UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS LOGAM TIMBAL (Pb), TIMAH (Sn), DAN KADMIUM (Cd) DALAM BUAH LENGKENG KEMASAN KALENG SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
VERA 0706265062
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2011
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS LOGAM TIMBAL (Pb), TIMAH (Sn), DAN KADMIUM (Cd) DALAM BUAH LENGKENG KEMASAN KALENG SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
VERA 0706265062
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2011 ii
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk, telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Vera
NPM
: 0706265062
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 12 Juli 2011
iii
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : : : :
Vera 0706265062 Farmasi Analisis Logam Timbal (Pb), Timah (Sn), dan Kadmium (Cd) dalam Buah Lengkeng Kemasan Kaleng secara Spektrofotometri Serapan Atom
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Penguji I
: Prof. Dr. Effionora Anwar, MS., Apt. (………………………...)
Penguji II
: Dr. Arry Yanuar, M.Si., Apt.
(………………………...)
Penguji III
: Dr. Anton Bahtiar, M.Biomed., Apt.
(………………………...)
Ditetapkan di Tanggal
: Depok : 12 Juli 2011
iv
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Penulis menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, selama masa perkuliahan sampai masa penyusunan skripsi, sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. 2. Ibu Dra. Maryati Kurniadi, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Pembimbing Akademis yang telah memberikan dukungan dan saran selama masa pendidikan. 4. Seluruh staf pengajar, laboran, dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah membantu kelancaran dalam perkuliahan dan penelitian serta penyusunan skripsi. 5. Keluargaku tercinta, Papi, Mami, Ming-ming, Chipon, Chide, dan seluruh keluarga besar untuk kasih sayang, kesabaran, dukungan materil dan moral, serta doa yang tiada hentinya. 6. Visto Tjahjadi untuk semua perhatian, dukungan, kesabaran, dan semangat yang diberikan kepada penulis. 7. Teman-teman Farmasi 2007, terutama Lisa, Dewi, Vero, Agatha, Stella, Arya, dan Lucky atas kebaikan, perhatian, nasehat, tempat berbagi, dan ketulusan persahabatan yang terjalin selama empat tahun ini. 8. Adik-adik kelasku, terutama Michele, Merrie, Yuriani, dan Stefi yang selalu memberikan semangat dan doanya. v
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
9. Semua pihak yang telah memberikan dukungan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, baik untuk menambah wawasan dan pengetahuan, maupun sebagai referensi penelitian selanjutnya.
Penulis
2011
vi
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Vera
NPM
: 0706265062
Program Studi
: Farmasi
Departemen
: Farmasi
Fakultas
: Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis karya
: Skripsi
demi
pengembangan
ilmu
pengetahuan,
menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Analisis Logam Timbal (Pb), Timah (Sn), dan Kadmium (Cd) dalam Buah Lengkeng Kemasan Kaleng secara Spektrofotometri Serapan Atom beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Depok Pada tanggal: Juli 2011 Yang menyatakan
(Vera) vii
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
ABSTRAK
Nama : Vera Program Studi : Farmasi Judul : Analisis Logam Timbal (Pb), Timah (Sn), dan Kadmium (Cd) pada Buah Lengkeng Kemasan Kaleng secara Spektrofotometri Serapan Atom Buah lengkeng yang dikemas dalam kemasan kaleng dapat terkontaminasi logam berat yang berasal dari komponen kaleng. Kontaminasi logam berat tersebut akan berbahaya bila masuk ke dalam metabolisme tubuh dalam jumlah melebihi ambang batas yang diizinkan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis timbal, timah dan kadmium dalam buah lengkeng kemasan kaleng dengan dua merek berbeda dan tiga masa simpan berbeda. Buah lengkeng yang telah dikeringkan dan dihaluskan didestruksi dengan asam nitrat pekat menggunakan microwave digestion system (180oC, 25 menit). Serapan logam diukur dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada panjang gelombang yang spesifik. Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar logam timbal pada enam sampel bervariasi antara 0,2067 mg/kg hingga 0,4696 mg/kg. Kadar logam timah pada enam sampel bervariasi antara 45,1083 mg/kg hingga 343,7587 mg/kg dan kadar logam kadmium bervariasi antara 0,0134 mg/kg hingga 0,0155 mg/kg. Terdapat tiga sampel buah lengkeng melebihi batas maksimum cemaran timah yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Badan Standardisasi Nasional. Sementara itu untuk cemaran timbal dan kadmium tidak ada yang melebihi batas maksimum cemaran pada semua sampel.
Kata kunci : buah lengkeng, kadmium, SSA, timah, timbal xv + 89 halaman : 15 gambar; 29 tabel; 8 lampiran Daftar acuan : 51 (1972-2010)
viii
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Vera Program Study : Pharmacy Title : Analysis of Lead (Pb), Tin (Sn), and Cadmium (Cd) in Canned Longan Fruit by Atomic Absorption Spectrophotometry. Canned longan fruit can be contaminated with heavy metals from its can. That contamination can be harmful if it reaches into metabolism in high level exceeding the statutory safe limit. The aim of this study was to investigate lead, tin and cadmium contamination in canned longan fruit of two brands with three different storage-periods. Dried and fined longan fruit was destructed with concentrated nitric acid using microwave digestion system (180oC, 25 minutes). Absorption of metals was measured with atomic absorption spectrophotometer at specific wavelength. This study shows that the mean level of studied metals varies between 0,2067 mg/kg-0,4696 mg/kg for lead; 45,1083 mg/kg-343,7587 mg/kg for tin; and 0,0134 mg/kg-0,0155 mg/kg for cadmium. The level of tin in three samples exceeded statutory safe limit according to National Standardization Agency of Indonesia and National Agency of Drug and Food Control while lead and cadmium levels did not in all samples.
Key Words xv + 89 pages Bibliography
: AAS, cadmium, longan fruit, lead, tin : 15 pictures; 29 tables; 8 appendices : 51 (1972-2010)
ix
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv KATA PENGANTAR ................................................................................. v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...................................... vii ABSTRAK ................................................................................................... viii ABSTRACT ................................................................................................. ix DAFTAR ISI ................................................................................................ x DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Tujuan ........................................................................................ 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 4 2.1 Lengkeng (Euphoria longana Lamk.) ....................................... 4 2.2 Buah Kaleng ............................................................................. 5 2.3 Kemasan Kaleng ....................................................................... 6 2.4 Pencemaran Logam Berat ......................................................... 7 2.5 Karakteristik Logam Berat ....................................................... 8 2.6 Batas Cemaran Logam Berat dalam Makanan ......................... 11 2.7 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) .................................... 11 2.8 Penyiapan Sampel ..................................................................... 16 2.9 Metode Analisa ......................................................................... 18 2.10 Validasi Metode Analisis ......................................................... 19 BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................. 23 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 23 3.2 Alat ............................................................................................. 23 3.3 Bahan .......................................................................................... 23 3.4 Cara Kerja .................................................................................. 24 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 34 4.1 Pembuatan Larutan Induk .......................................................... 35 4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi ....................................................... 36 4.3 Penyiapan Sampel ....................................................................... 37 4.4 Validasi Metode ......................................................................... 39 4.5 Destruksi Sampel ....................................................................... 45 4.6 Penetapan Kadar Timbal, Timah, dan Kadmium ........................ 45 4.7 Hambatan dalam Penelitian......................................................... 50 x
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 51 5.1 Kesimpulan ................................................................................ 51 5.2 Saran ........................................................................................... 51 DAFTAR ACUAN ...................................................................................... 52
xi
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3.
Tanaman lengkeng ............................................................... 57 Buah lengkeng ...................................................................... 57 Diagram skematik dari Spektrofotometer Serapan Atom “telah diolah kembali”........................................................... 12 Gambar 2.4. Skema hollow cathode lamp “ telah diolah kembali” ........... 13 Gambar 4.1. Kurva kalibrasi timbal .......................................................... 58 Gambar 4.2. Kurva kalibrasi timah ........................................................... 58 Gambar 4.3. Kurva kalibrasi kadmium ..................................................... 59 Gambar 4.4. Buah lengkeng kemasan kaleng ........................................... 59 Gambar 4.5. Serbuk buah lengkeng yang telah dikeringkan .................... 60 Gambar 4.6. Hasil destruksi ...................................................................... 60 Gambar 4.7. Komponen bejana dalam microwave digestion system ......... 61 Gambar 4.8. Microwave digestion system ................................................ 61 Gambar 4.9. Spektrofotometer serapan atom (Shimadzu AA 6300) ......... 62 Gambar 4.10. Unit-unit SSA ....................................................................... 63 Gambar 4.11. Tabung gas asetilen .............................................................. 64
xii
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5.
Tabel 4.6.
Tabel 4.7.
Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10. Tabel 4.11. Tabel 4.12.
Tabel 4.13.
Tabel 4.14.
Tabel 4.15. Tabel 4.16. Tabel 4.17. Tabel 4.18. Tabel 4.19.
Tanggal produksi dan tanggal kadaluwarsa sampel buah lengkeng kemasan kaleng .......................................................... 65 Program microwave digestion system ........................................ 32 Ketentuan alat SSA untuk pengukuran kadar timbal, timah, dan kadmium...................................................................................... 33 Hasil perhitungan susut pengeringan ......................................... 65 Kurva kalibrasi timbal ................................................................ 66 Hasil uji linearitas kurva kalibrasi timbal .................................. 66 Hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ) timbal ............................................................................... 67 Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 0,0500 ppm ............................................ 67 Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 0,4997 ppm ............................................ 68 Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 0,7995 ppm ............................................ 68 Hasil uji presisi timbal dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) ........................ 69 Kurva kalibrasi timah ................................................................. 70 Hasil uji linearitas kurva kalibrasi timah ................................... 70 Hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) timah ................................................................................ 71 Hasil uji perolehan kembali timah dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 4,985 ppm .............................................. 71 Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 29,91 ppm .............................................. 72 Hasil uji perolehan kembali timah dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 59,82 ppm .............................................. 72 Hasil uji presisi timah dengan buah lengkeng kemasan kaleng Bbaru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) ......................... 73 Kurva kalibrasi kadmium ........................................................... 74 Hasil uji linearitas kurva kalibrasi kadmium ............................. 74 Hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ) kadmium ......................................................................... 75 Hasil uji perolehan kembali kadmium dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 0,0201 ppm ............................................ 75 xiii
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Tabel 4.20.
Tabel 4.21.
Tabel 4.22. Tabel 4.23. Tabel 4.24. Tabel 4.25. Tabel 4.26.
Hasil uji perolehan kembali kadmium dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 0,1005 ppm ............................................ 76 Hasil uji perolehan kembali kadmium dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 0,5025 ppm ............................................ 76 Hasil uji presisi kadmium dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) ............ 77 Penetapan kadar timbal dalam sampel buah lengkeng ............... 78 Penetapan kadar timah dalam sampel buah lengkeng ................ 79 Penetapan kadar kadmium dalam sampel buah lengkeng .......... 80 Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit dalam matriks ................................................................... 81
xiv
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8.
Cara memperoleh persamaan garis linier ............................. 82 Cara perhitungan batas deteksi dan batas kuantifikasi ......... 83 Cara perhitungan simpangan baku dan koefisien variasi ..... 84 Cara perhitungan uji perolehan kembali .............................. 85 Cara perhitungan kadar logam dalam sampel ...................... 86 Sertifikat analisis Pb(NO3)2 .................................................. 87 Sertifikat analisis SnCl2.2H2O .............................................. 88 Sertifikat analisis CdSO4.8/3 H2O .......................................... 89
xv
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dewasa ini buah yang dikemas dalam kemasan kaleng telah menjadi pilihan makanan yang cukup digemari oleh masyarakat Indonesia, salah satunya adalah buah lengkeng. Buah lengkeng kemasan kaleng ini digemari karena praktis, mudah diperoleh baik di pasar tradisional maupun swalayan, tahan lama, dan tidak mudah busuk (US Environmental Protection Agency, 1995). Meskipun kemasan kaleng memberikan banyak keuntungan dalam pengemasan makanan, namun keamanan dan pengaruhnya terhadap makanan tetap harus diperhatikan. Komponen logam pada kemasan kaleng dapat bermigrasi ke dalam produk makanan yang dikemasnya. (Julianti dan Nurminah, 2006). Migrasi tersebut dapat menimbulkan kontaminasi logam berat pada makanan yang dikemasnya. Beberapa logam berat yang dapat mengontaminasi produk makanan kaleng, yaitu: timah (Sn), timbal (Pb), besi (Fe), kadmium (Cd), dan alumunium (Al). Sambungan antara bagian tutup kaleng dengan badan kaleng yang dipateri menggunakan timbal dapat menyebabkan cemaran timbal pada makanan kaleng. Selain itu, timah pada tinplate dapat larut ke dalam produk yang dikemasnya dan mencemari produk tersebut (De Leon, 1995; WHO, 2005). Kontaminasi logam berat seperti timah, timbal, dan kadmium dalam makanan dengan konsentrasi yang cukup tinggi dapat menimbulkan efek buruk terhadap kesehatan konsumen. Logam-logam tersebut berbahaya apabila masuk ke dalam sistem metabolisme dalam jumlah melebihi ambang batas. Toksisitas akut dari logam-logam tersebut umumnya menimbulkan gangguan saluran cerna seperti perut kaku, mual, muntah, dan diare, terutama pada anak-anak. Sementara itu timbal dan kadmium merupakan logam yang bersifat kumulatif sehingga paparan terus-menerus terhadap logam tersebut sangat berbahaya. Paparan kronis timbal pada orang dewasa dapat menimbulkan hipertensi, nefropati, anemia, neuropati perifer, dan encepalopati. Sedangkan paparan kronis kadmium dapat menimbulkan penyakit paru obstruktif, emfisema, kerusakan tubular ginjal, dan deformasi tulang (FDA, 2010; Gad, 2005; Godt et al., 2006). 1
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
2
Untuk menjamin keamanan produk makanan, maka Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menetapkan persyaratan batas maksimum cemaran logam pada bahan pangan. Batas cemaran logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb) pada pangan khususnya produk buah dan sayur adalah 0,2 mg/kg dan 0,5 mg/kg, sedangkan persyaratan untuk timah (Sn) pada produk pangan yang diolah dengan proses panas dan dikemas dalam kaleng adalah 250 mg/kg (BPOM, 2009).
Beberapa penelitian mengenai kontaminasi logam berat pada makanan kaleng telah dilakukan. Sebuah penelitian yang dilakukan di Nigeria menemukan adanya kontaminasi logam berat seperti timbal, tembaga, nikel, dan kadmium dalam minuman sari buah kemasan kaleng melebihi batas aman yang diizinkan (Iwegbue et al., 2008). Sementara itu, ditemukan pula kontaminasi kadmium dan timbal melebihi batas aman pada tomat kalengan yang beredar di pasar daerah Nigeria (Itodo, A. U., dan Itodo, H. U., 2010). Penelitian lain di Inggris menemukan kontaminasi timah dalam beberapa sampel sayuran dan buah kaleng dengan konsentrasi rata-rata 44 mg/kg. Dari 400 sampel yang diuji, terdapat dua sampel dengan kadar timah diatas batas maksimal yang diijinkan (Food Standards Agency, 2002). Dengan adanya resiko tercemarnya buah kaleng oleh logam berat, terutama logam timbal, timah dan kadmium yang dapat membahayakan kesehatan konsumen, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kontaminasi logam tersebut pada buah lengkeng kemasan kaleng yang terdapat di pasaran. Untuk menganalisis cemaran logam dalam sampel seperti buah lengkeng, diperlukan suatu metode analisis kuantitatif yang mampu menetapkan kadar unsur-unsur logam dalam jumlah kecil. Metode yang cocok untuk tujuan tersebut ialah metode Spektrofotometri Serapan Atom. Metode ini cocok karena mempunyai kepekaan yang tinggi, selektif untuk penetapan kadar logam, pelaksanaan yang relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2007; Harmita, 2006).
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
3
1.2 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui ada atau tidaknya kandungan logam timbal (Pb), timah (Sn), dan kadmium (Cd) dalam buah lengkeng kemasan kaleng dengan merek dan masa simpan yang berbeda. 2. Menentukan kadar logam timbal (Pb), timah (Sn), dan kadmium (Cd) dalam buah lengkeng kemasan kaleng dengan merek dan masa simpan yang berbeda serta kelayakan buah lengkeng kemasan kaleng tersebut berdasarkan ketetapan Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Badan Standardisasi Nasional tahun 2009 mengenai batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan.
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkeng (Euphoria longana Lamk.) Taksonomi lengkeng: Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Sapindales
Suku
: Sapindaceae
Marga
: Euphoria
Jenis
: Euphoria longana Lamk.
(Depkes RI, 1997). Lengkeng merupakan tanaman yang berasal dari China Selatan. Tanaman ini tumbuh pada daerah tropis atau subtropis dengan curah hujan yang tinggi. Tanaman lengkeng memiliki tinggi sekitar 10-15 meter dengan batang berkayu dan tegak. Buah lengkeng berwarna coklat, berbentuk bola dengan diameter 1-2 cm, dan memiliki permukaan yang kasar. Buah lengkeng dipanen saat buah berwarna coklat hingga coklat tua dengan umur sekitar enam bulan setelah berbunga. Buah lengkeng dapat disimpan beberapa hari pada suhu kamar tanpa terjadi dehidrasi atau perubahan rasa. Hal ini dikarenakan kulit buah yang kuat dan keras. Buah ini sering dijual segar ataupun dalam kemasan kaleng (Morton, 1987; Depkes RI, 1997; ICSFRI, n.d.). Buah lengkeng memiliki kandungan mineral dan vitamin seperti besi, magnesium, kalium, fosfor, vitamin A, dan vitamin C. Daging buah lengkeng mengandung adenosin yang memiliki efek anti-ansietas dan analgesik. Biji lengkeng mengandung senyawa polifenol seperti korilagin, asam galat, dan asam elagat. Biji lengkeng memiliki khasiat sebagai antioksidan, mengurangi keriput, dan menghambat pembentukan melanin. (Okuyama et al., 1999; Rangkadilok et al., 2007).
4
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
5
2.2 Buah Kaleng Dewasa ini buah yang dikemas dalam kaleng telah menjadi pilihan makanan yang cukup digemari masyarakat karena sifatnya yang praktis dan tahan lama. Berbagai buah dapat dikalengkan, termasuk buah yang tidak tersedia di pasar tradisional pada daerah tertentu (US Environmental Protection Agency, 1995). Kandungan vitamin, mineral, dan serat dalam buah kaleng sama dengan kandungan pada buah segar. Pengemasan dalam kaleng ini dapat melindungi produk dari oksigen yang dapat mengoksidasi vitamin A, B, C, D, dan karoten. Selain itu, proses ini juga dapat membunuh bakteri penyebab kebusukan (US Environmental Protection Agency, 1995). Tujuan utama mengemas buah dalam kemasan kaleng adalah untuk mengawetkan buah yang mudah busuk dengan menyimpannya dalam kondisi yang stabil sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Mengemas buah dalam kemasan kaleng ini berguna untuk membunuh mikroorganisme pada buah dan mencegah rekontaminasi. Biasanya pembunuhan mikroorganisme ini dilakukan dengan pemanasan, sementara untuk mencegah rekontaminasi dilakukan dengan penghilangan oksigen pada ruang sisa (head space). Dalam proses pengemasan, buah yang telah dipanen terlebih dahulu dicuci dan dipotong, kemudian dimasukkan ke dalam kaleng. Setelah dikemas dalam kaleng vakum dan disegel, makanan kaleng ini kemudian dipanaskan untuk disterilisasi (US Environmental Protection Agency, 1995). Buah kaleng memang praktis dan tahan lama, namun tetap harus diingat bahwa seperti sifat makanan pada umumnya, buah kaleng tetap mengalami penurunan mutu seiring dengan lamanya penyimpanan. Kerusakan buah kaleng dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain karena proses pengolahan yang kurang sempurna, faktor mikrobiologis, kimia, cara penyimpanan, dan lain-lain (Laroussen dan Brown, 1997). Buah yang dikemas dalam kaleng dapat terkontaminasi logam berat yang berasal dari bahan penyusun kaleng, terutama apabila kemasan kaleng tersebut sudah berkarat atau lapisan timahnya sudah terkelupas atau rusak. Beberapa logam berat yang dapat mengkontaminasi produk kalengan seperti timah (Sn), Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
6
timbal (Pb), besi (Fe), kadmium (Cd), alumunium (Al), dan sebagainya (Itodo, A. U., dan Itodo, H. U., 2010; WHO, 1972).
2.3 Kemasan Kaleng Kemasan kaleng termasuk jenis kemasan yang cukup banyak digunakan untuk mengemas produk pangan. Spesifikasi kaleng untuk mengemas pangan ditentukan oleh dua kebutuhan, yaitu kebutuhan akan kekuatan yang dimiliki wadah dan daya simpan yang dimiliki oleh produk dalam kaleng (Julianti dan Nurminah, 2006). Kaleng harus dapat disegel rapat dan kedap udara untuk mencegah masuknya mikroorganisme, gas, dan cairan untuk mempertahankan stabilitasnya. Selain itu, kaleng tersebut juga harus kuat secara fisik terhadap kerusakan selama distribusi dan penyimpanan. Pelat timah (tinplate), baja, dan alumunium merupakan bahan penyusun kaleng logam. Bahan penyusun kaleng harus disesuaikan dengan produk yang akan dikemas dan kondisi penyimpanan produk. Jenis kaleng yang sering digunakan untuk mengemas makanan adalah kaleng yang tersusun dari pelat timah (Laroussen dan Brown, 1997). Untuk
mengemas
produk
pangan,
maka
bagian
dalam
kaleng
(sebagaimana halnya bagian luar kaleng) harus bersifat tahan korosi. Untuk menghindari hal tersebut biasanya pelat baja dilapisi dengan timah. Timah digunakan karena kuat dan daya tahannya yang baik terhadap korosi. Bila lapisan timah ini terkelupas atau larut ke dalam produk yang dikemasnya, maka logamlogam yang terdapat pada lapisan baja di dalamnya dapat lepas dan mengontaminasi produk tersebut (Itodo, A. U., dan Itodo, H. U., 2010). Pada bagian dalam kaleng, korosi dapat disebabkan oleh kontak langsung antara produk dan
permukaan
kaleng.
Beberapa
faktor
yang
menentukan
terjadinya
pembentukan karat pada bagian dalam kaleng antara lain sifat bahan pangan, terutama pH; pemacu pembentukan karat seperti nitrat (terdapat pada beberapa buah dan sayuran); banyaknya sisa oksigen dalam bahan pangan, khususnya pada ruang sisa; suhu dan waktu penyimpanan; serta beberapa faktor yang berasal dari bahan kemas, seperti berat lapisan timah, komposisi lapisan baja dasar, efektifitas perlakuan pada permukaan lapisan, jenis lapisan, dan lain sebagainya (Julianti dan Nurminah, 2006; Laroussen dan Brown, 1997). Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
7
Pada pembuatan kaleng, salah satu cara menyambung bagian tutup kaleng dengan bagian badan kaleng adalah dengan pateri menggunakan campuran dari 90% timbal dan 10% timah. Sambungan tersebut dapat menjadi sumber pencemaran timbal (Pb) dalam makanan kaleng. Namun, mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh timbal terhadap kesehatan konsumen, penggunaan timbal untuk paterian sudah mulai berkurang dan digantikan dengan paterian secara elektrik (De Leon, 1995).
2.4 Pencemaran Logam Berat Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul tinggi, yaitu berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3. Namun unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya juga dimasukkan ke dalam kelompok tersebut. Dengan demikian, yang termasuk ke dalam kriteria logam berat saat ini mencapai lebih kurang 40 jenis unsur. Beberapa contoh logam berat yang beracun bagi manusia antara lain arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), dan seng (Zn) (Darmono, 1995). Logam berat dapat masuk ke lingkungan hidup dengan berbagai cara, seperti pelapukan batu-batuan yang mengandung logam berat, aktivitas gunung berapi, dan pembuangan limbah yang berasal dari pertambangan, industri, dan transportasi. Sumber utama kontaminan logam berat berasal dari udara dan air yang mencemari tanah. Selanjutnya, semua tanaman yang tumbuh di atas tanah yang telah tercemar akan mengakumulasikan logam-logam tersebut. Setelah itu ternak akan memanen logam-logam berat yang ada pada tanaman yang dimakannya. Pada akhirnya manusia akan tercemar logam tersebut dari empat sumber utama, yaitu udara yang dihirup saat bernapas, air minum, tanaman, dan ternak yang dikonsumsi (Notohadiprawiro, 2006). Logam-logam tertentu dalam konsentrasi tinggi akan sangat berbahaya bila ditemukan di dalam lingkungan. Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya adalah karena sifatnya yang tidak dapat dihancurkan (nondegradable) oleh organisme hidup yang ada di lingkungan. Akibatnya, logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan. Logam berat membahayakan apabila masuk ke dalam sistem metabolisme dalam jumlah melebihi ambang Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
8
batas. Ambang batas untuk tiap jenis logam berat berbeda-beda (Darmono, 1995; Notohadiprawiro, 2006).
2.5 Karakteristik Logam Berat 2.5.1 Timbal Timbal merupakan unsur dengan nomor atom 82, memiliki berat atom 207,2, titik leleh 327,46ºC, dan titik didih 1740ºC. Timbal merupakan logam berwarna abu-abu, dapat ditempa, dan dapat dibentuk (Windholz, 1976). Timbal mudah dibentuk dan mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan. Bila dicampur dengan logam lain, timbal dapat membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya. Selain itu, timbal juga mempunyai kepadatan melebihi logam lain. Logam ini banyak digunakan pada industri baterai, kabel, cat (sebagai zat pewarna), penyepuhan, pestisida, dan yang paling banyak digunakan sebagai zat antiletup pada bensin. Timbal juga digunakan sebagai zat penyusun pateri dan sebagai formulasi penyambung pipa (Darmono, 1995). Keracunan timbal dapat disebabkan oleh timbal organik atau anorganik dan dapat berupa keracunan akut atau yang lebih sering merupakan keracunan kronik. Pencemaran timbal dapat berasal dari asap rokok, bensin yang mengandung timbal, makanan yang terkontaminasi timbal, makanan kaleng, dan insektisida (Darmono, 1995). Timbal diabsorpsi dengan cepat di saluran cerna dan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Anak-anak mengabsorpsi sekitar 30˗50% timbal yang tertelan sedangkan orang dewasa hanya sekitar 5-15%. Oleh karena itu anak-anak lebih rentan terhadap toksisitas timbal (Gad, 2005b). Timbal merupakan racun yang bersifat kumulatif. Akumulasinya terutama pada ginjal, otak, dan tulang. Oleh karena itu, perlu diperhatikan jumlah timbal yang terabsorbsi dan yang terakumulasi. Sekitar 10% timbal yang berasal dari makanan dan minuman akan diabsorbsi. Berdasarkan asumsi tersebut, maka batas asupan timbal per minggu adalah 3 mg per orang yang setara dengan 0,05 mg/kg berat badan (WHO, 1972; Gad, 2005b).
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
9
Toksisitas akut timbal dapat menyebabkan anoreksia, muntah, dan kejang terutama pada anak-anak. Toksisitas timbal tergantung dari tingkat paparan dan lamanya paparan. Target utama dari toksisitas timbal adalah sistem saraf pusat, darah, dan ginjal. Paparan kronis timbal pada orang dewasa dihubungkan dengan nefropati, anemia, neuropati perifer, dan ensepalopati. Selain itu juga dapat terjadi perubahan neuropsikiatrik pada anak-anak (Gad, 2005b).
2.5.2
Timah Timah merupakan logam dengan berat atom 118,71, berwarna putih
keperakan, berkilau, dapat ditempa, dan dapat dibentuk. Timah memiliki titik lebur 231,93oC dan titik didihnya mencapai 2602oC (Windholz, 1976). Logam ini tidak mudah teroksidasi dalam udara sehingga sering digunakan sebagai pelapis logam lainnya untuk mencegah karat. Timah juga sering digunakan sebagai campuran dengan logam lain atau alloying agent, seperti pada solder lunak (Winter, 2010). Makanan adalah sumber utama paparan timah anorganik, terutama makanan yang dikemas dalam kemasan kaleng. Paparan terhadap timah yang berasal dari makanan sebagian besar berasal dari makanan yang dikemas dalam kaleng yang tidak dilapisi dengan enamel (unlacquered), yaitu sebesar 98% dari total timah yang tertelan (WHO, 2005; Blunden dan Wallace, 2003). Timah pada tinplate dapat larut ke dalam produk yang dikemasnya. Kecepatan larutnya timah ke dalam makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti adanya zat pengoksidasi, masa simpan, dan kondisi penyimpanan seperti suhu. Oleh karena itu, konsentrasinya dalam makanan dapat meningkat apabila kemasan kaleng dibuka dan/atau disimpan dalam waktu yang lama dan suhu tinggi (WHO, 2005). Konsentrasi timah pada makanan kaleng yang dilapisi enamel biasanya dibawah 25 mg/kg, namun dapat mencapai lebih dari 100 mg/kg pada kaleng yang tidak dilapis. Hal ini dikarenakan pada kaleng yang dilapisi dengan enamel, tidak terjadi kontak langsung antara timah pada lapisan kaleng dengan makanan yang dikemasnya (Food Standards Agency, 2002; WHO, 2005).
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
10
JECFA menyimpulkan bahwa rata-rata asupan (intake) timah pada beberapa negara bervariasi antara 1 hingga 15 mg/hari per orang, namun asupan harian maksimum dapat mencapai 50-60 mg pada individu yang rutin mengonsumsi produk makanan kaleng yang tidak dilapis (WHO, 2005). Absorpsi timah anorganik di saluran cerna biasanya kurang dari 5%, namun dapat dipengaruhi oleh dosis, anion (kelarutan senyawa), dan adanya senyawa lain. Konsumsi timah dapat menimbulkan efek pada gastrointestinal seperti mual, kram perut, muntah, dan diare. Hal ini terjadi karena iritasi lokal pada lambung akibat timah yang terlarut didalamnya. Pada paparan kronik, timah dapat menyebabkan kejang otot dan paralisis (WHO, 2005; Gad, 2005c).
2.5.3
Kadmium Logam kadmium (Cd) memiliki titik lebur 320,9oC dan titik didih 765oC.
Logam ini berupa serbuk kristalin, berwarna putih, mudah larut dalam air, dan praktis tidak larut dalam alkohol (Windholz, 1976). Kadmium
banyak
digunakan
dalam
aplikasi
sepuhan
listrik
(electroplating), pembuatan pateri, dan baterai Ni-Cd. Garam sulfat merupakan garamnya yang paling banyak ditemukan. Pencemaran logam kadmium dapat bersumber dari pembuangan sisa limbah kegiatan industri maupun dari limbah domestik. Karena kadmium digunakan secara luas dalam industri, maka pencemarannya pada tanah dan air juga meningkat (Godt et al., 2006). Rute utama paparan kadmium pada manusia adalah melalui saluran cerna dan inhalasi. Absorpsi kadmium pada saluran cerna sekitar 4,7% pada orang dewasa dan dapat meningkat pada anak-anak. Kadmium terakumulasi pada hati dan ginjal serta bersifat karsinogen. Toksisitas akut kadmium berupa efek iritasi lokal pada saluran cerna seperti mual, muntah, diare, dan sakit perut. Sedangkan paparan jangka panjang kadmium dapat menimbulkan penyakit paru obstruktif, emfisema, dan kerusakan tubular ginjal. Selain itu, kadmium juga dapat menyebabkan deformasi tulang (Godt et al., 2006; Gad, 2005a).
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
11
2.6 Batas Cemaran Logam Berat dalam Makanan Produk pangan yang diproduksi, diimpor, dan diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan, termasuk persyaratan batas maksimum cemaran logam berat. Berdasarkan ketetapan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) pada tahun 2009, batas cemaran logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb) pada pangan khususnya produk buah dan sayur adalah 0,2 mg/kg dan 0,5 mg/kg. Sementara itu, batas maksimum untuk cemaran logam timah (Sn) pada produk pangan yang diolah dengan proses panas dan dikemas dalam kaleng adalah 250 mg/kg (BPOM, 2009; BSN, 2009). Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) merekomendasikan batas toleransi asupan selama seminggu (provisional tolerable weekly intake) untuk timah sebesar 14 mg/kg berat badan untuk menghindari resiko efek kronik. Sedangkan batas toleransi logam timbal (Pb) yang boleh masuk ke dalam tubuh selama satu minggu adalah 25 µg/kg berat badan dan 7 µg/kg berat badan untuk kadmium (Cd) (JECFA, 2003).
2.7 Spektrofometri Serapan Atom (SSA) Metode analisis menggunakan spektrometer serapan atom (atomic absorption spectrophotometry, AAS) merupakan metode yang populer untuk analisa logam karena disamping relatif sederhana, metode ini juga selektif dan sangat sensitif. Oleh karena itu SSA menjadi metode analisis yang sering digunakan untuk pengukuran sampel logam dengan kadar yang sangat kecil (Broekaert, 2002). Metode ini didasarkan pada absospsi atomik, yaitu penyerapan radiasi yang dipancarkan dari suatu sumber radiasi oleh suatu medium yang terdiri dari atom-atom bebas yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom bebas yang berada pada tingkat energi dasar. Penguraian molekul menjadi atom (atomisasi) ini dilakukan dengan energi dari api atau arus listrik. Teknik pemanasan dengan pemanfaatan nyala api merupakan cara yang paling umum digunakan, yaitu dengan menyemprotkan larutan yang dianalisis ke dalam nyala tertentu. Dengan demikian Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
12
pelarut pada sampel akan menguap dan meninggalkan partikel padat. Setelah itu, terjadi perubahan bentuk dari padatan menjadi gas dan senyawa yang terdapat di dalam sampel akan berdisosiasi menjadi bentuk atom-atomnya (Vandecasteele dan Block, 1993; Welz dan Michael, 2005). Atom-atom yang telah terbentuk tersebut kemudian akan mengabsorpsi cahaya dari sejumlah energi tertentu dari sumber cahaya yang spesifik untuk setiap atom. Absorpsi cahaya tersebut akan diikuti oleh eksitasi elektron pada tingkat energi dasar ke orbital energi yang lebih tinggi (excited state). Dengan demikian intensitas cahaya yang meninggalkan analit akan berkurang. Jumlah intensitas yang berkurang akan proporsional dengan jumlah atom yang mengabsorpsi cahaya tersebut. Keadaan tersebut sesuai dengan hukum LambertBeer, dimana serapan akan proporsional dengan konsentrasi atom (Ebdon et al., 1998).
2.7.1
Instrumentasi Terdapat lima komponen utama dalam instrumen spektrofotometer
serapan atom, yaitu: sumber cahaya, sistem atomisasi, monokromator, detektor, dan alat pembaca (Perkin-Elmer Corporation, 1996). Dibawah ini adalah gambar skematik dari alat SSA:
[Sumber : Perkin-Elmer Corporation, 1996]
Gambar 2.3 Diagram skematik dari Spektrofotometer Serapan Atom “telah diolah kembali” Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
13
2.7.1.1 Sumber Cahaya Setiap atom menyerap cahaya pada panjang gelombang yang sangat spesifik sehingga perlu digunakan sumber cahaya dengan spektrum yang sempit. Sumber utama yang digunakan untuk serapan atom adalah hollow cathode lamp (HCL) dan electrodeless discharge lamp (EDL). HCL merupakan sumber cahaya yang sangat baik, terang dan stabil untuk kebanyakan unsur. Untuk unsur yang mudah menguap biasanya digunakan EDL. EDL lebih kuat dari HCL dan memberikan presisi yang baik serta batas deteksi yang lebih rendah untuk beberapa unsur (Perkin-Elmer Corporation, 1996). Sumber cahaya yang lazim digunakan adalah HCL. HCL terdiri atas tabung kaca tertutup berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah. Pada ujung silinder terdapat jendela dari kuarsa yang transparan terhadap radiasi yang dilepaskan. HCL ini dihubungkan dengan sumber energi. Aliran arus listrik menyebabkan atom unsur logam pada katoda akan mengalami eksitasi dan menghasilkan spektrum yang spesifik untuk unsur logam tersebut (Department of Chemistry and Biochemistry, NMSU, 2006). Gambaran dari HCL dapat dilihat dibawah ini:
[Sumber : Department of Chemistry and Biochemistry, NMSU, 2006]
Gambar 2.4 Skema hollow cathode lamp “telah diolah kembali”
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
14
2.7.1.2 Sistem Atomisasi Sistem atomisasi yang digunakan pada SSA dapat berupa nyala atau elektrotermal. SSA yang memiliki sistem atomisasi berupa nyala disebut Flame Atomic Absorption Spectrometry (FAAS) sedangkan SSA yang memiliki sistem atomisasi berupa elektrotermal disebut Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrophotometry (GFAAS) (Vandecasteele dan Block, 1993). Pada sistem atomisasi nyala, larutan sampel yang mengandung logam dalam bentuk garam akan diubah menjadi aerosol dengan dilewatkan pada nebulizer, kemudian dengan adanya penguapan pelarut, butiran aerosol akan menjadi padatan. Setelah itu, terjadi perubahan bentuk dari padatan menjadi gas dan senyawa yang terdapat di dalam sampel akan berdisosiasi menjadi bentuk atom-atomnya (Vandecasteele dan Block, 1993; Welz dan Michael, 2005). Atomatom yang berada pada tingkat energi terendah kemudian akan menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber cahaya (Welz dan Michael, 2005). Terdapat dua buah kombinasi oksidan-bahan bakar yang sering digunakan dalam SSA, yaitu udara-asetilen dan nitrogen oksida-asetilen. Udara-asetilen lebih dipilih untuk analisis unsur dengan SSA. Suhu dari campuran gas ini sekitar 2300oC sedangkan campuran nitrogen oksida-asetilen dapat mencapai suhu maksimum hingga 2900oC. Campuran nitrogen oksida-asetilen ini digunakan untuk analisis unsur yang cenderung membentuk oksida yang stabil. Ia juga digunakan untuk mencegah timbulnya gangguan kimia pada temperatur rendah (Perkin-Elmer Corporation, 1996). Konsumsi larutan sampel yang disedot oleh nebulizer pada FAAS biasanya sekitar 5 mL/menit bila digunakan kecepatan aliran gas 1 L/menit. Nebulizer harus mampu menghasilkan droplet dengan ukuran kurang dari 10 µm karena droplet dengan ukuran demikianlah yang dapat ditransportasikan dan diuapkan dengan sempurna dalam nyala api. Dengan demikian, sensitivitas dapat ditingkatkan dan gangguan penguapan dapat dikurangi. Pada SSA dengan sistem atomisasi nyala, larutan sampel akan disedot secara terus menerus. Setelah 5-7 detik, sinyal akan menjadi stabil dan tidak terjadi fluktuasi yang lebih besar dari 1% (Broekaert, 2002).
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
15
Untuk mendisosiasikan molekul sampel menjadi atom, di samping nyala digunakan juga proses atomisasi elektrotermal, misalnya menggunakan batang karbon (graphite furnace). Sistem atomisasi dengan elektrotermal dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti sensitivitas, jumlah sampel, dan penyiapan sampel. Ada tiga tahap atomisasi dengan elektrotermal yaitu tahap pengeringan atau penguapan larutan, tahap pengabuan atau penghilangan senyawa-senyawa organik, dan tahap atomisasi (Broekaert, 2002; Perkin-Elmer Corporation, 1996).
2.7.1.3 Monokromator Monokromator digunakan untuk
memisah
dan memilih
panjang
gelombang yang digunakan dalam analisis. Selain sistem optik, dalam monokromator juga terdapat chopper untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.7.1.4 Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Detektor yang umum digunakan adalah tabung penggandaan foton atau photomultiplier tube (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.7.1.5 Alat Pembaca Pembacaan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah dikalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau serapan. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau kurva yang menggambarkan serapan atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007). . 2.7.2
Gangguan pada Analisis dengan SSA
2.7.2.1 Gangguan Spektra Matriks sampel yang diuapkan mengandung bermacam-macam unsur lain yang mungkin saja dapat menimbulkan gangguan spektra. Gangguan spektra terjadi bila panjang gelombang dari unsur yang diperiksa berhimpit dengan panjang gelombang dari atom atau molekul lain yang terdapat dalam larutan yang Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
16
diperiksa. Gangguan ini hampir tidak ada pada SSA karena digunakan sumber cahaya yang spesifik untuk unsur yang bersangkutan (Ebdon et al., 1998).
2.7.2.2 Gangguan Fisika Sifat-sifat fisika dari larutan yang diperiksa akan menentukan intensitas dari absorpsi atau emisi dari larutan zat yang diperiksa. Adanya variasi pada sampel (misalnya ketegangan muka, bobot jenis, dan kekentalan) dan kecepatan gas dapat mempengaruhi proses atomisasi. Oleh karena itu, sifat-sifat fisika dari zat yang diperiksa dan larutan pembanding harus sama. Efek ini dapat diperbaiki dengan pemanasan yang cepat atau operasi secara isothermal (Ebdon et al., 1998).
2.7.2.3 Gangguan Kimia Gangguan kimia yang paling umum adalah gangguan yang disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang sukar menguap antara anion dengan analit. Hal ini dapat mengurangi kecepatan atomisasi. Dalam hal tertentu gangguan ini dapat diatasi dengan menggunakan nyala dengan suhu yang lebih tinggi, misalnya nyala nitrogen oksida-asetilen. Hal ini juga dapat diatasi dengan menambahkan releasing agent, yaitu kation yang dapat bereaksi dengan anion pengganggu atau menggunakan protective agent yang akan bereaksi dengan analit membentuk senyawa stabil dan dapat menguap. Penambahan kedua agen ini akan mencegah reaksi antara anion pengganggu dengan analit (Skoog, West, dan Holler, 1991).
2.8 Penyiapan Sampel Penyiapan sampel sebelum pengukuran tergantung dari jenis unsur yang ditetapkan, jenis substrat dari sampel, dan cara atomisasi. Pada kebanyakan sampel, hal ini biasanya tidak dilakukan apabila atomisasi dilakukan secara elektrotermal karena matriks dari sampel telah dihilangkan pada proses pengarangan sebelum atomisasi. Pada atomisasi nyala kebanyakan sampel cair dapat disemprotkan langsung ke dalam nyala setelah diencerkan dengan pelarut yang cocok. Sampel padat biasanya dilarutkan dalam asam, tetapi ada kalanya didahului dengan peleburan alkali (Harmita, 2006). Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
17
Unsur-unsur logam dalam matriks berikatan dengan komponen lain dalam matriks. Untuk dapat dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom, ikatan tersebut harus diputus untuk mendapatkan unsur logam yang bebas. Peristiwa pemutusan ikatan unsur logam dengan komponen lain dalam matriks disebut peristiwa perombakan atau destruksi. Destruksi bertujuan untuk mengurai bentuk organik dari logam menjadi bentuk logam anorganik. Terdapat dua macam cara destruksi, yaitu destruksi kering dan destruksi basah (Raimon, 1993).
2.8.1
Destruksi Kering Destruksi kering merupakan perombakan organik logam dalam sampel
menjadi logam anorganik dengan cara pengabuan sampel dalam furnace dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Umumnya diperlukan suhu 400-800oC tapi suhu ini sangat tergantung terhadap jenis sampel yang akan dianalisis. Bila oksida logam yang terbentuk kurang stabil maka perlakuan ini tidak memberikan hasil yang baik. Untuk oksida logam yang stabil, setelah pengabuan kemudian dilarutkan dalam pelarut asam encer, baik tunggal maupun campuran kemudian dianalisis (Raimon, 1993).
2.8.2
Destruksi Basah Destruksi basah dengan asam sudah digunakan secara luas untuk
penyiapan berbagai macam sampel logam. Metode ini sederhana, cepat, dan relatif murah. Umumnya digunakan asam klorida, asam nitrat, asam perklorat, asam fluorida, dan hidrogen peroksida. Selain itu, dapat pula digunakan campuran asam untuk mendapatkan kondisi oksidasi yang lebih baik (Twyman, 2005). Kondisi oksidasi yang paling poten diperoleh dengan menggunakan asam perklorat atau asam nitrat pekat dan panas yang dapat melarutkan hampir semua logam dalam senyawa organik. Asam klorida pekat merupakan pelarut yang sangat baik untuk oksida logam. Sementara itu, asam florida merupakan asam lemah dan tidak mengoksidasi, namun asam ini berguna untuk melarutkan sampel silikat karena ia dapat melepaskan silikat dengan cara membentuk senyawa SiF4 yang mudah menguap (Twyman, 2005).
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
18
Efektivitas ekstraksi asam sangat tergantung dari kelarutan masing-masing logam, konsentrasi, dan jenis matriks. Logam mulia memiliki resistensi yang tinggi terhadap asam mineral tunggal (Balcerzak, 2002). Perbandingan antara berat sampel dan volume asam serta ukuran mesh sampel yang sesuai merupakan faktor yang penting, terutama pada analisis matriks yang kompleks. Pembasahan (wetting) yang tidak cukup dapat menyebabkan hasil yang tidak kuantitatif. Penggunaan tekanan tinggi dan pemanasan dengan microwave dapat meningkatkan kecepatan dekomposisi sampel dan lepasnya analit secara signifikan (Balcerzak, 2002). Pada umumnya, preparasi sampel dengan cara destruksi basah lebih disukai daripada destruksi kering. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa unsur logam yang mudah menguap (Raimon, 1993).
2.9 Metode Analisa 2.9.1
Teknik Kalibrasi Penggunaan teknik ini tergantung dari jumlah sampel, linearitas dari kurva
kalibrasi, dan adanya gangguan dari komponen lain dalam sampel tersebut. Jika jumlah sampel yang diperiksa banyak, maka prosedur yang paling sederhana adalah dengan membuat satu seri larutan standar yang meliputi daerah konsentrasi tertentu dan dari sini dibuat kurva kalibrasi (Harmita, 2006).
2.9.2
Metode Baku Dalam Variasi aliran oksidan-bahan bakar dan nebulizer diimbangi dengan
menambahkan sejumlah baku dalam ke dalam setiap sampel. Kurva kalibrasi yang dibentuk dengan metode ini merupakan hubungan dari perbandingan intensitas emisi atau serapan dari unsur yang ditetapkan dengan baku dalam terhadap konsentrasi unsur yang diperiksa. Standar yang dipilih harus mempunyai garis spektrum yang dekat dengan unsur yang diperiksa dan merupakan transisi yang serupa (Harmita, 2006).
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
19
2.9.3
Metode Adisi Bila gangguan dari unsur lain pada matriks tidak dapat dihindarkan maka
metode adisi standar ini dapat digunakan. Metode ini dapat dipakai dengan syarat kurva kalibrasi merupakan garis lurus melalui pusat. Apabila serapan dari larutan dengan konsentrasi x adalah Ax dan serapan dari larutan tersebut setelah ditambahkan standar dengan konsentrasi a adalah Ay, maka konsentrasi x dapat dihitung sebagai berikut (Harmita, 2006): x x+a
=
Ax
(2.1)
Ay
2.10 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap prosedur analisis berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa prosedur analisis tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Hasil dari validasi metode tersebut dapat digunakan untuk menilai kualitas, reliabilitas, dan konsistensi dari hasil analisis (Huber, 2007). Parameter metode analisis adalah kecermatan (accuracy), keseksamaan (precision), selektivitas (specificity), linearitas (linearity), rentang (range), batas kuantifikasi (limit of quantification, LOQ), dan batas deteksi (limit of detection, LOD), kekasaran (ruggedness), dan ketahanan (robustness) (Huber, 2007).
2.10.1 Kecermatan Kecermatan atau akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Biasanya dinyatakan sebagai persen perolehan kembali atau recovery (Thompson, Ellison, dan Wood, 2002; Huber, 2007). Persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil kadar yang diperoleh dengan kadar yang sebenarnya. Kriteria cermat diberikan jika hasil analisis memberikan nilai antara 98-102%. Untuk sampel hayati, baik biologis maupun nabati, syarat akurasi yang baik adalah ±10% dari syarat akurasi untuk sediaan. Untuk mendokumentasikan akurasi, International Conference on Harmonization (ICH) merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
20
kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misalnya 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Ketiga konsentrasi ini adalah konsentrasi yang mendekati LOQ, konsentrasi pada tengah rentang, dan konsentrasi pada titik tertinggi dari rentang yang dibuat (Huber, 2007; Harmita 2004).
2.10.2 Keseksamaan Keseksamaan atau presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual. Keseksamaan diukur melalui penyebaran hasil individu dari hasil rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi) dan dinyatakan sebagai keterulangan atau ketertiruan. Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama, pada kondisi yang sama, pada sampel identik yang berasal dari batch yang sama, dan dalam interval waktu yang pendek. Ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik dan diambil dari batch yang sama. Ketertiruan ini penting apabila metode tersebut akan digunakan pada laboratorium yang berbeda ataupun pada laboratorium yang sama namun kondisi analisis yang berbeda (Thompson, Ellison, dan Wood, 2002; Harmita, 2004). Pengujian keseksamaan dilakukan paling sedikit pada enam replika dengan konsentrasi 100% dari konsentrasi analit atau dari sembilan replika yang mewakili rentang konsentrasi yang dibuat. Sebagai contoh, pengujian dapat dilakukan pada tiga konsentrasi dengan tiga kali replikasi pada masing-masing konsentrasi. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif (koefisien variasi) sebesar 2% atau kurang (Huber, 2007, Harmita, 2004).
2.10.3 Selektivitas Selektivitas suatu metode adalah kemampuan dari metode tersebut untuk mengukur analit tertentu saja secara akurat dengan adanya komponen lain seperti prekursor sintetis, eksipien, enantiomer, dan hasil urai produk yang mungkin ada dalam matriks sampel. Hasil dari sampel tersebut dibandingkan dengan hasil Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
21
analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Huber, 2007).
2.10.4 Linearitas Linearitas adalah kemampuan metode analisis untuk memberikan respon secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik dan proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel pada kisaran yang diberikan. Linearitas dapat diperoleh dengan mengukur konsentrasi tiga sampai enam injeksi dari lima atau lebih standar dengan konsentrasi antara 80-120% dari kadar analit dalam sampel. Respon yang diberikan harus proporsional secara langsung dengan konsentrasi analit atau proporsional berdasarkan perhitungan matematis. Data yang diperoleh kemudian diproses menggunakan regresi linier sehingga diperoleh nilai slope, intersep, dan koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi di atas 0,999 sangat diharapkan untuk suatu metode analisis yang baik. Selain koefisien korelasi, simpangan baku residual (Sy) juga harus dihitung (Harmita, 2004; Huber, 2007). Syarat linearitas adalah sebagai berikut (Harmita, 2004): a. Koefisisen korelasi (r) ≥ 0,9990; b. Jumlah kuadrat sisa masing-masing titik temu (ri) mendekati nol atau nilai (ri)2 sekecil mungkin (mendekati 0); c. Koefisien fungsi regresi (Vxo) ≤ 2,0%, sedangkan untuk sediaan biologi Vxo ≤ 5,0%; dan d. Kepekaan analisis (∆y/∆x) saling mendekati satu sama lain.
2.10.5 Rentang Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.10.6 Batas Kuantifikasi (LOQ) dan Batas Deteksi (LOD) Batas kuantifikasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
22
kriteria cermat dan seksama. Sedangkan batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih dapat dideteksi dan masih memberikan respon yang signifikan bila dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas (Gandjar dan Rohman, 2007). Penetuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada ada atau tidaknya instrumen yang digunakan. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen, batas deteksi ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel dengan pengenceran bertingkat. Pada analisis dengan instrumen, batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku blanko. Simpangan baku blanko (Sb) sama dengan simpangan baku residual (Sy/x) (Harmita, 2004). 2.10.7 Kekasaran Kekasaran metode merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh di bawah kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai persen standar deviasi relatif (% RSD). Kondisi-kondisi ini meliputi laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dan lain-lain. Kekasaran biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.10.8 Ketahanan Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode, perlu dibuat variasi parameter-parameter metode dengan terus-menerus dan mengevaluasi respon analitik serta efek pada presisi dan akurasi. Identifikasi sekurang-kurangnya tiga faktor analisis yang dapat mempengaruhi hasil bila nanti diubah atau diganti (Gandjar dan Rohman, 2007).
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Kualitatif, Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok pada bulan Februari hingga Mei 2011.
3.2 Alat Alat-alat
yang digunakan adalah spektrofotometer serapan atom
(Shimadzu AA-6300), lampu katoda berongga timbal, timah, dan kadmium, microwave digestion system (Milestone Start D), oven, desikator, blender, timbangan analitik, mikropipet (Socorex), pipet volume, karet penghisap, botol semprot, kertas saring Whatman No. 41, dan alat-alat gelas.
3.3 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan uji dan bahan kimia. 3.3.1 Bahan Uji Bahan uji yang digunakan adalah sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang dibeli dari satu toko di daerah Jakarta Barat. Sampel terdiri dari dua merek berbeda dan tiga masa simpan yang berbeda yaitu, masa simpan kurang dari satu tahun, masa simpan antara satu hingga dua tahun, dan masa simpan lebih dari dua tahun. Tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa setiap sampel dapat dilihat pada Tabel 3.1.
3.3.2 Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan adalah serbuk standar Pb(NO3)2 (Merck), serbuk standar SnCl2.2H2O (Merck), serbuk standar CdSO4.8/3H2O (Merck), larutan HNO3 pekat (Merck), larutan HCl pekat (Merck), dan aqua demineralisata.
23
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
24
3.4 Cara Kerja 3.4.1
Pembuatan Larutan Baku
3.4.1.1 Larutan Baku Timbal (Pb) 1000 ppm Serbuk Pb(NO3)2 sebanyak 0,1604 gram ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL, dan dilarutkan dalam aqua demineralisata. Setelah itu, ditambahkan 7 mL HNO3 pekat dan dicukupkan volumenya dengan aqua demineralisata sampai tanda garis kemudian dikocok hingga homogen. Dengan demikian didapatkan larutan induk timbal 999,4 ppm (BSN, 1992).
3.4.1.2 Larutan Baku Timah (Sn) 1000 ppm Serbuk SnCl2.2H2O sebanyak 0,1909 gram ditimbang dengan seksama, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan dilarutkan dengan 40 mL HCl pekat kemudian diencerkan dengan aqua demineralisata sampai tanda garis. Larutan dikocok sampai homogen, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 997 ppm (BSN, 1992).
3.4.1.3 Larutan Baku Kadmium (Cd) 1000 ppm Untuk kadmium, ditimbang 0,2327 gram serbuk standar CdSO4.8/3H2O dengan seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan dilarutkan dalam aqua demineralisata. Setelah itu, ditambahkan 7 mL HNO3 pekat dan dicukupkan volumenya dengan aqua demineralisata sampai tanda garis labu ukur. Dengan demikian diperoleh larutan induk kadmium 1005 ppm (BSN, 1992).
3.4.2
Pembuatan Kurva Kalibrasi
3.4.2.1 Kurva Kalibrasi Timbal Larutan induk timbal 999,4 ppm dipipet sebanyak 10,0 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL. Larutan diencerkan dengan aqua demineralisata sampai garis batas kemudian dikocok hingga homogen, sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 99,94 ppm. Larutan tersebut kemudian dipipet sebanyak 10,0 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL. Larutan diencerkan dengan aqua demineralisata sampai garis batas kemudian dikocok hingga homogen sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 9,994 ppm. Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
25
Dari larutan 10 ppm, dipipet masing-masing sebanyak 500,0 µL, 1,0 mL; 3,0 mL; 5,0 mL; 8,0 mL dan 10,0 mL. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL yang berbeda, kemudian diencerkan dan dicukupkan dengan aqua demineralisata sampai tanda garis. Larutan kemudian dikocok hingga homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,0500 ppm; 0,0999 ppm; 0,2998 ppm; 0,4997 ppm; 0,7995 ppm; dan 0,9994 ppm. Larutan standar yang telah dibuat masing-masing diukur serapannya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 283,3 nm, kemudian hasilnya diplot menjadi kurva kalibrasi.
3.4.2.2
Kurva Kalibrasi Timah Dari larutan induk timah 997 ppm, dipipet sebanyak 10,0 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL. Larutan diencerkan dengan aqua demineralisata sampai tanda garis dan dikocok hingga homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 99,7 ppm. Dari larutan 99,7 ppm, dipipet masing-masing sebanyak 5,0 mL; 10,0 mL; 20,0 mL; dan 30,0 mL lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100,0 mL yang berbeda. Larutan 997 ppm dipipet 5,0 mL dan 7,0 mL dan dimasukkan kedalam labu ukur 100,0 mL. Kemudian semuanya diencerkan dan dicukupkan volumenya dengan aqua demineralisata sampai tanda garis. Larutan kemudian dikocok hingga homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 4,985 ppm; 9,97 ppm; 19,94 ppm; 29,91 ppm; 49,85 ppm; dan 69,79 ppm. Larutan standar yang telah dibuat masing-masing diukur serapannya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 286,3 nm, lalu hasilnya diplot menjadi kurva kalibrasi.
3.4.2.3
Kurva Kalibrasi Kadmium Larutan induk kadmium 1005 ppm dipipet 10,0 mL, dimasukkan ke labu
ukur 100,0 mL, ditambahkan aqua demineralisata hingga batas labu ukur sehingga diperoleh larutan konsentrasi 100,5 ppm. Larutan 100,5 ppm ini kemudian dipipet 10,0 mL, dimasukkan ke labu ukur 100,0 mL, ditambahkan aqua demineralisata hingga batas labu ukur sehingga diperoleh larutan konsentrasi 10,05 ppm. Larutan Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
26
konsentrasi 10,05 ppm dipipet 10,0 mL, dimasukkan ke labu ukur 100,0 mL, ditambahkan aqua demineralisata hingga batas labu ukur sehingga diperoleh larutan konsentrasi 1,005 ppm. Larutan konsentrasi 1,005 ppm dipipet 1,0 mL, 2,0 mL, 5,0 mL, dan 10,0 mL, dimasukkan ke labu ukur 100,0 mL yang berbeda. Sementara itu, larutan 10,05 ppm dipipet 3,0 mL dan 6,0 mL, lalu masing-masing dimasukkan ke labu ukur 100,0 mL. Kemudian semuanya diencerkan dan dicukupkan volumenya dengan aqua demineralisata sampai batas labu ukur sehingga diperoleh larutan standar konsentrasi 0,0100 ppm; 0,0201 ppm; 0,0503 ppm; 0,1005 ppm; 0,3015 ppm; dan 0,6030 ppm. Larutan standar yang telah dibuat masing-masing diukur serapannya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 228,8 nm, kemudian hasilnya diplot menjadi kurva kalibrasi.
3.4.3
Validasi Metode Analisis
3.4.3.1. Uji Linearitas Persamaan garis linier yang diperoleh dari kurva kalibrasi timbal, timah, dan kadmium digunakan untuk menghitung faktor-faktor kelinearan garis, yaitu r, ri2, Vxo, dan Δy/Δx. Rumus yang digunakan untuk perhitungan linearitas antara lain: ri = yi – (bxi + a) (y1 -y1 )2
Sy =
VXo =
(3.1)
Sy bx
Δy/Δx =
N-2
(3.2)
x 100%
(3.3)
y2-y1 x2-x1
≈
y3-y2 x3-x2
≈
y4-y3 x4-x3
≈
yn -yn-1 xn -xn-1
(3.4)
3.4.3.2 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantifikasi (LOQ) Batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ) ditentukan dari persamaan kurva kalibrasi yang diperoleh. Batas deteksi dan batas kuantifikasi dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
27
baku blanko. Simpangan baku blanko (Sb) sama dengan simpangan baku residual (Sy/x) (Harmita, 2004). LOD dan LOQ dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: LOD = LOQ =
3
Sy
x
(3.5)
b 10
Sy
x
b
(3.6)
Nilai b dalam rumus di atas merupakan nilai kemiringan (slope) dari persamaan kurva kalibrasi y = bx + a (Harmita, 2004).
3.4.3.3 Uji Presisi Uji presisi dilakukan dengan cara mengukur serapan dari sampel yang ditambahkan dengan standar pada tiga konsentrasi, yaitu konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi. Serapan diukur dengan menggunakan spektrofotometri serapan atom. Masing-masing standar diukur dengan pengulangan enam kali, kemudian dihitung koefisien variasinya. Untuk uji presisi logam timbal, sampel ditimbang seksama sebanyak 2,0000 gram di dalam bejana TFM dan dibuat tiga kelompok. Ke dalam masingmasing kelompok ditambahkan 12 mL larutan HNO3 pekat dan diaduk homogen. Kemudian secara berurutan ditambahkan 50,0 µL; 500,0 µL; dan 800,0 µL larutan standar timbal 9,994 ppm ke dalam masing-masing bejana TFM. Bejana tersebut dimasukkan ke dalam pelindung HTC, lalu ditutup dengan penutupnya dan dikencangkan. Bejana dimasukkan ke dalam microwave digestion, lalu disambungkan dengan sensor suhu dan dipasang rotor top plate. Microwave dinyalakan dengan suhu 180⁰C selama 25 menit dengan kekuatan 1000 watt. Setelah proses destruksi selesai, bejana dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu kamar lalu larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL. Labu ukur dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua demineralisata hingga diperoleh konsentrasi akhir 0,0500 ppm; 0,4997 ppm; dan 0,7995 ppm. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 ke dalam vial. Proses ini dilakukan sebanyak enam kali pengulangan.
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
28
Untuk uji presisi logam timah, sampel ditimbang seksama sebanyak 0,5000 gram di dalam TFM yang telah ditara dan dibuat tiga kelompok. Masingmasing kelompok ditambahkan 9 mL larutan HNO3 pekat dan diaduk homogen. Selanjutnya secara berurutan ditambahkan 50,0 µL; 300,0 µL; dan 600,0 µL larutan standar timah konsentrasi 997 ppm ke dalam masing-masing bejana TFM. Bejana tersebut dikencangkan dan dimasukkan ke dalam microwave digestion lalu microwave dioperasikan dengan cara yang sama seperti di atas. Setelah proses destruksi selesai, bejana dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu kamar. Selanjutnya larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL, dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua demineralisata hingga diperoleh konsentrasi akhir 4,985 ppm; 29,91 ppm; dan 59,82 ppm. Kemudian larutan tersebut masing-masing disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 ke dalam vial. Proses tersebut dilakukan sebanyak enam kali pengulangan. Cara kerja untuk uji presisi logam kadmium sama dengan cara kerja uji presisi untuk logam timbal, hanya terdapat perbedaan pada penambahan larutan standar. Larutan standar kadmium yang ditambahkan adalah 200,0 µL larutan standar kadmium 1,005 ppm; 100,0 µL larutan standar kadmium konsentrasi 10,05 ppm; dan 500,0 µL larutan standar kadmium konsentrasi 10,05 ppm. Setelah proses destruksi selesai, bejana dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu kamar lalu larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua demineralisata hingga diperoleh konsentrasi akhir 0,0201 ppm; 0,1005 ppm; dan 0,5025 ppm. Kemudian larutan tersebut masing-masing disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 ke dalam vial. Proses tersebut dilakukan sebanyak enam kali pengulangan. Rumus untuk perhitungan simpangan baku (simpangan deviasi) dan koefisien variasi pada uj presisi adalah sebagai berikut: (xi-x)2
Simpangan baku (SD) = Koefisien variasi (KV) =
n-1 SD x
x 100%
(3.7) (3.8)
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
29
3.4.3.4 Kecermatan Kecermatan dinyatakan dengan uji perolehan kembali (UPK). Uji perolehan kembali dilakukan dengan menggunakan metode adisi, yaitu penambahan larutan standar ke dalam sampel, lalu campuran sampel dan standar didestruksi dengan menggunakan microwave digestion selama 25 menit pada suhu 180°C dengan kekuatan 1000 watt (Milestone, 2005). Untuk uji perolehan kembali logam timbal, sampel ditimbang seksama 2,0000 gram di dalam bejana TFM yang telah ditara dan dibuat empat kelompok. Ke dalam masing-masing kelompok ditambahkan 12 mL larutan HNO3 pekat dan diaduk homogen. Pada kelompok pertama, tidak ditambahkan larutan standar (berfungsi sebagai blangko). Pada kelompok kedua, ketiga, dan keempat, secara berurutan ditambahkan 50,0 µL; 500,0 µL; dan 800,0 µL larutan standar timbal 9,994 ppm ke dalam masing-masing bejana TFM. Bejana tersebut dimasukkan ke dalam pelindung HTC, lalu ditutup dengan penutupnya dan dikencangkan. Bejana dimasukkan ke dalam microwave digestion system, lalu disambungkan dengan sensor suhu dan dipasang rotor top plate. Microwave dinyalakan dengan suhu 180⁰C selama 25 menit dengan kekuatan 1000 watt. Setelah proses destruksi selesai, bejana dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu kamar lalu larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL. Labu ukur dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua demineralisata hingga diperoleh konsentrasi akhir 0,0500 ppm; 0,4997 ppm; dan 0,7995 ppm. Kemudian masing-masing disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 ke dalam vial. Proses ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing kelompok. Untuk uji perolehan kembali logam timah, sampel ditimbang seksama 0,5000 gram di dalam bejana TFM dan dibuat empat kelompok. Ke dalam masing-masing bejana TFM ditambahkan 9 mL larutan HNO3 pekat dan diaduk homogen. Untuk kelompok sampel pertama tidak ditambahkan larutan standar (berfungsi sebagai blanko). Pada kelompok kedua, ketiga dan keempat ditambahkan secara berurutan 50,0 µL; 300,0 µL; dan 600,0 µL larutan standar timah konsentrasi 997 ppm ke dalam masing-masing bejana TFM. Bejana tersebut dikencangkan dan dimasukkan ke dalam microwave digestion system, lalu dioperasikan dengan cara seperti di atas. Setelah proses destruksi selesai, bejana Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
30
dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu kamar lalu larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL, dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua demineralisata hingga diperoleh konsentrasi akhir 4,985 ppm; 29,91 ppm; dan 59,82 ppm. Kemudian larutan tersebut masing-masing disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 ke dalam vial. Proses ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing kelompok sampel. Cara kerja untuk uji perolehan kembali logam kadmium sama dengan cara kerja uji perolehan kembali untuk logam timbal, hanya terdapat perbedaan pada penambahan larutan standar. Larutan standar kadmium yang ditambahkan adalah 200,0 µL larutan standar kadmium 1,005 ppm; 100,0 µL larutan standar kadmium konsentrasi 10,05 ppm; dan 500,0 µL larutan standar kadmium konsentrasi 10,05 ppm. Setelah proses destruksi selesai, bejana dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu kamar lalu larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua demineralisata hingga diperoleh konsentrasi akhir 0,0201 ppm; 0,1005 ppm; dan 0,5025 ppm. Kemudian larutan tersebut masing-masing disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 ke dalam vial. Proses ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing kelompok sampel. Semua larutan, baik larutan hasil destruksi yang ditambahkan standar, larutan hasil destruksi yang tidak ditambahkan standar, maupun larutan standar yang ditambahkan diukur serapannya dengan spektrofotometri serapan atom. Kemudian, hasil serapan dicatat, dihitung konsentrasi masing-masing, dan dihitung UPK dengan rumus sebagai berikut: UPK =
C2-C1 S
x 100%
(3.9)
Keterangan : C1 = kadar sampel pada bagian yang tidak ditambah standar C2 = kadar sampel pada bagian yang ditambah standar S
= kadar standar yang ditambahkan
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
31
3.4.4
Penyiapan Sampel
3.4.4.1 Metode Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan adalah buah lengkeng kemasan kaleng yang dibeli di pasar tradisional daerah Jakarta Barat dengan dua merek berbeda, yaitu merek A dan B, serta dengan tiga masa simpan yang berbeda pula, yaitu masa simpan kurang dari satu tahun, masa simpan antara satu tahun hingga dua tahun, dan masa simpan lebih dari dua tahun.
3.4.4.2 Persiapan dan Pengeringan Sampel Kaleng yang masih utuh dibuka dan dituang seluruh isinya ke dalam saringan. Buah dengan cekungan menghadap ke atas dengan hati-hati dibalikkan dengan tangan. Tanpa menggeser produk, saringan dimiringkan dengan sudut 1720° agar cairan mengalir lebih mudah. Kemudian cairan dialirkan selama 2 menit (BSN, 2004). Buah yang telah dipisahkan dari cairannya ditimbang dalam krusibel yang telah dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 2 jam dan ditentukan bobotnya. Sampel buah tersebut dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 36-48 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit hingga mencapai suhu ruang, kemudian ditimbang bobotnya. Sampel dikeringkan lagi ke dalam oven selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang bobotnya. Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot konstan (selisih penimbangan berturut-turut 0,2 mg). Sampel yang telah kering kemudian ditimbang dengan seksama. Selanjutnya sampel dihancurkan dengan seksama dalam blender dan disimpan dalam wadah yang bersih, kering, dan tertutup rapat (Farmakope Indonesia, 1995). Perhitungan: %Susut pengeringan =
Bb-Bk Bb
x 100%
(3.10)
Keterangan: Bb adalah bobot basah sampel, g Bk adalah bobot kering sampel, g
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
32
3.4.5
Destruksi Sampel Destruksi sampel untuk analisis logam timbal, timah, dan kadmium
dilakukan dengan menggunakan microwave digestion system. Masing-masing sampel ditimbang dengan seksama dalam bejana TFM yang berbeda dengan menggunakan timbangan analitik. Ke dalam sampel di masing-masing bejana, ditambahkan HNO3 pekat, lalu proses destruksi dengan microwave digestion dijalankan dengan ketentuan sebagai berikut:
Tabel 3.2 Program microwave digestion system Tahap
Waktu
Suhu
Microwave power
(menit)
(°C)
(watt)
1
10
180
1000
2
15
180
1000
[Sumber: Milestone, 2005]
Destruksi masing-masing sampel untuk analisis setiap logam dilakukan sebanyak dua kali (pengukuran duplo). Tahapan destruksi sampel untuk analisis logam timbal dan kadmium adalah sebagai berikut: masing-masing sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang telah dikeringkan dan dihaluskan, ditimbang sebanyak 2,0000 gram di dalam bejana TFM yang berbeda menggunakan timbangan analitik. Ke dalam sampel di masing-masing bejana, ditambahkan 12 mL larutan HNO3 pekat, kemudian diaduk perlahan. Bejana tersebut kemudian dimasukkan ke dalam pelindung HTC, lalu ditutup dengan penutupnya dan dikencangkan. Bejana dimasukkan ke dalam microwave digestion system, lalu disambungkan dengan sensor suhu. Microwave dinyalakan dengan suhu 180ºC selama 25 menit dengan kekuatan 1000 watt. Setelah proses destruksi selesai, bejana dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu kamar, kemudian bejana dibuka. Larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL dan dicukupkan dengan aqua demineralisata sampai garis batas. Larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 41, lalu ditampung di dalam vial (Kharisma, 2006; Milestone, 2005).
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
33
Untuk analisis logam timah tahapan destruksi yang dilakukan sama dengan tahapan destruksi sampel untuk logam timbal dan kadmium. Namun jumlah sampel dan HNO3 pekat yang digunakan berbeda. Masing-masing sampel yang ditimbang sebanyak 0,5000 gram dan larutan HNO3 pekat yang digunakan adalah 9 mL.
3.4.5
Pengukuran Kadar Timbal, Timah, dan Kadmium dalam Sampel Pengukuran kadar timbal, timah dan kadmium dimulai dengan melakukan
pengukuran larutan standar masing-masing logam. Pengukuran diawali oleh larutan standar dengan konsentrasi paling kecil, kemudian diteruskan hingga konsentrasi paling tinggi. Selanjutnya dilakukan pengukuran serapan sampel. Serapan yang diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan kurva kalibrasi sehingga diperoleh kadar sampel. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) dengan ketentuan alat sebagai berikut:
Tabel 3.3 Ketentuan alat SSA untuk pengukuran kadar timbal, timah, dan kadmium Ketentuan
Timbal
Timah
Kadmium
Panjang
283,3 nm
286,3 nm
228,8 nm
2,0 L/menit
3,0 L/menit
1,8 L/menit
15,0 L/menit
15,0 L/menit
15,0 L/menit
7 mm
9 mm
7 mm
gelombang Kecepatan gas pembakar (asetilen) Kecepatan oksidan (udara) Tinggi burner
[Sumber: Shimadzu, 2007]
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis cemaran logam timbal, timah, dan kadmium dalam buah lengkeng kemasan kaleng dengan merek dan masa simpan yang berbeda. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ditentukan kelayakan buah lengkeng kemasan kaleng tersebut untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Kelayakan ini mengacu pada batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan ketentuan dari Badan Standardisasi Nasional (BSN). Sampel yang digunakan adalah dua merek buah lengkeng kemasan kaleng yang dibeli di pasar tradisional daerah Jakarta Barat. Sampel yang digunakan dipilih berdasarkan masa simpan yang berbeda, yaitu buah lengkeng kemasan kaleng dengan masa simpan baru (masa simpan kurang dari 1 tahun), masa simpan sedang (masa simpan antara 1 sampai 2 tahun), dan masa simpan lama (masa simpan lebih dari 2 tahun). Adanya cemaran logam dalam buah lengkeng kemasan kaleng dapat terjadi karena migrasi logam-logam penyusun kaleng ke dalam produk. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, seperti pH, banyaknya sisa oksigen dalam bahan pangan, suhu penyimpanan, waktu penyimpanan, dan beberapa faktor yang berasal dari bahan kemas (Julianti dan Nurminah, 2006; Laroussen dan Brown, 1997). Sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga masa simpan yang berbeda. Dengan perbedaan masa simpan ini dapat dilihat apakah ada perbedaan kandungan logam dari ketiga sampel dengan masa simpan berbeda tersebut. Menurut Laroussen dan Brown (1997), semakin lama makanan disimpan, semakin lama pula waktu kontak antara makanan dan wadah. Dengan demikian, semakin besar pula kemungkinan logam penyusun kaleng tersebut lepas dan mengontaminasi makanan yang dikemasnya. Penetapan kadar cemaran logam timbal, timah, dan kadmium dalam buah lengkeng kemasan kaleng ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom. Alat ini sering direkomendasikan untuk analisa logam berat karena sensitif, sangat spesifik untuk unsur yang akan dianalisa, pengerjaannya yang 34
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
35
sederhana, dan memberikan presisi yang baik (Soylack et al., 2004). Tahapantahapan yang dilakukan untuk menetapkan kadar cemaran logam dalam sampel buah lengkeng dimulai dengan pembuatan larutan induk timbal, timah, dan kadmium; pembuatan larutan standar dan kurva kalibrasi; penyiapan sampel; validasi metode; destruksi sampel; dan pengukuran konsentrasi logam timah, timbal, dan kadmium di dalam sampel.
4.1 Pembuatan Larutan Induk Larutan induk timbal dibuat dari serbuk timbal (II) nitrat (Pb(NO3)2) yang dilarutkan dengan aqua demineralisata. Serbuk Pb(NO3)2 ditimbang sebanyak 0,1604 gram. Jumlah serbuk logam yang ditimbang diperoleh dari perhitungan konversi dengan menggunakan berat molekul Pb(NO3)2 dan Pb, serta memperhitungkan kadar timbal nitrat yang terdapat dalam sertifikat analisis, yaitu 99,6%. Dengan demikian di dalam 0,1604 gram serbuk Pb(NO3)2 terdapat 0,0999 gram logam timbal. Serbuk Pb(NO3)2 yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL secara kuantitatif, lalu dilarutkan dalam aqua demineralisata. Setelah itu, ditambahkan 7 mL HNO3 pekat dan dicukupkan dengan aqua demineralisata sampai garis batas, sehingga diperoleh larutan induk timbal dengan konsentrasi 999 ppm. Larutan induk timah dibuat dari serbuk timah (II) klorida hidrat (SnCl2.2H2O) yang dilarutkan dengan HCl pekat dan aqua demineralisata. Serbuk SnCl2.2H2O ditimbang sebanyak 0,1909 gram dengan menggunakan timbangan analitik yang telah ditara sebelumnya. Jumlah serbuk logam yang ditimbang diperoleh dari perhitungan konversi dengan menggunakan berat molekul SnCl2.2H2O dan Sn, serta memperhitungkan kadar timah klorida hidrat yang terdapat dalam sertifikat analisis, yaitu 99,3%. Dengan demikian di dalam 0,1909 gram serbuk SnCl2.2H2O terdapat 0,0997 gram logam timah. Serbuk logam yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL secara kuantitatif, lalu ditambahkan 40 mL HCl pekat untuk melarutkan karena SnCl2.2H2O sangat mudah larut dalam HCl pekat. Kemudian setelah larut dicukupkan dengan aqua demineralisata sampai garis batas, sehingga diperoleh larutan induk timah 997 ppm. Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
36
Larutan induk kadmium dibuat dari serbuk kadmium sulfat hidrat (CdSO4.8/3H2O) yang dilarutkan dengan aqua demineralisata. Serbuk CdSO4.8/3 H2O ditimbang sebanyak 0,2327 gram dengan menggunakan timbangan analitik yang telah ditara sebelumnya. Jumlah serbuk logam yang ditimbang diperoleh dari perhitungan konversi dengan menggunakan berat molekul CdSO4.8/3H2O dan Cd, serta memperhitungkan kadar kadmium sulfat hidrat yang terdapat dalam sertifikat analisis, yaitu 98,5%. Dengan demikian di dalam 0,2327 gram serbuk CdSO4.8/3H2O terdapat 0,1005 gram logam kadmium. Serbuk logam yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL secara kuantitatif, lalu dilarutkan dalam aqua demineralisata. Setelah itu, ditambahkan 7 mL HNO3 pekat dan dicukupkan dengan aqua demineralisata sampai garis batas, sehingga diperoleh larutan induk kadmium 1005 ppm.
4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kurva kalibrasi merupakan perhitungan empiris yang menghubungkan respon alat terhadap konsentrasi dari analit tertentu. Absorbansi yang dihasilkan akan memiliki hubungan linear dengan konsentrasi analit yang diukur, sesuai dengan hukum Lambert-Beer. Pada metode kurva kalibrasi, serangkaian larutan standar diukur dan diplot menjadi sebuah kurva kalibrasi berdasarkan perhitungan matematis tertentu. Standar tersebut biasanya dilarutkan terlebih dahulu dalam larutan yang sesuai. Kurva kalibrasi yang dihasilkan kemudian digunakan untuk menghitung konsentrasi sampel berdasarkan serapan yang dihasilkan oleh sampel melalui persamaan garis kurva kalibrasi (Stone dan Ellis, 2008). Pembuatan kurva kalibrasi diawali dengan pembuatan seri pengenceran larutan standar timbal, timah, dan kadmium. Untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan, dilakukan pengenceran dari larutan induk masing-masing logam dengan teliti dan hati-hati agar terhindar dari kesalahan yang dapat menyebabkan konsentrasi larutan standar tidak sesuai dengan yang diinginkan. Pengukuran larutan standar timbal, timah, dan kadmium dilakukan pada panjang gelombang yang berbeda, yang spesifik untuk masing-masing logam tersebut. Untuk logam timbal, pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 283,3 nm, sedangkan untuk logam timah dilakukan pada panjang gelombang Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
37
286,3 nm, dan untuk logam kadmium dilakukan pada panjang gelombang 228,8 nm. Serapan yang diperoleh kemudian diplot ke dalam kurva kalibrasi sehingga diperoleh kurva kalibrasi timbal, timah, dan kadmium dengan persamaan kurva kalibrasi y = a + bx. Kurva kalibrasi timbal dibuat dengan 6 konsentrasi, yaitu 0,0500 ppm; 0,0999 ppm; 0,2997 ppm; 0,4995 ppm; 0,7992 ppm; dan 0,999 ppm. Larutan standar timbal tersebut diperoleh dari pengenceran larutan induk timbal 999 ppm. Persamaan garis linear yang diperoleh adalah y = 0,02135x + 0,000924 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9999. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.2. Kurva kalibrasi timah dibuat dengan 6 konsentrasi, yaitu 4,99 ppm; 9,97 ppm; 19,94 ppm; 29,91 ppm; 49,85 ppm; dan 69,79 ppm. Larutan standar timah 4,99 ppm; 9,97 ppm; 19,94 ppm; 29,91 ppm; 49,85 ppm; dan 69,79 ppm diperoleh dari pengenceran larutan induk timah 997 ppm. Persamaan garis linear yang diperoleh adalah y = 0,001387x – 0,001202 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9998. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Tabel 4.9. Larutan induk kadmium 1005 ppm diencerkan hingga diperoleh larutan standar kadmium konsentrasi 0,0100 ppm; 0,0201; 0,0503 ppm; 0,1005 ppm; 0,3015 ppm; dan 0,6030 ppm. Kemudian keenam larutan standar kadmium tersebut diukur dan diplot hasilnya hingga diperoleh kurva kalibrasi. Persamaan garis linear yang diperoleh adalah y = 0,5535x + 0,001355 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9999. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Tabel 4.16.
4.3 Penyiapan Sampel Sampel yang digunakan adalah dua merek buah lengkeng kemasan kaleng, yaitu A dan B. Masing-masing buah lengkeng kemasan kaleng dibeli di pasar tradisional daerah Jakarta Barat dengan tiga masa simpan berbeda, yaitu masa simpan yang masih baru (masa simpan kurang dari 1 tahun), masa simpan sedang (masa simpan antara 1 sampai 2 tahun), dan masa simpan yang sudah lama (masa simpan lebih dari 2 tahun). Total buah lengkeng kemasan kaleng yang digunakan pada penelitian ini adalah 6 buah lengkeng kemasan kaleng. Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
38 Enam sampel tersebut adalah A1, A2, A3, B1, B2, dan B3. “A” menunjukkan merek A dan “B” menunjukkan merek B. Sedangkan “1” menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki masa simpan yang lama (masa simpan lebih dari 2 tahun), “2” menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki masa simpan sedang (masa simpan antara 1 sampai 2 tahun), dan “3” menunjukkan masa simpan baru (masa simpan kurang dari 1 tahun). Masing-masing sampel tersebut dikeluarkan isinya dan dituang kedalam saringan untuk memisahkan buah dengan airnya. Kemudian cairan dialirkan selama 2 menit. Memisahkan buah lengkeng dengan airnya ini dilakukan dengan hati-hati agar buah tidak tertekan dan kehilangan air yang terkandung didalamnya. Alat-alat bantu yang digunakan untuk penyiapan sampel, seperti saringan dan sendok, dipilih yang berbahan stainless steel atau plastik agar tidak menyebabkan kontaminasi logam pada sampel. Gambar buah lengkeng kemasan kaleng dapat dilihat pada Gambar 4.4. Sampel buah lengkeng tersebut kemudian ditimbang bobot basahnya lalu dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 36 jam. Setelah buah mengering, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit hingga mencapai suhu ruang, lalu ditimbang bobotnya. Sampel dikeringkan lagi ke dalam oven selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang bobotnya. Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot konstan (selisih penimbangan berturut-turut 0,2 mg). Bobot basah dan bobot kering yang diperoleh dari hasil penimbangan kemudian digunakan untuk menghitung susut pengeringan. Sampel lengkeng setelah dikeringkan dan dihaluskan dapat dilihat pada Gambar 4.5. Sampel A1, A2, dan A3 susut pengeringannya masing-masing adalah 80,42%; 80,48%; dan 80,07%. Sementara untuk sampel B1, B2, dan B3 adalah 79,90%; 80,39%; dan 80,49%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Selama proses pengeringan, tidak ada logam yang berkurang atau hilang karena logam yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu timbal, timah, dan kadmium bersifat tahan panas dan memiliki titik didih yang sangat tinggi. Sampel yang telah kering kemudian dihancurkan dengan seksama dalam blender dan dimasukkan ke dalam wadah kering, bersih, dan tertutup rapat lalu disimpan dalam desikator. Sampel bersifat higroskopis karena mengandung banyak gula. Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
39
Dengan demikian, apabila disimpan dalam waktu yang lama pada udara terbuka, sampel akan menyerap air sehingga menjadi lembap dan lengket. Hal ini tentunya akan menyebabkan penimbangan menjadi kurang akurat. Oleh karena itu, sampel disimpan dalam desikator agar selalu kering.
4.4 Validasi Metode Validasi perlu dilakukan pada metode analisis yang baru dikembangkan, pengembangan dari metode analisis yang sudah ada sebelumnya, atau penggunaan metode yang sudah ada sebelumnya, namun pada kondisi yang berbeda (Harmita, 2004). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini perlu divalidasi untuk membuktikan bahwa hasil analisis yang diperoleh pada penelitian ini merupakan hasil yang benar dan dapat dipercaya. Beberapa parameter validasi yang dilakukan antara lain adalah uji linearitas, uji kecermatan, uji keseksamaan, serta uji batas deteksi dan batas kuantifikasi.
4.4.1
Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan dengan menghitung faktor-faktor kelinearan garis,
yaitu: r, (ri)2, Vxo, dan Δy/Δx. Garis dinyatakan memenuhi uji linearitas apabila koefisien korelasi r ≥ 0,9990; (ri)2 sangat kecil (mendekati 0); Vxo ≤ 2,0 %; dan kepekaan analisis (Δy/Δx) saling mendekati satu sama lain. Kurva kalibrasi timbal memiliki persamaan garis linear y = 0,02135x + 0,000924 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9999. Hasil tersebut menunjukkan bahwa linearitas dari titik-titik yang terbentuk cukup tinggi. Hasil koefisien korelasi (r) yang diperoleh dapat dikatakan memenuhi syarat kelinearan garis dimana r ≥ 0,9990. Selain koefisien korelasi (r), nilai Vxo, (ri)2, dan Δy/Δx juga dihitung. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3. Jumlah kuadrat sisa masing-masing titik temu (ri)2 dari kurva kalibrasi timbal memiliki nilai yang sangat kecil, yaitu mendekati 0. Hal ini memenuhi syarat kelinearan garis, yaitu nilai (ri)2 sekecil mungkin atau mendekati 0. Untuk nilai Vxo dari kurva kalibrasi timbal diperoleh hasil 1,01%. Nilai tersebut memenuhi syarat kelinearan garis, yaitu Vxo ≤ 2,0%. Syarat kelinearan garis yang terakhir adalah nilai Δy/Δx yang menunjukkan kepekaan analisis dari metode Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
40 yang digunakan. Nilai Δy/Δx yang dihasilkan memiliki nilai yang mendekati satu sama lain, sehingga nilai Δx/Δy tersebut juga memenuhi syarat kelinearan garis. Kurva kalibrasi timah memiliki persamaan garis linear y = 0,001387x – 0,001202 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9998. Hasil koefisien korelasi (r) yang diperoleh memenuhi syarat kelinearan garis dimana r ≥ 0,9990. Selain koefisien korelasi (r), nilai Vxo, (ri)2, dan Δy/Δx juga dihitung. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.10. Jumlah kuadrat sisa masing-masing titik temu (ri)2 dari kurva kalibrasi timah memiliki nilai yang sangat kecil, yaitu mendekati 0. Untuk nilai Vxo dari kurva kalibrasi timah diperoleh hasil 1,38% dan nilai Δy/Δx yang dihasilkan memiliki nilai yang mendekati satu sama lain. Hasil perhitungan faktor-faktor kelinearan garis menunjukkan bahwa metode ini memenuhi syarat linearitas. Kurva kalibrasi kadmium memiliki persamaan garis linear y = 0,5535 x + 0,001355 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9999. Hasil koefisien korelasi (r) yang diperoleh memenuhi syarat kelinearan garis dimana r ≥ 0,9990. Jumlah kuadrat sisa masing-masing titik temu (ri)2 dari kurva kalibrasi kadmium memiliki nilai yang sangat kecil, yaitu mendekati 0. Hal ini memenuhi syarat kelinearan garis, yaitu nilai (ri)2 sekecil mungkin atau mendekati 0. Untuk nilai Vxo dari kurva kalibrasi kadmium diperoleh hasil 0,99%. Nilai Δy/Δx yang dihasilkan memiliki nilai yang mendekati satu sama lain. Dengan demikian nilai Vxo dan nilai Δx/Δy tersebut memenuhi syarat linearitas garis. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.17. Dari hasil uji linearitas logam timbal, timah, dan kadmium semuanya memenuhi syarat linearitas dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa kurva kalibrasi yang dibuat dapat menghubungkan antara respon alat dengan konsentrasi analit secara proporsional dan baik pada kisaran yang diberikan.
4.4.2
Penentuan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantifikasi (LOQ) Uji sensitivitas dilakukan dengan menghitung batas deteksi (LOD) dan
batas kuantifikasi (LOQ). Penentuan LOD dan LOQ dari logam timbal, kadmium, dan timah didapatkan dengan menggunakan perhitungan statistik. Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat dideteksi, sedangkan Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
41
batas kuantifikasi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Nilai LOD dan LOQ untuk logam timbal berturut-turut adalah 0,0139 ppm dan 0,0464 ppm; nilai LOD dan LOQ untuk logam timah berturut-turut adalah 1,28 ppm dan 4,25 ppm; dan nilai LOD dan LOQ untuk logam kadmium berturut-turut adalah 0,0054 ppm dan 0,0179 ppm. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4 untuk logam timbal, Tabel 4.11 untuk logam timah, dan Tabel 4.18 untuk logam kadmium. Nilai LOQ untuk logam kadmium lebih besar daripada titik terendah pada kurva kalibrasi kadmium yang dibuat, yaitu 0,01 ppm sehingga nilai serapan yang ditunjukkan pada konsentrasi 0,01 ppm tersebut kurang valid. Sementara itu, pengukuran pada konsentrasi 0,0201 ppm; 0,0503 ppm; 0,1005 ppm; 0,3015 ppm; dan 0,6030 ppm memberikan respon yang signifikan dan memberikan kriteria cermat dan seksama. Meskipun demikian, persamaan kurva kalibrasi yang diperoleh untuk logam kadmium tetap dapat digunakan karena persamaan tersebut tetap memiliki linearitas yang baik. Untuk logam timbal dan timah diperoleh nilai LOD dan LOQ yang lebih rendah daripada konsentrasi terkecil yang digunakan pada kurva kalibrasi. Hal ini menunjukkan bahwa persyaratan uji sensitivitas untuk kedua logam tersebut terpenuhi karena pada setiap konsentrasi pengukuran masih memberikan respon yang signifikan dan memenuhi kriteria cermat dan seksama.
4.4.3
Uji Presisi Proses pengujian presisi ini dilakukan sama dengan proses preparasi
sampel hingga diukur menggunakan SSA. Dengan demikian, dapat dilihat apakah metode yang digunakan untuk menganalisis kandungan logam timah, timbal, dan kadmium dalam buah lengkeng ini dapat memberikan keseksamaan atau presisi yang baik atau tidak. Uji presisi untuk logam timbal, timah, dan kadmium dilakukan dengan cara menambahkan larutan standar masing-masing logam tersebut dengan konsentrasi tertentu ke dalam sampel. Campuran standar dan sampel tersebut didestruksi menggunakan microwave digestion system. Larutan hasil destruksi kemudian diukur menggunakan SSA.
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
42
Presisi atau keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Uji presisi dilakukan pada tiga konsentrasi, yaitu konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi. Hasil dinyatakan memenuhi syarat apabila nilai koefisien variasi (KV) ≤ 2%. Uji presisi larutan standar timbal dilakukan dengan menggunakan konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi, yaitu 0,0500 ppm; 0,4995 ppm; dan 0,7992 ppm. Nilai koefisien variasi (KV) pada buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) dengan konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi berturut-turut adalah 1,98%, 1,68%, dan 1,00%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.8. Uji presisi larutan standar timah dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 4,99 ppm; 29,91 ppm; dan 59,82 ppm. Nilai koefisien variasi (KV) pada buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) dengan konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi berturut-turut adalah 0,44%; 1,61%; dan 0,75%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.15. Uji presisi larutan standar kadmium dilakukan dengan menggunakan konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi, yaitu 0,0201 ppm; 0,1005 ppm; dan 0,5025 ppm. Nilai koefisien variasi (KV) pada buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) dengan konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi berturut-turut adalah 2,29%; 1,58%; dan 1,77%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.22. Uji presisi dilakukan dengan enam kali destruksi untuk setiap konsentrasi pada sampel yang dianalisis. Hasil uji presisi dari suatu metode dikatakan valid apabila metode memberikan nilai koefisien variasi (KV) ≤ 2%. Hasil uji presisi logam timbal dan timah untuk setiap konsentrasi memenuhi syarat keseksamaan. Untuk uji presisi logam kadmium pada konsentrasi sedang (0,1005 ppm) dan konsentrasi tinggi (0,5025 ppm) nilai koefisien variasinya juga memenuhi syarat, yaitu kurang dari 2%. Namun nilai koefisien variasi (KV) pada konsentrasi rendah (0,0201 ppm) adalah 2,29%. Meskipun lebih dari 2%, namun hal ini masih dapat diterima mengingat konsentrasi analit yang sangat kecil. Dalam penelitian ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya kadar
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
43
analit yang dianalisis (Harmita, 2004). Pada senyawa-senyawa dengan kadar yang sangat kecil nilai KV dapat berkisar antara 5-15% (Gandjar dan Rohman, 2007). Uji presisi kadmium tidak menggunakan konsentrasi 0,0100 ppm sebagai konsentrasi terendah karena konsentrasi tersebut sangat kecil sehingga sulit untuk menghasilkan presisi yang baik (nilai koefisien variasi (KV) ≤ 2%). Pada konsentrasi yang sangat rendah, kesalahan relatifnya akan lebih besar. Apabila terjadi sedikit saja perubahan serapan maka akan menyebabkan perbedaan konsentrasi yang sangat besar. Perbedaan serapan ini mungkin disebabkan karena pembacaan serapan oleh alat tidak stabil pada angka keempat dibelakang koma sehingga hasilnya tidak cukup presisi dan akurat. Oleh karena itu, digunakan konsentrasi 0,0201 ppm sebagai konsentrasi terendah pada uji presisi logam kadmium. Konsentrasi ini dapat digunakan karena masih lebih rendah daripada konsentrasi batas cemaran logam kadmium yang diijinkan dalam sampel.
4.4.4
Kecermatan Penentuan kecermatan atau akurasi dinyatakan dengan uji perolehan
kembali (UPK). UPK dilakukan dengan metode adisi (penambahan standar pada sampel) pada sampel buah lengkeng kemasan kaleng B3. Alasan penggunaan metode adisi untuk uji perolehan kembali logam timah, timbal, dan kadmium dalam sampel dikarenakan tidak adanya sampel plasebo. Dalam metode adisi ini sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu (larutan standar) ditambahkan pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004). Uji perolehan kembali (UPK) logam timbal dilakukan dengan penambahan standar timbal dengan konsentrasi 0,0500 ppm; 0,4997 ppm; dan 0,7995 ppm. Hasil UPK buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) dengan konsentrasi standar 0,0500 ppm adalah 98,93%; 99,70%; dan 105,94%. Hasil UPK dengan konsentrasi standar 0,4997 ppm adalah 99,18%; 98,22%; dan 100,54%. Hasil UPK dengan konsentrasi standar 0,7995 ppm adalah 101,74%; 101,71%; dan 99,99%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.5, Tabel 4.6, dan Tabel 4.7. Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
44
Uji perolehan kembali (UPK) logam timah dilakukan dengan penambahan standar timah dengan konsentrasi 4,985 ppm; 29,91 ppm; dan 59,82 ppm. Hasil UPK buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) dengan konsentrasi standar 4,985 ppm adalah 100,08%; 100,29%; dan 100,36%. Hasil UPK dengan konsentrasi standar 29,91 ppm adalah 99,52%; 98,20%; dan 99,17%. Hasil UPK dengan konsentrasi standar 59,82 ppm adalah 99,97%; 99,13%; dan 98,51%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel.4.12, Tabel 4.13, dan Tabel 4.14. Uji perolehan kembali (UPK) logam kadmium dilakukan dengan penambahan standar timah dengan konsentrasi 0,0201 ppm; 0,1005 ppm; dan 0,5025 ppm. Hasil UPK buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) dengan konsentrasi standar 0,0201 ppm adalah 102,43%; 101,49%; dan 100,99%. Hasil UPK dengan konsentrasi standar 0,1005 ppm adalah 101,79%; 100,12%; dan 99,22%. Hasil UPK dengan konsentrasi standar 0,5025 ppm adalah 99,99%; 99,50%; dan 98,00%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.19, Tabel 4.20, dan Tabel 4.21. Sampel yang sudah ditambahkan standar diberi perlakuan yang sama dengan sampel yang tidak ditambahkan standar, yaitu didestruksi dengan microwave digestion system pada suhu 180oC selama 15 menit kemudian dicukupkan volumenya sampai 10,0 mL. Jumlah standar yang ditambahkan disesuaikan dengan masing-masing konsentrasi standar timah, timbal dan kadmium. Uji perolehan kembali ini dilakukan dengan tiga kali destruksi untuk masing-masing konsentrasi dan dilakukan pada sampel yang mewakili buah lengkeng kemasan kaleng, yaitu sampel buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3). UPK logam timah dengan konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi memberikan hasil yang baik, yaitu berkisar antara 98-102%. Namun pada UPK logam timbal dan logam kadmium untuk konsentrasi rendah terdapat hasil UPK yang bernilai lebih besar dari 102%. Hal ini dikarenakan konsentrasi standar sangat rendah, sehingga perbedaan serapan sedikit memberikan perbedaan konsentrasi yang besar. Tetapi hasil UPK tersebut masih dapat diterima karena semakin kecil jumlah analit dalam matriks, semakin besar rentang kesalahan yang Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
45
diijinkan (Harmita, 2004). Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada Tabel 4.26.
4.5 Destruksi Sampel Destruksi sampel dilakukan untuk memutuskan ikatan antara unsur logam dengan matriks sampel agar diperoleh logam dalam bentuk bebas sehingga dapat dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom (Raimon, 1993). Metode destruksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah destruksi basah dengan bantuan alat microwave digestion system. Teknik ini merupakan salah satu pengembangan dari metode destruksi basah untuk meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Pada microwave digestion system, sampel dilarutkan dalam asam pekat kemudian dipanaskan dengan suhu dan tekanan yang tinggi. Kondisi ekstrim ini dapat melarutkan hampir semua material. Metode ini biasanya hanya memerlukan waktu beberapa menit saja, sedangkan jika menggunakan teknik konvensional, yaitu destruksi basah dengan menggunakan hot plate, dibutuhkan waktu hingga beberapa jam (Microwave digestion, 2002). Masing-masing sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang telah dikeringkan dan dihaluskan, ditimbang dengan seksama lalu didestruksi menggunakan microwave digestion system. Hasil destruksi dapat dilihat pada Gambar 4.6. Biasanya jumlah sampel yang digunakan pada metode microwawve digestion ini berkisar antara 0,5 gram sampai 2 gram. Sampel dengan kandungan minyak yang cukup tinggi hanya membutuhkan jumlah yang sedikit, sebaliknya dibutuhkan jumlah sampel yang cukup besar untuk sampel dengan kandungan air tinggi (Mindak, Cheng, dan Jacobs, 2010). Suhu yang digunakan pada proses destruksi adalah 180°C dengan menggunakan HNO3 pekat. Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali destruksi adalah 25 menit (Milestone, 2005).
4.6 Penetapan Kadar Timbal, Timah, dan Kadmium pada Sampel Penentuan kadar timbal, timah, dan kadmium dalam sampel dilakukan dengan menggunakan SSA, yang dilengkapi dengan hollow cathode lamp yang sesuai dengan jenis logam yang akan diukur, yaitu timah, timbal, dan kadmium. Masing-masing larutan hasil destruksi buah lengkeng diukur serapannya pada Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
46
panjang gelombang yang spesifik dan kondisi pengukuran yang optimum untuk masing-masing logam, sesuai ketentuan yang telah ditetapkan untuk alat. Serapan hasil pengukuran dengan SSA dimasukkan ke persamaan kurva kalibrasi sehingga diperoleh kadar logam dalam satuan ppm. Kadar yang diperoleh ini kemudian dikonversi ke dalam satuan mg/kg sehingga diperoleh kadar logam dalam sampel (bobot kering). Dengan memperhitungkan susut pengeringan, maka dapat dihitung kadar logam dalam sampel dengan satuan mg/kg bobot basah sehingga dapat dibandingkan hasilnya dengan kadar batas cemaran yang diizinkan.
4.6.1
Timbal (Pb) Logam timbal terdeteksi pada semua sampel yang dianalisis dengan kadar
yang berbeda-beda. Rata-rata kadar logam timbal yang terkandung di dalam lengkeng A1, A2, A3, B1, B2, dan B3 berturut-turut adalah 0,4696 mg/kg; 0,4429 mg/kg; 0,3415 mg/kg; 0,3423 mg/kg; 0,2323 mg/kg; dan 0,2067 mg/kg. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.23. Terdeteksinya logam timbal di dalam buah lengkeng kemasan kaleng dikatakan sebagai kontaminasi makanan karena timbal merupakan logam yang berbahaya bagi tubuh. Kontaminasi logam timbal ini dapat terjadi karena timbal biasa digunakan untuk menyambung bagian tutup kaleng dengan bagian badan kaleng juga untuk menyambung bagian bawah kaleng dengan badan kaleng. Pateri ini biasanya menggunakan campuran dari 90% timbal dan 10% timah. Namun, sekarang ini penggunaan logam timbal untuk paterian sudah mulai berkurang (De Leon, 1995). Lepasnya logam timbal ke dalam produk dapat dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Semakin lama makanan tersebut disimpan, semakin lama pula waktu kontak antara makanan dan wadah. Dengan demikian, semakin besar pula kemungkinan logam penyusun kaleng tersebut lepas dan mengontaminasi makanan yang dikemasnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terlihat bahwa buah lengkeng kemasan kaleng yang memiliki masa simpan yang baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) mengandung logam timbal dengan kadar yang lebih rendah bila dibandingkan dengan buah lengkeng kemasan kaleng yang masa Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
47
simpan sedang (antara 1 hingga 2 tahun). Demikian pula dengan buah lengkeng dengan masa simpan sedang memiliki kadar timbal lebih rendah daripada buah lengkeng dengan masa simpan lama (masa simpan antara 1-2 tahun) atau hampir mendekati tanggal kadaluwarsa. Kedua merek lengkeng kemasan kaleng yang diuji menunjukan hal yang serupa, yaitu kadar timbal akan meningkat seiring dengan meningkatnya masa simpan buah lengkeng dalam kemasan kaleng. Kadar timbal pada buah lengkeng kemasan kaleng merek A relatif lebih tinggi dibandingkan dengan buah lengkeng kemasan kaleng merek B. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan kualitas kaleng yang digunakan pada kedua merek tersebut sehingga mempengaruhi banyaknya timbal yang larut ke dalam produk. Dari semua sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang diperiksa, semuanya mengandung logam timbal dalam batas aman yang ditetapkan oleh BSN dan BPOM pada tahun 2009, yaitu 0,5 mg/kg untuk produk buah dan sayur. Meskipun tidak melebihi batas yang ditetapkan, terdapat dua sampel yang memiliki kandungan timbal yang mendekati batas. Dua sampel tersebut yaitu A1 dan A2 dengan kandungan timbal 0,4429 mg/kg dan 0,4696 mg/kg. Sebaiknya buah lengkeng kemasan kaleng ini dihindari untuk dikonsumsi mengingat bahaya logam timbal bila masuk kedalam tubuh.
4.6.2
Timah (Sn) Logam timah terdeteksi pada semua sampel buah lengkeng kemasan
kaleng. Rata-rata kadar logam timah yang terkandung di dalam lengkeng A1, A2, A3, B1, B2, dan B3 berturut-turut adalah 343,7587 mg/kg; 317,9589 mg/kg; 40,9649 mg/kg; 282,5987 mg/kg; 67,6616 mg/kg; dan 45,1083 mg/kg. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.24. Cemaran logam timah yang terdapat dalam buah lengkeng kemasan kaleng, baik merek A maupun merek B, berasal dari kaleng yang digunakan sebagai wadah. Jenis kaleng yang sering digunakan untuk mengemas makanan kaleng adalah tinplate, yaitu kaleng yang terbuat dari baja dan dilapisi oleh timah putih (Laroussen dan Brown, 1997). Kontaminasi timah dalam buah lengkeng tersebut disebabkan karena larutnya lapisan timah pada bagian dalam kaleng ke Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
48
dalam produk. Larutnya logam timah ke dalam produk dipengaruhi oleh lamanya masa simpan dan kondisi penyimpanan. Konsentrasinya dalam makanan dapat meningkat apabila kemasan kaleng dibuka dan/atau disimpan dalam waktu yang lama dan suhu tinggi. Semakin lama masa simpan, semakin besar waktu kontak wadah dengan makanan sehingga kemungkinan migrasi timah juga semakin besar. (WHO, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa buah lengkeng kemasan kaleng yang memiliki masa simpan yang baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) mengandung timah dengan kadar yang lebih rendah bila dibandingkan dengan buah lengkeng kemasan kaleng yang masa simpan sedang (antara 1 hingga 2 tahun). Demikian pula dengan buah lengkeng dengan masa simpan sedang memiliki kadar timah yang lebih rendah daripada buah lengkeng dengan masa simpan lama (masa simpan lebih dari 2 tahun) atau hampir mendekati kadaluwarsa. Kedua merek lengkeng kemasan kaleng yang diuji menunjukan hal yang serupa, yaitu kadar timah akan meningkat seiring dengan meningkatnya masa simpan buah lengkeng dalam kemasan kaleng. Tiga sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang dianalisa memiliki kadar timah di bawah batas maksimum cemaran makanan yang ditetapkan oleh BSN dan BPOM pada tahun 2009, yaitu 250 mg/kg untuk produk pangan yang diolah dengan proses panas dan dikemas dalam kaleng, sehingga masih layak untuk dikonsumsi. Sementara itu pada tiga sampel lainnya, yaitu A2, A1, dan B1 mengandung timah dengan kadar yang melebihi batas yang diizinkan. Kadar timah pada sampel A2, A1, dan B1 berturut-turut adalah 317,9589 mg/kg; 343,7587 mg/kg; dan 282.5987 mg/kg. Kontaminasi timah yang melebihi batas aman
ini
tentunya
dapat
membahayakan
kesehatan
individu
yang
mengonsumsinya. Konsumsi timah dapat menimbulkan efek pada gastrointestinal seperti mual, kram perut, muntah, dan diare. Hal ini terjadi karena iritasi lokal pada lambung akibat timah yang terlarut didalamnya. Pada paparan kronik, dapat pula terjadi kejang otot dan paralisis (WHO, 2005; Gad, 2005c). Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa buah lengkeng kemasan kaleng A1, A2, dan B1 tidak layak untuk dikonsumsi. Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
49
4.6.3
Kadmium (Cd) Logam kadmium terdeteksi pada semua sampel yang dianalisis dengan
rata-rata kadar logam kadmium yang terkandung di dalam lengkeng A1, A2, A3, B1, B2, dan B3 berturut-turut adalah sebagai berikut: 0,0155 mg/kg; 0,0142 mg/kg; 0,0134 mg/kg; 0,0155 mg/kg; 0,0152 mg/kg; dan 0,0145 mg/kg. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.25. Terdeteksinya logam kadmium dalam sampel ini dapat terjadi karena lepasnya komponen logam penyusun kaleng ke dalam produk yang dikemasnya. Hal ini disebabkan baja yang digunakan pada kemasan kaleng tersebut merupakan campuran logam yang tidak sepenuhnya inert sehingga dapat bereaksi dengan produk yang dikemasnya. Apabila lapisan timah pada bagian dalam kaleng telah larut dan lepas ke dalam produk, maka akan terjadi kontak antara lapisan baja didalamnya dengan produk makanan. Dengan demikian kemungkinan lepasnya komponen logam pada baja dalam kemasan kaleng ke dalam produk akan semakin tinggi sehingga produk makanan tersebut akan terkontaminasi (Itodo, A. U., dan Itodo, H. U., 2010). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, buah lengkeng kemasan kaleng merek A dan merek B yang memiliki masa simpan yang baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) mengandung kadmium dengan kadar yang lebih rendah bila dibandingkan dengan buah lengkeng kemasan kaleng yang masa simpan sedang (antara 1 hingga 2 tahun). Demikian pula dengan buah lengkeng dengan masa simpan sedang memiliki kadar kadmium yang lebih rendah daripada buah lengkeng dengan masa simpan lama (masa simpan lebih dari 2 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa kadar kadmium pada buah lengkeng kemasan kaleng akan meningkat seiring dengan meningkatnya masa simpan buah lengkeng tersebut. Dari enam sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang diperiksa, diperoleh kadar logam kadmium rata-rata sebesar 0,0147 mg/kg. Dengan demikian, semuanya masih dalam batas aman yang ditetapkan oleh BSN dan BPOM pada tahun 2009, yaitu 0,2 mg/kg untuk produk buah dan sayur. Berdasarkan uji sensitivitas yang telah dilakukan, nilai LOQ untuk logam kadmium adalah 0,0179 ppm. Hal ini berarti penetapan kadar logam kadmium dengan konsentrasi kurang dari 0,0179 ppm tidak dapat memberikan hasil yang Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
50
cermat dan seksama. Sementara itu, semua sampel yang diuji mengandung logam kadmium dengan kadar kurang dari 0,0179 ppm. Dengan begitu kadar logam kadmium yang diperoleh pada semua sampel yang diperiksa tidak memenuhi kriteria cermat dan seksama. Meskipun demikian, kadar tersebut masih sangat jauh dari batas aman yang telah ditetapkan oleh BSN dan BPOM sehingga kesimpulan akhir tetap dapat dipertanggung jawabkan, yaitu semua sampel yang diuji mengandung logam kadmium dalam batas aman yang ditentukan.
4.7 Hambatan dalam Penelitian Dalam penelitian ini ditemui hambatan, yaitu sulitnya menemukan sampel dengan masa simpan yang mendekati tanggal kadaluarsa. Oleh karena itu, pemilihan sampel dilakukan berdasarkan apa yang bisa didapatkan di pasaran. Dengan demikian, penarikan sampel ini merupakan metode non-probability sampling jenis incidental sampling, dimana hasilnya disajikan secara deskriptif dan tidak dapat digeneralisasi. Keenam sampel diperoleh dari satu toko tradisional di daerah Jakarta Barat. Sampel disimpan di gudang atau di rak pajang di bagian depan toko dengan suhu penyimpanan tidak diketahui, namun diperkirakan suhunya sekitar suhu ruang di Jakarta (± 27oC). Karena kondisi penyimpanan sampel tidak dapat diketahui dan tidak dapat dipastikan sama pada setiap sampel, maka pengaruh lama penyimpanan juga tidak dapat dijadikan variabel bebas dalam penelitian. Dengan kata lain, ketiga masa simpan tersebut tidak dapat dibandingkan dan tidak dapat diketahui pengaruh lama penyimpanan terhadap tingkat migrasi logam dari bahan pengemas kaleng. Dengan demikian, hasil penelitian ini hanya mendeskripsikan apakah ada perbedaan kadar logam timbal, timah, dan kadmium pada sampel yang digunakan, yaitu buah lengkeng kemasan kaleng dengan dua merek berbeda dan tiga masa simpan berbeda.
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Logam timbal (Pb), timah (Sn), dan kadmium (Cd) terdeteksi pada semua sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang dianalisis dengan kadar yang berbeda-beda. 2. Kadar logam timbal pada sampel A1, A2, A3, B1, B2, dan B3 berturut-turut adalah 0,4696 mg/kg; 0,4429 mg/kg; 0,3415 mgkg; 0,3423 mg/kg; 0,2323 mg/kg; dan 0,2067 mg/kg. Sementara itu, kadar logam timah berturut-turut adalah 343,7587 mg/kg; 317,9589 mg/kg; 40,9649 mg/kg; 282,5987 mg/kg; 67,6616 mg/kg; 45,1083 mg/kg dan kadar logam kadmium adalah 0,0155 mg/kg; 0,0142 mg/kg; 0,0134 mg/kg; 0,0155 mg/kg; 0,0152 mg/kg; dan 0,0145 mg/kg. Berdasarkan ketetapan BPOM dan BSN pada tahun 2009, maka sampel buah lengkeng A3, B2, dan B3 layak dikonsumsi sedangkan sampel buah lengkeng A1, A2, dan B1 sudah tidak layak dikonsumsi.
5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kondisi penyimpanan, lama penyimpanan, dan faktor-faktor lain terhadap migrasi logam dari kemasan kaleng ke dalam makanan yang dikemasnya.
51
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
52
DAFTAR ACUAN
Badan Standardisasi Nasional. (1992). SNI 01-2896-1992: Cara uji cemaran logam. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Badan Standardisasi Nasional. (2004). SNI 01-3834-2004: Koktil buah dalam kaleng. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Badan Standardisasi Nasional. (2009). SNI 7387:2009: Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Balcerzak, M. (2001). Sample digestion method for the determination of trace of precious metals by spectrometric techniques. Analytical Sciences, 18, 737750. Blunden, S., dan Wallace, T. (2003). Tin in canned food: A review and understanding of occurence and effect. Food and Chemical Toxicology, 21, 1651-1662. Broekaert, J. A. C. (2002). Analytical atomic spectrometry with flames and plasmas. Germany: Wiley-VCH. Darmono. (1995). Logam dalam sistem biologi makhluk hidup. Jakarta: UI Press. De Leon, A. (1995). Voluntary industry initiative: Removal of lead solder from cans. Dalam: C. P. Howson, M. Hernandez-A Vila dan D. P. Rall (Eds.). Lead in the americans: A call for action. Washington DC: US National Academy of Science. Departemen Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (1997). Inventaris tanaman obat Indonesia jilid IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
53
Department of Chemistry and Biochemistry, College of Arts and Sciences, New Mexico State University. (2006). Hollow cathode lamps (HCL). 28 Mei 2011. http://www.chemistry.nmsu.edu/Instrumentation/AAS_HCL.html. Ebdon, L., Evans, E. H., Fisher, A., dan Hill, S. J. (1998). An introduction to analytical atomic spectrometry. Chichester: John Wiley & Sons. Food Standards Agency. (2002). Tin in canned fruit and vegetables. 30 November 2010. http://www.food.gov.uk/science/surveillance. Gad, S. C. (2005a). Cadmium. Dalam: Encyclopedia of toxicology (Ed. Ke-2, vol. 1, halaman 375-377). USA: Elsevier. Gad, S. C. (2005b). Lead. Dalam: Encyclopedia of toxicology (Ed. Ke-2, vol. 2, halaman 705-709). USA: Elsevier. Gad, S. C. (2005c). Tin. Dalam: Encyclopedia of toxicology (Ed. Ke-2, Vol. 4, halaman 188-190). USA: Elsevier. Gandjar, I. G., dan Rohman, A. (2007). Kimia farmasi analisis. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Godt, J., Scheidig, F., Grosse-Siestrup, C., Esche, V., Brandenburg, P., Reich, A., dan Groneberg D. A. (2006). The toxicity of cadmium and resulting hazards for human health. 15 Januari 2011. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1578573/. Harmita.
(2004).
Petunjuk
Pelaksanaan
Validasi
Metode
dan
Cara
Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, 1(3), 117-135. Harmita. (2006). Buku ajar analisis fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. Huber, L. (2007). Validation of analitycal methods and procedures. 6 Januari 2011. http://www.labcompliance.com/tutorial/methods/default.aspx. Indonesian Citrus and Subtropical Fruit Research Institute. (n.d.). Harvesting longan fruit. 28 Mei 2011. http://balitjestro.litbang.deptan.go.id/en/index.php?option=com_content&view =article&id=299:harvesting-longan-fruit&catid=72:articles&Itemid=70. Itodo, A. U., dan Itodo, H. U. (2010). Quantitative specification of potentialy toxic metals in expired caneed tomatoes founds in villages market. Nature and Science, 8(4), 54-58. Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
54
Iwegbue, C. M. A., Nwozo, S. O., Ossai, E. K., dan Nwajei, G. E. (2008). Heavy metal composition of some imported canned fruit drinks in Nigeria. American Journal of Food Technology, 3(3), 220-223. Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additivies. (2003). Joint FAO/WHO expert committee on food additivies, sixty-first meeting, Rome 10-19 June 2003:
Summary
and
conclusions.
23
Januari
2011.
http://www.who.int/ipcs/food/jecfa/summaries/en/summary_61.pdf. Julianti, E., dan Nurminah, M. (2006). Teknologi Pengemasan. Medan: Universitas Sumatera Utara. Kharisma, W. L. (2006). Analisis cemaran logam Pb, Cu, dan Cd dalam buah nanas (Ananas comosus (L.) Merr) kaleng pada batas kadaluarsa yang berbeda secara spektrofotometri serapan atom. Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Laroussen, J., dan Brown, B. E. (1997). Food canning technology. USA: WileyVCH. Milestone Cookbook Digestion: Tomatoes HPR-FO-19. (2005). Itali: Milestone Srl. Microwave digestion. (2002). 13 Mei 2011. http://www.ux1.eiu.edu/~cfjpb/teaching/ia/iaprojects/microwave.pdf. Mindak, W. R., Cheng, J., dan Jacobs, R. M. (2010). Elemental Analysis Manual: Section 2.3 analytical portion to analytical solution. 9 Januari 2011. http://www.fda.gov/Food/ScienceResearch/LaboratoryMethods/ElementalAna lysisManualEAM/ucm195383.htm. Morton, J. F. (1987). Fruits of warm climates. Miami: Florida Flair Books. Notohadiprawiro, T. (2006). Logam berat dalam pertanian. 29 Mei 2011. http://soil.faperta.ugm.ac.id/tj/1991/1993%20loga.pdf. Okuyama, E., Ebihara, H., Takeuchi, H., dan Yamazaki, M. (1999). The Anxiolytic-Like Principle of the Arillus of Euphoria longana. Planta Medica, 65(2), 115-119. Perkin-Elmer Corporation. (1996). Analytical methods for atomic absorption spectroscopy. USA: Perkin-Elmer.
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
55
Raimon. (1993). Perbandingan metode destruksi basah dan kering secara spektrofotometri serapan atom. Pros. Lok. Nas. Spektrofotometri Serapan Atom, 79-87. Rangkadilok, N., Sitthimonchai, S., Worasuttayangkurn, L., Mahidol, C., Ruchirawat, M., dan Satayavivad, J. (2007). Evaluation of free radical scavenging and antityrosinase activities of standardized longan fruit extract. Food and chemical toxicology, 45(2), 328-336. Shimadzu.
(2007).
Instruction
manual:
Shimadzu
atomic
absorption
spectrophotometer AA-6300. Kyoto: Shimadzu. Skoog, D. A., West, D. M., dan Holler, F. J. (1991). Fundamentals of analytical chemistry (Ed. Ke-7). Philadelphia: Saunders College. Soylack, M., Tuzen, M., Narin, I., dan Sari, H. (2004). Comparison of microwave, dry, and wet digestion procedures for the determination of trace metal content in spice samples produced in Turkey. Journal of Food and Drug Analysis, 12(3), 254-258. Stone, D., dan Ellis, J. (2008). Calibration and Linear Regression Analysis: A Self-Guided Tutorial. 7 Mei 2011. http://www.chem.utoronto.ca/coursenotes/analsci/LinRegr2b.pdf. Thompson, M., Ellison, S. L. R., dan Wood, R. (2002). Harmonized guidelines for single-laboratory validation of methods of analysis. Pure and Applied Chemistry, 74(5), 835-855. Twyman, R. M. (2005). Sample dissolution for elemental analysis: Wet digestion. Dalam: P. Worsfold, A. Townshend dan C. Poole (Eds.). Encyclopedia of Analytical Science (Ed. Ke-2, vol. 8, halaman 146-153). London: Elsevier Science. United States Environmental Protection Agency. (1995). Canned fruits and vegetables. 1 Juni 2011. www.epa.gov/ttn/chief/ap42/ch09/final/c9s08-1.pdf Vandecasteele, C., dan Block, C. B. (1993). Modern method for trace element determination. Inggris: John Wiley & Sons. Welz, B., dan Michael, S. (2005). Atomic absorption spectrometry (Ed. Ke-3). New York: WILEY-VCH.
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
56
Windholz, M. (Ed). (1976). The Merck Index (Ed. ke-9). New Jersey: Merck & Co. Winter,
M.
J.
(2010).
Tin:
uses.
17
Mei
2011.
http://www.webelements.com/tin/uses.html. World Health Organization. (1972). Evaluation of certain food additives and the contaminants
mercury,
lead
and
cadmium.
30
Desember
2010.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/4629168. World Health Organization. (2005). Tin and inorganic tin compounds. 30 Desember 2010. http://www.who.int/ipcs/publications/cicad/cicad_65_web_version.pdf.
Universitas Indonesia
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
GAMBAR
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
57
[Sumber: Departemen Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 1997]
Gambar 2.1. Tanaman lengkeng
[Sumber: Morton, 1987]
Gambar 2.2. Buah lengkeng
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
58
Kurva Kalibrasi Timbal
serapan 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0 0
0.2
0.4
0.6
Konsentrasi (ppm)
0.8
1
1.2
Keterangan: Persamaan kurva kalibrasi timbal yaitu: y = 0,02135x - 0,000924 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9999
Gambar 4.1. Kurva kalibrasi timbal
Kurva Kalibrasi Timah
serapan 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0
10
20
30
40
50
Konsentrasi (ppm)
60
70
80
Keterangan: Persamaan kurva kalibrasi timah yaitu: y = 0,001387x – 0,001202 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9998.
Gambar 4.2. Kurva kalibrasi timah
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
59
serapan
Kurva Kalibrasi Kadmium
0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0
0.2
0.4
0.6
Konsentrasi (ppm)
0.8
1
Keterangan: Persamaan kurva kalibrasi kadmium yaitu y = 0,5591x - 0,005506 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9999.
Gambar 4.3. Kurva kalibrasi kadmium
Gambar 4.4. Buah lengkeng kemasan kaleng
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
60
Gambar 4.5. Serbuk buah lengkeng yang telah dikeringkan
Gambar 4.6. Hasil destruksi
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
61
Keterangan : 1.
Bejana TFM
2.
Protection shield
3.
Segment
Gambar 4.7. Komponen bejana dalam microwave digestion system
Gambar 4.8. Microwave digestion system
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
62
Gambar 4.9. Spektrofotometer serapan atom (Shimadzu AA 6300)
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
63
Keterangan : 1. burner head
5. drain sensor
2. nebulizer
6. Saluran masuk sampel
3. spray chamber
7. Saluran tempat buangan
4. drain tank
8. Flame monitor
Gambar 4.10. Unit-unit SSA
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
64
Gambar 4.11. Tabung gas asetilen
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
TABEL
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
65
Tabel 3.1. Tanggal produksi dan tanggal kadaluwarsa sampel lengkeng kemasan kaleng
Sampel
Tanggal Produksi
Tanggal Kadaluwarsa
A1
19 Agustus 2008
19 Agustus 2011
A2
17 Agustus 2009
17 Agustus 2012
A3
28 Juli 2010
28 Juli 2013
B1
28 Juli 2008
28 Juli 2011
B2
24 Juli 2009
24 Juli 2012
B3
1 Agustus 2010
1 Agustus 2013
Tabel 4.1. Hasil perhitungan susut pengeringan
Sampel
Bobot Basah
Bobot Kering
Susut
(gram)
(gram)
Pengeringan (%)
A1
7,2083
1,4115
80,42
A2
5,5601
1,0855
80,48
A3
5,9034
1,1767
80,07
B1
6,6010
1,3269
79,90
B2
6,6895
1,3119
80,39
B3
6,7387
1,3147
80,49
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
66
Tabel 4.2. Kurva kalibrasi timbal
Konsentrasi (ppm)
Serapan
0,0500
0,0020
0,0999
0,0031
0,2997
0,0072
0,4995
0,0117
0,7992
0,0179
0,9990
0,0223
Persamaan kurva kalibrasi timbal yaitu: y = 0,02135x - 0,000924 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9999.
Tabel 4.3. Hasil uji linearitas kurva kalibrasi timbal
Serapan
ri
(ri)2
Δy/Δx
0,0500
0,0020
9,2502 x 10-6
8,5566 x 10-11
-
0,0999
0,0031
4,3744 x 10-5
1,9135 x 10-9
0,022031
0,2998
0,0072
-1,2212 x 10-4
1,4914 x 10-8
0,020510
0,4997
0,0117
1,1201 x 10-4
1,2547 x 10-8
0,022511
0,7995
0,0179
-8,572 x 10-5
7,3479 x 10-9
0,020680
0,0223
-5
-9
0,022011
Konsentrasi (ppm)
0,9994
4,8414 x 10
2,3439 x 10
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
67
Tabel 4.4. Hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ) timbal
Konsentrasi (ppm)
Serapan
yi
(y-yi)2
0,0500
0,0020
0,001991
8,5566 x 10-11
0,0999
0,0031
0,003056
1,9135 x 10-9
0,2998
0,0072
0,007322
1,4914 x 10-8
0,4997
0,0117
0,011588
1,2547 x 10-8
0,7995
0,0179
0,017986
7,3479 x 10-9
0,9994
0,0223
0,022252
2,3439 x 10-9
Jumlah
3,9151 x 10-8
S(y/x) = 9,89 x 10-5 Vxo
= 1,01 %
LOD = 0,0139 ppm LOQ = 0,0464 ppm
Tabel 4.5. Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 0,0500 ppm
Kelompok
Berat
Serapan Konsentrasi
sampel
(ppm)
Konsentrasi
Selisih
Selisih
UPK
(mg/kg)
konsentrasi
konsentrasi
(%)
(mg/kg)
(ppm)
(gram) Standar
-
0,0500
0,0020
-
-
-
-
Blanko
2,0161
0,0033
0,1957
0,9707
-
-
-
S1
2,0323
0,0044
0,2502
1,2313
0,2607
0,0530
105,94
S2
2,0023
0,0043
0,2442
1,2195
0,2488
0,0498
99,70
S3
2,0060
0,0043
0,2442
1,2172
0,2466
0,0495
98,93
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
68
Tabel 4.6. Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 0,4997 ppm
Kelompok
Berat
Serapan Konsentrasi Konsentrasi
sampel
(ppm)
(mg/kg)
(gram)
Selisih
Selisih
UPK
konsentrasi
konsentrasi
(%)
(mg/kg)
(ppm)
Standar
-
0,4997
0,0117
-
-
-
-
Blanko
2,0161
0,0033
0,1957
0,9707
-
-
-
S1
2,0159
0,0137
0,6866
3,4291
2,4584
0,4956
99,18
S2
2,0468
0,0135
0,6745
3,3685
2,3979
0,4908
98,22
S3
2,0189
0,0139
0,6927
3,4593
2,4887
0,5024
100,54
Tabel 4.7. Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 0,7995 ppm
Kelompok
Berat
Serapan Konsentrasi Konsentrasi
sampel
(ppm)
(mg/kg)
(gram)
Selisih
Selisih
UPK
konsentrasi
konsentrasi
(%)
(mg/kg)
(ppm)
Standar
-
0,0179
0,7995
-
-
-
-
Blanko
2,0161
0,0033
0,1957
0,9707
-
-
-
S1
2,0650
0,0207
1,0139
4,9098
3,9391
0,8134
101,74
S2
2,0020
0,0203
0,9942
4,9659
3,9952
0,7998
99,99
S3
2,0672
0,0207
1,0139
4,9046
3,9339
0,8132
101,71
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
69
Tabel 4.8. Hasil uji presisi timbal dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3)
Konsentrasi
Berat
(ppm)
0,05
0,4997
0,7995
Serapan
Konsentrasi
Konsentrasi
Konsentrasi
Simpangan
Koefisien
sampel
pengukuran
pengukuran
rata-rata
baku
variasi
(gram)
(ppm)
(mg/kg)
(mg/kg) 1,2195
0,0242
1,98
3,3564
0,0565
1,68
4,9312
0,0493
1,00
2,0060
0,0043
0,2442
1,2173
2,0323
0,0043
0,2442
1,2015
2,0034
0,0043
0,2442
1,2188
2,0023
0,0042
0,2381
1,1892
2,0323
0,0044
0,2502
1,2313
2,0362
0,0045
0,2563
1,2587
2,0470
0,0135
0,6745
3,2950
2,0468
0,0135
0,6745
3,2953
2,0193
0,0136
0,6805
3,3702
2,0189
0,0139
0,6927
3,4309
2,0189
0,0135
0,6745
3,3408
2,0159
0,0137
0,6866
3,4059
2,0650
0,0207
1,0139
4,9098
2,0695
0,0210
1,0260
4,9577
2,0503
0,0203
0,9957
4,8563
2,0672
0,0207
1,0139
4,9046
2,0095
0,0205
1,0017
4,9851
2,0020
0,0203
0,9957
4,9735
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
(%)
70
Tabel 4.9. Kurva kalibrasi timah
Konsentrasi (ppm)
Serapan
4,99
0,0054
9,97
0,0134
19,94
0,0265
29,91
0,0395
49,85
0,0682
69,79
0,0957
Persamaan kurva kalibrasi timah yaitu: y = 0,001387x – 0,001202 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9998.
Tabel 4.10. Hasil uji linearitas kurva kalibrasi timah
Serapan
ri
(ri)2
Δy/Δx
4,99
0,0054
0,0000751
1,03308 x 10-7
-
9,97
0,0134
-0,0003214
5,91872 x 10-7
0,00400
19,94
0,0265
0,0007693
1,3656 x 10-9
0,00655
Konsentrasi (ppm)
-7
0,00867
29,91
0,0395
0,0000369
6,32699 x 10
49,85
0,0682
-0,0007954
5,75136 x 10-8
0,01722
69,79
0,0957
0,0002398
5,6346 x 10-8
0,00138
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
71
Tabel 4.11. Hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ) timah
Konsentrasi (ppm)
Serapan
yi
(y-yi)2
4,99
0,0054
0,005721
1,03308 x 10-7
9,97
0,0134
0,012631
5,91872 x 10-7
19,94
0,0265
0,026463
1,3656 x 10-9
29,91
0,0395
0,040295
6,32699 x 10-7
49,85
0,0682
0,06796
5,75136 x 10-8
69,79
0,0957
0,095625
5,6346 x 10-8
Jumlah
1,39239 x 10-6
S(y/x) = 5,9 x 10-4 Vxo
= 1,38 %
LOD = 1,28 ppm LOQ = 4,25 ppm
Tabel 4.12. Hasil uji perolehan kembali timah dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 4,985 ppm
Kelompok
Berat
Serapan
sampel
Konsentrasi
Konsentrasi
Selisih
Selisih
UPK
(ppm)
(mg/kg)
konsentrasi
konsentrasi
(%)
(mg/kg)
(ppm)
(gram) Standar
-
0,0054
4,985
-
-
-
-
Blanko
0,5055
0,0132
10,3663
205,0695
-
-
-
S1
0,5052
0,0201
15,3492
303,8246
98,7551
4,9891
100,08
S2
0,5047
0,0201
15,3492
304,1256
99,0561
4,9994
100,29
S3
0,5010
0,0200
15,2770
304,9302
5,0030
100,36
99,8607
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
72
Tabel 4.13. Hasil uji perolehan kembali timah dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 29,91 ppm
Kelompok
Berat
Serapan
sampel
Konsentrasi
Konsentrasi
Selisih
Selisih
UPK
(ppm)
(mg/kg)
konsentrasi
konsentrasi
(%)
(mg/kg)
(ppm)
-
-
-
-
-
-
(gram) Standar
-
0,0395
29,91
-
Blanko
0,5254
0,0178
13,6882
260,5297
S1
0,5234
0,0589
43,2971
827,2279
566,6982
29,6610
99,17
S2
0,5234
0,0585
43,0082
821,7088
561,1791
29,3721
98,20
S3
0,5277
0,0595
43,5138
824,5927
564,0630
29,7656
99,52
Tabel 4.14. Hasil uji perolehan kembali timah dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 59,82 ppm
Kelompok
Berat
Serapan
sampel
Konsentrasi
Konsentrasi
Selisih
Selisih
UPK
(ppm)
(mg/kg)
konsentrasi
konsentrasi
(%)
(mg/kg)
(ppm)
(gram) Standar
-
0,0820
59,82
-
-
-
-
Blanko
0,4944
0,0150
11,6518
235,6750
-
-
-
S1
0,4954
0,0980
71,4776
1442,826
1207,151
59,802
99,97
S2
0,4954
0,0973
70,9727
1432,635
1196,96
59,297
99,13
S3
0,4950
0,0967
70,5941
1426,143
1190,468
58,928
98,51
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
73
Tabel 4.15. Hasil uji presisi timah dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3)
Konsentrasi
Berat
(ppm)
4,99
29,91
59,82
Serapan
Konsentrasi
Konsentrasi
Konsentrasi
Simpangan
Koefisien
sampel
pengukuran
pengukuran
rata-rata
baku
variasi
(gram)
(ppm)
(mg/kg)
(mg/kg) 304,4849
1,3278
0,44
817,7044
13,1666
1,61
1426,609
10,6354
0,75
0,5052
0,0201
15,3492
303,8246
0,5052
0,0200
15,2770
302,3951
0,5047
0,0201
15,3492
304,1256
0,5010
0,0200
15,2770
304,9302
0,5062
0,0203
15,4937
306,0777
0,5047
0,0202
15,4214
305,5565
0,5234
0,0589
43,2971
827,2279
0,5234
0,0585
43,0082
821,7088
0,5277
0,0592
43,5138
824,5927
0,5277
0,0596
43,8026
830,0668
0,5273
0,0577
42,4305
804,6749
0,5245
0,0569
41,8528
797,9556
0,4954
0,0980
71,4776
1442,826
0,4944
0,0966
70,4679
1425,321
0,4954
0,0973
70,9727
1432,635
0,4950
0,0967
70,5941
1426,143
0,4940
0,0955
69,7106
1411,146
0,4957
0,0966
70,4679
1421,583
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
(%)
74
Tabel 4.16. Kurva kalibrasi kadmium
Konsentrasi (ppm)
Serapan
0,0100
0,0059
0,0201
0,0129
0,0503
0,0304
0,1005
0,0560
0,3015
0,1688
0,6030
0,3349
Persamaan kurva kalibrasi kadmium yaitu: y = 0,5535 x + 0,001355 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9999.
Tabel 4.17. Hasil uji linearitas kurva kalibrasi kadmium
Konsentrasi
Serapan
ri
(ri)2
Δy/Δx
(ppm) 0,0100
0,0059
-0,00099
9,79744 x 10-7
0,0201
0,0129
0,00042
1,7624 x 10-7
0,693069
0,0503
0,0304
0,001204
1,44973 x 10-6
0,579470
-0,00098
9,63844 x 10
-7
0,509960
-7
0,561194 0,550912
0,1005
0,0560
0,3015
0,1688
0,000564
3,18473 x 10
0,6030
0,3349
-0,00022
4,68861 x 10-8
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
-
75
Tabel 4.18. Hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ) kadmium
Konsentrasi (ppm)
Serapan
yi
(y-yi)2
0,0100
0,0059
0,006890
9,79744 x 10-7
0,0201
0,0129
0,012480
1,76240 x 10-7
0,0503
0,0304
0,029196
1,44973 x 10-6
0,1005
0,0560
0,056982
9,63844 x 10-7
0,3015
0,1688
0,168236
3,18473 x 10-7
0,6030
0,3349
0,335117
4,68861 x 10-8
Jumlah
3,93492 x 10
-6
S(y/x) = 9,918 x 10-4 Vxo
= 0,99 %
LOD = 0,0054 ppm LOQ = 0,0179 ppm
Tabel 4.19. Hasil uji perolehan kembali kadmium dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 0,0201 ppm
Kelompok
Berat
Serapan Konsentrasi Konsentrasi
sampel
(ppm)
(mg/kg)
(gram)
Selisih
Selisih
konsentrasi konsentrasi (mg/kg)
(ppm)
UPK (%)
Standar
-
0,0418
0,0201
-
-
-
-
Blanko
2,0674
0,0106
0,0168
0,08132
-
-
-
S1
2,0167
0,0218
0,0370
0,18341
0,10209
0,0206
102,43
S2
2,1063
0,0221
0,0375
0,17806
0,09674
0,0204
101,49
S3
2,0547
0,0218
0,0370
0,18019
0,09887
0,0203
100,99
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
76
Tabel 4.20. Hasil uji perolehan kembali kadmium dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 0,1005 ppm
Kelompok
Berat
Serapan Konsentrasi Konsentrasi
sampel
(ppm)
(mg/kg)
(gram)
Selisih
Selisih
konsentrasi konsentrasi (mg/kg)
(ppm)
UPK (%)
Standar
-
0,0561
0,1005
-
-
-
-
Blanko
2,0674
0,0106
0,0168
0,08132
-
-
-
S1
2,0075
0,0670
0,1186
0,59075
0,50943
0,1023
101,79
S2
2,0155
0,0661
0,1170
0,58056
0,49924
0,1006
100,12
S3
2,0167
0,0657
0,1162
0,57608
0,49476
0,0997
99,22
Tabel 4.21. Hasil uji perolehan kembali kadmium dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) pada konsentrasi 0,5025 ppm
Kelompok
Berat
Serapan
sampel
Konsentrasi Konsentrasi (ppm)
(mg/kg)
(gram)
Selisih
Selisih
konsentrasi konsentrasi (mg/kg)
(ppm)
UPK (%)
Standar
-
0,2788
0,5025
-
-
-
-
Blanko
2,0674
0,0106
0,0168
0,0813
-
-
-
S1
2,1020
0,2889
0,5195
2,4715
2,3902
0,5024
99,99
S2
2,0180
0,2872
0,5164
2,5590
2,4777
0,5000
99,50
S3
2,0162
0,2830
0,5089
2,5239
2,4426
0,4925
98,00
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
77
Tabel 4.22. Hasil uji presisi kadmium dengan buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3)
Konsentrasi
Berat
(ppm)
0,0201
0,1005
0,5025
Serapan
Konsentrasi
Konsentrasi
Konsentrasi
Simpangan
Koefisien
sampel
pengukuran
pengukuran
rata-rata
baku
variasi
(gram)
(ppm)
(mg/kg)
(mg/kg) 0,1827
0,0042
2,29
0,5784
0,0091
1,58
2,5210
0,0446
1,77
2,1063
0,0221
0,0375
0,1781
2,0547
0,0218
0,0370
0,1802
2,1071
0,0232
0,0394
0,1871
2,0167
0,0223
0,0379
0,1881
2,0752
0,0220
0,0373
0,1796
2,0855
0,0232
0,0382
0,1833
2,0167
0,0657
0,1162
0,5761
2,0065
0,0648
0,1147
0,5719
2,0075
0,0670
0,1186
0,5907
2,0060
0,0642
0,1135
0,5560
2,0156
0,0667
0,1181
0,5862
2,0287
0,0671
0,1188
0,5857
2,0162
0,2830
0,5089
2,5239
2,0159
0,2828
0,5084
2,5222
2,0180
0,2872
0,5164
2,5590
2,0185
0,2895
0,5207
2,5795
2,1020
0,2889
0,5195
2,4715
2,0558
0,2824
0,5078
2,4700
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
(%)
78
Tabel 4.23. Penetapan kadar timbal dalam sampel buah lengkeng
Sampel
Serapan
Kadar
Berat
Kadar (µg/g
Susut
Kadar
Kadar Rata-
(ppm)
sampel
bobot kering)
pengeringan
(µg/g
rata
(%)
bobot
(µg/g bobot
basah)
basah)
0,3441
0,3415
(gram)
A3
A2
A1
B3
B2
B1
0,0067
0,3572
2,0690
1,7267
0,0065
0,3463
2,0369
1,6999
0,0085
0,4422
2,0047
2,2061
0,0090
0,4672
2,0031
2,3326
0,0093
0,4773
2,0264
2,3552
0,0095
0,4904
2,0085
2,4418
0,0033
0,1957
2,0161
0,9707
0,0040
0,2299
2,0019
1,1486
0,0047
0,2657
2,0158
1,3184
0,0036
0,2120
2,0179
1,0505
0,0060
0,3255
2,0183
1,6130
0,0068
0,3614
2,0148
1,7938
80,07
0,3388 80,48
0,4306
0,4429
0,4553 80,42
0,4611
0,4696
0,4781 80,49
0,1894
0,2067
0,2241 80,39
0,2585
0,2323
0,2060 79,90
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
0,3242 0,3605
0,3423
79
Tabel 4.24. Penetapan kadar timah dalam sampel buah lengkeng
Sampel
Serapan
Kadar
Berat
Kadar (µg/g
Susut
Kadar
Kadar Rata-
(ppm)
sampel
bobot kering)
pengeringan
(µg/g
rata
(%)
bobot
(µg/g bobot
basah)
basah)
39,9652
40,9649
(gram)
A3
A2
A1
B3
B2
B1
0,0129
10,1387
0,5056
200,5281
0,0136
10,7091
0,5086
210,5604
0,0569
37,0084
0,5668
1632,3395
0,0471
33,9586
0,5223
1625,4356
0,0522
38,4940
0,5466
1760,611
0,0501
36,9891
0,5282
1750,714
0,0147
11,4615
0,5055
226,7363
0,0178
11,6518
0,4944
235,6750
0,0229
17,3485
0,5100
340,1667
0,0241
18,2145
0,5201
350,2114
0,0431
31,9522
0,5673
1408,0804
0,0426
31,5529
0,5619
1403,8480
80,07
41,9647 80,48
318,6327
317,9589
317,2851 80,42
344,7276
343,7587
342,7898 80,49
44,2363
45,1083
45,9802 80,39
66,7067
67,6616
68,6765 79,90
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
283,0241 282,1734
282,5987
80
Tabel 4.25. Penetapan kadar kadmium dalam sampel buah lengkeng
Sampel
Serapan
Kadar
Berat
Kadar (µg/g
Susut
Kadar
Kadar Rata-
(ppm)
sampel
bobot kering)
pengeringan
(µg/g
rata
(%)
bobot
(µg/g bobot
basah)
basah)
0,0139
0,0134
(gram)
A3
A2
A1
B3
B2
B1
0,0092
0,0142
2,0413
0,0698
0,0089
0,0136
2,0919
0,0650
0,0097
0,0151
2,0384
0,0743
0,0093
0,0143
2,0047
0,0713
0,0099
0,0155
2,0243
0,0766
0,0105
0,0165
2,0264
0,0817
0,0094
0,0146
2,0145
0,0725
0,0086
0,0145
2,0019
0,0723
0,0102
0,0160
2,0299
0,0791
0,0098
0,0153
2,0179
0,0760
0,0101
0,0159
2,0351
0,0780
0,0099
0,0155
2,0183
0,0768
80,07
0,0129 80,48
0,0145
0,0142
0,0139 80,42
0,0150
0,0155
0,0160 80,49
0,0141
0,0145
0,0148 80,39
0,0155
0,0152
0,0149 79,90
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
0,0157 0,0154
0,0155
81
Tabel 4.26. Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit dalam matriks
Analit pada matriks
Unit
Rata-rata yang diperoleh
sampel (%)
(%)
100
100%
98-102
> 10
10%
98-102
>1
1%
97-103
> 0,1
0,1%
95-105
0,01
100 ppm
90-107
0,001
10 ppm
90-107
0,0001
1 ppm
80-110
0,00001
100 ppb
80-110
0,000001
10 ppb
60-115
0,0000001
1ppb
40-120
[Sumber: Huber, 2007]
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
LAMPIRAN
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
82
Lampiran 1. Cara memperoleh persamaan garis linier
Persamaan garis y = a + bx Untuk memperoleh nilai a dan b digunakan kuadrat terkecil (least square)
yi xi xi yi a N xi xi 2
2
b
2
N xi. yi xi yi N
xi xi 2
2
Linearitas ditentukan berdasarkan nilai koefisien korelasi (r)
r
N xy x y
N x x .N y y 2
2
2
2
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
83
Lampiran 2. Cara perhitungan batas deteksi dan batas kuantifikasi
Rumus untuk menghitung batas deteksi yaitu, LOD =
3 Sy/x b
Rumus untuk menghitung batas kuantifikasi yaitu, LOQ =
10 Sy/x b
Nila b diperoleh dari persamaan kurva kalibrasi y = bx + a, sedangkan nilai S(y/x) diperoleh dengan rumus,
S(
y
(Σ y-yi )2
x) =
n-2
Contoh : Persamaan kurva kalibrasi timah: y = 0,001387x – 0,001202 2
S(y/x) =
2
(0,0054 - 0,005721) +…+(0,0957 - 0,095625) 6-2
= 0,00059
Batas deteksi timah (LOD) LOD =
3 x 0,00059 0,001387
= 1,28 ppm
Batas kuantifikasi timah (LOQ) LOQ =
10 x 0,00059 0,001387
= 4,25 ppm
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
84
Lampiran 3. Cara perhitungan simpangan baku dan koefisien variasi
Rata-rata :
x
x n xi x i 1 n 1 n
Simpangan Baku :
SD
Koefisien Variasi :
KV
SD
2
100%
x
Contoh : Hasil uji presisi timah untuk konsentrasi 4.99 ppm = 303,9131 mg/kg; 302,9131 mg/kg; 304,2142 mg/kg; 305,0222 mg/kg; 306,1605 mg/kg; dan 305,6423 mg/kg. Konsentrasi rata-rata (x) = 304,5731 mg/kg (303,9131-304,5731)2 +…(305,6423-304,5731)2 SD =
6-4
SD = 1,33 KV =
1,33 ×100% 304,5731
KV = 0,43 %.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
85
Lampiran 4. Cara perhitungan uji perolehan kembali
Rumus yang digunakan untuk menghitung UPK: UPK=
C2-C1 S
x 100%
Keterangan: C1 = kadar sampel pada bagian yang tidak ditambah standar C2 = kadar sampel pada bagian yang ditambah standar S
= kadar standar yang ditambahkan
Contoh : Kadar timbal pada B3 tanpa standar (C1)
= 0,9707 mg/kg
(0,1957 ppm) Kadar timbal pada B3 yang ditambahkan standar (C2)
= 3,4291 mg/kg
(0,6866 ppm) Perolehan kembali standar timbale yang ditambahkan (C2-C1) = 2,4584 mg/kg (0,4956 ppm) Kadar standar yang ditambahkan Maka, UPK =
0,4956 ×100% = 99,18% 0,4997
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
= 0,4997 ppm
86
Lampiran 5. Cara perhitungan kadar logam dalam sampel
Kadar logam (µg/g) bobot kering =
D W
xV
Keterangan : D = Kadar sampel (µg/mL) dari hasil pembacaan SSA W = Berat sampel kering (g) V = Volume akhir larutan contoh yang disiapkan (mL)
Untuk menghitung kadar logam dalam satuan µg/g bobot basah : Kadar logam =
Kadar sampel kering x (100 - % Susut pengeringan) 100
Contoh : Kadar timah pada sampel B13 = 10,3803 µg/mL Berat sampel kering yang ditimbang = 0,5045 g Volume akhir larutan contoh yang disiapkan = 10,0 mL Susut pengeringan = 80,49 % Kadar logam =
Kadar logam =
10,3803 0,5045
x 10,0 = 205,7542 µg/g bobot kering
205,7542 × (100-80,49) 100
= 40,14 µg/g bobot basah
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
87
Lampiran 6. Sertifikat analisis Pb(NO3)2
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
88
Lampiran 7. Sertifikat analisis SnCl2.2H2O
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
89 Lampiran 8. Sertifikat analisis CdSO4.8/3 H2O
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011