UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA HUKUM TERHADAP PENYELESAIAN SURPLUS MATERIAL PADA PROYEK PEMERINTAH YANG MENGGUNAKAN KONTRAK STANDAR FIDIC PLANT DESIGN BUILD: STUDI KASUS PADA PROYEK CONTRACT PACKAGE NO. 4 - WEST JAVA DISTRIBUTION PIPELINE DI PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK.
TESIS
FERA WITANTI PUSPANINGRUM NPM : 1006736721
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA JANUARI, 2013
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA HUKUM TERHADAP PENYELESAIAN SURPLUS MATERIAL PADA PROYEK PEMERINTAH YANG MENGGUNAKAN KONTRAK STANDAR FIDIC PLANT DESIGN BUILD: STUDI KASUS PADA PROYEK CONTRACT PACKAGE NO. 4 - WEST JAVA DISTRIBUTION PIPELINE DI PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK.
TESIS
FERA WITANTI PUSPANINGRUM NPM : 1006736721
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA JANUARI, 2013
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
ABSTRAK Nama : Fera Witanti Puspaningrum Program Studi : Magister Ilmu Hukum Judul : Analisa Hukum Terhadap Penyelesaian Surplus Material Pada Proyek Pemerintah Yang Menggunakan Kontrak Standar FIDIC Plant Design Build: Studi Kasus Pada Proyek Contract Package No. 4 - West Java Distribution Pipeline di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Dalam pemulihan ekonomi akibat krisis moneter tahun 1998, pemerintah Indonesia, menerima pinjaman luar negeri dari JBIC untuk pelaksanaan proyek pemerintah melalui perjanjian penerusan pinjaman antara Pemerintah Pusat Republik Indonesia dengan perusahaan- BUMD/BUMN. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri serta peraturan pendukungnya. Peraturan ini mengatur tentang pembebasan seluruh kewajiban bea masuk, bea masuk tambahan atas impor barang dan material serta seluruh pajak terkait dengan pelaksanaan proyek pemerintah. Namun demikian peraturan perundang-undangan yang ada terkait dengan impor barang dan material untuk proyek pemerintah belum mengatur masalah yang kritikal yaitu kepemilikan surplus material. Salah satu proyek yang mengalami masalah ini adalah Contract Package No. 4 West Java Distribution Pipeline di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, yang menyebabkan perselisihan antara pemilik pekerjaan dan kontraktor. Kontrak tersebut menggunakan kontrak standar FIDIC Plant Design Build, yang menganut sistem nilai kontrak lumpsum. Kontrak standar FIDIC dipergunakan terkait dengan pinjaman luar negeri untuk Proyek CP-4. Tujuan dari tesis ini adalah menganalisa penerapan peraturan perundang-undangan dan pasalpasal dalam kontrak terkait permasalahan surplus material dengan menggunakan metode studi kasus. Analisa penyelesaian surplus material tersebut menjadi topik utama dalam penelitian yang menggunakan pendekatan yuridis normatif ini. Pendekatan tersebut dilakukan untuk menganalisis data dalam menggambarkan kepemilikan surplus material pada proyek pemerintah. Dengan penulisan ini diharapkan dapat dibuat peraturan yang jelas mengenai surplus material dalam proyek pemerintah sehingga permasalahan tersebut tidak terulang kembali. Kata kunci : surplus material, master list, kontrak standar FIDIC PDB, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995, pinjaman luar negeri, proyek pemerintah.
vii
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
ABSTRACT Name : Fera Witanti Puspaningrum Study Program : Master of Law Title : Legal analysis upon the Settlement of Surplus Material on a Government Project Using the Standard Contracts FIDIC Build Plant Plant Design: Case Study on the Project Contract Package No. 4-West Java Pipeline Distribution at PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. In order to support the economic recovery due to the monetary crisis in 1998, Indonesia Government has received foreign or offshore loans from JBIC to develop the government projects through the subsidiary loan agreement between the Government of Indonesia with the state-owned companies BUMD/BUMN. The development of government projects is ruled within Government Regulation Number 42 Year 1995 regarding Import Duties, Value Added Tax and Sales Tax on Luxury Goods and Income Tax in The Framework of Implementation of Government Projects Financed with Grant or Foreign Loan, and the other supporting regulations. Such regulation is ruling about the exemption of all import duties of goods and materials and all taxes related to development of government project. However the existing prevailing regulation related to the imported goods and materials for government project has not yet regulate the critical issue on the surplus material. One of government project dealt with such issue is Contract Package No. 4 West Java Distribution Pipeline in PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, which was caused dispute between the employer and the contractor. Such contract is using standard contract FIDIC Plant Design Build which is adhere the value system lumpsum contract. The standard contract FIDIC was utilized due to the offshore loan for CP-4 project. The main objective of this thesis is to analyze the implementation of provision or terms and conditions in the related regulations and the Contract regarding the surplus material by using case study method. The analysis of the completion of a surplus of the materials is the main topic in the research that uses the juridical normative approach. Such approach shall be use in data analysis to describe the ownership of surplus material in the government project. Therefore within this thesis, it is being expected that the government may issue a clear regulations regarding surplus material in the government project, therefore these problems do not occur again in the future. Key words :
surplus material, master list, standard contract FIDIC PDB, Government Regulation Number 42 Year 1995, foreign loan, government project.
viii
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN BAB I 1. 2. 3. 4. 5.
PENDAHULUAN ……………………………………………. Latar Belakang ……...…………………………………………… Perumusan Masalah …...………………………………………… Tujuan Penelitian ………...……………………………………… Manfaat Penelitian ………...…………………………………….. Kerangka Teori dan Konseptual ...………………………………. 5.1. Kerangka Teori ………………………………………….. 5.2. Kerangka Konseptual …………………………………… 6. Metode Penelitian ………………...……………………………... 6.1. Tipologi Penelitian ………….…………………………… 6.2. Tipe Penelitian Hukum ………………………………….. 6.3. Sumber Data Hukum …….……………………………... 6.4. Metode Analisa Data ……………………………………. 7. Sistematika Laporan Penelitian ……..…………………………...
i ii iii iv vi vii viii ix xi 1 1 7 8 9 9 9 12 15 15 16 17 19 20
BAB II PENERAPAN KONTRAK STANDAR FIDIC DALAM KONTRAK KONSTRUKSI DI INDONESIA………..…… 2.1. Tinjauan Hukum Terhadap Kontrak Konstruksi ...………..... 2.1.1. Prinsip-prinsip Hukum Perjanjian …………………… 2.1.2. Pemahaman Umum Terhadap Kontrak Konstruksi... 2.1.3. Para Pihak Dalam Kontrak Konstruksi…...…………. 2.2. Sejarah FIDIC………………………………………………... 2.3. Jenis Kontrak FIDIC dan Peruntukannya..………………..... 2.3.1. Jenis-jenis Kontrak FIDIC…………………………… 2.3.2. Asas-asas Yang Terkandung Dalam Kontrak Konstruksi
ix
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
22 22 22 27 37 39 41 41 49
BAB III
PERATURAN PERUNDANGAN UNDANGAN MENGENAI FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN BEA MASUK TAMBAHAN UNTUK IMPORTASI BARANG DAN MATERIAL DALAM PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN PINJAMAN LUAR NEGERI...........……………………….. 3.1. Peraturan Perundang-Undangan Impor Material Untuk Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman Luar Negeri…………………………………………. 3.1.1. Ketentuan Dan Persyaratan Proyek Pemerintah Yang Dapat Menggunakan Dana Pinjaman Luar Negeri……. 3.1.2. Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri dan Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri…….……………….. 3.2. Proses Pengajuan Pembebasan Bea Masuk Dan Bea Masuk Tambahan Untuk Importasi Masterial Dalam Pelaksanaan Proyek CP-4…………..………………………………………... 3.3. Realisasi Penggunaan Masterlist Untuk Importasi Barang Dan Material Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek CP-4 …….….
BAB IV
53
53 57 59 60
70
PELAKSANAAN KONTRAK CP-4 DAN PERMASALAHAN SURPLUS MATERIAL……...…….... 4.1. Pelaksanaan Kontrak CP-4…..………………………….. 4.2. Permasalahan dan Penyelesaian Surplus Material..…….
74 74 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………... 1. Kesimpulan …………………………………………………... 2. Saran ………………………………………………………….
96 96 98
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
100
x
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri
xi
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
1
BAB I PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG Dalam pelaksanaan pembangunan nasional diperlukan adanya sarana dan
prasarana infrastruktur yang memadai sebagai pendukung dalam berbagai bidang. Salah satu infrastruktur tersebut adalah pembangunan sistem jaringan pipa gas terintegrasi (integrated gas pipeline system), baik jaringan pipa gas terintegrasi darat (onshore integrated gas pipeline system) maupun jaringan pipa gas terintegrasi bawah laut (offshore integrated gas pipeline system). Maksud dan tujuannya yang utama adalah sebagai salah satu moda transportasi gas yang aman, efisien, handal dan secara ekonomis jauh lebih murah dibandingkan dengan moda transportasi yang lain. Mengingat sifat pekerjaannya yang cukup kompleks, diperlukan penggunaan kontrak konstruksi yang dapat mengakomodir hak dan kewajiban para pihak secara berimbang. Sayangnya sampai dengan saat ini masih belum terdapat standar kontrak konstruksi nasional yang dapat mengakomodir kepentingan para pihak secara berimbang. Di dunia konstruksi internasional salah satu jenis standar kontrak yang telah dikenal luas yaitu Fédération Internationale des Ingénieurs-Conseils (FIDIC). FIDIC merupakan suatu organisasi internasional yang didirikan pada
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
2
tahun 1913 oleh asosiasi nasional dan konsultan enjiniring di negara-negara Eropa. Organisasi ini berkantor pusat di Swiss. 1 Jenis-jenis kontrak FIDIC yang umum digunakan adalah sebagai berikut : 1.
Plant Design Build Plant And Design-Build (First Edition 1999) For Electrical And Mechanical Plant, And For Building And Engineering Works, Designed By The Contractor (FIDIC PDB);
2.
Conditions of Contract for EPC Turnkey Projects (First Edition, 1999) For Building and Engineering Works designed by the Contractor (FIDIC EPC/Turnkey);
3.
Conditions of Contract for Construction (First Edition, 1999). For Building and Engineering Works designed by the Employer (FIDIC Construction);
4.
The Short Form of Contract (First Edition, 1999) (FIDIC Short Form). Masing-masing jenis kontrak tersebut memiliki karakteristik masing-masing
tergantung pada, misalkan: tingkat kerumitan pekerjaan, jenis dan keakuratan site data yang dimiliki oleh pemilik pekerjaan, ketersediaan free-issue material dari pemilik pekerjaan, waktu yang tersedia, kemampuan kontraktor untuk memverifikasi data-data yang dimiliki oleh pemilik pekerjaan dan melaksanakan pekerjaan di lapangan. Pada kontrak FIDIC diterapkan prinsip Balanced Risk Sharing, yaitu pembagian beban risiko yang berimbang bagi para pihak, yaitu pemilik pekerjaan dan kontraktor.
1
, Jeremy Glover. “FIDIC an Overview: The Latest Developments, Comparisons, Claims And A Look Into The Future”, Fenwick Elliot, September 2008. hlm.1
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
3
Kontrak ini sebelumnya tidak dikenal di Indonesia. Namun seiring dengan berjalannya waktu dengan adanya proses globalisasi dan maraknya pembangunan sarana dan prasarana terutama di negara- negara berkembang, diperlukan adanya suatu bentuk kontrak yang komprehensif dan dapat mengakomodir kepentingan para pihak secara proposional. Di Indonesia penggunaan kontrak standar FIDIC sudah mulai dikenal secara luas terutama oleh perusahaan-perusahaan yang sering melakukan kegiatan konstruksi yang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Alasan yang lainnya adalah, dalam hal pemerintah mendapatkan dana pinjaman luar negeri, untuk melakukan pembangunan sarana dan prasarana biasanya terdapat persyaratan dari badan pemberi pinjaman untuk menggunakan kontrak standar FIDIC dalam pengikatan perjanjian antara pemilik pekerjaan dan kontraktor. Salah satunya perusahaan yang sudah menggunakan kontrak standar FIDIC adalah PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (“PGN”) yaitu suatu perusahaan publik milik negara yang bergerak di bidang penyaluran gas dan melaksanakan pembangunan sistem jaringan pipa gas terintegrasi (integrated gas pipeline system) baik darat (onshore) maupun laut (offshore). Pada salah satu proyek yang dilaksanakan oleh PGN, yaitu South Sumatera and West Java (SSWJ), mengingat pekerjaan tersebut merupakan proyek pemerintah dan dana yang digunakan merupakan dana pinjaman luar negeri yaitu pinjaman dari Japan Bank International Cooperation (“JBIC”), maka untuk rangkaian proyek dalam SSWJ tersebut dipersyaratkan untuk menggunakan
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
4
kontrak standar FIDIC. Salah satu jenis kontrak standar FIDIC yang dipergunakan dalam rangkaian proyek SSWJ tersebut adalah FIDIC PDB. Dalam kontrak standar FIDIC PDB, para pihak yang terlibat di dalam kontrak adalah pemilik pekerjaan, kontraktor dan konsultan. Pada syarat-syarat kontrak (conditions of contract) kontrak standar FIDIC PDB di dalamnya mengatur mengenai hak dan kewajiban pemilik pekerjaan, kontraktor maupun konsultan, tatacara pengajuan instructed variation, tatacara pengajuan employer’s claim maupun contractor’s claim, asuransi pekerjaan yang wajib disediakan untuk pekerjaan, jaminan pelaksanaan, delay damages, milestone ataupun key dates yang harus diselesaikan oleh kontraktor, penyelesaian perselisihan melalui dispute adjudicated board atau sering disebut dengan istilah DAB, dan arbitrase, proses pengadaan dan lain-lain. Namun demikian, meskipun kontrak standar FIDIC PDB telah dirancang secara seksama dengan memperhatikan efektifitas dan dapat diaplikasikan secara global, namun pada penerapannya masih menimbulkan permasalahan tersendiri bagi para pihak yang terikat dalam kontrak. Salah satunya adalah permasalahan surplus material yang muncul berkaitan dengan salah satu proyek yang dilakukan oleh PGN yaitu proyek Contract Package No. 4 (West Java Distribution Pipeline) (“CP-4”) yang menjadi salah satu rangkaian proyek dalam proyek SSWJ. Proyek tersebut merupakan salah satu bagian dari rangkaian proyek sistem jaringan pipa gas terintegrasi yang melakukan pembangunan jaringan pipa gas Sumatera Selatan
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
5
sampai dengan Jawa Barat yang mendapatkan dana pinjaman luar negeri.2 Dana pinjaman tersebut kemudian diatur dalam suatu Loan Agreement3 antara pemerintah Indonesia, JBIC dan PGN sebagai executing agency. Namun agar dana pinjaman tersebut dapat dicairkan, pemerintah Indonesia masih berkewajiban untuk melakukan perjanjian penerusan pinjaman (subsidiary loan agreement) dengan PGN.4 Adapun untuk sistem pengadaannya, mengingat pembiayaannya berasal dari dana pinjaman luar negeri, maka digunakan sistem international competitive bidding, yaitu suatu sistem pengadaan dimana penyedia barang/jasa yang mendaftar sebagai peserta pengadaan berasal dari perusahaan asing. Setelah melalui proses pengadaan yang menggunakan konsep pengadaan terbuka dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam loaan agreement, dan setelah JBIC memberikan persetujuannya tehadap calon pemenang pengadaan yang memenuhi persyaratan, PGN menunjuk satu kontraktor yang dinilai memiliki kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan proyek CP-4 yaitu Nippon Steel Corporation (“NSC”) suatu perusahaan konstruksi yang berasal dari Jepang. 2
Exchange of Notes between the Government of Japan and the Government of the Republic of Indonesia concerning a Japanesse Loan to be extended with a view to promoting the economic stabilization and development efforts of the Republic of Indonesia, tanggal 21 Januari 2003. Selanjutnya dokumen tersebut ditindaklanjuti dengan dokumen Japan’s Pledge of Assistance to Indonesia at the 12th Consultative Group Meeting on Indonesia (CGI) tanggal 22 Januari 2003. Pertemuan tersebut berlangsung di Bali, Indonesia. 3
Loan Agreement No. IP-511 tanggal 27 Maret 2003, between Japan Bank For International Cooperation and The Republic of Indonesia. 4
Subsidiary Loan Agreement No. SLA-1156/DP3/2003 tanggal 28 Mei 2003 antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT Perusahaan Gas Negara. Pemerintah RI meneruskan pinjaman dari Japan Bank International Cooperation kepada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dengan jumlah sebesar JPY 49.088.000.000. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
6
Dalam kontrak CP-4 sistem nilai kontrak yang dipergunakan adalah jenis kontrak lumpsum. Proyek CP-4 memiliki ruang lingkup pekerjaan dengan spesifikasi yang tinggi dan kompleks, dan sehingga diperlukan persyaratan peralatan dan material yang memenuhi persyaratan dan berstandar tinggi. Selanjutnya mengingat dana proyek berasal dari pinjaman negara Jepang maka berdasarkan loan agreement tersebut dipersyaratkan material yang dibutuhkan untuk pelaksanaan proyek harus merupakan material yang berasal dari Jepang. Persyaratan ini disebut dengan istilan 50% Japan Content. Mengingat proyek CP 4 merupakan proyek pemerintah maka berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk pelaksanaan impor peralatan dan material yang dilakukan tidak dikenakan Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta Pajak Penghasilan.5 Sesuai dengan peraturan Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan No. SE-64/A/71/0596, No. SE32/PJ/1996, No. SE-19/BC/1996 tanggal 13 Mei 1996 tentang Pedoman Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 239/KMK.01/1996 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk,
5
Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, PP No. 42 Tahun 1995, LN No. 70. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
7
Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPnBM, dan PPh dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri (selanjutnya disebut dengan “Surat Edaran Bersama No. SE19/BC/1996”).6 Sehingga untuk pelaksanaan impor peralatan dan material dilakukan dengan menggunakan fasilitas pembebasan pembebanan Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPnBM yang harus diajukan oleh pemilik pekerjaan kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia dan diakmodir dalam master list.7 Namun ternyata konsep pembayaran dengan sistem lumpsum dalam FIDIC PDB tidak bersinergi dengan peraturan-peraturan yang terkait dengan kegiatan import material untuk proyek pemerintah yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri sehingga menimbulkan permasalahan yang menyebabkan penyelesaian yang berlarut-larut dan memberikan ketidakpastian hukum bagi pemilik pekerjaan dan kontraktor.
2.
PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini
merumuskan masalah sebagai berikut:
6
Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan No. SE-64/A/71/0596, No. SE-32/PJ/1996, No. SE-19/BC/1996 tanggal 13 Mei 1996 tentang Pedoman Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPnBM, dan PPh dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri. 7
Ibid, hlm. 3 Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
8
1.
Bagaimana penyelesaian kepemilikan atas surplus material
untuk
pelaksanaan impor material pada proyek pemerintah pada umumnya? 2.
Bagaimana penyelesaian permasalahan kepemilikan surplus material untuk pelaksanaan impor material pada proyek pemerintah yang menggunakan dana pinjaman luar negeri berkaitan dengan pelaksanaan proyek Contract Package No. 4 (West Java Distribution Pipeline) di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dikaitkan dengan penggunaan kontrak standar FIDIC-PDB?
3.
TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui penyelesaian kepemilikan surplus material yang diimpor sehubungan dengan pelaksanaan proyek pemerintah secara umum berdasarkan peraturan perundang-perundangan.
2.
Untuk mengetahui penyelesaian kepemilikan surplus material yang diimpor sehubungan dengan pelaksanaan proyek pemerintah yang menggunakan dana pinjaman luar negeri berkaitan dengan pelaksanaan proyek Contract Package No. 4 (West Java Distribution Pipeline) di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dikaitkan dengan penggunaan kontrak standar FIDIC-PDB.
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
9
4.
MANFAAT PENELITIAN
1.
Manfaat Praktis Dari segi praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para regulator dan praktisi di bidang kontrak konstruksi minyak dan gas, terutama
yang
berkaitan
dengan
penggunaan
kontrak
konstruksi
internasional yaitu FIDIC terkait dengan konsep pembiayaan lumpsum dan peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait dengan pelaksanaan impor material dalam proyek pemerintah. 2.
Manfaat Teoritis Kontrak konstruksi FIDIC dan segala hal yang berkaitan dengannya merupakan suatu mekanisme dan kajian yang cukup menarik karena masih belum banyak dipergunakan di Indonesia. Namun demikian beberapa kajian mengenainya sudah dibuat namun masih banyak hal yang belum dikaji secara mendalam, terutama berkaitan dengan penggunaannya dalam proyek pemerintah dan kesenjangannya dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Untuk itu, dari segi akademis diharapkan agar penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi kalangan akademisi berkaitan dengan
penyelesaian permasalahan
surplus
material
pada
proyek
pemerintah baik yang dibiayai oleh dana pinjaman luar negeri maupun dana lainnya yang menggunakan kontrak konstruksi FIDIC-PDB.
5.
KERANGKA TEORI DAN KONSEPTUAL
5.1. Kerangka Teori Penelitian ini dilaksanakan dengan melandaskan pola pemikiran pada beberapa teori. Dalam penyelesaian permasalahan surplus material pada proyek pemerintah yang menggunakan kontrak standar FIDIC PDB harus memperhatikan berbagai kemungkinan implikasi yang timbul terhadap para pihak, yaitu aspek Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
10
hukum dan ekonomi. Dalam penulisan ini akan digunakan beberapa teori untuk membahas permasalahan surplus material. Teori pertama adalah teori hukum realis (realistic jurisprudence) dengan salah satu pengikutnya adalah Oliver Wendell Holmes Jr. yang berpendapat sebagai berikut:8 “The life of the law has not been logic, it has been experience.” Menurut Holmes hukum tidak hanya didasarkan pada logika peraturan semata ataupun teks normatif yang tertutup, tetapi juga dengan apa yang disebut pengalaman. Dengan demikian, Holmes berpandangan bahwa berdasarkan keyakinan umum bahwa hukum dapat ditentukan dan diaplikasikan dalam pemahaman keilmuan. Menjaga kemurnian hukum dengan menutup diri dari pengaruh konteks-konteksnya adalah suatu upaya yang tidak hanya sia-sia akan tetapi juga tidak realistis.9 Berdasarkan hal tersebut hukum dapat dipandang sebagai subsistem yang tanpa dihindari akan berhimpitan dengan struktur dan subsistem politik serta subsistem sosial-kultural. Oleh karenanya diperlukan kemampuan dan ketrampilan dalam menyilogiskan alasan untuk mendapatkan jawaban yang tepat dengan kepastian hukum yang tinggi untuk setiap permasalahan hukum yang timbul.
8
Oliver Wendell Holmes Jr., The Common Law. Project Gutenberg, 2000, hlm.9
9
Soetandyo Wignjosoebroto, Pembaharuan Hukum :Law Reform, Forum Keadilan No. 09 (25 Juni 2006), hlm. 46 Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
11
Berkaitan dengan teori diatas Oliver lebih lanjut menyatakan sebagai berikut:10 “The law embodies the story of a nation's development through many centuries, and it cannot be dealt with as if it contained only the axioms and corollaries of a book of mathematics” Hukum mewujudkan cerita pembangunan suatu bangsa selama berabadabad, sehingga tidak dapat hanya dipandang sebagai aksioma dan matematis. Untuk mengetahuinya haruslah dilihat bagaimana hal tersebut terjadi dan akan dimaksudkan untuk menjadi seperti apa. Sehingga untuk mewududkan suatu hukum haruslah dilihat sejarah pembentukannya dan teori-teori hukum yang meliputinya pada saat hal tersebut terjadi. Dalam kaitannya dengan tulisan ini teori tersebut akan dipergunakan dalam mengkaji peraturan-peraturan yang berkaitan dengan importasi peralatan dan material untuk proyek pemerintah serta cara penyelesaian permasalahan ataupun perlakuan yang akan diambil para pihak dalam hal terdapat permasalahan surplus material mengingat sampai dengan saat ini belum ada peraturan yang jelas. Oleh karenanya penanganan atas permasalahan ini harus dilakukan secara komprehensif, mengingat pada pelaksanaan proyek pemerintah, material yang diimpor masuk sampai dengan saat ini tidak dimungkinkan untuk dilakukan pemindahan ataupun perubahan penggunaan. Solusi atas permasalahan ini belum diatur secara jelas sehingga jika terjadi kelalaian ataupun kesalahan dalam penanganannya dapat memberikan implikasi sanksi bagi pelakunya salah satunya 10
Oliver Wendell Holmes Jr., The Common Law. Project Gutenberg, 2000, hlm.9 Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
12
adalah ancaman sanksi pidana. Berdasarkan hal tersebut diatas, jika terjadi hal yang demikian maka diperlukan penanganan khusus dalam menyelesaikannya.
5.2. Kerangka Konseptual Untuk menghindari pembahasan yang terlalu meluas dalam penelitian, harus diberikan batasan penelitian yang dijadikan sebagai pedoman dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi terhadap data-data yang ada. Definisi Proyek Pemerintah adalah proyek yang tercantum dalam Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP, termasuk proyek yang dibiayai dengan Perjanjian Penerusan Pinjaman (PPP)/Subsidiary Loan Agreement (SLA).11 Sedangkan yang dimaksud dengan Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.12 Adapun Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang
11
Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri, Keputusan Menteri Keuangan No 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996, Ps. 1 (a) 12
Ibid, Ps. 1(b) Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
13
dan/atau jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.13 Master List adalah daftar jenis, jumlah dan satuan barang yang akan diimpor dan meupakan pelaksanaan dari KPBJ. 14 Sedangkan yang dimaksud dengan KPBJ adalah kontrak atau perjanjian pengadaan barang dan jasa atau naskah lainnya yang dapat disamakan, yang ditandatangani oleh pemimpin proyek atau pejabat yang berwenang dan kontraktor utama.15 Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-undang ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. 16 Istilah surplus material secara definitif tidak diatur dalam FIDIC PDB namun disebutkan dalam beberapa pasalnya, namun secara harfiah dapat disimpulkan merupakan kelebihan material yang disediakan oleh kontraktor yang sejak awal diperuntukan bagi pekerjaan Permanent Work.
13
Ibid, Ps. 1 (c)
14
Indonesia, Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan tentang Pedoman Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 239/kmk.01/1996 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPnBM, dan PPh dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri, Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan No. SE-64/A/71/0596, No. SE32/PJ/1996, No. SE-19/BC/1996 tanggal 13 Mei 1996, Ps. 1 (j). 15
Loc.cit, Ps. 1 (g)
16
Undang-Undang Kepabeanan, UU No. 10 Tahun 1995, LN. Nomor 75 Tahun 1995, TLN Nomor 3612, Ps. 1 ayat (15).
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
14
Yang dimaksudkan dengan Material adalah things of all kinds (other than Plant) intended to form or forming part of the Permanent Works, including the supply-only Materials (if any) to be supplied by the Contractor under the Contract.17 Permanent Work adalah the Permanent Works to be designed and executed by the Contractor under the Contract.18 Pemindahan adalah pemindahan hak, alih asset, perubahan penggunaan barang modal untuk kegiatan lain diluar kegiatan usaha, atau penghapusan dari asset perusahaan atas barang modal bagi perusahaan atau industri yang mendapat fasilitas Bea Masuk atas impor mesin-mesin dan/atau barang dan bahan. 19 Barang modal adalah mesin yaitu setiap mesin, permesinan, alat perlengkapan instalasi pabrik, peralatan, atau perkakas yang terkait langsung dengan kegiatan pembangunan atau pengembangan industri atau industri jasa. 20 Barang dan Bahan adalah semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi. 21
17
Conditions of Contract For Plant Design Build Plant And Design-Build (First Edition 1999), Fédération Internationale des Ingénieurs-Conseils, 1999, Ps. 1.1.5.3. 18
Ibid, Ps. 1.1.5.4
19
Indonesia, Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tatacara Pemindahan Barang Modal Bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) / Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Perusahaan Non PMA / PMDN, Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. KEP-55/BC/1999 tanggal 26 Agustus 1999, Psl.1 huruf a 20
Ibid., Psl. 1 huruf b
21
Ibid., Psl. 1 huruf c Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
15
“Sale and Lease Back” adalah suatu transaksi dari “Leassee” (pengusaha industri atau industri jasa penerima fasilitas) kepada “Lessor” (perusahaan leasing) dengan syarat barang modal dimaksud masih berada atau digunakan oleh penerima fasilitas.22
6.
METODE PENELITIAN
6.1. Tipologi penelitian Jenis ataupun tipologi penelitian tergantung dari sudut pandang masingmasing orang. Berdasarkan sifatnya terdapat penelitian eksploratoris, penelitian deskriptif dan penelitian eksplanatoris. Penelitian eksplanatoris dilakukan apabila pengetahuan tentang suatu gejala yang akan diselidiki masih kurang sama sekali dan bahkan tidak ada dan dimaksudkan untuk memberikan data awal. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data awal yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan dan gejala-gejala lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teoriteori lama atau dalam rangka menyusun teori baru. Penelitian ini bersifat deskriptif karena menggambarkan permasalahan surplus material pada proyek CP-4. Sedangkan sifat eksplanatoris23 ditujukan untuk menjelaskan implementasi peraturan yang berkaitan dengan dengan impor material dalam proyek pemerintah dan penyelesaian permasalahan surplus
22
Ibid, Psl 1 huruf d
23
Sri Mamudji et al, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, hlm. 4 Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
16
material yang terdapat pada proyek pemerintah yang mendapatkan fasilitas master list.
6.2. Tipe Penelitian Hukum Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach)
24
yang digunakan
untuk melakukan analisis data dengan mengacu kepada peraturan perundangundangan di bidang proyek pemerintah, konstruksi, impor barang dan material serta pinjaman luar negeri dan hibah beserta peraturan turunannya berupa peraturan menteri, keputusan menteri, surat edaran direktur jenderal dan peraturan terkait lainnya. Selain itu analisis data juga dilakukan berdasarkan peraturan dan ketentuan lain yang terkait, diantaranya peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, bea dan cukai dan sebagainya. Peneliti juga melakukan analisa berdasarkan studi kasus pada proyek pemerintah yang mengalami permasalahan surplus material dan menggunakan kontrak standar FIDIC dimana dana yang digunakan adalah dana hibah ataupun pinjaman luar negeri. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisa dan memahami konsep-konsep tentang surplus material dalam FIDIC PDB, desain kontraktor (Contractor design), kepemilikan plant dan material (ownership of plant and material). Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk menganalisa dan memahami pelaksanaan proyek pemerintah yang menggunakan dana hibah ataupun pinjaman luar negeri.
24
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet. ke-7, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 96-
118. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
17
6.3. Sumber Data Hukum Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumen yang biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu terdiri dari: 1)
Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari peraturan perundang-undangan antara lain di bidang jasa konstruksi, keuangan negara, perbendaharaan negara, BUMN dan importasi barang masuk dalam rangka proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri seperti Undang-Undang Kepabeanan UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Undang-Undang Jasa Konstruksi UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, PP No. 42 Tahun 1995, Keputusan Menteri Keuangan Tentang Pembebasan Bea Masuk, Tidak Dipungut PPN dan PPNBM Serta PPH Pasal 22 Ditanggung Oleh Pemerintah Atas Impor Barang-Barang Proyek Pemerintah Untuk Proyek Pembangunan Pipa Transmisi Gas Dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat.
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
18
2)
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer seperti: a.
buku-buku
yang
berkaitan
dengan
FIDIC,
surplus
material,
perbendaharaan negara, keuangan negara, teori hukum dan buku-buku di bidang penelitian hukum; b.
majalah, artikel, jurnal, makalah dalam seminar yang membahas mengenai hal-hal terkait dengan topik penelitian.
3)
Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamuskamus dan ensiklopedia. Pengumpulan bahan hukum dan studi kepustakaan dilakukan dengan
memanfaatkan koleksi perpustakaan yang ada di dalam negeri yakniPerpustakaan Nasional, Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, koleksi pribadi dan memanfaatkan teknologi internet melalui situs-situs yang memiliki informasi terkait dengan bahan penulisan seperti situs FIDIC, situs Kementerian Keuangan, situs PGN, situs hukumonline, situs Sekretariat Negara, dan sebagainya. Selain pengumpulan data dengan studi kepustakaan, untuk menunjang data diatas dilakukan wawancara terarah ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, PGN, ahli FIDIC, akademisi dan praktisi.
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
19
6.4. Metode Analisa Data Penelitian ini menggunakan metode analisa data kualitatif karena menjelaskan gejala – gejala dalam kenyataan atau realitas penggunaan FIDIC PDB dan adanya surplus material, dengan bersumber pada data yang konkret dan relevan. 25 Penelitian kualitatif dilakukan untuk memahami (to understand) fenomena atau gejala sosial dengan lebih menitik beratkan pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji daripada memerincinya menjadi variabelvariabel yang saling terkait.26 Dalam penelitian ini peneliti akan berusaha memahami secara mendalam mengenai kedudukan dan materi, dalam hal ini adalah pelaksanaan studi kasus mengenai penyelesaian kepemilikan surplus material pada proyek CP-4 dihadapkan pada kondisi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang importasi material untuk proyek pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah atau dana pinjaman luar negeri. Kajian mengenai peraturan perundang-undangan tersebut akan dikaitkan dengan teori hukum yang berkaitan dengan kontrak konstruksi, peraturan mengenai keuangan negara dan perbendaharaan negara dan kegiatan proyek pemerintah yang mendapatkan dana hibah atau pinjaman luar negeri, apakah
25
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, ed.1, cet.13, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.69. 26
Mudjia Rahardjo, “Jenis dan Metode Penelitian Kualitatif”, http://mudjiarahardjo.com, diunduh tgl 31 Oktober 2012
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
20
berbagai peraturan perundang-undangan tersebut sudah cukup memadai untuk menyelesaikan permasalahan terkait dengan surplus material. Selanjutnya perlu juga ditelaah mengenai substansi dari peraturan perundang-undangan tersebut agar dapat diketahui secara jelas kepemilikan berbagai material yang ada dalam cakupan dan ruang lingkup proyek pemerintah dalam hal dana proyek berasal dari dana hibah atau pinjaman luar negeri. Dari berbagai pemaparan yang akan disampaikan diharapkan akan dapat dijabarkan secara jelas, apakah muatan berbagai peraturan perundang-undangan yang sudah berlaku tersebut telah mengakomodir keinginan dan harapan seluruh pihak, baik pemerintah, BUMN, kontraktor maupun masyarakat pada umumnya.
7.
SISTEMATIKA LAPORAN PENELITIAN Untuk mempermudah penjabaran dan pemahaman dalam penulisan tesis
ini, penulis membagi sistematika penulisan ke dalam 5 (lima) bab sebagai berikut: Dalam Bab I dibahas latar belakang permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini. Penulis menjelaskan awal mula adanya permasalahan mengenai surplus material yang muncul dalam kontrak FIDIC PDB pada proyek pemerintah. Selain itu disebutkan juga 2 (dua) pokok permasalahan dalam tesis ini, tujuan penelitian, manfaat dan kegunaan dari tesis ini, kerangka teori, kerangka konsepsional, metode penelitian dan sistematika penulisan. Dalam Bab II akan dibahas mengenai kontrak konstruksi, termasuk sejarah FIDIC, jenis-jenis kontrak FIDIC, serta peruntukannya untuk berbagai kontrak konstruksi sesuai sifat dan persyaratannya serta asas yang terkandung dalam Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
21
kontrak standar FIDIC, hak dan kewajiban baik oleh pemilik pekerjaan, kontraktor maupun Konsultan juga mengenai potensi-potensi permasalahan yang umum timbul pada kontrak kosntruksi. Pada bab ini juga akan dibahas mengenai permasalahan surplus dalam pelaksanaan kontrak CP-4 di PGN. Dalam Bab III akan dibahas mengenai peraturan-peraturan yang berkaitan dengan importasi peralatan dan material sehubungan dengan adanya kebutuhan kedua hal tersebut dalam pelaksanaan proyek pemerintah yang mendapatkan bantuan dana hibah maupun dana pinjaman luar negeri. Hal-hal yang harus dilakukan oleh pemilik pekerjaan maupun kontraktor dalam memperoleh ijin importasi peralatan dan material. Dalam Bab IV akan dibahas mengenai proses dan mekanisme penyelesaian permasalahan surplus material pada CP-4 dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia berkaitan dengan importasi peralatan dan material yang digunakan dalam pelaksanaan proyek pemerintah. Dalam Bab V Penulis akan menutup tesis ini dengan kesimpulan yang memberikan jawaban atas masalah yang telah dirumuskan dan selanjutnya akan disampaikan saran-saran sesuai dengan masalah yang penulis temukan dalam penelitian.
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
22
BAB II PENERAPAN KONTRAK STANDAR FIDIC DALAM KONTRAK KONSTRUKSI DI INDONESIA
2.1. TINJAUAN HUKUM TERHADAP KONTRAK KONSTRUKSI 2.1.1. Prinsip - Prinsip Hukum Perjanjian Kegiatan konstruksi merupakan kegiatan yang melalui proses perencanaan yang terstruktur dan panjang dimana hal ini biasanya memperhatikan potensipotensi permasalahan yang mungkin timbul. Kegiatan konstruksi mempunyai 3 (tiga) karakteristik yang menjadikannya berbeda dengan kegiatan atau industri manapun, yaitu : 27 1.
Proyek konstruksi bersifat unik (rangkaian kegiatan dalam proyek konstruksi tidak pernah sama persis atau identik);
2.
Membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit (sumber daya dalam proyek konstruksi dimaksudkan sebagai uang, mesin, material sampai metode); dan
3.
Membutuhkan organisasi (dalam setiap kegiatan konstruksi dibutuhkan suatu organisasi yang bertujuan untuk menyatukan visi sebagai hasil akhir dari kegiatan konstruksi tersebut). Dalam proses pengerjaan proyek konstruksi, proses yang tercakup di
dalamnya antara lain, perencanaan teknis untuk diakomodir dalam employer’s requirements dan pemilihan klasifikasi persyaratan teknis sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pemilihan kontraktor didasarkan pada pertimbangan tingkat
27
Wulfram I. Ervianto, Manajemen Proyek Konstruksi, Andi Offset, Yogyakarta, 2005
hlm. 11 Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
23
kesulitan pekerjaan atau proyek yang akan dilaksanakan serta ketersediaan pengalaman dari kontraktor yang akan melaksanakannya. Dalam suatu proyek terdapat beberapa pihak yang ikut terlibat di dalamnya. Adapun pihak-pihak yang terlibat di dalamnya antara lain, pengguna barang/jasa (employer), kontraktor dan konsultan atau yang biasa disebut dengan project management consultancy.
Pihak-pihak tersebut terikat dan terhubung dengan
suatu kontrak konstruksi yang akan menjadi dasar pelaksanaan pekerjaan. Kontrak merupakan hal yang penting yang didasarkan pada suatu penawaran oleh pemilik pekerjaan dan penerimaan oleh kontraktor. Lebih lanjut, untuk pekerjaan atau proyek yang dilaksanakan oleh perusahaan BUMN berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku haruslah melalui suatu proses pengadaan barang/jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemilik pekerjaan sebagai pengguna barang/jasa akan membuat suatu dokumen pengadaan yang akan memuat persyaratan-persyaratan administrasi, keuangan dan teknis yang akan menjadi bagian dari kontrak. Jika persyaratan – persyaratan yang diminta oleh pemilik pekerjaan disetujui dan dapat dipenuhi oleh perusahaan konstrusi yang menjadi penyedia barang/jasa maka hal tersebut akan direspon dengan cara melakukan pemasukan dokumen penawaran dimana terhadap dokumen tersebut yang akan dilakukan proses evaluasi pengadaan. Jika penawaran yang diajukan dianggap responsif dan memenuhi persyaratan administrasi, keuangan dan teknis, maka terhadap perusahaan konstruksi tersebut akan dilakukan penunjukan sebagai kontraktor yang akan melaksanakan pekerjaan. Secara umum dan tidak langsung, pada saat pemilik pekerjaan Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
24
mengumumkan adanya suatu pengadaan dan dilakukannya pemasukan dokumen pengadaan oleh kontraktor sudah terdapat kesepakatan antara pemilik pekerjaan dan kontraktor. Perjanjian pada umumnya dianggap sudah terjadi pada saat para pihak bersepakat atas suatu hal. Bahwa suatu kesepakatan atau perjanjian dapat dianggap sah maka harus memenuhi asas konsesualisme dan memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 sampai dengan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu kesepakatan antara kedua belah pihak, kecakapan para pihak dalam bertindak, adanya obyek perjanjian yang tertentu dan causa yang halal. 28 Jika tidak ada kesepakatan antara para pihak atau persetujuan hanya dari satu pihak maka perjanjian dianggap tidak pernah ada. Kesepatan atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak dapat dibuat secara bebas baik dari isi maupun dari materi perjanjiannya. Kebebasan para pihak ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.29 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terkandung 5 (lima) asas yang berkaitan dengan hukum perjanjian, antara lain: 1.
Asas Kebebasan Berkontrak Hal ini diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Asas ini memberikan kebebasan kepada siapapun untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian dan
28
R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, hlm. 339. 29
Ibid, hlm.342. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
25
persyaratannya, melaksanakan perjanjian dan menentukan bentuk perjanjian secara tertulis atau lisan. Asas Kebebasan Berkontrak juga merupakan prinsip-prinsip dasar yang dikenal
dan
merupakan
prinsip
universal
dalam
hukum
dagang
internasional. Kebebasan tersebut meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan jenis kontrak sampai dengan memilih forum penyelesaian sengketanya. 30 Namun kebebasan tersebut terdapat
pembatasan di
dalamnya, yaitu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan dan kesopanan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1337 KUH Perdata:31 “Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undangundang atau sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.”
Selanjutnya,
dalam
hal
kontrak
konstruksi
yang
dibuat
bersifat
internasional, didasarkan pada para pihak yang terlibat, kontrak tersebut haruslah tetap tunduk dan dibatasi oleh ketentuan hukum nasional yang berlaku, terutama jika lokasi pekerjaan berada di wilayah suatu negara. 2.
Asas konsesualisme Konsesus atau juga biasa disebut disebut dengan kesepakatan, merupakan momentum atau saat lahirnya suatu perjanjian jika diantara para pihak telah terdapat kata sepakat. Suatu kesepakatan yang tercipta merupakan salah satu syarat sah dalam Pasal 1320 KUH Perdata. 30
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm.15 - 16 dan 91 – 93. 31
Subekti, op. cit., hlm.342. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
26
3.
Asas Kepastian Hukum Asas ini terkandung dalam ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam pasal ini mengandung asas Pacta Sunt Servanda, sehingga jika salah satu pihak tidak melaksanakan ketentuanketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian yang dibuat maka pihak tersebut dianggap telah melakukan pelanggaran perjanjian dan terhadap pihak tersebut dapat dikenakan sanksi atau permintaan kompensasi atas tindakannya itu.
4.
Asas Itikad Baik (Good Faith) Sebagaimana tersurat dalam Pasal 1338 KUH Perdata bahwa suatu persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Para pihak harus melaksanakan isi kontrak berdasarkan dasar saling percaya dan keyakinan bahwa para pihak akan melaksanakan perjanjian dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab.
5.
Asas Kepribadian (Personalitas) Asas ini menyatakan bahwa suatu kontrak yang dibuat oleh para pihak hanya untuk kepentingan pihak-pihak yang mengikatkan dirinya pada perjanjian tersebut. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 1340 KUH Perdata, yaitu: Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
27
“Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tidak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya selain dalam hal yang diatur dalam pasal 1317.”
Kontrak dalam bidang konstruksi memegang peranan yang sangat penting dalam pelaksanaannya mengingat,kontrak merupakan dasar bagi para pihak dalam menjalankan seluruh hak dan kewajibanya hingga selesai.
2.1.2. Pemahaman Umum Terhadap Kontrak Konstruksi Beberapa ahli hukum memberikan definisi terhadap kontrak. Lawrence M. Friedman menyatakan pendapatnya tentang kontrak sebagai berikut: “There was a strong ethical belief in honoring one’s promises. In addition, contracts were central to the market economy and provided a vehicle whereby individuals could bargain for their own advantage”.32 Menurut Friedman dalam hal seseorang memperjanjikan suatu hal maka berdasarkan etika yang berlaku umum hal tersebut haruslah dihormati oleh siapapun. Hal ini dikarenakan kontrak merupakan pusat dari pasar ekonomi sebagai perangkat hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan merupakan alat
dimana
seseorang
dapat
melakukan penawaran untuk
mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Teori ini menganut pemahaman bahwa praktek yang tidak memberikan batasan terhadap kebebasan berkontrak bagi para pihak yang melakukan penawaran yang berimbang baik dari segi kekuatan, ketrampilan dan pengetahuan atas kondisi pasar akan memberikan kesejahteraan individu yang maksimal dan alokasi sumber daya di pasaran dengan 32
James W. Ely, Jr., The Protection Of Contractual Rights : A Tale Of Two Constitutional Provisions, New York University Journal of Law & Liberty, 2005, hlm. 371. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
28
sangat efisien. 33 Sedangkan Michael D Bayles menyatakan bahwa kontrak merupakan aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan. 34 Black’s Law memberikan definisi kontrak sebagai berikut:35 “Contract is an agreement between two or more persons which creates an obligation to do or not to do aparticular things; a promise or set of promises constituting an agreement between the parties that gives each a legal duty to the other and also the right to seek a remedy for the breach of those duties.” Dalam definisi ini, dinyatakan bahwa suatu kontrak merupakan perjanjian bagi dua atau lebih pihak yang menciptakan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal tertentu, juga merupakan suatu janji atau sekumpulan janji yang mengatur perjanjian antara para pihak yang memberikan kewajiban hukum kepada masing-masing pihak terhadap pihak lainnya dan memberikan hak untuk mendapatkan ganti rugi jika terjadi pelanggaran atas kewajiban tersebut. Selanjutnya
berkaitan
dengan
kontrak
konstruksi
Black’s
Law
mendefinisikan hal tersebut sebagai berikut:36 “Type of contract which plans and specifications for construction are made a part of the contract itself and commonly it is secured by performance and payment bonds to protect both subcontractors and paty for whom building is being constructed.”
33
Carolyn Edwards, Freedom Of Contract And Fundamental Fairness For Individual Parties: The Tug Of War Continues, UMKC Law Review, Volume 77, Number 3, Spring 2009, hlm. 647. 34
Michael D.Bayles, Principles of law. A normative analysis. Dordrecht:D.Reidel Publishing Co. 1987, hlm 143. 35
Henry Campbell Black, Black’s law Dictionary, sixth edition, West Publishing Co,
hlm. 322. 36
Ibid. hlm. 313. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
29
Definisi tersebut menjelaskan bahwa kontrak konstruksi merupakan suatu jenis kontrak dimana seluruh perencanaan dan spesifikasi-spesifikasi konstruksi menjadi bagian dari perjanjian itu sendiri dan hal tersebut biasanya dijamin dengan suatu jaminan pelaksanaan dan jaminan pembayaran untuk melindungi kepentingan subkontraktor dan pihak yang kepadanya suatu bangunan diperjanjikan. Axel-Volmar Jaeger dan Götz Sebastian Hök mendefinisikan kontrak dalam term FIDIC sebagai di bawah: 37 “The contract is the law of the parties. It is drawn up to define what is required to be carried out in return for what payment. Thus the contract defines the duties and responsibilities to be undertaken by the parties to it. If the contract wording is either incomplete or ambiguous its terms must be interpreted.” Kontrak merupakan hukum bagi para pihak dimana kontrak tersebut dibuat untuk mendefinisikan hal-hal apa saja yang dipersyaratkan untuk dilaksanakan sebagai dasar dilakukan pembayaran. Lebih lanjut Axel-Volmar Jaeger dan Götz Sebastian Hök juga menjelaskan bahwa kontrak mencakup seluruh hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para pihak. Jika terdapat kata-kata dalam kontrak yang dianggap tidak jelas atau bersifat ambigu maka hal tersebut harus diintepretasikan lebih lanjut. Selanjutnya, dengan kondisi perkembangan dunia yang sudah global, Indonesia sebagai salah satu negara yang banyak melakukan pembangunan fasilitas dan jaringan infrastrukstur di berbagai lini sudah banyak menggunakan
37
Axel-Volkmar Jaeger dan Götz Sebastian Hök. FIDIC- A Guide for Practitioners. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2010, hlm. 129.
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
30
kontrak konstruksi internasional, salah satunya adalah Fédération Internationale des Ingénieurs-Conseils (FIDIC). Salah satu proyek di Indonesia yang menggunakan kontrak standar FIDIC adalah Proyek CP-4 yang dilakukan oleh PGN
yang menggunakan kontrak
standar FIDIC Plant and Design-Build for Electrical and Mechanical Plant, and for Building and Engineering Works, Designed by the Contractor First Edition 1999 (“FIDIC PDB”). Namun pada kontrak Proyek CP-4, kontrak standar FIDIC yang dipergunakan adalah kontrak standar FIDIC yang telah dilakukan modifikasi. Sesuai dengan pembahasan yang akan dijabarkan dalam bab selanjutnya, akan dijelaskan terlebih dahulu beberapa hal dan istilah yang berkaitan dengan kontrak konstruksi yang menggunakan kontrak standar FIDIC. Dalam kontrak standar FIDIC terdapat pembagian hak dan kewajiban yang jelas antara pemilik pekerjaan dan kontraktor. Pengaturan yang tercantum dalam kontrak standar FIDIC mencakup hak dan kewajiban dari pemilik pekerjaan (employer), kontraktor, dan engineer (consultant), prosedur pembayaran, variation order, safety procedure,
asuransi baik terhadap desain pekerjaan
maupun terhadap pihak ketiga, jaminan pelaksanaan, klaim, perselisihan dan arbitrase. Berdasarkan ketentuan Pasal 1.1.1. FIDIC PDB disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kontrak adalah suatu dokumen yang terdiri dari Contract Agreement, the Letter of Acceptance, the Letter of Tender, these Conditions, the Employer's Requirements, the Schedules, the Contractor's Proposal, and the
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
31
further documents (if any) which are listed in the Contract Agreement or in the Letter of Acceptance.38 Maksud dari penyebutan istilah-istilah tersebut diatas tersebut adalah untuk menentukan jenis - jenis dokumen dan hirarki urutan dokumen yang menjadi bagian dari kontrak berdasarkan urutan penyebutannya. Penyebutan tersebut haruslah konsisten antara urutan yang dicantumkan dalam ketentuan Pasal 1.1.1. dengan yang dicantumkan dalam Pasal 1.5 Syarat-syarat Kontrak. Jika terdapat inkonsistensi mengenai isi dari dokumen – dokumen yang dipergunakan dalam proses tender dan dokumen tersebut akan dipergunakan dan disusun sebagai bagian dari dokumen kontrak maka permasalahan inkonsistensi tersebut haruslah diselesaikan terlebih dahulu sebelum kontrak ditandatangani. 39 Secara umum terdapat beberapa istilah yang harus dipahami secara baik oleh para pihak dalam kontrak konstrruksi yang menggunakan kontrak standar FIDIC, sebagai contoh pengertian mengenai contract agreement yang dijelaskan sebagai berikut: 40 1.
Contract agreement sebagaimana dijelaskan dalam Sub-Pasal 1.6. Syaratsyarat Kontrak merupakan dokumen kontrak yang harus ditandatangani oleh para pihak, dalam waktu selambat-lambatnya 28 hari kalender sejak kontraktor menerima letter of acceptance dimana formatnya merupakan lampiran dari syarat-syarat khusus kontrak dalam dokumen pengadaan. Contract
agreement
yang
ditandatangani
harus
disesuaikan
dan
38
Peter L. Boen, The FIDIC Contracts Guide, Fédération Internationale des IngénieursConseils, 2000, hlm. 43. 39
Ibid., hlm. 44.
40
Ibid., hlm. 43. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
32
merefleksikan kesepakatan aktual para pihak sebagaimana tercantum dalam summary of contract formation dan negosiasi pengadaan. Seluruh biaya yang berkaitan dengan penandatanganan contract agreement termasuk bea meterai akan dibebankan kepada pengguna barang/jasa. 2.
Letter of acceptance merupakan surat penerimaan resmi yang diterbitkan oleh pengguna barang/jasa, segera setelah proses penyusunan kontrak (contract formation) selesai dilaksanakan. Letter of acceptance wajib untuk mencantumkan Accepted Contract Amount yang disertai dengan perincian jumlah atau nilai kontrakyang diterima (breakdown of the accepted contract amount), yang dapat saja berbeda dengan yang telah diserahkan pada saat proses pengadaan, dikarenakan adanya koreksi aritmatik. Accepted contract amount akan menjadi nilai kontrak selama jangka waktu perjanjian berlangsung. Sedangkan breakdown of the accepted contract amount akan dibayarkan berdasarkan tingkat kemajuan pekerjaan (milestones) sesuai dengan payment schedule Jika terdapat kesepakatan baru dalam proses contract formation maka hal tersebut akan disebutkan dalam letter of acceptance. Dalam letter of acceptance juga mengakomodir commencement date atau tanggal efektif berlakunya kontrak. 41 Namun demikian jika letter of acceptance tidak diterbitkan atau dibuat maka commencement date atau tanggal efektif berlakunya kontrak mengacu pada tanggal penandatanganan contract agreement. Jika terjadi demikian maka hal-hal yang seharusnya tercantum dalam letter of acceptance harus dicantumkan secara jelas dalam contract agreement. Apabila letter of 41
Ibid., hlm 43. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
33
acceptance telah diterima oleh kontraktor atau contract agreement telah ditandatangani maka saat itulah perikatan kontrak konstruksi telah terjadi dan durasi waktu untuk perhitungan key date whole of the work telah mulai. 3.
Letter of tender merupakan surat penawaran dari kontraktor kepada pemilik pekerjaan yang berisikan respon terhadap dokumen pengadaan pengguna barang/jasa yaitu penawaran mengenai desain dan spesifikasi pekerjaan termasuk harga pekerjaan yang akan dilaksanakan baik dalam harga satuan ataupun lump sum, misalkan berkaitan dengan construction proposal, planning & programming proposal, management system proposal, pricing schedule, daywork schedule, payment schedule, cash flow projection, dan syarat-syarat kontrak. 42
4.
Appendix to Tender merupakan bagian dari syarat-syarat kontrak isinya mengandung data spesifik dari syarat-syarat kontrak misalkan persentase uang muka, maximum delay damage jika terjadi keterlambatan pekerjaan, nilai delay damage per hari keterlambatan, nilai asuransi yang harus dipenuhi oleh kontraktor. Seperti halnya dokumen lainnya appendix to tender juga dicantumkan dalam dokumen pengadaan dan akan menjadi bagian dari kontrak setelah disesuaikan dengan kesepakatan akhir para pihak. Jika ada bagian dari appendix to tender yang tidak dipergunakan maka untuk menghindari adanya ambiguitas maka pada bagian tersebut biasanya dicantumkan kata-kata “not applicable”. 43
42
Ibid., hlm 43.
43
Ibid., hlm 44. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
34
5.
Employer’s requirement merupakan dokumen yang mengandung ketentuanketentuan minimum di bidang teknis dari pemilik pekerjaan sebagai yang secara spesifik harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh kontraktor termasuk kualitas, performa dan pengetesan. Dokumen ini diadakan untuk mengakomodir ketentuan atau persyaratan teknis yang bersifat minimum atas pekerjaan dikarenakan dalam dokumen syarat-syarat kontrak hanya khusus mengakomodir ketentuan komersial dan hal-hal umum tentang pekerjaan yang akan dilaksanakan, sehingga dalam employer’s requirement biasanya pemilik pekerjaan menjelaskan secara spesifik hal-hal teknis yang harus dipenuhi oleh kontraktor. Namun dapat juga dicantumkan ketentuan teknis yang bersifat mandatory dalam employer’s requirement. Dalam membuat employer’s requirement pemilik pekerjaan harus memperhatikan kemungkinan adanya usulan perubahan dari kontraktor terhadap ketentuan teknis yang tidak bersifat mandatorya Hal ini dikarenakan dalam FIDIC PDB dan EPC/Turnkey desain pekerjaan dibuat oleh kontraktor. Hanya saja desain pekerjaan yang diusulkan oleh kontraktor tersebut tidak boleh mengurangi
ketentuan
teknis
yang
tercantum
dalam
employer’s
requirement. 44 Dokumen employer’s requirement umumnya terdapat dalam jenis kontrak FIDIC PDB dan EPC/Turnkey Project. Pada jenis kontrak FIDIC for Construction tidak ada definisi dan ketentuan mengenai employer’s requirement, namun yang ada adalah dokumen specification dan drawings.
44
Ibid., hlm 43. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
35
6.
Yang dimaksud dengan specification45 yaitu dokumen yang berisikan spesifikasi mengenai pekerjaan. Sedangkan yang dimaksud dengan drawings46 adalah gambar-gambar rencana pekerjaan. Kedua dokumen tersebut berisikan data-data yang berkaitan dengan rencana pekerjaan dan bersifat mendetil dan harus dilaksanakan oleh kontraktor. Dalam hal ini kontraktor wajib untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang terdapat dalam specifications dan drawings termasuk jika pekerjaan tersebut mensyaratkan adanya pembangunan fasilitas terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya disruption pada saat pelaksanaan pekerjaan.
7.
Sedangkan schedules adalah dokumen yang berisikan format jadual yang dibuat oleh pemilik pekerjaan sebagai bagian dari dokumen pengadaan. Format tersebut diisi serta diajukan oleh kontraktor sebagai bagian dari dokumen penawaran kontraktor berdasarkan format schedules yang dipersyaratkan oleh pemilik pekerjaan. Format schedules tergantung pada desain pekerjaan, kebutuhan tersebut mengandung daftar kuantitas dan biaya termasuk jadual pekerjaan. 47 Pada kontrak FIDIC Construction schedules yang diserahkan oleh kontraktor harus mengandung bill of quantity dan daywork schedule. Sedangkan dalam FIDIC PDB dan FIDIC Construction yang dimaksud dengan bill of quantity dan daywork schedule adalah sebagai berikut:
45
Ibid., hlm 43.
46
Ibid., hlm 43.
47
Ibid., hlm 43. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
36
8.
Schedule merupakan suatu dokumen yang terdiri dari bill of quantity dan daywork schedule, jika schedule tidak dilampirkan dengan kedua dokumen tersebut maka schedule akan dianggap tidak lengkap dan kontraktor dapat dikategorikan tidak responsif terhadap dokumen pengadaan.48 Apabila dalam desain pekerjaan terdapat desain yang dibuat oleh kontraktor, maka dapat dibuatkan schedules yang tersendiri jika diperlukan. Sedangkan pada kontrak FIDIC PDB, schedules harus merefleksikan seluruh pekerjaan yang harus dilakukan mengingat desain pekerjaan dibuat seluruhnya oleh kontraktor. Pada saat pembuatan format schedule pemilik pekerjaan harus benar-benar memperhatikan desain yang dibuat oleh kontraktor, serta informasi lebih lanjut yang dibutuhkan oleh kontraktor dalam pembuatan desain pekerjaan.
9.
Contractor's Proposal merupakan dokumen yang dibuat oleh kontraktor untuk merespon dokumen pengadaan yang dibuat oleh pemilik pekerjaan, termasuk yang berkaitan dengan syarat-syarat kontrak, preliminary desain, dan schedule. 49 Para pihak dalam hal ini yaitu pemilik pekerjaan dan kontraktor harus dapat memahami kontrak konstruksi secara menyeluruh, karena jika tidak, maka segala beban resiko yang ada dalam kontrak dan menjadi beban kedua belah pihak akan ditanggung salah satu pihak saja. Baik dari pemilik pekerjaan
48
Ibid., hlm 44.
49
Ibid., hlm 44. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
37
dan kontraktor harus memiliki pemahaman yang sangat baik terhadap isi, materi dan konstruksi perjanjian yang dipergunakan. Lebih lanjut, jika pemahaman terhadap kontrak tidak dimiliki oleh para pihak, maka kondisi tersebut dapat menimbulkan perselisihan atau sengketa antara para pihak. Hal ini dapat terjadi karena adanya kesalahan prosedur yang tidak sesuai
dengan
ketentuan
kontrak
misalkan
prosedur
variation
order,
keterlambatan melakukan contractor’s claim, kekurangan pendanaan dikarenakan adanya kesalahan dalam menghitung cash flow, salah dalam memperhitungkan jadwal pekerjaan, jumlah manpower ataupun equipment yang mengakibatkan keterlambatan penyelesaian pekerjaan dan lain sebagainya. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik maka hal-hal tersebut berpotensi menjadi sengketa konstruksi yang dapat berakhir di Dispute Adjudicated Board (DAB) maupun arbitrase.
2.1.3. Para Pihak Dalam Kontrak Konstruksi Secara umum dalam kontrak konstruksi, para pihak yang terlibat adalah pemilik pekerjaan dan kontraktor. Pemilik pekerjaan adalah pengguna barang/jasa dan sebagai pemilik modal yang membutuhkan jasa kontraktor dan menunjuk kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan atau proyeknya. Berdasarkan UU Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa adalah orang perseorangan atau badan hukum sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
38
memerlukan layanan jasa konstruksi.50 Pengguna barang/jasa biasa juga disebut sebagai client atau bouwheer. Sedangkan kontraktor atau penyedia barang/jasa, dalam UU Jasa Konstruksi disebut dengan Penyedia Jasa, adalah orang perseorangan atau badan hukum yang kegiatan usahanya menyediakan jasa layanan konstruksi. 51 Namun demikian jika kontraktor membutuhkan pihak lain untuk membantu penyelesaian pekerjaannya, maka kontraktor dapat menunjuk pihak ketiga sebagai sebagai subkontraktor untuk menyelesaikan bagian pekerjaan yang diserahkannya kepada pihak tersebut. Munir Fuady menyebut subkontraktor sebagai pihak kontraktor ketiga yang dilibatkan oleh pihak kontraktor utama untuk melaksanakan berbagai kewajiban tertentu yang terbit dari kontrak kostruksi antara pihak kontraktor utama dengan pihak bowheer, pekerjaan mana dilakukan oleh subkontraktor untuk dan atas nama pihak kontraktor utama. 52 Selain pihak-pihak yang telah disebutkan diatas, terdapat pihak-pihak lain yang biasanya juga terlibat dalam pengerjaan suatu proyek yaitu supplier atau vendor. Black’s Law Dictionary memberikan pengertian supplier sebagai berikut:53 “Supplier is any person engaged in the bussiness of making a consumer product directly or indirectly availabke to consumers, includes all person in the chain of production and distribution of a consumer product including the producer or manufacturer, component supplier, distributor and retailer. 50
Indonesia, Undang-Undang Jasa Konstruksi, UU No. 18 Tahun 1999, LN No. 54 Tahun 1999, TLN No. 3833, Pasal 1 nomor 3. 51
Ibid., Ps. 1 nomor 4.
52
Munir Fuady, Kontrak Pemborongan Mega Proyek Bandung, Citra Adtya Bakti, 1998,
hlm.183. 53
Black, op.cit., hlm. 1439. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
39
Sedangkan yang dimaksud dengan vendor adalah:54 “The person who transfers propery of goods by sale. A seller of goods or services.” Dalam hal kontraktor akan menunjuk subkontraktor untuk mengerjakan 1 (satu) atau lebih bagian pekerjaannya, kontraktor biasanya meminta persetujuan dari pemilik pekerjaan terlebih dahulu. Hal ini juga berlaku pada penunjukan supplier ataupun vendor.
2.2. SEJARAH FIDIC Fédération Internationale des Ingénieurs-Conseils atau biasa disingkat dengan FIDIC merupakan suatu organisasi internasional yang dibentuk sebagai wadah ikatan asosiasi konsultan enjiniring. FIDIC didirikan pada tahun 1913 dan diprakarsai oleh Belgia, Prancis dan Swiss. FIDIC berlokasi di Jenewa, Swiss. Pendiriannya dimaksudkan sebagai badan konsultansi enjiniring internasional di dunia industri yang berbasis teknologi tingkat tinggi, dimana FIDIC menekankan pada nilai-nilai profesionalisme, independensi dan kompetensi. FIDIC dikenal luas sebagai badan konsultansi enijiniring yang melakukan penyusunan klausul – klausul kontrak (conditions of contracts) di industri konstruksi. Saat ini terdapat 86 negara yang tercatat sebagai anggota FIDIC. Keanggotaan FIDIC terbagi menjadi Member Associations, Affiliate Members dan
54
Ibid., hlm.1555. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
40
Associate Member. 55 FIDIC berfokus pada pelaksanaan kontrak konstruksi internasional
dengan
menitikberatkan
pada
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable development) dan kapasitas pembangunan (capacity building). Tujuan utama FIDIC adalah: 56 1.
Menjadi organisasi internasional yang dikenal dengan isu-isu yang berkaitan dengan konsultansi enjiniring.
2.
Secara aktif mempromosikan standar etika dan integritas yang tinggi yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur di seluruh dunia.
3.
Memprioritaskan dan meningkatkan penggunaan FIDIC dalam bidang konsultansi industri enjiniring di seluruh dunia.
4.
Meningkatkan penggunaan konsultan enjiniring.
5.
Mempromosikan
dan
membantu
pengembangan
industri
konsultan
enjiniring di seluruh dunia. 6.
Mempromosikan dan meningkatkan penggunaan format kontrak FIDIC di seluruh dunia.
55
http://www1.fidic.org/about/members/ Member Association merupakan anggota yang berasal dari asosiasi nasional yang menyediakan jasa konsultansi yang berbasis teknologi tinggi untuk pelaksanaan pembangunan infrastruktur dan lingkungan di suatu negara membawahi berbagai perkumpulan asosiasi. Sedangkan Affiliate Member adalah anggota yang berasal dari berbagai asosiasi, organisasi, grup yang berada di negara, baik yang memiliki Member Association maupun tidak dan memiliki visi yang sama dengan FIDIC. Associate Member merupakan anggota yang berasal dari perorangan, organisasi, asosiasi, firma maupun grup yang berada di negara baik yang memiliki Member Association maupun tidak dan memiliki partisipasi besar dalam bidang industry konsultan enjiniring di negaranya. Asosiasi-asosiasi yang tercatat sebagai amggota FIDIC diantaranya adalah Fédération Marocaine du Conseil et de l'Ingénierie (Maroko), Council of Engineering Consultants of the Philippines (Filipina), Association of Hungarian Consulting Engineers and Architects (Hungaria), Saudi Council of Engineers(Arab Saudi), Association of Consulting Engineers Singapore (Singapura), National Association of Indonesian Engineering Consultants / INKINDO (Indonesia), dan Association of Japanese Consulting Engineers (Jepang). 56 http://fidic.org/about-fidic Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
41
7.
Mempromosikan dan mendorong pengembangan profesional dalam industri konsultansi enjiniring.
8.
Melakukan pelatihan dan mempublikasikan buku-buku maupun dokumen yang berkaitan dengan kontrak standar FIDIC.
2.3. JENIS KONTRAK FIDIC DAN PERUNTUKANNYA 2.3.1. Jenis –jenis Kontrak FIDIC Sejak didirikannya FIDIC telah menerbitkan banyak publikasi mengenai macam-macam kontrak yang berkaitan dengan pengerjaan proyek konstruksi misalkan persyaratan-persyaratan kontrak, manajemen risiko, manajemen konsultan, manajemen lingkungan. Adapun macam jenis – jenis kontrak yang telah dibuat oleh FIDIC sesuai dengan peruntukannya adalah:57 1.
Short Form of Contract 1st Ed (1999 Green Book) Syarat-syarat Kontrak yang terdapat dalam buku ini direkomendasikan untuk pekerjaan enjiniring dan konstruksi dimana nilai pekerjaannya relatif tidak terlalu besar. Pada umumnya kontrak ini dipergunakan pada proyek dimana desain pekerjaan dibuat oleh pemilik pekerjaan atau dapat juga dibuat oleh kontraktor misalkan untuk pekerjaan civil engineering, building, mechanical, electrical dan/atau construction works. Namun demikian pemilihan jenis kontrak ini juga tergantung pada tipe pekerjaan dan kondisinya, dapat juga diaplikasikan pada kontrak dengan nilai yang besar. Namun pada dasarnya persyaratan pada jenis kontrak ini diperuntukan bagi pekerjaan yang relatif tidak kompleks atau durasi pekerjaannya dalam 57
http:// www. fidic.org/bookshop/collections Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
42
jangka pendek yang tidak memerlukan subkontraktor dengan spesifikasi khusus. Dalam konsep kontrak ini, pemilik pekerjaan dapat mempergunakan metode perhitungannya sendiri (valuation methods), dan walaupun tidak terdapat referensi mengenai engineer, pemilik pekerjaan dapat menunjuk engineer, jika dibutuhkan. Pada prinsipnya syarat-syarat kontrak yang terdapat dalam kontrak standar FIDIC harus tetap seperti apa adanya dan tetap ditulis dalam bahasa inggris, namun jika dibutuhkan maka syarat-syarat kontrak tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau dalam keadaan khusus, misalkan untuk mengakomodir peraturan perundang-undangan yang berlaku di suatu negara. Jika demikian, maka syarat-syarat kontrak akan terdiri dari syaratsyarat umum kontrak (General Conditions of Contract) dan syarat-syarat khusus kontrak (Particular Conditions of Contract) yang harus dibaca secara bersama-sama. 2.
Construction Contract 1st Ed (1999 Red Book). FIDIC jenis ini dikenal juga dengan sebutan Red Book. FIDIC Red Book telah beberapa kali mengalami revisi. Edisi yang pertama dari kontrak standar FIDIC Construction diterbitkan dan dipergunakan pada tahun 1957 dengan nama Conditions of Contract (International) for Works of Civil Engineering
Construction. 58
Kontrak
standar
FIDIC
Construction
mengalami beberapa kali revisi untuk disesuaikan dengan kondisi pekerjaan yang dilaksanakan di lapangan. dokumen ini terakhir kali mengalami revisi
58
Jeremy Glover, FIDIC and Overview: The Latest Developments, Comparisons, Claims and a Look Into The Future, Fenwick Elliot, 2008.hlm.1 Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
43
pada tahun 1999 dan 2006, untuk edisi revisi 2006 dijadikan varian kontrak tersendiri dengan judul Construction Contract MDB Harmonised. Dalam konsep kontrak ini, syarat-syarat yang diatur didalamnya direkomendasikan dipergunakan untuk pembangunan atau perencanaan pekerjaan yang didesain oleh pemilik pekerjaan ataupun oleh engineer. Pada saat pelaksanaan pekerjaan, kontraktor melakukan pekerjaannya berdasarkan desain yang dibuat oleh pemilik pekerjaan ataupun oleh engineer, namun jika diperbolehkan, pada pekerjaan tersebut terdapat beberapa elemen yang didesain oleh kontraktor, namun sifatnya tidak major misalkan untuk pekerjaan civil, mechanical, electrical and/or construction works. 3.
Plant and Design Build Contract 1st Ed (1999 Yellow Book). FIDIC Plant Design Build Contract pertama kali diperkenalkan pada tahun 1963.59 FIDIC Plant Design Build Contract umumnya lebih dikenal dengan istilah Yellow Book. FIDIC PDB disusun untuk mengatasi kesulitan yang muncul dari penggunaan FIDIC sebelumnya yaitu Conditions of Contract (International) for Works of Civil Engineering Construction edisi 1957 dimana edisi tahun 1957 ini lebih mengakomodir pekerjaan sipil dan proyek infrastruktur seperti jembatan, dam, terowongan dan fasilitas pengairan serta irigasi. Sedangkan pekerjaan yang berkaitan dengan mekanikal dan elektrikal sama sekali belum diatur dalam format kontrak standar FIDIC sebelumnya. FIDIC PDB inipun telah mengalami beberapa kali revisi untuk menyesuaikan dengan kondisi perkembangan praktek konstruksi dari waktu ke waktu. Pada konsep PDB syarat-syarat kontrak yang terdapat di 59
Ibid., hlm. 1. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
44
dalamnya pada umumnya dipergunakan untuk pelaksanaan pembangunan instalasi mekanikal dan instalasi elektrikal maupun juga untuk desain dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi bangunan dan pekerjaan enjiniring. Berdasarkan kontrak ini kontraktor akan membuat dan melaksanakan desain termasuk pekerjaan sipil, mekanikal, elektrikal sesuai dengan ketentuan dalam persyaratan teknis (employer’s requirements). Pada prinsipnya syarat-syarat yang tercantum dalam yellow book sudah mencakup segala hal atau proses yang biasa terdapat dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, biasanya disebut sebagai general conditions of contract. Namun demikian dalam implementasinya terdapat beberapa syarat-syarat kontrak yang biasanya harus disesuaikan atau dimodifikasi berdasarkan situasi dan kondisi dimana pekerjaan konstruksi akan dilakukan. Perubahan ketentuan dalam syarat-syarat kontrak ini biasanya akan dicantumkan dalam particular conditions of contract. Kedua hal tersebut diatas selanjutnya harus dibaca secara bersama-sama dan menjadi satu kesatuan syarat-syarat kontrak serta mengatur keseluruhan hak dan kewajiban para pihak selama jangka waktu penyelesaian kontrak. 4.
EPC/Turnkey Contract 1st Ed (1999 Silver Book). Untuk konsep EPC/Turnkey Contract biasanya dipergunakan dalam hal segala kewajiban dan tanggung jawab perencanaan dan pelaksanaan proyek akan menjadi tanggung jawab kontraktor. Berdasarkan konsep kontrak ini, kontraktor akan melaksanakan keseluruhan proses pekerjaan mulai dari perencanaan, pengadaan barang dan material dan pelaksanaan konstruksi Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
45
serta jika diperlukan dilakukan commissioning. Pada saat seluruh bangunan dan fasilitas yang dibutuhkan sudah selesai dan bekerja dengan baik (fullyequiped) serta siap untuk dioperasikan atau yang disebut dengan “turn of the key”. Oleh karena itu, pada umumnya untuk pekerjaan yang menggunakan konsep kontrak semacam ini dipergunakan untuk jenis pekerjaan yang memiliki kerumitan yang sangat tinggi, ketidakakuratan site data misalkan soil data, topography data. Mengingat kontraktor yang akan menanggung segala resiko dalam pelaksanaan pekerjaan, maka kontraktor akan diberikan waktu yang cukup oleh
pemilik
pekerjaan
untuk
membuat
dokumen-dokumen
yang
dibutuhkan. Lebih lanjut, pembiayaan untuk pekerjaan yang menggunakan konsep kontrak semacam ini biasanya akan menelan biaya yang sangat mahal dibandingkan dengan pekerjaan yang menggunakan konsep kontrak lain. Hal ini wajar karena jika terjadi kerusakan ataupun kesalahan perhitungan pada saat perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan maka seluruh resiko yang muncul akan menjadi beban kontraktor dan kemungkinan akna hal ini harus diperhitungkan secara hati-hati oleh pemilik pekerjaan maupun kontraktor. Pemilik pekerjaan dan kontraktor harus sama-sama memhami konsep hak dan kewajiban yang diatur dalam perjanjian model ini. Namun demikian meskipun sebagian besar tanggung jawab dalam pelaksanaan pekerjaan ada pada kontraktor, namun pemilik pekerjaan tetap memiliki pembagian tanggung jawab pada beberapa hal misalkan jika terjadi force majeur. Sehingga jika pemilik pekerjaan dan kontraktor akan melakukan modifikasi
terhadap
syarat-syarat
kontrak,
harus
secara
hati-hati
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
46
mempertimbangkan
konsekuensi
terhadap
pekerjaan
yang
akan
dilaksanakan berikut seluruh hak dan kewajibannya, karena akan memiliki implikasi yang cukup signifikan terhadap nilai pekerjaan. 5.
DBO Contract 1st Ed (2008 Gold Book). Konsep kontrak Design, Build and Operate (DBO) dipergunakan dalam hal kontraktor sebagai pelaksana konstruksi akan bertindak juga sebagai operator. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalisasi koordinasi antara inovasi, kualitas dan pelaksanaannya. Jika memang direncanakan bahwa kontraktor juga akan bertindak sebagai operator maka konsep kontrak seperti ini akan lebih baik dan lebih efektif dibandingkan jika menggunakan 2 (dua) kontrak yang berbeda yaitu kontrak konstruksi design-build dan kontrak untuk pengoperasian. Pada umumnya penggunaan kontrak semacam ini dipergunakan untuk kontrak yang akan memiliki jangka waktu minimal 20 (dua puluh) tahun. Penggunaan kontrak FIDIC semacam ini digunakan dalam pengadaan yang bersifat internasional (international competitive bidding). Seperti halnya kontrak FIDIC yang lainnya jika dibutuhkan untuk disesuaikan dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan dan kondisi lapangan maka terhadap kontrak ini dapat dibuatkan syarat-syarat khusus kontrak.
6.
Construction Contract MDB Harmonised Ed (Version 3: June 2010 Harmonised Red Book). Jenis kontrak FIDIC ini digunakan untuk pekerjaan yang seluruh desain pekerjaan termasuk desain enjiniring dilakukan oleh pemilik pekerjaan atau oleh project management consultancy sebagai engineer yang bertindak mewakili pemilik pekerjaan. Namun dalam beberapa hal juga dimungkinkan Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
47
terdapat beberapa desain yang dibuat oleh kontraktor misalkan untuk pekerjaan sipil, mekanikal, elektrikal dan konstruksi. Pada awalnya dalam banyak proyek, seringkali terdapat keterlibatan Multilateral Development Banks (MDBs) dalam pembiayaan pekerjaan konstruksi, dimana pada umumnya MDBs meminta penambahan klausul tertentu dalam syarat-syarat khusus FIDIC Construction (Red Book) untuk mengakomodir kepentingannya yang harus dipatuhi oleh pihak yang melakukan pinjaman atau oleh penerima dana bantuan. Pada banyak kasus umumnya kontrak MDBs selalu mencantumkan syaratsyarat khusus dimana syarat-syarat tersebut bersifat standar dengan kalimat yang standar dan pencantuman persyaratan khusus tersebut selalu terjadi berulang-ulang dalam setiap dokumen pengadaan untuk proyek baru yang melibatkan MDBs. Penambahan klausul dalam syarat-syarat khusus kontrak cukup bervariasi dan hal ini menimbulkan inefisiensi serta ketidakpastian diantara penggunanya dan meningkatkan kemungkinan perselisihan antara para pihak di dalamnya. Berdasarkan hal tersebut untuk mengatasi hal ini akhirnya dibuatkanlah suatu standarisasi yang akan lebih menguntungkan para pihak dalam kontrak dimana syarat-syarat tambahan dari MDBs yang biasanya dicantumkan dalam syarat-syarat khusus kontrak diakomodir ke dalam syarat-syarat
umum kontrak dengan membuat
versi MDB
Harmonised Edition of the 1999 berdasarkan FIDIC Construction Contract, 1st Edition 1999.
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
48
Maksud dan tujuan dari dibuatkannya versi MDB Harmonised Edition of the 1999 adalah untuk memudahkan penggunanya dalam mengaplikasikan syarat-syarat kontrak FIDIC tidak hanya untuk MDBs tetapi juga untuk pengguna lainnya seperti consulting engineers, kontraktor dan contract specialists yang menangani proyek yang melibatkan pendanaan dari MDB, terutama untuk syarat-syarat yang berkaitan dengan jaminan (Securities, Bonds,
dan
Guarantees)
dan
Dispute
Board
agreements.
Namun demikian atas kontrak tersebut masih dimungkinkan untuk mencantumkan syarat-syarat tertentu dalam syarat-syarat khusus kontrak. 7.
Client/Consultant Model Services Agreement 4th Ed (2006 White Book) Untuk kontrak FIDIC Client Consultant Model Services Agreement (The White Book) biasanya dipergunakan dalam hal pemilik pekerjaan membutuhkan jasa engineer sebagai project management consultancy untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan project management, administrasi dokumen kontrak, pelaksanaan pekerjaan pre-investment dan feasibility studies serta pekerjaan yang berkaitan dengan perencanaan proyek . Seperti halnya kontrak FIDIC yang lainnya, format kontrak standar FIDIC umumnya dimaksudkan untuk mengakomodir persyaratan minimum bagi para pihak. Jika pemilik pekerjaan dan engineer sebagai para pihak merasa perlu untuk melakukan modifikasi terhadap persyaratan minimum tersebut baik untuk diubah,
dikurangi ataupun ditambahkan,
maka dapat
dimungkinkan untuk membuat syarat-syarat khusus kontrak yang akan menjadi bagian dari syarat-syarat kontrak.
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
49
2.3.2.
Asas –asas yang terkandung dalam Kontrak Konstruksi
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dalam hukum kontrak terdapat asas-asas yang menjadi landasan pembuatan kontrak bagi para pihak. Dalam kontrak konstruksi nasional, asas – asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Adapun asas-asas tersebut yaitu:60 1. Asas Kejujuran dan Keadilan Asas kejujuran dan keadilan mengandung pengertian kesadaran akan fungsinya dalam penyelenggaraan konstruksi serta bertanggungjawab memenuhi berbagai kewajiban guna memperoleh haknya. 2. Asas Manfaat Asas manfaat mengandung pengertian bahwa segala kegiatan jasa konstruksi harus dilaksanakan berlandaskan pada prinsip - prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi para pihak dalam penyelenggaraan jasa konstruksi dan bagi kepentingan nasional. 3. Asas Keserasian Asas keserasian mengandung pengertian harmoni dalam interaksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang berwawasan lingkungan untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan bermanfaat tinggi.
60
Undang-Undang Jasa Konstruksi, op.cit., Psl. 2 Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
50
4. Asas Keseimbangan Asas keseimbangan mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi harus berlandaskan pada prinsip yang menjamin terwujudnya keseimbangan antara kemampuan penyedia jasa dan beban kerjanya. Pengguna jasa dalam menetapkan penyedia jasa wajib mematuhi asas ini untuk menjamin terpilihnya penyedia jasa yang paling sesuai dan di sisi lain dapat memberikan peluang pemerataan yang proporsional dalam kesempatan kerja pada penyedia jasa. 5. Asas Kemandirian Asas kemandirian mengandung pengertian tumbuh dan berkembangnya daya saing jasa konstruksi nasional. 6. Asas Keterbukaan Asas keterbukaan mengandung pengertian ketersediaan informasi yang dapat diakses sehingga memberikan peluang bagi para pihak, terwujudnya transparansi
dalam
penyelenggaraan
pekerjaan
konstruksi
yang
memungkinkan para pihak dapat melaksanakan kewajiban secara optimal dan kepastian akan hak dan untuk memperolehnya serta memungkinkan adanya koreksi sehingga dapat dihindari adanya berbagai kekurangan dan penyimpangan. 7. Asas Kemitraan Asas kemitraan mengandung pengertian hubungan kerja para pihak yang harmonis, terbuka, bersifat timbal balik dan sinergis.
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
51
8. Asas Keamanan dan Keselamatan Asas keamanan dan keselamatan mengandung pengertian terpenuhinya tertib penyelenggaraan jasa konstruksi, kemanan lingkungan dan keselamatan kerja, serta pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi dengan tetap memperhatikan kepentingan umum. Sedangkan dalam kontrak konstruksi internasional seperti halnya dalam kontrak standar FIDIC, asas utama yang terkandung dalam konsep ini adalah prinsip balanced risk sharing. Hal ini maksudnya adalah adanya pembagian risiko dalam pelaksanaan pekerjaan antara pemilik pekerjaan dan kontraktor. Prinsip ini telah diterima luas oleh kalangan yang banyak berkecimpung dalam bidang jasa konstruksi. Balanced risk sharing mengatur mengenai keseimbangan hak dan kewajiban baik dari sisi pemilik pekerjaan maupun kontraktor. Bahkan jika kontrak standar FIDIC tersebut menggunakan engineer seperti halnya dalam kontrak standar FIDIC PDB, maka engineer juga diwajibkan untuk berlaku adil dan seimbang terhadap pemilik pekerjaan maupun kontraktor.61 Pengaturan mengenai pembagian atau alokasi beban risiko yang seimbang mengenai hak dan kewajiban ini dapat dilihat pada keseluruhan pasal kontrak standar FIDIC dalam ketentuan yang mengatur tentang variation, payment, contractor’s claim, employer’s claim, design, physical obstructions, amount of
61
Jaeger, op.cit., hlm. 228 Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
52
work to be done as well as for the amounts and duration of contract securities, the certification procedure and the terms of payment.62 Sehingga pelaksanaan kontrak akan dilakukan dengan kondisi yang berimbang dimana pemilik pekerjaan dan kontraktor harus melaksanakan penyelesaian pekerjaan sesuai dengan persyaratan-persyaratan dalam ketentuan kontrak.
62
Jur.Tunay KÖKSAL, FIDIC Conditions Of Contract As A Model For An International Construction Contract, International Journal of Humanities and Social Science Vol. 1 No. 8, July 2011, hlm.142. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
53
BAB III PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN MENGENAI FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN BEA MASUK TAMBAHAN UNTUK IMPORTASI BARANG DAN MATERIAL DALAM PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN PINJAMAN LUAR NEGERI
3.1. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN IMPOR MATERIAL UNTUK
PELAKSANAAN
PROYEK
PEMERINTAH
YANG
DIBIAYAI DENGAN DANA PINJAMAN LUAR NEGERI.
Kondisi ekonomi bangsa Indonesia mengalami keterpurukan sejak pertengahan tahun 1997 dikarenakan adanya krisis moneter yang menerpa sebagian besar negara di dunia terutama negara-negara berkembang. Krisis ekonomi tersebut mengakibatkan gejolak terhadap nilai tukar rupiah yang akibat lebih jauhnya adalah terjadinya kelumpuhan pada perekonomian Indonesia.63 Sehingga untuk melakukan pembangunan nasional, pemulihan kegiatan ekonomi serta kelangsungan pembiayaan proyek-proyek pembangunan belum dapat dibiayai sepenuhnya dari penerimaan dalam negeri, oleh karenanya peranan dana bantuan luar negeri baik berupa pinjaman luar negeri maupun hibah masih diperlukan. 63
Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan Dan Normalisasi Kehidupan Nasional, Bappenas, Jakarta, http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6411/ diunduh tanggal 12 November 2012
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
54
Pada Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dengan Ketua BAPPENAS tentang Tatacara Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan dan Pemantauan Pinjaman/Hibah Luar Negeri dalam Pelaksanaan APBN, SKB No.185/KMK.03/1995 dan No. KEP.031/KET/5/1995 tanggal 5 Mei 1995 (“SKB No.185/KMK.03/1995 dan No. KEP.031/KET/5/1995”) terdapat beberapa pengertian berkaitan dengan pinjaman atau hibah luar negeri. Pengertian Pinjaman Luar Negeri, adalah “setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu”.64 Sedangkan Hibah Luar Negeri, adalah “setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa temasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali”. 65 Dalam menerima pinjaman atau hibah dari luar negeri, Pemerintah menetapkan kebijakan yang ditetapkan sejalan dengan kebijakan umum dan dijadikan prinsip dasar dan pertimbangan dalam menerima setiap pinjaman luar negeri.
64
Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dengan Ketua BAPPENAS tentang Tatacara Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan dan Pemantauan Pinjaman/Hibah Luar Negeri dalam Pelaksanaan APBN, SKB No.185/KMK.03/1995 dan No. KEP.031/KET/5/1995 tanggal 5 Mei 1995 sebagaimana telah diubah dengan SKB No. 459/KMK.03/1999 dan No.KEP.264/KET/09/1999 tanggal 29 September 1999, Ps.1(a). 65
Ibid., Ps.1(b)
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
55
Adapun prinsip dasar tersebut adalah: 66 1.
Pinjaman yang diterima harus berjangka panjang dengan syarat-syarat yang ringan, yaitu syarat yang masih dapat dipenuhi secara normal dan wajar.
1.
Pinjaman yang diterima tidak disertai dengan suatu ikatan politik apapun dan dilandasi azas yang saling menguntungkan secara wajar.
2.
Jumlah dan syarat pinjaman disesuaikan dengan batas kemampuan untuk membayar kembali dan tidak menimbulkan beban yang terlalu memberatkan terhadap neraca pembayaran. Indikator kemampuan membayar adalah rasio antara jumlah utang dan bunga pada satu periode dengan hasil ekspor pada periode yang sama atau disebut Debt-Service Ratio (DSR).
3.
Penggunaan dan penarikan dana pinjaman tidak terlalu ketat dan lebih baik jenis pinjaman yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
2.
Sumber dana pinjaman harus jelas dan pihak kreditor dikenal mempunyai reputasi yang baik.
3.
Perlu adanya penganekaragaman (diversifikasi) sumber dan bentuk pinjaman, sehingga dapat meningkatkan borrowing capacity Indonesia. Hal ini dilakukan karena Indonesia tidak selamanya dapat memperoleh pinjaman bersifat lunak sehingga perlu dicari bentuk-bentuk pinjaman lain seperti fasilitas kredit ekspor dan pinjaman komersial serta mencari sumber-sumber lain seperti dari bank-bank, non bank, corporate atau individual investor potensial yang diorganisir oleh pemerintah negara kreditor.
66
Sanuri, Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (Loan Agreement hingga Restrukturisasi), Direktorat Luar Negeri Bagian Ekspor Dan Impor, Bank Indonesia, Agustus 2005, hlm.6.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
56
4.
Penggunaan pinjaman diarahkan pada pembiayaan proyek-proyek yang memberi manfaat langsung bagi pengembangan industri dalam negeri serta mendorong perluasan lapangan kerja.
5.
Penggunaan pinjaman tidak dibatasi untuk impor barang/jasa dari negara pemberi pinjaman saja, tetapi hendaknya bebas digunakan untuk kepentingan impor dari negara lain. Dalam pengelolaan pinjaman luar negeri pemerintah, pengelolaannya
dilakukan secara bersama oleh instansi-instansi terkait di bawah koordinasi Menteri Koordinator Perekonomian yang antara lain terdiri atas Bappenas, Departemen Keuangan, Bank Indonesia dan Departemen Teknis terkait sebagai executing agency yang akan melaksanakan pekerjaan proyek pemerintah dan ditunjuk oleh pemerintah Republik Indonesia. Masing-masing instansi mengelola pinjaman ini sesuai dengan tahap-tahap pelaksanaan pinjaman yang meliputi tahap pengusulan proyek, pencairan pinjaman, penggunaan pinjaman dan pembayaran kembali pinjaman. Pejabat yang ditunjuk atau in-charge atas nama Pemerintah Republik Indonesia sebagai peminjam (borrower) adalah Menteri Keuangan, sedangkan yang bertindak sebagai pelaksana proyek (executing agency) adalah Departemen Teknis atau BUMN/BUMD yang membawahi proyek 67
67
Ibid, hlm. 7.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
57
3.1.1. KETENTUAN DAN PERSYARATAN PROYEK PEMERINTAH YANG
DAPAT MENGGUNAKAN DANA PINJAMAN LUAR
NEGERI
Pengelolaan dan penggunaan pinjaman luar negeri harus dilakukan secara hati-hati dan seksama sehingga dapat mencapai sasaran program pembangunan yang diinginkan. Berdasarkan hal tersebut proyek-proyek yang diajukan untuk mendapatkan pembiayaan haruslah direncanakan dengan baik. Hal ini dimaksudkan untuk memperlancar kegiatan proyek tersebut pada pelaksanaannya. Perusahaan yang dapat mengajukan permohonan pendanaan proyek pemerintah adalah perusahan-perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”), Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”) dan pemerintah daerah. Usulan-usulan yang diajukan oleh BUMD atau BUMN ataupun pemerintah daerah harus memuat penjelasan secara rinci mengenai proyek yang akan diusulkan dan disertai dengan kerangka acuan kerja. Terhadap usulan-usulan yang diajukan tersebut kemudian dilakukan penilaian oleh Bappenas dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:68 1.
Proyek yang diusulkan memiliki kesesuaian dengan kebijakan, sasaran dan program pemerintah;
2.
Mempunyai prioritas tinggi dan layk untuk dibiayai dengan Pinjaman/Hibah Luar Negeri (“PHLN”); dan
68
Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dengan Ketua BAPPENAS, op.cit. Ps. 3.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
58
3.
Pertimbangan-pertimbangan lain yang sejalan dengan perkembangan kebijakan pembangunan nasional.
Jika proyek yang diusulkan dinilai layak dan bersifat prioritas maka proyek tersebut akan dimasukan dalam Daftar Rencana Pinjaman Hibah Luar Negeri (“DRPHLN”). Namun demikian proyek yang telah masuk dalam DRPHLN tidak serta merta mendapatkan dana pinjaman atau hibah luar negeri, akan tetapi dinilai kembali oleh tim penilai persiapan proyek yang terdiri dari unsur-unsur Bappenas, Departemen Keuangan dan instansi terkait lainnya. Hasil dari penilaian tersebut dilaporkan kepada menteri terkait, Menteri Keuangan dan Ketua Bappenas.69 Berdasarkan laporan penilaian yang dilakukan oleh tim penilai persiapan proyek tersebut, Menteri Keuangan, Ketua Bappenas dan menteri terkait akan mengambil keputusan proyek-proyek yang akan mendapatkan pendanaan dari PHLN. Jika sudah terdapat kesepakatan mengenai dokumen penilaian persiapan proyek, maka pembahasan bersama dengan pihak pemberi pinjaman/hibah luar negeri dilakukan dengan melibatkan tim perunding yang terdiri dari Bappenas, Departemen Keuangan, pihak pelaksana proyek dan instansi terkait lainnya. Kesepakatan antara tim perunding dengan pihak pemberi pinjaman selanjutnya akan dituangkan dalam suatu naskah perjanjian pinjaman/hibah luar negeri.
69
Ibid, Ps.4
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
59
3.1.2. NASKAH
PERJANJIAN
PINJAMAN
LUAR
NEGERI
DAN
PERJANJIAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI
Dalam naskah perjanjian pinjaman/hibah luar negeri yang dibuat oleh pemerintah Indonesia dengan pihak pemberi pinjaman tercantum nilai pinjaman yang akan dipergunakan untuk pelaksanaan proyek-proyek pemerintah. Sesuai ketentuan Pasal 8 SKB No.185/KMK.03/1995 dan No. KEP.031/KET/5/1995 dinyatakan bahwa Menteri Keuangan akan bertindak sebagai wakil pemerintah Indonesia dalam penandatanganan naskah perjanjian pinjaman maupun hibah luar negeri. 70 Berdasarkan naskah perjanjian pinjaman atau hibah luar negeri tersebut, dilakukan perjanjian penerusan pinjaman antara pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Menteri Keuangan dengan perusahaan BUMN atau BUMD atau pemerintah daerah sebagai pelaksana proyek yang akan melaksanakan proyek pemerintah yang telah mendapatkan persetujuan sebelumnya dari Menteri Keuangan dan Ketua Bappenas. Dalam perjanjian penerusan pinjaman terdapat persyaratan-persyaratan yang wajib untuk dipenuhi oleh perusahaan yang akan melaksanakan proyek pemerintah.71 Sebagai contoh dalam perjanjian penerusan pinjaman antara pemerintah Indonesia dengan PGN, dimana salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh PGN adalah PGN berkewajiban untuk memberikan laporan perkembangan fisik
70
Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dengan Ketua BAPPENAS, op.cit. Ps. 8.
71
Ibid., Ps. 9
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
60
dan keuangan proyek yang mendapatkan dana dari pinjaman luar negeri per 6 (enam) bulan. Laporan penarikan pinjaman penerusan tersebut harus disertai dengan bukti-bukti penarikan pinjaman penerusan oleh PGN. 72
3.2. PROSES PENGAJUAN PEMBEBASAN BEA MASUK DAN BEA MASUK TAMBAHAN UNTUK IMPORTASI MASTERIAL DALAM PELAKSANAAN PROYEK CP-4
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, berdasarkan Loan Agreement IP-511 antara Pemerintah Republik Indonesia dengan JBIC didapatkan pinjaman dana sebesar JPY 49,088,000,000.00 (empat puluh sembilan miliar delapan puluh delapan juta yen) untuk pelaksanaan proyek-proyek pemerintah untuk pembangunan sarana dan infrastruktur di Indonesia. Pada Loan Agreement IP511, Article 3 Section 2 Additional Conditions for Effective of Loan Agreement, disebutkan bahwa syarat untuk dapat berlakunya pinjaman tersebut adalah dengan melakukan perjanjian penerusan pinjaman (subsidiary loan).73 Berdasarkan hal tersebut PGN melalui surat nomor 0026/822/T/2003 tanggal 11 April 2003 mengajukan permohonan penerbitan perjanjian penerusan pinjaman kepada Menteri Keuangan atas nilai yang sama untuk pembiayaan proyek pipanisasi gas 72
Perjanjian Penerusan Pinjaman Nomor SLA – 1156/DP3/2003 tanggal 28 Mei 2003 antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero), Dalam Rangka Penggunaan Dana Dari Japan Bank For International Cooperation Loan Agreement Nomor: IP-511 Tanggal 27 Maret 2003 Untuk Pembiayaan Proyek Pembangunan Transmisi Gas Dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat, Ps. III ayat (3). 73
Loan Agreement IP-511 tanggal 27 Maret 2003, Article 3 Section 2 Additional Conditions for Effective of Loan Agreement, hlm.5
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
61
Sumatera Selatan - Jawa Barat.74 Surat tersebut ditembuskan kepada Ketua BAPPENAS. Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan menerbitkan surat nomor S-452/MK.6/2003 tanggal 8 Mei 2003, dimana surat tersebut menyatakan menyetujui untuk meneruskan kembali pinjaman yang berasal dari JBIC tersebut dalam jumlah yang tidak melebihi JP¥ 49,088,000,000 (empat puluh sembilan miliar delapan puluh delapan juta Yen) sebagai pinjaman kepada PGN, untuk membiayai proyek pipanisasi gas Sumatera Selatan - Jawa Barat.75
Pada tanggal 28 Mei 2003 Pemerintah Republik Indonesia, yang diwakili oleh Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan Republik Indonesia dan PGN yang diwakili oleh Direktur Utama menandatangani Perjanjian Penerusan Pinjaman Nomor SLA – 1156/DP3/2003 untuk meneruskan pinjaman sebesar JP¥ 49,088,000,000 untuk pembiayaan proyek PGN (“Perjanjian Penerusan Pinjaman Nomor SLA 1156/DP3/2003”).76 Dalam proyek pipanisasi gas SSWJ pelaksanaannya dibagi ke dalam 2 fase yaitu Fase 1 dan Fase 2, dimana dalam masing-masing fase terbagi dalam beberapa paket kontrak pekerjaan konstruksi. Salah satunya adalah Proyek CP-4 sebagai bagian dari proyek SSWJ Fase 1.
74
Surat PT Perusahaan Gas Negara (Persero) No. 0026/822/UT/2003 tanggal 11 April 2003 tentang Pembuatan SLA JBIC, No. B 75
76
Ibid, No. D Perjanjian Penerusan Pinjaman Nomor SLA – 1156/DP3/2003 tanggal 28 Mei 2003,
op.cit.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
62
Mengingat dana untuk pelaksanaan proyek merupakan pinjaman luar negeri yang berasal dari pemerintah Jepang. Maka sesuai ketentuan Schedule 4, Section 2, Pasal 3 dalam loan agreement IP-511 terdapat persyaratan mengenai penggunaan material untuk pekerjaan sebagai berikut:77 “Not less than fifty percent (50%) of the total cost of goods sand services to be financed under Category (A) as stipulated in Section 1 of Schedule 2 attached hereto shall be procured from Japan.” Berdasarkan ketentuan tersebut diatas dalam loan agreement IP-511 pemerintah Jepang mensyaratkan country of origin dari material yang dipergunakan dalam pelaksanaan pekerjaan proyek SSWJ dengan jumlah sebesar 50% dari total keseluruhan material yang dipergunakan dalam masing-masing paket kontrak harus berasal dari negara Jepang. Yang dimaksud dengan kategori A dalam Section 1 Schedule 2 adalah kegiatan procurement dan construction of pipeline.78 Ketentuan yang sama akan dicantumkan pula dalam masing-masing kontrak pekerjaan yang menjadi rangkaian pekerjaan SSWJ. Persyaratan utama lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek SSWJ berdasarkan ketentuan Schedule 4, Section 2, Pasal a dalam loan agreement IP511, sebagai berikut: 79 The Eligigible Nationality of the Supplier shall be the following: (a) Japan in case of the prime contractor; (b) Japan or Republic of Indonesia in case of the sub contractors; and 77
Loan Agreement IP-511, op.cit. Schedule 4, Section 2, Psl. 3
78
Ibid., Section 1 Schedule 2.
79
Ibid. Schedule 4, Section 2, Ps.1.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
63
(c) All countries and areas in case of the contractors enggaged in contracts subsidiary to sub contracts. Berdasarkan ketentuan tersebut dipersyaratkan bahwa kontraktor utama yang terlibat dalam proyek SSWJ harus merupakan perusahaan yang berasal dari Jepang. Selanjutnya untuk subkontraktor yang dapat ditunjuk oleh kontraktor utama dapat berasal dari Jepang ataupun Indonesia. Sedangkan untuk vendor yang dapat melakukan perjanjian dengan subkontraktor tidak mendapatkan pembatasan dan dapat berasal dari negara manapun. Selanjutnya berkaitan dengan kegiatan impor material sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 dinyatakan bahwa “Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk. 80 Yang dimaksud dengan bea masuk adalah “pungutan negara berdasarkan Undang-undang ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor”.81 Lebih lanjut dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 disebutkan bahwa “barang impor dipungut Bea Masuk berdasarkan tarif setinggitingginya empat puluh persen dari nilai pabean untuk perhitungan Bea Masuk”.82 Undang-undang No. 10 Tahun 1995 memuat ketentuan bahwa dalam setiap kegiatan impor barang dan material harus melalui prosedur dan kewajiban kepabeanan salah satunya dengan membayar pungutan bea masuk dengan tarif yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal tersebut wajib untuk dilaksanakan oleh pihak manapun yang melakukan kegiatan impor barang. 80
Undang-Undang Kepabeanan, UU No. 10 Tahun 1995, op.cit., Psl. 1 ayat (1).
81
Ibid., Ps. 1 ayat (15).
82
Ibid., Ps. 12.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
64
Namun demikian mengingat dana pembiayaan proyek merupakan dana pinjaman luar negeri serta proyek yang dilaksanakan merupakan proyek pemerintah maka seluruh bea masuk serta pajak-pajak yang berkaitan dengan barang dan material yang dibutuhkan untuk pelaksanaan proyek, termasuk pajak pertambahan nilai mendapatkan pembebasan. Hal tersebut diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri (“Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri (“Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2000”) sebagaimana telah diubah kembali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2001 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri (“Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001”).
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
65
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 disebutkan bahwa “Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, dibebaskan”.83 Pembebasan kewajiban-kewajiban fiskal juga diberlakukan terhadap kewajiban pembayaran pajak juga dilakukan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang dari karyawan asing yang bekerja pada kontraktor, konsultan, dan pemasok (supplier) utama atas penghasilan yang diterima atau diperoleh serta Pajak Penghasilan yang terutang oleh kontraktor, konsultan dan pemasok lapisan kedua atas penghasilan yang diterima atau diperoleh. Oleh karenanya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 selluruh Bea Masuk (BM) dan Bea Masuk Tambahan (BMT) serta pajak-pajak yang terkait dengan pelaksanaan proyek pemerintah menjadi dibebaskan dan ditanggung oleh pemerintah Indonesia. 84 Yang dimaksud dengan karyawan asing adalah warga negara asing yang yang menerima atau memperoleh penghasilan dari kontraktor, konsultan atau pemasok utama dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah. Sedangkan yang dimaksud dengan kontraktor, konsultan dan pemasok lapisan kedua adalah kontraktor, konsultan dan pemasok yang menerima 83
Peraturan Pemerintah Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, PP No. 42 Tahun 1995, LN No. 70, Psl. 1. 84
Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, PP No. 25 Tahun 2001, LN No. 48 Tahun 2001, TLN No. 4092, Psl. I.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
66
pekerjaan dari kontraktor, konsultan dan pemasok utama dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai oleh hibah atau biasa disebut sebagai subkontraktor. Hal ini dimaksudkan untuk menunjang pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai oleh hibah maupun pinjaman luar negeri dan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Mengingat Proyek CP-4 merupakan proyek yang didanai oleh pinjaman luar negeri, maka untuk dapat menggunakan fasilitas pembebasan BM dan BMT atas impor barang yang dilakukan oleh kontraktor maka harus dibuatkan daftar barang yang akan diimpor. Daftar barang dan material serta peralatan yang akan diimpor biasa disebut juga dengan istilah Master list. Kebutuhan daftar barang yang akan diimpor, dibuat berdasarkan spesifikasi material yang dibutuhkan serta kuantitas dari masing-masing barang mengacu pada desain pekerjaan yang dibuat oleh kontraktor dan telah mendapatkan persetujuan dari pemilik pekerjaan, yaitu perusahaan-perusahaan yang telah mengajukan usulan proyek dan disetujui oleh Menteri Keuangan dan Bappenas. Kontrak yang dimaksud adalah perjanjian pengadaan barang dan jasa (KPBJ) atau dokumen lainnya yang dapat disamakan yang ditandatangani oleh pemimpin proyek dan kontraktor. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996 mengenai prosedur pengurusan importasi material dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah ataupun pinjaman luar negeri, master list proyek harus dibuat oleh pimpinan proyek, atau biasa disebut dengan manajer proyek. Master list harus merinci tentang jumlah, jenis dan nilai barang yang akan diimpor serta nama pelabuhan pemasukan.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
67
Dokumen tersebut diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai melalui Direktur Pabean dengan melampirkan persyaratan yang diminta seperti formulir pengajuan kontrak, kontrak dan persetujuan kontrak dari BAPPENAS.85 Keputusan menteri tersebut dibuat untuk menunjang berlakunya pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1995. Adapun persetujuan dari BAPPENAS tentang pelaksanaan proyek SSWJ didasarkan pada Dokumen Isian Proyek (DIP) atau dokumen lain yang dipersamakan dengan DIP. Yang dimaksud dengan DIP adalah dokumen pendanaan yang di dalamnya memuat rencana kegiatan proyek, sumber dana serta jumlah dana yang diperlukan yang telah mendapatkan pengesahan dari Departemen Keuangan. Adapun dokumen lainnya yang dipersamakan dengan DIP adalah dokumen rencana anggaran tahunan proyek yang dicantumkan dalam Daftar Isian Pembiayaan Proyek (DIPP), Surat Pengesahan Anggaran Biaya Proyek (SPABP),
Rencana Pembiayaan Tahunan (RPT), Surat Rincian
Pembiayaan Proyek Perkebunan (SRP3), Rencana Anggaran Biaya (RAB), Daftar Isian Penerusan Pinjaman Luar Negeri (DIPPLN), Surat Keputusan Otorisasi (SKO) serta dokumen lain yang ditetapkan Menteri Keuangan. 86 Mengacu pada hal-hal yang telah dijelaskan diatas, PGN kemudian mengajukan permohonan pembuatan master list untuk keperluan pemasukan barang-barang dan material serta peralatan yang berasal dari luar negeri yang
85
Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan, op.cit., Pasal 2 86
Ibid., Psl 1.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
68
dimaksudkan untuk pelaksanaan proyek CP-4 kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.87 Berdasarkan permohonan yang diajukan oleh PGN, Menteri Keuangan memberikan persetujuan dan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 388/KM.4/2006 tanggal 24 Februari 2006 tentang Pembebasan Bea Masuk, Tidak Dipungut PPN dan PPNBM Serta PPh Pasal 22 Ditanggung oleh Pemerintah Atas Impor Barang-Barang Proyek Pemerintah Untuk Proyek Pembangunan Pipa Transmisi Gas Dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat (Contract Package No. 4 – West Java Distribution Pipeline) Oleh PT Perusahaan Gas Negara (Persero) (KMK Nomor Nomor 388/KM.4/2006 tanggal 24 Februari 2006). Berdasarkan hal tersebut PGN mendapatkan pembebasan Bea Masuk tidak dipungut PPN dan PPNBM Serta PPh Pasal 22 atas impor barang-barang dan material dimana bea masuk dan pajak-pajak tersebut menjadi tanggungan pemerintah. Dalam KMK Nomor 388/KM.4/2006 tanggal 24 Februari 2006 tersebut terdapat beberapa persyaratan yang harus dilaksanakan oleh PGN: 88 1.
Barang-barang yang akan diimpor harus dipergunakan khusus untuk Proyek CP-4 dalam Proyek Pembangunan Pipa Transmisi Gas Dari Sumatera Selatan Ke Jawa Barat. 87
Surat Koordinator Pelaksana Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Indonesia No. 013800/24/BANG3/2006 tanggal 14 Februari 2006 perihal permohonan pembebasan BM dan BMT, tidak dipungut PPN dan PPnBM dan PPh ditanggung oleh pemerintah. 88
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Pembebasan Bea Masuk, Tidak Dipungut PPN dan PPNBM Serta PPh Pasal 22 Ditanggung oleh Pemerintah Atas Impor Barang-Barang Proyek Pemerintah Untuk Proyek Pembangunan Pipa Transmisi Gas Dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat (Contract Package No. 4 – West Java Distribution Pipeline) Oleh PT Perusahaan Gas Negara (Persero), Keputusan Menteri Keuangan No. 388/KM.4/2006 tanggal 24 Februari 2006.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
69
2.
Barang-barang yang tidak dipungut bea masuk dan pajak impor tersebut tidak
boleh
dipergunakan
untuk
dipindahtangankan
atau
dirubah
penggunaannya tanpa persetujuan dan izin dari Direktur Jenderal Bea Cukai. 3.
Jika terdapat pelanggaran atau penyalahggunaan atas barang-barang yang yang tidak dipungut bea masuk dan pajak impor tersebut maka Direktur Jenderal Bea Cukai akan mencabut izin yang telah dikeluarkannya atas pembebasan terhadap impor barang-barang untuk pelaksanaan Proyek CP-4.
4.
Terhadap penyalahgunaan barang-barang yang yang tidak dipungut bea masuk dan pajak impor akan dikenakan denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang harus dibayar dan bea impor yang telah dibebaskan harus dilunasi. Untuk pelabuhan-pelabuhan yang ditetapkan menjadi tempat pemasukan
impor barang adalah pelabuhan Laut Batu Ampar – Batam, Pelabuhan Palembang, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Udara Soekarno – Hatta. Sedangkan untuk penyelesaian kewajiban pabean atas barang dan material yang mendapatkan fasilitas pembebasan, Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (“KPBC”) yang ditunjuk adalah KPBC Batam, KPBC Palembang, KPBC Tanjung Priok I/II/III, KPBC Merak dan KPBC Soekarno – Hatta.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
70
3.3.
REALISASI PENGGUNAAN MASTER LIST UNTUK IMPORTASI BARANG DAN MATERIAL DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK CP-4
Pada kegiatan importasi barang dan material proyek CP-4 yang menggunakan fasilitas master list, diwajibkan untuk dilakukan realisasi impor. Untuk mekanisme importasi barang fasilitas tetap menggunakan tata laksana importasi umum. Hal ini diatur melalui Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP- 07/BC/2003 tanggal 31 Januari 2003 (“Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP- 07/BC/2003”).89 Untuk penegajuan pelaksanaan impor barang setiap importir, dalam hal ini PGN, diwajibkan untuk melaksanakan pemberitahuan impor barang dengan mengajukan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (“PIB”) kepada pejabat di kantor pabean dan Pemberitahuan Impor Barang Tambahan (“ PIBT”). PIB merupakan dokumen pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai atau diimpor sementara. 9 0 PIB ini disertai dengan disket yang di dalamnya berisi data PIB atau biasa disebut dengan PIB Disket. PIB dapat diajukan untuk setiap pengimporan atau secara berkala dalam periode tertentu.
89
Keputusan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan Di Bidang Impor, Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. KEP07/BC/2003 tanggal 31 Januari 2003. 90
Ibid, Psl.15.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
71
Terhadap PIB ataupun PIBT yang diajukan oleh importir, pejabat pabean selanjutnya akan melakukan pemeriksaan terhadap dokumendokumen tersebut. Pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan impor yang berlaku. Dokumen PIB diperiksa untuk mengetahui kebenaran klasifikasi barang dan Nilai Pabean yang diberitahukan, sedangkan PIBT untuk menetapkan klasifikasi barang dan Nilai Pabean. Setelah pejabat kepabeanan dapat melakukan verifikasi terhadap PIB atau PIBT yang telah diberikan persetujuan pengeluaran barang. Hasil verifikasi pejabat kepabeanan merupakan salah satu kriteria untuk pelaksanaan audit di bidang kepabeanan. 9 1 Lebih
lanjut
berdasarkan
ketentuan
Pasal
49
Undang-Undang
Kepabeanan diatur sebagai berikut: 9 2 “Importir, eksportir, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan atau pengusaha pengangkutan diwajibkan menyelenggarakan pembukuan dan menyimpan catatan serta surat menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor”.
Importir atau siapapun yang melaksanakan kegiatan impor maupun ekspor
memiliki kewajiban
untuk menyelenggarakan
pembukuan
dan
memelihara seluruh dokumen yang berkaitan dengan importasi barang dan material yang mendapatkan pembebasan terhitung sejak realisasi impor pada 91
Ibid, Psl.19.
92
Undang-Undang Kepabeanan, op.cit., Ps. 49.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
72
tempat usahanya, dokumen, catatan-catatan,dan pembukuan sehubungan dengan fasilitas BM. Hal ini juga harus dilaksanakan untuk keperluan audit di bidang kepabeanan. Audit yang dilakukan oleh pejabat kepabeana akan dilakukan terhadap pembukuan, catatan, dan dokumen yang berkaitan dengan pemasukan dan penggunaan barang fasilitas. Barang-barang impor yang telah mendapatkan fasilitas, hanya dapat digunakan untuk kegiatan/ proyek yang bersangkutan. Jika dalam pemeriksaan audit ditemukan adanya barang yang telah mendapatkan fasilitas BM dan pada saat pengimporannya tidak memenuhi ketentuan tentang jumlah, jenis, spesifikasi barang yang tercantum dalam daftar barang, dipungut BM dan pungutan impor lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. Penyalahgunaan barang-barang yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan BM, BMT tersebut akan mengakibatkan batalnya fasilitas BM dan BMT yang telah diberikan dan BM serta BMT yang terhutang harus dibayar oleh importir serta dikenakan sanksi adminstrasi sesuai ketentuan yang berlaku. Pada Proyek CP-4 realisasi impor dilakukan oleh PGN melalui kontraktor CP-4 yaitu N ippon Steel Corporation (“ NSC”). Realisasi impor barang dan material mulai dilakukan tahun 2 0 0 7 sampai dengan tahun 2008.
Pelaksanaan impor barang dan material tersebut dilakukan sesuai
dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan konstruksi di lapangan dan jadual pekerjaan yang telah dibuat oleh NSC dan tidak terdapat keberaran dari
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
73
PGN. Adapun barang dan material yang diimpor untuk kebutuhan pelaksanaan Proyek CP-4 sesuai dengan KMK Nomor 388/KM.4/2006 tanggal 24 Februari 2006 yang memuat master list Proyek CP-4 antara lain adalah line pipe, sectional ball valve, elbow dan pipe fittings. 9 3 Seluruh dokumentasi yang berkaitan dengan impor barang dan material dicantumkan dalam dokumen PIB. Dokumen-dokumen ini seluruhnya harus didokumentasikan dan disimpan dengan baik oleh NSC termasuk dokumen Bill of Lading (“B/L”) untuk pemasukan barang dan material yang diimpor untuk pelaksanaan proyek CP4 . Keseluruhan dokumen-dokumen yang ada pada saat proyek termasuk dokumen PIB dan B/ L wajib untuk diserahkan kepada PGN sebagai bagian dari as-built document, sebagai persyaratan untuk diterbitkannya Taking-Over Certificate for whole of the Works.
93
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Pembebasan Bea Masuk, Tidak Dipungut PPN dan PPNBM Serta PPh Pasal 22 Ditanggung oleh Pemerintah Atas Impor Barang-Barang Proyek Pemerintah Untuk Proyek Pembangunan Pipa Transmisi Gas Dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat (Contract Package No. 4 – West Java Distribution Pipeline) Oleh PT Perusahaan Gas Negara (Persero), op.cit. Lampiran Keputusan Menteri Keuangan.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
74
BAB IV PELAKSANAAN KONTRAK CP-4 DAN PERMASALAHAN SURPLUS MATERIAL
4.1. PELAKSANAAN KONTRAK CP-4 Sebagaimana telah disebutkan dalam bab sebelumnya, Proyek CP-4 dilaksanakan berdasarkan perjanjian loan agreement antara JBIC dan Pemerintah Republik Indonesia dan subsidiary loan agreement
antara Menteri Keuangan dan PGN. Setelah melalui proses
pelelangan atau pengadaan barang, PGN menunjuk salah satu peserta pengadaan sebagai pemenang pengadaan yaitu NSC sebagai kontraktor karena dianggap memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang akan dilaksanakan. PGN dan NSC menandatangani kontrak untuk Proyek CP-4 pada tanggal 23 November 2005 dengan nomor kontrak 005700.PK/24/UT/2005 (“Kontrak CP-4”)94 Commencement Date atau Tanggal Mulai Kerja Proyek CP-4 berdasarkan ketentuan Pasal 8.1. Syarat-syarat Kontrak adalah tanggal penyampaian JBIC Notification of Concurrence kepada NSC yaitu tanggal 17 Juli 2006. Dalam Kontrak CP-4 dipersyaratkan adanya termin waktu atau biasa disebut dengan key date untuk penyelesaian pekerjaan konstruksinya. Mengingat Proyek CP-4 merupakan salah satu dari rangkaian proyek SSWJ, maka terdapat beberapa key date yang harus dilaksanakan dalam kontrak yaitu Key Date A (Mechanical Completion) CPCD + 517, Key Date F (Completion of 1st Stage Commissioning) CPCD + 532 dan Time for Completion (Whole of the Works) CPCD +
94
Contract Package No. 4 West Java Distribution Pipeline No. 005700.PK/24/UT/2005 tanggal 23 November
2005. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
75
607. Yang dimaksud dengan CPCD yaitu Contract Package Commencement Date atau dapat disebut juga tanggal dimulainya pekerjaan. Mengingat pekerjaan dalam Proyek CP-4 menggunakan kontrak standar FIDIC PDB dan merupakan pekerjaan yang melibatkan spesifikasi dan teknologi tinggi dan bersifat kompleks, maka setelah penandatanganan kontrak CP-4, NSC harus melakukan prosedur engineering design untuk membuat seluruh dokumen dan desain yang dibutuhkan dalam penyelesaian pelaksanaan pekerjaan konstruksi pipa gas. Dokumen teknis yang dibuat harus mengacu pada standard and codes yang dipersyaratkan oleh PGN antara lain API RP 2030 (Guidelines for Applications of Water Spray Systems for Fire Protection in the Petroleum Industry), ASME B36.19 (Stainless Steel Pipe), ASME FCI 70.2 (Control Valve Seat Leakage), ASNT TC-1A (Personnel Qualification and Certification in Nondestructive Testing), MSS SP-53 (Quality Standard for Steel Castings – Dry Particle Magnetic Inspection) dan NFPA 72G (Guide for the Installation, Maintenance and Use of Notification Appliances for Protective Signalling Systems). Terdapat kurang lebih 250 standards and codes yang dipersyaratkan dalam kontrak CP-4. Standards and codes merupakan standar dan prosedur pekerjaan yang berlaku secara internasional dalam pelaksanaan berbagai macam pekerjaan konstruksi yang berkaitan dengan hal-hal teknis, prosedur keamanan dan keselamatan kerja, prosedur inspeksi teknis, persyaratan untuk personil-personil yang terlibat dalam pekerjaan konstruksi dan lain sebagainya. Sebelum melakukan pelaksanaan pekerjaan, NSC berkewajiban membuat dokumendokumen teknis yaitu seluruh prosedur dan design engineering yang akan diaplikasikan dalam pekerjaan dimana dokumen-dokumen teknis tersebut harus mendapatkan status “no objection” terlebih dahulu dari PGN sebagai pemilik pekerjaan, sebelum diaplikasikan pada pekerjaan yang Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
76
akan dilaksanakan. Secara garis besar dokumen teknis yang wajib dibuat terbagi menjadi Conceptual Design, Preliminary Design dan Detailed Design.95 Prosedur – prosedur yang dibuat NSC berdasarkan pada beberapa tahapan pekerjaan dan disiplin ilmu misalkan Healty, Safety and Environment (HSE), Quality Assurance/Quality Control (QA/QC), Structural and Civil, Commissioning, Electrical, Instrumentation and Control - SCADA dan Pipeline – Piping. Sedangkan dokumen prosedur yang dibuat dan akan diaplikasikan antara lain Inland Transportation Procedure, Safety Procedure for Excavation Work Near Underground and Overhead Electrical Power's Cables, Specification of Painting for Non Burried Pipeline & Pipeline Structure, Stress Analysis For Pipeline Installation, Trenching, Lowering, Tie-in and Backfilling Procedure, Onloading of Metering & Regulating System Procedure. Adapun desain-desain pekerjaan yang mendetail dan spesifik yang dibuat dan akan direalisasikan oleh NSC misalkan Pipeline Alignment Sheet untuk masing-masing area, Layout Installation Ground Bed dan Grounding System for Metering System SSWJ Project (CP-4). Dalam Proyek CP-4 umur desain pekerjaan permanen jaringan pipa (permanent work) atau biasa disebut dengan design lifetime secara umum untuk proyek CP-4 adalah 50 tahun sedangkan untuk komponen-komponen perkerjaan yang tidak dapat didetailkan atau dispesifikan adalah selama 20 tahun. Hal ini mengingat nilai pekerjaan konstruksi jaringan pipa merupakan pekerjaan yang mahal sehingga diharapkan tidak terdapat kerusakan apapun terhadap jaringan pipa yang telah dipasang atau dibangun tersebut. Berdasarkan hal tersebut seluruh desain yang dibuat harus direncanakan dengan baik dan menggunakan bahan dan material yang memiliki spesifikasi tinggi. 95
Contract Package No. 4 West Java Distribution Pipeline No. 005700.PK/24/UT/2005 tanggal 23 November 2005, Volume II of VII (Employer’s Requirement), Chapter 1 General Requirement, hlm. 15 Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
77
Dalam pembuatan desain pekerjaan, NSC diwajibkan untuk memperhatikan hal-hal berikut ini: 1.
Desain yang dibuat harus selalu sesuai dengan metode konstruksi yang dibuat. Right of Way (ROW) yang akan dipergunakan di jalan tol dan jalan umum terbatas hanya 3 sampai dengan 10 meter, dan harus memperhatikan akses umum yang akan dipergunakan berkaitan dengan kemungkinan adanya masalah sosial dan kondisi jalan akses misalkan pembatasan berat dan lebar jalan.
2.
Metode dan inovatif solusi teknologi dapat dipergunakan jika dimungkinkan.
3.
Desain, material dan metode konstruksi haruslah yang telah diketahui, teruji dengan baik dan bukan merupakan prototype.
4.
Desain yang dibuat harus aman dan tidak berbahaya dengan tidak mengandung unsurunsur yang dapat menimbulkan kondisi unforeseen dan mempertimbangkan berbagai kondisi geoteknikal.
5.
Desain yang dibuat harus mempertimbangkan dan mengakomodir risiko-risiko konstruksi dan operasional, dimana risiko-risiko tersebut harus dianalisa dan dikuantifikasi kemungkinan terjadinya dan konsekuensi yang akan ditimbulkannya.
6.
Struktur yang dibuat harus didesain untuk memfasilitasi operasional dan memberikan akses untuk melakukan penggantian, inspeksi dan perawatan atas semua bagian. Kemudahan untuk melakukan penggantian sistem atau komponen dengan umur desain di bawah 20 tahun haruslah mempertimbangan desain yang utama (primary design consideration).
7.
Desain yang dibuat harus memperhatikan perencanaan dan instalasi untuk keamanan pengguna, kru pengawas dan pemelihara dan personil operasional. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
78
Berdasarkan prosedur dan desain yang telah dibuat tersebut, NSC dapat menghitung jumlah material, spare part dan spread team yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan.
4.2. PERMASALAHAN DAN PENYELESAIAN SURPLUS MATERIAL Berdasarkan perhitungan dan kalkulasi kebutuhan material dan barang yang dibutuhkan, NSC melakukan proses pembelian material (procurement) dimana hampir 100% material dan barang yang dipergunakan merupakan barang yang berasal dari luar negeri. Pembelian material dan barang untuk proyek CP-4 seluruhnya dilakukan dengan menggunakan fasilitas master list. Mengingat pekerjaan utama yang akan dilaksanakan adalah pembangunan jaringan pipa, maka material utama yang diimpor adalah line pipe, ball valve dan sectional ball valve, flange dan blind flange, elbow, dan pipe fittings. Fasilitas master list tersebut mengakomodir barang dan material yang diimpor antara lain dari Jepang, Amerika Serikat, Korea, Kanada. Jerman, Kroasia, dan Eropa dengan nilai CIF sebagaimana tercantum dalam master list sebesar kurang lebih sebesar JPY 1.203.674.100. Sedangkan untuk pelabuhan pemasukan barang dan material yang diimpor menggunakan pelabuhan Batam, Palembang, Tanjung Priok, Merak, Cengkareng, Banten, Cilegon dan Bojonegara.85 Dalam proses pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan, NSC berkewajiban untuk memberikan laporan perkembangan pekerjaan kepada PGN dalam bentuk laporan kertas dan
85
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Pembebasan Bea Masuk, Tidak Dipungut PPN dan PPNBM Serta PPh Pasal 22 Ditanggung oleh Pemerintah Atas Impor Barang-Barang Proyek Pemerintah Untuk Proyek Pembangunan Pipa Transmisi Gas Dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat (Contract Package No. 4 – West Java Distribution Pipeline) Oleh PT Perusahaan Gas Negara (Persero), op.cit. Lampiran Keputusan Menteri Keuangan. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
79
rapat mingguan. Laporan-laporan tersebut terbagi dalam laporan harian, laporan bulanan dan laporan per tiga-bulan. 86 Laporan bulanan yang dibuat harus disampaikan setiap bulannya kepada PGN dan harus mencantumkan hal-hal sebagai berikut: 1.
Executive Summary yaitu dekripsi mengenai garis besar dan kemajuan pencapaian pekerjaan (termasuk perbandingan antara kemajuan pekerjaan aktual dengan kemajuan pekerjaan rencana awal dan penggunaan tenaga kerja.
2.
Areas of Concern yaitu penjelasan mengenai masalah-masalah yang dapat memberikan efek yang merugikan pada pekerjaan, biaya dan jadual pekerjaan.
3.
Progress Summary yaitu deskripsi lengkap mengenai kemajuan masing-masing tahapan pelaksanaan pekerjaan misalkan pekerjaan desain, pembelian material, pabrikasi, konstruksi dan commissioning.
4.
Permits dan Certification yaitu status perijinan pekerjaan, permasalahan lingkungan, keamanan, kesehatan, sertifikasi MIGAS, dan lain-lain.
5.
Quality Management System (QMS) yaitu persyaratan sebagaimana dijelaskan pada bagian Sub Pasal 3.3.7. Sedangkan laporan per tiga-bulan harus menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Progress photograph yaitu foto-foto yang menyampaikan bukti-bukti kemajuan pekerjaan yang berkaitan dengan pembelian barang dan material, pabrikasi dan konstruksi di area-area pekerjaan utama yang disertai dengan schematic drawings yang 86
Contract Package No. 4 West Java Distribution Pipeline No. 005700.PK/24/UT/2005 tanggal 23 November 2005, Volume II of VII (Employer’s Requirement), Chapter 3 Contractor’s Key Management Responsibilities, hlm. 19. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
80
menunjukan kemajuan pekerjaan instalasi jaringan pipa dan pipeline station dan pekerjaan konstruksi lainnya seperti jembatan pipa perlintasan pipa yang bersifat major dan minor. 2.
Master Time Schedule yang menunjukan status jadual aktual (current schedule status) dibandingkan dengan rencana awal (baseline).
3.
Manpower histogram yaitu status rencana dan aktual penggunaan jumlah dan penempatan tenaga kerja.
4.
Rencana jadual pekerjaan untuk bulan berikutnya.
5.
Progress S Curve untuk setiap wilayah pekerjaan dan secara umum yang menunjukan prosentase utama dan aktual pekerjaan. Untuk laporan harian harus selalu dibuat oleh kontraktor untuk masing-masing lokasi
pekerjaan yang harus diserahkan setiap hari kepada personil pemilik pekerjaan. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dalam pekerjaan CP-4 terdapat beberapa key date yang akan dipergunakan sebagai milestone penyelesaian pekerjaan dimana salah satunya adalah key date untuk mechanical completion. Mengingat wilayah pekerjaan CP-4 merupakan area jawa bagian barat, maka untuk key date mechanical completion dibagi menjadi beberapa wilayah yaitu untuk prioritized pipeline (berdasarkan instructed variation yang diterbitkan oleh PMC) 87, area Merak, area Anyer, area Suralaya dan whole of the works.
87
Untuk pelaksanaan pekerjaan prioritized pipeline dikarenakan adanya perubahan ruang lingkup pekerjaan dimana PMC menerbitkan beberapa instructed variation yaitu: (i) Instructed Variation No. CP-4-004 tanggal 11 September 2006, (ii) Instructed Variation No. CP-4-005 (Rev.01) tanggal 30 Oktober 2006, (iv) Instructed Variation No. CP-4-006 (Rev.01) tanggal 16 Oktober 2006, (v) Instructed Variation No. CP-4-007 tanggal 18 Oktober 2006, (vi) Instructed Variation No. CP-4-008 tanggal 21 November 2006, (vii) Instructed Variation No. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
81
Berdasarkan hal tersebut PMC dan PGN menerbitkan mechanical completion certificate untuk pencapaian masing-masing area.88 Berdasarkan hal tersebut NSC menginformasikan kepada PGN bahwa terdapat surplus material dari material yang telah dibeli dan dibayarkan oleh PGN berdasarkan payment schedule dalam kontrak dan master list yang telah disetujui oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang terdiri dari line pipe 16”, 24” fittings (long elbow, weldolet dan reducer). Lebih lanjut NSC menginformasikan bahwa NSC berencana untuk melakukan disposal atau scrapping terhadap surplus material tersebut. Surplus material tersebut diatas merupakan bagian dari material yang diimpor oleh NSC dengan menggunakan master list yang menggunakan dokumen Angka Pengenal Importir (API) milik PGN. Dalam seluruh dokumen PIB untuk Proyek CP-4 disebutkan bahwa pihak importir adalah PGN dengan mencantumkan nomor API milik PGN. Sehingga berdasarkan hal tersebut seluruh material yang diimpor dianggap sebagai milik PGN dan bukan merupakan milik NSC sebagai kontraktor. Dimana PGN memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam master list CP-4. Sehingga jika terdapat penyalahgunaan material yang telah diimpor dengan menggunakan master list tersebut PGN merupakan pihak yang akan dikenakan sanksi atau pertanggungjawaban oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak. Oleh karenanya PGN menolak permintaan NSC untuk melakukan disposal ataupun scrapping CP-4-009 (Rev.01) tanggal 27 November 2006, (viii) Instructed Variation No. CP-4-010 (Rev.01) tanggal 18 Januari 2007, (viii) Instructed Variation No. CP-4-011 tanggal 6 Februari 2007. 88
Mechanical Completion Certificate yang diterbitkan oleh PMC adalah untuk: (i) Prioritized Pipeline Section, tanggal 8 Maret 2007, (ii) Area Merak, tanggal 15 Agustus 2007, (iii) Area Anyer, tanggal 27 November 2007, (iv) Area Suralaya, tanggal 14 Februari 2008, dan (v) for Whole Work, tanggal 22 Februari 2008. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
82
terhadap surplus material. Selanjutnya berdasarkan permintaan NSC tersebut, PGN meminta kepada NSC untuk menyerahan seluruh dokumentasi yang berkaitan dengan surplus material CP-4 untuk dilakukan verifikasi serta NSC diminta untuk tetap menyimpan dan tidak melakukan suatu tindakan apapun yang dapat merubah kondisi surplus material.89 NSC tetap berpendapat bahwa seluruh material yang diimpor dan tidak dipergunakan untuk melakukan instalasi pekerjaan atau menjadi surplus material akan menjadi milik kontraktor. Pendapat ini didasarkan pada jenis harga kontrak CP-4. Dalam kontrak CP-4 berdasarkan ketentuan dalam Sub Pasal 14.1. mengenai Contract Price and Payment, disebutkan sebagai berikut:90 Unless otherwise stated in the Particular Conditions: (a) the Contract Price shall be the lump sum Accepted Contract Amount and be subject to adjustments in accordance with the Contract; (b) the Contractor shall pay all taxes, duties and fees required to be paid by him under the Contract, and the Contract Price shall not be adjusted for any of these costs, except as stated in Sub-Clause 13.7 [Adjustments for Changes in Legislation] and Sub-Clause 14.16 [Liability for Taxes and Duties]; (c) any quantities which may be set out in a Schedule are estimated quantities and are not to be taken as the actual and correct quantities of the Works which the Contractor is required to execute; (d) any quantities or price data which may be set out in a Schedule shall be used for the purposes stated in the Schedule and may be inapplicable for other purposes;
89
Surat PMC No. 004-LT-JOE/NSC-239 tanggal 2 April 2008 mengenai Construction Surplus Material. Dalam kontrak FIDIC sangat dimungkinkan dalam suatu kondisi, Engineer menerbitkan suatu instruksi kepada kontraktor. Instruksi yang dikeluarkan oleh Engineer harus dibuat secara tertulis dan tidak boleh diberikan secara lisan serta tidak boleh mengganggu atau mempengaruhi tanggung jawab desain yang dibuat oleh kontraktor. Jika instruksi tersebut mengandung suatu variasi pekerjaan maka harus diterbitkan melalui mekanisme Variations dengan menerbitkan Instructed Variation. 90
Contract Package No. 4 West Java Distribution Pipeline No. 005700.PK/24/UT/2005 tanggal 23 November 2005, Volume I of VII, General Conditions of Contract, hlm 42 dan Special Conditions of Contract, hlm. 28 Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
83
(e) (f)
the Contractor shall pay all bank chargesand all fees for all Letters of Credit , if any, that may be required to be opened by him in connection with the Works, and the Employer shall pay all bank charges and all fees for all Letters of Credit required for the purpose of payment to the Contract Price or any part thereof.
However, if any part of the Works is to be paid according to quantity supplied or work done, the provisions for measurement and evaluation shall be as stated in the Particular Conditions. The Contract Price shall be determined accordingly, subject to adjustments in accordance with the Contract. Berdasarkan hal tersebut diatas disebutkan bahwa harga kontrak dalam CP-4 menggunakan nilai lumpsum. Kontraktor berkewajiban untuk menyelesaikan seluruh pekerjaannya dan estimasi kuantitas material yang dibuatnya dalam jadual biaya bukanlah kuantitas aktual yang akan diaplikasikan dalam pekerjaannya. Karena kontraktor hanya akan menyerahkan pekerjaan yang telah selesai 100% tanpa adanya cacat mutu kepada pemilik pekerjaan. Kelebihan ataupun kekurangan material yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan menjadi tanggung jawab kontraktor. Secara umum untuk menghindari adanya keterlambatan pelaksanaan pekerjaan yang dapat berefek pada denda keterlambatan, kontraktor akan memilih untuk membeli barang disertai dengan kontingensinya. Hal ini disebabkan dalam setiap desain yang dibuat kontraktor dalam kontrak standar FIDIC PDB, tidak dapat ditentukan kebutuhan material secara pasti, namun hanya dapat dilakukan estimasi atau jumlah perkiraan. Untuk mengetahui jumlah penggunaan material dalam pekerjaan hanya akan diketahui dalam as-built drawings ataupun as-built document setelah pekerjaan selesai dilaksanakan. Namun demikian, permintaan NSC untuk melakukan scrapping ataupun disposal terhadap surplus material yang tidak memenuhi persyaratan master list dianggap dapat memberikan efek negatif kepada PGN. Sehingga PGN menolak permintaan NSC tersebut. Hal ini tentu saja Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
84
menimbulkan permasalahan dalam kontrak CP-4, meskipun permasalahan tersebut tidak memiliki efek terhadap pelaksanaan pekerjaan, namun dapat menyebabkan penyelesaian kontrak menjadi semakin lama. Berdasarkan keterangan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, untuk prosedur pemindahan barang yang diimpor dengan menggunakan master list hanya diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 298/KMK.01/1997 tentang Ketentuan Pemindahan Barang Modal Bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) / Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Perusahaan Non PMA/PMDN 91 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.05/1999 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan No. 298/KMK.01/1997 Tentang Ketentuan Pemindahan Barang Modal Bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) / Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Perusahaan Non PMA/PMDN.92 Keputusan menteri tersebut kemudian juga diatur lebih lanjut dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. KEP-55/BC/1999 tentang Tatacara Pemindahan Barang Modal Bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) / Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Perusahaan Non PMA / PMDN.93
91
Keputusan Menteri Keuangan tentang Ketentuan Pemindahan Barang Modal Bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) / Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Perusahaan Non PMA/PMDN, Keputusan Menteri Keuangan No. 298/KMK.01/1997 tanggal 4 Juli 1997. 92
Keputusan Menteri Keuangan tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan No. 298/KMK.01/1997 Tentang Ketentuan Pemindahan Barang Modal Bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) / Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Perusahaan Non PMA/PMDN, Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.05/1999 tanggal 3 Agustus 1999. 93
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tatacara Pemindahan Barang Modal Bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) / Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Perusahaan Non PMA / PMDN, op.cit. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
85
Namun ketentuan tersebut digunakan untuk pekerjaan yang bertujuan untuk peningkatan investasi dalam negeri dan lebih diperuntukan pada barang modal usaha dan mesin produksi untuk industri. Dimana terdapat beberapa opsi yang dapat diberlakukan dalam prosedur pemindahan tersebut antara lain dilakukan re-ekspor, dipindahtangankan dengan dikenakan pemenuhan bea masuk dan denda atas fasilitas yang diterimanya. 94 Pada barang modal (dalam hal ini mesin), dapat dilakukan pemindahan tanpa kewajiban membayar bea masuk yang terutang atau denda atas fasilitas yang telah diterimanya, dalam hal: 95 a.
Force majeure, sehingga mesin atau barang modal mengalami rusak berat dan tidak dapat dipakai lagi seperti kebakaran,dan sebagainya,
b.
Alih aset barang modal dari perusahaan penerima fasilitas Bea Masuk ke Perusahaan penerima fasilitas bea masuk lainnya, berdasarkan rekomendasi BKPM, atau
c.
Mesin atau barang modal dire-ekspor, berdasarkan rekomendasi BKPM. Sedangkan untuk impor barang dan material yang digunakan pada pekerjaan proyek
pemerintah, belum terdapat aturannya di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengatur perubahan penggunaan material yang diimpor untuk pelaksanaan proyek pemerintah. Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada beberapa proyek pemerintah juga memiliki permasalahan yang setipe atau sama yaitu surplus material dimana barang atau material tersebut tidak dipergunakan lagi karena pekerjaan telah selesai dan terdapat kelebihan material dan direncanakan untuk dilakukan scrapping atau disposal. Hal tersebut tidak dapat dilakukan karena belum adanya pengaturan yang jelas untuk permasalahan tersebut.
94
Ibid. Psl. 2.
95
Ibid. Psl. 3. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
86
Surplus material yang ada pada proyek pemerintah lainnya tetap berada pada pemilik pekerjaan dan tidak dapat dilakukan srapping atau disposal ataupun dialihkan kepada pihak kontraktor. Jika tetap dilakukan pemindahan dan perubahan penggunaan terhadap surplus material tersebut maka perusahaan BUMD atau BUMN sebagai pemilik pekerjaan, dimana namanya tercantum dalam master list yang akan menanggung BM, BMT serta sanksi denda. Lebih lanjut berdasarkan ketentuan Sub Pasal 1.4. Syarat-syarat Kontrak mengenai Law and Language dinyatakan sebagai berikut: “The Contract shall be governed by the law of the Country (or other jurisdiction) stated in the Appendix to Tender.” Dalam setiap pekerjaan, hukum yang akan berlaku adalah hukum dimana negara tempat pekerjaan dilaksanakan. Berdasarkan sub-pasal tersebut dalam appendix to tender Kontrak CP-4 disebutkan bahwa hukum yang berlaku untuk keseluruhan kontrak tersebut adalah hukum Republik Indonesia. Melihat permasalahan tersebut dan untuk menghindari munculnya klaim kontraktor (Contractor’s Claim) serta pelanggaran peraturan yang kemungkinan akan dilakukan oleh NSC dan dapat merugikan PGN sebagai pihak pelaksana impor, PMC kemudian menerbitkan Instructed Variation No. CP-4-24 tentang Transportation and Delivery of Surplus Material as Additional Spare Parts96 yang.kemudian direvisi dengan Instructed Variation No. CP-4-24
96
Instructed Variation No. CP-4-24 tentang Transportation and Delivery of Surplus Material as Additional Spare Parts, tanggal 10 Oktober 2008. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
87
(Rev.01) tentang Transportation and Delivery of Surplus Material as Additional Spare Parts, yang ditandatangani oleh PMC, PGN dan NSC.97 Dalam instructed variation tersebut PMC menginstruksikan kepada NSC untuk: 1.
Melakukan transportasi dan pengiriman atas seluruh surplus material yang diimpor dalam rangka pelaksanaan kontrak CP-4.
2.
Surplus material akan diperlakukan sebagai spare parts yang harus dikirimkan kepada PGN pemilik pekerjaan ke lokasi stockyard yang akan ditentukan oleh PGN di wilayah Station Bojonegara.
3.
NSC wajib untuk memberikan metode “unloading and storage of linepipes & fitting” termasuk ketentuan mengenai spreader bar(s) dan temporary equipment lainnya yang dibutuhkan pada saat pelaksanaan pekerjaan variasi.
4.
Ruang lingkup pekerjaan NSC berkaitan dengan transportasi dan pengiriman surplus material termasuk juga pekerjaan pembersihan lahan dan pekerjaan persiapan yang dibutuhkan juga pekerjaan perbaikan (reinstatement) jika terjadi kerusakan pada lahan atau bangunan dikarenakan pekerjaan tersebut.
5.
NSC juga berkewajiban untuk tetap mematuhi persyaratan yang ada dalam kontrak. Transportasi dan pengiriman surplus material sebagai spare part harus sudah selesai
dilakukan oleh NSC sebelum diterbitkannya Final Taking-Over Certificate. Adapun berkaitan dengan nilai pekerjaan variasi tersebut, akan ditentukan kemudian, jika ada. Prosedur ini diatur dalam ketentuan Sub Pasal 13.3 mengenai Variation Procedure, dimana terdapat mekanisme
97
Instructed Variation No. CP-4-24 (Rev.01) tentang Transportation and Delivery of Surplus Material as Additional Spare Parts, tanggal 20 Oktober 2008. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
88
prosedur perubahan pekerjaan mulai dari prosedur penerbitan instructed variation sampai dengan penerbitan agreed variation.98 Terhadap pelaksanaan instructed variation tersebut dilakukan perhitungan biaya berdasarkan dokumen Variation Request No. 004-VR-NSC/PMC-024 yang diajukan oleh NSC, dengan mempertimbangkan metode pekerjaan yang akan dipergunakan serta peralatan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan transportasi dan pengiriman surplus material. Kesepakatan akhir untuk pekerjaan transportasi dan pengiriman material tersebut dilakukan melalui penerbitan Dokumen Agreed Variation No. CP4-AV-003 (Rev.01), dimana terdapat kesepakatan untuk nilai pekerjaan yang harus dibayarkan oleh PGN kepada NSC. Apabila dikaitkan dengan teori yang dikemukakan Oliver Wendell Holmes Jr, dimana peraturan yang telah ada tidak cukup mengatur tentang pemindahan barang dan material dalam proyek pemerintah sehingga menimbulkan perselisihan antara pihak terkait yaitu PGN dan NSC, maka pihak-pihak tersebut haruslah dapat mencari pemecahan masalah mengingat proyek CP-4 merupakan proyek yang mendapatkan dana pinjaman luar negeri yang melibatkan beberapa instansi pemerintah. Dalam pelaksanaan proyek pemerintah banyak hal yang terkait dalam pelaksanaannya yaitu kondisi struktur hukum, sosial politis, kultur serta ekonomi antara negara penerima dengan negara pemberi pinjaman. Para pihak berusaha untuk menyilogiskan alasan pemecahan masalah surplus dimana penyelesaian tersebut tetap tidak keluar dari koridor hukum yang berlaku di Indonesia.
98
Contract Package No. 4 West Java Distribution Pipeline No. 005700.PK/24/UT/2005 tanggal 23 November 2005, Volume I of VII, General Conditions of Contract, Psl. 13.3 dan Special Conditions of Contract, Psl.13.3 Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
89
Menurut konsep dari Oliver dalam menentukan suatu penyelesaian hukum atas permasalahan yang timbul haruslah melihat latar belakang terbentuknya suatu peraturan hukum. 99 Hukum bukanlah suatu sub-sistem substantif normatif semata akan tetapi juga berkomponenkan struktur alias organisasi yang berbasis politik dan pula berkomponenkan kultur alias nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berbasis kultur komunitas etnik/indigenous. Partikularisme dalam kehidupan sosio-politik dan sosio-kultural yang dinamik akan menjadikan hukum dengan konsepnya yang baru sebagai sistem yang terbuka di tengah makrosistem yang lebih inklusif itu justru boleh dipercaya akan lebih berpotensi memajukan demokrasi. Konsep ini menjadikan hukum yang bersumber pada bahan perundang-undangan berikut doktrin-doktrin konfiguratifnya tidak hanya menjadi bidang urusan para juris semata melainkan juga urusan publik pada umumnya. 100 Mencermati ketentuan dalam Kontrak CP-4, pendapat yang diajukan oleh NSC bahwa kontraktor yang berhak atas kepemilikan surplus material, pada prinsipnya secara kontraktual sebenarnya dapat dipahami. Hal ini dapat dilihat dari cara pembayaran yang menggunakan prinsip nilai lumpsum. Jadual pembayaran yang dilakukan pun tidak mengacu pada jumlah satuan yang diimpor ataupun nilai satuan pekerjaan yang dilakukan namun menggunakan sistem milestone sebagai berikut:101 Ref.No. 1.0 DESIGN
Milestone
99
Oliver Wendell Holmes Jr., op.cit, hlm.9
100
Soetandyo Wignjosoebroto, op.cit., hlm. 47
% Due
101
Contract Package No. 4 West Java Distribution Pipeline No. 005700.PK/24/UT/2005 tanggal 23 November 2005, Volume I of VII, Annex P-Payment Schedule, hlm.1 Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
90
1.1
1.2
1.3
1.4 1.5
2.0 2.1
2.2
3.0 3.1 3.1.1 3.1.2
3.2
Conceptual Design Following submission by the Contractor of the completed Conceptual Design and issuance of the Engineer written “No Objection” thereto. Preliminary Design Following submission by the Contractor of the completed Preliminary Design and issuance of the Engineer’s written “No Objection” thereto. Detailed Design Following submission by the Contractor of the completed Detailed Design and issuance of the Engineer’s written “No Objection” thereto. Independent Design Verification As for 1.1, 1.2 and 1.3 above As-Built Drawings and Operation & Maintenance Manuals Following submission of the completed and approved As-Built drawings amd Operation & Maintenance Manuals and issuance of the Engineer’s written “No Objection” thereto. PROCUREMENT Main Distribution Pipeline & Sectional Valves Following submission by the Contractor of the satisfactory proof of shipment of approved internally coated linepipe materials only, exclusive of external coating and valves, etc. Following delivery to Site of each batch of approved linepipe, fully coated externally in accordance with the Employer’s Requirements. Following delivery to site of 100% for all other approved materials (including valves). Branch Line Pipe & Materials For each individual area/line-size, following delivery to Site of all approved Materials (including line pipe materials) and Plant for the whole of the work comprised within the relevant area. CONSTRUCTION Preliminaries and General Requirements Lump sum items Following satisfactory completion of each item Time-Related Item Monthly in arrears throughout the period for which the item is required. Main Distribution Pipeline & Sectional Valves
100%
100%
100%
100%
100%
70%of the invoice value applicable to each shipment 100% 100%
100%
100% in equal monthly amounts 90% of all
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
91
3.3
4.0 4.1
Monthly progress payments based on the length in kilometers costs for the (rounded down) of completed pipeline where approved reinstatement pipeline has been achieved (and after installation of cathodic protection and excluding the completion of all other requirements prior to hydrostatic testing, hydrostatic etc.) testing, drying, nitrogen filling, pigging and the tie-ins Following completion of hydrostatic testing, drying, nitrogen filling, 100% of all pigging, tie-ins and other work necessary for the Mechanical costs for the Completion of the entire pipeline under the Contract, and after pipeline issuance of the Mechanical Completion Certificate. including hydrostatic testing, drying, nitrogen filling, pigging and the tie-ins Branch Lines 100% for each Following completion of the Pre-Commissioning Tests for each individual area/line-size station, following completion of all the work involved therein COMMISSIONING 1st Stage Commissioning without Compressor Station Following completion of the Mechanical Completion for the main distribution pipeline system and succesfull completion commissioning 100% and trial operation without operation of the compressor, and after issuance of the SAT 4 Certificate. Following completion of the Mechanical Completion for all the facilities for each branch line area and after issuance of the SAT 4 Certificate 2nd Stage Commissioning without Compressor Station Following succesfull completion commissioning and trial operation
100%
100%
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
92
with operation of the compressor of the whole of West Java Distribution Pipeline facilities, and after issuance of the Taking-Over Certificate. SPARE PARTS Following the issuance of written acceptance by the Employerof delivery to the Employer’s designated warehoouse of all agreed and approved spare parts.
5.0
100%
Lebih lanjut mengacu pada ketentuan Pasal 14 Syarat-syarat Kontrak mengenai harga kontrak dan cara pembayaran, mengingat nilai kontrak yang digunakan adalah nilai lumpsum maka segala risiko dalam penyelesaian pekerjaan akan menjadi tanggung jawab kontraktor, baik jika terjadi kekurangan ataupun kelebihan material. Dalam pasal tersebut juga dapat dengan jelas dilihat adanya larangan terhadap kontraktor untuk meminta perubahan harga kontrak jika terdapat kekurangan material yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pekerjaan. 102 Pada ketentuan Pasal 11.11 Syarat-syarat Kontrak mengenai Clearance of Site disebutkan sebagai berikut:103 Upon receiving the Performance Certificate, the Contractor shall remove any remaining Contractor’s Equipment, surplus material, wreckage, rubbish and Temporary Works from the Site. If all these items have not been removed within 28 days after the Employer receives a copy of the Performance Certificate, the Employer may sell or otherwise dispose of any remaining items. The Employer shall be entitled to be paid the costs incurred in connection with, or attributable to, such sale or disposal and restoring the Site.
102
Peter L. Boen, op.cit., hlm. 233
103
Contract Package No. 4 West Java Distribution Pipeline No. 005700.PK/24/UT/2005 tanggal 23 November 2005, Volume I of VII, General Conditions of Contract, Psl. 11.11. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
93
Any balance of the moneys from the sale shall be paid to the Contractor. If these moneys are less than the Employer’s costs, the Contractor shall pay the outstanding balance to the Employer. Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa jika kontraktor tidak melakukan pembersihan atas lokasi pekerjaan, maka pemilik pekerjaan berhak untuk melakukan pembersihan dan menjual semua hal termasuk peralatan kontraktor, surplus material, sampah-sampah material serta bangunan sementara untuk pekerjaan. Hasil dari penjualan tersebut kemudian harus diserahkan kepada kontraktor, kecuali jika hasil penjualan tersebut nilainya kurang dari biaya yang telah dikeluarkan oleh pemilik pekerjaan untuk melakukan pembersihan lokasi pekerjaan. Di sisi lain, jika dilihat dari peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, dimana sampai dengan saat ini belum adanya peraturan yang secara jelas mengatur pemindahan barangbarang proyek pemerintah, maka PGN juga berhak untuk menolak permintaan disposal dan scrapping yang diajukan oleh NSC karena PGN merupakan pihak pengimpor dimana nomor API PGN merupakan salah satu persyaratan yang harus diserahkan sebagai syarat penerbitan master list. Jika terjadi pemindahan ataupun penyalahgunaan atas material yang diimpor untuk proyek CP-4 dan hal ini diketahui oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka PGN akan dikenakan sanksi berupa pemenuhan pembayaran BM, BMT dan pajak impor serta akan dikenakan sanksi sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang harus dibayarkan. Hal ini mengingat berdasarkan ketentuan Pasal 5 KMK Nomor 388/KM.4/2006 tanggal 24 Februari 2006, disebutkan bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki hak untuk melakukan
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
94
pemeriksaan sewaktu-waktu terhadap dokumen-dokumen pelaksanaan impor yang berkaitan dengan Proyek CP-4.104 Lebih lanjut, berdasarkan dokumen PIB yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, nama importir yang tercantum dalam dokumen tersebut adalah nama PGN, begitu pula dengan dokumen B/ L untuk seluruh pemasukan material yang mendapatkan fasilitas master list dimana nama consignee yang tercantum dalam dokumen B/ L juga adalah nama PGN. Sesuai ketentuan Pasal 5 0 6 KUHD, disebutkan sebagai berikut: 1 0 5 “Konosemen adalah surat yang diberi tanggal yang di dalamnya diterangkan oleh pengangkut, bahwa ia telah menerima barang-barang tertentu, dengan maksud untuk mengangkut barang-barang ke tempat yang ditunjuk, dan menyerahkannya di sana kepada orang yang ditunjuk, demikian pula dengan persyaratan perjanjian yang bagaimana penyerahan itu akan dilakukan.” Seperti diketahui konosemen memiliki tiga fungsi pokok, yaitu: 1.
merupakan bukti penerimaan barang ( document of receipt), hal ini selalu diperlukan sebagai bahan pembuktian pengakuan pihak pengangkut bahwa barang telah diterima dan telah berada dalam perwaliannya;
2.
merupakan bukti adanya perjanjian pengangkutan (evidence of contract carriage), antara pihak pengangkut dengan pengirim (shipper) dan sifat janji/kesanggupan untuk mengangkut tercermin pada klausa “Shipped onboard... ...and to be discharged at the aforesaid port ...”, walaupun tidak ada dokumen yang dibuat bersama, namun secara· 104
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Pembebasan Bea Masuk, Tidak Dipungut PPN dan PPNBM Serta PPh Pasal 22 Ditanggung oleh Pemerintah Atas Impor Barang-Barang Proyek Pemerintah Untuk Proyek Pembangunan Pipa Transmisi Gas Dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat (Contract Package No. 4 – West Java Distribution Pipeline) oleh PT Perusahaan Gas Negara (Persero), op.cit., Psl. 5 105
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Citra Umbara, cetakan IV, Mei 2012, Ps. 506 Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
95
praktis konosemen yang ditetapkan sepihak merupakan perjanjian pengangkutan (contract of transportation) yang mengikat, dan 3.
merupakan bukti hak milik dan dokumen yang dapat diperdagangkan ( document of title and negotiable instrument) konosemen mempunyai sifat kebendaan dimana setiap pemegangnya berhak menuntut penyerahan barang tersebut di kapal mana saja barang itu berada, dalam konosemen pihak pengangkut menyepakati untuk mengangkut barang ke pelabuhan tertentu dan menyerahkannya bukan saja kepada pengapal/pengirim, tetapi juga kepada “shipper's order” atau “named consignee” sehingga kedudukan konosemen adalah mewakili barang-barang (representative of the goods), yaitu dengan mengendors dan mengalihkan kepada pemegang konosemen berarti juga mengalihkan hak milik atas barang-barang tersebut. Dalam transaksi perdagangan, dimana baik pihak penjual maupun pembeli
mempunyai kepentingan masing-masing,
kedudukan konosemen sangat
menentukan dan dapat mempengaruhi kredibilitas pengangkut (barang dijadikan jaminan konosemen). Jika melihat dari ketentuan tersebut, pihak yang memiliki hak kepemilikan atas barang-barang yang dikirimkan adalah pihak yang namanya tercantum sebagai penerima barang/ importir Sebagaimana telah dijelaskan diatas nama PGN tercantum dalam dokumen PIB dan dokumen B/ L sebagai importir, sehingga dalam hal ini PGN dapat dikatakan sebagai pemilik dari seluruh barang dan material yang diimpor untuk pelaksanaan proyek CP-4 . Sehingga NSC tidak berhak untuk melakukan klaim atas kepemilikan surplus material proyek CP-4
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
96
Tidak adanya kejelasan peraturan yang mengatur tentang pemindahan kepemilikan ataupun perubahan penggunaan barang dan material yang diimpor dengan fasilitas master list pada proyek pemerintah, menyebabkan munculnya perselisihan antara pemilik pekerjaan dengan kontraktor. Sehingga jalan keluar yang ditempuh oleh PGN dan NSC adalah jalur negosiasi dengan menerbitkan instructed variation dan agreed variation. Lebih lanjut dikarenakan permasalahan ini penyelesaian proyek CP-4 menjadi tertunda karena harus menunggu kesepakatan penyelesaian permasalahan surplus material antara PGN dan NSC. Untuk selanjutnya kesepakatan ini akan diakomodir dalam amandemen kontrak CP4.
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1.
KESIMPULAN Dari uraian dan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat
disimpulkan untuk menjawab permasalahan-permasalahan sebagaimana yang telah dirumuskan pada Bab I adalah sebagai berikut: a.
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2001 Tentang Perubahan Ketiga Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri belum cukup mengatur mengenai kemungkinan-kemungkinan
permasalahan
yang
terjadi
dalam
praktek
pelaksanaannya, terutama berkaitan dengan kemungkinan adanya surplus material yang sudah diimpor dengan menggunakan fasilitas masterlist namun tidak terpakai terutama dikaitkan dengan penggunaan konsep nilai lumpsum dalam kontrak proyek pemerintah. Sampai dengan saat ini belum terdapat satu pun proyek pemerintah yang dapat melakukan pemindahan atau perubahan penggunaan atas surplus material yang tersisa dalam proyek pemerintah tersebut dikarenakan adanya kelebihan perhitungan kuantitas barang dan material. Opsi – opsi pemindahan atau perubahan surplus material yang ada hanya diperuntukan khusus Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
97
bagi barang modal sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. KEP-55/BC/1999 tentang Tata Cara Pemindahan Barang Modal Bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) / Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Perusahaan Non PMA/PMDN. Peraturan tersebut hanya berlaku untuk perusahaan PMA, PMDN ataupun non PMA dan PMDN yang melakukan kegiatan usaha indutri. Sedangkan untuk surplus material yang muncul pada perusahaan BUMD dan BUMN yang melakukan kegiatan proyek pemerintah dimana kegiatan impor material dan barang mendapatkan fasilitas masterlist, peraturan pemindahan atau perubahan penggunaan pada surplus material tersebut belum ada pengaturannya secara jelas.
b.
Dengan tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur pemindahan barang dan material yang diimpor menggunakan master list dan digunakan pada proyek pemerintah, penyelesaian permasalahan surplus material pada Proyek CP-4 memakan waktu yang berlarut-larut dan tidak memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat di dalamnya yaitu NSC, PGN dan juga PMC. Penyelesaian permasalahan surplus material pada kontrak CP-4 dikarenakan kontrak standar FIDIC PDB dapat memberikan mekanisme penyelesaian permasalahan kontrak dimana salah satunya adalah dengan menerbitkan instructed variation yang akan memberikan justifikasi yang adil bagi NSC dan PGN . Penggunaan kontrak standar FIDIC PDB dalam pelaksanaan
proyek pemerintah terutama proyek di bidang konstruksi pada prinsipnya dapat melindungi kepentingan pihak-pihak yang terkait yaitu pemilik pekerjaan dan kontraktor, mengingat dalam konsep kontrak standar FIDIC PDB telah terdapat pengaturan yang jelas mengenai prosedur-prosedur yang akan dijalankan selama kontrak konstruksi dilaksanakan. Hal tersebut Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
98
dibuktikan dengan dianutnya asas Balanced Risk Sharing dalam kontrak standar FIDIC PDB yang telah dikenal secara luas oleh dunia konstruksi international.
2.
SARAN a.
Dalam pelaksanaan importasi material yang diperuntukan bagi proyek pemerintah, belum terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur secara jelas mengenai prosedur pemindahtanganan atau perubahan penggunaan material dan barang yang diimpor dan tercantum dalam masterlist serta mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PPN, PPnBm serta PPh Pasal 22 yang ditanggung oleh pemerintah, sehingga kebutuhan akan peraturan tersebut sangat diperlukan mengingat tidak tertutup kemungkinan permasalahan
semacam ini dapat terulang kembali untuk proyek
pemerintah yang sejenis terutama dalam bidang konstruksi, dimana dalam kontrak tersebut kontraktor yang akan melakukan estimasi kuantitas material yang dibutuhkan. b.
Peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi serta peraturan perundang-undangan di bidang bea dan cukai diharapkan dapat melindungi kepentingan hukum masing-masing pihak yang terkait, terutama kepastian perlindungan hukum terhadap hak dan kewajiban kontraktor maupun pemilik pekerjaan atas kontrak kerjasama yang melibatkan proyek pemerintah. Mengingat sampai
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
99
dengan saat ini belum terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur pemindahan ataupun perubahan penggunaan surplus material pada proyek pemerintah diharapkan dapat diterbitkan suatu peraturan perundang-undangan yang dapat mengatur secara mendetail mengenai hal tersebut sehingga tidak terjadi lagi perselisihan antara kontraktor dan pemilik pekerjaan terkait surplus material. Peraturan perundang-undangan yang akan dibuat juga harus secara tegas mengatur mengenai kepemilikan surplus material yang berasal dari proyek pemerintah yang mendapatkan dana dari pinjaman luar negeri serta mendapatkan fasilitas masterlist. Dengan didapatkan konsep aturan yang rinci serta mendetail atas keseluruhan ketentuan mengenai pemindahan atau perubahan penggunaan surplus material pada proyek pemerintah diharapkan dapat memberikan pemahaman yang jelas dan tidak ambigu dalam menyelesaikan permasalahan surplus material pada proyek pemerintah.
Universitas Indonesia Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
100
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU Adolf, Huala. Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Banakar, Reza dan Max Travers. Theory and Method in Socio-Legal Research. Hart Publishing, 2005. Bayles, Michael D. Principles of law. A normative analysis. Dordrecht: D. Reidel Publishing Co., 1987 Boen, Peter L. The FIDIC Contracts Guide, Fédération Internationale des Ingénieurs-Conseils Conditions of Contract For Plant Design Build Plant And Design-Build (First Edition 1999), Fédération Internationale des Ingénieurs-Conseils, 1999. Conditions of Contract for EPC Turnkey Projects (First Edition, 1999), Fédération Internationale des Ingénieurs-Conseils, 1999 Conditions of Contract for Construction (First Ed. 1999), Fédération Internationale des Ingénieurs-Conseils, 1999 Davidson, R.Peter dan John Mullen. Evaluating Contract Claims. Second Edition, Willey – Blackwell, 2009 Eggleston, Brian. Liquidated Damages and Extensions of Time. Third Edition, Willey – Blackwell, 2009 Ervianto, Wulfram I. Manajemen Proyek Konstruksi, Andi Offset, Yogyakarta, 2005 Fuady, Munir. Kontrak Pemborongan Mega Proyek Bandung, Citra Adtya Bakti, 1998 Jaeger, Axel-Volkmar dan Götz Sebastian Hök. FIDIC- A Guide for Practitioners. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2010. Macaulay, Stewart. Et al. Contracts: Law in Action. The Michie Company, 1995.
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
101
Mamudji Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Kusumaatmadja Mochtar. Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional, Penerbit Binacipta, Bandung, 1995. Kusumaatmadja Mochtar. Konsep-Konsep Hukum Dalam (Kumpulan Karya Tulis) Penerbit Alumni, Bandung, 2002.
Pembangunan
Murphy, Jeffrie G. and Jules L. Coleman, The philosophy of Law: An Introduction to Jurisprudence, Rowman & Allanheld Publisher, 1984. Salter, Michael dan Julie Mason. Writing Law Dissertations: An Introduction and Guide to the Conduct of Legal Research. Pearson Educated Limited, 2007. Tebbit, Mark. Philosophy of Law: An Introduction, Routledge, 2000. The Short Form of Contract (First Edition, 1999) Fédération Internationale des Ingénieurs-Conseils, 1999. The FIDIC Contracts Guide, Fédération Internationale des Ingénieurs-Conseils, First Edition, 2000. Holmes Jr, Oliver Wendell. The Common Law. Project Gutenberg, 2000
B. PERATURAN PERUNDANGAN - UNDANGAN
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata [Wetboek van Koephandel], diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. cetakan 40. Jakarta: Pradnya Paramita, 2009.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, cetakan IV. Bandung: Citra Umbara, Mei 2012. Indonesia. Undang-Undang Kepabeanan, UU No. 10 Tahun 1995, LN. Nomor 75 Tahun 1995, TLN Nomor 3612. ________ Undang-Undang Jasa Konstruksi, UU No. 18 Tahun 1999, LN. Nomor 54 Tahun 1999, TLN Nomor 3833. Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
102
________ Undang-Undang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun 2004, LN. Nomor 5 Tahun 2004, TLN Nomor 4355. ________ Undang-Undang Keuangan Negara, UU No. 17 Tahun 2003, LN. Nomor 47 Tahun 1995, TLN Nomor 4286. ________ Peraturan Pemerintah Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, PP No. 42 Tahun 1995, LN No. 70 Tahun 1995 TLN No. 3770. . ________ Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, PP No. 29 Tahun 2000, LN No. 64 Tahun 2000, TLN No. 3956. ________ Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, PP No. 25 Tahun 2001, LN No. 48 Tahun 2001, TLN No. 4092. ________ Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri Keputusan Menteri Keuangan No 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996. ________ Keputusan Menteri Keuangan Tentang Perubahan Kedua Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 239/KMK.01/1996 Tanggal 1 April 1996 Sebagaimana Telah Diubah Dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 463/KMK.01/1998 Tanggal 21 Oktober 1998 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, Keputusan Menteri Keuangan No. 486/KMK.04/2000 tanggal 20 November 2000.
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
103
________ Keputusan Menteri Keuangan Tentang Pembebasan Bea Masuk, Tidak Dipungut PPN dan PPNBM Serta PPH Pasal 22 Ditanggung Oleh Pemerintah Atas Impor Barang-Barang Proyek Pemerintah Untuk Proyek Pembangunan Pipa Transmisi Gas Dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat, Kepmenkeu No. 388/KM.4/2006 tanggal 24 Februari 2006. ________ Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Gubernur Bank Indonesia tentang Tatacara dan Persyaratan Pengembalian Bea Masuk Atas Barang, Bahan dan Peralatan Konstruksi Yang Dipergunakan Untuk Memenuhi Kebutuhan Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Bantuan Dan Atau Pinjaman Luar Negeri, Kepmenkeu No. 317/KMK.01/1986, Kepmendag No. 136/Kpb/V/86, Kep Gubernur BI No. 19/5/KEP/GBI tanggal 6 Mei 1986 ________ Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tatacara Pemindahan Barang Modal Bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) / Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Perusahaan Non PMA / PMDN, Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. KEP55/BC/1999 tanggal 26 Agustus 1999.
________ Keputusan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan Di Bidang Impor, Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. KEP- 07/BC/2003 tanggal 31 Januari 2003. ________ Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan tentang Pedoman Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 239/kmk.01/1996 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPnBM, dan PPh dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri, Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan No. SE64/A/71/0596, No. SE-32/PJ/1996, No. SE-19/BC/1996 tanggal 13 Mei 1996
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
104
C. MAKALAH DAN JURNAL Boswell, Peter. “FIDIC Conditions of Contract Managing Construction ClaimsIntroduction & Principles”. FIDIC International Contracts Workshop, FIDIC, (January 2010). Edwards, Carolyn. “Freedom Of Contract And Fundamental Fairness For Individual Parties: The Tug Of War Continues”, UMKC Law Review, Volume 77, Number 3, (Spring 2009). Ely, Jr., James W. “The Protection Of Contractual Rights: A Tale Of Two Constitutional Provisions”, New York University Journal of Law & Liberty, (2005). Glover, Jeremy. “FIDIC an Overview: The Latest Developments, Comparisons, Claims And A Look Into The Future”, Fenwick Elliot, (September 2008) Hayashi, Yukinobu. “FIDIC Contract Document and JICA ODA Loan Projects”, Seminar on Contract Management for International Construction, FIDICJICA, (July 2010). Hardjomuljadi, Sarwono. “The Main Causal Factors of Construction Claims Under FIDIC Contract in Indonesia”, Seminar on Contract Management for International Construction, FIDIC-JICA, (July 2010). KÖKSAL, Jur.Tunay. “FIDIC Conditions Of Contract As A Model For An International Construction Contract”, International Journal of Humanities and Social Science Vol. 1 No. 8, July 2011 Omotomo, Toshihiko. “FIDIC Contract Document and Dispute ResolutionPrevention of Corruption”, Seminar on Contract Management for International Construction, FIDIC-JICA, (July 2010).
Sanuri, “Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (Loan Agreement hingga Restrukturisasi)”, Direktorat Luar Negeri Bagian Ekspor Dan Impor, Bank Indonesia, (Agustus 2005). Smith, Geoffrey. “FIDIC Contract Documents: Introduction and Principles”, Seminar on Contract Management for International Construction, FIDICJICA, (July 2010).
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
105
Smith, Geoffrey. “Responsibilities of the Main Parties”. Seminar on Contract Management for International Construction, FIDIC-JICA, (July 2010). Smith, Geoffrey. “The Management of Projects”. Seminar on Contract Management for International Construction, FIDIC-JICA, (July 2010). Smith, Geoffrey. “Risk, Force Majeur and Termination”. Seminar on Contract Management for International Construction, FIDIC-JICA, (July 2010). Perry, James. “Managing Variations”. Seminar on Contract Management for International Construction, FIDIC-JICA, (July 2010). Perry, James. “The Management of Claims”. Seminar on Contract Management for International Construction, FIDIC-JICA, (July 2010). Perry, James. “The Resolution of Disputes”. Seminar on Contract Management for International Construction, FIDIC-JICA, (July 2010).
D. PERJANJIAN Exchange of Notes between the Government of Japan and The Government of The Republic of Indonesia concerning a Japanese Loan To Be Extended With A View To Promoting The Economic Stabilization And Development Of The Republic Of Indonesia, tanggal 21 Januari 2003. Japan’s Pledge of Assistance to Indonesia at the 12th Consultative Group Meeting on Indonesia (CGI) tanggal 22 Januari 2003. Loan Agreement No. IP-511 between Japan Bank For International Cooperation and The Republic of Indonesia, tanggal 27 Maret 2003. Subsidiary Loan Agreement No. SLA – 1156/DP3/2003 antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, tanggal 28 Mei 2003. Contract Package No. 4 West Java Distribution Pipeline No. 005700.PK/24/UT/2005 antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk dan Nippon Steel Corporation tanggal 23 November 2005.
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
106
E. KAMUS Merriam-Webster’s collegiate dictionary (10th ed.). Springfield, MA: MerriamWebster, 1993. Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, Springer, 1 edition (March 2, 1994).
Universitas Indonesia
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
Lampiran 1.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1995 TENTANG BEA MASUK, BEA MASUK TAMBAHAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DAN PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN HIBAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, dipandang perlu memberikan kemudahan di bidang kepabeanan dan perpajakan; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu mengatur tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri dengan Peraturan Pemerintah; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2), Undang-Undang Dasar 1945; 2. Indische Tariefwet (Staatsblad Tahun 1873 No.35) sebagaimana telah diubah dan ditambah; 3. Rechten Ordonnantie (Staatsblad Tahun 1931 No.471) sebagaimana telah diubah dan ditambah; 4. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566); 5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567); 6. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan Atas Impor (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 7) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3384); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 79), Tambahan Lembaran Negara Nomor 3581); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1994 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3579); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BEA MASUK, BEA MASUK TAMBAHAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DAN PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN HIBAH ATAU DAN PINJAMAN LUAR NEGERI. Pasal 1 Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, dibebaskan. Pasal 2 Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor serta penyerahan Barang dan Jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut. Pasal 3 Pajak Penghasilan yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 oleh kontraktor, konsultan dan pemasok (supplier) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman dari luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah.
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013
Pasal 4 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri Keuangan. Pasal 5 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku. Pasal 6 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 April 1995. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Agustus 1995 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Nopember 1995 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAUN 1995 NOMOR 70
Analisa hukum..., Fera Witanti Puspaningrum, FH UI, 2013