Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
Analisis Pengaruh Patokan Laba terhadap Manajemen Laba melalui Diskresi Pengakuan Pendapatan (Studi Empiris pada Perusahaan Nonfinansial yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010) Vanessa Juwita Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh patokan laba terhadap manajemen laba melalui diskresi pengakuan pendapatan. Manajemen laba melalui pengakuan pendapatan, yang digunakan sebagai variabel dependen, diproksikan dengan perubahan abnormal akun piutang bruto dan pendapatan diterima di muka. Kecenderungan entitas untuk mencapai patokan laba memiliki bentuk variabel dummy dan digunakan sebagai variabel independen utama. Berbeda dari penelitian terdahulu, penelitian ini mempertimbangkan rasio return on assets sebagai variabel kontrol untuk mengendalikan efek profitabilitas terhadap manajemen laba. Pengujian dilakukan pada 44 perusahaan nonfinansial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa patokan laba mencegah kerugian dan mencegah penurunan laba tidak berkorelasi terhadap perubahan abnormal piutang bruto, tetapi berkorelasi negatif terhadap perubahan abnormal pendapatan diterima di muka. Sementara itu, patokan laba memenuhi perkiraan konsensus analis tidak berkorelasi baik terhadap akun piutang bruto maupun akun pendapatan diterima di muka. Hal ini menjelaskan bahwa sebenarnya ketiga patokan laba tidak terlalu berpengaruh terhadap keputusan manajemen untuk memanipulasi laba, terutama melalui diskresi pengakuan pendapatan, di Indonesia. ABSTRACT This study aims to give empirical evidence about the impacts of earnings benchmarks on earnings management through the discretions of revenue recognition. Abnormal changes of account receivable and deferred revenue are the proxy variables of earnings management through discretions in revenue recognition, which are used as the dependent variable. The tendency of an entity to achieve earnings benchmarks is the independent variable and takes form as a dummy variable. Unlike prior studies, this study considers return-on-assets ratio as a controlling variable to monitor the effect of profitability on the earnings management. The test was done to 44 non-financial companies listed on Indonesian Stock Exchange in 20082010. The result shows that the benchmarks of avoiding losses and avoiding earnings decrease have no impact on the abnormal changes of gross account receivable, but have significant impacts on the abnormal changes of deferred revenue. Meanwhile, the benchmark of beating consensus analysts’ forecast has no impacts on both account receivable and deferred revenue accounts. This result explanis that all the earnings behcmarks apparently don’t influence managements’ decision to manipulate the earnings, especially through the discretions of revenue recognition, in Indonesia. Keywords: Earnings Benchmarks, Patokan Laba, Earnings Management, Manajemen Laba, Revenue Recognition, Pengakuan Pendapatan
Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
1.
Pendahuluan Laporan keuangan menggambarkan akumulasi seluruh keputusan akuntansi yang
dibuat manajemen (Barton dan Simko, 2002). Tujuan umum pelaporan keuangan menurut Conceptual Framework for Financial Reporting (2012) adalah “…to provide financial information about the reporting entity that is useful to existing and potential investors, lenders, and other creditors in making decisions about providing resources to the entity” atau untuk menyediakan informasi keuangan tentang entitas yang dilaporkan yang berguna bagi investor dan calon investor, pemberi pinjaman, dan kreditor lainnya dalam membuat keputusan tentang penyediaan sumber daya pada entitas tersebut. Keputusan ekonomi tersebut mencakup membeli atau menjual atau mempertahankan instrumen ekuitas dan utang serta menyediakan atau menarik pinjaman kepada entitas yang bersangkutan. Akan tetapi, pada prakteknya, informasi yang dikeluarkan ini dapat dipengaruhi oleh kepentingan manajemen yang menuju pada aktivitas manajemen laba sehingga tidak memenuhi tujuan pelaporan keuangan sesungguhnya. Exposure Draft POB Panel’s Report paragraf 3.13 (2000)1 menyebutkan bahwa istilah manajemen laba mencakup berbagai variasi perbuatan yang dilakukan manajemen perusahaan untuk mempengaruhi nilai laba, baik secara absah maupun tidak. Manajemen laba menjadi perbuatan yang berlabel fraud ketika pertimbangan dalam pelaporan keuangan dilakukan untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan menyesatkan beberapa pemangku kepentingan mengenai kinerja ekonomi perusahaan sebenarnya atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka akuntansi (Healy dan Wahlen, 1999). Hal seperti inilah yang melanggar tujuan laporan keuangan sesungguhnya seperti yang tercantum dalam Conceptual Framework for Financial Reporting (2012). Isu manajemen laba menarik banyak peneliti untuk mencari tahu target yang ingin dicapai manajemen dalam melakukan hal tersebut. Manajemen laba diduga dilakukan untuk mencapai tiga patokan laba (Burgstahler and Dichev, 1997; Degeorge et al., 1999). Pertama, untuk mencegah kerugian. Motif ini mungkin timbul karena terdapat perbedaan psikologis yang sangat penting atas angka positif dan negatif. Kedua, untuk mencegah penurunan laba. Hal ini terkait dengan sustainability dari kinerja perusahaan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Ketiga, untuk mencegah negative earnings surprise atau untuk memenuhi
1
Public Oversight Board mendirikan Panel on Audit Effectiveness sebagai respon atas permintaan Securities and Exchange Commission (SEC) tahun 1998. Panel ini telah mengeluarkan Exposure Draft atas laporan penilaiannya akan audit independen laporan keuangan di tahun 2000. Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
perkiraan laba dari konsensus analis. Kinerja manajemen dapat dianggap gagal jika laba meleset dari patokan perkiraan analis dan manajemen dapat diganti. Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait praktik manajemen laba di luar negeri, khususnya mengenai pengaruh ketiga patokan laba di atas terhadap praktek manajemen laba. Hasil dari penelitian-penelitian tersebut sangat beragam. Marquardt dan Wiedman (2004) serta Roychowdhury (2006), misalnya, menemukan bahwa kebijakan akrual tidak umum digunakan untuk mencegah kerugian dan mencegah penurunan laba. Penelitian lain menemukan bahwa patokan perkiraan analis menjadi yang terpenting dibandingkan dua patokan lainnya sehingga manajemen laba seringkali digunakan hanya untuk mencapai patokan laba ini (Dechow, et al., 2003; Brown and Caylor, 2005; Caylor, 2010). Caylor (2010) menemukan bahwa manajer menggunakan kebijakan dalam pendapatan akrual dan pendapatan diterima di muka untuk mencegah negative earnings surprise, tapi menemukan sedikit bukti bahwa kebijakan itu untuk mencegah kerugian maupun penurunan laba. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa manajer lebih memilih penggunaan kebijakan pendapatan diterima di muka sebelum Sarbanes-Oxley Act 2002 berlaku, untuk mencegah biaya riil lebih tinggi bagi perusahaan, seperti future cash consequences. Terdapat juga beberapa penelitian yang terkait manajemen laba di Indonesia. Toha dan Harahap (2010) meneliti 121 sampel perusahaan publik di Indonesia dan menemukan bahwa angka anomali akrual yang muncul cukup signifikan. Adanya tingkat anomali akrual (atau akrual yang abnormal) dapat mengindikasikan adanya praktek manajemen laba (Niu, 2006). Putra (2010) menyebutkan bahwa PT Lippo Karawaci Tbk dan PT Kimia Farma Tbk diindikasikan pernah memanipulasi laba perusahaannya, yang berarti bahwa praktek manajemen laba juga dilakukan oleh perusahaan di Indonesia. Studi lain oleh Setiawati (2010) yang melakukan pengujian manajemen laba pada industri perbankan, menemukan bukti bahwa rasio CAMEL berpengaruh pada praktek manajemen laba sebagai patokan yang ingin dicapai manajemen, tetapi pengaruhnya kurang signifikan. Akan tetapi, meskipun sudah terdapat beberapa penelitian terkait manajemen laba di Indonesia, sepanjang pengetahuan peneliti belum ada penelitian secara spesifik yang mencoba menguji pengaruh patokan laba terhadap manajemen laba, khususnya melalui pengakuan pendapatan. Penelitian ini menjembatani keterbatasan penelitian-penelitian lain di Indonesia dengan menguji pengaruh tiga patokan laba (mencegah kerugian, mencegah penurunan laba, dan memenuhi perkiraan analis) terhadap praktek manajemen laba, khususnya melalui diskresi pengakuan pendapatan yang diproksikan dalam perubahan abnormal piutang bruto dan pendapatan diterima di muka. Mengetahui tujuan manajemen laba di Indonesia dapat Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
menjadi dasar penting bagi penelitian-penelitian lain yang terkait dengan praktek manajemen laba dan menjadi sinyal waspada bagi seluruh pengguna laporan keuangan.
2.
Tinjauan Teoritis dan Pengembangan Hipotesis Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 23 paragraf 6 (Revisi 2009) yang
mengacu pada IAS Nomor 18 tentang Pendapatan, pendapatan merupakan arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Dalam PSAK 23 (Revisi 2009) juga dijelaskan bahwa pada dasarnya, pendapatan merupakan bagian dari penghasilan (income) yang meliputi pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain) yang masing-masing memiliki sifat berbeda. Pendapatan adalah penghasilan yang timbul selama aktivitas normal entitas dan dikenal dengan bermacammacam sebutan yang berbeda sesuai sumber transaksinya, seperti penjualan barang, penjualan jasa (fees), bunga, dividen, dan royalti. Jika pendapatan dirumuskan dengan cara lain, maka pengecualian harus diungkapkan dengan jelas, misalnya pendapatan diakui sebelum arus masuk aset benar-benar terjadi (pendapatan akrual) atau arus masuk aset tersebut diterima di muka. Kieso et al. (2011) menyatakan definisi konsep pengakuan pendapatan sebagai berikut: “The revenue recognition principle indicates that revenue is recognized when it is probable that the economic benefits will flow to the company and the benefits can be measured reliably”. Dari pernyataan tersebut dapat ditarik beberapa hal yang penting yaitu pendapatan diakui apabila barang dan jasa ditukar dengan kas/ piutang atau apabila aset yang diterima dalam pertukaran segera dapat dikonversi menjadi kas/ piutang dengan jumlah yang dapat diukur. Godfrey et al. (2010) menambahkan bahwa pendapatan juga dapat diakui ketika keberadaan transaksi sudah terbukti dan entitas bersangkutan pada hakikatnya telah menyelesaikan apa yang seharusnya dilakukan untuk mendapat hak atas manfaat yang dimiliki oleh pendapatan itu, yakni apabila proses menghasilkan laba telah selesai atau sebenarnya telah selesai atau dikenal dengan basis akrual. Kemungkinan terdapatnya perbedaan waktu pengakuan pendapatan dengan waktu kolektibilitas uang sebagai efek penggunaan basis akrual tersebut menciptakan ruang bagi manajemen untuk mengeluarkan diskresi pengakuan pendapatan sebagai salah satu bentuk manajemen laba. Dengan demikian, masalah utama pengakuan pendapatan selain yang berhubungan dengan masalah definisi dan pengukurannya, adalah penetapan waktu yang tepat untuk mengukur dan melaporkannya sebagai pendapatan. Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
Manajemen laba sendiri memiliki definisi bentuk intervensi yang digunakan manajemen untuk menghasilkan keuntungan pribadi melalui proses pelaporan keuangan eksternal (Schipper, 1989 dalam Beneish, 2001). Healy dan Wahlen (1999) menyatakan manajemen laba terjadi ketika “…managers use judgment in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about the underlying economic performance of the company or to influence contractual outcome that depend on reported accounting numbers.” Definisi tersebut menjelaskan bahwa manajemen laba merupakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan penataan transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan menyesatkan beberapa pemangku kepentingan mengenai kinerja ekonomi perusahaan sebenarnya atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka akuntansi. Manajemen laba sendiri dikategorikan menjadi dua kategori luas, yakni: manajemen laba riil yang mempengaruhi arus kas langsung serta manajemen laba akrual yang melalui perubahan estimasi dan kebijakan akuntansi (Lo, 2008). Manajemen laba riil berbiaya lebih tinggi dibandingkan manajemen laba akrual tetapi cenderung lebih sulit dilacak. Terdapat beberapa pola-pola manajemen laba pada umumnya, yaitu taking a bath, income minimization, income maximization, income smoothing (Scott, 2005). Perusahaan memiliki insentif dan target yang ingin dipenuhi tersendiri dalam melakukan manajemen laba. Degeorge et al. (1999) meneliti perihal target-target apa yang ingin dicapai manajemen dalam melakukan manajemen laba tersebut. Insentif dari tercapainya target-target ini adalah penghargaan/ bonus bagi manajemen. Penelitian ini mengenalkan tiga patokan laba (earnings benchmarks) yang mungkin menjadi target yang ingin dicapai manajemen dalam melakukan manajemen laba agar kinerja finansial perusahaan terlihat baik di mata investor, yaitu: 1. Mencegah kerugian/ laba negatif Burgstahler dan Dichev (1997) serta Degeorge et al. (1999) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan psikologis penting antara angka positif dan angka negatif (atau nol). Angka yang tidak positif cenderung membuat investor menganggap kinerja finansial perusahaan tersebut kurang baik. 2. Mencegah penurunan laba Patokan laba ini berkaitan dengan persistensi kinerja finansial perusahaan. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan laba yang dirasakan, maka semakin tinggi juga net present value dari aliran laba masa depan perusahaan yang mengindikasikan semakin tingginya dividen yang
Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
dibayar ke investor (Ronen dan Yaari, 2008). Kemungkinan tersebut membuat investor lebih memilih investasi di perusahaan yang labanya naik secara persisten. 3. Memenuhi perkiraan laba konsensus analis Ronen dan Yaari (2008) menyebutkan bahwa perkiraan laba konsensus analis (consensus analyst’s earnings forecast) merepresentasikan ekspektasi pasar akan kinerja finansial perusahaan pada periode tersebut. Patokan laba ini juga menggambarkan persistensi kinerja finansial perusahaan dalam mencapai ekspektasi pasar. Telah terdapat beberapa penelitian sebelumnya di luar negeri yang mengkaji perihal pengaruh patokan laba terhadap praktek manajemen laba. Marquardt dan Wiedman (2004) menemukan bahwa pendapatan akrual dipakai untuk memanipulasi laba ketika perusahaan ingin melakukan equity offerings atau management buyouts. Nelson et al. (2003) menyebutkan bahwa pencatatan pendapatan ketika transaksi belum selesai sepenuhnya menjadi bentuk paling umum dari manajemen laba melalui pendapatan akrual diskresioner yang mengakibatkan piutang overstated. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, terlihat bahwa pendapatan akrual dapat digunakan manajemen untuk melakukan manajemen laba. Beberapa penelitian lain membuktikan bahwa manajemen laba dilakukan untuk mencapai patokan laba mencegah kerugian, mencegah penurunan laba, dan memenuhi perkiraan laba konsensus analis (Burgstahler dan Dichev, 1997; Degeorge et al., 1999). Perubahan abnormal piutang bruto digunakan sebagai proksi manajemen laba melalui pengakuan pendapatan karena penelitian ini hanya akan meninjau akun pendapatan akrual sesungguhnya, tanpa memasukkan nilai piutang tak tertagih dalam penelitian. Dari studi-studi berikut, maka dalam penelitian ini akan digunakan hipotesis:
H1a:
Laba yang negatif berkorelasi positif terhadap perubahan abnormal nilai piutang bruto
H1b:
Laba yang menurun dari periode sebelumnya berkorelasi positif terhadap perubahan abnormal nilai piutang bruto
H1c:
Laba yang tidak memenuhi perkiraan laba konsensus analis berkorelasi positif terhadap perubahan abnormal nilai piutang bruto
Nelson et al. (2003) juga menyebutkan pola deferring too much or too little revenue sebagai bentuk yang umum dilakukan manajemen untuk memanipulasi laba. Pola ini terjadi ketika perusahaan menerima uang di muka atas barang atau jasa yang belum diberikan dan Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
mencatatnya dengan estimasi yang lebih rendah atau lebih tinggi dari nilai transaksi sebenarnya di periode berikutnya. Caylor (2010) juga telah mempertimbangkan kebijakan pendapatan diterima di muka sebagai sarana yang dapat dipakai perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa manajemen melalui pendapatan diterima di muka merepresentasikan situasi di mana kas sudah diterima sebelumnya sehingga terdapat peluang bagi manajemen untuk melakukan manipulasi estimasi akuntansi terhadap penerimaan tersebut. Penurunan nilai pendapatan diterima di muka (unearned revenue) menunjukkan semakin besar pendapatan yang direalisasikan di periode saat ini. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, terlihat bahwa pendapatan diterima di muka dapat digunakan manajemen untuk melakukan manajemen laba. Manajemen laba diduga dilakukan dalam bentuk menaikkan laba sebenarnya agar dapat mencapai patokan laba, yaitu untuk mencegah kerugian, mencegah penurunan laba, dan memenuhi perkiraan laba konsensus analis (Degeorge et al., 1999; Sun dan Rath, 2012). Dari studi-studi berikut, maka dalam penelitian ini akan digunakan hipotesis:
H2a:
Laba yang negatif berkorelasi negatif terhadap perubahan abnormal nilai pendapatan diterima di muka
H2b:
Laba yang menurun dari periode sebelumnya berkorelasi negatif terhadap perubahan abnormal nilai pendapatan diterima di muka
H2c:
Laba yang tidak memenuhi perkiraan laba konsensus analis berkorelasi negatif terhadap perubahan abnormal nilai pendapatan diterima di muka
3.
Metode Penelitian Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibagi ke dalam dalam dua
komponen besar, yaitu:
Model untuk mengukur estimasi manajemen laba melalui kebijakan pengakuan pendapatan;
Model untuk menguji pengaruh patokan laba terhadap manajemen laba melalui kebijakan pengakuan pendapatan, yaitu pendapatan akrual dan pendapatan diterima di muka. Pengukuran manajemen laba dapat dilakukan dengan beberapa cara. Peneliti
menggunakan pengembangan model Kothari et al. (2005) sebagaimana dimuat dalam Caylor (2010) untuk mengukur manajemen laba melalui pengakuan pendapatan. Caylor (2010) secara khusus menurunkan model yang memproksikan manajemen laba sebagai perubahan Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
abnormal dari piutang dagang bruto (Abn∆Gart) dan pendapatan diterima di muka (Abn∆Deft). Perubahan abnormal tersebut merupakan selisih dari perubahan piutang dagang bruto aktual (∆Gart) dan perubahan pendapatan diterima di muka aktual (∆Deft) dengan nilai perubahan seharusnya yang diprediksikan melalui model berikut: CFOt 1 S 1 Gart t …............... (3.1) 1 * t 2 * 0 1 * At 1 A A A t t t 1 1 1
Pada model 3.1, peneliti memprediksikan nilai perubahan piutang bruto seharusnya dengan menggunakan beberapa asumsi seperti dalam penelitian Caylor (2010). Asumsi pertama yang digunakan Caylor (2010) untuk menurunkan model ini adalah piutang bruto menggambarkan jumlah penjualan periode saat ini yang belum dibayar. Oleh sebab itu, perubahan piutang bruto (∆Gart) seharusnya berhubungan positif dengan jumlah perubahan penjualan periode sekarang (∆St). Perubahan penjualan periode sekarang merupakan selisih dari nilai penjualan periode saat ini dengan penjualan periode lalu. Kemudian, piutang bruto periode saat ini akan dibayarkan pada periode berikutnya sehingga perubahan piutang bruto (∆Gart) seharusnya juga berhubungan positif dengan perubahan arus kas dari operasi periode berikutnya (∆CFOt+1). Perubahan arus kas operasi periode berikutnya merupakan selisih dari arus kas operasi periode berikutnya dengan arus kas operasi periode saat ini. Semua variabel dalam model sudah diskalakan terhadap total aset periode sebelumnya agar konsisten dengan penelitian Kothari et al. (2005). Memasukkan variabel scaled intercept, α(1/At-1), juga merupakan konvensi umum dalam mengestimasikan akrual diskresioner untuk mencegah korelasi palsu antara masing-masing variabel independen dengan variabel scaling, yaitu total aset (Roychowdhury, 2006). 1 S Def t 1 * t 1 2 0 1 * At 1 At 1 At 1
CFOt * At 1
t …............... (3.2)
Pada model 3.2, peneliti memprediksikan nilai perubahan pendapatan diterima di muka seharusnya dengan menggunakan asumsi-asumsi yang juga digunakan dalam penelitian Caylor (2010). Untuk menurunkan model perubahan abnormal pendapatan diterima di muka, Caylor (2010) juga menggunakan beberapa asumsi serupa dengan model 3.1. Asumsi tersebut adalah pendapatan diterima di muka menggambarkan jumlah penjualan periode berikutnya yang dibayar terlebih dahulu di periode sekarang. Oleh sebab itu, perubahan abnormal pendapatan diterima di muka (∆Deft) seharusnya berhubungan positif dengan perubahan jumlah penjualan periode berikutnya (∆St+1). Perubahan penjualan periode berikutnya merupakan selisih dari nilai penjualan periode berikutnya dengan penjualan periode saat ini.
Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
Kemudian, perubahan abnormal pendapatan diterima di muka (∆Deft) seharusnya berhubungan positif dengan perubahan arus kas dari operasi periode saat ini (∆CFOt). Perubahan arus kas operasi periode saat ini merupakan selisih dari arus kas operasi periode saat ini dengan arus kas operasi periode sebelumnya. Nilai residual masing-masing model tesebut yang kemudian menjadi nilai besaran perubahan abnormal piutang bruto (Abn∆Gart) dan pendapatan diterima di muka (Abn∆Deft) dalam model utama. Berikut adalah model yang akan digunakan untuk menguji hipotesis, di mana model 3.3 untuk menguji seluruh hipotesis 1 dan model 3.4 untuk menguji seluruh hipotesis 2:
AbnGart 0 1 * PRE MNGD _ JUSTMISSt 2 * PRE MNGD _ MEET JUSTBEATt 1 * SIZEt 1 2 * BM t 1 3 * ROAt t AbnDef t 0 1 * PRE MNGD _ JUSTMISSt 2 * PRE MNGD _ MEET JUSTBEATt 1 * SIZEt 1 2 * BM t 1 3 * ROAt t
....… (3.3)
…… (3.4)
Variabel dependen yang digunakan dalam model ini adalah perubahan abnormal pendapatan akrual (Abn∆Gart) dan perubahan abnormal pendapatan akrual (Abn∆Deft) yang menjadi proksi adanya praktek manajemen laba melalui pendapatan akrual diskresioner. Proksi yang sama digunakan pula oleh Caylor (2010). Nilai variabel Abn∆Gart didapat dari hasil pengujian model 3.1 dan nilai variabel Abn∆Deft didapat dari hasil pengujian model 3.2. Variabel independen yang digunakan dalam model 3.3 dan 3.4 adalah PREMNGD_JUSTMISS dan PRE-MNGD_MEETJUSTBEAT yang merupakan variabel dummy atas masing-masing patokan laba. Pre-managed earnings atas piutang bruto didapatkan dengan mengurangi perubahan abnormal piutang bruto dari laba bersih yang dilaporkan pada periode saat itu lalu dibagi dengan jumlah saham beredar (outstanding shares) perusahaan pada tahun yang bersangkutan. Pada patokan laba mencegah kerugian, variabel dummy PRE-MNGD_JUSTMISS didefinisikan sebagai variabel indikator yang sama dengan 1 jika perusahaan melaporkan premanaged earnings negatif pada periode t yang tidak lebih dari 5% atas harga saham akhir tahun
fiskal
sebelumnya
dan
0
jika
tidak
sesuai
syarat
tersebut.
PRE-
MNGD_MEETJUSTBEAT didefinisikan sebagai variabel indikator yang sama dengan 1 jika perusahaan melaporkan pre-managed earnings non-negatif pada periode t yang kurang dari 5% atas harga saham akhir tahun fiskal sebelumnya dan 0 jika tidak sesuai syarat tersebut. Pada patokan laba mencegah penurunan laba, variabel dummy PRE-MNGD_JUSTMISS
Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
didefinisikan sebagai variabel indikator yang sama dengan 1 jika perusahaan melaporkan penurunan pre-managed earnings pada periode t dibandingkan dengan laba per lembar saham periode t-1 dan selisihnya tidak lebih dari 2.5% atas harga saham akhir tahun fiskal sebelumnya dan 0 jika tidak sesuai syarat tersebut. PRE-MNGD_MEETJUSTBEAT didefinisikan sebagai variabel indikator yang sama dengan 1 jika perusahaan melaporkan kenaikan pre-managed earnings pada periode t dibandingkan dengan laba per lembar saham periode t-1 dan selisihnya kurang dari 2.5% atas harga saham akhir tahun fiskal sebelumnya dan 0 jika tidak sesuai syarat tersebut. Pada patokan laba memenuhi perkiraan laba konsensus analis, variabel dummy PRE-MNGD_JUSTMISS didefinisikan sebagai variabel indikator yang sama dengan 1 jika perusahaan melaporkan pre-managed earnings yang meleset dari perkiraan laba per saham analis pada periode t dan selisihnya tidak lebih dari 2% atas harga saham akhir tahun fiskal sebelumnya dan 0 jika tidak sesuai syarat tersebut. PREMNGD_MEETJUSTBEAT didefinisikan sebagai variabel indikator yang sama dengan 1 jika perusahaan melaporkan pre-managed earnings yang memenuhi perkiraan laba per saham analis pada periode t dan selisihnya kurang dari 2% atas harga saham akhir tahun fiskal sebelumnya dan 0 jika tidak sesuai syarat tersebut. Dalam model 3.3 dan 3.4, variabel kontrol yang digunakan adalah ukuran perusahaan (SIZE) yang didapat dengan menghitung logaritma natural dari nilai pasar ekuitas (outstanding shares x harga saham penutupan) akhir tahun perusahaan, rasio Book-to-Market (BM) yang didapat dari membagi nilai buku aset bersih (net assets) per lembar saham terhadap harga saham akhir tahun perusahaan, serta profitabilitas perusahaan (ROA) diukur dengan membagi nilai laba bersih dengan total aset perusahaan pada periode t. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan nonfinansial yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2008-2010. Metode yang akan digunakan dalam menentukan sampel penelitian adalah purposive sampling dengan persyaratan sebagai berikut: 1.
Pemilihan sampel mencakup perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan tidak sedang mengalami delisting atau melakukan IPO pada tahun pengambilan sampel 2008-2010.
2.
Pemilihan sampel mencakup perusahaan yang memiliki seluruh data laporan keuangan seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada tahun 2007-2011 dan mempublikasikan laporan keuangannya secara lengkap.
3.
Perusahaan memiliki data perkiraan laba dari konsensus analis pada tahun pengambilan sampel yang lengkap. Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
4.
Seluruh laporan keuangan perusahaan dinyatakan dalam satuan mata uang rupiah atau dapat dikonversikan ke dalam nilai rupiah. Dengan mengeluarkan perusahaan yang tidak memenuhi kriteria tersebut, maka
didapat sampel akhir sebanyak 44 perusahaan.
4.
Hasil Penelitian Seluruh hasil regresi model telah melalui uji beda dua rata-rata karakteristik
perusahaan sampel dan non-sampel, uji pemilihan metode estimasi data panel, dan uji asumsi klasik. Uji beda dua rata-rata menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan di level 1% antara perusahaan sampel dan non-sampel yang menunjukkan karakteristik antara dua kelompok tersebut sangat berbeda sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasi atas seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. Dari uji pemilihan metode data panel terlihat bahwa metode Pooled Least Square merupakan metode terbaik untuk model pengujian H1a, H1b, H1c serta metode Fixed Effect merupakan metode terbaik untuk mengestimasi model pengujian H2a, H2b, dan H2c. Seluruh model penelitian ini juga telah terbebas dari masalah heteroskedastisitas yang sebelumnya ada dengan melakukan koreksi robust standard error. Model Penelitian H1a berfungsi untuk menguji ada atau tidaknya korelasi positif antara patokan laba mencegah kerugian terhadap perubahan abnormal piutang bruto. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa variabel independen utama PRE-MNGD_JUSTMISS memiliki nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.303 dengan koefisien sebesar 4.38x1010. Artinya, variabel tersebut memiliki pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap variabel dependen Abn∆Gar. Koefisien tersebut sesuai dengan tanda yang diprediksikan. Akan tetapi, karena signifikansi rendah, hasil ini menunjukkan bahwa manajemen laba melalui pendapatan akrual tidak digunakan untuk mencegah kerugian atau tolak H1a. Model Penelitian H1b berfungsi untuk menguji ada atau tidaknya korelasi positif antara patokan laba mencegah penurunan laba terhadap perubahan abnormal piutang bruto. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa variabel independen utama PRE-MNGD_JUSTMISS memiliki nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.498 dengan koefisien sebesar 7.1x108. Artinya, variabel tersebut memiliki pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap variabel dependen Abn∆Gar. Koefisien tersebut sesuai dengan tanda yang diprediksikan. Akan tetapi, karena signifikansi rendah, hasil ini menunjukkan bahwa manajemen laba melalui pendapatan akrual tidak digunakan untuk mencegah penurunan laba atau tolak H1b.
Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
Tabel 4.1 Hasil Regresi Model H1a Model Hipotesis 1a
AbnGart 0 1 * PRE MNGD _ JUSTMISSt 2 * PRE MNGD _ MEET JUSTBEATt 1 * SIZEt 1 2 * BM t 1 3 * ROAt t H1a: Laba yang negatif berkorelasi positif terhadap perubahan abnormal nilai piutang bruto Prediksi
Variabel
Coefficient
Probabilitas
(+)
4.38x1010
0.303
PRE-MNGD_MEETJUSTBEAT
(+)
10
6.20x10
0.273
SIZE
(-)
-6.05x1010
0.068
*
BM
(+)
-9.48x109
0.095
*
ROA
(-)
-3.63x1011
0.346
Tanda
PRE-MNGD_JUSTMISS
0.0712
R-squared
Sig
0.0935
Prob (F-stat)
PRE-MNGD_JUSTMISS = 1 jika laba perusahaan sebenarnya negatif dan < 5% harga
saham
akhir
tahun
sebelumnya,
0
jika
lainnya;
PRE-
MNGD_MEETJUSTBEAT = 1 jika laba perusahaan sebenarnya positif dan < 5% harga saham akhir tahun sebelumnya, 0 jika lainnya; SIZE = nilai logaritma natural kapitalisasi pasar; BM = rasio book-to-market; ROA = return on assets. Tingkat signifikansi: *signifikan pada α = 10% (one-tailed); **signifikan pada α = 5% (one-tailed); ***signifikan pada α = 1% (one-tailed)
Model Penelitian H1c berfungsi untuk menguji ada atau tidaknya korelasi positif antara patokan laba memenuhi perkiraan analis terhadap perubahan abnormal piutang bruto. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa variabel independen utama PRE-MNGD_JUSTMISS memiliki nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.265 dengan koefisien sebesar 7.82x1010. Artinya, variabel tersebut memiliki pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap variabel dependen Abn∆Gar. Koefisien tersebut sesuai dengan tanda yang diprediksikan. Akan tetapi, karena signifikansi rendah, hasil ini menunjukkan bahwa manajemen laba melalui pendapatan akrual tidak digunakan untuk memenuhi perkiraan laba konsensus analis atau tolak H1c.
Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
Tabel 4.2 Hasil Regresi Model H1b Model Hipotesis 1b
AbnGart 0 1 * PRE MNGD _ JUSTMISSt 2 * PRE MNGD _ MEET JUSTBEATt 1 * SIZEt 1 2 * BM t 1 3 * ROAt t H1b: Laba yang menurun dari periode sebelumnya berkorelasi positif terhadap perubahan abnormal nilai piutang bruto Variabel
Prediksi
Coefficient
Probabilitas
(+)
7.10x108
0.498
PRE-MNGD_MEETJUSTBEAT
(+)
10
3.90x10
0.357
SIZE
(-)
-6.24x1010
0.092
*
BM
(+)
-1.05x109
0.087
*
ROA
(-)
-4.40x1011
0.313
PRE-MNGD_JUSTMISS
R-squared
Tanda
0.0701
Sig
0.0991
Prob (F-stat)
PRE-MNGD_JUSTMISS = 1 jika laba perusahaan sebenarnya menurun dan penurunannya < 2.5% harga saham akhir tahun sebelumnya, 0 jika lainnya; PREMNGD_MEETJUSTBEAT = 1 jika laba perusahaan sebenarnya naik dan kenaikannya < 2.5% harga saham akhir tahun sebelumnya, 0 jika lainnya; SIZE = nilai logaritma natural kapitalisasi pasar; BM = rasio book-to-market; ROA = return on assets. Tingkat signifikansi: *signifikan pada α = 10% (one-tailed); **signifikan pada α = 5% (one-tailed); ***signifikan pada α = 1% (one-tailed)
Model Penelitian H2a berfungsi untuk menguji ada atau tidaknya korelasi negatif antara patokan laba mencegah kerugian terhadap perubahan abnormal pendapatan diterima di muka. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa variabel independen utama PRE-MNGD_JUSTMISS memiliki nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.068 dengan koefisien sebesar -2.74x1011. Artinya, variabel tersebut memiliki pengaruh negatif dengan signifikan terhadap variabel dependen Abn∆Def. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba melalui pendapatan diterima di muka memang digunakan untuk mencegah kerugian atau terima H2a.
Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
Tabel 4.3 Hasil Regresi Model H1c Model Hipotesis 1c
AbnGart 0 1 * PRE MNGD _ JUSTMISSt 2 * PRE MNGD _ MEET JUSTBEATt 1 * SIZEt 1 2 * BM t 1 3 * ROAt t H1c: Laba yang tidak memenuhi perkiraan laba konsensus analis berkorelasi positif terhadap perubahan abnormal nilai piutang bruto Variabel
Prediksi
Coefficient
Probabilitas
(+)
7.82x1010
0.265
PRE-MNGD_MEETJUSTBEAT
(+)
-1.53x10
10
0.431
SIZE
(-)
-6.50x1010
0.089
*
BM
(+)
-1.13x1010
0.083
*
ROA
(-)
-4.02x1011
0.317
PRE-MNGD_JUSTMISS
R-squared
Tanda
0.0725
Sig
0.0875
Prob (F-stat)
PRE-MNGD_JUSTMISS = 1 jika laba perusahaan sebenarnya tidak memenuhi perkiraan analis dan selisihnya < 2% harga saham akhir tahun sebelumnya, 0 jika lainnya; PRE-MNGD_MEETJUSTBEAT = 1 jika laba perusahaan sebenarnya memenuhi perkiraan analis dan selisihnya < 2% harga saham akhir tahun sebelumnya, 0 jika lainnya; SIZE = nilai logaritma natural kapitalisasi pasar; BM = rasio book-to-market; ROA = return on assets. Tingkat signifikansi: *signifikan pada α = 10% (one-tailed); **signifikan pada α = 5% (one-tailed); ***signifikan pada α = 1% (one-tailed)
Model Penelitian H2b berfungsi untuk menguji ada atau tidaknya korelasi negatif antara patokan laba mencegah penurunan laba terhadap perubahan abnormal pendapatan diterima di muka. Tabel 4.5 menunjukkan bahwa variabel independen utama PREMNGD_JUSTMISS memiliki nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.059 dengan koefisien sebesar -1.77x1011. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba melalui pendapatan diterima di muka memang digunakan untuk mencegah penurunan laba atau terima H2b.
Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
Tabel 4.4 Hasil Regresi Model H2a Model Hipotesis 2a
AbnDef t 0 1 * PRE MNGD _ JUSTMISSt 2 * PRE MNGD _ MEET JUSTBEATt 1 * SIZEt 1 2 * BM t 1 3 * ROAt t H2a: Laba yang negatif berkorelasi positif terhadap perubahan abnormal nilai pendapatan diterima di muka Prediksi
Variabel
Coefficient
Probabilitas
(-)
-2.74 x1011
0.068
*
PRE-MNGD_MEETJUSTBEAT
(-)
11
0.059
*
SIZE
(-)
1.46 x1011
0.005
***
BM
(+)
1.37x1010
0.138
ROA
(-)
-1.27 x1012
0.028
Tanda
PRE-MNGD_JUSTMISS
-1.61 x10
0.1394
R-squared (within)
Sig
** 0.0387
Prob (F-stat)
PRE-MNGD_JUSTMISS = 1 jika laba perusahaan sebenarnya negatif dan < 5% harga
saham
akhir
tahun
sebelumnya,
0
jika
lainnya;
PRE-
MNGD_MEETJUSTBEAT = 1 jika laba perusahaan sebenarnya positif dan < 5% harga saham akhir tahun sebelumnya, 0 jika lainnya; SIZE = nilai logaritma natural kapitalisasi pasar; BM = rasio book-to-market; ROA = return on assets. Tingkat signifikansi: *signifikan pada α = 10% (one-tailed); **signifikan pada α = 5% (one-tailed); ***signifikan pada α = 1% (one-tailed)
Model Penelitian H2c berfungsi untuk menguji ada atau tidaknya korelasi negatif antara patokan laba memenuhi perkiraan analis terhadap perubahan abnormal pendapatan diterima di muka. Tabel 4.6 menunjukkan bahwa variabel independen utama PREMNGD_JUSTMISS memiliki nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.222 dengan koefisien sebesar -7.96x1010. Artinya, variabel tersebut memiliki pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap variabel dependen Abn∆Def. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba melalui pendapatan diterima di muka tidak digunakan untuk memenuhi perkiraan laba konsensus analis atau tolak H2c.
Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
Tabel 4.5 Hasil Regresi Model H2b Model Hipotesis 2b
AbnDef t 0 1 * PRE MNGD _ JUSTMISSt 2 * PRE MNGD _ MEET JUSTBEATt 1 * SIZEt 1 2 * BM t 1 3 * ROAt t H2b: Laba yang menurun dari periode sebelumnya berkorelasi positif terhadap perubahan abnormal nilai pendapatan diterima di muka Variabel
Prediksi
Coefficient
Probabilitas
(-)
-1.77x1011
0.059
PRE-MNGD_MEETJUSTBEAT
(-)
10
0.236
SIZE
(-)
1.36x1011
0.007
BM
(+)
1.40x1010
0.125
ROA
(-)
-8.55x1011
0.063
PRE-MNGD_JUSTMISS
R-squared (within)
Tanda
0.1081
-5.92x10
Prob (F-stat)
Sig *
***
* 0.0431
PRE-MNGD_JUSTMISS = 1 jika laba perusahaan sebenarnya menurun dan penurunannya < 2.5% harga saham akhir tahun sebelumnya, 0 jika lainnya; PREMNGD_MEETJUSTBEAT = 1 jika laba perusahaan sebenarnya naik dan kenaikannya < 2.5% harga saham akhir tahun sebelumnya, 0 jika lainnya; SIZE = nilai logaritma natural kapitalisasi pasar; BM = rasio book-to-market; ROA = return on assets. Tingkat signifikansi: *signifikan pada α = 10% (one-tailed); **signifikan pada α = 5% (one-tailed); ***signifikan pada α = 1% (one-tailed)
Berdasarkan hasil pengujian sebelumnya, hipotesis 1a-1c serta 2c ditolak, sedangkan hipotesis 2a dan 2b diterima. Hal ini menandakan: 1.
Ketiga patokan laba sama sekali tidak berpengaruh terhadap manajemen laba melalui diskresi pendapatan akrual
2.
Patokan laba mencegah kerugian dan mencegah penurunan laba berkorelasi negatif terhadap perubahan abnormal pendapatan diterima di muka.
Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
3.
Patokan laba memenuhi perkiraan analis tidak berpengaruh terhadap manajemen laba melalui diskresi pendapatan diterima di muka.
Tabel 4.6 Hasil Regresi Model H2c Model Hipotesis 2c
AbnDef t 0 1 * PRE MNGD _ JUSTMISSt 2 * PRE MNGD _ MEET JUSTBEATt 1 * SIZEt 1 2 * BM t 1 3 * ROAt t H2c: Laba yang tidak memenuhi perkiraan laba konsensus analis berkorelasi positif terhadap perubahan abnormal nilai pendapatan diterima di muka Variabel
Prediksi Tanda
Coefficient
Probabilitas
PRE-MNGD_JUSTMISS
(-)
-7.96x1010
0.222
PRE-MNGD_MEETJUSTBEAT
(-)
3.71x109
0.476
SIZE
(-)
1.12x1011
0.016
BM
(+)
1.26x1010
0.159
(-)
11
0.043
ROA R-squared (within)
-8.53x10
0.078
Prob (F-stat)
Sig
**
** 0.0733
PRE-MNGD_JUSTMISS = 1 jika laba perusahaan sebenarnya tidak memenuhi perkiraan analis dan selisihnya < 2% harga saham akhir tahun sebelumnya, 0 jika lainnya; PRE-MNGD_MEETJUSTBEAT = 1 jika laba perusahaan sebenarnya memenuhi perkiraan analis dan selisihnya < 2% harga saham akhir tahun sebelumnya, 0 jika lainnya; SIZE = nilai logaritma natural kapitalisasi pasar; BM = rasio book-to-market; ROA = return on assets. Tingkat signifikansi: *signifikan pada α = 10% (one-tailed); **signifikan pada α = 5% (one-tailed); ***signifikan pada α = 1% (one-tailed)
Penolakan atas sebagian hipotesis penelitian mungkin disebabkan oleh beberapa hal. Manajemen laba mungkin saja tidak dipengaruhi oleh patokan laba, tetapi dipengaruhi oleh beberapa hal lain yang tidak terdapat dalam model penelitian ini dan tidak diteliti lebih lanjut. Atau patokan laba mungkin mempengaruhi manajemen laba dalam bentuk lain di luar
Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
kebijakan pengakuan pendapatan yang diteliti secara spesifik pada penelitian ini. Perbedaan lama periode pengambilan sampel juga membuat data kurang variatif dan tidak dapat digeneralisasi. Pola manajemen laba di Indonesia yang berbeda dengan hasil penelitian di luar negeri ini juga mungkin disebabkan oleh beberapa hal terkait natur bisnis Indonesia. Bentuk manipulasi laba yang lebih cocok digunakan di Indonesia adalah income smoothing atau income decreasing dan bukanlah income increasing untuk menghindari pajak negara. Selain itu, struktur kepemilikan di Indonesia adalah bisnis keluarga dan terkonsentrasi (Claessens dan Fan, 2002). Pola ini mengurangi potensi terjadinya manajemen laba karena tingginya hak kontrol yang dimiliki keluarga sebagai pemegang saham mayoritas. Marquardt dan Wiedman (2004) menemukan hal yang sama untuk H1a dan H1b yaitu akun piutang bruto tidak digunakan untuk mencegah kerugian ataupun mencegah penurunan laba karena perusahaan lebih terpengaruh oleh hal-hal seperti penerbitan saham atau management buyout dalam melakukan manajemen laba. Selain itu, manajemen juga lebih memilih untuk menggunakan metode yang transparan dan sementara, seperti menggunakan item khusus yang tidak berulang untuk menaikkan laba dibandingkan menggunakan piutang. Roychowdhury (2006) juga memperkuat penelitian dengan menemukan bahwa manajemen lebih memilih manipulasi aktivitas riil (seperti diskon harga secara agresif agar penjualan banyak dan pelanggan juga berharap harga tetap murah di masa depan) dibandingkan manipulasi akrual dalam mencapai kedua patokan tersebut. Diterimanya H2a dan H2b sesuai dengan penelitian Sun dan Rath (2012) yang menemukan bahwa manipulasi laba melalui diskresi pada akun pendapatan yang bersifat akrual sering digunakan untuk mencapai patokan laba mencegah kerugian dan mencegah penurunan laba. Caylor (2010) juga menemukan bahwa preferensi manajemen untuk memanipulasi akun pendapatan diterima di muka lebih besar jika dibandingkan dengan manipulasi akun piutang untuk menghindari konsekuensi kas di masa depan yang lebih besar pada akun piutang. Hal ini mungkin menjadi alasan mengapa patokan laba mencegah kerugian dan mencegah penurunan laba berpengaruh terhadap pendapatan diterima di muka, tetapi tidak berpengaruh terhadap akun piutang bruto. Penolakan H1c dan H2c yang menggambarkan pengaruh patokan laba memenuhi perkiraan analis terhadap manajemen laba melalui diskresi pengakuan pendapatan, terdapat beberapa hal spesifik yang mungkin menjadi penyebab. Berbeda dengan di negara lain (seperti Amerika Serikat) yang mempublikasi perkiraan konsensus analis secara bebas dalam laporan Thomson Financial I/B/E/S, di Indonesia perkiraan analis hanya dapat diakses secara Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
terbatas. Selain itu, perkiraan konsensus analis di Indonesia masih sangat terbatas jumlahnya dibandingkan dengan Amerika Serikat sehingga data dalam penelitian ini terkait konsensus analis juga tidak banyak. Keterbatasan data konsensus analis di Indonesia ini mungkin menjadi alasan berbedanya hasil penelitian ini dengan penelitian Caylor (2010).
5. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris apakah ketiga patokan laba memiliki pengaruh terhadap manajemen laba melalui diskresi pengakuan pendapatan. Sedikit berbeda dengan penelitian acuan Caylor (2010), penelitian ini menambahkan ROA sebagai variabel kontrol untuk mengendalikan efek profitabilitas terhadap manajemen laba. Sampel yang digunakan adalah perusahaan non-finansial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010 dengan metode regresi data panel. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hal melakukan praktek manajemen laba melalui pengakuan pendapatan, manajemen tidak dipengaruhi oleh seluruh patokan laba. Patokan laba mencegah kerugian dan mencegah penurunan laba hanya mempengaruhi manajemen laba melalui diskresi pendapatan diterima di muka, tetapi tidak berpengaruh pada manajemen laba melalui diskresi piutang. Patokan laba memenuhi perkiraan analis terbukti tidak mempengaruhi manajemen laba dalam bentuk apapun. Terdapat dugaan bahwa manajemen laba lebih dipengaruhi oleh faktor lain dibandingkan oleh patokan laba, misalnya keadaan ekonomi pada tahun tertentu, karakteristik perusahaan, atau aktivitas menerbitkan saham.
Hasil ini sebagian sesuai dengan penelitian Degeorge et al. (1999) yang tercermin dari adanya pengaruh patokan laba mencegah kerugian dan penurunan laba pada pendapatan diterima di muka, tetapi tidak pada piutang karena kemungkinan ada konsekuensi arus kas di masa depan dalam diskresi estimasi piutang (Caylor, 2010). Namun, hasil penelitian ini sebagian sesuai dengan penelitian Marquardt dan Wiedman (2004) serta Roychowdhury (2006) yang tidak menemukan pengaruh patokan laba mencegah kerugian serta mencegah penurunan laba terhadap aktivitas manipulasi akrual. Perbedaan hasil pengaruh patokan laba memenuhi perkiraan analis terhadap manajemen laba melalui pengakuan pendapatan dapat disebabkan oleh bedanya kondisi bisnis di Amerika Serikat dan Indonesia, di mana di Amerika Serikat perkiraan konsensus analis dapat diakses secara bebas dan tersedia lengkap bagi seluruh perusahaan publik. Keterbatasan akses dan data perkiraan konsensus analis Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
dapat mengakibatkan patokan tersebut tidak terlalu dipandang sebagai ukuran baik atau buruknya kinerja manajemen.
DAFTAR PUSTAKA Ashari, Nasuhiyah, et al. “Factos Affecting Income Smoothing Among Listed Companies in Singapore.” Accounting and Business Research (1994): 291-301. Brown, Lawrence D. dan Marcus L. Caylor. “A Temporal Analysis of Quarterly Earnings Thresholds: Propensities and Valuation Consequences.” The Accounting Review (2005): 423-440. Burgstahler, David dan Ilia Dichev. “Earnings Management to Avoid Earnings Decreases and Losses.” Journal of Accountings & Economics (1997): 99-126. Caylor, Marcus L. “Strategic Revenue Recognition to Achieve Earnings Benchmarks.” Journal of Accounting and Public Policy (2010): 82-95. Cohen, Daniel A. dan Paul Zarowin. “Accrual-based and Real Earnings Management Activities around Seasoned Equity Offerings.” Journal of Accounting and Economics (2010): 2-19. Dechow, Patricia M., Scott A. Richardson dan Irem Tuna. “Why Are Earnings Kinky? An Examination of the Earnings Management Explanation.” Review of Accounting Studies (2003): 355-384. Degeorge, Francois, Jayendu Patel dan Richard Zeckhauser. “Earnings Management to Exceed Thresholds.” The Journal of Business (1999): 1-33. Frank, Mary Margaret dan Sonja Olhoft Rego. “Do Managers Use the Valuation Allowance Account to Manage Earnings around Certain Earnings Targets?” The Journal of the American Taxation Association (2006): 43-65. Godfrey, Jayne, Allan Hodgson, Ann Tarca, Jane Hamilton, and Scott Holmes. Accounting Theory, 7th Ed. John Wiley & Sons, Inc. 2010. Healy, Paul M. dan James M. Wahlen. “A Review of the Earnings Management Literature and Its Implications for Standard Setting.” Accounting Horizons (1999): 365-383. Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013
IFRS. “The Conceptual Framework for Financial Reporting.” 2012. Kieso, et al., Intermediate Accounting, Vol 1, IFRS Edition, John Wiley and Sons, 2011. Kothari, S.P., Andrew J. Leone dan Charles E. Wasley. “Performance Matched Discretionary Accrual Measures.” Journal of Accounting & Economics (2005): 163-197. Lo, Kin. “Earnings Management and Earnings Quality.” Journal of Accounting and Economics (2008): 350-357. Marquardt, Carol A. dan Christine I. Wiedman. “How Are Earnings Managed? An Examination of Specific Accruals.” Contemporary Accounting Research (2004): 461491. Nelson, Mark W., John A. Elliott dan Robin L. Tarpley. “How Are Earnings Managed? Examples from Auditors.” Accounting Horizons (2003): 17-35. Payne, Jeff L. dan Sean W. G. Robb. “Eanings Management: The Effect of Ex Ante Earnings Management Expecatations.” Journal of Accounting, Auditing, and Finance (1997): 371-392. Putra, I Nyoman Wijana Asmara. “Manajemen Laba: Perilaku Manajemen Opportunistic atau Realistic?” Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis (2011): 1-21. Ronen, Joshua, dan Varda Lewinstein Yaari. Earnings Management: Emerging Insight in Theory, Practice, and Research. New York: Springer Science+Business Media LLC, 2008. Roychowdhury, Sugata. “Earnings Management through Real Activities Manipulation.” Journal of Accounting and Economics (2006): 335-370. Scott, R.W. 2005. Financial Accounting Theory 6th Ed, Prentice Hall, New Jersey. Sun, Lan dan Subhrendu Rath. “Pre-managed Earnings Benchmarks and Earnings Management of Australian Firms.” Australasian Accounting Business and Finance Journal (2012): 29-55.
Universitas Indonesia
Analisis Pengaruh...Vanessa Juwita, FE-UI, 2013