
pengetahuan
positif, tentang
proses penyakit gagal ginjal kronik, dan
pengobatan meningkatkan rasa tanggung jawab
(medis dan diet). -
emosional
pasien.
pendidikan
tentang
pilihan pengobatan pada GGK. -
Bantu pasien mengatasi masalah sehari-hari (nutrisi dan obatobatan).
-
Bantu pasien mengungkapkan perasaan
dan
berkomunikasi
secara efektif. -
Eksplorasi
strategi
koping
pasien saat mengatasi masalah -
Bantu membangun harga diri
-
Sediakan kelompok pendukung
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
Bab ini memberikan gambaran mengenai analisis praktik klinik keperawatan yang dilakukan. Komponen yang akan diuraikan dalam bab ini meliputi pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi, dan evaluasi. 3. 1 Pengkajian 3.1.1 Identitas pasien Pasien dengan nama Tn. A (53 tahun 2 bulan) datang ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 9 juni 2014. Dilakukan pengkajian pada tanggal 12 juni 2014. Pasien mengeluh napas terasa sesak, pasien memiliki seorang istri dan dua orang anak. Agama pasien islam. Pasien saat ini sudah tidak bekerja. Saat ini pasien tinggal bersama istrinya.
3.1.2 Anamnesis a.
Keluhan utama pada saat dirawat Pasien mengeluh sesak napas, sesak mulai terasa sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS), sesak terasa meskipun sedang beristirahat. Kaki dan tangan bengkak sejak dua minggu yang lalu.
b.
Riwayat kesehatan yang lalu Pasien mengatakan pernah dirawat di RS Pertamina (didapatkan hasil bahwa terdapat cairan di paru-paru). Berdasarkan data pada status rekam medik, sebelumnya pasien pernah dilakukan punksi pleura 2 kali (di RS pertamina). Riwayat hipertensi disangkal, riwayat diabetes mellitus (DM) ada (klien mengetahui gula darahnya tinggi pada tahun 2012, mengkonsumsi metformin 1x500 mg. pasien memiliki riwayat merokok, 1 batang setiap hari, tetapi sudah berhenti sejak 2 tahun yang lalu. Pasien mengatakan sebelumnya bekerja sebagai sopir, pernah menjadi sopir di perusahaan minuman bersoda, dan mengkonsumsi minuman bersoda tersebut setiap hari karena diperoleh dengan gratis dan terasa segar di badan. Pasien juga mengatakan bahwa tidak pernah minum minuman keras seperti alkohol.
22
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
23
c.
Riwayat kesehatan keluarga Tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien. Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit ginjal, dari keluarga.
d.
Aktivitas/istirahat Pasien seorang sopir namun sudah pensiun. Saat ini tidak punya banyak kegiatan. Aktivitas sehari-hari terbatas karena napas terasa sesak apabila berjalan, meski hanya 5 menit. Pasien tidur malam mulai jam 19.00-23.00 (4 jam), kemudian terbangun dan kembali tertidur lagi jam 01.00-06.00 (5 jam). di RS pasien merasa sulit tidur karena napasnya sesak. Pasien kooperatif. Aktivitas di rumah sakit hanya berbaring atau duduk disekitar tempat tidur.
e.
Sirkulasi Pasien mengatakan ujung jari tangan kiri terasa kesemutan. Saat dilakukan pengkajian tanda-tanda vital awal, tekanan darah 150/110 mmHg, nadi radialis 98 x/menit teraba kuat dan regular, suhu 36,60C. JVP 5+5 CmH2O, bentuk dada simetris, perkusi pekak pada ICS 5 dan 6, tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan, auskultasi bunyi jantung I dan II normal, tidak ada murmur/gallop. Ekstremitas suhu kaki dan tangan teraba hangat dan lembab (berkeringat), kulit kaki tampak kering dan pecah-pecah, warna kulit kaki agak cokelat kehitaman, pengisian kapiler < 3 detik. Warna wajah sedikit pucat, membran mukosa bibir cokelat, punggung kuku melengkung baik, konjungtiva agak pucat, sclera putih.
f.
Integritas ego Pasien mengatakan tidak mau cuci darah, takut melihat pasien disebelahnya menjadi tidak sadarkan diri setelah di cuci darah. Untuk finansial tidak ada masalah karena sudah menggunakan kartu BPJS. Status emosi tampak tenang.
g.
Eliminasi Pasien mengatakan BAB 3 x sehari (selama di RS), konsistensi lunak, warna kuning, jumlah sedikit, tidak ada riwayat hemoroid. BAK menggunakan folley catheter, warna kuning jernih, kateter sudah terpasang selama 3 hari. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan data; inspeksi abdomen tampak sedikit membuncit, auskultasi didapatkan bising usus 10 x/menit, pada Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
24
perkusi hipertimpani dan pada palpasi tidak teraba massa, dan ada nyeri tekan pada daerah epigastrium. h.
Makanan/cairan Pasien memiliki BB saat dikaji 62 Kg, BB sebelum sakit 49 Kg. Tinggi badan (TB) 153 cm. Berat badan ideal pasien adalah 47,7 Kg (90% (153-100)). Index masa tubuh klien adalah
26,9 (tapi pasien tidak bisa dikatakan
obesitas, karena sedang mengalami edema). Maka kebutuhan energi basalnya adalah 1431 Kkal. Sementara kebutuhan kalori total pasien adalah 1860,3 Kkal. Pada saat di RS mendapat terapi Diet ginjal 1900 kkalori dan protein 6 gr/kgBB. Pemeriksaan laboratorium pasien menunjukkan nilai Hb 9,9 g/dl. Berdasarkan penampilan klinis, klien tidak tampak kurus (saat ini edema), konjungtiva tampak pucat. Pasien makan nasi biasa dan lauk serta sayur. Habis ½ porsi, kadang habis 1 porsi. Tidak ada mual dan muntah. Ulu hati terasa nyeri. Tidak ada alergi makanan. Kemampuan mengunyah dan menelan masih baik, bentuk tubuh tegak. Turgor kulit elastis, kelembaban kering dan pecah-pecah pada kedua kaki di bagian bawah. Terdapat edema pada ekstremitas atas kanan dan kiri, edema derajat 2. Terdapat edema pada ekstremitas bawah kanan dan kiri, derajat 3. Edema periorbita kanan dan kiri. i.
Kebersihan/hygiene Aktivitas sehari-hari dibantu oleh istrinya, mobilitas berjalan terbatas. Makan dapat dilakukan sendiri, mandi dan berpakaian dibantu istri (keluarga). Toileting dibantu keluarga, klien menggunakan diaper, cara berpakaian sesuai, tidak tercium bau.
j.
Neurosensori Pasien mengeluh kesemutan pada jari-jari tangan kiri dan jari-jari kaki kiri. Penglihatan normal, pendengaran dapat mendengar tapi kurang baik. Memori saat ini masih baik.
k.
Nyeri/ketidaknyamanan Pasien mengeluh nyeri di daerah ulu hati dengan skala 2-3, nyeri saat ditekan, frekuensi intermitten, tidak ada penjalaran ke area lain, faktor pencetus bila ada mual, cara mengatasi dioles minyak kayu putih dan dimasase lembut. Ekspresi saat menahan nyeri pasien tampak mengerutkan mata dan menjaga Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
25
area yang nyeri. Respon emosi tenang dan merasa nyerinya akan hilang setelah minum sirup obat maag. l.
Pernapasan Pasien mengatakan napas terasa sesak, meskipun sedang beristirahat sesak tetap terasa. Pasien memiliki riwayat merokok 1 batang per hari, dan sudah berhenti merokok sejak 2 tahun yang lalu. Frekuensi pernafasan 30 x/menit. Bentuk dada simetris, tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi napas vesikuler, menurun pada bagian basal, tidak ada sianosis, tidak ada sputum, perkusi sonor, tidak teraba adanya masa.
m. Keamanan Pasien tidak ada riwayat alergi, ROM aktif, tonus otot 5555
5555
5555
5555
Saat ini klien tidak mampu berjalan jauh karena merasa sesak. Nilai Braden scale: 18 (risiko sedang), Tingkat kecemasan: 18 (ringan) n.
Interaksi sosial Pasien memiliki seorang istri dan dua orang anak, kedua anak pasien sudah menikah dan tinggal terpisah. Saat ini peran dalam keluarga sebagai ayah, interaksi dengan keluarga baik. Namun selama dirawat anak perempuannya belum menjenguk dikarenakan sedang hamil dan akan melahirkan. Bicara jelas dan dapat dimengerti dengan yang menerima informasi.
3.1.3 Pemeriksaan laboratorium Tabel 3.1 Pemeriksaan darah Tanggal 9/5/2014
Jenis pemeriksaan ₋ Hematologi Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit ₋ Kimia klinik SGOT SGPT
Nilai
Satuan
Nilai normal
8,8 28 5,8 306 3,24
g/dl % Ribu/ul Ribu/ul Juta/ul
11,7-15,5 33-45 5,0-10,0 150-440 3,80-,20
37 1
U/l U/l
0-34 0-40
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
26
Tanggal 9/5/2014
-
₋
-
-
-
12/5/2014 ₋
-
13/5/2014 ₋
₋
Jenis pemeriksaan Fungsi ginjal Ureum darah Kreatinin darah Diabetes Glukosa darah sewaktu Glukometer Analisa gas darah pH PCO2 PO2 HCO3 O2 Saturasi BE Elektrolit darah Natrium Kalium Klorida Calcium ion Seroimunologi HBsAg Anti HCV Hematologi Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit Diabetes Glukosa puasa HBAIC Hematologi Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit Kimia klinik Fungsi ginjal Ureum darah Kreatinin
Nilai
Satuan
Nilai normal
98 5,6
mg/dl mg/dl
20-40 0,6-1,5
77
mg/dl
70-140
89
mg/dl
7,328 26,4 128,9 13,5 98,4 -10,6
mmHg mmHg mmol/l
7,370-7,440 35,0-45,0 83,0-108,0 21,0-28,0
144 4,27 106 1,15
mmol/l mmol/l mmol/l mmol/l
135-147 3,10-5,10 95-108 1,5
9,0 32 5,6 308 3,63
g/dl % Ribu/ul Ribu/ul Juta/ul
11,7-15,5 33-45 5,0-10,0 150-440 3,80-,20
53 5,8
mg/dl %
10,3 34 6,3 339 3,83
g/dl % Ribu/ul Ribu/ul Juta/ul
11,7-15,5 33-45 5,0-10,0 150-440 3,80-,20
133 7,4
mg/dl mg/d
20-40 0,6-1,5
Non reaktif Non reaktif
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
27
Tanggal 13/5/2014 -
₋ ₋ ₋ 19/5/2014 ₋
Jenis pemeriksaan Elektrolit darah Natrium Kalium Klorida Calcium ion Asam urat darah Fosfor Magnesium Albumin Kimia klinik Fungsi hati Protein urin kuantitatif
Nilai
Satuan
Nilai normal
143 5,00 116 1,12 10,9 4,70 2,40 2,80
mmol/l mmol/l mmol/l mmol/l mg/dl mg/dl mg/dl g/dl
135-147 3,10-5,10 95-108 1,5
5,288
mg24/ jam
< 150
6,4
mg/dl
0,6-1,5
3,40-4,80
Fungsi ginjal Kreatinin darah
Tabel 3.2 Tabel pemeriksaan gula darah Tanggal 12/5/2014
13/5/2014 19/5/2014
Jenis pemeriksaan KGDH Jam 11.00 (Wib) Jam 16.00
Nilai
Satuan
Nilai normal
89 114
mg/dl
70-140
Jam 06.00 Jam 06.00
90 104 Tabel 3.3 Pemeriksaan Urin
Tanggal
Jenis pemeriksaan 19/5/2014 - Urinalisa Urobilinogen Protein urin Berat jenis Bilirubin Keton Nitrit pH Lekosit Darah/Hb Urin reduksi
Nilai
Satuan
Nilai normal
0,2 Positif 2 1,020 Negatif Negatif Negatif 6,0 Positif 2 Positif 3 Negatif
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
28
Tanggal
Jenis pemeriksaan 19/5/2014 - Sedimen urin Eritrosit Lekosit Epitel Volume urin 24 jam Kreatinin urin CCT urin
Nilai
35-40 Positif >50000 4400 29,0 15,9
Satuan
Nilai normal
ml mg/dl ml/menit
97,0-137,0
3.1.4 Pemeriksaan diagnostik
Gambar 3.1 USG abdomen tanggal 14/5/2014 Hasil USG menyimpulkan bahwa: -
Hepar Ukuran dan bentuk normal, permukaan regular. Sistemik bilier tidak melebar, vena porta dan vena hepatica baik. Tampak ascites di perihepatik.
-
Ginjal kanan Ukuran dan bentuk normal, ekhogenitas parenkim ginjal meningkat. Sistem pelviokalises tak melebar. Tak ada batu/SOL.
-
Ginjal kiri Ukuran dan bentuk normal. Ekhogenitas parenkim ginjal meningkat. Tak ada batu /SOL.
-
Vesica urinaria Ukuran dan bentuk normal, dinding menebal, tak ada batu.
-
Aorta Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
29
Kaliber normal, tak tampak pembesaran KGB pada aorta. -
Kesan:
Chronic kidney disease bilateral
Ascites massif
Efusi pleura bilateral
Cystitis
Hasil Echokardiografi -
Fungsi global sistolik LV menurun, EF 22%
-
Gangguan compliance, LVEDP meningkat
-
Kontraktilitas RV menurun, efusi perikard tanpa tanda tamponade, efusi pleura bilateral.
GFR (CCT hitung) = (140-53) x 62 = 13,3 ml/menit/1,73 m2 72 x 6 CTR= 70 %
3.1.5 Daftar terapi medikasi Tabel 3.4 Daftar terapi medikasi Nama obat
Dosis
Waktu
Rute
Bicnat
1 tablet
2x
PO
Paracetamol
1000 mg
3x
PO
Captopril
12,5 mg
3x
PO
Tramadol
2 ampul
Bila perlu
IV
Ceftriaxone
2 gr
1x
IV
Furosemide
5 cc
Per 24 jam
IV
Balance cairan tanggal 12/5/2014 (jam 14.00-20.00) I: 100 cc O: 1000 + 232,5 -
1132,5ml
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
30 3.2 Rencana asuhan keperawatan Tabel 3.5 Rencana Asuhan Keperawatan N o 1.
Tujuan
Diagnosa keperawatan
Umum
Intervensi
Khusus
Rasional
Kelebihan volume cairan b.d Setelah dilakukan Pasien akan
Mandiri:
perubahan mekanisme regulasi tindakan
menunjukkan:
- Awasi denyut jantung dan - Takikardi
(gagal ginjal) dengan retensi keperawatan
- Haluaran
dan
tekanan darah.
dan
hipertensi
terjadi karena 1) kegagalan
air.
selama 1 minggu
berat jenis urin
ginjal mengeluarkan urin 2)
DS:
volume
seimbang.
pembatasan cairan berlebihan.
pasien
mengatakan
bengkak
sejak
2
badan seimbang minggu
sebelum masuk rumah sakit.
- Berat
badan - Catat
mendekati
- Tanda pengukuran
cairan
tgl
balance
12/5//2014
=
-1132,5 ml, pemeriksaan JVP: 5+5 cmH2O, Terdapat
BB
kering.
DO: Hasil
cairan
vital
dalam normal. - Tidak
ada
pada
ekstremitas atas kanan dan kiri,
laboratorium
derajat 2.
fungsi
Terdapat
edema
pada
dan
ginjal, kebutuhan penggantian
cairan
cairan,
tersembunyi
seperti
aditif antibiotik.
penurunan
menghindari
cairan pada pasien. Berikan
periode
minuman
disukai
meminimalkan
contoh
pilihan
yang jam.
tanpa
yang
cairan, kebosanan
terbatas
dan
kebutuhan cairan dibekukan
menurunkan rasa kekurangan
menjadi es.
dan haus.
ginjal ₋ Timbang berat badan setiap - Penimbangan elektrolit
risiko
kelebihan cairan. penggantian - Membantu
sepanjang 24
- Nilai
dan - Perlu untuk menentukan fungsi
pengeluaran akurat. Termasuk
batas - Rencanakan
edema edema
pemasukan
hari
(sesuai
kemampuan
harian
adalah
berat
badan
pengawasan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
31 ekstremitas bawah kanan dan
membaik
pasien)
status
cairan
terbaik.
kiri, derajat 3.
Peningkatan BB >0,5 kg/hari
Edema periorbita kanan dan
diduga ada retensi cairan.
kiri,
Ureum:
Kreatinin:
5,6
98
mg/dl,
mg/dl,
BB
₋ Auskultasi paru dan bunyi - Kelebihan
cairan
dapat
menimbulkan edema paru dan
jantung
sebelum sakit: 49 kg, BB saat
GJK. Dibuktikan terjadinya
sakit:
bunyi napas tambahan, bunyi
62
Kg,
Terjadi
peningkatan BB sebanyak 13 Kg.
CCT
hitung:
13,3
ml/menit/1,73 m2. Elektrolit
jantung ekstra. Kolaborasi: - Awasi
pemeriksaan - Mengkaji
darah: Natrium: 14,4 mmol/l,
laboratorium: elektrolit, HbHt.
Kalium: 4,27 mmol/l, Klorida :
Dan foto dada.
106 mmol/l
berlanjutnya
penanganan gagal ginjal.
- Berikan, batasi cairan sesuai - Manajemen indikasi
dan
cairan
diukur
untuk
menggantikan
pengeluaran
dari
semua
sumber ditambah IWL. - Berikan obat sesuai indikasi a. Diuretik (furosemide)
- Untuk tubular
melebarkan
lumen
dari
debris,
meningkatkan adekuat,
volume
menurunkan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
urin
32 hiperkalemia. b. Antihipertensif
(captopril - Untuk mengatasi hipertensi
12,5 mg) c. Pertahankan
kateter
menetap, sesuai indikasi
tak - Kateterisasi
mengeluarkan
obstruksi saluran bawah dan member rata-rata pengawasan akurat terhadap pengeluaran urin.
d. Siapkan untuk dialisis
- Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan
volume,
ketidakseimbangan elektrolit, asam/basa
dan
untuk
menghilangkan toksin.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
33 N o 2.
Tujuan
Diagnosa keperawatan
Umum
Intervensi
Khusus
Rasional
Penurunan curah jantung b.d Setelah
Pasien akan
Mandiri:
ketidakseimbangan
menunjukkan:
- Auskultasi bunyi jantung dan
jantung tidak teratur, takipnea,
₋ Tekanan darah
paru. Evaluasi adanya edema
mengi, edema, distensi jugular menunjukkan GGK.
volume dilakukan
sirkulasi & penurunan kerja tindakan
- S3/S4,
miokard.
keperawatan 4 x
dalam batas
perifer/kongesti vascular dan
DS:
24 jam
normal
keluhan dyspnea.
napas penurunan curah ₋ Frekuensi jantung - Kaji
Pasien mengatakan
terasa sesak, sesak mulai jantung teratasi
dalam batas
terasa sejak 4 bulan sebelum
normal,
masuk rumah sakit (SMRS),
₋ Nadi perifer kuat,
sesak terasa meskipun sedang
₋ CRT < 3 detik.
adanya
hipertensi, awasi TD.
frekuensi
karena gangguan pada sistem aldosteron,
renin-angiotensin
(karena disfungsi ginjal). - Evaluasi bunyi jantung, TD, - Adanya hipertensi tiba-tiba, nadi nadi
DO:
vaskuler, suhu dan sensori. pernafasan
,
derajat - Hipertensi bermakna dapat terjadi
beristirahat.
Frekuensi
takikardi
perifer,
pengisian
30
paradoksik,
penurunan
nadi
perifer, distensi jugular, pucat, penyimpangan
mental
x/menit.
menunjukkkan adanya tamponade
Bentuk dada simetris, tidak
yang
tampak
medik
penggunaan
bantu
pernapasan,
napas
vesikuler,
otot bunyi
- Kaji tingkat aktivitas
menurun
merupakan
kedaruratan
- Kelelahan dapat menyertai GJK juga anemia.
pada bagian basal, tidak ada Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
34 sianosis, tidak ada sputum,
Kolaborasi:
perkusi sonor, tidak teraba
- Awasi
adanya masa.
pemeriksaan
lab: - Ketidakseimbangan
elektrolit, BUN. Foto dada.
Bentuk dada simetris, perkusi pekak pada ICS 5 dan 6, tidak
jantung I dan II normal, tidak
mengganggu konduksi elektrikal dan fungsi jantung.
- Berikan obat antihipertensi
teraba massa dan tidak ada nyeri tekan, auskultasi bunyi
dapat
- Menurunkan
tahanan
vaskular
sistemik - Berikan
oksigen
sesuai
indikasi
ada murmur/gallop. JVP: 5+5 cmH2O. Edema ekstremitas atas dan bawah, edema periorbita kanan dan kiri. Tanda-tanda vital: Tekanan darah: 150/110 mmHg, RR: 30 x/menit, Nadi: 98 x/menit, CTR: 70 % Hasil echokardiografi: Fungsi global sistolik LV menurun, EF 22%, gangguan compliance,
LVEDP Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
35 meningkat, kontraktilitas LV menurun, efusi perikard tanpa tanda tamponade, efusi pleura bilateral.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
36 N o 3.
Tujuan
Diagnosa keperawatan Intoleransi
aktivitas
Umum
b.d Setelah
Intervensi
Khusus Pasien akan
Mandiri: - Evaluasi adanya intoleransi - Menentukan derajat dari efek
penurunan energi metabolik.
dilakukan
menunjukkan:
DS:
tindakan
₋ Tekanan
darah selama
Pasien mengatakan
napas keperawatan
normal
sesak,
hanya selama 4 x 24
aktivitas,
meskipun
Rasional
aktivitas,
perhatikan
kemampuan
ketidakmampuan
tidur/istirahat
dengan tepat.
berjalan 5 menit
jam pasien dapat ₋ Tidak
adanya - Kaji
DO:
mempertahanka
napas,
berpartisipasi pada aktivitas
individu
dan
yang diinginkan /dibutuhkan.
pemilihan intervensi.
saat
beristirahat
tekanan n aktivitas
darah 150/110 mmHg, Nadi sesuai 98
x/menit,
Respirasi
sesak kelemahan kelelahan.
30 kemampuan
kemampuan
untuk - Mengidentifikasi
dari
tempat
tidur
duduk di kursi) tekanan darah 160/110
mmHg,
104xmenit, 34x/menit.
membantu
yang adekuat.
dan menyimpan energi untuk penyembuhan.
- Berikan
bantuan
dalam
aktivitas sehari-hari.
nadi respirasi
Pasien
dan
- Rencanakan periode istirahat - Mencegah kelelahan berlebihan
x/menit. Setelah beraktivitas (turun
kebutuhan
tampak
- Tingkatkan tingkat partisipasi - Meningkatkan sesuai toleransi pasien.
lebih sering di tempat tidur
meningkatkan
rasa
membaik,
kesehatan
membatasi frustasi.
dengan posisi terlentang/miring dengan 1-2 bantal Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
dan
37
N o 4.
Diagnosa keperawatan
Tujuan Umum
Intervensi
Khusus
Kerusakan integritas kulit b.d Setelah
Pasien akan
Mandiri:
toksin uremik
dilakukan
menunjukkan:
- inspeksi
DS:
tindakan
₋ Mempertahan
Pasien
mengatakan
kulit keperawatan
-
kan kulit utuh
kulit
perubahan
Rasional
terhadap - Menandakan area sirkulasi buruk
warna,
turgor,
vaskularisasi.
yang
dapat
menimbulkan
pembentukan dekubitus.
terasa kencang
selama 3 x 24
₋ klien/keluarga
DO:
jam integritas
menunjukkan
hidrasi kulit dan membran
yang mempengaruhi sirkulasi dan
perilaku
mukosa.
integritas jaringan
turgor
kulit
kelembaban
elastis, kulit membaik
kering
dan
untuk
mencegah
pecah-pecah pada kedua kaki
kerusakan/cedera
di bagian bawah.
kulit.
Terdapat
edema
pada
- Pantau masukan cairan dan - Mendeteksi
- Inspeksi
area
batasi
edema derajat 2.
minyak alami.
edema
pada
ekstremitas bawah kanan dan kiri, derajat 3. Scrotum tampak edema dan mengkilap. Nilai Braden sedang).
scale:
18
(risiko
kulit, - Dapat
penggunaan
berikan
Terdapat
rusak
perawatan
ekstremitas atas kanan dan kiri,
salep,
- Pertahankan bebas
dehidrasi
tergantung - Jaringan edema lebih cenderung
terhadap edema. - Berikan
adanya
sabun,
krim
linen
kerutan,
mengurangi
kerusakan
kulit
atau
kering, - Menurunkan iritasi dermal dan selidiki
risiko kerusakan kulit.
keluhan gatal. - Anjurkan
menggunakan - Mencegah iritasi dermal langsung
pakaian katun longgar Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
38
N
Diagnosa keperawatan
o 5.
Ketidakpatuhan
Tujuan Umum
terhadap Setelah
rencana terapi b.d Regimen dilakukan pengobatan
dialisis, tindakan
penolakan
dan
kurang keperawatan
Pasien menunjukkan:
akurat
DS:
jam kepatuhan
pemahaman
memburuk
seperti
pasien
dan
dalam
rencana
Klien didiagnosis GGK stage
pengobatan,
untuk
- Tentukan sistem nilai
keluhan/pernyataan pasien.
keyakinan
pada
kemampuan
individu dan mengatasi situasi dalam cara positif.
kesiapan
mengindikasikan
berdasarkan
untuk
akurat.
memahami masalah pasien.
- Program terapi mungkin tidak
₋ Membuat pilihan
informasi
dalam
dan - Dengarkan dengan aktif pada - Menyampaikan pesan masalah,
tampak (ringan)
membantu
pasien.
pada
cemas
pengobatan
sesuai dengan pola hidup/peran
menjalani hemodialisa. Klien terlihat
dan
membuat
DO:
disarankan
situasi
₋ Berpartisipasi
tujuan
dan
terdekat
konsekuensi perilaku.
program terapi,
sebelumnya
5,
penyakitnya sendiri dan program
pasien/orang terhadap
kesadaran
bagaimana pasien memandang
persepsi/pemahaman
tentang
penyakit
- Memberikan
- Yakinkan
₋ Pengetahuan
selama 2 x 24
cuci darah, takut kondisinya
Rasional
akan Mandiri:
pengetahuan
Pasien mengatakan tidak mau meningkat
Intervensi
Khusus
tingkat - Identifikasi
yang
perilaku
mengikuti
yang - Dapat
kegagalan program
memberikan
informasi
alasan
kurangnya
tentang kerjasama.
pengobatan - Kaji
tingkat
ansietas, - Tingkat
ansietas
berat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
39 kemampuan
kontrol,
perasaan tidak berdaya. - Tentukan
arti
mempengaruhi
kemampuan
pasien mengatasi situasi.
psikologis - Pasien
perilaku.
dapat
menolak
kenyataan/kondisi
fisik/proses
penyakit tidak dapat pulih atau perilaku menolak. - Evaluasi sistem pendukung - Adanya yang digunakan oleh pasien
sistem
pendukung
adekuat membantu pasien untuk mengatasi
kesulitan
penyakit
lama. - Kaji
perilaku
pemberi - Pendekatan
perawatan kesehatan pasien.
yang
menghakimi
dapat
membuat
barier/menurunkan kemungkinan menningkatnya pengaruh. - Terima pilihan/titik pandang - Pasien pasien
memiliki
untuk
membuat keputusan sendiri.
- Buat sistem pengawasan diri: - Memberikan Penimbangan
hak
BB
pembatasan cairan
dan
memampukan
rasa
kontrol
pasien
untuk
mengikuti kemajuan sendiri dan membuat pilihan informasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
40 3.3 Implementasi Keperawatan Tabel 3.6 Catatan Perkembangan Tanggal 13/5/2014
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Kelebihan volume cairan b.d -
Mengobservasi tanda-tanda vital. TD: 120/80 S: pasien mengatakan bengkak-bengkak
perubahan
mmHg, Nadi: 92 x/menit, Respirasi: 28
mekanisme
regulasi (gagal ginjal) dengan retensi air.
mulai berkurang.
x/menit.
O: tanda-tanda vital dalam batas normal,
Mencatat pemasukan dan pengeluaran
edema grade 3 di ekstremitas bawah,
Intake: 500 cc
grade 2 di ekstremitas atas. Edema periorbita
Outake: 3430 cc
hilang timbul,
Balance: -2930 cc
A: kelebihan volume cairan masih terjadi
-
Menimbang berat badan harian.BB: 62 Kg
P:- Awasi nilai elektrolit
-
Melakukan auskultasi paru dan bunyi jantung.
-
-
Bunyi paru-paru vesikuler, BJ I &II normal. -
Membatasi cairan sesuai indikasi (IWL +
dan
Tetap ukur Intake & output (libatkan keluarga)
-
Motivasi untuk dialisis
jumlah urin output) -
Memberikan terapi diuretik (furosemide 5 mg/jam).
13/5/2014
Penurunan curah jantung b.d -
Melakukan auskultasi bunyi jantung dan paru-
ketidakseimbangan
paru. Bunyi jantung I&II normal, bunyi paru-
volume
sirkulasi dan penurunan kerja miokard
paru vesikuler. -
S: pasien mengatakan sesak napas bila banyak bergerak O: pasien tampak terengah-engah saat
Mengkaji tingkat aktivitas. (sesak bila terlalu
bangun/merubah posisi dari tidur ke duduk Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
41
-
banyak bergerak
edema ekstremitas masih terjadi, TD:
Memberikan obat antihipertensi
120/80
mmHg,
Nadi:
92
x/menit,
Respirasi: 28 x/menit. A: penurunan curah jantung P: - observasi nilai laboratorium (elektrolit) Kaji adanya derajat hipertensi Intoleransi penurunan
aktivitas produksi
b.d energi -
metabolik
Mengevaluasi adanya intoleransi aktivitas
S: pasien mengatakan lebih suka tidur
Menganjurkan keluarga untuk memberikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari
terlentang atau miring saja. O: nafas tampak terengah-engah saat berubah posisi dari tidur ke duduk. Keluarga tampak membantu klien saat makan dan ketika klien berpindah A: intoleransi aktivitas P: tingkatkan partisipasi sesuai toleransi Pasien.
Kerusakan integritas kulit b.d -
Melakukan inspeksi pada kulit pasien. Kulit
toksin uremik
tangan tampak edema, tidak ada luka, kulit
S: pasien mengatakan kulit di sekitar kemaluan terasa perih.
kaki, tampak mengkilap, kering dan pecah-
O:
tampak
pecah.
menggunakan
scrotum pampers.
edema,
klien
Area
yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
42 -
Menganjurkan keluarga untuk melakukan
tergantung tampak kering, edema (+).
perawatan kulit dengan lotion/minyak.
A: kerusakan integritas kulit P:- berikan perawatan kulit -
Anjurkan menggunakan pakaian dari katun.
-
Sangga daerah yang menggantung
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
43 Tanggal 14/5/2014
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Kelebihan volume cairan b.d -
Mengobservasi tanda-tanda vital, TD: 140/100
perubahan mekanisme regulasi
mmHg, Nadi: 102 x/menit, Respirasi: 28 x/menit.
(gagal ginjal) dengan retensi -
Mencatat pemasukan dan pengeluaran
air.
Intake: 550 cc
cairan 1600 cc). edema ekstremitas
Outake: 3500 cc
bawah grade 3, edema ekstremitas atas
Balance: -2950 cc
grade
-
Menimbang berat badan harian.BB: 60 Kg
berkurang.
-
Membatasi cairan sesuai indikasi (IWL + jumlah A: kelebihan volume cairan masih terjadi
Memberikan
badannya berkurang. O: Penurunan BB 2 Kg (pengeluaran
urin output) -
S: pasien mengatakan senang berat
2.
Edema
pada
scrotum
P:- awasi nilai elektrolit terapi
diuretik
(furosemide
5
-
mg/jam)
Tetap ukur Intake & output (libatkan keluarga).
-
Beri
reinforcement
positif
atas
pencapaian klien Penurunan curah jantung b.d -
Melakukan auskultasi bunyi jantung dan paru-
ketidakseimbangan
paru. Bunyi jantung I&II normal, bunyi paru-paru
sedikit berkurang dibandingkan
vesikuler.
kemarin, batuk tidak ada..
volume
sirkulasi dan penurunan kerja miokard
-
Memberikan obat antihipertensi (captopril 12,5 O: mg)
-
S: Pasien mengatakan napas sesak, tapi
Hipertensi
derajat
1.
Takikardi,
Respirasi 28 x/menit.
Mengkaji adanya derajat hipertensi. TD 140/100 A: Penurunan curah jantung masih terjadi mmHg. Nadi 102 x/menit
P:- awasi nilai lab elektrolit Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
44 Intoleransi penurunan
aktivitas produksi
b.d energi -
metabolik
Mengukur JVP. JVP 4+5 CmH2O
-
Mengidentifikasi faktor stress
S: Pasien mengatakan sekarang sudah
Meningkatkan
tingkat
partisipasi
sesuai
kemampuan pasien -
Motivasi dialisis
bisa tidur dengan posisi miring O: aktivitas masih dibantu keluarga.
Menganjurkan keluarga memberi bantuan dalam
Napas masih tampak sesak bila banyak
melakukan aktivitas
bergerak. A: Intoleransi aktivitas masih terjadi P:- Rencanakan periode istirahat adekuat
Kerusakan integritas kulit b.d -
Mennginspeksi kulit. Edema ekstremitas atas
toksin uremik
berkurang, kaki masih terlihat kering. -
-
Menganjurkan
keluarga
untuk
S: pasien mengatakan kulit bokong terasa perih
berpartisipasi O: kulit bokong tampak merah (iritasi
dalam perawatan kulit pasien. Menggunakan
diaper), edema scrotum berkurang,
lotion atau minyak alami.
tampak scrotum kemerahan. Kulit kaki
Melembabkan daerah kulit yang kering dengan
masih kering.
melakukan
kompres
menggunakan
air A: integritas kulit belum membaik
(losion/minyak sedang habis persediannya)
P:- anjurkan keluarga untuk menjaga kebersihan daerah bokong, jangan menggunakan bedak dengan jumlah banyak.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
45 Ketidakpatuhan
terhadap -
Mendengarkan dengan aktif keluhan pasien
S: pasien mengatakan saya tidak mau
rencana terapi b.d regimen -
Mengkaji tingkat ansietas. Ansietas ringan.
cuci darah, takut seperti pasien yang
pengobatan, penolakan.
Meyakinkan persepsi/pemahaman pasien/orang
sebelumnya (kondisi memburuk).
-
terdekat
terhadap
situasi
dan
konsekuensi O: pasien dan keluarga mendengarkan
perilaku.
dan berpartisipasi aktif saat diberi penjelasan.
Pasien
tampak
cemas
ringan A:
Ketidakpatuhan
terhadap
rencana
terapi P:- tentukan arti psikologis perilaku -
Buat sistem pengawasan diri.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
46 Tanggal 16/5/2014
Diagnosa Kelebihan volume cairan b.d
Implementasi -
Mengobservasi tanda-tanda vital, TD: 120/80
Evaluasi S:
pasien
mengatakan
saya
senang
perubahan mekanisme
mmHg, Nadi: 95 x/menit, Respirasi: 26
timbangan BB sudah berkurang, bengkak
regulasi (gagal ginjal) dengan
x/menit.
di badan sudah berkurang.
retensi air.
-
Mencatat pemasukan dan pengeluaran
O: penurunan BB 3 Kg (pengeluaran cairan
Intake: 650 cc
2400 cc). edema ekstremitas awah grade
Outake: 2600+855 cc
2, edema periorbita hilang timbul, edema
Balance: -2805 cc
scrotum grade 1.
-
Menimbang berat badan harian.BB: 57 Kg
A: Kelebihan volume cairan terkontrol
-
Membatasi cairan sesuai indikasi (IWL +
P:- awasi nilai lab elektrolit, -
jumlah urin output) -
Tetap ukur intake & outtake, libatkan keluarga.
Memberikan terapi diuretik (furosemide 5 mg/jam).
Penurunan curah jantung b.d
-
Mengauskultasi bunyi jantung dan paru-paru.
ketidakseimbangan volume
Bunyi jantung I&II normal, bunyi paru-paru
sirkulasi dan penurunan kerja
vesikuler.
miokard
-
-
S: Pasien mengatakan rasa sesak berkurang berkurang, batuk tidak ada. O: tekanan darah dalam batas normal, nadi
Memberikan obat antihipertensi (captopril 12,5
perifer kuat, respirasi 26 x/menit.
mg)
A: Curah jantung membaik
Mengkaji adanya derajat hipertensi. TD 120/80
P:- Anjurkan pasien agar mau menggunakan
mmHg.
oksigen apabila sesak.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
47 16/5/2014
Intoleransi penurunan
aktivitas produksi
metabolik
b.d energi
Meningkatkan
tingkat
partisipasi
sesuai
S: Pasien mengatakan belum kuat untuk
kemampuan pasien -
Menganjurkan
berjalan.
keluarga
memberi
bantuan O: tampak aktivitas dilakukan hanya di
dalam melakukan aktivitas seperti toileting.
sekitar tempat tidur. A: intoleransi aktivitas masih terjadi P:- rencanakan periode istirahat adekuat - Beri kenyamanan (hindarkan pasien dari perasaan adanya nyeri).
Kerusakan integritas kulit b.d -
Meelakukan inspeksi kulit. Edema ekstremitas
toksin uremik
atas
berkurang,
kulit
kering/pecah-pecah
berkurang.. -
Melakukan
S: Pasien mengatakan merasa lebih nyaman dengan kondisi kulitnya yang sekarang. O: pecah-pecah di kaki berkurang, edema
perawatan
kulit
dengan
derajat 2 pada metatarsal.
memberikan minyak alami dan pijatan ringan A: integritas kulit membaik pada daerah kaki
P:- Pantau masukan cairan dan hidrasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
48 16/5/2014
Ketidakpatuhan
terhadap -
Meyakinkan pasien terhadap rencana terapi
S:
Pasien
mengatakan
saya
sudah
rencana terapi b.d regimen
(cuci darah) yang akan dilakukan, dengan cara
mendapatkan gambaran tentang penyakit
pengobatan, penolakan
melakukan penjelasan mengenai:
dan prosedur, akan saya pertimbangkan
Kondisi penyakit saat ini
lagi.
Pengertian hemodialisa
Akibat apabila tidak hemodialisa
Keuntungan hemodialisa
A: proses kepatuhan mulai tampak
Prosedur hemodialisa
P:- terima pilihan/titik pandang pasien
-
O: ekspresi wajah tenang, mendengarkan aktif..
Memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk membuat keputusan/pilihan
17/5/2014
Kelebihan volume cairan b.d -
Mengobservasi tanda-tanda vital, TD: 130/80
perubahan
mmHg, Nadi: 100 x/menit, Respirasi: 24
mekanisme
regulasi (gagal ginjal) dengan retensi air.
x/menit. -
S: Pasien mengatakan badan terasa lebih ringan. O: tanda-tanda vital dalam batas normal,
Mencatat pemasukan dan pengeluaran
penurunan BB 1 Kg (pengeluaran cairan
Intake: 850 cc
800 cc). edema ekstremitas atas grade 1
Outake: 2100+840 cc
dan bawah grade 2.
Balance: -2090 cc
A: kelebihan volume cairan berkurang
-
Menimbang berat badan harian. BB: 56 Kg
P:- ganti kateter, awasi tanda-tanda infeksi
-
Membatasi cairan sesuai indikasi (IWL + jumlah urin output) Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
49 -
Memberikan terapi diuretik (furosemide 5 mg/jam)
-
Memberikan anjuran kepada keluarga untuk memodifikasi cairan dengan cara dibekukan (es batu).
Penurunan curah jantung b.d -
Melakukan auskultasi bunyi jantung dan paru-
ketidakseimbangan
paru. Bunyi jantung I&II normal, bunyi paru-
volume
sirkulasi dan penurunan kerja miokard
paru vesikuler. -
Pasien
mengatakan
sesak
sudah
berkurang. O: tanda-tanda vital dalam batas normal,
Memberikan obat antihipertensi (captopril 12,5 A: penurunan curah jantung teratasi sebagian mg)
-
S:
P: awasi laboratorium elektrolit.
Mengkaji adanya derajat hipertensi. TD 120/80 mmHg.
-
Memberikan
penguatan
untuk
tingkat
partisipasi
prosedur
hemodialisa Intoleransi penurunan metabolik
aktivitas produksi
b.d energi
Meningkatkan
sesuai
S: Pasien mengatakan sesak terasa bila
kemampuan pasien -
Menganjurkan
keluarga
berjalan beberapa langkah. memberi
bantuan O: tampak aktivitas hanya tiduran dan duduk
dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
di kursi. Napas tampak cepat, frekuensi 22 xmenit. A: intoleransi aktivitas masih terjadi P: berikan penguatan dan dukungan untuk Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
50 persiapan dialisis. Kerusakan integritas kulit b.d -
Melakukan inspeksi kulit. Edema ekstremitas
S: Pasien mengatakan kenapa kaki sebelah
toksin uremik
atas berkurang, kulit betis sudah tidak terlalu
kiri lebih bengkak dibandingkan yang
kering.
sebelah kanan.
-
Melakukan
perawatan
kulit
dengan O: edema ekstremitas bawah grade 2, kulit
memberikan minyak alami pada kedua betis
pecah-pecah
berkurang,
keluarga
kaki.
berpartisipasi dalam perawatan kulit. A: integritas kulit membaik. P: Anjurkan pasien dan keluarga untuk selalu
menjaga
dan
memperhatikan
kelembaban kulit. Ketidakpatuhan
terhadap -
Mengevaluasi tingkat ansietas. Skala cemas: 18
rencana terapi b.d regimen -
Memberikan umpan balik positif terhadap
pengobatan, penolakan
upaya keterlibatan pasien dalam terapi
S: Pasien mengatakan saya mau di cuci darah. O: ekspresi wajah tenang, tingkat kecemasan ringan. A: Masalah ketidakpatuhan teratasi sebagian. P:
Berikan
reinforcement
positif
atas
keputusan pasien.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
51 3.4 Evaluasi Keperawatan Hasil dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan sesuai dengan masalah keperawatan adalah sebagai berikut: a. Kelebihan volume cairan Pada hari pertama pengkajian didapatkan terdapat edema pada ekstremitas atas (kedua tangan) derajat dua, dan edema pada ekstremitas bawah (mulai dari paha hingga ke metatarsal) derajat 3, berat badan 62 Kg. Penyebabnya dikarenakan adanya perubahan mekanisme regulasi cairan akibat gagal ginjal, hal ini terlihat dari hasil ureum 98 mg/dl dan kreatinin 5,6 mg/dl. Hasil USG tanggal 14/5/2014 didapatkan bahwa pada kedua ginjal mengalami ekhogenitas parenkim ginjal yang meningkat dengan kesan Chronic kidney desease. Setelah dilakukan tindakan keperawatan pembatasan cairan sesuai indikasi, mengukur intake dan output setiap hari, menimbang berat badan klien untuk mengetahui perkembangan penurunan atau adanya penambahan cairan dalam tubuh, serta memberikan obat antidiuretik sesuai instruksi dokter, dalam waktu 5 hari kelebihan volume cairan berkurang. Pasien mengatakan badannya terasa lebih ringan, dari hasil penimbangan berat badan, berat badan pada tanggal 17/5/2014 adalah 56 kg dari sebelumnya pada tanggal 12/5/2014 62 Kg. edema ekstremitas atas menjadi grade 1, dan edema pada daerah ekstremitas bawah menjadi grade 2. b. Penurunan curah jantung Awalnya pasien mengatakan sesak meskipun sedang beristirahat, respirasi 30 x/menit, JVP 5+5 cmH2O, CTR 70 %. Tindakan yang dilakukan adalam memonitor tanda-tanda vital dan memberikan obat antihipertensi (captopril 12,5 mg) sesuai indikasi yang diberikan oleh dokter. Di akhir intervensi pasien mengatakan sesak sudah berkurang, respirasi 24 x/menit. Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD = 120/80 mmHg, nadi 100 x/menit saat beraktivitas. Tidak tampak kembali peningkatan JVP. c. Intoleransi aktivitas Pasien mengatakan napas sesak, meskipun hanya berjalan 5 menit. Terdapat perubahan Tanda vital sebelum dan setelah beraktivitas: Nadi saat istirahat: Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
52 98 x/menit, respirasi saat beristirahat: 30 x/menit, Nadi setelah turun dari tempat tidur: 104xmenit, respirasi: 34xmenit. Pasien tampak lebih sering di tempat tidur dengan posisi terlentang/miring dengan 1-2 bantal. Intervensi yang dilakukan adalah memberikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari yang tidak bisa dilakukan klien seperti mandi dan toileting dengan melibatkan keluarga, serta meningkatkan tingkat partisipasi sesuai toleransi pasien. Pada tanggal 17/5/2014 klien masih sesak bila berjalan (berjalan dari tempat tidur ke timbangan berat badan). Respirasi 24 x/menit, namun pasien sudah mampu duduk di kursi yang berada si dekat tempat tidur. d. Kerusakan integritas kulit Pasien mengatakan kulitnya terasa kencang, Turgor kulit elastis, kelembaban kering dan pecah-pecah pada kedua kaki di bagian bawah. Terdapat edema pada ekstremitas atas kanan dan kiri, edema derajat 2. Terdapat edema pada ekstremitas bawah kanan dan kiri, derajat 3. Setelah dilakukan perawatan luka dengan menggunakan minyak sayur/lotion (sesuai yang dimiliki keluarga), kelembaban kulit pasien terjaga, kulit tidak tampak pecah-pecah lagi. e. Ketidakpatuhan Awalnya pasien mengatakan tidak mau di hemodialisa karena takut kondisinya memburuk seperti pasien lain yang ada didekatnya. Sebagai intervensi awal klien diberikan informasi mengenai kondisi pasien saat ini, akibat apabila tidak dilakukan hemodialisa, keuntungan hemodialisa dan prosedur hemodialisa, keputusan tetap diberikan kepada pasien dan keluarga. Pada hari selanjutnya praktikan mencoba mencari pasien lain untuk dijadikan sebagai contoh pasien yang pernah dilakukan hemodialisa, dimulai dari pasien yang masih berada satu ruangan dengan pasien. Ada satu pasien (Ny. X) yang telah dilakukan pemasangan catether double lumen dan telah melakukan satu kali hemodialisis. Awalnya praktikan tertarik untuk menjadikan Ny.X sebagai contoh pasien yang telah dilakukan tindakan hemodialisa, namun setelah dilakukan pendekatan ternyata Ny. X tersebut ingin pulang dan menyatakan tidak mau di hemodialisa, dengan alasan takut Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
53 kejang lagi (pada hemodialisis pertama pasien tersebut mengalami kejang. Pemberian dukungan dan motivasi pun terus dilakukan baik terhadap pasien dan keluarga sebagai sistem pendukung. Tanggal 17/5/2014 pasien mengatakan mau melakukan tindakan hemodialisis. Pasien dan keluarga kooperatif dan mau menjalani serangkaian persiapan untuk dilakukan hemodialisis.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
BAB 4 ANALISIS SITUASI
4. 1 Profil Lahan Praktik RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit tipe A pendidikan, berlokasi di Jl. RS Fatmawati Cilandak Jakarta 1 yang merupakan daerah perkotaan yang cukup padat. Memiliki visi terdepan, paripurna dan terpercaya di Indonesia. Kapasitas tempat tidur yang dimiliki didominasi untuk ruang perawatan kelas tiga yaitu sebanyak 60,94% (RSUP Fatmawati, 2012). Analisis praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat (KKMP) dilaksanakan di salah satu ruangan rawat inap kelas tiga yaitu ruangan teratai lantai 5 selatan. Ruangan teratai lantai 5 selatan merupakan ruangan penyakit dalam dewasa dengan mayoritas pasien dirawat adalah pasien dengan masalah endokrin, dengan kapasitas 46 tempat tidur yang terdiri dari 20 tempat tidur untuk pasien perempuan, 20 tempat tidur untuk pasien laki-laki dan 6 tempat tidur untuk pasien high care unit (HCU). Ruangan teratai lantai 5 selatan terdiri dari 31 orang tenaga keperawatan dengan latar belakang pendidikan D3 Keperawatan dan pendidikan Ners. Asuhan keperawatan diberikan secara komprehensip, rencana keperawatan dibuat oleh seorang perawat penanggung jawab (primary nurse) yang selanjutnya dilakukan asuhan keperawatan oleh perawat pelaksana, sehingga asuhan keperawatan yang diberikan lebih optimal.
4. 2 Analisa kasus terkait keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan (KKMP) KKMP merupakan suatu metode yang digunakan oleh perawat untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan dan pelayanan pada pasien komunitas. Konsep keperawatan komunitas ini bisa diterapkan di lahan klinik dengan memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang ada dan penyakit yang ada di masyarakat perkotaan. Proses keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan bertujuan untuk mencegah masalah keperawatan masyarakat di daerah perkotaan. Berdasarkan hasil analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan di ruang teratai lantai 5 selatan RSUP Fatmawati penyakit yang sering 54
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
55 terjadi di perkotaan adalah gagal ginjal kronik. Berdasarkan data RISKESDA (2013), penyakit gagal ginjal kronik menempati urutan ke 10 dari 12 penyakit tidak menular yang paling sering terjadi di masyarakat.
Beberapa faktor penyebab seperti adanya penyakit diabetes mellitus dan hipertensi mengakibatkan prevalensi terjadinya penyakit gagal ginjal kronik semakin meningkat. Pola hidup yang tidak sehat seperti makan-makanan instan, mengkonsumsi minuman bersoda (cola) menjadi pencetus terjadinya kerusakan ginjal (Saldana, et.al , 2007). Data rekam medis RSUP Fatmawati diketahui bahwa morbiditas 10 besar sebab kematian rawat inap periode Januari-April 2014 penyakit gagal ginjal tahap akhir (ESRD) merupakan penyebab kematian utama yaitu 30 orang meninggal dunia dari 135 pasien yang ada.
4. 3 Analisis kasus Saat ini angka kejadian penyakit gagal ginjal kronik semakin banyak di masyarakat. Terjadinya gagal ginjal kronik tentunya disertai adanya multifaktor baik dari segi host, agen, dan lingkungan. Dari hasil analisa data didapatkan Tn. A memiliki memiliki riwayat mengkonsumsi minuman cola setiap hari saat bekerja sebagai sopir. Saldana, et.al (2007) menyatakan bahwa salah satu perilaku yang memiliki resiko serius terhadap kesehatan ginjal adalah mengkonsumsi minuman cola, soda atau minuman berkarbonasi lainnya. Bila dikonsumsi setiap hari dalam waktu yang panjang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, penurunan fungsi ginjal dan batu ginjal.. Soda, khususnya cola, mengandung asam fosfat tinggi, yang terkait erat dengan perkembangan batu ginjal dan masalah ginjal lainnya. Asam, jika dikonsumsi secara terus menerus, dapat mengganggu ginjal yang berperan menyaring bahan limbah (Saldana, et.al, 2007). Kasus gagal ginjal ini berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh jenis kelamin laki-laki. Seperti data yang diperoleh dari Indonesia Renal Registry (IRR) (2012), distribusi gender pasien hemodialisa tahun 2007-2012 dimana jumlah pasien laki-laki dengan gagal ginjal kronik sebanyak 5602 dan perempuan sebanyak 3559. Penelitian yang dilakukan oleh Latifah, Suswardany & Kusumawati (2012) diperoleh data bahwa Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
56 jumlah penderita gagal ginjal kronik untuk jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini dikarenakan pola hidup pasien laki-laki yang tidak baik (merokok) sehingga ketika terkena gagal ginjal menjadi cenderung lebih serius dan harus menjalani hemodialisa. Menurut Briganti et.al (2002), paparan merokok secara signifikan dikaitkan dengan gagal ginjal stadium 3 terjadi pada laki-laki dan tidak pada wanita. Rokok memiliki 4000 bahan kimia dalam bentuk partikel dan gas yang ditemukan dalam asap rokok yang bisa bertanggung jawab sebagai efek nefrotoksik. Merokok sebanyak 20 batang perhari untuk waktu yang cukup lama dapat menyebabkan akumulasi cadmium (Cd) 45-70% di korteks ginjal yang mengakibatkan terjadinya disfungsi tubular dan disfungsi glomerular (Orth & Hallan, 2008).
Penyebab lain yang sering menyebabkan gagal ginjal adalah diabetes mellitus (National Kidney Foundation, 2013). Berdasarkan hasil analisa data, Tn. A menderita diabetes sejak 2 tahun yang lalu. Usia pasien yang tergolong > 50 tahun menjadi salah satu faktor resiko gagal ginjal kronik (National Kidney Foundation, 2013). Pada orang-orang yang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini diakibatkan aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan sensitifitas sel-sel jaringan menurun sehingga tidak menerima insulin. Diabetes adalah penyakit yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi atau menggunakan insulin. Ketika tubuh mengubah makanan yang dimakan menjadi energi (juga disebut gula atau glukosa), insulin digunakan untuk memindahkan gula ini ke dalam sel. Jika seseorang menghasilkan sedikit atau tidak ada insulin, atau jika tubuh tidak dapat menggunakan insulin (resisten insulin), gula tetap dalam aliran darah bukannya pergi ke dalam sel. Tingginya kadar gula darah membuat ginjal menyaring terlalu banyak darah, glomerulus akan bekerja ekstra keras. Setelah bertahun-tahun filter (glomerulus) mengalami kebocoran, sejumlah protein keluar kedalam urin (mikroalbuminuria), hal ini akan berpengaruh buruk pada ginjal. Autoregulasi ginjal menjadi hilang, akibatnya arteriol aferen mengalami dilatasi bersamaan dengan konstriksi pada arteriol eferen, dan
menyebabkan tekanan intraglomerulus orang dengan diabetes Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
57 meningkat.
Menurut penelitian dronavalli, Duka, & Bakris (2008), 20-40%
mellitus tipe 2 akan berkembang menjadi nefropati dalam jangka waktu 15 tahun.
Penegakan masalah keperawatan pada pasien ini berdasarkan hasil pengkajian, pemeriksaan fisik dan data penunjang. Dari data hasil pengkajian didapatkan Tn. A datang dengan keluhan sesak nafas sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Kaki dan kedua tangan bengkak sejak dua minggu sebelum masuk rumah sakit. Terdapat edema pada ekstremitas atas kanan dan kiri derajat 2. Terdapat edema pada ekstremitas bawah, kanan dan kiri derajat 3. Kadar ureum saat dilakukan pengkajian adalah 98 mg/dl dan nilai kreatinin 5,6 mg/dl. Pasien mengalami peningkatan berat badan sebanyak 13 kg setelah mengalami bengkak di badan. Nilai Clearence creatinin test (CCT) hitung saat dilakukan pengkajian adalah 13,3 ml/menit/1,73 m2. Dari hasil analisa data tersebut dapat terlihat bahwa pasien mengalami kelebihan volume cairan. Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi gomerulus, reabsorbsi ginjal dan sekresi tubulus. Ketika ginjal mengalami kerusakan maka cairan, elektrolit serta sampah metabolik yang seharus nya diekresikan melalui ginjal kembali lagi kedalam vaskuler. Sehingga terjadi peningkatan tekanan hidrostatik di vaskuler. Cairan akan selalu berpindah dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah karena terjadi peningkatan hidrostatik di vaskuler maka cairan berpindah dari vaskuler ke interstisial. Sehingga terjadilah edema.
Masalah yang kedua dari pasien adalah penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung pada pasien gagal ginjal kronik bisa disebabkan karena adanya penumpukan cairan di sekitar jantung (effusi pericard), yang secara harfiah dapat mengakibatkan tamponade jantung (jantung terjepit). Anemia dan diabetes diduga terkait dalam terjadinya Left Ventrikel Hipertrophy (LVH: otot jantung membesar, mencoba untuk memaksimalkan lebih banyak oksigen ke seluruh tubuh) (Thomas, Kenso, & Sedor, 2008). Kondisi ini didukung dari hasil pengkajian pada Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
58 pemeriksaan fisik terdapat edema pada ekstremitas atas derajat 2 dan pada ekstremitas bawah derajat 3, nilai CTR 70 %, hasil pemeriksaan Echokardiografi: 1) Fungsi global sistolik LV menurun, 2) EF 22%, 3) Gangguan compliance, 4) LVEDP meningkat, 5) Kontraktilitas RV menurun, 6) Efusi perikard tanpa tanda tamponade, dan efusi pleura bilateral. Nilai JVP 5+5 cmH2O. Hasil laboratorium menunjukkan kadar hemoglobin mencapai nilai 8,8 gr/dl.
Pasien juga mengalami intoleransi aktivitas, hal ini disebabkan oleh berkurangnya energi metabolik akibat
anemia (kekurangan sel darah merah membawa
oksigen)(Medical education institute, 2004). Jantung akan bekerja lebih keras untuk memaksimalkan oksigen ke seluruh tubuh, sehingga manifestasi yang muncul pada pasien adalah sesak setelah beraktivitas. Hal ini didukung oleh hasil analisa data bahwa klien mngalami peningkatan denyut nadi dan respirasi setelah beraktivitas. Sementara kadar hemoglobin klien memang rendah, yaitu 8,8 gr/dl.
Masalah lain yang muncul pada pasien adalah kerusakan integritas kulit. Kulit tampak pecah-pecah namun tidak terasa gatal. Hal ini disebut dengan istilah xerosis. Xerosis sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dikarenakan uremic toxic. Ureum sebenarnya adalah zat yang tidak toksik, tetapi apabila konsentrasinya sangat tinggi akan menyebabkan gangguan multiorgan akibat akumulasi metabolit protein, asam amino, proses katabolisme di ginjal, proses metabolik dan proses endokrin. Xerosis disebabkan oleh atrofi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea, sekresi keringat terganggu, hidrasi kulit yang kurang, dan abnormalnya serabut saraf tipe C (Kolla , et.al,
2012). Xerosis biasanya
disebabkan karena retensi vitamin A karena berkurangnya fungsi ginjal untuk mengeksresikan zat ini. Maka vitamin akan menumpuk di jaringan subkutan kulit. Vitamin yang terlalu berlebih ini akan menyebabkan atrofi kelenjar sebasea dan kelenjar keringat sehingga kulit menjadi kering dan gatal.
Ketidakpatuhan terhadap rencana terapi terjadi pada pasien. Pasien menyatakan tidak mau dilakukan tindakan hemodialisa karena merasa takut setelah melihat Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
59 salah satu pasien mengalami kondisi yang memburuk setelah menjalani hemodialisa. Ketakutan dan rasa cemas adalah hal yang normal terjadi pada pasien. Perawat seharusnya dapat memberikan penjelasan dan dukungan kepada pasien sehingga rencana terapi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
4. 4 Analisis intervensi dengan konsep dan penelitian terkait Salah satu masalah keperawatan yang muncul pada pasien GGK adalah ketidakpatuhan terhadap rencana terapi. Masalah keperawatan ini perlu mendapat intervensi keperawatan. Kepatuhan pasien GGK terhadap manajemen terapeutik menjadi hal yang penting terhadap keberhasilan pengobatan. Berdasarkan data dari pasien dan informasi dari staf medis serta keluarga didapatkan bahwa pasien tidak mau dilakukan hemodialisis karena takut kondisinya akan menjadi tidak baik (tidak sadar setelah cuci darah). Pasien dengan kondisi gagal ginjal kronik stadium 5 memerlukan terapi Hemodialisis. Jika tidak melakukan terapi ini dampaknya akan terjadi kerusakan ginjal yang semakin parah dan terjadi kematian yang lebih cepat. Pada tahap ini pasien akan mengalami perasaan stres, yang dapat menyebabkan pasien merasa cemas bahkan bisa mengalami depresi (Harwood, et.al, 2005 dalam Ziegert et.al,
2007). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Kimmel, et.al (1998), depresi berkaitan dengan ketidakpatuhan terhadap program pengobatan. Pada pasien kelolaan cemas terjadi dalam skala sedang, pasien terkadang lebih senang diam namun apabila diajak berbicara, pasien masih mau berinteraksi dengan baik.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan terhadap penatalaksanaan hemodialisis adalah dengan manajemen pre-dialisis. British Columbia Medical Association (2008) menjabarkan tentang manajemen pre dialisis yaitu: 1) identifikasi dan evaluasi pasien dengan resiko gagal ginjal kronik, 2) manajemen pasien dengan diagnosa tegak gagal ginjal kronik. Inti dari manajemen pre-dialisis ini adalah dimualai dengan proses skrining apakah seseorang beresiko gagal ginjal kronik atau tidak. Setelah dilakukan skrining, selanjutnya dilakukan evaluasi saat pasien telah ditegakkan menderita gagal ginjal Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
60 kronik, dan selanjutnya dilakukan follow up. Apabila seseorang telah ditetapkan menderita GGK, maka pasien harus mendapatkan edukasi mengenai apakah yang harus dilakukannya dan hasil yang diharapkan dari pelayanan kesehatan yang dilakukannya. Pasien GGK juga mendapatkan informasi komplikasi apa yang didapatkan berdasarkan tahap GGK.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan terhadap rencana terapi (hemodialisis) juga bisa dilakukan dengan cara memberikan dukungan kepada pasien. Dukungan adalah sebuah konsep sentral dalam keperawatan dan dapat digambarkan baik sebagai interaksi antara perawat dan pasien, dan sebagai tindakan perawat (Stewart, et.al, 2006).
Dukungan bisa diberikan dengan
memberikan informasi, memberikan penegasan dan memberikan dukungan emosional. Beberapa tahap penyakit lebih traumatis dibandingkan penyakit yang lain, beberapa pasien mengalami trauma psikologis sejak mulai didiagnosis atau dimulainya pengobatan, hal tersebut bisa terjadi apabila pasien tidak diberikan informasi yang baik tentang penyakit dan pengobatan (Thomas & John, 2013).
Memberikan dukungan informasional bisa dilakukan dengan cara
lakukan
pendekatan dengan pasien, kenali pasien. Berikan suasana yang tenang, pikiran terbuka, pasien merasa aman dan memiliki kepercayaan diri untuk berbicara. Kemudian mulai pembicaraan terhadap keterlambatan dalam memulai dialisis. Informasi akan lebih efektif apabila disertai dengan media seperti leaflet, video, dan lembar balik. Untuk intervensi ini sudah dilakukan, sementara mengeksplorasi dukungan dengan cara mengajak pasien ke ruangan hemodialisa, berbagi pengalaman dengan pasien gagal ginjal kronik ainnya belum dapat dilakukan karena belum tersedianya support system yang baik. Kelebihan dari intervensi ini adalah terbinanya hubungan terapeutik antara petugas kesehatan (perawat) dengan pasien, pasien menjadi lebih percaya dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakitnya. Sedangkan kekurangan dari intervensi ini adalah memerlukan kerjasama antara perawat yang bertugas. Memerlukan kesabaran dan perasaan empati yang mungkin tidak semua perawat dapat melakukannya. Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
61 Intervensi ini tidak memerlukan biaya atau peralatan yang mahal sehingga dapat diterapkan oleh perawat ruangan. Namun sebaiknya dilakukan pelatihan atau pemaparan serta pembuatan prosedur tetap sehingga mempermudah dalam pelaksanaan di ruangan.
4. 5 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien memiliki beberapa kendala. Langkah yang diambil mahasiswa adalah mencari alternatif solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah keperawatan yang dilakukan. Solusi yang dimaksud dapat bersumber dari perawat dengan peran utamanya sebagai pemberi asuhaan keperawatan, fasilitas layanan kesehatan, peran kolaborasi dengan professional kesehatan lain, ataupun pelibatan pasien dan keluarga dalam proses pemberian asuhan keperawatan. Dengan adanya alternatif penyelesaian masalah, diharapkan intervensi keperawatan yang diperlukan dapat menyelesaikan masalah keperawatan pasien dengan efektif. Masalah keperawatan yang masih harus memerlukan perawatan sesuai dengan analisis diatas adalah mengenai adanya ketidakpatuhan terhadap rencana terapi. Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan adalah dengan memberikan motivasi dan memberi informasi terhadap tindakan hemodialisis. Awalnya mahasiswa mencari contoh pasien yang sudah dilakukan tindakan hemodialisa akan tetapi ternyata pasien yang akan dijadikan contoh pulang. Pasien belum memiliki kesempatan berkunjung ke unit hemodialisis karena kondisi pasien yang tidak memungkinkan serta kondisi kebijakan ruangan .
Terdapat beberapa kekurangan dalam melakukan pemberian dukungan ini, Praktikan merasa belum maksimal dalam menemukan referensi terkait evidence based practice yang sesuai dengan kasus ini. Solusi bisa ditawarkan kepada perawat ruangan untuk memperkaya cara perawatan pasien khususnya gagal ginjal kronik yaitu dengan memberikan dukungan dan motivasi dengan cara yang halus dan sabar. Diharapkan setelah memberikan dukungan kepada pasien gagal
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
62 ginjal kronik pasien menjadi mengerti tentang pentingnya tindakan hemodialisis dan
bersedia
dilakukan
tindakan
tersebut.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
BAB 5 PENUTUP
BAB 5 merupakan kesimpulan dan saran yang dikelola penulis selama menganalisa kasus di runag teratai lantai 5 selatan.
5.1. Kesimpulan Penulisan karya ilmiah yang dilakukan di runag teratai lantai 5 selatan dalam praktik KKMP pada kasus gagal ginjal kronik, dapat disimpulkan bahwa: 1. Gagal ginjal kronik merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi di perkotaan. Seiring dengan meningkatnya jumlah kepadatan penduduk membuat kota berkontribusi terhadap dua trend global yang menjadi perhatian langsung terhadap kesehatan yaitu perubahan iklim dan munculnya penyakit kronis. Penyakit kronis terjadi karena pilihan gaya hidup yang tidak baik. Gaya hidup yang tidak baik salah satunya adalah menyukai minuman bersoda. Minuman bersoda dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal. Hal ini ditemukan pada pasien kelolaan. 2.
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus kelolaan dengan GGK adalah kelebihan volume cairan, penurunan curah jantung, intoleransi aktivitas, kerusakan integritas kulit dan ketidakpatuhan terhadap rencana terapi.
3. Kondisi ketidakpatuhan terhadap rencana terapi dapat diatasi dengan memberikan dukungan informasional dan dukungan emosional.
5.2. Saran Berdasarkan analisis Praktik KKMP peminatan KMB dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis, penulis memberikan saran: a. Perawat Perlunya mengidentifikasi faktor perilaku/pola hidup sebagai dampak kehidupan perkotaan yang dapat menjadi penyebab sebagai data untuk menentukan intervensi yang tepat dalam rangka mencegah perburukan fungsi ginjal dan komplikasi. Perawat dalam melakukan intervensi sebaiknya melakukan update 62
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
63 intervensi keperawatan tentang penyakit GGK berdasarkan evidence based dan menerapkan kepada pasien.
b. Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan dapat meningkatkan kualitas pelayanan pada pasien dengan pendekatan KKMP pada berbagai seting pelayanan kesehatan seperti KMB. Pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit dapat membuat standar prosedur operasional mengenai pemberian dukungan pre-hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik, untuk meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
64
DAFTAR PUSTAKA
Andri. (2012). Aspek psikososial pasien gagal ginjal. Diunduh dari: http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/07/08/aspek-psikososialpasien-gagal-ginjal-476262.html Baughman, D.C., & Hackley, J.C. (2000). Keperawatan medikal bedah buku saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC. Cahyaningsih, N.D. (2009). Hemodialisis (Cuci Darah) panduan praktis gagal ginjal.Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. Doengoes, M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Ed.3. Jakarta:EGC. Dronavalli, S., Duka, I., & Barkis, G.L. (2008). The pathogenesis of diabetic nephropathy. Nature Clinical Practice Endocrinology & Metabolism, 4, 444-452 . Doi:10.1038/ncpendmet0894 Elisabeth, E. (2005). Some lifestyle-related factors and risk of chronic renal failure : a population-based approach. Diunduh dari: http://publications.ki.se/xmlui/handle/10616/39984 Guidelines and Protocols Advisory Committee approved British Columbia Medical Association. (2008). Chronic Kidney Disease - Identification, Evaluation and Management of Patients. Diunduh dari http://www.bcguidelines.ca/guideline_ckd.html Indian J Nephrol. (2005). Guidelines for the psychological management of chronic kidney disease patients. Suplement 1, S103-S108. Diunduh dari: http://medind.nic.in/iav/t05/s1/iavt05s1p103.pdf John, J.F., & Thomas, V.J. (2013). The Psychosocial Experience of Patients with End-Stage Renal Disease and Its Impact on Quality of Life: Findings from a Needs Assessment to Shape a Service. ISRN Nephrology, 2013, 1-8. Diunduh dari: http://www.hindawi.com/journals/isrn.nephrology/2013/308986/ Kimmel, P.L., Peterson, R.A., Simmens, S.J., & et.al. (1998). Psychosocial factors, behavioral compliance and survival in urban hemodialysis patients. Kidney int, 54(1), 245-254. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9648085 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
65 Kolla, P.K., Desai, M., Pathapati, M.R., & et.al. (2012). Cutaneous Manifestations in Patients with Chronic Kidney Disease on Maintenance Hemodialysis. ISRN Dermatol, doi: 10.5402/2012/679619. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3398619/pdf/ISRN.DERMA TOLOGY2012-679619.pdf Levey, A.S., Eckardt, K.U., Tsukamoto, Y., & et.al. (2005). Definition and classification of chronic kidney disease: a position statement from Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). Kidney International, 67(6), 2089-2100. Doi:10.1111/j.1523-1755.2005.00365.x. Diunduh dari: www.nature.com/ki/journal/v67/n6/full/4495286a.html. Latifah, I., Suswardany, D.L., & Kusumawati, Y. (2012). Hubungan antara kadar hemoglobin, kadar albumin, kadar kreatinin dan status pembayaran dengan kematian pasien gagal ginjal kronik di RSUD Moerwadi Surakarta. Jurnal Kesehatan, ISSN. 5(1), 83-92. Diunduh dari: http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3070/10.%20I SMATUL.pdf?sequence=1 Madeiro, A.C., Machado, P.D., Bonfim, I.M., Braqueais, A.R., & Lima F.E. (2010). Adherence of chronic renal insufficiency patients to hemodialysis. ACTA, 23(4), 546-551. Diunduh dari http://www.scielo.br/pdf/ape/v23n4/en_16.pdf McEwen, M & Nies, M.A. (2007). Community/public health nursing: promoting the health of populations. Fourth edition. USA: Saunders Elsevier. Medical Education Institute/Life Option Publication. (2004). Fatigue in CKD. Control, 4 (1), S1-P4. Murphree, D.D., Sarah, & Thelen. (2010). Chronic kidney desease in primary care. J Am Board Fam Med, 23(4), 542-550. Diunduh dari: http://www.medscape.com/viewarticle/725635_4. National Kidney Desease Education Program (NKDEP). (2011). Chronic kidney desease (CKD) and diet: Assesment, management, and treatment. National Kidney Foundation (NKF). (2013). About chronic kidney desease. 30 East 33rd Street, New York. Orth, S.R., & Hallan, S.I. (2008). Smoking: A Risk Factor for Progression of Chronic Kidney Disease and for Cardiovascular Morbidity and Mortality in Renal Patients—Absence of Evidence or Evidence of Absence?. Clin J Am Soc Nephrol, 3, 226-236. doi: 10.2215/CJN.03740907.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
66 Price, S.A., & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa, Brahm U. Pendit….(et. al). Edisi 6. Jakarta: EGC. PERNEFRI. (2012). 5th Annual report of Indonesian renal registry. Diunduh dari: http://www.pernefri-inasn.org/gallery.html Renal Resource Centre. (2010). An introduction to conservative care of advanced kidney desease. 37 Darling Point Rd, Darling Point NSW 2027 Australia. Diunduh dari http://www.renalresource.com/pdf/IntroCCACKD.pdf Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. (2012). Profil RSUP Fatmawati tahun 2012. Diunduh dari: ridtrophid.files.wordpress.com/2012/03/materi-rsupfatmawati4.pdf. Saldana, T.M., Basso, O., Darden, R., & Sandler, D.P. (2007). Carbonate beverages and chronic kidney desease. Epidemiology, 18 (4), 501-506. Doi: 10.1097/EDE.0b013e3180646338. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3433753/ Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2008). Textbook of Medical Surgical Nursing. 12 ed Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Stengel, B., Tarver-Carr, M.E., Powe, N.R., Eberhardt, M.S., & Brancati, F.L. (2003). Lifestyle factors, obesity and the risk of chrobic kidney desease. Diunduh dari Epidemiology, 14 (4), 479-487. http://www.jstor.org/discover/10.2307/3703801?uid=3738224&uid=2134& uid=2&uid=70&uid=4&sid=21104242977443 Stewart, M., Barnfather, A., Neufeld, A., Warren, S., Letourneau, N., & Liu, L. (2006). Accessible support for family caregivers of seniors with chronic conditions: From isolation to inclusion. Canadian Journal on Aging, 25(2), 179-192. Sturesson, A., & Ziegert, K. (2014). Prepare the patient for future challenges when facing hemodialysis: nurses experiences. International Journal of Qualitative Studies on Health and Well-Being, 9, 1-14. Diunduh dari: http://www.ijqhw.net/index.php/qhw/article/viewFile/22952/33272. Sulistyaningsih, D.R. (2012). Efektivitas training efikasi diri pada pasien penyakit ginjal kronik dalam meningkatkan kepatuhan terhadap intake cairan. Unissula, 50 (128). Diunduh dari: http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/majalahilmiahsultanagung/article/view /69/63 Tamura, M.K., Li, S., Chen, S.C., & et.al. (2014). Educational programs improve the preparation for dialysis and survival of patients with chronic kidney Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
67 disease. Kidney International, 85, 686-692. Doi:10.1038/ki.2013.369. diunduh dari: http://www.kidney-international.org Thomas, R., Kanso, A., & Sedor, J.R. (2008). Chronic Kidney Disease and Its Complications. Prim care, 35(2), 329–vii. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2474786/ Thomas, V.J., & John, J.F. (2013). The Psychosocial Experience of Patients with End-Stage Renal Disease and Its Impact on Quality of Life: Findings from a Needs Assessment to Shape a Service. ISRN Nephrology, 1-8. Undang-Undang Republik Indonesia. (2007). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Diunduh dari http://www.bplhd.jakarta.go.id. United State Renal Data System (USRDS).(2012). CKD in general population. Volume 1. Diunduh dari: www.usrds.org V Wurara, Y.G., Kanine, E., & Wowiling, F. (2013). Mekanisme koping pada pasien penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di rumah sakit Prof. Dr. R. D. Kandao Manado. E Journalkeperawatan (e-Kp), 1 (1), 1-7. Diunduh dari http://www.ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/download/224/1811. World Health Organization (WHO). (2010). Why Urban Health Matters. Diunduh dari:http://www.who.int/world-health day/2010/media/whd2010background.pdf Ziegert, K., Fridlund, B., & Lidell, E. (2007). Professional support for next of kin of patients receiving chronic haemodialysis treatment: A content analysis study of nursing documentation. Journal of Clinical Nursing, 16, 353-361. Ziegert, K., & Sturesson, A. (2014). Prepare the patient for future challenges when facing hemodialysis: nurses' experiences. Int J Qual Stud Health Wellbeing, 1-14. doi: 10.3402/qhw.v9.22952
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
Lampiran 1 SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
Masalah
: Ketidakpatuhan
Pokok bahasan
: Hemodialisa
Waktu
: 15 menit
Sasaran
: Tn. A dan Keluarga
Hari/tanggal
: Juni 2014
Tempat
: RSUP Fatmawati ruang teratai lantai 5 selatan
I.
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga mampu mengetahui dan mengikuti rencana terapi pada gagal ginjal kronik.
II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Klien dan keluarga mampu: a. Menjelaskan tentang pengertian hemodialisa b. Menyebutkan manfaat dan komplikasi dilakukannya hemodialisa c. Memutuskan untuk melakukan hemodialisa
III. MATERI PENYULUHAN Hemodialisa (pengertian, prosedur, komplikasi, manfaat)
IV. METODE PENYULUHAN a. Ceramah. b. Tanya jawab.
V. MEDIA Leaflet
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
VI. No
Kegiatan pemberian informasi Tahapan dan
Kegiatan penyuluh
Kegiatan klien dan
waktu 1
keluarga
Kegiatan awal
-
Memberi salam
-
-
Menjelaskan
tujuan
dan
materi
Menjawab salam
penyuluhan yang akan diberikan -
Menyebutkan
materi
yang akan diberikan 2
Kegiatan inti (10 menit)
-
-
Memuat materi yang -
Memperhatikan
akan diberikan
mendengarkan
Menjelaskan
dan
tentang
Hemodialisa (prosedur, komplikasi dan manfaat) -
Memberikan dukungan
kepada
pasien 3
Penutupan
(3
menit)
VII.
-
Melakukan evaluasi
Menjawab pertanyaan
-
Menyimpulkan
Memperhatikan
bersama keluarga
mendengarkan
dan
Metode Evaluasi
a. Apa yang bapak ketahui tentang hemodialisa? b. Sebutkan manfaat dan komplikasi dilakukannya hemodialisa
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
VIII. Evaluasi a. Evaluasi struktur -
Pasien berada ditempat penyuluhan
-
Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan diruang rawat
-
Mahasiswa dan keluarga berada di tempat sesuai kontrak waktu yang telah disepakati
b. Evaluasi proses -
Pelaksanaan sesuai rencana
-
Keluarga berperan aktif dalam diskusi dan tanya jawab
-
Keluarga mengikuti kegiatan dari awal hingga selesai
c. Evaluasi hasil Pasien mengetahui tentang Hemodialisa (pengertian, prosedur, komplikasi, dan manfaat).
IX. Lampiran materi
Hemodialisis
1. Pengertian dan prinsip kerja hemodialisis Hemodialisis merupakan suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme berupa larutan (ureum dan kreatinin) dan air yang ada pada darah melalui membran semipermeabel atau yang disebut dengan dialyzer (Thomas, 2002). Prinsip kerja fisiologis dari hemodialisis adalah difusi dan ultra filtrasi. Difusi merupakan proses perpindahan molekul dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan larutan berkonsentrasi rendah sampai tercapai kondisi seimbang.
Proses terjadinya difusi dipengaruhi oleh suhu, visikositas dan ukuran dari molekul. Saat darah dipompa melalui dialyzer maka membran akan mengeluarkan tekanan positifnya, sehingga tekanan diruangan yang berlawanan dengan membran menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan cairan dan larutan dengan ukuran kecil bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi menuju daerah yang bertekanan rendah (tekanan hidrostatik). Karena adanya tekanan hidrostatik Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
tersebut maka cairan dapat bergerak menuju membran semipermeabel. Proses ini disebut dengan ultrafiltrasi. Difusi merupakan proses perpindahan molekul dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan larutan berkonsentrasi rendah sampai tercapai kondisi seimbang. Proses terjadinya difusi dipengaruhi oleh suhu, visikositas dan ukuran dari molekul. Saat darah dipompa melalui dialyser maka membran akan mengeluarkan tekanan positifnya, sehingga tekanan diruangan yang berlawanan dengan membran menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan cairan dan larutan dengan ukuran kecil bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi menuju daerah yang bertekanan rendah (tekanan hidrostatik). Karena adanya tekanan hidrostatik tersebut maka cairan dapat bergerak menuju membran semipermeabel. Proses ini disebut dengan ultrafiltrasi.
2. Persiapan pasien Keperluan penanganan pre-dialisis meliputi bantuan psikologis, termasuk monitor klinis tentang kondisi gangguan ginjal. a. Pemasangan akses hemodialisa
Terdapat 2 kategori tempat inserting hemodialisis yaitu (Thomas, 2002): -
Melalui perkutaneus, termasuk jugularis, subklavia dan femoralis. Akses perkutaneus menggunakan kanula atau kateter yang dimasukkan ke vena mayor atau vena besar. Kateter digunakan sementara apabila anastomosis fistula belum matang. Pembuluh darah vena yang dapat digunakan yaitu subclavia, femoralis dan vena jugularis internal. Pemasangan kateter dapat berupa satu atau dua lumen yang dimasukkan dengan menggunakan anastesi lokal atau general.
-
Arteriovenous fistulae (AVF) dan Arteriovenous graft Arteriovenous fistulae (AVF) dikerjakan melalui prosedur operasi anastomosis antara arteri brakialis dan vena sefalika pada tangan kiri pasien. Kecepatan aliran darah berkisar antara 800 – 1000 mL/menit. AVF dapat dilakukan 3 – 4 bulan sebelum hemodialisis diberikan dengan tujuan agar terjadi proses kematangan jaringan pada daerah anastomosis saat hemodialisis dilakukan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
b. Dosis, adekuasi dan durasi hemodialisa
-
Dosis Hemodialisis Dosis HD yang diresepkan yaitu :
Tentukan tinggi badan dan berat badan pasien untuk mengukur volume
Tentukan volume yang mengacu pada normogram
Tentukan klirens urea dari dialyzer yang dipakai sesuai dengan laju aliran darah (Qb). Lihat petunjuk pada kemasan dialyzer.
Lama dialisis yang diinginkan dalam jam (T) : KT/V = 1,2 (untuk HD 3X seminggu).
Dosis
HD
yang
sebenarnya
dapat
ditentukan
setelah
hemodialisis, dengan rumus :
KT/V = -ln(R– 0,008t) + (4 – 3,5R) X (BB pradialisis – BB pasca dialisis)
-
BB pasca dialisis
Ket : ln = logaritma natural
R = Ureum pasca dialisis/ureum pra dialisis
Adekuasi Hemodialisis Kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi dialisis. dengan angka morbiditas dan mortalitas. Adekuasi dialisis diukur dengan menghitung Urea reduction Ratio (URR) dan KT/V. URR dihitung dengan rumus yaitu : URR = 100 X (1 – Ct/Co) Ket: Ct : ureum post dialisis, Co : ureum predialisis
-
Durasi hemodialysis Berdasarkan pengalaman selama ini tentang durasi HD, frekuensi 2X perminggu telah menghasilkan nilai KT/V yang mencukupi (> 1,2) dan juga pasien merasa lebih nyaman. Selain itu, dana asuransi kesehatan yang tersedia juga terbatas dan hanya dapat menanggung HD dengan frekuensi rata-rata 2X perminggu.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
c. Pendidikan kesehatan dan latihan
Sebelum dialisis, perawat harus menyiapkan latihan. Termasuk mendiskusikan hal yang menjadi perhatian pasien atau tentang sesi terakhir dialisis, membaca semua catatan tentang sesi dialisis terakhir dan menanyakan permasalahan intra dialisis. Pengukuran tekanan darah, pemberian cairan dan latihan klinis, semuanya memberikan kontribusi terhadap latihan dry-weight yang benar. Perawat menjelaskan kepada pasien tentang tujuan, persiapan, pelaksanaan dan evaluasi pasca hemodialysis. Perawat memberikan dukungan psikologis agar pasien dapat bekerjasama dengan tim hemodialisis selama pasien membutuhkan terapi dialisis ini.
3. Manfaat Hemodialisa -
Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
-
Membuang kelebihan air
-
Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
-
Memperbaiki status kesehatan
4. Komplikasi Hemodialisa -
Hipotensi/hipertensi
-
Kram otot
-
Mual dan muntah
-
Sakit kepala
-
Sakit dada
-
Gatal-gatal
-
Demam dan menggigil
-
Kejang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
Lampiran 3 SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
Masalah
: Ketidakpatuhan
Pokok bahasan
: Pembatasan cairan dan diit pada gagal ginjal
Waktu
: 15 menit
Sasaran
: Tn. A dan Keluarga
Hari/tanggal
: Juni 2014
Tempat
: RSUP Fatmawati ruang teratai lantai 5 selatan
I.
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga mampu mengetahui dan melakukan pembatasan cairan dan diit pada gagal ginjal kronik.
II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Klien dan keluarga mampu: a. Menjelaskan tentang pembatasan cairan pada gagal ginjal kronik b. Menyebutkan diit yang tepat bagi penderita gagal ginjal kronik c. Melaksanakan pembatasan cairan
III. MATERI PENYULUHAN a. Pengelolaan diet gagal ginjal kronik b. Pembatasan cairan pada gagal ginjal kronik
IV. METODE PENYULUHAN a. Ceramah. b. Tanya jawab.
V. MEDIA Leaflet
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
VI.
Kegiatan penyuluhan
No Tahapan
dan Kegiatan penyuluh
Kegiatan
waktu 1
klien
dan
keluarga
Kegiatan
awal - Memberi salam
pembuka
- Menjawab salam
(3 - Menjelaskan tujuan dan
menit).
materi
penyuluhan
yang akan diberikan - Menyebutkan
materi
yang akan diberikan
2
Kegiatan inti (7 - Memuat materi yang - Memperhatikan menit)
akan diberikan
dan
mendengarkan
- Menjelaskan pembatasan cairan dan diit pada gagal ginjal kronik
3
Penutupan
(5 - Melakukan evaluasi
menit)
- Menyimpulkan bersama keluarga
Menjawab pertanyaan Memperhatikan
dan
mendengarkan
VII. Metode Evaluasi a. Sebutkan jumlah pembatasan cairan pada klien b. Sebutkan diit yang diperlukan pada gagal ginjal kronik
VIII. Evaluasi a. Evaluasi struktur -
Peserta berada ditempat penyuluhan
-
Penyelenggaraan
penyuluhan
dilakukan
diruang
rawat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
-
Mahasiswa dan keluarga berada di tempat sesuai kontrak waktu yang telah disepakati
b. Evaluasi proses -
Pelaksanaan sesuai rencana
-
Keluarga berperan aktif dalam diskusi dan tanya jawab
-
Keluarga mengikuti kegiatan dari awal hingga selesai
c. Evaluasi hasil -
Pasien mengetahui tentang pembatasan cairan dan diit pada pasien gagal ginjal kronik
IX. Lampiran materi
Pengelolaan diit dan restriksi cairan pada penderita gagal ginjal kronik
a. Restriksi cairan Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal kronik, karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini mengenai keadaan hidrasi klien. Berat badan harian merupakan parameter penting yang dipantau selain catatan yang akurat mengenai asupan dan keluaran. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema dan intoksikasi cairan. Asupan yang kurang optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi dan perburukan fungsi ginjal.
Asupan cairan diberikan sesuai dengan pengukuran yang kebutuhan dalam 24 jam. Kebutuhan pasien akan air dapat dilakukan melalui pengukuran urin yang dikeluarkan dalam 24 jam menggunakan gelas silinder dan ditambah air 500 ml. Jumlah ini akan mengganti jumlah air yang hilang dari dalam tubuh (volume urin + 500 cc).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
Untuk mengurangi rasa haus dan xerostomia dapat digunakan permen karet dan saliva substitute. Memberikan cairan sesuai yang diinginkan dengan cara dibekukan.
b. Pengelolaan diit rendah protein dan rendah garam Pada pasien CKD sering terjadi mual, muntah, anoreksia, dan gangguan lain yang menyebabkan asupan gizi tidak adekuat/tidak mencukupi. 1. Apakah maksud diit rendah protein dan rendah garam Diit rendah protein dilakukan dengan mengkonsumsi protein dan garam sesuai dengan kemampuan ginjal menyaring sisa metabolisme protein, supaya sisa tersebut tidak menumpuk dalam darah karena dapat bersifat racun. 2. Apakah perbedaan diit dengan makanan biasa ₋
Konsumsi protein dikurangi dari kebutuhan normal. Diutamakan menggunakan protein berasal dari hewan seperti: susu, daging, ikan dan sebagainya.
₋
Membatasi garam bila ada edema (bengkak) dan tekanan darah tinggi
₋
Konsumsi cairan disesuaikan dengan jumlah air seni satu hari, ditambah 500 ml (yaitu air yang keluar melalui keringat dan pernafasan).
₋
Kalori harus cukup agar protein tidak pecah dijadikan energi, paling kurang 35 kal per kg berat badan per hari.
3. Makanan yang mengandung tinggi protein Makanan sumber protein umumnya berupa lauk pauk. -
Makanan sumber protein hewani seperti: daging ayam, ikan, hati, telur, susu, keju dan sebagainya mempunyai mutu protein yang lebih baik. Pilihlah sebagai sumber protein makanan golongan ini dalam jumlah telah ditentukan
-
Makanan sumber protein nabati: tahu, tempe, oncom, kacang tanah, kacang merah, kacang tolo, kacang hijau, kacang kedele dan sebagainya memiliki mutu protein lebih rendah disbanding protein hewani, oleh karena itu sebaiknya dihindarkan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
4. Cara pengaturan diit rendah protein -
Hidangkanlah makanan yang sebaik-baiknya dan menarik sehingga menimbulkan selera makan
-
Porsi makanan kecil tetapi padat dan diberikan sering misal 6 x sehari.
-
Makanan tinggi kalori, rendah protein seperti sirop, madu, permen, baik sebagai penambah kalori, tetapi hendaknya tidak diberikan dekat waktu makan, karena dapat mengurangi nafsu makan.
-
Pilihlah makanan sumber protein hewani dalam jumlah yang telah ditentukan.
-
Bila ada edema (bengkak) atau tekanan darah tinggi, perlu mengurangi garam dan makan makanan yang diberi natrium dalam pengolahannya.
-
Bila jumlah air seni berkurang dari normal. Maka perlu pembatasan minum.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
Lampiran 5 Hamilton Anxiety Rating Scale 0: bila tidak ada gejala (keluhan) 1: bila mengalami gejala ringan 2: bila mengalami gejala sedang 3: bila mengalami gejala berat 4: bila mengalami gejala berat sekali GEJALA YANG DIRASAKAN 1. Perasaan cemas (ansietas) yang saya alami
0
1
2
3
4
1
diantaranya seperti cemas, firasat buruk, takut akan fikiran sendiri, dan mudah tersinggung. 2. Ketegangan yang saya alami diantaranya
1
seperti merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah. 3. Saya mengalami ketakutan pada gelap, orang
1
asing dan tinggal sendiri. 4. Saya mengalami gangguan tidur seperti sukar
1
masuk/memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi buruk ataupun mimpi menakutkan. 5. Saya mengalami gangguan kecerdasan seperti
1
sukar konsentrasi, daya ingat menurun dan daya ingat buruk. 6. Saya
merasa
depresi
(murung)
yang
1
diantaranya gejala sedih, hilang minat, bangun dini hari, perasaan berubah-ubah setiap hari. 7. Gejala somatik/fisik (otot) yang saya alami
2
seperti sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tdak stabil.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
GEJALA YANG DIRASAKAN 8. Gangguan fisik yang saya alami, gejalanya
0
1
2
3
4
1
seperti telinga berdenging, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemas, perasaan ditusuk-tusuk. 2
9. Gejala jantung dan pembuluh darah yang saya rasakan seperti berdebar-debar,denyut jantung cepat, nyeri di dada, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan, denyut nadi mengeras, denyut jantung menghilang (berhenti sekejap).
2
10. Gejala pernafasan yang saya alami diantaranya rasa tertekan atau sempit dada, rasa tercekik dan napas pendek atau sesak. 11. Gejala
pencernaan
yang
saya
2
rasakan
diantaranya sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, sukar buang air besar, dan berat badan menurun. 12. Gejala buang air kecil yang saya alami diantaranya seperti buang air kecil dan tidak dapat menahan air seni. Pada bapak gejala yang dirasakan diantaranya ejakulasi dini, ereksi melemah, impotensi. 13. Gejala autonom yang saya alami diantaranya
1
1
mulut kering, muka merah, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa nyeri, mudah berkeringat dan bulu-bulu berdiri. 14. Tingkah laku yang saya alami diantaranya
1
gelisah, tidak tenang, jari gemetar, muka tegang, otot tegang/mengeras, muka merah dan nafas pendek dan cepat. Jumlah nilai angka (total score): 18 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
Cara penilaian: masing-masing nilai angka dari ke 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu: < 14 = tidak ada kecemasan 14-20 = kecemasan ringan 21-27 = kecemasan sedang 28-41 = kecemasan berat 42-6 = kecemasan berat sekali
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
i Lampiran 6 SKALA BRADEN Nama pasien:
Nama pemeriksa:
tanggal pengkajian:
1. Keterbatasan penuh Tidak berespon (tidak mengeluh, tersentak, atau memegang) terhadap rangsangan nyeri karena penurunan kesadaran atau dalam sedasi Atau Keterbatasan kemampuan untuk merasakan nyeri di hampir seluruh tubuh
2. Sangat terbatas Berespon saat dirangsang nyeri. Tidak dapat menyebutkan rasa tidak nyaman kecuali dengan mengerang atau gelisah Atau memiliki gangguan sensorik yang membatasi kemampuan untuk merasakan rasa sakit atau ketidaknyamanan lebih dari ½ tubuh
3. Agak terbatas Merespon perintah verbal, tetapi tidak dapat selalu mengkomunikasikan rasa tidak nyaman Atau memiliki beberapa gangguan sensorik yang membatasi kemampuan untuk merasakan rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam 1 atau 2 ekstremitas.
4. Tidak ada gangguan Merespon perintah verbal. Tidak memiliki defisit sensorik yang akan membatasi kemampuan merasakan nyeri atau suara atau rasa tidak nyaman.
3
1. Kelembaban konstan KELEMBABAN Derajat kulit yang terpapar Kulit selalu lembab karena kelembaban keringat, urin, dll. Kelembaban terdeteksi saat klien bergerak, atau berubah posisi. 1. Tirah baring (bedfast) AKTIVITAS Tingkat aktivitas fisik Terbatas di tempat tidur
2. Sangat lembab Kelembaban sering terjadi, tapi tidak selalu lembab. Linen harus diganti setiap pergantian shift.
3. Kadang lembab Kulit kadang-kadang lembab, linen harus diganti ekstra kira-kira sekali sehari
4. Jarang lembab Kulit biasanya kering. Linen hanya perlu diganti sesuai jadwal.
3
2. Chairfast Kemampuan untuk berjalan sangat terbatas atau tidak ada. Tidak bisa menopang berat badan. harus dibantu pindah ke kursi atau kursi roda.
3. Berjalan Sesekali Berjalan kadang-kadang pada siang hari,tapi untuk jarak yang sangat pendek, dengan atau tanpa bantuan., menghabiskan Mayoritas setiap shift di tempat tidur atau kursi.
4. Sering berjalan Dapat berjalan sendiri pada siang hari sedikitnya 2 kali sehari didalam kamar dan setiap 2 jam selama terjaga
3
PERSEPSI SENSORI kemampuan untuk merespon secara bermakna adanya tekanan terkait rasa tidak nyaman
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
ii MOBILITAS Kemampuan mengubah dan mengontrol posisi tubuh
1. Imobilisasi total Tidak dapat melakukan perubahan posisi tubuh atau ekstremitas tanpa bantuan, walaupun hanya sedikit.
NUTRISI Pola asupan makanan yang lazim
1. Sangat buruk Tidak pernah makan makanan dengan lengkap. Jarang makan lebih dari 1//3 dari setuap makanan yang diberikan. Makan 2 porsi atau kurang protein (daging atau produk susu). Tidak mengambil suplememn dan diit cair atau mendapatkan cairan intra vena selama lebih dari 5 hari
GESEKAN & GESERAN
1.
Membutuhkan bantuan sedang sampai bantuan maksimal dalam bergerak Sering meluncur ke bawah di tempat tidur atau kursi, memerlukan sering reposisi dengan bantuan maksimal. Spastisitas, kontraktur atau agitasi menyebabkan gesekan hampir konstan.
2. Sangat terbatas Kadang-kadang melakukan perubahan kecil pada posisi tubuh dan ekstremitas. Tapi tidak mampu melakukan perubahan yang sering dan berarti secara mandiri. 2. Kemungkinan tidak adekuat Jarang makan makanan lengkap dan umumnya makan hanya sekitar ½ dari makanan yang ditawarkan. Asupan Protein hanya mencakup 3 porsi daging atau produk susu per hari. Kadang akan membutuhkan suplemen makanan atau menerima kurang optimum sejumlah makanan cair atau tube feeding 2. Berpotensi masalah Bergerak lemah atau membutuhkan bantuan minimal. Mempertahankan posisinya relatif baik di kursi atau tempat tidur sebagian besar waktu tapi kadangkadang meluncur ke bawah.
3. Sedikit terbatas Dapat dengan sering melakukan perubahan kecil pada posisi tubuh dan ekstremitas secara mandiri.
4. Tidak ada keterbatasan Dapat melakukan perubahan posisi yang bermakna dan sering tanpa bantuan.
3
3. Adekuat Makan lebih dari setengah dari sebagian besar makanan. Santapan total 4 porsi protein (daging, produk susu) per hari. Kadang akan menolak makan, tetapi biasanya memerlukan suplemen, atau makan dengan feeding tube atau TPN yang mungkin memenuhi kebutuhan gizi.
4. Baik Makan sebagian besar makanan setiap kali makan. Tidak pernah menolak makan. Biasanya makan total 4 atau lebih porsi daging dan produk susu. Kadang makan di antara waktu makan. Tidak memerlukan suplementasi
3
3. Tidak ada masalah Bergerak di tempat tidur dan di kursi mandiri dan memiliki kekuatan otot yang cukup untuk mengangkat sepenuhnya selama bergerak. Menjaga posisi yang baik di tempat tidur atau kursi
© Copyright Barbara Braden and Nancy Bergstrom, 1988 All rights reserved
3
Skor total
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014
18
i Lampiran 7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
Biodata Nama Tempat, Tangal lahir Jenis Kelamin Agama Golongan Darah Alamat
Telepon/HP Email
II.
: Kartika Mawarsari Sugianto : Bogor, 28 September 1982 : Perempuan : Islam :O : Jl. Raya Sukabumi Kp. Tegal Kopi Rt.01/10 Desa Ciadeg Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor 16740 : 087873116987 :
[email protected] [email protected]
Riwayat Pendidikan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
SDN Ciadeg 1 : 1987-1993 SMPN 1 Caringin : 1993-1996 SMUN 1 Cijeruk : 1996-1999 AKPER Wijaya Husada Bogor : 1999-2002 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia: 2011-2013 Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia : 2013-sekarang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Mawarsari Sugianto, FIK UI, 2014