UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER JAMBI
TESIS
OLEH Mashudi NPM. 0906594425
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2011
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER JAMBI TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan
OLEH Mashudi NPM. 0906594425
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2011
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
ii Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
iii Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, serta karunia-Nya laporan hasil tesis yang berjudul “Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR) Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi” ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Laporan tesis ini penulis susun berdasarkan beberapa literatur berupa kritisi terhadap tesis dan antitesis dari riset-riset terkait, beberapa teks book, dan materi lain yang penulis akses dari internet. Laporan tesis ini dapat penulis selesaikan atas bimbingan, arahan, dukungan, dan saran-saran dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1.
Krisna Yetti, SKp., M.App.Sc., selaku pembimbing I yang dengan tulus ikhlas dan penuh kesabaran meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan.
2.
Dr. Luknis Sabri, M.Kes., selaku pembimbing II yang dengan tulus ikhlas dan penuh kesabaran memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan.
3.
Direktur RSUD Raden Mattaher Jambi, Kepala Bidang Pendidikan dan Latihan beserta staf, kepala ruangan dan seluruh perawat pelaksana yang telah memberikan ijin, bantuan dan informasi dalam penelitian ini.
4.
Terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, isteri tercinta Restu Yulvikasari dan anak-anak (M. Zayyan dan M. Tsaqif) dengan segala pengorbanannya yang telah memberikan dukungan moril, do‟a dan cinta kasih yang tiada putus kepada peneliti.
5.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak Zaenal Arifin dan bapak Sukarmin selaku teman yang banyak membantu penulis dalam penyusunan dan penyelesaian tesis ini.
6.
Teman-teman mahasiswa angkatan 2009, khususnya Keperawatan Medikal Bedah yang telah berjuang dan saling memberikan dukungan untuk kelancaran proses pendidikan. iv
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
7.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga amal ibadah yang telah diberikan mendapatkan ridho Allah SWT. Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangannya, untuk itu penulis dengan lapang hati menerima masukan dan saran-saran yang konstruktif untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Depok, Juli 2011
Penulis
iv
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
v
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
PROGRAM PASCA SARJANA KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
Tesis, Juli 2011 Mashudi
Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR) Terhadap Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi xi + 77 halaman + 14 tabel + 5 skema + 6 grafik + 11 lampiran Abstrak PMR adalah suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui pemberian tegangan pada suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian untuk mendapatkan sensasi rileks. Tujuan penelitian ini adalah teridentifikasikannya pengaruh progressive muscle relaxation(PMR) terhadap penurunan kadar glukosa darah (KGD) pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2) di RSUD Raden Mattaher Jambi. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen dengan pre and post with control group, masing-masing kelompok terdiri dari 15 orang responden. Data dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh PMR secara signifikan dalam menurunkan KGD pasien DMT2 di RSUD Raden Mattaher Jambi. Sedangkan variabel umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita DMT2 tidak mempunyai hubungan dengan rata-rata penurunan kadar glukosa darah setelah intervensi. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat untuk menjadikan PMR sebagai salah satu intervensi keperawatan mandiri dan memasukkan PMR dalam protap penatalaksanaan pasien DMT2. Kata kunci : PMR, kadar glukosa darah, pasien DMT2 Daftar Pustaka : 65 (2000-2010)
vi
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
POST GRADUATE PROGRAM MEDICAL-SURGICAL NURSING FACULTY OF NURSING UNIVERSITY OF INDONESIA Thesis, July 2011 Mashudi Effect of Progressive Muscle Relaxation (PMR) in Decreasing Blood Glucose Levels of Type 2 Diabetes Mellitus Patients In Raden Mattaher District Hospital Jambi xi + 77 pages + 14 tables + 5 schemes + 6 graph + 11 appendices
Abstract PMR was procedure to muscle relaxation, through stretching and relaxing the muscles followed by focus attention to create relaxation effect. The aim of this study was to identivy the effect of progressive muscle relaxation to decrease blood glucose levels in patients with type 2 diabetes mellitus in Raden Mattaher Hospital Jambi. The study used quasi-experimental with pre and post control group, each group consisted of 15 respondents. Data was analyzed by univariate and bivariate test. The results showed that there was a significant effect of PMR in lowering blood glucose levels of DMT2 patients in Raden Mattaher Hospital Jambi. The variables of age, sex, comorbidities, and long-suffering DMT2 did not have a significant relationship with an average of blood glucose levels after providing intervention. The results could be an input for nurses to develop the PMR as an independent nursing intervention as a part of nurse management standard for DMT2 patients.
Key words: PMR, blood glucose levels, DMT2 patients References : 65 (2000-2010)
vii
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI Hal Halaman Judul Halaman Pernyataan Orisinalitas Halaman Pengesahan Kata Pengantar Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Skema Daftar Grafik Daftar Lampiran BAB 1
BAB 2
vi vii viii ix x xi xii
: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................... 1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 1.3 Tujuan ............................................................................ 1.4 Manfaat ..........................................................................
1 5 6 7
: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah ................................................................ 2.2 Diabetes Melitus Tipe 2 ................................................. 2.2.1 Definisi ............................................................. 2.2.2 Etiologi ............................................................. 2.2.3 Faktor risiko ..................................................... 2.2.4 Patofisiologi ..................................................... 2.2.5 Manifestasi Klinik ............................................ 2.2.6 Diagnosis .......................................................... 2.2.7 Penatalaksanaan ............................................... 2.2.8 Komplikasi .......................................................
8 9 9 9 9 11 13 13 13 17
2.3 2.4
2.5 2.6 BAB 3
i ii iii iv v
Stres Dan Diabetes Melitus ........................................... Progressive Muscle Relaxation 2.4.1 Definisi ............................................................. 2.4.2 Indikasi ............................................................. 2.4.3 Manfaat ............................................................ 2.4.4 Kontraindikasi .................................................. 2.4.4. Prosedur ........................................................... Peran Perawat ................................................................. Kerangka Teori ..............................................................
: KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep ........................................................... viii
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
19 22 22 23 23 24 27 28
30
Universitas Indonesia
3.2 3.3 BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
Hipotesis ......................................................................... 31 Definisi Operasional ....................................................... 32
: METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ............................................................ 4.2 Populasi Dan Sampel ..................................................... 4.2.1 Populasi ............................................................ 4.2.2 Sampel ............................................................. 4.3 Waktu Dan Tempat Penelitian 4.3.1 Waktu penelitian .............................................. 4.3.2 Tempat penelitian ............................................. 4.4 Etika Penelitian .............................................................. 4.4.1 Prinsip etik ....................................................... 4.4.2 Informed Consent ............................................. 4.5 Alat Dan Prosedur Pengumpulan Data 4.5.1 Alat pengumpul data ........................................ 4.5.2 Prosedur pengumpulan data ............................. 4.6 Pengolahan Dan Analisa Data 4.6.1 Pengolahan data ............................................... 4.6.2 Analisa data ......................................................
33 34 34 34 36 36 37 37 38 38 39 43 43
: HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis Univariat .......................................................... 5.2 Analisis Bivariat ............................................................
46 50
: PEMBAHASAN 6.1 Interpretasi dan diskusi hasil penelitian ......................... 6.2 Keterbatasan penelitian .................................................. 6.3 Implikasi dan tindak lanjut hasil penelitian ...................
66 74 74
: KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan .................................................................... 7.2 Saran ..............................................................................
76 76
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Hal 1. Tabel 2.1 Daftar konversi A1c dalam rata-rata glukosa darah
16
2. Tabel 3.1 Definisi Operasional
32
3. Tabel 4.1 Rencana jadwal penelitian dalam minggu
36
4. Tabel 4.2 Rencana uji kesetaraan variabel confounding
44
5. Tabel 4.3 Rencana analisis bivariat uji beda mean antara 2 kelompok data variabel dependen
44
6. Tabel 5.1 Hasil analisis umur responden di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
46
7. Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita DMT2 di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
47
8. Tabel 5.3 Hasil analisis kadar glukosa darah sebelum dan setelah dilakukan PMR di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
48
9. Tabel 5.4 Hasil analisis uji normalitas data KGD sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
51
10. Tabel 5.5 Hasil analisis uji homogenitas responden berdasarkan umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita DMT2 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
54
11. Tabel 5.6 Hasil analisis uji homogenitas data kadar glukosa darah pasien DMT2 sebelum PMR antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
55
12. Tabel 5.7 Hasil analisis perbedaan kadar glukosa darah pasien DMT2 sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
57
13. Tabel 5.8 Hasil analisis selisih rata-rata kadar glukosa darah pasien DMT2 setelah intervensi PMR antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
63
ix
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
14. Tabel 5.9 Hasil analisis umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita DMT2 dengan selisih kadar glukosa darah jam 06.00, 11.00, dan 16.00 di RSUD Raden Mattaher Jambi AprilMei 2011
ix
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
64
Universitas Indonesia
DAFTAR SKEMA Hal 1.
Skema 2.1 Kelainan dasar DM Tipe 2
12
2.
Skema 2.2 Etiologi terjadinya DM Tipe 2
12
3.
Skema 2.3 Kerangka teori penelitian
29
4.
Skema 3.1 Kerangka konsep penelitian
31
5.
Skema 4.1 Desain penelitian
33
x
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR GRAFIK Hal 1. Grafik 5.1A Perubahan KGD Jam 06.00 masing-masing responden sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
60
2. Grafik 5.1B Perubahan KGD Jam 06.00 masing-masing responden sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok kontrol di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
60
3. Grafik 5.2A Perubahan KGD Jam 11.00 masing-masing responden sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
61
4. Grafik 5.2B Perubahan KGD Jam 11.00 masing-masing responden sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok kontrol di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
61
5. Grafik 5.3A Perubahan KGD Jam 16.00 masing-masing responden sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
62
6. Grafik 5.3B Perubahan KGD Jam 16.00 masing-masing responden sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok kontrol di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
62
xi
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Penjelsasn penelitian
Lampiran 2
: Lembar persetujuan
Lampiran 3
: Data karakteristik responden
Lampiran 4
: Lembar observasi pelaksanaan PMR dan hasil pengukuran KGD
Lampiran 5
: Prosedur tetap pelaksanaan pengukuran KGD
Lampiran 6
: Langkah-langkah Progressive Muscle Relaxation
Lampiran 7
: Petunjuk pelaksanaan penelitian
Lampiran 8
: Keterangan lolos kaji etik
Lampiran 9
: Surat permohonan ijin penelitian
Lampiran 10
: Surat keterangan telah melaksanakan penelitian
Lampitan 11
: Daftar riwayat hidup
xii
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang paling sederhana yang diabsorpsi ke dalam cairan darah melalui sistem pencernaan. Konsentrasi glukosa darah sangat penting dipertahankan pada kadar yang cukup tinggi dan stabil sekitar 70-120 mg/dl untuk mempertahankan fungsi otak dan suplai jaringan secara optimal. Kadar glukosa darah juga perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu tinggi (hiperglikemia) mengingat glukosa juga berpengaruh terhadap tekanan osmotik cairan ekstra seluler (Robbin, et al, 2007; Ignatavicius & Walkman, 2006). Hiperglikemia adalah kondisi dimana kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl atau glukosa darah 2 jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl (Soegondo, 2009). Hiperglikemia terjadi karena adanya gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin) dan rendahnya respon tubuh terhadap insulin (resistensi insulin) (Manaf dalam Sudoyo, et al, 2006). Hiperglikemia dapat menyebabkan dehidrasi seluler, keluarnya glukosa dalam urin yang menyebabkan diuresis osmotik oleh ginjal. Kondisi ini menyebabkan manifestasi poliuri (pengeluaran urin secara berlebihan), polidipsi (minum berlebihan), dan polifagi yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme glukosa oleh tubuh yang menyebabkan penurunan berat badan dan kecendrungan makan secara berlebihan. Manifestasi ini merupakan gejala khas diabetes melitus (Soegondo, 2009). Diabetes
Melitus
(DM)
adalah
kelompok
penyakit
metabolik
yang
dikarakteristikkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin, atau kombinasi keduanya (Robbins, et al, 2007; Smeltzer & Bare, 2008; American Diabetes Association (ADA), 2010). DM mempunyai dua tipe utama, yaitu DM tipe 1 (DMT1) tergantung insulin (Insulin Dependent Diabates Mellitus/ IDDM), dan DM tipe 2 (DMT2) tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus/ NIDDM) (Ignatavicius & Walkman, 2006; Gustaviani dalam Sudoyo, et al, 2006). 1
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
2 Kurang lebih 5-10% pasien diabetes menderita DMT1, selebihnya sekitar 90-95% pasien diabetes menderita DMT2 (Smeltzer & Bare, 2002). Di Indonesia pasien DMT2 meliputi 90% dari semua populasi diabetes (Suyono dalam Soegondo, et al, 2009). DMT2 ini dikarakteristikkan oleh adanya hiperglikemia, resistensi insulin, dan adanya penglepasan glukosa hati yang berlebihan (Ilyas, 2009). Jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah karena perubahan gaya hidup (Suyono dalam Soegondo, et al, 2009). Diabetes melitus menjadi masalah kesehatan yang serius, baik di negara maju maupun di negara berkembang seperti di Indonesia karena insidensinya yang terus meningkat (Suyono dalam Soegondo, 2009). Hal ini dapat dilihat dari angka prevalensi yang dirilis oleh International Diabetes Federation (IDF) tahun 2006 (Suyono, 2009). Angka prevalensi Amerika Serikat 8,3%, dan Cina 3,9%. Angka prevalensi Indonesia menurut penelitian Litbang Depkes 2008 adalah 5,7%, meningkat 1,1% dari 4,6% tahun 2000 (Suyono dalam Soegondo, 2009). Badan kesehatan dunia (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes di atas 20 tahun berjumlah 150 juta orang, dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian pada tahun 2025 jumlah itu akan meningkat menjadi 300 juta orang (Suyono dalam Sudoyo, et al, 2006). Di Indonesia, menurut perkiraan IDF pada tahun 2000 terdapat penduduk di atas 20 tahun sebesar 125 juta, dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 penderita DM berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun, dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta penderita diabetes (Diabetes Atlas 2000 dalam Suyono, 2009). DMT2 sering tidak menunjukkan gejala yang khas pada awalnya, sehingga diagnosis baru ditegakkan ketika pasien berobat untuk keluhan panyakit lain yang sebenarnya merupakan komplikasi dari diabetes tersebut (Soegondo dalam Soegondo, et al, 2009). Lebih lanjut Soegondo (2009) mengatakan secara epidemiologis DMT2 sering kali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
3 terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Komplikasi kronik pada pasien DMT2 seperti retinopati diabetik, nefropati diabetik, dan neuropati diabetik ini yang mengindikasikan pasien harus menjalani perawatan di rumah sakit untuk pengelolalan kadar glukosa darah dan keluhankeluhan lain yang ditimbulkan oleh penyakit yang menyertainya. Kondisi seperti ini sering kali membuat pasien stres dan mengalami kecemasan yang hebat (Price & Wilson, 2006; Smeltzer & Bare, 2008). Stres yang menetap menimbulkan respon stres berupa aktivasi sistem saraf simpatis dan peningkatan kortisol. Kortisol ini akan meningkatkan konversi asam amino,
laktat,
dan
piruvat
di
hati
menjadi
glukosa
melalui
proses
glukoneogenesis, dengan demikian stres akan meningkatkan kadar glukosa darah. Di lain pihak peristiwa kehidupan yang penuh stres telah dikaitkan dengan perawatan diri yang buruk pada penderita diabetes seperti pola makan, latihan, dan penggunaan obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2008). Mengingat mekanisme dasar kelainan DMT2 adalah terdapatnya faktor genetik, resistensi insulin, dan insufisiensi sel β pankreas, maka cara-cara untuk memperbaiki kelainan dasar tersebut harus tercermin pada langkah pengelolaan. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pengelolaan DMT2 adalah pengelolaan nonfarmakologis berupa perencanaan makan dan latihan jasmani. Apabila dengan cara ini sasaran pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, maka dapat dilanjutkan dengan pengelolaan farmakologis dengan penggunaan obat berkhasiat hipoglikemia (Waspadji, 2009). Lebih lanjut Waspadji mengatakan, pada keadaan kegawatan tertentu (ketosidosis, DM dengan infeksi dan stres), pengelolaan farmakologis dapat langsung diberikan dan pasien memerlukan perawatan di rumah sakit. Pedoman pengelolaan DM sudah ada dan disepakati oleh para ahli diabetes di Indonesia yang dituangkan dalam suatu konsensus pengelolaan DMT2 di Indonesia yang mulai disebarluaskan sejak tahun 1994 dan beberapa kali mengalami revisi, yang terakhir pada tahun 2006 (Soegondo, 2006). Berdasarkan Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
4 konsensus tersebut disepakati ada 5 pilar utama pengelolaan DM, yaitu perencanaan makan (diit), latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik, edukasi, dan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (home monitoring) (Subekti, 2009; Batubara, 2009). Selama kurun waktu dua dekade terakhir ini asuhan keperawatan pasien DMT2 dilakukan dalam konteks kolaborasi farmakologi (Smeltzer & Bare, 2008), padahal perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan secara mandiri dalam konteks nonfarmakologi (Dochterman & Bulechek, 2004). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis diantaranya latihan relaksasi merupakan intervensi yang dapat dilakukan pada pasien DM (Smeltzer & Bare, 2008). Relaksasi merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dalam terapi komplementer dan alternatif (Complementary and Alternative Therapy (CAM) (Moyad & Hawks, 2009). Terapi komplementer adalah pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi konvensional/ medis. Pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan terapi medis (Moyad & Hawks, 2009). Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatetis dan parasimpatetis. Terapi relaksasi ini ada bermacam-macam, salah satunya adalah relaksasi otot progresif (Progressive Muscle Realaxation (PMR)). Relaksasi ini sering dilakukan karena terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan. Yildirim & Fadiloglu, (2006) dari hasil penelitiannya
menyebutkan
bahwa
PMR
menurunkan
kecemasan
dan
meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani dialisis. Penelitian yang dilakukan oleh Sheu, et al (2003) memperlihatkan bahwa PMR menurunkan ratarata tekanan darah sistolik sebesar 5,4 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik sebesar 3,48 mmHg pada pasien hipertensi di Taiwan. Di Indonesia penelitian tentang relaksasi ini juga sudah banyak dilakukan. Maryani (2008), mengukur efektivitas PMR untuk mengurangi kecemasan yang berimplikasi pada penurunan mual dan muntah pada pasien yang menjalani Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
5 kemoterapi. Istiarini, (2009) menilai pengaruh terapi refleksologi terhadap kadar glukosa darah pada pasien diabetes di Yogyakarta. Setyawati, (2010) mengukur pengaruh relaksasi otogenik terhadap penurunan glukosa darah dan tekanan darah pada pasien DMT2 dengan hipertensi. Selanjutnya relaksasi otot progresif efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi primer di Kota Malang (Hamarno, 2010). Penelitian tentang pengaruh PMR terhadap penurunan kadar glukosa darah pada DMT2 belum ada. Penelitian tentang latihan PMR terhadap penurunan glukosa darah masih terbatas pada diabetes anak-anak (diabetes tipe 1), yaitu pengaruh terapi masase dan progressive muscle relaxation terhadap hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) pada diabetes anak-anak di Iran (Ghazavi, et al, 2007). Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi. RSUD Raden Mattaher adalah rumah sakit umum unit swadana tipe B non pendidikan yang menjadi rumah sakit rujukan dari 10 kabupaten/ kota di provinsi Jambi. Rumah sakit ini memiliki
306 tempat tidur dengan Bed
Occupation Rate (BOR) 80,32 %, Bed Turn Over (BTO) 59,11 kali, Lenght Of Stay (LOS) 4,03 hari dan Turn Over interval (TOI) 1,21 hari (Profil RSD Raden Mattaher Jambi, 2006). Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan, diperoleh data sebanyak 412 pasien DMT2 yang menjalani rawat inap di RSUD Raden Mattaher
Jambi selama tahun 2010 (Medical Record, 2010). Dari
keterangan perawat yang bekerja di ruang penyakit dalam RSUD Raden Mattaher Jambi belum ada intervensi PMR oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. 1.2 Rumusan Masalah Diabetes melitus menjadi masalah kesehatan yang serius, baik di negara maju maupun di negara berkembang karena insidensinya yang terus meningkat (Suyono dalam Soegondo, 2009). Penyakit ini sering diderita oleh orang dewasa, yang berkaitan dengan gaya hidupnya (life style). Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang dapat menyebabkan komplikasi pada berbagai sistem tubuh, dan hanya dapat dikontrol kadar glukosa darahnya, tetapi tidak dapat disembuhkan. Hal ini membuat pasien stres dan berakibat buruk terhadap kesehatannya karena Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
6 menambah tinggi kadar glukosa darahnya. Oleh karena itu, selain diberikan terapi standar diabetes, pasien juga perlu mendapatkan terapi komplementer berupa latihan relaksasi untuk mengatasi stresnya. Berbagai studi yang berbasis terapi relaksasi telah dilakukan untuk mengatasi stres dan kecemasan serta kadar glukosa darah, tetapi penelitian tentang pengaruh PMR terhadap penurunan glukosa darah pada pasien DMT2 belum ada. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah: Belum diketahuinya pengaruh Progressive Muscle Relaxation terhadap kadar glukosa darah (KGD) pada pasien DMT2. 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah teridentifikasikannya pengaruh progressive muscle relaxation terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2. 1.3.2 Tujuan Khusus a.
Teridentifikasikannya karakteristik pasien DMT2 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
b.
Teridentifikasikannya KGD pasien DMT2 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dilakukan PMR.
c.
Teridentifikasikannya KGD pasien DMT2 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan PMR.
d.
Teridentifikasikannya perbedaan KGD pasien DMT2 sebelum dan setelah dilakukan PMR pada kelompok intervensi.
e.
Teridentifikasikannya perbedaan KGD pasien DMT2 sebelum dan setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol.
f.
Teridentifikasikannya perbedaan KGD pasien DMT2 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan PMR.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
7 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Untuk pelayanan keperawatan dan masyarakat a.
Memberi masukan bagi pihak pelayanan kesehatan untuk menggunakan latihan PMR sebagai
salah satu terapi
komplementer dalam
menurunkan kadar glukosa darah pasien diabetes melitus. b.
Memasyarakatkan latihan PMR sebagai terapi komplementer dalam menurunkan kadar glukosa pasien diabetes melitus kronik.
1.4.2 Untuk perkembangan ilmu keperawatan a.
Memperkuat dukungan teoritis penggunaan PMR dalam menurunkan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus.
b.
Mengembangkan kajian penggunaan PMR sebagai terapi komplementer untuk menurunkan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab 2 ini diuraikan konsep teori yang mendukung penelitian meliputi glukosa darah, diabetes melitus tipe 2, stres dan diabetes melitus, progressive muscle relaxation (PMR), dan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien DMT2. 2.1 Glukosa darah Glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang paling sederhana yang diabsorpsi ke dalam cairan darah melalui sistem pencernaan. Kadar glukosa darah ini akan meningkat setelah makan dan biasanya akan turun pada level terendah pada pagi hari sebelum orang makan. Kadar glukosa darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh (Price & Wilson, 2006; Smeltzer, 2008). Kadar glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas. Bila konsentrasi glukosa menurun karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di hati. Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah, hingga meningkatkan kadar gula darah (Ignatavicius & Walkman, 2006). Konsentrasi glukosa darah sangat penting dipertahankan pada kadar yang cukup tinggi dan stabil sekitar 70-120 mg/dl untuk mempertahankan fungsi otak dan suplai jaringan secara optimal. Kadar glukosa darah juga perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu tinggi (hiperglikemia) mengingat glukosa juga berpengaruh terhadap tekanan osmotik cairan ekstra seluler (Robbins, 2007; Ignatavicius & Walkman, 2006; Waspadji, 2009). Hiperglikemia adalah kondisi dimana kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl dan kadar glukosa darah 2 jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl (Soegondo, 2009). Hiperglikemia terjadi karena adanya gangguan sekresi insulin 8
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
9 (defisiensi insulin) dan rendahnya respon tubuh terhadap insulin atau resistensi insulin (Manaf, 2006; Smeltzer & Bare, 2008). Hiperglikemia dapat menyebabkan dehidrasi seluler akibat keluarnya glukosa dalam urin yang menyebabkan diuresis osmotik oleh ginjal. Kondisi ini menyebabkan manifestasi poliuri (pengeluaran urin secara berlebihan), polidipsi (minum berlebihan), dan polifagi yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme glukosa oleh tubuh yang menyebabkan penurunan berat badan dan kecendrungan makan secara berlebihan. Manifestasi ini merupakan gejala khas diabetes melitus (Soegondo, 2009). 2.2 Diabetes Melitus Tipe 2 2.2.1 Definisi Diabetes melitus adalah kelompok penyakit metabolik yang dikarakteristikkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin, atau kombinasi keduanya (Smeltzer & Bare, 2008; Robbins, 2007; Gustaviani, 2006; American Diabetes Association (ADA), 2010). Diabetes melitus tipe 2 dikarakteristikkan oleh adanya hiperglikemia, resistensi insulin, dan adanya penglepasan glukosa hati yang berlebihan (Ilyas, 2009). 2.2.2 Etiologi DMT2 dapat disebabkan oleh faktor genetik, resistensi insulin, dan faktor lingkungan. Selain itu ada faktor-faktor yang mencetuskan diabetes diantarannya obesitas, kurang gerak/ olahraga, makanan berlebihan, dan penyakit hormonal yang kerjanya berlawanan dengan insulin (Suyono & Subekti, 2009). 2.2.3 Faktor Risiko Diabates Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah dan terjadinya DMT2, diantaranya adalah usia, jenis kelamin, dan penyakit penyerta (Dunning, 2003). a. Usia Golberg dan Coon dalam Rochmah (2006) menyatakan bahwa umur sangat erat kaitannya dengan kenaikan kadar glukosa darah, sehingga semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. DMT2 biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
10 sering terjadi setelah usia 40 tahun serta akan terus meningkat pada usia lanjut. Sekitar 6% individu berusia 45-64 tahun, dan 11% individu berusia di atas 65 tahun (Ignatavicius & Walkman, 2006). Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50-92% (Medicastore, 2007; Rochmah dalam Sudoyo, 2006). Proses menua yang berlangsung setelah umur 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel berlanjut ke tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel β pankreas penghasil insulin, sel-sel jaringan target yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa darah. WHO menyebutkan bahwa setelah usia 30 tahun, maka kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg/dl/tahun pada saat puasa dan naik 5,6-13 mg/dl/tahun pada 2 jam setelah makan (Rochmah dalam Sudoyo, 2006). b. Jenis kelamin Meskipun belum diketahui secara pasti pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian DMT2 dan peningkatan kadar glukosa darah, namun beberapa penelitian memasukkan jenis kelamin ke dalam karakteristik pasien DMT2, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Santono, Lian, dan Yudi, (2006) tentang gambaran pola penyakit diabetes di bagian rawat inap RSUD Koja Jakarta tahun 2000-2004. Menurut hasil penelitian tersebut dilaporkan bahwa perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, kadar glukosa darah saat masuk rata-rata 201- 500 mg/dl, dan komplikasi terbanyak adalah infeksi saluran kemih (Cermin dunia kedokteran No. 150). c. Penyakit penyerta Separuh dari keseluruhan pasien DM yang berusia 50 tahun ke atas dirawat di rumah sakit setiap tahunnya, dan komplikasi DM menyebabkan peningkatan angka rawat inap bagi pasien DMT2 (Smeltzer & Bare, 2002). Penyandang DM mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, 5 kali lebih mudah Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
11 menderita ulkus/ gangren, 7 kali lebih mudah mengidap gagal ginjal terminal, dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan retina dari pada pasien non DM (Waspdji, 2009). Kalau sudah terjadi penyulit, usaha untuk menyembuhkan melalui pengontrolan kadar glukosa darah dan pengobatan penyakit tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang sudah terjadi umumnya akan menetap (Waspadji, 2009). d. Lama menderita DM DM merupakan penyakit metabolik yang tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu kontrol terhadap kadar glukosa darah sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi baik komplikasi akut maupun kronis. Lamanya pasien menderita DM dikaitkan dengan komplikasi kronik yang menyertainya. Hal ini didasarkan pada hipotesis metabolik, yaitu terjadinya komplikasi kronik DM adalah sebagai akibat kelainan metabolik yang ditemui pada pasien DM (Waspdji, 2009). Semakin lama pasien menderita DM dengan kondisi hiperglikemia, maka semakin tinggi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi kronik. Atas dasar hipotesis ini Kelly West lebih setuju menganggap kelainan vaskuler sebagai manifestasi patologis DM dari pada sebagai penyulit, karena eratnya hubungan dengan kadar glukosa darah yang abnormal, sedangkan untuk mudahnya terjadi infeksi seperti tuberkulosis atau gangren diabetik lebih sebagai komplikasi (Waspadji, 2009). 2.2.4 Patofisiologi Pankreas atau kelenjar ludah perut adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak dibelakang lambung. Didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau dalam peta, sehingga disebut pulau-pulau Langerhans pankreas. Pulaupulau ini berisi sel alpa yang menghasilkan hormon glukagon dan sel beta yang menghasilkan insulin. Kedua hormon ini bekerja berlawanan, glukagon meningkatkan glukosa darah sedangkan insulin bekerja menurunkan kadar glukosa darah (Price & Wilson, 2006; Subekti & Suyono , 2009). Insulin yang dihasilkan oleh sel β pankreas dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, kemudian di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Jika insulin tidak ada atau Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
12 jumlahnya sedikit, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga kadarnya di dalam darah meningkat (hiperglikemia). Pada DMT2 jumlah insulin berkurang atau dapat normal (defisiensi relatif), tetapi jumlah reseptor insulin di permukaan sel berkurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Meskipun anak kuncinya (insulin) cukup banyak, namun karena jumlah lubang kuncinya (reseptor) berkurang, maka jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel berkurang juga (resistensi insulin). Sementara produksi glukosa oleh hati terus meningkat, kondisi ini menyebabkan kadar glukosa darah meningkat (Subekti & Suyono, 2009). Resistensi insulin pada awalnya belum menyebabkan DM secara klinis, sel β pankreas masih bisa melakukan kompensasi. Insulin disekresikan secara berlebihan sehingga terjadi hiperinsulinemia dengan tujuan normalisasi kadar glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang terus menerus menyebabkan kelelahan sel β pankreas (exhaustion), kondisi ini disebut dekompensasi dimana produksi insulin menurun secara absolut. Resistensi dan penurunan produksi insulin menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah. Kondisi ini memenuhi kriteria diagnostik DM (Manaf, 2006; Waspadji, 2009). Secara skematis dapat dijelaskan pada skema 2.1 dan 2.2 di bawah ini :
Skema 2.1 Kelainan Dasar DMT2 Defek reseptor & post reseptor Hati Produksi Glukosa Meningkat
Glukosa
Sel Sel
Pankreas Sekresi berkurang
Sumber : Waspadji dalam Soegondo, (2009).
Dari skema ini dapat diketahui adanya tiga kelainan yang mendasari terjadinya DMT2, yaitu resistensi insulin, peningkatan produksi glukosa di hati, dan sekresi insulin yang berkurang. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
13 Skema 2.2 Etiologi terjadinya DM tipe 2 Genetik Resistensi insulin Didapat
Hiperinsulinemia Resistensi insulin Terkompensasi (Normal/ TGT) Genetik
Didapat Toksisitas glukosa Asam lemak, dll
Kelelahan sel β
DM Tipe 2 Resistensi insulin Produksi glukosa hati Sekresi insulin kurang Sumber : Waspadji dalam Soegondo, et al, (2009)
2.2.5 Manifestasi klinik Manifestasi klinik DMT2 berhubungan dengan defisiensi relatif insulin. Akibat defisiensi insulin ini pasien tidak dapat mempertahankan kadar glukosa darah normal. Apabila hiperglikemia melebihi ambang ginjal (± 180 mg/dl), maka timbul tanda dan gejala glukosuria yang akan menyebabkan diuresis osmotik. Akibat diuresis osmotik akan meningkatkan pengeluaran urin (poliuri), timbul rasa haus yang menyebabkan banyak minum (polidipsi). Pasien juga banyak makan (polifagi) akibat katabolisme yang dicetuskan oleh defisiensi insulin dan pemecahan protein serta lemak. Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif, akibatnya berat badan menurun. Pasien juga mengalami gejala lain seperti keletihan, kelemahan, tiba-tiba terjadi perubahan pandangan, kebas pada tangan atau kaki, kulit kering, luka yang sulit sembuh, dan sering muncul infeksi (Price & Wilson, 2006; Smeltzer & Bare, 2008; Soegondo, 2009). 2.2.6 Diagnosis Diagnosis klinis DMT2 umumnya ditegakkan apabila ditemukan keluhan klinis berupa poliuria, polifagia, polidipsia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
14 lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita (Soegondo, 2009). Apabila ada keluhan khas dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan yang khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemeriksaan untuk memastikan lebih lanjut dengan mendapatkan satu kali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain (Soegondo, 2009). 2.2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan standar DMT2 mencakup pengaturan makanan, latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemia (OHO dan insulin), edukasi/ penyuluhan, dan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (home monitoring) (Waspdji, 2009; Subekti, 2009; Batubara, 2009). Penatalaksanaan non farmakologis merupakan langkah pertama dalam pengelolaan DMT2. Apabila dengan penatalaksanaan non farmakologis ini sasaran pengendalian glukosa darah belum tercapai, dapat dilanjutkan dengan terapi farmakologis atau penggunaan obat (Waspdji, 2009; Subekti, 2009; Batubara, 2009). Pengelolaan DM sesuai lima pilar utama pengelolaan DM dijabarkan sebagai berikut : a. Perencanaan makan Tujuan perencanaan makan pada pasien DMT2 adalah untuk mengendalikan glukosa, lipid, dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diit hipokalori pada pasien gemuk akan memperbaiki kadar hiperglikemia jangka pendek dan berpotensi meningkatkan kontrol metabolik jangka panjang. Sukardji (2009) mengatakan bahwa penurunan berat badan ringan dan sedang (5-10 kg) dapat meningkatkan kontrol diabetes. Penurunan berat badan dapat dicapai dengan penurunan asupan energi yang moderat dan peningkatan pengeluaran energi (Sukardji, 2009).
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
15 Kebutuhan energi pasien diabetes tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, kegiatan fisik, keadaan penyakit dan pengobatannya. Energi yang dibutuhkan dinyatakan dalam satuan kalori. Komposisi makanan yang dianjurkan adalah 10-20% protein, 20-25% lemak, dan 45-65% karbohidrat (Sukardji, 2009). b. Latihan jasmani Masalah utama pada pasien DMT2 adalah kurangnya respon reseptor insulin terhadap insulin, sehingga insulin tidak dapat membawa masuk glukosa ke dalam sel-sel tubuh kecuali otak. Dengan latihan jasmani secara teratur, kontraksi otot meningkat yang menyebabkan permeabilitas membran sel terhadap glukosa juga meningkat. Akibatnya resistensi berkurang dan sensitivitas insulin meningkat yang pada akhirnya akan menurunkan kadar glukosa darah (Ilyas, 2009). Kegiatan fisik dan latihan jasmani sangat berguna bagi pasien diabetes karena dapat
meningkatkan
kebugaran,
mencegah
kelebihan
berat
badan,
meningkatkan fungsi jantung, paru, dan otot, serta memperlambat proses penuaan (Sukardji & Ilyas, 2009). Latihan jasmani merupakan salah satu pilar penatalaksanaan diabetes, sehingga latihan jasmani perlu dibudayakan. Latihan jasmani yang dianjurkan untuk pasien diabetes adalah jenis aerobik seperti jalan kaki, lari, naik tangga, sepeda, sepeda statis, jogging, berenang, senam aerobik, dan menari. Pasien diabetes dianjurkan melakukan latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama 30 menit (Sukardji & Ilyas, 2009). c. Obat berkhasiat hipoglikemia Sarana pengelolaan farmakologis diabetes dapat berupa: 1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yang terdiri dari; pemicu sekresi insulin (seperti sulfonilurea dan glinid), penambah sensitivitas terhadap insulin (seperti biguanid, tiazolidindion), penghambat glukosidase alfa, dan incretin mimetic, penghambat DPP-4 (Waspadji, 2009).
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
16 2) Insulin Saat ini dalam penanganan diabetes tipe 2 terdapat beberapa cara pendekatan. Salah satu pendekatan terkini yang dianjurkan di Eropa dan Amerika Serikat adalah dengan memakai nilai A1c (HbA1c) sebagai dasar penentuan awal sikap atau cara memperbaiki pengendalian diabetes (Soegondo, 2009). Untuk daerah yang pemeriksaan A1c masih sulit dilaksanakan dapat digunakan daftar konversi A1c dengan rata-rata kadar glukosa darah (seperti pada tabel 2.1). Meskipun demikian semua pendekatan pengobatan tetap menggunakan perencanaan makan (diet) sebagai pengobatan utama, dan apabila hal ini bersama dengan latihan jasmani ternyata gagal mencapai target yang ditentukan, maka diperlukan penambahan obat hipoglikemik oral atau insulin (Soegondo, 2009). Pada pasien DM tipe 2 awalnya diberikan obat hipoglimeik oral, namun karena pasien tidak melakukan kontrol glukosa darah secara teratur maka pasien akhirnya memerlukan insulin untuk kontrol glukosa darahnya (Tarigan, 2009). Tabel 2.1 Daftar Konversi A1c Dalam Rata-rata Glukosa Darah A1c (%) 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5 10 10,5 11 11,5 12
Estimasi rata-rata kadar glukosa darah (mg/dl) 97 111 126 140 154 169 183 197 212 226 240 255 269 283 298
Sumber : Soegondo dalam Soegondo, et al. 2009
d. Penyuluhan Salah satu penyebab kegagalan dalam pencapaian tujuan pengobatan diabetes adalah ketidakpatuhan pasien terhadap program pengobatan yang telah ditentukan. Penelitian terhadap pasien diabetes, didapatkan 80% menyuntikkan Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
17 insulin dengan cara yang tidak tepat, 58% memakai dosis yang salah, dan 75% tidak mengikuti diet yang dianjurkan (Basuki, 2009). Untuk mengatasi ketidakpatuhan tersebut, penyuluhan terhadap pasien dan keluarganya mutlak diperlukan. Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup. Pengobatan dengan obat-obatan memang penting, tetapi tidak cukup. Pengobatan diabetes memerlukan keseimbangan antara berbagai kegiatan yang merupakan bagian integral dari kegiatan rutin sehari-hari seperti makan, tidur, bekerja, dan lain-lain. Pengaturan jumlah dan jenis makanan serta olah raga merupakan pengobatan yang tidak dapat ditinggalkan,
walaupun
ternyata
banyak
diabaikan
oleh
pasien
dan
keluarganya. Keberhasilan pengobatan tergantung pada kerjasama antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Pasien yang mempunyai pengetahuan cukup tentang diabetes, selanjutnya mau mengubah perilakunya akan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga ia dapat hidup lebih berkualitas (Basuki, 2009). e. Pemantauan Kadar Glukosa Sendiri (PKGS) DMT2 merupakan penykit kronik dan memerlukan pengobatan jangka panjang, sehingga pasien dan keluarganya harus dapat melakukan pemantauan sendiri kadar glukosa darahnya di rumah. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk PKGS adalah dengan pemantuan reduksi urin, pemantauan glukosa darah, dan pemantauan komplikasi serta cara mengatasinya (Soewondo, 2009). PKGS kini telah dilakukan secara luas oleh sekitar 40% pasien DMT1 dan 26% pasien DMT2 di Amerika. ADA mengindikasikan PKGS pada kondisi-kondisi berikut : 1) Mencapai dan memelihara kendali glikemik : PKGS memberikan informasi kepada dokter dan perawat mengenai kendali glikemik dari hari ke hari agar dapat memberi nasehat yang tepat, 2) Mencegah dan mendeteksi hipoglikemia, 3) Mencegah hiperglikemia berat, 4) menyesuaikan dengan perubahan gaya hidup terutama berkaitan dengan masa sakit, latihan jasmani, atau aktivitas lainnya seperti mengemudi, dan 5) Menentukan kebutuhan untuk memulai terapi insulin pada pasien DM gestasional (Soewondo, 2009). Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
18 Pemantauan dengan menggunakan A1c merupakan parameter tingkat pengendalian kadar glukosa darah. Kelebihan pemeriksaan A1c adalah mampu menunjukkan kadar rata-rata gula darah selama 8-12 minggu terakhir. Pemeriksaan
A1c
mempunyai
korelasi
dengan
komplikasi
diabetes.
Pengendalian dikatakan baik jika kadar HbA1c kurang dari 7%, acceptable jika kadar HbA1c antara 7,6% - 9% (Batubara, 2009). 2.2.8 Komplikasi Menurut Price & Wilson (2006), komplikasi penyakit DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu komplikasi yang terjadi secara akut (komplikasi metabolik akut) dan komplikasi yang terjadi secara kronis (komplikasi vaskuler jangka panjang). 2.2.8.1 Komplikasi akut Komplikasi akut DM terjadi akibat perubahan yang relatif akut pada konsentrasi glukosa plasma, yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia. a.
Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma disertai kejang (Boedisantoso, 2009). Hipoglikemia ditegakkan apabila kadar glukosa darah plasma ≤ 63 mg/dl (3,5 mmol/L). Berbagai studi fisilogis menunjukkan bahwa gangguan fungsi otak sudah terjadi pada kadar glukosa darah 55 mg/dl (3 mmol/L), lebih lanjut diketahui bahwa kadar glukosa darah 55 mg/dl yang berulang kali dapat merusak proteksi endogen terhadap hipoglikemia yang lebih berat (Soemadji, 2006). Hipoglikemia terjadi akibat peningkatan kadar insulin baik sesudah penyuntikan subkutan atau karena obat yang meningkatkan sekresi insulin seperti
sulfonilurea
(Soemadji,
2006).
Penyebab
lain
yang
dapat
menimbulkan hipoglikemia adalah makan kurang dari aturan yang ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan, sembuh dari sakit, dan pemberian insulin yang tidak tepat (Boedisantoso, 2009).
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
19 b.
Hiperglikemia Melalui anamnesis penyebab hiperglikemia dapat diketahui, diantaranya karena adanya
masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral
maupun insulin yang didahului oleh stres akut. Pasien menderita hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma menyebabkan ketosis dengan tanda khas penurunan kesadaran disertai dehidrasi berat (Price & Wilson, 2002; Smeltzer, 2008; Boedisantoso, 2009). Hiperglikemia hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis disebut sindrom hiperglikemia hiperosmolar non ketotik (HHNK). Gejala klinis utamanya adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat, dan sering disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis (Soewondo, 2006). 2.2.8.2 Komplikasi kronis Komplikasi jangka panjang DM meliputi mikroangiopati dan makroangiopati. Adanya pertumbuhan dan kematian sel merupakan dasar terjadinya komplikasi vaskuler terutama pada endotel pembuluh darah, serat otot polos pembuluh darah yang menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kesintesisan sel (Waspadji, 2009). a.
Mikroangiopati Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang kapiler dan arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot dan kulit.
b.
Makroangiopati Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis yang disebabkan karena penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler (Waspadji, 2009). Apabila mengenai
arteri perifer dapat
mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer disertai klaudikasio intermitten dan gangguan pada ekstremitas seperti luka yang sulit disembuhkan
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
20 (gangren). Bila mengenai arteri koronaria dan aorta menyebabkan angina dan infark miokard (ADA, 2010; Price & Wilson, 2006; Smeltzer, 2008). 2.3 Stress dan Diabetes Melitus Stres adalah reaksi non spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan (stressor). Stres merupakan suatu reaksi adaptif, bersifat sangat individual, sehingga suatu stres bagi seseorang belum tentu sama tanggapannya bagi orang lain (Hartono, 2007). Stres diartikan sebagai suatu kondisi dimana kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan (Taylor dalam Gunawan, 2007). Lebih lanjut, Taylor mendeskripsikan stres sebagai pengalaman emosional negatif disertai perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang bertujuan untuk mengubah atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stres (Gunawan & Sumadiono, 2007). Stresor dibedakan atas 3 golongan yaitu, 1) stresor fisik atau biologik seperti dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, dan pukulan. 2) stresor psikologis seperti takut, khawatir, cemas, dan marah, dan 3) stresor sosial budaya seperti menganggur, perceraian, dan perselisihan (Gunawan & Sumadiono, 2007). Stres fisiologis seperti infeksi dan pembedahan mempermudah terjadinya hiperglikemia dan dapat mencetuskan terjadinya Diabetes Ketoasidosis (DKA) atau Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketotik Sindrom (HHNS). Stres emosional (stres, kecemasan, depresi) yang terjadi akibat tingginya kadar glukosa darah dan komplikasi DMT2 bisa berdampak negatif pada pasien (Smeltzer & Bare, 2008). Selama stres, hormon-hormon yang mengarah pada peningkatan kadar glukosa darah seperti epineprin, kortisol, glukagon, ACTH, kortikosteroid, dan tiroid akan meningkat. Selain itu selama stres emosional, pasien DMT2 mengubah pola kebiasaan makan, latihan, dan pengobatan. Hal ini tentunya dapat memperburuk kondisi pasien (Smeltzer & Bare, 2008; Price & Wilson, 2006). Stres menyebabkan epineprin bereaksi pada hati meningkatkan konversi glukagon menjadi glukosa. Kortisol memiliki efek meningkatkan metabolisme glukosa, sehingga asam amino, laktat, dan pirufat diubah di hati menjadi glukosa Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
21 (glukoneogenesis) yang akhirnya meningkatkan kadar glukosa darah. Glukagon meningkatkan kadar glukosa darah dengan cara mengkonversi glikogen di hati menjadi glukosa. ACTH dan glukokortikoid pada korteks adrenal dapat meningkatkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pembentukan glukosa baru oleh hati. ACTH dan glukokortikoid meningkatkan lipolisis dan katabolisme karbohidrat (Smeltzer & Bare, 2008; Price & Wilson, 2006). Reaksi pertama dari respon stres adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang diikuti sekresi simpatis-adrenal-medular. Secara simultan hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem saraf otonom untuk merangsang respon yang segera terhadap stress. Sistem otonom sendiri diperlukan dalam menjaga keseimbangan tubuh. Sistem otonom terbagi dua yaitu sistem simpatis dan parasimpatis (Price & Wilson, 2006). Sistem simpatis bertanggung jawab terhadap adanya stimulus stress, berupa peningkatan denyut jantung, napas yang cepat, dan penurunan aktivitas gastrointestinal. Sementara sistem parasimpatis membuat tubuh kembali ke keadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan pernapasan, dan peningkatan aktivitas gastrointestinal. Perangsangan yang berkelanjutan terhadap sistem simpatis menimbulkan respon stres yang berulang-ulang dan menempatkan sistem otonom pada ketidakseimbangan. Untuk kompensasi lebih lanjut sistem hipotalamus-pituitari akan diaktifkan (Price & Wilson, 2006; Smeltzer, 2008). Hipotalamus menstimulasi neuron-neurosekretori untuk melepaskan hormon CRH (Corticotropin- Releasing Hormone) ke hipofisis anterior melalui sistem portal, hipofisis anterior melepaskan hormon lain yaitu ACTH (Adrenocorticotropic Hormone) ke dalam sirkulasi. ACTH sebagai gantinya menstimulasi kelenjar adrenal, yaitu korteks adrenal untuk mensekresi glukokortikoid (kortisol). Proses ini merupakan mekanisme umpan balik negatif hipotalamus-hipofisis-korteks adrenal (Price & Wilson, 2006). Kortisol ini selanjutnya akan meningkatkan konversi asam amino, laktat, dan pirufat di hati menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis, namun karena resistensi insulin, glukosa tidak bisa diambil oleh sel dari siskulasi sehingga kadarnya meningkat dalam darah (Price & Wilson, 2006; Smeltzer, 2008). Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
22 2.4 Progressive Muscle Relaxation (PMR) 2.4.1 Definisi PMR adalah gerakan mengencangkan dan melemaskan otot-otot pada satu bagian tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan mengencangkan dan melemaskan otot secara progresif ini dilakukan secara berturut-turut (Snyder & Lindquist, 2002). Pada relaksasi ini perhatian pasien diarahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi tegang. Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik relaksasi yang mudah dan sederhana serta sudah digunakan secara luas. PMR merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui dua langkah, yaitu dengan memberikan tegangan pada suatu kelompok otot, dan menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi rileks, merasakan sensasi rileks, dan ketegangan menghilang (Richmond, 2007). 2.4.2 Indikasi Relaksasi merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dalam terapi komplementer dan alternatif (Complementary and Alternative Therapy (CAM) (Moyad & Hawks, 2009). Terapi komplementer adalah pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi konvensional/ medis. Pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan terapi medis (Moyad & Hawks, 2009). PMR merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien DM untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan ini dapat membantu mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan
darah,
meningkatkan
toleransi
terhadap
aktivitas
sehari-hari,
meningkatkan imunitas, sehingga status fungsional dan kualitas hidup meningkat (Smeltzer & Bare, 2002). PMR telah menunjukkan manfaat dalam mengurangi ansietas atau kecemasan, dan berkurangnya kecemasan ini mempengaruhi berbagai gejala psikologis dan Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
23 kondisi medis. Yildirim & Fadiloglu (2006) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa PMR menurunkan kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani dialisis. Penelitian yang dilakukan oleh Sheu, et al, (2003) memperlihatkan bahwa PMR menurunkan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 5,4 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik sebesar 3,48 mmHg pada pasien hipertensi di Taiwan. Gazavi, et al, (2007) menyebutkan bahwa PMR dan masase menurunkan tingkat HbA1C pada diabetes melitus tipe 1 (DM pada anak-anak). Maryani (2008), menyebutkan PMR mengurangi kecemasan yang berimplikasi pada penurunan mual dan muntah pada pasien yang menjalani kemoterapi. Selanjutnya relaksasi otot progresif efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi primer di Kota Malang (Hamarno, 2010). 2.4.3 Manfaat PMR Stres dan kecemasan mencetuskan beberapa sensasi dan perubahan fisik, meliputi peningkatan aliran darah menuju otot, ketegangan otot, mempercepat atau memperlambat pernafasan, meningkatkan denyut jantung, dan menurunkan fungsi digesti (Ankrom, 2008). Jika stres dan kecemasan yang dialami berlangsung terus menerus, maka respon psikofisiologikal yang berulang dapat membahayakan tubuh. Brown 1997 dalam Snyder & Lindquist (2002) menyebutkan bahwa respon stres adalah bagian dari jalur umpan balik yang tertutup antara otot-otot dan pikiran. Penilaian terhadap stressor mengakibatkan ketegangan otot yang mengirimkan stimulus ke otak dan membuat jalur umpan balik. Relaksasi PMR akan menghambat jalur tersebut dengan cara mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis dan memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat sikap positif sehingga rangsangan stres terhadap hipotalamus berkurang (Copstead & Banasik, 2000). 2.4.4 Kontra indikasi Beberapa hal yang mungkin menjadi kontra indikasi latihan PMR antara lain adalah cidera akut atau ketidaknyamanan muskuloskeletal, dan penyakit jantung berat/ akut (Fritz, 2005). Latihan PMR dapat meningkatkan kondisi rileks yang
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
24 dapat menyebabkan hipotensi, sehingga perlu memeriksa tekanan darah untuk mengidentifikasi kecendrungan hipotensi (Snyder & Lindquist, 2002). 2.4.5 Prosedur PMR Progressive Muscle relaxation (PMR) merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui dua langkah, yaitu dengan memberikan tegangan pada suatu kelompok otot, dan menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi rileks, merasakan sensasi rileks, dan ketegangan menghilang. Untuk hasil yang maksimal dianjurkan untuk melakukan PMR pada jam yang sama 2 kali sehari selama 25-30 menit. Latihan bisa dilakukan pagi dan sore hari, dilakukan 2 jam setelah makan untuk mencegah rasa mengantuk setelah makan (Charleswarth & Nathan, 1996). Jadwal latihan biasanya memerlukan waktu 1 minggu. Berstein & Borkovec menganjurkan menggunakan 10 sesi untuk PMR. Greenberg (2002) mengatakan relaksasi akan memberikan hasil setelah dilakukan sebanyak 3 kali latihan. Berdasarkan pendapat di atas dan atas pertimbangan lama hari rawat pasien DMT2 di RSUD Raden Mattaher yaitu antara 5-12 hari, maka pada penelitian ini latihan PMR diberikan dalam 6 kali latihan. Prosedur PMR terdiri dari 15 gerakan berturut-turut,
yaitu; gerakan
pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Pasien diminta membuat kepalan ini semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Lepaskan kepalan perlahan-lahan, sambil merasakan rileks selama ± 8 detik. Lakukan gerakan 2 kali sehingga klien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan. Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit. Lakukan penegangan ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks yang dialami. Lakukan gerakan ini 2 kali. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
25 Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot bisep. Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot bisep akan menjadi tegang. Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan kelima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otototot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai ototototnya terasa dan kulitnya keriput, mata dalam keadaan tertutup. Rasakan ketegangan otot-otot dahi selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan keenam ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata. Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan ketujuh
bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami
oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
26 Gerakan kedelapan dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut. Rasakan ketegangan otot-otot sekitar mulut selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan kesembilan ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian belakang. Pasien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga pasien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas. Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan. Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian pasien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi tegang dipertahankan selama ± 8 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi lemas. Rasakan ketegangan otot-otot punggung selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan kedua belas dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Tarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Tahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas, pasien dapat bernafas normal dengan Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
27 lega. Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan ketiga belas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Tarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian tahan sampai perut menjadi kencang dan keras. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang. Rasakan ketegangan otot-otot paha tersebut selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan kelima belas bertujuan untuk melatih otot-otot betis, luruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut, lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Langkah-langkah relaksasi PMR dapat dilihat pada lampiran6. 2.5 Peran perawat Relaksasi PMR merupakan relaksasi yang mudah untuk diajarkan kepada pasien dalam rangka meningkatkan kemandirian pasien dalam mengatasi masalah kesehatannya. Perawat berperan dalam memfasilitasi kemandirian pasien, hal ini sesuai dengan konsep self-care Orem. Menurut teori self-care Orem, pasien dipandang sebagai individu yang memiliki potensi untuk merawat dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan, dan mencapai kesejahteraan. Kesejahteran atau kesehatan yang optimal dapat dicapai pasien apabila dia mengetahui dan dapat melakukan perawatan yang tepat sesuai dengan kondisi dirinya sendiri. Perawat menurut teori self-care berperan sebagi pendukung atau pendidik bagi pasien (Tomey & Alligood, 2006). Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
28 Menurut Orem (dalam Tomey & Alligood, 2006), perawatan merupakan suatu kebutuhan universal untuk menjaga dan meningkatkan eksistensi diri, kesehatan, dan kesejahteraan hidup. Pasien DMT2 yang menjalani perawatan di rumah sakit sering mengalami stres fisik maupun psikologis akibat penyakitnya. Stres fisik maupun psikologis ini dapat memicu meningkatnya kadar glukosa darah. Oleh karena itu selain memberikan terapi kolaboratif, perawat dapat membantu pasien mencapai kemampuan dalam mengontrol kadar glukosa darahnya melalui latihan relaksasi otot progresif (PMR). 2.6 Kerangka teori Hubungan berbagai variabel dalam penelitian ini diuraikan dalam suatu kerangka teori yang diadopsi dari beberapa literatur. Untuk lebih jelasnya kerangka teori penelitian ini dapat dilihat pada skema 2.3.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
29 Skema 2.3 Kerangka Teori Penelitian Diabetes Melitus
↓ Ambilan Glukosa oleh Sel
↑ Kadar Glukosa Darah
Komplikasi Akut
Komplikasi Kronis
Hiperglikemia Hipoglikemia Ketoasidosis diabetik Sindrom HHNK
Makrovaskuler Kaki diabetik PJK Stroke
Mikrovaskuler
Neuropati
Retinopati Nefropati
Stres & kecemasan Homeostasis Latihan PMR
TD Normal
Keseimbangan tubuh Hemodinamik stabil
KGD Normal
Umur Jenis kelamin Penyakit penyerta Lama menderita DMT2 Sumber : Kombinasi dari Black & Hawks (2009); Riyadi & Sukarmin (2008); Snyder & Lindquist (2002)
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL
Dalam bab ini diuraikan tentang kerangka konsep penelitian, hipotesis, dan difinisi operasional untuk membantu mempermudah memahami masing-masing variabel penelitian dan hipotesis yang akan dibuktikan, serta batasan dari masingmasing variabel penelitian. 3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan landasan berpikir dalam melakukan penelitian yang dikembangkan berdasarkan teori. Dalam kerangka konsep ini dijelaskan tentang variabel-variabel yang dapat diukur dalam penelitian. Variabel-variabel yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Variabel terikat (dependent) Variabel terikat pada penelitian ini adalah kadar glukosa darah pasien DMT2 sebelum dan setelah mendapatkan relaksasi PMR. b. Variabel bebas (independent) Variabel independent pada penelitian ini adalah relaksasi PMR pada DMT2 yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok intervensi atau kelompok yang diberikan latihan PMR dan kelompok kontrol atau kelompok yang tidak mendapat latihan PMR. c. Variabel perancu (confounding) Variabel perancu pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita diabetes. Hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 3.1
30
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
31
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
Relaksasi PMR
Kadar Glukosa Darah
Variabel Confounding Usia Jenis Kelamin Penyakit Penyerta Lama menderita DM 3.2 Hipotesis Hipotesis adalah suatu pernyataan yang merupakan jawaban sementara peneliti terhadap pertanyaan penelitian (Dahlan, 2008). Hipotesis inilah yang akan dibuktikan oleh peneliti melalui penelitian. Ada dua kemungkinan hasil apakah hipotesis penelitian terbukti atau tidak terbukti. Dalam penelitian ini ada dua hipotesis yang dirumuskan peneliti, yaitu hipotesis mayor dan hipotesis minor. Hipotesis mayor dalam penelitian ini adalah : Ada pengaruh PMR terhadap penurunan KGD pada pasien DMT2 di RSUD Raden Mattaher Jambi. Sedangkan hipotesis minornya adalah : a.
Ada perbedaan rata-rata KGD sebelum dan setelah latihan PMR pada kelompok intervensi.
b.
Ada perbedaan rata-rata KGD sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol.
c.
Ada perbedaan selisih rata-rata KGD antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah intervensi.
d.
Ada hubungan antara umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita DMT2 dengan penurunan rata-rata KGD setelah latihan PMR.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
32 3.3 Definisi Operasional Definisi operasional masing-masing variabel dijelaskan dalam tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala
Independent: Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Suatu prosedur yang terdiri dari 15 langkah untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui 2 tahap, yaitu dengan memberikan tegangan pada kelompok otot (± 8 detik), kemudian melemaskan kelompok otot tersebut (± 8 detik). Dilakukan selama 3 hari, sehari 2 kali selama ± 15 menit.
Observasi pelaksanaan relaksasi PMR
1= iya/ melakukan 15 langkah PMR 0= tidak melakukan 15 langkah PMR
Nominal
Dependent: Kadar glukosa darah
Kadar glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2 jam 06.00, 11.00, dan 16.00 yang diukur dengan glukometer
Pengukuran dengan observasi nilai KGD menggunakan Glukometer. KGD diukur hari 0 sebelum dan hari ke 4 setelah dilakukan PMR
Glukosa darah dalam satuan mg/dl
Interval
Perancu: Umur
Umur responden yang dihitung dalam tahun
Kuesioner
1= ≤ 45 tahun 2= > 45 tahun
Ordinal
Jenis Kelamin
Gender yang terdiri dari laki-laki dan perempuan
Kuesioner
Kategori : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Nominal
Penyakit penyerta DMT2
Ada tidaknya penyakit yang menyertai DMT2 sebagai komplikasi dan mempengaruhi KGD
0= tidak ada 1= ada
Nominal
Lama menderita DM
Lamanya pasien menderita DM setelah didiagnosis dokter
Kuesioner Data ini diperoleh dengan melihat catatan medis/ keperawatan Kuesioner
0 = ≤ mean 1 = > mean
Ordinal
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan desain penelitian, populasi dan sampel, tempat penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpul data, prosedur pengumpulan data, dan analisis data. 4.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan pre and post with control group, yaitu suatu desain yang memberikan perlakuan pada dua atau lebih kelompok, kemudian diobservasi sebelum dan sesudah implementasi (Polit & Beck, 2006). Desain ini digunakan untuk membandingkan hasil intervensi dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang keduanya diukur sebelum dan sesudah dilakukan intervensi (Notoatmojo, 2005). Kelompok kontrol dalam penelitian ini penting untuk melihat perbedaan perubahan variabel dependen antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Untuk lebih jelasnya desain ini dapat dilihat pada skema 4.1. Skema 4.1 Desain penelitian Post test
Pre test X1
X2
Relaksasi PMR
Out put X1 – X2 = Y1 X3 – X4 = Y2 X1 – X3 = Y3
Tidak mendapat relaksasi PMR
X3
X4
Y1 – Y2 = Y4
Keterangan : X1
: Rata-rata KGD pasien DMT2 sebelum relaksasi PMR pada kelompok intervensi.
X2
: Rata-rata KGD pasien DMT2 setelah relaksasi PMR pada kelompok intervensi. 33
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
34 X3
: Rata-rata KGD pasien DMT2 sebelum intervensi pada kelompok kontrol.
X4
: Rata-rata KGD pasien DMT2 setelah intervensi pada kelompok kontrol.
Y1
: Perbedaan rata-rata KGD pasien DMT2 sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi.
Y2
: Perbedaan rata-rata KGD pasien DMT2 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol.
Y3
: Perbedaan rata-rata KGD pasien DMT2 sebelum intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Y4
: Perbedaan rata-rata KGD pasien DMT2 setelah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
4.2 Populasi dan sampel 4.2.1 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien DMT 2 yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi. 4.2.2 Sampel 4.2.2.1 Teknik pengambilan sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling, yaitu merekrut semua subjek yang memenuhi kriteria inklusi dalam waktu tertentu. Menurut Sastroasmoro, (2006), consecutive sampling merupakan jenis non-probability sampling yang paling baik dan paling sering digunakan dalam studi klinis. Sampel yang diambil dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi yang dibuat peneliti. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah 1) Penderita DMT2 dengan atau tanpa penyakit penyerta yang dirawat inap, dengan kadar glukosa darah saat masuk rumah sakit ≥ 200 mg/dl. 2) Bersedia menjadi subjek penelitian, 3) Belum pernah melakukan relaksasi PMR, 4) Mendapat terapi insulin short acting (Reguler Insulin) subkutan atau obat hiperglikemia oral , 5) Bersedia mematuhi program pengobatan yang dijalankan (mematuhi diet rumah sakit dan menjalankan terapi insulin/ OHO) di bawah observasi peneliti atau asisten peneliti selama penelitian berlangsung. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
35 Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah; 1) Pasien pulang sebelum mencapai 6 kali perlakuan, 2) Pasien menolak melanjutkan perlakuan sebelum mencapai 6 kali latihan PMR, 3) Mengalami stres dan kecemasan berat, dan 4) Pasien mengalami gangguan kesadaran. Dalam penelitian ini subjek atau responden dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok DMT2 yang mendapat latihan PMR (kelompok intervensi), dan kelompok pembanding atau kelompok kontrol yaitu kelompok DMT2 yang dirawat sesuai standar perawatan rumah sakit dan tidak mendapat PMR. Penentuan kelompok dibedakan pada ruang rawat pasien, kelompok intervensi diambil pada pasien yang dirawat di ruang Mayang Mengurai, Pinang Masak, dan Gapkindo, sedangkan kelompok kontrol diambil pada pasien yang dirawat di ruang Interne RSUD Raden Mattaher Jambi. 4.2.2.2 Besar Sampel Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini ditetapkan dengan menggunakan rumus dua populasi berpasangan (Sastroasmoro, 2008; Dahlan, 2006), yaitu :
n = (Zα + Zβ). Sd d
2
Keterangan : n
: Besar sampel kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Zα : Deviat baku alpha (1,96) Zβ : Deviat baku beta (1,64) Sd : Simpangan baku dari rerata selisih (dari pustaka) d
: Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna (clinical judgment)
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
36 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyawati, (2010) diketahui : Sd = 51,87, selisih kadar glukosa darah dianggap bermakna 50, maka : n = (Zα +Zβ) Sd d
2
= (1,96 + 1,64) 51,87 50
2
= 13,9 Untuk antisipasi drop out, jumlah sampel ditambah 10% dari perkiraan besar sampel sehingga besar sampel masing-masing kelompok menjadi 15 responden. Pada pelaksanaan pengambilan data, jumlah responden yang didapatkan adalah 15 orang untuk masing-masing kelompok. 4.3 Waktu dan Tempat Penelitian 4.3.1 Waktu Jadwal waktu penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1 seperti di bawah ini. Tabel 4.1 Rencana Jadwal Penelitian dalam Minggu Kegiatan
Jan-Feb-Mar 1 2 3 4
April Mei Juni Juli 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
Penyelesaian Bab I-IV Ujian proposal Pengumpulan data Analisis & penafsiran data Penulisan laporan Ujian hasil penelitian Sidang tesis Perbaikan tesis Jilid hard cover Pengumpulan laporan
Pengumpulan data dilaksanakan dari tanggal 27 April sampai dengan 31 Mei 2011. 4.3.2 Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap Mayang Mengurai, Pinang Masak, Gapkindo, dan Interne RSUD Raden Mattaher Jambi.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
37 4.4 Etika Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan memperhatikan dan menjunjung tinggi etika penelitian, meliputi penerapan prinsip-prinsip etik dan informed consent. 4.4.1 Prinsip Etik Penelitian ini dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip atau isu-isu etik, yang meliputi; nonmaleficience, beneficience, autonomy, dan justice. a.
Nonmaleficience (terhindar dari cidera) Sebelum penelitian dilakukan, responden diberi penjelasan tentang tujuan dan prosedur penelitian (lembar penjelasan penelitian dapat dilihat pada lampiran 1). Selama penelitian berlangsung peneliti dan asisten peneliti melakukan observasi terhadap risiko yang mungkin terjadi akibat intervensi penelitian, yaitu hipotensi. Oleh karena itu sebelum dilakukan intervensi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan atau observasi terhadap tanda dan gejala hipotensi, begitu juga setelah intervensi. Hasilnya selama penelitian berlangsung tidak ada responden yang mengalami hipotensi terkait latihan PMR yang dilakukan.
b.
Beneficience (bermanfaat) Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperiman dengan memberikan terapi pada kelompok intervensi berupa relaksasi PMR, artinya responden mempunyai potensi untuk menerima manfaat dari intervensi yang diberikan. Secara fisik manfaat PMR bagi responden adalah membantu menurunkan kadar glukosa darah, sedangkan secara psikologis responden akan merasa lebih tenang, lebih segar, serta stres dan kecemasannya menurun. Selama penelitian berlangsung beberapa responden mangatakan rasa enak dan rileks setelah melakukan PMR.
c.
Autonomy Sebelum penelitian dilakukan responden diberi penjelasan secara lengkap meliputi tujuan penelitian, prosedur, gambaran risiko atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi, serta keuntungan atau manfaat penelitian. Setelah diberikan penjelasan pasien bebas menentukan pilihan untuk berpartisipasi Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
38 dalam penelitian atau tidak, dan tidak ada unsur paksaan. Pasien yang bersedia ikut dalam penelitian dipersilahkan untuk menandatangani surat persetujuan menjadi responden penelitian. d.
Justice (Keadilan) Semua responden berhak mendapatkan perlakuan yang adil baik sebelum, selama, dan setelah berpartisipasi dalam penelitian. Semua responden tetap menjalankan terapi standar dari rumah sakit. Responden yang tergabung dalam kelompok intervensi mendapatkan tambahan terapi berupa relaksasi PMR selama penelitian berlangsung, responden dalam kelompok kontrol diberikan relaksasi PMR setelah pengumpulan data penelitian selesai dilakukan.
4.4.2 Informed Consent Lembar ini diberikan kepada responden untuk ditandatangani setelah sebelumnya diberikan penjelasan prosedur penelitian, keuntungan dan kerugian bagi responden, serta manfaat dari penelitian. Tidak ada unsur paksaan bagi responden yang ingin bergabung atau menarik diri dari penelitian ini. Selama penelitian berlangsung responden mempunyai hak untuk mengikuti penelitian ini sampai selesai, atau menghentikan keikutsertaannya dalam penelitian ini meskipun kegiatan penelitian belum selesai. Dalam penelitian ini, semua responden menandatangani informed concent dan tidak ada yang menarik diri dari penelitian sampai penelitian selesai. Lembar persetujuan penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 2. 4.5 Alat dan Prosedur Pengumpulan Data 4.5.1 Alat Pengumpul Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat glukometer untuk pemeriksaan kadar glukosa darah, kuesioner karakteristik responden, lembar observasi pelaksanaan PMR dan pengukuran kadar glukosa darah.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
39 a.
Glukometer a) Spesifikasi Nama produk blood glucose monitor, volume 1µ1 dan opsi tetes ulang. Rentang hasil pengukuran 10-600 mg/dl dengan waktu tes 5 detik. Metode pengukuran menggunakan fotometrik, dan sistem kalibrasi menggunakan kode chip. b) Validasi alat Alat yang masih baru telah dilakukan uji validitas oleh pabrik. Penggunaan alat untuk pemeriksaan glukosa darah lebih dari 50 kali atau minimal 3 bulan sekali dilakukan uji validitas dengan menggunakan alat khusus yang disebut quality control (QC).
b.
Kuesioner karakteristik responden Kuesioner ini digunakan untuk mencatat karakteristik responden, meliputi inisial, umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, lama menderita DMT2 dan terapi medis. Kuesioner ini dapat dilihat pada lampiran 3.
c.
Lembar observasi pelaksanaan PMR dan pengukuran KGD Lembar observasi ini digunakan untuk mencatat hasil observasi pelaksanaan PMR sesuai pedoman yang dibuat peneliti selama penelitian berlangsung dan hasil pengukuran KGD pasien sebelum dan setelah dilakukan intervensi PMR. Lembar observasi ini dapat dilihat pada lampiran 4.
4.5.2 Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan asisten peneliti. Prosedur pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan pelaksanaan. 4.5.2.1 Tahap Persiapan a.
Persiapan Instrumen Pada tahap ini peneliti mempersiapkan instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data berupa lembar panduan PMR, kuesioner karakteristik responden, lembar observasi kadar glukosa darah, lembar observasi pelaksanaan PMR, dan peralatan glukometer. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
40 Pada tahap ini peneliti juga merekrut tiga orang asisten yang peneliti pilih dari perawat ruangan dengan kriteria; berpendidikan minimal diploma tiga keperawatan, pengalaman kerja di ruang penyakit dalam minimal 5 tahun, bersedia diberi pelatihan PMR dan cara pengumpulan data, dan bersedia menjadi asisten penelitian. Peran asisten dalam penelitian ini adalah membantu peneliti dalam pengumpulan data meliputi observasi pelaksanaan PMR, pengukuran KGD, observasi terhadap ketaatan diit dan pengobatan pasien. b.
Persiapan Administrasi Pada tahap ini peneliti mengurus perijinan tempat penelitian dengan mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari Dekan FIK-UI yang ditujukan ke Direktur RSUD Raden Mattaher Jambi.
4.5.2.2 Tahap Pelaksanaan Pada tahap kedua ini peneliti melakukan pengumpulan data melalui langkahlangkah; 1) memilih responden sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, 2) memberikan informasi penelitian kepada responden dengan jelas, 3) meminta persetujuan pasien untuk menjadi responden, 4) menentukan kelompok responden (kelompok intervensi dan kelompok kontrol). 5) Melakukan kontrak dengan responden baik kelompok kontrol maupun kelompok intervensi. Selanjutnya untuk kelompok intervensi dilakukan hal-hal sebagai berikut : a.
Hari pertama peneliti menemukan responden sesuai kriteria inklusi dan eksklusi (hari 0). Peneliti melihat status pasien untuk memastikan diagnosis pasien DMT2 dan kadar glukosa darah waktu masuk ≥ 200 mg/dl, ada tidaknya penyakit penyerta, kemudian peneliti ke tempat tidur pasien menjelaskan rencana penelitian dan meminta persetujuan pasien untuk menjadi responden penelitian. Peneliti melakukan skrining terhadap stres dan kecemasan pasien menggunakan skala VAS, serta mengisi kuisioner karakteristik responden. Dilanjutkan dengan pengukuran kadar glukosa darah pukul 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB (prosedur pelaksanaan pengukuran KGD dapat dilihat pada lampiran 5). Setelah itu peneliti melakukan kontrak waktu dengan pasien Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
41 untuk melatih PMR sampai pasien bisa melakukan sendiri. Peneliti juga melakukan kontrak waktu pelaksanaan PMR yang dilakukan selama 3 hari, 2 kali sehari selama ± 15 menit yaitu antara pukul 11.00-12.00 WIB dan pukul 16.00-17.00 WIB. b.
Hari ke-1 penelitian (hari 1 pasien melakukan PMR dengan panduan peneliti). Pada hari ke-1 ini peneliti dan atau asisten peneliti memastikan dan mencatat ke dalam lembar observasi tentang penatalaksanaan yang diberikan kepada responden, meliputi; 1) menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan menghabiskan makan pagi yang dihidangkan petugas rumah sakit. 2) Pasien melakukan PMR1 sesuai panduan dan latihan yang dilakukan sebelumnya, yaitu 15 langkah PMR secara berurutan yang dilakukan antara pukul 11.0012.00 WIB selama ± 15 menit. 3) Menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan menghabiskan makan siang yang dihidangkan petugas rumah sakit. 4) Pasien melakukan PMR2 sesuai panduan yang dilaksanakan antara pukul 16.0017.00 WIB selama ± 15 menit dibawah observasi peneliti atau asisten peneliti. 4) Menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan menghabiskan makan malam yang dihidangkan petugas rumah sakit. 5) Mengingatkan kontrak untuk hari ke-2.
c.
Pada hari ke-2 penelitian ini peneliti dan atau asisten peneliti memastikan dan mencatat ke dalam lembar observasi tentang penatalaksanaan yang diberikan kepada responden, meliputi; 1) menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan menghabiskan makan pagi yang dihidangkan petugas rumah sakit. 2) Pasien melakukan PMR3 sesuai panduan yaitu 15 langkah PMR secara berurutan yang dilakukan antara pukul 11.00-12.00 WIB selama ± 15 menit. 3) Menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan menghabiskan makan siang yang dihidangkan petugas rumah sakit. 4) Pasien melakukan PMR4 sesuai panduan yang dilaksanakan antara pukul 16.00-17.00 WIB selama ± 15 menit dibawah observasi peneliti atau asisten peneliti. 4) Menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan menghabiskan makan malam yang dihidangkan petugas rumah sakit. 5) Mengingatkan kontrak untuk hari ke-3.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
42 d.
Hari ke-3 penelitian Hari ke-3 ini merupakan hari terakhir pasien melakukan PMR, yaitu PMR 5 dan PMR6. Pada hari ke-3 penelitian ini peneliti dan atau asisten peneliti memastikan
dan
mencatat
ke
dalam
lembar
observasi
tentang
penatalaksanaan yang diberikan kepada responden, meliputi; 1) menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan menghabiskan makan pagi yang dihidangkan petugas rumah sakit. 2) Pasien melakukan PMR5 sesuai panduan yaitu 15 langkah PMR secara berurutan yang dilakukan antara pukul 11.00-12.00 WIB selama ± 15 menit. 3) Menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan menghabiskan makan siang yang dihidangkan petugas rumah sakit. 4) Pasien melakukan PMR6 sesuai panduan yang dilaksanakan antara pukul 16.0017.00 WIB selama ± 15 menit dibawah observasi peneliti atau asisten peneliti. 4) Menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan menghabiskan makan malam yang dihidangkan petugas rumah sakit. 5) Mengingatkan kontrak untuk hari ke-4. e. Hari ke-4 penelitian Pada hari ke-4 ini peneliti dan atau asisten melakukan pengukuran kadar glukosa darah pukul 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB, kemudian mencatat hasil pengukuran tersebut ke dalam lembar observasi. Setelah itu peneliti melakukan terminasi kepada pasien serta menganjurkan pasien untuk melaksanakan PMR sendiri tanpa pengawasan peneliti untuk membantu mengontrol kadar glukosa darahnya. Untuk kelompok kontrol, hari pertama peneliti bertemu responden (hari 0) dilakukan penjelasan penelitian, informed consent, skrining stres dan kecemasan sesuai kriteria inklusi, pengukuran kadar glukosa darah pukul 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB, selanjutnya melakukan kontrak tiga hari kedepan. Hari 1 sampai 3 penelitian, dilakukan pemantauan terhadap terapi yang diberikan (insulin/ OHO), dan pemantauan ketaatan terhadap diet yang diberikan.
Hari ke-4 penelitian
dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pukul 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB, dan responden yang ingin mempelajari relaksasi PMR, pada hari ke-4 ini akan diberikan latihan PMR. Untuk prosedur penelitian, dapat dilihat pada lampiran 7 Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
43 4.6 Pengolahan dan Analisis Data 4.6.1 Pengolahan Data Proses pengolahan data meliputi proses editing, coding, entry data, dan cleaning data. 1) Editing dilakukan untuk melihat kelengkapan data, data yang belum lengkap segera dilengkapi pada pertemuan berikutnya., 2) Coding yaitu tindakan memberi kode pada lembar kuesioner dan lembar observasi masing-masing responden., 3) Entry data, yaitu kegiatan memasukkan data ke dalam program komputer untuk dilakukan analisis menggunakan softwear statistik., dan 4) Cleaning, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengecek kembali apakah masih terdapat kesalahan data atau tidak. Setelah semua data dipastikan benar, maka dilanjutkan dengan analisis data menggunakan komputer. 4.6.2 Analisis Data 4.6.2.1 Analisis Univariat Tujuan analisis univariat adalah untuk mendeskripsikan karakteristik masingmasing variabel yang diteliti. Untuk data numerik (umur dan kadar glukosa darah) digunakan nilai mean, median, simpangan baku, nilai minimal dan maksimal. Sedangkan data kategorik (jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita DM) dijelaskan dengan nilai persentasi dan proporsi masing-masing kelompok. 4.6.2.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan baik hipotesis mayor maupun hipotesis minor. Hipotesis mayor dalam penelitian ini adalah ada pengaruh PMR terhadap penurunan KGD pasien DMT2 di RSUD Raden Mattaher Jambi. Sedangkan hipotesis minornya adalah ada perbedaan ratarata KGD sebelum dan setelah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, ada perbedaan selisih mean rata-rata KGD setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, dan ada hubungan masing-masing variabel confounding terhadap penurunan rata-rata KGD setelah intervensi. Sebelum dilakukan analisis bivariat terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk, karena jumlah sampel pada penelitian ini kurang dari 50. Data yang berdistribusi secara normal diuji dengan uji beda dua mean (uji Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
44 t), dan data yang berdistribusi tidak normal diuji dengan uji Wilcoxon atau MannWhitney. Setelah dilakukan uji normalitas data, selanjutnya dilakukan uji homogenitas atau kesetaraan pada setiap variabel data antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Untuk data kategorik diuji dengan uji Chi-Square dan untuk data numerik digunakan uji Levene’s test. Apabila nilai p>0,05, maka data tersebut homogen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2 Rencana Uji Kesetaraan Variabel Confounding Variabel Confounding
Kelompok Intervensi
Kontrol
Jenis Uji
Umur
Ordinal
Ordinal
Chi-Square
Jenis kelamin
Nominal
Nominal
Chi-Square
Penyakit penyerta
Nominal
Nominal
Chi-Square
Lama menderita DM
Ordinal
Ordinal
Chi-Square
Tabel 4.3 Rencana Analisis Bivariat Uji Beda Mean Antara Dua Kelompok Data Variabel Dependen Kelompok Data
Kelompok Data
Uji Statistik
Rata-rata KGD jam 06.00 sebelum relaksasi PMR pada kelompok intervensi
Rata-rata KGD jam 06.00 setelah relaksasi PMR pada kelompok intervensi
Wilcoxon
Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum relaksasi PMR kelompok intervensi
Rata-rata KGD jam setelah relaksasi kelompok intervensi
11.00 PMR
Uji t berpasangan (paired t test)
Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum relaksasi PMR kelompok intervensi
Rata-rata KGD jam setelah relaksasi kelompok intervensi
16.00 PMR
Wilcoxon
Rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol (tanpa PMR)
Rata-rata KGD jam 06.00 setelah intervensi pada kelompok kontrol (tanpa PMR)
Uji t berpasangan (paired t test)
Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol (tanpa PMR)
Rata-rata KGD jam 11.00 setelah intervensi pada kelompok kontrol (tanpa PMR)
Uji t berpasangan (paired t test)
Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol (tanpa PMR)
Rata-rata KGD jam 16.00 setelah intervensi pada kelompok kontrol (tanpa PMR)
Uji t berpasangan (paired t test)
Selisih mean KGD jam 06.00 kelompok kontrol
Selisih mean KGD jam 06.00 kelompok intervensi
Uji Mann-Whitney
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
45 Selisih mean KGD jam 11.00 kelompok kontrol
Selisih mean KGD jam 11.00 kelompok intervensi
Uji t tidak berpasangan (pooled t test)
Selisih mean KGD jam 16.00 kelompok kontrol
Selisih mean KGD jam 16.00 kelompok intervensi
Uji t tidak berpasangan (pooled t test)
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
BAB 5 HASIL PENELITIAN
Bab ini memaparkan hasil penelitian pengaruh progressive muscle realaxation terhadap kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang telah dilaksanakan di RSUD Raden Mattaher Jambi pada bulan April-Mei 2011. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 30 responden terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang masing-masing terdiri dari 15 responden. Pembagian kelompok dibedakan berdasarkan ruangan rawat inap penyakit dalam, 3 ruangan untuk kelompok intervensi, dan 3 ruangan untuk kelompok kontrol. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat sesuai jenis data sebagai berikut : 5.1 Analisis Univariat Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti yaitu umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, lama menderita diabetes, dan rata-rata kadar glukosa darah sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. a.
Gambaran karakteristik responden Distribusi responden berdasarkan umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita DMT2 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.1 Hasil Analisis Umur Responden Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 (n1=n2= 15) Kelompok
Mean
Median
SD
Min-Maks
95% CI
Intervensi Kontrol
51,60 52,87
52,00 53,00
7,199 7,671
42-62 42-64
47,61-55,59 48,62-57,11
Hasil analisis tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa umur responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol hampir sama. Rata-rata umur responden kelompok intervensi adalah 51,60 tahun dengan standar deviasi 7,199 tahun. Umur terendah 42 tahun dan tertinggi 62 tahun. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata umur responden kelompok intervensi berada antara 47,6146
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
47 55,59 tahun. Sedangkan rata-rata umur responden kelompok kontrol adalah 52,87 tahun dengan standar deviasi 7,671 tahun. Umur terendah 42 tahun dan tertinggi 64 tahun. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata umur responden kelompok intervensi berada antara 48,62-57,11 tahun. Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Penyakit Penyerta, dan Lama Menderita DMT2 Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 (n1=n2= 15) Variabel Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan Penyakit penyerta - Tidak ada - Ada Lama menderita DMT2 - ≤ 8 tahun - > 8 tahun
Intervensi n %
Kontrol n %
Total (%)
8 7
53,3 46,7
10 5
66,7 33,3
18 (60,0) 12 (40,0)
5 10
33,3 66,7
5 10
33,3 66,7
10 (33,3) 20 (66,7)
9 6
60,0 40,0
8 7
53,3 46,7
17 (56,7) 13 (43,3)
Hasil analisis tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, yaitu 8 orang (53,3%) untuk kelompok intervensi dan 10 orang (66,7%) untuk kelompok kontrol. Sebagian besar responden dirawat dengan penyakit penyerta, yaitu 66,7% dari kelompok intervensi dan 66,7% dari kelompok kontrol. Sebagian besar responden menderita DMT2 kurang atau sama dengan 8 tahun, yaitu 60,0% untuk kelompok intervensi dan 53,3% untuk kelompok kontrol. b.
Gambaran rata-rata kadar glukosa darah sebelum dan setelah dilakukan PMR pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
48 Tabel 5.3 Hasil Analisis Kadar Glukosa Darah Responden Sebelum Dan Setelah Dilakukan PMR Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 (n1=n2=15) Variabel KGD
Kelompok
Mean
SD
Min-Maks
95% CI
182,20
69,104
96-339
143,93-220,47
KGD 11.00
262,33
77,391
146-405
219,48-305,19
KGD 16.00
236,67
84,641
88-400
189,79-283,54
Setelah KGD 06.00
130,67
53,581
91-291
100,99-160,34
KGD 11.00
177,00
45,530
104-256
151,79-202,21
KGD 16.00
148,80
74,289
88-388
107,66-189,94
168,27
54,293
89-300
138,20-198,33
KGD 11.00
226,80
62,065
134-315
192,43-261,17
KGD 16.00
206,00
75,277
80-303
164,31-247,69
Setelah KGD 06.00
155,53
46,457
99-279
129,81-181,26
KGD 11.00
206,53
45,436
142-307
181,37-231,69
KGD 16.00
197,53
66,517
110-367
160,70-234,37
Intervensi Sebelum KGD 06.00
Kontrol Sebelum KGD 06.00
n 15
15
Hasil analisis tabel 5.3 menunjukkan bahwa rata-rata kadar glukosa darah (KGD) jam 06.00 sebelum dilakukan PMR pada kelompok intervensi adalah 182,20 mg/dl, dengan standar deviasi 69,104 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 06.00 sebelum PMR pada kelompok intervensi diyakini antara 143,93 sampai dengan 220,47 mg/dl. Rata-rata KGD jam 11.00 adalah 262,33 mg/dl, dengan standar deviasi 77,391 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 11.00 sebelum PMR pada kelompok intervensi diyakini antara 219,48 sampai dengan 305,19 mg/dl. Sedangkan rata-rata KGD jam 16.00 adalah 236,67 mg/dl, dengan standar deviasi 84,641 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 16.00 sebelum PMR pada kelompok intervensi diyakini antara 189,79 sampai dengan 283,54 mg/dl. Rata-rata KGD jam 06.00 setelah dilakukan PMR pada kelompok intervensi adalah 130,67 mg/dl, dengan standar deviasi 53,581 mg/dl. Dengan tingkat Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
49 kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 06.00 setelah dilakukan PMR pada kelompok intervensi diyakini antara 100,99 sampai dengan 160,34 mg/dl. Rata-rata KGD jam 11.00 adalah 177,00 mg/dl, dengan standar deviasi 45,530 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 11.00 setelah dilakukan PMR pada kelompok intervensi diyakini antara 151,79 sampai dengan 202,21 mg/dl. Sedangkan rata-rata KGD jam 16.00 adalah 148,80 mg/dl, dengan standar deviasi 74,289 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 16.00 setelah dilakukan PMR pada kelompok intervensi diyakini antara 107,66 sampai dengan 189,94 mg/dl. Dari tabel 5.3 juga diketahui rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah 168,27 mg/dl, dengan standar deviasi 54,293 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol diyakini antara 138,20 sampai dengan 198,33 mg/dl. Rata-rata KGD jam 11.00 adalah 226,80 mg/dl, dengan standar deviasi 62,065 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol diyakini antara 192,43 sampai dengan 261,17 mg/dl. Sedangkan rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah 206,00 mg/dl, dengan standar deviasi 75,277 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol diyakini antara 164,31 sampai dengan 247,69 mg/dl. Rata-rata KGD jam 06.00 setelah intervensi pada kelompok kontrol adalah 155,53 mg/dl, dengan standar deviasi 46,457 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 06.00 setelah intervensi pada kelompok kontrol diyakini antara 129,81 sampai dengan 181,26 mg/dl. Rata-rata KGD jam 11.00 adalah 206,53 mg/dl, dengan standar deviasi 45,436 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 11.00 setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol diyakini antara 181,37 sampai dengan 231,69 mg/dl. Sedangkan rata-rata KGD jam 16.00 adalah 197,53 mg/dl, dengan standar deviasi 66,517 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
50 rata KGD jam 16.00 setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol diyakini antara 160,70 sampai dengan 234,37 mg/dl. 5.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat akan menguraikan ada tidaknya perbedaan rata-rata kadar glukosa darah sebelum dan setelah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, ada tidaknya perbedaan selisih mean rata-rata kadar glukosa darah setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, serta menguraikan ada tidaknya hubungan masing-masing variabel terhadap ratarata kadar glukosa darah setelah intervensi. Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan. Sebelum dilakukan analisis bivariat terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data numerik yaitu KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00 sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, serta rata-rata selisih KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00 sebelum dan setelah intervensi. Uji normalitas data dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk. Setelah uji normalitas data, perlu juga dilakukan uji homogenitas atau kesetaraan data antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Pengujian ini bertujuan untuk menentukan bahwa perubahan rata-rata kadar glukosa darah yang terjadi bukan karena variasi responden, tetapi karena pengaruh PMR. Untuk data numerik digunakan uji Levene”s test, sedangkan data kategorik diuji dengan uji Chi-Square. Apabila nilai p>0,05, maka data tersebut homogen. Berikut adalah tabel uji homogenitas dan normalitas setiap variabel : a.
Uji normalitas data rata-rata KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00 sebelum dan setelah intervensi PMR antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
51 Tabel 5.4 Hasil Analisis Uji Normalitas Data Kadar Glukosa Darah Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 Variabel KGD
Kelompok
Intervensi KGD 06.00 Sebelum Setelah KGD 11.00 Sebelum Setelah KGD 16.00 Sebelum Setelah Kontrol KGD 06.00 Sebelum Setelah KGD 11.00 Sebelum Setelah KGD 16.00 Sebelum Setelah *Distribusi normal (p>0,05)
n
Mean
SD
pValue
182,20 130,67
69,104 53,581
0,135* 0,000
262,33 177,00
77,391 45,530
0,309* 0,439*
236,67 148,80
84,641 74,289
0,631* 0,000
168,27 155,53
54,293 46,457
0,235* 0,065*
226,80 206,53
62,065 45,436
0,254* 0,695*
206,00 197,53
75,277 66,517
0,166* 0,166*
15
15
Hasil analisis tabel 5.4 dapat disimpulkan bahwa rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok intervensi adalah 182,20 mg/dl dengan standar deviasi 69,104 mg/dl. Setelah intervensi PMR diperoleh ratarata KGD jam 06.00 sebesar 130,67 mg/dl dengan standar deviasi 53,581 mg/dl. Setelah dilakukan uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk terhadap rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi PMR diperoleh nilai p=0,135 (p>0,05), berarti rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi berdistribusi secara normal. Namun rata-rata KGD jam 06.00 setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi berdistribusi secara tidak normal dengan hasil uji statistik nilai p=0,000 (p<0,05). Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok intervensi adalah 262,33 mg/dl dengan standar deviasi 77,391 mg/dl. Setelah intervensi PMR diperoleh rata-rata KGD jam 11.00 adalah 177,00 mg/dl dengan standar deviasi 45,530 mg/dl. Setelah dilakukan uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk terhadap rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi PMR diperoleh nilai p=0,309 (p>0,05), berarti rata-rata KGD jam 11.00 sebelum Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
52 intervensi berdistribusi secara normal. Demikian juga rata-rata KGD jam 11.00 setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi berdistribusi secara normal dengan hasil uji statistik nilai p=0,439 (p>0,05). Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok intervensi adalah 236,67 mg/dl dengan standar deviasi 84,641 mg/dl. Setelah intervensi PMR diperoleh rata-rata KGD jam 16.00 adalah 148,80 mg/dl dengan standar deviasi 74,289 mg/dl. Setelah dilakukan uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk terhadap rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi PMR diperoleh nilai p=0,631 (p>0,05), berarti rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi berdistribusi secara normal. Namun rata-rata KGD jam 16.00 setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi berdistribusi secara tidak normal dengan hasil uji statistik nilai p=0,000 (p<0,05). Hasil analisis tabel 5.4 juga memperlihatkan bahwa rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok kontrol adalah 168,27 mg/dl dengan standar deviasi 54,293 mg/dl. Setelah intervensi PMR rata-rata KGD jam 06.00 adalah 155,53 mg/dl dengan standar deviasi 46,547 mg/dl. Hasil uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk terhadap rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi PMR diperoleh nilai p=0,235 (p>0,05), berarti rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi berdistribusi secara normal. Demikan juga rata-rata KGD jam 06.00 setelah intervensi PMR pada kelompok kontrol berdistribusi secara normal dengan hasil uji statistik nilai p=0,065 (p>0,05). Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok kontrol adalah 226,80 mg/dl dengan standar deviasi 62,065 mg/dl. Setelah intervensi PMR rata-rata KGD jam 11.00 adalah 206,53 mg/dl dengan standar deviasi 45,436 mg/dl. Hasil uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk terhadap rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi PMR diperoleh nilai p=0,254 (p>0,05), berarti rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi berdistribusi secara normal. Demikian juga rata-rata KGD jam 11.00 setelah intervensi PMR pada kelompok kontrol berdistribusi secara normal dengan hasil uji statistik nilai p=0,695 (p>0,05).
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
53 Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok kontrol adalah 206,00 mg/dl dengan standar deviasi 75,277 mg/dl. Setelah intervensi PMR rata-rata KGD jam 16.00 adalah 197,53 mg/dl dengan standar deviasi 66,517 mg/dl. Hasil uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk terhadap rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi PMR diperoleh nilai p=0,166 (p>0,05), berarti rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi berdistribusi secara normal. Demikian juga rata-rata KGD jam 16.00 setelah intervensi PMR pada kelompok kontrol berdistribusi secara normal dengan hasil uji statistik nilai p=0,166 (p>0,05). Analisis bivariat dilakukan dengan uji statistik Wilcoxon untuk mengetahui perbedaan rata-rata KGD jam 06.00 dan KGD jam 16.00 sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi, serta selisih rata-rata KGD jam 06.00 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Paired t test untuk mengetahui perbedaan rata-rata KGD jam 11.00 sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi dan rata-rata KGD jam 06.00, 11.00 dan 16.00 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol. Sedangkan untuk analisis perbedaan selisih mean rata-rata KGD jam 06.00 setelah intervensi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol digunakan uji Mann-Whitney, selisih mean KGD jam 11.00 dan 16.00 setelah intervensi PMR antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dilakukan dengan menggunakan uji statistik pooled t test. Untuk analisis hubungan masing-masing variabel confounding dengan variabel dependen dilakukan dengan uji Mann-Whitney. b. Uji homogenitas terhadap umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita DMT2 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
54 Tabel 5.5 Hasil Analisis Uji Homogenitas Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Penyakit Penyerta, Dan Lama Menderita DMT2 Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 Variabel Umur ≤ 45 thn > 45 thn Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Penyakit penyerta Tidak ada Ada Lama menderita DM ≤ 8 tahun > 8 tahun *Homogen (p>0,05)
Intervensi n %
Kontrol n
Total (%)
pValue
%
6 9
40,0 60,0
5 10
33,3 66,7
11 (36,7) 19 (63,3)
1,000*
8 7
53,3 46,7
10 5
66,7 33,3
18 (60,0) 12 (40,0)
0,709*
5 10
33,3 66,7
5 10
33,3 66,7
10 (33,3) 20 (66,7)
1,000*
9 6
60,0 40,0
8 7
53,3 46,7
17 (56,7) 13 (43,3)
1,000*
Hasil analisis tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur lebih dari 45 tahun baik kelompok intervensi maupun kelompok kontrol, yaitu 60,0% untuk kelompok intervensi dan 66,7% untuk kelompok kontrol. Variabel umur ini selanjutnya diuji dengan uji Chi-Square untuk mengetahui kesetaraan umur responden antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dan diperoleh nilai p=1,000 (p>0,05), yang berarti bahwa ada kesetaraan umur antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Dari tabel 5.5 juga dapat disimpulkan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, yaitu 8 orang (53,3%) untuk kelompok intervensi dan 10 orang (66,7%) untuk kelompok kontrol. Variabel ini setelah diuji dengan Chi-Square untuk mengetahui kesetaraan jenis kelamin responden antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dan diperoleh nilai p=0,709 (p>0,05), artinya ada kesetaraan jenis kelamin antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Sebagian besar responden dirawat dengan penyakit penyerta, yaitu 66,7% dari kelompok intervensi dan 66,7% dari kelompok kontrol. Variabel penyakit penyerta ini setelah diuji dengan uji Chi-Square untuk mengetahui kesetaraan ada tidaknya penyakit penyerta antara kelompok intervensi dengan kelompok
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
55 kontrol diperoleh nilai p=1,000 (p>0,05), artinya ada kesetaraan data penyakit penyerta antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Sebagian besar responden menderita DMT2 kurang atau sama dengan 8 tahun, yaitu 60,0% untuk kelompok intervensi dan 53,3% untuk kelompok kontrol. Setelah diuji dengan uji Chi-Square untuk mengetahui kesetaraan lama menderita DMT2 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol diperoleh nilai p=1,000 (p>0,05), artinya ada kesetaraan data lama menderita DMT2 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. c.
Analisis uji homogenitas terhadap rata-rata kadar glukosa darah sebelum intervensi PMR antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol Tabel 5.6 Hasil Analisis Homogenitas Kadar Glukosa Darah Pasien DMT2 Sebelum PMR Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 (n1=n2=15) Variabel
Kelompok
KGD 06.00 Intervensi Kontrol KGD 11.00 Intervensi Kontrol KGD 16.00 Intervensi Kontrol *Homogen (p>0,05)
Mean
SD
SE
pValue
95% CI
182,20 168,27
69,104 54,293
17,842 14,019
0,452*
-32,547-60,413
262,33 226,80
77,391 62,065
19,982 16,025
0,187*
-16,935-88,002
236,67 206,00
84,641 75,277
21,854 19,436
0,571*
-29,243-90,576
KGD
Hasil analisis tabel 5.6 dapat disimpulkan bahwa rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok intervensi adalah 182,20 mg/dl dengan standar deviasi 69,104 mg/dl, sedangkan rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah 168,27 mg/dl dengan standar deviasi 54,293 mg/dl. Dari hasil uji t tidak berpasangan (pooled t test) diperoleh nilai p=0,452 (p>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi PMR antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol adalah antara -32,547 sampai dengan 60,413 mg/dl. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
56 Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok intervensi adalah 262,33 mg/dl dengan standar deviasi 77,391 mg/dl, sedangkan ratarata KGD jam 11.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah 226,80 mg/dl dengan standar deviasi 62,065 mg/dl. Dari hasil uji t tidak berpasangan (pooled t test) diperoleh nilai p=0,187 (p>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi PMR antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol adalah antara -16,935 sampai dengan 88,002 mg/dl. Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok intervensi adalah 236,67 mg/dl dengan standar deviasi 84,641 mg/dl, sedangkan ratarata KGD jam 16.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah 206,00 mg/dl dengan standar deviasi 75,277 mg/dl. Dari hasil uji t tidak berpasangan (pooled t test) diperoleh nilai p=0,571 (p>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi PMR antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol adalah antara -29,243 sampai dengan 90,576 mg/dl. Setelah diketahui distribusi masing-masing data, dilanjutkan dengan analisis pengaruh PMR terhadap rata-rata kadar glukosa darah. Berikut adalah tabel pengaruh PMR terhadap kadar glukosa darah : a.
Pengaruh PMR terhadap rata-rata kadar glukosa darah pasien DMT2 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
57 Tabel 5.7 Hasil Analisis Perbedaan Kadar Glukosa Darah Pasien DMT2 Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 Variabel
Kelompok
Intervensi KGD 06.00 Sebelum Setelah Selisih KGD 11.00 Sebelum Setelah Selisih KGD 16.00 Sebelum Setelah Selisih Kontrol KGD 06.00 Sebelum Setelah Selisih KGD 11.00 Sebelum Setelah Selisih KGD 16.00 Sebelum Setelah Selisih *signifikan pada α=0,05
Mean
SD
SE
P Value
n
95% CI
182,20 130,67 51,53
69,104 53,581 54,970
17,842 13,835 14,193
0,001*
15
21,092-81,975
262,33 177,00 85,33
77,391 45,530 72,777
19,982 11,756 18,791
0,000*
15
45,031-125,636
236,67 148,80 87,87
84,641 74,289 96,598
21,854 19,181 24,941
0,003*
15
34,373-141,361
168,27 155,53 12,73
54,293 46,457 35,546
14,019 11,995 9,178
0,187
15
-6,951-32,418
226,80 206,53 20,27
62,065 45,436 47,131
16,025 11,731 12,169
0,118
15
-5,834-46,367
206,00 197,53 8,47
75,277 66,517 55,571
19,436 17,175 14,348
0,565
15
-22,307-39,241
KGD
Dari tabel 5.7 dapat disimpulkan bahwa rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi PMR adalah 182,20 mg/dl dengan standar deviasi 69,104 mg/dl. Setelah intervensi PMR diperoleh rata-rata KGD jam 06.00 sebesar 130,67 mg/dl dengan standar deviasi 53,581 mg/dl. Dari hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai mean perbedaan antara rata-rata KGD sebelum dan setelah intervensi PMR sebesar 51,53 mg/dl, dengan standar deviasi 54,970 mg/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,001 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata KGD jam 06.00 sebelum dan setelah intervensi PMR. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata KGD jam 06.00 antara sebelum dan setelah intervensi PMR adalah antara 21,092 sampai dengan 81,975 mg/dl.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
58 Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi PMR adalah 262,33 mg/dl dengan standar deviasi 77,391 mg/dl. Setelah intervensi PMR didapatkan rata-rata KGD jam 11.00 sebesar 177,00 mg/dl dengan standar deviasi 45,530 mg/dl. Dari hasil uji t berpasangan (paired t test) diperoleh nilai mean perbedaan antara rata-rata KGD sebelum dan setelah intervensi PMR sebesar 85,33 mg/dl, dengan standar deviasi 72,777 mg/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,000 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata KGD jam 11.00 sebelum dan setelah intervensi PMR. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata KGD antara sebelum dan setelah intervensi PMR adalah antara 45,031 sampai dengan 125,636 mg/dl. Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi PMR adalah 236,67 mg/dl dengan standar deviasi 84,641 mg/dl. Setelah intervensi PMR didapatkan rata-rata KGD jam 16.00 sebesar 148,80 mg/dl dengan standar deviasi 74,289 mg/dl. Dari hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai mean perbedaan antara rata-rata KGD sebelum dan setelah intervensi PMR sebesar 87,87 mg/dl, dengan standar deviasi 96,598 mg/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,003 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara ratarata KGD jam 16.00 sebelum dan setelah intervensi PMR. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata KGD jam 16.00 antara sebelum dan setelah intervensi PMR adalah antara 34,373 sampai dengan 141,361 mg/dl. Dari tabel 5.7 juga dapat disimpulkan bahwa rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah 168,27 mg/dl, dengan standar deviasi 54,293 mg/dl. Setelah intervensi didapatkan rata-rata KGD sebesar 155,53 mg/dl, dengan standar deviasi 46,457 mg/dl. Dari hasil uji t berpasangan diperoleh nilai mean perbedaan antara rata-rata kadar glukosa darah sebelum dan setelah intervensi sebesar 12,73 mg/dl, dengan standar deviasi 35,546 mg/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,187 (p>0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata KGD jam 06.00 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
59 Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata KGD jam 06.00 antara sebelum dan setelah intervensi adalah antara -6,951 sampai dengan 32,418 mg/dl. Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah 226,80 mg/dl, dengan standar deviasi 62,065 mg/dl. Setelah intervensi didapatkan rata-rata KGD sebesar 206,53 mg/dl, dengan standar deviasi 45,436 mg/dl. Dari hasil uji t berpasangan diperoleh nilai mean perbedaan antara rata-rata KGD jam 11.00 sebelum dan setelah intervensi sebesar 20,27 mg/dl, dengan standar deviasi 47,131 mg/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,118 (p>0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata KGD jam 11.00 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata KGD jam 11.00 antara sebelum dan setelah intervensi adalah antara -5,835 sampai dengan 46,367 mg/dl. Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah 206,00 mg/dl, dengan standar deviasi 75,277 mg/dl. Setelah intervensi didapatkan rata-rata KGD sebesar 197,53 mg/dl, dengan standar deviasi 66,517 mg/dl. Dari hasil uji t berpasangan diperoleh nilai mean perbedaan antara rata-rata kadar glukosa darah sebelum dan setelah intervensi sebesar 8,47 mg/dl, dengan standar deviasi 55,571 mg/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,565 (p>0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata KGD jam 16.00 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata KGD jam 16.00 antara sebelum dan setelah intervensi adalah antara -22,307 sampai dengan 39,241 mg/dl. Pengaruh PMR terhadap perubahan KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00 masing-masing responden setelah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
60 Grafik 5.1A Perubahan Kadar Glukosa Darah Jam 06.00 Masing-Masing Responden Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok Intervensi Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
KGD (mg/ dl)
400 350 300 250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
Responden KGD JAM 6.00 PRE
KGD JAM 6.00 POST
Grafik 5.1B Perubahan Kadar Glukosa Darah Jam 06.00 Masing-Masing Responden Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
KGD (mg /dl)
350 300 250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
Responden KGD 6.00 PRE
KGD 6.00 POST
Grafik 5.1A menunjukkan bahwa KGD jam 06.00 masing-masing responden mengalami penurunan setelah dilakukan PMR selama 3 hari atau 6 kali latihan selama masing-masing sesi ± 15 menit. Sedangkan grafik 5.1B memperlihatkan perubahan KGD jam 06.00 masing-masing responden yang terjadi setelah tiga 3 hari intervensi pada kelompok kontrol, ada 4 responden yang KGD-nya meningkat.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
61 Grafik 5.2A Perubahan Kadar Glukosa Darah Jam 11.00 Masing-Masing Responden Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok Intervensi Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
KGD (mg/ dl)
1
2
3
4
5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Responden KGD JAM 11.00 PRE KGD JAM 11.00 POST
Grafik 5.2B Perubahan Kadar Glukosa Darah Jam 11.00 Masing-Masing Responden Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
KGD (mg/ dl)
350 300 250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
Responden KGD JAM 11.00 PRE
KGD JAM 11.00 POST
Grafik 5.2A menunjukkan bahwa KGD jam 11.00 masing-masing responden mengalami perubahan ke arah penurunan setelah dilakukan PMR selama 3 hari atau 6 kali latihan selama masing-masing sesi ± 15 menit, hanya 1orang responden
yang
KGD-nya
meningkat.
Sedangkan
grafik
5.2B
memperlihatkan perubahan KGD jam 11.00 masing-masing responden yang terjadi setelah tiga 3 hari intervensi pada kelompok kontrol, ada 7 responden yang KGD-nya meningkat.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
62 Grafik 5.3A Perubahan Kadar Glukosa Darah Jam 16.00 Masing-Masing Responden Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok Intervensi Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
KGD (mg/ dl)
1
2
3
4
5
6 7 8 9 Responden
KGD JAM 16.00 PRE
10 11 12 13 14 15
KGD JAM 16.00 POST
Grafik 5.3B Perubahan Kadar Glukosa Darah Jam 16.00 Masing-Masing Responden Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
KGD (mg/ dl)
400 350 300 250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6 7 8 9 Responden
KGD JAM 16.00 PRE
10 11 12 13 14 15
KGD JAM 16.00 POST
Grafik 5.3A menunjukkan bahwa KGD jam 16.00 masing-masing responden mengalami perubahan ke arah penurunan setelah dilakukan PMR selama 3 hari atau 6 kali latihan selama masing-masing sesi ± 15 menit, hanya 2 orang responden
yang
KGD-nya
meningkat.
Sedangkan
grafik
5.3B
memperlihatkan perubahan KGD jam 11.00 masing-masing responden yang terjadi setelah tiga 3 hari intervensi pada kelompok kontrol, ada 6 responden yang KGD-nya meningkat. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
63 b. Perbedaaan selisih mean rata-rata kadar glukosa darah setelah intervensi PMR antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol Tabel 5.8 Hasil Analisis Selisih Rata-Rata Kadar Glukosa Darah Pasien DMT2 Setelah PMR Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 Variabel
Kelompok
KGD 06.00 Intervensi Kontrol KGD 11.00 Intervensi Kontrol KGD 16.00 Intervensi Kontrol *Signifikan pada α=0,05
Selisih Mean
SD
P Value
95% CI
51,53 12,73
54,970 35,546
0,014*
4,178-73,422
85,33 20,27
72,777 47,131
0,025*
7,919-107,281
87,87 8,47
96,598 55,571
0,001*
40,594-144,873
KGD
Hasil analisis tabel 5.8 dapat disimpulkan bahwa selisih mean rata-rata KGD jam 06.00 sebelum dan setelah intervensi PMR kelompok intervensi adalah 51,53 mg/dl dengan standar deviasi 54,970 mg/dl. Selisih mean rata-rata KGD jam 06.00 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol adalah 12,73 mg/dl dengan standar deviasi 35,546 mg/dl. Hasil uji Mann-Whitney diperoleh nilai p=0,014 (α=0,05), artinya ada perbedaan yang signifikan selisih mean KGD jam 06.00 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan selisih mean KGD jam 06.00 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol adalah antara 4,178 sampai dengan 73,422 mg/dl. Selisih mean KGD jam 11.00 sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi adalah 85,33 mg/dl dengan standar deviasi 72,777 mg/dl, sedangkan selisih mean KGD jam 11.00 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol adalah 20,27 mg/dl dengan standar deviasi 47,131 mg/dl. Dari hasil uji t tidak berpasangan (pooled t test) diperoleh nilai p= 0,025 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan rata-rata selisih mean KGD jam 11.00 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan selisih mean KGD jam 11.00 antara kelompok
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
64 intervensi dengan kelompok kontrol adalah antara 7,919 sampai dengan 107,281 mg/dl. Selisih mean KGD jam 16.00 sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi adalah 87,87 mg/dl dengan standar deviasi 96,598 mg/dl, sedangkan rata-rata selisih mean KGD jam 16.00 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol adalah 8,47 mg/dl dengan standar deviasi 55,571 mg/dl. Dari hasil uji t tidak berpasangan (pooled t test) diperoleh nilai p= 0,001 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan rata-rata selisih mean KGD jam 16.00 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan selisih mean KGD jam 16.00 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol adalah antara 40,594 sampai dengan 144,873 mg/dl. c. Hubungan faktor perancu dengan rata-rata kadar glukosa darah setelah intervensi PMR Tabel 5.9 Hasil Analisis Umur, Jenis Kelamin, Penyakit Penyerta, Dan Lama Menderita DMT2 Dengan Selisih Kadar Glukosa Darah Jam 06.00, 11.00, Dan 16.00 Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 Variabel Umur - ≤ 45 tahun - > 45 tahun Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan Penyakit penyerta - Tidak ada - Ada Lama menderita DMT2 - ≤ 8 tahun - > 8 tahun
Intervensi n %
Kontrol n %
Total (%)
P value KGD 06.00 11.00 16.00
6 9
40,0 60,0
5 10
33,3 66,7
11 (36,7) 19 (63,3)
0,389
0,533
0,518
8 7
53,3 46,7
10 5
66,7 33,3
18 (60,0) 12 (40,0)
0,019
0,385
0,156
5 10
33,3 66,7
5 10
33,3 66,7
10 (33,3) 20 (66,7)
0,090
0,826
0,271
9 6
60,0 40,0
8 7
53,3 46,7
17 (56,7) 13 (43,3)
0,161
0,336
0,477
Hasil analisis tabel 5.9 dapat disimpulkan bahwa hasil uji Mann-Whitney terhadap hubungan umur dengan selisih mean penurunan KGD jam 06.00 diperoleh nilai p=0,389, KGD jam 11.00 nilai p=0,533, dan KGD jam 16.00 nilai p=0,518 (α=0,05), artinya tidak ada hubungan antara umur dengan Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
65 selisih mean penurunan KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00. Hasil uji MannWhitney terhadap hubungan jenis kelamin dengan selisih mean penurunan KGD jam 06.00 diperoleh nilai p=0,019, KGD jam 11.00 nilai p=0,385, dan KGD jam 16.00 nilai p=0,156 (p<0,05), artinya ada hubungan antara jenis kelamin dengan selisih mean penurunan KGD jam 06.00, tetapi tidak ada hubungan jenis kelamin dengan selisih penurunan KGD jam 11.00 dan 16.00. Hasil uji Mann-Whitney terhadap hubungan penyakit penyerta dengan selisih mean penurunan KGD jam 06.00 diperoleh nilai p=0,090, KGD jam 11.00 nilai p=0,826, KGD jam 16.00 nilai p=0,271 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan antara penyakit penyerta dengan selisih mean penurunan KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00. Sedangkan hasil uji Mann-Whitney terhadap hubungan lama menderita DMT2 dengan selisih mean penurunan KGD jam 06.00 diperoleh nilai p=0,161, KGD jam 11.00 nilai p=0,336, KGD jam 16.00 nilai p=0,477 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan antara lama menderita DMT2 dengan selisih mean penurunan KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
BAB 6 PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan pembahasan yang meliputi interpretasi dan diskusi hasil penelitian yang telah dijelaskan dalam bab 5 (hasil penelitian) dengan mengacu pada teori-teori dan penelitian yang telah ada sebelumnya baik yang mendukung maupun yang berlawanan dengan temuan-temuan yang baru. Pada bab ini juga disajikan keterbatasan penelitian dan implikasi serta tindak lanjut hasil penelitian ini yang dapat digunakan dalam pelayanan, pendidikan, maupun penelitian keparawatan dalam upaya meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien DMT2. 6.1 Interpretasi dan diskusi hasil penelitian a.
Pengaruh PMR terhadap kadar glukosa darah Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien DMT2 yang diberi latihan PMR selama tiga hari dengan frekuensi latihan dua kali sehari dan durasi masing-masing sesi ± 15 menit memperlihatkan adanya perbedaan rata-rata KGD baik KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00 sebelum dan setelah latihan PMR, yaitu mengalami penurunan kadar glukosa darah. Sedangkan pasien DMT2 yang tidak diberi latihan PMR tidak menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah. Selisih rata-rata KGD jam 06.00 setelah dilakukan PMR berbeda secara signifikan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (nilai p=0,014, α=0,05), Rata-rata KGD jam 11.00 dan jam 16.00 juga berbeda secara signifikan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol setelah dilakukan PMR dengan nilai p= 0,025 dan p=0,001(α=0,05). Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, terlihat bahwa latihan PMR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien DMT2. Peneliti meyakini bahwa PMR memberikan pengaruh yang signifikan dalam menurunkan KGD pasien DMT2 dalam penelitian ini dengan beberapa alasan, diantaranya penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperiman dengan pre and post with control 66
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
67 group, variabel karakteristik responden setara (homogen) antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol, dan variabel rata-rata kadar glukosa darah sebelum intervensi setara antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Mekanisme PMR dalam menurunkan KGD pada pasien DMT2 erat kaitannya dengan stres yang dialami pasien baik fisik maupun psikologis. Selama stres, hormon-hormon yang mengarah pada peningkatan KGD seperti epineprin, kortisol, glukagon, ACTH, kortikosteroid, dan tiroid akan meningkat. Selain itu peristiwa kehidupan yang penuh stres telah dikaitkan dengan perawatan diri yang buruk pada penderita diabetes seperti pola makan, latihan, dan penggunaan obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2008; Price & Wilson, 2006). Stres fisik maupun emosional mengaktifkan sistem neuroendokrin dan sistem saraf simpatis melalui hipotalamus-pituitari-adrenal (Price & Wilson, 2006; Smeltzer, 2002; DiNardo, 2009). Relaksasi PMR merupakan salah satu bentuk mind-body therapy (terapi pikiran dan otot-otot tubuh) dalam terapi komplementer (Moyad & Hawks, 2009). Brown 1997 dalam Snyder & Lindquist (2002) menyebutkan bahwa respon stres merupakan bagian dari jalur umpan balik yang tertutup antara otot-otot dan pikiran. Penilaian terhadap stressor mengakibatkan ketegangan otot yang mengirimkan stimulus ke otak dan membuat jalur umpan balik. Relaksasi PMR akan menghambat jalur tersebut dengan cara mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis dan memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat sikap positif sehingga rangsangan stres terhadap hipotalamus berkurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Ghazavi, et al (2007), bahwa latihan PMR yang diberikan kepada pasien DM dapat menurunkan kadar HbA1C. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah, pada penelitian tersebut peneliti membandingkan PMR dengan terapi masase dan kelompok kontrol pada pasien DMT1 (anak-anak) untuk mengukur HbA1C bukan KGD. 75 sampel dibagi dalam tiga kelompok, kelompok PMR dan kelompok terapi masase diberikan intervensi setiap mau tidur malam oleh orang tua pasien selama dua bulan. Hasilnya kelompok PMR dan kelompok terapi masase Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
68 menunjukkan penurunan HbA1C secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol (nilai p=0,026, p=0,036, α=0,05). Dari hasil penelitian Ghazavi, et al (2007) dan hasil penelitian ini jelas bahwa PMR dapat menurunkan kadar glukosa darah pasien DM dengan memunculkan kondisi rileks. Pada kondisi ini terjadi perubahan impuls saraf pada jalur aferen ke otak dimana aktivasi manjadi inhibisi. Perubahan impuls saraf ini menyebabkan perasaan tenang baik fisik maupun mental seperti berkurangnya denyut jantung, menurunnya kecepatan metabolisme tubuh dalam hal ini mencegah peningkatan KGD (Smeltzer & Bare, 2002). Hipofisis anterior juga diinhibisi sehingga ACTH yang menyebabkan sekresi kortisol menurun sehingga proses glukoneogenesis, katabolisme protein dan lemak yang berperan meningkatkan KGD menurun (Sudoyo, et al, 2006). Selisih rata-rata KGD jam 06.00 setelah dilakukan PMR berbeda secara signifikan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (nilai p=0,014, α=0,05), selisih rata-rata KGD jam 11.00 dan jam 16.00 juga berbeda secara signifikan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol setelah dilakukan PMR dengan nilai p= 0,025 dan p=0,001(α=0,05). Namun bila dilihat secara individu penurunan KGD jam 06.00 responden berkisar antara 3-187 mg/dl, KGD jam 11.00 antara -12-239mg/dl, dan KGD jam 16.00 antara -100-243 mg/dl. Dari hasil analisis ini KGD jam 06.00 setelah intervensi PMR mengalami penurunan untuk semua responden, namun KGD jam 11.00 ada 1 responden (responden nomor 10) dan KGD jam 16.00 ada 2 responden (responden nomor 14 dan 15) yang KGD-nya tidak mengalami penurunan setelah intervensi PMR, bahkan cendrung naik. KGD jam 11.00 dan 16.00 termasuk KGD post prandial, KGD ini dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya diit dan aktivitas. Tiga orang responden yang KGD jam 11.00 dan 16,00-nya tidak mengalami penurunan setelah intervensi PMR kemungkinan disebabkan oleh pengaruh makanan karena dalam penelitian ini kontrol diit tidak dilakukan secara ketat dalam 24 jam. Selain itu, mungkin juga disebabkan oleh adanya infeksi yang diderita responden yang menurut asumsi peneliti dapat meningkatkan KGD melalui Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
69 peningkatan metabolisme (hipermetabolisme). Kemungkinan lain adalah ketidakmampuan responden melaksanakan PMR dengan benar. Meskipun responden dapat melakukan semua prosedur atau langkah-langkah PMR, namun bila yang bersangkutan tidak mampu memusatkan pikiran dalam melaksanakan PMR juga kurang membawa hasil yang maksimal, karena PMR merupakan salah satu bentuk mind-body therapy. Individu mempunyai sifat yang multidimensi, respon individu dalam mengatasi masalah berbeda-beda. Tampak pada penelitian ini dengan perlakuan yang sama yaitu terapi PMR ternyata rentang penurunan KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00 setiap responden berbeda-beda. Responden dalam penelitian ini melaporkan bahwa pada saat melakukan PMR ada dua sensasi yang berbeda yaitu merasakan ketegangan otot ketika bagian otot-otot tubuhnya diteganggkan dan merasakan sesuatu yang rileks, nyaman, enak, dan santai ketika otot-otot tubuh yang sebelumnya ditegangkan tersebut direlaksasikan. Namun ada beberapa responden yang melaporkan kurang bisa merasakan sensasi dari latihan PMR yang dilakukannya karena mereka kurang bisa berkonsentrasi dalam melakukan PMR tersebut, meskipun dirinya bisa melakukan semua langkah atau prosedur PMR. Hal ini sesuai dengan pernyataan Richmond (2007), bahwa PMR merupakan salah satu bentuk mind-body therapi, oleh karena itu saat melakukan PMR perhatian diarahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi tegang. Beberapa penelitian sebelumnya tentang PMR, telah menunjukkan manfaat dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan terutama mengurangi ansietas atau kecemasan, dan berkurangnya kecemasan ini mempengaruhi berbagai gejala psikologis dan kondisi medis. Yildirim & Fadiloglu (2006) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa PMR menurunkan kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani dialisis. Penelitian yang dilakukan oleh Sheu, et al, (2003) memperlihatkan bahwa PMR menurunkan rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi di Taiwan. Maryani (2008), menyebutkan PMR mengurangi kecemasan yang Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
70 berimplikasi pada penurunan mual dan muntah pada pasien yang menjalani kemoterapi. Haryati (2009), menyebutkan bahwa PMR meningkatkan status fungsional pasien kanker dengan kemoterapi di RS. Dr Wahidin Sudirohusodo. Selanjutnya relaksasi otot progresif efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi primer di Kota Malang (Hamarno, 2010). Jacobs (2001) menyatakan jika pada organ pankreas ada kerusakan pasokan aliran darah, maka produksi hormon pankreas akan menurun yang berakibat pada ketidakstabilan KGD. Dengan PMR upaya untuk mengatasi hal tersebut diharapkan terjadi sehingga pankreas berfungsi dengan baik dan mampu menghasilkan insulin secara normal. Lewis, et al (2003) mengemukakan perlunya terapi komplementer dalam setting rumah sakit. Penelitian ini sejalan dengan pernyataan Dunning (2003) bahwa terapi komplementer memberikan manfaat pada pasien diabetes diantaranya meningkatkan penerimaan kondisi DM saat ini, menurunkan stres, kecemasan, dan depresi, mengembangkan strategi untuk mencegah stres berkelanjutan, meningkatkan keterlibatan pasien dalam proses penyembuhan. Keuntungan terapi komplementer secara spesifik bagi pasien diabetes juga dikemukakan oleh Riyadi & Sukarmin (2008) yaitu menurunkan KGD, meningkatkan kontrol metabolik, mencegah neuropati perifer, menurunkan kadar katekolamin dan aktivitas otonom. b. Hubungan variabel confounding dengan penurunan kadar glukosa darah setelah intervensi PMR 1) Hubungan umur dengan penurunan kadar glukosa darah setelah intervensi PMR Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan penurunan kadar glukosa darah baik KGD jam 06.00, 11.00, maupun jam 16.00 00 (nilai p=0,389, p=0,533, p=0,518; α=0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Golberg dan Coon (2006) bahwa umur sangat erat kaitannya dengan kenaikan kadar glukosa darah, Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
71 sehingga semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. DMT2 biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun serta akan terus meningkat pada usia lanjut. Sekitar 6% individu berusia 45-64 tahun, dan 11% individu berusia di atas 65 tahun (Ignatavicius & Walkman, 2006). Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50-92% (Medicastore, 2007; Rochmah dalam Sudoyo, 2006). Proses menua yang berlangsung setelah umur 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel berlanjut ke tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel β pankreas penghasil insulin, sel-sel jaringan target yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa darah. Perubahan anatomi, fisiologi, dan biokimia yang terjadi pada pasien DMT2 ini, mempengaruhi sel β pankreas dalam mengahsilkan insulin sehingga produksi insulin berkurang, sementara hormon counter regulasi yang mempengaruhi peningkatan KGD meningkat. Perubahan ini terjadi karena proses menua atau degeneratif, dan prosesnya lebih cepat terjadi pada pasien DMT2 karena dipicu oleh KGD yang tinggi dalam waktu yang lama. WHO menyebutkan bahwa setelah usia 30 tahun, maka kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg/dl/tahun pada saat puasa dan naik 5,6-13 mg/dl/tahun pada 2 jam setelah makan (Rochmah dalam Sudoyo, 2006).
2) Hubungan jenis kelamin dengan rata-rata kadar glukosa darah setelah intervensi PMR Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa responden laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu 18 orang (60%). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan temuan Santono, et al (2006) tentang gambaran Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
72 pola penyakit diabetes di RSUD Koja tahun 2000-2004. Dalam penelitian tersebut dilaporkan bahwa perempuan lebih banyak dibandingkan lakilaki. Dari hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan penurunan kadar gula darah setelah intervensi PMR. Asumsi peneliti adalah pasien DMT2 baik laki-laki maupun perempuan lebih mempunyai kecendrungan untuk terjadi peningkatan KGD apabila mempunyai berat badan yang lebih (obesitas), terjadi resistensi insulin, dan DMT2 yang dideritanya sudah berlangsung lama tanpa kontrol glukosa yang baik. Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan penurunan kadar glukosa darah setelah intervensi pada penelitian ini, menurut peneliti dapat mengurangi bias dari hasil penelitian sehingga variabel jenis kelamin sebenarnya bukan merupakan variabel perancu pada penelitian ini. 3) Hubungan penyakit penyerta dengan penurunan kadar glukosa darah setelah intervensi PMR Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar responden dirawat dengan penyakit penyerta, yaitu 20 orang (66,7%), dan dari hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan antara penyakit penyerta dengan penurunan kadar glukosa darah baik KGD jam 06.00, 11.00, maupun jam 16.00 (p=0,090, p=0,826, p=0,271 α=0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan tulisan Smeltzer dan Bare (2002), bahwa separuh dari keseluruhan pasien DM yang berusia 50 tahun ke atas di rawat di rumah sakit setiap tahunnya, dan komplikasi DM menyebabkan peningkatan angka rawat inap bagi pasien DMT2. Hal ini terjadi karena DMT2 sering tidak menunjukkan gejala yang khas pada awalnya, sehingga diagnosis baru ditegakkan ketika pasien berobat untuk keluhan penyakit lain yang sebenarnya merupakan komplikasi dari diabetes tersebut (Soegondo et al, 2009). Lebih lanjut Soegondo Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
73 mengatakan secara epidemiologis DMT2 sering kali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Menurut Waspadji (2009) penyandang DM mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, 5 kali lebih mudah menderita ulkus/ gangren, 7 kali lebih mudah mengidap gagal ginjal terminal, dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan retina dari pada pasien non DM (Waspdji, 2009). Responden dalam penelitian ini beberapa diantara menderita ulkus kaki, penyakit jantung, anemia, gangguan pencernaan, dan gangguan penglihatan. 4) Hubungan lama menderita DMT2 dengan penurunan kadar glukosa darah setelah intervensi PMR Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar responden, yaitu 17 orang (56,7%) menderita DMT2 kurang atau sama dengan 8 tahun, dan dari uji statistik diketahui tidak ada hubungan antara lama menderita DMT2 dengan penurunan KGD setelah intervensi. Hasil penelitian ini sesuai dengan tulisan Waspadji (2009) yang mengatakan bahwa lamanya pasien menderita DM dikaitkan dengan komplikasi kronik yang menyertainya. Hal ini didasarkan pada hipotesis metabolik, yaitu terjadinya komplikasi kronik DM adalah sebagai akibat kelainan metabolik yang ditemui pada pasien DM (Waspdji, 2009). Semakin lama pasien menderita DM dengan kondisi hiperglikemia, maka semakin tinggi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi kronik. Atas dasar hipotesis ini West lebih setuju menganggap kelainan vaskuler sebagai manifestasi patologis DM dari pada sebagai penyulit, karena eratnya hubungan dengan kadar glukosa darah yang abnormal, sedangkan untuk mudahnya terjadi infeksi seperti tuberkulosis atau gangren diabetik lebih sebagai komplikasi (Waspadji, 2009).
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
74 Dari analisis hubungan antara variabel confounding dengan penurunan kadar glukosa darah setelah intervensi PMR diperoleh nilai p> 0,05, berarti umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita DMT2 tidak mempengaruhi penurunan rata-rata kadar glukosa darah atau dapat disimpulkan bahwa umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita DMT2 sebenarnya bukan merupakan variabel perancu dalam penelitian ini. 6.2 Keterbatasan penelitian Keterbatasan yang peneliti temukan selama melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Peneliti tidak melakukan pemantauan lebih lanjut terhadap penyakit penyerta yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi KGD pasien. b. Pemantauan terhadap kepatuhan diit DM dilakukan dengan menanyakan kepada pasien, tidak melalui observasi selama 24 jam.
6.3 Implikasi dan tindak lanjut hasil penelitian a. Implikasi pada pelayanan keperawatan Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa intervensi keperawatan mandiri melalui latihan PMR pada pasien DMT2 mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kadar glukosa darah. Pasien DMT2 yang dirawat mempunyai masalah yang sangat kompleks sehingga membutuhkan perawatan yang komprehensif. Perawat dituntut untuk mampu memberikan tindakan keperawatan mandiri disamping tindakan kolaboratif. PMR merupakan salah satu terapi komplementer dalam bentuk mind-body therapy yang telah dibuktikan manfaatnya melalui penelitian-penelitian terutama dalam upaya menurunkan atau mengurangi stres dan kecemasan pasien. Pada pasien DMT2 stres fisik maupun emosional berkaitan erat dengan kondisi hiperglikemia yang dideritanya, dan hasil penelitian ini membuktikan bahwa latihan PMR dapat membantu menurunkan kadar glukosa darah pasien. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
75 Dengan demikian hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat untuk menjadikan PMR sebagai
salah satu intervensi
keperawatan
PMR
mandiri
dan
memasukkan
dalam
protap
penatalaksanaan pasien DMT2. Penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi terhadap perubahan perilaku dan pola pikir perawat yang cenderung hanya memberikan tindakan kolaboratif dalam memberikan asuhan keperawatan pasien DMT2. b. Implikasi pada pendidikan keperawatan Penelitian ini telah menunjukkan bahwa terapi atau intervensi fisik dan psikologis melalui latihan PMR dapat membantu menurunkan kadar glukosa darah pasien DMT2. Hasil penelitian ini memberikan peluang bagi perkembangan ilmu keperawatan untuk mengembangkan intervensi keperawatan sesuai evidence based practice. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat memperkuat keilmuan keperawatan, dengan demikian institusi pendidikan keperawatan perlu melakukan sosialisasi dan aplikasi intervensi keperawatan mandiri dalam memberikan asuhan keperawatan kepada peserta didiknya.
c. Implikasi pada penelitian keperawatan Penelitian
ini
bersifat
aplikatif
sehingga
perlu
direplikasi
dan
dikembangkan untuk meningkatkan pelayanan keperawatan khususnya di area keperawatan medikal bedah. Penelitian ini juga telah memberikan informasi baru, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya yang sejenis dengan jumlah sampel yang lebih besar atau mengidentifikasi pengaruh PMR terhadap kondisi atau penyakit lainnya.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan a. PMR berpengaruh terhadap penurunan rata-rata kadar glukosa darah pasien DMT2 baik kadar glukosa darah jam 06.00, jam 11.00, maupun jam 16.00. b. Tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita DMT2 dengan rata-rata penurunan kadar glukosa darah setelah intervensi PMR. 7.2 Saran a. Bagi Pelayanan Keperawatan Latihan PMR dapat dijadikan salah satu intervensi keperawatan mandiri untuk membantu menurunkan kadar glukosa darah pasien DM. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan perawat dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui seminar atau pelatihan terkait teknik PMR dan melakukan evidence based practice. Bagi manajer keperawatan diharapkan dapat mempertimbangkan untuk menjadikan hasil penelitian ini sebagai dasar dalam menyusun rencana asuhan keperawatan atau standar operasional prosedur. b. Bagi Pendidikan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber bagi perkembangan ilmu pengetahuan keperawatan khususnya yang terkait dengan intervensi keperawatan mandiri. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber ilmu atau referensi baru bagi para pendidik dan mahasiswa sehingga dapat menambah wawasan yang lebih luas dalam hal intervensi keperawatan mandiri. Bagi pendidikan keperawatan diharapkan dapat memasukkan materi terapi komplementer ke dalam kurikulum pendidikan keperawatan pada mata ajar Kebutuhan Dasar Manusia dan Keperawatan Medikal Bedah. 76
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
77 c. Bagi Penelitian selanjutnya Penelitian ini bersifat aplikatif, diharapkan dapat direplikasi atau dikembangkan lagi untuk memperkaya ilmu pengetahuan keperawatan terutama
intervensi
keperawatan
mandiri
yang
berbasis
terapi
komplementer. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi inspirasi untuk melakukan penelitian labih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar sehingga dapat menyempurnakan penelitian ini.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
DAFTAR PUSTAKA
Alim, M.B, (2010). Langkah-langkah Relaksasi Otot Progresif. Diakses tanggal 20 April 2010. http://www.psikologizone.com/langkah-langkah-relaksasiotot-progresif. Ankrom, S. (2008). Progressive muscle relaxation can help you reduce anxiety and prevent panic : What is progressive muscle relaxation? April 20, 2010. http://panicdisorder.about.com/od/living withpd/a/PMR.htm, Anonim. (2009). Indonesia Urutan ke-4 Penderita Kencing Manis (diabetes melitus/DM), diakses tanggal 13 April 2010. American Diabetes Association, (2010). Diabetes Care. April 21, 2010. http://care.diabetes journals. org/content/27/suppl1/s5.full. Azwar, A., & Prihartono. (2003). Metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan masyarakat. Batam : Binarupa Aksara. Basuki, E., (2009). Teknik penyuluhan diabetes melitus, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 135-150). Jakarta : FKUI. Batubara, J.RL. (2009). Penatalaksanaan diabetes melitus pada anak, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 187-202). Jakarta : FKUI. Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-Surgical Nursing; Clinical Management for Positive Outcomes, (8th edition). Elsevier Saunders. Boedisantoso, A. R. (2009). Komplikasi akut diabetes melitus, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 163-174). Jakarta : FKUI. Canadian Diabetes Association. (2010). Guidlines for nutrisional management of diabetes mellitus in the new millenium. April 20, 2010. http://www. diabetes.com/files/ nutritional-guide-eng.pdf. Charlesworth, E.A., & Nathan, R.G. (1996). Manajemen stres dengan teknik relaksasi, dalam Haryati (2009). Pengaruh latihan PMR terhadap status fungsional dalam konteks asuhan keperawatan pasien kanker dengan kemoterapi di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar, (tesis). Perpustakaan FIK-UI. Copstead, L.C., & Banasik, J.L. (2000). Pathophysiology, (2th ed). Philadelphia : W.B. saunders company. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Dahlan, M. S. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan, deskriptif, bivariat, dan multivariat dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Seri evidence based medicine (seri 1), Jakarta: Sagung Seto. ____________. (2008). Besar sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan, Seri evidence based medicine (seri 2), Jakarta: Sagung Seto. ____________. (2008). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan, Seri evidence based medicine (seri 3), Jakarta: Sagung Seto. Di Nardo, M.M. (2009). Mind-bodies therapy in diabetes management. Diabetes spectrum, April 20, 2010. http://proquest.umi.com/ pqdweb? Index=8&dib =1662109331& Srchmode=2&side=14&Fmt. Dochterman, J.M., dan Bulechek, G.M. (2004). Nursing interventions classification, (4the ed). St. Louis, Missouri : Mosby. Dunning, T. (2003). Care of people with diabetes: a manual nursing practice. Melbourne : Blackwell Publishing. Fritz, Z. (2005). Sport and exercise massage: Comprehensive in athletics, fitness, and rehabilitation, St. Louis, Missouri Mosby. Inc. Greenberg, S.S. (2002). Comprehensive stress management, (7th ed). New York : The McGraw-Hill Companies. Ghazavi, Z., Talakoob, S., Abdeyazdan, Z., Attari, A., dan Joazi, M. (2007). Effects of Massage Therapy and Muscle Relaxation on Glycosylated Hemoglobin in Diabetic Children. April 20, 2010 http://semj.sums. ac.ir/ vol9/jan2008 /dm.htm Gunawan, B., dan Sumadiono. (2007). Stres dan Sistem Imun Tubuh; Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi. 20 April, 2010. http://dennyhendrata. wordpress.com/ 2007/07/30/stres-dan-sistem-imun-tubuhsuatu-pendekatan -psikoneuroimu nologi-2/. Gustaviani, R. (2006). Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus, dalam Sudoyo, A. W., Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S.. Buku ajar ilmu penyakit dalam (4th ed) (hlm 1879-1881). Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam FKUI. Hamarno, R. (2010). Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi primer di kota malang, (tesis). Perpustakaan FIK-UI. Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta : FKM-UI. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Hidayat, A.A. (2004). Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Ignatavicius, D., & Wolkman, M.L. (2006). Medical surgical nursing, critical thinking for collaborative care, (5th ed). St. Louis : Missouri. Ilyas, E. I. (2009). Olahraga bagi diabetesi, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 69-110). Jakarta : FKUI. _______. (2009). Manfaat latihan jasmani bagi penyandang diabetes, (materi penyuluhan 3) dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 289-301). Jakarta : FKUI. Istiarini, C.H. (2009). Pengaruh terapi refleksologi terhadap kadar glukosa darah pada klien diabetes melitus tipe 2 dalam konteks asuhan keperawatan di Sleman Yogyakarta, (tesis). Perpustakaan FIK-UI. Jacobs, G.D., (2001). The Physiology of Mind–Body Interactions: The Stress Response and the Relaxation Response. The journal of alternative and complementary research, April 20, 2010, (supplement 1): 83-92. doi:10.1089/107555301753393841. http://gemini.utb.edu/nurs330484/ ASSIGNMENTS/Assignment%207%20Mind%20Body%20Physiology _ 5921200.pdf" Manaf, A. (2006). Insulin : Mekanisme sekresi dan aspek metabolisme, dalam Sudoyo, A. W., Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S.. Buku ajar ilmu penyakit dalam (4th ed) (hlm 1890-1891). Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam FK-UI. Maryani. (2008). Pengaruh progressive muscle relaxation terhadap kecemasan yang berimplikasi pada mual dan muntah pada pasien post kemoterapi di poliklinik rumah sakit Hasan Sadikin Bandung, (tesis). Perpustakaan FIKUI. Medicastore. (2010). Diabetes, the silent killer. 20 April 2010. http://www. medicastore .com /med/index.php. Medical Record RSUD Raden Mattaher Jambi. (2010). Laporan kasus rawat inap dan rawat jalan RSUD. Raden Mattaher Jambi. Moyad, M., dan Hawks, J.H. (2009). Complementary and alternative therapies, dalam Black, J.M., & Hawks, J.H. Medical-Surgical Nursing; Clinical Management for Positive Outcomes, (8th edition). Elsevier Saunders.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Murray, et al. (2003). Harper’s biochemistry. (25th ed) (Penerjemah A. Hartono) Buku asli diterbitkan 2000. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Notoatmodjo, S. (2005). Promosi kesehatan : teori dan aplikasi. Jakarta : Rineka cipta. Perry, G.A., dan Potter, A.P. (2005). Fundamentals of Nursing, (6th Edition). Elsevier Mosby. Pollit, D.F., dan Beck, C.T. (2006). Essentials of Nursing Research; Methods, apprasial, and utilization, (6th edition). Philadelphia: Lippincott William & Walkins. Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses penyakit, Edisi 6. Jakarta : EGC Ramdhani, N., dan Putra, A.A. (2008). Pengembangan Multimedia Relaksasi. Diakses tanggal 20 April 2010. http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wpcontent/uploads/ 2008/05/relaksa si-otot.pdf. Richmond, R.L. (2007). A guide to psychology and its practice. April 20, 2010. http://www.guidetopsychology.com/ pmr.htm. Riyadi dan Sukarmin. (2008). Askep pada pasien dengan gangguan eksokrin dan endokrin pada pankreas. Yogyakarta : Graha ilmu. Robbins, N.C., Shaw, C.A., dan Lewis, S.L. (2007). Nursing management diabetes mellitus dalam Lewis, S.L., Heitkemper, M.M., Dirksen, S.R., O‟Brien, P.G., dan Bucher, L. Medical surgical nursing; assessment and management of clinical problems, (7 th edition) (hlm 1253-1289) Elsevier Mosby. Rochmah, W. (2006). Diabetes melitus pada usia lanjut, dalam Sudoyo, A.W., Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. (4th ed) (hlm 1937-1939). Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam FK-UI. Santono, Lian, S., dan Yudi. (2006). Gambaran pola penyakit diabetes melitus di bagian rawat inap RSUD Koja Jakarta tahun 2000-2004. Cermin Dunia Kedokteran. Sastroasmoro, S., dan Ismael, S. (2010). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, (edisi ke-3), Jakarta: Sagung Seto. Setyawati, A. (2010). Pengaruh relaksasi otogenik terhadap kadar glukosa darah dan tekanan darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan hipertensi di DI Yogykarta dan Jawa Tengah. (Tesis). Perpustakaan FIK UI.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Sheu, S., Irvin, B. L., Lin, HS., dan Mar, CL. (2003). Effects of progressive muscle relaxation on blood pressure and psychososial status for clients with essential hypertension in taiwan. Holistic nursing practice. April 20, 2010. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12597674. Smeltzer, S.C. dan bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & suddarth, (edisi 8). Jakarta : EGC. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008). Brunner & Suddarth’s Textbook of medical-surgical nursing, (11th edition). Philadelphia : Lippincott William & Wilkins. Snyder, M. dan Lindquist, R. (2002). Complementary/ alternative therapies in nursing, (4th ed). New York : Springer Publishing Company. Soewondo, P. (2009). Pemantauan kendali diabetes melitus, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 151-162). Jakarta : FKUI. Soegondo, S. (2009). Prinsip penanganan diabetes, insulin dan obat oral hipoglikemik oral, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 111-133). Jakarta : FKUI. Subekti, I. (2009). Apa itu diabetes: patofisiologi, gejala dan tanda, (materi penyuluhan 1) dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 273-278). Jakarta : FKUI. Sukardji, K. (2009). Bagaimanakah perencanaan makan pada penyandang diabetes, (materi penyuluhan 2) dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 279-287). Jakarta : FKUI. Sumadji, D.W. (2006). Hipoglikemia iatrogenik, dalam dalam Sudoyo, A.W., Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. (4th ed) (hlm 1892-1895). Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam FK-UI. Suyono, S. (2009). Kecendrungan peningkatan jumlah penyandang diabetes, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 3-10). Jakarta : FKUI. _________. (2009). Patofisiologi diabetes melitus, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 11-18). Jakarta : FKUI. Tarigan, T.J.E. (2009). Rumor tentang insulin, mana yang benar, mana yang salah? dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 309-313). Jakarta : FKUI. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Tomey, AM., dan Alligood, MR., (2006). Nursing Theorists and Their Work, (6th edition). Elsevier Mosby. Waspadji, S. (2009). Diabetes melitus : Mekanisme dasar dan pengelolaannya yang rasional, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 31-45). Jakarta : FKUI. __________. (2009). Diabetes melitus, penyulit kronik dan pencegahannya, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 175-185). Jakarta : FKUI. Yildirim, Y.K., dan Fadiloglu, T. (2006). The effect of progressive muscle relaxation training on anxity levels and quality of life in dialysis patients, April 20, 2010. EDNA/ERCA Journal.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Lampiran 1 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA
PENJELASAN PENELITIAN Judul Penelitian
:
Peneliti NPM
: :
Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR) Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Dan Rumah Sakit Dr. Bratanata Jambi Mashudi 0906594425
Saya mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia, bermaksud melaksanakan penelitian untuk mengetahui pengaruh PMR terhadap penurunan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2. Penelitian ini bermanfaat bagi pasien DMT2 untuk membantu menurunkan ketegangan dan kecemasan yang pada akhirnya juga menurunkan kadar glukosa darah pasien melalui terapi komplementer PMR. Bapak/ibu yang berpartisipasi dalam penelitian ini dibagi dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Bapak/ibu yang tergabung dalam kelompok intervensi mendapat terapi relaksasi PMR selama 3 hari, 2 kali sehari masing-masing selama ± 15 menit, sehingga keseluruhan 6 kali latihan. Latihan dilaksanakan antara pukul 11.00-12.00 dan antara pukul 16.00-17.00 WIB. Bapak/ibu yang tergabung dalam kelompok kontrol akan memperoleh latihan PMR setelah pengumpulan data penelitian selesai. Sebelum pelaksanaan PMR dan setelah 6 kali pelaksanaan PMR akan dilaksanakan pengukuran KGD bapak/ibu dengan menggunakan alat glukometer. Bapak/ibu diperbolehkan melakukan pengukuran KGD sendiri diantara waktu yang ditentukan dan hasilnya tidak didokumentasikan sebagai data penelitian. Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi bpk/ibu. Apabila selama berpartisipasi dalam penelitian ini bpk/ibu mengalami ketidaknyamanan, maka bpk/ibu mempunyai hak untuk berhenti atau keluar dari penelitian ini. Kami berjanji akan menjunjung tinggi hak-hak bpk/ibu sebagai responden dengan cara menjaga kerahasiaan data yang diperoleh, baik dalam proses pengumpulan, pengolahan, maupun penyajian data. Peneliti juga menghargai keinginan bpk/ibu untuk tidak berpartisipasi/ keluar kapan saja dari penelitian ini. Apabila terdapat hal-hal yang kurang jelas mengenai prosedur penelitian, maka bpk/ibu dapat langsung menanyakannya pada peneliti. Akhirnya melalui penjelasan ini, peneliti mengharapkan partisipasi bpk/ibu dalam penelitian ini dan ucapan terimakasih peneliti haturkan kepada bpk/ibu atas kesediaan dan partisipasinya.
Jambi, April 2011 Peneliti
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Lampiran 2 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA
LEMBAR PERSETUJUAN Judul Penelitian
:
Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher dan Rumah Sakit Dr. Bratanata Jambi
Peneliti
:
Mashudi
NPM
:
0906594425
Peneliti telah memberikan penjelasan tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Saya mengerti bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Progressive Muscle relaxation (relaksasi otot progresif) terhadap kadar glukosa darah pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Saya juga mengerti bahwa partisipasi saya dalam penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan terapi relaksasi PMR dalam usaha menurunkan kadar glukosa darah. Saya mengerti risiko yang mungkin terjadi selama penelitian ini sangat kecil. Saya mengerti bahwa identitas dan catatan dalam penelitian ini akan dijamin kerahasiaannya dan hanya dipergunakan untuk keperluan penelitian. Saya berhak untuk menghentikan keikutsertaan dalam penelitian ini kapan saja, serta berhak mendapatkan jawaban yang jelas mengenai prosedur penelitian yang akan dilakukan. Secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini.
Jambi, Responden
Peneliti
...................................
Mashudi
April 2011
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Lampiran 3
DATA RESPONDEN
1.
Nomor Responden
:
........................................
2.
Nama Responden/ initial
:
........................................
3.
Umur
:
........................................
4.
Jenis kelamin
:
1. Laki-laki
2. Perempuan
5.
Penyakit penyerta
:
0. Tidak ada
1. Ada
6.
Mendapat terapi medis
:
Insulin short acting/ RI
7.
KGD saat masuk RS
:
....................................
8.
Lama menderita DM
:
....................................
OHO short acting
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Lampiran 4
LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DAN HASIL PENGUKURAN KADAR GLUKOSA DARAH Intervensi
Kelompok :
Kontrol
Format Pemantauan Terapi Dan Diet Pasien
No.
Umur
JK
Penatalaksanaan **Terapi Insulin/ OHO Siang Sore Pagi Siang Sore *Diet
Hari Pagi 1 2 3
Keterangan : * Diberikan tanda (√) bila porsi diet yang disediakan habis dimakan pasien, dan tanda (x) bila diet yang disediakan tidak habis dimakan pasien. ** Diberikan tanda (√) bila injeksi insulin diberikan atau OHO diminum pasien, dan tanda (x) bila injeksi insulin tidak diberikan atau OHO tidak diminum pasien.
Format Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah No
Hari
Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah *Sebelum Intervensi **Setelah Intervensi 06.00 11.00 16.00 06.00 11.00 16.00
0 4 Keterangan : * Sebelum intervensi, yaitu diukur pada hari 0 pukul 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB ** Setelah intervensi, yaitu diukur pada hari ke-4 pukul 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB
Format Pelaksanaan PMR No.
Hari 1 2 3
PMR PMR1 PMR2 PMR3 PMR4 PMR5 PMR6
Pukul
Pelaksanaan PMR *Ya **Tidak
Keterangan
11.00-12.00 16.00-17.00 11.00-12.00 16.00-17.00 11.00-12.00 16.00-17.00
Keterangan : 1. Untuk kelompok intervensi format pelaksanaan PMR harus diisi 2. Untuk kelompok kontrol format pelaksanaan PMR tidak perlu diisi * Diberikan tanda (√) bila pasien melaksanakan 15 langkah PMR sesuai panduan penelitian ** Diberikan tanda (√) bila pasien tidak melaksanakan 15 langkah PMR sesuai panduan penelitian.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Lampiran 5 PROSEDUR TETAP PELAKSANAAN PENGUKURAN KADAR GLUKOSA DARAH
1.
Siapkan alat meliputi glukometer, glukocard x-sensor, lancing device, lancets, kasa alkohol.
2.
Cuci tangan
3.
Jelaskan rencana tindakan yang akan dilakukan kepada pasien
4.
Atur posisi yang nyaman bagi pasien
5.
Masukkan glukocard x-sensor ke dalam inlet glukometer, tunggu sampai glukometer mengeluarkan bunyi „bip‟ serta muncul waktu dan simbol darah pada layar.
6.
Desinfeksi ujung jari telunjuk dengan kasa alkohol, kemudian tunggu beberapa detik sampai kering kembali.
7.
Tusuk ujung jari telunjuk dengan lancing device dan lakukan masase disekitar penusukan untuk menghasilkan jumlah darah yang mencukupi.
8.
Oleskan darah pada sensor
9.
Tunggu 5 detik hingga hasil keluar
10.
Desinfeksi ujung jari telunjuk bekas penusukan dengan kasa alkohol
11.
Buang kasa bekas, lancets bekas dan sensor bekas pada tempat sampah medis
12.
Rapikan peralatan
13.
Cuci tangan
14.
Catat hasil pengukuran pada lembar observasi
(Sumber ; Soegondo, 2007)
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Lampiran 6 LANGKAH-LANGKAH RELAKSASI PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION (PMR)
Gerakan pertama
Gerakan kedua
Gerakan ketiga
Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Klien diminta membuat kepalan ini semakin kuat (gambar 1), sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Lepaskan kepalan perlahan-lahan, sambil merasakan rileks selama ± 8 detik. Lakukan gerakan 2 kali sehingga klien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan. Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langitlangit (gambar 2). Lakukan penegangan ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami. Lakukan gerakan ini 2 kali
Gerakan ketiga adalah untuk melatih otototot Biceps. Otot biceps adalah otot besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan (lihat gambar 3). Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot biceps akan menjadi tegang. Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
(Lanjutan)
Gerakan keempat
Gerakan kelima
Gerakan keenam
Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakanakan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan kelima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai ototototnya terasa dan kulitnya keriput, mata dalam keadaan tertutup. Rasakan ketegangan otot-otot dahi selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan keenam ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata. Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
(Lanjutan)
Otot-otot rahang
Gerakan ketujuh
Otot-otot mulut
Gerakan kedelapan
Gerakan kesembilan
Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan kedelapan ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut. Rasakan ketegangan otototot sekitar mulut selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan kesembilan ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian belakang. Klien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas. Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
(Lanjutan) Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan. Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian klien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan kesepuluh
Gerakan kesebelas
Gerakan keduabelas
Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada sehingga tampak seperti pada gambar. Kondisi tegang dipertahankan selama ± 8 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi lemas. Rasakan ketegangan otototot punggung selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan kedua belas, dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Tarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Tahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat bernafas normal dengan lega. Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
(Lanjutan) Gerakan ketiga belas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Tarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian tahan sampai perut menjadi kencang dan keras. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan ketigabelas
Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki (lihat gambar) sehingga otot paha terasa tegang. Rasakan ketegangan otot-otot paha tersebut selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan keempatbelas
Gerakan kelima belas bertujuan untuk melatih otot-otot betis, luruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut (lihat gambar). Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Gerakan kelimabelas
(Sumber : Ramdhani, & Aulia, 2006).
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Lampiran 7 PETUNJUK PELAKSANAAN PENELITIAN
1.
Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2011 di Instalasi Rawat Inap RSUD Raden Mattaher Jambi.
2.
Alat pengumpul data : a. Format/ kuisioner data karakteristik responden b. Format observasi KGD c. Format observasi pelaksanaan PMR d. Glukometer beserta perangkatnya dan protap pengukuran KGD
3.
Menetapkan kelompok responden : Responden yang dirawat di ruang Mayang Mengurai, Pinang Masak, dan Gapkindo sebagai kelompok intervensi dan responden yang di rawat di ruang Interne sebagi kelompok kontrol.
4.
Memilih responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, pemberian penjelasan penelitian, dan penandatanganan informed consent. Kriteria inklusi : a. Pasien DMT2 dengan/ tanpa penyakit penyerta yang dirawat inap, dengan kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl pada saat masuk rumah sakit. b. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani informed consent c. Diberikan ijin oleh dokter untuk dilakukan latihan PMR d. Belum pernah melakukan latihan PMR sebelumnya e. Mendapat terapi insulin short action subkutan atau OHO kerja pendek f. Bersedia mematuhi program pengobatan yang dijalankan (mematuhi diet rumah sakit dan menjalankan terapi insulin/ OHO) di bawah observasi peneliti atau asisten peneliti. Kriteria eksklusi : a. Pasien pulang sebelum mencapai 6 kali latihan PMR b. Pasien menolak melanjutkan perlakuan sebelum mencapai 6 kali latihan PMR c. Pasien mengalami stres/ kecemasan berat (dinilai menggunakan skala VAS dengan rentang 0-100 seperti gambar di bawah ini)
0
10
20
3 90 50 80 40 70 60 0 00 Keterangan : Stres/ Cemas ringan (10-20), sedang (30-70), berat (70-100)
100
Sumber : Potter & Perry, 2002
d. Pasien mengalami gangguan kesadaran 5.
Mengisi lembar/ format data karakteristik responden dengan melihat rekam medis dan wawancara langsung dengan pasien.
6.
Membuat kontrak dengan responden kelompok intervensi sebagai berikut: a. Responden akan menjalani pengukuran KGD (jam 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB) pada hari pertama bertemu (Hari 0) sebelum pelaksanaan PMR, setelah itu responden akan diberi latihan PMR sampai responden bisa melakukan sendiri. Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
(Lanjutan) b. Pada hari ke-1 sampai ke-3 penelitian, responden akan melaksanakan PMR 2 kali sehari selama ± 15 menit antara pukul 11.00-12.00 dan pukul 16.00-17.00 WIB. Latihan PMR dilakukan satu persatu di kamar masing-masing responden dibawah observasi peneliti atau asisten peneliti. c. Pada hari ke-4 penelitian, responden akan menjalani pengukuran KGD (jam 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB). d. Selama penelitian berlangsung responden harus bersedia mengikuti program pengobatan yang dijalankan (mematuhi diet rumah sakit, bersedia menjalankan terapi insulin/ OHO). Membuat kontrak dengan responden kelompok kontrol sebagai berikut : a. Responden akan menjalani pengukuran KGD (jam 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB) pada hari pertama bertemu (Hari 0) sebelum perlakuan. b. Pada hari ke-1 sampai ke-3 penelitian, responden harus bersedia mengikuti program pengobatan yang dijalankan (mematuhi diet rumah sakit, bersedia menjalankan terapi insulin/ OHO) di bawah observasi peneliti atau asisten peneliti. c. Pada hari ke-4 penelitian, responden akan menjalani pengukuran KGD (jam 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB). d. Setelah penelitian selesai, responden yang bersedia mengikuti latihan PMR akan diberikan latihan PMR oleh peneliti sampai responden bisa melakukannya sendiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Prosedur pelaksanaan penelitian Kelompok Intervensi
Kelompok Kontrol
Hari 0
Memilih responden sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, penjelasan penelitian, dan penandatanganan informed consent. Membuat kontrak, meliputi : a. Pengukuran KGD (jam 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB) sebelum intervensi dan setelah intervensi (hari ke-4). b. Kesediaan responden untuk mengikuti program pengobatan yang dijalankan seperti mematuhi diet rumah sakit, menjalankan terapi insulin/ OHO di bawah observasi peneliti/ asisten peneliti selama penelitian berlangsung. c. Pemberian latihan PMR. d. Pelaksanaan intervensi PMR 2 kali sehari selama ± 15 menit antara pukul 11.00-12.00 dan pukul 16.00-17.00 WIB (hari ke-1 s/d ke-3).
Memilih responden sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, penjelasan penelitian, dan penandatanganan informed consent. Membuat kontrak, meliputi : a. Pengukuran KGD (jam 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB) sebelum intervensi dan setelah intervensi (hari ke-4). b. Kesediaan responden untuk mengikuti program pengobatan yang dijalankan seperti mematuhi diet rumah sakit, menjalankan terapi insulin/ OHO di bawah observasi peneliti/ asisten peneliti selama penelitian berlangsung. c. Setelah penelitian selesai, responden yang bersedia mengikuti latihan PMR akan diberikan latihan PMR oleh peneliti sampai responden bisa melakukannya sendiri.
Hari ke-1
a. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan sarapan pagi. b. Melakukan observasi terhadap tanda & gejala hipotensi dan hipoglikemia. c. Melakukan observasi terhadap pelaksanaan PMR1, meliputi 15
a. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan sarapan pagi. b. Melakukan kepatuhan program
observasi responden pengobatan
terhadap menjalani meliputi;
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
(Lanjutan)
d. e.
f. g.
h. i.
j. Hari ke-2
Hari ke-3
langkah PMR yang dilakukan sekitar pukul 11.00-12.00 WIB. Melakukan observasi terhadap tanda & gejala hipotensi dan hipoglikemia. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan makan siang. Melakukan observasi terhadap tanda & gejala hipotensi dan hipoglikemia. Melakukan observasi terhadap pelaksanaan PMR2, meliputi 15 langkah PMR yang dilakukan sekitar pukul 16.00-17.00 WIB. Melakukan observasi terhadap tanda & gejala hipotensi dan hipoglikemia. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan makan sore/ malam. Mengingatkan kontrak hari ke-2
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan makan siang. c. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan makan sore/ malam. d. Mengingatkan kontrak hari ke-2
a. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan sarapan pagi. b. Melakukan observasi terhadap tanda & gejala hipotensi dan hipoglikemia. c. Melakukan observasi terhadap pelaksanaan PMR3, meliputi 15 langkah PMR yang dilakukan sekitar pukul 11.00-12.00 WIB. d. Melakukan observasi terhadap tanda & gejala hipotensi dan hipoglikemia. e. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan makan siang. f. Melakukan observasi terhadap tanda & gejala hipotensi dan hipoglikemia. g. Melakukan observasi terhadap pelaksanaan PMR4, meliputi 15 langkah PMR yang dilakukan sekitar pukul 16.00-17.00 WIB. h. Melakukan observasi terhadap tanda & gejala hipotensi dan hipoglikemia. i. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan makan sore/ malam. j. Mengingatkan kontrak hari ke-3
a. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan sarapan pagi.
a. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, sarapan pagi. b. Melakukan observasi terhadap tanda & gejala hipotensi dan hipoglikemia.
a. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan sarapan pagi.
b. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan makan siang. c. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan makan sore/ malam. d. Mengingatkan kontrak hari ke-3
b. Melakukan
observasi
terhadap
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
(Lanjutan) c. Melakukan observasi terhadap pelaksanaan PMR5, meliputi 15 langkah PMR yang dilakukan sekitar pukul 11.00-12.00 WIB. d. Melakukan observasi terhadap tanda & gejala hipotensi dan hipoglikemia. e. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan makan siang. f. Melakukan observasi terhadap tanda & gejala hipotensi dan hipoglikemia. g. Melakukan observasi terhadap pelaksanaan PMR6, meliputi 15 langkah PMR yang dilakukan sekitar pukul 17.00 WIB. h. Melakukan observasi terhadap tanda & gejala hipotensi dan hipoglikemia. i. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan makan sore/ malam. j. Mengingatkan kontrak hari ke-4 Hari ke-4
kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan makan siang.
c. Melakukan observasi terhadap kepatuhan responden menjalani program pengobatan meliputi; menjalankan terapi insulin/ OHO, dan makan sore/ malam. d. Mengingatkan kontrak hari ke-4
a. Melakukan pengukuran KGD a. responden pukul 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB. b. b. Melakukan terminasi c.
Melakukan pengukuran KGD responden pukul 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB. Memberikan pelatihan PMR kepada responden yang bersedia mempelajari PMR. Melakukan terminasi
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Lampiran 8
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Lampiran 9
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Lampiran 10
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011
Lampiran 11
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Mashudi
Tempat/ tanggal lahir
: Teluk Nilau/ 27 Agustus 1974
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: PNS
Alamat Rumah
: Jl. H. Adam Malik No. 51 RT/RW 019/005 Kel. Thehok Kec. Jambi Selatan Kota Jambi
Alamat Institusi
: Jl. Dr. Tazar No. 05 Kel. Buluran Kenali Kec. Telanaipura Jambi
Riwayat pendidikan
: SD Negeri No. 266/V Teluk Nilau (tamat 1986) SMP Negeri Teluk Nilau (tamat 1989) SMA Negeri 1 Jambi (tamat 1992) PAM Keperawatan Jambi (tamat 1995) S1 Kep FIKUI (tamat 2007)
Riwayat pekerjaan
: 1995 s/d 2000 Staf Pengajar Akper Garuda Putih Jambi 2001 s/d sekarang Dosen Poltekkes Jambi
Universitas Indonesia
Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011