UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK ASUHAN KEPERAWATAN MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN: KETIDAKBERDAYAAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PENGGUNAAN OPIAT DI RSKO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
SUSI PURWATI 0806323246
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI NERS ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2013
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK ASUHAN KEPERAWATAN MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN: KETIDAKBERDAYAAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PENGGUNAAN OPIAT DI RSKO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Keperawatan
SUSI PURWATI 0806323246
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI NERS ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2013 ii
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
iii
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
iv
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan tugas akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI). penulis menyadari bahwa, tanpa bimbingan, bantuan, dan saran dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tugas akhir ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: (1)
Ibu Ice Yulia Wardani, M.Kep., Sp.Kep.Jiwa selaku pembimbing akademik selama penulis praktik Pendidikan Ners di RSKO Jakarta, yang telah menyediakan waktu ditengah kesibukan dan jadwal yang padat. Terima Kasih banyak Bu;
(2)
Ibu Widya Lolita, S.Kp., M.Kep selaku pembimbing dari Lahan praktik di RSKO Jakarta yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan selama proses praktik di RS serta mengarahkan penulis dalam penyusunan tugas akhir ini, bertemu dengan Ibu penulis merasa menemukan sosok ibu ditanah perantauan selama menempuh pendidikan profesi Ners di RSKO Jakarta;
(3)
Ibu Dewi Sartika, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.Jiwa selaku pembimbing dari Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis selama praktik di RSKO Jakarta;
(4)
Ibu Novy Helena CD., MSc. selaku selaku pembimbing lahan praktik Pendidikan Profesi FIK UI di RSKO Jakarta;
(5)
Seluruh dosen dan karyawan FIK UI sebagai orang tua kedua di kampus yang banyak memberikan kemudahan dan pengarahan serta motivasi selama pendidikan Profesi Ners;
(6)
Seluruh residen di RSKO yang telah berbagi banyak pengalaman yang sulit penulis dapatkan ditempat lain, kalian adalah adalah orang-orang special. v
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Terkhusus untuk seseorang yang telah membagi pengalaman hidup bagaimana sulitnya berada dikondisi dan posisi seperti itu. Terima kasih pula untuk pemahaman atas jawaban yang penulis coba cari selama 14 tahun; (7)
Ayahanda tercinta Kamari dan ibunda tersayang Sariatik, kakakku Sriwahyuni, serta adikku Widya walaupun kalian jauh, dukungan dan semangat terus kalian alirkan untukku;
(8)
Adikku Ningsih yang selalu bersedia mendengarkan keluh dan kesah selama praktik di RSKO Jakarta;
(9)
Untuk seseorang yang telah memberikan support tanpa kenal lelah Rudi Susanto, S.ST. Semoga kesabaran itu benar tiada ujungnya;
(10) Sahabat-sahabatku yang berjuang bersama dalam canda, tawa, dan amarah yang kadang tidak bisa untuk diredam, yang menyatu dalam kegilaan kita selam praktik di RSKO, peace buat kita : Santi, Resti, Onya, Zume, Yuyun, Yunika, Cimoe, Erny, Pak Wahyu; (11) Pemerintah daerah Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan penulis untuk menempuh jenjang pendidikan profesi Ners di Universitas Indonesia melalui beasiswa daerah; (12) Seluruh karyawan RSKO Jakarta yang banyak membantu penulis selama praktik. Selain itu suasana praktik yang menyenangkan dan bersahabat membuat penulis menemukan keluarga kedua.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas semua kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan tugas akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Depok, Juli 2013
Penulis vi
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
vii
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Susi Purwati Program Studi/Jenjang : Ners Keperawatan/ Profesi Judul Tugas Akhir :Analisis Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Masalah Kesehatan Masyarakat Perkotaan: Ketidakberdayaan Pada Klien Dengan Gangguan Penggunaan Opiat di RSKO Jakarta
xiv + 59 halaman + 3 tabel + 4 Skema + 4 lampiran Modernisasi dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental pada masyarakat perkotaan. Perubahan gaya hidup modern mengarah pada perilaku kosmopolitan, menjadi faktor predisposisi peningkatan masalah mental pada masyarakat perkotaan, salah satunya adalah penggunaan NAPZA akibat peningkatan beban psikologis. Heroin merupakan salah satu obat psikoaktif jenis opiat semisintetik yang bersifat depresan, dipilih sebagai alternatif penyelesain masalah hingga seseorang mengalami kecanduan (adiksi). Respon ketidakberdayaan dapat menjadi efek yang timbul akibat ketergantungan zat. Karya ilmiah ini adalah analisis dari penerapan asuhan keperawatan akibat dari respon ketidakberdayaan yang dialami oleh klien dengan ketergantungan opiat khususnya Heroin yang sedang menjalani program perawatan detoksifikasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa intervensi asuhan keperawatan generalis menggunakan tehnik dereflection melalui metode FRAMES terbukti mampu menyelesaikan masalah ketidakberdayaan pada klien dibuktikan dengan peningkatan kemampuan self being dan Coping mecanism. Namun, keberhasilan untuk mempertahankan kondisi tersebut perlu support system baik dari orang terdekat, keluarga, maupun kelompok, termasuk kebutuhan akan terapi komunitas.
Kata kunci: Advice; Dereflection; Emphaty; Feedback; Heroin; Ketidakberdayaan; Menu; Responsibility; dan Self-Efficacy.
viii
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name Major Title
: Susi Purwati : Nursing Science : Analysis of Clinical Practice Problems of Urban Public Health Nursing: Powerlessness In Clients With Addiction of Opiates at Drug Adicttion Hospital Jakarta.
xii + 56 pages + 3 tabel + 4 skema + 4 attachments Modernization can be negative impact for mental health urban community. There are changes of modern lifestyle leads to cosmopolitan behavior, it’s can be predisposition factor to increase mental health problems in urban communities, one of which is drugs abuse cause increased psychological burden. Heroin is a semisynthetic opiate psychoactive drugs that are depressants, chosen as an alternative finishly of problems to a person experiencing become addiction. Response powerlessness can be caused by the effects addiction of substance. This scientific paper is the application of analysis nursing intervention to the response of powerlessness by clients with addiction of opiate especially Heroin in hospitalisation detox program. The analysis showed that generalist nursing interventions using techniques dereflection through FRAMES method proved capable of resolving the problem of powerlessness to client, it’s look an increase in the ability of self-being and coping mecanism. However, the success of these conditions need to maintain a good support system like from people nearby, families, and groups, and including need for community teraphy. Keywords: Advice; Dereflection; Emphaty; Feedback; Heroin; Powerlessness; Menu; Responsibility, and Self-Efficacy.
ix
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................. LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS............................................................. LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................ KATA PENGANTAR................................................................................................. LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH................................... ABSTRAK.................................................................................................................. ABSTRACT............................................................................................................... DAFTAR ISI............................................................................................................... DAFTAR TABEL....................................................................................................... DAFTAR SKEMA..................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................
ii iii iv v vii viii ix x xii xiii xiv
1. PENDAHULUAN.................................................................................................. 1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................... 1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................
1 1 5 6 7
2. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................... 2.1 Opiat............................................................................................................. 2.1.1 Dampak Penyalahgunaan Opiat............................................................. 2.1.2 Terapi Subtitusi Opiat............................................................................ 2.2 Rentang Respon Penggunaan Zat................................................................ 2.3 Ketidakberdayaan........................................................................... 2.3.1 Pengertian Ketidakberdayaan................................................................ 2.3.2 Penyebab Ketidakberdayaan.................................................................. 2.3.3 Batasan Karakteristik Klien Dengan Ketidakberdayaan....................... 2.3.4 Proses Terjadinya Masalah..................................................................... 2.3.5 Intervensi Keperawatan Diagnosa Ketidakberdayaan...........................
8 9 10 13 14 15 15 15 16 16 25
3. ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................ 3.1 Gambaran Kasus............................................................................................. 3.2 Analisa Data................................................................................................... 3.3 Proses Terjadinya Masalah Ketidakberdayaan Pada Klien............................ 3.4 Pohon Masalah............................................................................................... 3.5 Prioritas Diagnosa Keperawatan.................................................................... 3.6 Inplementasi Asuhan Keperawatan................................................................ 3.7 Evaluasi Hasil Asuhan Keperawatan..............................................................
28 29 31 34 34 34 34 38
4. PEMBAHASAN................................................................................................... 4.1 Profil Lahan Praktik........................................................................................ 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait Keperawatan
40 40
x
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) & Konsep Kasus Terkait............ 4.3 Analisis Intervensi Keperawatan & Penelitian............................................... 4.4 Analisis Penyelesaian Masalah.......................................................................
41 45 51
5. PENUTUP............................................................................................................ 5.1 Kesimpulan.................................................................................................... 5.2 Saran..............................................................................................................
54 54 55
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... LAMPIRAN
58
xi
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel
3.1
Analisa data: Koping individu tidak efektif...............................
31
Tabel
3.2
Analisa data: Ketidakberdayaan.................................................
32
Tabel
3.3
Analisa data: Gangguan Pola tidur, Nyeri, & Kurang Pengetahuan................................................................................
xii
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
33
Universitas Indonesia
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1
Riwayat Awal Penggunaan NAPZA.......................................... 29
Skema 3.2
Pohon Masalah..........................................................................
34
Skema 3.3
Discharge Planning Intervensi Klien........................................
38
Skema 3.4
Skema Perkembangan Hasil Asuhan Keperawatan...................
39
xiii
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Pengkajian
Lampiran 2
Proses Terjadinya Masalah Ketidakberdayaan Pada Klien
Lampiran 3
Catatan Perkembangan Asuhan Keperawatan
Lampiran 4
Curiculum Vitae Penulis
xiv
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kondisi kehidupan di era modern semakin kompleks. Proses modernisasi sampai saat ini masih tampak dimonopoli oleh masyarakat perkotaan (urban community), terutama di kota-kota negara yang sedang berkembang, seperti halnya di Indonesia. Modernisasi sebagai proses perubahan sosial tidak dapat dihindari oleh masyarakat manapun, khususnya masyarakat perkotaan. Modernisasi memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya, masyarakat memiliki teknologi modern sehingga dapat mensejahterakan kehidupan manusia. Sementara dampak negatif dari modernisasi antara lain, dikarenakan perubahan yang cepat, maka tidak setiap orang dapat mengikuti perubahan sosial tersebut. Akibatnya meningkatkan beban psikologis, sosiologis, maupun beban ekonomi (Soeroso, 2008). Peningkatan beban psikologis yang menjadi salah satu prevelensi peningkatan masalah kesehatan mental pada masyarakat urban akibat modernisasi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan rata-rata nasional gangguan mental emosional yang dimulai dengan perasaan cemas dan depresi adalah 11.6% atau sekitar 19 juta penduduk dan itu terjadi pada penduduk mulai usia 15 tahun. Gangguan kesehatan mental dapat mengarahkan seseorang untuk untuk beralih pada perilaku menyimpang seperti merokok, alkohol, tawuran, seks bebas bahkan penyalahgunaan NAPZA (Widianti, 2007). Remaja menjadi bagian dari kelompok usia yang rentan untuk mengalami gangguan kesehatan mental. Tren perilaku individu juga mengarah pada pola perilaku yang menuntut tingginya mobilitas, sehingga meningkatkan risiko peningkatan beban hidup, yang juga akan berpengaruh terhadap kesehatan mental individu akibat stres. Stres terhadap berbagai tuntutan baik itu dari diri sendiri maupun lingkungan. Peningkatan beban hidup yang meningkatkan stres, menjadi lebih labil dan mudah untuk beralih pada 1
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
perilaku menyimpang. Perilaku pengggunaan narkoba atau obat psikoaktif lainnya merupakan gejala yang merebak di daerah perkotaan. Hal tersebut sesuai dengan hasil riset Badan Narkotika Nasional (BNN, 2012) tentang tingginya kebutuhan pelayanan kesehatan dibidang NAPZA di wilayah urban. Meluasnya penggunaan narkoba dapat disebabkan oleh modernisasi akibat perubahan gaya hidup modern, ketidakmampuan untuk mengahadapi kenyataan hidup, atau dicetuskan oleh kurangnya kontrol keluarga terhadap anggota keluarga. NAPZA dianggap sebagai suatu media yang mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi (Kemenkes, 2010).
Data dari United Nations Office on Drugs and Crime
(UNODC) tahun 2011 diperoleh bahwa 31 persen remaja yang minum alkohol mengaku stres dan memiliki Attention-Deficit Disorder (ADD) karena jarang diperhatikan oleh orang tua, akibat kesibukan orang tua. Stresor kehidupan semakin meningkat. Individu diharuskan untuk menghadapi stresor tersebut dengan kemampuan koping yang dimiliki. Ketika terjadi ketidakadekuatan koping yang adaptif, maka dapat mengarah pada perilaku yang menyimpang (Widianti, 2007). Keperawatan merupakan ilmu yang memberikan fokus perhatian utama terhadap kondisi homeostasis individu dalam kondisi seimbang. Hal tersebut diperkuat oleh tokoh keperawatan sepanjang waktu Florence Nigtingale yang menyatakan tujuan keperawatan adalah untuk dapat menempatkan klien dalam kondisi yang paling baik (Smeltzer & Bare, 2005). Tujuan tersebut sesuai dengan pedoman keperawatan sebagai ilmu yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia, sebagai upaya untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Individu yang merupakan bagian dari sasaran integrasi pelayanan keperawatan,
menjadi rentan untuk mengalami ketidakseimbangan
homeostasis akibat stres, baik itu berasal dari pekerjaan maupun berasal dari kehidupan pribadi. Stres merupakan salah satu reaksi atau respon psikologis manusia saat dihadapkan pada hal-hal yang dirasa telah
melampaui batas atau dianggap sulit untuk
dihadapi. Seseorang yang mengalami stres dapat berdampak positif atau negatif (Agolla & Ongori, 2009). Beban stres yang dirasa terlalu berat dapat memicu gangguan memori, konsentrasi, penurunan kemampuan penyelesaian masalah Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
3
(Goff. A.M., 2011). Tuntutan internal maupun eksternal dari kehidupan seseorang dapat memberi tekanan yang melampaui batas. Ketika hal tersebut terjadi, maka overload tersebut akan mengakibatkan terjadinya distres, dalam bentuk kelelahan fisik atau mental, daya tahan tubuh menurun, dan emosi yang mudah meledakledak. Beban stres yang dirasa berat dapat memicu seseorang merespon dengan mekanisme koping yang tidak adaptif, yang mengarah pada perilaku negatif, seperti merokok, alkohol, tawuran, seks bebas bahkan penyalahgunaan NAPZA (Widianti, 2007). Koping individu tidak efektif didefinisikan sebagai kerusakan perilaku adaptif dan kemampuan menyelesaikan masalah seseorang dalam menghadapi tuntutan peran dalam kehidupan (Townsend, 2010). Koping yang tidak efektif dapat mengarahkan kepada suatu kondisi ketidakberdayaan. Ketika individu terus mencoba menggunakan berbagai sumber koping yang dimiliki dan dapat ia digunakan, Tetapi tidak menghasilkan suatu hasil yang mengarah kepada tujuan penggunaan koping. Maka, dapat berakibat pada kelelahan menggunakan sumber adaptasi, sehingga menempatkan individu dalam kondisi ketidakberdayaan. Pada ketidakberdayaan, klien mungkin mengetahui solusi terhadap masalahnya, tetapi percaya bahwa hal tersebut di luar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut. Jika ketidakberdayaan
berlangsung
lama,
dapat
mengarah
ke
keputusasaan.
Pendekatan klien dengan kondisi ketidakberdayaan memerlukan intervesi psikososial dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien menghadapi setiap masalah (Coping mecanism) (Kemenkes RI, 2010). Pada klien gangguan penggunaan NAPZA, Intervensi psikososial dapat diberikan pada setiap tahapan terapi baik dalam keadaan intoksifikasi maupun saat fase rehabilitasi yang disesuaikan dengan kondisi pasien khususnya pasien dengan kesadaran penuh. Klien dengan gangguan penggunaan NAPZA yang sedang berada dalam terapi intoksifikasi maupun rehabilitasi yang sudah sering bolakbalik
ke
pelayanan
akibat
relapse
berisiko
tinggi
untuk
mengalami
ketidakberdayaan dan dapat berakhir pada keputusasaan. Atau bahkan mereka masuk
kedalam
program
intoksifikasi
maupun
rehabilitasi
akibat
ketidakberdayaan dalam melawan keinginan ataupun kondisi penuh tekanan untuk Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
4
kembali menggunakan NAPZA. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke kondisi yang bebas dari NAPZA dengan program terapi yang membingungkan dan membutuhkan waktu yang lama. Hasil wawancara dengan salah satu klien yang mampu bebas dari NAPZA selama 2 tahun, kemudian kembali relapse mengatakan bahwa dirinya ingin berhenti dan kembali hidup normal. Namun, tidak bisa menjamin bahwa Ia mampu melawan keinginan untuk kembali menggunakan NAPZA ketika kembali ke masyarakat. Walaupun Ia tahu bahwa untuk dapat hidup kembali normal Ia harus berhenti menjadi seorang pecandu. Klien mengatakan ia tahu apa yang harus dilakukan supaya tetap bebas dari NAPZA, namun tidak berdaya melawan tekanan atau keinginan untuk kembali menggunakan NAPZA. Penulis tertarik untuk melakukan intervensi keperawatan pada klien dengan gangguan penggunaan NAPZA, khususnya jenis opiat yaitu heroin dengan diagnosis keperawatan ketidakberdayaan di Rumah Sakit Ketergangungan Obat (RSKO) Jakarta. RSKO Jakarta adalah rumah sakit dengan pelayanan utama dibidang NAPZA yang memiliki visi sebagai pusat layanan dan kajian nasional maupun regional dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat. Visi tersebut dicapai dengan cara melaksanakan upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif bagi masyarakat umum dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat dan penyakit terkait serta memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum; Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga profesi serta masyarakat umum serta penelitian dan pengembangan dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat. RSKO dilengkapi dengan Instalasi rawat inap yang terdiri dari 3 unit yaitu High Care Unit (HCU), Ruang Komplikasi
Medik (detoksifikasi), & Ruang
Rehabilitasi. High Care Unit (HCU) diberi nama ruangan Bidadari, untuk rawat inap bagi pasien yang mengalami gangguan/masalah fisik yang bersifat akut dan kronis. Sedangkan ruang detoksifikasi diberi nama ruangan Medic Psikiatrik Evaluation (MPE) diperuntukkan bagi pasien yang mengalami gejala putus zat akut atau sedang dalam masa withdrawal NAPZA. Sedangkan ruang Rehabilitasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
5
di peruntukkan bagi pasien yang sedang dalam masa pemulihan setelah selesai dari rawat inap di ruang MPE, untuk proses recovery klien. Penulis melakukan asuhan keperawatan terhadap salah satu klien yang sedang menjalani program intoksifikasi di Ruang Medik Psikiatri Evaluatin (MPE) RSKO Jakarta. Asuhan keperawatan yang dilakukan penulis dilaksanakan dari tanggal 13 Mei 2013 sampai 20 Juni 2013. Adapun judul yang penulis angkat adalah “Analisis Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Masalah Kesehatan Masyarakat Perkotaan: Ketidakberdayaan Pada Klien Dengan Gangguan Penggunaan Opiat di RSKO Jakarta”. Penulis mencoba melakukan pendekatan psikososial dengan memandang individu secara utuh dan unik. Pendekatan intervensi keperawatan berfokus pada pemberian asuhan keperawatan secara bio, psiko, sosio, dan spiritual untuk meningkatkan self being dari individu berdasarkan evidence base dan lebih diarahkan kepada peningkatan kemampuan Coping mecanism.
1.2 Rumusan Masalah Kondisi kehidupan di era modern semakin kompleks, arus modernisasi tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga dampak negatif terhadap kesehatan mental pada masyarakat perkotaan. Sifat individualisme yang semakin tinggi, perubahan gaya hidup mengarah pada perilaku kosmopolitan, menjadi faktor predisposisi yang mengarahkan masyarakat perkotaan rentan untuk mengalami masalah perilaku menyimpang salah satunya adalah penggunaan NAPZA. Peningkatan masalah perilaku menyimpang cenderung tinggi di wilayah perkotaan khususnya gangguan perilaku berupa penggunaan NAPZA. Penggunaan NAPZA disebut sebagai gangguan perilaku karena penggunaan zat tidak akan menyelesaikan masalah, sehingga termasuk dalam penggunaan koping maladaptif. Ketika individu mulai menyadari bahwa penggunaan NAPZA lebih berdampak buruk terhadap kondisi kehidupannya, Seseorang mungkin atau bahkan dapat dipastikan memiliki keinginan untuk berhenti menggunakan. Namun, komorbiditas ke organ otak, yang mempengaruhi kondisi perilaku secara psikologis tidak mampu untuk dihilangkan. Akibatnya individu riwayat pengguna Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
6
NAPZA khususnya jenis opiat berada dalam kondisi tidak berdaya. Oleh karena itu timbul beberapa pertanyaan dari penulis, antara lain sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimana riwayat penggunaan NAPZA pada klien yang merupakan bagian dari
individu
di dalam masyarakat
perkotaan,
sehingga
mengakibatkan klien mengalami kecanduan? 1.2.2 Bagaimana pengaruh dan pengetahuan klien tentang akibat penggunaan NAPZA tersebut khususnya terhadap konsep diri klien? 1.2.3 Bagaimana penerapan asuhan keperawatan (pengkajian sampai dengan evaluasi) yang tepat untuk klien yang mengalami ketidakberdayaan dalam melawan adiksinya tersebut?
1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mendapatkan gambaran dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan
gangguan
penggunaan
opiat
yang
mengalami
ketidakberdayaan secara komprehensif melalui pendekatan bio, psiko, sosio, dan spiritual berdasarkan evidence base. Sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan penulis dalam memberikan asuhan
keperawatan
klien
dengan
diagnosis
keperawatan
ketidakberdayaan khususnya pada klien dengan gangguan penggunaan opiat. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah ini adalah agar: 1.3.2.1 Memperoleh gambaran tentang pengkajian pada klien dengan gangguan penggunaan NAPZA 1.3.2.2 Dapat menyusun analisa data dan mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan penggunaan opiat 1.3.2.3 Dapat menyusun rencana tindakan pada klien dengan gangguan penggunaan opiat khususnya yang mengalami ketidakberdayaan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
7
1.3.2.4 Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien yang mengalami ketidakberdayaan dengan gangguan penggunaan opiat berdasarkan evidence base. 1.3.2.5 Dapat mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan penggunaan opiat berdasarkan evidence base. 1.3.2.6 Mampu mengidentifikasi adanya kesenjangan antara teori dan kasus dengan justifikasi yang rasional dan ilmiah. 1.3.2.7 Mampu mengidentifikasi masalah penunjang dan penghambat serta alternatif penyelesaian dalam memberikan asuhan keperawatan pada setiap langkah proses keperawatan baik individu atau keluarga.
1.4 Manfaat Penulisan Karya Ilmiah ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi institusi pendidikan maupun praktisi di bidang pelayanan kesehatan mengenai pengelolaan terhadap klien NAPZA yang mengalami ketidakberdayaan. Namun, yang penting untuk diperhatikan adalah walaupun klien memiliki diagnosa yang sama, tetapi klien dengan riwayat penggunaan NAPZA adalah unik. Tidak satu jenis terapi yang dapat berlaku untuk semua dan sama efektifnya terhadap semua klien. Oleh karena telaah lanjutan untuk menentukan standar tetap pola asuhan keperawatan pada klien NAPZA perlu untuk ditindak lanjuti. Kemampuan modifikasi dalam melakukan asuhan keperawatan menjadi penting untuk dilakukan, karena tidak semua jenis terapi sama efektifnya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
BAB 2 STUDI KEPUSTAKAAN
Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator rendahnya tingkat kesehatan jiwa masyarakat, Khususnya yang berkaitan dengan karakteristik kehidupan di perkotaan (urban mental health) telah mengalami peningkatan yang cukup masif beberapa waktu belakangan ini. Kondisi kehidupan di era modern semakin kompleks. Modernisasi sebagai proses perubahan sosial tidak dapat dihindari oleh masyarakat manapun, khususnya masyarakat perkotaan. Modernisasi memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya, masyarakat memiliki teknologi modern sehingga dapat mensejahterkan kehidupan manusia. Manusia dapat menikmati kemudahan dari teknologi yang berkembang. Sementara dampak negatif dari modernisasi adalah dikarenakan perubahan yang cepat, Maka tidak setiap orang dapat mengikuti perubahan tersebut. Akibatnya meningkatkan beban psikologis, sosiologis, maupun beban ekonomi (Soeroso, 2008). Peningkatan beban psikologis yang menjadi salah satu prevelensi peningkatan masalah kesehatan mental pada masyarakat urban akibat peningkatan beban hidup. Peningkatan beban hidup meningkatkan kejadian stres yang berakibat pada kesehatan fisik dan mental individu. Setiap orang pasti pernah mengalami stres. Stres menjadi hal yang tak terpisahkan sepanjang kehidupan. Kondisi stres dapat mempengaruhi seluruh dimensi manusia secara utuh, namun juga spesifik dan berbeda dari setiap individu. Kemampuan untuk berespon terhadap stresor disebut sebagai koping. Kemampuan koping sangat menentukan apakah koping yang digunakan adaptif atau tidak. Ketika koping yang digunakan secara terus-menerus mengalami kegagalan untuk menyelesaikan masalah atau stresor yang dihadapi dapat mengarahkan individu pada kondisi ketidakberdayaan.
Ketidakberdayaan
merupakan suatu kondisi dimana seorang individu secara kognitif mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan atau mengahadapi stresor kehidupan yang dihadapi. Namun, seseorang yang mengalami ketidakberdayaan tidak yakin 8
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
9
bahwa apa yang dilakukan dapat atau mampu mempengaruhi tujuan yang akan dicapai. 2.1 Opiat Opiat merupakan salah satu psikotropika yang bersifat depresan. Opiat sendiri terbagi menjadi tiga golongan yaitu: Opiat alamiah terdiri dari: Morfin, Cpium, dan Kodein. Sedangkan golongan semisintetik terdiri dari: Heroin dan Hidromorfin. Golongan sintetik terdiri dari: Meridin, Propoksipen, dan Metadon. Heroin yang merupakan golongan opioda semisintetik dibuat dari getah buah Poppy yang memiliki kekuatan 400 kali lebih kuat dari Morfin (Kemenkes, 2010) yang dijual dalam bentuk bubuk putih atau coklat. Heroin lebih dikenal dengan nama Putaw, Ptw, Etep, Pete, H, Junk, dan Skag. Beberapa jenis opiat digunakan sebagai bagian dari terapi medik seperti Kodein dan Metadon. Kodein digunakan sebagai bagian dari terapi untuk klien yang sedang dalam masa withdrawal yang sedang menjalani perawatan intoksifikasi. Sedangkan Metadon digunakan sebagai terapi subtitusi opiat penggunaan jangka panjang. Heroin digunakan dengan 2 cara yaitu: disuntik dan dihisap. Efek yang diinginkan adalah sebagai: anagelsia, euforia, sedasi, dan mengantuk. Namun, Karena sifatnya depresan sehingga lebih dominan digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan efek penenang. Efek samping yang ditimbulkan jika tidak sesuai dengan dosis dan toleransi tubuh dapat mengakibatkan depresi pernafasan. Oleh karena itu, Pengaturan dosis yang tepat menjadi penting dalam penggunaannya di bidang kesehatan. Penggunaan heroin secara terus-menerus berkesinambungan mendorong terjadinya toleransi dan ketergantungan. Dosis yang terus meningkat membuat penggunanya masuk dalam overdosis, Meskipun overdosis juga merupakan dorongan dari keinginan bunuh diri (Kemenkes, 2010). Jika pengguna dengan ketergantungan
mengurangi
atau
menghentikan
penggunaannya
akan
mengalami gejala putus zat yakni gelisah, rasa nyeri otot dan tulang, diare, muntah, dan merinding (Kemenkes, 2010). Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
10
2.1.1 Dampak Penyalahgunaan Opiat Dampak penyalahgunaan NAPZA sangat luas, tidak saja terhadap kesehatan fisik dan mental. Akan tetapi juga berdampak terhadap ketenangan kehidupan dalam keluarga, meresahkan masyarakat, dan terjadinya pelanggaran hukum. Namun dalam tulisan karya ilmiah ini akan dihabas secara spesifik dampak jenis opiat khususnya Heroin terhadap kesehatan fisik, mental, dan sosial. Heroin atau putaw bersifat depresan, Sehingga menimbulkan efek kesadaran menurun dan timbul kantuk. Sel otak terdiri dari berbagai macam zat kimia yang disebut neurotransmitter. Zat kimia ini bekerja pada sambungan sel saraf yang satu dengan sel saraf lainnya (sinaps). Beberapa di antara neurotransmitter itu memiliki efek yang hampir sama dengan narkotika
jika di ekskresikan. Semua zat
psikoaktif (narkotika,
psikotropika dan bahan adiktif lain) dapat mengubah perilaku, perasaan dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap salah satu atau beberapa neurotransmitter. Neurotransmitter yang paling berperan dalam terjadinya ketergantungan adalah dopamin dan serotonin. Bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan adalah sistem limbus (Ellen, 2004). Hipotalamus adalah bagian dari sistem limbus, sebagai pusat kenikmatan. Jika zat masuk ke dalam tubuh, dengan cara ditelan, dihirup, atau disuntikkan, maka zat tersebut mengubah susunan biokimiawi neurotransmitter pada sistem limbus. Karena ada asupan zat dari luar, produksi dalam tubuh terhenti atau terganggu, sehingga ia akan selalu membutuhkan zat dari luar. Otak akan merekamnya sebagai sesuatu yang harus dicari sebagai prioritas sebab menyenangkan. Akibatnya otak membuat program salah seolah-olah orang itu
memerlukannya
sebagai
kebutuhan
pokok,
Sehingga
terjadi
ketergantungan. Hal tersebut menjadi faktor predisposisi timbulnya perilaku obsesif kompulsif (Obsesive Convulsif Disorder). Perilaku obsesif kompulsif (Obsesive Convulsif Disorder) merupakan bentuk manifestasi dari kecemasan yang berulang-ulang (Ellen, 2004). Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
11
Obsesif mungkin merupakan bagian dari perilaku yang berpotensial membahayakan individu yang terserang dan merupakan bagian dari penyakit psikobiologis yang dapat disebabkan oleh penggunaan jangka panjang dari Heroin. Penyakit psikobilogis adalah suatu kondisi dimana terjadi ketidaknormalan pada otak yang berhubungan dengan perubahan terhadap fungsi kognitif, persepsi, emosi, perilaku, dan sosialisasi (Ellen, 2004). Dimana pada klien dengan perilaku obsesif komvulsif terjadi perubahan pada neurotransmitter norepineprine di sistem limbus. Mekanisme biokimia lainnya yang turut berkontribusi terhadap perilaku obsesif kompulsif adalah kerusakan pada sistem regulasi dari asam gamma-aminobutyric (GABA). Karena jenis neurotransmiter tersebut tidak dapat bekerja tanpa di buffer terlebih dahulu oleh norepineprine (Ellen, 2004). Kemungkinan lainnya berhubungan dengan terjadinya penurunan jumlah serotonin yang dapat dieksresikan oleh tubuh secara normal tanpa bantuan penggunaan zat (heroin) kembali. Hal tersebut menjadi penyebab seseorang yang telah menggunakan Heroin dalam jangka panjang akan sangat sulit untuk melepas keinginannya untuk menggunakan kembali akibat kekacauan pada sistem neurotransmitter di otak. Sehingga menimbulkan perilaku obsesif kompulsif yang sulit dihentikan. Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa beberapa klien yang mengalami perilaku obsesif komvulsif dapat berkembang menjadi kecemasan yang sangat berat dan berakhir dengan depresi. Sehingga membutuhkan farmakoterapi berupa obat-obatan antidepresi dalam proses perawatan ataupun rehabilitasi termasuk kebutuhan terapi kognitif dan psikologis (Ellen, 2004). Akibat
penyalahgunaan Heroin yang berkepanjangan
juga dapat
mengakibatkan perubahan pada pola tidur bahkan jatuh pada kondisi insomnia berat (Kemenkes RI, 2011). Namun, ketika seseorang kembali menggunakan Heroin, Karena sifatnya depresan maka akan mudah menimbulkan kantuk yang sangat dalam, Sehingga seseorang menjadi lebih tenang dan jatuh tertidur. Ketika seseorang
yang sudah
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
12
ketergantungan dan berhenti menggunakan jenis opiat contohnya Putaw/Heroin, maka akan menimbulkan gejala putus zat berupa nyeri pada anggota tubuh, insomnia berat, dan gelisah. Pada kondisi demikian seseorang akan merasakan craving untuk menggunakan kembali. Kondisi insomnia berat dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perubahan emosi, yang akan mempengaruhi perubahan pola perilaku individu. Individu menjadi sulit berkonsentrasi, emosi menjadi labil, dan berisiko melakukan tindakan perilaku kekerasan. Hal tersebut berkontribusi terhadap timbulnya masalah-masalah sosial. Komplikasi medik akibat penyalahgunaan opiat sangat bergantung pada jumlah yang dipakai, cara memakai, lama memakai dan zat pencampur yang digunakan (Depkes RI, 2006). Pada jenis Heroin sering dilakukan pencampuran dengan menggunakan bahan-bahan seperti: tepung, gula, kina, bahkan tawas. Heroin sendiri digunakan dengan cara disuntikkan melalui pembuluh darah vena dan dapat pula dengan cara di hisap dengan cara dibakar terlebih dahulu dengan menggunakan kertas timah atau alat bong. Komplikasi tersering akibat penggunaan Heroin dapat berasal dari zat yaitu akibat adanya campuran zat yang tidak larut dalam air, apabila masuk ke dalam aliran pembuluh darah dapat mengakibatkan terbentuknya emboli, yang dapat berakibat lanjut berupa henti jantung akibat sumbatan di arteri koroner secara tiba-tiba. Komplikasi medik akibat penggunaan Heroin dengan cara disuntikkan dapat menyebabkan Hepatitis B atau C, Infeksi HIV/AIDS, Endokarditis (Infeksi jantung), dan Infeksi darah (Septimia) (Depkes RI, 2006). Penggunaa jarum suntik yang tidak steril maupun bergantian menjadi resiko tinggi penyebab komplikasi ke arah penyakit tersebut (Kemenkes RI, 2011). Komplikasi tersebut memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap tingginya angka kematian pada penyalahgunaan Heroin. Efek samping lainnya akibat putus zat Heroin juga berpengaruh terhadap sistem gastrointestinal, Endokrin, dan Sistem integumen (Kemenkes, 2010). Pada sistem gastrointestinal menimbulkan efek berupa: mual dan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
13
muntah, sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Penurunan motilis usus yang berakibat pada konstipasi, sehingga perlu dipikirkan kebutuhan terapi peningkatan aktivitas atau farmakoterapi. Sistem endokrin pada laki-laki menstimulasi penurunan kadar testosteron, sehingga terjadi penurunan libido. Sedangkan pada hormon anti diuretik (ADH) cenderung mengalami peningkatan, sehingga resiko untuk terjadi hipotensi menjadi potensial akibat peningkatan pengeluaran cairan dari dalam tubuh yang berakibat pada penurunan preload, dan berakhir dengan penurunan jumlah volume sekuncup pada jantung. Peningkatan hormon ADH juga berpengaruh terhadap integritas kulit yang menurun, Jika kebutuhan peningkatan cairan tubuh tidak terpenuhi, timbul gejala berupa: kekeringan pada area mulut, mata, dan kulit. Pemantauan tanda-tanda vital menjadi penting dan perhatian utama khususnya pada klien dalam masa intoksifikasi. 2.1.2 Terapi Subtitusi Opiat Upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA melalui 3 pilar yaitu reduksi suplai, reduksi permintaan dan pengurangan dampak buruk (harm reduction) (Kemenkes, 2010). Salah satu komponen dari pengurangan dampak buruk adalah program terapi substitusi yang diantaranya adalah Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) dan Program terapi rumatan Suboxone. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko terkait penyakit infeksi (HIV/AIDS dan Hepatitis) memperbaiki kesehatan fisik dan psikologis, mengurangi perilaku kriminal, serta memperbaiki fungsi sosial pasien. Terapi subtitusi dijalankan apabila kebutuhan terapi rehabilitasi, setelah proses intoksifikasi pada klien dianggap tidak cukup membantu atau tidak mungkin diterapkan untuk klien. Sehingga, klien diarahkan untuk menggunakan terapi rumatan atau subtitusi. Karena sifatnya yang dapat dibawa pulang (take home use) seperti obat-obat lainnya untuk kondisi medis tertentu. Metadon dipilih sebagai terapi utama substitusi karena memiliki efek menyerupai morfin dan kokain dengan masa kerja yang lebih panjang sehingga dapat diberikan satu kali sehari dan penggunaannya dengan cara Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
14
diminum. Efek yang ditimbulkan metadon mirip dengan yang ditimbulkan heroin, sifat ketergantungannya tidak seburuk heroin dan gejala putus obatnya tidak seberat heroin (Bani, 2008). Jadi, Metadon merupakan jenis full opioid agonist, karena efek yang ditimbulkan sama dengan heroin. Suboxone adalah terapi subtitusi jenis opiat yang memiliki komposisi dasarnya adalah Buprenorphine. Karena Buprenorphine adalah partial opioid agonist, mengurangi dampak yang dihasilkan oleh full opioid agonist, seperti Heroin. Suboxone juga mengandung Naloxone sejenis opioid antagonist, Sehingga mengurangi resiko penggunaan melalui pembuluh darah dengan cara penyuntikkan. Karena sifat Suboxone yang tidak larut dalam air. Suboxone digunakan dengan cara diletakkan dibawah lidah (Sublingual). Suboxone digunakan dengan dosis yang tepat berguna untuk mengurangi rasa sakit dari pemakain opiat dan membantu pasien tetap diperawatan/kepatuhan. Dengan cara menekan gejala putus zat dari opiat dan mengurangi rasa sugesti ke opiat. 2.2 Rentang Respon Penggunaan Zat Rentang respon gangguan penggunaan zat ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai berat. Indikator ini berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh pengguna zat (Yosep, 2007 dalam Kemenkes, 2010). Ketergantungan (adiksi) adalah suatu pola maladaptif dari penggunaan zat, menimbulkan hendaya atau kesukaran yang berarti secara klinis, seperti timbulnya toleransi gejala putus zat, sulit untuk menghentikan penggunaan, hambatan pada dunia pekerjaan atau akademik (Kemenkes, 2011).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
15
2.3 Ketidakberdayaan Gangguan penggunaan NAPZA merupakan masalah bio-psiko-sosio-kultural yang kompleks, ditandai dengan penggunaan yang intensif, disertai pula dengan perasaan nagih yang kuat yang seringkali sulit dikontrol dan menggiring penggunannya semaksimal mungkin untuk memperolehnya kembali, tidak peduli apapun risiko yang harus dihadapinya yang menempatkan individu tersebut pada kondisi ketidakberdyaan. Berikut akan dibahas mengenai respon ketidakberdayaan terhadap suatu kondisi atau situasi termasuk pada gangguan perilaku berupa penggunaan NAPZA.
2.3.1 Pengertian Ketidakberdayaan Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit mengendalikan situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang akan terjadi (NANDA, 2011). Menurut Wilkinson (2007) ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang penggendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja terjadi. Sedangkan menurut Carpenito-Moyet (2007) ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorang individu atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu.
2.3.2 Penyebab Ketidakberdayaan Ketidakberdayaan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, ketidak adekuatan koping sebelumnya (seperti : depresi), serta kurangnya kesempatan untuk membuat keputusan (Carpenito, 2009). Faktor terkait ketidakberdayaan menurut Doenges, Townsend, M, (2008) yaitu: 1) Kesehatan lingkungan: hilangnya privasi, milik pribadi dan kontrol terhadap terapi. 2) Hubungan interpersonal: penyalahgunaan kekuasaan, hubungan yang kasar. 3) Penyakit yang berhubungan dengan rejimen:
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
16
penyakit kronis atau yang melemahkan kondisi. 4) Gaya hidup ketidakberdayaan: mengulangi kegagalan dan ketergantungan.
2.3.3 Batasan Karakteristik Klien Dengan Ketidakberdayaan Menurut NANDA (2011) dan Wilkinson (2007) ketidakberdayaan yang dialami klien dapat terdiri dari tiga tingkatan antara lain: 2.3.3.1 Rendah Klien mengungkapakan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat energi dan bersikap pasif. 2.3.3.2 Sedang Klien mengalami ketergantungan pada orang lain yang dapat mengakibatkan ititabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah. Klien tidak melakukan praktik perawatan diri ketika ditantang. Klien
tidak
ikut
memantau
kemajuan
pengobatan.
Klien
menunjukkan ekspresi ketidakpuasan terhadap ketidakmampuan melakukan aktivitas atau tugas sebelumnya. Klien menujukkan ekspresi keraguan tentang performa peran. 2.3.3.3 Berat Klien menunjukkan sikap apatis, depresi terhadap perburukan fisik yang terjadi dengan mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan dan menyatakan tidak memiliki kendali (terhadap perawatan diri, situasi, dan hasil). Pada klien NAPZA biasanya klien cenderung jatuh pada kondisi ketidakberdayaan berat
karena
tidak
memepngaruhinya
memiliki untuk
kendali
atas
menggunakan
situasi
yang
NAPZA
atau
ketidakmampuan mempertahankan situasi bebas NAPZA.
2.3.4 Proses Terjadinya Masalah Kebanyakan
individu
secara
subyektif
mengalami
perasaan
ketidakberdayaan dalam berbagai tingkat dalam bermacam-macam situasi. Individu sering menunjukkan respon apatis, marah atau depresi terhadap kehilangan kontrol (Carpenito-Moyet, 2007). Pada ketidakberdayaan, Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
17
klien mungkin mengetahui solusi terhadap masalahnya, tetapi percaya bahwa hal tersebut di luar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut. Jika ketidakberdayaan berlangsung lama, dapat mengarah ke keputusasaan. Perawat harus hati-hati untuk mendiagnosis ketidakberdayaan yang berasal dari perspektif pasien bukan dari asumsi. Perbedaan budaya dan individu terlihat pada kebutuhan pribadi, untuk merasa mempunyai kendali terhadap situasi (misalnya untuk diberitahukan bahwa orang tersebut mempunyai penyakit yang fatal (Wilkinson, 2007). 2.3.4.1 Faktor predisposisi a. Biologis
1) Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita gangguan jiwa) 2) Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan Pengalaman penggunaan zat terlarang 3) Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up, tanggal terakhir periksa) 4) Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu pelaksana aktivitas harian pasien 5) Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai kejang-kejang atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic. 6) Riwayat
menderita
penyakit
yang
secara
progresif
menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS b. Psikologis
1) Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal 2) Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan perasaan terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
18
3) Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara progresif menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS 4) Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai) 5) Merasa
frustasi
dengan
kondisi
kesehatannya
dan
kehidupannya yang sekarang 6) Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu otoriter atau terlalu melindungi/menyayangi 7) Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam mengembangkan hobi dan aktivitas sehari-hari 8) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai saksi 9) Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah cemas, rasa takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya 10) Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup. c. Sosial budaya
1) Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan 2) Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan
yang
sama
untuk
mengalami
ketidakberdayaan tergantung dari peran yang dijalankan dalam kehidupannya 3) Pendidikan rendah 4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan (misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan) 5) Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol (misalnya kontrol lokus internal)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
19
6) Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain, tidak mampu berpartisipasi dalam sosial kemasyarakatan secara aktif, enggan bergaul dan kadang menghindar dari orang lain 7) Pengalaman
sosial,
kurang
aktif
dalam
kegiatan
di
masyarakat 8) Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun secara pasif.
2.3.4.2 Faktor Presipitasi Faktor ppresipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi ketidakberdyaan dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dimana pasien kurang dapat menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kondisi eksternal biasanya keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau mengakui keberadaannya yang sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya. Sedangkan durasi stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir, dan waktu terjadinya dapat bersamaan, silih berganti atau hampir bersamaan, dengan jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang berat. Hal tersebut dapat menstimulasi ketidakberdayaan bahkan memperberat kondisi ketidakberdayaan yang dialami oleh klien.
Faktor-faktor lain yang berhubungan
dengan faktor presiptasi timbulnya ketidakberdayaan adalah sebagai berikut: a. Biologis 1) Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu,
Program
pengobatan
yang
terkait
dengan
penyakitnya (misalnya jangka panjang, sulit dan kompeks) (proses intoksifikasi dan rehabilitasi). 2) Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
20
3) Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang menimbulkan kejang atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic 4) Terdapat gangguan sistem endokrin 5) Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau 6) Mengalami gangguan tidur atau istirahat 7) Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras, etnik dan gender 8) Adanya
perubahan
gaya
berjalan,
koordinasi
dan
keseimbangan b. Psikologis 1) Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis 2) Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas sosial yang berdampak pada keputusasaan. 3) Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan pekerjaan. 4) Konsep
diri:
gangguan
pelaksanaan
peran
karena
ketidakmampuan melakukan tanggungjawab peran. 5) Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang lain. c. Sosial budaya 1) Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau kehidupannya yang sekarang. 2) Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga (berada dalam lingkungan perawatan kesehatan). 3) Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun penyebab yang lain 4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan (misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau orang terdekat yang berlangsung dalam 6 bulan terakhir) Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
21
5) Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif. 6) Kurang
dapat
menjalankan
kegiatan
agama
dan
keyakinannya dan ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat.
2.3.4.3 Faktor penilaian terhadap stressor (Wilkinson, 2007) a. Kognitif
1) Mengungkapkan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat energi. 2) Mengungkapkan kemampuan
ketidakpuasan
untuk
melakukan
dan
frustrasi
tugas
atau
terhadap aktivitas
sebelumnya. 3) Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran. 4) Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kendali atau pengaruh terhadap situasi, perawatan diri atau hasil. 5) Mengungkapkan
ketidakpuasan
karena
ketergantungan
dengan orang lain. 6) Kurang dapat berkonsentrasi. b. Afektif
1) Merasa tertekan atau depresi terhadap penurunan fisik yang terjadi dengan mengabaikan kepatuhan klien terhadap program pengobatan 2) Marah 3) Iritabilitas, ketidaksukaan 4) Perasaan bersalah 5) Takut terhadap pengasingan oleh pemberian perawatan 6) Perasaan cemas atau ansietas c. Fisiologis 1)
Perubahan tekanan darah
2)
Perubahan denyut jantung dan frekuensi pernapasan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
22 3)
Muka tegang
4)
Dada berdebar-debar dan keluar keringat dingin
5)
Gangguan tidur, terutama kalau disertai dengan ansietas
d. Perilaku
1) Ketergantungan
terhadap
orang
lain
yang
dapat
mengakibatkan iritabilitas 2) Tidak ada pertahanan pada praktik perawatan diri ketika ditantang 3) Tidak memantau kemajuan pengobatan 4) Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau mengambil keputusan pada saat diberikan kesempatan 5) Kepasifan hingga apatis 6) Perilaku menyerang 7) Menarik diri 8) Perilaku mencari perhatian 9) Gelisah atau tidak bisa tenang e. Sosial
1) Enggan untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya 2) Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan 3) Tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain
2.3.4.4 Faktor sumber koping a. Personal ability 1) Keterampilan pemecahan masalah: kemampuan mencari sumber informasi, kemampuan mengidentifikasi masalah yang berhubungan ketidakberdayaan, kekuatan dan factor pendukung
serta
keberhasilan
yang
pernah
dicapai.
Kemampuan mempertimbangkan alternative aktivitas yang realistik. Kemampuan melaksanakan rencana kegiatan dan memantau kemajuan dari kondisi pengobatannya 2) Kesehatan secara umum: mempunyai keterbatasan mobilitas yang dapat dikendalikan oleh pasien Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
23
3) Keterampilan sosial: kemampuan dalam berkomunikasi secara efektif terutama dalam pencarian sumber informasi untuk mengatasi ketidakberdayaannya 4) Pengetahuan : Kemampuan memahami perubahan fisik dan peran atau kondisi kesehatan dan kehidupannya 5) Integritas ego: pasien mempunyai pedoman hidup yang realistis, mengerti arah dan tujuan hidup yang diinginkan secara matang. b. Sosial support 1) Kualitas hubungan antara pasien dengan keluarga dan anggota masyarakat di sekitarnya 2) Kualitas dukungan social yang diberikan keluarga, anggota masyarakat tentang keberadaan pasien saat ini 3) Komitmen masyarakat dan keluarga dalam menjalankan kegiatan atau perkumpulan di masyarakat 4) Tinggal di lingkungan keluarga dan masyarakat yang mempunyai norma tidak bertentangan dengan nilai budaya yang ada. c. Material Asset 1) Pasien atau keluarga mempunyai penghasilan yang cukup dan stabil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari 2) Pasien mempunyai fasilitas ansuransi kesehatan, jamkesmas, SKTM atau askes 3) Mempunyai asset keluarga: tabungan, tanah, rumah untuk mengantisipasi kebutuhan hidup 4) Terdapat pelayanan kesehatan, dan mampu mengakses pelayanan kesehatan yang ada. d.
Positive belief 1) Keyakinan dan nilai: Pasien mempunyai keyakinan bahwa penyakitnya akan dapat disembuhkan dan menyadari adanya perubahan fisik akibatnya penyakitnya akan berdampak pada kehidupannya Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
24
2) Motivasi: dengan perubahan gaya hidup yang terjadi klien dapat menjalani hidup dengan semangat 3) Orientasi terhadap pencegahan: pasien berfikir bahwa lebih baik mencegah daripada mengobati.
2.3.4.5 Faktor mekanisme koping a. Konstruktif 1) Menilai pencapaian hidup yang realistis 2) Mempunyai penilaian yang yang nyaman dengan perubahan fisik dan peran yang dialami akibat penyakitnya 3) Dapat menjalankan tugas perkembangannya sesuai dengan keterbatasan yang terjadi akibat perubahan status kesehatannya 4) Kreatif: pasien secara kreaktif mencari informasi terkait perubahan status kesehatannya sehingga dapat beradaptasi secara normal 5) Di tengah keterbatasan akibat perubahan status kesehatan dan peran dalam kehidupan sehari-hari, pasien amsih tetap produktif menghasilkan sesuatu 6) Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan perubahan status kesehatan dan peran yang telah dialami 7) Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun mengalami perubahan kondisi kesehatan b. Destruktif 1) Tidak kreatif/kurang memiliki keinginan dan minat melakukan aktivitas harian (pasif) 2) Perasaan menolak kondisi perubahan fisik dan status kesehatan yang dialami dan marah-marah dengan situasi tersebut 3) Tidak mampu mengekspresikan perasaan terkait dengan perubahan kondisi kesehatannya dan menjadi merasa tertekan atau depresi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
25
4) Kurang atau tidak mempunyai hubungan akrab dengan orang lain, kurang minat dalam interaksi sosial sehingga mengalami menarik diri dan isolasi sosial 5) Tidak mampu mencari informasi kesehatan dan kurang mampu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang dapat berakhir pada penyerangan terhadap orang lain 6) Ketergantungan terhadap orang lain (regresi) 7) Enggan
mengungkapkan
perasaan
yang
sebenarnya
(represi/supresi).
2.3.5 Intervensi Keperawatan Diagnosa Ketidakberdayaan 2.3.5.1 Tujuan Intervensi Keperawatan a. Tujuan Umum: Klien Menunjukkan kepercayaan kesehatan dengan criteria: merasa mampu melakukan, merasa dapat mengendalikan dan merasakan ada sumber-sumber b. Tujuan Khusus: Klien menunjukkan pratisipasi: keputusan perawatan kesehatan ditandai dengan 1) Mengungkapkan dengan kata-kata tentang segala perasaan ketidakberdayaan 2) Mengidentifikasi tindakan yang berada dalam kendalinya 3) menghubungkan tidak adanya penghalang untuk bertindak 4) Mengungkapkan
dengan
kata-kata
kemampuan
untuk
melakukan tindakan yang diperlukan 5) Melaporkan dukungan yang adekuat dari oramg terdekat, termasuk teman dan tetangga 6) Melaporkan waktu, keuangan pribadi dan ansuransi kesehatan yang memadai 7) Melaporkan
ketersediaan
alat,
bahan,
pelayanan
dan
transportasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
26
2.3.5.2 Rencana Intervensi keperawatan a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi factor-faktor yang dapat berpengaruh pada ketidakberdayaan (misalnya: pekerjaan, aktivitas hiburan, tanggung jawab peran, hubungan antar pribadi). Rasional: mengidentifikasi situasi/hal-hal yang berpotensi dapat dikendalikan dan dapat digunakan sebagai sumber kekuatan/power bagi klien. b. Diskusikan dengan pasien pilihan yang realistis dalam perawatan, berikan penjelasan untuk pilihan tersebut. Rasional: Memberikan kesempatan pada klien untuk berperan dalam proses perawatan, termasuk untuk meningkatkan pemikiran positif klien, dan meningkatkan tanggung jawab klien. c. Libatkan pasien dalam pembuatan keputusan tentang rutinitas perawatan/rencana terapi Rasional: Pelibatan klien dalam proses pembuatan keputusan, mampu meningkatkan rasa percaya diri. d. Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan perawatan kepada pasien (jelaskan semua prosedur, peraturan dan pilihan untuk pasien, berikan waktu untuk menjawab pertanyaan dan minta individu untuk menuliskan pertanyaan sehingga tidak terlupakan) Rasional: Meningkatkan kemampuan berpikir positif terhadap proses perawatan yang sedang dijalani oleh klien, pelibatan klien dalam setiap pengambilan keputusan menjadi hal penting. e. Bantu pasien mengidentifikasi situasi kehidupannya yang dapat dikendalikan (perasaan cemas, gelisah, ketakutan). Rasional: Kondisi emosi pasien mengganggu kemampuannya untuk memecahkan masalah. Bantuan diperlukan agar dapat menyadari secara akurat keuntungan dan konsekuensi dari alternative yang ada.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
27
f. Bantu klien mengidentifikasi situasi kehidupan yang tidak dapat ia kendalikan (adiksi), Disukusikan dan ajarkan cara melakukan manipulasi menghadapi kondisi-kondisi yang sulit dikendalikan, misalnya afirmasi. Rasional: Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan ketidakmampuan sebagai upaya mengatasi masalah yang tidak terselesaikan dan menerima hal-hal yang tidak dapat diubah. g. Bantu pasien mengidentifikasi faktor pendukung, kekuatankekuatan diri (misalnya kekuatan baik itu berasal dari diri sendiri, keluarga, orang terdekat, atau teman). Rasional: Pada pasien dengan ketidakberdayaan dibutuhkan faktor pendukung yang mampu mensupport pasien, dari dalam sendiri dapat berupa penguatan nilai-nilai spiritual, Jika dalam proses perawatan kekuatan lain tidak adekuat. h. Sampaikan kepercayaan diri terhadap kemampuan pasien untuk menangani keadaan dan sampaikan perubahan positif dan kemajuan yang dialami pasien setiap hari. Rasional: Meningkatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan atas upaya dan usaha yang sudah dilakukan oleh klien. i. Biarkan pasien mengemban tanggung jawab sebanyak mungkin atas praktik perawatan dirinya. Dorong kemandirian pasien, tetapi bantu pasien jika tidak dapat melakukannya. Rasional: memberikan pilihan kepada pasien akan meningkatkan perasaannya dalam mengendalikan hidupnya. j. Berikan umpan balik positif untuk keputusan yang telah dibuatnya. 2.3.5.3 Intervensi Spesialis a. Terapi Individu dapat dilakukan : Terapi kognitif b. Terapi Keluarga : Terapi komunikasi, family psikoedukasi c. Terapi Kelompok : Supportif terapi d. Terapi Komunitas : Multisistemik terapi Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Gambaran Kasus Klien (34 Tahun) masuk ke ruang perawatan MPE RSKO Jakarta pada April 2013. Klien mengatakan Ia diantar oleh kakak pertamanya, klien mengungkapkan ingin berhenti menggunakan Putaw (Heroin). Namun, klien tidak yakin dengan dirinya sendiri, jika Ia dapat berhenti total dan tidak menggunakan kembali jika sudah keluar dari Rumah Sakit. Klien mengatakan alasan Ia mau masuk perawatan adalah karena saran dari kakaknya yang mengatakan takut jika adiknya ketangkap dan tersangkut kasus hukum karena menggunakan Heroin, Sehingga urusannya akan panjang. Klien mengatakan bahwa dirinya menggunakan NAPZA pertama kali adalah jenis alkohol dan ganja tahun 1992, Ketika itu klien masih duduk dibangku SMP karena ikut-ikutan dengan teman-temannya. Kemudian terus berlanjut dan berganti-ganti ke jenis NAPZA lainnya, sampai klien mengatakan bahwa Ia menemukan yang paling cocok untuk dirinya adalah jenis Putaw (Heroin). Penggunaan Heroin tersebut terus berlanjut sampai menjadi addict. Tahun 2001 Klien menyadari banyak hal yang menjadi kacau dalam hidupnya yaitu: kuliah berantakan, kehidupan menjadi kacau, pekerjaan sampingan klien juga berantakan. Klien memutuskan untuk mengikuti program perawatan lengkap (detoksifikasi dan Rehabilitasi) di Rumah Sakit. SB di kota Sukabumi atas permintaan Alhm.Ibu klien saat itu. Klien mengikuti program detoksifikasi selama 2 bulan, dilanjutkan perawatan rehabilitasi selama 11 bulan. Klien mengatakan keluar dan menyelesaikan program perawatan pada bulan November 2002. Klien mengatakan bahwa Ia benar-benar bersih (abstinence) dari NAPZA selama 2 tahun. Namun, Pada tahun 2005 klien mengalami kondisi slip dan kembali relapse. Klien mengatakan background pekerjaannya sebagai manajer F&B di perusahaan minuman impor, mempermudah Ia untuk kembali mengakses Putaw/Heroin. Selain itu, besarnya tekanan dari pekerjaan berupa target-target 28
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
29
perusahaan yang harus dicapai yang harus dihadapi juga turut berpengaruh. Klien mengatakan pekerjaannya masuk jam 10.00 s/d tidak tentu. Klien mengatakan jam 10.00 s/d siang hari aktivitasnya berupa paper work. Kemudian setelah makan siang Klien mengatakan baru melakukan pekerjaan yang sifatnya aktif. Ia harus melakukan lobby ke club-club atau tempat hiburan malam. Area cakupannya adalah wilayah J. Itulah awal mulanya klien kembali menggunakan Putaw/heorin. Klien mengatakan karena bertemu dengan teman lamanya dan berbagi cerita dengan teman-temannya tersebut. Kemudian klien mulai mencoba kembali memakai Putaw/Heroin. Klien mengatakan sejak itu terus berlanjut menggunakan Heroin sampai terakhir masuk RSKO April 2013. Namun, Klien mengatakan di tahun 2007 Ia pernah menjalani program spiritual di wilayah S selama 2 bulan. Klien kembali ke pekerjaannya, dan kembali menggunakan Heroin. Berikut gambaran skema penggunaan NAPZA klien disertai dengan keterangan usia awal klien menggunakan NAPZA. Skema 3.1 Riwayat Awal Penggunaan NAPZA
Dari hasil pengkajian diperoleh data bahwa saat ini klien tinggal dengan kakak pertamanya. Klien merupakan anak terakhir dari 4 bersaudara, 2 orang kakak perempuan, 1 orang kakak laki-laki. Sedangkan ayah klien sudah meninggal karena sakit jantung sejak klien berusia 7 tahun, dan Ibu klien meninggal pada tahun 2007. Klien mengatakan bahwa dirinya adalah anak kesayangan ibunya, apapun yang dimintanya sejak ayahnya tidak ada, Ibunya selalu memberikan apa yang diminta oleh klien, sampai kakaknya memanggilnya dengan sebutan “Si belahan jiwa mama”. Klien mengatakan hal yang paling menyedihkan dalam hidupnya adalah saat kehilangan Ibunya. Ia mengatakan “Kalo aja mama hidup 1 hari lagi aja, saat itu pasti gue akan lakukan apa aja buat ngebahagiain dia, hari ini ulang tahun mama ”. Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
30
Klien mengatakan orang terdekat dengannya selain Alhm. Ibunya adalah Kakak perempuannya No.2. Namun, semenjak kakaknya menikah tahun 2007 tidak lama sebelum ibunya meninggal. Kakaknya dibawa oleh suaminya ke Inggris karena suaminya kebangsaan Inggris. Klien mengatakan kadang bingung tidak ada tempat untuk mengadu, kecuali dengan kakak pertamanya saat ini. Sedangkan Kakak pertamanya saat ini suaminya juga sudah meninggal, sehingga sibuk mengurus anak dan harus bekerja juga. Klien mengatakan tidak ada teman untuk membagi cerita suka dan duka kecuali teman-teman di tempat pakau (pakai putaw/Heorin). Ketika ditanya tentang aktivitas diluar pekerjaan, Klien mengatakan biasanya memanfaatkan waktu luang sewaktu bersih dari NAPZA dengan memancing. Tetapi, klien mengatakan saat ini sudah malas karena membosankan. Klien juga mengatakan sering jalan-jalan untuk mencari tempat baru dengan teman-temannya di akhir pekan untuk pakau (Pakai Putaw/Heroin). Klien mengatakan saat Ia memakai Putaw/Heorin tujuannya supaya dapat kembali merasa tenang dan mempercepat berjalannya waktu. Setelah itu klien mengatakan dirinya akan lebih tenang dan esoknya bisa kerja. Ketika ditanya tentang aktivitas selama di RS, Klien mengatakan bosan, malas ngapa-ngapain karena nggak ada kegiatan. Mandi juga jadi malas, 1 kali saja sehari. Klien mengatakan susah tidur dan harus minum obat tidur tiap malam. Tampak lingkaran hitam di area sekitar mata, tampak lesu, dan tidak bersemangat. Klien mengatakan biasa mulai tidur jam 3-an malam sampai jam 8 pagi. Klien juga mengatakan badannya nyeri karena baru saja putus codein dan gelisah terus. Klien mengatakan tidak bisa jamin dan yakin bisa berhenti tidak pakai lagi. Klien mengatakan mungkin tidak ada yang berani jamin orang tidak pakai lagi. Karena kita punya pergaulan di luar yang tidak bisa kita bentengi. Ketika ditanya tentang kebiasaanya dalam memakai putaw/heroin dengan cara apa, klien mengatakan dengan menyuntikkan ke pembuluh darah. Namun, Klien mengatakan tidak pernah bertukar jarum suntik dengan teman pengguna lainnya, hanya saja satu jarum dapat digunakan sampai 4 hari dengan frekuensi suntik 3-4 kali dalam satu hari. Ketika ditanya tentang pengetahuan klien akibat penggunaan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
31
jarum suntik klien mengatakan resiko hepatitis C. Klien mengatakan dirinya saat ini positif Hepatitis C. Tetapi klien mengatakan sudah pernah mengikuti terapi pengobatan interferon pada tahun 2009. Klien juga mengatakan dirinya pernah memiliki riwayat sakit asam lambung yang parah. Bahkan sampai dilakukan endoscopy, pada bulan Maret 2013 akibat tukak lambung yang parah menurut klien. Pengetahuan klien tentang HIV cukup, klien mampu menyebutkan apa itu HIV, Penyebab, dan cara menghindari terkena HIV. Klien pernah melakukan tes anti HIV tahun 2007 dan hasilnya negatif dengan nilai CD4 600. Namun, Klien bertanya apa ada hubungannya penggunaan putaw dengan sakit tukak lambung. Ketika ditanya apakah klien, masih memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol, klien mengatakan masih aktif mengkonsumsi alkohol khususnya jenis wine terakhir sebelum masuk RSKO Jakarta. 3.2 Analisa Data Tabel 3.1 Analisa data: Koping individu tidak efektif No 1
Data Data Subjektif: a. Klien mengatakan Ia menggunakan Putaw/Heroin karena besarnya pressure dari pekerjaan b. Klien mengatakan saat Ia memakai Putaw/Heorin tujuannya supaya dapat kembali merasa tenang dan mempercepat berjalannya waktu c. Klien mengatakan tidak ada teman dekat yang bisa diajak berbagai cerita suka dan duka.
Masalah Keperawatan Koping individu tidak efektif
Data Objektif: -
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
32
Tabel 3.2 Analisa data: Ketidakberdayaan No Data 2 Data Subjektif: a. Klien mengatakan Ia tidak bisa jamin dirinya tidak akan menggunakan lagi setelah keluar dari rumah sakit. b. Klien mengatakan dampak dari ketergantungannya sudah mengakibatkan kondisi rumah tangganya berantakan dan berakhir dengan perceraian. c. Klien mengatakan “Siapa sih junki yang nggak pengen berhenti, semua gue yakin pengen berhenti. Tapi sulit, sulit banget, lu nggak pernah diposisi gue, susahnya setengah mati” d. Klien mengatakan dirinya sengaja menyuntikkan Vit.C ke pembuluh darah setiap hari untuk sekedar menghilangkan suggest, “Feel nya beda waktu nyuntikkin insul itu ke urat” e. Klien mengatakan bahwa Ia tahu resiko akibat penggunaannya tersebut “ Keuangan gue kacau, rumah tangga berantakan, fisik gue ancur, tapi gimana?, susah buat gue, susah banget, gue tahu sekarang gue udah positif Hep.C, Tapi yaudahlah gue udah nggak mau tahu. Bikin gue pusing” f. Klien mengatakan “mungkin gue belum ketemu jalan buat gue kembali ke yang bener-bener, tapi gue coba lagi-coba lagi. Nggak tau deh kapan itu, kadang capek juga, karena ya itu ujung-ujungnya gue jatuh lagi”. Data Objektif: a. Hasil kuisioner dengan DASS : Klien teridentifikasi mengalami cemas berat dan depresi sedang.
Masalah Keperawatan Ketidakberdayaan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
33
Tabel 3.3 Analisa data: Gangguan Pola tidur, Nyeri, & Kurang Pengetahuan No Data Masalah Keperawatan 3 Data Subjektif: Gangguan Pola tidur a. Klien mengatakan baru mulai bisa tidur jam 1 malam, kadang jam 3 malam dan bangun jam 8 pagi. b. Klien mengatakan tidurnya tidak nyenyak, sering terbangun c. Klien mengatakan “Sedih banget loh, rasanya udah pengen banget buat nutup mata gitu, tapi nggak bisa, Gelisah terus” Data Objektif: a. Tampak lingkaran hitam di area sekitar mata b. Tampak klien lesu c. Tampak klien kurang bersemangat 4 Data Subjektif: Gangguan rasa nyaman: Nyeri a. Klien mengatakan badannya sakit karena obat tidak nutup b. Klien mengatakan baru saja putus codein c. Klien mengatakan malas mandi, karena badannya akan tambah sakit jika mandi. Jadi klien mandi 1 kali sehari. d. Klien mengatakan skala nyerinya jika dihitung 1-10, adalah 5. Timbul terusterusan, jadi susah mikir juga. Data Objektif: a. Ekspresi wajah gelisah 5 Data Subjektif: Kurang pengetahuan a. Klien bertanya apa ada hubungannya penggunaan Putaw dengan sakit tukak lambung. b. Klien mengatakan terakhir SMRS masih memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol khususnya jenis wine. c. Klien bertanya tentang efek jangka panjang akibat penggunaan terapi subtitusi dari putaw yaitu Suboxone. Data Objektif: a. Klien mendapat terapi Polysilane, Ranitidine, dan Ondancetrone. b. Hasil pemeriksaan Anti Hepatitis: Klien Positif Hepatitis C.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
34
3.3 Proses Terjadinya Masalah Ketidakberdayaan Pada Klien (Terlampir)
3.4 Pohon Masalah Skema 3.2 Pohon Masalah Keputusasaan
Ketidakberdayaan
Koping individu tidak efektif
3.5 Prioritas Diagnosa Keperawatan Prioritas diagnosa yang diangkat dari hasil perumusan masalah yang ditemukan pada klien adalah sebagai berikut: a. Koping individu tidak efektif b. Ketidakberdayaan c. Gangguan rasa nyaman: Nyeri d. Gangguan pola tidur e. Kurang pengetahuan
3.6 Implementasi Keperawatan Implementasi
secara
perkembangan
klien.
keseluruhan Implementasi
dilampirkan asuhan
dalam
format
keperawatan
pada
catatan klien
dilaksanakan mulai tanggal 13 Mei sampai 20 Juni 2013. Intervensi dilakukan secara holistik dengan memandang klien secara utuh dari segi bio-psiko-sosiospiritual, Namun pembahasan implementasi keperawatan yang dilakukan berfokus pada diagnosa keperawatan ketidakberdayaan. Intervensi yang dilakukan oleh penulis bersifat generalis, Namun penulis berusaha mengaplikasikan salah satu intervensi keperawatan psikoterapi dengan menggunakan Tenik Dereflection. Tehnik Dereflection merupakan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
35
salah satu bentuk eksistensi manusia yaitu kemampuannya untuk bangkit dari semua kondisi dan mengatasi dirinya kemudian mencurahkan perhatian pada hal-hal positif dan bermanfaat. Menghilangkan keinginan berlebihan (Hiperintention) untuk melawan adiksi terhadap NAPZA. Hal yang ingin diubah bukanlah keadaan, melainkan sikap (attitude) yang diambil dalam menghadapi keadaan. Mengarahkan pada proses acceptence untuk menghadapi keadaan yang tidak mungkin diubah atau dihindari. Maka sikap yang tepat adalah menerima dengan penuh ikhlas dan tabah pada hal-hal tragis yang tidak mungkin untuk dihindari atau diubah. Mendalami nilai-nilai bersikap pada dasarnya memberi kesempatan kepada seseorang untuk mengambil keputusan yang tepat atas kondisi ketidakberdayaan yang dialami. Terapi generalis untuk diagnosa ketidakberdayaan melibatkan intervensi berupa: 1.
Identifikasi faktor pendukung ketidakberdayaan (Pengalaman kegagalan yang berkelanjutan untuk bertahan dan bebas dari penggunaan NAPZA)
2.
Motivasi membagi pengalaman
3.
Membantu menetapkan tujuan yang ingin dicapai
4.
Gali pengalaman perilaku
5.
Motivasi melakukan kegiatan yang positif
6.
Memberikan pujian yang realistis.
Tehnik
pelaksanaan
intervensi
keperawatan
dengan
diagnosa
ketidakberdayaan pada klien dilakukan melalui tehnik Dereflection dengan pendekatan metode FRAMES yang dimodifikasi menjadi empat sesi yang dilaksanakan mulai tanggal 13 Mei 2013 sampai dengan 20 Juni 2013 dan dilakukan secara terintegrasi, yaitu: 1. Sesi 1: Membina hubungan saling percaya Membina
hubungan
saling
percaya,
sesi
ini
bertujuan
untuk
mengembangkan hubungan yang baik dan nyaman antara klien dengan perawat (mahasiswa). Mahasiswa mencoba mengidentifikasi masalah yang muncul akibat respon ketidakberdayaan klien, dan menghubungkannya
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
36
dengan gangguan perilaku klien yaitu penggunaan NAPZA dan proses adiksinya terhadap NAPZA. 2. Sesi II: Mengidentifikasi reaksi dan respon klien terhadap masalah Mengidentifikasi reaksi dan respon klien terhadap masalah, sesi kedua ini klien diminta untuk mengungkapkan reaksi ataupun respon emosional, perilaku, partisipasi dalam kegiatan sehari-hari dan tanggung jawab klien terhadap diri sendiri dan lingkungan (keluarga, pekerjaan, dan sosial). Mahasiswa mencoba mengidentifikasi dan mendiskusikannnya dengan klien cara yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, bagaimana hasilnya serta mengidentifikasi masalah yang belum teratasi. 3. Sesi III: Tehnik Dereflection dengan pendekatan metode FRAMES Pada sesi ini, mahasiswa membantu klien untuk mendiskusikan masalah yang belum teratasi dan membantu menyelesaikannya melalui tehnik dereflection. Tehnik ini mengarahkan pada pembentukan pola perilaku positif. Kapanpun seseorang dapat dihadapkan pada sesuatu yang tidak dapat untuk ditinggalkan, situasi yang tidak terhindarkan, nasib yang tidak dapat berubah, Seperti pada keinginan atau kerinduan untuk kembali menggunakan NAPZA, Setelah klien dapat berhenti menggunakan dalam jangka waktu tertentu. Pada kondisi tersebut dibutuhkan power self dan self being untuk berfikir positif dan mengambil tindakan atau perilaku yang positif untuk tetap bertahan. Walaupun individu akan merasakan penderitaan yang luar biasa dalam melawan keinginanan tersebut untuk kembali pakau (pakai putaw/heroin). Dalam kondisi tersebut sebenarnya individu mendapatkan kesempatan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai tertinggi dalam hidupnya, dan mengisi makna terdalam dalam hidupnya sekalipun dalam kondisi penderitaan. Karena pada dasarnya keinginan untuk menggunakan putaw kembali tidak berfokus untuk mendapatkan kesenangan, Namun lebih kepada mendapatkan suatu makna dari hidupnya. Intervensi melibatkan klien secara aktif untuk mengidentifikasi aspek positif dalam dirinya yang mampu untuk digunakan oleh klien sebagai sumber kekuatan klien. Klien dilibatkan secara aktif dalam menentukan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
37
tujuan-tujuan hidup yang realistis dan sesuai dengan orientasi realita. Bersama dengan klien, mahasiswa mencoba membantu klien membuat main mapping kehidupannya dan membuat discharge planning dengan segala kemungkinan permasalahan kehidupan yang akan dihadapi oleh klien atau situasi-situasi yang akan dihadapi oleh klien. Dan apa yang harus dilakukan oleh klien, ketika Ia dihadapkan oleh kondisi yang mengarhkan Ia untuk jatuh kembali menggunakan NAPZA. Klien diarahkan untuk berpikir secara realistis dan memikirkan segala aspek yang dapat Ia berdayakan saat Ia membutuhkan kekuatan secara psikologis untuk bertahan dengan kondisi bebas dari NAPZA. Pada minggu pertama sampai ke-empat klien masih dalam kondisi denial dalam menentukan keputusan mengenai faktor predisposisi yang berperan untuk mengembalikan Ia ke kondisi relapse. Namun, pada intervensi memasuki minggu kelima klien tegas menyatakan Ia bertekad dan berjanji akan meninggalkan dunia pekerjaannya yang memiliki resiko tinggi, dan sebagai trigger terbesar bagi dirinya untuk kembali relapse. Secara kognitif klien sudah mampu dan mengetahui apa yang harus dilakukan,
setelah
intervensi
selama
6
minggu,
klien
mampu
mengidentifikasi kekuatan dari dirinya yang perlu Ia bangun agar keyakinannnya untuk hidup bersih dari NAPZA terbangun dan tetap terjaga. Tujuan dari tehnik derefelection agar klien selalu berorientasi pada aspek positif dari dirinya dan lingkungan yang dapat Ia gunakan agar bertahan dalam kondisi bebas NAPZA, dengan pendekatan metode FRAMES (dijelaskan pada pembahasan Bab IV). Secara psikologis, konsep diri klien mulai terbangun dengan kemampuan kognitif yang dimiliki. Namun, support system yang adekuat tetap dibutuhkan, klien dalam kondisi dimana support system sangat minimal.
Intervensi
keluarga tidak dapat dilakukan oleh penulis, karena sulit berkomunikasi dengan keluarga klien. Pola komunikasi antara keluarga dapat diobservasi saat keluarga klien menjenguk klien.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
38
4. Sesi IV: Evaluasi Evaluasi bertujuan untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan asuhan keperawatan ketidakberdayaan dengan menggunakan tehnik dereflection melalui
pendekatan
FRAMES.
Pada
minggu
ke-6,
mahasiswa
mendiskusikan rencana tindak lanjut masalah yang belum teratasi dan rencana tindak lanjut dari main mapping hidup yang coba dibuat oleh klien.
3.7 Evaluasi Hasil Asuhan Keperawatan Evaluasi merupakan tahap akhir pada proses keperawatan yang dapat dinilai dari keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan pada kriteria hasil masing-masing masalah yang akan dilakukan tindakan keperawatan. Penulis melakukan evaluasi hasil yang pelaksanaannya adalah dengan melakukan diskusi dengan klien dan observasi langsung untuk melihat sejauh mana masalah dapat teratasi dan melihat kemajuan kesehatan klien setelah diberikan asuhan keperawatan. Berikut skema discharge planning intervensi keperawatan yang menunjukkan intervensi yang komprehensif terhadap klien untuk memaksimalkan hasil asuhan keperawatan. Skema 3.3 Discharge Planning Intervensi Klien
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
39
Diagnosa ketidakberdayaan membutuhkan intervensi yang cukup panjang, karena berkaitan dengan pembentukan ideal diri didalamnya. Penentuan tentang diagnosa tersebut dapat diselesaikan atau tidak menjadi ambigu, karena tidak ada standar baku yang menentukan apakah diagnosa telah teratasi atau tidak. Walaupun kriteria sudah dicantumkan dalam rencana asuhan keperawatan. Pengukuran hasil asuhan keperawatan dengan diagnosa ketidakberdayaan pada klien bersifat subjektif, karena masalah-masalah yang coba untuk diselesaikan masih membutuhkan kontrol berupa observasi langsung untuk dapat dianalisa apakah intervensi berhasil atau tidak, setelah klien kembali ke kehidupan bermasyarakat (keluar dari rumah sakit dan kembali beraktivitas). Keputusan klien untuk mengikuti program terapi rumatan melalui terapi subtitusi membutuhkan kontrol yang kuat dari diri klien dan orang terdekat, termasuk tim pelayanan kesehatan. Program terapi subtitusi harusnya didukung dengan psikoterapi atau terapi sosial yang mendukung keberhasilan klien mempertahankan kondisi bebas NAPZA. Dalam hal ini, penulis belum mampu melakukan intervensi keperawatan di tingkat keluarga sebagai bagian dari support system klien. Penulis juga tidak mampu memfasilitasi klien untuk mendapatkan akses untuk mendapatkan program psikoterapi lanjutan, setelah klien keluar dari ruang perawatan di RS.
Berikut skema gambaran
perkembangan hasil intervensi keperawatan individu yang dapat dilakukan oleh penulis selama intervensi enam minggu. 3.4 Skema Perkembangan Hasil Asuhan Keperawatan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN Pada Bab ini penulis akan menguraikan kesenjangan antara teori dengan asuhan keperawatan secara nyata,
yang ditemukan selama
melakukan asuhan
keperawatan pada Klien dengan diagnosa keperawatan yang diangkat adalah Ketidakberdayaan dengan diagnosa medis Withdrawal Opiat di ruang Medic Psikiatric Evaluation (MPE) Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta. Ruang lingkup yang diuraikan sesuai dengan proses keperawatan yang meliputi analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan (KKMP) & Konsep kasus terkait, dan Analisis intervensi keperawatan berdasarkan evidance base. Serta akan dibahas pula faktor-faktor penghambat, pendukung, dan solusinya. 4.1 Profil Lahan Praktek Rumah Sakit Ketergangungan Obat (RSKO) Jakarta adalah rumah sakit dengan pelayanan utama dibidang NAPZA. RSKO Jakarta memiliki visi sebagai pusat layanan dan kajian nasional maupun regional dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat. Visi tersebut dicapai dengan cara melaksanakan upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif bagi masyarakat umum dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat dan penyakit terkait serta memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum; Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga profesi serta masyarakat umum serta penelitian dan pengembangan dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat. RSKO dilengkapi dengan Instalasi rawat inap yang terdiri dari 3 unit yaitu High Care Unit (HCU), Ruang Komplikasi Medik (detoksifikasi), & Ruang Rehabilitasi. High Care Unit (HCU) diberi nama ruangan Bidadari, untuk rawat inap bagi pasien yang mengalami gangguan/masalah fisik yang bersifat akut dan kronis. Sedangkan ruang detoksifikasi diberi nama ruangan Medic Psikiatrik Evaluation (MPE) diperuntukkan bagi pasien yang mengalami 40
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
41
gejala putus zat akut atau sedang dalam masa withdrawal NAPZA. Sedangkan ruang Rehabilitasi di peruntukkan bagi pasien yang sedang dalam masa pemulihan setelah selesai dari rawat inap di ruang MPE, untuk proses recovery klien. Ruang MPE merupakan ruangan untuk melaksanakan detoksifikasi secara konvensional. Disebut juga sebagai ruangan untuk perawatan pasien akut dengan gangguan perilaku akibat penggunaan NAPZA. Dimana kasus pasien di ruang MPE umumnya adalah putus zat (Withdrawal). Sehingga, memiliki karakteristik pasien yang akut dan belum stabil. Lama waktu perawatan pasien di ruang MPE antara 2 minggu sampai 3 bulan.
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) & Konsep Kasus Terkait Kondisi kehidupan di era modern semakin kompleks. Stresor kehidupan juga semakin meningkat. Individu diharuskan untuk menghadapi stresor tersebut dengan kemampuan koping yang dimiliki. Ketika terjadi ketidakadekuatan koping yang adaptif, maka dapat mengarah pada perilaku yang menyimpang yang mengarah pada perilaku negatif seperti merokok, alkohol, tawuran, seks bebas bahkan penyalahgunaan NAPZA (Widianti, 2007). Koping individu tidak efektif didefinisikan sebagai kerusakan perilaku adaptif dan kemampuan menyelesaikan masalah seseorang dalam menghadapi tuntutan peran dalam kehidupan (Townsend, 2010). Koping yang tidak efektif dapat mengarahkan kepada suatu kondisi ketidakberdayaan. Ketika individu terus mencoba menggunakan berbagai sumber koping yang dimiliki dan dapat ia digunakan, Tetapi tidak menghasilkan suatu hasil yang mengarah kepada tujuan penggunaan koping.
Maka,
dapat
berakibat
pada
kelelahan
menggunakan sumber adaptasi, sehingga menempatkan individu dalam kondisi tidak berdaya terhadap keadaannya. Pada ketidakberdayaan, klien mungkin mengetahui solusi terhadap masalahnya, tetapi percaya bahwa hal tersebut di luar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
42
Pada klien dengan gangguan perilaku berupa penggunaan NAPZA dapat disebabkan oleh pengunaan koping yang tidak efektif. Sehingga pada saat dihadapkan pada suatu kondisi atau situasi yang dirasa mengancam, Maka individu berespon dengan cara penggunaan zat. Tujuan penggunaan zat pada awalnya mungkin hanya bersifat situasional, kemudian berlanjut ke rekreasinoal. Karena individu merasa nyaman ketika menggunakan, maka dapat berakibat pada kondisi ketergantungan. Pada kondisi ketergantungan seseorang akan mengalami kondisi kerinduan yang sangat kuat untuk kembali menggunakan NAPZA (craving) ketika tidak menggunakan zat tersebut, sehingga keinginan untuk menggunakan akan timbul secara terus menerus (Kemenkes RI, 2011). Pada kondisi tertentu individu yang menyadari akan dampak negatif penggunaan zat terhadap kehidupannya, menginginkan untuk lepas dari ketergantungan. Program terapi yang diterapkan untuk klien yang baru saja mengalami putus zat adalah melalui proses intoksifikasi. Klien dengan gangguan perilaku berupa penggunaan NAPZA biasanya tidak cukup sekali untuk menyelesaikan program perawatan. Karena pada saat pulang dari menyelesaikan program perawatan NAPZA, klien akan mengalami craving. Sehingga, resiko untuk kembali menggunakan sangat tinggi karena dihadapkan pada kondisi penuh tekanan sehingga kembali menggunakan NAPZA (slip). Klien sebenarnya secara kognitif mengetahui apa yang harus dilakukan supaya tidak kembali menggunakan NAPZA, Namun tidak mampu untuk melepas rasa craving nya tersebut. Pada kondisi tersebut klien dapat dikatakan mengalami ketidakberdaayaan. Atau pada kondisi-kondisi dimana klien sebenarnya mengetahui apa yang harus dilakukan untuk lepas dan bebas dari NAPZA, namun tidak yakin bahwa apapun usaha yang dilakukan akan membawa hasil positif. Hal tersebut dapat terjadi akibat kegagalan koping yang digunakan secara terus-menerus, Namun tidak mampu untuk mencapai tujuan penggunaan koping. Klien merupakan individu yang lahir dan dibesarkan di dalam kondisi lingkungan masyarakat perkotaan. Klien memiliki riwayat penggunaan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
43
NAPZA sejak ia berusia remaja, alasan penggunaan awal, klien mengatakan lebih kepada life style. Perubahan gaya hidup kearah perilaku kosmopolitan. Keinginan untuk diterima oleh kelompok teman sebaya sebagai salah satu pemicunya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa remaja cenderung mengikuti pola perilaku kelompok, sehingga konsep diri dapat terbentuk didalam proses penerimaan kelompok tersebut. Latar belakang support system yang minim juga turut berpengaruh. Support system pertama adalah keluarga sebagai kontrol perilaku utama bagi individu. Karena ayah klien sudah meninggal sejak klien berusia 7 tahun dan klien adalah anak terakhir. Maka, peningkatan potensi untuk melakukan perilaku menyimpang berupa penggunaan NAPZA semakin meningkat dapat disebabkan oleh kontrol keluarga yang kurang
(Soeroso, 2008). Pada
masyarakat urban, peningkatan beban hidup menuntut para orang tua bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga kontrol terhadap perilaku anggota keluarga juga dapat berkurang, akibat mobilitas yang tinggi. Klien mengatakan bahwa dirinya adalah anak kesayangan ibunya, sejak kecil apapun yang diminta oleh klien, Ibunya selalu menyediakannya. Namun, faktor pemberian kasih sayang yang berlebihan atau sikap permisif juga turut berpengaruh terhadap gangguan perilaku, termasuk penggunaan NAPZA (Kemenkes, 2010), Klien memiliki riwayat pemberian kasih sayang yang berlebihan dari ibu, dengan alasan untuk memenuhi ketimpangan pemenuhan kebutuhan kasih sayang, karena ayah klien sudah meninggal sejak klien berusia 7 tahun. Klien merupakan salah satu gambaran individu yang mengalami masalah kesehatan perkotaan, khususnya masalah mental akibat perilaku menyimpang. Perilaku yang dibentuk pada masa remaja terus diadaptasi dan menjadi habbit bagi klien. Klien terbiasa hidup dengan gaya hidup kosmopolitan. Klien menganggap free sex adalah hal yang wajar dan biasa. Mengkonsumsi alkohol juga menjadi kebiasaan sehari-hari klien. Dengan pola kehidupan demikian, klien berada pada lingkungan yang memiliki resiko tinggi untuk menggunakan NAPZA. Klien menggunakan NAPZA On-Off sampai tahun 2013 atau sampai Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
44
saat ini klien berusia 34 tahun. Walaupun terdapat keinginan klien untuk berhenti menggunakan NAPZA, Namun klien berada pada lingkungan yang berisiko dan minimnya support system keluarga. Sedangkan, Saat ini Ibu klien juga sudah meninggal. Klien berada pada kondisi ketidakberdayaan antara keinginannya
untuk
berhenti
menggunakan
kembali
NAPZA
dan
keinginannya tetap berada pada gaya hidup yang masyarakat perkotaan tersebut. Klien menyadari akibat dari perilaku menyimpangnya tersebut. Tetapi, klien tidak mengakui bahwa hal tersebut merupakan bagian dari perilaku menyimpang,
Klien menganggap
bahwa
hal tersebut
lebih kepada
entertainment dan gaya hidup. Sehingga, menjadi bagian dari kebutuhan dasar hidup yang harus dipenuhi oleh klien. Klien memahami salah satu komorbiditas dari konsumsi NAPZA dan gaya hidup free sex terhadap kesehatan fisiknya yaitu Hepatitis C dan HIV. Klien mengerti resiko tersebut, Namun terdapat proses penyangkalan. Klien merasa memang itu bagian dari resiko dari gaya hidup yang Ia jalani saat ini. Klien masih memiliki impian terhadap hidupnya, Untuk dapat bebas dari heroin. Namun tidak berdaya saat keinginannya atau craving timbul. Klien mengatakan tidak mampu melawan suggest. Hal tersebut yang membuat Ia akhirnya jatuh lagi dan kembali relapse. Ditambah dengan kondisi support system klien yang minim. Dukungan dari keluarga saat ini ada, namun tidak secara psikologis. Keluarga memberikan bentuk dukungan dalam bentuk finansial. Sedangkan menurut Nies (2001) salah satu faktor yang dapat menurunkan resiko terjadinya gangguan kesehatan mental, dalam hal ini penyalahgunaan NAPZA adalah dengan
adanya dukungan dari komunitas termasuk keluarga atau orang
terdekat dengan klien. Selain itu, untuk menurunkan kemungkinan terjadinya relapse juga didukung oleh kemudahan untuk mengakses terapi penyembuhan dukungan yang berkelanjutan dari medis dan tenaga pelayan kesehatan mental (Mary. A Nies, 2001).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
45
4.3 Analisis Intervensi Keperawatan & Penelitian Pendekatan pada klien NAPZA sangat unik dan membutuhkan kemampuan yang berbeda dengan konsep klien di perawatan umum. Klien dengan gangguan perilaku NAPZA, memiliki latar belakang alasan penggunaan NAPZA yang berbeda-beda, Namun banyak yang memulai pada masa usia remaja. Penting untuk mengetahui riwayat penggunaan NAPZA klien, pola penggunaan, termasuk pengetahuan klien akibat penggunaan tersebut. Ketetapatan dalam menentukan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan klien, akan memberikan pengaruh atau dampak yang berbeda terhadap perubahan pola pikir dan perilaku klien.
Tindakan keperawatan dikembangkan berdasarkan proses pengkajian yang komprehensif pada sumber data baik primer maupun sekunder, yang dimiliki klien meliputi: kekuatan fisik, energi, harapan, motivasi, pengetahuan, konsep diri positif, dukungan psikologis, dan dukungan sosial. Sedangkan menurut White dan Roberts (1993, dalam Lukbin & Larsen, 2006), mengidentifikasi aspek psikologis, kognitif, lingkungan dan keputusan klien sebagai sumber kekuatan dalam mendesain intervensi ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan secara nyata berkaitan dengan hilangnya power, Kapasitas dan auditorius yang dimiliki oleh klien penyakit kronis dalam mempersepsikan tindakan yang diharapkan. Asuhan keperawatan pada klien dengan ketidakberdayaan membutuhkan intervensi keperawatan yang mampu mengarahkan klien untuk berpikir positif terhadap segala aspek kehidupannya. Klien diarahkan untuk mengidentifikasi aspek kehidupan yang dapat dirubah dan tidak dapat dirubah, konsep ini terdapat dalam 12 step NA. Hagerty dan Patusky (2003, dalam Ackley & Ledwig, 2010), menekankan bahwa perlu modifikasi terhadap perilaku dan distorsi kognitif pada intervensi generalis dengan masalah ketidakberdayaan. Karena menurut Kanine (2011), modifikasi perilaku dan distorsi kognitif dilakukan sebagai solusi dalam memecahkan masalah ketidakberdayaan terkait sikap dan keyakinan klien agar menjadi realistis dan optimis melalui perilaku kognitif yang positif. Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
46
Penulis mencoba melakukan modifikasi pendekatan intervensi keperawatan dengan diagnosa ketidakberdayaan dengan mengkombinasikan Tehnik psikoterapi Dereflection dengan metode pendekatan FRAMES. Tehnik Dereflection merupakan salah satu bentuk eksistensi manusia yaitu kemampuannya untuk bangkit dari semua kondisi dan mengatasi dirinya kemudian mencurahkan perhatian pada hal-hal positif dan bermanfaat. Menghilangkan keinginan berlebihan (Hiperintention) untuk melawan adiksi terhadap NAPZA (Bastaman 2007: dalam Kanine 2011). Hal yang ingin diubah bukanlah keadaan, melainkan sikap (attitude) yang diambil dalam menghadapi
keadaan.
Mengarahkan
pada
proses
acceptence
untuk
menghadapi keadaan yang tidak mungkin diubah atau dihindari maka sikap yang tepat adalah menerima dengan penuh ikhlas dan tabah pada hal-hal tragis yang tidak mungkin untuk dihindari atau diubah. Mendalami nilai-nilai bersikap pada dasarnya memberi kesempatan kepada seseorang untuk mengambil keputusan yang tepat atas kondisi ketidakberdayaan yang dialami. Metode FRAMES sendiri didasarkan pada enam elemen terapi singkat yang sering digunakan dan berhasil (Kemenkes, 2010) yaitu: F
: Feedback, memberikan umpan balik berdasarkan pengkajian dan diskusi dengan klien
R
: Responsibility, meyakinkan bahwa perilaku penggunaan NAPZA dan masalah yang ditimbulkannya menjadi tanggung jawab individu.
A
: Advice, Memberi kejelasan, anjuran praktis dan materi self help
M
: Menu, memberikan beberapa opsi dan intervensi dalam
perubahan
perilaku. E
:Emphaty, memperlihatkan sikap tidak menghakimi dan menghayati pasien.
S
:Self-Efficacy, Menenkankan kepercayaan terhadap kemampuan individu untuk berubah.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
47
Dalam melakukan intervensi penulis menerapkan metode FRAMES, setiap kali melakukan intervensi selama 6 minggu. Terjadi perubahan pada diri klien yang dapat diobservasi. Perubahan pola pikir, sehingga terbentuk konsep diri yang lebih baik, ketika klien mampu melihat aspek positif yang Ia miliki, saat itulah saat yang tepat untuk meyakinkan dirinya memliki kemampuan untuk berubah (Self efficacy). Pada minggu ke-3 intervensi klien masih mengalami kondisi denial terhadap beberapa opsi yang dibahas, termasuk tanggung jawabnya dari setiap opsi pilihan perilaku yang teridentifikasi untuk dapat dijalankan oleh klien untuk mencapai tujuan hidupnya saat ini yaitu bebas dari NAPZA. Klien mengalami denial atas opsi pilihan hidup yang mampu Ia identifikasi sebagai trigger terbesar klien untuk relapse, salah satunya adalah jenis pekerjaan klien. Klien memiliki latar belakang pekerjaan di Bar (Tempat hiburan malam), klien sering mengulang ceritanya dimana Ia memulai karir pekerjaannya dari level yang sangat rendah yakni seorang Bar Boy sampai menjadi seorang manajer bahkan principle Bavarage. Klien mendapat penghargaan yang tinggi atas usahanya tersebut, klien mengatakan sangat sulit sekali jika harus meningglkan pekerjaan di bidang tersebut. Klien mengalami konfrontasi terhadap dirinya sendiri, terhadap opsi tersebut. Klien tahu bahwa Ia menginginkan kehidupannya lebih baik dan bebas dari NAPZA. Tetapi Ia juga tidak berdaya melawan keinginannya untuk kembali ke pekerjaan yang telah di jalani klien, sejak klien masih kuliah strata satu hingga saat ini klien berusia 35 tahun. Klien merasa mendapatkan pride yang tinggi di bidang tersebut. Pada kondisi tersebut, penulis mencoba menunjukkan sikap emphaty, responsibillity, dan Self-Efficacy. Tanpa membantah apa yang disampaikan oleh klien. Klien memasuki tahap bergaining atau tawar menawar, Klien mengulang kata-kata “Jika, dan tetapi”. Pada kondisi demikian dibutuhkan sikap tegas dengan penguatan melalui metode Self-Efficacy, klien diarahkan untuk mampu melihat aspek positif yang dimiliki oleh dirinya. Sehingga Ia mampu acceptence terhadap opsi yang memberikan kesempatan lebih besar untuknya untuk tetap bersih dari NAPZA. Dan ternyata teori tersebut tidak dapat disangkal, klien menyatakan dengan tegas pada minggu ke-5 intervensi keperawatan bahwa Ia dapat Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
48
menentukan opsi perilaku yang tepat, serta dapat membuat discharge planning untuk lima tahun kehidupannya yang akan datang. Intervensi kelompok coba dilakukan oleh penulis, Namun hanya melipatkan 35 orang pasien di ruang MPE. Penulis mencoba mengarahkan pada pembentukan opsi pilihan perilaku untuk berubah dan Self Effiecy klien didalam kelompok. Menurut Walgito (2007) keberadaan kelompok dapat memberikan kebutuhan psikologis berupa dorongan, pengetahuan, dan informasi. Didalam intervensi kelompok penulis mencoba mengarahkan untuk berdiskusi mengenai pengalaman setiap pasien untuk menolong dirinya dalam kondisi ketidakberdayaan melawan craving, suggest, dan trigger untuk menggunakan kembali NAPZA. Didalam proses diskusi tersebut, ternyata ditemukan proses self efficiecy, walaupun opsi yang ditawarkan dalam kelompok tidak sesuai untuk semua klien. Namun, proses membagi pengalaman, pengetahuan, dan informasi penting. Sehingga, secara tidak langsung memenuhi kebutuhan penguatan secara psikologis bagi anggota kelompok. Metode Dereflection dan FRAMES ternyata benar efektif untuk diterapkan pada klien dengan gangguan perilaku penggunaan NAPZA. Pilihan akan perilaku hidup yang akan ia jalani sepenuhnya menjadi tanggung jawab klien, tim kesehatan hanya mencoba menawarkan alternatif-alternatif pilihan yang tepat dan sesuai untuk klien. Namun, tanggung jawab hidup dan pelaksanaan dari tindakan atau perilaku yang dipilih tetap menjadi tanggung jawab pribadi dari klien. Sehingga perlunya adanya kontrol untuk mengefektifkan metode tersebut. Kontrol utama dapat berasal dari keluarga. Namun, selama proses intervensi terhadap klien, penulis mengalami keterbaatasan dalam melakukan intervensi terhadap keluarga klien. Pendekatan spiritual dilakukan terhadap klien sejak minggu kedua. Klien membutuhkan kekuatan spiritual untuk membantunya membentuk kekuatan dari dalam dirinya. Pendekatan spiritual melalui kegiatan sholat, berdoa, dan mengaji. Klien bersedia untuk mencoba kembali melakukan aktivitas tersebut, Klien melaporkan bahwa terjadi perubahan perasaan. Klien merasa ada Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
49
kekosangan dalam dirinya yang dapat terpenuhi. Dari hasil observasi terjadi peningkatan kemampuan klien dalam mengendalikan emosi. Aktivitas berdoa, membantu klien untuk menyampaikan maslah-masalah yang tidak dapat Ia selesaikan atau sampaikan (berbagi) dengan orang lain, Klien mengatakan hal tersebut cukup membantunya untuk melepas kepenatan yang Ia alami. Penulis juga mencoba mengajak klien untuk memaknai hidup, melalui pendekatan spiritual. Kanine (2012), menjelaskan bahwa manusia pada hakekatnya memiliki makna hidup dan nilai keyakinan terhadap harapan dan kemampuan untuk mengambil keputusan. Klien memaknai hidupnya saat ini tidak bahagia. Klien mengatakan “Sebagai seorang pecandu hidup tidak tenang, harus ada sesuatu yang harus ada walaupun kita tidak berdaya untuk mendapatkannya”. Klien merasa tidak mampu mengambil sikap yang tegas untuk
berhenti
menggunakan NAPZA,
keputusannya akan mempengaruhi hasil.
karena
merasa
tidak
yakin
Hal tersebut merupakan bentuk
Meaningles. Kehidupan
tak
bermakna
(Meaningless)
dimanifestasikan
dengan
kekecewaan, kehampaan hidup gersang, merasa tak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tidak berarti, bosan dan apatis (Frank, 1973: dalam Kanine, 2012). Individu yang mampu menghayati hidup yang bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh semangat dan tanggung jawab, penuh gairah hidup, dan jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan kebahagian (happiness). Namun, penulis mencoba mengarahkan pada aspek positif yang klien miliki. Klien masih memiliki impian untuk dapat hidup aman ketika mencapai usia 40 tahun. Hidup aman yang dimaksud oleh klien adalah hidup dengan seorang istri dan anak serta memiliki pekerjaan yang tidak berisiko dan sudah bebas dari NAPZA. Dimana tujuan memaknai hidup yaitu menenkankan pada asasasas kehidupan manusia meraih hidup yang bermakna (the meaningful life) yakni kebahagiaan sebagai motivasi utama manusia. Hidup yang bermakna merupakan impian setiap manusia. Sehingga, intervensi spiritual juga
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
50
mengarahkan pada pembentukan motivasi meraih impian hidup. Impian hidup akan berpengaruh terhadap bagian dari konsep diri seseorang yaitu ideal diri. Intervensi ke arah fisik yang berhubungan dengan psikis klien berupa diskusi tentang akibat penyalahgunaan Putau/Heroin yang berkepanjangan dapat mengakibatkan perubahan pada pola tidur bahkan jatuh pada kondisi insomnia berat (Kemenkes RI, 2011). Namun, ketika seseorang kembali menggunakan Putau/Heroin, karena sifatnya depresan maka akan mudah menimbulkan kantuk yang sangat dalam, sehingga seseorang menjadi lebih tenang dan jatuh tertidur. Ketika seseorang berhenti menggunakan jenis opioda contohnya Putau/Heroin, maka akan menimbulkan gejala putus zat berupa nyeri pada anggota tubuh, insomnia berat, dan gelisah. Pada kondisi demikian seseorang akan merasakan craving untuk menggunakan kembali. Kondisi insomnia berat dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perubahan emosi, yang akan mempengaruhi perubahan pola perilaku individu. Individu menjadi sulit berkonsentrasi, emosi menjadi labil, dan berisiko melakukan tindakan perilaku kekerasan. Klien menunjukkan perilaku kekerasan yang berisiko mencederai dirinya sendiri
pada
minggu
ketiga
intervensi
asuhan
keperawatan.
Klien
mengekspresikan rasa kekecewaan akibat keinginan yang tidak terpenuhi dengan perilaku merusak dirinya. Hal tersebut menujukkan adanya perilaku obsesif kompulsif pada klien. Ketika keinginan tidak terpenuhi, klien mencoba mengalihkannya dengan perilaku yang merusak dirinya. Perilaku obsesif kompulsif merupakan penyakit psikobilogis akibat penggunaan jangka panjang heroin, yang mengakibatkan kerusakan pada sistem neurotransmitter di otak yang menimbulkan gejala kecemasan yang berulang-ulang (Ellen, 2004). Sehingga, terjadi perubahan terhadap fungsi emosi dan perilaku. Dari hasil pengkajian dengan menggunakan Depresion and anxiety stress scale (DASS) menunjukkan klien mengalami cemas berat dan depresi sedang. Hal tersebut cukup mendukung bahwa klien dengan riwayat penggunaan heroin jangka panjang mengalami perilaku obsesif kompulsif (Obsesive Convulsif Disorder). Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
51
Klien saat ini positif mengalami Hepatitis C. Ia menyampaikan dirinya tidak masalah dengan statusnya sebagai orang yang mengidap Hepatitis C. Namun, Ia mengatakan tidak menyukai perilaku keluarga yang mengetahui positif Hepatitis C. Jika, individu diketahui positif hepatitis.C ataupun positif HIV, Ada kemungkinan untuk mengalami ansietas akibat stigma yang beredar di masyarakat. Adanya rasa takut untuk sulit diterima sebagai manusia normal, ketika berada ataupun berkumpul dengan keluarga, Menjadi salah satu sumber kecemasan bagi pengguna NAPZA. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap konsep diri individu. Penghargaan akibat pengasingan atau mendapat perlakuan yang berbeda dari keluarga atau masyarakat dapat menurunkan rasa penghargaan terhadap dirinya, yang juga dapat berpengaruh terhadap gambaran diri yang rendah. Individu dapat jatuh pada kondisi depresi, akibat denial terhadap kondisi yang dialami dengan perlakuan dari lingkungan yang diterima. Kontroversi dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien dengan riwayat Hep.C atau HIV positif, dapat menjadi ancaman tidak hanya bagi klien tetapi juga bagi pemberi tenaga pelayanan kesehatan.
Perlunya edukasi yang tepat mengenai pola perilaku yang benar dan peningkatan pengetahuan terhadap klien, maupun keluarga klien menjadi fokus pemberian edukasi. Selebihnya adalah tindakan preventif dan edukatif di tingkat masyarakat yang lebih luas, sehingga orang dengan riwayat Hepatitis C dan HIV mendapat perlakuan yang sewajarnya. Justru masyarakat seharusnya dapat dibimbing untuk membantu membentuk konsep diri yang lebih baik bagi para penderita Hepatitis C dan HIV.
4.4 Analisis Penyelesaian Masalah Penyelesaian
masalah
diagnosa
keperawatan
ketidakberdayaan
pada
masyarakat perkotaan dengan riwayat penggunaan NAPZA membutuhkan intervensi di tingkat komunitas yang lebih luas. Permasalahan penggunaan NAPZA sampai dengan kondisi ketergantungan merupakan salah satu bentuk gangguan kesehatan mental berupa gangguan perilaku. Nies (2001) menyatakan bahwa dukungan sangat dibutuhkan untuk menurunkan resiko Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
52
gangguan mental perilaku, tidak hanya dukungan dari orang terdekat atau keluarga, tetapi juga dukungan dari masyarakat luas termasuk pemerintah dalam hal penyedian pelayanan yang mudah untuk dijangkau. Penulis dalam hal ini, tidak mampu melakukan intervensi lebih luas terhadap sumber-sumber dukungan sosial yang dapat di jangkau oleh klien seperti keluarga. Sehingga dibutuhkan intervensi tingkat spesialis untuk menyelesaikan permasalahan di tingkat keluarga untuk mendukung intervensi individu yang telah dilakukan.
Modifikasi pemecahan masalah klien dengan respon ketidakberdayaan menurut Hagerty dan Patusky (2003, dalam Ackley & Ladwig, 2010) adalah meningkatkan sikap optimis dan keyakinan yang realistis melalui perilaku kognitif (behavior cognitive) pada situasi perspektif yang berbeda dan melalui cara penghentian pikiran (thought stoping) untuk distorsi kognitifnya. Upaya pemecahan masalah klien melalui perilaku kognitif dan penghentian pikiran dengan aktivitas positif yang konstruktif merupakan jenis psikoterapi untuk meminimalkan respon ketidakberdayaan yang negatif.
Meraih kehidupan bermakna (the meaningful life) adalah motivasi utama manusia. Dereflection adalah salah satu tehnik dalam psikoterapi yang diindikasikan pada klien dengan penyakit krtonis termasuk pada klien gangguan perilaku akibat penggunaan NAPZA yang mengalami respon ketidakberdayaan. Dereflection bertujuan untuk mengembangkan sikap yang tepat dan positif dan merealisasikan nilai-nilai bersikap yang dianggap positif. Nilai-nilai bersipa menurut Bastaman (2007, dalam Kanine, 2011) adalah sikap menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, keberanian menghadapi bentuk penderitaan yang tidak mungkin terelakkan lagi seperti untuk melawan kekambuhan penggunaan zat setelah semua upaya dilakukan maksimal.
Mendalami nilai-nilai bersikap pada dasarnya memberi kesempatan kepada seseorang untuk mengambil sikap yang tepat atas kondisi tragis dan atau kegagalan yang telah terjadi dan tidak dapat dielakkan lagi. Tehnik pendalaman nilai bersikap dengan: 1) Merenungkan penderitaan: Mengingat Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
53
kembali suatu penderitaan yang pernah dialami pada waktu yang lalu, bagaimanakah cara mengatasinya, bagaimanakah perasaan kita sekarang atas pengalaman tersebut, pelajaran apa yang kita peroleh dan hikmah apa yang ada dibalik penderitaan dan prose panjang yang telah dilewati oleh klien dari keinginannya
bebas
dari
NAPZA.
2)
Membandingkan
penderitaan:
menghubungi kenalan yang pernah mengalami penderitaan yang sama dan telah berhasil mengatasinya, menanyakan pelajaran dan hikamh apa yang diperolehnya dari peristiwa itu, dan membandingkan dengan keadaan sekarang (Kanine, 2011). Hal ini dapat diintergrasikan dalam bentuk Teraphy Comunity, Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi perilaku positif yang perlu diintegrasikan dalam proses perawatan klien NAPZA sebagai bentuk lanjutan dari tehnik dereflection. Sehingga, metode asuhan keperawatan pada klien NAPZA dengan diagnosis ketidakberdayaan membutuhkan integrasi dan kolaborasi yang lebih luas.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
BAB 5 PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan hasil yang diperoleh berdasarkan penjelasan dari bab sebelumnya sampai dengan pembahasan. Sehingga, dapat ditarik simpulan dan saran dari intervensi dan telaah pustaka, serta observasi yang telah dilakukan. Saran yang diberikan berupa masukan bersifat operasional dimana terkait dengan hasil asuhan keperawatan yang telah dilakukan. 5.1 Kesimpulan Klien adalah bagian dari individu masyarakat perkotaan yang memberikan gambaran masalah perkotaan, dalam hal kesehatan mental (Mental health urban). Perubahan tren perilaku masyarakat perkotaan kearah perilaku menyimpang seperti penggunaan NAPZA dapat terjadi akibat dari koping individu tidak efektif. Penyelesaian masalah dengan menggunakan cara yang maladaptif dengan penggunaan zat, dianggap sebagai bentuk penyelesaian masalah atau berupa gaya hidup masyarakat perkotaan dapat menjadi kontroversial. Apapun alasan penggunaan NAPZA tidak dibenarkan dan merupakan bagian masalah kesehatan mental akibat
perilaku yang
menyimpang. Ketidakberdayaan yang dialami oleh pengguna NAPZA yang mengalami ketergantungan terhadap NAPZA, diarahkan kepada pembentukan pola perilaku yang positif. Pendekatan metode derefelection dan tehnik enam langkah yang disebut dengan FRAMES terbukti efektif digunakan untuk klien NAPZA. Terjadi perubahan pola pikir kearah penguatan psikologis untuk memperkuat keyakinan klien, bahwa klien dapat melakukan sesuatu yang dapat mempengaruhi hasil dan tujuan untuk bebas dari NAPZA. Namun, kekuatan diri tidak hanya dipengaruhi oleh diri sendiri. Peran kelompok, lingkungan, dan dukungan keluarga juga memberi kontribusi yang besar terhadap pembentukan keyakinan dalam diri invidu untuk bertahan (fight) dalam kondisi bebas NAPZA (clean). 54
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
55
5.2 Saran Perhatian terhadap kesehatan mental pada masyarakat perkotaan perlu ditingkatkan. Tidak hanya masalah peningkatan kesehatan fisik pada masyarakat urban akibat gaya hidup, Tetapi juga peningkatan masalah kesehatan mental akibat gaya hidup. Gangguan kesehatan mental pada masyarakat urban cenderung meningkat akibat peningkatan beban psikologis. NAPZA dianggap bagian dari gaya hidup atau bentuk perilaku yang dianggap dapat menyelesaikan masalah karena peningkatan beban psikologis pada masyarakat perkotaan. Sehingga tren pelayanan kesehatan tidak hanya berorientasi pada masalah kesehatan fisik saja, tetapi juga tehadap kesehatan mental. Dari hasil asuhan keperawatan yang dilakukan penulis dari tanggal 13 Mei 2013 sampai 20 Juni 2013 Pada klien di RSKO Jakarta dengan mencoba mengaplikasikan tehnik asuhan keperawatan berdasarkan pada evidence base dan melakukan modifikasi. Penulis mencoba memberikan beberapa saran yang bersifat aplikatif sebagai berikut: a. Pengelola Institusi pendidikan Saran untuk bidang keperawatan yang mengelola pengembangan bidang pendidikan keperawatan agar mengintegrasikan konsep terkait NAPZA dengan ilmu kesehatan khususnya kesehatan mental. Karena intervensi fokus pada pengguna NAPZA terletak pada kesehatan mentalnya. Sehingga mampu meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan. Perawat memiliki peluang yang besar untuk berperan dan berkontribusi dalam memberikan pelayanan dibidang NAPZA. Perawat memiliki kesempatan atau bekal berupa pendekatan yang intensif untuk melakukan intervensi terhadap klien khususnya untuk peningkatan kesehatan mental klien. Perawat sebagai orang terdekat yang mampu mengobservasi dan berinteraksi secara langsung dengan klien NAPZA saat menjalani proses perawatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
56
b. Bagi Insitusi Pemberi Pelayanan Kesehatan Bidang NAPZA Tulisan ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber evidence based practice dalam ilmu keperawatan khususnya pengembangan teknik-teknik dalam penatalaksanaan keperawatan mandiri untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan dapat didukung oleh adanya
media
yang dibutuhkan oleh klien NAPZA.
Walaupun
berdasarkan standar operasional kerja yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan menyebutkan bahwa, klien dalam proses intoksifikasi akan dibiarkan dengan aktivitas yang tidak terjadwal, Dimana tenaga kesehatan berorientasi untuk menangani gelaja fisik akibat dari putus zat. Namun, Klien NAPZA selama menjalani proses intoksifikasi juga membutuhkan media yang mampu menfasilitasi mereka untuk mengekspresikan perasaannya ketika klien sedang merasa sedih, senang, dan marah. Sebagai contoh: Klien NAPZA memiliki resiko tinggi untuk melakukan tindakan atau perilaku kekerasan baik terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Fasilitas atau media sangat penting sebagai faktor penunjang keberhasilan penanganan pasien NAPZA. Jika mereka disediakan suatu media untuk memfasilitasi rasa marah mereka, maka ada kemungkinan untuk mengekspresikan rasa marah tersebut dapat menjadi bentuk aktivitas yang konstruktif seperti olahraga. Karena intervensi pada klien gangguan Psikiatri murni tidak sama dengan klien NAPZA, maka saat klien NAPZA memiliki
resiko
untuk
perilaku
kekerasan.
Aktivitas
untuk
mengekspresikan rasa marah beruapa pukul bantal, justru akan dianggap sebagai sesuatu yang aneh dan lucu bagi mereka. Sehingga alternatifnya dapat berupa penyediaan media lainnya yang mampu memfasilitasi, Seperti Sabek (bantal petinju), Media lukis dan lain sebagianya. c. Bagi Masyarakat Kontrol utama perubahan perilaku individu adalah keluarga, sehingga diharapkan orang tua dapat memberikan kontrol yang tepat tetapi tidak juga berlebihan. Gaya otoriter ataupun sikap kasih sayang yang berlebihan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
57
(permisif) juga dapat menjadi presisposisi kearah penyalahgunaan NAPZA. Oleh karena itu, keluarga dan masyarakat luas turut berperan dalam penciptaan perilaku kearah positif. Seseorang dengan riwayat penggunaan NAPZA khususnya jenis opiat semisintetik yaitu heroin memiliki risiko tinggi mengalami hepatitis C ataupun positif HIV. Ada kemungkinan individu tersebut mengalami ansietas, akibat stigma yang beredar di masyarakat. Adanya rasa takut untuk sulit diterima sebagai manusia normal, ketika berada ataupun berkumpul dengan keluarga dapat menjadi salah satu sumber kecemasan bagi pengguna NAPZA. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap konsep diri individu. Penghargaan akibat pengasingan atau mendapat perlakuan yang berbeda dari keluarga atau masyarakat dapat menurunkan rasa penghargaan terhadap dirinya, yang juga dapat berpengaruh terhadap gambaran diri yang rendah. Individu dapat jatuh pada kondisi depresi, akibat denial terhadap kondisi yang dialami dengan perlakuan dari lingkungan yang diterima. Perlunya edukasi yang tepat mengenai pola perilaku yang benar dan peningkatan pengetahuan terhadap keluarga penderita Hepatitis C atau HIV menjadi fokus pemberian edukasi. Selebihnya adalah tindakan preventif dan edukatif di tingkat masyarakat yang lebih luas, sehingga orang dengan riwayat penggunaan NAPZA yang positif Hepatitis C atau HIV mendapat perlakuan yang sewajarnya. Masyarakat luas bahkan dapat menjadi sumber dukungan yang potensial untuk pembentukan perilaku individu kearah yang positif dengan bentuk penerimaan yang baik terhadap pengguna NAZPA dengan riwayat penyakit fisik seperti Hepatitis C atau HIV.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Ackley,B.J & Ledwig, G.B. (2010). Nursing Diagnosis Handbook: an evidence based guide to planning care. 9 th edition. St. Louis. Missouri: Elsevier Mosby Agolla, J.E., & Ongori, H. (2009). An assasment of academic stress among undergraduate students. Academic journals, Educational research and review vol.4 (2), pp.063-067. Anonim. (2008). Terapi Rumatan Opiat: Suboxone. Juni 15, 2013 http://banirisset.com/2008/05/suboxone.html#sthash.aoW5fCAq.dpuf BNN.(2012). ._____. Juni 15, 2013. www.bnn.go.id.documents/data-andanalysys/wdr2012. Carpenito, L.J dan Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : Penebit Buku Kedokteran EGC Carpenito, L. J.C (2004). Hanndbook of nursing diagnosis ed.10. USA: Lippincott Williams & Wilkins Depkes RI.(2006). Pedoman Penyluhan Masalah Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) bagi Petugas Kesehatan di sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Dirjen Bina Pelayanan Medik Doenges,M., Townsend, M., (2008) Nursing Diagnosis Manual ed.2. F.A Davis Company: Philadelphia. Goff.A.M.(2011). Stressor, academic performance, and learned resourcefulness in baccalaureate nursing students. International Journal Of Nursing Education Scholarship, 8,923-1548. Kanine, Esrom. (2011). Pengaruh Terapi Generalis dan Logoterapi Terhadap Respon Ketidakberdayaan Klien Diabetes Melitus di Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Utara. Tesis. Universitas Indonesia : Depok Kartikawangi, Dorien. (2007). Gaya Hidup Kosmopolitan dalam kajian Media dan Industri Budaya. Jakarta:UI Kemenkes RI. (2010). Pedoman Pelayanan Terapi & Rehabilitasi Komprehensif Pada Gangguan Penggunaan NAPZA berbasis Rumah Sakit. Jakarta: Dirbinyan Kesehatan Jiwa. Kemenkes RI.(2011). Buku Pedoman Praktis Mengenai Penyalahgunaan NAPZA Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Dirbinyan Kesehatan Jiwa. Lukbin, I.M & Larse, P.O.(2006). Chronic Ilness: Impact and Intervention. Jones and Barlett Publisher, Inc Sudbuy Messachusetts. NANDA International. (2011). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Cetakan I. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC Nies, Mary A. (2001). Comunity Health Nursing: Promoting The Health Of Populations. W.B Saunders Company: Philadelphia. Nursalam, (2001), Proses Dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. (RISKESDAS) Riset Kesehatan Dasar. (2007).Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2005). Brunner & Sudarth’s textbook Of medicalsurgical nursing. (8th ed). (Agung Waluyo. Terjemahan). Jakarta: EGC 58
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
59
Soeroso, Andreas. (2008). Sosiologi. Jakarta: Yudhistira. Stuart, Gail W. (2009). Principles & Practice of Psychiatric Nursing ed.8. Philadelphia: Elsevier Mosby Townsend, M.C (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri rencana Asuhan & Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC UNODC. (2011)._____. Juni 15, 2013. www.unodc.org.documents/data-andanalysys/wdr2011. Walgito, B. (2007). Psikologi kelompok. Yogyakarta: ANDI Widianti, Elfri.(2007). Remaja dan permasalahannya: bahaya merokok, penyimpangan seks pada remaja, dan bahaya penyalahgunaan minuman keras dan narkoba. Juni 15, 2013. http://prov.bkkbn.go.id Williams, Ellen. (2004). Essencial Of Nursing. Manchester: Eddington. Wilkinson, J.M. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
PENGKAJIAN KEPERAWATAN (NAPZA) Identitas Pribadi 1. Nama lengkap : Tn.I 2. Nama panggilan :D 3. Nama Penanggung Jawab : Ny.S 4. Pekerjaan Penanggung Jawab : Wiraswasta 5. Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 30 November 1978 6. Jenis kelamin : Laki-laki 7. Kewarganegaraan : Indonesia 8. Alamat lengkap : Jl. Alamanda Raya Blok.B/No.9. Pendidikan terakhir : Strata Satu (S1) 10. Agama : Islam 11. Status perkawinan : Bercerai Menikah Bercerai Belum menikah 12. Frekuensi menikah : 1 kali 13. Usia saat pertama kali menikah : 25 Tahun 14. Sumber pemasukan : Gaji dan Judi Bola Gaji Teman Jadi bandar Keluarga Pensiunan Lainnya, ________ 15. Status tempat tinggal saat ini : Bersama sanak Keluarga Bersama orangtua Tidak punya tempat tinggal Bersama teman Tinggal sendiri Bersama sanak family 16. Pekerjaan sebelum masuk RS : Manajer Baverage 17. Anggota keluarga yang juga memakai NAPZA : Tidak ada 18. Jenis zat yang pernah dipakai keluarga : 19. Daftar anggota keluarga : (ayah, ibu, saudara kandung, istri/suami, anak) No. Nama Hubungan Usia Status Kesehatan 1 Tn. N Ayah Meninggal 2 Ny.S Ibu Meninggal 3 Ny.S Kakak 44 Tahun Baik 4 Ny.A Kakak 41 Tahun Baik 5 Tn.B Kakak 38 Tahun Baik
Alasan Masuk RSKO 1. Cara datang ke RS : Diantar dokter Diantar LSM Sendiri Diantar keluarga Diantar penegak hukum Diantar teman 2. Motivasi mengikuti perawatan: : Permintaan sendiri Mengurangi dosis Berhenti total Terpaksa 3. Pengobatan sebelumnya (lokasi, tahun) : RS. SH di Kota S tahun 2002 4. Tahun pertama kali menggunakan NAPZA : 1992 5. Zat yang pertama kali digunakan : Alkohol
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
6.
Alasan penggunaan NAPZA : Tersedianya NAPZA Ingin tahu atau coba-coba Tekanan sebaya Hubungan sex Melarikan diri dari masalah Frustasi Lainnya: ___________ Rekreasi Mencari kesenangan 7. Jumlah uang yang dihabiskan untuk membeli NAPZA dalam 1 bulan terakhir: Rp 15.000.000 8. Perkembangan penggunaan NAPZA : No Jenis Zat Tahun Waktu Cara Frekuensi Pemakaian Pemakaian Pemakaian Pemakaian dan Pertama Terakhir Jumlah Zat 1 Putaw/Heroin 1995 2013 Suntik/Hirup 0,5 gram 2 Sabu 1997 2000 Hirup 1 gram 3 Ekstasi 1995 2011 Oral On-off 4 Ganja 1992 2000 Hisap On-off 5 Obat-obatan 1995 2011 Oral On-off 6 Alkohol 1992 2013 Oral 200 cc- tidak tentu (sepuasnya)
9.
Lokasi penggunaan NAPZA (yang paling sering): Rumah Jalanan Rumah teman
Pola Hidup 1. Mandi 2. Tidur siang Ya, jam ...-... 3. Jam tidur malam 4. Jam terbangun di pagi hari 5. Aktivitas harian sebelum masuk RSKO 6. Aktivitas harian setelah masuk RSKO 7. Makan 8. Makanan selingan 9. BAB (buang air besar) 10. BAK (buang air kecil)
Tidak tentu Lainnya ___________
: 2 kali / hari : Tidak : 01.00 : 07.00 : Bekerja : Kembali bekerja : 2-3 kali / hari : 1 kali/ hari : 2 kali / hari : 8 kali/hari
Kondisi Kesehatan 1. Penyakit yang pernah diderita sebelumnya : Gastritis, Hepatitis C, Sakit gigi. 2. Riwayat di rawat di rumah sakit : 1 kali, karena Gastritis 3. Anda sedang menggunakan obat yang diresepkan secara teratur : Ya, sebutkan: Obat tidur (Zolmia) Tidak 4. Status HIV: Tidak tahu Tes positif Hasil tes tidak diketahui Belum pernah tes Tes negatif 5. Status HCV: Tidak tahu Tes positif Hasil tes tidak diketahui Belum pernah tes Tes negatif 6. Status TBC: Tidak tahu Rontgen negatif Tes BTA 3x negatif Belum periksa Rontgen foto positif Tes BTA 3x positif Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
7.
8.
Jika sakit, sering berkonsultasi pada Dokter Mengobati sendiri Apotik/farmasis Tidak diobati Pengobatan alternatif Pernah menjadi pendonor darah selama menggunakan NAPZA? Ya, tahun____ Tidak
Kondisi Psikis 1. Apakah anda pernah mengalami masalah serius dalam berhubungan dengan : Ibu, jelaskan : Tidak pernah Ayah, jelaskan : Tidak pernah Adik / kakak, jelaskan : Dilarang menggunakan NAPZA Suami / istri, jelaskan : Dilarang menggunakan NAPZA, sampai bercerai Keluarga lain yang berarti, jelaskan : penolakan, klien merasa dihindari Pacar , jelaskan : hamil diluar nikah, memutuskan untuk aborsi Teman akrab, jelaskan : Tidak ada Tetangga, jelaskan : penolakan, klien merasa dihindari Teman sekerja, jelaskan: Tidak ada 2. Perasaan saat ini : Depresi serius-kesedihan Sulit merasa relaks Putus asa Sulit berkonsentrasi atau mengingat sesuatu Kehilangan minat Kesulitan mengontrol amarah Kesukaran dalam melakukan kegiatan sehari-hari Kadang melihat / mendengar sesuatu yang tidak ada objeknya Ketegangan Lainnya, sebutkan ______________ Gelisah Kekhawatiran yang berlebihan 3. Pernah terpikir untuk bunuh diri : Ya,___ kali, karena_______________ Tidak Penggunaan Cara Suntik yang Beresiko 1. Pernah menggunakan NAPZA dengan cara suntik: Ya, tahun pertama suntik 1998 Tidak 2. Pernah bertukar jarum suntik: Ya Tidak 3. Jenis zat yang pernah disuntik : Putaw 4. Frekuensi menyuntik dalam 1 hari : 3-4 kali 5. Alasan menyuntik: Ingin tahu/coba Kualitas obat kurang coba baik Lebih murah Lebih nyaman Cepat dan lebih pas
Teman/pasangan menyuntik Lainnya, ________
Riwayat Perilaku Kriminal 1. Penangkapan dan penuntutan atas kasus di bawah ini: Mencuri di toko, ______ kali Pembakaran rumah, ______ kali Bebas bersyarat / masa percobaan, 1 Perkosaan, ______ kali kali, tahun 2000 Pembunuhan, ______ kali Pemalsuan, 10 kali: Kartu kredit Pelacuran, ______ kali Penyerangan, ______ kali Perampokan, ______ kali Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Pencurian / pembobolan, ______ kali Menjual NAPZA, ______ kali Penyerangan bersenjata, ______ kali Lainnya, sebutkan, ______ 2. Pernah menghadiri atau mendengarkan persidangan? Ya, tahun 2000 sebagai tersangka Tidak 3. Pernah dipenjara ? Ya, Lamanya: 7 Bulan Jumlah 1kali Lokasi: Cipinang Alasan: tertangkap menggunakan putaw Tidak Perilaku Seksual 1. Apakah Anda pernah melakukan hubungan seksual? Ya Tidak 2. Jika pernah, dengan siapa? Lainnya: SPG Pasangan PSK Anak Sesama pengguna NAPZA Pacar 3. Pernah menderita penyakit infeksi menular seksual? 1-3 bulan lalu Lebih dari 1 tahun lalu 3-6 bulan lalu` Tidak tahu Kurang dari 1 tahun lalu 4. Pernah menggunakan kondom saat berhubungan seks? Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Sering Jarang Pengetahuan tentang Virus yang Ditularkan Melalui Darah 1. Menurut Anda, apakah bertukar jarum suntik dapat menularkan penyakit? Ya Tidak 2. Apakah yang Anda ketahui tentang HIV/AIDS? Pengertian, penyakit menular Cara menularkan: seks, jarum suntik Penyebab, virus karena jarum, seks Cara pengobatan:minum ARV, Pola bebas, dll hidup sehat. 3. Sumber informasi tentang HIV/AIDS TV Teman pengguna Teman lain NAPZA Brosur Lainnya,_________ Radio Staf/petugas 4. Apakah yang Anda ketahui tentang Hepatitis C? Pengertian, ____________________ _ Cara menularkan, ________________ Penyebab,_______________________ Cara pengobatan, ________________ 5. Sumber informasi tentang Hepatitis C TV Teman pengguna Teman lain NAPZA Brosur Lainnya, _________ Radio Staf/petugas
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Pemeriksaan Psikiatrik 1. Pemeriksaan status mental Terorientasi 2. Penampilan keseluruhan Rapi Tidak rapi 3. 4.
5.
Gangguan pola pikir Ada Mood/alam perasaan : Meningkat Sangat sesuai Menurun Riwayat keluarga : a. Komunikasi Terbuka b. Mekanisme koping keluarga Adaptif: dukungan finansial perawatan
Fungsi Kognitif 1. Konsentrasi: Baik 2. Daya ingat: Baik 3. Pikiran obsesif: Ya, _______________ 4. Halusinasi: Ya, _______________ 5. Waham: Ya, _______________
Tidak terorientasi Bersih Kotor Tidak ada Datar Sesuai Tidak sesuai Tertutup Maladaptif: menghindari klien
Buruk, ____________________ Buruk, ____________________ Tidak Tidak Tidak
Pemeriksaan Fisik 1. Tanda-tanda vital Tekanan darah : 130/90 mmHg RR : 18 x/menit Nadi : 134x/menit Suhu : 36,6 oCelcius 2. Pemeriksaan sistemik a. Sistem pencernaan : Baik,tidak ada keluhan b. Sistem kardiovaskuler : SI (+), S2 (+), Murmur (-), Gallop (-). c. Sistem respiratori : Vesikuler +/+, Ronkhi (-), Whezing (-) d. Sistem saraf pusat : Tidak ada keluhan, orientasi baik e. THT dan kulit : tidak ada keluhan, integritas kulit utuh, tidak ada lesi. 3. Diagnosis medis sementara : 4. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan : 5. Rencana terapi : a. Farmakoterapi: - Ranitidine : 2 x 1 tab - Omeprazol : 2 x 4 mg - Polysilane : 3 ml sebelum makan - Esilgan : 1 x 2 mg - Heximer : 1 x 2 mg Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
-
AsamMet Luften Tramadol Neurobath
: : : :
3 x 500 mg 1 x 50 mg 3 x 500 mg 3 x 1 tab
b. Terapi non farmakologi: Konseling 6.
Rencana kegiatan: a. Terapi aktivitas kelompok tentang: terapi subtitusi opiat b. Konseling tentang: gangguan perilaku akibat penggunaan NAPZA c. Pendidikan kesehatan tentang: gaya hidup sehat
7.
Diagnosa keperawatan : Gangguan rasa nyaman : nyeri Gangguan pola tidur Ansietas Keputusasaan Ketidak berdayaan Risiko bunuh diri Ideal diri tidak realistis Gangguan identitas interpersonal Perubahan sensori persepsi : halusinasi Risiko perilaku kekerasan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif Gangguan proses keluarga Kurang pengetahuan tentang _______ Gangguan berhubungan : manipulasi/ curiga/ ____________________
Jakarta, Mei 2013 Nama & Tanda Tangan
Susi Purwati, S.Kep
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
PROSES TERJADINYA MASALAH KETIDAKBERDAYAAN PADA KLIEN NAPZA PREDISPOSISI
`
BIOLOGIS Pengalaman penggunaan zat terlarang Kerusakan sistem organ otak akibat penggunaan jangka panjang opiat.
PERKEMBANGAN Kehilangan kontrol utama Kehilangan harga diri Stimulus yang tidak menyenangkan Tidak adanya kedamaian diri dan kepuasan hidup Pengaturan kognitif (-)
STRESOR Dihadapi
Menghindar
PRESIPITASI
Psikologis Pola asuh ortu permisif Kurang minat dalam mengembangkan hobi Self kontrol tidak stabil Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup
SUMBER KOPING
TIDAK ADA Keterlibatan keluarga yang luas Hubungan dengan makhluk lain Penggunaan kreativitas
Penggunaan Koping
PSIKOLOGIS Kegagalan menemukan makna hidup ketegangan keluarga yang terus-menerus kesendirian Keterikan dengan pekerjaan (faktor risiko lingkungan relapse) Craving
PENILAIAN TERHADAP STRESOR
MEKANISME KOPING
ADA Keterlibatan keluarga yang luas Hubungan dengan maklhuk lain Penggunaan kreativitas
SOSIAL BUDAYA Kehidupan kosmopolitan Kurang dapat menjalankan kegiatan keagamaan Kurang kontrol keluarga Pengaruh gaya hidup perkotaan ( teman kelompok)
BIOLOGIS Gangguan Sistem endokrin Penggunaan alkohol, obat-obatan, cafein, dan tembakau Mengalami gang. Tidur dan istirahat.
MALADAPTIF Denial Ketidakberdayaan Represi Supresi Disosiasi
ADAPTIF Motivasi positif dalam kehidupan
Kesadaran
Tidak terjadi gangguan Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Diagnosa Medis Depresi Cemas
Diagnosa Keperawatan KETIDAK BERDAYAAN
Catatan Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan 13 Mei 2012 Ketidakber Dayaan
14 Mei 2013
Gangguan pola tidur
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat Implementasi 1. BHSP 2. Membantu klien mengenali daan mendiskusikan situasi-situasi yang membuat atau mengarhkan klien untuk kembali menggunakan putaw 3. Mendiskusikan dengan klien apa yang Ia rasakan jika sudah menggunakan putau atau alkohol 4. Mendiskusikan dgn klien apakah dengan perilaku pengggunaan zat dapat menyelesaikan masalah 5. Dorong klien menyimpulkan sendiri akibat atau efek positif dan negatif akibat penggunaan zat
1. Evaluasi kondisi kesehatan klien 2. Mendiskusikan pola tidur klien berdasarkan keluhan klien saat ini 3. Mendiskusikan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan klien sebelum tidur
Evaluasi S: -
Klien mengatakan frekuensi menggunakan putau meningkat saat ada pressure di kerjaan supaya relaks Klien mengatakan teman kantor tidak ada yang tahu bahwa Ia pemakai zat Klien mengatakan pakai putaw suapaya lebih tenag dan esoknya bisa kerja kembali Klien mengatakan positifnya Ia mersa lebih bisa mengendalikan situasi, negtaifnya badan lama-lama ancur nggak kuat
O: -
Kooperatif, kontak mata (+), ekspresi tegang, afek sesuai, klien tampak gelisah. A: Masalah masih aktual P: - Dorong untuk diskusi tentang efek NAPZA jangka pendek dan panjang - Arahkan untuk diskusi evaluasi kondisi kesehatan saat ini. S: - “Pusing banget, tadi malam nggak bisa tidur, siang juga nggak bisa tidur, puyeng jadinya” - “Kalo di rumah tidur gampang, disini kenapa susah banget, susahnya ya ampun. Udah coba tutp mata cuman bolakbalikin badan aja, nggak merem-merem matanya”.
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Catatan Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi 4. Menggali upaya yang sudah dilakukan oleh klien supaya lebih mudah jatuh tertidur. 5. Mendiskusikan dengan klien faktorfaktor yang mempengaruhi pola tidur: kecemasan/stres, termasuk efek penggunaan opiat jangka panjang dan alkohol 6. Mendorong klien untuk menyampaikan hasil diskusi tentang tidurnya dan RTL yang akan dilakukan klien untuk memperbaiki pola tidurnya 7. Memberikan reinforcement positif.
15 Mei 2013
Ketidakber Dayaan
1. Observasi k/u klien dan emosi klien 2. Evaluasi kondisi kesehatan klien, menanyakan tentang bagaimana tidur klien 3. Mendiskusikan dengan klien cara-cara sederhana supaya lebih mudah tidur: memanfaatkan alat untuk olahraga, sehingga lelah pada malam hari.
Evaluasi S: -
“Iya biasanya nge-wine dulu dikit, atau kadang pakau dulu, pasti tidurnya jadi gampang, gampang banget” “Oh gitu ya, tapi kalo baru pake malah tidur ya, jadi kalo putus malah susah tidur. Gue sampe sekarang nggak yakin bisa ngilangin kebiasaan gue itu. Ya minimal gue bisa tidur pake obat tidurlah, daripada nggak tidur sama sekali”.
O: -
K/u tenang, Kooperatif, Kontak mata: mudah beralih, Fokus: kurang, Tampak lesu. A: Masalah belum teratasi P: - Mendiskusikan sederhana lainnya untuk memperbaiki pola tidur. S: - Besok gue coba pake gym-gym-an dibawah deh”. - Iya, kepala masih pusing, liat aja ini muka gue kusut banget kan, Obat tidurnya Cuma dikasih satu” - Mungkin bisa sih nge-gym, tapi kan dipake ama anak rehap jam 4-6 sore. Kan nggak boleh” - Bisa sih push-up kali ya, tapi ya gitu susah nggak ada dorongan, tapi dicoba dulu deh. Iya emang
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Catatan Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Diagnosa Keperawatan
Implementasi -
-
Kamis, 16 Mei 2013
Koping individu tidak efektif
1. 2. 3. 4.
5.
Dapat menstimulasi mudah tidur pada malam hari, menjelaskan hubungan olahraga dengan pengeluaran hormon pengurang stres secara alami melaui olahraga. Sama dengan penggunaan putaw. Putaw mendorong pengeluaran hormon yang membuat rileks, namun eksresinya dipaksakan. Sehingga, merusak sistem di otak. Mendiskusikan tentang pentingnya aktivitas supaya tidak bosa dan lebh rileks. Memberikan reinforcement positif atas RTL yang disampaikan klien. Evaluasi kondisi kesehatan klien saat ini Mendiskusikan tentang kegiatan klien Klien meminta belajar bersama tentang bacaan sholat dan mengaji Mendiskusikan dengan klien apa yang mendorong klien tiba-tiba ingin belajar sholat dan mengaji kembali Memberikan reinforcement positif kepada klien
Evaluasi -
-
Iya, gue coba deh. Ternyata gitu ya, pantesan gue nggak begitu suka olahraga sih dari dulu. Tapi kalo olahraga judi gue suka” Gue coba, pasti deh. Janji gue”
O: -
Kondisi umum: tenang, Kooperatif, Afek sesuai, Kontak mata: mudah beralih, Tampak lesu. A: Masalah belum teratasi P: - Evaluasi kondisi dan keluhan klien - Evaluasi kegiatan yang direncanakan klien - Motivasi klien untuk peningkatan aktivitas.
S: -
-
Klien mengatakan badannya nyeri karena putus codein, tapi tidak masalah karena nyeri dirasa dapat ditahan, tetapi jadi gelisah “Gue pengen perbaiki diri: belajar sholat dan ngaji lagi (ibadah), lu bisa nggak bantuin gue” “Udah lupa gue kapan terakhir sholat, apalagi ngaji. Parah banget kan gue” “Gue pengen hidup lebih baik, dan bisa hidup normal lagi, mungkin lu bisa ajarin gue”.
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Catatan Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi 6. Mendorong dan mendukung keinginan klien, mebantu klien untuk berlajar bersama-sama dengan mahasiswa untuk mempelajari ulang cara sholat 7. Memberikan reinforcement positif kepada klien
17 Mei 2013
Koping individu tidak efektif
1. Evaluasi kondisi kesehatan klien dan perasaan klien hari ini 2. Mendiskusikan dengan klien tenatng visi hidup yang telah disampaikan hari sebelumnya 3. Mendiskusikan dengan klien cara dan upaya apa yang sudah dilakukan supaya tujuan hidupnya saat ini dapat tercapai 4. Mendiskusikan dengan klien tentang kegiatan positif apa yang dapat dialkukan supaya visinya dapat tercapai 5. Memberikan reinforcement positif.
Evaluasi O: -
Kondisi umum tenang, Klien kooperatif, Tampak wajah lesu, Afek sesuai, Klien fokus selama mempelahari materi sholat. Klien dapat mebaca bacaan Al-Qur’an, Namun kaku” A: Masalah teratasi sebagian P: - Dorong dan beri penguatan keinginan klien - Latih ulang bersama klien - Arahkan dan diskusikan bagaimana pola dan perasaan klien jika beribadah, eg: sholat dan mengaji (Ajak klien memaknai hidup : Meaningfull). S: - “Baik, gue udah coba banyak aktivitas sore, apa kek. Lumayan agak enakan tidur gue, Ya walaupun jam 1-an baru bisa tidur, tapi tenang” - “Iya gue pengen hidup lebih baik, jadi orang normal, siapa pecandu yang nggak pengen, jatuh lagi-jatuh lagi, sebenernya udah cape, tapi gimana gue juga bingung apa yang harus gue lakuin supaya gue bisa tetap bersih”. - “Pertama, gue disini supaya berhenti, ke-2 keluar dari sini gue tetap stay on the track, tetap sholat, supaya kejaga diri gue, makanya gue butuh dukungan,
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Catatan Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
Evaluasi O: -
Ko Kondisi umum: tenang, Kooperatif, Afek sesuai, Membaca Al-Qur’an fokus, mereview bacaan sholat.
-
Masalah teratasi sebagian: Klien mampu mengidentifikasi visi untuk mencapai visi hidupnyasaat ini
-
Beri penguatan klien dan motivasi terus untuk mewujudkan misi hidupnya dengan visi yg telah diidentifikasi Diskusikan cara-cara koping untuk menghadapi stresor jika kembali ke lingkungan kerja dan rumah.
A:
P:
18 Mei 2013
Koping individu tidak efektif
1. Evaluasi kondisi kesehatandan perasaan klien saat ini 2. Latihan bersama klien mereview materi sholat dan mengaji serta memaknai arti bacaan Al-Qur’an 3. Mendiskusikan dengan klien tentang perasaannya setelah aktvitas mereview 4. Mendiskusikan dengan klien, kira-kira yang dapat dilakukan supaya jika keluar dari RS klien dapat melawan suggest untuk pakau lagi 5. Memberikan reinforcement positif
S: -
“ Gue abis mandi, badan enakan. Kan kita mau belajar lagi, jadi mandi gue. Kabar Ya, seperti biasa aja” Seneng gue belajar, bisa lebih tenang, sedihnya keingat Ibu gue” “ Itu gue belum kepikiran, balajar aja dulu gimana, next time aja ngomongin itu gimana”.
O: Kondisi umum: tenang, Kooperatif, Afek sesuai, Membaca AlQur’an fokus, mereview bacaan sholat. A: - Masalah teratasi sebagian: Klien mampu mengidentifikasi visi untuk mencapai visi hidupnyasaat ini.
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Catatan Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
Evaluasi P:
20 Mei 2013
Koping individu tidak efektif
1. Observasi kondisi umum klien : perilaku dan mood klien 2. Klien tidak dapat ditemui karena kunjungan keluarga, Keluarga yang datang adalah kakak pertama klien yaitu Ny.S. 3. Observasi pola komunikasi dan perilaku klien dengan kakaknya Ny.S
-
Beri penguatan positif atas pilihan klien Gali upaya dan diskusikan dengan klien untuk melawan suggest pakau kembali.
-
Kakak klien perkok aktif Pola komunikasi dua arah, posisi saat berbicara tidak saling kontak mata Selama bertemu dan berkomunikasi dengan kakaknya, tampak wajah kekecemwaan dan gelisah dari klien.
S: O:
A: -
Klien kurang suport system dari keluarga
-
Gali tentang makana keluarga bagi klien dan pernan keluarga dalam hidup klien.
-
“Biasa aja begini, tapi lumayan badan nggak nyeri-nyeri banget” “ Ketemu temen lama, suasana hati seneng, ketawa terus dari tadi” “Sholat shubuh lewat, soalnya kalo bangun gue nggak bakalan bisa tidur lagi, itu gimana ya”.
P:
22 Mei 2013
Koping Individu tidak efektif
1. Evaluasi kondisi kesehatan dan perasan klien hari ini 2. Evaluasi kegiatan apa saja yang dilakukan oleh klien 3. Memberi penguatan positif pada klien 4. Mendiskusikan tentang kondisi/situasi yang membuat klien kembali pakau.
S:
-
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Catatan Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
Evaluasi
5. Mendiskusikan dengan klien, apa yang seharusnya Ia lakukan ketika berhadapan dengan kondisi atau situasi tersebut, seberapa jauh keberhasilan klien menggunakan cara tersebut. 6. Mendiskusikan cara pengalihan
-
-
-
-
“Gue susah ngomongnya, kayak lu suka backpackeran. Nah, saat kesempatan itu ada dan lu suka banget, sama gitu, pasti lu ambilkan, gitulah kondisinya”. “Gue pengen berhenti, tapi itu proses yang panjang, gue bisa tahan nggak pakesaat ada temen di depan gue pake, tapi minum gue masih nggak bisa, gue pasti pake juga” “Itu emang gue butuh banget, dan pernah berhasil. Gue butuh kegiatan-kegiatan positif: hobby gue otomotif, tapi ngabisin duit banget dan saat ini nggak mungkin bisa gue lakuin lagi kan” “Mungkin gue harus cari komunitas yang bisa kasi gue kegiatan positif”.
O: -
Kooperatif, Koheren, Afek sesuai, Wajah tampak lebih segar, Lingkaran hitam dimata (+), Gerakan mata mudah beralih.
-
Arahkan diskusi cara menghilangkan suggest yang konstruktif.
-
“Gigi gue sakit ini, jadi susah makan”. “Persaan gue, seperti biasanya, lumayan cuman ini aja sakit gigi, sumpah bikin BT banget”.
P:
23 Mei 2013
Koping individu tidak efektif
1. Observasi kondisi klien: Perilaku 2. Evaluasi kondisi kesehatan dan perasaan klien saat ini
S:
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Catatan Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
Evaluasi
3. Mendiskusikan dengan klien tentang cara melawan suggest 4. Mendiskusikan dengan klien cara yang paling efektif menurut dirinya 5. Memberikan reinforcement positif
-
-
-
Dulu gue udah pernah belajar mengalihkan pake afirmasi, tapi nggak bisa gue pake itu. Gue dulu bisa bertahan berhenti, karena ada kakak no.2 gue yang ngerasin gue. Tapi sekarang kan dia udah jauh di Inggris Sana. Mana bisa” “Makanya gue butuh ada orang yang ngerasin gue, gue orangnya harus di kerasin baru bisa, ini kayak gini nih. Kalo gue sedniri susah” . “ Iya, seharusnya gue bangun kekuatan itu terutama dari diri gue ya bukan dari orang, bener juga lu, tapi susahnya itu loh”
O: -
Kooperatif, Ekspresi tegang, Afek sesuai, Kontak mata: mudah beralih
-
Masalah teratasi sebagian : Klien mampu mengidentifikasi keuatan dari diri sendiri yang harus dibangun
-
Beri penguatan Dorong cara-cara untuk menguatkan diri dalam menghadapi kondisi atau situasi yang dorong untuk pakau.
A:
P:
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Catatan Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu 24 Mei 2013
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan Koping individu tidak efektif
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi 1. Evaluasi kondisi kesehatan dan perasaan klien saat ini 2. Mendorong diskusi kelompok: stimulasi untuk Diskusi mengenai pengalaman (+) dan (-) penggunaan putaw 3. Mendorong diskusi untuk saling berbagi pengalaman cara lepas dari kecanduan Putaw 4. Memberikan reinforcement positif atas diskusi yang dilakukan
Evaluasi S: -
-
“Badan gue nyeri tapi dikit doank sih, sakit giginya ini loh ilang-timbul, bikin bete aja bawaannya” “Seneng gue, lu uda datang, ada temen buat cerita gue, thank’s banget ya, lu banyak kasih motivasi gue” “Iya, kacau sebenarnya hidup gue jadinya, kerjaan berantakan, keluarga divorce/cerai, duit gue apalagi, badan gue ancur, untung gue belum ada anak” “Iya pengen, pengen banget berhenti. Tapi ya itu balik lagi prosesnya panjang” “Hebat lu D, bisa jamin lu nggak pakaw lagi kalo udah keluar dari RS ini”
O: -
27 Mei 2012
Ketidakberda Yaan
1. Observasi perilaku klien 2. Menanyakan kondisi kesehatan dan perasaan klien ahri ini.
Kooperatif, diskusi kelopok melibatkan 3 orang, mahasiswa berushaa meleading topik pembicaraan. A: Masalah teratasi sebagian P: - Diskusikan dan beri infromasi tentang efek penggunaan NAPZA khususnya terhadap kesehatan. S: - Baik, tidur gue lumayan nyenyak, Perasaan gue ya beginilah I want to back home”
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Catatan Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi 3. Mendiskusikan dengan klien dan mengidentifikasi hal-hal positif yang klien miliki (klien mencatat 10 hal positif) 4. Memberikan reinforcement positif terhadap klien 5. Mendiskusikan tentang hal-hal negatif yang dimiliki 6. Mendiskusikan dengan klien hal negatif yang masih dapat di ubah jadi hal positif 7. Mendiskusikan tentang hal positif yang dimiliki yang dapat digunakan untuk melawan rasa suggest bagi klien.
Evaluasi -
-
Klien mengatakan Ia orang yang berpendidikan, dan masih sehat, gue masih punya keluarga: Kakak gue. “Harusnya gue mikir ya badan gue kacau kalo pakau” “Wah, negatifnya banyak banget ya, Kacau gue” “Iya gue nggak bisa banyak ngarepin kakak gue, gue harus bangun kekuatan itu sendiri, Bantu gue, bimbing gue. Gue pasti mau” “ Iya, kalo Hep.C gue sih udah nggak bisa di balikin lagi kan, yang gue harus ubah ya, gue nggak pakau lagi”
O: -
Koheren, Afek sesuai, Kontak mata (+), Fokus (+)
-
Masalah teratasi sebagain
-
Kembangkan kemampuan berpikir positif dan arahkan ke identifikasi pengalihan hal negatif diri ke arah kegiatan positif.
-
“Masih gini-gini aja, tapi for all baiklah” “Iya gue harusnya mulai perbaiki diri gue, mungkin kalo iman gue kuat, sholat lagi, bisa kali ya”
A: P:
28 Mei 2013
Ketidkaber Dayaan
1. Evaluasi kondisi kesehatan dan perasaan klien.
S:
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
Evaluasi
2. Mendiskusikan ulang hal-hal positif yang klien miliki yang dapat digunakan untuk melawan sugest pakau. 3. Memberikan reinforcement positif 4. Mendiskusikan manfaat berpikir positif
-
-
“Iya bener juga, kalo nggak gue sendiri, siapa lagi?. Tapi gue tetep butuh orang yang bisa pantau gue kan. Ya, mungkin kakak bisa lah ya” “Iya gue harusnya yakin sama diri gue bisa berhenti, tapi kalo udah diluat itu loh”
O: -
Koheren, Komunikatif, afek sesuai, kontak mata positif.
-
Masalah tertasi sebagian
A: P: 1. Terus bantu klien mengembangkan kemampuan berpikir positif. 2. Kembangkan kemampuan berpikir positif dan arahkan ke identifikasi pengalihan hal negatif diri ke arah kegiatan positif. 29 Mei 2013
Ketidakber dayaan
1. Menanyakan kondisi kesehatan dan perasaan klien hari ini 2. Evaluasi hal-hal positif yang telah didiskusikan kemarin bersama klien 3. Memberi klien reinforcement positif
S: -
“Lebih baiklah, gue abis konsul tadi. Gue udah boleh pulang” “Senenglah, bisa aktivitas lagi. Yang penting gue kerjalah, gue pasti cari komunitas yang bisa gue ajakin aktivitas positif, bukan pakau ya”
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi 4. Mendiskusikan dengan klien dukungan seperti apa yang dibutuhkan oleh klien, dan bersama dengan klien mencoba mengidentifikasi kira-kira siapa yang dapat membantunya memberi dukungan kekuatan tersebut. 5. Memberikan reinforcement positif kepada klien.
Evaluasi -
-
“Iya, Gue ingetlah gue harus mulai dari diri gue yang pastinya supaya gue nggak rilapse lagi. Mulai, yakin kok gue, tapi buat kerjaan, gue belom bisa ninggalin” “Gue inget nih, gue punya temen dari SD, temen yang klop banget ama gue, dia bersih nggak pernah pakau. Mungkin dia bisa jadi sosial support gue ya”
O: -
Kondisi umum tenang, Cemas : berkurang Koheren, afek sesuai, kontak mata (+), Fokus (+).
-
Masalah teratasi sebagian
A: P: 1. Kembangkan terus kemampuan klien berpikir positif dan menggunakan sumber-sumber 2. Latih cara afirmasi dengan kegiatan positif 30 Mei 2013
Ketidakber dayaan
1. Observasi kondisi klien : Perilaku dan mood 2. Mengkaji perasaan klien hari ini 3. Mendiskusikan cara yang biasa digunakan klien untuk mengatasi rasa marah 4. nya
S: -
-
“Sebel banget hari ini, gue harusnya udah bisa pulang hari ini, Apalah, Inilah, Alasan banget. Sebel banget gue” “Kalo gini gue diem aja, tapi gitu pikiran gue kacau banget. Biasanya ya gitu gue tendangin apa aja, atau apalah gue pengen nonjok, lu liat kan tadi”. “Gimana nggak bisa nahan gue, gue tendang aja, nggak nyadar juga sih”.
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
Evaluasi O: -
Klien terlihat gelisah, mood klien kacau, Klien menendang pintu besi 3 kali.
-
Timbul masalah baru yaitu: Perilaku kekerasan yang berisiko mencederai diri sendiri.
-
Latih cara adaptif untuk mengatasi rasa marah.
-
Tampak klien wajah murung, senyum (-) Tampak nafsu makan turun, klien tidak makan snack, klien makan ¼ porsi Tampak klien menendang pintu besi dan menonjok tempat sampah Tampak klien lebih banyak diam
A:
P: 31 Mei 2013
Koping individu tidak efektif
1. Observasi kondisi umum dan perilaku klien 2. Observasi cara komunikasi klien dengan teman sesama residence.
S:O:
A: -
Masalah tidak teratasi, koping individu tidak efektif mengarah ke perilaku mencederai diri sendiri.
-
Latih cara adaptif dan asertif atasi rasa marah
P:
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu 1 Juni 2013
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan Ketidakber Dayaan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi 1. Observasi Kondisi umum klien dan perilaku klien 2. Menanyakan perasaan klien hari ini 3. Mendiskusikan impian apa yang ingin dicapai dan dihadiahkan oleh klien untuk Ibunya (Ibu klien sudah meninggal, hari ini ulta Ibunya)
Evaluasi S: -
-
-
“Lebih baik dari kemaren, Maaf kemarin sempet marahmarah. Emosi gue, tapi sumpah gue nggak marah sama kamu, beneran. Maaf ya” “Iya sekarang tanggal 1 Juni ya, Nyokap ulta hari ini 1 Juni 1937” “Impian nyokap dulu, pokoknya nyelesain nyekolahin anaknya sampe kuliah semua, abis itu terserah gue kerja dimana” “Mungkin kalo masih ada, pasti nangis liat gue gini lagi. Mama itu pengen banget gue bersih”.
O: -
Klien gelisah, mood: sedih, afek sesuai Tampak wajah klien sedih, tidak semangat
-
Masalah masih terjadi belum teratasi
A: P: 1. Diskusikan cara mengontrol marah 2. Arahkan klien untuk mwujudkan impean yang realistis. 3 Juni 2013
Ketidakber Dayaan
1. Observasi kondisi umum dan perilaku klien 2. Menanyakan perasaan klien hari ini. 3. Mengkaji kondisi gigi klien
S: -
“Kepala berasa berat banget ini, malah gigi gue sakit lagi, susah makan. Obat tidur gue tadi malam nggak dapet, Itu lu tau rasanya gimana pengen tidur, tapi nggak bisa, ampun”.
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi 4. Menganjurkan klien untuk berkumur dengan obat kumur yang sudha disediakan untuk mengurangi nyeri 5. Diskusikan dengan klien penyebab Ia sering marah-marah dan bagaimna perasaannya setelah marah, 6. Mendiskusikan dengan klien apakah dengan marah dapat menyelesaikan masalah. 7. Memberikan reinforcement positif
4 Juni 2013
Ketidakber Dayaan
1. Observasi kondisi umum, mood dan perilaku klien 2. Menanyakan perasaan klien 3. Klien mengajak diskusi tentang masalah tidurnya dan terapi medik yang sesuai untuk dirinya 4. Mengarahkan dan memberi penjelasan kepada klien bahwa dosis obat memang
Evaluasi -
-
“Lu liat gigi gue, gusinya bengkak kan” “Gimana gue nggak marah, Iya sih nggak nyelesain masalah juga. Tapi gue uda ngomong nggak di dengerin juga, yaudah lah” “Gue coba ya, kalo di liatin malah ketawa ntar gue, gue coba kalo gue marah (nafas dalam)”
O: -
Ekspresi tegang saat berbicara dengan mahasiswa Afek sesuai, Fokus menyempit, Tangan mengepal saat bercerita. A: Masalah masih terjadi P: 1. Gali kemampuan klien mengendalikan emosi 2. Latih cara marah lain yang asertif dan tidka mencederai diri sendiri. S: - “Feelling bad, rasanya pengen mati aja ya, bunuh diri aja kali ya” - “Kenapa sih, dosis obat gue harus diturunin. Padahal dosis lama aja gue tidurnya jam 1-an malem” - “Iya badan gue belum bisa, gimana donk” - “Nggak yakin gue bisa pake relaksasi, masalahnya mood gue juga kacau banget”.
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi Akan diturunkan sedikit demi sedikit sesuai aturan dan toleransi klien. Namun juga tidak diberikan terus-terusan karena obat E atau L juga dapat menibulkan efek ketergantungan 5. Mengajak klien kembali menggunakan kurangi cemas, gelisah dengan banyak relaksasi dna aktivitas pengalihan.
5 Juni 2013
Ketidakber Dayaan
1. Observasi kondisi umum dan mood klien 2. Mendiskusikan tentang impian terbesar klien yang harus dilakukan supaya impiannya tercapai 3. Mendiskusikan apa yang akan dilakukan jika impiannya tersebut tercapai dan craving/suggest datang. 4. Memotivasi klien jika ingin mewujudkan impiannya tersebut, Latih terus cara supaya tidak jatuh lagi 5. Memberi reinforcement positif.
Evaluasi O: -
Ekspresi tegang, malas, tidak semangat, afek tidak sesuai, tangan mengepal 2 kali saat bercerita dan 2 kali memukul bangku. - Klien gelisah A: Masalah masih terjadi dan akut P: 1. Gali kemampuan lain untuk mengendalikan emosi 2. Latih cara marah yang asertif. S: - “Impian terbesar gue dalam hal pekerjaan gue belum mampu untuk jadi GM, Impian yang sudahhilang kesempatannya ngebahagiain Ibu gue. Padahal gue anak belahan jiwa mama”. - “Iya impian buat mama udah nggak bisa, iya sih bisa tapi kepuasannya bedalah” - “GM bisa, gue yakin bisa. Tapi gue butuh suport. Iya gue ngerti obat nggak bikin gue bertahan. Gue tau resiko besar, itu bisa buat gue jatuh lai. Bammm...”. - “Iya, thank’s banget lu udah mau jadi pendengar yang baik buat gue, banyak ngasi gue motivasi. Mudah-mudahan gue bisa ya”.
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
Evaluasi O: -
Kondisi umum: klien bersin-bersin, hidung tidak paten -/Koheren, Afek sesuai, Mood baik
-
Masalah masih terjadi: Mampu mengidentifikasi impian hidupnya.
-
Motivasi dan beri penguatan atas kemampuannya identifikasi impian Ajak dan arahkan berpikir logis antar impian dan kemampuannya mengendalikan situasi.
A:
P:
6 Juni 2013
Ketidakber Dayaan
1. Observasi kondisi umum dan mood klien 2. Mendskusikan dengan klien tentang perasaannya hari ini 3. Mendiskusikan tentang impiannya untuk mempunyai anak dan berperan menjadi orang tua 4. Memberikan reinfrocement positif 5. Mendiskusikan kondisi kesehatan klien saat ini 6. Mendiskusikan tentang pengetahuan klien tentang pengetahuan klien tentang Hepatitis C.
S: -
-
“Bad feel , Kenapa coba nggak datang kakak gue, kan hari libur, anaknya juga nggak sekolah” “Iya ya, mungkin juga bener juga ya, dia juga butuh waktu untuk anknya ya” “Iya, sekarang gue udah siap kalo punya anak, gila umur gue udah 34, gue belum ada anak. Nah, gue naik tangga udah kayak gini nih, SGOT SGPT gue naik ini kayaknya” “Tapi udahlah, gue nggak mau tahu, sakit apalah ya udah, bodo amat. Kalo mau mati, ya mati aja” .
O: -
Kondisi umum: gelisah, klien flu bersin-bersin
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi 7. Klien mengeluh masih pilek: Anjurkan klien untuk banyak minum air putih.
7 Juni 2013
Ketidakber Dayaan
1. Observasi Kondisi umum klien 2. Menanyakan kabar klien dan perasan klien hari ini 3. Mendiskusikan tentang pernyataan klien mengenai sakit Hepatitis C 4. Mendiskusikan kebiasaan klien konsumsi alkohol dan akibatnya terhadap organ hati klien 5. Mendiskusikan dengan klien tentang aspek positif dari dirinya yang pernah didiskusikan supaya tidak putus asa 6. Memberikan reinforcement positif
Evaluasi A: Masalah teratasi sebagian P: - Motivasi untuk banyak minum air putih - Ajak klien berpikir logis untuk capai impiannya terkait kondisi kesehatan (upaya jaga kesehatan) S: - “Baik, lebih baik dari kemaren, Kemaren kan jadi gampang marah, bersin-bersin terus lagi” - “Oh, jadi ntar jangka panjangnya liver rusak bisa kemanamana sakitnya gitu” - “Oh, jadi alkohol yang bikin lambung gue ancur, termasuk liver juga. Tapi kalo buat berhenti itu susah loh, It’s legal kan” - “Iya juga berhenti buat badan gue juga, gue minum buat pikiran gue aja ya. Bener juga lu ya” - “Gue coba, kalo gue keluar gue tahan nggak, mudahamudahan bisa ya, belom bisa janji tapi” - “Iya lu bener gue usia masih bisa produktif, masih banyak yang bisa gue lakuin” A: - Masalah tertasi sebagaian: Klien mampu identifikasi aspek positif
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
Evaluasi P:
8 Juni 2013
Ketidakber Dayaan
1. Observasi kondisi umum 2. Observasi perilaku dan mood klien 3. Menanyakan kabar klien dan perasaan klien hari ini 4. Mendiskusikan tentang rencana klien jika keluar dari RS 5. Memberikan reinforcement positif 6. Mendisksuikan dengan klien resiko dari pekerjaannya terhadap diri klien. 7. Mendiskusikan dgn klien efek putaw hanya sesaat dan kekuatan yang diberikan oleh putaw akan hilang dan memperparah kondisi jika tidka menggunakan lagi 8. Mendiskusikan dengan klien bahwa dirinya pernah dan mampu abstinence 2 tahun apa yang dirasakan dan bagaimana ia bisa bertahan. 9. Memberikan reinforcement positif
-
Lanjutkan diskusi aspek positif Ajak berpikir positif.
-
“Bad mood, pokoknya ini harus malam minggu terakhir gue disini, harus” “Gue rencana liburan dulu ke pulau B terus fokus perbaiki diri dari sini, No drugs samapi lebaran” “Gue pengen puasa, sholat, itu pernah dlu dan emang kerasa beda, beda banget feelnya pas lebaran itu ya” “ Abis lebaran, mulai apply kerja, Sebenernya udah ada 2 tawaran tapi udah lewatlah, gue disini. Tapi yang pasti gue pengen tetep dibidang yang sama F & B” “Iya, Hight risk gue tau, tapi gue skillnya disitu. Gila kalo gue ganti bidang kerja. Sayang banget experiences gue dan gue harus belajar knowledge baru lagi kan, sayang banget kan” “Gila gue udah dibidang itu dari posisi bawah banget sampai terakhir di posisi manajer pemasaran” “Iya, gue tau dimanapun pasti ada pressure, tapi gimana. Itu gue pake supaya bisa speak up dan killing time” “Oke, gue bukan nggak pengen berhenti. Pengen, pengen banget, tapi lu masih inget nggak gue butuh dukungan”
S:
-
-
-
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu 10 Juni 2013
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan Kurang pengetahuan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi 1. Observasi kondisi umum klien 2. Menanyakan kabar dan perasaan klien hari ini 3. Mendiskusikan tentang perilaku seksual klien 4. Mendiskusikan tentang pengetahuan klien tentang akibat perilaku tersebut 5. Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh klien.
Evaluasi S: -
-
-
“Baik, doain gue donk biar cepat pulang” “Gue emang pernah, tapi nggak maniak, kalo putaw gitu. Nggak begitu maniak sama seks, paling sebulan sekali belum tentu kok, dan gue safety using kondom” “Iya gue taulah, bisa kena raja singa kalo nggak pake kondom, lu tau di dompet gue selalu ada tu kondom. Dan gue itu lebih seneng sama orang yang gue suka: pacar daripada sama yang laen” “Ok, yang penting save dan gue juga udah mau tobatlah. Ngapain gitu. Kalo gue bisa dapetin cewek baik yang mau dampingin gue”
O: -
Koheren, kontak mata (+), afek sesuai.
-
Masalah masih terjadi
-
Diskusi efek terapi subtitusi putaw atau jenis opiat: suboxone dan methadone.
-
“Bete, BT banget, jangan ganggu gue dulu ya, gue males ngomong apa-apa ini” “Gue nggak ngerti deh, Oh jadi pihak sini nggak kan pernah
A: P:
11 Juni 2012
Ketidakber Dayaan
1. Observasi kondisi umum klien 2. Observasi perilaku klien 3. Mendiskusikan dengan klien tentang cara menenangkan diri yang positif.
S:
-
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Evaluasi
4. Memberikan infromasi yang akurat sesuai dengan kondisi dan keputusan rencana klien pulang 5. Memberikan motivasi untuk klien kelola emosi dan mencoba rileks.
-
“Maksa untuk rehab jadi terserah semua keputusan ada di keluarga” “Oke, Good news deh buat gue. Thank’s banget ya” “ Gue coba apa yang lu bilang, thank’s banget udah jadi pendengar yang baik buat gue”
O:
12 Juni 2013
Ketidakber Dayaan
1. 2.
3. 4.
- Kondisi umum: tampak gelisah, koheren, emosi: labil A: Masalah tertasi sebagian P: - Diskusi ulang pentingnya kegiatan positif untuk dirinya dan cari sumber-sumber dukungan positif termasuk dalam hal pekerjaan. Observasi kondisi umum klien S: Diskusikan dengan klien tentang - “Gue udah berkali-kali bilang, kalo gue susah nemu kekuatan dari dalam dirinya sendiri saat kekuatan itu, gue nggak ngerti susah banget buat gue. Tapi ini utuk atasi segala permasalahan yang kali ini gue akan coba bertahan bersih, gue bisa, Iwant do dimilki the best” Mendiskusikan tentang jenis pekerjaan - “Gimana gue dapat pride dari kerjaan tu, knowledge gue yang minimal Hight risk untuk pakau lagi disitu, sayang banget kalo gue ninggalin itu” Memberikan reinforcement positif. - “Kasi gue solusi kerjaan apa yang bisa buat gue survive and clean” - “Iya, gue tau emang basic-nya manajemen sama, tapi knowledge gue nggak punya karena bakalan beda” Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
Evaluasi -
“Iya, gue coba kayak lu bilang. Kayak rokok ini, lu tau gue nggak suka. Tapi karena nggak ada yang lain, gue tetap pake akhirnya gue nikmati juga. Gitu ya. Tapi ini beda Sus”.
-
Kondisi umum: tenang, koheren, afek sesuai, kontak mata (+), emosi: stabil.
-
Masalah teratasi sebagian
-
Diskusi discharge planning klien dengan pilihan terapinya.
-
“Baik, Good news hari ini walaupun nggak jadi pulang gue dapat terapi yang tepat untuk gue, gue bakal uji suboxone 3 hari. Kalo cocok, gue lanjut suboxone terus pulang deh” “Nggak, gue udah buat perjanjian itam diatas putih bahwa gue nggak kan kerja di Bar atau Club lagi” “Gue akan coba, bidang lain. Tapi biar nggak jauh gue tetap di bidang manajemen Baverage-lah ya, di OT atau dimanalah, Gue coba”
O:
A: P: 13 Juni 2013
Ketidakber Dayaan
1. Observasi kondisi umum klien 2. Menanyakan kondisi kesehatan dan perasaan klien 3. Evaluasi validasi diskusi tentang topik pekerjaan klien 4. Mendiskusikan keputusan klien terhadap keputusannya untuk tidak akan kembali ke pekerjaan lama klien 5. Memberikan reinforcement positif kepada klien 6. Mendiskusikan tentang terapi subtitusi yang menurut klien lebih menolongnya.
S:
-
O: -
Koheren, kooperatif, semangat, emosi:stabil
-
Masalah teratsi sebagian.
A:
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
Evaluasi P: -
17 Juni 2013
Ketidakber Dayaan
1. Observasi kondisi umum klien 2. Menanyakan kondisi dan perasaan klien 3. Mendiskusikan dengan klien bagaimana perubahan yang Ia rasa dengan terapi suboxone-nya saat ini 4 ml. 4. Mendiskusikan dengan klien tentang terapi subtitusi dan tujuan penggunaan, termasuk efeknya. 5. Memberikan reinforcement positif 6. Mendiskusikan dengan klien tentang aspek positif yang dimilikinya saat ini dan kesempatan klien utnuk meraih kehidupan yang bermakna dan lebih baik
Diskusikian jefek penggunaan soboxone dan tujuan terapi, dosis dan peraturan Beri penguatan atas keputusan klien.
S: -
-
-
-
“Baik gue, lu gimana nggak ngerti sekarang gue lebih tenang aja bawaannya” “Mungkin efek suboxone gue ya, gue dapat 4 ml. Sekarang gue rasa cukup dosisnya. Tapi kalo di luar gue nggak tau deh”. “Oh, iya gue kalo methadone pernah juga, tapi nggak cocok. Jadi intinya subtancenya hampir sama dengan putaw cuman efeknya berkurang karena nggak pake insul ya’ “Oke, gue inget deh, penyesuaian dosis penting, bisa over dosis juga klo gue kelebihan, Oh jadi bisa depresi nafas juga ya, Oke gue ingetlah kata-kata lu” “Iya, udahlah nggak papalah kalo gue emang harus pake seumur idup, daripada pakaw lagi, Udah capek gue. Umur juga nambah terus”
O: -
Kondisi umum: tenang, klien tenang, lebih fokus. Klien tampak dapat bermain catur 2 x putaran, biasanya ½ putaran.
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
18 Juni 2013
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Ketidakber Dayaan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
1. Observasi kondisi klien 2. Menanyakan kabar dan perasan klien 3. Evaluasi diskusi dengan klien tentang topik diskusi sebelumnya 4. Diskusi tentang pentingnya berpikir positif untuk klien 5. Memberikan reinforcement positif 6. Mendikusikan mood klien saat ini
Evaluasi A: Masalah teratasi sebagian P: - Diskusi lanjutkan tentang cara meraih hidup yang lebih baik dengan memaknai hidup dengan memanfaatkan aspek positif dan sumber-sumber yang dapat klien gunakan. S: - Baik, nggak ngerti gue sejak senin kemaren gue ngerasa lebih baik aja, badan juga enak aja bawaannya, Thank’s God deh” - “Thank’s juga Sus, Lu tiap hari dengerin keluh kesah gue, lu banyak ngasi gue motivasi buat gue. Lu juga bisa jadi pendengar yang baik buat gue” - “Gue sekarang bisa janji ke lu, Gue akan berusaha keras diluar. Gue yakin gue bisa, Thank’s God give me chance to meet you” - “Gue mulai PD lagi buat ngomong gue bisa clean, pasti gue bisa” - “Thank’s lu percaya sma gue, kalo Tuhan kasi kesempatan gue ketemu lagi sma lu. Gue janji lu saat itu akan ketemu gue yang sukses, Bantu do’a ya” O: - Kondisi umum: stabil, tenang, Koheren, kontak mata (+), emosi tasbil, dan Fokus (+).
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
Evaluasi P:
19 Juni 2013
Kurang Pengetahuan
1. Observasi kondisi umum klien 2. Validasi kondisi kesehatan klien dan perasaan klien hari ini 3. Evaluasi pengetahuan klien tenang penyakit Hepatitis C dan HIV, dan hubungan sakit asam lambung dengan konsumsi alkohol. 4. Memberikan reinforcement positif 5. Menjelaskan dengan klien kesalahan/perbedaan persepsi dengan klien 6. Evaluasi validasi informasi yang sudah disampaikan.
-
Diskusi tentang pengetahuan klien tentang efek suboxone jangka panjang dan terapi lain yang mendukung keberhasilan klien mempertahankan kondisi bebas NAPZA
-
“Baik banget, gue udah tenang aja bawaannya” “Hepatitis C karena virus ya bisa dari jarum termasuk seks bebas. HIV juga sama. Gue tau gue Hep.C positif, gue udah pernah terapi interferon. Gila itu efeknya gila-gilaan Sus, gue demam, muntah-muntah terus. Yaudahlah itu gue udah jalani” “Gue tau gue resiko HIV besar, Tapi kalo dari seks bebas nggak, gue kan pernah cerita sama lu, Safety gue using kondom. Lagian gue jarang banet sama PSK, Bisa di itung kali, Gue lebih seneng sama pacar, safety kan” “Iya gue tau lebih baik hindarin kalo nggak mampu cegah ya, makanya gue juga pengen belajar relationship yang bener juga” “ Ok, cek HIV penting. Next time gue cek ya”
S:
-
-
O: -
Kondisi umum: tenang, Emosi:stabil, koheren dan klien fokus.
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
Evaluasi A: -
Analisa klien sesuai, klie mampu menghubungkan antara perilaku beriko drinya dengan akibatnya terhadap kesehatan fisik.
-
Evaluasi validasi ulang hal dan perencanaan yang telah didiskusikan dan dibuat klien Terminasi.
P:
20 Juni 2013
Ketidakber Dayaan
1. Evaluasi validasi perasaan dan kondisi fisik klien 2. Mendiskusikan dan mengingatkan klien tentang pentingnya kepatuhan menjalani terapi subtitusi: Suboxone dan terapi penunjang 3. Memberikan reinforcement positif 4. Mengevaluasi discharge planning yang telah dibuat klien setelah keluar dari RS 5. Memberikan kesempatan klien untuk menentukan pilihan yang tepat untuk dirinya 6. Evaluasi sikap mahasiswa selama interkais dengan klien 7. Terminasi
S: -
-
“Ini hari yang kemarin-kemarin bikin gue gelisah terus, tapi sekarang gue malah bingung. Bingung mau ngapain pulang” “Iya, tentang suboxone gue udah percaya. Lu percaya gue, gue nggak akan nyalahin peraturan kok” “Iya, kayak yang lu bilang sifatnya kan hampir sama dengan putaw depresan juga, gue sekarang kalo mikir itu atau kalo nginget sesuatu pasti ada gap-nya. Tapi yaudahlah, ini udah the best choise buat gue saat ini”. “Oke coba gue baca lagi maping hidup gue, yang kemaren gue buat bareng lu” “Pokoknya hidup normal dan aman dari drugs, udah itu aja ya” “Thank’s, gue nggak ngerti mau ngomong apalagi ke lu. Gue pasti akan kehilangan lu. Kehilangan sosok lu. Thanks”.
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Perkembangan Asuhan Keperawatan Nama Klien RM Waktu
: Tn.I : xxxx Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis: Withdrawal Opiat
Implementasi
Evaluasi O: -
Kondisi umum: tenang, Emosi:stabil Pembicaraan: koheren, afek sesuai, kontak mata (+).
-
Masalah teratasi
-
Klien pulang
A: P:
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013
Lampiran 6 CURRICULUM VITAE I.
Identitas Diri Nama
: Susi Purwati
TTL
: Riau, 2 April 1990
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: RT 03 / RW 01, Desa Pelita Kab. Rokan Hilir, Prov. Riau 28992
Kebangsaan
: Indonesia
Handphone
: +628 387 169 7136 / +628 527 083 2359
E-Mail
:
[email protected]
II. Riwayat Pendidikan 2012-2013
: Universitas Indonesia Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan
2008 – 2012
: Universitas Indonesia Program Strata Satu Fakultas Ilmu Keperawatan
2005 – 2008
: SMA Kemala Bhayangkari-2 Rantau Prapat, Sumatera Utara
III.
2002 – 2005
: SMP Negeri 2 Bagan Sinembah, Rokan Hilir, Riau
1996 – 2002
: SD Negeri 05 Bagan Sinembah, Rokan Hilir, Riau
Pengalaman Penulisan Penulisan karya ilmiah tentang asuhan keperawatan pada klien ketergantuangan NAPZA khususnya jenis Opiat merupakan pengalaman penulisan pertama bagi penulis.
Mengenal dan
mencoba
melakukan pendekatan dengan klien
ketergantungan NAPZA memberikan banyak pengalaman yang berharga, yang tidak pernah klien dapatkan selama praktik pendidikan profesi Ners di tempat lain. Mengenal orang-orang spesial dan mencoba membagi cerita, merupakan hal yang menyenangkan sekaligus miris rasanya. Mengajarkan saya banyak hal tentang arti sebuah syukur kepada kekuatan yang telah Allah beri untuk saya selama hidup saya. Saya menjadi orang yang merasa beruntung yang bisa menjalani kehidupan “On the track”, tapi juga sedih ternyata begitu banyak hal dari kehidupan yang saya belum tahu, belum kenal. Jika ingin bahagaia, Maka bahagialah sekarang, Jangan menunggu hari esok untuk bahagia.
Analisis praktik ..., Susi Purwati, FIK UI, 2013