UNIVERSITAS INDONESIA
MODIFIKASI PERILAKU LATIHAN FISIK DAN DIET SEBAGAI BENTUK INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA AGGREGAT LANSIA DENGAN RISIKO GANGGUAN MOBILISASI AKIBAT PENYAKIT ASAM URAT DI KELURAHAN TUGU KOTA DEPOK
KARYA ILMIAH AKHIR
OLEH FAJAR SUSANTI 0806483374
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JUNI 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
MODIFIKASI PERILAKU LATIHAN FISIK DAN DIET SEBAGAI BENTUK INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA AGGREGAT LANSIA DENGAN RISIKO GANGGUAN MOBILISASI AKIBAT PENYAKIT ASAM URAT DI KELURAHAN TUGU KOTA DEPOK
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Komunitas
OLEH FAJAR SUSANTI 0806483374
Pembimbing I : Dra. Junaiti Sahar, SKp, M.App.Sc, PhD Pembimbing II : Ns. Widyatuti, SKp, MKep, SpKom
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JUNI 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
MODIFIKASI PERILAKU; LATIHAN FISIK DAN DIET SEBAGAI BENTUK INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA AGGREGAT LANSIA DENGAN RISIKO GANGGUAN MOBILISASI AKIBAT PENYAKIT ASAM URAT DI KELURAHAN TUGU KOTA DEPOK
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Komunitas
OLEH FAJAR SUSANTI 0806483374
Pembimbing I : Dra. Junaiti Sahar, SKp, M.App.Sc, PhD Pembimbing II : Ns. Widyatuti, SKp, MKep, SpKom
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JUNI 2012 i Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS Tesis ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Fajar Susanti
NPM
: 0806483374
Tanda Tangan
: ...............................
Tanggal
: 28 Juni 2012
ii Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Karya Ilmiah akhir ini telah disetujui untuk dipertahankan dalam sidang terbuka dan tertutup dihadapan Tim Pembimbing karya ilmiah akhir Program Ners Spesialis Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Jakarta, 28 Juni 2012
Pembimbing I
Dra. Junaiti Sahar, S.Kp, M.App.Sc., PhD
Pembimbing II
Ns. Widyatuti, M.Kes, Sp. Kom
iii Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh : Nama
: Fajar Susanti
NPM
: 0806483374
Program Studi
: Ners Spesialis Keperawatan Komunitas
Judul Karya Ilmiah Akhir : Modifikasi Perilaku; Latihan Fisik Dan Diet Sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan Komunitas Pada Aggregat Lansia Dengan Risiko Gangguan Moobilisasi Akibat Penyakit Asam Urat di Kelurahan Tugu, Kota Depok Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Komunitas pada program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. Dewan Penguji
Pembimbing I
: Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.AppSc.,PhD. (…………………) (………………………..….)
Pembimbing II : Ns. Widyatuti, S.Kp., M.Kep.Sp.Kom
(…………………)
Penguji I
: dr. Devi Maryori, MKM
(…………………)
Penguji II
: Shinta Silaswati, SKp., MSc
(………………….)
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 28 Juni 2012
iv Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sicitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Fajar Susanti
NPM
: 0806483374
Program Studi
: Program Ners Spesialis Keperawatan Komunitas
Kekhususan
: Ners Spesialis Keperawatan Komunitas
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis Karya
: Karya Ilmiah Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : MODIFIKASI PERILAKU LATIHAN FISIK DAN DIET SEBAGAI BENTUK INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA AGGREGAT LANSIA DENGAN RISIKO GANGGUAN MOOBILISASI AKIBAT PENYAKIT ASAM URAT DI KELURAHAN TUGU, KOTA DEPOK Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal
: 28 Juni 2012
Yang menyatakan
( FAJAR SUSANTI )
v Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul ”Modifikasi Perilaku latihan Fisik dan Diet Sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan Komunitas Pada Aggregat Lansia Dengan Risiko gangguan Mobilisasi Akibat Penyakit Asam Urat Di Kelurahan Tugu” sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan spesialis keperawatan komunitas di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis menyadari banyak sekali hambatan yang dihadapi, namun berkat bantuan dan bimbingan semua pihak maka karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis akan menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1.
Dewi Irawati, MA., P.Hd., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
2.
Dra. Junaiti Sahar, SKp., M.App.Sc., PhD., selaku wakil Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Indonesia dan juga selaku supervisor utama yang telah banyak membimbing penulis selama praktek komunitas dan mengarahkan dalam penyusunan KTI.
3. Ns. Widyatuti, SKp., MKep., SpKom., selaku supervisor yang telah banyak membimbing penulis selama praktek komunitas dan mengarahkan dalam penyusunan KTI. 4. Astuti Yuni, SKp., MN., selaku Ketua Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan telah banyak memberikan bimbingan dan mengarahkan praktik residen 5. Wiwin Wiarsih, SKp., MN., selaku supervisor praktek komunitas 6. Segenap dosen/staf pengajar keperawatan komunitas dan staf akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 7. Suami dan anak-anakku tercinta yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materil serta doa kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan ini. vi Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
8. Orang tua, mertua, dan semua saudara-saudara tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan doa selama perkuliahan ini. 9. Rekan-rekan mahasiswa angkatan ketiga kekhususan keperawatan komunitas terutama rekan-rekan kelompok Kelurahan Tugu Depok yang senantiasa membuat penulis bahagia dan selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini. 10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan dari Allah SWT yang tiada terhingga. Akhirnya, semoga Allah memberikan ridho-Nya atas segala usaha yang telah penulis lakukan dalam penyusunan KTI ini, dan
harapan
penulis
mudah-mudahan
dapat
memberikan
manfaat
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan komunitas.
Depok, Juni 2012
Penulis
vii Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
dalam
ABSTRAK Nama
: Fajar Susanti
Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul
: Modifikasi perilaku; Latihan Fisik Dan Diet Sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan Komunitas Pada Aggregat lansia Dengan Risiko Gangguan Mobilisasi Akibat penyakit Asam Urat di Kelurahan Tugu Kota Depok
Lansia merupakan salah satu populasi risiko karena mengalami penurunan pada sistem muskuloskeletal. Penyakit asam urat merupakan penyakit yang disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat, menyebabkan nyeri sehingga dapat terjadi gangguan mobilisasi, oleh sebab itu ners spesialis keperawatan komunitas melakukan intervensi dengan memodifikasi perilaku melalui latihan fisik dan diet untuk mencegah terjadinya gangguan mobilisasi. Karya tulis ilmiah akhir bertujuan mengetahui kemampuan lansia, keluarga, dan masyarakat dalam menerapkan latihan fisik dan diet untuk mencegah gangguan mobilisasi di Kelurahan Tugu Kota Depok dengan strategi intervensi support group dan self help group. Sasaran kegiatan adalah lansia dengan penyakit asam urat di Kelurahan Tugu. Hasil akhir juga memperlihatkan bahwa latihan fisik mampu mencegah gangguan mobilisasi, tingkat pengetahuan dari 15.75 menjadi 22.08 dan pengurangan nyeri sebesar 50%. kekuatan sendi 60% menjadi 75%. Hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada 10 keluarga dengan lansia penyakit asam urat menunjukkan bahwa latihan fisik dan diet secara rutin dalam mencegah gangguan mobilisasi dan menurunkan kadar asam urat. Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Depok, petugas kesehatan, masyarakat agar dapat melanjutkan program yang telah ada dalam skala yang lebih besar dan melaksanakan pengelolaan, supervisi, monitoring serta evaluasi guna kelangsungan kegiatan yang sudah ada.
Kata Kunci: Lansia, penyakit asam urat, modifikasi perilaku latihan fisik dan diet
viii Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
ABSTRACT
Name
: Fajar Susanti
Study Programme
: Nursing
Title
: Modification of behavior; Physical Exercise And Diet For The form of Community Nursing Intervention With Risk In aggregate elderly Mobilization Disorders Gout Due to illness in Kelurahan Tugu Kota Depok
Elderly population is one of high risk because of a decrease in the musculoskeletal system. Gout is a disease caused by unhealthy eating patterns, causing pain so that an interruption of mobilization, and therefore nurses specialist community nursing intervention to modify behavior through physical exercise and diet to prevent interference mobilization. Final scientific paper aims to determine the ability of the elderly, families, and communities in implementing physical exercise and diet to prevent interference in the Kelurahan Tugu Kota Depok support group intervention strategies and self help group. The goals of the elderly with uric acid in the Kelurahan Tugu.. The final results also showed that physical exercise can prevent interference mobilization, knowledge level of 15.75 to 22.08 and a 50% reduction in pain. joint strength of 60% to 75%. The results of the implementation of nursing care in 10 elderly families with gout showed that physical exercise and diet routine to prevent interference mobilization and lowering uric acid levels. Recommended to the Depok City Health Department, health workers, community to continue the existing programs in a larger scale and carry out the management, supervision, monitoring and evaluation for the continuity of existing activities.
Keyword: Elderly, gout, physical exercise and behavior modification die
ix Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………..………………...
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS… ……………………………….
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ……………………………………………….
iii
HALAMAN PENGESAHAN
iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI
v
KATA PENGANTAR …………………………..………………………………….
vi
ABSTRAK ………………………………………………………………………….
viii
ABSTRACT ………………………………………………………………………...
ix
DAFTAR ISI …………………………………………..…………………………...
x
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………
xii
DAFTAR SKEMA …………………………………………………………………
xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………….
xiv
BAB I
BAB II
: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………………………………………….
1
1.2 Tujuan Penulisan…………………………………………………..
8
1.3 Manfaat Penulisan…………………………………………………
9
: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep lansia sebagai kelompok risiko...........................................
11
2.2 Proses menua dan gangguan mobilitas pada lanjut usia...................
15
2.3 Penyakit asam urat pada lansia…………………….........................
18
2.4 Penatalaksanaan asuhan keperawatan pada lansia dengan risiko gangguan mobilitas akibat penyakit asam urat pada lansia ……….
23
2.5 Peran perawat dalam meningkatkan kesehatan pada lansia……….
32
2.6 Strategi intervensi keperawatan komunitas pada lansia dengan penyakit asam urat........ ...................................................................
x Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
33
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB 6
: KERANGKA KERJA DAN PROFIL WILAYAH 3.1 Kerangka kerja............................................................…………….
48
3.2 Profil Wilayah Puskesmas Kelurahan Tugu....................................
52
: PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA AGGREGAT LANSIA DENGAN GANGGUAN MOBILISASI AKIBAT PENYAKIT ASAM URAT DI KELURAHAN TUGU KOTA DEPOK 4.1 Pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas...…………………
54
4.2 Asuhan Keperawatan Keluarga……………………………………
74
4.3 Asuhan Keperawatan Komunitas………………………………….
84
: PEBAHASAN 5.1 Pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas…………….........
95
5.2 Asuhan Keperawatan Keluarga………………………..…………
100
5.3 Asuhan Keperawatan Komunitas ………………………………..
106
5.4 Keterbatasan……………………………………………………...
110
5.5 Implikasi keperawatan……………………………………………
111
: SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan …………………………………………………………..
115
6.2 Saran ………………………………………………………………
116
DAFTAR PUSTAKA
xi Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1
Jenis dan Tingkatan aktivitas Fisik ………………………………..
Tabel 2.2
Indikator Dampak Asuhan Keperawatan Keluarga Berdasarkan 45 Tingkat Kemandirian Keluarga Kelurahan Tugu Tahun 2011 ………………………………………
xii Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
30
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema 2.1.
Patofisiologi penyakit asam urat ……………………………….
22
Skema 2.2
Model Community as partner dari Mc Farlane.. ……………..
42
Skema 2.3
Model teori orem ………………………………………………
48
Skema 3.1
Kerangka kerja penyelesaian masalah penyakit asam urat pada lansia …………………………………………………………… 52 Fishbone Analysis…………………………………………………….. 64
Skema 4.1 Skema 4.2 Skema 4.3
Web of Causation Asuhan Keperawatan Keluarga pada lansia dengan penyakit asam urat……………………………………... 76 Web of Causation Asuhan Keperawatan Komunitas pada aggregate lansia dengan penyakit asam urat……………………. 86
xiii Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Buku pedoman kerja support group (lansia penyakit asam urat)
Lampiran 2
Latihan rentang gerak sendi (ROM)
Lampiran 3
Rencana asuhan keperawatan
Lampiran 4 Lampiran 5
Prioritas Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Asuhan Keperawatan Manajemen
Lampiran 6
Analisa data Asuhan Keperawatan Keluarga
Lampiran 7
Prioritas Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga
Lampiran 8
Tingkat Kemandirian
Lampiran 9
Grafik senam lansia
Lampiran 10 Lampiran 11
Kuesioner pemantauan pergerakan sendi pada senam asam urat (ROM) di wilayah Kelurahan Tugu. Kuesioner pretest dan posttest pengetahuan
Lampiran 12
Output analisis senam lansia
Lampiran 13
Grafik pengukuran Uric Acid
Lampiran 14
Grafik skala nyeri
Lampiran 15
Output analisis pengukuran UA dan skala nyeri
Lampiran 16
Grafik pengukuran UA, pengetahuan lansia dan perilaku
Lampiran 17 Lampiran 18
Output analisis pengukuran UA, pengetahuan lansia dan perilaku Grafik pengetahuan dan perilaku Kader
Lampiran 19
Output analisis pengetahuan dan perilaku kader
xiv Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
1
BAB I PENDAHULUAN
Usia Harapan Hidup (UHH) yang sedang berkembang saat ini merupakan salah satu indikator tingkat keberhasilan suatu pemerintah dalam bidang kesehatan, dengan adanya peningkatan usia harapan hidup tidak menutup kemungkinan lansia mempunyai berbagai permasalahan kesehatan yang dialami selama proses hidupnya. Pada bab I ini terdiri dari latar belakang yang menjadi dasar karya ilmiah akhir, tujuan umum dan tujuan khusus serta manfaat aplikatif bagi berbagai pihak.
1.1 Latar Belakang Semua manusia akan menjadi tua, proses menjadi tua akan mempengaruhi perubahan anatomi dan fisiologi yang akan mempengaruhi keadaan kesehatan pada dirinya, proses perubahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi tubuh, bila tidak dicegah dapat berisiko menjadi sakit dan dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari lanjut usia. Lansia yang dapat berisiko terhadap sakit dikemukakan oleh Stanhope dan Lancaster (2004), bahwa at risks adalah menentukan faktor-faktor atau kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan atau pada akhirnya terjadi sakit. Mengontrol terjadinya risiko sakit maka dapat dilakukan pencegahan penyakit dan peningkatan dalam promosi kesehatan. Perhatian lansia begitu penting karena jumlah populasi lansia (diatas 60 tahun) didunia mengalami peningkatan Usia Harapan hidup (UHH), hal ini terlihat dari jumlah proporsi penduduk usia lanjut dari total penduduk dunia tahun 1998 naik dari 10% pada menjadi 15% pada tahun 2025, dan meningkat hampir mencapai 25% pada tahun 2050 (UNFA, 2007). Indonesia sebagai salah satu negara berkembang mengalami peningkatan populasi penduduk lansia, hal tersebut dapat dilihat dari data demografi yaitu dari 4,48% (5,3 juta jiwa) pada tahun 1971 menjadi 9,77% (23,9 juta jiwa) pada tahun 2010. Bahkan pada tahun 2020 diprediksi akan terjadi peningkatan
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
2
jumlah penduduk lansia sebesar 11,34% atau sekitar 28,8 juta jiwa (Makmur, 2006). Indonesia termasuk negara kelima yang memiliki populasi lansia terbesar setelah Cina, India, Amerika serikat, dan Mesiko (WHO, 2002). Indonesia sebagai negara berkembang memiliki banyak provinsi yang salah satunya adalah provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk terbanyak yang menempati urutan pertama dengan jumlah penduduk 43.021.826 jiwa pada tahun 2010 dengan laju pertumbuhan penduduk 2.03 (BPS). Kota Depok merupakan salah satu bagian dari provinsi Jawa Barat yang pertumbuhan usia lanjut (> 60 tahun) mengalami peningkat dari yaitu 59.860 jiwa pada tahun 2007 menjadi 65.096 jiwa pada tahun 2008 (DinKes Kota Depok, 2008). Berdasarkan data sekunder pada bulan Januari-Desember 2010 jumlah lansia diwilayah kerja Puskesmas Tugu adalah 5793 dengan jenis kelamin laki-laki 2851 dan perempuan 2942. Perkembangan usia lanjut yang setiap tahun terlihat jelas pertambahan jumlah penduduknya, hal ini akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan lansia termasuk kebutuhan akan kesehatan (DepKes, 2003). Sedangkan usia lanjut merupakan kelompok transisi yang bergerak dari tahap satu ke kondisi lainnya yang berhubungan dengan perubahan usia atau life-event risk, memiliki risiko terjadinya masalah kesehatan yang dapat dilihat dari faktor biologis dimana pada usia tersebut terjadi proses penurunan fungsi tubuh secara alami (Stanhope dan Lancaster, 2004). Proses menua pada lansia dapat terjadinya penurunan fungsi tubuh, hal tersebut dapat mempengaruhi kondisi kesehatan lansia yang mudah terkena penyakit, lansia dapat meningkatkan derajat kesehatannya dengan cara mempertahankan kondisi fisik, kesehatan, gaya hidup/pola kebiasaan yang sehat (mengkonsumsi makanan sehat, olahraga dan tidak merokok), agar usia lanjut terhindar dari masalah kesehatan/sakit. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, angka kesakitan pada usia di atas 60 tahun sebesar 9,2% (Depkes, 2003).
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
3
Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Budihardja menyatakan dari hasil studi tentang kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lansia yang dilaksanakan Komnas Lansia di 10 propinsi pada 2006, diketahui bahwa penyakit terbanyak yang diderita adalah penyakit sendi (52,3%), hipertensi (38,8%), anemia (30,7%) dan katarak (23%). Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyebab utama disabilitas pada lansia. Lanjut usia menjadi perhatian dalam hal kesehatan karena pada lanjut usia berada pada kondisi berisiko yang mengalami penurunan berbagai fungsi tubuh
terutama
adanya
penurunan
fungsi
mobilitas
atau
sistem
muskuloskeletal sehingga dapat terjadi gangguan kesehatan, penurunan fungsi tersebut dapat diakibatkan juga oleh penyakit asam urat, dimana penyakit asam urat dapat terjadi bila adanya penumpukan kristal-kristal asam urat pada persendian yang jadi penurunan pembuangan dari kadar asam urat dalam darah, sehingga kadar asam urat tersebut akan menjadi meningkat (Kertia, 2009). Gangguan pada sistem muskuloskeletal atau penyakit persendian pada lanjut usia tersebut dapat mempengaruhi pada individu, keluarga, maupun komunitas yang berada disekitar lingkungannya karena hal tersebut merupakan at risk di komunitas
dengan
berbagai
kebutuhan
yang
komplit
yang
dapat
mengakibatkan penyakit dan isolasi sosial, bagi lanjut usia, dan keluarga, berdampak juga terjadinya gangguan pemenuhan kebutuhan hidup bila lansia tersebut masih produktif dalam menghasilkan suatu barang atau jasa yang dapat menghasilkan uang sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi dirinya dan keluarga. Menurut Saudhauss (1998), lanjut usia menganggap bahwa pekerjaan adalah hal yang utama, dibandingkan dengan kesehatan pada diri lanjut usia. Lanjut usia yang masih produktif atau bekerja bila menderita sakit dapat disebabkan karena mereka kekurangan vitamin (gizi), olah raga, kurangnya sumber informasi tentang kesehatan sehingga tidak mengetahui proses terjadinya masalah kesehatan sampai lansia menjadi sakit (Allender dan Spradley, 2005). Sedangkan Risk to community menurut Allender dan Spradley (2005), yaitu
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
4
adanya hubungan keterbatasan informasi tentang kesehatan dengan terjadinya sakit pada populasi lanjut usia dan keluarganya ketika mereka menempati wilayah yang baru dan beradaptasi dengan lingkungannya sehingga dapat mempengaruhi status kesehatan yang dapat berisiko terjadinya sakit, atau sebelumnya lanjut usia sudah mempunyai penyakit dan penyakit tersebut dibawanya ke tempat tinggal yang baru dan menetap. Menurut Singh dan Hodges (2007) prevalensi gout (penyakit asam urat) di Amerika pada usia 80 tahun, 9% terjadi pada laki-laki dan 6% pada wanita. Pernyataan ini diperkuat oleh Agatha M. (1997) penyakit gout di Amerika dominan terjadi pada laki-laki dengan rasio 19 laki-laki dan 1 perempuan 95 % menderita asam urat, yang terjadi pada usia antara 40-60 tahun. Data sekunder yang diperoleh kota Depok lansia yang mengalami asam urat (gout) adalah sebesar 2,73% pada tahun 2010. Data lansia yang mengalami penyakit asam urat di wilayah kerja Puskesmas Tugu dilaporkan seperti penyakit lainnya yang terjadi pada lansia yaitu sebesar 2,03% hal ini akan berdampak pada keluarga, masyarakat serta pemerintah dalam masalah penyakit asam urat dan bila tidak segera ditangani atau dicegah akan mengakibatkan terjadinya gangguan aktifitas pada seseorang yang menderita serta menjadi beban ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Choi (2004) tentang konsumsi makanan kaya purin dan risiko penyakit asam urat pada pria. Peneliti menemukan adanya peningkatan risiko asam urat ketika responden mengonsumsi daging atau seafood dalam jumlah banyak. Sedangkan beberapa jenis sayuran mengandung purin sangat tinggi, risikonya untuk menyebabkan penyakit asam urat lebih rendah dibandingkan purin dari daging atau jeroan. Menurut Thrash (1997) penyakit asam urat dapat mengalami nyeri persendian yang datang secara tiba-tiba, menetap dan berangsur lama dapat gangguan immobilisasi, sehingga terjadi kontraktur jaringan ikat maupun kapsul sendi sehingga lingkup gerak sendi semakin lama semakin sempit yang dapat mengakibatkan
deformitas
pada
persendian
dikarenakan
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
kurangnya
Universitas Indonesia
5
perawatan dan penatalaksanaan pada penyakit asam urat. Hal tersebut dapat mengganggu aktifitas dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari lansia. Gangguan mobilisasi dapat menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungannya, kurang produktif, tergantung dengan orang lain, dapat membebani perekonomian baik pada diri sendiri, keluarga, maupun pemerintah karena penyakit tersebut cukup banyak memerlukan dana baik untuk pengobatan maupun rehabilitasinya. Penelitian menurut Choi tersebut diatas, dapat diketahui bahwa perubahan pola penyakit berhubungan dengan perubahan pola makan yang kurang sehat (makanan yang mengandung tinggi purin yang selalu dikonsumsi setiap hari tanpa dibatasi). Lansia mengalami degeneratif pada sistem muskuloskeletal dapat menyebabkan tonus otot menurun, ligamen menjadi lebih kaku serta lingkup gerak sendi menyempit, sehingga dapat mengurangi gerakan persendian, hal tersebut terjadi lebih cepat bila lansia semasa hidupnya tidak pernah melakukan aktifitas seperti olah raga. Menurut DepKes (2008) dalam menanggulangi faktor risiko dari penyakit tidak menular yang terjadi pada lanjut usia salah satunya adalah risiko gangguan mobilisasi akibat adanya penyakit asam urat. Peran perawat komunitas dalam mencegah terjadinya gangguan mobilisasi pada lansia dengan menggunakan promotif-preventif melalui pendidikan kesehatan, latihan fisik (ROM) dan diet untuk mencegah dan mengendalikan faktor risiko tersebut pada kelompok lansia. Asuhan keperawatan yang diberikan pada lansia yaitu dengan menggunakan intervensi yang inovasinya dengan modifikasi perilaku melalui latihan fisik (ROM) dan diet. Hal tersebut dilakukan penelitian oleh Badley (2006) tentang nonpharmacologic treatment modalities in the treatment of gout, treatment yang dilakukan adalah patient education, ROM, including diet and nutrition. Pernyataan lain menurut American geriatrics society (2001) dan Klein dan Stone (2002) bahwa Exercise (ROM) dapat meningkatkan kekuatan otot dan persendian serta mengurangi nyeri.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
6
Penelitian yang terkait tentang diet asam urat pada lansia, menurut Ramayulis dan Trina (2008) bahwa seseorang yang menderita penyakit asam urat dapat dilakukan tindakan dengan melakukan diet asam urat rendah purin. Pernyataan ini didukung juga oleh Penelitian yang dilakukan Purwaningsih (2010), tentang faktor-faktor risiko terjadinya hiperurisemia, responden yang mengkonsumsi hasil laut ≥ 100 mg/100 gram mempunyai risiko 7,8 kali dibanding yang mengkonsumsi hasil ≤ 100 mg/100 gram, mengkonsumsi daging ≥ 100 mg / 100 gr mempunyai risiko 0,5 kali dibandingkan dengan yang mengkonsumsi ≤ 100 mg/100 gr. Penelitian-penelitian yang diuraikan diatas, bahwa perubahan pola penyakit dapat diubah atau dicegah dengan memodifikasi perilaku melalui latihan fisik dan perubahan pola makan yang kurang sehat (diet rendah purin), dengan inovasi tersebut dapat meningkatkan usia harapan hidup karena tingkat keberhasilan pemerintah dalam tujuan program kesehatan lanjut usia adalah meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia agar tetap sehat, mandiri dan berdaya guna sehingga tidak menjadi beban bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat (Depkes, 2008). Hal ini sesuai dengan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pada pasal 19 menetapkan bahwa kesehatan usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap sehat dan produktif. Menurut KepMenKes (2010), aktifitas fisik adalah aktifitas yang terencana, terstruktur dan melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dengan tujuan meningkatkan kebugaran jasmani. Sedangkan menurut Pender (2001) terapi fisik adalah latihan pergerakan tubuh yang melibatkan pergerakan sistem muskuloskeletal. Upaya dalam meningkatkan kesehatan pada lansia diperlukan adanya kesadaran untuk merubah atau memodifikasi perilaku dari kurang sehat menjadi perilaku sehat melalui latihan fisik (ROM) dan diet yang dilakukan secara bertahap sampai menjadi kebutuhan sehari-hari. Menurut Ervin (2002) perubahan perilaku adalah bukan hanya upaya untuk kehidupan yang lebih
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
7
baik, tetapi mereka memodifikasi atau merubah secara serius untuk mencapai kearah yang lebih baik untuk seluruh keluarga dari hal yang negatif (perilaku yang tidak baik). Perubahan perilaku yang ingin dicapai pada tingkat kelompok dan masyarakat juga disepakati secara bersama-sama dengan seluruh masyarakat.
Penulis membuat intervensi yang dapat dilakukan pada lansia dengan risiko gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat dengan menggunakan dua tindakan asuhan keperawatan dalam modifikasi perilaku, yaitu (1) Lansia melakukan latihan fisik (ROM) dalam meningkatan kekuatan otot (2) diet asam urat yaitu diet rendah purin. Strategi intervensi pencegahan risiko gangguan mobilisasi dan peningkatan kadar asam urat dalam darah pada lansia meliputi pendidikan kesehatan, kegiatan kelompok di masyarakat berupa proses pembentukan kelompok support group (kelompok kader dalam menangani lansia dengan penyakit asam urat), self help group (kelompok lansia dengan penyakit asam urat), asuhan keperawatan pada lansia dan keluarga dengan memperhatikan prinsip kemitraan (partnership) dan pemberdayaan (empowering).
Menurut Suryatun dan Heryati (2008) Range Of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan untuk menilai gerakan dan untuk gerakan awal ke dalam suatu program intervensi terapeutik. Penelitian yang dilakukan oleh Ulliya dan Soempeno (2007) dengan judul pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) terhadap fleksibilitas sendi lutut pada lansia di Panti Wreda Wening Wardoyo Ungaran, didapatkan hasil fleksibilitas sendi lutut kiri pada lansia yang memiliki keterbatasan gerak meningkat setelah latihan ROM selama 3 minggu sebesar 31,870 dan selama 6 minggu sebesar 350.
Kegiatan yang akan dilakukan dirancang untuk memberikan pengetahuan, keterampilan (skill), dan dapat merubah perilaku lansia terkait penyakit asam urat, selain itu juga kegiatan dilakukan kepada kader posbindu agar para kader dapat memberikan atau membantu para lansia dengan penyakit asam urat agar
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
8
dapat meningkatkan derajat kesehatannya, baik secara individu keluarga, maupun kelompok serta masyarakat supaya lingkungannya “Lansia Sehat, lansia bebas penyakit asam urat”. Intervensi yang dilakukan dikembangkan dalam asuhan keperawatan pada aggregat lansia dengan menggunakan manajemen pelayanan kesehatan komunitas, community as parther, family centered nursing pada keperawatan keluarga bertujuan untuk membantu keluarga menolong dirinya sendiri mencapai tingkat fungsi keluarga yang tertinggi dalam konteks tujuan, aspirasi dan kemampuan keluarga (Friedman, et al., 2003). Perawat dapat membantu individu dengan menggunakan semua metode ini untuk memberikan bantuan self care. Orem membuat sebuah model untuk menunjukkan hubungan antara konsep-konsepnya. Dari model ini dapat dilihat bahwa pada suatu saat seorang individu mempunyai kemampuan self care khusus sebagaimana kebutuhan self care yang terapeutik. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan analisis terkait modifikasi perilaku latihan fisik (ROM) dan diet asam urat sebagai bentuk intervensi lansia, keluarga, keperawatan komunitas pada aggregat lansia penyakit asam urat diaplikasikan di Kelurahan Tugu, kemudian diukur efektifitasnya melalui pengukuran intensitas nyeri pada persendian serta frekuensi nyeri yang dirasakan oleh lansia, latihan fisik (ROM) dapat dilakukan secara benar dan dilakukan pengukuran kadar asam urat dalam darah setiap seminggu sekali dan pengukuran tingkat pengetahuan serta sikap lansia dalam melaksanakan diet rendah purin.
1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Memberi gambaran tentang pelaksanaan modifikasi perilaku berupa latihan fisik (ROM) dan diet rendah purin dalam pelayanan, asuhan keperawatan keluarga dan komunitas pada aggregate lansia di Kelurahan Tugu Depok.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
9
1.2.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penulisan karya tulis ilmiah adalah teridentifikasi: a. Kemampuan (pengetahuan, keterampilan) kader dalam penatalaksanaan risiko gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat dan melakukan pencegahan tingkat keparahan pada aggregate lansia. b. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat lansia dengan risiko gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat melalui latihan fisik (ROM) dan diet di RW 03 Kelurahan Tugu. c. Peningkatan kemandirian keluarga dalam merawat lansia dengan risiko gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat melalui latihan fisik (ROM) dan diet di RW 03 Kelurahan Tugu. d. Peningkatan kemampuan aggregate lansia dalam pencegahan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat melalui latihan fisik (ROM) dan diet di RW 03 Kelurahan Tugu. e. Penurunan frekuensi dan tingkat nyeri pada aggregate lansia yang mengalami gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat di RW 03 Kelurahan Tugu.
1.3 Manfaat 1.3.1 Pelayanan Keperawatan Komunitas : Dinas Kesehatan dan Puskesmas Sebagai dasar merumuskan kebijakan pengembangan latihan fisik berbasis masyarakat melalui proses kelompok sebagai upaya pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular yang disebabkan oleh penyakit asam urat.
1.3.2 Perkembangan Ilmu Keperawatan Komunitas a. Sebagai dasar mengembangkan intervensi latihan fisik dan diet sebagai strategi yang efektif dalam pencegahan dan penanganan kekakuan pada otot dan sendi pada penyakit asam urat. b. Motivasi untuk perawat komunitas dalam menerapkan strategi intervensi keperawatan komunitas melalui proses kelompok dalam mencegah dan menangani masalah lansia dengan penyakit asam urat.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
10
c. Bagi Kader dan Masyarakat Dukungan
dan
motivasi
untuk
meningkatkan
pengetahuan,
keterampilan, dan partisipasi aktif kader dan seluruh masyarakat dalam menerapkan latihan fisik sebagai strategi yang efektif dalam pencegahan dan penanganan kekakuan pada otot dan sendi pada penyakit asam urat.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
11
BAB 2 TINJAUAN TEORI
Bab 2 ini membahas tentang kerangka konsep penelitian yang menggunakan konsep risiko tinggi, lajut usia, penyakit asam urat pada lansia, intervensi yang dilakukan dengan menggunakan terapi fisik dan diet asam urat. 2.1 Konsep Lansia Sebagai Kelompok Risiko Bertambahnya usia individu tidak dapat dihindari terus bertambah dan berlangsung konstan dari lahir sampai menuju usia lanjut maupun kematian. Masa lansia merupakan masa terjadinya penambahan usia dan proses terjadi perubahan secara alamiah yang tidak dapat dipungkiri. Namun perubahan tersebut dapat terjadi dengan sendirinya, yang dapat berdampak pada penurunan anatomi dan fungsi pada tubuh manusia. Menurut Boedhi dan Martono (1999, dalam Fatmah, 2010) menjelaskan bahwa menjadi tua merupakan proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri secara perlahan-lahan, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi.
Pengelompokan
usia
pada
lansia,
menurut
WHO
adalah
lansia
dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu: 1) Usia pertengahan (middle age) antara 45 – 59 tahun, 2) Lansia (elderly) antara usia 60-74 tahun, 3) Lansia tua (old) antara usia 75-90 tahun, 4) Usia sangat tua (very old) antara usia di atas 90 tahun. Menurut UU RI No,13 tahun 1998, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Sedangkan menurut DepKes RI (2006) batasan lanjut usia adalah: 1) Virilitas (prasenium) antara usia 55-59 tahun, 2) Usia lanjut dini (Senescen) usia antara 60-64 tahun, 3) Lansia berisiko tinggi di atas tahun.
Bertambahnya usia dapat menyebabkan adanya masalah kesehatan yang dapat berisiko terjadi gangguan kesehatan pada kelompok berisiko pada lansia (population at risk) dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang dapat
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
12
mengakibatkan suatu kondisi penurunan kesehatan terhadap populasi lansia disuatu wilayah. Sedangkan risk to community menurut Allender dan Spradley (2005), yaitu adanya hubungan keterbatasan informasi tentang kesehatan dengan terjadinya sakit pada populasi lanjut usia dan keluarganya ketika mereka menempati wilayah yang baru dan beradaptasi dengan lingkungannya sehingga dapat mempengaruhi status kesehatan yang dapat berisiko terjadinya sakit, atau sebelumnya lanjut usia sudah mempunyai penyakit dan penyakit tersebut dibawanya ke tempat tinggal yang baru dan menetap.
Menurut Stanhope dan Lancaster (2004), risiko adalah menentukan faktorfaktor atau kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan atau pada akhirnya terjadi sakit, untuk melakukan kontrol dari terjadinya at risk adalah dilakukannya pencegahan penyakit dan peningkatan dalam promosi kesehatan. At risks dapat diklasifikasikan secara umum, yang meliputi risiko usia, genetik, sosial, kejadian dalam hidup, dan gaya hidup. Menurut Pender (2006) mengidentifikasikan enam kategorik faktor risiko, yaitu 1) Faktor Usia 2), Genetik 3) Karakteristik biologi, 4) Kebiasaan kesehatan seseorang, 5) Gaya hidup, 6) Lingkungan.
2.1.1 Risiko Biologis (Biological risk) Risiko biologis merupakan risiko terjadinya sesuatu masalah kesehatan yang didapat dari adanya perubahan fisik maupun genetik (Stanhope dan Lancaster, 2004). Bertambahnya usia pada seseorang dapat mengalami perubahan biologi yang dihubungkan dengan perubahan dalam sel-sel tubuh serta organ tubuh yang dapat mengalami pembatasan dalam membelah diri serta penurunan fungsi tubuh (Fatmah, 2010). Perubahan fisik, fungsi dan struktur, perkembangan, panjang usia dan kematian. Perubahan-perubahan tubuh dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit, bila hal tersebut tidak dapat dilakukan dapat memungkinkan risiko terhadap masalah penyakit (Stanley, Mickey and Beare, Patricia Gauntlett, 1999).
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
13
Karakteristik perubahan biologis pada lansia adanya perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi secara bertahap, sehingga perubahan tersebut tidak dapat dipisahkan dari gaya hidup seseorang (Stanhope dab Lancaster, 2004). Risiko yang berhubungan dengan usia sering terjadi dalam masa transisi fase perkembangan, masa transisi tersebut dapat dipengaruhi oleh gaya hidup lansia, khususnya pola makan yang kurang sehat yang biasa dikonsumsi oleh lansia karena adanya penurunan rasa dan keinginan ingin selalu menikmati makanan yang tinggi purinnya.
2.1.2 Risiko Sosial (Social Risk) Risiko sosial adalah mendapatkan pengakuan yang berkelanjutan, tinggal dilingkungan masyarakaat yang terdapat kriminal, tidak adanya sumber kesehatan, tidak adanya rekreasi, ataupun pusat-pusat pelayanan kesehatan atau tinggal dilingkungan yang banyak polusi udara, kebisingan, ataupun tinggal dengan masalah-masalah yang memiliki lingkungan lain yang dapat meningkatkan masalah kesehatan (Stanhope dan Lancaster, 2004). Kesehatan yang baik adalah menjaga kondisi fisik, mental dan sosial. Lansia dapat beradaptasi, mengatasi stress, serta aktif melibatkan dirinya dalam kehidupan bersosialisasi. Dalam waktu yang lama, kesehatan lansia dapat tetap berfungsi, meminimalkan bantuan atau bergantung saat mengalami kecacatan dan kelumpuhan.
2.1.3 Risiko Ekonomi (Economic risk) Risiko ekonomi adalah terjadinya akibat terdapatnya kesejangan antara keuangan dan kebutuhan hidup sehari. Keluarga yang memiliki sumber keuangan yang cukup akan mampu mengakses pelayanan kesehatan, termasuk
mempunyai
rumah,
pakaian,
makanan,
pendidikan
dan
pengobatan (Stanhope dan Lancaster, 2004). Keluarga lansia yang tidak memiliki keuangan yang cukup berkontribusi terjadi risiko masalah kesehatan, dan meningkatnya jumlah keluarga lansia dengan pendapatan sedang tidak akan mencukupi juga.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
14
2.1.4 Risiko Gaya Hidup (Life Style Risk) Risiko Gaya Hidup adalah unit dasar dari kebiasaan kesehatan yang dapat berdampak pada risiko kesehatan meliputi nilai kesehatan, kebiasaan, persepsi akan sehat, makanan, pengaturan pola tidur, rencana aktifitas keluarga, norma tentang perilaku yang berisiko (Stanhope dan Lancaster, 2004). Lansia dengan berbagai perubahan serta pengalaman selama hidupnya
berisiko
terhadap
gaya
hidup
yang
dijalaninya
dalam
mempersepsikan sehat, makanan yang bisa dikonsumsi dan disajikan berupa makanan siap saji yang dapat diperoleh dimanapun, makanan yang menurut lansia adalah enak padahal makanan tersebut dapat berisiko terjadinya masalah kesehatan. Variabel yang mempengaruhi kesehatan lansia, yaitu gaya hidup, ekonomi (keadaan keuangan), sosial, dan pengendalian emosi yang baik terhadap suatu masalah kesehatan dapat dilihat dari pengalaman dan pengetahuan pada lanjut usia.
Kesehatan pada lanjut usia adalah yang terbanyak (94%) terjadi pada lansia, yaitu penyakit kronik atau ketidakberdayaan. Penyakit kronik atau ketidakberdayaan yang terjadi pada lanjut usia dapat bergantung dengan orang lain dalam melakukan kebutuhan sehari-hari. Lanjut usia mampu untuk berperan aktif dalam mencegah terjadinya sakit merupakan kunci indikator sehat dan sejahtera serta lansia dapat memahami pentingnya kesehatan pada dirinya. Kesehatan yang baik adalah menjaga kondisi fisik, mental dan sosial. Lansia dapat beradaptasi, mengatasi stress, serta aktif melibatkan dirinya dalam kehidupan bersosialisasi. Dalam waktu yang lama, kesehatan lansia dapat tetap berfungsi, meminimalkan bantuan atau bergantung saat mengalami kecacatan dan kelumpuhan.
2.1.5 Risiko Kejadian Hidup (Life-Event Risk) Risiko Kejadian Hidup adalah kejadian dalam kehidupan yang dapat berisiko terjadinya masalah kesehatan, kejadian tidak baik yang sering berulang dapat menjadi risiko dalam masalah kesehatan, seperti; pindah tempat tinggal, adanya anggota keluarga baru, adanya anggota keluarga
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
15
yang meninggalkan rumah dapat berpengaruh pada pola komunikasi (Stanhope dan Lancaster, 2004). Lansia yang mengalami perpisahan ataupun mengalami masa pensiun dapat berakibat adanya pengaruh psikologi terhadap mentalnya, sehingga merasa sudah tidak berguna lagi ataupun terjadi ketidak berdayaan dalam menjalani kehidupan, hal tersebut dapat membuat lansia menarik diri dari kehidupan dalam keluarganya.
Eliopoulos (2001) mengatakan perawat secara efektif dalam berbagai populasi khususnya lanjut usia melibatkan keluarga dengan masalahmasalah kesehatan dan kebutuhannya. Proses menua adalah proses yang sulit untuk dipahami, terjadi secara perlahan-lahan, dan abadi. Satu yang dapat dilihat adalah proses menua berbeda dari setiap individu. Menua pada seorang individu, mengalami perubahan fungsi tubuh yang berbeda pada setiap usia. Sedangkan menurut Allender dan Spradley (2005), Mendekati usia tua, mempunyai beberapa kebutuhan dasar yaitu: a) psikologis dan kebutuhan keamanan, b) cinta dan kasih sayang, c) harga diri, d) aktualisasi diri. Kebutuhan fisik, emosional, dan sosial merupakan kebutuhan yang saling berkaitan. Kebutuhan lainnya berdasarkan preventif primer, sekunder, dan tersier. Preventif primer pada lanjut usia dapat dilakukan dengan cara menjaga kesehatan, memperoleh pendidikan kesehatan, praktik kesehatan personal, dan perawatan yang sesuai. Dalam melaksanakan kegiatan dari preventif primer perawat komunitas dapat berkerjasama dengan lansia, keluarga, kelompok serta masyarakat (Allender dan Spradley, 2005).
2.2 Proses Menua dan Gangguan Mobilitas pada Lanjut Usia Lanjut usia adalah suatu proses yang alami terjadinya penurunan berbagai fungsi tubuh yang terjadi pada semua individu didunia ini. 2.2.1 Pengertian lanjut usia Menurut John Heinz, menjadi tua adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari oleh kita semua, namun tidak ada pengaruhnya antara ciri menjadi tua dengan kesehatan. Janes dan Bartlett (2010) mengatakan, tua adalah usia diatas tahun, ini berdasarkan pada urutan usia, lansia muda antara 60-
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
16
74 tahun, lansia pertengahan (75 - 84 tahun) dan usia tua lebih dari 85 tahun.
Peneliti dalam menentukan usia responden berdasarkan UU RI No. 13 tahun 1998, yaitu lanjut usia yang berumur minimal 60 tahun, walaupun ada beberapa pengertian batasan-batasan lanjut usia yang dapat menjadi acuan dalam penelitian. Adapun penelitian yang terkait jenis kelamin, menurut Choi (2004) tentang konsumsi makanan kaya purin dan risiko asam urat pada laki-laki. Penelitian ini dilakukan selama 12 tahun dengan jumlah responden sebanyak 47.150, berusia antara 40 – 75 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (2010) tentang faktor-faktor risiko hiperurisemia. Hasil penelitiannya umur yang lebih dari 60 tahun memiliki risiko terjadinya hiperuresemia dibanding dengan responden kurang dari 60 tahun.
2.2.2 Proses Menua Menurut Stanley dan Beare (2002), Proses menua terjadi secara alami yang terjadi adanya perubahan fungsi tubuh beberapa diantaranya adalah: 2.2.2.1 Perubahan sistem muskuloskeletal Perubahan muskuloskeletal pada lansia adanya penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan, dan kekakuan sendi-sendi. Perubahan-perubahan yang terjadi yaitu pada tulang, otot, dan sendi mengakibatkan terjadinya perubahan penampilan, kelemahan, dan lambatnya pergerakan yang dapat mengganggu aktivitas dalam melakukan pemenuhan kebutuhan sehari-hari pada lanjut usia. Sedangkan menurut Stockslager & Schaeffer (2003), bahwa perubahan yang terjadi pada musculoskeletal adalah penurunan massa tubuh yang tidak berlemak, penurunan viskositas cairan synovial, lebih banyak cairan synovial yang fibrotik.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
17
Perubahan pada sistem skeletal antara lain: 1) Penurunan progresif pada tinggi badan dan juga adanya penyempitan diskus intervertebral serta penekanan pada kolumna spinalis, 2) Jumlah massa otot tubuh pada lansia mengalami penurunan. 3) Tonjolan tulang (vertebra, krista iliaka, tulang rusuk, skapula) menjadi lebih menonjol, 3) Perubahan proses penyerapan kalsium dari tulang. Proses ini terjadi sepanjang rentang kehidupan manusia. Kecepatan absorpsi tidak berubah dengan penambahan usia, 4) Adanya perubahan pembentukan tulang baru yang menyebabkan massa total tulang pada lansia. Menurut Miller (1995), Semua aktifitas sehari-hari dipengaruhi oleh adanya fungsi musculoskeletal yang mengontrol pergerakan neuron. Perubahan usia dapat mengakibatkan kekuatan muskular mulai merosot sekitar usia 40 tahun, dengan suatu kemunduran yang terjadi setelah usia 60 tahun. Perubahan gaya hidup dan adanya penurunan penggunaan otototot tubuh adalah penyebab utama terjadinya kehilangan kekuatan otot. Pergerakan yang kurang aktif pada lanjut usia menyebabkan kontraksi otot, serta berkurangnya juga relaksasi pada otot. Sendi-sendi seperti pinggul, lutut, siku, dan pergelangan tangan, leher, dan vertebra menjadi sedikit fleksi pada usia lanjut. Peningkatan fleksi disebabkan karena adanya perubahan dalam kolumna vertebralis, ankilosis (kekakuan) ligamen dan sendi, terjadi penyusutan pada sklerosis tendon dan otot, serta perubahan secara degeneratif pada sistem ektrapiramidal. Kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi pada sendi-sendi yang digunakan untuk menahan berat. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada jaringan penyambung meningkat secara progresif, aktivitas kurang, dapat menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas. Kemunduran tersebut dapat dilihat dari pencegahan pada risiko terjadinya kehilangan massa tulang. Faktor usia yang dapat meningkatkan terjadinya kehilangan unsur-unsur tulang, yang terdiri dari penurunan hormon, dan perubahan diet dan gaya
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
18
hidup, merupakan hal yang penting karena efek dari kehilangan tulang dapat menjadi masalah kesehatan sepanjang hidup. 2.2.2.2 Perubahan Terkait Usia Pada Sistem Renal Perubahan usia menjadi dewasa lanjut, mempengaruhi jumlah nefron (2 juta) telah berkurang setengahnya, nefron yang tersisa memiliki lebih banyak ketidaknormalan daripada yang ditemukan pada dewasa muda. Fungsi nefron adalah tempat mekanisme penyaringan darah, perubahan pada aliran vaskuler yang menyertai penuaan mempengaruhi fungsi pengaturan, ekskresi, dan metabolik sistem renal Stanley dan Beare (2002).
Hasil metabolisme purin dibawa ke hati, kemudian mengalami oksidasi menjadi asam urat, asam urat memiliki bentuk kristal-kristal yang merupakan hasil akhir dari metabolism purin, sedangkan asam urat yang berlebihan akan dibuang melalui ginjal lewat urin. Asam urat adalah adalah satu senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. Setiap orang memiliki asam urat didalam tubuh, tubuh menyediakan 85 persen senyawa purin untuk setiap hari, sehingga kebutuhan purin dari makanan hanya sekitar 15 persen. Sedangkan pemicu kadar asam urat adalah makanan dan senyawa lain yang banyak mengandung purin, jika lansia mengkonsumsi makanan tanpa dibatasi, maka jumlah purin dalam tubuhnya dapat melewati ambang batas normal (Sutomo, 2010).
2.3 Penyakit Asam Urat Pada Lansia Menurut penelitian yang dilakukan oleh Luk (2005) tentang epidemiologi hiperurisemia dan gout bahwa faktor risiko terjadinya hiperurisemia dan gout dikarenakan kadar serum urat lebih dari (> 7mmg.dl) dan adanya 90% akibat gangguan pada ginjal. Asam urat yang terjadi pada lanjut usia merupakan masalah yang harus segera ditangani, adapun penjelasan tentang asam urat adalah sebagai berikut:
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
19
2.2.1 Definisi Asam Urat Menurut Smeltzer dan Bare (2002), asam urat adalah keadaan heterogenous yang berhubungan dengan faktor genetik pada proses metabolisme purin (hiperurisemia) didalam tubuh, hal ini menyebabkan proses pembentukan asam urat meningkat selain itu juga akibat penurunan fungsi ginjal sehingga eksresi asam urat mengalami gangguan, atau dapat disebabkan dari keduanya. Sedangkan pengertian asam urat menurut Black (2009), yaitu suatu gangguan pada tulang dan persendian disebabkan karena adanya perubahan metabolisme purin (protein) yang memproduksi sejumlah uric acid yang pada akhirnya terjadi penumpukan pada persendian. 2.2.2 Penggolongan Asam Urat Menurut Smeltzer dan Bare (2002) ada 2 jenis hiperurisemia, yaitu hiperurisemia primer dan sekunder. Pada hiperurisemia primer terjadi kenaikan kadar asam urat serum sehingga terjadi penumpukan urat acid yang disebabkan karena gangguan metabolisme asam urat. Hiperurisemia primer dapat disebabkan oleh diet yang ketat, asupan makanan tinggi purin (kerang-kerangan, jeroan) yang berlebihan atau kelainan herediter. Klasifikasi penyakit asam urat menurut Black (2009), terdiri dari: 1) Gout primer adalah produksi urin acid berlebihan yang disebabkan karena adanya faktor keturunan sehingga mengganggu metabolism tubuh, 2) Gout sekunder merupakan bertambahnya akibat dari gangguan pada ginjal. 2.2.3 Etiologi Asam Urat Menurut Black (2009), penyebab penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh. Sedangkan
penyebab
terjadinya
penyakit
gout
sekunder
karena
meningkatnya produksi asam urat akibat pola makan tidak sehat, yaitu
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
20
mengonsumsi makanan dengan kadar purin yang tinggi. Sedangkan pengertian dari purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino, sebagai unsur pembentuk protein. Produksi asam urat meningkat dapat disebabkan karena lanjut usia mempunyai penyakit dari (penyakit sumsum tulang, polisitemia), obatobatan (alkohol, obat-obat kanker, vitamin B12). Penyebab lainnya adalah obesitas (kegemukan), penyakit kulit (psoriasis), kadar trigliserida yang tinggi. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik biasanya terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan metabolisme lemak) terjadi peningkatan, sehingga dapat dalam darah kadar asam urat juga ikut meningkatkan. 2.2.4. Patofisiologi Asam Urat Patofiologi menurut Smeltzer dan Bare (2002), Hiperurisemia terjadi karena konsentrasi asam urat dalam serum yang lebih besar dari 7,0 mg/dl dapat
menyebabkan
penumpukan
kristal
monosodium
urat
pada
persendian maupun dibawah jaringan kulit. Serangan gout berhubungan dengan adanya peningkatan atau penurunan secara tiba-tiba kadar serum asam urat dalam darah sehingga terjadi penumpukan kristal dalam persendian, dapat terjadi inflamasi dan nyeri pada daerah persendian. Kadar serum asam urat meninggi secara terus-menerus dapat terjadi penumpukan atau pengendapan kristal natrium urat (tofus) dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Sedangkan menurut Michael (1995) yang digambarkan dalam bagan dibawah ini:
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
21
Bagan 2.1 patofisiologi penyakit asam urat Asam Ribonukleat dari sel-sel
Diet Purin
Hipoxantin Jalur Normal
Perubahan – perubahan pada jaringan akibat gout
Xantin
Ginjal
Asam urat
Kemih
Kristalisasi dalam jaringan
Lokasi mekanisme obat-obatan Alopurinol
Fagocitosis kristal oleh sel darah putih
Probenetid dan Sulfipirazon Kolkisin
Peradangan dan kerusakan jaringan
(Carter A. Michael, 1995, Gout, Dalam. Price; Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta, EGC) 2.2.5. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis asam urat (gout) menurut Black (2009), adalah adanya penumpukan asam urat pada persendian dinyatakan terdiagnosa terjadinya gout. Untuk menunjang lansia menderita penyakit asam urat dilakukan pemerikasaan kadar asam urat dalam darah. Bila dalam pemerikasaan tersebut terdapat hasil asam urat lebih dari 7 mg/dl, lansia tersebut mempunyai penyakit asam urat. Sedangkan menurut Smeltzer dan Bare (2002), gejala asam urat mencakup arthritis gout yang akut (adanya peradangan), adanya nyeri daerah sekitar persendian yang pada akhirnya terbentuk benjolan-benjolan seperti bisul (tofus), gangguan ginjal dan pembentukan batu asam urat dalam saluran perkemihan. Menurut Badiyanto (2000, dalam As’adi Muhammad, 2010), mengatakan bahwa gejala penyakit asam urat akan mengalami peradangan pada daerah
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
22
satu atau beberapa daerah persendian lainnya. Sendi yang paling sering adalah pada jari kaki yang pertama kali terkena. Tapi juga pada sendi lutut, telapak kaki, dan pergelangan kaki. Nyeri biasanya seperti tajam dan terkadang tidak bisa membuat lanjut usia yang terkena tidak bisa berjalan. 2.2.5.1. Kadar Uric Acid di dalam Darah Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Kadar urin acid dalam darah terbagi berdasarkan jenis kelamin yaitu: 1). Kadar asam urat normal pada lakilaki adalah antara 3,4-7,0 miligram per desi Liter (mg/dL) atau 200-420 mikromol per Liter (mcmol/L), 2). Kadar asam urat normal pada perempuan adalah antara 2,4-6,0 mg/dL atau 140-360 mcmol/L. Kadar asam urat dalam darah meningkat hingga terjadi penyakit asam urat. Pertama, produksi asam urat dalam darah tubuh yang meningkat karena: 1). Adanya gangguan metabolisme purin bawaan, 2). Kelainan pembawa sifat atau gen, 3). Kelebihan mengkonsumsi makan berkadar purin tinggi seperti daging, jeroan, kepiting, kerang, keju, kacang tanah, bayam, buncis, 4). Penyakit seperti leukemia (kanker sel darah putih), kemoterapi, radioterapi. Kedua, terjadinya pembuangan asam urat yang sangat berkurang di karena, yaitu: 1) Minum obat tertentu, 2) Dalam keadaan kelaparan, puasa, dan diet yang terlalu ketat. 3) Keracunan, 4) Olahraga terlalu ketat, 5) Hipertensi, 6) Gagal ginjal. Ketiga, penyebab-penyebab lainnya yang menyebabkan tingginya kadar asam urat dalam darah, yaitu: 1) Ras dan kegemukan, 2) Makanan yang mengandung tinggi purin. 2.2.6. Komplikasi Asam Urat Adapun komplikasi menurut Wilson (2002) yang dapat terjadi pada penyakit asam urat terdiri dari:
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
23
a. Radang sendi akibat asam urat (gout arthritis) Pada gout yang menahun dapat terjadi pembentuk tofi. Tofi adalah benjolan dari kristal monosodium urat yang menumpuk di jaringan lunak tubuh. Tofi merupakan komplikasi lambat dari hiperurisemia. Komplikasi dari tofi berupa nyeri, kerusakan dan kelainan bentuk jaringan lunak, kerusakan sendi dan sindrom penekanan saraf. b. Komplikasi Hiperurisemia pada Ginjal Penyakit asam urat dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan asam urat akan bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat kemoterapi tumor. Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan asam urat pada saluran kemih dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Penumpukan
jangka
panjang
dari
kristal
pada
ginjal
dapat
menyebabkan gangguan ginjal kronik (Kasper dan Braunwald, 2004).
2.4 Penatalaksanaan asuhan keperawatan pada lansia dengan risiko gangguan mobilitas akibat penyakit asam urat pada lansia. Penatalaksanan dan pencegahan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat yang dapat dilakukan dengan cara modifikasi perilaku melalui latihan fisik (ROM) dan diet asam urat. 2.4.1 Modifikasi Perilaku Menurut Skiner (1938, dalam Notoatmodjo, 2010) perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), perilaku yang sehat respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehatsakit seperti lingkungan, makanan, minuman dan pelayanan kesehatan.
Menurut Becker (1979, dalam Notoatmodjo, 2010) perubahan perilaku adalah adanya keinginan untuk perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
24
melalui makan dengan menu seimbang, kegiatan fisik secara teratur dan cukup, perilaku atau gaya hidup positif.
Modifikasi perilaku pada lansia dengan penyakit asam urat perlu diterapkan untuk mencegah terjadi komplikasi berupa gangguan mobilisasi fisik, hal ini diungkapkan oleh Saag dan Choi (2006) bahwa dalam memodifikasi perilaku melalui diet rendah purin dan gaya hidup dalam berolahraga, hal ini diungkapkan juga oleh Finger dan Hagemann (2008) bahwa faktor risiko penyakit asam urat adalah bila seseorang tidak melakukan perubahan dalam berperilaku sehat (diet).
Prochaska dan Diclemente (1999) dalam (Pender, 2001), proses perubahan perilaku mempunyai lima tahapan, yaitu: 1) Prekontemplasi (belum mau berubah/sadar, ingin); 2) Kontemplasi (sudah sadar/ingin/berpikir tapi belum beraksi); 3) perencanaan atau persiapan (langkah awal untuk bertindak); 4) Tindakan (fase ini mencakup periode enam bulan di mana klien telah membuat perubahan perilaku dan telah bertahan (aktif terlibat dalam perubahan perilaku); 5) Pemeliharaan (tahap ini mulai enam bulan setelah aksi telah dimulai dan terus dilakukan dalam memelihara kesehatan).
2.4.2 Diet Nutrisi yang baik merupakan penting untuk merawat kesehatan. dan pola makan yang baik memainkan peran utama dalam mencegah penyakit serta sebagai persediaan untuk energy yang dibutuhkan tubuh. Hubungannya dengan promosi kesehatan pada kesehatan masyarakat merupakan dasar dalam pendidikan kesehatan dari diet makanan dalam mencegah sakit (Pender, 2002).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Ramayulis dan Trina (2008) Diet asam urat yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit gout adalah pembatasan asupan purin, Konsumsi Tinggi karbohidrat. Sedangkan menurut Menurut University of Pittsburgh Medical Center, Konsumsi cairan
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
25
yang tinggi dapat membantu membuang asam urat melalui urin. Karena itu, disarankan untuk menghabiskan minum minimal sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas sehari.
2.4.3 Diet asam urat Menurut DepKes (2005) Kelainan metabolisme protein menyebabkan asam urat dalam darah meningkat yang menyebabkan rasa nyeri dan bengkak dipersendian. Pada penderita asam urat perlu pembatasan konsumsi protein agar kadar asam urat dalam darah menurun. Makanan yang harus dikonsumsi oleh lansia adalah membatasi asupan purin menjadi 100-150 mg purin per hari (diet normal biasanya mengandung 600-1.000 mg purin per hari).
2.4.1.1. Pembatasan purin a. Makanan yang mengandung purin tinggi Peneltian yang telah dilakukan oleh Hensen dan Putra (2009), adanya hubungan konsumsi zat purin (daging babi, ayam, bebek) dengan terjadinya hiperurisemia. Faktor diet berkontribusi dalam menurunkan asam urat dengan mengkonsumsi makanan rendah purin, daging, dan makanan seafood (Luk dan Simkin, 2005). Makanan ini mengandung 100 – 1000 mg purin per 100 gram bahan pangan, yakni: a) Semua makanan dan minuman yang mengandung alkohol, yakni arak, bir, wiski, anggur, tape ketan, tuak, dan makanan yang beragi, b) Bebek, angsa, ikan kecil, ikan sarden, makarel, remis, kerang, kepiting, lobster, dan telur ikan, c) Makanan yang diawetkan dalam kaleng seperti kornet, sarden, dan lain-lain, d) Jeroan, misalnya otak, lidah, jantung, hati, limpa, ginjal, dan usus, e) Kaldu daging.
b. Makanan yang mengandung purin sedang Jumlah purin berkisar antara 9-100 mg purin per 100 g bahan makanan, dibatasi maksimal 50-75 gram (1-1½ potong) atau 1 mangkuk (100 g)
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
26
sayuran sehari. Kandungan purin sedang terkandung dalam bahan makanan adalah sebagai berikut: a) Ikan air tawar atau laut (kecuali terdapat pada bagian 6). b) Daging sapi, ayam, udang. c) Kacang kering dan hasil olah seperti tahu, tempe, dan oncom. d) Sayuran (misalnya kembang kol, bayam, jamur, kangkung, daun singkong, daun melinjo, biji melinjo, kacang polong, dan buncis), serta buah nenas.
c. Makanan yang kandungan purinnya dapat diabaikan Kandungan purin rendah (yang dapat diabaikan) atau yang dapat dimakan setiap hari, yaitu: a) Semua jenis sayuran dan buah yang tidak tercantum dalam daftar diatas, b) Nasi, ubi, singkong, jagung, roti, mie, bihun, tepung beras, kue kering, dan macaroni, c) Margarin, butter, kelapa, minyak, dan gula, d) Puding, telur, susu, keju, dan es krim (makanan ini hanya boleh dikonsumsi jika tidak ada tanda-tanda alergi pada penderita asam urat), e) Kopi, sereal, dan teh, f) Rempah, bumbu, jamu, garam, dan jahe 2.4.1.2. Konsumsi Tinggi karbohidrat Menurut Mahan dan Escott (2000), makanan yang mengandung karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi sangat baik dikonsumsi
oleh
penderita
gangguan
asam
urat
karena
akan
meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin. Konsumsi karbohidrat kompleks ini sebaiknya tidak kurang dari 100 gram perhari. Karbohidrat sederhana jenis fruktosa seperti gula, permen, arum manis, gulali, dan sirop sebaiknya dihindari karena fruktosa akan meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Karbohidrat bagi penderita asam urat merupakan sumber energi utama. Oleh karena itu, karbohidrat relatif diberikan dalam jumlah yang tinggi, yaitu 60-75% 2.4.1.3. Rendah protein Menurut Kurnia (2009) asam urat terbentuk dari metabolisme purin dan purin merupakan bagian dari nucleoprotein. Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
27
Sumber makanan yang mengandung protein hewani dalam jumlah yang tinggi, misalnya hati, ginjal, otak, paru, dan limpa. Asupan protein yang dianjurkan bagi penderita gangguan asam urat adalah sebesar 50 - 70 gram/hari atau 0,8 - 1 gram/kg berat badan/hari10 – 12% total energi. Sumber protein yang disarankan adalah protein nabati yang berasal dari susu, keju dan telur. Penderita asam urat harus membatasi atau menghindari makanan tinggi purin untuk menurunkan stres metabolik. 2.4.1.4. Rendah lemak Menurut Kurnia (2009) Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarin dan mentega sebaiknya dihindari. Lemak diberikan dalam jumlah sedikit, yaitu 10 – 25%. Hal ini didasari pertimbangan berikut: a) Pada umumnya, penderita asam urat mempunyai kelebihan berat badan sehingga tujuan pemberian makanan salah satunya adalah untuk mencapai dan memelihara berat badan yang diinginkan. b) Pembatasan lemak pada diet rendah purin karena terjadinya asidosis yang membuat urin menjadi lebih asam sehingga menyulitkan ekskresi asam urat. 2.4.1.5. Konsumsi Tinggi cairan Menurut University of Pittsburgh Medical Center (2003), Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam urat melalui urin. Karena itu, disarankan untuk menghabiskan minum minimal sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas sehari. Air minum ini bisa berupa air putih masak, teh, atau kopi. Selain dari minuman, cairan bisa diperoleh melalui buahbuahan segar yang mengandung banyak air. Menurut The American Dietetics Association’s Manual Of Clinical Dietetics (2000), semua buah-buahan dapat dikonsumsi oleh penderita asam urat, kecuali buah alpukat yang harus dibatasi atau dihindari. Buah-
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
28
buahan yang disarankan adalah semangka, melon, blewah, nanas, belimbing manis, dan jambu air. Selain buah-buahan tersebut, buahbuahan yang lain juga boleh dikonsumsi karena buah-buahan sangat sedikit mengandung purin. Buah-buahan yang sebaiknya dihindari adalah alpukat dan durian, karena keduanya mempunyai kandungan lemak yang tinggi.
2.4.1.6. Tanpa alkohol Berdasarkan penelitian Choi (2005), diketahui bahwa kadar asam urat mereka yang mengkonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak mengkonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena alkohol akan meningkatkan asam laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambat pengeluaran asam urat dari tubuh. Menurut University of Pittsburgh Medical Center (2003) nilai yang penting dalam menjaga tubuh adalah mebatasi minuman alkohol, karena alkohol merupakan penyebeb terjadinya peningkatan produksi purin. 2.4.1.7. Konsumsi Vitamin A dan C Menurut Natural Insights (2009), Makanan yang mengandung vitamin A dan C tinggi dibutuhkan untuk melawan radikal bebas serta meningkatkan kesehatan jaringan, otot, tendon, dan dapat menolong pengeluaran ginjal pada uric acid dan tetap menjaga kebutuhan uric acid yang dibutuhan oleh tubuh. Pemberian vitamin A dan C disesuaikan dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Angka kecukupan vitamin A untuk usia dewasa laki dan perempuan ± 500 – 600 µg RE perhari atau setara dengan 1.500 – 1.800 SI. Angka kecukupan vitamin C untuk usia dewasa laki dan perempuan ± 75 – 90 mg. Makanan yang tinggi vitamin A dan C antara lain terdapat pada buah-buahan dan sayuran, seperti stroberi, kiwi, semangka, papaya, apel, buah persik (peach), mangga, labu, ketela, gambas, kentang, brokoli dan tauge. Kebutuhan serat yang dianjurkan untuk penderita asam urat adalah 20 30 gram. Serat yang cukup membantu mempercepat proses pembuangan sebelum sisa makanan berubah menjadi bentuk toksik.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
29
2.4.1.8. Pengobatan Tradisional/Herbal Menurut Bangun (2008) seorang konsultan hukum pada Asosiasi Pengobatan Tradisional Ramuan Indonesia (ASPETRI) di Jakarta, pengobatan herbal adalah cara pengobatan yang aman dana efektif dengan menggunakan bahan-bahan dari tanaman. Kebijakan WHO untuk melestarikan dan mendorong pengobatan tradisional herbal, karena bias dijangkau semua lapisan masyarakat, aman serta efektif. Menurut Ley (2005) seorang ahli nutrisi dari Complements of NHL Ministries, beberapa penelitian yang membantu penurunkan penyakit asam urat adalah 1). buah cery. Karena jus cerry mengandung ekstrak suplemen, 2). Seledri mengandung diuretic untuk mengeluarkan urin. Reaksi kombinasi diuretic dengan komponen anti bacterial pada seledri juga berguna dalam infeksi pada kandung kemih, dan juga dapat merangsang pelebaran spasme dari otot, dan mereduksi inflamasi, 3). dalam kunyit dan temulawak mengandung curcumin yang dapat mengurangi reaksi inflamasi pada sendi, 4). Jus sirsak mengandung bahan ekstrak yang dapat mereduksi terjadinya metabolism urin acid didalam tubuh, 5). Tekokak mengandung ekstrak untuk membantu menetralisir kadar purin tinggi dalam darah.
2.4.1.4. Olah raga a. Pengertian Olah raga Olah raga yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kekakuan pada sendi yang belum terkena asam urat atau yang sudah terkena asam urat, menurut Bangun (2008), adalah berolah raga ringan secara rutin, seperti berjalan kaki pada pagi hari, senam pernapasan. Istirahatkan bagian persendian yang terkena tapi tidak boleh terlalu berlebihan, karena dapat mengakibatkan kekakuan pada otot dan sendi.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), manfaat olah raga dapat dilihat dari aspek fisiologis yaitu; a) Meningkatkan daya tahan jantung dan pembuluh
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
30
darah, b) Meningkatkan kepadatan tulang, c) Meningkatkan fleksibilitas tubuh, d) Meningkatkan metabolisme tubuh, e) Meningkatkan daya tahan tubuh, f) Meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur, g) Mengendalikan sistem hormonal, h) Mengurangi risiko terjadinya penyakit degeneratif. Tabel 2.1. Jenis dan Tingkatan Aktivitas Fisik (Pender, 2006) Level aktivitas fisik dan intensitas
Level energi
Jenis akivitas fisik
Ringan
< 3,5 kkal/menit
Berjalan, bersepeda
(kurang dari 30 menit hampir setiap hari)
atau < 3 METS (Metabolic Equivalents)
Sedang
3.5 - 7 kkal/menit
(30 menit hampir setiap hari dalam seminggu, kurang dari 60 % peningkatan denyut jantung)
Atau 3 - 6 METS (Metabolic Equivalents)
Berjalan Bersepeda, atau berdansa
Berat
Lebih dari 7 kkal/menit
Jogging,
(Kurang lebih 20 menit sebanyak 3 kali dalam seminggu, terjadi 60% atau lebih peningkatan denyut jantung)
Atau lebih dari 6 METS (Metabolic Equivalents)
berenang, bersepeda dengan adanya tanjakan
cepat, renang,
b. Program Terapi fisik (exercise) Menurut Kementerian Kesehatan (2010), yaitu; Olahraga merupakan sebagian kegiatan dari kehidupan manusia yang memerlukan adaptasi fisiologis dan tubuh perlu penyesuaian diri terhadap keseimbangan baru akibat perubahan tersebut. Program olahraga dilakukan dengan kaidah yang benar: 1) Baik, bila olah raga 2) Benar, bila olahraga dilakukan sesuai dengan kemampuan dan kondisi tubuh 3) Teratur, bila olahraga dilakukan dengan menghitung denyut nadi latihan yang menggunakan rumus Denyut Nadi Maksimal (DNM) : DNM = 220 – umur. Untuk lanjut usia olahraga dilakukan dengan intensitas 60 – 80% DNM. 4) Teratur, bila olah raga dilakukan:
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
31
Minimal 3 – 5 kali dalam seminggu selang sehari untuk mencapai hasil optimal Kurang dari 3 kali dalam seminggu, hasil yang dicapai tidak optimal dan efek latihan tidak tercapai. 7 hari dalam seminggu (setiap hari), tubuh tidak mempunyai cukup waktu untuk pemulihan fungsinya.
Physical activity adalah sebagai promosi dalam perilaku untuk mencegah penyakit dan mempertahankan kesehatan (Stanhope dan Lancaster, 2004). Menurut Pender (2002) Physical activity adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang mengakibatkan pengeluaran energi (dinyatakan sebagai kilocaliries) dan mencakup berbagai pekerjaan. Axercise merupakan waktu luang aktivitas fisik yang dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan kebugaran jasmani.
c. Latihan fisik berupa Range Of Motion (ROM) 1) Pengertian ROM Menurut Potter dan Perry (2003), ROM adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana menggerakan masing-masing persendian sesuai dengan normal baik secara aktif ataupun pasif. Tujuan dari ROM adalah meningkatkan dan mempertahankan fleksibelitas dan kekuatan otot, memelihara motilitas persendian, merangsang sirkulasi darah dan mencegah kelainan bentuk tulang. 2) Prinsip dasar latihan ROM : a) ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari; b) ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan lansia; c) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses penyakitnya. 3) Jenis ROM dibagi menjadi 2 yaitu: a) latihan ROM Pasif adalah latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat setiap gerakan (pasien dengan kekuatan 50%); b). Latihan ROM aktif adalah latihan ROM
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
32
yang dilakukan sendiri oleh lansia tanpa bantuan perawat dari setiap gerakan yang dilakukan (pasien aktif dengan kekuatan 75%). Penelitian yang dilakukan oleh Koeppen dan Badley (1998) tentang Nonpharmacologic Treatment of Modalities In The Treatment of Arthritis:Patient Education, Exercise and social Support. Dengan hasil latihan ROM dapat mengurangi nyeri sebesar 50%. sikap terhadap olahraga untuk orang dengan radang sendi telah berubah selama 10 tahun terakhir dan Penelitian saat ini menunjukkan bahwa olahraga, misalnya ROM dan latihan fleksibilitas, dapat menjaga atau mencapai pada setiap tingkat atau intensitas, yang dapat menguntungkan untuk pasien arthritis dalam mengurangi rasa nyeri dan menjaga kekuatan otot. Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2009) tentang pengaruh latihan ROM aktif terhadap kemampuan mobilisasi pada lansia dengan gangguan muskuloskeletal, didapatkan hasil bahwa latihan ROM dengan pergerakan yang baik dapat meningkatkan mobilisasi pada lansia untuk menjaga elastisitas otot-otot dan persendian. Penelitian lain oleh Ulliya dan Soempeno (2007) tentang pengaruh latihan ROM terhadap fleksibilitas sendi lutut pada lansia, didapatkan hasil fleksibilitas sendi lutut pada lansia yang memiliki keterbatasan gerak meningkat setelah melakukan latihan ROM selama 3 minggu sebesar 31,870 dan selama 6 minggu sebesar 350. 2.5 Peran Perawat dalam meningkatkan Kesehatan pada Lansia Menurut (Potter dan Perry, 2003), perawat profesional berada pada posisi yang dapat memberikan kegiatan perawatan utama, peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang hemat biaya, sumber yang efisien dan kompeten. Menurut KepMenKes (2006) peran dan fungsi perawat diantaranya adalah: 2.5.1 Pemberi Perawatan Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Proses penyembuhan lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu, sekalipun keterampilan tindakan yang meningkatkan kesehatan fisik merupakan hal
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
33
yang penting bagi pemberi asuhan (Potter dan Perry, 1997). Perawat sebagai pemberi rasa nyaman berperan dalam memberikan asuhan keperawatan harus ditujukan bahwa lansia dilihat secara utuh dalam kebutuhannya bukan hanya sekedar fisik saja, namun dapat memberikan dukungan seringkali memberikan kekuatan bagi klien untuk mencapai kesembuhannya. Selama memberikan tindakan keperawatan, perawat dapat memberikan kenyamanan pada saat mendemonstrasikan latihan fisik (ROM), bila lansia tidak dapat mengikuti secara optimal latihan tersebut dapat dilakukan secara bertahap.
2.5.2 Fasilitator Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar sesama perawat dan profesi kesehatan yang lain, sumber informasi dan komunitas. Memberikan perawatan yang efektif, pembuatan keputusan dengan klien dan keluarga, memberikan perlindungan bagi klien dari ancaman terhadap kesehatan, mengajarkan tentang diet rendah purin dan menu sehat kepada lansia serta keluarga dan masyarakat yang dilakukan dengan komunikasi yang jelas. 2.5.3 Educator Pemberi penyuluhan dan pendidikan tentang kesehatan, mendemostrasikan prosedur seperti aktifitas perawatan diri, menilai, menjelaskan dan mengevaluasi
kemajuan
dalam
pembelajaran.
Bekerjasama
dengan
komunitas dalam pemberian pendidikan kesehatan dan sumber-sumber promosi, memberikan informasi tentang trend dan issue kesehatan, serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan.
2.6 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas Pada Lansia dengan Penyakit asam urat. Strategi intervensi keperawatan komunitas sangat mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat sebagai klien (Stanhope & Lancaster, 2000 dan Hitchcock, Schuber & Thomas, 2003). keperawatan komunitas
dalam
modifikasi
Strategi intervensi
perilaku adaptif
meliputi
pendidikan kesehatan, proses kelompok, kemitraan (partnership), dan
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
34
pemberdayaan (empowerment) (Hitchcock, Schubert, & Thomas, 2003; Stanhope & Lancaster, 2000). Strategi intervensi yang diterapkan dalam modifikasi perilaku melalui latihan fisik (ROM) dan diet dengan pemberian pendidikan kesehatan, proses kelompok dengan membentuk kelompok pendukung (suport group) dan kelompok swabantu lansia (self help group) yang akan diuraikan berikut ini. Strategi intervensi suport group dalam buku panduan pelaksanaan suport group (lampiran 1) dan buku panduan self help group dalam (lampiran 2)
Proses kelompok adalah suatu bentuk intervensi keperawatan komunitas yang dilakukan bersamaan dengan masyarakat melalui pembentukan kelompok berdasar kondisi dan kebutuhan masyarakat (Stanhope dan Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber dan Thomas, 1999). Perawat komunitas menggunakan prinsip-prinsip kelompok untuk bekerja dengan kelompok masyarakat dalam mencapai perubahan kesehatan yang diinginkan. Perawat komunitas dapat membentuk kelompok baru atau bekerja sama dengan kelompok yang telah ada (Stanhope & Lancaster, 2004).
2.6.1 Kelompok pendukung (support group) Pender, et.al (2002, dalam Kozier, et.al, 2004) menjelaskan bahwa kelompok pendukung yang diberikan oleh kelompok dapat membantu seseorang mencapai keberhasilan koping, kepuasaan sekaligus membuat kehidupan menjadi lebih efektif. Dukungan sosial yang dapat diberikan kepada seseorang menurut Cutrona’s (1990, dalam Stewart, 1996) ada lima jenis yaitu: dukungan emosional, integrasi sosial, penghargaan, instrumental dan informasi. Penulis akan menjelaskan beberapa dukungan yang akan diterapkan oleh kelompok pendukung terhadap lansia dengan penyakit asam urat. Menurut Pender, Murdaugh dan Parson (2002) beberapa dukungan sosial yang relevan terhadap kesehatan meliputi sistem pendukung alamiah, sistem pendukung kelompok, sistem pendukung religius terorganisir, sistem pemberi pelayanan (care giver) dan tenaga profesional terorganisir, serta kelompok pendukung yang tidak diarahkan oleh tenaga kesehatan.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
35
2.6.2 Kelompok Swabantu (Self health Group) Individu memilih self help group dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak ditawarkan oleh pelayanan atau self help group muncul karena kekecewaan terhadap sumber-sumber penting di komunitas (Pender, Murdaugh, dan Parson, 2002). Self health Group biasanya dibentuk oleh rekan-rekan yang datang secara bersama-sama untuk saling membantu, bertukar informasi, pengalaman seperti mengatasi rintangan atau masalah dalam kesehatan untuk memenuhi kebutuhan bersama dalam pencegahan dan meningkatkan kesehatan (Allender and Spradley, 2005).
Peran dari perawat dalam memfasilitasi lansia membentuk kelompok dengan permasalah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh lansia, dengan memberikan pendidikan terkait masalah penyakit asam urat merupakan pemecahan masalah yang efektif, perawat juga dapat narasumber (Allender dan Spradley, 2005). Kelompok ini memiliki banyak keuntungan bagi para lansia karena dalam sistem perawatan kesehatan ini, klien dapat mengungkapkan perasaan dan hilangnya kontrol dalam menjaga kesehatan serta dapat merubah perilaku tidak sehat menjadi sehat melalui aktifitas fisik (ROM) dan diet rendah purin pada lansia dengan penyakit asam urat.
2.6.3 Empowerment Perawat komunitas dibutuhkan untuk mengembangkan sumber kekuatan. Perawat dapat membawa pengaruh positif dalam praktek keperawatan secara profesional pada masyarakat. Pemberdayaan adalah sebuah proses berkembangnya pengetahuan dan skill dalam meningkatkan kemampuan seseorang atas keputusan mengubah hidup menjadi lebih baik. Perawat dapat menjadi pendamping masyarakat untuk mengembangkan 4 sumber kekuatan, antara lain: menggunakan posisi, memanfaatkan karakteristik pribadi, mengembangkan keahlian, dan memanfaatkan peluang (Allender and Spradley, 2005). Menurut Hitchcock, Schubert, Thomas (2005),
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
36
empowerment adalah pusat dalam memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga dan masyarakat. Asumsi pemberdayaan merupakan dasar dalam bekerja dengan individu, keluarga.
2.6.4 Partnership Pada sebuah kemitraan, perawat berbagi kekuatannya dengan individu dan keluarga. Menurut Lindsey, 1993; Thome, 1993 (dalam Hitchocock, 1999) Partnership atau kemitraan, memungkinkan individu dan keluarga untuk yakin pada kemampuan mereka yang berhubungan dengan kesehatan mereka sendiri, melibatkan mereka dalam menetapkan tujuan kesehatan sehingga meningkatkan probabilitas mereka dalam mencapai tujuan kesehatan. Identifikasi cara pendekatan untuk memperhatikan kesehatan mereka.
2.6.5 Teori Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Menurut Rakich dan Donovan (1977, dalam Maglaya, 2004) Manajemen adalah mengatur proses interaktif melalui pemanfaatan hasil sumber daya dalam pemenuhan tujuan organisasi. Pengertian manajemen menurut Terry (dalam Wijono, 2008), suatu proses yang terdiri dari perencanaan, penggerakan pelaksanaan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan dengan memanfaatkan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.
Menurut Huber (2006), manajemen keperawatan adalah kepemimpinan atau pembinaan dalam koordinasi serta integrasi sumber daya keperawatan yang ada melalui proses manajemen dalam rangka melaksanakan asuhan keperawatan.
Pelaksanaan
asuhan
keperawatan
dalam
memberikan
pelayanan kesehatan di masyarakat dengan menggunakan manajemen yang baik dimulai dengan mengkoordianasi tujuan dari organisasi yang akan dicapai secara bersama-sama. Mencapai suatu tujuan yang akan dicapai perlu dilakukan dengan menggunakan fungsi manajemen.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
37
Menurut Rue dan Byars (1996, dalam Maglaya, 2004), fungsi manajemen terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organization), sumber daya manusia (staffing), pemimpin (leading) dan pengontrolan (controlling). Fungsi manajemen menurut Marquis dan Huston (2003), yaitu perencanaan (directing),
(planning), Sumber
pengorganisasian
daya
manusia
(organizing),
(Staffing),
dan
pengarahan pengendalian
(controlling), sedangkan proses manajemen diterapkan melalui empat fungsi dasar,
menurut
Huber
(2006),
meliputi
perencanaan
(planning),
pengorganisasian (organization), pengarahan (directing), dan pengontrolan (controlling). 2.1.1. Perencanaan (planning) Langkah pertama dalam fungsi manajemen adalah melakukan perencanaan merupakan suatu proses penganalisaan berbagai alternatif tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam manajemen keperawatan. Perencanaan adalah memperkirakan masa depan; mendefinisikan filosofi organisasi dan tujuan menetapkan kebijakan, standar dan prosedur dalam mengembangkan strategi, program dan projek serta mempersiapkan anggaran (Maglaya, 2004). Menurut Marquis dan Huston (2006), perencanaan menentukan tujuan yang obyektif, kebijakan, prosedur dan peraturan, serta kebutuhan dana, sumber daya manusia. Sehingga tujuan dari perencanaan diharapkan tercapainya suatu pengarahan kegiatan, memperkirakan potensi-potensi perkembangan tetapi juga mengenai risiko-risiko yang mungkin akan dihadapi. Pengertian perencanaan menurut Levey dan Loomba (dalam, Wijoyo, 2006) adalah merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memperkirakan kemampuan yang dimiliki, menganalisa efektifitas dari pelbagai rencana kerja, menyusun perincian dari rencana kerja secara lengkap agar dapat dilaksanakan dan melakukan pengawasan secara terus menerus dalam rangka pencapaian secara optimal antara rencana kerja dengan sistem yang ada. Menurut Henri Fayol (1925, dalam Marquis, Bessie L., 2000),
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
38
perencanaan dalam fungsi manajemen adanya tujuan, objektif, kebijakan, aturan-aturan, prosedur dan adanya target jangka pendek, jangka panjang. Menurut Hoontz (dalam, Wijoyo, 2006), jenis-jenis rencana adalah: 1) Sasaran adalah sasaran yang diinginkan harus objektif, rasional, ideal, dapat dicapai banyak orang; 2) Kebijaksanaan, yaitu pernyataan-pernyataan yang dapat mengarahkan berfikir dalam menentukan keputusan; 3) Prosedur, merupakan rencana, karena dapat menunjukkan pemilihan cara bertindak dan berhubungan dengan aktivitas-aktivitas masa depan; 4) Rule, adalah peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dan harus ditaati; 5) Program, adalah suatu rencana yang pada dasarnya telah menggambarkan rencana yang konkret; 6) Anggaran (budget) adalah suatu rencana yang menggambarkan penerimaan dan pengeluaran yang akan dilakukan pada setiap bidang; 7) Strategi, adalah penentuan cara yang ditempuh agar memungkinkan memperoleh hasil yang maksimal, efektif dan dalam jangka waktu yang relatif singkat serta tepat menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
2.1.2. Pengorganisasian (Organization) Fungsi pengorganisasian meliputi berkembangnya dasar dari struktur organisasi dalam melaksanakan pekerjaan dan fungsinya, menjalankan kewenangan dan komunikasi antara unit yang berbeda dan subunit dalam organisasi (Maglaya, 2004). Menurut Marquis dan Huston, (2006) melaksanakan suatu rencana, menentukan program pelayanan yang sesuai, pengelompokan aktifitas untuk mencapai tujuan masing-masing unit, bekerja dalam suatu struktur organisasi, serta memahami, menggunakankan kekuatan dan kekuasaan dengan tepat. Fungsi perorganisasian yang baik dapat melaksanakan rencana program berdasarkan struktur yang ada sesuai dengan kewenangan, namun pada kenyataan yang ada masih banyak suatu pelayanan kesehatan yang diberikan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat belum dapat
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
39
dilaksanakan secara optimal karena masih banyaknya sumber daya manusia yang mempunyai melaksanakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan dikarenakan sumber daya manusia yang ada masih kurang. Menurut Wijono (2008) dalam melaksanakan pengorganisasian meskipun sumber daya manusia terbatas, dapat dilakukan dengan baik, melakukan kerjasama agar lebih berdaya guna dan berhasil dan melakukan pekerjaan seefisien mungkin. 2.1.3. Pengarahan (Directing) Fungsi pengarahan adalah memastikan bahwa para staf melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Pengarahan ini meliputi proses dalam melakukan bimbingan, memberikan motivasi dan melakukan komunikasi yang baik dalam mempengaruhi orang lain (Maglaya, Araceli S. 2004). Pengarahan dalam fungsi manajemen menurut Marquis dan Huston (2006) diartikan sebagai koordinasi, sehingga pada fase ini membutuhkan kemampuan kepemimpinan dan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan menurut Terry (dalam Wijono, 2008) adalah membuat semua anggota kelompok agar mau bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bersemangat untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian. Pengarahan yang dilakukan dalam mencapai tujuan, sebagai seorang pemimpin perlu memotivasi agar orang lain dapat bekerja dengan baik, adapun arti motivasi adalah memberikan rangsangan atau pendorong, atau suatu semangat kepada seseorang atau kelompok agar mau bekerja dengan penuh semangat dan rasa tanggung jawab. Adapun tujuan dari memberikan motivasi menurut Wijono (2008) adalah meningkatkan semangat kerja pegawai, pegawai,
menjaga kestabilan pegawai, meningkatkan
prestasi,
meningkatkan kesejahteraan
mempertinggi
moral
pegawai,
meningkatkan rasa tanggung jawab pegawai pada tugas-tugasnya, meningkatkan produktivitas dan efisien.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
40
Komunikasi penting dalam memberikan pengarahan, menurut Davis (dalam Wijono, 2008) komunikasi adalah suatu tahap dari proses kepemimpinan, yang memindahkan ide seseorang ke orang lain untuk digunakan dalam fungsi-fungsinya memimpin pekerjaan. Adapun tujuan komunikasi menurut Koontz (dalam Wijono, 2008) adalah: menetapkan dan menyebarluaskan tujuan yang ingin dicapai, menyusun rencana untuk mencapai tujuan, mengorganisasikan sumberdaya manusia dan sumberdaya lain secara efisien dan efektif, menyeleksi, mengembangkan dan menilai anggota, untuk meningkatkan prestasi. 2.1.4. Pengawasan (Controling) Pengawasan merupakan langkah selanjutnya dalam proses manajemen, mencakup penetapan standar, membandingkan kinerja aktual dengan standar, melaporkan hasil penilaian atau evaluasi dan memberikan penilaian pada tindakan (Maglaya, 2004). Menurut Lembaga Administrasi Negara (2006), controlling adalah suatu proses kegiatan seorang pimpinan untuk menjamin, agar pelaksanaan kegiatan organisasi sesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Quality control menurut Marquis dan Huston (2003) adalah sebuah tipe spesifik dari pengawasan dalam mengevaluasi aktifitas, monitoring, atau mencapai pelayanan pada masyarakat atau konsumen. Menurut Marquis dan Huston (2003), proses dan langkah-langkah pengawasan adalah: 1) Ditetapkan alat ukur atau standart kriteria maupun indikator-indikator (tolak ukur) yang telah ditetapkan atau diketahui sejak awal pada tahap perencanaan; 2) Mengadakan penilaian antara hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan dengan standar yang telah ditetapkan; 3) Tindakan perbaikan agar apa yang telah direncanakan akan menjadi kenyataan. 2.3.1 Community As Partner Model Pengkajian Komunitas dapat memberikan gambaran dan mempelajari komunitas, mengetahui masalah yang dialami, kebutuhan, prioritas masalah
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
41
dan proses pengambilan keputusan (Ervin, 2002). Pengkajian dilakukan dengan menggunakan pendekatan model community as partner. Anderson dan McFarlane (2000) mendasarkan model community as partner mereka pada pendekatan model total person pada pandangan masalah klien yang dikembangkan oleh Betty Newman (1972). Ada dua faktor sentral dari model community as partner terdiri dari: pertama, fokus pada komunitas sebagai mitra (ditandai dengan roda pengkajian komunitas, dengan menyatukan anggota masyarakat sebagai intinya, dan kedua penerapan proses keperawatan. Format pengkajian komunitas terdiri dari dua bagian utama yaitu: Core dan delapan bagian subsistem. Inti dari model tersebut menjelaskan komunitas dari penduduk yang digambarkan dengan demografi, keyakinan. Sebagai anggota masyarakat, penduduk setempat dipengaruhi oleh delapan subsistem yang terdiri dari lingkungan, pendidikan, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi, ekonomi, dan rekreasi. Garis tebal yang mengelilingi komunitas menunjukkan garis pertahanan normal, atau tingkat kesehatan komunitas yang dicapai setiap saat. Garis pertahanan normal juga mencakup pola koping, disertai kemampuan menyelesaikan masalah. Garis pertahanan fleksibel, digambarkan dengan garis putus-putus yang mengelilingi komunitas dan garis pertahanan normal. Garis ini merupakan ”buffer zone” (area penengah) yang menunjukkan suatu tingkat kesehatan dinamis akibat respon sementara terhadap stresor. Gambar 2.1 Model Community as Partner dari McFarlane, (2000)
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
42
2.3.2 Model Family Centered Nursing Keperawatan keluarga bertujuan untuk membantu keluarga menolong dirinya sendiri mencapai tingkat fungsi keluarga yang tertinggi dalam konteks tujuan, aspirasi dan kemampuan keluarga (Friedman, et al., 2003). Praktik keperawatan keluarga pemberian asuhan dapat diberikan kepada keluarga dan anggota keluarga dalam keadaan sehat maupun sakit. Sedangkan proses keperawatan keluarga berguna sebagai sebuah kerangka bagi pemberian asuhan.
Proses keperawatan keluarga berbeda-beda, tergantung bagaimana perawat memandang keluarga dalam praktiknya. Tipe praktik pertama adalah keluarga dipandang sebagai konteks, maka asuhan keperawatan berfokus pada individu. Tipe praktik ketiga adalah subsistem keluarga sebagai klien, dimana yang akan menjadi fokus pengkajian dan intervensi. Tipe praktik keempat adalah keluarga kumpulan dari angota-anggotanya, maka asuhan keperawatan diberikan kepada seluruh anggota keluarga. Tipe praktik berikutnya adalah keluarga sebagai klien, dimana keseluruhan anggota keluarga dipandang sebagai klien sedangkan individu anggota keluarga sebagai konteks. Tipe kelima adalah keluarga sebagai komponen masyarakat, dimana keluarga dipandang sebagai subsistem dalam sebuah sistem yang lebih besar, yaitu masyarakat.
Model family centered nursing didasarkan pada pandangan bahwa keluarga adalah unit dasar untuk perawatan individu dari anggota keluarga dan dari unit yang lebih luas. Sehingga dalam konteks penyakit asam urat pada aggregat lansia dengan melihat keluarga yang memiliki lansia penyakit asam urat merupakan unit dasar untuk perawatan individu. Aplikasi model ini perlu mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya ketika melakukan asuhan keperawatan (Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999).
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
43
Asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan model family centered nursing memberikan kerangka acuan untuk mengaplikasikan proses keperawatan melalui model Friedman. Proses keperawatan tersebut terdiri dari pengkajian keluarga dan individu di keluarga, perumusan diagnosa keperawatan keluarga, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan, dan evaluasi tindakan keperawatan keluarga yang telah dilakukan.
Pengkajian keluarga dengan menggunakan model Friedman terdiri atas enam kategori yang harus dikaji pada keluarga, meliputi: identitas keluarga, riwayat dan tahap perkembangan keluarga, lingkungan tempat tinggal, struktur keluarga, fungsi keluarga, stres, koping dan adaptasi keluarga. Kedalaman pengkajian masing-masing kategori didasarkan pada tujuan, masalah keluarga, sumber daya dan peran perawat dalam melakukan asuhan (Friedman, et.al., 2003). Sumber data pengkajian hasil wawancara dengan klien sebagai data subyektif dari hasil wawancara dan data obyektif yang berasal dari hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, dan bahasa non verbal klien.
Data pengkajian keluarga dikumpulkan, kemudian mengidentifikasi masalah keluarga baik yang aktual maupun yang risiko atau ancaman. Didalam praktik keperawatan masalah kesehatan yang dialami keluarga dirumuskan sebagai diagnosa keperawatan keluarga (Friedman, et.al., 2003). Sehingga bisa dikatakan diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diagnosis dari diagnosis ke sistem dan subsistem. Menurut Gordon, 2000, dalam Friedman, et.al., 2003) diagnosis keperawatan keluarga digunakan sebagai dasar proyeksi hasil, intervensi perencanaan, dan evaluasi hasil yang dicapai. Penegakkan diagnosis keperawatan keluarga harus didasarkan pada salah satu teori keperawatan atau teori keluarga atau menggunakan diagnosis dari NANDA (North American Nursing Diagnosis Association, 2011-2014).
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
44
Setelah diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan, selanjutnya perlu ditetapkan prioritasnya berdasarkan hirarki kebutuhan dan kepentingannya bagi keluarga. Prioritas ditegakkan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan ketika klien mempunyai masalah atau perubahan multiple. Perawat menggunakan prioritas saat menyusun intervensi untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan sehingga kebutuhan klien akan terpenuhi. Prioritas secara konstan akan berubah sesuai perubahan situasi dan kondisi klien.
Tahap berikutnya adalah perencanaan. Perencanaan yang mencakup tujuan umum, tujuan khusus, kriteria dan rencana tindakan yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah kesehatan klien. Perencanaan harus disusun bersama keluarga, serta melibatkan seluruh anggota keluarga dalam unit pelayanan (Friedman, et.al, 2003). Perencanaan harus membawa dan mendorong keluarga membuat pilihan jenis intervensi keperawatan dan meyakinkan jika intervensi dilaksanakan akan diterima, didukung dan dipelihara. Jika keluarga tidak mampu membuat pilihan, maka perawat berperan membantu keluarga mengidentifikasi alternatif, memahami konsekuensi dan membuat keputusan yang dapat diterima oleh keluarga. Perencanaan yang mencakup tujuan umum, tujuan khusus, kriteria dan rencana tindakan yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah kesehatan klien.
Menurut KepMenKes No. 279 tahun 2006, Indikator dampak yaitu lima tugas keluarga dalam mengatasi kesehatannya, yaitu 1) Mengenal masalah (pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, identifikasi tingkat keseriusan
masalah pada keluarga); 2) Mengambil keputusan (akibat, keputusan keluarga) ; 3) Melakukan perawatan sederhana (cara-cara perawatan yang sudah dilakukan keluarga, cara-cara pencegahan); 4) Modifikasi lingkungan (lingkungan fisik, lingkungan psikologi); 5) Pemanfaatan fasilitas kesehatan (pelayanan kesehatan yang biasa dikunjungi keluarga, frekuensi kunjungan).
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
45
Tabel 2.2 Indikator Dampak Keperawatan Keluarga Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Tingkat Kemandirian Keluarga PERILAKU
KM-I
KM-11
KM-III
KM-IV
Menerima Petugas Puskesmas
V
V
V
V
Menerima Yankes Sesuai Rencana
V
V
V
V
Menyatakan Masalah Secara Benar
V
V
V
Memanfaatkan Sarkes Sesuai Anjuran
V
V
V
Melaksanakan Perawatan Sederhana Sesuai Anjuran
V
V
V
V
V
Melaksanakan Tindakan Pencegahan Secara Aktif Melaksanakan Tindakan Promotif Secara Aktif
V
(Sumber: KepMenKes RI. Nomor 279/MENKES/SK/IV/2006) Tahap selanjutnya adalah implementasi keperawatan keluarga yang telah direncanakan. Tindakan yang dilakukan oleh perawat meliputi tindakan terapeutik nyata dari perawat, yang terjadi dalam konteks hubungan perawat-klien guna mempengaruhi fungsi individu, keluarga atau komunitas yang menjadi akutabilitas perawat (Wright dan Bell, 1994, dalam Friedman, et.al., 2003). Beberapa metode yang dapat digunakan antara lain membantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, konseling, penyuluhan, dan memberikan asuhan keperawatan langsung. 2.3.3 Self Care Theory Orem mengembangkan Teori Keperawatan self care deficit (teori umum) terdiri dari 3 teori yang saling berhubungan, yaitu: (1) Teori self care (2) Teori self care deficit (3) Theory of nursing systems. Didalam 3 teori tersebut dimasukkan 6 konsep sentral dan satu konsep tambahan. Konsep sentral tersebut adalah : konsep self care, unsur self care, kebutuhan self
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
46
care yang terapeutik, self care deficit, unsur keperawatan dan sistem keperawatan, sebagaimana konsep tambahan dari faktor-faktor kondisi dasar yang paling penting untuk memahami teori umum Orem.
Orem (1991) menyatakan 3 kategori dari persyaratan self care, yaitu : (1) universal (2) berkembang (3) penyimpangan kesehatan. Persyaratan self care dapat didefinisikan sebagai tindakan yang ditujukan sebagai perlengkapan dari self care. Orem (1991) mengidentifikasi persyaratan self care sebagai berikut : 1. Pemeliharaan terhadap kecukupan udara. 2. Pemeliharaan terhadap kecukupan air 3. Pemeliharaan terhadap kecukupan makanan 4. Perlengkapan yang berhubungan dengan proses eliminasi dan sisa eliminasi. 5. Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat 6. Pemeliharaan keseimbangan antara kesendirian dan interaksi sosial 7. Pencegahan
terhadap
bahaya
kehidupan,
fungsi
manusia
dan
kesejahteraan manusia. 8. Peningkatan fungsi-fungsi manusia dan perkembangan dalam kelompok sosial yang sejalan dengan potensi manusia, tahu keterbatasan manusia, dan keinginan manusia untuk menjadi normal. 2.3.3.1 Teori “Self-Care” Orem mengembangkan Teori Keperawatan self care (teori umum) terdiri dari 3 teori yang saling berhubungan, yaitu : (1) Teori self care (2) Teori self care deficit (3) Theory of nursing systems. Nursing system theory, yaitu: 1) Pertanggung jawaban perawat; 2) Kemampuan perawat untuk membantu kliennya memenuhi kebutuhan perawatan dirinya; 3) Fokus kepada manusia; 4) Kemampuan klien untuk melibatkan dirinya dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri menentukan bantuan dari perawat
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
47
Orem (1991) telah mengidentifikasi 3 klasifikasi sistem keperawatan untuk memenuhi persyaratan self care klien. Sistem ini adalah wholly compensatory system (pemberian bantuan secara keseluruhan oleh perawat untuk klien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan dirinya, partly compensatory system (klien dapat melakukan beberapa kebutuhan perawatan diri tetapi masih memerlukan bantuan perawata dalam memenuhi kubutuhan perawatan diri yang lain) dan supportive-educative system (klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan dirinya tetapi memerlukan pertolongan dalam pengambilan keputusan, pengontrolan diri, atau pengetahuan tambahan).
Skema 2.1 Model Teori Orem (Self Care)
SELFCARE
R
SELFCARE AGENC Y
R
R
R
DEFICIT
SELFCARE DEMAND
R
NURSING AGENCY
Dimodifikasi: (R = Relationship; < = deficit Relationship). (sumber : Julia B. George, 1995)
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
48
BAB 3 KERANGKA KERJA DAN PROFIL WILAYAH
Bab ini akan menjelaskan tentang framework atau kerangka konsep yang mendasari praktek keperawatan komunitas pada pada aggregat lansia dengan penyakit asam urat dengan menggunakan integrasi teori fungsi manajemen, community as partner, Family Centered Nursing (FCN) dan self care di Kelurahan Tugu kecamatan Cimanggis Kota Depok. Selanjutnya akan dibahas juga tentang profil wilayah Kelurahan Tugu yang menjadi wilayah pelaksanaan modifikasi latihan fisik dan diet penyakit asam urat pada lansia di komunitas. 3.1
Kerangka Kerja Pemberian asuhan keperawatan pada tatanan pelayanan komunitas perlu dilakukan dengan menggunakan fungsi manajemen, adapun manajemen keperawatan menurut Huber (2006) adalah suatu kepemimpinan dalam mengkoordinasikan sumber daya yang ada melalui proses manajemen dalam rangka melaksanakan asuhan keperawatan.
Menurut Huber (2006) Manajemen keperawatan adalah kepemimpinan atau pembinaan dalam koordinasi serta integrasi sumber daya keperawatan yang ada melalui proses manajemen dalam rangka melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit asam urat. Pelaksanaan asuhan keperawatan dalam memberikan pelayanan kesehatan di masyarakat dengan menggunakan proses manajemen. Menurut Rue dan Byars (1996, dalam Maglaya, 2004), fungsi manajemen terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organization), sumber daya manusia (staffing), pemimpin (leading) dan pengontrolan (controlling) pada perilaku lansia dalam melakukan latihan fisik dan diet asam urat.
Model yang digunakan pada asuhan keperawatan komunitas adalah menggunakan model community as partner, model ini digunakan untuk melakukan pengkajian mengetahui masalah yang dialami lansia dengan
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
49
penyakit asam urat, kebutuhan, prioritas masalah dan proses pengambilan keputusan (Ervin, 2002). Model pengkajian menurut Elizabeth T. Anderson dan Judith Mc. Farlane terdiri dari: 1) Inti komunitas (the community core), dengan variabel pengkajiannya adalah; (a) Demografi (umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan, pekerjaan); (b) Riwayat (perubahan fisiologis dan psikologis, riwayat kesehatan sebelumnya, riwayat penyakit sekarang terkait penyakit asam urat, pola makan tidak sehat terkait penyakit asam urat). 2) Subsistem
komunitas
(the
community
subsystems),
dengan
variabel
pengkajiannya adalah: (a) Lingkungan fisik (kondisi rumah: penerangan, kondisi lantai, sanitasi, dan fasilitas); (b) Layanan kesehatan dan sosial (Jenis pelayanan kesehatan yang digunakan oleh masyarakat, program layanan kesehatan lansia, jenis pengobatan yang digunakan, pembiayaan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan); (c) Ekonomi (lokasi pasar, warung makan, pendapatan keluarga); (d) Politik dan pemerintahan (kebijakan pemerintah yang terkait dengan pelayanan kesehatan bagi lansia, keberadaan fasilitas swadaya masyarakat bagi lansia (posyandu lansia), pemantauan program PTM pada lansia; (e) Komunikasi (lansia mendapatkan informasi tentang penyakit asam urat, tempat khusus untuk warga berkumpul, pengetahuan keluarga lansia tentang penyakit asam urat); (f) Rekreasi (bentuk partisipasi dan aktifitas sosial yang dilakukan pada waktu luang oleh lansia seperti olah raga). Tahap implementasi pada pemberian asuhan keperawatan komunitas pada aggregat lansia dengan penyakit asam urat berfokus pada pendidikan kesehatan terutama modifikasi perilaku latihan fisik dan diet pada keluarga dan menggunakan strategi intervensi komunitas yang meliputi pembentukan kelompok yaitu support group (terlibatnya peran serta kader posbindu dalam penatalaksanaan modifikasi perilaku latihan fisik dan diet) dan self help group yaitu pembentukan pada kelompok pada lansia (Pender, 2006). Model family centered nursing, bertujuan untuk membantu keluarga menolong dirinya sendiri mencapai tingkat fungsi keluarga yang tertinggi dalam konteks tujuan, aspirasi dan kemampuan keluarga, meliputi tugas perkembangan keluarga dengan lansia, dan kemandirian keluarga dalam
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
50
melakukan modifikasi perilaku dengan latihan fisik dan diet asam urat (diet rendah purin) (Friedman, et al., 2003). Pemberian asuhan keperawatan pada lansia dapat didukung juga oleh teori Orem yaitu self care dengan menggunakan nursing system theory dimana perawat dapat memberikan bantuan melalui tindakan untuk berbuat untuk orang lain, membimbing dan mengarahkan dalam memodifikasi perilaku latihan fisik dan diet, memberikan dukungan fisik dan psikologis, memberikan dan mempertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan individu, dan dukungan pendidikan (support education) untuk memodifikasi perilaku dalam mencegah terjadinya keparahan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat.
Kerja sama pihak Puskesmas, masyarakat serta kader pada masalah gangguan mobilitas akibat penyakit asam urat harus diperkuat dengan program kesehatan lansia dalam PTM (penyakit Tidak Menular) yang dapat dipantau melalui Posbindu serta kunjungan rumah dan diterapkan latihan fisik (ROM). Praktik keperawatan komunitas yang dilaksanakan pada aggregate lansia dengan gangguan mobilitas fisik akibat penyakit asam urat tergambar dalam diagram berikut ini:
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
51 Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penyelesaian Masalah Penyakit asam urat pada lansia INPUT
PROSES
Manajemen: perencanaan (dana untuk posbindu lansia, program posbindu PTM); pengorganisasian (Peran dan fungsi kader posbindu); pengarahan (Kegiatan pengarahan pelaksanaan posbindu, penkes pada masyarakat); pengontrolan (supervisi kinerja kader dan pelaksanaan posbindu PTM)
Manajemen 1.Membentuk kelompok pendukung asam urat 2.Kerjasama lintas sektoral dalam modifikasi perilaku latihan fisik dan diet 3.Pendampingan kader dalam penatalaksanaan penkes, latihan fisik dan diet
COMMUNITY AS PARTNER (CAP) 1.Inti Komunitas a. Demografi b. Riwayat c. Vital Statistik 2.Sub Sistem a. Lingkungan fisik b. Layanan kesehatan & sosial c. Ekonomi d. Pollitik & pemerintahan e. Komunikasi f. Pendidikan TEORI DOROTHEA OREM 1. Self Care (Nursing system Theory Suppport education
Masalah kesehataan pada lansia dengan penyakit asam urat
ASKEP KOMUNITAS 1. Pendidikan kesehatan tentang penyakit asam urat 2. Latihan fisik dan diet 3. Membentuk kelompok lansia penyakit asam urat (Self health group) ASKEP KELUARGA
FAMILY CENTER NURSING (FCN) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tugas perkembangan keluarga Pola komunikasi Struktur kekuasaan Nilai-nilai keluarga Fungsi keluarga Koping keluarga
OUTPUT
1.Pendidikan kesehatan tentang penyakit asam urat 2.Monitor perilaku latihan fisik dan diet pada lansia
1.Terbentuk Support group 2.Terbentuk self health group 3.Peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader dalam penatalaksanaan latihan fisik dan diet asam urat 4.Penurunan kekakuan dan nyeri akibat penyakit asam urat pada lansia 5.Peningkatan pengetahuan dan keterampilan keluarga terhadap perawatan lansia dengan penyakit asam urat 6.kadar asam urat dalam darah terkontrol dalam batas normal
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
OUTCOME 1. Peningkatan peran dan fungsi kader dalam penatalaksanaan latihan fisik dan diet 2. Terbentuk kelompok peduli asam urat 3. Penyakit asam urat terjadi penurunan dan resiko gangguan mobilisasi tidak terjadi
outcome 1. Keluarga berperan mengolah menu rendah purin 2. Keluarga memotivasi lansia dalam latihan fisik dan diet 3. Keluarga berperan serta dalam merawat serta menjaga kesehatan lansia
52
3.2
Profil Wilayah Puskesmas Kelurahan Tugu Kelurahan Tugu merupakan salah satu kelurahan yang berada pada wilayah kerja Puskesmas Tugu Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Keadaan demografi didapatkan jumlah penduduk tercatat sebanyak 99.083 jiwa atau 24.383 KK. Distribusi persebaran penduduk terjadi pada 162 RT atau 19 RW dengan jarak terjauh ke fasilitas kesehatan (puskesmas) adalah 500 meter. Jumlah penduduk kelompok lansia dengan jenis kelamin laki-laki adalah 3.687 jiwa dan lansia dengan jenis kelamin perempuan adalah 3.290 jiwa. Tingkat pendidikan rata-rata penduduk adalah SLTA. Jumlah Posbindu yang sudah terbentuk sebanyak 14 dimasing-masing Rw yaitu RW 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14. Cakupan pelayanan kesehatan lansia pada tahun 2010 yang baru dilayani kesehatannya sebanyak 122 (2,64%) (Profil Puskesmas Tugu, 2010). Terjadi peningkatan jumlah cakupan pelayanan kesehatan lansia dari 6% pada tahun 2010 menjadi 25% tahun 2011 (DinKes Kota Depok, 2011).
Upaya pembinaan kesehatan di wilayah Kelurahan Tugu dilakukan oleh Puskesmas Tugu. Pengorganisasian kegiatan lansia ditingkat puskesmas dilakukan melalui pembinaan lansia dibawah tanggung jawab lansia oleh puskesmas dan adanya Kegiatan Posbindu dilakukan melalui pelaksanaan sistem 5 meja yang diselenggarakan setiap sebulan sekali, kegiatan tersebut didampingi oleh petugas kesehataan dari Puskesmas. Kader Posbindu masingmasing RW telah mendapatkan pelatihan dari Dinas kesehatan Kota Depok yaitu kader PTM. Kegiatan pelatihan tersebut dilakukan secara bergantian yang diwakili oleh beberapa RW di kelurahan Tugu. Posbindu yang belum terbentuk sebanyak 5 RW dari 19 RW. Posbindu terbentuk karena ada motivasi dan keinginan dari masyarakat setempat akan kebutuhan kesehatan dilingkungannya. Jumlah petugas yang bertanggung jawab pada program lansia di Puskesmas Tugu sebanyak 1 orang, yaitu seorang perawat dengan lulusan DIII. Puskesmas Tugu membina sebanyak 19 RW dengan jumlah Posbindu (Puskesmas Tugu, 2011). Data Dinas Kesehatan Depok (2010) menunjukkan 10 penyakit terbanyak pada lansia yaitu hipertensi (55%),
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
53
Reumatik dan Gout (29%), DM (11%), Katarak (1,6%), gangguan Reflaksi & Akomodasi (1,2%), Anemia (1,1%), penyakit Jantung Iskemik (0,9%), Gangguan Jiwa (0,3%), Gagal Jantung (0,2%), Osteoporosis (0,2%) (Profil Dinas Kesehatan Depok, 2011). Lokasi Puskesmas berada di wilayah RW 03, sehingga mumudahkan warga untuk memanfaatkan pelayana kesehatan, di wilayah RW 03 setiap minggunya selalu mengadakan senam lansia setiap hari minggu, namun rata-rata yang hadir adalah perempuan. Sekitar RW 03 dekat dengan pasar, pusat pembelanjaan, restoran siap saji, dan banyaknya warung-warung makan serta setiap harinya lewat tukang bakso, sehingga memungkinkan lansia untuk membuat menu yang kurang sehat terkait zat purin yang tinggi. Kemudahan dalam memperolah bahan untuk konsumsi berupa daging, seafood, jeroan, dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah sehingga dapat meenyebabkan kekakuan dan nyeri pada persendian, lansia di RW 03 mengatakan sehari-hari kurang dalam mengkonsumsi buah-buahan dan tidak biasa minum sebanyak 8 gelas sehari. Hal tersebut dapat diketahui bahwa perilaku gaya hidup kurang olah raga dan menu tidak sehat, dapat memicu terjadinya penyakit asam urat dan gangguan mobilisasi, sehingga perlu adanya pemeliharaan kesehatan berupa modifikasi perilaku melalui latihan fisik (ROM) dan pemantauan diet.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
54
BAB 4 PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA AGGREGAT LANSIA DENGAN GANGGUAN MOBILISASI AKIBAT PENYAKIT ASAM URAT DI KELURAHAN TUGU KOTA DEPOK
Pada bab 4 akan diuraikan proses pelaksanaan pelayanan dan asuhan keperawatan komunitas meliputi kegiatan pengkajian atau analisis situasi dilanjutkan dengan perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi intervensi yang telah dilakukan pada masing-masing komponen pelayanan manajemen keperawatan komunitas, pelayanan asuhan keperawatan keluarga dan asuhan keperawatan komunitas. 4.1
Pengelolaan Pelayanan Keperawatan Komunitas Uraian ini akan menjelaskan mengenai analisis situasi penerapan manajemen pelayanan keperawatan komunitas terkait modifikasi perilaku latihan fisik dan diet pada aggregat lansia dengan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat di Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Analisis intervensi ini akan menggunakan pendekatan manajemen organisasi menurut menurut Terry dalam Wijono (2008), suatu proses yang terdiri dari perencanaan, penggerakan pelaksanaan, dan pengendalian, sedangkan menurut Rue dan Byars (1996 ) dalam Maglaya (2004), fungsi manajemen terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organization), sumber daya manusia (staffing), pemimpin (leading) dan pengontrolan (controlling).
4.1.1 Analisis Situasi 4.1.1.1 Perencanaan (Planning) Berdasarkan hasil wawancara langsung Kasi BP2KB Dinas Kesehatan Kota Depok, staf penanggungjawab kesehatan lansia Dinas Kesehatan Kota Depok, kepala Puskesmas Tugu dan petugas kesehatan penanggung jawab program lansia serta hasil observasi langsung, didapatkan bahwa terintegrasinya perencanaan program PTM terkait masalah lansia tentang penyakit asam urat, padahal data tahun 2010 penyakit asam urat dan rematik menempati urutan kedua (29%), setelah hipertensi sebesar 55%
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
55
(DinKes kota Depok, 2011), data terkait masalah penyakit asam urat mengalami peningkatan pada bulan Juli 2011 yaitu sebesar 668 dari 213 pada bulan Juni sedangkan visi dari Puskesmas Tugu adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam upaya menurunkan angka kesakitan melalui pelayanan yang prima ddan berkualitas (Profil Puskesmas Tugu, 2011).
Menurut
DepKes
(2002)
bahwa
tahapan
perencanaan
yaitu
mengidentifikasi masalah penyakit dan potensi, penetapan prioritas masalah, menetapkan penyebab masalah. Anggaran dana untuk mengelola Posbindu hanya mendapatkan dana sebesar Rp.450.000, pertahun, sedangkan untuk pengadaan Alat Tulis kantor (ATK) posbindu menyediakan sendiri, sehingga lansia yang membutuhkan pelayanan harus mengeluarkan dana sebesar Rp. 2000,00, bila lansia datang untuk melakukan pemeriksaan kadar gula darah harus membayar sebesar Rp. 15.000, hal tersebut memberatkan lansia dan menurunkan motivasi lansia berkunjung ke Posbindu.
Perencanaan menurut Levey dan Loomba (dalam, Wijoyo, 2006), sebelum menetapkan perencanaan dalam suatu organisasi, maka diperlukan adanya data-data yang menunjang terkait berbagai sumber, sehingga dapat merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memperkirakan kemampuan yang dimiliki, menganalisa efektifitas dari pelbagai rencana kerja, menyusun perincian dari rencana kerja secara lengkap. Perencanaan
yang
spesifik
terkait
perencanaan
pencegahan
dan
penatalaksanaan risiko penyakit asam urat, hal ini belum dibuktikan dengan dimasukannya deteksi dini lansia penyakit asam urat. Deteksi dini terkait kadar asam urat dalam darah terkait dengan penyakit asam urat, hanya berdasarkan keinginan lansia yang berkunjung ke posbindu ataupun Puskesmas untuk melakukan pemeriksan asam urat. Hal ini berimplikasi terhadap tidak tersedianya data yang lengkap terkait jumlah lansia penyakit asam urat di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Depok.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
56
Belum adanya perencanaan dilakukan pemberdayaan kader posbindu dari masalah yang mencakup indikator tatanan potensi keluarga sehat dan tingkat perkembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat terkait pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular secara umum belum dilaksanakan secara optimal khususnya terkait penyakit asam urat dan belum ada buku panduan untuk penatalaksanaan lansia dengan penyakit asam urat.
Tingginya lansia yang menderita penyakit asam urat di kota Depok maka seharusnya program pencegahan dan penanggulangan terhadap faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) harus segera direncanakan dan dilakukan secara terorganisir dan berkelanjutan. Bergesernya Penyakit Menular (PM) menjadi PTM dapat disebabkan karena faktor risiko terjadinya PTM terdiri dari (usia, Jenis kelamin, dan keturunan); faktor risiko perilaku (diet atau pola makan tidak sehat, aktifitas fisik); serta faktor risiko lingkungan (lingkungan fisik, psikososial). Menurut DepKes (2002) pelayanan kesehatan lansia berdasarkan kasus penyakit degeneratif cukup menonjol salah satunya adalah penyakit sendi, maka Puskesmas perlu menghimpun para lansia kedalam Posbindu dengan kegiatan senam kebugaran, penyuluhan kesehatan, karena selama ini pelaksanaan kegiatan Posbindu bersifat rutinitas seperti pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, belum ada program pencegahan masalah penyakit sendi yang dapat diakibatkan oleh penyakit asam urat.
Tahapan pengumpulan data terkait masalah kesehatan yang dialami oleh lansia sebagai dasar dalam membuat perencanaan strategi untuk mencapai tujuan oleh Dinas Kesehatan Depok dalam menunjang indikator keberhasilan dalam meningkatkan usia harapan hidup masih dilakukan melalui screening (DepKes, 2010). Perencanaan terkait masalah kesehatan lansia masuk dalam program PTM, namun program tersebut belum memprioritaskan masalah terkait sistem muskuloskeletal walaupun termasuk urutan kedua dalam penyakit gout (Profil DinKes Depok, 2011).
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
57
4.1.1.2 Pengorganisasian Fungsi pengorganisasian meliputi berkembangnya dasar dari struktur organisasi dalam melaksanakan pekerjaan dan fungsinya, menjalankan kewenangan dan komunikasi antara unit yang berbeda dan subunit dalam organisasi (Maglaya, 2004). Program pelayanan kesehatan lansia di tingkat Dinas Kesehatann Kota Depok berada dibawah koordinasi BP2KB dalam Bidang Bina Kesehatan Masyarakat (Binkesmas).
Kegiatan yang belum berjalan dengan baik yaitu: Petugas kesehatan di Puskesmas yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program lansia mempunyai lebih dari satu program kerja, yaitu penanggung jawab program lansia juga memegang program PerKesMas, dalam melaksanakan fungsinya di masyarakat serta pemantauan kasus penyakit asam urat pada lansia oleh petugas Puskesmas kurang optimal. Menurut DepKes (2002), bahwa setiap kegiatan pelayanan di Puskesmas kepada masyarakat diusahakan ada keterpaduan kegiatan yang dapat dilakukan. Tenaga pelaksana mencakup pengaturan susunan pelaksana serta hak dan wewenang dari setiap pelaksana sehingga setiap kegiatan ada penanggung jawabnya (DepKes, 2002).
Belum terorganisirnya antara petugas Puskesmas dan Kader sebagai pelaksana pelayanan kesehatan lansia, sehingga pemahaman kader dalam melaksanakan penyakit asam urat pada lansia dirumah kurangnya. Belum adanya buku panduan secara khusus penatalaksanaan penyakit asam urat pada lansia, yang ada hanya buku KMS lansia di Posbindu itupun pengadaannya terbatas sehingga buku KMS difotocopy oleh kader, media pendidikan informasi terkait masalah kesehatan lansia belum tersedia secara baik. Menurut DepKes (2010), kader yang telah dilatih mereka sudah tahu, mau, dan mampu melaksanakan tugas dan peran yang akan dilakukan kelompok lansia. Pelatihan dapat berbentuk pertemuanpertemuan secara bertahap antara petugas Puskesmas dengan kader. Menurut DepKes (2010), harus tersedianya buku pedoman pengelolaan
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
58
kelompok lanjut usia dibidang kesehatan, sebagai acuan bagi petugas kesehatan, petugas lain dan pengelola kelompok dalam melaksanakan pembinaan.
Posbindu yang sudah terbentuk belum dimanfaatkan secara optimal baik dari segi pelaksanaan maupun pemanfaatan pada lansia khususnya lansia yang mengalami penyakit asam urat. Kegiatan program posbindu masih bersifat rutinitas yaitu hanya pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, padahal posbindu bukan tempat untuk memberikan obat-obatan bagi lansia yang datang dengan keluhan penyakit yang diderita. Kader Posbindu yang aktif belum menjalankan perannya secara optimal, yaitu belum dilaksanakannya pendidikan kesehatan yang harus diberikan kepada lansia ataupun masyarakat baik yang mengunjugi posbindu maupun diadakan pertemuan khusus untuk memberikan pendidikan kesehatan.
Menurut DepKes (2002) Pelaksanaan kegiatan oleh kader secara umum mencakup upaya promotif, preventif, dimana kader berperan dalam upaya memberikan
penyuluhan
mengenai
perilaku
hidup
sehat,
upaya
meningkatkan kesegaran jasmani dan dapat memelihara kemandirian serta produktifitas lansia.
Kader posbindu belum memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai pencegahan
dan
penatalaksanaan
penyakit
asam
urat.
Rata-rata
pengetahuan kader Posbindu di Kelurahan Tugu tentang penyakit asam urat adalah 45.35 (pengetahuan kurang). Rata-rata ketrampilan kader dalam penatalaksanaan penyakit asam urat 39.70 (keterampilan kurang). Pelaksanaan kegiatan dari manajemen pelayanan kesehatan dimasyarakat dapat dilakukan dengan baik dan optimal, walaupun sumber daya yang ada belum mencukupi, namun dalam pengorganisasi diterapkan secara jelas. Hal tersebut sesuai dengan Marquis dan Houston (2000) yang menyatakan bahwa fungsi pengorganisasian yang baik, adalah seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi (manusia maupun bukan manusia) dapat
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
59
disatukan dan diatur seefisien mungkin untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Salah satu yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan lansia adalah dengan cara mengoptimalkan peran dan fungsi kader posbindu. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi pengorganisasian belum berjalan dengan efektif. Hal ini ditunjukan dengan belum adanya pengaturan peran dan fungsi petugas kesehatan yang jelas, dan belum optimalnya fungsi kader kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Tugu.
4.1.1.3 Pengarahan (Directing) Proses manajemen dalam pengarahan program pembinaan kesehatan lansia belum secara optimal dilaksanakan. Hal ini berdasarkan hasil pengkajian terkait fungsi pengarahan ditemukan antara lain: (1) Proses pemberian motivasi, pengarahan, bimbingan dan supervisi langsung dari pemegang program lansia di Dinas Kesehatan, Puskesmas sampai kader Posbindu belum terselenggara dengan optimal. (2) Petugas puskesmas sebagai pelaksana program memberikan laporannya setiap bulan kepada Dinas Kesehatan namun dari hasil laporan tersebut belum didiskusikan antara pihak Dinas Kesehatan maupun Puskesmas; (3) dari hasil laporan supervisi yang dilakukan oleh petugas Puskesmas hanya berdasarkan laporan kegiatan posbindu setiap bulan; (4) Proses pengarahan dan supervisi dari petugas puskesmas ke kader lansia dilaksanakan saat kegiatan posbindu sebulan sekali, dan administrasi pelaporan kegiatan posbindu tidak mendapatkan feedback dari petugas kesehatan.
Fungsi pengarahan adalah memastikan bahwa para staf melakukan berdasarkan tugas yang diberikan untuk mencapai tujuan organisasi. Pengarahan ini meliputi proses dalam melakukan bimbingan, memberikan motivasi dan melakukan komunikasi yang baik dalam mempengaruhi orang lain (Maglaya, 2004). Pengarahan dalam fungsi manajemen menurut
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
60
Marquis dan Huston (2006) diartikan sebagai koordinasi, sehingga pada fase ini membutuhkan kemampuan kepemimpinan dan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan menurut Terry (dalam Wijono, 2008) adalah membuat semua anggota kelompok agar mau bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bersemangat untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian.
Data yang diperoleh berdasarkan observasi dan wawancara oleh kader lansia bahwa supervisi telah dilakukan pada saat kegiatan Posbindu yaitu satu kali sebulan namun hanya terkait dengan pelaksanaan fungsi lima meja Posbindu, namun pada meja 5 petugas puskesmas belum mengarahkan fungsi dari meja tersebut, yang dilaksanakan dimeja 5 adalah pemeriksaan gula darah, asam urat, kolesterol, seharusnya dimeja 5 adalah memberikan pendidikan kesehatan; (6) Pengarahan, bimbingan dan pemberian motivasi oleh petugas puskesmas hanya dilakukan pada saat kegiatan supervisi ke Posbindu dan masih sebatas teknis pelaksanaan administrasi dan proses kegiatan Posbindu.
Menurut DepKes (2010), untuk memberikan pelayanan kesehatan prima terhadap lansia dikelompok, mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya digunakan adalah sistim 5 meja yaitu: tahap pertama (pendaftaran anggota kelompok lansia sebagai pelaksanaan pelayanan), tahap kedua (pencatatan kegiatan sehari-hari lansia, penimbangan berat badan dan tinggi badan), tahap ketiga (pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan, dan status mental), tahap keempat (pemeriksaan kadar darah), tahap kelima (pemberian penyuluhan dan konseling).
Pengetahuan dan keterampilan terkait kunjungan rumah atau home care serta pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular belum diberikan secara optimal; Kurangnya kerjasama dengan lintas program dan lintas sektor dalam pengarahan pelaksanaan program pembinaan lansia khususnya PTM terkait penyakit asam urat. Menurut KepMenKes No. 908
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
61
tahun 2010 peran perawat adalah dapat melaksanakan kegiatan pelayanan keperawatan keluarga di rumah, dan melakukan pencatatan serta pelaporan. Berdasarkan uraian di atas bahwa pelaksanaan fungsi pengarahan dan supervisi pada program pelayanan kesehatan lansia masih belum optimal, hal ini dapat dilihat motivasi, supervisi petugas puskesmas kepada kader posbindu masih belum berjalan secara optimal. Fungsi pengarahan pada program pembinaan kesehatan yang belum maksimal dilaksanakan disebabkan kurangnya supervisi, dan belum optimalnya proses bimbingan dan pengarahan baik dari pihak Dinas Kesehatan maupun petugas Puskesmas, sehingga pengetahuan dan motivasi kader untuk melakukan pembinaan kesehatan lansia masih kurang. Seharusnya fungsi pengarahan dilakukan dengan meningkatkan motivasi kerja, komunikasi interpersonal, pendelegasian, manajemen konflik, dan aturan kerja.
4.1.1.4 Pengawasan (Controling) Fungsi pengawasan program kesehatan lansia belum berjalan sebagaimana mestinya. Dari pengkajian ditemukan belum ada evaluasi penampilan kinerja dari pelaksana program baik ditingkat puskesmas maupun dinas kesehatan. Monitor dan evaluasi dari puskesmas terhadap kinerja kader dilakukan bersamaan dengan pertemuan kader di Kelurahan Tugu sebulan sekali, serta laporan kegiatan posbindu. Dalam kegiatan tersebut disampaikan beberapa kegiatan atau program dari Dinas Kesehatan untuk dilaksanakan oleh kader dan atau puskesmas, tetapi belum membicarakan kinerja kader dan kegiatan penatalaksanaan penatalaksanaan penyakit asam urat pada lansia secara khusus. Sedangkan evaluasi kegiatan posbindu yang dilaporkan dari tingkat RW ke Puskesmas, kemudian dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan berupa laporan tentang pelaksanaan kegiatan meliputi lansia yang dibina, status kesehatan lansia secara umum, dan kegiatan yang dilakukan (penyuluhan, olah raga, kegiatan rohani, pemberian obat, dan lain-lain). Namun tidak semua item dalam blanko
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
62
laporan terisi, hanya kegiatan yang rutin dilakukan saja dan kegiatan monitor dan evaluasi (monev) dari Dinas Kesehatan hanya dilaksanakan terkait dengan program yang dianggarkan.
Pengawasan merupakan langkah selanjutnya dalam proses manajemen, mencakup penetapan standar, membandingkan kinerja aktual dengan standar, melaporkan hasil penilaian atau evaluasi dan memberikan penilaian pada tindakan (Maglaya, 2004). Menurut Lembaga Administrasi Negara (2006), controlling adalah suatu proses kegiatan seorang pimpinan untuk menjamin, agar pelaksanaan kegiatan organisasi sesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
4.1.2 Masalah, Alternatif Penyelesaian, dan Evaluasi 4.1.2.1
Masalah Data yang diuraikan diatas tentang pelaksanaan empat fungsi manajemen pelayanan penyakit asam urat di wilayah kerja Puskesmas Tugu Kota Depok, maka dapat digambarkan diagram fish bone untuk mempermudah merumuskan masalah yang ditemukan. Diagram fish bone tentang masalah manajemen pelayanan penyakit asam urat pada lansia adalah sebagai berikut:
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
63
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
64
4.1.3 Rumusan masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas Analisis dengan diagram fish bone tentang manajemen pelayanan kesehatan lansia dengan penyakit asam urat merumuskan masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas pada aggregate lansia dengan penyakit asam urat. Perumusan dan prioritas masalah yang muncul ditentukan melalui proses penapisan (Ervin, 2002). Berdasarkan hasil penapisan tersebut (lampiran 4), maka masalah manajemen pelayanan kesehatan lansia yang teridentifikasi adalah: a. Belum optimalnya peran kader posbindu dalam pelayanan kesehatan bagi lansia dengan penyakit asam urat karena belum optimalnya pemberdayaan kader posbindu di RW 03. b. Belum optimalnya supervisi pelayanan kesehatan bagi lansia dengan penyakit asam urat di RW 03. c. Belum efektifnya pemantauan kasus penyakit asam urat pada lansia karena belum adanya indikator evaluasi terhadap pencapaian tujuan terkait program yang dilaksanakan di RW 03. d. Belum optimalnya perencanaan tahunan untuk penyakit tidak menular pada lansia di RW 03.
Berdasarkan prioritas masalah, maka masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas pada lansia dengan penyakit asam urat yang akan dilakukan intervensi untuk satu tahun ini adalah 1. Belum optimalnya peran kader posbindu dalam pelayanan kesehatan bagi lansia dengan penyakit asam urat karena belum optimalnya pemberdayaan kader posbindu di RW 03 Kelurahan Tugu. 2. Belum optimalnya supervisi pelayanan kesehatan bagi lansia dengan penyakit asam urat di RW 03Kelurahan Tugu.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
65
4.1.3.1
Penyelesaian Masalah Masalah Manajemen 1: 1) Masalah Belum optimalnya peran kader posbindu dalam pelayanan kesehatan bagi lansia dengan penyakit asam urat karena belum optimalnya pemberdayaan kader posbindu di Kelurahan Tugu di RW 03.
2) Tujuan Umum : Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas selama 9 bulan di RW 03 diharapkan peran kader posbindu dalam pelayanan kesehatan lansia dalam modifikasi perilaku melalui latihan fisik (ROM) dan diet dapat terorganisir lebih efektif. 3) Tujuan Khusus : Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas selama 8 bulan diharapkan: 1) Disosialisasikannya pembentukan kelompok kader pendukung (support group); 2) Tersusunnya struktur kelompok pendukung (support group); 3) Terselenggaranya kegiatan kelompok dalam bentuk support group untuk penatalaksanaan modifikasi perilaku latihan fisik dan diet pada lansia dengan penyakit asam urat; 4) Tersedianya buku panduan penatalaksanaan dan perawatan penyakit asam urat 6) Terlibatnya 50% dari kader dalam support group dalam rangka penatalaksaan modifikasi perilaku latihan fisik dan diet pada lansia dengan penyakit asam urat. Rencana Kegiatan: (1) Sosialisasi kegiatan pembentukan kelompok pendukung (support group) kader di Rw 03; (2) Bentuk kegiatan support group di RW 3 dengan kegiatan penatalaksanaan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat melalui latihan fisik dan diet; (3) Buat struktur pembentukan kelompok pendukung (support group) kader di Rw 03; (4) Buat buku panduan perawatan modifikasi perilaku terkait latihan fisik dan diet; (5) Lakukan pelatihan dan penyegaran kader Posbindu terkait
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
66
pelayanan atau kegiatan Posbindu serta peran dan fungsi kader penatalaksanaan penyakit asam urat pada lansia dalam latihan fisik dan diet asam urat; (6) Libatkan kader dalam memotivasi lansia untuk mengikuti latihan fisik dan diet pada kegiatan kelompok lansia dan keluarga;
(7)
Lakukan
pendampingan
kader
dalam
memberikan
penyuluhan terhadap lansia terkait latihan fisik dan diet bagi lansia dengan penyakit asam urat; (8) Lakukan penilaian kinerja kader dalam memberikan penyuluhan terhadap lansia terkait latihan fisik dan diet bagi lansia dengan penyakit asam urat; Pembenaran: Meningkatnya pelaksanaan intervensi dalam memodifiksi perilaku latihan fisik dan diet pada lansia dengan penyakit asam urat diperlukan kualitas dan kuantitas dari program pembinaan dan pelayanan kesehatan pada kelompok pendukung (support group) yang dibentuk berdasarkan peran dan fungsi kader dalam memfasilitasi pencegahan dan perawatan berbagai masalah kesehatan pada lansia khususnya lansia yang menderita penyakit asam urat. Meningkatkan keterampilan dalam melakukan pencegahan dalam gangguan mobilitas yang dapat terjadi oleh siapapun, dimanapun melalui kegiatan latihan fisik dan diet asam urat secara rutin serta kader dapat memantau dan memberikan motivasi supaya para lansia dapat terus melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri. Kader bekerjasama dengan masyarakat dalam menetapkan kegiatan latihan fisik secara rutin setiap seminggu sekali. Menurut Pender et.al (2002), kader sebagai kelompok pendukung memiliki pengalaman dan minat yang sama dapat memberikan dukungan pada lansia dan keluarga dalam modifikasi perilaku latihan fisik dan diet. Lebih lanjut Pender (2003) menjelaskan tentang kelompok dukungan sosial adalah kelompok yang berfungsi untuk meningkatkan kekuatan pribadi dari anggota kelompok dan pencapaian tujuan hidup. Pernyataan ini didukung oleh Allender dan Spradley (2005), yang mengatakan bahwa sistem pelayanan keperawatan komunitas pada kelompok lansia, diharapkan lebih banyak mengembangkan programprogram pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan di rumah atau di lingkungan masyarakat, sehingga mudah dicapai atau dijangkau oleh
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
67
kelompok lansia tersebut. Menurut DepKes (2010) Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada lansia dikelompok adalah pemberian penyuluhan yang dilakukan didalam maupun diluar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan diet sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh lansia atau kelompok lansia. Melakukan kunjugan rumah oleh kader yang didampingi petugas Puskesmas bagi anggota kelompok lansia yang tidak datang (Public Health Nursing) serta memberikan latihan fisik (ROM) pada lansia untuk meningkatkan kebugaran.
Pelaksanaan dan Evaluasi Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas 1) Melakukan sosialisasi pembentukan kelompok pendukung lansia dengan penyakit asam urat (support group) di RW 03. Sosialisasi di RW 03 dilakukan 1 kali pertemuan. Pertemuan I pada kegiatan posbindu RW 03 pada tanggal 25 Maret 2012 dihadiri oleh 17 orang. Disepakati oleh ketua RW siaga dan ketua posbindu Rw 03 bahwa anggota kelompok pendukung adalah kader Posbindu, kegiatan tersebut dilakukan setiap hari Rabu, jam 10.00 - 12.00 WIB, bertempat dikantor RT 3 RW 03. 2) Membuat buku panduan kelompok pendukung (support group) lansia dengan penyakit asam urat, sebelum buku tersebut digunakan oleh kader residen konsultasi dengan supervisior utama terkait isi dari buku tersebut. 3) Menyelenggarakan kegiatan kelompok pendukung lansia dengan penyakit asam urat (support group) di RW 03 selama 4 kali pertemuan, dengan waktu masing-masing pertemuan selama 2 jam. Kegiatan kelompok pendukung lansia di RW 03 dilaksanakan pada tanggal 12, 19, 26 Maret, dan 9 April 2012. Kegiatan kelompok pendukung lansia dengan penyakit asam urat meliputi pemberian materi tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, diet asam urat, komplikasi, mendemontrasikan perawatan nyeri dengan menggunakan
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
68
kompres panas dan kompres dingin bila terjadi peradangan atau pembengkakan, serta pengobatan dengan menggunakan terapi herbal dengan menggunakan plifchart; serta peningkatan keterampilan kader dalam melakukan latihan fisik (ROM) serta menyebutkan diet asam urat yang harus diberikan pada lansia dengan penyakit asam urat. 4) Memotivasi kader untuk melakukan redemonstrasi latihan fisik secara benar sesama anggota kelompok pendukung. 5) Melakukan pendampingan kader melakukan kunjungan rumah pada keluarga lansia dengan penyakit asam urat di RW 03 pada tanggal 18 April 2012. Penilaian menggunakan format penilaian yang dibuat sendiri oleh penulis terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan dan terminasi (format penilaian terlampir).
Hasil evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah diatas adalah : a) Kader dinilai pengetahuannya dengan cara dilakukan pretest dan postest, dari hasil tersebut terjadi peningkatan pengetahuan kader tentang pencegahan dan perawatan penyakit asam urat (rerata nilai pretest adalah 18 dan rerata nilai posttest adalah 24.5). b) Terbentuk kelompok pendukung lansia penyakit asam urat di RW 03. Kegiatan kelompok pendukung lansia penyakit asam urat dilaksanakan masing-masing sebanyak 4 kali pertemuan, dilakukan setiap hari Rabu, jam 10.00 – 12.00 WIB, bertempat di kantor RT 03 dengan durasi masing-masing pertemuan adalah 2 jam. c) Terdapat
peningkatan
keterampilan
dan
pengetahuan
anggota
kelompok pendukung tentang modifikasi perilaku latihan fisik dan diet asam urat sebanyak 30% (rerata nilai pretest adalah 65,5 dan rerata nilai posttest adalah 90,25). d) Keterlibatan kader posbindu dalam kegiatan kelompok pendukung lansia penyakit asam urat adalah 6 orang dari 13 kader (50%), dari awal pembentukan kelompok.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
69
e) Terdapat peningkatan keterampilan kader di RW 03 dalam melakukan pendidikan kesehatan tentang penyakit asam urat sebesar 45% (rerata nilai sebelum pelatihan adalah 60 dan rerata nilai sesudah pelatihan adalah 77,53). f) Terdapat peningkatan keterampilan kader dalam memimpin kegiatan latihan fisik pada kegiatan kelompok swabantu lansia (self-help group) Hasil evaluasi menunjukan bahwa kemampuan kader posbindu memimpin latihan fisik (ROM) dalam kelompok lansia baik dengan nilai rata-rata 85.
Rencana tindak lanjut terhadap penyelesaian masalah adalah 1) Pengaturan pemberian dan penyediaan media materi pendidikan kesehatan, sehingga setiap kegiatan Posbindu dapat dilakukan pemberian pendidikan kesehatan dengan berbagai masalah kesehatan pada lansia; 2) Melanjutkan supervisi dan pengarahan keberlanjutan kegiatan pada kelompok mandiri lansia oleh kader posbindu (kelompok support group) melalui program Bina Keluarga Lansia (BKL) secara berkala; 3) melanjutkan
pengawasan
dan
pengarahan
keberlanjutan
kegiatan
kelompok pendukung lansia oleh petugas Puskesmas Tugu dan POKJAKES;
Masalah Manajemen 2 : Belum optimalnya supervisi pelayanan kesehatan pada lansia dengan penyakit asam urat di Kelurahan Tugu Tujuan Umum : Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas selama 9 bulan diharapkan adanya pengarahan yang lebih optimal terhadap pelayanan kesehatan untuk lansia dengan penyakit asam urat. Tujuan Khusus: Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas selama 8 bulan diharapkan: 1) Adanya keterlibatan Dinas
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
70
Kesehatan, Puskesmas, RW siaga dan pihak lain terkait terhadap pembinaan kesehatan lansia dengan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat; 2) Adanya pendampingan dari Puskesmas untuk pelayanan kesehatan pada lansia dengan latihan fisik dan diet penyakit asam urat khususnya dalam kegiatan kelompok 3) Terbinanya kerjasama dengan Dinkes, Puskesmas dan pihak lain yang terkait dalam memberikan informasi dan pemantauan kesehatan bagi lansia dengan modifikasi perilaku latihan fisik dan diet asam urat; 4) Tersedianya media informasi serta buku panduan kegiatan kelompok pendukung terkait penatalaksanaan penyakit asam urat; 5) adanya peningkatan pengetahuan kader tentang pelayanan Posbindu dan penatalaksanaan latihan fisik dan diet asam urat pada lansia sebesar 50%; 6) Adanya peningkatan keaktifan kader Posbindu dalam melaksanakan 5 meja Posbindu sebesar 80%; 7) Adanya peningkatan keterampilan kader dalam melakukan modifikasi perilaku latihan fisik dan diet tentang penyakit asam urat pada lansia saat kegiatan posbindu sebesar 25%. Rencana Kegiatan : 1. Lakukan koordinasi lokmin minimal 2 kali dalam menginformasikan kegiatan yang telah dilakukan kepada kader terkait penanganan gangguan mobilisasi terkait penyakit asam urat 2. Lakukan advokasi Dinkes, Puskesmas, Kelurahan, RW siaga dan pihak lain terkait terhadap pembinaan kesehatan lansia dengan penyakit asam urat terkait latihan fisik dan diet. 3. Motivasi RW Siaga dan kader Posbindu dalam kegiatan support group, serta berkoordinasi dengan pihak Puskesmas dan Dinkes dalam hal latihan fisik dan diet terkait penyakit asam urat. 4. Fasilitasi kerjasama dengan Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan pihak lain dalam pengadaan media informasi serta buku panduan untuk kegiatan support group terkait perawatan penyakit asam urat pada lansia khususnya latihan fisik dan diet.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
71
5. Memfasilitasi pendampingan oleh pihak puskesmas dalam kegiatan support group serta menjadi narasumber dalam kegiatan modifikasi perilaku latihan fisik (ROM) dan diet pada lansia dengan penyakit asam urat. 6. Supervisi kegiatan support group dan kegiatan posbindu terkait pelaksanaan 5 meja, terutama meja 5 dalam memberikan pendidikan kesehatan. 7. Berikan umpan balik pada kader dalam pelaksanaan 5 meja terkait cara pemberian penyuluhan kesehatan yang benar di meja 5 8. Koordinasi dengan Puskesmas Tugu untuk lomba kader posbindu dalam rangka pelaksanaan di meja ke 5 dari RW 1 sampai RW 19 untuk menilai cara pemberian pendidikan kesehatan terkait penyakit asam urat dengan benar.
Pembenaran Salah satu fungsi manajemen yaitu pengarahan pelayanan kesehatan bagi lansia dengan penyakit asam urat adalah penting. Intervensi yang dilakukan dalam memodifikasi perilaku latihan fisik (ROM) dan diet dengan melibatkan ketua RW siaga, kader posbindu, maupun kerjasama dari berbagai pihak terkait. Bila tidak dilakukan supervisi dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas sebagai salah satu pemegang program kesehatan lansia dengan penyakit tidak menular tidak akan berjalan dan masalah tersebut tidak akan pernah teratasi walaupun belum adanya program PTM terkait sistem muskuloskeletal yang terjadi pada lansia, sedangkan menurut Profil DinKes tahun (2010) diketahui penyakit gout yang dapat menyebabkan gangguan mobilisasi menepati urutan kedua. Pernyataan ini dikemukakan juga oleh menurut Marquis & Huston (2006) Pengarahan dalam fungsi manajemen diartikan sebagai koordinasi, sehingga pada fase ini membutuhkan kemampuan kepemimpinan dan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan menurut Terry (dalam Wijono, 2008) adalah membuat semua anggota kelompok agar mau bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bersemangat untuk mencapai tujuan sesuai
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
72
dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorgganisasian. Peranan kader dalam mengelola posbindu dapat terwujud kualitas kinerja kader secara optimal sesuai dengan 5 meja, dan indicator keberhasilan dan target tahun 2014 antara lain 50% kelurahan Tugu mempunyai kelompok lansia dan 50% kelompok lanjut usia melaksanakan latihan fisik dan diet terkait permasalah kesehatan yang dialami (DepKes, 2010). Pelaksanaan dan Evaluasi Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas 1. Melaksanakan lokakarya mini kesehatan dengan melibatkan Dinas Kesehatan, Puskesmas dan kelurahan dalam menginformasikan bahwa kader posbindu telah dilakukan pelatihan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi lansia dengan penyakit asam urat dengan intervensi modifikasi perilaku latihan fisik dan diet asam urat. 2. Melaksanakan advokasi ke Dinas Kesehatan, Puskesmas, Kelurahan, RW siaga terhadap pembinaan kesehatan lansia dengan penyakit asam urat terkait latihan fisik dan diet. 3. Melaksanakan kerjasama ketua RW Siaga dan kader Posbindu dalam kegiatan support group, serta berkoordinasi dengan pihak Puskesmas dan Dinkes dalam hal latihan fisik dan diet terkait penyakit asam urat. 4. Menfasilitasi pengadaan media informasi serta buku panduan untuk kegiatan support group terkait perawatan penyakit asam urat pada lansia khususnya latihan fisik dan diet yang telah disupervisi oleh supervisior utama. 5. Memfasilitasi pendampingan oleh pihak puskesmas dalam kegiatan support group serta menjadi narasumber dalam kegiatan modifikasi perilaku latihan fisik dan diet pada lansia dengan penyakit asam urat. 6. Melakukan supervisi kegiatan Posbindu di RW 03 pada tanggal 25 april dan 25 Mei 2012. Supervisi dilakukan untuk menilai kemampuan dan kemandirian kader Posbindu pada masing-masing 5 meja Posbindu, terutama pemberian pendidikan kesehatan terkait penyakit asam urat dimeja 5.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
73
7. Melakukan umpan balik terkait pelaksanaan pendidikan kesehatan di meja 5 8. Melakukan supervisi dan pendampingan kemampuan kader Posbindu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit asam urat di masyarakat pada tanggal 26 April 2012. 9. Melakukan supervisi dan pendampingan kader dalam memberikan demostrasi latihan fisik dan memotivasi kelompok swabantu dalam melaksanakan diet asam urat.
Hasil evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah diatas adalah : 3. Terlaksananya lokakarya mini kesehatan yang dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas dengan menginformasikan bahwa telah dibinanya kader untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi lansia dengan penyakit asam urat dengan intervensi modifikasi perilaku latihan fisik dan diet asam urat pada tanggal 25 Pebruari 2012 yang dihadiri oleh 90% tamu undangan. 4. Terlaksananya advokasi pada Dinkes, Puskesmas, Kelurahan, RW siaga dan pihak lain terkait terhadap pembinaan kesehatan lansia dengan penyakit asam urat terkait latihan fisik dan diet, yang dihadiri 85% tamu undangan. 5. Terbentuknya kegiatan support group, serta berkoordinasi dengan pihak Puskesmas dan Dinkes dalam hal latihan fisik dan diet terkait penyakit asam urat. 6. Tersedianya pengadaan media informasi serta buku panduan untuk kegiatan support group terkait perawatan penyakit asam urat pada lansia khususnya latihan fisik dan diet. 7. Belum optimalnya kerjasama adanya pendampingan oleh pihak puskesmas dalam kegiatan support group serta menjadi narasumber dalam kegiatan modifikasi perilaku latihan fisik dan diet pada lansia dengan penyakit asam urat.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
74
Rencana tindak lanjut yang dilakukan terkait penyelesaian masalah adalah 1) Penyusunan proposal bantuan dana operasional Posbindu ke BPPKB Kota Depok dan anggota DPRD Kota Depok; 2) Petugas Puskesmas melakukan supervisi secara berkala, kegiatan pendidikan kesehatan tentang penyakit asam urat yang dilaksanakan di Posbindu pada meja 5 di RW 03; 3) Puskesmas dan Pokjakes melakukan kerjasama lintas program dan lintas sektor untuk menyediakan sarana dan prasarana Posbindu dengan menggunakan dana APBN; 4) Penyediaan media terkait informasi kesehatan yang dibutuhkan lansia; 5) Kader maupun petugas puskesmas membina dan melakukan supervisi secara berkala terkait latihan fisik dan diet asam urat pada kelompok lansia yang sudah terbentuk di RW 3; 6) Melakukan pengembangan dan meningkatkan upaya pemberian informasi dan edukasi yang sesuai dengan kebutuhan lansia terkait latihan fisik dan diet; 7) Meningkatkan upaya deteksi dini adanya kasus risiko gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat dan mengoptimalkan penanganan dengan pelayanan kesehatan yang tepat dan memadai; 8) Membuat kesepakatan di antara staf Puskesmas tentang pendampingan kader dalam melakukan kunjungan rumah.
4.1.4
Asuhan Keperawatan Keluarga
4.1.5
Analisa kasus Asuhan keperawatan keluarga yang dilakukan pada 10 keluarga binaan yang merawat lansia dengan penyakit asam urat di Kelurahan Tugu Kota Depok, yang dilaksanakan secara efektif selama 9 bulan mulai dari bulan September 2011 - Mei 2012. Dengan melakukan kunjungan rumah sebanyak 2 kali dalam seminggu atau minimal 1 kali seminggu. Hasil pengkajian pada keluarga bapak A khususnya ibu S data Keluarga mengatakan tidak paham lebih jauh tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala penyakit asam urat, Ibu S mengatakan tidak tahu penyebab jarijari tangannya pada kaku secara tiba-tiba pada saat bangun tidur dan sholat, Ibu S mengatakan kontrol rutin ke Posbindu, Ibu S mengatakan tidak enak kalau makan tidak makan sayur-sayuran seperti kangkung, daun
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
75
singkong, kacang-kacangan, Ibu S mengatakan bahwa tidak pernah olah raga semenjak badannya terasa pegal-pegal, Keluarga mengatakan ada wadah kegiatan (Posbindu) di masyarakat yang mengelola lansia dalam berolah raga tapi keluarga tidak pernah mengikutinya karena badan terasa pada pegal-pegal. Data hasill pemeriksaan fisik TD : 110/80 mmHg, Nadi : 82 x/mnt, Respirasi : 22 x/mnt, Uric Acid: 8,7 gr/dl. Skala nyeri 6, nyeri datang setiap pagi, nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, terasa panas, kram.
Data yang diuraikan di atas menunjukan bahwa sebagian besar lansia dengan penyakit asam urat dapat terjadi faktor risiko intoleransi aktifitas dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif yaitu pola makan tidak sehat, jarang olah raga atau melakukan latihan fisik. Penelitian yang dilakukan oleh Choi (2004) tentang konsumsi makanan kaya purin dan risiko penyakit asam urat pada pria bahwa mengonsumsi daging atau seafood dalam jumlah banyak dan beberapa jenis sayuran mengandung purin sangat tinggi, berisiko dapat menyebabkan penyakit asam urat. Hasil pengkajian terhadap faktor risiko penyakit asam urat pada masing masing keluarga binaan dapat digambarkan pohon masalah sebagai berikut:
Skema 4.2 WOC asuhan keperawatan keluarga pada lansia dengan penyakit asam urat.
Risiko jatuh Risiko intoleransi aktifitas
Pemeliharaan kesehatan tidak efektif
Nyeri akut pada persendian
Gaya hidup kurang gerak Kurang pengetahuan tentang manfaat latihan fisik
Kurang pengetahuan tentang penyakit asam urat
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
76
4.1.6 Masalah, Alternatif Penyelesaian, dan Evaluasi 4.1.6.1 Masalah Diagnosis keperawatan yang muncul pada keluarga yang merawat lansia dengan penyakit asam urat pada umumnya adalah: 1. Pemeliharaan kesehatan inefektif pada lansia dan keluarga dalam penatalaksanan penyakit asam urat pada keluarga bapak A khususnya ibu S 2. Gaya hidup kurang gerak pada bapak pada keluarga bapak A khususnya ibu S 3. Risiko jatuh pada keluarga bapak A khususnya ibu S 4. Risiko intoleransi aktifitas pada keluarga bapak A khususnya ibu S
4.1.6.2 Alternatif penyelesaian Diagnosa keperawatan pertama: Pemeliharaan kesehatan inefektif pada lansia dan keluarga dalam penatalaksanan penyakit asam urat pada keluarga bapak A khususnya ibu S Tujuan Umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 8 minggu, kemampuan keluarga dalam pemeliharaan kesehatan menjadi efektif dalam penatalaksanaan penyakit asam urat pada lansia di 10 keluarga binaan. Tujuan Khusus : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 minggu diharapkan keluarga mampu: 1) terjadi peningkatan pengetahuan keluarga dan lansia terkait penyakit asam urat; 2) terdapat peningkatan kemampuan keluarga mengambil keputusan untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah dan melakukan pencegahan terjadinya penyakit asam urat; 3) terdapat peningkatan keterampilan keluarga dalam melakukan perawatan dan pengobatan dengan menggunakan herbal untuk mengatasi penyakit asam urat; 4) terjadi perubahan perilaku dalam melaksanakan diet asam urat atau menjaga pola makan sehat pada lansia dan keluarga; 5) Terdapat peningkatan kemampuan memodifikasi
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
77
lingkungan rumah untuk mencegah terjadinya jatuh; 6) terdapat peningkatan perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan dalam memonitor kadar asam urat dalam darah. Rencana intervensi keperawatan : 1) lakukan screening kadar asam urat pada 10 keluarga binaan; 2) Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga untuk mengenal terjadinya penyakit asam urat, akibat lanjut atau komplikasi dari ganguan mobilisasi akibat penyakit asam urat, cara pencegahan terjadinya penyakit asam urat; 3) Ajarkan dan demostrasikan menu makanan sehat dan diet rendah purin serta lakukan guidance pada keluarga untuk melakukan diet asam urat, ajarkan atau demonstrasikan keluarga dan lansia tentang kompres hangat bila nyeri dan kompres dingin bila terjadi peradangan dan pembengkakan pada daerah persendian, pantau skala nyeri; 4) Ajarkan keluarga dalam membuat menu rendah purin; 5) Lakukan guidance pada keluarga untuk melakukan menu diet rendah purin; 6) Motivasi keluarga untuk monitor diet rendah purin, mengikuti kegiatan pengajian atau kelompok yang ada di masyarakat; 6) Bantu keluarga melakukan modifikasi lingkungan untuk mencegah terjadinya jatuh; 7) Motivasi keluarga dan lansia untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dalam mencegah terjadinya gangguan dalam aktifitas sehari-hari.
Pembenaran Bentuk pemeliharaan kesehatan adalah dengan mengetahui penyakit asam urat serta melakukan pencegahan dan perawatan yang salah satu bentuk intervensinya adalah melakukan modifikasi perilaku melaksanakan diet asam urat bagi anngota keluarga yang sudah terditeksi kadar asam urat dalam darah melebihi batas normal. Pelaksanaan diet pada lansia harus didukung oleh keluarga dalam melakukan atau menyiapkan menu makanan sehat baik untuk anggota keluarga yang lain maupun lansia, karena pola makan sehat atau diet rendah purin dapat mencegah terjadinya
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
78
penyakit asam urat, Hal ini didukung juga oleh pemerintah bahwa penderita penyakit asam urat perlu pembatasan konsumsi protein agar kadar asam urat menurun (DepKes, 2005). Menurut Schumacher (2010) bahwa preventif dari penyakit asam urat adalah melakukan diet dan gaya hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Herlianti (2000) dalam Hensen (2007) menyatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung purin 200mg/hari akan meningkatkan risiko hiperurisemia tiga kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak mengkonsumsi purin. Pemantauan pola makan dilakukan dengan memberdayaan keluarga dalam memberikan dukungan lansia sesuai dengan lima tugas keluarga, yaitu mengenai masalah kesehatan yang dialami usia lanjut, mengambil keputusan untuk mengatasi masalah, memberikan perawatan kepada lansia yang sakit, memodifikasi lingkungan serta memanfaatkan sumber-sumber atau pelayanan kesehatan yang tersedia dimasyarakat (DepKes, 2005). Implementasi kegiatan yang telah dilakukan adalah : 1) Teridentifikasi kadar asam urat pada 10 keluarga binaan diatas normal; 2)bmemberikan pendidikan kesehatan dan guidance pada keluarga tentang pengertian penyakit asam urat, penyebab, tanda dan gejala, cara pencegahan (dengan melakukan diet rendah purin) dan perawatan bila nyeri dan kaku pada daerah persendian dengan menggunakan media lembar balik, leaflet. Kegiatan ini dilakukan selama 2 kali kunjungan dalam waktu 1 minggu; 3) bersama keluarga dan lansia melakukan identifikasi sumber terjadinya peningkatan kadar asam urat, meembuat menu sehat yang dapat dikonsumsi oleh lansia; 4) Mengajarkan pada lansia dan keluarga dalam mengurangi nyeri dengan mendemostrasikan cara melakukan kompres dengan air hangat, dan bila terjadi kemerahan ataupun pembengkakan pada persendian lakukan kompres dengan air dingin, memamtau skala nyeri; 5) memotivasi keluarga dan lansia dalam melakukan modifikasi perilaku terkait melaksanakan diet rendah purin; 6) Menganjurkan lansia untuk mengkonsumsi vitamin A dan C setiap hari dan minum minimal 2,5
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
79
liter perhari dalam upaya mengeluarkan zat-zat purin didalam tubuh; 7) Melakukan guidance pada keluarga tentang cara memodifikasi lingkungan yang dapat mencegah terjadinya risiko jatuh pada lansia yaitu antara lain lantai tidak boleh licin, penerangan cukup, kamar mandi tidak licin; 8) Memotivasi keluarga dan lansia untuk memanfaatkan fasilitas posbindu yang dilakukan setiap sebulan sekali setiap minggu keempat atau Puskesmas untuk memantau kadar asam urat dalam darah. Hasil evaluasi terlihat bahwa pola pemeliharaan kesehatan efektif sampai akhir waktu pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga sehingga tidak terjadi peningkatan kadar asam urat; 1) Terjadi peningkatan pengetahuan keluarga tentang penyakit asam urat dan diet asam urat; 2) Keluarga mampu mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan penyakit asam urat dengan menyebutkan akibat lanjut atau komplikasi jika tidak diatasi dengan baik serta mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan diet rendah purin, mengatasi nyeri dan kekakuan pada persendian lansia dengan penyakit asam urat; 3) Keluarga mampu merawat anggota keluarga bila lansia mengalami peningkatan kadar asam urat dalam darah dan nyeri serta kekakuan pada daerah persendian, skala nyeri 2, lansia dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari tanpa terganggu oleh nyeri atau kekakuan pada persendian; 4) Terjadi penurunan kadar asam urat dalam darah, yaitu dibawah 5,4 mg/dl; dan terjadi perubahan perilaku tidak sehat menjadi sehat pada lansia dengan penyakit asam urat terutama membuat menú sehat; 5) keluarga mampu melakukan modifikasi lingkungan untuk mencegah terjadinya jatuh; 6) keluarga mengunjugi posbindu untuk melakukan pemeriksaan kadar asam urat dan nyeri. Rencana tindak lanjut : (1) Keluarga perlu menyiapkan menu makanan khusus lansia setiap hari dan melakukan kunjungan ke Posbindu atau Puskesmas untuk memantau kadar asam urat dalam darah; (2) Keluarga mampu memonitor lansia dalam menjalankan diet asam urat; (3) Kader dapat berperan dalam memotivasi dan menganjurkan kepada keluarga dan lansia ke Posbindu serta kader dapat melakukan kunjungan rumah untuk
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
80
memonitor kemampuan keluarga merawat lansia dengan penyakit asam urat, memonitor kemampuan lansia melaksanakan diet asam urat, memonitor kekambuhan nyeri persendian pada lansia, serta memfasilitasi lansia dan keluarga mengikuti kegiatan kelompok masyarakat secara rutin seperti pengajian dan senam lansia yang diselenggarakan setiap seminggu sekali; (4) Kader kesehatan dan petugas puskesmas memonitor perkembangan kemampuan keluarga lansia penyakit asam urat melalui program Bina Keluarga Lansia (BKL). Diagnosa keperawatan kedua : Gaya hidup kurang olah raga pada keluarga bapak A khususnya ibu S Tujuan Umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 8 bulan diharapkan ibu S dapat melakukan latihan fisik (ROM) secara rutin dan berkelanjutan Tujuan Khusus : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 bulan diharapkan: 1) Terdapat peningkatan pengetahuan keluarga dan lansia terkait pengertian latihan fisik (ROM), manfaat, fungsi dari latihan fisik dan cara-cara latihan fisik (ROM) dengan baik dan benar; 2) terdapat peningkatan kemampuan keluarga mengambil keputusan untuk menangani kurangnya aktifitas akibat penyakit asam urat pada lansia; 3) terdapat peningkatan keterampilan keluarga dalam merawat lansia dengan penyakit asam urat; 4) terjadi penurunan skala intensitas nyeri pada persendian yaitu skala nyeri 2; 5) terjadi penurunan kadar asam urat dalam batas normal; 6) terdapat peningkatan perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan. Rencana tindakan keperawatan 1) Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga untuk mengenal terjadinya latihan fisik (ROM), tujuan dan manfaat ROM, gangguan aktifitas fisik, akibat lanjut atau komplikasi dari gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat, cara pencegahan terjadinya gangguan aktifitas sehari-hari; 2) Demonstrasikan latihan fisik (ROM) secara benar 3); Lakukan guidance
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
81
pada keluarga untuk melakukan cara modifikasi perilaku latihan fisik dan diet asam urat yang dimiliki keluarga, menganjurkan aktivitas fisik atau olah raga teratur (mulai dari berjalan 15-30 menit sehari) kemudian ditingkatkan secara bertahap, mengikuti senam lansia secara rutin 1 kali seminggu; 4) Anjurkan lansia untuk meredemostrasikan latihan fisik yang telah diajarkan secara benar; 5) Pantau dan kaji tingkat perkembangan kekuatan otot dan persendian pada lansia; 6) Bantu keluarga melakukan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan latihan fisik dan pencegahan terjadinya risiko jatuh; 7) mendukung dan memotivasi lansia dalam kegiatan kelompok di masyarakat seperti senam lansia, kelompok pengajian, kelompok lansia mandiri dan lain-lain; 8) Motivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dalam mengatasi masalah gangguan mobilisasi pada lansia. Pembenaran Pentingnya pengetahuan tentang latihan fisik (ROM) serta intervensi yang dilakukan dalam memodifikasi perilaku latihan fisik yang dilakukan pada keluarga serta lansia dengan penyakit asam urat dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya nyeri, kemerahan maupun pembengkakan pada sekitar persendian, bila tidak segera ditangani akan terjadi gangguan mobilisasi lebih kronik sehingga lansia yang menderita tergantung pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Penelitian yang dilakukan oleh Koeppen and Badley (1998) tentang Nonpharmacologic Treatment of Modalities In The Treatment of Arthritis: Patient Education, Exercise and social Support. Dengan hasil latihan ROM dapat mengurangi nyeri sebesar 50%. Olahraga yang telah dilakukan pada penderita dengan radang sendi telah berubah selama 10 tahun terakhir dan Penelitian saat ini menunjukkan bahwa olahraga, misalnya ROM dan latihan fleksibilitas, dapat menjaga atau mencapai pada setiap tingkat atau intensitas, yang dapat menguntungkan untuk pasien Arthritis dalam mengurangi rasa nyeri dan menjaga kekuatan otot. Menurut DepKes (2010) Indikator kesehatan lansia tahun 2014 bahwa lansia dapat melakukan latihan fisik sebesar 50%.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
82
Implementasi kegiatan yang telah dilakukan adalah : 1) Memberikan pendidikan kesehatan melalui guidance pada keluarga tentang pengertian latihan fisik (ROM), tujuan, manfaat serta kegunaan dari ROM dengan menggunakan plifchart. Kegiatan ini dilakukan selama 2 kali kunjungan dalam waktu 1 minggu; 2) mendemonstrasikan latihan fisik (ROM) pada keluarga dan lansia; 3) Membuat format pemantauan latihan fisik yang dilakukan oleh lansia secara mandiri dirumah; 4) Memantau dan mengkaji perkembangan kekuatan otot dan persendian pada lansia; 7) Melakukan guidance pada keluarga tentang cara memodifikasi lingkungan untuk menunjang latihan fisik dan mencegah terjadinya jatuh bila terjadi gangguan mobilisasi. Keseluruhan tindakan tersebut residen lakukan selama 6 kali kunjungan dalam waktu 3 minggu dengan durasi 45-60 menit tiap kunjungan yang dilakukan. Minggu pertama dilakukan pendidikan kesehatan terkait latihan fisik (ROM), tujuan, manfaat serta gerakan-gerakan ROM yang benar, minggu kedua dilakukan kesepakatan mendemostrasikan gerakan ROM secara benar, pembuatan jadual atau monitoring pada lansia dan dilakukan pengawasan sampai minggu ketiga serta mendemonstrasikan latihan fisik, dan pada minggu keempat dilakukan guidance terkait meredemostrasikan latihan fisik secara mandiri pada lansia dan memodifikasi lingkungan serta kunjungan yang tidak direncanakan untuk mengevaluasi kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan. Hasil evaluasi: keluarga menunjukan peningkatan pengetahuan dan kemampuan dalam latihan fisik (ROM): 1) Keluarga mampu menyebutkan pengertian dari ROM, tujuan, manfaat serta gerakan-gerakan secara benar; 2) Keluarga dan lansia dapat mendemostrasikan gerakan latihan fisik (ROM) 80% secara benar; 3) Lansia dapat melaksanakan latihan fisik setiap hari minimal 30 menit sehari dan dapat menggunakan format pemantauan latihan fisik yang telah disediakan; 4) Keluarga mampu mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan masalah gangguan mobilisasi dengan selalu memotivasi pada lansia untuk
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
83
melakukan latihan fisik (ROM); 5) Keluarga mampu merawat anggota keluarga dengan gangguan mobilisasi akibat penyakir asam urat dengan menyebutkan cara mencegah terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah dan cara merawat jika nyeri atau kekakuan pada persendian mengalami kekambuhan; keluarga mampu meredemonstrasikan cara mengatasi jika nyeri atau adanya kemerahan serta bengkak pada daerah persendian dengan melakukan kompres hangat/dingin; 7) Terjadi penurunan skala intensitas nyeri pada lansia dari nyeri berat menjadi nyeri sedang atau ringan; dan terjadi penurunan frekuensi kekambuhan nyeri dan kekakuan pada persendian dari sering (minimal 1 kali sehari) menjadi tidak sering (4 sampai 6 hari sekali); 8) keluarga mampu melakukan modifikasi lingkungan yang menunjang pencegahan terjadinya gangguan mobilisasi atau gangguan dalam aktifitas sehari-hari serta melakukan modifikasi lingkungan untuk menunjang latihan fisik yang akan dilakukan; dan 9) keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan mengunjungi
Posbindu atau berobat ke Puskesmasuntuk
memantau kadar asam urat dalam darah. Rencana tindak lanjut : (1) Melakukan pengawasan dan kunjungan rumah terhadap keluarga lansia dengan penyakit asam urat oleh kader Posbindu dan melakukan pendampingan oleh petugas Puskesmas, Pembagian tanggung jawab wilayah bila melakukan kunjungan pada lansia dengan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat yaitu kader Posbindu RT 1 RW 3 bertanggung jawab melakukan pengawasan dan kunjungan rumah terhadap lansia penyakit asam urat di wilayah RT 1 dengan tujuan memonitor kemampuan keluarga merawat lansia dengan risiko terjadinya gangguan aktifitas sehari-hari akibat dari penyakit asam urat, memonitor diet asam urat pada lansia, memonitor intensitas nyeri pada daerah persendian yang dirasakan oleh lansia, memonitor latihan fisik yang dilakukan secara mandiri pada lansia, serta menfasilitasi keluarga untuk dapat menggunakan pelayanan kesehatan di Posbindu atau Puskesmas dalam memantau kadar asam urat dalam darah. (2) menyepakati frekuensi kunjungan rumah oleh kader Posbindu dan
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
84
pendampingan oleh petugas puskesmas minimal 2 keluarga lansia dengan gangguan aktifitas sehari-hari akibat penyakit asam urat dalam sebulan. 4.1.7
Asuhan Keperawatan Komunitas Asuhan keperawatan komunitas dilaksanakan sebagai bentuk intervensi modifikasi perilaku latihan fisik (ROM) dan diet pada lansia dengan penyakit asam urat dengan membentuk kelompok self health group. Kegiatan self health group dilakukan di RW 03. Kegiatan asuhan keperawatan komunitas dilakukan selama 9 bulan, dari bulan September 2011 sampai dengan bulan Mei 2012.
4.1.7.1
Analisa Situasi Populasi data pengkajian ini adalah seluruh kelompok lansia yang menderita penyakit asam urat di RW 03 Kelurahan Tugu. Hasil pengkajian dan screening pemeriksaan kadar asam urat dalam darah sebanyak 15 lansia dengan hasil 5 orang lansia yang berjenis kelamin laki-laki diatas 7.0 mg/dl dan 10 orang lansia berjenis kelamin perempuan kadar asam urat darah diatas normal (6,0 mg/dl). Data yang diperoleh adalah keluhan yang biasanya dialami dipersendian: nyeri pada jari kaki sebesar 81,6%, nyeri pada lutut sebesar 78,9%, nyeri pada pergelangan tangan atau jari sebesar 47,4%, kaku pada persendian sebesar 76,3%; persendian bengkak dan kemerahan sebesar 28,9%, terganggu dalam beraktifitas sebesar 73,7%, melakukan kebutuhan sehari-hari dengan bantuan orang lain 21,1%, pengetahuan kurang tentang penyakit asam urat 36,8%, lansia yang tidak rutin ke posbindu 44,7%, lansia tidak pernah melakukan olah raga 21,1%, lansia tidak pernah kontrol kadar asam urat 42,1%. Kebiasaan makan makanan yang diawetkan (57,9%), selalu makan jeroan (65,8%), selalu makan ikan laut (42,1%), makan sayuran melinjo, kangkung, bayam (44,7%), makan durian (55,3%) minum air putih tidak pernah (13,2%). Berdasarkan hasil pengkajian diatas, diketahui bahwa keluhan nyeri yang dialami oleh lansia memiliki efek yang negatif terhadap lansia dan keluarga terhadap pemenuhan kebutuhan dasar yang ditunjukan dengan adanya gangguan mobilitasasi, kurangnya pengetahuan lansia dan keluarga
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
85
tentang pencegahan dan perawatan penyakit asam urat. Dengan demikian dapat dilakukan analisis lebih lanjut untuk merumuskan masalah yang dapat digambarkan pada bagan 4.2 sebagai berikut:
Skema 4.3 WOC Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Aggregat Lansia Dengan Penyakit Asam Urat
Kurangnya sistem pendukung dalam mencegah terjadinya penyakit asam urat
Risiko terjadinya peningkatan gangguan mobilisasi fisik
Risiko terjadinya peningkatan kasus penyakit asam urat pada lansia
kurang kemampuan lansia dalam latihan fisik
kurang pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh lansia
Manajemen terapeutik inefektif pada lansia penyakit asam urat
Ketidakefektifan koping komunitas
kurang pengetahuan dan keterampilan dalam penatalaksanaan penyakit asam urat
Masalah, Alternatif Penyelesaian, dan Evaluasi 4.1.7.2 Masalah Masalah yang dapat ditegakkan berdasarkan hasil analisa tersebut diatas adalah 1. Manajemen terapeutik inefektif pada lansia dengan kurangnya sistem pendukung dalam pemantauan penyakit asam urat di RW 03 Kel. Tugu 2. Risiko terjadinya peningkatan gangguan mobilisasi fisik di RW 03 Kel. Tugu 3. Kurang pengetahuan dan keterampilan dalam penatalaksanaan penyakit asam urat di RW 03 Kel. Tugu
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
86
4. Risiko peningkatan kasus penyakit asam urat pada lansia di RW 03 Kelurahan Tugu.
4.1.7.3 Alternatif penyelesaian Diagnosis keperawatan pertama: Manajemen terapeutik inefektif pada lansia dengan kurangnya sistem pendukung dalam pemantauan penyakit asam urat di RW 03 Kel. Tugu Tujuan Umum: Setelah intervensi keperawatan selama 9 bulan, manajemen terapeutik menjadi efektif pada penatalaksanaan penyakit asam urat pada lansia di RW 03 Kelurahan Tugu. Tujuan Khusus : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 9 bulan diharapkan : 1. Deteksi dini adanya penyakit asam urat pada lansia dengan menggunakan pemeriksaan kadar asam urat dalam darah 2. Tersosialisasinya pembentukan kelompok swabantu lansia dengan penyakit asam urat pada ketua RW Siaga, ketua RW dan ketua posbindu 3. Terbentuknya kelompok swabantu lansia dengan penyakit asam urat di RW 03 4. Peningkatan
pengetahuan
lansia
dan
masyarakat
tentang
penatalaksanaan penyakit asam urat sebesar rata-rata pretest 60,4 menjadi rata-rata 72,5) 5. Terjadi peningkatan ketrampilan lansia dalam perawatan penyakit asam urat rata-rata mean dari 73,2 menjadi 90,5. 6. Terjadi perubahan perilaku positif pada lansia dengan penyakit asam urat terkait menjalankan diet rendah purin sebesar 50% (dari 12 orang menjadi 6 orang) 7. Terjadi penurunan kadar asam urat dalam darah pada lansia sebesar 50% (dari 12 orang menjadi 6 orang)
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
87
4.1.7.4 Rencana tindakan : 1) lakukan screening kadar asam urat di RW 03; 2) Sosialisasikan pembentukan kelompok swabantu lansia kepada RW Siaga, ketua RW, dan ketua posbindu; 3) Bentuk kelompok swabantu (self help group) lansia dengan penyakit asam urat di RW 03; 4) Buat buku panduan kelompok swabantu yang telah disupervisi oleh supervisior utama; 5) Susun rencana kegiatan kelompok swabantu bersama ketua RW, Ketua RW siaga dan kader Posbindu; 6) tetapkan jadual rutin kegiatan kelompok swabantu bersama-sama anggota kelompok dan kader posbindu; Lakukan intervensi pendidikan kesehatan terkait penyakit asam urat pada kegiatan kelompok swabantu (self-help group) dengan memberikan materi tentang pengertian penyakit asam urat, pencegahan dan perawatan penyakit asam urat; fasilitasi lansia untuk menceritakan pengalamannya dalam kegiatan kelompok swabantu terkait masalah penyakit asam urat; fasilitasi lansia untuk memantau diet rendah purin; 7) lakukan pemantauan kadar asam urat dalam darah pada kelompok swabantu; 8) Fasilitasi pendampingan kelompok swabantu oleh Puskesmas, LPM, Pokjakes dan kader Posbindu
4.1.7.5 Pembenaran Data penunjang yang didapatkan melalui screening bahwa kadar asam urat dalam darah diatas normal pada lansia baik laki-laki maupun perempuan, sesuai dengan indikator dan target yang diharapkan pada tahun 2014 yaitu skrining kesehatan pada 70% lansia, 70% Puskesmas membina kelompok lanjut usia (DepKes, 2010). Pembinaan kesehatan pada lanjut usia harus dilakukan untuk mencegah dan melakukan perawatan penyakit asam urat dengan membentuk kelompok swabantu (self health group), dengan adanya kelompok lansia penyakit asam urat yang terbentuk dapat saling bertukar pikiran atau pendapat serta pengalaman dalam mengatasi serta melakukan perawatan secara mandiri yang berkaitan dalam satu kesatuan biologik-psikologik-sosial budaya, mencakup segi kesehatan, jasmani sehingga intervensi dalam memodifikasi perilaku latihan fisik dan diet dapat dilaksanakan, dan lansia akan selalu berada pada tingkat
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
88
kesejahteraan (DepKes, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Koeppen and Badley (1998) tentang Nonpharmacologic Treatment of Modalities In The Treatment of Arthritis: Patient Education, Exercise and social Support. Dengan hasil bahwa memberikan pendidikan kesehatan merupakan salah satu treatmen dalam mencegah terjadinya peradangan pada persendian tanpa menggunakan obat-obatan. Kebijakan pemerintah juga menjelaskan bahwa menyelenggarakan pembinaan kelompok lansia melalui upaya penyuluhan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan lansia untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan (DepKes, 2010).
4.1.7.6 Implementasi yang telah dilakukan : 1. Melakukan screening kadar asam urat pada lansia di RW 03 pada tanggal 15 Desember 2011 dirumah ketua RT 09 RW 03, didapatkan lansia dengan kadar asam urat diatas normal pada laki-laki sebanyak 5 orang dan perempuan sebanyak 10 orang. 2. Melakukan sosialisasi pembentukan kelompok swabantu lansia kepada ketua RW siaga, ketua RW dan ketua posbindu pada saat kegiatan posbindu dan dilakukan screening. 3. Membentuk kelompok swabantu (self-help group) di RW 03. Sosialisasi RW 03 dilakukan pada tanggal 22 Desember 2011 jam 13.00 – 14.30 WIB bertempat dirumah ketua RT 09 RW 03 yang dihadiri oleh 13 orang lansia beserta kader posbindu. 4. Membuat kurikulum kelompok swabantu mawar di RW 03 5. Melakukan kegiatan kelompok swabantu (self-help group) di RW 03 sebanyak masing masing 10 kali pertemuan yang dihadiri rata rata 6 orang lansia dengan penyakit asam urat. Kegiatan kelompok swabantu RW 03 dilaksanakan dilaksanakan setiap seminggu sekali pada hari kamis, jam 13.00 – 14.30 WIB. 6. Melakukan kegiatan kelompok swabantu di RW 03. Kegiatan yang dilakukan pada kelompok swabantu adalah pendidikan kesehatan
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
89
tentang pengertian pencegahan dan perawatan serta diet penyakit asam urat. 7. Memonitor kemampuan lansia melakukan pengaturan diet rendah purin secara teratur setiap hari selama 2 minggu dengan memberikan format food record yang harus diisi oleh lansia atau keluarga selama 2 minggu. Monitor dilakukan pada kegiatan kelompok swabantu (self help group) 8. Membuat buku panduan kelompok swabantu tentang penyakit asam urat 9.
Membagikan buku panduan pada kelompok swabantu
10. Melakukan pemantauan kadar asam urat dalam darah setiap seminggu sekali pada kelompok swabantu.
4.1.7.7 Evaluasi Dan Rencana Tindak Lanjut Asuhan Keperawatan Komunitas Evaluasi a. Telah dilakukan screening kadar asam urat dalam darah pada lansia didapatkan lansia dengan kadar asam urat diatas normal sebanyak 15 lansia dengan 5 laki-laki dan 10 orang perempuan. b. Terbentuk
kelompok
swabantu
lansia
dengan
nama
mawar
beranggotakan 12 orang lansia dengan 1 orang kader posbindu. c. Terbentuknya struktur organisasi pada kelompok swabantu mawar dengan ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, humas, dan anggota. d. Kehadiran lansia pada kelompok swabantu rata-rata yang hadir dari awal pembentukan sebanyak 10 orang e. Terjadi peningkatan pengetahuan lansia tentang penyakit asam urat (Nilai rerata pretest 60,5 menjadi 89,2) f. Terjadi peningkatan perilaku lansia dengan diet rendah purin (dari 50,2 menjadi 89,6) g. Terjadi penurunan kadar asam urat dalam darah dari 12 orang lansia menjadi 10 orang
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
90
Rencana tindak lanjut: 1) Pengelolaan keberlanjutan kelompok swabantu lansia dengan penyakit asam urat dikoordinir oleh ketua kelompok dan didampingi oleh kader posbindu RW 03 dan RW 04; 2) Pengelolaan keberlanjutan kegiatan kelompok swabantu lansia dengan penyakit asam urat dilakukan dengan cara terintegrasi dengan RW siaga dan program Bina Keluarga Lansia (BKL) dalam bentuk kegiatan proses kelompok pada lansia; 3) lakukan monitoring dan penyegaran secara berkala pada kegiatan kelompok tentang cara melakukan pencegahan dan perawatan penyakit asam urat; 3) Kader Posbindu yang ikut serta dalam kelompok swabantu dan support group dapat melanjutkan kegiatan pembinaan kegiatan kelompok dan keluarga yang merawat lansia dengan penyakit asam urat; 5) anggota kelompok swabantu dapat mengikutsertakan lansia lain untuk ikut bergabung pada kelompok di RW 03; 6) Dinas Kesehatan, Puskesmas, Pokjakes hendaknya dapat melakukan supervisi berkala pada kelompok swabantu serta mengupayakan pelayanan konseling pada lansia atau keluarga yang merawat dengan penyakit asam urat yang berisiko atau dapat mengalami komplikasi terjadinya deformitas pada persendian sehingga dapat mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan seharihari. Diagnosa Kedua: Risiko terjadinya peningkatan gangguan mobilisasi fisik di RW 03 Kel. Tugu
Tujuan Umum : Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada lansia di RW 03 selama 9 bulan diharapkan risiko gangguan mobilisasi tidak terjadi. Tujuan Khusus : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 8 bulan diharapkan : 1. Perbaikan dalam modifikasi perilaku lansia penyakit asam urat untuk melakukan latihan fisik (ROM) setiap seminggu sebesar 50% (7 orang lansia dari 13 orang)
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
91
2. Meningkatnya ketrampilan lansia dalam melakukan latihan fisik (ROM) secara mandiri di rumah yang dilakukan setiap pagi dan sore selama minimal 30 menit sebesar 50% (7 orang lansia dari 15 orang) 3. Lansia dapat mendemostrasikan latihan fisik (ROM) pada kelompok swabantu secara bergantian 4. Terjadinya penurunan gangguan rasa nyaman nyeri sebesar 50 % (nyeri berat: dari 5 orang menjadi 3 orang; dan nyeri sedang dari 5 orang menjadi 4 orang. 5. Terjadi peningkatan aktifitas sehari dalam melakukan kebutuhan dasar dari membutuhkan bantuan menjadi tidak membutuhkan bantuan. 6. Kekakuan otot pada persendian berkurang atau tidak terjadi.
Rencana tindakan : 1) Berikan pendidikan kesehatan terkait latihan fisik; 2) Lakukan intervensi demostrasi latihan fisik (ROM) pada kegiatan kelompok swabantu (self-help group) di RW 03 pada lansia; fasilitasi lansia untuk menceritakan pengalamannya dalam kegiatan kelompok swabantu terkait latihan fisik yang selama ini pernah dilakukan; 3) Buat buku panduan kelompok swabantu yang didalamnya terdapat cara melakukan latihan fisik (ROM) yang benar; 4) Fasilitasi lansia untuk membuat jadual pelaksanaan latihan fisik (ROM) secara rutin dirumah sebanyak 2 kali sehari selama 2 minggu; 5) Fasilitasi pelaksanaan latihan fisik (ROM) pada kegiatan self help group sebanyak seminggu sekali; 6) Fasilitasi dan libatkan kader posbindu pada kegiatan latihan fisik (ROM) di kelompok swabantu; 7) Lakukan pemantauan program diet asam urat serta kadar asam urat dalam darah pada kelompok swabantu
Pembenaran Modifikasi perilaku latihan fisik dan diet asam urat yang diterapkan pada kelompok swabantu lansia dapat mencegah terjadinya gangguan aktifitas sehari-hari dan dapat juga mengurangi nyeri pada persendian yang disebabkan karena kurangnya olah raga ataupun aktifitas yang dilakukan oleh lansia. Aktifitas fisik adalah aktifitas fisik yang dilakukan secara
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
92
terencana, terstruktur yang melibatkan grakan tubuh berulang-ulang dengan tujuan meningkatkan kebugaran jasmani, dan mengurangi terjadi nyeri pada persendian (DepKes, 2010). Olah raga yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kekakuan pada sendi yang belum terkena asam urat atau yang sudah terkena asam urat, menurut Bangun (2008), adalah berolah raga ringan secara rutin, seperti berjalan kaki pada pagi hari, senam pernapasan. Istrirahatkan bagian persendian yang terkena tapi tidak boleh terlalu berlebihan, karena dapat mengakibatkan kekakuan pada otot dan sendi. Program Terapi fisik (exercise) menurut Kementerian Kesehatan (2010), yaitu; Olahraga merupakan sebagian kegiatan dari kehidupan manusia yang memerlukan adaptasi
fisiologis
dan
tubuh
perlu
penyesuaian
diri
terhadap
keseimbangan baru akibat perubahan tersebut. Program olahraga dilakukan dengan kaidah yang benar. Pada lansia tahapan olah raga perlu diperhatikan, karena kaidah olah raga perlu dilakukan pemanasan, latihan inti, pendinginan. Olah raga dilakukan minimal sehari sekali selama 30 menit (Depkes, 2005). Masalah-masalah utama yang ditangani pada lansia adalah immobilisasi, menurut DepKes (2010) penyebab terjadinya immobilisasi adalah faktor fisik, psikologis dan lingkungan, penyakit yang sering musculoskeletal. Kebijakan pemerintah mengenai perlindungan kesehatan lansia terkait risiko gangguan mobilisasi salah satunya adalah melakukan usaha preventif yaitu melakukan olah raga (DepKes 2006).
Implementasi yang telah dilakukan : 1. Membentuk kelompok swabantu lansia dengan penyakit asam urat dengan risiko gangguan mobilisasi di RW 03. 2. Membuat buku panduan kelompok swabantu yang didalamnya terdapat cara melakukan latihan fisik (ROM) yang benar 3. Membagikan buku panduan latihan fisik (ROM) pada kelompok swabantu
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
93
4. Membuat kurikulum latihan fisik (ROM) pada kelompok swabantu mawar di RW 03 5. Melakukan kegiatan kelompok swabantu (self-help group) di RW 03 sebanyak masing masing 8 kali pertemuan yang dihadiri rata rata 6 orang lansia dengan penyakit asam urat. Kegiatan latihan fisik (ROM) di RW 03 dilaksanakan dilaksanakan setiap seminggu sekali pada hari kamis, jam 13.00 – 14.30 WIB. 6. Melakukan kegiatan swabantu di RW 03 dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang latihan fisik, tujuan, manfaat latihan fisik serta tahapan dalam melakukan latihan fisik dengan benar. 7. Membuat kesepakatan terkait jadual kegiatan latihan ROM yang akan dilakukan dan menyepakati pengunaan baju olah raga atau kaos setiap latihan fisik. 8. Melakukan intervensi demostrasi latihan fisik (ROM) pada kegiatan kelompok swabantu (self help group) di RW 03 pada lansia; fasilitasi lansia untuk menceritakan pengalamannya dalam kegiatan kelompok swabantu terkait latihan fisik yang selama ini pernah dilakukan pada hari Jumat tanggal 2 Maret 2012. 9. Menfasilitasi lansia untuk membuat jadual pelaksanaan latihan fisik (ROM) secara rutin dirumah sebanyak 2 kali sehari selama 2 minggu; 10. Memfasilitasi pelaksanaan latihan fisik (ROM) pada kegiatan self help group sebanyak seminggu sekali 11. Memfasilitasi dan melibatkan kader posbindu RW 03 pada kegiatan latihan fisik (ROM) di kelompok swabantu untuk menjadi instruktur dalam latihan fisik. 12. Memfasilitasi dan memotivasi lansia untuk menjadi instruktur pada latihan fisik secara bergantian di kelompok swabantu. 13. Memotivasi lansia untuk selalu melakukan latihan fisik setiap hari minimal 30 menit. 14. Memfasilitasi dan mendampingi lansia dalam bertukar pendapat mengenai manfaat latihan fisik yang telah dilakukan selama dirumah maupun dilakukan di kelompok lansia.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
94
15. Melakukan pemantauan kekuatan otot dan gerakan latihan fisik (ROM) secara benar pada lansia serta kadar asam urat dalam darah pada kelompok swabantu setiap minggu. 16. Memonitor kemampuan lansia melakukan latihan fisik secara teratur setiap hari selama 2 minggu dengan memberikan format food record yang harus diisi oleh lansia atau keluarga selama 2 minggu. Monitor dilakukan pada kegiatan kelompok swabantu (self help group) Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut Asuhan Keperawatan komunitas Evaluasi : 1. Terjadi peningkatan pengetahuan lansia tentang pentingnya latihan fisik (rerata nilai pretest 67,2 menjadi 79,4). 2. Dilakukan penilaian dengan menggunakan format penilaian rentang gerak sendi yang dapat dilakukan (lampiran 90). Hasil yang didapat terjadi peningkatan rentang gerak sendi pada lansia rerata nilai dari (53.75 menjadi 54.67) 3. Lansia dapat melakukan latihan fisik (ROM) setiap seminggu sebesar 50% (6 orang lansia dari 12 orang) pada kegiatan kelompok swabantu 4. Meningkatnya ketrampilan lansia dalam melakukan latihan fisik (ROM) secara mandiri di rumah yang dilakukan setiap pagi dan sore selama minimal 30 menit sebesar 50% (6 orang lansia dari 12 orang) 5. Lansia dapat mendemostrasikan latihan fisik (ROM) pada kelompok swabantu secara bergantian 6. Terjadinya penurunan kekakuan pada persendian dan gangguan rasa nyaman nyeri sebesar 50 % (nyeri berat : dari 5 orang menjadi 3 orang; dan nyeri sedang dari 7 orang menjadi 3 orang. 7. Terjadi penurunan nyeri dengan rerata dari 5.58 menjadi 1.75 8. Terjadi peningkatan aktifitas sehari tanpa memerlukan bantuan orang lain dari 2 orang menjadi 1 orang
Rencana tindak lanjut : 1) Lakukan penyuluhan tentang modifikasi perilaku latihan fisik dan diet asam urat pada kegiatan Posbindu, pengajian
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
95
setiap RT; 2) lakukan monitoring dan penyegaran tentang cara melakukan latihan fisik pada lansia secara berkala pada kegiatan kelompok; 3) Kader Posbindu yang telah ikut dalam latihan fisik dapat melanjutkan kegiatan pembinaan kegiatan kelompok dan mengajarkan pada keluarga yang merawat lansia dengan gangguan mobilisasi; 6) Dinas Kesehatan, Puskesmas, Pokjakes hendaknya dapat melakukan supervisi berkala terhadap kelompok swabantu, mengupayakan meningkatkan latihan fisik pada lansia serta dapat melakukan pelayanan konseling terkait masalah sistem muskuloskeletal yang terintegrasi pada PTM.
BAB V PEMBAHASAN
Bab 5 akan diuraikan pembahasan tentang kesenjangan data yang ditemukan selama melakukan asuhan keperawatan dari pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas, asuhan keperawatan pada komunitas, asuhan keperawatan keluarga dengan penyakit asam urat di kelurahan Tugu Kota Depok, dilakukan analisa berdasarkan penelitian terkait, referensi dan kebijakan dari pemerintah.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
96
5.1.Pengelolaan Pelayanan Keperawatan Komunitas Pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas pada aggregate lansia dengan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat menggunakan pendekatan manajemen yang efektif dari fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan memberikan dampak positif
dalam upaya
penyelesaian masalah tersebut (Maglaya, 2004). Hasil praktik selama 7 bulan residen mampu membentuk kelompok pendukung (support group) di RW 03 yang pesertanya adalah kader posbindu untuk melakukan pencegahan dan penanganan pada lansia dengan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat, tujuan dari pembentukan kelompok ini adalah untuk memberikan dukungan dan motivasi dalam memodifikasi perilaku melalui latihan fisik (ROM) dan diet asam urat yang diberikan secara langsung. Lansia yang dihadapi terjadi perubahan degeneratif, bila perubahan-perubahan tubuh dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit, bila hal tersebut tidak dapat dilakukan dapat memungkinkan risiko terhadap masalah penyakit (Stanley, Mickey and Beare, Patricia Gauntlett, 1999). Terbentuknya kader tidak terlepas dari peran dan kepedulian warga dalam menjaga serta meningkatkan derajat kesehatan pada lansia. Menurut DepKes (2010) pembentukan kelompok pendukung didasarkan atas kebutuhan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan lansia dan mandiri. Strategi intervensi keperawatan komunitas dalam modifikasi perilaku adaptif meliputi pendidikan kesehatan, proses kelompok, kemitraan (partnership), dan pemberdayaan (empowerment) (Hitchcock, Schubert, & Thomas, 2003; Stanhope & Lancaster, 2000) Pelaksanaan modifikasi perilaku melalui latihan fisik (ROM) dan diet asam urat, diperlukan buku panduan untuk kader, buku tersebut diberikan oleh masing-masing kader agar menjadi acuan dalam pencegahan dan penanganan lansia dengan gangguan mobilisasi. Seharusnya dalam kegiatan pelayanan
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
97
kesehatan lansia dibuatkan buku untuk setiap permasalah pada lansia. Kehadiran kader selama 4 kali pertemuan, yang secara rutin dari 12 orang menjadi 6 orang yang masih aktif, hal tersebut dapat mempengaruhi penatalaksanaan dalam memodifikasi perilaku lansia melalui latihan fisik (ROM) dan diet. Marquis
dan
Houston
(2000)
yang
menyatakan
bahwa
fungsi
pengorganisasian yang baik, adalah seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi (manusia maupun bukan manusia) dapat disatukan dan diatur seefisien mungkin untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Salah satu yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan lansia adalah dengan cara mengoptimalkan peran dan fungsi kader posbindu. Kader yang telah jadi anggota kelompok pendukung belum sepenuhnya melaksanakan peran dalam melakukan pencegahan penyakit asam urat seperti belum optimalnya dalam melakukan kunjungan rumah pada lansia yang mempunyai penyakit asam urat, karena belum adanya kesadaran dari kader sendiri dalam meningkatkan kesejahteraan lansia serta belum adanya pendanaan untuk aktifitas kader dalam melakukan pelayanan kesehatan. Peran serta kader dalam mencegah terjadinya risiko gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat sangat penting, karena menurut Pender (2003) kader sebagai kelompok pendukung memiliki pengalaman dan minat yang sama dapat memberikan dukungan pada lansia dan keluarga dalam memodifikasi perilaku latihan fisik dan diet asam urat. Menurut Depkes (2010) kader adalah orang dewasa, baik pria maupun wanita yang dipandang sebagai orang-orang yang memiliki kelebihan di masyarakatnya, keluwesan dalam hubungan kemanusiaan, status sosial ekonomi an sebagainya. Allender dan Spradley (2005), mengatakan bahwa sistem pelayanan keperawatan komunitas diharapkan lebih banyak mengembangkan programprogram pelayanan kesehatan lansia yang dapat dilakukan di rumah atau di lingkungan masyarakat, sehingga mudah dicapai atau dijangkau oleh kelompok tersebut dalam memodifikasi perilaku melalui latihan fisik dan diet rendah purin.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
98
Kelompok pendukung yang sudah dibentuk dapat membantu bertanggung jawab pada penanganan gangguan mobilisasi pada lansia dipuskesmas dalam memberikan pelayanan langsung ke lansia, keluarga walaupun dengan keterbatasan kemampuan dan waktu. Keterbatasan ini memerlukan bantuan dan peran penting dari tenaga profesional yang mau mendukungan dalam jangka pendek dan berperan utama dalam dukungan informasional (Pender, Murdaugh, & Parson, 2002). Kendala yang dihadapi pada saat akan membentuk kelompok pendukung adalah adanya ketidaksetujuan dari kader dikarenakan akan menambah pekerjaan atau tugas baru, sehingga kader tidak ada waktu untuk beristirahat. Menurut ketua RW siaga juga beranggapan bahwa waktu mereka tersita dengan kegiatan yang ada dimasyarakat. Kelompok pendukung lansia dalam penatalaksanaan modifikasi perilaku latihan fisik dan diet ini diharapkan mampu terbentuk di tingkat kelurahan, sehingga program pelayanan kesehatan lansia khususnya masalah latihan fisik dan diet untuk meencegah terjadinya immobilisasi akan lebih komprehensif dan menyeluruh untuk satu wilayah kelurahan Tugu.
Hal lain yang bisa dilakukan oleh kelompok
pendukung adalah mempertimbangkan untuk membuat jaringan dengan sumber organisasi lain.
Kelompok pendukung yang terbentuk sudah melakukan pertemuan rutin minimal 1 minggu sekali, mempunyai aturan dan mempunyai akses dengan tenaga profesional yaitu residen dan petugas puskesmas langsung. Kelompok pendukung ini diharapkan mampu mengembangkan jaringan dengan organisasi atau instansi untuk mendukung program-program. Selain terbentuknya kelompok pendukung juga didapatkan adanya peningkatan kemampuan
kader
dalam
pengetahuan,
sikap
dan
perilaku
dalam
melaksanakan modifikasi perilaku melalui latihan fisik (ROM) dan diet asam urat secara berkesinambungan.
Hasil post test dan supervisi kinerja kader dalam melaksanakan modifikasi perilaku latihan fisik (ROM) dan diet didapatkan bahwa terjadi peningkatan
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
99
pengetahuan dan kemampuan atau ketrampilan kader dalam melakukan latihaan fisik (ROM) pada kelompok lansia sebesar 85%. Fungsi manajemen, salah satunya adalah memberikan pengarahan, pembinaan pada kader dalam melakukan peran dan fungsinya secara optimal. Pemberdayaan kader yang telah dilakukan adalah melakukan pelatihan posbindu dengan menerapkan system 5 meja secara benar dan melakukan pelatihan serta pendampingan dalam memberikan pendidikan kesehatan, keterampilan dalam modifikasi latihan fisik dan diet asam urat pada kelompok lansia, namun hal tersebut belum sepenuhnya berjalan optimal karena penyediaan KMS di Posbindu terbatas sehingga kader memperbanyak sendiri dengan cara memfotocopi KMS tersebut, dan belum tersedianya media penyuluhan terkait masalah kesehatan yang dapat di alami oleh lansia, sehingga dalam penerapannya dimeja 5 belum optimal, dan kader masih pesimis karena pelayanan yang diberikan di posbindu bukan pemberiaan obat-obatan melainkan hanya pemeriksaan secara umum dan pemberian pendidikan kesehatan hal ini mengkhawatirkan kader dalam peran serta masyarakat mengunjungi posbindu menjadi berkurang. Padahal dijelaskan bahwa pelayanan yang dilakukan Posbindu hanya pemantauan kesehatan dan promosi kesehatan untuk mencegah lansia tidak sakit (DepKes, 2010). Pengorganisasian selama ini belum optimalnya pengontrolan secara kontinyu, belum adanya sistem pemantauan kasus PTM khususnya penyakit asam urat pada lansia, jumlah kader posbindu masih kurang di setiap RW serta belum menjalankan peran dan fungsi kader secara optimal, kurangnya pemahaman kader tentang penatalaksanaan di rumah untuk masalah penyakit asam urat pada lansia, belum ada buku panduan khusus penatalaksanaan penyakit asam urat bagi lansia, hanya ada KMS lansia di posbindu sementara belum semua lansia memanfaatkan posbindu untuk memeriksa asam urat. Fungsi pengorganisasian program pembinaan kesehatan lansia yang belum optimal disebabkan karena metode atau sarana prasarana yang lengkap, struktur dan hubungan kerja yang berkaitan, pembagian kerja Puskesmas Tugu. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Wijono (2006) bahwa organisasi
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
100
yang baik, apabila unsur-unsur organisasi dapat dipenuhi, sehingga dapat berdampak pada kegiatan manajemen pelayanan akan menjadi baik atau optimal. Namun menurut Marquis dan Houston (2003), dengan fungsi pengorganisasian, kegiatan manajemen pelayanan kesehatan masih bisa berjalan dengan baik meskipun dengan sumber daya yang terbatas dengan memadukan dan mengatur seefisien mungkin untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
keterbatasan
sumber
daya
(manusia)
adalah
dengan
mengoptimalkan fungsi kader terutama kader lansia atau posbindu. Menurut analisis penulis fungsi pengarahan pada program pembinaan kesehatan yang belum maksimal dilaksanakan disebabkan kurangnya supervisi, dan belum optimalnya proses bimbingan dan pengarahan baik dari pihak Dinas Kesehatan maupun petugas Puskesmas, sehingga pengetahuan dan motivasi kader untuk melakukan pembinaan kesehatan lansia masih kurang khususnya penatalaksanaan latihan fisik dan diet asam urat. Menurut Maglaya
(2004),
fungsi
pengarahan
seharusnya
dilakukan
dengan
meningkatkan motivasi kerja, komunikasi interpersonal, pendelegasian, manajemen konflik, dan aturan kerja.
Hambatan yang dirasakan oleh residen pada saat superfisi adalah anggaran kegiatan posbindu belum sesuai dengan kebutuhan pemberian pelayanan pada lansia, yaitu dalam segi sarana dan prasarana. Petugas puskesmas berusaha memberikan pengarahan terkait kegiatan Posbindu tidak diberikannya obatobatan,
namun
dari
masyarakat
sendiri
kurang
termotivasi
dalam
mengunjungi posbindu karena tidak diberikan obat-obatan. Menurut Huber (2006), fungsi pengorganisasian sangat erat kaitannya dengan fungsi perencanaan, kegagalan perencanaan untuk mengidentifikasi anggaran dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk menjalankan proses, dapat mengganggu fungsi pengorganisasian dan mempengaruhi keberhasilan dalam mencapai tujuan. Menurut DepKes (2010) bahwa pelaksanaan posbindu dengan menggunakan sistem 5 meja yang dari masing-masing fungsinya tidak ada
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
101
pemberian pengobatan bagi lansia yang mengalami keluhan, tetapi harus dirujuk ke Puskesmas. Dinas Kesehatan dan Puskesmas perlu melakukan pengarah dan pelatihan secara berkesinambungaan dalam hal pelaksanaan kegiatan posbindu. Pengarahan yang diterapkan dapat mengatasi masalah yang ditemukan dan mulai terjalin komunikasi dalam menjalankan kegiatan. Pelaksanaan fungsi pengarahan yaitu memotivasi pihak-pihak yang terlibat, mengarahkan orang lain, memilih jalur komunikasi yang paling efektif, dan menyelesaikan konflik (Allender dan Spradley, 2005). 5.2. Asuhan Keperawatan Keluarga Menurut Friedman (2003), keluarga merupakan subsistem dari komunitas dan penerapan asuhan keperawatan berfokus pada keluarga sebagai klien yang memiliki beberapa anggota keluarga. Asuhan keperwatan dilakukan untuk meningkatkan
derajat
kesehatan
seluruh
anggota
keluarga
dengan
menggunakan preventif primer, sekunder maupun tersier. Asuhan keperawatan keluarga pada aggregat lansia dengan risiko gangguan immobilisasi akibat penyakit asam urat dilaksanakan dengan menerapkan model Family Centered Nursing dan Self care. Pemberian intervensi asuhan keperawatan keluarga pada aggregat lansia dengan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat berfokus pada keluhan yang dialami atau kebutuhan lansia dengan penyakit asam urat seperti penatalaksanaan latihan fisik dan diet rendah purin, nyeri yang dirasakan. Wright dan Leahey (2000, dalam Friedman, Bowden & Jones, 2003) menjelaskan bahwa untuk menentukan keputusan terhadap tindakan yang akan dilakukan terletak pada kebutuhan, motivasi serta tersediaan sumber daya. Kebutuhan yang dirasakan pada keluarga dan lansia dengan masalah penyakit asam urat berfokus pada adanya gangguan aktifitas yang dilakukan dikarenakan nyeri serta kekakuan pada persendian, hal tersebut terjadi karena pada kelaurga belum mengetahui pengetahuan tentang penyakit asam urat dapat menyebabkan terjadinya gangguan mobilisasi.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
102
Hasil pengkajian dan analisis data yang dilakukan residen terhadap 10 keluarga binaan memunculkan 2 diagnosis keperawatan keluarga utama, pemeliharaan
kesehatan
inefektif
pada
lansia
dan
keluarga
dalam
penatalaksanaan peyakit asam urat kepada keluarga dan gaya hidup kurang gerak pada ibu S. Bentuk pemeliharaan kesehatan pada keluarga dan lansia dengan melakukan upaya pemecahan masalah dengan melakukan diet dan menyiapkan menu yang sehat (mengurangi protein) untuk mencegah terjadinya penyakit asam urat (DepKes, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Herlianti (2000) dalam Hensen menyatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan yang menegandung purin lebih dari 200 mg/hari akan meningkatkan risiko hiperurisemia tiga kali lebih besar dibandingkan orang yang tidak mengkonsumsi purin. Masalah keperawatan kedua terkait gaya hidup kurang gerak, dikarenakan selama kehidupan lansia tidak pernah melakukan latihan fisik atau olah raga, padahal olah raga menurut DepKes (2010) merupakan upaya preventif yang bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit dan komplikasi akibat immobilisasi. Latihan fisik yang dilakukan secara rutin minimal 30 menit sehari dapat meningkatkan kekuatan dan melenturkan otot, meningkatkan sirkulasi darah. Intervensi yang dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat yaitu melakukan modifikasi perilaku latihan fisik dan diet rendah purin yang dilaksanakan secara teratur bekerjasama dengan keluarga lansia dalam memantau latihan fisik dan diet tersebut. Intervensi yang dilakukan pertama kali adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit asam urat, memberikan perawatan bila terjadi nyeri atau peradangan pada persendian. Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan keluarga yang telah dilakukan menunjukan bahwa dalam 2 minggu intervensi telah terjadi perubahan perilaku pola makan menjadi sehat, kadar asam urat normal serta terjadi
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
103
penurunan intensitas nyeri dan penurunan frekuensi dirasakan pada persendian. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan, motivasi dan perilaku sehat (Notoatmodjo, 2010). Pemberian informasi melalui pendidikan kesehatan
dalam
bentuk
guidance
pada
keluarga
bertujuan
untuk
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara penatalaksanaan dan perawatan lansia dengan penyakit asam urat sehingga diharapkan tidak terjadi gangguan mobilisasi. Modifikasi perilaku yang melalui latihan fisik dan diet asam urat dapat mencegah terjadinya komplikasi pada persendian yaitu terganggunya mobilisasi dalam aktifitas sehari-hari, sehingga lansia akan bergantung dengan
orang
lain
dalam
pemenuhan
kebutuhannya,
serta
dapat
mempengaruhi ekonomi keluarga. Keberhasilan keluarga dan lansia dengan penyakit asam urat dalam mencegah risiko gangguan mobilisasi dan mencegah risiko pola pemeliharaan kesehatan inefektif merupakan bentuk adaptasi keluarga dalam menjalankan lima fungsi perawatan kesehatan keluarga (DepKes 2010). Menurut Friedman (2003) lima fungsi keluarga akan dicapai dengan adanya dukungan dan keinginan keluarga dalam memelihara kesehatan. Uraian di atas menunjukan bahwa teori Family Centered Nursing dan self care dapat memodifikasi perilaku keluarga dan lansia dalam merawat lansia dengan penyakit asam urat. Teori ini dapat memberikan dasar tentang hal-hal yang harus menjadi perhatian perawat dalam melakukan proses keperawatan pada keluarga yang merawat lansia dengan penyakit asam urat. Dengan kata lain teori Family Centered Nursing dan Self Care sangat tepat untuk diaplikasikan dalam melakukan asuhan keperawatan pada keluarga yang merawat lansia dengan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat. 5.1.1 Tingkat Kemandirian Keluarga
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
104
Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan pada 10 keluarga binaan dengan anggota keluarga lansia dengan penyakit asam urat, didapatkan bahwa 100% keluarga telah mencapai tingkat kemandirian I sampai II, mampu menerima petugas kesehatan dan menerima pelayanan kesehatan sesuai anjuran, telah mampu menerima petugas kesehatan dan menerima pelayanan kesehatan sesuai anjuran, keluarga juga mampu menyatakan masalah penyakit asam urat dengan benar, memanfaatkan sarana kesehatan Posbindu ataupun Puskesmas dan melaksanakan perawatan sederhana sesuai anjuran.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga, didapatkan bahwa sebesar 7 keluarga (70%) mempunyai tingkat kemandirian III, yaitu keluarga mampu melaksanakan tindakan pencegahan (diet asam urat) secara aktif, dan 6 keluarga (60%) mempunyai tingkat kemandirian IV (lampiran 10), yaitu keluarga mampu melaksanakan tindakan promosi kesehatan secara aktif melalui kegiatan latihan fisik secara mandiri dengan teratur setiap pagi, dan mengikuti senam lansia setiap seminggu sekali, aktif pada kegiatan Posbindu, dan dapat menerapkan pola hidup sehat dengan mengontrol pola diet asam urat. Terjadi penurunan kadar asam urat dalam darah dengan rerata 7.94 menjadi 6.5. Terjadi peningkatan pengetahuan dengan rerata 14.9 menjadi 21.7. Terjadi perilaku dalam melaksanakan diet (pola makan tidak sehat dengan rerata 98.7 menjadi 85.7).
Penelitian yang dilakukan oleh Badley (2006) tentang nonpharmacologic treatment modalities in the treatment of gout, treatment yang dilakukan adalah patient education, ROM, including diet and nutrition, didapatkan hasil bahwa seseorang dapat melakukan diet secara teratur mencegah terjadi penyakit peradangan pada persendian yang berkelanjutan. Menurut Ramayulis dan Trina (2008) bahwa seseorang yang menderita penyakit asam urat dapat dilakukan tindakan dengan melakukan diet asam urat rendah purin. Pernyataan ini didukung juga oleh Penelitian yang dilakukan
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
105
Purwaningsih (2010), tentang faktor-faktor risiko terjadinya hiperurisemia, responden yang mengkonsumsi hasil laut ≥ 100 mg/100 gram mempunyai resiko 7,8 kali dibanding yang mengkonsumsi hasil ≤ 100 mg/100 gram, mengkonsumsi daging ≥ 100 mg / 100 gr mempunyai resiko 0,5 kali dibandingkan dengan yang mengkonsumsi ≤ 100 mg/100 gr. Pernyataan lain menurut American geriatrics society (2001) dan Klein dan Stone (2002) bahwa Exercise (ROM) dapat meningkatkan kekuatan otot dan persendian serta mengurangi nyeri.
Masih adanya keluarganya yang mempunyai tingkat kemandirian IV (60%), disebabkan perlu adanya kesadaran dari diri sendiri dalam menjaga kesehatan serta meningkatkan aktifitas sehari-hari tanpa adanya bantuan orang lain, motivasi yang tinggi, dan dukungan yang penuh dari keluarga ataupun lingkungan sekitar.
Hambatan atau kendala yang ditemukan pada beberapa keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan pada keluarga pada modifikasi latihan fisik dan diet adalah terkadang sulit untuk mengontrol diet asam urat, karena lansia masih ingin menikmati makanan yang banyak mengandung zat purin yang tinggi. Terkadang keluarga menyajikan menu makanan yang disediakan untuk anggota keluarga lain, namun lansia ikut dalam memakan makanan yang disediakan oleh keluarga. Intervensi dalam memodifikasi perilaku yang dilakukan pada lansia ataupun dengan melibatkan keluarga memrlukan cukup waktu untuk merubah perilaku tersebut menjadi lebih baik, menurut Notoadmojo (2011), perubahan perilaku pada seseorang ataupun masyarakat membutuhkan waktu yang lama dengan melalui beberapa tahapan perubahan, hal inipun didukung dengan Pender (2001) bahwa perubahan perilaku tidak dapat terjadi dengan baik dalam waktu singkat, tetapi melalui beberapa proses berubah diperlukan waktu kurang lebih 6 bulan.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
106
Berdasarkan hal tersebut, penting dalam asuhan keperawatan keluarga dengan lansia penyakit asam urat, supaya keluarga dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan dengan melaksanakan lima tugas kesehatan keluarga, diawali dari keluarga mampu mengenal masalah penyakit asam urat pada lansia, keluarga mampu mengambil keputusan tindakan keparawatan yang tepat bagi lansia dengan penyakit asam urat, keluarga mampu melakukan perawatan pada lansia dengan penyakit asam urat, mampu memodifikasi lingkungan yang sehat baik lingkungan fisik maupun psikologis, dan keluarga mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia untuk dapat memeriksakan atau mengontrol kesehatan lansia terutama kadar asam urat dalam darah. Menurut Perry dan Potter (1999), perawat dapat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan, pendidik, konselor, kolaborator atau koordinator maupun role model dan pembaharu (change agen) dalam rangka membantu lansia dan keluarga mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya, terutama tidak terjadi gangguan mobilisasi yang disebabkan karena penyakit asam urat.
5.3.Asuhan Keperawatan Komunitas Setelah dilakukannya intervensi keperawatan komunitas pada diagnosa prioritas pada kelompok lansia dengan penyakit asam urat, maka didapatkan perubahan perilaku latihan fisik dan diet asam urat yang positif yang dapat dilihat dari data yang didapatkan berikut ini: 5.1.1. Modifikasi perilaku latihan fisik pada lansia dengan risiko gangguan mobilisasi pada penyakit asam urat Asuhan keperawatan komunitas pada aggregat lansia dengan penyakit asam urat di Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kota Depok difokuskan untuk mengatasi dua diagnosis keperawatan utama yaitu : 1) Manajemen terapeutik inefektif pada lansia dengan kurangnya sistem pendukung dalam pemantauan penyakit asam urat di Kelurahan Tugu dan 2) Risiko terjadinya peningkatan gangguan mobilisasi Strategi intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat di
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
107
Kelurahan Tugu, perawat komunitas melakukan strategi intervensi keperawatan komunitas yaitu proses kelompok dengan tetap memasukan teknik
pendidikan
kesehatan,
memperhatikan
prinsip
kemitraan
(partnership) dan pemberdayaan (empowering).
Proses kelompok dilakukan dengan membentuk kelompok swabantu lansia yang memiliki permasalahan yang sama yaitu penyakit asam urat (self help group) dengan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan, Puskesmas, Pokjakes, Kelurahan, Ketua RW Siaga, serta ketua posbindu yang menerapkan prinsip pemberdayaan kader Posbindu dalam memberikan pelayanan kesehatan pada lansia dengan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat melalui proses kelompok. Tujuan dilakukan proses kelompok dari-oleh-untuk masyarakat RW 03 yang memperhatikan populasi usia lanjut, sehingga lansia dan masyarakat dapat secara mandiri mengatasi masalah yang muncul pada populasi tersebut. Menggunakan kelompok sebagai intervensi keperawatan komunitas dapat menjadi cost treatment dalam masalah penyakit asam urat (Stanhape dann Lancaster, 2003).
Kegiatan proses kelompok swabantu lansia meliputi kegiatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang modifikasi perilaku melalui latihan fisik (ROM) dan diet asam urat. Kegiatan anggota kelompok meliputi kegiatan untuk saling berbagi pengalaman, curah pendapat terkait penyakit asam urat, saling memberi motivasi, membantu dan saling bekerja sama bila ada anggota yang sakit (Stanhape dann Lancaster, 2003). Kegiatan proses kelompok ini dilakukan masing masing sebanyak 6 kali pertemuan dengan melibatkan kader Posbindu pada setiap kali pertemuan.
Kegiatan kelompok swabantu lansia ditunjang dengan adanya kerjasama kemitraan (partnership) dengan institusi atau lembaga masyarakat setempat. Dukungan dari Dinas Kesehatan, Puskesmas, instansi terkait lainnya dan juga adanya dukungan keluarga sangat penting dalam menjamin keberlangsungan kegiatan kelompok, meningkatkan motivasi masyarakat
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
108
dan mempengaruhi kepatuhan lansia dalam menjalani proses pengobatan (Stanhape dan Lancaster, 2003).
Hasil akhir pelaksanaan kegiatan kelompok menunjukan bahwa : 1) Terjadi peningkatan pengetahuan lansia dan keluarga tentang pencegahan dan perawatan penyakit asam urat (nilai rerata pretest 15,75 menjadi 22,08); 2) Terjadi perubahan perilaku pola makan yang sehat pada lansia dengan penyakit asam urat (nilai rerata 102.9 menjadi 84.42: 3) Terjadi penurunan tingkat nyeri lansia dengan penyakit asam urat mengalami penurunan (rerata 5,8 menjadi 1,8); 4) Terjadi peningkatan latihan ROM dengan benar dan melakukan olah raga secara teratur untuk terjadinya gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat.
Hasil evaluasi tersebut diatas menunjukan bahwa modifikasi perilaku latihan fisik dan diet dalam kegiatan kelompok merupakan intervensi yang efektif dalam menyelesaikan masalah keperawatan komunitas di RW 03 dan RW 04 Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kota Depok.
Selama residen melakukan asuhan keperawatan komunitas di RW 03 Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kota Depok, faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan kegiatan kelompok adalah: 1) RW dan RT setempat dalam pelaksanaan kegiatan; 2) Dukungan ketua posbindu dan kader posbindu yang cukup aktif menghadiri kegiatan kelompok yang dilaksanakan.
Faktor-faktor penghambat dalam kegiatan kelompok swabantu lansia dengan penyakit
asam
urat
adalah:
1)
Kesadaran
masyarakat
terhadap
penanggulangan penyakit asam urat masih kurang karena penyakit asam urat belum merupakan prioritas masalah kesehatan utama yang harus diselesaikan dibandingkan dengan hipertensi dan DM; 2) Setiap kegiatan para lansia harus terlebih dahulu dijemput satu persatu bagi lansia yang kurang motivasi 3) Belum adanya pendampingan dari Dinas Kesehatan,
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
109
Puskesmas atau institusi lain yang dapat melakukan pendampingan pada kegiatan kelompok; 4) Tidak semua lansia anggota hadir mengikuti kegiatan kelompok dan kegiatan senam lansia.
Program kesehatan dan kesejahteraan lansia, dapat dilihat dari keberadaan kelompok lanjut usia yang telah berkembang ini merupakan wujud nyata dan cerminan kebutuhan masyarakat khususnya para lanjut usia terhadap pelayanan yang terjangkau, berkelanjutan dan bermutu dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna dan produktif selama ini. Aktifitas fisik menurut DepKes (2010), aktifitas fisik yang terencana, terstruktur dan melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dengan tujuan meningkatkan kebugaran jasmani dan bermanfaat dalam meningkatkan daya tahan dan kekuatan otot, meningkatkan fleksibilitas tubuh. hal ini menunjukkan adanya peningkatan kekuatan otot dan pengurangan nyeri akibat kurang olah raga sehingga terjadi kekakuan pada musculoskeletal, yang didukung dengan peningkatan pengetahuan tentang penyakit asam urat dan kemampuan kelompok lansia untuk berperilaku sehat dalam menjaga diet asam urat setiap harinya. Kesadaran dalam diet asam urat didapatkan 50% lansia yang benar-benar menjalankan pola diet tersebut. Penurunan angka perilaku pola hidup ini tidak terlalu jauh, dikarenakan faktor usia, kesadaran akan tetap menjaga kesehatan, serta komitmen bersama dan saling member dukungan serta motivasi pada kelompok lansia untuk selalu menunjukkan perilaku sehat atau adaptaif setiap hari di rumah. Penelitian yang dilakukan oleh Choi (2004) dalam mengonsumsi daging atau seafood dalam jumlah banyak. dan beberapa jenis sayuran mengandung purin sangat tinggi dapat menyebabkan penyakit asam urat. Penelitian yang terkait diet adalah penelitian oleh Purwaningsih (2010), mengkonsumsi hasil laut ≥ 100 mg/100 gram mempunyai risiko 7,8 kali dibanding yang mengkonsumsi hasil ≤ 100 mg/100 gram, mengkonsumsi daging ≥ 100 mg / 100 gr mempunyai risiko 0,5 kali dibandingkan dengan yang mengkonsumsi ≤ 100 mg/100 gr.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
110
5.4.Keterbatasan 5.4.1. Diskusi dan Koordinasi Lintas Program dan Lintas Sektoral Koordinasi kegiatan modifikasi perilaku latihan fisik dan diet belum sepenuhnya dilakukan secara optimal karena dalam melaksanakan latihan fisik dan diet memerlukan pemantauan secara berkala dan terorganisisr dengan baik berupa adanya program yang menangani lansia dengan penyakit tidak menular secara tidak terpisah atau suatu bagian yang saling terkait khususnya masalah sistem. Program pelayanan kesehatan lansia PTM belum
terintegrasi
dengan adanya
gangguan pada sistem
muskuloskeletal.
Permasalahan atau kendala yang dihadapi penulis dalam memberikan asuhan keperawatan adalah belum dapat membina hubungan kerja sama lintas sektoral dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) pada tingkat Kota. Program lansia dibawah BPPKB tersebut sudah memiliki program dalam mengatasi masalah kesehatan lansia namun masih masih terpisah dengan PTM di masyarakat. Peranan BPPKB dalam program lansia belum terlihat secara optimal dalam menangani masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia khususnya masalah pada sistem muskuloskeletal (penyakit asam urat), walaupun penyakit tersebut berada pada peringkat ke 2 dari 10 penyakit yang dialami oleh lansia.
5.4.2. Motivasi Dalam Menjalankan Latihan Fisik Dan Diet Merubah perilaku individu ataupun lansia tidaklah mudah seperti dikatakan oleh prof. Notoadmodjo (2010) bahwa dalam merubah perilaku seseorang tidaklah mudah atau memerlukan waktu yang cukup lama dan kesabaran dalam memantau perubahan perilaku tersebut karena perilaku dapat berubah melalu beberapa tahapan perubahan. Lansia yang dipantau kadar asam urat dalam darah setiap kali pertemuan didapat ada beberapa lansia yang hasilnya masih diatas normal setelah diklarifikasi ternyata lansia tersebut masih mengkonsumsi yang mengandung zat purin sedang
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
111
yang dikonsumsi tidak setiap hari dan tidak dibatasi porsinya. Lansia juga ada yang belum melaksanakan latihan fisik secara mandiri kurang adanya motivasi dari dirinya karena belum menjadi kebutuhan akan kesehatan sampai akhir hayat.
5.5.Implikasi Keperawatan Intervensi yang dilakukan dalam memodifisikasi perilaku latihan fisik dan diet pada lansia dengan risiko gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat memiliki beberapa implikasi keperawatan untuk pelayanan keperawatan komunitas, perkembangan ilmu keperawatan, pembuat kebijakan kesehatan, dan riset keperawatan, sebagai berikut: 5.1.1 Implikasi terhadap Pelayanan Keperawatan Komunitas Kegiatan di posbindu yaitu memantau diet pada lansia dengan penyakit asam urat dengan memantau kadar asam urat dalam darah, kegiatan tersebut juga didukung dengan dilakukannya pemeriksaan asam urat gratis setiap 3 bulan sekali pada lansia yang mengunjungi posbindu, hal tersebut dapat memotivasi lansia dalam memantau kadar asam urat dalam darah serta diet asam urat yang telah dijalankannya. Posbindu juga mempunyai kegiatan yaitu senam lansia setiap minggunya serta dapat menerapkan latihan fisik (ROM) untuk mencegah kekakuan pada persendian dan terhindar dari gangguan aktifitas sehari-hari akibat nyeri, dari kegiatan senam lansia yang diselengarakan secara rutin, kader dapat memonitoring dan mengevaluasi lansia dengan risiko gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat. Indikator kesehatan dan target tahun 2014 bahwa kegiatan non medis yaitu 70% Puskesmas membina kelompok lanjut usia, 50% desa mempunyai kelompok lansia, 50% kelompok lansia melaksanakan senam.
Modifikasi perilaku melalui latihan fisik dan diet pada lansia, dengan menggunakan strategi intervensi yaitu pemberian pendidikan dan proses kelompok, dengan terbentuknya kelompok lansia dan kelompok pendukung yang telah dilakukan oleh peneliti, didapatkan hasil bahwa terjadi
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
112
peningkatan pengetahuan tentang penyakit asam urat dan risiko gangguan mobilisasi, terjadi peningkatan latihan fisik (ROM) dilakukan secara benar, meningkatkan kekuatan otot, mengurangi nyeri serta kekakuan pada persendian yang sering dialami oleh lansia, terjadi pola makan sehat (diet rendah purin) yang dilakukan oleh lansia yang didukung oleh keluarga serta kader dalam memantau diet melalui pemeriksaan kadar asam urat setiap kegiatan Posbindu yang didapatkan bahwa terjadi penurunan kadar asam urat dibawah normal baik pada lansia laki-laki maupun perempuan. Pada masyarakat, modifikasi perilaku latihan fisik dan diet dapat menjadi bagian dari program pencegahan faktor risiko penyakit tidak menular dan promosi kesehatan melalui proses kelompok yang dikembangkan sebagai strategi intervensi bagi lansia. Bentuk intervensi gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat melalui proses kelompok swabantu lansia di RW 03 salah satu bentuk intervensi yang efektif dalam mencegah terjadinya gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat. Terbentuknya kelompok lansia asam urat dapat menjadi sumber koping dan dukungan sosial, mempertahankan penurunan biologis yang dialami lansia dalam menghadapi berbagai permasalahan atau stressor dalam kehidupan (Miller, 2004). Pembentukan dan penyelenggaraan kegiatan kelompok pendukung perlu diperhatikan dan dikembangkan oleh pemerintah khususnya Dinas Kesehatan dan Puskesmas dalam program peningkatan cakupan pelayanan kesehatan lansia dalam latihan fisik (ROM) pada penyakit asam urat. kelompok pendukung (support group) yang beranggotakannya kader merupakan sumber daya masyarakat yang dapat diberdayakan dari-olehuntuk masyarakat yang memperhatikan masalah kesehatan usia lanjut di wilayahnya, sehingga lansia maupun masyarakat dapat secara mandiri mengatasi masalah yang muncul. Perlu adanya dukungan dan kerjasama dari lembaga
swasta
dan
lembaga
pemerintah
dalam
melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah terkait pola hidup sehat khususnya pada lansia terkait melaksanakan kegiatan olah raga secara rutin dan menjaga pola makan yang sehat.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
113
5.1.2 Implikasi terhadap Perkembangan Ilmu keperawatan Praktik kegiatan latihan fisik dan diet pada lansia dengan risiko gangguan mobilisasi dapat menggunakan pendekatan model self care pada nursing system theory serta manajemen pelayanan kesehatan. Model tersebut berfokus pada support education yang dapat diintegrasikan kedalam asuhan keperawatan lansia dengan masalah risiko gangguan mobilisasi pada individu, keluarga maupun komunitas.
Lansia masih beranggapan selama masih bisa menikmati makanan yang enak dan tersedia kenapa harus dipantang atau ditahan-tahan, begitupun dengan keluarga walaupun sudah dibuatkan sendiri makanan khusus untuk lansia atau orang tuanya, lansia tersebut ikut dalam mengkonsumsi makanan tersebut. Penelitian lain dapat dikembangkan mengenai motivasi lansia dan peranan keluarga dalam modifikasi perilaku latihan fisik dan diet dalam mencegah terjadinya risiko gangguan aktifitas sehari-hari akibat penyakit asam urat.
Famiy centered nursing dan teori Orem tentang self care dapat diintegrasikan kedalam intervensi dalam memodifikasi perilaku latihan fisik dan diet dapat dilakukan pada lansia dibeberapa RW 03 yang melibatkan peranan kader posbindu dalam membentuk kelompok lansia dengan penyakit asam urat di Kelurahan Tugu, sehingga dalam melakukan implementasi pada asuhan keperawatan dapat dilakukan secara sistematis.
Petugas kesehatan terutama perawat yang bekerja di Dinas kesehatan ataupun puskesmas dapat mengembangkan intervensi modifikasi perilaku latihan fisik dan diet asam urat yang sudah berjalan selama ini di RW 03, dengan menjadi contoh pada Rw lain yang di Kelurahan tugu. Intervensi ini dapat difasilitasi oleh kader Posbindu yang sudah berjalan, dan antar kader posbindu dapat mengembangkan kegiatan latihan fisik dan diet pada kelompok lansia yang ada dilingkungan masing-masing.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
114
Pemegang program pelayanan kesehatan lansia di Puskesmas harus memiliki tanggung jawab melakukan pengembangan dan pemantauan secara berkala terhadap kegiatan latihan fisik dan diet pada keluarga maupun kelompok lansia yang telah dilaksanakan dimasyarakat, sehingga kegiatan tersebut dapat di monitoring ataupun evaluasi.
5.1.3 Implikasi terhadap Pembuat Kebijakan Kesehatan Pengelolaan pelayanan kesehatan pada aggregat lansia gangguan mobillisasi akibat penyakit asam urat memiliki beberapa implikasi bagi pemerintah khususnya
Dinas
Kesehatan
sebagai
pembuat
kebijakan,
perlu
dikembangkan keputusan Menteri Kesehatan terkait pelayanan kesehatan pada lansia dalam meningkatkan kesejahteraan dengan melakukan latihan fisik (olah raga) dan pengaturan diet atau pola makan yang sehat, dengan meningkatkan
SDM
mengikutsertakan
pada
dalam
perawat
membuat
kesehatan perencanaan,
masyarakat
dan
pengorganisasian,
pengawasan serta pemantauan untuk meningkatkan perilaku sehat.
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
Bab 6 ini menjelaskan tentang simpulan dan saran dari uraian bab sebelumnya terhadap intervensi yang telah dilakukan dan pembahasan terkait manajemen pelayanan keperawatan komunitas, asuhan keperawatan keluarga, dan asuhan keperawatan komunitas. 6.1 Simpulan Berdasarkan hasil intervensi yang telah dilakukan dan diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan modifikasi perilaku latihan fisik dan diet sebagai intervensi keperawatan komunitas pada risiko gangguan mobilisasi pada lansia akibat penyakit asam urat adalah sebagai berikut:
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
115
6.1.1. Terjadi peningkatan pengetahuan kader sebelum dilakukan pendidikan kesehatan tentang pencegahan dan perawatan penyakit asam urat pada lansia rata-rata 18 menjadi 24.5. Terdapat peningkatan keterampilan kader dalam memimpin kegiatan latihan fisik pada kegiatan kelompok pendukung lansia (self help group) Hasil evaluasi menunjukan bahwa kemampuan kader posbindu memimpin latihan fisik (ROM) dalam kelompok lansia baik dengan nilai rata-rata 85. 6.1.2. Lansia sudah dapat melaksanakan diet asam urat secara bertahap, hal inu dapat terlihat dengan adanya peningkatan perilaku lansia dalam melaksanakan atau mengkonsumsi diet rendah purin (dari 84.4 menjadi 102.9). 6.1.3. Lansia dapat melaksanakan latihan fisik dan diet secara teratur dapat mempengaruhi terjadi penurunan kadar asam urat dalam darah dari 13 orang lansia menjadi 7 orang di bawah normal. 6.1.4. Perbaikan dalam modifikasi perilaku lansia penyakit asam urat untuk melakukan latihan fisik (ROM) setiap seminggu sebesar 50% (7 orang lansia dari 15 orang) dan meningkatnya ketrampilan lansia dalam melakukan latihan fisik (ROM) secara mandiri di rumah yang dilakukan setiap pagi dan sore selama minimal 30 menit sebesar 50% (7 orang lansia dari 15 orang). 6.1.5. Terjadinya penurunan gangguan rasa nyaman nyeri sebesar 50 % (nyeri berat : dari 5 orang menjadi 3 orang; dan nyeri sedang dari 5 orang menjadi 4 orangdan terjadi peningkatan aktifitas sehari dalam melakukan kebutuhan dasar dari membutuhkan bantuan menjadi tidak membutuhkan bantuan. 6.1.6. Terjadi peningkatan rentang gerak sendi pada lansia rerata nilai dari (53.75 menjadi 54.67) dan Terjadinya penurunan gangguan rasa nyaman nyeri sebesar (5.58 menjadi 1.75). 6.1.7. Terjadi
peningkatan
kemandirian
keluarga
sebesar
70%
dalam
melaksanakan perubahan perilaku dari kurang sehat menjadi sehat melalui latihan fisik (ROM) dan melaksanakan diet secara rutin pada lansia dengan risiko gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
116
6.2 Saran Saran terkait dengan modifikasi perilaku latihan fisik dan diet asam urat pada lansia di masyarakat yaitu:
6.2.1 Bagi Pemerintah Kota Depok (Dinas Kesehatan) diharapkan: 6.2.1.1 Dapat lebih meningkatkan program pelayanan kesehatan lansia PTM dengan
mengintegrasikan
gangguan
sistem
muskuloskeletal
yaitu
pencegahan dan penatalaksanaan latihan fisik dan diet pada seluruh masyarakat dalam rangka peningkatan pengetahuan, perilaku, untuk risiko gangguan mobilisasi yang dapat menyebabkan gangguan aktifitas seharihari melalui kerjasama baik dari Dinas Kesehatan Lembaga Lansia Indonesia dan Pergeri. 6.2.1.2 Perlu mengoptimalkan peran dan fungsi kader Di wilayah lain dalam rangka penatalaksanaan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat. 6.2.1.3 Perlu meningkatkan supervisi dan pangarahan oleh petugas Puskesmas dalam pelaksanaan program pelayanan kesehatan lansia. Melakukan pemantauan lansia 6.2.1.4 Bagi Ketua RW siaga maupun ketua posbindu untuk mendukung dan memfasilitasi dalam pelaksanaan latihan fisik dan diet agar berjalan berkesinambungan dalam rangka mencegah terjadi gangguan mobilisasi pada lansia.
6.2.2 Bagi perawat komunitas diharapkan: 6.2.2.1 Lebih meningkatkan kerjasama lintas sektoral dari Dinas Kesehatan Kota Depok, lembaga-lembaga swasta yang perperan dalam mengatasi masalah kesehatan pada lansia (LLI dan Pergeri) dalam rangka meningkatkan pencegahan gangguan mobilisasi akibat penyakit asam urat di keluarga dan komunitas.
6.2.3 Bagi Peneliti lain:
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
117
6.2.3.1 Perlu mengembangkan riset kualitatif tentang studi fenomenologi mengenai pengalaman lansia menerapkan pola hidup sehat dalam mencegah terjadinya gangguan mobilisasi dalam melakukan aktifitas sehari-hari dan mengembangkan riset kuantitatif tentang efektivitas intervensi modifikasi perilaku latihan fisik dan diet dengan menggunakan multimedia interaktif.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Allender, Judith Ann & Spradley, Barbara Walton. (2005). Community Health Nursing Promoting and Protecting the Public’s Health. Sixth Edition. Lippincott: Williams & Wilkins. Anderson, E.T., & Mc Farlane, J. (2004). Community As Partner: Theory And Practice In Nursing (3rd Ed.). Philadelphia: Lippincott. Bangun, Dr. A.P. (2008). Khasiat Tanaman Obat Untuk Rematik dan Asam Urat. Jakarta: Sarana Pustaka Prima. Black, Joyce M. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical Management For Positive Outcomes. 8th Edition. St. Louis Missouri: Sauders Elsevier. Choi, Hyon K. (2004). Purine-Rich Foods, Dairy And Protein Intake, And The Risk Of Gout In Men. The New England Journal of Medicine. http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa035700?viewType=Pr, diperoleh 02 April 2011. Dalbeth, Nicola. (2009). Treatmen of Gout Hit the Target. Department of Medicine, University of Auckland. www.bpac.org.nz. diperoleh 04 April 2011.. Davies, Maggie & Macdowall. (2006). Health Promotion Theory. First Edition. London: The British Library. DepKes. (2004). Modul Pelatihan Konseling Kesehatan dan Gizi Bagi Usia Lanjut Untuk Petugas PUSKESMAS. DinKes Propinsi Jawa Barat Kegiatan Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. DepKes. (2005). Pedoman pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. DepKes. (2008). Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular. Pusat Promosi Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. ______, (2008). Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan Dalam Pencapaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pusat Promosi Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. DepKes. (2009). Buku Pemantauan Kesehatan Pribadi Lanjut Usia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
DepKes. (2010). Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan. Pusat Promosi Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. ______. (2010). Pedoman pengelolaan Kegiatan Kesehatan di Kelompok Usia Lanjut. Edisi ke-II. Jakarta. Direktorat Kesehatan Keluarga. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. ______. (2010). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta. Direktorat Kesehatan Keluarga. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hensen, dan Putra. (2007). Hubungan Konsumsi Purin dengan Hiperurisemia pada suku bali di daerah Pariwisata pedesaan. Jurnal Penyakit dalam. Vol. 8. Nomor 1. Huber, D. (2000). Leadership And Nursing Care Management. Philadelphia: W.B. Saunders. Fatmah (2010). Gizi Usia Lanjut. Edisi I. Jakarta: Penerbit Erlangga. Fertman, Carl I. & Allenswoeth, Diane D. (2010). Health Promotion Programs From Theory to Practice. First Edition. San Francisco: Jossey-Bass. Format reference elektronik direkomendasikan oleh American Journal of Respiratory & Critical Care Medicine. (2009). Natural Insights. http://www.naturespharm.com, diperoleh 28 Maret 2011. Format reference elektronik direkomendasikan oleh American Dietetics Association’s Manual of Clinical Dietetics. (2000). Purine Restricted Diet (Gout). http://www.dialadietitian.org.com, diperoleh 28 Maret 2011. Haris K. Zakiah, Felisia M. Eldra, Miftahudi, et. al. (2005). Pengetahuan dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Mengenai Artritis Gout di Kelurahan Rawasari, Jakarta Pusat. Majalah Kedokteran Indonesia. Volum 55, Nomor 1. Hidayat, Rudy. (2009). Gout dan Hiperurisemia. Medicinus Scientific Journal of Pharmaceutical Development and Medical Application. Kodim, Nasrin. (2010). Faktor Risiko Kejadian Arthritis Gout pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. http://www.jurnalmedika.com/component/content/article/205-editorial/327faktor-risiko-kejadian-arthritis-gout-pada-pasien-rawat-jalan-di-rumah-sakit-drwahidin-sudirohusodo-makassar, diperoleh 11 Februari 2011.
Kozier e. al. (2004). Fundamentals of nursing : concepts, process and practice. (7th Ed.). Upper Saddle River: Pearson Education Inc.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Kurnia, Dewi. (2009). Solusi Tepat Brantas Asam Urat. Cetakan I. Yogjakarta: CV. Solusi Distribusi. Luk, Andrew J., & Simkin, Peter A. (2005). Epidemiology of Hyperuricemia and Gout. The American Journal of Managed Care. www.ajmc.com/media/pdf/A141_Epidemiology.pdf, diperoleh 06 April 2011. Mahan, L.K., & Escott, Stump, S., (2000). Krause’s food, nutrition and diet therapy. 10th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company. Muhammad As’adi. (2010). Waspadai Asam Urat. Cetakan I. Yogjakarta: DIVA Press. Mandle, Edelman. (2006). Health Promotion Throughout The Life Span. Sixth Edition. Missouri Mosby Elsevier. Maulana, Heri D.J. (2009). Promosi Kesehatan. Edisi I. Jakarta: EGC. Marquis, B.L. & Huston, C.J. (2006). Leadership role and management function in nursing : theory and application. Philadelphia: Lippincott. Mauk, Kristen L. (2010). Gerontological Nursing Competencies for Care. 2nd Ed. Canada: Jones and Bartlett Publishers. Miller, C.A. (2004). Nursing for wellness in older adults : Theory and Practice. (4th Ed.). Philadelphia: Lippincott Wiliams & Wilkins. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Pender, Nola J. (2002). Health Promotion in Nursing Practice. 4th Ed. New Jersey: Prentice Hall. Purwaningsih, Tinah. (2010). Faktor-faktor resiko hiperurisemia. Universitas DiponorogoSemarang.http://eprints.undip.ac.id/24334/1/TINAH_PURWANI NGSIH.pdf, diperoleh 11 Februari 2011. Potter, Patricia A. & Perry. Anne Griffin. (2003). Fundamental Of Nursing: Concepts, Process, and Practice. 4th Ed. Mosby. Price, S., & Wilson. (2003). Patofisiologi : konsep klinis proses proses penyakit. (6th Ed.). Jakarta: EGC. Rahmawati, Sita. (2010). Menu Sehat Asam Urat. Cetakan I. Yogjakarta: PT. Pustaka Insan Madani
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Ramayulis, Rita & Astuti, Trina. (2008). Menu dan Resep Untuk Penderita Asam Urat. Cetakan I. Jakarta: Penebar Plus. Smith, C.M., & Maurer, F.A. (1995). Community Health Nursing. Philadelphia: W.B. Saunders. Stanhope, Marcia & Lancaster, Jeanette. (2004). Community & Public health Nursing. Sixth Edition. Missouri: Mosby. Stanley, Mickey & beare, Patricia Gauntlett. (1999). Gerontologic Nursing: A Health Promotion/ Proctection Approach. 2nd Ed. Philadelphia, Pennsylvania: Davis Company. Supardi, Sampurno, Notoadmojo. (1998). Pengaruh Penyuluhan Obat Terhadap Peningkatan Perilaku Pengobatan Sendiri Yang Sesuai dengan Aturan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan Litbangkes. Sutaria, katbamma, and Underwood. (2006). Effectiveness of Interventions For The treatment Of Acute and Preventif of Recurrent Gout. Rheumatology. University of London. Stockslager, Jaime L. & schaeffer, Liz. (2003). Handbook of geriatric Nursing Care. 2nd Ed. Lippincott: Williams & Wilkins. Swanburg, R.C. (2000). Pengantar Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatant Untuk Perawat Klinis. Jakarta: EGC Ulliya, sarah. (2007). Pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Fleksinilitas Sendi Lutut pada Lansia Di Panti Wreda Wening. Media Ners. Vol. 1. No. 2. Utami, Wuri. (2009). Pengaruh Latihan ROM Aktif Terhadap Kemampuan Mobilisasi Pada Lansia Dengan Gangguan Muskuloskeletal Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 Ciracas. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 5. No.3. University of Pittsburgh Medical Center. (2003). http://www.upmc.com, diperoleh 28 Maret 2011.
Low
Purine
Diet.
Vannucchi, Peter. (2011). Understanding Diagnosing, and Treating Gout. Contunuing Education Medical. www.podiatrym.com. Diperoleh 06 April 2011. Wonngo, Djuhria. (2009). Kandungan Asam Urat Pada Ikan Cakalang. Pasific Journal. Vol.1(4):518-520. Zimmermann, Bernard. (2009). Hyperuricemia and Gout. Publication of The Rhode Island Medical Society. Hhtp://www.goodneighborall.com, diperoleh 04 April 2011.
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012
Modifikasi perilaku..., Fajar Susanti, FIK UI, 2012