UNIVERSITAS INDONESIA
GAMBARAN REALISASI ANGGARAN BANTUAN OPERSIONAL KESEHATAN (BOK) UNTUK PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PUSKESMAS KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Reproduksi
Endi Rohendi 0806384254
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI SARJANA EKSTENSI KESMAS PEMINATAN KESEHATAN REPRODUKSI DEPOK JUNI 2011
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
UNIVERSITAS INDONESIA
GAMBARAN REALISASI ANGGARAN BANTUAN OPERSIONAL KESEHATAN (BOK) UNTUK PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PUSKESMAS KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2010
SKRIPSI
Endi Rohendi 0806384254
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI SARJANA EKSTENSI KESMAS DEPOK JUNI 2011
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
i Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
ii Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
iii Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
iv Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Gambaran Realisasi Anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk Pelayanan Kesehatan Reproduksi di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat tahun 2010. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Jurusan Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Dra. Rita Damayanti, MSPH, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini dan sekaligus sebagai penguji; 2. Dr. drg. Mardiati Nadjib, MS selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini dan sekaligus sebagai penguji; 3. Drs. Bayu Teja Muliawan, Apt, M.Pharm selaku Kepala Bagian APBN II Biro Perencanaan dan Anggaran dan sekaligus sebagai penguji; 4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Dinas Kesehatan dan 3 (tiga) Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat; 5. Kepala Puskesmas Padalarang, Batujajar dan Parongpong beserta staf yang telah banyak membantu usaha penulis dalam memperoleh data yang diperlukan untuk penelitian; 6. Pelaksana Kepala Seksi Pemberdayaan Aparatur, Staf Seksi Penyusunan Program, Tim Pengelola BOK di Dinas Kesehatan dan Puskesmas dan Pengelola Program KIA selaku informan yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan penelitian ini;
vii Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
7. Istriku Erni Susanti serta anakku Muhammad Naufal Firdaus dan Syakira Ramdhania Talita Zahra tercinta yang selalu mendampingi dan memberikan bantuan dukungan moral dan material; 8. Keluarga yang selalu mendoakan penulis dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini; 9. Bapak Djoko Setyo, dr. Mukti Eka Rahadian, Mbak Zan Susilo Wahyu, Mbak Mela dan seluruh keluarga di Biro Perencanaan dan Anggaran yang selalu memberikan dukungan untuk penyelesaian tugas akhir ini; 10. Teman-teman seangkatan yang memberikan dorongan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok , 28 Juni 2010
Penulis
viii Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: Endi Rohendi : Kesehatan Reproduksi : Gambaran Realisasi Anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk Pelayanan Kesehatan Reproduksi di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat tahun 2010
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) bertujuan untuk membantu meningkatkan kinerja Puskesmas dan jaringannya dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Tahun 2010, Kabupaten Bandung Barat mendapatkan alokasi untuk BOK sebesar Rp. 1.132.000.000,- yang terdistribusi di 31 Puskesmas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan tujuan untuk mengetahui nilai realisasi penyerapan BOK untuk pelayanan kesehatan reproduksi di 31 Puskesmas Kabupaten Bandung Barat. Variabel bebas dari penelitian ini adalah jenis Puskesmas, ketenagaan, manajemen internal Puskesmas, sumber dana dan kebijakan daerah mengenai peningkatan kapasitas Puskesmas. Hasil penelitian menunjukan realisasi yang dicapai tahun 2010 sebesar Rp. 903.859.550,- atau sekitar 80% dari Pagu BOK tahun 2010, sedangkan besaran alokasi untuk pelayanan kesehatan reproduksi sebesar Rp. 246.789.000 atau 22% dari pagu BOK. Dari alokasi tersebut paling banyak dipergunakan untuk peningkatan pelayanan kesehatan Ibu dan anak dan pelayanan KB. Hal ini sesuai dengan upaya untuk mencapai target MDGs terkait dengan sasaran 4 dan 5 untuk penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Hasil studi kualitatif di 3 Puskesmas menunjukan BOK sangat bermanfaat dalam peningkatan pelayanan di Puskesmas termasuk cakupan pelayanan kesehatan reproduksi. Kegiatan yang paling banyak di lakukan oleh Puskesmas adalah pelayanan di Posyandu dengan komponen perjalanan paling banyak. Agar realisasi BOK mencapai 100% maka ketepatan diterima anggaran awal tahun merupakan hal penting selain pendampingan dari pihak Dinas Kesehatan dalam Penyusunan POA. Selain itu program untuk pengembangan Puskesmas dan dukungan anggaran dari APBD agar tetap tersedia sehingga derajat kesehatan di Kabupeten Bandung Barat dapat meningkat dan mampu terwujudnya Indonesia Sehat, Mandiri dan Berkeadilan. Kata kunci : Gambaran, BOK, Kesehatan Reproduksi, Puskesmas
v Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
ABSTRACT
Name Program Study Title
: Endi Rohendi : Reproduction Health : Actual Description of Health Operational Assistance Budget (BOK) for Reproductive Health Services in Public Health Center of West Bandung District 2010
Health Operational Assistance (BOK) aims to assist improve the performance of Public Health Center and their networks in organizing health services in promotive and preventive. In 2010, West Bandung District get allocation funds for the BOK which is Rp. 1.132.000.000 that distributed at 31 public health centers. This research used a quantitative and qualitative approaches to determine the realizable value of the absorption of Health Operational Assistance for reproductive health services in 31 Public Health Center located in West Bandung District. Independent variables are the type of public health centers, resources, internal management of public health center, financial resources, and regional policies on the improvement of Public Health Center capacity. The results of these studies show the realization that achieved in 2010 was Rp. 903,859,550 or about 80% from the BOK Ceilings 2010, while the amount allocated for the reproductive health services was Rp. 246 789 000 or 22% from the BOK Ceilings. The allocation most widely used for the improvement of maternal and child health services and family planning services. This is consistent with effort to achieve the the MDGs (numbers 4 and 5) realted with the target of reducingmaternal and child mortality. The results of the qualitative study in 3 health centers showed that Health Operational Assistance is very helpful in improving services in Public Health Center, including coverage of reproductive health services is increasing. The activities that most widely performed by public health center is a component of Posyandu services in the most widely trip. In order to realization of Operational Assistance Health up to 100% then the accuracy of revenue budget in beginning years are essential besides the assistance from Health Office in the preparation of Plan Of Action (POA). Program to development of public health centers and support from the regional budget in order to remain provided so that the degree of health in West Bandung District can be improved and capable of realization of Healthy Indonesia, Independent and Equitable. Key words: Description, BOK, Reproductive Health, Public Health Center
vi Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………… ………………………………
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………..
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……………….. iv ABSTRAK ………………………………………………………………………
v
ABSTRACT ………….…………………………………………………………
vi
KATA PENGANTAR …………………………………………………………... vii DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ix DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………. xii DAFTAR TABEL ……………………………………………………………….
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………….
xvi
DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………………..
xvii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………
1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………
5
1.3 Pertanyaan Penelitian …………………………………………………….
5
1.4 Tujuan Penelitian …………………………………………………………
6
1.4.1
Tujuan Umum …………………………………………………….
6
1.4.2
Tujuan Khusus …………………………………………………...
6
1.5 Manfaat Penelitian ………………………………………………………..
7
1.5.1
Bagi Penulis …………………………………………....................
7
1.5.2
Bagi Kementerian Kesehatan …………………………………….. 7
1.5.3
Bagi Institusi Universitas Indonesia ……………………………...
7
1.6 Ruang Lingkup …………………………………………………………… 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bantuan Operasional Kesehatan ….………………………………………
8
2.3.1 Ruang Lingkup Kegiatan BOK …………………………………….. 8 2.3.2 Mekanisme Pengelolaan BOK ……………………………………...
10
2.3.3 Pengorganisasian BOK ……………………………………………..
10
2.3.4 Indikator Keberhasilan BOK ……………………………………….
12
ix Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
2.2 Pelayanan Kesehatan Reproduksi ...………………………………………
13
2.3 Pusat Kesehatan Masyarakat ……………………………………………... 15 2.3.1
Pengertian Puskesmas …………………………………………….
15
2.3.2
Fungsi Puskesmas ………………………………………………… 16
2.3.3
Pelayanan dan kegiatan di Puskesmas ……………………………. 17
2.3.4
Pembiayaan Puskesmas …………………………………………...
18
2.4 Cakupan Pelayanan Kesehatan ….………………………………………..
19
2.5 Sistem Kesehatan …………...…………………………………………….
20
2.6 Pembiayaan Kesehatan ….………………………………………………..
23
2.6.1 Sumber Pembiayaan Kesehatan .………………………………….....
24
2.6.2 Syarat Pokok Pembiayaan Kesehatan ………………………………..
25
2.6.3 Masalah Pokok Pembiayaan Kesehatan ……………………………... 26 2.7 Konsep dan Klasifikasi Biaya ………………………………………...…..
27
2.8 Teori Sistem ………………………………………………………………
28
2.9 Manajemen Kesehatan ……………………………………………………
32
III. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Teori ………………………………………………………...…
34
3.2 Kerangka Konsep …..……………………………………………………..
35
3.3 Definisi Operasional …..………………………………………………….
36
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ……………………………………………………..
43
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………………..
43
4.3 Informan ……..…………………………………………………………… 43 4.4 Teknik Pengumpulan Data ………………………………………………. 45 4.5 Proses Pengumpulan Data ………………………………………………... 46 4.6 Instrumen Penelitian ……………………………………………………...
46
4.7 Manajemen Data ………………..………………………………………...
47
4.7 Analisis Data ……………………………………………………………...
47
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bandung Barat …………………..
49
5.2 Derajat Kesehatan Pelayanan Kesehatan Reproduksi ……………………. 49 5.2.1 Umur Harapan Hidup ……………………………………………….
x Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
49
5.2.2. Kematian …………………………………………………………...
50
5.3 Analisis Situasi ……………………………………………………………. 54 5.3.1 Sumber Daya Kesehatan …………………………………………….
54
5.3.1.1 Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan ……………………….
54
5.3.1.2 Tenaga Kesehatan di Puskesmas ……………………………..
55
5.3.1.3 Tenaga Kesehatan di Dinas Kesehatan ……………………….
59
5.3.2 Sarana Kesehatan …………………………………………………....
59
5.3.2.1 Pelayanan Kesehatan Dasar …………………………………… 59 5.3.2.1 Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan (Rumah Sakit)………… 5.3.4
62
Pelayanan Kesehatan dalam Pelayanan Kesehatan Reproduksi ………………………………………………………………………
62
5.3.4.1 Pelayanan Kesehatan Dasar……………………………………. 62 VI. HASIL PENELITIAN 6.1 Penyajian Data Penelitian ………………………………..…………… 6.1.1 Gambaran Penyajian ………………………………………………..
68 68
6.1.1 Karakteristik Informan (Kualitatif) ………………………………… 68 6.2 Gambaran
Realisasi/Penyerapan
Anggaran
BOK
di
Puskesmas
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 ….……………………………….
71
6.2.1 Realisasi Anggaran BOK Tahun 2010 ……………………………... 71 6.2.2 Realisasi Anggaran BOK untuk Pelayanan Kesehatan Reproduksi Tahun 2010 …………………………………………………………
73
6.3 Variabel-Variabel Penelitian ……………………………………………...
77
6.3.1 Kriteria Puskesmas …………………………………………………
77
6.3.2 Ketenagaan …………………………………………………………. 85 6.3.3 Sarana dan Prasarana Puskesmas …………………………………... 90 6.3.4 Manajemen Puskesmas ……………………………………………..
94
6.3.5 Sumber Dana Puskesmas …………………………………………...
95
6.3.6 Kebijakan lainya ……………………………………………………
101
6.3.7 Kendala/Masalah Lainnya ………………………………………….
101
VII. PEMBAHASAN 7.1 Keterbatasan Penelitian …………………………………………………...
104
7.2 Pembahasan Hasil Penelitian berdasarkan Variabel Penelitian ….……….
104
xi Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
7.2.1 Jenis Puskesmas …..………………………………………………... 105 7.2.2 Ketenagaan ………...……………………………………………….. 106 7.2.3 Dana/Anggaran Operasional di Puskesmas ………………………...
108
7.2.4 Sarana Prasarana Puskesmas ……………………………………….
110
7.2.5 Manajemen Internal Puskesmas dalam Pengelolaan BOK ………… 111 7.2.5.1 Perencanaan BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat…………………………………………………………
111
7.2.5.2 Pengorganisasian BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat ………………...………………………………………
114
7.2.5.3 Penggerakan Pelaksanaan BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat ……………………………………………… 115 7.2.5.4 Monitoring BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat.. 117 7.2.6 Kebijakan Daerah …………………………………………………..
119
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ……………………...……………………………………….
120
8.1.1
Jenis Puskesmas …………………………………….…………….
121
8.1.2
Tenaga di Puskesmas………………………….…………………..
121
8.1.3
Sarana dan Prasarana di Puskesmas………………………………. 122
8.1.4
Manajemen Internal di Puskesmas ……………………………….. 123
8.1.5
Sumber dana/anggaran di Puskesmas …………………………….
8.1.6
Kebijakan
daerah
terkait
dengan
peningkatan
124
kapasitas
Puskesmas ………………………………………………………...
124
8.2 Saran ……………………………………………………………………… 124 8.2.1
Bagi Dinas Kesehatan …………………………………………….
8.2.2
Bagi Puskesmas …………………………………………………... 125
8.2.3
Bagi Biro Perencanaan dan Anggaran ……………………………
126
8.2.4
Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat …………………………….
126
8.2.5
Bagi Penelitian selanjutnya ……………………………………….
126
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
124
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Alur Pikir Bantuan Operasional Kesehata…………………………..
4
Gambar 2.1 Hubungan Unsur Pembentuk Sistem Kesehatan ………………………..
21
Gambar 2.2.Model Sistem ………………………………………………………………..
28
Gambar 3.1 Model Sistem ………………………………………………………………..
31
Gambar 3.2. Kerangka Konsep …………………………………………………………...
34
Gambarn 5.1 Grafik Batang Jumlah Kasus Kematian Bayi di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009……………………………………………. 53 Gambar 5.2. Diagram Pie 10 Besar Penyebab Kematian Bayi di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009…………………………………………… 52 Gambar 5.3 Grafik Batang Jumlah Kematian Ibu di Kabupaten Bandung Barat tahun 2009 ……………………..……………………………………… 53 Gambar 5.4. Diagram Pie Penyebab kematian ibu di Kabupaten Bandung Barat tahun 2009 …………………………………………………………… Gambar 5.5 Grafik Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Tahun 2008 – 2009 …………………………………………………… Gambar 5.6 Grafik Batang Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Tahun 2009 ……………………………………………… Gambar 5.7 Grafik Batang Cakupan Kunjungan Neonatus (KN2) di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009……………….…………………………… Gambar 5.8 Grafik Cakupan Kunjungan Bayi di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009…………………………………………………………….. Gambar 6.1 Diagram Pie Persentase Penggunaan BOK Program Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Jenis Belanja di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010…………………………………………..
53 64 57 66 67 78
Gambar 6.2 Diagram Batang Jumlah Sumber Daya Manusia Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 ………………………………. 85 Gambar 6.4 Diagram Batang Jumlah Anggaran Puskesmas Sumber APBN dan APBD di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 ……………………. 98
xiii Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indikator Keberhasilan Bantuan Operasional Kesehatan ……………
13
Tabel 2.2 Sumber Pembiayaan Kesehatan ………………………………………
25
Tabel 5.1 Angka Harapan Hidup di Kabupaten Bandung Barat Tahun 20082009……………………………………………………………………..
50
Tabel 5.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kategori Tenaga di Kabupaten 55 Bandung Barat Tahun 2009 …………………………………………… Tabel 5.3 Ratio Tenaga Perawat Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 ……………………………………………………………………
57
Tabel 5.4 Ratio Tenaga Bidan Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 ……………………………………………………………………
58
Tabel 5.5 Proporsi Tenaga Kesehatan Dinas Kesehatan di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 ……………………………………………………...
59
Tabel 5.6 Ratio Puskesmas Dibandingkan dengan Jumlah Desa di Kabupaten 61 Bandung Barat Tahun 2009……………………………………………. Tabel 5.7 Distribusi Persalinan Yang Ditolong Tenaga Kesehatan di Kabupaten 65 Bandung Barat Tahun 2009 …………………………………………... Table 6.1 Karakteristik Informan ………………………………………………… 69 Table 6.2 Realisasi Penyerapan Anggaran BOK per Puskesmas di Kabupaten 72 Bandung Barat Tahun 2010 …………………………………………… Tabel 6.3 Jenis Pelayanan Kesehatan Reproduksi yang dapat Dibiayai dari Dana BOK Tahun 2010 ……..……………………………………………….
73
Tabel 6.4 Gambaran Anggaran untuk Pelayanan Kesehatan Reproduksi di 76 Puskesmas Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 ………………….. Tabel 6.5 Klasifikasi Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat ………………….
78
Tabel 6.6 Gambaran Akses dari Dinas Kesehatan Menuju Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat……………………………………………... 80 Tabel 6.7 Gambaran Jenis Puskesmas (DTP dan TP) dengan Realisasi BOK tahun 2010 …………………………………………………………….. 81
xiv Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
Tabel 6.8 Gambaran Jenis Puskesmas (PONED dan NON PONED) dengan Realisasi BOK tahun 2010 ……………………………………………. Tabel 6.9 Gambaran Jenis Puskesmas (Pegunungan dan Perkotaan) dengan Realisasi BOK tahun 2010 ……………………………………………. Tabel 6.10 Gambaran Puskesmas Kondisi Bangunan Puskesmas dengan Realisasi BOK tahun 2010 …………………………………………….
82
83 84
Tabel 6.11 Jumlah Sumber Daya Manusia menurut Profesi di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 ……………………………….
86
Tabel 6.12 Gambaran jumlah Bidan dan Perawat per Puskesmas terhadap Realisasi BOK tahun 2010 …………………………………………….
88
Tabel 6.13 Gambaran Realisasi BOK Tahun 2010 menurut cakupan persalinan oleh Nakes ……………………………………………………………..
88
Tabel 6.14 Data Sarana dan Prasarana Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat tahun 2010 ……………………………………………………………..
91
Tabel 6.15 Jumlah UKBM di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010………….
92
Tabel. 6.16 Gamabaran realisasi BOK menurut jumlah UKBM ………………...
95
Tabel. 6.17 Sumber Anggaran yang di Kelola Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 ……………………………………………………... Tabel 6.18 Gambaran Jumlah Pagu yang Diterima oleh Puskesmas dengan Realisasi Anggaran BOK Tahun 2010 ………………………………...
96 100
Tabel 7.1 Dana APBD untuk Program Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 …………………………………………… 109 Tabel 7.2 Rencana, Persetujuan Pencairan, Pelaksanaan dan Realisasi Kegiatan Upaya Kesehatan Reproduksi per Jenis Belanja Dana BOK Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 ……………………………….
118
Tabel 7.3 Gambaran Realisasi Dana BOK di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 ……………………………………………………………………
118
xv Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Daftar Check List, Hasil Wawancara mendalam dengan para informan penelitian dan Formulir pertanyaan
LAMPIRAN 2
Rincian Realisasi Anggaran di Puskesmas per tahap/bulan
LAMPIRAN 3
Surat Keputusan penetapan alokasi BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat tahun 2010
LAMPIRAN 4
Contoh Plan of Action (POA) atau Rencana pelaksanaan Kegiatan di 3 Puskesmas yaitu Padalarang, Batujajar dan Parongpong
xvi Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
DAFTAR SINGKATAN
1. ANC
: Ante Natal Care
2. AKB
: Angka Kematian Bayi
3. AKI
: Angka Kematian Ibu
4. ATK
: Alat Tulis Kantor
5. BBLR
: Berat Bayi Lahir Rendah
6. BOK
: Bantuan Operasional Kesehatan
7. DTP
: Dengan Tempat Perawatan
8. IPM
: Indeks Pembangunan Manusia
9. ISR
: Infeksi Saluran Reproduksi
10. KPPN
: Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
11. KIA
: Kesehatan Ibu dan Anak
12. KB
: Keluarga Berencana
13. KRR
: Kesehatan Reproduksi Remaja
14. MDG’s
: Millenium Development Goals
15. PMS
: Penyakit Menular Seksual
16. PONED
: Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
17. PONEK
: Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
18. POA
: Plan Of Action
19. PUSKESMAS : Pusat Kesehatan Masyarat 20. POSKESDES : Pos Kesehatan Desa 21. PUSTU
: Puskesmas Pembantu
22. P4K
: Program Persiapan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
23. PKRE
: Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial
24. PKRK
: Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komperehensif
25. RPK
: Rencana Pelaksanaan Anggaran
26. SPM
: Standar Pelayanan Minimal
27. UKBM
: Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
xvii Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
28. TOR
: Term Of Reference
29. TB
: Tuberculosis
30. TTP
: Tanpa Tempat Perawatan
31. UHH
: Umur Harapan Hidup
32. NAKES
: Tenaga Kesehatan
xviii Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
pemerintah menyelenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya tersebut diselenggarakan dengan pendekatan kegiatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Pembangunan bidang kesehatan menjadi perhatian penting dalam komitmen internasional yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs). Dalam MDGs terdapat tujuan yang terkait langsung dengan bidang kesehatan yaitu target 4 (menurunkan angka kematian anak), target 5 (meningkatkan kesehatan ibu) dan target 6 (memerangi HIV dan AIDS, TB dan Malaria serta penyakit lainnya), serta 2 (dua) target lainnya yang tidak terkait langsung yaitu target 1 (menanggulangi kemiskinan dan kelaparan) dan target 3 (mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan). Pembangunan kesehatan saat ini telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat. Pada periode 2004 sampai dengan 2007 terjadi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dari 307 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) dari 35 per 1000 kelahiran hidup menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup. Selain itu, prevalensi gizi kurang juga menurun dari 25,8% menjadi 18,4% dan Umur Harapan Hidup (UHH) meningkat dari 66,2 tahun menjadi 70,5 tahun. Hasil tersebut tidak lepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh sarana pelayanan kesehatan, termasuk Puskesmas dan jaringannya serta UKBM seperti Poskesdes dan Posyandu (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Puskesmas dan jaringannya sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan saat ini keberadaannya sudah cukup merata. Puskesmas bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya. Setiap kecamatan, minimal terdapat 1 (satu) Puskesmas, yang dibantu 1 (satu) Puskesmas Pembantu (Pustu) di setiap 2 1
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
2
(dua) sampai 3 (tiga) desa. Demikian pula dengan Poskesdes dan Posyandu juga dapat dijumpai hampir di setiap desa di Indonesia. Sampai bulan Desember 2010 terdapat 8.967 Puskesmas dengan 22.273 Pustu serta 32.887 Poskesdes dan 266.827 Posyandu (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Data Riskesdas tahun 2010 di Provinsi Jawa Barat terkait dengan pelayanan antenatal Menunjukan bahwa persentase perempuan usia 10-59 tahun melakukan pemeriksaan kehamilan menurut tenaga yang memeriksa yaitu tenaga kesehatan 86,1%, tenaga dukun dan tenaga kesehatan 9,9%, dukun 2,4% dan tidak periksa sebanyak 1,6% . Cakupan K1 dan K4 di Provinsi Jawa Barat yang merupakan gambaran atas akses ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang dinyatakan dengan K1, K1 Nakes Trimester 1 dan K4 yaitu K1 95,5%, K1 Nakes Trimester 1 85,8% dan K-4 67,2% . Melihat data tersebut nampak jelas, umumnya cakupan K-1 cenderung tinggi namun pada K-4 rendah yaitu 67,2 persen yang identik dengan pelayanan tenaga kesehatan dan kualitas dari Ante Natal Care (ANC) sendiri kurang dari standar ideal yaitu 89 persen. Data tersebut merupakan bagian dari masalah capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) terutama dalam pelayanan kesehatan reproduksi. Berdasarkan laporan Kematian Maternal dan Neonatal Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010, jumlah Kematian Ibu sebanyak 31 orang dengan sebab kematian perdarahan sebanyak 8 orang, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 2 orang, infeksi 2 orang dan penyebab lainnya sebanyak 17 orang. Sedangkan untuk angka kematian neonatal sebanyak 216 bayi dengan rentang umur kurang dari 1 minggu sebanyak 188 bayi dan 28 bayi sebanyak 1 minggu sampai dengan 1 bulan. Penyebab dari kematian neonatal adalah BBLR sebanyak 67 kasus, asfiksia sebanyak 39 kasus, tetanus sebanyak 1 kasus, infeksi 4 kasus, masalah laktasi 6 kasus dan penyebab lainnya sebanyak 99 kasus. Berbagai masalah yang dihadapi oleh tenaga kesehatan di Puskesmas beserta jaringannya dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat. Masalah tersebut termasuk dalam upaya peningatan pelayanan kesehatan reproduksi. Adapun faktor dari masalah tersebut umumnya terkait dengan jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas, fasilitas kesehatan termasuk sarana dan
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
3
prasarananya, akses ke tempat fasilitas kesehatan, keterbatasan biaya operasional dan faktor lainnya yang dapat mengakibatkan hambatan/gangguan dalam pemberian pelayanan kesehatan di Puskesmas. Menurut Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan Bappenas (2009), kualitas pelayanan Puskesmas masih perlu ditingkatkan terutama pelayanan kesehatan preventif dan promotif. Untuk itu, kinerja puskesmas di bidang pelayanan kesehatan preventif dan promotif seperti KIA-KB, gizi, imunisasi, kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pembinaan upaya kesehatan berbasis masyarakat seperti Posyandu, Polindes, Poskesdes perlu ditingkatkan dengan penyediaan dukungan biaya operasional untuk puskesmas. Biaya operasional kesehatan di Puskesmas yang disediakan oleh Pemerintah Daerah setempat sangat beraneka ragam. Beberapa Pemerintah Daerah mampu mencukupi kebutuhan biaya operasional kesehatan Puskesmas di daerahnya dan di saat yang sama pula tidak sedikit pula Pemerintah Daerah yang masih sangat terbatas dalam menyediakan alokasi anggaran untuk biaya operasional Puskesmas di daerahnya. Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) merupakan kegiatan inovatif pemerintah.
Kegiatan ini yang merupakan salah satu bentuk dukungan dan
tanggung jawab Pemerintah dalam pembangunan kesehatan bagi masyarakat di pedesaan/kelurahan.
BOK
merupakan
bentuknya
dukungan
pembiayaan
kesehatan khususnya untuk menambah biaya operasional pelayanan kesehatan di Puskesmas. Bantuan ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja dan fungsi Puskesmas dan jaringannya terutama dalam upaya Puskesmas yang bersifat promotif dan preventif. Kegiatan yang dibiayai oleh BOK umumnya untuk menjangkau pelayanan di lapangan/luar Puskesmas yang selama ini belum tersentuh secara maksimal. Adapun alur pikir dari BOK seperti pada gambar 1.1.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
4
Gambar 1.1. Alur Pikir Bantuan Operasional Kesehatan Sumber : Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan 2010
BOK diharapkan dapat mendukung Puskesmas dalam segi pembiayaan sehingga terjadi peningkatan cakupan Puskesmas. Adapun upaya kesehatan bagi masyarakat tersebut terutama untuk pencapaian target yang diamanatkan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan dan MDGs pada tahun 2015. BOK diturunkan merupakan salah satu terobosan program dalam mengurangi Angka Kematian Ibu dan Bayi. Target tersebut merupakan acuan keberhasilan dari program kesehatan reproduksi. Sehingga BOK yang di Puskesmas diharapkan mendukung penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi seperti yang tertuang dalam target MDG’s. Tahun 2010 adalah awal peluncuran program bantuan Dana Operasional Kesehatan (BOK) ini, namun evaluasi terhadap realisasi penyerapan anggaran belum dilakukan. Bagaimana dukungan dari dana tersebut dalam penurunan Angka kematian Ibu dan Bayi di Daerah. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran realisasi anggaran BOK tahun 2010 dan bagiamana dukungan dari BOK untuk untuk pelayanan kesehatan reproduksi.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
5
1.2 Rumusan Masalah Dana BOK diberikan oleh Pemerintah Pusat sekitar bulan Juli tahun 2010. Dana tersebut merupakan dukungan dan tanggungjawab Pemerintah Pusat dalam pembangunan kesehatan bagi masyarakat di pedesaan/kelurahan. Upaya tersebut dalam bentuk pembiayaan kesehatan khususnya untuk menambah biaya operasional pelayanan kesehatan yang dilakukan Puskesmas. Sebelum adanya BOK, Puskesmas merasa kesulitan terkait dengan tidak adanya dana operasional di luar Puskesmas. Kesulitan tersebut sangat dirasakan untuk program kesehatan reproduksi karena untuk menjangkau masyarakat memerlukan biaya dan tenaga. Adapun kegiatan tersebut seperi pelayanan di Posyandu, Sweeping ibu hamil dan sebagainya. Sejak dana BOK diluncurkan, belum pernah dilakukan evaluasi terhadap pemanfaatan dana BOK untuk kegiatan-kegiatan yang khususnya terkait dengan pelayanan kesehatan repoduksi. Apakah dana BOK tersebut memberikan dukungan dan kontribusi terhadap pembiayaan Puskesmas dan apakah cakupan pelayanan kesehatan masyarakat di Puskesmas khususnya untuk pelayananan kesehatan reproduksi dapat meningkat. Berdasarkan hal tersebut diatas, permasalahan tersebut perlu untuk digali dan ditindaklanjuti oleh peneliti. Karena keterbatasan peneliti maka peneliti hanya sampai pada indikator output dari program ini, sehingga rumusan masalah pada penelitian ini adalah : belum diketahuinya realisasi penyerapan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk pelayanan kesehatan reproduksi di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat tahun 2010. 1.3 1.1
Pertanyaan Penelitian Bagaimana gambaran realisasi anggaran dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat tahun 2010.
1.2
Bagaimana gambaran realisasi anggaran dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) khusunya untuk pelayanan kesehatan reproduksi di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat tahun 2010.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
6
1.3
Bagaimana gambaran pengelolaan Bantuan Operasional Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat tahun 2010 untuk pelayanan kesehatan reproduksi.
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya gambaran realisasi anggaran dana Bantuan Operasional Kesehatan di Puskesmas untuk pelayanan kesehatan reproduksi Kabupaten Bandung Barat tahun 2010. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Untuk mengetahui gambaran realisasi anggaran BOK tahun 2010. 1.4.2.2 Untuk mengetahui gambaran realisasi anggaran BOK tahun 2010 untuk pelayanan kesehatan reproduksi. 1.4.2.3 Untuk mengetahui gambaran realisasi anggaran BOK tahun 2010 untuk pelayanan kesehatan reproduksi menurut karakteristik Puskesmas. 1.4.2.4 Untuk mengetahui gambaran realisasi anggaran BOK tahun 2010 untuk pelayanan kesehatan reproduksi menurut tenaga di Puskesmas. 1.4.2.5 Untuk mengetahui gambaran realisasi anggaran dana BOK tahun 2010 untuk pelayanan kesehatan reproduksimenurut sarana dan prasarana yang tersedia di Puskesmas. 1.4.2.6 Untuk mengetahui gambaran realisasi anggaran BOK tahun 2010 untuk pelayanan kesehatan reproduksi menurut manajemen internal Puskemas (perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan montoring). 1.4.2.7 Untuk mengetahui gambaran realisasi anggaran BOK tahun 2010 untuk pelayanan kesehatan reproduksi menurut ketersediaan dana di Puskemas (APBD, Jamkesmas dan BOK). 1.4.2.8 Untuk mengetahui gambaran realisasi anggaran BOK tahun 2010 menurut adanya dukungan dari kebijakan daerah untuk peningkatan pelayanan kesehatan di Puskesmas mempengaruhi.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
7
1.5
Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Hasil penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam melakukan penelitian khususnya mengenai penyerapan dana BOK dan mampu menerapkan ilmu yang didapat sesuai pekerjaan di lapangan. 2. Bagi Kementerian Kesehatan (aplikatif) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan kepada pemerintah pusat dan daerah dalam upaya memperbaiki kualitas seluruh proses dan siklus pengelolaan BOK sejak dari perumusan kebijakan, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan efektif dan efisien. 3. Bagi Institusi Universitas Indonesia Dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya terkait dengan realisasi anggaran dana BOK.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di 3 Puskesmas pada bulan Mei sampai dengan
Juni 2011 sedangkan telaah dokumen di 31 Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini hanya terbatas pada realisasi anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang dikelola Puskesmas untuk tahun anggaran 2010 di Kabupaten Bandung Barat.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) BOK adalah dukungan dana dari pemerintah melalui Kementerian Kesehatan
dalam
membantu
pemerintahan
kabupaten/kota
melaksanakan
pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan menuju Millennium Development Goals (MDGs) dengan meningkatkan kinerja Puskesmas dan jaringannya termasuk Poskesdes dan Posyandu dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif (Kementerian Kesehatan RI, 2010. Tujuan BOK yaitu untuk meningkatnya akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif Puskesmas untuk mewujudkan pencapaian target SPM Bidang Kesehatan dan MDGs pada tahun 2015. Dengan adanya dana BOK diharapkan pemerintah daerah tidak mengurangi dana yang sudah dialokasikan untuk operasional Puskesmas dan tetap berkewajiban menyediakan dana operasional yang tidak terbiayai melalui BOK (Kementerian Kesehatan RI, 2010),. 2.1.1
Ruang Lingkup Kegiatan BOK BOK digunakan untuk kegiatan upaya kesehatan yang bersifat promotif
dan preventif di Puskesmas dan jaringannya termasuk Posyandu dan Poskesdes, dalam rangka membantu pencapaian target SPM Bidang Kesehatan di kabupaten/kota guna mempercepat pencapaian target MDGs. Upaya kesehatan promotif adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Upaya kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Ruang lingkup kegiatan BOK tersebut meliputi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) :
8
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
9
A.
Upaya Kesehatan Upaya kesehatan yang dibiayai dari dana BOK adalah upaya kesehatan
yang bersifat promotif dan preventif, yang meliputi : 1) Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana; 2) Imunisasi; 3) Gizi; 4) Promosi Kesehatan; 5) Kesehatan Lingkungan; 6) Pengendalian Penyakit B.
Penyelenggaraan Manajemen Puskesmas 1.
Perencanaan Tingkat Puskesmas, untuk kegiatan Puskesmas yang akan dilaksanakan selama satu tahun dari berbagai sumber daya termasuk salah satunya adalah BOK.
2.
Lokakarya Mini Puskesmas, merupakan proses penyusunan rencana kegiatan yang telah direncanakan selama satu tahun menjadi kegiatan bulanan yang disepakati (POA bulanan) untuk dilaksanakan, termasuk kegiatan-kegiatan yang akan dibiayai dari BOK. Selain itu Lokakarya Mini Puskesmas juga membahas laporan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan dalam satu bulan sebelumnya. Lokakarya Mini Puskesmas diselenggarakan secara rutin, periodik bulanan/tribulanan sesuai kondisi wilayah Puskesmas, diikuti oleh petugas Puskesmas dan jaringannya, dan pada kondisi tertentu dapat mengundang lintas sektor.
3.
Evaluasi, penilaian pencapaian program dan kegiatan Puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dari yang direncanakan tersebut di atas.
C.
Penunjang Pelayanan Kesehatan 1.
Bahan kontak
2.
Pelatihan kader
3.
Pemeliharaan cold chain termasuk pembelian bahan bakar minyak
4.
PMT penyuluhan
2.1.2 Mekanisme Pengelolaan BOK Besaran alokasi dana BOK untuk setiap kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kesehatan. Besaran alokasi dana BOK tiap Puskesmas di
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
10
kabupaten/kota
ditetapkan
berdasarkan
SK
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota. Nilai besaran setiap Puskesmas mempertimbangkan situasi dan kondisi setiap Puskesmas, antara lain : (1) Luas wilayah kerja dan kondisi geografis Puskesmas, (2) Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas, (3) Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas, (4) Kondisi infrastruktur (jalan, sarana transportasi), (5) Tingkat kemahalan di wilayah setempat, (6) Penyerapan anggaran yang ada, dan (7) Faktor-faktor lain sesuai kondisi lokal (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Dana BOK disalurkan oleh Tim Pengelola BOK tingkat Pusat ke rekening tiap-tiap
Puskesmas
setelah
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
menerbitkan Surat Keputusan tentang Puskesmas penerima dana BOK, besaran alokasi dana BOK tiap Puskesmas, penanggung jawab dan nomor rekening baru untuk penerimaan dana BOK, serta Bendahara BOK Puskesmas yang ditunjuk untuk penerimaan dana BOK. Puskesmas membuat POA (Plan of Action) yang dibahas dalam forum Lokakarya Mini berisi kebutuhan dana BOK untuk kegiatan preventif dan promotif selama satu tahun. Berdasarkan POA tersebut, setiap bulan Puskesmas dapat mengusulkan dan mencairkan dana BOK kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan melampirkan Kerangka Acuan Kerja atau Terms of Reference (TOR), laporan pemanfaatan dana BOK sebelumnya, dan serta laporan cakupan kegiatan bulanan. Dana BOK dapat dimanfaatkan untuk (Kementerian Kesehatan RI, 2010) : biaya transportasi, biaya penginapan dan uang harian (untuk desa terpencil/sulit dijangkau), pembelian bahan PMT, pembelian ATK dan penggandaan, pembelian konsumsi untuk rapat, dan pembelian bahan kontak.
2.1.3 Pengorganisasian BOK Pengelolaan kegiatan BOK dilaksanakan secara bersama-sama antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pengorganisasian BOK dimaksudkan agar pelaksanaan BOK dapat berjalan secara
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
11
efektif dan efisien. Pengorganisasian BOK terdiri dari (Kementerian Kesehatan RI, 2010) : 1.
Tim Koordinasi BOK Tingkat Pusat Menteri Kesehatan membentuk Tim Koordinasi BOK Tingkat Pusat terdiri
dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan Anggota. Tim Koordinasi bersifat lintas sektor terkait, diketuai oleh Sekretaris Utama Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat dengan anggota terdiri dari Pejabat Eselon I Kementerian terkait dan unsur lainnya. 2.
Tim Koordinasi BOK Tingkat Provinsi Gubernur membentuk Tim Koordinasi BOK Tingkat Provinsi, yang terdiri
dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan Anggota. Tim Koordinasi bersifat lintas sektor terkait dalam pelaksanaan BOK, diketuai oleh Sekretaris Daerah Provinsi dengan anggota terdiri dari pejabat terkait. 3.
Tim Koordinasi BOK Tingkat Kabupaten/Kota Bupati/Walikota
membentuk
Tim
Koordinasi
BOK
Tingkat
Kabupaten/Kota, yang terdiri dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan Anggota. Tim Koordinasi bersifat lintas sektor terkait dalam pelaksanaan BOK, diketuai oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dengan anggota terdiri dari pejabat terkait. 4.
Tim Pengelola BOK Tingkat Pusat Menteri Kesehatan membentuk Tim Pengelola BOK Tingkat Pusat yang
terdiri dari Penanggung Jawab, Pengarah, Pelaksana dan Sekretariat. Penanggung jawab adalah Menteri Kesehatan, sedangkan pengarah terdiri dari pejabat eselon I diketuai oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan. Pelaksana terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan anggota yang merupakan pejabat eselon I dan II Kementerian Kesehatan. Sekretariat terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota yang merupakan pejabat eselon II, eselon III dan IV. 5.
Tim Pengelola BOK Tingkat Provinsi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi membentuk Tim Pengelola BOK
Tingkat Provinsi yang terdiri dari 1 (satu) orang penanggungjawab yang dijabat oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, 1 (satu) orang sekretaris, dan 2 (dua) orang yang menangani teknis program dan administrasi keuangan.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
12
6.
Tim Pengelola BOK Tingkat Kabupaten/Kota Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
membentuk Tim Pengelola
BOK tingkat Kabupaten/Kota yang terdiri dari 1 (satu) orang penanggungjawab yang dijabat oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, 1 (satu) orang sekretaris, dan 2 (dua) orang yang menangani teknis program dan administrasi keuangan. 7.
Tim Pengelola BOK Puskesmas Kepala Puskesmas membentuk Tim Pengelola BOK Puskesmas yang
terdiri dari 1 (satu) orang penanggung jawab yang dijabat oleh Kepala Puskesmas, 1 (satu) orang sekretaris, dan 2 (dua) orang yang menangani teknis program dan administrasi keuangan. Tugas Tim Pengelola BOK Puskesmas adalah: (1) Sosialisasi kegiatan BOK tingkat Puskesmas, (2) mengelola dana BOK sesuai dengan Petunjuk Teknis secara bertanggung jawab dan transparan, dan (3) melaporkan hasil cakupan kegiatan dan penggunaan dana BOK kepada Tim Pengelola BOK Tingkat Kabupaten/Kota.
2.1.4
Indikator Keberhasilan BOK sebagai dasar keberhasilan dari BOK di Puskesmas, Kementerian
Kesehatan menetapkan indikator keberhasilan. Indikator ini diharapkan sebagai ukuran dari gambaran program BOK ini. Adapun indikator keberhasilan yang ditetapkan itu seperti pada tabel 2.1, yaitu:
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
13
Tabel 2.1 Indikator Keberhasilan Bantuan Operasional Kesehatan
Indikator Input
:
Persentase Puskesmas yang menerima dana BOK (100%)
Indikator Proses
:
Persentase Puskesmas yang melaksanakan Lokakarya Mini (100%)
Indikator Output
:
Persentase penyerapan dana BOK di Puskesmas (100%)
Indikator Outcome:
Persentase pencapaian target SPM bidang kesehatan sampai dengan tahun 2015: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Cakupan kunjungan ibu hamil (K4) 95% Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80% Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan memiliki kompetensi kebidanan 90% Cakupan pelayanan nifas 90% Cakupan neonatus dengan komplikasi ditangani 80% Cakupan kunjungan bayi 90% Cakupan desa UCI 100% Cakupan pelayanan anak balita 90% Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100% Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak 6-24 bulan dari keluarga miskin 100% Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100% Cakupan peserta KB aktif 70% Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100% Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100%
Sumber : Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan 2010
2.2 Pelayanan Kesehatan Reproduksi Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Pelayanan kesehatan reproduksi untuk pertama kalinya dibahas dalam International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo tahun 1994, yang menyatakan bahwa kebutuhan kesehatan reproduksi pria dan wanita sangat vital bagi pembangunan sosial dan pengembangan sumber daya manusia.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
14
Pelayanan kesehatan reproduksi dinyatakan sebagai bagian integral dari pelayanan dasar yang akan terjangkau seluruh masyarakat. Pada konfrensi tersebut disepakati 10 unsur yang tercakup dalam kesehatan reproduksi, yaitu: Keluarga Berencana (KB), Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV/AIDS, Partisipasi Pria, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Infertilitas, Kehamilan dan Persalinan, Aborsi, Menopause, Kekerasan Seksual, dan Kesehatan Reproduksi Remaja. Komitmen dan perkembangan yang terjadi secara internasional tersebut berpengaruh juga pada langkah yang dilaksanakan di Indonesia untuk melaksanakan upaya kesehatan reproduksi sebagimana yang dinyatakan dalam ICPD 1994. Pada tahun 1996, Departemen Kesehatan mengadakan Lokakarya Kesehatan Reproduksi yang menunjukan komitmen Indonesia dalam pelaksanaan kesehatan reproduksi. Layanan kesehatan reproduksi di Indonesia sudah dimasukkan kedalam Undang-Undang Nomor 23/1992 dan Undang-Undang nomor 10/1992 yaitu strategi kesehatan reproduksi nasional diarahkan pada rencana intervensi untuk mengubah perilaku didalam setiap keluarga dimana tujuannya adalah menjadikan keluarga sebagai utama dan pintu masuk upaya promosi pelayanan kesehatan reproduksi. Kemudian Undang-Undang tersebut diaplikasikan kedalam paket-paket pelayanan kesehatan reproduksi. Pelayanan kesehatan reproduksi di Indonesia dilakukan dengan menggunakan pendekatan siklus hidup (life cycle approach) agar diperoleh sasaran yang pasti dan pelayanan yang jelas berdasarkan kepentingan sasaran dengan memperhatikan hak reproduksi mereka. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya perilaku pencapaian pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan perempuan karena mereka memiliki kebutuhan khusus. Sistem kesehatan harus mengenali dan memperhatikan masalah kesehatan perempuan karena kondisi dan upaya pada tahap kehidupan akan mempengaruhi sepanjang hidupnya.. Penerapan pelayanan kesehatan reproduksi di Indonesia dilaksanakan secara integrasi dan dikategorikan dalam paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) yang terdiri atas kesehatan ibu dan bayi baru lahir, Keluarga
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
15
Berencana (KB), Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) termasuk PMS dan HIV/AIDS. Jika PKRE dilengkapi dengan pelayanan kesehatan repoduksi untuk usia lanjut, maka pelayanan yang diberikan akan mencakup seluruh (lima) komponen kesehatan
reproduksi,
yang
disebut
Pelayanan
Kesehatan
Reproduksi
Komperehensif (PKRK) (Departemen Kesehatan,2003).
2.3
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
2.3.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah satuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat. Dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oeh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Kementerian Kesehatan RI, 1999). Yang dimaksud dengan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh adalah upaya pelayanan kesehatan yang meliputi promotif (peningkatan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (penyembuhan penyakit) maupun rehabilitatif (pemulihan kesehatan) dan ditujukan untuk semua golongan umur dan jenis kelamin. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/Menkes/SK/II/2004, yang dimaksud dengan Puskesmas adalah unit pelaksana teknis
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
yang
bertanggung
jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kerja. Unit Pelaksana Teknis adalah unit pelaksana tingkat pertama yang berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan menjadi ujung tombak dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
16
Pertanggungjawaban
penyelenggaraan
adalah
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab atas seluruh upaya pembangunan kesehatan diwilayahnya dan Puskesmas hanya bertanggungjawab atas sebagian tugas yang dilimpahkan oleh Dinas Kesehatan sesuai kemampuannya. Wilayah kerja Puskesmas ditentukan berdasarkan kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur lainnya. Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan. Tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Sasaran penduduk yang dilayani oleh satu Puskesmas rata-rata 30.000 orang dengan ditunjang unit pelayanan kesehatan jaringannya yaitu Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, Pondok Bersalin Desa, Posyandu dan Pos Kesehatan Desa. Masing-masing Puskesmas tersebut bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 2.3.2 Fungsi Puskesmas Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/Menkes/SK/II/2004, fungsi Puskesmas adalah : 1.
Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan Puskesmas selalu berupaya menggerakan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya sehingga berwawasan serta mendukung pemabangunan kesehatan. Puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
2.
Pusat Pemberdayaan Masyarakat Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
17
sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. 3.
Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab Puskesmas meliputi : a. Pelayanan Kesehatan Perorangan Yaitu
pelayanan
yang
bersifat
pribadi
dengan
tujuan
utama
menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan tanpa mengabaikan
pemeliharaan
kesehatan
dan
pencegahan
penyakit.
Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk Puskesmas tertentu di tambah rawat inap. b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Yaitu pelayanan yang bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
2.3.3 Pelayanan dan Kegiatan di Puskesmas Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/Menkes/SK/II/2004, pelayanan dan kegiatan Puskesmas adalah : 2.3.3.1 Upaya Kesehatan Wajib Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya Kesehatan Wajib itu adalah : Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
18
1. Upaya Promosi Kesehatan 2. Upaya Kesehatan Lingkungan 3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana 4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat 5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular 6. Upaya Pengobatan 2.3.3.2 Upaya Kesehatan Pengembangan Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya Kesehatan Pengembangan dipilih dari upaya kesehatan pokok Puskesmas yang telah ada, yaitu : 1. Upaya Kesehatan Sekolah 2. Upaya Kesehatan Olah Raga 3. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat 4. Upaya Kesehatan Kerja 5. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut 6. Upaya Kesehatan Jiwa 7. Upaya Kesehatan Mata 8. Upaya Kesehatan Usia Lanjut 9. Upaya Pembinaan Pengobat Tradisional. 10. Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta upaya pencatatan dan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan pelayanan penunjang dari setiap upaya wajib dan upaya pengembangan Puskesmas. 2.3.4 Pembiayaan Puskesmas Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat mendapatkan sumber pembiayaan dari (Kementerian Kesehatan RI, 2004) :
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
19
a. Pemerintah termasuk subsidi pelayanan kesehatan masyarakat miskin. b. Pendapatan Puskesmas yang didapat dari retribusi kepada masyarakat yang mendapatkan pelayanan kesehatan, yang besaran tarifnya ditentukan oleh Peraturan Daerah. c. Sumber lain dari pihak ke III (Askes, Jamsostek, Asuransi swasta lainnya).
2.4
Cakupan Pelayanan Kesehatan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan adalah tolak ukur kinerja
pelayanan
kesehatan
yang
diselenggarakan
di
daerah
kabupaten/kota
(Kementerian Kesehatan, 2008). SPM juga merupakan potret pembiayaan kesehatan mencapai tingkat keadilan di masyarakat tidak hanya kuratif akan tetapi preventif, promotif dan rehabilitatif. Dalam SPM disebutkan bahwa pendanaan yang berkaitan dengan penerapan, pencapaian kinerja/target dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Penetapan SPM memberikan tantangan kepada pemerintah daerah untuk mengupayakan anggaran kesehatan dengan proporsi terbesar dari APBD, karena keberlangsungan pencapaian SPM merupakan ukuran kinerja dan komitmen pemerintah daerah dalam bidang kesehatan, maka pemerintah daerah akan mengupayakan anggaran kesehatan yang lebih sustain, salah satunya adalah dari APBD. Dalam standar pelayanan minimal bidang kesehatan disebutkan bahwa Kabupaten/Kota menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai SPM kesehatan yang meliputi jenis pelayanan beserta indikator kinerja dan target pelayanan Tahun 2010 – 2015 yaitu (Kementerian Kesehatan, 2008) : A. Pelayanan Kesehatan Dasar 1. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 95% pada tahun 2015 2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80% pada tahun 2015 3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 90% pada tahun 2015 4. Cakupan pelayanan nifas 90% pada tahun 2015 5. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80% pada tahun 2010
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
20
6. Cakupan kunjungan bayi 90% pada tahun 2010 7. Cakupan desa/kelurahan universal child immunization (UCI) 100% pada tahun 2010 8. Cakupan pelayanan anak balita 90% pada tahun 2010 9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 – 24 bulan keluarga miskin 100% pada tahun 2010 10. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100% pada tahun 2010 11. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100% pada tahun 2010 12. Cakupan peserta KB aktif 70% pada tahun 2010 13. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100% pada tahun 2010 14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100% pada tahun 2015. B. Pelayanan kesehatan rujukan: 1. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 100% pada tahun 2015 2. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota 100% pada tahun 2015. C. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jan 100% pada tahun 2015. D. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Cakupan desa siaga aktif 80% pada Tahun 2015.
2.5 Sistem Kesehatan Sistem Kesehatan menurut WHO (1984) adalah kumpulan dari berbagai faktor yang komplek dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan. Terbentuknya sistem kesehatan pada dasarnya ditentukan oleh 3 (tiga) unsur utama yaitu (Azwar, 2002) :
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
21
1. Pemerintah Bertanggung jawab dalam merumuskan berbagai kebijakan pemerintah termasuk kebijakan kesehatan. 2. Masyarakat Orang yang memanfaatkan atau menggunakan jasa pelayanan kesehatan (health consumer). 3. Penyedia Pelayanan Kesehatan Bertanggung jawab secara langsung dalam menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan (health provider). Ketiga unsur tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi, secara sederhana terlihat pada gambar 2.1
Pemerintah
SISTEM KESEHATAN Masyarakat
Penyedia Pelkes
Gambar 2.1 Hubungan Unsur Pembentuk Sistem Kesehatan Sumber : Azwar, 2002
Bila kita lihat pada gambar diatas, maka bentuk pokok sistem kesehatan tidaklah sama antara satu negara dengan negara lain tergantung unsur mana yang paling dominan. Suatu sistem kesehatan akan dinilai baik apabila didukung 3 (tiga) syarat pokok, antara lain (Azwar, 2002) : 1. Organisasi Pelayanan Sistem kesehatan yang baik harus memiliki kerjasama dalam pengorganisasian upaya kesehatannya, yaitu kejelasan akan jenis, bentuk, jumlah, penyebaran,
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
22
jenjang serta hubungan antara satu upaya kesehatan dengan upaya kesehatan lainnya. 2. Organisasi Pembiayaan Sistem kesehatan yang baik juga harus memiliki kejelasan dalam pengorganisasian pembiayaan kesehatannya (organization of finances) dalam hal ini jumlah, penyebaran, pemanfaaatan serta mekanisme pembiayaan upaya kesehatan yang berlaku. 3. Mutu Pelayanan dan Pembiayaan Syarat terakhir yang harus dipenuhi adalah terjaminnya mutu pelayanan dan pembiayaan kesehatan (quality of services and finances) yaitu kesesuaian antara kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kesehatan. Apabila salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak dipenuhi maka sistem kesehatan tidaklah sempurna, karena ketiga unsur tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Dalam penyelenggaraan sistem kesehatan, terdapat 2 (dua) subsistem yang terdiri dari (Azwar, 2002) : 1. Subsistem Pelayanan Kesehatan Yaitu menunjuk kepada kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai upaya kesehatan yang diselenggarakan dalam suatu negara. Masalah yang paling menonjol pada subsistem ini adalah adanya pelayanan kesehatan yang terkotak-kotak (fragmented health services) dimana pelayanan kesehatan tergantung pada berbagai peralatan kedokteran canggih serta cenderung mengorganisir pelayanan kesehatan yang lebih majemuk. Keadaan ini sangat merugikan masyarakat karena masyarakat akan sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh. 2. Subsistem Pembiayaan Kesehatan Yaitu menunjuk pada kesatuan yang utuh dan terpadu dari pembiayaan upaya kesehatan yang berlaku dalam suatu negara. Masalah yang paling menonjol ditemukan pada subsistem ini adalah biaya kesehatan yang terus meningkat, bahwa kenaikan biaya kesehatan disebabkan oleh meningkatnya kenaikan biaya pelayanan kesehatan itu sendiri. Seperti contoh : harga obat-obatan dan teknologi alat-alat medis (Ilyas, 2003).
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
23
Penyelenggaraan pelayanan sistem kesehatan yang baik dapat dinilai apabila memiliki kedua subsistem tersebut. Pengertian kedua subsistem ini dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu dari kebijakan serta mekanisme pembiayaan kesehatan yang diterapkan di suatu negara.
2.6 Pembiayaan Kesehatan Menurut Azwar (2002), biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan. Biaya kesehatan ini akan berbeda pengertiannya apabila ditinjau dari sudut penyedia pelayanan kesehatan dan pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimana besarnya dana bagi penyedia pelayanan kesehatan lebih menunjuk pada seluruh biaya investasi serta seluruh biaya operasional yang harus disediakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan besarnya dana bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk memanfaatkan upaya kesehatan. Menurut Azwar (2002), bila disesuaikan dengan pembagian pelayanan kesehatan, maka biaya kesehatan secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1. Biaya
Pelayanan
Kesehatan,
adalah
biaya
yang
dibutuhkan
untuk
menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan pelayanan kedokteran yang tujuan utamanya untuk mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan penderita. 2. Biaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat, adalah biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yang tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
24
2.6.1 Sumber Pembiayaan Kesehatan Secara umum sumber biaya kesehatan dapat dibedakan 2 macam (Azwar, 2002) yaitu : 1.
Seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah Pada negara yang mengikuti aliran seperti ini, tidak ditemukan pelayanan
kesehatan swasta. Seluruh pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah dan pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan secara cuma-cuma. Anggaran pemerintah bersumber dari pendapatan dari pajak secara umum, pembiayaan yang defisit, pengenaan cukai, asuransi sosial. 2.
Sebagian ditanggung oleh masyarakat Pada negara yang mengikuti aliran ini, maka sumber pembiayaan
kesehatan selain dari pemerintah juga ada yang berasal dari masyarakat. Masyarakat diajak berperan serta baik dalam penyelenggaraan upaya kesehatan maupun pada waktu memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan. Masyarakat diharuskan membayar pelayanan kesehatan yang dimanfaatkannya. Sumber dana swasta berasal dari asuransi kesehatan swasta, pembiayaan asuransi oleh perusahaan, kontribusi organisasi sosial dan sukarelawan perorangan, pembiayaan masyarakat, pengeluaran langsung dari rumah tangga. Menurut Gani (2006), pembiayaan kesehatan daerah berasal dari berbagai sumber, yaitu APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, proyek-proyek kesehatan, asuransi kesehatan (PT Askes, PT Jamsostek, dll) dan rumah tangga (out of pocket payment ). Hal tersebut seperti pada tabel 2.2 .
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
25
Tabel 2.2 Sumber Pembiayaan Kesehatan
PEMERINTAH 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
2.6.2
PUSAT APBN PLN/BLN Pajak DAK APBN Dekonsentrasi APBN Tugas Perbantuan BOK Jamkesmas Jampersal Sumber : Gani, 2006
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
DAERAH PAD Dana perimbangan DAU PLN/BLN Pajak Retribusi Pendapatan lain yg sah Dana Kapitasi dari pihak ketiga
NON PEMERINTAH 1. Asuransi yang dikelola oleh : a. PT ASKES b. PT Jamsostek c. Swasta 2. Masyarakat 3. Jaminan Kesehatan 4. Dana Bantuan Sosial
Syarat Pokok Pembiayaan Kesehatan Menurut Azwar (2002), suatu biaya kesehatan yang baik haruslah
memenuhi beberapa syarat pokok, yakni : 1.
Jumlah Syarat utama dari biaya kesehatan haruslah tersedia dalam jumlah yang
cukup dalam arti dapat membiayai penyelenggaraan semua upaya kesehatan yang dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat yang ingin memanfaatkannya. 2.
Penyebaran Penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan. Jika dana yang
tersedia tidak dapat dialokasikan dengan baik, maka akan menyulitkan penyelenggaraan setiap upaya kesehatan. 3.
Pemanfaatan Meskipun jumlah dan penyebaran baik, tetapi jika pemanfaatannya tidak
mendapatkan pengaturan yang seksama maka akan banyak menimbulkan masalah serta menyulitkan masyarakat yang akan membutuhkan pelayanan kesehatan.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
26
2.6.3
Masalah Pokok Pembiayaan Kesehatan Menurut Azwar (2002) dalam pembiayaan kesehatan ditemukan beberapa
issue pokok, yaitu : 1.
Kurangnya dana yang tersedia Di negara berkembang, dana yang disediakan untuk penyelenggaraan
pelayanan kesehatan terkadang kurang memadai. Rendahnya alokasi anggaran ini berkaitan dengan masih kurangnya kesadaran para pengambil keputusan akan pentingnya arti kesehatan. Terkadang mereka menganggap pelayanan kesehatan tidak bersifat produktif melainkan konsumtif dan kurang diprioritaskan. Misalnya negara kita dimana jumlah dana yang tersedia untuk kesehatan hanya berkisar antara 2-3% dari total anggaran belanja negara dalam setahun. 2.
Penyebaran dana yang tidak sesuai Penyebaran dana yang tidak sesuai akibat dari dana yang beredar banyak
di daerah perkotaan. Padahal jika ditinjau dari penyebaran penduduk, kebanyakan masyarakat bertempat tinggal di daerah pedesaan. 3.
Pemanfaatan dana yang tidak tepat Issue ini menjadi masalah yang dihadapi dalam hal pembiayaan kesehatan,
jika kita perhatikan banyak negara yang biaya pelayanan kedokterannya jauh lebih tinggi daripada biaya pelayanan kesehatan masyarakat. Sedangkan yang kita ketahui bahwa pelayanan kedokteran seringkali dianggap kurang efektif daripada pelayanan kesehatan masyarakat. 4.
Pengelolaan dana yang belum optimal Jika
saja
dana
yang
tersedia
amat
terbatas,
penyebaran
dan
pemanfaatannya belum begitu optimal namun jika dikelola dengan baik maka tujuan dari pelayanan kesehatan tersebut mudah untuk dicapai. Tetapi pada kenyataannya, pengelolaan dana ini memang terlihat belum optimal, tdiak hanya karena pengetahuan dan ketrampilan yang terbatas tetapi berkaitan juga dengan sikap dan mental para pengelolanya. 5.
Biaya kesehatan yang terus meningkat Biaya pelayanan kesehatan yang terus meningkat disebabakan oleh
meningkatnya biaya pelayanan itu sendiri. Penyebab terpenting dikarenakan oleh beberapa faktor antara lain (Sorkin, 1997) : (1) Tingkat inflasi; (2) Tingkat
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
27
permintaan; (3) Kemajuan ilmu dan teknologi; (4) Perubahan pola penyakit; (5) Perubahan pola pelayanan kesehatan; (6) Perubahan pola hubungan dokter-pasien; (7) Lemahnya mekanisme pengendalian biaya; dan (8) Penyalahgunaan asuransi kesehatan. 2.7 Konsep dan Klasifikasi Biaya Menurut Hongren, Datar, dan Foster (2003), biaya adalah sumber daya yang sengaja dikorbankan untuk mencapai suatu tujuan atau maksud tertentu, biasanya dipakai sebagai alat ukur keuangan yang harus dibayar guna mendapatkan barang atau jasa. Dengan kata lain biaya adalah nilai dari suatu pengorbanan untuk memperoleh suatu output tertentu. Menurut Gani (2001), terdapat beberapa jenis klasifikasi biaya, antara lain: 1. Berdasarkan sifat kegunaannya dalam proses produksi :
Biaya Investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk barang modal, yang kegunaannya atau pemanfaatannya satu tahun atau lebih, misalnya : biaya pembangunan gedung puskesmas, biaya pembelian alat non medis, biaya pembelian alat medis.
Biaya
Operasional
adalah
biaya
yang
diperlukan
untuk
mengoperasionalkan barang modal agar barang modal tersebut berfungsi, misalnya : biaya gaji, upah, insentif dan biaya pegawai lainnya, biaya obat dan bahan, biaya makanan, biaya listrik, biaya telepon, biaya air.
Biaya Pemeliharaan adalah biaya yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kapasitas barang investasi, agar barang tersebut dapat bertahan lama, misalnya : biaya pemeliharaan gedung, biaya pemeliharaan alat non medis, biaya pemeliharaan alat medis, biaya pemeliharaan SDM / diklat.
2. Berdasarkan fungsinya dalam proses produksi : Biaya Langsung (Direct Cost) adalah biaya yang dikeluarkan pada unitunit yang langsung memproduksi barang atau sering disebut dengan unit produksi, misalnya : biaya investasi ruang rawat jalan, biaya investasi alat di rawat jalan, biaya obat dan makan untuk rawat inap, biaya pemeliharaan ruang rawat.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
28
Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) adalah biaya yang dikeluarkan pada unit-unit penunjang yang tidak langsung memproduksi barang, misalnya : biaya tenaga administrasi, biaya gedung kantor kepala Puskesmas, biaya telepon/listrik/air untuk kantor kepala puskesmas. 3. Berdasarkan masa atau frekuensi pengeluarannya :
Biaya Modal (Capital Cost), dan
Biaya Berulang (Recurrent cost) atau biaya rutin.
4. Berdasarkan sifat hubungannya dengan volume output : Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang besarnya relatif tidak dipengaruhi oleh jumlah output atau produksi yang dihasilkan. Biaya tetap ini sama halnya dengan biaya investasi. Biaya Semivariabel (Semivariable Cost) adalah biaya yang relatif tidak berubah walaupun produksi atau output berubah, misalnya : biaya gaji pegawai puskesmas, walaupun jumlah pasien yang dilayani sedikit atau banyak, gaji tidak berubah. Biaya Variabel (Variable Cost) adalah biaya yang jumlahnya tergantung pada jumlah produksi atau output yang dihasilkan. Misalnya : biaya obat, alat kesehatan pakai habis, pada poli rawat jalan, jumlahnya tergantung dari jumlah pasien yang diobati atau disuntik. Biaya Total (Total Cost) adalah jumlah dari biaya tetap, biaya semi variabel dan biaya variabel. 5. Biaya kesempatan yang hilang atau Opportunity cost adalah biaya (pengorbanan) berupa hilangnya kesempatan lain yang bisa dimanfaatkan, karena suatu sumber daya (biaya) yang dipergunakan untuk hal lain. 2.8
Teori Sistem Pendekatan sistem pada manajemen bermaksud untuk memandang
organisasi sebagai satu kesatuan, yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling bergantung. Suatu sistem terdiri dari elemen-elemen yang berhubungan dan bergantung satu dengan yang lain. Tetapi bila elemen tersebut berinteraksi maka akan membentuk satu kesatuan yang menyeluruh.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
29
Teori manajemen modern cenderung memandang organisasi sebagai sistem terbuka. Sistem terbuka pada hakekatnya merupakan proses transformasi masukan yang menghasilkan keluaran, transformasi terdiri dari aliran informasi dan sumber daya - sumber daya. Keluaran dari organisasi merupakan masukan bagi lingkungannya, dan sebaliknya keluaran dari lingkungan adalah masukan bagi suatu organisasi (Handoko, 2003) Sulaeman (2009) memandang Puskesmas sebagai organisasi sistem terbuka terdiri atas 7 komponen yaitu input (masukan sumber daya manajemen), process (proses transformasi manajemen dan proses pelayanan kesehatan yang ditunjang oleh standar mutu serta SOP dan system pencatatan dan pelaporan), output (hasil antara), outcome (hasil akhir), impact (manfaat dan dampak efek, lingkungan dan feed back (umpan balik). 1.
Masukan (input) Sumber daya manajemen puskesmas meliputi : a.
Man (ketenagaan) Berupa pegawai puskesmas, fasilitator kecamatan dan desa, kader kesehatan
b.
Money (dana/biaya) Berupa dana operasional program atau proyek puskesmas
c.
Material (bahan, sarana dan prasarana) Berupa obat, alat kesehatan, alat administrasi, sistem informasi posyandu (SIP), pencatatan dan pelaporan sarana kesehatan swasta, sarana promosi kesehatan, sarana transportasi dan komunikasi dan lain-lain.
d.
Machine (mesin atau peralatan teknologi) Untuk merubah masukan menjadi keluaran berupa SOP baik pelayanan kesehatan didalam gedung maupun di luar gedung puskesmas.
e.
Method (metode) Yaitu cara atau pendekatan yang digunakan untuk mengubah masukan menjadi keluaran, yakni metode cara pelaksanaan tugas, metode penggerakan dan pemberdayaan masyarakat seperti metode pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD), dan lain-lain.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
30
f.
Market dan marketing (pasar dan pemasaran) pemasaran program dan kegiatan puskesmas yang dilakukan melalui pemasaran social yaitu menentukan kebutuhan, keinginan,dan minat dari pasar serta member kepuasan melalui pemeliharaan atau peningkatan kesehatan masyarakat dan pelanggan puskesmas.
g.
Minute/time waktu dihubungkan dengan jangka waktu pelaksanaan program dan kegiatan serta efektivitas, efisiensi dan produktivitas kerja
2.
Process Proses mengubah masukan menjadi keluaran dengan melaksanakan
fungsi- fungsi manajemen dan pelayanan kesehatan puskesmas yang ditunjang oleh 3.
pelaksanaan standar mutu dan SOP Hasil antara (output) Berupa pencapaian cakupan indikator hasil antara yang terdiri atas 3
indikator pilar Indonesia Sehat 2010, yaitu indikator keadaan lingkungan, indikator perilaku hidup masyarakat, indikator akses dan mutu pelayanan kesehatan. 4.
Hasil akhir (outcome) Hasil akhir yang dicapai dari suatu program berupa indikator mortalitas
ibu, bayi, anak balita dan umum yang dipengaruhi oleh indikator morbiditas dan indikator status gizi. 5.
Impact (manfaat dan dampak) Yaitu efek langsung dan tidak langsung atau konsekuensi yang
diakibatkan dari pencapaian tujuan berupa benefit cost, kepuasan pelanggan dan masyarakat serta derajat kesehatan. 6.
Lingkungan Terdiri atas lingkungan dalam atau lingkungan khusus atau lingkungan
tugas dan lingkungan luar atau lingkungan umum. 7.
Umpan balik (feed back) Keluaran (hasil antara dan hasil akhir), kinerja puskesmas, informasi
lingkungan yang berfungsi sebagai masukan bagi sistem puskesmas.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
31
Lingkungan dan eksternal organisasi Organisasi dan manajemen
Input (masukan sumber daya) Man Money materials machines method market minute/tim e
Process (Proses transformasi manajemen dan pelayanan kesehatan)
Output (hasil antara) Lingkung an sehat PHBS Akses dan mutu pelayanan kesehatan
Outcome (hasil akhir) Status gizi Mortalitas morbiditas
Impact (manfaat & dampak efek) Benefit cost Kepuasan pelanggan & masyarakat AHH
Feed back (umpan balik)
Gambar 2.2 Pemikiran manajemen sistem terbuka pada puskesmas Sumber : Sulaeman, Endang. Manajemen Kesehatan. Gajah mada, 2009
Menurut Azwar (2002), rincian tentang kumpulan bagian atau elemen yang ada dalam input, proses dan output banyak macamnya. Dalam administrasi kesehatan kesemua rincian tersebut secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni : 1.
Sistem sebagai upaya menghasilkan pelayanan kesehatan Jika sistem kesehatan dipandang sebagai suatu upaya untuk menghasilkan
pelayanan kesehatan, maka yang dimaksud dengan : a. Input adalah perangkat administrasi yakni tenaga, dana, sarana, dan metoda atau dikenal pula dengan istilah sumber, tata cara dan kesanggupan. b. Proses adalah fungsi administrasi yang terpenting ialah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaian.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
32
c. Output adalah pelayanan kesehatan yakni yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat. 2.
Sistem sebagai suatu upaya untuk menyelesaikan masalah kesehatan Jika
sistem
kesehatan
dipandang
sebagai
suatu
upaya
untuk
menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan, maka yang dimaksud dengan : a.
Input adalah masalah kesehatan yang ingin diselesaikan.
b.
Proses adalah perangkat administrasi yakni tenaga, dana/pembiayaan, sarana dan metoda atau dikenal pula sebagai sumber, tata cara dan kesanggupan.
c. 2.9
Output adalah selesainya masalah kesehatan yang dihadapi. Manajemen Kesehatan Dibidang pelayanan kesehatan, ada dua jenis masalah yang perlu
dirumuskan yaitu masalah kesehatan dan masalah program. Kedua jenis masalah tersebut saling berkaitan satu sama lain. Yang lebih diutamakan dalam pengembangan dinamika manajemen kesehatan adalah rumusan masalah kesehatan masyarakat kerena kegiatan manajemen kesehatan harus ditujukan untuk memecahkan masalah kesehatan masyarakat. Manajemen sebagai proses dapat dilihat melalui fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan oleh George Terry (Muninjaya, 2004) terdiri dari : 1. Planning (perencanaan) Perencanaan adalah sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi, sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan untuk mencapainya. Melalui fungsi perencanaan akan dapat ditetapkan tugas pokok dari masingmasing personil dalam sebuah organisasi. 2. Organizing (pengorganisasian) Pengorganisasian adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua
sumber
daya
(potensi)
yang
dimilki
oleh
organisasi
dan
memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
33
3. Actuating (penggerakan pelaksanaan) penggerakan pelaksanaan adalah proses bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja secara optimal menjalankan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, dan dukungan sumber daya yang tersedia. 4. Controlling (monitoring) Pengawasan dan pengendalian adalah proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disusun dna mengadakan koreksi jika terjadi penyimpangan. Penerapan manajemen pada unit pelaksana teknis seperti Puskesmas dan RS merupakan upaya untuk memanfaatkan dan mengatur sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing unit pelayanan kesehatan tersebut yang diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif, efisien dan rasional.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
34
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1
Kerangka Teori Penelitian terkait dengan Bantuan Operasional Kesehatan, peneliti
menggunakan pendekatan sistem. Dalam pendekatan ini dikenal lima instrumen penting yaitu : input, proses, output, umpan balik dan lingkungan itu sendiri. Penerapan model dikembangkan oleh Azwar, Azrul dan model ini berlaku pada Puskesmas. Lingkungan
Input
Proses
Output
Umpan Balik Gambar 3.1 Model Sistem Sumber : Azwar, Azrul: 2002.
Jika sistem kesehatan dipandang sebagai suatu upaya untuk menghasilkan pelayanan kesehatan, maka yang dimaksud dengan : a. Input adalah perangkat administrasi yakni tenaga, dana, sarana, dan metoda atau dikenal pula dengan istilah sumber, tata cara dan kesanggupan. b. Proses adalah fungsi administrasi yang terpenting ialah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaian. Dalam hal ini proses tersebut dimulai dari pelaksanaan lokakarya mini. c. Output adalah pelayanan kesehatan yakni yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang bersumber dari dana BOK. Dalam penelitian ini lebih ditekankan mengenai realisasi/penyerapan anggaran di Puskesmas. 34
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
35
3.2
Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori dan latar belakang penelitian, serta dengan
mempertimbangkan data primer dan data sekunder yang tersedia, maka peneliti mencoba membuat suatu kerangka konsep yang dipakai dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan sistem dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Penelitian ini hanya mengikutsertakan variabel–variabel yang dapat menjelaskan pencapaian tujuan.
1.
2.
3.
1.
2.
Karakteristik Puskesmas Jenis Puskesmas a. DTP/TP b. Lokasi Perbukitan/Perkotaan c. PONED/Non PONED Jumlah dan Jenis Tenaga di Puskesmas a. Bidan b. Perawat c. Tenaga lainnya Sarana dan prasarana Puskesmas a. Pusling Roda-4/Roda-2 b. Pustu c. Posyandu d. Poskesdes/Polindes
Manajemen internal Puskesmas a. Perencanaan b. Pengorganisasian c. Pelakasanaan d. Evaluasi
Faktor Input lainnya Sumber dana/anggaran di Puskesmas a. APBD (tingkat I dan II) b. Jamkesmas Dasar/APBN c. BOK/APBN Kebijakan daerah terkait dengan peningkatan pelayanan di Puskesmas
Kegiatan di Puskesmas
Proses
Input
Penyerapan Anggaran BOK : 1. Total realisasi anggaran (%) 2. Anggaran terserap tepat waktu
Output Variabel Dependen
Variabel Independen
Gambar 3.2. Kerangka Konsep Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
36
3.3 Definisi Operasional Daftar istilah Input Jenis Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yaitu:
Definisi
Hasil Ukur
Instrument
Key Informan
Wawancara, Telaah dokumen
1. Puskesmas Perawatan 1. Puskesmas Perawatan adalah atau tanpa tenpa Puskesmas yang berdasarkan SK. Perawatan Bupati atau Walikota menjalankan fungsi perawatan dan untuk menjalankan fungsinya diberikan tambahan ruangan dan fasilitas rawat inap yang sekaligus merupakan pusat rujukan antara.
Jenis Puskesmas Dengan Tempat Perawatan (DTP) atau Tanpa Tempat Peratawan (TP)
2. Lokasi Puskesmas
Klasifikasi Puskesmas daerah perbukitan/Pegunungan dengan Perkotaan.
2. Puskesmas Perbukitan/pegunungan dan Perkotaan Puskesmas Perbukitan/ pegunungan adalah Puskesmas yang terletak jauh dari pusat pemerintahan dengan kondisi tofografi yang berbukit-bukit Puskesmas Perkotaan adalah Puskesmas yang letaknya dengan pusat pemerintahan dengan akses yang cukup mudah dan tofografinya cukup landai/datar.
Kepala Puskesmas Kepala/ Staf Penyusunan Program Dinas Kesehatan
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
37
Daftar istilah Definisi 3. Jenis pelayanan 3. Puskesmas Mampu PONED adalah (Puskesmas PONED dan jenis pelayanan Puskesmas untuk Non PONED) menangani kegawatdaruratan
Hasil Ukur Jenis dan Jumlah Puskesmas yang Mampu PONED dan Non PONED
Instrument
Key Informan
obstetri dan neonatal dasar
4. Akses ke Puskesmas
4. Akses terhadap Puskesmas adalah kemudahan untuk mencapai fasilitas dalam hal ini adalah Puskesmas. Mudah biasanya gampang diakses oleh kendaraan umum dengan ongkos yang realtif murah sedangkan sulit umunya dikaitkan dengan kendaraan yang terbatas dengan biaya yang mahal
5. Bangunan Puskesmas
5. Kondisi Bangunan Puskesmas adalah informasi mengenai kondisi fisik bangunan Puskesmas yang bersangkutan pada saat ini. Kondisi ini sangat berkaitan dengan pelayanan di Puskesmas Jumlah dan Jenis Tenaga Jumlah tenaga yang ada di Puskesmas, Kesehatan, yaitu: karena menyangkut pelayanan kesehatan reproduksi umumnya yang terlibat adalah tenaga:
1. Perawat
1. adalah tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang pendidikan
Akses menuju Puskesmas mudah dan sulit
Kondisi Bangunan Puskesmas berupa layak atau tidak layak untuk memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas Jumlah perawat, Bidan Desa per Telaah dokumen, Puskesmas Jumlah perawat, bidan dan bidan Wawancara desa yang terlatih atau tidak terlatih untuk penanganan pelayanan kesehatan khsususnya pelayanan kesehatan reproduksi
Kepala Bidang SDK Dinas Kesehatan
Kepala Puskesmas
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
38
Daftar istilah
2. Bidan
Definisi terakhir perawat yang bekerja di Puskesmas yang bersangkutan. Yang termasuk perawat adalah SPK, D III Keperawatan, S1 Keperawatan
Hasil Ukur di masyarakat.
Instrument
Key Informan
2. Tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang pendidikan terakhir bidan yang bekerja di Puskesmas yang bersangkutan. Yang termasuk bidan adalah Bidan, Perawat Bidan, D III Kebidanan, D IV Kebidanan dan juga bidan di desa.
Sarana Dan Prasarana Sarana dan Prasarana penunjang Jumlah inventaris sarana dan prasarana Wawancara, Puskesmas, yaitu: pelayanan kesehatan di Pukesmas yaitu: Puskesmas yaitu: Telaah dokumen 1. Sepeda Motor 1. adalah adalah sepeda motor yang 1. Jumlah Sepeda Motor dan dimiliki Puskesmas yang kondisinya layak atau tidak layak bersangkutan 2. Pusling Roda-4
3. Puskesmas (Pustu)
Kepala Puskesmas Kepala/ Staf Penyusunan Program Dinas Kesehatan
2. adalah Puskesmas Keliling Roda-4 2. Jumlah Pusling Roda-4 yang ada di yang dimiliki Puskesmas yang Puskesmas dan kondisinya layak bersangkutan yang atau tidak layak. Pembantu 3. adalah unit pelayanan kesehatan 3. Jumlah Puskesmas Pembantu dan yang sederhana dan berfungsi kondisinya layak atau tidak layak. menunjang dan membantu memperluas jangkauan Puskesmas dengan melaksanakan kegiatankegiatan yang dilakukan Puskesmas Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
39
Daftar istilah
Definisi dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil serta jenis dan kompetensi pelayanan yang disesuaikan dengan kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia.
4. Polindes (Pondok Bersalin Desa)
4. adalah bangunan yang dibangun dengan bantuan dana pemerintah dan partisipasi masyarakat desa untuk tempat pertolongan persalinan dan pemondokan ibu bersalin, sekaligus tempat tinggal Bidan di desa. Di samping pertolongan persalinan juga dilakukan pelayanan antenatal dan pelayanan kesehatan lain sesuai kebutuhan masyarakat dan kompentensi teknis bidan tersebut.
5. Posyandu
5. Posyandu 5. Jumlah Posyandu yaitu informasi salah satu wadah peran serta mengenai jumlah pos pelayanan masyarakat yang dikelola dan terpadu (Posyandu) yang menjadi diselenggarakan dari, oleh, untuk, binaan Puskesmas yang dan bersama masyarakat guna bersangkutan yang dirinci memperoleh pelayanan kesehatan berdasarkan tingkatannya dasar dan memantau pertumbuhan (Pratama, Madya, Purnama, dan balita dalam rangka meningkatkan Mandiri). kualitas sumber daya manusia secara dini. Sumber Dana/Anggaran adalah sumber Jumlah dana yang bersumber dari Wawancara,
Sumber Dana, yaitu:
Hasil Ukur
Instrument
Key Informan
4. Jumlah Polindes/Poskesdes yaitu informasi mengenai jumlah Polindes atau Poskesdes yang menjadi binaan Puskesmas yang bersangkutan
Kepala Puskesmas Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
40
Daftar istilah
1.
APBD Tk I dan II
2.
Jamkesmas Dasar
3.
BOK
Kebijakan Daerah
Definisi anggaran atau dana yang digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan pengembangan Puskesmas dan jaringannya. 1. adalah Anggaran yang bersumber dari APBD Provinsi atau Kabupaten/Kota 2. adalah bantuan anggaran dari Pemerintah Pusat untuk membantu masyarakat misin di sarana pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya). 3. adalah bantuan dari Pemerintah Pusat untuk Puskesmas dalam penyelenggaran kegiatan yang bersifat Preventif dan promotif Dukungan atau legal asfek dan komitmen dari Pemda setempat untuk memajukan pelayanan kesehatan di Puskesmas
Hasil Ukur Instrument APBD, Jamkesmas dan BOK untuk Telaah dokumen pengembangan Puskesmas dan Jaringannya, termasuk besaran alokasi BOK per Puskesmas.
Key Informan
Peraturan Pemda tentang Pelayanan Wawancara, Kesehatan di Puskesmas dan Telaah dokumen jaringannya
Proses Manajemen Puskesmas yaitu:
Internal Proses manajemen yang dilakukan oleh Puskesmas meliputi tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
5. Rencana kegiatan operasional/POA Wawancara, yang akan dilaksanakan oleh Telaah dokumen Puskesmas selama satu tahun,
Kepala Puskesmas Kepala Bidang SDK Dinas Kesehatan Staf Penyusunan Program Kepala Puskesmas Pengelola BOK
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
41
Daftar istilah
1. Perencanaan BOK
2. Pengorganisasian
3. Penggerakan 4. Monitoring Output Kegiatan Pelayanan Kespro
Definisi evaluasi terhadap menghimpun sumber daya yang dimiliki Puskesmas untuk pemanfaatan dana BOK yang efisien dalam pencapaian tujuan. 1. adalah proses penyusunan rencana kegiatan (RPK/POA) yang bersumber BOK berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan juknis BOK. 2. adalah proses verfikasi POA/RPK melalui Tim Pengelola BOK di Dinas kesehatan dengan mengacu pada skala prioritas kegiatan di Dinas Kesehaan memperhatikan Juknis BOK 3. adalah Proses pelaksanaan kegiatan yang bersumber BOK 4. adalah laporan kegiatan BOK
Hasil Ukur dengan pembiayaan bersumber dari BOK yang disetujui oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 6. Kegiatan Operasional/POA di Puskesmas dengan anggaran yang bersumber dari BOK 7. Hasil pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari BOK 8. Pelaksanaan Lokakarya mini
Penjabaran dari Program Puskesmas Pelaksanaan kegiatan dengan mempergunkaan seluruh kesehatan reproduksi sumber daya yang ada dalam pelaksanaan kegiatan tersebut
Instrument
Key Informan Puskesmas
pelayanan Wawancara, Telaah dokumen
Pengelola Program KIA di Puskesmas
Wawancara, Telaah dokumen
- Kepala Puskesmas - Pengelola BOK
Realisasi Anggaran BOK terserap
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
42
Daftar istilah Realisasi Anggaran
Definisi 1. Persentase total penyerapan anggaran BOK sampai bulan Desember tahun 2010
Hasil Ukur 1. Jumlah Anggaran x 100% Total Anggaran
2. persentasi alokasi BOK untuk pelayanan kesehatan reproduksi
2. Jumlah Anggaran Kegiatan kespro x 100% Total Anggaran BOK
Instrument
Key Informan di Puskesmas - Pengelola BOK di Dinkes
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
43
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dan kualitatif yang
bertujuan untuk memberikan penjelasan secara sistematis dari suatu situasi atau hal yang menjadi perhatian secara faktual dan tepat tentang penyerapan anggaran BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat tahun 2010 Sumber data dalam penelitian ini untuk data primer dan data sekunder yang diperoleh dari Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat dan Biro Perencanaan dan Anggaran dengan harapan untuk memperoleh kesesuaian dan kecukupan informasi sesuai dengan tujuan penelitian. Tahapan yang dilakukan adalah dengan melakukan pengumpulan dan penelaahan data sekunder yang bersumber dari dokumen dan laporan kegiatan di 31 Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat 2010. Sedangkan untuk analisis penyerapan anggaran dana BOK di Puskesmas, peneliti melakukan pengumpulan data kualitatif dengan cara wawancara mendalam dengan menggunakan daftar pertanyaan dan check list di 3 Puskesmas, 1 Dinas Kesehatan Kabupaten dan Biro Perencanaan dan Anggaran .
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Bandung Barat yang dilaksanakan pada bulan Mei s.d Juni 2010
4.3 Sumber Data Pada penelitian kualitatif, prosedur pemilihan informan yang terpenting adalah bagaimana menentukan informan kunci (key informan) atau situasi sosial yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian. Sumber data dalam penelitian ini tidak
43
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
44
mementingkan jumlah sampel tetapi lebih memperhatikan prinsip kesesuaian (appropriaaness) dan kecukupan (adequacy) sesuai dengan tujuan penelitian Untuk penentuan informan, peneliti menggunakan dasar jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2010 yang bersumber dari Profil Kesehatan Kabupaten Bandung Barat tahun 2010 yaitu dengan dengan AKI > 3 kasus sebanyak 2 Puskesmas diwakili oleh Puskesmas Batujajar, untuk AKI 1 – 2 kasus sebanyak 16 Puskesmas diwakili oleh Puskesmas Parongpong dan untuk yang tidak ada AKI diwakili oleh Puskesmas Padalarang. Informan yang akan menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah : 1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Dipilih sebagai informan karena Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten selaku penanggung jawab seluruh program kesehatan yang ada di Puskesmas dan jaringannya termasuk penetapan kebijakan-kebijakan pelayanan kesehatan di Kabupaten Bandung Barat. 2. Kepala Bagian di Biro Perencanaan dan Anggaran Dipilih sebagai informan karena sebagai perencana awal yang memulai kebijakan BOK di luncurkan tahun 2010. 3. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Dipilih sebagai informan karena Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan membawahi Program pengembangan Puskesmas dan jaringannya di Kabupaten Bandung Barat. disamping itu sebagai penanggungjawab program BOK di Kabupaten Bandung Barat. 4. Kepala Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat (diwakili oleh 3 Puskesmas) Dipilih sebagai informan karena selaku penanggung jawab pelaksanaan kegiatan di Puskesmas termasuk pengelolaan dana BOK tahun 2010. 5. Pengelola BOK di Puskesmas Dipilih sebagai informan karena selaku pengelola dana BOK tingkat puskesmas, pengusuran rencana operasional untuk diajukan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat. Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
45
6. Pengelola BOK di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Dipilih sebagai informan karena selaku penanggung jawab pengelolaan dana BOK di Kabupaten Bandung Barat sekaligus yang menyetujui kegiatan yang diajukan oleh Puskesmas sesuai dengan Petunjuk Teknis BOK tahun 2010.
4.4 Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain mengenai karakteristik, jenis Puskesmas akses ke Puskesmas, jumlah tenaga di Puskesmas, sarana dan prasarana di Puskesmas, manajemen Puskemas dan kendala pengelolaan dan pemanfaatan BOK di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat. Adapun teknik yang digunakan yaitu dengan teknik wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara dan check list dengan bantuan alat perekam. Data sekunder didapatkan dari berbagai sumber yang ada terutama yang berkaitan dengan realisasi anggaran BOK tahun 2010, meliputi : 1.
Profil Kesehatan Kabupaten Tahun 2010
2.
Laporan Program 2010
3.
Rencana Pengeluaran Keuangan BOK Tahun 2010
4.
Laporan Bulanan dan Tahunan BOK Tahun 2010
5.
Data dasar Puskesmas terutama sarana dan prasara penunjang kegiatan di lapangan, dsb. Data sekunder dikumpulkan dengan menelaah dokumen seperti dokumen
perencanaan Puskesmas, dokumen anggaran, dokumen laporan keuangan, serta dokumen terkait lainnya. Untuk mendapatkan data yang valid maka peneliti mempergunakan metode triangulasi, yaitu :
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
46
1. Triangulasi Sumber Dilakukan dengan menggunakan sejumlah informan yang berbeda, diambil dari berbagai pihak. Adapun cara triangulasi sumber yang dilaksanakan dalam penelitian ini dengan cara periksa silang antara informasi yang diperoleh dari pengelolaan dana BOK dalam hal ini Pengelola BOK di Puskesmas dan Kepala Puskesmas dengan informasi dari tim Pengelola BOK di Kabupaten yaitu Kepala Dinas Kesehatan dan Staf Pengelola BOK serta Kepala Seksi Penyusunan Program di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat. 2. Triangulasi Metode Dilakukan untuk mengecek derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan cara menggunakan tehnik pengumpulan data yang berbeda yaitu dengan melakukan wawancara mendalam dan telaah dokumen
4.5 Proses Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tehnik wawancara mendalam (indepth interview) dan telaah dokumen. 1. Wawancara Mendalam Pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dilakukan kepada seluruh informan meliputi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, Kabid Pelayanan Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, Kepala Bidang di Biro Perencanaan dan Anggaran, Kepala Puskesmas (Puskesmas Padalarang, Parongpong dan Batujajar), pengelola BOK tingkat Puskesmas (Puskesmas Padalarang, Parongpong dan Batujajar) dan Pengelola BOK di Dinas Kesehatan Kabupeten Bandung Barat. 2. Telaah Dokumen Telaah dokumen dilakukan dengan melihat laporan realisasi penyerapan anggaran BOK di 31 Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat tahun 2010.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
47
4.6 Instrumen Penelitian Alat yang digunakan untuk membantu pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, alat pencatat dan tape recorder/MP-3. Wawancara mendalam akan dilaksanakan sendiri oleh penulis
4.7 Manajemen Data Dalam pengelolaan data kualitatif yang dikumpulkan, peneliti menggunakan bantuan komputer. Data yang telah dikumpulkan baik dari alat perekam maupun dokumen kemudian dilakukan reduksi (data reduction) dengan membuat transkrip. Setelah itu, hasil dari reduksi data tersebut diorganisasikan ke dalam bentuk matriks (data display). (Bungin, 2007).
4.8 Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2011). Analisa data meliputi : 1. Analisis sebelum di lapangan Analisis berupa telaah pustaka yang bersumber dari internet dan referensi lannya terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. 2. Analisis data di lapangan Analisis dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti melakukan analisis terhadap jawaban wawancara, jika masih dianggap kurang memuaskan maka peneliti akan melakukan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu atau datanya jenuh. Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
48
a. Reduksi Data Hasil catatan lapangan yang kompleks, rumit dan belum bermakna direduksi atau dikategorikan, dirangkum dan diambil data-data yang pokok dan penting. b. Penyajian Data Uraian singkat bersifat naratif, bagan, hubungan antar kategori, grafik, matrik dan chart. c. Verifikasi Penarikan kesimpulan berupa deskripsi atau gambaran.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
49
BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Bandung Barat, merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Bandung pada tahun 2009. Kabupaten Bandung Barat memiliki wilayah seluas 13.057.735 KM2 yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 165 Desa dengan jumlah penduduk sebanyak 1.767.508 jiwa. Batas wilayah Kabupaten Bandung Barat yaitu : di Sebelah Utara Kabupaten Bandung Barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Subang. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Kota Cimahi. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. 5.2 Derajat Kesehatan Bidang Pelayanan Kesehatan Reproduksi 5.2.1 Umur Harapan Hidup Umur harapan hidup waktu lahir adalah salah satu indikator derajat kesehatan yang digunakan sebagai dasar dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Umur harapan hidup mencerminkan lamanya usia seorang bayi baru lahir diharapkan hidup. Indikator ini dipandang menggambarkan taraf hidup suatu bangsa. Umur harapan hidup di Kabupaten Bandung Barat dapat di lihat seperti pada tabel 5.1. Pada tabel tersebut Umur Harapan Hidup di Kabupaten Bandung Barat digambarkan per kecamatan dan terdapat kenaikan dari tahun 2008
49
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
50
Tabel 5.1 Angka Harapan Hidup di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008-2009 No 1
Cililin
2008 68.11
2009 68.23
2
Cihampelas
67.73
67.73
3
Sindangkerta
66.79
66.9
4
Gununghalu
65.2
63.35
5
Rongga
62.75
63.03
6
Cipongkor
60.67
61
7
Batujajar
67.4
67.5
8
Lembang
69.25
69.3
9
Parongpong
70.22
70.22
10
Cisarua
67.04
67.2
11
Ngamprah
65.25
65.49
12
Padalarang
66.64
66.74
13
Cipatat
66.64
66.78
14
Cipendeuy
66.97
67
15
Cikalongwetan
67.63
67.65
Kabupaten
68.58
68.74
16
Kecamatan
Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
5.2.2 Kematian Peristiwa kematian yang terjadi dalam suatu wilayah dapat menggambarkan derajat kesehatan, atau hal lain misalnya rawan keamanan atau bencana alam yang terjadi di wilayah tersebut. Pada dasarnya ada penyebab kematian langsung dan penyebab kematian tidak langsung, walaupun kenyataan yang terjadi adalah interaksi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kematian masyarakat. Berbagai faktor yang berkaitan dengan penyebab kematian maupun kesakitan antara lain tingkat sosial ekonomi, kualitas lingkungan hidup, upaya pelayanan kesehatan, dll. Beberapa faktor penting yang perlu mendapat perhatian utamanya berkaitan dengan kematian ibu dan bayi adalah besarnya tingkat
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
51
kelahiran dalam masyarakat, umur masa paritas, jumlah anak yang dilahirkan, serta penolong persalinan. Aspek yang mempengaruhi tingkat kematian dan kesakitan diantaranya faktor sosial ekonomi seperti tingkat pendapatan dan pendidikan, Faktor lingkungan, upaya kesehatan yang dilakukan,dan tingkat kesuburan (fertilitas). Pada umumnya pola kematian diklasifikasikan dalam pola kematian bayi dan balita, kematian ibu serta kematian kasar untuk semua golongan umur. Dalam penelitian ini data yang diperlukan hanya pada Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu. a. Kematian bayi dan balita Angka kematian bayi merupakan indikator yang sangat sensitif terhadap kualitas dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. indikator ini merupakan tolak ukur pembangunan sosial ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Jumlah kematian bayi di Kabupaten Bandung Barat tahun 2009 sebanyak 194 kasus. Perincian jumlah kasus kematian bayi per wilayah kerja Puskesmas terlihat pada tabel berikut. 50 40 30 20 10 0
Gambar 5.1 Diagram Batang Jumlah Kasus Kematian Bayi di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
52
Adapun penyebab dari kematian bayi di Kabupaten Bandung Barat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti terlihat pada tabel berikut.
Partus Lama Sungsang Infeksi 1% 1% 3% Pneumonia Gemeli 1% Kel. Kong 4% Tanpa 8% Keterangan 9%
IUFD 20%
Asfiksia 29%
BBLR 24%
Gambar 5.2. Diagram Pie 10 Besar Penyebab Kematian Bayi di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
b. Kematian Ibu Angka kematian ibu berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan sewaktu ibu melahirkan dan masa nifas. Jumlah kematian ibu di Kabupaten Bandung Barat tahun 2009 adalah sebanyak 29 kasus kematian dengan perincian seperti terlihat pada tabel 5.3.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
53
5 4 3 2 1 0
Gambar. 5.3 Diagram Batang Jumlah Kematian Ibu di Kabupaten Bandung Barat tahun 2009 Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
Adapun penyebab kematian ibu di Kabupaten Bandung Barat terlihat pada tabel berikut 5.4
Lain-lain 20%
Perdarahan 40%
Infeksi 8%
Hipertensi dalam kehamilan 32%
Gambar 5.4. Diagram Pie Penyebab kematian ibu di Kabupaten Bandung Barat tahun 2009 Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
54
5.3 Analisa Situasi 5.3.1 Sumber Daya Kesehatan 5.3.1.1 Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan Pengelompokan tenaga kesehatan di Bandung Barat mengacu
sesuai
dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan adalah sebagai berikut: a.
Tenaga medis (meliputi dokter dan dokter gigi)
b.
Tenaga keperawatan dan bidan ( meliputi perawat dan bidan )
c.
Tenaga Kefarmasian (meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten apoteker)
d.
Tenaga kesehatan masyarakat (meliputi epidemiolog kesehatn,entomology kesehatan, mikrobiologi kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian)
e.
Tenaga sanitasi
f.
Tenaga gizi ( meliputi nutrisionis dan dietisien)
g.
Tenaga keteknisian fisik (meliputi fisioterapi, okuterapis dan terapis wicara)
h.
Tenaga keteknisan medis (meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, eknisi transfusi dan perekam medis)
i.
Tenaga non kesehatan Pada tahun 2009 jumlah tenaga kesehatan dan non kesehatan di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bandung Barat sebanyak 986 orang. Dari jumlah itu sebagian besar yaitu 72,8% atau sebesar 718 orang bekerja di puskesmas. Sebanyak 210 orang atau 21,3% bekerja di rumah sakit. Selebihnya yaitu sebesar 5,9 % atau sebanyak 58 bekerja di dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat. Tenaga keperawatan dan bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling besar jumlahnya yaitu 58.6 % atau sebanyak 578 orang, diikuti oleh tenaga medis sebanyak 129 orang atau 13% , kemudian tenaga non kesehatan sebanyak 125 orang atau 12.7 %. Pada tabel dibawah dapat dilihat jumlah tenaga menurut kategori tenaga
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
55
Tabel 5.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kategori Tenaga Di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009
Puskesmas No
Dinas Kesehatan
Jenis tenaga Jumlah
1
Medis
2
Keperawatan dan Bidan
3
%
Jumlah
%
Rumah Sakit Swasta Jumlah
%
Total Jumlah
%
69
9.61
13
22.41
47
22.38
129
13.08
506
70.47
5
8.62
67
31.90
578
58.62
Kefarmasian
16
2.23
2
3.45
11
5.24
29
2.94
4
Kesehatan Masyarakat
15
2.09
17
29.31
0
0.00
32
3.25
5
Sanitasi
26
3.62
9
15.52
1
0.48
36
3.65
6
Gizi
18
2.51
3
5.17
10
4.76
31
3.14
7
Keteknisian Fisik
0
0.00
0
0.00
0
0.00
0
0.00
8
Keteknisian Medis
13
1.81
2
3.45
11
5.24
26
2.64
9
Tenaga Non Kesehatan
55
7.66
7
12.07
63
30.00
125
12.68
Jumlah
718
100.00
58
100.00
210
100.00
986
100.00
Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
Data dimaksud sudah termasuk data dari Rumah Sakit Swasta dengan jumlah tenaga keperawatan dan bidan sebanyak 67 orang, dokter 47 orang, dan tenaga non kesehatan sebanyak 63 orang. Sehingga apabila dikurangi tenaga dari Rumah Sakit, jumlahnya adalah 511 orang untuk tenaga keperawatan dan bidan atau 65.8%, 82 orang untuk tenaga dokter atau 10,5% dan 62 orang untuk tenaga non kesehatan atau 8 %. 5.3.1.2 Tenaga Kesehatan di Puskesmas Jumlah tenaga di puskesmas sebanyak 718 orang yang terdiri dari 663 orang tenaga kesehatan dan 55 orang tenaga non kesehatan. Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis sebanyak 69 orang 9 ( 9,61 5), tenaga keperawatan dan bidan sebanyak 506 orang (70,47%), tenaga kefarmasian 16 orang (2,23%), tenaga kesehatan Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
56
masyarakat 15 orang ( 2,09%), sanitasi 26 orang (3,62%), gizi 18 orang (2,515) dan keteknisian medis 13 orang (1,81%). a. Tenaga Medis Proporsi tenaga medis yang bekerja di Puskesmas adalah 65,2 % tenaga dokter dan 34,8% tenaga dokter gigi. Dengan jumlah dokter umum sebanyak 45 orang maka ratio dokter umum terhadap penduduk Kabupaten Bandung Barat adalah 1: 37.845. Sedangkan ratio dokter gigi adalah 1: 70.960. Dengan jumlah Puskesmas sebanyak 31 masing-masing Puskesmas sudah memiliki minimal satu dokter umum, akan tetapi tidak semua Puskesmas memiliki dokter gigi. b. Tenaga Perawat dan bidan Rasio tenaga perawat dibandingkan dengan penduduk dapat memberikan gambaran tentang bagaimana penyebaran tenaga perawat di wilayah tersebut. Di Kabupaten Bandung Barat ratio tenaga perawat Puskesmas terhadap penduduk adalah
1 : 10.843, artinya bahwa satu orang perawat harus melayani 10.843
penduduk dengan ratio tertinggi adalah puskesmas Rende ( 1 : 26.659 ) dan ratio terendah adalah Puskesmas Cihampelas ( 1 : 5.362 ). Gambaran ratio perawat di Puskesmas dengan jumlah penduduk seperti pada tabel 5.3 Sedangkan untuk ratio bidan adalah 1: 5.064, artinya secara keseluruhan di Kabupaten Bandung Barat ini satu orang bidan harus melayani 5.064 penduduk.Bila dilihat di table berikut akan terlihat bahwa ratio tertinggi adalah Puskesmas Batujajar ( 1 : 9.070) sedangkan ratio terendah adalah Puskesmas Citalem ( 1: 2814 ). Gambaran ratio bidan di Puskesmas dengan jumlah penduduk seperti pada tabel 5.4
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
57
Tabel 5.3 Ratio Tenaga Perawat Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Puskesmas Puskesmas DTP Cikalongwetan Puskesmas Rende Puskesmas Cipeundeuy Puskesmas Cirata Puskesmas DTP Rajamandala Puskesmas Cipatat Puskesmas Sumur Bandung Puskesmas Padalarang Puskesmas Tagog Apu Puskesmas Jayamekar Puskesmas Ngamprah Puskesmas Cimareme Puskesmas Batujajar Puskesmas Cihampelas Puskesmas Pataruman Puskesmas DTP Cililin Puskesmas Mukapayung Puskesmas Sindangkerta Puskesmas Cicangkanggirang Puskesmas Cipongkor Puskesmas Citalem Puskesmas DTP Gununghalu Puskesmas Rongga Puskesmas Cisarua Puskesmas Pasirlangu Puskesmas Parongpong Puskesmas Ciwaruga Puskesmas Lembang Puskesmas DTP Jayagiri Puskesmas Cikole Puskesmas Cibodas Jumlah
Jumlah 8 2 3 4 5 10 3 5 5 5 7 6 8 10 6 7 7 6 4 4 3 9 4 3 2 3 2 3 8 2 3 157
Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
Ratio 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
9,762 26,659 17,112 10,246 9,065 5,559 13,904 14,149 9,239 10,003 8,214 16,528 15,872 5,362 7,157 8,479 5,788 6,829 9,017 11,943 14,069 10,211 16,663 13,560 20,750 17,945 19,584 18,757 7,811 20,649 9,619 10,847
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
58
Tabel 5.4 Ratio Tenaga Bidan Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Puskesmas Puskesmas DTP Cikalongwetan Puskesmas Rende Puskesmas Cipeundeuy Puskesmas Cirata Puskesmas DTP Rajamandala Puskesmas Cipatat Puskesmas Sumur Bandung Puskesmas Padalarang Puskesmas Tagog Apu Puskesmas Jayamekar Puskesmas Ngamprah Puskesmas Cimareme Puskesmas Batujajar Puskesmas Cihampelas Puskesmas Pataruman Puskesmas DTP Cililin Puskesmas Mukapayung Puskesmas Sindangkerta Puskesmas Cicangkanggirang Puskesmas Cipongkor Puskesmas Citalem Puskesmas DTP Gununghalu Puskesmas Rongga Puskesmas Cisarua Puskesmas Pasirlangu Puskesmas Parongpong Puskesmas Ciwaruga Puskesmas Lembang Puskesmas DTP Jayagiri Puskesmas Cikole Puskesmas Cibodas Jumlah
Jumlah 18 10 15 10 9 12 11 11 7 7 11 13 14 12 13 14 12 11 10 9 15 12 11 11 12 9 8 10 15 10 7 349
Ratio 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
4,339 5,332 3,422 4,098 5,036 4,633 3,792 6,431 6,600 7,145 5,227 7,628 9,070 4,468 3,303 4,239 3,376 3,725 3,607 5,308 2,814 7,658 6,059 3,698 3,458 5,982 4,896 5,627 4,166 4,130 4,122 4,880
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
59
5.3.1.3 Tenaga Kesehatan di Dinas Kesehatan Tenaga yang bekerja di Dinas Kesehatan adalah sebesar 58 orang dengan proporsi tenaga kesehatan sebesar 87,93% sedangkan tenaga non kesehatan sebesar 12,07 %. Bila dilihat dari jenis tenaga yang paling banyak adalah tenaga kesehatan masyarakat sebesar 29,3 % . Hal ini berkaitan dengan adanya kebutuhan tenaga kesehatan masyarakat yang besar di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat. Proporsi terbesar selanjutnya adalah tenaga medis sebesar 22,41 %. Untuk Jenis tenaga yang proporsinya paling kecil adalah tenaga kefaramsian sebesar 3,45 %. Tabel 5.5 Proporsi Tenaga Kesehatan Dinas Kesehatan di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 No
Jenis tenaga
Dinas Kesehatan Jumlah
%
1
Tenaga Medis
13
22.41
2
Tenaga Keperawatan dan Bidan
5
8.62
3
Tenaga Kefarmasian
2
3.45
4
Tenaga Kesehatan Masyarakat
17
29.31
5
Tenaga Sanitasi
9
15.52
6
Tenaga Gizi
3
5.17
7
Tenaga Keteknisian Fisik
0
0.00
8
Tenaga Keteknisian Medis
2
3.45
9
Tenaga Non Kesehatan
7
12.07
Jumlah
58
100.00
Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
5.3.2 Sarana Kesehatan 5.3.2.1 Pelayanan Kesehatan Dasar Jumlah Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat adalah sebayak 31 puskesmas dengan 26 puskesmas tanpa perawatan, yaitu : 1. Puskesmas Rende 2. Puskesmas Cipeundeuy 3. Puskesmas Cirata
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
60
4. Puskesmas Cipatat 5. Puskesmas Sumur Bandung 6. Puskesmas Padalarang 7. Puskesmas Tagog Apu 8. Puskesmas Jayamekar 9. Puskesmas Ngamprah 10. Puskesmas Cimareme 11. Puskesmas Batujajar 12. Puskesmas Cihampelas 13. Puskesmas Pataruman 14. Puskesmas Mukapayung 15. Puskesmas Sindangkerta 16. Puskesmas Cicangkanggirang 17. Puskesmas Cipongkor 18. Puskesmas Citalem 19. Puskesmas Rongga 20. Puskesmas Cisarua 21. Puskesmas Pasirlangu 22. Puskesmas Ciwaruga 23. Puskesmas Parongpong 24. Puskesmas Lembang 25. Puskesmas Cikole 26. Puskesmas Cibodas dan 5 Puskesmas Dengan Tempat Perawatan (DTP),yaitu : 27. Puskesmas DTP Cikalong Wetan 28. Puskesmas DTP Rajamandala 29. Puskesmas DTP Cililin 30. Puskesmas DTP Gunung Halu 31. Puskesmas DTP Jayagiri Ratio tertinggi puskesmas tersebut adalah puskesmas Batujajar yaitu 1 : 126.979. Hal ini dikarenakan Puskesmas Batujajar harus melayani penduduk dengan
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
61
jumlah desa terbanyak yaitu 13 desa. Tabel berikut merupakan gambaran wilayah kerja Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat. Tabel 5.6 Ratio Puskesmas Dibandingkan dengan Jumlah Desa di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Puskesmas Puskesmas DTP Cikalongwetan Puskesmas Rende Puskesmas Cipeundeuy Puskesmas Cirata Puskesmas DTP Rajamandala Puskesmas Cipatat Puskesmas Sumur Bandung Puskesmas Padalarang Puskesmas Tagog Apu Puskesmas Jayamekar Puskesmas Ngamprah Puskesmas Cimareme Puskesmas Batujajar Puskesmas Cihampelas Puskesmas Pataruman Puskesmas DTP Cililin Puskesmas Mukapayung Puskesmas Sindangkerta Puskesmas Cicangkanggirang Puskesmas Cipongkor Puskesmas Citalem Puskesmas DTP Gununghalu Puskesmas Rongga Puskesmas Cisarua Puskesmas Pasirlangu Puskesmas Parongpong Puskesmas Ciwaruga Puskesmas Lembang Puskesmas DTP Jayagiri Puskesmas Cikole Puskesmas Cibodas Jumlah
Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
Jumlah Desa 8 5 7 5 4 4 4 4 3 3 5 6 13 5 5 5 6 6 5 7 7 9 8 4 4 4 3 5 4 4 3 165
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
62
5.3.2.2 Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan (Rumah Sakit) Kabupaten Bandung Barat memiliki satu rumah sakit swasta yaitu Rumah Sakit Cahya Kawaluyan yang terletak di Kotabaru Parahyangan Kecamatan Padalarang dengan jumlah tempat tidur sebanyak 70 tempat tidur. Sedangkan satu rumah sakit jiwa yang terletak di kecamatan Cisarua adalah milik Provinsi Jawa Barat. 5.3.3 Pelayanan Kesehatan dalam Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatakan derajat kesehatan masyarakat dengan sasaran program tersedianya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, baik oleh pemerintah maupaun swasta yang didukung oleh peran serta masyarakat.
5.3.3.1 Pelayanan Kesehatan Dasar a. Kesehatan Ibu dan Anak Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional kepada ibu hamil selama masa kehamilan sesuai pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada promotif dan preventif. Berikut ini pelayanan pada kehatan reproduksi meliputi: 1) Kunjungan K1 Cakupan K1 untuk melihat sejauh mana akses pelayanan ibu hamil memberikan gambaran besaran ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanana antenatal. Sedangkan cakupan K4 menunjukkan indikator untuk melihat jangkauan pelayanan antenatal dan kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat. Berdasarkan data tahun 2009 (Profil Kesehatan Kab. Bandung Barat:2010) diketahui bahwa cakupan K1 sebesar 90% dengan kisaran antara 60,09% s.d 99,35% Untuk cakupan K4 sebesar 81,33 % dengan kisaran antara 60,09 s.d 94,94 %. Hal ini masih dibawah target yang ditetapkan yaitu 95%.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
63
Bila dilihat dari kunjungan ibu hamil tahun 2009, sebesar 450 orang atau 1,19% nya merupakan ibu hamil dengan resiko tinggi. Dengan terdeteksinya ibu hamil ini diharapkan persalinan dapat ditangani lebih dini atau kalaupun terjadi komplikasi persalinan tidak mengakibatkan kematian. Apabila ibu hamil mempunyai resiko tinggi dalam melahirkan dan keterbatasan kemampuan dalam memberikan pelayanan kesehatan di puskesmas maupun di bidan desa maka perlu dirujuk ke unit pelayanan kesehatan yang memadai. 2) Pertolongan Persalinan Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Bandung Barat tahun 2009 sebesar 69 % dengan kisaran antara 28.62 (Puskesmas Gunung Halu) s.d 90,75%
(Puskesmas Cicangkanggirang ). Bila dilihat dari cakupan tahun
2008 sebesar 67 % maka untuk tahun 2009 ini cakupannya persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat sebesar 2 %.
100 90 80 C a k u p a n
70 60 50 40 30 20 10 0 Tahun 2008
Tahun 2009
Gambar 5.5 Diagram Batang Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Tahun 2008 - 2009 Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
64
Apabila dilihat gambaran per Puskesmas, yang mencapai cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan tertinggi adalah Puskesmas Cicangkanggirang (90,75%) disusul oleh Puskesmas Parongpong (90,50 %) 100.00 90.00 80.00 70.00 C a k u p a n
60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00
Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
Adapun distribusi dari pertolongan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Bandung Barat dan tenaga non kesehatan, seperti yang pada tabel 5.7
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
CIWARUGA
PARONGPONG
CISARUA
Gambar 5.6 Diagram BatangCakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Tahun 2009
PASIRLANGU
CIKOLE
CIBODAS
JAYAGIRI
CITALEM
LEMBANG
RONGGA
CIPONGKOR
GUNUNGHALU
CICANGKANGGIRANG
SINDANGKERTA
CIHAMPELAS
PATARUMAN
CILILIN
MUKAPAYUNG
BATUJAJAR
CIMAREME
NGAMPRAH
RAJAMANDALA
CIPATAT
SUMUR BANDUNG
TAGOG APU
JAYAMEKAR
CIRATA
PADALARANG
RENDE
CIPEUNDEUY
CIKALONG WETAN
0.00
65
Tabel 5.7 Distribusi Persalinan Yang Ditolong Tenaga Kesehatan di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 Ibu Bersalin No
Puskesmas Jumlah
1 Cikalong Wetan 2 Rende 3 Cipeundeuy 4 Cirata 5 Padalarang 6 Tagog Apu 7 Jayamekar 8 Cipatat 9 Sumur Bandung 10 Rajamandala 11 Ngamprah 12 Cimareme 13 Batujajar 14 Cililin 15 Mukapayung 16 Cihampelas 17 Pataruman 18 Sindangkerta 19 Cicangkanggirang 20 Gununghalu 21 Rongga 22 Cipongkor 23 Citalem 24 Lembang 25 Jayagiri 26 Cikole 27 Cibodas 28 Cisarua 29 Pasirlangu 30 Parongpong 31 Ciwaruga TOTAL (1 + 2)
1,616 1,103 1,062 848 1,464 956 1,035 1,150 863 938 1,190 2,052 2,627 1,228 1,110 1,309 888 848 746 1,901 1,379 988 1,160 1,164 1,293 854 671 842 859 1,114 876 36,134
Ditolong Nakes 869 590 706 621 820 598 910 973 490 575 907 1554 1953 937 862 1046 654 591 677 544 643 577 727 895 992 628 481 696 649 1068 711 24,944
% 53.77 53.49 66.48 73.23 56.01 62.55 87.92 84.61 56.78 61.30 76.22 75.73 74.34 76.30 77.66 79.91 73.65 69.69 90.75 28.62 46.63 58.40 62.67 76.89 76.72 73.54 71.68 82.66 75.55 90.50 86,0 69
Dukun dan lain-lainnya 274 329 130 344.3 227 143 406 114 256 190 112 99 361 90 173 106 291 298 115 333 373 106 336 108 102 81 52 84 63 49 130 5,875
% 0.32 0.56 0.18 0.55 0.28 0.24 0.45 0.12 0.52 0.33 0.12 0.06 0.18 0.10 0.20 0.10 0.44 0.50 0.17 0.61 0.58 0.18 0.46 0.12 0.10 0.13 0.11 0.12 0.10 0.05 6,7 16
Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
66
3) Kunjungan Neonatus Cakupan Kunjungan Neonatus (KN) adalah prosentase neonatal ( bayi kurang dari satu bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal dua kali dari tenaga kesehatan. Satu kali pada umur 0 – 7 hari dan satu kali lagi pada umur 8 – 28 hari. Angka ini menunjukkan kualitas dan jangkauan pelayanan kesehatan neonatal. Hal ini karena bayi hingga usia kurang dari satu bulan mempunyai resiko gangguan kesehatan yang paling tinggi. Di Kabupaten Bandung Barat cakupan kunjungan neonatal pada tahun 2009 mencapai 74,36%. hal ini sesuai dengan gambar 5.7 100.00 90.00 80.00 70.00 C a k u p a n
60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00
CILILIN MUKA PAYUNG CIHAMPELAS PATARUMAN SINDANGKERTA CICANGKANG GIRANG GUNUNG HALU RONGGA CIPONGKOR CITALEM BATUJAJAR LEMBANG JAYAGIRI CIKOLE CIBODAS PARONGPONG CIWARUGA CISARUA PASIRLANGU NGAMPRAH CIMAREME PADALARANG JAYAMEKAR TAGOG APU CIPATAT RAJAMANDALA SUMUR BANDUNG CIPEUNDEUY CIRATA CIKALONG WETAN RENDE
0.00
Gambar 5.7 Diagram Batang Cakupan Kunjungan Neonatus (KN2) di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
67
4) Kunjungan Bayi Pelayanan Kesehatan di Kelompok ini masi sangat penting karena berkaitan dengan angka kematian bayi di Kabupaten Bandung Barat masih cukup tinggi. Berdasarkan data tahun 2009, cakupan kunjungan bayi tahun 2009 adalah sebesar 65,90%.
C a k u p a n
300.00 290.00 280.00 270.00 260.00 250.00 240.00 230.00 220.00 210.00 200.00 190.00 180.00 170.00 160.00 150.00 140.00 130.00 120.00 110.00 100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
Gambar 5.8 Cakupan Kunjungan Bayi di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 Sumber : Profil Kesehatan Kabupeten Bandung Barat Tahun 2010
b. Keluarga Berencana Keberhasilan program Keluarga Berencana dapat diketahui dari beberapa indikator yang ditunjukkan melalui pencapaian KB aktif dan KB baru terhadap pasangan usia subur (PUS). Pencapaian KB aktif tahun 2009 sebesar 62,36 %.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
68
BAB VI HASIL PENELITIAN
6.1 Penyajian Data Penelitian 6.1.1
Gambaran Penyajian Penelitian ini mengenai gambaran realisasi anggaran BOK untuk
pelayanan kesehatan reproduksi di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat tahun 2010 yaitu dengan menganalisis data-data primer dan sekunder yang didapat pada waktu di lapangan. Hasil penelitian tersebut akan disajikan secara berurutan mengacu pada kerangka konsep penelitian, dimulai dengan gambaran umum realisasi anggaran BOK dan selanjutnya berdasarkan variable-variabel-variabel penelitian yaitu karakteristik Puskesmas, Ketenagaan, manajemen Puskesmas, dan komponen input lainnya. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta masukan dari data primer berupa hasil wawancara. 6.1.2 Karakteristik Informan/Data Primer (Kualitatif) Berdasarkan rencana penelitian yang akan dilakukan terkait dengan gambaran penyerapan/realisasi anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tahun 2010 di Kabupaten Bandung Barat yang dilakukan pada bulan Mei dan Juni tahun 2011, jumlah informan yang akan dijadikan sumber informasi data kualitatif sebanyak 13 orang yaitu: 1. Dinas Kesahatan Kabupaten Bandung Barat sebanyak 3 orang 2. Biro Perencanaan dan Anggaran sebanyak 1 orang 3. Tiga (3) Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat sebanyak 9 orang Setelah berada di lapangan yaitu di Kabupeten Bandung Barat, peneliti menganggap perlu kembali untuk merubah kriteria informan dengan melihat bobot dari materi dan informasi yang terkait dengan bahan yang akan diteliti. Perubahan tersebut yaitu untuk Kepala Subdin Yankes cukup diwakili oleh Staf Yankes yang sekaligus sebagai penanggung jawab progam sehingga kekurangan tersebut digantikan dari perwakilan Seksi Penyusunan Program Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat.
68
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
69
Terkait dengan penempatan tenaga di Kabupaten Bandung Barat dan sesuai dengan arahan salah seorang informan untuk menambah Seksi Pemberdayaan Aparatur. Seksi ini yang memiliki wewenang untuk pengaturan dan rotasi tenaga di wilayah Kabupaten Bandung Barat termasuk menghitung kecukupan tenaga di masing-masing Puskesmas. Dari ke-tiga belas informan yang direncanakan untuk lakukan wawancara mendalam hanya 2 orang yang tidak berhasil dilakukan pengambilan data yaitu Kepala Puskesmas Parongpong dan Pengelola BOK di Puskesmas Padalarang. Para informan di maksud diharapkan memberikan informasi-informasi terkait dengan pengelolaan anggaran BOK yaitu: Tabel 6.1 Karakteristik Informan No 1.
Informan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat -
2
Staf di Biro Perencanaan dan Anggaran -
3
Seksi Penyusunan Program
-
Karakteristik Informan Profesi dokter dengan Pendidikan S-2 Hukum Kesehatan. Usia sekitar 53 tahun Lama mengabdi sebagai PNS sekitar 26 tahun. Menjadi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat semenjak Kabupaten tahun 2009
Informasi yang di dapat Informasi yang didapat terkait dengan kebijakan-kebijakan yang ada di Kabupaten Bandung Barat meliputi kebijakan pelayanan di Puskesmas, ketenagaan dan informasi lainnya terkait dengan anggaran Bantuan Operasional Kesehatan di Kabupaten Bandung Barat
Pendidikan S-2 Kesehatan Masyarakat. Usia sekitar 35 tahun Lama mengabdi sebagai PNS sekitar 11 tahun Menjadi staf di Biro Perencanaan dan Anggaran sudah 4 tahun
Informasi terkait dengan dasar peluncuran program Bantuan Operasional Kesehatan dan kendala-kendala dalam pengelolaan Bantuan Operasional Kesehatan tahun 2010 dan 2011
Perempuan dengan dengan Pendidikan S-1 Kesehatan Masyarakat. Usia sekitar 32 tahun Lama mengabdi sebagai PNS sekitar 10 tahun Menjadi staf di di dinas Kesehatan sudah 3 tahun.
Infomasi terkait dengan data-data dasar Puskesmas, pengelolaan BOK di Puskesmas, dan kebijakan-kebijakn lainnya yang terkait dengan program-progran yang ada di Puskesmas wilayah Kab. Bandung Barat.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
70
No 4
Informan
Karakteristik Informan
Kepala Seksi - Seorang laki-laki Pemberdayaan dengan usia sekitar 40 Aparatur tahun - Menjadi staf di di dinas Kesehatan sudah 3 tahun.
Informasi terkait dengan penempatan tenaga kesehatan di Puskesmas dan termasuk Bidan di desa dan kebijakankebijakan terkait dengan penempatan tenaga di Kabupaten Bandung Barat
5
Kepala Puskesmas
6
Pengelola - Pengelola KIA di 3 (tiga) Informasi yang didapat terkait Program KIA Puskesmas dipimpin oleh dengan pengusulan kegiatan yang di Puskesmas seorang Bidan Senior . bersumber dari BOK terutama untuk pelayanan kesehatan reproduksi dengan menyesuaikan terhadap juknis BOK tahun 2010 Pengelola BOK - Pengelola BOK di Dinas Informasi yang didapat yaitu di Dinas Kesehatan adalah seorang terkait tentang pengelolaan Kesehatan dan perempuan, dengan anggaran BOK mulai dari Puskesmas pendidikan S-1 pengusulan kegiatan, pelaksanaan Kesehatan Masyarakat, dan sampai laporan realisasi usia sekitar 26 tahunan anggaran. disamping itu juga dengan masa kerja di dapat memberikan informasi dinas kesehatan sekitar 3 terkait dengan kendala-kendala tahunan. dalam pengelolaan BOK tahun 2010 dan BOK tahun 2011 - Pengelola BOK yang di Puskesmas Parongpong yaitu seorang perempuan dengan pendidikan S-1 Keperawaran (Ners) dengan masa kerja di di Puskesmas sekitar 2 tahunan. - Pengelola BOK di Puskesmas Batujajar dipegang oleh Bidan senior denga pengalaman kerja yang cukup lama.
7.
- Kepala Puskesmas Batujajar dipimpin adalah seorang laki-laki dengan profesi dokter gigi, lama bekerja sekitar 3 tahunan. - Kepala Puskesmas Batujajar dipimpin oleh seorang perempuan dengan profesi sebagai dokter
Informasi yang di dapat
Informasi yang didapat terkait dengan pengelolaan kegiatan yang bersumber dari BOK, kebijakan-kebijakan Puskesmas dan kendala-kendala dalam pengelolaan dana BOK.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
71
6.2 Gambaran
Realisasi/Penyerapan
Anggaran
BOK
di
Puskesmas
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 6.2.1
Realisasi Anggaran BOK Tahun 2010 Realisasi atau penyerapan anggaran bantuan Operasional Kesehatan
(BOK) tahun 2010 yang diterima oleh Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat bervariasi. Walaupun dengan waktu yang cukup terbatas sekitar + 5 bulan waktu pelaksanaan kegiatan yaitu sekitar bulan Agustus s.d Desember, ada Puskesmas di Kabupetan Bandung Barat yang mampu menyerap anggaran BOK sampai 100% dan ada pula yang mampu menyerap sekitar 50% dari total pagu BOK yang diterima. Gambaran realisasi penyerapan anggaran untuk Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di Kabupaten Bandung Barat tahun 2010 sesuai tabel 6.1 Berdasrkan tabel 6.1, alokasi anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
untuk
Kabupaten
Bandung
Barat
tahun
2010
adalah
sebesar
Rp 1.132.000.000,-. Dari pagu BOK yang diterima tahun 2010 dapat terealisasikan sebesar Rp 903.859.550,- atau sekitar 80% dari total pagu BOK. Sisa anggaran yang tidak terserap tersebut sebesar Rp. 228.140.450 akan dikembalikan ke Kas Negara atau Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Realisasi anggaran tersebut masih belum memenuhi target dari program ini karena target output yang diharapkan adalah dana terealisasi 100% dari pagu yang diterima dan apabila tidak terealisasi 100% minimal penyerapan anggaran yang baik adalah 90% dari alokasi yang diterima oleh Satuan Kerja.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
72
Tabel 6.2. Realisasi Penyerapan Anggaran BOK per Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010
No
Puskemas
Alokasi BOK (Rp)
Realisasi (Rp)
Anggaran Tidak Persentase terserap Pagu BOK (Rp)
Realisasi Kespro (Rp)
Persentase terhadap alokasi BOK
1
Cikalong Wetan
18,000,000
18,000,000
0
100%
8,928,000
50%
2
Rende
18,000,000
16,744,000
1,256,000
93%
6,125,000
34%
3
Cipeundeuy
100,000,000
57,693,250
42,306,750
58%
12,545,000
13%
4
Cirata
18,000,000
18,000,000
0
100%
3,380,000
19%
5
Padalarang
18,000,000
15,714,000
2,286,000
87%
8,420,000
47%
6
Tagogapu
18,000,000
18,000,000
0
100%
6,605,000
37%
7
Ngamprah
100,000,000
87,672,600
12,327,400
88%
19,759,500
20%
8
Cimareme
18,000,000
17,940,000
60,000
100%
0
0%
9
Jayamekar
18,000,000
18,000,000
0
100%
1,720,000
10%
10
Cipatat
18,000,000
13,460,000
4,540,000
75%
5,500,000
31%
11
Sumurbandung
18,000,000
17,712,500
287,500
98%
8,120,000
45%
12
Rajamandala
18,000,000
16,755,000
1,245,000
93%
5,900,000
33%
13
Batujajar
100,000,000
99,834,500
165,500
100%
18,250,000
18%
14
Cililin
18,000,000
18,000,000
0
100%
3,710,000
21%
15
Mukapayung
18,000,000
17,870,000
130,000
99%
4,210,000
23%
16
Cihampelas
18,000,000
16,785,500
1,214,500
93%
4,105,000
23%
17
Pataruman
18,000,000
17,199,950
800,050
96%
4,305,000
24%
18
Sindangkerta
18,000,000
17,825,000
175,000
99%
3,570,000
20%
19
Cipongkor
100,000,000
55,999,200
44,000,800
56%
17,427,500
17%
20
Citalem
18,000,000
17,884,250
115,750
99%
7,170,000
40%
21
Cicangkang Gr
18,000,000
14,300,500
3,699,500
79%
4,620,000
26%
22
Rongga
100,000,000
55,070,500
44,929,500
55%
22,201,000
22%
23
Gunung Halu
100,000,000
81,173,000
18,827,000
81%
18,445,000
18%
24
Lembang
18,000,000
17,993,000
7,000
100%
6,984,000
39%
25
Jayagiri
18,000,000
17,559,900
440,100
98%
5,760,000
32%
26
Cikole
18,000,000
17,370,000
630,000
97%
5,515,000
31%
27
Cibodas
18,000,000
17,999,900
100
100%
5,075,000
28%
28
Cisarua
18,000,000
18,000,000
0
100%
4,425,000
25%
29
Pasirlangu
100,000,000
53,406,000
46,594,000
53%
12,819,000
13%
30
Parongpong
18,000,000
18,000,000
0
100%
5,895,000
33%
31
Ciwaruga
18,000,000
15,897,000
2,103,000
88%
5,300,000
29%
1,132,000,000
903,859,550
228.140.450
80%
246,789,000
22%
JUMLAH
Sumber : diolah dari laporan keuangan BOK tahun 2010 Dinas Kesehatan Kab. Bandung Barat
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
73
6.2.2
Realisasi Anggaran BOK untuk Pelayanan Kesehatan Reproduksi Tahun 2010 Pelayanan kesehatan reproduksi mencakup pelayanan kesehatan ibu dan
bayi baru lahir, Keluarga Berencana (KB), Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) termasuk PMS dan HIV/AIDS dan pelayanan kesehatan repoduksi untuk usia lanjut. Pelayanan kesehatan reproduksi di Puskesmas di pegang oleh Seksi KIA dan KB. Kegiatan pelayanan kesehatan reproduksi yang dapat dibiayai oleh dana BOK tahun 2010 adalah sesuai dengan tabel 6.3. Tabel 6.3 Jenis Pelayanan Kesehatan Reproduksi yang dapat Dibiayai dari Dana BOKTahun 2010 No Jenis Pelayanan 1. Pemeriksaan Kehamilan
2.
3.
4.
5.
Jenis Kegiatan 1. Pelayanan P4K 2. Pelayanan di Posyandu 3. Sweeping/kunjungan rumah 4. Kunjungan drop out 5. Pemantauan ibu hamil resiko tinggi 6. Pemantauan kantong persalinan 7. Kunjungan kelas ibu 8. Penyuluhan kesehatan 9. Konsultasi tenaga ahli 10. Skrining ibu hamil dengan KEK dan penyakit kronis lainnya (malaria, TB dll) Pelayanan persalinan oleh Fasilitasi untuk mendapatkan persalinan tenaga kesehatan yang oleh tenaga kesehatan: kompeten 1. Kemitraan bidan-kader-dukun 2. Kunjungan rumah 3. Penyuluhan Pelayanan nipas 1. Pelayanan di Posyandu 2. Kunjungan rumah 3. Kunjungan yang drop out Pelayanan kesehatan neonates 1. Kunjungan rumah 2. Kunjungan yang drop out 3. Sweeping dan tindak lanjut 4. Tindak lanjut neonatal resiko tinggi Pelayanan kesehatan bayi 1. Pendataan bayi
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
74
No
Jenis Pelayanan 2. 3. 5. 6. 7.
6.
7.
8.
Pelayanan Kesehatan Balita
Upaya sekolah
Kesehatan
Pelayanan KB
8. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. anak 1. 2. 3. 1. 2.
9.
Pencegahan dan 1. penanggulangan kekerasan 2. 3. 10. Upaya Kesehatan reproduksi 1. remaja 2. 3. Sumber : Petunjuk Teknis BOK tahun 2010
Jenis Kegiatan Pelayanan di Posyandu Kunjungan rumah Kunjungan yang drop out Sweeping dan tindak lanjut Kunjungan bayi dengan dengan resiko (penyakit kronis, sakit berulang) Tindaklanjut bayi dengan resiko tinggi Pendataan balita Pelayanan di Posyandu Kunjungan rumah Kunjungan yang drop out Sweeping dan tindak lanjut Kunjungan anak balita dengan dengan resiko (penyakit kronis, sakit berulang) Tindaklanjut anak dengan resiko tinggi Penjaringan anak sekolah Pemantauan kantin sekolah dan kesehatan lingkungan Penyuluhan Penyuluhan KB untuk meningkatkan pelayanan KB di fasilitas kesehatan Kunjungan rumah PUS yang tidak berKB atau drop out Kunjungan rumah korban kekerasan Pendampingan korban kekerasan Penyuluhan Penyuluhan Pendampingan kelompok remaja Kunjungan rumah remaja dengan resiko
Pelayanan kesehatan reproduksi yang dilaksanakan di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat dikelola oleh Seksi Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana. Besaran alokasi yang diusulkan dari masing-masing Puskesmas untuk pelayanan kesehatan reproduksi adalah sekitar 22% (Rp. 246,789,000) dari total alokasi BOK yang diterima oleh Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat dengan jumlah sebesar Rp 1,132,000,000,-. Adapun gambaran realisasi anggaran BOK untuk pelayanan reproduksi seperti pada tabel 6.2
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
75
Besaran alokasi untuk pelayanan kesehatan reproduksi merupakan hasil dari lokakarya mini dari masing-masing Puskesmas dan tahap selanjutnya diusulkan ke Dinas Kesehatan untuk diverifikasi. Untuk Puskesmas Cimareme tidak terdapat pembiayaan yang bersumber dari BOK untuk pelayanan kesehatan reproduksi karena program lain ada yang lebih prioritas untuk di jalankan oleh Puskesmas Cimareme yaitu untuk Promkes dan pengendalian penyakit. Proporsi penggunaan dana BOK untuk operasional untuk kegiatan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif dan preventif di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat adalah untuk kegiatan Program Persiapan Persalinan dan
Pencegahan
Komplikasi
(P4K),
pelayanan
di
Posyandu,
sweeping/pemantauan/ kunjungan rumah ibu hamil, ibu nifas, ibu resiko tinggi, droup out dan kantong bersalin, penyuluhan kesehatan ibu, kemitraan bidan, kader dan dukun, serta penyuluhan KB. Hal tersebut sesuai dengan tabel 6.4: Berdasarkan tabel 6.4 tersebut, kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat untuk program kesehatan reproduksi adalah pelayanan di Posyandu. Besaran anggaran yang digunakan untuk kegitan di Posyandu yaitu sebesar Rp. 113,426,900,- atau sekitar 46% dari alokasi untuk pelayanan kesehatan reproduksi yaitu sebesar Rp. 246.789.000,-. Hampir
semua Puskesmas melakukan kegiatan tersebut, hanya 3 (tiga)
Puskesmas yang tidak melakukannya yaitu Puskesmas Batujajar, Cimareme dan Puskesmas Cicangkanggirang. Pada Tabel 6.4 juga, dapat dilihat bahwa kegiatan yang paling sedikit dilakukan oleh Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat untuk program kesehatan reproduksi adalah Program Persiapan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Kegiatan ini hanya dilakukan di 2 (dua) Puskesmas yaitu Puskesmas Batujajar dan Puskesmas Rongga. Sedangkan kegiatan yang paling sedikit menggunakan dana BOK adalah kegiatan penyuluhan kesehatan terutama penyuluhan tentang kesehatan ibu yang hanya menggunakan Rp. 5,865,000 atau 3% dari total dana BOK untuk program kesehatan reproduksi .
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
76
Tabel 6.4 Gambaran Realisasi Anggaran untuk Pelayanan Kesehatan Reproduksi di Puskesmas Kabupaten Bandung BaratTahun 2010 UPAYA KESEHATAN REPRODUKSI NO
PUSKESMAS
P4K (Rp)
SWEEPING/ KEMITRAAN PELAYANAN DI PENYULUHAN PENYULUHAN PEMANTAUAN/ BIDAN-KADERPOSYANDU KESEHATAN IBU KB KUNJUNGAN DUKUN (Rp) (Rp) (Rp) RUMAH (Rp) (Rp)
TOTAL (Rp)
1 Cikalong Wetan 6,028,000 2,100,000 800,000 8,928,000 2 Rende 6,125,000 6,125,000 3 Cipeundeuy 8,605,000 2,040,000 1,900,000 12,545,000 4 Cirata 980,000 2,400,000 3,380,000 5 Padalarang 8,060,000 360,000 8,420,000 6 Tagogapu 4,425,000 480,000 1,700,000 6,605,000 7 Ngamprah 3,513,900 640,000 3,470,000 12,135,600 19,759,500 8 Cimareme 9 Jayamekar 1,405,000 315,000 1,720,000 10 Cipatat 5,500,000 5,500,000 11 Sumurbandung 7,500,000 220,000 400,000 8,120,000 12 Rajamandala 3,820,000 2,080,000 5,900,000 13 Batujajar 5,830,000 3,055,000 6,450,000 2,915,000 18,250,000 14 Cililin 1,350,000 2,360,000 3,710,000 15 Mukapayung 1,340,000 2,870,000 4,210,000 16 Cihampelas 2,570,000 500,000 35,000 1,000,000 4,105,000 17 Pataruman 1,240,000 1,940,000 300,000 825,000 4,305,000 18 Sindangkerta 2,850,000 720,000 3,570,000 19 Cipongkor 5,700,000 2,830,000 6,847,500 2,050,000 17,427,500 20 Citalem 6,250,000 920,000 7,170,000 21 Cicangkang Gr 3,540,000 390,000 690,000 4,620,000 22 Rongga 10,631,000 1,080,000 4,320,000 3,085,000 3,085,000 22,201,000 23 Gunung Halu 8,130,000 6,480,000 3,835,000 18,445,000 24 Lembang 3,060,000 3,724,000 200,000 6,984,000 25 Jayagiri 3,850,000 1,450,000 460,000 5,760,000 26 Cikole 3,220,000 2,295,000 5,515,000 27 Cibodas 3,020,000 2,055,000 5,075,000 28 Cisarua 3,640,000 785,000 4,425,000 29 Pasirlangu 3,885,000 2,785,000 4,939,000 1,210,000 12,819,000 30 Parongpong 1,580,000 4,315,000 5,895,000 31 Ciwaruga 4,700,000 600,000 5,300,000 TOTAL 16,461,000 113,426,900 55,504,000 5,865,000 27,586,500 27,945,600 246,789,000 Sumber : diolah dari laporan keuangan BOK tahun 2010 Dinas Kesehatan Kab. Bandung Barat
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
77
Gambar 6.1 Diagram Pie Persentase Penggunaan BOK untuk Program Kesehatan Reproduksi menurut Jenis Belanja di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 Sumber : diolah dari laporan keuangan BOK tahun 2010 Dinas Kesehatan Kab. Bandung Barat
Pada gambar di atas, sebagian besar dana BOK untuk pelayanan kesehatan reproduksi digunakan untuk biaya transport (84.23%) dari total dana BOK untuk kegiatan kesehatan reproduksi. Sisanya digunakan dalam bentuk pembelian konsumsi (13.70%), ATK (0.84%), penggandaan (0.83%) dan media penyuluhan (leaflet dsb) (0.41%). 6.3 Variabel-Variabel Penelitian 6.3.1 Kriteria Puskesmas Kabupaten Bandung Barat memiliki 31 Puskesmas. Dari jumlah tersebut sebanyak 5 Puskesmas Dengan Tempat perawatan (DTP) dan 26 Puskesmas Tanpa Tempat Perawatan. Klasifikasi Puskesmas lainnya dapat dikelompokan menjadi Puskesmas yang Mampu PONED dan tidak PONED. Berikut ini gambaran pengelompokan Puskesmas yaitu sesuai tabel 6.5.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
78
Tabel 6.5 Klasifikasi Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat Jenis puskesmas No
Puskesmas
DTP
Non DTP
PONED
Non PONED
1
Padalarang
-
√
-
√
2
Tagog Apu
-
√
-
√
3
Jayamekar
-
√
-
√
4
Ngamprah
-
√
-
√
5
Cimareme
-
√
-
√
6
Cipatat
-
√
-
√
7
Rajamandala
√
-
-
√
8
Sumur Bandung
-
√
-
√
9
Batujajar
-
√
-
√
10
Cikalongwetan
√
-
√
-
11
Rende
-
√
-
√
12
Cipeundeuy
-
√
-
√
13
Cirata
-
√
-
√
14
Cililin
√
-
√
-
15
Mukapayung
-
√
-
√
16
Cihampelas
-
√
-
√
17
Pataruman
-
√
-
√
18
Sindangkerta
-
√
-
√
19
Cicangkanggirang
-
√
-
√
20
Cipongkor
-
√
-
√
21
Citalem
-
√
-
√
22
Gununghalu
√
-
-
√
23
Rongga
-
√
-
√
24
Lembang
-
√
-
√
25
Cikole
-
√
-
√
26
Jayagiri
√
-
-
√
27
Cibodas
-
√
-
√
28
Parongpong
-
√
-
√
29
Ciwaruga
-
√
-
√
30
Cisarua
-
√
-
√
31
Pasirlangu
-
√
-
√
Jumlah
5
26
2
29
Sumber : diolah dari Data Dasar Puskesmas di Dinas Kesehatan Kab. Bandung Barat
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
79
PONED atau Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar adalah jenis pelayanan Puskesmas untuk menangani kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar. Puskesmas dengan PONED harus mempunyai fasilitas dan kemampuan yang siap 24 jam dan merupakan tempat rujukan kasus-kasus kegawatdaruratan dari Polindes dan Puskesmas lainnya. Di Kabupaten Bandung Barat baru ada 2 Puskesmas yang melakukan pelayanan PONED yaitu Puskesmas Cikalongwetan dan Puskesmas Cililin. Pembangunan
Puskesmas
di
Kabupaten
Bandung
Barat
belum
memperhatikan luas wilayah ataupun jumlah desa karena masih merupakan peninggalan dari kabupaten induk yaitu Kabupaten Bandung. Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan pada saat wawancara mendalam yaitu: “Kondisi Puskesmas disini sudah dibangun, cuman dari pengalaman belum memperhatikan termasuk jumlah penduduk dan luas wilayah termasuk apsirasi dari masyaraka….nggak tau sejarahnya dulu dibangun mungkin harus tanya sama Kabupaten Induk” Wilayah Kabupaten Bandung Barat memiliki wilayah yang sangat luas dengan letak geografis dengan wilayah pegunungan dan perbukitan. Dari 31 Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat, terdapat 14 Puskesmas yang dapat digolongkan dengan Puskesmas Wilayah Pegunungan dan Perbukitan. Untuk akses menuju Puskesmas dapat ditempuh dengan kendaraan umum. Berdasarkan hasil wawancara yaitu: “Kalau diwilayah Puskesmas (Padalarang) bisa dijangkau dan sekitar 80% bisa dijangkau oleh mobil/angkot” “Kalau ke daerah yang jauh angkutan umum paling sampai magrib jadi kalau malam susah….jadi ojeg” Sesuai dengan pernyataan tersebut, walapun wilayahnya tergolong perbukitan dan pegunungan, Kabupaten Bandung Barat masih dapat diakses oleh kendaraan umum Adapun gambaran akses tersebut dapat diukur dari Dinas Kesehatan menuju Puskesmas, seuai dari tabel 6.6:
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
80
Tabel 6.6 Gambaran Akses dari Dinas Kesehatan Menuju Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat
No
Puskesmas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Padalarang Tagog Apu Jayamekar Ngamprah Cimareme Cipatat Rajamandala Sumur Bandung Batujajar Cikalongwetan Rende Cipeundeuy Cirata Cililin Mukapayung Cihampelas Pataruman Sindangkerta Cicangkanggirang Cipongkor Citalem Gununghalu Rongga Lembang Cikole Jayagiri Cibodas Parongpong Ciwaruga Cisarua Pasirlangu
Dinkes Kab/Kota Lama Perjalanan Jarak (KM) Dengan Ambulans (Jam) 12 0.75 15 1.5 5 0.5 15 1 17 1 1 0.15 13 1 20 0.5 5 0.5 20 1.5 20 1.5 20 1.5 20 1.5 13 0.5 13 0.5 35 1.5 40 1.5 5 0.25 20 1 40 2 40 2 35 2 35 2 26 2 30 2.25 26 2 35 2.25 25 2 25 2 25 1.5 25 1.5
Sumber : diolah dari Data Dasar Puskesmas di Dinas Kesehatan Kab. Bandung Barat
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
81
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, sebanyak 24 Puskesmas dengan kondisi bangunan yang layak/baik dan 5 rusak ringan dan 2 rusak berat. Umumnya rusak ringan ini diakibatkan karena umur dari bangunan yang sudah tua dan diakibatkan karena gempa bumi tahun 2010. Walaupun terlihat bangunan sudah terbilang tua, tapi Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat masih dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat. berikut ini berdasarkan informasi dari hasil wawancara yaitu: “Kondisi Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat masih layak sekitar 99% ditempati dan untuk memberikan layanan, tapi……..kalau bagus dan baru sih di Bandung Barat cuma 1 (satu) yaitu parongpong. Kalaupun belum layak paling 1 % dan ada yang jelek dan rencananya sekarang dalam tahap dibangun misalnya Puskesmas Cirata”
“Kalau bilang layak ya kurang layak karena bangunan Puskesmas ini dibangun pada zaman Inpres I tahun 1976…..jadi sekarang sekitar 25 tahun…….terus bangunan sudah jauh ketinggalan bukan hanya segi estikaka saja tapi pemanfatan kamar ruangan sudah tidak memadai dari pelaksana” Memperhatikan realisasi dana BOK tahun 2010 yang dikaitkan dengan karakteristik Puskesmas dapat dilihat sebagai berikut seperti tabel dibawah ini. 1. Berdasarkan jenis Puskesmas Berdasarkan jenis Puskesmas, realisasi anggaran BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat dengan realisasi diatas 90% dari pagu yang diterima tahun 2010 dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 6.7 Gambaran Realisasi BOK menurut Jenis Puskesmas (DTP dan TP) Tahun 2010 Jenis Puskesmas Dengan Tempat Perawatan Tanpa Tempat Perawatan Jumlah
Realisasi > 90%
Realisasi < 90%
3
(60% )
2
(40%)
5
18
(69%)
8
(31%)
26
21
(68%)
10
(32%)
31
Jumlah
Berdasarkan tabel diatas yaitu berdasarkan Jenis Puskesmas DTP dan TP tidak memberikan gambaran yang berarti karena dengan realisasi anggaran baik Puskesmas yang DTP dan TP memberikan gambaran yang sama yaitu
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
82
sekitar 60% dari realisasi terserap dari total pagu BOK. Hal ini pun apabila kita kaitkan dengan penghitungan uji independensi kai kuadrat dengan α=0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara realisasi anggaran BOK dengan jenis Puskesmas DTP/TP atau H0= diterima, dengan perhitungan sebagai berikut: N (ad-bc)2 X2
=
(a+b) (c+d) (a+c) (b+d) 31 (24-36)2
X2
=
X2= 0.16 < x2 1.95(3.84)
(5) (26) (21) (10)
Tabel 6.8 Gambaran Realisasi BOK tahun 2010 menurut Jenis Puskesmas (PONED dan NON PONED) Realisasi > 90%
Realisasi < 90%
PONED
2
(100% )
0
()
2
Non PONED
19
(66%)
10
(34%)
29
Jumlah
21
(68%)
10
(32%)
31
Jenis Puskesmas
Jumlah
Berdasarkan tabel diatas, Puskesmas yang PONED dengan jumlah 2 unit mampu merealisasikan anggaran hingga 100 %. Walaupun BOK ini sifatnya untuk kegiatan di luar Puskesmas. gambaran dimaksud mungkin adanya
kaitannya
dengan
banyak
penggunaan
untuk
peningkatan
penyampaian rujukan kasus-kasus oleh bidan desa ke Puskesmas. Apabila kaitkan dengan penghitungan statistik penghitungan uji independensi kai kuadrat dengan α=0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara realisasi anggaran BOK dengan jenis Puskesmas Poned atau Non Poned atau H0= diterima. 31 (20-0)2 X2
=
X2= 1.02 < x2 1.95(3.84)
(2) (29) (21) (10)
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
83
2. Berdasarkan kategori Puskesmas perkotaan dan pegunungan/perbukitan. Berdasarkan
kategori
Puskesmas
di
perkotaan
dan
di
pegunungan/perbukitan, realisasi anggaran BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat dengan realisasi diatas 90% dari pagu yang diterima tahun 2010 dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 6.9 Gambaran Realisasi BOK tahun 2010 menurut Jenis Puskesmas (Pegunungan dan Perkotaan) Realisasi > 90%
Realisasi < 90%
Perkotaan
11
(65% )
6
(35%)
17
Pegunungan/Perbukitan
9
(64%)
5
(35%)
14
Jumlah
20
(65%)
11
(35%)
31
Kategori Puskesmas
Berdasarkan
tabel
diatas
yaitu
Jumlah
berdasarkan
jenis
perbukitan/pegunungan dan perkotaan tidak memberikan gambaran yang berarti
dengan
realisasi
anggaran
karena
baik
Puskesmas
yang
perbukitan/pegunungan dan perkotaan memberikan gambaran yang sama yaitu sekitar 60% dari realisasi. Kabupaten Bandung Barat walapun dengan wilayah perbukitan bukan tergolong wilayah yang sulit sehingga besaran transport adalah sama dengan puskesmas yang ada di perkotaan. Apabila kaitkan dengan penghitungan statistik penghitungan uji independensi kai kuadrat dengan α=0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara realisasi anggaran BOK dengan jenis Puskesmas Perkotaan atau Perbukitan atau H0= diterima, maka penghitungan sebagai berikut: 31 (55-54)2 X2
=
X2= 0.01 < x2 1.95(3.84)
(17) (14) (20) (11)
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
84
3. Berdasarkan kondisi bangunan Puskesmas Berdasarkan Kondisi Puskesmas bangunan Puskesmas, realisasi anggaran BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat dengan realisasi diatas 90% dari pagu yang diterima tahun 2010 dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 6.10 Gambaran Realisasi BOK tahun 2010 menurut Kondisi Bangunan Puskesmas Realisasi > 90%
Realisasi < 90%
Layak
17
(71% )
7
(29%)
24
Belum layak (Rusak Ringan&Berat)
4
(57%)
3
(35%)
7
Jumlah
21
(68%)
10
(32%)
31
Kondisi Puskesmas
Jumlah
Berdasarkan tabel diatas, Puskesmas yang layak yang berjumlah 17 unit (71%) mampu merealisasikan anggaran lebih dari 90% dibandingkan dengan kondisi bangunan yang sama dengan realisasi kurang dari 90% yaitu berjumlah 7 Unit (29%). Apabila kaitkan dengan penghitungan statistik penghitungan uji independensi kai kuadrat dengan α=0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara realisasi anggaran BOK dengan kondisi Bangunan Puskesmas atau H0= diterima, maka penghitungan sebagai berikut: 31 (51-28)2 X2
=
X2= 0.46 < x2 1.95(3.84)
(24) (7) (21) (10)
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
85
6.3.2 Ketenagaan Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, terdapat 69 orang tenaga medis (dokter umum dan dokter gigi), 506 tenaga perawat dan bidan, 16 orang tenaga kefarmasian, 15 orang tenaga kesehatan masyarakat, 26 orang tenaga sanitasi, 18 orang tenaga gizi, 13 orang keteknisian medik dan 55 orang merupakan tenaga non kesehatan. Total jumlah tenaga di Puskesmas tahun 2010 sebanyak 718 orang yang tersebar di 31 Puskesmas.
Gambar 6.2 Diagram Batang Jumlah Sumber Daya Manusia Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 Sumber : diolah dari Data Dasar Puskesmas di Dinas Kesehatan Kab. Bandung Barat
Tenaga dokter telah ada di setiap Puskesmas dengan status PNS maupun PTT. Terdapat 19 Puskesmas atau 60% dari jumlah Puskesmas yang ada di Kabupaten Bandung Barat yang memiliki tenaga dokter lebih dari 1orang. Jumlah dokter tertinggi yang dimiliki Puskesmas Sindangkerta dengan 4 dokter yaitu sesuai tabel 6.11. Pada tabel 6.11, dapat dilihat bahwa tenaga dokter gigi tidak terdapat di semua Puskesmas. Terdapat 7 Puskesmas atau 23% dari total Puskesmas yang ada di Kabupaten Bandung Barat yang tidak mempunyai tenaga dokter gigi, dan
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
86
hanya 1 Puskesmas yang memiliki lebih dari 1 tenaga dokter gigi (Puskesmas Batujajar). Tidak semua Puskesmas memiliki tenaga sanitasi, gizi dan farmasi. 7 Puskesmas tidak memiliki tenaga sanitasi (23% dari total Puskesmas yang ada), 12 Puskesmas tidak memiliki tenaga gizi (39% dari total Puskesmas yang ada) dan 26 Puskesmas tidak memiliki tenaga farmasi (84% dari total Puskesmas yang ada). Tabel 6.11 Jumlah Sumber Daya Manusia Menurut Jenis Profesi di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 NO PUSKESMAS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
DOKTER
Rongga Gununghalu DTP Cicangkanggirang Sindangkerta Cipongkor Citalem Mukapayung Cililin DPT Cihampelas Pataruman Batujajar Cimareme Jaya Mekar Padalarang Ngamprah Tagogapu Cipatat Rajamandala DTP Sumur Bandung Cikalongwetan DTP Rende Cipeundeuy Cirata Cisarua Pasirlangu Parongpong Ciwaruga Cikole Lembang Jayagiri DTP Cibodas TOTAL
1 3 3 4 1 1 2 2 3 2 2 2 2 3 2 1 2 3 1 3 1 2 1 1 1 1 1 1 2 3 2 59
DOKTER GIGI
PERAWAT
PERAWAT GIGI
0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 2 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 25
2 11 6 4 2 4 7 13 5 6 9 6 4 7 6 4 3 11 4 5 3 5 5 6 3 4 3 6 2 10 2 168
1 1 0 1 1 0 1 1 2 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 2 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 2 28
PROFESI BIDAN
11 13 11 11 12 14 16 11 16 15 27 16 9 12 12 9 12 12 10 15 11 14 10 11 13 12 8 14 12 16 6 391
KESLING
GIZI
ANALIS
FARMASI
SKM
ADM
0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 24
0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 2 1 3 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 2 1 23
0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 7
0 2 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 3 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 19
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 2 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 12
6 8 3 6 2 3 1 7 0 1 3 4 3 8 1 3 2 4 4 4 3 2 4 0 0 0 2 3 4 9 1 101
Sumber : diolah dari Data Dasar Puskesmas di Dinas Kesehatan Kab. Bandung Barat
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
87
Adapun SDM yang paling banyak dimiliki Puskesmas adalah tenaga bidan (bidan Puskesmas dan bidan desa), rata-rata antara 6 bidan hingga 27 bidan setiap Puskesmas. Kemudian diikuti tenaga perawat, yaitu rata-rata antara 3 perawat hingga 14 perawat di setiap Puskesmas. Untuk tenaga kesehatan masyarakat (baik dari lulusan D3 sampai dengan S3 kesehatan masyarakat) tidak terdapat di setiap Puskesmas. Dari 31 Puskesmas yang ada di Kabupaten Bandung Barat hanya 11 Puskesmas (35%) yang memiliki tenaga kesehatan masyarakat. Semua Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat tidak memiliki tenaga teknisi kesehatan/penunjang medis (tenaga laboratorium, teknis elektro medis, radiographer, fisioterapis, teknisi transfuse, dan lain-lain). Untuk menguatkan data tersebut, berikut ini hasil hasil wawancara dari informan terkait dengan jumlah tenaga di Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat masih cukup ideal dengan jumlah Puskesmas yang ada tetapi apabila dibandingkan dengan luas wilayah, masih tetap terbilang kurang. Sesuai dengan pernyataan pada saat wawancara mendalam yaitu: “Pada dasarnya disini cukup tapi kalau luas wilayahnya begini ya pada kurang secara kasat mata emang kurang” “ …..Kalau tenaga (Padalarang) sih sudah kelebihan karena bidan di Puskesmas udah 12 orang dan perawat udah 7 orang apalagi ditambah dengan bidan desa yang masing-masing desa sudah ada bidannya” Jumlah desa di Kabupaten Bandung Barat berjumlah 165 Desa dengan luas wilayah 13.057.735 KM2. Adapun jumlah kecamatan ada 15 dan jumlah penduduk 1.767.507 Jiwa. Semua desa di 15 kecamatan sudah ditempati dengan tenaga bidan desa. Pengaturan penempatan tenaga di Puskesmas diatur melalui Dinas Kesehatan. berikut pernyataan pada saat wawancara yaitu: “Kalau yang melakukan penempatan tenaga ya di Dinas Kesehatan“ “Ada seksinya yaitu seksi pendayagunaan aparatur yang mengatur penempaan tenaga kesehatan di Puskesmas……. Wah, saya belum tahu mesti sama orang kepegawaian dech” “Kalau di Bandung Barat ini, bidan desa sudah penuh semua dan apabila yang jauh-jauh dipenuhi oleh bidan PTT……yang diprioritaskan adalah bidan desa sesuai dengan program Menkes bahwa bidan desa harus ada di desa”
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
88
“Kalau untuk tenaga medis saya sering lihat dulu, apabila yang berobatnya sedikit, saya akan dialihkan ke Puskesmas yang srategis seperti Puskesmas Cimareme karena ada 3 (tiga) Puskesmas yang diprioritaskan yaitu Puskemas Cimareme, Padalarang dan Batujajar Dalam rangka meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan di Puskesmas, petugas di Puskesmas sering dilibatkan dalam pelatihan-pelatihan yang diselenggaran oleh Dinas Kesehatan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yaitu: “Kalau Program untuk peningkatan kapasitas pada petugas di Puskesmas ada dilakukan dan baru aza kemaren untuk pelatihan promosi kesehatan ada 5 orang” “Kita disini untuk pelatihan pelatihan …..ada yang pernah mengikuti dan biasanya dinas yang menyelenggarakan pelatihannya, apalagi sekarang kalau bidan ada ujian sertifikasi” Untuk pelayanan kesehatan reproduksi, umumnya yang berperan adalah tenaga bidan, karena bidan merupakan penanggungjawab dari seksi Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas. Berdasarkan data dari dinas kesehatan bahwa jumlah data bidan ada 391 orang termasuk bidan desa. Apabila kita kaitkan rasio jumlah bidan dengan penduduk di Kabupaten Bandung Barat terhadap realisasi BOK maka seperti tabel dibawah ini. Tabel 6.12 Gambaran Realisasi BOK tahun 2010 menurut jumlah Bidan dan Perawat per Puskesmas Jumlah Bidan + Perawat
Realisasi > 90%
Realisasi < 90%
JUMLAH
Jumlah < 19 orang
10
59%
7
41%
17
Jumlah > 19 Orang
10
71%
4
29%
14
Jumlah
20
65% 11
35%
31
Tabel diatas menunjukan bahwa yang jumlah tenaga Bidan dan perawat > 19 orang per Puskesmas memiliki tingkat realisasi yang cukup tinggi. Hal ini seharusnya terdapat hubungan yang erat dengan banyak jumlah tenaga terhadap realisasi anggaran BOK. Tetapi apabila kaitkan dengan penghitungan statistik Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
89
penghitungan uji independensi kai kuadrat dengan α=0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara realisasi anggaran BOK dengan dengan Jumlah perawat dan bidan nakes atau H0= diterima, maka penghitungan sebagai berikut: 31 (40-70)2 X2
=
X2= 0,53 < x2 1.95(3.84)
(17) (14) (20) (11)
Salah satu pelayanan yang dilakukan untuk bidan kesehatan reproduksi adalah angka cakupan persalinan. Tabel berikut ini menggambarkan cakupan persalinan dengan realisasi anggaran BOK, yaitu: Tabel 6.13 Gambaran Realisasi BOK tahun 2010 menurut Cakupan Persalinan oleh Nakes Realisasi > 90%
Realisasi < 90%
Persalinan > 81,4
14
(88% )
2
(13%)
16
Persalinan < 81,4
10
(67%)
5
(33%)
15
Jumlah
24
(77%)
7
(23%)
31
Persalinan Nakes
Jumlah
Berdasarkan tabel diatas, Puskesmas dengan melakukan persalinan di Nakes dengan nilai rata-rata 81,4 % cukup memberikan gambaran terhadap cakupan persalinan yang baik dengan pemanfaatan dana BOK. Tetapi apabila kaitkan dengan penghitungan statistik penghitungan uji independensi kai kuadrat dengan α=0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara realisasi anggaran BOK dengan dengan cakupan persalinan oleh nakes atau H0= diterima, maka penghitungan sebagai berikut: 31 (70-20)2 X2
=
X2= 1.92 < x2 1.95(3.84)
(16) (15) (24) (7)
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
90
6.3.3 Sarana dan Prasarana Puskesmas Untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka sarana dan prasarana merupakan faktor yang sama pentingnya dalam upaya untuk meningkatkan akses petugas dalam menjangkau pelayanan kesehatan di masyarakat. Memperhatikan sarana dan prasarana yang tersedia di Kabupaten Bandung Barat masih memerlukan dukungan yang lebih memadai. Kabupaten Bandung Barat mempunyai 31 Puskesmas dengan kondisi bangunan baik dan rusak ringan. Masing-masing Puskesmas memiliki sarana dan prasarana penujjang yaitu berupa Puskesmas Pembantu (Pustu) dan Puskesmas Keliling (roda 2 dan roda 4), serta UKBM binaan berupa Posyandu, Pos Kesehatan Desa dan Pos Bersalin Desa. Kabupaten Bandung Barat mempunyai 45 Puskesmas Pembantu, 9 Puskesmas Keliling Roda 4, 72 Puskesmas Keliling Roda 2, 1,955 Posyandu dan 60 Poskesdes/Polindes. Hal ini sesuai dengan tabel 6.13: Berdasarkan tabel 6.13, dapat terlihat bahwa rata-rata tiap Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat mempunyai 1 atau 2 Puskesmas Pembantu sebagai jaringannya, namun terdapat 5 Puskesmas yang tidak mempunyai Puskesmas Pembantu sebagai jaringannya yaitu Puskesmas Cipeundeuy, Puskesmas Cililin, Puskesmas Pataruman, Puskesmas Rongga dan Puskesmas Cibodas. Puskesmas yang memiliki 4 hingga 5 Puskesmas Pembantu sebagai jaringannya adalah Puskesmas Cimareme, Puskesmas Cicangkanggirang, Puskesmas Mukapayung dan Puskesmas Gunung Halu. Untuk peningkatan akses ke masyarakat yang utama adalah kendaraan pusling roda-4, namun berdasarkan data Dinas Kesehatan, di Kabupaten Bandung Barat memiliki 13 Pusling yaitu 9 unit yang baik dan 4 unit lagi Rusak dan Rusak Berat. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari hasil wawancara: “Sarana sih…….Ah masih kurang contohnya aza, dari 31 Puskesmas Cuma 13 Pusksmas yang ada mobil Pusling” “Kalau roda -2 dan apabila yang lainnya punya masing-masing, cuma kendala kalau emergensi kita ada kendala dengan roda-4” “ Kalau menuju lapangan nggak sulit, karena petugas di Puskesmas sudah memiliki kendaraan roda-2 masing-masing”.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
91
Tabel 6.14 Data Sarana dan Prasarana Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Nama Cimareme Padalarang Tagog Apu Jayamekar Ngamprah Rajamandala Sumur Bandung Cipatat Batujajar Cikalongwetan Cirata Cipeundeuy Rende Cililin Cihampelas Sindangkerta Pataruman Cicangkanggirang Mukapayung Citalem Cipongkor Gununghalu Rongga Lembang Cikole Jayagiri Cibodas Parongpong Ciwaruga Cisarua Pasirlangu TOTAL
Pustu 4 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 0 1 0 2 1 0 4 4 1 1 5 0 1 1 2 0 2 2 1 1 45
Jumlah jaringan Pusling R4 Pusling R2 0 2 1 3 0 2 0 2 0 2 1 3 0 3 0 2 1 3 0 2 0 2 0 3 0 2 1 3 1 2 0 2 0 3 0 2 0 3 0 2 0 1 1 4 0 1 1 0 3 1 2 0 3 1 2 0 2 0 2 4 9 72
Sumber : diolah dari Data Dasar Puskesmas di Dinas Kesehatan Kab. Bandung Barat
Sarana lainnya yang utama lainnya adalah ketersediaan dari Posyandu di tiap-tiap wilayah kerja Puskesmas. Mengingat BOK ini adalah bantuan untuk operasional di luar Puskesmas, maka kegiatan yang sifatnya pelayanan di
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
92
lapangan dapat dipertanggungjawabkan sebagai bagian dari realisasi anggaran yang bersumber dari BOK ini. Untuk UKBM binaan di Kabupaten Bandung Barat lebih banyak berupa Pos Pelayanan Terpadu dibandingkan dengan Pos Kesehatan Desa maupun Pos Bersalin Desa. hal ini sesuai dengan tabel dibawah ini. Tabel 6.15 Jumlah UKBM di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 No
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Cimareme Padalarang Tagog Apu Jayamekar Ngamprah Rajamandala Sumur Bandung Cipatat Batujajar Cikalongwetan Cirata Cipeundeuy Rende Cililin Cihampelas Sindangkerta Pataruman Cicangkanggirang Mukapayung Citalem Cipongkor Gununghalu Rongga Lembang Cikole Jayagiri Cibodas Parongpong Ciwaruga Cisarua Pasirlangu TOTAL
Jumlah UKBM Posyandu Poskesdes & polindes 102 6 65 2 67 0 63 0 59 4 72 0 72 2 75 4 157 5 55 0 62 0 80 6 55 0 52 3 56 1 51 0 47 1 54 3 64 6 45 0 62 0 92 2 30 0 63 5 48 3 56 1 50 2 65 1 42 0 48 0 46 3 1955 60
Sumber : diolah dari Data Dasar Puskesmas di Dinas Kesehatan Kab. Bandung Barat
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
93
Terkait dengan sarana dan prasarana di Puskesmas, dari pernyataan hasil wawancara terkain dengan sarana UKBM lainnya adalah sebagai berikut: “Kalau di tiap wilayah kerja Puskesmas, semuanya Posyandu sudah ada apalagi setelah ada BOK ini program Posyandu lebih giat lagi dilaksanakan” “Kalau kegiatan di Posyandu, biasanya penangungjawab kegiatannya dari Bidan Desa, nanti ada petugas Puskesmas yang datang membantu pelayanan di posyandu tersebut”
“Jumlah Posyandu di Bandung Barat yang aktif ada 1900 an, tapi kalau yang purnama sich perlu minta info lain ke penanggung jawab Puskesmas” “setelah ada BOK ini pelayanan di Posyandu semakin meningkat, apalagi sekarang mah kader juga khan dapat honor jadi tambah lebih semangat” Untuk pelayanan kesehatan reproduksi, peran sarana UKBM tersebut sangat penting sebagai ujuk tombak dari pelayanan di masyarakat. Apabila kita kaitkan jumlah sarana UKBM di Kabupaten Bandung Barat terhadap realisasi BOK maka seperti tabel dibawah ini. Tabel 6.16 Gambaran Realisasi BOK tahun 2010 menurut jumlah sarana UKBM Jumlah UKBM
Realisasi > 90%
Realisasi < 90%
JUMLAH
Jumlah < 65
9
60%
6
40%
15
Jumlah > 65
10
62%
6
29%
16
Jumlah
19
65% 12
35%
31
Tabel diatas menunjukan bahwa yang jumlah sarana UKBM baik belum menujukan angka yang siginifikan mengingat kegiatan ini adalah sifatnya operasional sehingga bukan dari jumlah kuantitas tapi dari sisi kualitas pelaksanaan kegiatan di sarana UKBM dimaksud. Hal ini seharusnya terdapat hubungan yang erat antara jumlah sarana UKBM dengan realisasi anggaran BOK.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
94
Tetapi apabila kaitkan dengan penghitungan statistik penghitungan
uji
independensi kai kuadrat dengan α=0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara realisasi anggaran BOK dengan dengan jumlah sarana UKBM atau H0= diterima, maka penghitungan sebagai berikut: 31 (54-60)2 X2
=
X2= 0,02 < x2 1.95(3.84)
(15) (16) (19) (12)
6.3.4 Manajemen Puskesmas Dalam pengusulan kegiatan yang bersumber dari BOK, masing-masing Puskesmas menentukan kegiatannya melalui lokakarya mini yang diikuti oleh petugas puskesmas, tokoh masyarakat, kader. lintas sektor terkait dan pewakilan dari Dinas Kesehatan. Kegiatan diserahkan kepada masing-masing Puskesmas, ada yang dilakukan bulanan untuk program,dan ada juga yang per triwulan untuk lintas sektor. dari hasil wawancara, informasi yang didapat yaitu: “Kita melalukan lokakarya mini, kerena harus dilakukan sebagai syarat dari bantuan ini ” “Lokarya mini dilakukan dan udah jalan dan orang dinas diundang untuk memonitor dan konsultasi jadi nggak kita usah ke dinas” “Kalau lokakarya mini dilakukan setiap bulanan dan triwulanan dan biasanya kami melibatkan orang dinas kesehatan kabupaten biar nanti kalau ada pertanyaan gampang untuk mengklarifikasi” Dalam lokakarya mini, masing-masing penanggung jawab program di Puskesmas akan mengusulkan kegiatan dengan anggaran yang bersumber BOK dan disusun dalam Plan Of Action (POA). Berikut pernyataan dari hasil wawancara: “Ya, setiap pemegang program mengajukan kebutuhan dana untuk melaksanakan program dan nanti saya yang akan verifikasi untuk mengatur semua kebutuhan program terpenuhi sesuai dana yang tersedia” “Terus terang dana yang ada sangat tebatas sehingga kami tetap merasa kesulitan untuk mengatur keuangan BOK” “Lokakarya mini dilakukan dan dengan dana yang ada sangat tebatas mengatur keuangan BOK dengan kegiatan prioritas program KIA”
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
95
Setelah Plan of Action (POA) tersusun, masing-masing Puskesmas mengajukan verifikasi ke Pengelola BOK di Dinas Keseharan. Tim pengelola BOK akan memverifikasi POA yang diusulkan tersebut sesuai dengan juknis. Hasil verifikasi tersebut sebagai dasar untuk pencairan uang di Bank yang ditunjuk. Berikut hasil wawancara yaitu: “Hasil usulan kegiatan kami usulkan perbulan ke Dinas Kesehatan untuk diverifikasi……kami sering kesulitan bertemu sama staf dinas yang memverifikasi usulan. Walaupun jarak kami dekat gimana dengan puskesmas yang jauh khan harus bolak baliknya makan waktu. 6.3.5 Sumber Dana Puskesmas Puskesmas merupakan Unit Pelakasana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Puskesmas diharapkan mampu untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sekaligus mandiri untuk mengelola pendapatanya. Pendapatan Puskesmas merupakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang harus disetor ke kas daerah. Setiap tahun anggaran, Puskesmas mendapatkan biaya operasional yang bersumber dari APBD tingkat II atau APPBD Kabupaten/Kota. Besaran anggaran tersebut jumlahnya yang sangat terbatas dan hanya dapat dipergunakan untuk biaya langsung/rutin seperti untuk pembayaran listrik, air dan operasional Puskesmas lainnya. Sedangkan kegiatan di luar Puskemsas sangat terbatas bahkan tidak cukup dari bantuan tersebut. Tabel berikut ini gambaran sumber pembiayaan untuk Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
96
Tabel. 6.17 Sumber Anggaran yang di Kelola Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 APBN No
Puskesmas
Jamkesmas (Rp)
BOK (Rp)
APBD Tk II Jumlah (Rp)
% thd Total
Jumlah (Rp)
% thd total
Total Anggaran (Rp)
1
Cikalong Wetan
212,272,175
18,000,000
230,272,175
82.61
48,465,500
17.39
278,737,675
2
Rende
168,199,217
18,000,000
186,199,217
86.58
28,869,900
13.42
215,069,117
3
Cipeundeuy
153,828,629
100,000,000
253,828,629
88.52
32,917,500
11.48
286,746,129
4
Cirata
144,524,874
18,000,000
162,524,874
84.85
29,019,900
15.15
191,544,774
5
Padalarang
22,134,637
18,000,000
40,134,637
52.77
35,917,500
47.23
76,052,137
6
Tagogapu
24,460,576
18,000,000
42,460,576
59.65
28,719,900
40.35
71,180,476
7
Ngamprah
59,928,410
100,000,000
159,928,410
81.14
37,161,500
18.86
197,089,910
8
Cimareme
150,618,178
18,000,000
168,618,178
85.32
29,019,900
14.68
197,638,078
9
Jayamekar
56,947,277
18,000,000
74,947,277
72.26
28,769,900
27.74
103,717,177
110,389,267
18,000,000
128,389,267
79.59
32,917,500
20.41
161,306,767
90,176,533
18,000,000
108,176,533
78.96
28,819,900
21.04
136,996,433
10
Cipatat
11
Sumurbandung
12
Rajamandala
249,836,630
18,000,000
267,836,630
85.78
44,417,900
14.22
312,254,530
13
Batujajar
423,582,913
100,000,000
523,582,913
91.49
48,731,900
8.51
572,314,813
14
Cililin
133,441,418
18,000,000
151,441,418
75.81
48,315,500
24.19
199,756,918
15
Mukapayung
125,884,605
18,000,000
143,884,605
83.32
28,799,900
16.68
172,684,505
16
Cihampelas
138,791,927
18,000,000
156,791,927
80.11
38,917,500
19.89
195,709,427
17
Pataruman
124,257,540
18,000,000
142,257,540
83.16
28,809,900
16.84
171,067,440
18
Sindangkerta
79,715,269
18,000,000
97,715,269
74.80
32,917,500
25.20
130,632,769
19
Cipongkor
41,681,258
100,000,000
141,681,258
80.23
34,917,500
19.77
176,598,758
20
Citalem
87,424,718
18,000,000
105,424,718
77.35
30,869,900
22.65
136,294,618
21
Cicangkang Gr
21,523,123
18,000,000
39,523,123
57.85
28,794,900
42.15
68,318,023
22
Rongga
137,033,823
100,000,000
237,033,823
87.81
32,917,500
12.19
269,951,323
23
Gunung Halu
195,739,447
100,000,000
295,739,447
85.17
51,497,900
14.83
347,237,347
24
Lembang
45,077,346
18,000,000
63,077,346
56.30
48,969,900
43.70
112,047,246
25
Jayagiri
76,636,100
18,000,000
94,636,100
56.00
74,363,220
44.00
168,999,320
26
Cikole
32,530,382
18,000,000
50,530,382
63.69
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
97
APBN No
Puskesmas
Jamkesmas (Rp)
BOK (Rp)
APBD Tk II Jumlah (Rp)
% thd Total
Jumlah (Rp)
Total Anggaran (Rp)
% thd total
28,806,900
36.31
79,337,282
27
Cibodas
21,501,283
18,000,000
39,501,283
56.94
29,869,900
43.06
69,371,183
28
Cisarua
67,364,862
18,000,000
85,364,862
72.17
32,917,500
27.83
118,282,362
29
Pasirlangu
42,795,087
100,000,000
142,795,087
83.21
28,805,900
16.79
171,600,987
30
Parongpong
9,423,874
18,000,000
27,423,874
43.30
35,917,500
56.70
63,341,374
31
Ciwaruga
36,450,626
18,000,000
54,450,626
65.40
28,803,900
34.60
83,254,526
3,284,172,000
1,132,000,000
4,416,172,000
79.78
1,118,961,420
TOTAL
20.22
5,535,133,420
Sumber : diolah dari laporan Keuangan Puskesmas di Dinas Kesehatan Kab. Bandung Barat
Dana Jamkesmas digunakan untuk pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang lebih bersifat kuratif. Dana BOK digunakan untuk biaya operasional pelayanan promotif dan preventif. Sedangkan APBD lebih banyak digunakan untuk operasional Puskesmas seperti gajii dan upah, makanan pasien, biaya listrik, telepon dan air, serta biaya pemeliharaan gedung dan pemeliharaan alat medis/non medis. Total anggaran yang dikelola langsung oleh Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat adalah Rp. 5,535,133,420, dengan besaran yang bervariasi antar Puskesmas. Puskesmas Batujajar memiliki anggaran terbesar yaitu Rp. 572,314,813, sedangkan Puskesmas Parongpong mempunyai anggaran terkecil sebesar Rp. 63,341,374,-. Hal tersebut sebanding dengan jumlah penduduk dan luas wilayah setempat. Berdasarkan gambar 6.4, nampak jelas walaupun di era otonomi daerah, Kabupaten Bandung Barat belum mampu untuk membiayai kebutuhan operasional pelayanan di Puskesmas. Besaran anggaran yang bersumber dari APBN lebih besar 4 kali dibandingkan anggaran yang bersumber dari APBD. Total anggaran yang dikelola langsung oleh Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat yang bersumber dari APBN adalah Rp 4,416,172,- atau 79.78% dari total anggaran yang dikelola oleh Puskesmas. Sedangkan anggaran Puskesmas yang berasal dari APBD sebesar Rp. 1,118,961,420 atau 20.22% dari total anggaran yang dikelola oleh Puskesmas.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
98
Gambar 6.4 Diagram Batang Jumlah Anggaran Puskesmas Menurut Sumber Dana APBN dan APBD di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 Sumber : diolah dari laporan Keuangan Puskesmas di Dinas Kesehatan Kab. Bandung Barat
Terkait dengan dana operasional Puskesmas, berikut ini beberapa pernyataan dari hasil wawancara pada beberapa informan yaitu: “Untuk operasional Puskesmas sumbernya dari APBD Kabupaten……..namun kecil banget dari APBD…..Saya berani katakan kecil dan tidak manusiawi” “Kalau BOK sekitar 18 juta sampai 100 juta per Puskesmas, kalau dari APBD paling sekitar 3 jutaan……maklum aza PAD kita kecil sekali” “APBD Kabupaten digunakan untuk rutin Puskesmas seperti bayar listrik, air PAM …..dan kalau untuk kegiatan biasa ada dari anggaran yang ada di dinas kesehatan”
Sebelum BOK diluncurkan Puskesmas, dapat menggunakan biaya Jamkesmas untuk pelayanan kesehatan dasar namun jumlahnya untuk penggunaan untuk kegiatan di lapangan sangat terbatas. Setelah program BOK diluncurkan
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
99
semua biaya yang sifatnya biaya operasional pelayanan di luar Puskesmas dibebankan pada biaya BOK dan Jamkesmas hanya untuk klaim masyarakat yang berobat di Puskesmas. Berikut ini sesuai hasil wawancara dengan para informan, yaitu: “Kalau untuk operasional ke lapangan kita dulu pergunakan dana jamkesmas…..khan boleh pakai dana jemkesmas tapi jumlahnya terbatas” “Kalau di Batujajar untuk operasional ke lapangan kita dulu pergunakan dana jamkesmas dasar” “Kalau diparongpong….kegiatan kelapangan walaupun nggak ada BOK tetap dilakukan….tapi syukurlah ada BOK jadi semakin terbantu” Dengan adanya BOK pelayanan di Puskesmas semakin meningkat termasuk terdapat peningkatan pelayanan di luar Puskesmas. begitupun untuk pelayanan kesehatan reproduksi. Hal ini sesuai pernyataa dari hasil wawancara: “Ya…jelas kegiatan pelayanan KIA (Padalarang) meningkat……walaupun kegiatan itu memang rutin dilakuin”
semakin
“Ya…jelas kegiatan pelayanan KIA (Parongpong) semakin ada peninkatan peningkatan……walaupun kegiatan itu memang rutin dilakuin dan yang jelas menjadi tambah semangat bagi kader” “Kalau diparongpong….kegiatan kelapangan walaupun nggak ada BOK tetap dilakukan….tapi syukurlah ada BOK jadi semakin terbantu” BOK merupakan bantuan dari Pemerintah Pusat untuk mendukung kebutuhan dana untuk pelayanan di luar Puskesmas, namun BOK ini di daerah menjadi sumber utama anggaran di Puskesmas untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya di lapangan/luar Puskesmas. berikut sesui pernyataan dari para informan: “BOK adalah bantuan….jadi program ini adalah sifatnya supporting sehingga diharapkan daerah termotivasi untuk meningkatan biaya operasional untuk pelayanan yang sifatnya di luar Puskesmas dapat dijangkau……kalau pelayanan di dalam Puskesmas khan dapat di klaim melalui jamkesmas pelayanan kesehatan dasar” “Untuk operasional program biasa dari Dinas Kesehatan atau dari Pusat dan terus terang Puskesmas belum bisa sawadaya……justru dengan ada BOK ini merasa terbantu” Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
100
“BOK ini adalah bantuan tapi yang justru menjadi sumber dana yang utama dan membuat saya heran masing-masing program yang dulu ada untuk Puskesmas sekarang dikurangin dan bilangnya sudah ada BOK ini’ “BOK ini khan untuk menambah anggaran eh…..jutru malah jadi sebaliknya” Tahun 2010, Bantuan BOK diterima oleh Puskesmas bervariasi. Untuk yang menjadi daerah control ada beberapa Puskesmas mendapatkan alokasi sebesar Rp. 100.000.000,- per Puskesmas dan sebagian lagi 18 Juta per Puskesmas. Dalam hal ini, Kabupaten Bandung Barat dipilih menjadi Daerah control tersebut. Kaitannya antara jumlah pagu BOK dengan realisasi yang lebih dari 90 % sesuai dengan tabel dibawah ini. Tabel 6.18 Gambaran Realisasi Anggaran BOK Menurut Jumlah Pagu yang Diterima oleh Puskesmas Tahun 2010 Jumlah Pagu BOK
Realisasi > 90%
Realisasi < 90%
Jumlah
Pagu Rp 100 Juta
1
14%
6
86%
7
Pagu Rp 18 Juta
19
67%
5
21%
24
Jumlah
20
65% 11
35%
31
Tabel diatas memberikan gambaran bahwa pagu dengan jumlah 100 juta per Pukesmas menunjukan realisasi yang kurang dari 90 % cukup besar yaitu 6 Puskesmas, sedangkan yang mampu merealisasikan lebih dari 90% hanya 1 Puskesmas. Namun yang ironis sekali dengan pagu 18 Juta untuk 5 Bulan pelaksanaan kegiatan ada 5 Puskesmas yang tidak mampu menyerap angaran lebih dari 90%. Hal ini pun apabila kita kaitkan dengan penghitungan uji independensi kai kuadrat dengan
α=0.05 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara realisasi anggaran BOK dengan besaran alokasi BOK atau H0= ditolak, dengan perhitungan sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
101
N (ad-bc)2 X2
=
(a+b) (c+d) (a+c) (b+d) 31 (5-114)2
X2
=
X2= 9,97 > x2 1.95(3.84)
(7) (24) (20) (11)
6.3.6 Kebijakan lainya Kebijakan yang sifatnya mendukung peningkatan pelayanan di Puskesmas untuk saat ini belum ada yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan. Hal ini mengingat Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat merupakan kabupaten pemekaran yang masih dalam pembenahan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara, yaitu: “Kita masih kabupaten baru, jadi belum ada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan melalui Perda terkait dengan peningkatan kapasitas Puskesmas” “Untuk saat ini kami masih berupaya untuk memenuhi jumlah tenaga dalam hal ini adalah jumlah bidan di desa dan pemenuhannya selain dari rekruitmen CPNS tahun lalu juga di penuhi dari formasi Bidan PTT pusat dan Provinsi’ 6.3.7 Kendala/Masalah Lainnya Kendala lainnya dalam pengelolaan BOK ini, yang paling utama adalah waktu pelaksanaan yang terbatas. Apabila waktu yang tersedia dengan turun uang tepat waktu di awal tahun pasti akan anggaran terealisasi 100%. Berikut pernyataan dari hasil wawancara, yaitu: 'Kendalanya jangka pelaksananya agak pendek, karena idealnya bulan januari……sehingga kami kesulitan untuk meng SPJ-kan dan kalau bisa keluarnya awal-awal tahun” “Untuk di Puskesmas kami (Batujajar) tidak menjadi masalah waktu tersebut, karena kegiatan tersebut sudah rutin dilaksanakan sehingga kami tidak kesulitan meng-SPJ-kan, palagi sekarang kader dapat transport kalau ada kegiatan”
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
102
Pengelolaan BOK tahun 2010 berbeda dengan pengelolaan BOK di tahun 2011. Tahun 2010, BOK diturunkan dalam bentuk bantuan sosial yang diturunkan melalui Bank yang ditunjuk. Setelah itu Puskesmas akan mengajukan klaim atas biaya yang telah dikeluarkan. Sedangkan tahun 2011, pengelolaan anggaran sudah menjadi anggaran Tugas Pembantuan. Pengelolaan anggaran sepenuhnya terdapat pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat. Alokasi anggaran BOK yang diterima oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat besarannya sekitar 3 kali lebih besar dari tahun 2010 dengan perhitungan 100 juta per Puskesmas. Anggaran tersebut diserahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan untuk mengatur kembali alokasi per Puskesmas-nya sesuai dengan kebijakan daerah. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara, yaitu: “Tahun 2011 pengelolaan anggaran BOK dialihkan menjadi Tugas Pembantuan, sebagai upaya untuk memudahkan kontrol anggaran dan memudahkan pengelolaan anggaran” “Besaran penghitungan anggaran untuk BOK, dengan perhitungan sebesar Rp. 100 juta per Puskesmas dan nanti diserahkan ke daerah yang lebih tahu terkait dengan beban kerja dan luas wilayah sehingga pembagian anggaran tersebut proposional” “Puskesmas kami (Parongpong), tahun lalu hanya dapat 18 juta sekarang menjadi 76 Juta, tapi walaupun gitu kalau dibagi per kegiatannya sih tetap kurang” Anggaran tahun 2011, sudah diterima oleh Dinas Kesehatan sekitar bulan Januari. Karena pengelolaan anggaran mengalami perubahan dalam mekanisme pengelolaan anggaran sehingga sampai bulan Mei belum terdapat realisasi. berikut pernyataan dari beberapa informan terkait dengan pengelolaan anggaran. Berikut hasil wawancara, yaitu: “DIPA diterima sekitar bulan Februari, namum ada kelengkapan lain dalam struktur pengelolaan anggaran seperti Surat Kuas Kuasa Pengelolaa Anggaran, yang harus melalui Bupati, yang pasti memerlukan waktu yang cukup lama” “Sekarang kami (Dinas Kesehatan) mempunyai beban yang berat karena pencairan anggaran ada dinas kesehatan.....kemaren aza DIPA baru diterima udah 3 (tiga) kali revisi apalagi ini baru dan bulan kemaren kami baru aza pelatihan tentang pencaiaran anggaran BOK di Yogyakarta”
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
103
Sampai saat ini masing-masing Puskesmas baru dalam tahap pengajuan POA, untuk diklarifikasi berdasarkan usulan dari masing-masing program di Puskesmas. berikut hasil wawancara dengan beberapa informan di Puskesmas, yaitu: “Dari Puskesmas nggak ada masalah dan kita udah bagi habis dengan kriteria dari mulai perencaanaan sampai ongkos dengan ojegnya…..walaupun mekansime berubah tidak ada masalah karena sering pakai uang sendiri dulu. “Walaupun jumlahnya nominalnya naik, tetapi tetap aza kami masih kekurangan untuk mengakomodir kebutuhan dari masing-masing program di Puskesmas….tapi kami sudah memilah program mana yang prioritas atau lanjutan dari BOK tahun 2010 untuk diusulkan ke Dinas Kesehatan karena sekarang ini masing-masing program di Dinas Kesehatan yang mengklarifikasi berbeda dengan tahun 2010”
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
104
BAB VII PEMBAHASAN
7.1 Keterbatasan Penelitian Selama proses pelaksanaan penelitian ini yang menjadi hambatan peneliti adalah keterbatasan peneliti sendiri yang belum mampu memberikan gambaran secara terperinci dari hasil penelitian ini. Hal ini dikarenakan data realisasi dari pengelola masih perlu untuk dikelola cukup lama agar menghasilkan sajian data yang lebih informatif. Namun peneliti berupaya semaksimal mungkin untuk menggali dan menyajikan informasi yang ada sehingga penelitian ini mampu memberikan gambaran realisasi anggaran untuk dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat tahun 2010. Keterbatasan yang lain adalah penelitian BOK ini terletak di level Puskesmas, dan penelitian ini, peneliti hanya melakukan pengumpulan data di 3 Puskesmas. Sehingga alangkah lebih baiknya untuk melakukan pengumpulan data dan klarifikasi data pada 31 Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat. Data sekunder berypa laporan keuangan BOK yang ada di Dinas Kesehatan akan di sandingkan dengan data yang ada di masing-masing Puskesmas. Untuk mengukur, manfaat dari BOK sendiri, sebaiknya dilakukan pada level hasil kegiatan (out come) karena apabila dikaitkan dengan realisasi anggaran kemungkinan terdapat bias seperti beberapa kasus bahwa anggaran habis tetapi tidak memiliki daya ungkit terhadap capaian program BOK.
7.2 Pembahasan Hasil Penelitian berdasarkan Variabel Penelitian Dari data informasi yang ada diolah kemudian dianalisis berdasarkan teori yang ada dan hasil wawancara. Pembahasan tersebut seperti sesuai dengan variabel Penelitian dibawah ini.
104 Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
105
7.2.1
Jenis Puskesmas Pelayananan kesehatan reproduksi merupakan salah satu prioritas utama
pembangunan kesehatan di Indonesia. Pelayanan kesehatan reproduksi mencakup pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, Keluarga Berencana (KB), Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) termasuk PMS dan HIV/AIDS dan pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut. Pelayanan di Puskesmas, Pelayanan kesehatan reproduksi merupakan bagian dari kegiatan Seksi KIA dan KB. Puskesmas sebagai satuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, mempunyai keterbatasan dalam pelaksanaan fungsinya. Hal ini dikarenakan keterbatasan input yang ada di Puskesmas, seperti sarana dan prasarana, sumber daya manusia, dan pembiayaan. Jumlah Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan yang bertanggung jawab di wilayah kerjanya di Kabupaten Bandung Barat, saat ini keberadaannya sudah cukup merata dan telah memenuhi standar dalam jumlah. Kabupaten Bandung Barat telah memiliki di setiap kecamatan minimal 1 (satu) Puskesmas. Untuk upaya pelayanan kesehatan reproduksi, pada satu kabupaten harus terdapat 4 Puskesmas mampu PONED. Puskesmas dengan mampu PONED harus mempunyai fasilitas dan kemampuan yang siap 24 jam dan merupakan tempat rujukan kasus-kasus kegawatdaruratan dari Polindes dan Puskesmas lainnya. Kabupaten Bandung Barat hanya memiliki 2 (dua) Puskesmas PONED, sehingga meskipun dari segi jumlah Puskesmas telah mencukupi tetapi masih belum cukup dari segi fungsi pelayanan untuk pelayanan kesehatan reproduksi. Kaitannya antara jenis Puskesmas Dengan Tempat Perawatan dan Tanpa tempat Perawatan dengan realisasi anggaran BOK secara umum tidak menunjukan angka yang signifikan. BOK bukan bantuan untuk pelayanan di dalam Puskesmas dan bantuan ini umumnya diberikan untuk kegiatan di luar Puskesmas. Puskesmas yang Dengan Tempat Perawatan atau yang Tanpa Tempat Perawatan sama-sama melakukan fungsi pelayanan baik di dalam Puskesmas maupun di luar Puskesmas.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
106
Terkait dengan klasifikasi jenis Puskesmas perbukitan/pegunungan dan puskesmas perkotaan dengan gambaran realisasi anggaran BOK tidak menunjukan angka yang signifikan kaitannya. Hal ini dikaitkan dengan kondisi dari Kabupaten Bandung Barat antara Puskesmas yang satu dengan yang lainnya memiliki topografi yang sama dan umumnya bukan merupakan daerah yang sulit sehingga klasifikasi dimaksud tidak memberikan gambaran yang cukup signifikan. Apabila dikaitkan dengan Puskesmas PONED dan Non PONED, sebanyak 2 unit Puskesmas PONED mampu menyerap anggaran habis sampai 100%. BOK dapat dikaitkan dengan adanya biaya yang dikeluarkan kepada bidan desa yang merujuk pasien dengan kegawatdaruratan maternal yang dirujuk ke Puskesmas PONED. Hal ini dapat meningkatkan cakupan dari realisasi anggaran BOK Walapun secara hipotesa tidak terdapat hubungan yang siginifikan antara jenis Puskesmas (DTP/TP, PONED/Non PONED, Perbukitan/Perkotaan) dengan realisasi anggaran BOK, namun demikian ketersediaan Puskesmas merupakan ujung tombak dari pelayanan kesehatan di masyarakat. Hal ini dikaitkan dengan konsep dasar bahwa BOK ini adalah biaya operasional untuk menjangkau pelayanan di luar Puskesmas.
7.2.2
Ketenagaan Pelayanan kesehatan reproduksi di tingkat Puskesmas dan desa dilakukan oleh
tenaga bidan yang didampingi oleh perawat. Jumlah bidan dan perawat di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat bervariasi jumlahnya antar Puskesmas. Jumlah bidan dan perawat di Kabupaten Bandung Barat adalah 391 bidan dan 168 perawat. Jumlah ini masih dibawah Standar Indikator Indonesia Sehat 2010, untuk rasio tenaga bidan sebesar 100 per 100.000 penduduk, sedangkan tenaga perawat 117.5 per 100,000 penduduk. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Bandung Barat, jumlah bidan dan perawat yang dibutuhkan sesuai standar adalah sekitar 1.150 bidan dan 850 perawat. Rata-rata jumlah bidan dan perawat adalah + 19 orang per Puskesmas, apabila kaitkan dengan tingkat realisasi anggaran jumlah bidan dan perawat yang lebih dari atau sama dengan 19 orang memiliki kaitan yang sangat erat dengan tingkat realisasi anggaran BOK. Walaupun secara hitungan statististik belum menujukan hubungan yang
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
107
relevan namun ketersediaan tenaga merupakan dasar dari pelayanan di masyarakat. Anggaran
BOK
untuk
pelayanan
kesehatan
reproduksi,
paling
banyak
dipertanggungjawabkan untuk biaya transport petugas dan kader. Hal ini sesuai dengan gambar 6.1 Peran tenaga bidan yang terlatih sangat erat dengan kompetensi dan cakupan dalam peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sehingga pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) atau yang sejenisnya perlu lebih ditingkatkan mengingat cakupan pesalinan oleh nakes hanya 81.4%. Terkait dengan pelatihan petugas di Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat masih sangat terbatas yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten. Walaupun masih sangat terbatas, untuk tenaga bidan dan perawat dituntut untuk mengikuti uji komptensi yang diselenggarakan oleh masing-masing profesinya. Ujian Kompetensi dimaksud dapat menunjukan kemampuan dari kedua tenaga puskesmas dimaksud akan
terus teruji
secara kualitas. Menurut James W. Walker (1992) dalam Sulistyarini (2008) adalah sebagai berikut : Training and education is the principles vehicle for developing skills and abilities off employees othet than through job assignments. It is also important as a way to implement strategy because it is influences employee value, attitude and practice, it is rimary communications vehicle controlled by management. Menurut pengertian di atas, pelatihan adalah suatu hal yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan pegawai untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan meningkatnya keterampilan diharapkan pegawai dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan beban kerjanya. Siagian (1998) dalam Sulistyarini (2008) mengatakan bahwa Pelatihan adalah proses belajar dengan menggunakan teknik dan metode tertentu. Secara konsepsional dapat dikatakan bahwa latihan yang dimaksud untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan seseorang atau sekelompok orang. Biasanya sasarannya adalah seseorang atau sekelompok orang yang sudah bekerja pada suatu organisasi yang efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerjanya dirasakan perlu untuk dapat ditingkatkan secara terarah dan pragmatik.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
108
Dengan diadakannya pelatihan atau peningkatan kapasitas tenaga bidan dan perawat terutama dalam penanganan kasus-kasus kesehatan reproduksi diharapakan petugas Puskesmas dapat meningkat dari segi keterampilan dan kemampuan serta dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, mempunyai metode yang tepat untuk menyelesaikan pekerjaan sehingga pada akhirnya akan tercapai tujuan program BOK ini. Berdasarkan hal tersebut, mungkin perlu dari sedikit anggaran BOK untuk peningkatan kapasitas petugas terutama untuk tenaga-tenaga yang memiliki kontribusi untuk penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Mengingat ketersediaan anggaran yang ada di APBD tidak sama apalagi untuk Kabupaten yang memilki APBD yang sedikit. Apabila berdasarkan hasil dari cakupan persalinan dengan realisasi anggaran, secara hipotesa belum menunjukan hubungan yang berarti, namun demikian program BOK dapat mensuport masyarakat untuk lebih percaya terhadap kompetensi bidan. Kompetensi tersebut didapat melalui pelatihan-pelatihan yang ada sehingga peningkatan angka persalinan oleh nakes di Kabupaten Bandung Barat lebih meningkat.
7.2.3 Dana/Anggaran Operasional di Puskesmas Dana operasional bisa diartikan biaya untuk pengelolaan program dan kegiatan. Dalam pelaksanaan suatu kegiatan, salah satu unsur yang diperlukan adalah dana. Menurut Nawawi (1994) semakin besar kegiatan yang ingin atau akan diwujudkan untuk mencapai tujuan tertentu, maka semakin besar pula dana atau uang yang diperlukan. Pada tahun 2010 jumlah anggaran operasional yang dikelola oleh Puskesmas sangat terbatas (sesuai tabel 6.15). Jumlah anggaran untuk operasional Puskesmas yang bersumber dari Pusat (APBN) 4 kali lebih besar dari pada yang disediakan oleh APBD Tk II. Anggaran yang berasal dari APBD Tk II dipergunakan untuk kegiatan rutin Puskesmas meliputi pembayaran listrik, telepon dan air, serta untuk pemeliharaan gedung dan alat medis/non medis sedangkan untuk kegiatan operasional Puskesmas tidak disediakan termasuk dalam hal ini adalah penyediaan anggaran untuk pelayanan kesehatan reproduksi di luar Puskesmas. Dengan adanya dana BOK maka prioritas
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
109
penggunaan dana ini adalah untuk pelayanan kesehatan promotif dan preventif terutama pelayanan kesehatan reproduksi di luar Puskesmas. Biaya untuk program di Puskesmas sangat minim jumlahnya. Pada tahun 2010 setiap Puskesmas masing-masing mendapat kurang lebih Rp. 7,000,000,- hingga Rp 11,000,000,- . Anggaran ini untuk membiayai program UKS, gizi, PHBS, lingkungan sehat dan pemberantasan penyakit selama satu tahun. Anggaran Program tersebut tidak dikelola oleh masing-masing Puskesmas, namun Puskesmas dalam hal ini sebagai pelaksana kegiatan dan pengelola keuangan ada di Dinas Kesehatan Kabupaten. adapu besaran alokasi program tersebut sebagai berikut: Tabel 7.1 Dana APBD untuk Program Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 No 1 2 3 4 5
Program UKS Gizi PHBS Lingkungan Sehat Pemberantasan Penyakit Total
APBD Keterangan 1,859,677 4,047,600 Hanya untuk 15 Puskesmas 200,000 1,480,645 3,557,661 11,145,584
Sumber : diolah dari laporan keuangan tahun 2010 Dinas Kesahatan Kab. Bandung Barat
Walapun jumlah anggaran untuk operasional tersebut sangat dominan dari Pusat (APBN), tetapi program BOK ini adalah sifatnya bantuan/stimulus. Perlu juga di ingat bahwa salah satu tujuan dari Bantuan Operasional Kesehatan ini adalah untuk meningkatnya akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif
di Puskesmas untuk mewujudkan pencapaian target SPM
Bidang Kesehatan dan MDGs pada tahun 2015. Dengan adanya dana BOK diharapkan pemerintah daerah tidak mengurangi dana yang sudah dialokasikan untuk operasional Puskesmas dan tetap berkewajiban menyediakan dana operasional yang tidak terbiayai melalui BOK (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Dukungan dan kontribusi dari Pemerintah Daerah tetap harus ada untuk capaian dari tujuan pembangunan kesehatan. Kegiatan BOK tidak dapat membiayai semua kegiatan operasional dilapangan karena BOK ini sifatnya terbatas dan mengacu pada Petunjuk Teknis pengelolaan Anggaran BOK tahun 2010. Hal ini akan sesuai dengan
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
110
Nawawi (1994), semakin besar untuk mencapai tujuan dalam hal ini adalah peningkatan derajat kesehatan di Kabupaten Bandung Barat maka harus semakin besar pula anggaran yang disediakan untuk peningkatan capaian tersebut. Bantuan BOK tahun 2010 yang bebeda dengan jumlah 100 juta per Pukesmas untuk 6 Puskesmas dan 18 Juta untuk 25 Puskesmas. Realisasi anggaran yang alokasi per Puskesmas-nya 100 juta yang mampu merealisasikan lebih dari 90% hanya 1 Puskesmas dan 5 Puskesmas lagi dibawah 90%. Namun yang ironis sekali dengan pagu 18 Juta untuk 5 Bulan pelaksanaan kegiatan ada 5 Puskesmas yang tidak mampu menyerap angaran lebih dari 90%. Hal ini menunjukan bahwa besaran alokasi BOK untuk 5 bulan dengan alokasi 100 juta terlalu besar mengingat kesulitan mempertangungjawabkan kegiatan dengan jumlah alokasi tersebut. Hal tersebut diperkuatdengan hasil uji statitik non parametrik kai kuadrat. Nampak sekali hubungan yang bermakna antar besar alokasi dengan tingkat realisasi. Semakin besar alokasi BOK maka resiko untuk tidak terserap habis maka akan lebih besar pula.
7.2.4 Sarana Prasarana Puskesmas Jaringan Puskesmas seperti Puskesmas Pembantu (Pustu) jumlahnya masih kurang, dimana di Kabupaten Bandung Barat terdapat 5 (lima) Puskesmas yang tidak mempunyai Pustu. Terlebih lagi untuk jumlah Poskesdes/Polindes, dari 165 desa yang ada di Kabupaten Bandung Barat hanya 60 desa yang memilik Poskesdes/Polindes Peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan diwujudkan dalam bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang antara lain dalam bentuk posyandu. Departemen Kesehatan (1999) mendefinisikan Posyandu ialah forum komunikasi alih teknologi dan pelayanan kesehatan dari, oleh dan untuk masyarakat Di Kabupaten Bandung Barat terdapat 1955 Posyandu. Posyandu yang ada di Bandung Barat sudah memberikan pelayanan 5 meja. Muninjaya (1999) mendefinisikan pelayanan kesehatan yang diberikan di posyandu berupa pelayanan KIA, KB, imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare, dengan kelompok sasaran adalah ibu hamil, ibu menyusui, pasangan usia subur, bayi dan balita. Hal ini sesuai dengan salah satu program utama pada tahun 2009 dalam strategi percepatan penurunan angka kematian bayi dan balita yaitu pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan promotiv dan preventif
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
111
untuk bayi dan balita melalui posyandu (Bina Kesehatan Anak Departemen Kesehatan, 2008). Kegiatan di Posyandu, dapat dibiayai oleh BOK, meliputi biaya transport kader, alat penyuluhan dan konsumsi petugas. Setelah ada BOK, kegiatan Posyandu semakin meningkat kegiatannya. Menurut pendapat Kopelman (1986) dalam Kustiandi (2003) bahwa motivasi kerja meningkat dipengaruhi oleh faktor imbalan yang diterimanya dan akhirnya secara langsung meningkatkan perilaku kerja individu. Faktor imbalan yang dapat diberikan kepada kader adalah berupa uang trasnport. Walaupun secara hipotesa pun tidak terdapat hubungan yang siginifikan antara Jumlah UKBM dengan realisasi anggaran BOK, namun sarana tersebut merupakan media yang tepat dari partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam upaya kesehatan di wilayahnya dan Posyandu merupakan salah satu Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang perlu terus dikembangkan. Posyandu juga merupakan salah satu usaha untuk manjamin ketersediaan upaya promotif dan preventif di tingkat masyarakat agar semua bayi dan balita memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Oleh karena itu posyandu perlu diperkuat. Hal ini adalah salah satu isu strategis dalam strategi percepatan penurunan Angka Kematian Bayi dan Balita (Bina Kesehatan Anak Departemen Kesehatan RI, 2008)
7.2.5 Manajemen Internal Puskesmas dalam Pengelolaan BOK 7.2.5.1 Perencanaan BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat Setelah dana BOK masuk ke rekening BOK Puskesmas di Bank yang ditunjuk, dana tersebut tidak dapat langsung digunakan oleh Puskesmas. Prosedur pertama yang harus dilakukan oleh Puskesmas yaitu Puskesmas harus membuat Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)/Plan Of Action (POA). RPK/POA meliputi berbagai upaya kesehatan, jenis pelayanan kesehatan, dan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab Puskesmas di wilayah kerjanya, termasuk di dalamnya besaran kebutuhan biaya yang dapat dibiayai dari dana BOK. Satuan biaya setiap jenis kegiatan pelayanan kesehatan yang dibiayai BOK di Kabupaten Bandung Barat mengacu pada ketentuan Peraturan Bupati Kabupaten Bandung Barat. Jika satuan biaya tidak ada di peraturan tersebut seperti transport ke
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
112
desa, Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat membuat kesepakatan dengan Puskesmas dengan pertimbangan azas kewajaran dan kelayakan. Pada Juknis Penggunaan BOK Tahun 2010, tidak disarankan penggunaan satuan biaya berdasarkan kesepakatan. Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat harus membuat POA untuk kegiatan yang bersifat promotif dan preventif yang dapat dibiayai dari dana BOK yang mengacu pada Juknis BOK tahun 2010. Berdasarkan Juknis Penggunaan BOK Tahun 2010 Puskesmas membuat RPK/POA dari hasil forum Lokakarya Mini. Namun di Kabupaten Bandung Barat semua Puskesmas dalam membuat RPK/POA tidak melalui forum lokakarya mini. RPK/POA dibuat dengan hanya mengundang penanggung jawab program di Puskesmas dan bidan desa. Kepala Puskesmas meminta usulan dari masing-masing program berupa kegiatan-kegiatan yang menunjang program yang dapat dibiayai dari dana BOK. Usulan kegiatan dari masing-masing program didiskusikan untuk mendapatkan masukan dan menetapkan urutan prioritas kegiatan apa yang dapat dilaksanakan dengan dana BOK. Dalam proses perencanaan atau pembuatan RPK/POA, Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat menghadapi beberapa kesulitan yaitu : 1.
Penetapan kegiatan yang menjadi prioritas untuk tahun 2010, dikarenakan masingmasing pemegang program bersikeras bahwa program mereka yang harus menjadi prioritas untuk dilaksanakan dengan menggunakan dana BOK. Kesulitan ini mengakibatkan banyak Puskesmas membagi rata/seimbang dana BOK untuk masing-masing program dan tidak membuat skala prioritas.
2.
Menyesuaikan keinginan program dengan Juknis Penggunaan BOK Tahun 2010. Dalam Juknis telah diatur kegiatan-kegiatan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan dengan dana BOK.
3.
Pemegang program di Puskesmas sangat terbiasa dengan kegiatan kuratif terutama kegiatan di dalam Puskesmas. Dari RPK/POA yang telah disusun untuk kegiatan promotif dan preventif, nampak dimasukan kegiatan-kegiatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Dampak dari hal ini yaitu proses perencanaan di Puskesmas memakan waktu yang cukup lama.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
113
4.
Koordinasi yang kurang optimal antara manajemen Puskesmas dengan pemegang program di Puskesmas.
5.
Perubahan waktu pemanfaatan dana BOK. Pada awalnya Dinas Kesehatan Kabupaten meminta Puskesmas membuat RPK/POA mulai dari bulan Juli, kemudian dirubah menjadi bulan Agustus. Hal ini membuat Puskesmas melakukan perencanaan kembali dari POA yang telah dibuat sebelumnya. Kegiatan yang paling banyak direncanakan untuk pelayanan kesehatan
reproduksi di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat adalah pelayanan di Posyandu. Alasan pelayanan Posyandu banyak dipilih oleh Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat adalah dengan Posyandu maka akan banyak sasaran yang dapat dilayani terutama untuk pelayanan kesehatan ibu dan balita, seperti ibu hamil, ibu nifas dan pasangan usia subur. Sweeping/kunjungan rumah direncanakan oleh Puskesmas karena tingginya kasus dropout. Sweeping/kunjungan rumah juga dimanfaatkan Puskesmas untuk pemantauan dan pendataan ibu hamil, ibu nifas, ibu risti dan PUS. Penyuluhan kesehatan ibu dan kemitraan bidan, kader dan dukun dilaksanakan karena masih banyaknya ibu hamil di Kabupaten Bandung Barat yang bersalin di dukun dan banyaknya jumlah dukun di kabupaten tersebut. Kegiatan yang paling sedikit direncanakan oleh Puskesmas Kabupaten Bandung Barat untuk program kesehatan reproduksi adalah P4K atau Program Persiapan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi, hal ini dikarenakan Puskesmas belum banyak memahami tentang program ini. Pada Juknis Pengelolaan BOK Tahun 2010 terdapat pilihan alternatif jenis kegiatan untuk upaya pelayanan kesehatan reproduksi yang dapat dibiayai dari dana BOK. Dari alternatif kegiatan yang ada, kunjungan kelas ibu dan konsultasi tenaga ahli adalah pilihan kegiatan yang tidak masuk ke dalam perencanaan kegiatan upaya kesehatan reproduksi Puskesmas. Kunjungan kelas ibu tidak dipilih oleh Puskesmas karena di Kabupaten Bandung Barat tidak ada kelas ibu. Konsultasi tenaga ahli tidak dipilih karena Puskesmas merasa kegiatan ini lebih bersifat insedentil, jika Puskesmas memasukan kegiatan ini namun tidak dilaksanakan maka akan mempengaruhi realisasi dan pengambilan uang tahap selanjutnya.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
114
7.2.5.2 Pengorganisasian BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat Prosedur kedua sebelum dana BOK dapat dicairkan dan digunakan oleh Puskesmas adalah penyampaian RPK/POA dan permintaan persetujuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, dengan melampirkan slip pengambilan uang dan laporan pemanfaatan dana BOK tahap sebelumnya serta laporan cakupan kegiatan bulanan. Tahap pertama proses persetujuan oleh Dinas Kesehatan adalah verifikasi laporan-laporan yang disampaikan oleh Puskesmas oleh Tim Pengelola BOK Kabupaten Bandung Barat. Verifikasi oleh Tim Pengelola BOK Kabupaten Bandung Barat meliputi: (1) mengecek laporan hasil cakupan kegiatan; (2) mengecek laporan pemanfaatan dana; dan (3) mencocokkan kesesuaian laporan dari Puskesmas dengan RPK/POA. Setelah hasil verifikasi laporan dinilai baik, masing-masing penanggungjawab program di Dinas Kesehatan Kabupaten memeriksa usulan RPK/POA. Tidak semua kegiatan yang diajukan oleh Puskesmas disetujui oleh Dinas Kesehatan Kabupaten. Alasan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat tidak menyetujui rencana penggunaan dana BOK, adalah : 1.
Dobel pembiayaan, untuk kegiatan yang dimaksud sudah ada pembiayaannya dari APBD;
2.
Dana yang diajukan melebihi pagu;
3.
Program tidak sesuai dengan Juknis Penggunaan BOK Tahun 2010;
4.
Unit cost yang digunakan terlalu tinggi atau tidak sesuai standar yang ada;
5.
Perbedaan prioritas kegiatan antara Dinas Kesehatan Kabupaten dengan Puskesmas dan program yang diprioritaskan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten tidak disosialisasikan ke Puskesmas;
6.
Klaim kegiatan yang sudah dilaksanakan sebelumnya;
7.
Tidak menyampaikan laporan penggunaan BOK tahap sebelumnya. Untuk kegiatan upaya kesehatan reproduksi yang direncanakan oleh Puskesmas,
sifatnya tidak ada kegiatan yang tidak disetujui oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat namun Tim verifikasi hanya mengoreksi aritmatik. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, upaya pelayanan kesehatan reproduksi
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
115
merupakan prioritas kegiatan yang dilaksanakan dengan dana BOK. Selain itu juga tidak akan terjadi duplikasi pembiayaan, karena biaya operasional kegiatan promotif dan preventif upaya pelayanan kesehatan reproduksi di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat hanya bersumber dari BOK tidak dari APBD. Kesulitan yang dijumpai Puskesmas dalam permintaan persetujuan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat adalah permintaan persetujuan harus di masingmasing program. Kadang-kadang pada saat pengajuan pejabat di Dinas Kesehatan Kabupaten yang berhak memberi persetujuan tidak ada di tempat sehingga staf Puskesmas harus bolak balik ke Dinas Kesehatan untuk mendapatkan persetujuan. Alasan Dinas Kesehatan Kabupaten mengenai proses permintaan persetujuan harus di masing-masing penanggung jawab program karena penanggung jawab program merupakan orang yang benar-benar mengetahui tentang kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas untuk dilaksanakan dan sumber pembiayaan untuk kegiatan tersebut. Cukup disadari oleh Dinas Kesehatan Kabupaten, bahwa proses ini akan memakan waktu, namun jika dibandingkan dengan hasilnya yaitu memperkecil kesalahan maka prosedur ini tetap dilakukan. Setelah mendapat persetujuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, Puskesmas bisa langsung mencairkan dana BOK di kantor pos setempat. Tidak ada kesulitan yang dijumpai dalam proses ini kecuali jika terjadi off line di kantor pos sehingga uang tidak dapat dicairkan dari rekening.
7.2.5.3 Penggerakan Pelaksanaan BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat Pelaksanaan kegiatan di Puskesmas berpedoman pada prinsip keterpaduan, kewilayahan, efisien dan efektif. Untuk pelayanan kesehatan reproduksi, kegiatankegiatan promotif dan preventif yang dilaksanakan di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat yaitu P4K, pelayanan di Posyandu, sweeping/pemantauan/ kunjungan rumah ibu hamil, ibu nifas, ibu resiko tinggi, droup out dan kantong bersalin, penyuluhan kesehatan ibu, kemitraan bidan, kader dan dukun, serta penyuluhan KB. Semua kegiatan untuk upaya pelayanan kesehatan reproduksi dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang tertuang dalam POA.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
116
Dalam pelaksanaan kegiatan, semua kegiatan yang dibiayai dengan dana BOK menjadi tanggung jawab Kepala Puskesmas. Dalam proses administrasi, Kepala Puskesmas dibantu oleh seorang Bendahara BOK Puskesmas yang ditetapkan dengan surat keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat. Bendahara BOK Puskesmas bertanggung jawab melakukan pembukuan setiap uang masuk dan keluar dari kas dana BOK Puskesmas dilampiri dengan bukti-bukti penggunaannya. Penerima dana kegiatan di Puskesmas bertanggungjawab menyerahkan bukti pemanfaatan dana sesuai ketentuan kepada Bendahara BOK Puskesmas. Bentuk pertanggungjawaban dalam pemanfaatan dan pelaksanaan kegiatan dana BOK di Puskesmas adalah sebagai berikut: 1.
Transport petugas kesehatan ke lapangan, bentuk pertanggungjawabannya berupa: kuitansi/bukti penerimaan transpor/bukti pembelian BBM, surat tugas, SPPD datang dan pergi yang ditandatangani pejabat yang dikunjungi, pernyataan Riil yang ditandatangani oleh petugas yang melakukan perjalanan bila tidak ada dokumen bukti pengeluarannya, laporan dinas.
2.
Belanja penggandaan materi dan pembelian
bahan kontak dibuktikan dengan
kuitansi, faktur/bon toko/pembelian, atau bukti lainnya. 3.
Pertemuan, Rapat, dan Lokakarya Mini, bentuk pertanggungjawabannya berupa: kuitansi pembelian konsumsi, kuitansi penggandaan materi rapat, undangan, daftar hadir peserta dan notulensi rapat/pertemuan. Lokakarya Mini merupakan sarana penggerak pelaksanaan kegiatan di
Puskesmas. Lokakarya Mini adalah suatu forum pertemuan yang diikuti oleh petugas Puskesmas dan jaringannya termasuk Poskesdes, atau pada kondisi tertentu dapat mengundang lintas sektor seperti Kecamatan, Kepala Desa/Kelurahan, PKK, termasuk unsur tokoh masyarakat. Menurut Juknis Penggunaan BOK Tahun 2010 dijelaskan bahwa pada Lokakarya Mini dibahas tentang penyusunan perencanaan bulanan dan akan dilaksanakan pada bulan tersebut dan laporan hasil kegiatan periode satu bulan. Terdapat perbedaan persepsi antara Pusat dengan Daerah dalam konsep waktu dan konten dalam pelaksanaan Lokakarya Mini.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
117
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten dan Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat konsep Lokakarya Mini di dalam Juknis merupakan Lokakarya Bulanan yang rutin dilaksanakan Puskesmas setiap bulan. Sedangkan Lokakarya Mini dilaksanakan Puskesmas setiap triwulan dan hal yang dibicarakan dalam Lokakarya Mini adalah rencana kegiatan dan hasil kegiatan yang melibatkan masyarakat, permasalahan yang ada di masyarakat, koordinasi dan sosialisasi program. Dalam proses pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan dana BOK secara umum dijumpai beberapa kesulitan yaitu : 1.
Dana BOK yang diperuntukan untuk penggunaan satu tahun karena sampai ke Puskesmas terlambat maka pelaksanaan kegiatan jadi dipadatkan dari 1 tahun menjadi 5 bulan.
2.
Kewajiban Puskesmas untuk menghabiskan dana BOK yang didapat dalam waktu 5 bulan, karena indikator output keberhasilan BOK adalah persentase penyerapan dana BOK di Puskesmas (100%).
3.
Dalam pelaksanaan kegiatan kadangkala sasaran yang hadir sedikit, dimana sasaran yang datang berbeda dari sasaran kegiatan. Hal ini dikarenakan kurangnya koordinasi Puskesmas dengan masyarakat setempat sehingga informasi tidak tersampaikan dengan maksimal.
4.
Proses pertanggungjawaban cukup rumit.
5.
Ketepatan waktu dalam pertanggungjawaban kegiatan yang telah dilaksanakan karena berhubungan dengan pencairan uang pada tahap selanjutnya.
7.2.5.4 Monitoring BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat Kegiatan untuk upaya pelayanan kesehatan reproduksi telah dilaksanakan Puskesmas sesuai dengan rencana yang dibuat dan persetujuan Dinas Kesehatan Kabupaten dengan realisasi 100%. Untuk kegiatan lain yang telah direncanakan dan mendapat persetujuan Dinas Kesehatan Kabupaten ada beberapa yang tidak dilaksanakan lebih karena alasan waktu yang terbatas. Berikut gambaran akhir per jenis belanja penggunaan dana BOK untuk kegiatan reproduksi.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
118
Tabel 7.2 Anggaran BOK untuk Pelayanan Kesehatan Reproduksi menurut Komponen Jenis Belanja Tahun 2010 No
Kegiatan Upaya Kesehatan Reproduksi
1 2 3 4 5 6
P4K Pelayanan di Posyandu Sweeping/Pemantauan/Kunjungan Rumah Penyuluhan Kesehatan Ibu Kemitraan Bidan Kader Penyuluhan KB Total
Transport (Rp) 14,470,000 110,401,300 55,104,000 1,300,000 14,945,000 14,890,000 211,110,300
Konsumsi Penggandaan ATK (Rp) (Rp) (Rp) 1,705,000 186,000 100,000 2,535,000 90,000 250,000 150,000 4,350,000 1,500 213,500 11,207,500 214,000 820,000 11,200,000 1,215,600 520,000 30,997,500 1,867,100 1,893,500
Media (Rp)
Total (Rp)
400,000 400,000 120,000 920,000
16,461,000 113,426,300 55,504,000 5,865,000 27,586,500 27,945,600 246,788,400
Sumber : diolah dari laporan keuangan BOK tahun 2010 Dinas Kesahatan Kab. Bandung Barat
Selain itu ada dana yang tidak dicairkan oleh Puskesmas karena memang tidak direncanakan ataupun dikarenakan tidak ada persetujuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten. Penyebab utama dikarenakan karena keterbatasan waktu pelaksanaan dan keterbatasan SDM di Puskesmas. Sisa dana BOK yang tidak terserap dan dana BOK yang tidak dicairkan, semua telah dikembalikan ke kas negara oleh Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat. Tabel 7.3 Gambaran Realisasi Dana BOK di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 No 1 2 3 4 5
Uraian
Alokasi (Rp) Persentase Pagu Dana BOK 1,132,000,000 Rencana Penggunaan Dana BOK oleh Puskesmas 955,908,400 84.44% Persetujuan Pencairan Dana BOK oleh Dinkes Kab 907,748,050 80.19% Realisasi dana BOK 903,859,550 79.85% Sisa Dana BOK 228,140,450 20.15%
Keterangan
terhadap pagu dana BOK
Sumber : diolah dari laporan keuangan BOK tahun 2010 Dinas Kesahatan Kab. Bandung Barat
Semua kegiatan yang dilaksanakan dan dibiayai dari dana BOK harus dicatat. Pencatatan hasil kegiatan harian yang dilaksanakan oleh Puskesmas dan jaringannya untuk pelayanan kesehatan reproduksi dilakukan dengan menggunakan buku kohort ibu. Sedangkan pencatatan pemanfaatan dana BOK dibuat dalam buku keuangan tersendiri, dilengkapi dengan bukti pengeluaran dan tanda terima dana oleh petugas yang melaksanakan kegiatan.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
119
Semua Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat mengirimkan Laporan Tahunan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat. Namun untuk laporan bulanan ada masing-masing 2 (dua) Puskesmas yang tidak mengirimkan laporan bulanan di tahap 3 dan tahap 4. Hal ini dikarenakan Puskesmas tersebut tidak akan mencairkan dana di tahap selanjutnya dikarenakan masih terdapat sisa dana yang dapat digunakan untuk pelaksanaan kegiatan di tahap selanjutnya. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat realisasi penyerapan dana BOK hanya mampu menyerap anggaran sekitar 80% dari pagu BOK yang diterima atau masih ada sisa dana BOK, disebabkan karena : 1.
Keterlambatan turunnya dana BOK yaitu bulan Agustus sehingga waktu pelaksanaan menjadi sempit.
2.
Beberapa Puskesmas letaknya agak susah dijangkau sehingga koordinasi dan pembinaan terhambat.
3.
Beberapa Puskesmas kekurangan SDM.
4.
Pemahaman yang kurang terhadap Juknis Penggunaan BOK Tahun 2010
7.2.6 Kebijakan Daerah Kebijakan daerah tentang peningkatan pelayanan di Puskesmas masih terfokus pada penempatan tenaga di Puskesmas dan di desa-desa. Tenaga yang menjadi prioritas adalah tenaga bidan. Terkait dengan minimnya dukungan dari APBD Tingat II, agar dapat dimaklumi mengingat Kabupaten Bandung Barat merupakan Kabupaten pemekaran dengan Pendapatan Asli daerah yang relatif kecil. Untuk pengembangan kabupaten baru, kebijakan Bupati lah selaku kepala daerah yang mengatur sektor mana yang harus memerlukan anggaran yang lebih besar.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
120
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan Dari hasil pembahasan penelitian yang terkait dengan gambaran realisasi anggaran Bantuan Operasioal Kesehatan (BOK) untuk pelayanan kesehatan reproduksi di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat tahun 2010. Pada tahun 2010, Kabupaten Bandung Barat mendapatkan alokasi BOK sebesar Rp 1.132.000.000,- yang terdistribusi di 31 Puskesmas. Sampai bulan Desember 2010, anggaran yang terserap sebesar Rp. 903.859.550,- atau sekitar 80% dari Pagu BOK tahun 2010. Apabila anggaran pelayanan kesehatan reproduksi merupakan bagian dari anggaran total BOK yang diterima oleh Puskesmas, maka gambaran realisasi secara umum dari pagu total dapat menunjukan gambaran dari realisasi untuk pelayanan kesehatan reproduksi. Mengingat untuk anggaran kesehatan reproduksi hamper ¼ dari program lainnya seperti gizi, imunisasi dan termasuk manajemen BOK di Puskesmas sendiri. Besaran alokasi BOK untuk pelayanan kesehatan reproduksi pada tahun 2010 sekitar 22% dari total pagu BOK di Kabupaten Bandung Barat atau sebesar Rp. 246.789.000,-. Dari besaran anggaran untuk kesehatan reproduksi yang bersumber dari dana BOK tahun 2010, paling banyak dipergunakan untuk peningkatan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dan pelayanan KB. Sedangkan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya seperti Kesehatan Reproduksi Remaja, Penanganan IMS dan Pelayanan lansia belum cukup terdanai dari anggaran BOK tahun 2010. Namun demikian, hal ini telah sesuai dengan upaya untuk mencapai target MDGs terkait dengan sasaran penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi dan Dinas Kesehatan dan Puskesmas telah menentukan program prioritas untuk penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi merupakan langkah awal yang harus dicapai di tahun 2010. Adapun dari masing-masing variabel penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
120
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
121
8.1.1 Jenis Puskesmas Berdasarkan jenis Puskesmas dapat disimpulkan yaitu: 1. Jumlah Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat sebnayak 31 Puskesmas dan masing-masing kecamatan minimal sudah terdapat 1 Puskesmas. Dari ke-31 Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat dapat dikelompokan menjadi 26 Puskesmas tanpa Tempat Perawatan dan 5 Puskesmas dengan Tempat Perawatan. Sedangkan untuk Puskesmas mampu PONED sebanyak 2 Puskesmas dan 29 Puskesmas Non PONED. Selain itu terdapat pengelompokan Puskesmas Perbukitan/Pegunungan sebanyak 17 Puskesmas dan perkotaan sebanyak 14 Puskesmas. 2. Puskesmas mampu PONED dan Non PONED memiliki Tupoksi yang sama namun bagi Puskesmas mampu PONED memiliki tambahan tanggung jawab untuk menerima pelayanan kedarutan dasar. 3. Penyerapan anggarana BOK secara umum termasuk pelayanan kesehatan reproduksi tidak terkait dengan jenis Puskesmas dan secara hipotesa pun tidak terdapat hubungan yang siginifikan antara jenis Puskesmas dengan realisasi anggaran BOK, namun demikian ketersediaan Puskesmas merupakan ujung tombak dari pelayanan kesehatan di masyarakat. Hal ini dikaitkan dengan konsep dasar bahwa BOK ini adalah biaya operasional untuk menjangkau pelayanan di luar Puskesmas.
8.1.2 Tenaga di Puskesmas Berdasarkan Tenaga di Puskesmas disimpulkan yaitu: 1.
Jumlah tenaga di Puskesmas tahun 2010 sebanyak 718 orang dengan perincian 69 orang tenaga medis (dokter umum dan dokter gigi), 506 tenaga perawat dan bidan, 16 orang tenaga kefarmasian, 15 orang tenaga kesehatan masyarakat, 26 orang tenaga sanitasi, 18 orang tenaga gizi, 13 orang keteknisian medik dan 55 orang merupakan tenaga non kesehatan.
2.
Untuk pelayanan kesehatan reproduksi, petugas yang banyak berperan adalah tenaga bidan dan perawat. Semua desa di Kabupaten Bandung Barat sudah terdapat Bidan Desa.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
122
3.
Rasio bidan dan perawat masih belum memenuhi standar yaitu tenaga bidan sebesar 100 per 100.000 penduduk, sedangkan tenaga perawat 117.5 per 100,000 penduduk. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Bandung Barat, jumlah bidan dan perawat yang sesuai standar adalah sekitar 1.150 bidan dan 850 perawat.
4.
Jumlah Bidan dan Perawat yang berada di Puskesmas dan jaringannya memiliki pengaruh yang cukup besar dalam meningkatkan realisasi anggaran BOK. walaupun secara hitungan statististik belum menujukan hubungan yang relevan namun ketersediaan tenaga merupakan dasar dari pelayanan di masyarakat.
8.1.3 Sarana dan Prasarana di Puskesmas Berdasarkan sarana dan prasarana di Puskesmas disimpulkan yaitu: 1. Jumlah sarana dan prasarana di Kabupaten Bandung Barat terdiri dari jumlah Pustu sebanyak 45 Unit, Pusling Roda-4 ada 9 Unit dan Pusling Roda-2 ada 72 Unit. Selain itu terdapat sarana UKBM lainnya yaitu jumlah Posyandu ada 1955 dan polindes 60. 2. Kegiatan yang paling banyak dipertanggungjawabkan untuk anggaran BOK adalah pelayanan di Posyandu. Melalui kegiatan Posyandu baik Petugas maupun kader Posyandu dapat diberikan transport sebagai ganti biaya perjalanannya. 3. Walaupun secara hipotesa pun tidak terdapat hubungan yang siginifikan antara Jumlah UKBM dengan realisasi anggaran BOK, namun sarana tersebut merupakan media yang tepat dari partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam upaya kesehatan di wilayahnya, 4. Dari hasil wawancara bahwa dengan adanya BOK kegiatan pelayanan di Posyandu semakin meningkat dan penanggung jawab kegiatan Posyandu adalah bidan desa.
8.1.4 Manajemen Internal di Puskesmas Berdasarkan Manajamen Internal di Puskesmas disimpulkan yaitu: 1. Pada tahap perencanaan pengelolaan anggaran BOK, semua Puskesmas melakukan lokakarya mini baik bulanan atau triwulanan dan Puskesmas
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
123
membuat RPK/POA dari hasil forum lokakarya mini. Penyusunan RPK/POA dilakukan mulai bulan Agustus. 2. Pada tahap pengorganisasian, dinas kesehatan melakukan verifikasi terhadap POA yang diusulkan dari masing-masing Puskemas dan proses verifikasi yang dilakukan oleh tim dari Dinas Kesehatan dengan mengacu pada Juknis BOK. 3.
Pada tahap penggerakan, untuk pelayanan kesehatan reproduksi kegiatankegiatan yang bersifat promotif dan preventif yang dilaksanakan di Puskesmas Kabupaten
Bandung
Barat
yaitu
P4K,
pelayanan
di
Posyandu,
sweeping/pemantauan/ kunjungan rumah ibu hamil, ibu nifas, ibu resiko tinggi, droup out dan kantong bersalin, penyuluhan kesehatan ibu, kemitraan bidan, kader dan dukun, serta penyuluhan KB. Penggerakan lainnya yaitu pelaksanaan lokakarya mini merupakan sarana penggerak pelaksanaan kegiatan di Puskesmas. Lokakarya mini adalah suatu forum pertemuan yang diikuti oleh petugas Puskesmas dan jaringannya termasuk Poskesdes dan dapat mengundang lintas sektor seperti Kecamatan, Kepala Desa/Kelurahan, PKK, termasuk unsur tokoh masyarakat. 4. Pada
tahap
monitoring,
upaya
pelayanan
kesehatan
reproduksi
telah
dilaksanakan Puskesmas yang sesuai dengan rencana yang dibuat dan telah disetujui Dinas Kesehatan Kabupaten dapat dengan realisasi 100%. sedangkan Untuk kegiatan lain yang telah direncanakan dan telah mendapat persetujuan Dinas Kesehatan Kabupaten ada yang tidak dapat dilaksanakan lebih karena alasan waktu yang terbatas. Pencatatan pemanfaatan dana BOK dibuat dalam buku keuangan tersendiri, dilengkapi dengan bukti pengeluaran dan tanda terima dana oleh petugas yang melaksanakan kegiatan. Semua Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat sudah mengirimkan Laporan Tahunan ke Dinas Kesehatan Kabupaten.
8.1.5 Sumber dana/anggaran di Puskesmas Berdasarkan sumber dana/anggara di Puskesmas dapat disimpulkan yaitu: 1. Jumlah anggaran untuk operasional Puskesmas yang bersumber dari Pusat (APBN) 4 kali lebih besar dari pada yang disediakan oleh APBD Tk II.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
124
2. Anggaran yang berasal dari APBD Tk II dipergunakan untuk kegiatan rutin Puskesmas meliputi pembayaran listrik, telepon dan air, serta untuk pemeliharaan gedung dan alat medis/non medis. 3. Kegiatan BOK tidak dapat membiayai semua kegiatan operasional dilapangan karena BOK ini sifatnya terbatas dan mengacu pada Petunjuk Teknis pengelolaan anggaran BOK tahun 2010. 4. Besaran pagu BOK mempengaruhi tingkat realisasi dari Puskesmas dan hal ini sesuai dengan hipotesa uji statistik
8.1.6 Kebijakan daerah terkait dengan peningkatan kapasitas Puskesmas Berdasarkan kebijakan daerah yang terkait dengan peningkatan kapasitas Puskesmas dapat disimpulkan yaitu: 1. Dinas Kesehatan Kabupten Bandung Barat belum mengeluarkan Perauran Daerah terkait dengan peningkatan kapasitas/pengembangan Puskesmas. 2. Saat ini, kebijakan yang dilakukan terletak pada peningkatan kapasitas tenaga bidan terutama bidan desa di wilayah Kabupaten Bandung Barat.
8.2 Saran 8.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Adapun saran bagi Dinas Kesehatan selaku penanggungjawab Program BOK di kabupaten Bandung Barat yaitu: 1.
Melakukan pendampingan program bagi Puskesmas dalam penyusunan POA dan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari anggaran BOK karena beberapa Puskesmas letaknya susah dijangkau dan kurang mendapatkan informasi yang cukup terkait dengan pengelolaan BOK.
2.
Menyelenggarakan
pelatihan atau peningkatan kapasitas bagi Petugas
Puskesmas tetap ditingkatkan. 3.
Perbedaan prioritas kegiatan antara Dinas Kesehatan Kabupaten dengan Puskesmas, program yang diprioritaskan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten tidak disosialisasikan ke Puskesmas.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
125
4.
Perlunya mensosialisasikan Juknis Penggunaan BOK bagi Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat.
5.
Pemenuhan SDM yang lebih memadai dengan perhitungan luas wilayah dan jumlah penduduk.
6.
Adanya jadwal khusus petugas verifikasi BOK di Dinas Kesehatan, sehingga apabila petugas Puskesmas tidak kesulitan apabila mau memverifikasi terhambat karena alasan susah bertemu sama orang dinas.
7.
Untuk tahun 2011 pemegang anggaran ada di Dinas Kesehatan dan mekanisme pencairan dana mengalami perubahan, sehingga tim dari Dinas Kesehatan lebih esktra
terutama
dalam
pertanggungjawabab
keuangannya
mengingat
pertanggungjawaban kegiatan BOK tahun 2010 terdapat perbedaan dengan pengelolaan anggaranya di tahun 2011. 8.
Untuk program lainnya yang semula disediakan dari Dinas Kesehatan tetap tidak dikurangi dan kalau perlu ditingkatkan.
8.1.2 Bagi Puskesmas 1. Dalam
penyusunan
POA,
masing-masing
Puskesmas
sekiranya
dapat
menentukan program prioritas sehingga tidak terjadi dobel pembiayaan, untuk kegiatan yang dimaksud sudah ada pembiayaannya dari APBD. 2. Penyusunan POA tetap dijalankan dalam bentuk lokakarya mini sehingga, pertemuan tersebut dapat dijadikan bahan evaluasi dan merencakan kegiatan yang akan datang. 3. Petugas Puskesmas harus lebih kritis dalam pemahan juknis BOK sehingga apabila ada kesulitan dalam penapsiran juknis dapat segera berkonsutasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten. 4. Petugas pengelola BOK di Puskesmas harus lebih gesit lagi mengingat pertanggungjawaban kegiatan BOK tahun 2010 terdapat perubahan dengan pengelolaan di tahun 2011.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
126
8.1.3 Bagi Biro Perencanaan dan Anggaran Kebijakan pemunculan program BOK, berawal dari Biro Perencanaan dan Anggaran. adapun saran dalam pengelolaan Bok di Puskesmas yaitu: 1. Pengelolaan BOK di Kabupaten/Kota perlu melibatkan peran provinsi sehingga dapat membantu dalam pendampingan program di kabupaten yang mengalami kesulitan dalam pengelolaan anggara BOK. 2. Penerbitan DIPA kiranya dapat terbit tepat waktu sesuai rencana yang dijadwalkan, sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam merealisasikan dana BOK.
8.1.4 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Dalam penurunan Angka Kematian Ibu, pemerintah telah meodifikasi kegiatan melalui program inovatif yaitu BOK dan Jampersal. Berkenaan hal tersebut dari unsur praktisi terus mengkaji kelayakan atas program tersebut mengingat program merupakan bagian dari program prioritas national dan merupakan bagian Program yang Pro-Rakyat.
8.1.5 Bagi Penelitian selanjutnya Perlu penelitian lebih lanjut tentang BOK ini, mengingat penelitian ini hanya terbatas pada gambaran realisasi anggaran. Disamping itu perlu menambah variabel penelitian, tidak hanya sampai dengan variabel output tetapi perlu pula diteliti variabel outcome, impact, dan feedback.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Hasnah. (2007). Gambaran Alokasi dan Realisasi Anggaran Belanja Utilisasi Pelayanan RSUD Kab. Serang Tahun 2004-2006. Skripsi Mahasiswa FKM-UI Agustino, L. (2006). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. CV. Alfabeta. Bandung. Azwar, A. (2002). Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi 4. Binarupa Aksara. Jakarta. Bungin, B.H.M (2007). Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial. Kencana Prenama Media Group. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Arrime, Pedoman Manajemen Puskesmas. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Pelayanan Kesehatan Reproduksi pada Situasi Bencana. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/Menkes/SK/II/2004, tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Materi Ajar Penurunan Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 741/Menkes/PER/VII/2008, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Buku Pedoman Pemanatauan Wilayah Setempat. Jakarta.
Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan Bappenas. (2009). Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Rapat Koordinasi. Jakarta. Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat. (2010). Profil Kesehatan Kabupaten Bandung Barat. Bandung Barat. Gani, A. (2001). Konsep dan Klasifikasi Biaya . PKEE FKM UI. Depok. Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
Gani, A. (2006). Reformasi Pembiayaan Kesehatan Kabupaten/Kota dalam Sistem Desentralisasi. Makalah Pertemuan Nasional Desentralisasi Kesehatan. Bandung. Horngren, C.T, Datar, S.M, Foster, G. (2203). Cost Accounting : Managerial Empasis. Pearson Education International. New Jersey. Ilyas, Y. (2003). Mengenal Asuransi Kesehatan. PKEE FKM UI. Depok. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Petunjuk Teknis Penggunaan Bantuan Operasional Kesehatan. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jakarta Muninja, G.A.A. (2004). Manajemen Kesehatan. Edisi 2. Jakarta. Nawawi, H. (1994). Ilmu administrasi. Ghalia Indonesia. Jakarta Sedyaningsih, E.R. (2011). Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Kesehatan Dalam Rangka Penurunan Angka Kematian Ibu. Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana. Jakarta. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Edisi 12. Jakarta. Yussianto, A. (2011). Jaminan Persalinan, Upaya Terobosan Kementerian Kesehatan dalam Percepatan Pencapaian Target MDGs. www.kesehatanibu.depkes.go.id. Sistiarani, Colti. (2008). Faktor Maternal dan Kualitas Pelayanan Antenatal Yang Berisiko Terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah. Semarang: Tesis Seminar Hasil Penelitian.
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
Lampiran 1.1
PEDOMAN TELAAH DOKUMEN Judul Penelitian
: Gambaran
Realisasi
Anggaran
BOK
di
Puskesmas
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 Peneliti
:
Endi Rohendi
INFORMASI
ADA
TIDAK
Tenaga Pembiayaan/Anggaran - BOK - Sumber lain
Puskesmas
Sasaran dan Cakupan
Perencanaan
POA BOK - Upaya kesehatan - Manajemen - Penunjang
Pengorganisasian
POA BOK yang disetujui Dinkes Kab - Kegiatan yang disetujui - Kegiatan yang tidak disetujui
Penggerakan Pelaksanaan
Monitoring
Hasil pelaksanaan kegiatan operasional promotif dan preventif untuk kesehatan reproduksi bersumber BOK - Kegiatan yang dilaksanakan - Kegiatan yang tidak dilaksanakan Hasil kegiatan BOK - Pelaksanaan kegiatan dibandingkan rencana - Realisasi anggaran - Sisa anggaran - Laporan bulanan dan tahunan
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
Lampiran 1.2
PEDOMAN CHECKLIST Judul Penelitian
: Gambaran
Realisasi
Anggaran
BOK
di
Puskesmas
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 Peneliti
:
Endi Rohendi
NO.
FAKTOR
ADA
TIDAK ADA
1. Sumber Daya: a. Tenaga Kesehatan b. Sarana dan Prasarana c. Dana
- APBN - APBD Provinsi - APBD Kabupaten/Kota - BLN - Sumber lain 2. Sumber Data: a. Profil Kesehatan Kabupaten Tahun 2010 b. Laporan Program 2010 c. Rencana Pengeluaran Keuangan BOK Tahun 2010 d. Laporan Bulanan dan Tahunan BOK Tahun 2010
3. Pedoman dan Kebijakan: a. SK Menkes No. 1810/MENKES/SK/XII/2010 Tgl 17 Desember 2010 tentang Alokasi Anggaran Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan di Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2011 Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
NO.
FAKTOR
ADA
TIDAK ADA
b. SK Menkes No. 494/Menkes/SK/IV/2010 Tgl 22 April 2010 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan c. Standar Biaya Umum di Kabupaten Tahun 2010 d. SK Kepala Dinas Kesehatan tentang Puskesmas Penerima BOK e. SK Kepala Dinas Kesehatan dan SK Kepala Puskesmas tentang Tim Pengelola BOK f. Kebijakan Perencanaan dan Pengelolaan BOK di Kabupaten dan Puskesmas
Universitas Indonesia
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
Lampiran 1.3
MATRIK HASIL WAWANCARA MENDALAM DI KEMENTERIAN KESEHATAN, DINAS KESEHATAN DAN PUSKESMAS DI KABUPATEN BANDUNG BARAT A. Variabel 1 (Jenis Puskesmas) No Informan 1. Staf Seksi Penyusunan Program Dinkes Kab. Bandung Barat
Hasil wawancara “Kondisi Puskesmas disini sudah dibangun, cuman dari pengalaman belum memperhatikan termasuk jumlah penduduk dan luas wilayah termasuk aspirasi dari masyarakat…….nggak tau sejarahnya dulu dibangun mungkin harus tanya sama Kabupaten Induk” “Kondisi Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat masih layak sekitar 99% ditempati dan untuk memberikan layanan, tapi……..kalau bagus dan baru sih di Bandung Barat cuma 1 (satu) yaitu parongpong. Kalaupun belum layak paling 1 % dan ada yang jelek dan rencananya sekarang dalam tahap dibangun misalnya Puskesmas Cirata” “Kalau ke daerah yang jauh angkutan umum paling sampai magrib jadi kalau malam susah….jadi ojeg”
2.
Kepala Seksi Pemberdayaan Aparatur SDMK Dinkes Kab. Bandung Barat
“Puskesmas di Bandung Bandung Barat dikelompokan menjadi Puskemas Dengan Tempat Perawatan dan Puskesmas Tanpa Tempat Perawatan” “Kalau disini puskesmas perawatan ada yang digolongkan puskesmas pewatan terpencil, kepulauan dan strategis” “Yang sudah ada Puskesmas perawatan sudah ada 5 yaitu Puskesmas jayagiri, rajamandala, cililin dan Gununghalu” “Kalau kita mengacu pada permenkes no. 81 tahun 2004, jumlahnya 12”
3
Kepala Puskesmas Padalarang
“Kalau bilang layak ya kurang layak karena bangunan puskesmas ini dibangun tahun inpres I tahun 1976 sekitar 25 tahun, karena bangunan sudah jauh ketinggalan bukan hanya segi estikaka saja dan pemanfatan kamar ruangan sudah tidak memadai dari pelaksana “Kalau diwilayah Puskesmas (Padalarang) bisa dijangkau dan sekitar 80% bisa dijangkau oleh
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
No
Informan
Hasil wawancara mobil/angkot”
4.
Kepala Puskesmas Batujajar
“Ya……harus gimana ini khan Puskesmas ini sudah ada jadi kita manfaatkan saja……kalau layak sich sudah nggak layak karena ruangan disini udah nggak memadai lagi…..tapi masih bisa dimanfaatkan”
B. Variabel 2 (Ketenagaan) No Informan 1. Kepala Seksi Pemberdayaan Aparatur SDMK Dinkes Kab. Bandung Barat
Hasil wawancara “Kalau Puskesmas Batujajar sudah sesuai tenaga nya dengan satu kota dan orang pada mau kesana jadi ya memang udah cukup” “Kalau di Bandung Barat ini, bidan desa sudah penuh semua dan apabila yang jauh-jauh dipenuhi oleh bidan PTT……yang diprioritaskan adalah bidan desa sesuai dengan program Menkes bahwa bidan desa harus ada di desa” “Kalau untuk tenaga medis saya sering lihat dulu, apabila yang berobatnya sedikit, saya akan dialihkan ke Puskesmas yang srategis seperti Puskesmas Cimareme karena ada 3 (tiga) Puskesmas yang diprioritaskan yaitu Puskemas Cimareme, Padalarang dan Batujajar “Belum ada penjabaran dari Permenkes 81 oleh Peraturan Dinas Kesehatan terkait dengan penempatan: “Kalau Program untuk peningkatan kapasitas pada petugas di Puskesmas ada dilakukan dan baru aza kemaren untuk pelatihan promosi kesehatan ada 5 orang”
2.
3
Staf Seksi Penyusunan Program Dinkes Kab. Bandung Barat
Kepala Puskesmas
“Karena kemampuan…. kami belum mampu mengangkat bidan PTT sehingga PTT dari pusat dan provinsi” “Ada seksinya yaitu seksi pendayagunaan aparatur yang mengatur penempaan tenaga kesehatan di Puskesmas……. Wah, saya belum tahu mesti sama orang kepegawaian dech” “Pada dasarnya disini pada kurang secara kasat mata emang kurang” “Kalau yang melakukan penempatan tenaga ya di Dinas Kesehatan“
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
No
4.
Informan Padalarang
Pengelola Program KIA Puskemas Padalarang
Hasil wawancara “Kalau tenaga sih sudah kelebihan karena bidan 12 Bidan dan perawat 7 orang apalagi ditambah dengan bidan desa” “Ya itu……kalau yang latih itu dipenuhi oleh dinas kesehatan” Untuk kegiatan dilapangan kita di bantu sama bidan desa…..dan semua desa di udah ada bidanya kok” “Kita disini untuk pelatihan …..ada yang pernah mengikuti dan biasanya dinas yang menyelenggarakan pelatihannya, apalagi sekarang kalau bidan ada ujian sertifikasi”
5.
Kepala Puskesmas Batujajar
“Kalau yang melakukan penempatan melalui dinas kesehatan……..terkait ketenagaan di Puskesmas masih cukup……dan semua desa di wilayah Puskesmas sudah ada bidan desanya”
6.
Pengelola Program KIA Puskemas Batujajar Pengelola Program KIA Puskemas Parongpong
“di Desa udah ada bidannya dan kegiatan pelayanan di kebidadan sudah dilakukan oleh para bidan“
7.
“Kalau yang melakukan penempatan tenaga bidan desa yang dinas yang ngaturnya“
C. Variabel 3 (Dana Operasional Puskesmas) No Informan 1. Staf Seksi Penyusunan Program Dinkes Kab. Bandung Barat
Hasil wawancara “untuk operasional puskesmas bersumber dari APBD kabupaten….namun kecil banget dari APBD……saya berani katakana kecil dan tidak manusiawi” “Kalau BOK sekitar 18 juta sampai 100 juta per Puskesmas, kalau dari APBD paling sekitar 3 jutaan……maklum aza PAD kita kecil sekali” “APBD Kabupaten digunakan untuk rutin Puskesmas seperti bayar listrik, air PAM …..dan kalau untuk kegiatan biasa ada dari anggaran yang ada di dinas kesehatan” “Kalau keluhan mah tetep aza karena puskesmas di
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
No
Informan
Hasil wawancara kunci oleh juknis mislanya An. Kaca Puskemsas pecah” “BOK ini khan untuk menambah eh…..jutru malah jadi sebaliknya”
anggaran
2.
Pengelola BOK dinas Kesehatan
“BOK ini adalah bantuan tapi yang justru membuat saya heran masing-masing program yang dulu ada untuk Puskesmas sekarang dikurangin dan bilangnya sudah ada BOK ini’
3.
Kepala Puskesmas Padalarang
“Untuk operasional program biasa dari dinas atau dari pusat dan Puskesmas belum bisa sawadaya”
4.
Pengelola Program KIA Puskemas Padalarang
5.
Kepala Puskesmas Batujajar
6.
Pengelola Program KIA Puskemas Batujajar
12. Pengelola Program KIA Puskemas Parongpong
“Dengan ada BOK merasa terbantu, akan rate naik dan sekarang sampai cakupan pun naik” “BOK ini jelas meningkatkan kerja puskesmas dan sekarang memberikan eksistensi bagi Puskesmas” “Kalau untuk operasional ke lapangan kita dulu pergunakan dana jamkesmas…..khan boleh pakai dana jemkesmas tapi jumlahnya terbatas” “Ya…jelas kegiatan pelayanan KIA semakin meningkat……walaupun kegiatan itu memang rutin dilakuin” “Operasional Puskesmas dari APBD tapi kecil sekali…..dan setelah adanya BOK kita bisa ada buat program Puskesmas….BOK jelas membantu fungsi Puskesmas terutama untuk kegiatan di luar Puskesmas” “Kalau di batujajar untuk operasional ke lapangan kita dulu pergunakan dana jamkesmas dasar” “Ya…jelas kegiatan pelayanan KIA semakin meningkat……walaupun kegiatan itu memang rutin dilakuin dan yang menjadi semangat jutru kader” “Kalau diparongpong….kegiatan kelapangan walaupun nggak ada BOK tetap dilakukan….tapi syukurlah ada BOK jadi semakin terbantu”
D. Variebel 4 (Sarana dan Prasarana Puskesmas) No Informan 3. Staf Seksi Penyusunan Program Dinkes Kab. Bandung
Hasil wawancara “dari 31 Puskesmas Cuma 13 paksmasyang ada mobil Pusling” “Jumlah Posyandu di Bandung Barat yang aktif ada
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
No
Informan Barat
Hasil wawancara 1900 an, tapi kalau yang purnama sich perlu minta info lain ke penanggung jawab Puskesmas”
5
Kepala Puskesmas Padalarang
“ Puskesmas Padalarang dulunya ada Pusling Roda-4, dan diambil oleh dinas untuk operasional dan rencana tahun 2011 akan dapat dari Dinas” “Kalau roda -2 dan apabila yang lainnya punya masing-masing Cuma kendala kalau emergensi kita ada kendala dengan roda-4……Kalau pustu di padalarang ada 2 dan layak” “Program Posyandu lebih giat lagi dilaksanakan pelayananannya……kalau Polindes di Padalarang belum ada”
6.
8.
9.
Pengelola Program KIA Puskemas Padalarang Kepala Puskesmas Batujajar Pengelola Program KIA Puskemas Batujajar
12. Pengelola Program KIA Puskemas Parongpong
“ Kalau menuju lapangan nggak sulit, karena petugas di Puskesmas sudah memiliki kendaraan masingmasing-masing.
“ Kalau kegiatan di Posyandu, biasanya penangungjawab kegiatannya dari Bidan Desa, nanti ada petugas Puskesmas yang datang membantu pelayanan di posyandu tersebut” “Setelah ada BOK ini pelayanan di Posyandu semakin meningkat, apalagi sekarang mah kader juga khan dapat honor jadi tambah lebih semangat” “Kalau di tiap wilayah kerja Puskesmas, semuanya Posyandu sudah ada apalagi setelah ada BOK ini program Posyandu lebih giat lagi dilaksanakan”
E. Variable 5 (Manajemen Tingkat Puskesmas) No Informan 1. Staf Seksi Penyusunan Program Dinkes Kab. Bandung Barat 2. Kepala Puskesmas Padalarang
Hasil wawancara “Ya, kita nggak dilibatkan dalam pendampingan penyusunan program Puskesmas karena sudah ada di Subdin Yankes semuanya” “Lokarya mini dilakukan dan udah jalan dan orang dinas diundang sebagai moitoring atau konsultasi jadi nggak usah ke dinas
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
No Informan 3. Pengelola Program KIA Puskemas Padalarang
4.
Kepala Puskesmas Batujajar
Hasil wawancara “setiap pemegang program mengajukan kebutuhan dana untuk melaksanakan program……tapi akhirnya menyesuiakan dengan dana yang ada” “Kalau lokakarya mini dilakukan setiap bulanan dan triwulanan dan biasanya kami melibatkan orang dinas kesehatan kabupaten biar nanti kalau ada pertanyaan gampang untuk mengklarifikasi” “Ya, setiap pemegang program mengajukan kebutuhan dana untuk melaksanakan program dan nanti saya yang akan verifikasi untuk mengatur semua kebutuhan program terpenuhi” Kita melalukan lokakarya sebagain syarat dari bantuan ini
mini, kerena itu khan
“Terus terang dana yang ada sangat tebatas sehingga kami tetap merasa kesulitan untuk mengatur keuangan BOK” 5.
Pengelola Program KIA Puskemas Batujajar
“ Terus terang dana yang ada sangat tebatas sehingga tetap merasa kesulitan untuk mengatur keuangan BOK “Kita mngusulkan kegiatan ke dinas Kesehatan, dan kami sering Kesulitan bertemu sama staf dinas yang memverifikasi usulan walaupun jarak kami dekat gimana dengan puskesmas yang jauh “Kalau lokakarya mini dilakukan setiap triwulan dan melibatkan orang dinas kesehatan kabupaten
6.
Pengelola Program KIA Puskemas Parongpong
“Lokakarya mini dilakukan dan dengan dana yang ada sangat tebatas mengatur keuangan BOK dengan kegiatan prioritas program KIA”
F. Variable 6 (Kebijakan) No Informan 1. Staf Seksi Penyusunan Program Dinkes Kab. Bandung Barat 2. Kepala Seksi Pemberdayaan
Hasil wawancara “Kita masih kabupaten baru, jadi belum ada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan melalui Perda terkait dengan peningkatan kapasitas Puskesmas” Untuk saat ini kami masih berupaya untuk memenuhi jumlah tenaga dalam hal ini adalah jumlah
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
No
Informan Aparatur SDMK Dinkes Kab. Bandung Barat
Hasil wawancara bidan di desa dan pemenuhannya selain dari rekruitmen CPNS tahun lalu juga di penuhi dari formasi Bidan PTT pusat dan Provinsi’
G. Masalah-masalah lainnya dalam Pengelolaan BOK No Informan Hasil wawancara 1. Pengelola BOK di “DIPA diterima sekitar bulan Februari, namum ada Dinas Kesehatan kelengkapan lain dalam struktur pengelolaan anggaran seperti Surat Kuas Kuasa Pengelolaa Anggaran, yang harus melalui Bupati, yang pasti memerlukan waktu yang cukup lama” “Sekarang kami (Dinas Kesehatan) mempunyai beban yang berat karena pencairan anggaran ada dinas kesehatan.....kemaren aza DIPA baru diterima udah 3 (tiga) kali revisi apalagi ini baru dan bulan kemaren kami baru aza pelatihan tentang pencaiaran anggaran BOK di Yogyakarta” 2.
3.
Staf Seksi Penyusunan Program Dinkes Kab. Bandung Barat Kepala Puskesmas Padalarang
Rehab ringan nggak bisa karena dalam juknis ada 5% dari pagu boleh untuk fisik ringan dan dijogya dibahas jadi nggak boleh katanya salah” “Dari puskesmas nggak ada masalah dan kita udah bagi habis dengan kriteria dari mulai perencaanaan sampai ongkos ojeg” “Kendalanya jangka pelaksananya agak pendek, karena idelanya bulan januari sehingga kesulitan untuk meng SPJ-kan dan kalau bisa keluarnya awal-awal tahun”
4.
Kepala Puskesmas Batujajar
“ Untuk tahun 2011 sudah tidak ada kendala…. Walaupun mekansime berubah tidak ada masalah karena sering pakai uang sendiri dl dan yakin tidak akan 100% karena keterlabatan lagi diterima lagi “Walaupun jumlahnya nominalnya naik, tetapi tetap aza kami masih kekurangan untuk mengakomodir kebutuhan dari masing-masing program di Puskesmas….tapi kami sudah memilah program mana yang prioritas atau lanjutan dari BOK tahun 2010 untuk diusulkan ke Dinas Kesehatan karena sekarang ini masing-masing program di Dinas Kesehatan yang mengklarifikasi berbeda dengan tahun 2010”
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
No Informan 5. Pengelola Program KIA Puskemas Batujajar 6. Pengelola BOK di Puskesmas Batujajar
Hasil wawancara
“Untuk di Puskesmas kami (Batujajar) tidak menjadi masalah waktu tersebut, karena kegiatan tersebut sudah rutin dilaksanakan sehingga kami tidak kesulitan meng-SPJ-kan, palagi sekarang kader dapat transport kalau ada kegiatan”
7.
Pengelola Program KIA Puskemas Parongpong
“Dari Puskesmas nggak ada masalah dan kita udah bagi habis dengan kriteria dari mulai perencaanaan sampai ongkos dengan ojeg-nya…..walaupun mekansime berubah tidak ada masalah karena sering pakai uang sendiri dulu.
8
Pengelola BOK di Puskesmas Parongpong
“Puskesmas kami (Parongpong), tahun lalu hanya dapat 18 juta sekarang menjadi 76 Juta, tapi walaupun gitu kalau dibagi per kegiatannya sih tetap kurang”
9
Biro Perencanaan dan Anggaran
“Tahun 2011 pengelolaan anggaran BOK dialihkan menjadi Tugas Pembantuan, sebagai upaya untuk memudahkan kontrol anggaran dan memudahkan pengelolaan anggaran” “Besaran penghitungan anggaran untuk BOK, dengan perhitungan sebesar Rp. 100 juta per Puskesmas dan nanti diserahkan ke daerah yang lebih tahu terkait dengan beban kerja dan luas wilayah sehingga pembagian anggaran tersebut proposional”
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPETEN BANDUNG BARAT
Nama informan dan jabatan : Tanggal
:
Jam mulai / akhir wawancara :
Petunjuk Umum Disampaikan ucapan terimakasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat karena bersedia meluangkan waktu untuk di wawancarai. Hal ini penting karena untuk memulai suatu hubungan baik. Petunjuk wawancara mendalam 1. Pembukaan
Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan alat batu pedoman wawancara, alat pencatat dan tape recorder
Informan bebas untuk menyatakan pendapat, pengalaman, saran dan komentar.
Pendapat, saran, pengalaman dan komentar informan sangat bernilai.
Jawaban tidak ada yang benar atau salah, karena wawancara ini untuk kepentingan penelitian dan tidak ada penilaian
Semua
pendapat,
saran,
pengalaman
dan
komentar
akan
dijamin
kerahasiaannya.
Wawancara ini akan di rekam oleh tape recorder untuk membantu pencatatan
2. Penutup
Memberitahu bahwa wawancara telah selesai
Mengucapkan terimakasih atas kesediaannya memberikan informasi yang dibutuhkan
Menyatakan maaf apabila ada hal-hal yang tidak menyenangkan
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
I.
Puskesmas 1. Untuk daerah Kabupaten Bandung Barat, terdapat berapa Puskesmas yang
dapat dikelompokan DTP dan TP? 2. Bagaimana kondisinya dari Puskesmas di KBB? 3. Menurut Ibu, apakah penempatan atau Pembangunan Puskesmas dan
jumlahnya tersebut sesuai dengan lokasi wilayah Kabupaten Bandung Barat? II.
Ketenagaan 4. Bagimana menurut Ibu, terkait dengan kebijakan pengaturan tenaga
kesehatan di Puskesmas baik yang medis dalam hal ini lebih banyak kepada tenaga perawat dan bidan termasuk bidan desa ? 5. Apakah ibu mengeluarkan kebijakan terkait dengan penempatan tenaga
kesehatan tersebut? 6. Bagaimana pengaturan penempatannya baik perawat, bidan dan bidan desa?
III.
Dana operasional Puskesmas 7. Apakan ada biaya sumber biaya lain untuk biaya operasional puskesmas
selain dari anggaran Jamkesmas? 8. Bagaimana pengaturan pengelolaan sumber dari APBD nya ? (apabila ada) 9. Selama ini dari pihak puskesmas pernah megeluh terkait dengan kekurangan
biaya operasional? 10. Selama ini dengan dana BOK, ini menurut ibu sangat memmbantu
Operasionalisasi Puskesmas? 11. Bagaimana
dengan
kebijakan-kebijakan
yang
kira-kira
sangat
menguntungkan untuk Puskesmas untuk diberi keluasaan dalam pengelolaan biasa operasional atau termasuk peningkatan pendapatan Puskesmas? 12. Kira-kira dengan waktu yang terbatas pada tahun 2010, Bagaimana a
gambaran penyerapannya? 13. Bagaimana ibu menilai apakah, anggaran yang diajukan itu sesuai dengan
Juknis BOK tahun 2010? 14. Rata-rata per Puskesmas penyerapan berapa?
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
15. Apakah ada kendala dalam pengelolaan BOK sehingga anggaran tidak
terserap? 16. Menurut Ibu kira kendala lainnya ada?
IV.
Sarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukannya 17. Menurut Ibu, bagiamana sarana yang tersedia di Puskesmas, meliputi Roda-
2, Pusling Roda-4, Pustu, Posyandu? 18. Untuk peningkatan penyerapan BOK, sarana penunjang ke lapangan sangat
diperlukan, menurut Ibu berapa jumlah kendaraan roda-2 atau roda 4 yang tersedia di lapangan dengan luas wilayah KBB ini? V.
Posyandu dan UKBM lainnya 19. Apakah posyandu atau UKBM lainnya di wilayah ibu sudah berjalan, apa
indikatornya 20. Apa saja pelayanan yang diberikan di posyandu ? untuk penyuluhan apakah rutin dilakukan? VI.
Perencanaan Tingkat Puskesmas 21. Untuk perencanaan kegiatan yang bersumber dari BOK, apakah ibu selaku Kadinkes KBB suka dilibatkan Staf Dinas untuk melekukan pendampingan? 22. Bagaimana yang melakukan verifikasi hasil dari usulan dari Puskesmas tersebut?
VII.
Penutup : 23. Menurut pendapat Ibu apakah BOK ini sangat membantu untuk peningkatan fungsi Puskesmas ? 24. Menurut Ibu apa penyebab dari tidak habisnya anggaran BOK untuk Puskesmas ? 25. Apa ada daya ungkit Program BOK terhadap peningkatan cakupan SPM terutama untuk pelayanan kesehatan reproduksi misalnya penurunan jumlah kematian bayi dsb?
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM KEPALA SEKSI PENYUSUNAN PROGRAM KABUPETEN BANDUNG BARAT
Nama informan dan jabatan : Tanggal
:
Jam mulai / akhir wawancara :
Petunjuk Umum Disampaikan ucapan terimakasih kepada Kepala Binang Pelayana Kesehatan Kabupaten Bandung Barat karena bersedia meluangkan waktu untuk di wawancarai. Hal ini penting karena untuk memulai suatu hubungan baik. Petunjuk wawancara mendalam 1. Pembukaan
Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan alat batu pedoman wawancara, alat pencatat dan tape recorder
Informan bebas untuk menyatakan pendapat, pengalaman, saran dan komentar.
Pendapat, saran, pengalaman dan komentar informan sangat bernilai.
Jawaban tidak ada yang benar atau salah, karena wawancara ini untuk kepentingan penelitian dan tidak ada penilaian
Semua
pendapat,
saran,
pengalaman
dan
komentar
akan
dijamin
kerahasiaannya.
Wawancara ini akan di rekam oleh tape recorder untuk membantu pencatatan
2. Penutup
Memberitahu bahwa wawancara telah selesai
Mengucapkan terimakasih atas kesediaannya memberikan informasi yang dibutuhkan
Menyatakan maaf apabila ada hal-hal yang tidak menyenangkan
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
I.
Puskesmas 1. Untuk daerah Kabupaten Bandung Barat, terdapat berapa Puskesmas yang
dapat dikelompokan DTP dan TP? 2. Menurut Ibu, apakah penempatan atau Pembangunan Puskesmas dan
jumlahnya tersebut sesuai dengan lokasi wilayah Kabupaten Bandung Barat? 3. Bagaimana kondisi dari Puskesmas tersebut? 4. Bagaimana Ibu melakukan pendampingan program-program Puskesmas?
II.
Ketenagaan 5. Bagaimana Ibu, terkait dengan kebijakan pengaturan tenaga kesehatan di
Puskesmas terutama untuk perawat dan bidan sebagai pelaksana BOK dilapangan? 6. Apakah ada kebijakan penempatan tenaga kesehatan tersebut? 7. Bagaimana pengaturan penempatannya?
III.
Dana operasional Puskesmas 8. Apakan ada biaya sumber biaya lain untuk biaya operasional puskesmas
selain dari anggaran Jamkesmas? 9. Bagaimana pengaturan pengelolaan sumber dari APBD nya ? (apabila ada) 10. Selama ini dari pihak puskesmas pernah megeluh terkait dengan kekurangan
biaya operasional? 11. Selama ini dengan dana BOK, ini menurut ibu sangat memmbantu
Operasionalisasi Puskesmas? 12. Bagaimana
dengan
kebijakan-kebijakan
yang
kira-kira
sangat
menguntungkan untuk Puskesmas untuk diberi keluasaan dalam pengelolaan biasa operasional atau termasuk peningkatan pendapatan Puskesmas? 13. Kira-kira dengan waktu yang terbatas pada tahun 2010, Bagaimana a
gambaran penyerapannya? 14. Bagaimana ibu menilai apakah, anggaran yang diajukan itu sesuai dengan
Juknis BOK tahun 2010? 15. Rata-rata per Puskesmas penyerapan berapa?
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
16. Apakah ada kendala dalam pengelolaan BOK sehingga anggaran tidak
terserap? 17. Menurut Ibu kira kendala lainnya ada?
IV.
Sarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukannya 18. Menurut Ibu, bagiamana fasilitas yang tersedia di Puskesmas? 19. Untuk peningkatan penyerapan BOK, sarana penunjang ke lapangan sangat
diperlukan, menurut Ibu berapa jumlah kendaraan roda-2 atau roda 4 yang tersedia di lapangan dengan luas wilayah KBB ini? V.
Posyandu dan UKBM lainnya 26. Apakah posyandu atau UKBM lainnya di wilayah ibu sudah berjalan, apa indikatornya 27. Apa saja pelayanan yang diberikan di posyandu ? untuk penyuluhan apakah rutin dilakukan 28. Bagiamana dengan biaya operasionalnya? 29. Dengan adanya BOK apakah ada peningkatan dengan pelaksanaan penyuluhan?
VI.
Perencanaan Tingkat Puskesmas 30. Untuk perencanaan kegiatan yang bersumber dari BOK, apakah ibu selaku penanggung jawab Puskesmas melakukan pendampingan? 31. Bagaimana yang melakukan verifikasi hasil dari usulan kegiatan dari Puskesmas tersebut? 32. Apakah kegiatan yang diusulkan tersebut tertuju pada sumber BOK atau pada sumber-sumber lain?
VII.
Penutup : 45. Menurut pendapat Ibu apakah BOK ini sangat membantu untuk peningkatan fungsi Puskesmas ? 46. Menurut Ibu apa penyebab dari tidak habisnya anggaran BOK untuk Puskesmas Tahun 2010?
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
47. Apa ada daya ungkit Program BOK terhadap peningkatan cakupan SPM terutama untuk pelayanan kesehatan reproduksi misalnya penurunan jumlah kematian bayi dsb?
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM KEPALA PUSKESMAS KABUPETEN BANDUNG BARAT
Nama informan dan jabatan : Tanggal
:
Jam mulai / akhir wawancara :
Petunjuk Umum Disampaikan ucapan terimakasih kepada Kepala Puskesmas di kabupaten Bandung Barat karena bersedia meluangkan waktu untuk di wawancarai. Hal ini penting karena untuk memulai suatu hubungan baik. Petunjuk wawancara mendalam 1. Pembukaan
Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan alat batu pedoman wawancara, alat pencatat dan tape recorder
Informan bebas untuk menyatakan pendapat, pengalaman, saran dan komentar.
Pendapat, saran, pengalaman dan komentar informan sangat bernilai.
Jawaban tidak ada yang benar atau salah, karena wawancara ini untuk kepentingan penelitian dan tidak ada penilaian
Semua
pendapat,
saran,
pengalaman
dan
komentar
akan
dijamin
kerahasiaannya.
Wawancara ini akan di rekam oleh tape recorder untuk membantu pencatatan
2. Penutup
Memberitahu bahwa wawancara telah selesai
Mengucapkan terimakasih atas kesediaannya memberikan informasi yang dibutuhkan
Menyatakan maaf apabila ada hal-hal yang tidak menyenangkan
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
I.
Puskesmas 1. Untuk daerah Puskesmas Ibu/Bapak dapat dikelompokan DTP dan TP? 2. Bagaimana kondisinya 3. Menurut Ibu/Bapak, apakah penempatan atau Pembangunan Puskesmas
dan jumlahnya tersebut sesuai dengan lokasi wilayah Ibu? 4. Bagaimana Ibu melakukan pendampingan program-program Puskesmas
dilapangan? II.
Ketenagaan 5. Bagaimana menurut Ibu, terkait dengan ketersediaan tenaga kesehatan di
Puskesmas baik yang medis dan non medis termasuk ketersediaan bidan desa? 6. Apakah kebijakan penempatan tenaga kesehatan tersebut? 7. Bagaimana pengaturan penempatannya? 8. Menurut Ibu/Bapak kendala apa dengan ketenagaan yang tersedia di
Puskesmas?
III.
Dana operasional Puskesmas 9. Apakan ada biaya sumber biaya lain untuk biaya operasional puskesmas
selain dari anggaran Jamkesmas? 10. Bagimana pengaturan pengelolaan sumber dari APBD nya ? (apabila ada) 11. Selama ini Ibu/Bapak pernah megeluh terkait dengan kekurangan biaya
operasional? 12. Selama ini dengan dana BOK, ini menurut ibu sangat membantu
Operasionalisasi Puskesmas? 13. Bagaimana
menguntungkan
dengan untuk
kebijakan-kebijakan Puskesmas
untuk
yang
kira-kira
sangat
diberi
keluasaan
dalam
pengelolaan biasa operasional atau termasuk peningkatan pendapatan Puskesmas? 14. Kira-kira dengan waktu yang terbatas pada tahun 2010, Bagaimana a
gambaran penyerapannya di Puskesmas Ibu/Bapak?
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
15. Bagaimana ibu menilai apakah, anggaran yang diajukan itu sesuai dengan
Juknis BOK tahun 2010? 16. Puskesmas Ibu/Bapak penyerapan berapa?
17. Apakah ada kendala dalam pengelolaan BOK? 18. Menurut Ibu, apakah ada kendala lainnya?
IV.
Sarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukannya 19. Menurut Ibu/Bapak, bagiamana fasilitas yang tersedia di Puskesmas? 20. Untuk peningkatan penyerapan BOK, sarana penunjang ke lapangan sangat
diperlukan, menurut Ibu berapa jumlah kendaraan roda-2 atau roda 4 yang tersedia di lapangan dengan luas wilayah KBB ini dan bagaimana kondisinya? 21. Bagaimana dengan kondisi Pustu? 22. Bagaimana dengan sarana penyuluhannnya? 23. Apakah ada kendala lainnya?
V.
Posyandu dan UKBM lainnya 33. Apakah posyandu atau UKBM lainnya di wilayah ibu/Bapak sudah berjalan, apa indikatornya? 34. Bagaimana kondisi dari Posyandu atau UKBM lainnya 35. Apa saja pelayanan yang diberikan di posyandu ? untuk penyuluhan apakah rutin dilakukan 36. Bagiamana dengan biaya operasionalnya? 37. Dengan adanya BOK apakah ada peningkatan dengan pelaksanaan penyuluhan?
VI.
Perencanaan Tingkat Puskesmas 38. Untuk perencanaan kegiatan yang bersumber dari BOK, apakah Ibu/Bapak selaku penanggung jawab di Puskesmas melakukan Lokakarya mini untuk pengusulan kegiatan yang bersumber dari BOK? 39. Bagaimana yang melakukan verifikasi hasil dari usulan kegiatan dari Puskesmas tersebut?
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
40. Apakah kegiatan yang diusulkan tersebut tertuju pada sumber BOK atau pada sumber-sumber lain? VII.
Penutup : 48. Menurut pendapat Ibu/Bapak apakah BOK ini sangat membantu untuk peningkatan fungsi Puskesmas ? 49. Menurut Ibu/Bapak apa penyebab dari tidak habisnya anggaran BOK untuk Puskesmas ? 50. Apa ada daya ungkit Program BOK terhadap peningkatan cakupan SPM terutama untuk pelayanan kesehatan reproduksi misalnya penurunan jumlah kematian bayi dsb?
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PENGELOLA BOK (KEUANGAN ) DI PUSKESMAS KABUPETEN BANDUNG BARAT
Nama informan dan jabatan : Tanggal
:
Jam mulai / akhir wawancara :
Petunjuk Umum Disampaikan ucapan terimakasih kepada Pengelola Keuangan BOK di Puskesmas Kabupaten Bandung Barat karena bersedia meluangkan waktu untuk di wawancarai. Hal ini penting karena untuk memulai suatu hubungan baik. Petunjuk wawancara mendalam 1. Pembukaan
Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan alat batu pedoman wawancara, alat pencatat dan tape recorder
Informan bebas untuk menyatakan pendapat, pengalaman, saran dan komentar.
Pendapat, saran, pengalaman dan komentar informan sangat bernilai.
Jawaban tidak ada yang benar atau salah, karena wawancara ini untuk kepentingan penelitian dan tidak ada penilaian
Semua
pendapat,
saran,
pengalaman
dan
komentar
akan
dijamin
kerahasiaannya.
Wawancara ini akan di rekam oleh tape recorder untuk membantu pencatatan
2. Penutup
Memberitahu bahwa wawancara telah selesai
Mengucapkan terimakasih atas kesediaannya memberikan informasi yang dibutuhkan
Menyatakan maaf apabila ada hal-hal yang tidak menyenangkan
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
I.
Dana operasional Puskesmas 1. Apakah ada biaya sumber biaya lain untuk biaya operasional puskesmas
selain dari anggaran Jamkesmas? 2. Bagaimana pengaturan pengelolaan sumber dari APBD nya ? (apabila ada) 3. Berapa jumlah anggaran BOK yang diterima oleh Puskesmas Ibu/Bapak? 4. Selama ini dengan dana BOK, ini menurut ibu sangat membantu
Operasionalisasi Puskesmas? 5. Kira-kira dengan waktu yang terbatas pada tahun 2010, Bagaimana a
gambaran penyerapannya di Puskesmas Ibu/Bapak? 6. Bagaimana ibu menilai apakah, anggaran yang diajukan itu sesuai dengan
Juknis BOK tahun 2010? 7. Puskesmas Ibu/Bapak penyerapan berapa? 8. Apakah ada kendala dalam pengelolaan BOK? 9. Menurut Ibu kira kendala lainnya? 10. Bagaimana dengan dokumen-dokumen (seperti Rencana Operasional dan
bukti laporan keuangnya?
II.
Penutup : 11. Menurut pendapat Ibu/Bapak apakah BOK ini sangat membantu untuk
peningkatan fungsi Puskesmas ? 12. Menurut Ibu/Bapak apa penyebab dari tidak habisnya anggaran BOK untuk
Puskesmas ? 13. Apa ada daya ungkit Program BOK terhadap peningkatan cakupan SPM
terutama untuk pelayanan kesehatan reproduksi misalnya penurunan jumlah kematian bayi dsb?
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PENGELOLA BOK (KEUANGAN ) DI DINAS KESEHATAN KABUPETEN BANDUNG BARAT
Nama informan dan jabatan : Tanggal
:
Jam mulai / akhir wawancara :
Petunjuk Umum Disampaikan ucapan terimakasih kepada Pengelola Keuangan BOK di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat karena bersedia meluangkan waktu untuk di wawancarai. Hal ini penting karena untuk memulai suatu hubungan baik. Petunjuk wawancara mendalam 1. Pembukaan
Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan alat batu pedoman wawancara, alat pencatat dan tape recorder
Informan bebas untuk menyatakan pendapat, pengalaman, saran dan komentar.
Pendapat, saran, pengalaman dan komentar informan sangat bernilai.
Jawaban tidak ada yang benar atau salah, karena wawancara ini untuk kepentingan penelitian dan tidak ada penilaian
Semua
pendapat,
saran,
pengalaman
dan
komentar
akan
dijamin
kerahasiaannya.
Wawancara ini akan di rekam oleh tape recorder untuk membantu pencatatan
2. Penutup
Memberitahu bahwa wawancara telah selesai
Mengucapkan terimakasih atas kesediaannya memberikan informasi yang dibutuhkan
Menyatakan maaf apabila ada hal-hal yang tidak menyenangkan
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.
I.
Dana operasional Puskesmas 1. Berapa jumlah anggaran BOK yang diterima oleh Puskesmas per
Puskesmas di KBB? 2. Selama ini dengan dana BOK, ini menurut ibu sangat membantu
Operasionalisasi Puskesmas? 3. Kira-kira dengan waktu yang terbatas pada tahun 2010, Bagaimana a
gambaran penyerapannya di Puskesmas? 4. Bagiaman ibu menilai apakah, anggaran yang diajukan itu sesuai dengan
Juknis BOK tahun 2010 sehingga diharapkan dapat tepat sasaran? 5. Apakah ada kendala dalam pengelolaan BOK? 6. Menurut Ibu kira kendala lainnya? 7. Bagaimana dengan dokumen-dokumen (seperti Rencana Operasional dan
bukti laporan keuangnya?
II.
Penutup : 8. Menurut pendapat Ibu/Bapak apakah BOK ini sangat membantu untuk
peningkatan fungsi Puskesmas ? 9. Menurut Ibu/Bapak apa penyebab dari tidak habisnya anggaran BOK untuk
Puskesmas ? 10. Apa ada daya ungkit Program BOK terhadap peningkatan cakupan SPM
terutama untuk pelayanan kesehatan reproduksi misalnya penurunan jumlah kematian bayi dsb?
Gambaran realisasi..., Endi Rohendi, FKM UI, 2011.