UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NENDEN NURHASANAH, S.Farm. 1206329781
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Apoteker
NENDEN NURHASANAH, S.Farm. 1206329781
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
iii
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
iv
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jalan Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan Periode 2 September – 31 Oktober 2013. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan wawasan kefarmasian mengenai pelayanan farmasi di rumah sakit sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker dan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok. Pada penyelesain penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mengarahkan, yaitu kepada: 1.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi atas izin dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
2.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt sebagai Pejabat Sementara Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013.
3.
Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia serta kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
4. Dr. Retnosari Andrajati, M.Si, Ph.D., Apt selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan ini. 5. Dra. Alfina Rianti, M.Pharm., Apt selaku Pembimbing umum atas waktu, bantuan, bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis. v
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
6. Dra. Maria S. Lesilolo, M.Pharm., Apt selaku Pembimbing lapangan, terimakasih atas waktu serta bimbingan rutin selama berlangsungnya PKPA. 7. Seluruh karyawan Rumah Sakit Umum Fatmawati yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) 8. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 9. Keluarga penulis atas dukungan doa, semangat dan materi yang tak pernah putus. 10. Teman-teman apoteker UI 77, khususnya kelompok PKPA Fatmawati yang telah menjadi tim yang kompak dalam menjalani hari-hari PKPA. Serta teman-teman peserta PKPA dari Universitas Pancasila, ISTN, UNTAG dan UBAYA. 11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini menjadi amal ibadah yang dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh pihak yang membacanya.
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita
bimbingan dan balasan kebaikan atas amal ibadah kita. Amin.
Penulis
2014
vi
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
vii
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama NPM Program Studi Judul
: Nenden Nurhasanah, S. Farm : 1206329871 : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Cilandak
Apoteker di rumah sakit merupakan salah satu sumber daya manusia yang mendukung serta terlibat dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan. Dengan dilakukannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, calon Apoteker diharapkan memahami peran dan tanggung jawab apoteker pada tiap bagian yang melibatkan Apoteker di RSUP Fatmawati, mempunyai gambaran tentang hal-hal terkait Farmasi Rumah Sakit serta mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah dipelajari secara teoritis berkenaan dengan praktek di rumah sakit oleh calon Apoteker. Setelah dua bulan PKPA ini dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Fatmawati adalah melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Beberapa masukkan yang dikemukakan meliputi struktur organisasi, sistem pelaporan narkotik dan psikotropik, penyimpanan sediaan produksi non steril, monitoring BSC produksi steril, pengaktifan kembali program konseling, pemberian label LASA serta penempatan Apoteker di depo IBS. Berkenaan dengan fungsi Apoteker dalam pelayanan farmasi klinik, maka dibuatlah tugas khusus yang bertujuan untuk menilai kesesuaian terapi pasien rawat inap yang menderita stroke (penyakit serebrovaskular). Terapi yang didapat pasien dinilai telah sesuai, hanya saja diperlukan suatu neurotropik dan penambahan dosis simvastatin untuk mencapai profil lipid yang diharapkan.
Kata kunci
: RSUP Fatmawati, Laporan PKPA, Apoteker, Farmasi Rumah Sakit. Tugas umum : xii + 83 halaman; 16 lampiran Tugas khusus : iv + 40 halaman; 5 tabel; 3 gambar Daftar Acuan Tugas Umum : 12 (2003-2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 27 (1997-2013)
viii
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name :Nenden Nurhasanah , S. Farm NPM :1206329871 Study Program :Profession of Apothecary - Specialization in Hospital Pharmacy and Community Title :Report of Advanced Pharmacy Practice Experiences at Fatmawati Cental General Hospital Cilandak Pharmacists in hospitals is one of the human resources that support and engage in efforts to improve health care. This Advanced Pharmacy Practice Experiences (APPE) expected the pharmacist cadidate to understand the role and responsibilities of pharmacists in each section in hospital, had an overview of related matters and apply knowledge of practical hospital pharmacy that theoretically had been studied with respect with practice in the hospital. After two months implemented APPE, it deduced that the roles and responsibilities of pharmacists in hospital pharmacy was conducted pharmaceutical management and clinical pharmacy services. The advise to increase the pharmacy’s services quality includes organizational structure, reporting systems of narcotics and psychotropics drugs, the storage of non sterile preparation product, monitoring BSC for production sterile, reactivation counseling program, LASA’s labeling and placement of Pharmacists in the IBS . Linked to the functions of pharmacists in clinical pharmacy services, the specific task aimed to assess the suitability of treatment of hospitalized patients who suffer a stroke (cerebrovascular disease). Therapy patients was obtained appropriate, needed a neurotrophic and additional doses of simvastatin for achieving expected lipid profile. Keywords
: Central General Hospital Fatmawati, Report APPE, Pharmacist, Hospital Pharmacy. General Assignment : xii + 83 pages; 16 appendixes Specific Assignment : iv + 40 pages; 5 tables; 3 pictures References of General Assignment : 12 (2003-2013) References of Specific Assignment : 27 (1997-2013)
ix
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................... HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... KATA PENGANTAR....................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.............................................................................................................. ABSTRAK.......................................................................................................... ABSTRACT....................................................................................................... DAFTAR ISI....................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
vii viii ix x xii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1 Latar Belakang................................................................................. 1.2 Tujuan ..............................................................................................
1 1 3
BAB 2. TINJAUAN UMUM ............................................................................ 2.1 Definisi Rumah Sakit..................................................................... 2.2 Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit ................................................... 2.3 Klasifikasi Rumah Sakit................................................................ 2.3.1 Berdasarkan Jenis Pelayanan ............................................ 2.3.2 Berdasarkan Pengelolaan .................................................. 2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati............................ 2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati ................................. 2.5.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati ......................................... 2.5.2 Fungsi RSUP Fatmawati ................................................... 2.6 Visi dan Misi .................................................................................. 2.6.1 Motto dan Falsafah ............................................................. 2.6.2 Nilai .................................................................................... 2.6.3 Tujuan...................................................................................
4 4 4 4 4 6 6 8 8 8 8 9 9 10
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS........................................................... .............. 3.1 Instalasi Farmasi ............................................................................. 3.1.1 Bagan Organisasi .................................................................. 3.1.2 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan FRS ......................... 3.1.3 Analisa Kebutuhan Tenaga ................................................... 3.1.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ........................................... 3.1.5 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alkes 3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati................................................ 3.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi ........................... 3.2.2 Visi Instalasi Farmasi ............................................................. 3.2.3 Misi Instalasi Farmasi ............................................................. 3.2.4 Tujuan Instalasi Farmasi ......................................................... 3.2.5 Nilai – nilai Instalasi Farmasi ..................................................
11 11 11 11 12 13 15 16 17 18 18 18 19
x
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
ii iii iv v
Universitas Indonesia
3.2.6 Kegiatan Farmasi Klinik ........................................................... 19 3.2.7 Ruang Lingkup Kegiatan Farmasi ........................................... 30 3.3 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati................................... 55 BAB 4. PEMBAHASAN ..................................................................................
57
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 5.2 Saran ...............................................................................................
80 80 80
DAFTAR ACUAN............................................................................................. LAMPIRAN.......................................................................................................
82 84
xi
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16
Struktur Organisasi RSUP Fatmawati....................................... 84 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati........ 85 Alur Pengkajian Resep................................................................. 86 Alur Pemantauan Efek Samping Obat......................................... 87 Alur Kegiatan Pemantauan Interaksi Obat................................. 88 Alur Penyimpanan Resep dan Arsip ........................................ 89 Alur Pemusnahan Resep dan Arsip ........................................... 90 Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi......................................... 91 Alur Penerimaan Perbekalan Farmasi oleh Tim Penerima ..... 92 Alur Masuk ke Ruang Produksi Aseptik .................................. 93 Alur Pelayanan Obat Sitostatika Rawat Jalan dan Rawat Inap 94 Prosedur Penyiapan Obat Rawat Jalan Secara Individual 95 Prescription.................................................................................. Alur Pelayanan Resep di Depo Askes ...................................... 96 Alur Distribusi Obat secara Dosis Unit di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ......................................................................... 97 Alur Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan di Depo Instalasi Bedah Sentral........................................................... 98 Alur Program Pelayanan Informasi Obat................................... 99
xii
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Ditegaskan dalam UU No. 36 Tahun 2009, kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Upaya kesehatan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meingkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peingkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan promotif, kuratif dan rehabilitatif diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dalam UU. No 44 tahun 2009 tertulis, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Dalam keberlangsungannya sebagai fasilitas pelayanan kesehatan, suatu rumah sakit membutuhkan sediaan farmasi serta alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau. Adanya bagian kefarmasian merupakan salah 1
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
satu syarat yang harus dipenuhi oleh rumah sakit. Yang dimaksud dengan "instalasi farmasi" dalam penjelasan UU. No. 44 Tahun 2009 adalah bagian dari Rumah Sakit yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah Sakit. Dalam PP 51 tahun 2009 disebutkan bahwa untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan yaitu tenaga kefarmasian yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker di rumah sakit merupakan salah satu sumber daya manusia yang mendukung serta terlibat dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan, maka setiap calon Apoteker harus meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan keahlian di bidang kefarmasian sehingga calon apoteker setidaknya mempunyai bekal untuk memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional. Sesuai dengan Pasal 5 butir c dan d, fungsi rumah sakit adalah melaksanakan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan dan penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Oleh karena itu pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Jakarta karena RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit pemerintah yang dapat memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian diseluruh disiplin ilmu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
3
1.2
Tujuan Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini adalah
sebagai berikut : a. Calon Apoteker memahami peran dan tanggung jawab apoteker pada tiap bagian yang melibatkan Apoteker di RSUP Fatmawati diantaranya di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), dan Tim Farmasi dan Terapi (TFT). b. Memberi gambaran pada calon Apoteker tentang hal-hal terkait Farmasi Rumah Sakit sehingga calon Apoteker mempunyai bekal untuk bertindak sesuai dengan kode etik dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem pelayanan rumah sakit. c. Mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah dipelajari secara teoritis berkenaan dengan praktek di rumah sakit oleh calon Apoteker.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Definisi Rumah Sakit Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2.2
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (UU RI No. 44/2009) Rumah
sakit
mempunyai
tugas
memberikan
pelayanan
kesehatan
perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit mempunyai fungsi: a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.3
Klasifikasi Rumah Sakit Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009, rumah sakit dapat diklasifikasikan
berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya. 2.3.1 Berdasarkan jenis pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
4
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
5
2.3.1.1 Rumah Sakit Umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum terdiri dari: a. Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain, dan 13 (tiga belas) subspesialis. b. Rumah Sakit Umum Kelas B Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar. c. Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik. d. Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar. 2.3.1.2 Rumah Sakit Khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus terdiri atas : a. Rumah Sakit Khusus Kelas A Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
6
b. Rumah Sakit Khusus Kelas B Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas. c. Rumah Sakit Khusus Kelas C Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal.
2.3.2 Berdasarkan pengelolaan Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat. 2.3.2.1 Rumah Sakit Publik Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat. 2.3.2.2 Rumah sakit privat Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
2.4
Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Pendirian Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati bermula dari
gagasan Ibu Fatmawati Soekarno untuk mendirikan rumah sakit tuberkulose anak yang dikhususkan untuk penderita TBC anak dan rehabilitasinya. Dengan dana yang dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari Yayasan Dana Bantuan Kementerian Sosial RI dilaksanakan pembangunan Gedung Rumah Sakit Ibu Soekarno.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
7
Pada tanggal 15 April 1961, status dan fungsi rumah sakit tersebut berubah menjadi rumah sakit umum dan penyelenggaraan serta pembiayaannya diserahkan kepada Departemen Kesehatan RI sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi Rumah Sakit Ibu Soekarno. Pada tanggal 20 Mei 1967, nama RSU Ibu Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Selanjutnya pada tahun 1984 RSU Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan. Dalam perkembangan Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Bersyarat pada tahun 1992 dan dua tahun berikutnya yakni tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada tahun 1997 sesuai dengan diberlakukannya UU No.27 Tahun 1997, rumah sakit mengalami perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP (Penerimaan Negara
Bukan Pajak), selanjutnya pada tahun 2000 Rumah Sakit Fatmawati
ditetapkan sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.117 tahun 2000
tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada
tanggal
11
Agustus
2005
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU). Dalam penilaian Tim Akreditasi Rumah Sakit, tahun 1997 RS Fatmawati memperoleh Status Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP Fatmawati memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat
Lanjut untuk 12
pelayanan. Kemudian pada tahun 2004 RSUP Fatmawati terakreditasi 16 Pelayanan dan pada tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Pelayanan. RSUP Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan Unggulan Orthopaedi dan Rehabilitasi Medik sesuai dengan SK Menteri Kesehatan No.424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati telah menyandang sertifikat Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS 18001 : 2007 dan saat ini (Mei 2013) sedang menuju untuk mendapatkan sertifikat JCI (Joint Commission International).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
8
2.5
Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati
2.5.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas pokok menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu, dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan
serta
melaksanakan
upaya
rujukan
dan
menyelenggarakan
pendidikan, pelatihan, dan penelitian.
2.5.2 Fungsi RSUP Fatmawati Fungsi RSUP Fatmawati adalah menyelenggarakan: a. Pelayanan medis b. Pelayanan penunjang medis dan non medis c. Pelayanan dan asuhan keperawatan d. Pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit e. Pelayanan rujukan f. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan g. Penelitian dan pengembangan h. Administrasi umum dan keuangan 2.6
Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki visi terdepan,
paripurna dan terpercaya di Indonesia. Menurut Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati Nomor: HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, yang dimaksud dengan terdepan, paripurna, dan terpercaya di Indonesia ialah rumah sakit pelopor yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian dengan: a. Terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap; b. Paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan pelayanan berkesinambungan (continuum of care) serta tuntas; c. Terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah - kaidah IPTEK terkini; d. Menjangkau seluruh lapisan masyarakat; dan e. Berorientasi kepada para pelanggan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
9
Misi dari RSUP Fatmawati adalah: a. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi dan rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis. b. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. c. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta berdaya saing tinggi. d. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini. e. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan dan kesejahteraan sumber daya manusia.
2.6.1
Motto dan Falsafah Motto RSUP Fatmawati adalah “Percayakan Pada Kami” sedangkan
falsafah yang dianut sebagai pegangan dalam menjalankan organisasi adalah: a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai - nilai luhur kemanusiaan c. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama d. Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan e. Kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan
2.6.2 Nilai Nilai yang diterapkan di
RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional,
komunikatif, dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas. 2.6.2.1 Jujur Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas. 2.6.2.2 Profesional Melaksanakan
tugas
sesuai
dengan
kompetensi
(pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan peka budaya). 2.6.2.3 Komunikatif Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
10
2.6.2.4 Ikhlas Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. 2.6.2.5 Peduli Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.
2.6.3 Tujuan Tujuan RSUP Fatmawati adalah: a. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi kaidah keselamatan pasien (patient safety) b. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. c. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas
bagi
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian. d. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan pelanggan. e. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber daya manusia rumah sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
3.1
Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundangundangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, 2003).
3.1.1
Bagan organisasi
Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi,
kewenangan,
dan
fungsi.
Kerangka
organisasi
minimal
mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan selalu harus dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.1.2 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi Rumah Sakit 3.1.2.1 Panitia Farmasi dan Terapi Panitia Farmasi dan Terapi merupakan badan yang membantu pimpinan rumah sakit dalam menetapkan kebijakan tentang obat dan penggunaan obat di rumah sakit. Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medik dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi - spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Panitia Farmasi dan Terapi sekurang - kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang yaitu dokter, apoteker dan perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari tiga orang yang mewakili semua staf medik fungsional yang ada. Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena 11
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
12
semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan obat yang diterima/ disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan. 3.1.2.2 Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri dari staf medik, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya. 3.1.2.3 Panitia lain yang terkait dengan tugas farmasi rumah sakit Apoteker juga berperan dalam tim/ panitia yang menyangkut dengan pengobatan antara lain: a. Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit b. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri c. Tim penanggulangan AIDS d. Tim transplantasi e. Tim PKMRS, dan lain - lain. 3.1.3
Analisa kebutuhan tenaga
3.1.3.1 Jenis ketenagaan a. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga apoteker, sarjana farmasi, dan asisten apoteker (AMF, SMF) b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga operator komputer atau teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi c. Pembantu pelaksana 3.1.3.2 Beban kerja Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor - faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu: a. Kapasitas tempat tidur dan BOR b. Jumlah resep atau formulir per hari c. Volume perbekalan farmasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
13
d. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian rawat inap) 3.1.3.3 Jenis pelayanan a. Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat) b. Pelayanan rawat inap intensif c. Pelayanan rawat inap d. Pelayanan rawat jalan e. Penyimpanan dan pendistribusian f. Produksi obat
3.1.4
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaam perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. 3.1.4.1 Pemilihan Pemilihan
merupakan
proses
kegiatan
sejak
dari
meninjau
masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standardisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas serta jaminan pada transaksi pembelian. 3.1.4.2 Perencanaan Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar - dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain metode konsumsi, metode morbiditas atau epidemiologi, dan metodekombinasi
konsumsi
dan
mobirditas.
Metode
konsumsi
dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. 3.1.4.3 Pengadaan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
14
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian, produksi atau pembuatan sediaan farmasi, maupun sumbangan atau droping atau hibah. 3.1.4.4 Produksi Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. 3.1.4.5 Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi (penitipan barang dari pemilik kepada suatu pihak untuk dijualkan) atau sumbangan. 3.1.4.6 Penyimpanan Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. 3.1.4.7 Pendistribusian Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medik. a. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis, dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
15
b. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh apotik rumah sakit. c. Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja Pendistibusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh: 1) Apotik rumah sakit/ satelit farmasi yang dibuka 24 jam 2) Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi
3.1.5
Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Merupakan pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya. Kegiatan yang dilakukan antara lain: 3.1.5.1 Pengkajian resep Kegiatan
dalam
pelayanan
kefarmasian
yang
dimulai
dari
seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. 3.1.5.2 Dispensing Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/ meracik obat, memberikan label/ etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. 3.1.5.3 Pemantauan dan pelaporan efek samping obat Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
16
3.1.5.4 Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. 3.1.5.5 Konseling Konseling
merupakan
suatu
proses
yang
sistematik
untuk
mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. 3.1.5.6 Pemantauan kadar obat dalam darah Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit. 3.1.5.7 Ronde atau visite Ronde atau visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. 3.1.5.8 Pengkajian penggunaan obat Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. 3.2
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja (satker) satu-satunya di Rumah Sakit yang menjalankan fungsi pengelolaan perbekalan farmasi dengan sistem
satu
pintu.
Instalasi
Farmasi
berkedudukan
di
bawah
dan
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan Kepala Instalasi Farmasi dan satu orang Wakil Kepala Instalasi yang membawahi 15 (lima belas) orang Penyelia, yaitu: a. Penyelia Depo IRJ (Lantai 1, 2, dan 3) b. Penyelia Depo Askes c. Penyelia Depo IGD dan IRI d. Penyelia Depo IBS e. Penyelia Depo Teratai - IRNA A Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
17
f. Penyelia Depo Teratai - IRNA B g. Penyelia Depo Griya Husada h. Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto i. Penyelia Gudang Farmasi j. Penyelia Produksi Farmasi k. Penyelia Sistem Informasi l. Penyelia Distribusi dan Penerimaan m. Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi n. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan o. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi Instalasi Farmasi mempunyai struktur organisasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.
3.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi Tugas Pokok Instalasi Farmasi adalah: a. Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati. b. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati. c. Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan tugas pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati. d. Turut
serta
menyelenggarakan
kegiatan
pendidikan
dan
pelatihan
kefarmasian di RSUP Fatmawati. e. Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat. f. Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan profesi kefarmasian.
Fungsi instalasi farmasi adalah: a.
Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas
pelayanan kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati dengan pihak - pihak terkait. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
18
b.
Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan kefarmasian di RSUP
Fatmawati. c.
Turut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP
Fatmawati
berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu
pengetahuan dan teknologi. d.
Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi
serta tindak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.
3.2.2
Visi Instalasi Farmasi Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah “Terdepan, Paripurna,
Terpercaya dalam Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian di Indonesia.”
3.2.3
Misi Instalasi Farmasi
Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah: a. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien. b. Mengupayakan pencapaian rasionalisasi penggunaan obat di RSUP Fatmawati. c. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit secara efektif dan efisien. d. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan farmasi terutama bidang orthopedi dan rehabilitasi medik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
19
3.2.4
Tujuan Instalasi Farmasi Tujuan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a. Menjamin
pelayanan
farmasi
rumah
sakit
yang
profesional
dan
bertanggung jawab atas semua penggunaan perbekalan farmasi di rumah sakit. b. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien. c. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi seluruh masyarakat rumah sakit. d. Meningkatkan peran instalasi farmasi sebagai bagian integral dari tim pelayanan kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari pelayanan farmasi. e. Ikut menjamin keamanan dan keselamatan kerja seluruh staf rumah sakit, masyarakat, serta lingkungan. f. Meningkatkan kemampuan tenaga kefarmasian melalui pendidikan dan pelatihan. g. Menjamin pelayanan bermutu melalui pemantauan, analisa dan evaluasi pelayanan. h. Mengadakan penelitian dan peningkatan metode di bidang farmasi.
3.2.5
Nilai - nilai Instalasi Farmasi
Nilai - nilai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah: a. Profesional b. Benar dan aman (safety) c. Penuh tanggung jawab d. Jujur e. Ramah dan peduli (care)
3.2.6
Kegiatan Farmasi Klinik
3.2.6.1 Pengkajian Resep Pengkajian resep adalah tata cara dan urutan proses kegiatan analisa dan skrining resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan administratif, farmasetis dan klinis. Pengkajian peresepanobat dilakukan terhadap resep pasien Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
20
dengan menggunakan prosedur pengkajian resep. Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel keterangan “Resep atau Obat telah di review Farmasi” pada resep pasien. Untuk resep yang belum
dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Prosedur: a. Penerimaan resep oleh petugas depo farmasi dengan ketentuan: 1) Depo Farmasi Rawat Inap hanya melayani resep pasien rawat inap internal dari RSUP Fatmawati 2) Depo Farmasi IGD dan Rawat Jalan melayani dari poli rawat jalan RSUP Fatmawati b. Pelaksanaan skrining resep oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi untuk menilai kelengkapan: 1) Persyaratan administrasi resep dengan menilai ada atau tidak: a) Nama dokter b) Tanggal penulisan resep c) Tanda tangan / paraf dokter penulis resep d) Nomor rekam medik pasien e) Nama pasien f) Umur pasien g) Jenis kelamin pasien h) Berat badan pasien i) Nama obat j) Jumlah yang diminta dalam resep obat k) Aturan pemakaian obat 2) Persyaratan Farmasetis dengan menilai: a) Bentuk sediaan b) Kekuatan sediaan c) Kompatibilitas / ketercampuran farmasetis d) Stabilitas sediaan e) Cara penyimpanan obat 3) Persyaratan Klinis dengan menilai: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
21
a) Indikasi obat b) Riwayat alergi obat c) Duplikasi pengobatan d) Interaksi obat dengan obat e) Interaksi obat dengan makanan f) Kontra indikasi obat g) Biaya obat c. Pelaksanaan kegiatan komunikasi oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi dengan dokter penulis resep 1) Untuk konfirmasi bila ditemukan a) Ketidaklengkapan pada aspek administratif resep b) Ketidaklengkapan pada aspek farmasetis resep c) Ketidaklengkapan pada aspek klinis resep d) Resep tidak terbaca e) Obat tidak tersedia f) Temuan masalah resep lainnya 2) Klarifikasi dan problem solving a) Klarifikasi dan komunikasi verbal langsung ke dokter penulis resep b) Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung, dilakukan dengan komunikasi melalui telepon d. Pelaksanaan pencatatan hasil komunikasi dengan dokter oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi untuk penyempurnaan dan pembenaran resep. e. Pelaksanaan penandaan resep yang telah di skrining oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi dengan melakukan: 1) Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel keterangan “Resep telah di review Farmasi” pada resep pasien. 2) Penandaan cap stempel HETIP yaitu: a) Harga (billing) b) Etiket c) Timbang d) Isi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
22
e) Penyerahan dan pemeriksaan 3) Untuk resep yang tidak dapat dipenuhi dan tidak dapat diklarifikasi kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep dikembalikan kepada user (pemilik resep)
3.2.6.2 Pengkajian penggunaan obat Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, pengkajian
penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan pengkajian penggunaan obat adalah: a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/ dokter tertentu. b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/ dokter satu dengan yang lain. c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik. d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Faktor - faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian penggunaan obat antara lain: a. Indikator peresepan b. Indikator pelayanan c. Indikator fasilitas Berdasarkan Standar Prosedur Operasional RSUP Fatmawati, pengkajian penggunaan obat secara prospektif merupakan kegiatan penilaian (assessment) terhadap pengobatan pasien selama pasien menjalani pengobatan. Kegiatan pengkajian penggunaan obat secara retrospektif dilakukan dengan mengumpulkan data dari catatan rekam medik pasien pada periode tertentu. Kegiatan pengkajian penggunaan obat dilakukan dengan menggunakan Standar Prosedur Operasional (SPO) pengkajian penggunaan obat. Kegiatan dilakukan oleh apoteker dengan menilai adanya potensial drug related problem (DRP), yaitu: a. Kesesuaian indikasi obat dengan diagnosa b. Ketepatan pemilihan obat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
23
c. Dosis terlalu tinggi d. Dosis terlalu rendah e. Efek samping obat f. Interaksi obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan uji laboratorium. g. Ketidakpatuhan pasien, misalnya karena obat tidak tersedia, pasien tidak mampu mendapatkan obat yang diinginkan, pasien tidak bisa menelan obat, pasien tidak mengerti instruksi pemberian obat, pasien lebih suka tidak mendapatkan pengobatan atau pasien lupa dalam pengobatan. h. Pasien menerima terapi obat yang tidak diperlukan Apoteker yang dapat melakukan kegiatan review pengobatan adalah apoteker yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Terdaftar sebagai tenaga apoteker di RSUP Fatmawati b. Mempunyai Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) c. Telah selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam orientasi internal Pada pasien rawat inap, pengkajian resep dan penggunaan obat ditujukan untuk evaluasi terhadap resep dan pengobatan pasien. Untuk pengobatan yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel keterangan “Resep atau Obat telah di review Farmasi” pada Rekam Medik (RM) pasien. Untuk
obat
yang
belum
dinyatakan
memenuhi
syarat,
dilakukan
komunikasi dengan DPJP untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Alur pengkajian resep pada Lampiran 3.
3.2.6.3 Visite Pelayanan kefarmasian saat ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan obat, namun
telah berkembang orientasinya pada pelayanan kepada pasien
(pharmaceutical care). Hal ini juga berlaku bagi apoteker yang berada dalam lingkup rumah sakit. Apoteker rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan kefarmasian kepada setiap individu pasien untuk memastikan bahwa pengobatan yang diberikan kepada setiap pasien adalah pengobatan yang rasional. Salah satu contoh kegiatan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
24
pasien adalah praktek apoteker ruang rawat (ward pharmacist) dengan visite sebagai salah satu aktivitasnya. Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik. Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi secara aktif dengan tim dokter dan profesi
kesehatan lainnya dalam proses penetapan keputusan
terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan oleh apoteker bertujuan untuk: a. Meningkatkan
pemahaman
mengenai
riwayat
pengobatan
pasien,
perkembangan kondisi klinik , dan rencana terapi secara komprehensif b. Memberikan informasi mengenai farmakologi farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pasien c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi d. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya Sebelum memulai praktek visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu membekali diri dengan berbagai pengetahuan minimal: patofisiologi, terminologi medik, farmakokinetika,
farmakologi,
farmakoterapi,
farmakoekonomi,
farmakoepidemiologi, interpretasi data laboratorium, dan data penunjang diagnostik lainnya. Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain yang
harus dipertimbangkan
adalah
jumlah
sumber
daya
manusia
(apoteker). Terkait keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan pasien yang menerima pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien yang dapat menerima pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagai berikut: a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama); b. Pasien dalam perawatan intensif; c. Pasien yang menerima ≥ 5 macam obat; d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan ginjal; e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis (critical value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin;
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
25
f. Pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit akan berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal. Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan pelayanan visite maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh dari rekam medik, wawancara dengan pasien atau keluarga. Setelah informasi didapatkan maka selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat. Pengkajian yang dilakukan yaitu pengkajian bagi pasien dengan terapi obat yang memiliki risiko mengalami masalah terkait penggunaan obat baik yang aktual (nyata terjadi) maupun yang potensial (mungkin terjadi). Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau bersama dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi dan kondisi. Kegiatan visite mandiri dimulai dengan melakukan perkenalan diri kepada pasien, mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasein setelah itu apoteker mengidentifikasi masalah lalu memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat. Untuk kegiatan visite tim dimulai dengan memperkenalkan diri kepada pasien dan atau tim, mengikuti dengan seksama presentasi kasus yang disampaikan, memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat, melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi dan melakukan pemantauan efektivitas serta keamanan penggunaan obat. Setelah melakukan praktek visite, maka tahapan yang harus dilakukan adalah melakukan dokumentasi yang bertujuan untuk menjamin akuntabilitas dan kredibilitas, sebagai dasar untuk evaluasi dan perbaikan mutu kegiatan serta sebagai materi pendidikan dan penelitian kegiatan. a. Monitoring efek samping obat Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping. Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap obat, pada dosis lazim untuk manusia, yang merugikan atau tidak diharapkan untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Efek samping dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor resiko. Adanya efek samping obat dapat meningkatkan morbiditas sehingga meningkatkan penderitaan, lama perawatan serta kematian. Alur pemantauan efek samping obat dapat dilihat pada Lampiran 4. MESO berguna Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
26
bagi badan pengawas obat, perusahaan obat dan juga akademisi. Tujuan diadakannya MESO diantaranya adalah : 1) Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang 2) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang baik yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan. 3) Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek samping obat 4) Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan 5) Membuat peraturan yang sesuai 6) Memberi peringatan pada masyarakat umum bila dibutuhkan 7) Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya : 1) Laporan insidentil Jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit atau laporan kasus di majalah. 2) Laporan sukarela Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat 3) Laporan intensif di RS. Data yang diperoleh untuk laporan ini berasal dari data yang terkumpul kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dan lain - lain). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim. 4) Laporan wajib Adalah peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan efek samping obat di tempat tugas atau praktek sehari-hari. 5) Laporan lewat catatan medik Data yang dikumpul melalui riwayat penyakit serta pengobatan yang diterima. b. Pelayanan informasi obat Menurut
keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
27
oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit serta untuk membuat kebijakan – kebijakan yang berhubungan dengan obat (terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi) untuk menunjang terapi obat yang rasional. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi obat adalah: 1) Rumah sakit dengan kapasitas 200 tempat tidur
: 20 m2
2) Rumah sakit dengan kapasitas 400 – 600 tempat tidur
: 40 m2
3) Rumah sakit dengan kapasitas 1300 tempat tidur
: 70 m2
Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan atau sumber referensi yang memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip dan kartu arsip. Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah : 1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif. 2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. 3) Membuat buletin, leaflet serta label obat. 4) Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit. 5) Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap. 6) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya. 7) Mengkoordinasi
penelitian
tentang
obat
dan
kegiatan
pelayanan
kefarmasian. c. Monitoring interaksi obat Program pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati meliputi tata cara melakukan pemantauan serta pencegahan terhadap interaksi antara obat dengan obat maupun antara obat dengan makanan yang digunakan oleh pasien di rawat inap RSUP Fatmawati. Kegiatan pemantauan interaksi obat dilakukan dengan tahapan dari proses penilaian interaksi obat hingga pemberian rekomendasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
28
penanggulangan interaksi obat kepada dokter penanggung jawab pasien. Pada saat mengevaluasi interaksi obat, hal yang perlu dipertimbangkan adalah level signifikan dari interaksi yang sedang atau akan terjadi. Beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan adalah : 1) Penggantian dengan obat yang lebih aman. 2) Pengaturan jadwal penggunaan. 3) Penurunan dosis obat. 4) Pemberian antidot/ pramedikasi sebelum penggunaan obat. Alur kegiatan pemantauan interaksi obat menurut SPO yang ada dapat dilihat pada Lampiran 5.
3.6.2.4
Konseling obat
Konseling obat adalah suatu proses yang sistematis untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman bagi pasien tentang pengobatan yang mereka gunakan serta untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan pasien berkaitan dengan penggunaan obat. Sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat. Prosedur konsultasi obat adalah tata cara dalam pemberian pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang benar dan aman. Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan sehingga dapat menghindari kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan prosedur konsultasi obat atau pelayanan informasi obat (PIO). Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap
dilakukan oleh
apoteker pada pasien dengan kriteria: a. Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker. b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker. c. Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang akan pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap. Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker di ruang perawatan pasien. Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat jalan dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien tertentu diantaranya: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
29
a. Pasien dengan rujukan dokter untuk berkonsultasi dengan apoteker. b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi dengan apoteker. c. Pasien dengan penggunaan obat khusus seperti: 1) Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli farmasi). 2) Pasien dengan pengobatan kronis. 3) Pasien dengan riwayat alergi. 4) Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi. 5) Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi, pengobatan HIV/ AIDS, pengobatan Tuberkulosis. Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konsultasi dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat oleh apoteker dengan tahapan berikut: a. Perkenalan. b. Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya. c. Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap. Penjelasan obat meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan obat, cara pemakaian obat yang benar, waktu pemakaian obat, efek samping obat yang mungkin terjadi, cara pemakaian obat yang benar, interaksi antara obat dan makanan baik yang potensial maupun aktual, dan informasi lain yang mendukung. d. Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan. e. Penutup.
3.6.2.5 Edukasi farmasi Program edukasi farmasi adalah rangkaian proses pendidikan dan penyampaian informasi tentang obat kepada pasien, keluarga pasien dan masyarakat. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman yang benar mengenai obat, terwujudnya kepatuhan terkait dengan penggunaan obat secara benar. Prosedur program edukasi farmasi dilakukan dengan pembuatan jadwal apoteker untuk kegiatan edukasi berdasarkan topik bahasan tentang obat pada tiap bulan oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi. Pelaksanaan sosialisasi kepada petugas yang telah ditentukan namanya dalam jadwal oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi tentang waktu pelaksanaan dan tema edukasi yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
30
telah dibuat melalui telepon atau copy lembar jadwal. Pelaksanaan pengumpulan materi edukasi oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi dalam bentuk power point atau makalah atau lainnya dalam softcopy atau hardcopy dari apoteker pembicara minimal dua hari sebelum pelaksanaan kegiatan. Pelaksanaan kegiatan edukasi oleh apoteker ditentukan dengan metode: 1. Penyampaian materi presentasi terbuka dan diskusi (tanya jawab) antara pembicara dan peserta selama waktu yang telah disepakati (minimal selama 60 menit). 2. Seluruh peserta yang hadir mengisi daftar hadir yang akan digunakan sebagai materi evaluasi pelaksanaan kegiatan.
3.2.7
Ruang Lingkup Kegiatan Farmasi
3.2.7.1 Tata Usaha Farmasi Kegiatan yang dilakukan di Tata Usaha Farmasi adalah seluruh kegiatan administrasi dan pelaporan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Terdapat 2 penyelia Tata Usaha Farmasi, yaitu Penyelia Pencatatan dan Pelaporan serta Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan bertanggung jawab dalam pencatatan seluruh surat masuk dan surat keluar, pembuatan laporan dan penyimpanan arsip. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi bertanggung jawab dalam administrasi seluruh pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati, dari absensi atau kehadiran sampai cuti dan lembur pagawai. Penyelia Tata Usaha dan SDM juga bertanggung jawab dalam pengurusan klaim untuk seluruh pasien dengan jaminan sosial. Pengiriman surat keluar Instalasi Farmasi dalam lingkup rumah sakit ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi, sedangkan pengiriman surat keluar untuk lingkungan eksternal rumah sakit melalui Sub Bagian Tata Usaha Rumah Sakit. Pembuatan laporan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang dilakukan oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan adalah sebagai berikut: a. Pengambilan dan perekapan data untuk penyusunan laporan 1) Pengambilan
data
dari
gudang
farmasi
berupa
catatan
permintaan barang floor stock atau pemakaian perbekalan farmasi dari semua satuan kerja berdasarkan formulir permintaan barang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
31
setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan keuangan dan catatan permintaan obat atau alkes depo farmasi ke gudang farmasi untuk pembuatan laporan pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi. 2) Pengambilan data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat - obat narkotika dan psikotropika di gudang farmasi dan seluruh depo farmasi oleh Kepala Perbekalan Instalasi Farmasi setiap akhir bulan untuk narkotika dan setiap akhir tahun untuk psikotropika untuk pembuatan laporan masing-masing penggunaannya. 3) Pengambilan data jumlah penulisan resep obat dengan nama generik dan non generik dari catatan pemantauan penulisan resep obat generik di depo - depo farmasi setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan pemantauan penulisan resep obat generik. 4) Pengambilan data catatan tagihan obat pasien per depo farmasi untuk pembuatan laporan tagihan obat pasien per depo farmasi. 5) Pengambilan data dari catatan lembar resep dan jumlah resep depo farmasi dari pasien rawat jalan (poliklinik) dan pasien rawat inap (ruangan) di depo - depo farmasi untuk pembuatan laporan kegiatan instalasi farmasi. 6) Pengambilan data kwitansi dan faktur pembelian perbekalan farmasi dari catatan pemakaian kas kecil instalasi farmasi untuk pembuatan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi. b. Penyusunan laporan bulanan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan. 1) Penyusunan laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi tiap depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik, laporan tagihan obat pasien tiap depo farmasi, laporan kegiatan instalasi farmasi, dan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi setiap bulan. 2) Pembuatan laporan pemakaian obat narkotika setiap bulan dan laporan pemakaian obat psikotropika setiap akhir tahun oleh Kepala Instalasi Farmasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
32
Pengiriman laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dilakukan ke Bagian
Umum
RSUP
Fatmawati
untuk dibuatkan surat pengantar yang
ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu dikirim ke Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Pengiriman laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik, laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan kegiatan instalasi farmasi ditujukan kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala Instalasi Rekam Medik dan Informasi Kesehatan. Pemisahan arsip yang akan disimpan oleh Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati didasarkan atas: a) Arsip surat masuk, surat keluar, SK Direktur RSUP Fatmawati dan SK Kemenkes. Alur ini dapat dilihat pada lampiran 6 yaitu alur penyimpanan arsip. b) Arsip Kepegawaian yang terdiri dari map masing-masing pegawai Instalasi Farmasi c) Arsip laporan – laporan d) Arsip resep rawat jalan dan rawat inap. Alur penyimpanan resep dapat dilihat pada lampiran 6. e) Arsip catatan kehadiran pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. f) Arsip catatan lembur pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. g) Arsip catatan rekapitulasi rencana pengadaan bulanan. h) Arsip rekapitulasi rencana pengadaan bulanan. Untuk pemusnahan arsip di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilakukan pada awal tahun untuk arsip laporan dan resep yang berumur lebih dari 3 tahun serta arsip surat masuk dan keluar yang berumur labih dari 5 tahun. Alur pemusnahan resep dan arsip dapat dilihat pada lampiran 7.
3.2.7.2 Gudang Kegiatan yang dilakukan di Gudang Farmasi merupakan proses kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Dalam menjalankan kegiatannya, terdapat empat penyelia di gudang farmasi yaitu: penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan perbekalan farmasi, penyelia distribusi dan penerimaan dan penyelia sistem
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
33
informasi farmasi. Kegiatan yang dilakukan di gudang farmasi RSUP Fatmawati antara lain: a. Perencanaan Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan dari perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Dirjen Binfar Alkes, 2008). Perencanaan dilakukan setiap bulan yaitu pada tanggal 10-20 tiap bulan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi bulan berikutnya. Perencanaan dilakukan dengan menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan usulan masing-masing depo farmasi. Dalam metode komsumsi, data yang digunakan adalah analisa penjualan masing-masing depo dan penggunaan obat dan alkes floor stock masing-masing ruangan selama 3 bulan terakhir; terutama 1 bulan sebelumnya, melihat data stok obat yang ada dan anggaran yang tersedia. Perencanaan yang dibuat oleh penyelia gudang farmasi diantaranya adalah perencanaan obat, alkes habis pakai, gas medik, reagen, bahan baku, dan kebutuhan untuk instalasi radiologi seperti film rontgen. Dasar perencanaan merujuk pada daftar obat dalam formularium, DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) , DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), obat bebas dan generik. Perencanaan yang telah dibuat akan ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi b. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui. Tujuan pengadaan adalah mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga dan waktu berlebihan (Dirjen Binfar Alkes, 2008). Perencanaan yang telah ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi kemudian dikirimkan ke Direksi RSUP Fatmawati untuk mendapatkan persetujuan pengadaan.
Pertama,
perencanaan dikirimkan
ke
Direktur
Medik
dan
Keperawatan yang selanjutnya dikirimkan ke Direktur Keuangan. Direktur Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan dikirim kembali ke Direktur Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
34
Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya mengirimkan ke Direktur
Utama
sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah mendapat persetujuan pengadaan, data perencanaan disampaikan ke PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). PPK akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk dibuatkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan dikirim ke Direktur Keuangan, yang selanjutnya dikirim ke Bagian Anggaran untuk disetujui
dan dikirim
kembali ke Direktur Keuangan. Oleh Direktur Keuangan, HPS akan dikirimkan ke PPK. Bila perencanaan di bawah 200 juta, maka diberikan kepada Pejabat Pengadaan Medik untuk dilakukan pemilihan harga. Bila perencanaan di atas 200 juta, maka harus ke ULP untuk dilakukan lelang secara LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Sekretariat PPK akan membuatkan Surat Pesanan (SP) untuk perencanaan di bawah 50 juta, atau membuatkan Surat Perintah Kerja (SPK) untuk perencanaan antara 50 juta sampai 200 juta, dan mengirimkan ke distributor terkait. Alur pengadaan perbekalan farmasi dapat dilihat pada Lampiran 8. Obat-obat cito dapat diadakan dengan cara pembelian langsung, syarat pembelian langsung obat-obat cito adalah kurang dari 20 juta. Pengadaannya dilakukan dengan membuat disposisi untuk meminta persetujuan Direktur Medik dan Keperawatan untuk menggunakan kas kecil Pejabat
Pengadaan
Medik,
sedangkan bila di luar jam kerja menggunakan kas kecil Duty Manager. Pengadaan obat juga dilakukan untuk obat gratis atau hibah dari pemerintah, yaitu obat HIV, obat TBC dan Metadon. Pengadaan obat-obat ini dilakukan oleh masing-masing penanggung jawab obat pemerintah, berdasarkan laporan pemakaian obat yang disusun setiap bulannya. c. Penerimaan Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai aturan kefarmasian. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan (Dirjen Binfar Alkes, 2008). Penerimaan perbekalan
farmasi
dilakukan oleh Tim
Penerima Barang
berdasarkan Surat Pesanan (SP) yang dibuat oleh ULP (Unit Layanan Penyedia), tender, konsinyasi atau sumbangan pada. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada pada Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
35
lampiran 9 yaitu alur penerimaan perbekalan farmasi oleh tim penerima. Prosedur penerimaan perbekalan farmasi ialah sebagai berikut: 1) Perbekalan farmasi yang berasal dari distributor atau rekanan atau rumah sakit atau apotik atau donatur diterima oleh Tim Penerima Barang Medik, selanjutnya diserahkan ke gudang farmasi untuk disimpan. Penerimaan perbekalan farmasi di luar jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima Barang Medik untuk obat atau alkes yang termasuk dalam pengadaan rutin. Untuk obat-obat cito yang datang di luar jam kerja, maka diserahkan ke Depo IGD untuk selanjutnya diserahterimakan ke Tim Penerima Barang Medik. 2) Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima Barang Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan: a) Faktur perbekalan farmasi; b) Kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan Surat Pesanan atau SPK; c) Kondisi perbekalan farmasi; d) Jumlah perbekalan farmasi; e) Tanggal kadaluwarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan farmasi tertentu (vaksin atau reagensia) dapat kurang dari 2 tahun dengan persetujuan user; f) Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of origin untuk alat kesehatan sedangkan Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya. 3) Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh Penyelia Gudang Farmasi berdasarkan Bukti Penyerahan Barang dari Tim Penerima Barang Medik yang disesuaikan dengan faktur barang datang. 4) Pembuatan Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi yang akan diserahkan ke Bagian Akuntansi. 5) Pembuatan Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang Medik, Penyelia Gudang Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi. 6) Penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi. d. Penyimpanan Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
36
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat (Dirjen Binfar Alkes, 2008). Prosedur penyimpanan perbekalan farmasi yang dilakukan di RSUP Fatmawati adalah: 1) Pelaksanaan penyimpanan perbekalan farmasi oleh petugas farmasi dengan memperhatikan faktor - faktor sebagai berikut: a) Jenis perbekalan farmasi harus disimpan pada tempat yang terpisah sesuai dengan pengelompokannya, yaitu dikelompokan berdasarkan bentuk
sediaan
serta
jenisnya
dan
disusun
secara
alfabetis.
P enyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi RSUP Fatmawati dibedakan menjadi empat ruang besar yakni : i. Ruang penyimpanan alat kesehatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan kegunaan (fungsi) dan ukurannya. ii. Ruang penyimpanan cairan atau elektrolit (infus). Cairan disimpan di ruang yang terpisah dengan sediaan injeksi dan alat kesehatan. Disusun di dalam dus dan diletakkan di atas pallet. iii. Ruang penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid disusun berdasarkan suhu kestabilan, bentuk sediaan dan alfabetis. iv. Ruang penyimpanan gas medik. Gas medik disimpan di gedung terpisah,
terletak
dibelakang
gedung teratai.
Penyimpanannya
disusun berdasarkan jenis gas medik dan ukurannya. b) Penyusunan perbekalan farmasi i. Penyusunan perbekalan farmasi dengan metode FIFO (First In First Out) berdasarkan waktu kedatangan perbekalan farmasi atau FEFO (First Expired First Out) berdasarkan waktu kadaluwarsa. Metode FIFO dan FEFO akan meletakkan perbekalan farmasi di muka atau di depan perbekalan farmasi yang datang kemudian atau kadaluwarsa lebih lama. ii. Perbekalan farmasi yang mencantumkan tanggal kadaluwarsa, maka penyimpanan memperhatikan sistem FEFO. Perbekalan farmasi yang tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa, maka
penyimpanan
memperhatikan sistem FIFO. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
37
iii. Penyimpanan obat memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike) untuk patient safety. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip dan nama atau pengucapannya mirip tidak boleh diletakkan berdekatan walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama, harus diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya dan pada rak atau tempat obat diberikan stiker LASA. iv. Penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang kondisinya masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak ada kemungkinan jatuh karena tersenggol dan diberikan tanda peringatan “Awas Hati - Hati Perbekalan Farmasi Mudah Pecah” v. Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau perbekalan farmasi masih dalam kemasan besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi untuk mencegah resiko jatuh dan menimpa petugas. vi. Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat diletakkan di lantai menggunakan alas pallet plastik atau kayu untuk menghindari kelembaban. c) Suhu selama penyimpanan i. Penyimpanan pada suhu kamar (25oC) untuk obat - obat, cairan infus, alat kesehatan, pembalut, dan gas medik. ii. Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu 2- 8 oC untuk obat – obat tertentu, produk biologis, dan reagensia yang membutuhkan suhu dingin untuk mempertahankan stabilitasnya sesuai dengan persyaratan penyimpanan pada etiket. Setiap hari ada petugas yang mencatat suhu lemari pendingin pada “kartu monitor suhu”. iii. Sediaan vaksin membutuhkan “pharmaceutical refrigerator” khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan matinya aliran listrik menggunakan alarm yang akan berbunyi jika aliran listrik mati. d) Kelembaban Kelembaban dipantau menggunakan alat termohigrometer atau pemantau kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi antara 65 % - 98 %.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
38
e) Cahaya matahari Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung. f) Sirkulasi udara Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus mempunyai ventilasi yang cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan. g) Resiko kebakaran Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak harus disimpan pada Gudang Tahan Api yang dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam Api Ringan). h) Kebersihan tempat dan sarana penyimpanan dari debu atau kotoran lainnya. i) Pengaturan tata ruang gudang farmasi dengan memperhatikan kemudahan bergerak dan mobilisasi perbekalan farmasi. j) Pengawasan dan monitoring tempat dan fasilitas penyimpanan untuk menjamin mutu perbekalan farmasi yang ada. k) Obat narkotika dan psikotropika yang sudah diterima dari Tim Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati, dicatat pada kartu stok sesuai jenis, jumlah, expire date, dan nama distributor khusus obat narkotika, yaitu PT. Kimia Farma. Prosedur Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika: i. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika yang sudah dicatat/ dokumentasi dengan ketentuan: i). Menggunakan lemari sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis. ii). Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat. iii). Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya. iv). Dilengkapi dengan kartu stok. ii.
Pengaturan penyimpanan obat narkotika dan psikotropika berpedoman kepada beberapa ketentuan dan persyaratan sebagai berikut: i). Menurut bentuk sediaan dan jenisnya. ii). Menurut suhu dan kestabilan sediaan:
Obat disimpan dalam lemari dingin, yaitu suhu 2 - 8oC Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
39
Obat disimpan dalam suhu kamar, yaitu 15 - 25oC iii). Menurut sifatnya mudah terbakar iv). Menurut ketahanan terhadap cahaya iii.
Penyusunan penyimpanan berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) atau berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out).
iv.
Penyusunan urutan pada lemari penyimpanan dilakukan secara alfabetis, yaitu berdasarkan urutan abjad, dimulai dari huruf “A” dan seterusnya.
v.
Pencatatan obat narkotika dan psikotropika, yaitu jumlah keluar, jumlah stok awal, jumlah stok akhir, dan petugas yang mengambil.
vi.
Monitoring selama proses penyimpanan dengan melakukan pengecekan fasilitas penyimpanan dan pengecekan kondisi fisik sediaan dan jumlah stok narkotika dan psikotropika setiap hari.
l) Prosedur Identifikasi, Penandaan, dan Penyimpanan Obat High Alert: i.
Penerimaan obat high alert oleh Gudang Farmasi dari distributor melalui Tim Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati.
ii.
Pemeriksaan kebenaran obat high alert yang diterima dengan memeriksa nama, jumlah, tanggal kadaluwarsa, dan kondisi fisik obat high alert, serta kondisi penyimpanan khusus obat high alert bila dipersyaratkan.
iii.
Pemberian penanda khusus (sticker) obat
high alert golongan
elektrolit konsentrasi tinggi yang diterima oleh Gudang Farmasi dilakukan pada kardus terluar obat high alert. iv.
Pencatatan stok obat high alert yang diterima oleh Gudang Farmasi dilakukan dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan kartu stok gudang farmasi sebagai penambahan jumlah.
v.
Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan obat yang bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya.
vi.
Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan dengan metode FIFO dan FEFO berdasarkan urutan alfabetis dengan cara:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
40
i). Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin, yaitu antara 2 – 8OC, maka disimpan pada lemari pharmaceutical refrigerator dengan suhu terkendali. ii). Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu ruangan, yaitu 25OC, maka disimpan dalam lemari yang telah diberikan penanda khusus. iii). Untuk obat high alert yang memenuhi kriteria LASA (Look Alike Sound Alike), maka obat tersebut diletakkan secara terpisah dengan memberikan selingan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya. e. Pendistribusian Proses pendistribusian yang terdapat pada gudang farmasi adalah distribusi perbekalan dari gudang ke depo farmasi dan ke ruang- ruang rawat (floor stock). Distribusi perbekalan farmasi ke depo-depo secara sistem komputerisasi yang dilakukan setiap hari. Pada pagi hari staf gudang farmasi akan mengecek permintaan dari masing-masing depo, kemudian akan dinilai secara keseluruhan pembagian stok ke depo – depo farmasi agar manajemen persediaan di gudang farmasi tetap baik. Setelah perbekalan farmasi disiapkan oleh petugas gudang farmasi, maka akan dilakukan serah terima dengan petugas depo. Saat serah terima dilakukan pengecekan volume dan tanggal kadaluarsa perbekalan farmasi Petugas menandatangani bila telah dilakukan pengecekan dan telah sesuai, kemudian dilakukan proses pemasukkan data (input) ke sistem kemudian dicetak untuk mendapatkan print out. Setelah itu, petugas gudang farmasi mengecek pengeluaran sesuai atau tidak. Stok gudang farmasi akan berpindah ke depo farmasi bila telah diverifikasi. Proses distribusi obat dan alkes floor stock dilakukan setiap bulan sesuai jadwal pemgambilan barang masing-masing
ruang
satuan
medik.
Permintaan
perbekalan farmasi dilakukan secara manual atau dengan mengisi formulir permintaan dan penerimaan barang, untuk kemudian diambil oleh petugas ruangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
41
f. Pelaporan Pelaporan perbekalan farmasi di gudang farmasi, antara lain: 1) Rekapitulasi penerimaan barang 2) Rekapitulasi pengeluaran barang 3) Rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran gas medis 4) Laporan stok opname 5) Laporan persediaan floor stock 6) Laporan narkotik (setiap bulan) dan psikotropik (setiap tahun) 7) Laporan barang sumbangan
3.2.7.3 Produksi a. Produksi Non Steril Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan sediaan farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Bentuk sediaan yang diproduksi mencakup bentuk sediaan padat, sediaan cair, dan sediaan semipadat. Semua bentuk sediaan dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati. Di ruang produksi RSUP Fatmawati saat ini terdapat 43 master formula sebagai panduan pelaksanaan produksi farmasi. Tujuan dilakukannya produksi di RSUP Fatmawati antara lain adalah untuk penghematan anggaran, terdapat sediaan dengan formula khusus dan sediaan obat dibutuhkan segar seperti rekonstitusi obat suntik dan obat kanker. Bahan baku yang digunakan di produksi non steril diperoleh dari gudang farmasi. Perencanaan dilakukan setiap bulan berdasarkan laporan bulanan sebelumnya kemudian perencanaan ini dikirimkan ke gudang farmasi untuk dilanjutkan dengan proses pengadaan. Produksi non steril mendistribusikan produknya ke gudang farmasi. Penyimpanan di produksi non steril terbagi menjadi 2, yaitu penyimpanan bahan baku (disusun berdasarkan kegunaannya) dan penyimpanan produk (berdasarkan alfabetis). Pelaporan yang dilakukan oleh produksi non steril adalah laporan jumlah perbekalan farmasi, laporan produk yang rusak, dan laporan produk yang kadaluwarsa.
b. Produksi steril Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
42
Produksi steril merupakan bagian dari Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Kegiatan yang melakukan rekonstitusi obat kemoterapi. Untuk sediaan steril, preparasi dilakukan di ruang produksi steril dengan menggunakan SPO (Standar Prosedur Operasional) Aseptic dispensing preparation. Salah satu kebijakan yang berkaitan dengan produksi steril yaitu seluruh pencampuran atau rekonstitusi obat kemoterapi dilakukan dengan menggunakan SPO handling cytotoxic. Kegiatan pencampuran obat kemoterapi ini hanya dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati di ruang steril/semi steril dengan menggunakan BSC. BSC atau Biological Safety Cabinet merupakan sebuah alat kerja untuk pencampuran obat kemoterapi yang mempunyai sistem sirkulasi udara melalui HEPA filter sedemikian rupa sehingga dapat melindungi petugas, lingkungan serta menjaga terhindarnya produk steril dari paparan kontaminan. Kegiatan ini dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang telah melakukan pelatihan internal. APD (Alat Pelindung Diri) wajib digunakan dengan tujuan tercapainya perlindungan petugas dari paparan obat dan bahan berbahaya saat kegiatan pelarutan obat dilakukan, terjaganya mutu dan sterilitas produksi injeksi. Untuk menjaga mutu sterilitas alat BSC dan LAF (Laminar Air Flow) maka perlu dilakukan desinfeksi BSC dan LAF agar menghilangkan kontaminan infeksius organik. Prosedur ini rutin dilakukan baik sebelum dan sesudah BSC dan LAF digunakan. Desinfeksi ini menggunakan alkohol 95%. Sedangkan dekontaminasi BSC dan LAF dilakukan rutin setiap 2 minggu sekali. Tujuan dekontaminasi ini adalah untuk membersihkan BSC atau LAF tempat dilakukannya pelarutan atau peracikan obat injeksi guna menghilangkan segala bentuk kontaminasi pada BSC atau LAF baik organik (mikroba) maupun organik (partikel sisa obat) pada BSC atau LAF. Petugas produksi steril diharuskan memeriksakan kondisi fisiologisnya secara klinik di Instalasi Patologi klinik dan Poli pegawai untuk menilai tingkat kesehatan fisik dan mental petugas secara keseluruhan. Ini dilakukan agar kondisi kesehatan operator terkontrol dan terjamin dalam keadaan normal tanpa adanya kelainan akibat paparan obat kanker maupun pengaruh stress lainnya. Serta agar tercapainya peningkatan motivasi operator/ petugas rekonstitusi bekerja secara hati - hati dan disiplin. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
43
Untuk alur masuk ke ruang produksi aseptic dispensing dan pelayanan obat sitostatika dapat dilihat pada Lampiran 10 dan lampiran 11. Pembuangan limbah kemoterapi merupakan kegiatan membuang limbah atau sisa barang tidak terpakai sepetri vial, ampul, syringe setelah dilakukan proses pelarutan atau pencampuran obat kemoterapi. Pengelolaan limbah ini meliputi persiapan kontainer sampah hingga sampah kemoterapi di kirim ke Bagian Instalasi Sanitas dan Pertamanan (ISP) untuk dimusnahkan dengan incenerator.
3.2.7.4 Depo Rawat Jalan Gedung Instalasi Rawat Jalan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 terdapat poliklinik bedah, poliklinik OK minor, poliklinik gigi dan mulut, poliklinik ortopedi, poliklinik pegawai, poliklinik medik umum dan poliklinik jantung. Lantai 2 terdapat poliklinik penyakit dalam, poliklinik bedah saraf, poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik edukasi, poliklinik diabetes melitus, poliklinik gizi dan poliklinik rehabilitasi medik. Lantai 3 terdapat poliklinik paru, poliklinik Pusat Pelayanan Kanker Terpadu (PPKT), poliklinik anestesi anak, poliklinik akupuntur, poliklinik kulit dan kelamin, poliklinik mata dan poliklinik THT (Telinga Hidung Tenggorokan). Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual dapat dilihat dalam lampiran 12. Depo farmasi terdapat di setiap lantai gedung Instalasi Rawat Jalan. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 berjumlah 5 orang yang terdiri dari 1 Apoteker, 2 Tenaga Teknis Kefarmasian, dan 1 Juru Racik. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 terdiri atas 1 Apoteker, 3 Tenaga Teknis Kefarmasian, 1 Juru Racik dan 1 bagian Administrasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 hanya terdiri dari 1 Apoteker dan 2 Tenaga Teknis Kefarmasian. Setiap pagi masing - masing lantai depo farmasi melakukan permintaan ke gudang farmasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 melayani pasien tunai, jaminan kantor, dan pasien HIV. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS). Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 melayani pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok, Jamkesda Tangerang, dan pasien TBC. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok, dan Jamkesda Tangerang Selatan serta pasien KJS yaitu: resep asli, SJP Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
44
asli yaitu kertas warna merah muda dari loket 9 IRJ lantai 1, fotocopy bukti pendaftaran, dan surat rujukan asli puskesmas yang ditujukan untuk RSUP Fatmawati. Depo Instalasi Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat rawat jalan secara individual prescription. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien. Jumlah obat diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian peresepan oleh Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription adalah agar: a. Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing obat pada pasien rawat jalan. b. Tercapainya
peningkatan
efisiensi,
efektivitas,
dan
keamanan
dalam
penggunaan obat. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription Lampiran 12 : a. Penerimaan resep dari dokter / perawat ruangan oleh petugas farmasi. b. Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep. c. Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan pada skrining resep. d. Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan / asuransi: pasien Jamkesmas, pasien Jamkesda, atau pasien KJS. e. Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan dari skrining dan kajian peresepan obat. f. Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai. Pembayaran dilakukan di kasir RSUP Fatmawati. g. Pelaksanaan permohonan izin prinsip: 1) Resep pasien Jamkesmas dengan verifikasi oleh penjamin Jamkesmas, atau 2) Resep pasien KJS dengan verifikasi oleh penjamin KJS, atau 3) Verifikasi izin prinsip Direktur RSUP Fatmawati untuk perbekalan farmasi yang tidak terjamin dalam paket pembiayaan atau menjadi beban RSUP Fatmawati. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
45
h. Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket: 1) Etiket warna putih untuk penggunaan melalui enteral (oral / sublingual / dan lain - lain). 2) Etiket warna biru untuk penggunaan melalui parenteral dan topikal. Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik, nama pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute pemberian, dan tanggal kadarluwarsa. i. Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi. j. Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar dokumentasi. k. Pelaksanaan penyerahan obat
yang sudah disiapkan kepada pasien.
Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk menuju loket pengambilan obat. Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian dengan kriteria: 1) Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) 2) Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah mendapatkan Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) 3) Terdaftar sebagai tenaga kefarmasian di RSUP Fatmawati 4) Selesai mengikuti masa orientasi l. Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih lanjut. m. Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status pembiayaan pasien.
3.2.7.5 Depo Askes Depo Askes adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien rawat jalan peserta Askes. Sumber daya manusia yang terdapat di depo Askes terdiri dari 1 orang apoteker sebagai penyelia, 6 orang asisten apoteker, 2 orang juru resep, dan 3 orang petugas administrasi. Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
46
Gudang Farmasi dengan menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara online (RSUP Fatmawati, 2012a). Penyimpanan barang disusun berdasarkan obat DPHO Askes dan non DPHO Askes, bentuk sediaan, dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci (double lock) (RSUP Fatmawati, 2012b). Obat - obat fast moving diletakkan terpisah di meja. Penyimpanan barang menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan pengobatan pasien Askes di Depo Farmasi Askes adalah (PT. Askes, 2004) : a. Resep Asli b. Surat rujukan asli dari Puskesmas dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan c. Fotokopi kartu Askes d. Surat Jaminan Pasien (SJP) yang didapat dari gedung Askes Dalam melayani pasien, Depo Askes mengacu pada pedoman – pedoman yang disesuaikan dengan status pasien. Pedoman yang digunakan di depo askes adalah Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes merupakan acuan obat bagi pasien peserta Askes. Dalam DPHO terdapat dua daftar obat yang dapat diberikan kepada pasien Askes yaitu, obat peresepan umum dan obat khusus untuk penyakit kanker. Dalam DPHO juga terdapat daftar obat dengan batasan jumlah peresepan maksimal yang dapat diberikan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2009). Alur pelayanan pasien di depo Askes dimulai dari masuknya resep ke bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini petugas depo Askes akan memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi persyaratan yang harus dibawa oleh pasien. Apabila persyaratan yang diperlukan sudah lengkap, selanjutnya dilakukan skrining resep. Setelah itu, pasien akan mendapatkan nomor pengambilan obat yang sama dengan nomor yang ada pada resep. Kemudian resep distempel dan datanya dimasukkan ke komputer. Setelah data dimasukkan ke komputer, selanjutnya resep diberikan kepada petugas untuk dibuatkan etiketnya. Setelah itu resep diberikan kepada petugas penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat racikan. Obat yang telah siap dikemas dan diserahkan ke pasien disertai Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
47
pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat. Alur pelayanan resep depo Askes dapat dilihat pada lampiran 13. Laporan - laporan yang dibuat oleh depo Askes, yaitu (RSUP Fatmawati, 2012c): a. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. b. Laporan penulisan obat generik dan non generik. c. Laporan penulisan obat yang masuk DPHO Askes dan non DPHO Askes. d. Laporan analisa penjualan. e. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan. f. Laporan jumlah lembar resep dan jumlah resep. Depo Askes memiliki pasien terbanyak dengan jumlah 200 – 300 resep per hari. Obat yang paling sering diresepkan adalah obat untuk penyakit jantung dan penyakit dalam. Pembayaran pasien Askes dapat diklaim ke PT Askes (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2009)
3.2.7.6 Depo Rawat Inap (Teratai A dan B) Depo farmasi rawat inap (Depo Teratai) berada tepat di tengah lantai pertama gedung teratai. Gedung ini terdiri dari enam lantai dan memiliki kapasitas 516 tempat tidur. Dengan rincian tiap lantai sebagai berikut : a. Lantai pertama yaitu ruangan kebidanan (emergency kebidanan, contohnya pada kondisi pre eklampsia berat), high care unit di selatan Teratai, ruang Thalasemia dan ruang kemoterapi. b. Lantai kedua yaitu ruangan perawatan khusus kebidanan dan high care unit di selatan Teratai. c. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak – anak (< 18 tahun) dan yang belum menikah, ruang isolasi serta high care unit di selatan Teratai. d. Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di utara Teratai. e. Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high care unit di selatan Teratai.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
48
f. Lantai keenam yaitu ruangan untuk pasien penyakit saraf dan high care unit di selatan Teratai. Penanggung jawab depo farmasi rawat inap terdiri dari dua penyelia. Penyelia pertama bertanggung jawab terhadap IRNA A yang terdiri dari lantai 1, 2 dan 3, sedangkan penyelia kedua bertanggung jawab pada IRNA B yang terdiri dari lantai 4, 5 dan 6. Jumlah SDM di depo teratai adalah sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 3 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 3 orang dan 17 orang merupakan tenaga teknis kefarmasian. Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari Instalasi Farmasi.
Setiap
harinya
depo
rawat
inap
akan
membuat
perincian
kebutuhan yang diinput ke komputer yang online dengan sistem di gudang farmasi. Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah berdasarkan bentuk sediaan, obat generik, dan non generik yang disusun berdasarkan alfabetis dan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Obat LASA (Look Alike Sound Alike) penyusunannya diberi jarak 2 box antar obat LASA dan diberikan stiker LASA. Terdapat pharmaceutical refrigerator untuk penyimpanan obat - obat yang membutuhkan suhu dingin untuk kestabilannya. Obat – obat narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari dengan double lock dan setiap obat - obat tersebut diambil maka dilakukan pencatatan di buku penggunaan. Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam, diantaranya adalah sistem distribusi dosis unit atau dikenal dengan UDD (unit dose dispensing). Dalam sistem UDD petugas menyiapkan sejumlah obat dengan dosis sekali pakai dan disiapkan untuk keperluan pasien selama 24 jam per hari selama pasien menjalani rawat inap. Alur sistem distribusi dosis unit tertera Lampiran 14. Sistem selanjutnya yaitu sistem floor stock dan sistem resep individual berupa resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita. Sistem resep individual
ini
diterapkan di lantai dua dan lantai tiga untuk pasien anak - anak yang masih mendapatkan puyer. Depo Rawat Inap terdapat beberapa paket untuk
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
49
penanganan pasien. Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya dengan depo - depo farmasi lain, di antaranya adalah: a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian. b. Laporan pemakaian narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan. c. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap bulan. d. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan. e. Laporan barang rusak dan kadaluwarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
3.2.7.7 Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI) Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan dari Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati melayani kegawatdaruratan medik selama 24 jam. Didukung oleh tenaga profesional dan tenaga ahli yang berpengalaman lebih dari 40 orang yang bertugas secara shift dan akan memberikan pelayanan secara maksimal mengatasi kegawatdaruratan medik. IGD memiliki pelayanan pendukung seperti laboratorium Instalasi Gawat Darurat 24 jam, radiologi (USG, CT Scanning), kamar operasi, bank darah, apotik, dan ambulance 24 jam (RSUP Fatmawati, 2009). IGD terdiri dari beberapa ruangan: a. Ruang resusitasi (ruang merah) Di ruang ini terdapat delapan tempat tidur, lemari emergency, dan paket resusitasi. Lemari emergency sangat penting keberadaannya dalam ruang ini dikarenakan pasien - pasien yang masuk ruang ini merupakan pasien dengan kondisi yang cukup parah, sehingga jika pasien mengalami kegawatdaruratan dan butuh penanganan segera, perawat tidak perlu berlari ke depo farmasi di IGD untuk mengambil obat maupun alat kesehatan sehingga dapat menghemat waktu dalam menolong pasien. Lemari emergency di cek setiap hari pada pagi hari dan dilengkapi jumlahnya sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh RSUP Fatmawati. b. Ruang P2 (Ruang kuning) Ruang ini dibagi menjadi ruang bedah dan ruang non bedah dimana di ruang ini terdapat paket, namun tidak disediakan lemari emergency. c. Ruang Triase Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
50
Pasien yang masuk ruangan ini dalam kondisi yang tidak terlalu parah sehingga tidak mendapat tindakan dan tidak ada paket di ruang ini. d. Ruang Intermediate Ward Ruang ini digunakan pada pasien yang menunggu untuk dipindahkan ke ruang rawat inap atau ruang lainnya. Depo IGD dan IRI memiliki 1 orang apoteker penyelia, 1 orang administrasi, dan 14 orang asisten apoteker. Depo IGD dan IRI buka 24 jam dengan 3 shift dan melayani pasien rawat inap serta pasien rawat jalan. Pasien rawat inap terdiri dari pasien yang masuk ruang Intensive Care Unit (ICU), Neonatus Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac Care Unit (ICCU). Sedangkan pasien rawat jalan merupakan pasien yang masuk ruang IGD seperti ruang resusitasi, ruang P2, ruang triase, maupun poli IGD. Paket-paket yang ada di depo IGD antara lain : a. Paket Alat Kesehatan (Alkes) ICU b. Paket Alat Kesehatan (Alkes) NICU / PICU c. Paket Infus Dewasa d. Paket Resusitasi Anak e. Paket Resusitasi Dewasa Depo farmasi IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat kesehatan ke gudang farmasi setiap hari secara online (RSUP Fatmawati, 2012a). Obat - obatan disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk obat obat yang tidak stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari pendingin. Obat - obat jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari khusus tersendiri dengan double lock pada dua pintu dengan susunan berlapis. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012b). Alat kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat kesehatan tersebut. Jenis sediaan obat yang sering digunakan di Depo IGD dan IRI adalah sediaan injeksi. Laporan - laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi IGD adalah (RSUP Fatmawati, 2012c): a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian. b. Laporan pemakaian obat – obat narkotika yang dibuat setiap bulan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
51 c. Laporan pemakaian obat – obat psikotropika yang dibuat setiap bulan. d. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap bulan. e. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan. f. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan. g. Laporan jumlah resep dan lembar resep setiap bulan.
3.2.7.8 Depo Instalasi Bedah Sentral Lantai 1 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Cito sebanyak 2 kamar. Pasien yang masuk ke OK Cito merupakan pasien yang tidak direncanakan jadwal operasinya atau yang sifatnya cito. Pada OK Cito terdapat Paket obat dan alkes OK Cito dan lemari emergensi. Lemari emergensi terdiri dari lemari emergensi bedah dan lemari emergensi anestesi. Lemari emergensi bedah berisi antibiotik, sedangkan lemari emergensi anestesi berisi obat anestesi dan alat kesehatan. Saat pasien masuk ke OK Cito, maka penata anestesi mengambil Paket obat dan alkes OK Cito yang telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila obat dan alat kesehatan dalam paket kurang, maka penata anestesi dapat mengambilnya di lemari emergensi dan mencatatnya di Lembar Pemakaian. Setelah selesai operasi, Lembar Pemakaian dimasukkan ke dalam Paket obat dan alkes OK Cito yang telah terpakai oleh pasien. Lemari emergensi akan dicek jumlah pemakaian dan pemakai, serta diisi kembali oleh petugas depo farmasi. Lantai 2 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Elektif sebanyak 8 kamar dan 1 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral. Pasien yang masuk ke OK Elektif telah memiliki jadwal operasi. Sehari sebelum operasi, depo farmasi menerima jadwal operasi pasien dan permintaan anestesi umum atau spinal. Depo farmasi kemudian menyiapkan paket anestesi dan memberi label nama pasien pada paket tersebut, sehingga pada hari operasi penata anestesi cukup meminta paket berdasarkan nama pasien. Penata bedah akan mencatat permintaan di buku pada hari operasi, kemudian paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila terdapat kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang berlangsung, maka penata bedah atau penata anestesi dapat meminta secara langsung ke depo farmasi dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi. Petugas depo Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
52
farmasi akan mencatat permintaan obat dan alat kesehatan. Bila pasien telah selesai dioperasi, maka paket akan dikembalikan ke depo farmasi dan petugas depo farmasi akan merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke administrasi perincian. Perincian selanjutnya akan dikirimkan ke depo farmasi di mana pasien dirawat. Depo Instalasi Bedah Sentral juga menyiapkan Paket Bedah Prima yang merupakan sistem paket untuk pasien tunai. Sebelum operasi, pasien tunai harus melunasi pembayaran terlebih dahulu. Pasien tunai dengan Paket Bedah Prima dapat menjalankan operasi di OK Elektif atau OK Cito. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di depo instalasi bedah sentral dapat dilihat Lampiran 15. Obat - obatan disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk obat - obat yang tidak stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari pendingin. Obat - obat jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari khusus tersendiri dengan double lock pada dua pintu dengan susunan berlapis. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012b). Alat kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat kesehatan tersebut. SDM yang ada di Depo Instalasi Bedah Sentral berjumlah 1 Penyelia dan 2 Asisten Apoteker. Paket anestesi spinal terdiri dari Spinocan (spinal and diagnostic puncture) 27G x 3”, bupivacain HCl 5 mg / ml, ondansetron 4 mg / 2 ml, klonidin HCl 150 μg / ml, dan ketolorac 3%. Paket anestesi umum terdiri dari propofol 10 mg / ml, atracurium besilat, fentanyl, ondansetron 4 mg / 2ml, dan ketolorac 3%.
3.2.7.9 Pelayanan Informasi Obat (PIO) Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
53
informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit serta untuk membuat kebijakan - kebijakan yang berhubungan dengan obat (terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi) untuk menunjang terapi obat yang rasional. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi obat adalah: a. 200 tempat tidur
: 20 m2
b. 400 - 600 tempat tidur : 40 m2 c. 1300 tempat tidur
: 70 m2
Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan yang memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip, kartu arsip. Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah: a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif. b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. c. Membuat buletin, leaflet, label obat. d. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit. e. Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap. f. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya. g. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian. b. Alur program pelayanan informasi obat dapat dilihat pada Lampiran 16.
3.3
Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) adalah suatu unit kerja yang dibentuk untuk membantu Direktur Rumah Sakit dalam hal membuat kebijakan tentang penggunaan obat dan pengelolaan obat di Rumah Sakit. Tujuan dibentuknya TFT adalah : a. Menjamin tersedianya obat dan alat kesehatan (alkes) habis pakai yang bermutu untuk kebutuhan pasien di RSUP Fatmawati. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
54
b. Tersusunnya standar obat yang berlaku di RSUP Fatmawati. c. Terwujudnya pelaksanaan kebijakan penggunaan obat dan pengelolaan yang baik bagi pengguna maupun penyedia obat di RSUP Fatmawati. d. Terselenggaranya penggunaan obat yang rasional dan aman di RSUP Fatmawati. e. Terlaksananya pengawasan, pengendalian, dan evaluasi penggunaan
dan
pengelolaan obat dan alkes di RSUP Fatmawati. Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di bawah koordinasi dan bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Struktur organisasi TFT terdiri dari: a. Ketua
: Dokter
b. Sekretaris : Apoteker c. Anggota
: Dokter, Apoteker, dan Perawat
Tugas pokok dari TFT adalah: a. Melaksanakan uji coba dan memberikan rekomendasi dalam pemilihan penggunaan obat dan alkes habis pakai. b. Menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes habis pakai di Rumah Sakit dan apabila perlu dapat diadakan perubahan secara berkala. c. Menyusun Antibiotic Guideline bersama-sama dengan Komite Pengendalian Penyakit Infeksi. d. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi penulisan resep dan penggunaan obat generik serta alkes habis pakai bersama-sama Instalasi Farmasi. e. Melaksanakan edukasi pada staf farmasi, profesi lainnya tentang obat dan perbekalan kesehatan lainnya . Formularium Obat RSUP Fatmawati adalah daftar dari seluruh item obat yang ada di RSUP Fatmawati dalam periode waktu tertentu, yaitu maksimal 3 tahun. Daftar obat di Formularium Obat disusun berdasarkan kelas terapi dan berisi nama generik produk (1 item), nama merek original dari pabrik tertentu (1 item), nama merek dagang dari pabrik tertentu (2 item), serta keterangan mengenai bentuk sediaan, kekuatan produk dalam kemasan, dan nama pabrik pembuat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
55
Formularium Obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun 1990, kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada tahun 1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun 2012. Pembuatan revisi formularium RSUP Fatmawati tidak dilakukan setiap tahun, dikarenakan kendala biaya untuk mencetak formularium baru dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang, salah satunya RSUP Fatmawati. Dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan, RS tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Untuk menunjang hal tersebut maka dibentuk suatu badan organisasi yaitu IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit). IFRS dipimpin oleh seorang Kepala IFRS yaitu Apoteker dan bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan – peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi. Salah satu tugas Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUP Fatmawati adalah menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes habis pakai di Rumah Sakit. Salah satu cara untuk mengetahui berjalan atau tidaknya TFT rumah sakit adalah dengan melihat formularium yang disusunnya. Pada tiap 6 bulan atau maksimal 1 tahun dilakukan evaluasi atau review untuk penyempurnaan Formularium. Di RSUP Fatmawati, formularium obat tidak dapat direvisi tiap setahun sekali karena masalah biaya untuk mencetak Formularium terbaru dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT. Revisi formularium obat yang dilakukan oleh TFT RSUP Fatmawati adalah setiap 3 tahun sekali. Formularium
obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun 1990,
kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada tahun 1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun 2012. Dengan adanya kesinambungan proses revisi, dapat dikatakan bahwa TFT RSUP Fatmawati sudah berjalan dengan baik. Salah satu tugas pokok farmasi klinik RSUP Fatmawati ialah meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan melaksanakan farmasi klinik. Berikut ini merupakan pembahasan dari pelaksanaan kegiatan farmasi klinik.
56
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
57
a. Pengkajian Resep Pengkajian resep merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pelayanan obat pasien. Selain itu, pengkajian resep juga dilakukan agar tercapainya rasionalisasi penggunaan obat. Kegiatan dalam pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetis, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian resep tidak sepenuhnya dilakukan. Hal ini terlihat dari masih adanya resep yang tidak lengkap. Misalnya pada resep untuk pasien bayi atau anak, berat badan dan umur pasien sering kali tidak tertera pada lembar resep, padahal hal tersebut diperlukan terutama untuk menghitung dosis maksimal pada pasien bayi atau anak. Sering kali hanya nama pasien yang tertera pada lembar resep. Pada lembar instruksi pemberian obat pada pasien rawat inap, terkadang tidak semua lembar ada penanda berupa stempel keterangan “Resep telah di review Farmasi”. Pengkajian resep yang tidak sepenuhnya dilakukan disebabkan oleh banyaknya resep atau pasien yang harus dilayani oleh petugas farmasi di RSUP Fatmawati. Selain itu, untuk melakukan pengkajian resep secara keseluruhan cukup membutuhkan waktu sementara pelayanan obat pasien harus dilakukan secara cepat karena banyaknya pasien yang harus dilayani terutama untuk pasien rawat jalan. b. Pengkajian Penggunaan Obat Pengkajian penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui gambaran pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pengkajian penggunaan obat juga dilakukan untuk menilai ada tidaknya drug related problem selama pasien menjalani pengobatan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian penggunaan obat dilakukan terhadap pasien rawat jalan dengan melihat instruksi pemberian obat yang terdapat pada rekam medik pasien. Data yang diperoleh dari rekam medik pasien dipindahkan ke dalam lembar Formulir Terapi Pasien untuk selanjutnya dinilai ada tidaknya masalah - masalah yang terkait dengan pengobatan pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
58
c. Visite Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik. Apoteker melakukan praktik di ruang rawat sesuai dengan kompetensi dan kemampuan farmasi klinik yang dikuasai. Visite pasien yang dilakukan di RSUP Fatmawati diaplikasikan kepada pasien yang berada dalam perawatan intensif dan memiliki resiko mengalami terjadinya kesalahan obat (medication errors). Beberapa tempat dilakukannya praktik apoteker ruang rawat di RSUP Fatmawati contohnya pada ruang perawatan pasien Intensive Care Unit (ICU), Neonatal Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac Care Unit (ICCU), High Care Unit (HCU), dan ruang perawatan pasien pra operasi dan post operasi. Kegiatan visite yang dilakukan apoteker di RSUP Fatmawati dilakukan secara kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Tipe visite ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah dapat memperoleh informasi terkini dan komprehensif, dapat dijadikan sebagai fasilitas pembelajaran, serta dapat langsung dikomunikasikan masalah terkait penggunaan obat dan mengimplementasikan rekomendasi yang dibuat. Namun, kegiatan visite ini juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah jadwal visite harus disesuaikan dengan jadwal tim dan waktu pelaksanaan terbatas sehingga diskusi dan penyampaian informasinya kurang lengkap. Visite yang dilakukan di RSUP Fatmawati sebagian besar terjadwalkan dan umumnya dilakukan setiap seminggu sekali contohnya pada ruang perawatan Rehabilitasi Medik dan High Care lantai 6 Selatan Teratai. Sedangkan untuk pasien Intensive Care Unit (ICU) umumnya dilakukan 3-4 kali dalam seminggu, hal ini disebabkan kondisi pasien pada ruang perawatan tersebut merupakan pasien yang menderita penyakit komplikasi sehingga memungkinkan pasien menerima bermacam - macam jenis obat. Hal ini memungkinkan terjadinya masalah terkait obat yang dapat mempengaruhi outcome pasien sehingga diperlukan visite yang lebih sering untuk memastikan terapi obat yang diterima oleh pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
59
Dalam kegiatan visite, sebelum apoteker memberikan rekomendasi maka apoteker berdiskusi dengan anggota tim secara aktif untuk saling mengklarifikasi, mengkonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan obat. Pada saat visite secara tim rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang merawat pasien. Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa pertanyaan atau rekomendasi yang diminta oleh tim visite kepada apoteker diantaranya adalah pemilihan terapi obat, misalnya dalam pemilihan jenis dan regimen, obat pengganti yang dapat diberikan kepada pasien, efek samping obat, interaksi obat, segi cost effectiveness, dan lain lain. Setelah rekomendasi yang diberikan oleh apoteker disetujui, selanjutnya apoteker melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi dari sisi efektifitas dan keamanan. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rekomendasi yang diterima aman bagi pasien. Tahap akhir dari visite adalah melakukan dokumentasi praktik visite yang dikelola dengan baik dan terjaga kerahasiaannya. Dengan adanya pendokumentasian
yang baik
dapat
dijadikan sebagai
jaminan
terlaksananya kegiatan visite, serta sebagai bahan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan. d. Monitoring Efek Samping Obat Prosedur program monitoring efek samping obat (MESO) adalah tata cara menganalisa kejadian efek samping obat yang terjadi pada pasien. Proses ini merupakan kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan baik dokter, perawat, apoteker dan semua tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit termasuk pasien dan keluarga pasien. Di RSUP Fatmawati kegiatan monitoring penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui efek terapi dari proses pengobatan serta kemungkinan terjadinya efek terapi dari proses pengobatan serta kemungkinan terjadinya efek samping obat. Setiap temuan efek samping obat dilakukan pengkajian oleh tenaga kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek samping obat dan tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya harus terdokumentasi dalam catatan rekam medik pasien dan dibuatkan laporan untuk disampaikan pada Komite Mutu dan Manajemen Risiko (KMMR) dalam waktu maksimal 48 jam.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
60
Prosedur pemantauan efek samping obat meliputi : 1) Pelaksanaan kegiatan pemantauan oleh tenaga kesehatan terhadap timbulnya efek samping obat. 2) Pelaksanaan penerimaan laporan kejadian efek samping obat tenaga kesehatan, keluarga pasien atau petugas lainnya. 3) Pelaksanaan kegiatan penyusunan laporan temuan kejadian efek samping obat dalam formulir pelaporan. 4) Pelaksanaan kegiatan komunikasi atau interview oleh tim kerja (tim monitoring efek samping obat) yang terdiri dari DPJP, perawat ruangan, apoteker ruangan. 5) Pelaksanaan kegiatan analisa oleh tim monitoring efek samping obat terhadap hasil interview maupun laporan efek samping obat dari semua sumber. 6) Pelaksanaan kegiatan diskusi setara komprehensif sebagai media problem solving oleh tim monitoring efek samping obat atas hasil analisa yang telah dilakukan. 7) Pencatatan di rekam medik pasien oleh DPJP atau tim monitoring efek samping obat tentang kejadian efek samping obat pasien. Pencatatan terkait bentuk kejadian efek samping obat, tindakan pengatasian efek samping obat yang terjadi dan tindakan pencegahan efek samping obat yang akan datang. 8) Pembuatan formulasi rekomendasi oleh tim monitoring efek samping obat. Pilihan rekomendasi antara lain menghentikan pengobatan, mengganti obat dengan yang lebih aman, mengatur jadwal penggunaan, menurunkan dosis obat, memberikan antidot atau premedikasi sebelum penggunaan obat, dan membuat laporan kejadian insiden dengan mengisi formulir laporan insiden (internal). 9) Pelaksanaan implementasi rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi efek samping obat. 10) Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi tingkat keberhasilan intervensi yang dilakukan. 11) Pelaksanaan diskusi lanjutan oleh tim monitoring efek samping obat jika diperlukan guna mencapai hasil intervensi yang telah diberikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
61
12) Pendokumentasian rekomendasi penanganan efek samping obat pada formulir laporan MESO Nasional. Penyampaian
laporan
efek
samping
obat
yang
terjadi
segera
ditindaklanjuti oleh tim monitoring efek samping obat menjadi laporan ke Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan Komite Mutu dan Manajemen Resiko (KMMR) dalam waktu 48 jam; bila kejadian efek samping obat masuk dalam kategori Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Sentinel. e. Pelayanan Informasi Obat RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan - pertanyaan yang diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga, efek samping,
dosis,
interaksi,
kompatibilitas,
ketersediaan,
kontraindikasi,
farmakokinetik, farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi atau efek samping obat yang pernah dialami pasien. Literatur yang digunakan di pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati adalah literatur tersier. Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga dilakukan dokumentasi yang bertujuan untuk: 1) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap. 2) Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa. 3) Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya. 4) Sebagai media pelatihan tenaga farmasi. 5) Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan pelayanan. 6) Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan informasi obat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
62
Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat mencakup penilaian atau pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012, sempat terjadi penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam). Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to date), apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah pertanyaan yang masih sedikit. f. Monitoring Interaksi Obat Kegiatan pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan seiring dengan dilakukannya pemantauan terapi obat untuk menemukan masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat. Menurut Standar Prosedur Operasional (SPO) yang ada, kegiatan pemantauan interaksi obat dilakukan dengan menggunakan software interaksi obat, namun pada pelaksanaannya kegiatan analisis masih menggunakan literatur pustaka sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menemukan interaksi obat yang berpotensi terjadi. Kegiatan pemantauan interaksi obat juga tidak dilakukan rutin karena kesibukan apoteker di pelayanan kefarmasian lainnya sehingga seringkali kegiatan pemantauan interaksi obat yang dilakukan tidak sampai pada pemberian rekomendasi penanggulangan. g. Konsultasi Obat Konsultasi obat diawali dengan memperkenalkan diri kepada pasien. Kemudian, apoteker mulai menanyakan masalah yang dihadapi pasien terkait penggunaan obatnya. Apoteker mulai menjelaskan obat-obat yang diterima pasien dengan memberitahukan nama obat dan indikasi obat. Dalam menjelaskan atau memecahkan
masalah
pasien,
apoteker
menggunakan
alat
tulis
untuk
memudahkan pasien dalam memahami penjelasan dari apoteker, misalnya masalah waktu dan frekuensi penggunaan obat pada pasien yang mendapat polifarmasi. Pasien yang mendapat polifarmasi sering mengalami kesulitan dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
63
hal waktu penggunaan obat. Pasien sering menanyakan apakah semua obat yang diberikan harus diminum bersamaan atau harus diberi jarak waktu. Pasien juga menanyakan obat mana yang harus diminum sebelum dan sesudah makan. Setelah pasien mendapat penjelasan tentang obatnya, apoteker akan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan yang dipaparkan tadi untuk menguji pemahaman pasien. Jika pasien masih kurang jelas dengan penjelasan yang diberikan, apoteker akan mengulangi penjelasan tersebut dan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan dari apoteker tersebut. Setelah pasien memahami yang dijelaskan apoteker, apoteker akan menanyakan masalah lainnya yang dialami pasien yang dapat dibantu penanganannya oleh apoteker. Dalam melakukan konsultasi obat, apoteker kurang menggali informasi dari pasien seperti obat, vitamin, atau jamu apa saja yang pernah atau sedang dikonsumsi pasien. Apoteker juga tidak menanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi. Apoteker hanya memberikan informasi tentang obat yang ditanyakan oleh pasien, informasi lain seperti aturan pakai obat, efek samping yang mungkin terjadi dan cara mengatasinya, interaksi yang mungkin terjadi antara obat dengan obat lain termasuk vitamin dan jamu atau interaksi antara obat dengan makanan. h. Edukasi Farmasi Program edukasi farmasi dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah orang dalam ruangan tertentu guna mendengarkan penjelasan dari apoteker mengenai tema tertentu misalnya tema tentang penggunaan dan penyimpanan obat yang benar. Kegiatan tersebut dilaksanakan kurang lebih satu jam, dimulai dengan presentasi dari apoteker kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Peserta diperkenankan bertanya mengenai obat berupa cara pakai, penyimpanan obat, dan masalah-masalah terkait obat lainnya. Untuk melakukan kegiatan program edukasi farmasi di rumah sakit diperlukan fasilitas penunjang seperti infocus, layar, laptop, microphone, dan lain-lain. Pada saat kegiatan, dilakukan pembagian questioner mengenai tanggapan peserta terhadap kegiatan tersebut. Hasil questioner tersebut berguna untuk perbaikan dan koreksi terhadap kegiatan edukasi selanjutnya. Peserta program edukasi banyak yang tidak mengisi questioner dikarenakan tidak membawa alat tulis. Saat dilaksanakan program Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
64
edukasi di Depo Askes, perhatian peserta edukasi terbagi antara mendengarkan pemaparan presenter dengan mendengarkan panggilan petugas depo farmasi yang akan memberikan obat. Dalam melaksanakan kegiatannya, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dibagi menjadi beberapa sub bagian, antara lain: 1) TU Farmasi dan SDM Farmasi serta Pencatatan dan Pelaporan Seluruh kegiatan administrasi dan pelaporan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilakukan di Tata Usaha Farmasi. Tujuan kegiatan administrasi dan pelaporan dalam pelayanan kefarmasian adalah: a) Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi b) Tersedianya informasi yang akurat c) Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan d) Tersedianya data yang lengkap untuk perencanaan. Selain itu, kegiatan administrasi dan pelaporan merupakan dasar dari akreditasi yang dilakukan di rumah sakit. RSUP Fatmawati sebagai RS pemerintah wajib melaporkan seluruh kegiatan yang dilakukan, pengawasan dari pemerintah dilakukan dengan melakukan audit-audit baik secara internal maupun eksternal. Jika proses administrasi dan pelaporan yang dilakukan baik, akan mempermudah audit. Salah satu laporan yang dilakukan adalah laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. Laporan penggunaan obat narkotika dilakukan setiap bulan dan laporan penggunaan obat psikotropika dilakukan setiap tahun, namun tetap dilakukan perekapan penggunaan obat psikotropika setiap bulannya. 2) Gudang Farmasi Gudang Farmasi melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan kesehatan di RSUP Fatmawati dari perencanaan sampai pembuatan laporan. Perencanaan dibuat berdasarkan analisa penjualan masing-masing depo dan pemakaian obat serta alkes floor stock tiap ruang, selain itu perencanaan juga dibuat berdasarkan data epidemiologi di RSUP Fatmawati. Data epidemiologi bisa didapat dari laporan 10 besar penyakit di RSUP Fatmawati yang selalu diberikan IRMIK ke TU Farmasi setiap bulan. Dalam perencanaan pengadaan perbekalan farmasi, usulan-usulan dari depo-depo farmasi juga bisa menjadi rujukan perencanaan, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
65
untuk mengetahui obat apa saja yang belum terlayani atau untuk mengetahui obat yang banyak diresepkan oleh dokter. Pemilihan perbekalan farmasinya berdasarkan DOEN, DPHO Askes, dan Formularium RSUP Fatmawati. Tahap perencanaan merupakan tahap yang krusial dimana perencanaan harus dibuat sebaik mungkin untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati. Pengadaan yang dilakukan oleh RSUP Fatmawati dengan cara pembelian telah sesuai dengan ketentuan dalam Perpres No. 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah karena sebagai rumah sakit pemerintah aset yang ada di RSUP Fatmawati merupakan aset pemerintah. Kegiatan produksi di RSUP Fatmawati juga merupakan salah satu kegiatan pengadaan. Selain dengan pembelian dan produksi, pengadaan juga dilakukan untuk obat-obat program pemerintah yang gratis. Syarat pengadaan obat-obat ini adalah pengajuan permohonan kepada Dinas Kesehatan dan pembuatan laporan penggunaan obat program tersebut secara periodik. Obat program ini juga hanya dapat dipergunakan bagi pasien tertentu yang sesuai dengan kriteria. Setelah barang datang, dilakukan proses penerimaan barang oleh tim penerima. Ruang tim penerima sudah strategis karena terletak di bagian depan gudang farmasi sehingga pengecekan barang bisa langsung dilakukan. Jika semua syarat yang harus dicek sudah lengkap dan sesuai dengan faktur, tim penerima menyerahkan barang ke gudang farmasi untuk disimpan. Penyerahan barang dilakukan dengan membuat Berita Acara Penerimaan barang sebagai bukti bahwa barang yang diterima terjamin kesesuaiannya. Penyimpanan seluruh perbekalan farmasi
dilakukan
di
gudang
famasi
secara
terpisah
sesuai
dengan
pengelompokannya. Penyimpanan bahan berbahaya dan beracun masih ada atau sebagian ditempatkan bersama dengan ruang penyimpanan obat. Seluruh label untuk obat karsinogen, bahan berbahaya dan beracun telah ditempelkan sesuai dengan tempatnya. Begitu pula dengan lembar MSDS untuk bahan B3, tidak seluruhnya ditempel di dinding, tetapi ada juga berupa buku yang diletakkan di dekat bahan B3 tersebut. Penyimpanan gas medis dilakukan di tempat yang terpisah dari gudang induk, gas medis yang terdapat di RSUP Fatmawati antara lain O2 kecil (1 m3) dan O2 besar (6 m3), N2O 25 kg dan CO2 25 kg disimpan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
66
berdasarkan ukuran dan pada tabung terdapat tanda B3 mudah meledak. Tempat dan sarana penyimpanan perbekalan farmasi secara keseluruhan terlihat bersih. Petugas melaksanakan pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan farmasi ke dalam kartu persediaan dan dalam Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIRS). 3) Produksi Farmasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati memiliki ruang produksi farmasi untuk sediaan farmasi non steril dan steril. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan merupakan produksi untuk keperluan rumah sakit itu sendiri, sesuai dengan Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Kegiatan produksi bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pengadaan obat tertentu (mendapatkan obat dengan harga yang lebih murah sehingga pasien tidak membayar terlalu mahal untuk suatu obat dan lebih menjamin kualitas obat yang dihasilkan). Selain itu, produksi juga memudahkan penerimaan obat oleh pasien atau tenaga kesehatan lainnya karena sudah dikemas kembali menjadi sediaan yang telah sesuai dengan kebutuhan dan menghasilkan produk yang tidak dijual di pasaran seperti pembuatan kapsul NaCl dan kapsul Natrium Bikarbonat. Sebenarnya terdapat 73 formula standar yang terdapat di ruang produksi RSUP Fatmawati, namun hanya 43 item yang masih diproduksi sampai saat ini. Artinya, hanya 58,9 % item obat yang masih diproduksi. Setiap kali petugas akan melakukan produksi, petugas harus mengisi formulir master formula baik untuk pembuatan atau pengenceran atau pengemasan kembali pada setiap tahapan kegiatan produksi. Formulir master formula berfungsi sebagai dokumentasi dari kegiatan produksi yang dilakukan dan juga merupakan bukti bahwa produksi yang dilaksanakan sesuai dengan CPOB. Setelah produk dihasilkan, produk dikemas dan diberi etiket serta tanggal kadaluwarsa. Penyimpanan produk jadi masih dilakukan di ruang produksi sendiri karena keterbatasan sumber daya, sementara obat-obat hasil produksi merupakan persediaan gudang. Petugas depo farmasi
yang membutuhkan produk dari
produksi non steril datang ke gudang farmasi untuk mendapatkan formulir bon Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
67
obat lalu datang ke produksi farmasi non steril untuk mendapatkan produknya kemudian melaporkannya ke gudang farmasi dengan membawa formulir bon obat.
Pendistribusian obat seperti ini memiliki kekurangan karena dapat
menyebabkan timbulnya kesalahan pencatatan stok produk. Peran apoteker sangat penting dalam mempersiapkan rekonstitusi obat kanker, diantaranya memastikan dosis yang sesuai dengan luas permukaan tubuh pasien. Walaupun dalam prakteknya rekonstitusi dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian, akan tetapi di RSUP Fatmawati diberlakukan kebijakan agar semua tenaga teknis kefarmasian bisa melakukan rekonstitusi termasuk apoteker. Ini dilakukan karena paparan obat kanker secara terus menerus akan membahayakan petugas, serta perlu tenaga kesehatan yang paham akan ketelitian dosis, melakukan teknis aseptis dan melakukan semua prosedur secara hati-hati. Sebagai apoteker yang bertugas di produksi steril ini, harus mampu menghitung dosis yang tepat dari suatu zat anti kanker, serta dikaji apakah obat tersebut sesuai dengan diagnosis pasien. apoteker juga harus dapat menentukan macam pelarut serta mengetahui dari literatur tentang kestabilan zat aktif obat kanker. Bagi pasien kanker, pelaksanaan kegiatan penitipan obat sitostatika dilakukan minimal 3 hari sebelum obat digunakan untuk perawatan. Pada saat obat diperlukan untuk perawatan, maka dilakukan permintaan pencampuran obat sitostatika dari ruang kemoterapi pasien ke produksi farmasi steril. Obat sitostatika harus disiapkan selalu baru karena pada umumnya, obat sitostatika memiliki waktu kadaluwarsa selama 24 jam sehingga obat yang telah disiapkan harus segera digunakan. Setelah obat selesai disiapkan, petugas produksi farmasi akan membawa obat tersebut ke ruang kemoterapi pasien. Beberapa waktu terakhir ini, pasien dengan diagnosa kanker payudara dan serviks merupakan pasien yang paling banyak ditemui. Petugas biasanya merekonstitusi 12 hingga 15 resep.
Beberapa temuan yang diperoleh dari
kegiatan orientasi produksi steril adalah tidak dilakukan pemantauan atau monitoring lingkungan seperti jumlah mikroba dan pemantauan jumlah partikel di BSC misalnya dengan metode settle plate (cawan papar) atau menggunakan alat particle counter dikarenakan keterbatasan waktu serta SDM untuk melakukannya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
68
4) Depo Instalasi Rawat Jalan Depo Instalasi Rawat Jalan telah melakukan prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription dengan baik. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 khusus melayani pasien tunai, jaminan kantor, dan pasien HIV. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 khusus melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS). Sedangkan depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 khusus melayani pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok dan Tangerang Selatan, serta pasien TBC. Obatobatan HIV dan TBC merupakan obat-obatan program pemerintah yang pengeluarannya dipantau oleh tim HIV dan tim TBC untuk kemudian dilaporkan setiap bulannya ke Departemen Kesehatan RI. Berdasarkan pengamatan penyimpanan obat-obat LASA di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1, 2 dan 3 masih ada beberapa obat yang belum ditempel label LASA serta pada penyusunannya tidak diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya, hal ini disebabkan karena keterbatasan luas ruangan dan kendala kesulitan untuk mencari obat karena penyusunan obat secara alfabetis akan terganggu oleh banyaknya obat-obatan yang termasuk LASA. Pada depo farmasi IRJ lantai 1, 2 dan 3 juga ditemukan beberapa obat keras yang terpajang di etalase depan umumnya berupa sediaan sirup dan topikal, seharusnya obat keras ini disimpan di dalam depo. Selain itu, pada depo farmasi IRJ lantai 1, 2, dan 3 persyaratan lemari narkotika telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu terdiri dari dua pintu dengan kunci terpisah, namun dalam hal ini penyimpanan narkotika dan psikotropika berada di dalam satu lemari narkotika, hal ini dikarenakan jumlah sediaan narkotika yang sedikit sehingga pada pelaksanaannya di dalam salah satu lemari terdapat pintu lagi di dalamnya dengan kunci terpisah dari dua kunci pintu yang ada di depan. Pembayaran di IRJ lantai 1 berdasarkan harga obat dengan persyaratan hanya berupa resep asli, sedangkan pembayaran pada IRJ lantai 2 dan 3 berdasarkan jaminan INA-CBGs (Indonesia Case Based Groups). Besarnya jaminan INACBGs per hari yaitu sebesar Rp 350.000 – Rp 400.000,- untuk keseluruhan pelayanan kesehatan dengan pembatasan farmasi sebesar Rp 150.000,-. Jika Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
69
jumlah obat yang harus diberikan kepada pasien lebih dari Rp 150.000,- maka pasien akan diberi copy resep yang dapat dilayani dikemudian hari beserta persyaratan SJP asli yaitu kertas warna merah muda dari loket 9 yang terdapat pada IRJ lantai 1, fotokopi pendaftaran dan rujukan asli dari puskesmas yang ditujukan untuk RSUP Fatmawati. 5) Depo Askes Pasien Askes merupakan pasien yang paling banyak di RSUP Fatmawati. Mulai tanggal 1 April 2013, pasien Askes yang semula dilayani di lantai 2 dan 3 gedung Instalasi Rawat Jalan, sekarang dilayani di Depo Askes. Depo farmasi instalasi rawat jalan lantai 2 melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS), sedangkan depo farmasi instalasi rawat jalan lantai 3 melayani pasien Jamkesmas dan Jamkesda (seperti Jamkesda Tangerang, Jamkesda Bogor, Jamkesda Depok, dan lain-lain). Acuan yang dapat digunakan dalam melayani pasien Askes adalah DPHO Askes. Acuan tersebut digunakan untuk mengetahui obat-obat apa saja yang dapat diberikan kepada pasien Askes beserta batasan jumlah maksimal yang dapat diberikan. Alur pelayanan resep dimulai dari pasien membawa resep beserta berkasberkas yang diperlukan sebagai persyaratan dan diberikan kepada petugas. Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan berkas dan pengecekan obatobat dalam resep (apakah obat-obat tersebut sesuai dengan pedoman dan dapat diserahkan kepada pasien). Kemudian, resep diinput untuk pemotongan stok obat, lalu dilakukan pembuatan etiket, penyiapan obat, dan penyerahan. Masing-masing tahap dikerjakan oleh orang yang berbeda. Pada masing-masing tahap akan dilakukan pemberian stempel HETIP (Harga Etiket Timbang Isi Penyerahan). Pemberian stempel tersebut dimaksudkan agar dapat dilakukan pengecekan kembali apabila terjadi kesalahan. Sebelum pembuatan etiket, petugas terlebih dahulu memeriksa kartu rujukan dan menuliskan keterangan tanggal dan obat-obat yang diberikan pada kartu rujukan tersebut. Hal tersebut dilakukan agar dapat dilakukan pengecekan apabila pasien sebelumnya telah mendapatkan obat yang sama atau pasien sebelumnya telah menebus obat tersebut dengan jumlah maksimal. Pada bagian ini, petugas
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
70
akan membuatkan salinan resep untuk obat-obat yang tidak terdapat di Depo Askes sehingga pasien dapat menebusnya di apotek lain. Setelah etiket dibuat, selanjutnya petugas akan melakukan penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat racikan. Penyiapan obat jadi dilakukan dengan memasukkan obat ke dalam etiket sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket. Untuk mempermudah penyiapan, obat-obat fast moving diletakkan di meja tersendiri sehingga petugas akan lebih cepat dalam mengambil obat yang dibutuhkan. Untuk obat yang tidak dikemas dalam kemasan blister, obat dimasukkan ke dalam etiket dengan menggunakan peralatan seadanya karena tidak tersedia alat hitung tablet. Hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi obat apalagi jika obat dimasukkan ke dalam etiket menggunakan tangan. Setelah obat disiapkan, obat dibawa oleh petugas ke bagian penyerahan. Alur penyerahan obat meliputi verifikasi nomor pasien, verifikasi identitas pasien, pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat, kemudian petugas meminta nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan meminta tanda tangan pasien. Pemberian informasi obat dilakukan secara singkat. Informasi yang diberikan kepada pasien hanyalah informasi mengenai indikasi dan aturan pakai obat. Hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah pasien yang dilayani sehingga waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat. Jumlah resep yang dilayani Depo Askes lebih kurang 200-300 resep per hari. Dengan jumlah tersebut, terkadang tidak semua pasien dapat terlayani. Terkadang masih terdapat pasien yang belum dilayani, meskipun jam pelayanan telah selesai. Hal ini dikarenakan kurangnya SDM yang terdapat di Depo Askes. Selain itu, seringkali pekerjaan yang berbeda dilakukan oleh orang yang sama, misalnya selain melakukan penyerahan obat, petugas tersebut juga melakukan penyiapan obat. Obat yang sering diresepkan di Depo Askes adalah obat - obat jantung. Selain itu, terdapat obat spesifik yang dilayani di Depo Askes yaitu obat-obat kemoterapi. Namun, untuk obat-obat kemoterapi, yang dilayani di Depo Askes hanya berkas-berkasnya saja, sedangkan obatnya dititipkan di ruang produksi steril di Instalasi Farmasi. Hal ini dikarenakan hanya gudang farmasi dan produksi farmasi steril yang boleh menyimpan obat - obat kemoterapi. Obat akan diberikan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
71
kepada pasien setelah direkonstitusi dan diantarkan ke ruang kemoterapi pada saat kemoterapi akan dilakukan. Selain melayani obat DPHO Askes, Depo Askes juga melayani obat non DPHO Askes, tetapi untuk obat-obat tersebut pasien dikenakan biaya. Untuk obat non DPHO Askes, pembayaran dilakukan setelah penyerahan obat. Sedangkan untuk pasien peserta Askes yang mendapatkan obat-obat DPHO Askes, pembayaran dilakukan dengan cara melakukan klaim ke PT. ASKES. Setelah selesai pelayanan, dilakukan input data kembali menggunakan program yang terhubung dengan PT. ASKES. Klaim Askes dilakukan oleh Instalasi Penagihan Pasien (IPP). Oleh karena itu, di Depo Askes disediakan komputer yang digunakan untuk klaim Askes. Pembayaran untuk pasien peserta Jamkesda menggunakan sistem INA CBG’s yaitu pembayaran berdasarkan paketpaket yang telah ditentukan. Apabila tagihan pasien melebihi biaya paket yang diberikan, selebihnya akan menjadi beban rumah sakit. Sedangkan bila tagihan pasien kurang dari paketnya, kelebihan tersebut akan menjadi keuntungan rumah sakit yang dapat digunakan untuk menutupi tagihan pasien yang menjadi beban rumah sakit. Dengan demikian, terjadi subsidi silang antara pasien yang tagihannya melebihi paket dengan pasien yang tagihannya kurang dari paket. Penyimpanan barang di Depo Askes dilakukan berdasarkan jenis sediaannya, suhu penyimpanan, dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus (double lock). Pelaporan yang dibuat oleh Depo Askes antara lain laporan analisa penjualan antara lain obat generik dan non generik, narkotika dan psikotropika, jumlah resep dan jumlah R/. Penghitungan jumlah resep dan jumlah R/ dilakukan untuk mengetahui jumlah pasien yang dilayani dan mengetahui beban kerja pegawai di Depo Askes. 6) Depo Teratai A dan B Depo farmasi rawat inap merupakan depo yang menyediakan perbekalan farmasi (obat dan alkes) bagi pasien rawat inap gedung teratai. Depo ini memiliki SDM sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 3 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 3 orang dan 17 orang merupakan tenaga teknis kefarmasian. Kegiatan - kegiatan yang dilakukan di depo farmasi rawat inap diantaranya pengadaan obat, penyiapan obat, distribusi hingga dokumentasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
72
Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari Instalasi Farmasi. IFRS bertanggung jawab terhadap obat yang beredar dan penggunaan obat yang aman dan efektif di rumah sakit secara keseluruhan. Tanggung jawab ini termasuk pengadaan, penyimpanan, penyiapan obat untuk konsumsi dan distribusi obat ke unit perawatan penderita. Oleh karena itu, sistem pendistribusian obat dari IFRS ke daerah perawatan pasien harus sesuai untuk efisiensi penggunaan sarana, personel, waktu dan juga mencegah kesalahan atau kekeliruan agar dapat terpenuhi persyaratan penyampaian obat yang baik yaitu benar obat, benar waktu dan frekuensi, benar dosis, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi dan benar dokumentasi. Sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap yang diterapkan setiap rumah sakit bervariasi, hal ini tergantung pada kebijakan rumah sakit, kondisi dan keberadaan fasilitas fisik, personel dan tata ruang rumah sakit. Di antara sistem
distribusi
yang
digunakan
di
depo
farmasi
rawat
inap,
sistem dosis unit merupakan sistem distribusi yang paling menguntungkan diantara sistem distribusi lainnya. Sistem ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah pasien menerima pelayanan 24 jam sehari dan pasien hanya membayar obat yang dikonsumsinya saja, semua dosis yang diperlukan pada ruang perawat telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Hal ini membuat perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung pasien, sistem ini juga menghemat ruangan perawat dengan meniadakan persediaan obat- obatan dan kemasan dosis unit dapat mengurangi kesempatan terjadinya kesalahan obat, juga membantu penelusuran kembali kemasan apabila terjadi penarikan obat. Namun, sistem ini juga memiliki beberapa keterbatasan diantaranya adalah sistem ini mengharuskan obat harus sudah siap dikonsumsi sebelum jam makan pasien sehingga perlu teknik kerja yang cepat dan tepat, serta kebutuhan tenaga farmasi lebih banyak. Namun pada kenyataannya, peran apoteker belum optimal, karena proses mulai dari penerimaan resep hingga penyerahan obat ke ruang pasien lebih banyak dilakukan oleh asisten apoteker sehingga evaluasi kerasionalan penggunaan obat pasien masih belum dapat dilakukan secara maksimal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
73
Tiap pasien memiliki map yang berisi formulir instruksi obat, kardeks, lembar resep dan formulir pemberian obat insidentil. Formulir pemberian obat insidentil adalah formulir untuk mencatat obat atau alat kesehatan yang diambil dari lemari emergency yang digunakan oleh pasien. Dalam formulir ini tercantum nama, alamat, umur pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis, diagnosa, nama dan jumlah obat yang digunakan per hari dan tanda tangan petugas administrasi farmasi. Pengadaan barang di depo rawat inap berasal dari gudang farmasi, permintaan barang dilakukan setiap hari dengan menggunakan formulir permintaan barang. Setiap
harinya
depo
rawat
inap
akan
membuat
perincian kebutuhan yang diinput ke komputer secara online dengan sistem di gudang farmasi dan selanjutnya permintaan perbekalan farmasi akan disiapkan oleh petugas gudang farmasi. Setelah perbekalan farmasi yang diminta disiapkan, petugas gudang farmasi akan mengkonfirmasi petugas depo farmasi melalui telepon untuk pengambilan barang dan selanjutnya dilakukan serah terima barang antara petugas gudang farmasi dan petugas depo farmasi. Pada saat penerimaan barang, petugas depo farmasi harus mengecek barang yang diminta untuk memastikan kesesuaian jenis atau bentuk sediaan, jumlah, tanggal expired date, kondisi fisik barang dan kekuatan sediaan. Setelah dilakukan verifikasi, secara otomatis maka stok barang yang diminta oleh depo farmasi rawat inap telah menjadi stok di depo rawat inap di dalam sistem. Dengan adanya sistem ini, maka memungkinkan stok obat di depo farmasi dan di sistem sama besarnya (real stock). Namun, hal ini terkadang masih belum berjalan dengan baik, stok di depo farmasi terkadang berbeda dengan stok yang ada di sistem. Salah satu faktor yang mempengaruhi
adalah
kurangnya
SDM
untuk
memantau stok yang ada. Terkadang obat-obat yang sudah digunakan lupa untuk diinput ke sistem. Penyimpanan perbekalan farmasi yang tersedia di depo farmasi ini cukup lengkap dan disusun dengan teratur. Obat dipisahkan antara generik dan non generik, bentuk sediaan dan disusun berdasarkan alfabetis agar memudahkan pengambilan sehingga mempercepat pelayanan. Obat-obat yang memerlukan penyimpanan suhu dingin ditempatkan pada pharmaceutical refrigerator. ObatUniversitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
74
obat mahal dan mudah pecah disimpan di dalam lemari kaca dan terkunci. Hal ini bertujuan agar mencegah hilang atau pecahnya obat. Sediaan nutrisi juga disimpan rapi dan terlindung dari cahaya dengan tujuan untuk menjaga kestabilan sediaan tersebut. Depo
Farmasi
Teratai
memiliki
beberapa unit
lemari
emergency
yang berisi obat dan alat kesehatan life saving. Lemari-lemari ini disediakan di ruang HCU (High Care Unit) lantai 4 Utara, 5 Selatan dan 6 Selatan. Obat dan alkes yang terdapat dalam lemari emergency dapat langsung digunakan tanpa harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Setiap petugas mengambil obat dan alkes dari lemari emergency harus mencatat di lembar insidentil per pasien guna dimasukkan ke dalam tagihan pasien. Isi dari lemari emergency memiliki standar baku. Jumlah obat yang disediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam satu malam. Setiap harinya petugas depo farmasi memiliki tugas untuk mengecek persediaan obat dan alkes dalam lemari emergency, mencatat pasien yang menggunakan dan mengisi kembali jika terdapat kekurangan sesuai dengan standar baku. Selain lemari emergency, depo farmasi juga menyiapkan kit emergency yang disimpan di ruang perawat, dimana yang bertanggung jawab terhadap kit emergency tersebut adalah kepala ruangan (perawat) pada masing-masing ruangan. Kit emergency dilengkapi gembok sekali pakai dengan nomor seri yang ditulis oleh petugas depo farmasi. Depo farmasi rawat inap juga menyediakan paket-paket kebidanan yang digunakan di lantai satu gedung teratai (emergency kebidanan). Paket-paket ini disediakan agar mempercepat pelayanan obat dan alkes sampai kepada pasien tanpa harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Paket-paket ini berisi obat dan alkes yang dibutuhkan untuk pasien yang membutuhkan
tindakan
penanganan yang cepat karena berhubungan dengan nyawa. Terdapat delapan jenis paket yang tersedia antara lain Paket Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Paket Ketuban Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi, Paket Partus Sectio, Paket Abortus Curetage, Paket Haemorogic Post Partum (HPP), Paket PreEklampsia Berat (PEB) dan Paket Partus Normal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
75
Sistem distribusi yang digunakan cukup beragam diantaranya resep individual, floor stock dan dosis unit. Sistem distribusi resep individual adalah sistem order atau resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien melalui perawat ke ruang pasien tersebut. Dalam sistem ini, resep orisinil oleh perawat dikirim ke depo farmasi, kemudian resep diproses sesuai kaidah dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada pasien. Sistem ini diterapkan di lantai tiga untuk pasien anak-anak yang masih mendapatkan puyer dan lantai 2 kebidanan. Selanjutnya, sistem distribusi floor stock merupakan suatu sistem dengan cara kelompok obat tertentu disimpan di ruang perawatan untuk digunakan oleh seluruh pasien, biaya penggunaan obat-obat ini dihitung sebagai biaya perawatan. Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat penggunaan umum yang terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh TFT dan IFRS yang tersedia di ruang perawat, seperti kapas, alkohol, masker. Apoteker bertanggung jawab dan bekerja sama dengan
bidang
keperawatan
untuk menyediakan obat dan meningkatkan
pelayanan. Sistem distribusi terakhir adalah sistem distribusi dosis unit, yaitu sistem distribusi obat yang diresepkan oleh dokter untuk penderita selama 24 jam atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Untuk penyediaan dosis unit, satu petugas depo farmasi bertanggung jawab terhadap sejumlah pasien yang dirawat pada bagian utara dan selatan Teratai di tiap lantai yang menerapkan sistem ini. Proses penyiapan dosis unit oleh petugas dimulai dari pagi hari, dimulai dari pemilahan obat, penyiapan obat ke dalam kemasan dosis unit, pengecekan kembali hingga peletakkan di dalam trolley dosis unit sesuai dengan nama pasien. Selanjutnya, sore hari pukul 15.00 petugas depo farmasi yang bertanggung jawab mengantarkan obat dengan menggunakan trolley dosis unit ke ruangan perawat untuk selanjutnya dilakukan serah terima dan dilakukan pengecekan kembali. Hal ini sangat efektif untuk memastikan bahwa obat yang diterima oleh pasien adalah obat yang sesuai dengan yang diresepkan dan tidak ada duplikasi obat. Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya dengan depo-depo farmasi lainnya, diantaranya adalah laporan analisa penjualan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
76
laporan tagihan pasien, laporan pemakaian obat-obat narkotika dan psikotropika, laporan penulisan resep obat generik dan non generik, laporan medication error dan stok opname setiap 3 bulan. 7) Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI) Pasien-pasien yang masuk Instalasi Gawat Darurat dipilih atau dipisahkan sesuai kondisi dan tingkat keparahan pasien. Pasien yang butuh penanganan segera atau dalam kondisi parah akan masuk ruangan resusitasi untuk mendapatkan tindakan medis sesuai yang dibutuhkan pasien. Pasien yang membutuhkan tindakan bedah akan di bawa ke ruang P2 atau ruang kuning. Pasien yang masuk ruang triase tidak mendapat tindakan apapun dan hanya diperiksa tanda-tanda vital dari pasien tersebut. Pasien yang masuk ruang Intermediate Ward (IW) merupakan pasien rawat inap yang mengantri kamar di gedung rawat inap. Pendistribusian obat untuk pasien-pasien rawat inap dilakukan dengan sistem unit dose, sedangkan pasien rawat jalan pendistribusiannya dilakukan dengan sistem individual prescription. Di instalasi gawat darurat terdapat lemari emergency yang selalu diperiksa setiap pergantian shift sebanyak tiga kali sehari, sedangkan di ruang rawat inap seperti ruang ICU, NICU, PICU lemari emergency hanya diperiksa satu kali sehari. Lemari emergency diperiksa jumlahnya dan siapa yang menggunakan obat tersebut pada lembar insidentil. Jika terjadi ketidaksesuaian antara jumlah obat yang tersisa di lemari emergency dengan yang terdapat pada lembar insidentil maka petugas depo farmasi akan mencatatnya dan mengkonfirmasikan hal tersebut kepada perawat. Alur permintaan obat dan alat kesehatan di depo IGD dimulai dengan pasien masuk IGD, kemudian pasien ditempatkan di ruang sesuai kondisi pasien. Pasien yang masuk ruang P2 akan mendapat paket yang berisi obat maupun alat kesehatan ke depo farmasi IGD. Pasien yang masuk ruang resusitasi akan mendapatkan paket yang telah ada di ruang resusitasi tersebut melalui perawat. Perawat akan mencatat nama pasien yang menggunakan paket tersebut. Barang dalam paket yang tidak digunakan oleh pasien akan dikembalikan ke depo farmasi IGD dan dibuat rincian penagihan untuk obat dan alat yang telah dipakai oleh pasien. 8) Depo Instalasi Bedah Sentral Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
77
Lemari emergensi hanya terdapat di OK Cito karena operasi bersifat segera dan depo farmasi berada di lantai 2. Permintaan obat dan alat kesehatan antara penata anestesi dan penata bedah dibedakan untuk mempermudah pendistribusian keperluan setiap penata. Pada saat perincian biaya, permintaan obat dan alat kesehatan penata anestesi dan bedah akan digabungkan. Obat di Depo Instalasi Bedah Sentral disimpan pada lemari yang terpisah dari alat kesehatan, namun obat tidak disusun sesuai abjad. Menurut ketentuan yang berlaku, obat seharusnya disusun sesuai abjad untuk mempermudah pengambilan saat diperlukan. Obat tidak disusun sesuai abjad karena fasilitas lemari penyimpanan yang sempit. Obat yang memerlukan suhu dingin disimpan di pharmaceutical refrigerator yang dilengkapi dengan monitor suhu. 9) PIO RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call dengan nomor 1382. Berbagai bentuk kegiatan pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi telah dilakukan di
RSUP
Fatmawati.
Pertanyaan - pertanyaan
yang diajukan meliputi
pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga, efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi, farmakokinetik, farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Pertanyaan terbanyak adalah mengenai dosis obat. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi atau efek samping obat yang pernah dialami pasien. Literatur yang digunakan di pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati adalah literatur tersier, paling banyak menggunakan DIH (Drug Information Handbook). Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga dilakukan dokumentasi yang bertujuan untuk: a) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
78
b) Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa. c) Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya. d) Sebagai media pelatihan tenaga farmasi. e) Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan pelayanan. f) Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan informasi obat. Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat mencakup penilaian atau pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012 sempat terjadi penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam). Berdasarkan hasil perhitungan pada bulan September 2013, sebanyak 69,23 % pertanyaan dapat dijawab dalam waktu < 1 jam. Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to date), tidak ada jaringan internet untuk mengupdate informasi maupun literatur, apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah pertanyaan yang masih sedikit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh setelah melakukan praktek kerja profesi Apoteker di RSUP Fatmawati adalah: a. Peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Fatmawati adalah melakukan kegiatan pengelolaan
perbekalan
farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan perbekalan farmasi m erupakan suat u si kl us, dimulai dari proses perencanaan, pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian dengan menggunakan sistem satu pintu. b. Peran dan fungsi Apoteker dalam kegiatan farmasi klinik di RSUP Fatmawati yang bersifat profesional antara lain melakukan visite pasien, monitoring atau review penggunaan obat, monitoring efek samping obat, pemberian dan edukasi bagi staf farmasi. c. Kegiatan PKPA di RSUP Fatmawati memberikan wadah bagi calon apoteker untuk dapat mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah diperoleh sebelumnya. 5.2 Saran Kegiatan kefarmasian yang dilakukan di RSUP Fatmawati sudah berjalan baik, namun untuk mempertahankan kinerja serta meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian maka penulis menyarankan beberapa upaya berikut : a. Untuk meringankan dan memperjelas pembagian kegiatan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati, sebaiknya Wakil Kepala Instalasi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: Waka IFRS Pelayanan, Waka IFRS Perbekalan dan Waka IFRS Farmasi Klinik. b. Untuk mempermudah proses pelaporan pemakaian Narkotik dan Psikotropik, maka IFRS dapat melakukan secara online sebagaimana yang telah diterapkan pada fasilitas pelayanan lain.
79
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
c. Pelaporan psikotropik hendaknya dilakukan setiap satu bulan sekali bersamaan dengan pelaporan narkotik, hal ini dilakukan untuk menjamin data yang dilaporkan tersebut. d. Sebaiknya penyimpanan produk hasil produksi disimpan di gudang Farmasi, untuk mempermudah akses distribusi dan memaksimalkan ruang produksi hanya untuk kegiatan produksi saja. e. Untuk rekonstisusi obat yang memerlukan kondisi steril, setelah pengamatan kami menyarankan agar perlu dilakukan monitoring lingkungan pada saat dilakukan rekonstitusi. f. Untuk menunjang kegiatan farmasi klinik, maka perlu diaktifkan kembali kegiatan konseling (tanpa harus diminta oleh pasien, apoteker harus berperan aktif dalam menentukan pasien yang membutuhkan konseling). g. Untuk depo rawat jalan, beri Label LASA pada obat-obat LASA yang belum dilengkapi penanda untuk meminimalisir kesalahan dalam pengambilan obat, simpan obat keras di depo bagian dalam atau bagian yang tidak terjangkau dengan konsumen, dan sediakan lemari psikotropik terpisah. h. Untuk depo IBS, sebaiknya ditempatkan seorang apoteker sebagai penyelia depo IBS. i. Hasil dari tugas yang di berikan kepada para peserta PKPA di RSUP Fatmawati sangat baik dijadikan acuan atau evaluasi dari kegiatan pelayanan kefarmasian
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Daris, Azwar. (2012). Pengantar Hukum dan Etika Farmasi. Tangerang : Duwo Okta. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2006) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. (2009). Pedoman Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta PT. Askes (Persero) dan Anggota Keluarganya di Puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat, dan Rumah Sakit Daerah. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta : Sekretariat Negara RI. PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia. (2004). Pedoman Bagi Peserta Askes Sosial. Jakarta : PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia. RSUP
Fatmawati. (2012a). Keputusan Direktur Utama No. HK. 03.05/II.1/1686/2012 (025/FAR) tentang Standar Prosedur Operasional Hak Akses Sistem Informasi Farmasi. Jakarta : RSUP Fatmawati.
RSUP
Fatmawati. (2012b). Keputusan Direktur Utama No. HK. 03.05/II.1/779/2012 tentang Penyimpanan Narkotika Dan Psikotropika. Jakarta: RSUP Fatmawati.
RSUP
Fatmawati. (2012c). Keputusan Direktur Utama No. HK. 03.05/II.1/1612/2012 (025/FAR) tentang Standar Prosedur Operasional Tata Cara Persuratan, Pelaporan, Pengarsipan di Instalasi Farmasi. Jakarta : RSUP Fatmawati.
81
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
RSUP
Fatmawati. (2013) Diunduh dari http://www.fatmawatihospital.com/konten/details/profil#sejarahsingkat. Pada : 28 Oktober 2013 Pukul 22.00 WIB.
Siregar, Charles J.P. (2003). Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Terapan. Jakarta : EGC
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
2
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
85
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
86
Lampiran 3. Alur Pengkajian Resep
UniversitasIndonesia Indonesia Universitas
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
87
Lampiran 4. Alur Pemantauan Efek Samping Obat
Universitas Indonesia Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
88
Lampiran 5. Alur Kegiatan Pemantauan Interaksi Obat
Universitas Indonesia Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
89
Lampiran 6. Alur Penyimpanan Resep dan Arsip (surat masuk, surat keluar, SK, Laporan-laporan dan arsip Kepegawaian)
Resep
Arsip
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
90
Lampiran 7. Alur Pemusnahan Resep dan Arsip
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 8. Alur Pengadaan Perbekalan Farmas
91
Universitas Indonesia Universitas Indonesia Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 9. Alur Penerimaan Perbekalan Farmasi oleh Tim Penerima
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 10. Alur Masuk ke Ruang Produksi Aseptik
Universitas Indonesia Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 11. Alur Pelayanan Obat Sitostatika Rawat Jalan dan Rawat Inap
Rawat Jalan
Rawat Inap
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 12. Prosedur Penyiapan Obat Rawat Jalan Secara Individual Prescription
2
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
96
Lampiran 13. Alur Pelayanan Resep di Depo Askes
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
97
Lampiran 14. Alur Distribusi Obat Secara Dosis Unit di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
98
Universitas Indonesia Instalasi Bedah Lampiran 15. Alur Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan di Depo
Sentral OK Cito
OK Elektif
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
99
Lampiran 16. Alur Program Pelayanan Informasi Obat
User (pasien/lainnya) Menyampaikan pertanyaan secara lisan/tertulis
Apoteker 1. Menerima pertanyaan 2. Penilaian penanya dan pertanyaan sesungguhnya
Tidak
1. 2. 3. 4.
Ya
Apoteker Pencatatan pertanyaan pada formulir pelayanan informasi obat. Penelusuran jawaban atas pertanyaan dalam literatur. Penyusunan jawaban dalam formulir pelayanan informasi obat. Penyampaian jawaban kepada user.
User 1. Menerima jawaban pertanyaan 2. Memberi respon atas informasi yang telah diberikan Tidak Ya Selesai
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PENILAIAN KESESUAIAN TERAPI PASIEN RAWAT INAP TERATAI LANTAI VI SELATAN RSUP FATMAWATI
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NENDEN NURHASANAH, S. Farm. 1206329871
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR TABEL .........................................................................................
i ii iii iv
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1.2 Tujuan ...........................................................................................
1 1 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2.1 Penilaian Kesesuaian Terapi ....................................................... 2.2 Sumber Pengkajian dan Penilaian Terapi ................................... 2.2.1 Pengumpulan Data Dasar (Database) Pasien .................... 2.2.2 Melakukan penilaian terapi................................................ 2.3 Stroke .......................................................................................... 2.3.1 Gambaran Umum .............................................................. 2.3.2 Terapi ................................................................................. 2.4 Hipertensi .................................................................................... 2.4.1 Gambaran Umum............................................................... 2.4.2 Terapi ................................................................................. 2.5 Dislipidemia ................................................................................ 2.5.1 Gambaran Umum............................................................... 2.5.2 Terapi ................................................................................. 2.6 Diabetes Mellitus ........................................................................ 2.6.1 Gambaran Umum............................................................... 2.6.2 Terapi Farmakologi ........................................................... 2.6.2.1 Oral ........................................................................ 2.6.2.2 Suntikan ................................................................. 2.6.3 Terapi Kombinasi ..............................................................
3 3 3 3 4 8 8 9 10 10 10 11 11 12 13 13 14 14 15 15
BAB 3 METODE PENGKAJIAN ............................................................... 3.1 Metode Pengkajian ...................................................................... 3.2 Lokasi dan Waktu Pengkajian ..................................................... BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ DAFTAR ACUAN .......................................................................................
16 16 16 17 37 38
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Stroke iskemik ............................................................................
22
Gambar. 4.2 Algoritma terapi hipertensi ........................................................
25
Gambar. 4.3 Indikasi untuk golongan obat secara individual .......................
25
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan laboratorium Ny.DN........................................... 17 Tabel 4.2 Hasil pengukuran tekanan darah Ny.DN..........................................
17
Tabel 4.3 Rekomendasi farmakoterapi stroke iskemik.....................................
24
Tabel 4.4 Efek langsung anti diabetik pada pasien diabetes tipe 2 yang memiliki faktor resiko kardiovaskuler.................................... Tabel 4.5 Terapi pasien Ny.DN .......................................................................
26 26
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penggunaan obat
yang rasional mengharuskan pasien menerima
pengobatan serta dosis yang sesuai dengan kebutuhan klinisnya masing-masing, pada periode waktu yang cukup (adekuat) serta biaya pengobatan yang rasional (seminimal mungkin) (WHO, 1987). Peresepan yang tidak rasional merupakan masalah global. Kebiasaan peresepan tersebut akan mengarah kepada pengobatan yang tidak aman dan tidak efektif, memperburuk atau memperpanjang keadaan sakit, menyusahkan dan membahayakan pasien (Desalegn, 2013). Pemantauan terapi obat merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan pemantauan terapi obat adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko ROTD (Reaksi Obat yan Tidak Diinginkan). Salah satu tahap dari proses pemantauan obat yaitu penilaian atau seleksi terapi obat yang bertujuan untuk menjamin semua terapi obat terindikasi, efektif dan aman serta mengidentifikasi masalah terapi obat. (Siregar, 2004). Untuk menilai kesesuaian dan efektivitas terapi maka hasil pemeriksaan laboratorium merupakan informasi yang berharga untuk membedakan diagnosis, mengkonfirmasi diagnosis, menilai status klinik pasien, mengevaluasi efektivitas terapi dan munculnya reaksi obat yang tidak diinginkan (KEMENKES RI, 2011). Salah satu metode sistematis yang dapat digunakan untuk menilai kesesuaian terapi adalah metode Subjective Objective Assessment Planning (SOAP) (DEPKES RI, 2009). Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Cilandak merupakan rumah sakit yang
menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
secara
paripurna
dengan
tersedianya pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat serta menjadi rujukan Unit Pelayanan Kesehatan lainnya. Informasi yang didapat dari bagian Penelitian dan Pengembangan RSUP Fatmawati bulan Juli 2013, salah satu dari 10 kondisi klinis pasien rawat inap terbesar yaitu pasien dengan penyakit serebrovaskular.
1
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Stroke merupakan salah satu jenis penyakit serebrovaskular. Stroke dapat terjadi sekunder akibat adanya kelainan jantung dan sirkulasi demikian pula sebaliknya stroke dapat menyebabkan kelainan jantung dan sirkulasi. Faktor resiko stroke antara lain yaitu hipertensi, diabetes, hiperlipidemik, rokok, ras, umur dan riwayat keluarga (Jauch, 2013). Pasien rawat inap yang menderita penyakit serebrovaskular biasanya dirawat di IRNA Teratai lantai VI Selatan RSUP Fatmawati yang menangani kebanyakan kasus penyakit serebrovaskular dan kardiovaskular. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kesesuaian terapi pada pasien di IRNA Teratai lantai VI Selatan RSUP Fatmawati.
1.2 Tujuan Mengkaji kesesuaian terapi pasien rawat inap dengan ganggunan serebrovaskular dan kardiovaskular yang dirawat di IRNA Teratai lantai VI Selatan RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penilaian Kesesuaian Terapi Pemantauan terapi obat merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Pemantauan terapi obat merupakan salah satu bentuk dari pelayanan farmasi klinik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Tujuan pemantauan terapi obat adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko ROTD (Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan). Salah satu tahap dari proses pemantauan obat yaitu penilaian atau seleksi terapi obat yang bertujuan untuk menjamin semua terapi obat terindikasi, efektif dan aman serta mengidentifikasi masalah terapi obat (Siregar, 2004). Terapi obat modern berperan penting dalam memperbaiki kesehatan dengan cara meningkatkan kualitas hidup dan dengan memperpanjang harapan hidup. Kemajuan teknologi telah memungkinkan munculnya banyak senyawa unik untuk mencegah dan mengobati penyakit (Cipolle, 2004). Cakupan penilaian kesesuaian terapi obat adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009): a. Kesesuaian terapi dan regimen obat pasien b. Kesesuaian penggunaan obat (rute, dosis, jadwal) c. Interaksi obat-obat, obat-makanan, obat-uji laboratorium, atau obat-penyakit d. Data laboratorium klinik dan farmakokinetik untuk mengevaluasi efikasi terapi obat serta untuk mengantisipasi efek samping, toksisitas atau efek merugikan e. Tanda fisik dan gejala klinik yang relevan dengan terapi obat pasien.
2.2 Sumber Pengkajian dan Pemilihan Terapi 2.2.1
Pengumpulan Data Dasar (Database) Pasien Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses pemantauan
terapi obat. Informasi yang dikumpulkan dan digunakan sebagai bertujuan untuk mencegah, mendeteksi, memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat. Data dasar yang dikumpulkan yaitu demografi, riwayat medis pasien, terapi obat, hasil 3 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
4
laboratorium klinis serta kebiasaan (sosial) pasien sehari-hari (Departemen Kesehatan, 2006). Data dasar tersebut dapat diperoleh dari rekam medik, profil pengobatan pasien/ pencatatan penggunaan obat, wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Profil pengobatan pasien di rumah sakit dapat diperoleh dari catatan pemberian obat oleh perawat dan kartu/formulir penggunaan obat oleh tenaga farmasi. Untuk menilai kesesuaian terapi obat, apoteker perlu memiliki pengetahuan tentang bagaimana menginterpretasikan hasil uji laboratorium terkait kondisi pasien serta menganalisis data klinik pasien terkait penggunaan obat. Kompetensi interpretasi data laboratorium sangat mendukung peran apoteker ruang rawat. Dalam prakteknya, kemampuan ini akan memudahkan apoteker untuk melakukan pengkajian penggunaan obat secara aktif dan berdiskusi dengan profesi kesehatan lain tentang terapi obat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
2.2.2 Melakukan penilaian terapi Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya masalah terkait. Data dasar pasien harus dinilai untuk melihat adanya masalah yang berkaitan dengan obat seperti (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006) : a. Adanya obat-obat tanpa indikasi b. Kondisi medis tetapi tidak ada obat yang diresepkan c. Pilihan obat tidak cocok untuk kondisi medis tertentu. d. Dosis, bentuk sediaan, jadwal minum obat, rute pemberian atau metoda pemberian kurang cocok. e. Duplikasi terapeutik dan polifarmasi. f. Pasien alergi dengan obat yang diresepkan. Harus dilihat apakah pasien dapat metoleransi reaksi efek samping atau obat harus diganti. g. Adanya interaksi: obat-obat, obat-penyakit, obat-nutrien, obat-tes laboratorium yang potensial dan aktual dan bermakna secara klinis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
5
Keberhasilan dicapai ketika hasil pengukuran parameter klinis sesuai dengan sasaran terapi yang telah ditetapkan. Apabila hal tersebut tidak tercapai, maka dapat dikatakan mengalami kegagalan mencapai sasaran terapi. Penyebab kegagalan tersebut antara lain: kegagalan menerima terapi, perubahan fisiologis/ kondisi pasien, perubahan terapi pasien, dan gagal terapi. Salah satu metode sistematis yang dapat digunakan dalam penilaian terapi obat adalah Subjective Objective Assessment Planning (SOAP) (DEPKES RI, 2009). Metode ini digunakan dalam rangkaian pemantauan terapi terdiri dari empat bagian yaitu (Cipolle, 2004): a. S : Subjective Data subyektif adalah gejala yang dikeluhkan oleh pasien contohnya “Saya merasa kembung” atau “Saya terbangun karena batuk yang tidak berhenti”. Keluhan utama atau chief complaint merupakan pernyataan singkat mengenai alasan mengapa pasien datang ke rumah sakit atau mendatangi dokter, yang dinyatakan menggunakan kata‐kata pasien sendiri. Agar dapat menyatakan seakurat mungkin gejala (symptoms) pasien, maka tidak digunakan istilah dan diagnosis medis (Cipolle, 2004). Setelah keluhan lalu dilanjutkan dengan mendapatkan informasi seperti tentang riwayat-riwayat seperti (Schwinghammer, 2005) : 1) Riwayat penyakit sekarang (history of present illness/HPI) HPI merupakan keterangan deskriptif gejala (symptoms) pasien yang lebih lengkap. Biasanya mencakup: a) Waktu/tanggal awitan (onset/mulai timbul/dirasakan) gejala b) Lokasi (precise location) c) Sifat, kegawatan/tingkat keparahan (severity), dan lama/periode awitan gejala d) Ada tidaknya perburukan (eksaserbasi) dan perbaikan (remisi) kondisi e) Efek dari terapi yang diberikan f) Hubungan antara gejala lain jika ada, fungsi tubuh, atau aktivitas (misalnya aktivitas, makan). g) Tingkat gangguan terhadap aktivitas sehari‐hari.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
6
2) Riwayat penyakit dahulu (past medical history/PMH) PMH meliputi penyakit serius, prosedur tindakan (misalnya bedah), dan jejas (injury) yang dialami pasien sebelumnya. 3) Riwayat penyakit keluarga (family history/FH) Riwayat keluarga meliputi usia dan kesehatan orangtua pasien, saudara kandung dan anak‐anak. Untuk keluarga yang telah meninggal, usia dan sebab kematian dicantumkan. Terutama, penyakit menurun dan resiko/kecenderungan (misalnya diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, keganasan/kanker, arthritis rematik, obesitas). 4) Riwayat sosial (social history/SH) Riwayat sosial meliputi karakteristik pasien dan faktor lingkungan dan kebiasaan yang berperan pada perkembangan penyakit. Termasuk di sini status perkawinan, jumlah anak, latarbelakang pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, hobi, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan obat lain. 5) Riwayat pengobatan (medical history/Meds) Riwayat pengobatan mencakup dokumentasi akurat obat‐obat yang dipakai oleh pasien saat ini baik yang diresepkan maupun digunakan tanpa resep. 6) Alergi (All) Alergi terhadap obat, makanan, hewan peliharaan dan faktor lingkungan (misalnya rumput, debu, serbuk sari bunga) juga dicantumkan. Deskripsi akurat mengenai reaksi alergi yang timbul juga dicantumkan. Juga harus diperhatikan apakah reaksi yang timbul merupakan efek samping obat (“upset stomach”) ataukah merupakan reaksi alergi yang sesungguhnya (“hives”). 7) Tinjauan sistem organ (review of systems/ROS) Pada tinjauan sistem organ, pemeriksa (examiner) bertanya kepada pasien mengenai adanya gejala yang berkaitan dengan setiap sistem (organ) tubuh. Pada kebanyakan kasus, hanya temuan positif dan negatif yang relevan yang dicatat. Pada ROS yang lengkap, sistem organ tubuh didaftar mulai dari kepala sampai kaki dan dapat termasuk di dalamnya kulit, kepala, mata, telinga, mulut dan tenggorokan, leher, kardiovaskular, pernafasan/respirasi, gastrointestinal, genitourinari, endokrin, muskuloskeletal, dan sistem neuropsikiatri. Tujuan ROS adalah untuk mengevaluasi status setiap sistem oragan tubuh dan untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
7
mencegah pengabaian informasi yang penting. Informasi yang sudah tercantum pada HPI tidak diulang pada ROS (Schwinghammer, 2005). b. O: Objective Data obyektif adalah tanda/gejala yang terukur oleh tenaga kesehatan. Tanda-tanda obyektif mencakup tanda vital (tekanan darah, suhu tubuh, denyut nadi, kecepatan pernafasan), hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik (Cipolle, 2004). 1) Pemeriksaan fisik Prosedur yang dilakukan selama pemeriksaan fisik bervariasi tergantung pada keluhan utama dan riwayat kesehatan pasien. Pada beberapa klinik, mungkin hanya dilakukan beberapa pemeriksaan fisik tertentu. Pada klinik psikiatri, misalnya, pemeriksaan lebih ditekankan pada jenis dan keparahan gejala dan tidak terlalu pada pemeriksaan fisik. Dianjurkan untuk merujuk pada buku teks yang relevan untuk mengerti prosedur khusus yang dilakukan untuk tiap sistem organ (Schwinghammer, 2005). 2) Hasil laboratorium klinik Hasil uji laboratorium dicantumkan pada hampir semua kasus. Nilai/rentang rujukan dapat berbeda‐beda pada setiap laboratorium. Pada situasi yang sebenarnya, selalu gunakan nilai/ rentang rujukan setiap laboratorium lembaga/institusi yang terkait. Semua kasus mencantumkan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium dalam batasan normal. Hasil laboratorium pada presentasi kasus dinyatakan seperti pernyataan yang tercantum pada hasil laboratorium yang sebenarnya (dan bukan pernyataan sederhana seperti “pemeriksaan jantung dan sodium serum normal”) untuk menggambarkan apa yang akan ditemui pada situasi pada praktek di klinik. Menunjukkan hasil‐hasil pemeriksaan baik yang normal maupun abnormal akan memacu mahasiswa untuk dapat menilai seluruh data lengkap dan mengidentifikasi informasi mana yang penting dan relevan (Schwinghammer, 2005). c. A : Assessment Apoteker menganalisis dan menyatukan informasi yang didapat dari S dan O untuk menilai keberhasilan terapi, meminimalkan efek yang tidak dikehendaki dan kemungkinan adanya masalah baru terkait obat (Cipolle, 2004). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
8
d. P : Planning Apoteker menyusun rencana terkait tiap permasalahan yang dialami pasien, menetapkan langkah untuk mencapai sasaran yang diharapkan dari terapi. Setelah semua informasi penting yang relevan diperoleh dan masalah teridentifikasi, langkah berikutnya adalah menentukan tujuan khusus dari farmakoterapi. Luaran/hasil terapi primer meliputi (Schwinghammer, 2005): 1) Menyembuhkan penyakit (misalnya infeksi bakteri) 2) Mengurangi atau meredakan gejala (misalnya rasa nyeri pada kanker) 3) Menghentikan atau memperlambat progresi penyakit (misalnya rheumatoid arthritis, infeksi HIV) 4) Mencegah penyakit atau timbulnya gejala (misalnya penyakit jantung koroner). Hasil farmakoterapi lain yang penting termasuk: 1) Tidak menimbulkan komplikasi atau memperparah penyakit lain yang diderita pasien 2) Menghindari atau meminimalkan efek samping terapi 3) Menyediakan terapi yang cost‐effective 4) Menjaga/mempertahankan kualitas hidup pasien Sumber informasi untuk melakukan langkah ini adalah pasien atau keluarga pasien, dokter pasien atau profesional kesehatan lain, rekam medik dan buku teks Farmakoterapi atau pustaka rujukan lainnya. Setiap sasaran (peningkatan yang diharapkan) dinyatakan pada kondisi yang dapat terukur (Cipolle, 2004). Setelah melakukan rangkaian SOAP, maka apoteker dapat mengambil kesimpulan tentang penilaian kesesuaian terapi berdasarkan acuan atau guideline terkait kondisi pasien.
2.3 Stroke 2.3.1
Gambaran umum Istilah stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson, 2002). Stroke adalah penurunan sistem syaraf utama secara tiba-tiba ynag berlangsung selama Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
9
24 jam dan diperkirakan berasal dari pembuluh darah. (ISFI, 2008). Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya seperti stroke iskemik (88% ) dan stroke hemoragik (12%) (Dipiro, 2008). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain: umur, jenis kelamin, ras, suku, keturunan. Faktor resiko berpotensi yang dapat dimodifikasi ialah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi arteri, stenosis mitral, pembesaran atrium kiri, struktur abnormal seperti aneurism septal atrium, penyakit miokard), trancient ischemic attacks (TIA), diabetes, hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, narkoba ( kokain, heroin, amfetamin, LSD, dan lain-lain), gaya hidup (obesitas, fisik tidak aktif, diet, stress emosional), kontrasepsi oral,dan lain-lain. 2.3.2
Terapi farmakologi Tujuan pengobatan stroke akut adalah (ISFI, 2008):
a. Mengurangi luka sistem syarafyang sedang berlangsung dan menurunkan kematian dan cacat jangka panjang. b. Mencegah komplikasi sekunder untuk imobilitas dan disfungsi sistem syaraf c. Mencegah berulangnya stroke. Obat-obat untuk penanganan stroke yaitu (ISFI, 2008) : a. Anti koagulan Anti koagulan ada yang bekerja secara tidak langsung dan secara langsung. Yang bekerja secara langsung contohnya heparin, heparinoid, danaparoid, hirudin, lepirudin, desirudin. Penggunaan terapi ditujukkan untuk profilaksis trombosis vena, terapi infark miokard dan serangan serebrovaskuler, trombosis permukaan, tromboflebitis dan hematoma permukaan. b. Penghambat agregasi trombosit Mekanisme kerja dari masing-masing obat golongan ini bermacammacam. Contohnya antara lain asam asetil salisilat, dipiridamol, tiklopidin, klopidogrel, absiksimab dan tirofiban. c. Fibrinolitik Obat golongan ini membuka kembali pembuluh darah yang tersumbat oleh berbagai sebab dan lokasi, misalnya emboli paru-paru, infark miokard akut, trombosis vena, serta serangan serebral embolik. Contoh macam obat dari
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
10
golongan ini yaitu tPA (Aktivator plasminogen jaringan), streptokinase dan urokinase.
2.4 Hipertensi 2.4.1
Gambaran umum Hipertensi merupakan kondisi medis yang heterogen. Pada kebanyakan
pasien, penyebab hipertensi belum diketahui secara pasti, sedangkan sebagian pasien lainnya dapat diidentifikasi penyebab terjadinya hipertensi. Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat di bagi atas hipertensi esensial dan hipertensi sekunder (Dipiro, 2008). Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Hipertensi merupakan
salah
satu
faktor
risiko
utama
gangguan
jantung.
Selain
mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular. Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Ini merupakan status klinis yang banyak ditemui pada pasien rawat inap RSUP Fatmawati. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.
2.4.2
Terapi farmakologi Obat-obat yang paling berguna adalah diuretik, penghambat enzim
konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis kalsium (CCB). Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat. Yang harus diperhatikan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
11
adalah resiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia (Semchuk, 2003).
2.5 Dislipidemia 2.5.1 Gambaran umum Kolesterol, trigliserida dan fosfolipid merupakan jenis lemak yang terdapat dalam tubuh yang diangkut sebagai kompleks lipoprotein yang terdiri dari lemak dan protein (apolipoprotein) (Dipiro, 1997). Hiperlipidemia atau dislipidemia adalah peningkatan salah satu atau lebih kolesterol, kolesterol ester, fosfolipid, atau trigliserid. Ketidaknormalan lipid plasma dapat menyebabkan pengaruh yang buruk terhadap koroner, serebrovaskular dan penyakit pembuluh arteri perifer (ISFI, 2008). Secara etiologi, dislipidemia dibagi menjadi dua kategori yaitu dislipidemia primer dan dislipidemia sekunder. Dislipidemia Primer merupakan dislipidemia yang disebabkan karena kelainan genetik. Adapun yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain (Walker, 2002) : a. Hiperkolesterolemia poligenik b. Hiperkolesterolemia familial c. Dislipidemia remnan d. Hiperlipidemia kombinasi familial e. Sindroma kilomikron f. Hipertrigliseridemia familial Sedangkan dislipidemia sekunder adalah dislipidemia yang disebabkan oleh penyakit atau keadaan lain misalnya penggunaan obat-obatan. Adapun beberapa penyakit atau keadaan yang dapat menyebabkan hiperlipidemia sekunder antara lain (Walker, 2002): a. Diabetes melitus b. Gagal ginjal kronis c. Sindroma nefrotik d. Hipotiroidisme e. Alkoholisme f. Kholestasis Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
12
g. Gangguan hati h. Obesitas i. Obat-obatan 2.5.2 Terapi farmakologi Tujuan terapi yang ingin dicapai dalam pengobatan adalah penurunan kolesterol total dan LDL untuk mengurangi resiko pertama dan berulang dari infark miokard, angina, gagal jantung, stroke iskemik atau kejadian lain pada penyakit arterial perifer (ISFI, 2008). 2.5.2.1 Resin asam empedu Kerja utama dari resin asam empedu adalah mengikat asam empedu dalam lumen saluran cerna, dengan mekanisme mengganggu stimulasi terhadap sirkulasi enterohepatik asam empedu sehingga akan menurunkan penyimpanan asam empedu yang meransang hepatik sintesis asam empedu dari kolesterol. Dengan berkurangnya penyimpanan kolesterol maka akan meningkatkan biosintesis kolesterol dan sejumlah reseptor LDL pada membran hepatosit yang akan menstimulasi katabolisme dari plasma sehingga akan menurunkan kadar LDL. Contoh obat yang beredar yaitu kolesteramin, kolestipol (ISFI, 2008). 2.5.2.2 Niasin Niasin atau asam nikotinat mengurangi sintesis hepatik VLDL yang akan mengarah pada pengurangan sisntesis LDL. Niasin juga meningkatkan HDL dengan mengurangi katabolismenya (ISFI, 2008). . 2.5.2.3 Inhibitor HMG CoA (3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim) Reduktase Yang termasuk golongan obat ini yaitu atorvastatin, fluvastatin, lovastatin, pravastatin, rosuvastatin, simvastatin. Golongan obat ini bekerja dengan cara menghambat HMG CoA reduktase, mengganggu konversi HMG CoA reduktase menjadi mevalonat (senyawa yang berperan dalam biosintesis kolesterol) sehingga akan mengurangi sintesis LDL dan meningkatkan katabolisme LDL (ISFI, 2008). 2.5.2.4 Asam fibrat Yang termasuk golongan obat ini yaitu gemfibrozil, fenofibrat, klofibrat. Golongan obat ini berperan dalam penurunan VLDL. Gemfibrozil misalnya, akan meningkatkan kecepatan pemindahan lipoprotein kaya trigliserida dari plasma Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
13
karena perannya dalam mengurangi sistesis VLDL khususnya apolipoprotein B (ISFI, 2008). 2.5.2.5 Ezetimibe Obat ini bekerja dengan cara mengganggu absorpsi kolesterol dari membran fili saluran cerna (ISFI, 2008). 2.5.2.6 Suplementasi minyak ikan Zat ini mampu meningkatkan kolesterol HDL, menguragi kolesterol, trigliserid, LDL dan VLDL. Minyak ikan mengandung omega-3 yang dapat ditemukan dalam makanan ataupun suplemen yang banyak beredar di pasaran.
2.6 Diabetes Melitus 2.6.1
Gambaran umum Diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak dapat diobati
oleh obat, sehingga tujuan terapi untuk penyakit tersebut adalah mengurangi atau menghilangkan gejala, menormalkan nilai-nilai parameter serta memperlambat progres penyakit (PERKENI, 2011). Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang dikarakterisasi (ditandai) dengan hiperglikemia. Keadaan ini berhubungan dengan keadaan abnormal dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta menyebabkan komplikasi kronis termasuk gangguan mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropatik (Dipiro, 2008). Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi metabolik diabetes (Price, 2002). Pasien diabetes diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu diabetes tipe 1 karena defisiensi absolut insulin dan diabetes tipe 2 karena resistensi insulin disertai kompensasi peningkatan sekresi insulin yang tidak mencukupi (Dipiro, 2008). Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah DM tipe 2, yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin. Kasus DM tipe 1 yang mempunyai latar belakang kelainan berupa kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun tidak begitu banyak ditemukan di Indonesia (PERKENI, 2011).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
14
2.6.2 Terapi farmakologi Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan (PERKENI, 2011) : 2.6.2.1 Hipoglikemik Oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan antara lain: a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonilurea dan glinid. 1) Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. 2) Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. b. Sensitivitas terhadap Insulin Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Contohnya: Tiazolidindion. c. Penghambat glukoneogenesis Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk, contohnya Metformin. Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut. d. Penghambat Absorpsi Glukosa/ Penghambat Glukosidase Alfa. Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan, contohnya
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
15
Acarbose. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens. e. DPP-IV (Enzim Dipeptidylpeptidase-4) Inhibitor Obat ini dapat merangsang pelepasan insulin serta menghambat pelepasan glukagon.
2.6.2.2 Suntikan Insulin diperlukan pada keadaan penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal, stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat dan pasien yang kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: a. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) b. Insulin kerja pendek (short acting insulin) c. Insulin kerja menengah (intermediate acting in) d. Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
2.6.3
Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 3 METODE PENGKAJIAN
3.1 Metode Pengkajian Untuk menyusun tugas khusus ini metode yang digunakan adalah metode pengkajian kesesuaian terapi pasien dengan mengacu pada literatur (pedoman atau guideline). Langkah-langkah yang dilakukan yaitu pencatatan resep, interpretasi data klinis dan pengkajian berdasarkan acuan terkait diagnosis kondisi klinis pasien. Pencatatan resep dilakukan setiap hari mengingat terkadang ada perubahan dari regimen atau jenis obat yang diberikan dokter terkait kondisi klinis pasien. Pengkajian dilakukan berdasarkan pedoman sesuai kondisi klinis masing-masing yaitu, Guidelines for the Early Management of Patients With Acute Ischemic Stroke (American Heart Association/American Stroke Association 2013), Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach (Dipiro, JT., 2008), Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia (PERKENI, 2011) serta beberapa jurnal yang relevan untuk dijadikan acuan dalam pengkajian. Untuk interpretasi data klinis, acuan yang digunakan yaitu Pedoman Interpretasi Data Klinik (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
3.2 Lokasi dan Waktu Pengkajian Sumber data berasal dari rekam medik pasien lantai VI Selatan Gedung Teratai Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Cilandak – Jakarta. Waktu pengkajian dilakukan pada bulan Oktober 2013.
16
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Subjektif Pasien wanita berumur 73 tahun berinisial DN. Masuk rumah sakit tanggal 27 september 2013 kemudian tanggal 8 oktober 2013 diperbolehkan pulang. 4.1.1 Keluhan : a. Pasien mengeluhkan lemah anggota tubuh sisi kiri 1 hari SMRS. b. Kelemahan sisi kiri dirasakan secara tiba-tiba saat pasien sedang duduk. Awalnya seperti terasa kesemutan dan kebal. c. Tidak ada keluhan sakit kepala, mual, muntah atau kejang. 4.1.2 Diagnosis : a. Stroke iskemik b. Hipertensi c. Diabetes melitus tipe 2 d. Dislipidemia 4.1.3 Riwayat kesehatan: Pasien mempunyai riwayat diabetes tipe 2 dan hipertensi 4.1.4 Riwayat keturunan penyakit : Keluarga pasien memiliki riwayat penyakit stroke. 4.1.5 Riwayat pengobatan : Pasien tidak melakukan pengobatan, tetapi jamu serta tolak angin. 4.1.6 Alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi. 4.2. Objektif 4.2.1 Pemeriksaan fisik : Tekanan darah 140/80 mmHg Frekuensi nadi 100x/menit, Frekuensi nafas 20x/menit. Terjadi perubahan motorik. 4.2.2 Pemeriksaan CT Scan: Infark di ganglia basalis kanan 17
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
18
4.2.3 Data laboratorium Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan laboratorium Ny.DN Paramater
Tanggal
Nilai Rujukan 27 sept'
Hb
13,2 - 17,3 g/dl
Hct
33 - 45%
44
Leukosit
5 - 10 ribu/uL
9,4
Eritrosit
4,4 - 5,9 %
30 sept' 02 okt'
15,1
4,94 3
Trombosit
150 - 440 rb/mm
229
382
Darah
negatif
trace
Globulin
2,5 - 3
3,8
LED
0 - 10 mm
Bilirubin Direk
< 0,2
SGOT
0 - 34 U/I
30
39
SGPT
0 - 40 U/ I
19
60
GDS (6)
70 - 140
GDP
80 - 100
132
92
GDPP
80 - 145
197
161
Natrium
125 - 147 mmol/L
138
Kalium
3,5 - 5,1
4,19
Klorida
97 - 111
111
HbA1c
4,5 - 6,3 %
Trigliserid
< 150 mg/dl
146
Kolesterol total
< 200
238
Kolesterol HDL
28 - 63 mg/dl
Kolesterol LDL
< 130
Urubilinogen
<1
Ureum
20 - 40 mg/dl
32
30
Kreatinin
0,6 - 1,5 mg/dl
0,9
0,7
42
36 0,3
217
5,80%
153 1
Tabel 4.2 Hasil pengukuran tekanan darah Ny.DN Nilai rujukan : 120/80 mmHg Pemeriksaan 1
27-Sep
28-Sep
29-Sep
140/80
140/80
130/80
2
140/80
140/80
3
140/80
140/80
30-Sep
01-Okt
02-Okt
03-Okt
04-Okt
05-Okt
06-Okt
07-Okt
120/80
120/90
120/90
150/90
140/80
130/80
120/80
120/80
160/100
160/100
120/90
120/90
140/80
130/80
130/80
120/80
120/80
130/80
120/80
120/90
120/90
130/80
130/80
130/80
120/80
120/80
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
19
4.3. Assesment Pasien Ny. DN mengalami suatu keadaan kompleks yang saling berkaitan. Berikut kajian korelasi penyakit yang dibuat berdasarkan data subjektif dan objektif sebelumnya. 4.3.1. Faktor resiko 4.d.1.1 Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi a. Riwayat stroke pada keluarga pasien Ny. DN memiliki riwayat stroke dalam keluarganya. Alasan paling masuk akal untuk faktor keturunan adalah peniruan dalam pola hidup atau pola makan sesama anggota keluarga. b. Usia Dua pertiga stroke terjadi pada orang berusia lebih dari 65 tahun (Price&Wilson, 2002). Pada usia tua (> 60 tahun), pasien dengan penyakit kardiovaskular seperti hipertensi, mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami stroke (Zulkarnaini, 2008) begitu pula dengan yang terjadi pada Ny. DN. c. Jenis kelamin Laki-laki memiliki faktor resiko mengalami stroke dibandingkan perempuan, namun kemungkinan besar perempuan lebih sering mengalami kematian akibat stroke (Dipiro, 2008). 4.d.1.2 Faktor resiko yang dapat dimodifikasi a. Diabetes Diabetes,
hipertensi,
roko,
dislipidemia,
atrial
fibrillation
(AF),
merupakan faktor resiko stroke. Stroke pada penderita diabetes berhubungan dengan tingginya angka kematian. Pada polpulasi penderita diabetes terlihat adanya penurunan kemampuan neurological setelah terkena stroke. Komplikasi mikrovaskular diabetes melitus berhubungan dengan patogenesis penyakit serebrovaskular (Tziomalos, 2008). Kadar gula darah yang tinggi secara berkepanjangan akan menyebabkan disfungsi sel endotel sehingga pembuluh darah akan lebih resisten, hal ini akan memicu terbentuknya aterosklerosis. Hal lain yang menyebabkan keterkaitan dengan diabetes adalah terjadinya kelainan metabolisme yang dikenal sebagai keadaan protombik yaitu terjadi peningkatan kadar inhibitor aktivator plasminogen-1, kecenderungan membentuk bekuan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
20
abnormal semakin dipercepat oleh keadaan resistensi insulin sehingga kecenderungan mengalami koagulasi semakin meningkat (Prive & Wilson, 2002). Mekanisme
terjadinya
diabetes
yang
mengarah
pada
kerusakan
mikrovaskular sehingga menyebabkan penyakit serebrovaskular yaitu : a. Peningkatan produksi radikal bebas dan stres oksidatif. b. Peningkatan produksi produk terglikosilasi c. Peningkatan aktivitas aldose reductase pada polyol pathway, yang mengarah ke akumulasi sorbitol dan fruktosa intraseluler. d. Aktivasi protein kinase C (PKC) isoforms. Pembentukan oksigen reaktif akibat hiperglikemia dan resistensi insulin menyebabkan kerusakan sel. Radikal oksigen bebas menurunkan bioavailabilitas endothelium-derived nitric oxide menyebabkan vasokonstriksi, aktivasi platelet, dan proliferasi sel otot. Radikal bebas dapat juga menyebabkan deposisis LDL pada dinding pembuluh. Glikosilasi non enzimatik protein dan lipoprotein pada dinding pembuluh terjadi seiring tingkat glikemik. Glikosilasi yang terjadi secara berkelanjutan akan membentuk produk akhir yang berikatan dengan reseptor menginduksi deposisi LDL dan reaksi oksidatif sehingga terbentuk sel busa (foam cell). Sel busa yang terbentuk akan saling berikatan membentuk gumpalan yang makin lama makin besar sehingga membentuk suatu lekukan atau benjolan yang mengakibatkan penyempitan lumen pembuluh darah.Hiperglikemia akan merusak sel syaraf dalam penumbra (daerah yang mengalami penurunan aliran darah otak regional), menyebabkan terjadinya laktat asidosis sehingga akan mengurangi perfusi dan menyebabkan meluasnya daerah yang mengalami infark (Tziomalos, 2008). b. Dislipidemia Banyak kemungkinan mekanisme yang terlibat dalam kondisi yang saling berkaitan dan berperan dalam memperburuk kondisi pasien Ny.DN yang juga mengalami kondisi dislipidemia. Pada pasien dengan diabetes, profil lemak biasanya tinggi pada trigliserida, LDL dan rendah HDL (Tziomalos, 2008). Pasien memiliki nilai LDL 153 mg/dL. Dislipidemia pada penyandang diabetes lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit kardiovaskular. Dislipidemia yang akan menimbulkan stres oksidatif umum terjadi pada keadaan resistensi insulin/ Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
21
sindrom metabolik. Keadaan ini terjadi akibat gangguan lipoprotein yang sering disebut lipid triad, meliputi : peningkatan LDL, penurunan HDL dan terbentuknya small dense LDL yang bersifat aterogenik (mampu memicu aterosklerosis) (Price & Wilson, 2002). c. Hipertensi Faktor resiko utama untuk stroke adalah hipertensi, dengan demikian karena sebagian besar kasus hipertensi dapat diobati dan karena penurunan tekanan datah ke tingkat normal akan mencegah stroke, diagnosis dan terapi agresif hipertensi merupakan fokus utama. Faktor resiko demografi mencakup usia lanjut serta riwayat stroke dalam keluarga (Price & Wilson, 2002). Faktor resiko yang memodifikasi adalah fibrilasi atrium, diabetes melitus, kecanduan alkohol dan merokok (Price & Wilson, 2002). 4.d.2 Penyebab keluhan Pasien mengeluhkan lemah anggota tubuh sisi kiri yang dirasakan secara tiba-tiba saat pasien sedang duduk. Awalnya seperti terasa kesemutan dan kebal. Tidak ada keluhan sakit kepala, mual, muntah atau kejang. Kesemutan
dapat
juga
timbul
karena
komplikasi
pada
sistem
kardiovaskuler dan sarafnya. Jika sampai ada bekuan darah menempel, yang kemudian terbawa aliran darah ke atas, dan menyumbat salah satu pembuluh darah di otak. Bila sumbatan di otak itu mengenai daerah yang mengatur sistem sensorik, maka pasien akan merasakan kesemutan sebelah. Bila daerah yang mengatur sistem motorik juga terkena, kesemutan akan menjadi kelumpuhan. Keluhan pasien juga dapat berkaitan dengan saat kadar glukosa darah tinggi dalam jangka waktu yang lama, pembuluh darah di berbagai jaringan di seluruh tubuh mulai mengalami gangguan fungsi dan perubahan struktur yang berakibat ketidakcukupan suplai darah ke jaringan. Sehingga pada pasien diabetes sering merasakan rasa kebal dan kesemutan pada kaki. Sebagian besar stroke iskemik tidak menimbulkan nyeri, karena jaringan otak tidak peka terhadap nyeri. Tanda utama stroke muncul secara tiba-tiba. Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak di wajah, lengan, tungkai terutama di salah satu bagian tubuh. Hilangnya koordinasi atau terjadi perubahan motorik (Price & Wilson, 2002). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
22
4.d.3
Stroke iskemik Sekitar 80% - 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi ini disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh atau organ distal yang kemudian trombus tersebut dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Pada orang dengan usia lanjut, penyebab yang paling sering ditemukan adalah akibat adanya pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis (Price & Wilson, 2002).
Gambar 4.1 Stroke iskemik Sumber : www.stroke.org Darah dapat melalui sistem vaskular akibat adanya gradien tekanan, tetapi dengan adanya penyempitan tersebut maka gradien tekanan akan menurun di tempat konstriksi tersebut. Apabila penyempitan mencapai suatu tingkat kritis tertentu akan berakibat meningkatnya turbulensi di sekitar penyumbatan sehingga akan menyebabkan penurunan tajam kecepatan aliran. Iskemia serebrum disebabkan oleh berkurangnya aliran darah yang berlangsung selama beberapa detik sampai menit, jika lebih dari beberapa menit (15 – 20 menit) terjadi pengurangan aliran darah maka akan terjadi infark jaringan otak. Patofisiologis berkurangnya aliran darah ke otak dapat berupa (Price & Wilson, 2002): a. Keadaan penyakit pada pembuluh (aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh atau peradangan) b. Gangguan status aliran darah misalnya akibat syok atau hiperviskositas darah Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
23
c. Gangguan aliran darah akibat bekuan yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranial d. Ruptur vaskular di dalam jaringan otak. Ada empat subtipe dasar stroke iskemik berdasarkan penyebab, yaitu lakunar, trombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik dan kriptogenik (Price & Wilson, 2002) . Pasien Ny.DN dapat dikatakan mengidap stroke lakunar karena tipe ini biasanya dialami oleh pasien yang berusia lebih tua, memiliki kadar kolesterol lebih tinggi dan mengidap diabetes. Retinopati proliferasi berhubungan dengan meningkatnya resiko infark lakunar dan iskemi otak (Tzimalos, 2008). 4.4 Planning 4.4.1
Tujuan terapi
Tujuan terapi untuk pasien Ny. DN : a. Pemulihan aliran darah otak b. Melindungi sel-sel otak dengan pemberian neuroproteksi. c. Memperbaiki profil lemak dengan target penurunan LDL yaitu <70 mg/dL, trigliserida < 150 mg/dL dan HDL >50 mg/dL. d. Karena pasien Ny.DN sudah berumur >60 tahun maka sasaran kendali kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa yaitu (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-180 mg/dL).
Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat
khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia dan interaksi obat. e. Memperbaiki tekanan darah hingga <130/80 mmHg. Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
4.4.2
Pedoman terapi
Dasar untuk terapi pasien Ny.DN harus mempertimbangkan kondisi secara keseluruhan karena selain terdiagnosa stroke iskemik, pasien juga memiliki riwayat dislipidemia, hipertensi serta diabetes melitus tipe 2.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
24
4.4.2.1 Acuan pemilihan terapi 1) Dasar pemilihan terapi stroke iskemik Tabel 4.3 Rekomendasi farmakoterapi stroke iskemik (Dipiro, 2008) Rekomendasi t-PA 0.9 mg/kg IV (Maksimal 90 kg) selama 1 jam Dalam 3 jam onset ASA 160–325 mg sehari, Dimulai dalam 48 jam onset
Terapi akut
Pencegahan penyakit sekunder Tanpa emboli jantung
Terapi antiplatelet Aspirin 50-325 mg/hari
Emboli jantung (fibrilasi atrium) Semua
Clopidogrel 75 mg/hari Aspirin 25 mg + extendedrelease dipiridamol 200 mg 2x sehari Warfarin (INR=2,5) Terapi antihipertensi ACEI + diuretik ACEI + diuretik Statin Statin
Hipertensi Normotensi Dislipidemi Lipid normal
Keterangan : ACEI = angiotensin-converting enzim inhibitor; ASA=aspirin; INR= International Normalize ratio; t-PA = tissue plasminogen activator
2) Dasar pemilihan terapi diabetes tipe 2 Tabel 4.4 Efek langsung anti diabetik pada pasien diabetes tipe 2 yang memiliki faktor resiko kardiovaskuler. Resiko kar d io vaskuler Resiste nsi Insuli n Nilai LD L Nilai HDL Tr igliser id a P AI – 1 Fun gsi e nd o tel B er at b ad an Ad ip o sit viser al Lp ( a)
Sul fo nilurea
Metfo r min
T hiazo lid ind io n
α-Gl uco sid ase inhib ito rs
-
↓↓
↓↓↓
-
↑↑
↓ ↓ ↓↓ ↑ ↓↓
- atau ↓ ↑↑↑ ↓↓ ↓↓ ↑↑↑ ↑↑
-
↑
↓↓
- atau ↓
-
↓↓
↑
-
Su mb er : J o slin’s Diab et es Melitus 1 4 ed itio n (J oslin, 2 0 0 6 ) HDL, high-density lipoprotein; LDL, low-density lipoprotein; Lp(a), lipoprotein little A antigen; PAI, plasminogen activator inhibitor-1. ↑↑↑, peningkatan yang berarti; ↑↑, peningkatan sedang; ↑, peningkatan kecil; -, tidak memiliki efek. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
25
3) Dasar pemilihan terapi hipertensi
Gambar. 4.2 Algoritma terapi hipertensi Keterangan : rekomendasi indikasi obat-obat spesifik berdasarkan evidence-based. Kekuatan rekomendasi ; A,B,C = baik, sedang, kurang. Kualitas evidence: 1=evidence lebih dari satu RCT. 2= evidence berdasarkan minimal satu uji klinik dengan randomisasi. 3= Bukti dari pendapat otoritas dihormati, berdasarkan pengalaman klinis, penelitian deskriptif, atau laporan masyarakat ahli. (ACE, angiotensin-converting enzyme; ARB, angiotensin receptor blocker; CCB, calcium channel blocker, DBP, diastolic blood pressure; SBP, systolic blood pressure).
Gambar. 4.3 Indikasi untuk golongan obat secara individual Keterangan : rekomendasi indikasi obat-obat spesifik berdasarkan evidence-based. Kekuatan rekomendasi ; A,B,C = baik, sedang, kurang. Kualitas evidence: 1=evidence lebih dari satu RCT. 2= evidence berdasarkan minimal satu uji klinik dengan randomisasi . 3 = Bukti dari pendapat otoritas dihormati, berdasarkan pengalaman klinis, penelitian deskriptif, atau laporan masyarakat ahli. (ACE, angiotensin-converting enzyme; ARB, angiotensin receptor blocker; CCB, calcium channel blocker.)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
26
Aspirin, clopidogrel dan dipyridamol merupakan terapi lini pertama sebagai anti platelet yang direkomendasikan oleh American College of Chest Physicians (ACCP). Rekomendasi farmakoterapi lain sebagai pencegah sekunder stroke yaitu penurun tekanan darah dan statin (Dipiro, 2008). 4.4.3 Aspek kesesuaian terapi Penilaian kesesuaian terapi yang diberikan dapat dilihat dari : a. Indikasi obat b. Hubungan terapi dengan kondisi pasien c. Hubungan pengobatan dengan data klinik dan lab. d. Dosis Obat e. Aturan pemakaian obat f. Interaksi Obat g. Efek Samping Obat Berikut jenis dan regimen obat yang diterima Ny. DN selama dirawat di IRNA Teratai lantai VI Selatan RSUP Fatmawati. Tabel 4.5 Terapi pasien Ny.DN
Parenteral
Oral
Obat
28Sep
29Sep
30Sep
01Okt
Tanggal 0203Okt Okt
04Okt
05Okt
06Okt
07Okt
Aptor
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
Simvastatin (10 mg)
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
Reotal caps (400 mg)
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
Glibenklamid (5 mg)
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
Omeprazol
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
Anemolat
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
Metformin
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
Amlodipin (10 mg)
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
Laxadin
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1
1x1 2x1
Neulin 500
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
Citicolin
2x2
2x2
2x2
2x2
2x2
2x2
2x2
2x2
2x2
NaCl
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
2x1
a. Aptor (Asetosal 100 mg) 1) Indikasi Obat Pengobatan nyeri ringan – sedang, peradangan dan demam. Dapat digunakan sebagai profilaksis: infark miokard, stroke dan atau TIA. Penata laksanaan rheumatoid arthritis, rheumatic fever, osteoarthritis, dan gout (dosis besar); Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
2x1
27
terapi tambahan dalam prosedur revaskularisasi (coronary artery bypass graft [CABG], percutaneous transluminal coronary angioplasty [PTCA], carotid endarterectomy), stent implantation (Lacy, 2012) 2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien Bagi pasien Ny.DN sebagai penyandang diabetes tipe 2, pasien dengan usia >40 tahun, memiliki riwayat keluarga penyakit kardiovaskular, menderita hipertensi, dislipidemia diberikan terapi aspirin 75 -160 mg/hari sebagai strategi pencegahan sekunder (PERKENI, 2011). 3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium Asetosal berkaitan dengan data LED (laju endap darah) yang menggambarkan ukuran kecepatan endap eritrosit, komposisi plasma serta perbandingan seritrosit dan plasma (KEMENKES RI, 2011). Asetosal dalam dosis yang kecil berfungsi sebagai terapi antiplatelet. Laju endap darah sebagai model prediktif dari outcome stroke. LED merupakan sebuah penanda tidak langsung untuk pembentukan trombus. Kadar LED yang lebih tinggi ditemukan pada pasien lebih tua dengan lesi lebih besar dan defisit yang lebih parah saat pasien dalam masa perjukkan maka, semua faktor ini menunjukkan kapasitas yang kurang untuk sirklasi kolateral, yang akan mempermudah stasis darah dan perkembangan trombus sekunder (Imran, 2004). 4) Dosis Obat Dosis obat untuk pasien stroke , dapat diberikan oral: 75-325 mg satu sehari. Pasien mendapat dosis 100 mg per hari. 5) Aturan pemakaian obat 1 kali sehari setelah makan. 6) Interaksi Obat (Lacy, 2012): i). Calcium Channel Blockersv(Amlodipin): meningkatkan efek antikoagulan ii). Sulfonylurea (glibenklamid): Aptor dapat menigikatkan efek hipoglikemik dari glibenklamid. iii). Asam folat (Anemolat): Hipereksresi folat. Aptor dapat menyebabkan defisiensi asam folat dalam tubuh yang menyebabkan anemia macrocytic. 7) Efek Samping Obat Gangguan pada gastro intestinal. (Lacy, 2012). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
28
b. Simvastatin (10 mg) 1) Indikasi obat Menurunkan kolesterol total dan LDL. 2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 30- 40% dari kadar awal (PERKENI, 2011). Sebuah penelitian menunjukkan sebanyak 62% pasien diabetik yang diberi terapi dengan santin menunjukkan hasil yang baik (Tzimalos, 2008). Pemberian obat statin penurun lemak pada orang yang diketahui mengidap PJK dapat mengurangi resiko mereka mengalami stroke (Price & Wilson, 2002). Untuk menambah kemampuan statins berperan dalam penurunan nilai LDL, memperbaiki fungsi endotelial dan aliran darah ke otak (AHA/ASA, 2013). 3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium Parameter klinik pasien Ny.DN yang berhubungan yaitu profil lipid meliputi nilai trigliserida, kolesterol total, LDL. 4) Dosis Obat (Lacy, 2012). i. Untuk pasien dengan kondisi dislipidemia diberikan oral: 20-40 mg satu kali sehari pada malam hari. ii. Pasien dengan nilai LDL-kolesterolnya sedang dapat diberikan dosis awal 10 mg satu kali sehari. iii. Pasien geriatri dapat diberikan dosis 20 mg satu kali sehari. Pasien mendapat dosis 10 mg per hari, dimunim pada malam hari. 5) Aturan pemakaian obat Obat diminum di malam hari. 6) Interaksi Obat Tidak terdapat interaksi antara simvastatin dengan obat-obat yang diberikan untuk pasien. 7) Efek Samping Obat Keluhan abdominal ringan, ruam kulit, ransangangatal, nyeri kepala, lelah, gangguan tidur, kenaikan konsentrasi transaminase, nyeri otot, kejang otot (ISFI, 2008).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
29
c. Reotal (Pentoxifylline 400 mg) 1) Indikasi obat Pentoksifilin digunakan sebagai terapi intermiten untuk mengobati sumbatan arteri perifer dan gangguan peredaran darah atas dasar penyakit arteri oklusif kronis pada tungkai (Lacy, 2012). 2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien Zat ini bekerja dengan cara mengurangi viskositas darah dengan cara meningkatkan kemampuan deformasi leukosit dan eritrosit dan menurunkan adesi beutrofil sehingga akan meningkatkan oksigenisasi jaringan periferal melalui peningkatan aliran darah (DIH, 2013). Pada pasien stroke iskemik, untuk meningkatkan vasodilatasi, obat ini berperan dalam mengurangi viskositas darah, meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat agregasi platelet, dan menurunkan produksi radikal bebas (AHA/ASA, 2013) 3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium Pemeriksaan klinik penggunaan obat ini berhubungan dengan pemeriksaan darah seperti nilai eritrosit, leukosit dan juga laju endap darah. 4) Dosis Obat Dosis oral untuk geriatri sama dengan dosis dewasa yaitu 400 mg 3 kali sehari bersama makan (Lacy, 2012). 5) Aturan pemakaian obat Pasien dapat meminum obat saat sedang makan. Untuk hasil yang maksimal, terapi sebaiknya dilakukan 2-4 minggu. Direkomendasikan untuk memperbaiki kondisi pasien, terapi dilakukan paling sedikit 8 minggu (Lacy, 2012). 6) Interaksi Obat Tidak terdapat interaksi antara Reotal dengan obat-obat lain yang diberikan untuk pasien. 7) Efek Samping Obat Mual, malaise, gangguan lambung, vertigo, pruritis, urtikaria, edema angioneuritk(ISFI, 2008).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
30
d. Glibenklamid (5 mg) 1) Indikasi obat Diabetes melitus tipe 2 apabila diet saja kurang adekuat. 2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien Pasien mempunyai riwayat diabetes tipe 2 yang terkontrol bila dilihat dari kadar HbA1c 5,8%. Nilai GDPP pasien saat 197 mg/dL. 3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium Obat ini mempengaruhi nilai kadar gula (GDS, GDP, GDPP dan HbA1c). 4) Dosis Obat Dari sediaan yang mengandung 5 mg glibenklamid, dosis awal diberikan ½ tablet dan dapat ditingkatkan menjadi 1 tablet satu kali sehari. 5) Aturan pemakaian obat 15 - 30 menit sebelum makan 6) Interaksi Obat Tidak terdapat interaksi antara metformin dengan obat-obat lain yang diterima pasien. 7) Efek Samping Obat Efek gastrointestinal, reaksi hipoglikemia dan reaksi alergi kulit (IAI, 2012). e. Metformin 1) Indikasi obat Terapi untuk diabetes mellitus tipe 2 (noninsulin dependent, NIDDM) sebagai monoterapi saat hiperglikemi tidak dapat dikendalikan dengan diet dan latihan. 2) Hubungan terapi denga kondisi pasien Pasien mempunyai riwayat diabetes tipe 2 yang terkontrol bila dilihat dari kadar HbA1c 5,8%. Pada awal pengobatan pasien diberikan monoterapi dengan glibenklamid. Nilai GDPP pasien saat itu masih tetap tinggi dan tidak menunjukkan adanya perbaikan (197 mg/dL) sehingga pasien diberi terapi kombinasi dengan metformin. Nilai GDPP pasien mengalami perbaikan menjadi 161 mg/dL. Pasien yang tidak menunjukkan adanya perbaikan dengan sulfonil urea tunggal dapat diberikan terapi kombinasi dengan maksimum dosis metformin 500 mg/hari. Metformin ditoleransi dengan baik pada pasien geriatri (Lacy, 2012). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
31
Tanggal 4 oktober 2013 pasien diberi monoterapi metformin saja dengan alasan metformin mempunyai efek yang lebih baik dalam mengurangi faktor resiko kardiovaskuler (lihat tabel 4.4). Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer (PERKENI, 2011). 3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium. Obat ini mempengaruhi nilai kadar gula (GDS, GDP, GDPP dan HbA1c). 4) Aturan pemakaian obat Metformin dapat diberikan sebelum atau pada saat atau sesudah makan. Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan (PERKENI, 2011). 5) Dosis Obat 500 mg 2 kali sehari atau 850 mg satu kali sehari 6) Interaksi Obat Tidak terdapat interaksi antara metformin dengan obat-obat lain yang diterima pasien. 7) Efek Samping Obat Gangguan saluran cerna, asidosis laktat (IAI, 2012). f. Omeprazol 1) Indikasi obat Tukak
dudodental,
tukak
gastrik,
tukak
peptik,
refluks
esofagitis
erosif/ulseratif, sindrom Zollinger-Ellison (IAI, 2012). 2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien Pasien Ny.DN adalah pasien geriatri yang sangat beresiko mengalami gastro intestinal adverse effect dari pemakaian Aptor. Omeprazol digunakan sebagai profilaksis untuk mencegah terjadinya NSAID-induced ulcers (unlabeled indication) (Lacy, 2012). 3) Hubungan pengobatan dengan data klinik dan lab. Tidak terdapat hubungan antara omeprazol dan data laboratorium pasien. 4) Dosis Obat Dosis untuk dewasa diberikan sehari sekali 20 – 40 mg. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
32
5) Aturan pemakaian obat Obat diminum secara utuh 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. 6) Interaksi Obat Tidak terdapat interaksi antara omeprazol dengan obat-obat lain yang diberikan untuk pasien 7) Efek Samping Obat Sakit kepala, diare, ruam serta gatal-gatal (ISFI, 2008). g. Anemolat 1) Indikasi obat Untuk mengobati anemia megaloblastik dan makrositik akibat defisiensi folat, sebagai suplemen untuk mencegah kerusakan pembuluh syaraf (Lacy, 2012). 2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien Ny.DN adalah pasien geriatri yang terdiagnosis stroke iskemik. Homosistein dalam plasma memiliki hubungan dengan faktor resiko kardiovaskuler (Lacy, 2012). Asam folat melindungi pembuluh darah arteri dan kerusakan akibat pengaruh homosistein dengan cara mengubah homosistein menjadi sistein yang akhirnya dapat dikeluarkan melalui urin. Homosistein merupakan asam amino sulfur yang terbentuk sebagai hasil demetilasi metionin. kadar homosistein yang tinggi berhubungan dengan meningkatnya resiko penyakit jantung, stroke dan menurunnya fungsi kognitif (Tiantari, 2011). 3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium. Pemeriksaan darah berhubungan dengan terapi ini. 4) Dosis Obat Pasien diberi Anemolat 1 mg dua kali sehari 5) Interaksi Obat Tidak terdapat interaksi obat dengan terapi obat pasien. 6) Efek Samping Obat Tidak ada efek samping h. Amlodipin (10 mg) 1) Indikasi obat Hipertensi, angina stabil dan atau angina varian (IAI, 2012).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
33
2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien Adanya hipertensi akan memperberat disfungsi endotel. Maka perlu adanya obat anti hipertensi untuk mencapai tekanan darah<130/80mmHg. Salah satu obat yang efektif mengatasi kasus hipertensi seperti yang dialami pasien adalah dengan mengkonsumsi sediaan yang mengandung Amlodipin. Amlodipin merupakan kelompok Calcium Channel Blocker (CCB) yang bekerja dengan merelaksasi otot jantung dan dinding pembuluh darah melalui penghambatan suplai ion kalsium sehingga dapat mencegah pengerasan pembuluh darah dan otot jantung (AHA/ASA, 2013). Pasien yang berumur 40-79 tahun dengan tekanan darah 160/100 mmHg atau 140/90 mmHg lebih efektif menggunakan calcium channel blocker/ACE dalam menurunkan kardiovaskuler outcomes dibandingkan dengan pemberian regimen beta-blocker/diuretic (Lacy, 2012). 3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium Tekanan darah memiliki hubungan dengan penggunaan obat ini sebab, seperti yang sudah dibahas sebelumnya, hipertensi merupakan faktor paling berpengaruh terhadap stroke iskemik yang dialami pasien. 4) Dosis Obat 5 – 10 mg 1 kali sehari 5) Interaksi Obat Tidak terdapat interaksi obat dengan terapi obat pasien. 6) Efek Samping Obat Pusing, kemerahan, somnolen, kelelahan otot, edema perifer, palpitasi, nyeri abdomen, mual, mengantuk. j. Laxadin 1) Indikasi obat Kondisi konstipasi/susah air besar yang memerlukan perbaikan peristaltis usus, pelicin jalannya feses, penambahan volume feses secara sistematis sehingga feses mudah dikeluarkan. Laxadine digunakan sebagai antisipasi penggunaan beberapa obat yang mempunyai efek samping konstipasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
34
2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien Laxadine adalah obat pencahar yang bekerja dengan cara merangsang gerakan peristaltis usus besar, mengfhambat reabsorpsi air dan merangsang gerakan tinja. Laxadine dapat membantun pengobatan susah buang air besar/konstipasi. Pasien mendapatkan terapi Reotal (Pentoxifylline 100 mg) yang mempunyai efek samping konstipasi. Maka keadaan penumpukan kotoran di usus menyebabkan rasa tidak enak pada perut pasien oleh karena itu pasien mengeluhkan rasa begah. Dengan pemberian laxadin sebagai terapi pencahar diharapkan pasien dapat mengalami defekasi keesokan harinya 3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium Tidak terdapat hubungan antara Laxadin dengan data laboratorium 4) Dosis Obat Laxadine diminum 1 kali sehari pada malam hari menjelang tidur (1 sendok makan=15 ml) 5) Aturan pemakaian obat Hindarkan pemakaian Laxadine yang terus menerus dalam waktu lama karena dapat menyebabkan penurunan berat badan, kelemahan otot, kehilangan caairan dan elektrolit. Hentikan penggunaan Laxadine jika terjadi gangguan saluran pencernaan seperti mual dan muntah. Laxadine tidak dianjurkan untuk anak-anak dibawah 6 tahun, wanita hamil & menyusui dan usia lanjut kecuali atas petunjuk dokter (IAI, 2012). 6) Interaksi Obat Tidak terdapat ineraksi obat 7) Efek Samping Obat Alergi kulit k. Citicolin 1) Indikasi obat Kehilangan kesadaran akibat kerusakan otak, trauma kepala atau operasi otak dan serebral infark. Percepatan rehabilitasi ekstremitas atas pada pasien hemiplegia paska apopleksia serebral, pasien dengan ektrimitas paralisis bawah yang relatif ringan yang muncul dalam satu tahun dan sedang direhabilitasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
35
atau diberi terapi oabtaoal biasa (dengan onbat yang mengaktivasi metabolisme serebral atau memperbaiki sirkulasi otak) (IAI, 2012). 2) Hubungan terapi denga kondisi pasien Ny.DN
memerlukan
upaya
neuroproteksi
untuk
mencegah
terjadinya/meluasnya infark otak dilakukan dengan memberikan obat-obatan neuroprotektan sesegera mungkin dalam masa tertentu. Pada stroke iskemik terdapat daerah yang mengalami penurunan aliran darah otak regional yang dikenal sebagai penumbra. Daerah ini apabila tidak segera diobati akan berakibat terjadinya perluasan kematian sel otak (infark otak). Sel-sel pada penumbra masih dapat diselamatkan dengan melakukan reperfusi dan neuroproteksi (Zulkarnaini, 2008). Citicoline pada tingkat neuronal akan meningkatkan pembentukan choline. Pada metabolisme neuron akan meningkatkan ambilan glukosa, menurunkan pembentukan asam laktat, mempercepat pembentukan asetilkolin dan menghambat radikalisasi asam lemak dalam keadaan iskemia, meningkatkan biosintesa dan mencegah hidrolisis kardiolipin, memelihara asam arachidonat terikat pada fosfatidilkolin, merangsang pembentukan glutation yang merupakan antioksidan endogen otak terhadap radikal bebas hidrogen peroksida
dan
lipid
peroksidasi,
mengurangi
peroksidasi
lipid
dan
mengembalikan aktivitas Na+/K+ATP ase. Pada tingkat vaskular citicoline akan meningkatkan aliran darah otak, meningkatkan konsumsi oksigen, menurunkan resistensi vascular. Hasil akhir metabolisme citicoline adalah asetilkolin, glutation, dan phosphatidyl-choline (Zulkarnaini, 2008). 3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium Citicoline dapat mempengaruhi nilai tekanan darah dan nilai saturasi oksigen pasien. 4) Dosis Obat Untuk stroke iskemik: 250 – 1000 mg/hari i.v. terbagi dalam 2 - 3 kali perhari selama 2-4 hari 5) Aturan pemakaian obat Pemberian secara intravena harus perlahan-lahan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
36
6) Interaksi Obat Tidak terdapat interaksi antara citicoline dengan obat-obat lain yang diterima pasien. 7) Efek Samping Obat Ruam kulit, insomnia, sakit kepala, pusing, kejang, mual, anoreksia, nilai fungsi hati abnormal, diplopia, perubahan tekanan darah sementara dan malaise. l. NaCl 1) Indikasi obat Mengembalikan keseimbangan elektrolit tubuh 2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien Ny.DN diberi infus NaCl selama dirawat untuk menjaga keseimbangan elektrolit pasien. 3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium. NaCl infus mempengaruhi nilai kadar natrium, kalium dan klorida pasien. 4) Dosis Obat Infus IV diberikan 2,5 ml/kg BB/jam atau 60 tetes/70 kg BB/menit atau 180 ml/70 kg BB/jam atau disesuaikan dengan kondisi pasien (IAI, 2012). 5) Interaksi Obat Tidak terdapat interaksi antara infus NaCl dengan obat-obat lain yang diterima pasien. 6) Efek Samping Obat Panas, infeksi pada tempat penyuntikan, ekstravasasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Terapi yang diterima oleh Ny.DN saat dirawat di IRNA Teratai lantai VI selatan RSUP Fatmawati dinilai telah sesuai.
5.2 Saran a. Ny. DN adalah pasien geriatri yang telah mengalami penurunan kemampuan kognitif terlebih dengan adanya stroke iskemik, maka perlu adanya penambahan nutrisi (vitamin dan mineral) untuk syaraf (neurotropik). b. Perlunya peningkatan dosis simvastatin menjadi 20 mg jika tidak ada perbaikan dari profil lipid pasien.
37
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
American Heart Association/American Stroke Association. 2013. Guidelines for the Early Management of Patients With Acute Ischemic Stroke: A Guideline for Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. Greenville Avenue, Dallas, Texas : American Heart Association Aslam M, Tan CK, Prayitno A, 2003. Farmasi Klinis, Jakarta: Gramedia Elex Media Komputindo. BPOM RI. 2004. Pedoman Penilaian Efikasi dan Keamanan Antihipertensi. Jakarta Cipolle PharmD, Robert J., Linda M. Strand, PharmD,PhD, DSc (Hon)., Peter C Morley, PhD. 2004. Pharmaceutical Care Practice: The Clinician’s Guide 2nd Edition. Minneapolis, Minnesota : Peters Institute of Pharmaceutical Care College of Pharmacy University of Minnesota,. Departemen Kesehatan Indonesia. 2009. Pedoman Pemantauan Terapi Obat. Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta Desalegn, Anteneh Assefa. 2013. Assessment of drug use pattern using WHO prescribing indicators at Hawassa University teaching and referral hospital, south Ethiopia: a cross-sectional study. BMC Health Srvice Research 2013, 13:170 doi:10.1186/1472-6963-13-170. Hawassa, Ethiopia : Pharmacology Unit, School of Medicine, Hawassa University Dipiro, JT.et al.,1997. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic 3rd edition. UK : Stamford : Appleton & Lange. Dipiro, T. Joseph PharmD. 2008. Pharmacotherapy, A Phatophysiologic approach 7th edition. The McGraw-Hill Companies, inc. USA. Imran, kemal. 2004. Laju Endap Darah Sebagai Prediktor Awal Keluaran. Jakarta : Ilmu Penyakit Syaraf Fakultas Kedokteran UI Joslin, Elliott Proctor., C. Ronald Kahn & Gordon C. Weir. 2006. Diabetes Mellitus 14th Edition. Boston : Lippincot Williams & Welkins Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta Koda-Kimble M.A., Young L.Y., Kradjan W.A., Guglielmo B.J., 2005, Applied Theurapeutics : The Clinical Use of Drugs, 8th edition, Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkin, 38
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
39
Lacy, Charles., Lora Armstrong, Morton Goldman, Leonard Lance. 2013. Drug Information Handbook 22nd Edition. Lexicomp's Drug Reference Handbooks. Malone, P.M., Mosdell, K.W., Kier, K.L., and Stanovich, J.E., 2001, Drug Information A Guide for Pharmacists, 2nd edition, New York: McGraw-Hill, McGuire, K Darren. 2012. Diabetes and The Cardiovascular System. Braunwald’s Heart Disease 9th ed. Philadelphia : Elsevier, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengelolaan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta
dan
Price, S.A. dan Wilson, L.M. 2002. Patofisiology : Konsep klinis proses terjadinya penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC. Ricklia, Hans., Steinerb, Simon. 2004.The European Journal of Heart Failure 6 Betablockers in heart failure: Carvedilol Safety Assessment (CASA 2-trial). 2004. Division of Cardiology, University Hospital, CH-3010 Bern, Switzerland Roche Pharma (Schweiz) AG, Reinach, Switzerland. Semchuk. 2003. Hypertension and Adherence. Canada : National
Ce Compliance Centre
Siregar Charles, JP., Amalia Lia. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Praktek, 2003. Penerbit EGC, Jakarta. Terry Schwinghammer, Julia Koehler. 2005. Pharmacotherapy Casebook: A PatientFocused Approach, 8th Edition. The McGraw-Hill Companies. Tiantara, Rizka. 2011. Hubungan Asupan Vitamin B6, Vitamin B12, Asam Folat, Aktifitas Fisik dan Kadar Homosistein dengan Status Kognitif Lansia. Semarang : Program Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro. Tziomalosa Konstantinos, et al., 2008. Diabetes mellitus and cerebrovascular disease: which are the actual data?. Journal of Diabetes and Its Complications 23 (2009) 283–296 : Elsevier Walker, Roger & Clive Edwards. 2002. Clinical Pharmacy and Therapeutics 3rd edition. London : Churcill Livingston Elsevier. WHO. 1985. The Rational Use of Drugs. Report of a conference of experts, Nairobi, 25–29 November 1985. Geneva: World Health Organization. Zulkarnaini. 2008. Stroke Iskemik Pasca Terapi Fibrinolitik. J Kardiol Ind 2008; 29:32-9 ISSN 0126/3773
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014