UNIVERSITAS INDONESIA PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN KEUANGAN DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN PADA PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
TESIS
IWAN ELI SETIAWAN 0906581164
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM JAKARTA JULI 2011
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN KEUANGAN DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN PADA PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum
IWAN ELI SETIAWAN 0906581164
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM JAKARTA JULI 2011
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmatnya tesis ini dapat diselesaikan. Penulis membuat tesis ini dengan topik ”Pertanggungjawaban Kerugian Keuangan Daerah Dalam Pengelolaan Keuangan Pada Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota”. Penulis menulis topik tersebut karena pada saat ini pertanggungjawaban keuangan daerah oleh pejabat dilingkungan pemerintah daerah seringkali dianggap gagal dalam proses pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah, sehingga mengindikasikan telah terjadinya kerugian keuangan daerah. Penulis berharap melalui tesis ini semoga dapat membantu pejabat dalam pemerintah daerah untuk menimalkan kesalahan dalam pengelolaan keuangan daerah, yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan daerah. Saya menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: (1) Bapak DR. H. Sa’aduddin, sebagai Bupati Kabupaten Bekasi, yang telah memberikan kesempatan penulis menyelesaikan tesis. (2) Bapak H. Mustakim, SE, Sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi, yang telah memberikan kesempatan penulis menyelesaikan tesis. (3) Bapak H. Sarbini, SH, MH, Sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi, yang telah memberikan kesempatan penulis menyelesaikan tesis. (4) Bapak Drs. H. Dadang Mulyadi, M.Si, sebagai Sekretaris Kabupaten Bekasi, yang telah memberikan kesempatan penulis menyelesaikan tesis. (5) Ibu Dra. Hj. Aat Barhaty K, MM, sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Bekasi, yang telah memberikan kesempatan penulis menyelesaikan tesis. (6) Ibu Dra. Hj. Ani Gustini, MM, sebagai Kepala Bidang Administrasi Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Bekasi, yang telah
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011
memberikan kesempatan penulis menyelesaikan tesis. (7) Bapak Sofyan Widjaya, S.Ap, sebagai Kepala Sub Bidang Data, Informasi
dan
Kesejahteraan
Pegawai,
yang
telah
memberikan
kesempatan penulis menyelesaikan tesis. (8) Bapak Prof. Dr. Arifin P. Soeriaatmadja, SH, sebagai pembimbing tesis, yang memberikan banyak panduan dalam menyelesaikan penulisan tesis. (9) Dosen Pengajar pada program Magister Ilmu Hukum, yang telah memberikan pemahaman mengenai hukum keuangan negara. (10) Staff Manajemen pada program Magister Ilmu Hukum, yang telah memberikan bantuan dalam pengerjaan tesis. (11) Rekan-rekan pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Bekasi, yang telah banyak membantu dalam memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama melaksanakan iijin belajar dan menyelesaikan tesis ini (12) Rekan-rekan pada pada Program Magister Ilmu Hukum angkatan 2009, yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama pelaksanaan program studi dan penyelesaian tesis ini. (13) Dan semua pihak-pihak lain yang tidak mungkin disebutkan semuanya dab telah mendukung penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan dan pembahasan dalam tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis tetap berharap bahwa tesis ini dapat memberikan manfaat untuk mencegah terjadinya kerugian keuangan daerah pada pemerintah daerah Kabupaten Bekasi.
Jakarta, 14 Juli 2011
Penulis
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011
v
ABSTRAK
Nama
: IWAN ELI SETIAWAN
Program Studi
: MAGISTER ILMU HUKUM
Judul
: PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN KEUANGAN DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN PADA PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA .
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilitasi. Pelaksanaan kegiatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pendekatan yang akan penulis gunakan adalah pendekatan yang bersifat Yuridis Empiris. Penelitian yang berbasis pada inventarisasi hukum positif, penemuan azasazas hukum dan penemuan hukum inconcretto. Hasil penelitian dan kajian bertujuan untuk menarik kesimpulan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terhadap kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai pelaksana Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD), akan senantiasa diperiksa oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota. Hal tersebut bertujuan untuk terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance. Jika terjadi kerugian dalam pengelolaan keuangan daerah atau keuangan negara yang berada di daerah maka bentuk pertanggung jawaban bagi pihak-pihak yang terkait adalah mengganti kerugian, sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA UNIVERSITAS
vi
Sanksi administratif dapat dilaksanakan oleh instansi internal dan sanksi pidana dilaksanakan oleh penegak hukum yaitu kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kata Kunci: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Good Governance, Sanksi.
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA UNIVERSITAS
vii
ABSTRACT
Name
: IWAN ELI SETIAWAN
Study Program
: MASTER LAW SCIENCE
Judul
: REGIONAL FINANCIAL LOSS ACCOUNTABILITY IN FINANCIAL MANAGEMENT ON LOCAL GOVERNMENT LEVEL II DISTRICT/CITY
Regional budget is annual financial plan of local government discussed and agreed between local government and local council. It is stipulated by local regulations. Function of local budgets is authority, planning, monitoring, allocation, distribution and stability. Implementation of local budget is set by regulations, regulation that is Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (State Financial) dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Local Government). Author approach for this thesis is juridical approach of empirical. Research based on the collection of positive law, legal principles discovery and legal discovery. Research aims to draw conclusions to implementation regional budget on local goverment, based on positive regulation compliance. Local goverment as executor of regional budget, will always be checked by BPKP (Financial and Development Supervisory Agency), BPK (State Audit Agency), regional counsil. It aims to create good government. In case financial losses in state finance or regional finance then form of accountability is sanctions for parties concerned. Sanctions are indemnify, administrative sanctions and criminal sanctions. Administrative sanctions can be implemented by internal agency adn criminal sanctions can be implemented by law enforcement ie police, prosecutors, KPK (anti corruptions commission).
Keyword: Regional budget, Good Governance, Sanctions.
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA UNIVERSITAS
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS
iv
ABSTRAK
v
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
xi
BAB I
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
8
C. Tujuan Penelitian
8
D. Manfaat Penelitian
9
E. Kerangka Teori
10
F. Kerangka Konsep
26
G. Metode Penelitian
29
H. Sistematika Penulisan
30
BAB II PENGAWASAN TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA UNTUK MENCEGAH KERUGIAN KEUANGAN DAERAH DAN PERTANGGUNGJAWABAN PEMERINTAH DAERAH
32
A. Keuangan Daerah
32
B. Pengelolaan Keuangan Daerah
34
C. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
44
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA UNIVERSITAS
ix
BAB III KETENTUAN SANKSI ADMINISTRATIF DAN GANTI RUGI DALAM PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN DAERAH
A. Sanksi Administratif
55
55
B. Dasar Hukum Penyelesaian Kerugian Daerah Melalui Jalur Administratif
60
C. Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM)
64
BAB IV KETENTUAN SANKSI PIDANA DALAM PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN DAERAH
72
A. Sanksi Pidana
72
B. Pidana Uang Pengganti
80
C. Penyidikan dan Penuntutan
84
PENUTUP
98
A. Kesimpulan
98
B. Saran
101
DAFTAR PUSTAKA
102
BAB V
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA UNIVERSITAS
x
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1.
Peraturan Perundangan Keuangan Daerah
34
Gambar 2.2.
Lingkup Pengelolaan Keuangan Daerah
41
Gambar 2.3.
Dokumen Pokok Penganggaran Daerah
44
Gambar 2.4.
Dokumen Pokok Pelaksanaan Anggaran Daerah
44
Gambar 2.5.
Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD - SKPD
46
Gambar 2.6
Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD - Kepala Daerah
48
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA UNIVERSITAS
xi
DAFTAR TABEL Tabel 4.1.
Ketentuan-Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
72
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA UNIVERSITAS
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Berdasarkan UUD 1945 alinea IV1 mengenai pembentukan pemerintahan untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan2 dalam berbagai bidang, yang mengakibatkan hak dan kewajiban dalam menyelenggarakan pemerintahan tersebut dan dapat dinilai dengan uang dari hasil pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sehingga hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara. Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum dan menyelenggarakan
pemerintahan
negara
berdasarkan
konstitusi,
sistem
pengelolaan keuangan negara harus sesuai dengan aturan-aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar, khususnya dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Hal Keuangan, antara lain disebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang, dan ketentuan mengenai pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara serta macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undangundang. Hal-hal lain mengenai keuangan negara sesuai dengan amanat Pasal 23 c diatur dengan undang-undang. Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Pada sisi obyek yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kegiatan dan kebijakan dalam bidang fiskal3,
1
Bunyi UUD 1945 alenia ke IV adalah : Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan suatu kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa… dst.
2
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pusat dan Daerah. 3
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
2
moneter4, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan5. Serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut6. Demikian pada sisi subyek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Sedangkan pada sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Adapun pada sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan atau penguasaan obyek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Bidang pengelolaan keuangan negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum. Dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2003, ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus
4
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha untuk mengendalikan ekonomi maktro agar dapat berjalan sesuai yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan ahar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadi output keseimbangan.
5
Pengelolaan Kekayaan Negara yang dipisahkan meliputi: a. Penyertaan Modal Negara (PMN) adalah kekayaan negara yang dipisahkan untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas (PT) lainnya, dan dikelola secara korporasi. b. Kekayaan Negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN atau perolehan lainnya yang sah yang dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN.
6
Prof. Dr. Arifin P. Soeria Atmadja, S.H., Keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum : Praktik dan Kritik, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, halaman 4
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
3
kas, dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah7. Begitu pula dengan pelaksanaan APBD laporan keuangan setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntasi8 pemerintah9. Dalam pelaksanaan APBD memperlihatkan bahwa fungsi pengawasan belum berjalan
secara
maksimal,
sehingga
mengakibatkan
kesalahan
dalam
pertanggungjawaban keuangan daerah oleh pejabat pemerintah daerah. Hal ini diindikasikan dengan masih tercermin dari berbagai laporan yang dihasilkan oleh BPK, dan dilihat dari pelanggaran dalam kerugian keuangan daerah10. Pengawasan merupakan salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik dan sesuai dengan rencana, kebijakan instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat manapun. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas-tugas organisasi.11 Sebagai bagian dari aktivitas dan tanggung jawab pimpinan, sasaran pengawasan adalah mewujudkan dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas, 7
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
8
Akuntansi merupakan proses mengenali, mengukur dan mengkomunikasikan informasi ekonomi untuk memperoleh pertimbangan dan keputusan yang tepat oleh pemakai informasi yang bersangkutan. Akuntansi bisa didefinisikan secara tepat dengan menjelaskan tiga karakteristik penting dari akuntansi yaitu pengidentifikasikan, pengukuran, dan pengkomunikasikan informasi keuangan tentang entitas ekonomi kepada pemakai yang berkepentingan.
9
Akuntansi pemerintahan adalah akuntansi yang mengkhususkan dalam pencatatan dan pelaporan transaksi-transaksi yang terjadi di badan pemerintah. Akuntan pemerintah menyediakan laporan akuntansitentang aspek pengurusan dari administrasi keuangan negata. Di samping itu, bidang ini meliputi pengendalian atas pengeluaran melalui anggaran negara, termasuk kesesuaian dengan Undang-Undang yang berlaku. 10 Kejaksaan Negeri Cikarang, Detail Data Tindak Pidana Khusus, www.kejari-cikarang.go.id, tanggal 1 Juli 2011 11 Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Gunung Agung , Jakarta, 1997, hal. 159
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
4
rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas organisasi. Hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh pimpinan dalam pengambilan keputusan untuk : 1. Menghentikan
atau
meniadakan
kesalahan,
penyimpangan,
penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban; 2. Mencegah
terulangnya
kembali
kesalahan,
penyimpangan,
penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban tersebut; 3. Mencari cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik untuk mencapai tujuan dan melaksanakan tugas-tugas organisasi.
Fungsi pengawasan akan bermakna, manakala diikuti dengan langkahlangkah tindak lanjut yang nyata dan tepat, dengan kata lain, tanpa tindak lanjut, pengawasan sama sekali tidak ada artinya. Dalam lingkungan aparatur pemerintah, sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983, pengawasan bertujuan mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Adapun sasarannya adalah: 1. Agar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dilakukan secara tertib berdasarkan peraturan yang berlaku serta berdasarkan sendi-sendi kewajaran penyelenggaraan pemerintahan agar tercapai daya guna, hasil guna, dan tepat guna sebaik-baiknya; 2. Agar pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan rencana dan program pemerintah serta peraturan yang berlaku sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan; 3. Agar hasil-hasil pembangunan dapat dinilai seberapa jauh telah tercapai untuk memberi umpan balik berupa pendapat, kesimpulan dan saran terhadap kebijakan, perencanaan, pembinaan, pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan; 4. Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran, dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang, dan perlengkapan milik negara, sehingga dapat terbina aparatur yang tertib, bersih, berwibawa, efektif, dan efisien.12 12
ibid, hal. 160
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
5
Berhasil tidaknya pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas suatu organisasi, atau baik buruknya citra suatu organisasi dalam pandangan masyarakat, pertama-tama adalah tanggung jawab pimpinannya. Demikian pula, kendala yang telah, sedang, dan mungkin akan dihadapi, termasuk bagaimana kualitas orang yang dipimpinnya. Setiap pimpinan instansi pemerintah ataupun satuan/unit kerja dalam aparatur, baik struktural maupun ekstra struktural seperti proyek, tim, panitia, kelompok kerja, dan lain-lain, memiliki kewajiban dan tanggung jawab. Pengawasan keuangan daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten/Kota, Inspektorat Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, BPKP dan BPK, juga oleh LSM dan masyarakat13. Pelaksanaan pengawasan melalui partisipasi organisasi-organisasi masyarakat terutama golongan-golongan kepentingan dalam masyarakat yang dapat berbentuk secara langsung. Hal ini misalnya dilakukan melalui pembentukan dewan-dewan atau panitia-panitia konsultatif, dalam pemerintahan pusat, provinsi atau kabupaten/kota.14 pemeriksaan15 atas pelaksanaan, pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Periksaan oleh
13 14
www.ditjen-otda.depdagri.go.id tanggal 26 April 2011. Bintoro Tjokmamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1995, hal. 221.
15
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keadalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Fungsi pemeriksaan menurut Sofyan Assauri (1993:325) tujuan dari pemeriksaan manajemen adalah untuk mengetahui apakah prestasi manajemen tersebut telah sesuai dengan ketentuan, kebijakan dan peraturan yang ada dalam perusahaan, serta untuk mengetahui apakah prestasi manajemen perusahaan telah baik daripada sebelumnya, dan untuk menentukan apakah aktivitas atau programnya telah dikelola secara ekonomis, efisien dan efektif. Manfaat dari pemeriksaan manajemen menurut Amin Widjaja antara lain: a. Memberi informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan. b. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan. c. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang ditetapkan, rencana-rencana, laporan-laporan dan pengendalian. d. Mengidentifikasikan area masalah petensial pada tahap dini untuk menentukan tindakan preventif yang akan diambil. e. Menilai ekonomisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk memperkecil pemborosan. f. Menilai efektivitas dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telah ditetapkan. g. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasi perusahaan.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
6
Badan Pemeriksa Keuangan. Hasil pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dilimpahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk dibahas dan diambil penyelesaian-penyelesaian
yang
berdasarkan
peraturan
yang
berlaku.
Penyelesaian melalui pembahasan dalam rapat paripurna DPRD dapat menghasilkan berupa rekomendasi penyelesaian yang ditujukan kepada Kepala Daerah. Setelah pembahasan mengenai ruang lingkup keuangan negara, pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara berlanjut kepada pertanggungjawaban keuangan daerah menjadi bagian dari ketiga hal tersebut. Untuk pertanggung jawaban pengelolaan keuangan daerah, Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD mengenai: a. Pengelolaan keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan dalam pelaksanaan desentraliasi16. b. Kinerja keuangan daerah dari segi efisiensi17 dan efektifitas18 keuangan dalam pelaksanaan desentralisasi. Laporan pertanggungjawaban keuangan tersebut dinyatakan dalam satu bentuk laporan. Laporan pertanggungjawaban keuangan daerah akan terdiri dari: a. Laporan perhitungan APBD. b. Nota Perhitungan APBD.
16
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam struktur organisasi. Pada sistem pemerintahan melalui otonomi daerah memberikan sebagian kewenangan yang sebelumnya kewenangan pemerintah, pada saat ini menjadi kewenangan pemerintah daerah.
17
Efisiensi adalah merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil kegiatan yang dijalankan. Menurut Mulyamah, Efisiensi adalah suatu ukuran dalam membandingkan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan yang direalisasikan. Menurut H. Emerson, Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan hasil keeuntungan dengan sumber-sumber yang digunakan (output). 18
Efektif adalah pencapaian hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Sondang P. Siagian, Efektif adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas kegiatan yang dijalankannya. Efektifitas menunjukan segi keberhasilan dari tercapai tidaknya sasaran yang ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran berarti makin tinggi efektifitasnya. Menurut Abdurahmat, efektifitas adalah pemanfaatan sumber daya sarana, prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
7
c. Laporan Arus Kas. d. Neraca Daerah. Setiap
Pejabat
Pengelola
pertanggungjawaban
keuangan
Keuangan secara
Daerah
periodik.
menyusun Sistem
dan
laporan prosedur
pertanggungjawaban ini ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. DPRD dalam sidang pleno terbuka menerima atau menolak dengan meminta untuk
menyempurnakan
laporan
pertanggungjawaban
keuangan
daerah.
Penolakan laporan oleh DPRD harus disertai dengan alasannya. Proses lebih lanjut dari penolakan pertanggungjawaban Kepala Daerah tersebut mengikuti mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, dan laporan pertanggungjawaban keuangan daerah merupakan dokumen daerah.
Sehingga proses penyelesaian kerugian negara dalam tesis ini dilakukan melalui: 1. Melalui penyelesaian administratif dengan membayar ganti rugi dan pelaku mendapat sanksi administratif. 2. Melalui jalur hukum, yaitu dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, di mana salah satu sanksinya terpidana harus membayar uang pengganti.
Dengan mendasarkan pada uraian latar belakang di atas maka permasalahan utama
yang
akan
diteliti
adalah
masalah
yang
berkaitan
dengan
pertanggungjawaban kerugian keuangan daerah dalam pengelolaan keuangan pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota . . Hal tersebut, menurut penulis menjadi agenda penting, disebabkan pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) yang berkaitan dengan keuangan negara harus sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, khususnya adalah Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
8
B. Rumusan Masalah Dengan mendasarkan pada uraian latar belakang di atas maka penulis berusaha untuk mengidentifikasikan pada proses secara administratif dan secara pidana yang bertujuan untuk pencapaian Good Governance19, maka untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, penulis membatasi rumusan masalah, sebagai berikut : 1. Bagaimana pengawasan oleh Inspektorat Kabupaten/Kota, Inspektorat Provinsi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota terhadap pelaksanaan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota?
2. Bagaimana bentuk penyelesaian secara administratif apabila terjadi kerugian keuangan daerah dalam pengelolaan keuangan daerah Kabupaten/Kota ? dan bagaimana sanksi hukumnya ?
3. Bagaimana bentuk penyelesaian secara pidana apabila terjadi kerugian keuangan daerah dalam pengelolaan keuangan daerah Kabupaten/Kota ? dan bagaimana sanksi hukumnya ?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kesimpulan terhadap proses penyelesaian secara administratif20 dan penyelesaian secara pidana21 dalam kerugian keuangan daerah 19 Good Governance adalah suatu manajemen pembangunan yang dilaksanakan pemerintah dengan solid dan bertanggungjawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efesien, efektif, mencegah korupsi dan penyalahgunaan wewenang, memberikan kebebasan berlakunya pasar, disiplin menjalan anggaran serta menciptakan kerangka hukum dan politik untuk meningkatkan pengembangan dunia usaha. 20
Administrasi adalah proses penataan usaha yang ada ketika sekelompok orang yang memiliki tujuan yang sama kemudian berinteraksi dalam suatu organisasi, melakukan kerjasama dengan menggunakan instrumen dan sumber daya yang terbatas. 1. Hukum Administrasi menurut Oppen Hein, Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
9
Kabupaten/Kota, kesimpulan tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi efektifitas kedua penyelesaian tersebut dalam menciptakan pemerintahan daerah yang Good Governance.
D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang akademis dan bidang dunia pekerjaan yang dilaksanakan oleh pejabat negeri22 dan pejabat negara23. 1. Manfaat secara Teoritis
2. Hukum Administrasi Negara menurut J.H.P. Beltefroid, Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan tentang cara bagaimana alat-alat pemerintahan dan badan-badan kenegaraan dan majelis-majelis pengadilan tata usaha negara hendak memenuhi tugasnya. 3. Hukum Administrasi Negara menurut Logemann, Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat dari norma-norma yang menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan untuk memungkinkan pejabat administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus. 4. Hukum Administrasi Negara menurut L.J. Van Apeldoorn, Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan yang hendaknya diperhatikan oleh para pendukung kekuasaan penguasa yang diserahi tugas pemerintahan tersebut. 21
Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur anaar subjek hukum dalam hal perbuatanperbuatan yang yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang-undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi pelanggarnya. Dalam hukum pidana dikenal dua jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan adalah perbuatan yang tidak hanya bbertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Sedangkan pelanggaran adalah perbuatan yang hanya dilarang oleh Peraturan Perundang-Undangan. 1. Hukum Pidana menurut Prof. Pompe, Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang sehatusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana itu. 2. Hukum Pidana menurut Prof. Simmon, Hukum Pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pemidanaan) barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan yang menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut. 3. Hukum Pidana menurut Van Hammel, Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar dan aturanaturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorder) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut. 22
Pejabat Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil yang memiliki jabatan struktural atau fungsional. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk didalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga tinggi atau tertinggi negara dan kepaniteraan di pengadilan.
23
Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi dan tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan menurut Undang-Undang. Hal tersebut tercantum dalam UU No. 43/999 dan PP No. 9/2004, Pejabat Negara adalah Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
10
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengembangan ilmu hukum administrasi negara pada khususnya.
2. Manfaat secara Praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada para penyelenggara pemerintah daerah yang meliputi Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam membentuk peraturan daerah (PERDA). Serta memberikan manfaat kepada pejabat negeri dalam pelaksana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
E. Kerangka Teori Penulis menyampaikan teori-teori untuk mendukung pendapat penulis dalam fenomena penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/Kota melalui pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang meliputi teori-teori dari : 1. Negara Hukum; 2. Keuangan Negara; 3. Pemerintah Daerah; 4. Teori penyelesaian kerugian daerah Penjelasan dari teori-teori tersebut sebagai berikut:
1. Negara Hukum Negara hukum yang berintikan Rule of Law24 , A.V. Dicey dalam bukunya The Law of the Constitution mengemukakan bahwa paham Rule of Law itu memuat tiga unsur, yaitu: A. Supremacy of Law Mengandung arti kekuasaan tertinggi dari hukum. Baik rakyat (yang diperintah) maupun raja (yang memerintah), kedua-duanya tunduk kepada hukum, adapun yang berkuasa berdaulat ialah hukum. 24
Drs. C.S.T. Kansil, SH, Hukum Tata Negara Republik Indonesia: Buku I (1945-1985), PT. Bina Aksara, Jakarta, 1986, hlm 20.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
11
B. Equality Before of the Law Mengandung arti bersamaan kedudukan terhadap hukum, tak ada hukum istimewa untuk seseorang, namun di Perancis dan negara-negara kontinental lainnya. Jika negara atau alat-alat kekuasaannya tersangkut dalam suatu perkara, maka yang berlaku ialah Hukum Administrasi Negara dan diadili oleh Pengadilan Administrasi.
C. Konstitusi yang bersandarkan hak-hak asasi. Bagi negara-negara Kontinental, Undang-Undang Dasar yang primer, sedang hak-hak dasar diturunkan dari Undang-Undang Dasar. Tetapi bagi Inggris, hak-hak dasar yang primer. Negara hukum berdasarkan Rechtsouvereiniteit25, dalam tipe negara hukum ini, hukumlah yang berdaulat. Negara dipandang sebagai subjek hukum, dan apabila negara salah, maka dapat dituntut di muka pengadilan sebagaimana halnya dengan subjek hukum yang lain (manusia). Oleh karena negara Republik Indonesia pernah menjadi kolonial Belanda, maka negara kita untuk sebagian besar mengikuti tipe eropa kontinental26 dengan di sana sini mengambil dari unsur-unsur yang baik dari tipe negara hukum Anglo Saxon27. Kedua bentuk Negara Hukum ini adalah tipe pokok, yang di berbagai negara lain kemudian timbul variasi-variasi lain daripada pengertian Negara Hukum. Dengan demikian, walaupun sama-sama menganut Negara Hukum, tetapi ternyata isi mengenai pengertian negara hukum itu tidak sama pada setiap negara.
25
Ibid.
26
Sistem Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan keberadaan ketentuan-ketentuan hukum yang dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya.
27
Sistem Anglo Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan kepada yurisprudensi, yaitu keputusan hakin-hakin terdahulu, yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
12
2. Keuangan Negara Keuangan negara28 berhubungan dengan cakupan yang lebih luas, yang meliputi ilmu ekonomi, hukum, politik, tata negara dan sebagainya. Keuangan negara selalu berupaya dan berusaha mencapai efisiensi dalam menghimpun dana masyarakat, mengalokasikan dana kepada masyarakat dan membuat alternatif adalah pola pikir ekonom. Untuk menarik pajak dari masyarakat, harus berdasarkan persetujuan rakyat dalam bentuk undang-undang. Begitu juga prosedur pengeluaran keuangan negara harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal tersebut merupakan ruang lingkup ilmu hukum. Pengurusan keuangan negara baik mengenai pengesahan, pelaksanaan dan pengawasannya, ditentukan lembagalembaga negara yang berwenang, hal tersebut termasuk ruang lingkup ilmu tata negara. Ilmu keuangan negara mengikuti perkembangan kegiatan negara, yang erat kaitannya dengan falsafah29 dan ideologi30 negara dan mempengaruhi fungsi negara, sebagai berikut menjelaskan hubungan ideologi negara dengan keuangan negara, yaitu: A. Ideologi liberalisme memusatkan perhatiannya kepada individu manusia dan memandang
kepentingan
orang
banyak
sebagai
penjumlahan
dari
kepentingan individu. Konsep dasar dari ideologi liberalisme adalah hak asasi manusia yang melekat semenjak manusia dilahirkan dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, kecuali dengan persetujuannya. Konsep dasar tersebut melahirkan konsep kunci, yaitu pertumbuhan ekonomi semata-mata. Dan hal ini menjadi konsep kunci dalam
konsep
28
Drs. H. Anwar Sulaiman, Penganter Keuangan Negara dan Daerah, Lembaga Administrasi Negara, 2000, hlm 5. 29
Falsafah adalah satu disiplin ilmiah yang mengusahakan kebenaran yang umum dan asas. ciriciri falsafah sebagai berikut : merupakan satu pemikiran yang tuntas dan tujuannya adalah untuk mendapatkan kebenaran. Falsafah adalah pengalihan dari Filsafat, Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dengan konsep mendasar.
30
Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan, ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu, secara umum dan beberapa arah secara filosofis (idelologi politik). Tujuan utama dalam ideologi adalah menawarkan perubahan melalui proses pemikiran yang normatif. Ideologi adalah pemikiran yang abstrak yang diterapkan dalam masalh publik sehingga membuat konsep ideologi menjadi inti dari politik.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
13
pembangunan, kekuatan pasar, kekuatan ekonomi, kemampuan pribadi, persaingan, konflik, kepuasan terbaik dalam pencapaian harta terbanyak, dan sebagainya yang semuanya berwatak individualistik. B. Ideologi komunis memusatkan perhatiannya kepada kolektifitas masyarakat dan
memandang
kepribadian
individu
manusia
hanya
dapat
memanisfestasikan diri dalam kolektivitas. Manusia individu dipandang sebagai tidak memiliki arti. Karena ideologi ini merupakan reaksi terhadap kapitalisme31, maka dengan sendirinya konsep dasarnya ialah membrantas nilai lebih yang diambil oleh para kapitalis. Perjuangan ini diawali oleh pertentangan kelas. Sebab itu konsep kuncinya adalah revolusi sebagai metode sekaligus arena menyelesaikan pertentangan kelas. Pertentangan kelas ini mengikuti hukum kontradiksi. Konsep kunci yang tak kalah penting adalah keharusan sejarah dengan kemenangan proletar melalui menghalalkan berbagai cara. C. Sedangkan pandangan Pancasila serba integralistik karena segala sesuatu di alam semesta ini saling berkaitan satu sama lain. Saling berkaitan itu berwujud saling memberi. Masyarakat sebagai suatu keseluruhan tersusun oleh interaksi, saling memberi antar individu warganya dengan tetap memiliki kepribadian penuh. Konsep dasarnya ialah Kemaha Esaan Tuhan. Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, integralistik. Konsep kuncinya ialah keseimbangan keserasian, saling memberi atau kekurangan dan dinamika alami. Ilmu tentang keuangan negara32 berkembang dari peranannya atau aktivitas pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. Pada dasarnya ilmu tentang keuangan negara mempelajari tentang penerimaan dan pengeluaran negara beserta pengaruh-pengaruhnya terhadap perekonomian negara. Mengenai pengeluaran negara pendapat para ahli, Adam Smith yang membagi pengeluaran negara untuk keperluan:
31
Kapitalisme adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
32
'Op. Cit.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
14
A. Melindungi rakyat atau keperluan pertahanan sebagai tugas utama pemerintah melindungi rakyatnya dari serangan negara atau masyarakat luar. Hal ini lebih terkenal dengan istilah pertahanan dan keamanan yang dilakukan oleh angkatan perang dan di negara kita terkenal dengan pengeluaran untuk TNI, disebut sebagai defense expense. B. Melindungi
anggota
masyarakat
dari
ketidakadilan
tekanan
dari
masyarakat, golongan atau perorangan terhadap masyarakat atau perorangan. Karena itu diperlukan pengeluaran negara untuk membiayai pamong praja, polisi, jaksa dan hakim, disebut sebagai justice expense. C. Membiayai prasarana dan serta lembaga-lembaga yang tidak mungkin diadakan oleh masyarakat atau pribadi, karena besar biayanya atau tidak menguntungkan (laba), misalnya lembaga pendidikan untuk menjadikan masyarakat cerdas dan bermoral, membuat jalan raya, bendungan dan irigasi dan lain sebagainya, yang akan dinikmati oleh rakyat umum. Hal tersebut sebagai work public and public institution expense. D. Membantu
meningkatkan
martabat
nama
baik
bangsa
seperti
mengembangkan budaya dan keindahan alam agar sejajar dengan bangsabangsa lainnya. Hal ini disebut supporting the dignity of the sovereign expense.
Menurut Adolf Wagner mengenai pengeluaran negara yang selalu meningkat33 dengan teorinya yaitu law of ever increasing state activity menyatakan suatu hukum yang menyebabkan selalu meningkatnya kegiatan pemerintah. Menurut kegiatan pemerintah itu terus menerus meningkat dari tahun ketahun (sebab kegiatan dan pembangunan yang dilakukan pemerintah selalu meningkat) karena: A. Meningkatnya fungsi pertahanan, keamanan dan ketertiban Meningkatnya kebutuhan jasa masyarakat harus diikuti penyediaan alatalat pemuas secara tepat dalam jumlah memadai secara adil. Apabila tidak, akan menimbulkan gejolak dan gangguan terhadap ketertiban dan 33
Ibid.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
15
keamanan,
kemungkinan
meningkatnya
pencurian,
perampokan,
pembunuhan, dan lain sebagainya. Hal tersebut membutuhkan tambahan polisi dan perlengkapannya. Kemungkinan ada pula gangguan dari luar karena alasan politik ekonomis, sehingga terjadi penyerbuan, pelanggaran wilayah. Hal tersebut memerlukan angkatan perang yang kuat dengan persenjataan yang canggih, teknologi persenjataan mutakhir tersebut yang memerlukan biaya. B. Meningkatnya fungsi kesejahteraan. Meningkatnya
jumlah
penduduk
beserta
kebutuhan-kebutuhannya
merupakan sumber pokok permasalahan pembangunan. Kebutuhan pangan, sandang, papan dan transportasi akibat bertambahnya penduduk, perlu dipenuhi secara kuantitatif dan kualitatif. Hal ini yang disebut dengan evaluation of rising demand. Adanya perbedaan dalam pemilikan dan kesempatan penggunaan sumber daya ekonomi dalam sektor swasta mengakibatkan melebarnya kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Kesenjangan tersebut perlu mendapat perhatian pemerintah. Untuk mengatasinya dapat berupa subsidi penyediaan barang-barang kebutuhan pokok, seperti beras, sandang, perumahan dan transportasi. Begitu juga penyediaan kemudahan pendidikan, kesehatan dan air bersih. C. Meningkatnya fungsi pembangunan. Pembangun tidak hanya menyangkut negara-negara berkembang, tetapi juga negara-negara yang telah maju. Pertumbuhan ekonomi negara-negara yang telah maju. Pertumbuhan ekonomi negara-negara yang telah maju lebih cepat bila dibandingkan dengan negara yang sedang berkembang. Bagi negara yang sedang berkembang untuk mengejar ketertinggalan dibutuhkan peranan pemerintah yang lebih besar karena peranan swasta masih kecil. Sedangkan di negara yang sudah maju peranan swasta lebih besar (dominan). Untuk itulah peranan pengeluaran pemerintah selalu meningkat dari tahun ke tahun. Ini karena pemerintah merupakan pelopor dalam pembangunan.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
16
D. Meningkatnya fungsi perbankan. Fungsi perbankan makin lama menunjukan gejala makin meningkat. Ini karena kebutuhan masyarakat akan uang dan kredit makin lama juga semakin meningkat. Kegiatan dan jumlah bank-bank pemerintah meningkat, sehingga pengawasan keuangan terhadap lembaga-lembaga keuangan pemerintah akan semakin meningkat. Begitu juga lembaga pengawasan swasta, maka bimbingan pengawasan oleh pemerintah menghendaki peningkatan. Pengarahan dan pengerahan dana oleh pemerintah
dalam
rangka
menjaga
kestabilan
moneter
melalui
instrumennya mempunyai peranan penting. Kegiatan ini memerlukan biaya dan dana dari pemerintah.
Adam Smith mengemukakan, dalam rangka pengeluaran negara untuk membiayai pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah yang menggunakan sumbersumber daya ekonomi yang dimiliki dan dikuasai secara langsung maupun tidak langsung menggunakan dana dari masyarakat, harus berpedoman pada prinsipprinsip pokok pengeluaran negara. Hal ini disebutnya asas belanja pemerintah, azas tersebut meliputi: A. Azas moralita, adalah kumpulan nilai-nilai yang didukung dan dijunjung tinggi masyarakat atau bangsa, dan mendorong untuk berbuat atau tidak berbuat di masyarakat. Dasar moral ini merupakan fondasi yang menentukan perkembangan suatu bangsa. B. Azas nasionalita, adalah yang menjadi dasar pelaksanaan tugas pemerintah dalam rangka mencapai tujuan nasional untuk kebahagian seluruh warga negara. C. Azas kerakyatan, rakyat adalah sumber dan pemilik kedaulatan. Hal ini merupakan pedoman bagi pemerintah dalam melaksanakan tugasnya, karena itu hendaknya pemerintah selalu memperhatikan hak-hak dan kewajiban azasi rakyat yang selalu harus dilindungi dan dihargai. D. Azas rasionalita, segala tindakan pemerintah yang konkrit hendaknya didasarkan pada penggunaan akal yang jernih dan selalu memperhatikan efisiensi dan efektivitas.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
17
E. Azas fungsionalita, dalam hal ini kejelasan tugas, hak, wewenang, dan tanggung jawab berdasarkan fungsi atau kedudukan unsur-unsur pembagian kekuasaan dan uraian jabatan yang jelas, harus dijadikan landasan berpijak. F. Azas perkembangan, manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial dan berbudaya selalu membutuhkan perkembangan dan kemajuan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Mulai dari mempertahankan hidup, melanjutkan keturunan secara tentram, serta meningkatkan kualitas hidup sebagai manusia yang berbudaya. G. Azas keseimbangan dan keadilan, maksudnya pengeluaran pemerintah hendaknya ada keselarasan, keserasian dan keadilan dalam kebutuhan manusia. di setiap aspek kehidupan. Misalnya, pengeluaran dalam bidang pertahanan dan keamanan serta bidang kesejahteraan dan pendidikan, semuanya membutuhkan hubungan secara proporsional yang tepat. Keadilan merupakan keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kebutuhan kolektif dengan kebutuhan individual, dan seterusnya.
Dalam rangka mencapai tujuan negara, peranan pemerintah semakin besar. Ini berarti pengeluaran negara selalu meningkat dari tahun ke tahun untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya. Walaupun demikian, pengeluaran negara itu ada batas-batas atau prinsip-prinsip batasnya, yaitu: A. Pengeluaran negara itu dibatasi oleh kemampuan untuk membiayai (pay as you go principle). Bagaimanapun juga banyaknya aktivitas yang harus dilakukan dalam rangka mensejahterakan rakyat, harus selalu berpedoman kepada kemampuan dana yang dimiliki. B. Pengeluaran negara dibatasi oleh besarnya penerimaan. Meskipun dalam teori keuangan negara dimulai dari menyusun rencana pengeluaran lebih dahulu kemudian baru dicari sumber-sumber pembiayaannya, namun dalam praktiknya, negara dalam menyusun pengeluaran itu sangat memperhatikan dan mempertimbangkan berapa pendapatan yang mungkin diperoleh terutama dari pajak. Hal tersebut disebut dengan tax rate limitation.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
18
C. Pengeluaran negara dibatasi oleh ada atau tidaknya pinjaman untuk menutup kekurangan pembiayaan rencana kerja pemerintah dalam satu tahun anggaran. Hal tersebut disebut dengan debt rate limitation.
Selain ketiga prinsip tersebut di atas, masih ada pertimbangan lain sebagai pembatasan pengeluaran negara, yaitu: A. Pengeluaran negara hendaknya dibuat seekonomis mungkin, sehingga perencanaan dana yang akan dikeluarkan tepat pada sasarannya, sesuai dengan kegiatan dan program pemerintah baik jumlahnya maupun waktunya. Hal ini disebut dengan economizing principle. B. Dalam merencanakan pengeluaran hendaknya dilakukan pemilihan alternatif-alternatif yang mungkin ditempuh dan membuat pula susunan prioritas. Akhirnya dipilihlah alternatif yang terbaik. Hal ini disebut dengan better selection of alternative principle. C. Pengeluaran yang akan dilakukan hendaknya memberikan hasil yang sebanyak-banyaknya, baik berupa material maupun non material, sehingga setiap rupiah yang akan dikeluarkan itu diperhitungkan manfaatnya. Hal ini disebut, more performance eat rupiah expense.
Teori tentang penerimaan negara, membahas tentang beberapa sumber darimana negara memperoleh pendapatan. Sumber negara dikatakan ideal apabila telah memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Salah satu kriteria tersebut yaitu penerimaan negara bersifat berkesinambungan, selalu meningkat serta mempunyai fungsi budgeter dan fungsi reguler. Penerimaan negara yang bersifat reguler maksudnya dapat mengatur distribusi, pemerataan, dan kesempatan kerja. Sedangkan fungsi negara yang bersifat budgeter diharapkan dapat menjamin penerimaan negara dan pemasukan uang yang selalu meningkat. Penerimaan negara yang selalu meningkat dan bersifat berkesinambungan memerlukan beberapa persyaratan, antara lain: A. Persyaratan administrasi perpajakan (termasuk dasar-dasar hukumnya). B. Persyaratan penetapan perpajakan. C. Persyaratan pengumpulan perpajakan.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
19
Perlunya penerimaan yang tetap tadi disamping untuk menutup keperluan pelaksanaan tugas pokok pemerintah yang bersifat rutin, juga diharapkan dapat menyelenggarakan pembangunan (public saving). Sumber penerimaan negara yang memenuhi persyaratan penerimaan yang ideal adalah pajak. Di negara, kita telah ada peraturan-peraturan mengenai perpajakan sesuai dengan UUD 1945 Pasal 23 ayat 2.
Menurut U. Hicks penarikan pajak yang ideal itu memenuhi prinsip yaitu: 1.
Efisiensi. Untuk membiayai public service (dalam rangka melayani masyarakat) harus dipilih pajak-pajak yang paling efisien. Biaya untuk memungut pajak harus lebih kecil dari pungutan pajak yang diterima (penerimaan negara).
2.
Ability to pay. Merupakan suatu azas penarikan pajak yang harus didasarkan atas kemampuan wajib pajak untuk membayar. Ini dikerenakan orang yang lebih kaya harus dikenakan pajak yang lebih besar, karena mereka mempunyai kemampuan untuk membayar dibandingkan orang miskin.
3.
Universal. Pajak hendaknya dikenakan kepada semua orang tanpa terkecuali. Sebelumnya Adam Smith telah mengemukakan empat canons mengenai pemungutan pajak34, yaitu: A. Prinsip kesamaan/equity. Bahwa, beban pajak harus sesuai dengan kemampuan. B. Prinsip kepastian/certainty. Pajak harus tegas, jelas, dan pasti bagi setiap wajib pajak (WP), sehingga mudah dipahami oleh mereka dan juga memudahkan administrasi untuk mereka sendiri.
34
Ibid.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
20
C. Prinsip kecocokan/convenience. Kerelaan untuk membayar dari WP sangat diharapkan, sehingga WP tidak merasa tertekan dan dengan senang hati membayar pajak pada pemerintah. D. Prinsip ekonomi. Pajak hendaknya tidak menimbulkan kerugian bagi negara. Jangan sampai biaya
pemungutannya
lebih
besar dari
yang dipungut
(pernerimaan pajaknya).
Selanjutnya pendapat U. Hicks ini juga dijabarkan Adolf Wagner yang lebih dikenal dengan Ideale Best Tereum, antara lain35: 1. Azas politik finansial, yang meliputi: a. Pajak hendaknya menghasilkan jumlah penerimaan yang memadai. b. Pajak hendaknya dinamis. 2. Azas ekonomis, yang meliputi: a. Pemilihan mengenai perpajakan yang tepat, apakah dikenakan hanya pada pendapatan/modal/pengeluaran. b. Pemilihan jenis-jenis pajak berhubungan dengan adanya macammacam pajak dikenakan terhadap wajib pajak, apakah kemungkinan dapat digeser/dialihkan bebannya. 3. Azas keadilan, yang meliputi: a. Pajak hendaknya bersifat umum/universal. b. Adanya kesamaan beban. 4. Azas administrasi, yang meliputi: a. Kepastian pajak. b. Keluwesan dalam penagihan. c. Ongkos pungutan hendaknya diusahakan sekecil-kecilnya.
3. Pemerintah Daerah Pemerintah daerah merujuk pada otoritas administrasi di suatu daerah yang lebih kecil dari sebuah negara. Sebutan ini digunakan untuk melengkapi lembaga 35
Ibid.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
21
tingkat negara bangsa, yang disebut sebagai pemerintah, pemerintah pusat, pemerintah nasional atau pemerintah federal. Pemerintah daerah bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh pemerintahan yang lebih tinggi. Pada saat sekarang pemerintah daerah memiliki kewenangan yang menyerupai pemerintah, maka pemerintah daerah memiliki kekuasaan otonom yang diberikan oleh pemerintah melalui peraturan dan perundangundangan. Negara merupakan organisasi yang dapat berbentuk tersentralisasi atau terdesentralisasi, keadaan tersebut akan sangat bergantung dengan keadaan negara yang dimaksud, faktor asas-asas tersebut berhubungan sangat berhubungan dengan kondisi politik dari negara tersebut. Kedua asas tersebut tidak dikotomis36, tetapi berupa kontinum. Kita tidak dapat memilih salah satu diantara dua alternatif tersebut. Tetapi kita. harus memilih alternatif yang ketiga: sentralisasi dan desentralisasi bagi organisasi negara Indonesia, Sentralisasi37 berperan untuk menciptakan keseragaman dalam penyelenggaraan berbagai fungsi organisasi. Sedangkan desentralisasi berperan untuk menciptakan keberagaman dalam penyelengaraan berbagai fungsi organisasi sesuai dengan keberagaman kondisi masyarakat. Tidak ada negara yang menganut desentralisasi seratus persen. Sebaliknya, kecuali bagi negara yang menyerupai negara kota, hampir tidak ada negara yang menyelenggarakan sentralisasi seratus persen. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kelsen (1973). Disamping itu, selalu terdapat suatu urusan pemerintahan yang sepenuhnya diselenggarakan secara sentralisasi, tetapi tidak pernah terdapat suatu urusan pemerintahan apapun di negara kesatuan yang sepenuhnya diselenggarakan secara desentralisasi. Dalam tataran organisasi negara dibedakan penyelenggara desentralisasi dalam negara kesatuan dan negara federal. Dalam negara kesatuan desentralisasi diselenggarakan oleh pemerintah (Pusat),
36
Dikotomi adalah cara berfikir yang hanya memandang hitam dan putih, tanpa memperhatikan sudut pandang antaranya, yaitu abu-abu.
37
Prof Dr. Bhenyamin Hoessein, S.H., Makalah: Penyempurnaan UU Nomor 20 Tahun 1999 Menurut Konsepsi Otonomi Daerah Hasil Amandemen UUD 1945, Badan Pembinaan Hukum Nasional Depatemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2003.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
22
sedangkan dalam negara federal desentralisasi diselenggarakan oleh (Pemerintah) Negara Bagian. Konsep desentralisasi mempunyai arti yang lebih luas. Konsep tersebut mencakup sub konsep devolusi, dekonsentrasi38, delegasi39 dan privatisasi40. Konsep yang luas inilah menghiasi berbagai laporan Bank Dunia dan organisasi internasional. konsep privatisasi dapat digolongkan ke dalam sub konsep delegasi. Devolusi bertalian erat dengan konsep pemerintahan daerah dan konsep otonomi lokal. Devolution diartikan sebagai pembentukan dan penguatan pemerintahan lokal yang aktivitasnya secara substansial berada di luar pengendalian langsung oleh Pemerintah. Konsep pemerintahan daerah dapat mengandung tiga arti. Pertama, pemerintahan daerah adalah otoritas lokal. Namun kedua istilah tersebut mengacu pada dewan dan unsur eksekutif yang rekruitmen pejabatnya atas dasar pemilihan. Kedua, pemerintahan daerah mengacu pada organ, sedangkan arti kedua mengacu pada fungsi. Cara pandang yang sama juga dianut oleh UU No. 22 Tahun 1948 mengenai pengertian pemerintah dan pemerintahan daerah. Baik dalam arti pertama maupun kedua pemerintah daerah berbeda dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Negara Bagian. Pada kedua pemerintah dari pemerintahan tersebut meliputi cabang dan fungsi legislatif, eksekutilf dan yudikatif. Menurut Antoft dan Novack (1998) istilah legistatif dan eksekutif juga tidak lazim digunakan pada pemerintahan daerah. Istilah yang lazim adalah fungsi pembentukan kebijakan dan fungsi pelaksanaan kebijakan. Fungsi pembentukan kebijakan utamanya diemban oleh para pejabat yang didasarkan atas pemilihan, sedangkan fungsi pelaksanaan kebijakan dilaksanakan oleh para pejabat yang didasarkan atas pengangkatan (Antoft & Novack : 1998) atau birokrat daerah. Pendapat tersebut sangat signifikan bagi Indonesia. Dalam pasal 1 huruf e desentralisasi diartikan 38 Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi pusat di daerah. 39
Delegasi adalah tindakan memberikan wewenang dan tanggungjawab formal untuk menyelesaikan aktivitas yang spesifik kepada bawahan.
40
Privatisasi adalah kegiatan mengurangi peran pemerintah dan meningkatkan peran swasta.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
23
sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalarn kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan Pemerintah menurut pasal yang sama huruf a adalah Presiden dan para Menteri. Dengan demikian desentralisasi yang dianut di Indonesia tidak meliputi penyerahan wewenang oleh MPR, DPR atau MA. Ketiga, pemerintah daerah berarti daerah otonom. Arti ketiga dapat disimak dari definisi konsep yang diberikan oleh The United Nations of Public Administration: a political subdivision of a nation (or, in a federal system, a State) which is constituted by law and has substantial control of local affairs, including the powers to impose taxes or to extract labour for presciribed purposes. The governing body of such an entity is elected or otherwise locally selected (UN, 1961).
Page (1991) mengemukakan bahwa : To be local implies some control over decisions by the community. The principles of representative democracy suggests that this influence is exercised at least in part through democratically elected officials who may be expected to represent local citizens and groups. Local elected representative can also provide the focus for forms of participatory democracy through direct citizen involvement or interest group activity.
Pemerintah dan otonomi daerah akan beraneka ragam pula. Dengan demikian, fungsi desentralisasi untuk mengakomodasi kemajemukan aspirasi masyarakat. Desentralisasi
melahirkan variasi politik dan variasi struktur
pemerintahan untuk menyalurkan hak suara daerah dan pemilihan daerah. Berbeda dengan desentralisasi, dekonsentrasi tidak melahirkan local self government, tetapi menciptakan Field Administration (Leemans :1970). Secara teoritis terdapat dua model dari Field Administration: Fragment Field Administration dan Integrated Field Administration (Leemans : 1970) Model pertama membenarkan batas-batas, wilayah kerja (yuridiksi) dari perangkat
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
24
departemen di lapangan (Instansi Vertikal) secara berbeda menurut pertimbangan fungsi dan organisasi departemen induknya. Dalam hal ini tidak terdapat apa yang dalam sistem Indonesia disebut Daerah Administrasi dengan Wakil Pemerintahnya untuk keperluan koordinasi dan kegiatan pemerintahan umum lainnya. Model kedua mengharuskan terdapatnya keseragaman batas-batas wilayah kerja (yurisdiksi) dari berbagai instansi vertikal atas dasar Daerah Administrasi beserta Wakil Pemerintah. Dalam kaitannya dengan desentralisasi, maka model ini mengharuskan pula berhimpitnya daerah otonom dengan Daerah Administrasi dan perangkapan jabatan Kepala Daerah dan Wakil Pemerintah. Sistem pemerintahan lokal dengan karakteristik tersebut dikenal dengan sebutan Integrated Prefectoral System (Fried: 1963). Konsekuensi sistem tersebut adalah terdapatnya hirarki daerah otonom. Dengan demikian terdapat pula alternatif dalam dekonsentrasi. Alternatif Pertama hanya terdapat dekonsentrasi dari Menteri kepada instansi vertikalnya. Alternatif Kedua, disamping itu terdapat pula dekonsentrasi dari Pemerintah kepada Wakil Pemerintah untuk mengemban apa yang disebut tutelage power (Fried: 1963) atau pemerintahan umum. Walaupun hampir tidak pernah diatur dalam konstitusi negara namun alternatif pertama merupakan keniscayaan dalam negara kesatuan ataupun federal. Sebagai warisan Hindia Belanda alternatif kedua disebut dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945 sebelum amandemen dan diaplikasikan dalam berbagai UU Pemerintahan Daerah masa lalu dan secara terbatas dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 bagi provinsi.
4. Penyelesaian Kerugian Daerah Bendahara41 atau pegawai negeri42 bukan bendahara yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara dapat dikenakan sanksi43 administratif dan
41
Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah. 42
Pegawai Negeri atau Pegawai Negeri Sipil adalah warga negara RI yang telah memenuhi syarat peraturan perundang-undangan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 1 UU No. 43/1999).
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
25
atau sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepala kantor atau kepala satuan kerja yang tidak melaksanakan dapat dikenakan sanksi administratif berupa hukuman disiplin sesuai peraturan perundang-undangan44. Pembebanan45 penggantian kerugian negara yang telah dijatuhkan kepada bendahara atau pegawai negeri yang lain tidak menutup kemungkinan untuk dijatuhkan sanksi kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Pengenaan masing-masing sanksi tersebut tidak perlu saling menunggu, namun demikian apabila sanksi pembebanan ternyata diputus lebih dahulu maka dapat dipakai sebagai pertimbangan bagi penjatuhan sanksi kepegawaian46. Sebaliknya bila sanksi kepegawaian diputuskan lebih dahulu, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan besar kecilnya tingkat kesalahan. Putusan hakim yang menjatuhkan hukuman terhadap seorang Bendahara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat dijadikan bukti tentang perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai dalam proses tuntutan perbendaharaan. 1.
Dalam hal nilai penggantian kerugian negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap akan berbeda dengan nilai kerugian negara dalam surat keputusan pembebanan maka kerugian negara wajib dikembalikan sebesar nilai yang tercantum dalam surat keputusan pembebanan.
2.
Apabila sudah dilakukan eksekusi47 atas putusan pengadilan untuk penggantian kerugian negara dengan cara disetorkan ke kas daerah,
43
Berdasarkan aspek sosiologis, sanksi adalah persetujuan atau penolakan terhadap perilaku tertentu yang terdiri dari sanksi positif dan sanksi negatif. Sanksi positif misalnya pemberian tanda jasa karena prestasi. Sanksi negatif yaitu penjatuhan hukuman penjara kepada seseorang karena perbuatan pidana atau melawan hukum.
44
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
45
Pembebanan adalah penetapan jumlah kerugian keuangan daerah yang harus dikembalikan kepada daerah oleh pegawai yang terbukti telah menimbulkan kerugian keuangan daerah. 46 47
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
26
pelaksanaan surat keputusan pembebanan diperhitungkan sesuai dengan nilai penggantian yang sudah disetorkan ke kas negara.
F. Kerangka Konsep Kerangka konsep dari Pertanggungjawaban Kerugian Keuangan Daerah dalam Pengelolaan Keuangan pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota , adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan Pengelolaan48 diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengelola, pengertian kedua adalah melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakan tenaga orang lain, pengertian ketiga adalah proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi, dan pengertian keempat adalah memberikan pengawasan kepada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan. Sedangkan pengertian dari pertanggungjawaban49 adalah perbuatan yang bertanggung jawab atau sesuatu yang dipertanggungjawabkan. Penulis berpendapat bahwa pengelolaan dalam hal ini adalah sebuah hukum formal, kebenaran formal bertujuan untuk mendapatkan kebenaran materiil. Penulis mengemukakan bahwa kebenaran materiil dari pengelolaan keuangan negara atau keuangan daerah adalah undang-undang yang berkaitan dengan keuangan negara atau keuangan daerah. Sedangkan hukum formal adalah peraturan-peraturan
di
bawah
undang-undang,
yang
meliputi
peraturan
pemerintah, peraturan menteri, peraturan daerah dan lain sebagainya.
2. Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban50 Keuangan Negara dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:
48
Kamus bahasa indonesia mengenai pengelolaan, pusatbahasa.kemdiknas.go.id
49
Kamus bahasa Indonesia mengenai pertanggungjawaban, pusatbahasa.kemdiknas.go.id.
50
Prof Arifin P.Soeria Atmadja, Hukum Keuangan Negara Pasca 60 Tahun Indonesia Merdeka Masalah dan Prospeknya bagi Indonesia Inc, Pemantauan Peradilan.com, MaPPI-FH UI, 2006
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
27
a. Pertanggungjawaban
keuangan
negara
horizontal,
yaitu
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang diberikan pemerintah kepada DPR. Hal ini disebabkan sistem ketatanegaraan yang berdasarkan UUD 1945 telah menentukan kedudukan pemerintah dan DPR sederajat.
b. Pertanggungjawaban keuangan negara vertikal, yaitu pertanggungjawaban keuangan yang dilakukan oleh setiap otorisator51 atau ordonator52 dari setiap Kementerian53 atau Lembaga Negara Non Kementerian (LPNK)54 yang menguasai bagian anggaran, termasuk di dalamnya pertanggungjawaban bendaharawan kepada atasannya dan pertanggungjawaban para pemimpin proyek55. Pertanggungjawaban keuangan ini pada akhirnya disampaikan kepada Presiden yang diwakili Menteri Keuangan selaku pejabat tertinggi pemegang tunggal keuangan negara.
Berdasarkan
konsep hukum
keuangan
negara,
pertanggungjawaban
keuangan Negara merupakan konsekuensi logis dari kesediaan pemerintah melaksanakan APBN yang telah disetujui oleh DPR, dan setingkatnya pemerintah daerah dalam melaksanakan APBD yang telah disetujui oleh DPRD.
51
Otorisator adalah pejabat yang memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan/keputusan yang dapat mengakibatkan keuangan negara keluar, sehingga menjadi berkurang atau bertambah. a. Wewenang untuk mengambil keputusan sebagaiman diatas disebut sebagai otorisasi. b. Tindakan atau keputusan yang diambil oleh otorisasi tidak boleh dilakukan secara lisan, akan tetapi harus tertulis berupa suatu keputusan, yakni disebut dengan surat keputusan otoritas (SKO).
52
Ordonator adalah pejabat yang melakukan pengawasan otorisator, agar otorisator tersebut dalam melaksanakan keputusannya selalu berdasarkan kepentingan umum.
53
Kementerian adalah suatu organisasi khusus yang bertanggungjawab untuk sebuah bidang administrasi umum pemerintahan. Kementerian dipimpin oleh seorang Menteri yang dapat memiliki tanggungjawab satu atau lebih dalam menjalankan fungsi dan tugas kementerian, pejabat senior pelayanan publik, badan, biro, komisi, atau badan eksekutif lainnya yang lebih kecil, penasehat, manajerial atau organisasi administratif.
54
Lembaga Pemerintah Non Kementerian adalah lembaga negara yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden. Kepala LPND berada dibawah dan langsung bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri dan pejabat setingkat Menteri yang mengkoordinasikannya.
55
Proyek adalah aktivitas satu kali yang mendefiniskan secara jelas waktu awal pengerjaan dan waktu berakhirnya pengerjaan.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
28
3. Keuangan Negara dan Keuangan Daerah Secara konsepsional56, sebenarnya definisi keuangan negara bersifat plastis dan tergantung pada sudut pandang. Sehingga apabila berbicara keuangan negara dari sudut pandang pemerintah, yang dimaksud keuangan negara adalah APBN57. Sementara itu, maksud keuangan negara dari sudut pandang pemerintah daerah, yang dimaksud dengan keuangan negara adalah APBD58, Berdasarkan konsepsi hukum keuangan negara, definisi keuangan negara dalam arti luas meliputi APBN, APBD, keuangan negara pada semua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
4. Kerugian Daerah Kerugian daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Setiap kerugian daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.59 Pengertian kerugian negara/daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah: Berkurangnya kekayaan negara/daerah yang disebabkan oleh suatu tindakan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang/kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau kedudukan, kelalaian seseorang dan atau disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia (force majeure). 56
Loc. Cit.
57
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara Indonesia yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari sampai dengan 31 Desember). APBN, Perubahan APBN dan pertanggungjawaban APBN ditetapkan dengan Undang-Undang.
58
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah deaerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), APBD berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran daerah selama satu tahun anggaran (1 Januari sampai dengan 31 Desember). APBD, Perubahan APBD dan Pertanggungjawaban APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
59
Anwar Sulaiman, Pengantar Keuangan Negara dan Daerah, STIA LAN Press. Jakarta.2000, hal.169
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
29
G.Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Pendekatan yang akan penulis gunakan adalah pendekatan yang bersifat yuridis normatif60. Peneltian yang berbasis pada inventarisasi61 hukum positif, penemuan azas-azas hukum dan penemuan hukum, yang dilengkapi pengamatan operasionalisasi hukum pada pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah daerah Kabupaten/Kota melalui APBD.
2. Sumber Data Penelian ini membutuhkan data dari bahan pustaka, Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan pengadilan, buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, dan lain sebagainya. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundangundangan, dan semua bentuk tulisan yang berhubungan dengan objek penelitian.
3. Tehnik Pengumpulan Data Sesuai dengan penggunaan data sekunder dalam penelitian ini, maka pengumpulan datapun akan dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengkaji, dan mengolah bahan secara sistematis bahan-bahan kepustakaan serta dokumendokumen yang berkaitan. Data sekunder baik yang menyangkut bahan hukum primer, sekunder dan tersier diperoleh dari bahan pustaka. Dengan memperhatikan prinsip pemutakhiran. Data tersebut disusun secara sistematis, sehingga diperoleh gambaran relatif lengkap dari klasifikasi secara kualitatif.
60
Menggunakan penedekatan yuridis normatf karena sasaran penelitian ini adalah hukum atau kaedah (norm). pengertian kaidah meliputi asas hukum, kaedah dalam arti sempit adalah nilai (value), peraturan hukum konkret (Mertokusumo, 1996:29). Penelitian yang berobjekan hukum normatif berupa asas-asas hukum, sistem hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal (Soekanto dan Mamudji, 1985:75).
61
Inventarisasi adalah kegiatan melaksanakan pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan, pendaftaran barang inventaris/hak milik.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
30
4. Tehnik Analisis Data Setiap data yang bersifat teoritis baik berbentuk asas-asas, konsepsi dan pendapat para pakar hukum, termasuk kaidah atau norma hukum, akan dianalisa secara yuridis normatif dengan menggunakan uraian secara deskriptif dan perspektif, yang bertitik tolak dari analisis kualitatif normatif dan yuridis empiris.
H. Sistematika Penulisan Pembahasan
mengenai
penulisan
tesis
yang
berjudul
“PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN KEUANGAN DAERAH DALAM PENGELOLAAN
KEUANGAN
PADA
PEMERINTAHAN
DAERAH
KABUPATEN/KOTA ”, akan ditulis dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I.
PENDAHULUAN Bab satu berisi pendahuluan, pada bab ini menjadi pengantar untuk bab selanjutnya, bab satu terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Kerangka Konsep, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II. PENGAWASAN TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA UNTUK MENCEGAH KERUGIAN KEUANGAN DAERAH DAN PERTANGGUNGJAWABAN PEMERINTAH DAERAH Pada bab dua penulis membahas mengenai Keuangan Daerah, Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
BAB III KETENTUAN SANKSI ADMINISTRATIF DAN GANTI RUGI DALAM PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN DAERAH Pada bab tiga penulis membahas mengenai mengenai: sanksi administratif, dasar hukum penyelesaian kerugian daerah melalui jalur administratif dan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM).
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
31
BAB IV. KETENTUAN SANKSI PIDANA DALAM PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA Pada bab empat penulis membahas mengenai; Sanksi Pidana, Pidana Uang Pengganti, Penyidikan dan Penuntutan.
BAB V
PENUTUP Bab ini penulis membahas mengenai: Kesimpulan dan Saran.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
32
BAB II PENGAWASAN TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA UNTUK MENCEGAH KERUGIAN KEUANGAN DAERAH DAN PERTANGGUNGJAWABAN PEMERINTAH DAERAH
A. Keuangan Daerah Menurut tinjauan PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban62. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan,
pelaksanaan,
penatausahaan,
pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat dengan APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, dan/atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur daerah Pemerintahan Daerah. Pemegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya 62
Lihat Pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
33
disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah. Satuan kerja perangkat daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/barang. Unit kerja adalah bagian SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa program. Pejabat pelaksana teknis kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya. Kuasa pengguna anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD. Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah. Menurut tinjauan Pasal 6 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut maka keuangan daerah mengandung unsur pokok, yaitu hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang, serta kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut. Hak daerah dalam rangka keuangan daerah segala hak yang melekat pada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam usaha pemerintah daerah mengisi kas daerah. Hak daerah tersebut meliputi : hak menarik pajak daerah (UU No.18/1997 Jo. UU No.34/2000), hak untuk menarik retribusi/iuran daerah (UU No.18/1997 Jo. UU No.34/2000), hak mengadakan pinjaman (UU No.33/2004), hak untuk memperoleh dana perimbangan dari pusat (UU No.33/2004). Kewajiban daerah juga merupakan bagian pelaksanaan tugas-tugas Pemerintah Pusat sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
34
Gambar 2.1. Peraturan Perundangan Keuangan Daerah
Sumber Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah oleh BPKP.
B. Pengelolaan Keuangan Daerah
Keuangan daerah pada pemerintah kabupaten/kota dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu UU No. 17/2003 tentang
Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri No. 13/2006 Jo. Permendagri No. 59/2007 59/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, serta peraturan perundang-undangan yang terkait.
Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan pengelola keuangan daerah. Kepala Daerah selaku kepala pemerintahan daerah adalah pemegang kekuasaan kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kepala daerah perlu menetapkan pejabat-pejabat tertentu dan para bendahara untuk melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. Para pengelola keuangan keuangan tersebut, adalah:
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011
35
1. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (Koordinator PKD). 2. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). 3. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB). 4. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). 5. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 6. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran. Berikut uraian tentang tugas-tugas para pejabat pengelola keuangan daerah tersebut. 1. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai kewenangan: a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah. c. Menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang. d. Menetapkan bendahara penerima dan/atau bendahara pengeluaran. e. Menetapkan
pejabat
yang
bertugas
melakukan
pemungutan
penerimaan daerah. f. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah. g. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah. h. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran. Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaan kepada: a. Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelola Keuangan Daerah. b. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPD). c. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
36
Pelimpahan tersebut ditetapkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima atau mengeluarkan uang, yang merupakan unsur penting dalam sistem pengendalian intern.
2. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah mempunyai tugas koordinasi di bidang: a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). b. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah. c. Penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD. d. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. e. Tugas-tugas pejabat perencana daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, dan pejabat pengawas keuangan daerah. f. Penyusunan
laporan
keuangan
daerah
dalam
rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Selain mempunyai tugas koordinasi, Sekretaris Daerah mempunyai tugas: a. Memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah. b. Menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD. c. Menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah. d. Memberikan persetujuan pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD)/Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran (DPPA). e. Melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. Koordinator pengelolaan keuangan daerah bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas-tugas tersebut kepada kepala daerah.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
37
3. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku Pejabat Pengelola Keuanggan Daerah (PPKD) mempunyai tugas: a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah. b. Menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD. c. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. d. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah (BUD). e. Menyusun
laporan
keuangan
daerah
dalam
rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. f. Melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) berwenang: a. Menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD. b. Mengesahkan DPA63-SKPD/DPPA64-SKPD. c. Melakukan pengendalian pelaksanaan APBD. d. Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah. e. Melaksanakan pemungutan pajak daerah. f. Menetapkan Surat Penyediaan Dana (SPD). g. Menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah. h. Melaksanakan sistem akuntasi dan pelaporan keuangan daerah. i. Menyajikan informasi keuangan daerah. j. Melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah. PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan pengelola keuangan daerah selaku Kuasa Bendahara Umum Daerah (Kuasa BUD).
63
DPA singkatan dari Dokumen Pelaksana Anggaran.
64
DPPA singkatan dari Dokumen Perubahan Pelaksana Anggaran.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
38
PPKD mempertangjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Penunjukan Kuasa BUD oleh PPKD ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Kuasa BUD mempunyai tugas: a. Menyiapkan anggaran kas. b. Menyiapkan Surat Penyediaan Dana (SPD). c. Menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). d. Menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah. e. Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk. f. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD. g. Menyimpan uang daerah. h. Melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menata usahakan investasi daerah. i. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah. j. Melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah. k. Melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah. l. Melakukan penagihan piutang daerah. Kuasa BUD bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD. PPKD dapat melimpahkan kepada pejabat lainnya di lingkungan SKPD untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut: a. Menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD. b. Melakukan pengendalian pelaksanaan APBD. c. Melaksanakan pemungutan pajak daerah. d. Menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah. e. Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah. f. Menyajikan informasi keuangan daerah. g. Melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
39
4. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB) mempunyai tugas: a. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD). b. Menyusun Dokumen Pelaksana Anggaran SKPD (DPA-SKPD). c. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja. d. Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya. e. Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran. f. Melaksanakan pemungutan menerimaan bukan pajak. g. Mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan. h. Menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM). i. Mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggungjawab SKPD yang dipimpinnya. j. Mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggungjawab SKPD yang dipimpinnya. k. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya. l. Mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya. m. Melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dalam melaksanakan tugastugasnya dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Kepala Unit Kerja pada SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
40
ditetapkan oleh Kepala Daerah atas usul Kepala SKPD. Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas-tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang.
5. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Penunjukan pejabat tersebut berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. PPTK bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang atau kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang yang telah menunjuknya. Tugas-tugas tersebut adalah: a. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan. b. Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan. c. Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan, yang mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD), Kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK-SKPD). PPK-SKPD mempunyai tugas: a. Meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPPLS) pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan diketahui/disetujui oleh PPTK. b. Meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP), Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
41
(SPP-GU), Surat Permintaan Pembayaran Tambah Uang Persediaan (SPP-TU) dan SPP-LS gaji dan tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran. c. Melakukan verifikasi Surat Permintaan Pembayaran (SPP). d. Menyiapkan Surat Perintah Membayar (SPM). e. Melakukan verifikasi harian atas penerimaan. f. Melaksanakan akuntansi SKPD. g. Menyiapkan laporan keuangan SKPD. PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK
7. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran tersebut adalah pejabat fungsional. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Bendahara Penerimaan Pembantu dan/atau Bendahara Pengeluaran Pembantu. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran secara fungsional bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
42
Ruang lingkup pengelolaan keuangan daerah terdiri dari kegiatan perencanaan, kegiatan pelaksanaan dan kegiatan pengawasan. Masing-masing kegiatan terdapat input65, proses66 dan output67, secara lebih detail sebagai berikut:
Gambar 2.2. Lingkup Pengelolaan Keuangan Daerah
Sumber Paparan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah oleh BPKP.
Dokumen-dokumen pokok pelaksana penganggaran daerah akan meliputi dokumen pelaksana meliputi: 1. RPJMD68/RKPD69, 2. KUA70, 3. PPAS71, 65 Input adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem. Input merupakan pemicu untuk sistem untuk melaksanakan proses yang diperlukan. 66 67
Proses adalah perubahan input menjadi output, yang dilakukan oleh sistem. Output adalah hasil dari suatu proses yang merupakan tujuan keberadaan dari sistem.
68
RPJMD singkatan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
69
RKPD singkatan dari Rencana Kerja Pembangunan Daerah.
70
KUA singkatan dari Kebijakan Umum APBD.
71
PPAS singkatan dari Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara.
Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011
43
4. RKA-SKPD72, 5. RAPBD73, 6. Perda APBD dan Penjabaran APBD, 7. DPA-SKPD74, 8. Anggaran Kas, 9. SPD75 : a.
SPP-LS76, SPM-LS77, SP2D78.
b. SPP-UP79/SPP-GU80/SPP-TU81, SPM-UP82/SPM-GU83/SPM-TU84, SP2D, SPJ85.
72
RKA-SKPD singkatan dari Rencana Kerja dan Anggarran Satuan Kerja Perangkat Daerah.
73
RAPBD singkatan dari Rancangan Anggaran Pendapatan Daerah.
74
DPA-SKPD singkatan dari Dokumen Pelaksana Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah.
75
SPD singkatan dari Surat Penyedia Dana.
76
SPP-LS singkatan dari Surat Permintaan Pembayaran Langsung.
77
SPM-LS singkatan dari Surat Perintah Membayar Langsung.
78
SP2D singkatan dari Surat Perintah Pencairan Dana.
79
SPP-UP singkatan dari Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan.
80
SPP-GU singkatan dari Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan.
81
SPP-TU singkatan dari Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan.
82
SPM-UP singkatan dari Surat Perintah Membayar Uang Persediaan.
83
SPM-GU singkatan dari Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan.
84
SPM-TU singkatan dari Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan.
85
SPJ singkatan dari Surat Pertanggungjawaban.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
44
Gambar 2.3. Dokumen Pokok Penganggaran Daerah
RPJMD/ RKPD
RKASKPD
PPAS
KUA
RKASKPD
PERDA APBD. PENJABARAN APBD
EVALUASI
DPA-SKPD
RAPBD
ANGGARAN KAS
Sumber Paparan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah oleh BPKP.
Gambar 2.4. Dokumen Pokok Pelaksanaan Anggaran Daerah
SPP-LS
SPM-LS
SP2D
SPP-GU SPP-UP SPP-TU
SPM-GU SPM-UP SPM-TU
SP2D
SPD
SPJ
Sumber Paparan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah oleh BPKP.
C. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Secara mekanisme pertanggungjawaban keuangan daerah dimulai dengan Kepala SKPD, yaitu dengan menyusun laporan realisasi anggaran dan belanja SKPD pada semester 1 atau dua, sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
45
menjadi tanggungjawabnya. Laporan semester 1 disertai dengan prognosis86 untuk enam bulan kedepan. Laporan disiapkan oleh PPK-SKPD dan disampaikan kepada pejabat pengguna anggaran untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi semester pertama pendapatan dan belanja SKPD serta prognosis untuk enam bulan berikutnya paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah semester pertama tahun anggaran berkenaan berakhir. Pejabat pengguna anggaran menyampaikan laporan tersebut kepada PPKD sebagai dasar penyusunan laporan realisasi semester pertama APBD paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah semester pertama tahun anggaran berkenaan berakhir, selanjutnya PPKD menyusun laporan realisasi semester pertama APBD dengan cara menggabungkan seluruh laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan belanja SKPD paling lambat minggu kedua bulan juli dan disampaikan kepada Sekretaris Daerah. Laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya disampaikan kepada Kepala Daerah paling lambat minggu ketiga bulan Juli tahun anggaran berkenaan untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Selanjutnya laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya disampaikan kepada DPRD paling lambat akhir bulan.
86
Prognosis adalah perkiraan realisasi APBD dalam 6 bulan berikutnya berdasarkan realisasi 6 bulan sebelumnya.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
46
Gambar 2.5. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD - SKPD
KEPALA DAERAH
SKPD
Laporan Keuangan SKPD unaudited
Laporan Keuangan Pemda unaudited
Laporan Keuangan Konsolidasian unaudited
PPKD
BPK
Sumber Paparan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah oleh BPKP.
Laporan keuangan disampaikan oleh kepala daerah kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Setelah disampaikan laporan hasil audit, kepala daerah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK. Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD memuat laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, serta dilampiri dengan laporan kinerja yang telah diperiksa BPK dan ikhtisar laporan keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan daerah. Persetujuan
bersama
terhadap
rancangan
peraturan
daerah
tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD oleh DPRD paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak rancangan peraturan daerah diterima.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
47
Pertanggungjawaban keuangan daerah dari kepala daerah kepada DPRD87, berdasarkan UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, pertanggungjawaban untuk pemeriksa DPRD dilaksanakan berdasarkan hasil dari pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan keuangan daerah. Apabila dalam rapat paripurna, pertangggungjawaban tersebut diterima oleh DPRD maka kepala daerah dianggap telah bertanggungjawab secara politik dan hukum. Berdasarkan Gambar 2.2. mengenai Lingkup Pengelolaan Keuangan Daerah, dalam gambar tersebut setelah perencanaan, pelaksanaan APBD maka tahap terakhir adalah pertanggung jawaban APBD, pertanggungjawaban tersebut dapat diterima, ditolak atau diberikan rekomendasi untuk menyelesaikan permasalahan berhubungan dengan pelaksanaan APBD. Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi. Hasil evaluasi disampaikan oleh gubernur kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan daerah kabupaten/kota dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Apabila gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan renacangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah sesuai denngan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
87
Pasal 184 UU No. 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah, hal pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, mengemukakan bahwa: 1. Kepala Daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. 2. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah. 3. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
48
yang lebih tinggi, bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota.
Gambar 2.6. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD – Kepala Daerah
KEPALA DAERAH
Laporan Keuangan unaudited
Raperda LPJ
DPRD
Laporan Keuangan audited
BPK Sumber Paparan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah oleh BPKP.
1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Dasar hukum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah Pasal 23 UUD 194588, dalam pasal tersebut menempatkan BPK sebagai lembaga yang 88
Dasar Hukum BPK melaksanakan pemeriksaan dalam UUD 1945 Amandemen IV 1. Pasal 23E ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945: (1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. (2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya. (3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. 2. Pasal 23F: (1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. (2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota. 3. Pasal 23G: (1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undangundang.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
49
memeriksa tanggung jawab keuangan negara, yang bersifat makro strategis89.. Dengan fungsinya sebagai pemeriksa tanggung jawab keuangan negara, BPK menempatkan secara sejajar kedudukannya sebagai lembaga negara. Sebagai lembaga negara yang memeriksa tanggung jawab keuangan negara, BPK merupakan lembaga yang langsung mengawasi dan memeriksa kebijakan keuangan negara yang dilakukan pemerintah. Fungsinya yang sangat strategis dan terhormat tersebut menempatkan BPK sebagai lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara lainnya, termasuk pemerintah. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga objektivitasnya.
sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Sehubungan dengan hal tersebut, kepada BPK diberikan kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yaitu: 1. Pemeriksaan
Keuangan,
adalah
pemeriksaan
atas
laporan
keuangan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. 2. Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Pasal 23E Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan BPK untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasaran yang efektif. 3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. 89
Makro strategis adalah pemeriksaan yang berdampak sosial ekonomis yang luas.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
50
Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas halhal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di atas didasarkan kepada suatu standar pemeriksaan. Standar dimaksud disusun oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional.
Sebelum
standar
dimaksud
ditetapkan,
BPK
perlu
mengkonsultasikannya dengan pihak pemerintah serta dengan organisasi profesi di bidang pemeriksaan. Tujuan dari BPK90 adalah memeriksa setiap satu rupiah yang disimpan, diolah, dan dikelola oleh pejabat untuk melakukan tugasnya. BPK akan melakukan audit apabila ada indikasi penyelewengan keuangan daerah dan negara. Untuk saat ini sistem pengelolaan APBD di daerah sangat tidak maksimal karena kurangnya tenaga akuntan di setiap instansi pemerintah, kurangnya komunikasi antarpejabat, dan kurangnya transparansi data, karenanya sistem laporan keuangan daerah masih lemah. Pengaturan tugas BPK adalah melakukan pengauditan laporan keuangan setelah 60 (enam puluh) hari berjalannya pemeriksaan laporan keuangan dari setiap daerah, setelah itu BPK akan melaporkan hasilnya ke DPRD.
2. DPRD Kabupaten/Kota Peranan DPR, DPRD Kabupaten dan DPRD Kota dalam penganggaran dapat dijalankan berdasarkan fungsi-fungsi yang dimilikinya91. Berdasarkan Pasal 20A UUD 1945 Perubahan pertama, DPR, DPRD Kabupaten dan DPRD Kota mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dalam menjalankan fungsi legislasinya, DPRD Kabupaten/Kota menetapkan dan menyetujui RAPERDA APBD yang diajukan oleh pemerintah daerah. Proses penetapan itu sendiri diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten/Kota. Sebelum menetapkan dan menyetujui RAPERDA APBD yang 90
Op.Cit. Adrian Sutedi, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010
91
Prof. DR. Sadu Wasistiono, M.S. dan Drs. Yonatan Wiyoso, M.Si, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), FokusMedia, Bandung, 2009.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
51
diajukan oleh pemerintah daerah, DPRD Kabupaten/Kota terlibat secara intensif dalam keseluruhan proses penyusunan dan penetapan RAPERDA APBD. Berkenaan dengan fungsi anggaran, DPR mempunyai hak budget sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 Perubahan Ketiga yang menyebutkan bahwa RUU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. DPR sesuai dengan hak budgetnya dapat menyetujui ataupun tidak menyetujui RUU APBN yang diajukan oleh pemerintah dan mengadakan pembahasan. Pembahasan RUU APBN secara bersama oleh DPR dan Presiden selain dalam rangka melaksanakan fungsi legislasi juga dimaksudkan agar DPR dapat mengetahui dan mengidentifikasi dengan jelas bahwa terhadap alokasi yang dicantumkan dalam RAPBN tersebut tidak terjadi penyelewengan. Selain itu, DPR juga mempunyai hak untuk mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU APBN. Dalam konteks optimalisasi peranan DPR/DPRD dalam, penganggaran, khususnya pada tahap penyusunan dan penetapan APBN/APBD, Abdullah Zainie menggarisbawahi beberapa hal, di antaranya:92 1. DPR/DPRD harus mempunyai waktu khusus untuk membahas proses anggaran dengan mengkaji secara teliti, sehingga proses tersebut dapat berjalan lancar; 2. DPR/DPRD harus menguasai keseluruhan struktur dan proses anggaran, sehingga bisa memberikan peran yang maksimal terhadap proses anggaran; 3. DPR/DPRD dengan didukung oleh undang-undang seharusnya mampu memberikan kontribusi lebih besar, bukan hanya sekadar menerima atau menolak RUU APBN/APBD. DPR/DPRD seharusnya dapat mendiskusikan anggaran sebagai sebuah instrumen kebijakan dan untuk menjamin bahwa anggaran tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam konstitusi. DPR/DPRD juga harus bisa mengkaji dan menganalisis anggaran secara terperinci berdasarkan fungsi-fungsi yang ada; 92
Abdullah Zainie, Peranan DPR dalam Reformasi Pengelolaan Anggaran Negara, Jurnal Forum Inovasi Vol. 5: Desember—Februari 2003, hlm. 20-25,77-80
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
52
4. Anggaran seharusnya digunakan oleh pemerintah dan DPR/DPRD untuk bertindak sebagai mitra yang berkepentingan dalam pencapaian tujuan yang sama; 5. Kepentingan negara harus didahulukan di atas kepentingan partai.
Dalam pengawasan yang dilakukan oleh DPR/DPRD terdiri atas dua hal, yaitu: 1. pengawasan terhadap pemerintah dalam melaksanakan undang-undang; 2. pengawasan terhadap pemerintah dalam melaksanakan APBN. Pengawasan DPR/DPRD terhadap pemerintah dalam melaksanakan APBN/APBD dapat dilakukan melalui dua hal, yaitu:93 1.
Melalui rapat-rapat kerja yang dilakukan oleh komisi-komisi DPR/ DPRD dengan
departemen-departemen
pemerintahan/pemerintah kabupaten.
Dalam
rapat
DPR/DPRD
mengadakan
kerja
tersebut,
pembahasan
mengenai
Kabupaten/Kota
berbagai
hal
dapat dengan
pemerintah/pemerintah kabupaten. Selain itu, DPR, DPRD Kabupaten dan DPRD Kota juga membahas hasil dengar pendapat komisi-komisi dengan masyarakat, NGO, dan akademisi. Fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran akan beririsan ketika DPR/DPRD melakukan pembahasan dengan pemerintah untuk menyetujui RUU APBN/APBD yang diajukan oleh pemerintah/pemerintah kabupaten.
2.
Menerima dan membahas laporan dari BPK. Landasan hukum pengawasan oleh DPR terhadap pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, dalam realisasinya dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD serta Keputusan DPR No. 03A/DPR/I/20002001 tentang Peraturan Tata Tertib DPR. Dalam Pasal 20A Undang Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
93
Op. Cit. Adrian Sutedi, hal.222
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
53
Salah satu fungsi DPRD yang cukup penting dan mempunyai dampak luas adalah fungsi anggaran DPRD dapat menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini berhubungan dengan kewajiban Kepala Daerah melakukan Pertanggungjawaban Tahunan atas pelaksanaan APBD. Berdasarkan Pasal 179 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa : APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Agar pengelolaan keuangan daerah yanng tertuang dalam APBD benarbenar sesuai dengan kebutuhan daerah, DPRD dapat melakukan pengawasan kebijakan dari perencanaan sampai pelaksanaan dan evaluasi. Agar APBD tersusun dan terlaksana dengan tepat sasaran dan tepat waktu, DPRD dapat mengarahkan penyusunan APBD berpedoman pada peraturan perundangundangan yang berlaku, dengan materi seperti berikut: a. APBD disusun dengan pendekatan kinerja. b. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah cukup. c. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dapat dicapai untuk setiap pendapatan. d. Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. e. Perkiraan sisa lebih perhitungan APBD tahun sebelumnya dicatat sebagai awal pada APBD tahun berikutnya, sedangkan realisasi sisa lebih perhitungan APBD tahun lalu dicatat sebagai saldo awal pada perubahan APBD. Dengan adanya rincian penyusunan APBD dan berpedoman pada tata cara penyusunan dan penggunaannya, akan memudahkan DPRD dalam menyusun Peraturan Daerah menyangkut APBD, perhitungan APBD dan perubahan setiap tahun, sehingga pengawasan yang dilakukan DPRD terhadap APBD dapat dilakukan secara optimal. Fungsi Pengawasan DPRD terhadap APBD diharapkan agar tidak terjadi penyimpangan. Dalam menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan perubahannya untuk kabupaten dan kota berpedoman pada Pasal 186 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu sebagai berikut:
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
54
1. Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan Rancangan Bupati/Walikota tentang pengaturan APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi. 2. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/Walikota paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. 3. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota. 4. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undang yang
lebih
tinggi,
Bupati/Walikota
bersama
DPRD
melakukan
penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. 5. Apabila hasil evaluasi tidak ditindak lanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, rancangan Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan Perda dan Peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
55
BAB III KETENTUAN SANKSI ADMINISTRATIF DAN GANTI RUGI DALAM PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN DAERAH
A. Sanksi Administratif Tuntutan ganti rugi pengembalian kerugian keuangan negara melalui jalur administrasi diharapkan dapat dengan segera mengembalikan keuangan negara. Upaya pencegahan ini menjadi penting sebelum uang negara hasil korupsi94 tersebut dipindahkan kepada pihak lain atau disembunyikan bahkan dibawa kabur ke luar negeri. Alasan yang mendasari tawaran ini karena instrumen jalur administrasi merupakan satu-satunya penyelesaian pengembalian kerugian negara yang saat ini telah diatur mekanismenya melalui UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Mekanisme jalur administrasi disamping lebih praktis juga lebih mudah dilakukan, khususnya yang disebabkan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat negara atau pejabat daerah yang telah nyata-nyata merugikan keuangan negara. Kasus-kasus korupsi yang terkait dengan penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan diasumsikan selalu menimbulkan kerugian negara. Hal ini karena tindak pidana korupsi selalu terkait dengan jabatan dan kekuasaan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Penggunaan
jalur
administrasi
sangat
penting
apabila
semangat
pemberantasan korupsi berorientasi pada pengembalian kerugian negara. Relevansinya karena tuntutan ganti kerugian keuangan negara melalui jalur administrasi proses penyelesaiannya bersifat internal, lebih mudah dikontrol dan terukur95. Hal ini tampak jelas bila mengacu pada ketentuan mengenai pengaturan pemulihan keuangan negara sebagaimana diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Berkaitan 94
Korupsi adalah perilaku pejabat publik yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri sendiri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka (transparansi internasional). Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain. 95
BPKP, Sistem Administrasi Keuangan Negara II, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, www.bpkp.go.id, tanggal 3 Mei 2011.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
56
dengan kerugian negara, UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara mewajibkan beban penggantian kerugian kepada pelakunya, sebagaimana ditegaskan Pasal 35 ayat (1):
Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung maupun tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian yang dimaksud.
Peraturan perundang-undangan mengenai tuntutan ganti rugi dalam jalur administrasi sebenarnya telah diatur juga oleh UU No. 20/2001 tentang Perubahan UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi melalui gugatan perdata96, khususnya dalam hal pelaku meninggal dunia. Tetapi, sebagaimana dijelaskan, proses penuntutan dan pengembalian ganti rugi dalam gugatan perdata ataupun pidana lebih rumit dan memiliki banyak kendala jika dibandingkan dengan jalur administrasi. Kelebihan jalur administrasi adalah lebih bersifat internal yang dilakukan dengan pendekatan instansional, yang menekankan pada tanggung jawab pelaku untuk memenuhi tuntutan ganti rugi akibat perbuatannya yang telah merugikan keuangan lembaga/instansinya. Penyelesaian administrasi sudah seharusnya dilakukan terlebih dahulu untuk memaksimalkan hasil pengembalian keuangan negara. Hukuman Disiplin PNS97 atau hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) karena melanggar peraturan perundangan secara administratif, antara lain :98 96
Perdata atau Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa pengertian hukum perdata: a. Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yanng mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan. b. Hukum perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya. c. Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
97
Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
98
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Diubah Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
57
a. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil; b. menyalahgunakan wewenangnya; c. tanpa izin Pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk negara asing; d. menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara; e. memiliki,
menjual,
membeli,
menggadaikan,
menyewakan,
atau
meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak sah; f. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara; g. melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya; h. menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan; i. memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan; j. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya; k. melakukan sesuatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani; l. menghalangi berjalannya tugas kedinasan; m. membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain; n. bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah;
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
58
o. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya ; p. memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya tetapi yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan; q. melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina (golongan ruang IV/a) ke atas atau yang memangku jabatan eselon I; r. melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga
dalam
melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain;
Prosedur pemeriksaan, penjatuhan dan penyampaian keputusa hukum, adalah sebagai berikut: 1. Sebelum
menjatuhkan
hukuman
disiplin,
pejabat
yang
berwenang
menghukum wajib memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu. 2. Pemeriksaan dilakukan : a. secara lisan, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin. b. secara tertulis, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum,
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin. 3. Pemeriksaan Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin, dilakukan secara tertutup.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
59
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundangundangan pidana, Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum. 1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari :99 a. hukuman disiplin ringan; b. hukuman disiplin sedang; dan c. hukuman disiplin berat. 2. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari : a. tegoran lisan; b. tegoran tertulis; dan c. pernyataan tidak puas secara tertulis. 3. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari : a. penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; b. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; dan c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun. 4. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari: a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun; b. pembebasan dari jabatan; c. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; dan d. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Sanksi administratif tidak menghalangi atau mengurangi sanksi pidana untuk tuntutan terhadap Bendahara. Bendahara yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara dapat dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kepala Kantor/Satuan Kerja yang tidak melaksanakan dapat dikenakan sanksi administratif berupa hukuman disiplin sesuai ketentuan peraturan perundang-
99
Loc. Cit.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
60
undangan100. Pembebanan penggantian kerugian negara yang telah dijatuhkan kepada Bendahara tidak menutup kemungkinan untuk dijatuhkan sanksi kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan kepada Bendahara bersangkutan. Pengenaan masing-masing sanksi tersebut tidak perlu saling menunggu, namun demikian apabila sanksi pembebanan ternyata diputus lebih dahulu maka dapat dipakai sebagai pertimbangan bagi penjatuhan sanksi kepegawaian. Sebaliknya bila sanksi kepegawaian diputuskan lebih dahulu, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan besar kecilnya tingkat kesalahan. Putusan hakim yang menjatuhkan hukuman terhadap seorang Bendahara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat dijadikan bukti tentang perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai dalam proses tuntutan perbendaharaan. a.
Dalam hal nilai penggantian kerugian negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berbeda dengan nilai kerugian negara dalam surat keputusan pembebanan, maka kerugian negara wajib dikembalikan sebesar nilai yang tercantum dalam surat keputusan pembebanan.
b. Apabila sudah dilakukan eksekusi atas putusan pengadilan untuk penggantian kerugian negara dengan cara disetorkan ke kas negara/daerah, pelaksanaan surat keputusan pembebanan diperhitungkan sesuai dengan nilai penggantian yang sudah disetorkan ke kas negara.
B. Dasar Hukum Penyelesaian Kerugian Daerah Melalui Jalur Administratif Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui jalur administratif akan didasarkan kepada UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan dan Pengelolaan Tanggungjawab Keuangan Negara, UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara101.
100
Op. Cit. BPKP, Sistem Administrasi Keuangan Negara II, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 101
(1)
Pasal 34: Menteri/Pimpinan lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
61
Materi pokok yang dalam UU No. 1/2004 adalah sebagai berikut102: 1. Setiap kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku. Kerugian negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan. 2. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara wajib mengganti kerugian tersebut. Pejabat lain dimaksud meliputi pejabat negara dan pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus pejabat negara, tidak termasuk bendahara dan pegawai negeri bukan bendahara. 3. Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
Pengenaan ganti rugi terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. Tata cara tuntutan ganti
(2)
(3)
Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang. Presiden memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan undang-undang kepada pegawai negeri serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 35: (1) Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud. (2) Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan. (3) Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada dalam pengurusannya. (4) Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara diatur di dalam undang-undang mengenai perbendaharaan Negara. 102
Op.Cit. Adrian Sutedi, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 73
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
62
kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah. Pokok-pokok yang telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:103: a. Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor kepada menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan kepada BPK selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah kerugian negara itu diketahui. b. Segera setelah kerugian negara tersebut diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian negara dimaksud. Surat pernyataan tersebut biasa disebut Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SKTM). c. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, menteri/pimpinan lembaga
yang
bersangkutan
segera
menetapkan
Surat
Keputusan
Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara yang ditujukan kepada yang bersangkutan. Surat keputusan dimaksud mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita jaminan (conservatoir beslaag).
Sedangkan pengenaan ganti rugi terhadap bendahara, berdasarkan UU No. 1/2004 Tentang Perbendaharaan Negara, pasal 62 dalam UU No. 1/2004 menyatakan bahwa pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK dan apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan unsur pidana, BPK menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut beserta buktibuktinya kepada instansi yang berwenang. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara mulai pasal 22 dan pasal 23 UU No. 15/2004, dengan uraian sebagai berikut:
103
Ibid.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
63
a. BPK
menerbitkan
surat
keputusan
penetapan
batas
waktu
pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah. Surat keputusan dimaksud diterbitkan apabila belum ada penyelesaian yang dilakukan sesuai dengan tata cara penyelesaian ganti kerugian negara yang ditetapkan oleh BPK. b. Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam waktu 14 hari kerja setelah menerima surat keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas. c. Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak, BPK menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian negara/daerah kepada bendahara bersangkutan. Pembelaan diri ditolak oleh BPK apabila bendahara tidak dapat membuktikan bahwa dirinya bebas dari kesalahan, kelalaian, atau kealpaan. d. Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah. e. Tata cara penyelesaian ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada huruf d di atas berlaku pula bagi pengelola perusahaan umum dan perusahaan perseroan yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri. f. Menteri/pimpinan lembaga /gubernur/bupati/walikota/direksi perusahaan negara dan badan-badan lain yang mengelola keuangan negara melaporkan penyelesaian kerugian negara/daerah kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah diketahui terjadinya kerugian negara/daerah dimaksud. g. BPK memantau penyelesaian pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan/atau pejabat lain pada kementerian negara/lembaga/ pemerintah daerah.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
64
C. Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM)104, adalah sebagai berikut : 1. Apabila dari hasil pemeriksaan terhadap laporan hasil verifikasi yang dilakukan BPK terbukti terdapat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, BPK mengeluarkan surat kepada Menteri Keuangan untuk memproses penyelesaian kerugian negara melalui Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM). Menteri Keuangan berdasarkan surat tersebut memerintahkan kepada Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN) mengupayakan agar bendahara bersedia membuat dan menandatangani SKTJM. TPKN mengupayakan hal tersebut melalui unit eselon I bersangkutan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima surat dari BPK.
2. Apabila bendahara menandatangani SKTJM, maka yang bersangkutan wajib menyerahkan jaminan kepada TPKN yang nilainya sepadan dengan jumlah kerugian negara, antara lain dalam bentuk dokumen-dokumen sebagai berikut105: a. Surat penyerahan jaminan; b. Bukti kepemilikan barang dan/atau kekayaan lain atas nama bendahara; c. Surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau kekayaan lain dari bendahara bersangkutan atau pengampu (wali) atau ahli waris atau mereka yang memperoleh hak peninggalan. Kepala Kantor/Satuan Kerja untuk dan atas nama TPKN menyimpan dokumen asli dan bertanggung jawab atas dokumen yang disimpannya. Adapun penilaian terhadap jaminan yang nilainya sepadan tersebut ditetapkan oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja. Asli surat/bukti jaminan, Surat Pernyataan Jaminan, Surat Kuasa Untuk Menjual Dan/Atau Mencairkan Barang dan/atau Kekayaan Lain tersebut diserahkan kepada Kepala Kantor/Satuan Kerja, sedangkan tembusan/fotokopi dokumen tersebut yang telah dilegalisasi oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja disampaikan kepada pimpinan unit eselon I yang 104
Anwar Sulaiman, Pengantar Keuangan Negara dan Daerah, STIA LAN Press. Jakarta.2000, hal.169
105
Ibid, hal. 170
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
65
bersangkutan secara berjenjang dan TPKN. Surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau harta kekayaan yang dijaminkan berlaku setelah BPK mengeluarkan Surat Keputusan pembebanan. Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak menerima pemberitahuan dari BPK, Bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM, Kepala Kantor/Satuan Kerja melaporkan kepada TPKN agar Menteri Keuangan menerbitkan Surat Keputusan Pembebanan Sementara kepada bendahara yang bersangkutan.
3.
Peranan Kepala Kantor/Satuan Kerja bersangkutan dalam penyelesaian melalui SKTJM106 1) Kepala Kantor/Satuan Kerja wajib mengawasi atas pelaksanaan SKTJM yang telah ditandatanganinya. 2) SKTJM dibuat dalam 4 (empat) rangkap, masing-masing disampaikan oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja kepada: a. Lembar pertama, kepada Kepala Kantor/Satuan Kerja dimana kerugian negara terjadi; b. Lembar kedua, kepada atasan langsung Kepala Kantor/Satuan Kerja; c. Lembar ketiga, kepada Pimpinan unit Eselon I bersangkutan u.p Sekretaris unit Eselon I; d. Lembar keempat, kepada TPKN. 3) Kepala Kantor/Satuan Kerja wajib melaporkan pelaksanaan penyelesaian melalui SKTJM kepada TPKN dan mengusulkan agar: a. Terhadap Bendahara bersangkutan dikenakan sanksi administratif berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Terhadap Bendahara yang tidak melaksanakan SKTJM, dilakukan proses penuntutan melalui BPK; 4) Tembusan laporan pelaksanaan penyelesaian melalui SKTJM disampaikan kepada: a. Pimpinan unit eselon I u.p Sekretaris unit eselon I bersangkutan; b. Atasan Langsung Kepala Kantor/Satuan Kerja bersangkutan.
106
Ibid, hal. 171
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
66
4. Cara Pengembalian107 adalah sebagai berikut: 1) Pengembalian kerugian negara dilakukan secara tunai paling lambat 40 (empat puluh) hari sejak SKTJM ditandatangani; 2) Dalam rangka pelaksanaan SKTJM, Bendahara dapat menjual dan/atau mencairkan harta kekayaan yang dijaminkan setelah mendapat persetujuan dan di bawah pengawasan TPKN; 3) Dalam hal pengawasan ketentuan tidak dapat dilaksanakan oleh TPKN, TPKN dapat meminta Kepala Kantor/Satuan Kerja untuk dan atas nama TPKN mengawasi pelaksanaan penjualan dan atau pencairan harta kekayaan; 4) Menteri Keuangan memberitahukan hasil penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM atau surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara kepada BPK paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima laporan TPKN; 5) Dalam
hal
Bendahara
telah
mengganti
kerugian
negara,
BPK
mengeluarkan surat rekomendasi kepada Menteri Keuangan agar kasus kerugian negara dikeluarkan dari daftar kerugian Negara; 6) Menteri Keuangan memerintahkan kepada TPKN agar kasus kerugian negara dikeluarkan dari daftar kerugian negara berdasarkan surat rekomendasi dari BPK; 7) Dalam hal kewajiban Bendahara untuk mengganti kerugian negara dilakukan pihak lain, pelaksanaannya dilakukan sebagaimana yang dilakukan oleh pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris. 5. Tuntutan Perbendaharaan108 pada pembebanan Kerugian Negara Sementara adalah sebagai berikut: a. Dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak SKTJM tidak diperoleh, maka Kepala Kantor wajib melaporkan kepada TPKN dan pimpinan unit eselon I yang bersangkutan secara berjenjang dalam hal SKTJM tidak diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan Pembebanan Sementara dalam jangka
107
108
Ibid. hal.173
Tuntutan Bendahara, www.perbendaharaan.go.id, tanggal 15 Mei 2011
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
67
waktu 7 (tujuh) hari sejak Bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM. b. TPKN menyampaikan Surat Keputusan Pembebanan Sementara yang disertai dengan tanda terima kepada Bendahara pada kantor yang bersangkutan melalui unit eselon I yang bersangkutan, Menteri Keuangan memberitahukan Surat Keputusan Pembebanan Sementara kepada BPK. c. Surat Keputusan Pembebanan Sementara mempunyai kekuatan hukum untuk melakukan sita jaminan. Pelaksanaan sita jaminan diajukan oleh Menteri Keuangan kepada instansi yang berwenang melakukan penyitaan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkannya Surat Keputusan Pembebanan Sementara. d. Sebelum diajukan permohonan sita jaminan kepada instansi yang berwenang, Kepala Kantor dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang untuk melakukan pemblokiran terhadap barang jaminan. e. Dalam hal pengajuan sita jaminan sebagaimana dimaksud pada huruf c, Menteri
Keuangan
melimpahkan
kewenangannya
kepada
Kepala
Kantor/Satuan Kerja dimana kasus kerugian negara terjadi.
6. Penetapan Batas Waktu, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu (SK-PBW) apabila: a. Badan Pemeriksa Keuangan tidak menerima Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara dari Menteri Keuangan; b. Berdasarkan pemberitahuan Menteri Keuangan tentang pelaksanaan SKTJM, ternyata Bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM. SK-PBW disampaikan oleh BPK kepada Bendahara melalui Kepala Kantor/Satuan Kerja dengan tembusan kepada Menteri Keuangan dengan tanda terima dari Bendahara. Kepala Kantor/Satuan Kerja harus menyampaikan SKPBW
kepada
menandatangani
Bendahara tanda
pengampuan/berhalangan
dan
terima.
meminta Dalam
tetap/melarikan
kepada hal
Bendahara
Bendahara
diri/meninggal
untuk
di
bawah
dunia,
Kepala
Kantor/Satuan Kerja menyampaikan SK-PBW kepada Pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris. Tanda terima dari Bendahara/Pengampu/yang
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
68
memperoleh
hak/ahli
waris
disampaikan
kepada
BPK
oleh
Kepala
Kantor/Satuan Kerja paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SK-PBW diterima Bendahara. Bendahara/pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris dapat mengajukan keberatan atas SK-PBW kepada BPK dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah tanggal penerimaan SK-PBW yang tertera pada tanda terima dengan tembusan kepada Menteri Keuangan dan Pimpinan unit eselon I bersangkutan. Apabila Bendahara bersangkutan telah membuat SKTJM, maka kepada Bendahara tersebut tidak diberikan kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri/keberatan. Adapun putusan atas keberatan tersebut dapat diketahui dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sejak surat keberatan dari Bendahara/Pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tersebut diterima oleh BPK109.
7. Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan Pembebanan apabila: a.
Jangka waktu untuk mengajukan keberatan telah terlampaui dan Bendahara tidak mengajukan keberatan;
b.
Bendahara mengajukan keberatan tetapi ditolak;
c.
Telah melampaui jangka waktu 40 (empat puluh) hari sejak ditandatangani
SKTJM
namun
kerugian
negara
belum
diganti
sepenuhnya. Kepala
Kantor/Satuan
Kerja
harus
menyampaikan
surat
keputusan
pembebanan kepada Bendahara dan meminta kepada Bendahara untuk menandatangani tanda terima. Surat Keputusan Pembebanan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang bersifat final. Terhadap tembusan Surat Keputusan Pembebanan, Menteri Keuangan memerintahkan TPKN untuk menindaklanjuti.
109
Heriyanto Sijabat, Penyelesaian Ganti Kerugian Negara di Kementerian Keuangan www.kppntual.net, tanggal 15 Mei 2011.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
69
8. Cara Penyelesaian/Pelaksanaan Surat Keputusan Pembebanan a. Bendahara wajib mengganti kerugian negara dengan cara menyetorkan secara tunai ke kas negara dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima surat keputusan pembebanan dari BPK. b. Dalam hal Bendahara telah mengganti kerugian negara secara tunai, maka harta kekayaan yang telah disita dikembalikan kepada yang bersangkutan. c. Surat
keputusan
pembebanan
mempunyai
kekuatan
hukum
untuk
pelaksanaan sita eksekusi dan memiliki hak mendahului d. Surat Keputusan Pembebanan oleh BPK mempunyai kekuatan hukum yang bersifat final. e. Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebagaimana telah terlampaui dan Bendahara tidak mengganti kerugian negara secara tunai, Menteri Keuangan menyerahkan pengurusan piutang kepada Panitia Urusan Piutang Negara untuk dilakukan pengurusan sesuai ketentuan di bidang pengurusan piutang negara. f. Apabila dari hasil penetapan BPK, terbukti bahwa Bendahara melakukan perbuatan melawan hukum maupun lalai, namun apabila status Bendahara telah diberhentikan dengan tidak hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan masih mempunyai kewajiban untuk mengembalikan kerugian negara dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima Surat Pemberhentian Sebagai Pegawai Negeri Sipil, Bendahara tidak mengganti kerugian negara secara tunai, maka penagihan dilaksanakan sesuai dengan huruf e di atas. g. Apabila Bendahara tidak memiliki harta kekayaan untuk dijual atau hasil penjualan tidak mencukupi untuk penggantian kerugian negara, maka Kepala
Kantor/Satuan
Kerja
yang
bersangkutan
mengupayakan
pengembalian kerugian negara melalui pemotongan paling rendah sebesar 50% (lima puluh persen) dari penghasilan tiap bulan sampai lunas. h. Apabila Bendahara memasuki masa pensiun, maka dalam Surat Keputusan Penghentian Pembayaran (SKPP) dicantumkan bahwa yang bersangkutan masih mempunyai utang kepada negara dan Tabungan Asuransi dan Pensiun (Taspen) yang menjadi hak Bendahara dapat diperhitungkan untuk mengganti kerugian negara.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
70
9. Laporan Pelaksanaan Surat Keputusan Pembebanan a. Kepala Kantor/Satuan Kerja menyampaikan laporan atas pelaksanaan surat keputusan pembebanan kepada TPKN dan pimpinan unit eselon I yang bersangkutan secara berjenjang. b. Untuk selanjutnya Menteri Keuangan menyampaikan laporan atas pelaksanaan surat keputusan pembebanan kepada BPK dengan dilampiri bukti setor.
10. Penyelesaian Kerugian negara Yang Bersumber Dari Perhitungan Ex
Officio110. Ketentuan-ketentuan dalam petunjuk pelaksanaan ini berlaku pula terhadap penyelesaian kasus kerugian negara yang diketahui berdasarkan perhitungan ex officio. Apabila pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris bersedia mengganti kerugian negara secara sukarela, maka yang bersangkutan membuat dan menandatangani surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara sebagai pengganti SKTJM. Nilai kerugian negara yang dapat dibebankan kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya yang berasal dari Bendahara. Dalam hal kewajiban Bendahara untuk mengganti kerugian negara dilakukan pihak lain, pelaksanaannya dilakukan sebagaimana yang dilakukan oleh pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris.
11. Kadaluarsa SKTJM adalah: a. Kewajiban Bendahara untuk membayar ganti rugi menjadi kadaluarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian negara atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian negara tidak dilakukan penuntutan ganti rugi. b. Tanggung jawab ahli waris, pengampu, atau pihak lain yang memperoleh hak dari Bendahara menjadi hapus apabila 3 (tiga) tahun telah lewat sejak
110
Perhitungan Ex Officio adalah adalah suatu perhitungan perbendaharaan yang dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk ex officio apabila Bendaharawan atau pengurus barang yang bersangkutan meninggal dunia, melarikan diri atau tiba-tiba harus berada dibawah pengampuan dan/atau apabila Bendaharawan atau Pengurus Barang yang bersangkutan tidak membuat pertanggungjawaban dimana telah tegur oleh atasan langsung, namun sampai batas waktu yang diberikan berakhir yang bersangkutan tetap tidak membuat perhitungan dan pertanggungjawabannya.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
71
keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada Bendahara, atau sejak Bendahara diketahui melarikan diri atau meninggal dunia tidak diberitahukan oleh pejabat yang berwenang tentang kerugian negara.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
72
BAB IV KETENTUAN SANKSI PIDANA DALAM PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN DAERAH
A. Sanksi Pidana Sebagai konsekuensi dari pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara dan daerah baik dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, diatur mengenai ketentuan pidana, sanksi administratif, dan ganti rugi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga serta pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Hal yang sama juga diberlakukan terhadap para bendahara yang dalam pengurusan uang/barang yang menjadi tanggung jawabnya telah melakukan perbuatan melawan hukum yang berakibat merugikan keuangan negara. Dalam UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, diatur secara khusus mengenai ketentuan pidana pada pasal 24 sampai pasal 26 dengan materi pokok sebagai berikut111: Tabel 4.1. Ketentuan-Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
No.
Subjek
1.
Setiap orang
2
Setiap orang
3
Setiap orang
Pelanggaran (dengan sengaja) tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan mencegah, menghalangi, dan/atau menggagalkan pelaksanaan pemeriksaan
Ancaman Pidana Maksimal penjara satu tahun enam bulan dan/atau denda Rp.500.000.000,00
menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK tanpa
penjara satu tahun enam bulan dan/atau denda
penjara satu tahun enam bulan dan/atau denda Rp.500.000.000,00
111
Op. Cit. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
73
menyampaikan alasan penolakan secara tertulis memalsukan atau membuat palsu dokumen yang diserahkan
Rp500.000.000,00
4
Setiap orang
5.
Setiap pemeriksa
mempergunakan dokumen yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan melampaui batas kewenangannya
penjara tiga tahun dan/atau denda Rp1.000.000.000,00
6.
Setiap pemeriksa
Menyalahgunakan kewenangannya sehubungan dengan kedudukan dan/atau tugas pemeriksaan
penjara satu tahun dan paling lama lima tahun dan/atau denda setinggitingginya Rp.1.000.000.000,00
7
Setiap pemeriksa
tidak melaporkan temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana yang diperolehnya pada waktu melakukan pemeriksaan
penjara satu tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00
8.
Setiap orang
tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan
penjara satu tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00
penjara tiga tahun dan/atau denda Rp.1.000.000.000,00
Sumber : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Dalam UU Tindak Pidana Korupsi No. 31/1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diatur secara khusus mengenai ketentuan terdapat pada Pasal 2 ayat (1) UndangUndang Tindak Pidana Korupsi No. 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, yang berbunyi112: Setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian 112
Lihat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
74
negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Koruptor adalah pelaku tindak pidana korupsi. Untuk mengetahui lebih jelas tentang siapa-siapa yang dapat dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana korupsi yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun yang dikategorikan dalam pelaku tindak pidana korupsi adalah : 1. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menjelaskan bahwa yang disebut pelaku tindak pidana korupsi adalah113:
1. Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau 2. Setiap orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Yang dimaksud dengan penyelenggara negara disini meliputi: 1. Pejabat negara pada lembaga tertinggi negara. 2. Pejabat negara pada lembaga tinggi negara. 3. Menteri. 4. Gubernur. Yang dimaksud dengan Gubernur adalah wakil pemerintah pusat di daerah. 5. Hakim.
113
Ibid. Lihat Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2001.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
75
Yang dimaksud dengan Hakim dalam ketentuan ini meliputi Hakim di semua tingkat Pengadilan. 6. Pejabat negara lainnya yang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Yang dimaksud denganpejabat negara yang lain dalam ketentuan ini misalnya Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Wakil Gubernur, dan Bupati/Walikota madya. 7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis adalah pejabat yang tugas dan wewenang nya dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek korupsi, kolusi, nepotisme yang meliputi: a. Direksi, Komisaris, dan Pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. b. Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan Perbankan Indonesia. c. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri. d. Pejabat Eselon dan pejabat yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan kepolisian. e. Jaksa. f. Penyidik. g. Panitera Pengadilan. h. Pemimpin dan bendaharawan proyek.
2.
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, menjelaskan yang termasuk dalam pelaku tindak pidana korupsi antara lain114:
1. Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, atau 114
Ibid. Lihat Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
76
2. Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan sebagai advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasehat dan pendapat yang akan diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
3.
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, menjelaskan yang termasuk dalam pelaku tindak pidana korupsi antara lain115: 1. pemborong atau ahli bangunan yang pada waktu membuat
bangunan, atau menjual bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang. 2. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud diatas. 3. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang, atau 4. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang, sebagaimana dimaksud diatas.
4.
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, menjelaskan yang termasuk dalam pelaku tindak pidana korupsi antara lain116:
Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara
115
Ibid. Lihat Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001.
116
Ibid. Lihat Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
77
waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan
karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
5.
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, menjelaskan yang termasuk dalam pelaku tindak pidana korupsi antara lain117:
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu dengan senagaja memalsukan buku-buku atau daftardaftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
6.
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, menjelaskan yang termasuk dalam pelaku tindak pidana korupsi antara lain118:
Pegawai negeri atau orang lain selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja: 1. Menggelapkan, menghancurkan, merusakan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar, yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan dimuka pejabat yang berwenang yang disukai karena jabatannya. Atau 2. Membiarkan
orang
lain
menghilangkan,
menghancurkan,
merusakan , atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar pidana tersebut, atau 3. Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut.
117
Ibid. Lihat Pasal 9 UU No. 20 Tahun 2001.
118
Ibid. Lihat Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2001.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
78
7.
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, menjelaskan yang termasuk dalam pelaku tindak pidana korupsi antara lain119:
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
8. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, menjelaskan yang termasuk dalam pelaku tindak pidana korupsi antara lain120:
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentang dengan kewajibannya. 2. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban. 3. Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi suatu putusan perkara yang diserahkan kepada hakim untuk diadili. 4. Seseorang
yang
menurut
peraturan
perundang-undangan
ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan, berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
119
Ibid. Lihat Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001.
120
Ibid. Lihat Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2001.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
79
5. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. 6. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas
meminta,
menerima,
atau
memotong
pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang. 7. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau menyerahkan barang, seolah-olah merupakan hutang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang. 8. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugasnya, telah menggunakan tanah negara yang diatas terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah merugikan orang yanng berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 9. Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun
tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. Dalam pasal ini, yang dimaksud dengan Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
80
yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. B. Pidana Uang Pengganti121 Pidana uang pengganti dapat diambil pengertian dari pasal 18 UU No. 20/2001 tentang Perubahan UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah sebagai berikut122:
pembayaran uang pengganti yang sebanyak-banyak sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, jangan hanya ditafsirkan harta benda yang masih dikuasai oleh terpidana pada saat jatuhnya putusan pengadilan tetapi juga harta benda hasil korupsi yang pada waktu pembacaan putusan sudah dialihkan terdakwa kepada orang lain.
Mengenai penentuan pidana pembayaran uang pengganti berpedoman kepada surat Jaksa Agung Nomor B-28/A/FT.1/05/2009 tanggal 11 Mei 2009, mengenai petunjuk kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam membuat surat tuntutan yang salah satu diantara petunjuk adalah mengenai pidana pembayaran uang pengganti, yaitu: 1. Kewajiban membayar uang pengganti sedapat mungkin langsung ditujukan kepada instansi yang dirugikan sebagai akibat dari tindak pidana korupsi. Amar surat tuntutan : ”membayar uang pengganti kepada negara (institusi yang dirugikan sebesar.... dst)” 2. Untuk memberikan rasa keadilan kepada terpidana yang membayar uang pengganti tetapi hanya sebagian dari pidana dalam putusan, maka dalam amar tuntutan supaya ditambahkan klausul : ”apabila terdakwa/terpidana membayar uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan
121
Efi Laila Kholis, S.H., M.H., Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi, Solusi Publishing, Depok, 2010. Halaman 21.
122
Ibid. Lihat Pasal 20 UU No. 20 Tahun 2001.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
81
lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti dari kewajiban membayar uang pengganti”. 3. Terhadap kewajiban pembayaran uang pengganti yang terdat lebih dari satu orang supaya didalam amar putusan disebutkan secara jelas dan pasti jumlah kepada masing-masing terdakwa dan tidak boleh disebutkan secara tanggung renteng karena tidak akan memberikan kepastian hukum dan menimbulkan kesulitan dalam eksekusi. Kesulitan eksekusi yang terjadi baik menyangkut jumlah uang pengganti yang harus dibayar oleh masing-masing terdakwa/terpidana maupun terhadap terpidana yang tidak membayar (atau membayar sebagian) uang pengganti sehingga harus menjalani hukuman badan sebagai pengganti dari kewajiban membayar uang pengganti tersebut. 4. Apabila tidak diketahui secara pasti jumlah yang diperoleh dari tindak pidana korupsi oleh masing-masing terdakwa/terpidana, maka salah satu cara yang dapat dipedomani untuk menentukan besarnya uang pengganti
yang
akan
digunakan
kepada
masing-masing
terpidana/terdakwa adalah menggunakan kualifikasi ”turut serta” dalam pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHAP. 5. Untuk pelaksanaan petunjuk penentuan besaran uang pengganti supaya dilaksanakan
secara
tertib
dengan
administrasi
yang
dapat
dipertanggung jawabkan disertai bukti-bukti yang akurat, yang dapat dipergunakan sebagai bahan pelaporan hasil penyelematan kerugian keuangan negara oleh kejaksaan agung.
Pelaksanaan putusan pengadilan secara umum diatur dalam Bab XIX KUHP. Eksekusi hanya bisa dilakukan dalam hal putusan telah berkekuatan hukum tetap. Eksekusi dilakukan oleh jaksa sebagaimana diatur dalam pasal 1 butir 6 jo pasal 270 KUHP jo pasal 30 ayat (1) huruf b Undang-undang kejaksaan. Pidana pembayaran uang pengganti tidak diatur dalam KUHP, yang mana pidana ini merupakan salah satu kekhususan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti maka terpidana diberi tenggang waktu satu bulan
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
82
sesudah putusan pengadilan berkakuatan hukum tetap untuk melunasinya. Jika dalam waktu yang ditantukan tersebut telah habis, maka jaksa sebagai eksekutor Negara dapat menyita dan melelang harta benda terdakwa (pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Jaksa tidak dapat memperpanjang batas waktu terpidana untuk membayar uang penggantinya seperti pidana denda yang diatur pada pasal 273 (2) KUHP. Pidana pembayaran uang pengganti dan pidana denda memiliki sifat yang berbeda hal ini dapat dilihat bahwasannya pidana uang pengganti merupakan pidana tambahan sedangkan pidana denda merupakan pidana pokok. Menurut Wiryono, walaupun jaksa tidak dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran tetapi mengingat bunyi pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka jaksa masih dapat menentukan tahap-tahap pembayaran uang pengganti, tetapi tetap tidak melebihi tenggang waktu satu bulan tersebut. Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dijumpai kata”….harta bendanya dapat disita dan dilelang….” Harta benda yang dimaksud disini adalah harta benda milik terdakwa yang bukan merupakan harta benda hasil dari tindak pidana korupsi dan/atau harta benda kepunyaan terpidana yang bukan digunakan untuk melakukan tindak pidana, karena jika memang terbukti di sidang pengadilan harta benda kepunyaan terpidan tersebut merupakan harta benda korupsi, maka harta tersebut dirampas dangan menggunakan pidana perampasan sesuai pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jaksa tidak perlu melakukan penyitaan dan lelang sesuai pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena pidana yang dijatuhkan berbeda. Penyitaan dan pelelangan bersifat fakultatif, yaitu baru dilakukan dalam hal terpidana belum atau tidak membayar uang pengganti sejumlah yang ditentukan dalam putusan dalam waktu yang telah ditentukan seperti diatas. Penyitaan terhadap harta benda kepunyaan terdakwa tidak perlu terlebih dahulu mendapat izin dari ketua Pengadilan Negeri satempat karena penyitaan ini bukan dalam rangka penyidikan tetapi dalam rangka pelaksanaan putusan pengadilan. Dalam hal melakukan penyitaan terhadap harta benda terdakwa hendaknya mengikuti tata cara penyitaan yang diatur dalam penerapan eksekusi pembayaran
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
83
uang pengganti menurut Fatwa Mahkamah Agung RI Nomor : 37/T4/88/66/Pid tanggal 12 Januari 1988 yang antara lain : 1. Barang-barang terpidana yang masih ada disita untuk kemudian dijual sacara lelang guna memenuhi kewajiban pidana pembayaran uang pengganti; 2. Penyitaan hendaknya dikecualikan atas barang-barang yang dipakai sebagai penyangga mencari nafkah terpidana dan keluarganya. 3. Penyitaan hendaknya menghindari kesalahan penyitaan terhadap barang bukan milik terpidana agar jangan sampai terjadi perlawanan dari pihak ketiga.
Dalam pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ditentukan dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi
untuk membayar uang pengganti dalam tanggang waktu yang
ditentukan ayat (2) maka terpidana dipidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum pidana pokoknya dan pidana tersebut sudah dicantumkan dalam putusan. Pidana subsider penjara dalam pasal tersebut dilihat terdapat tiga syarat: 1. Pidana subsider baru berlaku dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti. Terpidana dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap ternyata tidak lagi mempunyai uang pengganti, juga hasil lelang dari harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti. 2. Lamanya pidana penjara pengganti tidak melebihi ancaman pidana maksimum dari pasal Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dilanggar terdakwa. 3. Lamanya pidana penjara pengganti telah ditentukan dalam putusan pengadilan. Dangan adanya ketentuan tersebut maka juga menjadi kewajiban hakim dalam putusan untuk mencantumkan pidana pengganti ini menghindari apabila uang pengganti tidak dapat dibayar seluruh atau sebagian.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
84
C. Penyidikan dan Penuntutan Sebelum membahas lebih detail tentang bagaimana proses dan praktik melakukan penyidikan perkara Tindak Pidana Korupsi, perlu kiranya terlebih dahulu dijelaskan tentang siapa sebenarnya yang berhak menyidik perkara korupsi. Beberapa komisi/lembaga yang dapat melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yaitu: 1.
Kepolisian berdasarkan UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
2.
Kejaksaan berdasarkan UU No. 16/2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
3.
Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Melalui ketentuan Pasal 41 UU No. 31/1999 Jo. UU No. 20/2001 ditentukan adanya peran serta masyarakat guna membantu pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi123. Dengan ditentukan peran serta masyarakat tersebut, Pihak Kepolisian diharapkan dapat mengungkapkan Tindak Pidana Korupsi secara intens. Adapun peran serta masyarakat tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 41 ayat (1) UU No. 31/1999 Jo. UU No. 20/2001 diwujudkan dalam bentuk: 1. Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan
telah terjadi Tindak Pidana Korupsi. 2. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana Korupsi kepada penegak hukum yang menangani Tindak Pidana Korupsi. 3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab
kepada penegak hukum yang menangani perkara Tindak Pidana Korupsi. 4. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang
diberikan kepada penegak hukum dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.
123
Ibid. Lihat Pasal 41 UU No. 20 Tahun 2001.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
85
Apabila seorang penyidik menerima suatu laporan atau pengaduan dari seseorang baik secara tertulis yang harus ditandatangani oleh pelapor/pengadu maupun dapat secara lisan. penyidik bertitik tolak dalam operasionalnya berdasarkan Surat Keputusan No. Pol. Skep/1205/IX/2000 tanggal 11 September 2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana dan Buku Petunjuk Pelaksanaan Tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana, kemudian dicatat penyidik dan ditandatangani baik oleh pelapor/pengadu maupun penyidik (Pasal 108 ayat (4) dan ayat (5) KUHAP) tentang dugaan adanya Tindak Pidana Korupsi, sebelum dilakukan penyidikan diperlukan adanya penyelidikan terlebih dahulu terhadap kebenaran laporan/ pengaduan tersebut. Kalau dari hasil penyelidikan terdapat cukup bukti terjadi perkara Tindak Pidana Korupsi, penyelidik membuat berita acara penyelidikan sehingga nantinya dapat dijadikan dasar penyidik melakukan penyidikan guna menentukan tersangka yang akan bertanggung jawab terhadap tindak pidana tersebut sehingga tindak pidana tersebut menjadi terang karenanya . Berdasarkan aspek di atas, Kepala Kepolisian Resort setempat kemudian mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan dan atas dasar perintah tersebut penyidik melakukan penyidikan (Pasal 109 ayat (1) KUHAP). Kemudian, penyidik memberitahukan kepada Penuntut Umum tentang telah dilakukan penyidikan yang biasa disingkat dengan istilah (SPDP) dengan model formulir Serse: A.3. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh pihak Kejaksaan kemudian dicatat dalam Register Penerimaan Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan/Penghentian
Penyidikan
(RP-9)
dan
Kepala
Kejaksaan Negeri (Kajari) setempat mempelajari SPDP, memberitahukan seksi intelijen serta dikelola oleh Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Umum apabila menyangkut Pidana Umum dan Kasi Tindak Pidana Khusus (bagi Kejaksaan Negeri Tipe A) atau Kasi Tindak Pidana Khusus, Perdata dan Tata Usaha Negara (bagi Kejaksaan Negeri Tipe B) apabila menyangkut Tindak Pidana Khusus dan menunjuk/menetapkan seorang Jaksa untuk
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
86
mengikuti perkembangan penyidikan dengan mengeluarkan bentuk formulir P-16. Menurut kelaziman praktik, formulir P-16 merupakan Surat Perintah Penunjukan
Jaksa
Penuntut
Umum
untuk
melakukan
Penelitian
dan
Penyelesaian Perkara (disebut: Jaksa Peneliti) sesuai Keputusan Jaksa Agung RI No. Kep120/J.A/12/1992 tentang Administrasi Perkara Pidana yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Jaksa Agung RI No. Kep-132 /J.A/11 /1994 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No. Kep-120/J.A/12/1992 dan terakhir disempurnakan lagi dengan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia No. KEP-518/A/J.A/11 /2001 tanggal 1 November 2001 tentang Perubahan
Keputusan
Jaksa
Agung
Republik
Indonesia
No.
KEP-
132/J.A/11/1994 tanggal 7 November 1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana. Berdasarkan Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Seluruh Indonesia No. B401/E/9/93 tanggal 8 September 1993 Perihal Pelaksanaan Tugas Prapenuntutan, Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan secara aktif membina koordinasi dan kerja sama positif dengan penyidik melalui Forum Konsultasi Penyidik Penuntut Umum. Forum tersebut digunakan secara optimal untuk memberikan bimbingan/arahan
kepada
penyidik,
dengan
maksud agar kegiatan
penyidikan mampu menyajikan segala data dan fakta yang diperlukan bagi kepentingan
penuntutan
dihindarkan.
Tahap
dan
berikutnya
bolak-baliknya penyidik
berkas
perkara
dapat
melakukan pemanggilan dan
pemeriksaan terhadap para saksi atau tersangka. Pemanggilan ini dilakukan penyidik dengan surat panggilan yang sah, ditandatangani oleh penyidik yang berwenang dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas dan memperhatikan tenggang waktu secara wajar antara diterimanya panggilan dan hari pemeriksaan. Orang yang dipanggil untuk didengar keterangan sebagai saksi atau tersangka wajib datang kecuali undang-undang membebaskan memberi keterangan sebagai saksi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 35 UU No. 31/1999 Jo. UU No. 20/2001, yaitu124: 124
Ibid. Lihat Pasal 35 UU No. 20 Tahun 2001.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
87
1.
Setiap orang wajib memberi keterangan sebagai saksi atau ahli, kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, istri atau suami, anak, dan cucu dari terdakwa.
2.
Orang yang dibebaskan sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperiksa sebagai saksi apabila mereka menghendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa.
3. Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mereka dapat memberikan keterangan sebagai saksi tanpa disumpah.
Sedangkan tata cara Pemeriksaan tersangka adalah sebagai: 1.
Adanya kewajiban penyidik untuk memberitahukan tersangka tentang haknya mendapat bantuan hukum dan kewajiban didampingi Penasihat Hukum yang ditunjuk apabila terdakwa didakwa dengan ancaman pidana lima tahun atau lebih dan tidak mempunyai Penasihat Hukum sendiri (Pasal 114 KUHAP);
2.
Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberi keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi dan atau diduga mempunyai
hubungan
dengan
tindak
pidana
Korupsi
yang
dilakukan oleh tersangka (Pasal 28 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001); 3.
Tersangka didengar keterangan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun (Pasal 117 ayat (1) KUHAP);
4.
Sesudah ditanyakan kepada tersangka, ternyata menghendaki didengar keterangan saksi yang meringankan (a de charge), kewajiban penyidik memanggil dan memeriksa saksi tersebut (Pasal 116 ayat (3) KUHAP);
5.
Keterangan tersangka tersebut dicatat penyidik dalam berita acara pemeriksaan dan apabila telah disetujui, Berita Acara Pemeriksaan Penyidik tersebut ditandatangani oleh penyidik dan tersangka (Pasal 117 ayat (2) dan Pasal 118 ayat (1) KUHAP). Bila tersangka tidak mau membubuhi tanda tangan, dicatat dalam berita acara pemeriksaan dengan menyebutkan alasannya (Pasal 118 ayat (2) KUHAP);
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
88
6.
Pemeriksaan terhadap tersangka yang berdiam atau bertempat tinggal di luar daerah hukum penyidik yang melakukan penyidikan dapat dibebankan kepada penyidik di tempat kediaman atau tempat tinggal tersangka tersebut (Pasal 119 KUHAP).
Setelah para saksi maupun tersangka diperiksa, tahap selanj utn ya a pabila di pan da ng pe rlu penyidi k dapat melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: 1. Mengeluarkan surat perintah penangkapan sesuai dengan model formulir Serse A.5 yang dilanjutkan dengan berita acara penangkapan model formulir Serse A.11.03 atau surat perintah penahanan dengan model formulir Serse A6 dan berita acara penahanan model Serse A.11.04, bahwa penangkapan dan penahanan tersebut harus memenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP. Mengenai jangka waktu penahanan dilakukan penyidik paling lama 20 (dua puluh) hari dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum paling lama 40 (empat puluh) hari (Pasal 24 ayat (1), (2) KUHAP). Terhadap penahanan yang dilakukan penyidik ini dapat diajukan keberatan dengan prosedur sebagai berikut: a. Ke be ratan pena hanan da pat diaju kan kepada penyidik yang melakukan penahanan dan dapat diajukan oleh tersangka, keluarga atau Penasihat Hukumnya; b. Keberatan
tersebut
dapat
dikabulkan
penyidik
dengan
mempertimbangkan perlu tidaknya tersangka tetap ditahan atau tetap berada dalam jenis penahanan tertentu. Hal tersebut dapat juga dilakukan atasan penyidik, atas pengajuan tersangka/keluarga atau Penasihat Hukumnya apabila penyidik yang melakukan penahanan itu belum mengabulkan dalam waktu 3 (tiga) hari; c. Permintaan dapat dikabulkan dengan atau tanpa syarat. d. Apabila penahanan yang dilakukan oleh penyidik di a nggap t id a k s ah , t e rs a n gk a /k el ua r ga a t au Penasihat Hukum dapat digugat Praperadilan melalui Pengadilan Negeri setempat.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
89
Berdasarkan ketentuan Pasal 30 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos, telekomunikasi, atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara Tindak Pidana Korupsi yang sedang diperiksa 125. Pada dasarnya, ketentuan ini dimaksudkan memberi kewenangan kepada penyidik dalam rangka mempercepat proses penyidikan yang pada dasarnya di dalam Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana untuk membuka, memeriksa, atau menyita surat harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Ketua Pengadilan Negeri. 2. Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 29 Undangundang No. 31 tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 penyidik untuk kepentingan penyidikan berwenang meminta keterangan kepada Bank tentang keadaan keuangan tersangka. Pemintaan ini harus melalui prosedural Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan Gubernur Bank Indonesia berkewajiban untuk memenuhi permintaan tersebut dalam waktu selambatlambatnya 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap. Apabila penyidik menduga rekening simpanan milik tersangka diduga hasil k o r u p s i , d a p a t m e m i n t a B a n k u n t u k m e l a k u k a n perriblokiran. Begitu pun sebaliknya, apabila tersangka tidak diperoleh bukti yang cukup melakukan Tindak Pidana Korupsi, penyidik dapat meminta Bank mencabut pemblokiran126.
Berdasarkan Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 November 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia No. Kep-132/J.A/11 /1994 tanggal 7 November 1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana dan kelaziman praktik penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi, modus operandi terungkapnya perkara korupsi dapat karena adanya inisiatif penyidik sendiri atau karena laporan/informasi 125
Ibid. Lihat Pasal 30 UU No. 20 Tahun 2001.
126
Ibid. Lihat Pasal 29 UU No. 20 Tahun 2001.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
90
seseorang tentang telah terjadinya Tindak Pidana Korupsi. Apabila pelapor meminta identitas dirinya dilindungi dalam Tindak Pidana Korupsi, permintaan tersebut dicantumkan di dalamnya. Kemudian, dicatat pula tentang isi yang dilaporkan dan laporan itu dibuat atas dasar sumpah jabatan serta ditandatangani oleh Jaksa penerima laporan dengan administrasi turunan kepada Direktur/Kajati/Kajari/Kacabjari dan Arsip. Atas dasar hal tersebut, Kejaksaan kemudian mengeliminir, apabila laporan itu bersifat informasi ditangani seksi intelijen dan kalau sudah merupakan laporan terjadinya tindak pidana, langsung ditangani oleh seksi Tindak Pidana Khusus (Kejaksaan Negeri Tipe A) atau seksi Tindak Pidana khusus, Perdata dan Tata Usaha Negara (Kejaksaan Negeri Tipe B). Dalam praktik, lazim untuk Tindak Pidana Korupsi bentuk laporan bersifat informasi saja yang banyak dilaporkan dan ditemukan. Apabila informasi perkara korupsi tersebut hanya melingkupi satu kabupaten saja, akan ditangani oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) setempat, sedangkan apabila melingkupi beberapa kabupaten, akan ditangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati). Dari Hasil seksi intelijen mendapatkan indikasi bahwa informasi tersebut mengandung kebenaran, hasil tersebut akan dipaparkan (pra-ekspose) dan apabila kemudian ternyata belum lengkap, akan dilengkapi, sedangkan bila telah lengkap lalu dibuat dalam bentuk laporan intelijen khusus bahwa perkara tersebut dapat dilakukan penyelidikan. Kemudian, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) setempat mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan dalam bentuk P-2 dengan perintah kepada Jaksa Penyelidik melaksanakan penyelidikan. Secara administrasi, turunan P-2 dibuat rangkap 3 (tiga), yaitu untuk yang bersangkutan, kepada Kepala Kejaksaan
Tinggi
(Kajati)
apabila
penyelidikan
dilakukan
oleh
Kajari/Kacabjari dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) apabila penyelidikannya dilakukan oleh Direktur dan Arsip. Dengan bertitik tolak Surat Perintah Penyelidikan tersebut, Jaksa Penyelidik membuat Rencana Penyelidikan dengan bentuk P-3 dan dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan turunan kepada Kasubdit Penyidikan/ Ass.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
91
Pidsus/Kasi Pidsus kemudian dipergunakan sesuai dengan kebutuhan serta satu lembar turunan untuk arsip. Setelah rencana penyelidikan ini selesai dilakukan, kemudian dilakukan penyelidikan dengan meminta keterangan sesuai P-4 dibuat 3 (tiga) hari sebelum hari pertemuan yang ditentukan dalam surat permintaan keterangan, kemudian melalui bukti surat dan lain-lain. Apabila penyelidikan telah selesai, Jaksa Penyelidik kemudian melaporkan hasil penyelidikan tersebut dalam bentuk P-5 dengan berdasarkan pada hasil penyelidikan dan akhirnya memberikan
kesimpulan/pendapat
dan
saran,
terhadap
hasil
penyelidikannya. Pada tahap ini sebelum dilakukan penyelidikan, dalam praktik
dikenal adanya
suatu
tahap yang dikenal dengan tahap pra-
ekspose/pemaparan kembali perkara, disertai pembuatan Matrik Perkara berupa P-6. Proses pra-ekspose/pemaparan perkara dilakukan oleh Jaksa Penyelidik dibuat turunan/tembusan sesuai kebutuhan dengan titik tolak peserta Kemudian, apabila dari hasil penyelidikan tersebut terdapat cukup bukti untuk dilakukan penyidikan perkara lalu dikeluarkan bentuk P-7 tentang Surat Perintah Penyidikan yang pada pokoknya memerintahkan Jaksa Penyidik melakukan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi tersebut dan dibuat rangkap 5 (lima) untuk yang bersangkutan, Penuntut Umum (sebagai laporan dimulainya penyidikan), kemudian Kajati/ Kajari (disesuaikan dengan penandatanganan),
kepada
Kajati
apabila
penyidikan
dilakukan
Kajari/Kacabjari atau kepada Jam Pidsus apabila penyidikan dilakukan oleh Direktur, pada berkas perkara dan arsip. Pada tingkat penyidikan ini, dilakukan pemanggilan kepada para saksi/terdakwa sesuai bentuk P-9 dan penyampaian surat panggilan selambatlambatnya dilakukan 3 (tiga) hari sebelum yang bersangkutan harus menghadap, dapat pula dilakukan permintaan bantuan pemanggilan saksisaksi/ahli dengan bentuk P40 atau bentuk P-11. Bagaimana cara teknik dan taktik melakukan penyidikan ini, pada prinsipnya identik dengan cara penanganan perkara pidana pada umumnya sebagaimana telah Penulis uraikan di muka. Proses selanjutnya, apabila dalam melakukan penyidikan diperlukan adanya penggeledahan/penyitaan
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
92
surat-surat, harta benda dan tindakan lain, diperlukan permintaan izin penggeledahan/penyitaan
dengan
bentuk
B-1
dan
kemudian
dilanjutkan dengan bentuk B-5 tentang Surat Penitipan Barang Bukti atau dapat dilakukan tindakan berupa permintaan izin khusus untuk membuka, memeriksa dan menyita surat dipergunakan bentuk B-6 permintaan penyer aha n s urat-s urat yan g d icu ri ga i dengan alasa n kua t mempunyai hubungan dengan perkara yang sedang diperiksa dengan bentuk B-7 atau bentuk-bentuk B-8 tentang pemberitahuan penyitaan barang bukti oleh Kejaksaan dan B-10 tentang label benda sitaan/barang bukti atau dapat pula dimohonkan izin dari Menkeu RI untuk memeriksa keuangan sesuai B-3. Selain itu pula, di dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dapat dilakukan suatu penangkapan dan penahanan atau tidak. Apabila dilakukan suatu penangkapan, dipergunakan bentuk T-1 atau kalau dilakukan penahanan/ pengalihan jenis penahanan (tingkat penyidikan) dengan bentuk T-2 atau permintaan perpanjangan penahanan dengan T-3 dan Surat Perpanjangan penahanan dengan T-4. Terhadap semua tahap tersebut di atas kemudian dibuat Berita Acara Penyidikan yang ditandatangani oleh Penyidik dan saksi/ tersangka. Apabila tahap penyidikan telah selesai dilakukan, pemberkasan perkara kemudian dilaporkan kepada Kajari sesuai hierarki guna diteliti lebih lanjut serta dibuat juga Rencana Dakwaan (Rendak). Pada tahap ini, dikenal adanya ekspose/pemaparan perkara ditentukan bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau ditutup demi hukum, penuntutan tersebut dihentikan (Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP) dan dikeluarkan Surat Penetapan Penghentian Penyidikan atau lazim disebut SP3 dan bila dari ekspose/pemaparan hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, dibuat Berita Acara Pendapat atau Resume sesuai P-24, disempurnakan Rencana Dakwaan (Rendak) menjadi Surat Dakwaan serta pula Surat Pelimpahan Perkara.
Dengan
surat
pelimpahan
perkara
bersangkutan berkas perkara, surat dakwaan kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Negeri setempat dengan permintaan agar diperiksa dan diadili di
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
93
depan persidangan Pengadilan Negeri. Hubungan antara penyidikan dan penuntutan adalah sebagai berikut: 1. Dalam hal suatu peristiwa merupakan tindak pidana atau dilakukan penyidikan terhadap suatu peristiwa pidana, penyidik memberitahukan kepada Penuntut Umum (Pasal 109 ayat (1) KUHAP). Selanjutnya, bilamana menurut pendapat penyidik tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa itu ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, lalu penyidik memberitahukan kepada tersangka atau keluarganya dan Penuntut Umum (Pasal 109 ayat (2) KUHAP). Demikian pula halnya, apabila penghentian penyidikan dihentikan demi hukum dilakukan oleh Pejabat Pengawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang oleh KUHAP sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, pemberitahuan hal itu segera kepada Penyidik dan Penuntut Umum.
2. Titik taut hubungan antara penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan Penuntutan oleh Jaksa/Penuntut Umum dapat dilihat dalam hal penyidik memerlukan
perpanjangan
penahanan
kepada
Penuntut
Umum
sehubungan dengan kepentingan pemeriksaan belum selesai (Pasal 24 ayat (2) KUHAP). perpanjangan penahanan diberikan oleh Penuntut Umum paling lama empat puluh hari dan diberikan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.
adanya alas an dan res ume has il peme riksaa n penyidik.
b.
diajukan penyidik sebelum lewat waktu dua puluh hari atau sebelum lewat masa penahanan yang menjadi wewenang penyidik. Pemberian perpanjangan penahanan dapat sekaligus diberikan paling lama empat puluh hari dengan tidak menutup kemungkinan apabila penyidik menganggap pemeriksaan telah selesai dan tersangka dijamin tidak melarikan diri, tersangka dapat dikeluarkan dari tahanan sebelum habis waktu empat puluh hari tersebut.
c.
Titik taut hubungan ketiga antara penyidikan dan penuntutan tampak eksistensinya dalam aspek prapenuntutan. Sebagaimana
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
94
diketahui bahwasanya prapenuntutan adalah wewenang Penuntut Umum sebagairnana diatur dalam Pasal 14 huruf b KUHAP, yakni dalam hal Penuntut Umum menerima berkas perkara penyidikan dari penyidik (Pasal 8 ayat (3) huruf a) dan berpendapat bahwa hasil penyidikannya dianggap belum lengkap dan belum sempurna, Penuntut Umum harus segera mengembalikannya kepada penyidik dengan disertai petunjuk-petunjuk seperlunya, dan dalam hal penyidik harus segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk yang diberikan Penuntut Umum (Pasal 110 ayat (4) KUHAP) dan hal ini berarti pula tidak boleh dilakukan prapenuntutan lagi. d.
Sedangkan titik taut hubungan tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 110 ayat (4) KUHAP, bahwa sekalipun penyidikan dianggap selesai yang berarti penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum (Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP) dan Penuntut Umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan (Pasal 140 ayat (1) KUHAP).
Secara
global
dan
sistematis,
mengenai
pengertian
penuntutan dapat ditemukan dalam pandangan pembentuk undangundang dan visi para doktrina Ilmu Hukum Pidana. Menurut pandangan pembentuk undang-undang melalui dimensi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia selaku Hukum Positif yang sekarang berlaku di Indonesia, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 KUHAP dan Bab I Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 disebutkan bahwa127:
Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan 127
Lihat Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
95
menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan.
Sedangkan pengertian Penuntutan menurut optik para doktrina Ilmu Hukum Pidana disebutkan sebagai berikut: 1.
R. Wirjono Projodikoro menyebutkan bahwa: Menuntut seorang terdakwa di muka Hakim Pidana adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada Hakim, dengan permohonan, supaya Hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa.128
2.
A. Karim Nasution berpendapat bahwa: Dengan penuntutan diartikan penentuan, apakah suatu perkara diserahkan atau tidak kepada hakim untuk diputuskan, dan jika dilanjutkan ke Pengadilan, untuk memajukan tuntutan hukuman.129
3.
Martiman Prodjohamidjojo menyebutkan bahwa: Penuntutan dalam arti luas merupakan segala tindakan Penuntut Umum sejak is menerima berkas dari penyidik untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri.130
4.
Sudarto menyebutkan bahwa: Penuntutan adalah berupa penyerahan berkas perkara si tersangka kepada Hakim dan sekaligus agar supaya diserahkan kepada sidang pengadilan (verwijzing naar de terechtizitting).131
5.
Atang Ranoemihardja berpendapat bahwa:
128
R. Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Penerbit: Sumur, Bandung, 1974, hlm 41. 129 A. Karim Nasution, Masalah Surat Tuduhan dalam Proses Pidana, Penerbit: PN. Percetakan Negara RI, Jakarta, 1972, hlm 25. 130
Martiman Prodjohamidjojo, Kekuasaan Kejaksaan dan Penuntutan, Penerbit: Ghalia Indonesia, hlm 11. 131 Sudarto, Peranan Kejaksaan dalam Penyelidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Pidana dalam Sidang Pengadilan Negeri, Penerbit: Yayasan Lembaga Research dan Afiliasi Industri UNDIP Semarang, hlm 12.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
96
Penuntutan perkara ialah bilamana alas suatu perkara telah diajukan oleh Penuntut Umum kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan tuntutan agar terhadap perkara tersebut dapat diajukan ke sidang pengadilan.132 Dalam menjalankan wewenang penuntutan menurut ketentuan Hukum Acara Pidana dikenal adanya 2 (dua) Asas penuntutan, yaitu: 1. Asas Legalitas (Legaliteitsbeginsel) adalah suatu asas dalam Hukum Acara Pidana dengan kewajiban kepada Penuntut Umum melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan hukum pidana. Asas
Legalitas dalam ketentuan pada Hukum Pidana Materiel sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kalau dijabarkan lebih detail, asas Legalitas pada ketentuan Hukum Acara Pidana merupakan manifestasi dari asas "equality before the
law". 2. Asas Oportunitas (Opportzmiteitsbeginsel) adalah asas dalam Hukum Acara Pidana yang memberikan kewenangan pada Penuntut Umum untuk tidak melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan hukum pidana dengan jalan mengenyampingkan perkara demi kepentingan umum (elgemene belangen). Apabila dijabarkan, asas Oportunitas ini diakui eksistensinya dalam praktik dan ditegaskan sesuai Pasal 32 huruf c Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 (LNRI 1991-59; TLNRI 3451) tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Dalam penjelasan, ditentukan bahwa mengenyampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas oportunitas, hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut. Sesuai dengan sifat dan bobot perkara
yang
dikesampingkan
tersebut,
Jaksa
Agung
dapat
melaporkan terlebih dahulu rencana pengenyampingan perkara kepada Presiden, untuk mendapatkan petunjuk.
132
Atang Ranoemihardja, Hukum Acara Pidana, Penerbit: Tarsito, Bandung, 1981, hlm 91.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
97
Dengan bertitik tolak kepada Pengertian dan asas-asas, dapatlah disebutkan bahwa tujuan diadakan suatu penuntutan itu adalah: 1.
Untuk melindungi kepentingan umum (algemene belangen). Hal ini berhubungan erat dengan sifat dari ketentuan hukum pidana dan hukum acara pidana guna melindungi kepentingan umum. Dengan dituntutnya seorang tersangka pelaku tindak pidana, diharapkan tetap terjaganya keseimbangan kehidupan bermasyarakat, sekaligus sebagai usaha preventif dan represif menekan tindak pidana di masyarakat.
2.
Untuk menegakkan adanya kepastian hukum (RechtsZekerheids), balk ditinjau dari kepentingan orang yang dituntut maupun dari kepentingan orang yang dituntut maupun dari peraturan itu sendiri. Hal ini perlu ditegaskan karena dengan dituntutnya seorang tersangka, diharapkan nasibnya menjadi jelas apakah yang bersangkutan telah bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana basil penyidikan atau dibebaskan
oleh
Pengadilan
karena
tidak
terbukti
bersalah
melakukan tindak pidana. Apabila tidak dilakukan suatu penuntutan, secara tidak langsung tersangka nasibnya menjadi terkatung-katung karena tidak adanya kepastian hukum. 3. Sebagai konsekuens i yuridis asas Negara Hukum (Rechtsstaat), dengan dituntutnya seorang tersangka di depan sidang Pengadilan dimaksudkan guna terciptanya kebenaran materiel dan diharapkan seseorang mendapatkan perlakukan adil sesuai prosedural dengan diberikan hak pembelaan diri mulai dari adanya keberatan (eksepsi), pledoi, replik, duplik serta upaya hukum biasa dan luar biasa. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila yang bersangkutan telah dituntut di depan persidangan. 4.
Ditinjau dari aspek Penuntut Umum, tujuan diadakan penuntutan itu adalah untuk menegakkan Asas Legalitas (Legaliteitsbeginsel) yang mewajibkan kepada Penuntut Umum dilakukan penuntuan terhadap seseorang
karena
dugaan
melanggar
peraturan
hukum
pidana,
sepanjang Asas Oportunitas (Opportuniteitsbeginsel) tidak diterapkan dalam perkara tersebut.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
98
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian untuk rumusan masalah satu, dua dan tiga, dan sesuai kajian pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Bagaimana
pengawasan
oleh
Inspektorat Kabupaten/Kota,
Inspektorat
Provinsi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota terhadap pelaksanaan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
(APBD)
pada
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota?,
kesimpulan jawaban adalah sebagai berikut:
Mekanisme pengawasan keuangan daerah akan meliputi beberapa lembaga negara yang dapat dibedakan dari tugas pokok dan fungsi masing-masing dari lembaga-lembaga negara tersebut, lembaga-lembaga negara yang dapat melaksanakan pengawasan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota, yaitu sebagai berikut: a. inspektorat kabupaten/kota adalah pengawasan yang berada dibawah kepala daerah kabupaten/kota, sehingga dapat disebut sebagai pengawasan internal pemerintah daerah kabupaten/kota. b. Inspektorat provinsi adalah pengawasan yang berada di bawah kepala daerah provinsi atau gubernur, sehingga dapat disebut sebagai pengawasan internal pemerintah daerah provinsi. c. BPKP adalah pengawasan yang berada di bawah Presiden, pengawasan yang dapat mengawasi pemerintah daerah kabupaten/kota. d. DPRD Kabupaten/Kota adalah pengawasan kepada penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten/kota, melalui Badan Pemeiksa Keuangan (BPK) dapat menindak lanjutkan hasil temuan-temuan yang didapatkan oleh BPK untuk dibahas dalam rapat paripurna yang dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
99
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga yang mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota dan memberikan opini berdasarkan hasil pemeriksaan keuangan yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW) dan Menolak Memberikan Opini. Sedangkan lembaga-lembaga negara penindakan hasil dari keputusan kerugian keuangan daerah adalah Instansi yang bersangkutan, Kepolisian dan Kejaksaan. Berdasarkan hasil penelitian tahap-tahapan pengawasan dan pemeriksaan terhadap keuangan daerah adalah sebagai berikut, pengawasan pertama adalah pengawasan yang dilaksanakan oleh inspektorat kabupaten/kota dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kerugian keuangan daerah dan pengawasan dilakukan sebagai upaya prevetif, begitu juga dengan pengawasan yang dilakukan oleh inspektorat provinsi dan BPKP. Sedangkan BPK adalah badan yang membantu DPRD Kabupaten/Kota dalam pengawasan dan pemeriksaan keuangan daerah, setelah mendapatkan hasil pemeriksaan dari BPK maka melalui rapat paripurna DPRD Kabupaten/Kota dapat memberikan rekomendasi kepada Kepala Daerah (Bupati/Walikota) untuk menyelesaikan kerugian daerah yang terjadi, jika terdapat unsur-unsur pidana dalam kerugian daerah tersebut maka dilaksanakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan oleh penegak hukum yaitu Kejaksaan dan Kepolisian, namun jika tidak memuhi unsur kerugian negara maka di selesaikan secara administrasi.
2. Bagaimana bentuk penyelesaian secara administrasi apabila terjadi kerugian keuangan daerah dalam pengelolaan keuangan daerah kabupaten/kota? Dan bagaimana sanksi hukumnya?, kesimpulan jawaban adalah sebagai berikut:
Apabila terjadi kerugian keuangan daerah dengan pemahaman bahwa keuangan daerah adalah pengertian secara luas dari pengertian keuangan negara, maka penyelesaian secara administratif dapat dilaksanakan melalui Pengembalian Kerugian Keuangan Negara melalui Jalur Administratif Sanksi Ganti Rugi
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
100
berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara melalui Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) dimana tata cara pengenaan ganti rugi berbeda antara pegawai negeri bukan bendahara dan bendahara. Sedangkan sanksi administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari: a. Hukuman disiplin ringan; b. Hukuman disiplin sedang; c. Hukuman disiplin berat. 2) Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari: a. Tegoran lisan. b. Tegoran tertulis. c. Pernyataan tidak puas secara tertulis. 3) Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari: a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun. b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun. c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.
4) Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari: a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun. b. Pembebasan dari jabatan. c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil. d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
3. Bagaimana bentuk penyelesaian secara pidana apabila terjadi kerugian keuangan daerah dalam pengelolaan keuangan daerah kabupaten/kota? Dan bagaimana sanksi hukumnya? kesimpulan jawaban adalah sebagai berikut:
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
101
Apabila terjadi kerugian keuangan daerah yang tersebut dalam kesimpulan 2 (dua) mengandung atau diduga memenuhi unsur tindak pidana, maka hukuman pidana sebagai ultimatum remedium dapat digunakan. Lembaga yang akan melakukan penyidikan dan penuntutan adalah Kepolisian, Kejaksaan dan KPK, tergantung terhadap kewenangan masing-masing lembaga. Adapun jenis pidana yang digunakan untuk merujuk kepada pasal 10 KUHP dan dapat dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka terdapat 1 jenis pidana tambahan di luar KUHP berupa Pidana Uang Pengganti yang dapat dijatuhkan.
B. Saran 1. Koordinas antar lembaga pengawasan di harapkan dapat berperan lebih aktif dalam mencegah sedini mungkin terjadinya kerugian daerah, sehingga dibutuhkan kembali penjelasan mengenai pengawasan yang dilaksanakan oleh inspektorat kabupaten/kota, inspektorat provinsi, BPKP. 2. pengawasan dan pemeriksaan oleh BPK akan disampai kepada DPRD Kabupaten/Kota untuk ditindak lanjuti dengan memberikan rekomendasi kepada Kepala Daerah dalam perbaikan penyelenggaraan pemerintah daerah dan diupayakan diselesaikan secara administratif, namun apabila terdapat unsur pidana tetap diselesai secara pidana. 3. pengembalian kerugian keuangan daerah dapat dilaksanakan melalui proses administratif yaitu dengan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) dan proses pidana yaitu dengan pidana uang pengganti, keefektifan pengembalian kerugian keuangan daerah adalah melalui pidana
uang
pengganti dibandingkan dengan pengembalian secara administrasi, disebabkan pidana pelaksana keputusannya adalah kejaksaan.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
102
DAFTAR PUSTAKA
Buku Adrian Sutedi, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 Ahmad Yani, S.H., M.M., Ak., Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
Dan Daerah Di Indonesia, Divisi Buku Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cetakan kedua, April, 2004. Atang Ranoemihardja, Hukum Acara Pidana, Penerbit: Tarsito, Bandung A. Karim Nasution, Masalah Surat Tuduhan dalam Proses Pidana, Penerbit: PN. Percetakan Negara RI, Jakarta. Anwar Sulaiman H., Drs., Manajemen Aset Daerah, STIA-LAN, 2000. ___________________, Pengantar Keuangan Negara dan Daerah, STIA-LAN, 2000. Arifin P. Soeria Atmadja, Dr., Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan
Negara, PT Gramedia, Jakarta, 1986. _____________________, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum, Badan Penerbit UI, Jakarta 2005. _____________________, hukum keuangan negara pasca 60 tahun INDONESIA MERDEKA : Masalah dan Prospeknya bagi Indonesia Inc. Pemantauanperadilan.com. MaPPI-FH UI. Jakarta. 2006. _____________________,Keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum – Praktik dan Kritik. Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta. 2005. ____________________________, S.H.. Mekanisme Pertanggungjawaban – Keuangan Negara. PT. Gramedia. Jakarta. 1986 Bambang Triaji, Reformasi Keuangan Daerah, ILDES, Jakarta, 2004. Bhenyamin Hoessein, Perubahan Model, Pola dan Bentuk Pemerintahan Daerah, Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Fisip UI, Jakarta, 2009. Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan, LNES, Jakarta, 1995. Drs. C.S.T. Kansil, SH.. Hukum Tata Negara Republik Indonesia: Buku I (19451985). PT. Bina Aksara. Jakarta, 1986.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
103
Drs. H. Anwar Sulaiman. Pengantar – Keuangan Negara dan Daerah. Lembaga Administrasi Negara – Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Press. Jakarta. 2000. Dr. Johnny Ibrahim, S.H., M.Hum. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Bayumedia Publishing. Surabaya. 2005. E.Ultrech. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Djakarta, 1964 Goedhart C., Dr., Garis-Garis Besar Ilmu Keuangan Negara, Terjemahan oleh Ratmoko, S.H., Penerbit Jembatan, Jakarta, 1981. Hadi, M., Administrasi Keuangan RI, Jakarta, 1981. Koesparmono Irsan, Kejahatan Korporasi Suatu Pengantar dan Korupsi, Jakarta, 2005. Lembaga. Administrasi Negara – Republik Indonesia, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Gunung Agung, Jakarta, 1997. Lembaga Administrasi Negara. 2003. Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Jakarta. LAN-RI. ___________________________.2003. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta: LAN-RI. Lilik Mulyadi., S.H., M.H., Tindak Pidana Korupsi di Indonesia : Normatif, PT. Alumni, Bandung, 2007. Martiman Prodjohamidjojo, Kekuasaan Kejaksaan dan Penuntutan, Penerbit: Ghalia Indonesia Muslimin, Amrah, Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah., Penerbit Alumni Bandung, 1982. Mustopadidjaja, Kebijaksanaan Dan Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1993. Osborne dan Plastrik, Perihal Kaidah Hukum, Bandung, Citra Adhitya Bakti, 1989, cet. 5. Prof. DR. Sadu Wasistiono, M.S. dan Drs. Yonatan Wiyoso, M.Si, Meningkatkan
Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), FokusMedia, Bandung, 2009. Purbopranoto, Kurigoro, Tinjauan Umum tentang Hukum dan Pentaatan Hukum, Jakarta, LPHN, 1978.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
104
Rasul Sjahrudin, Dr., SH., Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran Dalam Perspektif UU No. 17 Tahun 2003, PNRI, Jakarta 2003. Ramelan, kewenangan Kejaksaan dalam Menanggapi Perkara Tindak Pidana
Korupsi Pasca Terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, Jurnal, Jakarta 2004 R. Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Penerbit: Sumur, Bandung, 1974 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 2006. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum., Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2003. Sudarto, Peranan Kejaksaan dalam Penyelidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan
Pidana dalam Sidang Pengadilan Negeri, Penerbit: Yayasan Lembaga Research dan Afiliasi Industri UNDIP Semarang
Jurnal Abdullah Zainie, Peranan DPR dalam Reformasi Pengelolaan Anggaran Negara, Jurnal Forum Inovasi Vol. 5: Desember—Februari 2003 Badan Pemeriksa Keuangan, Petunjuk Pelaksanaan Tuntutan Perbendaharaan
dan Tuntutan Ganti Rugi, 1976. BPKP, Manajemen Pemerintahan Baru, 2000. BPKP, Pedoman Penanganan Penggantian Kerugian Negara, 1993. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Pusat dan Daerah, Standar Akuntansi
Pemerintahan, Desember 2005. Karhi Nisjar, Beberapa Catatan Tentang Good Governance, dalam, Jurnal Administrasi Pembangunan, 1997. LAN-BPKP, Akuntabilitas dan Good Governance., Maret 2000. Prof Dr. Bhenyamin Hoessein, S.H.. Makalah: Penyempurnaan UU Nomor 20 Tahun 1999 Menurut Konsepsi Otonomi Daerah Hasil Amandemen UUD 1945. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Jakarta. 2003.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
105
Ramelan, kewenangan Kejaksaan dalam Menanggapi Perkara Tindak Pidana
Korupsi Pasca Terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, Jurnal, Jakarta 2004 USAID, Analisis APBD untuk Anggota DPRD : Local Government Support
Program – Legislative Strengthening Team, USAID, 2009.
Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke IV.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dengan Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005, tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pengawasan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA
106
Internet Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan – Kementerian Keuangan Republik Indonesia, www.bppk.depkeu.go.id, tanggal 26 April 2011. H.A. Kartiwan, Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) dan Arah Kebijakan Umum, pustaka.unpad.ac.id, tanggal 28 April 2011. Heriyanto Sijabat, Penyelesaian Ganti Kerugian Negara di Kementerian
Keuangan, www.kppntual.net, tanggal 15 Mei 2011. Kamus Bahasa Indonesia, pusatbahasa.kemdiknas.go.id. Prof. Erman Rajaguguk, S.H., L.L.M., Ph.D, Pengertian Keuangan Negara dan
Kerugian Negara, www.ermanhukum.com, tanggal 26 April 2011. Pemerintah Daerah, www.wikipedia.org/wiki/Pemerintah_Daerah, tanggal 27 April 2011. RPJMN 2005-2009 Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), www.bpkp.go.id, tanggal 3 Mei 2011. Sistem Administrasi Keuangan Negara II, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, www.bpkp.go.id, tanggal 3 Mei 2001. Tuntutan Bendahara, www.perbendaharaan.go.id, tanggal 15 Mei 2011.
UNIVERSITAS Pertanggungjawaban..., Iwan Eli Setiawan, FHUI, 2011INDONESIA