UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 21 JANUARI – 4 FEBRUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PRAWITA LINTANG LARASATI, S.Farm. 1206313500
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JULI 2013
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 21 JANUARI - 4 FEBRUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
PRAWITA LINTANG LARASATI, S.Farm. 1206313500
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JULI 2013 ii
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
iii
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia . Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Drs. Masrul, Apt. sebagai Kasubdit Penilaian Alkes serta sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan menyusun laporan tugas akhir.
2.
Dr. Berna Elya, M.S., Apt. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
3.
Drg. Arianti Anaya I, MKM., sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang telah memberikan izin, kesempatan dan fasilitas kepada para mahasiswa peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker.
4.
Siti Nurhasanah, S.Si., Apt., sebagai Kepala Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas pengarahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
5.
Dra. Nurlaili Isnaini, Apt., MKM.,sebagai Kepala Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas pengarahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
6.
Dra. Ema Viaza, Apt., sebagai Kepala Seksi Produk Diagnostik In vitro Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas pengarahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
iv
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
7.
Dra. Hasnil Randa Sari, S.Si., Apt., sebagai Kepala Seksi Inspeksi Produk Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas pengarahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
8.
Lupi Trilaksono, S.Si., Apt., sebagai Kepala Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas pengarahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
9.
Lucia Dina Kombong, SH. MSi. sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang telah memfasilitasi, memberi perhatian dan mengarahkan para mahasiswa peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker.
10. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 11. Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi UI. 12. Seluruh karyawan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 13. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi. 14. Kepada keluarga yang telah memberikan dukungan
moril dan materiil
kepada Penulis. 15. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 76 yang telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 16. Semua pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan.
v
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan laporan ini. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia farmasi.
Penulis
2013
vi
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
vii
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................. HALAMAN PENGESAHAN................................................................... KATA PENGANTAR............................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............. DAFTAR ISI............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................... 1.1 Latar Belakang................................................................................ 1.2 Tujuan..............................................................................................
ii iii iv vii viii ix 1 1 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM…................................................................. 2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia…….....……............ 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan...........
3 3 7
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS…................................................................ 3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan............... 3.2 Visi dan Misi.................................................................................... 3.3 Tugas Pokok dan Fungsi.................................................................. 3.4 Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan... 3.5 Sasaran dan Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan …………………………………………....................... 3.6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan…………………………………………......….............. 3.7 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan…………………………………………………........… 3.8 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT……………………………………….......... 3.9 Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan…………………………………............................
14 14 15 15 16
BAB 4 PEMBAHASAN……………….....................................................
37
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 5.1 Kesimpulan.................................................................................. 5.2 Saran..............................................................................................
45 45 45
DAFTAR ACUAN......................................................................................
47
viii
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
17 17 22 32 34
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI ............................ 48
Lampiran 2
Struktur Organisasi Sekretarian Direktorat Jenderal .................... 49
Lampiran 3
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.............................................................................. 50
Lampiran 4
Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan...................................................................................... 51
Lampiran 5
Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ...... 52
Lampiran 6
Struktur Oragnisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan...................................................................................... 53
Lampiran 7
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.................................................................................. 54
Lampiran 8
Struktur Lengkap Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusai Alat Kesehatan ........................................................... 55
Lampiran 9
Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) ........................... 56
Lampiran 10 Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan...................................................................................... 57 Lampiran 11 Laporan pengawasan iklan DinKes Propinsi/Kabupaten/Kota .... 67 Lampiran 12 Laporan pengawasan iklan DitJen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan...................................................................................... 68 Lampiran 13 Alur kerja untuk petugas Propinsi/Kabupaten/Kota ..................... 69 Lampiran 14 Alur kerja untuk petugas pusat ..................................................... 70 Lampiran 15 Blanko perubahan/perpanjangan izin edar ................................... 71 Lampiran 16 Blanko penilaian perubahan/perpanjangan izin edar.................... 72
ix
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan serta pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Setiap manusia juga berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya (Pasal 5 UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan). Untuk itu perlu dilakukan upaya kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat, mandiri dan berkeadilan. Penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan merupakan komponen dari upaya kesehatan. Alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar saat ini memiliki jenis dan jumlah yang semakin bertambah. Sedangkan alat kesehatan dan PKRT merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang umumnya tidak bisa di lepaskan dengan kehidupan sehari-hari (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, 2012). Berdasarkan hal tersebut, masyarakat perlu dilindungi kesehatan dan keselamatannya terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan, serta penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan. Pemerintah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah dilaksanakan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
1
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tanggung jawab dalam hal pemberian sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, izin edar serta pembinaan, pengendalian, dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT yang beredar dalam wilayah Republik Indonesia. Apoteker memiliki dasar keilmuan yang turut berperan dalam Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, di mana Apoteker tidak hanya diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tetapi juga melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan. Untuk memahami peranan Apoteker di bidang alat kesehatan dan PKRT maka dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
1.2 Tujuan a. Mengetahui secara umum struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia b. Mengetahui struktur organisasi, tugas, dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan c. Mengetahui dan mendalami peranan apoteker dalam bidang pelayanan kefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2.1.1. Visi dan Misi (Kementerian kesehatan RI,2010a) Visi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ialah “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Untuk mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan, ditempuh melalui misi berikut: a. Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat,
melalui
pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik
2.1.2. Tujuan Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kementerian Kesehatan, 2010a).
2.1.3. Dasar Hukum Dasar hukum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menurut Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
1144/MENKES/PER/2010, yaitu: a. Undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 166, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916). b. Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5063).
3
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
c. Peraturan
Presiden
Republik
Indonesia
No.47
Tahun
2009
tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. d. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 84/P Tahun 2009. e. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. f. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. g. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. h. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. i. Keputusan Menteri Kesehatan No.375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025.
2.1.4. Nilai-nilai Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai berikut (Kementerian Kesehatan, 2010a) : a. Pro rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasiprofesi, organisasi masyarakat,
organisasi
masyarakat
pengusaha,
masyarakat
madani
dan
masyarakat akar rumput.. Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
5
c. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam
mengatasi
permasalahan kesehatan
yang berbeda-beda, sehingga
diperlukan penanganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan, dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
2.1.5. Struktur Organisasi Struktur organisasi Kementerian Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010
yang
dikeluarkan tanggal 19 Agustus 2010. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas : a. Sekretariat Jenderal; b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan; c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak; e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; f. Inspektorat Jenderal; g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan; i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat; k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan; l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi; m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal; Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
6
n. Pusat Data dan Informasi; o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri; p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan; q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; r. Pusat Komunikasi Publik; s. Pusat Promosi Kesehatan; t. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan u. Pusat Kesehatan Haji. Struktur organisasi Kementerian Kesehatan RI dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.1.6. Tugas Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara.
2.1.7. Fungsi Menurut pasal 3, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010,
Kementerian
Kesehatan
menyelenggarakan
fungsi, yaitu (Kementerian kesehatan RI,2010b) : a. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan RI. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan RI. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.8. Rencana Strategis Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan 2010-2014, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a):
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
7
a. Meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat. b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit
menular
c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender. d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. e. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK). g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. h. Seluruh kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2.2.1. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi (Kementerian kesehatan RI, 2010b) Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
8
2.2.2. Susunan Organisasi (Kementerian kesehatan RI, 2010b) Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 3. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari: a. Sekretariat Direktorat Jenderal; b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian; d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan; dan e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
2.2.2.1.Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Struktur organisasi Sekretariat Jenderal dapat dilihat pada Lampiran 2. Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Sekretariat
Direktorat
Jenderal
menyelenggarakan fungsi antara lain: a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran b. Pengelolaan data dan informasi c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat d. Pengelolaan urusan keuangan e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan gaji, rumah tangga dan perlengkapan f. Evaluasi dan penyusunan laporan
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Bagian Program dan Informasi; b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat; c. Bagian Keuangan; d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan e. Kelompok Jabatan Fungsional. Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
9
2.2.2.2. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 4. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
10
d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.2.3. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan
kefarmasian.
Struktur
organisasi
Direktorat
Bina
Pelayanan
Direktorat
Bina
Pelayanan
Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 5. Dalam
melaksanakan
tugas
tersebut,
Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas : a. Subdirektorat Standardisasi; b. Subdirektorat Farmasi Komunitas; c. Subdirektorat Farmasi Klinik; d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional; e. Subbagian Tata Usaha; dan Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
11
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.4. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat tugas
Bina Produksi dan Distribusi
melaksanakan
penyiapan
perumusan
Alat Kesehatan mempunyai dan
pelaksanaan
kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga. Struktur organisasi Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan struktur lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria
di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; e. evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan f. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
12
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.5. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 6. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; b. pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; d. penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; e. pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; f. pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan g. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas : a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional; b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan; c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus; d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat; Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
13
e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN
3.1. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan salah satu direktorat dalam Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dibentuk berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dipimpin oleh seorang Direktur yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi e. Subbagian Tata Usaha f. Kelompok Jabatan Fungsional Pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes adalah satu rangkaian upaya menyeluruh agar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar di masyarakat memenuhi persyaratan sehingga aman dan terjangkau untuk digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes dan PKRT harus dilakukan mulai proses produksi hingga produk tersebut digunakan oleh masyarakat, yaitu pada tingkat pengadaan, tingkat distribusi dan tingkat penggunaan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan juga berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota, instansi terkait serta bermitra dengan Asosiasi
14
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
Universitas Indonesia
15
Perusahaan alat kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan. Peraturan
Menteri
Kesehatan
1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang
Republik Produksi
Indonesia
Alat
No.
Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan No. 1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan menjadi dasar hukum
bagi
pelaksanaan kegiatan - kegiatan yang dilaksanakan di
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan ini adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat, dan/atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
3.2. Visi dan Misi 3.2.1. Visi Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. 3.2.2. Misi 1. Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat,
melaui
pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. 2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. 3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. 4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
3.3. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan
Keputusan
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010
tentang
Menteri Organisasi
Kesehatan dan
Tata
Kerja
Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
16
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan norma, standard, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
3.4. Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu: a. Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT; b. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan; dan c. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan keunggulan daya saing.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
17
3.5. Sasaran dan Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Untuk mencapai sasaran tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki strategi sebagai berikut : a. Persentase produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat sebesar 95%. b. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik sebesar 60%. c. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi sebesar 70%.
3.6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, terdiri dari:
3.6.1. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Alat kesehatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang penilaian alat kesehatan; Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
18
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan; dan d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.
3.6.1.1 Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik.
3.6.1.2 Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik.
3.6.2. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Tugas dari Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (PKRT) adalah melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Subdirektorat
Penilaian
Produk
Diagnostik In vitro dan PKRT menyelenggarakan fungsinya, yaitu: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
19
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, terdiri dari Seksi Produk Diagnostik In vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 3.6.2.1 Seksi Produk Diagnostik In vitro Seksi Produk Diagnostik In vitro mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro.
3.6.2.2 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.6.3. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Hal tersebut seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Dalam
melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Inspeksi Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi : Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
20
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi.
3.6.3.1 Seksi Inspeksi Produk Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.6.3.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.6.4. Sub Direktorat Standardisasi dan Sertifikasi Berdasarkan
Peraturan
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010
Menteri tentang
Kesehatan Organisasi
Republik dan
Indonesia
Tata
Kerja
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
21
Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi, antara lain : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari atas : a. Seksi Standardisasi Produk; dan b. Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi.
3.6.4.1. Seksi Standardisasi Produk Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
22
3.6.4.2. Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.7. Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yaitu: a. Melaksanakan premarket control dengan melakukan evaluasi dan monitoring terhadap keamanan, mutu, efektifitas dan keterjangkauan serta tepat guna alat kesehatan. b. Mengembangkan, mempromosikan dan menerapkan kebijakan dan standar terhadap alat kesehatan. c. Melakukan pengawasan post-market (surveilance, vigilance serta pengawasan iklan) untuk menjamin senantiasa keamanan dan kemanfaatan (safety and performance) dalam penggunaannya. d. Mengantisipasi dan merespon setiap masalah kesehatan masyarakat yang terkait dengan alat kesehatan Kegiatan-kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, meliputi : sertifikasi produksi, pemberian izin edar dan pemberian izin penyalur alat kesehatan serta pelayanan surat keterangan.
3.7.1 Sertifikasi Produksi Sertifikasi produksi diberikan kepada sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang telah melaksanakan cara produksi yang baik untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar mutu. Sertifikasi produksi didasarkan pada Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sebelumnya yang berlaku adalah izin produksi. Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
23
Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dan perusahaan yang telah memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Dan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB). Tata cara atau prosedur mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT, sebagai berikut : a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. c. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal. d. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. e. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal. f. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. g. Setelah diterima surat rekomendasi dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alat kesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah berkas lengkap. Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
24
h. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (g), Direktur Jenderal dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi. i. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (h), diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya surat penundaan. Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi
Republik Alat
Indonesia
Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, maka sertifikat produksi alat kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu : a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A Sertifikat produksi alat kesehatan kelas A adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B Sertifikat produksi alat kesehatan kelas B adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C Sertifikat produksi alat kesehatan kelas C adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, dan kelas IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. 3.7.2. Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Badan usaha yang telah memiliki izin edar sebagai penyalur dapat melaksanakan penyaluran alat kesehatan. Persyaratan yang dibutuhkan dalam proses permohonan izin penyalur alat kesehatan adalah sebagai berikut :
3.7.2.1.Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Surat permohonan ditujukan kepada dinas kesehatan propinsi setempat dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) :
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
25
a. Akte notaris b. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan). c. Peta lokasi dan denah bangunan. d. Alamat gedung, dan bengkel. e. Penanggung jawab teknis. f. Tenaga teknisi. g. Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat. h. Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan. i. Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan.
3.7.2.2 Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian IPAK Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1191/MENKES/PER/VIII/2010, sebagai berikut: a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1, sebagaimana terlampir. b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. c. Tim pemeriksa bersama selambat lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan, dengan menggunakan contoh dalam Formulir 2 sebagaimana terlampir. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama
meneruskan kepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, dengan menggunakan contoh dalam Formulir 3 terlampir. Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
26
e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada huruf (b) sampai dengan huruf (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, dengan menggunakan contoh dalam Formulir 4 sebagaimana terlampir. f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf e, dengan mempertimbangkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Direktur Jenderal dapat melakukan penundaan atau penolakan izin PAK, dengan menggunakan contoh dalam Formulir 5 sebagaimana terlampir. g. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d, Direktur Jenderal mengeluarkan izin PAK, dengan menggunakan contoh dalam Formulir 6 sebagaimana terlampir. h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf f, kepada pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan.
3.7.3 Pemberian Izin Edar Produk Dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi
Republik Alat
Indonesia
Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tercantum ketentuan pelaksanaan pendaftaran, cara pendaftaran, formulir pendaftaran, formulir permohonan, penilaian data, keputusan, perubahan data, penambahan ukuran kemasan, pembatalan persetujuan, pendaftaran kembali, kategori dan subkategori serta petunjuk pengisian formulir pendaftaran alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga produksi dalam negeri dan impor. Untuk alat kesehatan lokal, pengajuan pendaftaran dilakukan oleh produsen yang telah memiliki sertifikat produksi. Sedangkan, untuk alat kesehatan impor pengajuan pendaftaran dilakukan oleh penyalur alat kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
27
Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 Persyaratan alat kesehatan untuk mendapat izin registrasi, alat tersebut haruslah memiliki kriteria, sebagai berikut : a. Keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis dan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan. b. Keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan sesuai peraturan dan/atau data klinis atau data lain yang diperlukan. c. Mutu, yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari data administrasi dan data teknis.
3.7.3.1 Data Administrasi a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila menggunakan merek sendiri). b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu: izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificate of Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/MOU (Memorandum of Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain (toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida), formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
28
Catatan : Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat persetujuan dari Komisi Pestisida. d. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, certificate of free sale untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, ijin Komisi Pestisida, formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan.
3.7.3.2 Data Teknis Data teknis yang diperlukan, sebagai berikut : a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. c. Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. d. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik. e. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi. Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap makan dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambatlambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika sampai pada batas
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
29
waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka pendaftaran akan ditolak. Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut : 1
2
3
4
5
6
Digit 1
7
8
9
10
11
: kelas
Digit 2,3
: kategori
Digit 4,5
: sub kategori
Digit 6,7
: tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 sampai 11
: nomor urut pendaftaran
Alat Kesehatan Dalam Negeri
: AKD
Alat Kesehatan Impor
: AKL
PKRT Impor
: PKL
PKRT Dalam Negeri
: PKD
Contoh nomor izin edar alat kesehatan : AKL 21104900078 AKL
: Alat Kesehatan Luar Negeri
Digit 1 (Angka 2)
: kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 11)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG)
Digit 4,5 (Angka 04)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah
Digit 6,7 (Angka 90)
: tahun pemberian izin (dibalik) 2009
Digit 8-11 (Angka 0078)
: nomor urut pendaftaran 0078
Alat ini adalah alat kesehatan luar negeri (AKL), termasuk kelas 2 dan didaftarkan pada tahun 2009. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR). Contoh nomor izin edar PKRT : PKD 20305700520 PKD
: PKRT dalam negeri
Digit 1 (Angka 2)
: kelas 2 (sedang)
Digit 2,3 (Angka 03) `
: kategori 3 (pembersih)
Digit 4,5 (Angka 05)
: sub kategori 5 (pembersih kloset) Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
30
Digit 6,7 (Angka 70)
: tahun pemberian izin (dibalik) 2007
Digit 8-11 (Angka 0520)
: nomor urut pendaftaran 0879
Contoh nomor registrasi diatas adalah perbekalan kesehatan rumah tangga dalam negeri (PKD), termasuk kelas 2, kategori pembersih, subkategori pembersih kloset, dan didaftarkan pada tahun 2007. Pencabutan nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar merupakan wewenang dari pemerintah, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Pendaftaran/izin edar produk berlaku selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pertama kali diterbitkan atau sesuai dengan masa penunjukan keagenan masih berlaku dan dapat
diperbaharui
sepanjang memenuhi
persyaratan.. Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada produk yang telah diizin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan, penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat memakai nomor izin edar yang lama). Namun, jika terjadi perubahan formula maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru).
3.7.4 Pelayanan Surat Keterangan (Depkes RI, 2009) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin edar dan izin penyalur, juga memberikan pelayanan surat keterangan. Berikut adalah beberapa surat keterangan yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes : 3.7.4.1 Certificate Of Free Sale (CFS) CFS adalah surat keterangan bahwa produk alkes / PKRT yang akan diekspor telah terdaftar pada Departemen Kesehatan RI dan telah beredar di Indonesia. Ketentuan pemberian CFS, antara lain: a. Perusahaan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan RI cq Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
31
b. CFS diberikan kepada pemilik sertifikat produksi alat kesehatan/PKRT dan izin edar yang masih berlaku c. CFS diberikan untuk 1 kali permohonan dan satu negara tujuan d. Masa berlaku CFS adalah 1 tahun sejak tanggal diterbitkan e. Proses Surat Keterangan Ekspor alat kesehatan/PKRT diberikan dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari kerja
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu : a. Surat permohonan ditandatangani oleh Direktur/Penanggung Jawab Teknis dengan mencantumkan negara tujuan. b. Salinan surat izin edar yang masih berlaku yang mencantumkan nama produk. c. Salinan sertifikat produksi yang masih berlaku beserta addendum d. Salinan NPWP e. Contoh produk jadi yang akan diekspor 3.7.4.2 Surat Keterangan Lainnya Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut : a. Produk alat kesehatan / PKRT untuk penelitian dan pendidikan b. Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi alat kesehatan / PKRT yang sudah terdaftar. c. Bahan / produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang harus didaftarkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia cq Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan d. Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka persyaratan pemberian izin edar.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat keterangan tersebut yaitu : a. Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai. b. Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang. c. PIB Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
32
d. Invoice dan/atau AWB / MAWB / BL e. Surat perjanjian kerjasama antara donator dan penerima (untuk point a) f. Surat protokol pengujian (point b) g. Surat persetujuan dari komite medik rumah sakit yang mencantumkan nama pasien pengguna (poin f) h. Surat pernyataan dokter penanggung jawab i. Izin edar dan izin produksi terkait produk yang dimaksud (poin c) j. Katalog / brosur / data pendukung lainnya mengenai produk tersebut
3.8. Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT 3.8.1 Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT (Kemenkes, 2010) Pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk a. memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan; b. melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, mutu, keamanan, dan kemanfaatan; dan c. menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilakukan dalam berbagai bidang, antara lain : a. Informasi produk b. Perdagangan c. Sumber daya manusia dan d. Pelayanan kesehatan e. Periklanan
3.8.2 Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Penggunaan alat kesehatan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan dan membahayakan kesehatan sehingga dapat merugikan pasien atau operator alat Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
33
tersebut. Oleh karena itu, pengawasan perlu dilakukan untuk dapat menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk baik pre market maupun post market. Pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah, produsen/penyalur maupun masyarakat. 3.8.2.1 Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah (pengawasan eksternal), yaitu : a.
Audit terhadap informasi teknis dan klinik
b.
Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi
c.
Sampling dan pengujian
d.
Pengawasan penandaan iklan (Lampiran 11)
3.8.2.2 Pengawasan yang dapat dilakukan oleh produsen/penyalur (pengawasan internal), yaitu: a.
Audit terhadap informasi alat kesehatan dan/atau PKRT yang didapat dari sarana distribusi/penyalur
b.
Pemeriksaan kembali terhadap produk untuk mengetahui kejadian yang tidak diinginkan
c.
Melaporkan kepada pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota tentang kejadian yang tidak diinginkan
3.8.2.3 Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat (pengawasan eksternal), yaitu : a.
Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajibannya terhadap alat kesehatan yang beredar.
b.
Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
c.
Dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan produsen demi peningkatan mutu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
34
3.9. Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tabel 3.1 Jadwal kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan No.
Hari dan Tanggal
1.
Senin, 21 Januari 2013
Jenis atau Materi Kegiatan a. Penjelasan organisasi
umum
tentang
Kementian
struktur
Kesehatan
dan
penjelasan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh KaSubBag Kepegawaian Bapak Kamid Waluyo, SH., MM. b. Membaca
buku
pedoman
Permenkes
1189,1190 dan1191 serta buku lain yang terkait 2.
Selasa, 22 Januari 2013
a. Membaca
buku
pedoman
Permenkes
1189,1190 dan 1191 b. Membaca buku petunjuk teknis CPAKB, CDAKB dan buku lain yang terkait c. Menulis lembar disposisi surat masuk d. Menyusun tugas umum 3.
Rabu, 23 Januari 2013
a. Menginput data tentang penetapan kinerja dan rencana kinerja tahunan b. Menulis lembar disposisi surat masuk c. Menyusun tugas umum
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
35
Tabel 3.1 (Lanjutan) 4.
Jumat, 25 Januari 2013
d. Menginput data tentang penetapan kinerja dan rencana kinerja tahunan e. Penjelasan mengenai tata cara registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga oleh Kasie Alat kesehatan Nonelektromedik
Ibu
Dra.
Nurlaili
Isnaini, MKM., Apt. f. Penjelasan mengenai tata cara registrasi produk diagnostik in vitro oleh Kasie Produk diagnostik in vitro Ibu Dra. Ema Viaza, Apt. g. Mengerjakan tugas umum dan tugas khusus 5.
Senin, 28 Januari 2013
a. Menyusun laporan tugas umum
6.
Selasa, 29 Januari 2013
a. Penjelasan mengenai registrasi online oleh Kasie Alat Kesehatan Elektromedik Ibu Siti Nurhasanah, S.Si, Apt b. Menyusun laporan tugas umum
7.
Rabu, 30 Januari 2013
a. Penjelasan mengenai tata cara registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Penjelasan mengenai
kebijakan
regulasi
Alat
Kesehatan dan PKRT, Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik oleh Kasie.
Standardidasi
dan
Sertifikasi
Produksi dan Distribusi Bapak Lupi Trilaksono,S.Si,Apt. b. Menyusun laporan tugas khusus
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
36
Tabel 3.1 (Lanjutan) 8.
Kamis, 31 Januari 2013
a. Menyusun laporan tugas khusus
9.
Jumat, 01 Februari 2013
a. Menyusun laporan tugas khusus
10.
Senin, 04 Februari 2013
a. Menyusun laporan tugas khusus
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN Alat kesehatan (alkes) dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang umumnya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Jenis dan jumlah alat kesehatan dan PKRT yang beredar dan digunakan oleh masyarakat semakin bertambah dan berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga masyarakat perlu dilindungi kesehatan dan keselamatannya terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, perlu adanya jaminan mutu, keamanan dan manfaat terhadap alat kesehatan dan PKRT yang beredar sehingga sampai ke pengguna (masyarakat) memenuhi persyaratan yang sama dengan saat diproduksi. Pengendalian dan pengawasan keamanan alat kesehatan dan PKRT harus diawasi, salah satunya pengawasan oleh pemerintah. Pengawasan oleh pemerintah meliputi audit terhadap informasi teknis dan klinik, pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi,sampling dan pengujian, dan pengawasan penandaan iklan. Dalam hal ini, pemerintah harus menetapkan kebijakan tentang alat kesehatan dan PKRT yang bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap produk yang bermutu (high quality), produk yang terjangkau (affordable), melalui penggunaan yang aman dan sesuai (safe and appropriate use), serta pemusnahannya (disposal). Kementerian Kesehatan merupakan institusi pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden serta dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara di Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan salah satu Direktorat Jenderal yang berada di bawah Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat 37
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
Universitas Indonesia
38
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan membawahi empat Direktorat yakni Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian yang masing-masing direktorat tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. Jumlah pegawai yang terdapat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ini adalah lima puluh sembilan orang, dimana terdiri dari pegawai tetap sebanyak 39 orang dan 20 pegawai honorer. Kegiatan operasional dilakukan pada hari Senin hingga Jum’at, dan dimulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Sistem absensi dilakukan dengan menggunakan finger print. Seragam dinas kepemerintahan digunakan setiap hari Senin dan Kamis, hari Selasa dan Jumat menggunakan batik, sedangkan hari Rabu menggunakan baju bebas yang rapi serta sopan. Sumber daya manusia yang ada terdiri dari tenaga farmasis, profesi apoteker, dokter maupun hukum. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari empat subdirektorat, yaitu: Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, serta Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi. Masing-masing subdirektorat dikepalai oleh satu orang kepala subdit yang membawahi dua orang kepala seksi. Pembagian subdirektorat ini berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang sesuai dengan Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor.
1144/MENKES/PER/VIII/2010. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. Pada struktur organisasi terdahulu, dua seksi tersebut berada dalam subdirektorat yang berbeda. Perubahan struktur organisasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi kinerja sesuai Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
39
dengan spesifikasi dari kedua jenis alat kesehatan tersebut. Kedua seksi tersebut melaksanakan tugas sesuai dengan spesifikasi alat kesehatan tersebut. Alat kesehatan merupakan instrument, aparatus, mesin, dan/atau implan yang tidak
mengandung
obat
yang
digunakan
untuk
mencegah,
mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Alat kesehatan dapat juga mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada atau dalam tubuh manusia
melalui proses farmakologi, imunologi, atau
metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan dari alat kesehatan dengan cara tersebut. Alat
kesehatan
elektromedik
adalah
alat
kesehatan
yang
dalam
penggunaannya menggunakan teknik listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Sedangkan alat kesehatan non elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam pengginaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Alat kesehatan elektromedik terdiri atas alat kesehatan elektromedik radiasi dan non radiasi, yang dalam penggunaannya dapat atau tidak memancarkan radiasi pengion atau zat radioaktif. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen alat kesehatan elektromedik adalah mempunyai bengkel untuk reparasi atau workshop dan mempunyai izin dari BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) jika alat yang hendak diedarkan menggunakan radiasi atau x-ray. Selain itu pada pelayanan izin penyalur alat kesehatan elektromedik dipersyaratkan bahwa penyalur diwajibkan untuk memiliki bengkel. Hal tersebut merupakan salah satu upaya dalam peningkatan mutu dari alat kesehatan. Alat kesehatan non elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Alat kesehatan non elektromedik terdiri atas alat kesehatan nonelektromedik steril (contoh: jarum suntik, kasa steril, benang bedah, iv kateter, dan infuse set) dan non steril (contoh: plester, timbangan bayi, kursi roda manual, stetoscope).
Penggunaan alat kesehatan ini beberapa ada
yang dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan tenaga ahli), sehingga cara Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
40
penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan atau tertera pada kemasan. Namun beberapa alat kesehatan non elektromedik juga memerlukan tenaga ahli seperti penggunaan implant jantung yang sangat beresiko apabila penggunaannya tidak menggunakan bantuan tenaga ahli. Alat kesehatan dan PKRT diklasifikasikan berdasarkan resiko penggunaannya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor.1190/MENKES/PER/VIII/2010. Untuk alat kesehatan, yang termasuk dalam Kelas I yaitu alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya tidak menyebabkan akibat yang berarti. Penilaian untuk alat kesehatan ini dititikberatkan hanya pada mutu dan produk. Alat kesehatan Kelas II dibagi atas Kelas IIa dan Kelas IIb. Kelas IIa yaitu alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. Kelas IIb yaitu alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. Kelas III yaitu alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi formulir dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta memerlukan uji klinis. Alat kesehatan dibagi ke dalam kategori dan sub kategori yang mengikuti code of federal registration dari Amerika karena penilaiannya bagus dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan Eropa. Pembagiannya terdiri dari peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik; peralatan hematologi dan toksikologi klinik; peralatan imunologi dan mikrobiologi; peralatan anestesi; peralatan kardiologi; peralatan gigi; peralatan telinga, hidung dan tenggorokan (THT); peralatan gastroenterology-urology (GU); peralaatn Rumah Sakit Umum dan perorangan (RSU & P); peralaatn Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
41
neurologi; peralaatn obstetrik dan ginekologi (OG); peralatan mata; peralatan ortopedi; peralatan kesehatan fisik; peralaatn radiologi; peralatan bedah umum dan bedah plastik. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) merupakan subdit yang menilai produk diagnostik invitro dan PKRT. Subdirektorat ini terdiri atas dua seksi, yaitu Seksi Produk Diagnostik In vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Kegiatan yang dilakukan adalah menilai dan memberikan izin edar sebelum diedarkan di wilayah Republik Indonesia baik produk yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri. Penilaian ini bertujuan untuk dapat menentukan apakah produk diagnostik invitro dan PKRT yang akan beredar telah memenuhi persyaratan yang berlaku dalam rangka menjamin keamanan, mutu, dan manfaat produk tersebut. Penilaian dilakukan terhadap data administrasi dan data teknis. Data administrasi meliputi formulir pendaftaran, sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan), surat penunjukan sebagai agen tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, certificate of free sale (untuk produk impor), dan surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri). Data teknis meliputi formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat, penandaan serta penanganan komplain. Produk diagnostik in vitro adalah alat kesehatan yang digunakan untuk pemeriksaan spesimen dari dalam tubuh manusia secara in vitro yang dapat menyediakan informasi untuk diagnosa, pemantauan atau gabungan. Produk ini termasuk reagen, kalibrator, bahan kontrol, penampung spesimen, software, dan instrumen atau alat atau bahan kimia lain yang terkait, misalnya alat tes gula darah, tes kehamilan muda, tes asam urat, alat tes kimia klinik, hematology analyzer. Produk diagnostik in vitro dibagi dalam 4 kategori yaitu peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi dan mikrobiologi dan peralatan obstetrik dan ginekologi. Registrasi alat kesehatan diagnostik invitro kelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Berbeda Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
42
dengan jenis alat kesehatan lainnya, produk diagnostik in vitro memiliki kekhasan tersendiri. Sebagian produk memiliki persyaratan penyimpanan suhu dan kelembapan bahkan ada produk yang harus disimpan pada suhu 2-8OC, serta rentan terhadap perubahan suhu dan kelembapan sehingga kondisi penyimpanan dan distribusi sangat mempengaruhi kualitas produk. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penilaian produk diagnostik sebelum diberikan izin edar. Selain produk diagnostik in vitro, PKRT juga harus diregistrasi terlebih dahulu. PKRT adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum. PKRT dibagi kedalam 7 kategori yaitu tissue dan kapas, sediaan untuk mencuci, pembersih, alat perawatan bayi, antiseptika dan desinfektan, pewangi dan pestisida rumah tangga. Pembagian kelas untuk PKRT sama dengan kelas untuk alat kesehatan yaitu kelas I (resiko rendah), kelas II (resiko sedang), dan kelas III (resiko tinggi). Produk PKRT banyak digunakan oleh konsumen dan beberapa diantaranya mengandung bahan berbahaya seperti pestisida sehingga penting untuk dilakukan penilaian produk PKRT sebelum diberikan izin edar. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat ini memiliki terdiri atas Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri atas Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Keduanya mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
43
pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi Produk) atau di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi).. Alat Kesehatan dan PKRT yang telah diberikan izin edar harus dipastikan bahwa produk tersebut sesuai dengan persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat sampai produk tersebut sampai di tangan pengguna. Pengawasan alat kesehatan dan PKRT tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah semata, namun memerlukan kerjasama aktif perusahaan (produsen dan distributor), pengguna dan masyarakat. Mekanisme pengawasan terdiri dari 5 kegiatan, yaitu inspeksi sarana produksi dan distribusi, post market surveilance dalam bentuk sampling dan pengujian, pengawasan promosi iklan, surveilance terhadap efek samping yang tidak diinginkan dan tindak lanjut terhadap hasil temuan pada kegiatan pengawasan. Pengawasan tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan alokasi biaya, waktu, dan pengaturan tugas pelaksanaan. Kegiatan pengawasan oleh pemerintah dilakukan dengan memberdayakan pemerintah daerah yaitu provinsi dan juga kabupaten/kota dengan bimbingan dari pemerintah pusat. Pemerintah juga bersama-sama dengan produsen dan distributor melakukan PMS (Post Market Surveilance) yang dimana merupakan kegiatan pengumpulan informasi secara pro aktif mengenai keamanan, kualitas, dan manfaat setelah alat tersebut diedarkan. Selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, terlihat banyaknya permohonan registrasi serta pelaporan terhadap pendistribusian alat kesehatan dan PKRT yang masuk ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang menanganinya. Oleh karena itu, diperlukan penambahan tenaga kerja untuk meningkatkan kecepatan pelayanan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan telah menerapkan sistem online sehingga memudahkan produsen dan distributor untuk melakukan registrasi dan pengurusan permohonan perizinan baik izin produksi, izin penyalur, dan izin edar. Namun, sistem online Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
44
tersebut terkadang tidak dapat diakses atau mengalami kesulitan dalam meng-upload berkas-berkas yang diperlukan di beberapa wilayah di Indonesia, sehingga beberapa produsen atau distributor harus datang langsung ke Kementerian Kesehatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan hal-hal yang menyebabkan jangkauan sistem online tersebut yang tidak menyeluruh. Selain itu, diperlukan sosialisasi yang lebih luas terhadap produsen dan distributor terhadap persyaratan yang diperlukan dalam melakukan produksi, distribusi, dan registrasi produk alat kesehatan dan PKRT.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan a. Menteri Kesehatan membawahi beberapa Direktorat Jenderal dan Sekretariat Jenderal. Direktorat tersebut adalah Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian b. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan membawahi Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok
Jabatan
menyelenggarakan
Fungsional. upaya
Direktorat
ini
berperan
dalam
kesehatan melalui penilaian, pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan
pengamanan
alat
kesehatan
dan
perbekalan
rumah tangga.
Pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Apoteker berperan sebagai tim penilai
yang mengevaluasi berkas
permohonan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
5.2
Saran
a. Penambahan
jumlah
tenaga
kerja
sehingga
mempermudah
dan
meringankankan beban kerja staf dan pegawai. b. Mengkaji permasalahan yang menyebabkan ketidakmerataan pengaksesan sistem registrasi atau pengajuan permohonan perizinan secara online atau kesulitan dalam
memasukkan berkas-berkas yang diperlukan ke dalam
sistem tersebut di beberapa wilayah di Indonesia. 45
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
Universitas Indonesia
46
c. Sosialisasi
lebih luas mengenai persyaratan produksi, distribusi, dan
registrasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga kepada produsen dan distributor.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2009). Pedoman Penilaian Alat Kesehatan /Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. (2012). Pedoman Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010e). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1191/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Penyaluran Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
47 Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
48
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
49
Lampiran 2. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
50
Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
51
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
52
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
53
Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
54
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
55
Lampiran 8. Struktur Lengkap Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN Drg. Arianti Anaya I, MKM.
SUBBAGIAN TATA USAHA Lucia Dina Kombong, SH, MSi
KASUBDIT PENILAIAN ALKES Drs. Masrul, Apt
KASUBDIT PENILAIAN PRODUK DR DAN PKRT Dra.Rully Makarawo, Apt.
KASUBDIT INSPEKSI ALKES DAN PKRT Drs. Rahbudi Helmi, Apt, MKM.
KASUBDIT STANDARDISASI DAN SERTIFIKASI Dra.Lili Sa’diah Jusuf, Apt
KASIE ALKES ELEKTROMEDIK Siti Nurhasanah, S.Si, Apt
KASIE PRODUK DR Dra.Ema Viaza, Apt
KASIE INSPEKSI PRODUK Hasnil Randa Sari, S.Si, Apt
KASIE STANDARDISASI PRODUK Ismiyati, S.Si, Apt
KASIE ALKES NON ELEKTROMEDIK Dra. Nurlaili Isnaini, Apt, MKM
KASIE PRODUK PKRT Nurhidayat, S.Si, Apt
KASIE INSPEKSI SARANA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Dra. Ninik Hariyati, Apt
SEKSI STANDARDISASI DAN SERTIFIKASI PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Lupi Trilalaksono, S.Si, Apt.
KELOMPOK JABFUNG
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
56
Lampiran 9. Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan / Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).
PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN /PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Saya yang bertanda tangan dibawah ini mengajukan permohonan sertifikat produksi Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 1. Nama Pemohon
:
Alamat Pemohon
:
2. Nama Pabrik
:
Alamat Pabrik
:
3. Badan Usaha
:
4. NPWP
:
SIUP
:
TDI
:
5. Status Permodalan
:
6. Alamat Surat menyurat dan
:
Nomor Telepon Alamat Gudang
:
7. Jenis yang akan diproduksi
:
8. Nama Penanggung Jawab
:
Teknis Produksi 9. Pendidikan Penanggung
:
Jawab Produksi
Pas foto pemohon
Pemohon,
Tanda Tangan
Berwarna Ukuran 4 x 6
Stempel Perusahaan Materai 6000 Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
(.......................)
57
Lampiran 10. Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Formulir 1 Nomor
:
Lampiran
: .......... lembar
Perihal
: Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Kepada Yth, Direktur Jenderal ............................. Kementerian Kesehatan RI JI. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 di JAKARTA.
Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Penyalur Alat Kesehatan dengan data-data sebagai berikut 1. Pemohon a. Nama Pemohon
: ………………….......
b. Alamat dan Nomor Telpon
: ………………….......
2. Perusahaan a. Nama badan hukum
: ………………………..
b. Alamat Kantor dan Nomor Telepon
: ………………………..
c. Alamat Gudang dan Nomor Telpon
: ………………………..
d. Alamat Bengkel / Workshop
: ………………………..
Nomor Telepon
: ………………………..
e. Akte Notaris Pendirian Perusahaan yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (terlampir) f. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
: ……………………….. : ………………………..
g. Nomor Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP): …….………….. h. Pimpinan Perusahaan
: ………………………..
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
58
(Daftar nama Direksi & Dewan Komisaris terlampir) 3. Penanggung Jawab Teknis : a. Nama
: ………………….........
b. Ijazah
: ……………………….
c. Surat Perjanjian Kerja sebagai
: ………………………..
Penanggung Jawab Teknis (terlampir) d. Sertifikat penunjang
: ……………………….
4. Tenaga Teknisi: a. Nama
: ……………………….
b. Ijazah
: ……………………….
c. Sertifikat Penunjang PJT
: ……………………….
5. Lampiran berupa: a. Peta Lokasi & Denah Bangunan
: ………………………
b. Jenis/macam alat kesehatan yang akan diedarkan
: ………………………
Demikianlah permohonan kami, atas perhatian dan persetujuan Bapak kami ucapkan terima kasih. ……………………… Pemohon, Materai
( ……………………….. )
Tembusan Kepada Yth; 1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi 2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
59
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
60
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
61
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
62
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
63
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
64
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
65
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
66
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
67
Lampiran 11. Laporan pengawasan iklan DinKes Propinsi/Kabupaten/Kota
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
68
Lampiran 12. Laporan pengawasan iklan DitJen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
69
Lampiran 13. Alur kerja untuk petugas Propinsi/Kabupaten/Kota
Produk tidak terdaftar
Surat edaran
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
70
Lampiran 14. Alur kerja untuk pekerja pusat
Produk tidak terdaftar
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
71
Lampiran 15. Blanko perubahan/perpanjangan izin edar BLANKO PERUBAHAN/PERPANJANGAN IZIN EDAR KEMENKES RI PK Nama Produk
:
Jenis Produk
:
Kategori
:
Sub Kategori
:
Bentuk Sediaan / warna
:
Kemasan
:
Nama Pabrik
:
Nama Pendaftar
:
Atas Dasar Lisensi
:
Kelengkapan Data
:
Form Perubahan Data Penandaan Lama Penandaan Baru Dokumen Lain No. Reg Lama Surat Permohonan Surat Pernyataan tidak ada yang berubah Surat Pernyataan / Laporan Efek Samping Kesimpulan
Pemeriksa
(
: :
L / TL L / TL
: : : : :
L / TL L / TL L / TL L / TL L / TL
Kasie
)
(
Ka Subdit
)
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
(
)
72
Lampiran 16a. Blanko penilaian perubahan/perpanjangan izin edar HASIL PEMERIKSAAN PERMOHONAN PENDAFTARAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Nomor Registrasi Tanggal / No pendafataran
: :
Nama pemeriksa Tanggal Pemeriksaan
: :
Nama PKRT
:
Kategori Sub kategori
: :
Bentuk sediaan / Warna Kemasan, Netto
: :
Nama Pabrik Alamat Pabrik
: :
Nama Pendaftar Alamat Pendaftar
: :
Atas dasar lisensi dari
:
Hasil Pemeriksaan Data 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lengkap
Kurang lengkap
Data Administrasi Formula dan cara pembuatan Spesifikasi bahan baku dan wadah Spesifikasi produk jadi dan stabilitas Kegunaan dan cara penggunaan Penandaan
Kesimpulan Hasil Pemeriksaan
: 1. Lengkap 2. Kurang lengkap
Kasie
Penilai
(……………………) Ka Sub Dit
(………………) Saran: 1. Disetujui 2. Disetujui dengan melengkapi data 3. Menambah data 4. Ditolak
_____________________ NIP
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
73
Lampiran 16b. Blanko pemeriksaan perubahan/perpanjangan izin edar (lanjutan) PEMERIKSAAN DATA TEKNIS 1.
No. urut
:
2.
Tanggal Pemeriksaan
:
3.
Nama Pemeriksa
:
Nama PKRT
:
Bentuk / warna / kemasan / netto
:
II
Administrasi
A
Lengkap
Tidak
+
-
1.1 Mencantumkan Nama Pabrik/Merek
+
-
1.2 Mencantumkan Nama Jenis
+
-
+
-
2.1 Jenis Produk
+
-
2.2 Jangka Waktu
+
-
+
-
+
-
+
-
+
-
+
-
PRODUK IMPOR
1. Ijin Usaha Penyalur PKRT
2. Surat kuasa untuk mendaftar ke Depkes RI
3. Keterangan pejabat setempat yang berwenang dan telah dilegalisir oleh KBRI/Kepala pabrik yang telah dilegalisir Pejabat yang berwewenang & KBRI 4. Surat penunjukkan sebagai agen tunggal atau distributor tunggal dari pabrik induk B
PRODUK DALAM NEGERI
1. Ijin Produksi dan lampirannya 1.1. Masih Berlaku **Surat keterangan dari Komisi Pestisida untuk produk yang mengandung pestisida (produk impor dan dalam negeri) 1.1 Izin penggunaan Pestisida dari Deptan
+ Lampiran 16c. Blanko 1.2 Penandaan yangperubahan/perpanjangan disetujui Komisi Pestisida izin edar (lanjutan)
-
III Lampiran AA 1. Formula (kualitatif dan kuantitatif) dan fungsi bahan
+
-
2. Prosedur pembuatan secara singkat dan lengkap
+
-
3. Nama Resmi / Nama Kimia
+
-
+
-
+
-
+
-
+
-
4. Pemeriksaan bahan yang dilarang/melebihi kadar IV Lampiran BB 1. Spesifikasi setiap bahan baku 2. Sertifikat uji laboratorium dari bahan 3. Spesifikasi wadah dan tutup Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
74
Lampiran 16c. Blanko perubahan/perpanjangan izin edar (lanjutan) Lengkap
Tidak
V Lampiran CC 1. Spesifikasi dan prosedur pemeriksaan produk jadi
+
-
2. Stabilitas produk jadi dan batas kadaluarsa (jika ada)
+
-
3. Hasil uji Lab Produk Jadi (SNI)
+
-
IV Lampiran DD 1.
Kegunaan, cara penggunaan, peringatan, ket lain
+
-
2.
Contoh kode produksi
+
-
3.
Contoh produk (2 buah)
+
-
VII PENANDAAN (wadah, bungkus, brosur) 1.
Nama dagang/merek dan nama jenis
+
-
2.
Nama produsen
+
-
3.
Alamat produsen
+
-
4.
Nama distributor (produk impor)
+
-
5.
Alamat distributor (produk impor)
+
-
6.
Penempatan No. Registrasi
+
-
7.
Kode Produksi
+
-
8.
Tanggal Kadaluwarsa
+
-
9.
Netto dalam satuan metriK
+
-
10.
Nama dan kadar bahan aktif
+
-
11.
Warna desain penandaan
+
-
12.
Kegunaan dan cara penggunaan dalam
+
-
+
-
+
-
bahasa Indonesia 13.
Peringatan untuk Aerosol
14.
Keterangan cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan
15.
Klain sesuai dengan data yang ada
DATA YANG HARUS DILENGKAPI
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 21 JANUARI – 04 FEBRUARI 2013
PENGKAJIAN CAIRAN PEMBERSIH KONTAK LENSA SEBAGAI ALAT KESEHATAN KELAS II
PRAWITA LINTANG LARASATI, S. Farm 1206313500
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JULI 2013 i
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i DAFTAR ISI ....................................................................................... ii DAFRAT TABEL ................................................................................ iii BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Tujuan ...........................................................................................
1 1 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1 Alat Kesehatan .............................................................................. 2.2 Klasifikasi Alat Kesehatan ............................................................ 2.3 Pembagian Kategori dan Sub Kategori Alat Kesehatan ............... 2.4 Code of Federal Regulation (CFR)............................................... 2.5 Cairan Pembersih Lensa Kontak ..................................................
3 3 4 5 8 9
BAB 3 METOLOGI TUGAS KHUSUS....................................................... 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ................................................... 3.2 Pencarian Pustaka..........................................................................
18 18 18
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................ 4.1 Pembersih Lensa Kontak............................................................... 4.2 Fungsi dan Formula Dasar Cairan Pembersih Lensa Kontak ....... 4.3 Efektifitas dari Cairan Pembersih Lensa Kontak .......................... 4.4 Komplikasi ....................................................................................
19 19 19 20 21
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 5.1 Kesimpulan ................................................................................ 5.2 Saran .........................................................................................
23 23 23
DAFTAR ACUAN .........................................................................................
24
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Alat Kesehatan .............................................................. Tabel 2.2 Beberapa Organisme Yang Dapat Dibunuh Oleh Desinfektan..... .. Tabel 2.3 Komponen Pada Cairan Pembersih Lensa Kontak dan Fungsinya .
5 13 14
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak setiap orang dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009
tentang
Kesehatan, kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya kesehatan merupakan kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencgahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Pada saat ini alat kesehatan yang beredar dan digunakan masyarakat semakin bertambah dan merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Peningkatan peredaran alat kesehatan tersebut memerlukan pengawasan dan pengamanan agar tidak menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang berorientasi pada alkes dengan
jaminan mutu,
keamanan, dan manfaat. Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari produk yang tidak memenuhi syarat, penggunaan yang salah maupun penyalahgunaan pemakaian. (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, 2012) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas kesehatan dan perbekalan melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b).
1
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
Seksi alat kesehatan non elektromedik yang merupakan salah satu bagian dari Sub Direktorat Penilaian Alat Kesehatan memiliki peran yang sangat penting dalam melakukan penilaian alat kesehatan non elektromedik baik produk dalam negeri maupun impor, apakah produk tersebut telah memenuhi persyaratan dan dapat diberikan izin edar untuk beredar di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dilakukan untuk melindungi masyarakat Indonesia dari produk alat kesehatan yang tidak aman, tidak bermutu dan tidak bermanfaat. Beberapa tahun terakhir ini, tren penggunaan lensa kontak semakin marak. Lensa kontak sudah menjadi gaya hidup. Orang tidak lagi mengenakannya sekadar alat bantu penglihatan, tapi juga untuk mempercantik penampilan Meningkatnya penggunaan lensa kontak, berbanding lurus dengan meningkatnya juga penggunaan pembersih lensa kontak sebagai cairan
perawatan untuk
menjaga lensa kontak agar tetap bersih dan bebas bakteri. Banyaknya varian pembersih lensa kontak yang dijual dengan harga murah menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Hakikatnya fungsi dari cairan pembersih lensa kontak adalah untuk mencuci, membersihkan, dan perendam lensa kontak. Cairan pembersih lensa kontak diformulasikan untuk menggantikan cairan air mata yang berkurang seiring dengan penggunaan lensa kontak (Contact Lens Spectrum, 2010). Oleh karena itu penting dilakukan pengkajian mengenai cairan pembersih lensa kontak dan penggunaannya sebagai alat kesehatan kelas II sebelum diedarkan agar masyarakat terlindung dari bahaya tersebut.
1.2 Tujuan Mengkaji cairan pembersih lensa kontak dan penggunaannya sebagai alat kesehatan kelas II
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Kesehatan Menurut Permenkes No.1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Alat kesehatan dapat juga mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan dari alat kesehatan dengan cara tersebut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut: a. Diagnosa, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit; b. Diagnosa, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi sakit; c. Penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses fisiologis; d. Mendukung atau mempertahankan hidup; e. Menghalangi pembuahan; f. Desinfeksi alat kesehatan; g. Menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Berdasarkan fungsinya, alat kesehatan dibagi menjadi dua, yaitu alat kesehatan elektromedik dan alat kesehatan non-elektromedik. Alat kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang tergantung pada sumber energi dari listrik, sedangkan alat kesehatan non elektromedik adalah alat kesehatan yang
3
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
dalam penggunaannya tidak menggunakan energi listrik (Departemen Kesehatan RI, 2009). Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1184/ Menkes/Per/X/2004 tentang pengamanan alat kesehatan dan PKRT bahwa alkes dan PKRT yang beredar atau dijual di wilayah Indonesia harus mendapat izin edar dari Menteri Kesehatan dan memenuhi standar keamanan, mutu, dan manfaat.
2.2 Klasifikasi Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Klasifikasi
alat
kesehatan
berdasarkan
Permenkes
1190/Menkes/Per/VIII/2010 didasarkan atas risiko yang ditimbulkan dalam penggunaan, produk alat kesehatan dibagi menjadi 4 (empat) kelas yaitu kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. 2.2.1 Kelas I Alat kesehatan yang kegagalan atau salah
penggunaannya tidak
rnenyebabkan akibat yang berarti. Penilaian untuk alat kesehatan ini dititik beratkan hanya pada mutu dan produk. 2.2.2 Kelas II a.
Kelas IIa Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. b.
Kelas IIb Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
5
2.2.3 Kelas III Alat kesehatan
yang
kegagalan atau salah
penggunaannya dapat
memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi formulir dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta memerlukan uji klinis. Klasifikasi alat kesehatan beserta contoh dapat ditunjukkan pada tabel 2.1 (Departemen Kesehatan RI, 2009) Tabel 2.1. Klasifikasi Alat Kesehatan Kelas I
Tingkat risiko Risiko rendah
Contoh Kursi roda, penekan lidah, plester, alat, bantu berjalan, pembalut luka.
IIa
Risiko sedang-rendah
Jarum hipodermik, kateter sekali pakai, kontak lensa, monitor tekanan darah digital, alat bantu dengar
IIb
Risiko sedang-tinggi
Ventilator paru, implant ortopedik, lensa intraokular, inkubator bayi, kantong darah
III
Risiko tinggi
Benang bedah yang dapat diserap, implant pacu jantung, stent jantung, IOL.
(Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2009)
2.3 Pembagian Kategori dan Sub Kategori Alat Kesehatan Kategori
dan
sub
kategori
alat
kesehatan
menurut
Permenkes
1190/Menkes/Per/VIII/ 2010, yaitu: 2.3.1 Peralatan Kimia Klinik dan Toksikologi Klinik a.
Sistem Tes Kimia Klinik
b.
Peralatan Laboratorium klinik
c.
Sistem Tes Toksikologi klinik
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
6
2.3.2 Peralatan Hematologi dan Patologi a.
Pewarna Biological
b.
Produk Kultur Sel dan Jaringan
c.
Peralatan dan Asesori Patologi
d.
Pereaksi Penyedia Specimen
e.
Peralatan Hematologi Otomatis dan Semi Otomatis
f.
Peralatan Hematologi Manual
g.
Paket dan Kit hematologi
h.
Pereaksi Hematologi
i.
Produk yang digunakari dalam pembuatan sediaan darah dan sediaan berasal dan darah
2.3.3 Peralatan Imunologi dan Mikrobiologi a.
Peralatan Diagnostika
b.
Peralatan Mikrobiologi
c.
Pereaksi Serologi
d.
Perlengkapan dan Pereaksi Laboratorium Imunologi
e.
Sistem Tes Imunologikal
f.
Sistem Tes Imunologikal Antigen Tumor
2.3.4 Peralatan Anestesi a.
Peralatan Anestesi Diagnostik
b.
Peralatan Anestesi Pemantauan
c.
Peralatan Anestesi Terapetik
d.
Peralatan Anestesi Lainnya
2.3.5 Peralatan Kardiologi a.
Peralatan Kardiologi Diagnostik
b.
Peralatan Kardiotogi Pemantauan
c.
Peralatan Kardiologi Prostetik
d.
Peralatan Kardiologi Bedah
e.
Peratatan Kardiologi Terapetik
2.3.6 Peralatan Gigi a.
Peralatan Gigi Diagnostik Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
7
b.
Peralatan Gigi Prostetik
c.
Peralatan Gigi Bedah
d.
Peralatan Gigi Terapetik
e.
Peralatan Gigi Lainnya
2.3.7 Peralatan Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT) a.
Peralatan THT Diagnostik
b.
Peralatan THT Prostetik
c.
Peralatan THT Bedah
d.
Peralatan THT Terapetik
2.3.8 Peralatan Gastroenterologi Urologi (GU) a.
Peralatan GU Diagnostik
b.
Peralatan GU Pemantauan
c.
Peralatan GU Prostetik
d.
Peralatan GU Bedah
e.
Peralatan GU Terapetik
2.3.9 Peralatan Rumah Sakit Umum dan Perorangan (RSU & P) a.
Peralatan RSU & P Pemantauan
b.
Peralatan RSU & P Terapetik
c.
Peralatan RSU & P Lainnya
2.3.10 Peralatan Neurologi a.
Peralatan Neurologi Diagnostik
b.
Peralatan Neurologi Bedah
c.
Peralatan Neurotogi Terapetik
2.3.11 Peralatan Obstetrik dan Ginekologi (OG) a.
Peralatan OG Diagnostik
b.
Peralatan OG Pemantauan
c.
Peralatan OG Prostetik
d.
Peralatan OG Bedah
e.
Peralatan OG Terapetik
f.
Peralatan Bantu Reproduksi
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
8
2.3.12 Peralatan Mata a.
Peralatan Mata Diagnostik
b.
Peralatan Mata Prostetik
c.
Peralatan Mata Bedah
d.
Peralatan Mata Terapetik
2.3.13 Peralatan Ortopedi a.
Peralatan Ortopedi Diagnostik
b.
Peralatan Ortopedi Prostetik
c.
Peralatan Ortopedi Bedah
2.3.14 Peralatan Kesehatan Fisik a.
Peralatan Kesehatan Fisik Diagnostik
b.
Peralatan Kesehatan Fisik Prostetik
c.
Peratatan Kesehatan Fisik terapetik
2.3.15 Peralatan Radiologi a.
Peralatan Radiologi Diagnostik
b.
Peralatan Radiologi Terapetik
c.
Peralatan Radiologi Lainnya
2.3.16 Peralatan Bedah Umum dan Bedah Plastik a.
Peralatan Bedah Diagnostik
b.
Peralatan Bedah Prostetik
c.
Peralatan Bedah
d.
Peralatan Bedah Terapetik
2.4 Code of Federal Regulation (CFR) Code of Federal Regulation yang disingkat CFR merupakan sistem pengkodean untuk regulasi dan peraturan umum serta permanen untuk hukum administratif
yang dikeluarkan oleh departemen atau agensi dari Pemerintah
Amerika Serikat. Judul 21 dari CFR ditujukan untuk peraturan mengenai makanan dan penghantaran obat. Setiap judul (atau volume) dari CFR direvisi setahun sekali. Sebuah judul
revisi 21 yang dikeluarkan pada sekitar 1 April setiap
tahunnya dan biasanya tersedia di situs FDA beberapa bulan kemudian. Direktur Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
9
Jenderal Bina Produk dan Distribusi Alat Kesehatan menggunakan kode CFR untuk mengkategorikan registrasi alat kesehatan. Kode CFR sudah dapat membedakan antara produk alat kesehatan dan PKRT sehingga status suatu produk jelas (FDA, 2009).
2.5 Cairan Pembersih Lensa Kontak 2.5.1 Sejarah Pembersih Lensa Kontak Leonardo da Vinci adalah orang pertama yang punya ide dasar tentang lensa kontak lewat sketsanya dengan semangkuk air yang dibuat sekitar tahun 1508. Rene Descartes menjelaskan netralisasi kornea dengan tabung gelas berisi air pada tahun 1636. Butuh waktu hampir 300 tahun untuk mewujudkan ide tersebut. Selanjutkan pada tahun 1880 Adolph Fick, Eugene Kalt, dan Agustus Müller secara independen menciptakan lensa kontak pertama yang terbuat dari kaca. Abad 19an William Feinbloom memperkenalkan lensa kontak yang terbuat dari plastik PMMA [poly (methyl 2- mehylpropenoate] yang diperkenalkan dan dipasarkan di AS (Schaeffer and Beiting Jan. 2010). Dengan mulai dipasarkannya lensa kontak, maka Dr Harry William Hind, seorang apoteker Amerika, menemukan pertama larutan lensa kontak tahun 1940. Larutan yang dibuat memiliki fungsi yang berbeda-beda yaitu desinfektan dan cairan perendam, saline (NaCl) untuk membilas bersih atau agen desinfektan, tablet enzim untuk menghilangkan protein. Berbeda dengan cairan pembersih lensa kontak sekarang satu larutan dengan banyak kegunaan. Meski begitu, material PMMA ternyata masih menyebakan hipoksia kornea, sehingga bahan tersebut diganti lagi dengan HEMA (Hydroxyethylmethacrylate) pada medio abad ke 19 oleh seorang ahli kimia Otto Wichterle dan disempurnakan dengan menciptakan lensa kontak hidrogel yang telah disetujui bahan tersebut oleh FDA tahun 1971 yang terkenal dengan sebutan sekarang soflens (Schaeffer and Beiting Jan. 2010).
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
10
2.5.2 Definisi cairan pembersih lensa kontak Cairan pembersih lensa kontak merupakan cairan desinfektan yang pada umumnya berfungsi untuk mencuci, membersihkan, dan perendam lensa kontak. Tetapi ada cairan pembersih lensa kontak yang berfungsi lebih dari satu yakni mengangkat protein, membersihkan dan membilas, mensterilkan, membunuh kuman, dan menjaga kelembaban tergantung kandungan dari cairan pembersih lensa kontak. Pada umunya cairan pembersih lensa kontak berupa larutan garam (biasanya 5%) dengan penambahan bahan-bahan lain sesuai dengan fungsi yang diinginkan seperti untuk desinfektan, surfaktan, dan bahan aktif lain.
2.5.3 Fungsi cairan pembersih lensa kontak (Monopolies and Mergers Commission, 1993) a.
Pembersih surfaktan Biasanya lensa kontak ditempatkan pada telapak tangan atau diantara ibu jari dan jari telunjuk, tambahkan beberapa tetes cairan pembersih dan kemudian gosok lembut permukaan lensa untuk menghapus tumpukan debu. Cairan ini dapat digunakan setiap harinya
b.
Desinfektan Cairan ini biasanya dilakukan setelah menggunakan cairan pembersih surfaktan dengan mencelupkan lensa pada cairan pada periode waktu tertentu.
c.
Menetralisir Beberapa desinfektan diperlukan untuk menetralisir mikroba yang terdapat pada lensa kontak sebelum dimasukkan atau digunkan pada mata.
d.
Membilas Biasanya cairan pembersih lensa kontak yang digunakan sebagai pembilas lensa kontak adalah cairan pembersih yang mengandung larutan garam 0,5% (cairan saline).
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
11
e.
Perendam/ penyimpanan Lensa kontak yang tidak dipakai dapat direndam ataupun disimpan dengan cairan pembersih ini. Halini dimaksudkan sebagai desinfektan bagi lensa kontak dan mencegah dehidrasi lensa kontak
f.
Pembasah dan untuk kenyamanan Cairan pembersih ini biasanya digunakan untuk tipe lensa kontak yang kaku untuk melumasi lensa kontak sehingga memudahkan pemasangan.
2.5.4 Formulasi cairan pembersih lensa kontak (Academy of Vision Care, 2011) Larutan pembersih lensa kontak mengandung agen osmolaritas, agen pengkhelat, dapar,agen untuk membuat nyaman dalam pemakaian, zat pembersih dan desinfektan. zat pengkhelat dan osmolaritas biasanya ada pada semua cairan pembersih lensa kontak walaupun ada perbedaan pada konsentrasi. Zat pengosmolaritas biasanya menggunakan garam (NaCl) agar membuat nyaman pasien pada saat penggunaan, dengan osmolaritas yang tinggi akan meningkatkan rasa tidak nyaman pada penggunaan. Zat pengkhelat yaitu EDTA terkandung pada larutan pembersih lensa kontak yang memiliki peran penting yaitu sebagai pengawet antimikroba yang dapat mengikat logam dan meningkatkan aktivitas antimikroba desinfektan. Selain itu dapat mencegah endapan protein dari pembentukan pada lensa kontak. Formulasi dari cairan pembersih lensa kontak bervariasi tergantung dari zat pendapar, desinfektan, pembersih, dan agent comfort yang digunakan. Pendapar digunakan untuk menjaga atau mempertahankan pH yang diinginkan, yang dapat mempengaruhi kenyamanan pengguna. Zat pendesinfektan berfungsi untuk menghilangkan mikroba patogen. Zat pembersih untuk menghilangkan kotoran dan debu-debu pada lensa kontak. Agen comfort atau zat penyaman seperti surfaktan, pembasah ditambahkan pada cairan pembersih lensa kontak untuk meningkatkan kelembaban lensa, mengurangi tegangan permukaan, dan meningkatkan kenyamanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
12
a. Zat pembersih Seperti yang telah dijelaskan diatas, zat pembersih digunakan untuk menghilangkan kotoran dan debu-debu dari lensa kontak. Surfaktan juga dapat membantu dalam membersihkan lensa kontak. Zat ini berbentuk molekul yang memiliki komponen hidrofobik keduanya dan komponen hidrofilik yang mapu membersihkan dengan cepat debu-debu pada lensa kontak. Pada umumnya surfaktan efektif untuk membersihkan atau menghilangkan lemak dan endapan zat inorganik, tetapi memiliki efek yang terbatas pada pengikatan dan denaturasi protein. b. Zat comfort dan zat conditioning Zat comfort dan zat conditioning adalah sejumlah zat yang digunakan untuk membantu meningkatkan kenyamanan melalui modifikasi dari permukaan lensa. Dalam kemasan blister lensa kontak, surfaktan dan kopolimer selalu digunakan untuk meningkatkan kenyamanan pada awal pemakaian. Pada cairan pembersih lensa kontak, surfaktan seperti poloxamer dan tiloxapol digunakan untuk meningkatkan kelembaban lensa. c. Zat pengatur protein Endapan protein harus dihilangkan, tetapi beberapa protein film air mata mempunyai kegunaan sebagai antimikroba ketika dalam keadaan alami. Pengatur protein berkaitan dengan lensa kontak dimana berusaha untuk mempertahankan protein pada keadaan alami. Penghapusan endapan protein yang didenaturasi mungkin dapat menyebabkan permasalahan pada kesehatan mata. Akumulasi dari denaturasi protein dikaitkan dengan gejala mata kering dan penurunan kenyamanan pemakaian lensa kontak dan mungkin juga dapat menyebabkan komplikasi seperti konjungtivis papila yang membesar dan inflamasi. Seperti disebutkan sebelumnya, penghapusan denaturasi protein dari lensa kontak penting karena dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan. d. Zat desinfektan Cairan pembersih lensa kontak memanfaatkan antimikroba biocides untuk mendesinfeksi lensa sehingga aman untuk dimasukkan ke mata, dengan direndam semalam biasanya sebelum penggunaan. Desinfeksi adalah proses kimia dimana Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
13
jumlah antimikroba dikurangi ke tingkat yang tidak berbahaya bagi kesehatan mata. Beberapa desinfektan biocides dapat membunuh bakteri, jamur, amuba tanpa membunuh sel manusia karena sel manusia mempunyai stabilitas yang lebih besar karena kandungan kolestrol yang tinggi (sampai dengan 25%) dan kandungan asam lemak jenuh. Beberapa desinfektan yang terkandung pada cairan pembersih
kontak
polyaminopropyl
mata
termasuk
biguanid),
PQ-1
PHMB
(polihexametilen
(polyquaternium-1),
biguanid/
miristamidopropyl
dimetylamin ([MAPD],an amidoamine), dan alexidin dihydrochlorida.(Academy of Vision Care, 2011) Tabel 2.2 Beberapa Organisme Yang Dapat Dibunuh Oleh Desinfektan (Academy of Vision Care, 2011) Stain
Jenis Pseudomonas aeruginosa
Bakteri
Serratia marcescens
Staphylococcus aureus
Jamur
Keterangan Bakteri gram negatif, penyebab kasus keratitis Bakteri gram negatif, penyebab keratitis non-ulcer dan endophthalmitis Bakteri gram positif, penyebab utama keratitis mikroba
Candida albicans
Penyebab infeksi pada kornea
Fusorium solani
Penyebab keratitis jamur
Berdasarkan American Type Culture Collection (ATCC), dengan metode stand-alone test
Sedangkan bakteri lain yang ditemukan berdasarkan test spesifik dengan standar ISO/FDA yaitu: a. MSA (Methilin resistan Staphylococcus aureus) MRSA merupakan beberapa strain dari bakteri aureus yang resisten terhadap berbagai antibiotik, termasuk methicillin. Terjadi peningkatan infeksi mata yang positif terhadap MRSA dari 29,5% pada tahun 2000, menjadi 41,6% pada tahun 2005. Tetapi saat ini lensa kontak yang tersedia telah memiliki kemampuan sebagai desinfektan biosidal terhadap MRSA. b. Acanthamoeba
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
14
Acanthamoeba
merupakan
salah
satu
jenis
amuba
yang
dapat
menyebabkan keratitis. Tabel 2.3 Komponen Pada Cairan Pembersih Lensa Kontak dan Fungsinya (Academy of Vision Care, 2011) Komponen Buffer/ pendapar : Asam borat, asam fosfat, asam sitrat
Fungsi - Menjaga pH - Berpengaruh pada kenyamanan, terutama pada saat pemasangan Zat pengosmolaritas : - Menyeimbangkan osmolaritas NaCl - Tingginya tingkat osmolaritas membuat ketidak nyamanan dan mata menjadi kering Zat pengkhelat : - Mengikat protein dan logam EDTA - Mencegah penumpukan protein ada lensa - Pengawet terhadap antimikroba Comfort agent : - Meningkatkan kelembaban lensa HPMC, poxamine, glycols, glicerin, - Meningkatkan kenyamanan pada polysakarida, kopolimer pemakaian - Menurunkan tegangan permukaan Surfaktan : - Pembersih lensa kontak Poloxamin, poloxamers - Meningktakan kelembaban lensa - Efektif melawan/ membersihkan penumpukan lemak dan zat inorganic Zat antimikroba / desinfektan : - Mengurangi mikroba patogen PHMB, PQ-1, myristamidopropyl selama desinfeksi dan mencegah dimethylamin (Aldox), alexidin, H2O2 pertumbuhan mikroba organisme pada botol (tempat penyimpanan) Zat pengatur protein - Menjaga/menstabilkan film protein air mata (mencegah denaturasi) 2.5.5 Langkah pemakaian (FDA, 2012; Insert Packaging Boston, 2012) Ada berbagai cairan pembersih yang dapat digunakan untuk berbagai jenis lensa kontak. Tetapi cairan pembersih lensa kontak juga dapat menyebabkan masalah yang serius jika tidak digunakan dengan benar. Salah perawatan dengan cairan pembersih lensa kontak akan meningkatkan resiko infeksi mata dan ulkus kornea. Kondisi ini dapat berkembang dengan cepat bisa sangat serius. Dalam
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
15
kasus yang jarang terjadi, kondisi ini dapat menyebabkan kebutaan. Untuk mengurangi resiko infeksi: a. Selalu cuci tangan sebelum memegang lensa kontak untuk mengurangi
kesempatan untuk mendapatkan infeksi. b. Lepaskan lensa segera dan konsultasikan dengan tenaga profesional perawatan
mata jika mata menjadi merah, iritasi. c. Selalu ikuti petunjuk perawatan mata dari tenaga profesional dan semua
instruksi pelabelan untuk penggunaan yang tepat dari lensa kontak dan produk perawatan lensa. d. Gunakan produk lensa kontak dan solusi yang direkomendasikan oleh tenaga
profesional perawatan mata. e. Jangan menggunakan kembali cairan yang telah digunakan sebelumnya f. Selalu gunakan cairan pembersih yang segar untuk merendam dan menyimpan
lensa kontak g. Sebelum penggunaan, isi penyimpan tempat lensa dengan cairan pembersih
dan masukkan lensa kontak, tutup rapat dan simpan lensa kontak selama semalam atau minimal 4 jam. h. Bilas kembali lensa kontak setelah direndam dengan cairan pembersih lensa
kontak sebelum memakainya. i. Simpan cairan pembersih pada temparatur ruangan, jangan sampai membeku j. Gunakan sebelum tanggal kadaluarsa yang tertera pada wadah.
2.5.6 Efek samping cairan pembersih lensa kontak (Insert Packaging Boston, 2012) a. Mata menyengat, terbakar, dan gatal (iritasi) b. Terkadang sekresi mata c. Kemerahan pada mata d. Berkurangnya ketajaman penglihatan e. Penglihatan yang kabur f. Sensitif pada cahaya (fotofobia) g. Mata kering. Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
16
2.5.7 Komplikasi cairan pembersih lensa kontak (Ventocilla, 2010) Cairan pembersih lensa kontak dapat menyebabkan komplikasi penyakit jika penggunaannnya tidak sesuai. Komplikasi yang timbul pada bagian mata khususnya pada bagian epitelium kornea, yaitu: a.
Kerusakan epitel yang mekanik. Lensa kontak merupakan banda asing yang akan menggosok kornea dan menekan epitel kornea setiap mengedipkan mata sepanjang hari dan menimbulkan abrasi kornea. Jika tidak dikenali dan diobati akan mengakibatkan stres pada epitel yang kronis. Kerusakan epitel akan memudahkan bakteri menempel pada kornea dan mengakibatkan infeksi stroma, serta menstimulus sub-epitel fibrosa tanpa adanya infeksi.
b.
Chemical epithelial defect. Berbagai larutan kimia lensa kontak akan menimbulkan kerusakan epitel ditandai dengan adanya erosi. Larutan pembersih surfaktan biasanya akan menyebabkan nyeri, merah, fotopobia, dan berair, segera setelah dibersihkannya lensa. Gejala ini akan hilang dalam 1-2 hari. Jika hidroksi peroksida diteteskan ke mata, maka akan timbul gelembung-gelembung gas pada intra-epitel dan sub-epitel. Gelembung ini terlihat dan menyebabkan hilangnya penglihatan secara signifikan yang bersifat temporer, dan hidroksi peroksida juga menyebabkan perubahan refraksi permanen dan larutan desinfeksi kimia dapat merusak epitel yang tidak terlihat dan bersifat intermiten.
c.
Hypoxia. Kebutuhan oksigen di kornea mata dipengaruhi karena lapisan lensa kontak mengurangi jumlah oksigen yang masuk. Hipoksia yang ringan mengakibatkan edema epitel dan penglihatan kabur yang temporer, sedangkan hipoksia berat akan terjadi kematian sel-sel epitel dan deskuamasi. Pengguna tidak merasa nyaman, penurunan penglihatan temporer, dan fotopobia. Salah satu tanda hipoksia kornea kronis adalah adanya neovaskularisasi superfisial terutama sepanjang limbus superior. Epitel kornea yang lebih tipis dibandingkan lensa kontak menyebabkan hipoksia yang kronis dan menurunkan aktivitas mitosis. Pembentukan sel-sel epitel menurun, ukurannya membesar, dan memudahkan menempelnya Pseudomonas aeruginosa pada permukaan sel epitel. Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
17
d.
Reaksi imun superfisial. Variasi larutan lensa kontak dapat menimbulkan toksik superfisial atau reaksi imun. Ditandai dengan adanya keratophati, injeksi konjungtiva, berair, gatal, dan chemosis. (Ventocilla, 2010) Komplikasi yang sering terjadi juga adalah infeksi akibat Acanthamoeba
keratitis. Infeksi Acanthamoeba keratitis merupakan infeksi yang sulit untuk diterapi. Sumber infeksi ini berasal dari larutan lensa kontak, dimana tempat larutan tersebut telah terkontaminasi oleh acanthamoeba. Manifestasi klinis awal yang timbul adalah adanya sensasi benda asing, penglihatan kabur yang ringan, dan merah. Kemudian diikuti rasa nyeri yang progresif, injeksi konjungtiva, epitelnya kasar, dan pada pemeriksaan dengan senter terlihat adanya penebalan saraf-saraf kornea mata. Infeksi ini bersifat progresif, berat, dan bentuk infiltratnya seperti cincin di sentral.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Tugas Khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta mulai tanggal 21 Januari hingga 4 Februari 2013.
3.2 Pencarian Pustaka Cairan Pembersih Lensa Kontak Tugas khusus dikaji berdasarkan studi literatur dari berbagai buku dan dari internet. Studi literatur dilakukan untuk memperoleh definisi, kegunaan, cara penggunaan, jenis serta hal-hal lain yang terkait dengan cairan pembersih lensa kontak.
18
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pembersih Lensa Kontak Cairan pembersih lensa kontak
merupakan cairan steril yang bersifat
desinfektan yang pada umumnya berfungsi untuk mencuci, membersihkan, dan perendam lensa kontak. Cairan pembersih lensa kontak tergolong alat kesehatan kelas non elektromedik dimana tidak memerlukan energi listrik dalam penggunaannya. Berdasarkan klasifikasi pada Code of Federal Registration (CFR) 21 disebutkan nama larutan lensa kontak adalah contact lens solutions; sterility dengan kode nomor (800.10).Larutan lensa kontak termasuk alat kesehatan kelas II, yaitu alat kesehatan yang kegagalannya atau memberikan akibat yang
berarti
salah penggunaannya dapat
kepada pasien tetapi tidak menyebabkan
kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. Cairan pembersih lensa kontak termasuk pada kategori peralatan mata dengan sub kategori peralatan mata terapetik. Cairan pembersih lensa kontak haruslah steril, jika larutan pembersih lensa kontak tidak steril atau jauh di bawah standar maka kemurnian atau kualitas mungkin tidak aman. (FDA, 2012)
4.2 Fungsi dan Formula Dasar Cairan Pembersih Lensa Kontak Kegunaan cairan pembersih lensa kontak umumnya membersihkan, merendam, dan desinfektan.Tetapi dengan maraknya penggunaan lensa kontak saat ini, perusahaan
industri memformulasikan satu jenis cairan pembersih
dengan berbagai macam fungsi yaitu sebagai surfaktan, desinfektan, menetralisir, membilas, merendam, dan menghilangkan endapan protein. dan untuk meningkatkan kelembaban lensa agar nyaman dalam pemakaian tergantung dari bahan yang digunakan. Bahan dasar untuk cairan pembersih lensa kontak adalah larutan saline (NaCl) biasanya 0,5% agar sesuai dengan osmolaritas tubuh, untuk membuat nyaman pasien pada saat penggunaan, dengan osmolaritas yang tinggi akan 19
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
Universitas Indonesia
20
meningkatkan rasa tidak nyaman pada penggunaan. Selain itu yang komponen terpenting pada cairan pembersih lensa kontak adalah pendapar (buffer) untuk menjaga atau mempertahankan pH yang diinginkan. Zat pengkhelat juga diperlukan, selain untuk mengikat logam juga berfungsi sebagai pengawet juga. Lensa kontak ternyata rentan dengan terinfeksinya mikroba, oleh karena itu dalam formulasinya cairan pembersih lensa kontak ditambahkan zat desinfektan yang diharapakan dapat mengurangi atau menghilangkan mikroba patogen pada lensa kontak. Mikroba yang umumnya teridentifikasi pada lensa kontak
adalah
bakteri
Pseudomonas
aeruginos,
Serratia
marcescens,
Staphylococcus aureus. Sedangkan jenis jamur yang teridentifikasi Candida albican, Fusorium solani. Pada CFR 21 disebutkan bahwa wadah harus steril pada saat pengisian dan menutup. Wadah atau karton pembungkus luar harus sangat tertutup. Untuk cairan pembersih yang dikemas dalam dosis ganda harus mengandung satu atau lebih zat yang cocok dan tidak berbahaya yang akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu penulisan label dan tanggal kadaluarsa harus jelas untuk memberi perlindungan memadai dan meminimalkan bahaya cedera akibat kontaminasi selama pemakaian. (FDA, 2012)
4.3 Efektifitas Dari Cairan Pembersih Lensa Kontak Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yvones, Hua Zhu dan lainnya yang melakukan perbandingan keefektivitas dari cairan pembersih lensa kontak yang diproduksi oleh produsen yang berbeda terhadap bakteri. Cairan pembersih A (Opti-Free Replenish; Alcon Ltd, Fort Worth, TX) terdiri dari komponen desinfektan, surfaktan, chelating agent, dan buffer. Sedangkan cairan pembersih B (AMO COMPLETE EasyRub; Advanced Medical Optics Inc., Dublin 4, Ireland) terdiri dari komponen pengawet, surfaktan, buffer. Kemampuan cairan pembersih untuk menggosok, membilas, menghilangkan, dan mengeringkan lensa kontak terhadap bakteri antara dua produk ternyata berbeda. Untuk cairan pembersih A, tingkat signifikansinya lebih tinggi dalam kemampuan menghilangkan bakteri S. aureus dibandingkan cairan B atau aquadest. Sedangkan kemampuan untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
21
menghilangkan bakteri P. aeruginosa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk cairan pembersih A dan cairan pembersih B. (T. Wu Yvones., Zhu, Hua., Willcox, Mark., and Stapletn Fiona. 2011)
4.4 Komplikasi Acanthamoeba keratitis merupakan komplikasi berupa infeksi pada mata yang terjadi pada pengguna lensa kontak yang tidak menjaga higenitas lensa kontak serta tempat penyimpanan. Infeksi A.keratitis merupakan infeksi yang sulit untuk diterapi. Sumber infeksi ini berasal dari larutan lensa kontak, dimana tempat larutan tersebut telah terkontaminasi oleh acanthamoeba. Infeksi A. keratitis dapat menyebabkan perforasi dan endophalmitis. Acanthamoeba
keratitis
adalah
infeksi
yang
serius
dan
sangat
membahayakan kornea yang disebabkan oleh parasit dari genus Acanthamoeba. Jika tidak didiagnosis dini dan diobati secara agresif, kerusakan mata yang luas dapat terjadi. Saat ini diagnosis penyakit ini tidak mudah, pengobatan agresif yang melibatkan penggunaan tiga atau lebih obat dapat membawa penyakit di bawah kontrol, sering pasien harus dirawat selama berbulan-bulan, dan, dalam beberapa kasus, pengobatan intensif harus dilanjutkan selama lebih dari setahun (Panjwani, Noorjahan, 2011) Beberapa gejala yang ditimbulkan dari keratitis di antaranya, keluar air mata yang berlebihan dan rasa nyeri yang teramat sangat pada mata, fotofobia. Selain itu terjadi juga penurunan ketajaman penglihatan. Pada beberapa kasus juga ditemui radang pada kelopak mata yang menyebabkan mata menjadi merah dan bengkak serta sangat sensitif terhadap cahaya yang berlebih. Tetapi gejala yang paling ditakutkan adalah kaburnya pandangan. Diagnosis berupa lesi parasentral, hilangnya ketebalan, terangkatnya ujung dan penampilan yang tidak teratur pada kornea (Mezu Nnabue, Kelechi., 2009) Ketika mata mengalami keratitis, maka hentikan pemakaian lensa kontak, lakukan terapi pengobatan dengan tetes mata antimikroba malam hari dan lindungi kornea mata dari kekeringan dan lakukan monitoring (langsung ke dokter
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
22
mata) serta sebagai tambahan berikan topikal steroid atau NSAID jika diduga tidak ada infeksi pada mata (Mezu Nnabue, Kelechi., 2009). Hal
terpenting yang harus diperhatikan pada penggunaan cairan
pembersih ini adalah jangan menggunakan cairan pembersih yang sebelumnya telah digunakan. Sebaiknya menggunakan cairan pembersih baru untuk membersihkan ataupun merendam lensa kontak. Perhatikan juga
tanggal
kadaluarsa produk yang tertera pada wadah. Untuk menjaga keamanan dan kesterilan produk, bila perlu jangan mengunakan cairan pembersih tersebut setelah tiga bulan kemasan dibuka walaupun tanggal kadaluarsa masih lama.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Cairan pembersih lensa kontak merupakan cairan desinfektan yang pada umumnya berfungsi untuk mencuci, membersihkan, dan perendam lensa kontak. Cairan pembersih lensa kontak merupakan alat kesehatan non elektromedik yang termasuk dalam kriteria alat kesehatan kelas II, dengan kategori peralatan mata dan subkategori peralatan mata terapeutik
5.2.
Saran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan khususnya
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terus melakukan penelaahan ilmiah terhadap alat-alat kesehatan dan mendokumentasikannya ke dalam suatu sistem data untuk mempermudah melengkapinya dengan informasi dan penelitianpenelitian terbaru.
23
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
DAFTAR ACUAN
Academy of Vision Care. (2011). Contact Lens Maintenance: Lens Care Solutions and Compliance. Bausch & Lomb Incorpororated. Diunduh dari http://www.academyofvisioncare.com/files/documents/lens-carearticle.pdf. Pada 7 Februari 2013, 01:30 American Optometric Association. (2006). Care of the Contact Lens Patient. Diunduh dari www.aoa.org/documents/CPG-19.pdf pada 30 Januari 2013, 14:10. Bruce, J., Chris, C., and Bron, A. (2006). Oftalmologi. Edisi Kesembilan. Alih Bahasa dr. Asri Dwi Rachmawati. Jakarta: Erlangga Clamp, John. (2008). Contact Lenses. United States Patent Application Publication. US: Cambridge Contact Lens Spectrum. (2010). Contact Lens and Solution Summary. Diunduh dari www.clspectrum.com/class 5 Februari 2013,13:00 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Pedoman Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. FDA. (2012). Code of Federal Regulations Title 21, Volume 8. Diunduh dari http://www.accessdata.fda.gov/scripts/cdrh/cfdocs/cfCFR/CFRSearch.cfm ?fr=886.3600&SearchTerm=intraocular pada 30 Januari 2013, 10:45 FDA.(2012).
Types
of
Contact
Lens.
Dunduh
dari
http://www.fda.gov/MedicalDevices/ProductsandMedicalProcedures/Hom eHealthandConsumer/ConsumerProducts/ContactLenses/ucm062319.htm pada 6 Februari 2013,09:30 FDA.(2012).
Contact
Lens
Solutions
and
Products.
Diunduh
dari
http://www.fda.gov/MedicalDevices/ProductsandMedicalProcedures/Hom eHealthandConsumer/ConsumerProducts/ContactLenses/ucm062584.htm . Pada 6 Februari 2013, 19:30 Insert Packaging Boston® Conditioning Solution. (2012). Diunduh dari http://www.google.com/search?q=insert+packaging+boston&oe=UTF24
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
25
8&gfns=1&oq=insert+packaging+boston&gs_l=heirloom-serp.
Pada
7
Februari 2013, 02:15 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189 MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Produksi alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1190/MENKES/PER/VIII/2010
Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Mezu-Nnabue, Kelechi.(2009). Contact Lens Complication and Management. QEI Winter 2009 Newsletter. Panjwani, Noorjahan. (2011). Pathogenesis of Acanthamoeba Keratitis. National Library
of
Medicine.
Diunduh
dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3072032/ pada 14 Mei 2013, 20: 30 Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Schaeffer Jack and Beiting Jan. (2010). The Early History of Contact Lenses. Diunduh dari http://legacy.revoptom.com/contactlens/pdf/clp_3.pdf pada 14 Mei 2013, 16:13 Ventocilla, Marck. (2010). Contact Lens Complication. Medscape Reference. Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1196459-
overview#aw2aab6b6 pada 20 Maret 2013, 05:10.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013