UNIVERSITAS INDONESIA
TAYANGAN ‘COURTESY OF YOUTUBE’ : MENDULANG KEUNTUNGAN BESAR DENGAN MENGABAIKAN COPYRIGHT DAN VALIDITAS INFORMASI (STUDI KASUS PADA PROGRAM ON THE SPOT TRANS 7)
MAKALAH NON SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial
PUTRI ARIANI (1006665012)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI HUBUNGAN MASYARAKAT DEPOK JANUARI 2014
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Tayangan ‘Courtesy of YouTube’ : Mendulang Keuntungan Besar dengan Mengabaikan Copyright dan Validitas Informasi (Studi Kasus pada Program On The Spot Trans 7) Putri Ariani Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia E-mail :
[email protected]
Abstrak Beberapa tahun belakangan, program yang menggunakan video YouTube sebagai sumber utama produksi siaran marak bermunculan di layar kaca televisi Indonesia. Membuat program dengan video YouTube sangatlah mudah dan murah dibanding dengan memproduksi sendiri suatu tayangan. Dengan bermodalkan waktu dan biaya yang sedikit, program sejenis ini dapat mendulang keuntungan yang sangat besar. Pionir dari program ‘Courtesy of YouTube’ ini adalah On The Spot yang ditayangkan oleh Trans 7 sejak tahun 2010. Meskipun program On The Spot meraih kesuksesan, terdapat beberapa masalah yang menghadangnya, yaitu masalah copyright dan validitas informasi. Penelitian ini bermaksud untuk menganalisa acara On The Spot dilihat dari peraturan YouTube, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan opini masyarakat dari tahap produksi, konsumsi sampai distribusi. Pada akhirnya, On The Spot menjadi kontroversi dan terbukti melanggar peraturan yang ditetapkan oleh YouTube dan KPI.
‘Courtesy of Youtube’ Program : Gaining Big Profit without Considering The Copyright and Information’s Validity ( A study of ‘On The Spot’ Program on Trans 7) Abstract In recent years, programs that use YouTube’s videos as the main source of its production are widely spread in Indonesia’s television industry. Creating a program with YouTube’s video is very simple and inexpensive, compared with producing the original one. It only takes a little time and low cost to gain a very satisfying revenue. The pioneer is ‘On The Spot’, which has been broadcasted by Trans 7 since 2010. Despite its success, there are some serious problems with this program, involving copyright and information’s validity issue. This research is made to analyze the ‘On The Spot’ program from the perspective of YouTube’s term of service, Komisi Penyiaran Indonesia’s (KPI) regulation and public opinion, from production to consumption and distribution level. In the end, ‘On The Spot’ has become a controversy and has been caught violating the rules that has been established by YouTube and KPI. Keywords : Youtube; television ; copyright; information’s validity; On The Spot
1
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Pendahuluan
Tulisan ini ingin mengulas pelanggaran yang ada dalam program On The Spot, dilihat dari perspektif ketentuan YouTube, regulasi KPI dan opini masyarakat dalam hal copyright dan validitas informasi. Dalam kehidupan sehari-hari tampaknya seseorang tidak bisa terlepas dari televisi. Salah satu alat elektronik yang sekarang sudah seperti kebutuhan primer bagi manusia. Televisi adalah sebuah media massa yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia di seluruh dunia. Jangkauannya yang luas senantiasa menerpa setiap orang dengan segala kontennya yang beragam. Dibanding media massa lain, televisi dianggap yang paling menarik karena sifatnya yang menampilkan informasi dalam bentuk audio visual. Berdasarkan hasil survei terbaru Nielsen tentang konsumen dan media, televisi bahkan menempati peringkat teratas dalam konsumsi media yang dilakukan masyarakat Indonesia. Tingkat konsumsi televisi pada 2010 mencapai 95% atau naik 3% dibanding lima tahun lalu. Ini merupakan angka terbesar dibanding media lain seperti radio, internet, koran,dan lainnya. Menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney (1998), televisi sebagai media komunikasi massa mempunyai 4 fungsi, yaitu untuk memberikan informasi (to inform), untuk memberikan hiburan (to entertain), untuk mempersuasi (to persuade) dan sebagai sarana transmisi budaya (transmission culture). Meskipun begitu, pada dasarnya, televisi tetaplah sebuah industri yang mempunyai fungsi ekonomi. Layaknya sebuah industri, televisi adalah sebuah bisnis yang sangat profit-oriented. Pada teorinya, televisi memang mempunyai empat fungsi diatas tetapi nilainya kadang tergerus oleh adanya pertimbangan untung-rugi di perusahaan-perusahaan televisi. Dengan kian beragamnya kategori televisi ditambah dengan maraknya kehadiran para pemain baru di industri ini mengakibatkan semakin beratnya tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan-perusaahan televisi. Untuk menghadapi ritme kerja yang cepat dan tuntutan rating yang tinggi, para personel perusahaan televisi harus memutar otak guna mencari ide kreatif yang dapat menarik khalayak untuk tetap menonton stasiun televisi miliknya. Tentunya mindset yang dipakai untuk memproduksi sebuah tayangan televisi adalah prinsip untung-rugi. Para personel perusahaan televisi dituntut untuk memproduksi sebuah tayangan yang sukses dengan biaya produksi yang cenderung kecil. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerugian jikalau acara tersebut tidak sesukses yang diharapkan. Stasiun televisi 2
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
dituntut untuk bersikap fleksibel dan cepat beradaptasi pada selera pasar karena jika tidak, maka khalayak dapat berpaling ke stasiun televisi lain, lalu rating akan menurun dan berdampak pada harga dan spot yang akan dibeli oleh pengiklan. Meskipun televisi masih menjadi media yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, namun era kejayaannya terancam lengser ketika internet masuk sebagai sebuah terobosan teknologi baru. Internet hadir sebagai pesaing televisi karena manusia tidak lagi pasif sebagai audience, namun sekarang lebih berperan aktif dalam menyeleksi media apa yang akan ia gunakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Internet pun mengubah pola manusia dalam mengkonsumsi informasi. Lihatlah bagaimana fenomenalnya Shinta - Jojo dan Briptu Norman lewat video lipsync mereka di YouTube yang mendadak menjadi buah bibir di masyarakat. Menurut survey yang dilakukan oleh Broadcasting Board of Governors pada Agustus 2012, sebanyak 20,6% atau 1 dari 5 orang Indonesia menggunakan internet. Sebanyak 96,2% pengguna internet di Indonesia menggunakan jejaring sosial dan 72% menggunakan internet untuk mencari berita terbaru. Hal ini terjadi tidak hanya di perkotaan, namun sudah menjangkau hingga pelosok daerah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 47,6% pengguna internet di Indonesia sudah menggunakan Youtube. YouTube adalah sebuah situs website video sharing (berbagi video) populer dimana para pengguna dapat memuat, menonton, dan berbagi klip video secara gratis. Berdasarkan fakta tersebut, keberadaan internet ditakutkan akan menggeser minat penonton terhadap televisi. Maka dari itu, bermunculanlah berbagai program televisi yang memanfaatkan video YouTube. Penggunaan video dari YouTube untuk sebuah program televisi memang terkesan instan dan hemat biaya produksi, namun berimbas pada kualitas informasi tayangan. Keakuratan informasi yang hanya diambil melalui YouTube serta masalah hak cipta video masih menjadi pertanyaan. Meskipun menghasilkan keuntungan yang besar tetapi malah menimbulkan masalah baru, yaitu adanya dugaan pelanggaran terms of service YouTube dan regulasi P3SPS dari KPI.
Rumusan Masalah Banyaknya tayangan televisi yang menggunakan YouTube sebagai sumber informasi ternyata dipermasalahkan oleh beberapa orang. Tayangan ini dianggap cukup kontroversial karena proses produksinya yang sangat singkat dan mudah, yaitu hanya dengan mengunduh video dari YouTube. Dibalik kesukaan masyarakat tersebut, timbul beberapa masalah yang 3
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
menghadang program ‘courtesy of YouTube’ ini. Beberapa diantaranya adalah masalah copyright (hak cipta) dan validitas informasi dalam acara tersebut. Masalah pertama adalah penggunaan video YouTube oleh program-program semacam On The Spot ini sebagai sumber informasi yang sekaligus dijadikan modal utama dalam produksi tayangan tersebut. Dalam sebuah industri, tentunya produsen ingin mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya dengan modal yang sekecil-kecilnya. Tindakan program ‘courtesy of Youtube’ ini memang sangat bisa menekan modal yang harus dikeluarkan tetapi pihak stasiun televisi terlihat tidak mengindahkan adanya copyright atau hak cipta yang dimiliki oleh orang yang mengunggah video mereka ke YouTube. Pihak stasiun televisi dengan mudahnya mengunduh video yang diinginkan lalu menggunakannya sebagai modal produksi acara, lalu sebagai imbalan bagi orang yang memiliki video tersebut, mereka hanya menghargainya dengan menuliskan ‘Courtesy of YouTube’ pada video tersebut. Padahal dengan berbekal video tersebut, pihak stasiun televisi bisa meraup keuntungan yang sangat besar. Hal ini dianggap sebagai tindakan yang tidak menghargai hak cipta seseorang. Masalah kedua adalah penggunaan video YouTube sebagai sumber informasi yang dirasa tidak valid karena YouTube adalah sebuah media sosial, dimana setiap orang bisa saja mengunduh video dan memberikan deskripsi apapun tanpa harus memikirkan kebenarannya. Hal ini diperparah dengan kurangnya kesadaran pihak stasiun televisi untuk melakukan verifikasi informasi yang terdapat di video tersebut terlebih dahulu sebelum akhirnya disebarluaskan melalui media televisi. Untuk meneliti masalah ini, penulis mengambil tayangan On The Spot sebagai bahan analisis dan akan mengupas acara ini dari segi stasiun televisi sebagai sebuah industri, mulai dari proses produksi, konsumsi dan distribusi. Lalu, penulis akan menelaah tayangan On The Spot dengan menggunakan YouTube’s term of service dan peraturan dari KPI.
Tinjauan Literatur
Untuk memperkaya tulisan ini, penulis melakukan tinjauan literatur untuk mengetahui apa saja yang pernah ditulis orang lain mengenai topik ‘Courtesy of YouTube’. Pembahasan mengenai penggunaan video YouTube sebagai sumber utama program televisi ternyata masih sedikit jumlahnya dalam buku maupun artikel di media massa. Sebuah jurnal berjudul ‘Fenomena ‘Courtesy of YouTube’ dan Integritas Jurnalis Televisi’ karya Fizzy Andriani (2012), dari Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), 4
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
mengupas masalah ini secara mendalam. Fizzy menganggap bahwa fenomena ‘Courtesy of YouTube’ terjadi karena adanya persaingan antar stasiun televisi, kemalasan berkarya dan rendahnya kreativitas para personel televisi. Berdasarkan wawancaranya dengan dua produser program televisi ‘Courtesy of YouTube’, sebenarnya para produser ersebut menyadari bahwa video-video
yang
mereka
ambil
dari
YouTube
kebenarannya
tidak
bisa
dipertanggungjawabkan. Alasan utama mereka masih menggunakan video dari YouTube adalah adanya kendala untuk mengambil gambar yang asli. Mereka berpikir bahwa sah-sah saja mengambil video YouTube karena sifat program yang hanya untuk hiburan. Meskipun menyadari kesalahannya, namun acara semacam ini tetap diproduksi karena dengan modal yang sedikit, mereka bisa menghasilkan rating yang tinggi dan pemasukan yang besar. Sejalan dengan Fizzy, Ignatius Haryanto (2012), seorang Direktur Eksekutif LSPP (Lembaga Studi Pers dan Pembangunan), dalam tulisannya di halaman Remotivi.or.id yang berjudul “Tulis ‘YouTube’, Selesai Perkara?” mempertanyakan keakuratan informasi yang ditampilkan oleh program ‘Courtesy of YouTube’ dan juga mempermasalahkan copyright dari video-video di YouTube tersebut. Menurutnya, pemakaian video YouTube untuk program televisi merupakan suatu bentuk tindakan pencurian. Penulisan ‘Courtesy of YouTube’ pun dirasa tidak menyelesaikan perkara karena sejatinya video-video yang ada di YouTube bukan asli berasal dari situs tersebut melainkan bersumber dari para pengunggah video. Para pengunggah video ini dianggap layak untuk mendapatkan suatu penghargaan atau pengakuan atas pemakaian karya mereka. Penggunaan video YouTube ini juga mengindikasikan adanya kemalasan pihak televisi yang tidak mau bekerja lebih untuk memproduksi gambar sendiri. Tulisan ini juga menyayangkan adanya pemikiran produser televisi yang hanya ingin membuat program yang mudah dan murah namun tetap bisa meraup uang yang banyak. Berbeda dengan dua literatur sebelumnya, terdapat pembelaan dari seorang pekerja seni, yaitu Pandji Pragiwaksono (2012) , melalui tulisan berjudul ‘Make Sense?’ di halaman pribadinya di pandji.com. Pandji tidak setuju apabila pihak televisi yang membuat program ‘Courtesy of YouTube’ dianggap semena-mena mengambil video di YouTube tanpa izin. Pandji berargumen bahwa setiap video yang diunggah ke YouTube sudah sepenuhnya menjadi milik YouTube. Selain itu, video-video tersebut juga terkadang bukan video original buatan dari si pengunggah, melainkan bisa unggahan ulang atau manipulasi dari video orang lain. Jadi, menurutnya pemakaian video YouTube di program televisi cukup terbayarkan dengan adanya penulisan ‘Courtesy of YouTube’. 5
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Program ‘Courtesy of YouTube’ ini memang menjadi topik yang masih diperdebatkan. Dari tinjauan literatur yang dilakukan, belum ada tulisan yang menganalisis program ‘Courtesy of YouTube’ ini dengan menggunakan perspektif regulasi KPI dan terms of service YouTube. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengangkat dan memperdalam topik ini. On The Spot : ‘Courtesy of YouTube’ Berbuah Masalah Copyright dan Validitas Informasi Perkembangan Industri Televisi Industri televisi Indonesia semakin berkembang pesat dari masa ke masa. Terdapat kurang lebih 13 channel yang saat ini mewarnai layar kaca televisi Indonesia setiap harinya. Keadaan ini berimbas pada semakin ketatnya persaingan dalam memenangkan hati penonton. Alur kerja di industri televisi yang sangat cepat dan dinamis memaksa pekerja televisi untuk membuat program yang kreatif dan bisa menjadi kegemaran penonton. Bila menengok industri televisi Indonesia sepuluh tahun yang lalu, mayoritas programnya masih diisi dengan sinetron dan program berita. Beberapa program kuis pun cukup laku pada saat itu. Televisi masih menjadi satu-satunya media audio visual yang dapat memberikan hiburan bagi penonton. Namun, pada era sekarang, televisi tidak bisa lagi hanya mengandalkan program yang konvensional dan biasa-biasa saja. Ketatnya persaingan antar stasiun televisi membuat pekerja televisi harus memutar otak dan menghasilkan program yang menarik. Oleh karenanya, bermunculanlah jenis program baru seperti reality show, variety show berbau musik, infotainment, seperti Dahsyat, Inbox, Silet, Indonesian Idol dan lain-lain. Transformasi ini tidak hanya disebabkan oleh munculnya stasiun televisi pesaing, namun juga dipengaruhi oleh adanya teknologi internet dan pergeseran konsumsi media di masyarakat Indonesia. Belakangan ini masyarakat menjadi lebih aktif untuk menentukan media apa yang akan dikonsumsi, bukan hanya dengan duduk dan menonton televisi secara pasif. Trend internet yang sudah mulai menjangkau seluruh wilayah Indonesia juga membuat masyarakat makin selektif dalam memproses informasi. Keberadaan internet ditakutkan akan menggeser minat penonton terhadap televisi seperti yang sudah diprediksikan bahwa teknologi dan digitalisasi akan membuahkan suatu revolusi industri televisi. Apalagi saat ini terdapat situs YouTube yang memungkinkan penggunanya mencari video ataupun tayangan yang mereka inginkan secara gratis. Melihat ancaman seperti ini, stasiun televisi kemudian berinovasi dengan membuat acara yang menggunakan video YouTube sebagai sumber 6
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
informasi, yang memang dibuat untuk memenuhi tuntutan pasar. Tayangan semacam ini biasanya hanya mengambil video dari Youtube lalu menambahkan narasi dan teks untuk menjelaskan video tersebut. Pada awalnya, pionir acara semacam ini adalah On The Spot yang tayang di stasiun televisi Trans7. Setelah beberapa waktu mengudara, ternyata acara ini sangat sukses karena hanya dengan mengeluarkan modal yang sedikit On The Spot bisa meraup keuntungan yang sangat besar. Bukan pertelevisian Indonesia jika tidak latah apabila ada tayangan televisi yang sukses. Mulailah marak bermunculan program ‘Courtesy of YouTube’ semacam ini di stasiun televisi lain, misalnya HotSpot di GlobalTV, Woow...! di ANTV dan Top5 di RCTI. Keempat tayangan ini cukup bisa menarik perhatian masyarakat karena dianggap sebuah acara yang berbeda dari yang lain dan memberikan informasi yang mendidik.
“On The Spot” Dilansir dalam situs resmi Trans 7, On The Spot diklaim sebagi program informatif yang menayangkan berbagai hal unik yang terkadang tidak terpikirkan oleh masyarakat sebelumnya dengan disertai penjelasan ringan. Sinopsis tersebut tampaknya agak kabur untuk menggambarkan apa yang sebenarnya program ini sajikan. On The Spot adalah sebuah program yang menayangkan potongan-potongan video dari situs YouTube. Pertama kali tayang di televisi pada tahun 2010 di stasiun televisi Trans 7. Pada awalnya, On The Spot merupakan program musik yang menayangkan berbagai video klip dari musisi Indonesia maupun luar negeri. Pada saat itu, acara ini dibawakan oleh Thalita Latief. Namun, di awal 2011, terlihat perubahan signifikan pada program ini. On The Spot bertransformasi menjadi sebuah program yang berisikan informasi-informasi yang ringan dan menarik dengan YouTube sebagai sumber informasi utamanya. Tayangan sejenis ini bisa dibilang baru dan On The Spot dapat dikatakan sebagai pionir bagi acara-acara serupa yang mencoba membuntuti kesuksesannya di stasiun televisi lain. Program ini tayang setiap hari Senin-Jumat, pukul 19.15 - 20.00 WIB. Dalam setiap episodenya, ada beberapa video yang dikelompokkan dalam beberapa tema khusus. Dari setiap 1 tema, akan ditampilkan 7 contoh. Misalnya adalah 7 Fenomena Alam Teraneh, 7 Ikan Spektakuler di Dunia, 7 Penampakan Menghebohkan sampai 7 Makhluk Misterius. Harus diakui, tema yang diambil adalah tema yang sangat unik dan memancing rasa penasaran. 7
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Semua video tersebut lalu diputar dengan tambahan tulisan ‘Courtesy of YouTube’ pada kiri bawah layar televisi. Tetapi pada sebagian kecil video, terkadang tulisannya tidak hanya sekedar ‘Courtesy of YouTube’ melainkan sudah berbentuk link url dimana video tersebut didapatkan dari YouTube. Bukan hanya menampilkan video saja, tetapi On The Spot juga menambahkan narasi untuk mendeskripsikan gambar yang ada di video yang bersangkutan. Untuk semakin menghidupkan suasana, On The Spot juga didukung oleh adanya back sound dalam setiap episodenya, yang akan berganti-ganti setiap nomor urutan per kategori.
YouTube YouTube adalah suatu situs komunitas berbagi video yang memungkinkan penggunanya untuk menonton, mengunggah dan menyebarkan berbagai macam video secara online dengan menggunakan web browser. Layanan yang beralamat di www.youtube.com ini dapat diakses melalui website maupun perangkat mobile. Situs YouTube didirikan oleh mantan pekerja PayPal, Steve Chen, Chad Hurley dan Jawed Karim pada Februari 2005. Situs ini kemudian beralih menjadi milik Google pada akhir tahun 2006 hingga saat ini. Jenis konten di YouTube beragam, mulai dari musik, cuplikan acara TV, film, tutorial, demo, juga video amatir. Salah satu keunggulan YouTube terletak pada kemudahan pengoperasiannya. Tidak heran apabila menurut statistik YouTube, terdapat lebih dari satu miliar pengguna internet yang mengunjungi YouTube dan menghabiskan total enam miliar jam untuk menonton video di YouTube setiap bulannya. Courtesy of YouTube Bila dilihat dari segi bahasa, ‘courtesy’ dalam bahasa inggris berarti : “consideration, cooperation, and generosity in providing something (as a gift or privilege) “, atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai “kemauan, kerjasama dan kedermawanan untuk menyediakan sesuatu (sebagai hadiah atau keistimewaan)”. Kalimat ‘courtesy of...’ biasanya mengindikasikan bahwa seseorang atau beberapa pihak mengizinkan orang-orang untuk memakai hasil karyanya sebagai ‘kedermawanan’ karena memberikan karya itu secara gratis. Sebagai imbalannya, pengguna karya tersebut diharapkan membalasnya dengan cara mencantumkan sumber karya agar diketahui oleh khalayak luas. Istilah ‘Courtesy of YouTube’ muncul seiring dengan maraknya tayangan televisi yang menggunakan YouTube sebagai sumber utama siarannya. Tayangan televisi semacam
8
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
ini menyertakan tulisan ‘Courtesy of YouTube’ di pojok bawah layar televisi untuk menandakan bahwa video tersebut diambil dari YouTube.
Copyright Copyright atau hak cipta adalah suatu bentuk perlindungan terhadap suatu karya, baik karya tulis, karya seni dan ekspresi lainnya yang dituangkan secara nyata ke dalam suatu medium. Karya yang bisa dilindungi dengan copyright adalah karya yang asli dan berbentuk nyata (tangible) . Karya-karya yang termasuk di dalamnya adalah karya tulis, musikal, drama, koreografi, gambar atau pahatan, karya audiovisual, rekaman suara dan karya arsitektur. Pemilik copyright mempunyai hak ekslusif untuk mereproduksi dan mendistribusikan suatu karya. Esensi dari copyright ada pada dua hal, yaitu hak moral dan hak ekonomi. Hak moral adalah atribusi atau pengakuan atas karya seseorang sementara hak ekonomi merujuk pada kompensasi yang perlu didapat seseorang atas hasil kerja kreatifnya tersebut. Aturan ini diberlakukan sebagai sebuah apresiasi atau penghargaan kepada produsen suatu karya karena mengeluarkan biaya atau jerih payah yang cukup besar dalam menghasilkan karyanya. Video di YouTube adalah salah satu karya yang dapat dilindungi oleh copyright.
Validitas Informasi Validitas mengacu pada tingkat kebenaran, kekuatan, keabsahan dan keterpercayaan suatu informasi. Informasi yang valid adalah informasi yang sumbernya detail dan jelas. Selain itu, validitas informasi sangat ditentukan oleh kredibilitas sumber. Sumber informasi harus dapat ditelusuri kebenarannya sebagai bentuk pertanggungjawaban penyebar informasi. Informasi dapat diuji kevaliditasannya dengan cara memeriksa, memeriksa ulang dan menyeimbangkan (check, recheck & balancing) atas informasi-informasi yang ditampilkan. Informasi yang valid juga mengandung konten yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Salah satu cara untuk memastikan validitas sebuah informasi adalah dengan merujuk pada sumber yang jelas serta melakukan verifikasi atau mengkonfirmasi informasi kepada seorang ahli.
Dari beberapa tayangan televisi yang menggunakan video YouTube sebagai modal utama siarannya, penulis memilih program On The Spot di stasiun televisi Trans 7 sebagai objek penelitian. Dibandingkan dengan tayangan televisi serupa, On The Spot merupakan 9
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
program yang paling dikenal masyarakat serta mempunyai rating yang paling tinggi pula. Selain itu, On The Spot juga pernah tertimpa kasus atas ketidakvalidan informasi yang ditampilkan. Hal ini sesuai dengan masalah yang ingin diteliti oleh penulis. Untuk mengumpukan data, penulis melakukan tinjauan literatur dari buku dan bacaan di internet. Selain itu, penulis juga melakukan wawancara dengan Ibu Nina Mutmainah, yaitu Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2010—2013, yang dianggap sebagai ahli dalam dunia pertelevisian. Terakhir, demi mendapatkan gambaran yang utuh mengenai program On The Spot, penulis juga melakukan observasi dengan menonton dan mengamati acara ini secara langsung.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Setelah melakukan analisis teks, wawancara dan observasi mengenai program On The Spot secara lebih lanjut, terkuak beberapa fakta yang menarik untuk dibahas. Hasil penelitian tersebut menjadi sumber dan bahan pertimbangan penulisan pembahasan dan analisis. On The Spot adalah salah satu produk dari sebuah industri televisi. Layaknya industri kebanyakan, dalam pembuatan program On The Spot ini produsen melewati tahap-tahap ekonomi seperti tahap produksi, konsumsi hingga distribusi. Berikut pembahasan per tahap secara lebih rinci dengan merujuk pada hasil penelitian. 1. Produksi Mudah dan murah. Itulah dua kata yang dapat mendeskripsikan proses produksi program On The Spot. Pada umumnya, pembuatan program televisi harus melewati paling tidak tiga tahapan penting, yaitu pra produksi, produksi dan paska produksi.
Pra-produksi
Pada tahap pra-produksi, terdapat tiga hal utama yang dilakukan oleh tim On The Spot yaitu, penemuan ide dan konsep (brainstorming), perencanaan, dan persiapan. Setelah ide dan konsep acara didapat dan disetujui secara bersama oleh personel team program, maka selanjutnya dilakukan perencanaan yang meliputi: time scheduling,
10
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
mempersiapkan naskah, crew, dan biaya. Oleh karena konsep acara ini tidak melibatkan banyak talent, maka waktu dan biaya produksi pun menjadi lebih rendah.
Produksi
Pada umumnya, tahap produksi acara-acara televisi kebanyakan adalah tahap yang paling menyita tenaga, waktu dan biaya karena mengharuskan tim untuk melakukan shooting dengan talent di beberapa tempat, ditambah lagi dengan harus adanya wardrobe yang sesuai, dekorasi yang mendukung serta lighting yang tepat. Berbeda dengan yang lain, On The Spot tidak melewati proses shooting. On The Spot tidak perlu susah-susah melakukan shooting karena proses shooting yang sebenarnya sudah dilakukan oleh pengunggah video di YouTube, sehingga On The Spot tinggal mengunduh dan mempergunakannya seolah-olah itu adalah hasil produksi mereka sendiri. Dengan cara seperti ini, tim On The Spot melakukan penghematan biaya yang sangat besar. Biaya untuk jasa talent, penyewaan wardrobe, peminjaman properti, dan lain-lain pun hilang. Produksi yang dilakukan oleh On The Spot hanyalah melakukan pencarian video di YouTube lewat internet yang nantinya akan diunduh untuk dijadikan sumber utama acara. Daftar video yang harus diunduh sebelumnya sudah dibuat oleh tim kreatif On The Spot. Tahap ini sangat mudah untuk dilakukan. Tim On The Spot hanya perlu membuka website YouTube, tuliskan kata kunci untuk mencari video yang diinginkan misalnya: “funny animal” untuk mendapat video rekaman hewan yang melakukan adegan lucu, tekan ‘enter’ dan daftar video yang menawarkan adegan lucu hewan akan keluar . Tim On The Spot lalu menyeleksi video tersebut dan mengunduhnya. Setelah mendapatkan video yang diinginkan, tim On The Spot akan mencari informasi lain untuk membuat narasi video tersebut. Terkadang, narasi yang diciptakan pun hanya mendeskripsikan apa yang sudah terlihat jelas di dalam video. Untuk melengkapi tayangan video YouTube, tim On The Spot melakukan taping atau perekaman suara untuk narasi yang akan dimainkan bersama tayangnya video.
Pasca-produksi
11
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Pada tahap pasca-produksi, terdapat dua hal yang utama, yaitu editing dan mixing. Setelah diunduh, video tersebut dikonversi terlebih dahulu menjadi file video yang nantinya bisa diedit. Video yang diunduh sebelumnya akan berupa file dengan format .FLV. File-file video itu harus dijadikan file berektensi .AVI atau .MOV, yakni file yang nantinya bisa diimport atau dibuka oleh software editing. Lalu editing dilakukan lagi untuk merapikan tayangan dan penyesuaian waktu, misalnya dengan cara penambahan dan penyempurnaan gambar, penambahan animasi, dan pemberian template.
Editing yang dilakukan oleh tim On The Spot mencakup cropping
(pemotongan bagian atas dan bawah agar logo atau tulisan yang ada di video dapat dihilangkan), resizing (pembesaran gambar dari ukuran normal agar ukuran video dari YouTube pas untuk ditampilkan di layar Televisi –meskipun sering membuat kualitas video menurun seperti gambar yang pecah dan tidak terlihat jelas), blurring (membuat beberapa bagian menjadi samar -digunakan pula untuk menyamarkan sumber atau tulisan dari video agar tak terlihat jelas oleh penonton), re-framing/template (membingkai video dengan template tertentu untuk menambahkan info pada video, misalnya tulisan ‘7 penampakan misterius di dunia’ dan penulisan credit title untuk musik yang dipakai), dan yang terakhir adalah penambahan tulisan “Courtesy of YouTube”
atau
beserta
link
URL
video
yang
diunduh
seperti
http://www.youtube.com/watch?v=bp9FUKKAkok . Untuk melengkapi editing, dilakukan proses mixing, yaitu proses adjustment dan penambahan audio (suara dan musik) pada materi hasil editing. Ilustrasi musik menjadi bagian penting agar narasi menjadi terdengar dramatis dan tidak membosankan. Seperti halnya video, On The Spot tinggal mengunduhnya dari internet. Tim On The Spot hanya perlu mencari di mesin pencari di website lalu ketikkan kata kunci judul lagu atau instrumen yang diinginkan. Setelah mixing, maka materi On The Spot sudah siap tayang. Dari serangkaian proses produksi yang instan tersebut, tim On The Spot dapat memangkas biaya produksi menjadi sangat kecil. Menurut Bambang Elf, mantan Head of Production Development Unit di TRANS 7, Program ‘On The Spot’ hanya menghabiskan biaya produksi yang sedikit sekali, yaitu hanya Rp.3.500.000,- . Sebuah biaya produksi yang sangat minim sekali tetapi sudah bisa menjadi program yang sukses bagi Trans 7. 2. Konsumsi 12
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Sebuah program televisi tentunya dibuat untuk menarik masyarakat agar bisa menjadi tontonan yang dikonsumsi terus menerus oleh penonton setia program tersebut. Begitu juga dengan tayangan On The Spot. Meskipun diproduksi dengan biaya produksi yang sangat rendah, ternyata banyak masyarakat Indonesia yang menyukai jenis tayangan ini. On The Spot sebagai program jenis baru ternyata mampu medapatkan rating yang cukup tinggi. Contohnya pada hari Kamis, 21 Desember 2012, On The Spot berhasil masuk ke dalam daftar tayangan dengan rating tertinggi ke-6 dengan rating 3.6 dan share 13.6. Bila sudah berbicara tentang acara televisi yang mempunyai rating tinggi, maka tidak lepas kaitannya dengan iklan. Program yang memiliki rating tinggi tentunya sering diburu oleh para pengiklan agar produk mereka banyak disaksikan oleh masyarakat. Terhitung terdapat puluhan iklan yang menjadi selingan dalam program On The Spot. Kebanyakan produk yang memasang iklan dalam program ini adalah public goods, yaitu barang-barang kebutuhan rumah tangga pada umumnya, seperti White Koffie, Tepung Bumbu Sasa, Pantene, Charm, Paramex, Mie Sedaaap, Anlene, TRESemme dan Sirup ABC. Para pengiklan merasa perlu memasang iklan di sela acara On The Spot karena program ini penontonnya sangat luas, dari anak kecil sampai orang dewasa menonton program ini. Tidak heran apabila per-episode –nya On The Spot dapat mengantongi keuntungan sebesar Rp.900.000.000,- . Sebuah angka yang sangat fantastis untuk sebuah program yang modal awalnya hanya Rp.3.500.000! Meskipun begitu, lama kelamaan program ini menjadi sebuah kontroversi tersendiri di kalangan masyarakat. Terdapat dua kubu, yaitu sekelompok orang yang memberikan respon positif dan yang memberikan respon negatif. Kubu yang memberikan respon positif berpendapat bahwa On The Spot adalah sebuah tayangan informatif yang mendobrak dunia pertelevisian yang selama ini dipenuhi dengan sinetron. Walaupun beberapa ada yang sudah menyadari bahwa informasi yang ditayangkan kurang valid, tetapi On The Spot tetap dinilai sebagai acara yang edukatif, mendidik dan memberikan wawasan baru kepada penontonnya. Sementara itu, kubu yang memberikan respon negatif berpendapat bahwa acara tersebut tidak kreatif karena video yang dijadikan bahan siaran hanya mencomot dari YouTube dan tidak menyertakan nama pemilik video. Hal ini dinilai melanggar hak cipta. Mereka juga meragukan kebenaran informasi yang dibawa oleh On The Spot dan menyangsikan adanya verifikasi terhadap informasi tersebut.
13
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Untuk melihat terjadinya kontroversi di tengah masyarakat, berikut adalah beberapa opini masyarakat mengenai On The Spot yang didapatkan dari berbagai sumber di internet: “Saya sendiri merasakan acara ini dan acara-acara sejenisnya cukup mendidik dan menambah wawasan saya terhadap hal-hal yang mungkin saya lupakan dan saya tidak ketahui. Hal-hal unik yang sebelumnya belum banyak terungkap, jadi banyak diketahui orang. Acara ini (dan sejenisnya) telah sedikit banyak telah berperan sebagai ensiklopedia instan bagi masyarakat. Bagi anda yang malas untuk membaca buku ensiklopedi yang tebal, namun tetap ingin menambah wawasan, mungkin acara-acara semacam ini cocok bagi anda. Dan siapapun itu yang berinisiatif membuat acara ini, setidaknya ia telah membuktikan bahwa acara TV yang mendidik itu tidak harus mahal dan dengan penyajian yang membosankan” – Asrilna pada 3 Mei 2012, dikutip dari artikel yang ditulisnya sendiri “Acara TV “Ranking-rangkingan” (Murah, Meriah, Mendidik)” (http://asrilna.multiply.com/journal/item/21? &item_id =21&view:replies=reverse&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem) “Iihh aku suka nonton On The Spot. Meskipun data2nya gak valid tapi mereka selalu menambahkan kata2 "versi On The Spot" di akhir kalimatnya. Misalkan : 7 hewan terunik di dunia "versi On The Spot". Jadi kalo penonton pada protes "ih kayaknya masih ada hewan lain yg lebih unik deh" ya terserah aja, toh tiap orang punya versi masing2. Ho'oh, daripada nonton sinetron atawa program2 musik yg gak jelas mending nonton ini aja, lebih informatip...” Prima Danasari pada 22 September 2011, dikutip dari komentar yang ditulis pada artikel “Tentang "On The Spot" & Program Serupa” (http://curipandang.com/blog/2011/09/tentangon-the-spot-program-serupa.html ) “Sudah lama saya juga risih dengan hal ini. Lama bekerja di bidang jurnalistik, saya tahu ada yang salah, utamanya soal hak cipta dan pencantuman sumber. Dan ini kemudian hanya menunjukkan bahwa media nasional hanya ingin menekan biaya produksi dan bersikap malas saja. Ongkang2 di depan komputer saja sudah bisa menghasilkan banyak program acara. Mungkin nanti hanya diperlukan segelintir pekerja saja di sebuah media, yaitu yang menjadi pendownload video2 di youtube” – Ariyanto pada 12 Maret 2012, dikutip dari komentar yang ditulis pada artikel Remotivi yang berjudul “Tulis YouTube, Selesai Perkara?” ( http://remotivi.or.id/pendapat/tulis-youtube-selesai-perkara ) ”Ga kreatif dan ga modal! Kalau acaranya seperti ini semua pasang Internet saja cukup, tidak perlu membeli TV” – Adit pada 5 September 2012, dikutip dari komentar yang ditulis pada artikel “Acara Courtesy of Youtube Tumbuh Subur di TV Nasional” (http://www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/ulasan/15540-acara-qcourtesy-of-youtubeqtumbuh-subur-di-tv-nasional.html )
3. Distribusi Dari segi pendistribusian, Trans 7 sebagai stasiun televisi yang memproduksi program On The Spot beberapa kali mengiklankan program ini dalam bentuk cuplikan di sela-sela tayangan Trans 7 yang lain. Selain itu, On The Spot juga beberapa kali diiklankan melalui running text (teks berjalan) yang ada di bagian bawah televisi pada acara-acara sebelum jam tayang On The Spot. 14
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Bukan hanya diiklankan di televisi, tim On The Spot juga mempromosikan acara ini lewat social media, yaitu Facebook dan Twitter. On The Spot hadir dalam Facebook melalui link http://www.facebook.com/OnTheSpotTrans7 , yang kurang lebih berisi tentang fakta-fakta yang pernah dibahas di tayangan televisinya. On The Spot pun juga eksis di Twitter dengan menggunakan nama @Trans7OnTheSpot. Tweet @Trans7OnTheSpot berisikan promosi dan ajakan menonton On The Spot, disertai dengan pemberitahuan tema apa yang akan diangkat setiap harinya. Setelah membedah program On The Spot pada tahap produksi, konsumsi dan distribusi, pembahasan dan analisis akan berlanjut pada masalah copyright dan validitas informasi. Pembahasan ini berlandaskan hasil analisis teks dan wawacara yang dikumpulkan selama penelitian berlangsung. Masalah pertama yang akan dianalisis adalah adanya dugaan pelanggaran atau penyimpangan dalam penggunaan video YouTube sebagai sumber acara, baik ditelisik dari konsep copyright, terms of service website YouTube, maupun dari segi regulasi penyiaran menurut KPI. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, On The Spot adalah sebuah program yang memanfaatkan video dari YouTube untuk dijadikan sumber utama acara tersebut. Pemakaian video milik orang lain di YouTube tersebut pun hanya dihargai dengan penulisan ‘Courtesy of Youtube’, tanpa menyertakan link URL darimana video tersebut dan tanpa menyebutkan nama si pengunggah video. Apabila diteliti lebih jauh, dalam terms of service (ketentuan layanan) YouTube sudah tercantum poin yang membatasi hal ini : “You agree not to distribute in any medium any part of the Service or the Content without YouTube's prior written authorization, unless YouTube makes available the means for such distribution through functionality offered by the Service (such as the Embeddable Player)”,
atau yang bila dibahasa Indonesiakan dapat diartikan seperti berikut : Anda (penonton YouTube) setuju untuk tidak mendistribusikan dalam media apapun dan bagian apapun dari Layanan atau Konten YouTube tanpa izin tertulis sebelumnya dari YouTube, kecuali YouTube membuatnya tersedia dengan menyediakan sarana distribusi, lewat fungsi yang ditawarkan dalam layanan (misalnya Embeddable Player). Selain itu, ada juga poin lain yang dilanggar oleh On The Spot, yaitu :
15
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
“Content is provided to you AS IS. You may access Content for your information and personal use solely as intended through the provided functionality of the Service and as permitted under these Terms of Service. You shall not download any Content unless you see a “download” or similar link displayed by YouTube on the Service for that Content. You shall not copy, reproduce, distribute, transmit, broadcast, display, sell, license, or otherwise exploit any Content for any other purposes without the prior written consent of YouTube or the respective licensors of the Content. YouTube and its licensors reserve all rights not expressly granted in and to the Service and the Content”,
atau yang dibahasa Indonesia-kan menjadi “Konten yang disediakan untuk anda (penonton YouTube) adalah sebagaimana adanya. Anda dapat mengakses konten untuk informasi dan penggunaan pribadi sebagaimana dimaksudkan melalui fungsionalitas layanan dan seperti yang diizinkan menurut ketentuan layanan ini. Anda tidak boleh mengunduh materi, kecuali anda melihat tulisan ‘download’ atau link serupa yang ditunjukkan oleh YouTube. Anda tidak boleh menyalin, mereproduksi, mendistribusikan, mentransmisikan, menyiarkan, menampilkan, menjual, me-lisensi, atau mengeksploitasi suatu konten untuk tujuan lain tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari YouTube atau pemberi lisensi masing-masing konten. YouTube dan pemberi lisensinya memiliki semua hak yang tidak dicantumkan dalam dan terhadap layanan dan konten”. Dari kedua poin yang terdapat dalam terms of service YouTube, dapat ditarik kesimpulan bahwa program On The Spot telah melanggar ketentuan dan layanan yang tercantum dalam situs YouTube. Meskipun begitu, larangan dan aturan main dalam situs YouTube nampaknya masih agak kabur dan ambigu, sebab mulai 2 Juni 2011, YouTube meluncurkan adanya opsi Creative Commons untuk lisensi sebuah video. Lisensi Creative Commons adalah beberapa lisensi hak cipta yang diterbitkan oleh Creative Commons, suatu perusahaan nirlaba Amerika Serikat . Banyak di antara lisensi-lisensi tersebut, terutama lisensi original, yang memberikan "hak dasar", seperti hak untuk mendistribusikan karya berhak cipta tanpa perubahan, tanpa biaya apapun. Jadi, pengunggah video di YouTube yang memilih opsi Creative Commons untuk lisensi videonya, telah mengizinkan orang lain untuk menyalin, mendistribusikan, menampilkan, serta membuat karya turunan berdasarkan suatu karya (bahkan untuk tujuan komersial) dengan syarat orang tersebut harus memberikan penghargaan (atribusi) pada pencipta, yaitu dengan memuat nama pencipta videobeserta link YouTube pada video yang ia buat. Proses pengeditan video pun juga hanya boleh dilakukan menggunakan YouTube’s video editor resmi dari situs YouTube. 16
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Pada kasus On The Spot, ada kemungkinan besar bahwa tim On The Spot tidak memperhatikan lisensi yang ada pada video YouTube yang mereka gunakan. Tim On The Spot pun tidak mengedit video yang mereka pakai dengan YouTube’s video editor, melainkan menggunakan software lain. Terlepas dari keambiguan dua aturan YouTube diatas, keduanya mempunyai satu kesamaan, yaitu kewajiban untuk mendapatkan izin dari pengunggah dan memberikan kredit berupa nama pengunggah video beserta link video yangdipakai di YouTube. Hal inilah yang tidak dilakukan oleh program On The Spot. Tidak ada kredit yang diberikan oleh tim On The Spot kepada si pengunggah video. Lagi-lagi mereka hanya menuliskan ‘Courtesy of YouTube’. Hal ini ternyata sudah ditegur oleh KPI. Setelah dilakukan peneguran, tim On The Spot pada beberapa kesempatan telah menuliskan link URL dimana video tersebut diambil. Namun, tetap saja tidak mencantumkan nama sang pengunggah video. Lagipula, ternyata penulisan link URL ini tidak konsisten dilakukan oleh tim On The Spot. Biasanya penulisan link tersebut hanya pada beberapa video awal saja per episodenya. Jika penggunaan video dari YouTube dilarang oleh website-nya sendiri, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ternyata malah memperbolehkannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Nina Mutmainah, beliau mengatakan bahwa tindakan On The Spot mengambil video dari YouTube sebenarnya diperbolehkan. Hal ini tercantum dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Pasal 52 ayat 3 Standar Program Siaran yang berisikan : “Program siaran yang memuat penggunaan potongan gambar (footage) dan/atau potongan suara yang berasal dari sumber di luar dari sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) di atas, wajib menyebutkan asal sumber serta melakukan verifikasi atas kebenaran isinya”
Jadi, sebenarnya tayangan ‘Courtesy of YouTube’ semacam On The Spot tetap diperbolehkan, namun yang menjadi masalah adalah tidak taatnya tim On The Spot dalam mencantumkan asal sumber dari video YouTube yang digunakannya. Tulisan ‘Courtesy of Youtube’ tidak cukup untuk menjelaskan asal video karena video tersebut bukanlah video milik YouTube. YouTube hanyalah sebuah media yang mewadahi video-video tersebut. Hak cipta dan hak miliknya tetap ada pada orang yang mengunggah video. Orang yang mengunggah video bisa saja memiliki hak cipta (copyright) terkait dengan video yang dipakai oleh On The Spot pada setiap episodenya.
17
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Belum cukup sampai disitu, pemakaian YouTube sebagai sumber informasi juga membawa masalah lain. Sebenarnya, secara konten On The Spot memang memiliki sisi edukatif, yaitu dengan menambah wawasan penonton akan informasi yang jarang diangkat oleh media lain. Namun, merupakan suatu hal yang cukup berbahaya apabila sumber informasinya berasal dari Youtube, dimana YouTube adalah sebuah media sosial videosharing yang keakuratan kontennya masih belum bisa teruji. Banyak para pengunggah video yang hanya iseng dan tidak menyertakan informasi yang mendukung secara utuh. Tim On The Spot yang mengunduh video dari YouTube pun hanya mencari bahan pendukung untuk narasi dengan sumber Google dan Kaskus, tanpa adanya pengawasan dari pihak yang ahli dalam tema yang dibahas. Padahal seharusnya informasi yang sudah sampai ranah publik harus benar-benar dipastikan keakuratannya. Bahkan seharusnya, On The Spot melakukan check dan re-check kepada pakar atau ahli dalam tema yang dibahas. Hal ini berakibat pada ketidakvalidan informasi yang ditayangkan di televisi, bahkan pada beberapa kondisi, cenderung menyesatkan masyarakat. Seperti misalnya, kejadian yang dilaporkan oleh akun bernama Demokrat, dalam sebuah forum di Ceriwis.com. Ia menyesalkan kejadian masuknya keris sebagai 7 benda terkutuk yang ditayangkan di On The Spot edisi 21 Juli 2011. Tayangan ini mendapat protes keras di Facebook milik On The Spot, terutama dari komunitas pecinta keris. Pasalnya keris merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang bahkan diakui dan mendapat penghargaan dari UNESCO sejak tahun 2005. Dalam narasinya, tim On The Spot memasukkan keris kedalam kategori benda terkutuk hanya berdasarkan cerita keris Mpu Gandring yang memakan banyak korban. Pada kasus ini, terlihat bahwa informasi yang disajikan dangkal dan tidak diverifikasi dahulu kebenarannya. Tidak kapok dengan kesalahan ini, tim On The Spot kembali melakukan kecerobohan. Pada episode 23 November 2011 dalam tema 7 Pembantaian Hewan Terbesar di Dunia, On The Spot menyertakan pembantaian penyu pada urutan ke-4. Dalam narasinya, On The Spot mengatakan bahwa pembantaian penyu dilakukan oleh masyarakat di Bali sebagai salah satu ritual dan sesajen agama Hindu. Didalam video tersebut juga ditayangkan umat Hindu yang sedang beribadah. Hal ini langsung diprotes keras oleh pemuka agama hindu di Bali. Puncaknya KPI melayangkan surat teguran kepada Trans 7 terkait hal ini. Pihak KPI menyesalkan On The Spot yang tidak berhati-hati dalam penayangan informasi dan validitas informasinya pun tidak diverifikasi kembali dengan ahli Hindu Bali.
18
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Dari kedua contoh kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa On The Spot lalai dalam melakukan verifikasi kebenaran informasi yang ditayangkan. Hal ini cukup berbahaya karena dapat menimbulkan kesesatan berpikir dan dapat memicu terjadinya konflik. Kesimpulan
Layaknya sebuah industri, televisi adalah sebuah bisnis yang sangat profit-oriented. Meskipun televisi masih menjadi media yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, namun era kejayaannya terancam lengser ketika internet masuk sebagai sebuah terobosan teknologi baru. Dari berbagai macam social media yang dapat diakses melalui internet, sebanyak 47,6% pengguna internet di Indonesia menggunakan Youtube. Program ‘Courtesy of YouTube’ seperti On The Spot dijadikan sebuah antisipasi melihat ancaman seperti ini. Stasiun televisi kemudian berinovasi dengan membuat acara yang menggunakan video YouTube sebagai sumber informasi, yang memang dibuat untuk memenuhi tuntutan pasar. Sukses satu program lalu memancing stasiun televisi lainnya untuk membuat program serupa juga. Dengan biaya produksi yang minim, program On The Spot memang terbukti mendulang keuntungan besar. Namun, sayangnya program ini terbukti melanggar terms of service YouTube dan regulasi SP3S dari KPI. Pelanggaran ini juga berbuntut pada masalah terabaikannya copyright video dan kevalidan informasi di dalamnya. Tulisan ‘Courtesy of YouTube’ saja dinilai tidak cukup untuk menunjukkan penghargaan kepada si pengunggah video Di YouTube. Tim On The Spot pun terkesan malas untuk melakukan verifikasi lebih lanjut mengenai informasi yang dibahas. Maka dari itu, diperlukan beberapa perubahan dalam tayangan On The Spot, misalnya dengan mencantumkan nama pengunggah secara lengkap disertai dengan link URL video tersebut di YouTube secara jelas, tidak samar-samar.
Saran
On The Spot sejatinya adalah sebuah tayangan yang inovatif, berbeda dari yang lain. Ketika penonton kebanyakan disuguhi oleh sinetron dan berita politik, Trans 7 hadir membawa program yang belum pernah ada sebelumnya. Sebenarnya, penemuan ide dan konsep On The Spot bisa dibilang kreatif, namun kekreatifan tersebut sirna akibat proses 19
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
produksi yang ternyata tidak kreatif karena hanya mengambil video YouTube saja. Hal ini tentu sangat disayangkan. Untuk menjadikan On The Spot tayangan yang edukatif, tertib aturan dan akurat, maka On The Spot sebaiknya melakukan beberapa hal berikut :
1) Menghargai copyright pengunggah video YouTube, bukan dengan hanya menuliskan ‘Courtesy of YouTube’ melainkan menuliskan nama pengunggah, judul video yang tayang di YouTube dan link URL dimana video tersebut dapat diakses di YouTube. Hal ini sebenarnya bukan pekerjaan yang merepotkan. Hanya dibutuhkan sedikit niat baik dari tim On The Spot.
2) Untuk melengkapi pencantuman nama pengunggah dan link URL video, sebaiknya tim On The Spot meminta izin kepada sang pengunggah yang video nya akan dipakai dalam tayangan. Hal ini bisa dilakukan secara mudah dengan cara mengirim pesan kepada pengunggah lewat akun YouTube. Itikad baik ini dilakukan untuk menjaga profesionalisme dan etika kerja yang baik. CNN pernah melakukan hal seperti ini ketika ingin memakai video YouTube seorang pengunggah video banjir di Jakarta yang berasal dari Indonesia. CNN meminta izin dengan bahasa yang sopan serta mengajukan beberapa pertanyaan untuk keperluan narasi video tersebut.
3) Melakukan verifikasi informasi yang ditayangkan dengan cara mengkonfirmasikan video dan narasi kepada pakar yang memang ahli di bidangnya. Cara ini sebenarnya tidak sulit untuk dilakukan. Program berita di televisi sudah sering melakukannya. Lagipula, dengan adanya pakar atau ahli yang berbicara, penonton akan semakin senang dengan program ini karena pengetahuan mereka semakin bertambah dan On The Spot pun akan terlihat semakin kredibel. 4) Membuat suatu perubahan kecil pada proses produksi dan format acara. Jika selama ini tim On The Spot mencari-cari video dari YouTube, proses ini bisa diganti dengan cara mengajak masyarakat Indonesia untuk mengirimkan serangkaian video menarik mereka. Sebagai imbalan, tim On The Spot memberikan insentif dalam bentuk uang. Hal ini dirasa pantas dan wajar jika melihat keuntungan program On The Spot yang sangat melimpah. Dengan adanya perubahan ini, On The Spot dapat terhindar dari masalah copy right dan penonton pun diharapkan akan semakin antusias terhadap acara ini.
20
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Daftar Referensi Anon. (2012). Mengenal YouTube dan Manfaat video Online , diakses melalui http://pakaronline.com/youtube/mengenal-youtube-dan-manfaat-video-online Black, Jay. Whitney, Frederick (1988). Introduction to Mass Communication. Dubuque, Iowa : W.C. Brown Publishers. Buckley, John. (1961). Managing Intelligence : A Guide for Law Enforcement Professionals. USA; CRC Press. Daily Rating Televisi Indonesia, diakses pada 28 Desember 2012, dari http://www.facebook.com/DailyRatingTelevisiIndonesia?ref=ts&fref=ts Demokrat. (2012) .On The Spot Trans 7 Diprotes Komunitas Penggemar Keris, diakses pada 26 Desember 2012, dari http://www.ceriwis.com/lounge/961523-on-the-spot-trans7-diproteskomunitas-penggemar-keris.html?discussion=1#ixzz2GjeCx5U3 Dhia, M. Ramy. (2012). “Courtesy of YouTube” Saja Tidak Cukup, diakses pada 24 Desember 2012, dari http://www.sayabukanalien.com/2012/01/courtesy-of-youtube-sajatidak-cukup.html Einhorn, Michael.(2004). Media, Technology and Copyright : Integrating Law and Economics. Massachusetts; Edward Elgar Publishing. Malik, Abdul. (2012). Kotak Ajaib Menjadi Pilihan, diakses pada 24 Desember 2012, dari http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/370797/ Mutmainah, Nina (Wawancara pribadi, 30 Desember 2012) Parlina, Iin. (2011). Nothing but The Truth: Validitas Informasi Vs Kerahasiaan Informan, diakses pada 28 Desember 2013, dari http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/13/nothing-butthe-truth-validitas-informasi-vs-kerahasiaan-informan-356381.html Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), diakses pada 23 Desember 2012, dari http://www.kpi.go.id/index.php/2012-05-03-16-16-23/peraturan-kpi Rayendra, Panditio. (2011). Acara "Courtesy of Youtube" Tumbuh Subur di TV Nasional, diakses pada 28 Desember 2012, dari http://www.tabloidbintang.com/film-tvmusik/ulasan/15540-acara-qcourtesy-of-youtubeq-tumbuh-subur-di-tv-nasional.html
21
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
RG. (2012). “On The Spot” Trans 7 Kena Tegur, diakses pada 22 Desember 2012, dari http://www.kpi.go.id/component/content/article/14-dalam-negeri-umum/30313-on-the-spottrans-7-kena-tegur Santosa, Alex. (2012). Masihkah Radio Berjaya (Konsumsi Media di Indonesia 2012), diakses pada 24 Desember 2012, dari http://radioclinic.com/2012/10/17/masihkah-radioberjaya-konsumsi-media-di-indonesia-2012/ Setiabudi. (2007). Polemik “Jangan Percaya Semua yang Kamu Baca” & “Validitas Informasi di Wikipedia” , diakses pada 28 Desember 2013, dari http://www.setiabudi.name/archives/14 Sinopsis Program, diakses pada 23 Desember 2012, dari http://www.trans7.co.id/frontend/ Susrini, Ni Ketut. (2010). Seri Creative Project : Beken dengan YouTube. Jakarta; Grasindo Syafei, Firman. (2011). Ketika Semuanya Latah ‘Courtesy of YouTube’, diakses pada 24 Desember 2012, dari http://catatanujangfirman.blogspot.com/2011/10/ketika-semuanya-latahcourtesy-of.html Taliashvili, George. (2008). Copyright Works. Munich; GRIN Publishing Umbara, Diki. (2012). Bagaimana Televisi di Indonesia Membuat Program Acara dari YouTube, diakses pada 26 Desember 2012, dari http://dikiumbara.wordpress.com/2012/ 02/16/ bagaimana-televisi-di-indonesia-membuat-program-acara-dari-youtube/ Youtube’s Term of Service, diakses pada 23 Desember 2012, dari http://youtube.com/terms Yusuf, Iwan Awaluddin. (2010). Memahami Televisi, Memahami Perkembangan Teknologi, Regulasi dan Tuntutan Industri, diakses pada 24 Desember 2012, dari http://bincangmedia. wordpress.com/2010/10/19/memahami-televisi-memahami-perkembangan-teknologiregulasi-dan-tuntutan-industri/ Haryanto, Ignatius. (2012). Tulis ‘YouTube’, Selesai Perkara? , diakses pada 12 Januari 2014, dari http://remotivi.or.id/pendapat/tulis-youtube-selesai-perkara\ Andriani, Fizzy. (2012). Fenomena ‘Courtesy of YouTube’ dan Integritas Jurnalis Televisi, diakses pada 12 Januari 2014, dari http://ejournalwacana.com/pdf/aprjuni%2012/Fenomena%20Jurnalis%20Televisi.pdf Pragiwaksana, Pandji. (2012). Make Sense? , diakses pada 12 Januari 2014, dari http://pandji.com/make-sense/ 22
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014