UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 2013 – 20 MARET 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
MEIYANI NURHAYATI, S.Farm. 1206313330
ANGKATAN LXXVI
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 2013 – 20 MARET 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
MEIYANI NURHAYATI, S.Farm. 1206313330
ANGKATAN LXXVI
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
25 Juni 2013 iii
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya atas berkat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika yang dilaksanakan pada periode 9 Januari 2013 sampai dengan 20 Maret 2013. Penulisan Laporan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di Apotek Atrika dan disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sejak masa perkuliahan hingga penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis bermaksud menghaturkan terima kasih kepada: 1. Ibu Prof. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia; 2. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan pembimbing dari Apotek Atrika yang telah
memberikan
arahan,
dan
bimbingannya
selama
penulis
melaksanakan PKPA; 3. Ibu Dra. Rosmala Dewi, Apt., sebagai Dosen Pembimbing PKPA dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah berkenan menyediakan waktu dan perhatiannya untuk memberikan bimbingan serta arahan dalam upaya penyusunan laporan PKPA; 4. Bapak Winardi Hendrayanta selaku Pemilik Sarana Apotek Atrika yang telah memberikan kesempatan bagi penulis dan rekan-rekan untuk menimba ilmu dan pengalaman di lokasi PKPA; 5. Seluruh pegawai Apotek Atrika (Shintawati, S. Farm., Apt.; Ibu Meta, Ibu Mimin, Ibu Tuti, Mbak Feby, Mbak Ponah, Mbak Meri dan lainnya) atas ilmu dan bantuannya selama penulis melaksanakan PKPA ini; 6. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas ilmu pengetahuan serta bimbingan yang telah iv
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
diberikan selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia; 7. Orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan semangat, doa, dan bantuan serta dukungan baik secara moral, material, dan spiritual; 8. Kakanda, Sahabat-sahabat terbaik, rekan sesama pelaksana PKPA baik di dalam maupun di luar kampus, serta teman-teman seperjuangan Apoteker angkatan LXXVI yang telah mewarnai masa-masa menempuh pendidikan Program Profesi Apoteker; serta 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang juga turut berkontribusi dalam seluruh kegiatan PKPA ini. Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah
banyak memberi perannya dalam kegiatan PKPA ini. Penulis
menyadari bahwa penulisan laporan PKPA ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, namun Penulis berharap semoga pengetahuan, dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat sebagai wawasan bagi rekan-rekan sejawat dan pihak yang membutuhkan.
Depok, Juni 2013 Penulis
v
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis karya
: Meiyani Nurhayati, S.Farm. :1206313330 : Apoteker : Farmasi : Laporan Praktek Kerja
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non (Non-exclusive Royalty Free Right) atas laporan praktek kerja saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat Periode 9 Januari 2013 – 20 Maret 2013 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 29 Juli 2013 Yang menyatakan
( Meiyani Nurhayati, S.Farm. )
vi
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................ vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK ........................................................... 3 2.1 Definisi, Tugas, dan Fungsi Apotek .............................................. 3 2.2 Landasan Hukum Apotek .............................................................. 4 2.3 Tata Cara Perizinan Apotek ........................................................... 4 2.4 Pencabutan Surat Izin Apotek ....................................................... 8 2.5 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek..................................... 10 2.6 Tenaga Kerja di Apotek ................................................................. 10 2.7 Sediaan Farmasi di Apotek ........................................................... 15 2.8 Pengelolaan Apotek ....................................................................... 23 2.9 Pengadaan Persediaan Apotek ....................................................... 26 2.10 Pengendalian Persediaan Apotek ................................................. 28 2.11 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek .................................. 30
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA ....................................... 37 3.1 Sejarah dan Lokasi......................................................................... 37 3.2 Tata Ruang..................................................................................... 37 vii
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
3.3 Struktur Organisasi ........................................................................ 38 3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan .............................................................. 39 3.5 Kegiatan di Apoteker Atrika.......................................................... 42
BAB 4 PEMBAHASAN ..................................................................................... 53
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 61 6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 61 6.2 Saran ............................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 62 LAMPIRAN ........................................................................................................ 64
viii
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Logo Golongan Obat ......................................................................... 16 Gambar 2.2 Tanda Peringatan pada Kemasan Obat Bebas Terbatas .................... 17 Gambar 2.3 Matriks Analisa Kombinasi VEN-ABC ............................................ 29
ix
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1a. Peta lokasi Apotek Atrika...............................................................64 Lampiran 1b. Papan nama Apotek Atrika .............................................................65 Lampiran 2a. Tata ruang tampak luar Apotek Atrika ...........................................66 Lampiran 2b. Tata ruang depan Apotek Atrika ....................................................66 Lampiran 2c. Denah ruangan Apotek Atrika ........................................................67 Lampiran 3a. Lemari penyimpanan obat topikal di Apotek Atrika ......................68 Lampiran 3b. Lemari penyimpanan obat oral di Apotek Atrika ...........................69 Lampiran 3c. Lemari penyimpanan obat oral cair dan obat mendekati kadaluwarsa di Apotek Atrika ........................................................70 Lampiran 3d. Lemari penyimpanan obat generik di Apotek Atrika .....................70 Lampiran 4.
Struktur organisasi Apotek Atrika ..................................................71
Lampiran 5a. Isi buku pemasukan barang ............................................................72 Lampiran 5b. Isi buku perubahan harga................................................................72 Lampiran 5c. Kartu pemasukan barang (kartu gudang) .......................................73 Lampiran 6a. Alur penanganan resep ...................................................................74 Lampiran 6b. Salinan resep Apotek Atrika...........................................................75 Lampiran 6c. Etiket Apotek Atrika.......................................................................76 Lampiran 6d. Label HTKP (Harga, Timbang, Kemas dan Penyerahan) ..............76 Lampiran 7.
Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika .................................................77
Lampiran 8a. Surat Pesanan (SP) narkotika .........................................................78 Lampiran 8b. Surat Pesanan (SP) psikotropika ....................................................79 Lampiran 9.
Isi buku stok harian Psikotropika ...................................................80
Lampiran 10. Laporan penggunaan obat golongan narkotika...............................81 Lampiran 11. Laporan penggunaan obat golongan psikotropika ..........................82 Lampiran 12. Berita acara pemusnahan resep ......................................................84
x
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009
tentang Kesehatan bahwa kesehatan merupakan keadaan sehat, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis. Kesehatan menjadi salah satu unsur kesejahteraan umum dan hak asasi manusia yang harus dipenuhi. Hal ini selaras pula dengan cita-cita bangsa Indonesia dan visi Kementerian Kesehatan yakni “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Demi mewujudkan hal tersebut diperlukan peran serta dari seluruh masyarakat, terutama tenaga kesehatan, dan didukung oleh sarana penunjang kesehatan, salah satunya adalah apotek. Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan memiliki peran penting dalam mewujudkan peningkatan kesehatan masyarakat, yaitu dengan menyediakan obat yang bermutu tinggi dengan harga yang terjangkau, serta memberikan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009, sebagai sarana pelayanan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, apotek memerlukan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang farmasi, meliputi Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian, seperti sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan asisten apoteker. Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker yang profesional dan memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola
SDM
secara efektif, selalu belajar
sepanjang karir dan membantu memberi pendidikan/ peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Terlebih lagi dengan adanya pergeseran tujuan orientasi pelayanan kefarmasian, yang semula hanya terfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi
1 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
2
menjadi berorientasi juga kepada pelayanan komprehensif menuntut profesi Apoteker untuk lebih meningkatkan wawasan dan terampil dalam hal komunikasi. Selain sebagai sarana pelayanan kesehatan apotek juga menjalankan fungsi bisnis dengan mengambil keuntungan dari penjualan obat (profit oriented) untuk mempertahankan kelangsungan apotek yang diusahakannya. Oleh karena itu, Apoteker tidak hanya berperan sebagai tenaga profesional kesehatan, namun juga berperan sebagai penanggung jawab dalam menjalankan bisnis apotek yang dimiliki sendiri atau atas kerja sama dengan orang lain. Untuk hal tersebut, maka Apoteker harus memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang managerial, seperti manajemen keuangan, sumber daya manusia, dan operasional, serta di bidang
marketing
sehingga
dapat
menunjang
kinerja
Apoteker
dalam
mengembangkan usaha dan memberikan kepuasan bagi masyarakat. Karena pentingnya peran seorang apoteker tersebutlah maka diperlukan pembekalan bagi calon apoteker mengenai berbagai keahlian, wawasan, dan pengalaman praktik secara langsung di lapangan. Salah satu upayanya adalah dengan diselenggarakannya Praktik Kerja Profesi Apoteker yang salah satunya bertempat di Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat, agar mahasiswa calon Apoteker dapat melihat secara langsung dan memahami peran, tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan mengelola apotek.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, bertujuan agar para calon Apoteker mampu : a. Mengetahui dan memahami tugas pokok, fungsi, peran, dan tanggung jawab Apoteker dalam melakukan fungsi manajemen dan administrasi perbekalan farmasi serta pengelolaan personalia di apotek. b. Mempraktekkan cara pengelolaan apotek mencakup kegiatan teknis maupun
non-teknis kefarmasian
di
apotek
secara
profesional sesuai
dengan
peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
2
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK
2.1
Definisi, Tugas, dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
apotek
adalah
tempat
dilakukan
pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan kepada masyarakat. Pelayanan kefarmasian di apotek yang termasuk pekerjaan kefarmasian yaitu pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter dan pelayanan informasi obat. Secara umum, apotek menyediakan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. d. Sebagai
sarana
tempat
pelayanan
informasi
mengenai
perbekalan
farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
3
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
2.2
Landasan Hukum Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam :
1. Undang – Undang Negara, yaitu: a. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. b. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. c. Undang-Undang Kesehatan RI No. 39 tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah, yaitu: a. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP No.26 Tahun 1965 tentang Apotek. b. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 3. Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu: a. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. b. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 4. Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu: a. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2003 tentang
perubahan
atas
No.922/MENKES/PER/X/1993
Peraturan tentang
Menteri Ketentuan
Kesehatan dan
Tata
RI Cara
Pemberian Izin Apotek. b. Keputusan Pemertintah Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
2.3
Tata Cara Perizinan Apotek Berdasarkan Keputusan Menteir Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
sebuah apotek harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA) agar dapat beroperasi. SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri dan berlaku untuk seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi persyaratan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
5
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, Menteri melimpahkan wewenang
pemberian
izin
apotek
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Adapun ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut: a.
Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1;
b.
Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan;
c.
Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
melaporkan
hasil
pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3; d.
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (b) dan (c) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4;
e.
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pernyataan
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (c), atau dimaksud,
Kabupaten/Kota
poin
setempat
(d)
Kepala
mengeluarkan
Dinas
Kesehatan
Surat Izin Apotek dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-5; f.
Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud poin (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
6
(dua
belas)
hari kerja
mengeluarkan
Surat
Penundaan
dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-6; g.
Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan;
h.
Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat waktu
selambat-lambatnya
mengeluarkan
Surat
12
(dua
belas)
Penolakan disertai
hari
dengan
dalam
jangka
kerja
wajib
alasan-alasannya
dengan mempergunakan contoh Formulir Model APT-7. Secara umum persyaratan izin apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002 untuk Apotek yang bekerja sama dengan pihak lain adalah sebagai berikut: a. Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI. c. Fotokopi KTP DKI dari APA. d. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/Surat Penugasan (SP) Apoteker, dengan lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai negeri. e. Fotokopi surat status kepemilikan tanah: fotokopi sertifikat, bila gedung milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua) tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun, bila kontrak/sewa. f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG). g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). h. Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
7
i. Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00. j. Peta lokasi dan denah ruangan. k. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00. l. Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00. m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp.6000,00. n. Struktur
organisasi
dan
tata
kerja/tata
laksana
(dalam
bentuk
Organogram). o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan. p. SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi. q. Rencana jadwal buka apotek. r. Daftar peralatan peracikan obat. s. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi t. Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika. u. Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir). v. Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002 persyaratan izin apotek praktik profesi adalah sebagai berikut: a. Surat permohonan Apoteker praktik profesi ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp.6000,00. b. Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali. c. Fotokopi KTP DKI Apoteker apotek praktik profesi. d. Status kepemilikan bangunan, IMB dan surat sewa menyewa minimal 2 tahun. e. Denah bangunan beserta peta lokasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
8
f. Daftar peralatan peracikan, etiket, dll. g. Fotokopi NPWP Apoteker. h. SIK/SP Apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan surat selesai masa bakti Apoteker. i. Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada Apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup). j. Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/Apoteker yang lain yang ikut melakukan praktik profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta.
2.4
Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002
pasal 4 ayat 3, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan pencabutan izin apotek dalam
jangka
waktu setahun
sekali
kepada Menteri
dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila: a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. b. Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus. c. Pelanggaran terhadap Undang-Undang obat keras No. St. 1937 N. 541, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UndangUndang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22
Tahun
1997 tentang
Narkotika
serta
ketentuan
peraturan
perundang-undangan lain yang berlaku. d. Surat Ijin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
9
e.
Sarana
Pemilik
Apotek
terbukti
terlibat
dalam
pelanggaran
perundang-undangan di bidang obat. f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan
sediaan farmasi
dan
perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
sebelum
melakukan
pencabutan surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan: a. Peringatan sebanyak
secara
tertulis
kepada
Apoteker
Pengelola
Apotek
3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-
masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT12. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek dengan menggunakan Formulir Model APT-13. Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas, dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini dengan menggunakan contoh
formulir
Model
APT-14.
Pencairan
izin
apotek
dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan
farmasi
sesuai peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
10
2.5
Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/
IX/2004, sebuah apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Di halaman depan terdapat papan petunjuk tertulis dengan jelas kata “APOTEK”. Apotek juga harus mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling tentang pengobatan. Apotek harus memiliki beberapa fasilitas utama, yaitu : a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. b. Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur atau materi informasi. c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. d. Ruang racikan. e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga dan harus bebas dari hewan pengerat dan serangga. Apotek harus memiliki suplai listrik yang konstan terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembapan dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
2.6
Tenaga Kerja di Apotek Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga
kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
11
menengah farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga pendukung untuk menjamin kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, juru resep, kasir, dan pegawai administrasi/tata usaha. 2.6.1
Apoteker Pengelola Apotek (APA) Apoteker
Pengelola
Apotek
(APA)
merupakan
orang
yang
bertanggung jawab terhadap semua kegiatan apotek dan telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) (saat ini Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)) dan Surat Izin Apotek (SIA). APA juga bertanggung jawab kepada pemilik modal, jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek. Tugas dan kewajiban Apoteker di apotek adalah sebagai berikut: a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi. c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. d. Melakukan pengembangan apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002, dalam melakukan tugasnya, seorang Apoteker Pengelola Apotek dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA, jika APA berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) (saat ini SIPA) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain.
2.6.2
Tenaga Kerja Pendukung Apotek Tenaga pendukung yang juga dapat menjamin kelancaran kegiatan
pelayanan kefarmasian di suatu apotek selain Apoteker adalah Asisten Apoteker. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
12
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Tenaga pendukung yang tidak kalah pentingnya adalah juru resep, kasir dan pegawai administrasi/tata usaha. Juru Resep merupakan
tenaga
teknis
yang
atau
membantu Asisten
teknisi
farmasi
Apoteker
dalam
menyiapkan (meracik) obat menurut resep, kemudian resep beserta obatnya disiapkan dan diperiksa olah asisten apoteker. Kasir adalah petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran dan lain-lain. Selain itu, ada pegawai administrasi yang bertugas membantu apoteker dalam kegiatan administrasi seperti membuat laporan harian, seperti pencatatan penjualan tunai dan kredit, pencatatan pembelian, mengurus gaji, pajak, izin, asuransi dan lain-lain.
2.6.3
Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
disebutkan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja atau praktek. Sebelumnya, Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki surat izin berupa Surat Penugasan (SP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi Apoteker. Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
13
dapat berupa Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas produksi atau distribusi farmasi. Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK dengan STRA dan SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website Komite Farmasi Nasional (KFN). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a.
Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN;
b.
Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran;
c.
Surat rekomendasi dari organisasi profesi;
d.
Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping
harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: a.
Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
b.
Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker.
c.
Memiliki SIK dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
14
Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
d.
tugasnya sebagai Apoteker. e.
Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek,
APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.
2.6.4
Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993
pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 24, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23 ayat 1); b. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2); c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1). d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
15
narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 24 atay 2); e. Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat (Pasal 24 ayat 3).
2.7 Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan
oleh
Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam 5 (lima) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat golongan psikotropika, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat. Berikut ini logo dan penjelasan mengenai penggolongan obat yang terdapat di Indonesia :
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
16
Obat Bebas
Obat Bebas Terbatas
Obat Keras dan Psikotropika
Golongan Narkotika
Gambar 2.1 Logo golongan obat
2.7.1
Obat OTC (Over the Counter) Obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter disebut obat
OTC (Over the Counter). Contoh dari obat OTC ini adalah obat bebas dan obat bebas terbatas.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
17
2.7.1.1 Obat Bebas Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol (Kementerian Kesehatan, 2006).
2.7.1.2 Obat Bebas Terbatas Obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan, 2006). Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan, 2006). Terdapat enam golongan peringatan untuk obat bebas terbatas sebagaimana yang tertera pada gambar berikut ini:
Gambar 2.2 Tanda Peringatan Pada Kemasan Obat Bebas Terbatas
2.7.2
Obat Ethical Obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter
disebut obat ethical. Contoh dari obat ethical ini adalah obat keras, psikotropika dan narkotika Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
18
2.7.2.1 Obat Keras Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat ulkus lambung dan semua obat injeksi. 2.7.2.2 Obat Golongan Psikotropika (Undang-undang No.5 Tahun 1997) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika yang digolongkan menjadi: a. Psikotropika golongan I: Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, tidak digunakan dalam terapi dan mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. b. Psikotropika golongan II: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. c. Psikotropika golongan III: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan
dalam terapi
dan/atau
untuk
tujuan
ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. d.
Psikotropika golongan IV: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi
dan/atau
untuk
tujuan
ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut : a.
Pemesanan Obat-obat golongan psikotropika dapat diperoleh dari Pedagang Besar
Farmasi (PBF) dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Psikotropika dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
19
ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Satu surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih dari satu jenis obat golongan psikotropika b. Penyimpanan Obat-obatan
golongan
psikotropika
cenderung
disalahgunakan
sehingga disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus. c. Penyerahan Penyerahan
psikotropika
dalam
rangka
peredaran
hanya
dapat
dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien. Penyerahan pengobatan,
puskesmas
psikotropika
hanya dapat
oleh
dilakukan
rumah kepada
sakit,
balai
pengguna/pasien.
Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek. d. Pelaporan Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat setiap satu bulan sekali, paling lambat tanggal 10, dengan tembusan kepada Balai Besar POM/Balai POM setempat. e. Pemusnahan Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, daluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
20
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan,
mencegah
terjadinya
penyalahgunaan
psikotropika
dan
memberantas peredaran gelap psikotropika.
2.7.2.3 Obat Golongan Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika digolongkan menjadi: a. Narkotika golongan I: Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. b. Narkotika golongan II: Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. c. Narkotika golongan III: Narkotika berkhasiat digunakan
dalam
pengobatan dan
banyak
terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut : a. Pemesanan Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yangditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika. b. Penyimpanan Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/MENKES/PER/I/1987 pasal 5 dan 6 dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat tersebut harus dibuat seluruhnya dari kayu Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
21
atau bahan lain yang kuat, ditempatkan di tempat yang aman dan tidak diketahui oleh umum serta mempunyai kunci ganda yang berlainan. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang 40 × 80 × 100 cm, harus menempel pada tembok atau lantai dan tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa. Lemari dibagi dua sekat, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya
serta
persediaan
narkotika, sedangkan
bagian
kedua
digunakan untuk penyimpanan narkotika lainnya yang digunakan sehari-hari. c. Pelayanan resep Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu, dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. d. Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan disertai dengan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika dan laporan khusus pengunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal
10
bulan
berikutnya
yang ditujukan kepada
Dinas
Kesehatan
Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan Balai Besar POM/Balai POM dan berkas untuk disimpan sebagai arsip. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
22
2.7.3
Obat Wajib Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/
VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA bertujuan untuk pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah pelayanan farmasi yang memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih sendiri tindakan pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari apoteker. Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi bertujuan untuk: a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional. b. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a.
Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun.
b.
Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
c.
Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d.
Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
e.
Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek
diwajibkan untuk : a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
23
b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
2.8
Pengelolaan Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek,
pengelolaan apotek merupakan tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker. Dalam mengelola apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antarprofesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir dan membantu memberikan pendidikan serta peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan non teknis farmasi. Sebagai pengelola teknis farmasi, Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang dijual, memberikan pelayanan informasi obat dan membuat laporan mengenai penggunaan obat-obat khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis farmasi, seorang Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi, keuangan dan bidang lain yangberhubungan dengan apotek. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, administrasi dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out).
2.8.1
Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana kebutuhan yang tepat,
mencegah
terjadinya
kekurangan
dan
sedapat
mungkin
mencegah
terjadinyakelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
24
dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam pembuatan perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat
2.8.2
Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar
pengendalian,
keamanan
dan
jaminan
mutu
perbekalan
farmasi
dapat
dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam menyediakan barang yang dibutuhkan. Pengadaan harus sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2.8.3
Penyimpanan Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor bets dan tanggal daluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika. Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin higienitas sehingga kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga.
2.8.4
Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan.
Kegiatan
administrasi
umum
meliputi
pencacatan,
pengarsipan,pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
25
pengarsipan cacatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
2.8.5
Pelayanan
Pelayanan
apotek
diatur dalam
Peraturan Menteri
Kesehatan
No.
922/MENKES/PER/X/1993 Pasal 14 sampai 22 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 12, yang meliputi : a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat; b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin; c.
Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang. Namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik;
d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan membuat Berita Acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM; e.
Dalam
hal
pasien tidak mampu
Apoteker wajib
berkonsultasi
menebus
dengan
obat
dokter
yang diresepkan,
penulis
resep
untuk
pemilihan obat yang lebih tepat; f.
Apoteker
wajib
memberikan
informasi
yang
berkaitan
dengan
penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat; g. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep; h. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker; Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
26
i.
Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun;
j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain
yang berwenang menurut perundang-
undangan yang berlaku; k.
APA, Apoteker pendamping atau Apoteker pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
l. Dalam melaksanakan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten Apoteker (AA). m. AA melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek dibawah pengawasan Apoteker.
2.9
Pengadaan Persediaan Apotek(Quick, 1997; Seto, Yunita, & Lily, 2004) Pengadaan
perbekalan farmasi Tujuan
merupakan
kegiatan
berdasarkan
fungsi
pengadaan, yaitu
dibutuhkan
dalam
jumlah
untuk
untuk
memenuhi
perencanaan
memperoleh
dan
barang
kebutuhan
penganggaran.
atau
jasa
yang
yang cukup dengan kualitas harga yang dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan tersebut harus memenuhi syarat, yakni: a. Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana.. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah: a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun. b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
27
c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing
yaitu
pengadaan
dengan
pemesanan
yang
bervariasi waktunya, seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali
dalam
setahun saja, sedangkan obat-obatan
yang
termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati dan dicari oleh pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah
menentukan
jenis
pengadaan
yang
akan
diterapkan
berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara: a.
Pembelian kontan atau kredit Pembelian kontan adalah pihak apotek langsung membayar harga
obat yang dibeli dari distributor, biasanya untuk apotek yang baru dibuka karena untuk melakukan
pembayaran
kredit
apotek
harus
menunjukkan
kemampuannya dalam menjual, sedangkan pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya sampai jatuh tempo. b.
Pembelian konsinyasi (kredit atau titipan obat) Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada
apotek. Apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi, bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu daluarsa atau waktu yang telah disepakati, maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya
2.10
Pengendalian Persediaan Apotek Pengendalian persediaan dalam hal ini berhubungan dengan aktivitas
dalam pengaturan persediaan obat di apotek untuk menjamin kelancaran pelayanan
pasien
di
apotek
secara
efektif
dan
efisien.
Unsur
dari
pengendalian persediaan ini mencakup penentuan cara pemesanan atau Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
28
pengadaannya, menentukan
jenis
persediaan
yang
menjadi
prioritas
pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang harus ada di apotek
untuk
menghindari kekosongan
persediaan.
Oleh
karena
itu,
pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang dibutuhkan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat dan kualitas obat yang baik. Salah
satu
cara
untuk
menentukan
dan
mengendalikan
jenis
persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian
persediaan
dengan
menyusun
prioritas
tersebut dapat dibuat dilakukan dengan menggunakan metode yang diuraikan sebagai berikut (Quick, 1997). 2.10.1 Analisa VEN (Vital, Esensial, dan Non esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang
harus
selalu
tersedia
untuk
melayani
permintaan
untuk
pengobatan. Obat vital adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian, yang pengadaan obatnya diprioritaskan, contohnya adalah obat-obat hipertensi dan diabetes. Obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang sering diresepkan. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast-moving. Obat non esensial adalah obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan tidak essensial. 2.10.2 Analisis Pareto (ABC) Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Kelas A merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
29
yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan. Meskipun jumlahnya hanya sekitar 20% dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak biaya yang tinggi.Pengendalian khusus dilakukan secara intensif. Kelas
B
merupakan
persediaan yang
memiliki
volume
rupiah
yang
menengah. Kelas ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 30% dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara moderat. Sedangkan Kelas C adalah persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item Pengendalian khusus dilakukan secara sederhana. Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian mengelompokkan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. Kelompok A memiliki nilai investasi 70% dari total investasi obat keseluruhan, kelompok B memiliki nilai investasi 20% dari total investasi obat keseluruhan dan kelompok C memiliki nilai investasi 10% dari total investasi obat keseluruhan 2.10.3 Analisis Kombinasi VEN-ABC Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisa pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:
Gambar 2.3 Matriks Analisa Kombinasi VEN-ABC Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B dan C, tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat non Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
30
esensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
2.11
Standar Pelayanan Kefarmaian di Apotek Pharmaceutical
tanggung jawab dampak
care
farmakoterapi
tertentu dalam
(PC)
atau
dari
pelayanan
seorang
meningkatkan
kefarmasian
Apoteker
kualitas
hidup
untuk
adalah
mencapai
pasien. Pelayanan
kefarmasian diimplementasikan dalam Good Pharmacy Practice (Cara Praktik di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Pedoman
tersebut
perlu
disusun
secara
nasional
dengan inisiatif
dari
organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut: a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria. b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi). c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial. d. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat. Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi pelayanan resep, promosi dan edukasi,serta pelayanan residensial (homecare).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
31
a. Pelayanan Resep Pelayanan resep di Apotek terdiri dari: 1) Skrining resep Apoteker
melakukan
skrining
resep
yang
meliputi
persyaratan
administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Skrining terhadap persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang diminta; cara pemakaian informasi
yang
jelas;
dan
lainnya. Skrining kesesuaian farmasetik meliputi bentuk
sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Skrining pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping,interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. 2) Penyiapan obat Penyiapan obat dimulai dengan peracikan. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga
kualitasnya.
Sebelum
obat diserahkan pada pasien harus
dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Apoteker Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
32
harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup
pasien
atau
yang
bersangkutan
terhindar
dari
bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
Setelah
penyerahan
obat
kepada
pasien,
Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya
b. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya. c. Pelayanan Residensial (Home care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
Dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian diperlukan kompetensi Apoteker dibidang pendidikan dan pendekatan terhadap pasien yang dapat dilakukan melalui metode KIE yaitu komunikasi, informasi dan edukasi kepada pasien, serta pemberian pelayanan informasi obat bagi ketepatan terapi.
2.11.1 Komuikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
33
membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh. Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain. Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut: a. Ketidakpatuhan pasien Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri. b. Penggunaan obat yang tidak rasional Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak terjangkau oleh pasien. c. Penggunaan obat yang tidak benar Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien. Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan inhaler, suppositoria, dan obat tetes. KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain : 1) Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan a. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat b. Menurunkan ketidakpatuhan. c. Menurunkan efek samping obat. d. Menurunkan biaya pengobatan. e. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
34
f. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional. 2) Bagi Apoteker a. Meningkatkan citra profesi. b. Meningkatkan kepuasan kerja. c. Menarik customer.
2.11.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO) Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif. b) Objektif c) Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan. d) Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik, melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien
2.11.3 Konseling Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
35
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.11.4 Swamedikasi Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah : 1. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA. 2. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi, antara lain : 1. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam
kemasan.
Informasi
yang
diberikan
meliputi
komposisi
zat
aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
36
2. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam. 3. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter. 4. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya. 5. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA 3.1
Sejarah dan Lokasi Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA
1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Apotek ini merupakan apotek kerjasama antara Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika yakni Bapak Winardi Hendrayanta dengan Bapak Dr. Harmita, Apt. sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA). Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat, yang merupakan kawasan pemukiman penduduk. Apotek Atrika terletak di tepi jalan dua arah yang arusnya cukup ramai dan letaknya mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum. Di sekitar apotek terdapat beberapa lokasi praktek dokter, baik dokter umum, dokter spesialis, hingga dokter hewan. Peta lokasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1a. Apotek Atrika membuka pelayanan pada hari Senin hingga Jumat mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 22.00 WIB, dan untuk hari Sabtu mulai pukul 08.00 sampai pukul 17.00 WIB, sementara hari Minggu dan hari libur nasional tutup.
3.2
Tata Ruang Bagian depan Apotek Atrika memiliki halaman yang cukup digunakan
sebagai tempat parkir untuk setidaknya satu unit mobil dan beberapa sepeda motor. Bangunan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang depan untuk pelayanan obat pada kostumer dan ruang dalam untuk penyimpanan obat dan pembuatan resep. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, etalase untuk obat OTC, kasir, dan tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat. Ruang dalam terdiri atas meja kerja dan meja racik yang dikelilingi lemari penyimpanan untuk sediaan obat ethical, kamar mandi, tempat pencucian atau wastafel, dan lemari untuk penyimpanan buku administrasi dan penyimpanan resep. Gambar tata letak dan denah Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 2. Penyusunan obat dilakukan berdasarkan jenis sediaannya dan kemudian diurutkan sesuai susunan abjad. Terdapat tiga jenis sediaan yang terdapat di Apotek Atrika, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, 37
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
38
suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk menyimpan obat generik, obat golongan narkotika dan psikotropika pada lemari khusus, obat fast moving dan persediaan obat yang dipisahkan karena yang telah mendekati waktu kadaluarsa.
3.3
Struktur Organisasi Pembentukkan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang
tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana. Bagan struktur organisasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 4. Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut: a. Tenaga teknis farmasi, yaitu: Pemilik Sarana Apotek
: 1 orang
Apoteker Pengelola Apotek
: 1 orang
Apoteker Pendamping
: 1 orang
Asisten Apoteker
: 2 orang
Juru resep
: 1 orang
b. Tenaga non teknis farmasi, yaitu: Tenaga keuangan dan kasir
: 2 orang
Pesuruh
: 5 orang
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
39
3.4
Tugas dan Fungsi Jabatan
3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masingmasing karyawan. c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset
penjualan
dan
mengembangkan
hasil
usaha
apotek
dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi. g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. h. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan. i. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian. j. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
40
3.4.2 Apoteker Pendamping Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada di tempat. b. Menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien. c. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nama pasien, dan cara pakainya. d. Mencatat dan menghitung bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit. e. Bertanggung jawab atas pengadaan obat.
3.4.3 Asisten Apoteker Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut: a. Melakukan pendataan kebutuhan barang. b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkankan obat. d. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. f. Mencatat keluar masuk barang. g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuintasi, nota dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
41
3.4.4 Juru Resep Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker. c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker. d. Menjaga kebersihan apotek.
3.4.5 Kasir Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut: a. Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit. b. Menerima barang masuk. c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk. d. Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas. e. Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan. f. Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan. g. Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan.
3.4.6 Keuangan Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut: a. Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi. b. Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep. c. Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan operasional apotek, seperti listrik dan telepon. d. Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
42
3.4.7 Petugas Kebersihan Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut: a. Menjaga kebersihan apotek. b. Menjamin kerapian apotek. c. Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis kefarmasian.
3.4.8 Kurir Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut: a. Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar. b. Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat. c. Menerima uang hasil pembayaran obat.
3.5
Kegiatan di Apotek Atrika Tenaga kerja Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam
kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift II pukul 16.00-22.00. Apotek Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul 08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-17.00, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non-teknis kefarmasian.
3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian 3.5.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi a.
Pengadaan Barang Penanggung jawab dalam hal pengadaan perbekalan farmasi adalah APA
yang dibantu oleh Asisten Apoteker untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang. Pemesanan barang ke PBF dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang diparaf oleh APA atau Asisten Apoteker yang saat itu bertugas. Untuk pengadaan barang di Apotek Atrika macam dan jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
43
slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara konsinyasi, COD (cash order delivery), atau kredit. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang terjual, bila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek, di mana sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya terhadap barang yang telah terjual. COD adalah pembelian barang di mana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo.
b.
Pemesanan Barang Pemesanan barang dilakukan berdasarkan barang habis yang tertulis pada
buku defekta setiap pagi. Pemesanan dilakukan kepada PBF secara langsung kepada salesman atau melalui telepon dan menggunakan surat pesanan sesuai barang yang dipesan.
c.
Penerimaan Barang Pada saat barang yang dipesan datang, Asisten Apoteker atau petugas llain
yang sedang bertugas, melakukan pemeriksaan barang yang diterima berdasarkan surat pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar sebagai arsip. Barang yang datang dicatat dalam kartu penerimaan barang(kartu stok gudang) dan buku penerimaan barang yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, no. faktur, nama dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok harian. Bila terjadi perubahan harga barang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
44
maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir.
d.
Penyimpanan Barang Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk
sediaan obat secara alfabetis, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/ atau paling atas, agar terjual terlebih dahulu. Barang yang bersifat fast moving disimpang dilemari terpisah agar memudahkan petugas untuk mengambilnya saat jumlah permintaan akan obat tersebut sedang banyak. Juga terdapat lemari khusus untuk meletakkan obat yang akan kadaluwarsa namun masih bisa dijual agar petugas mendahulukan penjualan obat ini sekaligus dapat diketahui apabila barang tersebut ternyata sudah melewati batas kadaluwarsa sehingga dicegah untuk dijual. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping sesuai peraturan yang berlaku.
e.
Pengeluaran Barang Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First
Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep. Selain itu barang yang keluar juga dicatat dalam kartu stok harian.
f.
Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan buku
resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
45
g.
Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak) Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam
buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika adalah minyak kayu putih, minyak telon, lysol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun secara alfabetis.
3.5.1.2 Pengelolaan Narkotika a.
Pengadaan Narkotika Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK yang terdaftar pada PBF yang bersangkutan dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek.
b. Penyimpanan Narkotika Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping.
c.
Pelayanan Narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok dan diperiksa kesesuaian jumlah yang tertera di kartu stok dengan jumlah fisik yang tersimpan dilemari penyimpanan. Narkotika pada resep diberi garis bawah merah, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain.
d.
Pelaporan Narkotika Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
46
3.5.1.3 Pengelolaan Psikotropika a.
Pengadaan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
yaitu Surat Pesanan (SP) Psikotropika ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Dalam satu surat pesanan juga tertulis nama-nama obat psikotropika yang akan dipesan dan dibuat tiga rangkap. Pemesanan psikotropika dapat ditujukan kepada PBF mana saja yang menjual jenis psikotropika yang diperlukan.
b.
Penyimpanan Psikotropika Di Apotek Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci
lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping.
c.
Pelayanan Psikotropika Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan
salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep lain.
d.
Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip.
3.5.1.4 Pelayanan Apotek a.
Pelayanan Obat dengan Resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai
dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining reep dan diberi label HTKP. Kemudian dilakukan perhitungan harga sesuai buku daftar harga dan harga yang sudah disetujui oleh pasien kemudian ditulis pada label HTKP tersebut. Petugas yang melakukan perhitungan harga kemudian memberi paraf
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
47
disamping huruf “H” pada label HTKP. Pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon pasien. Kemudian Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Petugas yang melakukan penimbangan dan peracikan kemudian memberi paraf disamping huruf “T” pada label HTKP yang tertempel pada resep. Resep yang telah selesai dikerjakan kemudian dikemas dan diberi etiket, petugas yang melakukan pengemasan kemudian memberi paraf disamping huruf “K” pada label HTKP. Sebelum diserahkan kepada pasien, Apoteker atau Asisten Apoteker melakukan pemeriksaan terakhir terhadap resep dan obat untuk mencegah kesalahan. Resep dan obat yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf “P” pada label HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep per hari dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep yang dibayar secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya.
b.
Pelayanan Obat Tanpa Resep Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter
(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan memberikan pelayanan informasi terkait obat yang dilayani. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli.
3.5.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian 3.5.2.1 Kegiatan Administrasi a.
Administrasi Personalia Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
48
b.
Administrasi Umum Apotek Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan
penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi.
c.
Administrasi Penjualan Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan
melakukan pencatatan terhadap semua penjualan berdasarkan resep dan penjualan bebas secara tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah.
d.
Administrasi Pembelian Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur.
e.
Administrasi Pajak Apotek Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan
pencatatan dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame.
f.
Administrasi Pergudangan Apotek Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan
pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
49
g.
Administrasi Piutang Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada
suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.
3.5.2.2 Sistem Administrasi Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika meliputi:
a. Buku Defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih cepat dan memastikan bahwa barang yang hampir habis telah dipesan kembali dan tidak ada yang terlewat atau dipesan ulang sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik.
b. Surat Pesanan (SP) Surat pesanan digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek.
c. Buku Faktur Buku faktur berfungsi sebagai tempat pembukuan faktur, dalam buku ini tercantum tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan jumlah harga seluruh barang. Setelah jumlah harga padafaktur telah diperiksa
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
50
dan dianggap sesuai serta nilai pada faktur yang telah dilunasi kemudian diberi tanda “LUNAS”. Buku penerimaan barang depan dan barang dalam dipisahkan
d. Buku Perubahan Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang. Jika ada perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di buku perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga, komputer kasir, label harga yang tertempel pada barang bebas di ruang depan dan juga dilakukan pemberitahuan pada Apotek Atrika cabang. e. Buku Daftar Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan alfabet dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik.
f. Kartu Pemasukan Barang (Stok Gudang) Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor bets, dan tanggal kadaluarsa.
g. Kartu Stok Harian Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk, sisa stok barang di lemaripenyimpanan.. Kartu stok harian memuat tanggal keluar/ masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, sisa stok barang pada lemari, serta serta keterangan kemana barang tersebut dikeluarkan, apakah untuk permintaan resep, penjualan bebas, atau pesanan untuk diantar ke pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
51
h. Buku Pemasukan Barang Dalam Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa.
i. Buku Pemasukan Barang Luar Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC. Di dalam buku ini juga tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa.
j. Buku Resep Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep setiap harinya. Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat.
k. Buku Penjualan Obat Bebas Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat.
l. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada.
m. Buku Pengiriman Barang ke Cabang Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Setiap cabang ada buku masing-masing. Buku ini biasa disebut dengan Surat Jalan karena buku ini memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa dari barang yang akan didistribusikan ke Cabang Apotik Atrika.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
52
n. Buku Keluarga Buku ini memuat nama dan jumlah barang yang digunakan oleh keluarga dan karyawan. Walaaupun keluarga dna karyawan tidak dikenakan biaya dalam menggunakan obat dari apotek namun pencatatan perlu tetap dilakukan agar arus barang yang keluar dari apotek tetap tercatat dengan baik.
o. Buku Pengeluaran Gereja Apotek Atrika melakukan kerja sama dengan Gereja yang terletak pada wilayah di sekitar Apotek Atrika. Pasien yang menebus resep dengan keterangan gereja tidak dikenakan biaya ata obat yang diterimanya namun resep tersebut akan ditulis pasa Buku Pengeluaran Gereja untuk kemudian dilakukan penagihan pada gereja sesuai tanggal yang telah disepakati.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan memiliki peran penting dalam mewujudkan peningkatan kesehatan masyarakat, yaitu dengan menyediakan obat yang bermutu tinggi dengan harga yang terjangkau, serta memberikan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Sebagai salah satu sarana pelayanan kefarmasian yang baik, apotik diperlukan demi terwujudnya peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dengan menyediakan obat, alat kesehatan yang mampu menunjang pelayanan kesehatan masyarakat serta mendukung upaya kesehatan dasar, seperti swamedikasi atau upaya pengobatan diri sendiri. Pada pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi mahasiswa Apoteker Universitas Indonesia, penulis memperoleh kesempatan untuk mengikuti PKPA di Apotek Atrika yang berlokasi di di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat. Ditinjau dari lokasinya, Apotek Atrika berada pada lokasi yang strategis karena berdekatan dengan pemukiman penduduk juga dengan beberapa praktek dokter. Lokasinya yang cukup strategis didukung pula dengan keberadaan beberapa sarana kesehatan lain yang letaknya tidak jauh dari apotek, seperti puskesmas, rumah sakit, dan pelayanan kesehatan gereja, selain itu keberadaan apotek pesaing juga cukup jauh letaknya. Apotek ini terletak di sisi jalan dua arah yang cukup ramai dilalui kendaraan, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, sehingga mudah untuk dicapai. Lokasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1a. Dari segi bangunan dan fasilitas, halaman depan Apotek Atrika dapat digunakan sebagai tempat parkir yang setidaknya cukup untuk satu mobil dan beberapa buah sepeda motor. Di halaman depan juga terdapat papan bertuliskan “Apotek” yang besar dan jelas serta memiliki warna yang terang sehingga menarik penglihatan masyarakat yang melintas. Papan nama Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1b dan 1c. Bagian dalam Apotek Atrika terbagi menjadi dua ruangan, yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan apotek digunakan sebagai tempat untuk 53
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
54
penerimaan resep, penyerahan obat, etalase penyimpanan obat bebas, kasir dan ruang tunggu. Jumlah kursi di ruang tunggu sudah mencukupi apabila dibandingkan dengan jumlah pelanggan yang datang setiap harinya, didukung pula dengan waktu pelayanan yang tidak begitu lama, sehingga pengunjung tidak perlu menunggu antrian terlalu lama untuk diberikan pelayanan. Ruang tunggu apotik ini selalu terjaga bersih dan sejuk, dilengkapi dengan pendingin ruangan sehingga pengunjung dapat merasa nyaman selama menunggu obat disiapkan. Ruang tunggu yang didesain menghadap ke etalase obat bebas memudahkan pengunjung untuk melihat barang yang dipajang di dalamnya. Kemudahan pengunjung untuk melihat dan memilih obat bebas yang diperlukan ini memiliki efek positif terhadap apotik karena dapat meningkatkan penjualan. Tata ruang Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 2a hingga 2c. Ruang dalam Apotik Atrika digunakan sebagai ruang racik, ruang kerja, serta ruang penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan lain. Ruangan ini memiliki luas yang cukup untuk kegiatan peracikan obat dan administrasi apotik. Ruang dalam juga dilengkapi pendingin ruangan untuk menjaga temperatur ruangan tetap pada temperatur stabilitas obat selama penyimpanan serta memberikan kenyamanan bagi personel apotek dalam melakukan pekerjaannya di ruangan dalam. Pada bagian tengah ruang dalam terdapat meja racik yang dikelilingi rak penyimpanan obat. Di sisi meja racik terdapat meja kerja yang jaraknya cukup untuk memisahkan kegiatan administrasi dan peracikan obat. Peralatan untuk keperluan kegiatan peracikan terletak rapi dimeja racik. Di antara meja racik dan meja kerja terdapat rak yang berisi buku-buku referensi yang dapat digunakan untuk membantu proses pelayanan kefarmasian. Pada ruang dalam juga terdapat obat-obatan yang disusun dalam rak sesuai jenis sediaannya dengan penataan yang menggunakan sistem alfabetis, sehingga terlindung dari debu, kelembapan, dan cahaya yang berlebihan. Pada ruang dalam juga terdapat toilet untuk karyawan yang dilengkapi dengan wastafel yang dapat digunakan sebagai tempat cuci tangan sebelum dan sesudah peracikan dan pencucian alat. Denah ruangan Apotek Atrika secara umum dapat dilihat pada Lampiran 2c.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
55
Di Apotik Atrika tidak ada obat yang disimpan dalam jumlah besar. Obatobatan terutama obat etikal di Apotek Atrika seluruhnya diletakkan pada lemari obat yang terletak di ruang dalam, sehingga Apotek Atrika tidak memerlukan ruang tambahan sebagai gudang penyimpanan obat. Hal tersebut dapat dilakukan karena lokasi apotek yang berdekatan dengan beberapa PBF sehingga apotek tidak perlu menyimpan stok obat dalam jumlah besar kecuali untuk obat-obat yang perputarannya cepat atau fast moving. Dengan tidak adanya gudang maka pengeluaran dapat ditekan karena Apotik Atrika tidak perlu mengeluarkan biaya pemeliharaan stok dan perawatan gudang serta dapat mencegah kerugian akibat obat kadaluarsa sebelum terjual. Penataan obat di Apotek Atrika diletakkan dengan rapi berurutan secara alfabetis sehingga memudahkan proses pengambilan obat saat dibutuhkan. Obatobat bebas atau over the counter (OTC) dipajang pada etalase di ruang depan sementara obat yang harus dengan resep dokter atau ethical diletakkan pada lemari obat di ruang dalam. Obat-obatan baik OTC maupun ethical dikelompokkan berdasarkan jenis sediaan dan diletakkan pada lemari berbeda, yaitu sediaan oral padat, sediaan oral cair dan sediaan topikal. Obat generik dan obat yang perputaran penjulannya cepat juga diletakkan dilemari terpisah sebab umumnya obat tersebut di sediakan dalam jumlah yang banyak. Obat golongan narkotika dan psikotropika diletakkan di lemari khusus yang terpisah dari obat ethical lainnya. Obat-obat generik ditempatkan pada lemari tersendiri dan beberapa obat yang sering digunakan dalam obat racikan di taruh pada wadah khusus yang lebih kecil di meja racik mudah dijangkau saat dibutuhkan ketika peracikan obat. Penyusunan obat pada lemari di Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 3. Obat yang telah mendekati masa kadaluarsa diletakkan terpisah, hal ini dilakukan agar personel apotik mendahulukan penjualan obat tersebut sebelum masa kadaluarsanya tiba. Obat ini dikelompokkan sesuai bulan kadaluarsa, dilatakkan pada “rak bawah” dan dilakukan pencatatan pada buku khusus “obat yang akan expired”. Obat-obat tersebut akan didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan untuk dikembalikan kepada PBF. Pada lemari obat yang sejenis
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
56
diberi catatan pengingat agar jika terdapat permintaan terhadap obat tersebut maka personel apotek mendahulukan penjualan obat yang ada di “rak bawah” tersebut. Lancarnya kegiatan di apotek juga ditunjang dari tersedianya sumber daya manusia yang profesional, terampil, dan dapat dipercaya. APA yang bekerja Apotek Atrika dalam menjalankan kegiatannya dibantu oleh beberapa orang karyawan, yang terdiri dari satu orang Apoteker Pendamping, satu orang Asisten Apoteker, satu orang juru resep, dua orang tenaga keuangan dan kasir, lima serta seorang pesuruh. Susunan organisasi di Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 4. Pengendalian persediaan di Apotik Atrika terlaksana dengan baik. Pemesanan obat yang dilakukan hampir setiap hari menyebabkan obat-obat di apotek selalu tersedia dan berputar dengan cepat sehingga kerugian apotek dapat diminimalkan. Kondisi ini didukung oleh lokasi apotek yang berdekatan dengan PBF sehingga waktu tunggu barang pesanan datang atau lead time yang diperlukan umumnya cepat sekitar kurang dari satu hari. Pemesanan obat disesuaikan dengan PBF yang menyediakan obat-obat tersebut. Obat yang tersedia pada lebih dari satu PBF, akan dipesan pada PBF dengan pertimbangan harga lebih murah, menyediakan potongan harga, memberikan tambahan bonus atau yang memiliki waktu pengantaran yang lebih singkat. Pada saat barang yang dipesan datang, dilakukan pemeriksaan kesesuaian jenis dan jumlah barang antara barang yang diserahkan dengan yang tertera pada faktur dan surat pesanan (SP). Bentuk surat pesanan dapat dilihat pada Lampiran 7. Setelah seluruhnya sesuai, maka faktur diberi tanggal dan nomor urut, stempel apotek serta tandatangan personel apotek yang menerima. Setelah serah terima faktur dan SP, dilakukan pemeriksaan fisik, nomor bets dan tanggal kadaluarsanya. Barang yang baru datang kemudian ditulis pada buku pemasukan barang, kartu pemasukan barang dan kartu stok harian. Buku pemasukan barang berisi nama dan jumlah barang yang dibeli setiap hari dan dilakukan pemisahan pencatatan antara obat OTC dan ethical. Kartu pemasukan barang berisi jenis barang, tanggal dan nama PBF yang masuk ke apotek. Kartu stok harian berisi jumlah barang yang masuk dan keluar beserta tanggal dan keterangan asal barang dan kemana barang tersebut dikeluarkan. Penulisan pada kartu pemasukan barang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
57
dan kartu stok harian dimaksudkan agar jumlah persediaan barang terdokumentasi dengan baik dan dapat ditelusuri jika terjadi ketidak sesuaian antara jumlah fisik dan jumlah yang tertera pada kartu stok harian. Kartu stok juga dibedakan berdasarkan jenis sediaannya untuk mempermudah penelusuran. Faktur yang datang juga ditulis pada buku faktur. Buku faktur mencatat seluruh pembelian dan berfungsi untuk mengetahui jumlah pembelian setiap hari dan hutang yang akan jatuh tempo. Faktur kemudian dikumpulkan sesuai tanggal untuk ditukar ke PBF pada tanggal 5 dan 15 setiap bulannya, sedangkan tanggal pembayaran ditentukan oleh personel Apotek pada saat penukaran faktur tersebut. Dengan sistem pembayaran seperti ini, apotek tidak harus membayar setiap hari dan tanggal pembayaran lebih teratur sehingga arus keuangan yang keluar dapat lebih mudah dikendalikan. Setelah barang diperiksa dan dicatat pada buku pemasukan barang, kartu pemasukan barang, kartu stok harian, dan buku faktur, kemudian barang diletakkan pada lemari penyimpanan sesuai jenis sediaan secara alfabetis. Sistem pencatatan barang masuk dan contoh buku faktur dapat dilihat pada Lampiran 5. Barang yang disimpan di lemari obat disusun menggunakan menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) untuk mengurangi kerugian akibat obat-obat yang kadaluarsa sebelum terjual. Barang dengan waktu kadaluwarsa yang tertera lebih lama diletakkan pada posisi lebih bawah atau lebih belakang. Sedangkan barang dengan waktu kadaluarsa lebih cepat diletakkan di posisi lebih atas atau lebih depan agar jika ada permintaan, personel akan mengambilnya lebih dulu dan barang lebih cepat terjual. Setiap pengeluaran barang, baik karena pembelian bebas dan resep, permintaan obat antaran, dan pengiriman ke Apotek Atrika cabang dicatat pada kartu stok dan buku masing-masing sesuai dengan jenis pengeluarannya. Setiap hari dilakukan pencatatan keluar/masuk obat pada kartu stok yang juga dibuktikan kebenarannya dengan memeriksa jumlah fisik sebenarnya pada lemari penyimpanan. Pengelolaan resep di Apotek Atrika dilakukan dengan cukup baik. Semua resep yang diterima, disimpan setiap harinya, disusun berdasarkan nomor urut resep, dan dikelompokkan berdasarkan bulannya. Resep yang mengandung narkotika dan psikotropika dipisahkan agar pelaporan setiap bulan menjadi lebih Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
58
mudah. Pada pengeluaran obat yang diresepkan, dilakukan pencatatan pada buku resep yang meliputi tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama obat, dan jumlah obat yang diberikan. Resep disimpan selama 3 tahun, setelah itu dilakukan pemusnahan resep dengan membuat berita acara (Lampiran 12) yang selanjutnya dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. Pelayanan resep pada Apotek Atrika dilakukan berdasarkan langkah HTKP (H/Harga, T/Timbang, K/Kemas, dan P/Penyerahan). Resep yang akan ditebus pertama di lakukan skrining oleh personel apotek diruang depan kemudian resep ditempeli dengan label HTKP putih untuk obat non-narkotik dan HTKP kuning untuk resep mengandung narkotik. Pertama sesuai urutan, resep dilakukan perhitungan harga obat, setelah diketahui harganya, harga tersebut diberitahukan kepada
pasien/pengunjung.
Dengan
mempertimbangkan
harga
tersebut,
pasien/pengunjung mempunyai hak untuk memilih apakah akan menebus seluruh resep atau hanya sebagian saja. Setelah mendapat keputusan dari pasien, resep kemudian disiapkan mulai dari penimbangan/peracikan, pengemasan, hingga obat diserahkan pada pasien/pengunjung. Masing-masing orang yang melakukan fungsi pada HTKP harus menandatangani kotak dimana ia melakukan fungsinya. Alur penanganan resep, salinan resep dan etiket Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 6. Pengelolaan obat narkotika dan psikotropika di Apotek Atrika dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan surat pesanan khusus yang diisi dan ditandatangani oleh APA (Lampiran 8a dan 8b). Penerimaan obat narkotika dan psikotropika yang telah dipesan sebelumnya hanya dilakukan oleh APA, Apoteker pendamping, atau Asisten Apoteker yang memiliki nomor izin kerja dan telah tersertifikasi sebagai tenaga kefarmasian. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika yang masuk dan keluar dilakukan pada kartu pemasukan barang, kartu stok harian, dan buku stok harian yang disimpan terpisah dari kartu barang lainnya. Isi buku stok harian untuk barang psikotropik dapat dilihat pada Lampiran 9. Pembayaran obat golongan narkotika dilakukan secara tunai, sedangkan obat psikotropika dapat dilakukan secara kredit. Penyimpanannya dilakukan pada lemari khusus yang terbuat dari kayu, terkunci, serta menempel pada dinding. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
59
Pelayanan resep yang mengandung obat golongan narkotika dan psikotropika telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, dan obat yang diserahkan dicatat pada buku khusus pengeluaran obat narkotika dan psikotropika. Obat golongan narkotika pada resep diberi garis bawah merah dan disimpan di tempat yang terpisah dari resep lain. Apotek Atrika memberikan laporan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat setiap bulan, sebelum tanggal 10. Format laporan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika di Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11. Pemsunahan obat golongan narkotika dan psikotropika yang rusak dan sudah kadaluarsa dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, tetapi pemusnahan ini sangat jarang dilakukan di Apotek Atrika karena penyediaan obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan secermat mungkin untuk menghindari adanya obat yang kadaluarsa sebelum terjual. Ditinjau dari pelayanan yang diberikan, pelayanan resep baik racik maupun non-racik di Apotek Atrika sudah cukup baik dan efisien sehingga pengunjung tidak perlu menunggu terlalu lama. Selain itu, harga produk yang dijual di Apotek Atrika juga cukup bersaing dengan Apotek lain. Ketersediaan dan kelengkapan barang yang dijual di Apotek Atrika sudah cukup baik, karena sedikit pengunjung yang resepnya ditolak atau tidak mendapatkan obat yang dicarinya ketika datang ke Apotek Atrika. Hal ini terjadi karena Apotek Atrika menjalin hubungan baik dengan PBF sebagai pemasok produk obat, apotek lain sebagai rekan, maupun dokter khususnya dokter praktek di sekitar Apotek. Hubungan dengan apotek lain dan PBF dapat menjadi pendukung kegiatan apotek, sebab bila obat yang diminta pasien tidak tersedia, maka apotek dapat membeli obat tersebut dari apotek rekanan tersebut, atau memesan barang pada PBF dan meminta untuk dikirim dengan segera sehingga ketepatan pelayanan resep dapat selalu ditingkatkan dan apotek tidak kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Pelayanan informasi obat bagi pasien telah terlaksana cukup baik karena Apoteker yang selalu berada di apotek, tetapi pemberian konseling terutama saat penyerahan golongan obat keras masih terus ditingkatkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
60
Proses administrasi dalam hal pencatatan obat juga dilakukan secara manual dan dilanjutkan dengan komputerisasi untuk meningkatkan kinerja. Sistem ini menggunakan program khusus yang meliputi pencatatan pembelian, persediaan, penjualan barang-barang di apotek beserta keterangan dari barangbarang tersebut dan arus keuangan. Sistem ini berguna dalam mengintegrasikan informasi mengenai arus barang apotek, termasuk dalam hal pengeluaran dan pemasukan barang karena sistem ini terhubung langsung dengan kasir dan personel yang melakukan transaksi penjualan lainnya, serta adanya peringatan mengenai obat yang akan kadaluarsa agar didahulukan untuk dijual.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan a.
Apoteker memiliki tugas, fungsi dan peran yang penting dalam mengelola kegiatan apotek. Dalam pengelolaan ini diperlukan keseimbangan yang baik antara pelaksanaan tanggung jawab teknis kefarmasian (pengelolaan perbekalan dan pelayanan kefarmasian) maupun kegiatan teknis nonkefarmaian (kegiatan wiraswasta : administrasi keuangan, pengelolaan personalia, dan adminstrasi lainnya).
b.
Sistem manajemen dan administrasi di Apotek Atrika secara keseluruhan telah terlaksana dengan baik berdasarkan efisiensi perencanaan dan pengadaan barang, penyimpanan dan penataan persediaan yang baik, arus barang keluar senantiasa tercatat, pelayanan masyarakat yang efektif dan efisien, pengelolaan dan pengawasan keuangan dan administrasi yang jelas serta kegiatan promosi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5.2 Saran a. Meningkatkan pelayanan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) seputar terapi kepada pelanggan demi menerapkan peran apoteker mewujudkan keberhasilan dan ketepatan terapi. b. Meningkatkan pelayanan swamedikasi oleh apoteker untuk meningkatkan kesadaran pelanggan melaksanakan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional, hal ini juga dapat meningkatkan penjualan. c. Membuat form pengobatan pasien, terutama untuk pelanggan tetap, sehingga memudahkan Apoteker melakukan pemantauan pengobatan untuk menjamin keberhasilan terapi. d. Meningkatkan kenyamanan pelanggan saat menunggu proses pelayanan dengan pengadaan majalah, koran atau televisi.
61
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
62
DAFTAR ACUAN
Badan
POM RI.
(2011). Peraturan Kepala Badan POM
RI Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.
Kementrian
Kesehatan
RI.
(2002).
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
Kementrian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004 Tentang Standard Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Kementrian Kesehatan RI. (2006). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI. (2009). Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 mengenai Pekerjaan Kefarmasian.
Kementrian Kesehatan RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
63
Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997. (1997). UndangUndang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
64
Lampiran 1a. Peta lokasi Apotek Atrika
[Sumber: Holtrof, 2003, “telah diolah kembali”]
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
65
Lampiran 1b. Papan nama Apotek Atrika
Lampiran 1b. Papan nama Apotek Atrika (lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
66
Lampiran 2a. Tata Ruang Tampak Luar Apotek Atrika
Lampiran 2b. Tata Ruang Depan Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
67
Lampiran 2c. Denah ruangan Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
68
Lampiran 3a. Lemari Penyimpanan Obat Topikal di Apotek Atrika
Lampiran 3b. Lemari Penyimpanan Obat Oral Padat di Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
69
Lampiran 3b. Lemari Penyimpanan Penyimpanan Obat Oral Padat di Apotek Atrika (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
70
Lampiran 3c. Lemari Penyimpanan Obat Oral Cair dan Obat Mendekati Kadaluwarsa di Apotek Atrika
Lampiran 3d. Lemari Penyimpanan Obat Generik di Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
71
Lampiran 4. Struktur organisasi Apotek Atrika
Pesuruh
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
72
Lampiran 5a. Isi Buku Pemasukan Barang
Lampiran 5b. Buku Perubahan Harga
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
73
Lampiran 5c. Kartu Pemasukan Barang (Kartu Gudang)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
74
Lampiran 6a. Alur Penanganan Resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
75
Lampiran 6b. Salinan Resep Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
76
Lampiran 6c. Etiket Apotek Atrika
Lampiran 6d. Label HTKP (Harga, Timbang, Kemas dan Penyerahan)
Keterangan: putih untuk resep non-narkotik dan kuning untuk resep narkotik
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
77
Lampiran 7. Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
78
Lampiran 8a. Surat Pesanan (SP) Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
79
Lampiran 8b. Surat Pesanan (SP) psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
80
Lampiran 9. Isi Buku Stok Harian Psikotropik
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
81
Lampiran 10. Laporan Penggunaan Obat Golongan Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
82
Lampiran 11. Laporan Penggunaan Obat Golongan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
83
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
84
Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
REKAPITULASI DAN ANALISIS RESEP ANTIHIPERTENSI GOLONGAN INHIBITOR ACE DALAM TERAPI HIPERTENSI DI APOTEK ATRIKA PERIODE JULI-DESEMBER 2012
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
MEIYANI NURHAYATI, S. Farm. 1206313330
ANGKATAN LXXVI
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
REKAPITULASI DAN ANALISIS RESEP ANTIHIPERTENSI GOLONGAN INHIBITOR ACE DALAM TERAPI HIPERTENSI DI APOTEK ATRIKA PERIODE JULI-DESEMBER 2012
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
MEIYANI NURHAYATI, S. Farm. 1206313330
ANGKATAN LXXVI
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i HALAMAN JUDUL.............................................................................................. ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR TABEL .................................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2
Tujuan .............................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3 2.1
Definisi Hipertensi ........................................................................... 3
2.2
Klasifikasi Hipertensi ...................................................................... 3
2.3
Patofisiologi Hipertensi ................................................................... 8
2.4
Gejala Hipertensi ............................................................................. 9
2.5
Faktor Resiko Hipertensi ............................................................... 10
2.6
Diagnosis Hipertensi ...................................................................... 13
2.7
Terapi Hipertensi ........................................................................... 14
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ......................................................... 19 3.1
Waktu dan Tempat Pengkajian ...................................................... 19
3.2
Metode Pengumpulan Data............................................................ 19
3.3
Metode Pengolahan Data ............................................................... 19
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 20 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 27 5.1
Kesimpulan .................................................................................... 27
5.2
Saran .............................................................................................. 27
DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 28 LAMPIRAN ....................................................................................................... 29
iii
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Ketikan ulang resep 1 ........................................................................ 23
iv
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa ....................................... 4 Tabel 2.2 Efek samping dan Obat-obatan Antihipertensi ..................................... 18 Tabel 4.1 Uraian jumlah resep antihipertensi golongan inhibitor ACE di Apotek Atrika ................................................................................... 21
v
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar obat antidiabetik oral yang beredar di Indonesia ................... 28 Lampiran 2. Resep mengandung obat antihipertensi golongan inhibitor ACE yang bekerja langsung : Kaptopril ...................................................... 29 Lampiran 3. Resep mengandung obat antihipertensi golongan inhibitor ACE yang bekerja tidak langsung : Enalapril maleat (Tenace®) ................ 31 Lampiran 4. Daftar PBF untuk Obat yang Terdapat dalam Resep 1 ..................... 32
vi
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Hipertensi adalah masalah kompleks yang berkaitan dengan
kesehatan masyarakat. Hipertensi disebut “silent
killer” karena sifatnya
yang asimptomatik dan telah beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat memicu timbulnya penyakit degenerative yang kronik, seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan
penyakit vaskuler lainnya. Berdasarkan
American Heart Association dalam review mengenai hipertensi sebagai factor resiko stroke (Rosamond W., et.al., 2007), diperkirakan akan terjadi peningkatan jumlah kasus penderita hipertensi terutama di negara berkembang, dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, meningkat hingga 80% yakni sekitar 1,15 milyar kasus pada tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi yang telah terdata hingga tahun 2000 yang dihubungkan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kondisi kesehatan masyarakat di beberapa negara berkembang. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007), diketahui prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Berdasarkan jumlah tersebut, dilaporkan 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke, sedangkan sisanya mengalami jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Resiko komplikasi tersebut sebagian besar diderita pasien usia dewasa yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg dari tekanan darah normal. Mekanisme terjadinya hipertensi ialah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE), dimana dalam hal ini ACE memegang peranan fisiologi penting dalam pengaturan tekanan darah. Karena itulah pada proses terapi hipertensi 1
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
seringkali obat-obatan antihipertensi golongan inhibitor ACE menjadi pilihan utama untuk menghambat terjadinya gejala peningkatan tekanan darah dengan mekanisme tersebut.. Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, dilakukan pengkajian resep yang mengandung obat-obatan antihipertensi golongan inhibitor ACE yang diterima di Apotek Atrika selama periode Juli hingga Desember 2012. Dari hasil pengkajian resep tersebut, kemudian dapat diketahui profil peresepan dan penggunaan antihipertensi golongan inhibitor ACE dalam terapi hipertensi pasien selama periode tersebut di apotek ini.
1.2 Tujuan Tujuan dari dilakukannya pengkajian resep obat antihipertensi golongan inhibitor ACE di Apotek Atrika ini adalah sebagai berikut : a. Mengetahui jenis obat antihipertensi golongan inhibitor ACE yang tersedia di Apotek Atrika dan yang paling banyak diresepkan oleh dokter kepada pasien berdasarkan resep yang diterima selama periode Juli sampai dengan Desember 2012 di Apotek Atrika. b. Melakukan analisis resep yang mengandung obat antihipertensi golongan inhibitor ACE bagi terapi hipertensi pasien yang terdapat di Apotek Atrika mengenai kesesuaian obat dan terapi yang diberikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Definisi Hipertensi Berdasarkan hasil The Sixth Joint National Community on
Preventation, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan kesehatan dunia WHO bersama International Society of Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila seseorang memiliki tekanan sistolik sama dengan atau diatas 140 mmHg atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg, atau mencapai 180 /95 mmHg untuk usia diatas 50 tahun (Krummel, Debra A., 2004). Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHg. Dalam aktivitas sehari-hari, tekanan darah dalam kondisi yang normal dapat stabil berada pada rentang nilai tersebut, namun secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah dapat menunjukkan angka yang lebih kecil pada saat tidur dan dapat meningkat pada saat beraktifitas fisik yang berat atau berolahraga.
2.2
Klasifikasi Hipertensi
2.2.1
Tingkat Hipertensi (Krummel, Debra A., 2004). Tingkatan hipertensi menurut WHO dijelaskan berikut ini:
a. Hipertensi ringan yaitu jika pada pengukuran tekanan darah, tekanan darah sistolik
berada diantara 140-159 mmHg
dan
tekanan
darah diastolik berada diantara 90-99 mmHg. b. Hipertesi sedang yaitu
jika pada pengukuran tekanan darah,
tekanan darah sistolik berada diantara 160-179 mmHg dan tekanan darah diastolik berada diantara 100-109 mmHg. c. Hipertensi
berat yaitu jika pada pengukuran tekanan
darah,
tekanan darah sistolik >180 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. 3
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
Sistem klasifikasi tingkat hipertensi tersebut selaras dengan hasil The sixth Report of The joint national Committee on Prevention, detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure (JNC VI) yang mengklasifikasikan tekanan darah untuk orang dewasa menjadi lebih detail yakni enam kelompok, seperti yang tertuang pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Klasifilasi tekanan darah untuk orang dewasa
2.2.2
Penggolongan Hipertensi Berdasarkan Penyebab Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan,
yakni hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal. a. Hipertensi esensial / hipertensi primer Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus hipertensi tergolong ke dalam kelompok hipertensi ini. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi golongan ini seperti faktor genetis, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
5
dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada pasien dewasa yakni usia 30 sampai dengan 50 tahun.
b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % dari keseluruhan kasus yang adadi dunia (Krummel, Debra A., 2004). Penyebab spesifik untuk kondisi hipertensi ini umumnya telah diketahui, seperti penggunaan estrogen sebagai terapi tertentu, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, feokromositoma,
koarktasio
dan sindrom
cushing,
aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, dan lain – lain. 1) Hipertensi pada penyakit ginjal Penyakit ginjal dapat meningkatkan tekanan darah dan sebaliknya hipertensi dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu ginjal. Secara klinis sulit untuk membedakan dua
keadaan
tersebut,
terutama
pada
penyakit ginjal menahun. Beratnya pengaruh hipertensi terhadap ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dalam waktu lama makin berat komplikasi yang mungkin ditimbulkan. Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit ginjal akut maupun penyakit ginjal kronik, baik pada kelainan glumerolus maupun pada kelainan vaskuler. Hipertensi pada penyakit ginjal yang disebabkan oleh keadaan penyakit glumerolus akut, mungkin terjadi akibat adanya retensi natrium yang menyebabkan hipervolemik. Retensi natrium terjadi karena adanya peningkatan reabsorbsi natrium di duktus koligentes. Peningkatan ini dimungkinkan akibat adanya retensi relatif terhadap Hormon Natriuretik Peptida dan peningkatan aktivitas pompa Na – K – ATP-ase di duktus koligentes. Penyakit vaskuler dapat pula mengakibatkan hipertensi akibat terjadiya iskemi yang merangsang sistem renin-angiotensin aldosteron, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
6
sehingga merangsang kondisi hipertensi. Sementara itu penderita gagal ginjal kronik mengalami hipertensi karena adanya retensi natrium, peningkatan sistem renin-angiotensinogen aldosteron akibat iskemi relatif karena kerusakan regional, aktifitas saraf simpatik yang meningkat akibat kerusakan ginjal, hiperparatiroidis sekunder, dan pemberian eritropoetin dalam terapi. atau penyakit glumerolus kronik, begitu pula pada pada pasien dengan penyakit glomerolus kronik. 2) Hipertensi pada penyakit renovaskular. Hipertensi renovaskular merupakan penyebab yang paling sering menjadi pemicu dari hipertensi sekunder. Diagnosa hipertensi renovaskular penting karena kelainan ini potensial untuk disembuhkan dengan menghilangkan penyebabnya yaitu stenosis arteri renalis. Stenosis arteri renalis adalah suatu keadaan terdapatnya lesi obstruktif secara anatomik pada arteri renalis, sementara hipertensi renovaskular adalah hipertensi yang terjadi akibat perubahan fisiologis yang terjadi pada keadaan stenosis arteri renalis yang mengakibatkan ketidak sempurnaan pada pembuluh arteri. Istilah nefropati iskemik menggambarkan suatu keadaan
terjadinya
penurunan fungsi ginjal akibat adanya stenosis arteri renalis. Jika terjadi gangguan fungsi ginjal, kelainan ini akan menetap pada diri penderita sekalipun tekanan darahnya dapat
dikendalikan dengan pengobatan yang
meliputi terapi antihipertensi, revaskularisasi dengan tindakan bedah, ataupun angioplastik. 3) Hipertensi pada kelainan endokrin Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan endokrin adalah hiperaldosteronisme primer (Sindrom Conn). Hiperaldosteronisme primer adalah sindrom yang disebabkan oleh hipersekresi aldesteron yang tidak terkendali
yang umumnya berasal
dari
kelenjar korteks
adrenal.
Hiperaldosteronisme primer secara klinis dikenal dengan triad (tiga gejala utama) yang terdiri dari hipertensi, hipokalemi, dan alkalosis metabolik. Sindrom ini dapat disebabkan oleh hiperplasi kelenjar korteks adrenal, adenoma atau karsinoma adrenal. Oleh karena keadaan ini selalu diiringi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
7
dengan hipertensi, maka pasien dengan kelainan endokrin perlu diberi penanganan khusus secara terapi hormon selain menormalkan gejala hipertensi yang mengiringinya. 4) Sindrom Cushing Sindrom cushing disebabkan oleh hiperplasi adrenal bilateral yang disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan Adenocorticotropin Hormone (ACTH). 5) Hipertensi adrenal kongenital Hipertensi adrenal kongenital merupakan penyabab terjadinya hipertensi pada anak (jarang terjadi). 6) Feokromositoma Feokromositoma adalah salah satu hipertensi endokrin yang patut dicurigai apabila terdapat riwayat dalam keluarga. Tanda-tanda yang mencurigai adanya feokromositoma yaitu hipertensi, sakit kepala, hipermetabolisme, hiperhidrosis, dan hiperglikemia. Feokromositomia disebabkan oleh tumor sel kromatin asal neural yang mensekresikan katekolamin. Sebagian besar berasal dari kelenjar adrenal, dan hanya 10 % terjadi di tempat lain dalam rantai simpatis. Sebanyak 10 % dari tumor ini ganas dan 10 % adenoma adrenal adalah bilateral. Feokromositomia dicurigai jika tekanan darah berfluktuasi tinggi disertai takikardi, berkeringat atau edema paru karena gagal jantung. 7) Koartasio aorta Koarktasi aorta paling sering mempengaruhi aorta pada distal dari arteri subklavia kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan tekanan pada kaki, dengan denyut nadi arteri femoralis lemah atau tidak ada. Hipertensi ini dapat menetap bahkan setelah reseksi bedah yang berhasil, terutama jika hipertensi terjadi lama sebelum operasi. 8) Hipertensi pada kehamilan Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal, janin dan neonatus. Kedaruratan hipertensi dapat menjadi komplikasi dari preeklamsi sebagaimana yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
8
terjadi pada hipertensi kronik. Perempuan hamil dengan hipertensi mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya komplikasi yang berat seperti abruptio plasenta, penyakit serebrovaskuler, gagal organ, koagulasi intravaskular. Penelitian observasi pasien hipertensi kronik yang ringan didapatkan risiko kehamilan preaklampsia 10 – 25 %, abruptio 0,7 – 1,5 %, kehamilan prematur kurang dari 37 minggu 12 – 34 %, dan hambatan pertumbuhan janin 8 – 16 %. Risiko bertambah pada hipertensi kronik yang berat pada trimester pertama dengan didapatnya preaklampsia sampai 50 %. Terhadap janin,
mengakibatkan
risiko
retardasi
perkembangan
intrauretin,
prematuritas dan kematian intrauretin. Selain itu risiko hipertensi seperti gagal jantung, ensepalopati, retinopati, perdarahan serebral, dan gagal ginjal akut dapat terjadi. Sampai sekarang yang belum jelas apakah tekanan darah yang terkontrol secara agresif dapat menurunkan terjadinya eklampsia 9) Hipertensi akibat dari penggunaan obat – obatan. Penggunaan
obat
yang
paling
banyak
berkaitan
dengan
hipertensi adalah pil kontrasepsi oral (Oral Contraception Pil). Sebanyak 5 % perempuan mengalami hipertensi sejak mulai penggunaan. Perempuan usia lebih tua (> 35 tahun)lebih mudah terkena, begitupula dengan perempuan yang pernah mengalami hipertensi selama kehamilan. Pada 50 % tekanan darah akan kembali normal dalam 3 sampai dengan 6 minggu sesudah penghentian pil. Penggunaan estrogen pascamenopause bersifat kardioproteksi dan tidak meningkatkan tekanan darah. Obat lain yang terkait dengan hipertensi termasuk siklosporin, eritopoietin, dan kokain.
2.3
Patofisiologi Hipertensi Mekanisme terjadinya
hipertensi
angiotensin II dari angiotensin enzyme
(ACE).
ACE
I
memegang
adalah melalui
oleh
angiotensin
terbentuknya I-converting
peran fisiologis penting dalam
mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
9
akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki
peranan
kunci
dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi
hormon
antidiuretik
(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan keluar
tubuh
(antidiuresis),
sehingga
menjadi
pekat
dan
tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah
2.4
Gejala Hipertensi Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan
yang lebih serius dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Seringkali hipertensi disebut sebagai silent killer karena dua hal, yaitu: •
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus. Gejala ringan yang mungkin terjadi seperti pusing, gelisah, mimisan, dan sakit kepala biasanya jarang berhubungan langsung dengan hipertensi. Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
10
•
Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai
risiko
besar
untuk
meninggal
karena
komplikasi
kardiovaskular seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal. Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak selalu). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Pada keadaan hipertensi berat atau menahun dan tidak diobati, dapat saja timbul gejala seperti, sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, hingga pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal, sering buang air kecil terutama di malam hari, telinga berdenging. Kadang kala penderita hipertensi berat juga mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
2.5
Faktor Resiko Hipertensi Hipertensi disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat dimodifikasi atau
dikendalikan serta faktor yang tidak dapat dimodifikasi. a) Faktor pemicu hipertensi yang tidak dapat dikandalikan diantaranya dalah sebagai berikut: 1) Genetik Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keturunan berikutnya dari keluarga tersebut mempunyai menderita
hipertensi.
Individu
dengan
orangtua
resiko
hipertensi
mempunyai resiko dua kali lebih besar menderita hipertensi daripada individu yang tidak mempunyai riwayat hipertensi. Pada 7080 % kasus hipertensi primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
11
keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa
faktor
genetik
mempunyai
peran
didalam
terjadinya
hipertensi. 2) Usia Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Individu yang berumur di atas 60 tahun, 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. 3) Jenis Kelamin Laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. Laki-laki juga mempunyai resiko yang lebih besar terhadap morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Sedangkan di atas umur 50 tahun hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan. 4) Etnis Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit putih. Belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun dalam orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopresin lebih besar. 5) Penyakit Ginjal Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah dengan fungsinya sebagai pengendali pengeluaran garam dan air yang berpengaruh pada volume cairan dan volume darah yang berdampak pula pada besarnya tekanan darah. Selain itu pada ginjal juga terdapat sistem renin-angiotensin-aldosteron yang ikut pula berperan penting dalam pengendalian tekanan darah. Karena fungsinya yang sangat berkaitan dengan tekanan darah itulah maka berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya gejala tekanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
12
darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah. Timbal dapat menyebabkan lesi
tubulus
proksimalis, lesi pada lengkung
henle,
serta
menyebabkan aminosiduria, sehingga timbul kelainan pada ginjal (Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal) hal inilah yang seringkali turut menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. 6) Preeklamsi pada kehamilan Preeklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Preeklamsi terjadi
sebagai
akibat
dari gangguan fungsi organ akibat
penyempitan pembuluh darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta sehingga berakibat kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.
b) Faktor pemicu hipertensi yang dapat dikendalikan dengan modifikasi terapi dan perubahan gaya hidup adalah sebagai berikut: 1) Stress Mekanisme hubungan antara stress dengan hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatetik. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal. 2) Obesitas Kelebihan
lemak
tubuh,
khususnya
lemak
abdominal
erat
kaitannya dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan risiko
semakin
bertambah
parahnya hipertensi
terjadi
pada
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
13
penambahan
berat
badan
tingkat
sedang. Tetapi
tidak semua
obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing- masing individu. Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan
meningkatkan
kardiovaskuler. Penurunan
risiko
terjadinya
penyakit
berat badan efektif untuk menurunkan
hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan.
2.6
Diagnosa Hipertensi
Secara singkat berikut ini adalah beberapa metode yang umum digunakan dalam proses penegakkan diagnose kejadian hipertensi. a) Hemoglobin / hematokrit untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktorfaktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia. b) BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal c) Glukosa. Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin ( meningkatkan hipertensi ) d) Kalium serum. Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik. e) Kalsium serum. Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi f)
Kolesterol
dan
trigliserid
serum.
Peningkatan
kadar
dapat
mengindikasikan adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler) g) Pemeriksaan tiroid Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi h) Kadar aldosteron urin/serum Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab gejala hipertensi)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
14
i) Urinalisa Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes. j) Asam urat Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi l) IVP Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter m) Foto dada Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung, atau abnormalitas organ kardiovaskular lainnya. o) EKG Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
2.7
Terapi Hipertensi
2.7.1
Golongan Diuretik Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan
urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium. Obat golongan diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu : 1. Inhibitor karbonik anhidrase (asetazolamid). 2. Loop diuretik (furosemid, asam etakrinat, torsemid, bumetanid) 3. Tiazid (klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon) Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
15
4. Hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren) 5. Osmotik (manitol, urea) Obat-obat diuretik yang termasuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid. Pemberian diuretik sebagai anti hipertensi sangat efektif pada: -
orang kulit hitam
-
lanjut usia
-
kegemukan
-
penderita gagal jantung
2.7.2
Penghambat adrenergik Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri
dari alfabloker, beta-bloker dan alfa-beta-bloker seperti labetalol, yang mampu menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stress, dengan cara meningkatkan tekanan darah. Obat beta bloker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah. Obat beta bloker dibagi menjadi dua golongan berdasarkan kerjanya pada reseptor beta1 atau reseptor beta 2 yang selektif dan nonselektif. Asebutolol, metoprolol, atenolol dan bisoprolol merupakan obat beta bloker selektif karena mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor beta1 daripada reseptor beta 2. Obat beta bloker lainnya merupakan obat beta bloker nonselektif. Golongan beta-bloker merupakan penghambat adrenergik yang paling sering digunakan, yang efektif diberikan pada: -
penderita usia muda
-
penderita yang pernah mengalami serangan jantung
-
penderita dengan denyut jantung yang cepat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
16
-
angina pektoris (nyeri dada)
-
penderita sakit kepala/migrain.
2.7.3
Inhibitor Angiotensin converting enzyme Inhibitor
Angiotensin
converting
enzyme
(ACE-inhibitor)
menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri. Secara umum obat ACE inhibitor dapat dibedakan atas : 1. Obat inhibitor ACE yang bekerja langsung yaitu; kaptopril dan lisinopril 2. Obat inhibitor ACE yang bekerja tidak langsung (merupakan prodrug) yaitu semua obat inhibitor ACE lainnya kecuali kaptopril dan lisinopril. Obat ACE inhibitor efektif untuk hipertensi yang ringan, sedang maupun berat. Sebagai monoterapi, obat ACE inhibitor sama efektivitasnya dengan golongan antihipertensi lainnya. Obat ACE inhibitor efektif sebagai antihipertensi pada sekitar 70 % penderita. Penurunan tekanan darah sekitar 10/5 sampai 15/12 mmHg. Besarnya penurunan tekanan darah ini sebanding dengan tingginya tekanan darah sebelum pengobatan.
2.7.4
Angiotensin-II- Reseptor Blocker (ARB) Golongan obat ini menyebabkan penurunan tekanan darah dengan
suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor. Angiotensin II dihasilkan dengan melibatkan dua jalur yakni RAAS (Renin Angiotensin Aldosteron System) dan jalur alternatif lain. ARB menyebabkan penurunan tekanan darah dengan mekanisme serupa dengan ACE Inhibitor, bedanya ARB menghambat pembentukan angiotensin II dari semua jalur sedangkan obat inhibitor ACE hanya menghambat dari jalur RAAS. Obat yang termasuk ARB adalah losartan, valsartan, candesartan. ARB mampu mengurangi berlanjutnya kerusakan organ target jangka panjang, dengan pasien hipertensi dan indikasi khusus lain seperti diabetes.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
17
2.7.5
Antagonis kalsium Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah
dengan mekanisme yang benar-benar berbeda. Obat ini sangat efektif diberikan kepada: -
orang kulit hitam
-
lanjut usia
-
penderita angina pektoris (nyeri dada)
-
denyut jantung yang cepat
-
sakit kepala migren.
2.6.7
Vasodilator Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat antihipertensi lainnya. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat yang menurunkan tekanan darah tinggi dengan segera. Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah): -
diazoxide
-
nitroprusside
-
nitroglycerin
-
labetalol. Nifedipine merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang sangat
cepat dan bisa diberikan per-oral (ditelan), tetapi obat ini bisa menyebabkan hipotensi, sehingga pemberiannya harus diawasi secara ketat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
18
Berikut ini uraian mengenai efek samping dan kontra indikasi obatobatan antihipertensi : Tabel 2.2 Efek samping dan kontraindikasi obat-obatan antihipertensi. Kelas Obat
Kontraindikasi
Inhibitor ACE
Kehamilan, bilateral artery stenosis, hiperkalemia
ARB
Kehamilan, bilateral artery stenosis, hiperkalemia
Penyekat alfa
Hipotensi ortostatik, gagal jantung, diabetes
Penyekat beta
Asma, heart block, sindroma Raynaud’s yg parah
Antagonis kalsium
Heart block, disfungsi sistolik gagal jantung (verapamil, diltiazem)
Agonis sentral (metildopa, klonidine)
Depresi, penyakit liver (metildopa), diabetes
Diuretik
Pirai
Efek samping Batuk, angioedema, hiperkalemia, hilang rasa, rash, disfungsi renal Angioedema (jarang), hiperkalemia, disfungsi renal Sakit kepala, pusing, letih, hipotensi postural, hipotensi dosis pertama, hidung tersumbat, disfungsi ereksi Bronkospasme, gagal jantung, gangguan sirkulasi perifer, insomnia, letih, bradikardi, trigliserida meningkat, impoten, hiperglikemik, exercise intolerance Sakit kepala, flushing, edema perifer, gingival hyperplasia, constipasi (verapamil), disfungsi ereksi Rebound hipertensi bila dihentikan, sedasi, mulut kering, bradikardi, disfungsi ereksi, retensi natrium dan cairan, hepatitis (jarang) Hipokalemia, hiperurisemia, glucose intolerance (kecuali indapamide), hiperkalsemia (tiazid), hiperlipidemia, hiponatremia, impoten (tiazid)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1
Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian
dan
analisa
resep
dilakukan
selama
penulis
melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) tanggal 9 Januari sampai dengan 20 Maret 2013 yang bertempat di Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No.34 A, Jakarta Pusat.
3.2
Metode Pengumpulan Data Resep yang dikaji adalah resep yang mengandung obat antihipertensi
golongan inhibitor ACE pada periode bulan Juli hingga Desember 2012. Pertama-tama dilakukan pendataan antihipertensi golongan inhibitor ACE dari literatur dan dilakukan pendataan jenis obat yang terdapat pada Apotek Atrika. Resep-resep yang mengandung obat antihipertensi golongan inhibitor ACE selama periode bulan tersebut didata jumlah dan tanggalnya dari buku resep dan kartu stok harian. Kemudian resep yang memenuhi kriteria dikumpulkan dan dilakukan pengkajian selanjutnya.
3.3
Metode Pengolahan Data Data yang telah diperoleh dari resep simpanan apotek dicatat,
dihitung frekuensi peresepannya, kemudian data tersebut gunakaan untuk merekapitulasi dan analisis data berdasarkan petimbangan farmakoterapi yang disesuaikan dengan literatur.
19
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik seiring dengan dilakukannya terapi. Pengobatan
hipertensi
umumnya
dilakukan seumur hidup penderita semenjak hasil diagnosa hipertensi diketahui, yang dipantau dengan pemeriksaan rutin. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter
Ahli
Hipertensi dalam Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment Of High Blood Pressure (Dipiro, 2005) menyatakan bahwa pilihan antihipertensi golongan diuretika, beta bloker, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pilihan pertama dalam terapi hipertensi dengan memperhatikan keadaan penderita dan mempertimbangkan penyakit lain yang juga mungkin diderita pasien. Pemilihan obat antihipertensi perlu dilakukan secara cermat mengingat masing-masing golongan obat antihipertensi terdiri dari beberapa golongan obat, Walaupun efektivitas terapi dari obat dari golongangolongan tersebut tidak jauh berbeda, namun profil farmakokinetik dan efek samping yang ditimbulkan sangatlah berbeda. Hal tersebut menyebabkan pemilihan
obat
yang
tepat
untuk
masing-masing
pasien
harus
dipertimbangkan dengan cermat dikaitkan dengan kondisi kesehatan, terapi yang tengah dijalani pasien, dan aspek lain dari pasien yang mempengaruhi pengobatan. Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika kali ini, dilakukan rekapitulasi dan analisis resep yang mengandung obat antihipertensi golongan inhibitor ACE yang diterima di Apotek Atrika selama periode Juli sampai Desember 2012. Tujuannya
20
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
21
adalah untuk mengetahui profil peresepan
dan penggunaan obat
antihipertensi golongan inhibitor ACE pada apotek ini. Rekapitulasi resep yang mengandung obat antihipertensi di Apotek Atrika pada periode Juli sampai Desember 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Selama periode tersebut, jumlah total resep mengandung obat antihipertensi golongan inhibitor ACE yang diperoleh ada lima buah resep.
Tabel 4.1 Uraian Jumlah Resep Antihipertesi Golongan Inhibitor ACE di Apotek Atrika periode Juli-Desember 2012 Frekuensi Peresepan Tunggal Kombinasi
Nama Obat
Zat Aktif
Tenace®
Enalapril maleat
0
4
Kaptopril 12,5 mg
0
4
Kaptopril 25 mg
0
1
Captopril®
Dari hasil penelusuran dan pengkajian kartu stok obat yang terdapat di Apotek Atrika,diperoleh obat antihipertensi golongan inhibitor ACE yang diantaranya Kaptopril dengan nama dagang diantaranya Capoten® (BristolMyer Squibb), Captensin® (Kalbe), Captopril® (Kimia Farma, Indofarma), dan Tensicap® (Sanbe Farma); Kuinapril dengan nama dagang Accupril® (Pfizer); Lisinopril dengan nama dagang Interpril® (Interbat), Noperten® (Dexa Medica), dan Tensinop® (Sambe Farma); Lisinopril dihidrat dengan nama dagang Zestril® (Astra Zeneca); Ramipril dengan nama dagang Triatec® (Aventis); Enalapril maleat dengan nama dagang Tenace® (Combiphar); dan Imidapril HCl dengan nama dagang Tanapress® (Tanabe). Dari hasil pengkajian resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Juli hingga Desember 2012, terdapat dua resep jenis yang mengandung antihipertensi golongan inhibitor ACE, yang pertama mengandung kombinasi antara Kaptopril dengan Amlodipin dan yang keduanya berisi Tenace® yang mengandung Enalapril maleat. Kedua resep tersebut dapat dilihat dalam lampiran 1 dan 2. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
22
Jika dilihat dari jumlahnya resep antihipertensi golongan inhibitor ACE yang diterima di Apotek Atrika selama periode sampling tidak begitu banyak, sekalipun ada ragam obat dari golongan tersebut tidak banyak pula yang diminta dalam resep. Adapun jenis-jenis antihipertensi golongan inhibitor ACE yang beredar di Indonesia dapat dilihat pada lampiran 1. Setelah dievaluasi berdasarkan catatan administrasi data penjualan di Apotek Atrika rupanya pembelian obat antihipertensi golongan inhibitor ACE lebih banyak dilakukan secara bebas tanpa resep. Hal ini dikarenakan hipertensi adalah golongan penyakit degeneratif yang terapi farmakologi dengan obatnya harus dikonsumsi oleh pasien secara terus menerus, sehingga pasien hipertensi yang membeli obat di Apotek Atrika cenderung hanya membawa resep pada kali pertama ia menebus obat dokter diawal masa sakitnya, kemudian setelah itu pasien cenderung langsung membeli obat yang sama secara bebas di apotek tanpa melakukan pemeriksaan ke dokter terlebih dahulu. Di Apotek Atrika obat-obat keras yang dibeli tanpa resep pun di catat dalam buku administrasi, sehingga riwayat penggunaan obat oleh pasien tersebut tercatat dan dapat ditelusur. Setelah
semua
resep
pembelian
yang
mengandung
obat
antihipertensi golongan inhibitor ACE selama bulan Juli hingga Desember 2012 direkapitulasi dan dilihat profil peresepannya, selanjutnya dipilih satu resep yang kemudian digunakan untuk dilakukan analisa kerasionalan terapi dan konseling yang dapat diberikan untuk masing- masing resep tersebut. Resep yang dipilih ialah resep pada lampiran 1 dan tulisan ulang nya dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
23
KLINIK KASIH SAYANG Jl. Utan Panjang Raya 3 No.6B Kemayoran – Jakarta Tel. 021 – 422 0569 / 422 0038 Fax. 021 – 422 -450 Email :
[email protected]
Jakarta, 3/7/2012 R/
Amlodipin 10 mg
No X 1 dd I pc (sore)
R/
Captopril 25 mg 1 dd I pc (pagi)
No.X
Pro : Ny. D
Gambar 4.1 Ketikan Ulang Resep 1
Resep diatas merupakan terapi hipertensi kombinasi, yaitu antihipertensi
golongan
inhibitor
ACE
yakni
Captopril®
dengan
antihipertensi golongan antagonis kalsium yang bekerja langsung sebagai vasodilator arteri perifer yang dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular serta penurunan tekanan darah yakni Amlodipin®. Keduanya dimasukkan dalam satu resep untuk digunakan sebagai obat antihipertensi kombinasi. Efek yang diharapkan dari pemberian kedua obat tersebut dalam satu resep tentu saja efek sinergi yang akan saling menurunkan potensi tekanan darah dari pasien dengan mekanisme kerja yang berbeda. Kaptopril sebagai agen penghambat angiotensin I –converting enzyme yang berperan dalam menghasilkan efek hambatan terhadap ACE akan menghentikan proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang sangat berpengaruh pada kejadian hipertensi seperti yang telah dijelaskan dalam BAB 2 mengenai patifisiologi hipertensi. Efek utama yang diharapkan dari penghambatan ACE ini adalah pencegahan peningkatan sekresi ADH, yang selanjutnya memberi efek antidiuresis dan pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah serta pencegahan stimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
24
yang mampu menaikkan konsentrasi NaCl pada ginjal yang juga mampu meningkatkan volume dan tekanan pada darah. Efek Kaptopril tersebut dalam terapi ini dimaksudkan untuk bersinergis dengan efek dari Amlodipin yang dalam hal ini membantu menurunkan tekanan darah dengan melakukan vasodilatasi atau pelebaran pada pembuluh secara langsung. Sebagai antihipertensi, Amlodipin bersifat antagonis kalsium yang bekerja langsung sebagai vasodilator arteri perifer, menyebabkan penurunan resistensi vaskular yang berlanjut pada penurunan tekanan darah. Obat ini menghambat influks (masuknya) ion kalsium melalui membran ke dalam otot polos vaskular dan otot jantung sehingga mempengaruhi kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung. Amlodipine menghambat influks ion kalsium secara selektif, di mana sebagian besar mempunyai efek pada sel otot polos vaskular dibandingkan sel otot jantung. Interaksi antar obat antidiabetik oral ini dapat dikatakan tidak ada selama digunakan dalam takaran dosis yang tepat. Dalam resep ini penggunaan Kaptopril adalah sehari sekali digunakan pada pagi hari sementara Amplodipin digunakan sehari sekali dan dikonsumsi hanya pada sore hari. Pemisahan jarak penggunaan dalam rentang waktu yang cukup jauh dalam sehari ini dimaksudkan untuk menghindari kejadian hipotensi berlebih. Kaptopril sebagai antihipertensi golongan inhibitor ACE pada beberapa literatur disebutkan dapat digunakan sebagai antihipertensi tunggal maupun kombinasi (Dipiro, 2006). Obat ini sering diresepkan pada penderita hipertensi ringan hingga sedang dalam terapi pemeliharaan. Terapi Kaptopril yang digunakan bersama obat antihipertensi golongan lain harus disertai dengan penyesuaian dosis. Pilihan obat yang dapat menjadi kombinasi dengan Kaptopril umumnya digunakan obat dengan efek vasodilator atau pelebar pembuluh darah, yang dalam resep ini obat yang dipilih adalah Amlodipin dengan efek vasodilator. Secara dosis sebagai terapi antihipertensi Kaptopril dapat diberikan dua sampai tiga kali sehari untuk dosis 12,5 mg pada awal terapi atau dosis Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
25
dapat dinaikkan dengan frekuensi pemberian yang lebih sedikit setelah terapi pemeliharaan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Sementara itu Amplodipin pada awal terapi hipertensi dapat diberikan 5 mg satu kali sehari, dengan dosis maksimum 10 mg satu kali sehari. Bila Amlodipine diberikan dalam kombinasi dengan antihipertensi lain, dosis awal yang digunakan adalah 2,5 mg. Dosis satu kali sehari akan menghasilkan penurunan tekanan darah yang berlangsung selama 24 jam. Onset kerja amlodipine adalah perlahan-lahan, sehingga tidak menyebabkan terjadinya hipotensi akut. Amlodipine dapat diberikan dalam pemberian bersama obatobat golongan tiazida, ACE inhibitor, β-bloker, nitrat dan nitrogliserin sublingual. Oleh karena itu berdasarkan kriteria resiko interaksi, resep ini bisa dikatakan rasional. Namun untuk menilai rasionalitas pemilihan obat dan penentuan dosis pada resep yang diberikan diperlukan informasi yang lebih spesifik mengenai kondisi pasien, antara lain berat badan, penyakit lain yang sedang diderita, lama terapi yang sudah dijalani, riwayat terapi sebelumnya, riwayat alergi, komplikasi yang telah muncul dan informasi lain yang dibutuhkan. Sayangnya dalam resep ini keterangan sedemikian tidak diperoleh. Informasi jelas tersebut dapat diketahui dengan
cara
melakukan wawancara dan konseling pada pasien. Informasi seputar pasien terutama mengenai usia, berat badan dan lama terapi yang sudah dijalani serta kondisi pasien selama terapi perlu diketahui agar dapat ditentukan ketepatan terapi yang dianjurkan oleh dokter. Berdasarkan ketentuan penggunaan obat dalam resep, Ny. D harus mengkonsumsi kedua obat tersebut sehari satu kali sebanyak masing-masing 1 tablet dalam jeda waktu yang cukup jauh dalam sehari (pagi dan sore) secara teratur untuk mencegah terjadinya serangan hipertensi. Penggunaan obat ini tidak boleh melebihi atau mengurangi dari jumlah atau frekuensi yang ditentukan oleh dokter dan tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba untuk meminimalisir terjadinya efek hipotensi berlebihan akibat obat. Jika terlewat minum satu dosis obat, segera diminum pada saat itu juga. Tetapi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
26
jika waktu minum dosis obat berikutnya sudah dekat (< 2 jam), cukup minum satu dosis obat tersebut sesuai jadwal minum obat yang seharusnya, tanpa perlu digandakan. Perlu diberitahukan juga kepada pasien bahwa sekalipun obat antihipertensi telah rutin di konsumsi perlu dilakukan pemeriksaan rutin tekanan darah selama terapi serta perlunya perhatian khusus dengan pemeriksaan fungsi hati dan fungsi ginjal sepanjang terapi sedang dijalani oleh pasien. Penatalaksanaan non farmakologis dengan melakukan pengaturan pola makan atau diet sering pula dianjurkan pada pasien hipertensi. Namun dalam terapi hipertensi, pengaturan diet hanya digunakan sebagai pelengkap bagi penatalaksanaan farmakologis, sebab bagaimanapun pengobatan secara farmakologi tidak dapat begitu saja dihentikan sekalipun gejala hipertensi dirasa tidak lagi tampak sebagai kekambuhan penyakit. Tujuan dari penatalaksanaan diet pada penderita hipertensi sesungguhnya dimaksudkan untuk membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan tekanan darah menuju normal, menurunkan tekanan darah secara multifaktoral, serta menurunkan faktor resiko lain seperti kelebihan berat badan, tingginya kadar asam lemak, ataupun kadar kolesterol dalam darah, serta mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal, dan diabetes melitus.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 a.
Kesimpulan Obat antihipertensi golongan inhibitor ACE yang tersedia di Apotek Atrika adalah Kaptopril dengan nama dagang diantaranya Capoten® (Bristol-Myer Squibb), Captensin® (Kalbe), Captopril® (Kimia Farma, Indofarma), dan Tensicap® (Sanbe Farma); Kuinapril dengan nama dagang Accupril® (Pfizer); Lisinopril dengan nama dagang Interpril® (Interbat), Noperten® (Dexa Medica), dan Tensinop® (Sambe Farma); Lisinopril dihidrat dengan nama dagang Zestril® (Astra Zeneca); Ramipril dengan nama dagang Triatec® (Aventis); Enalapril maleat dengan nama dagang Tenace® (Combiphar); dan Imidapril HCl dengan nama dagang Tanapress® (Tanabe).
b.
Obat antihipertensi golongan inhibitor ACE yang paling banyak diresepkan oleh dokter selama periode Juli - Desember 2012 adalah Captopril® yaitu sebanyak lima resep.
c.
Resep yang dibahas sudah bisa dikatakan rasional dengan tidak adanya potensi interaksi antara obat dan dosis dalam terapi, namun rasionalitas resep berdasarkan kriteria ketepatan pemberian jenis antihipertensi masih belum dapat ditentukan karena belum tersedianya informasi lengkap mengenai pasien dan riwayat terapinya.
5.2
Saran Untuk dapat menyempurnakan proses pengkajian profil penjualan
resep obat antihipertensi untuk terapi terkait, perlu dihimbau pada pasien untuk melakukan pembelian obat menggunakan resep dokter, sehingga data yang ada dapat mewakili profil peresepan di Apotek Atrika. Selain itu, perlu dilakukan wawancara dan konseling dengan pasien untuk mengetahui informasi yang lebih lengkap dan memadai mengenai pasien sehingga ketepatan terapi dapat ditentukan. 27
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Universitas Indonesia
28
DAFTAR PUSTAKA
Armilawaty, dkk..2007. Hipertensi dan Faktor Resiko dalam Kajian Epidemiologi. Makassar: FKM Unhas. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta : EGC Chung, Edward.K. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III. Diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta : Buku Kedokteran EGC Dipiro, J. T., Robert, L., Yees, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M. (2005). Pharmacoterapy A Pathologic Approach. New York: McGraw-Hil Companies, Inc. 1205-1226. Drucker, D. , Easley, C., & Kirkpatrick, P. (2007). Sitagliptin. Nature Reviews Drug Discovery, Vol. 6, 109-110. Evaria dan Arlina Pramudianto. (2011). MIMS Indonesia : Petunjuk Konsultasi. Jakarta : UBM Medica Linn, W. D., Wofford, M. R., O’Keefe, M. E., & Pose, L. M. (2009). Pharmacotherapy in Primary Care. New York: McGraw-Hill. 279280, 285-290. Herdman, Heather. 2009. NANDA International Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC Krummel, Debra A. 2004. Medical Nutrition Therapy in Hypertention dalam Krause’s Food, Nutrition, and Diet by L. Kathleen M. & Sylvia Escoot. USA : Elsivier. Marvyn, Leonard. 2002. Hipertensi : Pengendalian dengan vitamin, gizi dan diet. Jakarta : Penerbit Arcan. Rosamond W, Flegal K, Friday G, et al. 2007. Heart disease and stroke statistics. 2007 update: A report from the American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Circulation 2007;115(5): e69–e171.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
29
Lampiran 1. Daftar obat antidiabetik oral yang beredar di Indonesia No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Nama Dagang Accupril Acendril Acenor-M 10 Acepress Capoten Capozide Captensin Captopril Captopril Cardace Casipril Cibacen Clonidin Co Diovan Dacepril Dexapril Farmoten Forten Gopten Hyperil Interpril Linoxal Locap Meipril Metopril Noperten Nopril Odace Otoryl Praten Prexum Prix Ramixal Redutens Rebacardon Scantensin Tanapress Tebace Tenapril Tenaten Tenazide Tenofax Tensicap Tensinop Tensiphar Tensobon Triatec Univasc Vapril Zestoretic Zestril
Zat aktif Kuinapril HCl Kaptopril Fosinopril Na Kaptopril Kaptopril Kaptopril + HCT Kaptopril Kaptopril Kaptopril Ramipril Kaptopril Benazepril HCl Klonidin HCl Valsartan Ramipril Kaptopril Kaptopril Kaptopril Trandolapril Ramipril Lisinopril Lisinopril Kaptopril Enalapril maleat Kaptopril Lisinopril Lisinopril Dihidrat Lisinopril Kaptopril Kaptopril Perindopril Kaptopril Ramipril Ramipril Enalapril maleat Kaptopril Imidapril HCl Enalapril maleat Ramipril Enalapril maleat Enalapril maleat Kaptopril Kaptopril Lisinopril Lisinopril Dihidrat Kaptopril Ramipril Moeksipril Kaptopril Lisinopril + HCT Lisinopril Dihidrat
Produsen Pfizer Harsen Bristol-Myer Squibb Bernofarm Bristol-Myer Squibb Bristol-Myer Squibb Kalbe Farma Hexpharm Indofarma Aventis Farma Tunggal Idaman Abdi Sandoz Indofarma Novartis Indonesia Harsen Dexa Medica Fahrenheit Hexpharm Jaya Abbott Ferron Interbat Sandoz Sandoz Meiji Metiska Farma Dexa Medica Kimia Farma Darya-Varya Otto Prafa Servier Rama Farma Sandoz Dankos Fahrenheit Tempo Scan Pacific Tanabe Indonesia Combiphar Dexa Medica Coronet crown Combiphar Tenofax Sanbe Farma Sanbe Farma Actavis Coronet crown Aventis Pharos / UCB Pharos Astra Zeneca Astra Zeneca
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
30
Lampiran 2. Resep mengandung obat antihipertensi golongan inhibitor ACE yang bekerja langsung : Kaptopril
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
31
Lampiran 3. Resep mengandung obat antihipertensi golongan inhibitor ACE yang bekerja tidak langsung : Enalapril maleat (Tenace®)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013
Lampiran 4. Daftar PBF untuk Obat yang Terdapat dalam Resep 1 No 1
2
Nama Obat Captopril 25
Amlodipin
Kandungan Zat Aktif Captopril 25 mg
Amlodipin
Produsen Hexpharm, Indofarma
Indofarma
Nama PBF
Alamat PBF
No Kontak PBF
Indofarma Global Medika
Jl. Dr. Suharjo No. 45 Blok B-85 Komp. Infinia Park Manggarai Jaksel
021-83374791
Kimia Farma
Jl. Majapahit No.20 Jakarta Pusat
021-34833395
Anugrah Argon Medica
Jl Tawes 2A Jati Pulogadung Jakarta Timur
021-3861271
Djembatan Dua
Jl. Petojo Melintang no 17 Jakarta 10160
021-3861271
Indofarma Global Medika
Jl. Dr. Suharjo No. 45 Blok B-85 Komp. Infinia Park Manggarai Jaksel
021-83374791
32
Laporan praktek…., Meiyani Nurhayati, FF, 2013