UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN KEBOCORAN MIKRO DINDING GINGIVA RESTORASI RESIN KOMPOSIT ANTARA TEKNIK INKREMENTAL, BULK-FILL YANG DIAKTIVASI SONIK, DAN TANPA AKTIVASI SONIK (Eksperimental Laboratorik)
TESIS
Marsha S.R. Sihombing 1106125236
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI JAKARTA DESEMBER 2013
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN KEBOCORAN MIKRO DINDING GINGIVA RESTORASI RESIN KOMPOSIT ANTARA TEKNIK INKREMENTAL, BULK-FILL YANG DIAKTIVASI SONIK, DAN TANPA AKTIVASI SONIK (Eksperimental Laboratorik)
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis dalam Ilmu Konservasi Gigi
Marsha Sri Rezeki Sihombing
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM PENDIDKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI JAKARTA DESEMBER 2013
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Spesialis Ilmu Konservasi Gigi Universitas Indonesia. Penelitian dan penulisan tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan, bimbingan dan dukungan moril dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, perkenankan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Rektor Universitas Indonesia yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan spesialis, serta kepada Prof. Bambang Irawan, drg., PhD dan jajarannya selaku Dekan dan Pimpinan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, yang telah mengizinkan saya mengikuti program ini. 2. Dr. Ellyza Herda, drg., MSi selaku Manajer Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Dr. Ratna Medyawati, drg., SpKG(K) selaku Koordinator Pendidikan Pasca Sarjana FKG UI dan juga atas bimbingannya dalam membaca hasil statistik penelitian kami. Dr. Endang Suprastiwi, drg., SpKG(K) selaku Kepala Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Departemen Ilmu Konservasi Gigi, serta memberikan ide penelitian dan banyak masukan yang berharga untuk perbaikan tesis ini. Nilakesuma Djauharie, drg., SpKG(K) selaku Koordinator Pendidikan Spesialis Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 1. Bambang Nursasongko, drg., SpKG(K), selaku pembimbing I, yang dari awal pendidikan senantiasa menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan motivasi untuk mengarahkan penulis membuat laporan kasus, sari pustaka, proposal, hingga penulisan tesis. 2. Nilakesuma Djauharie, drg., SpKG (K), selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dan motivasi untuk mengarahkan penulis membuat proposal hingga penulisan tesis ini selesai. 3. Gatot Sutrisno, drg., Sp.KG (K), selaku penguji I, yang senantiasa memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan penelitian serta memberikan banyak masukan yang berharga untuk perbaikan tesis ini.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
4. Dr. Anggraini Margono, drg., SpKG(K), selaku penguji II, yang telah banyak memberikan banyak sumbangan saran yang bermanfaat dalam penulisan tesis ini, terutama atas motivasinya untuk membuat karya ilmiah dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 5. Munyati Usman, drg., SpKG(K), penguji III, yang telah memberikan memberikan banyak masukan yang berharga untuk perbaikan tesis ini. 6. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Konservasi Gigi yang telah membagi ilmu dan memberikan dorongan yang berharga selama penulis menjalani perkuliahan, klinik, dan penulisan tesis ini: Prof. Dr. Siti Mardewi Soerono Akbar, drg. SpKG(K), Gatot Sutrisno, drg. SpKG(K), Munyati Usman, drg., SpKG(K), Anggraini Margono, drg., SpKG(K), Dini Asrianti, drg., SpKG, Wisnu, drg. SpKG, Ike, drg., SpKG, dan Rio S., drg., SpKG. 7. Karyawan FKG UI, khususnya Bagian Administrasi Pendidikan (Ibu Daryati), klinik (Pak Moh. Yani, sdr. Erwin Irawan, Pak Rapin) dan Staf Bagian Konservasi Gigi (sdri. Yuli Kuswandani dan sdri. Devi Wulandari), Bagian Perlengkapan (Pak Sukeri) yang telah banyak membantu kelancaran selama masa pendidikan. 8. Pimpinan perpustakaan FKG UI beserta staf (Pak Asep Rahmat Hidayat, Pak M. Enoh, dan Pak Suryanto) yang selalu siap sedia memberikan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan spesialis di FKG UI. 9. Suami tercinta, Monang P. Hasibuan, S.Hut., MSi. yang memberi semangat penulis selama menempuh pendidikan spesialis. 10. Anak-anakku tercinta, Priscelia Tobing dan Florence Tobing, yang telah merelakan kehilangan sebagian waktu bersama dan turut mendoakan penyelesaian studi penulis. 11. Keluarga tercinta, orang tua dan kakak-abang yang senantiasa mendoakan dan memberikan semangat dan dukungan selama ini. 12. Teman-teman PPDGS Konservasi Gigi 2011: Afri, Podi, Mei, Shally, Rani, Tara, Talia, Vani, dan bang Rinto, yang telah bersama-sama melalui pahit manis perjuangan untuk memperoleh gelar Spesialis Konservasi Gigi. 13. Sdri. Endras, dari Laboratorium Teknologi Biomedis IASTH, yang telah membantu penulis dalam pengolahan gambar spesimen. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan tesis ini. Penulis juga memohon maaf apabila terdapat kesalahan yang tak disadari selama menjalani masa pendidikan. Penelitian ini mungkin masih jauh dari sempurna. Oleh karena
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan penelitian dan pengembangan ilmu di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan terutama di bidang konservasi gigi.
Jakarta, 11 Desember 2013 Penulis
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
ABSTRAK
Nama
: Marsha Sri Rezeki Sihombing
Program Studi
: Ilmu Konservasi Gigi
Judul
: Perbandingan Kebocoran Mikro Dinding Gingiva Restorasi Resin Komposit Antara Teknik Inkremental, Bulk-Fill Yang Diaktivasi Sonik, Dan Tanpa Aktivasi Sonik
Latar Belakang: Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan restorasi proksimal resin komposit adalah adaptasi yang rapat tepi restorasi dan dinding gingiva kavitas. Restorasi resin komposit akan mengalami kontraksi saat polimerisasi sehingga terdapat celah antara tepi restorasi dan kavitas. Celah ini dapat menimbulkan kebocoran mikro sehingga menyebabkan bakteri, cairan, molekul, dan ion masuk kedalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan tingkat kebocoran mikro dinding gingiva restorasi proksimal resin komposit nanohibrid antara teknik inkremental, bulk-fill yang diaktivasi sonik, dan tanpa aktivasi sonik. Metode: Kavitas kelas II dipreparasi pada tiga puluh gigi premolar rahang atas dan bawah, kemudian dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama ditumpat dengan RK bulk-fill yang diaktivasi sonik, kelompok kedua dengan RK bulk-fill tanpa aktivasi sonik, dan kelompok ketiga dengan RK yang diletakkan secara inkremental. Selanjutnya spesimen direndam dalam air distilasi selama 24 jam dan kemudian dilakukan uji thermocycling, yang diikuti perendaman dalam metilen biru 1% selama 24 jam. Gigi selanjutnya dibelah longitudinal dan dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop stereo pembesaran 25x dan dinilai dalam skala ordinal (0-3). Analisis statistik dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik di antara tiga kelompok. Kesimpulan: Tidak ada satupun dari kelompok RK bulk-fill yang diaktivasi sonik, bulk-fill tanpa aktivasi sonik dan yang diletakkan secara inkremental yang dapat menghilangkan kebocoran mikro pada dinding gingiva kavitas kelas II. Kata kunci: kebocoran mikro, teknik peletakan resin komposit, kontraksi polimerisasi, restorasi proksimal
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
ABSTRACT
Name
: Marsha Sri Rezeki Sihombing
Study Program
: Ilmu Konservasi Gigi
Title
: Microleakage Comparison on Gingival Wall Composite Restoration Filled Using Sonic-Activated Bulk, Bulk Without Sonic Activation and Incremental Techniques
Background: one of the factor that determine the success of proximal composite restoration is a good marginal adaptation at the interface area. Composite resin will undergo contraction during polimerization which may result gap formation between the wall cavity and restoration. The gap can cause a microleakage and resulting a passage for bacteria, fluid, molecules and ions. The purpose of this study is to analize the microleakage of gingival wall nanohybrid composite restoration that filled using sonic-activated bulk, bulk without sonic activation and incremental techniques. Methods: Standardized class-II cavities were prepared on 30 extracted human upper and lower human teeth and randomly assigned to three groups. The first group were filled with sonicactivated bulk-fill composite resin, the second group were filled with bulk-fill composite resin without sonic activation, and the third group were filled incrementally. The specimens were stored in distilled water for 24 hours and then subjected to thermocycling, followed by immersion in 1% methylene blue dye for 24 hours. The teeth were sectioned longitudinally and evaluated for microleakage under 25x magnification stereomicroscope and scored in ordinal scale (0-3). Statistical analysis was performed with the Kolmogorov-Smirnov test. Results: There was no statistically significant difference among the three groups. Conclusion: None of the the techniques was capable of eliminating the microleakage on gingival wall cavity preparations.
Keyword: microleakage, placement technique, polymerization shrinkage, proximal restoration
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................ HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.................. ABSTRAK....................................................................................................... ABSTRACT...................................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................... DAFTAR GAMBAR...................................................................................... DAFTAR TABEL........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. DAFTAR ISTILAH........................................................................................
i ii iii iv vii viii ix x xii xiii xiv xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............................................................................. 1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................... 1.3.1 Tujuan Umum................................................................. 1.3.2 Tujuan Khusus................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian........................................................................
1 3 4 4 5 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit............................................................................ 2.1.1 Resin Matriks....................................................................... 2.1.2 Filer Komposit...................................................................... 2.1.3 Coupling Agent..................................................................... 2.1.4 Inisiator dan Akselerator...................................................... 2.2 Reaksi Polimerisasi Resin Komposit.......................................... 2.3 Sifat Fisik Material....................................................................... 2.3.1 Kontraksi Polimerisasi......................................................... 2.3.2 Koefisien Ekspansi Termal.................................................. 2.3.3 Modulus Elastisitas............................................................... 2.3.4 Absorpsi Air......................................................................... 2.4 Modifikasi Resin Komposit........................................................... 2.5 Adhesi dengan Struktur Gigi......................................................... 2.5.1 Adhesi Email dengan Resin Komposit................................. 2.5.2 Adhesi Dentin dengan Resin Komposit............................... 2.6 Matriks Metaloprotein Dentin....................................................... 2.7 Kebocoran Mikro pada Restorasi Kelas II.................................... 2.8 Teknik Menangani Stres Kontraksi Polimerisasi Resin Komposit........................................................................................ 2.8.1 Pemberian Liner Atau Basis Sebagai Bahan Antara............ 2.8.2 Metode Teknik Penyinaran.................................................. 2.8.3 Teknik Peletakan Resin Komposit....................................... 2.8.3.1 Teknik Inkremental..................................................
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
6 6 7 7 8 8 9 9 12 12 13 13 15 15 16 18 19 20 21 22 24 24
2.8.3.2 Teknik Bulk-fill......................................................... 2.8.3.3 Teknik Bulk-fill yang diaktivasi Sonik..................... 2.9 Thermocycling.............................................................................. 2.10 Kerangka Teori............................................................................
27 28 30 31
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep.......................................................................... 34 3.2 Hipotesis........................................................................................ 34 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian.............................................................................. 4.2 Tempat penelitian.......................................................................... 4.3 Waktu Penelitian........................................................................... 4.4 Variabel Penelitian........................................................................ 4.5 Sampel Penelitian.......................................................................... 4.6 Definisi Operasional...................................................................... 4.7 Bahan Penelitian............................................................................ 4.8 Alat Penelitian............................................................................... 4.9 Tahapan Kerja............................................................................... 4.10 Analisis Data................................................................................ 4.11 Alur Penelitian..............................................................................
35 35 35 35 35 36 38 38 39 42 43
BAB 5 HASIL PENELITIAN.....................................................................
44
BAB 6 PEMBAHASAN...............................................................................
47
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................
52
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
53
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Struktur kimia Bis-GMA, yang dikenal sebagai Bowen’s resin.....
6
Gambar 2.2
Modifikasi partikel filer resin komposit.........................................
7
Gambar 2.3
Polimerisasi resin komposit yang didahului oleh formasi radikal bebas oleh camphoroquinone.........................................................
9
Gambar 2.4
Ilustrasi skematik kontraksi polimerisasi resin metakrilat..............
10
Gambar 2.5
Celah berbentuk V sebagai akibat kontraksi polimerisasi..............
12
Gambar 2.6
Faktor konfigurasi kavitas (C-factor).............................................
12
Gambar 2.7
Permukaan email gigi setelah diaplikasikan etsa 37% asam fosforik selama 15 detik..................................................................
16
Gambar 2.8
Tubulus dentin yang dekat dengan dentino-enamel junction.........
19
Gambar 2.9
Tipe teknik penyinaran polimerisasi...............................................
25
Gambar 2.10
Teknik peletakan inkremental.........................................................
29
Gambar 2.11
Skema Kerangka Teori...................................................................
33
Gambar 3.1
Skema kerangka konsep.................................................................
34
Gambar 4.1
Derajat penetrasi metilen biru 1% kebocoran mikro pada dinding
Gambar 4.2
gingiva restorasi kelas II.................................................................
39
Skema alur penelitian......................................................................
43
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Definisi Operasional..................................................................... 36
Tabel 5.1
Distribusi skor kebocoran mikro dinding gingiva RK posterior....45
Tabel 5.2
Nilai kemaknaan kebocoran mikro dinding gingiva RK kelas II antar kelompok uji.........................................................................46
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Foto Alat dan Bahan Penelitian ................................................. 58
Lampiran 2
Foto Spesimen Hasil Penelitian ................................................. 59
Lampiran 3
Tabel Rekapitulasi Skor Hasil Penelitian dan Tabel Distribusi Proporsi Hasil Penelitian ........................................................... 62
Lampiran 4
Hasil Uji Statistik ...................................................................... 63
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
DAFTAR ISTILAH
RK
: Resin Komposit
EDMA
: Ethyleneglycol dimethacrylate
TEGDMA
: Triethyleneglycol dimethacrylate
UDMA
: Urethane dimethacrylate
HEMA
: Hydroxyethylmethacrylate
Bis-GMA
: Bisphenol-Glycidyl methacrylate
SIK
: Semen Ionomer Kaca
SIKMR
: Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin
LED
: Light Emitting Diode
MMP
: Matriks Metalloprotein
RBS
: RK bulk-fill yang diletakkan dengan aktivasi sonik
RBF
: RK bulk-fill yang diletakkan tanpa aktivasi sonik
RIK
: RK yang diletakkan secara inkremental
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pada beberapa tahun belakangan ini, permintaan penggunaan bahan restorasi untuk gigi posterior yang sewarna gigi meningkat drastis. Bahan yang sering digunakan untuk restorasi direk adalah resin komposit. Bahan ini memiliki kemampuan mirip dengan warna gigi, tidak mengandung merkuri, tidak bersifat konduktor termal, biokompatibel, dan mampu berikatan dengan struktur gigi.1 Sifat mekanis dan ketahanan bahan resin komposit terus dikembangkan, namun tetap saja masih memiliki kekurangan, yaitu terjadinya kontraksi selama polimerisasi. Hal ini terjadi karena setiap monomer akan saling mendekat akibat reaksi polimerisasi. Polimerisasi komposit dimetakrilat selalu disertai kontraksi volumetrik sebesar 2-6%.2 Akibatnya akan terbentuk celah di antara dinding kavitas dan restorasi yang memicu terjadinya kebocoran mikro. Kebocoran mikro ini memberi jalan kepada bakteri, cairan, molekul dan ion untuk masuk melalui celah tersebut. Material restorasi yang ideal juga harus memiliki adaptasi yang baik dengan struktur gigi. Tolok ukur baik tidaknya adaptasi tepi adalah tidak adanya kebocoran pada perbatasan restorasi dan gigi. Kebocoran mikro dapat menyebabkan terjadinya diskolorasi pada perbatasan gigi dan restorasi, karies sekunder, dan sensitivitas pasca penambalan.3, 4 Untuk memperkecil kontraksi polimerisasi, resin komposit terus dikembangkan dengan memodifikasi filer seperti distribusi dan ukuran partikelnya, serta matriksnya. Dasar pemahamannya adalah dengan menaikkan kandungan filer dan menurunkan kandungan resin. Jenis resin komposit yang dikembangkan terakhir adalah yang dibuat dengan dimensi partikel berukuran 0.1 sampai 100 nm, yang disebut sebagai komposit nano. Resin komposit nano ini ada dua tipe, yaitu nanofill dan nanohibrid. Bahan ini memiliki kekuatan mekanis seperti komposit hibrid, hasil polesan seperti komposit mikrofil, ketahanan terhadap keausan tinggi, dan kontraksi polimerisasinya rendah.5
1 Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Restorasi resin komposit direk kelas II dapat menghasilkan kerapatan tepi yang baik jika dibatasi terletak pada email yang sehat, namun hasilnya akan berbeda jika tepinya terletak pada dentin, terutama pada dinding gingiva kavitas proksimal.1, 6 Ikatan resin komposit dengan email berbeda dengan dentin, karena perbedaan komposisi dan struktur. Beberapa aspek yang harus diperhatikan pada dentin di area tersebut adalah kepadatan tubulus dentin 1 mm di atas dinding aksial pada dinding gingiva 49% lebih besar daripada cemento-enamel junction (CEJ), dentin di servikal lebih permeabel dibandingkan di daerah oklusal. Arah tubulus dentin pada dinding gingiva kavitas proksimal sebagian besar terjadi perubahan struktur karena terbentuknya dentin sklerotik dan dentin reparatif. Selain itu juga kelembaban dentin oleh cairan tubulus, atau dari cairan saku gusi, kelembaban rongga mulut, sisa air pembilasan asam, atau kandungan air dari bahan adhesif. Pengangkatan smear layer akan menjadikan permukaan dentin basah oleh cairan tubulus yang bergerak ke permukaan. Oleh sebab itu, diperlukan sistem adhesif yang adekuat yang dapat mengakomodasi hidroksapatit, kolagen, smear layer, serta tubulus dentin dan cairannya.3 Beberapa metode untuk mengurangi kontraksi polimerisasi telah dilaporkan pada restorasi proksimal posterior, seperti pemakaian bahan liner dengan modulus elastisitas yang rendah, berbagai alternatif penyinaran lampu polimerisasi, dan teknik peletakan bahan komposit.5,6 Teknik peletakan resin komposit yang telah diterima secara luas selama ini adalah dengan teknik inkremental, yaitu yang diletakkan secara berlapis ke dalam kavitas. Teknik ini akan menurunkan kontraksi karena adanya penurunan volume bahan resin komposit yang terpolimerisasi. Beberapa penelitian mengatakan bahwa teknik inkremental merupakan teknik yang ideal dalam meletakkan resin komposit.4, 7, 8 Namun teknik ini memakan waktu dan beresiko terbentuk gelembung udara atau terkontaminasi di antara lapisan, sehingga tidak mampu mengatasi kebocoran mikro.9 Akhir-akhir ini telah dikembangkan bahan resin komposit bulk-fill dengan mengubah ukuran filer guna meningkatkan translusensi pada bahan sehingga dapat lebih mentransmisikan sinar pada saat polimerisasi, atau dengan mengubah fotoinisiator juga inhibisi polimerisasi. Tujuannya agar bahan ini dapat diletakkan
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
pada kavitas secara bulk dengan ketebalan + 4 mm dan saat dipolimerisasi akan menghasilkan kontraksi yang minimal. Dengan adanya bahan ini akan memudahkan klinisi saat meletakkan komposit ke dalam kavitas dan menghemat waktu kerja. Walaupun beberapa penelitian menunjukkan bahwa teknik bulk-fill memiliki nilai kebocoran mikro yang lebih tinggi dibandingkan teknik inkremental, namun penelitian adaptasi tepi bahan ini dengan teknik peletakan bulk masih terbatas, sehingga masih dibutuhkan evaluasi lebih lanjut. 7, 10,11 Tehnik yang lain adalah dengan aktivasi sonik pada resin komposit bulkfill. Prinsipnya adalah energi sonik akan menurunkan viskositas resin komposit sehingga bahan dapat mengalir dan memudahkan adaptasi ke dinding kavitas. Peletakannya dengan menggunakan henpis khusus yang akan mengaktivasi getaran sonik. Bahan komposit ini mengandung rheological modifier yang bereaksi pada energi sonik. Ketika getaran sonik diaktivasi, maka viskositas resin komposit menurun dan keluar dari ujung handpiece. Ketika energi sonik dideaktivasi maka viskositas komposit kembali ke keadaan semula sehingga dapat dilakukan pengukiran sesuai anatomi gigi.12 Beun dkk (2009) menyatakan bahwa sifat reologi komposit meliputi viskoelastisitas dan flow berhubungan dengan kemudahan peletakan bahan dan adesi dengan struktur gigi.
13, 14
Sebagai salah
satu teknologi baru, sistem ini masih perlu diteliti lebih lanjut, dan peneliti belum menemukan penelitian independen yang membandingkan tingkat kebocoran mikro dinding gingiva restorasi resin komposit kelas II yang direstorasi dengan teknik peletakan bulk-fill yang diaktivasi sonik, bulk-fill tanpa aktivasi sonik, dan secara inkremental.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut: restorasi resin komposit dapat menimbulkan kebocoran mikro akibat kontraksi polimerisasi. Dinding proksimal kavitas yang mencapai servikal akan menyulitkan ikatan resin komposit dengan dentin, karena komposisi dan strukturnya berbeda dengan email. Tolok ukur baik tidaknya adaptasi tepi adalah sedikit banyaknya kebocoran pada perbatasan restorasi dan gigi.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Teknik inkremental telah diterima sebagai teknik yang dapat mengurangi kebocoran tepi dengan mengurangi kontraksi. Namun, jika teknik ini tidak dilakukan dengan baik dapat menyebabkan celah di antara lapisan. Selain itu teknik ini juga membutuhkan waktu prosedur penumpatan yang lebih lama. Oleh karena itu, telah dikembangkan bahan resin komposit baru dengan teknik peletakan bulk, yaitu dengan meletakkan secara sekaligus ke dalam kavitas. Tujuan teknik ini untuk mempersingkat waktu dan memudahkan penumpatan. Pada beberapa penelitian tentang kebocoran mikro dengan teknik inkremental dan bulk didapatkan bahwa teknik bulk menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada inkremental. Namun, juga terdapat penelitian yang mengatakan bahwa peletakan resin komposit dengan teknik bulk dan inkremental tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Saat ini dikembangkan resin komposit menggunakan teknik bulk-fill dengan aktivasi sonik. Getaran sonik dapat menurunkan viskositas resin komposit sehingga dapat mengalir ke tepi dan sudut kavitas, sehingga akan meningkatkan adaptasi dan menurunkan tingkat kebocoran mikro. Dari rumusan masalah di atas, timbul pertanyaan sebagai berikut: − Apakah terdapat perbedaan tingkat kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara resin komposit bulk-fill yang diaktivasi sonik dengan bulk-fill tanpa aktivasi sonik? − Apakah terdapat perbedaan tingkat kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara resin komposit bulk-fill yang diaktivasi sonik dengan resin komposit yang diletakkan secara inkremental? − Apakah terdapat perbedaan tingkat kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara resin komposit bulk-fill tanpa aktivasi sonik dengan resin komposit yang diletakkan secara inkremental?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Menganalisis perbedaan tingkat kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara resin komposit yang diletakkan secara bulk-fill dengan resin komposit yang diletakan secara inkremental.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
1.3.2 Tujuan Khusus − Menganalisis perbedaan tingkat kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara resin komposit bulk-fill yang diaktivasi sonik dengan resin komposit bulk fill tanpa aktivasi sonik. − Menganalisis perbedaan tingkat kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara resin komposit bulk-fill yang diaktivasi sonik dengan resin komposit yang diletakkan secara inkremental. − Menganalisis perbedaan tingkat kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara resin komposit bulk-fill tanpa aktivasi sonik dengan resin komposit yang diletakkan secara inkremental.
1.4. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu kedoteran gigi dalam informasi perkembangan restorasi resin komposit dan informasi pemilihan teknik peletakan resin komposit yang dapat menghasilkan restorasi dengan kebocoran mikro minimal.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Resin Komposit Dalam kedokteran gigi, resin komposit didefinisikan sebagai sistem polimer yang diperkuat untuk merestorasi email dan dentin yang hilang dan mengembalikan fungsi estetik dengan mengembalikan warna gigi.2 Resin komposit terbagi atas empat komponen, yaitu matriks resin atau organik matriks, filer anorganik, coupling agent dan inisiator. Matriks resin merupakan bahan resin yang membentuk continuous phase dan berikatan dengan partikel filer. Filer merupakan partikel yang diperkuat dan/atau fiber yang menyebar di dalam matriks. Coupling agent yang berperan sebagai alat pengikat adhesi antara filer dan resin matriks. Dan inisiator merupakan photo-sensitizer, seperti camphorquinone, yang ditambahkan saat pencampuran monomer di pabrik. Bahan ini mengaktivasi proses polimerisasi.15
2.1.1. Resin Matriks Salah satu resin yang paling popular di kedokteran gigi adalah 2,2-bis[4(2-hydroxy-3-methacryloxypropoxy)-phenyl]-propane, yang dikenal sebagai BisGMA (Gambar 2.1). Resin ini diperkenalkan oleh Bowen pada tahun 1962. BisGA merupakan monomer yang relatif panjang dan kaku, menyebabkan ikatan silang polimer dan kontraksi rendah (sekitar 4 sampai 6%).16, 17
Gambar 2.1 Struktur kimia Bis-GMA, yang dikenal sebagai Bowen’s resin.17
Bis-GMA dapat memperkuat resin matriks karena bersifat melekat. Bahan ini biasanya dicampur resin dengan berat molekul yang lebih rendah, seperti
6 Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
TEGDMA (triethylene glycol dimethacrylate), untuk mengurangi kekentalannya dan memungkinkan campuran filer. TEGDMA memiliki dua ikatan ganda reaktif pada kedua ujungnya, sama seperti Bis-GMA, tetapi dengan ikatannya lebih pendek sehingga dapat meningkatkan penyusutan; TEGDMA menyusut sampai 15%. Variasi campuran kedua bahan ini memungkinkan pabrik mengontrol kekentalan resin komposit. Kedua monomer ini yang sering digunakan pada resin komposit. Tipikal Bis-GMA-TEGDMA menyusut sekitar 3 sampai 5%. Nilai penyusutan yang tinggi ini menjadi alasan peletakan resin berlapis.17
2.1.2. Filer Komposit Partikel filer memberikan stabilitas dimensi resin matriks. Ukuran partikel filer bervariasi, dari 10-50 µm (makrofil); 2-4 µm (fine); 40-50nm (mikrofil); 0.04-1 µm (mikrohibrid); 5-100 nm (nanofil); 0.4-5 µm (nanohibrid) (Gambar 2.2). Partikel filer mengurangi kontraksi polimerisasi, menurunkan koefisien ekspansi termal, dan meningkatkan kekerasan. Partikel filer yang umum seperti crystalline quartz; pyrolytic silica; dan kaca seperti lithium aluminum silicate, barium aluminum silicate, dan strontium aluminum silicate. Opasitas dikontrol dengan menambahkan pigmen titanium dioksida, dan warna diperoleh dengan menambahkan oksida metal dari iron, copper, magnesium, dan lainnya.16, 17
Gambar 2.2 Ukuran partikel filer resin komposit18
2.1.3. Coupling Agent Coupling agent digunakan untuk mengikat ressin matriks dengan partikel filer dan mengurangi hilangnya partikel filer dari permukaan komposit. coupling agent dalam resin komposit digunakan sebagai adalah epoxy, vinyl, dan methyl
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
silanes. Silane tunggal yang umum digunakan adalah 3-(methacryloyloxypropyl) trimethoxysilane.16, 17
2.1.4
Inisiator dan Akselerator Aktivasi cahaya untuk polimerisasi dengan panjang gelombang 465 nm,
yang diabsorpsi oleh fotoinsiator, seperti champhorquinone, yang dicampurkan dengan monomer. Pada komposit metakrilat, radikal bebas terbentuk saat aktivasi. Reaksi ini diakselerasi oleh organic amine. Amine dan champhorquinone kondisinya stabil dalam temperatur ruangan selama komposit tidak terekspos oleh cahaya. Champhorquinone merupakan fotoinisiator yang umum digunakan, namun beberapa jenis lain digunakan untuk tujuan tertentu.2
2.2.
Reaksi Polimerisasi Resin Komposit Reaksi polimerisasi terdiri dari tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi.
Reaksi dimulai dari tahap inisiasi. Pada tahap ini terjadi pembentukan radikal bebas, ketika molekul inisiator (camphoroquinone) bereaksi terhadap cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai dengan spektrum absorpsinya (468 nm). Radikal bebas memiliki elektron reaktif yang tidak memiliki pasangan. Bila radikal bebas bertemu dengan monomer resin yang memiliki ikatan karbon rangkap dua, maka elektron bebas akan berikatan dengan salah satu ikatan karbon.17 Tahap inisasi dilanjutkan dengan tahap propagasi, yaitu perpanjangan rantai melalui penambahan ikatan rangkap pada setiap unit monomer. Akibatnya terjadi penambahan rantai yang akan berhenti ada suatu titik. Ini disebut tahap terminasi (Gambar 2.3).17
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Gambar 2.3 Reaksi polimerisasi resin komposit yang didahului oleh tahap inisiasi, yaitu formasi radikal bebas oleh camphoroquinone. kemudian dilanjutkan penambahan rantai polimer pada tahap propagasi, dan diakhiri dengan terminasi rantai.16
2.3.
Sifat Fisik Material
2.3.1. Kontraksi Polimerisasi Kontraksi polimerisasi adalah salah satu sifat khas resin komposit. Nilainya berkisar antara 2%-6% dari total volume. Material resin mengalami kontraksi selama polimerisasi karena jarak antar unit monomer pada polimernya lebih dekat dibandingkan sebelum mengalami polimerisasi (Gambar 2.4). Kontraksi polimerisasi terjadi karena ada dua faktor yang menurun, yaitu volume Van der Waals dan volume bebas. Volume Van der Waals adalah volume molekul yang terbentuk dari atoms dan panjang ikatan. Penurunan volume Van der Waals terjadi saat polimerisasi karena terjadi perubahan pada panjang ikatan (konversi rantai ganda menjadi tunggal). Volume bebas, baik monomer atau polimer, adalah volume oleh karena pergerakan rotasi dan termal. Ketika monomer konversi menjadi polimer maka terjadi penurunan volume bebas karena terjadi rotasi rantai polimer.2 Selain kontraksi volume, polimerisasi juga menyebabkan meningkatnya
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
modulus elastisitas. Selama polimerisasi, terdapat suatu titik yang disebut titik gelasi (gel point). Titik gelasi adalah tahap peningkatan modulus elastisitas material komposit secara nyata sehingga tidak terjadi deformasi plastis atau aliran material untuk mengkompensasi kontraksi volume.11, 19
Gambar 2.4 Ilustrasi skematik kontraksi polimerisasi resin metakrilat. Material resin mengalami kontraksi selama polimerisasi karena jarak antar unit monomer pada polimernya lebih dekat dibandingkan sebelum mengalami polimerisasi2
Fase polimerisasi komposit total terbagi dua, yaitu fase pragelasi dan pascagelasi. Pada fase pragelasi, kepadatan ikatan silang antar monomer masih rendah dan rantai polimer masih dapat berubah-ubah, sehingga masih terjadi pelepasan stres di dalam struktur komposit. Selama fase pascagelasi, bertambahnya kontraksi polimerisasi menimbulkan stres yang signifikan pada ikatan antara resin komposit dengan dinding kavitas dan struktur gigi di sekitarnya. Stres yang timbul pada fase pascagelasi tidak tersebar secara merata pada dinding kavitas dan kekuatan adhesi antara gigi dan komposit juga berbedabeda di sepanjang permukaan yang beradhesi. Pada area yang kekuatan kontraksi polimerisasinya yang lebih besar daripada kekuatan ikatan komposit-struktur gigi pada area tersebut akan terbentuk celah yang akan menyebabkan kegagalan adhesi dan kebocoran mikro, dan lebih jauh lagi menyebabkan sensitivitas pasca tindakan dan karies sekunder.3, 19 Banyaknya kontraksi volume tergantung dari berat molekul monomer, isi filer, dan teknologi partikel filer. Stres akibat kontraksi polimerisasi terutama dipengaruhi
oleh
banyaknya
kontraksi
volume
resin
komposit
dan
viskoelastisitasnya.11 Kontraksi polimerisasi tidak dapat dihindari, sehingga memerlukan teknik prosedur klinis untuk mengatasi hal ini. Kontraksi polimerisasi tidak signifikan pada restorasi yang daerah preparasinya semua
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
email. Kontraksi polimerisasi biasa terjadi pada preparasi gigi yang memanjang sampai permukaan akar sehingga menyebabkan celah pada pertemuan komposit dan permukaan akar, hal ini dapat diminimalisir dengan prosedur yang tepat. Celah berbentuk V ini terjadi karena tekanan polimerisasi komposit yang lebih besar dari kekuatan ikatan awal komposit dengan dentin di akar (Gambar 2.5). Celah berbentuk V ini kemungkinan terdiri dari komposit di 1 sisi tepi dan hybridized dentin pada sisi akar. 20 Pertimbangan klinis lainnya sebagai efek kontraksi polimerisasi adalah faktor konfigurasi kavitas (C-factor). C-factor merupakan perbandingan antara permukaan bahan restorasi yang beradhesi pada dinding kavitas dan yang tidak beradhesi. (Gambar 2.6a). Selama proses polimerisasi, akan terjadi deformasi plastis atau flow pada resin komposit dan sebagian dapat mengkompensasi stres kontraksi. Deformasi plastis yang ireversibel terjadi saat tahap awal reaksi polimerisasi, ketika stres kontraksi melebihi batas elastisitas resin komposit. Sejalan dengan proses polimerisasi, kontraksi dan flow menurun secara gradual dikarenakan bahan menjadi lebih kaku. Kompensasi melalui flow yang dipengaruhi oleh faktor konfigurasi kavitas.
Semakin tinggi C-factor maka
semakin besar stres kontraksi pada ikatan adhesif. Hanya permukaan yang bebas dengan dinding kavitas yang dapat berperan sebagai reservoir deformasi plastis saat tahap awal polimerisasi. Restorasi kelas I dengan C-factor 5 memiliki resiko stres polimerisasi paling tinggi dan restorasi kelas
IV dengan C-factor 0.25
memiliki resiko yang rendah. Restorasi kelas II dengan C-factor 2 (4 permukaan bonded dan 2 permukaan unbonded) mempunyai resiko gangguan ikatan akibat kontraksi polimerisasi, terutama sepanjang dinding dasar pulpa (Gambar 2.6b).16, 19, 20
Gambar 2.5. Celah berbentuk V sebagai akibat kontraksi polimerisasi20
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
(a)
(b)
Gambar 2.6. Faktor konfigurasi kavitas (C-factor). (a) C-factor pada kavitas kelas 1, II, III, IV, dan V; (b) C-factor pada kavitas kelas II.19, 20
2.3.2. Koefisien Ekspansi Termal Material restorasi secara konstan mengalami perubahan akibat perubahan suhu dalam rongga mulut. Perubahan ini, dapat mempengaruhi kerapatan material restorasi dan gigi. Perubahan dimensi pada suatu substansi sebagai respon terhadap suhu diukur melalui koefisien ekspansi termal material tersebut. Material restorasi memiliki koefisien ekspansi termal yang berbeda dengan enamel dan dentin. Koefisien ekspansi termal gigi berada pada kisaran 11-14 x 10-6/oC, sedangkan material resin komposit yang dipasarkan memiliki koefisien termal ekspansi pada kisaran 20-80 x 10-6/oC pada suhu antara 0-60oC. Perbedaan nilai koefisien ekspansi termal yang jauh antara gigi dan resin komposit menyebabkan perbedaan perubahan dimensi pada saat terpapar oleh perubahan suhu dalam rongga mulut. Resin komposit dan struktur gigi mengalami ekspansi dan kontraksi yang berbeda sehingga dapat terbentuk celah. Permasalahan-permasalahan ini terjadi bila struktur gigi tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan yang timbul akibat variasi suhu.2
2.3.3. Modulus Elastisitas Modulus elastisitas merupakan sifat resin komposit yang menyebabkan bahan tersebut menjadi kaku. Bahan dengan modulus elastisitas tinggi akan semakin kaku, sebaliknya bahan dengan modulus elastisitas rendah akan semakin fleksibel.20 Modulus elastisitas mempengaruhi adaptasi resin komposit pada permukaan gigi. Masalah yang dapat ditimbulkan oleh kontraksi polimerisasi
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
adalah tekanan yang mengenai struktur gigi, terutama pada sisa tonjol gigi posterior dengan kavitas proksimal yang besar yang direstorasi resin komposit. Akibatnya terjadi kegagalan adhesi antara gigi dan restorasi, lalu terjadi kebocoran mikro dan perkolasi cairan atau fraktur gigi. Modulus elastisitas email (33,6 GPa) dan dentin (11,7 GPa) lebih besar dari resin komposit packable (10,5 GPa).2
2.3.4. Absorpsi Air Absorpsi air merupakan sifat fisik bahan yang menarik sejumlah air selama rentang waktu tertentu per area permukaan atau volume. Ketika bahan restorasi mengabsorpsi air, maka sifatnya akan berubah, menyebabkan hilangnya keefektifan bahan tersebut sebagai restorasi. Semua bahan restorasi yang sewarna gigi memiliki sifat ini. Bahan dengan kadungan partikel filer yang tinggi memiliki tingkat absoprsi air yang rendah.20 Kualitas dan stabilitas silane coupling agent penting untuk meminimalisir ikatan yang kurang antara partikel filer dan polimer dan jumlah absorpsi air. Ekspansi oleh karena absorpsi air dari cairan mulut dapat meredakan stres polimerisasi, namun sifat ini merupakan proses yang berjalan lambat, jika dibandingkan dengan kontraksi polimerisasi dan terbentuknya stres. Pada pengukuran ekspansi higroskopik yang dimulai 15 menit setelah terjadi polimerisasi, umumnya resin membutuhkan 7 hari untuk mencapai equilibrium dan sekitar 4 hari untuk menunjukkan ekspansi terbesar.2
2.4.
Modifikasi Resin Komposit Resin komposit umumnya dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan ukuran,
jumlah, dan komposisi partikel filer anorganik, yaitu komposit konvensional, mikrofil, dan hibrid. Namun sejalan dengan perkembangan teknologi material terhadap komposisi resin komposit, sehingga menghasilkan beberapa tipe baru, seperti komposit flowable, packable, dan nanofil.2, 20 Komposit konvensional umumnya mengandung sekitar 75% sampai 80% filer anorganik berdasarkan berat. Rata-rata ukuran partikel pada tahun 1980 adalah 8 mm. Karena ukuran partikelnya yang besar, maka resin komposit jenis ini memberikan tekstur permukaan yang kasar. Matriks resin aus lebih cepat
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
daripada partikel filer sehingga semakin menambah kekasaran permukaan. Oleh karena permukaan yang kasar menyebabkan restorasi menjadi mudah diskolorasi dari stain ekstrinsik. Komposit mikrofil diperkenalkan pada tahun 1970. Bahan ini diciptakan untuk menggantikan karakteristik komposit konvensional, sehingga memberikan permukaan yang halus dan mirip dengan email. Komposit ini mengandung partikel filer dengan diameter 0.01 sampai 0.04 mm sekitar 35% sampai 60% berdasarkan berat. Karena jumlah filer yang sangat sedikit maka komposit ini sangat mudah aus karena sifat fisik dan mekanis yang inferior. Komposit hibrid dikembangkan dengan tujuan mendapatkan karakteristik sifat fisik dan mekanis komposit konvensional dan mikrofil. Bahan ini mengandung filer anorganik sekitar 75% sampai 85% berdasarkan berat dengan ukuran partikel 0.4-1 mm.20 Komposit flowable memiliki kandungan filer anorganik yang rendah, sehingga sifat fisik bahan ini rendah, seperti resistensi keausan dan kekuatan yang rendah, dibandingkan bahan yang banyak mengandung filer. Bahan ini juga mengalami kontraksi polimerisasi yang lebih tinggi sehingga sebaiknya dipakai dengan satu lapisan yang tipis. Komposit packable dikembangkan dengan viskositas yang lebih tinggi dan mempunyai sifat lengket permukaan rendah. Istilah packable ditujukan untuk resin komposit yang berbentuk pasta dengan tujuan dapat ditekan dan mengalir menggunakan alat instrumen dengan ujung datar, namun bahan ini tidak dikondensasi seperti amalgam. Komposit golongan ini direkomendasikan untuk kavitas Kelas 1 dan II. Komposit ini terdiri dari bahan yang diaktivasi sinar, resin dimetakrilat, dengan muatan filler mencapai 66% sampai 70% per volume. Interaksi partikel filler dan modifikasi resin menjadikan komposit ini bersifat packable.2, 20 Teknologi nano merupakan bentuk perkembangan bahan resin komposit dengan karakteristik dimensi dalam batas 0.1 sampai 100 nm. Jika fase anorganik/organik komposit menjadi berukuran nano, maka disebut komposit nano. Tipe partikel nano yang dipakai pada resin komposit adalah oksida. Terdapat dua tipe resin komposit dengan partikel nano yang tersedia, yaitu (1) nanofill, mengandung partikel berukuran 1 sampai 100 nm di seluruh resin
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
matriks; dan (2) nanohibrid, mengandung partikel berukuran nano (1 sampai 100 nm) dengan partikel besar (0.4 sampai 5 µm).20, 21 Komposit nanohibrid memiliki partikel filler dengan berbagai ukuran sehingga memberikan distribusi filler yang homogen dengan matriks resin, karena filler kecil ukuran nano akan mengisi ruang diantara partikel-partikel besar. Oleh karena itu, muatan filler komposit nanohibrid dapat sebanding dengan komposit hibrid konvensional. Komposit nanohibrid dinyatakan memiliki kombinasi karakteristik sifat komposit makrofil (memiliki sifat fisik dan mekanis yang kuat) dan mikrofil (memilki kualitas hasil finishing dan pemolesan yang baik), sehingga direkomendasikan sebagai bahan restorasi universal untuk gigi anterior dan posterior.22
2.5.
Adhesi Dengan Struktur Gigi
2.5.1. Adhesi Email Dengan Resin Komposit Ikatan dengan email bersifat mikromekanik. Email yang dietsa selama 15 detik menggunakan asam fosforik 37 % kemudian dicuci untuk menghilangkan bahan etsa dan debri akan menghasilkan mikroporositas pada permukaan luar prisma email sedalam 30 µm (Gambar 2.7). Resin dengan viskositas rendah dapat berpenetrasi pada mikroporositas sehingga menghasilkan resin tag ke kedalaman kira-kira 50-100 µm. Namun setelah polimerisasi, resin akan kontraksi sekitar 15%. Oleh karena itu resin harus berikatan dengan email sehat yang didukung oleh dentin yang sehat juga. Adhesi yang kuat karena komposisi anorganik email yang tinggi. Ikatan dengan email kuat, tetapi dapat berkurang jika terjadi hal-hal seperti berikut: prosedur penumpatan yang kurang baik, adanya kontaminasi email setelah dietsa, terdapat microcrack pada email selama preparasi kavitas, dan batas kavitas pada email yang tidak didukung dentin atau fraktur.23
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Gambar 2.7 Permukaan email gigi setelah diaplikasikan etsa 37% asam fosforik selama 15 detik.23
2.5.2. Adhesi Dentin dengan Resin Komposit Ikatan dengan dentin kurang kuat dibandingkan ikatan dengan email mungkin disebabkan karena perbedaan komposisi dan struktur. Air berkompetisi dengan bonding sebagai substrat permukaan dan melisis ikatan resin. Struktur email homogen, sedangkan dentin heterogen.23 Dentin memiliki komponen anorganik sebanyak 50%, organik 25%, dan air 25%. Komponen anorganik dentin berupa hidroksiapatit dan komponen mineralnya terdapat didalam matriks organik (utamanya kolagen tipe I) dan berhubungan dengan pulpa melalui tubulus dentin, yang selalu terisi oleh cairan, dan setiap tubulus mengandung prosesus odontoblas. Setiap tubulus dikelilingi oleh jaringan hipermineral yaitu dentin peritubuler, yang berbentuk seperti cincin dan dihubungkan dengan dentin intertubuler yang mengandung sedikit mineral. Oleh sebab itu tantangan untuk mendapatkan adhesi resin adalah antara adhesi secara kimia dengan dentin atau secara mikromekanis dengan tubulus, hampir sama dengan adhesinya dengan email.23 Adhesi secara kimia dengan resin, yang sifatnya hidrofobik, dan dentin yang selalu basah membutuhkan hilangnya jumlah air yang cukup untuk penetrasi resin sejauh mungkin ke dalam tubulus agar mendapatkan ikatan mekanis yang efektif. Metode adhesi secara mikromekanis adalah melalui ‘hybrid layer’. Permukaan dentin intertubuler yang diaplikasi asam orthophosphoric 37% terdemineralisasi dan terdenaturasi sampai kedalaman 5 µm. Sehingga resin unfilled dapat masuk kedalam serat kolagen yang terekspos dengan didahului aplikasi cairan hidrofilik, seperti asetone, sehingga ketika resin unfilled diletakkan
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
akan terjadi ikatan mekanis dengan dentin. Kemudian resin komposit dapat diletakkan dan bersatu dengan adhesive resin layer. Namun karena adanya pergerakan cairan dentin yang terjadi terus menerus maka efek jangka panjang pada kolagen
masih
belum
jelas
dan
dengan
mendemineralisasi
dan
mendenaturasi akan mengakibatkan kolagen terbuang dan suatu waktu terpisah dengan dentin yang sehat.3, 23, 24 Beberapa aspek anatomi dentin yang harus diperhatikan sehubungan dengan aplikasi material adhesif pada area tersebut adalah (1) kepadatan tubulus dentin 1 mm di atas dinding aksial pada dinding gingiva adalah 49% lebih besar daripada cemento-enamel junction (CEJ) (Gambar 2.8); (2) Permeabilitas dentin. Permeabilitas yang dimaksud adalah kemudahan suatu penghalang untuk ditembus oleh suatu substansi. Pada usia dewasa muda, dentin di area servikal dinyatakan 3,6 kali lebih permeabel daripada dentin di area oklusal; (3) Kelembaban dentin yang berasal dari dalam atau luar tubulus. Dari dalam yaitu berasal dari cairan tubulus itu sendiri. Dari luar dapat berasal dari cairan sulkus gingiva, kelembaban rongga mulut, sisa air pada dentin setelah pembilasan asam, atau kandungan air dari bahan adhesif. Pengangkatan smear layer akan mejadikan permukaan dentin basah karena cairan tubulus akan bergerak ke permukaan; (4) arah tubulus dentin dinding gingiva kavitas proksimal yang sebagian besar arahnya sejajar permukaan; (5) Perubahan pada struktur dentin karena bersifat dinamis. Komposisi dan mikrostrukturnya terus berubah, baik secara fisiologis maupun patologis, misalnya pada dentin sklerotik dan dentin reparatif. Oleh sebab itu, diperlukan sistem adhesif yang adekuat yang dapat mengakomodasi hidroksapatit, kolagen, smear layer, serta tubulus dentin dan cairannya.3, 24
Gambar 2.8 Tubulus dentin yang dekat dengan dentino-enamel junction. (A), ukurannya kecil dan lebih menyebar dibanding pada dentin yang dalam (B). Tubulus pada dentin akar superfisial (C), dan pada dentin akar dalam (D) yang ukurannya lebih kecil dan lebih sedikit dibanding dentin di korona dengan kedalaman yang hampir sama.25
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
2.6.
Matriks Metaloprotein Dentin Penelitian belakangan ini mengungkapkan bahwa matriks metaloprotein
yang dilepaskan dari dentin oleh karena asam selama bonding dapat menyebabkan kegagalan ikatan restorasi dan struktur gigi. Salah satu faktor yang mempengaruhi degradasi ikatan resin komposit dengan dentin adalah kelompok enzim proteolitik matriks metaloprotein (MMP). Enzim-enzim ini berperan terhadap degradasi kolagen dan komponen matriks ekstra seluler dentin. Jaringan dentin mengandung berbagai jenis MMP, yaitu MMP-2 (gelatinase), MMP-8 (kolagenase), MMP-9 (gelatinase), dan MMP-20 (enamelisin). Matriks protein dentin terdiri dari 90% kolagen dan 10% protein non kolagen. Protein kolagen dapat dipotong-potong MMP-8 dan kemudian didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 setelah dentin mengalami demineralisasi oleh asam.26 MMP disekresi oleh sel jaringan ikat (fibroblas, osteoblas, dan odontoblas) sebagai zimogen, dalam bentuk enzim pro-MMP atau inaktif. Pro-MMP terperangkap atau terikat dalam dentin saat dentinogenesis. Pro-MMP menjadi aktif dan dilepas dari dentin setelah dikatalis saat pH menurun sampai 4.5 atau dibawahnya. Pro-MMP yang dilepas tersebut akan teraktivasi melalui interaksi dengan protein matriks ekstraseluler spesifik yang juga dilepas oleh dentin atau dari saliva. Enzim ini akan tetap aktif meskipun pH telah netral. Sejumlah penelitian menyatakan bahwa enzim ini ditemukan dalam dentin dan teraktivasi oleh keasaman dari etsa asam pada sistem adesif bonding. MMP yang telah teraktivasi dapat masuk ke dalam lapisan hybrid melalui kebocoran mikro atau kebocoran nano pada celah ikatan restorasi dan dinding kavitas. Jika serat kolagen pada lapisan hybrid terekspos tidak terlindungi oleh resin, maka akan didegradasi oleh MMP yang teraktivasi. Sejalan dengan waktu, degradasi ikatan restorasi dengan dinding kavitas akan menyebabkan hilangnya retensi secara klinis atau penurunan kekuatan ikatan secara uji in vitro.26 Klorheksidine 2% telah banyak digunakan sebagai desinfektan preparasi kavitas dan irigasi dalam kedokteran gigi. Klorheksidin berikatan dengan beberapa protein melalui mekanisme kation-kelasi (pertukaran ion). MMP merupakan enzim yang bergantung pada ion Zn dan Ca untuk aktivitasnya. Klorheksidin diketahui akan berikatan dengan ion Zn dan Ca sehingga
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
menghambat aktivitas MMP. Oleh karena itu, klorheksidine disebut juga sebagai MMP-inhibitor.27 Moon dkk (2010) mencoba membuktikan efektifitas aplikasi klorheksidin secara in vitro dengan mengukur peningkatan kekuatan ikat geser dengan aplikasi klorheksidin 2% pada dentin dengan etch and rinse bonding adhesive, lalu ditumpat dengan resin komposit. Hasilnya adalah nilai kekuatan ikatan resin komposit-dentin pada kelompok klorheksidin lebih tinggi sebesar 24% dibandingkan kontrol.26 Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian oleh Rahmayanti (2011) yang membandingkan efek klorheksidin dan glutaraldehid terhadap kekuatan ikat geser resin komposit-dentin dengan metode penyimpanan pada saliva buatan selama 1 dan 30 hari. Hasilnya menunjukkan bahwa aplikasi klorheksidin glukonat 2% maupun glutaraldehid 5% dapat meningkatkan adaptasi resin komposit-dentin dengan hasil nilai kekuatan ikat geser pada CHX lebih besar dibanding glutaraldehid.28 Begitu juga dengan hasil penelitian oleh Risanti (2012) yang menunjukkan bahwa klorheksidin yang diaplikasikan pada permukaan dentin terbukti dapat meningkatkan kekuatan ikat geser resin komposit-dentin.29
2.7.
Kebocoran Mikro pada Restorasi Kelas II Material restorasi yang ideal harus memiliki kerapatan yang baik dengan
struktur gigi. Tolok ukur baik tidaknya adaptasi tepi dentin adalah tidak adanya kebocoran pada perbatasan restorasi dan struktur gigi. Kavitas kelas II memiliki tepi yang sensitif terhadap kebocoran, terutama pada dentin. Salah satu sifat resin komposit yang merugikan adalah kontraksi polimerasi. Kontraksi ini dapat menyebabkan terjadinya celah diantara bahan komposit dan struktur gigi, terutama jika tepi restorasi terletak pada dentin atau sementum. Jika kekuatan ikatan lebih lemah daripada tekanan kontraksi, maka celah yang terjadi akan menyebabkan kebocoran mikro pada tepi restorasi. Kebocoran mikro merupakan jalan masuk bakteri dan toksinnya melalui antara tepi restorasi dan dinding kavitas.4, 6, 30, 31 Lapisan smear layer juga dapat menjadi jalan masuk kebocoran mikro melalui celah nano.3 Masalah lain yang dapat menyebabkan terjadinya kebocoran mikro pada kavitas kelas II adalah terbentuknya celah internal
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
sepanjang tepi gingiva akibat ketidakmampuan resin komposit beradaptasi adekuat dengan tepi kavitas.4 Kebocoran mikro sering ditemukan pada dinding gingiva kavitas kelas II yang direstorasi dengan resin komposit. Hal ini disebabkan karena tidak adanya email pada tepi dinding gingiva sehingga pada daerah tersebut resin komposit hanya berikatan dengan dentin. Dan juga diakibatkan adanya kontraksi polimerisasi akibat stres kontraksi yang menarik ikatan interfasial antara gigi dan komposit sehingga terjadi celah. Dentin memiliki anatomi dan komposisi yang unik, sehingga mekanisme adhesi ke dentin lebih rumit daripada email.3, 6 Kebocoran mikro dapat mengakibatkan iritasi pulpa, diskolorasi tepi restorasi dan karies sekunder. Semua hal tersebut disebabkan adanya bakteri, nutrisi atau ion hidrogen, yang berasal dari plak dari permukaan gigi dan masuk ke celah interfasial. Salah satu alasan perlunya penggantian restorasi resin komposit adalah karies sekunder. Beberapa penelitian telah menunjukkan respon pulpa terhadap bahan restorasi yang dihubungkan dengan derajat kebocoran tepi. Bakteri mampu bertahan dan berproliferasi pada celah tepi yang terisi oleh cairan dibawah restorasi komposit. Namun, jika restorasi dapat tertutup dengan rapat, maka bakteri tidak dapat bertahan. Idriss dkk (2006) meneliti tentang faktor yang berhubungan dengan kebocoran mikro pada restorasi resin komposit kelas II. Dan menyimpulkan bahwa tidak ada korelasi antara celah tepi kavitas dengan derajat kebocoran mikro, namun pemilihan bahan restorasi dan/ atau dengan teknik peletakan dapat berhubungan dengan kebocoran mikro.6
2.8.
Teknik Menangani Stres Kontraksi Polimerisasi Resin Komposit Stres kontraksi polimerisasi resin komposit dapat menyebabkan kebocoran
mikro pada restorasi komposit posterior, terutama pada tepi gingiva. Terjadinya karies sekunder pada tepi gingiva restorasi komposit kelas II sebagai akibat kegagalan restorasi diakibatkan adanya kebocoran mikro. Beberapa teknik polimerisasi sinar telah dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut. Termasuk teknik pemberian bahan antara gigi dengan resin komposit, teknik peletakan simar polimerisasi, dan teknik peletakan bahan restorasi.9, 17, 19
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
2.8.1. Pemberian Liner Atau Basis Sebagai Bahan Antara Pada kavitas kelas II dengan dinding dasar kavitas mencapai gingiva dapat menyebabkan ikatan yang lemah antara gigi dan resin komposit. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi dentin yang selalu basah oleh cairan dari tubulus dentin dan cairan sulkus gingiva, juga karena arah tubulus dentin pada dinding gingiva yang sejajar dengan tepi kavitas. Resin komposit packable memiliki viskositas yang tinggi dan sifat lengket sehingga menyulitkan saat peletakan bahan ke kavitas. Hal ini menyebabkan terjadinya celah pada dinding dasar kavitas sehingga kerapatan tepi restorasi tidak adekuat. Untuk mengatasi hal-hal tersebut, maka disarankan untuk pemakaian bahan antara pada tepi kavitas dan restorasi. Beberapa bahan yang disarankan adalah semen ionomer kaca modifikasi resin (SIKMR) dan resin komposit flowable.9, 20 Pemberian bahan antara, seperti semen ionomer kaca modifikasi resin (SIKMR), digunakan sebagai liner karena bahan ini memiliki sifat kekuatan kompresi yang baik, berikatan dengan dentin, dan kemampuan untuk melepaskan fluoride dan berikatan secara kimiawi dengan restorasi komposit. Pada preparasi kavitas yang dalam, peletakan bahan SIKMR akan mengurangi ketebalan penggunaan resin komposit, sehingga stress yang diterima berkurang. Jika tepi gingiva terletak pada dentin, maka penutupan yang baik dapat diperoleh dengan bahan SIKMR.20 Bahan lain yang dapat dipakai sebagai liner adalah resin komposit flowable. Bahan ini diperkenalkan pada akhir tahun 1996 dan diciptakan dengan ukuran partikel yang sama dengan komposit hibrid, namun mengurangi kandungan filer sehingga resin matriks meningkat dan menyebabkan penurunan viskositas bahan. Dengan peningkatan daya alir bahan maka memudahkan peletakan bahan ke seluruh dinding kavitas dan mengurangi terjadinya celah pada pertemuan tepi kavitas dan restorasi. Keuntungan lain pemakaian bahan ini adalah sebagai lapisan antara yang fleksibel karena membantu mengurangi stres kontraksi polimerisasi resin komposit.31, 32 Majety dan Pujar (2011) meneliti tentang kebocoran mikro tepi servikal restorasi resin komposit packable kelas II tanpa dan dengan lapisan antara resin komposit flowable dan SIKMR dengan ketebalan lapisan yang berbeda-beda. Dan
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
didapatkan bahwa nilai kebocoran pada komposit packable tanpa dan dengan lapisan antara resin komposit flowable dan SIKMR tidak berbeda bermakna. Peningkatan kerapatan tepi restorasi resin komposit packable dapat dikarenakan komposit ini memiliki nilai kontraksi polimerisasi yang rendah, teknik peletakan bahan secara inkremental, dan tipe bahan adesif yang digunakan.32 Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian oleh Sajjan dkk (2010) yang melakukan penelitian kebocoran mikro pada tepi kavitas kelas II dalam yang direstorasi dengan resin komposit mikrohibrid dan packable tanpa dan dengan lapisan antara komposit flowable dan komposit pre-cured. Dikatakan bahwa nilai kebocoran mikro terbesar ditemukan pada tepi servikal restorasi dengan bahan resin komposit tanpa lapisan antara. Hal ini dikarenakan kedua bahan komposit memiliki ikatan yang lemah dengan dentin dan/atau sementum. Juga akibat kontraksi polimerisasi yang menyebabkan terjadinya celah mikro. Namun nilai kebocoran tepi pada resin komposit packable lebih besar dibandingkan dengan mikrohibrid, karena komposit mikrohibrid memiliki viskositas yang lebih rendah dan memberikan daya alir yang lebih baik sehingga dapat beradaptasi lebih baik dengan tepi kavitas.31
2.8.2. Metode Teknik Penyinaran Salah satu cara untuk mengurangi penyusutan polimerisasi adalah dengan mengkontrol cahaya polimerisasi. Terdapat dua kategori teknik penyinaran yaitu continuous dan discontinuous. Arti penyinaran yang continuous adalah urutan penyinaran sinar yang terus-menerus. Teknik ini dibagi menjadi empat tipe, yaitu uniform continuous cure, step cure, ramp cure, dan high-energy pulse. Continuous curing dapat dilakukan dengan lampu halogen, arc, dan laser. Penyinaran discontinuous disebut juga soft cure atau pulse delay.17 Pada teknik uniform continuous cure, lampu dengan intensitas konstan diletakkan diatas komposit selama beberapa waktu tertentu (Gambar 2.9a). Merupakan metode yang paling sering digunakan. Pada teknik step cure, komposit pertama-tama disinar dengan intensitas rendah, kemudian meningkat ke energi tinggi, masing-masing dengan durasi tertentu yang sudah ditentukan (Gambar 2.9b). Tujuannya untuk mengurangi kontraksi polimerisasi. Namun,
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
hasil dengan teknik ini menyebabkan penyinaran yang tidak merata, karena lapisan teratas akan lebih banyak mengenai sinar. Teknik ini hanya dapat dilakukan dengan lampu halogen.17 Teknik ramp cure mengaplikasikan sinar dengan intensitas rendah dan berangsur-angsur meningkat sampai mencapai intensitas tinggi (Gambar 2.9c). Hal ini menyebabkan proses polimerisasi berjalan perlahan sehingga mengurangi initial stress. Beberapa penelitian melaporkan ramp curing menghasilkan reaksi polimerisasi dengan rantai panjang sehingga lebih stabil. Tenik ini hanya dapat dilakukan dengan lampu halogen. Teknik ini juga dapat dilakukan secara manual dengan memegang lampu dengan jarak tertentu dari gigi dan secara perlahan dibawa mendekat untuk meningkatkan intensitas.17 Teknik high energy pulse cure menggunakan waktu penyinaran yang singkat (10 detik) dengan nenergi yang tinggi (1000-2800 mW per cm2), yaitu tiga sampai enam kali densitas normal (Gambar 2.9d). Teknik ini belum memiliki hasil penelitian yang mendukung hasil polimerisasi, karena terdapat tiga perhatian penting, yaitu (1) aplikasi energi yang cepat dapat menyebabkan restorasi resin yang lemah karena bentuk polimer yang pendek; (2) dapat mengurangi kekuatan tensil; dan (3) mungkin terdapat ambang batas resin dengan hasil yang baik, sehingga energi yang tinggi justru menyebabkan resin menjadi rapuh.17
(a)
(b)
(d)
(c)
(e)
Gambar 2.9 Tipe teknik penyinaran polimerisasi. (a) uniform continuous cure; (b) step cure; (c) ramp cure; (d) high-energy pulse; dan (e) pulse-delay cure.17
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Teknik discontinuous pulse-delay curing menggunakan intensitas energi rendah untuk menginisisasi polimerisasi sehingga resin komposit dapat mengalir dari permukaan unbounded ke arah struktur gigi (bounded) (Gambar 2.9e). Hal ini akan mengurangi stres polimerisasi pada tepi dan mengurangi tepi lain yang terbuka atau adanya defek. Untuk melengkapi proses polimerisasi, intensitas sinar pada siklus berikutnya meningkat, untuk mendapatkan energi polimerisasi yang optimal.17
2.8.3. Teknik Peletakan Resin Komposit Beberapa teknik penumpatan telah dijelaskan dalam literatur. Diantaranya teknik inkremental, bulk-fill, dan bulk-fill dengan aktivasi sonik. Teknik peletakan resin komposit secara inkremental telah direkomendasikan untuk mengurangi stres polimerisasi sehingga mencegah kebocoran mikro.4,
6, 7
Teknik ini telah
diterima sebagai teknik standar dalam penumpatan kavitas. Namun teknik ini memakan waktu.11 Akhir-akhir ini, dikembangkan bahan dengan teknik bulk-fill, Bahan ini dikembangkan dengan menggunakan inisiator yang mampu mengalami reaksi polimerisasi dengan sinar dengan ketebalan mencapai 4 mm.33
2.8.3.1.
Teknik Inkremental Teknik penumpatan inkremental dilakukan dengan meletakkan resin
komposit dengan ketebalan 2 mm atau kurang secara berlapis, lalu tiap lapisan dipolimerisasi. Tindakan ini dilakukan sampai kavitas penuh terisi komposit. Latar belakang dilakukannya teknik inkremental adalah untuk mengurangi stres kontraksi karena reaksi polimerisasi. Dinding kavitas yang beradhesi dengan resin komposit lebih sedikit (C-Factor menjadi kecil), dan kontraksi yang terjadi tentunya juga lebih sedikit. Selain itu, dengan teknik ini derajat polimerisasi akan menjadi lebih tinggi karena hanya selapis tipis bahan restorasi saja yang dipolimerisasi. Cara ini terbukti dapat mengurangi stres yang ditimbulkan akibat polimerisasi dan defleksi tonjol gigi.7 Keuntungan lain dari teknik ini adalah penetrasi sinar curing yang adekuat ke resin komposit karena pembatasan ketebalan bahan maksimal 2 mm. Hasil
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
polimerisasi yang adekuat akan meningkatkan sifat fisik, memberikan adaptasi tepi yang baik, dan mengurangi toksisitas resin komposit. Polimerisasi yang tidak adekuat akan menyebabkan penurunan konversi komponen resin komposit sehingga masih banyak terdapat sisa kandungan monomer pada bahan. Sisa kandungan monomer ini akan menyebabkan penurunan sifat mekanis bahan dan meningkatkan toksisitasnya.11 Penumpatan dengan teknik bulk mengakibatkan terjadinya defleksi tonjol gigi secara lebih signifikan, disebabkan material restorasi langsung berkontak dengan seluruh dinding kavitas, sehingga C-Factor menjadi besar. C-Factor adalah faktor konfigurasi kavitas, merupakan faktor penting yang mempengaruhi adhesi. Dengan teknik inkremental, kekuatan adhesi yang baik pada dinding kavitas dapat diperoleh.5 Skema penumpatan secara inkremental terlihat pada gambar 2.10. Selain keuntungan tersebut diatas, terdapat beberapa kerugian seperti kemungkinan terjadinya celah atau kontaminasi diantara lapisan komposit, kegagalan ikatan antara lapisan, kesulitan peletakan karena terbatasnya besar kavitas, dan membutuhkan waktu lebih untuk peletakan dan melakukan polimerisasi terhadap setiap lapisan. Langkah peletakan bahan sangatlah penting, sehingga perlu mempertahankan isolasi daerah kerja untuk menjamin kesuksesan restorasi.11 Beberapa teknik inkremental restorasi kelas II yang sudah digunakan seperti inkremental horizontal, inkremental oblik, inkremental split horizontal, dan inkremental sentripetal.7, 8, 34 Teknik inkremental horizontal dilakukan dengan meletakkan beberapa lapisan secara horizontal (Gambar 2.10a). Lapisan pertama diletakkan pada dasar dinding servikal, lalu lapisan kedua, sampai seluruh kavitas terisi penuh. Setiap lapisan disinar dengan lampu curing. Teknik inkremental oblik diperkenalkan oleh Lutz dkk untuk menambah permukaan yang bebas adesif sehingga memudahan resin mengalir dan mengurangi kontraksi polimerisasi (Gambar 2.10b). Teknik ini dilakukan dengan cara peletakan lapisan pertama secara horizontal pada dinding gingiva. Lapisan kedua diletakkan diatas lapisan pertama dengan arah oblik berkontak dengan dinding bukal dan aksial. Lapisan ketiga diletakkan dengan arah oblik dan mengisi seluruh kavitas. Masing-masing lapisan disinar curing selama 40 detik. Teknik lainnya yaitu inkremental sentripetal yang didemonstrasikan oleh
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Bichacho, yaitu dengan meletakkan resin komposit secara inkremental dari tepi ke tengah kavitas (Gambar 2.10c). Singkatnya, teknik ini mengkonversi kavitas kelas II menjadi kelas I. Lapisan pertama komposit diletakkan berkontak dengan permukaan dinding kavitas proksimal pada matriks sampai setinggi setengah jarak oklusal-servikal, lalu lapisan kedua diletakkan diatas lapisan pertama dan berkontak dengan tepi permukaan kavitas proksimal dan membentuk marginal ridge. Masing-masing kedua lapisan komposit disinar curing selama 40 detik. Hasil kedua lapisan tersebut berupa kavitas kelas I. Lalu kavitas direstorasi dengan dua lapisan horizontal dan masing-masing disinar curing selama 40 detik.7 Teknik inkremental split horizontal dilakukan dengan membentuk marginal ridge sama seperti teknik sentripetal untuk membentuk kavital kelas I (Gambar 2.10d). Kemudian meletakkan lapisan horizontal sebanyak 2 mm. Lalu lapisan tersebut dipotong dengan arah diagonal untuk membagi memnjadi dua bagian yang berbentuk triangular, kemudian disinar curing. Dengan cara ini, masing-masing lapisan yang terbagi berkontak dengan setengah permukaan gingiva dan dua dinding tegak selama sinar curing.7
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.10 Teknik peletakan inkremental (a) horizontal; (b) oblik; (c) sentripetal; dan (d) split horizontal.7
Kebocoran mikro teknik-teknik ini telah diteliti dan dibandingkan pada restorasi kelas II resin komposit. Ghavamnasiri dkk (2007) yang membandingkan teknik inkremental horizontal dan sentripetal mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada kebocoran mikro kedua kelompok.8 Begitu juga penelitian oleh Nadig dkk (2011) yang membandingkan beberapa teknik peletakan, yaitu secara bulk, inkremental oblik, sentripetal, dan split horizontal.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Dan menyimpulkan bahwa teknik split horizontal memberikan nilai kebocoran mikro yang terendah daripada teknik lainnya.7
2.8.3.2.
Teknik Bulk-Fill
Teknik bulk-fill adalah teknik restorasi dengan sekali peletakan bahan sampai memenuhi seluruh kavitas sebelum disinar polimerisasi. Teknik ini sudah lama dikenal, namun dari hasil penelitian diketahui mempunyai nilai kebocoran mikro yang lebih tinggi daripada menggunakan teknik inkremental. Seperti penelitian oleh Nadig (2011) yang menyimpulkan bahwa
teknik bulk
menunjukkan kebocoran mikro yang lebih tinggi dibanding teknik peletakan inkremental. Teknik inkremental meminimalisir nilai C-factor menjadi kurang dari 1.0 karena unbonded surface lebih banyak daripada bonded surface.7 Hasil tersebut sejalan dengan penelitian oleh Ozel dkk (2008) bahwa teknik peletakan inkremental lebih baik untuk restorasi gigi posterior karena memberikan adaptasi tepi yang lebih baik.4 Reis dkk juga mendukung pernyataan tersebut dengan menyimpulkan bahwa penumpatan dengan teknik bulk memiliki kekuatan ikatan yang terendah dibandingkan teknik inkremental horizontal, fasiolingual dan oblik.10 Teknik inkremental dengan ketebalan lapisan 2 mm masih menjadi teknik yang ideal. Namun, teknik tersebut memakan waktu dan beresiko terbentuk gelembung udara atau terkontaminasi diantara lapisan. Dengan alasan tersebut, maka beberapa pabrik memperkenalkan formulasi resin komposit tipe baru yang disebut bahan bulk-fill. Bahan dengan sifat-sifat seperti kontraksi polimerisasi rendah, dapat mengalir sehingga dapat memberikan adaptasi tepi kavitas yang lebih baik, mudah dikeluarkan sehingga mudah digunakan, meningkatkan sifat fisik dan kedalaman polimerisasi yang lebih, setidaknya 4 mm. Keuntungan pemakaian bahan ini adalah menghemat waktu dan lebih mudah dibandingkan teknik inkremental. Beberapa pendekatan yang dilakukan pada bahan bulk-fill ini adalah dengan mengubah ukuran partikel filer untuk memberikan translusensi pada bahan sehingga dapat mentransmisikan cahaya polimerisasi. Contohnya dengan menggunakan partikel berukuran nano (≤ 400 nm) yang dapat memberikan nilai estetik yang baik karena bersifat translusen. Pendekatan lain
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
adalah dengan merubah fotoinisiator dan inhibisi polimerisasi. Schneider dkk menemukan
bahwa
Phenylpropadione,
yang
dipakai
menggantikan
champhoroquinone, dapat mengurangi nilai stres polimerisasi tanpa mengganggu nilai konversi akhir dan resistensi degradasi resin komposit.9 Hal ini sejalan dengan El-Safty dkk (2012) bahwa resin komposit bulk-fill memiliki creep strain dan kembali dalam batas yang sama dengan resin komposit konvensional.11 Hadirnya resin komposit bulk-fill dengan peningkatan sifat fisiko-mekanis akan meningkatkan pemakaian bahan tersebut dengan teknik bulk-fill. Menurut Amara dkk (2002) bahwa peletakan resin komposit pada restorasi kelas II dengan teknik bulk dan inkremental tidak menunjukkan perbedaan pada kekerasan dengan kedalaman berapapun pada kedua teknik.11 Sama dengan yang diungkapkan oleh Idriss dkk (2003) bahwa
nilai tengah ukuran celah tepi restorasi kelas II
menggunakan bahan resin komposit yang dipolimerisasi dengan cahaya dan kimia menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna baik pada teknik bulk maupun inkremental.1
2.8.3.3
Teknik Bulk-Fill yang diaktivasi Sonik Baru-baru ini, telah diperkenalkan suatu sistem resin komposit dengan
teknik peletakan menggunakan aktivasi getaran sonik. Sebuah sistem yang terdiri dari handpiece (KaVo, Jerman) yang mengaktivasi getaran sonik dan terpasang dengan kecepatan tinggi, dan juga resin komposit Unidose (Kerr Co., USA) yang dipasang pada ujung handpiece. Bahan komposit ini mengandung rheological modifier yang bereaksi pada energi sonik. Rheological modifier merupakan bahan yang ditambahkan dengan tujuan menurunkan viskoelastisitas resin komposit saat diaktivasi oleh getaran sonik. Ketika pedal kaki mengaktivasi getaran sonik, maka viskositas resin komposit menurun dan keluar dari ujung handpiece. Tujuannya agar bahan dapat mengalir keseluruh permukaan tepi kavitas. Energi sonik yang digunakan dengan frekuensi 5 sampai 6 kHz. Energi ini dikatakan dapat menghasilkan penurunan yang bermakna pada viskositas resin komposit, sehingga adaptasi lebih rapat pada dinding kavitas.12 Beun dkk (2009) menyatakan sifat reologi komposit meliputi viskoelastisitas dan flow berhubungan dengan kemudahan peletakan bahan dan adesi dengan struktur gigi..13, 14 Kavitas
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
dapat diisi dengan bahan komposit mencapai kedalaman 5 mm dalam satu bulk increment. Lalu energi sonik dideaktivasi sehingga viskositas komposit meningkat sehingga dapat dilakukan pengukiran sesuai anatomi gigi. Bahan resin komposit ini memiliki 83.5% filer dalam berat, yang terutama silika dan barium aluminoborosilicate glass.12 Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal yang dapat merambat melalui gas, zat padat, maupun zat cair dengan kecepatan yang tergantung pada sifat elastis dan sifat inersia medium rambat. Manusia hanya dapat mendengar gelombang bunyi dengan frekuensi antara 20 Hz sampai dengan 20 KHz. Gelombang ini terjadi akibat adanya getaran molekul-molekul zat dan saling beradu satu sama lain. Frekuensi adalah banyaknya gelombang yang bergetar dalam satu detik yang diberi satuan Hertz.35 Penelitian oleh Eliades (2009) yang mengevaluasi efek sistem aplikasi komposit Compulz dengan dan tanpa vibrasi sonik terhadap kualitas bahan yang keluar dari kampul komposit dari berbagai pabrik. Pada uji kualitas bahan yang ekstrusi disimpulkan bahwa viskositas bahan menurun setelah aplikasi getaran sonik dan aliran selama ekstrusi beragam dengan penampilan seperti cairan dan mirip dengan resin komposit yang telah dipanaskan. Hal ini menjadi keuntungan pada bahan dengan viskositas yang tinggi. Oleh karena getaran sonik dapat menurunkan viskositas bahan sehingga dapat dipakai dengan peletakan secara bulk dan mengurangi kemungkinan terjadinya porositas saat diletakkan dalam kavitas karena memiki daya alir yang tinggi. Pada pengukuran temperatur menunjukkan bahwa temperatur resin bulk tidak meningkat saat terjadi getaran sonik selama 120 detik, bahkan saat komposit tidak ekstrusi. Karena jika terjadi kenaikan suhu saat getaran sonik, maka akan membahayakan pulpa. Sehingga dapat dikatakan alat sonik ini aman. Pada uji adaptasi kavitas disimpulkan bahwa getaran sonik mengurangi volume celah pada semua bahan yang diperiksa. Maka dapat dikatakan bahwa masalah adaptasi komposit pada kavitas tidak hanya tergantung pada kontraksi polimerisasi, namun juga viskositas dan fenomena tekanan permukaan komposit. Pada uji pengaruh energi sonik terhadap struktur komposit disimpulkan bahwa energi sonik tidak mempengaruhi distribusi filer, karena tidak terdapat separasi atau agregasi pada filer.36
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Selain itu, Eunice dkk (2012) mengevaluasi kebocoran mikro restorasi resin komposit kelas V menggunakan SonicFill™ System (Kerr/Kavo) yang dibandingkan
dengan
resin
komposit
universal.
Penelitian
dilakukan
menggunakan gigi molar manusia yang telah diekstraksi. Resin komposit SonicFill™ System diletakkan dengan satu lapisan yang bulk, seperti yang direkomendasikan oleh pabrik.37 Dan resin komposit universal diletakkan dengan teknik inkremental, karena menurut beberapa literatur dan penulis dikatakan bahwa teknik ini masih dianggap teknik yang ideal.4, 7 Hasil penelitian ini adalah tidak ada perbedaan bermakna pada kelompok yang direstorasi dengan SonicFill™ dan resin komposit universal. Namun kelompok yang direstorasi dengan SonicFill™ menunjukkan persentase jumlah sampel yang lebih banyak mengalami kebocoran mikro. Maka dapat disimpulkan bahwa SonicFill™ dan resin komposit universal tidak menunjukkan perbedaan sehubungan dengan kebocoran mikro dan SonicFill™ memiliki keuntungan pada pemakaian klinis dan menghemat waktu. Hasil tersebut sejalan dengan peneltian oleh Damayanti (2012).35 Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis perbedaan tingkat kebocoran mikro dinding restorasi kelas I antara resin komposit bulk-fill dengan aktivasi sonik, bulk-fill tanpa aktivasi sonik dan inkremental. Hasilnya adalah tidak ada perbedaan bermakna diantara ketiga kelompok, dan disimpulkan bahwa tidak ada satupun kelompok yang dapat menghilangkan kebocoran mikro pada preparasi kavitas kelas I.35 Penelitian yang membahas tentang resin komposit bulk-fill dengan aktivasi sonik ini masih sangat minim karena sistem yang relatif baru. Oleh karena itu, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendukung hasil penelitian ini.
2.9.
Thermocycling Metode thermocycling dilakukan untuk melakukan simulasi keadaan yang
sama dengan restorasi RK yang dipengaruhi oleh kondisi mulut. Menurut Geerts dkk (2010), thermocycling merupakan satu-satunya tes in vitro yang menstimulasi stres termal pada gigi. Thermocycling menurut Helvatjoglu-Antoniades dkk (2004), memberikan simulasi perubahan suhu panas dan dingin yang ekstrim di dalam mulut dan menunjukkan hubungan nilai koefisien linier ekspansi termal
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
antara gigi dengan bahan restorasi. Menurut Souza dkk (2009), thermocycling merupakan kombinasi degradasi hidrolik dan termal yang mensimulaasi perubahan temperatur yang mendadak di rongga mulut. Jumlah siklus, temperatur dan waktu istirahat saat melakukan thermocycling berbeda-beda. Menurut International Organization for Standardization (ISO) TR 11450 (1994) bahwa jumlah siklus thermocycling sebanyak 500 putaran pada air dengan suhu 5oC dan 55oC.37
2.10
Kerangka Teori Resin komposit digunakan untuk menggantikan struktur gigi yang hilang
dan menyesuaikan dengan warna gigi, sehingga memperbaiki estetis.7 namun kegagalan dapat terjadi akibat sifat negatif dari resin. Material resin mengalami kontraksi selama polimerisasi karena jarak antar unit monomer pada polimernya lebih
dekat
dibandingkan
sebelum
mengalami
polimerisasi.
Kontraksi
polimerisasi adalah salah satu sifat khas resin komposit. Nilainya berkisar antara 2%-6% dari total volume. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran mikro. Kavitas kelas II memiliki tepi gingiva yang sensitif terhadap kebocoran. Hal ini disebabkan karena tidak adanya email pada tepi dinding gingiva sehingga pada daerah tersebut resin komposit hanya berikatan dengan dentin. Dentin memiliki anatomi dan komposisi yang unik, sehingga mekanisme adhesi ke dentin lebih rumit daripada email.3 Beberapa aspek anatomi dentin dapat mempersulit untuk merestorasi kavitas kelas II yang dalam, seperti kepadatan tubulus dentin gingiva 49% lebih besar daripada dinding aksial. Dentin di servikal lebih permeabel daripada di oklusal, kondisi yang lembab dari dalam dan luar tulubus dentin sehingga permukaannya basah, dan arah tubulus dentin yang sebagian besar berpotongan pada dinding gingiva.3 Beberapa cara diupayakan untuk mendapatkan adaptasi bahan restorasi resin komposit dengan kavitas kelas II yang baik. Dari segi teknik, telah dilakukan upaya-upaya dengan memodifikasi peletakan resin komposit. Beberapa penelitian melaporkan bahwa teknik inkremental merupakan yang paling baik untuk mendapatkan adaptasi yang baik antara bahan tumpatan dengan gigi.4,
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
7, 10, 31
Namun cara ini memakan waktu. Beberapa tahun belakangan ini, telah dikembangkan resin komposit dengan teknik bulk-fill dengan dan tanpa aktivasi sonik.12,
33
Beberapa penelitian mengatakan bahwa teknik ini menyebabkan
kebocoran mikro yang lebih tinggi dibandingkan secara inkremental. Namun masih ada penelitian yang mengatakan bahwa nilai kebocoran mikro kedua teknik tersebut tidak berbeda bermakna.1,
11
Skema kerangka teori dapat dilihat pada
Gambar 2.11.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Restorasi RK kelas II Pemberian liner/ basis dengan modulus elastisitas rendah Faktor anatomi gigi Modifikasi teknik penyinaran
Sifat fisik resin komposit Faktor konfigurasi kavitas (C-factor) Bulk-fill yang diaktivasi sonik
Matriks metaloprotein dentin
Bulk-fill tanpa aktivasi sonik
Kebocoran mikro
Modifikasi teknik peletakan
resin komposit yang diletakkan secara inkremental
Keterangan: - Garis putus-putus tidak diteliti - Garis lurus yang diteliti Gambar 2.11 Skema Kerangka Teori
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1.
Kerangka Konsep RK bulk-fill yang diaktivasi sonik
RK bulk-fill tanpa aktivasi sonik
kavitas kelas II
Kebocoran mikro dinding gingiva
RK yang diletakkan secara inkremental
Gambar 3.1 Skema kerangka konsep
3.2.
Hipotesis − Kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara resin komposit bulk-fill yang diaktivasi sonik lebih kecil dibandingkan resin komposit bulk-fill tanpa aktivasi sonik. − Kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara resin komposit bulk-fill yang diaktivasi sonik lebih kecil dibandingkan resin komposit yang diletakkan secara inkremental. − Kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara resin komposit bulk-fill tanpa aktivasi lebih besar dibandingkan resin komposit yang diletakkan secara inkremental.
34 Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1.
Jenis Penelitian Eksperimental Laboratorik
4.2.
Tempat Penelitian •
Klinik Konservasi FKG UI
•
Laboratorium Biomedis UI
4.3.
Waktu Penelitian September – Nopember 2013
4.4.
Variabel Penelitian •
Variabel bebas − Resin komposit bulk-fill yang diaktivasi sonik (RBS) − Resin komposit bulk-fill tanpa aktivasi sonik (RBF) − Resin komposit yang diletakkan secara inkremental (RIK)
•
Variabel terikat Kebocoran mikro dinding gingiva kavitas kelas II
4.5.
Sampel Penelitian Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus Federer: (t-1)(n-1) ≥ 15
t = jumlah kelompok dalam
(3-1)(n-1) ≥ 15
perlakuan
2 (n-1) ≥ 15
n = jumlah sampel
n ≥ 8,5 Berdasarkan rumus di atas pada penelitian ini digunakan sampel sebanyak 10 per kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 10 sampel, karena kavitas kelas II berbentuk kotak dibuat pada sisi mesial
35 Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
gigi. Total sampel yang dibutuhkan adalah 30 gigi. Obyek penelitian merupakan limbah biologi tersimpan berupa gigi premolar rahang atas dan bawah cabutan manusia untuk keperluan ortodontik yang diperoleh dari beberapa klinik gigi di Jakarta dengan kriteria inklusi sebagai berikut: keadaan mahkota utuh, tidak terdapat fraktur, bebas karies, dan permukaan oklusal cukup lebar. Dengan kriteria ekslusi sebagai berikut: lebar bukopalatal/lingual kurang dari 5 mm, keadaan restorasi yang mengalami crack, dan restorasi yang lepas dari kavitas.
4.6.
Definisi Operasional Skema definisi operasional dari variabel penelitian (variabel bebas dan terikat) dengan skala, nilai, dan cara pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Definisi Operasional
Variabel Penelitian Variabel Bebas: Resin Komposit bulk-fill dengan aktivasi sonik (RBS)
Deskripsi Operasional
Resin komposit bulk-fill tanpa aktivasi sonik
Resin komposit metakrilat dengan viskositas tinggi yang
Skala
Resin komposit metakrilat dengan viskositas tinggi yang mengandung filer nanohybrid dan diletakkan secara sekaligus ke dalam kavitas dengan menggunakan henpis khusus yang diaktivasi oleh energi sonik, lalu dipolimerisasi selama 20 detik setelah henpis diangkat (SonicFill™, Kerr)
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Nilai
Cara pengukuran
(RBF)
mengandung filer nanohybrid dan diletakkan secara sekaligus ke dalam kavitas, lalu dipolimerisasi selama 20 detik (Tetric NCeram® Bulk Fill, Ivoclar-Vivadent)
Resin komposit yang diletakkan secara inkremental (RIK)
Resin komposit packable dengan viskositas tinggi yang mengandung filer nanohybrid dan diletakkan ke dalam kavitas secara berlapis, lalu tiap lapisan dipolimerisasi selama 20 detik (Tetric NCeram®, IvoclarVivadent)
Variabel Terikat Kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II
Terjadinya penetrasi zat warna biru metilen 1% pada celah antara bahan restorasi dengan dinding gingiva kavitas.
Ordinal
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Kriteria kebocoran: 0= tidak ada penetrasi 1= penetrasi mencapai 1/2 dinding gingiva kavitas 2= penetrasi mencapai lebih dari setengah dinding gingiva kavitas 3= penetrasi mencapai servikal dan dinding aksial kavitas (Gambar 4.1).
Pengukuran kedalaman penetrasi zat pewarna biru metilen 1% diamati di bawah mikroskop stereo pembesaran 25 kali.
Gambar 4.1 Derajat penetrasi biru metilen 1% kebocoran mikro pada dinding gingiva restorasi kelas II31
4.7.
Bahan Penelitian Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:
− 30 gigi premolar rahang atas dan bawah yang sesuai dengan kriteria inklusi − Larutan salin (NaCl 0.9%) − Resin komposit bulk-fill yang diaktivasi sonik (RBS), yaitu resin komposit nanohybrid bulk-fill aktivasi sonik (SonicFill™, Kerr) − Resin komposit yang diletakkan secara bulk tanpa aktivasi sonik (RBF), yaitu resin komposit nanohybrid bulk-fill high viscosity (Tetric EvoCeram® Bulk Fill, Ivoclar-Vivadent) − Resin komposit yang diletakkan secara inkremental (RIK), yaitu resin komposit nanohybrid universal (Tetric N-Ceram®, Ivoclar-Vivadent) − Bahan etsa, asam fosfat 35% (Ultra Etch®, Ultradent) − Bahan adesif (N-Bond®, Ivoclar-Vivadent) − Klorheksidin 2% (Consepsis®, Ultradent) − SIKMR (GC Fuji II LC, GC Corp.) − Zat pewarna (biru metilen 1%) − Cat kuku berwarna merah (Merk Revlon)
4.8. Alat Penelitian Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
− Henpis kecepatan tinggi − Semprotan udara dan air − Lup pembesaran 2,5 kali − Bur intan bulat dan silindris kecepatan tinggi − Prob periodontal − Instrumen plastic filling − Matrix band metal − Matriks universal − Unit penyinaran LED (Demi Plus®, Kerr) dengan intensitas 1100mW/cm2 − Applicator tip − Microbrush − Mikromotor − Disc pemoles: Enhance (Dentsply) − Termometer − Stopwatch − Disc intan − Mikroskop stereo dengan pembesaran 25 kali
4.9.
Tahapan Kerja A. Pemilihan Sampel Gigi Tiga puluh gigi premolar rahang atas dan bawah yang memenuhi kriteria inklusi dibersihkan dari jaringan lunak dan kalkulus dengan skeler, dibilas di bawah air mengalir, kemudian disimpan dalam larutan salin sebelum diberikan perlakuan.
B. Preparasi Kavitas Kavitas kelas II berbentuk kotak dibuat pada sisi mesial gigi. Ukuran lebar buko-lingual/palatal 4 mm dan lebar dinding gingiva 2 mm. Dasar dinding gingiva diletakkan 1 mm diatas garis servikal. Ketepatan pengukuran kavitas dibantu dengan menggunakan prob periodontal dan
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
lup dengan pembesaran 2,5 kali. Sudut permukaan kavitas tidak dibevel. Preparasi kavitas dilakukan dengan menggunakan bur intan silindris. Spesimen kemudian dibagi menjadi tiga kelompok secara acak. Masing-masing kelompok terdiri dari 10 gigi. Pada kelompok pertama, kavitas mesial direstorasi dengan resin komposit bulk-fill yang dengan aktivasi sonik (RBS). Pada kelompok kedua, kavitas mesial akan direstorasi dengan resin komposit bulk-fill tanpa aktivasi sonik. Dan pada kelompok ketiga, kavitas mesial akan direstorasi dengan resin komposit secara inkremental.
C. Prosedur Restorasi Prosedur restorasi dilakukan oleh satu operator. Sebelum dilakukan prosedur restorasi, matrix band metal dipasang pada gigi dengan matriks universal. Semua gigi direstorasi dengan sistem adesif yang sama, mengikuti instruksi pabrik. Kavitas dietsa dengan cairan etsa selama 15 detik, kemudian dibilas dengan air selama 10 detik. Kemudian dengan applicator tip kavitas diaplikasikan klorheksidin 2%, diamkan selama 1 menit, lalu dibilas dan dikeringkan dengan semprotan angin ringan. Selanjutnya kavitas dioleskan bahan adesif dengan mengunakan microbrush, didiamkan selama 10 detik, kemudian kavitas disemprot lagi secara perlahan dengan udara untuk menguapkan pelarutnya lalu disinar selama 10 detik. Kelompok I (Kelompok resin komposit yang diletakkan secara sekaligus dengan aktivasi sonik- RBS): resin komposit diaplikasikan secara sekaligus ke dalam kavitas menggunakan henpis khusus yang diaktivasi hantara energi sonik, kemudian setelah resin komposit mengisi kavitas, henpis diangkatdan restorasi disinar selama 20 detik dari arah oklusal. Setelah penumpatan selesai, dilakukan penyelesaian akhir dan pemolesan dengan menggunakan Enhance. Kelompok II (Kelompok resin komposit yang diletakkan sekaligus tanpa aktivasi sonik- RBF):
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
resin komposit diaplikasikan sekaligus ke dalam kavitas menggunakan instrumen plastic filling, kemudian disinar selama 20 detik dari arah oklusal. Setelah penempatan selesai, dilakukan penyelesaian akhir dan pemolesan dengan menggunakan Enhance. Kelompok III (Kelompok resin komposit yang diletakkan secara inkremental- RIK): Lapisan pertama resin komposit diaplikasikan secara inkremental dengan teknik oblik dengan ketebalan 2 mm perinkremen dengan instrumen plastic filling, kemudian disinar selama 20 detik dari arah aklusal. Lapisan berikutnya diaplikasikan hingga permukaan oklusal, kemudian disinar lagi selama 20 detik. setelah penumpatan selesai, dilakukan penyelesaian akhir dan pemolesan dengan menggunakan Enhance. Setelah prosedur restorasi, spesimen direndam dalam wadah berisi akuades pada suhu 370C selama 24 jam.
D. Thermocycling Prosedur thermocycling dilakukan sebanyak 250 kali pada suhu 5550C secara manual selama 1 menit dengan waktu istirahat 15 detik.
E. Aplikasi Varnish Kuku Sesudah prosedur thermocycling, bagian apeks dipotong 2 mm dari ujung apeks dengan disk intan dibawah pendingin air. Kemudian pada bagian apeks dibuat kavitas menggunakan bur metal kecepatan rendah, kemudian kavitas dicuci dengan air, dikeringkan dan ditumpat dengan SIKMR. Selanjutnya semua permukaan gigi diulas dengan cat kuku merah sebanyak 2 lapisan sampai batas 1 mm dari tepi restorasi. Cat kuku dibiarkan kering selama 12 jam.
F. Perendaman Spesimen dalam Zat Pewarna biru metilen 1% Spesimen direndam dalam biru metilen 1% selama 24 jam pada suhu 370C dalam inkubator. Setelah itu spesimen dibilas di bawah air mengalir selama 10 menit dan ditiriskan.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
G. Pemotongan Spesimen Spesimen selanjutnya dilakukan pemotongan dalam arah mesiodistal menjadi dua bagian, menggunakan disk intan kecepatan rendah. Dari dua bagian dari masing-masing gigi, dipilih secara acak dan diperiksa dibawah mikroskop stereo dengan pembesaran 25 kali dilengkapi dengan kamera digital.
H. Pengamatan Hasil Pengamatan dilakukan terhadap penetrasi zat biru metilen 1% pada setiap spesimen dengan menggunakan mikroskop stereo pembesaran 25 kali yang dilengkapi dengan kamera digital. Pengamatan hasil dilakukan oleh dua pengamat yang sebelumnya telah dikalibrasi untuk memperoleh validitas dan reliabilitas eksternal.
4.10.
Analisis Data Data penetrasi zat warna ke restorasi dianalisi menggunakan uji statistik parametrik dengan bantuan piranti lunak SPSS 17. Sebelum menguji data yang diperoleh dari tiap kelompok, dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas eksternal dan internal dari kedua pengamat pengan uji Kappa. Setelah validitas dan reliabilitas eksternal dan internal dicapai, dilakukan analisis statistik dengan uji parametrik KolmogorovSmirnov untuk menguji perbedaan kemaknaan pada semua kelompok dengan batas kemaknaan p< 0.05.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
4.11.
Alur Penelitian Skema alur penelitian dapat dilihat pada gambar 4.2. Gigi premolar sesuai kriteria inklusi
Perendaman dalam larutan salin
30 kavitas mesial: Lebar buko-lingual/palatal 4 mm, lebar dinding gingiva 2 mm, dinding gingiva 1 mm diatas CEJ
Aplikasi etsa 15 detik, bilas dengan air, keringkan aplikasi klorheksidin 2%, diamkan selama 1 menit, bilas dan keringkan dengan semprotan angin dan dilanjutkan aplikasi bahan adesif
Pemasangan matriks logam
Kelompok I: Resin komposit bulk-fill dengan aktivasi sonik
Kelompok II: Resin komposit bulk-fill tanpa aktivasi sonik
Kelompok III: Resin komposit yang diletakkan secara inkremental
Perendaman spesimen dalam air destilasi, 24 jam, 370C
Thermocycling (250x, suhu 5-550C, 1 menit waktu istirahat 15 detik)
Aplikasi cat kuku
Perendaman spesimen dalam biru metilen 1%, 24 jam, 370C
Spesimen dibelah dalam arah buko-lingual/palatal
Pengamatan kebocoran mikro dengan mikroskop stereo perbesaran 25 kali
Analisis data
Gambar 4.2 Skema alur penelitian
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
BAB 5 HASIL PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan tingkat kebocoran mikro pada dinding gingiva restorasi resin komposit posterior antara teknik bulkfill yang diaktivasi sonik (RBS), tanpa aktivasi sonik (RBF), dan inkremental (RIK). Penelitian dilaksanakan selama bulan September sampai Nopember 2013. Data penelitian diperoleh dari mengevaluasi kebocoran mikro dinding gingiva 30 kavitas kelas II dengan menggunakan mikroskop stereo perbesaran 25 kali. Kedalaman penetrasi biru metilen 1% diukur dan diberi skor sesuai skala yang dikemukakan oleh Radhika dkk (2010). Pengamatan dilakukan oleh dua pengamat dengan validitas dan reabilitas eksterna dan interna yang setiap pengamat diuji dengan uji Kappa. Pada penelitian ini hasil uji Kappa menunjukkan nilai lebih dari 90% (Lampiran 4) yang menandakan kesepakatan antara dua pengamat sudah baik. Setelah memenuhi syarat, dilakukan analisis hasil evaluasi kebocoran mikro dari ketiga kelompok dengan uji Chi-square. Namun, karena syarat uji Chi-square yang mengharuskan adanya nilai expected count minimal 20% setiap sel-nya tidak terpenuhi, maka untuk menganalisis tiga kelompok variabel, dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov. Nilai distribusi skor kebocoran mikro pada dinding gingiva restorasi kelas II antara RK bulk-fill yang diaktivasi sonik, bulk-fill tanpa aktivasi sonik dan inkremental dapat dilihat pada tabel 5.1. dari total 30 sampel yang diamati, 4 sampel mendapat skor 0 (13.4%). Selanjutnya 4 sampel mendapat skor 1 (13.4%), 2 sampel mendapat skor 2 (6.7%), dan 20 sampel mendapat skor 3 (66.6%). Dari tabel 5.1 terlihat hasil bila masing-masing kelompok dibandingkan total jumlah sampel, pada kelompok RK yang diletakkan bulk-fill yang diaktivasi sonik, seluruh sampel mendapat skor 3 (33.3%). Pada kelompok RK bulk-fill yang diletakkan tanpa aktivasi sonik, 2 sampel mendapat skor 0 (6.7%), 2 sampel mendapat skor 1 (6.7%), tidak ada yang mendapat skor 2, dan 6 sampel mendapat skor 3 (20%). Sedangkan pada kelompok RK yang diletakkan secara inkremental,
44 Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
2 sampel mendapat skor 0 (6.7%), 2 sampel mendapat skor 1 (6.7%), 2 sampel mendapat skor 2 (6.7%), dan 4 sampel yang mendapat skor 3 (13.3%). Tabel 5.1 Distribusi skor kebocoran mikro dinding gingiva RK kelas II Kelompok RK
Skala kebocoran mikro 0
1
n % n % RBS 0 0 0 0 RBF 2 6.7 2 6.7 RIK 2 6.7 2 6.7 Total 4 13.4 4 13.4 Keterangan: n=jumlah sampel; RBS=RK
2
total 3
n % n % 0 0 10 33.3 10 0 0 6 20 10 2 6.7 4 13.3 10 2 6.7 20 66.6 30 bulk-fill dengan aktivasi sonik;
RBF=RK bulk-fill tanpa aktivasi sonik; RIK=RK yang diletakkan secara inkremental Bila dibandingkan persentase sampel masing-masing kelompok, dapat dilihat bahwa pada kelompok RK yang diletakkan bulk-fill dengan aktivasi sonik, seluruh sampel mendapat skor 3 (100%). Pada kelompok RK yang diletakkan bulk-fill tanpa aktivasi sonik, 2 sampel mendapat skor 0 (20%), 2 sampel mendapat skor 1 (20%), tidak ada yang mendapat skor 2, dan 6 sampel mendapat skor 3 (60%). Sedangkan pada kelompok RK yang diletakkan secara inkremental, 2 sampel mendapat skor 0 (20%), 2 sampel mendapat skor 1 (20%), 2 sampel mendapat skor 2 (20%), dan 4 sampel yang mendapat skor 3 (40%). Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov dengan kemaknaan p<0.05 yang dilakukan antar kelompok uji, ditemukan bahwa proporsi kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara kelompok RBS tidak berbeda bermakna dengan kelompok RBF (p=0.400). Sementara itu antara kelompok RBS dengan kelompok RIK juga ditemukan tidak berbeda bermakna (p=0.055). Hal yang sama ditemukan pada perbandingan proporsi kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara kelompok RBF dengan kelompok RIK yang tidak berbeda bermakna (p=0.988). Nilai kemaknaan kebocoran mikro dinding restorasi kelas II pada kelompok uji dapat terlihat pada Tabel 5.2.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Tabel 5.2 Nilai kemaknaan kebocoran mikro dinding gingiva restorasi RK kelas II antar kelompok uji Kelompok RK Nilai p RBS vs RBF 0.400 RBS vs RIK 0.055 RBF vs RIK 0.988 Keterangan: RBS=RK bulk-fill dengan aktivasi sonik; RBF=RK bulk-fill tanpa aktivasi sonik; RIK= RK yang diletakkan secara inkremental; batas kemaknaan p<0.05
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
BAB 6 PEMBAHASAN
Integritas tepi restorasi dan kavitas penting untuk keberhasilan tumpatan resin komposit. Kegagalan terjadi ketika terjadi kebocoran mikro yang disebabkan oleh kontraksi polimerisasi. Kebocoran mikro itu merupakan jalan masuk bagi bakteri, cairan atau molekul lainnya sehingga menyebabkan reaksi pulpa. pada penelitian ini, dianalisis perbedaan tingkat kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara RK bulk-fill yang diaktivasi sonik (RBS), bulk-fill tanpa aktivasi sonik (RBF) dan yang diletakkan secara inkremental (RIK). Berbagai resin komposit yang tersedia di pasaran memiliki komposisi matriks dan filler yang berbeda sehingga kontraksi polimerisasinya berbeda pula. Beberapa penelitian merekomendasikan teknik peletakan inkremental dengan ketebalan maksimum 2 mm untuk mengurangi kontraksi. Untuk mengurangi waktu kerja, telah dikembangkan bahan resin komposit posterior yang dapat diletakkan secara bulk-fill. Pada penelitian ini digunakan tiga jenis resin komposit yang memiliki jenis filer yang sama, yaitu nanohibrid, yang mengandung partikel berukuran nano (1 sampai 100 nm) dengan partikel besar (0.4 sampai 5 µm).20, 21 Resin komposit dengan filer nano memiliki beberapa keuntungan kontraksi polimerisasi lebih kecil, sifat mekanis yang lebih baik, kualitas hasil finishing dan pemolesan yang baik, dan tidak mudah aus.22 Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 30 buah gigi premolar rahang atas dan bawah manusia yang dicabut untuk keperluan perawatan ortodonti, yang bertujuan untuk keseragaman sampel dan meminimalkan variasi anatomis. Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini didasarkan kepada rumus Federer karena penelitian ini berhubungan dengan biomedis.35 Pada penelitian ini, metode analisis kebocoran mikro yang digunakan adalah penggunaan zat warna karena merupakan metode yang dianggap paling efektif untuk mengevaluasi integritas tepi restorasi dengan tepi kavitas. Pada dasarnya, metodologi teknik ini meliputi perendaman spesimen ke dalam zat warna selama beberapa waktu, yang kemudian hasil pewarnaan pada permukaan
47 Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
restorasi/kavitas diamati dengan mikroskop stereo. Metodologi ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding yang lainnya. Pertama, kebocoran mikro dapat dilihat dengan zat warna saja yang tidak menyebabkan reaksi kimia atau radiasi berbahaya. Kedua, terdapat beberapa pilihan bahan pewarna yang mudah diperoleh. Bahan zat warna yang digunakan pada penelitian ini adalah biru metilen 1% karena ukuran molekulnya sangat kecil, bahkan lebih kecil daripada bakteri. Memberikan visualisasi yang baik untuk dinilai karena memberikan kontras yang tinggi dengan lingkungan sekitarnya.38 Kelemahan biru metilen ini dapat berpenetrasi lebih jauh daripada zat pewarna yang lain karena ukuran molekulnya yang sangat kecil (0.5-0.7nm). Akibatnya, dapat memberikan nilai positif palsu dan tingkat kebocoran yang jauh lebih ekstrem dibandingkan keadaan sebenarnya.35 Waktu perendaman spesimen pada penelitian ini adalah selama 24 jam, sesuai dengan penelitian Hilton (2002) yang menyatakan bahwa umumnya waktu yang diperlukan untuk perendaman spesimen berkisar antara satu jam sampai dua minggu.39 Metode thermocycling dilakukan untuk simulasi keadaan yang sama dengan restorasi RK yang dipengaruhi oleh kondisi mulut. Adanya perbedaan koefisien ekspansi termal antara struktur gigi dan RK menyebabkan peningkatan kebocoran mikro pada tepi restorasi. Menurut Geerts dkk (2010), thermocycling merupakan satu-satunya tes in vitro yang menstimulasi stres termal pada gigi. Pada penelitian ini, prosedur thermocycling dilakukan sebanyak 250 putaran pada suhu 5oC dan 55oC selama 1 menit dengan waktu istirahat 15 detik. Menurut International Organization for Standardization (ISO) TR 11450 (1994) bahwa jumlah siklus thermocycling sebanyak 500 putaran pada air dengan suhu 5oC dan 55oC.37 Tetapi menurut Wahab FK dkk (2003), ternyata hanya dengan sejumlah kecil putaran saja sudah dapat menyebabkan kebocoran mikro pada restorasi RK.40 Dinding gingiva kavitas kelas II dipilih untuk menilai kebocoran karena seringkali tidak dijumpai email lagi sehingga RK hanya berikatan dengan dentin. Beberapa faktor yang menyulitkan RK berikatan baik dengan dentin seperti aspek anatomi dentin, faktor konfigurasi kavitas (C-factor), matriks metaloprotein dentin, dan sifat fisik bahan RK. Dinding gingiva telah terbukti merupakan daerah
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
yang sering mengalami kebocoran mikro. Dentin memiliki aspek anatomis yang unik karena memiliki jumlah kandungan anorganik yang lebih sedikit dan air yang lebih banyak daripada email. Arah tubulus dentin dinding gingiva kavitas proksimal yang sebagian besar arahnya sejajar permukaan juga menyulitkan adhesi RK dengan dinding kavitas.3, 16 Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Ozel dkk (2008) yang melaporkan bahwa kebocoran mikro pada kelompok restorasi RK kelas II dengan dinding gingiva yang terletak pada email lebih sedikit dibanding pada kelompok RK restorasi kelas II dengan dinding gingiva yang terletak pada dentin.4 Pada penelitian ini dipilih sistem adhesi total-etch menggunakan bahan etsa dan bahan adhesif primer/bonding dalam 1 botol, karena berdasarkan beberapa penelitian dikatakan bahwa sistem total-etch memberikan ikatan yang lebih baik dengan dentin karena aplikasi bahan etsa asam fosforik 37% membuang smear layer, membuka tubulus dentin dan mendemineralisasi permukaan dentin, sehingga serat kolagen terekspos dengan kedalaman 3 sampai 10 µm untuk tempat infiltrasi resin. Aplikasi bahan adhesif primer/bonding akan menyebabkan penetrasi ke serat kolagen kolagen yang terekspos sehingga membentuk hybrid layer.41 Gregoire dkk (2003) menyatakan bahwa penggunaan asam fosforik 3437% sebelum aplikasi bahan adesif pada sistem total-etch akan menurunkan permeabilitas
dentin
dibandingkan
sistem
adesif
self-etching,
sehingga
kemungkinan adanya penetrasi bakteri dan hipersensitifitas dentin dapat dikurangi.42 Namun, demineralisasi oleh karena asam fosforik ini dapat menyebabkan lepasnya enzim proteolitik MMP dari dentin yang akan memengaruhi degradasi ikatan RK dan dentin. Keadaan ini akan menyebabkan hilangnya retensi secara klinis atau penurunan kekuatan ikatan secara uji in vitro.26 Oleh karena itu, pada prosedur tindakan penelitian ini diaplikasikan klorheksidin 2% setelah etsa dibilas. Klorheksidin diketahui menghambat aktivitas MMP sehingga disebut sebagai MMP-inhibitor.27 Hal ini sejalan dengan penelitian Moon dkk (2010) menyatakan nilai kekuatan ikatan resin kompositdentin pada kelompok klorheksidin lebih tinggi sebesar 24% dibandingkan kontrol.26, 28, 29
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Pada penelitian ini, dilakukan penumpatan pada dinding gingiva menggunakan RK tanpa menggunakan liner karena peneliti ingin menganalisis adaptasi tepi restorasi dan kavitas pada dinding gingiva restorasi kavitas kelas II dalam
dengan
teknik
bulk-fill menggunakan
RK
yang
baru-baru
ini
dikembangkan oleh pabrik sehingga diindikasikan untuk gigi posterior dengan kedalaman mencapai 5 mm dan dengan kedalaman tersebut, kontraksi polimerisasi yang terjadi tetap minimal, yaitu antara 1,75-2%. Pada penelitian ini, secara statistik perbandingan kebocoran mikro dinding gingiva kelas II antara RBS, RBF dan RIK didapatkan tidak berbeda bermakna (lihat Tabel 5.2). Semua kelompok menunjukkan terjadinya kebocoran mikro. Hal ini
kemungkinan
disebabkan
ketiga
teknik
yang
diteliti
tidak
dapat
mengkompensasi kontraksi polimerisasi yang terjadi karena perubahan dimensi RK. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara RK bulk-fill yang diaktivasi sonik lebih kecil dibandingkan RK bulk-fill tanpa aktivasi sonik dan antara RK bulk-fill dengan aktivasi sonik lebih kecil dibandingkan inkremental, ditolak. Penolakan ini juga berlaku pada hipotesis yang menyatakan bahwa kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara RK bulk-fill tanpa aktivasi sonik lebih besar dibandingkan inkremental. Hasil pada penelitian ini didukung oleh penelitian oleh Eunice dkk (2012) yang mengevaluasi kebocoran mikro restorasi RK yang diaktivasi sonik dengan RK nanofil yang diletakkan secara inkremental. Dikatakan bahwa pada hasil penelitian tersebut tidak ada perbedaan bermakna pada kelompok yang direstorasi dengan aktivasi sonik dengan yang diletakkan inkremental. Namun, jenis RK yang digunakan pada penelitian tersebut berbeda dengan RK yang dipakai pada penelitian ini. Schneider (2010) menyatakan terdapat tiga sifat RK yang penting terhadap besarnya stres kontraksi adalah kontraksi volume, modulus elastisitas dan derajat konversi dari ikatan karbon ganda menjadi ikatan karbon tunggal. Stres kontraksi polimerisasi yang kompleks bergantung pada hubungan ketiga komponen tersebut. Ketika RK dipolimerisasi, maka akan mengalami kontraksi volume. Pada saat yang sama, akan terjadi peningkatan modulus elastisitas sehingga kemampuan deformasi plastis berkurang, sehingga RK menjadi kaku. Semakin banyak monomer ikatan karbon
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
ganda yang berkonversi, maka akan semakin banyak jumlah unit yang membentuk polimer, oleh karena itu modulus elastisitas dan kontraksi volume akan meningkat.9, 19 Pada penelitian ini digunakan bahan RK dengan kandungan filer anorganik yang tinggi, yaitu 76-84% berat atau 55-70% volume. Keadaaan ini menyebabkan RK memiliki modulus elastisitas yang tinggi sehingga tingkat stres saat kontraksi polimerisasi meningkat. Fenomena ini juga menjadi kompleks karena resin matriks menyusut saat polimerisasi, sehingga perbandingan filer/polimer resin akan menyebabkan peningkatan nilai kontraksi dan menghasilkan stres antara restorasi dan tepi kavitas. Maka dapat dikatakan kontraksi dan stres polimerisasi tidak dapat dihindari.9 Meskipun hasil penelitian ini secara statistik tidak berbeda bermakna, namun secara substansi, kelompok RBS mendapatkan skor 3 yang lebih banyak dibanding kelompok RBF. Hal ini disebabkan volume filer anorganik pada RK bulk-fill yang diaktivasi sonik lebih tinggi daripada RK bulk-fill tanpa aktivasi sonik sehingga stres kontraksi lebih tinggi.19 Kemungkinan lain hasil ini karena penambahan bahan fotoinisiator dengan bahan dasar germanium pada RK tanpa aktivasi sonik, sedangkan pada RK bulk-fill yang diaktivasi sonik menggunakan fotoinisiator champhorquinone. Bahan dasar germanium ini memungkinkan penetrasi cahaya polimerisasi ke dinding restorasi terdalam. Pernyataan ini didukung penelitian oleh Ilie (2013) dan Mosznera (2008) yang menyatakan bahwa sistem inisiator berbahan dasar germanium yang ada pada RK bulk-fill tanpa aktivasi sonik memiliki kemampuan photocuring lebih baik daripada champhorquinone, karena memiliki absorpsi yang lebih cepat pada gelombang 400 dan 450 nm. Dan juga, bahan ini mampu menghasilkan dua radikal bebas saat fase inisiasi reaksi polimerisasi, sehingga lebih efisien dibandingkan sistem champhorquinone/amine yang hanya menghasilkan satu radikal bebas saat fase inisiasi.43, 44 Hasil penelitian menunjukkan kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II dengan skor 3 paling sedikit pada kelompok RIK. Hal ini disebabkan dengan teknik peletakan RK yang berlapis akan mengurangi stres kontraksi saat polimerisasi karena dinding kavitas yang beradhesi dengan RK lebih sedikit.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Keuntungan lain dari teknik ini adalah penetrasi sinar polimerisasi ke RK yang adekuat karena pembatasan ketebalan lapisan maksimal 2 mm. Hasil polimerisasi yang adekuat akan meningkatkan sifat fisik, memberikan adaptasi tepi yang baik, dan mengurangi toksisitas resin komposit. Teknik ini telah diterima sebagai teknik standar dalam penumpatan kavitas.4,
6, 7
Namun kerugian teknik ini adalah
memakan waktu karena restorasi dibuat secara berlapis dan setiap lapisan harus dipolimerisasi terlebih dahulu sebelum meletakkan lapisan berikutnya.11 Hasil pengamatan pada kelompok RBF menggunakan mikroskop stereo perbesaran 25 kali menunjukkan terbentuknya gelembung udara pada dinding gingiva restorasi. Hal ini dapat terjadi akibat RK tidak dapat beradaptasi dengan adekuat dengan dinding kavitas sebelum dipolimerisasi karena RK memiliki kandungan filer yang cukup tinggi sehingga viskositasnya tinggi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa RK dengan modulus elastisitas yang rendah dapat menghasilkan adaptasi yang lebih baik dengan dinding kavitas. Chuang dkk (2001) melaporkan bahwa jumlah gelembung udara pada permukaan dalam restorasi RK berkurang ketika menggunakan RK flowable sebagai liner untuk kavitas kelas II.4 Sedangkan semua restorasi kelompok RBS tidak menunjukkan adanya gelembung udara. Hal ini disebabkan ketika energi sonik diaktifkan saat peletakan, RK mengalami penurunan viskositas hingga 87% sehingga RK dapat mengalir ke seluruh permukaan kavitas dan adaptasi menjadi lebih rapat dengan dinding kavitas.12 Beun dkk (2009) menyatakan sifat reologi komposit, yang meliputi viskoelastisitas dan flow, berhubungan dengan kemudahan peletakan bahan dan adesi dengan struktur gigi..13,
14
Maka dapat dikatakan, secara klinis
teknik peletakan RK bulk-fill yang diaktivasi sonik memiliki keuntungan mencegah terbentuknya gelembung udara pada lapisan dalam restorasi, mendapatkan adaptasi dinding restorasi yang rapat dengan kavitas karena penurunan viskositas RK saat energi sonik diaktifkan dan juga lebih menghemat waktu. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Iovan dkk (2012) yang meneliti adaptasi RK dengan dinding kavitas kelas I menggunakan alat kondensasi yang divibrasi sonik, dengan alat kondensasi manual. Hasil penelitiannya bahwa ratarata waktu kerja menggunakan alat kondensasi yang divibrasi sonik lebih cepat
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
dibandingkan alat manual, sehingga dapat disimpulkan bahwa teknik kondensasi dengan alat yang divibrasi sonik lebih efektif daripada teknik tradisional.41
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Penelitian Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: •
tidak ada perbedaan kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II antara: − RK bulk-fill yang diaktivasi sonik dengan RK bulk fill tanpa aktivasi sonik − RK bulk-fill yang diaktivasi sonik dengan RK yang diletakkan secara inkremental − RK bulk-fill tanpa aktivasi sonik dengan RK yang diletakkan secara inkremental
•
Teknik peletakan RK bulk-fill sama baiknya dengan teknik inkremental.
7.2 Saran Penelitian Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat perbedaan kebocoran mikro dinding gingiva restorasi kelas II menggunakan: − teknik peletakan inkremental antara RK bulk-fill yang diaktivasi sonik dengan RK packable − teknik peletakan inkremental antara RK bulk-fill yang diaktivasi sonik di atas liner SIKMR dengan tanpa liner SIKMR − liner SIKMR antara RK bulk-fill yang diaktivasi sonik dengan RK yang diletakan secara inkremental
54 Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
1.
Idriss S, Habib C, Abduljabbar T, Omar R. Marginal Adaptation of Class II Resin Composite Restorations Using Incremental and Bulk Placement Techniques:
an
ESEM
Study.
Journal
of
Oral
Rehabilitation.
2003;30:1000-7. 2.
Powers JM, Sakaguchi RL. Restorative Materials - Composites and Polymers. Craig's Restorative Dental Materials. 13 ed. St. Louis: Mosby Elsevier; 2012. p. 162-82.
3.
Perdigao J, Swift EJ. Fundamental Concepts of Enamel and Dentin Adhesion. In: Roberson TM, Heymann HO, Swift EJ, editors. Sturdevants's Art and Science of Operative Dentistry. 5 ed. St. Louis: Mosby Elsevier; 2006. p. 248-64.
4.
Ozel E, Korkmaz Y, Attar N. Influence of Location of the Gingival Margin on the Microleakage and Internal Voids of nanocomposites. The Journal of Contemporary Dental Practice. 2008;9:1-9.
5.
Sideridou ID, Karabela MM, Vouvoudi eC. Physical Properties of Current Dental Nanohybrid and Nanofill Light-cured Resin Composites. Dental Materials. 2011;27:598-607.
6.
Indriss S, Habib C, Abduljabbar T, Omar R. Factors Associated with Microleakage in Class II Resin Composite Restorations. Operative Dentistry. 2007;32(1):60-6.
7.
Nadig R, Bugalia A, Ga U, Jo k, Rao R, Bu V. Effect of Four Different Placement techniques on Marginal Microleakage in Class II Composite restorations: An in vitro Study. World Journal of Dentistry. 2011;2(2):1116.
8.
Ghavamnasiri M, Moosavi H, Tahvildarnejad N. Effect of Centripetal and Incremental Methods in Class II Composite Resin Restorations on Gingival Microleakage. The Journal of Contemporary Dental Practice. 2007;8:1-7.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
9.
Schneider LF, Cavalcante LM, Silikas N. Shrinkage Stresses Generated during Resin-Composite Application: A Review. Journal of Dental Biomechanics. 2010:1-14.
10.
Reis AF, Giannini M, Ambrosano GMB, Chan D. The Effect of Filling Techniques and A Low-viscosity Composite Liner on Bond Strength to Class II Cavities. Journal of Dentistry. 2003;31:59-66.
11.
El-Safty S, Silikas N, Waatts DC. Creep Deformation of Restorative Resin-Composites Intended for Bulk-fill Placement. Dental Materials. 2012;28:928-35.
12.
Sonicfill system: a Clinical Approach [database on the Internet]. [cited 2 Februari
2013].
Available
from:
http://www.kerrdental.co.uk/news/sonicfill_extract_e/. 13.
Beun S, Bailly C, Dabin A, Vreven J, Devaux J, Leloup G. Rheological properties of experimental Bis-GMA/TEGDMA flowable resin composites with various macrofiller/microfiller ratio. Dental Materials. 2009;25:198205.
14.
Ellakwa A, Cho N, Lee IB. The effect of resin matrix composition on the polymerization shrinkage and rheological properties of experimental dental composites. Dental Materials. 2007;23:1229-35.
15.
Rawls HR, Esquivel-Upshaw J. Direct Restorative Materials. In: Anusavice KJ, editor. Phillips’ Science of Dental Materials. 11 ed. St. Louis: Saunders; 2003. p. 401-10.
16.
Bayne SC, Thompson JY, Taylor DF. Biomaterials. In: Roberson TM, Heymann HO, Swift EJ, editors. Sturdevants's Art and Science of Operative Dentistry. 5 ed. St. Louis: Mosby Elsevier; 2006. p. 196-215.
17.
Albers HF. Resin Polymerization.
Tooth - Colored Restorations
Principles and Techniques. 9 ed. Ontario: BC Decker Inc.; 2002. p. 81-93. 18.
Ferracane JL. Resin Composite-State of the Art. Dental Materials. 2011;27:29-38.
19.
Karthick K, Kailasam S, Priya G, Shankar S. Polymerization Shrinkage of Composite - A Review. JIADS. 2011;2(2):32-6.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
20.
Roberson TM, Heymann HO, Ritter AV. Introduction to Composite Restorations. In: Roberson TM, Heymann HO, Swift EJ, editors. Sturdevant's Art and Science of Operative Dentistry. 5 ed. St. Louis: Mosby Elsevier; 2006. p. 500-24.
21.
Chen
MH.
Update
on
Dental
Nanocomposites.
J
Dent
Res.
2010;89(6):549-60. 22.
Schmidt C, Ilie N. The Mechanical Stability of Nano-hybrid Composites with New Methacrylate Monomers for Matrix Compositions. Dental Materials. 2012;28:152-9.
23.
Neo JC, Yap AU. Composite Resins. In: Mount GC, Hume WR, editors. Preservation and Restoration of Tooth Structure. 2 ed. Queensland: Knowledge Books and Software; 2005. p. 201-7.
24.
Powers JM, Sakaguchi RL. Bonding to Dental Substrates.
Craig's
Restorative Dental Materials. 12 ed. St. Louis: Mosby Elsevier; 2006. p. 217-21. 25.
Sturdevant JR, Lundeen TF, Troy Be Sluder J. Clinical Significance of Dental Anatomy, Histology, Physiology, and Occlusion. In: Roberson TM, Heymann HO, Swift E, editors. Sturdevants's Art and Science of Operative Dentistry. 5 ed. St. Louis: Mosby Elsevier; 2005. p. 15-30.
26.
Moon P, Weaver J, Brooks CN. Review of Matrix Metalloproteinases’ Effect on the Hybrid Dentin Bond Layer Stability and Chlorhexidine Clinical Use to Prevent Bond Failure. The Open Dentistry Journal. 2010;4:147-52.
27.
Tjäderhane L, Nascimentod FD, Breschie L, Mazzonie A, Tersariol I, Geraldeli S, et al. Optimizing dentin bond durability: Control of collagen degradation by matrix metalloproteinases and cysteine cathepsins. Dental Materials. 2013;29:116-35.
28.
Rahmayanti A. Pengaruh Glutaraldehid 5% dan Klorheksidin 2% Terhadap Shear Bond Strength Resin ke Dentin (Eksperimental Laboratorik). Ilmu Konservasi Gigi. 2011;Spesialis.
29.
Risanti I. Efek klorheksidin Terhadap Pengurangan Degradasi Kekuatan Ikat Geser Resin komposit-Dentin. Jakarta: Universitas Indonesia; 2012.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
30.
Sharma RD, Sharma J, Rani A. Comparative evaluation of marginal adaptation
between
nanocomposites
and
microhybrid
composites
exposedto two light cure units. Indian Journal of Dental Research. 2011;22(3):520-6. 31.
Radhika M, Sajjan G, NoKumaraswamy B, Mittal N. Effect of Different Placement Techniques on Marginal Microleakage of deep Class-II Cavities Restored with Two Composite resin Formulations. Journal Conservative Dentistry. 2010;13(1):9-14.
32.
Majety KK, Pujar M. In Vitro Evaluation of Microleakage of Class II Packable Composite Resin Restorations Using Flowable Composite and Resin Modified Glass Ionomers as Intermediate Layers. Journal Conservative Dentistry. 2011;14(4):414-7.
33.
Sesemann MR. Placing a Bulk Fill Composite to Achieve Predictable and Aesthetic Posterior Restorations. Oral Health. 2012:43-8.
34.
Hassan KA, Khier S. Split-increment Technique: An Alternative Approach for Large Cervical Composite Resin Restorations. The Journal of Contemporary Dental Practice. 2007;8:1-7.
35.
Kartikasari AD. Perbandingan Kebocoran Mikro Restorasi kelas I Resin Komposit Menggunakan Teknik Bulk-fill Dengan aktivasi Sonik, Tanpa Aktivasi Sonik, dan Inkremental. Jakarta: Universitas Indonesia; 2012.
36.
Eliades G, Zinelis S, Tsakiridis P, Papadoyiannis D. Laboratory Evaluation of Compulz Composite Applicator (Preliminary Results). 2009:1-20.
37.
Eunice C, Margarida A, Joao C-L, Filomena B, Anabela P, Pedro A, et al. 99m
Tc in the Evaluation of Microleakage of Composite Resin Restorations
with SonicFillTM. An in vitro experimental model. Open Journal of Stomatology. 2012;2:340-7. 38.
Hamouda IM, Elkader HA, Badawi MF. Microleakage of Nanofilled Composite Resin Restorative Material. Journal of Biomaterials and Nanobiotechnology. 2011;2:329-34.
39.
Nguyen C. A New In Vitro Method for the Study of Microleakage of Dental restorative Materials. Adelaide: The University of Adelaide; 2007.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
40.
Suhendra A. Perbandingan kebocoran mikro dinding gingiva kavitak kelas II dengan lapisan antara resin komposit flowable self-adhesive GPDM, resin komposit flowable self-adhesive 4-META, dan semen ionomer kaca modifikasi
resin
(eksperimental
laboratorik).
Jakarta:
Universitas
Indonesia; 2011. 41.
Mazumbar P, Das UK, Kundu R. SEM evaluation of gap at the resin dentin interface in Class II composite resin restoration: an in vitro study. Health Renaissance. 2012;10(2):98-104.
42.
Gre´goire Gv, Joniot S, Guignes P, Millas A. Dentin permeability: Selfetching and one-bottle dentin bonding systems. the Journal of Prosthetic Dentistry. 2003;90(1):42-9.
43.
Mosznera N, Fischera UK, Gansterb B, Liskab R, Rheinbergera V. Benzoyl germanium derivatives as novel visible light photoinitiators for dental materials. Dental Materials. 2008;24:901-7.
44.
Ilie N, Keßler A, Durner J. Influence of various irradiation processes on the mechanical properties and polymerisation kinetics of bulk-fill resin based composites. Journal of Dentistry. 2013;41:695-702.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Lampiran 1 Foto Alat dan Bahan Penelitian
A
B
C
D
F E
G
H
Keterangan Gambar: A. Bahan dan alat penelitian (RK nanohybrid dengan teknik peletakan secara sekaligus dengan aktivasi sonik, RK nanohybrid dengan teknik peletakan secara sekaligus tanpa aktivasi sonik, RK nanohybrid dengan teknik peletakan secara inkremental, bahan etsa, bahan adesif, microbrush, plastic filling); B. Henpis RK aktivasi sonik, C. Bentuk kavitas kelas II dari mesial; D. Bentuk kavitas kelas II dari oklusal; E. Sampel gigi yang telah diberi cat kuku; F. Mikroskop stereo dengan pembesaran hingga 50 kali; G. Biru metilen; H. Inkubator
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Lampiran 2 Foto Spesimen Hasil Penelitian
A
C
Kebocoran mikro: A. skor 0; B. skor 1; C. skor 2; D.skor 3
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
B
D
Lampiran 3
Tabel Rekapitulasi Skor hasil Penelititan
Nomor Spesimen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RK dengan teknik peletakan secara bulk-fill yang diaktivasi sonik 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
RK dengan teknik peletakan secara bulk-fill tanpa aktivasi sonik 3 3 1 3 3 0 3 1 0 3
RK dengan teknik peletakan secara inkremental
3 0 3 2 3 0 1 1 2 3
Tabel Distribusi Proporsi Hasil Penelitian
RK dengan teknik peletakan secara bulk-fill yang diaktivasi sonik RK dengan teknik peletakan secara bulk-fill tanpa aktivasi sonik RK dengan teknik peletakan secara inkremental
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
0 0
Skor kebocoran 1 2 0 0
3 10
2
2
0
6
2
2
2
4
Lampiran 4 Hasil Uji Statistik Uji kappa
Case Processing Summary Cases Valid N skor kebocoran mikro * skor
Missing
Percent 30
N
Total
Percent
100.0%
0
N
Percent
.0%
30
100.0%
pengamat 2
skor kebocoran mikro * skor pengamat 2 Crosstabulation Count skor pengamat 2 penetrasi
skor kebocoran mikro
mencapai 1/2
penetrasi lebih
penetrasi
tidak ada
lebar dinding
dari 1/2 lebar
mencapai
penetrasi
gingiva
dinding gingiva
dinding aksial
Total
tidak ada penetrasi
4
0
0
0
4
penetrasi mencapai 1/2
0
4
0
0
4
0
0
2
0
2
0
0
1
19
20
4
4
3
19
30
lebar dinding gingva penetrasi lebih dari 1/2 lebar gingiva penetrasi mencapai dinding aksial
Total
Symmetric Measures Asymp. Std. Value Measure of Agreement
Kappa
N of Valid Cases
Error
.938 30
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
a
b
Approx. T .061
7.919
Approx. Sig. .000
Lanjutan Uji Chi-Square
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square
df a
6
.095
13.640
6
.034
.153
1
.696
10.800
Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
sided)
N of Valid Cases
30
a. 9 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,67.
Uji Kolmogorov-Smirnov
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frequencies teknik peletakan rk skor kebocoran mikro
N
bulkfill tanpa sonik
10
bulkfill dengan aktivasi sonik
10
Total
20
a
Test Statistics
skor kebocoran mikro Most Extreme Differences
Absolute
.400
Positive
.400
Negative
.000
Kolmogorov-Smirnov Z
.894
Asymp. Sig. (2-tailed)
.400
a. Grouping Variable: teknik peletakan rk
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Lanjutan
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frequencies teknik peletakan rk kebocoran mikro
N
bulkfill dengan aktivasi sonik
10
inkremental
10
Total
20
a
Test Statistics
kebocoran mikro Most Extreme Differences
Absolute
.600
Positive
.000
Negative
-.600
Kolmogorov-Smirnov Z
1.342
Asymp. Sig. (2-tailed)
.055
a. Grouping Variable: teknik peletakan rk
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frequencies teknik peletakan rk skor kebocoran mikro
N
bulkfill tanpa aktivasi sonik
10
teknik inkremental
10
Total
20
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013
Lanjutan a
Test Statistics
skor kebocoran mikro Most Extreme Differences
Absolute
.200
Positive
.000
Negative
-.200
Kolmogorov-Smirnov Z
.447
Asymp. Sig. (2-tailed)
.988
a. Grouping Variable: teknik peletakan rk
Perbandingan kebocoran…, Marsha Sri, FKG UI, 2013