UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 17-28 MARET 2014
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
OLIVIA HERAWATI NAIBAHO, S. Farm. 1306434212
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 17-28 MARET 2014
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
OLIVIA HERAWATI NAIBAHO, S. Farm. 1306434212
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
ii
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa Laporan Praktek Kerja Apoteker yang saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia.
Depok, 17 Juli 2014
Olivia Herawati Naibaho
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan praktek kerja profesi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Olivia Herawati Naibaho
NPM
: 1306434212
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 17 Juli 2014
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
IIALAMAN PENGESAⅡ AN
Laporan Fraltik Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh Olivia Herawati Naibaho, S.Farm.
Nama
:
NPM
:
Program Smdi
: Apoteker
:
1306434212
Judul Laperan :lapOrall Pranik Ktta PrOfesi Apoteker di DiFektOrat Bin Prodtsi dan Dittibtt Alat kesebna Direktorat Jenderal
B贔 圏
識 邸 i霊 ね ■A壼 熟 轟
,陶 組
臨
K● 山
RepubLk lndollesit Periode 17 Maret-28 MaFet 2014
Tehh berhasil dipertahallhn di hadapan Dewall Pettgl嘔 i dan diterina sebagai bagian persyaratan yang diperlukan unttk memperolet gelar Apoteler pacla Program Studi Apo“ ker,Fakubls FaFmaSi,Ulliversilias lndonesia
DEWAN PENGUЛ
・
Pembimbing l : Drs.Rahbudi HeLni夕 Apt_,NIKM
Pembimbing II : Dr.HayuL M.Si.,Apt. l pl二 .ハ 猿墨 ふ .二 い´戚1..…
PenguJi I
PenguJi Ⅱ
PcnwJl ⅡI
餌レ
lΥ D
だ
,11,卜 111“ 1[
`ソ
Ditapkan di:Dマ ο 鞣 Tanggal: 13111 19叫 Universitas lndonesla
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada periode 17 Maret – 28 Maret 2014. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, yaitu kepada: 1.
Drs. Rahbudi Helmi, Apt., MKM selaku Kepala Sub bagian Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT serta pembimbing PKPA yang selalu memberikan saran dan mendukung penulisan laporan;
2.
Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku Pembimbing PKPA internal kampus dan Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah membimbing dan memberikan inspirasi kepada penulis selama PKPA berlangsung.
3.
Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt.,Ph.D, selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada umumnya.
4.
Dr. Mahdi Jufri, M. Si, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
5.
drg. Arianti Anaya, MKM., selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
6.
Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA.
7.
Seluruh dosen pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah membantu kelancaran dalam perkuliahan dan penyusunan laporan ini.
iv
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
8.
Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran, dorongan, semangat, dan doa yang tak pernah putus mengiringi setiap langkah perjalanan hidup penulis.
9.
Seluruh teman-teman Apoteker angkatan 78 Universitas Indonesia atas kebersamaan, kerjasama dan kesediaan berbagi suka dan duka, dukungan dan semangat yang diberkan kepada penulis.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungannya kepada penulis
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktik Kerja Profesi Apoteker ini dapat bermanfaat bagi rekanrekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis 2014
v
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI LAPORAN PREKTEK KERJA APOTEKER UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis karya
: Olivia Herawati Naibaho : 1306434212 : Apoteker : Farmasi : Laporan Praktek Kerja Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 17-28 Maret 2014 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 17 Juli 2014 Yang menyatakan
( Olivia Herawati Naibaho )
vi
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama : Olivia Herawati Naibaho Program Studi : Apoteker Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 17-28 Maret 2014 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bertujuan untuk memahami secara umum struktur organisasi Kementerian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, memahami tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai peranan apoteker dalam bidang pelayanan kefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Tugas khusus yang diberikan berjudul Studi Kegiatan Vigilance Serta Pengawasan Iklan Pada Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang bertujuan agar mahasiswa mengetahui pelaksanaan serta prinsip kegiatan vigilance dan pengawasan iklan yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT serta mengetahui masalah yang terjadi dan solusi terkait dengan kegiatan vigilance serta kegiatan pengawasan iklan.
Kata Kunci : Kementerian Kesehatan, Vigilance, Pengawasan Iklan. Tugas umum : xii + 63 halaman; 5 tabel; 1 gambar; 12 lampiran. Tugas khusus : vi + 31 halaman; 2 tabel; 3 gambar; 1 lampiran. Daftar Acuan Tugas Umum : 7 (2009-2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 7 (2006-2013)
vii
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
ABSTRACT
Name : Olivia Herawati Naibaho Program Study : Pharmacists Title : Report of Apothecary Profession Internship at Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Period 17-28 March 2014 Apothecary Profession Internship at Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan aims to understand the general structure organization of Kementerian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, to understand the duties and functions of Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, as well as gain insight and knowledge about the role of pharmacists in the field of pharmacy services, especially in the field of production and distribution of medical devices and household health supplies. Given a special assignment titled Study Activity of Vigilance and Monitoring Advertising in Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) that aims to make students aware implementation as well as the principle of vigilance and surveillance activities undertaken by the Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) and knowing problem and solutions related to the activities of vigilance and surveillance activities advertising.
Keywords : Kementerian Kesehatan, Vigilance, Monitoring Advertising. General Assiggnment : xii + 63 pages; 5 tables; 1 picture; 12 attachments. Specific Assignment : vi + 31 pages; 2 tables; 3 picture; 1 attachment. Bibliography of General Assiggnment : 7 (2009-2013) Bibliography of Specific Assiggnment : 7 (2006-2013)
viii
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......................... ABSTRAK ................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
i iii iv vi vii ix x xi xii
1. PENDAHULUAN................................................................................... 1.1 Latar Belakang................................................................................ 1.2 Tujuan.............................................................................................
1 1 2
2. TINJAUAN UMUM ............................................................................... 2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan ........................................ 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ..............
3 3 9
3. TINJAUAN KHUSUS ............................................................................ 3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.................. 3.2 Visi dan Misi................................................................................... 3.3 Tugas Pokok dan Fungsi ................................................................. 3.4 Tujuan............................................................................................. 3.5 Sasaran dan Strategi ........................................................................ 3.6 Indikator Kinerja dan Target ........................................................... 3.7 Struktur Organisasi ......................................................................... 3.8 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan........................................... 3.9 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ............................................................... 3.10 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ................................................................................ 3.11 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi........................................ 3.12 Subbagian Tata Usaha ..................................................................... 3.13 Sumber Daya Manusia .................................................................... 3.14 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan... 3.15 Pelayanan Surat Keterangan ............................................................ 3.16 Pembinaan, Pengendalian, dan Pengawasan Keamanan Mutu Alat Kesehatan dan PKRT ......................................................................
15 15 16 17 17 18 18 19 19
4. PEMBAHASAN ..................................................................................... 4.1 Sudirektorat Penilaian Alat Kesehatan............................................. 4.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ...............................................................
39 40
vi
20 22 23 24 25 26 35 36
42
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
3.17 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ................................................................................ 3.18 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi........................................
43 45
5. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
47
DAFTAR ACUAN ......................................................................................
49
LAMPIRAN ................................................................................................
50
vii
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Logo Kementerian Kesehatan ...................................................
viii
3
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Indikator Kinerja dan Target Tahun 2010-2014........................... Tabel 3.2 Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Honorer Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.............................. Tabel 3.3 Jumlah Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Golongan................... Tabel 3.4 Jumlah PNS dan Honorer menurut Jenjang Pendidikan............... Tabel 3.5 Jumlah Pegawai berdasarkan Jenis Kelamin................................
ix
18 25 25 25 26
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2.
Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan........................... Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ................................................................ Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekertariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ................................... Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ............................................................ Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian .. Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan....................................................................... Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian........................................................................... Lampiran 8. Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan/ Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) ...................... Lampiran 9. Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan .............. Lampiran 10. Blanko Perubahan/Perpanjangan Izin Edar ............................. Lampiran 11. Blanko Penilaian Perubahan/Perpanjangan Izin Edar.............. Lampiran 12. Blanko Pemeriksaan Perubahan/Perpanjangan Izin Edar ........
x
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 62 63
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental setiap warga. Oleh karena itu, setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar hak hidup sehat bagi penduduknya terpenuhi sebagai perwujudan dari perlindungan hak dasar tersebut. Untuk mewujudkannya, maka pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berupaya agar kualitas pelayanan kesehatan semakin baik karena pemerintah bertanggung jawab dalam merencanakan,
mengatur,
menyelenggarakan,
membina,
dan
mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau kepada masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dapat melalui pelayanan kefarmasian yang profesional. Oleh sebab itu, diperlukan suatu lembaga yang bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, yaitu Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dibagi menjadi empat direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan.
Direktorat
ini
bertugas
menjamin
ketersediaan,
pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan sebagai upaya menjalankan strategi pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian kesehatan periode tahun 2010 – 2014 (Departemen Kesehatan RI, 2010). Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 peran apoteker adalah melakukan pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan kesehatan. Mengingat 1
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
2
pentingnya peran apoteker tersebut dalam menjamin obat dan perbekalan kesehatan maka Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker agar calon apoteker memperoleh gambaran tentang peran apoteker di masyarakat secara umum dan di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara khusus, terutama di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
1.2
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker : a. Memahami secara umum struktur organisasi Kementerian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia b. Memahami tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. c. Memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai peranan apoteker dalam bidang pelayanan kefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Tinjauan Umum Kementrian Kesehatan Kementerian Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah dibidang
kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan dan bertanggung jawab kepada Presiden.
2.1.1 Logo Kementrian Kesehatan
Gambar 2.1. Logo Kementrian Kesehatan
Arti simbol-simbol pada logo Bhakti Husada adalah sebagai berikut: a. Palang Hijau terletak di dalam Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota
bermakna
Pancakarsa
Husada
yang
melambangkan
tujuan
pembangunan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional. b. Bunga Wijayakusuma ditopang oleh lima kelompok daun berwarna hijau, melambangkan Pancakarya Husada yang pada hakikatnya adalah penjabaran makna pembangunan kesehatan. c. Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota berwarna putih dan kelopak daun berwarna hijau melambangkan pengabdian luhur. d. Palang Hijau melambangkan pelayanan kesehatan. e. Tulisan “BHAKTI HUSADA” bermakna pelayanan kesehatan paripurna. 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
4
2.1.2 Dasar Hukum Dasar hukum dibentuknya Kementerian Kesehatan yaitu: a. Perpres RI No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. b. Perpres RI No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. c. Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
2.1.3 Visi dan Misi Visi yang dimiliki oleh Kementrian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan. Dalam upaya tercapainya visi tersebut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menetapkan misi sebagai berikut a. Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat,
melalui
pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.1.4 Tujuan Tujuan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
2.1.5 Nilai-nilai Guna mewujudkan visi dan misi tersebut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memiliki rencana strategis dalam pembangunan kesehatan serta menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai berikut : a. Pro Rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
5
selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan harus menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput. c. Responsif Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penangnganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
2.1.6 Strategi Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan Visi dan Misi yang telah ditetapkannya. Adapun strategi yang dijalankan adalah : a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
6
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c. Meningkatkan
pembiayaan
pembangunan
kesehatan,
terutama
untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan
berhasilguna
untuk
memantapkan
desentralisasi
kesehatan
yang
bertanggungjawab.
2.1.7 Tugas Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
2.1.8 Fungsi Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyelenggarakan fungsi : a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. pengelolaan
barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Kesehatan. c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan. d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.9 Rencana Strategis Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun 2010-2014, yaitu: Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
7
a. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat. b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular. c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparitas separuh dari tahun 2009. d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. e. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. h. Seluruh Kabupaten/Kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
2.1.10 Kewenangan Dalam menyelenggarakan fungsi, Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan : a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/Kota di bidang Kesehatan c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan; g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
8
h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan k. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat essential (buffer stock nasional) u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu : 1) Penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu 2) Pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan
2.1.11 Susunan Organisasi Berdasarkan Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 mengenai Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, susunan organisasi
Kementerian Kesehatan terdiri atas : a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
9
e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. u. Pusat Kesehatan Haji. Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada lampiran 1.
2.2
Direktorat Jenderal Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.2.1 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian
dan
Alat
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi : a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
10
kefarmasian dan alat kesehatan. d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2.2.2 Struktur Organisasi. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari : a. Sekretariat Direktorat Jenderal. b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Struktur Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2. 2.2.2.1 Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran; b. pengelolaan data dan informasi; c. penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat; d. pengelolaan urusan keuangan; e. pelaksanaan urusan kepegawaian,
tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah
tangga, dan perlengkapan; dan f. evaluasi dan penyusunan laporan Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Bagian Program dan Informasi. b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat. c. Bagian Keuangan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
11
d. Bagian Kepegawaian dan Umum. e. Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 3. 2.2.2.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan PerbekalanKesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
12
b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 4. 2.2.2.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan
kefarmasian.
Struktur
organisasi
Direktorat
Bina
Pelayanan
Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 5. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas : a. Subdirektorat Standardisasi. b. Subdirektorat Farmasi Komunitas. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
13
c. Subdirektorat Farmasi Klinik. d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. 2.2.2.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Struktur organisasi Direktorat Bina Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 6. Direktorat
Bina
Produksi
dan
Distribusi
Alat
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dansertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan PKRT c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
14
d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. 2.2.2.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan
perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan,
serta
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 7. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas : a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
3.1
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan
direktorat di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang dipimpin oleh Direktur dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan adalah satu rangkaian upaya menyeluruh agar alat kesehatan (alkes) dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar di masyarakat memenuhi persyaratan. Oleh karena itu pembinaan, pengendalian dan pengawasan alkes dan PKRT dilakukan mulai dari proses produksi hingga digunakan oleh masyarakat, yaitu pada tingkat pengadaan, distribusi dan penggunaan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan juga melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat
Kesehatan
dan
Perbekalan
Kesehatan 15
Rumah
Tangga
danNo.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
16
1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari penggunaan alkes dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
3.2
Visi dan Misi Untuk mendukung visi dan misi Kementerian Kesehatan yang tertuang
dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menetapkan visi, misi sebagai berikut:
3.2.1 Visi Tersedianya alat kesehatan aman, bermutu, bermanfaat, tepat guna serta terjangkau oleh masyarakat.
3.2.2 Misi a. Alat kesehatan yang beredar di wilayah Indonesia sesuai dengan yang dipersyaratkan. b. Pengawasan diperedaran (post market survalance) untuk melindungi masyarakat dari produk alat kesehatan yang substandard dan mengetahui sumber permasalahan di lapangan. c. Meningkatkan pengawasan sarana produksi alat kesehatan dan PKRT dan sarana distribusi alat kesehatan d. Meningkatkan mutu pelayanan perizinan yang prima di bidang alat kesehatan dan PKRT. e. Meningkatkan profesionalisme dan kompetensi SDM dan etika kerja f. Mengembangkan industri alat kesehatan dan PKRT dalam negeri yang berbasis riset g. Mencegah penyalahgunaan dan penggunasalahan alat kesehatan dan PKRT h. Melindungi masyarakat dari alat kesehatan yang dapat berisiko terhadap kesehatan i. Meningkatkan daya tarik Investasi dan daya saing produk dalam negeri Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
17
3.3
Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1144/MENKES/PER/VIII/
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
3.4
Tujuan Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu:
a. Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT. b. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
18
c. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan keunggulan daya saing.
3.5
Sasaran dan Strategi Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014,
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki sasaran meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan Peralatan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Indikator pencapaian sasaran tersebut adalah: a. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat sebesar 95%. b. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik sebesar 60% c. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi sebesar 70%.
3.6
Indikator Kinerja dan Target Untuk mencapai kinerja secara terarah maka telah ditetapkan indikator
kinerja dan target sebagaimana tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1 Indikator Kinerja dan Target Tahun 2010-2014 Indikator Kerja a. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat b. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara pembuatan yang baik c. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi yang baik
2010
2011
Target 2012
70%
80%
85%
90%
95%
45%
45%
50%
55%
60%
50%
55%
60%
65%
2013
2014
70%
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
19
3.7
Struktur Organisasi Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan memiliki Struktur Organisasi yang dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan Permenkes No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, struktur organisasi tersebut terdiri dari: a.
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan
b.
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
c.
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
d.
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi
e.
Subbagian Tata Usaha
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
3.8
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan
3.8.1 Tugas dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Subdirektorat Penilaian Alat kesehatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat
Penilaian
Alat
Kesehatan
menyelenggarakan
fungsi
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang penilaian alat kesehatan. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. 3.8.2 Struktur Organisasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
20
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.
3.8.2.1 Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan
perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan,
penyusunan
norma,standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik. Alat kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert) dan harus terdapat manual book baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Contoh alatkesehatan elektromedik adalah EKG, USG, alat pacu jantung, inkubator, dan lain-lain.
3.8.2.2 Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik. Alat kesehatan
non
elektromedik
merupakan
alat
kesehatan
yang
dalam
penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Contoh alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, termometer raksa, kursi roda, softlens, dan lain-lain.
3.9
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
3.9.1 Tugas dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/ MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan tugas dari Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah melaksanakan penyiapan bahan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
21
perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik invitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.9.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, terdiri dari: 3.9.2.1 Seksi Produk Diagnostik In vitro Seksi Produk Diagnostik In vitro mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro. Produk diagnostik in vitro adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Contoh dari produk diagnostik in vitro adalah dengue test, strip gula darah, tes kehamilan, dan lainlain.
3.9.2.2 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
22
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga. Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat, bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, tempat-tempat umum dan rumah tangga berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
3.10 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 3.10.1 Tugas dan Fungsi Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
23
3.10.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri atas: 3.10.2.1 Seksi Inspeksi Produk Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.10.2.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.11 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi 3.15.1 Tugas dan Fungsi Subdirektorat
Standardisasi
dan
Sertifikasi
mempunyai
tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Dalam melaksanakan tugasnya subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan
bahan
perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan
di
bidang
standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
24
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
3.15.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri atas: 3.11.2.1 Seksi Standardisasi Produk Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
3.11.2.2 Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
3.12 Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
25
3.13 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan berjumlah 62 orang, terdiri dari PNS 37 orang dan honorer 25 orang, dengan perincian sebagai berikut: Tabel 3.2 Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan honorer Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Jabatan
Jumlah
Struktural
14 orang
Fungsional umum
23 orang
Honorer
25 orang
Jumlah
62 orang
Tabel 3.3 Jumlah Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Golongan Golongan
Jumlah
IV
10 orang
III
22 orang
II
5 orang
Jumlah
37 orang
Tabel 3.4 Jumlah PNS dan honorer menurut jenjang pendidikan Jenjang
PNS
Honorer
Jumlah
S2
7
0
7
Profesi
17
13
34
S1
3
4
7
D3
5
3
8
SMA
5
5
10
Jumlah
37
25
62
Pendidikan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
26
Tabel 3.5 Jumlah pegawai berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
PNS
Honorer
Jumlah
Laki-laki
11
10
21
Perempuan
26
15
41
Jumlah
62
3.14 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 3.14.1 Sertifikasi Produksi Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang produksi alat kesehatan dan PKRT menyebutkan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi, yang artinya alat kesehatan yang diproduksi sesuai dengan ketentuan tentang Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) yang mengacu kepada ISO 13485, Medical devices – Quality management systems – Requirement for regulatory purposes atau Cara Pembuatan PKRT yang Baik (CPPKRTB) (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sertifikat produksi alat kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu : a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A Sertifikat produksi alat kesehatan kelas A adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. Penanggung jawab teknisnya minimal Apoteker atau sarjana lain yang sesuai dan harus mempunyai laboratorium sendiri. b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B Sertifikat produksi alat kesehatan kelas B adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya minimal D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
27
laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk. c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C Sertifikat produksi alat kesehatan kelas C adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I dan kelas IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya asistenapoteker atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan laboratorium yang terakreditasi. Sertifikat produksi PKRT diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu: a. Sertifikat Produksi PKRT Kelas A Sertifikat produksi PKRT kelas A adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPPKRTB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi PKRT kelas I dan kelas II dan kelas III. b. Sertifikat Produksi PKRT Kelas B Sertifikat produksi PKRT kelas B adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang layak memproduksi PKRT kelas I dan jelas II sesuai ketentuan CPPKRTB. c. Sertifikat Produksi PKRT Kelas C Sertifikat produksi PKRT kelas C adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan kelas II tertentu, sesuai ketentuan CPPKRTB. Tata cara mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT, sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) : a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1 (Lampiran 8). b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
28
c. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehtan Kabupaten/Kota setempat. f. Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alatkesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah berkaslengkap. g. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (f), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi. h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (g), diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan.
3.14.2 Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Persyaratan yang dibutuhkan dalam proses permohonan izin penyalur alat kesehatan adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d): 3.14.2.1 Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Surat permohonan ditujukan kepada dinas kesehatan propinsi setempat dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : a. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan). Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
29
b. Akte notaris c. Peta lokasi dan denah bangunan. d. Alamat gedung, dan bengkel. e. Penanggung jawab teknis. f. Tenaga teknisi. g. Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat. h. Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan. i. Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan.
3.14.2.2 Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian IPAK sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d) : a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat (Lampiran 8 dan 9). b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. c. Tim pemeriksa bersama selambat lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama
meneruskankepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada (b) hingga (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
30
f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan (e),
dengan
mempertimbangkan
persyaratan,
Direktur
Jenderal
Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan izin PAK. g. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima hasil pemeriksaan (d), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan izin PAK. h. Terhadap penundaan (f), pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan.
3.15.3 Pemberian Izin Edar Alat Kesehatan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010, Izin edar adalah izin yang dikeluarkan kepada perusahaan untuk produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga, yang akan diimpor dan/atau digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sesuai dengan Farmakope Indonesia atau Standar Nasional Indonesia (SNI) atau Pedoman Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT atau standar lain yang ditetapkan oleh Menteri. Alat kesehatan dan/atau PKRT yang mendapat izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis dan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan b. Keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan sesuai peraturan dan/atau data klinis atau data lain yang diperlukan c. Mutu, yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
31
Untuk alat kesehatan dan/atau PKRT yang merupakan produk impor, cara pembuatan yang baik ditunjukkan dengan sertifikat produksi. Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT produksi dalam negeri diajukan oleh: a. Perusahaan yang memproduksi dan/atau melakukan perakitan dan/atau rekondisi/remanufaktur dan/atau makloon alat kesehatan dan/atau PKRT yang telah mendapat sertifikat produksi. b. Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang telah memiliki izin penyalur dan ditunjuk sebagai agen tunggal dari perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dalam negeri. c. Perusahaan pemilik merek dagang produk PKRT yang melakukan makloon kepada perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi PKRT. Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT impor diajukan oleh: a. PAK yang telah memiliki izin atau Importir PKRT yang memiliki penunjukan dari perusahaan atau perwakilan usaha yang memiliki kuasa sebagai agen tunggal dengan mencantumkan jenis produk yang diageni serta diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia setempat, dengan masa penunjukan minimal 2 (dua) tahun. b. PAK yang telah memiliki izin atau importir PKRT yang bukan agen tunggal harus memiliki surat kuasa untuk mendaftar alat kesehatan dan/atau PKRT dari perusahaan pembuat alat kesehatan dan/atau PKRT atau perusahaan penanggung jawab di luar negeri. c. Perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi untuk melakukan perakitan/pengemasan kembali produk impor. Alat kesehatan atau PKRT impor yang akan didaftarkan, wajib disertai surat yang menyatakan bahwa alat kesehatan atau PKRT tersebut sudah beredar dan digunakan di negara asal produk diproduksi atau negara lain, serta dokumen lain yang menunjukkan keamanan atau mutu alat kesehatan dan/atau PKRT dari instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam proses evaluasi. Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009):
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
32
3.14.3.1 Data Administrasi a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila menggunakan merek sendiri). b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu: izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificateof Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/MOU (Memorandum of Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain (toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida), formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. Catatan : Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat persetujuan dari Komisi Pestisida. d. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI
3.14.3.2 Data Teknis a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
33
c. Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik. d. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan Formulir E (post market evaluation). Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran. Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut : 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Digit 1
: kelas
Digit 2,3
: kategori
Digit 4,5
: sub kategori
Digit 6,7
: tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 sampai 11
: nomor urut pendaftaran
Alat Kesehatan Dalam Negeri
: AKD
Alat Kesehatan Impor
: AKL
PKRT Impor
: PKL
PKRT Dalam Negeri
: PKD
11
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
34
Contoh nomor izin edar: a.
Alat kesehatan: AKL 21104900078 AKL
: Alat Kesehatan Luar Negeri
Digit 1 (Angka 2)
: Kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 11)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG)
Digit 4,5 (Angka 04)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah
Digit 6,7 (Angka 90)
: Tahun pemberian izin (dibalik) 2009
Digit 8-11 (Angka 0078) : Nomor urut pendaftaran 0078 Alat ini adalah alat kesehatan luar negeri (AKL), termasuk kelas 2 dan didaftarkan pada tahun 2009. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR). b.
PKRT: PKD 20305700520 PKD
: PKRT dalam negeri
Digit 1 (Angka 2)
: Kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 03)
: Kategori 3 (pembersih)
Digit 4,5 (Angka 05)
: Sub kategori 5 (pembersih kloset)
Digit 6,7 (Angka 70)
: Tahun pemberian izin (dibalik) 2007
Digit 8-11 (Angka 0520) : Nomor urut pendaftaran 0520 Alat ini adalah PKRT dalam negeri (PKD), termasuk kelas 2, kategori pembersih, subkategori pembersih kloset, dan didaftarkan pada tahun 2007. Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa penunjukan keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan. Blanko perubahan atau perpanjangan izin edar dapat dilihat pada Lampiran 10. Jika alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar terbukti tidak memenuhi
persyaratan
mutu,
keamanan
serta
kemanfaatan,
pemerintah
berwenang mencabut nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan alat kesehatan tersebut dari peredaran. Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada produk yang telah diberi izin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan, penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
35
memakai nomor izin edar yang lama). Blanko penilaian perubahan atau perpanjangan izin edar dapat dilihat pada Lampiran 11. Namun, jika terjadi perubahan formula maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru). Blanko pemeriksaan perubahan atau perpanjangan izin edar dapat dilihat pada Lampiran 12.
3.15 Pelayanan Surat Keterangan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin edar dan izin penyalur, juga memberikan pelayanan surat keterangan diantaranya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009):
3.15.1 Certificate Of Free Sale (CFS) CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau PKRT yang akan diekspor telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Ketentuan pemberian CFS, antara lain: a. Perusahaan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan RI (Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan). b. CFS diberikan kepada pemilik sertifikat produksi alkes/PKRT dan izin edar yang masih berlaku. c. CFS diberikan untuk 1 kali permohonan dan satu negara tujuan. d. Masa berlaku CFS adalah 1 tahun sejak tanggal diterbitkan. e. Proses Surat Keterangan Ekspor alat kesehatan/PKRT diberikan dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari kerja. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu: a. Surat permohonan ditandatangani oleh Direktur/Penanggung Jawab Teknis dengan mencantumkan negara tujuan. b. Salinan surat izin edar yang masih berlaku yang mencantumkan nama produk. c. Salinan sertifikat produksi yang masih berlaku beserta addendum d. Salinan NPWP Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
36
e. Contoh produk jadi yang akan diekspor
3.15.2 Surat Keterangan Lainnya Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut: a. Produk alat kesehatan atau PKRT untuk penelitian dan pendidikan b. Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi alat kesehatan atau PKRT yang sudah terdaftar. c. Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat kesehatan dan/atau PKRT yang harus didaftarkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan) d. Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka persyaratan pemberian izin edar. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat keterangan tersebut yaitu : a. Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai. b. Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang. c. PIB d. Invoice dan/atau AWB/MAWB/BL e. Surat perjanjian kerjasama antara donator dan penerima (poin 1) f. Surat protokol pengujian (poin 2) g. Surat persetujuan dari komite medik rumah sakit yang mencantumkan nama pasien pengguna (poin 6) h. Surat pernyataan dokter penanggung jawab i. Izin edar dan izin produksi terkait produk yang dimaksud (poin 3) j. Katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut
3.16 Pembinaan,
Pengendalian
dan
Pengawasan
Keamanan
Alat
Kesehatan dan PKRT Berdasarkan Permenkes 1190/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
37
persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, dan menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan dalam bidang, antara lain: a. Informasi produk b. Perdagangan c. Sumber daya manusia d. Pelayanan kesehatan e. Periklanan Berdasarkan Permenkes Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan, penggunaan alat kesehatan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan dan membahayakan kesehatan sehingga dapat merugikan pasien atau operator alat tersebut. Oleh karena itu, pengawasan perlu dilakukan untuk dapat menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk baik premarket maupun post-market. Pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah dan masyarakat (pengawasan eksternal), maupun produsen/penyalur (pengawasan internal). Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah: a. Audit terhadap informasi teknis dan klinik b. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi c. Sampling dan pengujian d. Pengawasan penandaan iklan Pengawasan yang dapat dilakukan oleh produsen/penyalur: a. Audit terhadap informasi alat kesehatan dan/atau PKRT yang didapat dari sarana distribusi/penyalur b. Pemeriksaan kembali terhadap produk untuk mengetahui kejadian yang tidak diinginkan c. Melaporkan kepada pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota tentang kejadian yang tidak diinginkan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
38
Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat: a.
Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajiban terhadap alat kesehatan yang beredar.
b.
Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standard yang ditetapkan.
c.
Dapat memberikan masukkan kepada pemerintah dan produsen demi peningkatan mutu
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merupakan suatu kementerian yang mempunyai tugas membantu presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Kementerian kesehatan mempunyai beberapa fungsi yaitu melakukan perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan, pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian kesehatan, pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan kementerian kesehatan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervise atas pelaksanaan urusan kementerian kesehatan di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Visi Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan, sedangkan misi Kementerian Kesehatan RI diantaranya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; serta menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Visi dan misi Kementerian Kesehatan dicapai dengan adanya koordinasi antar direktorat jenderal yang bernaung di bawahnya. Empat direktorat jenderal yang bernaung yaitu Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Berdasarkan Permenkes Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 527 bahwa
Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian
dan
Alat
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pemberian bimbingan teknis dan 39
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
40
evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Upaya pemerintah dalam dalam menjamin keamanan, mutu, dan manfaat alat kesehatan dan PKRT dilakukan melalui Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan alat kesehatan dan PKRT, seperti mengeluarkan izin produksi, izin distribusi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan PKRT. Direktorat ini telah melakukan pelayanan perizinan melalui sistem online sebagai upaya untuk mengingkatkan kualitas pelayanan publik yang transparan dan akuntabel. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari empat subdirektorat yaitu Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Reagensia dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT serta Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi. Setiap subdirektorat dikepalai oleh seorang kepala subdit yang membawahi dua kepala seksi.
4.1
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan Tugas dari Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan adalah menyiapkan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdit yang dikepalai oleh Drs. Masrul, Apt. ini terdiri atas Seksi Alat Kesehatan Elektromedik yang dikepalai oleh Siti Nurhasanah, S.Si., Apt., dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik yang dikepalai oleh Eva Silvia, S.K.M. yang sebelumnya kedua seksi tersebut tidak berada dalam satu subdit. Untuk meningkatkan efisiensi kinerja sesuai dengan spesifikasi dari kedua jenis alat kesehatan tersebut maka dilakukan perubahan struktur organisasi sehingga kedua seksi tersebut berada di bawah satu subdit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
41
Subdit ini mengurus izin edar dari alat kesehatan yang baru maupun perpanjangan izin edar alat kesehatan lama. Selain itu subdit ini juga mengurus izin dari sarana produksi dan distribusi yang akan menjalankan kegiatannya. Setiap perusahaan yang akan memohon ijin edar ataupun izin kegiatan harus melakukan pendaftaran secara online terlebih dulu melalui system e-registration. Ketika mendaftar secara online, perusahaan akan diminta untuk membuat akun yang berisi identitas perusahaan. Selain itu, daftar persyaratan yang diminta oleh tim penilai juga akan diberitahukan secara online. Selanjutnya perusahaan harus menyerahkan berkas persyaratan yang diminta ke loket umum yang berada di gedung Kementrian Kesehatan. Sebelum izin dikeluarkan, maka dilakukan penilaian/evaluasi terhadap alat kesehatan dalam dan luar negeri, serta sarana produksi dan distribusi. Penilaian alat kesehatan hanya dilakukan terhadap dokumen yang dipersyaratkan. Penilaian ini meliputi data administrasi dan data teknis. Data administrasi terdiri dari formulir pendaftaran, sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan), surat penunjukan sebagai agen tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, certificate of free sale (untuk produk impor), dan surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri). Data teknis terdiri dari data formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat, penandaan serta penanganan komplain. Setelah penilaian berkas selesai dilaksanakan, perusahaan pendaftar akan diberikan informasi mengenai lulus atau tidaknya dalam persyaratan administrasi. Bagi perusahaan yang tidak lulus, harus mengulangi tahap penyerahan berkas persyaratan dan harus menunggu lagi selama 30 hari untuk proses penilaian ulang oleh tim penilai Hal ini dirasa kurang efektif karena petugas harus meluangkan waktu dan tenaga lagi untuk menilai berkas perusahaan yang tidak lulus. Untuk mempermudah dalam proses penilaian alat kesehatan, maka alat-alat kesehatan dikelompokkan menjadi empat berdasarkan risiko yang ditimbulkan dalam penggunaan yaitu kelas I, kelas IIa, kelas IIb, kelas III. Kelas I adalah alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya tidak menyebabkan akibat yang berarti, contohnya plester luka, sikat gigi dan ice bag. Kelas IIa adalah adalah alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
42
memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius, contohnya reflex hammer dan kursi roda. Kelas IIb adalah adalah alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius, contohnya contact lenses dan ophthalmic laser. Kelas III adalah adalah alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator, contohnya ventricular by pass device dan silicon gel filled breast.
4.2
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Penilaian produk diagnostik in vitro dan PKRT merupakan tugas dari
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan PKRT. Subdit yang dikepalai oleh Dra. Rully Makarawo, Apt. ini dibagi menjadi dua seksi yaitu Seksi Produk Diagnostik reagensia yang dikepalai oleh Dra. Ema Viaza, Apt. dan Seksi produk PKRT yang dikepalai oleh Nurhidayat, S.Si, Apt. Kegiatan yang dilakukan subdit ini yaitu menilai dan memberikan izin edar produk diagnostik in vitro dan PKRT dalam maupun luar negeri. Penilaian bertujuan menjamin produk diagnostik in vitro dan PKRT yang beredar di Indonesia telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Penilaian terhadap produk diagnostik in vitro dan PKRT meliputi beberapa data antara lain formulir pendaftaran, sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan), surat penunjukan sebagai agen tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, certificate of free sale (untuk produk impor), dan surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri). Data teknis terdiri dari data formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan alat, uji fungsi alat, penandaan serta penanganan komplain. Alat kesehatan yang digunakan tunggal maupun dalam kombinasi dibuat bertujuan pemeriksaan spesimen yang berasal dari tubuh manusia secara reagensia yang digunakan untuk diagnostik, pemantauan atau kesesuaian pelaksanaan pengobatan disebut sebagai produk diagnostik in vitro. Produk diagnostik in vitro dibagi dalam empat kategori yaitu peralatan kimia klinik dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
43
toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi dan mikrobiologi, dan peralatan obstetrik dan ginekologi. Registrasi alat kesehatan diagnostik in vitro kelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Berbeda dengan jenis alat kesehatan lainnya produk diagnostik reagensia membutuhkan perhatian pada penyimpanan terkait suhu dan kelembaban. Alat kesehatan tersebut rentan terhadap perubahan suhu dan kelembapan sehingga kondisi penyimpanan dan distribusi penting untuk diperhatikan karena dikhawatirkan mempengaruhi kualitas dari alat kesehatan. Oleh karena itu, penilaian alat kesehatan sebelum diberikan izin edar sangat penting untuk dilakukan. PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga) adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan, perawatan, pengendali kutu hewan peliharaan, dan keperluan kebersihan rumah tangga. Untuk mempermudah dalam penilaian, dilaukan pembagian kelas PKRT berdasarkan risiko yaitu kelas I (resiko rendah), yang merupakan PKRT yang pada penggunaannya tidak menimbulkan akibat yang berarti seperti iritasi, korosif, karsinogenik, contohnya kapas dan tissue. PKRT kelas II (resiko sedang) yaitu PKRT yang pada penggunaannya dapat mneimbulkan iritasi, korosif tapi tidak menimbulkan akibat serius seperti karsinogenik, contohnya deterjen, pewangi mobil. PKRT kelas III (risiko tinggi) adalah PKRT yang mengandung pestisida dimana penggunaannya dapat menimbulkan akibat yang serius seperti karsinogenik. Sama seperti izin edar alkes, permohonan izin edar untuk produk diagnostik in vitro dan PKRT pendaftarannya juga diawali dengan pendaftaran secara online terlebih dahulu. Alur selanjutnya, adalah penyerahan berkas persyaratan disertai hasil pengujian laboratorium. Khusus untuk PKRT kelas III wajibmendapatkan bukti persetujuan dari komisi pestisida
4.3
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan & Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Drs. Rahbudi Helmi, Apt, MKM. merupakan kepala dari Subdirektorat
Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT. Subdit ini bertugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
44
prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan PKRT. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT memiliki dua seksi yaitu, inspeksi produk yang dikepalai Dra. Nurlaili Isnaini Apt, MKM. dan inspeksi sarana produksi dan distribusi yang dikepalai oleh Dra. Ninik Hariyati, Apt. Kegiatan pengawasan alkes dan PKRT yang beredar di Indonesia dilakukan secara pre dan post market surveillance. Pengawasan pre market telah dilakukan dengan mewajibkan adanya izin edar bagi produk alkes dan PKRT serta izin kegiatan untuk sarana produksi dan distribusi dari alkes dan PKRT. Pengawasan post market merupakan tanggung jawab dari subdit ini. Tiga kegiatan utama dari subdit ini yaitu post market surveillance, vigilance, dan pengawasan iklan. Post market surveillance merupakan kegiatan pemantauan terhadap produk yang beredar di pasaran, sarana produksi serta sarana distribusi alkes dan PKRT. Kegiatan ini dilakukan dengan cara pembelian produk dari pasar kemudian diuji sesuai dengan parameter keamanan, mutu, dan kemanfaatannya. Hasil pengujian dibandingkan dengan dokumen yang dilampirkan oleh produsen ketika proses pendaftaran. Penilaian terhadap sarana produksi dan distribusi dilakukan dengan melakukan inspeksi sarana produksi dan distribusi di seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan dilakukan setiap 5 tahun sekali. Kelayakkan sarana produksi dan distribusi dinilai dari komitmen produsen dan distributor dalam menerapkan pedoman CPAKB dan CDAKB. Kegiatan pelaporan terkait alkes dan PKRT oleh produsen, distributor, masyarakat atau pemerintah mencakup kegiatan produksi, distribusi serta penggunaanya oleh masyarakat disebut sebagai kegiatan vigilance. Laporan ini dilakukan setiap satu tahun sekali. Pada kasus tertentu seperti kejadian yang menimbulkan banyak korban jiwa, maka pelaporan harus dilakukan maksimal 2x24 jam setelah kejadian. Bila suatu kasus menimbulkan korban jiwa yang tidak banyak (hanya satu atau dua korban), misalnya keracunan pestisida, maka pelaporan dilakukan maksimal sepuluh hari setelah kejadian. Apabila suatu peristiwa terjadi namun tidak menimbulkan korban jiwa, maka pelaporan dilakukan maksimal tiga puluh hari kalender. Pengawasan iklan dilakukan dengan pemantauan terhadap iklan yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
45
dipublikasikan di media elektronik, media cetak, media teknologi informasi, dan media luar ruang. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa iklan yang dipublikasikan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak menyesatkan konsumen. Beberapa hal yang diatur terkait periklanan antara lain tenaga profesional tidak boleh mengiklankan produk kecuali untuk pelayanan masyarakat mengunakan kata-kata superlatif, istilah-istilah tertentu yang menjelek-jelekan produk lain juga tidak diperkenankan, anak-anak tidak diijinkan digunakan sebagi model iklan kecuali produk tersebut digunakan oleh anak, serta masih banyak aturan lain yang harus diperhatikan oleh suatu perusahaan ketika akan membuat iklan alkes dan PKRT, yang tercantum pada Permenkes No. 76 tahun 2013 tentang Iklan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
4.4
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi Kepala Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi kini dijabat oleh Dra. Lili
Saidah Jusuf, Apt, dengan Ismiyati, S.Si., Apt. sebagai Kepala Seksi Standardisasi Produk dan Lupi Trilaksono, SF, MM, Apt sebagai Kepala Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri atas Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Tugas Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi yaitu melaksanakan penyiapan bahan perumusan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. Dalam melaksanakan tugas standardisasi, subdit ini bekerjasama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri dari: Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Kedua seksi tersebut bertugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
46
produk alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi Produk) atau di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi). Produk dari Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi antara lain, sertifikat produksi, izin penyalur, pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Selama melaksanakan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mahasiswa mengamati kegiatan, mendapatkan materi, dan berdiskusi terkait dengan tugas dan fungsi dari setiap subdirektorat. Kegiatan tersebut memberikan pemahaman dan pengetahuan terkait tugas dan fungsi dari masing-masing subdirektorat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
a. Menteri Kesehatan RI membawahi Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal dan empat Direktorat Jenderal. Direktorat Jenderal tersebut adalah Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak, dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. b. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membawahi Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produki Diagnostik Reagensia dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata usaha, dan Kelompok Jabatan Fungsional. Direktorat ini berperan dalam menyelenggarakan upaya kesehatan melalui penilaian, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga. Kegiatan pelayanan yang dilakukan Pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Peran Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah sebagai tim penilai yang mengevaluasi berkas permohonan produksi, izin penyalur, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah 47
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
48
tangga. Selain berperan dalam kegiatan tersebut apoteker juga berperan dalam kegiatan inspeksi terhadap alat kesehatan dan perbekalan kesehatan, sarana produksi dan distribusi, pengawasan post market surveillance, serta pengawasan iklan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
5.2
Saran
a. Pengadaan sanksi yang tegas pada sistem e-registration sehingga pihak yang mengajukan permohonan perizinan dapat lebih teliti dalam mengirimkan berkas sehingga dapat meningkatkan efisiensi kerja dari pihak penilaian. Hal tersebut juga kemudian dapat meningkatkan jangka waktu pemrosesan permohonan registrasi. b. Pembuatan
pedoman
yang
berisi
tindak
lanjut
dan
suatu
bentuk
pertanggungjawaban yang jelas ketika terdapat kejadian yang tidak diinginkan di kelas 3. c. Dibuat perjanjian terlebih dahulu dengan pemateri dari pihak kementerian kesehatan agar mahasiswa memperoleh materi sesuai dengan matriks yang telah dibuat secara holistik dan tepat waktu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penilaian Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. (2013). Laporan Akuntabilitas Kinerja. Jakarta: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Tata Cara Sertifikasi Produksi Alat Kesehatan dan PKRT. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
49
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
51
Lampiran 1.
Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan
51
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
52
Lampiran 2.
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
52
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
53
Lampiran 3.
Struktur Organisasi Sekertariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
53
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
54
Lampiran 4.
Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
54
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
55
Lampiran 5.
Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
55
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
56
Lampiran 6.
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
56
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
57
Lampiran 7.
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
57
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
58
Lampiran 8.
Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan/ Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN /PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Saya yang bertanda tangan dibawah ini mengajukan permohonan sertifikat Produksi Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 1.
Nama Pemohon
:
Alamat Pemohon
:
Nama Pabrik
:
Alamat Pabrik
:
3.
Badan Usaha
:
4.
NPWP
:
SIUP
:
TDI
:
5.
Status Permodalan
:
6.
Alamat Surat menyurat dan :
2.
Nomor Telepon Alamat Gudang
:
7.
Jenis yang akan diproduksi :
8.
Nama Penanggung Jawab
:
Teknis Produksi 9.
Pendidikan Penanggung
:
Jawab Produksi Pas foto pemohon
Pemohon,
Tanda Tangan
Berwarna
Stempel Perusahaan
(.......................)
Ukuran 4 x 6 Materai 6000
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
59
Lampiran 9.
Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
60
Lampiran 10. Blanko Perubahan/Perpanjangan Izin Edar
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
61
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
62
Lampiran 11. Blanko Penilaian Perubahan/Perpanjangan Izin Edar
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
63
Lampiran 12. Blanko Pemeriksaan Perubahan/Perpanjangan Izin Edar
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI KEGIATAN VIGILANCE SERTA PENGAWASAN IKLAN PADA SUB DIREKTORAT INSPEKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA (PKRT)
TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 17-28 MARET 2014 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
OLIVIA HERAWATI NAIBAHO, S. Farm. 1306434212
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
i ii iii iv v vi
1. PENDAHULUAN................................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Tujuan ...............................................................................................
1 1 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 2.1 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT ............................. 2.1.1 Tugas dan Fungsi ..................................................................... 2.1.2 Struktur Organisasi................................................................... 2.2 Post Market Surveillance................................................................... 2.2.1 Sampling .................................................................................. 2.2.2 Monitoring dan Evaluasi .......................................................... 2.2.3 Vigilance.................................................................................. 2.2.4 Pengawasan Iklan dan Penandaan............................................. 2.2.5 Penindakan...............................................................................
3 3 3 3 4 5 9 11 12 14
3. PEMBAHASAN ..................................................................................... 3.1 Vigilance........................................................................................... 3.2 Pengawasan Iklan dan Penandaan......................................................
18 18 24
4. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
27
DAFTAR ACUAN ......................................................................................
29
LAMPIRAN ................................................................................................
30
ii
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kejadian yang Harus Dilaporkan ................................................ Tabel 3.2 Kejadian yang Tidak Perlu Dilaporkan .......................................
iii
20 21
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3
Alur Vigilance ....................................................................... Skema Pelaporan KTD oleh Produsen.................................... Skema Pelaporan KTD oleh Publik/Masyarakat .....................
iv
19 22 23
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Mekanisme Pelaksanaan Sampling ...........................................
v
31
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Menurut Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 alat kesehatan adalah
instrument, aparatus, mesin, dan/atau implan yang mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Jenis dan jumlah alat kesehatan (Alkes) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan masyarakat semakin bertambah sampai saat ini. Alkes dan PKRT juga merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang umumnya tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu diperlukan regulasi yang berorientasi pada alkes dan PKRT yang aman, bermutu dan bermanfaat. Peningkatan jumlah dan jenis alkes dan PKRT yang beredar tersebut harus diiringi dengan adanya suatu pengendalian dari pemerintah, yang dituangkan melalui Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 menunjuk Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan sebagai institusi yang memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alkes dan PKRT melalui premarket control dan post market control. Premarket control dan post market control berfungsi untuk memastikan bahwa alkes dan PKRT yang telah diberikan izin edar, secara terus-menerus sesuai dengan persyaratan kemanan, mutu, manfaat dan kinerja yang telah disetujui. Namun pada faktanya saat ini banyak ditemukan alkes dan PKRT yang tidak memenuhi standar keamanan dan mutu di fasilitas pelayanan kesehatan dan di masyarakat yang tidak dilaporkan karena belum tersedianya fasilitas pelaporan yang mudah, efektif dan efisien. Pengawasan post market yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan meliputi sampling, monitoring dan evaluasi, vigilance, pengawasan 1
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
2
iklan dan penindakan (low enforcement). Berdasarkan tugas-tugas yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT dibagi menjadi 3 yaitu proactive yang meliputi sampling dan monitoring dan evaluasi, responsive yang meliputi vigilance dan pengawasan iklan dan represive yang meliputi penindakan. Oleh karena itu dengan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan diharapkan calon apoteker dapat memperoleh gambaran nyata tentang peran apoteker di masyarakat secara umum di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dan secara khusus di Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT pada kegiatan vigilance dan pengawasan iklan. 1.2
Tujuan
a. Untuk mengetahui pelaksanaan serta prinsip kegiatan vigilance dan pengawasan iklan yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT. b. Mengetahui masalah yang terjadi dan solusi terkait dengan kegiatan vigilance serta kegiatan pengawasan iklan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
2.1.1 Tugas dan Fungsi Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010, Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
b.
Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
2.1.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri atas: 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
4
2.1.2.1 Seksi Inspeksi Produk Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
2.1.2.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
2.2
Post Market Surveillance Post market surveillance merupakan kegiatan proaktif yang dilakukan
dalam rangka melakukan pengecekan kesesuainan terhadap mutu, keamanan dan kinerja alat selama di peredaran dan penilaian kesesuaian terhadap data awal yang dimasukkan pada saat registrasi. Post market Surveillance dilakukan oleh pemerintah bersama produsen secara berkala dan berkelanjutan melalui : a. Monitoring sarana produksi dan penyalur b. Audit Quality System c. Sampling produk di pasaran Post market surveillance mempersyaratkan produsen dan penyalur untuk: a. Secara sistematik mampu melakukan peninjauan terhadap pengalaman yang didapat setelah Alkes disalurkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Melakukan tindakan perbaikan sesuai dengan sifat dan resiko yang terkait dengan produk tersebut. c. Memberitahukan pihak penyalur Alkes mengenai KTD.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
5
d. Produsen dan atau penyalur wajib melaporkan kepada Kementrian Kesehatan setiap KTD yang memerlukan tindak lanjut. e. Produsen dan atau penyalur dapat menunjukkan hasil dari post market surveillance yang dilakukannya bila diminta. Informasi yang termuat dalam post market surveillance ini dapat berasal dari banyak sumber yaitu : a. Kelompok pengguna ahli b. Survei pelanggan, sarana produksi dan penyalur c. Keluhan pelanggan d. Informasi servis dan pemeliharaan e. Tinjauan pustaka f. Umpan balik pengguna g. Penelusuran alat kesehatan h. Reaksi pengguna selama program pelatihan i. Sampling dan uji laboratorium Pada umumnya post market surveillance oleh produsen telah ada sebagai bagian dari “Quality System” internal. Walaupun sertifikat “Quality System” tidak dipersyaratkan untuk produsen Alkes/ PKRT kelas I (paling tidak beresiko) atau non alkes yang berfungsi sebagai pengukuran, namun produsen masih perlu melaporkan hasil post market surveillance yang telah dilaksanakan pada waktu melakukan pendaftaran izin edar. Penarikan produk dari peredaran adalah tanggung jawab produsen atau penyalur, namun Kementrian Kesehatan melakukan pengawasan apakah pelaksanaan post market surveillance telah dilaksanakan sesuai prosedur dan meminta hasilnya apabila diperlukan.
2.2.1 Sampling (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006) Draft SOP Post market Surveillance (sampling) terdiri dari beberapa poin, yaitu sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
6
2.2.1.1 Pelaksanaan Sampling Pelaksanaan
Sampling
dikoordinasikan
oleh
Kementerian
Kesehatan selaku pusat pelaksana, kemudian dilanjutkan oleh Petugas Dinas Kesehatan Provinsi yang berkoordinasi dengan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Hasil pengujian sampel direkapitulasi di Dinas Kesehatan Provinsi, kemudian dilaporkan ke Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam hal ini Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Mekanisme Pelaksanaan Sampling dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.2.1.2 Prioritas Produk yang di Sampling Sasaran sampling diprioritaskan pada Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dengan kriteria sebagai berikut : a. Produk yang diduga dapat menimbulkan efek samping. b. Produk yang rawan terhadap kerusakan atau kondisinya cenderung tidak stabil seperti reagensia/diagnostik untuk jenis pemeriksaan tertentu. c. Produk yang mempunyai batas kadaluarsa. d. Produk yang dipakai oleh masyarakat luas seperti kondom, anti nyamuk terutama bakar, rapelan. e. Alat kesehatan steril.
2.2.1.3 Waktu dan Prioritas Lokasi Sampling Kegiatan sampling sebaiknya dimulai pada awal tahun dan disesuaikan dengan rencana kerja masing-masing institusi baik di daerah maupun pusat. Pengambilan sampel dapat dilaksanakan di provinsi, kabupaten/kota dan ditentukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Adapun lokasi pengambilan sampel Alkes dan PKRT adalah sebagai berikut : a. Penyalur Alat Kesehatan (PAK) / Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) / Sub PAK. b. Apotek. c. Toko/toko swalayan. d. Pedagang Besar Farmasi (PBF) Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
7
e. Rumah Sakit (RS). f. Pasar tradisional. g. Di seluruh provinsi dan kabupaten.kota di Indonesia.
2.2.1.4 Petugas Sampling Tenaga pelaksana sampling di setiap tingkat adalah sebagai berikut :
a. Tingkat Pusat Penanggung jawab sampling di Tingkat Pusat adalah 2 (dua) orang Petugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang telah ditunjuk. 1. Melampirkan surat tugas dan kuitansi sesuai format yang ditandatangani oleh petugas pusat 2. Melampirkan SPPD petugas pusat 3. Melampirkan bukti transportasi dan akomodasi 4. Menyusun
dan
menyerahkan
laporan
kegiatan
sampling
dan
penomoran produk yang telah disampling. b. Tingkat Provinsi Penanggung jawab sampling di Tingkat Provinsi adalah 2 (dua) orang Petugas Dinas Kesehatan Provinsi yang telah ditunjuk. 1. Melampirkan surat tugas dan kuitansi sesuai format yang ditandatangani oleh petugas provinsi. 2. Melampirkan SPPD petugas provinsi. 3. Melampirkan bukti transportasi dan akomodasi. 4. Menyusun
dan
menyerahkan
laporan
kegiatan
sampling
dan
penomoran produk yang telah disampling. c. Tingkat Kabupaten/Kota Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 (dua) orang yang ditunjuk (1 (satu) orang sebagai penanggung jawab dan 1 (satu) orang sebagai tenaga pelaksana sampling).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
8
1. Melampirkan surat tugas dan kuitansi sesuai format yang ditandatangani oleh petugas kabupaten/kota. 2. Melampirkan tanda terima uang harian sesuai format yang ditandatangani oleh petugas kabupaten.
2.2.1.5 Persyaratan Tenaga Pelaksana Sampling a. Penanggung jawab sampling Penanggung jawab sampling harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Memiliki kemampuan berkomunikasi untuk dapat menggali data/informasi dan menjelaskan hasil-hasilnya. 2. Memiliki pengetahuan dan kemampuan keterampilan yang cukup tentang pelaksanaan sampling alkes dan PKRT. 3. Memiliki keinginan dan motivasi untuk selalu berorientasi pada pengingkatan mutu. 4. Setiap penanggung jawab sampling harus dilengkapi surat tugas yang dikeluarkan oleh Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alkes atau dari Dinas Kesehatan setempat apabila ikut melakukan sampling. b. Petugas pelaksana sampling Sedangkan petugas sampling harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Memiliki pengetahuan dan kemampuan keterampilan yang cukup tentang pelaksanaan sampling alkes dan PKRT. 2. Memiliki
ketekunan
dan
integritas
sehingga
proses
dan
hasil
pengambilan sampel representative dan dapat dipertanggungjawabkan. 3. Mampu bekerja sama dengan baik dalam satu tim 4. Setiap petugas sampling harus dilengkapi surat tugas yang dikeluarkan oleh dikeluarkan oleh Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alkes atau dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/kota setempat.
2.2.1.6 Tugas Penanggung Jawab dan Petugas Sampling a. Penanggung Jawab Sampling Ruang lingkup tugas penanggung jawab sampling adalah sebagai berikut: Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
9
1.
Menyusun jumlah dan jenis produk yang akan disampling serta jadwal pengambilan/pembelian sampel.
2.
Menghitung
kebutuhan
dana
sampling
(harga
alkes/PKRT,
lama
sampling, transport, ATK, pengiriman dan pengambilan uji alkes/PKRT). 3.
Mempersiapkan
daerah
yang
akan
disampling,
waktu
kunjungan
sampling, surat pemberitahuan ke lokasi sampling dan macam Alkes/PKRT yang akan di sampling. 4.
Mempersiapkan kelengkapan surat tugas dari pejabat yang berwenang.
5.
Mempersiapkan berita acara pengambilan sampel.
6.
Menerima dan mengecek hasil pengambilan sampel.
7.
Memberi
kode
pada
bahan
sampling
sesuai
lokasi
pengambilan
sampel. 8.
Mengirim hasil pengambilan sampel ke laboratorium uji secara langsung maupun lewat pos.
9.
Menerima hasil uji dan mencatat setiap hasil uji dari laboratorium.
10. Melaporkan
hasil
sampling
ke
Dinas
Kesehatan
Provinsi,
untuk
menentukan tindak lanjut dan direkapitulasi, serta dilaporkan ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. b. Petugas Sampling Ruang lingkup tugas petugas sampling adalah sebagai berikut : 1. Mempersiapkan
perlengkapan
pengambilan
sampel
sesuai
dengan
kebutuhan. 2. Mengecek perlengkapan sebelum menuju lokasi pengambilan sampel. 3. Melakukan
pengambilan
sampel
sesuai
dengan
prosedur
pengambilan
sampel
setiap
yang
telah ditetapkan. 4. Wajib
menyerahkan
hasil
selesai
melaksanakan tugas kepada penanggung jawab sampling paling lambat satu minggu setelah sampai. 5. Membantu pengemasan hasil samplinguntuk dikirim ke laboratorium uji
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
10
2.2.2 Monitoring dan evaluasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012) Monitoring dan evaluasi mencakup pemeriksaan sarana produksi dan distribusi alat kesehatan.
2.2.2.1 Pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan secara rutin yaitu pemeriksaan berkala yang frekuensi disesuaikan dengan kapasitas tenaga yang dimiliki oleh Pemerintah, dan pemeriksaan secara Khusus/Kasus yaitu pemeriksaan untuk tujuan khusus ataupun dalam rangka penulusuran kasus.
2.2.2.2 Data yang diperiksa Data yang diperiksa adalah data administrasi dan teknis. Data teknis diperiksa kesesuian kondisi saat pemeriksaan dengan ketentuan yang ada, antara lain meliputi persyaratan manajemen, sumber daya, serta sanitasi higiene. Ruang lingkup pemeriksaan sarana produksi adalah mengevaluasi : a. Dokumentasi b. Proses produksi c. Sarana penyimpanan d. Peralatan e. Sistem pengawasan yang dilakukan produsen untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan atau spesifikasi yang telah ditentukan sesuai Cara Pembuatan Alkes atau PKRT yang baik. f. Install dan Service Apabila diperlukan petugas juga dapat mengambil dan menguji produk pertinggal yang ada di pabrik. Sedangkan
ruang
lingkup
pemeriksaan
sarana
distribusi
adalah
mengevaluasi : a. Proses distribusi b. Sarana penyimpanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
11
c. Kontrol
yang
dilakukan
distributor
untuk
menjamin
produk
yang
didistribusikan memenuhi persyaratan kemanan, mutu, dan manfaat apakah telah sesuai Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik. d. Install dan Service Distributor terutama distributor pemegang izin edar yang menyalurkan produk import harus mempunyai system monitoring terhadap produk yang disalurkannya, dan untuk distributor pemegang izin edar alkes elektromedik harus mempunyai bengkel untuk menguji produk yang disalurkannya.
2.2.2.3 Petugas Pelaksana Petugas pelaksana pemeriksaan rutin harus telah mendapatkan pelatihan tentang pengawasan Alkes dan PKRT, surat tugas, memiliki pengetahuan dan memahami sistem pengawasan Alkes dan PKRT, Peraturan dan ketentuan yang berlaku, Cara Pembuatan Alkes dan PKRT yang baik serta menggunakan form pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku. Petugas pelaksana
pemeriksaan
kasus selain memnuhi persyaratan diatas, juga didampingi oleh petugas penyidik pegawai negeri sipil yang dilengkapi surat tugas.
2.2.2.4 Pelaksanaan Pemeriksaan Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan Provinsi bersama dengan petugas Dinkes Kabupaten/Kota menggunakan formulir pemeriksaan yang disusun oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes. Hasil pemeriksaan bersama tersebut direkapitulasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan dilaporkan kepada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa sarana produksi dan distribusi tersebut telah memenuhi prinsip-prinsip CPAKB dan/atau CDAKB di dalam melaksanakan kegiatan produksi dan/atau distribusi alat kesehatan. Data yang diperiksa antara lain : proses produksi, sarana penyimpanan, peralatan produksi, SDM, dan dokumen pendukung lainnya. Selain itu juga
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
12
memastikan bahwa produsen/distributor telah melakukan sistem pengawasan internal.
2.2.3 Vigilance Program vigilance merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau produsen atau distributor setelah pihak tersebut menyadari akan adanya kejadian yang tidak diinginkan dan/atau kesalahan fungsi Alkes. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil pengujian dan/atau informasi lain terhadap produk Alkes/PKRT yang didistribusikannya di Indonesia (Kemenkes, 2012). Vigilance dilakukan berdasarkan laporan Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan dan di masyarakat akibat penggunaan alkes dan PKRT. Tindakan reaktif harus dilakukan laporan KTD dalam tenggat waktu sesuai ketentuan pemerintah untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama dan dilakukan Corrective Action and Preventive Action (CAPA) (Kemenkes RI, 2013). Tujuan dari vigilance alat kesehatan adalah untuk meningkatkan kesehatan dan keamanan pasien, pengguna dan lainnya dalam meminimalisir kejadian adverse event sejenis yang mungkin berulang. Hal ini didapatkan melalui : a. Mengevaluasi kejadian yang tidak diinginkan b. Diseminasi
informasi
yang
dapat
digunakan
untuk
mencegah
atau
meminimalisir konsekuensi dari kejadian yang tidak diinginkan, bila diperlukan. c. Modifikasi alat kesehatan d. Menarik alat kesehatan dari pasaran. Produsen dan penyalur alat kesehatan harus menginformasikan ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan setiap kejadian yang tidak diinginkan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Waktu dan tindakan yang tepat harus dilakukan. Pelaksanaan vigilance meliputi : a. Evaluasi KTD b. Diseminasi
informasi
yang
dapat
digunakan
untuk
mencegah
atau
meminimalisir konsekuensi dari KTD, bila perlu Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
13
c. Modifikasi alkes d. Penarikan kembali alkes dari pasaran (recall)
2.2.4 Pengawasan Iklan dan Penandaan Pengawasan iklan untuk Alkes dan PKRT adalah kegiatan yang saling berhubungan satu sama lain antara produsen, pemerintah dan masyarakat sebagai konsumen. Produsen harus menjamin keamanan, mutu dan manfaat produknya dan mengiklankan produk tersebut dengan prinsip memberikan informasi yang objektif, lengkap dan tidak menyesatkan. Sedangkan tugas pemerintah adalah melakukan post market evaluation yaitu melakukan pengawasan iklan yang telah beredar dimasyarakat dimana harus sesuai dengan label dan penandaan yang telah disetujui didalam izin edar yang dimiliki (Depkes RI, 2009). Menurut Permenkes Penandaan dan informasi alat kesehatan dan/ atau PKRT dilaksanakan untuk melindungi masyarakat dari informasi alat kesehatan dan/atau PKRT yang tidak obyektif, tidak lengkap, serta menyesatkan. Penandaan sekurang-kurangnya berisi: a. Nama produk/ atau nama dagang b. Nama dan alamat perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dan/ atau PKRT c. Nama dan alamat PAK dan/ atau importer PKRT yang memasukkan produk kedalam wilayah Indonesia d. Komponen pokok alat kesehatan dan/ atau PKRT e. Bahan aktif dan kadar untuk produk PKRT f. Kegunaan dan cara penggunaan harus dalam bahasa Indonesia g. Tanda peringatan atau efek samping harus dalam bahasa Indonesia h. Batas waktu kadaluarsa untuk alat kesehatan dan/ atau PKRT tertentu; dan i. Nomor bets/ kode produksi/ nomor seri, nomor izin edar dan netto. Menurut
Permenkes
Nomor
1190/Menkes/Per/VIII/2010
iklan
alat
kesehatan dan/ atau PKRT yang diedarkan harus memuat keterangan secara obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan serta sesuai dengan penandaan yang disetujui. Iklan mengenai alat keseehatan dan/ atau PKRT pada media apapun Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
14
harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilaksanakan dengan memperhatikan etika periklanan. a. Penilaian terhadap iklan alat kesehatan dan/atau PKRT setelah ditayangkan di media massa atau disebarluaskan dilakukan oleh Tim yang ditetapkan oleh Menteri
dalam
rangka
melindungi
masyarakat
dari
informasi
yang
menyesatkan dan tidak sesuai dengan etika periklanan b. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pakar dari organisasi profesi, asosiasi terkait, perguruan tinggi, praktisi dan instansi terkait. Tugas tim pengawasan iklan dibagi menjadi 3 yaitu : (Departemen Kesehatan RI, 2009) a. Tugas Tim 1. Melakukan pelaksanaan pengawsan iklan sesuai dengan prioritas dan dana yang telah ditetapkan. 2. Membuat pertanggungjawaban pelaksanaan pengawasan iklan. 3. Membuat laporan dan usulan tindak lanjut kepada pimpinan. b. Ketua Tim 1. Menentukan produk dan media yang akan dipantau 2. Memantau iklan yang beredar di media baik media cetak maupun media elektronik 3. Menerima hasil telaahan dan penilaian materi iklan dari anggota Tim 4. Membuat laporan dan melaporkan hasil penilaian iklan kepada Direktur Bina Produksi dan Distribusi 5. Alkes untuk menentukan tindak lanjut. c. Anggota Tim 1. Mempersiapkan perlengkapan untuk kegiatan penilaian iklan 2. Mamantau iklan yang beredar di media baik cetak maupun media elektronik 3. Melakukan telaahan dan penilaian isi iklan 4. Menyerahkan hasil penilaian pada ketua Tim
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
15
Tahapan prosedur pengawasan adalah : a. Persiapan Pengambilan Sampel Iklan Tahap persiapan ini dibagi dalam 2 tahap yang meliputi: (Departemen Kesehatan RI, 2009) 1. Penyusunan Rencana Kegiatan Pada tahapan ini dilaksanakan penyusunan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan selama satu tahun anggaran lengkap dengan alokasi waktu, biaya dan pengaturan petugas pelaksana. Adapun tahapan yang akan direncanakan meliputi: i.
Menyusun rencana kerja.
ii.
Menentukan media dan produk yang akan diawasi iklannya.
2. Persiapan Administrasi i.
Mempersiapkan Berita Acara pelaksanaan pengambilan sample iklan di media yang telah direncanakan
ii.
Mempersiapkan perlengkapan pengambilan sample iklan sesuai dengan kebutuhan.
2.2.5 Penindakan Apabila berdasarkan sampling produk, monitoring dan evaluasi sarana, serta tindakan pengawasan yang lain ditemukan produk maupun sarana produksi alkes dan PKRT tidak memenuhi persyaratan maka akan dilakukan tindak lanjut terhadap produk maupun sarana tersebut. Tindak lanjut yang dilakukan berupa:
2.2.5.1 Penarikan Kembali (Recall) Pada
pasal
49
Permenkes
Nomor
1190/MENKES/PER/VIII/2010
penarikan kembali alat kesehatan dan/atau PKRT dari peredaran karena tidak memenuhi persyaratan dan/atau dicabut izin edarnya, dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkan alat kesehatan dan PKRT.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
16
2.2.5.2 Pemusnahan Permenkes Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 menyatakan bahwa pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan terhadap alat kesehatan dan/atau PKRT yang : a. Diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku b. Telah kedaluwarsa c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau d. Dicabut izin edarnya. Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan oleh perusahaan yang memproduksi, mengedarkan alat kesehatan dan/atau PKRT, orang yang bertanggung jawab atas sarana kesehatan, Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota. Untuk pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT yang berhubungan dengan tindak pidana dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan Berita Acara Pemusnahan yang memuat keterangan: a. waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT; b. jumlah dan jenis Alat Kesehatan dan/atau PKRT; c. nama penanggung jawab teknis pelaksana pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT; d. nama dua orang saksi dalam pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT. Selanjutnya dalam Berita Acara Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT harus tertera tandatangan pimpinan perusahaan, penanggung jawab teknis, dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT. Sanksi yang diberikan untuk sarana produksi maupun distribusi dapat berupa sanksi administratif oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.Sanksi administratif tersebut dapat berupa:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
17
a. peringatan lisan; b. peringatan tertulis; atau c. pencabutan izin Apabila pelanggaran tersebut mengakibatkan seseorang mengalami gangguan kesehatan yang serius, cacat atau kematian dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1
Vigilance Vigilance merupakan tindakan yang dilakukan sebagai reaksi terhadap
adanya kasus, kejadian yang terjadi akibat penggunaan Alat Kesehatan atau PKRT yang menyebabkan cedera atau kematian terhadap pasien (merugikan pasien). Vigilance dilakukan berdasarkan laporan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau masyarakat umum akibat penggunaan alat kesehatan dan PKRT. Ada perbedaan yang menyolok antara surveillance dan vigilance, surveillance adalah kegitan yang bersifat proactive, sedangkan vigilance adalah kegiatan responsive, yang dilakukan setelah terjadinya suatu peristiwa atau kejadian tidak diingini. Vigilance merupakan salah satu dari elemen post market yang memastikan bahwa telah diambil tindakan yang memadai dalam menghadapi kejadian yang tidak diingini untuk mencegah berulangnya kembali kejadian yang tidak diingini tersebut. Tujuan dari vigilance alat kesehatan adalah untuk meningkatkan kesehatan dan keamanan pasien atau pengguna. Dalam meminimalkan kejadian tidak diinginkan sejenis yang mungkin berulang. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: a. Mengevaluasi kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan b. Diseminasi (penyebarluasan) informasi untuk mencegah atau meminimalkan hal yang sama terulang, atau mengurangi konsekuensi dari kejadian yang tidak diinginkan tersebut. c. Memodifikasi alat kesehatan. d. Menarik alat kesehatan dari pasaran.
18
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
19
Gambar 3.1 Alur vigilance
3.1.1 Kejadian yang Tidak Diinginkan (Adverse Events) Produsen dan penyalur alat kesehatan wajib menginformasikan setiap kejadian yang tidak diinginkan ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan. Pelaporan KTD terhadap alat kesehatan dan PKRT di fasilitas pelayanan kesehatan juga merupakan salah satu unsur penting dalam meningkatkan keselamatan pasien. Tingginya tingkat kegagalan dalam perawatan dan pengobatan akibat medical error telah menjadi sorotan penting. Dalam upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien, salah satu aspek penting dilakukan adalah dengan belajar dari pengalaman kegagalan atau kesalahan sebelumnya melalui laporan KTD untuk mencegah dan meminimalisir KTD sejenis berulang. Fungsi yang paling penting dari sistem pelaporan KTD terhadap penggunaan alat kesehatan adalah hasil analisis data dan investigasi yang dapat menjadi rekomendasi untuk perbaikan mutu produk dalam upaya peningkatan keselamatan pasien. Produsen alkes dan PKRT, penyalur alkes dan masyarakat terutama pengelola Rumah Sakit wajib melaporkan KTD, kemudian Kementerian Kesehatan bertugas mendeseminasikan pembelajarannya dan mengeluarkan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
20
peringatan. Secara periodik jenis KTD dibahas penyebab dan strategi pencegahannya, selanjutnya dipublikasikan. Kementerian Kesehatan juga melakukan monitoring langkah korektif untuk pelaksanaan rencana aksi tersebut. Mekanisme pelaksanaan pelaporan kejadian yang tidak diingini adalah sebagai berikut: a. Kejadian tidak diingini yang diketahui oleh distributor diteruskan kepada produsen untuk dikaji apakah perlu dilaporkan atau tidak b. Untuk kejadian yang masuk dalam kategori dilaporkan, maka laporan ditujukan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan cq. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan untuk dikaji ulang dan diambil tindakan yang sesuai c. Bagi kejadian yang termasuk kategori tidak dilaporkan terjadi berulang, maka kejadian tersebut masuk dalam kategori perlu dilaporkan. Terdapat dua kategori kejadian tidak diingini pada alat kesehatan: a. Kategori 1: Kejadian yang perlu dilaporkan Terdapat 3 kriteria dasar penggolongan kategori ini, yang dipaparkan dalam tabel berikut: Table 3.1 Kejadian yang harus dilaporkan Telah terjadi kejadian tidak diingini 1. Kesalahan fungsi/kerusakan karektiristik kinerja alat kesehatan 2. Kesalahan desain dan atau pembuatan 3. Kemasan/lembar instruksi tidak lengkap 4. Berdampak besar pada kesehatan masyarakat 5. Literatur ilmiah/hasil pengujian
Produsen terkait dengan kejadian tidak diingini 1. Pendapat ahli kesehatan professional
Kejadian yang mengarah kematian, luka serius 1. Kematian
2. Informasi kejadian serupa sebelumnya 3. Informasi lain
2. Luka serius 3. Mengarah kepada kematian atau luka serius jika berulang
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
21
b. Kategori 2: Kejadian yang tidak perlu dilaporkan Tabel 3.2 Kejadian yang tidak perlu dilaporkan No
Kejadian
1.
Kekurangan alkes yang ditemui oleh operator sebelum digunakan
2.
Kejadian yang disebabkan kondisi pasien
3.
Masa pakai alat terlampaui
4.
Perlindungan terhadap fungsi yang salah berjalan baik
5.
Jauh kemungkinan kematian/luka serius
6.
Kejadian tidak diingini telah diduga
7.
Telah dijelaskan pada nota pemberitahuan
8.
Laporan pengecualian (yang dijamin oleh badan berwenang)
Kriteria Kejadian yang Tidak Diinginkan yang dapat dilaporkan secara umum harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Telah terjadi. b. Dicurigai disebabkan oleh alat kesehatan yang digunakan c. Kejadian yang tidak diinginkan menyebabkan: ancaman serius terhadap kesehatan umum, kematian pasien, pengguna atau orang lain, penurunan kondisi kesehatan serius bagi pengguna atau orang lain, kematian atau cedera serius pada pengguna atau orang lain jika terjadi berulang kali. Tenggat waktu pelaporan kejadian yang tidak diinginkan berdasarkan pelapornya, tenggat waktu pelaporan KTD terbagi dua : a. Untuk perusahaan Semua perusahaan wajib melaporkan KTD terhadap alkes yang telah beredar di pasaran. Pelaporan dapat dilakukan secara online menggunakan pelaporan alkes dan PKRT pada sistem e-watch.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
22
Gambar 3.2 Skema pelaporan KTD oleh produsen
Adapun tenggat waktu pelaporan KTD dibagi dalam 3 kategori: 1. Tidak lebih dari 48 jam untuk kejadian yang menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat (berdampak massal). 2. Tidak lebih dari 10 hari untuk kejadian yang menimbulkan kematian, penurunan kondisi kesehatan yang serius pada pasien, pengguna alat kesehatan atau orang lain. 3. Tidak lebih dari 30 hari untuk kejadian yang menimbulkan kematian, penurunan kondisi kesehatan serius pada pasien, pengguna alat kesehatan atau orang lainnya. Berdasarkan peraturan, pemberitahuan dan evaluasi terhadap kejadian ini harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan bahaya yang dapat ditimbulkannya. Mekanisme tindak lanjut dan pelaporan dilakukan melalui tindakan perbaikan terhadap keselamatan di lapangan FSCA (Field Safety Corrective Action) b. Untuk publik/masyarakat Publik harus melaporkan KTD sesegera mungkin menggunakan pelaporan alkes dan PKRT pada sistem e-monitoring post market and Survilance atau Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
23
menggunakan form pelaporan yang diunduh dari sistem e-monitoring post market and Survilance. Pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat mulai dari perorangan sampai dengan pengguna ahli.
Gambar 3.3 Skema pelaporan KTD oleh publik/masyarakat
3.1.2 Masalah pada Proses Kegiatan Vigilance Kegiatan
vigilance
seringkali
menemui
kendala
pada
proses
pelaksanaannya. Salah satu kendala yang terjadi adalah sistem pelaporan Kejadian Tidak Diingini (KTD) yang masih menggunakan sistem pelaporan manual. Untuk mengatasi masalah ini, Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan telah membuat suatu sistem online untuk melaporkan KTD yang terjadi akibat penggunaan alat kesehatan. Sistem ini dikenal dengan sistem e-watch alkes. Sistem ini merupakan suatu sistem pelaporan elektronik dari kejadian tidak diinginkan akibat penggunaan alat kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil pelaporan ini akan ditindaklanjuti oleh tim Pengawas Nasional Alat Kesehatan dan menjadi informasi untuk pertimbangan dalam pengadaan alat kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
24
Selain permasalahan tersebut, ada juga kendala yang dialami dalam sistem pelaporan KTD oleh masyarakat umum. Dalam skema pelaporan KTD oleh pelaporan KTD oleh masyarakat, pelaporan dilakukan oleh masyarakat langsung ke Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang kemudian akan ditindaklanjuti. Sistem pelaporan seperti ini kurang efektif mengingat wilayah indonesia yang begitu luas juga SDM dari Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang terbatas. Untuk memudahkan sistem pelaporan KTD oleh masyarakat sebaiknya Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi/Kota. KTD yang terjadi di masyarakat umum sebaiknya dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi/Kota setempat yang kemudian akan diperiksa oleh Dinas Kesehatan setempat, apakah KTD tersebut masuk kategori yang harus dilaporkan atau tidak perlu dilaporkan. Setelah itu, Dinkes akan melaporkan hasil pemerikasaan tersebut kepada Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Dengan sistem seperti ini diharapkan pelaporan KTD oleh masyarakat dapat ditindaklanjuti secara maksimal sehingga dapat meminimalkan terjadinya kembali kejadian tersebut.
3.2
Pengawasan Iklan dan Penandaan Pengawasan iklan dan penandaan meruupakan salah satu mekanisme
pengawasan pada post market survilance. Pengawasan iklan merupakan tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa iklan alkes/ PKRT yang beredar objektif, lengkap dan tidak menyesatkan. Pemasangan ikalan dilakukan dengan mengevaluasi iklan yang terdapat pada Media massa meliputi cetak (majalah, koran, flyer, brosur, baliho, dan sebagainya) dan elektronik (TV, radio, bioskop, internet) (Kemenkes RI, 2012). Pengawasan iklan untuk alkes dan PKRT adalah kegiatan yang saling berhubungan satu sama lain antara produsen, pemerintah, dan masyarakat sebagai konsumen. Produsen harus menjamin keamanan, mutu, dan manfaat produknya dan mengiklankan produk tersebut dengan prinsip memberikan informasi yang objektif, lengkap dan tidak menyesatkan dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Pada saat ini produsen wajib melakukan reevaluasi terhadap iklan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
25
yang ditayangkan agar tidak menjadi informasi yang menyesatkan atau berlebihan akibat penayangan iklan tersebut (Kemenkes RI, 2012). Tugas pemerintah adalah melakukan post market evaluation, yaitu melakukan pengawasan iklan yang beredar di masyarakat dimana harus sesuai dengan label dan penandaan yang telah disetujui di dalam izin edar yang dimiliki. Sedangkan peran masyarakat adalah selalu membaca label dan informasi, dan memperhatikan setiap iklan yang beredar itu benar atau tidak. Jika terdapat iklan yang menyesatkan harus segera dilaporkan kepada pemerintah. Berikut adalah prorioritas iklan alkes dan PKRT yang diawasi: a. Iklan produk yang sudah terdaftar b. Iklan produk yang dapat menimbulkan bahaya bagi masyarakat c. Iklan produk yang mendapat perhatian/ meresahkan masyarakat Prinsip iklan Alkes dan PKRT adalah: 1. Objektif, yaitu menyatakan hal yang benar sesuai dengan kenyataan. 2. Tidak menyesatkan, tidak berlebihan perihal asal, sifat, kualitas, kuantitas, kompsisi, kegunaan, keamanan, dan batasan sebagai Alkes dan PKRT. 3. Lengkap, yaitu tidak hanya mencantumkan informasi tentang kegunaan tetapi juga memberikan informasi tentan peringatan dan hhal-hal lain yang harus diperhatikan oleh pemakai. Misalnya: cara penggunaan bila terjadi kecelakaan. Sasaran diprioritaskan pada Alkes dan PKRT dengan kriteria sebagai berikut: 1. Produk yang menarik perhatian karena karena dapat menimbulkan efek yang tiak diinginkan 2. Produk yang apabila terjadi salah penggunaan dapat merugikan masyarkat luas. 3. Produk yang banyak dipakai oleh masyarakat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam materi iklan adalah klaim yang berlebihan, tidak bersifat SARA, sesuai dengan etika serta objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan. Bila diperlukan pertimbangan dapat dibentuk tim yang terdiri dari pakar, organisasi profesi, asosiasi terkait, praktisi dan instansi – instansi terkait. Tim ini bertugas melakukan pelaksanaan iklan sesuai prioritas dan dana yang telah ditetapkan, membuat pertanggungjawaban pelaksanaan pengawasan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
26
iklan, serta membuat laporan dan usulan tindak lanjut kepada pimpinan. Tindak lanjut dari hasil pemantauan yang dilakukan tim pemgawasan iklan: 1. Peringatan I, berupa peringatan untuk memperbaiki iklan dengan batas 1 bulan 2. Henti tayang Untuk yang sifatnya teknis dan keamanan maka akan langsung henti tayang, sedangkan untuk yang bersifat etika akan diberi hak jawab. Tim pusat berkewenangan memutuskan bentuk dan bobot sanksi yang perlu dijatuhkan kepada produsen distributor alkes dan PKRT yang melakukan pelanggaran terhadap iklan yang ditayangkan. Bila hasil evaluasi tindak lanjut mempunyai respon yang baik maka tahap selanjutnya diberikan pembinaan. Sedangkan jika hasil evaluasi tindak lanjut mempunyai respon yang tidak baik maka akan dilakukan sanksi: a. Pencabutan izin b. Mengeluarkan surat edaran dan dipublikasikan di media Kemenkes Penyampaian sanksi dilakukan secara tertulis dengan mencantumkan jenis pelanggaran dan rujukan yang digunakan (Kemenkes RI, 2012). Saat ini masih ada periklanan Alkes dan PKRT mengandung informasi yang belum memenuhi kriteria objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan yang mengakibatkan penggunaa yang salah, tidak tepat, tidak rasional dan merugikan masyarakat. Misalnya masih ada iklan yang merendahkan produk lain, dan ada iklan yang mengiklankan produknya seolah-olah hasil penggunaannya menjadi bebas kuman sama sekali. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan dalam pengawasan periklanan alat kesehatan dan PKRT. Dimana saat ini pengawasan dilakukan setelah iklan ditanyangkan (post market), untuk mengatasi masalah tersebut sebaiknya pengawasan lilakukan sebelum iklan ditayangkan (pre market) sehingga iklan yang ditanyangkan hanya iklan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Saat ini Subdirektorat Inspeksi Alkes dan PKRT sedang menyusun pedoman mengenai pengawasan iklan pre market yang nantinya akan menjadi pedoman periklanan kedepannya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
a. Kegiatan vigilance yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT dilakukan berdasarkan laporan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau masyarakat umum akibat penggunaan alat kesehatan dan PKRT. Kriterian kejadian KTD yang dapat dilaporkan secara umum harus memenuhi kriteria: 1. Telah terjadi 2. Dicurigai disebabkan oleh alat kesehatan yang digunakan 3. KTD menyebabkan ancaman serius terhadap kesehatan umum, kematian pasien, pengguna atau orang lain, kematian atau cedera serius pada pengguna atau orang lain jika terjadi berulang kali. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: 1. Mengevaluasi kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan 2. Diseminasi
(penyebarluasan)
informasi
untuk
mencegah
atau
meminimalkan hal yang sama terulang, atau mengurangi konsekuensi dari kejadian yang tidak diinginkan tersebut. 3. Memodifikasi alat kesehatan. 4. Menarik alat kesehatan dari pasaran. b. Kegiatan pengawasan iklan yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT adalah mengawasi iklan Alkes/ PKRT yang beredar agar objektif, lengkap dan tidak menyesatkan. Prioritas iklan alkes dan PKRT yang diawasi adalah: 1. Iklan produk yang sudah terdaftar 2. Iklan produk yang dapat menimbulkan bahaya bagi masyarakat 3. Iklan produk yang dapat perhatian/meresahkan masyarakat Tindak lanjut dari hasil pemantauan pengawasan iklan berupa: 1. Peringatan I, berupa peringatan untuk memperbaiki iklan dengan batas waktu 1 bulan 27
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
28
2. Henti tayang 3. Pembinaan/ Pencabutan izin 4. Mengeluarkan surat edaran dan dipublikasikan di media Kemenkes c. Masalah yang terjadi terkait kegiatan vigilance yaitu pelaporan dilakukan oleh masyarakat langsung ke Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang kemudian akan ditindaklanjuti. Sistem pelaporan seperti ini kurang efektif mengingat wilayah indonesia yang begitu luas juga SDM dari Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang terbatas. Untuk memudahkan sistem pelaporan KTD oleh masyarakat sebaiknya Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi/Kota. d. Saat ini masih ada periklanan Alkes dan PKRT mengandung informasi yang belum memenuhi kriteria objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan dalam pengawasan periklanan alat kesehatan dan PKRT. Dimana saat ini pengawasan dilakukan setelah iklan ditayangkan (post market), untuk mengatasi masalah tersebut sebaiknya pengawasan dilakukan sebelum iklan ditayangkan (pre market) sehingga iklan yang ditayangkan hanya iklan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
4.2
Saran
a. Meningkatkan sumber daya manusia setiap pegawai agar lebih baik lagi dalam melaksanakan kegiatan vigilance dan pengawasan iklan b. Menjalin kerjasama dengan perusahaan periklanan agar iklan alkes dan PKRT memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan c. Melakukan sosialisasi pedoman dan prosedur kepada sarana produksi dan distribusi yang akan memasarkan produknya
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan RI. (2009). Revisi Pedoman Periklanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2007). Petunjuk Teknis Surveilance Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI. (2009). Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pedoman Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Sistem E-Monitoring Post market & Surveillance Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Teknis Pelaksanaan Sampling dan Pengujian Alat Kesehatan (Alkes) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Jakarta
29
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
31
Lampiran 1. Mekanisme Pelaksanaan Sampling
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014