UNIVERSITAS INDONESIA
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA MENGANJURKAN ORANG LAIN UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA DIMUKA UMUM MELAKUKAN KEKERASAN TERHADAP ORANG ATAU BARANG Studi Kasus Atas Nama Terdakwa: Habib Mohamad Rizieq Syihab di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
SKRIPSI
NUZIWAR 059923170X
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI PK III (PRAKTISI HUKUM) DEPOK JANUARI 2010
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA MENGANJURKAN ORANG LAIN UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA DIMUKA UMUM MELAKUKAN KEKERASAN TERHADAP ORANG ATAU BARANG Studi Kasus Atas Nama Terdakwa: Habib Mohamad Rizieq Syihab di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
NUZIWAR 059923170X
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI PK III (PRAKTISI HUKUM) DEPOK JANUARI 2010
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh : Nama : NUZIWAR NPM : 059923170X Program Studi : PK III Judul Skripsi : Pembuktian Tindak Pidana Menganjurkan Orang Lain Untuk Melakukan Perbuatan Pidana Secara Bersama-sama Dimuka Umum Melakukan Kekerasan Terhadap Orang atau Barang. Studi Kasus Atas Nama Terdakwa: Habib Mohamad Rizieq Syihab di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi PK III, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Chudry Sitompul, S.H.,M.H.
(
)
Pembimbing : Febby M. Nelson, S.H., M.H.
(
)
Penguji
: Ana Rusmanawaty, S.H., M.H.
(
)
Penguji
: Sri Laksmi Anindita, S.H., M.H.
(
)
Penguji
: Junaedi, S.H., M.Si., LL.M.
(
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 08 Januari 2010
ii Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar kesarjanaan S-1 (Sarjana Hukum) pada Program Kekhususan III (Praktisi Hukum) Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Chudry Sitompul, S.H., M.H., dan Ibu Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H.,. selaku dosen pembimbing, yang
dengan penuh kesabaran telah
membimbing saya dalam penulisan skripsi ini; 2. Para dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, wawasan dan pengalamannya; 3. Seluruh staf sekretariat Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah menunjukkan kerja samanya yang baik; 4. Khusus kepada istriku tersayang Niena Asmarasari yang telah dengan sabar memberi semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan ini, kepada dua anakku Ahmad Habibie Nusyirwan Fadhila Yudha dan Ravenska Salsabila Augustine Gadiza Wardhani yang selalu memberi inspirasi kepada saya, demikian juga kepada seluruh keluargaku yang telah memberi banyak dorongan moral untuk penyelesaian studi saya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, Januari 2010
Penulis iii Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: NUZIWAR
NPM
: 059923170X
Program Studi : Departemen
:
Fakultas
: Hukum
Jenis karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pembuktian Tindak Pidana Menganjurkan Orang Lain Untuk Melakukan Perbuatan Pidana Secara Bersama-sama Dimuka Umum Melakukan Kekerasan Terhadap Orang atau Barang. Studi Kasus Atas Nama Terdakwa: Habib Mohamad Rizieq Syihab di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 07 Januari 2010 Yang menyatakan
( NUZIWAR )
iv Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
ABSTRAK
Nama : NUZIWAR Program Studi : Program Kekhususan III (Praktisi Hukum) Judul : Pembuktian Tindak Pidana Menganjurkan Orang Lain Untuk Melakukan Perbuatan Pidana Secara Bersama-sama Dimuka Umum Melakukan Kekerasan Terhadap Orang atau Barang Studi Kasus Atas Nama Terdakwa: Habib Mohamad Rizieq Syihab di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Penelitian ini mengkaji dan menjawab permasalahan tentang bagaimana implementasi pasal 170 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-2 tentang tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersamasama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat serta dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Penelitian ini apabila dilihat dari tujuannya termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui penelitian kepustakaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti tentang tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Analisis data menggunakan teknik analisis data content analisys dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa implementasi 170 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-2 terhadap pelaku tentang tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang memiliki kelemahan terhadap pemenuhan unsur-unsur delik. Ini dikarenakan terdakwa merupakan tokoh masyarakat dan seorang ustadz yang selalu memberikan ceramah-ceramah, dan isi dari ceramah tersebut dijadikan sebagai unsur dalam penyertaan penganjuran yaitu memberi kesempatan untuk melakukan perbuatan pidana. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku didasari pada unsur obyektif dan unsur subyektif. Unsur obyektif didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Sedangkan unsur subyektif didasarkan pada keyakinan (diri pribadi) hakim tersebut yang menangani, mengadili dan memutus suatu perkara terhadap diri terdakwa. Kata Kunci : hukum normatif, bersifat deskriptif, data sekunder, memberi kesempatan
v Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
ABSTRACT
Name : NUZIWAR. Study Program : PK III ( Practitioner Law) Title : Verification of doing an injustice suggest others to conduct crime by together in public conduct hardness to neither fish nor flesh. Case Study On Behalf Of Defendant: Habib Mohamad Rizieq Syihab in District Court Jakarta Center.
This research study and answer problems about how section implementation 170 sentence ( 1) KUHP section jo 55 sentence ( 1) second about doing an injustice suggest others to conduct crime by together in public conduct hardness to neither fish nor flesh in District Court Jakarta Center and also Judge of district court Jakarta consideration base Center in dropping crime to doing an injustice perpetrator suggest others to conduct crime by together in public conduct hardness to neither fish nor flesh. This research if seen from its target is including research type punish normatif having the character of is descriptive. used by Data type is sekunder data. Technique data collecting that is passing research of bibliography related to problem of accurate about doing an injustice suggest others to conduct crime by together in public conduct hardness to neither fish nor flesh. Data analysis use technique analyse analisys content data with approach qualitative. Pursuant to this research is obtained [by] result of that implementation 170 sentence (1) KUHP section jo 55 sentence ( 1) second to perpetrator about doing an injustice suggest others to conduct crime by together in public conduct hardness to neither fish nor flesh have weakness to accomplishment of elements glare at. This because of defendant represent elite figure and a ustadz which always give discourses, and content from the discourse made as element in and also fomentation that is giving opportunity to conduct crime. Judge consideration in dropping crime to perpetrator constituted by at objective element and subyektif element. relied on Objective element of law and regulation. While subyektif element relied on confidence (personal x'self) the judge which handle, judging and breaking a[n case to defendant x'self.
Keyword : normatif law, sekunder data, giving opportunity.
vi Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. ii KATA PENGANTAR ….....…………………………………………...…….... iii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..……………......iv ABSTRAK .………………………………………………………….………..... v ABSTRACT……………………………………………………….………….... vi DAFTAR ISI …………………………………………………………….……. vii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix 1. PENDAHULUAN ………………………………………….. ….................. 1 1.1 Latar Belakang …………….………………………………..................... 1 1.2 Perumusan Masalah ……….…………………………..……………..…. 9 1.3 Tujuan Penelitian ………….………………………………………..…. 10 1.4 Metode Penelitian ………….………………………………………..… 11 1.4.1 Sifat Penelitian ………….……………………………………..… 12 1.4.2 Pendekatan………….……………………………………..………12 1.4.3 Metode Pengumpulan Data ….……………………………………12 1.4.4 Pengolahan dan Analisis Data ………….………………………...13 1.5 Sistematika Penulisan ……………………….……………………….…13 2. URAIAN MENGENAI SISTEMATIKA DALAM BEBAN PEMBUKTIAN …………………..…………………………….. 15 2.1 Hukum Pembuktian ………………………………………………….…15 2.2 Teori Pembuktian ……………………………………………………….16 2.2.1 Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Belaka (Conviction in Time)……………. …………………….…..……. 17 2.2.2 Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim atas Alasan yang Logis (Conviction Raisonee)…………………….………… 17 2.2.3 Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif (Positief Wettelijke Bewijstheorie)…………………………...…. 18 2.2.4 Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif (Negatief Wettelijke Bewijstheorie)……………….……………. 18 2.2.5 Pembuktian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP)…………………………………………….…. 19 2.3 Alat-alat Bukti Menurut UU …………………………….……………. 20 2.3.1 Keterangan saksi …………………………………………………20 2.3.1 Keterangan ahli ……………………………………….………… 24 2.3.1 Surat ……………………………………………………..……… 25 2.3.1 Petunjuk ……………………………………….…………………27 2.3.1 Keterangan terdakwa …………………………………………… 29 2.4 Beban Pembuktian Yang Diatur Diluar KUHAP …………………….. 30 vii Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
3. METODE TINJAUAN UMUM MENGENAI PENYERTAAN MENGANJURKAN ORANG LAIN UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA DIMUKA UMUM MELAKUKAN KEKERASAN TERHADAP ORANG ATAU BARANG ……………………….......... 34 3.1 Pengertian Penyertaan Dalam Tindak Pidana ……………................. 34 3.2 Kedudukan Para Pelaku Perbuatan Pidana Yang Dilakukan Secara Massal ……………………………………………. 38 3.3 Delik Tindak Pidana Menganjurkan Orang Lain Untuk Melakukan Perbuatan Pidana Secara Bersama-sama Dimuka Umum Melakukan Kekerasan Terhadap Orang Atau Barang …………………………………………………………. 48 3.4 Unsur-unsur Menganjurkan Orang Lain Untuk Melakukan Perbuatan Pidana Secara Bersama-sama Dimuka Umum Melakukan Kekerasan Terhadap Orang Atau Barang ……….……… 49 4. ANALISA MENGENAI PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA MENGANJURKAN ORANG LAIN UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA DALAM KASUS HABIB MOHAMMAD RIZIEQ SYIHAB ......................................................... 52 4.1 Duduk Perkara ………...........................................................................52 4.2 Dakwaan Jaksa Penuntut Umum .……………………………………. 55 4.3 Pertimbangan Hukum …………………..……………………………. 61 4.4 Putusan Pengadilan Negeri ……………………………………………82 4.5 Analisis ……………………………….……………………………… 84 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 98 5.1 Duduk Perkara ………...........................................................................98 5.2 Dakwaan Jaksa Penuntut Umum .……………………………………. 99 DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 101 LAMPIRAN ................................................................................................... 104
viii Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. : 1616/PID/B/2008/PN.JK.PST………………………………….104
ix Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Fenomena perbuatan pidana yang dilakukan secara massal baik yang
dilakukan dengan massa yang terorganisisr ataupun yang tidak terorganisir yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia sudah semakin marak dan memprihatinkan, dimana perbuatan tersebut sudah menjadi wabah sosial yang dengan cepat menjalar kemana-mana, mulai dari kota besar hingga pelosok tanah air.1 Perbuatan pidana yang dilakukan secara massal adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang berlaku disertai ancaman sanksi bagi pelanggarnya dan perbuatan tersebut dilakukan oleh sekumpulan orang banyak atau lebih dari satu orang yang jumlahnya tanpa batas. Beberapa kasus yang muncul tentang kejahatan yang dilakukan secara massal ini yaitu : (1) kasus insiden di Monumen Nasional pada hari minggu tanggal 1 Juni 2008, kelompok Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) terluka parah akibat pemukulan yang dilakukan oleh puluhan orang dari massa yang mengenakan atribut Front Pembela Islam (FPI) di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, tepatnya di dekat lapangan parkir Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, sekitar pukul 13.00 WIB, 2 ; (2) kasus pembentukan propinsi Tapanuli yang terjadi pada 3 Pebruari 2009, massa pendukung pembentukan Protap berunjuk rasa di gedung DPRD Sumut untuk menuntut anggota Dewan itu melakukan sidang paripurna pembentukan Protap sebagai provinsi baru. Namun, massa pendukung Protap tersebut terlibat aksi anarkis sehingga mengakibatkan 1
Amuk Massa diIndonesia Sudah jadi wabah Sosial. Desember, 2009. http//www. kompas.com/kompas. Cetak/02.10/20/utama/pres1.htm 2 FPI Beringas, 10 Anggota AKKBB Terluka Parah. Desember, 2009. http://www.kompas. com/read/xml/ 2008/06/01/16521199/
1 Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
Universitas Indonesia
2
Ketua DPRD Sumut masa itu Abdul Aziz Angkat meninggal dunia. 3 Berdasarkan kasus di atas telah jelas terjadi pelanggaran pidana dan idealnya semua pihak yang terlibat amuk massa harus diproses secara hukum, tapi realita yang terjadi hanya sebagian saja yang diproses, menurut pihak penyidik yang ditangkap adalah orang-orang yang dianggap otak/dalang dari semua perbuatan pidana yang dilakukan, bisa dikatakan representatif dari semua pelaku, padahal dalam hukum pidana baik pelaku dan pembantu sampai pada peran terkecil yaitu pendukung dari perbuatan pidana dikenakan sanksi apabila memang terbukti mempunyai hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perbuatan yang dilakukan sehingga perbuatannya dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hukum pidana kita mengenal yang namanya delik penyertaan yang memberikanklasifikasi orang dianggap sebagai pelakuu dan pembantu dalam suatu tindak pidana. Ternyata dalam pelaku bukan saja mereka yang memenuhi unsur suatu kejahatan, akan tetapi juga mereka yang terlibat didalam peristiwa rindak pidana, 4 untuk kejahatan dalam beberapa golongan yaitu: pelaku (pleger), menyuruh melakukan (doenpleger), turut serta (medepleger), dan pengajur (uitlokker). Tapi untuk delik penyertaan biasanya kejahatan yang dilakukan dalam hal wajar yang bisa dianalisis dan diklasifikasikan mana yang merupakan pelaku, actor intelektual dan actor materialis, 5 dalam hal ini jelas jumlah subyeknya dan ketentuannya dalam hukum pidana. Tapi hal tersebut bukan merupakan jawaban yang tepat untuk bisa menjawab permasalahan tentang perbuatan pidana yang dilakukan secara massal karena dalam hal ini banyak pihak yang terkait dan terlibat, sehingga perlu pengklasifikasian yang jelas sebatas dan sejauh mana keterlibatan serta hubungan antar setiap pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut. Tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang atau penyertaan, sering menimbulkan kesulitan dalam proses pemeriksaannya, karena banyak peserta yang 3
Panitia Pembentukan Protap Divonsi Tujuh Tahun Penjara. Desember, 2009. http://www.me dia indonesia .com/read /2009/12/01/108943/126/101/ 4 Loebby Loebby, Percobaan, Penyertaan Dan Gabungan Tindak Pidana (Jakarta: Universitas Tarumanegara, 1996), hal. 52 5 ibid, hlm. 72
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
3
turut serta melakukan tindak pidana tersebut. Dalam praktiknya tindak pidana dapat diselesaikan oleh bergabungnya beberapa orang, yang setiap orang melakukan wujud-wujud tingkah laku tertentu kemudian melahirkan suatu tindak pidana. Pemidanaan terhadap pelaku penyertaan dalam tindak pidana berbeda-beda. Antara pelaku utama, pelaku pembantu maupun penganjur dikenakan sanksi pidana yang berbeda-beda. Padahal, para pelaku tersebut, dianggap telah melakukan tindak pidana secara penuh. Pada kenyataannya, kadang sulit dan kadang juga mudah untuk menentukan siapa diantara mereka yang perbuatannya benar-benar telah memenuhi rumusan tindak pidana, artinya dari perbuatannya yang melahirkan tindak pidana itu. Untuk menentukan kedudukan para pelaku perbuatan pidana yang dilakukan secara massa dapat menggunakan teori atau doktrin delik penyertaan, karena perbuatan pidana yang dilakukan secara massal tidak ada perbedaan dengan perbuatan pidana seperti biasanya yang tertuang dalam peraturan perundangundangan hukum pidana. Seseorang dikatakan bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang dilakukan apabila dalam dirinya terdapat atau mempunyai kesalahan dalam dirinya yang merupakan azas-azas dari pertanggungjawaban pidana. Dalam perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dalam hal ini sesuai dengan konsep penyertaan yang kedudukan para pelaku berbeda-beda yaitu ada yang sebagai aktor intelektual, aktor material, bersama-sama melakukan dan yang membantu melakukan perbuatan pidana. Secara ideal apabila dikontekskan dalam konsep penyertaan maka dalam hal kontribusi atau peranan dalam melakukan perbuatan pidana dengan banyaknya pelaku tentunya berbeda-beda, dan dalam segi pertanggungjawaban pidananya pun berbeda-beda juga. Pada bentuk penyertaan turut serta (medepleger), dalam melakukan perbuatan pidana para pelaku dalam hal terbukti secara bersama-sama baik itu dari fisik dan non fisik maka kedudukanya sama artinya selama semua perbuatan yang dilakukan bersama itu tidak berlebihan atau tidak diluar dari yang direncanakan sebelumnya yang telah disepakati maka tanggungjawabnya sama. Tetapi apabila ada diantara para pelaku dan turut serta melakukan perbuatan yang diluar dari kesepakatan diawal,
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
4
maka tanggungjawabnya berbeda artinya disesuaikan dengan besarnya peranan yang diberikan pada perbuatan pidana tersebut. Bentuk penyertaan menganjur lakukan (uitlokker) adalah dalam hal ini terdapat dua posisi kedudukan para pelaku yang memang sudah dibeda-bedakan tidak seperti turut serta lakukan. Ada sebagai penganjur (aktor intelektual) dan yang melakukan anjuran (aktor material), jadi karena memiliki peranan yang berbedabeda maka, tanggungjawab pidana yang diemban pastinya juga berbeda-beda. Bagi pihak yang menganjurkan pada prinsipnya tanggungjawabnya hanya sebatas pada perbuatan yang benar-benar dianjurkan saja dan tidak lebih 6 yaitu sebagai contoh menganjur mencuri, jadi pertanggungjawaban yang menganjur hanya sebatas pada mencuri apabila lebih maka penganjur tidak bertanggungjawab, dan hal ini sebagaimana batas keterlibatan penganjur. Bagi yang melakukan anjuran dari penganjur maka pertanggungjawabannya dapat melebihi pada batasan dari perbuatan yang dianjurkan, jika hal itu memang timbul secara berkaitan sebagai akibat langsung dari perbuatan pihak yang menganjurkan. 7 Jadi sebagai contoh pada sebuah segerombolan massa yang tidak terorganisir kemudian terprovokatori untuk melakukan perbuatan pidana berupa merusak rumah seorang warga yang dianggap sebagai dukun santet, dan pihak yang memprovokatori bisa terlibat langsung atau langsung pergi dan hanya menonton saja aksi massa tersebut. Dari para massa yang pada awalnya terprovokasi untuk melakukan penghancuran rumah saja kemudian bisa menjadi lebih brutal sampai memukul orang yang dianggap sebagai dukun santet. Jadi dengan mendasari hal tersebut maka massa di hukum sesuai dengan semua perbuatan yang telah dilakukan. Perlu ditegaskan bahwa terhadap penganjur dalam perbuatan pidana yang dilakukan secara massal peran sertanya tidak hanya sebatas menganjurkan saja kemudian melihat / mengamati perbuatan yang dianjurkan sampai selesai, tetapi juga bisa turut andil pada saat perbuatan pidana dilakukan. Dengan melihat pernyataan 6
Abdul Kholiq, Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2002, hlm. 232 7 ibid, hlm. 232
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
5
tersebut maka kedudukan penganjur tetap sebagai penganjur meskipun dalam hal ini penganjur juga turut serta melakukan perbuatan pidana. Bentuk penyertaan menganjurkan (uitlokker) terdapat dalam rumusan pasal 55 KUHP, bentuk penyertaan ini sama halnya dengan menyuruh lakukan (doen pleger), dalam bentuk menganjurkan terdapat pelakunya paling sedikit ada dua orang atau lebih dan kedudukannya masing-masing terdapat dua pihak yaitu, sebagai pihak yang menganjurkan dan pihak yang melakukan anjuran. Hanya saja yang melakukan anjuran penganjur bukan sebagai alat (instrument) yang tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban tetapi orang yang melakukan anjuran disini dapat dihukum atau dimintakan pertanggungjawabannya. 8 Jadi disini sifatnya bahwa yang menganjur lakukan hanya sebagi orang yang mengerakkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana yang mana sebelumnya orang yang dianjurkan tersebut belum punya niat untuk melakukan perbuatan pidana kemudian akhirnya mempunyai niat karena tergerak oleh orang yang menganjurkan. Pada massa yang tidak terorganisir sangat mudah untuk dipengaruhi karena tidak adanya kordinasi atau pihak-pihak yang memimpin dan mengarahkan gerak massa tersebut sehingga disini pihak penganjur dapat dengan mudah masuk kedalam kerumunan massa. Adapun massa tergerak kerana adanya satu permasalahan dan isu yang sama dan terjadi secara spontanitas. Bentuk penyertaan mengajurkan (uitlokker) berlaku bagi perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dengan massa yang terbentuk tidak secara terorganisir dan untuk jenis perbuatan pidananya adalah bentuk kekerasan primitif yang tidak terencana. Dengan melihat bentuk kekerasan massa tersebut massa bergerak dengan bentuk massa yang tidak terorganisir yang didalamnya terdapat pihak-pihak yang memicu terjadinya perbuatan pidana untuk pertama kalinya sehingga massa yang lain tergerak hatinya untuk berbuat, seperti pengeroyokakan, tawuran dan lain-lain. Permasalahan yang sering timbul dalam praktek adalah sulitnya membedakan mana yang sebagai penganjur dan mana yang tidak karena dalam prakteknya massa 8
R. Soesilo, KUHP serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1996), hlm .74
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
6
yang ditindak adalah massa yang secara fisik dan nyata telah ikut berbuat secara langsung dilapangan dan bukan yang tidak bergabung dalam kerumunana massa yang berbuat. Sebab biasanya penganjur pada bentuk massa yang tidak terorganisir, hanya sebatas pembakar emosi karena isu yang dibangun adalah isu bersama bagi massa untuk ditindak secara brutal dan anarkis sehingga masuk dalam kategori perbuatan pidana. Pada kenyataannya untuk bentuk massa yang terbentuk tidak secara terorganisir ini dalam melakukan perbuatan pidana, niat awal bisa muncul dan berawal dari diri pribadi masing-masing dan bukan dari orang lain, yang mana hal tersebut terjadi karena memiliki satu permasalahan dan isu yang sama dan harus diselesaikan dengan cara yang ilegal dan melawan hukum. Sebagai contoh pemukulan terhadap pencopet yang ditangkap warga secara beramai-ramai kemudian dipukuli massa secara spontanitas dengan tanpa adanya yang memprovokatori atau mempengaruhi untuk berbuat. Maka pada kasus diatas penyelesain tidak dengan menggunakan delik penyertaan menganjur lakukan (uitlokker), tetapi dengan menggunakan delik biasa. Artinya diterapkan dengan model pebuatan yang dilakukan oleh individu, pelakunya individu dan pertanggungjawaban pidana yang juga individu. Jadi dalam hal tidak adanya pihak penganjur atau provokator maka antar pelaku atau massa yang berbuat tidak memiliki hubungan atau ikatan satu dengan yang lainnya, tetapi terpisah. Kedudukan antar pelaku massa satu dengan yang lainnya sama-sama sebagai pelaku penuh dan pertanggungjawaban disesuaikan dengan kontribusi perbuatan yang dilakukan masing-masing pelaku. Sehingga pada bentuk penyertaan ini kedudukkan antar pelaku baik yang menganjur atau yang dianjur melakukan sama-sama sebagai pelaku perbuatan pidana, dan diantara keduanya tidak ada hubungan yang mengikat pada waktu pelaksanaan perbuatan tidak seperti turut serta melakukan. Hubungan antara kedua terjadi yaitu pada saat sebelum perbuatan pidana dilakukan. Sama halnya dengan menyuruh melakukan hanya saja dalam menyuruh melakukan yang disuruh pelaku berada dibawah kendali yang menyuruh dan hal ini berbeda dengan menganjur
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
7
lakukan karena disini penganjur memiliki peranan yang sangat terbatas yaitu sebatas menganjurkan saja. Untuk massa yang terorganisir para penganjur ini atau istilah lain adalah provokator sangat mudah terdeteksi karena keluar dari rencana yag telah disepakati para massa yang terorganisir tersebut. Sering kali dalam perbuatan pidana yang dilakukan secara massal baik massa yang terbentuk secara terorganisir atau tidak terorgansir, dalam praktek selama ini yang ditangkap dan yang dijadikan tersangka adalah orang-orang yang dianggap otak atau pemimpin dalam suatu kelompok massa yang melakukan perbuatan pidana. Dalam hal perbuatan pidana yang dilakukan secara massal oleh sebuah organisasi masyarakat berupa penyerangan dan perusakan seperti yang dilakukan oleh Front Pembela Islam yang merupakan sebuah perkumpulan orang dalam bentuk organisasi masyarakat, sehingga butuh kejelian dan ketelitian untuk menentukan pihak-pihak yang terlibat dan dipertanggung jawabkan kepada siapa, apakah pada perorangannya atau kepada organisasinya, dengan harapan agar tercipta sebuah keadilan yang sesuai dengan proporsinya. Permasalahan tentang perbuatan pidana yang dilakukan secara massal tidak hanya selesai pada pelakunya saja tapi juga pada korban yang dirugikan baik secara langsung maupun tidak langsung, yang mana jarang sekali dari para korban yang melaporkan kepihak yang berwajib walaupun secara hukum para korban tersebut benar. Apabila dilaporkan dari pihak yang berwajib sendiri kesulitan untuk menentukan yang mana yang harus ditangkap yang pada akhirnya hanya representasi dari para pelaku. Dalam hukum pidana tidak mengenal hal tersebut, dan tentunya hal ini mencederai nilai keadilan yang ada dimasyarakat. Perbuatan pidana atau kejahatan massal biasanya identik dengan perbuatan main hakim sendiri (eigenrechting) yang berdasarkan realitas dimasyarakat ada perbedaan gerakan background yang melatarbelakanginya yang diusung sebagai legitimasi kekuatan agar tindakan yang dilakukan mempunyai efek penjera membuat takut para calon korbannya, biasanya ada yang mengatasnamakan komunitas, suatu perkumpulan, ras, suku, agama dan lain-lain.
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
8
Terkait dengan perbuatan yang dilakukan oleh suatu komunitas maupun kelompok bagi aparat tidak sulit untuk menindaknya, tapi apabila berkaitan dengan ras, suku, dan agama apalagi yang berbentuk sebuah organisasi sangat sulit untuk ditindak karena merupakan masalah yang sangat sensitif apalagi mengingat kondisi masyarakat kita yang heterogen. Hal yang cukup pelik adalah yang terkait dengan agama. Jadi dalam hal kejahatan massa tidak mudah bagi polisi untuk menangkap dan menyidik pelaku, apalagi polisi cenderung berhati-hati agar tidak terpeleset dalam tindak pelanggaran (“Kejahatan”) menurut Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Seorang provokator diduga menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana juga perlu diuji kebenarannya, apakah ceramah-ceramah yang diberikan oleh seorang pimpinan organisasi masyarakat dalam acara yang dihadiri oleh orang banyak merupakan sebuah provokasi. Contoh kasus seperti ceramah Habib Rizieq pada 22 Mei 2008 di Masjid Islah, Jalan Petamburan III Jakarta. Ceramah ini menjadi cikal bakal upaya Rizieq untuk menggerakan anggota FPI untuk melakukan kekerasan. Ada lima poin materi ceraman yang dinilai bisa menggugah angggota FPI. 9 Hal ini diungkapkan oleh jaksa penuntut umum pada persidangan perdana kasus penyerangan kelompok Ahmadiyah beberapa waktu lalu di kawasan Monas Jakarta, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kebebasan untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapat adalah prinsip universal di dalam negera demokrasi. Pasal 28F UUD 1945 berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan,
mengolah,
dan
menyampaikan
informasi
dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Berdasarkan hal tersebut diatas, dengan sering terjadinya peristiwa perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dengan berakhir anarkis, dan hal tersebut kurang mendapat perhatian dari aparat penegak hukum yang hal ini lebih kepada 9
Rizieq Hadapi Dakwaan Berlapis. Desember, 2009. http://www.hukumonline.com/holemp /berita/baca /hol19970/
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
9
sistem penegakan hukum yang seperti apa yang diterapkan untuk bisa mengatasi hal tersebut, karena mengingat kita sebagai negara hukum, yang segala sesuatunya mempunyai ketentuan dan aturan yang jelas untuk mencegah terjadinya abuse of power. Dalam hal merumuskan perbuatan pidana yang dilakukan secara massal memang relatif sulit karena memang belum ada konstruksi aturan yang jelas untuk mengakomodir hal tersebut, dan hal ini tidak dapat dibiarkan berlalu tanpa tidak lanjut untuk menanganinya karena ada banyak pihak yang dirugikan, tapi yang menjadi permasalahan kepada siapa saja perbuatan tersebut akan dipertanggung jawabkan, apakah kepada semua pihak yang terlibat dengan jumlah puluhan bahkan ratusan dengan keterbatasan dan kesulitan yang dihadapi aparat penegak hukum atau hanya refresentatif dari semua pelaku massal, padahal dalam prakteknya ada para pelaku yang telah memenuhi kriteria baik perbuatan dan kesalahan telah memenuhi unsur untuk dipidana tapi tidak ditindak oleh aparat. Untuk proses hukum terhadap orang yang dituduh menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana itu perlu dibuktikan apakah orang tersebut benar-benar telah melakukan menyuruh melakukan perbuatan pidana seperti disebutkan di atas. Pembuktian ini dilakukan untuk memberi rasa keadilan kepada si terdakwa melakukan pembelaan diri atas dakwaan aparat penegak hukum.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana penerapan pembuktian tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana
didalam praktek mengenai pada
perbuatan pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang atas kasus terdakwa Habib Mohammad Rizieq Syihab ?
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
10
2.
Bagaimana KUHP mengatur tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana ?
3.
Apakah Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili
tindak pidana
menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersamasama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang atas kasus terdakwa Habib Mohammad Rizieq Syihab sudah tepat didalam penerapan hukumnya ?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan, apa yang hendak dicapai
oleh peneliti. 10 Secara umum tujuan penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara lengkap penanganan oleh pihak aparat penegak hukum terhadap tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui bagaimanakah penerapan pembuktian tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana
didalam
praktek mengenai pada perbuatan pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang atas terdakwa Habib Mohammad Rizieq Syihab. 2.
Untuk
mengetahui
bagaimanakah
KUHP
mengatur
tindak
pidana
menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersamasama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang.
3.
Untuk mengetahui kendala-kendala apa yang dihadapi oleh aparat penegak hukum didalam membuktikan tindak pidana menganjurkan orang lain untuk
10
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press, 1986), hal. 18.
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
11
melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang.
1.4
Metode Penelitian. Metode penelitian mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu
penelitian. Metodologi merupakan unsur yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, perannya antara lain: menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner, memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintegrasikan pengetahuan mengenai masyarakat. 11 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul didalam gejalayang bersangkutan. 12 Penelitian hukum tidak akan mungkin dipisahkan dari disiplin hukum maupun ilmu-ilmu hukum. Penelitian hukum dapat dibedakan antara penelitian hukum normatif dan penelitian sosiologis atau empiris hukum. Pada penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primeir, sekunder, dan tertier. 13 Penelitian hukum yang normatif biasanya merupakan studi dokumen, yakni menggunakan sumber-sumber data sekunder saja yang berupa peraturan perundangundangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan pendapat para sarjana.
11 12 13
Ibid. hal. 7. Ibid. hal. 43. Ibid. hal. 52
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
12
Pada penelitian hukum sosiologis atau empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer dilapangan, atau terhadap masyarakat. 14 Penelitian
hukum
yang
empiris
merupakan
penelitian
hukum
mengenai
pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, UU atau kontrak) secara “in action” pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Metode pendekatan yang digunakan adalah berupa pendekatan yuridis normatif, yaitu menganalisis permasalahan dari sudut pandang atau menurut ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku sekarang. Dalam setiap penelitian ada berbagai metode pengumpulan data yang dapat dipergunakan. Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan. Apabila dilihat dari sudut informasi yang diberikannya, maka bahan pustaka dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu bahan primer dan bahan sekunder. 15 Bahan-bahan primer dalam penelitian ini antara lain UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP sedangkan bahan sekunder terdiri dari beberapa buku yang terkait, artikel, internet dan lain-lain. Dari hasil penelitian kepustakaan penulis memahami peraturan-peraturan yang berlaku yang kemudian dilihat implementasinya di lapangan dan menghubungkan teori-teori yang ada dengan kenyataan di lapangan.
1.4.1
Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriftif analisis untuk memperoleh gambaran yang
jelas mengenai pokok permasalahan. Penelitian ini didasarkan pada ketentuanketentuan yang ada dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan KUHP yang kemudian dihubungkan dengan kasus tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana.
14
Ibid. hal. 52. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Rajawali Pers, 1995), hal. 29. 15
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
13
1.4.2
Pengolahan dan Analisis Data Ada berbagai pendapat para pakar dibidang penelitian mengenai tujuan dari
analisis, diantaranya analisis adalah penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasi 16 . Untuk menganalisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode kualitatif yang berdasarkan pokok permasalahan yang ada, kemudian data disederhanakan menjadi bahasan yang sistematis. Pendekatan
kualitatif
sebenarnya
merupakan
tatacara
penelitian
menghasilkan data deskriftif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata 17 .
1.5.
Sistematika Penulisan Tulisan ini terdiri dari lima bab yang saling berangkai dari satu bab ke bab
lain. Adapun sistematika penulisan ini diuraikan sebagai berikut: Bab I: Pendahuluan, dalam bab ini akan dibahas dan dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II: Uraian Mengenai Sistematika Dalam Beban Pembuktian, dalam bab ini akan dibahas dan dijelaskan mengenai hukum pembuktian, alat-alat bukti menurut UU, serta teori pembuktian yang berkaitan dengan penelitian. Bab III: Tinjauan Umum Mengenai Menganjurkan Orang Lain Untuk Melakukan
Perbuatan
Pidana
Secara
Bersama-sama
Dimuka
Umum
Melakukan Kekerasan Terhadap Orang Atau Barang, dalam bab ini akan dibahas dan dijelaskan mengenai, pengertian penyertaan pada umumnya, delik tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dan unsur-unsur menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. 16
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1981), hal.213. 17 Soekanto, Ibid. hal. 32.
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
14
Bab IV: Analisa Mengenai Pembuktian Tindak Pidana Menganjurkan Orang Lain Untuk Melakukan Perbuatan Pidana Secara Bersama-sama Dimuka Umum Melakukan Kekerasan Terhadap Orang Atau Barang Dalam Kasus Habib Mohammad Rizieq Syihab, dalam bab ini akan dibahas dan dijelaskan mengenai penerapan pasal-pasal ini di lapangan yang terdiri dari: duduk perkara, pertimbangan hukum, putusan pengadilan negeri, dan tanggapan atas putusan pengadilan negeri tersebut. Bab V: Penutup, dalam bab ini akan dibahas dan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil studi kasus serta saran-saran yang berkaitan dengan kesimpulan tersebut.
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
BAB 2 URAIAN MENGENAI SISTEMATIKA DALAM BEBAN PEMBUKTIAN
2.1
Hukum Pembuktian Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung
pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materil maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah memiliki rumusan sistem pembuktian tersendiri. Adapun rumusan sistem pembuktian tersebut tentunya untuk mendukung tujuan dari hukum acara pidana, yaitu untuk mencari dan memperoleh kebenaran materiil. 17 Pembuktian adalah merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses pemeriksaan perkara perdata maupun perkara pidana dalam persidangan. Tujuan hukum acara perdata ataupun hukum acara pidana adalah mencari kebenaran. Perbedaannya dalam perkara perdata dan tujuan yang hendak dicapai ialah kebenaran formal sementara perkara pidana mencari kebenaran sejati atau kebenaran materiil. Mencari kebenaran sejati ini sangat luas, karena itu dalam KUHAP terdapat empat tahap dalam mencari kebenaran sejati yakni melalui : a.
Penyidikan.
b.
Penuntutan.
c.
Pemeriksaan di persidangan.
d.
Pelaksanaan, pengamatan, dan pengawasan.
17
Departemen Kehakiman RI, Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Jakarta : Departemen Kehakiman RI, 1982), hlm. 1.
15
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
Universitas Indonesia
16
Sehingga acara pembuktian hanyalah merupakan salah satu fase dari hukum acara pidana secara keseluruhan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. 18 Membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut. Baik dalam proses acara pidana maupun acara perdata diperlukan adanya pembuktian, yang memegang peranan penting 19 Dengan tercapainya kebenaran materiil maka akan tercapai pula tujuan akhir hukum acara pidana, yaitu untuk mencapai suatu ketertiban, ketentraman, keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat. 20 Ditinjau dari perspektif sistem peradilan pidana maka perihal pembuktian merupakan hal yang sangat determinan bagi setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam proses pemeriksaan perkara pidana, khususnya dalam hal menilai terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. 21
2.2
Teori Pembuktian Tujuan dari acara pidana adalah untuk menentukan kebenaran, dan
berdasarkan atas kebenaran itu akan ditetapkan suatu putusan hakim yang melaksanakan suatu peraturan hukum pidana. Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara pidana. Bagaimana akibatnya jika seseorang yang didakwakan berdasarkan alat 18
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hal. 273. 19 Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hal. 11. 20 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (Jakarta : Sinar Grafika, 2001), hlm. 9. 21 Lilik Mulyadi, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana : Teori, Praktik, Teknik Penyusunan dan Permasalahannya (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 49-50.
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
17
bukti yang ada disertai keyakinan hakim, padahal tidak benar. Maka soal yang amat penting bagaimana hakim dapat menetapkan hal adanya kebenaran itu, soal ini adalah mengenai pembuktian dari hal sesuatu. 22 Dalam hal pembuktian ada beberapa teori tentang sistem pembuktian, teori-teori yang dimaksud antara lain: 2.2.1
Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Belaka (Conviction in Time) Suatu sistem pembuktian, untuk menentukan bersalah atau tidaknya terdakwa
semata-mata berdasarkan dari keyakinan hakim saja. Tidak menjadi masalah keyakian tersebut diperoleh darimana. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan, bisa juga dari keterangan atau pengakuan terdakwa. Hakim tidak diwajibkan menyebutkan alasan atas keyakinannya, dan kalau hakim menyebutkan alat bukti yang dia pakai maka hakim dapat memakai alat bukti apa saja. Kelemahan sistem ini hakim bisa menjatuhkan hukuman pada seseorang terdakwa hanya berdasarkan keyakinan tanpa didukung alat bukti lain, disamping itu hakim leluasa membebaskan terdakwa walaupun kesalahan terdakwa telah cukup bukti yang mengarah kepada kesalahan terdakwa selama hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa. Sistem pembuktian ini dahulu pernah dianut di Indonesia pada pengadilan distrik dan pengadilan kabupaten. 23
2.2.2
Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim atas Alasan yang Logis (Conviction Raisonee) Teori ini hampir sama dengan teori Conviction in Time, yaitu pembuktian
berdasarkan keyakinan hakim tetapi dibatasi oleh alasan-alasan yang jelas, dimana hakim harus menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan yang mendasari
22
Wirjono Projodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Eresco, 1989), hal.
108. 23
Martiman Projohamidjojo, op. cit., hal. 110
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
18
keyakinanannya atas kesalahan terdakwa. Alasan-alasan yang dimaksud harus dapat diterima dengan akal yang sehat. Hakim tidak terikat kepada alat-alat bukti yang ditetapkan oleh undangundang. Dengan demikian hakim dapat mempergunakan alat-alat bukti lain yang di luar ketentuan perundang-undangan.
2.2.3
Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif (Positief Wettelijke Bewijstheorie) Sistem pembuktian yang berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-
alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang. Keyakinan hakim dikesampingkan dalam sistem ini. Dalam pembuktian kesalahan terdakwa asal sudah dipenuhi syarat-syarat dan ketentuan pembuktian menurut undang-undang, sudah cukup untuk menentukan kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan apakah hakim yakin atau tidak. Apabila terbukti secara sah menurut undang-undang hakim dapat menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa. Kebaikan sistem pembuktian ini adalah dalam menentukan pembuktian kesalahan terdakwa hakim dituntut untuk mencari dan menemukan kebenaran salah atau tidaknya terdakwa sesuai dengan tata cara pembuktian dengan alat-alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-undang. Teori ini dianut di Eropa pada waktu berlakunya asas inkisitor dalam acara pidana. 24 Hakim menurutnya seolah-olah hanya bersikap sebagai robot pelaksana undang-undang yang tidak memiliki hati nurani. Hakim hanya suatu alat perlengkapan pengadilan saja.
2.2.4
Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif (Negatief Wettelijke Bewijstheorie)
24
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: CV. Sapta Artha Jaya) hal. 259.
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
19
Sistem pembuktian ini merupakan gabungan dari sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut Conviction in Time. Jadi sistem pembuktian ini merupakan keseimbangan antara dua sistem yang saling bertolak belakang antara yang satu dengan yang lain. Sistem pembuktian ini mengakomodasisistem pembuktian menurut undang-undang secara postifi dan sistem pembuktian menurut keykinan hakim belaka. 25 Kesimpulannya salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Untuk menentukan salah tidaknya seorang terdakwa menurut sistem ini, harus terdapat hal-hal sebagai berikut: Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang
1.
sah menurut undang-undang. 2.
Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.
2.2.5
Pembuktian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Berdasarkan Pasal 183 KUHAP, sistem pembuktian yang dianut oleh
KUHAP adalah sistem pembuktian menurut udang-undang secara negatif dimana dalam isinya berbunyi: hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dengan kata lain untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa harus memenuhi hal-hal sebagai berikut : 1.
Dua alat bukti yang sah.
25
M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm. 799
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
20
2.
Ada keyakinan hakim akan terjadinya tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
2.3
Alat-alat Bukti Menurut UU Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah menentukan secara limitatif
alat bukti yang sah menurut undang-undang. Di luar alat bukti itu, tidak dibenarkan dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Pelaku hukum terikat dan terbatas hanya diperbolehkan mempergunakan alat-alat bukti itu saja. Pembuktian dengan alat bukti di luar jenis alat bukti yang disebut pada Pasal 184 ayat (1), tidak mempunyai nilai serta tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat. Alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai dengan apa yang disebut dalam Pasal 183 ayat (1), 26 adalah: 1.
Keterangan saksi.
2.
Keterangan ahli.
3.
Surat.
4.
Petunjuk.
5.
Keterangan terdakwa.
2.3.1
Keterangan saksi. Dalam Pasal 1 butir 26 KUHAP disebutkan bahwa saksi adalah orang yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengar sendiri, lihat sendiri, dan alami sendiri. Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap para saksi di muka sidang pengadilan, Hakim Ketua sidang terlebih dahulu meneliti apakah semua saksi yang
26
Indonesia, UU Tentang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, LN No. 76 Tahun 1981 TLN No. 3209, pasal 183 ayat (1).
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
21
dipanggil telah hadir dan selanjutnya memberi perintah untuk mencegah jangan sampai para saksi berhubungan dengan yang lain sebelum memberi keterangan di persidangan sebagaimana Pasal 159 ayat (1) KUHAP. Yang dimaksud dalam ketentuan tersebut untuk mencegah agar jangan sampai terjadi antara saksi-saksi tersebut saling mempengaruhi diantara mereka, sehingga keterangan para saksi tersebut tidak dapat diberikan secara bebas. 27 Dari tata urutan alat-alat bukti dalam KUHAP tersebut, maka akan didengar atau menjadi saksi utama (kroon getugie) ialah saksi korban. Saksi korban ialah orang yang dirugikan akibat terjadi kejahatan atau pelanggaran tersebut. Oleh karena itu, adalah wajar jika ia didengar sebagai saksi yang pertama-tama dan ia merupakan saksi utama atau “kroon getuige". Akan tetapi, dalam praktek tidak menutup kemungkinan saksi lain didengar keterangannya terlebih dahulu, misalnya jika pada sidang yang telah ditetapkan saksi korban tidak hadir, sesuai dengan asas pemeriksaan cepat. 19 Setiap orang yang cakap untuk menjadi saksi diwajibkan untuk memberikan kesaksian, orang yang tidak mau memberi kesaksian tanpa alasan yang jelas bisa dikenai hukuman. Pengecualian untuk menjadi saksi antara lain: Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah
a.
sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. b.
Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
c.
Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama
27
H.M.A. Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum (Malang: UMM Press, 2005), hal.362. 19 Ibid., hal. 20
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
22
sebagai terdakwa. 20 Keterangan saksi sebagai alat bukti dijelaskan dalam pasal 185 KUHAP. Syarat-syarat keterangan saksi: a.
Harus mengucapkan sumpah atau janji, dilakukan menurut cara agamanya masing-masing, lafal sumpah atau janji berisi bahwa saksi akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya.
b.
Keterangan saksi yang bernilai sebagai alat bukti yaitu yang saksi lihat sendiri, saksi dengar sendiri, dan saksi alami sendiri, alasan dari pengetahuannya.
c.
Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan.
d.
Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup.
e.
Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri. Untuk menilai keterangan beberapa saksi sebagai alat bukti yang sah, harus
terdapat saling berhubungan antara keterangan-keterangan tersebut, sehingga dapat membentuk keterangan yang membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. Namun dalam menilai dan mengkonstruksi kebenaran keterangan para saksi, Pasal 185 ayat (6) menuntut untuk memperhatikan: a.
Persesuaian antara keterangan saksi.
b.
Persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lain.
c.
Alasan saksi memberi keterangan tertentu. Hakim dilarang memakai sebagai alat bukti suatu keterangan saksi
“testimonium de auditu” atau “hearsay evidence” yang tentang suatu keadaan yang saksi itu hanya dengar saja terjadinya dari orang lain. Kesaksian “testimonium de auditu” tidak diperkenankan sebagai alat bukti, dan selaras pula dengan tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiel, dan pula untuk perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, dimana keterangan seorang saksi yang hanya 20
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Sapta Artha Jaya, 1996), hal.268.
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
23
mendengar dari orang lain, tidak terjamin kebenarannya. 28 Larangan ini baik, bahkan sudah semestinya, akan tetapi harus diperhatikan bahwa kalau ada saksi yang menerangkan telah mendengar terjadinya keadaan dari orang lain, kesaksian semacam ini tidak selalu dapat disampingkan begitu saja, dapat berguna untuk penyusunan suatu rangkaian pembuktian terhadap terdakwa. Dan tentang peristiwa, bahwa saksi dengar seorang lain menceritakan hal sesuatu, kesaksian ini bukanlah keterangan “de auditu”. 29 Walaupun tidak diberikan suatu definisi otentik dalam KUHAP mengenai saksi mahkota, namun berdasarkan perspektif empirik maka saksi mahkota didefinisikan sebagai saksi yang berasal atau diambil dari salah seorang tersangka atau terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana, dan dalam hal mana kepada saksi tersebut diberikan mahkota. Adapun mahkota yang diberikan kepada saksi yang berstatus terdakwa tersebut adalah dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikannya suatu tuntutan yang sangat ringan apabila perkaranya dilimpahkan ke pengadilan atau dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan. 30 Menurut Prof. DR. Loebby Loqman, SH, MH, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan saksi mahkota adalah kesaksian sesama terdakwa, yang biasanya terjadi dalam peristiwa penyertaan. 31 Awalnya, pengaturan mengenai saksi mahkota hanya diatur dalam ketentuan Pasal 168 huruf (c) KUHAP, yang pada pokoknya menjelaskan bahwa pihak yang bersama-sama sebagai terdakwa tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi. Selanjutnya, dalam perkembangannya, maka rekognisi tentang saksi mahkota sebagai alat bukti dalam perkara pidana diatur dalam 28 29
Ibid. hal. 273. R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia (Bandung: Sumur, 1992), hal.
118. 30 31
Lilik Mulyadi, Op.cit., hlm. 85-86. Loebby Loqman, “Saksi Mahkota,” Forum Keadilan (Nomor 11, 1995).
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
24
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1986 K/Pid/1989 tanggal 21 Maret 1990. 32 Pengajuan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam perkara pidana didasarkan pada kondisi-kondisi tertentu., yaitu dalam hal adanya perbuatan pidana dalam bentuk penyertaan dan terhadap perbuatan pidana bentuk penyertaan tersebut diperiksa dengan mekanisme pemisahan (splitsing), serta apabila dalam perkara pidana bentuk penyertaan tersebut masih terdapat kekurangan alat bukti, khususnya keterangan saksi. Hal ini tentunya bertujuan agar terdakwa tidak terbebas dari pertanggungjawabannya sebagai pelaku perbuatan pidana.
2.3.2
Keterangan ahli. Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP ditetapkan bahwa keterangan ahli
merupakan alat bukti yang sah. Dengan alat bukti keterangan ahli merupakan suatu kemajuan yang sangat berarti dalam beracara di pengadilan. Pasal 133 KUHAP menyatakan bahwa penyidik mempunyai wewenang untuk mengajukan permintaan keterangan ahli. Menurut Pasal 1 angka 28 dikaitkan dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) huruf b dan Pasal 186, agar keterangan ahli dapat bernilai sebagai alat bukti yang sah merupakan keterangan yang diberikan oleh seseorang yang mempunyai keahlian khusus tentang sesuatu yang ada hubungannya dengan perkara pidana yang sedang diperiksa. Perbedaan dengan kesaksian adalah bahwa dalam hal kesaksian hakim harus yakin tentang kebenaran hal-hal yang dikemukakan oleh saksi, sedang dalam hal keahlian hakim harus yakin tentang ketepatan pendapat yang dikemukakan oleh seorang ahli. Perbedaan ini tidak mengenai sifat alat bukti sebagai alat yang dipakai
32
Varia Peradilan Nomor 62, Nopember 1990, hlm. 19-44.
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
25
dalam usaha hakim untuk mendapatkan suatu bukti dari hal sesuatu.33 Dalam tata cara pembuktian keterangan ahli sebagai alat bukti, ada dua cara yang biasa ditempuh, yaitu: a.
Meminta keterangan ahli pada tahap pemeriksaan penyidikan oleh aparat penyidik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 133. Hal ini dilakukan penyidik secara tertulis melalui surat.
b.
Menurut Pasal 179 dan Pasal 186 dilakukan dengan jalan meminta ahli memberi keterangan secara lisan dan langsung di sidang pengadilan yang dituangkan dalam catatan berita acara persidangan. Tentang orang-orang ahli ini, pasal 306 HIR mengatakan, bahwa laporan dari
ahli-ahli yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk mengutarakan pendapat dan pikirannya tentang keadaan-keadaan dari perkara yang bersangkutan hanya dapat dipakai guna memberi penerangan kepada hakim, dan hakim sama sekali tidak wajib turut pada pendapat orang-orang ahli itu, apabila keyakinan hakim bertentangan dengan pendapat ahli-ahli itu. Sebaliknya kalau hakim setuju dengan pendapat seorang ahli itu, maka pendapat itu diambil alih oleh hakim dan diahggap sebagai pendapatnya sendiri (overgenomen en tot de zijne gemaakt). 34 Nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas dan keterangan ahli yang berdiri sendiri saja tanpa didukung oleh salah satu alat bukti yang lain, tidak cukup dan tidak memadai membuktikan kesalahan orang.
2.3.3
Surat. Alat bukti surat diatur dalam Pasal 187 KUHAP, dalam pasal ini yang dapat
dinilai sebagai alat bukti yang sah antara lain: surat yang dibuat atas sumpah jabatan
33 34
Prodjodikoro, op.cit., hal. 129. Prodjodikoro, Ibid., hal. 128.
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
26
atau surat yang dikuatkan dengan sumpah yaitu: a.
Berita acara acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya.
b.
Surat yang berbentuk menurut ketentuan perundang-undangan atau surat yang dibuat pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau suatu keadaan.
c.
Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasar keakhliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.
d.
Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian lain. Ada Nilai kekuatan pembuktian surat dapat ditinjau dari segi formal dan dari
segi materiil: 1.
Ditinjau dari segi formal, alat bukti surat adalah alat bukti yang sempurna.
2.
Ditinjau dari segi materiil semua alat bukti surat bukan merupakan alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan asas: a. Proses pemeriksaan perkara pidana ialah untuk mencari kebenaran materiil atau kebenaran sejati. b. Keyakinan hakim. c. Batas minimum pembuktian. Kekuatan pembukian suatu bukti tulisan pada asasnya terdapat pada akte asli.
Apabila akte asli ini ada, maka salinan-salinan atau ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya sekedar salinan atau ikhtisar itu sesuai dengan aslinya yang mana selalu dapat diperintahkan mempertunjukkannya. Apabila akta yang asli hilang atau tidak ada lagi, maka salinan-salinan yang disebutkan dibawah ini dapat memberikan bukti yang sama dengan aslinya:
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
27
1.
Salinan-salinan pertama.
2.
Salinan-salinan yang dibuat atas perintah hakim dengan dihadiri kedua belah pihak, atau setelah para pihak ini dipanggil dengan sah.
3.
Salinan-salinan yang tanpa perantaraan hakim atau diluar persetujuan para pihak, dan sesudahnya pengeluaran salinan-salinan pertama, dibuat oleh notaris yang dihadapannya akte itu telah dibuatnya, oleh pegawai-pegawai yang dalam jabatannya menyimpan aktenya asli dan berwenang memberikan salinansalinan. 35
2.3.4
Petunjuk. Menurut Pasal 188 ayat (1) KUHAP petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau
keadaan karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lainnya lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi tindak pidana dan siapa pelakunya. Jadi petunjuk merupakan suatu isyarat yang dapat ditarik dari suatu perbuatan, kejadian atau keadaan dimana isyarat itu mempunyai persesuaian antara yang satu dengan yang lain maupun isyarat itu mempunyai persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri, dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut melahirkan atau mewujudkan suatu petunjuk yang membentuk kenyataan terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya. Baik dalam rumusan yang diatur dalam Pasal 188 ayat (1) maupun dalam rumusan yang disusun, penekanannya terletak pada kata: persesuaian yakni adanya persesuaian kejadian, keadaan atau perbuatan maupun persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri. Akan tetapi petunjuk sebenarnya bukan alat bukti melainkan kesimpulan belaka yang diambil dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah. 36 Hakim tidak boleh sesuka hati mencari petunjuk dari segala sumber. Sumber
35 36
R. Subekti, Pembuktian, (Jakarta: Eresco, 1987), hal. 38. Prodjodikoro, Ibid, hal. 299.
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
28
yang dapat dipergunakan mengkonstruksi alat bukti petunjuk, terbatas dari alat-alat bukti yang secara limitatif ditentukan dalam Pasal 188 ayat (2). Menurut Pasal 188 ayat (2), petunjuk hanya dapat diperoleh dari: keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Dari ketiga sumber inilah persesuaian perbuatan, kejadian atau keadaan dapat dicari dan diwujudkan. Petunjuk sebagai alat bukti tergantung dan bersumber dari alat bukti yang lain. Alat bukti petunjuk diperlukan bila alat bukti yang lain belum dianggap hakim cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Jadi hakim harus lebih dulu berdaya upaya mencukupi pembuktian dengan alat bukti yang lain sebelum mempergunakan alat bukti petunjuk. Untuk itu dalam menggunakan alat bukti petunjuk baru diperlukan pada tingkat keadaan daya upaya pembuktian sudah tidak mungkin diperoleh lagi dari alat bukti lain. Gambaran petunjuk sebagai alat bukti yang lahir dari kandungan alat bukti yang lain: a.
Selamanya tergantung dan bersumber dari alat bukti yang lain.
b.
Alat bukti petunjuk baru diperlukan dalam pembuktian, apabila alat bukti yang lain belum dianggap hakim cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Atau dengan
kata
lain,
alat
bukti
petunjuk
baru
dianggap
mendesak
mempergunakannya apabila upaya pembuktian dengan alat bukti yang lain belum mencapai batas minimum pembuktian. c.
Oleh karena itu, hakim harus lebih dulu berdaya upaya mencukupi pembuktian dengan alat bukti yang lain sebelum ia berpaling mempergunakan alat bukti petunjuk.
d.
Dengan demikian upaya mempergunakan alat bukti petunjuk baru diperlukan pada tingkat keadaan daya upaya pembuktian sudah tidak mungkin diperoleh lagi dari alat bukti yang lain. Dalam batas tingkat keadaan demikianlah upaya
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
29
pembuktian dengan alat bukti petunjuk sangat diperlukan. 37 Petunjuk dihapus sebagai alat bukti sebagai inovasi dalam hukum acara pidana karena menurut Van Bemmelen petunjuk (aanwijzing) sebagai alat bukti tidak ada artinya. 38 Kalau diperhatikan pasal 188 ayat (3) KUHAP yang mengatakan bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. 39 Disini tercermin bahwa pada akhirnya persoalan mengenai petunjuk diserahkan kepada hakim yang mengadili suatu perkara.
2.3.5
Keterangan terdakwa. Keterangan terdakwa merupakan ungkapan pengakuan dan yang mana pula
dari keterangan itu bagian yang berisi pengingkaran. Dalam Pasal 189 ayat (1) ditemukan pengertian keterangan terdakwa sebagai alat bukti, yang berbunyi: keterangan terdakwa ialah apa yang tentang terdakwa nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Untuk menentukan sejauh mana keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang, diperlukan beberapa asas sebagai landasan berpijak, antara lain keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan dan perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa sebagai alat bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan. Semua keterangan terdakwa hendaknya didengar. Apakah itu berupa penyangkalan, pengakuan ataupun pengakuan sebagian dari perbuatan atau keadaan. Tidak perlu hakim mempergunakan seluruh keterangan seorang terdakwa atau saksi. 40
37 38 39 40
Harahap, Ibid., hal. 273. Ibid. hal. 285. Hamzah, op.cit. hal. 286. Hamzah, op.cit., hal. 287
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
30
Kekuatan pembuktian keterangan terdakwa sifat nilai kekuatannya pembuktiannya adalah bebas, harus memenuhi batas minimum pembuktiannya, dan harus memenuhi asas keyakinan hakim.
2.4
Beban Pembuktian Yang Diatur Diluar KUHAP Menyadari adanya kondisi ketertinggalan perangkat perundang-undangan
yang ada aparat penegak hukum sering kali mempergunakan dan memobilisasikan undang-undang yang ada, sekalipun banyak kasus perkara yang tidak dapat dijangkau oleh hukum karena lemahnya sistem hukum yang ada khususnya aspek hukum pembuktian, sebagai contoh penggunaan teknologi informasi dan komputer untuk modus-modus tindak kejahatan yang bervariasi, dan proses penegakkan hukum sering kali menjadi tidak efektif, ketika teknologi ini diajukan sebagai alat pembuktian karena sistem dan pengaturan alat bukti belum menampung untuk alat bukti berupa produk teknologi informasi dan komputer. Untuk menjadikan teknologi informasi dan komputer diterima sebagai alat bukti elektronik maka di lakukan wilayah perluasan/ekstensifikasi alat bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam pasal 188 ayat (2). Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dari aspek hukum pembuktian dalam sistem peradilan pidana telah terjadi pengaruh dan kemajuan yang signifikan, ketiga bukti elektronik yaitu informasi elektronik, dokumen elektronik, dan hasil cetaknya, dianggap berdiri sendiri dan menambah khasanah jenis alat bukti menurut pasal 184 KUHAP. Selain UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, masih ada undang-undang lain yang didalam pasalnya mengatur alat bukti diluar pasal 184 KUHAP, yaitu antara lain:
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
31
1.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 44 ayat (2) berbunyi sebagai berikut : bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik. 41
2.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Anti Terorisme. Pasal 27 berbunyi sebagai berikut : Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi : alat bukti berupa diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu,dan data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada : tulisan, suara, atau gambar, peta, rancangan, foto dan sejenisnya, huruf, tanda, angka, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahamai oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. 42
3.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Pasal 55 berbunyi sebagai berikut : Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya. 43 41
Indonesia, Undamg-undang Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002, LN No. 137 Tahun 2002, TLN No. 4250, pasal 44 ayat (2). 42 Indonesia, Undamg-undang Tentang Anti Terorisme, UU No. 15 Tahun 2003, LN No. 45 Tahun 2003, TLN No. 4284, pasal 27. 43 Indonesia, Undamg-undang Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No. 23 Tahun 2004, LN No. 21 Tahun 2004, TLN No. 4419, pasal 55.
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
32
4.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. Pasal 9 berbunyi sebagai berikut : (1)
Saksi dan/atau Korban yang merasa dirinya berada dalam Ancaman yang sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa.
(2)
Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian tersebut.
(3)
Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang. 44
5.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pasal 38 berbunyi sebagai berikut :
a.
alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana
b.
alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan
c. 6.
dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 7. 45
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Pasal 5A berbunyi sebagai berikut : (1) Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dapat disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik.
44
Indonesia, Undang-undang Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban, UU No. 13 Tahun 2006, LN No. 64 Tahun 2006 TLN No. 4635, pasal 9. 45 Indonesia, Undang-undang Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 25 Tahun 2003, LN No. 108 Tahun 2003 TLN No. 4324, pasal 38.
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
33
(2)
Penetapan kantor pabean tempat penyampaian pemberitahuan pabean dalam bentuk data elektronik dilakukan oleh Menteri.
(3)
Data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat bukti yang sah menurut Undang-Undang ini. 46
Dengan prinsip “minimum pembuktian” artinya Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya, dengan ditambah alat bukti yang diatur diluar KUHAP akan sangat efektif dapat mengubah hukum pembuktian dalam sistem peradilan pidana KUHAP, terutama dalam konteks proses peradilan dan hukum pembuktian perkara pidana kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang sering kali terpaksa lepas dari jangkauan hukum dan tidak cukup jika hanya ditangani dengan cara dan sistem peradilan dengan sistem pembuktian yang bersifat konvensional.
46
Indonesia, Undang-undang Tentang Kepabeanan, UU No. 17 Tahun 2006, LN No. 93 Tahun 2006 TLN No. 4661, pasal 5A.
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
BAB 3 TINJAUAN UMUM MENGENAI PENYERTAAN MENGANJURKAN ORANG LAIN UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA DIMUKA UMUM MELAKUKAN KEKERASAN TERHADAP ORANG ATAU BARANG
3.1
Pengertian Penyertaan Dalam Tindak Pidana Perbuatan pidana yang dilakukan secara bersama-sama (massal), khususnya
pada jumlah para pelaku yang tidak jelas berapa banyaknya. Diperlukan suatu kajian terkait
dengan
hubungan
antar
masing-masing
pelaku
agar
dalam
hal
pertanggungjawaban pidana atau lebih luasnya dalam penegakkan hukumnya jelas dan tidak asal, sehingga merugikan pihak-pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung . Berbicara dalam hal masalah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku perbuatan pidana yang dalam hal ini berupa sanksi yang merupakan konsekuensi, karena unsur-unsur/ciri-ciri pidana itu sendiri adalah 40 : 1. Pidana pada hakekatnya merupakan satu pengenaan penderitaan atau nestapa/akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan. 2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang) 3. Pidana yang dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. Perlu diingatkan bahwa seseorang yang melanggar hukum pidana tidak dapat dengan langsung diberikan sanksi atas perbuatannya tapi, harus mempunyai 40
Barda Nawawi Arief, Teori-teori & Kebijakan Pidana , Edisi Revisi, Alumni, Bandung, 1998,
hlm. 4
34
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
Universitas Indonesia
35
kesalahan sebab asas dalam dalam pertanggungjawaban pidana adalah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen Straf Zomder Schuld : Actus non facit reum nisi mens sir rea) 41 . Adapun untuk dapat dikatakan seseorang memiliki kesalahan dan patut dipidana adalah harus memenuhi 42 : 1.
Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum) adalah melakukan perbuatan yang bertentangan hukum yaitu bukan saja terhadap undang-undang tapi juga perbuatan yang dipandang dari pergaulan masyarakat tidak patut.
2.
Mampu bertanggungjawab adalah mampu untuk membeda-bedakan antara perbuatan baik dan yang buruk yang sesuai hukum dan yang melawan hukum serta mampu menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya satu perbuatan, hal ini telah ditegaskan dalam pasal 44 KUHP.
3.
Mempunyai kesalahan berupa kesengajaan / kealpaan berkaitan dengan sikap batin seseorang pada saat melakukan satu perbuatan pidana.
4.
Tidak
adanya
alasan
pemaaf.
Suatu
keadaan
yang
menghapuskan
pertanggungjawaban seseorang atas perbuatan pidana yang dilakukan Jadi seorang hakim dalam hal memutuskan seseorang patut dipidana atau tidak, harus melihat ke empat (4) hal diatas. Berkaitan dengan kesalahan terhadap para pelaku perbuatan pidana massal yang tentunya bervariatif, apalagi dengan jumlah pelaku yang puluhan sampai ratusan orang. Menurut Satjipto bahwa mencegah dan menghalau massa yang mengamuk memang dapat dilakukan polisi, tetapi memproses secara hukum adalah soal lain. Artinya polisi memang dapat menangkap pencuri, pelanggar lalu lintas, pembunuh bahkan menangani pelaku kejahatan dalam jumlah tertentu yang jelas, tetapi bukan yang namanya massa yang tidak jelas berapa jumlahnya. 43 Suatu perbuatan pidana dimana dapat dilakukan oleh beberapa orang dengan bagian dari tiap-tiap orang dalam melakukan perbuatan dan sifatnya berlainan dan bervariatif. Hal tersebut dapat dilihat dari peran serta mereka dalam melakukan perbuatan tersebut dimana posisinya bisa sebagai pelaku atau pembantu dalam 41
Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, 1987. hlm.153 Ibid. hlm. 158-164 43 Amuk Massa diIndonesia Sudah Menjadi Wabah Sosial. Desember, 2009. http://www .kompas.com/ kompas-cetak/0210/20/utama/pres1.htm 42
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
36
perbuatan pidana yang dilakukan. Dengan melihat hal tersebut ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan lain perkataan ada dua orang lebih mengambil bahagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana dikenal dengan delik penyertaan (deelneming). 44 Pengertian tentang penyertaan atau deelneming tidak ditentukan secara tegas dalam KUHP tersebut, bentuk bentuk penyertaan Pasal 55 ayat (1) menentukan bahwa dipidana sebagai pembuat atau dader dari suatu perbuatan pidana adalah: Ke-1: Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta melakukan (Zin die het feit plegen, doen plegen en medeplegen). Ke-2: Mereka
yang
dengan
memberi
atau
menjanjikan
sesuatu,
dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana tau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan pidana (Zij die het feit uitlokken). Bentuk Pembantuan Pasal 56 KUHP menentukan bahwa dipidana sebagai pembantu atau medeplichtige suatu kejahatan adalah: Ke-1: Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan sedang dilakukan. Ke-2: Mereka yang dengan sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Menurut ketentuan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan penyertaan ialah “apabila turut sertanya seorang atau lebih pada waktu seorang lain melakukan suatu tindak pidana”, 45 meskipun ciri deelneming pada suatu strafbaar feit itu ada apabila dalam satu delik tersangkut beberapa orang atau lebih dari seorang, tetapi tidak setiap orang yang bersangkutan terjadinya perbuatan pidana itu dapat dinamakan sebagai peserta yang dapat dipidana.
44
S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. (Jakarta: Alumni Ahaem-Petehaem, 1996), hal. 329. 45 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia , Eresco, Bandung, 1989, hlm. 108. Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
37
Perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dilakukan lebih dari satu orang atau lebih, dalam hukum pidana Indonesia mengenal istilah tersebut dengan delik penyertaan yang merupakan bentuk khusus dari hukum pidana, adapun bentuk dari delik penyertaan ini ada empat (4) dan hal ini termaktub pada pasal 55 KUHP, yaitu 46 : 1.
Pleger (yang melakukan perbuatan pidana) ialah orang yang secara materiel dan persoonlijk nyata-nyata melakukan perbuatan yang secara sempurna memenuhi semua unsur dari rumusan delik dalam hal ini hanya sendirian dalam melakukan perbuatan pidana.
2.
Doenpleger (yang menyuruh melakukan perbuatan pidana) ialah orang yang mempergunakan seorang perantara yang tidak dapat dipidana guna mencapai tujuannya, hal tersebut dikarenakan orang yang disuruh memiliki sifat tidak mampu bertanggung jawab dan adanya alasan pemaaf. Adapun pihak yang menyuruh sebagai Actor Intelectualis dan pihak yang disuruh sebagai Actor Materialis, dan dalam hal ini peran si pembujuk bersifat limitatif
3.
Uitlokker (yang mengajurkan melakukan perbuatan pidana) ialah orang yang membujuk untuk mendapat jalan masuk pada orang lain bagi rencana-rencana sendiri, supaya orang lain melakukan perbuatan pidana. dalam hal ini si pembujuk menggunakan sarana-sarana pembujukan (yaitu, pemberianpemberian, janji-janji, penyalahgunaan kekuasaan, kekerasan, ancaman, tipu daya, kesempatan-kesempatan, sarana-sarana atau keterangan-keterangan). Kedudukan pihak dalam hal ini dimana si penganjur sebagai Actor Intelectualis dan yang dianjurkan sebagai Actor Meterialis, dan dalam hal ini peran si pembujuk tidak bersifat limitatif
4.
Medepleger (yang turut serta melakukan perbuatan pidana) ialah seorang pembuat ikut serta mengambil prakarsa dengan berunding dengan orang lain dan sesuai dengan perundingan itu mereka itu sama-sama melaksanakan delik.
46
D. Schaffmeister, N. Keijzer dan PH. Sutorius, Hukum pidana, Ctk. Pertama, Liberty, Yogyakarta, 1995, hlm. 248-256 Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
38
Dalam delik penyertaan berbicara perihal pembuat dan pembantu, untuk pasal 55 KUHP berbicara tentang pembuat, sedang pembantu delik tertuang dalam pasal 56 KUHP yaitu tentang medeplechtiger (pembantu pembuat), yaitu dimana si pembantu dengan sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan dan atau dengan sengaja memberikan kesempatan, sarana-sarana, atau keteranganketerangan untuk melakuakan kejahatan 47 .
3.2
Kedudukan Para Pelaku Perbuatan Pidana Yang Dilakukan Secara Massal
Untuk menentukan kedudukan para pelaku perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dapat menggunakan teori atau doktrin delik penyertaan, karena perbuatan pidana yang dilakukan secara massal tidak ada perbedaan dengan perbuatan pidana seperti biasanya yang tertuang dalam peraturan perundangundangan hukum pidana. Dalam menentukan kedudukan para pelaku perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dapat menggunakan empat macam bentuk dalam delik penyertaan yaitu turut serta (medepleger), menyuruh lakukan (doen pleger),
menganjurkan
lakukan
(uitlokker),
dan
membantu
melakukan
(medeplichtigheid). Adapun dengan keempat macam bentuk penyertaan tersebut apabila dikontekskan dengan bentuk-bentuk perbuatan pidana yang dilakuka secara massal, yang pada akhirnya memperoleh suatu kejelasan terhadap hubungan dan kedudukan para pelaku tersebut, khusunya apabila dalam hal dihadapkan pada banyaknya jumlah pelaku yang tidak jelas berapa besarnya. Satu hal yang menjadi catatan sebelum masuk pada penjelasan tiap-tiap bentuk delik penyertaan yang ada, maka perlu diketahui sebelumnya bahwa untuk bentuk penyertaan pleger tidak masuk dalam kategori perbuatan pidana yang dilakukan secara massal karena menurut penjelasan yang salah satu diambil dari penjelasan KUHP bahwa pleger adalah seseorang yang sendirian telah berbuat mewujudkan segala anasir atau elemen dari peristiwa pidana 48 . Jadi tidak tepat 47 48
Ibid., hlm. 248-249 R.Soesilo, op.cit. hlm. 73 Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
39
kiranya bentuk pleger dimasukan dalam perbuatan pidana yang dilakukan secara massal. Adapun penjelasan mengenai bentuk-bentuk penyertaan tersebut adalah sebagai berikut. a.
Bentuk penyertaan turut serta melakukan perbuatan pidana (medepleger). Bentuk ini terdapat pada pasal 55 KUHP, sedangkan pengertian medeplegen itu sendiri adalah orang yang melakukan kesepakatan dengan orang lain untuk melakukan tindak pidana dan secara bersama-sama pula ia turut beraksi dalam melaksanakan tindak pidana sesuai dengan yang disepakati tersebut 49 . Jadi sedikit-dikitnya harus ada dua orang atau lebih dalam hal bersama-sama melakukan perbuatan pidana (medepleger). Hal tersebut apabila dikontekskan dengan perbuatan pidana yang dilakukan secara massal tidak dapat diterapkan pada semua kasus, karena pada bentuk penyertaan ini disyaratkan salah satunya selain dilakukan bersama-sama, tetapi juga kerja sama yang dilakukan secara sadar dan terencana. Adapun bentuk perbuatan pidana yang dilakukan secara massal yang relevan diterapkan pada bentuk penyertaan ini adalah : perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dengan massa terbentuk secara terorganisir. Pada massa yang terorganisir dimana massa tersebut terkendali baik oleh operator-operator lapangan, pemimpin atau ketua dalam kelompok tersebut atau bisa juga mereka terorganisir dari pembagian kerja yang diemban masingmasing dan hal tersebut memang sengaja dilakukan untuk bekerjasama dalam melakukan perbuatan pidana. Perlu dipahami bahwa untuk massa yang terorganisir syarat pokoknya adalah dimana dalam melakukan perbuatan pidananya para pelaku dengan sengaja uintuk melakukan kerjasama. Adapun dalam hal ini bentuk kerjasama yang dilakukan bisa secara fisik dan non fisik dan kedua hal tersebut harus mutlak ada pada bentuk penyertaan ini, karena apabila hanya salah satunya saja maka bisa dikatakan bentuk pembantuan saja.
49
Abdul Kholiq, Hukum Pidana (Buku Panduan Kuliah), Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2002, hlm. 224 Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
40
Kerjasama secara fisik yaitu merupakan kerjasama dalam kesepakatan yang telah direncanakan sebelum melakukan tindak pidana, sedangkan kerjasama fisik dalam hal ini dapat terjadi dalam 3 (tiga) bentuk kemungkinan yaitu 50 : 1.
Dalam kenyataan, perbuatan dari masing-masing pihak yang terlibat perbuatan pidana, secara individual sesungguhnya memenuhi semua unsur delik yang terjadi hanya saja pihak yang lainnya memberikan bantuan fisik sehingga terlihat adanya kerjasama.
2.
Dalam kenyataan, perbuatan dari masing-masing pihak yang terlibat perbuatan pidana, sesungguhnya memang tidak ada / belum memenuhi semua unsur delik yang terjadi. Namun, jika seluruh perbuatan dari masing-masing yang terlibat tersebut digabungkan, maka semua unsur dari rumusan delik dapat terpenuhi.
3.
Dalam kenyataan, diantara 2 orang / lebih yang terlibat kerjasama fisik, sesungguhnya hanya satu orang saja yang perbuatannya benar-benar memenuhi seluruh unsur delik yang terjadi; sedangkan yang lainnya walaupun tidak memenuhi semua unsur delik tetapi peranannya cukup menentukan bagi terjadinya delik tersebut.
Pada bentuk perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dengan massa yang terbentuk secara terorganisir, dalam jenis perbuatan atau kekerasan massa yang dilakukan, dibagi menjadi tiga macam kekerasan massa yang dilakukan yaitu : 51 a.
Kekerasan massal primitif, adalah yang pada umumnya bersifat nonpolitis, ruang lingkup terbatas pada suatu komunitas lokal, misalnya pengeroyokan, tawuran sekolah.
b.
Kekerasan massa reaksioner, adalah umumnya reaksi ini terjadi terhadap penguasa yang mana bisa dilakukan oleh siapa saja baik oleh kelompok masyarakat swasta maupun pemerintah. Reaksi tersebut muncul karena merasa berkepentingan dengan tujuan kolektif, dimana
50 51
Abdul Kholiq, op.cit.,hlm 276. Ibid. Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
41
dilakukan untuk menentang suatu kebijakan/sistem yang dianggap tidak adil dan jujur. Jadi dengan melihat penjelasan tersebut terdapat suatu pernyataan yaitu “berkepentingan dengan tujuan kolektif”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat sebuah permasalahan yang menjadi masalah bersama bagi kelompok tertentu, dimana terdapat kepentingankepentingan yang ingin dicapai. Jadi karena
reaksi muncul karena
adanya permasalahan bersama yang jelas duduk persoalannya, maka diperlukan suatu satu pemahaman dan keseragaman berpikir dan bergerak. Maksudnya adalah bagaimana cara atau strategi yang akan dipakai dalam menyampaikan kehendak yang diinginkan kelompok tertentu dan aksi massa tersebut betul-betul bergerak demi kepentingan kolektif. Karena kolektif jadi segala sesuatu dikerjakan secara bersamasama dan sadar,-. c.
Kekerasan kolektif modern, yaitu merupakan suatu aksi dari
satu
organisasi yang tersusun dan terorganisir dengan baik yang tujuannya untuk tujuan ekonomis dan politis. Untuk bentuk kekerasan ini sudah sangat jelas sekali bahwa massa yang berbuat adalah massa yang terorganisir dengan baik, bahkan lebih baik dari kekerasan massa yang reaksioner. Untuk kekerasan massa modern tujuan yang dicapai dari sebuah reaksi yang dilakukan adalah untuk jangka panjang, sedangkan kekerasan massa yang reaksioner adalah untuk jangka pendek, sebab reaksi terjadi karena adanya suatu kebijakan yang mendadak dan merugikan pihak-pihak tertentu atau golongan tertentu. Dengan melihat ketiga jenis kekerasan massa tersebut, dengan jelas dapat dikatakan bahwa massa yang bergerak termasuk dalam kelompok massa yang terorganisir, yaitu dimana massa dalam melakukan suatu perbuatan pidana dilakukan dengan adanya kerjasama yang disengaja baik secara fisik maupun non fisik. Bentuk penyertaan ini hanya berlaku pada massa yang terbentuk secara
terorganisir, baik perbuatan pidana yang dilakukan secara massal Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
42
didepan umum maupun tidak didepan umum. Hal tersebut dikarena bahwa dalam rumusan bentuk penyertaan turut serta (medeplegen) disyaratkan adanya kerjasama yang disadari dan terkordinasi sebelumnya baik secara fisik maupun non fisik. Kasus-kasus yang marak akhir-akhir ini kerusuhan massa, amuk massa, perkelahian antar kampung dan lain-lain asalkan massa dalam hal ini terorganisir dan adanya kerjasama yang dilakukan dengan sengaja maka dapat diterapkan bentuk penyertaan ini dengan catatan perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan yang melawan hukum formal dan material serta penegakan hukum yang dilakukan jelas prosedurnya. Pada bentuk penyertaan ini para pelaku dalam melakukan perbuatan pidana walaupun ada yang dikatakan sebagai ketua, pemimpin atau yang merupakan otak dari perbuatan tersebut kedudukan satu dengan yang lainnya sama. Artinya sama-sama dianggap sebagai pelaku dan bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan hanya saja disesuaikan apakah dalam melakukan perbuatan pidananya sesuai dengan yang disepakati sebelumnya atau keluar dari yang direncanakan (berlebihan) apabila sama tapi apabila diluar dari hal tersebut maka disesuaikan dengan proporsinya masing-masing.
b.
Bentuk penyertaan menyuruh lakukan (doenpleger) . Tercantum dalam pasal 55 KUHP penyertaan dalam bentuk menyuruh lakukan dapat terjadi sebelum dilakukan perbuatan, karena orang yang menyuruh lakukan itu berbuat dengan perantaraan orang lain 52 . Jadi menyuruh lakukan adalah disini sedikitnya ada dua orang atau lebih, yang menyuruh (doenploger) dan yang disuruh (pleger), dengan demikian bukan orang itu sendiri yang melakukan perbuatan pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain (instrument), yaitu dimana yang disuruh tidak dapat dihukum karena tidak
52
Aruan Sakijdjo dan Bambang Poernomo, Hukum Pidana,Dasar Aturan Hukum Pidana Kodifikasi, Ctk. Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm 163 Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
43
dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya karena adanya alasan penghapusan pidana 53 . Apabila dihubungkan dengan rumusan dari perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dimana pelakukanya lebih dari satu dan adanya kerjasama baik disadari atau tidak serta perbuatan tersebut sengaja dilakukan. Jadi untuk bentuk penyertaan ini perlu dicatat bahwa para pelaku terutama yang disuruh tidak mempunyai unsur kesengajaan untuk melakukan perbuatan pidana, tapi walaupun disengaja namun tidak disadari bahwa perbuatan tersebut melawan hukum atau sebaliknya disadari bahwa perbuatan tersebut melawan hukum tapi dalam keadaan terpaksa. Jadi perlu ditekankan disini bahwa dalam perbuatan pidana yang dilakukan secara massal salah satu unsurnya sengaja dalam artian menginginkan dan menghendaki terjadinya perbuatan pidana dan hal tersebut dilakukan secara sadar. Untuk bentuk penyertaan ini tidak dapat diterapkan pada perbuatan pidana yang dilakukan secara massal walaupun sebenarnya pihak yang menyuruh sengaja dan menyadari perbuatan yang dilakukannya, tapi bisa dikatakan disini penyuruh sebagai satu-satunya pelaku yang bertanggungjawab walaupun dalam kenyataannya ada dua orang atau lebih pelaku yang melakukan perbuatan tersebut.
c.
Bentuk penyertaan menganjurkan (uitlokker). Bentuk penyertaan ini terdapat dalam rumusan pasal 55 KUHP, bentuk penyertaan ini sama halnya dengan menyuruh lakukan (doen pleger). Dalam bentuk menganjurkan terdapat dimana pelakunya paling sedikit ada dua orang atau lebih dan kedudukannya masing-masing terdapat dua pihak yaitu, sebagai pihak yang menganjurkan dan pihak yang melakukan anjuran. Hanya saja yang melakukan anjuran penganjur bukan sebagai alat (instrument) yang tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban tetapi orang yang melakukan anjuran disini dapat dihukum atau dimintakan pertanggungjawabannya 54 . 53 54
R.Soesilo, op.cit., hlm 73 ibid, hlm. 74 Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
44
Jadi disini sifatnya bahwa yang menganjur lakukan hanya sebagi orang yang mengerakkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana yang mana sebelumnya orang yang dianjurkan tersebut belum punya niat untuk melakukan perbuatan pidana kemudian akhirnya mempunyai niat karena tergerak oleh orang yang menganjurkan. Pada bentuk penyertaan ini dari salah satu pihaknya yaitu yang dianjurkan untuk melakukan perbuatan pidana, pada awalnya niatan untuk melakukan perbuatan pidana berawal dari yang menganjurkan, dimana cara atau bentuk dari anjuran tersebut dilakukan sebagaimana yang tertuang dalam pasal 55 KUHP, yaitu: a.
Pemberian janji-janji yang atau iming-iming, dalam hal ini tidak harus berapa barang atau fisik tapi bisa juga yang tidak berwujud.
b.
Dengan menggunakan pengaruh kekuasaan yang dimiliki.
c.
Dengan kekerasan atau ancaman tapi tidak boleh sedemikian rupa sehingga yang dianjur itu tidak dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya.
d.
Tipu daya, dalam hal ini juga idak boleh sedemikia rupa sehingga yang dianjurkan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
e.
Memberi kesempatan, daya upaya / keterangan, yaitu dimana orang menganjurkan sengaja memberi kesempatan atau daya upaya itulah yang mempunyai inisiatif untuk melakukan perbuatan lain dan bukan dari yang dianjurkan untuk melakukan 55 .
Dengan bentuk atau cara yang disebutkan diatas maka orang yang dianjurkan tergerak hatinya untuk melakukan perbuatan pidana. Hal tersebut dapat berlaku pada massa yang tidak terorganisir karena segala bentuk perbuatan yang dilakukan muncul secara spontanitas tanpa adanya rencana dan kerjasama terlebih dahulu dan dilatarbelakangi oleh berbagai macam faktor penggerak yang berbeda satu dengan yang lainnya, jadi bersifat kasuitis bisa karena ekonomi, sara, poltik dan lain-lain.dengan sebagai penggerak awal hal terjadi karena adanya pihak penganjur atau yang sering kita kenal sebagai provokator. 55
Ibid., hlm. 75 Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
45
Pada massa yang tidak terorganisir sangat mudah untuk dipengaruhi karena tidak adanya kordinasi atau pihak-pihak yang memimpin dan mengarahkan gerak massa tersebut sehingga disini pihak penganjur dapat dengan mudah masuk kedalam kerumunan massa. Adapun massa tergerak kerana adanya satu permasalahan dan isu yang sama dan terjadi secara spontanitas. Bentuk penyertaan mengajurkan (uitlokker) berlaku bagi perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dengan massa yang terbentuk tidak secara terorganisir dan untuk jenis perbuatan pidananya adalah bentuk kekerasan primitif yang tidak terencana. Dimana dengan melihat bentuk kekerasan massa tersebut massa bergerak dengan bentuk massa yang tidak terorganisir yang didalamnya terdapat pihak-pihak yang memicu terjadinya perbuatan pidana untuk pertama kalinya sehingga massa yang lain tergerak hatinya untuk berbuat, seperti pengeroyokakan, tawuran dan lain-lain. Tapi yang menjadi permasalahan adalah sulitnya membedakan mana yang sebagai penganjur dan mana yang tidak karena dalam prakteknya massa yang ditindak adalah massa yang secara fisik dan nyata telah ikut berbuat secara langsung dilapangan dan bukan yang tidak bergabung dalam kerumunana massa yang berbuat. Sebab biasanya penganjur pada bentuk massa yang tidak terorganisir, hanya sebatas pembakar emosi karena isu yang dibangun adalah isu bersama bagi massa untuk ditindak secara brutal dan anarkis sehingga masuk dalam kategori perbuatan pidana. Pada kenyataannya untuk bentuk massa yang terbentuk tidak secara terorganisir ini dalam melakukan perbuatan pidana, niat awal bisa muncul dan berawal dari diri pribadi masing-masing dan bukan dari orang lain, yang mana hal tersebut terjadi karena memiliki satu permasalahan dan isu yang sama dan harus diselesaikan dengan cara yang ilegal dan melawan hukum. Sebagai contoh pemukulan terhadap pencopet yang ditangkap warga secara beramairamai kemudian dipukuli massa secara spontanitas dengan tanpa adanya yang memprovokatori atau mempengaruhi untuk berbuat. Maka pada kasus diatas penyelesain tidak dengan menggunakan delik penyertaan menganjur lakukan (uitlokker), tetapi dengan menggunakan delik Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
46
biasa. Artinya diterapkan dengan model pebuatan yang dilakukan oleh individu, pelakunya individu dan pertanggungjawaban pidana yang juga individu. Dalam hal tidak adanya pihak penganjur atau provokator maka antar pelaku atau massa yang berbuat tidak memiliki hubungan atau ikatan satu dengan yang lainnya, tetapi terpisah. Kedudukan antar pelaku massa satu dengan
yang
lainnya
sama-sama
sebagai
pelaku
penuh
dan
pertanggungjawaban disesuaikan dengan kontribusi perbuatan yang dilakukan masing-masing pelaku. Jadi pada bentuk penyertaan ini kedudukkan antar pelaku baik yang menganjur atau yang dianjur melakukan sama-sama sebagai pelaku perbuatan pidana, dan diantara keduanya tidak ada hubungan yang mengikat pada waktu pelaksanaan perbuatan tidak seperti turut serta melakukan. Hubungan antara kedua terjadi yaitu pada saat sebelum perbuatan pidana dilakukan. Sama halnya dengan menyuruh melakukan hanya saja dalam menyuruh melakukan dimana yang disuruh pelaku berada dibawah kendali yang menyuruh dan hal ini berbeda dengan menganjur lakukan karena disini penganjur memiliki peranan yang sangat terbatas yaitu sebatas menganjurkan saja. Tapi perlu diingat untuk penyertaan ini tidak tertutup hanya pada massa yang tidak terorganisir tapi juga yang terorganisir. Untuk massa yang terorganisir para penganjur ini atau istilah lain adalah provokator sangat mudah terdeteksi.
d.
Penyertaan pembantuan/membantu melakukan (medeplichtigheid). Tercantum dalam pasal 56 seperti yang tertuang dalam penjelasan KUHP bahwa membantu melakukan perbuatan pidana adalah orang yang sengaja memberikan bentuan pada waktu atau sebelum (jadi tidak sesudahnya) kejahatan itu dilakukan 56 Bentuk bantuan yang diberikan tidak secara limitatif seperti halnya menganjur melakukan (uitlokker) hanya saja diantaranya memberi kesempatan daya upaya 56
Ibid., hlm. 75-76 Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
47
atau keterangan, untuk membedakanya dengan bentuk penyertaan lain yang hampir sama yaitu menyuruh lakukan (doen pleger) dan menganjur lakukan (uitlokker), terletak pada dimana kehendak untuk berbuat jahat sebelumnya sudah ada pada pelaku kemudian disini munculah inisiatif dari yang membantu dalam menjalankan perbuatan pidananya. Adapun bantuan tersebut tidak selalu signifikan keberadaanya dalam proses melakukan perbuatan pidana 57 . Pada bentuk penyertaan ini bisa berlaku pada semua bentuk perbuatan pidana yang dilakukan secara massal baik dengan massa yang terbentuk secara terorganisir maupun tidak terorganisir, hal ini di karenakan pembantuan dalam perbuatan pidana sifatnya berada diluar sistem dan dari perbuatan para pelaku yang sudah punya niat untuk melakukan perbuatan pidana, jadi pembantu dalam hal ini hanya sebatas pelengkap dari perbuatan pidana karena walaupun tanpa adanya bantuan tersebut perbuatan pidana tetap berjalan dan terlaksana. Jadi dalam hal ini kedudukan pembantu dalam perbuatan pidana yang dilakukan secara massal tetap diakui keberadaanya dalam kontribusi yang diberikan, dan tetap dinyatakan sebagai pelaku perbuatan pidana meskipun hanya yang membantu tapi dalam hal ini dipidana. Walaupun perbuatannya tersebut walaupun hanya kecil dan bisa dikatakan tidak terlalu berarti pada pelaku yang sebenarnya. Dengan melihat bentuk-bentuk penyertaan tersebut diantaranya turut serta melakukan (medepleger), menyuruh lakukan (doen pleger), mengajur lakukan (uitlokker) dan membantu melakukan (medeplichtigheid) dan diantara kesemuanya bagi penulis tidak semuanya cocok diterapkan pada perbuatan pidana yang dilakukan secara massal,baik massa yang terorganisir ataupun tidak terorganisir. Karena pada saat dikontekskan tidak semuanya tepat digunakan meskipun ajaran dari kesemua bentuk penyertaan tersebut adalah perbuatan yang dilakukan lebih dari satu orang atau lebih yang dalam hal ini tanpa batas, sebagaimana hal tersebut juga bersesuaian dengan perbuatan pidana yang dilakukan secara massal. Jadi diantara keempat bentuk penyertaan tersebut yang dapat diterapkan adalah, turut serta melakukan (medeplegen), mengajur lakukan (uitlokker), dan 57
Utrecht, Hukum Pidana II, Ctk. Ketiga, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hlm.79-80 Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
48
membantu melakukan (medeplichtigheid). Dan kesemua hal tersebut telah tercantum dalam KUHP sehingga tinggal diterapkan pada para pelanggar pembuatan pidana khususnya pada perbuatan yang dilakukan secara massal.
3.3
Delik Tindak Pidana Menganjurkan Orang Lain Untuk Melakukan Perbuatan Pidana Secara Bersama-sama Dimuka Umum Melakukan Kekerasan Terhadap Orang Atau Barang.
Dalam tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang diatur dalam buku Kedua KUHP Bab V tentang Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum dan buku Kesatu KUHP Bab V tentang Penyertaan Dalam Melakukan Perbuatan Pidana. Berikut ini diuraikan pasal-pasal dalam KUHP yang dapat digunakan untuk mempidana pelaku tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. 1.
Pasal 170 ayat (1) KUHP berbunyi sebagai berikut: barangsiapa terangterangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2.
Pasal 55 ayat
(1) ke-2
KUHP berbunyi sebagai berikut: mereka yang
memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana dan keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan . Kekerasan yang dilakukan ini biasanya terdiri dari merusak barang atau penganiayaan, akan tetapi dapat pula kurang dari pada itu, sudah cukup misalnya : bila orang-orang melemparkan batu pada orang lain atau rumah, atau membuangbuang barang dagangan, sehingga berserakan, meskipun tidak ada maksud yang tentu
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
49
untuk menyakiti orang atau merusak barang itu. 58 Kekerasan itu harus dilakukan bersama-sama, artinya oleh sedikit-dikitnya dua oarang atau lebih. Orang-orang yang hanya mengikuti dan tidak benar-benar turut melakukan kekerasan, tidak dapat turut dikenakan pasal ini.59
Kekerasan
harus dilakukan dimuka umum, karena kejahatan ini memang dimasukkan kedalam golongan kejahatan ketertiban umum, artinya ditempat publik dapat melihat. 60 Orang yang dengan pemberian, salah memakai kekuasaan, memakai kekerasan dan sebagainya dengan sengaja membujuk melakukan perbuatan itu (uitlokker). Orang itu harus sengaja membujuk orang lain, sedang membujuknya harus memakai salah satu dari jalan-jalan seperti dengan pemberian, salah memakai kekuasaan. Kekuasaan itu tidak perlu dari jabatan negeri,bisa juga kekuasaan antara bapak dan anak,majikan dan buruhnya. Pengaruh itu lain dari pada kekuasaan, misalnya pengaruh seorang guru terhadap muridnya. 61
3.4
Unsur-unsur Menganjurkan Orang Lain Untuk Melakukan Perbuatan Pidana Secara Bersama-sama Dimuka Umum Melakukan Kekerasan Terhadap Orang Atau Barang.
Tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dapat dikategorikan kedalam delik penyertaan. Hanya yang memenuhi unsur dari turut serta (medepleger), menganjurkan lakukan (uitlokker), dan membantu melakukan (medeplichtigheid), yang dapat disamakan dengan perbuatan pidana yang dilakukan secara massal. Masalah waktu, tempat dan keadaan dilihat dari sudut hukum pidana formal sangat penting. Karena tanpa kehadirannya dalam surat dakwaan, maka surat dakwaan itu adalah batal demi hukum. Jadi sama dengan unsur-unsur lainnya yang harus hadir/terbukti. Secara ringkas unsur-unsur dari tindak pidana, yaitu: Ke – 1 58 59 60 61
Unsur Subyek,
Ibid. hal. 146 Ibid. hal. 147 Ibid. hal. 147 Ibid. hal. 75 Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
50
Ke – 2
Unsur kesalahan,
Ke – 3
Bersifat melawan hukum (dari tindakan),
Ke – 4
Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang / perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana,
Ke – 5
Waktu, tempat dan keadaan (unsur obyektif lainnya). 62 Apakah suatu peristiwa telah memenuhi unsur-unsur dari suatu delik yang
dirumuskan dalam pasal undang-undang, maka diadakanlah penyesuaian atau pencocokan (bagian-bagian / kejadian-kejadian) dari peristiwa tersebut kepada unsur-unsur dari delik yang didakwakan. Dalam hal ini unsur-unsur dari delik tersebut disusun terlebih dahulu. Jika ternyata sudah cocok maka dapat ditentukan bahwa peristiwa itu merupakan suatu tindak pidana yang telah terjadi yang (dapat) dipertanggungjawab pidanakan kepada subjeknya. Jika salah satu unsur tersebut tidak ada atau lebih tegas tidak terbukti, maka harus disimpulkan bahwa tindak pidana belum atau tidak terjadi. 63 Pasal 170 ayat (1) berbunyi: barang siapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 64 Unsur-unsur delik dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP tersebut adalah: -
barang siapa;
-
dimuka umum;
-
bersama-sama;
-
melakukan kekerasan terhadap orang atau barang;
-
orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan
62 63 64
S.R. Sianturi, op.cit., hal. 207. Ibid. hal. 208. R.Soesilo, op.cit., hal. 146 Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
51
perbuatan. 65 Pasal ini sering dipakai oleh penuntut umum untuk menjerat para pelaku perbuatan pidana yang dilakukan secara dengan massal yang terbentuk secara tidak terorganisir. Dalam pasal 170 KUHP mengandung kendala dan berbau kontraversi karena subyek “barang siapa” menunjuk pelaku satu orang, sedangkan istilah “dengan tenaga bersama” mengindikasikan suatu kelompok manusia. Delik ini menurut penjelasannya tidak ditujukan kepada kelompok atau massa yang tidak teratur melakukan perbuatan pidana, ancamannya hanya ditujukan pada orang-orang diantara kelompok benar-benar terbukti serta dengan tenaga bersama melakukan kekerasan 66 . Pasal 170 relevan diterapkan pada massa yang reaksioner atau spontanitas dalam melakukan perbuatan pidana. Untuk massa yang terorganisir bisa menggunakan pasal pada delik penyertaan, karena dalam pasal-pasalnya jelas mengenai kedudukan para pelaku yang satu dengan yang lain, tidak seperti massa yang reaksioner (tidak masuk dalam delik penyertaan yaitu penganjuran) dimana massa tidak jelas kedudukan satu dengan yang lain, dan otomatis dalam hal ini dipandang sama-sama sebagai pelaku yang mempunyai tanggungjawab yang sama dengan pelaku yang lain.
65
Defenisi berdasarkan surat dakwaan pada putusan No. 1616/PID/B/2008/PN.JKT.PST dan terlampir 66 UNAIR: Meningkatnya Derajat Kekerasan Kolektif. Desember 2009. http//www.mail-archive/
[email protected]/ Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
BAB 4
ANALISA MENGENAI PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA MENGANJURKAN ORANG LAIN UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA DALAM KASUS HABIB MOHAMMAD RIZIEQ SYIHAB
Dalam bab ini akan dikemukakan tinjauan atas kasus terdakwa Mohammad Rizieq, tempat lahir: Jakarta, Umur / Tanggal Lahir: 44 tahun / 24 Agustus 1965, Kebangsaan: Indonesia, Jenis Kelamin: Laki-laki, Agama: Islam, Pekerjaan: Guru Agama, Pendidikan: S-2, Tempat Tinggal: Jalan Petamburan III RT. 002/004 No. 83 Kelurahan Petamburan Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat.
4.1
Duduk Perkara Bahwa Terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab, pada
hari Rabu tanggal 28 Mei 2008 sekitar jam 18.30 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu yang masih termasuk dalam bulan Mei tahun 2008 bertempat di Masjid Al Islah Jl. Petamburan III Tanah Abang Jakarta Pusat, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan, dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang yang dilakukan Ia Terdakwa dengan cara terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab selaku Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) pada tanggal 28 Mei 2008 sekitar jam 18.30 wib di Masjid Al Islah Jl. Petamburan III Tanah Abang Jakarta Pusat, telah memberikan ceramah dihadapan anggota Front Pembela Islam (FPI) yang sedang mengikuti acara pengajian diantaranya Sanwani, Raflin alias Opin, Pahruroji Bin Rahmid, terdakwa didalam ceramahnya tersebut telah
52
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
Universitas Indonesia
53
menganjurkan
kepada
para
anggota Front
Pembela
Islam (FPI)
dengan
menyampaikan pernyataan-pernyataan sebagai berikut : a.
Bahwa kita Front Pembela Islam (FPI) harus membubarkan Ahmadiyah dan pembubaran Ahmadiyah adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi, karena Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat;
b.
Jika pemerintah atau dalam hal ini Kejaksaan Agung memberikan izin atau melegalisasi Ahmadiyah, Kejaksaan Agung kita serbu;
c.
Umat Islam yang ada disini siapkan diri untuk perang;
d.
Kita ajak umat Islam perang lawan Ahmadiyah;
e.
Ahmadiyah adalah aliran sesat dan harus dibubarkan, siap perang, Ahmadiyah adalah murtad.
Setelah selesai pengajian terdakwa menghimbau agar anggota Front Pembela Islam (FPI) pada hari minggu tanggal 1 Juni 2008 mengikuti demonstrasi di Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat untuk “menolak kenaikan BBM dan menuntut pembubaran Ahmadiyah”. Ditempat pengajian tersebut juga telah beredar selebaran yang berasal dari Forum Umat Islam (FUI) yang isinya mengajak untuk mengikuti unjuk rasa ke Istana Merdeka / Monumen Nasional (Monas) pada tanggal 1 Juni 2008 dengan tuntutan “menolak kenaikan BBM dan menuntut pembubaran Ahmadiyah” dan keberadaan selebaran yang berisi ajakan demonstari tersebut diketahui oleh terdakwa. Setelah anggota Front Pembela Islam (FPI) dan anggota Laskar Pembela Islam (LPI) selesai mengikuti ceramah yang disampaikan oleh terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab selaku Ketua Front Pembela Islam (FPI) dan LPI menjadi marah dan terbakar emosinya untuk menghancurkan serta membubarkan Ahmadiyah yang sedang melakukan peringatan hari lahirnya Pancasila dilapangan Monumen Nasional (Mona) pada tanggal 1 Juni 2008. Kemudian pada tanggal 1 Juni 2008 pada jam 08.00 wib, massa Front Pembela Islam (FPI) yang diantaranya Muhammad Subhan Bin Abdulah, Topik Hidayat Bin Sanwani, Raflin alias Opin,Pahruroji Bin Rahmidtelah berkumpul dimarkas/kantor Front Pembela Islam (FPI) di Jl. Petamburan III Tanah Abang Jakarta Pusat yang jumlahnya sekitar 500 (lima ratus) orang, mereka berkumpul sambil mempersiapkan Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
54
diri untuk mengikuti aksi unjuk rasa ”menolak kenaikan BBM dan menuntut pembubaran Ahmadiyah” yang akan dilaksanakan di Istana Negara/Monumen Nasional (Monas). Setelah segala sesuatunya telah siap kemudian para anggota Front Pembela Islam (FPI) tersebut bersama-sama berangkat menuju ke Istana Negara dengan mengendarai metromini, kopaja, sepeda motor sambil membawa bendera yang telah diikatkan pada masing-masing ujung tongkat untuk mengikuti aksi unjuk rasa. Pada jam 11.00 wib, seluruh anggota Front Pembela Islam (FPI) dan anggota Laskar Pembela Islam (LPI) yang akan mengikuti unjuk rasa di Istana Negara tersebut berangkat dari Markas Front Pembela Islam (FPI) di Jl. Petamburan III Tanah Abang Jakarta Pusat menuju ke Istana Negara dibawah komando Mohamad Machsuni KalokoAS selaku Panglima Laskar Pembela Islam (LPI). Kemudian pada jam 11.15 wib, anggota Front Pembela Islam (FPI) dan LPI tersebut sampai di Masjid Istiqlal, dan di Masjid Istiqlal tersebut anggota Front Pembela Islam (FPI) dan LPI dibawah komando Mohamad Machsuni KalokoAS bertemu dengan massa Komando Laskar Jihad dibawah pimpinan Munarman, setelah sholat dzuhur mereka kemudian berangkat bersama-sama menuju Istana Negara dibawah komando Munarman untuk mengadakan aksi unjuk rasa “menolak kenaikan BBM dan menuntut pembubaran Ahmadiyah”. Pada sekitar jam 13.30 wib, massa dari Front Pembela Islam (FPI) dan LPI yang tergabung dengan kelompok KLI ketika sedang berjalan menuju Monumen Nasional (Monas) melihat massa dari Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang didalamnya termasuk kelompok Ahmadiyah yang sedang berkumpul dihalaman Monumen Nasional (Monas) dalam rangka memperingati hari lahirnya Pancasila dan kemudian massa Front Pembela Islam (FPI) dan LPI serta KLI yang diantaranya adalah Muhammad Subhan Bin Abdulah, Topik Hidayat Bin Sanwani, Raflin Bin Opin, Pahruroji Bin Rahmid, dan Munarman langsung menyerbu massa AKKB dan kemudian merusak mobil daihatsu delta No.Polisi B 9720 LV yang sedang mengangkut sound system yang akan digunaka untuk orasi oleh AKKBB dan kemudian memukuli massa AKKBB dengan menggunakan tongkat dan tangannya. Akibat dari penyerangan dan pemukulan yang dilakukan oleh massa LPI dan KLI yang diantaranya Munarman, Muhammad Subhan Bin Abdulah,Topik Hidayat Bin Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
55
Sanwani, Raflin alias Opin, Pahruroji Bin Rahmid tersebut, mengakibatkan massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yaitu saksi Alirman, saksi Charles Gonzales Eraputra, saksi Ahmad Suadi, saksi Sugiono, saksi Ismoyo Palgunadi, S.Sos., saksi Nino Graciano, saksi Suci Suesti Sabariah, saksi Jacobus Eddy Juwono dan saksi Arif Rahman mengalami luka-luka serta 1 (satu) unit mobil daihatsu delta No.Polisi B 9720 LV mengalamikerusakan.
4.2
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Terdakwa diajukan dimuka persidangan dengan dakwaan:
Kesatu : Bahwa Terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab, pada hari Rabu tanggal 28 Mei 2008 sekitar jam 18.30 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu yang masih termasuk dalam bulan Mei tahun 2008 bertempat di Masjid Al Islah Jl. Petamburan III Tanah Abang Jakarta Pusat, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan, dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang yang dilakukan Ia Terdakwa dengan cara terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab selaku Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) pada tanggal 28 Mei 2008 sekitar jam 18.30 wib di Masjid Al Islah Jl. Petamburan III Tanah Abang Jakarta Pusat, telah memberikan ceramah dihadapan anggota Front Pembela Islam (FPI) yang sedang mengikuti acara pengajian diantaranya Sanwani, Raflin alias Opin, Pahruroji Bin Rahmid, terdakwa didalam ceramahnya tersebut telah menganjurkan
kepada
para
anggota Front
Pembela
Islam (FPI)
dengan
menyampaikan pernyataan-pernyataan sebagai berikut : a.
Bahwa kita Front Pembela Islam (FPI) harus membubarkan Ahmadiyah dan pembubaran Ahmadiyah adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi, karena Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
56
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat; b.
Jika pemerintah atau dalam hal ini Kejaksaan Agung memberikan izin atau melegalisasi Ahmadiyah, Kejaksaan Agung kita serbu;
c.
Umat Islam yang ada disini siapkan diri untuk perang;
d.
Kita ajak umat Islam perang lawan Ahmadiyah;
e.
Ahmadiyah adalah aliran sesat dan harus dibubarkan, siap perang, Ahmadiyah adalah murtad.
Setelah selesai pengajian terdakwa menghimbau agar anggota Front Pembela Islam (FPI) pada hari minggu tanggal 1 Juni 2008 mengikuti demonstrasi di Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat untuk “menolak kenaikan BBM dan menuntut pembubaran Ahmadiyah”. Ditempat pengajian tersebut juga telah beredar selebaran yang berasal dari Forum Umat Islam (FUI) yang isinya mengajak untuk mengikuti unjuk rasa ke Istana Merdeka / Monumen Nasional (Monas) pada tanggal 1 Juni 2008 dengan tuntutan “menolak kenaikan BBM dan menuntut pembubaran Ahmadiyah” dan keberadaan selebaran yang berisi ajakan demonstari tersebut diketahui oleh terdakwa. Setelah anggota Front Pembela Islam (FPI) dan anggota Laskar Pembela Islam (LPI) selesai mengikuti ceramah yang disampaikan oleh terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab selaku Ketua Front Pembela Islam (FPI) dan LPI menjadi marah dan terbakar emosinya untuk menghancurkan serta membubarkan Ahmadiyah yang sedang melakukan peringatan hari lahirnya Pancasila dilapangan Monumen Nasional (Mona) pada tanggal 1 Juni 2008. Kemudian pada tanggal 1 Juni 2008 pada jam 08.00 wib, massa Front Pembela Islam (FPI) yang diantaranya Muhammad Subhan Bin Abdulah, Topik Hidayat Bin Sanwani, Raflin alias Opin,Pahruroji Bin Rahmidtelah berkumpul dimarkas/kantor Front Pembela Islam (FPI) di Jl. Petamburan III Tanah Abang Jakarta Pusat yang jumlahnya sekitar 500 (lima ratus) orang, mereka berkumpul sambil mempersiapkan diri untuk mengikuti aksi unjuk rasa ”menolak kenaikan BBM dan menuntut pembubaran Ahmadiyah” yang akan dilaksanakan di Istana Negara/Monumen Nasional (Monas). Setelah segala sesuatunya telah siap kemudian para anggota Front Pembela Islam (FPI) tersebut bersama-sama berangkat menuju ke Istana Negara Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
57
dengan mengendarai metromini, kopaja, sepeda motor sambil membawa bendera yang telah diikatkan pada masing-masing ujung tongkat untuk mengikuti aksi unjuk rasa. Pada jam 11.00 wib, seluruh anggota Front Pembela Islam (FPI) dan anggota Laskar Pembela Islam (LPI) yang akan mengikuti unjuk rasa di Istana Negara tersebut berangkat dari Markas Front Pembela Islam (FPI) di Jl. Petamburan III Tanah Abang Jakarta Pusat menuju ke Istana Negara dibawah komando Mohamad Machsuni KalokoAS selaku Panglima Laskar Pembela Islam (LPI). Kemudian pada jam 11.15 wib, anggota Front Pembela Islam (FPI) dan LPI tersebut sampai di Masjid Istiqlal, dan di Masjid Istiqlal tersebut anggota Front Pembela Islam (FPI) dan LPI dibawah komando Mohamad Machsuni KalokoAS bertemu dengan massa Komando Laskar Jihad dibawah pimpinan Munarman, setelah sholat dzuhur mereka kemudian berangkat bersama-sama menuju Istana Negara dibawah komando Munarman untuk mengadakan aksi unjuk rasa “menolak kenaikan BBM dan menuntut pembubaran Ahmadiyah”. Pada sekitar jam 13.30 wib, massa dari Front Pembela Islam (FPI) dan LPI yang tergabung dengan kelompok KLI ketika sedang berjalan menuju Monumen Nasional (Monas) melihat massa dari Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang didalamnya termasuk kelompok Ahmadiyah yang sedang berkumpul dihalaman Monumen Nasional (Monas) dalam rangka memperingati hari lahirnya Pancasila dan kemudian massa Front Pembela Islam (FPI) dan LPI serta KLI yang diantaranya adalah Muhammad Subhan Bin Abdulah, Topik Hidayat Bin Sanwani, Raflin Bin Opin, Pahruroji Bin Rahmid, dan Munarman langsung menyerbu massa AKKB dan kemudian merusak mobil daihatsu delta No.Polisi B 9720 LV yang sedang mengangkut sound system yang akan digunaka untuk orasi oleh AKKBB dan kemudian memukuli massa AKKBB dengan menggunakan tongkat dan tangannya. Akibat dari penyerangan dan pemukulan yang dilakukan oleh massa lPI dan KLI yang diantaranya Munarman, Muhammad Subhan Bin Abdulah,Topik Hidayat Bin Sanwani, Raflin alias Opin, Pahruroji Bin Rahmid tersebut, mengakibatkan massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yaitu saksi Alirman, saksi Charles Gonzales Eraputra, saksi Ahmad Suadi, saksi Sugiono, saksi Ismoyo Palgunadi, S.Sos., saksi Nino Graciano, saksi Suci Suesti Sabariah, Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
58
saksi Jacobus Eddy Juwono dan saksi Arif Rahman mengalami luka-luka serta 1 (satu) unit mobil daihatsu delta No.Polisi B 9720 LV mengalamikerusakan. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 170 ayat (1) Jo KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP.
Atau : Kedua :
Bahwa Terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab, pada hari Rabu tanggal 28 Mei 2008 sekitar jam 18.30 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu yang masih termasuk dalam bulan Mei tahun 2008 bertempat di Masjid Al Islah Jl. Petamburan III Tanah Abang Jakarta Pusat, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan, dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang yang dilakukan Ia Terdakwa dengan cara terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab selaku Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) pada tanggal 28 Mei 2008 sekitar jam 18.30 wib di Masjid Al Islah Jl. Petamburan III Tanah Abang Jakarta Pusat, telah memberikan ceramah dihadapan anggota Front Pembela Islam (FPI) yang sedang mengikuti acara pengajian diantaranya Sanwani, Raflin alias Opin, Pahruroji Bin Rahmid, terdakwa didalam ceramahnya tersebut telah menganjurkan
kepada
para
anggota Front
Pembela
Islam (FPI)
dengan
menyampaikan pernyataan-pernyataan sebagai berikut : a.
Bahwa kita Front Pembela Islam (FPI) harus membubarkan Ahmadiyah dan pembubaran Ahmadiyah adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi, karena Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat;
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
59
b.
Jika pemerintah atau dalam hal ini Kejaksaan Agung memberikan izin atau melegalisasi Ahmadiyah, Kejaksaan Agung kita serbu;
c.
Umat Islam yang ada disini siapkan diri untuk perang;
d.
Kita ajak umat Islam perang lawan Ahmadiyah;
e.
Ahmadiyah adalah aliran sesat dan harus dibubarkan, siap perang, Ahmadiyah adalah murtad.
Setelah selesai pengajian terdakwa menghimbau agar anggota Front Pembela Islam (FPI) pada hari minggu tanggal 1 Juni 2008 mengikuti demonstrasi di Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat untuk “menolak kenaikan BBM dan menuntut pembubaran Ahmadiyah”. Ditempat pengajian tersebut juga telah beredar selebaran yang berasal dari Forum Umat Islam (FUI) yang isinya mengajak untuk mengikuti unjuk rasa ke Istana Merdeka / Monumen Nasional (Monas) pada tanggal 1 Juni 2008 dengan tuntutan “menolak kenaikan BBM dan menuntut pembubaran Ahmadiyah” dan keberadaan selebaran yang berisi ajakan demonstari tersebut diketahui oleh terdakwa. Setelah anggota Front Pembela Islam (FPI) dan anggota Laskar Pembela Islam (LPI) selesai mengikuti ceramah yang disampaikan oleh terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab selaku Ketua Front Pembela Islam (FPI) dan LPI menjadi marah dan terbakar emosinya untuk menghancurkan serta membubarkan Ahmadiyah yang sedang melakukan peringatan hari lahirnya Pancasila dilapangan Monumen Nasional (Mona) pada tanggal 1 Juni 2008. Kemudian pada tanggal 1 Juni 2008 pada jam 08.00 wib, massa Front Pembela Islam (FPI) yang diantaranya Muhammad Subhan Bin Abdulah, Topik Hidayat Bin Sanwani, Raflin alias Opin,Pahruroji Bin Rahmidtelah berkumpul dimarkas/kantor Front Pembela Islam (FPI) di Jl. Petamburan III Tanah Abang Jakarta Pusat yang jumlahnya sekitar 500 (lima ratus) orang, mereka berkumpul sambil mempersiapkan diri untuk mengikuti aksi unjuk rasa ”menolak kenaikan BBM dan menuntut pembubaran Ahmadiyah” yang akan dilaksanakan di Istana Negara/Monumen Nasional (Monas). Setelah segala sesuatunya telah siap kemudian para anggota Front Pembela Islam (FPI) tersebut bersama-sama berangkat menuju ke Istana Negara dengan mengendarai metromini, kopaja, sepeda motor sambil membawa bendera yang telah diikatkan pada masing-masing ujung tongkat untuk mengikuti aksi unjuk Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
60
rasa. Pada jam 11.00 wib, seluruh anggota Front Pembela Islam (FPI) dan anggota Laskar Pembela Islam (LPI) yang akan mengikuti unjuk rasa di Istana Negara tersebut berangkat dari Markas Front Pembela Islam (FPI) di Jl. Petamburan III Tanah Abang Jakarta Pusat menuju ke Istana Negara dibawah komando Mohamad Machsuni KalokoAS selaku Panglima Laskar Pembela Islam (LPI). Kemudian pada jam 11.15 wib, anggota Front Pembela Islam (FPI) dan LPI tersebut sampai di Masjid Istiqlal, dan di Masjid Istiqlal tersebut anggota Front Pembela Islam (FPI) dan LPI dibawah komando Mohamad Machsuni KalokoAS bertemu dengan massa Komando Laskar Jihad dibawah pimpinan Munarman, setelah sholat dzuhur mereka kemudian berangkat bersama-sama menuju Istana Negara dibawah komando Munarman untuk mengadakan aksi unjuk rasa “menolak kenaikan BBM dan menuntut pembubaran Ahmadiyah”. Pada sekitar jam 13.30 wib, massa dari Front Pembela Islam (FPI) dan LPI yang tergabung dengan kelompok KLI ketika sedang berjalan menuju Monumen Nasional (Monas) melihat massa dari Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang didalamnya termasuk kelompok Ahmadiyah yang sedang berkumpul dihalaman Monumen Nasional (Monas) dalam rangka memperingati hari lahirnya Pancasila dan kemudian massa Front Pembela Islam (FPI) dan LPI serta KLI yang diantaranya adalah Muhammad Subhan Bin Abdulah, Topik Hidayat Bin Sanwani, Raflin Bin Opin, Pahruroji Bin Rahmid, dan Munarman langsung menyerbu massa AKKB dan kemudian merusak mobil daihatsu delta No.Polisi B 9720 LV yang sedang mengangkut sound system yang akan digunaka untuk orasi oleh AKKBB dan kemudian memukuli massa AKKBB dengan menggunakan tongkat dan tangannya. Akibat dari penyerangan dan pemukulan yang dilakukan oleh massa lPI dan KLI yang diantaranya Munarman, Muhammad Subhan Bin Abdulah,Topik Hidayat Bin Sanwani, Raflin alias Opin, Pahruroji Bin Rahmid tersebut, mengakibatkan massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yaitu saksi Alirman, saksi Charles Gonzales Eraputra, saksi Ahmad Suadi, saksi Sugiono, saksi Ismoyo Palgunadi, S.Sos., saksi Nino Graciano, saksi Suci Suesti Sabariah, saksi Jacobus Eddy Juwono dan saksi Arif Rahman mengalami luka-luka serta 1 (satu) unit mobil daihatsu delta No.Polisi B 9720 LV mengalami kerusakan. Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
61
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 156 KUHP.
4.3 Pertimbangan Hukum
Untuk membuktikan dakwaannya Jaksa Penunutu Umum mengajukan barang-barang bukti berupa: 1. 9 (sembilan) buah kaset tape recorder; 2. 6 (enam) buah Majalah Night Life Edisi II Tahun I 2007; 3. 2 (dua) buah Majalah Night Life Edisi II Tahun I 2007; 4. 2 (dua) buah Majalah Play Boy Edisi April 2006; 5. 2 (dua) buah Majalah Play Boy Edisi Juni dan Juli 2006; 6. 1 (satu) buah Majalah Play Boy Edisi November 2006; 7. 2 (dua) lembar Kartu Akivitas Laskar; 8. 3 (tiga) buah Kartu Panduan Laskar; 9. 1 (satu) Draft Materi Front Pembela Islam (FPI); 10. Berkas Maklumat Front Pembela Islam (FPI) tentang Bukti ke Kafiran Ahmadiyah; 11. 1 (satu) Leaflet 10 alasan penolakan pembubaran Ormas; 12. 1 (satu) bendel billing Telkomsel; 13. 1 (satu) lembar SKT Front Pembela Islam (FPI) tanggal 15 Agustus 2006; 14. 1 (satu) bendel hasil musyawarah Front Pembela Islam (FPI); 15. 1 (satu) berkas tulisan “Awas Ada Nabi Palsu dari India”; 16. 1 (satu) bandel tulisan “Ahmadiyah Ajaran Sesat dan Menyesatkan”; 17. 1 (satu) berkas tulisan tadzkirah yakni wahyu-wahyu; 18. 1 (satu) foto copy proposal kegiatan taurah satgas FPUI; 19. 1 (satu) lembar foto caopy yang dilaminating azas tunggal Pancasila; 20. 1 (satu) lembar tulisan Bom Hidup antara sahid bunuh diri; 21. 1 (satu) bendel artikel internet; 22. 1 (satu) lembar foto copy leaflet suara umat; 23. 1 (satu) bendel tentang BLBI; Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
62
24. 1 (satu) lembar leaflet yang digandakan oleh pesantern Tebu Ireng Jombang; 25. 1 (satu) bendel artikel dar WS GUSDUR; 26. 1 (satu) foto copy tulisan tentang lambang salib; 27. 1 (satu) foto copy leaflet dua belas point komitmen Ahmadiyah; 28. 1 (satu) lembar foto copy draft serikat pekerja Front Pembela Islam (FPI); 29. 1 (satu) lembar pemberitahuan dri Front Pembela Islam (FPI) SUMUT; 30. 1 (satu) Draft tulisan susunan pengurus Front Pembela Islam (FPI) Aceh; 31. 1 (satu) bendel surat rencana penolakanpendirian gereja; 32. 9 (sembilan) kotak CD masing-masing berisikan satu CD yang sudah diparaf; 33. 3 (tiga) buah CD masing-masing berisikan dua CD yang sudah di paraf; 34. 10 (sepuluh) lembar foto copy selebaran bertuliskan LUMAT SBY-JK ”Forum Umat Muslim (FUI)”; 35. 1 (satu) buah hard disk Maxtor 40 GB SMMZ SBY BB RA6035A; 36. 1 (satu) buah laptop merek Toshiba Satelite No. seri 5105-5067;
Saksi-saksi : 1. Khamid Anik Khamin Tohari 2. Saidiman 3. Ismoyo Palgunadi, S.Sos. 4. Didi Ahmadi. 5. Kholis Nor Setiawan 6. Mugiyono 7. Ahmad Suadi 8. Jacobus Eddy Juwno 9. Nasir Ahmad 10. H. Sumaryono, SH, Msi 11. Djoni Iskandar 12. Sunarto Bin Wagiman alias Samsudin 13. Sudirah Bin Sobari alias Abdul Halim 14. Muhammad Subhan Bin Abdullah 15. Pahruroji Bin Rahmid Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
63
16. Raplin alias Opin 17. Agus Bambang 18. Topik Hidayat 19. Bambang Wahyu 20. Deni Permana 21. Firmansyah 22. H. Abdul Kohar 23. Supadi 24. Iswanto 25. Saryono 26. KRMT Roy Suryo Notodiprojo 27. Maryanto M.Hum 28. DR. Rudi Satriyo Mukantardjo 29. Muhammad Amin Jamaludin 30. Drs. H. Aminudin Yakub, MA 31. Munarman, SH 32. Mohammad Machsuni Kaloko AS
Kesimpulan permasalahan hukum :
1.
Bagaimanakah hukumnya dengan keterangan saksi Hendri Sujono yang tidak hadir dipersidangan dan keterangannya tidak dibacakan, begitu pula dengan keterangan saksi Sunarto Cs dari anggota Laskar Pembela Islam (LPI) yang telah mencabut BAP dipersidangan, tapi masih dipakai sebagai dasar tuntuan oleh Jaksa Penuntut Umum.
2.
Bagaimanakah hukumnya atas keberatan terdakwa dan penasehat hukum terdakwa tentang keterangan ahli Multimedia KRMT Roy Suryo Notodiprojo, dengan alasan DVD sebagai barang bukti disita secara tidak sah karena ijin penyitaan dikeluarkan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan bukan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai dengan domisili terdakwa dan juga pemutaran DVD dipersidangan juga tidak sah karena tidak dihadiri Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
64
oleh terdakwa dan penasehat hukum terdakwa dan DVD sebagai bukti elektronik tidak dikenal sebagai alat bukti tindak pidana umum 3.
Laskar Pembela Islam (LPI) bukan Front Pembela Islam (FPI),terdakwa adalah Ketua Front Pembela Islam (FPI) sedangkan Laskar Pembela Islam (LPI) adalah Mohammad Machsuni KalokoAS. Laskar Pembela Islam (LPI) adalah organisasi mandiri yang independen dan tidak bertanggungjawab pada terdakwa, penyerangan di Monas dilakukan massa Laskar Pembela Islam (LPI) dengan demikian terdakwa tidak bisa dipersalahkan atas peristiwa tersebut.
Pertimbangan-pertimbangan atas permasalahan hukum :
Menimbang, bahwa bagaimana hukumnya dengan keterangan saksi Hendri Sujono yang tidak hadir dipersiangan dan keterangannya tidak dibacakan begitu pula dengan keterangan saksi Sunarto Cs dari anggota Laskar Pembela Islam (LPI) yang telah mencabut BAP dipersidangan. Menimbang, bahwa untuk saksi Hendri Sujono oleh karena saksi tersebut tidak bisa dihadirkan dipersidangan walaupun sudah dipanggil secara patut beberapa kali sedangkan keterangannya di BAP tidak dibacakan dipersidangan maka keterangan saksi Hendri Sujono tersebut oleh majelis hakim tidak akan ikut dipakai sebagai dasar pertimbangan hukum dalam pembuktian unsur delik pidana yang didakwakan kepada terdakwa dalam perkara ini. Menimbang, bahwa saksi Moh. Subhan, Agus Bambang, Sudirah, Topik Hidayat, Raflin, Sunarto dan Moh. Machsuni Kaloko dimuka persidangan dibawah sumpah menerangkan dengan tegas telah mencabut BAP dengan alasan yang pada pokoknya saksi diperiksa pada malam hari dalam keadaan lelah, dibawah tekanan, ancaman dan paksaan untuk menandatangani BAP dan saksi dalam pemeriksaan tersebut tidak didampingi penasehat hukum. Menimbang, bahwa atas alasan pencabutan para saksi tersebut, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi penyidik antara lain Bambang Wahyu, Safei, Deni Permana, Firmansyah, H, Abdul Kohar, Supadi, Iswanto, Saryono dimuka persidangan para saksi penyidik pada pokoknya membantah keterangan para saksi Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
65
Subarto Cs dan menerangkan benar saksi diperiksa pada malam hari, tapi keterangan para saksi tersebut diberikan tanpa tekanan atau paksaan, para saksi menandatangani BAP atas kemauan sendiri. Dalam teknik pemeriksaan dilakukan tanya jawab dan penyidik melakukan pengetikan setelah itu diminta para saksi untuk membaca sebelum menanda tangani BAP adapun para saksi tidak didampinigi penasehat hukum karena hal itu memang tidak diharuskan berdasarkan KUHAP. Menimbang, bahwa dari fakta tersebut majelis hakim berpendapat secara hukum tidak ada hukum acara yang dilanggar yang dilakukan oleh penyidik dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi Sunarto CS, namun berdasarkan pasal 185 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, majelis hakim hanya akan mempertimbangkan keterangan saksi dibawah sumpah yang disampaikan dimuka persidangan. Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan keberatan dari terdakwa dan penasehat hukumnya tentang Roy Suryo dinyatakan sebagai ahli Multimedia dan apakah benar DVD sebagai barang bukti tersebut disita secara tidak sah. Menimbang, bahwa keterangan ahli sesuai hukum acara pidana sifatnya tidak mengikat dan pendapat penilaian kesimpulan ahli sebagai bukti hukum diserahkan pada penilaian hakim. Menimbang, bahwa KRMT Roy Suryo Notodiprojo dengan latar belakang pendidikan secara formal dan non formal sebagaimana tersebut diatas oleh masyarakat telah dikenal dan diakui sebagai pakar Multimedia atau Telematika untuk menilai keabsahan suatu bukti elektronik, dengan fakta tersebut majelis hakim menilai Roy Suryo adalah layak untuk dinyatakan sebagai ahli dalam hal Multmedia atau Telematika. Menimbang, bahwa dalam perkara ini keterangan Roy Suryo Notodiprojo sebagai ahli Multimedia hanya diakui oleh majelis hakim hanya sebatas penilaian terhadap keautentikan atau kevalidan dari DVD tersebut yaitu apakah telah ada rekayasa atau benar-benar valid sehingga isi rekaman video tersebut menggambarkan apa yang senyatanya terjadi dan dimuka persidangan Roy Suryo Notodiprojo sebagai
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
66
ahli memberikan keterangan bahwa bisa dipastikan isi rekaman DVD tersebut valid dan tidak ada rekayasa. Menimbang, bahwa adapun isi gambar rekaman tersebut majelis hakim melihat sendiri dan secara bersama-sama dengan jaksa penunut umum memutar video dimuka persidangan. Menimbang, bahwa terdakwa dan Penasehat Hukumnya berpendapat bahwa barang bukti DVD tidak sah karena disita dengan ijin Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan bukan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagimana domisili terdakwa di Jalan Petamburan III ,Tanah Abang, Jakarta Pusat. Menimbang, bahwa pemberian ijin penyitaan atas barang bukti sifatnya adalah bersifat formalistik alternatif dari suatu Pengadilan Negeri, penyitaan barang bukti dalam perkara ini termasuk berupa 2 (dua) keping DVD telah disita oleh penyidik dengan ijin dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan maka barang bukti tersebut tetap sah secara hukum dan tidak cacat hukum. Menimbang, bahwa terdakwa dan Penasehat Hukumnya juga berpendapat bahwa pemutaran DVD dimuka persidangan tidak sah karena tidak dihadiri oleh terdakwa dan penasehat hukumnya dimana terdakwa dan penasehat hukumnya menyatakan keberatan atas pemutaran barang bukti DVD dengan cara meninggalkan ruangan persidangan. Menimbang, bahwa terdakwa dan penasehat hukumnya meninggalkan ruangan persidangan atas kemauannya sendiri dan oleh majelis hakim hal tersebut dianggap sebagai hak terdakwa dan penasehat hukumnya isinya sudah diberitahukan kepada terdakwa dan penasehat hukum terdakwa, maka persidangan tetap dilanjutkan dan pemutaran DVD tersebut tetap sah secara hukum. Menimbang, bahwa terdakwa dan penasehat hukumnya berpendapat barang bukti elektronik antara lain DVD tidak dikenal dalam tindak pidana umum dan hanya dikenal dalam tindak pidana Korupsi, Money Laundry dan Terorisme. Menimbang, bahwa sesuai dengan kemajuan perkembangan teknologi hasil suatu rekaman yang tersimpan dalam DVD apabila tidak ada rekayasa bisa dipastikan berisi gambar yang menggambarkan peristiwa yang senyatanya terjadi, dan dalam barang bukti DVD dalam perkara terdakwa, ahli Roy Suryo memastikan Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
67
barang bukti tersebut adalah valid dan tidak ada rekayasa baik editing gambar maupun suara, walaupun barang bukti elektronik tidak dikenal dalam tindak pidana umum, majelis hakim akan menilai barang bukti tersebut sebagai bukti petunjuk yang memperkuat pembuktian apabila bersesuaian dengan bukti lainnya akan dinilai sebagai bukti hukum. Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah benar Laskar Pembela Islam (LPI) adalah bukan Front Pembela Islam (FPI). Ketua Front Pembela Islam (FPI) adalah Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab dan Ketua Laskar Pembela Islam (LPI) adalah Moh. Machsuni Kaloko AS, Laskar Pembela Islam (LPI) merupakan anak organisasi dari Front Pembela Islam (FPI) tapi sifatnya mandiri dan independen dan tidak ada pertanggungjawaban hierarkhis dengan Front Pembela Islam (FPI)dan dalam peristiwa 1 Juni 2008 dilapangan Monas yang melakukan penyerangan adalah LPI bukan Front Pembela Islam (FPI). Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan siapakah yang melakukan penyerangan pada kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di lapangan Monas pada tanggal 1 Juni 2008 yaitu apakah penyerangan dilakukan oleh massa Laskar Pembela Islam (LPI) ataukah oleh massa Front Pembela Islam (FPI). Menimbang, bahwa saksi Munarman dan Sunarto Cs dari anggota Laskar Pembela Islam (LPI) menerangkan yang melakukan penyeranganpada tanggal 1 Juni 2008 dilapangan Monas adalah massa dari Laskar Pembela Islam (LPI) sedangkan saksi-saksi dari kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) antara lain saksi Khamid anik Khamim Thohari, saksi Saidiman, saksi Ismoyo Palgunadi dan seterusnya menerangkan bahwa penyerangan dilakukan oleh massa Front Pembela Islam (FPI) bukan oleh massa Laskar Pembela Islam (LPI), hal ini saksi ketahui dari atribut yang dipakai kelompok penyerang menggunakan atribut putih-putih bertuliskan Front Pembela Islam (FPI) dan ada yang membawa tongkat yang ujungnya terikat bendera Front Pembela Islam (FPI). Menimbang, bahwa dari adanya dua kelompok saksi yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya, manakah yang benar ?
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
68
Menimbang, bahwa Roy Suryo sebagai ahli multimedia menerangkan DVD sebagai barang bukti adalah valid dan tidak ada rekayasa dan dalam pemutaran DVD dimuka persidangan nampak jelas dalam gambar bahwa yang melakukan penyerangan adalah orang-orang yang memakai seragam putih-putih dan beratribut Front Pembela Islam (FPI) dan ada juga yang membawa tongkat yang ujungnya terikat bendera Front Pembela Islam (FPI), dan dalam gambar rekaman DVD tersebut tidak ada kelompok pihak penyerang yang memakai atribut Laskar Pembela Islam (LPI), maka dengan demikian majelis hakim berkesimpulan secara hukum bahwa penyerngana pada kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) pada tanggal 1 Juni 2008 di lapangan Monas dilakukan oleh massa Front Pembela Islam (FPI) dan bukan oleh massa Laskar Pembela Islam (LPI). Menimbang, bahwa untuk alasan keberatan lainnya baik dari terdakwa maupun keberatan penasehat hukum terdakwa karena hal tersebut sudah memasuki materi pokok perkara, maka majelis hakim tidak akan mempertimbangkan satu persatu secara tersendiri tapi akan langsung mengakumulasikan bersamaan dengan pertimbangan unsur delik yang didakwakan.
Fakta-fakta hukum :
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti yang bersesuaian antara yang satu dengan yang lain majelis hakim berkesimpulan terdapat fakta hukum yang pada pokoknya sebagai berikut : -
bahwa terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab adalah menjabat Ketua Front Pembela Islam (FPI) sejak tahun 1998 sampai dengan sekarang dan bermarkas di Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
-
Bahwa pada tanggal 28 Mei 2008 sekitar jam 18.30 wib bertempat di Masjid Al-Islah Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat terdakwa telah memberikan ceramah pengajian pada murid-muridnya dan dalam ceramahnya tersebut antara lain berisikan pernyataan sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
69
1. Kita Front Pembela Islam (FPI) harus membubarkan Ahmadiyah dan pembubaran Ahmadiyah adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi, karena Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat. 2. Jika pemerintah atau dalam hal ini Kejaksaan Agung memberikan izin atau melegalisasi Ahmadiyah, Kejaksaan Agung kita serbu. 3. Umat Islam yang ada disini siapkan diri untuk perang. 4. Kita ajak umat Islam perang lawan Ahmadiyah. 5. Ahmadiyah adalah aliran sesat dan harus dibubarkan, siap perang, Ahmadiyah adalah murtad. -
bahwa terdakwa telah mengetahui pada hari Minggu, tanggal 1 Juni 2008 akan ada unjuk rasa di lapangan Monas yang akan dilakukan oleh kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang salah satu anggotanya adalah kelompok Ahmadiyah.
-
bahwa terdakwa tahu pada tanggal 1 Juni 2008 akan ada unjuk rasa dari Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di lapangan Monas karena pada malam tanggal 1 Juni 2008 terdakwa mendapat telpon langsung dari Kabag Intel Mabes Polri yaitu Irjen Saleh Saad, beliau mengatakan kepada terdakwa bahwa Habib tolong sampaikan kelompokkelompok Islam yang memenuhi undangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) supaya kalau bisa waktunya dimudur, karena HTI sudah setuju waktunya dimundur sampai dengan jam 13.00 wib, karena ada kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) danPartai Demokrasi Perjuangan (PDIP) yang melakukan aksi dipagi hari, kemudian masih dimalam itu juga Irjen Saleh Saad menelpon kembali kepada terdakwa bahwa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) membatalkan aksinya.
-
bahwa terdakwa dalam memberikan ceramah agama selalu memberi pernyataan bahwa Ahmadiyah adalah sesat dan wajib dibubarkan.
-
bahwa terdakwa berpendapat Ahmadiyah sesat karena mengakui Al Qur’an sebagai kitab suci, meyakini Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi, tetapi juga Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
70
mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi dan Kitab Tazkirah sebagai kitab sucinya, selain Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga memberikan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat. -
bahwa pada hari Minggu, tanggal 1 Juni 2008 sekitar jam 08.00 wib massa Front Pembela Islam (FPI) berjumlah sekitar 500 orang diantaranya Moh. Subhan, Topik Hidayat, dan Raflin telah berkumpul di markas Front Pembela Islam (FPI) Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat untuk melakukan persiapan mengikuti aksi unjuk rasa “menolak kenaikan BBM dan menuntut pembubaran Ahmadiyah” didepan Istana Negara.
-
bahwa pada sekitar jam 11.00 wib seluruh Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang akan mengikuti unjuk rasa di Istana negara tersebut dibawah Komando Panglima Laskar Pembela Islam (LPI) yaitu Moh. Machsuni Kaloko AS berangkat dari Jalan Petamburan III,Tanah Abang, Jakarta Pusat dengan mengendarai Metromini, Kopaja, Sepeda Motor dan ada yang membawa tongkat yang ujungnya terikat bendera Front Pembela Islam (FPI).
-
bahwa sekitar 11.15 wib seluruh anggota Front Pembela Islam (FPI) telah sampai di Masjid Istiqlal bergabung dengan massa dari laskar Islam lainnya berjunlah sekitar 1.500 orang antara lain dari Garis, MMI dan FUI, yang kemudian dibentuk kelompok gabungan dengan nama Komando Laskar Islam (KLI) dan menunjuk Munarman, SH sebagai Komando Laskar Islam.
-
bahwa setelah sholat Dzuhur massa Komando Laskar Islam (KLI) pimpinan Munarman berangkat bersama-sama menuju Istana Negara dan pada sekitar jam 13.00 wib sesampai dilapangan Monas, massa KLI melihat massa AKKBB yang dianggap sebagai kelompok pendukung Ahmadiyah sedang berkumpul di halaman Monas dalam rangka memperingati hari lahirnya Pancasila dengan membawa spanduk bertuliskan “Stop Kekerasan Beragama”.
-
bahwa kemudian massa Front Pembela Islam (FPI) sekitar 100 orang yang tergabung dalam Komando Laskar Islam (KLI) antara lain Moh. Subhan, Topik Hidayat, Raflin, Munarman sambi berteriak “ Allahu Akbar, kamu Ahmadiyah, bubar kamu semua, kalau engga saya bunuh..” menyerang kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dengan Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
71
cara memukul pakai tangan, menendang, memukul pakai tongkat serta merusak mobil Daihatsu Delta Nopol B9720 LV yang sedang mengangkut sound system yang akan digunakan untuk orasi oleh kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). -
bahwa akibat penyerangan tersebut sekitar 70 (tujuh puluh) orang dari kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) menjadi korban kekerasan, terdapat korban yang luka dibagian kepala, mengalami luka bagian kaki, tangan dan tubuh lainnya diantaranya adalah Alirman, Elvira, Priaydi, Ahmad Suadi, Nino Graciano, Suci Suesti, Arif Rahman Hakim, Charles, Nasir Ahmad dan seterusnya, sebagaimana tersebut dalam Visum et Repertum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Jakarta tanggal 01 Juni 2008 dan tanggal 5 Juni 2008 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Tarakan.
-
bahwa pada saat penyerangan tersebut terdakwa tidak berada di lapangan Monas tapi berada di rumah terdakwa di Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Menimbang, bahwa dakwaan terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum didakwakan dengan dakwaan yang disusun secara alternatif yaitu terdakwa didakwa melanggar : Kesatu : melanggar pasal 170 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat(1) ke-2 KUHP Atau Kedua : melanggar pasal 156 KUHP
Menimbang, bahwa dakwaan yang disusun secara alternatif artinya Jaksa Penuntut Umum memberi pilihan bagi majelis hakim untuk langsung memilih dakwaan mana yang akan dibuktikan lebih dahulu, namun walaupun dakwaan Jaksa Penunut Umum disusun secara alternatif majelis hakim akan mempertimbangkan dakwaan Kesatu lebih dahulu yaitu dimana terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab didakwa melanggar pasal 170 ayat (1) KUHP jopasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP, yang mempunyai delik sebagai berikut : Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
72
1.
barang siapa;
2.
dimuka umum;
3.
bersama-sama;
4.
melakukan kekerasan terhadap orang atau barang;
5.
orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan perbuatan.
Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan secara hukum, apakah berdasarkan fakta hukum tersebut diatas, terdakwa dapat dipersalahkan dan dipidana sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum karena untuk dapat dipersalahkan dan dipidana perbuatan terdakwa haruslah terbukti secara kumulatif dari seluruh yang didakwakan.
Unsur ke-1 : barang siapa. Menimbang, bahwa yang dimaksud unsur “barang siapa” dalam KUHP adalah orang yang berbuat hukum dan mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Menimbang, bahwa terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab yang identitasnya tersebut diatas adalah termasuk subyek hukum sebagaimana dimaksud dalam KUHP dan dipandang mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya secara hukum, maka dengan demikian secara hukum unsur “barang siapa” dinyatakan telah terpenuhi.
Unsur ke-2 : dimuka umum. Menimbang, bagaimana KUHP tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan “dimuka umum”, “bersama-sama” ataupun apa yang dimaksud dengan “kekerasan” maka majelis hakim dalam mengartikan pengertian-pengertian tersebut akan menyimpulkan dari pendapat ahli dan pengertian yang dipakai oleh praktek peradilan. Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
73
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “dimuka umum” adalah perbuatan tersebut dilakukan secara terbuka (openlijk) artinya umum dapat melihat atau perbuatan tersebut disaksikan oleh umum, meskipun perbuatan penggunaan kekerasan tidak dilihat oleh orang lain, akan tetapi jika dilakukan disuatu tempat yang dapat dilihat oleh orang lain, maka unsur openlijk atau dimuka umum telah terbukti, Menimbang, bahwa pada hari Minggu, tanggal 1 Juni 2008 masa Front Pembela Islam (FPI) berjumlah sekitar 500 orang dibawah Komando Panglima Machsuni Kaloko berkumpul dimarkas Front Pembela Islam (FPI) Jalan Petamburan III,Tanah Abang, Jakarta Pusat dan sekitar jan 11,00 wib secara bersama-sama dengan mengendarai Kopaja, Metromini, dan sepeda berangkat menuju Istana Negara dengan tujuan mengawal Hizbut Tahrir yang akan berunjuk rasa “menolak kenaikan BBM dan pembubaran Ahmadiyah”. Menimbang, bahwa massa Front Pembela Islam (FPI) terlebih dahulu berkumpul di Masjid Istiqlal bergabung dengan massa ormas Islam lainnya antara lain Garis, MMI yang jumlahnya kurang lebih 1.500 orang dan kemudian dibentuk laskar gabungan dan diberi nama Komando Laskar Islam (KLI) dengan pimpinan Munarman, SH. Menimbang, bahwa sekitar jam 13.15 wib massa KLI tersebut ketika berjalan menuju Istana Negara sesampai dilapangan Monas melihat massa AKKB sebanyak sekitar 400 orang terdiri kaum laki-laki, perempuan dan anak-anak sedang berkumpul dan berorasi untuk memperingati hari lahirnya Pancasila. Menimbang, bahwa oleh karena massa Front Pembela Islam (FPI) tahu Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) adalah pendukung Ahmadiyah sedangkan Ahmadiyah masuk bagian dari Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), maka ada sekitar 150 orang Front Pembela Islam (FPI) antara lain Mohammad Subhan, Agus Bambang, Topik Hidayat, Raflin, Sunarto, Munarman, Machsuni Kaloko keluar dari barisan dan berteriak “Allahu Akbar, Kamu Ahmadiyah.. bubar kamu semua, kalau enggak saya bunuh” sambil menyerang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dengan cara menendang, memukul pakai Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
74
tangan dan pakai tongkat, sehingga mengakibatkan kurang lebih 70 (tujuh puluh) orang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) mengalamai luka-luka dibagian kepala, tangan, kaki dan tubuh lainnya, antara lain Alirman, Elvira, Priaydi, Ahmad Suadi, Nino Graciano, Suci Suesti, Arif Rahman Hakim, Charles, Nasir Ahmad dan seterusnya, sebagaimana tersebut dalam Visum et Repertum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Jakarta tanggal 01 Juni 2008 dan tanggal 5 Juni 2008 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Tarakan dan mobil Daihatsu delta B 9720 LV yang dipakai mengangkut sound system mengalami rusak. Menimbang, bahwa peristiwa penyerangan massa Front Pembela Islam (FPI) kepada massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) terjadi dilapangan Monas dan orang semua tahu bahwa lapangan Monas adalah tempat terbuka, semua orang boleh datang kelapangan Monas dan hampir setiap hari lapangan Monas selalu didatangi oleh masyarakat baik untuk kepentingan olah raga maupun untuk kepentingan lainnya, maka penyerangan tersebut terjadi ditempat umum sehingga publik dapat melihatnya dan dilakukan pula dengan secara terang-terangan atau terbuka, maka dengan alasan tersebut unsur “dimuka umum” secara hukum telah terpenuhi.
Unsur ke-3 : bersama-sama. Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “bersama-sama” adalah perbuatan kekerasan tersebut paling sedikit dilakukan oleh dua orang atau lebih terhadap orang atau barang, sedangkan yang dimaksud kekerasan dalam pasal ini adalah kekerasan yang dilakukan terhadap orang atau barang terdiri dari “penganiayaan” atau “merusak barang”, sudah cukup apabila orang-orang melemparkan batu pada orang lain atau rumah, atau membuang-buang barang dagangan, sehingga berserakan, meskipun tidak ada maksud untuk menyakiti orang atau merusak barang itu. Melakukan kekerasan dalam pasal ini bukan merupakan suatu alat atau daya upaya untuk mencapai sesuatu, akan tetapi merupakan suatu tujuan. Menimbang, bahwa dalam peristiwa penyerangan dilapangan Monas pada hari minggu, tanggal 1 Juni 2008 saksi M. Subhan, Sunarto, Sudirah, Agus Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
75
Bambang, Topik Hidayat, Raflin mengaku dimuka persidangan menyerang dan memukul massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) sehingga massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) lari kocar kacir ketakutan. Menimbang, bahwa akibat dari penyerangan tersebut massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) sebanyak lebih 70 (tujuh puluh) orang mengalami luka-luka dibagian kepala dan anggota tubuh lainnya, antara lain Alirman, Elvira, Priaydi, Ahmad Suadi, Nino Graciano, Suci Suesti, Arif Rahman Hakim, Charles, Nasir Ahmad dan seterusnya, sebagaimana tersebut dalam Visum et Repertum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Jakarta tanggal 01 Juni 2008 dan tanggal 5 Juni 2008 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Tarakan dan mobil Daihatsu delta B 9720 LV yang dipakai mengangkut sound system mengalami rusak. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut diatas, kurang lebih 70 (tujuh puluh) massa AKKBB mengalami luka-luka dan rusaknya mobil Daihatu delta B 9720 LV adalah akibat perbuatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, diantaranya dilakukan oleh M. Subhan, Sunarto, Sudirah, Agus Bambang, Topik Hidayat, Raflin, dengan demikian secara hukum unsur “bersama-sama” telah terpenuhi.
Unsur ke-4 : melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Menimbang, bahwa massa Front Pembela Islam (FPI) kurang lebih sebanyak 150 orang pada saat melakukan penyerangan pada kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dengan berteriak “Allahu Akbar, Kamu Ahmadiyah.. bubar kamu semua, kalau enggak saya bunuh” sambil menyerang
massa
Aliansi
Kebangsaan
untuk
Kebebasan
Beragama
dan
Berkeyakinan (AKKBB) dengan cara menendang, memukul pakai tangan dan pakai tongkat, sehingga mengakibatkan kurang lebih 70 (tujuh puluh) orang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) mengalami luka-luka dibagian kepala, tangan, kaki dan tubuh lainnya, antara lain Alirman, Elvira, Priaydi, Ahmad Suadi, Nino Graciano, Suci Suesti, Arif Rahman Hakim, Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
76
Charles, Nasir Ahmad dan seterusnya, sebagaimana tersebut dalam Visum et Repertum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Jakarta tanggal 01 Juni 2008 dan tanggal 5 Juni 2008 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Tarakan dan mobil Daihatsu delta B 9720 LV yang dipakai mengangkut sound system mengalami rusak. Menimbang, bahwa dari fakta tersebut, majelis hakim berpendapat secara hukum bahwa ”penganiayaan” dan “pengrusakan mobil” adalah dikehendaki oleh massa Front Pembela Islam (FPI) karena orang-orang anggota Front Pembela Islam (FPI) pasti tahu orang yang ditendang, dipukul pakai tangan dan pakai tongkat pasti akan mengalami luka-luka, begitu pula pengrusakan mobil juga sebagai tujuan agar massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) tidak bisa melakukan orasi. Menimbang, bahwa dari faka dan alasan tersebut, majelis hakim berpendapat bahwa unsur “melakukan kekerasan terhadap orang atau barang” telah terpenuhi. Menimbang, bahwa oleh karena seluruh unsur dalam pasal 170 KUHP telah terbukti secara kumulatif, maka secara hukum telah terbukti adanya tindak pidana “dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang”. Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan bagaimana tanggung jawab hukum atau hubungannya dengan terdakwa karena pada saat dilakukannya penyerangan oleh massa Front Pembela Islam (FPI) kepada massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), terdakwa tidak ada dilapangan Monas dan terdakwa ada dirumahnya atau dimarkas Front Pembela Islam (FPI) Jalan Petamburan II, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Menimbang, bahwa oleh karenanya sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum selanjutnya akan dipertimbangkan apakah benar terdakwa adalah sebagai pihak “penganjur”.
Unsur ke-5 : orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan perbuatan
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
77
Menimbang, bahwa unsur-unsur dari pasal ini bersifat alternatif artinya tidak perlu semua unsur dibuktikan dan dinyatakan terbukti, cukup apabila ada salah satu unsur dinyatakan terbukti maka delik “penganjur” secara hukum dinyatakan telah terpenuhi. Menimbang bahwa pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, ada 3 hal yang dapat dianggap sebagai pelaku tindak pidana yaitu : “orang-orang yang melakukan peristiwa pidana” dan “orang-oang yang menyuruh melakukan peristiwa pidana” serta “orang-orang yang ikut serta melakukan peristiwa pidana”. Selain daripada itu maka dikenakan juga hukuman sebagai pelaku terhadap orang-orang, yang sengaja membujuk orang lain buat janji, menyalahgunakan kewibawaan atau kemartabatan, paksaan, ancaman atau tipu daya atau dengan jalan memberikan kesempatan, alatalat atau keterangan (pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP). Menimbang, bahwa ada suatu perbedaan yang khas diantara bentuk campur tangan yang dimaksud disini (pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP) dengan bentuk campur tangan yang kita telah kenal dengan istilah “menyuruh melakukan peristiwa pidana”, (pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP) yaitu bahwa jika seseorang menyuruh orang lain melakukan sesuatu kejahatan, maka kedua-duanya melakukan campur tangan didalam peristiwa pidana, yang menyuruh disebut sebagai pelaku tak langsung dan yang disuruh disebut pelaku langsung, akan tetapi yang dapat dikenakan hukuman menurut pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP hanya orang yang menyuruh saja. Sedangkan didalam campur tangan “membujuk orang melakukan sesuatu peristiwa pidana” (pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP) kepada yang melakukan sesungguhnya dikenakan hukuman juga. Menimbang, bahwa pembujukan hanya terjadi , jikalau bujukan itu dilakukan dengan syarat-syarat atau akal-akalan yang disebut satu persatu dalam pasal 55 ayat (1)
ke-2
KUHP
yaitu
(dengan
jalan
memberikan
hadiah,
janji-janji,
menyalahgunakan kewibawaan atau kemartabatan, paksaan, ancaman atau tipu daya atau
dengan
jalan
memberikan
kesempatan,
alat-alat
atau
keterangan).
Mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu perbuatan pidana dengan menggunakan jalan lain, seperti misalnya dengan memberikan “nasihat”, atau dengan “membujuk kepada orang-orang yang pernah melakukan perbuatan serupa itu Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
78
sebagai contoh-contoh”, dengan jalan “membayang-bayangkan keuntungan yang dapat tercapai dari perbuatan itu”, tidaklah termasuk “bujukan” yang dimaksukan dalam undang-undang hukum pidana karena cara-cara pembujukan didalam contoh tersebut, tidaklah termuat didalam pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menimbang, bahwa pengertian “menganjurkan” harus terdapat adanya niat untuk menggerakkan orang lain agar melakukan kejahatan. Menimbang, bahwa terdakwa mengaku sebagai ustadz dalam ceramahceramah agamanya selalu menyampaikan bahwa Ahmadiyah adalah sesat dan harus dibubarkan dan dalam ceramahnya pada tanggal 28 Meni 2008 di Masjid Al-Islah Jalan Petamburarn III, Tanah Abang, Jakarta Pusat menyampaikan pada murid-murid atau pengikutnya pernyataan-pernyataan antara lain sebagai berikut : 1.
Kita Front Pembela Islam (FPI) harus membubarkan Ahmadiyah dan pembuabaran Ahmadiyah adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi, karena Majelis Ulama Indoneisa (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat.
2.
Jika pemerintah atau dalam hal ini Kejaksaan Agung memberikan ijin atau melegalisasi Ahmadiyah, Kejaksaan Agung kita serbu.
3.
Umat Islam yang ada disini siapkan diri untuk perang.
4.
Kita ajak umat Islam perang lawan Ahmadiyah.
5.
Ahmadiyah adalah aliran sesat dan harus dibubarkan, siap perang, Ahmadiyah adalah murtad.
Menimbang, bahwa terdakwa mengakui tahu kalau tanggal 1 Juni 2008 kelompok Aliansi Kebangkitan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang didalamnya ada Ahmadiyah akan berunjuk rasa di lapangna Monas, hal ini terdakwa ketahui karena pada malam tanggal 1 Jni 2008 terdakwa mendapat telpon langsung dari Kabag Intel Mabes Polri yaitu Irjen Saleh Saad, beliau mengatakan kepada terdakwa bahwa Habib tolong sampaikan kepada kelompokkelompok Islam yang memenuhi undangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) supaya bisa waktunya mundur, karena HTI sudah setuju waktunya mundur sampai jam 13.00 wib, karena ada kelompok AKKBB dan PDIP yang melakukan aksi pagi hari, Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
79
kemudian masih malam itu juga Irjen Saleh Saad menelepon kembali kepada terdakwa memberitahukan bahwa Aliansi Kebangkitan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) membatalkan aksinya. Menimbang, bahwa pada hari Minggu, tanggal 1 Juni 2008 massa Front Pembela Islam (FPI) berjumlah sekitar 500 orang dibawah Komando Panglima Machsuni Kaloko berkumpul di markas Front Pembela Islam (FPI) Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat dan sekitar jam 11.00 wib secara bersama-sama dengan mengendarai Kopaja, Metromini, dan sepeda motor berangkat menuju Istana Negara dengan tujuan mengawal Hizbut Tahrir yang akan berunjuk rasa “menolak kenaikan BBM dan pembubaran Ahmadiyah”. Menimbang, bahwa dalam perjalanan menuju Istana Negara sesampai di lapangan Monas, massa Komando Laskar Islam (KLI) piminan Munarman melihat massa Aliansi Kebangkitan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) sedang berkumpul dan berorasi dan kemudian terjadi penyerangan dan pemukulan oleh massa Front Pembela Islam (FPI) kepada massa Aliansi Kebangkitan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Menimbang, bahwa Front Pembela Islam (FPI) untuk berunjuk rasa di Istana Negara berangkat dari markas Front Pembela Islam (FPI) Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat dan pada saat itu terdakwa berada ditempat markas Front Pembela Islam (FPI). Menimbang, bahwa dari fakta tersebut terdakwa selaku pimpinan Front Pembela Islam (FPI) ataupun selaku ustadz tentunya dengan kewibawaannya atau dengan pengaruhnya pasti dapat mencegah murid-muridnya atau pengikutpengikutnya untuk tidak melakukan unjuk rasa pada tanggal 1 Juni 2008 atau terdakwa seharusnya memberi arahan agar menghindari pertemuan dengan kelompok Ahmadiyah, tapi terdakwa tidak melakukan arahan-arahan sebagaimana dimaksud. Menimbang, bahwa sesuai pendapat ahli Bahasa Indonesia adanya kata-kata terdakwa “tahu” tapi “tidak menghalangi” dapat diartikan bahwa dari segi Bahasa Indonesia perkataan “tidak menghalangi” dapat diartikan “tidak merintangi, tidak menahan, tidak menutupi”. Perkataan “tidak menghalangi” dapat dikategorikan sebagai bentuk kata kerja atau bentuk bahasa yang bermakna perbuatan, dengan Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
80
perbuatan tidak menghalangi seseorang dapat diartikan telah berbuat agar suatu rencana dapat terlaksana atau tercapai tujuannya karena tidak ada penghalang, perintah, penahan, atau penutup kesempatan untukmelaksanakan rencana itu. Menimbang, bahwa menurut pendapat ahli segi bahasa Indonesia terdakwa telah mengetahui sebuah rencana yaitu anggota-anggota Front Pembela Islam (FPI) akan turun bergabung unjuk rasa. Kalimat terdakwa yaitu ”tidak menghalangi apabila anggota-anggota Front Pembela Islam (FPI) akan turun untuk bergabung unjuk rasa” mengandung pengertian bahwa terdakwa telah berbuat sesuatu agar rencana tersebut terlaksana atau tercapai tujuannya. Menimbang, bahwa secara fakta massa Front Pembela Islam (FPI) berangkat dari markas Front Pembela Islam (FPI) Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat, terdakwa sebagai Ketua Front Pembela Islam (FPI) tahu dan tidak melarang atau menghalangi anggota-anggotanya akan berunjuk rasa di Istana Negara dan bertemu dengan massa Aliansi Kebangkitan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dan terdakwa sebagai ketua Front Pembela Islam (FPI) tidak memberi arahan agar massa Front Pembela Islam (FPI) berunjuk rasa secara baik dan anarkis, bahkan terdakwa dalam ceramahnya tanggal 28 Mei 2008 menyampaikan pada murid-muridnya agar memerangi Ahmadiyah, maka ”kata-kata atau ceramah dari terdakwa untuk memerangi Ahmadiyah” bila dikaitkan dengan anggota-anggota Front Pembela Islam (FPI) pada tanggal 1 Juni 2008 berangkat berunjuk rasa dari markas Front Pembela Islam (FPI), maka secara hukum terdakwa telah “memberi kesempatan” untuk terjadinya perbuatan pidana sebagaimana diaur dalam pasal 170 KUHP dan terdakwa sebagai ketua Front Pembela Islam (FPI) tentunya harus bertanggung jawab baik secara hukum ataupun secara moral terhadap perbuatan murid-muridnya atau pengikut-pengikutnya. Menimbang, bahwa oleh karena unsur pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP bersifat alternatif, dimana salah satu unsur yaitu “memberi kesempatan” menyatakan telah terpenuhi, maka pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP sebagai “penganjur” secara hukum dinyatakan terbukti.
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
81
Menimbang, bahwa oleh karena seluruh unsur dalam dakwaan kesatu telah terpenuhi secara kumulatif, maka terdakwa telah terbukti bersalah melanggar pasal 170 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. Menimbang, bahwa oleh karena dimuka persidangan juga tidak ditemukan adanya unsur pemaaf atau alasan pembenar yang dapat dipakai untuk menghapus perbuatan pidana yang ia terdakwa lakukan, maka secara hukum terdakwa Mohamma Rizieq
alias Habib Mohammad Rizieq Syihab terbukti secara dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “menganjurkan orang untuk melakukan kekerasan dimuka umum terhadap orang dan barang yang dilakukan secara bersama-sama”, sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 170 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP, oleh karena itu terdakwa harus dihukum. Menimbang, bahwa oleh karena Jaksa Penuntut Umum mengajukan susunan dakwaan secara alternatif dimana dakwaan “Kesatu” telah dinyatakan terbukti, maka dakwaan ”Kedua” tidak perlu dibuktikan lagi dan terdakwa wajib dibebaskan dari dakwaan “Kedua” tersebut. Menimbang, bahwa walaupun majelis hakim sependapat dengan penuntut umum, bahwa terdakwa telah terbukti bersalah dan harus dihukum dan tidak sependapat dengan terdakwa dan Penasihat Hukmum yang menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa tidak mememnuhi unsur pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, namun majelis hakim tidak sependapat dengan lamanya pidana yang dijatuhkan, karena dianggap terlalu berat, maka majelis hakim akan menjatuhkan putusan yang dipandang adil dan setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa, sebagaimana tersebut dalam amar putusan ini. Menimbang, bahwa untuk mencegah terdakwa menghindari putusan ini, maka majelis hakim memandang perlu agar terdakwa diperintahkan untuk tetap ditahan. Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa terbukti bersalah dan harus dihukum, maka terdakwa harus dihukum pula untuk membayar ongkos perkara. Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa ditahan, maka lamanya terdakwa ditahan akan dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
82
Menimbang, bahwa barang bukti sebagaiman yang terlampir dalam persidangan apabila terbukti sebagai alat atau hasil kejahatan akan dirampas untuk negara, dan selengkapnya seperti tersebut dalam amar putusan ini. Menimbang, sebelum menjatuhkan putusan perlu dipertimbangkan halhanyang memberatkan dan meringankan bagi diri terdakwa. Ha-hal yang memberatkan : -
Terdakwa sudah pernah dihukum
-
Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan menganggu ketertiban
Hal-hal yang meringankan: -
Terdakwa berlaku sopan dan kooperatif
-
Terdakwa seorang yang berprofesi sebagai ustadz/guru agama, sehingga masih diharapkan dapat merubah kelakuannya kearah yang lebih positif kelak dikemudian hari. Mengingat, UU no.8 Tahun 1981, pasal 170 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1)
ke-2 KUHP, pasal 156 KUHP dan peraturan lain yang berkaitan dengan perkara.
4.4
Putusan Pengadilan Negeri
1. Menyatakan Terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “menganjurkan orang untuk melakukan kekerasan dimuka umum terhadap orang dan barang yang dilakukan secara bersama”. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab dengan pidana penjara selama 1 (satu) Tahun dan 6 (enam) bulan. 3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 4. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan. 5. Memerintahkan barang-barang bukti berupa: 1. 9 (sembilan) buah kaset tape recorder; 2. 6 (enam) buah Majalah Night Life Edisi II Tahun I 2007; 3. 2 (dua) buah Majalah Night Life Edisi II Tahun I 2007; Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
83
4. 2 (dua) buah Majalah Play Boy Edisi April 2006; 5. 2 (dua) buah Majalah Play Boy Edisi Juni dan Juli 2006; 6. 1 (satu) buah Majalah Play Boy Edisi November 2006; 7. 2 (dua) lembar Kartu Akivitas Laskar; 8. 3 (tiga) buah Kartu Panduan Laskar; 9. 1 (satu) Draft Materi Front Pembela Islam (FPI); 10. Berkas Maklumat Front Pembela Islam (FPI) tentang Bukti ke Kafiran Ahmadiyah; 11. 1 (satu) Leaflet 10 alasan penolakan pembubaran Ormas; 12. 1 (satu) bendel billing Telkomsel; 13. 1 (satu) lembar SKT Front Pembela Islam (FPI) tanggal 15 Agustus 2006; 14. 1 (satu) bendel hasil musyawarah Front Pembela Islam (FPI); 15. 1 (satu) berkas tulisan “Awas Ada Nabi Palsu dari India”; 16. 1 (satu) bendel tulisan “Ahmadiyah Ajaran Sesat dan Menyesatkan”; 17. 1 (satu) berkas tulisan tadzkirah yakni wahyu-wahyu; 18. 1 (satu) foto copy proposal kegiatan taurah satgas FPUI; 19. 1 (satu) lembar foto caopy yang dilaminating azas tunggal Pancasila; 20. 1 (satu) lembar tulisan Bom Hidup antara sahid bunuh diri; 21. 1 (satu) bendel artikel internet; 22. 1 (satu) lembar foto copy leaflet suara umat; 23. 1 (satu) bendel tentang BLBI; 24. 1 (satu) lembar leaflet yang digandakan oleh pesantern Tebu Ireng Jombang; 25. 1 (satu) bendel artikel dar WS GUSDUR; 26. 1 (satu) foto copy tulisan tentang lambang salib; 27. 1 (satu) foto copy leaflet dua belas point komitmen Ahmadiyah; 28. 1 (satu) lembar foto copy draft serikat pekerja Front Pembela Islam (FPI); 29. 1 (satu) lembar pemberitahuan dri Front Pembela Islam (FPI) SUMUT; 30. 1 (satu) Draft tulisan susunan pengurus Front Pembela Islam (FPI) Aceh; 31. 1 (satu) bendel surat rencana penolakanpendirian gereja; 32. 9 (sembilan) kotak CD masing-masing berisikan satu CD yang sudah diparaf; 33. 3 (tiga) buah CD masing-masing berisikan dua CD yang sudah di paraf; Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
84
34. 10 (sepuluh) lembar foto copy selebaran bertuliskan LUMAT SBY-JK ”Forum Umat Muslim (FUI)”; tetap terlampir dalam berkas perkara. 35. 1 (satu) buah hard disk Maxtor 40 GB SMMZ SBY BB RA6035A; 36. 1 (satu) buah laptop merek Toshiba Satelite No. seri 5105-5067; dikembalika kepada terdakwa. 6. Membebani Terdakwa untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp. 5.000 (lima ribu rupiah).
4.5
Analisis
Dalam kasus tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana dalam bentuk melakukan kekerasan terhadap orang atau barang yang dilakukan oleh terdakwa Mohammad Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab telah melanggar pasal 170 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan putusan, setelah melakukan proses pembuktian di muka sidang pengadilan. Proses pembuktian ini dilakukan oleh Hakim yang menyelidiki perkara ini dengan cara memeriksa berkas perkara, mendengar keterangan para saksi polisi yang melakukan penangkapan terhadap terdakwa, saksi ahli yang berkompeten terhadap tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana dalam bentuk melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, mendengar keterangan terdakwa Habib Mohammad Rizieq Syihab dan melihat barang bukti yang ada. Semua proses pembuktian ini akhirnya dapat membuktikan bahwa memang telah terjadi tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana dalam bentuk melakukan kekerasan terhadap orang atau barang yang melanggar pasal 170 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP, dimana semua unsur-unsur dalam pasal ini telah terbukti. Oleh karena itu hakim memberikan putusan terhadap terdakwa Habib Mohammad Rizieq Syihab yang secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menganjurkan orang lain untuk
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
85
melakukan perbuatan pidana dalam bentuk melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Dalam salah satu isi putusannya, Majelis Hakim menghukum Terdakwa Habib Mohammad Rizieq Syihab dengan menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi masa tahanan yang telah dijalaninya. Dasar pertimbangan putusan tersebut adalah bahwa Terdakwa telah terbukti memenuhi unsur pasal 170 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP yang juga merupakan dakwaan Kesatu Jaksa Penuntut Umum. Oleh karena itu dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kedua pasal 156 KUHP tidak perlu dibuktikan lagi. Itulah sebabnya mengapa Majelis Hakim hanya mencantumkan pasal 170 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP sebagai dasar dari pertimbangan karena dalam pasal tersebutlah unsur-unsur tindak pidananya telah terpenuhi. Adapun pemenuhan unsur-unsur pasal 170 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Unsur barang siapa Dalam hal ini penulis sependapat dengan Majelis Hakim yang dalam
putusannya menilai unsur ini telah terpenuhi. Dengan mempertimbangkan fakta bahwa terdakwa Moh. Rizieq alias Habib Mohammad Rizieq Syihab yang identitasnya tersebut diatas adalah termasuk subyek hukum sebagaimana dimaksud dalam KUHP dan dipandang mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya secara hukum.
2.
Unsur dimuka umum Dalam hal ini penulis sependapat dengan Majelis Hakim yang dalam
putusannya menilai unsur ini telah terpenuhi. Dengan mempertimbangkan fakta bahwa peristiwa penyerangan massa Front Pembela Islam (FPI) kepada massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) terjadi dilapangan Monas dan orang semua tahu bahwa lapangan Monas adalah tempat terbuka, semua orang boleh datang kelapangan Monas dan hampir setiap hari lapangan Monas selalu didatangi oleh masyarakat baik untuk kepentingan olah raga Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
86
maupun untuk kepentingan lainnya, maka penyerangan tersebut terjadi ditempat umum sehingga publik dapat melihatnya dan dilakukan pula dengan secara terangterangan atau terbuka.
3.
Unsur bersama-sama Dalam hal ini penulis sependapat dengan Majelis Hakim yang dalam
putusannya menilai unsur ini telah terpenuhi. Dengan mempertimbangkan fakta bahwa dalam peristiwa penyerangan dilapangan Monas pada hari minggu, tanggal 1 Juni 2008 saksi M. Subhan, Sunarto, Sudirah, Agus Bambang, Topik Hidayat, Raflin mengaku dimuka persidangan menyerang dan memukul massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) sehingga massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) lari kocar kacir ketakutan.
4.
Unsur melakukan kekerasan terhadap orang atau barang Dalam pembuktian tindak pidana yang dilakukan, dasar pertimbangan
Majelis Hakim yang menyatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan telah memenuhi unsur “melakukan kekerasan terhadap orang atau barang” ini sebagaimana pertimbangan Majelis Hakim sebagai berikut: -
-
Menimbang, bahwa massa Front Pembela Islam (FPI) kurang lebih sebanyak 150 orang pada saat melakukan penyerangan pada kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dengan berteriak “Allahu Akbar, Kamu Ahmadiyah.. bubar kamu semua, kalau enggak saya bunuh” sambil menyerang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dengan cara menendang, memukul pakai tangan dan pakai tongkat, sehingga mengakibatkan kurang lebih 70 (tujuh puluh) orang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) mengalami luka-luka dibagian kepala, tangan, kaki dan tubuh lainnya, antara lain Alirman, Elvira, Priaydi, Ahmad Suadi, Nino Graciano, Suci Suesti, Arif Rahman Hakim, Charles, Nasir Ahmad dan seterusnya, sebagaimana tersebut dalam Visum et Repertum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Jakarta tanggal 01 Juni 2008 dan tanggal 5 Juni 2008 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Tarakan dan mobil Daihatsu delta B 9720 LV yang dipakai mengangkut sound system mengalami rusak. Menimbang, bahwa dari fakta tersebut, majelis hakim berpendapat secara hukum bahwa ”penganiayaan” dan “pengrusakan mobil” adalah dikehendaki oleh massa Front Pembela Islam (FPI) karena orang-orang anggota Front Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
87
-
Pembela Islam (FPI) pasti tahu orang yang ditendang, dipukul pakai tangan dan pakai tongkat pasti akan mengalami luka-luka, begitu pula pengrusakan mobil juga sebagai tujuan agar massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) tidak bisa melakukan orasi. Menimbang, bahwa dari faka dan alasan tersebut, majelis hakim berpendapat bahwa unsur “melakukan kekerasan terhadap orang atau barang” telah terpenuhi. Dalam pasal 170 ayat (1) KUHP perbuatan yang dilarang adalah perbuatan
melakukan kekerasan terhadap orang atau barang yang secara ragawi adalah wujud orang dan barang adalah obyek hak milik, tidak dalam bentuk obyek yang lainnya. Terkait dengan insiden Monas yang terjadi pada Minggu tanggal 1 Juni 2008, penyerangan oleh massa Front Pembela Islam (FPI) pada massa kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB),
yang
mengakibatkan kurang lebih 70 (tujuh puluh) orang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) mengalami luka-luka dibagian kepala, tangan, kaki dan tubuh lainnya, antara lain Alirman, Elvira, Priaydi, Ahmad Suadi, Nino Graciano, Suci Suesti, Arif Rahman Hakim, Charles, Nasir Ahmad dan seterusnya, sebagaimana tersebut dalam Visum et Repertum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Jakarta tanggal 01 Juni 2008 dan tanggal 5 Juni 2008 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Tarakan dan mobil Daihatsu delta B 9720 LV yang dipakai mengangkut sound system mengalami rusak. Dalam hal ini, pembubaran Ahmadiyah tidak terkait orang atau barang, tapi institusi. Apa yang digerakkan yaitu pembubaran Ahmadiyah yang merupakan aliran sesat, Ahmadiyah adalah merupakan suatu aliran keagamaan atau institusi tidak sesuai dengan unsur yang ada pada pasal 170 ayat (1) KUHP dalam hal ini adalah menghendaki ditujukan atau terhadap orang atau barang.
5.
Unsur orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan
atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan perbuatan Dalam pembuktian tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa Habib Mohammad Rizieq Syihab, dasar pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh Habib Mohammad Rizieq Syihab telah
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
88
memenuhi unsur “memberi kesempatan” ini sebagaimana pertimbangan Majelis Hakim sebagai berikut: -
-
-
-
-
Menimbang, bahwa unsur-unsur dari pasal ini bersifat alternatif artinya tidak perlu semua unsur dibuktikan dan dinyatakan terbukti, cukup apabila ada salah satu unsur dinyatakan terbukti maka delik “penganjur” secara hukum dinyatakan telah terpenuhi. Menimbang bahwa pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, ada 3 hal yang dapat dianggap sebagai pelaku tindak pidana yaitu : “orang-orang yang melakukan peristiwa pidana” dan “orang-oang yang menyuruh melakukan peristiwa pidana” serta “orang-orang yang ikut serta melakukan peristiwa pidana”. Selain daripada itu maka dikenakan juga hukuman sebagai pelaku terhadap orangorang, yang sengaja membujuk orang lain buat janji, menyalahgunakan kewibawaan atau kemartabatan, paksaan, ancaman atau tipu daya atau dengan jalan memberikan kesempatan, alat-alat atau keterangan (pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP). Menimbang, bahwa ada suatu perbedaan yang khas diantara bentuk campur tangan yang dimaksud disini (pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP) dengan bentuk campur tangan yang kita telah kenal dengan istilah “menyuruh melakukan peristiwa pidana”, (pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP) yaitu bahwa jika seseorang menyuruh orang lain melakukan sesuatu kejahatan, maka kedua-duanya melakukan campur tangan didalam peristiwa pidana, yang menyuruh disebut sebagai pelaku tak langsung dan yang disuruh disebut pelaku langsung, akan tetapi yang dapat dikenakan hukuman menurut pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP hanya orang yang menyuruh saja. Sedangkan didalam campur tangan “membujuk orang melakukan sesuatu peristiwa pidana” (pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP) kepada yang melakukan sesungguhnya dikenakan hukuman juga. Menimbang, bahwa pembujukan hanya terjadi , jikalau bujukan itu dilakukan dengan syarat-syarat atau akal-akalan yang disebut satu persatu dalam pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP yaitu (dengan jalan memberikan hadiah, janji-janji, menyalahgunakan kewibawaan atau kemartabatan, paksaan, ancaman atau tipu daya atau dengan jalan memberikan kesempatan, alat-alat atau keterangan). Mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu perbuatan pidana dengan menggunakan jalan lain, seperti misalnya dengan memberikan “nasihat”, atau dengan “membujuk kepada orang-orang yang pernah melakukan perbuatan serupa itu sebagai contoh-contoh”, dengan jalan “membayang-bayangkan keuntungan yang dapat tercapai dari perbuatan itu”, tidaklah termasuk “bujukan” yang dimaksudkan dalam undang-undang hukum pidana karena cara-cara pembujukan didalam contoh tersebut, tidaklah termuat didalam pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menimbang, bahwa pengertian “menganjurkan” harus terdapat adanya niat untuk menggerakkan orang lain agar melakukan kejahatan. Menimbang, bahwa terdakwa mengaku sebagai ustadz dalam ceramah-ceramah agamanya selalu menyampaikan bahwa Ahmadiyah adalah sesat dan harus dibubarkan dan dalam ceramahnya pada tanggal 28 Meni 2008 di Masjid AlIslah Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat menyampaikan pada Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
89
-
-
-
-
-
murid-murid atau pengikutnya pernyataan-pernyataan antara lain sebagai berikut : 1. Kita Front Pembela Islam (FPI) harus membubarkan Ahmadiyah dan pembuabaran Ahmadiyah adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi, karena Majelis Ulama Indoneisa (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat. 2. Jika pemerintah atau dalam hal ini Kejaksaan Agung memberikan ijin atau melegalisasi Ahmadiyah, Kejaksaan Agung kita serbu. 3. Umat Islam yang ada disini siapkan diri untuk perang. 4. Kita ajak umat Islam perang lawan Ahmadiyah. 5. Ahmadiyah adalah aliran sesat dan harus dibubarkan, siap perang, Ahmadiyah adalah murtad. Menimbang, bahwa terdakwa mengakui tahu kalau tanggal 1 Juni 2008 kelompok Aliansi Kebangkitan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang didalamnya ada Ahmadiyah akan berunjuk rasa di lapangna Monas, hal ini terdakwa ketahui karena pada malam tanggal 1 Jni 2008 terdakwa mendapat telpon langsung dari Kabag Intel Mabes Polri yaitu Irjen Saleh Saad, beliau mengatakan kepada terdakwa bahwa Habib tolong sampaikan kepada kelompok-kelompok Islam yang memenuhi undangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) supaya bisa waktunya mundur, karena HTI sudah setuju waktunya mundur sampai jam 13.00 wib, karena ada kelompok AKKBB dan PDIP yang melakukan aksi pagi hari, kemudian masih malam itu juga Irjen Saleh Saad menelepon kembali kepada terdakwa memberitahukan bahwa Aliansi Kebangkitan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) membatalkan aksinya. Menimbang, bahwa pada hari Minggu, tanggal 1 Juni 2008 massa Front Pembela Islam (FPI) berjumlah sekitar 500 orang dibawah Komando Panglima Machsuni Kaloko berkumpul di markas Front Pembela Islam (FPI) Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat dan sekitar jam 11.00 wib secara bersama-sama dengan mengendarai Kopaja, Metromini, dan sepeda motor berangkat menuju Istana Negara dengan tujuan mengawal Hizbut Tahrir yang akan berunjuk rasa “menolak kenaikan BBM dan pembubaran Ahmadiyah”. Menimbang, bahwa dalam perjalanan menuju Istana Negara sesampai di lapangan Monas, massa Komando Laskar Islam (KLI) piminan Munarman melihat massa Aliansi Kebangkitan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) sedang berkumpul dan berorasi dan kemudian terjadi penyerangan dan pemukulan oleh massa Front Pembela Islam (FPI) kepada massa Aliansi Kebangkitan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Menimbang, bahwa Front Pembela Islam (FPI) untuk berunjuk rasa di Istana Negara berangkat dari markas Front Pembela Islam (FPI) Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat dan pada saat itu terdakwa berada ditempat markas Front Pembela Islam (FPI). Menimbang, bahwa dari fakta tersebut terdakwa selaku pimpinan Front Pembela Islam (FPI) ataupun selaku ustadz tentunya dengan kewibawaannya atau dengan pengaruhnya pasti dapat mencegah murid-muridnya atau pengikutUniversitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
90
-
-
-
-
pengikutnya untuk tidak melakukan unjuk rasa pada tanggal 1 Juni 2008 atau terdakwa seharusnya memberi arahan agar menghindari pertemuan dengan kelompok Ahmadiyah, tapi terdakwa tidak melakukan arahan-arahan sebagaimana dimaksud Menimbang, bahwa sesuai pendapat ahli Bahasa Indonesia adanya kata-kata terdakwa “tahu” tapi “tidak menghalangi” dapat diartikan bahwa dari segi Bahasa Indonesia perkataan “tidak menghalangi” dapat diartikan “tidak merintangi, tidak menahan, tidak menutupi”. Perkataan “tidak menghalangi” dapat dikategorikan sebagai bentuk kata kerja atau bentuk bahasa yang bermakna perbuatan, dengan perbuatan tidak menghalangi seseorang dapat diartikan telah berbuat agar suatu rencana dapat terlaksana atau tercapai tujuannya karena tidak ada penghalang, perintah, penahan, atau penutup kesempatan untukmelaksanakan rencana itu Menimbang, bahwa menurut pendapat ahli segi bahasa Indonesia terdakwa telah mengetahui sebuah rencana yaitu anggota-anggota Front Pembela Islam (FPI) akan turun bergabung unjuk rasa. Kalimat terdakwa yaitu ”tidak menghalangi apabila anggota-anggota Front Pembela Islam (FPI) akan turun untuk bergabung unjuk rasa” mengandung pengertian bahwa terdakwa telah berbuat sesuatu agar rencana tersebut terlaksana atau tercapai tujuannya Menimbang, bahwa secara fakta massa Front Pembela Islam (FPI) berangkat dari markas Front Pembela Islam (FPI) Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat, terdakwa sebagai Ketua Front Pembela Islam (FPI) tahu dan tidak melarang atau menghalangi anggota-anggotanya akan berunjuk rasa di Istana Negara dan bertemu dengan massa Aliansi Kebangkitan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dan terdakwa sebagai ketua Front Pembela Islam (FPI) tidak memberi arahan agar massa Front Pembela Islam (FPI) berunjuk rasa secara baik dan anarkis, bahkan terdakwa dalam ceramahnya tanggal 28 Mei 2008 menyampaikan pada murid-muridnya agar memerangi Ahmadiyah, maka ”kata-kata atau ceramah dari terdakwa untuk memerangi Ahmadiyah” bila dikaitkan dengan anggota-anggota Front Pembela Islam (FPI) pada tanggal 1 Juni 2008 berangkat berunjuk rasa dari markas Front Pembela Islam (FPI), maka secara hukum terdakwa telah “memberi kesempatan” untuk terjadinya perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 170 KUHP dan terdakwa sebagai ketua Front Pembela Islam (FPI) tentunya harus bertanggung jawab baik secara hukum ataupun secara moral terhadap perbuatan murid-muridnya atau pengikut-pengikutnya. Menimbang, bahwa oleh karena unsur pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP bersifat alternatif, dimana salah satu unsur yaitu “memberi kesempatan” menyatakan telah terpenuhi, maka pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP sebagai “penganjur” secara hukum dinyatakan terbukti. Didalam negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi terdapat
adanya pengakuan dari negara bahwa setiap warga negara dapat secara bebas mengeluarkan pendapatnya dimuka umum. Kebebasan mengeluarkan pendapat
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
91
dimuka umum di dalam konstitusi Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 pasca Amandemen kedua telah diatur dalam pasal 28E ayat (3) yang menyatakan : setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Yang dimaksudkan setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Setiap warga negara juga memiliki hak mengembangkan diri dengan memiliki hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia, 65 hak ini tercantum dalam pasal 14 ayat (2) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Sebagai seorang ustadz tentunya terdakwa Habib Mohammad Rizieq Syihab berhak untuk memberikan ceramah-ceramah dimuka umum maupun didepan murid-muridnya untuk menyampaikan informasi yang berisikan pelurusan terhadap hal-hal yang melenceng dari kebenaran agama Islam. Dengan penyesatan atau pandangan yang keliru bahwa pernyataan Ahmadiyah adalah aliran sesat adalah bukan penyesatan tetapi adalah pelurusan. Hal ini di kuatkan dengan fatwa MUI Nomor: 11/MUNAS/VII/MUI/15/2005 Tentang Aliran Ahmadiyah, yang menetapkan bahwa Aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, serta orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam). Sehingga ceramah agama di Masjid yang dilakukan terdakwa Habib Mohammad Rizieq Syihab bukan merupakan tindak pidana. Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa adalah “membujuk atau menggerakkan orang lain (massa Front Pembela Islam (FPI)) untuk melakukan perbuatan pidana dalam bentuk melakukan kekerasan terhadap orang atau barang”. Membujuk atau menggerakkan orang lain (uitlokker) melakukan tindak pidana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 Ayat (1) ke-2 KUHP jo Pasal 340 KUHP, menetapkan bahwa kesengajaan bagi orang yang menggerakkan itu harus ditujukan pada "tindak pidananya" yang dikehendaki dengan menggunakan cara-cara yang disyaratkan. Orang yang terbujuk juga harus dengan sengaja mewujudkan 65
Indonesia, Undang-undang Tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun 1999, LN No. 165 Tahun 1999, TLN No. 3886, pasal 14 ayat (2). Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
92
tindak pidana yang dikehendaki oleh orang yang menggerakkan. Menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana terhadap sipenganjur hanya perbuatan-perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan beserta akibat-akibatnya. Jadi sipenggerak bermaksud untuk menggerakkan orang lain melakukan tindak pidana untuk kepentingan dirinya, nyata-nyata harus diucapkan tindakan apa yang harus dilakukan baik yang menggerakkan maupun yang digerakkan sama-sama bisa dimintai pertanggung jawaban pidana. Terdakwa Habib Mohammad Rizieq Syihab selaku penggerak/pembujuk seharusnya dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa terdakwa betul-betul sengaja menggerakkan/membujuk
massa Front Pembela Islam (FPI) dengan
memakai cara-cara yang disyaratkan dalam Pasal 55 Ayat (1) ke-2 KUHP, dalam hal ini adalah “memberi kesempatan”. Penggunaan "memberi kesempatan", cara ini dapat timbul salah penafsiran, apakah seorang ustadz dalam memberikan ceramah di pengajian dan membiarkan untuk melakukan unjuk rasa disebut "memberi kesempatan". Dalam pasal 9 Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum bentuk penyampaian pendapat dimuka umum dapat dilaksanakan dengan : unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum serta mimbar bebas. 66 Keberangkatan massa Front Pembela Islam (FPI) untuk melakukan unjuk rasa di depan Istana Negara dan lapangan Monas bukan merupakan tindakan yang melanggar hukum, tetapi merupakan hak warga negara untuk mengeluarkan pikiran secara bebas. Dalam konteks pasal 55 KUHP tidak ada pemahaman “tidak menghalangi /pembiaran”, hal ini diuraikan dengan keterangan ahli yang juga merupakan saksi a de charge, yaitu DR. Rudi Satriyo Mukantardjo, yang dalam persidangan tersebut berpendapat antara lain sebagai berikut: bahwa pemahaman pembiaran hanya terdapat dalam Undang-undang Pengadilan HAM berat, yaitu terjadinya adanya komando kepada militer apa yang dilakukan oleh bawahan harus diketahui oleh atasan, karena ada garis komandonya. Artinya si komandan harus tahu anak buah telah melakukan tindakan melanggar hukum berat, kemudian dikomandan tidak bereaksi, maka kemudian si komandan diminta pertanggung jawaban dengan dia telah membiarkan terjadinya 66
Indonesia, Undang-undang Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum, UU No. 39 Tahun 1999, LN No. 181 Tahun 1999, TLN No. 3789, pasal 9. Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
93
pelanggaran HAM berat tesebut, tidak ada pemahaman pembiaran dalam konteks pasal 55 KUHP. Sehingga dalam hal ini menganjurkan orang lain untuk unjuk rasa bukan merupakan kejahatan dan bukan tindak pidana. Tidak menyuruh dan tidak melarang orang lain unjuk rasa juga bukan merupakan kejahatan dan bukan tindak pidana. Pada pasal 55 ayat (2) KUHP disebutkan bahwa terhadap penganjur hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibatakibatnya. Maka pertanggung jawaban pembujuk dibatasi hanya sampai apa yang dibujuk untuk dilakukan itu serta akibatnya. 67 Menganjurkan orang lain untuk unjuk rasa kemudian di tengah perjalanan terjadi tindak pidana di luar rencana, agenda dan program unjuk rasa, maka yang bertanggung-jawab adalah pelaku dalam tindak pidana tersebut, bukan sipenganjur unjuk rasa. Bahwa jika tidak mencegah dan tidak melarang orang lain untuk unjuk rasa, lalu di tengah perjalanan terjadi tindak pidana di luar rencana, agenda dan program unjuk rasa, maka yang bertanggung-jawab adalah pelaku dalam insiden, bukan pihak yang tidak mencegah dan tidak melarang unjuk rasa. Dengan demikian perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa “membujuk atau menggerakkan massa Front Pembela Islam (FPI) untuk melakukan perbuatan pidana dalam bentuk melakukan kekerasan terhadap orang atau barang”, dengan memakai cara-cara yang disyaratkan dalam Pasal 55 Ayat (1) ke-2 KUHP, dalam hal ini adalah “memberi kesempatan” tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil putusan pengadilan Jakarta Pusat terpidana Habib Mohammad Rizieq Syihab dikenakan bersalah telah melanggar pasal 170 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. Padahal seharusnya dikenakan dakwaan subsidair karena dalam dakwaan penuntut umum tidak ada bukti secara yuridis telah dilakukan perbuatan pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana dalam bentuk melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Pada dasarnya hakim dalam memutuskan sebuah perkara dalam hukum acara pidana hanya boleh mengenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas-batas yang ada dalam surat dakwaan, namun untuk pemeriksaan dipersidangan tidak batal 67
R.Soesilo, op.cit. hlm. 74 Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
94
jika melampaui batas-batas yang ada dalam surat dakwaan. Jadi surat dakwaan isinya mengikat bagi hakim dalam memutuskan sebuah perkara pidana dan tidak boleh keluar dalam materi dakwaan. Dan dalam hal ini hakim mempunyai pemikiran yang sama dengan penuntut umum dalam mengenakan pasal yang dilanggar oleh terdakwa. Secara formal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini dinyatakan telah memenuhi syarat formal dari sebuah putusan dalam hukum acara pidana, dimana syarat putusan tersebut adalah 68 : a.
Kepala
putusanberbunyi
“DEMI
KEADILAN
BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA” Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
b.
kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa. c.
Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan
d.
Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan disidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa
e.
Tuntutan pidana sebagimana terdapat dalam surat tuntutan
f.
Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum bagi putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa
g.
Hari dan tanggal diadakannya musyawarah mejelis kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhinya semua unsur
h.
dalam rumusan delik disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebenkan dengan menyebut jumlah
i.
yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti j.
Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat autentik dianggap palsu
k.
Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan 68
Andi Hamzah, op.cit., hlm 297 Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
95
l.
Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama penitera. Jadi apabila syarat formal tersebut tidak terpenuhi kecuali yang tersebut pada
point g, maka putusan dapat batal demi hukum. Dengan melihat putusan hakim tersebut menurut hemat penulis dapat disimpulkan bahwa untuk penetapan pasal yang dijatuhkan untuk terpidana Habib Mohammad Rizieq Syihab yaitu pasal 170 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-2 tidak tepat. Karena sebagaimana pertimbangan yang telah dipaparkan sebelumnya. Jadi lebih tepat diterapkan pasal 156 KUHP dimana lebih terbukti secara sah dan menyakinkan terpenuhinya unsur-unsur yang ada dalam pasal tersebut. Unsurunsurnya antara lain: -
Barang siapa, yang dimaksud disini adalah orang perseorangan yaitu Habib Mohammad Rizieq Syihab.
-
Dimuka umum, yaitu dimana pada tanggal 28 Mei 2008 sekitar jam 18.30 wib bertempat di Masjid Al-Islah Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat terdakwa telah memberikan ceramah pengajian pada murid-muridnya, perbuatan terdakwa itu dilakukan dimuka umum, didalam MasjidAl-Islah yang dapat dikunjungi dan dilihat oleh orang banyak
-
Menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa golongan penduduk Negara Indonesia, yaitu dimana Habib Mohammad Rizieq Syihab dengan sadar menyampaikan pada muridmurid atau pengikutnya pernyataan-pernyataan yang memunculkan rasa permusuhan dan kebencian terhadap aliran agama Ahmadiyah antara lain sebagai berikut : kita Front Pembela Islam (FPI) harus membubarkan Ahmadiyah dan pembuabaran Ahmadiyah adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi, karena Majelis Ulama Indoneisa (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat, jika pemerintah atau dalam hal ini Kejaksaan Agung memberikan ijin atau melegalisasi Ahmadiyah, Kejaksaan Agung kita serbu, umat Islam yang ada disini siapkan diri untuk perang, kita ajak umat Islam perang lawan Ahmadiyah, Ahmadiyah adalah aliran sesat dan harus dibubarkan, siap perang, Ahmadiyah adalah murtad. Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
96
Jadi pasal ini lebih tepat dijatuhkan kepada terpidana Habib Mohammad Rizieq Syihab. Oleh karena Majelis Hakim telah menjatuhkan hukuman kepada Terpidana Habib Mohammad Rizieq Syihab dengan dasar pertimbangan Pasal 170 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-2, menurut penulis Majelis Hakim telah salah menerapkan hukum dan terhadapnya dapat diajukan banding sebagaimana diatur dalam Pasal 240 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: Jika Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa dalam pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelalaian dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, maka Pengadilan Tinggi dengan suatu keputusan dapat memerintahkan Pengadilan Tinggi melakukannya sendiri. 69 Menurut pengamatan penulis, Majelis Hakim pada persidangan ini dalam menjatuhkan putusan cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis dibandingkan dengan pertimbangan sosiologis, hal ini dapat kita lihat Majelis Hakim tidak memperhatikan maksud dan tujuan Terdakwa memberikan ceramah pada pengajian di Masjid yang berhubungan dengan konteks Ahmadiyah. Kecenderungan seperti sangat identik dengan hasil penelitian Dr. Rusli Muhammad, S.H., M.H., yaitu: dari empat puluh putusan Pengadilan Negeri yang tersebar di dalam wilayah hukum Daerah Istimewa Yogyakarta, dan ternyata setelah melakukan telaah kepada empat puluh putusan Pengadilan Negeri tersebut membuktikan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis. 70 Majelis Hakim tidak memperhatikan atau mengenyampingkan pendapat para ahli yang pada awalnya tujuan meminta pendapat ahli agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini tidak gelap dan samar tentang suatu bentuk tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana dalam bentuk melakukan kekerasan terhadap orang atau barang yang dilakukan oleh Terdakwa. Jadi mendatangkan para ahli untuk mengutarakan pendapatnya dalam persidangan ini adalah merupakan pemborosan dan sia-sia. Disamping itu pertimbangan Majelis 69 70
R Soenarto Soerodibroto, op.cit., hal. 462. Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006). hal.
124. Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
97
Hakim yang mengenyampingkan keterangan ahli DR. Rudi Satriyo Mukantardjo, Muhammad Amin Jamaludin dan Drs. H. Aminudin Yakub, MA., yang berakibat merugikan Terdakwa, pada hal keterangan ahli ini sangat meyakinkan untuk melepas terdakwa dari jerat hukuman. Satu hal yang menjadi catatan dalam putusan ini adalah dalam putusan tidak ditemukannya sama sekali hak-hak dari korban, dimana dengan adanya putusan bersalah terhadap terdakwa. Korban dalam hal ini massa Aliansi Kebangkitan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), tidak mendapatkan apa-apa dalam hal ini ganti rugi, memang walaupun sebenarnya dari pihak korban tidak menggabungkan dengan tuntutan ganti rugi. Tetapi secara materiil korban telah mengalami kerugian. Jadi hukum acara pidana kita sampai sejauh ini masih bersifat pasif dan menunggu saja untuk dapat memberikan hak bagi korban kejahatan. Bagi pengadilan kita dengan dihukumnya pelaku perbuatan pidana sudah merupakan perlindungan bagi korban kejahatanyang mana dalam hal ini baik secara materiil maupun immateriil korban mengalami kerugian yang mana hal itu disebabkan oleh akibat perbuatan pelaku perbuatan pidana.
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan analisa mengenai pembuktian tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana dalam kasus Habib Mohammad Rizieq Syihab dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam penerapan pembuktian tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang di persidangan, Majelis Hakim memutuskan bahwa Terdakwa telah melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 (1) ke-2 KUHP, walaupun berdasarkan pengakuan para saksi, dan keterangan terdakwa terbukti bahwa Terdakwa tidak pernah berada di Istiqlal atau di Monumen Nasional (Monas) atau didepan Istana Negara pada tanggal 1 Juni 2008 dan terdakwa memberikan pengajian pada tanggal 28 Mei 2008 tidak ada sangkut pautnya dengan massa yang berkumpul dan berdemo di Istana Negara pada tanggal 1 Juni 2008, demikian juga keterangan ahli dikesampingkan. Hal ini kurang sesuai dengan acara pidana, yang berakibat merugikan Terdakwa, padahal keterangan ahli ini sangat meyakinkan untuk melepas terdakwa dari jerat hukuman. Terdakwa melakukan tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, unsur terhadap orang atau barang tidak terpenuhi karena Ahmadiyah merupakan suatu aliran keagamaan atau Institusi bukan barang atau orang, hal ini dinyatakan oleh saksi ahli hukum pidana DR Rudi Satrio Mukantarjo. Disamping itu pertimbangannya cenderung bersifat yuridis tanpa memperhatikan pertimbangan sosiologis bahwa ceramah agama yang diberikan Terdakwa kepada peserta pengajian merupakan komunikasi dengan umat untuk menjelaskan bahwa Ahmadiyah telah menodai dan menyelewengkan ajaran agama Islam.
98
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
Universitas Indonesia
99
2. Dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 merupakan pasal yang mengatur tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana dalam bentuk melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Jadi jika terdakwa bermaksud untuk menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana bagi kepentingan diri terdakwa, terdakwa harus benar-benar menyatakan kepada yang digerakkan untuk melakukan kekerasan kepada orang atau barang, perbuatan pidana terdakwa harus terpenuhi unsur-unsur pasal 170 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP yaitu : -
unsur barang siapa
-
unsur dimuka umum
-
unsur bersama-sama
-
unsur melakukan kekerasan terhadap orang atau barang
-
unsur orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan perbuatan
3. Dalam memeriksa dan mengadili terdakwa Habib Mohammad Rizieq Syihab dalam perbuatan pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dengan menggunakan pasal 170 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) ke-2 tidak tepat. Seharusnya dikenakan pasal 156 KUHP dimana lebih terbukti secara sah dan menyakinkan terpenuhinya unsur-unsur perbuatan pidana dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia.
5.2
Saran Saran uraian dari kesimpulan tersebut diatas, maka ada beberapa saran yang
diusulkan oleh penulis sebagai berikut : 1.
Dasar hukum untuk menjerat pelaku tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana terutama tokoh-tokoh yang berseberangan dengan pemegang kekuasaan atau sekelompok golongan yang mengkritisi Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
100
kondisi ketidak adilan didalam masyarakat, tergolong pasal karet. Jerat hukum itu terkadang dikencangkan, kerap pula dikendurkan. Sebabnya tak lain, aplikasi pasal itu tergantung interpretasi pemegang kekuasaan, yang diwakili oleh polisi dan kejaksaan. Sebaiknya tindak pidana menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana yang menyeret tokoh-tokoh masyarakat dan unsur-unsurnya sulit untuk dibuktikan sebaiknya ditangani sebagai kasus menyatakan perasaan permusuhan, kebencian terhadap gologan lain. Dan pendekatannya sebaiknya dilihat dengan pendekatan individual, sehingga lebih menjamin terlindunginya hak-hak asasi manusia terutama dalam hal pernyataan kebebasan
menyampaikan
pendapat. Dengan
demikian
sebuah
kasus
menyatakan perasaan permusuhan, kebencian kepada gologan lain, terhadap institusi diajukan ke pengadilan atau tidak, tergantung pada pihak yang dirugikan. 2.
Karena permasalahan yang memicu timbulnya perbuatan pidana yang dilakukan secara massal bermacam-macam dan komplek disertai ciri-ciri yang berbeda-beda maka hendaknya dalam melakukan penanganan terhadap perbuatan pidana ini tidak hanya dengan hukum pidana tapi juga dilakukan dengan non pidana yaitu dengan melalui upaya-upaya kepada pencegahan sebelum perbuatan pidana dilakukan baik dari segi sosial, politik, hukum dan lain-lain.
Universitas Indonesia
Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
101
DAFTAR REFERENSI
I.
BUKU-BUKU
Kholiq, Abdul., Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2002. Soekanto, Soerjono., Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji., Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 1995. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi., Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta, 1981. Harahap, M Yahya., Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, 2002. Prodjohamidjojo, Martiman., Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983. Mulyadi, Lilik., Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana : Teori, Praktik, Teknik Penyusunan dan Permasalahannya, Citra Aditya Bakti, Bandung , 2007. Projodikoro, Wirjono., Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, 1989. ------. Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur, Bandung, 1992. Hamzah, Andi., Hukum Acara Pidana Indonesia, CV. Sapta Artha Jaya, Jakarta, 1996. Kuffal, H.M.A., Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, UMM Press, Malang, 2005. Subekti, R., Hukum Pembuktian, Eresco, Jakarta, 1987. Nawawi, Arif Barda dan Muladi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1998. Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987. D.Schaffmeister. N. Keijzer dan E. PH. Sotorius, Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1995. Soesilo, R., KUHP serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1996. Sakidjo, Aruan dan Poernomo Bambang, Hukum Pidana. Dasar Aturan Hukum Pidana Kodifikasi, Ghalia Indonesi, Jakarta, 1990. Utrecht.E, Hukum Pidana II. Bulan Bintang, Jakarta, 1976, Sianturi, S.R., Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Alumni Ahaem-Petehaem, Jakarta, 1996. Soerodibroto, R. Soenarto., KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Rajawali Pers, Jakarta, 2004. Muhammad, Rusli,. Potret Lembaga Pengadilan Indonesia. Rajawali Pers, Jakarta, 2006. Loqman, Loebby,. Percobaan, Penyertaan Dan Gabungan Tindak Pidana, Universitas Tarumanegara, Jakarta, 1996.
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
102
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KUHAP Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Penjelasannya, Titik Terang, Jakarta, 1995. Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Departemen Kehakiman RI, Jakarta, 1982. Indonesia A. Undang-undang Dasar 1945. Indonesia, Undang-undang RI. Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, LN Tahun 2002, No. 137, TLN. 4250. Indonesia, Undang-undang RI. Nomor 15 Tahun 2003 tentang Anti Terorisme, LN Tahun 2003, No. 45, TLN. 4284. Indonesia, Undang-undang RI. Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, LN Tahun 2004, No. 21, TLN. 4419. Indonesia, Undang-undang RI. Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban, LN Tahun 2006, No. 54, TLN. 4635. Indonesia, Undang-undang RI. Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, LN Tahun 2003, No. 108, TLN. 4324. Indonesia, Undang-undang RI. Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, LN Tahun 2006, No. 93, TLN. 4661. Indonesia, Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, LN Tahun 1999, No. 165., TLN. 3886. Indonesia, Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum, LN Tahun 1998, No. 181, TLN. 3789.
II.
ARTIKEL
Loqman, Loebby., Saksi Mahkota, Forum Keadilan No. 11 Tahun 1995, UI, Jakarta, 1996.
III.
JURNAL
Varia Peradilan Nomor 62, Nopember 1990, Jakarta, 1990.
IV.
INTERNET
“Amuk Massa diIndonesia Sudah Menjadi Wabah Sosial”. Desember, 2009. http://www.kompas. com/kompas-cetak/0210/20/utama/pres1.htm “FPI Beringas, 10 Anggota AKKBB Terluka Parah” . Desember, 2009. http://www.kompas.com/read/xml/ 2008/06/01/16521199/ “Panitia Pembentukan Protap Divonsi Tujuh Tahun Penjara” . Desember, 2009. http://www.media indonesia.com/read /2009/12/01/108943/126/101/ “Rizieq Hadapi Dakwaan Berlapis” . Desember, 2009. http://www.hukum online.com/ holemp/ berita/baca /hol19970/
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010
103
“Meningkatnya Derajat Kekerasan Kolektif” . Desember, 2009. http//www.mailarchive/
[email protected]/
V.
Putusan Pengadilan
Putusan Perkara Pidana Moh. Rizieq Alias Habib Rizieq Syihab. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Nomor 1616/PID/B/2008/PN.JKT.PST., tanggal 20 Oktober 2008.
Universitas Indonesia Pembuktian tindak..., Nuziwar, FH UI, 2010