UNIVERSITAS INDONESIA
ASUHAN KEPERAWATAN ANSIETAS PADA NY M YANG MENGALAMI PENYAKIT DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUANG ANTASENA RS DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR KARYA ILMIAH AKHIR NERS
CILIK RATNANINGRUM NPM. 1006823186
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JUNI 2013
UNIVERSITAS INDONESIA ASUHAN KEPERAWATAN ANSIETAS PADA NY M YANG MENGALAMI PENYAKIT DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUANG ANTASENA RS DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
CILIK RATNANINGRUM NPM 1006823186
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JUNI 2013 i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat hidayah dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan karya ilmiah akhir ners dengan judul “Asuhan Keperawatan Ansietas pada ibu M Yang Mengalami Penyakit Diabetes Mellitus Di Ruang Antasena RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”. Karya ilmiah akhir ners ini diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Mustikasari, SKp, MARS dan Ibu Fauziah, SKp, M.Kep, SpJ selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian karya ilmiah akhir Ners. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada puhak pihak yang telah mambantu dalam proses pembuatan karya ilmiah akhir Ners ini yaitu: 1. Ibu Dewi Irawati, MA, PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 2. Ibu Kuntarti , SKp, M. Biomed, selaku Ketua Program Studi keperawatan S1 dan Ners. 3. Dr Erie Dharma Irawan, SpKJ, selaku Pimpinan RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang telah menyediakan tempat untuk pembuatan karya ilmiah akhir ners ini. 4. Dr Erwanto B.W , SpPD (KAI) yang telah memberikan ijin untuk melakukan pembuatan karya ilmiah akhir ners ini. 5. Ibu Linggar Kumoro SKp, selaku Kepala Ruangan Antasena RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. 6. Ibunda tercinta yang telah melimpahkan kasih sayang dan memberikan doa yang tak ada putusnya kepada penulis. 7. Suami dan anak anakku tercinta atas pengertian dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini.
v
Universitas Indonesia
8. Teman teman Ekstensi 2010 yang telah memberikan support dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini. 9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah akhir ners ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
demi perbaikan karya ilmiah ini sehingga dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya, profesi keperawatan, dan pembaca pada umumnya
Bogor , 12 Juni 2013
Penulis
vi
Universitas Indonesia
FAKULTAS
: ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
NAMA
: CILIK RATNANINGRUM
PROGRAM STUDI : PROFESI KEPERAWATAN JUDUL KIA
: ASUHAN KEPERAWATAN ANSIETAS PADA IBU M YANG MENGALAMI PENYAKIT DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUANG ANTASENA RUMAH SAKIT DR.. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR.
5 bab+43 hal+2 tabel+4 lampiran
ABSTRAK
Diabetes mellitus adalah kondisi terjadinya peningkatan kadar gula darah yang disebabkan gangguan sekresi atau fungsi insulin yang terjadi minimal dalam 2 kali pemeriksaan. Pada klien DM tipe 2 masalah psikososial yang muncul adalah ansietas. Penyebab ansietas pada klien DM tipe 2 disebabkan kare informasi yang salah tentang penyakit DM, masalah psikosomatik yang telah ada sebelumnya atau kekawatiran adanya komplikasi dari DM. Ansietas adalah kondisi yang perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar yang dialami oleh seseorang. Intervensi keperawatan ansietas pada klien dengan DM tipe 2 adalah tehnik relaksasi nafas dalam dan hypnosis lima jari yang dimodifikasi dengan aspek spiritual. Tehnik relaksasi nafas dalam dan hypnosis lima jari yang dimodifikasi dengan aspek spiritual dapat menurunkan ansietas pada klien DM tipe 2. Pada pasien DM tipe 2 yang mengalami ansietas dapat dilakukan tehnik relaksasi nafas dalam. Hypnosis lima jari yang dimodifikasi aspek spiritual dapat dilakukan pada klien dengan latar belakang spiritual yang kuat. Kata Kunci : Ansietas, DM, relaksasi nafas dalam dan hypnosis lima jari modifikasi aspek spiritual.
vii
Universitas Indonesia
FACULTY NAME PROGRAM TITLE
: : : :
FACULTY OF NURSING INDONESIA UNIVERSITY CILIK RATNANINGRUM NERS NURSING CARE FOR ANXIETY IN TIPE 2 DIABETES MELLITUS IN MARZOEKI MAHDI HOSPITAL BOGOR.
5 chapter, 43 page, 2 table, 4 attachment
ABSTRACT
Diabetes mellitus is a condition increased blood sugar levels due to impaired insulin secretion or function that occurs at least 2 times in the examination. DM client appears on both physical and psychosocial problems. Psychosocial issues that arise in client with type 2 DM is Anxiety. Anxiety causes of diabetes mellitus due to misinformation about diabetes disease, psychosomatic problems that have been there before or concerns the complications of diabetes. Anxiety is a condition that uncomfortable feeling faint or concerns experienced by someone. previously. Anxiety nursing interventions to clients with type 2 diabetes mellitus is a breath of relaxation techniques and five fingers hypnosis in a modified with a spiritual aspect. Deep breathing relaxation techniques and five fingers hypnosis are modified with the spiritual aspects can reduce anxiety in type 2 diabetes. clients with type 2 diabetes who experience anxiety can do deep breathing relaxation. Hypnosis five fingers are modified with the spiritual aspect can be used on the client with a strong spiritual background. Keywords: Anxiety, DM, deep breathing relaxation and five fingers hypnosis modified spiritual aspect.
viii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN Halaman Judul………………………………………………………….. …
i
Pernyataan Orisinalitas …………………………………………………….
ii
Halaman Pengesahan……………………………………………………….
iii
Persetujuan Publikasi………………………………………………………
iv
Kata Pengantar ..............................................................................................
v
Abstrak……………………………………………………………………… vii Daftar Isi.……………………………………............................................... . ix Daftar Tabel……………………………………………………… .............. . xii Daftar Lampiran………………………………………………………………xiii BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ................................................................
1
1.2
Rumusaan Masalah .........................................................
5
1.3
Tujuan Penulisan .............................................................
5
1.3.1
Tujuan Umum ………………………………………. ....
5
1.3.2
Tujuan Khusus ………………………………………….
5
1.4
Manfaat Penulisan ………………………………………
6
1.4.1 Manfaat keilmuan ……………………………………….
6
1.4.2
Manfaat Pelayanan ……………………………………...
6
1.4.3
Manfaat metodologi …………………………………….
6
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Konsep dan Teori Perkotaan……………………………… 7
2.1.1 Definisi Masyarakat……………………………………….. 7 2.1.2 Masyarakat Perkotaan……………………………………… 7 2.1.3 Pengaruh Lingkungan Kota Terhadap Kesehatan…………...7 ix
Universitas Indonesia
2.2
Konsep Diabetes Mellitus ................................................
10
2.2.1 Pengertian Diabetes Mellitus ...........................................
10
2.2.2 Penyebab Diabetes Mellitus.............................................
10
2.2.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus ..........................................
10
2.2.3.1 DM Tipe 1 …………………………………………… ..
10
2.2.3.2 DM Tipe 2 …………………………………………… ..
11
2.2.4
Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus ...............................
12
2.2.5
Komplikasi Diabetes Mellitus.........................................
13
2.3
Masalah Psikososial pada klien DM …………………… 14
2.4
Ansietas ………………………………………………… 16
2.4.1
Pengertian Ansietas …………………………………. ...
16
2.4.2
Tingkatan Ansietas ……………………………….........
16
2.4.2.1 Ansietas Ringan ……………………………………… .
16
2.4.2.2 Ansietas Sedang ……………………………………… .
16
2.3.2.3 Ansietas Berat ………………………………………... . . 17 2.3.2.4 Panik ………………………………………………….. 2.4.3
17
Penyebab Ansietas ……………………………………… 17
2.4.3.1 Teori Psikoanalitik ……………………………………. 17 2.3.3.2 Teori Interpersonal …………………………………. ...
18
2.3.3.3 Teori Perilaku ………………………………………....
18
2.3.3.4 Kajian Keluarga ……………………………………. ...
18
2.3.3.5 Kajian Biologis …………………………………….. ...
18
2.4.4
19
Tanda dan Gejala Ansietas………………….................
2.3.4.1 Respon Fisiologis Sistem Tubuh Terhadap Ansietas …. 19 2.3.4.2 Respon Perilaku, Kognitif & Afektif Terhadap Ansietas.. 20 2.3.4.3 Gangguan Psikosomatik ………………………………. 21 2.3.5
Sumber Koping ……………………………………….. 21
2.3.6
Mekanisme Koping …………………………………… 22
2.3.6.1 Reaksi Yang Berorientasi Pada Tugas ………………… 22 2.3.6.2 Reaksi Yang Berorientasi Pada Ego …………………... 22 x
Universitas Indonesia
BAB 3
BAB 4
BAB 5
2.5
Proses Keperawatan Ansietas …………………………. 22
2.5.1
Pengkajian ……………………………………………... 22
2.5.2
Diagnosis Keperawatan ……………………………….. 23
2.4.3
Intervensi Keperawatan ……………………………….. 25
LAPORAN KASUS KELOLAAN 3.1
Pengkajian ………………………………………………. 28
3.2
Diagnosa Keperawatan Psikososial Utama ……………… 29
3.3
Pohon Masalah ...............................................................
30
ANALISA SITUASI 4.1
Profil Lahan Praktik ……………………………………. 33
4.2
Analisa Masalah Keperawatan ………………………… 33
4.3
Analisa Intervensi Keperawatan ………………………
4.4
Penyelesaian Masalah …………………………………. 39
36
PENUTUP 5.1
Kesimpulan …………………………………………….. 42
5.1
Saran ……………………………………………………. 42
5.2.1
Ilmu .. .. .......................................................................... .. 42
5.2.2
Pelayanan ……………………………………………….. 43
5.2.2.1 Untuk Rumah Sakit………………………………………. 43 5.2.2.2 Untuk Ruangan……………………………………………43 5.2.2.3 Untuk Perawat……………………………………………. 43 5.2.3
Metodologi .. ...................................................................
43
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
: Respon Fisiologis Tubuh Terhadap Ansietas
Tabel 2.2
: Respon Perilaku Kognitif dan Afektif Terhadap Ansietas
xii
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Pengkajian
Lampiran 2
: Analisa Data
Lampiran 3
: Rencana Keperawatan
Lampiran 4
:Implementasi Keperawatan
xiii
Universitas Indonesia
1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan karya ilmiah akhir ners ini. 1.1.Latar Belakang Kemajuan jaman dan perkembangan ilmu pengetahuan serta tehnologi di perkotaan membuat masyarakat perkotaan sibuk dan menjalani aktivitas pekerjaan yang padat. Berbagai dampak yang muncul dari hal tersebut adalah munculnya berbagai macam penyakit akibat perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tak beraturan , telat makan, makan berlebihan dan makanan yang tidak seimbang. Pola makan dan pola hidup yang tidak seimbang akan menyebabkan obesitas yang berisiko menimbulkan penyakit hipertensi, jantung dan DM (Khomsan & Anwar 2008). Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang muncul akibat perubahan gaya hidup . Pola makan yang tak beraturan dan tidak seimbang menjadikan penyakit ini makin banyak diderita oleh masyarakat perkotaan (Suhanda, 2009, Khomsan & Anwar, 2008). Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik yang
ditandai
dengan
adanya
peningkatan
kadar
glukosa
dalam
darah
(Hyperglikemia) yang diakibatkan oleh kelainan dalam sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya (Smeltzer & Bare, 2002). Mansjoer (2000) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Dari kedua definisi ini penulis dapat menyimpulkan bahwa diabetes mellitus merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah yang dapat mengakibatkan
Universitas Indonesia
2
berbagai komplikasi diantaranya komplikasi pada mata, ginjal saraf dan pembuluh darah. Angka prevalensi DM di dunia telah mencapai jumlah wabah atau EPIDEMI. WHO memperkirakan pada negara berkembang pada tahun 2025 akan muncul 80% kasus baru (Diabetes Atlas, 2006). Saat ini, DM di tingkat dunia diperkirakan lebih dari 230 juta, hampir mencapai proporsi 6% dari populasi orang dewasa (suarasurabaya.net, 2012). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2010 menunjukan jumlah penderita diabetes melitus di dunia sekitar 171 juta dan diprediksikan akan meningkat dua kali, menjadi 366 juta jiwa pada tahun 2030. Di Asia Tenggara terdapat 46 juta pada tahun 2000 diperkirakan meningkat menjadi hingga 119 juta jiwa. Di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2008 diperkirakan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Indonesia merupakan urutan kelima di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak setelah Bangladesh, Bhutan, Cina, India (Bustan, 2007). Perkiraan serupa disampaikan oleh Sudoyo, (2007) bahwa Data DM di Indonesia pada tahun 1995 terdapat 8,4 juta pasien yang menderita DM. Tahun 2006 meningkat menjadi 14,7 juta. Diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta. Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (http://www.depkes.go.id) Program pemerintah khususnya dari Departemen Kesehatan Indonesia telah memberikan perhatian yang khusus di bidang Diabetes dengan dibentuknya Sub Direktorat Diabetes Mellitus, Direktorat Penyakit Tidak Menular, Dirjen P2PL dan berbagai organisasi juga telah bergerak di bidang diabetes antara lain Pusat Diabetes & Nutrisi RSUD Dr.Soetomo FK Unair, Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA), Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Persatuan
Universitas Indonesia
3
edukator diabetes Indonesia. Kemajuan Ilmu di bidang Diabetologi dan kemajuan ilmu kedokteran, membuat pasien diabetes dimasa sekarang telah bisa memantau gula darahnya secara mandiri dengan alat Glukometer yang telah luas beredar di pasaran, sehingga sangat bermanfaat untuk terapi intensif dan agresif dalam keadaan klinis tertentu. Ruang antasena merupakan ruang rawat umum kelas 2 dan kelas 3 yang melayani pasien dengan kasus bedah, neurologi dan penyakit dalam. Dari 188 kasus pada bulan Januari 2013, 10 % merupakan klien dengan kasus DM baik yang merupakan DM tipe 1 dan tipe 2, namun tidak terdapat data mengenai masalah keperawatan psikososial khususnya ansietas pada klien DM di ruang antasena. Berdasarkan penelitian Diabetes melitus tipe 2 merupakan bagian terbesar dari diabetes yang ada di tengah masyarakat, karena diabetes melitus tipe 2 berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Soegondo, 2005) yang dikutip oleh Jayanti. (2010). Hal senada juga disampaikan oleh pusat komunikasi Departemen Kesehatan bahwa hampir 80% prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2, dan individu dengan obesitas memiliki risiko terkena DM lebih tinggi dari pada yang tidak mengalami obesitas. Ini berarti gaya hidup/life style yang tidak sehat menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM. Penderita DM umumnya juga mengalami komplikasi. Komplikasi kronis dari DM diantaranya adalah penyakit aterosklerosis arteri koroner, penyakit cerebrovaskuler attach (CVA), penyakit vaskuler perifer. Beberapa penelitian penyakit arteri koroner menyebabkan 50% hingga 60% dari semua kematian pada pasien diabetes (Smeltzer & Bare, 2002). Selain itu gangguan penglihatan, gangguan saraf dan gangguan fungsi ginjal juga merupakan komplikasi yang ditakuti oleh penderita DM karena dapat menimbulkan kebutaan, gagal ginjal dan resiko terjadinya ulkus pada kaki. Penyakit DM memiliki risiko 20-40% untuk menderita penyakit renal, bahkan 25%
Universitas Indonesia
4
dari penyakit ginjal terminal yang memerlukan dialisa atau transplantasi di Amerika merupakan penderita DM. Kecemasan dapat muncul pada saat awal individu didiagnosa menderita penyakit DM, dan saat mengetahui berbagai komplikasi yang dapat ditimbulkannya. Lee, dkk (2012)
menemukan bahwa stres dan kecemasan pada 333 orang etnis China yang
menderita DM tipe2 di Hongkong disebabkan karena ketakutan terhadap komplikasi DM, kelemahan atau penurunan produktivitas kerja, perubahan gaya hidup, stigma dan diskriminasi. Grigsby, dkk. 2002) menemukan 14 % dari 2.584 klien DM mengalami gangguan kecemasan umum (GAD). Penelitian serupa dilakukan oleh Amidah (2012) menunjukkan bahwa dari 30 orang Penderita Diabetes Mellitus Dewasa, 16 orang (53,3%)
mengalami gangguan kecemasan umum. Ketika
seseorang telah mengalami komplikasi maka kecemasan akan makin meningkat, berbagai respon
mungkin akan muncul seperti respon kehilangan, gangguan harga
diri, hubungan keluarga, ikatan perkawinan yang akhirnya berisiko terhadap semua aspek dalam kehidupan sehari hari dari individu tersebut (Smeltzer &Bare, 2002). Doengoes (2000) menyebutkan bahwa ketidakberdayaan
merupakan
masalah
keperawatan yang muncul pada klien dengan DM. Anderson, dkk (2001) mengatakan bahwa salah satu perubahan psikologis yang paling sering terjadi pada pasien DM adalah depresi. Studi juga melaporkan bahwa pasien DM dua kali lebih besar mengalami gejala depresi atau di diagnosa depresi dibandingkan dengan populasi umum.
Hal ini diperkuat oleh Atyanti dan Saryono, (2010) dalam
penelitiannya yang menemukan bahwa dari 166 penderita DM selama dengan rata rata lama sakit 4,4 tahun 65,7 % mengalami depresi. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ansietas merupakan masalah psikososial yang pertama muncul pada klien DM, Ansietas dapat berkembang menjadi berat dan mennimbulkan masalah psikososial yang lain seperti ketidakberdayaan, berbagai respon kehilangan maupun harga diri rendah jika tidak ditangani dengan baik.
Universitas Indonesia
5
1.2 Rumusan Masalah 80% dari kasus DM kebanyakan merupakan merupakan kasus DM tipe 2. 10% dari 188 kasus diruang antasena merupakan kasus DM , namun asuhan keperawatan pada klien dengan DM
masih berfokus pada masalah fisik sedangkan masalah
keperawatan psikososial belum dilakukan. Ansietas dapat terjadi ketika seseorang mengetahui dirinya menderita penyakit DM. Komplikasi dan informasi yang salah tentang
penyakit DM juga berisiko
menimbulkan masalah kecemasan atau ansieatas pada klien DM. Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk mengetahui masalah psikososial khususnya ansietas pada klien dengan penyakit Diabetes mellitus tipe 2 di ruang Antasena Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. 1.3 Tujuan penulisan Penulisan Karya Ilmiah akhir Ners ini mempunyai tujuan sebagai berikut 1.2.1.Tujuan umum Mahasiswa mendapatkan gambaran asuhan keperawatan ansietas pada klien yang mengalami penyakit Diabetes Mellitus (DM). 1.2.2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah fisik yang muncul pada klien dengan penyakit DM. b. Mahasiswa mendapatkan gambaran penyakit fisik yang berpengaruh terhadap masalah psikososial. c. Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan fisik maupun psikososial pada klien dengan penyakit DM.
Universitas Indonesia
6
d. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kesenjangan antara asuhan keperawatan yang dilakukan dengan teori terkait asuhan keperawatan dengan klien dengan penyakit DM. e. Mahasiswa mampu mengidentifikasi penyelesaian masalah terkait dengan kesenjangan yang ditemukan dalam perawatan klien dengan DM. 1.4 Manfaat Penulisan Karya ilmiah akhir ners ini memiliki 3 manfaat yaitu manfaat ilmu/ teori, manfaat bagi pelayanan dan manfaat metodologi. 1.4.1
Ilmu /Teori
Karya ilmiah ini dapat memberikan gambaran teori tentang asuhan keperawatan ansietas pada klien yang mengalami penyakit DM. 1.4.2
Pelayanan
Karya ilmiah akhir ners ini dapat memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan ansietas pada klien dengan penyakit DM di ruang perawatan umum.
1.4.3
Metodologi
Karya ilmiah akhir ners ini dapat merupakan tehnologi keperawatan yang dapat di gunakan untuk mengembangkan asuhan keperawatan ansietas pada masa yang akan datang.
Universitas Indonesia
1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas mengenai konsep dan teori perkotaan, konsep diabetes mellitus, masalah psikososial pada diabetes mellitus, ansietas dan proses keperawatan ansietas. 2.1 Konsep dan Teori Perkotaan 2.1.1 Definisi masayarakat Definisi masyarakat menurut Koentjaraningrat (1990) dalam Effendy (1997) adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah lain saling berinteraksi menurut system adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Ciri suatu masyarakat antara lain adanya interaksi antara warganya; adanya adat istiadat, norma, hukuman aturan aturan yang khas yang mengatur seluruh pola dan tingkah laku warga kota atau desa suatu komunitas dalam waktu dan adanya rasa identitas yang kuat yang mengikat warga. 2.1.2 Masyarakat perkotaan Istilah kota biasanya didasarkan pada jumlah penduduk di suatu wilayah dan fungsi wilayah (Hartono ,2007). Jumlah penduduk merupakan indikator yang paling mudah untuk mengklasifikasikan suatu daerah dikategorikan sebagai sebuah kota. Berdasarkan jumlah penduduk ini kota dapat diketegorikan sebagai kota kecil (Town) dengan jumlah penduduk 20.000 sampai 50.000 jiwa, kota (city) dengan jumlah penduduk 50.000 sampai 100.000 jiwa dan metropolitan dengan penduduk diatas 100.000 jiwa. Indikator yang lain yang digunakan adalah fungsi dominasi dari suatu daerah tersebut misalnya besarnya kegiatan ekonomi seperti kegiatan industri dan perdagangan. Pembagian kota yang lain adalah menurut Utoyo, (2007) adalah kota kecil dengan penduduk 20.000 sampai 100.000 jiwa, kota besar dengan penduduk 100.000 sampai dengan 1.000.000 jiwa, metropolitan dengan penduduk diatas 1 juta jiwa dan megalopolis adalah gabungan dari metropolitan metropolitan. Kemajuan di
Universitas Indonesia
2
bidang ekonomi industri dan perdagangan di daerah perkotaan, membuat masyarakat di pedesaan tertarik dan melakukan migrasi dari desa ke kota (urbanisasi) yang membawa berbagai dampak pada lingkungan perkotaan diantaranya kepadatan penduduk, masalah perumahan, pendidikan, sanitasi dan berbagai masalah sosial dan kesehatan lainnya. 2.1.3 Pengaruh lingkungan kota terhadap kesehatan Menurut Budiarto & Anggraeni (2002) faktor lingkungan merupakan faktor ketiga munculnya penyakit setelah faktor agen dan penjamu. Lingkungan yang berpotensi menimbulkan penyakit adalah lingkungan fisik, biologis dan sosial ekonomi. 2.1.3.1 Lingkungan fisik Yang termasuk lingkungan fisik adalah keadaan geografi dan musim. Daerah pantai dan pegunungan mempunyai kecenderungan munculnya penyakit yang berbeda, masyarakat kota mempunyai pola penyakit yang berbeda dengan masyarakat desa, di negara tropis memiliki pola penyakit yang berbeda dengan negara yang beriklim dingin atau sub tropis, dan pada negara yang berkembang mempunyai pola penyakit yang berbeda dengan negara maju. 2.1.3.2 Lingkungan biologis Lingkungan biologis ini termasuk flora dan fauna disekitar manusia termasuk manusia itu sendiri yang berpotensi menimbulkan penyakit. Jadi selain bakteri, virus dan patogen yang lain ulah manusia merupakan faktor yang penting pad atimbulnya penyakit, bahkan dapat dikatakan penyakit timbul akibat ulah manusia. 2.1.3.3 Sosial ekonomi Faktor sosial ekonomi yang berpotensi menimbulkan penyakit pada masyarakat perkotaan adalah pekerjaan, urbanisasi, perkembangan ekonomi dan bencana alam
Universitas Indonesia
3
Pekerjaan Pekerjaan yang yang berhubungan dengan pestisida dan zat fisika seperti radioaktif atau zat yang bersifat karsinogenik misalnya asbes berpotensi menimbulkan masalah kesehatan akibat terpaparnya zat tersebut. Urbanisasi Urbanisasi dapat menimbulkan berbagai masalah social seperti kepadatan penduduk, timbulnya daerah kumuh, masalah pendidikan, perumahan, sampah dan tinja yang akan mencemari air minum dan lingkungan. lingkungan yang seperti
ini akan
menimbulkan berbagai penyakit infeksi. Perkembangan ekonomi Peningkatan ekonomi rakyat akan mengubah pola konsumsi yang cenderung mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kolesterol. Keadaan ini akan memudahkan munculnya penyakit hipertensi dan jantung (Budiarto & Anggraeni 2002) Selain itu pola makan yang tak beraturan juga berpotensi menimbulkan obesitas yang merupakan faktor resiko penyakit jantung dan diabetes mellitus. Pendapat serupa disampaikan oleh Khomsan & Anwar (2008) bahwa pola makan dan pola hidup yang tidak seimbang akan menyebabkan obesitas yang berisiko menimbulkan penyakit hipertensi, jantung dan DM Bencana alam Terjadinya bencana alam akan mengubah sistem ekologi yang tidak dapat diramalkan sebelumnya seperti gempa bumi, banjir gunung meletus, perang yang menyebabkan kehidupan penduduk yang terkena bencana menjadi tidak teratur yang memudahkan terjadinya berbagai penyakit infeksi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat perkotaan berisiko mengalami berbagai penyakit yang diakibatkan oleh perubahan gaya hidup seperti
Universitas Indonesia
4
hipertensi, penyakit jantung dan DM sebagai dampak dari perkembangan ekonomi yang terjadi pada masyarakat perkotaan 2.2 Konsep Diabetes Mellitus 2.2.1. Pengertian Diabetes Mellitus Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah (Hyperglikemia) yang diakibatkan oleh kelainan dalam sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya (Smeltzer & Bare, 2002). Corwin (2001) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolute insulin atau insensitivitas sel terhadap insulin, glukosa darah puasa harus lebih besar dari 140 mg/100ml pada dua kali pemeriksaan terpisah. Dari kedua definisi ini dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang disebabkan oleh kelainan sekeresi atau aksi insulin yang ditandai dengan hiperglikemia, minimal dalam dua kali pemeriksaan. 2.2.2. Penyebab DM DM atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan
hormon
insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup/ sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Jadi penyebab penyakit DM ini tergantung dari tipe atau klasifikasi penyakit DM. 2.2.3. Klasifikasi DM Smeltzer & Bare (2002) dan Corwin (2001) mengklasifikasikan DM menjadi 3 tipe yaitu DM tipe1, DM tipe 2 dan DM pada kehamilan (gestasional). 2.2.3.1. DM type 1 atau disebut DM yang tergantung pada insulin. DM ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena kerusakan/ destruksi dari sel beta pancreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan
Universitas Indonesia
5
mungkin juga lingkungan (misal infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan kerusakan sel beta pancreas (Smeltzer & Bare, 2002). Faktor faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabet tipe 1 namun mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe 1. Faktor faktor imunologi Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respons autoimun, respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah olah sebagai benda asing. Faktor faktor lingkungan Faktor faktor eksternal yang diduga memicu destruksi sel beta adalah virus atau toksin yang dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. 2.2.3.2. DM tipe 2 atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin. DM tipe 2 ini menurut Smeltzer & Bare (2002) disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada/kurang, Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia. Mekanisme yang menyebabkan resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe 2 belum diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Namun selain hal tersebut terdapat faktor faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2 yaitu usia, obesitas, riwayat keluarga dan etnis. Menurut Smeltzer & Bare (2002) kenaikan kadar glukosa darah tampak berhubungan dengan
usia dan terjadi baik pada pria maupun wanita. Namun dari beberapa
penelitian menyebutkan bahwa hiperglikemia pada lansia ini merupakan kondisi patologis karena menimbulkan komplikasi makrovaskuler. Obesitas merupakan faktor risiko DM karena pola makan yang berlebihan yang biasa dijalani oleh
Universitas Indonesia
6
penderita obesitas berpotensi meningkatkan kadar glukosa darah secara berlebihan . sedangkan kelompok etnis yang dimaksudkan adalah adanya kelompok etnis tertentu yang memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes mellitus. Hal ini menurut Smeltzer & Bare (2002) dimungkinkan kerena kelompok tertentu memiliki gaya hidup, pola makan tertentu sesuai dengan latar belakang etnis dan budayanya. Dari beberapa penelitian dalam Smeltzer & Bare (2002)
juga terdeteksi bahwa
Diabetes mellitus paling sering terjadi pada penderita dengan usia diatas 30 tahun dan obesitas. Intoleransi glukosa yang terjadi pada DM tipe 2 menyebabkan awitan DM Tipe 2 berjalan tanpa terdeteksi, dan jika gejala tersebut dialami oleh penderita biasanya gejala yang dirasakan bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama tidak sembuh sembuh, infeksi pada vagina atau pandangan mata yang kabur. Karena awitan yang tak terdeteksi inilah sebagian besar (kurang lebih 75%) penderita DM
tipe 2 ditemukan secara tidak sengaja
misalnya pada saat pemeriksaan laboratorium rutin atau pemeriksaan kesehatan karena alasan yang lain. salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit DM selama bertahun tahun adalah komplikasi DM jangka panjang seperti retinopati, neuropati perifer
dan
kelainan vaskuler perifer
yang mungkin sudah terjadi
sebelum diagnose DM tipe 2 ditegakkan. 2.2.4. Tanda dan Gejala DM Tanda dan gejala fisik pada klien DM (Doengoes, 2000) a.Poliuria Kondisi hiperglikemia yang melebihi ambang batas ginjal akan mengakibatkan glukosa dibuang melalui urine sehingga timbul glikosuria. b.Polidipsi Polidipsi atau rasa haus terjadi akibat peningkatan pengeluaran urin. c.Polifagi karena glukosa hilang bersama kemih, maka penderita diabetes mengalami ketidakseimbangan kalori negatif dan dan penurunan berat badan. Rasa
Universitas Indonesia
7
lapar yang semakin besar (poli fagi) timbul karena kehilangan kalori sehingga pasien menjadi lelah dan mengantuk. d.Keluhan lain seperti penurunan berat badan, lemah, kesemutan gatal dan mata kabur, disfungsi ereksi pada pria dan pruritus vulva pada wanita e.Menurut WHO paling sedikitnya pada 2 kali pemeriksaan diperoleh hasil: Kadar gula darah sewaktu (GDS) plasma vena ≥ 200 mg/ dl atau kadar gula darah puasa (GDP) ≥ 140 mg/dl atau test toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu glukosa plasma yang diambil setelah mengkonsumsi karbohidrat 75 gr (2 jam PP) ≥ 200 mg/dl
2.2.5 Komplikasi DM Komplikasi pada DM berupa komplikasi akut dan komplikasi kronis (Smeltzer & Bare, 2002). 2.2.5.1. Komplikasi akut Komplikasi akut pada DM berupa hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis diabetik dan sindroma hiperglikemi hiperosmolar non ketotik (HHNK) atau hiperosmolar non ketotik (HONK). Hipoglikemia dan hiperglikemia dapat terjadi secara tiba tiba yangt dapat terjadi pada kedua tipe DM. Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi akut yang terjadi
pada DM tipe 1, akibat peningkatan kadar glukosa darah secara cepat
sehingga terjadi glukoneogenesis dan peningkatan pemecahan lemak (lipolisis) yang progresif, yang berakibatnya terjadi peningkatan badan keton yang bersifat asam secara berlebihan dalam darah yang dapat mengakibatkan asidosis metabolik. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik (HHNK) merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia yang disertai dengan perubahan tingkat kesadaran. Keadaan hiperglikemia yang persisten mengakibatkan diuresis osmotik
sehingga mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke
Universitas Indonesia
8
ekstrasel. Kondisi tersebut mengakibatkan glukosuria dan dehidrasi yang dapat menimbulkan keadaan hipernatremi dan hiperosmolar. 2.2.5.2.Komplikasi Kronis Komplikasi kronis dari diabetes mellitus berupa makroangiopati dan mikroangiopati. Komplikasi makroangiopati berupa penyakit aterosklerosis arteri koroner, penyakit serbrovaskuler attach (CVA), penyakit vaskuler perifer. Dari beberapa penelitian penyakit arteri koroner menyebabkan 50% hingga 60% dari semua kematian pada pasien diabetes (Smeltzer & Bare, 2002). Komplikasi mikroangiopati pada penderita DM berupa kelainan pembuluh darah yang terjadi pada mata (retinopati), kelainan ginjal (nefropati), dan penyakit saraf (neuropati). Penyakit DM memiliki risiko 2040% untuk menderita penyakit renal, bahkan 25% dari penyakit ginjal terminal yang memerlukan dialisa
atau transplantasi di Amerika merupakan
penderita DM
(Smeltzer & Bare, 2002). 2.3. Masalah psikososial pada pasien DM Komplikasi diabetes mellitus dapat memberikan dampak baik fisik maupun psikososial bagi penderitanya. Dampak fisik pada penderita DM dapat berupa komplikasi akut maupun kronis. Masalah psikososial pada penderita DM dapat berupa kecemasan akibat komplikasi akut dari diabetes mellitus berupa kenaikan kadar glukosa maupun penurunan kadar glukosa secara tiba tiba. Kecemasan pada penderita DM juga terjadi akibat ketakutan akan munculnya komplikasi DM. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lee, dkk (2012) yang menemukan bahwa stres dan kecemasan pada 333 orang etnis China yang menderita DM tipe2 di Hongkong disebabkan karena ketakutan terhadap komplikasi DM, kelemahan atau penurunan produktivitas kerja, perubahan gaya hidup, stigma dan diskriminasi. Smeltzer & Bare (2002) juga mengungkapkan hal yang sama
bahwa ansietas
merupakan masalah yang muncul pada klien dengan diabetes mellitus yang berhubungan dengan perasaan takut terhadap ketidakmampuan menangani diabetes, informasi yang salah tentang penyakit diabetes dan ketakutan terhadap komplikasi
Universitas Indonesia
9
diabetes. Masalah psikososial pada klien DM juga ditemukan oleh Grigsby, dkk. 2002) yang menemukan 14 % dari 2.584 klien DM mengalami gangguan kecemasan umum (GAD). Depresi juga merupakan masalah psikososial yang muncul pada penderita DM. Hal ini sesuai dengan Anderson, dkk (2001) yang mengatakan bahwa salah satu perubahan psikologis yang paling sering terjadi pada pasien DM adalah depresi. Studi melaporkan bahwa pasien DM dua kali lebih besar mengalami gejala depresi atau di diagnosa depresi dibandingkan dengan populasi umum. Temuan ini diperkuat oleh Atyanti dan Saryono (2010) yang menemukan bahwa dari 166 penderita DM selama dengan rata rata lama sakit 4,4 tahun 65,7 % mengalami depresi. Respon kehilangan juga dapat terjadi pada klien DM akibat penurunan fungsi penglihatan yang dialaminya. Smeltzer & Bare (2002) mengungkapkan bahwa gangguan visual merupakan hal yang menyebabkan syok bagi setiap individu yang mengalaminya, namun respon kehilangan terhadap fungsi penglihatan bergantung kepada kepribadian, konsep diri dan mekanisme untuk menghadapinya. Selain itu stres akibat gangguan fungsi ginjal dapat mempengaruhi dan menyebabkan gangguan harga diri, hubungan keluarga, ikatan perkawinan yang akhirnya mengganggu semua aspek kehidupan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ansietas dapat muncul pada saat awal klien terdiagnosa menderita penyakit DM. Ansietas akan meningkat saat klien mengetahui komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM, ketakutan akan ketidakmampuan merawat atau menangani penyakitnya, takut menjadi tidak produktif dan sebagainya. Ansietas dapat berkembang dari tingkat ringan sampai dengan berat dan berpotensi menimbulkan masalah ketidakberdayaan dan depresi pada klien bila tidak ditangani dengan baik.
Universitas Indonesia
10
2.4. Ansietas 2.4.1 Pengertian ansietas Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons autonom (sumber energi seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (NANDA, 2011). Sedangkan Stuart & Sundeen (1998) mendefinisikan ansietas sebagai perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya, keadaan ini tidak mempunyai obyek yang spesifik, dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Dari kedua pengertian itu dapat diartikan bahwa ansietas adalah suatu kekhawatiran, perasaan was was atau takut pada sesuatu yang tidak jelas yang dialami oleh seseorang. 2.4.2. Tingkatan Ansietas Stuart & Sundeen (1998) dan Stuart & Laraia (2005) membagi ansietas menjadi 4 tingkat yaitu: 2.4.2.1 Ansietas ringan Ansietas ringan ini berhubungan dengan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari, menyebabkan sesorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya, ansietas pada tingkat ini dapat meningkatlkan motivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. 2.4.2.2 Ansietas sedang Ansietas pada tahap ini memungkinkan untuk memusatkan pada hal yang dirasakan penting dan mengesampingkan hal yang lain sehingga perhatian hanya pada hal yang selektif namun dapat melakukan sesuatu dengan terarah.
Universitas Indonesia
11
2.4.2.3. Ansietas berat Pada tahap ini seseorang mengalami pengurangan lahan persepsi sehingga cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan pesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. 2.4.2.4. Tingkat panik dari ansietas Pada tahap ini seseorang mengalami ketakutan dan teror, individu menjadi kehilangan kendali dan tidak mampu melakukan sesuatu waluapun dengan pengarahan. Panik menimbulkan disorganisasi kepribadian. Ketika panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, individu mengalami penurunan kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. 2.4.3 Penyebab Ansietas Beberapa faktor yang berhubungan dengan ansietas menurut NANDA (2011) adalah Perubahan dalam status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran, pemajanan toksin, masalah terkait dengan keluarga, herediter, infeksi/ kontaminan interpersonal, penularan penyakit interpersonal, krisis maturasi, krisis situasional, stres dan penyalahgunaan. Menurut Stuart & Sundeen (1998) dan Stuart & Laraia (2005) faktor predisposisi ansietas adalah sebagai berikut 2.4.3.1 Teori psikoanalitik Menurut teori ini ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan super ego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive seseorang, superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma norma budaya seseorang. Dan ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan.
Universitas Indonesia
12
2.4.3.2 Teori Interpersonal Teori ini berpendapat bahwa ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas menurut teori ini juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah akan mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat. 2.4.3.3 Teori Perilaku Menurut teori ini ansietas merupakan produk frustasi, yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.pendapat lain dalam teori ini
menganggap bahwa ansietas sebagai suatu dorongan untuk
belajar berdasarkan keinginan untuk menghindari kepedihan. 2.4.3.4 Kajian Keluarga (Stuart & Laraia 2005) Kajian ini menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang banyak ditemui dalam suatu keluarga. Menurut kajian ini gangguan ansietas dapat tumpang tindih
antara gangguan ansietas dan depresi. Seseorang dengan satu gangguan
ansietas akan tampak seperti mengalami
pengalaman gejala mayor depresi di
sepanjang hidupnya. Diperkirakan hanya seperempat bagian dari gangguan ansietas yang mendapatkan perawatan. Pada penedrita ansietas yang mendatangi fasilitas kesehatan disebabkan karena ingin mendapatkan perawatan/pengobatan karena berbagai gejala yang muncul yang disebabkan karena ansietas seperti palpitasi, dan nafas pendek atau sesak nafas. 2.4.3.5. Kajian Biologi. Kajian ini menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus yang membantu mengatur ansietas, dan asam aminobitirik gamma noregulator
(GABA) dan
endorphin juga kemungkinan berperan dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas. Selain itu teori ini juga membuktikan bahwa status kesehatan umum seseorang mempunyaoi akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas. Ansietas
Universitas Indonesia
13
mungkin disertai dengan gejala fisik
dan selanjutnya menurunkan kapasitas
seseorang untuk mengatasi stressor. Selain faktor predisposisi ansietas juga dipengaruhi oleh stressor pencetus. Stressor pencetus ini mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Menurut Stuart & Sundeen, (1998) dan Stuart &Laraia (2005) Stressor pencetus ini dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu a. Ancaman terhadap integritas seseorang, yang meliputi ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kapasitas seseorang untuk melakukan aktivitas sehari hari. b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang, yang dapat membahayakan identitas diri, harga diri dan fungsi social. 2.4.4 Tanda dan Gejala Ansietas Sturt & Sundeen (1998) mengatakan, tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien ansietas dalam bentuk respon fisiologis, respon kognitif, perilaku dan afektif. 2.4.4.1 Respon Fisiologis sistem tubuh terhadap ansietas. Data ansietas dapat diperoleh melalui respon fisiologis tubuh terhadap ansietas pada tabel 2.1 berikut ini Tabel 2.1 Sistem
Respon
Kardiovaskuler
Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa mau pingsan, pingsan, tekanan darah menurun.
Pernapasan
Nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah engah.
Neuromuskuler
Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip kedip,
Universitas Indonesia
14
insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal. Gastrointestinal
Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare.
Traktus urinarius
Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
Kulit
Wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh. (Sumber : Stuart & Sundeen, 1998)
2.4.4.2 Respon Perilaku, Kognitif Dan Afektif Terhadap Ansietas. Data mengenai ansietas juga dapat diobservasi dari respon perilaku, kognitif dan afektif terhadap ansietas seperti pada tabel 2.2 berikut ini Tabel 2.2 Sistem
Respon
Perilaku
Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, menghalangi, melarikan diri dari masalah, menghindar, hiperventilasi,
Kognitif
Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, bidang persepsi
menurun,
kreativitas
menurun,
produktivitas
menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan obyektivitas, takut kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian. Afektif
Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, nervus, ketakutan, alarm, teror, gugup, gelisah. Sumber: Stuart & Sundeen, (1998)
Universitas Indonesia
15
2.4.4.3 Gangguan Psikosomatik Gangguan psikosomatika yaitu penyakit fisik yang sebagian disebabkan atau dicetuskan oleh faktor faktor psikologis (Tomb, 2003). Sedangkan menurut DSM IV adalah faktor faktor pasikologis yang mempengaruhi medis secara lebih luas faktor psikologi dan sosial yang
mempengaruhi perkembangan penyakit medis,
mengacu pada pernyataan suatu gejala fisik atau tampilan klinis yang disebabkan oleh faktor psikologis dan tidak ada dasar organiknya (Kaplan & Sandock, 1997) Menurut Suharjo (2011) Psikosomatik berasal dari psiko (kejiwaan) dan soma (badan) dimana klien mengeluh secara fisik yang sebenarnya dilatarbelakangi oleh stres psikososial. Gejala fisik yang timbul merupakan pertanda adanya tekanan mental. gangguan psikosomatik adalah contoh bagaimana pikiran negatif menguasai dan membuat tubuh menderita. Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa psikosomatik adalah munculnya gejala fisik yang sebenarnya merupakan dampak dari masalah psikososial yang dialami seseorang karena tekanan mental yang dihadapi. Skrening untuk mendiagnosa klien yang mengalami gangguan psikosomatik adalah sebagai berikut; mengalami nyeri ulu hati, nyeri punggung, nyeri lengan, tungkai atau persendian , ganguan pola haid/ nyeri haid, nyeri kepala, pusing bicara terbata bata, berdebar debar, sesak napas/ napas pendek, gangguan pola bab diare atau konstipasi dan kembung atau mual (Oliver Oyama, 2007 dalam Suharjo, 2011). 2.4.5 Sumber koping Menurut Stuart & Sundeen (1998) dan Stuart & Laraia (2005) individu dapat menilai serta mengatasi stres dan ansietas dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan. sumber koping
digunakan sebagai pendukung dalam segi ekonomi,
kemampuan penyelesaian masalah,dukungan sosial, serta keyakinan budaya yang dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stres dan belajar mengadopsi strategi koping yang berhasil/efektif.
Universitas Indonesia
16
2.4.6 Mekanisme Koping Respon individu ketika mengalami ansietas terjadi bervariasi sesuai dengan mekanisme koping yang digunakan dalam menghadapi stres ataupun ansietas yang sedang dihadapinya. Stuart Laraia (2005) mengkatagorikan mekanisme koping dalam 2 katagori yaitu, 2.4.6.1 Reaksi yang berorientasi pada tugas (task oriented reactions). Reaksi yang berorientasi tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi kebutuhan secara realistik tuntutan situasi stres. yang termasuk mekanisme jenis ini adalah perilaku menyerang, menarik diri atau kompromi. 2.4.6.2
Reaksi yang berorientasi pada ego/mekanisme pertahanan ego (Ego
oriented reactions) Mekanisme pertahanan ego digunakan untuk mengatasi ansietas ringan dan sedang, namun pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi distorsi atau penyimpangan realitas dan merupakan respon maladaptif terhadap stres misalnya supresi, disosiasi, proyeksi dan lainnya. 2.5 Proses Keperawatan Ansietas 2.5.1
Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan DM (Smeltzer& Bare, 2002) ditujukan untuk mengetahui riwayat penyakit, tanda dan gejala hiperglikemia dan pada faktor faktor fisik, emosional, serta sosial yang dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk melaksanakan berbagai aktivitas mandiri. Riwayat penyakit sebelumnya ditanyakan untuk mengetahui kondisi kesehatan klien sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga dikaji untuk mengatahui riwayat penyakit DM, Hipertensi, penyakit jantung dalam keluarga.
Universitas Indonesia
17
Fisik Pada pengkajian fisik klien DM menurut Smeltzer& Bare (2002) dan Doengoes (2000) biasanya ditemukan penampilan gemuk, mengalami gejala seperti poliuri, polidipsi dan polifagi, kulit kering, penglihatan kabur, penurunan berat badan, perasaan gatal pada vagina dan
ulkus yang lama sembuh serta kenaikan kadar
glukosa. Emosional Smeltzer & Bare (2002) mengatakan Status emosional pasien dikaji dengan mengamati sikap/tingkah laku yang tampak (misalnya sikap menarik diri, cemas), bahasa tubuh (misal menghindari kontak mata), kekhawatiran atau ketakutannya terhadap penyakit diabetes. Kekhawatiran dan ketakutan perlu dikaji berkaitan dengan kesalahan pemahaman atau informasi yang diperoleh klien tentang penyakit diabetes mellitus. Ketrampilan untuk mengatasi persoalan dan cara mengatasi persoalan/ situasi yang sulit pada masa lampau juga perlu dikaji untuk mengetahui mekanisme koping yang digunakan oleh klien. Sosial Perawat perlu mengkaji situasi sosial pasien untuk mengidentifikasi faktor faktor yang dapat mempengaruhi terapi diabetes dan rencana pendidikan kesehatan seperti pendidikan, penurunan kemampuan membaca, penurunan daya penglihatan, keterbatasan sumber finansial, dukungan keluarga dan kegiatan harian klien seperti waktu makan, jenis makanan yang dikonsumsi, olah raga, dsb (Smeltzer & Bare, 2002) 2.5.2
Diagnosis Keperawatan.
Diagnosis keperawatan psikososial pada klien dengan DM menurut
Smeltzer &
Bare (2002) adalah kehilangan, gangguan harga diri yang berkaitan dengan komplikasi dari DM selain itu kecemasan pada klien dengan DM menurutnya
Universitas Indonesia
18
perasaan takut terhadap ketidakmampuan menangani diabetes, informasi yang salah tentang penyakit diabetes dan ketakutan terhadap komplikasi diabetes. Doengoes, (2000) menyebutkan diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada kasus DM adalah ketidakberdayaan, sedangkan NANDA (2011) menyebutkan bahwa faktor yang berhubungan dengan ansietas salah diantaranya adalah klien yang mengalami perubahan status kesehatan, ekonomi, peran, keluarga dan ancaman terhadap status kesehatan. Lee, dkk (2012) menemukan bahwa stres dan kecemasan pada 333 orang etnis China yang menderita DM tipe2 di Hongkong disebabkan karena ketakutan terhadap komplikasi DM, kelemahan atau penurunan produktivitas kerja, perubahan gaya hidup, stigma dan diskriminasi. Smeltzer & Bare (2002) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa ansietas merupakan masalah yang muncul pada klien dengan diabetes mellitus yang berhubungan dengan perasaan takut terhadap ketidakmampuan menangani diabetes, informasi yang salah tentang penyakit diabetes dan ketakutan terhadap komplikasi diabetes. Menurut Grigsby, dkk. (2002) 14 % dari 2.584 klien DM mengalami gangguan kecemasan umum (GAD). Zhang, Chen dan Chen (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa penyakit, mekanisme koping, dukungan sosial adalah merupakan faktor yang menentukan gejala kecemasan dan depresi pada pasien Cina dengan diabetes tipe 2. Atyanti dan Saryono (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap kadar gula darah. Penelitian yang dilakukan Saraswati (2006) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara konsep diri dengan tingkat depresi pada penderita DM di RSU Ungaran. Dari beberapa referensi tersebut dapat disimpulkan bahwa
diagnosis
keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan diabetes mellitus adalah, Ansietas, Ketidakberdayaan, Ketidakefektifan koping individu, dan gangguan konsep diri.
Universitas Indonesia
19
2.5.3
Intervensi Keperawatan
Tujuan dari intervensi keperawatan pada klien dengan ansietas menurut Wilkinson (2006) adalah ansietas berkurang, menunjukkan kontrol ansietas. Intervensi keperawatannya adalah mengkaji dan mencatat tingkat kecemasan , mengidentifikasi tehnik yang telah dimiliki dan belum dimiliki untuk mengurangi ansietas masa lalu, dan melakukan pengurangan ansietas, melibatkan keluarga untuk mengurangi ansietas dan tindakan kolaborasi untuk mengurangi ansietas. Stuart & Laraia (2005) mengatakan bahwa prinsip penanganan gangguan kecemasan adalah menurunkan kecemasan, memperbaiki cara berfikir dan mempelajari perilaku baru. Dari kedua referensi disimpulkan bahwa tujuan intervensi pada ansietas adalah menurunkan ansietas dan melatih klien untuk mempelajari cara penyelesaian masalah baru yang dapat digunakan untuk mengatasi masalahnya saat ini dan yang akan datang. Tujuan intervensi keperawatan pada klien ansietas sedang ( moderate level of anxiety) dalam Stuart & Laraia ( 2005) Klien dapat mengidentifikasi dan menggambarkan kecemasan yang dirasakan, klien dapat mengidentifikasi kejadian sebelumnya yang menyebabkan ansietas, maladaptif
dan
klien dapat menggambarkan respon koping adaptif dan
klien dapat mengimplementasikan/mempraktekkan
dua respon
adaptif untuk mengatasi ansietas. Intervensi keperawatan pada klien dengan ansietas sedang menurut Stuart & Laraia (2005) yang pertama adalah bantu klien mengidentifikasi penyebab atau peristiwa sebelumnya yang menyebabkan ansietas, menghubungkan tanda tanda/kebiasaan yang
dilakukan
klien
ketika
mengalami
ansietas,
validasi
hasil
pengamatan/kesimpulan atau asumsi dengan klien. Kedua membantu klien mengenal situasi dan interaksi yang dapat menimbulkan ansietas, bantu klien me review penilaian terhadap stressor yang dapat mengancam dan cara mengatasinya. Bantu klien menghubungkan pengalaman stressor dan cara mengatasi masalahnya yang
Universitas Indonesia
20
relevan
di
masa
lalu.
Ketiga
bantu
klien
mengeksplorasi
pengalaman
mengatasi/menurunkan ansietas dan hasilnya, bantu klien untuk membuang cara maladaptive dan destriktif dalam mengatasi ansietas, dorong klien untuk menggunakan respon koping adaptif yang efektif di masa lalu. Keempat bantu klien mengidentifikasi cara menata kembali pikiran, melakukan modifikasi perilaku atau kebiasaan, menggunakan sumber yang tersedia dan mencoba respon koping yang baru, dorong klien untuk melakukan aktivitas untuk menyalurkan energi, dukung klien untuk menggunakan sumber dukungan dan suport sosial dalam membantu klien mempelajari respon koping yang baru serta ajarkan klien latihan relaksasi untuk meningkatkan kontrol, kepercayaan dan mengurangi stres. Cara menurunkan kecemasan (reduced anxiety) menurut Stuart & Laraia (2005) diantaranya adalah relaxation training.
Relaxation training ini bertujuan
untuk
menurunkan ketegangan dan ansietas, dapat digunakan sendiri maupun digabung dengan CBT. Prinsip dari pelaksanaan training relaksasi ini adalah
mengatur
pernapasan, menurunkan ketegangan otot dan perubahan kesadaran. pada tehnik pelaksanaanya, klien dianjurkan duduk dalam posisi yang nyaman, music yang pelan bisa dihadirkan untuk menciptakan suasana yang rilek, lalu klien dianjurkan untuk nafas dalam dan mengeluarkan secara perlahan lahan. Untuk memperoleh efek rileks kegiatan dilakukan dengan mengangkat kedua tangan pada saat menarik nafas dalam dan menurunkan kedua tangan kearah kaki pada saat menghembuskan nafas secara perlahan lahan. Penggunaan relaksasi nafas dalam ini pernah digunakan oleh Prasetya,Suryani dan Supriyono (2011), yang menemukan terdapat perbedaan intensitas nyeri setelah dilakukan relaksasi nafas dalam
pada pasien sebelum dan setelah dilakukan
perawatan luka ulkus diabetik. Ernawati, Hartiti dan Hadi (2012) menemukan bahwa terdapat perbedaan intensitas nyeri
pada pasien sebelum dan setelah dilakukan
tindakan keperawatan relaksasi nafas dalam pada mahasiswa yang mengalami nyeri dismenore. Relaksasi nafas dalam juga efektif untuk menurunkan ansietas, hal ini
Universitas Indonesia
21
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ghofur dan
Purwoko (2009), yang
menemukan bahwa terdapat penurunan tingkat ansietas pada klien yang mengalami ansietas pada persalinan kala 1. Chiang, dkk (2009) serta Park dan Kim (2013) menemukan data bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecemasan anak yang mengalami serangan asma sedang sampai dengan berat sebelum dan setelah tindakan relaksasi nafas dalam. Meditasi juga digunakan menimbulkan efek relaksasi (Torre dalam Stuart & Laraia 2005). Komponen dasar dari meditasi ini adalah ketenagan lingkungan, sikap pasif, posisi yang nyaman dan kata kata atau pemandangan /suasana yang membantu untuk focus. Tehnik pelaksanaan dari meditasi ini adalah perawat menginstruksikan klien untuk menutup kedua mata, merilekskan otot otot yang terasa tegang dan mulai mengulang kata kata dan diam pada tiap tiap ekhalasi. Termasuk dalam tehnik relaksasi jenis ini adalah guide imagery, centering, meditation dan focusing. Penanganan gangguan psikosomatik menurut (Tomb, 2010) dimulai dengan memberikan terapi medisnya misalnya (anti hipertensi), dan terapi relaksasi (relaksasi progresif, meditasi, hipnosis) dan biofeedback. Penggunaan hypnosis lima jari juga terbukti efektif menurunkan kecemasan penderita kanker leher rahim (Muafiro, 2004). Efektifitas hypnosis juga disampaikan oleh Olmsted, Zeltzer dan Le Baron (1982) yang menemukan bahwa hypnosis efektif menurunkan ansietas pada anak dan dewasa penderita kanker yang dilakukan bone morrow aspiration. Dari beberapa referensi diatas kecemasan dapat diturunkan dengan menggunakan berbagai tehnik relaksasi diantaranya nafas dalam, relaksasi progresif, meditasi, dan pemberian sugesti (guide imagery dan hypnosis). Berdasarkan uraian teori yang telah dikemukakan, pada klien DM terdapat masalah keperawatan fisik maupun psikososial, namun pada bab selanjutnya penulis hanya membahas masalah keperawatan psikososial pada klien DM khususnya ansietas.
Universitas Indonesia
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN
Bab ini akan menyajikan pengkajian dan diagnosis keperawatan ansietas pada ibu M yang mengalami penyakit DM tipe 2. 3.1 Pengkajian Ibu M (56 tahun), wanita, janda, tidak bekerja, pendidikan SD, alamat Parung Kab. Bogor, Ibu M datang ke rumah sakit dengan keluhan lemes pusing dan nyeri ulu hati yang dirasakan sejak semalam setelah makan, keluhan dirasakan ibu M makin berat sehingga keluarga membawanya ke rumah sakit. Ibu M belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Riwayat hipertensi tidak ada riwayat penyakit DM tidak diketahui karena ibu M baru mengetahui jika dirinya menderita kencing manis pada saat datang ke rumah sakit. Tidak ada riwayat penyakit DM dalam keluarga. BB: 62 kg, TB 162 cm IMT: 26,9 (kelebihan berat tingkat ringan), terdapat katarak pada kedua mata, namun klien masih dapat melihat dengan jelas. tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid maupun kelenjar getah bening. Pundak kanan klien terasa nyeri sampai dengan punggung, nyeri dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Karakteristik nyeri, panas seperti terbakar, frekuensi hilang timbul, intensitas sedang skala 5-6, durasi 10-15 menit. Panggul kanan tampak lebih tinggi dari panggul kiri, tulang belakang cenderung melengkung ke samping (scoliosis). Ibu M mengatakan pinggulnya terasa nyeri bila berjalan seperti tertusuk duri.
Keluhan nyeri pinggul ini sudah dirasakan sejak 5 tahun yang lalu, nyeri dirasakan
didaerah pantat karakteristik nyeri seperti tertusuk duri, dan terasa sakit ketika berjalan. Ibu M sudah berobat ke dokter dan dikatakan menderita osteoporosis. Kaki tidak tampak edema , maupun luka, ibu M mengatakan kedua pahanya gatal dan timbul bintik merah, karena itulah ibu M menempati ruang isolasi di ruang antasena, karena diduga mengalami varisela, namun ketika dilakukan pemeriksaan oleh dokter kulit ibu M dinyatakan tidak mengalami varisela. Kedua kaki kadang terasa baal / kesemutan. Kebiasaan makan 3 kali sehari makan makanan ringan (snack) tidak dibatasi, menyukai gorengan, makanan berlemak dan kopi. GDS: 328mg/dl, periksaan glukosa urin: positif, diagnosis Medis : DM Tipe 2.
Universitas Indonesia
Ibu M mengatakan dirinya merasa malu dengan kondisi pinggulnya yang tinggi sebelah dan jalannnya pincang. Karena malu sejak 1 tahun terakhir ibu M tak lagi mengikuti kegiatan pengajian, sehingga kegiatan mengaji dilakukan di rumah. ibu M juga mengatakan jarang berinteraksi dengan tetangganya. Jika ada keperluan keluar rumah ibu M dianter oleh anaknya. Ibu Mengatakan nyeri yang dirasakannya membuat dirinya khawatir, hingga tidak bisa tidur. Saat di rumah jika nyerinya datang klien menjadi serba salah dan kebingungan karena tak tahu harus berbuat apa, sehingga dirinya sampai berguling guling dan setengah telanjang.ibu M juga merasa khawatir karena menurut dokter dirinya menderita penyakit gula dan menurut informasi yang Ibu M dapat dari tetangga-tetangganya penyakit gula dapat menyebabkan buta dan luka di kaki yang tidak sembuh sembuh. ibu M mengatakan suaminya meninggal 50 hari yang lalu. Ibu M memiliki 13 orang anak, 2 orang anaknya telah meninggal, 10 anaknya sudah berkeluarga sehingga ibu M hanya tinggal berdua dengan, anak bungsunya yang (16 tahun) yang mengalami down syndrome. Ibu M merasa kesepian karena ia terbiasa hidup dalam keluarga yang banyak. 3.2 Diagnosis Keperawatan Psikososial Utama Diagnosis keperawatan psikososial utama pada ibu M adalah Ansietas Hal ini penulis angkat dari data subyektif yang muncul ibu M
mengatakan nyeri yang
dirasakannya membuat dirinya khawatir, sehingga tak bisa tidur. Saat di rumah jika nyerinya datang ibu M menjadi serba salah dan kebingungan karena tak tahu harus berbuat apa, sehingga dirinya sampai berguling guling dan setengah telanjang. Ibu M juga merasa khawatir karena menurut dokter dirinya menderita penyakit gula dan menurut informasi yang Ibu M dapat dari tetangga-tetangganya, penyakit gula dapat menyebabkan buta dan luka di kaki yang tidak sembuh sembuh. ibu M juga mengatakan suaminya meninggal 50 hari yang lalu. Ibu M mempunyai anak 13 orang 2 orang meninggal karena sakit, dan kini ibu M hanya tinggal dengan anak bungsunya yang menderita down syndrome. Ibu M mengatakan kadang merasa kesepian karena ke 10 anaknya sudah berkeluarga dan tinggal dengan keluarganya masing masing, data obyektif untuk masalah keperawatan ini adalah ekspresi murung, TD 120 /80 Nadi 80 x/ menit. Pundak klien teraba tegang . dalam pembicaraannya klien masih sering menyebut nama suaminya.
Universitas Indonesia
Rasa nyeri yang dirasakan oleh ibu M kemungkinan merupakan gejala psikosomatik, karena gejala nyeri baru dirasakan sekitar 2 bulanan dan pada saat yang bersamaan ibu M mengalami peristiwa kehilangan dan berduka karena suami yang sangat dicintainya meninggal dunia. Semenjak kematian suaminya, segala kebutuhan ibu M dan anak bungsunya bergantung pada pemberian dari anak anaknya. Kondisi yang hanya tinggal berdua dengan anaknya yang mengalami cacat mental kemungkinan juga mendukung munculnya ansietas pada ibu M karena tidak adekuatnya support sistem. Hal ini diperburuk dengan berkurangnya dukungan sosial karena ibu M tidak lagi terlibat dalam acara pengajian di lingkungan tempat tinggalnya. 3.3 Pohon masalah Pohon masalah ini menunjukkan alur terjadinya ansietas dan akibat yang dapat ditimbulkan dari ansietas, yang tersusun sebagai diagnosa keperawatan psikososial pada Ibu M. Ibu M (56 tahun) mengalami proses kehilangan karena suaminya meninggal sekitar 50 hari yang lalu, kehilangan yang lain juga dirasakan karena 10 anaknya telah berkeluarga dan ibu M hanya tinggal berdua dengan anak bungsunya K (16 tahun) yang mengalami down syndrome. Sejak kurang lebih 2 bulan pasca meninggalnya suaminya ibu M mengatakan merasa tegang dan nyeri pada pundak kanannya. Nyeri dirasakan menjalar sampai ke punggung. Nyeri dan tegang semakin hari semakin bertambah, ibu M juga merasakan sakit kepala. Klien hanya memendam sakitnya ini sendirian karena ia tidak dapat membagi masalah yang ia hadapi pada anaknya yang mengalami down sindrom, justru dalam kondisi yang demikian ibu M masih harus merawat anaknya (K), sehingga klien sempat kebingungan untuk mengatasi nyeri yang dirasakannya. Ketika mengalami kehilangan ibu M juga kurang mendapatkan support sistem dari keluarga yang lain kerena anak anaknya semuanya sudah berkeluarga dan tinggal terpisah dengannya. Ibu M juga kurang mendapatkan support sosial dari lingkungannya karena ibu M satu tahun terakhir tidak pernah mengikuti pengajian yang biasanya rutin ia datangi 3 kali dalam seminggu. Sehingga hal ini menyebabkan ibu M mengalami koping yang tidak efektif dalam menghadapi masalahnya. Dampak dari ketidakefektifan koping pada ibu M mengakibatkan kecemasan atau ansietas pada ibu M.
Universitas Indonesia
Tanda-tanda kecemasan pada ibu M berupa perasaan gelisah dan khawatir yang disebabkan oleh rasa tegang dan nyeri yang di rasakan pasca meninggalnya suaminya. Kecemasan meningkat saat usaha yang dilakukan untuk mengatasi nyeri dengan melakukan kompres dingin tidak berhasil malah ibu M menjadi menggigil kedinginan, sehingga Ibu M sampai berguling guling dilantai dalam keadaan setengah telanjang. Pada saat datang ke rumah sakit Marzoeki Mahdi keluhan utama yang dirasakannya lemes, pusing dan nyeri ulu hati. Selain itu nyeri pada bagian pundak sampai ke punggung juga masih dirasakannya kecemasan ibu M meningkat ketika ibu M dinyatakan menderita penyakit DM, karena menurut informasi yang ibu dapatkan sebelumnya penyakit gula dapat menyebabkan kebutaan dan menimbulkan luka yang tidak sembuh sembuh bahkan sampai di amputasi. Kecemasan ibu M yang makin meningkat ditandai dengan perasaan tegang yang makin meningkat sehingga ibu M mengalami kesulitan untuk tidur. Jika kondisi ini berlanjut akan menimbulkan dampak lain berupa ketidakberdayaan, sehingga penulis mengangkat diagnosis risiko ketidakberdayaan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat delapan tanda tanda kecemasan yang dialami oleh ibu M ada tanda yaitu gelisah, khawatir, serba salah, nyeri, ketegangan, gangguan pola tidur, takut penyakit yang menyebabkan kematian dan kemiskinan.
Risiko Ketidakberdayaan
Ansietas
Koping individu tidak efektif
Universitas Indonesia
BAB 4 ANALISIS SITUASI
Bab ini membahas mengenai profil lahan praktik, analisis masalah keperawatan, analisis tindakan keperawatan pada dan alternatif pemecahan masalah pada Ibu M yang mengalami ansietas di ruang Antasena Rumah Sakit Dr H. Marzoeki Mahdi Bogor. 4.1 Profil Lahan Praktek Ruangan Antasena merupakan ruang perawatan umum Kelas III, yang terdiri dari 2 gedung yang mempunyai kapasitas 35 tempat tidur yang terdiri dari 7 kamar, Kelas II masing-masing berisi 2-3 tempat tidur dan kelas III masing-masing berisi 6-9 tempat tidur di tiap kamar. Ruang Antasena merupakan ruang rawat untuk klien laki-laki dan perempuan, Ruang Antasena mempunyai 1 ruang isolasi sehingga klien yang mempunyai masalah keperawatan risiko penularan dapat ditempatkan di ruangan tersebut. Kasus-kasus di ruang antasena merupakan kasus penyakit dalam, bedah, kardiovaskuler, pernafasan dan penyakit pada sistem syaraf. 10% dari 188 kasus diantasena merupakan kasus DM, namun tidak didapatkan data mengenai jumlah kasus penderita DM yang mengalami ansietas. Asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien DM di ruang antasena masih berfokus pada masalah keperawatan fisik, sedangkan masalah keperawatan psikososial belum dilakukan. 4.2 Analisis Masalah Keperawatan Klien Ibu M usia 58 tahun janda beragama islam, tidak bekerja, pendidikan SD bertempat tinggal diwilayah perkotaan tepatnya didaerah Parung Bogor. Klien mengalami penyakit DM
yang baru diketahuinya saat datang ke Rumah Sakit.
Riwayat pola makan berlebihan, tidak teratur dan tidak seimbang dialami oleh klien. Klien datang dengan kadar gula 328 mg/dl, keluhan lemes dan pusing. Klien baru
Universitas Indonesia
mengetahui dirinya menderita DM saat datang ke rumah sakit. hal ini sesuai dengan Smeltzer & Bare (2002) yang mengatakan penderita DM tipe 2 umumnya terdeteksi tanpa sengaja melalui pemeriksaan laboratorium. Pola makan yang dijalani oleh ibu M yang tidak teratur dan tidak seimbang menjadikan dirinya mengalami kelebihan berat badan meskipun dalam kategori ringan, namun menurut anaknya BB klien sebelumnya lebih dari 62 kg dan mengalami penurunan sekitar 2 tahun terakhir hal ini sesuai dengan teori bahwa DM tipe 2 ini merupakan salah satu penyakit yang muncul akibat perubahan gaya hidup yaitu pola makan yang tak beraturan dan tidak seimbang. Jadi sebenarnya penyakit DM tipe 2 ini dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup yang sehat. Tanda dan gejala yang dialami oleh Ibu M seperti peningkatan kadar gula darah, lemes diakibatkan oleh pola makan yang tidak beraturan yang sudah berlangsung lama. Peningkatan gejala baru dirasakan oleh klien sekitar 2 tahun yang meliputi rasa sering haus, banyak kencing perasaan lapar, kaki kadang terasa baal namun klien tidak begitu memperhatikan gejala gejala tersebut sampai dengan saat suami klien meninggal sekitar 2 bulan yang lalu. Hal ini sesuai dengan Smeltzer & Bare bahwa penderita DM tipe 2 umumnya diketahui secara tidak sengaja karena tidak bergejala atau gejala gejala yang dirasakan bersifat ringan sehingga tidak dirasakan oleh klien. Gejala-gejala ketegangan dan nyeri di pundak mulai terasa yang membuat klien kemungkinan merasa cemas. Kondisi kondisi yang mendukung muncul perasaan cemas sangat dominan yang terdiri dari beberapa hal diantaranya proses kehilangan (suami meninggal) yang belum selesai. Kehilangan lebih terasa lagi karena anak anak klien sudah berkeluarga semua dan tinggal dengan keluarganya masing masing. Meskipun anak anaknya sering menghubunginya melalui telefon, dan bergantian mengunjunginya namun rasa kehilangan orang yang sangat dicintainya belum sepenuhnya diterimanya. Kondisi klien yang hanya tinggal berdua dengan anaknya mengalami cacat (down syndrome) kemungkinan juga merupakan situasi yang mendukung munculnya gejala psikosomatis (keluhan nyeri) yang menimbulkan
Universitas Indonesia
kecemasan pada ibu M. Hal ini sesuai dengan Stuart& Sundeen (1998) dan Stuart & Laraia (2005) bahwa sumber koping sangat berpengaruh terhadap mekanisme pertahanan diri individu dalam menghadapi masalah. Secara ekonomi ibu M tidak lagi memiliki penghasilan karena suaminya meninggal dan dirinya tidak bekerja, namun anak anak ibu M mencukupi semua kebutuhannya. Secara psikologis ibu M memerlukan dukungan moral dari orang orang terdekat disekelilingnya, namun kondisinya yang hanya tinggal berdua dengan anaknya yang tidak normal (mengalami sindrom down), kemungkinan membuat ibu M tidak mendapatkan dukungan
psikologis yang dibutuhkan. Hal ini diperkuat dengan ibu M sudah
setahun ini tidak mengikuti pengajian
yang sudah 3 tahun diikutinya sehingga
support sistem dari lingkungan menjadi kurang optimal. Diagnosis psikososial yang ditemukan pada ibu M adalah ansietas, ketidakefektifan koping individu dan risiko ketidakberdayaan. Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa diagnosis keperawatan psikososial utama pada ibu M adalah ansietas. Ansietas yang dialami oleh ibu M dikategorikan ansietas sedang yang ditandai dengan adanya perasaan khawatir yang disebabkan karena informasi tentang penyakitnya, serba salah, bingung, mengalami gangguan pola tidur, gejala psikosomatik berupa rasa nyeri pada pundak sampai dengan punggung. Fokus perhatian ibu M adalah pada rasa nyeri yang dirasakannya, namun ibu M masih dapat dibimbing ketika melakukan tehnik relaksasi nafas dalam. Ibu M sangat berisiko mengalami kecemasan karena beberapa faktor predisposisi dan presipitasi. Perubahan
status kesehatan, menderita penyakit kronis, Dari aspek
kehilangan orang yang sangat berarti dalam kehidupannya dalam 6 bulan terakhir, gangguan konsep diri berupa gangguan citra tubuh, dan mengalami stres psikologis akibat tidak mampu mengontrol stimulus yang ada berupa rasa nyeri. Ibu M juga masih belum menyelesaikan tugas perkembangan yaitu membesarkan mendidik anak bungsunya yang berusia 16 tahun dan mengalami cacat mental. Ibu M juga tidak mempunyai penghasilan yang tetap semenjak suaminya meninggal merupakan faktor
Universitas Indonesia
predisposisi dan presipitasi pada ibu M. Kecemasan yang terjadi pada pasien DM juga ditemukan oleh Yun Amidah.(2006) yang menemukan data bahwa 16 dari 30 orang (53%) menderita gangguan kecemasan umum. Hal berbeda ditemukan oleh Atyanti dan Saryono, (2010), dalam penelitiannya, yang menemukan bahwa dari 166 orang yang menderita diabetes selama jangka waktu 4,4 tahun, 65,7 % mengalami depresi. Kecemasan yang dialami oleh Ibu M kemungkinan diakibatkan oleh respon berduka dan kehilangan yang dialami klien hal ini dapat terlihat dalam pembicaraan klien masih sering menyebut atau membicarakan suaminya. Dari beberapa referensi diatas terdapat kesesuaian dengan kasus Ibu M bahwa ansietas merupakan masalah yang sering muncul pada klien dengan penyakit DM. Pada kasus ibu M depresi tidak terjadi karena ibu M baru mengetahui dirinya menderita penyakit DM ketika datang ke rumah sakit, sedangkan pada penelitian terdahulu depresi terjadi pada klien DM yang rata rata lama menderita penyakit DM adalah 4,4 tahun. 4.3 Analisis Intervensi Keperawatan Tujuan umum asuhan keperawatan yang diharapkan pada Ibu M adalah ansietas berkurang. Sedangkan tujuan khususnya adalah ibu M dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat, mengenal ansietasnya, mengidentifikasi cara yang digunakan untuk mengatasi
ansietasnya dan keberhasilannya,
klien dapat
menggunakan tehnik/cara menurunkan ansietas yang telah dimilikinya yang terbukti efektif, klien dapat mengurangi ansietasnya dengan tehnik relaksasi nafas dalam, dan hypnosis lima jari), serta klien mendapat dukungan keluarga dalam mengatasi masalah ansietasnya. Intervensi keperawatan pada ibu M adalah mempertahankan hubungan saling percaya yang sudah terbina, membantu ibu M mengenal ansietasnya, mengidentifikasi cara yang digunakan untuk mengatasi ansietasnya dan keberhasilanannya, menganjurkan ibu M untuk menggunakan cara-cara yang digunakan dalam mengatasi ansietasnya, mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dan hypnosis 5 jari, dan melibatkan keluarga dalam mengatasi ansietas ibu M. Penetapan tujuan tindakan dan intervensi
Universitas Indonesia
keperawatan pada ibu M sesuai dengan teori penanganan klien dengan ansietas sedang (Stuart & Laraia, 2005) yang bertujuan klien dapat mengidentifikasi dan menggambarkan kecemasan yang dirasakan, klien dapat mengidentifikasi kejadian sebelumnya yang
menyebabkan ansietas,
koping adaptif dan maladaptif
dan
klien dapat menggambarkan respon
klien dapat mengimplementasikan atau
mempraktekkan dua respon adaptif untuk mengatasi ansietas. Tindakan keperawatan psikososial pada Ibu M dilakukan dalam 3 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama tindakan keperawatan pertama yang telah dilakukan pada Ibu M adalah mempertahankan hubungan saling percaya yang telah dibina saat melakukan pengkajian dengan Ibu M, membantu klien mengenal ansietasnya dengan mengeksplorasi
perasaan
klien.
Selanjutnya
penulis
membantu
Ibu
M
mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala ansietas yang dialaminya dan tindakan yang biasa dilakukan ketika ansietas muncul dan hasilnya, lalu penulis memberikan reinforcemen positif atas usaha yang sudah dilakukan dalam mengatasi nyeri sekaligus penulis menganjurkan jika klien ingin melakukan kompres untuk mengurangi rasa nyeri adalah kompres hangat pada daerah yang nyeri atau tegang. Pertemuan kedua penulis melatih tehnik relaksasi nafas dalam. Relaksasi nafas dalam terbukti
efektif
menurunkan
nyeri
dan
kecemasan
pada
berbagai
kasus
(Prasetya,Suryani dan Supriyono (2011), Ernawati, Hartiti dan Hadi (2012), Ghofur dan Purwoko (2009), Chiang, dkk (2009) serta Park dan Kim (2013). Tindakan melatih relaksasi nafas dalam dimulai dengan membina mempertahankan hubungan saling percaya, melakukan kontrak dengan klien menjelaskan pengertian, tujuan, manfaat
dan tehnik pelaksanaan relaksasi nafas dalam, kemudian penulis
mendemonstrasikan tehnik relaksasi nafas dalam dan meminta Ny M untuk meredemonstrasikan tehnik relaksasi nafas dalam. Selanjutnya penulis membantu klien untuk menetapkan waktu latihan relaksasi nafas dalam secara mandiri, mengevaluasinya dan memotivasi untuk menggunakan tehnik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan ansietas yang dialaminya.
Universitas Indonesia
Pertemuan ketiga penulis mengajarkan pada ibu M hypnosis lima jari karena ibu M juga mengalami kesulitan tidur akibat ansietas yang dialaminya. Salah satu alasan Penulis memilih tindakan keperawatan hypnosis lima jari yang dimodifikasi dengan aspek spiritual adalah karena penulis melihat bahwa salah satu gejala ansietas pada ibu M adalah gangguan pola tidur. Data lain adalah klien mengalami gangguan psikosomatik berupa nyeri yang dirasakannya sejak kematian suaminya yang akhirnya merupakan sumber kecemasan ibu M juga. Selain itu dari data pengkajian spiritual ibu M adalah orang yang taat dalam menjalankan ibadah agama hal ini terbukti dari kebiasaan sholat lima waktu yang tidak pernah di tinggalkan, sholat sunah dan dzikir dikerjakan, pada tahun 2004 ibu
M menunaikan ibadah haji
bersama almarhum suaminya. Efektifitas hypnosis untuk menurunkan kecemasan juga disampaikan oleh Olmsted, Zeltzer dan Le Baron (1982), dan Muafiro (2004). Tomb (2003) yang mengatakan bahwa penanganan gangguan psikosomatik salah satunya adalah hypnosis. Dari data pengkajian yang dilakukan pada ibu M dan beberapa referensi diatas, makin memperkuat alasan penulis melakukan tindakan keperawatan hypnosis lima jari yang dimodifikasi aspek spiritual pada kasus ibu M. Langkah langkah tindakan perawatan yang dilakukan adalah mempertahankan hubungan saling percaya yang telah terbina, menjelaskan tujuan serta melakukan kontrak dengan ibu M. Penulis kemudian mulai dengan menjelaskan tentang tehnik relaksasi hypnosis lima jari, meliputi tujuan, manfaat serta langkah langkah hypnosis lima jari. Setelah itu penulis kemudian mengatur posisi dalam keadaan rileks, lalu melakukan demonstrasi hypnosis lima jari, kemudian meminta klien memilih posisi yang rileks. Penulis kemudian memandu klien melakukan hypnosis lima jari dengan membayangkan lima kejadian indah dalam kehidupannya hadir dalam pikirannya selama masing masing 1 menit. Menit yang pertama ibu M dianjurkan untuk membayangkan saat dirinya dalam kondisi sehat selama 1 menit, menit yang kedua ibu M dianjurkan untuk membayangkan saat meraih keberhasilan/ saat dipuji, menit ketiga ibu M dianjurkan untuk membayangkan saat berada dengan orang orang yang
Universitas Indonesia
dicintainya/dikasihinya. Menit ke empat ibu M diminta untuk membayangkan peristiwa paling indah dalam hidupnya dan menit kelima ibu M diminta untuk membayangkan tempat yang indah yang pernah dikunjungi. Setelah itu penulis melakukan esksplorasi perasaan setelah kegiatan. Penulis melakukan modifikasi dengan memasukkan aspek spiritual dalam mengeksplorasi perasaan ibu M. Tindakan modifikasi spiritual penulis lakukan dengan cara menghubungkan bahwa semua peristiwa indah yang baru saja dikenang melalui hypnosis lima jari merupakan semua peristiwa indah yang
terjadi dalam
kehidupannya dan hanya sebagian kecil dari nikmat yang telah Allah berikan padanya. Mungkin masih banyak nikmat yang Allah berikan pada kita yang tidak kita sadari,dan ketika kita diberikan sedikit ujian atau cobaan, maka kita seolah melupakan nikmat yang begitu banyak yang telah Allah berikan pada kita. Selanjutnya penulis membimbing ibu M untuk menyadari dan merenungkan apakah rasa sakit yang dirasakannya sekarang sebanding dengan nikmat yang telah Allah berikan padanya. 4.4 Pemecahan Masalah Yang Dilakukan. Pemecahan masalah yang dilakukan adalah dengan mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada ibu M. Evaluasi pada pertemuan pertama yaitu mengenalkan klien pada ansietasnya. Responnya ibu M mengatakan cemas karena khawatir rasa nyeri yang dirasakannya, takut penyakit yg bisa menyebabkan kematian dan kemiskinan. Evaluasi kemampuan klien dalam melakukan tehnik relaksasi nafas dalam dilakukan untuk mengetahui efektifitas tehnik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri dan ansietas pada ibu M. Evaluasi saat dilakukan tehnik relaksasi nafas dalam klien mengatakan rasa nyeri tidak di rasakan oleh klien ketika melakukan relaksasi nafas dalam, klien terlihat mempraktikkan teknik relaksasi nafas dalam dengan benar. Pada pertemuan kedua, rasa nyeri yang dirasakan ibu M menurun dari skala 5-4
Universitas Indonesia
menjadi 3-4, ketegangan yang dirasakan ibu M menurun. Perasaan khawatir masih ada, dan pada pertemuan ketiga rasa nyeri yang dirasakan sudah jauh berkurang, skala 2-3, ketegangan sudah jauh berkurang dan ibu M tampak lebih rileks. Evaluasi terhadap tindakan keperawatan tehnik relaksasi nafas dalam yang dilakukan pada ibu M sesuai dengan hasil penelitian Prasetya,Suryani dan Supriyono (2011), Ernawati, Hartiti dan Hadi (2012) Ghofur dan Purwoko (2009), Chiang, dkk (2009) serta Park dan Kim (2013) bahwa relaksasi nafas dalam efektif menurunkan nyeri dan kecemasan. Evaluasi tindakan keperawatan hypnosis lima jari yang dilakukan pada pertemuan ketiga adalah ibu M mampu menceritakan pengalamannya ketika sehat, mendapat pujian atau mengalami keberhasilan dan ketika berada ditengah tengah orang orang yang dicintai dan mencintainya. Namun ketika klien menceritakan kenangan yang paling indah dalam hidupnya klien menangis, dirinya teringat masa lalunya yang indah dengan almarhum suaminya. Cukup lama klien menangis menumpahkan perasaannya, penulis menggunakan tehnik komunikasi mendengarkan apa yang disampaikan oleh ibu dengan penuh perhatian dan empati. Penulis juga melakukan sentuhan kepada klien sebagai bentuk dukungan dan support pada klien. setelah klien tenang klien mengatakan. Klien mengatakan dirinya bersyukur karena telah banyak nikmat yang Allah berikan padanya, klien merasakan sakit yang dirasakanya tidak sebanding dengan semua nikmat dan anugrah yang telah diberikan Allah padanya. Klien juga mengatakan rasa terimakasihnya kepada penulis yang telah menyadarkan dirinya untuk selalu mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Klien mengatakan cara cara yang penulis lakukan untuk mengatasi masalahnya sangat mengena dihatinya dan dirinya merasa bersyukur bertemu dan berinteraksi dengan penulis. Dan 2 jam setelah tindakan hypnosis lima jari klien tampak tertidur pulas dikamarnya. Pada pertemuan ke empat ibu M mengatakan perasaannya sudah jauh lebih enak dan tidur malamnya nyenyak ekspresi cerah
dan nampak rileks.
Ketegangan tidak lagi dirasakannya, rasa nyeri berada dalam skala 2-3.
Universitas Indonesia
Resume Penatalaksanaan ansietas pada ibu M dengan DM tipe 2 adalah: Hari pertama mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, pada hari kedua dengan melakukan hypnosis lima jari pada hari ke tiga dilakukan evaluasi dengan hasil nyeri menunjukkan penurunan intensitas nyeri yang dirasakan oleh ibu M, tanda kecemasan berkurang, dan pada hari keempat intensitas nyeri menurun tanda tanda ansietas sudah tidak dirasakan dan tidak nampak. Tehnik relaksasi nafas dalam dan hypnosis lima jari yang dilakukan berhasil mengatasi ansietas yang dialami oleh ibu M.
Universitas Indonesia
BAB 5 PENUTUP
Bab ini akan menyajikan tentang kesimpulan hasil asuhan keperawatan dan saran. 5.1. Kesimpulan DM tipe 2 merupakan salah satu
kasus yang
yang terjadi pada masyarakat
perkotaan, yang disebabkan oleh perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan. Pada kasus ibu M predisposisi DM tipe 2 adalah kegemukan, pola makan yang
tak
beraturan dan kebiasaan makan makanan ringan (snack). Faktor presipitasi pada ibu M adalah keluhan lemes mual dan pusing setelah makan malam. Informasi yang salah tentang penyakit DM menimbulkan masalah ansietas pada klien dengan DM. Ansietas juga dapat muncul karena adanya gejala psikosomatik yang dialami oleh individu, yang diperberat dengan adanya penyakit fisik yang menyertainya seperti diabetes melitus. Tindakan keperawatan pada klien DM tipe 2 dengan diagnosis keperawatan ansietas adalah relaksasi nafas dalam dan hypnosis lima jari. Setelah dilakukan tindakan keperawatan tehnik relaksasi nafas dalam selama 2 kali dan hypnosis lima jari yang dimodifikasi dengan aspek spiritual selama 2 kali ansietas pada klien yang mengalami diabetes mellitus tipe 2 dapat diturunkan. 5.2. Saran 5.2.1. Ilmu Relaksasi nafas dalam dan hypnosis lima jari yang dimodifikasi dengan aspek spiritual dapat digunakan untuk menurunkan ansietas pada klien yang mengalami penyakit DM tipe 2.
Universitas Indonesia
5.2.2. Pelayanan 5.2.2.1 Untuk Rumah Sakit Perlu diberikan pembekalan tentang asuhan keperawatan psikososial pada perawat yang akan ditempatkan pada unit pelayanan umum agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien dengan penyakit akibat perubahan gaya hidup seperti DM tipe 2. 5.2.2.2 Untuk Ruangan a. Perlu ditingkatkan pengetahuan perawat terkait asuhan keperawatan psikososial khususnya ansietas melalui kegiatan pelatihan. b. Perlu dilakukan pendataan mengenai masalah keperawatan psikososial yang muncul pada klien yang mengalami penyakit akibat perubahan gaya hidup khususnya DM tipe 2 5.2.2.3 Untuk Perawat a. Perawat perlu melakukan asuhan keperawatan psikososial selain masalah keperawatan fisik yang ditemukan pada klien khususnya DM tipe 2. b. Perawat perlu meningkatkan pengetahuan terkait asuhan keperawatan psikososial khususnya ansietas pada klien DM tipe 2. c. Tehnik relaksasi nafas dalam dan hypnosis lima jari yang dimodifikasi dengan aspek spiritual dapat digunakan untuk menurunkan ansietas pada klien DM tipe 2 yang mengalami ansietas. 5.2.3. Metodologi Karya ilmiah akhir ners ini dapat dijadikan data untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang efektifitas relaksasi nafas dalam dan hypnosis lima jari untuk mengatasi ansietas pada klien dengan penyakit DM tipe 2.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T. Y.(2011). RI Rangking Keempat Jumlah Penderita Diabetes Terbanyak Dunia. (Izn - pdpersi.co.id). 16/11/2011 11:57:07 AM. diunduh 6 Juni 2013. American Diabetes Association.(2005). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. http://care.diabetesjournals.org. Tanggal 31 Mei pukul 16.30 WIB. Amidah, Yun.(2002). Gangguan Kecemasan pada Penderita Diabetes Mellitus. Malang: UPT Perpus Universitas Munammdiyah Malang. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 3, Oktober 2009 Anderson, R.J., Freeland, K.E., Clouse, R.E., & Lustman, P.J. (2001). The prevalence of comorbid depression in adults with diabetes. Diabetes Care, 24 Http://www.care.diabetesjournal Atyanti I,
Saryono. (2010).Hubungan depresi dan dukungan keluarga terhadap
kadar gula darah Pada pasien diabetes mellitus tipe 2 Di RSUD Sragen. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.1, Maret 2010 Black & Hawk. ( 2005 ). Medical surgical nursing clinical management for positive outcomes. 7th ed. St. Louis :Elsevier Saunders. Bradt, J., Dileo, C., Shim, M,.(2012). Music interventions for preoperative anxiety.: Cochrane Anaesthesia Group The Cochrane Collaboration Published by John Wiley & Sons, Ltd Budiarto, E., Anggraeni, D., (2002). Pengantar Epidemiologiedisi 2. Jakarta: EGC Bustan, M.N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta : Rineka Cipta. Candra,A. (2013). Dukungan terhadap pasien psikosomatik. http://health.kompas.com/read/2013/03/05/12582968. 5 Maret 2013 | 12:58 Chiang, L.C, dkk. (2009). Effect of relaxation-breathing training on anxiety and asthma signs/symptoms of children with moderate-to-severe asthma: A
Universitas Indonesia
randomized controlled trial. International Journal of Nursing Studies, Volume 46, Issue 8, August 2009, Pages 1061-1070. Diabetes Research and Clinical Practice Volume 79, Issue 3, March 2008, Pages 523–530 Doenges, M. E.,Moorhouse, M. F., Geissler,A. C.(2000). Rencana
Asuhan
Keperawatan; Pendokumentasian Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. edisi 3. Jakarta. EGC Ernawati, Hartiti. T, & Hadi.(2010). Terapi Relaksasi Terhadap Nyeri Dismenore Pada Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Semarang Effendi , N .(1997). Dasar Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi Kedua. Jakarta: EGC Ghofur, A., & Purwoko, E.(2009). Pengaruh Teknik Nafas Dalam Terhadap Perubahan Tingkat Kecemasan Pada Ibu Persalinan Kala I Di Pondok Bersalin Ngudi Saras Trikilan Kali Jambe Sragen. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. skripsistikes.files.wordpress.com/2009/08/6.pdf. 30 Juni 2013. Hartono. (2007). Jelajah Bumi dan Alam Semesta, untuk kelas XII Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, program Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Citra Praya. James, A.C., dkk.(2012).Cognitive behavioural therapy for anxiety disorders in children and adolescents. The Cochrane Collaboration. Published by John Wiley & Sons, Ltd. jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/54/28 di unduh 30 juni 2013 jam 17.30 Khomsan ,A., & Anwa, F. (2008). Sehat itu mudah; wujudkan hidup sehat dengan makanan yang tepat. Jakarta ; Mizan Publikasi Mu'afiro, A.(2004). Pengaruh hipnosis lima jari terhadap penurunan kecemasan pasien kanker leher rahim di ruang kandungan RSU Dr. Soetomo Surabaya. Tesis. http://etd.ugm.ac.id/ . di akses 22 juni 2013.
Universitas Indonesia
NANDA International.(2011). Diagnosis Keperawatan; Definisi dan Klasifikasi 2009-2011). Jakarta. EGC Olmsted , R. W., Zeltzer, L., Le Baron, S.(1982). Hypnosis And Nonhypnotic Techniques For Reduction Of Pain And Anxiety During Painful Procedures In Children And Adolescents With Cancer. The Journal of Pediatrics, Volume 101, Issue 6,December 1982, Pages 1032-1035 Park.E., Oh.H., Kim.T.(2013). The effects of relaxation breathing on procedural pain and anxiety during burn care. Burns Volume 26, Issue 6, 1 September 2000, Pages 549–552 Pranoto, Agung.(2012). Tantangan
Diabetes Mellitus Sebagai Wabah Penyakit
Dunia.suarasurabaya.net.27 November 2012, 15:52:26.diunduh 6 Juni 2013. Prasetya, G.,Suryani, M.,Supriyono, M.(2011). Perbedaan Intensitas Nyeri Pada Pasien Perawatan Luka Ulkus Diabetic Sebelum Dan Sesudah Diberikan Tehnik Relaksasi Nafas Dalam Di Rumah Sakit Tugurejo Semarang
Jurnal
Ilmu 2012 - ejournal.stikestelogorejo.ac.id Riset kesehatan Dasar (Riskesdas). (2007). Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/414. Sadock, B.J., Grebb, J.A. (1997). Sinopsis Psikiatri jilid 2 Editor Wiguna , I. Alih bahasa Wijaya Kusuma. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Saraswati, Rina. (2006) Hubungan antara Konsep Diri dengan Tingkat Depresi pada Penderita Diabetes Mellitus (DM) di Rumah Sakit Umum Ungaran. thesis, Diponegoro University. http://keperawatan.undip.ac.id Smeltzer, S. C. dan Bare, B.G.( 2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC Stuart, G.W.,Laraia. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing 8 edition. St Missouri. Mosby Inc. Sudoyo, Aru W, dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Jilid I. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Universitas Indonesia
Suhanda, I.(2009). Rahasia sehat dengan makanan berkhasiat. Jakarta Kompas Media Nusantara. Suharjo, J .B.(2011). Meraih Kekuatan Penyembuhan Diri Yang Tak Terbatas Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Tomb, D. A. (2003). Buku Saku Psikiatri; alih bahasa Martina , Nasrun et al.; editor edisi bahasa Indonesia, Tiara Mahatmi, edisi 6. Jakarta: EGC Torres, Godoy, Pedro H.(1999) Depression and Psychosis: An eight-year review (part two). Australian Journal of Clinical Hypnotherapy and Hypnosis 20. 2 (Sep 1999): 73. ProQuest document link M.T. Utoyo, B. (2007). Geografi, Membuka Cakrawala Dunia Untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah. Program Ilmu Pengetahuan Sosial Edisi 3. Bandung: PT Setia Pama Inves Zhang, C. X., Chen, Y. M., Chen , W. Q. (2008). Association of psychosocial factors with anxiety and depressive symptoms in Chinese patients with type 2 diabetes
Universitas Indonesia
Lampiran
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas pasien Ny M (56 tahun), wanita, janda, tidak bekerja, SD, alamat lebak wangi RT 03/ 02 Parung Kab. Bogor 2. Riwayat Penyakit a. Riwayat Penyakit Saat Ini Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan lemes pusing dan nyeri ulu hati b. Riwayat Penyakit Masa Lalu Klien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Riwayat hipertensi tidak ada riwayat penyakit DM tidak diketahui karena klien baru mengetahui jika dirinya menderita kencing manis pada saat datang ke rumah sakit. c. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak terdapat riwayat penyakit DM maupun hipertensi dalam keluarga. Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga tidak ada. 3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum klien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, BB 56 kg, TB 162 cm, LP :98 cm,lila 27 cm. Suhu 36,5 nadi : 80x / m, TD : 100/70 mmhg. Kepala bentuk simetris, kulit kepala bersih warna rambut hitam bercampur putih. Tak ada lesi maupun ketombe pada kulit kepala. Mata bentuk simetris, konjungtiva tidak anemis, terdapat katarak pada kedua mata, namun klien masih dapat melihat dengan jelas. Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Mulut bersih, menggunakan gigi palsu, tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid maupun kelenjar getah bening.
Universitas Indonesia
Lampiran
Dada bentuk simetris , sesak tak ada , penggunaan otot bantu pernapasan tak ada. Bunyi nafas vesikuler, ronchi dan wheezing tak ada. Bunyi jantung 1,II normal. Abdomen tampak besar lunak, tak ada kembung , tak ada nyeri tekan , bising usus 5-6 kali/ m. Pundak kanan klien terasa nyeri sampai dengan punggung . nyeri dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Karakteristik nyeri, panas seperti terbakar, frekuensi hilang timbul, intensitas sedang skala 5-6, durasi 10-15 menit.Panggul kanan tampak lebih tinggi dari panggul kiri, tulang belakang cenderung melengkung ke samping (scoliosis). Klien mengatakan pinggul nya terasa nyeri bila berjalan seperti tertusuk duri. Keluhan nyeri pinggul ini sudah dirasakan sejak 5 tahun yang lalu. Klien sudah berobat ke dokter dan dikatakan menderita osteoporosis. Kaki tidak tampak edema , maupun luka , namun kadang tersa baal/ kesemutan. 4. Psikososial Klien mengatakan dirinya merasa malu dengan kondisi pinggulnya yang tinggi sebelah dan jalannnya pincang. Karena malu sejak 1 tahun terakhir klien tak lagi mengikuti kegiatan pengajian, kegiatan mengaji dilakukan di rumah. Klien juga mengatakan jarang berinteraksi dengan tetangganya. Jika ada keperluan keluar rumah klien dianter oleh anaknya. Klien megatakan nyeri yang dirasakannya membuat dirinya khawatir, sehingga tak bisa tidur. Saat di rumah jika nyerinya datang klien menjadi serba salah dan kebingungan karena tak tahu harus berbuat apa, sehingga menurut klien dirinya sampai berguling guling dan setengah telanjang. Suami klien meninggal 50 hari yang lalu, Klien memiliki 13 orang dari suaminya anak 2 orang telah meninggal, 10 anaknya sudah berkeluarga sehingga klien hanya tinggal berdua dengan, anak bungsunya yang (16 tahun) yang mengalami down syndrome. Klien merasa kesepian karena ia terbiasa hidup dalam keluarga yang banyak. 5. Spiritual Klien mengatakan dirumah rajin sholat 5 waktu, sholat sunah rowatib dan sholat malam, dzikir dan istighfar. Pada tahun 2004 klien pergi haji dengan suaminya. Dan
Universitas Indonesia
Lampiran
itu merupakan saat terindah dalam hidupnya. Di rumah sakit klien melakukan sholat dengan posisi duduk, istighfar dan berzikir. 6. Kebiasaan sehari hari Nutrisi Klien makan cukup teratur
3x sehari makanan selingan tidak dibatasi
Klien
mempunyai riwayat menyukai makanan gorengan dan makanan berlemak, serta minum kopi lebih dari 2 kali sehari. Klien juga mengatakan sering haus dan mulutnya terasa kering sejak kurang lebih 2 tahunan. Eliminasi Tak ada masalah dalam pola eliminasi BAB. BAK 5-6 kali sehari, tak ada kesulitan dalam eliminasi urin. Pola tidur Klien mempunyai kebiasaan tidur setelah isya dan terbangun jam 23 atau 24 untuk sholat malam dan kembali tidur jam 03.00 dan kembali bangun jam 04.00. namun sejak pundak klien terasa nyeri klien mengalami ganguan tidur. Saat pengkajian dilakukan klien mengaku mengalami kesulitan tidur karena nyeri di daerah pundak yang dirasakannya. Aktivitas sehari hari Klien sehari hari melakukan kegiatan ibu rumah tangga seperti memasak, merapikan rumah. Kegiatan tidak pernah melakukan kegiatan olah raga secara khusus di rumah . 7. Pemeriksaan penunjang Laboratorium tanggal 24 Mei 2013 Hemoglobin: 14,5 g/dl Leukosit:
11.720
Trombosit:
189.000 m3
Universitas Indonesia
Lampiran
Hematokrit:
40%
SGOT:
30 u/l
SGPT:
40u/l
Ureum:
42,8 mg/dl
Creatinin:
1,21,mg/dl
GDS:
328mg/dl
Pemeriksaan urin: Warna
: kuning muda
Kekeruhan
: agak keruh
PH
: 5,0
Glukosa
: positif
Bakteri
: negative
Kristal
: negative
8. Diagnose Medis : DM Tipe 2 9. Terapi Ranitidine
: 2x 1 ampul
Ondansentron
: 3x1 ampul
Paracetamol
: 3x1 kp
Unalium
: 3x5mg
Rl
: 8 j/kolf
Meloxicam
: 1x1 malam
Humulin
: 3x15 unit.
Aprazolam
: 1x1 tab
Universitas Indonesia
Lampiran
ANALISA DATA No Data Masalah Keperawatan 1. Data Subyektif : Klien mengatakan dirinya merasa malu dengan kondisi pinggulnya yang tinggi sebelah dan jalannnya pincang. Klien sudah 1 tahun tak lagi mengikuti pengajian karena merasa malu dengan keadaan pinggulnya dan jalannya yang Gangguan citra tubuh. pincang. Klien mengatakan pinggul nya terasa nyeri bila berjalan seperti tertusuk duri. Data Obyektif : Pinggul kanan tampak lebih tinggi dari panggul kiri, tulang belakang cenderung melengkung ke samping (scoliosis). Keluhan nyeri pinggul ini sudah dirasakan sejak 5 tahun yang lalu. 2. Data Subyektif: Pundak sampai dengan punggung terasa nyeri sejak 2 bulan yang lalu. Rasa nyeri yang dirasakan panas seperti terbakar, Nyeri frekuensi hilang timbul, intensitas sedang skala 5-6, durasi 10-15 menit. Data Obyektif: klien tampak meringis menahan sakit 3. Data Subyektif: Ansietas klien mengatakan jika nyerinya datang klien bingung dan tak tahu harus berbuat apa, sampai gulung gulung dilantai setengah telanjang. Klien mengatakan ada perasaan khawatir dengan kondisinya saat ini. Klien mengatakan sulit tidur. Klien mengatakan suaminya meninggal 50 hari yang lalu. Klien mempunyai anak 13 orang 2 orang meninggal karena sakit, dan kini klien hanya tinggal dengan anak bungsunya yang menderita syndrome down.
Universitas Indonesia
Lampiran
Klien mengatakan kadang merasa kesepian karena ke 10 anaknya sudah berkeluarga dan tinggal dengan keluarganya masing masing, Data Obyektif: Ekspresi murung , TD 120 /80 Nadi 80 x/ menit. Pundak klien teraba tegang . Dalam pembicaraannya klien masih sering menyebut nama suaminya. 4. Data Subyektif: Risiko terjadi gangguan Klien mengatakan kakinya kadang terasa perfusi jaringan perifer baal . Data Obyektif: kadar gula : 285 mg/dl Tak ada luka dikaki. 5. DS: DO : klien terpasang infuse RL 8 jam/ kolf Kadar gula darah 328 mg/dl
. Risiko infeksi
6. D Ds : keluarga menanyakan makanan yang Potensial s boleh dan tidak boleh di konsumsi. pengetahuan D Keluarga tampak antusias dan banyak Do: bertanya pada mahasiswa tentang perawawatan angota keluarganya. (data tanggal 29 mei 2013)
peningkatan
Universitas Indonesia
Lampiran
RENCANA KEPERAWATAN Diagnosa Keperawatan Nyeri
Ansietas
Tujuan
Intervensi
Umum: 1.Lakukan pengkajian Setelah intervensi nyeri yang dirasakan keperawatan selam klien. 2x 24 jam nyeri 2.Identifikasi kondisi berkurang yang meningkatkan dan menurunkan rasa nyeri. Khusus: 3.Berikan posisi senyaman mungkin. 1. Nyeri berkurang 4.Identifikasi tindakan 2. Tanda vital yang sudah dilakukan dalam batas klien untuk normal menurunkan nyeri. 3. Klien tampak 5.Lakukan cara efektif relak yang digunakan klien 4. Klien dapat dalam mengurangi beristirahat nyeri dengan tenang 6.Berikan kompres hangat untuk mengurangi nyeri 7.Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi untuk menurunkan nyeri. 8.Kolaborasi pemberian analgetik bila nyeri semakin meningkat.
Rasional 1. Untuk menentukan tingkat nyeri yang dirasakan klien. 2. Memberikan rasa nyaman pada klien. 3. Pengaturan membantu mengurangi nyeri.
posisi dalam keluhan
4. Tindakan efektif dalam menurunkan nyeri perlu dipertahankan. 5. Meningkatkan kepercayaan diri klien bahwa dirinya mampu mengatasi rasa nyeri. 6. Untuk mengurangi nyeri dan mengalihkan perhatian klien. 7. Relaksasi dapat menurunkan rasa nyeri. 8. Klien perlu mendapat pengurang rasa sakit, jika nyeri semakin meningkat dapat menyebabkan syok neurogenik.
Umum : 1. Bina hubungan saling 1. Menentukan tindakan Ansietas berkurang percaya keperawatan yang akan Khusus: dilakukan.. Perkenalkan diri, 1. Klien dapat yanyakan nam Rasa aman dapat membina aklien dan panggilan menurunkan ansietas.
Universitas Indonesia
Lampiran
2. 3.
4.
5.
hubungan saling yang disukainya. Ungkapan hati dapat percaya dengan meringankan beban Kaji kebutuhan rasa perawat. aman klien. pikiran atau Klien mampu kecemasan. Sediakan waktu mengenal untuk ekspress ansietas. feeling. Klien mampu mengenal 2.Banti klien mengenal 2.Dengan mengatasi masalah klien akan lebih ansietas. ansietas melalui terhadap Jelaskan kepada kooperatif teknik relaksasi tindakan perawatan yang klien tentang nafas dalam dan pengertian ansietas akan dilakukan. distraksi. penyebab tanda klien dapat tanda dan akibat dari menggunakan ansieatas. tehnik relaksasi Bantu klien nafas dalam mengidentifikasi secara mandiri penyebab anxietas Klien dapat yang dialaminya. dukungan Bantu klien keluarga dalam mengidentifikasi mengatasi tanda tanda ansietas ansietas. yang dialaminya Bantu klien mengidentifikasi akibat dari ansietas yang dialmianya. Bantu klien mengidentifikasi cara yang dilakukan untuk menurunkan kecemasan yang telah dilakukan. Motivasi klien untuk tetap melakukan cara menurunkan kecemasan yang telah dilakukan. 3.Memberikan 3. Ajarkan cara lain pengetahuan tentang mengatasi kecemasan tehnik relaksasi nafas dengan relaksasi nafas dalam. dalam dan hipnosis Demonstrsi lima jari. memungkinkan klie Demonstrasikan untuk melihat secara cara melakukan
Universitas Indonesia
Lampiran
relaksasi nafas langsung pelaksanaan dalam dan hipnosis relaksasi nafas dalam. lima jari. Dengan memperagakan Minta klien untuk mendemonstrasikan kembali klien akan kembali relaksasi dapat lebih mengingat nafas dalam. Dan pelajaran yang didapat. hipnosis lima jari. 4.Agar klien terbiasa 4. Motivasi klien untuk melakukan relaksasi melakukan tehnik nafas dalam ketika relaksasi nafas dalam mengalami kecemasan. dan hipnosis lima jari 5. Keluarga merupakan secara mandiri. sistem pendukung utama 5. Keluarga mempu bagi klien. merawat anggota keluarga dengan ansietas dengan latihan relaksasi nafas dalam dan hipnosis lima jari. Gangguan citra tubuh
Umum Citra tubuh klien meningkat
1. Bina hungan saling 1. Menentukan tindakan percaya dengan klien. keperawatan yang akan Khusus 2. Membantu klien dilakukan Setelah interaksi mengenal gangguan 2. Meningkatkan selama 2 x 30 menit citra tubuhnya. partisipasi klien dalam 1. Klien dapat 3. Membantu klien pelaksanaan tindakan membina menyadari akibat keperawatan yang akan hubungan saling gangguan citra dilakukan. percaya dengan tubuhnya saat ini. 3. Meningkatkan perawat. partisipasi klien dalam 2. Pasien dapat 4. Mendukung persepsi pelaksanaan tindakan mengidentifikasi klien ttg citra keperawatan yang akan citra tubuhnya tubuhnya dulu, dilakukan. sekarang dan 4. Membantu klien 3. Pasien dapat harapannya thd citra menyadari kondisinya meningkatkan tubuh saat ini. yang berbeda dari penerimaan Mendiskusikan sebelumnya dan terhadap citra dengan klien potensi potensi/ kemampuan tubuh tubuhnya yang masih yang masih dimilik. 4. Pasien dapat sehat. 5. Membantu klien untuk mengidentifikasi 5. Membantu klien menggunakan cara cara
Universitas Indonesia
Lampiran
aspek positif diri meningkatkan citra yang dapat dilakukan 5. Pasien dapat tubuhnya dengan untuk eningkatkan citra mengetahui caramelakukan kegiatan tubuhnya. cara untuk yang masih dapat 6. Keluarga merupakan meningkatkan dilakukan di RS. faktor pendukung citra tubuh 6. Melibatkan keluarga utama klien. 6. Keluarga dapat dalam merawat klien mengenal dengan citra tubuh. masalah gangguan citra tubuh dan mengetahui cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh. Resiko infeksi
2.
Risiko Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Umum Tidak terjadi infeksi Khusus : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x 20 menit tidak terjadi tanda tanda infeksi: 1. S = 36,5- 37,5 0 C Tak ada tanda flebitis pada lokasi pemasangan infus. Umum: Perfusi jaringan perifer efektif/ risiko ketidakefektifan perfusi jaringan tidak actual. Khusus:
1.Monitor terhadap tanda-tanda infeksi (demam tinggi) dan perdarahan 2.Observasi daerah pemasangan infuse dari tanda tanda infeksi. 3.Anjurkan klien untuk makan adekuat 4.jelaskan pada klien dan keluarga pentingnya makanan bagi proses penyembuhan .
1. Indikator awal untuk menentukan intervensi yang tepat 2. Menjaga kebersihan daerah operasi dan mencegah terjadinya infeksi. 3. Makanan sangat penting untuk metabolisme pada proses penyembuhan. 4. Meningkatkan keterlibatan keluarga dalam merawat klien.
1. Kaji adanya tanda 1. Untuk mengetahui tanda gangguan masalah secara dini perfusi perifer seperti agar dapat diatasi lebih nadi lemah, perubahan cepat jika ditemukan fungsi motorik, masalah. perubahan warna kulit, parestesia, edema , penurunan nadi, warna kulit
Universitas Indonesia
Lampiran
Kesiapan meningkatkan pengetahuan
pucat, kelambatan penyembuhan luka perifer. 2. Ajarkan perawatan kaki Dengan membersihkan dan mengeringkan kaki teratur, memberikan pelembab pada kaki. 3. Anjurkan menggunakan alas kaki yang lunak 4.Ajarkan senam kaki untuk melancarkan peredaran darah pada kaki. Umum : 1. Kaji tingkat Pengetahuan klien pendidikan klien/ meningkat keluarga 2. Kaji pengetahuan dan Khusus: klien/ keluarga Setelah dilakukan tentang penyakit dan pendidikan cara perawatannya. kesehatan selama 3. Berikan penjelasan 2x 30 menit klien mengenai penyakit, mampu: (pengertian, penyebab, tanda dan 1.Menjelaskan gejala) secara pengertian , sederhana penyebab dan 4. Jelaskan tentang tanda tanda tanda DM tanda hipoglikemi dan secara sederhana atau hipergleikemia 2.Menyebutkan dan penanganan tanda tanda pertama. hipoglikemia dan 5. Jelaskan mengenai hiperglikemia dan cara perawatan di penanganan rumah meliputi, diet, pertama. latihan, pemantauan 3.Menyebutkan kadar gula darah, cara perawatan penggunaan obat serta klien di rumah kontrol secara teratur
2. Untuk mencegah kekeringan atau pecah pecah pada kaki yang dapat menimbulkan luka pada kaki. 3. Untuk mencegah trauma pada kaki akibat benda tajam atau panas. 4. Untuk melancarkan aliran darah ke perifer
1. Untuk menentukan tehnik penyampaian informasi. 2. Mencegah duplikasi informasi. 3. Penjelasan dengan bahasa sederhana disesuaikan dengan tingkat pendidikan klien agar mudah dimengerti dan dipahami. 4. Untuk penanganan pertama jika terjadi komplikasi akut berupa keadaan hipoglikemi dan hiperglikemi. 5. Merupakan hal yang harus dilakukan pada klien dengan persiapan perawatan di rumah.
Universitas Indonesia
Lampiran
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Tanggal Jam 27 Mei 2013 Jam 08.30
Diagnosa
Tindakan keperawatan
Gangguan citra tubuh DS: Klien mengatakan dirinya malu karena jalannya pincang karena pinggulnya tinggi sebelah.
7. Membantu klien mengenal gangguan citra tubuhnya. Membantu klien mengenal penyebab gangguan citra tubuhnya. 8. Membantu klien menyadari akibat gangguan citra tubuhnya saat ini. 9. Mendukung persepsi klien ttg citra tubuhnya dulu, sekarang dan harapannya thd citra tubuh saat ini. 10. Mendiskusikan dengan klien potensi tubuhnya yang masih sehat. 11. Membantu klien meningkatkan citra tubuhnya dengan melakukan kegiatan yang masih dapat dilakukan di RS.
DO: Pada palpasi teraba tulang belakang melengkung ke samping, pinggul kanan lebih tinggia dr kiri. Klien tampak tidur miring kanan. riwayat penyakit asam urat. Klien mempunyai anak 13 orang
Evaluasi S ubyektif : klien mengatakan malu karena pinggulnya besar sebelah. Klien mengatakan tidak tahu sebabnya, namun menurut dokter dirinya mengalami pengeroposan tulang. Klien mengatakan dirinya jadi malu untuk keluar rumah. klien ingin bisa berjalan seperti dulu lagi. Klien mengatakan tangan dan kakinya masih utuh dan dapat berfungsi dengan baik. Kegiatan yang masih dapat dilakukan selama di RS adalah ibadah sholat, berdzikir, istighfar. Obyektif: Posisi tidur telentang kadang miring, tampak kooperatif dan lancar dalam menjawap setiap pertanyaan mahasiswa. Analisa: Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan citra tubuhnya, potensi anggota tubuh yang l;ain, dan kegiatan yang masih dapat dilakukan di rumah sakit. Planning :
Universitas Indonesia
Lampiran
K: melakukan kegiatan yang dipilih sholat dan dzikir 5 kali sehari P: bantu klien meningkatkan citra tubuhnya. Kontrak jam 11.00
Jam 11.00 DS : Klien mengatakan nyeri pada pundak kanan sampai kebelakang. Klien mengatakan kurang tidur dan tampak tegang. DO: Posisi tidur miring kiri. Pundak teraba tegang. Klien mampu mengidentifikasi bagian tubuhnya yang masih dapat berfungsi dengan baik. DX: Ggn citra tubuh, nyeri dan ansietas
1. Mendiskusikan dengan Subyektif : klien cara meningkatkan Klien mengatakan akan citra tubuhnya. menggunakan baju 2. Memberikan alternative yang longgar untuk cara meningkatkan citra menutupi bagian tubuh menggunakan baju pinggulnya agar tidak yang terlihat tinggi sebelah, longgar,menggunakan berjalan dengan tongkat, berjalan dengan diselingi istirahat diselingi istirahat untuk namun klien mencegah nyeri, mengatakan tak akan menggunakan alas kaki menggunakan tongkat. yang tidak tinggi untuk Nyeri yang dirasakan mencegah jatuh. panas seperti terbakar, 3. Mengkaji nyeri yang hilang timbul, frekuensi dirasakan klien. lebih dari 3 kali dengan mengidentifikasi akibat skala 5-6 durasi 10 nyeri yang dirasakan hingga 15 menit. klien. dan tindakan yang Tindakan yang sudah sudah dilakukan untuk dilakukan untuk mengurangi nyeri. mengurangi nyeri 4. Menganjurkan kompres kompres dingin namun hangat untuk nyerinya tidak mengalihkan nyeri. berkurang, dirinya 5. Mengajarkan tehnik malah menggigil relaksasi nafas dalam. kedinginan. Akibat dari nyeri yang dirasakan dirinya menjadi makin gelisah dan bingung Klien mengatakan relaksasi nafas dalam untuk mengurangi ketegangan, nyeri, dan kecemasan. Nyeri tidak terasa
Universitas Indonesia
Lampiran
ketika melakukan relaksasi nafas dalam Obyektif : Klien kooperatif, terlihat mendemonstrasikan tehnik relaksasi nafas dalam yag diajarkan. Tampak lebih relak dan tenang. Analisa: Klien mampu memilih cara yang akan digunakan untuk meningkatkan citra tubuh. Ggn citra tubuh teratasi. Klien mampu melakukan nafas dalam untuk mengurangi nyeri dan kecemasan. Planning : K: latihan relaksasi nafas dalam 3x sehari. P: evaluasi kemampuan klien dalam melakukan relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri dan kecemasan. 28 Mei 2013 Jam 08.00
DS: Klien mengatakan nyeri masih ada, Tidur malam kurang. DO: Nadi 80x/ menit, TD 110/70 mmhg. Lokasi infuse
Mengukur tanda vital Melakukan aff infuse dan pemasangan infuse pd lokasi baru. Mengevaluasi perasaan klien, rasa nyeri dan tingkat nyeri yang dirasakan klien. Mengevaluasi latihan relaksasi nafas dalam
Subyektif : Klien mengatakan sudah melakukan latihan relaksasi nafas dalam setiap nyerinya datang, hasilnya lebih enak, skala nyeri yang dirasakan saat ini. 4-5. Klien mengatakan hypnosis 5 jari untuk
Universitas Indonesia
Lampiran
terlihat agak bengkak dan nyeri ketika ditekan. DX: Nyeri, ansietas, risiko infeksi Jam 09.00
yang dilakukan klien.
mengurangi kecemasan dan membuat relak supaya bisa tidur.t Klien mengatakan terngat suaminya saat mengenang peristiwa yang paling indah Mengajarkan tehnik relaksasi hypnosis 5 jari dalam hidupnya. Mengevaluasi perasaan Klien bersyukur sudah setelah praktik relaksasi diberikan kenikmatan hypnosis 5 jari. yang begitu banyak dr Allah, dan sakitnya Membantu klien sekarang ini tak ada merasakan dan mengingat artinyadibandingkan kejadian kejadian dengan nikmat yang menyenangkan yang telah Allah berikan pernah terjadi dalam selama ini kepadanya. kehidupannya sebagai nikmat dan anugrah yang Klien merasa hatinya diberikan oleh Allah lebih sejuk dan tenang. SWT. Obyektif : Klien terlihat menangis ketika menceritakan pengalaman yang paling indah dalam hidupnya. Analisa : Klien mampu melakukan hypnosis 5 jari untuk mengurangi ketegangan/ kecemasan.
Jam 10.30
DS: Klien mengatakan kakinya kadang terasa baal.
Planning : K: latihan hypnosis 5 jari menjelang tidur. P: evaluasi kemampuan klien dalam melakukan hipnosis 5 jari. Menjelaskan pada klien tentang perawatan kaki. Mengajarkan senam kaki untuk mencegah
Subyektif: Klien mengatakan perawatan kaki untuk mencegah terjadinya
Universitas Indonesia
Lampiran
DO: Tidak tampak adanya luka pada kakinya. GDS: 250 mg/dl.
komplikasi DM.
DX: risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.
luka dan mencegah komplikasi. Senam kaki untuk melancarkan peredaran darah dikaki. Obyektif : Klien tampak mendemonstrasikan cara merawat kaki dan melakukan senam kaki. Analisis : Klien mampu melakukan perawatan kaki untuk mencegah komplikasi DM. Planing : K: Melakukan perawatan kaki selama di rumah sakit. P: Evaluasi kemampuan klien dalam melakukan perawatan kaki dan senam kaki.
29 Mei 2013 Jam 14.45
DS: Klien mengatakan nyeri masih ada. DO: Relaksasi nafas dalam hypnosis 5 jari dan senam kaki sudah diajarkan . DX: Nyeri, ansietas, risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer. .
1. Mengkaji tingkat nyeri yang dirasakan. 2. Mengukur tanda vital. 3. Mengkaji keluhan sulit tidur. 4. Mengevaluasi kemampuan relaksasi nafas dalam , hypnosis 5 jari dan perawatan kaki.
Subyektif: Klien mengatakan nyeri sudah jauh berkurang, skala nyeri 3-4. Perasaannya sudah jauh lebih tenang, tidurnya tadi malam sudah nyenyak. Klien mengatakan nrelaksasi nafas dalam hipnosis 5 jari, dan senam kaki sudah dilakukan. sudah dilakukan rutin. Obyektif:
Universitas Indonesia
Lampiran
Klien tampak mempraktekkan relaksasi nafas dalam, hipnosis 5 jari dan senam kaki dengan benar. Ekspresi tampak lebih cerah. TV, S: 36, 2°C , N: 76x/m R: 20 x/ m. TD: 120/80mmhg.. tak tampak nyeri, tanda tanda ansietas dan gangguan perfusi tak nampak. Analisa: Nyeri teratasi sebagian . Ansietas teratasi. Risiko ketidakefektifan perfusi jar perifer tak actual. Planing : K: latihan relaksasi mandiri. P: kaji tingkat nyeri,motivasi untuk relaksasi. 30 Mei 2013 Jam 15.00
Ds: Klien mengatakan nyerinya sudah jauh berkurang. Perasaan kawatir sudah tidak ada lagi. Klien mengatakan hari ini mau pulang. Klien sudah
1. Mengeksplorasi perasaan klien hari ini. 2. Mengevaluasi tingkat nyeri yang dirasakan klien. 3. Mengevaluasi pengetahuan klien tentang perawatan di rumah. 4. Menjelaskan perawatan Ny M di rumah.
Subyektif : Klien mengatakan sudah melakukan relaksasi nafas dalam dan hipnosis lima jari. Nyeri sudah banyak berkurang denga skala 2 sampai 3, perasaan khawatir sudah tidak ada. Klien mengatakan hari
Universitas Indonesia
Lampiran
mampu berlatih relaksasi nafas dalam dan hypnosis lima jari. Klien dan keluarga menanyakan apa yang harus dilakukan di rumah untuk menjaga agar kadar gula normal.
Diet sesuai yang dianjurkan. Latihan (senam kaki atau latihan gerak lainnya ± 30 menit secara teratur. kontrol gila darah teratur dan minum obat secara teratur. Tanda tanda hipoglikemia/ hiperglikemia dan cara menanganinya. 5. Anjurkan melakukan DO; relaksasi jika cemas/ Klien tanpak segar. nyeri datang. Keluarga banyak bertanya tentang hal hal yang belum di mengerti. DX: Kesiapan meningkatkan pengetahuan , ansietas
ini sangat senang karena sudah diijinkan pulang. Klien menyampaikan rasa terimakasihnya kepada mahasiswa atas perawatan dan motivasi dan latihan latihan yang diberikan oleh mahasiswa. Obyektif : Ekspresi wajah cerah. Tanda tanda kecemasan tidak nampak. Klien dan keluarga dapat menyebutkan kembali perawatan di rumah yang sudah dijelaskan oleh mahasiswa. Analisa: Pengetahuan klien dan keluarga meningkat. Ansietas teratasi. Planing : Anjuran untuk menggunakan relaksasi nafas dalam dan hipnosis lima jari jika mengalami ansietas. kontrol ke poli diabetes tanggal 3/6/ 2013. .
Universitas Indonesia