UNIVERSITAS INDONESIA
DAMPAK PEMEKARAN DAN KONFLIK PEMERINTAH DAERAH (STUDI KASUS PEMEKARAN KABUPATEN TASIKMALAYA DAN SENGKETA ASET PASCA-PEMEKARAN PERIODE 2001-2013) TUGAS KARYA AKHIR Ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik
AHMAD RIZKY SADALI 0706283052
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK SARJANA REGULER PROGRAM STUDI ILMU POLITIK DEPOK Desember 2013
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
DESEMBER 2013 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tugas Karya Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Ahmad Rizky Sadali
NPM
: 0706283052
Tanda tangan
:
Tanggal
: 30 Desember 2013
ii Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Karya Akhir ini diajukan oleh Nama : Ahmad Rizky Sadali NPM : 0706283052 Program Studi : Ilmu Politik Judul Tugas Karya Akhir : Dampak Pemekaran dan Konflik Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pemekaran Kabupaten Tasikmalaya dan Sengketa Aset Pasca-Pemekaran Periode 2001-2013) Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik pada Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Ketua Sidang
: Hurriyah, S.Sos, IMAS
(
)
Sekretaris Sidang
:Nurul Nurhandjati, S.IP., M.Si
(
)
Pembimbing
: Dirga Ardiansa, S.Sos., M.Si.
(
)
Penguji Ahli
: Wawan Ichwanuddin, S.IP, M.Si.
(
)
Ditetapkan di Depok Tanggal 30 Desember 2013
iii Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Mengerjakan tugas karya akhir ini merupakan suatu proses yang sulit karena berbagai macam hambatan yang ada di dalam diri saya. Kemalasan, kurangnya keteguhan hati, dan ketidakjelasan visi membuat saya banyak menunda-nunda mengerjakan tugas karya akhir ini hingga akhir masa studi. Terkadang proses ini bahkan terasa pahit, karena saya merasa mengerjakannya dengan setengah hati dan telah menghabiskan waktu begitu panjang untuk menyelesaikannya. Namun demikian, proses ini saya anggap sebagai suatu pelajaran yang harus dilalui untuk menjadi manusia yang lebih baik (dan lebih sukses). Oleh karena itu, saya ingin memberikan ucapan terima kasih terutama kepada Allah SWT yang dalam banyak momen telah membantu saya untuk tidak putus asa dalam menghadapi gejolakgejolak yang muncul dalam hati dan pikiran. Selain itu, juga kepada banyak orang dan pihak-pihak yang telah berperan dalam proses perjalanan menimba ilmu di Universitas Indonesia, Departemen Ilmu Politik hingga saya dapat menyelesaikan Tugas Karya Akhir ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Mas Dirga Ardiansa yang telah bersedia untuk menjadi pembimbing TKA menjelang akhir batas studi saya, meskipun topik yang dipilih oleh saya tidak sesuai dengan keahliannya sebagai pakar statistika . Terima kasih atas kesabaran dalam menghadapi ketidakdisiplinan saya yang seringkali menghilang meskipun Mas Dirga telah bersedia untuk membantu (dengan tulus saya memohon maaf atas hal tersebut). Tanpa masukan dan bimbingan mas Dirga saya tidak mungkin dapat menyelesaikan TKA saya ini. 2. Seluruh pengajar di Departemen Ilmu Politik yang telah memberikan pelajaran dan pendidikan yang sangat berharga bagi saya. Terutama penguji
iv Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
ahli saya Mas Wawan Ichwanuddin atas masukan dan kritiknya yang membangun untuk perbaikan TKA saya. Serta dewan penguji lain Mba Hurriyah dan Mba Nurul. 3. Keluarga merupakan pendorong sekaligus pengkritik terbesar bagi saya, terutama Bapak. Meskipun memiliki pekerjaan yang sangat berat, seringkali pontang-panting pergi sana-sini mencari uang, masih meluangkan waktunya untuk menasihati dan membantu anaknya ini yang justru asyik bermalasmalas. Terima kasih Pak, yang melalui tindakan telah menunjukkan bagaimana seorang laki-laki itu seharusnya berperilaku. Terima kasih pula kepada Ibu, adik, dan nenek yang seringkali membuat penulis sadar diri melalui doa-doanya maupun tegur-teguran kecil tapi ampuh.Terima kasih juga kepada Mas Hendy, yang menjadi teman di Kalibata yang sepi dan selalu mengingatkan kepada saya “to get a life” dan juga “to get a job” di saat ia sedang santai bermain game atau bermain gitar. 4. Saya juga ucapkan terima kasih saya kepada sahabat-sahabat saya di jurusan ilmu politik
yang tidak pernah letih mengingatkan dan
membuat saya
merasa tidak terlupakan. Teman-teman dari angkatan 2007, khususnya Fathimah Fildzah Izzati, Febriwan Rajab, Bagas Adi Prihantoro, Widha Karina, Aulia Djatnika, dan Rizki Febari; yang telah menunjukkan ketegaran dan kesediaan untuk menjadi teman bagi orang yang egois dan selfish ini. Terima kasih juga kepada Setiadji Wibowo dari angkatan 2008 dan Vicianto Kurnia Putra yang seangkatan, yang telah memberikan semangat kepada saya agar bisa bersama-sama lulus di semester akhir ini. Terima kasih juga kepada
v Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
seluruh kawan-kawan ilmu politik lainnya; yang doa maupun kebaikannya mungkin tidak terdengar dan terlihat oleh saya. 5. Terima kasih kepada Ibu Fitri Yuliawati dan Pak Edi Kusmayadi dari UNSIL Tasikmalaya karena telah memberikan banyak data tentang sengketa aset di saat penulis hampir menyerah karena tidak adanya data-data di arsip daerah.
Terlepas dari semua ucapan terima kasih ini, penulis masih memiliki harapan agar tulisan ini dengan segala keterbatasannya masih memiliki manfaat bagi perkembangan wawasan keilmuan di bidang politik. Penulis berharap bahwa tulisan ini, yang dalam proses pembuatannya membuat penulis banyak belajar secara akademis dan seringkali lebih dari sekedar akademis, mampu memberikan kontribusi terhadap orang lain. Tentunya masih banyak sekali hal dalam tulisan ini yang terbuka untuk kritik karena adanya keterbatasan dalam diri penulis. Oleh sebab itu, penulis terlebih dahulu minta maaf apabila terdapat suatu kesalahan, semoga bagi yang membaca tulisan ini masih dapat diperoleh sesuatu yang bermakna. Depok, 9 Januari 2014
Penulis
vi Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ahmad Rizky Sadali NPM : 0706283052 Program : Ilmu Politik Departemen : Ilmu Politik Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jenis Karya : Tugas Karya Akhir demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Dampak Pemekaran dan Konflik Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pemekaran Kabupaten Tasikmalaya dan Sengketa Aset PascaPemekaran Periode 2001-2013) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, Mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Pada tanggal
: Depok : 30 Desember 2013
Yang menyatakan
(Ahmad Rizky Sadali)
vii Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
ABSTRAK Nama : Ahmad Rizky Sadali Program Studi : Ilmu Politik Judul : Dampak Pemekaran dan Konflik Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pemekaran Kabupaten Tasikmalaya dan Sengketa Aset Pasca-Pemekaran Periode 2001-2013) Tugas Karya Akhir ini berusaha untuk menggambarkan dampak pemekaran wilayah yang banyak terjadi di Indonesia pasca dikeluarkannya UU No.22 tahun 1999 dengan menganalisis dampak pemekaran di wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Dengan menggunakan perspektif Vedi Hadiz, penulis ingin menunjukkan dengan keterbatasan data bahwa alasan dari banyaknya wilayah yang bermasalah pasca-pemekaran adalah karena terdapat kepentingan-kepentingan elit yang sebenarnya tidak untuk alasan mensejahterakan rakyat. Dari kasus pemekaran Tasikmalaya, yang terlihat pascapemekaran kemudian justru adalah semakin terpuruknya Kabupaten sejak ibukotanya menjadi daerah otonom baru dan juga sengketa aset yang muncul antara pemerintah Kabupaten dan pemerintah Kota Tasikmalaya.
ABSTRACT Name : Ahmad Rizky Sadali Major : Political Science Title : Impact of Pemekaran dan Local Government Conflict (The Case of Tasikmalaya and Assets Dispute after Pemekaran, 2001-2013) This final project aims to describe the impact of the process known as pemekaran (literally, „blossoming’) in Indonesia after the implementation of the Law 22/1999 on regional governance, in which territorial jurisdictions is redefined and the number of local governments is increased. This study focuses on the region of Tasikmalaya as a case study and uses the perspective of Vedi Hadiz to show with limited data that the problems arising from pemekaran is due to elite interest which is not all about the contribution to public welfare. This case study shows that after the process of pemekaran the municipality of Tasikmalaya became bankrupt as its capital became a new autonomous administrative region and conflict arises between the municipal government and the district government regarding claims to assets in the district area.
ii Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
DAFTAR ISI BAB I 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
1.5.
1.6 1.8.
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1 Rumusan Permasalahan ............................................................................. 4 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 6 Tujuan dan Signifikansi Penelitian ............................................................ 8 1.4.1. Tujuan .............................................................................................. 8 1.4.2. Signifikansi ...................................................................................... 8 Kerangka Teori........................................................................................... 9 1.5.1. Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah .................................. 9 1.5.2. Permasalahan Desentralisasi Politik di Indonesia dan Politik Predatoris ................................................................................. 11 Metodologi Studi ....................................................................................... 16 Sistematika Penulisan ............................................................................... 23
BAB II KAJIAN LITERATUR DESENTRALISASI DAN PEMEKARAN WILAYAH .................................................................................. 25 2.1. Kronologi Pemekaran Kabupaten Tasikmalaya ....................................... 27 2.1.1. Tasikmalaya Sebelum Otonomi ...................................................... 29 2.1.2. Tasikmalaya Sesudah Otonomi ....................................................... 31 2.2. Sengketa Aset Pasca-Pemekaran (2001-2013) .......................................... 35 BAB III DAMPAK PEMEKARAN DAN SENGKETA ASET ........................... 40 3.2 Kelayakan Pemekaran Kabupaten Tasikmalaya tahun 2001 ..................... 40 3.1.1 Kelayakan Menurut Naskah Akademis UU Nomor 10 Tahun 2001 ................................................................... 40 3.1.2 Ragam Pandangan Kelayakan Pemekaran Daerah ........................ 45 3.2
Dampak Pemekaran terhadap Kinerja Perekonomian dan Layanan Masyarakat .................................................................................. 46 3.3. Sikap, Reaksi, dan Kepentingan Elit terhadap Konflik Sengketa Aset (2001-2013) .......................................................... 50 3.3.1 Sikap dan Reaksi Elit terhadap Konflik Sengketa Aset ................. 50 3.3.2 Kepentingan Elit terhadap Konflik Sengketa Aset ........................ 53 3.4 Pengaruh Afiliasi Kepartaian dan Indikasi “ Rent Seeking”terhadap Konflik Sengketa Aset...................................... 57 3.4.1 Pengaruh Afiliasi Kepartaian ......................................................... 57 3.4.2 Praktik Rent-Seeking dalam Sengketa Aset ................................... 59 3.5 Politik Predatory dalam Sengketa Aset dan Hubungannya dengan Pemekaran Daerah ......................................................................... 62 BAB IV KESIMPULAN ....................................................................................... 64
iii Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A: Daftar Aset Milik Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya Yang Berada Di Wilayah Kota Tasikmalaya Sebagai Aset Milik Pemerintah Kota Tasikmalaya LAMPIRAN B: Skrip wawancara dengan informan: Drs. Edi Kusmayadi dan Fitriyani Yuliawati LAMPIRAN C: Undang-undang No.10 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya
iv Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Alur Berpikir ............................................................................. 22 Gambar 2. Letak Kabupaten dan Kota Tasikmalaya .............................................. 26 Gambar 3. Lokasi Kota Administratif Tasikmalaya (sebelum otonomi, yang terdiri dari 3 kecamatan) ............................... 28 Gambar 4. Kabupaten dan Kota Tasikmalaya (pasca pemekaran yang terdiri dari 8 kecamatan) ................................ 30
v Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Daftar Informan ........................................................................................ 22 Tabel.2 Penguasa dan Partai yang memerintah Kabupaten dan Kota Tasikmalaya (1996-2013) .......................................................... 57
vi Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Perkembangan PAD Kabupaten dan Kota Tasik (2006-2012)………. 46
vii Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Desentralisasi politik di Indonesia,
yang dimulai sejak dikeluarkannya
Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah1, meskipun di satu sisi diyakini akan membawa perbaikan pada kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan demokratisasi dan partisipasi masyarakat namun di sisi lain berdampak pada berbagai permasalahan baru yang muncul. Diantara berbagai permasalahan yang muncul ini adalah banyaknya wilayah hasil pemekaran yang gagal dan beban pusat yang bertambah karena banyaknya dana yang harus dikeluarkan dan dialokasikan pemerintah pusat ke daerah, khususnya pada daerah-daerah otonomi baru (DOB).2 Hal ini menunjukkan bahwa pemekaran wilayah sebagai dampak dari desentralisasi menjadi suatu hal yang paradoksis, bahwa meskipun dilakukan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan menciptakan “good governance”3, ternyata berlawanan dengan kenyataan yang dihadapi wilayah pasca terjadinya pemekaran. Vedi R. Hadiz, yang meneliti tentang proses desentralisasi politik di Indonesia pasca jatuhnya rezim Soeharto, melihat bahwa dibalik berbagai kebijakan terkait desentralisasi, seperti misalnya pemekaran, terdapat kepentingan-kepentingan yang 1
UU Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah ini kemudian diperbaharui dengan UU Nomor 32/2004. 2 Lihat “Laporan Akhir: Studi Evaluasi Penataan Daerah Otonom BaruTahun 2008 .“ Direktorat Otonomi Daerah Bappenas November 2008 dan “Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 20012007.” Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) Juli 2008 3 Untuk melihat pandangan tentang pengaruh desentralisasi terhadap efisiensi ekonomi lihat Roland White and Paul Smoke, East Asia decentralizes: Making local government work, (Washington DC: World Bank, 2005). Untuk melihat pandangan tentang pengaruh desentralisasi terhadap “good governance” lihat Merilee Grindle S, Going local: Decentralization, Democratization, and the Promise of Good Governance.(Princeton, NJ: Princeton University Press, 2007). Secara singkat “good governance” diartikan disini sebagai kemampuan administratif pemerintah yang efektif dan efisien.
1 Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
2
sebenarnya
bersifat „predatory‟4 yaitu dimana dibalik tujuan utama pemekaran
terdapat tujuan lain yang menguntungkan suatu kelompok dan merugikan kelompok lain, seperti misalnya praktik-praktik akumulasi kekayaan dan membangun jaringan distribusi kekayaan yang korup. Dilihat dari perspektif ini, maka kontestasi perebutan kekuasaan dan sumber daya di daerah yang dimungkinkan melalui UU No.22/1999 sebenarnya berjalan atas kepentingan-kepentingan yang memiliki tujuan yang berbeda dan bertolak belakang dengan harapan dan cita-cita desentralisasi—yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan publik dan meningkatkan partisipasi masyarakat. Salah satu kasus pemekaran yang menarik dilihat dengan perspektif politik predatory Vedi R. Hadiz kasus pemekaran Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2001. Proses pemekaran Kabupaten Tasikmalaya dimulai saat Kotif (Kota Administratif) Tasikmalaya yang merupakan ibukota dari Kabupaten Tasikmalaya ditetapkan menjadi suatu daerah otonom baru, dengan nama Kota Tasikmalaya yaitu dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya.5 Setelah resmi menjadi kota otonom pada tanggal 21 Juni 2001, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14 UU No.10/2001 yang menetapkan bahwa: menteri yang terkait, Gubernur Jawa Barat, dan Bupati Tasikmalaya, sesuai dengan kewenangannya, menginventarisasi dan menyerahkan aset-aset berupa pegawai, tanah, bangunan, dan barang bergerak dan serta barang tidak bergerak yang berada di Kota Tasikmalaya kepada Pemerintah Kota Tasikmalaya, selambat-lambatnya dalam waktu 1 tahun. Permasalahan
muncul saat Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya
belum dapat menyerahkan aset-aset tersebut karena berbagai alasan. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh pihak pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya di media publik adalah bahwa kondisi keuangan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya sudah benar-
4
Istilah „predatory‟ secara khusus merujuk kepada suatu sifat “memangsa”. Vedi Hadiz melihat bahwa dalam sistem politik yang terdesentralisasi terdapat kebijakan elit penguasa lokal yang menyimpang dari tujuan untuk mensejahterakan masyarakat, dan lebih mementingkan kepentingan kelompok. Lihat Vedi R. Hadiz, Localising Power in Post Authoritarian Indonesia: A Southeast Asian Perspective (California: Stanford University Press, 2010), hlm. 95 5 Syamsul Maarif “Gagalnya Penyelesaian Aset di Tasikmalaya Pertanda Gagalnya Pimpinan di Daerah,” diakses dari http://www.kabar-priangan.com/news/detail/356 pada 14 maret 3:06 WIB.
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
3
benar pailit atau bangkrut pasca-pemekaran.6 Pada akhirnya pemekaran ini berdampak kepada munculnya kasus sengketa aset antara pemerintahan Kabupaten dan Kota Tasikmalaya. Kondisi Kabupaten Tasikmalaya yang menjadi miskin pasca-pemekaran memberikan gambaran bahwa pemekaran yang dilakukan dalam rangka desentralisasi tidak dipikirkan matang-matang oleh para petinggi politik di suatu wilayah. Hal ini seperti membenarkan pandangan Vedi R. Hadiz bahwa kebijakan desentralisasi sebenarnya tidak muncul atas niat-niat efisiensi pemerintahan atau untuk penguatan terhadap posisi masyarakat, namun muncul atas dasar ambisi-ambisi aparat elit lokal yang ingin mengamankan atau meningkatkan status material dan politiknya pasca jatuhnya Soeharto.7 Selain itu, sengketa aset yang kemudian muncul dan berlangsung selama 12 tahun seiring dengan kebangkrutan dan kesenjangan layanan sosial yang berkepanjangan setelah terjadinya pemekaran
mengindikasikan bahwa terdapat
kepentingan elit yang mengorbankan kepentingan masyarakat demi melangsungkan kehidupan sosial dan politik mereka. Diberitakan bahwa masing-masing Kepala Daerah—baik Bupati maupun Walikota Tasikmalaya—bersikeras memperebutkan 85 aset-aset daerah baik yang berada di Kota maupun Kabupaten, khususnya aset-aset berupa tanah dan bangunan yang disebut menjadi sumber daya bagi pelayanan pemerintahan.8 Penyelesesaian terhadap perebutan aset yang terlihat dari permukaan adalah saat Kementrian Dalam Negeri dan Badan Pemeriksa Keuangan meminta Gubernur Jawa Barat untuk menuntaskan persoalan aset tersebut. Konflik yang berlarut-larut ini tentu saja memiliki dampak bagi kedua belah pihak. Pertama, baik Pemkab maupun Pemkot terhalang ruang geraknya dengan konflik yang ada sehingga mengurangi fokus dalam melayani kepentingan publik. Kedua, aset yang diperebutkan menjadi tidak terawat. Ketiga, dalam jangka panjang 6
Cornelius Helmy, “Tasikmalaya, Daerah Tua yang Makin Renta,” diakses dari http://cetak.kompas.com/read/2011/07/13/0314483/tasikmalaya.daerah.tua.yang.makin.renta pada 6 Maret 2013 pukul 08.47 WIB 7 Vedi R. Hadiz, Op. Cit, hlm. 75 8 Ibid
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
4
kabupaten akan semakin terbebani dengan berkurangnya penerimaan daerah dan meningkatnya jumlah penduduk, dan pengangguran. Melihat dari dampak pemekaran tersebut terhadap kemiskinan di Kabupaten Tasikmalaya, dan kemudian sengketa aset antara pemerintah daerah di Kabupaten dan Kota Tasikmalya selama 12 tahun yang menghambat pembangunan di dua wilayah tersebut, bagi penulis sengketa aset ini mengandung pertanyaan sejauh manakah dapat ditunjukkan bahwa kebijakan pemekaran dan dampak sengketa aset yang terjadi merupakan representasi dari adanya kebijakan elit yang bersifat predatoris. 1.2. Rumusan Permasalahan Vedi Hadiz yang meneliti tentang „lokalisasi kekuasaan‟ di Indonesia pada dasarnya melihat bahwa proses desentralisasi (penyerahan atau pendelegasian sebahagian wewenang pusat kepada daerah)
tidak mengarah kepada kebijakan
daerah yang lebih demokratis seperti yang diharapkan oleh pemikir neo-liberal; yaitu bahwa akan muncul kebijakan-kebijakan sosial dan alokasi sumber daya di daerah yang saling terkait (atau terintegrasi) yang bertumpu pada mekanisme pasar. Merujuk kasus desentralisasi yang terjadi di Afrika, ia justru melihat bahwa yang terjadi adalah persaingan-persaingan yang sifatnya kompleks dan sangat mahal dalam menentukan kontrol atas suatu batasan territorial.9 Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, persaingan seperti ini muncul karena berada dalam konteks sistem kekuasaan yang „predatory‟—dimana di dalam suatu sistem persaingan ini terdapat kekuatan-kekuatan yang cenderung ingin mempertahankan dominasi politik dan sosial mereka dibandingkan dengan mempertahankan agenda pembangunan seperti yang tertera di dalam ide “good governance”. Disebabkan sifat persaingan yang sedemikian rupa, Vedi Hadiz
melihat bahwa desentralisasi politik tidak selalu
berkorelasi positif dengan mekanisme „rasional‟ —dimana institusi yang seharusnya
9
Vedi R. Hadiz, Op.cit , hlm.3
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
5
terbentuk adalah institusi-institusi yang sifatnya efisien dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.10 Dengan melihat kepada perspektif Vedi R. Hadiz tersebut, dampak pemekaran yang memicu terjadinya sengketa aset yang berlarut-larut antara Kabupaten dan Kota Tasikmalaya menjadi menarik untuk dibahas. Terdapat laporan media yang menilai bahwa sengketa ini mengandung muatan politik, yaitu terdapat semacam egoisme diantara masing-masing
pemerintah Kabupaten dan Kota dalam menyelesaikan
permasalahan pembagian aset—masing-masing merasakan bahwa mereka berhak atas aset tersebut.11 Pemerintah Kabupaten, seperti telah dijelaskan sebelumnya, mengemukakan bahwa mereka membutuhkan aset-aset tersebut setelah menjadi bangkrut akibat pemekaran; sebaliknya, pemerintah Kota merasa berhak karena UU.No 10 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya menginsyaratkan dalam pasal 14 bahwa aset-aset harus diberikan kepada Kota.12 Berlarutnya sengketa ini tentu berdampak buruk bagi kapasitas pemerintahan Kabupaten dan Kota untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat dan melakukan pelayanan umum seperti yang dikemukakan oleh UU No.32/2004.13 Melihat hal ini maka selanjutnya menimbulkan dua pertanyaan pokok:
Bagaimana dampak pemekaran yang terjadi di Kabupaten dan Kota Tasikmalaya pada tahun 2001?
Bagaimana dinamika yang terjadi terkait konflik sengketa aset pascapemekaran Kabupaten Tasikmalaya tahun 2001?
10
Ibid Tarik Ulur Aset Tersandung Komitmen Hukum dan Politik,” diakses di http://tasik.co/tarik-uluraset-diwarnai-komitmen-hukum-dan-politik/ pada 8 November, 2013 pukul 11.44 WIB 12 Pikiran Rakyat, 17 Oktober 2013 13 Bab 1 pasal 2 dalam UU. No 32/2004 menyebutkan bahwa pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. 11
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
6
1.3. Tinjauan Pustaka Terdapat beberapa karya sebelumnya yang membahas tentang pemekaran dengan menggunakan kasus Tasikmalaya sebagai objek studi. Pertama terdapat studi dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) berjudul Evaluasi Kinerja Pembangunan Pra dan Pasca Pemekaran di Tasikmalaya. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemekaran terhadap Kabupaten Tasikmalaya setelah Kotif menjadi Kota yang otonom dengan menggunakan data dari periode 1997-2002. Khususnya, studi ini ingin melihat dampak pemekaran dari aspek pembangunan di bidang ekonomi, bidang sosial, bidang sarana dan prasarana dasar, dan bidang keuangan khususnya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tasikmalaya. Disebut bahwa analisis terhadap aspek-aspek ini dapat memberikan indikator yang penting dan relevan untuk dijadikan ukuran keberhasilan pembangunan dalam jangka pendek; terutama dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan desentralisasi yang direspon oleh daerah dengan tuntutan pemekaran wilayah. Dalam bidang ekonomi, ketercapaian tujuan pembangunan antara lain dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita (seluruh pendapatan yang diperoleh oleh penduduk suatu daerah dalam satu tahun tertentu), pengurangan jumlah penduduk miskin, tingkat penggangguran, dan tingkat pemerataan pendapatan. Dalam bidang sosial, keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan dapat dilihat antara lain dalam sektor pendidikan dan kesehatan. Untuk mengukur keberhasilan dalam sektor pendidikan, dapat dilihat rasio guru terhadap murid dan untuk mengukur keberhasilan dalam sektor kesehatan dapat melihat rasio tenaga kesehatan terhadap seluruh penduduk. Dalam bidang sarana dan prasarana dasar, keberhasilan pembangunan dapat dan dinilai dari ketersediaan dan kecukupan sarana dan prasarana yang mempunyai peranan penting terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat (salah satu sarana yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam hal ini adalah sektor listrik). Dalam bidang keuangan, PAD menjadi indikator karena merupakan sumber pendapatannya yang objek penerimaannya berada di daerah yang bersangkutan. Dalam kata lain,
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
7
pemekaran wilayah berimplikasi kepada pembagian sumber PAD antara daerah induk dengan daerah yang baru. Kedua, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Bappenas yang berjudul Studi Evaluasi Daerah Otonom Baru Tahun 2008. Studi ini mengembangkan studi yang telah dilakukan oleh LAN yang menggunakan studi kasus Tasikmalaya dengan membandingkannya dengan wilayah-wilayah lain hasil pemekaran, khususnya wilayah-wilayah di provinsi Sumatera Utara, Provinsi Bengkulu, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Kalimantan Barat, dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Sama halnya dengan studi yang dilakukan LAN, studi ini secara umum ingin melihat dampak dari dilakukannya pemekaran wilayah sebagai implikasi dari dilakukannya desentralisasi. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa pada aspek ekonomi, pemekaran daerah belum secara optimal dapat mendorong berkembangnya sumber-sumber pertumbuhan ekonomi; yang berarti pemekaran tidak mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Banyak daerah, terutama wilayah rural Kabupaten, secara relatif belum memiliki “permintaan & penawaran” yang memadai sehingga skala perekonomian terbatas dan justru mereduksi kesejahteraan masyarakat pada daerah-daerah setelah pemekaran. Ketiga, terdapat pula artikel jurnal yang diterbitkan Universitas Siliwangi di Tasikmalaya hasil studi Fitriyani Yuliawati dan Subhan Agung yang berjudul Sengketa Aset Pasca Pemekaran Wilayah Kota dan Kabupaten Tasikmalaya. Studi ini secara umum melihat bahwa pasca-pemekaran kemudian muncul konflik sengketa aset antara pemerintah Kabupaten danKota, terutama antara dua Kepala Daerah di wilayah tersebut. Dari tiga studi di atas, yang dibahas secara khusus adalah dampak dari pemekaran, namun belum ada yang membahas terkait kelayakan pemekaran dan reaksi dari para elit saat permasalahan sebagai dampak dari pemekaran itu mulai terlihat sebagai konflik politik. Konflik ini
diindikasikan dipicu dari proses
pemekaran (yang dibahas dalam bab 3.1 mengenai kelayakan pemekaran) sampai
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
8
dengan konflik aset yang secara kasat mata membuat 85 aset di wilayah Kota menjadi tidak terurus akibat statusnya yang tidak jelas. 1.4. Tujuan dan Signifikansi Penelitian 1.4.1. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dampak pemekaran yang terjadi di Tasikmalaya (Kabupaten dan Kota) yang memicu terjadinya konflik aset dan memahami reaksi dan tanggapan para elit atau penguasa di kedua daerah. Dalam menjelaskan dampak pemekaran, penulis cenderung berfokus kepada kasus sengketa aset karena disinilah permasalahan dalam pemekaran tersebut menjadi menarik— pemekaran menimbulkan konflik antar elit yang berlangsung selama 12 tahun. Hal ini membedakannya dari studi-studi lain terkait pemekaran. Untuk melihat reaksi dari para elit akan dilakukan analisis berdasarkan data dari sumber primer dan sekunder. Dalam melihat dampak pemekaran terhadap pelayanan masyarakat secara lebih komprehensif penelitian ini berusaha menjabarkan mengenai kondisi umum Kota dan Kabupaten pasca-pemekaran, menurunnya kapasitas pemerintah daerah di Kabupaten dalam memberikan pelayanan birokrasi dan sosial seiring pembentukan ibukota baru, kronologi konflik aset yang dimulai saat pemerintah Kabupaten melihat aset sebagai solusi untuk menyelamatkan kondisi keuangan Kabupaten, dan adanya egoisme daerah terutama dari pihak Kota Tasikmalaya. 1.4.2. Signifikansi 1.4.2.1 Signifikansi Teoritis Studi ini berupaya mengungkapkan adanya indikasi kebijakan elit yang bersifat predatoris seperti yang diungkapkan oleh Vedi Hadiz. Studi ini tidak secara intensif dan komprehensif, karena keterbatasan data dan sulitnya mengakses informasi melalui pelaku utamanya dalam membahas peran dan kepentingan elit. Namun demikian, penulis mencoba memberikan sumbangan berupa aplikasi pemikiran Vedi Hadiz bahwa pembentukan DOB, yang menunjukkan adanya peluang
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
9
(indikasi) terjadinya penyimpangan dalam proses desentralisasi atau pemekeran wilayah. 1.4.2.2 Signifikansi Praktis Signifikansi praktis dari studi ini adalah memberikan sumbangan pemikiran bahwa proses desentralisasi melalui pemekaran wilayah atau pembentukan DOB seperti Kabupaten Tasikmalaya dan daerah-daerah lainnya memerlukan persiapan yang matang. Konflik aset yang terjadi di Tasikmalaya diindikasikan karena kajian kelayakan yang buruk sehingga menyebabkan konflik yang berkepanjangan. Dari studi ini dapat ditarik pembelajaran bahwa pembentukan DOB memerlukan kajian kelayakan yang tidak hanya sekedar memenuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku tetapi juga harus memenuhi standard evaluasi yang menjamin akan adanya perbaikan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang. Konflik sengketa aset antara Kabupaten dan Kota Tasikmalaya diharapkan dapat memberikan pelajaran bahwa konflik seperti ini tidak terulang lagi. Oleh karena itu keterlibatan para pemangku kebijakan khususnya para elit untuk lebih mementingkan tujuan pokok pemekaran yaitu kesejahteraan masyarakat dibandingkan dengan kebutuhan kelompok. 1.5. Kerangka Teori 1.5.1. Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah Konsep otonomi daerah mengandung arti bahwa daerah bebas untuk mengambil keputusan, baik secara politik, administratif, maupun ekonomi menurut keinginan sendiri. Dalam konteks ini maka yang kemudian diharapkan adalah kemandirian di daerah.14 Menurut Pasal 1 UU No.32 Tahun 2004 otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kebijakan daerah otonomi untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan undang-undang. Kewenangan daerah ini meliputi kebijakan keuangan, 14
Lili Romli, Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm.7
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
10
administrasi, dan pengelolaan sumber daya alam. Ketiga aspek ini yang memungkinkan kekuasaan kepala daerah dan pejabat daerah semakin besar. Dalam UU ini disebutkan bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dan prinsip otonomi yang nyata serta bertanggung jawab.15 Dalam penjelasan di dalam UU dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi seluas-luasnya adalah daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan untuk memberikan pelayanan, peningkatan, peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam pengertian lain otonomi merupakan pemberian kebebasan
dalam mengelola daerah dengan tetap adanya
kontrol dari pemerintah pusat.16 Artinya menurut Dahl dalam pengertian politik adalah tingkat kebebasan tertentu dari kontrol pihak lain.17 Secara umum, dapat disimpulkan bahwa prinsip otonomi yang nyata adalah pendelegasian
atau penyearahan
urusan pemerintahan
kepada daerah
dan
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi,
yakni
untuk
tujuan
memberdayakan
daerah
dan
meningkatkan
kesejahteraan. Salah satu implikasi dari otonomi daerah adalah munculnya tuntutan di daerah untuk memekarkan wilayah.
15
Pasal 2 ayat 3 dalam UU 32/2004 Ibid, hlm. 23 17 Robert A. Dahl, Dilema Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol (Jakarta: Rajawali Press, 1985), hlm.27 16
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
11
1.5.2. Permasalahan Desentralisasi Politik di Indonesia dan Politik Predatoris Dampak yang terlihat sejak dikeluarkannya Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah adalah meningkatnya permintaan terhadap pemekaran wilayah atau permintaan akan daerah otonomi baru seiring dengan adanya hasrat dari berbagai kelompok masyarakat untuk merebut kekuasaan dan sumber daya di daerah yang pada masa Orde Baru dikuasai oleh pemerintah pusat. Hal ini antara lain dapat dilihat dari berbagai pemekaran wilayah yang kemudian terjadi dimana jumlah pemerintahan daerah di luar Jakarta naik dari 292 pada tahun 1998 hingga mencapai 434 pada akhir tahun 2004 (berkembang sebesar 50% melalui pemekaran) hingga dijuluki sebagai “Big Bang of Desentralization”, dan pada tahun 2013 telah berjumlah 498 kabupaten/kota.18 Fenomena ini adalah sebagai implikasi dari diberikannya wewenang terhadap pemerintah daerah untuk dapat mengelola sumber daya di daerah dengan dikeluarkannya UU No.22 tahun 1999. Pemerintah daerah, antara lain, diberikan wewenang untuk mengatur sumber daya alam nasional yang berada di wilayahnya—dimana wewenang ini tidak terdapat dalam UU No.5 tahun 1974.19 Pada satu sisi hal ini memungkinkan pemerintah daerah untuk memanfaatkan kekayaan alam di daerahnya untuk melakukan pembangunan tanpa memerlukan bantuan dari pemerintah pusat. Pada sisi lain, terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa desentralisasi membuka peluang yang lebih besar bagi terjadinya penyelewengan kekuasaan di daerah dan memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam melayani kebutuhan masyarakat.20 Setelah desentralisasi dilakukan melalui UU No.22/1999 sebagai upaya reformasi sistem pemerintahan, yang banyak terlihat kemudian adalah berbagai permasalahan baru yang muncul, seperti misalnya konflik kepentingan yang berkaitan dengan kontrol politik, konflik perbatasan antar pemerintah daerah, masalah 18
Fitrani, Fitria, Hofman, Bert dan Kaiser, Kai, “Unity in Diversity? The Creation of New Regions in a Decentralizing Indonesia” dalam “Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007.” Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) Juli 2008: 58 19 Bab IV Pasal 7 dalam UU No.22/1999 20 Fitrani, Fitria, Hofman, Bert dan Kaiser, Kai, Op. Cit, hlm. 60
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
12
pengelolaan sumber daya alam, dan masalah akuntabilitas antar pemerintah daerah ataupun pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.21 Berbagai masalah yang muncul ini menjadi sebuah ironi apabila dilihat pandangan yang sering diadvokasi oleh lembaga internasional—yaitu bahwa desentralisasi secara ekonomi dan politik akan meningkatkan efisiensi, dan
desentralisasi dilihat akan memicu adanya
kompetisi positif antar pemerintah daerah dan menciptakan “checks and balances”dengan kekuasaan pemerintah pusat.22 Di dalam pandangan mereka, terdapat hubungan positif antara desentralisasi dengan demokrasi serta terwujudnya pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan responsif terhadap tekanan ekonomi global (atau pemerintahan yang bersifat „good governance‟).23 Vedi R. Hadiz melihat bahwa program desentralisasi yang dilakukan sebagai upaya reformasi pada dasarnya banyak dikendarai oleh kepentingan-kepentingan lokal yang bersifat „predatory‟. Kepentingan „predatory‟ dalam hal ini berarti kepentingan-kepentingan ini memanfaatkan sumber daya daerah (resources) dan institusi-institusi publik dalam suatu sistem pemerintahan untuk kepentingan akumulasi kekayaan dan membangun jaringan patronase yang korup. Seperti yang diungkapkan oleh Vedi Hadiz bahwa kekuatan-kekuatan predatory ini pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan kontrol atas institusi publik di daerah karena posisi sebagai kepala daerah pasca UU No.22/1999 sebenarnya sangat menguntungkan. Dalam studi yang dilakukan Vedi Hadiz disebut bahwa seringkali para pengusaha yang hendak melakukan investasi di daerah harus memberikan „kickbacks’ atau gratifikasi terhadap kepala daerah agar kegiatan mereka difasilitasi atau didukung.24 Pasca
jatuhnya
kekuatan
pemerintah
pusat,
banyak
elemen-elemen
masyarakat yang dulunya menggantungkan hidupnya terhadap pemerintah pusat kemudian bergerak ke daerah seiring dengan desentralisasi. Antara lain, Vedi Hadiz 21
Nida Zidnya Paradhisa, “Konflik Kepentingan Daerah: Studi Kasus Sengketa Perebutan Gunung Kelud antara Pemerintah Kabupaten Kediri dan Pemerintah Kabupaten Blitar,” Jurnal Politik Muda Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012, hlm.136-146. 22 Vedi R. Hadiz, Op. cit, hlm. 12 23 Roland White and Paul Smoke, Op. cit. hlm. 1-23 24 Ibid
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
13
menyebutkan bahwa yang menjadi bagian utama dari „kekuatan-kekuatan predatory‟ di daerah adalah para elit Orde baru yang telah berhasil mendominasi demokrasi pada tingkat lokal melalui politik uang (money politics) dan beragam cara dalam memobilisasi dukungan serta intimidasi terhadap lawan politik mereka.25 Diantara elit-elit ini terutama adalah para birokrat-birokrat lama yang menginginkan agar pengaruh mereka dalam birokrasi dapat menjadi kekuatan politik, dengan cara mengumpulkan koalisi-koalisi lokal yang dapat mendukung mereka ke dalam pemerintahan. Selain itu, terdapat pula para enterpreneur lokal yang mempunyai bisnis kecil atau menengah, seperti misalnya sebagai kontraktor, pertukaran atau penyedia berbagai jasa. Menurut Vedi Hadiz, banyak dari enterpreneur ini tidak puas hanya berperan sebagai penyedia finansial para kandidat-kandidat yang bersaing dalam pemilihan di daerah—mulai banyak yang berharap untuk mendapat kontrak usaha dan keleluasaan berbisnis dari pemerintah lokal dengan cara mengikuti kontestasi pemilihan umum secara langsung. Dengan melihat keberlangsungan hidup (survival) dari kekuatan lama yang dulunya bergantung kepada rezim Orde Baru, Vedi Hadiz melihat bahwa desentralisasi tidak menghilangkan
kekuatan-kekuatan predatory dan jaringan
patronase, namun justru makin mempertahankan dominasi sosial dan politik mereka—dimana peluang bagi terjadinya praktik rent-seeking melalui pemberian perizinan dan retribusi pajak di daerah makin besar. Selanjutnya, Vedi Hadiz mengemukakan bahwa
kekuatan-kekuatan predatory ini pada dasarnya berhasil
masuk dan menguasai institusi reformasi.26 Sebagai implikasi dari hal ini, elit politik dapat membuat institusi pemerintah daerah menjadi tidak berfungsi dengan baik untuk pembangunan di daerah apabila hal tersebut mengancam dominasi sosial dan politik mereka.27
25
Ibid Ibid 27 Vedi R. Hadiz, Op. cit, hlm. 10 26
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
14
Dengan melihat realitas lokal dalam perspektif seperti ini, Vedi Hadiz kemudian menyimpulkan bahwa inisiatif kebijakan desentralisasi (seperti misalnya pemekaran) harus dilihat sebagai implikasi dari ambisi para elit lokal untuk mendapatkan kekuasaan pasca jatuhnya Soeharto. Dalam asumsi ini disebut bahwa desentralisasi yang dilakukan sedemikian rupa tidak berarti akan membawa penguatan terhadap daya tawar masyarakat terhadap pemerintah—kebijakan desentralisasi dilakukan oleh elit untuk kepentingan elit. 1.5.3 Konflik Sengketa Aset dalam Perspektif Politik Predatoris Banyak studi menunjukkan bahwa konflik dapat muncul antar daerah yang bertentangga, dimana daerah berupaya untuk meningkatkan pendapatan mereka dengan cara merebutkan sumber ekonomi dari daerah tetangga mereka; seperti misalnya dengan cara memperluas batasan wilayah daerah mereka. 28 Syamsul Hadi melihat bahwa pada dasarnya konflik tercipta dari kompetisi memperebutkan akses terhadap otoritas (kekuasaan) dan sumber ekonomi kemakmuran dari aktor-aktor yang berkepentingan.29 Merujuk pada Vedi Hadiz, “aktor-aktor yang berkepentingan” yang dimaksud adalah para elit politik yang berperan sebagai pembuat kebijakan. Elite dalam hal ini didefinisikan sebagai mereka yang memiliki sumber kekuasaan sehingga berpengaruh besar terhadap pembuatan dan keputusan politik.
30
Dalam
kasus sengketa aset antara Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, aset yang berada di Kota adalah sebagai sumber ekonomi yang dipandang oleh Kabupaten dapat membantu keluar dari terancamnya kepentingan ekonomi daerah setelah dilakukannya pemekaran. Sengketa yang muncul adalah antar elit politik di kedua daerah tersebut, yaitu terutama dalah antara Bupati dan Walikota Tasikmalaya
28
Nida Zidnya Paradhisa, Op. cit, hlm. 138 Syamsul Hadi, “Disintegrasi Pasca Orde Baru: Negara, Konflik Lokal dan Dinamika Internasional” dalam Nida Zidnya Paradhisa, “Konflik Kepentingan Daerah: Studi Kasus Sengketa Perebutan Gunung Kelud antara Pemerintah Kabupaten Kediri dan Pemerintah Kabupaten Blitar,” Jurnal Politik Muda Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012, hlm.137-138. 30 Ramlan Surbakti, “Memahami Ilmu Politik” dalam Nida Zidnya Paradhisa, “Konflik Kepentingan Daerah: Studi Kasus Sengketa Perebutan Gunung Kelud antara Pemerintah Kabupaten Kediri dan Pemerintah Kabupaten Blitar,” Jurnal Politik Muda Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012, hlm. 138. 29
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
15
sebagai penguasa yang memiliki wewenang besar dalam mengelola sumber daya daerah. Vedi Hadiz melihat bahwa pada dasarnya pemerintah daerah belum sepenuhnya mandiri dari pemerintah pusat, dimana pemerintah daerah masih tergantung kepada pemerintah pusat dalam hal pendapatan daerah.31 Di dalam legislasi UU No.22 tahun 1999 disebut bahwa pendapatan daerah Kabupaten dan Kota salah satunya adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan salah satu anggaran belanja pemerintah pusat dalam APBN. Menurut Vedi Hadiz, DAU menjadi sumber utama dalam bagi 90% keseluruhan Kabupaten dan Kota di Indonesia.32 Menurut lembaga internasional German Organization for Technical Cooperation (GTZ) hal ini disebabkan karena pada dasarnya wewenang perpajakan masih dipegang oleh pemerintah pusat; termasuk di dalamnya pajak properti yang di negara lain biasanya merupakan sumber pendapatan bagi daerah. Maka realitasnya majoritas dari daerah Kabupaten/Kota masih secara financial tergantung kepada dana dari pemerintah pusat, khususnya daerah-daerah yang tidak kaya dalam sumber daya alam. Sehubungan dengan hal ini, pemekaran wilayah sebagai suatu upaya untuk mengubah pengendalian administrasi (administrative control) atas suatu wilayah dapat dilihat sebagai upaya untuk memperoleh DAU, disamping sebagai tujuan untuk bagi hasil sumber daya alam (SDA). Dalam desentralisasi, permasalahan luas wilayah, sumber daya alam yang ada di dalamnya serta asset-aset daerah ini menjadi penting,
karena
berpengaruh
kepada
terhadap
implementasi
kebijaksanaan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Disebabkan karena pemerintah daerah masih bergantung sebagian besar oleh pemerintah pusat dalam penghasilannya, maka implikasi nyata adalah bahwa daerah akan merasa terancam apabila dana DAU yang diberikan oleh pemerintah pusat dan 31 32
Vedi R. Hadiz, Op. cit, hlm. 81 Ibid
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
16
sumber pendapatan dari SDA yang ada di daerah ternyata tidak mencukupi untuk menunjang terlaksananya penyelenggaraan fungsi pemerintah daerah secara optimal, seperti misalnya menurunnya layanan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan karena ketiadaan dana untuk memelihara dan mengoperasikan sarana dan prasarana fisik, antara lain rumah sakit, sekolah, pasar, terminal, lapangan olah raga, pendopo, gedung dan bangunan lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kesenjangan (perbedaan antara kenyataan dan harapan mensejahterakan masyarakat)
pemekaran, seperti misalnya lebih
tersebut mampu menjadi latar belakang pemicu
konflik dan kesalahpahaman antar daerah pasca pemekaran. Disamping itu, daerah juga akan merasa terancam kepentingan politiknya bila gagal mempertahankan sumber-sumber yang dapat meningkatkan pendapatan kelompok yang mendukungnya (seperti misalnya keperluan konstituen atau partainya). 1.6 Metodologi Studi Metode penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Menurut Jane Ritchie terdapat beberapa klasifikasi dari metode kualitatif, tergantung dari tujuan penelitian yang ingin dicapai.33 Klasifikasi yang disebutkan oleh Jane Ritchie adalah contextual, explanatory, evaluative, dan generative.34 Klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif kontekstual (contextual), karena penelitian ini berupaya untuk menjelaskan apa yang hadir di dalam dunia sosial dan bagaimana ia mewujudkan dirinya di dalam dunia sosial. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi fitur yang khusus adalah bahwa penelitian ini berupaya untuk menunjukkan dan menjelaskan suatu fenomena melalui pengalaman yang dirasakan oleh para partisipannya. Metode ini memberikan peluang untuk membedah suatu isu, untuk melihat bagaimana proses di dalamnya, dan bagaimana isu tersebut dilihat oleh
33
Jane Ritchie dan Jane Lewis, Qualitative Research Practice: a Guide for Social Science Students and Researcher (eds) (London: Sage Publications, 2003), hlm.26 34 Ibid
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
17
orang-orang yang merasakannya.35 Diharapkan bahwa pemahaman orang-orang tersebut terhadap suatu fenomena mempu menujukkan sifat yang terkandung di dalam fenomena tersebut. Penelitian kualitatif kontekstual terhadap sengketa aset antara Kabupaten dan Kota Tasikmalaya ini tidak memiliki tujuan untuk menguji relevansi sebuah teori, namun berupaya untuk menjadikan teori-teori yang ada sebelumnya sebagai kerangka acuan berpikir, seperti misalnya melihat konflik ini dalam perspektif politik predatory dimana kepentingan masyarakat dipertentangkan dengan kepentingan egoisme elit sebagai penguasa Kabupaten dan Kota. Maka penelitian ini tidak menekankan pada adanya suatu proses generalisasi terhadap fenomena-fenomena yang serupa, melainkan lebih menitikberatkan pada pemaknaan dari suatu fenomena yang terjadi. Jenis penelitian ini adalah deskriptis analitis, sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini yang hendak memberikan penjelasan mengenai kepentingan Bupati dan Walikota Tasikmalaya dalam konflik sengketa aset yang terjadi pasca-pemekaran. Dalam kerangka itu, penelitian yang dilakukan untuk penulisan buku ini dititikberatkan pada studi kepustakaan yang kemudian dibantu—secara sangat terbatas—oleh wawancara. Sumber yang dipakai dalam studi kepustakaan adalah dokumen-dokumen berbagai kebijakan pemerintah pasca-Orde Baru yang dikeluarkan sejak tahun 1999—baik berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, maupun bentuk kebijakan lainnya. Kebijakan pemerintah yang ditelaah adalah kebijakan yang terkait pemekaran Tasikmalaya serta pembagian aset antar Kabupaten dan Kota Tasikmalaya. Dokumen kebijakan sebagai satu sumber tertulis tentu saja memiliki kelemahan, terutama karena tidak menginformasikan bagaimana proses kebijakan itu terbentuk serta bagaimana saling lintas kepentingan dan kekuatan terjadi.
35
Ibid, hlm.27
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
18
Sumber lain yang dipakai adalah pelbagai buku, makalah, artikel dan bentukbentuk tulisan lain—baik yang diterbitkan maupun tidak—yang isinya relevan dengan permasalahan. Kelemahan yang muncul dalam penggunaan sumber ini adalah relative sedikitnya tulisan yang secara spesifik menelaah permasalahan yang dibahas dalam buku ini, sehingga informasi rinci dan spesifik pun sulit diperoleh sesuai harapan. Dalam upaya mengatasi kelemahan-kelemahan itu, digunakan pula sumber lain berupa jurnal, majalah dan surat kabar yang terbit sepanjang 2001-2013 dan masa-masa di luar itu. Sumber ini dinilai mengkonfirmasikan catatan-catatan kejadian seputar kebijakan pemerintah, peristiwa konflik yang dibahas, dan hasil-hasil wawancara media bersangkutan dengan tokoh-tokoh yang berkaitan—langsung atau tidak—dengan kebijakan dan peristiwa konflik itu. Selain studi literatur yang menghasilkan data sekunder di atas, juga dilakukan penelitian penelitian yang menghasilkan data-data primer. Data primer ini diperoleh khususnya melalui wawancara. Pencarian data melalui wawancara yang dilakukan untuk melengkapi data-data sekunder yang telah tersedia. Subyek data primer difokuskan pada pendapat para “stake holders” mengenai berlarut-larutnya sengketa ini. Para stakeholders ini diupayakan berasal dari: 1) aktor-aktor politik yang berperan dalam perumusan dan pembuatan kebijakan-kebijakan politik yang dibahas dalam penelitian ini; 2) wakil-wakil dari kalangan pemerintah yang terlibat dalam sengketa aset, upaya-upaya penyelesaian konflik politik yang dibahas; dan 3) para partisipan dalam konflik politik, yaitu pihak yang dilihat merasakan konflik politik tersebut dan mengerti konflik tersebut. Dengan memakai metode penelitian seperti di atas, diharapkan bahwa sasaran penelitian—yaitu dapat dipahaminya kepentingan Bupati dan Walikota dalam sengketa aset—dapat dicapai.
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
19
Tabel 1 Daftar Informan No. Nama informan
Jabatan
Informasi dan data yang dicari
Dekan FISIP Universitas Siliwangi, Tasikmalaya dan staf pengajar tetap di Departemen Ilmu Politik Salah satu nara sumber pendirian cabang partai PAN dan NASDEM di Tasikmalaya. Fitriyani Yuliawati Staf pengajar tetap di Departemen Ilmu Politik, UNSIL
Proses sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran Kabupaten Tasikmalaya. Informasi mengenai peran dan keterlibatan elit terkait sengketa aset.
3.
Nana Sudjana
Staf Linmas Kabag Pemerintahan
Polemik sengketa aset Rumah Sakit Umum Tasikmalaya
4.
Deden Mulyadi
Kepala Bagian Aset Setda Kota Tasikmalaya
Polemik dan perwujudan kesepakatan penyerahan aset yang disengketakan
5.
Hanafi
1.
2.
Edi Kusmayadi, M.Si
Kepala Bagian Hukum Kota Tasikmalaya
Proses sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran Kabupaten Tasikmalaya. Informasi mengenai peran dan keterlibatan elit terkait sengketa aset (tidak ada rekaman)
Adanya peraturan pemerintah sebagai rujukan dalam ketentuan penyerahan asetaset sesuai ketentuan pasla 14 UU 10/2001.
1.6.1 Pemilihan Kasus dan Batasan Waktu Observasi Kasus pemekaran di Tasikmalaya dipilih karena kasus ini berdasarkan infoinfo yang ada di media dan observasi awal penulis di lapangan menunjukkan dampak berupa sengketa aset antara Pemerintah Kabupaten dan Kota Tasikmalaya. Disebut bahwa konflik mengemuka di media dengan berbagai pemberitaan antara yang
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
20
mendukung Pemda Kabupaten dan Pemkot Tasikmalaya.36 Selain itu, terlihat bahwa konflik ini hanya melibatkan para elit—konflik tidak menyebar kepada kalangan yang lebih luas, bahkan masyarakat umum sebagian besar tidak mengetahui proses dan kronologi dari sengketa tersebut.37 Disebabkan karena dari permukaan dominasi peran elit sudah dapat terlihat, maka kasus ini membantu penulis untuk membuat analisis dengan menggunakan perspektif Vedi R. Hadiz yang menjelaskan peran elit politik dalam permasalahan desentralisasi di Indonesia. Dalam hal ini, penulis ingin menunjukkan bahwa konflik aset di atas merupakan kasus yang dapat dipahami dalam perspektif Politik Predatory dan bahwa kasus konflik aset di Tasikmalaya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan pemekaran yang telah ditetapkan dengan UU 10/2001. Rentang waktu observasi studi ini dilihat sejak pemekaran wilayah dimulai yaitu sejak ditetapkannya UU 10 tahun 2001 sampai dengan tahun 2013 yaitu dimana konflik aset masih tetap berlangsung hingga saat ini. Dengan rentang waktu yang telah berlangsung selama 12 tahun, peran elit dalam kronologis sengketa aset dan dampak dari pemekaran (antara lain terhadap PAD, PDRB, konflik aset, dan layanan pemerintahan) dapat terlihat. Dalam hal ini penulis dapat menunjukkan dampak buruk dari pemekaran agar dapat dijelaskan dengan teori Vedi R. Hadiz. 1.6.2 Keterbatasan Studi Terdapat beberapa kelemahan studi yang membatasi hasil kajian yang disampaikan pada kesimpulan, antara lain sebagai berikut:
36
Fitriyani Yuliawati dan Subhan Agung , Op. cit, hlm. 158. Disebut bahwa masyarakat hanya melihat secara kasat mata bahwa Satpol PP dari masing-masing pemerintahan “perang” klaim dengan memasang dan membongkar spanduk bahwa aset tersebut milik Pemkot dan Pemda Tasikmalaya. “Perang” ini khususnya terjadi di wilayah Alun-alun Tasikmalaya, dimulai dengan Satpol PP Kota Tasik yang memasang spanduk bahwa tanah dan bangunan Alun-alun adalah milik kota dan kemudian dicabut oleh Satpol PP Kabupaten atas perintah Bupati Tasikmalaya. Kejadian ini membingungkan dua orang komandan Satpol PP beserta anak buahnya yang sedang berada di lapangan karena kedua-duanya menjalankan perintah atasannya. Lihat Koran Radar Tasikmalaya, 13 Januari 2011. 37
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
21
1. Dalam mengungkapkan kepentingan elit dalam proses pemekaran wilayah seyogyanya melibatkan pelaku-pelaku utama sebagai informan. Tokoh-tokoh kunci seperti bupati dan walikota yang memerintah pada pra dan pasca pemekaran sulit dihubungi dan menolak untuk dimintakan pendapatnya. Sebagai pengganti yang diasumsikan layak dalam memahami proses pemekaran yang terjadi maka dipilih informan yang memiliki rekam jejak mengenal kondisi daerah sebelum dan pasca pemekaran, mengenal dan memahami kebijakan yang memetintah pada saat itu. 2. Pengukuran atau estimasi adanya akumulasi modal yang diperoleh penguasa untuk kepentingan kelompok atau partainya hanya berdasarkan indikasi yang diungkapkan oleh para pakar. 3. Data-data menurunnya kinerja layanan pemerintah dampak pemekaran hanya dilihat secara makro berdasarkan data-data statistik yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statitsik Daerah (hanya menghitung perkembangan PAD dan pertumbuhan PDRB perkapita wilayah saja). Seyogyanya data-data kinerja layanan ini diukur dengan melihat apa yang dialami oleh masyarakat sebelum dan sesudah pemekaran yang diperoleh melalui survey rumah tangga.
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
22
1.7 Model Analisis Pembentukan DOB Kota Tasikmalaya: UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah & Peraturan Pemerintah 129 tahun 2000 tentang Pemekaran Kelayakan Pemekaran (PP 129/2000), DOB harus memenuhi syarat: Administratif, Teknis, Fisik.
UU No.10 tahun 2001 menetapkan Kota Tasikmalaya layak sebagai DOB yang lepas dari wilayah Kabupaten Tasikmalaya Pasal 14 UU 10/2001 menetapkan 85 aset yang berlokasi di Kota Tasikmalaya diserahkan kepada Kota. Dana pergantian aset-aset kabupaten yang hilang (diserahkan kepada Kota) disepakati akan diperoleh bantuan dari pusat, diperkirakan senilai 600M
Bagaimana dengan kelayakan Kabupaten sejak melepaskan Kotif Tasikmalaya menjadi DOB? Tidak terungkap dalam naskah akademis.
PAD Kabupaten Tasikmalaya menurun dan tidak berkembang 2 tahun sejak pasca pemekaran. Menurunnya layanan birokrasi dan sosial dengan pemindahan ibukota. Kabupaten Tasikmalaya
Polemik Sengketa Aset dimulai ketika Kabupaten Tasikmalaya melihat aset sebagai alat untuk mengatasi kesulitan keuangan pascapemekaran. Kota bersikeras bahwa sesuai dgn pasal 14 UU 10/2001 aset adalah milik kota, walaupun sejak pasca pemekaran kota telah mengalami perbaikan ekonomi yang signifikan jauh dari kondisi ekonomi kabupaten Indikasi adanya ketidak pedulian pemerintah propinsi dan pusat yang tercermin dari berlarut-larutnya sengketa selama 12 tahun Ketiadaan ketentuan aturan Pemerintah dalam penyerahan aset sebagai turunan dari UU 10/2001. Ini memberikan peluang kepada Kabupaten untuk tidak menyerahkan aset.
Gambar 1. Skema Alur Berpikir Seperti yang telah dijelaskan dalam latar belakang masalah, terbitnya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah 129 tahun 2000 tentang Pemekaran (Otonomi Daerah) memicu dan mendorong terjadinya pemekaran daerah termasuk Kabupaten Tasikmalaya.
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
23
Undang Undang No.10 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya menetapkan terbentuknya Kota Tasikmalaya menjadi kota otonom yang independen dari Kabupaten Tasikmalaya, dan secara spesifik Pasal 14 mensyaratkan Kabupaten Tasikmalaya untuk memberikan aset daerah ke Kota Tasikmalaya. Sejak pasca pemekaran, PAD Kabupaten Tasikmalaya menurun dan tidak berkembang dan ditambah lagi menurunnya layanan birokrasi dan sosial karena berkurangnya sarana dan prasarana pendukung, aset yang dulu ada, saat ini dikuasai oleh Kota dan pada saat yang sama penggantinya belum juga selesai dibangun. Untuk mengatasi hal ini, salah satu jalan keluar adalah bahwa Kabupaten Tasikmalaya melihat aset sebagai alat untuk mengatasi kesulitan keuangan pasca-pemekaran. Akan tetapi merujuk pasal 14 UU
10/2001, hal ini ditolak oleh pemerintah Kota
Tasikmalaya karena aset tersebut sudah disepakati akan diserahkan kepada kota. Akibat konflik ini, sejak tahun 2001 sampai dengan saat ini, anggaran operasional dan pemeliharaan aset-aset ini menjadi terhenti, yang pada gilirannya berdampak kepada menurunnya mutu layanan kepada masyarakat khususnya di Kabupaten. Sebaliknya, data yang ada menunjukkan egoisme Kota Tasik bahwa kinerja Kota Tasikmalaya semakin baik (contoh PAD dan PDRN perkapita), walaupun tanpa memanfaatkan aset-aset yang disengketakan. Disamping itu, sengketa ini yang sudah berlangsung hampir 12 tahun ini
menunjukkan adanya ketidakpedulian
pemerintah pusat dan propinsi dimana hal ini bertolak belakang dengan ketetapan Pasal 14 ayat 1 (pemerintah pusat dalam hal ini kementerian terkait dan pemerintah propinsi bertanggungjawab dalam pengelolaan aset-aset ini). 1.8.Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang dari diangkatnya permasalahan di dalam penelitian ini. Dimulai dengan pemaparan tentang latar belakang konflik aset antara pemerintah Kabupaten dan Kota Tasikmalaya itu muncul dimana antara lain dilakukan pemaparan singkat data-data tentang perbandingan kondisi Kabupaten dan Kota Tasikmalaya pasca-pemekaran. Selain itu bab ini juga memuat rumusan
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
24
permasalahan, tujuan dan signifikansi penelitian serta kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis temuan-temuan penelitian. Tinjauan pustaka terhadap beberapa penelitian terdahulu yang membahas tema yang sama sebagai perbandingan pada penelitian ini. Selain itu, pada bab ini juga terdapat metodologi penelitian yang dipilih untuk membahas pokok permasalahan dan skema alur berpikir yang digunakan. BAB II. Kajian Literatur Desentralisasi Dan Pemekaran Wilayah. Bab ini akan membahas tentang kronologis pemekaran dan kondisi Kabupaten dan Kota Tasikmalaya pasca-pemekaran. Khususnya bab ini akan membahas tentang sengketa aset secara lebih komprehensif yang berlangsung antara tahun 2001-2013. Dipilihnya pembatasan tahun ini didasarkan pada pembentukan Kota Tasikmalaya pada tahun 2001 dan proses penyelesaian konflik aset yang baru terlihat belakangan ini. BAB III. Dampak Pemekaran dan Sengketa Aset. Bab ini mendiskusikan hasil kajian dampak pemekaran Kabupaten Tasikmalaya dengan fokus pada dampaknya di sektor perekonomian dan kesejahteraan di kedua wilayah, serta melihat sejauhmanakah adanya indikasi kepentingan elit di dalam sengketa aset sebagai akibat pemekaran yang dilakukan pada tahun 2001. BAB IV. Kesimpulan. Bab ini adalah bab terakhir dari penelitian ini yang akan menyajikan kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari temuan-temuan yang didapatkan di dalam penelitian ini. Bab ini juga akan mempertegas jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan di awal penelitian.
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
BAB II KAJIAN LITERATUR DESENTRALISASI DAN PEMEKARAN WILAYAH
2.1. Kronologi Pemekaran Kabupaten Tasikmalaya Berakhirnya kepemimpinan rezim Orde Baru pada Mei 1998 menjanjikan sejumlah harapan bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Dengan mengusung tema ‗reformasi‘, arah pembangunan berganti dari sentralisasi yang menekankan pada stabililitas politik dan ekonomi terpusat menjadi kebebasan untuk melakukan otonomi secara luas dan desentralisasi fiskal.38 Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sebagai dampak dari desentralisasi, hingga akhir tahun 2011, pasca diperbaharuinya UU 22/1999 dengan UU 32/2004, setidaknya telah ada 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota terbentuk sebagai hasil dari pemekaran wilayah.39 Provinsi Jawa Barat pun tidak luput mengalami proses pemekaran, dimana pada tahun 2000 terjadi pemekaran di wilayah Jawa Barat dengan kemunculan Provinsi Banten yang terdiri atas Kabupaten Tangerang, Serang, Lebak, Pandeglang, Kota Cilegon, dan Kota Tangerang. Setelah itu, muncul kota-kota baru yang struktur daerah atau pemerintahannya berasal dari kota adminstratif (kotif). Kota administratif berdasarkan UU otonomi lama yaitu UU No.5 tahun 1974 ialah kota yang memiliki 38
Desentralisasi fiskal merupakan salah satu implementasi dari paradigma hubungan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan awal yang dirumuskan dalam UU No. 22 dan No. 25 tahun 1999 antara lain ditandai dengan dialokasikannya Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai sumber pembiayaan berbagai urusan pemerintahan yang telah didaerahkan, Dana Bagi Hasil (DBH) dari ekstraksi sumber daya alam yang berada di daerah yang bersangkutan, dan diberikannya otoritas pajak yang terbatas kepada pemerintah daerah. Perubahan yang dilakukan dengan dikeluarkannya UU No. 33 tahun 2004 memperbesar basis bagi hasil pajak dari sumber daya alam yang dimiliki daerah, maupun dari pajak tingkat nasional lainnya, dan perluasan total dana yang menjadi sumber DAU. 39 Hindra Liu, ―SBY: Cermati Pemekaran Daerah,‖ diakses dari http://regional.kompas.com/read/2011/08/16/19291038/SBY.Cermati.Pemekaran.Daerah pada 3 Desember 2013 pukul 02.24 WIB 25
Universitas Indonesia
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
26
wali kota administratif yang bertanggung jawab kepada bupati dimana kota administratif itu berada. Contoh kota administratif di daerah Jawa Barat (sebelum ada Provinsi Banten), antara lain Kotif Cimahi, Kotif Tangerang, Kotif Cirebon, Kotif Banjar, dan Kotif Tasikmalaya.
Gambar 2. Letak Kabupaten dan Kota Tasikmalaya
Kotif Tasikmalaya seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2, yang pada asalnya menginduk kepada Kabupaten Tasikmalaya, memiliki keinginan untuk menjadi sebuah kota yang otonom. Menurut publikasi dari media koran yang tersebar pada saat itu (tahun 2000), keinginan ini muncul dari dorongan kelompok elit yang dipimpin oleh Bupati Tatang Farhanul Hakim mengajukan Kotif Tasikmalaya sebagai sebuah kota yang mandiri dan terlepas dari Kab. Tasikmalaya. 40 Pada akhirnya pembentukan Kota Tasikmalaya sebagai DOB ditetapkan berdasarkan Undang40
―Sejarah Singkat Kota Tasikmalaya,‖ diakses dari http://www.tasikmalayakota.go.id/home.php?show=sejarah pada 3 Desember 2013 pukul 02.30 WIB
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
27
Undang Nomor 10 Tahun 2001, bersama-sama dengan Kota Lhokseumawe, Kota Langsa, Kota Padang Sidempuan, Kota Prabumulih, Kota Lubuk Linggau, Kota Pagar Alam, Kota Tanjung Pinang, Kota Cimahi, Kota Batu, Kota Singkawang, dan Kota Bau-Bau. 2.1.1. Tasikmalaya Sebelum Otonomi Kabupaten dan Kota Tasikmalaya adalah sebuah wilayah yang berada di tenggara Provinsi Jawa Barat. Berada di titik koordinat 108 08′ 38″ – 108 24′ 02″ BT dan 7 10′ – 7 26′ 32″ LS, dengan jarak kurang lebih 105 km dari pusat pemerintahan provinsi, Bandung. Kota Tasikmalaya memiliki sejarah yang tidak bisa dilepaskan dengan Kotif Tasikmalaya maupun Kab. Tasikmalaya. Kotif Tasikmalaya berdiri pada tanggal 3 November 1976, disertai dengan keluarnya PP No. 22 tahun 1976. Yang menjadi Walikota Administratif pertama ialah Drs. H. Oman Roosmaan. Kotif inilah yang merupakan cikal bakal dari kemunculan dari Kota Tasikmalaya. Bisa dikatakan bahwa daerah Tasikmalaya sendiri merupakan daerah yang cukup strategis. Dengan jarak kurang lebih 105 km dari Kota Bandung dan 60 km dari perbatasan Jawa Tengah, Cilacap, Kota Tasikmalaya menjadi daerah transit perdagangan di jalur selatan Pulau Jawa. Gambar 4 menunjukkan Kotif Tasikmalaya (sebelum pemekaran) yang merupakan gabungan dari 3 kecamatan. Kecamatan-kecamatan itu adalah: (1) Cipedes, (2) Cihideung, dan (3) Tawang. Kecamatan Cihideung adalah pusat dari pertumbuhan ekonomi khususnya di daerah Tasikmalaya.
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
28
Gambar 3. Lokasi Kota Administratif Tasikmalaya (sebelum otonomi, yang terdiri dari 3 kecamatan) Letak Tasikmalaya yang strategis hingga membuat potensi investasi meningkat. Namun sebagai implikasinya, ekonomi rakyat mulai terpinggirkan. Keberadaan batik sukapura, payung geulis, kelom geulis, dan kerajinan tikar yang menjadi basis bagi perekonomian masyarakat banyak mulai terpinggirkan.41 Hal ini karena keberadaan lokasi pemasaran yang tidak merata, selain terlalu terpusatnya keberadaan pasar. Kondisi ini semakin diperburuk dengan terjadinya konflik sosial pada tahun 1996, dimana terdapat opini yang berkembang bahwa pemerintah Kabupaten tidak memiliki kapasitas yang cukup dalam melayani dan memberikan
41
Batik sukapura, payung geulis, kelom geulis, dan kerajinan tikar dikatakan sebagai ekonomi rakyat karena pengusahanya biasaya berupa orang-orang rumahan. Semuanya merupakan hasil kebudayaan yang sudah berlangsung sekian lama. Daerah penghasil kebudayaan tersebut biasanya terletak di daerah periferi. Batik sukapura ialah batik khas dengan corak asli Tasikmalaya, daerah produksi terletak di sekitar Kec. Cipedes. Payung geulis banyak diproduksi di Kec. Indihiang. Kelom geulis banyak diproduksi di Kec. Cibeureum. Sedangkan kerajinan tikar banyak diproduksi di Kec. Manonjaya, yang nantinya menjadi daerah Kabupaten Tasikmalaya. ―Evaluasi Kinerja Pembangunan Pra dan Pasca Pemekaran,‖ Lembaga Administrasi Negara (LAN) November 2004, hlm. 99
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
29
perlindungan kepada perekonomian masyarakat kecil (pribumi) dari dominasi etnis Cina yang menguasai perdagangan di kawasan perkotaan (Kotif) Tasikmalaya.42 Setelah konflik yang terjadi pada tahun 1998 di tingkat nasional seiring dengan inflasi dan jatuhnya nilai rupiah, perubahan pun terjadi di Tasikmalaya. Perubahan pergantian kekuasaan di pusat mengubah sistem dan tatanan pemerintahan di daerah. Ketika reformasi mendorong terciptanya perbaikan dalam seluruh sektor pembangunan, yaitu saat UU 22/1999 ingin dibentuk, Tasikmalaya tidak ingin kehilangan momentum dalam meningkatkan pembangunan, khususnya bagi daerah. Selain didukung oleh Tatang Farhanul Hakim yang merupakan Bupati pada saat itu, Walikota Administratif yang dipimpin oleh Bubun Bunyamin beserta masyarakat Kotif juga mengupayakan terjadinya perubahan status dari yang semula kota administratif menjadi kota yang otonom dan mengatur penuh urusan daerahnya. Alasan atas hal ini disebut karena adanya keinginan untuk memperbaiki layanan dan perlindungan kepada perekonomian masyarakat kecil yang selama ini tidak mampu dilakukan oleh Kabupaten Tasikmalaya.43 2.1.2. Tasikmalaya Sesudah Otonomi Disebabkan karena di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan dan Kriteria pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah terdapat syarat teknis yang menyatakan bahwa untuk pembentukan kabupaten diperlukan 5 kecamatan dan selanjutnya diperlukan 4 kecamatan untuk pembentukan kota, maka dalam pemekaran kotif menjadi kota otonom beberapa kecamatan dari Kabupaten ‗diambil‘ menjadi bagian dari Kota Tasikmalaya. Kota Tasikmalaya sesudah pemekaran dapat dilihat dalam gambar berikut: 42
Konflik yang diisukan disebut oleh berbagai media bermuatan SARA antara Islam dan Kristen, namun sebenarnya lebih cenderung karena permasalahan ekonomi. Hal ini disebabkan karena pusat perekonomian di Kota Tasikmalaya lebih banyak dikuasai oleh orang-orang etnis Tionghoa, yang mayoritas beragama Kristen. Sebagai dampak dari isu agama yang marak diberitakan, maka pengrusakan lebih banyak ke pusat ekonomi Tasikmalaya. Lihat Hadad Thoriq dan Ali Nuryasin, Amarah di Tasikmalaya: Konflik di Basis Islam, (Jakarta : ISAI, 1998). 43 Fitriyani Yuliawati dan Subhan Agung , Op.cit. hlm. 152
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
30
Gambar 4. Kabupaten dan Kota Tasikmalaya (pasca pemekaran yang terdiri dari 8 kecamatan) Nama kecamatan secara berturut-turut ialah: (1) Cipedes, (2) Cihideung, (3) Tawang, (4) Indihiang, (5) Mangkubumi, (6) Kawalu, (7) Taman Sari, dan (8) Cibeureum. Setelah menjadi kota yang otonom, Tasikmalaya menjadi salah satu kota yang maju dengan pesat. Dalam Studi Daerah Otonom Baru yang dilakukan oleh Direktorat Otonomi Daerah Bappenas pada tahun 2008, disebutkan bahwa hal ini disebabkan karena: 1. Kota Tasikmalaya telah memiliki infrastruktur dasar yang cukup lengkap dengan kondisi baik. 2. SDM relatif maju, karena terdukung dengan Prasarana dan sarana pendidikan dasar hingga Perguruan Tinggi.
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
31
3. Memiliki aksesibilitas sehingga memudahkan masyarakatnya bekerjasama dengan daerah lain baik untuk belajar maupun bekerjasama dalam perekonomian. 4. Potensi sumberdaya ekonomi daerah sebagai sumber keuangan daerah relatif telah dikelola dengan baik. 5. Pasar telah berkembang, karena prasarana dan sarana perdagangan telah tersedia. 6. Kondisi keamanan kondusif untuk masuknya investor ataupun perdagangan dengan daerah sekitar. Sebaliknya, menurut Studi Daerah Otonom Baru yang dilakukan oleh Direktorat Otonomi Daerah Bappenas pada tahun 2008, Kabupaten Tasikmalaya yang tidak memiliki infrastruktur dasar yang cukup, tidak memiliki prasarana dan sarana pendidikan dasar, aksesibilitas rendah, pengelolaan sumberdaya ekonomi daerah yang belum cukup baik44, dan tidak adanya pasar dan sarana perdagangan membuatnya tidak dapat berkembang pesat seperti Kota Tasikmalaya. Selain itu, pemberian lima kecamatan baru pada formulasi kebijakan UU No.10/2001 tentang pembentukan Kota Tasikmalaya tersebut sedikit banyak mengurangi jatah PAD Kabupaten Tasikmalaya. Hal itu dikarenakan kecamatan-kecamatan yang yang diserahkan kepada Kota Tasikmalaya kebanyakan merupakan penghasil PAD terbesar untuk Kabupaten Tasikmalaya.45 Disebabkan karena infrastruktur dan sarana yang ada cenderung terpusat di Kota maka pasca-pemekaran terjadi kesenjangan yang cukup besar antara Kabupaten Tasikmalaya dan Kota—dimana perekenomian Tasikmalaya menjadi stagnan sedangkan Kota meningkat secara konstan.46 Seperti telah disebutkan sebelumnya dalam latar belakang, kesenjangan terjadi dari sisi dimensi kehidupan dan sektor 44
―Evaluasi Kinerja Pembangunan Pra dan Pasca Pemekaran,‖ Lembaga Administrasi Negara (LAN) November 2004, hlm. 99 45 Ibid 46 Disebut bahwa dari seluruh aset Pemkab Tasikmalaya, sekitar 70%-nya berada di wilayah Kota Tasikmalaya. Ibid
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
32
perekonomian, antara lain kesenjangan pendapatan, kesenjangan pendidikan, kesenjangan kesehatan, dan kesenjangan sarana dan prasarana umum dan sosial.47 Dari sisi perekonomian, pemekaran wilayah telah berdampak terhadap peningkatan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB di Kabupaten, namun peningkatan kontribusi tersebut hanya sebagai akibat bahwa wilayah pertanian sebelum dilakukannya pemekaran terdapat di wilayah daerah induk.48 Dalam studi ini juga ditemukan bahwa dalam sektor pendidikan, terjadi kesenjangan antara Kabupaten dan Kota Tasikmalaya dalam indikator-indikator sektor pendidikan seperti jumlah guru dan kualitas bangunan sekolah. Selanjutnya dalam Bidang Kesehatan, pemekaran wilayah pun cenderung hanya akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan dalam layanan kesehatan, karena distribusi sarana, prasarana, dan tenaga kesehatan semula tidak merata, melainkan lebih terkonsentrasi di wilayah perkotaan. Dampak pemekaran wilayah yang paling terlihat secara signifikan adalah terhadap keuangan daerah, khususnya terhadap Pendapatan Asli Daerah.49 Setelah pemekaran wilayah, Kabupaten Tasikmalaya di satu pihak hanya memiliki PAD yang sangat kecil, sementara Kota Tasikmalaya memiliki PAD yang relatif lebih besar. Hal ini terjadi karena konsentrasi sumber-sumber PAD yang potensial terjadi di Kota Tasikmalaya. Dengan demikian, daerah induk yang seharusnya mampu membina daerah baru pecahannya, dalam hal PAD tidak mampu untuk melakukan pembinaan, bahkan sebagian PAD Kota Tasikmalaya (lebih kurang 30%) diserahkan kepada Kabupaten Tasikmalaya. 47
Bidang ekonomi, sosial, sarana & prasarana, dan keuangan merupakan suatu bidang yang tingkatannya dapat terukur dengan melihat indikator-indikator. Bidang ekonomi dapat dilihat melalui tingkat penggangguran dan ratio indeks gini; bidang sosial dapat dilihat melalui tingkat pendidikan (melihat rasio guru terhadap murid dan angka partisipasi sekolah atau APS) dan kesehatan (melihat rasio dokter terhadap penduduk); bidang sarana dan prasarana dari aspek perhubungan dapat melihat panjang jalan dan dari aspek listrik dapat melihat rasio pelanggan listrik; dan bidang keuangan daerah dapat melihat rasio nilai PAD terhadap seluruh penerimaan daerah dan APBD. 48 Ibid, hlm. 79 49 ―Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007.‖ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) Juli 2008
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
33
2.2. Sengketa Aset Pasca-Pemekaran (2001-2013) Disebabkan karena seluruh aset-aset berupa infrastruktur dan sarana lainnya yang menyokong berbagai sektor sosial dan perekonomian kemudian menjadi milik Kota pasca-pemekaran, maka Kabupaten yang merupakan wilayah induk harus membangun sarana dan prasarana dari nol lagi. Hal inilah yang mengawali terjadinya sengketa perebutan aset antara Kota dan Kabupaten, dimana Kabupaten berupaya menggunakan aset-aset yang berada di Kota untuk digunakan atau dijual namun statusnya telah diambil alih oleh Kota sesuai dengan pasal 14 dalam UU No.10 tahun 2001 yang menyebutkan bahwa: 1. Untuk
kelancaran
penyelenggaraan
pemerintahan
Kota
Tasikmalaya,
Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang terkait, Gubernur Jawa
Barat,
dan
Bupati
Tasikmalaya
sesuai
dengan
kewenangannya
menginventarisir dan menyerahkan kepada Pemerintah Kota Tasikmalaya, halhal yang meliputi: a) Pegawai yang karena tugasnya diperlukan oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya; b) Barang milik/kekayaan negara/daerah yang berupa tanah, bangunan, barang bergerak dan barang tidak bergerak lainnya yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Pemerintah, Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Tasikmalaya yang berada di Kota Tasikmalaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; c) Badan Usaha Milik Daerah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Tasikmalaya yang kedudukan dan kegiatannya berada di Kota Tasikmalaya; d) Utang-piutang Kabupaten Tasikmalaya yang kegunaannya untuk Kota Tasikmalaya; dan e) Dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kota Tasikmalaya.
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
34
2. Pelaksanaan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambatlambatnya diselesaikan dalam waktu satu tahun, terhitung sejak diresmikannya Kota Tasikmalaya. 3. Tata cara inventarisasi dan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Merujuk pada keterangan dalam pasal 14 UU No.10/2001 di atas, maka secara normatif seharusnya Kabupaten Tasikmalaya menyerahkan aset kepada Kota, namun disisi lain penyerahan ini dianggap hanya menguntungkan salah satu pihak yakni Kota Tasikmalaya. Dari sisi Kabupaten Tasikmalaya, dibutuhkan banyak dana untuk membangun kembali pusat pemerintahan baru dengan berbagai infrastrukturnya dan juga untuk membangun ibu kota Kabupaten Tasikmalaya yang baru karena harus pindah dengan pusat ibu kota kabupaten sebelumnya berada di wilayah kota. Seperti yang dikemukakan oleh Staf Pelaksana Bappeda Tasikmalaya Amran Saefullah yang mengatakan: “Salah satu masalah urgen yang menyebabkan sengketa itu terjadi adalah karena wilayah induk yang akhirnya keluar dari wilayah asal. Kasusnya mirip seperti di Bandung Barat dan Sukabumi. „Public good‟ yang sudah dibangun kabupaten sebelumnya diambil alih secara langsung oleh Kota. Kabupaten secara otomatis terusir dari tempat asalnya. Klausul UU No.1/2001 yang mengharuskan selambatlambatnya aset 1 tahun harus diserahkan kepada pihak kota yang dimekarkan, secara sengaja oleh Bupati Tatang Farhanul (2001-2006 dan 2006-2011) saat itu tidak diberikan ke Kota, dengan alasan karena „public good‟, yang sangat dibutuhkan (sertifikat aset tersebut saat ini masih atas nama Pemda kabupaten).”50
50
Wawancara Fitriyani Yuliawati dan Subhan Agung dengan Amran Saifullah tanggal 11 September 2012, dalam Fitriyani Yuliawati dan Subhan Agung , Op.cit. hlm. 155
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
35
Sengketa aset ini kemudian berlanjut
ke pemerintahan Kabupaten
Tasikmalaya pasca masa pemerintahan Bupati Tatang Farhanul Hakim (2006-2011) dan Syarif Hidayat (walikota Tasikmalaya 2007-2012). Bupati Tasikmalaya H. Uu Ruzhanul
Ulum
(2011-2016)
menyebutkan
bahwa
pemerintah
kabupaten
Tasikmalaya akan menjual sekitar 80 titik aset, minus lima aset yang akan dipertahankan oleh Pemkab yaitu pendopo dan alun-alun, kantor setda, pasar Cikurubuk, Pasar Pancasila, dan bangunan yang digunakan BPR Sukapura dan Artagraha karena sudah diberikan ke perusahaan sebagai penyerta modal dari pemerintah.51 Sedangkan pihak Pemkot tetap pada pendiriannya akan membangun kembali Pasar Pancasila yang juga menjadi sengketa dengan pihak Kabupaten Tasikmalaya. Syarif Hidayat menegaskan bahwa aset tidak boleh dijual kepada siapapun. Oleh karena itu, untuk Pasar Pancasila Pemkot Tasikmalaya tidak akan menghentikan rencana pembangunan. Apa yang disampaikan oleh Bupati Tasikmalaya yang merupakan politisi PPP ini memancing tanggapan dari kalangan pemerintahan Kota Tasikmalaya dan juga para politisi di DPRD-nya. Mereka menyayangkan pernyataan Bupati tersebut, dimana Pemkot melihat urusan aset Kabupaten yang ada di Kota Tasikmalaya sudah selesai urusannya dengan mengacu pada UU No. 10 Tahun 2001 tentang pemisahan Kota Tasikmalaya dari Induknya Kabupaten Tasikmalaya, yang didalamnya juga mengatur masalah aset.52 Bahkan salah seorang Politisi dari PAN Ido Garnida menganggap pernyataan Bupati ini tak lebih sebagai bagian dari manuver politik berkaitan dengan Pilkada Kota Tasikmalaya, dimana walikota incumbent H. Syarif Hidayat berhadapan dengan H. Budi Budiman sebagai ketua DPC PPP Kota Tasikmalaya yang didukung oleh sang Bupati.53 Pihak kabupaten terus bersikeras dalam mempertahankan pandangan bahwa membangun kabupaten memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga solusinya adalah menjual aset kepada pemerintah kota atau pihak swasta. Sedangkan pihak
51
Fitriyani Yuliawati dan Subhan Agung , Op.cit. hlm. 158 Usman Kusmana, ―Rumitnya Penyelesaian Aset antara Pemkab dan Pemkot Tasikmalaya,‖ diakses dari http://regional.kompas.com/2012/05/08/rumitnya-penyelesaian-asset-antara-pemkab-dan-pemkottasikmalaya-460815.html pada 3 Desember 2013 pukul 02.57 WIB. 53 Ibid 52
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
36
Kota Tasikmalaya (Syarif Hidayat) berpandangan bahwa soal aset kabupaten Tasikmalaya seharusnya diserahkan kepada Pemkot Tasikmalaya tanpa syarat, karena kabupaten sudah memiliki lahan baru, apalagi Pemkot Tasikmalaya telah menghabiskan dana sebesar 7 Milyar untuk memperbaiki Pasar Cikurubuk, Alunalun, RSUD Tasikmalaya dan membersihkan Kompleks Dadaha. Sebaliknya Pemkab terus mengklaim aset-aset tersebut adalah hak milik mereka. Terlepas dari urusan politik terkait sengketa aset, yang terlihat adalah bahwa pasca pemekaran Kabupaten Tasikmalaya urusan aset ini menjadi permasalahan yang terus berlarut. Memang upaya untuk melakukan langkah mediasi telah dilakukan oleh Pemprov Jawa Barat dan Kemendagri, namun karena tidak adanya kesepakatan dari Kepala Daerah baik di Kota maupun Kabupaten maka hasil yang kongkrit sulit tercapai.54 Berdasarkan data yang ada Kabupaten Tasikmalaya memang kelihatan membutuhkan banyak anggaran untuk melakukan percepatan pembangunan, khususnya di kawasan ibukota baru di wilayah Singaparna yang ingin dijadikan pusat administrasi baru.55 Bahwa terbentuknya pemerintahan Kota yang mengambil beberapa wilayah kecamatan yang berada di pusat Kota yang sebelumnya memang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya, telah mengakibatkan ‗sang induk‘ harus memindahkan pusat pemerintahannya ke wilayah pinggir. Pada saat semua kantor mulai Gedung Setda, DPRD, dan gedung pemerintahan lainnya yang letaknya semua berada di Kota, maka memang Pemkab memerlukan anggaran yang sangat besar untuk kembali membangun gedung-gedung tersebut di wilayah ibukota baru. Sementara itu, Pemkot sendiri tidak menyediakan ruang dalam anggarannya 54
Kementerian Dalam Negeri meminta pemerintah Jawa Barat turun tangan menengahi persoalan aset itu sejak 2008. Pembicaraan soal aset yang difasilitasi pemerintah Jawa Barat sempat mentok pada 2011. Terakhir, BPK mengirim teguran kepada pemerintah Jawa Barat agar secepatnya memfasilitasi soal sengketa aset dua daerah itu. Lihat ―Pemekaran Kota Tasikmalaya Terbentuk Aset Terbagi,‖ dapat diakses di http://www.tempo.co/read/news/2013/10/16/058522182/Pemekaran-Kota-TasikmalayaTerbentuk-Aset-Dibagi pada 3 Desember 2013 pukul 03.00 WIB. 55 Disebut bahwa pembangunan ibukota menjadi penting karena Ibukota Kabupaten adalah sebagai suatu pusat yang secara aktif dan fungsional dapat mendukung kegiatan-kegiatan wilayah kabupaten, tidak terbatas pada bidang administrasi pemerintahan, tetapi juga bidang ekonomi, prasarana, fasilitas pelayanan, dan kebutuhan fisik lainnya. Lihat Studi Penelitian Ibukota Kabupaten Tasikmalaya: Laporan Pendahuluan (2002, Agustus 4). Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (LAPI-ITB)
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
37
untuk ikut meringankan beban ‗Induknya‘ yang justru harus berpindah. Melihat hal ini, maka terlihat jelas pengaruh dari pemekaran terhadap sengketa aset—Kabupaten tidak memiliki aset apa-apa pasca-pemekaran. Dalam hal ini terlihat kelemahan secara teknis dalam pemekaran daerah—yaitu tidak mempertimbangkan lokasi kewilayahan yang tepat dan perhitungan yang matang berkaitan dengan urusan aset yang ada didalamnya. Akibat dari sengketa aset, banyak aset pemerintah yang berada di Kota sempat lama tak terurus akibat statusnya yang menjadi tidak jelas. Banyak aset penting menjadi terbengalai tanpa fungsi, antara lain alun-alun (yang dulunya merupakan daerah pusat pemerintahan Kabupaten), lapang olahraga dadaha, dan RSUD Tasikmalaya. Pemkab secara hak kepemilikan merasa memiliki aset-aset ini dengan legalitas sertifikat, namun tidak dipergunakan sebagaimana mestinya karena berada di wilayah
Kota.
Sementara
Pemkot
Pun
tidak
leluasa
mengurus
dan
mempergunakannya karena ketidakjelasan statusnya. Hal ini jelas merugikan banyak masyarakat karena fasilitas penting seperti Rumah Sakit menjadi tidak terurus—dana dari pemprov, misalnya, tidak terserap oleh Pemkot Tasikmalaya yang mengelola RSUD sehingga kamar pasien dalam RSUD tersebut tidak mampu menampung banyaknya pasien yang memerlukan pengobatan.56 Pada akhirnya penyelesaian sengketa aset yang telah berlangsung selama 12 tahun baru terjadi baru-baru ini, melalui melalui penandatanganan kesepakatan berupa MoU antara Bupati Uu Ruzhanul Ulum dan Walikota Budi Budiman (20132017) di Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 16 Oktober 2013.57 Dari 85 aset di Kota yang disengketakan, antara lain pendopo Tasikmalaya, Lapangan Dadaha, bekas gedung Setda Kabupaten Tasikmalaya, serta sejumlah pasar dan gedung dinas, sebanyak 40 aset diantaranya Pendopo, eks Terminal Cilembang dan 56
―Sengketa Aset Dana Pemprov Rp.87 Miliat tak Terserap RSUD Tasik,‖ diakses dari http://www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/sengketa-aset-dana-pemprov-rp87-miliar-tak-terseraprsud-tasik pada 8 November, 2013 pukul 12.01 WIB 57 Duddy Rahayu Suhada, ―Kado HUT ke-12 Kota Aset Tuntas!,‖ dapat diakses di http://www.kabarpriangan.com/news/detail/11134 pada 3 Desember 2013 pukul 03.04 WIB.
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
38
sebagian kompleks olahraga Dadaha akan diserahkan kepada Kabupaten.58 Sedangkan berbagai aset yang selama 12 tahun dikelola dan diperbaiki oleh Kota seperti semua pasar di Tasikmalaya yakni Pasar Cikurubuk, Pasar Pancasila, serta Pasar Padayungan diserahkan kepada Pemerintah Kota Tasikmalaya. Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya pun turut diserahkan. Dari kesepakatan ini, disebut oleh Bupati bahwa porsi terbesar diserahkan ke Pemerintah Kota Tasikmalaya, dimana Kota mendapatkan 45 aset dari 85 aset yang disengketakan.59 Dalam hal penyelesaian sengketa ini, disebutkan bahwa Pemprov Jawa Barat bertindak sebagai fasilitator setelah diperintahkan oleh Kemendagri dan BPK, dimana bentuk fasilitasi itu adalah sebagai kompensasi dalam program pembangunan ke Kabupaten yang akan dihitung dahulu oleh provinsi.60
58
Ibid Pikiran Rakyat, 17 Oktober 2013 60 Duddy Rahayu Suhada, Op.cit 59
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
BAB III DAMPAK PEMEKARAN DAN SENGKETA ASET
Bab ini mendiskusikan hasil kajian dampak pemekaran Kabupaten Tasikmalaya
dengan fokus pada dampaknya di sektor perekonomian dan
kesejahteraan di kedua wilayah, serta melihat kebijakan dan tanggapan elit terkait sengketa aset sebagai akibat pemekaran yang dilakukan pada tahun 2001. Kajian dimulai dengan melihat pandangan-pandangan mengenai kelayakan pemekaran Kabupaten Tasikmalaya.
Kajian ini dipaparkan
pada subbab 3.1.
Kajian
selanjutnya, pada subbab 3.2, dengan data-data sekunder melihat dampak pemekaran terhadap kinerja sektor ekonomi di kedua wilayah layanan. Pada subbab 3.3, dengan kombinasi data-data dari publikasi pemerintah, umum dan media (termasuk internet) serta wawancara dengan para pakar (yang berdomisili di Tasikmalaya), dibahas bagaimana dampak pemekaran yang telah menyebabkan kesenjangan ekonomi dan menurunnya tingkat layanan pemerintah di Kabupaten memicu terjadinya konflik aset yang berkepanjangan. Melalui kajian sikap dan reaksi para elit penguasa, terdapat indikasi adanya beragam berlangsungnya sengketa aset.
kepentingan
dari proses pemekaran hingga
Bab ini kemudian ditutup dengan melihat dan
menunjukkan sejauh mana dampak pemekaran dan sengketa aset ini merupakan representasi adanya kebijakan yang bersifat predatoris. 3.1
Kelayakan Pemekaran Kabupaten Tasikmalaya tahun 2001
3.1.1 Kelayakan Menurut Naskah Akademis UU Nomor 10 Tahun 2001 Secara teoretis, proses desentralisasi melalui pemekaran daerah merujuk kepada konsepsi pengelolaan pemerintahan yang baik (“good governance”). Dalam konsepsi
39
Universitas Indonesia
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
40
ini, menurut naskah yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)1 bahwa secara umum terdapat 8 (delapan) aspek yang harus tercermin dalam pengelolaan pemerintahan yaitu: 1) Berorientasi pada kesepakatan antara para pemangku kepentingan (consensus oriented); 2) Akuntabel, tindakan atau kebijakankebijakan pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan; 3) Cepat dan tanggap dalam menjawab persoalan; 4) Pemerataan dalam layanan publik dan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat miskin; 5) Mengikuti aturan dan perundang-undangan yang berlaku; 6) Menekankan pendekatan yang partisipatif; 7) Efisien dan efektif; dan 8) Kebijakan dan prosedur yang transparan. Menurut pengalaman yang dilaporkan dalam salah satu dokumen UNESCAP2 bahwa totalitas mengikuti prinsip diatas sangat sulit untuk dicapai, dan dilaporkan juga bahwa sangat sedikit negara mencapai “good governance” dalam totalitasnya. Namun demikian, untuk memastikan kesejahteraan dan pembangunan manusia yang berkelanjutan, penerapan konsep ini terus diupayakan oleh banyak negara termasuk Indonesia. Upaya pemerintah dalam menerapkan konsepsi “good governance” ini tercermin dalam persyaratan pembentukan DOB yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 129 tahun 2000 tentang Persyaratan dan Kriteria pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Berdasarkan peraturan ini, syarat-syarat yang harus dipenuhi pertama adalah syarat administratif yang berarti adanya persetujuan dari DPRD dan Kepala Daerah induk dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Kedua, syarat teknis yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Ketiga, syarat fisik yang meliputi paling sedikit lima kabupaten atau kota untuk pembentukan provinsi, 5 kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 1
UNESCAP, “What is Good Governance?,” diakses dari http://www.unescap.org/pdd/prs/ProjectActivities/Ongoing/gg/governance.asp pada 12 Januari 2013 pukul 11.06 WIB 2 Ibid
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
41
kecamatan untuk pembentukan kota.3 Maka bagi Kotif Tasikmalaya untuk dimekarkan menjadi Kota Tasikmalaya dinyatakan layak karena dianggap telah dapat memenuhi syarat-syarat tersebut. Di dalam naskah akademik dalam UU No.10 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya disebutkan bahwa terdapat dua alasan pemekaran terhadap wilayah yang dulunya merupakan
mengapa dilakukan
Kota Administratif dari
sebuah Kabupaten. Alasan pertama yang disebutkan adalah karena perkembangan penduduk yang “pesat”, dimana disebutkan bahwa pada tahun 1995 terdapat 495.460 penduduk dan pada tahun 2000 kemudian telah menjadi 584.169 penduduk dengan pertumbuhan rata-rata penduduknya yang 0,32% per tahun. Alasan kedua adalah letak geografis Tasikmalaya yang strategis; dimana disebutkan bahwa dari segi potensi pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, serta pariwisata, Kota Administratif Tasikmalaya dilihat mempunyai prospek yang baik bagi pemenuhan kebutuhan pasar di dalam dan luar negeri. Atas dasar dua alasan ini dan ditambah dengan kenyataan bahwa pemekaran Kotif Tasikmalaya akan memasukkan wilayah Kabupaten Tasikmalaya lainnya (yaitu Kecamatan Indihiang, Kecamatan Kawalu, Kecamatan Cibeureum, Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Mangkubumi) dan juga adanya aspirasi masyarakat yang menuntut pemekaran, sehingga hal ini membuat Kotif Tasikmalaya layak untuk menjadi Kota Tasikmalaya. Pendapat yang dikemukakan oleh hasil penelitian UNDP dalam “Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007” menyimpulkan bahwa kinerja ekonomi dan kesejehteraan masyarakat lebih buruk di DOB. Dalam konteks yang lebih luas, disebutkan bahwa peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah DOB belum dapat mengejar ketertinggalannya dari daerah induk. Temuan UNDP ini memberikan pemahaman bahwa daerah induk tidak akan mengalami persoalan, dan
3
Tiga syarat ini khususnya tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata cara Penghapusan, Pembentukan dan Pemekaran Daerah; sebelumnya, yaitu pada Peraturan pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, syarat-syarat ini tercantum namun tidak secara eksplisit, khususnya terkait syarat teknis dan syarat fisik.
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
42
sebaliknyalah daerah DOB yang perlu mendapat perhatian. Hal inilah yang terungkap dalam naskah akademik yang lebih memberikan perhatian kepada kinerja DOB Tasikmalaya dan tanpa adanya catatan bagaimana dengan kondisi daerah Kabupaten pada masa yang akan datang. Kenyataan yang ada menunjukkan hal yang bertentangan dengan kesimpulan UNDP bahwa keterpurukan justru terjadi di daerah induk. 3.1.2 Ragam Pandangan Kelayakan Pemekaran Daerah Terdapat banyak perbedaan pandangan terkait kelayakan dilakukannya pemekaran terhadap Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2001. Pandangan pertama adalah pandangan yang melihat bahwa pemekaran sebagai suatu kebijakan rasional yang didukung hampir semua kalangan masyarakat — Nila Kirana menyebutkan bahwa nyaris tidak ada yang menyangsikan masa depan wilayah hasil pemekaran Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya.4 Saat itu, hampir semua pendapat menyatakan bahwa beban Kabupaten akan lebih ringan dan layanan publik akan lebih baik dalam melayani kebutuhan masyarakat yang tersebar luas di 30 kecematan. Demikan juga Kota Tasikmalaya yang terdiri dari 8 kecamatan akan memiliki prospek yang amat cerah karena dalam pembentukannya, Kota Tasikmalaya akan memperoleh 70 persen potensi PAD yang sebelumnya dikelola Pemkab Tasikmalaya.5 Pandangan rasional ini, dipermukaan atau yang tampak melalui laporan publikasi dan media, juga didukung oleh para elit penguasa. Pemekaran ini menurut baik Bupati Tatang Farhanul Hakim (didukung oleh PPP) dan juga Walikota Kota Administratif Bubun Bunyamin (didukung oleh PAN) didasari sebagai upaya untuk mewujudkan keinginan untuk memperbaiki layanan dan perlindungan kepada perekonomian masyarakat kecil yang selama ini tidak mampu dilakukan oleh Kabupaten Tasikmalaya. Seperti telah dikemukakan dalam bab 2, Kabupaten pada masa sebelum dilakukan pemekaran terlilit banyak permasalahan. Masalah diawali 4
Nila Kirana , “Masih Butuh Waktu untuk Dinilai…,” dalam Profil Daerah Kabupaten dan Kota Jilid 4, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004), hlm. 340 5 Ibid
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
43
dengan perekonomian masyarakat kabupaten
yang semakin terpinggirkan dan
sebaliknya semakin meningkatnya investasi seiring kemajuan pembangunan di Kotif Tasikmalaya. Semakin terpinggirkannya ekonomi masyarakat (khususnya masyarakat pribumi) pada akhirnya mengarah pada konflik sosial pada tahun 1996 dimana terjadi pengrusakan pusat perdagangan di kawasan perkotaan (Kotif) Tasikmalaya yang banyak dikuasai etnis Tionghoa. Situasi ini kemudian diperparah dengan krisis nasional pada tahun 1998, dimana terjadi inflasi dengan menurunnya nilai rupiah. Seperti banyak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, pemekaran dalam hal dilakukan karena pemerintah daerah dan masyarakat awam melihat pemekaran sebagai upaya cepat untuk keluar dari keterpurukan.6 Pandangan kedua melihat bahwa pemekaran dipengaruhi kepentingankepentingan tertentu, khususnya kepentingan partai politik. Melalui pembentukan DOB, para elit politik berkinginan untuk mengisi atau meduduki posisi-posisi pemerintahan baik di legislatif sebagai anggota DPRD, yudikatif sebagai hakim dan jaksa maupun di eksekutif sebagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Melalui wawancara dengan Fitriyani, disebutkan bahwa partai politik merupakan pihak yang bersikeras agar Bupati Tasikmalaya (Tatang Farhanul saat itu didukung PPP Tasikmalaya) dan Walikota Kotif (Bubun Bunyamin yang didukung oleh Golkar) secepatnya mengusulkan kepada Gubernur Provinsi Jawa Barat terkait Pembentukan Daerah Kota Tasikmalaya pada saat itu.7 Di dalam wawancara penulis dengan Fitriyani Yuliawati bahwa Fitriyani membenarkan bawa: “Sejak awal proses pemekaran sangat timpang dan lebih kuat nuansa politisnya. Terutama jika desakan tersebut datang dari partai politik. Sudah dapat dipastikan bahwa desakan tersebut lebih kepada kepentingan mereka untuk mengejar jatah kursi di legislatif”8
6
“Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007.” Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) Juli 2008: 31 7 Fitriyani Yuliawati dan Subhan Agung , Op.cit. hlm. 156 8 Ibid
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
44
Dalam hal ini terdapat desakan dari partai politik (khususnya PPP dan Golkar) terhadap Kepala Daerah agar isu pemekaran didorong untuk disetujui oleh pihak pemerintah pusat, dimana kepala daerah (Bupati dan Walikota Kotif) didesak untuk mengeluarkan kebijakan pemekaran. Melalui Surat Keputusan No. 133 Tahun 2001, tanggal 13 Desember 2001 Komisi Pemilihan Umum membentuk Panitia Pengisian Keanggotaan
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Kota
Tasikmalaya
(PPK-DPRD),
selanjutnya pengangkatan anggota DPRD Kota Tasikmalaya disahkan melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat, No. 171/Kep.380/Dekon/2002, tanggal 26 April 2002, dan pada tanggal 30 April 2002 keanggotaan DPRD Kota Tasikmalaya pertama diresmikan. Kemudian pada tanggal 14 November 2002, Drs. H. Bubun Bunyamin dilantik sebagai Walikota Tasikmalaya, sebagai hasil dari tahapan proses pemilihan yang dilaksanakan oleh legislatif. Di sini terlihat bahwa dengan terciptanya DOB Kota Tasikmalaya tercipta pula kedudukan-kedudukan baru baik di legislatif (wakilwakil partai yang duduk di DPRD), di yudikatif (Hakim dan Jaksa) maupun di ekskutif (mulai dari Walikota, Sekretaris Daerah dan SKPD). Terlepas dari berbagai pandangan yang ada di dalam masyarakat, faktanya yang jelas adalah sejak dilakukannya pemekaran muncul sengketa aset yang kemudian berlangsung hingga kini. Sengketa aset ini merupakan suatu konflik elit— dimana Bupati merasa bahwa UU. No 10 tahun 2001 yang mengatur tentang pemberian aset itu tidak adil melihat bahwa Kabupaten pasca-pemekaran harus mulai dari nol (dengan dukungan sarana dan prasarana yang sangat minimal). Melihat hal ini maka menimbulkan suatu kesan bahwa pemekaran yang dilakukan tidak benarbenar dipikirkan secara matang-matang, namun dilakukan secara tergesa-gesa. Hal ini nampak membenarkan pandangan ke-dua terkait proses pemekaran di Tasikmalaya, yaitu bahwa terdapat desakan partai politik khususnya terhadap Kepala Daerah dan petinggi-petinggi politik lainnya agar dilakukan pembentukan Kota Tasikmalaya untuk menciptakan jatah kursi legislatif. Adapun pandangan yang melihat bahwa pemekaran adalah kebijakan yang rasional untuk (memperbaiki taraf kehidupan masyarakat), merujuk pada pandangan pertama
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
45
yang telah didiskusikan diatas, kenyataan yang ada (lihat analisis di bawah subbab 3.2) dalam 2 tahun sejak pemekaran tidak ada perbaikan pelayanan yang berarti oleh pemerintah daerah. Dengan kondisi Kabupaten yang selama 12 tahun menjadi stagnan sedangkan kondisi Kota justru membaik. 3.2 Dampak Pemekaran terhadap Kinerja Perekonomian dan Layanan Masyarakat Dari kajian literatur, laporan-laporan media, dan studi-studi yang dilakukan oleh pemerintah antara lain oleh Direktorat Otonomi Daerah pada tahun 2008, kesimpulan umum yang dapat diambil adalah bahwa pemekaran wilayah Kabupaten Tasikmalaya menjadi Kabupaten Tasikmalaya (daerah induk) dengan Kota Tasikmalaya (daerah baru) telah menyebakan kesenjangan semakin besar sejak pemekaran wilayah. Kesenjangan tersebut terjadi pada kinerja perekonomian (antara lain kesenjangan pendapatan), kesenjangan sosial (kesenjangan pendidikan dan kesehatan), dan kesenjangan tingkat layanan sarana dan prasarana umum. Setidaknya terdapat empat faktor terkait kebangkrutan dan menurunnya tingkat layanannya pasca-pemekaran, yaitu: 1. Menurunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2. Menurunnya tingkat layanan birokrasi dan sosial 3. Ketidakpedulian pemerintah propinsi dan pusat 4. Indikasi egoisme daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) mengalami penurunan drastis dari 67,19 tahun 2002 menjadi 58,73 pada tahun 2006.9 Gambar 5 memberikan ilustrasi bagaimana PAD Kabupaten berada di bawah PAD Kota dan berada jauh di bawah PAD rata-rata Kabupaten/Kota Jawa Barat. Pada awal tahun 2006 perbedaan PAD Kabupaten dan Kota adalah sekitar Rp. 9 Miliar, akan 9
Fitriyani Yuliawati dan Subhan Agung , “Sengketa Aset Pasca Pemekaran Wilayah Kota dan Kabupaten Tasikmalaya,” Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Vol.1 No.2, Januari 2013, hlm. 155
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
46
tetapi pada akhir tahun 2012, perbedaan PAD Kabupaten dan Kota semakin lebar yaitu sekitar Rp. 40 Miliar. Setelah pemekaran wilayah, Kabupaten Tasikmalaya di satu pihak hanya memiliki PAD yang kecil dan lebih rendah dari Kota, sementara Kota Tasikmalaya memiliki PAD yang relatif lebih besar dan terus meningkat cukup signifikan. Hal ini terjadi karena konsentrasi sumber-sumber PAD yang potensial terjadi di Kota Tasikmalaya. Dengan demikian, daerah induk yang seharusnya mampu membina daerah baru pecahannya, malah sebaliknya Kabupaten mengalami pemiskinan.
Grafik 1. Perkembangan PAD Kabupaten dan Kota Tasik (2006-2012) Sumber: BPS Jawa Barat 140.000
PAD (Juta Rupiah)
120.000 100.000 80.000
Kab Tasik
60.000
Kota Tasik
40.000
Rata-rata Jabar
20.000 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Tahun
Sumber: Hasil analisis diolah dari data BPS Propinsi Jawa barat Hal lain seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2 mengenai perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)10 Kabupaten dan Kota Tasikmalaya
10
PDRB di kedua wilayah ini merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di Kabupaten dan Kota suatu daerah selama 5 tahun sejak 2006. PDRB ini pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di Kabupaten dan Kota Tasikmalaya.
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
47
adalah bahwa pemekaran wilayah telah berdampak terhadap stagnasi kontribusi sektor-sektor produksi terhadap PDRB dan
kebijakan pemekaran tidak mampu
mengakselerasi pertumbuhan sektor ekonomi di Kabupaten Tasikmalaya. Secara umum, ketimpangan yang sangat besar dibuktikan dengan besarnya perbedaan PDRB perkapita antara Kabupaten dan Kota, dimana PDRB perkapita Kota sejak tahun 2006 selalu lebih besar hampir 2 kali lipat dari PDRB Kabupaten, walaupun Total PDRB kabupaten lebih besar dari Kota. Tabel 2. Perkembangan Penduduk dan PDRB dan PDRB Perkapita (dalam Jutaan Rupiah) Kabupaten dan Kota Tasikmalaya 2006-2007 (Dalam Harga Konstan tahun 2000) Tahun
Kabupaten Tasikmalaya Kota Tasikmalaya PDRB Penduduk PDRB PDRB Penduduk PDRB Perkapita Perkapita 2006 4,511,372 1,743,324 3,097,968 610,456 2.59 5.07 2007 4,706,535 1,839,682 3,283,255 637,083 2.56 5.15 2008 5,080,500 1,860,157 3,470,242 640,324 2.73 5.42 2009 5,291,155 1,676,544 3,668,628 634,424 3.16 5.78 2010 5,517,024 1,705,763 3,878,723 646,874 3.23 6.00 Sumber: diolah dari data BPS Propinsi Jawa barat Faktor kedua adalah menurunnya tingkat layanan birokrasi dan sosial (kesehatan dan pendidikan). Sebelum pemekaran, Kota Tasikmalaya merupakan ibukota dari Kabupaten, dan disebabkan karena pemekaran maka selanjutnya Kabupaten Tasikmalaya memerlukan pusat ibukota baru untuk menciptakan pusat pemerintahan yang baru. Pada akhirnya di tahun 2004 ibukota Kabupaten Tasikmalaya dipindahkan ke kecamatan Singaparna dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah RI (PPRI) tentang Nomor 30 tahun 2004 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Tasikmalaya. Pemindahan ini tentu memakan biaya yang sangat besar karena diperlukan dana untuk membangun berbagai macam hal guna mendukung
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
48
kegiatan-kegiatan wilayah kabupaten, tidak terbatas pada bidang administrasi pemerintahan, tetapi juga bidang ekonomi, prasarana, fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, dan kebutuhan fisik lainnya. Disebutkan bahwa dalam kasus pemindahan ibukota dari Tasikmalaya ke Singaparna, telah dihabiskan sekitar 200 miliar rupiah, bahkan pemindahan ibukota tersebut masih memerlukan tambahan uang sebesar Rp500 miliar. Uang pemindahan ini antara lain digunakan untuk membangun kantor bupati, gedung DPRD, Masjid Agung, hingga bangunan dinas dan instansi daerah.11
Pada tahun 2011 Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya
menyatakan bahwa mereka tidak memiliki sisa anggaran di APBD 2011. Untuk mengatasi kesulitan keuangan tersebut, penjualan aset yang ada di Kota Tasikmalaya disebut oleh Bupati Kabupaten Tasikmalaya UU Ruzhanul Ulum sebagai solusi terbaik untuk menyelamatkan kepentingan masyarakat dan keuangan kabupaten, dengan pernyataannya: ”UU No. 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pemerintahan Kota Tasikmalaya mengisyaratkan agar aset yang ada di Kota diserahkan ke daerah Otonom. Hanya saja kasus yang terjadi di Tasik berbeda dengan daerah lain. Di Tasik Pemerintahan induk yang harus pindah, sedangkan pemerintahan baru tinggal enak melanjutkan. Jika diibaratkan dalam rumah tangga, justru ibu yang harus pindah dan membangun rumah baru,”12 Faktor ketiga adalah bahwa adanya ketidakpedulian pemerintah propinsi dan pusat (dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan) yang sesuai dengan kewenangannya dan ketentuan pasal 14 UU 10/2001 seharusnya membantu proses penyerahan aset dari Kabupaten Tasikmalaya kepada Kota Tasikmalaya. Gubernur Provinsi Jawa Barat Ahmad Heryawan (masa jabatan 20082013 dan 2013-2018), misalnya, menyatakan bahwa permasalahan sengketa aset adalah urusan antara Pemerintah Kota dan Kabupaten Tasikmalaya.13 Sementara itu,
11
Cornelius Helmy, Op.cit Syamsul Maarif, Op. cit 13 Irwan Nugraha, “Soal Sengketa Aset di Tasik, Aher: Itu Urusan Wali Kota dan Bupati,” diakses dari http://regional.kompas.com/read/2013/08/31/1633055/Soal.Sengketa.Aset.di.Tasik.Aher.Itu.Urusan.W ali.Kota.dan.Bupati pada 8 November, 2013 pukul 11.30 WIB 12
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
49
upaya Kabupaten yang meminta bantuan untuk memfasilitasi proses penyerahan aset tidak mendapat jawaban dari Kemendagri, seperti yang pernah disampaikan oleh Bupati Uu Ruzhanul Ulum tanggal 16 Oktober 2013,
menurutnya tim dari
Kemendagri pernah datang ke pihaknya membawa surat tugas meminta Pemkab menyerahkan aset ke Pemkot, “Saya katakan kami tidak akan menyerahkan aset tersebut, sejak itu tim tadi tidak pernah datang.”14 Faktor keempat adalah adanya indikasi egoisme daerah (mementingkan diri sendiri) yang tercermin dari sikap Kota Tasikmalaya yang ingin mempertahankan aset meskipun berdasarkan data yang terungkap aset-aset yang disengketakan tidak memberikan konstribusi yang signifikan terhadap PAD Kota Tasikmalaya (lihat Gambar 1 di atas dimana PAD Kota terus meningkat jauh dibandingkan dengan Kabupaten yang tersendat, „stagnant‟). Dan sebaliknya, egoisme Kabupaten yang tetap tidak menyerahkan aset walaupun sudah ditetapkan dalam pasal 14 UU 10/2001. 3.3. Sikap, Reaksi, dan Kepentingan Elit terhadap Konflik Sengketa Aset (2001-2013) 3.3.1 Sikap dan Reaksi Elit terhadap Konflik Sengketa Aset Sikap dan reaksi elit yang dimaksudakan adalah terbatas hanya pada tanggapan para penguasa yang dikumpulkan dan diolah dari melalui publikasi umum termasuk koran dan internat, jurnal ilmiah serta wawancara langsung kepada para pakar yang diasumsikan memahami sejarah dan persoalan pemekaran Kabupaten Tasikmalaya. Konflik pasca pemekaran yang terjadi antara pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya dengan pemerintah daerah Kota Tasikmalaya dipahami telah banyak 14
Wisnu Wage, “Sengketa Aset Selesai, Ini Dia Respon Bupati dan Walikota Tasikmalaya,” diakses dari http://www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/sengketa-aset-selesai-ini-dia-respon-bupati-danwali-kota-tasikmalaya pada 8 November, 2013 pukul 11.34 WIB
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
50
merugikan masyarakat, khususnya yang berada dalam wilayah Kabupaten. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pasca pemekaran seluruh sarana dan prasarana di wilayah induk (Kabupaten) harus dibangun lagi disebabkan karena „diambil‟ oleh wilayah Kotif yang kemudian menjadi DOB. Hal ini pada akhirnya mendorong sengketa antara elit di dua wilayah tersebut, yakni Bupati dan Walikota. Pada satu sisi Bupati ingin menjual aset-aset yang berada di Kota dan pada sisi lain Walikota telah mengganggap aset-aset tersebut sebagai miliknya (berpegang pada UU No.10 tahun 2001) dan ingin memperbaikinya. Akhirnya, yang terlihat adalah saling serang pernyataan di media, yang membuat bingung rakyat di kedua pemerintahan tersebut karena setelah lebih dari satu dekade (2 periode ganti walikota dan bupati, dan 2 periode ganti anggota DPRD), persoalan aset tidak terselesaikan. Meskipun sengketa aset ini banyak terekam di berbagai media, namun para elit yang terlibat cenderung mengelak dan mengeluarkan pernyataan yang ambigu, seperti yang dikemukakan oleh H. Kaka Kemal Affandi (Kabid. Aset Kabupaten Tasikmalaya: “Kami keberatan jika kesalahpahaman ini disebut konflik ataupun sengketa, hal ini hanya perbedaan pendapat saja antar pemerintahan Kota dan Kabupaten Tasikmalaya. Kami hanya menginginkan goal dari penyelesaian ketidaksepahaman ini diselesaikan secara adil dengan tidak merugikan daerah induk dan daerah otonom baru. Namun yang terjadi selama ini justru salah satu pihak menginginkan keuntungan sendiri, tanpa mengindahkan kami”15 Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa jelas-jelas pihak Kabupaten melihat bahwa pihak Kota hanya ingin untung sendiri dan tidak peduli dengan Kabupaten. Merujuk pada konseptualisasi di Bab I, bahwa salah satu ciri konflik adalah bahwa terdapat kesadaran pihak-pihak yang berkonflik bahwa mereka saling berlawanan (mutually opposed), maka pernyataan yang menyatakan bahwa Kota “menginginkan keuntungan sendiri, tanpa mengindahkan kami” sebenarnya menyiratkan adanya 15
Wawancara Fitriyani Yuliawati dan Subhan Agung dengan Kemal Affandi tanggal 18 Oktober 2012, dalam Fitriyani Yuliawati dan Subhan Agung , Op.cit. hlm. 159
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
51
konflik antara Kabupaten dan Kota karena Kota dilihat memiliki kepentingan yang berbeda dengan Kabupaten. Dalam hal ini, meskipun tidak diakui adanya konflik, setidaknya diakui bahwa terdapat kepentingan-kepentingan di pihak Kota terkait asetaset yang disengketakan. Dari pihak Kota sendiri, konflik itu nampak baru diakui keberadaannya pasca pergantian Walikota dari Syarif Hidayat kepada Budi Budiman pada tahun 2013, dimana ia memang mengakui bahwa terdapat sengketa, dan ia berupaya untuk mencari solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.16 Seperti yang dikemukakan oleh Budi Budiman: “Jika memungkinkan kita beli aset-aset tersebut dengan harga yang layak (tidak penuh). Menyesuaikan dengan kemampuan keuangan pemerintah Kota nantinya. Yang jelas kita berusaha mencari jalan tengah,
bukan
ego
dan
kepentingan
dikedepankan, semoga saja cepat kelar”
masing-masing
yang
17
Penjelasan oleh Budi Budiman di atas merupakan perubahan sikap yang besar bagi perkembangan dalam penyelesaian konflik aset ini. Walikota sebelumnya, Syarif Hidayat, justru lebih keras dalam mempertahankan kebijakan bahwa aset-aset tidak boleh dijual terhadap siapapun. Sejak masa kepemimpinanannya yang dimulai pada Juli 12 tahun 2013, memang kelihatan perubahan yang besar terkait penyelesaian sengketa aset karena pada bulan Oktober 2013 berbagai media menyebutkan bahwa telah terdapat kesepakatan antara Kabupaten dan Kota, dimana dari 85 aset yang disengketakan, akan diberikan 40 aset kepada Kabupaten. Dalam jangka waktu 12 tahun dimana sengketa aset berlangsung, yang terlihat adalah bahwa pertumbuhan Kota menjadi pesat sedangkan Kabupaten stagnan dan tidak berkembang. Hal ini menunjukkan suatu keganjilan, karena dari data yang telah 16
Wawancara dengan Fitriyani Yuliawati, Staf Pengajar Universitas Siliwangi, hari Rabu 27 November 2013. 17 Fitriyani Yuliawati dan Subhan Agung , Op.cit. hlm. 162
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
52
dikemukakan dalam BAB I dan II terlihat bahwa Kota tidak terlalu membutuhkan aset-aset yang disengketakan karena telah memiliki sarana dan prasarana yang memadai bagi pertumbuhan ekonomi—terbukti dari aset-aset yang tidak terurus di wilayah Kota itu sendiri.18 Meskipun pasal 14
dalam UU.No 10 tahun 2001
menyatakan bahwa aset tersebut seharusnya diberikan ke Kota, namun menimbang uniknya dampak pemekaran di Tasikmalaya (kondisi Kabupaten sebagai wilayah induk yang menjadi terpuruk) dan segala sarana dan prasarana yang sudah banyak berada di Kota, seharusnya kompromi dalam pembagian aset ini harusnya cepat selesai jika ada niat baik untuk mensejahterakan masyarakat Tasikmalaya secara keseluruhan, baik yang berada di Kota maupun Kabupaten. Seperti yang dikemukakan oleh Bagir Manan (Ketua MA dan Ketua Dewan Pers), “Seharusnya pihak Pemkot itu membantu Pemkab Tasikmalaya bagaimana cara bisa membangun pemerintahan baru di Singaparna. Itu bisa dengan cara meminta kepada pemerintah pusat atau apa, karena kalau Pemkab bisa pindah persoalan aset selesai, tegasnya. Kalau terus berpegang pada undang-undang jelas tidak akan selesai.”19 Maka dalam hal dipertanyakan kepentingan-kepentingan dari pihak elit, khususnya yang berada dalam wilayah Kota, terkait aset-aset tersebut. 3.3.2 Kepentingan Elit terhadap Konflik Sengketa Aset Dari wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap seorang tokoh masyarakat yang telah lama memperhatikan sengketa aset antara Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, ia menyebutkan bahwa sebenarnya terdapat semacam vested interest 18
Mengutip peryataan walikota Syarif Hidayat sendiri: "Suatu pakta yang harus diakui oleh semua pihak bahwa beberapa fasilitas umum dan fasilitas sosial serta Fasilitas pemerintah saat ini kondisinya sangat memprihatinkan akibat tidak terurus," “Satu dasawarsa Sengketa Aset di Tasikmalaya,” diakses dari http://www.pikiran-rakyat.com/node/162208 pada 3 Desember 2013 pukul 02.45 WIB 19 “Bagir Manan: Selesaikan Sengketa Aset Secara Kekeluargaan, ” diakses dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=92124, pada 3 Desember 2013 pukul 02.40 WIB
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
53
(kepentingan-kepentingan yang sifatnya personal) antara kedua pemerintahan di Tasikmalaya terkait aset-aset daerah yang berada di Kota yang pada akhirnya mengarah kepada adanya conflict of interest (benturan kepentingan).20 Kepentingankepentingan ini hanya terlihat dalam tataran operasional, dan justru tidak terlihat dari „atas kertas‟ atau dari berbagai undang-undang atau penjelasan formal terkait sengketa aset. Memang, yang terlihat dari berbagai sumber para elit jika membahas terkait
sengketa
aset
memang
cenderung
akan
menyebutnya
sebagai
„kesalahpahaman‟ atau „perbedaan pandangan‟, seperti yang dikemukakan oleh Walikota Syarif Hidayat sebagai berikut: “Permasalahan aset antara pemerintah Kota Tasikmalaya dan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu persoalan yang hingga satu dasawarsa pemerintahan Kota Tasikmalaya berdiri belum bisa terselesaikan. Berbagai upaya negosiasi dan fasilitasi sudah dilakukan di antara kedua pemerintahan, namun belum membuahkan hasil akibat adanya perbedaan sudut pandang dalam menginterpretasikan ketentuan undang-undang No 10 tahun 2001 tentang pembentukan Kota Tasikmalaya”21 „Perbedaan sudut pandang‟ terkait sengketa aset ini pada dasarnya menunjukkan suatu konflik kepentingan antar elit yang tidak terlihat oleh masyarakat, karena telah berlangsung lebih dari satu dekade dan sebenarnya tidak banyak melibatkan masyarakat (meskipun merugikan mereka).22 Pada dasarnya yang dibutuhkan untuk 20
Wawancara dengan Edi Kusmayadi, Dekan FISIP Universitas Siliwangi, hari Rabu 27 November 2013. 21 “Satu dasawarsa Sengketa Aset di Tasikmalaya,” diakses dari http://www.pikiranrakyat.com/node/162208 pada 3 Desember 2013 pukul 02.45 WIB 22 Salah satu contoh dari kerugian yang diakibatkan oleh sengketa aset adalah jadi tidak terurusnya pasar-pasar tradisional akibat statusnya yang tidak jelas. Akibat dari hal ini, maka pasar-pasar dapat menjadi tergeserkan dalam kompetisi melawan minimarket atau supermarket yang lebih bersih dan terurus. Hasilnya, ekonomi masyarakat kecil akan menjadi semakin terpinggirkan. Dari sisi pedagang, mereka sudah membeli kios, sementara mereka tidak memiliki kepastian apakah mereka menempati lahan tersebut akan lama atau hanya hingga kontrak hak guna pakai pasar tersebut habis, yaitu pada tahun 2014. Apabila aset tersebut jatuh kepada pemerintah kabupaten, maka terdapat kemungkinan bahwa mereka dapat terusir oleh pihak ketiga (karena Pemkab dapat menjual pasar tersebut kepada
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
54
penyelesaian sengketa aset hanyalah kerjasama antar dua elit di wilayah Tasikmalaya—seperti yang terjadi baru-baru ini saat Bupati dan Walikota Tasikmalaya menandatangi perjanjian pembagian aset. Maka sebenarnya apa bentuk kepentingan elit terkait aset-aset di Kota yang membuatnya berlangsung begitu lama dan baru-baru ini hanya dapat diselesaikan? Dari wawancara yang dilakukan penulis disebutkan bahwa salah satu penyebab sengketa aset adalah karena aset-aset tersebut, terutama pasar, memberikan kontribusi yang cukup besar secara ekonomi (melalui retribusi daerah). 23 Hal inilah yang mendorong pemerintah Kota untuk melakukan perbaikan terhadap Pasar Pancasila (sebagai contoh) meskipun pada dasarnya pasar tersebut merupakan aset Kabupaten yang ingin dijual oleh Bupati. Disebutkan bahwa pasar-pasar tersebut sebenarnya merupakan milik Kabupaten, namun karena lokasinya yang berada di Kota, maka yang kemudian yang mendapatkan kontribusi terbesar adalah Kota. Hal yang sama terjadi dalam kasus aset-aset lainnya, seperti misalnya RSUD Tasikmalaya—dalam kertas sebenarnya merupakan aset Kabupaten namun karena lokasinya yang berada di Kota maka RSUD tersebut memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat Kota. Seperti yang dikemukakan oleh Dedi Kusmayadi (Dekan FISIP Universitas Siliwangi) saat penulis bertanya tentang kontribusi asetaset terhadap perekonomian: “Infrastruktur itu berkorelasi positif terhadap masalah ekonomi, RSUD, Pasar-pasar, kemudian Gedung Seni dan Budaya Dadaha...Kontribusinya seperti apa? itu besar…Secara de facto (dalam praktiknya), Dadaha itu punya Kabupaten, de jure (secara
berbagai pihak). Lihat http:// regional.kompas.com /2012/08/16/pemkot-tasik-jangan-asal-bangun480177.html, terakhir diakses pada 3 Desember 2013 pukul 02.45 WIB 23 Retribusi menurut UU no. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Berbeda dengan pajak pusat seperti Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak, Retribusi yang dapat di sebut sebagai Pajak Daerah dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
55
hukum) juga Kabupaten24...Tapi lokasinya ada di Kota.. Siapa yang kemudian mendapatkan kontribusi terbesar? Kota! Melalui Dinas Pasar Kota...Karena begitu pasar muncul...Maka minat pasar itulah yang menarik … Dinas pasar Kabupaten yang memberikan kontribusi, dalam bentuk apa?..Hanya dalam bentuk yang permanen..misal saudara punya pasar saya tarik 1000 Rb per minggu…Sebulan saya bisa tarik 4000 Rb dari saudara..akumulasi satu tahun berapa? Dikali berapa ribu seperti saudara? Kontribusinya besar! Dari sisi ekonomi... Sekarang, jika berbicara tentang PAD dari sektor retribusi..yang ditetapkan kan target, per tahun, berapa per tahun..Realisasinya berapa? De facto-nya berapa sih? Kan 25 begitu..” Dari penjelasan ini, maka masuk akal apabila pemerintah Kota enggan untuk memberikan aset-aset kepada Kabupaten, karena memang beberapa aset-aset tersebut (khususnya pasar) memberikan kontribusi yang besar terhadap PAD Kota. Selain memberikan kontribusi dalam bentuk retribusi daerah, aset-aset seperti RSUD juga banyak dinikmati oleh masyarakat di Kota, sehingga yang mengatur urusan terkait pelayanan RSUD lebih banyak dilakukan oleh Walikota, seperti misalnya pemberian layanan kesehatan gratis.26 Berbagai kontribusi inilah yang menjadi bagian penting dari kepentingan elit terkait aset-aset daerah di Kota, konflik terlihat muncul akibat dari keinginan pemerintah daerah untuk memperkaya daerahnya masing-masing seiring dengan tugasnya untuk menyediakan pelayanan terhadap masyarakat secara optimal. Selain itu, konflik juga sebagai implikasi negatif dari UU No.32 tahun 2004 yang memunculkan sikap persaingan tidak sehat antar pemerintah daerah, dimana otonomi bukan sekedar dipersepsikan sebagai urusan rumah tangga, namun juga ketidakmauan apabila ada pihak lain yang ikut campur. 24
Pemerintah kabupaten masih tetap memegang sertifikat kepemilikan aset-aset yang ada di kota (termasuk di antaranya Pasar Pancasila yang ingin dijual). Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan pun, aset-aset kabupaten yang ada di kota masih dalam neraca keuangan pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Padahal, aset-aset yang tengah jadi sengketa ini dimasukan dalam neraca keuangan pemkot. Ini artinya, pemerintah pusat pun masih mengakui bahwa aset-aset tersebut masih menjadi milik pemerintah kabupaten. Lihat: http:// regional.kompas.com /2012/08/16/pemkot-tasik-janganasal-bangun-480177.html, terakhir diakses pada 3 Desember 2013 pukul 02.50 WIB 25 Wawancara dengan Edi Kusmayadi, Dekan FISIP Universitas Siliwangi, hari Rabu 27 November 2013. 26 Ibid
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
56
Terlihat sekilas bahwa masing-masing Kepala Daerah sebenarnya tidak memiliki vested interest seperti yang dikemukakan oleh salah satu informan penulis. Namun demikian, yang menarik dilihat kemudian adalah proses penyelesaian sengketa dengan terpilihnya Budi Budiman pada bulan Juli 2013 dan kemudian penyelesaian sengketa aset itu terwujud melalui penandatangan pemberian 40 aset kepada Kabupaten pada bulan Oktober. Setelah sengketa aset berlangsung selama 12 tahun, penyelesaian sengketa aset yang begitu cepat ini menjadi menarik. 3.4 Pengaruh Afiliasi Kepartaian dan Indikasi “ Rent Seeking”terhadap Konflik Sengketa Aset 3.4.1 Pengaruh Afiliasi Kepartaian Dari wawancara penulis dengan Fitriyani Yuliawati, seorang peneliti dari Universitas Siliwangi, ia menyebutkan bahwa Walikota Budi Budiman memberikan pernyataan menarik yaitu bahwa penyelesaian sengketa aset akan menjadi lebih mudah karena dirinya dan Bupati (Uu Ruzhanul Ulum) satu partai, yakni keduanya merupakan anggota dari Partai PPP.27 Sebelumnya, memang keanggotaan partai antara Bupati dan Walikota tidak pernah sama, seperti dapat dilihat dalam Tabel 2. Hal ini menjadi menarik karena dari pernyataan Walikota tersebut maka kemudian jelas terdapat pengaruh afiliasi kepartaian terhadap sengketa aset yang berlangsung antara dua Kepala Daerah Tasikmalaya. Dalam wawancara penulis dengan Edi Kusmayadi (yang selain merupakan Dekan FISIP Unsil juga merupakan salah satu pendiri cabang partai PAN dan Nasional Demokrat di Tasikmalaya), disebutkan bahwa dari retribusi terhadap dari aset-aset yang ada di Kota seperti Pasar Pancasila terdapat kemungkinan bahwa keuntungan tersebut masuk ke dalam kantong partai-partai dalam tataran operasional.
27
Wawancara dengan Fitriyani Yuliawati, Staf Pengajar Universitas Siliwangi, hari Rabu 27 November 2013
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
57
“...Berapa alokasi dari surplus itu?...Misal saudara sebagai orang Golkar, maka ya kemudian dibagi-bagikan kepada orang Golkar! Saya yang misalnya sebagai orang PPP ya ga dibagi!...”28 Tabel.2 Penguasa dan Partai yang memerintah Kabupaten dan Kota Tasikmalaya (1996-2013)
Tahun
1996-2000
2001 2001-2006
2007-2012 2012-2017
Kabupaten Kota Bupati Walikota Kabupaten Tasikmalaya Bupati: H. Kolonel SuIjana Wirata Hadisubrata Walikota Kotif: H. Bubun Bunyamin (Bupati dan Walikota ditunjuk oleh pusat) Bupati: Tatang Farhanul hakim Walikota Kotif: Bubun Bunyamin Tatang Farhanul Hakim (PPP) Dipilih oleh DPRD
Bubun Bunyamin (Golkar) Dipilih oleh DPRD
Tatang Farhanul Hakim (PPP) Dipilih oleh rakyat (Pilkada) Uu Ruzhanul Ulum (PPP) Dipilih oleh rakyat (Pilkada)
Syarif Hidayat (PAN) Dipilih oleh rakyat (Pilkada) Budi Budiman (PPP) Dipilih oleh rakyat (Pilkada)
Apabila hal ini benar terjadi, maka dapat menjelaskan mengapa sengketa aset itu berlangsung begitu lama, dimana terdapat keuntungan yang diperoleh melalui retribusi terhadap aset-aset yang berada di Kota yang kemudian masuk dalam pendanaan terhadap partai yang berhubungan dengan salah satu Kepala Daerah (lebih masuk akal Walikota karena aset-aset berada di wilayah Kota dan selama ini Bupati terlihat terus ingin „mengambil‟ aset dari Kota). Maka apabila partai Walikota berbeda dengan Bupati, tentunya partai yang selama ini mendapatkan keuntungan dari aset-aset tersebut melalui otoritas salah satu Kepala Daerah tidak akan membaginya dengan partai lain dengan menyerahkan aset. Tentunya, hal ini belum tentu benar, karena keterbatasan data dari peneliti pada satu sisi dan juga adanya
28
Wawancara dengan Edi Kusmayadi, Dekan FISIP Universitas Siliwangi, hari Rabu 27 November 2013
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
58
penjelasan lain terkait mengapa persoalan sengketa aset menjadi lebih mudah diselesaikan apabila kedua pemimpin adalah dari partai yang sama. Dengan memiliki afiliasi kepartaian yang sama bisa saja terdapat dorongan dari pimpinan partai untuk menyelesaikan sengeketa aset sebagai suatu upaya pencitraan (misalnya) atau sekedar goodwill. Menurut Edi Kusmayadi, memang faktanya yang terjadi adalah bahwa terdapat dorongan seperti ini, yang membuat penyelesaian aset menjadi relatif cepat. “...sebenarnya tanpa campur tangan dari gubernur Jawa Barat sengketa aset dapat selesai...Itu yang menyelesaikannya sebenarnya Suryadharma Ali...Suryadharma Ali itu tinggal menugaskan siapa... ini kan mudah, tinggal ditugaskan kedua orang itu bertemu...”29 3.4.2 Praktik Rent-Seeking dalam Sengketa Aset Meskipun tidak dapat dibuktikan dalam studi ini bahwa terdapat praktik rent-seeking oleh partai, faktanya adalah bahwa selama ini akuntabilitas dan transparansi terkait aset-aset daerah yang disengketakan tidak pernah ada. Seperti yang kemudian dijelaskan oleh Edi Kusmayadi: “...akuntabilitas dan transparansi…Ga ada itu ! cuman konsep aja...Sekarang yang menjadi pertanyaan sebenarnya dibalik perjanjian penyerahan aset-aset itu kemarin adakah kompensasi...Tapi mana ada orang yang bisa mengungkapkan itu... Penulis: Tertulisnya ada sih pak, 30 persen dari pendapatan aset itu... “Iya, diserahkan kepada pemerintah daerah...Tapi siapa yang menerima pemerintah daerah itu? Uu Ruzhanul? Asda 1(asisten asministrasi umum dalam sekretariat daerah), Asda 2, Sekda (sekretariat daerah), siapa? SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)? ...Ada itu, dalam operasionalnya, siapa yang menerimanya? Apakah dari PAD, atau dari nilai-nilai aset itu...”30
29
Ibid Wawancara dengan Edi Kusmayadi, Dekan FISIP Universitas Siliwangi, hari Rabu 27 November 2013.
30
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
59
Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa tidak ada catatan resmi tentang keuntungan yang diperoleh dari aset-aset yang selama 12 tahun disengketakan dan siapa yang memperoleh keuntungan tersebut. Dalam hal ini Edi Kusmayadi menyebutkan bahwa banyak pihak yang dapat “teralokasikan” dari keuntungan yang diperoleh lewat asetaset tersebut, dimulai dari Ormas-ormas, NGO, LSM, Dinas terkait, dan berbagai oknum lainnya.31 Dari studi kasus ini, terlihat bahwa sebenarnya partai memiliki kekuatan yang sangat besar terkait berbagai kebijakan yang dilakukan berhubungan dengan desentralisasi pemerintahan. Khususnya dalam kasus studi ini, partai terlihat memiliki peran dalam kebijakan
untuk dilakukannya pemekaran dan sengketa aset yang
kemudian berlangsung selama 12 tahun. Dorongan dari partai partai politik disebutdisebut sudah tercium oleh banyak masyarakat Tasikmalaya saat dimulai dilakukannya pemekaran. Hal ini antara lain terlihat dari pemekaran yang dilakukan secara tergesa-gesa dan cederung lebih dilakukan atas inisiatif elit; yang dipimpin oleh Tatang Farhanul Hakim yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua DPC PPP Tasikmalaya. PPP memiliki sejarah sebagai partai terkuat di Tasikmalaya dari masa Orde Baru hingga saat ini, dimana Kota Tasikmalaya merupakan kota santri dan sangat dipengaruhi oleh peran alim ulama dan NU.32 Berhubungan dengan hal ini, maka dorongan terhadap Tatang Farhanul Hakim oleh PPP untuk melakukan pemekaran merupakan hal yang sangat wajar, karena dengan demikian PPP yang sudah memiliki akar kuat di Tasikmalaya dapat memperoleh jatah kursi yang lebih banyak dengan pembentukan Kota Tasikmalaya. Dalam kasus sengketa aset pun
31
Ibid Di tengah hegemoni Golkar pada masa Orde Baru, persentase perolehan suara PPP di daerah itu selalu di atas rata-rata daerah lainnya di Jabar. Tahun 1977, misalnya, persentase PPP di Tasikmalaya mencapai 39 persen, sementara perolehan PPP di Jabar rata-rata 28 persen. Dominasi PPP saat ini terlihat dari hasil Pemilihan Umum 2004 dan 2009. PPP berhasil meraih suara terbanyak dan menguasai 27 persen suara pada Pemilu 2004. Perolehan suara tersebut mampu dipertahankan pada Pemilu 2009 walaupun Partai Demokrat mendominasi daerah lain di Jabar sebagai pemenang Pemilu 2009. Lihat Irwan Nasir, “PPP se-Jabar Adakan Silahturahmi di Tasikmalaya,” diakses dari http://www.pikiran-rakyat.com/node/160374 diakses pada 3 Desember 2013 pukul 03.50 WIB. Lihat juga “Calon Dari PPP Berpeluang Besar,” diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2010/10/04/13572352 pada 3 Desember 2013 pukul 03.50 WIB 32
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
60
peran partai terlihat, paling jelas dalam proses penyelesaian sengketa aset. Saat kedua Kepala Daerah merupakan memiliki partai yang sama (PPP), sengketa aset disebut menjadi lebih mudah diselesaikan. Sebelumnya, saat Bupati dan Walikota memiliki afilisasi kepartaian yang berbeda, sengketa aset terus dan kesepakatan dari dua kepala daerah tidak pernah terwujud. Meskipun penulis belum dapat membuktikan bahwa terdapat praktik rent-seeking yang berkaitan dengan partai khususnya terkait aset-aset yang disengketakan, namun sudah terlihat bahwa partai memiliki pengaruh yang amat kuat khususnya terkait kebijakan yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah. Vedi Hadiz melihat bahwa pasca-desentralisasi seseorang yang menginginkan untuk menjadi kandidat untuk sebuah jabatan politik harus memberikan „bayaranbayaran‟ terhadap pejabat-pejabat partai (party officials) untuk menjamin dimasukkannya mereka ke dalam daftar kandidat untuk pemilu.33 Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa sejak dikeluarkannya PP No.6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah maka hal ini secara efektif berhasil memindahkan praktik-praktik money politics yang terjadi khususnya dalam institusi parlemen lokal (yang dulunya memiliki wewenang untuk mengangkat Kepala Daerah) ke ranah cabang-cabang partai dan badan-badan eksekutif di dalamnya. Berhubungan dengan hal ini, sesuai dengan peraturan dalam PP No.6/2005 yang menyebutkan bahwa hanya partai yang memiliki 15 persen atau lebih kursi di parlemen, maka membuat badan eksekutif dalam cabang partai di daerah sangat strategis sebagai jalan masuk ke dalam kekuasaan (strategic gatekeepers to power). Hal ini menjelaskan ketergantungan Kepala Daerah terhadap partai, dimana ia harus memberikan kontribusi terhadap partai untuk terus mendapatkan kepercayaan dari mereka untuk dapat dicalonkan atau diberikan dukungan. Vedi Hadiz menyebutkan bahwa sistem nominasi ini berfungsi layaknya sebuah lelang, dimana sama sekali tidak ada ruang bagi mekanisme akuntabilitas publik.34 Dalam kasus pemekaran Tasikmalaya, Tatang Farhanul Hakim yang menginginkan untuk terus mendapatkan
33 34
Vedi R. Hadiz, Op.cit, hlm. 120 Vedi R. Hadiz, Op.cit, hlm. 121
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
61
kepercayaan dari partainya, memenuhi dorongan dari partai untuk melakukan pemekaran. Meskipun bukan suatu bentuk money politics, namun upaya ini dapat dilihat sebagai suatu upaya untuk memberikan kontribusi terhadap partai. Maka seperti yang dikemukakan Vedi Hadiz, terlihat bahwa inisiatif terkait kebijakan desentralisasi (seperti misalnya pemekaran) harus dilihat sebagai implikasi dari ambisi para elit lokal untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam hal ini, Vedi Hadiz melihat bahwa partai politik dan jabatan dalam parlemen merupakan kendaraan yang diperlukan untuk mendapatkan kekuasaan dan membangun jaringan yang menguntungkan bagi para anggota-anggotanya.35 Atas dorongan dari partai politik untuk memperoleh jatah kursi, pemekaran yang dilakukan di Tasikmalaya pada akhirnya tidak dipertimbangkan secara matang-matang, yang pada akhirnya justru menyebabkan permasalahan yang berlarut-larut berupa sengketa aset lantaran Kabupaten yang merupakan wilayah induk kehilangan seluruh sarana dan prasarananya. Sangat ironis bahwa pemekaran yang berdampak seperti ini terhadap Kabupaten sebenarnya didorong oleh Bupati itu sendiri. 3.5 Politik Predatory dalam Sengketa Aset dan Hubungannya dengan Pemekaran Daerah Dari kasus sengketa aset yang berlangsung selama 12 tahun, hal ini juga menunjukkan bagaimana elit akan mengorbankan efisiensi dalam melakukan pembangunan di daerah apabila kepentingan mereka secara sosial dan politik terancam. Kenyataan bahwa aset-aset di daerah pada dasarnya memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Kota membuat pemerintah Kota enggan untuk melakukan kompromi dengan pemerintah Kabupaten terkait pembagaian aset. Selain itu, tidak adanya akuntabilitas terkait retribusi aset maupun penggunaan aset yang disengketakan seperti menunjukkan bahwa terdapat vested interest dari pemerintah Kota terkait aset-aset tersebut. Dalam kasus RSUD, sebagai contoh, dikemukakan oleh Edi Kusmayadi: 35
Vedi R. Hadiz, Op.cit, hlm. 62
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
62
“...akuntabilitas, transparansi dalam sektor-sektor tertentu itu muncul...Untuk
RSUD,
jika
berbicara
tentang
laporan
pertanggungjawaban Bupati bisa muncul...Tapi ketika berbicara tentang laporan pertanggungjawaban Walikota Tasikmalaya, RSUD nggak muncul padahal ada kontribusinya! Nah itu yang menjadi tidak konsisten...Artinya apa...Disana itu ada kepentingan, pihak-pihak tertentu. Ketika orang Tasik ingin mendapatkan layanan yang gratis, rekomendasinya kan harusnya Bupati, ini Walikota bisa..”36 Diakibatkan oleh karena terdapat kepentingan-kepentingan elit terkait aset-aset yang membuat kerjasama antara Bupati dan Walikota sulit dilakukan, maka pada akhirnya mengorbankan banyak kinerja selama 12 tahun. Lapangan Seni dan Olahraga Dadaha, misalnya, menjadi tidak dapat digunakan oleh para atlit maupun seniman di Tasikmalaya. RSUD menjadi sulit dikembangkan karena statusnya yang masih dipertanyakan, dimana dana dari pemerintah provinsi kemudian tidak terserap. Selanjutnya, apabila melihat proses penyelesaian sengketa aset ini, maka terlihat bahwa kompromi hanya muncul saat aliansi kepartaian dari kedua Kepala Daerah sama dan kemudian terdapat dorongan dari partai. Hal ini menandakan keadaan dimana kerjasama antar Pemerintah daerah hanya terwujud saat kepentingan politik mereka terancam (takut kehilangan kepercayaan dari partai). Apabila memang terdapat praktik rent-seeking oleh partai terkait aset-aset, maka hal ini tentunya menjadi lebih buruk; dimana kerjasama baru terwujud saat kedua Kepala Daerah berada dalam jaringan korup (corrupt network) yang sama. Jika memang ada praktikpraktik tersebut, berarti pernyataan Vedi Hadiz dapat diterima secara keseluruhan— yaitu pernyataan yang menyebutkan bahwa kebijakan desentralisasi pada dasarnya adalah untuk mengatur bagaimana hasil dari rent-seeeking itu kemudian dibagikan atau didistribusikan kepada berbagai koalisi predatory.37
36
Wawancara dengan Edi Kusmayadi, Dekan FISIP Universitas Siliwangi, hari Rabu 27 November 2013. 37 Vedi R. Hadiz, Op.cit, hlm. 62
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
63
Vedi Hadiz menyebutkan bahwa reformasi pada dasarnya merupakan liberalisasi dari politik partai di tingkat daerah.38 Menurut Vedi Hadiz, hal ini pada dasarnya membuat kontestasi menjadi mahal dalam artian finansial, yang pada akhirnya membuat para pejabat politik berupaya mendapatkan kembali investasi mereka dalam masa jabatan yang telah mereka dapatkan.39 Disebabkan karena kepentingan sosial dan politik mereka tergantung kepada seberapa suksesnya membangun aliansi dan jaringan-jaringan maka selanjutnya mereka juga tergantung kepada kapasitas untuk melakukan akumulasi kekayaan melalui kontrol atas institusi publik dan sumber daya. Dalam kasus pemekaran dan sengketa aset di Tasikmalaya, meskipun penulis tidak dapat melihat adanya upaya untuk melakukan akumulasi kekayaan dari para elit, namun yang terlihat adalah para elit pada dasarnya sangat tergantung dari dorongan dari partai, karena pada dasarnya kepentingan sosial dan politik mereka tergantung pada kepercayaan dan dukungan partai. Pada akhirnya, adanya kepentingan-kepentingan politik para elit ini kemudian menciptakan masalah bagi orang-orang yang hendak mengubah institusi pemerintahan atau melakukan reformasi karena pada dasarnya semua kebijakan atau policy semua tergantung kepada konteks kepentingan dan kekuasaan sosial dari kekuatan-kekuatan yang ada. Seperti yang dikemukakan Vedi Hadiz: “Realitanya adalah bahwa institusi yang „benar‟ tidak akan pernah dibuat atas dasar pilihan kebijakan yang tepat atau rasional—terlepas dari dorongan niat yang baik atau yang „tercerahkan‟. Institusi pada dasarnya akan selalu beroperasi di bawah suatu kekuatan sosial dan kepentingan-kepentingan, yang dapat membuatnya melaju ke arah yang sangat berbeda dari harapan semula.”40
38
Vedi Hadiz dalam hal ini mengutip tulisan Phil King terkait kekuatan paramiliter dan lebih lengkapnya menyebutkan: “Essentially, reformasi was a liberation of both party politics and underworld criminal activities.” Dalam hal ini ia menyebutkan peran-peran goons and thugs (preman dan gangster) dalam politik. Vedi R. Hadiz, Op.cit, hlm. 140 39 Vedi R. Hadiz, Op.cit, hlm. 118 40 Vedi R. Hadiz, Op.cit, hlm. 118
Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
BAB IV KESIMPULAN
Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah pada dasarnya memiliki tujuan untuk mewujudkan otonomi daerah—dimana yang menjadi tujuan utamanya adalah untuk memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Terkait hal ini, terdapat anggapan dari lembaga bantuan internasional seperti World Bank, German Organization for Technical Cooperation (GTZ), dan U.S Agency for International Development (USAID) bahwa desentralisasi akan meningkatkan kualitas layanan pemerintah dimana menjadi lebih responsif dan sekaligus juga meningkatkan efisiensi perekonomian di daerah. Setelah UU No.22 tahun 1999 dikeluarkan, terlihat bahwa terdapat keinginan dari berbagai kelompok masyarakat untuk merebut kekuasaan dan sumber daya di daerah—antara lain melalui pemekaran daerah. Meskipun pemekaran ini sering dilihat sebagai suatu upaya reformasi, dimana di dalamnya terdapat aspirasi-aspirasi dari masyarakat untuk cepat keluar dari keterpurukan, namun sebagai dampaknya kemudian yang terlihat adalah berbagai peramsalahan yang muncul, antara lain konflik kepentingan yang berkaitan dengan kontrol politik, konflik perbatasan antar pemerintah daerah, masalah pengelolaan sumber daya alam, dan masalah akuntabilitas antar pemerintah daerah ataupun pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Dari studi kasus yang dilakukan di Tasikmalaya, terlihat bahwa pemekaran yang dilakukan justru membawa permasalahan. Pemekaran Tasikmalaya yang dilakukan pada tahun 2001 melalui UU.No10/2001 justru menyebabkan kondisi Kabupaten menjadi terpuruk karena seluruh sarana dan prasarana yang berada di wilayah Kotif Tasikmalaya kemudian menjadi tidak dapat digunakan oleh Kabupaten seiring dengan Kotif yang kemudian menjadi daerah otonom (menjadi Kota
64 Universitas Indonesia Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
65
Tasikmalaya). Hal ini pada akhirnya menyebabkan konflik elit dalam bentuk sengketa aset antara Kabupaten dan Kota pasca-pemekaran, yang berlangsung berlarut-larut selama 12 tahun antara kedua Kepala Daerah dan penyelesaiannya baru tercapai pada bulan Oktober tahun ini (2013). Akibat dari sengketa aset, banyak sarana di wilayah Kota menjadi tidak terurus dan tidak efisien dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemekaran Tasikmalaya yang terlihat sangat ceroboh dan tidak dipikirkan matang-matang dilihat sebagai adanya dorongan dari partai politik terhadap Bupati untuk memperoleh kursi di badan legislatif dengan terbentuknya daerah otonomi baru. Maka hal ini nampak membenarkan pandangan dari Vedi Hadiz—bahwa inisiatif dalam melakukan kebijakan desentralisasi harus dilihat sebagai implikasi dari ambisi para elit lokal untuk mendapatkan kekuasaan. Sengketa aset yang berlangsung selama 12 tahun juga menunjukkan dampak dari kebijakan yang didasari oleh niat-niat „predatory‟. Meskipun penyelesaian sengekta aset hanya membutuhkan kerja sama antara dua Kepala Daerah, namun hal tersebut tidak terwujud karena terlihat tidak ada keuntungan yang dapat diperoleh dengan melakukan pembagian aset. Dalam kasus pemerintahan Kota, aset tidak diberikan kepada Kabupaten yang membutuhkannya karena aset-aset tersebut memberikan kontribusi ekonomi melalui retribusi. Penyelesaian sengekta aset justru baru tercapai saat dua Kepala Daerah memiliki afiasi kepartaian yang sama. Dari studi kasus ini, ditarik kesimpulan bahwa adanya kepentingan-kepentingan politik para elit ini kemudian menciptakan masalah bagi orang-orang yang hendak mengubah institusi pemerintahan atau melakukan reformasi karena pada dasarnya semua kebijakan atau policy pada dasarnya tergantung kepada konteks kepentingan dan kekuasaan.
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
66
DAFTAR PUSTAKA BUKU Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP). Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007, Juli 2008. Dahl, Robert A. Dilema Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol. Jakarta: Rajawali Press, 1985 Direktorat Otonomi Daerah Bappenas. Laporan Akhir: Studi Evaluasi Penataan Daerah Otonom BaruTahun 2008, November 2008 Fatah, Eep Saefulloh. Konflik, Manipulasi, dan Kebangkrutan Orde Baru: Manajemen Konflik Malari, Petisi 50 dan Tanjung Priok. Jakarta: Burungmerak Press, 2010 Grindle, Merilee. Going local: Decentralization, Democratization, and the Promise of Good Governance. Princeton, NJ: Princeton University Press,2007 Hadiz, Vedi R. Localising Power in Post Authoritarian Indonesia: A Southeast Asian Perspective. California: Stanford University Press, 2010 Jane Ritchie dan Jane Lewis. Qualitative Research Practice: a Guide for Social Science Students and Researcher (eds). London: Sage Publications, 2003 KOMPAS. Profil Daerah Kabupaten dan Kota Jilid 4. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004 Lembaga Administrasi Negara (LAN). Evaluasi Kinerja Pembangunan Pra dan Pasca Pemekaran. November 2004 Romli, Lili. Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007 Thoriq, Hadad dan Ali Nuryasin, Amarah di Tasikmalaya: Konflik di Basis Islam. Jakarta: ISAI, 1998
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
67
White, Roland and Paul Smoke. East Asia decentralizes: Making local government work. Washington DC:World Bank, 2005
JURNAL Paradhisa, Nida Zidnya. “Konflik Kepentingan Daerah: Studi Kasus Sengketa Perebutan Gunung Kelud antara Pemerintah Kabupaten Kediri dan Pemerintah Kabupaten Blitar,” Jurnal Politik Muda Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012 Yuliawati, Fitriyani dan Subhan Agung. “Sengketa Aset Pasca Pemekaran Wilayah Kota dan Kabupaten Tasikmalaya” Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Vol.1 No.2, Januari 2013 PAPER Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (LAPI-ITB). Studi Penelitian Ibukota Kabupaten Tasikmalaya: Laporan Pendahuluan . Agustus 4, 2002.
KORAN Pikiran Rakyat, 17 Oktober 2013 Radar Tasikmalaya, 13 Januari 2011 WAWANCARA Wawancara dengan Fitriyani Yuliawati, Staf Pengajar Universitas Siliwangi, hari Rabu 27 November 2013. Wawancara dengan Edi Kusmayadi, Dekan FISIP Universitas Siliwangi, hari Rabu 27 November 2013.
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
68
SUMBER DARI INTERNET “Bagir Manan: Selesaikan Sengketa Aset Secara Kekeluargaan, ” diakses dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=92124; internet; diakses 3 Desember 2013 “Calon Dari PPP Berpeluang Besar,” http://nasional.kompas.com/read/2010/10/04/13572352; internet; diakses 3 Desember 2013 “Pemekaran Kota Tasikmalaya Terbentuk Aset Terbagi,” http://www.tempo.co/read/news/2013/10/16/058522182/Pemekaran-KotaTasikmalaya-Terbentuk-Aset-Dibagi; internet; diakses 3 Desember 2013 “Pemerintah Kota Tasik Jangan Asal Bangun, ”http:// regional.kompas.com/2012/08/16/pemkot-tasik-jangan-asal-bangun-480177.html; internet; diakses 3 Desember 2013 “Satu dasawarsa Sengketa Aset di Tasikmalaya,” http://www.pikiranrakyat.com/node/162208; internet; diakses 3 Desember 2013 “Sejarah Singkat Kota Tasikmalaya,” http://www.tasikmalayakota.go.id/home.php?show=sejarah; internet; diakses 3 Desember 2013 Aset Dana Pemprov Rp.87 Miliat tak Terserap RSUD Tasik,” http://www.bisnisjabar.com/index.php/berita/sengketa-aset-dana-pemprov-rp87-miliar-tak-terseraprsud-tasik; internet; diakses 8 November 2013 Cornelius Helmy, “Tasikmalaya, Daerah Tua yang Makin Renta,” http://cetak.kompas.com/read/2011/07/13/0314483/tasikmalaya.daerah.tua.yang.maki n.renta; internet; diakses 6 Maret 2013 Duddy Rahayu Suhada, “Kado HUT ke-12 Kota Aset Tuntas!,” http://www.kabarpriangan.com/news/detail/11134; internet; diakses 3 Desember 2013 Hindra Liu, “SBY: Cermati Pemekaran Daerah,” http://regional.kompas.com/read/2011/08/16/19291038/SBY.Cermati.Pemekaran.Dae rah; internet; diakses 3 Desember 2013
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
69
http://regional.kompas.com/read/2013/08/31/1633055/Soal.Sengketa.Aset.di.Tasik.A her.Itu.Urusan.Wali.Kota.dan.Bupati; internet; diakses 8 November 2013 Irwan Nugraha, “Soal Sengketa Aset di Tasik, Aher: Itu Urusan Wali Kota dan Bupati,” Irwan Nasir, “PPP se-Jabar Adakan Silahturahmi di Tasikmalaya,” http://www.pikiran-rakyat.com/node/160374; internet; diakses 3 Desember 2013 Sengketa Aset Dana Pemprov Rp.87 Miliar tak Terserap RSUD Tasik,” http://www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/sengketa-aset-dana-pemprov-rp87miliar-tak-terserap-rsud-tasik;internet; diakses 8 November 2013 Syamsul Maarif , “Gagalnya Penyelesaian Aset di Tasikmalaya Pertanda Gagalnya Pimpinan di Daerah,” http://www.kabar-priangan.com/news/detail/356; internet; diakses 14 Maret 2013 Tarik Ulur Aset Tersandung Komitmen Hukum dan Politik,” http://tasik.co/tarikulur-aset-diwarnai-komitmen-hukum-dan-politik/; internet; diakses 14 Maret 2013 UNESCAP, “What is Good Governance?,” http://www.unescap.org/pdd/prs/ProjectActivities/Ongoing/gg/governance.asp ; internet; diakses 12 Januari 2013 Usman Kusmana, “Rumitnya Penyelesaian Aset antara Pemkab dan Pemkot Tasikmalaya,” http://regional.kompas.com/2012/05/08/rumitnya-penyelesaian-assetantara-pemkab-dan-pemkot-tasikmalaya-460815.html; internet; diakses 3 Desember 2013 Wisnu Wage, “Sengketa Aset Selesai, Ini Dia Respon Bupati dan Walikota Tasikmalaya,” http://www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/sengketa-aset-selesaiini-dia-respon-bupati-dan-wali-kota-tasikmalaya; diakses 8 November 2013
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
70
DOKUMEN UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU Nomor 10 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
71
LAMPIRAN A: Daftar Aset Milik Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya Yang Berada Di Wilayah Kota Tasikmalaya Sebagai Aset Milik Pemerintah Kota Tasikmalaya (Perkiraan Total Nilai Aset: RP. 600 Milliar) Sumber : Sambutan Walikota Tasikmalaya pada acara Kegiatan Jum'at Bersih dan Penanaman Pohondirangkaikan dengan pemasangan tanda kepemilikan aset milik Pemerintah Kota Tasikmalaya, Jum'at, 4 Maret 2011.
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
72
Daftar Aset Milik Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya Yang Berada Di Wilayah Kota Tasikmalaya Sebagai Aset Milik Pemerintah Kota Tasikmalaya NAMA ASET 1 Tanah dan Bangunan DPRD 2 Tanah Bangungan Komplek Sekretariat Daerah 3 Tanah dan Bangunan Komplek Gedung Negara, 4 Tanah dan Bangunan Taman AlunAlun dan 5 Tanah dan Bangunan Gedung Satkorlak 6 Tanah dan Bangunan Galih Pawestri dan TK 7 Tanah dan Bangunan Gedung SPHB/ Binmas 8 Tanah dan Bangunan Mess SKP dan Tanah 9 Tanah dan Bangunan Mess Sukarendeng 10 Tanah dan Bangunan Gedung Korpri dan Perpustakaan 11 Tanah Blok Karoeng 12 Bangunan Gedung Juang DHC 45 13 Tanah Bangunan Kantor Kwarcab Pramuka Tamansari 14 Tanah dan Bangunan Gedung Eks Dispenda, Gedung Sekretariat BKPD/BPR, Kantor P2M, dan Eks PU Kotif 15 Tanah Eks Pasar dan RPH Indihiang 16 Tanah dan Bangunan Pasar Pancasila 17 Tanah dan Bangunan Ruko/ Kios Pancasila 18 Tanah dan Bangunan Pasar Kantor UPTD Pengelola Pasar Cikurubuk dan 19 Tanah dan Makmur Bangunan Pasar Besi Sumber
ALAMAT Jl. Mayor Utarya No 1 Kel. Yudanagara Kec. Cihideung Jl. Mayor Utarya No 1 Kel. Yudanagara Kec. Cihideung Jl. RAA Wiratununingrat Pendopo, dll Kel. Empangsari Kec. Cihideung jl. Otto Iskandadinata Monumen Kel. Empangsari Kec. Cihideung Jl. Kehutanan Kp. Sukarahayu RT/RW (Pabrik Es) 01/05 Empangsari Jl. RAA Wiratununingrat Pertiwi Kel. Empangsari Kec. Cihideung Jl. Tanuwijaya No. 21 Empangsari Tawang Jl. SKP No. 20 Lengkongsari Tawang Jl. Sukarendeng No. 12 Lengkongsari Tawang Jl. Dadaha Kahuripan Tawang Jl. Empangsari Tawang Jl. TMP Kusumah Bangsa No. 1 Empangsari Tawang
Jl. Cieunteung Gede Kel. Argasari Kec. Cihideung Jl. Raya Indihiang Sirnagalih Jl. Ahmad Yani Lengkongsari Tawang Jl. Pasar Pancasila Timur Timur Lengkongsari Tawang Jl. RA. Ardiwinangun Linggajaya Mangkubumi Jl. KHZ EZ Mutaqin Linggajaya Mangkubumi
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
73
NAMA ASET 20 Bangunan UPTD Pengelola Pasar 21 Tanah dan Bangunan Pasar Padayungan 22 Tanah dan Bangunan Pasar Sub Terminal 23 Tanah Kantor Organda 24 Tanah Darat dan Sawah 25 Tanah dan Bangunan Eks Terminal Bus Cilembang, Kantor KPPSA, Kantor UPTD, Satpol PP Kota Tasikmalaya, dan Kios Jl. Ir. H. Juanda Linggajaya Mangkubumi 26 Tanah dan Bangunan Pos Retribusi 27 Tanah dan Bangunan Sub Terminal Cicariang 28 Tanah dan Bangunan Sub Terminal Tamansari 29 Tanah Sub Terminal Cibanjaran 30 Tanah dan Bangunan Dinas Peternakan Perikanan, Kelautan Laboratorium Bangunan Kantor RPH 31 Tanah dan Bangunan Eks Pasar Hewan Karang Sambung 32 Tanah dan Bangunan Kantor dan Pasar Ikan Cieunteung dan Perluasan 33 Tanah dan Bangunan Sawah, Kolam BBI Cibeuti 34 Tanah Sawah dan Kolam Jl. Petir Kp. Muara Guru RT/RW 05/02 Kahuripan Tawang 35 Tanah dan Bangunan Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan 36 Tanah Eks Gedung Kantor 37 Tanah dan Bangunan Eks Dishutbun, Rumah Dinas 38 Tanah Kantor, Gudang dan Rumah Dinas UPP 39 Tanah Eks Kantor Dishutbun, Rumah Dinas
ALAMAT Jl. Brigjen Sutoko Linggajaya Mangkubumi Jl. Perintis Kemerdekaan Tugujaya Cihideung Jl. Letnan Harun Sukamaju Kaler Indihiang Jl. Ir. H. Juanda No. 191 Sukamulya Indihiang Jl. Ir. H. Juanda No. 191 Sukamulya Indihiang
Jl. KP. Cipawitra Mangkubumi Jl. Raya Karangnunggal Gunung Gede Kawalu Jl. Tamansari Tamanjaya Cibeureum Jl. Raya Tasikmalaya Singaparna Cipari Mangkubumi Jl. Ahmad Yani No. 128 Sukamanah Cipedes Jl. Manonjajaya Kp. Karang Sambung Jl. Bantar Argasari Cihideung Jl. Cibeuti Kp. Negla RT/ RW 02/02 Cibeuti Kawalu
Jl. Cisalak No. 133A Jl. Paseh No. 124 Tuguraja Cihideung 1 Jl. Talagasari Talagasari Kawalu Jl. Raya Indihiang KM 7 Sukamaju Kaler Indihiang Jl. Perintis Kemerdekaan KM 7 Mulyasari Tamansari
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
74
NAMA ASET 40 Tanah Darat Eks Dishutbun, Rumah Dinas 41 Bangunan Kantor Dinas Pertanian 42 Tanah dan Bangunan SPMA 43 Tanah Sawah 44 Tanah Sawah 45 Tanah dan Bangunan Kantor UPTD Benih Padi dan Palawija 46 Tanah Kebun 47 Tanah dan Bangunan Eks Rumah Dinas 48 Tanah dan Bangunan Eks Rumah Dinas 49 Tanah Kantor PUSKUD 50 Tanah dan Bangunan Gudang Aspal 51 Gedung Eks Workshop PU Kotif 52 Tanah dan Bangunan Gedung Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 53 Tanah dan Bangunan Gudang Kantor Disnaker KB 54 Tanah dan Bangunan Kantor Departemen Transmigrasi dan Tanah Sawah Balai Benih Palawija 55 Bangunan Kantor UPTD Balai Latihan Kerja (BLK) 56 Tanah Kantor UPTD Bina Karya Loka (BKL) 57 Tanah dan Bangunan Kantor Dinas Pendidikan
ALAMAT Jl. Mayor SL Tobing Mangkubumi Jl. Siliwangi No.31 Kahuripan Tawang Jl. Tamansari Kp Sangkali Mulyasari Tamansari Blok Bungkil/ Blok Gunung Lipung Nagarasari Cipedes Blok Gunung Nangka Parakannyasag Indihiang Jl. Raya Karangnunggal KM. 3 Urug Kawalu Jl. Raya Karangnunggal Urug Kawalu Jl. Margasenang No. 12 Lengkongsari Tawang Jl. Margahayu No. 25 Jl. Siliwangi Kahuripan Jl. Tamansari No. 16 Karsamenak Kawalu Blok Gunung Batu Cipedes Jl. Ahmad Yani No 138 Sukamanah Cipedes Jl. Ahmad Yani No. 124 Sukamanah Cipedes Jl. Cikanyere No. 1 Sukamanah Cipedes
Jl. Raya Indihiang KM 7 Jl. Letjen H Mashudi Cibeureum
Jl. Siliwangi No. 12 Kahuripan Tawang Jl. Gunung Sari No. 20 Lengkongsari 58 Tanah dan Bangunan Rumah Dinas Tawang 59 Tanah dan Bangunan Kantor Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) SUkamulya Indihiang Jl. Ir. H. Juanda 60 Tanah dan Bangunan Kantor Jl. Babakan Tamansari Dinas SKB UPTD dan Rumah Tamansari
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
75
NAMA ASET 61 Tanah dan Bangunan Dinas Pertambangan dan Energi (Komplek) Yudanagara Cihideung 62 Tanah dan Bangunan Komplek Dadaha 63 Bangunan UPTD Damkar 64 Tanah dan Kios 65 Tanah Tempat Penampungan Akhir Batuseuneu 66 Bangunan Monumen KH. Z. Mustofa 67 Tanah dan Bangunan Pertokoan Gunung Pereng 68 Tanah Gunung Dalem 69 Tanah dan Bangunan Rumah Dinas (Gunung 70 Tanah Baso Sari Rasa No. 35 H. Abbas 71 Tanah Eks Kereta Jenazah 72 Tanah dan Bangunan Gedung Dinas Kesehatan 73 Tanah dan Bangunan Gedung Lab. Dinas 74 Tanah dan Bangunan Gedung Eks Gudang Farmasi dan Eks Kandepkes 75 Tanah dan Bangunan Rumah Sakit Empangsari Tawang 76 Tanah dan Bangunan Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG) Mulyasari Cibeureum 77 Tanah dan Bangunan Gudang Peralatan Bencana Alam 78 Tanah dan Bangunan Kantor Badan Kepegawian Pendidikan dan Latihan (BKPLD) 79 Tanah dan Bangunan Rumah Dinas BKPLD
80 Tanah dan Bangunan Bawasda 81 Tanah dan Bangunan BAPEDA
ALAMAT
Jl. Yudanagara No. 75A Jl. Dadaha Nagarawangi Cihideung Jl. Siliwangi No. 31 Tawang Kahuripan Jl. Pasar Baru III Argasari Cihideung Jl. Desa Batuseuneu Tamansari Jl. Mayor SL. Tobing Linggajaya Mangkubumi Jl. Gunung Pereng Cilembang Cihideung Jl. Tentara Pelajar Citapen Cihideung Jl. Cilembang No. 30 Koneng) Cilembang Cihideung Jl. HZ. Mustofa No. 35 Empangsari Tawang Jl. HZ. Mustofa Empangsari Tawang Jl. Tanuwijaya No. 27 Empangsari Tawang Jl. Pancasila No. 27 Kesehatan Lengkongsari Tawang Jl. Mayor SL. Tobing No. 151 Sambongpari Mangkubumi
Jl. Tamansari No. 210
Jl. Siliwangi Kahuripan Tawang Jl. Mayor SL Tobing No. 56 Sambongpari Mangkubumi Jl. Perintis Kemerdekaan Kersamenak Kawalu Jl. Leuwidahu No. 88 Nagarasari Cipedes Jl. Oto Iskandardinata No. 222 Empangsari Tawang
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
76
NAMA ASET 82 Tanah dan Bangunan Gedung Kantor Pariwisata dan Kebudayaan 83 Tanah dan Bangunan Wisata Taman Karang Resik 84 Tanah Perluasan Situ Gede/ Rekreasi 85 Kantor BPN/ SPBU
ALAMAT Jl. Oto Iskandardinata No. 2 Empangsari Tawang Jl. Dr. Moh Hatta Sukamanah Cipedes Jl. Rekreasi Situ Gede Linggajaya Kawalu Jl. RE. Martadinata No. 222 Cipedes
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
77
LAMPIRAN B: Skrip wawancara dengan informan: 1. Drs. Edi Kusmayadi 2. Fitriyani Yuliawati
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
78
Transkrip Wawancara dengan: Edi Kusmayadi,Drs.,Msi; Dekan FISIP Universitas Siliwangi (E) Fitriyani Yuliawati; Staf Pengajar Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi (F)
Bagaimana atau sejauhmana aset yang ada sekarang memberikan sumbangan kontribusi pada layanan fisik (kesehatan, pendidikan, listrik, air) ? Saya melihat bahwa sengketa aset ini terus berlangsung hingga 12 tahun, hingga saya melihat bahwa aspek-aspek teknis ini sebenarnya nomor dua, dan nomor satunya justru politik.... F: betul… yang nama policy itu pasti berhubungan dengan politik… Saya melihat bahwa terdapat semacam ego yang kuat dari masing-masing kelompok. Satu sisi sudah jelas-jelas UU No.10 pasal 14 menyebutkan serahkan! Pada kota….Induknya sendiri justru terabaikan, seolah-olah tidak terpikirkan konsekuensi dari itu…Pada sisi lain, aset-aset betul-betul diserahkan kepada kota, padahal kalo sekarang kita lihat kota itu sudah lebih baik, PAD meningkat, dan aset-aset itu sepertinya tidak dimanfaatkan secara optimal namun ekonominya naik terus…Sisi lain, kabupaten semakin turun, paling tidak stagnan….Sedangkan pusat sendiri yang seharusnya berperan 12 tahun dibiarkan saja..harusnya dia punya peran, setidaknya sebagai fasilitator, walaupun Pak Heryawan kelihatannya turun setelah digonjangganjing oleh media…Apakah ada kontestasi politik antara dua anggota ini? E: Jadi intinya begini, dari awal itu,,,penyerahan aset kepada kota itu final, komitmennya sudah ada,,,Tapi dalam tataran operasional, vested interest muncul… Muncul dari dua-duanya? E: Dari dua belah pihak...Dari Vested interest ini kemudian muncul conflict of interest...Conflict of interest ini dilatarbelakangi berbagai macem, yang paling dominan adalah isu politik. Itu intinya ! Dari sini tinggal dijabarkan aja...Seperti apa? Kan begitu...Nah, tentu ini sudut pandang saya sebagai orang luar, bukan orang dalem, karena kalo nanyakan pada orang dalem pasti tidak begitu jawabannya! F: Mereka akan bilang tidak ada konflik... E: TIdak ada! Datar-datar aja, bilang biasa-biasa aja, tidak ada apa-apa…Kan gitu..Baik yang kabupaten maupun yang kota, seperti itu...Sehingga penelitian saudara cenderung tidak akan kemanamana... Apa ego itu bisa dipake sebagai alasan politik? E: hmm,,, lebih conflict of interest. Pertama ketika Tatang, Pak Bubun Bunyamin, berarti PPP dengan Golkar..
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
79
Pak Bubun itu Golkar? E: Iya pak bubun itu golkar,,,Nah kan ada kepentingan disitu…Kepentingan apa? Kepentingan yang menyangkut masalah politik… Berarti tidak terkait dengan urusan ekonomi? Sengketa aset ini? E: Oh ada! Infrastruktur itu berkorelasi positif terhadap masalah ekonomi, RSUD, itu...Pasar, kemudian Gedung seni dan budaya, Dadaha..kan gitu..Kontribusinya seperti apa? Kan itu besar.Secara de facto, dadaha itu punya Kabupaten.. Tapi lokasinya di kota.. E: de jure juga Kabupaten...Lokasinya ada di kota.. Siapa yang kemudian mendapatkan kontribusi terbesar? Kota! Karena begitu pasar muncul...Maka minat pasar itulah yang menarik..Pasar kota! Dinas pasar kota… Dinas pasar Kabupaten yang memberikan kontribusi , dalam bentuk apa?..hanya dalam bentuk yang permanen..misal saudara punya pasar saya tarik 1000 per minggu…Sebulan saya bisa tarik 4000 dari saudara..akumulasi satu tahun berapa? Dikali berapa ribu seperti saudara? Itu! Kontribusinya besar! Dari sisi ekonomi kan gitu.. Sekarang, jika berbicara tentang PAD dari sektor retribusi..yang ditetapkan kan target, per tahun, berapa per tahun..Realisasinya berapa? De facto-nya berapa sih? Kan gitu.. Nah sekarang...Berapa alokasi dari surplus itu? Untuk A, B, C, D...kan gitu..Misal saudara sebagai orang Golkar, maka ya kemudian dibagi-bagikan kepada orang Golkar! Saya yang misalnya sebagai orang PPP ya ga dibagi! Nah itu ! Nah sekarang Walikota dan Bupatinya dua-duanya orang PPP... E: Nah mulai muncul wujudnya! Wujudnya apa? Anggaran... Dari PAD... E: Nah iya dari PAD ini kan ke anggaran...anggaran Kota ke APBD, nah di APBD itu kan tarikmenarik! Kalo misalnya saudara menjadi walikota...Kan begitu.. Sebenarnya bagaimana pemekaran ini pengaruhnya terhadap kebutuhan dasar masyarakat? Misalnya seperti air bersih... F: Nah berdasarkan penelitian saya dulu…Nah ini penelitan saudara hampir mirip judulnya dengan saya, Konflik Aset di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya,,,Jadi dalam kebijakan itu sendiri dalam policy-nya pemekaran itu kan ada, PP no. 78…disitu tidak ada penjelasan mengenai ketika ada sengketa harus seperti apa… apalagi seperti di Kota tasik yang kasusnya unik…Yang tadinya kota itu kotif, kota administratif, dan wilayahnya itu berada di dalam Kabupaten…. E: persis seperti Kota Bandung dulu...cuman itu sudah lama sekali.. F: Nah tidak ada penjelasan tentang bagaimana jika Kabupaten itu jatuh miskin? Induknya yang justru lebih miskin dari kota? Tidak ada sama sekali penjelasan tentang hal itu…Disana itu hanya ada daerah
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
80
Otonomi baru mengikut selama 3 tahun, kepada daerah yang lama, Kabupaten…Nah kalo ini malah sebaliknya! Kotanya yang kuat secara ekonomi, .. Terbalik, ibunya yang malah menderita… F: Nah iya disitu tidak ada penjelasannya, makanya seperti ada tarik ulur…lama sekali! Kenapa sih tidak diserahkan aja sekalian? Jadi layanan itu hancur, rusak kalo dilihat dari sisi teknis. Meskipun framework-nya adalah good governance, mau mendekatkan masyarakat, loh malah justru jauh. Nah saya punya teori yang mau ditawarkan yaitu ada “predator”, saya mau mencari, tapi “predator” ini tidak musti orang... E: bisa lembaga! Nah itu yang dicari! E: Nah tentang itu, yang jelas.... akuntabilitas, transparansinya dalam sektor-sektor tertentu itu tidak muncul...Jika berbicara tentang laporan pertanggungjawaban Bupati bisa muncul...untuk RSUD...Tapi ketika berbicara tentang laporan pertanggungjawaban Walikota, Walikota Tasikmalaya, RSUD nggak muncul padahal ada kontribusinya! Nah itu yang menjadi tidak konsisten... Artinya apa...Disana itu ada kepentingan, pihak-pihak tertentu,,,kan begitu. Ketika orang Tasik ingin mendapatkan layanan yang gratis, rekomendasinya kan harusnya Bupati, ini Walikota bisa.. Walikota bisa memberinya? E: karena RSUD itu kan berada di Kota Tasikmalaya, padahal RSUD itu masih milik Kabupaten! Orang kabupaten bisa mendapatkan layanan? E: bisa saja! Tapi yang paling banyak kan orang kota! F: Jadi yang menikmati sebenarnya wilayah kota... E: sekarang contoh air...Sumber air Kabupaten, didistribusikan ke kota, paling banyak itu konsumennya, ingin kota memiliki sumber air sendiri..ya tidak bisa! Misal sumber air pengen diambil alih ya tidak bisa bagaimanpun juga BUMD itu ada aturan-aturan normatifnya...koridornya jelas...jadi kalo istilah saudara ada “predator” banyak pihak... Bukan Cuma satu... E: bukan cuma satu, ada Ormas, NGO, LSM, Dinas terkait, Oknum tertentu, kan gitu... Mereka mendapatkan keuntungan? Paling tidak menikmati juga? E: ya teralokasikan! Istillahnya terlalokasikan, Dari retribusi yang diperoleh... Itu di tataran operasional...Tidak ada di tataran kebijakan seperti itu, tapi di operasional,
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
81
Nanti kalo mau main di hari minggu...ada di wilayah kota ada di wilayah kabupaten...Dadaha itu di wilayah kabupaten,,bisa tanya2..Cari saja retribusi dari kota dari kabupaten... Jadi bermainnya dengan retribusi? Dari aset-aset daerah? E: aset-aset daerah itu banyak, RSUD, kemudian, pendopo lama, gedung Kabupaten yang di alunalun... Saya sebenarnya ingin melihat dinamika politiknya pada tahun 1999 itu pak, pas terjadi pemekaran, siapa saja dulu yang menggagas itu? Apa pak tatang itu termasuk? E: Ke pak Heri saja, itu ketua DPD PAN Kota...Bilang saja dari pak Edi, saya sangat dekat dengan dia. Minggu lalu sebenarnya pak Tatang ke rumah saya, untuk nanti 2014.... Dari PPP ya? E: PAN sekarang... Dulu kan pas Kabupaten belum mekar... E: Ya sekarang dia masuk PAN.. F: Ya sekarang kan banyak kutu loncat…siapa yang paling bisa memberi dukungan untuk maju…paling bisa jadi kendaraan politik ya itu yang dipilih… E: Intinya ya pak Tatang ini oleh partai dibiarkan, karena memang sebagai newcomers... Menurut Bapak apabila saya mau menanyakan ke pak Tatang apa dia mau menjelaskan dinamika politik waktu dia ingin menggagas atau mendukung pemekaran? E: Iya, tapi dari perspektif PPP, tidak sebagai perorangan, tapi sebagai sebuah lembaga...Sebagai seorang anggota PPP dan kapasitas sebagai Bupati waktu itu... Apa mau pak Tatang dibilang sebagai predator? Bukannya kasar, tapi...Artinya apakah bapak menyadari bahwa akhirnya dengan mekar itu Kota menjadi kuat dan Kabupaten itu menjadi sangat rentan atau terpuruk? Apakah ego sebagai anggota partai tersebut membuatnya mau melakukan pemekaran...Tentunya, kan DOB itu menciptakan kesempatan, orang bisa menjadi penguasa baru, penguasa lah misalnya...Dulunya Cuma satu, sekarang dua, begitu... F: Jawabnya ya pasti karena kesejahteraan...Pasti seperti itu... Saya yang dari luar hanya bisa melihat saja, tapi tidak bisa muncul yang seperti itu ya? E: Tidak bisa...Perspektif dia tidak mungkin muncul yang seperti itu.. Bukan mengatakan predator pak, tapi vested interest dari partai itu sedemikian besarnya kah hingga kita tidak melihat hal yang rasional? E: Tidak berpikir perspektif, tidak berpikir prospektif, tapi berpikir kekinian...kekinian,kekinian,kekinian, seperti itu,,,yang seperti tadi yang saya katakan...Kalo vested interest kan konotasinya negatif, siapa mendapat apa? Kan seperti itu, kalo di politik. Kapan dan
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
82
bagaimana? ...Nah waktu itulah dia akan mendapatkan...saya waktu ini berkuasa di DPR, saya waktu ini berkuasa di SKPD ini, saya berkuasa di ini...begitu. Masing-masing kan melihat bagaimana mengatur aset ini?Satu sisi ini aset diserahkan kepada kota, di sisi lain kalo ini aset diserahkan saya mendapatkan apa? Saya tidak mendapat apa-apa... E: Tidak mendapatkan apa-apa, kan seperti itu. Who gets What-nya itu tidak terjawab. Jadi predator itu tidak perorangan, tapi lembaga E: Lembaga..Pak Hedi yang lebih tau tentang ini, nanti diwawancara saja. Pak Heri yang DPP PAN? E: Ketua DPD PAN di Kota Tasikmalaya Pak Heri ketika awal-awal tahun 2000 aktif sudah? E: Dia yang memfasilitasi, yang menjadi panitia ini aset kan gitu. Saya bisa menyebut nama bapak, saya kenal bapak Edi? E:Bilang saja saya kenal pak Edi, Unsil. Pak Edi Kusmayadi. Itu dulu di PAN saya merintis pembentukan partai di tahun 90-an. 99.. Saya juga membantu membentuk Nasdem di Kota. Biasa aja, Profesional kan membentuk partai politik tidak apa-apa, gampang saja. Tapi saya tidak berpartai, hanya sekedar membentuk dan setelah itu bubar… Saya ingin bercerita lagi, yaitu kenapa mereka bertahan..sebuah contoh.. Yang mana ini? E: lembaga...lembaga aset..Anda saya katakan misalkan sebagai lembaga X bertahan di Kota...saya walikotanya..saya kan ngajukan anda untuk membangun lembaga infrastuktur X...padahal kan tidak perlu membangun, tinggal hanya menunggu penyerahannya saja..Kenapa saya membangun? Karena kepentingan! DPR sudah saya kuasai, sudah dikuasai, saya ajukan acc, mau diapain lagi? Semua kan dapet teralokasikan, berapa sih sisanya? Itu kalo pemikiran kasarnya, kalo masyarakat awam melihat..Dulu kantor walikota sebelah rumah saya, cuman 50 km dari rumah saya,, sekarang pindah ke sana...berapa yang di sana beli, berapa yang di sini beli...dulu sudah diinventarisir Walikota lama padahal masih di dalam Kota? E: Iya...Nah contoh lagi dulu kandang sapi saya berada di jalan kota, yang rencananya jadi jalur hijau..banyak yang mengingatkan ga boleh...tapi saya lihat sebentar lagi pergantian walikota siapa tahu kebijakan berubah...eh ternyata benar! Ternyata pindah,..kalo pindah kan misalnya anda tadi lembaga x dengan saya...silahkan nego, berapa dapetnya...nilai-nilai..bahasa politik nilai-nilai lah...Katakanlah bicara tentang need bicara tentang want...kalo di politik itu...Kalo need atau basic need saya sudah terpenuhi, tapi kalo want bisa tak terhingga...Kalo rasional tidak melihat aspek tak terhingga ini.. Intinya itu..cuman berbeda perspektif masing-masing,,,nanti pak heri tidak akan berbicara seperti saya...gayanya, keduanya mungkin karena tidak akrab dengan saudara...
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
83
Ya tidak apa-apa..secara fakta rasional publik juga melihat dapat digali... E: ya tidak apa-apa, bilang saja saya kenal dekat dengan pak edi, pak edi nyuruh ke pak heri..dia deket sekali dengan saya. Banyak sebenarnya, mau ke pak Jaja, Yang mana pak? E: Pak Jaja itu tokoh Tasik, kemudian…hmm Kalo pak Tatang? Bisa bilang dari pak edi juga? E: Kemarin itu kelihatannya masih sibuk... F: Kesana-kemari ya pak? Sedang menanam… E: Sedang menanamkan kepercayaan lagi… F: Tapi gak tau nantinya gimana..Cuman intinya kalo ke pemerintahan,,, saya dulu penelitian dengan pak Subhan ke bagian aset, sudah ke kota maupun kabupaten...bahkan ke walikota...walikota sih dulu bilang ada masalah terkait aset...tapi kalo ke pemda, dia bahkan tidak ingin mengatakan ada sengketa E: normatif dia... Bahkan sengketa itu sendiri masih istillah administratif, bukan konflik F: Iya! Dia masih ga mau menyebutkan...Menurut dia.. E: Tidak ada sengketa! Tarik-menarik kepentingan ga ada! Orang arsip daerah maupun ..ga mungkin. F: Kalo pak walikota dulu sedikit berterus terang..ada katanya yang namanya konflik...dia bilang sekarang akan lebih mudah penyelesaiannya karena dia sama Bupati satu partai... Itu salah satu alasannya? E: Iya karena kan sama-sama, kan gitu... Berarti bener dibalik itu... E:Oleh karena itu, kan, sebenarnya tanpa campur tangan dari gubernur jawa barat bisa selesai! Itu yang menyelesaikannya sebenarnya Suryadharma Ali. Oh begitu...Jendralnya,..Jadi kalo tanpa suryadharma ali tidak akan kelar terus... E: Begitu...Suryadharma ali itu menugaskan siapa...kan gitu..ini kan gampang aja, tinggal ditugaskan kedua orang itu bertemu... Pak heryawan kan juga meskipun dia bukan PPP tapi masih dalam satu arus... F: koalisi... E: dia kan PKS..nah itu kan bargaining position menguntungkan.
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
84
Ok pak, terima kasih, mudah2an saya bisa kontak semua orang itu. Mungkin nanti bisa bertemu lagi. Benar-benar beruntung bisa bertemu dengan bapak. Sebelumnya sudah hampir menyerah , sudah ke arsip, dll...Tadi habis ini ingin ke arsip DPRD... E: Tidak bakal dikasih itu..kecuali anggota dewannya mahasiswa saya...nah...Itu UU Ruzhanul Ulum Bupati sekarang, mahasiswa saya dulu...Tapi dia sih ga akan minta tolong kalo ga kepepet...Tapi minta tolong pun saya tidak akan bantu sekarang,,sudah beda ranah... Makasih pak, nuhun... E: saya pikir menginap, dimana gitu...kan lama..jadi bisa.. Minggu depan mungkin, pak. Saya sebenarnya ingin melihat kinerja infrastruktur dasarnya,,untuk data..tapi kalo diperhatikan kenapa itu desentralisasi otonomi daerah itu ya istillahnya pengen mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan sebagainya…Tapi orang ga pernah mengukurnya, seberapa besar sih akibat dari ketidakpedulian birokrat atau policy yang dibuat itu..Judulnya enak sekali, good governance, enak sekali ngomongnya, tapi begitu itu tidak diperhatikan ini sengketa kalo diperhatikan berapa besar itu kinerja yang hilang? E: Terutama yang namanya akuntabilitas dan transparansi…Ga ada itu ! cuman konsep aja, dibacain....Sekarang yang menjadi pertanyaan sebenarnya dibalik perjanjian penyerahan aset-aset itu kemarin adakah kompensasi..Itu! Tapi mana ada orang yang bisa mengungkapkan itu... Tertulisnya ada sih pak, 30 persen dari pendapatan aset itu... E: Iya, diserahkan kepada pemerintah daerah...Tapi siapa yang menerimapemerintah daerah itu? UU Ruzhanul? Asda 1, Asda 2, Sekda, siapa? SKPD? ...Ada itu, dalam operasionalnya, siapa yang menerimanya? Kan gitu...Itu dari PAD, ato dari nilai-nilai aset itu... Yang dikumpulkan dan yang tercatat berbeda... E: Nah, begitu. Makanya yang saya katakana tadi, kan berapa….Untuk mendapatkannya berapa kan siapa aja begitu..
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
85
LAMPIRAN C: Undang-undang No.10 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
86
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan perkembangan dan kemajuan Provinsi Jawa Barat pada umumnya dan Kabupaten Tasikmalaya pada khususnya serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan guna menjamin perkembangan dan kemajuan pada masa yang akan datang; b. bahwa dengan memperhatikan hal tersebut di atas dan kemajuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lainnya di Kota Administratif Tasikmalaya Kabupaten Tasikmalaya, meningkatnya beban tugas dan volume kerja di bidang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah untuk menyelengarakan otonomi daerah di Kabupaten Tasikmalaya, perlu membentuk Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud dalam huruh a dan b, perlu membentuk undang-undang tentang pembentukan Kota Tasikmalaya untuk mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1976 tentang Pembentukan Kota Administratif Tasikmalaya; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat; 3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat; 4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3811); 6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839); 7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848); 8. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3959); Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TASIKMALAYA. BAB I KETENTUAN UMUM
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
87
Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksudkan dengan: 1. Daerah adalah Daerah Otonom sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf i Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 2. Provinsi Jawa Barat adalah Daerah Otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat. 3. Kabupaten Tasikmalaya adalah Daerah Otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat. 4. Kota Administratif Tasikmalaya adalah Kota Administratif sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1976 tentang Pembentukan Kota Administratif Tasikmalaya. BAB II PEMBENTUKAN DAN BATAS WILAYAH Pasal 2 Dengan undang-undang ini dibentuk Kota Tasikmalaya di wilayah Provinsi Jawa Barat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 3 Wilayah Kota Tasikmalaya meliputi: a. Kota Administratif Tasikmalaya, yang terdiri atas: 1. Kecamatan Cihideung; 2. Kecamatan Cipedes; dan 3. Kecamatan Tawang; b. sebagian Kabupaten Tasikmalaya yang terdiri atas: 1. Kecamatan Indihiang; 2. Kecamatan Kawalu; 3. Kecamatan Cibeureum; 4. Kecamatan Tamansari; dan 5. Kecamatan Mangkubumi. Pasal 4 Dengan terbentuknya Kota Tasikmalaya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wilayah Kabupaten Tasikmalaya dikurangi dengan wilayah Kota Tasikmalaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Pasal 5 Dengan terbentuknya Kota Tasikmalaya, Kota Administratif Tasikmalaya dalam wilayah Kabupaten Tasikmalaya dihapus. Pasal 6 (1) Kota Tasikmalaya mempunyai batas-batas wilayah: a. sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cisayong dan Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya, Kecamatan Cihaurbeuti dan Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis; b. sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya; c. sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Jatiwaras dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya; dan d. sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Singaparna, Kecamatan Sukarame, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya. (2) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam peta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang-undang ini. (3) Penentuan batas wilayah Kota Tasikmalaya secara pasti di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Pasal 7 (1) Dengan terbentuknya Kota Tasikmalaya, Pemerintah Kota Tasikmalaya menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Penentuan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
88
dilakukan secara terpadu dan tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di sekitarnya. BAB III KEWENANGAN DAERAH Pasal 8 (1) Kewenangan Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom mencakup seluruh kewenangan bidang pemerintahan, termasuk kewenangan wajib, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Kewenangan wajib, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. BAB IV PEMERINTAHAN DAERAH Bagian Pertama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 9 (1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tasikmalaya dibentuk sesuai dengan peraturan perundangundangan, selambat-lambatnya satu tahun setelah peresmian Kota Tasikmalaya. (2) Pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tasikmalaya, untuk pertama kali dilakukan dengan cara: a. penetapan berdasarkan perimbangan hasil perolehan suara partai politik peserta Pemilihan Umum Tahun 1999 yang dilaksanakan di Daerah tersebut; dan b. pengangkatan dari anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia. (3) Jumlah dan tata cara pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tasikmalaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 (1) Dengan terbentuknya Kota Tasikmalaya, jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tasikmalaya tidak berubah sampai dengan terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hasil pemilihan umum berikutnya. (2) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tasikmalaya, yang keanggotaannya mewakili kecamatan-kecamatan yang masuk dalam wilayah Kota Tasikmalaya, dengan sendirinya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tasikmalaya. (3) Pengisian kekurangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tasikmalaya ditetapkan berdasarkan jumlah dan komposisi anggota yang berpindah ke Kota Tasikmalaya. (4) Pengisian kekurangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tasikmalaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaksanakan setelah peresmian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tasikmalaya. Bagian Kedua Pemerintah Daerah Pasal 11 Untuk memimpin jalannya pemerintahan di Kota Tasikmalaya, dipilih dan disahkan seorang Walikota dan Wakil Walikota, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 (1) Pada saat terbentuknya Kota Tasikmalaya, penjabat Walikota Tasikmalaya diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atas nama Presiden. (2) Walikota Administratif Tasikmalaya diangkat sebagai penjabat Walikota Tasikmalaya. Bagian Ketiga
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
89
Perangkat Pemerintahan Daerah Pasal 13 Untuk kelengkapan perangkat pemerintahan Kota Tasikmalaya, dibentuk Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota, Sekretariat Kota, Dinas-dinas Kota, dan lembaga teknis Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 14 (1) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan Kota Tasikmalaya, Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang terkait, Gubernur Jawa Barat, dan Bupati Tasikmalaya sesuai dengan kewenangannya menginventarisir dan menyerahkan kepada Pemerintah Kota Tasikmalaya, halhal yang meliputi: a. pegawai yang karena tugasnya diperlukan oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya; b. barang milik/kekayaan negara/daerah yang berupa tanah, bangunan, barang bergerak dan barang tidak bergerak lainnya yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Pemerintah, Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Tasikmalaya yang berada di Kota Tasikmalaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; c. Badan Usaha Milik Daerah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Tasikmalaya yang kedudukan dan kegiatannya berada di Kota Tasikmalaya; d. utang-piutang Kabupaten Tasikmalaya yang kegunaannya untuk Kota Tasikmalaya; dan e. dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kota Tasikmalaya. (2) Pelaksanaan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya diselesaikan dalam waktu satu tahun, terhitung sejak diresmikannya Kota Tasikmalaya. (3) Tata cara inventarisasi dan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 15 (1) Pembiayaan yang diperlukan akibat pembentukan Kota Tasikmalaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tasikmalaya. (2) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan, terhitung sejak diresmikannya pembentukan Kota Tasikmalaya, pembiayaan yang diperlukan pada tahun pertama sebelum dapat disusun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota Tasikmalaya, dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Tasikmalaya berdasarkan hasil pendapatan yang diperoleh dari Kota Tasikmalaya. Pasal 16 Semua peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku bagi Kabupaten Tasikmalaya tetap berlaku bagi Kota Tasikmalaya sebelum peraturan perundang-undangan dimaksud diubah, diganti, atau dicabut berdasarkan undang-undang ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Pada saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 18 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan sebagai pelaksanaan undang-undang ini diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 19
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
90
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 2001 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd ABDURRAHMAN WAHID Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 2001 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd DJOHAN EFFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 90
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
91
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TASIKMALAYA I. UMUM Kota Administratif Tasikmalaya dengan luas wilayah keseluruhan mencapai 17.156,20 ha, yang merupakan bagian dari Kabupaten Tasikmalaya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat, telah menunjukkan perkembangan yang pesat, khususnya dibidang pelaksanaan pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk, yang pada tahun 1995 berjumlah 495.460 jiwa dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 584.169 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 0,32 % per tahun. Hal ini mengakibatkan bertambahnya beban tugas dan volume kerja dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya peningkatan di bidang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat di wilayah Kota Administratif Tasikmalaya Kabupaten Tasikmalaya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1976 tentang Pembentukan Kota Administratif Tasikmalaya. Secara geografis wilayah Kota Administratif Tasikmalaya mempunyai kedudukan strategis, baik dari segi ekonomi, pertahanan dan keamanan maupun sosial budaya. Dari segi potensi pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, serta pariwisata, Kota Administratif Tasikmalaya mempunyai prospek yang baik bagi pemenuhan kebutuhan pasar di dalam dan luar negeri. Berdasarkan hal tersebut di atas dan memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang, wilayah Kota Tasikmalaya tidak hanya terdiri dari wilayah Kota Administratif Tasikmalaya, tetapi juga meliputi sebagian wilayah Kabupaten Tasikmalaya lainnya, yaitu Kecamatan Indihiang, Kecamatan Kawalu, Kecamatan Cibeureum, Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Mangkubumi perlu dibentuk menjadi Kota Tasikmalaya. Dalam rangka mengembangkan wilayah dan potensi yang dimiliki Kota Tasikmalaya serta memenuhi kebutuhan pada masa yang akan datang, terutama dalam hal peningkatan sarana dan prasarana serta kesatuan perencanaan dan pembinaan wilayah, maka sistem Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya harus dioptimalkan penataannya serta dikonsolidasikan jaringan sarana dan prasarananya dalam satu sistem kesatuan pengembangan terpadu dengan Provinsi Jawa Barat dan kabupaten lainnya di Jawa Barat, khususnya Kabupaten Tasikmalaya. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Peta sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah peta wilayah Kota Tasikmalaya dalam bentuk lampiran undang-undang ini. Ayat (3)
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
92
Penentuan batas wilayah secara pasti di lapangan antara Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah setelah mempertimbangkan usul Bupati Tasikmalaya dan Walikota Tasikmalaya yang didasarkan atas hasil penelitian, pengukuran, dan pematokan di lapangan. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam rangka pengembangan Kota Tasikmalaya sesuai dengan potensi daerah, khususnya guna perencanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan pada masa yang akan datang, serta pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan dan pembangunan, diperlukan adanya kesatuan perencanaan pembangunan. Untuk itu, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya harus serasi dan terpadu penyusunannya dalam suatu kesatuan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi Jawa Barat, Kabupaten, dan Kota di sekitarnya. Pasal 8 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kewenangan bidang lain adalah kewenangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang meliputi kebijakan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional. Selain itu, yang termasuk pengecualian kewenangan wajib adalah kewenangan lintas Kabupaten dan Kota serta kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan daerah tersebut adalah Kecamatan Cihideung, Kecamatan Cipedes, Kecamatan Tawang, Kecamatan Indihiang, Kecamatan Kawalu, Kecamatan Cibeureum, Kecamatan Tamansari, dan Kecamatan Mangkubumi. Huruf b Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Untuk menjamin kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan, penjabat Walikota Tasikmalaya melaksanakan tugas sampai dengan pelantikan Walikota dan Wakil Walikota Tasikmalaya hasil pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tasikmalaya. Pasal 13 Pembentukan Dinas Kota dan Lembaga Teknis Kota harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan Kota. Pasal 14
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013
93
Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pembiayaan adalah biaya yang diperuntukkan bagi pembangunan gedung perkantoran, rumah dinas, perlengkapan kantor, sarana mobilitas, serta biaya operasional bagi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4117
Dampak pemekaran ..., Ahmad Rozky Sadali, FISIP UI, 2013