UNIVERSITAS INDONESIA
DERAJAT PERUBAHAN HISTOPATOLOGI JARINGAN PARU KELINCI PADA KEADAAN ISKEMIA REPERFUSI TUNGKAI BAWAH AKUT YANG MENDAPATKAN PERLAKUAN ISCHEMIC PRECONDITIONING DAN HIPOTERMIA.
TESIS
DAVID HUTAGAOL 0806484515
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU BEDAH TORAKS KARDIOVASKULER JAKARTA DESEMBER 2014
i
UNIVERSITAS INDONESIA
DERAJAT PERUBAHAN HISTOPATOLOGI JARINGAN PARU KELINCI PADA KEADAAN ISKEMIA REPERFUSI TUNGKAI BAWAH AKUT YANG MENDAPATKAN PERLAKUAN ISCHEMIC PRECONDITIONING DAN HIPOTERMIA.
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Spesialis Bedah Toraks Kardio Vaskular
DAVID HUTAGAOL 0806484515
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU BEDAH TORAKS KARDIOVASKULER JAKARTA DESEMBER 2014
ii
iii Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
iv Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar spesialis bedah Toraks Kardio Vaskular
pada Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa studi sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Dr. dr. Jusuf Rachmat Sp.B, Sp.BTKV, MARS, selaku dosen pembimbing I dan Ketua Program studi Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini; (2) Dr. dr. Fathema D. Rachmat Sp.B, Sp.BTKV, selaku dosen pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam menyusun tesis ini. (3) Dr. drs. Kusmardi MS, yang telah membantu dan membimbing dalam pemeriksaan histopatologi penelitian ini. (4) dr. Maizul Anwar Sp.B, Sp.BTKV, dr. Pribadi W. Busroh Sp.BTKV, dr. Dudy A. Hanafy Sp.BTKV, selaku tim penguji hasil karya akhir ini yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan karya akhir ini (5) dr. Tarmizi Hakim, SpB. BTKV(K), dr. Maizul Anwar, SpB. BTKV(K), dr. Tri Wisesa Soetisna, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Arinto Bono Adjie, Sp.BTKV(K), dr. Dudy A Hanafy, Sp.BTKV(K), dr. Sugisman, Sp.BTKV(K) dan dr Dicky A Wartono, Sp.BTKV(K), dr. Amin Tjubandi, Sp.BTKV(K) yang selalu memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskularkhususnya ilmu bedah jantung dewasa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ RS PJN Harapan Kita Jakarta
v Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
(6) dr. Dicky Fachri, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Pribadi W Busroh, Sp.BTKV(K), dr. Budi Rahmat, Sp.BTKV(K) dan dr. Salomo Purba, Sp.BTKV(K) yang selalu memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular khususnya ilmu bedah jantung anak di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ RS PJN Harapan Kita Jakarta. (7) dr. Agung Wibawanto, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Frans Barna Busro, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Muhammad Arman, Sp.BTKV(K) dan dr. Susan H Meity, Sp.BTKV(K) yang memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular khususnya ilmu bedah toraks dan bedah pembuluh darah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ RS Pusat Persahabatan Jakarta. (8) dr. Wuryantoro, Sp.B, Sp.BTKV(K), dan dr. Suprayitno, Sp.BTKV(K), dr. Arza, Sp.BTKV(K) dr. Dhama Shinta, Sp.BTKV(K),
yang
memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular khususnya ilmu bedah toraks di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. (9) Dr. dr. Jusuf Rachmat, Sp.B, Sp.BTKV/(K), MARS, Dr. dr. Fathema D Rachmat, Sp.B, Sp.BTKV(K) dan dr. Ismail Dilawar, Sp.BTKV(K) yang memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ Pelayanan Jantung Terpadu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. (10) dr. Marsono Tabrani, Sp B. BTKV(K), dr. Andreas A Lensoen, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Wijoyo Hadi Mursito, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Arief Widya Taufiq, Sp.BTKV(K) yang memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular di Fakultas
vi Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ RS Pusat Angkatan Darat Jakarta. (11) Prof. Dr med. Puruhito, dr, Sp B. BTKV(K), Prof. Dr. Dr med. Paul Tahalele, dr, Sp B. BTKV(K), dr. Agung Prasmono, Sp B. BTKV(K), dr. Heroe Soebroto, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Yan Efrata Sembiring, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Oky Revianto, Sp.BTKV(K) dan dr. Arief Rakhman Hakim, Sp.BTKV(K), dr. Dhintia Sp.BTKV(K) selaku guru yang selalu memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya/ RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (12) Ayahanda S. Hutagaol SKM, MPS dan ibunda T. Purba Amd. Keb, juga kepada mertua penulis , alm. S. Saragi dan R. Gultom, yang merupakan sosok teladan, idola dan pahlawan dalam hidup penulis, yang telah memberikan kasih sayang dan pengorbanan yang sedemikian besar demi membesarkan, membimbing, mendidik, mendoakan, dan mendukung perjalanan hidup dan pendidikan penulis dalam suka maupun duka. (13) Kepada istri tercinta,dr.Yunita Rina Sari, yang dengan sabar dan tanpa mengeluh senantiasa mendampingi penulis selama dalam pendidikan, semoga Yesus Kristus selalu melimpahkan pahala dan kemuliaan yang tak terhingga kepadanya, serta anak-anakku terkasih Kian Solomon Hutagaol dan Gwen Nathania Hutagaol, yang menjadi penyemangat dan pelita dalam keluarga. Mohon maaf atas segala waktu yang terlewatkan tanpa kehadiran penulis diantara kalian. (14) Sahabat, senior dan junior PPDS Bedah TKV yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini. Tidak lupa nama-nama berikut ini, dr Ali S, dr. Achmad M, dr, Marolop P, dr Panji U, yang berjuang bersama dalam menyelesaikan penelitian ini
Dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam usaha menyelesaikan tesis ini.
vii Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa membalas semua jasa baik tersebut. Akhir kata, tesis ini masih jauh dari sempurna dan penuh dengan segala keterbatasan. Diperlukan penelitian-penelitian lebih mendalam demi kemajuan dan perkembangan Ilmu Bedah Toraks KardioVaskular. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan berkat Nya kepada kita semua. Amin
Jakarta, Desember 2014 Penulis,
David Hutagaol
viii Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
ix Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
ABSTRAK
Nama : DAVID HUTAGAOL Program Studi : Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular Judul : DERAJAT PERUBAHAN HISTOPATOLOGI JARINGAN PARU KELINCI PADA KEADAAN ISKEMIA REPERFUSI TUNGKAI BAWAH AKUT YANG MENDAPATKAN PERLAKUAN ISCHEMIC PRECONDITIONING DAN HIPOTERMIA.
Abstrak Latar Belakang : Iskemia yang terjadi di suatu lokasi di tubuh mengakibatkan kerusakan pada lokasi yang berjauhan yang dikenal dengan sebutan cedera remote reperfusi. Paru merupakan salah satu organ target utama terjadinya kerusakan pada cedera remote reperfusi. Penelitian ini bertujuan melihat efek protektif hipotermia dan ischemic preconditioning (IPC) terhadap cedera remote reperfusi di paru. Metode : Dilakukan penelitian eksperimental pada kelinci New Zealand White (n=18) dengan satu kelompok kontrol (iskemia) dan dua kelompok perlakuan (preconditioning dan hipotermia). Dilakukan ligasi a. iliaca communis kanan selama 4 jam, hipotermia sedang (28 oC), dan iskemia pre-conditioning pada masing-masing kelompok. Kemudian kelinci dibiarkan hidup selama 8 jam. Sampel jaringan paru di ambil untuk pemeriksaan derajat kerusakan paru secara histopatologi. Hasil : Terdapat perbedaan bermakna derajat perubahan histopatologik jaringan paru yang di berikan perlakuan IPC (p : 0,000) dan perlakuan Hipotermi (p : 0,015) terhadap kelompok kontrol Kesimpulan : Ischemic preconditioning dan Hipotermi memberikan efek protektif pada paru dari akibat iskemik reperfusi tungkai bawah akut. Katakunci: iskemia tungkai bawah, remote reperfusi, paru, hipotermia, pre conditioning
x Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
ABSTRACT
Name : DAVID HUTAGAOL Study Program : Cardio Thoracic and Vascular Surgery Title : Protective Effect of Ischemic preconditioning and hypothermia in Remote Acute Lung Reperfusion Injury induced by Lower Limb ischemia in Rabbit. Histopathology Review Abstract Introduction. Acute lower limb ischemia may induced ischemia reperfusion injury to the lung and also initiate a systemic inflammatory response syndrome. The aim of this study was to proofed whether IPC and hypothermia of the limb before I/R injury would also attenuates the acute lung injury in rabbit model of hind limb I/R. Method. This prospective, randomized, controlled, experimental animal study was performed in a university-based animal research facility with 18 New Zealand White Rabbit. The rabbits were randomized (n=6 per group) into three groups: I/R group (4 hours of hind limb ischemia and 8 hours of reperfusion), IPC group (three cycles of 5 minutes of ischemia/5 minutes of reperfusion immediately preceding I/R), and hypothermia ( 28oC) together with 4 hours of hind limb ischemia and 8 hours of reperfusion. Lung tissue were examined based for their histopathological changes. The changes were assessed based on the grading as normal, mild, moderate, and severe damage. Result. Rabbit treated with IPC (p : 0,001) and hypothermia (p : 0,015) have demonstrated a significant decrease in histopathological features of acute lung reperfusion injury. Conclusion. Ischemic preconditioning and hypothermia have shown protective effect for the lung from remote ischemic reperfusion injury induced by lower limb ischemia. Keywords : Hind limb ischemic, reperfusion injury, acute lung unjury, hypothermia, preconditioning
xi Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................... i iii HALAMAN PENGESAHAN ORISINALITAS ........................................ HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... ix ABSTRAK .................................................................................................. x DAFTAR ISI ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xvi BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 3 1.3 Pertanyaan Penelitian ......................................................... 3 1.4 Hipotesis ............................................................................. 3 1.5 Tujuan Penelitian................................................................ 4 1.5.1 Tujuan Umum .......................................................... 4 1.5.2 Tujuan Khusus ......................................................... 4 1.6 Manfaat Penelitian.............................................................. 4 BAB 2 LANDASAN TEORI .............................................................. 5 2.1 Iskemia Tungkai Akut ........................................................ 5 2.1.1 Patofisiologi Iskemia Tungkai Akut ....................... 6 2.1.2 Klasifikasi Iskemia Tungkai Akut ........................... 8 2.1.3 Komplikasi Iskemia Tungkai Akut ......................... 9 2.1.3.1 Respon Lokal ............................................... 9 2.1.3.2 Respon Sistemik .......................................... 10 2.2 Cedera Iskemia-Reperfusi .................................................. 11 2.2.1 Mekanisme Reperfusion Injury ................................ 12 2.2.2 Peranan dari Reactive Oxygen Species (ROS) dan Sistem Komplemen ............................... 14 2.3 Kerusakan Jaringan Pulmonal Akibat Mekanisme Remote Reperfusi Injury ................................................... 16 2.4 Kematian Sel ...................................................................... 17 2.4.1 Apoptosis ........................................................ 18 2.4.2 Autofagi .......................................................... 19 2.4.3 Nekrosis ......................................................... 20 2.5Strategi Terapi dalam Mencegah Cedera Iskemia Reperfusi 21 2.5.1 Terapi Antioksidan ................................................... 22 2.5.2 Terapi Antikomplemen ............................................ 22 2.5.3 Terapi Antileukosit................................................... 23 2.5.4 Ischemic Preconditioning ......................................... 23
xii Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
2.5.4.1 Mekanisme Perlindungan Jaringan IPC dan RIPC ............................................ 2.5.4.2 Teknik Iskemik Preconditioning ................. 2.5.5 Teknik hipotermia .................................................... 2.5.6 Iskemia ekstremitas dan reperfusi sebagai stimulus remote preconditioning ............................ 2.6 Kelinci Sebagai Hewan Coba ............................................. 2.7 Kerangka Teori................................................................... 2.8 Kerangka Konsep ............................................................... 2.9 Definisi Operasional ........................................................... BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 3.1 Desain Penelitian ................................................................ 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 3.3 Populasi Penelitian ............................................................. 3.4 Variabel Penelitian ............................................................. 3.4.1 Variabel Bebas ......................................................... 3.4.2 Variabel Tergantung................................................. 3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .............................................. 3.6 Jumlah Sampel ................................................................... 3.8 Alur Penelitian.................................................................... 3.8 Alat dan Bahan Penelitian .................................................. 3.8 Analisa Statistik.................................................................. 3.8 Etika Penelitian .................................................................. BAB 4 HASIL PENELITIAN............................................................ 4.1 Model Hewan Coba ............................................................ 4.2 Analisa Perbandingan Kerusakan Sel Paru antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan .............................................. BAB 5 PEMBAHASAN ..................................................................... BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN .................................................... 6.1 Simpulan............................................................................. 6.2 Saran ................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
xiii Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
24 25 26 28 29 31 32 32 36 36 36 36 37 37 37 37 37 39 41 42 42 43 43 47 49 53 53 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pemakaian ATP pada aerob dan anaerob ............................... Gambar 2.2 Glikolisis Anaerobik ............................................................... Gambar 2.3 Apotosis ................................................................................... Gambar 2.4 Autofagi ................................................................................... Gambar 2.5 Proses Nekrosis ....................................................................... Gambar 2.6 Grafik Kebuthan Oksigen Terhadap Suhu .............................. Gambar 2.7 Anatomi arteri tungkai kelinci................................................. Gambar 2.8 Histologi Jaringan Paru Kelinci Normal ................................. Gambar 4.1 Gambaran Mikroskopik Kerusakan Jaringan sel Paru Kelompok Kontrol ......................................................................... Gambar 4.2 Gambaran Mikroskopik Kerusakan Jaringan sel Paru Kelompok Perlakuan Hipotermi .................................................... Gambar 4.3 Gambaran Mikroskopik Kerusakan Jaringan sel Paru Kelompok Perlakuan IPC ..............................................................
xiv Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
10 13 19 20 21 27 30 34 44 45 46
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Waktu Iskemia Jaringan ..............................................................
8
Tabel 2.2 Klasifikasi Iskemia Tungkai Akut ..............................................
8
Tabel 2.3 Klasifikasi Hipotermi ..................................................................
27
Tabel 4.1Hasil deskriptif data derajat kerusakan paru Hewan Coba meliputi Mean, Maksimum dan Minimum………………………
46
Tabel 4.2 Perbandingan Skor Kerusakan Paru Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan Hipotermi….....................................
47
Tabel 4.3Perbandingan Skor Kerusakan Paru Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan IPC……………………..……………
xv Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
48
DAFTAR SINGKATAN
IPC
: Ischemic Preconditioning
ALI
: Acute Limb Injury
ROS
: Reactive Oxygen Species
PMN
: Polymorphonuclear leukocytes
ATP
: Adenosin trifosfat
ADP
: Adenosin difosfat
AMP
: Adenosin monofosfat
MTPT
: mitochondrial membrane permeability transition pore
BCL-2
: B-cell lymphoma 2
BCL Xl
: B-cell lymphoma-extra large
BAX
: BCL2-associated X protein
BH2
: Bcl-2 homology
NO
: nitric oxide
ICAM
: Intercellular Adhesion Molecule
CD
:Cluster Differentiation
DAMPs
: Damage-associated molecular pattern molecules
MBL
: Mannose-Binding Lectin
MODS
: Multiple Organ Dysfunction Syndromes
SIRS
: Systemic Inflamatory Response Syndrome
xvi Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit arteri perifer merupakan kelainan patologis yang sering terjadi dan sangat berhubungan dengan kesehatan
masyarakat luas. Gejalanya sangat
bervariasi mulai dari klaudikasio hingga kematian jaringan yang berujung dengan amputasi. Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Trans Atlantic Inter-Society Consensus (TASC) tahun 2011 pada populasi masyarakat umum usia 55-60 tahun didapatkan prevalensi Peripheral Artery Disease (PAD) sebesar 10% dan meningkat 5% setelah usia diatas 60 tahun.1,2,3 Iskemia tungkai akut dapat disebabkan oleh sejumlah kondisi seperti cedera arteri traumatika, atherosclerotic thrombosis/emboli, dan clamping aorta selama operasi repair aneurisma aorta abdominal. Tindakan bedah atau intervensi medis harus segera dilakukan untuk memperbaiki perfusi. Perbaikan perfusi (reperfusi) pasca iskemia tungkai akut dapat memicu terjadinya stress oksidatif dan respon inflamasi yang berujung terjadinya cedera jaringan lokal (ekstermitas inferior) maupun organ-organ jauh (remote), terutama paru.4 Bila respon inflamasi sangat besar akan berakibat terjadinya systemic inflamatory response syndrome (SIRS) bahkan multiple organ dysfunction syndromes (MODS) dengan angka kejadian sekitar 30-40%, dan angka mortalitas karena MODS berkisar antara 30-40% bila mengenai 1 organ, 50-60% bila mengenai 2 organ dan 80-100% bila mengenai 3 organ atau lebih.5 Penatalaksanaan yang terpenting untuk penyakit ini adalah ketepatan mulai dari mengenali penyebab, penegakan diagnosis, dilanjutkan dengan pemulihan segera aliran darah ke ekstremitas yang mengalami iskemia untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan ektremitas, resiko amputasi dan cedera reperfusi pada organ remote sebagai akibat lanjutan yang bersifat sistemik seperti cedera pada jaringan paru yang mana terjadi perubahan karateristik histologik jaringan paru berupa edema dinding alveolar, hemoragik, kongestif pembuluh darah, dan infiltrasi sel-
1
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
2
sel polymorphonuclear leukocytes (PMN). Kerusakan jaringan paru ini akan berpengaruh besar terhadap mortalitas dan morbiditas akibat penurunan ratio FiO2/PaO2 dan gangguan oksigenasi.8–14 Solusi dalam upaya mengantisipasi dan mengatasi perubahan patofisiologi tersebut, perlu dipikirkan konsep perlindungan sel endotel vaskular untuk mengurang atau mencegah terjadinya reperfusion injury pasca tindakan restorasi vaskular (reperfusi), misalnya pemberian secara lokal endothelial cell protective substances. Beberapa alternatif terapi reperfusion injury adalah ischemic preconditioning (IPC), pemberian aspirin, terapi antioksidan (superoxyde dismutase, N-acetylcystein, allopurinol), obat-obatan Ca-antagonis, ACE-inhibitor dan prosedur filtrasi (leukocyte depletion).5,6, 11,12 Ischemic preconditioning (IPC) merupakan mekanisme adaptasi melalui periode singkat iskemia – reperfusi, yang berfungsi sebagai pelindung organ penting seperti paru dari cedera reperfusi. Beberapa penelitian sebelumnya mengatakan bahwa ischemic preconditioning pada tungkai dapat mengurangi disfungsi hati, cedera jaringan paru, dan luas infark myocardium.6 Selain prosedur ischemic preconditioning, hipotermia juga dapat memengaruhi langkah-langkah awal dalam proses apoptosis berupa penghambatan aktivasi enzim caspase, mempertahankan fungsi mitokondria dan menurunkan rangsangan neurotransmiter. Pada penelitian Michael Frink, hipotermia dapat menurunkan cedera jaringan, namun proses apoptosis tetap berlanjut perlahan hingga 3 hari. Oleh karena itu perlambatan proses apoptosis dalam modulasi kaskade apoptosis dapat berfungsi sebagai target terapi pada tahap awal manajemen trauma dengan tujuan untuk mencegah komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perlakuan ischemic preconditioning (IPC), hipotermia pada keadaan iskemia tungkai bawah akut terhadap perubahan histopatologi jaringan paru kelinci, serta membandingkan hasil dari perlakuan kedua teknik tersebut terhadap derajat perubahan jaringan paru secara histopatologi.
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
3
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti menemukan permasalahan penelitian, yaitu keadaan iskemia tungkai bawah akut dapat menyebabkan terjadinya remote reperfusi injuri pada jaringan paru. Untuk mengurangi efek dari remote reperfusi injury, dapat di lakukan beberapa tindakan baik secara mekanik maupun medikamentosa. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah terdapat kerusakan jaringan paru kelinci secara histopatologi pada keadaan cedera iskemia tungkai bawah akut? 2. Apakah terdapat perbedaan derajat kerusakan jaringan paru kelinci secara histopatologi pada keadaan cedera iskemia tungkai bawah akut yang diberikan perlakuan hipotermia dengan yang tanpa diberikan perlakuan hipotermia? 3. Apakah terdapat perbedaan derajat kerusakan jaringan paru kelinci secara histopatologi pada keadaan cedera iskemia tungkai bawah akut yang diberikan perlakuan ischemic preconditioning dengan yang tanpa di berikan perlakuan ischemic preconditioning ? 1.4 Hipotesis 1. Terdapat kerusakan jaringan paru kelinci secara histopatologi akibat cedera iskemia tungkai bawah akut. 2. Terdapat perbedaan antara derajat kerusakan jaringan paru kelinci secara histopatologi pada keadaan cedera iskemia tungkai bawah akut yang diberikan perlakuan hipotermia dengan yang tanpa diberikan perlakuan hipotermia. 3. Terdapat perbedaan antara derajat kerusakan jaringan paru kelinci secara histopatologi pada keadaan cedera iskemia tungkai bawah akut yang diberikan perlakuan ischemic preconditioning dengan yang tanpa di berikan perlakuan ischemic preconditioning.
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
4
1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan umum Mencari perlakuan terbaik pada keadaan cedera iskemia tungkai bawah guna mencegah terjadinya komplikasi pada paru dengan melihat efek protektif terapi hipotermi dengan ischemic preconditioning. 1.5.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui derajat kerusakan jaringan paru secara histopatologi pada keadaan iskemia tungkai bawah akut. 2. Mengetahui derajat kerusakan jaringan paru secara histopatologi pada keadaan iskemia tungkai bawah akut dengan perlakuan hipotermia. 3. Mengetahui derajat kerusakan jaringan paru secara histopatologi pada keadaan iskemia tungkai bawah akut dengan perlakuan ischemic preconditioning. 4. Mendapatkan perlakuan terbaik dalam mencegah komplikasi di jaringan paru pada kasus cedera iskemia tungkai bawah. 1.6 Manfaat penelitian 1. Bagi ilmu pengetahuan: Menambah khasanah ilmu, khususnya dalam bidang bedah
thoraks kardio dan vaskular dan sebagai bahan
pertimbangan baru dalam menyusun tata laksana pencegahan komplikasi pada kasus iskemia tungkai bawah akut. 2. Bagi Peneliti: Dapat menambah pengetahuan dalam bidang bedah thoraks kardio dan vaskular, dan keterampilan dalam menyusun suatu karya ilmiah, serta dapat memenuhi persyaratan dalam pendidikan spesialis bedah thoraks kardiovaskular. 3. Bagi pelayanan masyarakat: Meningkatkan kualitas pelayanan tatalaksana iskemia
tungkai
akut,
khususnya
pada
bagian
bedah
thoraks
kardiovaskular.
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
5
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 ISKEMIA TUNGKAI AKUT Acute Limb Ischemic (ALI) didefinisikan sebagai penurunan cepat atau tiba-tiba perfusi ekstremitas yang mengancam kelangsungan hidup tungkai.13 ALI merupakan salah satu klasifikasi dari Peripheral Artery Disease (PAD), penyakit arteri perifer ini ditandai dengan adanya penyempitan, obstruksi lumen atau putusnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah menuju organ yang berada dibagian distal pembuluh darah akan berkurang atau berhenti sehingga terjadi iskemia. Penyebab ALI meliputi emboli, trombosis, deseksi dan trauma. 14 Setiap tahun jumlah penderita PAD semakin meningkat. Survei yang dilakukan di Amerika Utara, diperkirakan terdapat 27 juta orang yang menderita PAD. Di Inggris, sekitar 100.000 orang didiagnosis PAD setiap tahunnya. Dari seluruh pasien PAD, hanya 40% yang memiliki gejala, mulai dari gejala klaudikasio intermiten sampai critical limb ischemic (CLI).15 Angka prevalensi PAD meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Pada pasien yang berusia kurang dari 60 tahun, prevalensi PAD adalah 10%, sedangkan pada pasien diatas 70 tahun prevalensinya meningkat lebih dari 15%.2,3 Salah satu gejala klinis oleh karena adanya gangguan aliran darah ke bagian distal adalah klaudikasio intermiten, berupa rasa tidak nyaman, nyeri, pegal atau kram yang dialami oleh penderita saat melakukan aktifitas, keluhan ini akan berkurang atau menghilang bila penderita istirahat.4 Gejala lain yang muncul pada pasien PAD selain klaudikasio intermiten adalah critical limb ischemic (CLI), bisa berupa akut maupun kronik. CLI yang kronik ditandai dengan adanya gejala nyeri tungkai yang tidak menghilang walaupun dalam keadaan istirahat (rest pain), biasanya pada tahap ini oleh karena pembuluh darah yang terganggu terdapat di perifer, sering didapatkan adanya tanda lesi pada tungkai pasien berupa ulkus maupun gangren.12,13 CLI akut terjadi akibat adanya oklusi pembuluh darah arteri secara tiba-tiba yang menyebabkan aliran darah menuju ke ekstremitas menurun/tidak ada, keadaan ini disebut juga sebagai ALI.
5
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
6
Akibat yang terjadi adalah kebutuhan oksigenasi untuk metabolisme jaringan tidak terpenuhi oleh jumlah perfusi, akibatnya dapat mengancam viabilitas ekstremitas.17 Iskemia tungkai akut memiliki gejala klinis yang berkaitan dengan lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah dan penurunan aliran darah. Tanda klinis yang dapat ditemukan antara lain nyeri, hilangnya denyut nadi pada bagian distal oklusi, kulit teraba dingin atau pucat, pemanjangan waktu pengisian pembuluh darah kapiler dan vena, penurunan atau hilangnya persepsi sensoris serta kelemahan otot atau paralisis. Gejala dan tanda klinis itu seringkali digambarkan sebagai ―5 P‖ : pain, pulse-lesness, pallor, paresthesia, dan paralysis.12,16 Terapi revaskularisasi baik dengan operasi bedah pintas (by-pass) maupun angioplasti balon (angioplasty atau stenting) merupakan prosedur pilihan dan dapat mengurangi keluhan iskemia, dan menyelamatkan tungkai (limb saving) serta memperbaiki kesintasan.16 2.1.1 Patofisiologi Iskemia Tungkai Akut Patofisiologi ALI adalah karena terhentinya suplai oksigen serta nutrisi pada organ yang terdapat dalam kompartemen secara akut. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aliran darah menuju tungkai pada ALI, seperti adanya trombus yang menghambat aliran darah, emboli pada pasien-pasien penyakit jantung (atrial fibrilasi, endokarditis), trauma (tumpul atau tajam), deseksi arteri (pasien hipertensi).8,12 Saat ALI terjadi, aliran darah berkurang secara progresif sehingga gradien tekanan meningkat, selanjutnya tekanan perfusi pada bagian distal tidak dapat dipertahankan. Kekurangan perfusi mengakibatkan metabolisme otot saat aktivitas tidak tercukupi, sehingga terjadi akumulasi metabolit lokal seperti nitrit oxide (NO), adenosin, ion hidrogen dan elektrolit. NO menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer dan menurunkan tekanan mikrosirkulasi. Selain itu tekanan intramuskular pada saat aktivitas meningkat dan besarnya peningkatan ini melebihi tekanan arteri dibagian distal dari oklusi sehingga aliran darah berkurang. Jika aliran darah yang melalui kolateral dapat memenuhi kebutuhan
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
7
metabolisme, maka gejala ALI mirip dengan kaludikasio intermitten walaupun pada arteri utama sudah terjadi oklusi total.7,12,13 Progresivitas kerusakan jaringan yang mengalami iskemia akan terus berlangsung sampai dengan terjadinya kematian sel yang berakhir pada nekrosis jaringan. Tanpa memperhatikan dari penyebabnya, periode dari iskemia dan waktu dilakukannya tindakan reperfusi memegang peranan penting. Faktor lainya adalah tingkat dan keparahan dari sumbatan pembuluh darah, hal ini berkaitan erat dengan golden period yaitu 6 – 8 jam setelah iskemia terjadi dan meskipun sudah dilakukan tindakan intervensi, tetap saja mengakibatkan kerusakan jaringan. Periode waktu ini didapatkan berdasarkan data dari Miller dan Welch pada percobaan dengan hewan coba. Extremity salvage rate semakin menurun seiring dengan meningkatnya waktu iskemia. Angka dari amputasi yang diakibatkan oleh iskemia reperfusi injury ini berkisar antara 15 – 40% dan angka mortalitasnya dikatakan 25 – 50%.1,12,17 Pada manusia, morbiditas dan mortalitas dari pasien dengan iskemik tungkai akut meningkat apabila iskemia telah terjadi lebih dari 6 jam. Diteksi dini dari iskemia adalah langkah pertama dan terpenting dan memberian heparin dan agen trombolisis
mungkin
bermanfaat,
namun
tidak
terbukti
lebih
superior
dibandingkan dengan pembedahan. Data dari konsensus TASC II menyebutkan angka mortalitas dari penyakit iskemia tungkai akut berkisar antara 9-25% dan angka amputasi berkisar 13-25% serta meningkat menjadi 30-40% jika terjadi systemic inflammatory response syndrome (SIRS) atau multiple organ dysfunction
syndrome
(MODS).
Faktor-faktor
yang
dikaitkan
dengan
pengurangan resiko dari angka mortalitas dan morbiditas ini adalah usia kurang dari 63 tahun, pemberian heparin, dan percutaneus trasluminal angioplasty. Peningkatan angka mortalitas dikaitkan dengan embolectomy, amputasi dan fasciotomi. Pada sebuah studi review didapatkan kira-kira 10% dari kasus dilakukan amputasi sebagai terapi primer pada ekstremitas yang didiagnosis sebagai non-viable . Pada studi kasus yang lebih kecil didapatkan mortalitas sebesar 63%.6,7,22
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
8
Toleransi lamanya iskemia terhadap kerusakan suatu jaringan bervariasi, tergantung pada jenis jaringan berdasarkan tingkat metabolisme dan adanya kolateral pembuluh darah. Secara umum masing-masing jaringan mempunyai toleransi terhadap lamanya iskemia (tabel 2.1).7,16 Tabel 2.1 Waktu kritis iskemia jaringan
2.1.2 Klasifikasi Iskemia Tungkai Akut Klasifikasi ALI menurut Intenational Society for Cardiovascular Surgery (ISCVS) menjadi tiga kelas : I. Tungkai masih viable dan masih akan tetap hidup walaupun tanpa adanya intervensi, kelas II. Tungkai dalam kondisi terancam (iskemik) dan memerlukan revaskularisasi untuk menyelamatkan viabilitas tungkai, kelas III. Tungkai dalam keadaan iskemia yang irreversible dan infark yang mana tungkai tidak dapat diselamatkan kembali (tabel 2.2).4 Tabel 2.2 Klasifikasi iskemia tungkai akut
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
9
Klasifikasi ALI ditetapkan berdasarkan tingkat kegawatan dari derajat iskemia, sehingga dapat membantu menentukan waktu dan pilihan terapi yang mempengaruhi terhadap keberhasilan terapi.4,7 2.1.3 Komplikasi Iskemia Tungkai Akut 2.1.3.1 Respon Lokal Jaringan yang mengalami iskemik akan diikuti respon inflamasi yang dapat memperburuk cedera lokal. Namun, Belkin et al. dengan menggunakan model tourniquet mereka menyimpulkan bahwa yang menyebabkan kematian otot adalah lamanya iskemia, bukan akibat cedera reperfusi. Mereka mengamati pada otot anjing yang dilakukan ligasi hingga iskemia, setelah 0-24 jam pasca-reperfusi tidak menemukan perkembangan apapun pada jaringan otot selama periode ini. Pernyataan ini mirip dengan temuan lain pada hewan yang dilakukan pemasangan torniket.7,17 Pemicu respon inflamasi adalah kerusakan sel pada jaringan, kemungkinan besar berasal dari lisisnya sel otot. Reaksi inflamasi ini diperlukan oleh tubuh untuk membersihkan jaringan yang rusak dan memulai penyembuhan. Produk jaringan yang rusak akan mengaktifkan sistem pembekuan intrinsik, sehingga dapat menghambat trombosis vena dan spasme pembuluh darah di arteriol. Aktivasi sistem koagulasi ini dapat memperburuk kerusakan mikrovaskuler yang sudah ada, sehingga memperberat tingkat kerusakan otot. Akibat lain adalah kebocoran kapiler dan peningkatan tekanan interstitial. Jika peningkatan tekanan interstitial melebihi tekanan mikrosirkulasi, maka aliran darah akan terhambat. Data penelitian eksperimental dan klinis membuktikan bahwa pengaruh aktivasi mediator inflamasi terhadap sistem koagulasi terbukti pada pemberian heparin dosis tinggi akan menurunkan perubahan permeabilitas, meningkatkan aliran kolateral dan menurunkan tingkat demarkasi iskemik. 18-20 Penelitian yang dilakukan Hayes et al. iskemia otot gracilis anjing menunjukkan hubungan erat antara nekrosis pada otot dan penurunan jumlah adenosin trifosfat (ATP). Mereka menemukan bahwa pada awalnya glikogen miosit dan kreatin fosfat akan menipis karena dibutuhkan untuk pembuatan ATP, setelah interval iskemik berlanjut, penurunan jumlah ATP berkorelasi erat dengan memburuknya
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
10
nekrosis otot. Setelah 6 jam iskemia, jumlah ATP yang tersisa sebanyak 20% dari preischemic, tetapi otot telah mengalami nekrosis secara lengkap.21 Peneliti lain telah menegaskan yang sama bahwa setelah 4-6 jam iskemia otot terjadi perubahan yang ireversibel.22-24 Labbe et al. menggunakan model yang mirip dengan Hayes mencatat bahwa nekrosis otot lebih besar pada bagian tengah otot. 25 Petrasek et al. setuju bahwa durasi iskemia dan jenis jaringan adalah penentu beratnya
kerusakan anatomi
dari
cedera
iskemik. Selain itu, mereka
menyimpulkan bahwa hipotermi memiliki efek perlindungan kerusakan yang lebih berat daripada suhu kamar (Gambar 2.1).35
Gambar 2.1 Pemakaian ATP pada aerob dan anaerob. Gambar di modifikasi dari : Hickey MJ, Hurley JV, Angel MF. et al. The response of the rabbit rectus femoris muscle to ischemia and reperfusion. J Surg Res, 1992, 53, 369–377. 2.1.3.2 Respon Sistemik Ada kesepakatan yang sama oleh hampir semua peneliti bahwa perubahan mikrosirkulasi berkorelasi dengan durasi iskemia. Semakin lama durasi iskemia, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan edema interstitial semakin progresif.24 Studi tentang perubahan mikrosirkulasi oleh Hammersen et al, ketika otot rangka mengalami iskemia selama 3 jam, terjadi edema endotel yang berat, penurunan jumlah leukosit dan trombosit, serta ditemukan sel darah merah yang terjepit erat dalam lumen kapiler.7,25 Respon inflamasi sistemik telah diamati pada tahun 1960 oleh Haimovici, akibat kematian pasiennya setelah reperfusi iskemik tungkai. Dia menyatakan bahwa gagal ginjal yang mengakibatkan kematian adalah karena mioglobin yang dilepaskan dari jaringan iskemik atau, jika tidak mioglobin maka faktor beracun lain yang terkait dengan kematian otot.7
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
11
Kajian literatur ditemukan tingkat kematian akibat reperfusi iskemik tungkai bawah rata-rata 25% dan kematian terutama terkait dengan kegagalan paru. Hal ini yang memberi penjelasan bahwa pasien dengan iskemia berat pada kaki menyebabkan respon inflamasi sistemik setelah reperfusi, sehingga terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah secara keseluruhan dan tidak terlokalisasi pada satu organ, sehingga menyebabkan hilangnya cairan ke ruang ketiga.27 Proses pembekuan yang dipercaya bertanggung jawab terhadap perubahan sistemik, ternyata jauh lebih kompleks daripada aspek mekanik sederhana fibrinplatelet agregasi.28,29 Procoagulan, sebagai produk dari jaringan yang mati masuk kedalam sirkulasi sistemik, menghasilkan koagulopati sistemik. Aktivasi faktor XII akan mengaktifkan mediator inflamasi paralel seperti histamin, komplemen, tromboksan dan bradikinin. Kebocoran pada endotelium pembuluh darah mengakibatkan permeabilitas pembuluh darah meningkat, sehingga cairan masuk ke ruang ketiga dan menyebabkan gagal organ multiple. 30
2.2. CEDERA ISKEMIA-REPERFUSI Cedera iskemia-reperfusi didefinisikan sebagai cedera yang terjadi pada jaringan setelah berlangsungnya periode iskemia yang cukup lama dan kemudian dilakukan reperfusi. Pada tahun 1960, Haimovici untuk pertama kalinya mendokumentasikan revaskularisasi arteri pada ekstremitas yang iskemik. Haimovici
mengemukakan
myonephropathic-metabolic
syndrome
yang
merupakan kerusakan ginjal yang terjadi setelah dilakukan revaskularirasi pada ekstremitas yang iskemik.19 Angka kematian terjadi pada sekitar 85% pasien. Fenomena seperti ini juga diungkapkan oleh peneliti di Massachusetts General Hospital. Pada tahun 1968, Ames, dkk berhasil mendiskripsikan fenomena ini pada jaringan otak dan 10 tahun kemudain May, dkk melaporkan hal yang serupa pada flap kulit. Peneliti peneliti ini mengemukakan hal yang serupa yaitu terjadinya pembengkakan sel, agregasi dari komponen darah (platelet dan neutrofil) pada intravaskular, dan kebocoran cairan intraseluler ke ruang interstisial sebagai mekanisme dasar dari fenomena reperfusion injury ini. 20,21
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
12
Iskemia merupakan periode yang terjadi ketika adanya ketidakseimbangan antara jumlah oksigen yang dipasok dengan jumlah oksigen yang dibutuhkan otot untuk melakukan fungsinya secara normal.cedera iskemik bersifat multifaktorial, tetapi pada umumnya di anggap sebagai akibat produksi mediator pro inflamasi seperti tumor nekrosis (TNF α) dan Species Oksigen Reaktif (SOR) secara berlebihan. 19 2.2.1 Mekanisme Reperfusion Injury Iskemia reperfuison injury meliputi berbagai macam kaskade reaksi pada tingkat seluler yang terjadi pada saat bagian tubuh yang iskemik dikembalikan perfusinya. Ischemia reperfusion injury ditandai oleh pembentukan oksidan, aktivasi sistem komplemen, agregasi antara leukosit dan endotel, agregasi platelet dengan leukosit, pelepasan mediator pro-inflamasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan penurunan struktur dari endotelium, dan semuanya ini berujung pada multi organ dysfunction bahkan sampai kematian. Secara garis besar ada dua bagian besar dari ischemia reperfusion injury ini yaitu ischemia injury dan reperfusion injury.3,23,24 Mekanisme yang dominan dari iskemia ini adalah sebagai akibat dari hipoksia dan anoksia dari jaringan dan stasis pada mikrosirkulasi. Tingkat keparahan dan toleransi suatu jaringan terhadap suatu proses iskemik berbeda satu dengan yang lainnya dan berhubungan dengan ada tidaknya aliran kolateral dan kebutuhan metabolik basal dari jaringan itu sendiri. Pada umumnya otot rangka dapat mentoleransi iskemia sampai 4 jam, jaringan syaraf sampai 8 jam, lemak 13 jam, kulit 24 jam dan tulang dapat sampai 4 hari.25 Berkurangnya pasokan oksigen ke dalam jaringan mengakibatkan berkurangnya produksi energi dari mitokondria (sintesis ATP dan fosforilasi oksidatif) dengan demikian mengakibatkan berkurangnya cadangan ATP intrasel dan meningkatnya glikolisis. Tidak adekuatnya cadangan energi intrasel ini mengakibatkan gangguan
homeostasis
ionik,
aktivasi
dari
hidrolase,
dan
peningkatan
permeabilitas dari membran sel. Seiring dengan meningkatnya derajat dan waktu dari iskemia, gangguan homeostasis dan aktivasi dari hidrolase ini bertambah parah. Saat ATP intrasel dipecahkan, lisosom intrasel melepaskam ion hidrogen dan sel tersebut menigkatkan glikolisisnya sehingga mengakibatkan asidosis intrasel. Keadaan hipoksia ini sendiri mengakibatka meningkatnya kadar laktat
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
13
dan menurunnya pH sehingga memperparah kondisi iskemia (gambar 1)26,27. ATP kemudian dibecahkan menghasilkan adenosine diphospate (ADP), adenosine monophosphate (AMP) dan inosine monophosphate (IMP) dan adenosine, iosine, hipoxanthine dan xanthine.28 Asidosis mengganggu aktivitas dan fungsi dari Ion Na+, pompa K+-ATPase dan aktivitas enzim enzim lainya yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan ionik intrasel dan ekstasel. Gangguan ini mengakibatkan peningkatan dai kadar Na + dan Ca2+ sitostolik. Peningkatan kadar Ca2+ mengaktivasi enzim phospholipase (terutama phospolipase A2) dan protease (calpain) yang memperparah kerusakan jaringan. Lebih lanjut lagi, terjadi overload dari calsium dalam mitokondria yang akan memicu pembukaan dari porus transisional dari mitokondria dan menyebabkan uncoupling dari phophorilase oksidatif, pembengkakan dari mitokondria sebagi akibat dari masuknya air dan ruptur dari membran mitokondria.29 Aktivasi dari phosphorilase dan calpain mengakibatkan degradasi phospolipid membran dan protein sitoskeletal yang makin memperparah kerusakan sel.30
Gambar 2.2 Glikolisis anaerobik selama periode iskemia berakibat feedback negatif sehingga menghambat sintesa ATP dan mengakibatkan asidosis jaringan. Diambil dari Fitridge R,et al; 2007. Jaringan yang mengalami hipoksia dapat menginduksi sintesa dari vascular endothelial growth factor (VEGF). Hipoksia berakibat meningkatnya kadar mRNA sebagai akibat dari meningkatnya mRNA transkripsi dan menurunya degenerasinya. Meskipun secara keseluruhan sintesa protein dihambat sebagai efek dari hipoksia, VEGF mRNA di translasikan menjadi protein. 31 Selama fase iskemia, hipoksia
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
14
mengaktivasi beberapa gen termasuk activating protein-1(AP-1), hypoxia inducible factor-1 (HIF-1) dan nucklear factor K-B (NF K-B). Hipoxia jaringan juga mengakibatkan mobilisasi neutrofil ke jaringan intertisial. Migrasi neutrofil dan makrofag ke tempat inflamasi tergantung dari hypoxia-adaptive pathway. Neutrofil yang teraktifasi ini melepaskan glutamat dan adenine nukleotide (dalam bentuk ATP atau adenosine monophospat (AMP) selama periode iskemia yang akan dikonversi menjadi adenosisne pada permukaan endotel pembuluh darah.32,33 Adenosine ini mempunyai efek proteksi dari endotel mikrovaskular dengan cara memperkuat
kontak
antar
sel
endotel
setelah
keluarnya
neutrofil.
Polymorphonuklear neutrofil mempunyai efek yang merugikan pada jaringan dengan cara melepaskan faktor-faktor yang dapat mengganggu permukaan endotel. Aktivasi neutrofil oleh ß2 integrilin menstimulasi neutrofil untuk mengeluarkan faktor-faktor yang merangsang terjadinya endothelial cytoskeletal rearrangement, gap formation, dan peningkatan permeabilitas.34 Peristiwa yang terpenting dalam fase iskemia ini adalah konversi dari xanthine dehidrogense menjadi xanthine oksidase. Xanthine dehidrogenase menggunakan nicotinamide dinucleotide (NAD) sebagai target elektron pada saat terjadinya oksidase dari xanthine dan hypoxanthine. Panas, proteolitik dan agen lain seperti sulfhydril dapat merubah xanthine dehidrogenase ini menjadi xanthine oksidase juga. Banyak penelitian yang mengkaitkan stress oksidatif dengan patogenesis terhadap beberapa penyakit kardiovaskuler termasuk hipertensi, atherosklerosis, dan congestive heart failure. Sumber dari ROS (radical oxygen species) termasuk mithochondrial
electron
transport,
xanthine
oxidase,
cyclooxygenase,
lipoxygenase, heme oxygenase, NOS dan NADH/ NADPH oxydase.1,28,30
2.2.2 Peranan dari Reactive Oxygen Species (ROS) dan Sistem Komplemen Reperfusi dari jaringan iskemik berakibat terbentuknya reactive oxygen species (ROS) yang beracun, termasuk anion superoksid anions (O2-), hydroxyl radicals (OH-), hypochlorous acid (HOCl), hydrogen peroxide (H2O2), dan peroxynitrite dari pemecahan nitric oxide. Reaktif oksigen spesies ini mempunyai potensial untuk memicu kerusakan jaringan selama ischemia reperfusion injury. Degradasi ATP selama periode iskemia membentuk hypoxanthine. Selama reperfusi
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
15
didapatkan influx dari molekul oksigen yang mengkatalisasi aktivitas enzim xanthine oksidase, membentuk asam urat dan membebaskan highly reactive superoxide anion (O2-). Superoxide ini kemudain dikonversikan menjadi hidrogen peroxide (H2O2) dan hydroxyl radical (OH-). Konsekwensinya terjadi reaksi peroksidase pada membran lemak seluler yang berakibat terbentuknya dan dikeluarkannya mediator proinflamasi eicosanoid, sehingga sel kehilangan kemampuan permeabilitasnya dan pada akhirnya terjadi kematian sel. Selama periode ischemia reperfusion injury, ROS mengaktivasi sel-sel endotel, meningkatkan aktivitas dari faktor transkripsi, seperti nuclear factor κβ (NF-κβ) dan activator protein-1 (AP-1). Setelah diaktivasi, endotel membentuk E-selectin, vascular cell adhesion molecule (VCAM-1), intercelular adhesion molecule-1 (ICAM-1), endothelieal leucocyte adhesion molecule-1(ELAM-1), plasminogen activator inhibitor-1(PAI-1), tissue factor interleukin-8 (IL-8).35 Ischemic reperfusion injury mengaktivasi sistem komplemen dan mediator inflamasi yang berperan dalam perubahan hemostasis sistem vaskuler, termasuk anafilaktosin C3a dan C5a. komponen sistem komplemen yang teraktivasi adalah iC3b and C5b-9. C5a secara langsung menstimulasi aktivasi leukosit dan kemotaksis. Lebih lanjut, C5a dapat memperkuat respons inflamasi terhadap cedera reperfusion injury dengan cara menginduksi pelepasan sitokin proinflamasi; diantaranya interleukine-1 (IL-1), interleukine-6 (IL-6), tumour necrosis factor- (TNF-), monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1). Perubahan fungsi endotel vaskuler dipengaruhi oleh C5b - 9 dan iC3b. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Kamat P, dkk (2012) pelepasan sitokin pro-inflamatory secara signifikan meningkat pada menit ke-10 dan puncaknya pada jam ke4.35,36
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
16
2.3 KERUSAKAN JARINGAN PULMONAL AKIBAT MEKANISME REMOTE REPERFUSI INJURY Ischemia reperfusion injury merupakan mekanisme yang kompleks, yang melibatkan proses intraselular dan ekstraselular. Pada kasus dengan iskemia yang lama dan luas, nekrosis jaringan mungkin sudah terjadi dan tindakan revaskularisasi mungkin merupakan suatu kontraindikasi. Ischemia reperfusion injury menginduksi kematian sel, pemograman kematian sel, apoptosis, oncosis dan necrosis. Apoptosis disebabkan oleh karena adanya iskemia yang berkepanjangan dan proses reperfusion injury, dimana apoptosis merupakan hasil akhir dari proses kematian sel.16,17 Pada keadaan reperfusion injury dapat terjadi respon lokal dan respon sistemik yang mengikuti tingkat keparahan dari iskemia. Respon lokal terdiri dari edema pada ekstremitas yang terkena dan berpotensial untuk memperburuk kerusakan jaringan. Respon sistemik yang dapat mengakibatkan multiple organ failure bahkan kematian. Fenomena “no-reflow” merupakan hal yang penting dalam reperfusion injury, dimana pada saat dikembalikannya aliran darah ke jaringan otot yang iskemik, terjadi sumbatan pada sistem mikrovaskular yang berakibat iskemia jaringan bertambah dan kerusakan oleh karena tidak adanya oksigen. 18 Pemahaman tentang patofisiologi cedera pulmonal pada ischemia-reperfusioninduced belum diketahui secara pasti. Nekrosis jaringan, setelah cedera pulmonal iskemia-reperfusi berhubungan dengan perburukan fungsi paru secara signifikan. Apoptosis dapat dipicu oleh cedera mekanik dan paparan terhadap kondisi lingkungan tertentu yang mengarah ke aktivasi jalur intrinsik (mitokondria) dan ekstrinsik (reseptor kematian). Aktivasi jalur ekstrinsik dengan interaksi ligan reseptor spesifik, seperti Fas / Fas-ligan (Fas-L), angiotensin (A) II dan tumor necrosis factor (TNF) / reseptor, menyebabkan aktivasi lanjut dari kaskade apoptosis intraseluler yang melibatkan caspases (protease sistein aspartil). Jalur intrinsik, dikenal sebagai jalur mitokondria, melibatkan pembelahan BH3interacting domain death agonis (Bid), permeabilitas membran mitokondria, mitokondria sitokrom c dan apoptosis protease activating factor (Apaf), dengan formasi apoptosome.8
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
17
Selain itu, tingkatan faktor pertumbuhan, termasuk faktor pertumbuhan endotel vaskular, faktor pertumbuhan platelet-derived, faktor pertumbuhan epidermal dan faktor stimulasi macrophage colony, di lingkungan seluler dapat mempengaruhi apoptosis sel epitel pulmonal melalui protein tirosin kinase intraseluler dan protein tirosin fosfatase. Jalur ini dapat menurunkan regulasi oleh beberapa mitogen-activated protein kinase (MAPKs) dan molekul dari molekul dari B-cell leukemia/ lymphoma-2. Jalur phosphatidylinositol-3’-kinase dan jalur protein kinase B telah terbukti menjadi bagian yang penting dalam apoptosis pulmonal. Namun, belum ada penelitian yang secara khusus.8 Keseimbangan antara faktor-faktor pro dan anti apoptosis intraseluler pada akhirnya dapat menentukan apakah sel bertahan atau masuk ke jalur untuk menjalani apoptosis. Selain itu, interaksi faktor eksternal lainnya dalam klinis skenario dengan apoptosis sel epitel (yaitu apoptosis sel epitel pulmonal yang diinduksi oleh ventilator atau nekrosis), aktivasi neutrofil dan apoptosis, dan mediator respon inflamasi sistemik mungkin juga berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerusakan pulmonal.8 2.4. KEMATIAN SEL Klasifikasi yang sering digunakan mengenai mekanisme kematian sel ada dua, yaitu : apoptosis dan necrosis.31,32 Autofagi, yang telah diusulkan sebagai model kematian sel ketiga, adalah proses dimana sel-sel menghasilkan energi dengan mencerna organel dan makromolekulnya sendiri. Autofagi dapat terjadi pada selsel yang tidak menerima nutrisi dalam waktu yang lama dan akhirnya mencerna substrat yang tersedia dan mati. Perbedaan antara apoptosis, nekrosis, dan autofagi meliputi cara kematian, morfologis, biokimia, dan keterlibatan molekuler.33 Kematian sel terprogram merupakan konsep penting yang dikendalikan secara genetik. Apoptosis dan autofagi adalah dua jenis dasar kematian sel yang terprogram. Sementara itu nekrosis, secara tradisional dianggap sebagai bentuk kematian sel yang disengaja.31,34
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
18
2.4.1. Apoptosis Morfologi sel yang mengalami apoptosis terlihat sebagai penyusutan sel dan intinya. Perbedaan antara nekrosis dan apoptosis adalah keterlibatan membran plasma dalam proses ini. Nekrosis ditandai adanya kerusakan membran plasma, sehingga cairan dan ion ekstraseluler masuk kedalam sel, sel lisis dan akhirnya mati.34 Pada apoptosis, membran plasma tetap utuh sampai akhir proses, dengan ciri utama terjadi pemecahan protein cytoskeletal oleh aspartat-spesifik protease, sehingga komponen subselular mengkerut. Karakteristik lainnya adalah kondensasi kromatin, fragmentasi inti, dan pembentukan blebs plasma membran.35 Aktivasi caspase pada apoptosis melalui dua jalur, yaitu melalui jalur reseptor yang berada dipermukaan sel dan jalur mitokondria. Pertama jalur reseptor diaktifkan oleh anggota tumor necrosis factor (TNF) yang berikatan dengan "reseptor kematian" pada membran sel, selanjutnya merangsang agregasi multiprotein, agregasi kompleks ini memicu aktivitas katalitik caspase 8. Kedua jalur mitokondria, interaksi antara anggota proapoptotik dan antiapoptotik dari keluarga bcl2 setelah menerima sensor kerusakan intraseluler, inisiator dari jalur ini termasuk peningkatan spesies oksigen reaktif, kerusakan DNA, denaturasi protein, dan hilangnya growth factor. Pada akhirnya menyebabkan permeabilitas mitokondria meningkat, sehingga terjadi pelepasan protein proapoptotic yang berakibat aktivasi caspase 8 dan caspase 9 yang memberi sinyal pembongkaran sel dengan denaturasi protein dan mengaktifkan DNA-se (Gambar 2.3).47,48
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
19
Gambar 2.3 Apoptosis melalui jalur intrinsik dan ekstrinsik. Gambar di ambil dari : Zong WX, Thompson CB. Necrotic death as a cell fate.Genes Dev 2006;20:1-15. 2.4.2. Autofagi Kata autofagi berasal dari bahasa Yunani "phagy‖ (makan) "auto" (diri sendiri), pertama kali diamati dengan mikroskop elektron dimana terdapat struktur membran lisosom ada yang single dan ada yang ganda (berupa vesikel) yang mengandung partikel sitoplasma dan organela dalam berbagai tahap disintegration (Gambar 2.3).49 Kita sekarang memahami autofagi merupakan proses recycle sel terhadap kerusakan organela atau komponen makromolekul, hal ini merupakan respon adaptif sel terhadap stres subletal, seperti kekurangan gizi, sehingga sel memperoleh energi untuk bahan bakar.50 Tiga bentuk autofagi telah diketahui atas dasar bagaimana lisosom menerima materi untuk di degradasi. Pertama macroautophagy, kedua struktur double membrane (autophagosome) dan ketiga fusi dengan lisosom (opsonisasi). Meskipun peran autofagi dalam kematian sel masih kontroversial, karena diakui sebagai respon adaptif, tetapi autofagi yang tak terkendali dapat menguras protein penting dan organel sel, seperti menghilangkan mitokondria yang rusak (yang dapat memicu apoptosis dengan menghasilkan spesies oksigen reaktif yang berlebihan), tanda-tanda kematian sel cara ini tidak ditemukan pada apoptosis. 52
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
20
Gambar 2.4 Proses autofagi Gambar di ambil dari : Sheridan C, Martin SJ. Commitment in apoptosis: slightly dead but mostly alive. Trends Cell Biol 2008;18:353-7.
2.4.3 Nekrosis Nekrosis biasanya dianggap sebagai bentuk kematian sel disengaja (tidak terprogram) yang terjadi akibat respons sel terhadap hipoksia akut atau cedera iskemik, seperti infark miokard dan stroke. Sel nekrosis dapat diamati dengan menggunakan mikroskopis cahaya atau elektron, dimana permukaan sel dan organelanya mengalami pembengkakan dan lisis, sehingga isi intraseluler keluar (Gambar 2.4). Nekrosis biasanya terjadi karena kegagalan metabolisme akibat menipisnya jumlah ATP, yang secara klasik terjadi karena ischemia. Proses yang sama dapat terjadi pada neoplasma ketika proliferasi sel melebihi angiogenesis, akibatnya terdapat kelompok sel yang iskemi dan akhirnya terjadi nekrosis. 53,54
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
21
Gambar 2.5 Proses nekrosis Gambar di ambil dari : Malhi H, Gores GJ, Lemasters JJ. Apoptosis and necrosis in the liver: a tale of two deaths? Hepatology 2006;43:S31-44. Mediator yang berhubungan dengan kejadian nekrosis adalah reaktif oksigen spesies (ROS), ion kalsium, poli-ADP-ribose polymerase (PARP), Calpain dan cathepsins.54 PARP adalah enzim yang dibutuhkan untuk perbaikan DNA, yang dapat menguras cadangan ATP seluler. Dalam apoptosis, PARP mengalami pemecahan cepat sehingga cadangan ATP berkurang. ATP ini diperlukan untuk berbagai proses apoptosis, sehingga kekurangan ATP dapat menggeser proses apoptosis sel menjadi nekrosis. Pada cedera iskemia, penghambatan PARP dapat mengurangi nekrosis.5,54
2.5 STRATEGI TERAPI DALAM
MENCEGAH CEDERA ISKEMIA
REPERFUSI Telah banyak terapi strategis yang berhasil mengurangi dan mencegah cedera iskemia reperfusi. Beberapa studi juga telah menguji keefektifitasan berbagai strategi dan kombinasi dalam mengurangi cedera iskemia reperfusi. Meskipun demikian ketepatan waktu dalam mereperfusi area yang iskemia tetap menjadi landasan utama dalam praktek klinis untuk mencegah cedera iskemia reperfusi. 1
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
22
2.5.1 Terapi Antioksidan Sejumlah penelitian pada hewan percobaan telah menunjukan keberhasilan terapi antioksidan dalam mencegah atau mengurangi cedera iskemia reperfusi termasuk penggunaan superoksida dismutase, katalase, manitol, allopurinol, vitamin E, Vitamin C, deferoxamine, N-acetylsistein, ACE inhibitor.1 Dalam sebuah percobaan pada manusia dengan pemberian infus superoksida dismutase (SOD) selama 5 hari secara signifikan menunjukan kerusakan organ yang lebih ringan, waktu yang lebih singkat di ICU, dan menunjukan serum phospholipase dan konsentrasi sel PMN yang lebih rendah.selain itu, SOD telah terbukti dapat meningkatkan keberhasilan graft dan transplantasi.disamping hasil yang menjanjikan seperti ini, ada beberapa peneltian yang memberi hasil yang samar tentang keberhasilan terapi antioksidan dalam mencegah cedera iskemia reperfusi pada manusia,namun,data klinis dan ekperimental yang cukup mendukung adanya peran stress oksidatif dalam cedera iskemia reperfusi,sehingga mempertegas pentingya mekanisme pertahanan anti oksidan dalam perlindungan jaringan. 1,2 2.5.2 Terapi Antikomplemen Pada suatu penelitian, pemberian C3 convertase inhibitor (komplemen larut reseptor 1), telah menunjukan pengurangan area infark sebesar 44% dari tikus yang mengalami miokardium iskemia reperfusi. 1 Baru-baru ini peneltian terhadap manusia, pemberian rantai tunggal antibody spesifik C5 menunjukan secara signifikan penurunan aktivasi komplemen, aktivasi leukosit, cedera miokardial, kehilangan darah, dan disfungsi kognitif pada pasien yang mengalami operasi CABG dengan cardiopulmonary bypass (CPB). Disamping itu penelitian pada kelinci juga menunjukan adanya pengurangan area infark, apoptosis, dan infiltrasi leukosit. Sampai saat ini masih terus diteliti dalam percobaan klinis, guna menunjukan bahwa terapi antikomplemen terbukti efektif pada manusia dalam mencegah cedera iskemia reperfusi.1,2
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
23
2.5.3 Terapi Antileukosit Secara umum, terapi strategis untuk membatasi cedere iskemia reperfusi yang dimediasi oleh leukosit berfokus pada penghambatan penglepasan mediator inflamasi dan keterlibatan reseptor, sintesis molekul leukosit-endotel dengan menggunakan terapi
leukosit, atau adhesi
pemberian antagonis reseptor
interleukin-1, faktor anti tumor nekrosis, atau antagonis faktor aktivasi plateletleukotrien b4.2 Baru-baru ini diketahui bahwa pemberian aspirin memicu biosintesis lipoxins. Lipoxin adalah produk lypoxygenase yang dihasilkan dari asam arakidonat. Dalam banyak pengujian klinis, lipoxin diketahui mencegah kemotaksis, adhesi, dan transmigrasi netrofil yang diinduksi oleh leukotriene dan mediator lain, hal ini menunjukan bahwa lipoxin dapat bertindak sebagai sinyal pengereman endogen dalam reaksi inflamasi. 2 Pemberian aspirin yang memicu analog lipoxin ini telah menunjukan penurunan mediator inflamasi
pada
pembuluh darah dan organ pada percobaan tikus dengan limb iskemia reperfusi. 2 2.5.4 Ischemic Preconditioning Selama iskemia berlangsung, radikal bebas dapat menarik dan mengaktifkan neutrofil, mengeluarkan enzim proteolitik, melepaskan radikal bebas, membuat trombus dalam mikrosirkulasi, agregasi platelet dan edema jaringan dan seluler, yang
berpuncak
pada
fenomena
non-reperfusion
yang
menyebabkan
perkembangan secara ireversibel. Cedera iskemia reperfusi memiliki dampak tidak hanya lokal, tapi mempunyai dampak respon sistemik, dan sering menyebabkan sindrom respiratori dan bahkan beberapa kegagalan fungsi organ. Untuk melindungi daerah iskemik yang disebabkan oleh cedera reperfusi, berbagai metode yang digunakan, termasuk preconditioning iskemik (IPC). Ini merupakan periode induksi kecil iskemia yang diikuti oleh reperfusi sebelum periode iskemia yang panjang. Mekanisme pelindung preconditioning iskemik telah dipelajari, menunjukkan efek menguntungkan secara lokal dan sistemik, menurunkan kerusakan mukosa, apoptosis sel dan efek reperfusi.1,5 Penerapan periode singkat iskemia subletal kepada jaringan target dengan reperfusi selanjutnya dapat menggunakan metode sederhana induksi toleransi
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
24
iskemik, yang disebut preconditioning iskemik (IP). Tujuan IP adalah untuk meningkatkan ketahanan jaringan terhadap cedera iskemia reperfusi yang dapat merugikan. Oksida nitrat (NO) serta adenosin telah ditunjukkan untuk meregulasi fungsi endothetelial dan meningkatkan aliran darah dalam pengaturan preconditioning iskemik. Namun, IP secara langsung dapat menghasilkan trauma pada pembuluh mayor dan stres ke organ target.2,5 Remote ischemia preconditioning (RIPC) adalah pengembangan lebih lanjut dari IP yang mana iskemia diikuti dengan reperfusi dari satu organ dan diyakini dapat melindungi organ lain yang terletak jauh. Baik menggunakan pelepasan rantai sitemik biokimia di dalam sirkulasi atau aktivasi jalur saraf, serta menghasilkan pelepasan rantai sekunder yang memiliki efek perlindungan. Hal ini dapat melindungi jaringan target tanpa trauma pada pembuluh mayor atau stres langsung ke organ target. Dalam penelitian hewani, RIPC dilakukan pada tungkai, usus, mesenterika, ginjal atau otot rangka untuk mengurangi ukuran infark miokard.2 2.5.4.1 Mekanisme Perlindungan Jaringan IPC dan RIPC Selama iskemia, metabolisme anaerob mendominasi dan produksi ATP menurun. Energi yang tersedia tidak cukup untuk mempertahankan aktivitas pompa membran sel, mempertahankan antioksidan, hemostasis pH serta kalsium dan integritas mitokondria. Rute dan konsekuensi dari iskemia pasti menyebabkan kematian sel, kecuali aliran darah dipulihkan. Meskipun reperfusi dengan darah beroksigen sangat penting untuk setiap penyelamatan jaringan, masuknya tiba-tiba oksigen mengarah pada pembentukan oksigen reaktif. Kunci dari kematian sel adalah transisi permeabilitas mitokondria, sebuah fenomena yang terjadi ketika pori transisi permeabilitas mitokondria (MPTP) menjadi permeabel terhadap molekul 1500kDa atau lebih kecil. Hal ini menyebabkan molekul kecil masuk dengan cepat, pembengkakan mitokondria, dan kematian sel berikutnya . 3 IPC mengaktifkan tiga jalur salutatori utama, jalur guanosin monofosfat siklik / cGMP-dependent protein kinase (cGMP / PKG), jalur kinase penyelamatan cedera reperfusi (RISK), dan jalur peningkatan faktor aktivasi pertahanan (SAFE).
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
25
Terdapat derajat tumpang tindih, khususnya di mana jalur berkumpul di mitokondria. Di sini, saluran potasium-dependent ATP (KATP) diaktifkan dengan bukti bahwa adanya penutupan MPTP. IPC juga memulai respon genomik dan proteomik kompleks yang mendukung fase akhir perlindungan. Hal ini termasuk antiapoptosis dan anti inflamasi transkripsi gen, yang bertanggung jawab atas jendela kedua perlindungan.5 Pemicu inisial kaskade merekrut mediator awal seperti protein kinase C (PKC), tirosin kinase, phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K), protein kinase B (PKB atau Akt), mitogen-activated protein kinase (MAP1/2 atau MEK1/2), extracelluler signal-regulated kinase (Erk1/2), dan janus kinase (JAK)), yang mengaktifkan faktor transkripsi (seperti sinyal transduser dan aktifator transkripsi protein (STAT1 / 3), nuclear factor kappa-light-chain-enhancer (NFκB), aktivatorprotein-1 (AP-1), nuclear factor-like 2 (Nrf2), dan hypoxia-inducible factor-1α (HIF-1α)) . Kemudian fase perlindungan membutuhkan sintesis inducible nitric oxide synthase (iNOS), heat shock protein (Hsp), atau siklooksigenase-2 (COX2). Hal ini kemudian beraksi secara lokal melalui saluran MPTP atau KATP untuk menginduksi keadaan kardioproteksi.5 2.5.4.2 Teknik Iskemik Preconditioning Bedah Pintas Arteri Koroner Uji klinis pertama dari remote ischemia preconditioning pada tahun 2000, ketika 8 pasien yang menjalani Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) secara acak menerima perlakuan baik preconditioning iskemik (lengan manset diinflasi hingga 300 mmHg untuk 2 siklus 3 menit) atau kontrol. Rahman et al. menerbitkan percobaan yang lebih besar randomized double-blind control di mana 162 pasien yang menjalani CABG secara acak menerima baik siklus 3×5 menit inflasi manset ekstremitas atas sampai 200 mmHg (dipisahkan oleh 5 menit reperfusi) atau plasebo (di mana manset itu meningkat pada "dummy arm").4,5
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
26
Bedah Vaskular. Dalam laparatomi aneurisma aorta abdominal (AAA) perbaikan, 82 pasien secara acak menerima baik RIPC (dua siklus cross-clamp intermiten di arteri iliaka dengan 10 menit iskemia yang diikuti oleh 10- menit reperfusi) atau kontrol. RIPC mengurangi risiko absolut cedera miokard, infark miokard, dan cedera ginjal.6 Pada penelitian Denis et al yaitu melakukan preconditioning iskemik di arteri iliaka eksternal babi sebelum reperfusi iskemia ekstremitas bawah untuk melindungi cedera paru akut menggunakan teknik arteri iliaka eksternal babi diisolasi secara bilateral dan sekaligus di clamp atau dijepit selama 5 menit. Setelah periode 5 menit dari iskemia, arteri iliaka eksternal di unclamped atau jepitan dibuka kembali untuk periode reperfusi selama 5 menit. Hal ini diulang untuk total tiga siklus. Setelah IPC, binatang menjalani 120 menit iskemia dan 150 menit periode reperfusi.4 2.5.5 Teknik hipotermia Hipotermi didefinisikan sebagai penurunan suhu tubuh dibawah 35°C, hipotermi bukan merupakan suatu terapi, tetapi dapat membantu merubah status metabolisme organ tubuh. Peran hipotermi dibidang bedah kardiovaskular diamati oleh Mc Quiston dan Bigelow, dimana hipotermi dapat menurunkan kebutuhan oksigen suatu jaringan (jantung) sehingga sirkulasi dapat dihentikan secara aman dalam suatu rentang waktu. Lewis dan Tauffic pada tahun 1953 sukses melakukan operasi jantung terbuka dengan hipotermi melalui colling surface, yang selanjutnya disempurnakan oleh Swan dan Lewis. Gollan berhasil melakukan percobaan hipotermi tubuh melalui perfusi extracorporeal.9 Klasifikasi hipotermi dibagi menjadi empat, yaitu : mild, moderate, severe dan profound (Tabel 2.3), pembagian ini berdasarkan pada besarnya hipotermi dapat menurunkan kebutuhan metabolisme pada kondisi normal suatu organ. 55
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
27
Tabel 2.3 Klasifikasi hipotermi berdasarkan penurunan suhu tubuh
Konsumsi oksigen merupakan ukuran aktivitas metabolisme, sehingga besarnya penurunan hipotermi sebanding dengan tingkat penurunan kebutuhan oksigen (Gambar 2.6).55
Gambar 2.6 Grafik kebutuhan oksigen terhadap penurunan suhu tubuh. Gambar diambil dari : Cellular adaptation, cell injury, and cell death. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran pathologic basis of disease. Philadelphia: Saunders, 2005:4-46.
Iskemia adalah salah satu penyebab utama hipoksia jaringan. Telah dilaporkan iskemia dapat menginduksi hipoxia inducible factor-1α (HIF-1α) diberbagai organ, termasuk otak, otot jantung, dan otot skeletal. Peran HIF-1α menurunkan sintesis protein selama hipoksia. Selain itu penurunan suhu juga menekan sintesis protein dalam sel pada kondisi hipotermia ringan seperti 32-33°C, mekanisme ini seharusnya memberikan kontribusi pada HIF-1 akumulasi protein di bawah hipoksia.56
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
28
Hipotermia menggunakan mekanisme dengan mengurangi tingkat metabolisme otak dan meningkatkan keseimbangan antara pasokan dan permintaan energi. Hipotermia mengurangi aliran darah otak secara linear, tetapi penurunan tingkat metabolisme otak oksigen (CMRO2) tidak persis linear. Rata-rata, penurunan CMRO2 adalah sekitar 7% / 1° C. Antara 37°C dan 22°C, CMRO2 berkurang sekitar 5%/1°C, dan kemudian pengurangan menjadi lebih cepat ketika CMRO 2 mencapai 20% pada 20°C dan 17% pada 18°C.6 Namun, percobaan hewan dari iskemia cerebral global telah menunjukkan efek perlindungan (tidak ada cedera setelah 20 menit setelah iskemia) selama pemakaian ringan (33°C) hipotermia, hal ini bisa disebabkan oleh mekanisme tambahan termasuk menghentikan kaskade iskemik yang merugikan, mengurangi glutamat excitotoxicity, menekan masuknya kalsium ke iintraseluler, mengurangi pembentukan radikal bebas oksigen, dan meningkatkan pelepasan asam gammaaminobutyric.(Perioperative Management of Deep Hipotermia, William). 8 Pada penelitian yang dilakukan oleh Filho et all, segera setelah iskemia dimulai, median dan lobus hepar lateral sinistra dihipotermia sampai 26°C selama 90 menit. Setelah itu, hepar direperfusi selama 120 menit pada suhu normothermia Temuan menunjukkan bahwa induksi 26°C topikal hipotermia tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suhu tubuh dan mean arterial pressure (MAP).9 2.5.6 Iskemia ekstremitas dan reperfusi sebagai stimulus remote preconditioning Studi eksperimen awal telah menggunakan organ non-jantung sebagai stimulus remote preconditioning, yang tentu saja memerlukan prosedur operasi invasif untuk menerapkan IP. Namun, aplikasi klinis strategi kardioprotektif dengan metode yang kurang invasif untuk menerapkan RIPC diperlukan. Kemajuan awal dilakukan oleh Birnbaum et al. pada tahun 1997, dengan observasi klinis yaitu membatasi aliran darah ke otot rangka ekstremitas bawah dan memacu otot gastrocnemius kaki sebelum oklusi arteri koroner akut yang mampu mengurangi infark miokard lanjut sebesar 65% di jantung kelinci, sebuah fenomena yang disebut 'IPC at a distance’. Metode yang kurang invasif merangsang iskemia
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
29
hind-limb sebagai stimulus remote preconditioning diperkenalkan oleh Oxman et al, yang menunjukkan bahwa penerapan tourniquet ke hind-limb untuk menginduksi 10 menit iskemia di ekstremitas mempunyai kemampuan untuk mengurangi aritmia reperfusi dalam hati tikus setelah iskemik berkelanjutan. 5 Iskemia ekstremitas pada penelitian ini dipicu dengan melakukan ligasi pembuluh darah
arteri
illiaca
communis
kelinci
New
Zealand
dan
kemudian
membandingkan efek terapi hipotermi, ischemia preconditioning, dan kontrol (tidak mendapatkan terapi hipotermi dan ischemia preconditioning) terhadap cedera pada paru kelinci akibat adanya reperfusion injury secara histpatologis. 2.6.
KELINCI SEBAGAI HEWAN COBA
Penelitian ini menggunakan New Zaeland Rabbit (Lepus Spp).
Penggunaan
kelinci Selandia Baru ini didasari atas kemiripan sistem kardiovaskulernya dengan manusia. Beberapa kepustakaan mengatakan bahwa karena kemiripan sistem kardiovaskuler ini maka New Zealand Rabbit dapat dipakai sebagai model penelitian untuk diterapkan pada manusia. Arteri femoralis dan cabang cabangnya menggambarkan gambaran sitema vaskuler yang dapat dipakai untuk berbagai macam ekperimen. Arteri femoralis kelinci merupakan kelanjutan dari arteri iliaka eksternal. Cabang pertamanya adalah arteri femoralis lateralis sikrumfleksa, yang muncul pada sisi kranial dari arteri femoralis. Cabang bagian tengah arteri femoralis memberikan pasokan darah ke otot quadriceps, otot sartorius dan otot pectineus. Cabang kedua dari arteri femoralis adalah arteri epigastric superficialis, yang mulai dari sisi medial dan memberikan darah ke kulit dan daerah ekor. Setelah mempercabangkannya, arteri femoralis mempercabangkan tiga cabang muskularis kecil ke otot sartorius, otot quadriceps, dan otot adduktor. Pada bagian caudal, arteri femoralis mempercabangkan arteri femoralis caudalis ke otot gracilis. Cabang berikutnya, ateri saphena, berjalan di sisi medial dari paha, memperdarahi kulit di bagian tersebut dan berlanjut ke medial dari pes. Sebelum percabangan ke arteri saphena, ateri femoralis mempercabangkan descending genicular artery
ke
arah persendian, cabang muskulernya
memperdarahi otot quadriceps dan otot tensor fascia latae. Pada bagian medial, arteri femoralis caudal berjalan ke arah kaudal dan berjalan di dalam otot aduktor,
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
30
memberikan suplai darah ke otot ini dan otot semimembran. Cabang terakhir dari arteri femoralis adalah distal caudal arteri femoralis, memperdarahi otot biseps femoris dan otot semitendinosus. Setelah memperdarahi otot ini ateri femoralis berakhir sebagai arteri poplitea. Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.41,42
a.a.f. artery to acetabular fossa a.b. articular branch a.c.a. anterior cervical arteries a.i.a. anterior intercondylar artery a.s.g. arteria suprema genu a.t.f. artery to trochanteric fossa an.t.t. anastomosis round third trochanter c.a.c.f. circulus arteriosus capitis femoris f.a. femoral artery g.t.a. arteries to greater trochanter i.a. intercondylar artery i.m.g.a. inferior medial genicular artery l.c.f. lateral circumflex femoral artery l.t. ligamentum teres
Gambar 2.7 Anatomi arteri femoralis pada kelinci. Sumber Brokes et al, 1957.
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
31
2.7 KERANGKA TEORI
Ischaemic Preconditioning
Vaskular
Hipotermi
Iskemik Sintesa VEGF, konversi xanthine dehydrogenase menjadi xanthine oksidase Migrasi netrofil, makrofag
Reperfusi vaskular
ROS aktifasi : VCAM-1, ICAM-1, ELAM-1 Pelepasan sistem Komplemen (C3a, C5a, iC3b,C5b-9) dan mediator inflamasi (IL-1β, IL-6, TNF-, )
Efek lokal atau sistemik
Kerusakan dan kematian sel
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
32
2.8. KERANGKA KONSEP
IPC
Hipotermi
Iskemia pada tungkai PO2 ↓ dan PCO2 ↑
Pelepasan Mediator Inflamasi, Sistem Komplemen, dan Radikal Bebas ke dalam sirkulasi tubuh
Efek lokal dan sistemik Biopsi Jaringan paru ketiga kelompok Kerusakan dan Kematian Sel ↓
2.9 Definisi Operasional 1. Kelinci New Zealand White Kelinci NZW awalnya merupakan varietas merah yang merupakan hasil perkawinan silang antara Belgian Hare dan kelinci putih. Varietas putih berasal dari perkawinan silang dengan beberapa keturunan seperti Flemish, American Whites dan Agoras.
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
33
2. Iskemia Tungkai Akut Iskemia tungkai akut pada hewan coba adalah keadaan hipoksia jaringan yang terjadi karena berkurangnya aliran darah pada salah satu tungkai hewan coba akibat ligasi arteri iliaca communis. 3. Hipotermia Perlakuan dengan menurunkan suhu tungkai kelinci yang iskemi melalui permukaan kulit sampai pada suhu 280C dengan alat pendingin ekstremitas yang telah di modifikasi untuk tungkai kelinci dan dipertahankan selama ligasi arteri femoralis. 4. Ischemic preconditioning (IPC) Perlakuan iskemia, pada arteri femoralis dimana sebelum di ligasi selama 4 jam, di lakukan iskemik preconditioning dengan siklus 3 x 5 menit tindakan iskemik dan reperfusi 5. Derajat Kerusakan Sel Paru Derajat kerusakan sel paru yang disebabkan oleh karena komplikasi dari iskemia tungkai bawah akut yang dinilai dengan biopsi jaringan paru dan diperiksa secara histopatologi. Pada pewarnaan HE tampak adanya perubahan edema pada dinding alveoli, adanya hemoragik, kongestif dari dinding vaskuler, infiltrasi leukosit PMN, serta hyalin membran
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
34
Gambar 2.8 histologi jaringan paru kelinci normal Gambar di ambil dari : Kamaruzaman N A et all. The Rabbit as a Model for Studying Lung Disease and Stem Cell Therapy. BioMed Research International 2013,
Kriteria Skor Kerusakan sel paru 4, 36, 37, 50, 1. edema pada dinding alveoli - Skor 0 = penebalan diding alveoli < 1x - Skor 1 = penebalan diding alveoli 1 – 2 x - Skor 2 = penebalan diding alveoli 3 – 4 x - Skor 3 = penebalan diding alveoli > 4x 2. Hemoragik - Skor 0 = Perdarahan pada 25% lapangan pandang - Skor 1 = Perdarahan pada 26 – 50 % lapangan pandang - Skor 2 = Perdarahan pada 51 – 75 % lapangan pandang - Skor 3 = Perdarahan pada 76 – 100 % lapangan pandang 3. Kongestif dari dinding pembuluh darah - Skor 0 = Perubahan kongestif dinding pembuluh darah < 25 % - Skor 1 = Perubahan kongestif dinding pembuluh darah 26 - 50 % - Skor 2 = Perubahan kongestif dinding pembuluh darah 51 - 76 % - Skor 3 = Perubahan kongestif dinding pembuluh darah > 76 %
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
35
4. Infiltrasi leukosit PMN - Skor 0 = jika tidak ditemukan adanya Infiltrasi PMN - Skor 1 = jika ditemukan adanya 1- 5 kelompok Infiltrasi PMN - Skor 2 = jika ditemukan adanya 6 – 10 kelompok Infiltrasi PMN - Skor 3 = jika ditemukan adanya > 10 kelompok Infiltrasi PMN 5. Hyalin Membran - Skor 0 = jika tidak ditemukan adanya hyalin membran - Skor 1 = jika ditemukan adanya 1- 10 hyalin membran - Skor 2 = jika ditemukan adanya 10 - 20 hyalin membran - Skor 3 = jika ditemukan adanya > 20 hyalin membran Seluruh skor akan di jumlahkan dengan pembagian derajat kerusakan sel paru berdasarkan jumlah skor adalah 0 – 3 ; normal 4 –7 ; mild injury 8 – 11 ; moderate injury 12 – 15 ; severe injury
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
36
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan experimental cohort study untuk mencari hubungan antara ischemic preconditioning dan hipotermia terhadap derajat kerusakan jaringan paru kelinci new Zealand White (NZW) yang dinilai secara histopatologi, sebagai komplikasi dari iskemia tungkai bawah akut. 3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN 3.2.1 Tempat Penelitian Tempat penelitian adalah laboratorium kedokteran binatang UI Salemba. 3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan selama 2 bulan, terhitung setelah mendapatkan persetujuan lolos kaji etik dari Panitia Tetap Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia
dan
RS
Cipto
Mangunkusumo. 3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Populasi target dalam penelitian ini adalah hewan coba kelinci diperoleh, dipelihara dan disertifikasi dari balai penelitian ternak (BALITNAK) Departemen Pertanian Bogor. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah hewan kelinci jantan jenis New Zealand (NZW) satu galur yang direkomendasikan sebagai hewan kelinci percobaan dari balai penelitian ternak (BALITNAK) Departemen Pertanian Bogor. Sampel Penelitian adalah Hewan Kelinci jantan NZW yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.
36
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
37
3.4 VARIABEL PENELITIAN 3.4.1.Variabel Bebas Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah : 1. Pemberian perlakuan hipotermia. 2. Pemberian perlakuan ischemic preconditioning. 3.4.2. Variabel Tergantung Variabel tergantung adalah derajat kerusakan jaringan paru kelinci yang dinilai secara histologi berdasarkan kriteria yang telah di tetapkan oleh bagian patologi Anatomi FKUI 3.5 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI Kriteria inklusi penelitian ini adalah : 1. Kelinci jantan NZW yang diperoleh, dipelihara, dan direkomendasikan sebagai kelinci penelitian oleh BALITNAK Departemen Pertanian Bogor. 2. Kelinci bertahan hidup hingga akhir penelitian. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah : 1. Kelinci mati sebelum akhir penelitian. 3.6 JUMLAH SAMPEL Besar sampel (n) pada penelitian ini menggunakan pendekatan rumus Federer, sebagai berikut : T (n-1) ≥ 15 = 3 (n-1) ≥15 = 3n ≥ 18 n=6 Keterangan: T = Jumlah perlakuan = 3
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
38
Kemudian dengan adanya kemungkinan kelinci yang sakit dan mati selama penelitian, diperkirakan besarnya 10% maka besar sampel dengan koreksi drop out adalah : Ndo
= n/ (1-do) = 6/ (1- 0,1) = 6,66 ≈ 7
Sehingga berdasarkan perhitungan tersebut, karena dalam penelitian ini terdiri dari 3 perlakukan ( kelompok iskemik saja, ischemic preconditioning, dan + hipotermi pada suhu 28°C ) maka jumlah minimal N sampel adalah 21 binatang percobaan.
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
39
3.7 METODOLOGI DAN ALUR PENELITIAN
21 ekor kelinci NZW
Adaptasi 1 minggu
Random alokasi
Hipotermi
KK Ligasi arteri illiaca communis
Ischemic Preconditioning
Ligasi arteri Ligasi arteri iliaca communis iliaca dan pulse communis, di oxymetri pastikan dengan bersamaan pengukuran dengan pulse oxymetri hipotermia 4 jam Reperfusi 8 jam
Hewan coba dieuthanasia
Biopsi jaringan paru Blok parafin
Pewarnaan HE
Penentuan derajat kerusakan jaringan sel paru
Keterangan Alur Penelitian Hewan coba yang dipilih berusia 5 bulan, dengan berat badan 2 kg sampai 2,5 kg. Secara umum hewan diamati apakah ada gejala anoreksia, saliva berlebihan, sekret mata dan sekret nasal mukopurulen. Setelah didapatkan 18 ekor kelinci
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
40
NZW yang ditetapkan sebagai sampel penelitian, maka ke 18 sampel diadaptasikan terlebih dahulu selama 1 minggu. Selama dalam pemeliharaan kelinci diberi makan dan minum secara ad libitum. Untuk menghindari bias terhadap berat badan maka dilakukan penimbangan kelinci NZW sebelum mendapat perlakuan. Kelinci dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok kontrol (KK) yang dilakukan
iskemia
tanpa
diikuti
perlakuan
hipotermi,
dan
ischemic
preconditioning kemudian dilakukan reperfusi kembali. Kelompok kelinci perlakuan 1 (KP1) yang dilakukan iskemia dan diikuti perlakuan hipotermia kemudian dilakukan reperfusi kembali, dan kelompok kelinci perlakuan 2 (KP2) yang didahului dengan ischemic preconditioning kemudian dilanjutkan dengan melakukan iskemia, dan akhirnya dilakukan reperfusi kembali. Seluruh kelinci akan dilakukan euthanasia pada 8 jam pasca reperfusi dan diambil jaringan parunya untuk di lakukan pemeriksaan histopatologi. KK
(Kelompok control) Kelinci NZW yang dilakukan ligasi arteri femoralis selama 4 jam, kemudian direperfusi kembali selama 8 jam tanpa didahului dengan perlakuan ischemic preconditioning ataupun hipotermia.
KP1
(Kelompok perlakuan 1) Kelinci NZW yang dilakukan ligasi arteri iliaca communis dan diikuti dengan hipotermi pada suhu 28°C selama 4 jam, kemudian dilakukan reperfusi kembali selama 8 jam.
KP2
(Kelompok perlakuan 2) Kelinci NZW yang dilakukan ischemic preconditioning dengan siklus 3 x 5 menit, dilanjutkan ligasi arteri iliaca communis selama 4 jam, kemudian direperfusi kembali selama 8 jam.
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
41
3.8 ALAT dan BAHAN PENELITIAN Model KK dan KP pada percobaan iskemia tungkai akut : 1. Kelinci dibius dengan ketamin dosis 15-20mg/kgBB, diinjeksikan intra muskular ditambah dengan diazepam 0,5mg/kgBB, setelah 1 jam efek sedasinya dapat dipertahankan dengan ketamin 10mg/kgBB intramuskular. 2. Lokasi tungkai kanan atas tempat insisi dibersihkan dari bulu-bulu dan dilakukan desinfeksi dengan povidon iodin dan alkohol 70%. 3. Insisi kulit dilakukan secara longitudinal pada pertengahan paha mulai dari setinggi ligamentum inguinale sampai sebelum proksimal genu. 4. Dibebaskan jaringan sekitar arteri iliaca communis dan cabang-cabangnya, lalu diligasi. 5. Luka insisi kulit dijahit dengan benang silk 3/0 secara jelujur. 6. Dilakukan penutupan luka dengan kasa tipis dan diplester. 7. Pada tungkai hewan coba yang dilakukan hipotermi dipasang cooling pad mengelilingi tungkai, dipantau dengan termometer dan dipertahankan pada suhu yang diinginkan. 8. Pada hewan coba yang di lakukan perlakuan iskemik preconditioning, pada arteri femoralis sebelum di ligasi selama 4 jam, di lakukan iskemik preconditioning dengan siklus 3 x 5 menit. 8. Dilakukan biopsi jaringan paru stelah reperfusi selama 8 jam, lalu disimpan dengan formalin 10%. 9. Jaringan paru dibuat blok parafin. 10. Sediaan dilakukan pewarnaan dengan hematoksilin eosin. 11. Penghitungan jumlah sel otot yang nekrosis dengan melihat menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 100X pada 5 lapangan pandang, dilihat : Perubahan edema pada dinding alveoli Hemoragik Kongestif dari dinding vaskuler Infiltrasi leukosit PMN Hyalin membran di intra sel Masing-masing kategori akan di nilai (0 – 3; normal - severe), lalau semua kategori jumlahkan dan derajat kerusakan di bagi 0 – 3 ( normal ),
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
42
4–7 (mild injury), 8 – 11 ( moderate injury, 12 – 15 ( severe injury). Pengukuran dilakukan oleh ahli Patologi Anatomi dan peneliti.
3.9 ANALISA STATISTIK 1. Data yang terkumpul akan di-edit, di-koding dan di-entry ke dalam file komputer. 2. Kemudian dilakukan analisis statistik dengan menggunakan software SPSS 16 sebagai berikut : - Pertama dilakukan analisis deskriptif dengan menghitung ukuran kecenderungan sentral (mean dan median) serta sebaran data (SD) variabel menurut kelompok perlakuan. -
Dilakukan uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk dan homogenitas distribusi data. - Data kerusakan sel paru pada tiap kelompok, yang memenuhi syarat uji Ttest yaitu sebaran data normal dan varian data sama. Kemudian uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji T-test.32
3.10 ETIKA PENELITIAN Implikasi etik pada hewan, pengelolaan binatang coba pada penelitian ini mengikuti animal ethics. Hal yang perlu dilaksanakan sesuai dengan etik antara lain perawatan dalam kandang, pemberian makan minum (ad libitum), aliran udara dalam ruang kandang, perlakuan saat penelitian, menghilangkan rasa sakit, pengambilan unit analisis penelitian, dan pemusnahannya. Penelitian ini adalah penelitian experimental cohort study yang berjudul ―peran ischemic preconditioning dan hipotermia terhadap efek reperfusi injury akibat iskemik tungkai bawah pada jaringan paru kelinci yang telah mendapatkan persetujuan komite etik penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia nomor : 842/UN2.F1/ETIK/2014
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
43
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 MODEL HEWAN COBA Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan didahului pembuatan model hewan coba kelinci. Semua hewan coba sebanyak 18 ekor kelinci NZW diberikan perlakuan dengan membuat iskemi pada tungkai. Sebelum kelinci dilakukan ligasi, kelinci dibius dengan pemberian injeksi ketamine intra muskular dengan dosis 10mg/kgBB, onset tercapai 5-10 menit. Setelah efek obat bekerja, kaki kanan kelinci dicukur pada daerah inguinal, dilakukan drapping dan dilanjutkan anastesi local dengan infiltrasi lidocain, incisi dibawah garis inguinal, identifikasi arteri femoralis, diteugel dengan benang silk 2.0 lalu disusuri ke arah proksimal sampai arteri iliaca communis lalu dilakukan ligasi dengan benang silk 3.0. Sebagai kelompok kontrol sebanyak 6 ekor hewan coba diberikan perlakuan iskemi sajadengan meligasi a. Illiaca communis kiri selama 4 jam, kemudian ligasi di lepas dan di reperfusi selama 8 jam. Setelah 8 jam, hewan coba di euthanasia dengan menggunakan pentobarbital sodium(100 mg/kgBB) kemudian di lanjutkan dengan insisi thorakotomi lateral kiri, hilus kiri di ligasi, di lanjutkan pengambilan seluruh jaringan paru kiri utntuk di lakukan pemeriksaan histopatologisnya. Untuk kelompok perlakuan II, selain perlakuan ligasi a. Iiliaca communis kiri, juga di berikan perlakuan hipotermi tungkai hewan coba yang iskemik didinginkan dengan bantuan cooling pad yang dialiri air dingin pada suhu yang diinginkan dan suhu dipertahankan dengan memonitor memakai termometer air raksa pada tungkai dan air pendingin. Pemakaian termometer digital tidak digunakan disini karena dalam aplikasi memerlukan waktu 1 menit untuk mengukur sehingga angka suhu pada alat muncul, dan tidak bisa digunakan mengukur pada suhu < 34°C.Setelah ligasi selama 4 jam, ligasi di lepas dan di lanjutkan dengan reperfusi selama 8 jam. Jaringan paru kemudian di ambil dan di periksa kelainan histopatologis nya.Kelompok perlakuan III, sebelum ligasi a. illiaca communis, di berikan perlakuan iskemik prekondisi dengan siklus 3 x5
43
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
44
menit lalu di lanjutkan dengan perlakuan iskemik selama 4 jam dan reperfusi selama 8 jam baru kemudian jaringan paru di ambil untuk pemeriksaan histopatologik. Jaringan paru dimasukkan ke dalam tabung yang berisi formalin 10% yang berguna untuk memfiksasi jaringan, selanjutnya dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pembuatan preparat dengan pewarnaan hematoksilin eosin. Masing-masing preparat diamati dengan mikroskop pembesaran 100X dan dinilai skor kerusakan jaringan paru sebanyak 5 lapangan pandang. Masingmasing lapangan pandang di jumlahkan keseluruhan kriteria kemudian di reratakan untuk tiap kelompok.
Penebalan dinding alveoli > 4x (Skor 3)
Hemoragik pada 76 % lapangan pandang (Skor 3) Kongestif dinding pembuluh darah > 76% ( Skor 3) Infiltrasi Leukosit PMN lebih dari 10 /lapangan pandang ( Skor 3) Ditemukan 10-20 hyaline membrane ( Skor 3)
Gambar 4.1 Gambaran Mikroskopik Kerusakan Jaringan sel Paru kelompok kontrol
Pada kelompok kontrol didapatkan rerata skor kerusakan sel paru adalah severe injury. (table 4.1). Gambar 4.2 merupakan salah satu contoh gambaran mikroskopik kelompok control. Dari gambaran mikroskopik di dapatkan penebalan dinding alveoli yang lebih dari 4 x (Skor 3), hemoragik lebih dari 76% / lapangan pandang (Skor 3), kongestif dinding pembuluh darah lebih dari 76%(Skor 3), infiltrasi kelompok leukosit PMN lebih dari 10 per lapangan pandang (Skor 3), serta ditemukannya 10 - 20 hyaline membrane (Skor 2) dengan total skor adalah 14 (severe injury).
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
45
Penebalan dinding alveoli 3-4 x (Skor 2) Hemoragik pada 50-76 % lapangan pandang (Skor 2) Kongestif dinding pembuluh darah 51- 76 % ( Skor 2) Infiltrasi Leukosit PMN lebih dari 10 /lapangan pandang (Skor 3) Ditemukan adanya 1- 10 hyalin membran ( Skor 1)
Gambar 4.2 Gambaran Mikroskopik Kerusakan Jaringan sel Paru Kelompok Perlakuan Hipotermi
Pada kelompok Hipotermi didapatkan rerata skor kerusakan sel paru adalah moderate injury. (table 4.1). Gambar 4.2 merupakan salah satu contoh gambaran mikroskopik kelompok hipotermi. Dari gambaran mikroskopik di dapatkan penebalan dinding alveoli 3 - 4 x normal (skor 2), hemoragik 51 - 76% per lapangan pandang (skor 2), kongestif dinding pembuluh darah 51 – 76 % (skor 2), infiltrasi kelompok leukosit PMN lebih dari 10 per lapangan pandang (skor 3), serta ditemukannya 1 - 10 hyaline membrane (skor 1) dengan total skor adalah 10 (moderate injury)
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
46
Penebalan dinding alveoli 1-2 x (Skor 1)
Hemoragik pada 2650 % lapangan pandang (Skor 1) Kongestif dinding pembuluh darah 2650 % ( Skor 1) Infiltrasi Leukosit PMN lebih dari 1 – 5 /lapangan pandang ( Skor 1) Ditemukan adanya 1- 10 hyalin membran ( Skor 1)
Gambar 4.3 Gambaran Mikroskopik Kerusakan Jaringan sel Paru Kelompok Perlakuan IPC
Pada kelompok Hipotermi didapatkan rerata skor kerusakan sel paru adalah mild injury. (table 4.1). Gambar 4.3 merupakan salah satu contoh gambaran mikroskopik kelompok IPC. Dari gambaran mikroskopik di dapatkan penebalan dinding alveoli 1 - 2 x normal (skor 1), hemoragik 26 – 50 % per lapangan pandang (skor 1), kongestif dinding pembuluh darah 26 - 50% (skor 1), infiltrasi kelompok leukosit PMN lebih 1-5 per lapangan pandang (skor 1), serta ditemukannya 1 - 10 hyaline membrane (skor 1) dengan total skor adalah 5 (mild injury) Tabel 4.1. Hasil deskriptif data derajat kerusakan paru Hewan Coba meliputi Mean, Median, Maksimum dan Minimum. Kelinci
kelompok kontrol Skor Kerusakan Sel Paru
kelompok perlakuan hipotermi
kelompok perlakuan IPC
Hasil Mean
12.03
Minimum
9.40
Maximum
13.40
Mean
8.03
Minimum
5.60
Maximum
12.80
Mean
4.80
Minimum
1.40
Maximum
8.20
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
47
Rerata derajat kerusakan paru pada kelompok kontrol adalah severe injury ( rerata Skor kerusakan paru 12,03), pada kelompok perlakuan hipotermi adalah moderate injury( rerata Skor kerusakan paru 8,03) dan kelompok perlakuan IPC adalah mild injury ( rerata Skor kerusakan paru 4,83) Data Skor kerusakan paru pada masing-masing kelompok dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Analisa statistik uji normalitas menunjukkan bahwa distribusi data normal (p kelompok control : 0,856 ; p kelompok perlakuan hipotermi : 0,821 ; p kelompok perlakuan IPC :0,922. Nilai p bermakna bila > 0,05) Uji hipotesa perbandingan skor kerusakan sel paru mengunakan analisa statistik tTest (Weisstein, 2008). 4.2 ANALISA PERBANDINGAN KERUSAKAN SEL PARU ANTARA KELOMPOK KONTROL DAN KELOMPOK PERLAKUAN Tabel 4.2 Perbandingan Skor Kerusakan Paru Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan Hipotermi Skor Kerusakan Paru Kelinci n Mean SD p – value Kelompok Kontrol
6
12,0333
1,43341
Kelompok Perlakuan Hipotermi
6
8,0333
3.03161
0,015
Analisa statistik perbandingan skor kerusakan sel paru antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan Hipotermi menunjukkan hasil perbedaan yang bermakana dengan nilai p + 0,015, nilai p signifikan jika p < 0.05.
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
48
Tabel 4.3 Perbandingan Skor Kerusakan Paru Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan IPC Skor Kerusakan Paru Kelinci n Mean SD p - value Kelompok Kontrol
6
12,0333
1,43341
Kelompok Perlakuan IPC
6
4,8000
2.61075
0.000
Analisa statistik perbandingan skor kerusakan sel paru antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan IPC menunjukkan hasil perbedaan yang bermakana dengan nilai p =0,000. Nilai p signifikan jika p < 0.05.
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
49
BAB 5 PEMBAHASAN
Tindakan yang mengakibatkan terjadinya cedera reperfusi akan mengakibatkan terjadinya cedera pada organ lokal maupun remote organ yang berujung dengan SIRS hingga ARDS. 27 Penelitian ini menunjukkan bahwa iskemik tungkai bawah apabila dilakukan reperfusi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada organ remote terutama paru. Penelitian ini juga menunjukan bahwa tindakan Hipotermi pada tungkai yang mengalami iskemik dan pemberian tindakan IPC mengurangi terjadinya derajat kerusakan pada sel paru. Penggunaan teknik hipotermi sebagai agen protektif telah menjadi topik yang ramai di minati.65,66. Saat ini, deep hypothermia banyak dipakai untuk mencegah kerusakan akibat hipoksia pada ilmu kedokteran darurat dan preservasi organ.
67
European Resuscitation Council Guidelines menyebutkan bahwa hipotermi merupakan rekomendasi standart setelah resusitasi jantung paru. 68 Derajat hipotermi mild hingga moderate (35–28◦C) efektif untuk mencegah kerusakan jaringan, proteksi sel dan tingkat survival tetapi mekanisme seluler yang meregulasi hipotermi masih belum jelas.69,70 Reactive oxygen and nitrogen species (RONS) masih dipikirkan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan sebagai akibat dari hipoksia. ROS akan di lepaskan dari mitochondria. Hipotermi juga meningkatkan konsentrasi ATP, kreatinin phosphate, β-NAD+ dan total adenine nucleotides (ATP + ADP + AMP) ketika dilakukan mengalami reperfusi yang berimplikasi dalam bentuk preservasi yang lebih baik dari energi metabolisme sel.71 Saat ini sudah 20 tahun dari sejak pertama kali di perkenalkannya fenomena IPC untuk melindungi iskemik jatung.7 Sejumlah neuro endokrin dan paracrine di lepaskan sebagai penyebab terjadinya efek IPC, namun end-effector IPC klasik masih di perdebatkan, tetapi Downey dan Cohen telah menyampaikan bahwa aktivasi cell surface receptors akibat dari perubahan
G protein menjadi
phospholipase-C dan pembentukan diacylglycerol mengaktivasi protein kinase C (PKC).28
49
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
50
Pada penelitian ini digunakan hewan coba kelinci New Zealand White sebanyak 18 ekor yang terbagi dalam 3 kelompok, Hewan coba yang dipilih berusia 5 bulan, dengan berat badan 2 kg sampai 2,5 kg. Secara umum hewan diamati apakah ada gejala anoreksia, saliva berlebihan, sekret mata dan sekret nasal mukopurulen. Setelah didapatkan 18 ekor kelinci NZW yang ditetapkan sebagai sampel penelitian, maka ke 18 sampel diadaptasikan terlebih dahulu selama 1 minggu. Selama dalam pemeliharaan kelinci diberi makan dan minum secara ad libitum. Untuk menghindari bias terhadap berat badan maka dilakukan penimbangan kelinci NZW sebelum mendapat perlakuan. Semua hewan coba diberikan perlakuan iskemi pada tungkai dengan melakukan ligasi pada arteri iliaca communis, setelah ligasi dilakukan pemeriksaan perfusi jaringan dengan menggunakan alat Pulse Oximeter yang telah dinyatakan kebenarannya untuk menilai perfusi jaringan yang digunakan mengkonfirmasi keberhasilan ligasi.45 Untuk kelompok kontrol, setelah kelinci diperlakukan iskemi pada tungkai, selama
perlakuan
kelinci
dibius
dengan
menggunakan
ketamin
yang
dipertahankan sampai perlakuan iskemik selesai, dan ligasi a. Illiaca communis di lepas ( 4 jam ), demikian juga perlakuan yang sama diberikan terhadap kelinci kelompok perlakuan yang diberikan hipotermi dan IPC. Hal ini berguna untuk menghindari adanya perbedaan perlakuan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pada kelompok perlakuan hipotermi, tungkai kiri di berikan perlakuan hipotermi 28oC. Untuk mempertahankan suhu yang diharapakan saat penelitian, peneliti menggunakan air yang sudah didinginkan dengan es yang ditampung dalam bak ukuran 100L, air ini dialirkan ke cooling pad dengan bantuan water pump yang disambungkan dengan selang pengirim air dingin dan selang pengembalian sehingga membentuk sirkuit. Sirkuit ini sebelum digunakan dihitung gradient suhu antara suhu di cooling pad dengan suhu air di bak penampung dengan menggunakan termometer air raksa, dan terdapat perbedaan suhu di cooling pad lebih tinggi 6-7°C. Secara berkala suhu di cooling pad dan di bak penampung ini diukur saat penelitian berjalan, sehingga peneliti dapat mempertahankan suhu yang dikehendaki di cooling pad. Hal ini telah di kerjakan sesuai dengan penelitian sebelumnya.65
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
51
Untuk kelompok perlakuan IPC, a. Illiaca communis kiri kelinci di berikan perlakuan IPC 3x5 siklus sebelum di berikan perlakuan iskemik selama 4 jam. Setelah itu seluruh seluruh hewan coba di berikan reperfusi selama 8 jam. Francischetti dkk menyimpulkann bahwa Leukosit adalah jenis sel darah yang paling banyak terlibat dalam respon inflamasi, walapun trombosit dan eritrosit juga turut berperan. Leukosit terdiri dari neutrophils (40% -75%), lymphocytes (20% -50%),monocytes (2% -10%), eosinophils (1% -6%) and basophils(<1%). Dari semua ini neutrofil merupakan yang paling penting dalam patogenesis inflamasi. Neutrophils merupakan predominant cell dalam 6 jam pertama hingga 24 jam proses inflamasi akut dan dapat bertahan dalam 7 hingga 10 jam di sirkulasi dan akan mengalami apoptosis dalam 24 jam. 59 Hasil pemeriksaan histopatologi pada kelompok kontrol, didapatkan rerata derajat kerusakan sel paru adalah severe injury (rerata skor kerusakan sel paru : 12,033). Hasil ini menunjukkan terdapatnya hubungan antara kerusakan jaringan paru sebagai akibat dari efek iskemia reperfusi tungkai bawah akut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Ming-Chang dkk, yang melakukan penelitian kerusakan jaringan paru sebagai akibat dari iskemia reperfusi tungkai bawaah akut.4 Hal yang senada juga di ungkapkan oleh penelitian yang di lakukan oleh Mansour Z, dkk.1 Untuk kelompok perlakuan hipotermi, didapatkan rerata derajat kerusakan sel paru adalah moderate injury (rerata skor kerusakan paru : 8,0333). Terdapat perbedaan derajat kerusakan sel paru yang bermakna antara kelompok hipotermi dengan kelompok kontrol (p = 0.015). Ini membuktikan bahwa hipotermi memiliki efek protektif kepada jaringan paru terhadap efek iskemia reperfusi tungkai bawah akut secara histopatologis. Santora dkk, yang melakukan penelitian efek lokal hipotermi di usus terhadap efek reperfusi di paru menunjukkan hal yang sama.
18
Pada penelitian ini masih terdapat kekurangan yaitu perlunya di lakukan
penelitian lebih lanjut untuk
menilai pada suhu berapa dan lamanya waktu
pemberian yang paling tepat untuk memberikan efek protektif yang terbaik terhadap efek iskemia reperfusi tungkai bawah akut.
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
52
Pada kelompok perlakuan IPC didapatkan derajat kerusakan paru mild injury (skor kerusakan paru : 4,8000). Terdapat perbedaan derajat kerusakan sel paru yang bermakna
antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan IPC (p =
0.000). telah banyak penelitian yang membuktikan efek dari ischemic preconditioning terhadap cedera iskemia reperfusi baik secara lokal maupun sitemik. Tapuria dkk , dalam tulisannya berjudul ”research review remote ischemic preconditioning: a novel protective method from ischemia reperfusion injury—a review” menyimpulkan bahwa IPC memiliki efek protektif terhadap organ – organ jauh.64
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
53
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian derajat kerusakan organ remote (paru) akibat reperfusi injury yang di berikan perlakuan hipotermi dan perlakuan IPC dapat disimpulkan : 1. Terdapat kerusakan organ remote (paru) secara histopatologi sebagai efek reperfusi injuri yang di akibatkan oleh iskemik tungkai bawah pada hewan coba kelinci. 2. Derajat kerusakan organ remote (paru) secara histopatologi sebagai efek reperfusi injuri yang di akibatkan oleh iskemik tungkai bawah dapat di kurangi secara bermakna dengan pemberian perlakuan hipotermi. 3.
Derajat kerusakan organ remote (paru) secara histopatologi sebagai efek reperfusi injuri yang di akibat oleh iskemik tungkai bawah dapat di kurangi secara bermakna dengan pemberian perlakuan IPC
6.2. Saran 1. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk pemeriksaan penyebab utama terjadinya kerusakan organ remote, baik secara seluler maupun biomolekuler. 2. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk pemakaian teknik Hipotermi dan IPC secara bersamaan.
53
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
54
DAFTAR PUSTAKA 1. Z. Mansour, A. L. Charles et al, Remote Effects of Lower Limb IschemiaReperfusion: Impaired Lung, Unchanged Liver, and Stimulated Kidney Oxidative Capacities, BioMed Research International, Volume 2014, Article ID 392390 2. L. Norgren, W. R. Hiatt, K. Bell et al., ―Inter-society consensus for the management of peripheral arterial disease (TASC II),‖ European Journal of Vascular and Endovascular Surgery, vol. 33, no. 1, supplement, pp. S1–S75, 2007. 3. Ouriel K. Acute Arterial Occlusion In: Libby P BR, Mann DL, Zipes DP ed. Braunwald’s Heart Disease: A textbook of cardiovascular medicine. Philadelphia: Saunders Elsivier; 2007:669 4. Ming-Chang K., Woan-Ching J, Pei-Shan T, et al, Magnesium Sulfate Mitigates Lung Injury Induced by Bilateral Lower Limb Ischemia-Reperfusion in Rats, Journal of Surgical Research, 2011, 171, e97–e106 5. Rachmat J. Ischemic preconditioning reduces apoptosis in open heart surgery, Asian Cardiovascular and Thoracic Annals March 2014 vol. 22 no. 3 276-283 6. Sukardi R. Peran Kurkumin sebagai penghambat stress oksidatif akibat cedera iskemia reperfusi pada pasien tetralogi fallot yang menjalani operasi koreksi (disertasi).Universitas Indonesia ; 2014 7. Shammas NW. Epidemiology, classification, and modifiable risk factors of peripheral arterial disease In: Vascular Health and Risk Management 2007:3(2) 229–234 8. Armstrong PA, Bandyk DF. Arterial Physiologic Assessment In: Cronenwett JL, Johnston KW, Cambria R, et al. Rutherford’s vascular surgery. Philadelphia: Saunders Elsivier; 2010:247 9. Frink M, Floh´e S, at. al. The Impact of Hypothermia on Molecular mechanism following major challenge. Germany; 2012:2-13 10. C. Adembri, E. Kastamoniti, I. Bertolozzi et al., ―Pulmonary injury follows systemic inflammatory reaction in infrarenal aortic surgery,‖ Critical Care Medicine, vol. 32, no. 5, pp. 1170 – 1177, 2004. 11. F. G. R. Fowkes, C. L. C. Anandan, A. J. Lee et al., ―Reduced lung function in patients with abdominal aortic aneurysm is associated with activation of inflammation and hemostasis, not smoking or cardiovascular disease,‖ Journal of Vascular Surgery, vol. 43, no. 3, pp. 474–480, 2006. 12. M. M. I. Yassin, D. W. Harkin, A. A. B. Barros D’Sa, M. I. Halliday, and B. J. Rowlands, ―Lower limb ischemia-reperfusion injury triggers a systemic inflammatory response and multiple organ dysfunction,‖ World Journal of Surgery, vol. 26, no. 1, pp. 115–121, 2002. 13. D. Gadaleta, G. A. Fantini, M. F. Silane, and J. M. Davis, ―Leukotriene generation and pulmonary dysfunction following aortic cross clamp in humans,‖ Annals of the New York Academy of Sciences, vol. 723, pp. 470–472, 1994.
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
55
14. G. A. Fantini and M. S. Conte, ―Pulmonary failure following lower torso ischemia: clinical evidence for a remote effect of reperfusion injury,‖ The American Surgeon, vol. 61, no. 4, pp. 316–319, 1995. 15. J. M. Klausner, H. Anner, I. S. Paterson et al., ―Lower torso ischemia-induced lung injury is leukocyte dependent,‖ Annals of Surgery, vol. 208, no. 6, pp. 761– 767, 1988. 16. E. Gyurkovics, P. Aranyi, R. Stangl et al., ―Postconditioning of the lower limbprotection against the reperfusion syndrome,‖ Journal of Surgical Research, vol. 169, no. 1, pp. 139–147, 2011. 17. Blaisdell FW. The pathophysiology of skeletal muscle ischemia and the reperfusion syndrome. Cardiovascular Surgery. 2002; Vol. 10; No. 6; pp. 620– 630. 18. Santora R J et all. Therapeutic distant organ effects of regional hypothermia during mesenteric ischemia-reperfusion injury. Journal of Vascular Surgery. 2010 19. Frink M, Floh´e S, at. al. The Impact of Hypothermia on Molecular mechanism following major challenge. Germany; 2012:2-13 20. Blair E. Clinical hypothermia. Baltimore: McGraw-Hill;1964:21-25 21. Xu L, Yenari MA, Steinberg GK, Giffard RG. Mild Hypothermia Reduces Apoptosis of Mouse Neurons InVitro Early in the Cascade. Lippincott Williams & Wilkins, Inc. Philadelphia; 2002; 22:21–28 22. Hananto A. Alternatif baru mekanisme kematian sel pada iskemia tungkai akut:peran endotelin-1 dalam regulasi terhadap monocyte chemoattractant protein induced protein, beclin-1, dan caspase [desertasi]. Universitas Indonesia; 2013. 23. TASC Norgren L, Hiatt WR, Dormandy JA, et al. Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral Arterial Disease (TASC II). Eur J Vasc Endovasc Surg. 2007;33S1-S75. 24. Creager MA, Kaufman JA, Conte MS. Acute Limb Ischemia. N Engl J Med 2012;366:2198-206. 25. Belch J, Stansby G, Shearman C, Brittenden J, at al. Peripheral Arterial Disease: A Cardiovascular Time Bomb. Br J Diabetes Vase Dis. 2007;7(5):236-239. 26. Hirsch AT, Haskal J, Hertzer NR. Guidelines for the Management of Patients With Peripheral Arterial Disease (Lower Extremity, Renal, Mesenteric, and Abdominal Aortic). JACC; 2006; 0735-1097/06. 27. Meier GH. Management of Acute Lower Extremity Ischemia In: Bosiers M, Schneider PA, ed. Critical Limb Ischemia. New York; 2009; 209-228 28. Hammersen F. The ultrastructure of microvessels and their contents following ischemia on reperfusion. Prog Appl Microcirc, 1989, 13, 1–26. 29. Becker M. Menger MD, Lehr HA. Heparin released superoxide dismutase inhibits postischemic leukocyte adhesion to venular endothelium. Am J Physiol, 1994, 267, H925–30. 30. Lorensen E, Ascer A. Ischemia and reperfusion injury of skeletal muscle. In Tissue Injury and Organ Function: Ischemia/Reperfusion Injury, ed. T. Kamada. Elsevier, New York 1996.
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
56
31. Blaisdell FW, Steele M, Allen RE. Management of acute lower extremity arterial ischemia due to embolism and thrombosis. Surgery, 1978, 84, 822–834. 32. Hayes G, Liauw S, Romaschin AD, Walker PM. Separation of reperfusion injury from ischemia-induced necrosis. Surg Forum, 1988, 39, 306–308. 33. Steinau HU. Major Limb Replantation and Postischemia Syndrome: Investigation of Acute Ischemia-induced Myopathy and Reperfusion Injury. New York: Springer Verlag, 1988, pp 9-22,23, 26, 33. 34. Messina LM, Faulkner J A. The skeletal muscle In: Clinical Ischemic Syndromes, ed. G. B. Zelenock. CV Mosby Co, Philadelphia 1990, pp. 457–481Chap 24. 35. Hickey MJ, Hurley JV, Angel MF. et al. The response of the rabbit rectus femoris muscle to ischemia and reperfusion. J Surg Res, 1992, 53, 369–377. 36. Matute-Bello G et all. An Official American Thoracic Society Workshop Report: Features and Measurements of Experimental Acute Lung Injury in Animals. American Thoracic Society Documents, 2010 37. Kamaruzaman N A et all. The Rabbit as a Model for Studying Lung Disease and Stem Cell Therapy. BioMed Research International 2013, 38. Kurose I, Anderson DC, Miyasaka M. Molecular determinants of reperfusioninduced leukocyte adhesion and vascular protein leakage. Circ Res, 1994, 74, 336–343. 39. Labbe R, Lindsay T, Walker P M. The extent and distribution of skeletal muscle necrosis after graded periods of complete ischemia. J Vasc Surg, 1987, 6, 152– 157. 40. Petrasek PF, Homer V S, Walker PM. Determinants of ischemic injury to skeletal muscle. J Vasc Surg, 1994, 19, 623–631. 41. Blaisdell FW, Steele M, Allen RE. Management of acute lower extremity arterial ischemia due to embolism and thrombosis. Surgery, 1978, 84, 822–834. 42. Cafferata HT, Robinson AJ, Blaisdell FW. Coagulation changes in regional ischemia. Surg Forum, 1968, 19(31), 1–26. 43. Cafferata HT, Aggeler PM, Robinson AF, et al. Intravascular coagulation in the surgical patient: its significance and diagnosis. Am J Surg, 1969, 118, 281–291. 44. Kroemer G, Galluzzi L, Vandenabeele P, et al. Classification of cell death: recommendations of the Nomenclature Committee on Cell Death 2009. Cell Death Differ 2009;16:3-11. 45. Majno G, Joris I. Apoptosis, oncosis, and necrosis: an overview of cell death. Am J Pathol 1995;146:3-15 46. Kroemer G, Jaattela M. Lysosomes and autophagy in cell death control. Nat Rev Cancer 2005;5:886-97. 47. Zong WX, Thompson CB. Necrotic death as a cell fate. Genes Dev 2006;20:1-15. 48. Sexton WL, Korthuis RJ, Laughlin MH. Ischemia reperfusion injury in isolated rat hindquarters. J Appl Physiol, 1990, 68, 387–392. 49. Sheridan C, Martin SJ. Commitment in apoptosis: slightly dead but mostly alive. Trends Cell Biol 2008;18:353-7.
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
57
50. Fioretto J et all. Effects of Inhaled Nitric Oxide on Oxidative Stress and Histopathological and Inflammatory Lung Injury in a Saline-Lavaged Rabbit Model of Acute Lung Injury. respiratory care february 2012 ; vol 57 51. Watanabe E, Muenzer JT, Hawkins WG, et al. Sepsis induces extensive autophagic vacuolization in hepatocytes: a clinical and laboratory-based study. Lab Invest 2009;89:549-61. 52. Levine B, Yuan J. Autophagy in cell death: an innocent convict? J Clin Invest 2005;115:2679-88. 53. Amaravadi RK, Thompson CB. The roles of therapy-induced autophagy and necrosis in cancer treatment. Clin Cancer Res 2007;13:7271-9. 54. Malhi H, Gores GJ, Lemasters JJ. Apoptosis and necrosis in the liver: a tale of two deaths? Hepatology 2006;43:S31-44. 55. Cellular adaptation, cell injury, and cell death. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran pathologic basis of disease. Philadelphia: Saunders, 2005:4-46. 56. Conus S, Simon HU. Cathepsins: key modulators of cell death and inflammatory responses. Biochem Pharmacol 2008;76:1374-82. 57. Kirklin JK., Hanley FL, at al. Morphology, diagnostic criteria, natural history, techniques,results, and indications in: Cardiac Surgery. Philadelphia: Saunders Elsivier; 2013: PA 19103-2899. 58. Tanaka T, Wakamatsu T, Daijo H, at al. Persisting mild hypothermia suppresses hypoxia inducible factor-1 proteinsynthesis and hypoxia inducible factor-1mediated gene expression. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol : 2010; R661–R671. 59. Francischetti I et all. Leukocytes and the inflammatory response in ischemiareperfusion injury. Rev Bras Cir Cardiovasc 2010; 25(4): 575-584 60. Rocca G D et all. Severe reperfusion lung injury after double lung transplantation. Critical Care 2002, 6:240-244 61. Rodríguez N S et all. Assessment of Ischemia–Reperfusion Injury and Early Acute Rejection in Experimental Lung Transplantation After Prolonged Ischemia. Arch Bronconeumol. 2007;43(7):373-7 62. Junior N E et all. Local and remote ischemic preconditioning protect against intestinal ischemic/reperfusion injury after supraceliac aortic clamping. clinics 2013;68(12):1548-1554 63. Walsh S R et all. Remote ischemic preconditioning in major vascular surgery. J Vasc Surg 2009;49:240-3. 64. Tapuria N et all. Remote Ischemic Preconditioning: A Novel Protective Method From Ischemia Reperfusion Injury—A Review. Journal of surgical research: december 2008; vol. 150, no. 2. 65. Shodiq A. Peran hipotermia terhadap progresivitas kerusakan sel otot tungkai kelinci sebelum, selama dan sesudah golden periode pada iskemia tungkai akut (Tesis). Universitas Indonesia ; 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014
58
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014