UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT PRADJA PHARIN (PRAFA), DESA KARANG ASEM BARAT, CITEUREUP, KABUPATEN BOGOR PERIODE 1 APRIL - 30 MEI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SHEILA NOOR AISYAH, S. Farm. 1306344223
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT PRADJA PHARIN (PRAFA), DESA KARANG ASEM BARAT, CITEUREUP, KABUPATEN BOGOR PERIODE 1 APRIL - 30 MEI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
SHEILA NOOR AISYAH, S. Farm. 1306344223
ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014 ii
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa laporan ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 25 Juni 2014
Sheila Noor Aisyah
iii
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan ini adalah karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Sheila Noor Aisyah
NPM
: 1306344223
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 25 Juni 2014
iv
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh: Nama (NPM): Sheila Noor Aisyah, S. Farm
(1306344223)
Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Pradja Pharin (Prafa), Desa Karang Asem Barat, Citeureup, Kabupaten Bogor Periode 1 April -30 Mei 2014 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Thomas Aditya S.Farm., M.Farm., Apt.
(
)
Pembimbing : Kurnia Sari Setio Putri, M.Farm., Apt.
(
)
Ditetapkan
: Depok, Fakultas Farmasi
Tanggal
: 25 Juni 2014
v
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Pradja Pharin (Prafa), Desa Karang Asem Barat, Citeureup, Kabupaten Bogor pada periode 1 April -30 Mei 2014. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Pada penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Mahdi Jufri, Msi., selaku Dekan Fakultas Farmasi UI; 2. Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan arahan selama PKPA berlangsung. 3. Bapak Teguh Supriyanto, sebagai Manager Personal and General Affair dan koordinator pelaksanaan PKPA di PT Pradja Pharin (Prafa). 4. Kurnia Sari Setio Putri, M.Farm., Apt., selaku pembimbing PKPA dari Fakultas Farmasi ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah membantu dan memberikan bimbingan, serta arahan selama PKPA berlangsung dan dalam penyusunan laporan ini. 5. Thomas Aditya S.Farm., M.Farm., Apt., selaku pembimbing PKPA dan Supervisor bagian Manufacturing Technical Unit (MTU) yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 6. Abdul Rachman Soleh dan Andri Nugraha Sutomo, selaku staf bagian Manufacturing Technical Unit (MTU) yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung, serta seluruh staf PT Pradja Pharin (Prafa) yang telah menerima dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA. 7. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
iv
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
8. Orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan doa, serta dukungan moral dan finansial kepada penulis. 9. Seluruh teman-teman mahasiswa Apoteker angkatan 78 yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan studi di Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak yang membaca. Penulis memohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan dalam laporan ini. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis 2014
v
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Sheila Noor Aisyah
NPM
: 1306344223
Program Studi : Apoteker Fakultas
: Farmasi
Jenis Karya
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalti Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Pradja Pharin (Prafa), Desa Karang Asem Barat, Citeureup, Kabupaten Bogor Periode 1 April - 30 Mei 2014 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal 25 Juni 2014 Yang menyatakan
(Sheila Noor Aisyah)
vi
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama NPM Program Studi Judul
: Sheila Noor Aisyah, S. Farm : 13064344223 : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Pradja Pharin (Prafa), Desa Karang Asem Barat, Citeureup, Kabupaten Bogor Periode 1 April - 30 Mei 2014
Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di PT. Pradja Pharin Desa Karang Asem Barat, Citeureup, Bogor. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat melihat langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatu industri farmasi, memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek yang terkait di industri farmasi terutama dalam hal penerapan CPOB di PT. Pradja Pharin dan dapat memiliki pemahaman yang mendalam mengenai peran dan tugas apoteker di industri farmasi. Tugas khusus yang dilakukan bertujuan untuk menerapkan prinsip lean manufacturing pada proses pengemasan sekunder dan pembersihan mesin Fluid Bed Dryer.
Kata kunci : PT. Pradja Pharin, lean manufacturing Tugas umum : xiv + 75 halaman; 16 gambar; 2 tabel; 2 lampiran Tugas khusus : v + 23 halaman; 5 gambar; 3 tabel Daftar Acuan Tugas Umum : 39 (2010 - 2014) Daftar Acuan Tugas Khusus : 5 (2005 - 2014)
vii
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
ABSTRACT
Name NPM Program Study Title
: Sheila Noor Aisyah, S. Farm : 13064344223 : Apothecary profession : Report of Apothecary Profession Internship at PT. Pradja Pharin, Desa Karang Asem Barat, Citeureup, Kabupaten Bogor on April 1st - May 30th 2014
Pharmacists Professional Practice implemented in PT. Pradja Pharin, Desa Karang Asem Barat, Citeureup, Bogor. PKPA activity was intended that students can see the direct profession pharmacists activity that takes place in the pharmaceutical industry, gaining knowledge and insight into everything related aspects in the pharmaceutical industry, especially in terms of the implementation of GMP in PT. Pradja Pharin and would have a deep understanding of the role and duties of the pharmacist in the pharmaceutical industry. Special task had been given to apply lean manufacturing principal at secondary packaging process and the washing process of fluid bed dryer machine. Keywords : PT. Pradja Pharin, lean manufacturing General Assignment : xiv + 75 pages; 16 pictures; 2 tables; 2 appendices Specific Assignment : v + 23 pages, 5 pictures; 3 tables Bibliography of General Assignment: 39 (2010 - 2014) Bibliography of Specific Assignment: 5 (2005 - 2014)
viii
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ......................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................v KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................... viii ABSTRAK ......................................................................................................... ix DAFTAR ISI......................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR............................................................................................xii DAFTAR TABEL............................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv 1. PENDAHULUAN ..............................................................................................1 1.1. Latar Belakang ....................................................................................1 1.2. Tujuan .................................................................................................2 2. TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI ..................................................3 Industri farmasi ..................................................................................3 2.1. 2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ..........................................5 3. TINJAUAN KHUSUS PT PRADJA PHARIN (PRAFA) ............................12 3.1. Sejarah PT Pradja Pharin (Prafa) ......................................................12 3.2. Plant Department..............................................................................13 3.3. Personal and General Affairs Department .......................................14 Research and Development Department ..........................................21 3.4. 3.5. Quality Assurance Department.........................................................24 3.6. Quality Control Department .............................................................33 3.7. Production Department ....................................................................38 3.8. Logistic Department .........................................................................50 3.9. Technical Department ......................................................................58 3.10. Manufacturing Technical Unit Department .....................................65 4. PEMBAHASAN ..............................................................................................67 5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................72 5.1. Kesimpulan .......................................................................................72 5.2. Saran .................................................................................................72 DAFTAR ACUAN ...............................................................................................73
ix
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 3.16
Halaman
Struktur departemen personal and general affair. ........................................ 14 Struktur organisasi departmen Research and Development.......................... 21 Alur pengembangan produk baru. .................................................................. 22 Struktur organisasi departmen Quality Assurance ........................................ 24 Struktur organisasi departemen Quality Control. .......................................... 33 Struktur organisasi departemen produksi ....................................................... 39 Alur produksi sediaan solid dengan proses granulasi basah. ........................ 42 Alur produksi sediaan solid dengan proses spraying .................................... 43 Alur produksi sediaan solid dengan proses granulasi kering. ....................... 44 Alur produksi sediaan steril. ........................................................................... 46 Alur pengemasan sekunder.............................................................................. 49 Alur penerimaan bahan baku dan kemas. ....................................................... 54 Struktur organisasi departemen teknik. .......................................................... 59 Air Handling Unit (AHU) di PT Prafa. .......................................................... 62 Pembuatan Hot Purified Water (HPW). ......................................................... 64 Pembuatan Water for Injection (WFI) ............................................................ 65
x
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL Tabel Tabel 3.1 Tabel 3.2
Halaman Proses pengembangan produk baru ............................................ 23 Daftar contoh original product PT Prafa .................................... 40
xi
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 2
Halaman Struktur Organisasi PT Pradja Pharin (Prafa) ............................. 76 Struktur Organisasi Departemen Logistik .................................. 77
xii
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Obat merupakan suatu komoditas yang memiliki efek signifikan terhadap
kelangsungan hidup manusia, oleh karena itu harus dilakukan suatu pengendalian menyeluruh terhadap proses produksi dan distribusi obat tersebut. Pengendalian menyeluruh merupakan satu hal yang sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu dan sesuai dengan tujuan pembuatannya. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, tetapi obat harus dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Usaha pengendalian dan pemantauan tersebut diatur dalam Pedoman dan Petunjuk Operasional Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pemenuhan dan Penerapan CPOB dalam industri farmasi bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Dalam rangka pemenuhan dan penerapan CPOB, keterlibatan apoteker sebagai orang yang memiliki kompetensi dan kualifikasi dalam industri farmasi sangat diperlukan. CPOB mengatur peran penting apoteker dalam industri farmasi sebagai kepala bagian produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu. Oleh karena itu, dalam masa pendidikannya mahasiswa apoteker harus mengimplementasikan ilmu yang dimilikinya dalam kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada industri farmasi dalam rangka pemenuhan dan penerapan CPOB. PT. Pradja Pharin (Prafa) merupakan industri farmasi yang memproduksi jenis produk yang bervariasi seperti sediaan solid, semi solid, liquid, dry injection, sterile liquid injection, obat golongan cephalosporin dan betalaktam. Selain itu, PT. Pradja Pharin merupakan industri farmasi yang telah memenuhi dan menerapkan CPOB. Oleh karena itu, Prafa merupakan sarana pendidikan yang tepat bagi mahasiswa apoteker dalam rangka mengimplementasikan ilmu yang dimilikinya untuk pemenuhan dan penerapan CPOB.
1
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
1.2
Tujuan
1.
Mengetahui dan memahami peran/tanggung jawab seorang apoteker sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan penjaminan mutu.
2.
Mengetahui proses pemenuhan dan pelaksanaan CPOB di PT. Pradja Pharin (Prafa).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1
Industri farmasi Menurut peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat jadi untuk didistribusikan. Sedangkan, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. Obat dikatakan bermutu bila memenuhi persyaratan aman (Safety), berkhasiat (Efficacy), dan berkualitas (Quality). 2.1.1 Persyaratan usaha industri farmasi Pendirian usaha industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jendral Kesehatan. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut masih berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1799 / Menkes / XII / 2010 adalah sebagai berikut: a.
Berbadan usaha berupa Perseroan Terbatas (PT)
b.
Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
c.
Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)
d.
Memiliki secara tetap, paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker warga negara Indonesia (WNI), masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu
e.
Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun 3
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
tidak langsung,
dalam
pelanggaran
peraturan
perundang-
undangan di bidang kefarmasian f.
Memenuhi persyaratan CPOB dan melakukan farmakovigilans.
g.
Pengecualian dari persyaratan pada poin 1 dan 2, bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisisn Negara Republik Indonesia. Industri farmasi yang membuat obat dan / atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
2.1.2 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Izin Usaha Industri Farmasi dapat dicabut apabila industri yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran: a.
Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi; dan atau
b.
Perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan; dan atau
c.
Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturutturut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau
d.
Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan; dan atau
e.
Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku atau obat palsu; dan atau
f.
Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
5
2.2
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Cara pembuatan obat yang baik (CPOB), adalah cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan, atau memelihara kesehatan. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (Badan POM, 2012) Pada CPOB dilaksanakan 12 pilar CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk-penarikan kembali produk-produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak serta kualifikasi dan validasi. 2.2.1 Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan pengunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Sehingga, pemenuhan dan penerapan CPOB di industri farmasi perlu diimplementasikan melalui pendekatan PDCA (Plan, Do, Check, Action). Pada pendekatan ini, Plan meliputi tanggung jawab manajemen dalam manajemen mutu dan dokumentasi; manajemen sumber daya berupa personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan serta sanitasi dan higiene. Do meliputi realisasi produk berupa produksi, pengawasan mutu dan kualifikasi validasi. Check meliputi penilaian, analisis dan pengembangan berupa inspeksi diri dan audit mutu serta penanganan keluhan, penarikan produk dan produk kembalian. Act meliputi CAPA atau Corrective Action Preventive Action. Pencapaian kriteria obat yang berkualitas, aman dan berkhasiat memerlukan kebijakan mutu yang melibatkan pemastian mutu, CPOB, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
6
pengawasan mutu, kajian kualitas produk dan manajemen resiko. Pada pemastian mutu dilakukan totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. CPOB, merupakan bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan. Pada CPOB dilaksanakan 12 pilar CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan
keluhan
terhadap
produk-penarikan
kembali
produk-produk
kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak serta kualifikasi dan validasi. Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Pengkajian mutu produk bertujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya Manajemen resiko mutu merupakan suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian, dan pengkajian resiko terhadap mutu suatu produk. Manajemen resiko mutu berguna untuk memprediksi resiko yang mungkin muncul dan menentukan langkah solusi dan antisipasi agar kriteria obat berkualitas, aman dan berkhasiat dapat tercapai.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
7
2.2.2 Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pemenuhan dan penerapan CPOB. Industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah memahami peran dan tanggungjawab masing-masing. Personalia kunci dalam industri farmasi adalah apoteker-apoteker yang berperan dan bertanggung jawab di bagian produksi, pengawasan mutu dan penjaminan mutu. Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan CPOB maka hendaknya selalu dilakukan pelatihan yang berkesinambungan bagi seluruh personil. Selain pelatihan juga dilakukan evaluasi dan penilaian terhadap peningkatan kinerja personil. 2.2.3
Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko terjadinya kekeliruan, kontaminasi silang, dan kesalahan lain, selain itu juga untuk memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan
yang efektif untuk
menghindari kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. 2.2.4
Peralatan Peralatan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki
desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Permukaan peralatan yang bersentuhan langsung dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa, dan mencatat hendaklah diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur yang ditetapkan. Semua peralatan dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan kering dan bersih. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
8
2.2.5 Sanitasi dan Higiene Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sedangkan higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya. Dalam setiap aspek pembuatan obat haruslah diterapkan tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. 2.2.6
Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Penanganan bahan dan produk jadi seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. 2.2.7
Pengawasan Mutu Pengawasan mutu adalah bagian yang terlibat dalam semua keputusan
yang terkait dengan produk. Bagian ini penting dalam penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaian. Departemen pengawasan mutu harus independen dari bagian lain dan berada di bawah tanggung jawab dan wewenang personel terkualifikasi dan pengalaman yang sesuai. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. 2.2.8
Inspeksi Diri dan Audit Mutu Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu telah memenuhi ketentuan CPOB. Inspeksi diri dilakukan oleh pihak internal industri yang independen, sedangkan audit mutu oleh pihak eksternal. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
9
Audit mutu adalah sarana penunjang inspeksi diri. Audit mutu lebih mengarah pada penilaian sistem manajemen mutu, serta topik yang dinilai lebih luas dan menyeluruh. Audit mutu dilakukan terhadap industry farmasi, pemasok bahan baku dan pengemas serta perusahaan terkait lainnya. Tim inspeksi diri terdiri paling sedikit tiga anggota independen yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Anggota tim dapat dibentuk dari dalam atau dari luar perusahaan. 2.2.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian Semua keluhan terhadap produk yang dihasilkan harus dikaji dengan teliti. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu di peredaran. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak layak dipasarkan karena tidak memenuhi persyaratan yang ada serta dapat menimbulkan efek samping yang berpengaruh signifikan pada kondisi kesehatan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluarsa atau alasan lain seperti kondisi wadah dapat menimbulkan keraguan identitas. Laporan dan keluhan mengenai produk dapat menyangkut kualitas, adanya reaksi merugikan ataupun efek terapetiknya. Oleh karena itu harus segera dilakukan penyelidikan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap laporan dan keluhan yang ada. Dalam menangani keluahan terhadap produk, penarikan kembali, dan produk kembalian harus dengan sistem yang terintegrasi dan dapat dengan cepat menangani hal-hal tersebut, serta harus ada prosedur tersendiri dalam melakukan tiap tahapan dalam pelaksanaannya. 2.2.10 Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
10
Dokumen harus dibuat dengan sebaik-baiknya, sehingga mudah dibaca dan dimengerti. Isi dokumen baiknya tidak bermakna ganda; judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan dengan jelas sehingga mudah dipahami dan diterapkan
maksudnya.
Dokumen
yang
dibuat
hendaklah
disetujui,
ditandatangani, dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Setiap dokumen harusnya dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir. Dalam merivisi dokumen, sebaiknya digunakan suatu sistem yang dapat menjaga agar tidak terjadi kesalahan yang mana dapat mengakibatkan dokumen yang seharusnya tidak berlaku digunakan. Dalam pendistribusiannya, dokumen harus dijaga secara hati-hati sehingga tidak tersebar ke pihak yang tidak seharusnya mendapatkannya. Dokumen juga harus memiliki sistem pemusnahan yang baik sehingga tidak menimbulkan kesalahan yang signifikan dalam penggunaannya. 2.2.11 Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak Dalam pembuatannya, kontrak harus dibuat dengan benar dan disetujui, serta dikendalikan sehingga kesalahan yang dapat terjadi bisa dihindarkan. Kedua pihak pemberi dan penerima kontrak harus menerima kontrak tertulis yang dibuat dengan jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Seluruh peraturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain harus sesuai dengan izin edar untuk produk terkait. 2.2.12 Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. penerapan manajemen risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
11
Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawaswan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Seluruh kegiatan validasi haruslah direncanakan. Unsur
utama
program
validasi
sebaiknya
dirinci
dengan
jelas
dan
didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara, sehingga dapat dengan mudah dimengerti dan diterapkan. Validasi terdiri dari: a. Validasi proses yang terdiri dari validasi prospektif, konkuren dan retrospektif. b. Validasi pembersihan c. Validasi metode analisis d. Validasi ulang (Badan POM, 2012). Kualifikasi adalah sutau tindakan yang didokumentasikan untuk memastikan peralatan yang digunakan memenuhi persyaratan yang ada. Kualifikasi terdiri dari: a. Kualifikasi desain b. Kualifikasi instalasi c. Kualifikasi operasional d. Kualifikasi kinerja.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
BAB III TINJAUAN KHUSUS PT PRADJA PHARIN (PRAFA) 3.1
Sejarah PT Pradja Pharin (Prafa) PT Prafa didirikan oleh Bapak Tjipto Pusposuharto pada tahun 1960. PT
Prafa telah berkembang dari sebuah industri rumah tangga menjadi perusahaan farmasi besar yang memproduksi lebih dari 100 jenis sediaan obat dan terus mengalami perkembangan pesat. PT Prafa mulai beroperasi sebagai perusahaan dagang berbagai obat industri rumah tangga dengan 20 karyawan di areal berukuran 325 m2. Pada tahun 1968, PT Prafa ditunjuk sebagai importir dan penyalur tunggal sah di Indonesia bagi Meiji Seika Jepang. Sejak saat itu dimulai pembangunan pabrik di areal seluas 2300 m2 di Jalan Bandengan Selatan 58 A Jakarta Utara dan PT Prafa mulai memproduksi berbagai jenis sediaan yang jumlahnya semakin besar. Mulai tahun 1988, PT Prafa telah tumbuh menjadi suatu industri farmasi dengan ± 1000 karyawan, meliputi 200 jenis sediaan obat berkualitas dengan penanaman modal total mencapai lebih dari 10 miliar rupiah. Pada tahun tersebut dimulai pula pengembangan pabrik modern diatas areal seluas ± 12 hektar, dengan luas bangunan 32.208,52 m2 yang terletak di daerah Citeureup-Bogor. Pabrik dirancang dan dibangun sesuai dengan aspek CPOB serta efisien dalam sistem produksi. Pada tahun 1995, PT Prafa bergabung dalam Darya Varia Group bersama tiga perusahaan lainnya yaitu PT Darya Varia Laboratoria, PT Kenrose Indonesia, dan PT Dupa dengan distributor PT Wigo Distributor Farmasi. Pada tahun 1998 PT Dupa dan PT Kenrose ditutup. Mulai tanggal 21 Desember 2001 hingga sekarang Darya Varia Group diambil alih oleh United Laboratories, ManilaPhilippines. Selain Darya Varia Group, perusahaan yang tergabung dalam United Laboratories adalah PT Medifarma Laboratories. Sejak tahun 2003, PT Prafa diaudit oleh P&G dan memperoleh QAC (Quality Assurance Capability) sebesar 44%. Kemudian dilakukan audit kembali oleh P&G tahun 2004, QAC yang diperoleh meningkat menjadi 72%. Dengan perjuangan dan komitmen yang tinggi, akhirnya dalam waktu satu tahun kemudian, PT Prafa yang diaudit kembali oleh P&G berhasil menaikkan QACnya 12
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
13
menjadi 92%. Sejak tahun 2004, PT Prafa telah dipercaya oleh perusahaan P&G untuk melakukan toll manufacturing hingga kini. Pada tahun 2008, PT Prafa memperoleh QAC 100% untuk audit yang dilakukan P&G. Pada tahun 2005, PT Prafa memperoleh Sertifikat Industri Farmasi Kelas A dari hasil mapping Badan POM dalam menilai kesiapan industri farmasi menghadapi harmonisasi pasar ASEAN. Berdasarkan hasil tersebut, PT Prafa dapat melakukan produksi di fasilitas sendiri dan menerima toll dari industri farmasi lain. Hingga kini, PT Prafa senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas sarana dan SDMnya, terutama mengikuti standar PIC/s dan FDA Regulation. Pada tahun 2009, Darya Varia Group melakukan project specialization sehingga PT Prafa dikhususkan pada produksi low volume solid order, produk ethical (solid dan injeksi), antibiotik betalaktam dan sefalosporin (solid dan injeksi), serta produk toll manufacturing. PT Prafa dispesialisasikan sebagai Centre of Excellent Toll Manufacturing. Prinsipal lokal dan multinasional yang melakukan toll manufacturing diantaranya yaitu P&G, PT Actavis, PT Novartis, PT Novell, PT Pharos, PT Lapi, PT Pyridam, PT Mahakam Beta Farma, PT Guardian Pharmatama, PT Nufarindo, dan PT Kalbe Farma. Sekarang, kantor pusat PT Prafa berlokasi di Talavera Office Park, Lantai 8-10, Jl. Letjen TB. Simatupang No. 22-26 Jakarta. Sedangkan lokasi pabrik berada di Desa Karang Asem Barat, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
3.2
Plant Department PT Pradja Pharin (Prafa) merupakan salah satu industri farmasi berbentuk
Pemilik Modal Dalam Negeri (PMDN) yang berubah menjadi Pemilik Modal Asing (PMA). Visinya adalah “Menjadi salah satu dari lima perusahaan farmasi terbesar di Indonesia”, dengan misi “Kami membangun Indonesia yang sehat secara bertahap setiap orang di setiap waktu, dengan menyediakan produk dan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau, serta mendorong promosi kesehatan, bekerja sama dalam sebuah keluarga BERSATU”.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
14
PT Prafa dipimpin oleh seorang Plant Manager yang membawahi tujuh departemen. Masing-masing departemen dipimpin oleh seorang manager yang dibantu oleh beberapa supervisor. 3.3
Personal and General Affairs Department Personal and General Affairs Departement di PT Prafa adalah bagian dari
manajemen yang meliputi perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. PGA juga bertanggung jawab atas pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja serta mengatasi segala bentuk permasalahan yang berhubungan dengan karyawan serta pemerintah setempat.
Gambar 3.1 Struktur departemen personal and general affair PGA Department dipimpin seorang manager membawahi dua bagian, yaitu bagian Personal Affair dan General Affair. Manajer PGA memberikan laporan langsung kepada Plant Manager. Manajer PGA bertugas untuk memimpin, mengarahkan, mengevaluasi dan mengembangkan suatu tim yang terdiri dari staf-staf untuk memastikan bahwa manajemen dokumentasi ketenagakerjaan, proses, dan kegiatan administrasi lainnya telah sesuai dengan perencanaan dan prosedur yang telah ditetapkan. Tugas utama dan tanggung jawab PGA, yaitu:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
15
1. Menjaga hubungan yang kondusif antar karyawan dan hubungan dalam komunitas. 2. Menerapkan kebijakan SDM dan menyelenggarakan administratif dan kegiatan kesejahteraan di dalam pabrik. 3. Bertanggung
jawab
terhadap
penilaian
terhadap
penampilan,
pengembangan karier dan promosi, serta mengurus masalah kompensasi dan keuntungan administrasi. 4. Bertanggung jawab terhadap perencanaan tenaga kerja. 5. Memantau kegiatan sosial dan menangani keluhan dari karyawan. 6. Bekerjasama dengan manajer pabrik dalam menentukan penempatan karyawan, manajemen kerja, dan pembangunan budaya. Tugas yang berkaitan dengan segala hal yang berkaitan dengan sumber daya manusia yang ada di PT Prafa yang meliputi: a. Membuat daftar gaji dan tunjangan jabatan serta menghitung pembayarannya setiap akhir bulan. b. Membuat laporan jumlah karyawan dan mengecek absensi karyawan. c. Melakukan rekruitmen karyawan atas permintaan departemen lain yang membutuhkan. d. Membuat absensi karyawan dan memasukkan data absensi karyawan. e. Menangani masalah kebersihan dan keamanan. f. Membuat laporan Jamsostek. g. Administrasi kesekretariatan dan keuangan pabrik juga ditangani oleh bagian PGA yang meliputi surat masuk dan surat keluar, membuat laporan-laporan,
dan
mengurus
hal-hal
yang berkaitan dengan
pengeluaran-pengeluaran pabrik. h. Makan siang karyawan (catering), driver, dan laundry. i. Menangani pemeliharaan gedung (Cleaning dan Housekeeping), security, serikat pekerja, serta kegiatan-kegiatan sosial. Selain itu, departemen ini juga bertanggung jawab atas hubungan dengan pihak-pihak luar yaitu masyarakat, instansi pemerintah, ataupun instansi-instansi nonpemerintah lain, serta menagani keluhan-keluhan dari masyarakat sehubungan gangguan yang mungkin ditimbulkan dari pabrik ataupun limbahnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
16
a. Cleaning, Housekeeping, dan Laundry Bagian Cleaning dan Housekeeping bertanggung jawab atas kebersihan ruangan nonproduksi dan luar gedung serta pemeliharaan dan renovasi bangunan. PT Prafa memiliki ruang laundry untuk mencuci pakaian/seragam untuk staf produksi dan jas laboratorium. Untuk produksi sefalosporin dan betalaktam memiliki ruang laundry terpisah yang terletak di area produksi sefalosporin dan betalaktam. b. Training Training
sangat
dibutuhkan
dalam
rangka
mengembangkan
keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude) yang relevan dengan pekerjaan. Di PT Prafa beberapa pelatihan yang telah dilakukan, antara lain pelatihan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan membuka wacana para karyawan akan pentingnya mematuhi prosedur yang telah ditetapkan dalam melaksanakan proses produksi sehingga mutu produk yang dihasilkan tetap terjaga (PT Pradja Pharin, 2013). Program training di PT Pradja Pharin terdiri dari tiga macam, yaitu: 1. Training Wajib Pelatihan yang wajib diikuti oleh seluruh karyawan. Pelaksanaan training tersebut berdasarkan adanya program baik dari perusahaan (pusat) maupun program dari pabrik (PT Pradja Pharin, 2013). Berikut merupakan contoh Training wajib yaitu: i. Pelatihan CPOB ii. Pelatihan ISO 9000 iii. Pelatihan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) iv. Pelatihan Sanitasi dan Higiene v. Pelatihan 5R (Ringkas, Rajin, Rapi, Resik, Rawat) 2. Training Khusus Pelatihan yang diberikan kepada karyawan dengan level/tingkat jabatan tertentu (Supervisor, Assistant Manager, Manager dan lainlain). Materi training khusus yang diberikan meliputi pengetahuan tentang pekerjaan dan pengetahuan tambahan. Pengetahuan tentang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
17
pekerjaan di antaranya pengetahuan dasar yang wajib diketahui oleh karyawan dengan tingkat jabatan tertentu dan juga pengetahuan penunjang yang sekiranya juga harus diketahui oleh karyawan tersebut. Sedangkan untuk pengetahuan tambahan, materi yang diberikan terkait hal-hal teknis dan hal umum (PT Pradja Pharin, 2013). 3. Training Penyegaran Pelatihan penyegaran ini ditujukan untuk orientasi karyawan baru yang dilaksanakan pada saat karyawan baru masuk untuk pertama kalinya, bertujuan untuk memperkenalkan perusahaan kepada karyawan baru sehingga mereka tahu akan sistem dan kebijakan perusahaan sebelum mereka mulai bekerja (PT Pradja Pharin, 2013). Pemberi materi adalah : i. Plant Manager ii. PGA Manager / Assistant PGA Manager iii. Kepala departemen yang bersangkutan Departemen PGA juga mengatur masalah Safety, Health, and Environment (SHE) Kebijakan Safety, Health, and Environment meliputi : i. Memberikan perlindungan dan tempat pekerjaan yang layak untuk karyawan dan tamu serta mengurangi dampak lingkungan sampai pada pencegahan polusi yang dihasilkan dari limbah pabrik. ii. Sasaran obyektif yang utama yaitu mengurangi sifat yang merugikan dan penyakit serta meminimalkan peristiwa lingkungan, berdasar pada filosofi bahwa semua peristiwa ini dapat dicegah. Pengolahan limbah di PT Prafa berada dibawah tanggung jawab Departemen PGA dalam hal ini oleh bagian Safety, Health, and Environment (SHE) yang dibantu oleh Departemen QC dan Technical Service. Limbah PT Prafa terdiri dari limbah padat dan limbah cair. Cara penanganan limbah berbedabeda tergantung jenis dan sifat bahannya. Limbah padat berasal dari debu hasil proses produksi, sampah sisa kemasan, sampah dari lingkungan pabrik, produk reject dan obat yang telah kadaluarsa. Limbah padat yang masih dapat dimanfaatkan serta memiliki nilai jual Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
18
seperti sisa kemasan (kaleng, drum, alumunium foil, plastik, botol, kardus) dikumpulkan di gudang khusus, kemudian dijual agar barang-barang tersebut dapat dimanfaatkan atau digunakan kembali (reuse) dan didaur ulang (recycle) (PT Pradja Pharin, 2013). Pembakaran produk reject dan obat yang telah kadaluarsa dilakukan dengan menggunakan incinerator pada suhu 550-1000oC selama 15–20 menit. Sisa bahan padat yang menempel pada wadah/peralatan dibersihkan dengan mesin penyedot debu/vacuum sebelum dicuci dengan air. Bila tidak tersedia vacuum, sisa-sisa serbuk yang menempel diambil dengan lap yang dibasahi alkohol 70% dan lap tersebut dicuci tersendiri. Sebagian limbah padat dibuang melalui PT Wastec Internasional (PT Pradja Pharin, 2013). Limbah cair berasal dari proses produksi, pencucian peralatan produksi, limbah laboratorium dan buangan lainnya. Limbah cair dari proses produksi betalaktam dan sefalosporin ditampung dalam bak ekualisasi setelah mendapat pretreatment. Pretreatment yaitu proses pemecahan rantai betalaktam sebelum masuk ke bak ekualisasi dengan cara penambahan larutan NaOH hingga pH basa (pH 10-11) kemudian disirkulasi selama 120 menit. Selanjutnya pada bak ditambahkan larutan HCl sehingga larutan menjadi netral (pH 7) dan siap dialirkan ke bak ekualisasi. Tujuannya adalah untuk menginaktifkan kerja antibiotik untuk mencegah bakteri yang menguraikan limbah mati, resistensi bakteri, serta pencemaran lingkungan (PT Pradja Pharin, 2013). Proses pengolahan limbah cair dilakukan menggunakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Departemen QC bertugas membuat metode pengelolaan limbah, membuat metoda analisa air limbah, dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan limbah cair. Departemen QC bekerjasama dengan Departemen Technical Service dalam mencari dan menentukan metoda IPAL, Departemen Technical Service bertugas mengawasi IPAL dan mengawasi alat-alat pengelolaan air limbah cair. Departemen PGA bertugas menjaga kebersihan lingkungan di sekitar IPAL, pelaksana regenerasi saringan, dan pencucian bak serta sebagai pelaksana pengelolaan limbah cair (PT Pradja Pharin, 2013).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
19
Pemeriksaan air hasil limbah dilakukan untuk memastikan bahwa hasil pengolahan tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, yang meliputi pemeriksaan parameter : - Fisika : suhu, warna, bau, kekeruhan - Kimia : pH, kandungan fenol, Total Dissolved Solid (TDS), Biologycal Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Dissolved Oxygen (DO). Pemeriksaan COD dan TDS dilakukan pada bak penyaringan dan pengeluaran air. COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan zat-zat organik dalam satu liter sampel air. TDS adalah zat total padat yang meliputi padatan terlarut dan tidak terlarut dalam air. Nilai COD dan TDS di bak pengeluaran air maksimal 100 ppm serta dibandingkan dengan nilai COD dan TDS di bak penyaringan sehingga dapat diketahui apakah pengolahan limbah berjalan dengan baik (PT Pradja Pharin, 2013). Proses pengolahan limbah cair yaitu (PT Pradja Pharin, 2013) : 1. Bak Ekualisasi Unit penampungan utama limbah cair dari beberapa titik sumber penghasil limbah yang dialirkan melalui pipa utama (main pipe), dengan kapasitas 20 m3. 2. Bak Reaksi/Penetralan Di dalam bak ini terjadi proses netralisasi sehingga diperoleh pH ± 7 (dengan penambahan NaOH 40% atau HCl 32%) karena pertumbuhan dan kemampuan kerja bakteri aerobik harus pada pH netral dengan suhu 25- 350C. 3. Bak Separasi Air limbah dari bak penetralan akan terpompa menuju bak separasi, melalui dua proses yaitu : a.
Pemisahan padatan halus, berat, dan materi-materi tidak larut
b.
Pengendapan suspensi padat dan memisahkan/menahan materi
ringan dan berlemak. Air yang mengalir ini melintasi kanal berkisi-kisi (Fish bone weir), di kanal ini gas-gas yang terkandung dalam air sebagian akan mulai terurai. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
20
4. Bak Aerasi 1 Pada bak ini ditambahkan PAC (Poly Alumunium Chloride) sebanyak tiga
liter
dosis
6%
atau
12%.
Kemudian,
dilakukan
pencampuran/pengadukan dengan menggunakan 8 buah diffuser selama satu jam. Selanjutnya air limbah didiamkan selama 1-2 jam dan gumpalan yang terbentuk akan turun karena gravitasi. 5. Bak Filtrasi 1 Bak ini berfungsi untuk proses penyaringan guna mendapatkan tingkat kejernihan air tertentu dengan menempatkan media berporositas yang tersusun dari karbon aktif (bagian atas) dan ijuk (bagian bawah). 6. Bak Aerasi 2 Pada bak ini ditambahkan bakteri SGB 104, yang berfungsi sebagai pengurai zat organik, mereduksi senyawa-senyawa fenol, dan beberapa senyawa kloro hidrokarbon. Proses pengadukan dilakukan dengan bantuan 10 buah diffuser. Pengadukan dilakukan selama lima menit kemudian didiamkan selama lima menit. 7. Bak Filtrasi 2 Berfungsi untuk penyaringan kedua dengan menggunakan karbon aktif. 8. Bak Settling Bak ini merupakan sarana pengendapan partikel halus. Partikel-partikel yang masih lolos dari proses aerasi dan proses filtrasi akan terkoagulasi oleh koagulan membentuk flok (gumpalan halus) dan mengendap. 9. Bak Desinfektan Berfungsi untuk mereduksi/menghilangkan bakteri patogen. Bak ini berisi ferrolite dilengkapi dengan tangki NaOCl 12%. Air dari bak settling dialirkan ke bak desinfektan dimana pada unit ini diinjekkan sejumlah NaOCl 12% menggunakan dosing pump. 10. Bak Stabilisasi Bak berbentuk lingkaran yang berfungsi untuk menstabilkan akumulasi air yang telah diinjek NaOCl. Dalam bak ini, unsur chloride cenderung terurai menjadi Cl2 bebas, sedangkan unsur Na sebagai zat terlarut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
21
11. Kolam akhir (Effluent) Sarana penampungan akhir dari semua proses. Dilengkapi unit sirkulasi air yang dipompakan ke udara untuk menguraikan Cl2 berlebih dan satu bak untuk pengontrolan akhir dari tempat pengambilan sampel air. Pemeriksaan IPAL dilakukan oleh QC dengan mengambil sampel pada bak stabilisasi. Pemeriksaan limbah cair ini juga dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak eksternal yang terstandarisasi seperti IPB (PT Pradja Pharin, 2013). 3.4
Research and Development Department R&D Departement dipimpin oleh seorang Senior R&D Manager yang
dibantu oleh Chemical Pharma Manager, Chemical Pharma Supervisor, Personal Care Product Development Supervisor, dan Natural Product Development Supervisor yang membawahi masing-masing bagian. R&D Departement bertanggung jawab langsung kepada Business Development & Corporate Product Planning Director Darya Varia Group.
Gambar 3.2 Struktur organisasi departmen Research and Development R&D Department adalah suatu departemen yang berperan dalam pengembangan produk. Departemen ini menangani pengembangan produk untuk PT Prafa, PT Darya Varia Laboratories, dan PT Medifarma Laboratories. Tugas dan tanggung jawab R&D meliputi : Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
22
1. Pengembangan produk baru baik produk sendiri maupun produk lisensi (transfer teknologi). 2. Pengembangan produk yang telah ada (sudah diproduksi) baik pengembangan produk (formula) maupun pengembangan proses. 3. Evaluasi bahan baku alternatif.
Gambar 3.3 Alur pengembangan produk baru Pengembangan formula yang dilakukan oleh R&D hanya sampai pada proses pengemasan primer. Aktivitas R&D dimulai dari dikeluarkannya BOS (Bussiness Opportunity Sheet) dari Business Development. BOS berisi permintaan produk baru dan spesifikasi produk yang akan dikembangkan seperti nama produk, komposisi, packing size, bentuk sediaan, dan launching date. Pihak Business Development membuat spesifikasi pada BOS berdasarkan survey perkembangan produk di pasaran. Setelah BOS diterima, R&D melakukan studi literatur dari berbagai sumber seperti buku dan internet, meliputi evaluasi sifat fisik dan kimia bahan/zat aktif, studi kompabilitas, evaluasi produk kompetitor, menentukan eksipien yang akan digunakan dan spesifikasi obat/produk jadi dan kompetitor. Selanjutnya R&D melakukan trial skala laboratorium untuk mencari beberapa formula yang sesuai dengan jumlah minimal dua formula. Besarnya jumlah produk pada trial skala laboratorium disesuaikan dengan kapasitas peralatan laboratorium R&D (biasanya 100-500 g). Selanjutnya pada pilot scale trial dilakukan produksi sebanyak 3 bets terhadap satu formula yang dipilih dengan kapasitas 1/10 skala bets produksi atau Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
23
100.000 tablet/kapsul. Produk yang dihasilkan selanjutnya dilakukan pengujian termasuk pengujian stabilitas oleh departemen QC. Sampel pilot scale juga dikirim ke marketing/principle untuk persetujuan produk. Pengujian stabilitas dilakukan selama enam bulan dengan kondisi suhu 40oC±2oC dan RH 75%±5% (uji dipercepat) dan minimal 12 bulan dengan kondisi suhu 30oC±2oC dan RH 75%±5% untuk pengajuan dokumen registrasi. Setelah itu, dilakukan pengajuan dokumen registrasi ke BPOM. Ketika menunggu hasil pengujian stabilitas dan nomor registrasi, R&D menyusun manufacturing procedure. Setelah nomor registrasi keluar maka dilakukan scale up dimana obat diproduksi dalam skala besar sesuai dengan batch size yang direncanakan pada production commercial batch. Tabel 3.1 Proses pengembangan produk baru No. 1.
Departemen yang Bertanggung Jawab Business Development
2.
R&D
3. 4. 5. 6.
Pembelian R&D QC R&D, QA, Registrasi
7.
R&D, PAC, Pembelian
8.
11. 12.
R&D, QC (Packaging Development), Pembelian R&D, Produksi, Accounting, Marketing, Business Development R&D, Produksi, QA, QC, Engineering (Tim Validasi) QC R&D, QA, Registrasi
13.
QA, PAC, Pembelian
14.
R&D, QA, QC, Produksi
9.
10.
Proses
Dokumen
Permintaan Produk Baru Praformulasi (studi literature) meliputi evaluasi sifat fisik dan kimia bahan/ zat aktif, studi kompabilitas, evaluasi produk competitor, menentukan eksipien yang akan digunakan dan spesifikasi obat/produk jadi Ketersediaan bahan baku Trial skala laboratorium Pengembangan metode analisis Pengajuan dokumen pra-registrasi ke BPOM Ketersediaan bahan baku untuk pilot batch trial Ketersediaan bahan kemas untuk pilot batch trial
BOS (Business Opportunity Sheet) -
Dokumen pra-registrasi dan protocol validasi proses -
Kalkulasi dan persetujuan COGS (Cost of Good Sale)
PCS (Product Commitment Sheet)
Pilot batch trial: untuk oral solid, skala pilot minimal 1/10 skala produksi atau 100.000 tablet/kapsul Studi stabilitas Pengajuan dokumen registrasi ke BPOM
Protokol dan laporan validasi proses
Ketersediaan bahan baku dan kemas untuk produksi Initial Production Batch
Laporan stabilitas Dokumen registrasi dan laporan validasi proses - laporan batch produksi - Catatan Batch produksi untuk dispensing - Spesifikasi produk
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
24
3.5
Quality Assurance Department Quality Assurance (QA) Department bertanggung jawab terhadap jaminan
kualitas produk yang dihasilkan. Kualitas produk harus diciptakan sejak awal mulai dari bahan baku, proses pembuatan, peralatan, bangunan, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan. QA Departement dipimpin oleh seorang QA manager yang dibantu oleh beberapa supervisor untuk System Compliance, Product Integrity, dan Validation and Calibration.
Gambar 3.4 Struktur organisasi departmen Quality Assurance Tugas dari QA adalah membuat sistem panduan mutu, pengembangan manajemen kualitas, kontrol dokumen, training GMP, menangani program kalibrasi, mengkoordinasi program kualifikasi dan validasi, audit pemasok, audit internal dan eksternal, penanganan terhadap keluhan pelanggan, penanganan penyimpangan bets, pengendalian perubahan, penanganan penarikan kembali obat jadi, pelulusan obat jadi, dan mengkoordinasi peninjauan produk tahunan. 3.5.1
System Compliance System Compliance dipimpin oleh seorang supervisor. Bagian ini
bertanggung jawab terhadap : 1. DCC (Document Control Center) Dokumentasi adalah salah satu komponen yang sangat penting dalam CPOB. Sistem dokumentasi yang digunakan harus sistematis untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
25
memudahkan pencarian dokumen bila diperlukan. DCC bertanggung jawab untuk mengelola SOP, master batch record, master list, spesifikasi
dan
prosedur
analisis,
dokumen
registrasi,
QDR,
dokumentasi change control, dan complaint. DCC juga bertanggung jawab membuat index SOP yang berlaku di PT Prafa agar dapat diinventaris dan di-update bila perlu dan menyimpan back-up dalam bentuk CDRW (PT Pradja Pharin, 2013). Dokumen lain yang disimpan di DCC antara lain daftar approved supplier, laporan obat jadi, protokol, dan laporan validasi. Pengumpulan batch record ini berguna untuk melakukan validasi konkuren dan retrospektif. Dokumen asli lain yang disimpan oleh DCC adalah SOP. Penyebaran SOP dikontrol dengan memberikan stempel pada SOP. SOP asli diberi stempel “original” dan SOP copy diberi stempel “copy”. Pada stempel “copy” tertulis kode angka yang menginformasikan beberapa copy yang beredar, bagian dan personel yang memiliki copy tersebut. SOP dianggap berlaku jika operator/staf yang berkaitan telah di-training. SOP direvisi setiap dua tahun sekali (PT Pradja Pharin, 2013). DCC juga menyimpan Master Batch Record (MBR) yang merupakan dokumentasi untuk pengusutan data jika terdapat komplain dari konsumen yang berkaitan dengan produk dan disimpan sesuai dengan waktu penyimpanan sampel pertinggal yaitu hingga tanggal kadarluarsa produk ditambah satu tahun (PT Pradja Pharin, 2013). 2. Audit Audit bertujuan untuk mengevaluasi sistem operasi industri farmasi dalam semua aspek yang mempengaruhi mutu apakah memenuhi kriteria CPOB (GMP). Audit yang dilakukan oleh PT Prafa meliputi tiga jenis yaitu : a. SIP (Self Inspection Program) Audit ini dilakukan oleh masing-masing departemen/bagian setiap bulan dengan menunjuk satu koordinator pada setiap departemen(PT Pradja Pharin, 2012). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
26
b. QA Audit QA Audit dilakukan oleh QA Audit Officer dan tim auditor dari bagian lain yang memiliki kompetensi sebagai auditor. QA Audit dilakukan dua kali setahun (PT Pradja Pharin, 2012). c. Plant Audit Plant Audit merupakan audit tiap departemen yang dilakukan setahun sekali oleh Plant Manager dan manager departemen lain. PT Prafa juga melakukan vendor audit, yaitu QA melakukan penilaian (assesment) kepada vendor atau material supplier (bahan baku dan bahan kemas) dalam negeri 2 kali setahun. Untuk vendor luar negeri, pemasok awal, penilaian dilakukan dengan mengirimkan kuisioner yang akan diisi vendor tersebut atau didapat dari audit record mother company, yaitu Unilab Philippines, sedangkan pemasok lama dilakukan langsung di tempat pemasok (luar negeri) 3 kali setahun. Selain itu, terdapat juga audit yang dilakukan oleh pihak ketiga seperti P&G, perusahaan toll manufacturing, dan BPOM (PT Pradja Pharin, 2012). 3. BOS (Behavior Observation System) BOS dilakukan untuk memperbaiki behavior personil berkaitan dengan GMP. BOS secara harian dilakukan oleh tiap personil untuk melakukan pemeriksaan dan checklist singkat, seperti pemeriksaan kebersihan ruang timbang. Jika suatu behavior sudah dapat terlaksana dengan baik dapat diganti dengan pemeriksaan behavior lain (PT Pradja Pharin, 2013). 4. Registrasi Bagian registrasi bertugas untuk menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk proses praregistrasi, registrasi, dan registrasi ulang produk PT Prafa ke BPOM. Dokumen yang disiapkan meliputi dokumen administrasi dan dokumen mutu seperti dokumen Product Spesification and Analytical Procedure, Raw Material Spesification and Analytical Procedure, CoA obat jadi, CoA bahan awal, data stabilitas, Master File Processing and Packaging, formula, protokol dan laporan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
27
validasi metode analisis dan proses, serta dokumen lainnya yang dibutuhkan untuk proses registrasi. 3.5.2
Product Integrity Product Integrity bertanggung jawab terhadap : 1. Releasing Bagian releasing bertanggung jawab untuk melakukan pelulusan untuk setiap bets dari produk. Pelulusan tersebut berdasarkan penilaian dan pemeriksaan terhadap dokumen yang berkaitan dengan produksi seperti PrO, Picking List, Production Issue, Line Clearence, BPR Dispensing dan Compounding, Lembar Pemeriksaan IPC, PDR Primary dan Secondary, Lembar Rekonsiliasi Bahan Kemas Primer, QDR, dan dokumen lainnya. bila dokumen tersebut telah lengkap dan benar maka produk dapat diluluskan dan diberi label “RELEASED” (PT Pradja Pharin, 2012). 2. APR (Annual Product Review) Peninjauan produk tahunan merupakan rangkaian dari tiap produk yang diproduksi selama satu tahun, antara lain berisi jumlah bets yang diproduksi selama satu tahun dan status produk (reject dan release), status kalibrasi dan validasi, apakah ada QDR dalam satu tahun itu, apakah ada change control, CAPA yang dilakukan sudah close atau belum, apakah status produk pernah ada recall, returned product dari distributor, complain dari publik atau distributor, data supplier, serta bagaimana analisis sifat fisik dan kimia produk tersebut. Tujuan APR adalah untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, obat jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Jika dalam satu tahun tersebut terdapat banyak perubahan maka dilakukan validasi ulang (PT Pradja Pharin, 2013). 3. Change Control Process Setiap ada perubahan yang berdampak pada kualitas harus membuat laporan permohonan perubahan (change control process). Contoh perubahan yang diajukan adalah perubahan design ruangan, HVAC, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
28
atau perubahan spesifikasi proses produksi. Laporan change control process berisi nama dan departemen prakarsa, alasan perubahan, datadata seperti kualifikasi alat, gambar, SOP perawatan, trainning SOP, tanggal selesai pelaksanaan perubahan. Laporan ini akan diajukan ke departemen
QA
dan
departemen
terkait
untuk
mendapatkan
persetujuan. Setelah mendapatkan persetujuan, laporan change control di-copy ke departemen terkait dan pihak yang melaksanakan tindakan perubahan. Change control process dianggap selesai (closing) bila diverifikasi dan diperiksa kembali oleh pemohon (originator) apakah tindakan perubahan yang dilakukan sudah tepat, kapan pelaksanaannya, apa tindak lanjutan (Corrective and Preventive Action/ CAPA), dan kelengkapan dokumen. QA akan melakukan tracking change control, untuk menentukan jumlah laporan change control process yang disetujui, ditolak, dan closing. QA juga melakukan change control tracking monitoring terhadap judul, originator, tanggal selesai tindakan perubahan, dan CAPA (PT Pradja Pharin, 2012). 4. QDR (Quality Deviation Report) Merupakan laporan penyimpangan mutu yang terjadi selama proses produksi atau yang berhubungan dengan produksi, dan akan mempengaruhi proses produksi nantinya, termasuk OOS (Out Of Specification), deviasi lingkungan produksi (contoh jumlah partikel di white area tidak sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan atau RH yang tidak memenuhi). QDR yang masuk selanjutnya dibuat persetujuan QA Manager untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan. QDR meliputi penyimpangan packaging material, raw material, dan finished product. Kemudian bagian ini melakukan tracking antara lain meliputi jumlah penyimpangan dan berapa yang sudah closing (PT Pradja Pharin, 2012). 5. Product Complain Formulir complain meliputi product record (nama produk dan no. bets), consumer record (source of product, nama konsumen, umur, no.telepon, keadaan kesehatan), dan jenis complain (life threatening, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
29
critical, general). Selanjutnya QA membuat investigation notification dan
permintaan
investigasi.
Langkah-langkah
investigasi
yang
dilakukan adalah meminta sampel produk yang di-complain kemudian dibandingkan dengan retained sample. Kemudian dilakukan evaluasi batch record untuk melihat apakah selama proses produksi pernah terjadi kegagalan/masalah. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap formula dan jika terjadi pada bets lain maka dilakukan pemeriksaan terhadap retained sample bets lain. Dokumen yang diperlukan dalam investigasi antara lain catatan complain sebelumnya apakah ada yang sama, QDR terkait bets tersebut, APR apakah terdapat trend, training record personil, dan mesin. Selanjutnya ditarik kesimpulan penyebab complain dan CAPA yang dilakukan. Laporan hasil investigasi dikirim kepada pihak yang complain (PT Pradja Pharin, 2013). 6. Product Recall Recall dapat dilakukan atas inisiatif industri farmasi jika produk cacat mutu dan membahayakan konsumen. Recall juga dapat dilakukan oleh BPOM. Terdapat dua SOP yang berhubungan dengan product recall di PT Prafa yaitu SOP recall itu sendiri dan SOP simulasi jika terjadi recall (mock recall). SOP simulasi ini hanya bersifat administrasi, bukan recall produk sebenarnya. Mock recall dilakukan satu tahun sekali dan dikordinasi oleh QA manager dengan mengajukan permohonan recall kepada direktur Darya Varia Group. Setelah mendapatkan persetujuan, QA manager membuat protokol produk dan batch yang di-recall dari distributor utama (APL), subdistributor, retailer, dan konsumen. Setelah selesai proses recall maka dibuat laporannya. Mock recall ini dilakukan untuk mengetahui apakah sistem distribusi FIFO atau tidak, dan menelusuri catatan distribusi. Sistem distribusi dinilai baik jika 98% dari produk recall terlacak (PT Pradja Pharin, 2012). 6. Retained Sample (Finishing Good) Sampel pertinggal adalah hasil produksi dalam suatu bets yang dikondisikan sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan dan disimpan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
30
pada ruangan yang telah ditentukan di dalam pabrik. Sampel pertinggal ini akan berguna ketika terdapat keluhan terhadap suatu produk dan harus dilakukannya perbandingan antara kondisi produk yang dikeluhkan dengan sampel pertinggal yang ada (PT Pradja Pharin, 2014). 3.5.3
Validasi dan Kalibrasi Pelaksanaan validasi dan kualifikasi merupakan aspek penting dari
penerapan CPOB 2006. Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Sifat validasi adalah reproducible, reliable, dan predictable. Validation Supervisor bertanggung jawab atas validasi seluruh sistem yang digunakan. Jenis-jenis validasi yang dilaksanakan di PT Prafa: 1. Kualifikasi Kualifikasi adalah tindakan pembuktian yang terdokumentasi, bertujuan untuk menjamin mesin/peralatan, sistem, sarana penunjang, bangunan yang digunakan dalam proses produksi sesuai dengan spesifikasi dan tujuan penggunaan yang telah ditentukan sebelumnya. Kualifikasi yang dilakukan meliputi kualifikasi rancangan (Design Qualification), kualifikasi instalasi (Installation Qualification), kualifikasi operasional (Operational
Qualification),
kualifikasi
kinerja
(Performance
Qualification) dan kualifikasi bangunan (Building Qualification). Kualifikasi tidak hanya dilakukan pada alat / mesin baru saja, tetapi dapat juga dilakukan kualifikasi ulang terhadap alat / mesin lama yang telah mengalami modifikasi sehingga mempengaruhi output atau produk yang dihasilkan (PT Pradja Pharin, 2014). 2. Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis bertujuan untuk membuktikan bahwa semua metode analisa (cara/prosedur pengujian) yang digunakan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten. Parameter validasi metode analisa yaitu selektifitas, linearitas, akurasi, presisi, LOD (Limit Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
31
of Detection), LOQ (Limit of Quantitation), dan robustness (PT Pradja Pharin, 2014). 3. Validasi Proses Produksi Validasi proses produksi dilakukan untuk memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang digunakan mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten. Validasi proses terdiri dari tiga kategori, yaitu validasi prospektif, validasi konkuren dan validasi retrospektif (PT Pradja Pharin, 2014). 4. Validasi Proses Pengemasan Validasi
proses
pengemasan
dilakukan
untuk
menjamin
dan
mendokumentasikan bahwa prosedur pengemasan yang digunakan dalam proses produksi sesuai dengan persyaratan rekonsiliasi yang telah ditentukan secara konsisten. Resiko kesalahan di bagian pengemasan dapat berakibat fatal bagi konsumen seperti kesalahan label, produk, dosis, dan lainnya (PT Pradja Pharin, 2014). 5. Validasi Pembersihan dan Sanitasi Validasi pembersihan dan sanitasi dilakukan pada peralatan pengolahan dan pengemasan. Validasi ini menjamin bahwa sisa produk dibersihkan dengan tuntas dan sanitasi mampu mencegah kontaminasi mikroba (PT Pradja Pharin, 2014). 6. Validasi Media Fill Merupakan simulasi proses produksi produk aseptis untuk menjamin bahwa jalur produksi aseptis benar-benar aseptis. Kondisi proses simulasi dibuat dalam worst case condition. Validasi ini dikerjakan mengikuti ukuran bets terbesar dan mengambil durasi pengerjaan yang paling lama. Evaluasi lingkungan aseptis yang meliputi proses, operator,
ruangan,
dan
peralatan.
Validasi
dilakukan
dengan
menggunakan larutan media TSB (Triptone Soya Broth) 3% steril (untuk sediaan injeksi liquid) dan kombinasi TSB dan laktosa dengan perbandingan 3:7 (untuk sediaan injeksi kering). TSB steril diisikan ke kontainer melalui proses filling aseptis. Selanjutnya, hasil dan media fill diinkubasi pada temperatur 20-25oC selama 7 hari dan pada temperatur Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
32 30-35oC selama 7 hari. Kemudian diperiksa pertumbuhan mikroba. Apabila terjadi pertumbuhan mikroba, dapatdisimpulkan mikroba masuk ke kontainer selama proses (PT Pradja Pharin, 2014). Kriteria penerimaan validasi media fill menurut PICS yaitu : a. Bila dilakukan pada kurang dari 5000 unit maka harus tidak ada pertumbuhan mikroba sama sekali. b. Bila dilakukan pada 5000-10000 unit : - Bila satu unit terkontaminasi maka dilakukan investigasi termasuk pertimbangan pengulangan media fill. - Bila dua unit terkontaminasi maka dilakukan investigasi dan pertimbangan revalidasi. c. Bila dilakukan pada lebih dari 10000 unit : - Bila satu unit terkontaminasi maka dilakukan investigasi - Bila dua unit terkontaminasi maka dilakukan investigasi dan pertimbangan revalidasi. 7. Validasi sistem komputerisasi Sistem komputer harus divalidasi sebelum digunakan pada sistem mutu, misalnya pencatatan stok material, pendataan masalah mutu, dan kontrol proses (PT Pradja Pharin, 2014). 8. Kalibrasi Kalibrasi adalah membandingkan suatu nilai terhadap nilai lain yang dijadikan standar dimana nilai tersebut mengacu pada nilai yang lebih tinggi. Bagian kalibrasi dan kualifikasi bertanggung jawab terhadap kalibrasi setiap alat ukur (neraca timbang, thermohygrometer, gelas ukur, dll) dan kualifikasi. Kalibrasi dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan tergantung dari seberapa sering dan seberapa rumit alat tersebut digunakan dalam kegiatan di pabrik. Kalibrasi terhadap alat ukur yang dilakukan menggunakan kalibrator yang setiap tahun dikalibrasi oleh instansi atau kalibrasi nasional. Data hasil pemeriksaan dicatat pada Calibration Service Record. Tata cara kalibrasi dijelaskan secara praktis dalam SOP (PT Pradja Pharin, 2012).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
33
3.6
Quality Control Department Quality Control (QC) Departement dipimpin oleh seorang QC Manager
yang membawahi tiga bagian dengan masing-masing bagian dipimpin oleh seorang supervisor, yaitu Chemical, IPC (In Process Control), dan Microbology.
Gambar 3.5 Struktur organisasi departemen Quality Control QC Departement bertanggung jawab dalam pemeriksaan bahan baku, pengelolaan sampel pertinggal bahan baku, pembuatan spesifikasi dan metode pemeriksaan, pengelolaan reference standard, pemeriksaan produk antara, ruahan, dan obat jadi, pemeriksaan stabilitas, kalibrasi alat laboratorium, pengelolaan pengambilan contoh, Statistical Process Control dan Statistical Quality Control, pemantauan lingkungan, dan pemeriksaan In Process Control. QC Departement melakukan kegiatan yang meliputi pemeriksaan kimia, IPC, dan pemeriksaan mikrobiologi. 3.6.1
Pemeriksaan Kimia Bagian ini melakukan pemeriksaan sifat fisika dan kimia di laboratorium
kimia, mulai dari raw material sampai dihasilkan finished product Terdapat tiga jenis SOP yang digunakan sebagai pedoman dalam bekerja di laboratorium kimia, yaitu:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
34
1. Mengatur cara kerja secara umum Meliputi SOP keamanan pekerja di laboratorium, cara berpakaian, kebersihan di laboratorium dan ruang instrumen, pencatatan data di laboratorium, dan cara memperlakukan limbah organik di laboratorium. 2. SOP khusus, yaitu : Spesifikasi RM (Raw Material) dan prosedur analisis RM Meliputi SOP analisis RM dan RMS (Raw Material Spesification). Spesifikasi RM dibuat berdasarkan sertifikat analisis (CoA) dan buku standar (USP, Farmakope, dan literatur lain). RMS berisi parameter pengujian yang dilakukan, prosedur, dan persyaratan yang diizinkan. Spesifikasi produk dan prosedur analisis produk Meliputi SOP spesifikasi produk dan prosedur analisis produk (Spesifikasi Produk dan Prosedur Analisa/ SPPA). 3. Alat-alat Instrumen Meliputi SOP prosedur penggunaan alat dan kalibrasi Pemeriksaan kimia bahan baku dilakukan untuk memastikan bahwa bahan baku yang dikirim supplier sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. QC akan melakukan tes setelah menerima PRL dan CoA dari gudang dengan lead time 5 hari. Untuk parameter-parameter tes yang dilakukan terdapat dalam RMS dan dilaporkan dalam RMAR (Raw Material Analitycal Report). Pemeriksaan masing-masing bahan baku telah ditentukan spesifikasinya dalam SOP pemeriksaan bahan baku, meliputi : 1. Bahan padat : pemeriksaan kadar, identifikasi, impurities (cemaran), pH, titik lebur, kadar air dan susut pengeringan, dan parameter lainnya yang mengacu pada masing-masing monografi bahan. 2. Bahan cair : pemeriksaan viskositas, berat jenis, pH, dan parameter lainnya yang mengacu pada masing-masing monografi bahan. 3. Cangkang kapsul : bobot, panjang kapsul, diameter, pH, waktu hancur, dan parameter lainnya yang mengacu pada masing-masing monografi bahan. Selain untuk pemeriksaan diambil juga contoh bahan baku yang disimpan sebagai retained sample. Label “RELEASED” diberikan bila hasil pemeriksaan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
35
bahan baku tersebut sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Bila tidak memenuhi spesifikasi maka bahan baku tersebut dilabel “REJECT” dengan membuat laporan penyimpangan mutu dan dikembalikan ke supplier. Sementara menunggu pengambilan kembali oleh supplier, bahan baku diberi label tidak diluluskan (rejected) dan disimpan di area khusus yang terkunci (PT Pradja Pharin, 2012). Pemeriksaan kimia produk ruahan dan obat jadi dilakukan untuk mengetahui kadar zat aktif dalam sediaan. Sampling dilakukan dengan metode PTA (Permulaan, Tengah, Akhir) waktu produksi. Metode analisa berdasarkan pada buku-buku standar yang kemudian dicantumkan ke dalam SOP untuk masing-masing zat aktif yang tervalidasi. Pemeriksaan produk dilakukan berdasarkan SPPA dan dilaporkan dalam Product Analytical Report (PAR). Selain itu, bagian ini juga bertanggung jawab atas pemeriksaan sampel uji stabilitas untuk kontrol stabilitas produk yang beredar di pasaran. Uji stabilitas dapat dilakukan pada dua kondisi, yaitu jangka panjang (30oC, RH 75%) dan dipercepat (40oC, RH 75%). Lama pengujian stabilitas adalah n + 1 tahun (n = expired date). Penambahan satu tahun dilakukan untuk dapat memperpanjang masa edar. Bagian ini juga memeriksa air yang digunakan untuk produksi seperti purified water dan water for injection secara harian. Pemeriksaan antara lain meliputi pemeriksaan konduktivitas, pH, dan kandungan klor dalam air. Pada setiap proses pengelolaan air terdapat titik-titik pengambilan sampel. Kemudian dari sampel tersebut diperiksa menggunakan parameter yang ada sehingga air yang digunakan dalam proses produksi merupakan air yang memenuhi persyaratan. Jika terdapat masalah seperti pH air < 5 atau > 7 (syarat pH purified water 5-7) maka bagian QC akan mengeluarkan QDR (Quality Deviation Report) pada pihak produksi sementara waktu untuk dilakukan investigasi. Bagian QC akan bekerja sama dengan bagian teknis untuk memperbaiki alat agar menghasilkan air yang memenuhi persyaratan. 3.6.2
In Process Control (IPC) Bagian ini bertanggung jawab melakukan inspeksi IPC selama proses
produksi dan pemeriksaan bahan kemas. Bagian ini memiliki tim khusus inspector QC yang melakukan IPC untuk memastikan bahwa tiap tahap proses produksi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
36
telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemeriksaan IPC dilakukan dengan cara sampling selama proses produksi dan pengujian di ruang IPC produksi. IPC yang dilakukan oleh inspektor QC adalah usaha untuk memastikan bahwa produk tersebut telah memenuhi spesifikasi sekaligus sebagai kontrol ganda terhadap penyimpangan hasil produksi (PT Pradja Pharin, 2011). Pemeriksaan IPC meliputi pemeriksaan keseragaman bobot, ketebalan, diameter sediaan solid, waktu hancur, kekerasan, friabilitas, dan uji kebocoran. Untuk sediaan cair dilakukan pemeriksaan keseragaman volume, kebocoran, viskositas, dan lainnya. IPC juga melakukan pemeriksaan obat jadi yang meliputi coding, jumlah isi, keadaan kemasan, dan lainnya. Seluruh hasil pemeriksaan tersebut didokumentasikan. Setiap produksi akan dimulai, dilakukan line clearance yang bertujuan untuk memastikan bahwa semua peralatan telah siap, bahan baku obat telah benar baik jenis atau jumlahnya dan kondisi ruang produksi telah sesuai dengan yang seharusnya. Pemeriksaan dilakukan dengan pengecekan seluruh catatan mesin, bahan, dan ruangan (PT Pradja Pharin, 2011). Pemeriksaan terhadap kemasan juga menjadi tanggung jawab dari bagian inspeksi. Metode sampling yang digunakan untuk mengambil sampel dari bahan kemasan seperti vial dan ampul menggunakan metode sampling military standard, kecuali untuk aluminium foil digunakan metode sampling √n + 1. Jika ada permasalahan seperti salah cetak, perbedaan warna, atau perbedaan nomor batch pada kemasan maka bagian inspeksi bertanggung jawab penuh dan mempunyai hak untuk melakukan komplain sepenuhnya kepada supplier yang bermasalah (PT Pradja Pharin, 2011). 3.6.3
Pemeriksaan Mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan untuk pemeriksaan bahan baku dan
produk-produk sirup, antibiotik dan produk steril yang meliputi pemeriksaan potensi, angka kuman (TPC), sterilitas, bioburden dan uji endotoksin. Selain itu juga melakukan monitoring lingkungan produksi, sanitasi ruangan produksi steril, kualifikasi bangunan, kualifikasi oven dan autoklaf, HPW (Hot Purified Water), WFI (Water for Injection), dan fasilitas LAF (PT Pradja Pharin, 2013). Ruangan di bagian mikrobiologi dibagi menjadi enam ruang, yaitu:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
37
1. Ruang Potensi digunakan untuk pemeriksaan yang menggunakan kuman (potensi antibiotik dan growth promotion test). Aliran udara LAF pada ruang ini laminer dan tidak mengalir keluar untuk menjaga safety personil dan mencegah udara ruang keluar mengkontaminasi udara luar. 2. Ruang TPC (Total Plate Count) digunakan untuk pemeriksaan yang tidak menggunakan kuman (TPC, air, uji sterilitas dan bioburden test). Aliran udara LAF pada ruang ini mengalir keluar untuk menjaga kebersihan ruang dan mencegah kontaminasi udara dari luar ruang. 3. Ruang Steril merupakan ruang yang dikondisikan sama seperti ruang produksi sediaan steril white area, digunakan untuk uji sterilisasi. Sebelum memasuki ruang ini terdapat ruang buffer gowning off dan air shower. 4. Ruang
Preparasi
Media
merupakan
ruang
pembuatan
media
pertumbuhan mikroba yang akan digunakan untuk mengembangkan bakteri-bakteri pada uji potensi. 5. Ruang inkubasi 6. Ruang pencucian Bagian ini juga melakukan pemeriksaan terhadap proses validasi media fill pada proses pengisian injeksi aseptis. Bagian ini juga memeriksa HPW dan WFI yang dilakukan setiap hari berdasarkan jadwal yang sudah ditetapkan dalam satu minggu semua outlet tersampling. Untuk HPW dilakukan pemeriksaan TPC, ada tidaknya E.coli, Coliform, dan Pseudomonas. Untuk WFI dilakukan pemeriksaan TPC, endotoksin dan bakteri E.coli, Coliform, dan Pseudomonas. Air yang sudah diklorinasi dalam water clorine tank memiliki persyaratan TPC <500 CFU/ml. Untuk HPW memiliki persyaratan <100 CFU/ml. Apabila sudah mendekati 80 CFU/ml maka situasinya sudah alert limit yang artinya harus berjaga-jaga agar tidak melebihi persyaratan, yaitu HPW ditreatment menjadi 10 CFU/ml dan didistribusikan. Namun, jika >10 CFU/ml maka dilakukan action, yaitu HPW ditreatment dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
38
didistribusikan kemudian dicek ke laboratorium mikrobiologi. Syarata WFI <10 CFU/100ml (PT Pradja Pharin, 2013). Pemeriksaan cemaran di lingkungan grey area dilakukan satu bulan sekali sedangkan untuk white area dilakukan setiap akan dilakukan kegiatan produksi, contoh ruangan filling. Pemeriksaan cemaran secara keseluruhan di gedung white area dilakukan satu minggu sekali. Uji potensi antimikroba dilakukan dengan dua cara, yaitu silinder plate dan turbidimetri. Silinder plate dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat, sedangkan metode turbidimetri dilakukan dengan mengamati tingkat kekeruhan media. Kedua metode tersebut kemudian dibandingkan dengan standar dan untuk setiap uji potensi harus terdapat kontrol positif maupun kontrol negatifnya. Setiap media dikontrol dengan uji kelayakan media (Growth Promotion Test/ GPT) dengan tujuan untuk mengetahui dan membuktikan bahwa media yang digunakan benar-benar merupakan media pertumbuhan yang baik untuk mikroba (PT Pradja Pharin, 2013). Uji endotoksin dilakukan untuk sediaan injeksi dengan menggunakan LAL test yang terdapat dalam USP (United States Pharmacopeia). Pemeriksaan udara menggunakan dua metode, yaitu metode settling plate dan metode air sampler. Pemeriksaan udara terbuka dilakukan dengan pemaparan media di udara terbuka selama 4 jam. Metode air sampler dilakukan dengan menggunakan suatu alat dispossable yang cara kerjanya yaitu menghisap udara sebanyak 1000 L menuju suatu media. Kemudian media-media tersebut diinkubasi dan diperiksa jumlah mikrobanya. Pemeriksaan sanitasi ruang dilakukan dengan metode swab yaitu dengan menggunakan alat seperti cotton bud steril kemudian diusapkan pada tembok ruang seluas 5 cm x 5 cm, setelah itu hasil usapan ditanam pada media pertumbuhan bakteri, lalu diinkubasi. Sanitasi juga dilakukan dengan cara fogging setiap seminggu sekali sedangkan untuk tembok disemprot dengan menggunakan desinfektan setiap hari (PT Pradja Pharin, 2013). 3.7
Production Department Departemen produksi dipimpin oleh seorang apoteker sebagai manager
produksi. Departemen produksi terdiri dari lima subdepartemen yaitu, General Pharmacy (GP) solid, Sterile Liquid Injection (SLI), betalactam dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
39
cephalosporin, P&G line, serta central packaging. Masing-masing subdepartemen dipimpin oleh seorang supervisor yang dibantu oleh beberapa section head.
Gambar 3.6 Struktur organisasi departemen produksi PT Prafa memproduksi dua macam produk. Produk yang pertama yaitu produk PT Prafa sendiri yang biasa disebut Original Product dan yang kedua adalah produk Toll Manufacturing, yaitu memproduksi produk untuk perusahaan farmasi lain (Principal) yang bekerja sama dengan PT Prafa. Prinsipal yang bekerja sama dengan PT Prafa seperti P&G, PT Servier, PT Guardian, PT Ika Pharmindo, PT Pyridam, PT Lapi, PT Novartis, PT Pharos, PT Novell, PT Nufarindo, dan PT Kalbe Farma. Kegiatan departemen produksi berdasarkan forecast dari bagian marketing yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh PAC. Kemudian bagian PAC akan mengeluarkan perintah produksi (Production Order, PrO) yang dilengkapi dengan dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang (Picking List), bukti pengeluaran bahan baku dan bahan kemas dari gudang (Production Issue), catatan pengolahan bets (Batch Production Record, BPR) dari PAC. Departemen produksi melaksanakan produksi di bawah pengawasan QC (IPC). Produk ruahan yang dihasilkan dikirim ke Central Packaging Departement untuk dilakukan pengemasan sekunder, yang selanjutnya dikirim ke gudang obat jadi untuk disalurkan ke distributor.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
40
Tabel 3.2 Daftar contoh original product PT Prafa. Jenis Sediaan
Bentuk Sediaan 1. Tablet
Contoh Produk Penicillin V, Vicee, Mediamer, Griseosulvin
Non
500 mg, Moloco, Spasmal, Ossopan 200 mg,
Steril
Ossopan 800 mg, Paratusin, Stop Cold, Fundamin E, Gastran, Sulprim, Mectan Forte, Glumet, Degirol. 2. Kapsul dan sirup Urticef 50 mg. kering
Sediaan
1. Infus
Fortagyl 100 mg.
Steril
2. Dry Injection
Cefurox.
3. Suspension Ready Cortison Acetat Injection for Injection 4. Solution Ready for Paramidon Injection 15 ml, Paradryl Injection Injection
15 ml.
Ruangan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan tertentu. Proses produksi dilakukan di white area atau grey area. Produksi steril seperti injeksi dilakukan di ruang kelas A (di bawah LAF/ Laminar Air Flow) dengan latar belakang kelas B. Produksi non steril seperti pembuatan tablet, pengisian kapsul, dan pengemasan primer dilakukan di ruang kelas D yang mempunyai persyaratan jumlah maksimum partikel/m3 (at rest) yang diperbolehkan adalah 3.520.000 (ukuran partikel ≥0,5 μm) dan 29.000 (ukuran partikel ≥5,0 μm). Ruangan untuk pengemasan sentral, kantor, dan gudang termasuk ruang hitam (black area) (PT Pradja Pharin, 2013). Dalam memasuki ruangan produksi ada persyaratan tertentu yang harus dipatuhi. Untuk memasuki ruang kelas D harus mengenakan pakaian dan sepatu khusus atau memakai pembungkus sepatu, topi yang menutupi rambut dan masker. Sedangkan ruang kelas A dan B harus memakai pakaian antistatis poliester dan sarung tangan yang sudah disterilkan serta safety google. Untuk membatasi pertukaran udara suatu ruangan dengan tingkat kebersihan tertentu dengan ruangan lain diperlukan suatu ruang antara sehingga ruangan yang mempunyai tingkat kebersihan lebih tinggi tidak terkontaminasi oleh ruangan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
41
dengan tingkat kebersihan lebih rendah. Tata udara produksi untuk produk steril dan nonsteril diatur dengan sistem HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning) yang berperan dalam pengaturan jumlah partikel dan mikroba, suhu, kelembaban, tekanan serta sirkulasi udara yang disesuaikan dengan persyaratan CPOB (PT Pradja Pharin, 2013). Proses produksi dimulai dengan pemeriksaan line clearance untuk memastikan kesesuaian bahan baku, kesiapan peralatan, dan kondisi ruangan (PT Pradja Pharin, 2011). Setelah proses produksi selesai, dilakukan pembersihan terhadap semua mesin yang dipakai dan diberi label “BERSIH” lengkap dengan nama pelaksana, tanggal pembersihan, masa daluarsa, dan produk terakhir yang diproses. 3.7.1
General Pharmacy (GP) Solid Production Bagian produksi sediaan GP solid menangani produksi tablet, kaplet,
tablet salut gula dan salut film, tablet hisap, tablet effervescent, dan kapsul nonbetalaktam serta pengemasan primer seperti blistering dan stripping. Produksi GP solid menggunakan metode granulasi basah (wet granulation) dan metode granulasi kering (dry granulation) (PT Pradja Pharin, 2012). 1. Granulasi Basah Proses produksi tablet dimulai dengan proses premixing zat aktif dan filler menggunakan mixer. Premixing pada pengadukan basah dilakukan sebelum menambahkan pengikat dan zat warna. Selanjutnya dilakukan proses granulasi basah (mesh yang biasa digunakan adalah mesh 6 atau 8), kemudian dikeringkan dengan steam FBD. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kadar air granul oleh bagian produksi. Nilai kadar air granul tergantung dari persyaratan yang ada pada dokumen pengolahan (Batch
Production
Record/BPR).
Setelah
dikeringkan,
granul
dihaluskan (milling dengan powder mill) atau digranulasi kering dengan comminutor. Penentuan mesh yang akan digunakan pada granulasi kering bergantung pada diameter tablet yang akan dicetak. Apabila tablet yang akan dicetak berdiameter kecil, maka digunakan mesh yang lebih tinggi. Setelah dilakukan granulasi kering proses dilanjutkan pada tahap final mixing yaitu penambahan lubrikan dan disintegran. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
42
Pengadukan lubrikan dan granul dilakukan dalam waktu yang lebih singkat untuk menghindari banyaknya fines yang terbentuk. Selanjutnya dilakukan proses tabletting/capsule filling (PT Pradja Pharin, 2012).
Gambar 3.7 Alur produksi sediaan solid dengan proses granulasi basah Pada metode granulasi basah ini terdapat metode/teknik spraying. Metode spraying merupakan modifikasi dari granulasi basah sehingga proses produksi lebih efisien, yaitu proses premixing dan pengadukan basah dilakukan menggunakan Fluid Bed Granulator. Larutan pengikat yang telah dibuat terlebih dahulu disemprotkan dengan menggunakan Premier mixer melalui sprayer (peristaltic pump) disertai dengan pengeringan hingga terbentuk granul yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Setelah dilakukan uji nilai kadar air granul, dilakukan granulasi kering dengan mesin comminutor, lalu dilakukan final mixing dan pencetakan. Pada dasarnya semua bahan/konsistensi dan jenis yang digunakan dalam proses spraying sama halnya dengan proses granulasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
43
basah, namun jumlah pelarut/total binder yang diperlukan lebih banyak. Modifikasi prosedur ini memberikan beberapa keuntungan seperti adanya penghematan man hours, lead time produksi menjadi lebih singkat, biaya produksi berkurang, penghematan ruang produksi serta dari segi formulasi diperoleh waktu hancur tablet yang lebih baik (PT Pradja Pharin, 2012).
Gambar 3.8 Alur produksi sediaan solid dengan proses spraying 2. Granulasi Kering Proses produksi tablet dimulai dengan mixing zat aktif, filler, dan lubrikan. Selanjutnya dilanjutkan dengan proses slugging. Setelah itu, dilakukan sieving, kemudian tahapan final mixing dan tabletting. Sebelum dimulai proses pengadukan basah, final mixing, tabletting (filling capsule), coating, dan stripping maka dilakukan pemeriksaan line clearance dan ditandatangani oleh bagian produksi dan bagian QC. Selama proses berlangsung dilakukan In Process Control (IPC). Bagian produksi akan melakukan IPC pada akhir pengeringan dengan memeriksa kadar air granul (Loss On Drying/LOD), sedangkan bagian QC akan mengambil sampel pada tahap final mixing pada titik atas, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
44
tengah dan bawah untuk pemeriksaan homogenitas kadar. Proses produksi dapat dilanjutkan bila granul final mix sudah ada pernyataan released dari QC. Kemudian dilanjutkan dengan proses pencetakan tablet atau pengisian kapsul lalu dilakukan pengemasan primer (blistering/stripping). Pada tahap pencetakan, bagian QC melakukan IPC meliputi variasi bobot, bobot rata-rata, waktu hancur, friabilitas, ketebalan, dan kekerasan. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan kadar zat aktif, keseragaman bobot, disolusi, dan angka kuman (bila diperlukan). Untuk produk yang memerlukan penyalutan, setelah proses pencetakan dan mendapat izin released QC maka akan memasuki tahap coating kemudian pengemasan primer (blistering/stripping) (PT Pradja Pharin, 2012).
Gambar 3.9 Alur produksi sediaan solid dengan proses granulasi kering Terdapat dua jenis proses coating yang dilakukan, yaitu sugar coating dan film coating. Sugar coating memiliki empat lapisan antara lain lapisan isolasi (seal coat), sub coat (dalam hal ini penambahan bobot banyak), smoothing/colouring (dalam hal ini penambahan bobot sedikit), dan polishing (PT Pradja Pharin, 2012). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
45
Pada lapisan isolasi terdapat parameter kritis yaitu core harus tertutup sempurna dengan lapisan seal coat sehingga core tidak terkena dengan lapisan sub coat (gula hidrofilik) yang dapat menyebabkan tablet rusak. Pada proses film coating, material dilarutkan dengan bahan pelarut organik dan water soluble sebagai lapisan isolasi dan sebagai lapisan film digunakan Eudragit dan Pharmacoat. Proses film coating dimulai dengan pembuatan larutan, kemudian larutan dihomogenisasi lalu disaring. Cairan ini selanjutnya disemprotkan pada core melalui peristaltic pump (PT Pradja Pharin, 2012). Setelah melewati proses tabletting maupun coating, tablet kemudian dikemas
primer
(stripping/blistering).
Selama
proses
stripping/blistering, dilakukan pemeriksaan secara visual, meliputi tampilan hasil sampling, penandaan nomor batch, dan tanggal kadaluarsa. Selain itu juga dilakukan uji kebocoran oleh petugas QC. Selanjutnya produk dapat dikirim ke bagian pengemasan sentral untuk dilakukan pengemasan sekunder (PT Pradja Pharin, 2012). 3.7.2
Sterile Liquid Injection (SLI) Production Sterile Liquid Injection (SLI) menangani produksi sediaan injeksi, suspensi
(vial), liquid (ampul), tetes mata, tetes telinga, dan infus (100 ml). Proses produksi SLI menggunakan dua cara yaitu aseptis dan sterilisasi akhir. Untuk bahan aktif yang tidak tahan panas dilakukan teknik aseptis sedangkan yang tahan panas dilakukan sterilisasi akhir. Proses pengisian untuk produk aseptis dilakukan pada ruangan kelas A di bawah LAF (Laminar Air Flow) dengan latar belakang kelas B (PT Pradja Pharin, 2014). Proses produksi sediaan SLI dimulai dengan pencucian wadah (ampul/vial/botol infus) yang dilakukan sehari sebelumnya dengan menggunakan WFI (Water For Injection). Setelah dicuci, wadah akan disterilisasi dengan menggunakan oven (suhu 215oC selama 2 jam), sedangkan alat-alat non gelas seperti baju steril, sarung tangan dan rubber stopper disterilisasi menggunakan autoklaf (121oC selama 1 jam) (PT Pradja Pharin, 2014).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
46
Gambar 3.10 Alur produksi sediaan steril Penimbangan bahan untuk sediaan injeksi dan mixing dilakukan di grey area di bawah LAF. Proses mixing terdiri dari proses pelarutan dan pencampuran bahan obat yang telah ditimbang. Setelah itu dilakukan filtrasi dengan prefilter 0,45 μm dan absolut filter 0,2 μm. Kemudian dilakukan sampling oleh QC untuk pemeriksaan pemerian, pH dan kadar zat aktif. Setelah released, dilanjutkan dengan proses filling pada kelas A, yaitu pengisian larutan ke dalam wadah primer steril. Untuk pengisian dry injection dilakukan di dalam filling cabinet dengan RH < 30% (low humidity) dan suhu ruang steril < 25oC. Setelah itu dilakukan proses rubbering dan sealing cap. Uji sterilitas dilakukan dengan menginkubasi sampel produk pada media yang sesuai selama 14 hari. Proses selanjutnya adalah inspeksi, yang dilakukan secara manual dengan melihat partikel-partikel pengotor berupa benang, pecahan kaca dan kotoran hitam. Inspeksi lain berupa penyeleksian terhadap seal-cap yang rusak, bocor mulut vial yang pecah ketika di-seal cap dan vial yang kotor sebelum dilakukan pengemasan sekunder (PT Pradja Pharin, 2014).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
47
3.7.3
Betalactam and Cephalosporin Production Produksi sediaan betalaktam dan sefalosforin dilakukan pada bangunan
yang terpisah dengan bangunan produksi lainnya. Unit produksi betalaktam dan sefalosforin dipisahkan oleh gudang kemas PT Prafa. Masing-masing unit produksi mempunyai gudang, ruang timbang, laundry, kantin, pengemasan (packaging), dan toilet yang hanya khusus digunakan oleh para karyawan yang bekerja pada produksi betalaktam dan sefalosforin. Sediaan-sediaan yang diproduksi bagian betalaktam dan sefalosforin antara lain dry syrup, tablet, dry injection, dan kapsul. Proses produksi solid betalaktam dan non solid betalaktam hampir sama, yang membedakan adalah pada metode granulasi. Proses produksi solid betalaktam dan sefalosporin tidak menggunakan metode granulasi basah tetapi granulasi kering (dry granulation) dan cetak langsung. Hal ini disebabkan sifat bahan aktif golongan betalaktam yang mudah terhidrolisis (PT Pradja Pharin, 2012). Bangunan betalaktam- sefalosforin dirancang agar tekanan di koridor lebih tinggi dari ruang produksi sehingga udara mengalir masuk ke dalam ruang produksi serta alur masuk dan alur keluar karyawan yang terpisah. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang karena senyawa betalaktam dan sefalosporin dapat menyebabkan reaksi alergi hingga shock anafilaksis pada orang yang hipersensitif terhadap antibiotik tersebut (PT Pradja Pharin, 2012). Pencegahan kontaminasi produk juga terlihat pada peraturan terhadap karyawan, yaitu setiap karyawan yang akan meninggalkan bangunan tersebut diharuskan mandi terlebih dahulu sebelum keluar area produksi. Selain itu, pengolahan limbah terhadap sisa produksi betalaktam juga terlebih dahulu mengalami proses pre-treatment untuk memecah cincin beta pada struktur betalaktam (PT Pradja Pharin, 2012). 3.7.4
Central Packaging (Pengemasan Sentral) Pengemasan merupakan tahap akhir proses produksi. Terdapat dua tahap
proses pengemasan, yaitu : 1. Pengemasan primer : pengemasan yang berhubungan/kontak langsung dengan produk. Proses ini dilakukan oleh masing–masing sub bagian Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
48
produksi dan dilakukan di grey area atau white area (PT Pradja Pharin, 2014). 2. Pengemasan sekunder : pengemasan yang tidak berhubungan/kontak langsung dengan produk dan dilakukan di black area. Seluruh produk yang telah dikemas dengan kemasan primer dikirim ke pengemasan sentral untuk dilakukan pengemasan sekunder (PT Pradja Pharin, 2014). Bagian pengemasan sentral dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengemasan produk non betalaktam dan pengemasan produk betalaktam dan sefalosforin. Bagian ini dikepalai oleh seorang supervisor. Sebelum pengemasan sekunder, dilakukan sortir untuk memisahkan produk yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan pengemasan sekunder (PT Pradja Pharin, 2014). Produk yang tidak memenuhi syarat dicatat dan dilaporkan oleh supervisor pengemasan sentral, kemudian dikembalikan ke bagian produksi untuk dilakukan restriping (PT Pradja Pharin, 2014). Bagian kemas sentral memiliki dua kegiatan utama yaitu persiapan dan pengemasan. Line clearance dilakukan terlebih dahulu sebelum melaksanakan kegiatan utama. Alur proses pengemasan sekunder yaitu bagian PAC mengeluarkan PRO (untuk bagian proses produksi), PDRS (Packaging Direction Record Secondary), dan Picking List yang ditujukan pada bagian pengemasan sentral untuk mengambil material kemas dari gudang bahan kemas. PrO dan Picking List dikirim ke bagian gudang bahan kemas tiga hari sebelum pengemasan (H-3). Pada dua hari sebelum pengemasan, gudang akan mengirimkan bahan kemas ke bagian pengemasan sentral. Setelah bahan kemas datang disertai dengan PI dari bagian gudang, sehari sebelum pengemasan dilakukan penandaan (coding) (meliputi penomoran batch, manufacturing date, harga eceran tertinggi, pemberian tanggal kadaluarsa pada label dan kemasan sekunder) menggunakan mesin coding dan folding (untuk pelipatan brosur dan leaflet). Cara coding yaitu satu kemasan di-coding terlebih dahulu kemudian dikoreksi lalu ditandatangani oleh group leader, petugas IPC, dan operatornya. Setelah itu, coding dapat dilanjutkan untuk semua kemasan. Kemasan kemudian dimasukkan ke dalam satu ruangan dan jika diambil harus dicatat oleh line leader sebagai bukti. Kemudian pengemasan dimulai dan dilakukan berdasarkan PDR (PT Pradja Pharin, 2014). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
49
Gambar 3.11 Alur pengemasan sekunder Pada saat pengemasan, IPC dilakukan tiap jam di setiap tahap dan inspeksi dilakukan setelah pengemasan selesai (sebelum dimasukkan ke shipper). Setelah itu, dilakukan penimbangan menggunakan alat timbang yang telah diverifikasi setiap hari seperti yang terdapat dalam SOP. Sebelum menimbang (tiap hari walau nomor batch sama), operator mengambil 10 box berikut isinya dan ditimbang, kemudian mengambil isinya dan hanya menimbang box saja untuk mengetahui variasi berat box yang digunakan. Penyimpangan penimbangan master box tidak boleh sama atau lebih dari berat 1 unit box. Setelah penimbangan selesai, bagian kemas sentral akan membuat dokumen PHP (Pengiriman Hasil Produksi) untuk diserahkan ke gudang obat jadi dan memasukan data ke sistem EXACT. Produk jadi tersebut belum released secara resmi. Produk jadi dinyatakan released apabila tiga dokumen telah terkumpul di QA, yaitu dispensary, produksi, dan pengemasan sentral serta tidak ada penyimpangan (PT Pradja Pharin, 2014). 3.7.5
Line P&G Line P&G terpisah dari produksi PT Prafa karena kegiatan produksinya
dalam skala (batch size) besar sehingga untuk produk P&G memiliki jalur produksi sendiri (PT Pradja Pharin, 2012). Terdapat tiga jenis produk yang diproduksi pada line P&G, yaitu: 1. Formula 44, ada 3 varian yaitu F44 adult, F44 anak-anak dan F44 DT (Day Time). Masing-masing ada dalam kemasan botol (ukuran 27 ml, 54 ml, 100 ml) dan dalam kemasan sachet (ukuran 7 ml) hanya untuk F44 DT. 2. Vicks Vaporub, dalam kemasan ukuran 10 gr dan 50 gr. 3. Vicks Inhaler. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
50
Proses produksi di line P&G menggunakan sistem automatic line yaitu proses pembuatan produk mulai dari bahan awal, pengisian, pengemasan primer dan sekunder, secara langsung berurutan dan tidak terputus. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi produk. Hal ini pulalah yang membedakannya dengan proses pengemasan produk Prafa, yaitu untuk produk Prafa setelah dilakukan pengemasan sekunder, produk harus dikirim ke pengemasan sentral untuk dilakukan pengemasan sekunder sedangkan untuk produk P&G langsung dikemas di area produksi P&G (PT Pradja Pharin, 2012).
3.8
PPIC and Logistic Department PPIC and Logistic Department dipimpin oleh seorang manager yang
membawahi bagian PAC (Production Activity Control), Warehouse (gudang) Prafa dan P&G (terpisah), dan Finished Goods (obat jadi) yang dibantu oleh beberapa supervisor. Logistic Department mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam merencanakan jadwal kegiatan produksi serta menerima, menyimpan, dan mengeluarkan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi. 3.8.1. PAC (Production Activity Control) PAC bertanggung jawab untuk mengatur aktivitas produksi. PAC beranggotakan tiga orang staf yang merupakan satu tim dan dipimpin langsung oleh Logistic Manager. Tugas dan tanggung jawab PAC yaitu: 1. Kegiatan tahunan seperti : a. Membuat perencanaan tahunan (Annually Production Plan) produksi obat jadi. b. Membuat Production Order (PrO) Released setiap tahun. 2. Kegiatan bulanan seperti: a. Menerima Master Production Schedule (MPS) dari bagian PPIC. b. Menerima Rolling Forecast (ROFO) dari bagian PPIC. 3. Kegiatan mingguan seperti : Membuat Production Schedule 4. Kegiatan harian yang meliputi : a. Membuat dan mengeluarkan Pro dua hari sebelum proses produksi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
51
b. Membuat dan mengeluarkan Picking List untuk bahan baku dan bahan kemas untuk bagian gudang (logistik). c. Membuat dan mengeluarkan Batch Production Record (BPR) Compounding, BPR Dispensary, Packaging Direction Record (PDR) untuk pengemasan primer dan sekunder. Dalam membuat perencanaan jadwal produksi perlu mempertimbangkan hal-hal berikut : 1. Work in process (WIP), yaitu sejak PrO dikeluarkan sampai sebelum produk masuk ke Gudang Obat Jadi (GOJ). 2. Inventory Policy dari manajemen berupa jumlah buffer stock yang diperbolehkan di gudang. 3. Kapasitas produksi. 4. Batch size. 5. Lead time produksi, sejak barang mulai masuk proses sampai dikirim ke gudang. 6. Lead Time QC, yaitu dari barang selesai diproduksi sampai Finished Goods Released. 3.8.2. Warehouse (WH) Warehouse dipimpin oleh seorang Warehouse Supervisor yang dibantu oleh tiga orang section head yaitu Raw Material (RM) Section Head, Packaging Material (PM) Section Head, dan P&G Section Head. Adapun tugas dan tanggung jawab bagian Warehouse: 1. Menerima, menyimpan, dan mengeluarkan raw material/bahan baku, bahan kemas dan finished goods (obat jadi). 2. Menjaga kualitas dan kuantitas bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi di dalam gudang sesuai dengan syarat dan ketentuan CPOB. 3. Memonitor persediaan bahan baku,bahan kemas, dan obat jadi. Bagian P&G Warehouse bertanggung jawab atas bahan baku dan kemas untuk produksi P&G. Warehouse memonitor persediaan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi dengan cara melakukan weekly random stock taking finished good/raw material.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
52
Penyimpanan barang dilakukan berdasarkan spesifikasi material atau produk menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Masing–masing barang memiliki kartu rak (Bincard) untuk mencatat keluar–masuknya barang, jumlah dan tanggal transaksi juga untuk memudahkan pengambilan barang dari gudang (PT Padja Pharin, 2013). Pembagian area gudang adalah sebagai berikut : 1. Gudang Bahan Baku Prafa a. Gudang bahan baku terdiri dari: Gudang bahan baku Prafa dibagi lagi menjadi tiga area yaitu : gudang non betalaktam, gudang betalaktam, dan gudang sefalosforin, yang berada di gedung yang terpisah. - AC Area; gudang dengan suhu ≤ 25oC dan kelembaban ≤ 75% untuk menyimpan bahan-bahan yang tidak tahan suhu > 25oC. - Cool Storage Area, yang merupakan gudang dengan suhu 2-8oC untuk menyimpan bahan-bahan yang mudah meleleh pada suhu kamar. - Non AC Area; gudang dengan suhu kamar (≤ 30oC) yang digunakan untuk bahan-bahan yang dapat disimpan pada suhu kamar. - Area ditolak/ rejected. - Ruang peralatan. b. Gudang Bahan Kemas Prafa Gudang bahan kemas digunakan untuk menyimpan semua bahan yang dipakai pada proses pengemasan untuk menghasilkan produk jadi. Macam ruangan gudang bahan kemas terdiri dari : - Ruang AC, untuk label, alu-foil, leaflet. - Ruang non AC untuk box, botol, ampul, vial, rubber stopper. - Area ditolak/ rejected. 2. Gudang Bahan Kemas dan Bahan Baku P&G Gudang bahan kemas dan bahan baku produk P&G dipisahkan dari gudang bahan baku dan bahan kemas produk Prafa. Pembagian ruangan di gudang bahan kemas dan bahan baku P&G sama dengan ruangan di gudang Prafa yang terdiri dari ruang AC, ruang non AC dan ruang untuk leaflet. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
53
3. Gudang Obat Jadi Prafa dan P&G Gudang obat jadi digunakan untuk menyimpan hasil produksi yang siap diserahkan ke distributor. 4. Gudang Umum Gudang umum menyimpan barang–barang non inventory seperti barang teknik (kabel, sparepart mesin, perkakas) dan peralatan kantor (kertas, kapas, tisu dan alat tulis). Prosedur pengadaan barang non inventory dimulai dengan pembuatan POR (Purchase Order Requisition) oleh masing-masing departemen yang membutuhkan yang ditujukan kepada Purchasing agar melakukan pemesanan barang. Purchasing membuat PO (Purchase Order) dalam melakukan pembelian kepada supplier. Supplier memberikan barang sesuai dengan PO dan menyerahkannya ke gudang. Barang yang diterima dicek dengan menggunakan checklist, kemudian gudang membuat PRL (Purchase Receipt Local)/PRI (Purchase Receipt Import) sebagai pernyataan penerimaan barang. 5. Gudang Api Gudang api mempunyai fungsi untuk menyimpan bahan baku yang mudah terbakar. Gudang ini terbagi atas area Prafa, P&G, Corrosive, Rejected, Washing dan gudang untuk penyimpanan oli. Kegiatan yang dilakukan oleh warehouse meliputi : 1. Proses Penerimaan Barang Penerimaan barang inventory yang berupa bahan baku ataupun bahan kemas dari supplier diawali dengan pemesanan barang oleh bagian PPIC dengan menggunakan POR (Purchase Order Requisition), kemudian purchasing membuat dan mengirimkan PO (Purchase Order) ke supplier yang dituju (PT Padja Pharin, 2013). Supplier datang membawa barang beserta surat jalan dan Certificate of Analysis (CoA) dari barang tersebut sesuai dengan PO. Pada saat penerimaan barang, petugas gudang selain mengecek kesesuaian barang dengan pesanan, petugas gudang juga harus mengecek supir, mobil yang dipakai dan kondisi fisik barang. Supir seharusnya rapi dan juga bersepatu. Truk yang dipakai untuk mengantar barang hendaknya dicek Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
54
untuk mengangkut apa sebelumnya untuk memastikan tidak terjadi kontaminasi terhadap bahan sehingga kualitasnya terjamin, diperiksa juga kondisi fisik truk untuk menjamin tidak adanya kerusakan pada bagian langit truk atau lantai yang bocor dan bila mobil berupa truk terbuka harus ditutupi dengan dua lapis terpal yang tidak tembus air (PT Padja Pharin, 2013).
Gambar 3.12 Alur penerimaan bahan baku dan kemas Pemeriksaan fisik barang dilakukan dengan mengecek kondisi kemasan, jumlah barang, dan lain-lain dan diisi pada IMC (Incoming Material Checklist). Barang yang sesuai dengan persyaratan diterima lalu dilanjutkan penanganan surat jalannya baru kemudian bahan dapat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
55
disusun di atas pallet yang sudah bersih. Pihak gudang membuat label quarantine (warna kuning) yang ditempe untuk setiap pallet; label GRN (Goods Received Number) ditempel di kemasan bahan/kardus; bincard untuk mencatat keluar masuknya barang, jumlah dan tanggal transaksi. Selanjutnya bagian gudang akan mengisi IML (Incoming Material List) dan membuat PRL (Purchase Receipt Local) atau PRI (Purchase Receipt Import) sebagai bukti penerimaan bahan baku atau bahan kemas yang diterima dan akan diperiksa oleh QC (PT Padja Pharin, 2013). Bagian QC akan ke gudang mengambil sampel raw material atau packaging material untuk diperiksa, jika barang tersebut sesuai dengan spesifikasi maka barang diluluskan dan dapat digunakan untuk produksi. Material yang diluluskan ditempeli label released warna hijau, stempel released pada bincard dan juga status released pada EXACT. Jika barang tidak sesuai spesifikasi maka barang tersebut tidak diluluskan dan ditempeli label rejected warna merah. Barang yang ditolak akan dikembalikan ke supplier atau dimusnahkan di PT Prafa sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak (PT Padja Pharin, 2013). 2. Proses Penyimpanan Barang Penyimpanan barang harus mengikuti prosedur persyaratan kondisi penyimpanan sesuai dengan List of Approved Supplier terutama tentang suhu penyimpanan. Suhu penyimpanan harus sangat diperhatikan sehingga kualitas barang dapat terjamin karena penyimpanannya sesuai (PT Padja Pharin, 2013). Berdasarkan suhu ruangan, gudang dibagi menjadi beberapa area, antara lain : a. Non AC Area, yaitu gudang dengan temperatur kamar untuk bahanbahan yang dapat disimpan pada temperatur kamar seperti talk, paraffin dan sulfa. b. AC Area, yaitu gudang dengan suhu ≤ 25oC dan kelembaban ≤ 65% untuk menyimpan bahan-bahan yang tidak tahan suhu > 25oC seperti vitamin C.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
56
c. Cool Storage Area, yang merupakan gudang dengan suhu 2-8 oC untuk menyimpan bahan-bahan yang mudah meleleh pada suhu kamar. 3. Proses Pengeluaran Barang Pengeluaran bahan baku dan bahan kemas dari gudang berdasarkan Production Order (PrO) dan Picking List. Barang-barang yang dikeluarkan dari gudang menggunakan sistem FEFO untuk bahan baku dan sistem FIFO untuk bahan baku dan kemas. Setelah barang keluar, maka dilakukan pemotongan barang dari sistem EXACT yang disebut dengan PI (Production Issue). PI dilakukan setelah penimbangan dengan mengacu pada BPR (Batch Production Record) untuk bahan baku dan untuk bahan kemas dilakukan setelah dikirim atau diterima oleh Central Packaging (PT Padja Pharin, 2013). 3.8.3. Dispensary Dispensary merupakan bagian yang melakukan penimbangan dengan jadwal penimbangan yang disesuaikan dengan jadwal produksi . Dokumendokumen penimbangan meliputi: 1. Production Order (PrO) dan Picking List 2. Batch Production Record Dispensary (BPRD) 3. Label penimbangan Sebelum penimbangan dilakukan, harus terdapat label “BERSIH” untuk alat yang ditempel pada setiap alat timbang yang berisi nama alat, nomor dibersihkan oleh siapa, tanggal mulai dan selesai pembersihan, jam mulai dan selesai pembersihan, terakhir untuk produk apa, nomor batch produk tersebut, kemudian diperiksa dan dinyatakan bersih oleh kepala bagian/supervisor pada tanggal berapa dan paraf, untuk digunakan pada produk apa. Setelah dicek bahwa alat/timbangan bersih maka dilakukan line clearance yang meliputi nama produk dan nomor bets, tanggal, produk yang ditimbang sebelumnya beserta nomor betsnya, dan checklist yang meliputi: pemeriksaan suhu, kelembaban, perbedaan tekanan antar ruang saat penimbangan; apakah ruang timbang, alat, drum, pallet bersih, serta ruang timbang harus bebas dari bahan penimbangan sebelumnya (PT Padja Pharin, 2012).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
57
Sebelum kegiatan penimbangan dilakukan, alat penimbangan harus selalu diverifikasi dengan batu timbang yang terkalibrasi dengan syarat penyimpangan tidak boleh lebih dari 0,1 % dari berat konvensional anak timbangan (PT Padja Pharin, 2012). Bahan baku yang akan ditimbang oleh bagian dispensary terlebih dahulu harus released QC. Penimbangan bahan aktif dilakukan terakhir setelah semua bahan selesai ditimbang, dengan tujuan agar tidak ada kontaminasi dari bahan aktif ke bahan yang lainnya. Untuk produk steril, penimbangan dilakukan dibawah Laminar Air Flow (LAF) (PT Padja Pharin, 2012). Sebelum penimbangan, bahan baku disiapkan sesuai dengan Picking List kemudian bahan baku yang akan ditimbang dibawa ke ruang antara untuk dibuka kemasan terluar dan selanjutnya dimasukkan ke dalam ruang dispensary untuk ditimbang beserta bincard yang digunakan untuk mencatat hasil penimbangan dan nantinya akan disesuaikan dengan EXACT. Setelah barang ditimbang oleh pihak dispensary,
gudang
mengeluarkan
Production
Issue
dimana
waktu
pemotongannya di sistem EXACT paling lama 16 jam setelah ditimbang dan selanjutnya diserahkan ke Production Department. Selanjutnya Production Department melaksanakan kegiatan produksi dan pengemasan berdasarkan PrO/BPR/PI dan jadwal produksi (PT Padja Pharin, 2012). 3.8.4. Finished Good (FG) Gudang obat jadi digunakan untuk menyimpan hasil produksi yang siap diserahkan ke distributor. Proses penerimaan obat jadi di Gudang Obat Jadi (GOJ) prosedurnya hampir sama dengan bahan baku/kemas, namun yang membedakan adalah dokumennya. Untuk penerimaan obat jadi dokumen yang harus ada yaitu PHP (Pengiriman Hasil Produksi) dari bagian produksi. Proses penerimaan obat jadi dimulai dari Central Packaging menyerahkan obat jadi beserta bukti serah terima dan dokumen Pengiriman Hasil Produksi (PHP) yang mencantumkan tanggal dokumen, nomor dokumen, nomor item, nama produk, nomor batch, Expired Date (ED), satuan hitung dan kuantitas (jumlah keseluruhan atau batch). Kemudian setelah menandatangani bukti serah terima, barang diterima oleh gudang dan selanjutnya dicatat (PT Padja Pharin, 2013).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
58
Penyimpanan obat jadi disesuaikan dengan spesifikasi dan persyaratan penyimpanan obat tersebut. Jenis ruangan gudang obat jadi terdiri dari : 1. AC Area dengan suhu ≤ 25oC dan kelembaban ≤ 75%, digunakan untuk menyimpan obat yang perlu penyimpanan pada suhu tersebut. Area ini dibagi menjadi area AC menggunakan rak dan area AC tanpa rak. 2. Cool Storage Area dengan suhu 2-15oC yang digunakan untuk menyimpan produk injeksi. 3. Non AC Area, digunakan untuk menyimpan obat jadi yang tidak memerlukan persyaratan khusus dalam penyimpanannya. 4. Area ditolak/ rejected 5. Return Goods Area untuk obat kembalian karena kadarluarsa, kemasan rusak, dan product recall. Obat jadi yang disimpan di gudang obat jadi belum dapat langsung didistribusikan ke distributor pusat yaitu PT Anugrah Pharmindo Lestari (APL) sebelum mendapat status released dari QA baik itu dari sistem dokumen maupun kondisi fisik dari obat jadi tersebut. Distribusi obat jadi dimulai dari Purchase Order (PO) yang diterima distributor cabang (meliputi apotek maupun rumah sakit). Kemudian PO tersebut dikirim ke distributor pusat APL dan selanjutnya diteruskan ke pabrik. Tembusan dari PO dikirim ke Accounting dan selanjutnya Accounting membuat Sales Order (SO) yang kemudian dikirim ke GOJ. Pihak gudang melihat stok dari obat yang dipesan. Jika jumlah stok obat tersebut tidak mencukupi PO maka pihak gudang segera melapor ke PPIC, selanjutnya PPIC melakukan follow up. Jika stok obat memenuhi permintaan maka obat tersebut dikeluarkan berdasarkan FEFO dan harus berstatus “RELEASED” dari QA. Pihak GOJ mengeluarkan Delivery Order (DO) sebagai dokumen bukti keluar obat jadi (PT Padja Pharin, 2013). 3.9
Technical Department Technical Service Department dipimpin oleh seorang manager yang
dibantu oleh Maintenance Supervisor dan Electrical Supervisor. Technical Service Department bertanggung jawab atas seluruh kegiatan pabrik terutama pemeliharaan mesin mesin/peralatan produksi dan sarana penunjang produksi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
59
(electricity, HVAC, steam boiler, clean compressed air, dan water system) agar selalu dalam keadaan siap pakai.
Gambar 3.13 Struktur organisasi departemen teknik Kegiatan Technical Services Department meliputi pemeliharaan dan kelistrikan. 3.9.1
Maintenance (Pemeliharaan) 1. Utility meliputi: - Mempersiapkan tersedianya air baku (purified & distillated water) yang cukup untuk keperluan produksi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
60
- Membuat gambar instalasi PID HVAC dan mesin-mesin yang dimodifikasi - Mempersiapkan beroperasinya Air Handling Unit (AHU) - Membuat gambar atau denah ruangan yang akan direnovasi - Mempersiapkan tersedianya udara tekan (clean compressed air) - Mempersiapkan tersedianya tenaga uap (steam) - Menjaga hydrant system agar dalam keadaan siap pakai - Mempersiapkan generator set agar dapat beroperasi dengan normal sewaktu dibutuhkan 2. Pemeliharaan, meliputi: - Melakukan perawatan terhadap semua mesin secara rutin melalui program Yearly Preventive Maintenance Schedule dan Monthly Preventive Maintenance Schedule. Terdapat lima kategori dalam perawatan mesin, yaitu : i.Pemeriksaan sumber tenaga (listrik) ii.Pemeriksaan bagian-bagian tertentu pada mesin, seperti bagian yang bergerak pada cutting device iii.Pemeriksaan sistem kontrol iv.Bagian-bagian mekanik secara visual maupun suara v.Pemantauan -
Melakukan perbaikan sarana sesuai dengan permintaan tiap-tiap departemen
3.9.2
Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan proyek
Electrical Tanggung jawab bagian electrical meliputi: - Membuat gambar pemasangan instalasi listrik yang ada di pabrik - Menyediakan kebutuhan listrik untuk pabrik (bekerja sama dengan PLN) - Membuat sistem pembagian listrik berdasarkan kebutuhan-kebutuhan tiap-tiap departemen yang ada. Sarana penunjang (utility) di PT Prafa yang dikelola TS Department antara
lain:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
61
1. Electricity Penyediaan listrik di PT Prafa berasal dari 2 sumber yaitu dari PLN berkapasitas 1730 kVA dan dari diesel berkapasitas 2 x 510 kVA. Kapasitas seluruh listrik yang digunakan adalah 1730 kVA. Kualitas listrik yang diperlukan untuk industri pada umumnya dengan voltage sebesar 380 volt/3 phase – 220 volt/1 phase dan frekuensi 50 Hz. 2. Sistem HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning)/ AHU (Air Handling Unit) HVAC/AHU digunakan untuk mengatur jumlah partikel dan mikroba, temperatur, kelembaban (Relative Humidity/ RH), tekanan ruang, dan jumlah pertukaran udara (air change). Untuk mendinginkan udara luar (fresh air) digunakan unit air conditioner . Udara luar yang bersentuhan dengan cooling coil AC akan mengalami penurunan suhu. Untuk menekan jumlah kelembaban udara digunakan unit dehumidifier . Uap air dari udara basah (RH tinggi) akan diserap oleh silika gel yang berada dalam unit dehumidifier sehingga menghasilkan udara kering. Kemudian silika gel diregenerasi dengan pemanasan suhu 120oC (PT Pradja Pharin, 2014). Tekanan udara di ruang produksi diatur sedemikian rupa untuk menjaga kebersihan ruang dan mencegah kontaminasi silang. Unit produksi solid memiliki koridor yang tekanan udara lebih positif daripada ruang produksi sebaliknya unit produksi steril, tekanan udara produksi lebih positif daripada koridor. Perbedaan tekanan udara antar ruang produksi dan koridor adalah 10-15 Pa. Jumlah pertukaran udara (air change) ruang yang dipersyaratkan adalah 20 kali per jam. Untuk menjaga sirkulasi tersebut digunakan blower. Filter digunakan untuk mengontrol jumlah partikel ruang. Udara disaring terlebih dahulu dengan washable filter kemudian prefilter, medium filter dan HEPA filter (PT Pradja Pharin, 2014).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
62
Gambar 3.14 Air Handling Unit (AHU) di PT Prafa 3. Steam Boiler Proses tersedianya tenaga uap (steam) yaitu karena adanya perubahan fase cair menjadi fase gas dengan tekanan tinggi melalui proses pemanasan menggunakan sebuah ketel uap/boiler. Alat yang digunakan untuk menghasilkan steam yaitu steam boiler yang memiliki kapasitas 3600 kg/h (PT Pradja Pharin, 2013). Jenis steam yang digunakan ada dua macam yaitu: a. Plant Steam, digunakan untuk pemanasan secara tidak langsung. Steam dialirkan melalui heating coil dan energi panasnya digunakan untuk pemanasan pada proses produksi. b. Clean Steam, adalah steam bersih yang biasanya digunakan untuk pemanasan dengan kontak langsung misalnya digunakan pada alat autoclave, air yang digunakan sebagai feed water (air umpan) yaitu air murni (purified water). 4. Compressed Air Compressed air atau udara tekan diperoleh dari compressor. Compressed air yang digunakan di PT Prafa antara lain (PT Pradja Pharin, 2014): a. Contact product, seperti spraying system pada FBD.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
63
b. Non contact product, seperti proses pemotongan strip (perforasi) oleh pisau pemotong pada mesin stripping. 5. Water System Air baku sebagai kebutuhan produksi pabrik yang cukup vital menjadi tanggung jawab bagian teknik. Air baku yang digunakan untuk keperluan pabrik diperoleh dari tiga sumur artesis dengan kedalaman 150 m. Dua sumur berkapasitas 11 L/detik, sisanya 5 L/detik. Air baku ini dipompa ke permukaan dan ditampung dalam tiga storage tank dengan kapasitas 3 x @ 50 m3 yang digunakan untuk proses produksi dan keperluan lainnya serta sebuah storage tank dengan kapasitas 120 m3 yang ditanam di dalam tanah yang digunakan untuk fasilitas hydrant (PT Pradja Pharin, 2014). Kemudian raw water tersebut diproses untuk menghasilkan air dengan kualitas air biasa, purified water (PW) dan Water For Injection (WFI). Proses penyiapan purified water dimulai dengan pengambilan air yang berasal dari sumur artesis kemudian ditampung di tank penyimpanan yang secara berkelanjutan ditambahkan sodium hipocloride (NaOCl) untuk membunuh bakteri (PT Pradja Pharin, 2014). Proses selanjutnya yaitu air yang mengandung klorin dilewatkan melalui multimedia filter yang berisi anthracite dan ferolite. Ferolite berfungsi untuk menurunkan kadar Fe dalam air. Setelah itu masuk ke karbon filter untuk menetralkan klorin dan setelah disaring dengan karbon filter dilakukan penyaringan dengan menggunakan filter 5 μm. Setelah proses penyaringan, air dilewatkan melalui kation bed yang mengandung zeolite untuk pertukaran kation dengan mengunakan resin penukar kation dan anion bed untuk pertukaran anion dengan menggunaan resin penukar anion dan dilewatkan ke mix bed (gabungan resin penukar kation dan anion) untuk mencegah adanya kation dan anion yang belum ditukar saat dilewatkan melalui resin penukar ion sebelumnya. Setelah dilewatkan ke resin penukar ion, air kemudian disaring dengan menggunakan filter 1 μm dan filter 0,5 μm kemudian disinari UV untuk merusak DNA bakteri. Selanjutnya disaring lagi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
64 dengan filter 0,2 μm kemudian dipanaskan dengan menggunakan plate heat exchanger (PHE) suhu 93oC sebelum dimasukkan ke dalam storage tank. Hot purified water yang ada di storage tank kemudian didistribusikan ke user point dengan looping system. Purified water digunakan untuk menghasilkan clean steam untuk pemanasan dengan kontak langsung, misalnya autoclave (PT Pradja Pharin, 2014).
Gambar 3.15 Pembuatan Hot Purified Water (HPW) Untuk mendapatkan WFI, HPW yang ada di storage tank kemudian dialirkan menuju alat pembuatan WFI. HPW ini kemudian ditampung dalam tanki double jacket (didinginkan dengan chiller) kemudian masuk ke side tank. Setelah itu, air yang telah didinginkan masuk ke finn aqua distilator (PT Pradja Pharin, 2014). Pada proses destilasi ini terdapat lima kolom. Purified water akan mengalir ke kolom pertama (suhu 139oC) lalu ke kolom 2 (suhu 130oC). Setelah purified water yang ada di kolom 2 didistilasi, selanjutnya purified water akan masuk ke kolom 3 (suhu 123 oC), lalu kolom 4 (suhu 118 oC) dan kolom 5 (suhu 114oC) sehingga diperoleh WFI dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
65
dialirkan ke masing-masing user point dengan looping system. Penyimpanan WFI dalam tank harus dijaga agar senantiasa tersirkulasi dengan dijaga suhu 80-90oC (PT Pradja Pharin, 2014).
Gambar 3.16 Pembuatan Water for Injection (WFI) 3.10
Manufacturing Technical Unit Manufacturing Technical Unit (MTU) merupakan salah satu departemen
yang ada di PT. Pradja Pharin. MTU berdiri sejak awal tahun 2013. Hal utama yang mendasari berdirinya departemen ini adalah kompetisi yang semakin ketat antar perusahaan farmasi, sehingga PT. Prafa harus terus melakukan perbaikan berkelanjutan guna menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif tetapi tetap berkualitas. Secara garis besar MTU dibagi menjadi tiga bagian, Operational Excellent, Process Re-enginering, dan Packaging Development. Operational Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
66
Excellent bertugas untuk mengefisiensikan proses dari suatu kegiatan, seperti proses pembuatan dan proses pengemasan dengan menerapkan pendekatan lean manufacturing. Process re-enginering bertugas untuk mendesain ulang cara pembuatan, dan reformulasi serta mengembangkan produk dari perusahaan grup Unilab lainnya. Reformulasi yang dilakukan dapat meliputi penggantian zat aktif maupun eksipien dengan zat lain yang harganya lebih murah, tanpa mengurangi stabilitas dan kualitas dari sediaan. Packaging development
merupakan bagian yang
bertugas untuk mendesain ulang atau merancang kemasan baru yang dianggap lebih efektif dan efisien, tanpa mengurangi kualitas dari sediaan yang akan dikemas. Semua kegiatan yang dilakukan oleh semua bagian tersebut bertujuan untuk cost reduction, sehingga
dapat meningkatkan profit perusahaan,
menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif tetapi tetap berkualitas. Selain itu, departemen MTU pada PT. Prafa juga memilki tanggungjawab untuk melakukan trial produk yang berasal dari Unilab untuk kemudian akan dipasarkan ke Filipina atau negara-negara cabang (affiliate) dari Unilab seperti Myanmar, Hongkong, Thailand, dan Singapura.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
BAB IV PEMBAHASAN PT Prafa adalah sebuah perusahaan yang telah memiliki sertifikat CPOB, sehingga sudah terjamin kualitasnya. Salah satu hal yang mendukung pernyataan di atas adalah dengan adanya sistem pengadaan yang baik pada departemen logistik. Pada departemen logistik, ada sebuah sistem pengadaan yang disebut dengan sistem EXACT, yaitu sebuah sistem yang mampu menjamin semua barang memiliki ketertelusuran yang baik, transparan dan akuntabel. Untuk menjamin kesesuaian sistem dengan kondisi faktual, dilakukan pula pemantauan secara berkala. Proses penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran terlaksana dengan baik. Semua barang yang diterima di PT Prafa, dijamin melalui pemeriksaan menyeluruh baik secara administrasi maupun faktual, untuk memastikan bahwa barang dari pemasok sesuai dan tepat dari sisi kuantitas dan kualitas. Barang yang telah diterima, akan disimpan dalam sebuah ruangan yang telah dijamin melalui penyesuaian kondisi ruangan dengan spesifikasi dan ditata secara efisien, serta ruangan tersebut telah terkualifikasi dan selalu dipantau. Setelah proses tersebut, barang akan dikeluarkan. Seluruh barang yang keluar akan didokumentasikan dan diperlakukan dengan menganut sistem yang menggunakan prinsip FEFO dan FIFO. Ketika bahan baku memasuki ruang timbang, maka barang tersebut akan diperiksa dokumen dan fisiknya terlebih dahulu. Seluruh bahan baku yang akan ditimbang tersebut, akan diperlakukan sesuai dengan kebutuhan, yaitu dapat diproses terlebih dahulu seperti penggilingan gula pasir menjadi gula halus, maupun langsung ditimbang seperti pewarna. Di antara seluruh bahan tersebut, hanya bahan aktif saja yang akan melalui proses penimbangan ulang oleh bagian produksi, hal ini bertujuan untuk mengurangi waktu produksi, sehingga lead time lebih singkat. Namun hal tersebut dapat berakibat pada terjadinya kesalahan dan mempengaruhi hasil produksi yang tidak sesuai, seperti tablet yang regas karena kesalahan jumlah pengikat.
67
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
68
Pada bagian produksi, bahan baku obat yang telah siap diproduksi akan diletakkan dalam staging room. Staging room dan ruangan produksi lainnya memiliki tata letak dan kebersihan yang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari dinding dan lantai yang tidak berpori serta letak ruangan yang memudahkan pelaksanaan alur produksi. Pada saat bahan diolah, seluruh operator pelaksana harus berpakaian lengkap dan menggunakan alat pelindung diri yang dibutuhkan, seperti earmuff untuk proses yang menimbulkan kebisingan. Tetapi, masih ada operator yang tidak mengenakan earmuff dalam proses yang menimbulkan kebisingan. Selain itu, masih ditemukan personel yang bekerja di area bising selama 1 shift, hal ini berpotensi mengganggu kesehatan personel. Pada area produksi injeksikering, inspektor injeksi kering yang bertugas mengevaluasi secara visual memiliki fase istirahat setiap 2 jam, hal ini berpotensi menimbulkan terjadinya kesalahan karena kejenuhan mata inspektor. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian kondisi optimal personel untuk mencegah terjadinya kesalahan personel akibat kejenuhan penglihatan atau pendengaran. PT Prafa memiliki area produksi obat golongan beta laktam dan sefalosporin. Kedua area produksi tersebut masih berada pada satu wilayah walau terpisah oleh gudang bahan kemas. Hal ini berpotensi terjadinya kontaminasi silang antara obat-obat atau obat-kemasan. Sehingga, diperlukan pemisahan wilayah penjaminan bahwa kontaminasi silang tidak terjadi. Pada kedua area tersebut terdapat kantin yang terpisah, tetapi beberapa orang dimungkinkan berpotensi menyebabkan kontaminasi silang, seperti ada orang-orang yang makan di kantin umum, serta petugas kantin umum dan kantin khusus yang sama. Obat yang telah melalui proses pengemasan primer, akan dibawa ke bagian pengemasan sekunder. Bagian pengemasan sekunder telah melakukan upaya pencegahan kontaminasi dengan baik dimulai dari pemisahan area pengemasan berdasarkan golongan dan kebutuhannya, seperti produk antibiotik maupun produk dengan sistem produksi in line. Untuk memastikan tidak adanya kontaminasi dilakukan line clearance dan pengecekan kembali terhadap kemasan primer, sehingga produk yang dikemas sekunder tidak terkontaminasi dan terjamin secara kuantitas. Penjaminan mutu kemasan dilakukan melalui
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
69
pengawasan mutu oleh IPC dan pemantauan tinta kode pada kemasan, leaflet dan kemasan sekunder. Obat jadi akan ditampung di area Gudang Obat Jadi, dimana ditemukan beberapa produk yang letaknya tidak sesuai dan masih menumpuk karena kapasitas tempat yang tidak memadai. Vicks adalah sebuah produk yang memiliki area produksi tersendiri di PT Prafa. Pada area produksi Vicks Formula 44, terdapat area produksi sediaan cair, padat dan inhaler, hingga pengemasan sekunder untuk masing-masing produk. Untuk sistem produksinya, telah menggunakan sistem produksi in line yang mana menggabungkan awal hingga akhir proses produksi yaitu proses pengemasan sekunder. Hal ini memberikan efek yang baik pada efisiensi waktu, tenaga, dan biaya. Untuk produk steril, diproses secara terpisah pada area produksi steril. Bagian produksi steril telah memiliki pengaturan personalia yang baik karena hanya personalia yang terkualifikasi dapat berada di ruang steril. Selain itu proses produksi
telah
divalidasi
dengan
metode
media
fill.
Tetapi,
proses
pendokumentasian di dalam ruang steril perlu dilakukan kajian manajemen resiko, untuk menjamin tidak adanya kontaminasi akibat proses pendokumentasian. Pada ruang antara personel untuk ke kelas yang lebih bersih tidak dilengkapi dengan shower, karena berdasarkan regulasi terbaru, penggunaan shower berpotensi meningkatkan pelepasan partikel dari personel. Di seluruh area produksi, pada dasarnya telah memenuhi aspek CPOB. Walaupun, ada aspek IPC yang tidak dilakukan terkait bulk, seperti sifat alir, laju alir dan indeks kompresibilitas, namun seluruh aspek tersebut telah divalidasi sebelumnya sehingga tidak diperlukannya lagi evaluasi. Sistem manajemen mutu telah berjalan dengan sangat baik, yang mana hal tersebut membuktikan departemen penjaminan mutu telah berhasil menjalankan sistem. Untuk menjamin mutu, telah dilakukan suatu manajemen resiko mutu yang telah dijalankan dan melibatkan semua elemen pabrik. Basic Risk Department Facilitation Methods (Ishikawa Diagram atau Fishbone Diagram) adalah sebuah metode yang digunakan dalam pelaksanaan analisis resiko mutu tersebut, tetapi dalam pelaksanaannya mash dibutuhkan personel yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
70
terkualifikasi dan pelatihan terkait manajemen resiko mutu. Seluruh proses kualifikasi, validasi, kalibrasi, dan verifikasi telah dilakukan dengan baik. Personel yang melakukan seluruh kegiatan tersebut sudah terkualifikasi dan mendapat pelatihan berkala. Pemenuhan CPOB selalu dikembangkan menjadi lebih baik melalui pemenuhan sistem seperti pelaksanaan audit yang berkala. Bidang IPC yang dibawahi oleh departemen pengawasan mutu telah berjalan dengan baik, begitu pula kedua bidang lainnya, yaitu mikrobiologi dan kimia. Namun, personalia pelaksana masih kekurangan personel apoteker dalam pelaksanaannya, sehingga masih dibutuhkan tenaga apoteker pada departemen ini. Pengembangan produk melibatkan dua departemen yaitu departemen pengembangan produk dan manufacturing technical unit (MTU). Perbedaan sistem kerjanya adalah, pada departemen pengembangan produk fokus diarahkan pada pengembangan produk baru yang mana diperuntukkan bukan hanya untuk PT Prafa saja, namun juga untuk Darya Varia dan Medifarma. Sedangkan, MTU, bertugas untuk mengembangkan produk yang telah ada dan di produksi utnuk dan oleh PT Prafa. MTU lebih fokus pada pengurangan biaya dan waktu produksi suatu produk dan penambahan hasil produksinya. Kedua departemen tersebut telah berjalan dengan sangat baik. Departemen teknik bertugas mengolah air dan mengatur lisrik yang menjadi sumber daya di PT Prafa, selain itu, juga mengatur jadwal dan pelaksanaan maintenance untuk alat-alat yang dipakai di pabrik. Air yang digunakan adalah air murni panas mengalir, sehingga dapat meminimalisir kontaminasi biologi. Sistem listrik di PT Prafa sudah memiliki pengaturan yang sangat baik, dan memiliki cadangan generator listrik yang masih berfungsi dengan baik. Jadwal maintenance ditentukan berdasarkan rapat awal dan prioritas pengerjaan, sehingga jarang terjadi tumpang tindih jadwal. Namun, departemen teknik masih kekurangan personel, sehingga pada saat ada mesin yang bermasalah, tidak dapat langsung ditangani, namun harus menunggu ketersediaan teknisi yang lebih sering menjalankan maintenance yang telah terjadwal. Dalam mempertahankan sertifikasi CPOB yang telah didapatkan, PT Prafa telah berupaya menjamin kesehatan, keamanan dan lingkungan sistemnya. Upaya penjaminan ini dibebankan kepada Koordinator HSSE yang bertanggungjawab Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
71
langsung ke Corporate Department. Hal ini dilakukan untuk memenuhi aturan GMP dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Upaya penjaminan dilakukan melalui pelatihan dan pengawasan. Secara faktual, beberapa hal yang tidak sesuai dengan aturan HSSE adalah kecepatan kendaraan di lingkungan pabrik seperti kendaraan pengangkut barang. Selain itu, ditemukan juga ada barang yang terletak di dekat APAR yang berpotensi menghambat jangkauan dan penggunaan APAR pada saat keadaan darurat. Salah satu hal penting yang belum ada adalah jalur orang dan kendaraan di jalan di dalam lingkungan pabrik. Hal ini berpotensi menimbulkan kecelakaan dan ketidakteraturan. Pengolahan limbah yang merupakan salah satu tugas departemen HSSE juga telah dilakukan dengan baik, yang mana pengolahan limbah cair diolah sedemikian rupa sehingga dapat meminimalisir kontaminasi yang terjadi, untuk menjaga air tersebut memiliki kadar kontaminan yang rendah, air tersebut digunakan pada kolam ikan, yang mana dapat membuktikan bahwa selama ikan yang berada pada kolam tersebut tidak bermasalah, maka air masih memenuhi persyaratan yang ditentukan. Hasil audit regulator dan pihak pihak yang berkepentingan lainnya menunjukkan bahwa pelaksanaan dan pemenuhan CPOB telah terlaksana dengan baik dan dapat terus ditingkatkan demi meningkatkan mutu perusahaan. Pelaksanaan PKPA akan berjalan dengan baik bila tempat yang dijadikan sarana adalah sebuah perusahaan yang telah melaksanakan dan memenuhi persyaratan CPOB. Sehingga PT Prafa sangat baik untuk dijadikan sarana PKPA bagi apoteker untuk memahami perannya dalam produksi, pengawasan mutu dan penjaminan mutu karena pelaksanaan dan pemenuhan CPOB yang baik sehingga produk yang dihasilkan memenuhi kriteria bermutu, aman dan berkhasiat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
1.
Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab dalam produksi,pengawasan dan penjaminan mutu produk sehingga produk yang dihasilkan memenuhi kriteria bermutu, aman dan berkhasiat.
2.
PT Prafa telah melaksanakan dan memenuhi segala aspek CPOB dengan baik.
5.2
Saran Kinerja dan kualitas dalam segala aspek di PT Pradja Pharin (Prafa) perlu
dipertahankan sehingga produk yang dihasilkan memiliki mutu yang baik secara berkesinambungan.
72
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
73
DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta : BPOM RI. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No HK.03.1.33.12.12.8195/2012. Jakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1799 / Menkes / XII / 2010. Jakarta. PT Pradja Pharin. (2011). Standard Operating Procedure No: 50-001-D Pemeriksaan Kesiapan Jalur Produksi (Line Clearance). Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2011). Standard Operating Procedure No: 50-117-A Cara Inprocess Control (IPC) Produk yang sedang Berjalan. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2012). Standard Operating Procedure No: 10-003-E Pengendalian Perubahan (Change Control). Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2012). Standard Operating Procedure No: 10-011-D Penarikan Kembali Obat/ Produk Jadi (Product Recall). Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2012). Standard Operating Procedure No: 10-031-E Pelaksanaan Audit. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2012). Standard Operating Procedure No: 10-047-A Pencegahan Kontaminasi Silang Antara Fasilitas Non-Betalaktam, Betalaktam, dan Cephalosporin. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2012). Standard Operating Procedure No: 20-004-E Alur Manusia, Bahan Baku, dan Peralatan dari dan ke Ruang Penimbangan Bahan Baku Non Steril General Pharmacy (GP). Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2012). Standard Operating Procedure No: 20-011-E Prosedur Release Production Order (PRO). Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2012). Standard Operating Procedure No: 50-018-C Pembuatan Sediaan Solid secara Umum. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2012). Standard Operating Procedure No: 60-006-C Prosedur Umum Kalibrasi Measuring Equipment. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2012). Standard Operating Procedure No: 70-007-D Prosedur Penanganan Manufacturing Standard P&G. Citeureup: PT Pradja Pharin. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
74
PT Pradja Pharin. (2012). Standard Operating Procedure No: 70-022-E Penanganan Penyimpangan Mutu (Quality Deviation Handling). Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 10-002-K Pelatihan Karyawan. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 10-005-E Tata Cara Penanganan Limbah Padat. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 10-015-D Penanganan Keluhan Pelanggan yang Berhubungan dengan Kualitas (Quality Related Consumer Complaint Handling). Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 10-017-C Tata Cara Pengolahan Air Limbah. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 10-024-D Records/Dokumentasi. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 10-035-C Peninjauan Tahunan Produk (Annual Product Review/APR). Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 10-038-C Behavior Observation System. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 20-014-G Prosedur Penerimaan Bahan Baku dan Bahan Kemas di Gudang. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 20-016-E Prosedur Pengeluaran Bahan Baku dan Bahan Kemas di Gudang. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 20-017-G Penerimaan dan Penyimpanan Obat Jadi. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 30-019-C Pengoperasian dan Perawatan Pesawat Steam Boiler. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 50-040-E Operasional dan Distribusi Purified Water secara Umum. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 50-043-C Prosedur Pengiriman Obat Jadi ke Gudang Obat Jadi. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 50-118-B Pedoman Personal Hygiene pada Cleanroom, Teknik Aseptis, dan Tata Cara Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
75
Bekerja di Dalam Ruangan (Cleanroom kelas A, B, C). Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 20-001-I Prosedur Penimbangan Bahan Baku. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 50-188-C Alur Manusia, Bahan Baku, Bahan Kemas Primer, Produk, Mesin dan Peralatan Kerja di Area Produksi Solid NBL. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure No: 70-065-C Tata Cara Bekerja di Laboratorium Mikrobiologi. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2014). Standard Operating Procedure No: 30-013-E Pengoperasian dan Perawatan Sistem Tata Udara. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2014). Standard Operating Procedure No: 30-020-C Pengoperasian dan Perawatan terhadap Clean Air Compressor & Purification System. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2014). Standard Operating Procedure No: 30-038-A Pengoperasian Purified Water System. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2014). Standard Operating Procedure No: 50-093-G Pembuatan Sediaan Steril secara Umum. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2014). Standard Operating Procedure No: 50-159-B Prosedur Pengemasan Sekunder. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2014). Standard Operating Procedure No: 70-039-B Prosedur Penyimpanan Retain Sample, Raw Material, Finished Product, dan Dokumennya serta Perawatan Ruang Retain Sample. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2014). Standard Operating Procedure No: 70-038-C Prosedur Verifikasi Metode Analisis dan Kualifikasi untuk Metode Analisis, SOP, Analis, dan Instrumen. Citeureup: PT Pradja Pharin.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Pradja Pharin (Prafa)
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Lampiran 2. Struktur Organisasi Departemen Logistik
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PENERAPAN LEAN MANUFACTURING PADA PROSES PENGEMASAN SEKUNDER CEFTRIAXONE DRY INJECTION DAN PEMBERSIHAN MESIN FLUID BED DRYER (FBD)
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SHEILA NOOR AISYAH, S. Farm. 1306344223
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PENERAPAN LEAN MANUFACTURING PADA PROSES PENGEMASAN SEKUNDER CEFTRIAXONE DRY INJECTION DAN PEMBERSIHAN MESIN FLUID BED DRYER (FBD)
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
SHEILA NOOR AISYAH, S. Farm. 1306344223
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
ii Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................ v BAB I . PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1.2. Tujuan ..............................................................................................
1 1 2
BAB II. 2.1. 2.2. 2.3. 2.4.
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. Lean Manufacturing ......................................................................... Pengemasan Sekunder ...................................................................... Fluid Bed Dryer (FBD) ..................................................................... Fishbone Diagram ...........................................................................
3 3 3 4 4
BAB III METODE PENELITIAN .................................... .......................... 3.1. Waktu dan Tempat ........................................................................... 3.2. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 3.3. Cara Kerja ........................................................................................
6 6 6 6
BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................. 7 4.1 Penerapan Lean Manufacturing Pada Proses Pengemasan Sekunder Injeksi Ceftriaxone ............................................................................ 7 4.2 Penerapan Lean Manufacturing Pada Proses Pembersihan Fluid Bed Dryer (FBD) ............................................................................. 13 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 21 5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 21 5.2. Saran ................................................................................................. 22 DAFTAR ACUAN .........................................................................................
iii Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
23
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5
Halaman
Alur proses kemas injeksi Ceftriaxone ........................................................... 8 Fishbone Diagram proses kemas sekunder Injeksi Ceftriaxone................... 9 Alur baru proses kemas injeksi Ceftriaxone. ................................................. 11 Perbandingan Rata-rata Unit/ManHour menggunakan Alur Lama dan Baru. ....................................................................................... 12 Fishbone Diagram proses pembersihan Fluid Bed Dryer (FBD)................. 19
iv Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 4.2 4.3
Halaman Perbandingan hasil kemas sekunder Ceftriaxone dry injection menggunakan alur lama dan alur baru .......................................................... 12 Perbandingan tahapan pembersihan FBD menurut Standard Operating Procedure (SOP) dengan hasil pengamatan ................................................. 14 Saran perubahan tahapan dan cara pembersihan mesin FBD ...................... 18
v Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sejalan dengan semakin pesatnya pertumbuhan ekonomi serta kegiatan
bisnis mendorong perusahaan-perusahaan farmasi harus siap untuk menghadapi persaingan global. Perusahaan farmasi merupakan salah satu perusahaan yang berada dalam lingkungan usaha yang mempunyai tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang berubah dengan cepat dan dinamis. Untuk menjaga kelangsungan usaha dan menghadapi tingkat persaingan yang kompetitif, setiap perusahaan dituntut untuk selalu berusaha melakukan perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) terhadap aktivitas perusahaan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kinerja dari manajemen perusahaan. Perbaikan berkelanjutan merupakan hal yang harus dilakukan perusahaan mengingat semakin banyaknya perusahaan farmasi yang bermunculan dengan memproduksi produk obat sejenis. PT. Pradja Pharin (Prafa) yang memiliki visi untuk menjadi lima besar perusahaan farmasi di Indonesia, serius untuk terus melakukan perbaikan berkelanjutan guna menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga yang kompetitif. Salah satu strategi yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut adalah dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam proses produksi. Peningkatan efisiensi dan efektivitas tersebut dilakukan dengan menerapkan pendekatan lean manufacturing pada proses produksi. Lean Manufacturing merupakan suatu pendekatan sistematis yang fokus terhadap eliminasi pemborosan dan proses yang tidak bermakna melalui perbaikan berkesinambungan pada sebagian besar proses di industri farmasi. Penerapan lean manufacturing di area produksi menjadi salah satu fokus utama. Area produksi yang akan diamati kali ini mencakup area pengemasan Cephalosporin dan area produksi Non Betalaktam. Area pengemasan sekunder Cephalosopin produk Ceftriaxone dry injection dijadikan salah satu fokus penerapan lean manufacturing dikarenakan berdasarkan pengamatan dalam satu kali proses pengemasan (satu bets) dibutuhkan waktu sekitar 7 jam bahkan lebih, 1
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
dengan jumlah packer 10-16 orang. Jumlah packer yang terlalu banyak menyebabkan pergerakan packer terbatas dan posisi packer menjadi belum optimal, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kecepatan mesin labelling, mesin conveyor dan packer. Ketidakseimbangan ini berdampak pada banyaknya tumpukan blister dan box dipinggiran conveyor, sehingga pergerakan pekerja menjadi lebih lambat dan waktu kemas menjadi lebih panjang. Hal serupa juga terjadi pada proses pembersihan fluid bed dryer (FBD) di area produksi non betalaktam. Untuk membersihkan FBD dibutuhkan waktu sekitar tujuh jam atau hampir satu shift. Proses pembersihan yang panjang, alur pembersihan yang belum jelas, dan kurangnya pelatihan berkala pada petugas membuat banyak proses yang belum optimal. Oleh karena itu mahasiswa PKPA ditugaskan untuk mengamati, mengidentifikasi, mengevaluasi dan memberikan solusi terhadap kegiatan yang dianggap belum optimal dan cenderung tidak memberikan nilai tambah (waste) dari proses kemas sekunder Injeksi Ceftriaxone dan proses pembersihan FBD. Dengan adanya pengamatan ini diharapkan proses kemas sekunder Ceftriaxone dry injection di area kemas Cephalosporin dan proses pembersihan FBD di area produksi non betalaktam dapat berjalan secara lebih efektif dan efisien.
1.2
Tujuan
1.
Mahasiswa dapat mengidentifikasi waste yang terjadi pada proses pengemasan sekunder produk Ceftriaxone dry injection dan pembersihan mesin Fluid Bed Dryer (FBD) pada area non betalaktam (NBL).
2.
Mengevaluasi proses pengemasan sekunder produk Ceftriaxone dry injection dan pembersihan mesin Fluid Bed Dryer (FBD) pada area non betalaktam (NBL).
3.
Mahasiswa mampu memberikan solusi untuk mengeliminasi waste yang teridentifikasi saat proses pengemasan sekunder produk Ceftriaxone dry injection dan pembersihan mesin Fluid Bed Dryer (FBD).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Lean Manufacturing Lean manufacturing merupakan suatu proses perbaikan berkelanjutan
yang fokus terhadap eliminasi pemborosan atau proses yang tidak bermakna dalam suatu organisasi. Tantangan dari sistem ini adalah mengubah suatu kebiasaan yang sudah dilakukan sejak lama, sudah biasa dikerjakan dengan cara yang sama, tetapi tanpa disadari merupakan suatu proses yang tidak bermakna. Lean Manufacturing mendorong terciptanya fleksibilitas pada sistem produksi yang mampu beradaptasi secara cepat terhadap perubahan kebutuhan pelanggan dengan sistem produksi yang ramping dengan persediaan yang rendah (Melton, 2005). Selain itu, pendekatan ini dapat mengurangi inventory, menambah pengetahuan mengenai proses produksi, menghemat biaya, pengurangan cacat sehingga kualitas meningkat, mengurangi lead time produksi dan mengurangi pemborosan (Melton, 2005) Lean Manufacturing memiliki tujuan akhir yaitu untuk menerapkan suatu aliran proses yang ideal dalam semua operasi bisnis, mulai dari perancangan produk hingga peluncuran, penerimaan pesanan, dan produksi (Liker J.K., 2005).
2.2
Pengemasan Sekunder Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan,
dan merupakan salah satu cara pengawetan bahan. Pengemas adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas atau dibungkusnya (Syarif, R., et al, 1989). Susunan konstruksi kemasan juga semakin kompleks dari tingkat primer, sekunder, tertier sampai konstruksi yang tidak dapat lagi dipisahkan antara fungsinya sebagai pengemas atau sebagai unit penyimpanan, misalnya pada peti kemas yang dilengkapi dengan pendingin (refrigerated container) (Syarif, R., et al, 1989).
3 Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
Kemasan berdaasarkan atruktur sistem kemasnya (kontak produk dengan kemasan) dibagi menjadi tiga (Syarif, R., et al, 1989), yaitu: a.
Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus bahan.
b.
Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompok-kelompok kemasan lain.
c.
Kemasar tersier, kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah kemasan primer, sekunder atau tersier. Kemasan ini digunakan untuk pelindung selama pengangkutan.
Sehingga pengemasan sekunder merupakan suatu proses pembungkusan yang dilakukan dengan tujuan membantu mencegah terjadinya kontaminasi maupun kerusakan pada kemasan primer dan bahan yang dibungkus di dalamnya.
2.3
Fluid Bed Dryer (FBD) Fluid Bed Dryer (FBD) adalah suatu mesin yang digunakan dalam proses
Fluidized bed drying. Fluidized bed drying adalah sebuah cara yang digunakan dalam mengeringkan granul basah. Mesin ini memberikan beberapa keuntungan, termasuk pemindahan massa dan panas yang cepat, kapasitas yang besar, dan ekonomis (Briens, L & Bojarra, M, 2010). Saat mengeringkan granul, perhatian yang lebih harus diberikan untuk menghindari adanya pengeringan yang berlebihan yang dapat mengakibatkan berkurangnya hasil yang diinginkan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Untuk menghindari kerugian tersebut, maka pengawasan dalam proses pengeringan harus dilakukan untuk menentukan kondisi pemakaian mesin dan optimasi proses (Briens, L & Bojarra, M, 2010).
2.4
Fishbone Diagram Diagram fishbone merupakan suatu alat visual untuk mengidentifikasi,
mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Konsep dasar dari diagram fishbone adalah permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
5
diagram atau pada bagian kepala dari kerangka tulang ikannya (Scarvada, A.J., et al, 2004). Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya. Kategori penyebab permasalahan yang sering digunakan sebagai awalan meliputi materials (bahan baku), machines and equipment (mesin dan peralatan), manpower (sumber daya manusia), methods (metode), Mother Nature/environment (lingkungan), dan measurement (pengukuran). Keenam penyebab munculnya masalah ini sering disingkat dengan 6M. Penyebab lain dari masalah selain 6M tersebut dapat dipilih jika diperlukan. Untuk mencari penyebab dari permasalahan, baik yang berasal dari 6M seperti dijelaskan di atas maupun penyebab yang mungkin lainnya dapat digunakan teknik brainstorming (Scarvada, A.J., et al, 2004). Diagram fishbone ini umumnya digunakan pada tahap mengidentifikasi permasalahan dan menentukan penyebab dari munculnya permasalahan tersebut. Selain digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan penyebabnya, diagram fishbone ini juga dapat digunakan pada proses perubahan (Scarvada, A.J., et al, 2004).
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Pengambilan data untuk tugas khusus ini dilaksanakan bersama rekan
Irma, S. Farm, pada 15 April–24 Mei 2014 di Kemas Sekunder Cephalosporin dan Fluid Bed Dryer Room GP Solid.
3.2
Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari pengamatan proses
kemas sekunder produk Ceftriaxone injeksi dan pengamatan pada proses pembersihan Fluid Bed Dryer (FBD). Pengumpulan data dilakukan bersama rekan Irma, S. Farm.
3.3
Cara Kerja
3.3.1
Pengemasan Sekunder Ceftriaxone dry injection 1. Membuat rekaman proses pengemasan sekunder Ceftriaxone dry injection. 2. Mencatat durasi yang dibutuhkan dari awal preparasi hingga proses pengemasan satu bets Ceftriaxone dry injection selesai. 3. Menghitung jumlah unit yang dihasilkan (Unit/ManHour) 4. Analisis dan solusi rencana perbaikan 5. Evaluasi
3.3.2
Pembersihan Fluid Bed Dryer (FBD) 1. Membuat rekaman proses pembersihan FBD 2. Mencatat durasi yang dibutuhkan dari awal hingga akhir proses pembersihan FBD. 3. Analisis dan solusi rencana perbaikan 4. Evaluasi
6 Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB IV PEMBAHASAN
4.1
Penerapan Lean Manufacturing Pada Proses Pengemasan Sekunder Ceftriaxone Dry Injection Proses kemas sekunder produk Ceftriaxone dry injection diawali dengan
preparasi, yaitu pengambilan vial dari WIP, pengambilan solvent dan blister, pengambilan box dan penyortiran, preparasi master box dan setting mesin labelling hingga diperoleh sepuluh data batas maksimum dan minimum sediaan. Waktu yang diperlukan dalam proses ini sekitar 60-90 menit. Proses kemas sekunder Ceftriaxone dry injection dalam satu bets (8290 unit) memerlukan 12-16 orang, durasi sekitar 7 jam, dengan rata-rata man hour 70 (PT Pradja Pharin, 2014). Vial yang sudah dilabel kemudian disortir, hasil sortir disimpan didalam plastik. Packer yang bertugas pada proses selanjutnya, akan mengambil tampungan vial yang ada didalam plastik untuk dimasukkan kedalam blister. Blister yang sudah berisi vial kemudian ditumpuk untuk diisi dengan solvent. Setelah blister diisi dengan vial dan solvent, blister dikemas kedalam box, kemudian masing-masing box ditimbang untuk memastikan kesesuaian dengan berat yang sudah ditentukan. Sejumlah 46 box kemudian dikemas ke dalam master box, lalu ditimbang. Sebagian besar tahapan dari proses kemas sekunder Ceftriaxone dry injection ini dilakukan di luar conveyor karena packer belum bisa mengimbangi kecepatan mesin, sehingga terlihat banyak blister dan box yang menumpuk di pinggiran conveyor membentuk tumpukan piramida yang sangat beresiko untuk jatuh. Alur proses kemas Ceftriaxone dry injection dapat dilihat pada Gambar 4.1. Ketidakseimbangan antara kecepatan mesin dan packer, pergerakan packer yang terbatas dan inisiatif yang masih kurang membuat proses kemas sekunder Ceftriaxone dry injection belum efektif dan cenderung menimbulkan beberapa proses yang tidak bermakna (waste). Hal ini menyebabkan waktu kemas sekunder Ceftriaxone dry injection dalam satu bets yang hanya terdiri dari 8290 unit bisa
7 Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
berlangsung selama satu shift, bahkan lebih. Analisis masalah dalam proses kemas Ceftriaxone dry injection ini dibuat dalam bentuk Fishbone Diagram, yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.
7 Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
8
Gambar 4.1 Alur proses kemas injeksi Ceftriaxon
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
9
Gambar 4.2 Fishbone Diagram proses kemas sekunder Injeksi Ceftriaxone
Berdasarkan analisis masalah yang ada, maka dibuat suatu alur baru untuk mengefisiensikan proses kemas sekunder Ceftriaxone dry injection. Alur ini dirancang dengan 10 orang sebagai packer, 1 orang sebagai operator mesin labelling, dan 1 orang sebagai petugas kemas dan timbang master box. Sehingga total ada 12 orang yang terlibat pada proses kemas sekunder Ceftriaxone dry injection. Pada alur proses kemas sekunder Ceftriaxone dry injection yang baru, vial yang sudah disortir akan langsung diletakkan kembali di conveyor. Meja preparasi yang terdapat disisi sebelah kiri conveyor difungsikan sebagai tempat petugas mengisi blister dengan solvent. Packer yang bertugas untuk memasukkan vial kedalam blister yang sudah berisi solvent akan langsung mengambil vial dari conveyor, bukan lagi dari plastik tampungan. Petugas sortir hanya akan menampung vial dalam plastik bila packer yang bertugas untuk tahapan selanjutnya terlihat kesulitan. Blister yang sudah berisi vial dan solvent akan berjalan diatas conveyor untuk kemudian dikemas dalam box oleh petugas. Kemudian, petugas penimbang akan mengambil box langsung dari conveyor untuk ditimbang satu per satu. Setelah cukup 46 box, petugas lain akan memasukkannya ke dalam master box untuk dikemas dan ditimbang. Alur baru ini Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
10
diharapkan mampu mengurangi jumlah packer dan man hour yang dibutuhkan dalam satu kali proses kemas sekunder Ceftriaxone dry injection, sehingga proses kemas dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Alur baru proses kemas Ceftriaxone dry injection dapat dilihat pada Gambar 4.3. Alur baru ini diuji coba pada proses kemas dua bets Ceftriaxone dry injection, bets RY4E011 dan RY4E012. Masing-masing bets terdiri dari 8290 unit. Total packer yang bekerja pada line packing 10 orang. Waktu preparasi yang biasanya berkisar antara 60-90 menit, bisa dikurangi setengahnya hingga hanya berkisar 35-45 menit. Waktu kemas yang biasanya menghabiskan sekitar 7-8 jam untuk satu bets, dengan alur yang baru waktu kemas berkisar antara 5-5,5 jam (termasuk waktu preparasi). Rata-rata unit yang dihasilkan adalah 159 unit/MH, sekitar 39,5% lebih tinggi dibandingkan dengan unit yang dihasilkan bila menggunakan alur lama yaitu 114 unit/MH. Perbandingan hasil kemas sekunder Ceftriaxone dry injection dengan menggunakan alur lama dan baru dapat dilihat pada Tabel 4.1. Selain perubahan alur kemas, peningkatan jumlah unit yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh kecermatan penempatan packer. Hal ini penting mengingat sebagian besar anggota grup packer Ceftriaxone dry injection sudah berusia lanjut, sehingga bila kurang cermat menempatkan packer yang sesuai maka akan timbul ketidakseimbangan antara kecepatan mesin labelling, mesin conveyor dan packer. Akibatnya akan banyak vial yang ditampung, serta blister dan box yang menumpuk di pinggiran conveyor. Hal lain yang berpengaruh besar adalah inisiatif yang mulai timbul dari packer. Hal ini diyakini karena sebelum proses kemas Ceftriaxone dry injection berjalan, packer diberi arahan terlebih dahulu. Tanpa diminta, packer yang merasa pekerjaannya sudah lumayan ringan akan secara sukarela membantu packer lain yang terlihat kesulitan dengan pekerjaannya.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
11
Gambar 4.3 Alur baru proses kemas injeksi Ceftriaxone
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
12
Tabel 4.1. Perbandingan hasil kemas sekunder Ceftriaxone dry injection menggunakan alur lama dan alur baru. Jenis Perbandingan
Alur Proses Kemas Lama
Alur Proses Kemas Baru
No. Bets
PY4E027
PY4E028
PY4E029
PY4E030
RY4E011
RY4E012
Man Hours
82
65
56,5
74
55
50
Jumlah Packer
12
14
10
10
10
Jumlah Master Box (MB)
180 MB + 10 Box
180 MB + 10 Box
180 MB + 10 Box
174 MB + 34 Box
180 MB + 10 Box
180 MB + 10 Box
Unit
8290
8290
8290
8038
8290
8290
Unit/ManHour
101,1
127,5
120
108,6
150,7
165,8
Rata-rata Unit/ManHour
10 hari 1
12 hari 2
114
159
Rata-rata Unit/ManHour
Perbandingan Rata-rata Unit/ManHour menggunakan Alur Lama dan Baru 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Biru : Alur lama Hijau: Alur baru % kenaikan Unit/ManHour: 31%
Category 1 Alur
Gambar 4.4 Perbandingan Rata-rata Unit/ManHour menggunakan Alur Lama dan Baru
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
13
4.2
Penerapan Lean Manufacturing Pada Proses Pembersihan Fluid Bed Dryer (FBD) Proses pembersihan FBD diawali dengan preparasi. Preparasi meliputi
pengambilan perlatan, bahan pembersih (teepol 10%), dan pemisahan beberapa perangkat mesin. Waktu yang diperlukan dalam proses ini sekitar 60 menit. Proses pembersihan FBD memerlukan 2 orang, durasi sekitar 7 jam. Selanjutnya, dilakukan pembersihan sisa bulk yang menempel di filter dengan
cara
menyapunya
menggunakan
tangan,
kemudian
dibersihkan
menggunakan tap water. Setelah selesai membersihkan bagian luar filter, kemudian dilanjutkan dengan pembersihan bagian dalam filter menggunakan tap water. Kemudian, dilakukan proses pembersihan mesin bagian dalam FBD yang dimulai dengan pembersihan sebelah atas mesin bagian dalam dengan tap water yang dilanjutkan dengan menggunakan teepol 10%.
Selanjutnya, dilakukan
pembersihan menyeluruh terhadap filter dengan cara membersihkannya menggunakan teepol 10%, tap water, dan hot purified water (HPW), yang kemudian ditiriskan dengan cara diangkat hingga mencapai bagian dalam mesin sebelah atas. Bagian dalam sebelah bawah mesin kemudian dibersihkan menggunakan teepol 10% dan tap water. Kemudian dilanjutkan dengan membersihkan container dengan tap water dan teepol 10%. Proses pembersihan dilanjutkan dengan pembersihan dinding, kaca, pintu dengan tap water dan teepol 10%. Setelah itu, peralatan dan sarana penunjang juga ikut dibersihkan menggunakan tap water. Setelah mesin, filter, dan container bersih, ketiganya dikeringkan dengan cara menjalankan mesin FBD. Proses ini dilakukan dua kali karena ada dua container, sehingga memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar dua jam. Ketika proses pengeringan tersebut berlangsung, dilakukan pula pengeringan dinding, kaca, dan pintu dengan menggunakan lap. Setelah filter kering, filter dikeluarkan dan disimpan. Kemudian grinder mesin dibersihkan, lalu filter baru dipasang ke dalam mesin. Terakhir, lantai ruangan dibersihkan secara keseluruhan. Perbandingan tahapan pembersihan FBD
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
14
menurut Standard Operating Procedure (SOP) No: 50-239-A Pembersihan Mesin FBD Glatt WSG 120 dengan hasil pengamatan dapat dilihat di tabel 4.2. Tabel 4.2. Perbandingan tahapan pembersihan FBD menurut Standard Operating Procedure (SOP) dengan hasil pengamatan. Waktu Tahapan berdasarkan pengamatan (menit)
Waktu (menit)
1. Pembersihan product container (disemprot alkohol 70%) 2. Pengeringan product container 3. Pembersihan filter dengan tap water 4. Pembersihan filter dengan teepol 10%
21
Penyiapan proses pembersihan mesin FBD 120
10
60 20 -
10 90 15
5. Pembersihan filter dengan tap water
5
6. Pembersihan filter dengan hot purified water 7. Pengeringan filter 8. Pembersihan sprayer nozzle dan tubing (disemprot alkohol 70%)
5 60 29
Pembersihan sisa bulk yang menempel di filter Pembersihan filter dengan tap water Pembersihan body mesin bagian dalam dengan tap water Pembersihan body mesin bagian dalam dengan teepol 10% Pembersihan filter dengan teepol 10% Pembersihan filter dengan tap water Pembersihan filter dengan hot purified water
9. Pembersihan body mesin bagian dalam, spray housing, dan lower section dengan tap water
5
Penirisan filter, Pembersihan body mesin dan lower section bagian luar
25
10. Pembersihan body mesin bagian dalam, spray housing, dan lower section dengan teepol 10%
-
Pembersihan spray housing, dan lower section dengan teepol 10%
10
11. Pembersihan body mesin bagian dalam, spray housing, dan lower section dengan tap water
5
Pembersihan body mesin bagian dalam spray housing, dan lower section dengan tap water
25
12. Pembersihan body mesin bagian dalam, spray housing, dan lower section dengan alkohol 70%
10
Pembersihan product container (tanpa disemprot alkohol 70%)
20
13. Pembersihan body mesin dan lower section bagian luar dengan tap water
52
Pengeringan filter dan product container
120
14. Pembersihan body mesin dan lower section bagian luar dengan teepol 10%
-
Pembersihan sprayer nozzle dan tubing (tanpa disemprot alkohol 70%); Pembersihan grinder
20
15. Pembersihan body mesin dan lower section bagian luar dengan tap water
5
Pemasangan filter baru dan penyimpanan filter lama; Pembersihan control panel dan peristaltic pump;
20
16. Pembersihan control panel dan peristaltic pump
-
17. Record pembersihan Total waktu
277
Record pembersihan
447
No.Tahapan SOP
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
7 60 10 5
15
Adanya perbedaan alur pelaksanaan pengerjaan oleh operator dan yang tertulis pada SOP akan sangat mempengaruhi jalannya proses dan dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar, seperti volume tap water yang terpakai tidak diperhitungkan terlebih dahulu dan pengulangan proses pembersihan lantai. Bila dilihat dari alur proses pengerjaan oleh operator, dapat diamati bahwa ada beberapa tahapan yang menjadi pemborosan waktu dan tenaga serta sumber daya, terutama pada penggunaan tap water. Pertama, pada tahapan pembersihan sisa bulk yang menempel di filter. Sisa bulk yang dibersihkan tersebut cukup banyak, hingga diduga bahwa, saat poses produksi, tidak dilakukan pengambilan bulk secara menyeluruh dengan cara menurunkan filter terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan kerugian karena bila sisa bulk tersebut dapat diambil saat proses produksi, maka jumlah bulk yang dapat dicetak maka akan semakin banyak, sehingga tablet yang dihasilkan juga bertambah. Kemudian, saat pembersihan filter, proses pembersihan menggunakan tap water dilakukan berulang kali dalam waktu yang lama, dengan volume yang besar sehingga akan membuang banyak tap water, begitu pula pada pembersihan mesin bagian dalam. Pembersihan filter menggunakan tap water pada bagian bawah (dilakukan agar bagian dalamnya lebih bersih) dilakukan secara spesifik dan memakan waktu yang lama juga menambah pembuangan tap water. Semua perlakuan tersebut sangat merugikan, karena seharusnya tidak perlu berulang kali dengan waktu yang cukup lama, karena nantinya, filter tersebut akan dibersihkan secara manual (dengan tangan sambil disiram menggunakan tap water) dan disikat, begitu pula pada bagian dalam mesin. Penyiraman menggunakan tap water dengan cara yang tersebut juga akan menimbulkan genangan yang mengganggu proses pembersihan mesin, sehingga operator harus berulang kali menyerok sisa air yang menggenang, yang mana memakan waktu dan tenaga yang seharusnya bisa digunakan untuk membersihkan filter dan bagian dalam mesin. Keterbatasan alat juga dapat menyebabkan proses pembersihan filter yang memakan waktu lama. Karena, dari dua operator yang bekerja, hanya satu operator yang dapat membersihkan filter, hal ini disebabkan sikat yang tersedia hanya ada satu, apabila jumlah sikat ditambah, operator lain yang tidak mengerjakan penyikatan filter dapat membantu menyikat filter tersebut. Cara pembersihan filter yang dilakukan juga tidak higienis. Hal ini disebabkan, filter dibersihkan tanpa dikeluarkan terlebih dahulu dari mesin, sehingga operator akan
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
16
kesulitan menyikat filter hingga bagian tertentu yang mana akan sulit bila tidak dikeluarkan terlebih dahulu. Selain itu, pada saat operator akan membersihkan mesin bagian dalam sebelah atas, operator akan naik ke dalam mesin dan menginjak filter. Walaupun nantinya filter akan disikat dan dibesihkan dengan teepol 10% lalu disiram menggunakan HPW, tetap tidak ada jaminan bahwa filter akan bebas dari bakteri dan kontaminan yang menempel pada sepatu yang digunakan operator dikarenakan cara pembersihan filter yang masih manual, dan tidak adanya pemastian kembali bahawa filter sudah bersih, selain itu, penyikatan filter dilakukan pada saat filter masih berada di dalam mesin, sehingga pembersihan tidak optimal. Perlu diingat, filter adalah alat yang akan bersentuhan langsung dengan bulk yang nantinya menjadi produk yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Apabila bulk yang dihasilkan mengandung kontaminan karena proses pembersihan filter yang belum optimal, maka dapat memberikan bagi perusahaan, maupun konsumen. Saat pembersihan mesin bagian dalam, operator juga membersihkan bagian luar mesin. Hal ini adalah sebuah pembuangan yang merugikan, karena, operator nantinya harus membersihkan lagi bagian luar mesin dikarenakan container dan grinder yang belum dibersihkan, sehingga akan mengotori bagian luar mesin kembali (pembersihan container yang menggunakan tap water dengan tingkat penyiraman yang cukup kencang dapat memberikan muncratan air yang telah bercampur dengan bulk pada bagian luar mesin, begitu pula grinder, karena sisa bulk yang menempel pada grinder akan berterbangan dan dapat mengotori mesin). Pembersihan dinding, kaca, dan pintu menggunakan tap water dianggap tidak dibutuhkan, karena dapat digunakan lap basah untuk membersihkannya. Pada proses pembersihan tersebut, operator menyiram seluruh bagian dinding, kaca dan pintu, sehingga menimbulkan banyak genangan yang mana membuat operator harus menyerok genangan yang ada secara terus menerus. Selain itu, penggunaan teepol 10% untuk pembersihan dinding, pintu, dan kaca tidak perlu dilakukan secara terpisah, bisa digabung dengan proses mengelap bagian-bagian tersebut bila tidak dilakukan penyiraman menggunakan tap water, dan juga akan menghemat waktu karena akan lebih cepat kering sehingga tidak perlu proses mengelap dinding, dan pintu dengan lap kering (untuk kaca mungkin masih diperlukan karena air akan meninggalkan jejak pada kaca apabila tidak langsung dikeringkan). Pembersihan menggunakan lap basah juga dapat dilakukan dua
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
17
operator sekaligus, karena lap yang tersedia cukup banyak, sehingga proses pembersihan akan lebih cepat dan efisien. Kemudian, selama pembersihan FBD, proses pengepelan lantai sebelum tahap pembersihan lantai akhir dilakukan beberapa kali sehingga dianggap kurang efisien. Hal ini disebabkan banyaknya genangan air dan belum adanya keterangan tentang pengepelan lantai pada SOP, sehingga operator belum memiliki panduan dalam melakukan hal tersebut. Pengepelan lantai yang berulang kali dilakukan bukan hanya sekedar penyerokan air saja, namun juga dipel menggunakan pel dorongan, sehingga waktu yang dibutuhkan semakin lama. Bila dilihat dari urutan tahapan yang dilakukan, pembersihan container, yang dilakukan setelah membersihkan mesin dianggap kurang efektif, karena akan mengotori bagian luar mesin yang telah dibersihkan dan akan lebih baik bila dilakukan sebelum membersihkan mesin sehingga dapat mengurangi proses penyerokan genangan. Proses pembesihan container ini akan menimbulkan genangan, yang mana bila dilakukan sebelum mesin dibersihkan, maka genangan tersebut dapat diserok sekaligus dengan genangan yang timbul akibat proses pembersihan mesin. Proses pengeringan filter, container, dan mesin bagian dalam dilakukan setelah proses pembersihan dinding, kaca, dan pintu. Padahal, proses pengeringan tersebut memakan waktu yang cukup lama, yang mana dalam selang waktu tersebut dapat dilakukan pembersihan dinding, kaca, dan pintu. Selain itu, proses pengeringan filter dilakukan dua kali dikarenakan, pergantian container yang akan dikeringkan, filter tidak dikeluarkan dari mesin terlebih dahulu, sehingga saat proses pengeringan container yang kedua, filter tetap berada di dalam mesin. Hal ini dapat mempengaruhi kondisi filter, sehingga akan lebih baik, setelah filter kering, sebelum memasang container yang kedua, filter disimpan terlebih dahulu oleh operator yang tidak menjalankan mesin untuk proses pengeringan. Pemasangan filter baru dilakukan setelah pembersihan grinder yang mana akan memberikan kontaminasi pada saat pemasangan filter. Karena, pembersihan grinder menyebabkan sisa bulk dapat mengontaminasi filter bersih yang akan dipasang. Kemudian, sebelum pembersihan grinder, dilakukan pembersihan lantai yang sudah menggunakan disinfektan. Hal tersebut tidak efektif karena saat pembersihan grinder, lantai akan kotor kembali oleh sisa bulk yang dihasilkan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
18
Urutan tahap pengerjaan yang tidak tepat dan kurangnya optimalisasi pengerjaan masing-masing tahapan, dapat menyebabkan kerugian yang bila terakumulasi akan sangat merugikan. Sehingga, apabila dilakukan sedikit perubahan dalam tahapan dan cara kerja membersihkan mesin FBD, maka proses pembersihan akan menjadi lebih optimal. Saran perbaikan urutan tahap dan cara kerja dapat dilihat pada tabel 4.3. Untuk mencari solusi untuk masalah ini, dapat digunakan diagram fishbone untuk menganalisa masalah tersebut. Analisis permasalahan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.4. Tabel 4.3. Saran perubahan tahapan dan cara pembersihan mesin FBD. No
Operator 1
1. Pengeluaran filter dari mesin (filter dibersihkan di luar mesin) dan diletakkan di product container 2. Pembersihan filter (sekaligus membersihkan product container) dengan tap water 3. Pembersihan filter (sekaligus membersihkan product container) dengan teepol 10%
Waktu Operator 2 (menit) 08.00- Pengeluaran filter dari mesin (filter 08.05 dibersihkan di luar mesin) dan diletakkan di product container 08.05- Pembersihan body mesin bagian 08.25 dalam, spray housing, dan lower section dengan tap water 08.25- Pembersihan filter (sekaligus membersihkan 09.55 product container) dengan teepol 10%
Waktu (menit) 08.0008.05 08.0508.25 08.2509.55
4. Pembersihan filter (sekaligus membersihkan 09.55- Pembersihan body mesin bagian product container) dengan tap water (pembersihan dari 10.25sisa dalam, spray housing, dan lower section teepol 10%) dengan teepol 10% 5. Pembersihan filter (sekaligus membersihkan 10.25- Pembersihan body mesin bagian product container) dengan hot purified water 10.40 dalam, spray housing, dan lower section dengan tap water 6. Pembersihan product container dengan 10.40- Pembersihan body mesin bagian disemprot alkohol 70% 10.50 dalam, spray housing, dan lower section dengan alkohol 70% 7. Pengeringan filter sekaligus product container 10.50- Pengeringan filter sekaligus product 11.50 container
09.5510.25
8. Pembersihan sprayer nozzle dan tubing (disemprot alkohol 70%), Pembersihan control panel dan peristaltic pump
(dilakuKan pada saat pengeringan filter)
9. Pengeluaran filter dan product container serta pemasangan filter baru
Pembersihan body mesin dan lower (dilaku- section bagian luar dengan tap water, teepol kan 10%, dan tap water pada saat pengeringan filter) 11.50Record pembersihan 12.00
Tidak termasuk pembersihan lantai, dinding, dan pintu (tidak termasuk dalam SOP yang sama)
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
10.2510.40 10.4010.50 10.5011.50
11.5012.00
19
Gambar 4.5 Fishbone Diagram proses pembersihan fluid bed dryer (FBD)
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan: 1. Pembuatan revisi untuk prosedur tetap pelaksanaan pembersihan mesin FBD. Prosedur tetap pelaksanaan pembersihan FBD tidak cukup terperinci pada bagian penyikatan filter yang menyita waktu cukup lama sehingga, penerapannya
akan
sulit
dan
dapat
menimbulkan
kesalahan
yang
mengakibatkan panjangnya durasi proses pembersihan. Hal tersebut dapat diatasi dengan merevisi kembali prosedur tetap proses pembersihan mesin FBD tersebut.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
20
2. Perubahan cara kerja dalam pelaksanaan pembersihan mesin FBD. Perubahan cara akan sangat mempengaruhi proses pembersihan, yang mana bila perubahan tersebut dilakukan ke arah yang lebih baik, akan mempersingkat durasi proses pembersihan mesin FBD. 3. Diberikannya pelatihan ulang pada operator terkait. Pelatihan ulang pada operator terkait akan sangat diperlukan, terutama bila diadakannya perubahan cara dan tahapan kerja pelaksanaan pembersihan mesin FBD. Selain itu, pelatihan ulang akan membantu operator dalam optimalisasi pengerjaan setiap tahapan kerjanya sehingga durasi proses pembersihan mesin FBD akan menjadi lebih pendek. 4. Melengkapi alat pembersih yang dibutuhkan. Pengerjaan prosedur pembersihan mesin FBD akan lebih optimal apabila ketersediaan alat pembersih yang dibutuhkan sebanding dengan jumalh operator pelaksana.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
1.
Waste yang teridentifikasi dalam proses yang diamati adalah: A. Proses pengemasan sekunder produk Ceftriaxone dry injection i. Jumlah packer yang terlalu banyak ii. Man hour yang terlalu tinggi B. Proses pembersihan mesin Fluid Bed Dryer (FBD) pada area non betalaktam (NBL). i. Penggunaan tap water yang berlebihan ii. Waktu pembersihan lantai yang tidak tepat iii. Pembersihan dinding, kaca dan pintu yang tidak tepat
2.
Proses pengemasan sekunder produk Ceftriaxone dry injection roses pengemasan sekunder produk
Ceftriaxone dry injection untuk 1 bets
(8290 unit) membutuhkan waktu 7 jam, jumlah packer 10-16 orang, dengan rata-rata man hour 70
belum efektif dan efisien, sehingga
diperlukan evaluasi terhadap alur dan jumlah packer yang terlibat dalam pengemasan sekunder Ceftriaxone dry injection. dan pembersihan mesin Fluid Bed Dryer pada area non betalaktam belum efektif dan efisien, sehingga diperlukan beberapa solusi perubahan pada kedua proses tersebut. 3.
Solusi untuk mengeliminasi waste yang teridentifikasi adalah: A. Proses pengemasan sekunder produk injeksi Ceftriaxone i. Mengurangi jumlah packer ii. Mengubah alur kemas iii. Mengoptimalkan posisi packer B. Proses pembersihan mesin Fluid Bed Dryer (FBD) pada area non betalaktam (NBL) i. Pembuatan revisi untuk prosedur tetap pelaksanaan pembersihan mesin FBD. ii. Perubahan cara kerja dalam pelaksanaan pembersihan mesin FBD. 21
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
22
iii. Diberikannya pelatihan ulang pada operator terkait. iv. Melengkapi alat pembersih yang dibutuhkan.
5.2
Saran
1.
Perlu dilakukan standarisasi jumlah packer untuk pengemasan sekunder Ceftriaxone dry injection.
2.
Perlu dilakukan perancangan ulang kemasan sekunder Ceftriaxone dry injection untuk mempermudah proses pengemasan, sehingga diharapkan lead time dapat lebih pendek.
3.
Pembuatan revisi untuk prosedur tetap pelaksanaan pembersihan mesin FBD.
3.
Dilakukannya re-validasi untuk proses pembersihan mesin fluid bed dryer (FBD).
4.
Diberikannya pelatihan penyegaran yang terjadwal untuk operator pada proses pengemasan Ceftriaxone dry injection dan pembersihan mesin fluid bed dryer (FBD).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN Briens, L & Bojarra, M. (2010). Monitoring Fluidized Bed Drying of Pharmaceutical Granules. American Association of Pharmaceutical Scientists, 11(4): 1612-1618. Liker J.K. (2005). The Toyota Way. Jakarta: Erlangga. Melton, T. (2005). The Benefits Of Lean Manufacturing. Chemical Engineering Research And Design, 83(6): 662-673. PT Pradja Pharin. (2014). Standard Operating Procedure No: 50-159-B Pengemasan Sekunder. Citeureup: PT Pradja Pharin. PT Pradja Pharin. (2014). Standard Operating Procedure No: 50-239-A Pembersihan Mesin FBD Glatt WSG 120. Citeureup: PT Pradja Pharin. Scarvada, A.J., Tatiana B.C., Goldstein S.M., Hays M.J, dan Hill A.V. (2004). A Review of the Causal Mapping Practice and Research Literature. Second World Conference on POM and 15th Annual POM Conference, Cancun, Mexico. Syarif, R., Santausa, S., dan Ismayana, B. (1989). Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: IPB.
23 Laporan praktek…., Sheila Noor Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia