UNIVERSITAS INDONESIA
“PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI TERKAIT
EKSEKUSI GADAI ATAS SAHAM DALAM HAL BERAKHIRNYA JANGKA WAKTU GADAI SAHAM YANG UTANGNYA BELUM DILUNASI PEMBERI GADAI (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan Putusan Mahkamah Agung RI No. 115 PK/Pdt/2007)“
TESIS
CANDRA KARJASAN 1006827884
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SALEMBA Januari 2013
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
“PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI TERKAIT
EKSEKUSI GADAI ATAS SAHAM DALAM HAL BERAKHIRNYA JANGKA WAKTU GADAI SAHAM YANG UTANGNYA BELUM DILUNASI PEMBERI GADAI (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/20056dan Putusan Mahkamah Agung RI No. 115 PK/Pdt/2007)“
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam ilmu hukum
CANDRA KARJASAN 1006827884
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SALEMBA Januari 2013 i
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
i
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat, karunia dan jawaban dari doa yang didengarnya, sehingga tesis ini dapat terwujud. Penulisan tesis ini merupakan salah salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi magister dalam ilmu hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, penulisan tesis ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan secara langsung maupun tidak langsung. Atas segala bantuan yang telah diberikan, penulis menghanturkan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah banyak membantu dan menolong penulis selama pembuatan tesis ini. Ucapan terima kasih ini khususnya disampaikan kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Rosa Agustina, SH. MH., selaku Ketua Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus dosen pembimbing tesis yang telah meluangkan waktunya, segala dukungannya dan nasehat untuk membimbing penulis menyelesaikan tesis ini. 2. Seluruh Staf Pengajar Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah memberikan wawasan pengetahuan dibidang hukum. 3. Keluargaku tercinta khususnya papa dan mama, yang telah memberikan kehidupan kepada penulis (membesarkan, membimbing, merawat, mencurahkan kasih penulisngnya dan setiap doa yang selalu mengiringi langkah penulis) hingga saat ini serta kepada kakak-kakakku yang luar biasa yang selalu memperhatikan dan memberi semangat. 4. Pasangan yang sudah Tuhan sediakan dan berikan kepada penulis, Syona Kania Yoshua yang tidak pernah henti-hentinya dalam setiap waktu memberikan perhatiannya, dukungan, semangat dan doa kepada penulis dari awal hingga akhir penyelesaian tesis ini. 5. Rekan-Rekan Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, khususnya kelas ekonomi B sore (mbak Lucky, Grace, Rini, mbak Nana, Ibrahim, Rizki, Axel, mas Ian, mas Slamet, Jandi, Indra, Ijo, Cornel, Devina, Putri, Yunan) dan semua anak kelas ekonomi B sore angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan semangat dan mendukung penyusunan tesis ini.
iv
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
6. Teman-teman persekutuan doa yang antusias dan memberikan dukungan doa kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini (Christian, Tomas, Nael, Indra, Edwin, Pinky, Veni, Shienly, Janice, Amel, Via, Claudia) serta dari komunitas TOFU (Together for Unity) yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis yang disusun ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan karena segala keterbatasan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Salemba, ………………………… Penulis
v
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
ABSTRAK Nama Program Studi Judul Tesis
: : :
Candra Karjasan Magister Ilmu Hukum PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI TERKAIT EKSEKUSI GADAI ATAS SAHAM DALAM HAL BERAKHIRNYA JANGKA WAKTU GADAI SAHAM YANG UTANGNYA BELUM DILUNASI PEMBERI GADAI (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 Putusan Mahkamah Agung RI No. 115PK/Pdt/2007)
Terkait dengan parate eksekusi didalam ketentuan eksekusi gadai saham, pelaksanaan gadai saham pada praktiknya menimbulkan permasalahan hukum, khususnya dalam pengeksekusiannya. Hal tersebut ditandai dengan adanya penafsiran yang berbeda mengenai eksekusi gadai saham oleh praktisi hukum maupun yang dihasilkan oleh pengadilan, khususnya Mahkamah Agung Republik Indonesia, terkait dengan pengaturan jangka waktu dalam perjanjian gadai itu sendiri. Hal ini menggambarkan belum ada kesamaan penafsiran terhadap eksekusi gadai saham di Indonesia. Tentunya, perbedaan-perbedaan penafsiran inilah yang nantinya dalam praktik menimbulkan ketidakpastian hukum, khususnya yang terjadi dalam sengketa perjanjian gadai saham antara PT. BFI Finance, Tbk (PT. BFI) selaku pemegang gadai dengan PT. Ongko Multicorpora (PT. OM) dan PT. Aryaputra Teguharta (PT. APT) selaku pemberi gadai. PT.APT dan PT. OM mendalilkan jangka waktu Perjanjian Gadai Saham adalah 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal perjanjian, karena itu tanggal jatuh tempo Akta Gadai Saham adalah 1 Juni 2000 dan akibat hukum berakhirnya jangka waktu gadai adalah objek gadai, yaitu sahamsaham yang digadaikan Pemberi Gadai sudah tidak lagi terikat sebagai jaminan hutang kepada PT.BFI. oleh karena itu pelaksanaan eksekusi gadai saham oleh PT. BFI dengan menjual sahamsaham milik Pemberi Gadai pada tanggal 9 Februari 2001 dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Berdasarkan dalil Pemberi Gadai tersebut, Majelis Hakim Agung dalam putusan Mahkamah Agung No. 240 PK/pdt/2006 mengabulkan gugatan Pemberi Gadai (PT. APT) dan menyatakan tidak sah pelaksanaan eksekusi atas gadai saham yang dilakukan PT. BFI. Namun terhadap Putusan Permohonan Peninjauan Kembali No. 240 PK/Pdt/2006 tanggal 20 Februari 2007 ternyata terdapat perbedaan baik didalam pertimbangan dan hasil putusan yang kemudian diajukan oleh PT. OM dalam Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 115 PK/Pdt.2007 dimana pelaksanaan eksekusi gadai saham oleh PT.BFI adalah sah menurut hukum. Untuk menjawab permasalahan perbedaan penafsiran tersebut, dilakukan penelitian secara normative terhadap putusan Mahkamah Agung dan peraturan perundang-undangan yang mendasarinya. Pengolahan data secara kualitatif, sedangkan pengambilan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika deduktif. Dengan metode ini diharapkan kesimpulan yang disampaikan dalam tesis ini dapat menjawab permasalahan kepastian hukum mengenai pelaksanaan eksekusi atas gadai saham, dalam hal jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir tetapi hutang debitor belum dilunasi seluruhnya. Kata kunci: Eksekusi gadai saham, jangka waktu perjanjian gadai. vii
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
ABSTRACT Nama Program Studi Judul Tesis
: : :
Candra Karjasan Master of Law Legal Protection For Pledgee in The Execution of Pledge of Shares Related To Period Time in Pledge of Shares Agreement Is Expired But Pledgor Has Not Fulfilled All of The Payment of Debt (Case Study of Supreme Court Decision No. 240 PK/Pdt/2006 And Supreme Court Decision No. 115PK/Pdt/2007)
The implementation of pledge on shares raises legal issues, particularly in the enforcement of the execution in the provision of pledge on shares. It is characterized by the existence of different interpretations regarding to legal opinion of the execution on pledge of shares, related to period time in pledge of shares agreement, by legal practitioners nor the Court, especially the Supreme Court of the Republic of Indonesia. This illustrates that the execution of pledge of shares in Indonesia has not yet had similar interpretation in legal framework of pledge. The differences of this interpretation is what will create legal uncertainty, especially those that occur in pledge of shares agreement disputes between PT. BFI Finance Tbk (PT BFI) as "pledgee" with PT. Ongko Multicorpora (PT OM) and PT. Aryaputra Teguharta (PT APT) as "pledgor". PT.APT and PT. OM postulated that Pledge of Shares Agreement term is during 12 (twelve) months from the date of the agreement, hence the agreement is ended in June 1, 2000. The expiry of period time in pledge of shares agreement is that pledge property, the shares which is guaranteed by pledgor is no longer bound as collateral to PT.BFI as pledgee. Therefore the execution of pledge of shares by PT. BFI which selling the pledgor shares on February 9, 2001 is considered as a tort. Based on the pledgor arguments, the Supreme Council of Judges in judicial review of the Supreme Court decision No. 240 PK/pdt/2006 fulfill pledgor (PT APT) petition and outlawed the execution of the pledged shares selling by PT. BFI. However, the Petition for Judicial Review Decision of supreme court No. 240 PK/Pdt/2006 dated February 20, 2007 turned out there is a controversial. It is because of difference both in judgment and the verdict which was then filed by PT. OM in judicial review of the Supreme Court decision No. 115 PK/Pdt.2007. Its judge that the enforcement of execution of pledged shares by PT. BFI was lawful. This Thesis is using a normative research towards the supreme court verdict and legislation underlying to answer the legal issues which has proposed above. In addition, it uses Qualitative data processing, while the conclusions made with deductive logic. With these method are expected conclusions presented in its can answer the problem of legal certainty regarding the execution of the pledge on shares, especially in which case the contract period has ended but debtor has not fulfill the debt. Key Words: The Execution of Pledge of Share, Period Time in Pledge of Shares Agreement
vii
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………………. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………………………….. ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………………………….. iii KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………….. iv HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……………………………..... vi ABSTRAK ………………………………………………………………………………........... vii DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………..…...... ix DAFTAR TABEL …………………………………………………………………………...….. xi Bab 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………......………….. 1 1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………………. 1 1.2. Pokok Permasalahan ……………………………………………………………… 9 1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………………………. 9 1.4. Metode Penelitian ……………………………………………………………….. 10 1.5. Kerangka Teori ………………………………………………………………….. 12 1.6. Kerangka Konseptual …………………………………………………………… 18 1.7. Sistematika Penulisan …………………………………………………………… 20 Bab 2
TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI SAHAM ……….……………………… 22 2.1. Gadai Sebagai Lembaga Jaminan Kebendaan ……………………………………. 22 2.1.1. Saham Sebagai Objek Gadai……………..……………………………... 27 2.1.2. Inbezitstelling Sebagai Syarat Gadai …………………………………….. 35 2.1.3. Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai dan Pemberi Gadai …………….. 37 2.1.4. Larangan Milik Beding ………………………………………………… 41 2.1.5. Pemberian Gadai ……………………………………………………….. 43 2.1.6. Hapusnya Gadai ………………………………………………………... 49 2.2. Gadai dengan Klausul Kuasa untuk Menjual Sendiri …………………………… 53 2.3. Pemberitahuan ……………………………………………….…………………... 57 2.3.1. Perpanjangan Jangka Waktu Gadai ……………………………………. 57 2.3.2. Penjualan Barang Gadai ……………………………………………….. 59 2.4. Eksekusi Gadai ………………………………………………………………….. 60 2.4.1. Timbulnya Hak Pemegang Gadai Melakukan Eksekusi ………………. 60 2.4.2. Tata Cara Eksekusi …………………………………………………….. 62
Bab 3
EKSEKUSI GADAI SAHAM ……………………………………..……………….. 78 3.1. Duduk Perkara …………………………………………………………………... 78 3.2. Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan ………………………………………. 84
Bab 4 PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI DALAM EKSEKUSI GADAI SAHAM …………………………………………………………………………….. 103 4.1. Pemberian Gadai Dalam Perjanjian Pledges of Shares Agreement Tanggal 1 juni 1999 Adalah Sah Demi Hukum ……………………………………………….. 103
ix
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
4.2. Tentang Perpanjangan Jangka Waktu Dalam Perjanjian Pledges of Shares Agreement Tanggal 1 juni 1999 ………………………………………………...107 4.3. Tentang Hak PT. BFI Mengeksekusi Gadai Atas Saham Terkait Jangka Waktu dalam Perjanjian Pledges of Shares Agreement Tanggal 1 juni 1999 ………… 116 Bab 5
PENUTUP …………………………………………………………………..……… 128 5.1. Kesimpulan …………………………………………………………………….. 128 5.2. Saran …………………………………………………………………………… 132
DAFTAR REFERENSI
x
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 240 PK/pdt/2006 dan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 ......................... 100
xi
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya yang bersifat terbatas, Perseroan Terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) nya untuk mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang) dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.1 Kehadiran Perseroan Terbatas (PT) sebagai suatu bentuk badan usaha dalam kehidupan sehari-hari tidak lagi dapat diabaikan. Tidak berlebihan dikatakan bahwa kehadiran Perseroan Terbatas sebagai salah satu sarana untuk melakukan kegiatan ekonomi sudah menjadi suatu keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar.2
Dalam pembangunan ekonomi sekarang ini, salah satu masalah pokok yang dihadapi adalah menjamin kesinambungan pembangunan nasional yaitu dengan mengusahakan tersediannya dana-dana bagi pembiayaan pembangunan. Masalah tersebut jelas menyangkut satu hal penting yang dihadapi oleh pemerintah maupun para pengusaha dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan usahanya yang berupa modal/dana pembiayaan.3
Dalam
rangka
pembangunan
ekonomi
suatu
negara
dibutuhkan dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi dengan memberdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang tersedia. Sumber-sumber dana tersebut tidak hanya mengandalkan sumber dana dalam negeri saja, tetapi juga dapat menggunakan sumber-
Ahmad yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hal.1 2 Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009), hal.1 3 Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal. 45 1 UNIVERSITAS INDONESIA 1
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
2
sumber dana dari luar negeri.4 Dana diperoleh dari pemilik perusahaan itu sendiri maupun dari hutang, atau dapat dikatakan bahwa sumber dana perusahaan dapat berasal dari intern maupun ekstern.5
Dalam rangka pembangunan ekonomi indonesia bidang hukum yang meminta perhatian yang serius dalam pembinaan hukumnya di antaranya ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi dan perdagangan akan diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian fasilitas kredit ini memerlukan jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. Pembinaan hukum terhadap bidang hukum jaminan adalah sebagai konsekwensi logis dan merupakan perwujudan tanggung jawab dari pembinaan hukum mengimbangi lajunya kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan, perindustrian, perseroan, pengangkutan dan kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan. Kegiatan-kegiatan demikian dilakukan oleh warga negara Indonesia pada umumnya, karena kegiatan-kegiatan tersebut telah menjadi kebutuhan rakyat pada umumnya. Kegiatan-kegiatan tersebut diatas yang akhirnya memerlukan fasilitas kredit dalam usahanya, mensyaratkan adanya jaminan bagi pemberian kredit tersebut demi keamanan modal dan kepastian hukum bagi is pemberi modal. Di sinilah arti pentingnya lembaga jaminan.6
Dibutuhkannya jaminan dan agunan dalam suatu pemberian fasilitas kredit adalah semata-mata berorientasi untuk melindungi kepentingan kreditor, agar dana yang telah diberikannya kepada debitor dapat dikembalikan sesuai jangka waktu yang ditentukan. Dengan perkataan lain, pihak pemilik dana (kreditor), terutama lembaga perbankan atau lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya jaminan bagi pemberian kredit demi keamanan dana dan kepastian hukumnya. Jadi jelaslah bahwa tanpa adanya Abdul R. Salmiman, et.al., Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori & Contoh kasus, (Jakarta: kencana, 2007), hal 17 5 Suharnoko, Kartini Muljadi, Penjelasan Hukum Tentang Eksekusi Gadai Saham, (Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010), hal. 44 6 Sri Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 1-2 UNIVERSITAS INDONESIA 4
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
3
jaminan dari debitor maka tentu pihak kreditor tidak akan memberikan fasilitas kredit kepadanya. Ini berarti bahwa dalam kegiatan bisnis, jaminan mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, keberadaan suatu ketentuan hukum yang mengatur mengenai lembaga jaminan itu sangatlah diperlukan.7
Menurut ketentuan Pasal 54 ayat (1) UUPT, bahwa saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya. Artinya, bahwa hak atas saham memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda. Kekuasaan mana dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Sebagai benda bergerak, saham juga dapat digadaikan sebagai jaminan hutang. Pada prinsipnya, UUPT memberikan kebebasan kepada pemegang saham untuk menentukan penggadaian saham yang dimiliki oleh perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Pasal 53 UUPT. 8 Sifat ini dipertegas dengan adanya Daftar Pemegang Saham yang merupakan alat bukti bagi perseroan atas setiap kepemilikan saham dalam perseroan. Ketentuan ini diperkuat dengan kewajiban untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham perseroan untuk setiap bentuk pengalihan, baik penjualan maupun bentukbentuk pengalihan lainnya (maupun penjaminan) saham baru akan efektif bagi perseroan segera setelah pengalihan (atau penjaminan) tersebut dicatatkan pada perseroan, menurut bentuk-bentuk formalitas yang diakui dan diterima oleh perseroan.9 Pihak kreditor hendaknya berhati-hati dalam menerima tawaran debitor untuk mengikat saham-sahamnya sebagai jaminan pelunasan hutang debitor di kemudian hari. hal yang harus diketahui kreditor, apakah saham-saham yang ditawarkan debitor untuk diikat sebagai jaminan gadai guna menjamin pelunasan hutangnya sudah disetor penuh nilai nominalnya ke kas perseroan terbatas dari mana sahamsaham tersebut berasal. Saham-saham yang telah diikat sebagai jaminan gadai tetapi harganya belum disetor penuh ke kas perseroan terbatas
Salmiman, et.al.,Op.Cit.,hal. 18 Rachmadi Usman (a), Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, (Bandung: P.T. Alumni, 2004), hal. 117 9 Ahmad yani, Gunawan Widjaja,Op.Cit., hal.67 UNIVERSITAS INDONESIA 7 8
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
4
merupakan saham-saham yang tidak memiliki nilai ekonomis karena tidak mungkin ada yang mau membelinya bila dijual guna mendapatkan uang untuk melunasi hutang debitor pemilik saham kepada kreditor jika debitor pada akhirnya tidak mampu membayar pinjamannya kepada kreditor. Suatu barang hanya layak menjadi objek gadai apabila barang tersebut memiliki nilai ekonomis dan mudah dijual di belakang hari pada saat debitor ingkar janji untuk mengembalikan pinjamannya kepada kreditor. Barang bernilai ekonomis dan mudah dijual merupakan dua syarat yang harus dipenuhi untuk bisa diikat sebagai objek jaminan gadai karena pada akhirnya barang tersebut hatus dijual dan uang hasil penjualannya untuk melunasi pinjaman debitor kepada kreditor.10
Menurut
pasal
1131
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata
(KUHPerdata), segala harta kekayaan seorang debitor, baik yang berupa benda-benda bergerak maupun benda-benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan bagi semua perikatan utangnya. Dengan berlakunya ketentuan 1131 KUHPerdata itu, maka dengan sendirinya atau demi hukum terjadilah pemberian jaminan oleh seorang kreditor kepada setiap kreditornya atas segala kekayaan debitor itu.11
Permasalahan timbul apabila terdapat beberapa kreditor dan ternyata debitor cidera janji terhadap salah satu kreditor atau beberapa kreditor itu. Atau debitor jatuh pailit dan harta kekayaannya harus dilikuidasi. Sudah barang tentu masing-masing kreditor merasa mempunyai hak terhadap harta kekayaan debitor itu sebagai jaminan piutang masing-masing. Menurut ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata, harta kekayaan debitor itu menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberi utang kepada kreditor yang bersangkutan. Menurut Pasal 1132 KUHPerdata itu,
10
Usman (a), Op.Cit., hal. 118 ST. Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan : Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), (Bandung: Alumni, 1999), hal. 7 UNIVERSITAS INDONESIA 11
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
5
hasil dari penjualan benda-benda yang menjadi kekayaan debitor itu dibagi kepada semua kreditornya secara seimbang atau proporsional menurut perbandingan besarnya piutang masing-masing. Namun, Pasal 1132 KUHPerdata, memberikan indikasi bahwa diantara para kreditor itu dapat didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain apabila ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan itu. Alasan-alasan yang sah yang dimaksud didalam Pasal 1132 KUHPerdata itu, ialah alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam hal-hal tertentu, adakalanya seorang kreditor menginginkan untuk tidak berkedudukan sama dengan kreditor-kreditor lainnya. Karena kedudukan yang sama dengan kreditor-kreditor lain itu bearti mendapatkan hak yang berimbang dengan kreditor-kreditor lain dari hasil penjualan harta kekayaan debitor, apabila debitor cidera janji, sebagaimana menurut ketentuan Pasal 1132 dan 1136 KUHperdata. Kedudukan yang berimbang itu tidak memberikan kepastian akan terjaminnya pengembalian piutangnya. Pengadaan hak-hak jaminan seperti hipotik dan gadai, adalah untuk memberikan kedudukan bagi seorang kreditor tertentu untuk didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain.12
Hukum jaminan yang berlaku pada saat ini mengandung kelemahan, baik dilihat dari segi perangkat hukumnya maupun pelaksanaannya. Dilihat dari sistem hukum jaminan, ternyata bahwa hukum jaminan belum berada dalam sistem yang bulat dan tuntas. Pengaturan hukum jaminan hingga pada saat ini masih bersifat sporadis dan inkonsisten.13 Dalam hubungan perutangan dimana ada kewajiban berprestasi dari debitor dan hak atas prestasi dari kreditur, hubungan hukum akan lancar terlaksana jika masingmasing pihak memenuhi kewajibannya. Namun hubungan perutangan yang sudah dapat ditagih (opeisbaar) jika debitor tidak memenuhi prestasi secara sukarela, kreditur mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya terhadap harta kekayaan debitor yang dipakai sebagai jaminan. Hak pemenuhan dari kreditur itu dilakukan dengan cara penjualan/mencairkan 12 13
76
Ibid., Hal. 8-10 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: alumni, 1994), hal. UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
6
benda-benda jaminan dari kreditur dimana hasilnya adalah untuk pemenuhan hutang debitor. Penjualan benda-benda tersebut dapat terjadi melalui penjualan di muka umum karena adanya janji/beding lebih dahulu (parate executie) terhadap benda-benda tertentu yang dipakai sebagai jaminan. Kewenangan untuk menjual sendiri pada gadai timbul karena ditetapkan oleh undang-undang. Dapat disimpulkan bahwa hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri, menguntungkan pemegang gadai dalam dua hal : 1. Tidak
membutuhkan
titel
eksekutorial
dalam
melaksanakan
haknya/eksekusi. 2. Dapat melaksanakan eksekusi sendiri secara langsung (mandiri) tak peduli adanya kepailitan dari debitor (diluar pengadilan) karena dia tergolong separatis.14
Dalam hukum terdapat berbagai prosedur eksekusi jaminan kredit, mengikuti jenis jaminan dan dokumen yang dipilih. Sayangnya, hampir semua prosedur tersebut dalam praktek tidak bisa dibilang cepat, murah, apalagi sederhana. Prosedur paling cepat tentunya apabila kredit dapat langsung menghaki (mendaku) barang jaminan tanpa harus menjualnya kepada orang lain. Tapi, hal ini dengan tegas dilarang, baik dalam UU maupun dalam yurisprudensi. Namun demikian, kadang-kadang dalam prakteknya upaya ini dilakukan juga dengan berlindung dibawah panji-panji hukum menjual (oleh debitor) dengan hak membeli kembali. Pranata sale and lease back dalam hukum leasing adalah salah satu contohnya, dan ini dibenarkan dalam praktek. Cara eksekusi lainnya berupa menjual jaminan dibawah tangan langsung kepada pembeli tanpa melalui kantor lelang. Hal ini “mestinya” dapat saja dilakukan jika ada kuasa khusus untuk itu, yang disebut kuasa menjual. Sayangnya, walaupun kuasa jual sangat popular dalam praktek, banyak hakim yang tidak business minded, tidak menyukai pranata itu dengan alasan yang sulit dicerna. Sekadar untuk menghindari percekcokan yang merupakan tindak pidana, tentu bantuan polisi dapat
14
Sofwan, Op.Cit., hal 31-33 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
7
dimintakan. Bahkan, dalam hal-hal tertentu, seperti pada jaminan fidusia, ikut campurnya pihak kepolisian justru diatur dalam perjanjian. Lebih aman lagi, jika penjualan tersebut dilakukan di depan umum misalnya dengan memasang iklan di koran-koran. Atau, menghindari tuduhan debitor tentang harga yang tidak wajar, bantuan seorang appraiser professional untuk menaksir harga dapat dimintakan. Cara eksekusi lainnya adalah menjual di depan umum via kantor lelang tanpa ada campur tangan pengadilan. secara teoretis hal ini dapat diberlakukan. Tapi sangat disayangkan, terdapat keengganan kantor lelang untuk melakukan eksekusi tersebut, bahkan dengan adanya putusan MA No. 3210K/Pdt/1984, secara tidak masuk akal dilarang bagi kantor lelang untuk melakukan eksekusi, tanpa adanya penetapan pengadilan untuk itu. 15 Dihubungkan dengan masalah penjualan umum terdapat ketentuan bahwa pelaksanaan eksekusi dan perjanjian penjaminan berdasarkan ketentuan yang ada harus melalui penjualan umum/pelelangan umum. Baik pelaksanaan eksekusi itu melalui prosedur beslag ataupun berdasarkan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi). Ternyata prosedur penjualan umum ini tidak dapat berjalan dengan lancar dan banyak menimbulkan kerugian-kerugian baik bagi si kreditur terlebih-lebih si debitor, yaitu karena adanya biaya penjualan umum yang cukup tinggi yang dapat memberatkan bagi pihak debitor maupun kreditur. Juga terjadinya harga penjualan yang rendah, sehingga merugikan bagi si kreditur sebagai pihak yang akan meminta pemenuhan piutangnya dan bagi si debitor yang akan meminta sisa harga penjualannya. Oleh karena itu dalam praktek sering terjadi bahwa eksekusi itu dilakukan lewat penjualan di bawah tangan, agar memperoleh harga yang tinggi, yaitu berdasarkan harga tertinggi dari calon pembeli yang disetujui oleh kedua belah pihak yaitu debitor dan bank.16 Pemegang gadai berhak menjual sendiri benda gadai dalam hal yang berutang wanprestasi. Dari hasil penjualan, ia berhak mengambil pelunasan
15
Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku Kesatu, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 168-169 16 Ibid., hal. 35-36 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
8
utangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan itu. Hak itu juga berlaku, dalam hal pemberi gadai pailit (pasal 1155 ayat 1 KUHPerdata).17 Untuk melakukan penjualan ini, pemegang gadai harus terlebih dahulu memberikan peringatan (sommatie) kepada pemberi gadai supaya utangnya dibayar. Penjualan harus dilakukan di depan umum, menurut kebiasaan setempat, serta atas syarat yang lazim berlaku (pasal 1150 ayat 1 KUHPerdata). Ketentuan ini bersifat memaksa karena berhubungan dengan ketertiban umum. Setelah penjualan dilakukan, pemegang gadai memberikan pertanggungjawaban tentang hasil penjualan itu kepada pemberi gadai. Jika barang gadai terdiri atas barang-barang perdagangan atau efek yang dapat diperdagangkan di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut asal dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam perdagangan barang-barang itu (pasal 1155 ayat 2 KUHPerdata).18
Terkait dengan parate eksekusi didalam ketentuan eksekusi gadai saham, gadai saham pada praktiknya menimbulkan permasalahan hukum, khususnya dalam pengeksekusiannya. Hal tersebut ditandai dengan adanya penafsiran yang berbeda mengenai eksekusi gadai saham oleh praktisi hukum maupun yang dihasilkan oleh pengadilan, khususnya Mahkamah Agung Republik Indonesia. Hal ini menggambarkan belum ada kesamaan penafsiran terhadap eksekusi gadai saham di Indonesia. Tentunya, perbedaan-perbedaan penafsiran inilah yang nantinya dalam praktik menimbulkan ketidakpastian hukum. Apabila ini dibiarkan berlarut-larut, akan menurunkan tingkat kepastian hukum berinvestasi di Indonesia.
19
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan hal-hal seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, membuat Penulis ingin memberikan gambaran mengenai pengaturan serta penyelesaian eksekusi gadai atas saham dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI TERKAIT EKSEKUSI GADAI ATAS SAHAM DALAM HAL BERAKHIRNYA 17 18 19
Badrulzaman, Op.Cit., hal. 93 Ibid., hal. 95-96 Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 44-45 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
9
JANGKA WAKTU GADAI SAHAM YANG UTANGNYA BELUM DILUNASI PEMBERI GADAI (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No.
240
PK/pdt/2006
dan
Putusan
Mahkamah
Agung
RI
No.
115PK/Pdt/2007)“.
1.2. Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana Perlindungan hukum Pemegang Gadai dalam mengeksekusi saham yang digadaikan dalam hal jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir namun utangnya belum dilunasi Pemberi Gadai ?
2.
Bagaimana penerapan eksekusi Pemegang Gadai atas saham yang digadaikan dalam hal jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir namun utangnya belum dilunasi Pemberi Gadai dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan Putusan Mahkamah Agung RI No. 115PK/Pdt/2007 ?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada pokok permasalahan yang diuraikan maka tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran mengenai bagaimana perlindungan hukum pemegang gadai mengeksekusi saham yang digadaikan dalam hal jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir namun utangnya belum dilunasi Pemberi Gadai. 2. Untuk menganalisis penerapan eksekusi Pemegang Gadai atas saham yang digadaikan dalam hal jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir namun utangnya belum dilunasi Pemberi Gadai dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan Putusan Mahkamah Agung RI No. 115PK/Pdt/2007.
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
10
1.4. Metode Penelitian Metode penelitian adalah suatu cara peneliti untuk memperoleh data ilmiah terhadap suatu objek sehingga dapat dicapai kebenaran yang obyektif. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalma penelitian untuk penulisan tesis ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif. Deskriptif artinya data hasil penelitian diolah dan diuraikan untuk memberikan gambaran fakta-fakta sehubungan dengan eksekusi gadai atas saham yang dilakukan Pemegang Gadai dalam hal berakhirnya jangka waktu gadai saham yang utangnya belum dilunasi Pemberi Gadai. Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif20 yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan penelitian hukum kepustakaan terhadap asas-asas hukum yang dapat dilakukan pada peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai hukum lembaga jaminan gadai. Tujuannya adalah untuk mempelajari satu atau beberapa gejala
hukum
tertentu
dengan
menganalisanya,
juga
diadakan
pemeriksaan terhadap fakta hukum tersebut dan kemudian mencari pemecahan atas permasalahan yang timbul dari gejala yang ada.
2. Sumber Data Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dimana data sekunder tersebut diperoleh melalui sumber kedua, yaitu melalui studi kepustakaan, yaitu dari data-data yang sudah tersedia. Data sekunder terdiri dari : a. Bahan hukum primer21 yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari : Norma atau kaedah dasar, yakni Pembukaan UUD 20
Metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal adalah penelitian-penelitian atas hukum yang dikonsepsikan dan dikembangkan atas dasar doktrin yang dianut dan dikembangkan dalam kajian-kajian hukum. Lihat M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007), hal. 25. 21 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet.3, (Jakarta: UI Pers, 2006),, Hal. 51. UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
11
1945 dan ketetapan-ketetapan MPR, Peraturan Perundang-undangan, seperti UU dan peraturan yang setaraf, Keputusan Presiden dan peraturan yang setaraf, Keputusan Menteri dan peraturan yang setaraf, Peraturan-Peraturan Daerah, Bahan Hukum yang tidak dikodifikasikan, Yurisprudensi, Traktat, Bahan Hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masi berlaku. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Misalnya rancangan undang-undang, hasil –hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum. c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hukum jaminan gadai dan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang telah berkekuatan hukum tetap untuk mengetahui kasus tersebut, juga menggunakan bahan hukum sekunder yang berupa hasil karya ilmiah para penulis sebelumnya, dalam hal ini karya ilmiah yang berhubungan langsung dengan judul penulis.
3. Cara dan Alat Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui Metode Kepustakaan / Library Research yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mencari data baik dari
buku-buku
ilmiah
maupun
peraturan
perundang-undangan
khususnya yang mengatur mengenai hukum lembaga jaminan gadai serta Studi
kepustakaan
ini
dilakukan
di
beberapa
tempat,
seperti
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Trisakti.
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
12
4. Analisis Data Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yaitu data kepustakaan. Keseluruhan data hasil penelitian akan dikemukakan dan akhirnya yang akan menjawab pokok permasalahan dari penelitian ini.22
5. Cara Penarikan Kesimpulan Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode deduktif23, yaitu metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian khusus. Hal-hal umum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan dalam hal ini adalah semua aturan hukum yang berkaitan dengan gadai yang kemudian ditarik pada pernyataan-pernyataan yang sifatnya khusus dan akhirnya yang akan menjawab pokok permasalahan dari penelitian ini.
1.5. Kerangka Teori Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten. Dalam keputusan seminar hukum jaminan yang diselenggarakan oeh badan pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta menyimpulkan, bahwa istilah "hukum jaminan" itu meliputi pengertian baik jaminan kebendaan maupun perorangan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, pengertian hukum jaminan yang diberikan didasarkan kepada pembagian jenis lembaga hak jaminan, artinya tidak memberikan perumusan pengertian hukum jaminan, melainkan jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Menurut J. Satrio hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditor tetrhadap Ibid., Hal. 264 Soentandyo Wignjosoebroto menjelaskan metode penalaran deduktif, yaitu proses bernalar yang bermula dari statemen umum untuk tiba pada suatu kesimpulan yang khusus tentang suatu hal tertentu dalam Sulistyowati Irianto dan Shidarta, Metode Penelitian Hukum : Konstelasi dan Refleksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,2011), hal. 98. UNIVERSITAS INDONESIA 22
23
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
13
seorang debitor. Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.
Dari dua pendapat perumusan pengertian hukum jaminan diatas dihubungkan dengan kesimpulan Seminar Hukum Jaminan tahun 1978, intinya dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitor) dan penerima jaminan (kreditor) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu (kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu). Dalam hukum jaminan tidak hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditor sebagai pihak pemberi utang saja, melainkan mengatur perlindungan hukum terhadap debitor sebagai pihak penerima utang. Dengan kata lain, hukum jaminan tidak hanya mengatur hak-hak kreditor yang berkaitan dengan jaminan pelunasan utang tertentu, namun sama-sama mengatur hak-hak kreditor dan hak-hak debitor berkaitan dengan jaminan pelunasan utang tertentu tersebut.24
Ditilik dari sistematika KUHPerdata, pada prinsipnya hukum jaminan merupakan bagian dari hukum kebendaan. Secara rinci materi kandungan ketentuan-ketentuan hukun jaminan yang termuat dalam Buku II KUHPerdata tersebut diatur dalam Bab XX Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 tentang Gadai.25 Pada prinsipnya pengaturan hukum jaminan yang termuat dalam Buku II KUHPerdata menganut sistem tertutup (clossed system), dalam arti hak-hak jaminan kebendaan diatur secara limitatif, dimana seseorang tidak dapat secara bebas menciptakan hak jaminan kebendaan. Karena Buku II KUHperdata menganut sistem tertutup, maka ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal Buku II KUHPerdata bersifat memaksa, artinya harus dipatuhi, dituruti, tidak boleh disimpangi dengan 24
Rachmadi Usman (b), Hukum Jaminan Keperdataan, ed.1.Cet.2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.1-2 25 Ibid., hal. 4 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
14
mengadakan ketentuan baru mengenai hak-hak kebendaan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga adanya kepastian hukum. Sifat absolut dari hak kebendaan ini merupakan salah satu ciri hak kebendaan, yang mengharuskan setiap orang untuk menghormati hak tersebut.26
Mariam Darius Badrulzaman merumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitor dan/atau pihak ketiga kepada kreditor untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. Hal yang sama dikemukan oleh Hartono Hadisaputro, yang menyatakan jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitor kepada kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.27 Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan asas-asas hukum jaminan. Asas-asas ini meliputi asas filosofis, asas konstitusional, asas politis dan asas operasional (konkret) yang bersifat umum. Asas operasional dibagi menjadi asas sistem tertutup, asas absolute, asas mengikuti benda, asas publisitas, asas spesialitet, asas totalitas, asas assesi perlekatan, asas konsistensi, asas pemisahan horizontal, dan asas perlindungan hukum.28
Jeremy bentham menyebutkan bahwa "the aim of law is The Greatest Happiness for the greatest number".29 Bentham mengemukakan agar pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga masyarakat secara indvidu.30 Mengingat bahwa manusia itu sepanjang hidupnya selalu diancam bahaya sehingga dibutuhkan perlindungan dalam bentuk hukum, maka tujuan hukum adalah mengatur masyarakat dan
26
lihat juga penjelesan pengaturan hukum jaminan yang termuat dalam Buku II KUHPerdata yang bersifat tertutup dalam H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal.12 27 Usman (b), Op.Cit., hal.69 28 pemaparan asas-asas hukum yang dikemukan oleh Mariam Darus tidak diberikan pengertian dan penjelasan yang lengkap, namun H. Salim HS mencoba menjelaskan dalam bukunya berjudul Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal.10-11 29 H.R. Otje Salman S, Filsafat Hukum Perkembangan dan Dinamika Masalah, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), hal.44 30 Ibid., hal.72 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
15
melindungi kepentingan manusia dan masyarakat. Jadi, tujuan hukum adalah perlindungan kepentingan dan ketertiban masyarakat.
31
Hukum adalah
kaidah sosial untuk mengatur perilaku manusia atau masyarakat agar kepentingan-kepentingannya terlindungi. Pelaksanaan hukum dapat terjadi secara suka rela antarmanusia. Orang membeli sesuatu dengan suka rela akan membayar harga barangnya. Orang berutang, maka pada saatnya dengan suka rela ia akan melunasinya. Akan tetapi, kalau hukum itu tidak dilaksanakan, orang membeli tidak dengan suka rela membayar harga barang, utang, tidak melunasi utangnya atau terjadi pelanggaran hukum seperti pencurian, penganiayaan dan sebagainya, maka hukum itu harus dapat dipaksakan pelaksanaannya.
32
Untuk menanggung atau menjamin
pembayaran atau pelunasan utang tertentu debitor umumnya diwajibkan menyediakan jaminan berupa agunan (kebendaan tertentu) yang dapat dinilai dengan uang, berkualitas tinggi, dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah utang yang diberikan kepadanya. Dalam kaitan ini sudah semestinya jika pemberi kredit (kreditor) dan penerima kredit (debitor) serta pihak lainnya yang terlibat di dalamnya mendapatkan perlindungan hukum yang sama dan seimbang melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan memberikan kepastian hukum. 33 Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kebendaan jaminan dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan sekaligus kepastian hukum, baik kepada kreditor maupun kepada debitor. Bagi kreditor, dengan diikatnya suautu utang dengan kebendaan jaminan, hal itu akan memberikan kepastian hukum jaminan pelunasan utang debitor seandainya debitor wanprestasi atau dinyatakana pailit. Kebendaan jaminan akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak perbankan dan lembaga keuangan lainnya atau perseorangan bahwa utang debitor (piutang kreditor) beserta dengan bunganya akan tetap kembali dengan cara menguangkan kebendaan jaminan utang yang bersangkutan. Sebaliknya bagi debitor, hal ini akan menjamin ketenangan dan kepastian dalam berusaha. 31
Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, ed.revisi, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2012), hal.75 32 Ibid., hal.76 33 Usman (b), Op.Cit., hal.32-33 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
16
Karena dengan modal yang dimilikinya debitor yang bersangkutan dapat mengembangkan bisnis atau usahanya lebih lanjut. Seandainya debitor tidak mampu melunasi utang dan bungannya, maka pihak kreditor dapat melakukan eksekusi terhadap objek jaminan untuk diuangkan.34 Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya. Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemegangnya. Hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang.35 Saham adalah bagian pemegang saham di dalam perusahaan, yang dinyatakan dengan angka dan bilangan yang tertulis pada surat saham yang dikeluarkan oleh perseoran. Jumlah yang tertulis pada tiap-tiap lembar surat saham itu disebut nilai nominal saham. Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. Bukti pemilikan saham atas tunjuk berupa surat saham, sedangkan bukti kepemilikan saham atas nama, diserahkan kepada para pihak pemegang saham dan ditetapkan dalam Anggaran Dasar sesuai dengan kebutuhan.36 Menurut Achmad Ichsan, Saham merupakan bagian modal dasar perseroan yang memberikan hak kepada pemiliknya terhadap kekayaan perseroan terbatas. Saham adalah bukti surat tanda bukti ikut sertanya dalam perseroan terbatas. Saham itu menunjukkan hak dan kewajiban serta hubungan hukum antara pemiliknya. Dengan perseroan terbatas dan pemiliknya mewakili sebanding dengan jumlah besarnya saham yang dimiliki dalam modal perseroan terbatas itu.37 Saham itu adalah bukti keikutsertaan pemiliknya dalam Perseroan Terbatas, serta menunjukkan tentang adanya hak dan kewajiban bagi pemiliknya. Pembagian modal di dalam perseroan dalam saham diatur biasanya di dalam akte pendirian.38
34
Ibid., hal.70-71 C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 3, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1996), hal.42 36 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan: Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undanf di Bidang Usaha, (Bekasi: kesaint Blanc, 2006), hal. 193 37 Usman (b), Op.Cit., hal. 101 38 Ign. Ridwan Widyadharma, Hukum Perseroan Terbatas menurut Undang-undang RI No. 1 Tahun 1995, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995), hal. 31 UNIVERSITAS INDONESIA 35
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
17
Menurut Mariam darius Badrulzaman, parate eksekusi merupakan wewenang yang diberikan kepada kreditor untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitor tanpa memiliki eksekutoriale title. Sedangkan menurut J.Satrio, pemegang gadai berdasarkan parate eksekusi menjual barang gadai, seakan-akan seperti menjual barangnya sendiri. Pemegang gadai dengan hak tersebut mempunyai sarana pengambilan pelunasan yang dipermudah, disederhanakan.39 Secara khusus dalam pasal 1155 ayat (2) KUHPerdata diatur mengenai cara eksekusi barang gadai berupa barangbarang perdagangan atau surat-surat berharga di pasar modal. Pasal 1155 ayat (2) KUHPerdata menyatakanc: " Bila gadai itu terdiri dari barang dagangan atau dari efek-efek yang dapat diperdagangkan dalam bursa, maka penjualannya dapat dilakukan di tempat itu juga, asalkan dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam bidang itu ". Pasal 1155 ayat (2) KUHPerdata mengatur secara khusus mengenai cara eksekusi barang gadai yang terdiri atas barang-barang perdangangan dan surat-surat berharga yang diperjualbelikan di pasar modal, yaitu penjualannya dilakukan di pasar atau di bursa efek di tempat kreditor pemegang gadainya bertempat tinggal dengan bantuan perantaraan 2 (dua) orang makelar yang memang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut.40
1.6. Kerangka Konseptual Dalam perspektif hukum perbankan, istilah "jaminan" ini dibedakan dengan istilah "agunan". Dibawah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, tidak dikenal istilah "agunan", yang ada istilah “jaminan". Sementara dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, memberikan pengertian tidak sama dengan istilah "jaminan" menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967.
Arti jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 diberi istilah "agunan" atau "tanggungan", sedangkan jaminan menurut Undang39 40
Usman, Op.Cit., hal. 136-137 Ibid., Hal. 140 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
18
undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, diberi arti lain, yaitu "keyakinan atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan”. Adapun istilah "agunan", ketentuan Pasal 1 angka 23 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, diartikan sebagai berikut: " Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.41
Perumusan gadai diberikan dalam pasal 1150 KUHPerdata yang bunyinya sebagai berikut : "Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada is berpituang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan". Dari perumusan Pasal 1150 KUHPerdata di atas dapat diketahui, bahwa gadai merupakan suatu hak jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu milik debitor atau seseorang lain atas nama debitor untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang memberikan hak didahulukan (voorrang preferensi) kepada pemegang hak gadai atas kreditor lainnya, setelah terlebih dahulu barang-barang gadai yang diambil dari hasil penjualan melalui pelelangan umum atas barang-barang yang digadaikan.42
Bertalian dengan parate eksekusi pemegang gadai, ketentuan dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata menyatakan : " Bila oleh pihak-pihak yang 41
Usman (b), Op.Cit., hal. 66-67. Lihat juga penjelasan istilah dan pengertian jaminan dalam H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal. 21 42 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal.33 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
19
berjanji tidak disepakati lain, maka jika debitor atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janji dalam hal tidak ada ketentuan tentang jangka waktu yang pasti, kreditur berhak untuk menjual barang gadainya di hadapan umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan dengan persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar jumlah utang itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan itu." Pasal diatas menunjukkan kepada kita bahwa ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata
merupakan ketentuan
yang
bersifat
menambah
(aanvullendrecht), karena para pihak bebas menetapkan lain. Dalam hal para pihak tidak menyimpang dari ketentuan tersebut, barulah Pasal 1155 KUHPerdata berlaku.43
Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek Pihak-Pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka.44
Perusahaan Publik adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.45
1.7. Sistematika Penulisan Untuk menyusun suatu karya tulis ilmiah diperlukan suatu susunan rincian pemikiran yang teratur dan berurutan. Tesis ini merupakan suatu penulisan ilmiah, karena masing-masing bab merupakan kelanjutan dari tulisan pada bab-bab sebelumnya. Disini penulis terlebih dahulu mengemukakan sistematika yang dipergunakan agar yang dibahas akan
43
Usman (b), Op.Cit., hal.136 Indonesia, Undang-Undang Pasar Modal, UU No.8 Tahun 1995, LN No. 64 Tahun 1995, TLN No. 3608, Pasal 1 angka 4 45 Ibid., Pasal 1 angka 22 UNIVERSITAS INDONESIA 44
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
20
tersusun secara terpadu dan sistematis serta mengarah pada tujuan pokok permasalahan yang akan dibahas. Oleh karena itu di dalam penyusunan tesis ini penulis membaginya dalam lima BAB dengan sistematika sebagai berikut: BAB 1
PENDAHULUAN Di dalam bab 1 penulis menguraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, kerangka teori, kerangka konseptual dan sistematika pembahasan.
BAB 2
TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI SAHAM Di dalam bab ini akan dibahas mengenai gadai sebagai lembaga jaminan, saham sebagai objek gadai, inbezitstelling sebagai syarat gadai, hak dan kewajiban pemberi dan pemegang gadai, larangan milik beding, pemberian gadai, gadai terkait klausul kuasa menjual sendiri, pemberitahuan terkait perpanjangan dan penjualan objek gadai, eksekusi gadai.
BAB 3
EKSEKUSI GADAI SAHAM Berisi mengenai uraian pokok permasalahan yang menjadi dasar sengketa, pertimbangan hukum dan putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan Putusan Mahkamah Agung RI No. 115PK/Pdt/2007.
BAB 4
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI DALAM EKSEKUSI GADAI SAHAM Berisi mengenai analisis data mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang gadai dalam mengeksekusi saham yang digadaikan dalam hal jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir namun utangnya belum dilunasi Pemberi Gadai, upaya penyelesaian berkaitan dengan eksekusi gadai atas saham yang digadaikan, yang dalam bab ini penulis menganalisa tentang gugatan perbuatan melawan hukum yang dikaitkan dengan UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
21
putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan putusan Mahkamah Agung RI No. 115PK/Pdt/2007.
BAB 5
PENUTUP Bab ini berisi mengenai kesimpulan dalam bab-bab sebelumnya, dan memberikan suatu gambaran apa yang telah dikemukakan dan akhirnya dapat memberikan saran-saran.
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI SAHAM
2.1. Gadai Sebagai Lembaga Jaminan Kebendaan Gadai adalah salah satu lembaga jaminan yang dapat digunakan untuk mengikat objek jaminan utang yang berupa barang bergerak. Gadai diatur oleh ketentuanketentuan Pasal 1150 – Pasal 1160 KUHPerdata. Beberapa diantara ketentuan gadai sebagaimana yang tercantum dalam KUHPerdata adalah sebagai berikut: a. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan mengecualikan biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya tersebut harus didahulukan (Pasal 1150 KUHPerdata). 1 Berdasarkan ketentuan diatas, jelaslah bahwa dalam gadai ada kewajiban dari seseorang debitor untuk menyerahkan barang bergerak yang dimilikinya sebagai jaminan pelunasan utang, serta memberikan hak kepada si berpiutang untuk melakukan penjualan atau pelelangan atas barang tersebut apabila debitor tidak mampu menebus kembali barang dimaksud dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 2 Dari perumusan pasal 1150 KUHPerdata diatas dapat diketahui, bahwa gadai merupakan suatu hak jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu milik debitor atau seseorang lain atas nama debitor untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang 1
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), Hal 13-14 2 Abdul R. Saliman, et.al., Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana, 2007), hal 38-39
22
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
23
memberikan hak didahulukan kepada pemegang gadai atas kreditor lainnnya, setelah terlebih dahulu didahulukan dari biaya untuk lelang dan biaya menyelamatkan barang-barang gadai yang diambil dari hasil penjualan melalui pelelangan umum atas barang-barang yang digadaikan. 3 b. Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokok (Pasal 1151 KUHPerdata). Perjanjian gadai dalam kehidupan sehari-hari dapat berupa akte autentik atau di bawah tangan. c. Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bawa diletakkan dengan membawa barang yang dijadikan objek gadai di bawah kekuasaan si berpiutang ataupun dibawah kekuasaan seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak (Pasal 1152 ayat (1) KUHPerdata). 4 Benda gadai adalah benda bergerak. Oleh karena itu harus ada hubungan yang nyata antara benda dan pemegang gadai. Benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada pemegang gadai. Benda gadai tidak boleh berada dalam kekuasan pemberi gadai. Rasio dari penguasaan ini ialah sebagai publikasi untuk umum, bahwa hak kebendaan atas benda bergerak itu ada pada pemegang gadai. 5 d. Tidak sah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan si berpiutang (Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata) e. Hak gadai hapus apabila barang yang dijadikan objek gadai keluar dari kekuasaan si pemegang gadai. Apabila barang tersebut hilang dari tangan pemegang gadai atau dicuri darinya, ia berhak menuntutya kembali sebagaimana disebutkan dalam pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata, sedangkan
3
Rachmadi Usman (a), Hukum Jaminan Keperdataan, ed.1 cetakan kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 105 4 Bahsan, Op.Cit., hal 14 5 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumi, 1994), hal. 93 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
24
apabila barang tersebut kembali diperolehnya, hak gadai dianggap tidak pernah hilang (Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata) f. Hal tidak berkuasanya si pemberi gadai untuk bertindak bebas dengan barang yang dijadikan objek gadai tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada si berpiutang yang telah menerima barang tersebut dalam gadai, dengan tidak mengurangi hak pihak yang kehilangan atau kecurian barang itu, untuk menuntunya kembali (Pasal 1152 ayat (4) KUHPerdata. Ketentuan yang mengatur tentang keharusan objek jaminan utang dibawah kekuasaan pihak pemberi pinjaman perlu dipatuhi karena bila objek jaminan utang uang diikat dengan gadai tersebut tetap berada pada pihak peminjam, pengikatan melalui gadai tersebut batal demi hukum. Bila hal seperti demikian terjadi dalam pemberian kredit perbankan, dapat dikatakan bahwa pemberian kredit yang bersangkutan adalah tanpa jaminan kredit dan mempunyai akibat terhadap penilaian tingkat kesehatan bank sebagai pemberi kredit. g. Apabila si berutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibankewajibannya, maka tidak diperkenankan si berpiutang memiliki barang yang dijadikan objek gadai (Pasal 1154 ayat (1) KUHPerdata). Segala janji yang bertentangan dengan ketentuan tersebut adalah batal (Pasal 1154 ayat (2) KUHPerdata. 6 h. Hak gadai bersifat kebendaan dan mengikuti benda gadai (droit de suite) karenanya pemegang gadai berhak menuntut haknya atas benda yang digadaikan dalam tangan siapapun benda itu berada dan pemegang gadai berhak menjual benda yang digadaikan jika debitor cidera janji. i. Hak Didahulukan Pemegang gadai berkedudukan “preferen” yang berarti harus didahulukan diantara para kreditor lainnnya, dan untuk didahulukan dalam pemegangan pembayaran tagihannya dari hasil penjualan benda dalam pemegangan 6
Bahsan, Op.Cit., hal 13-14 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
25
pembayaran tagihannya dari hasil penjualan benda yang digadaikan, kecuali jika ditentukan lain oleh Undang-Undang. Misalnya, pembayaran biaya lelang dan biaya untuk menyelamatkan barang gadai, tagihan pajak Negara harus didahulukan (Pasal 1133 jo. Pasal 1137 jo. 1150 KUHPerdata). 7 Mengenai hak didahulukan ini ditentukan dalam pasal 1151 KUHPerdata, yang mengatakan bahwa gadai memberikan kekuasaan pada yang berpiutang untuk mengambil pelunasan dari benda tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya. 8 j. Pemegang gadai berkedudukan sebagai “separatis”, yaitu pemegang gadai dapat mengeksekusi hak gadainya seolah-olah debitor tidak dinyatakan pailit. Hak eksekusi tersebut dapat ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (Sembilan puluh) hari setelah keputusan kepailitan debitor diucapkan (Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 56 ayat (1) Undnag-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 9 Pemegang gadai berhak menjual sendiri benda gadai dalam hal si berutang wanprestasi. Dari hasil penjualan, ia berhak mengambil pelunasan piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan itu. Hak itu juga berlaku, dalam hal pemberi gadai pailit (1155 ayat (1) KUHPerdata). 10 k. Menurut Pasal 1160 KUHPerdata, jika utang yang dijamin dengan gadai dibayar untuk sebagian, hak gadai tidak hapus untuk sebagian. Setiap hutang (dan setiap bagian dari hutang) menindih setiap bagian maupun seluruh benda jaminan sebagai satu kesatuan, bukan sebagai benda berdiri sendiri-sendiri, sekalipun benda jaminannya dibagi-bagi.
11
Gadai mempunyai sifat tidak
dapat dibagi-bagi, yaitu membebani secara utuh objek kebendaan atau barangbarang yang digadaikan dan setiap bagian daripadanya, dengan ketentuan 7
Suharnoko, Kartini Muljadi, Penjelasan Hukum Tentang Eksekusi Gadai Saham, (Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010), hal.6 8 Badrulzaman, Op.Cit., hal. 94 9 Suharnoko, Kartini Muljadi, Loc.Cit., hal.6 10 Badrulzaman, Op.Cit., hal. 94 11 Suharnoko, Kartini Muljadi, Loc.Cit., hal.6 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
26
bahwa apabila telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin, maka tidak berarti terbebasnya pula sebagian kebendaan atau barang-barang digadaikan dari beban hak gadai, melainkan hak gadai itu tetap membebani seluruh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan untuk sisa utang yang belum dilunasi (Pasal 1160 KUHPerdata). 12 Karakteristik dari gadai adalah barang yang dijadikan jaminan dilepaskan dari kekuasan pemberi gadai (debitor) dan harus diserahkan (secara fisik) kepada pemegang gadai (kreditor). Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata menyatakan bahwa tidak sah hak gadai atas benda yang dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan pemberi gadai (debitor), sekalipun kembalinya barang itu kepada debitor atas kemauan kreditor. Kreditor dilarang memiliki barang gadai, hal ini untuk melindungi kaum lemah yang memerlukan pinjaman, dari perbuatan curang pemilik uang yang akan memberikan pinjaman kepada pemilik barang gadai. Walaupun dalam pelaksanaannya masih ditemukan cara yang tidak terpuji dari pemilik uang yang menghendaki barang gadai milik peminjam uang yaitu dengan diperjanjikan bahwa bila lewat waktu gadai tidak ditebus, maka barang gadai segera “dijual” untuk melunasi hutang. Kelicikan yang sering terjadi adalah bila telah jatuh tempo untuk membayar hutang dan harus menebus barang gadai, pemilik yang sulit dijumpai, sehingga setelah lewat waktu seolah-olah ada kelalaian debitor, dan pemilik uang “menjual” barang untuk melunasi utang debitor. Barang gadai “dijual” kepada diri pemilik uang itu sendiri. Dalam ketentuan yang tercantum pada pasal 1155 KUHPerdata, bila si berutang cidera janji, maka barang gadai harus dijual di muka umum. Jika barang gadai berupa saham atau efek maka penjualan dilakukan di bursa atau di pasar dimana saham atau efek diperjualbelikan, melalui makelar yang ahli. Berbeda dengan 12
Usman (a), Op.Cit., hal. 108 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
27
gadai atau cekelan dalam hukum adat yang mengizinkan pemegang jaminan untuk menjadi pemilik dari barang yang jaminan kalau tidak ditembus. Namun ini juga harus diperjanjikan lebih dahulu. Karena barang gadai berada di tangan kreditor, maka kreditor pemegang gadai mempunyai kedudukan yang kuat, terlebih lagi tata cara terjadi hak gadai dan cara pencairannya mudah. Jaminan gadai bersifat accesoir, adanya gadai tergantung dari perjanjian pinjam meminjam uang yang dijamin dengan benda bergerak. Maksudnya adalah bahwa hak gadai ini bergantung pada perjanjian pokok, misal perjanjian kredit. Bila debitor telah melunasi hutangnya atau telah memenuhi kewajiban menurut perjanjian pinjam meminjam uang, maka berakhir pula perjanjian gadai dan barang gadai harus dikembalikan kepada debitor.
13
Berdasarkan Pasal 1150
KUHPerdata, gadai adalah accesoir pada perjanjian utang piutang yang dijaminnya. Berakhirnya perjanjian utang piutang mengakibatkan berakhirnya perjanjian gadai yang berkaitan. 14 Pemberi gadai bisa perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menyerahkan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi pelunasan utang seseorang atau dirinya sendiri kepada pemegang gadai. Demikian pula pemegang gadai, juga bisa perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menerima penyerahan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi pelunasan utang yang diberikan kepada pemberi gadai oleh pemegang gadai. 15 2.1.1. Saham Sebagai Objek Gadai Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya. Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemegangnya. Hak tersebut dapat 13
Peter Mahmud Marzuki, et.al., Hukum Jaminan Indonesia (Seri Dasar Hukum Ekonomi 4), (Jakarta: Proyek Elips, 1998), hal 238-239 14 Suharnoko, Kartini Muljadi, Loc.Cit., hal.6 15 Usman (a), Op.Cit., hal. 119 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
28
dipertahankan terhadap setiap orang. Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar sebagai akibat keputusan RUPS, direksi dan komisaris. Gugatan yang diajukan pada dasarnya berisi permohonan agar perseroan menghentikan tindakan yang merugikan tersebut dan mengambil langkahlangkah tertentu, baik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan serupa di kemudian hari. Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.16 Saham merupakan wujud konkrit dari modal perseroan sebagaimana dikatakan dalam pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas, bahwa modal perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. 17 Dengan demikian, Perseroan Terbatas dikonkretisasikan dalam bentuk sahamsaham yang diberi nilai nominal tertentu. Sebagai bukti kepemilikan saham yang dikeluarkan oleh perseroan terbatas kepada pemegang saham diberikan surat saham. Saham adalah bukti surat tanda bukti ikut sertanya dalam perseroan terbatas. Saham itu menunjukkan hak dan kewajiban serta hubungan hukum antara pemiliknya dengan perseroan terbatas dan pemiliknya mewakili sebanding dengan jumlah besarnya saham yang dimiliki dalam modal perseroan terbatas itu.18 Saham, per definisi yang diberikan dalam pasal 510 KUHPerdata adalah suatu kebendaan bergerak, demikian pula yang disebutkan dalam pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas. Selanjutnya oleh Pasal 54 16
I.G. Rai Widjaya, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2000), hal.200-201 17 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hal.55. 18 Rachmadi Usman (b), Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: PT Alumni, 2004), hal.101 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
29
ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas ditegaskan bahwa saham memberikan hak milik kebendaan kepada pemegangnya. Artinya bahwa hak atas saham tersebut memberikan kekuasaan langsung yang dapat dipertahankan oleh pemiliknya terhadap setiap orang. Sifat ini dipertegas dengan adanya Daftar Pemegang Saham yang merupakan alat bukti bagi perseroan atas setiap kepemilikan saham dalam perseroan. Ketentuan ini diperkuat dengan kewajiban untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk setiap pengalihan, baik penjualan maupun bentukbentuk pengalihan lainnya (serta penjaminan saham oleh pemiliknya), dimana pengalihan (maupun penjaminan) saham baru akan efektif bagi perseroan segera setelah pengalihan (atau penjaminan) tersebut dicatatkan pada perseroan, menurut bentuk-bentuk formalitas yang diakui dan diterima oleh perseroan. 19 Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT 2007) tentang Perseroan Terbatas, suatu perseroan terbatas yang didirikan menurut undang-undang yang berlaku di republik Indonesia diperkenankan mengeluarkan saham atas nama dan saham atas unjuk. Namun, jelas dalam Pasal 48 UUPT 2007 ditetapkan bahwa saham yang dapat dikeluarkan oleh perseroan terbatas yang didirikan menurut UUPT 2007 adalah hanya saham atas nama pemiliknya. Oleh karena itu, logis bahwa dalam Pasal 50 UUPT 2007, perseroan diwajibkan menyelenggarakan dan menyimpan daftar pemegang saham dan daftar khusus. 20 Menurut ketentuan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas sebagaimana telah dirubah Pasal 60 ayat (1) UUPT 2007, bahwa saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada
19
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal 67
20
Suharnoko, Kartini Muljadi, Loc.Cit., hal. 3 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
30
pemegangnya. Artinya, bahwa hak atas saham memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda. Sebagai benda bergerak, saham juga dapat digadaikan sebagai jaminan hutang. Pada prinsipnya, UUPT memberikan kebebasan kepada pemegang saham untuk menentukan penggadaian saham yang dimiliki oleh perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Pasal 53 UUPT. Penggadaian saham dimaksud tidak hanya untuk saham atas tunjuk, melainkan juga terhadap saham atas nama. Saham atas tunjuk dapat secara leluasa digadaikan oleh pemegangnya. Akan tetapi, khusus untuk saham atas nama hanya dapat digadaikan oleh pemegangnya sepanjang di dalam anggaran dasar tidak ditentukan lain. Gadai saham tersebut harus dicatat pula dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus. Hal ini dimaksudkan agar perseroan terbatas atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui mengenai status saham tersebut. Pasal 53 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas sebagaimana dirubah Pasal 60 ayat (4) UUPT 2007 menegaskan bahwa hak suara atas saham yang digadaikan tetap ada pada pemegang saham. Artinya, pemegang gadai saham tidak memiliki hak suara atas saham yang digadaikan kepadanya. Ketentuan ini sejalan dengan doktrin yang menyatakan bahwa saham itu merupakan suatu unitas perseroan terbatas yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hukum jaminan, saham atas tunjuk yang digadaikan cukup dengan menyerahkan sahamnya saja ke dalam penguasaan kreditor selaku pemegang gadai. Sebagai pemegang gadai, kreditor hanya berhak menguasai benda objek gadai dan wajib menyimpannya dengan baik. Namun pemegang gadai tidak dibenarkan menikmati barang gadai. Artinya deviden yang diperoleh dari saham tersebut tetap menjadi hak pemilik saham, sama dengan hak suara yang masih tetap ada pada pemilik saham.21
21
Usman (b), Op.Cit.,hal.117-119 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
31
Saham-saham perseroan terbatas tersebut harus diklasifikasi yang memberikan hak tertentu kepada pemilik atau pemegangnya. Dalam Pasal 46 ayat (1) UUPT dinyatakan, bahwa anggaran dasar menetapkan satu klasifikasi saham atau lebih. Menurut Penjelasan Pasal 46 ayat (1) UUPT, yang dimaksud dengan “klafisikasi saham” adalah kelompok saham yang satu saham lain mempunyai karakteristik yang sama dan karakteristik mana membedakannya dengan saham yang merupakan kelompok saham dari klasifikasi
yang
berbeda.
Walaupun
dalam
perseroan
terbatas
dimungkinkan adanya berbagai klasifikasi saham, salah satu diantaranya harus ditetapkan sebagai klasifikasi saham biasa. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 46 ayat (3) UUPT bahwa, dalam hal terdapat lebih dari 1(satu) klasifikasi saham, Anggaran Dasar menetapkan 1(satu) klasifikasi sebagai saham biasa. Pengaturan ini menurut Pemerintah didasarkan pada pertimbangan bahwa saham biasa mengandung tiga hak, yaitu income atau dividen, control dan asset kalau terjadi likuidasi bila masih ada harta lebih diberikan kepada pemegang saham. 22 Walaupun menurut undang-undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hanya ada saham atas nama, Pasal 53 UUPT 2007 menetapkan bahwa dalam anggaran dasar perseroan dapat ditetapkan lebih dari satu klasifikasi saham, dan jika ada lebih dari satu klasifikasi saham, salah satu diantaranya harus ditetapkan sebagai saham biasa. Saham biasa adalah
saham
yang
memberi
hak
kepada
pemegangnya
untuk
mengeluarkan suara dan ikut serta mengambil keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan perseroan, dan berhak menerima dividen yang dibagikan serta menerima sisa kekayaan hasil likuidasi. 23
22 23
Ibid., hal.102-103 Suharnoko, Kartini Muljadi, Loc.Cit., hal. 3-4 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
32
Adapun klasifikasi saham dimaksud diatas antara lain: a. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara. Tentu saja dengan adanya saham tanpa hak suara agak ganjil, karena hak suara merupakan salah satu hak pemegang saham. Saham tanpa hak suara merupakan salah satu hak pemegang saham. Saham tanpa hak suara diberikan hanya pada keadaan tertentu. Sebagai contoh, saham yang tidak mempunyai hak suara adalah saham uang dikuasai perseroan karena pembelian kembali, peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat, seperti disebut dalam pasal 40 ayat (1) UUPT. b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris. c. Saham setelah jangka waktu tertentu dapat ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain. d. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau non kumulatif. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi.24 Pasal 1153 KUHPerdata menentukan bahwa “Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya kepada orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya si pemberi gadai dapat diminta suatu bukti tertulis. Dalam hubungan ini, perlu
24
H. Man S. Sastrawidjaja, Rai Mantili, Perseroan Terbatas Menurut Tiga UndangUndang Jilid 1, (Bandung: PT Alumni, 2010), hal 114 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
33
diperhatikan Pasal 60 UUPT 2007 yang pada dasarnya berbunyi sebagai berikut: 1) Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 UUPT 2007 kepada pemiliknya. 2) Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. 3) Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 UUPT 2007. 4) Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham. 25
Ayat (2) dan ayat (3) Pasal 60 UUPT 2007 mengatur tentang Gadai saham. Ayat (2) Pasal 60 tersebut dengan jelas memungkinkan saham suatu perseroan diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia, sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar perseroan. Yang juga perlu diperhatikan adalah ketentuan ayat (3) Pasal 60 UUPT 2007 yang menentukan bahwa gadai saham wajib dicatat dalam Daftar Pemegang Saham dan daftar khusus yang membuat keterangan tentang saham yang dipegang anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris perseroan beserta keluarga mereka dalam perseroan dan/atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh. Menurut Nasional Legal Reform Program (NLRP) dalam bukunya mengenai penjelasan hukum tentang eksekusi gadai saham, demi kepastian hukum setelah akta gadai atas saham ditandatangani, sebaiknya dipastikan agar gadai atas saham tersebut dicatat dalam DPS, dan jika gadai atas saham itu mengenai saham yang dipegang 25
Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 6-7 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
34
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dan/atau keluarga mereka, sebaiknya gadai saham itu dicatatkan dalam Daftar Khusus. Kreditor yang menerima gadai sebaiknya mensyaratkan agar kepadanya dalam perjanjian gadai diberi kuasa yang tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi gadai dan supaya Direksi perseroan mencatatkan gadai saham yang bersangkutan dalam DPS dan Daftar Khusus perseroan untuk memastikan keabsaha gadai saham yang bersangkutan. Lagi pula Kreditor sebaiknya memperoleh bukti tertulis tentang pencatatan gadai itu dari Direksi perseroan yang sahamnya digadaikan itu. penting sekali diperhatikan ketentuan ayat (4) Pasal 60 UUPT 2007 yang berbunyi “hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham”. Ketentuan tersebut penting untuk dibicarakan dan dipikirkan akibatnya karena jika seandainya pemberi gadai tidak beritikad baik dan ia sendiri menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham serta misalnya, mengusulkan suara untuk membagi dividen yang sangat besar jumlahnya atau untuk memberi wewenang kepada Direksi perseroan untuk memindahkan hak atas asset utama perseroan sehingga jika usul-usul itu disetujui Rapat Umum Pemegang Saham, nilai intrinsik perseroan dapat berkurang dan tentunya nilai saham juga dapat berkurang. Hal ini dapat sangat merugikan pemegang gadai. Pada praktiknya dalam perjanjian gadai, pemberi gadai disyaratkan untuk memberi kuasa kepada pemegang gadai, untuk atas nama pemberi gadai saham, menghadiri dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham perseroan berkaitan selama utang belum dibayar lunas. Ini merupakan proteksi bagi pemegang gadai. 26
26
Ibid., hal. 4-5 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
35
2.1.2. Inbezitstelling Sebagai Syarat Gadai Karakteristik dari gadai adalah barang yang dijadikan jaminan dilepaskan dari kekuasan pemberi gadai (debitor) dan harus diserahkan (secara fisik) kepada pemegang gadai (kreditor). Pasal 1152 ayat (2) menyatakan bahwa tidak sah hak gadai atas benda yang dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan, pemberi gadai (debitor), sekalipun kembalinya barang itu kepada debitor atas kemauan kreditor. Kreditor dilarang memiliki barang gadai, hal ini untuk melindungi kaum lemah yang memerlukan pinjaman, dari perbuatan curang pemilik uang yang akan memberikan pinjaman kepada pemilik barang gadai. Walaupun dalam pelaksaannya masih ditemukan cara yang tidak terpuji dari pemilik uang yang menghendaki barang gadai milik peminjam uang yaitu dengan diperjanjikan bahwa bila lewat waktu gadai tidak ditebus, maka barang gadai segera “dijual” untuk melunasi hutang. Kelicikan yang sering terjadi adalah bila telah jatuh tempo untuk membayar hutang dan harus menebus barang gadai, pemilik yang sulit dijumpai, sehingga setelah lewat waktu seolah-olah ada kelalaian debitor, dan pemilik uang “menjual” barang untuk melunasi utang debitor. Barang gadai “dijual” kepada diri pemilik uang itu sendiri.27 Gadai diperjanjikan dengan maksud untuk memberikan jaminan atas suatu kewajiban prestasi tertentu, yang pada umumnya tidak selalu merupakan perjanjian utang piutang dan karenanya dikatakan, bahwa perjanjian gadai mengabdi kepada perjanjian pokoknya atau ia merupakan perjanjian yang bersifat accesoir. Pada prinsipnya (barang) gadai dapat dipakai untuk menjamin setiap kewajiban prestasi tertentu. Artinya perjanjian (jaminan) gadai hanya akan ada bila sebelumnya telah ada perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang 27
Peter Mahmud Marzuki, et.al., Op.Cit., hal 238-239 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
36
dijamin pelunasannya dengan kebendaan bergerak, baik kebendaan bergerak yang berwujud maupun kebendaan bergerak yang tidak berwujud. Tujuan gadai memberikan kepastian hukum yang kuat bagi kreditorkreditor dengan menjamin pelunasan piutangnya dari kebendaan yang digadaikan, jika debitor wanprestasi. 28 Dalam rangka mengamankan piutang kreditor, maka secara khusus oleh debitor kepada kreditor diserahkan suatu kebendaan bergerak sebagai jaminan pelunasan utang debitor, yang menimbulkan hak bagi kreditor untuk menahan kebedaan bergerak yang digadaikan tersebut sampai dengan pelunasan utang debitor. Dengan demikian pada dasarnya perjanjian gadai akan terjadi bila barang-barang yang digadaikan berada di bawah penguasaan kreditor (pemegang gadai) atau atas kesepakatan bersama ditunjuk seorang piha ketiga untuk mewakilinya. Penguasaan kebendaan gadai oleh pemegang gadai tersebut merupakan syarat esensial bagi lahirnya gadai. Persyaratan ini selain ditentukan dalam pasal 1150 KUHPerdata, dalam kata-kata “… yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atu oleh seorang lain atas namanya, …”. Selanjutnya ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1) dan ayat (2) KUHPerdata menyatakan, sebagai berikut : (1) Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan si berpiutang atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak. (2) Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan si berpiutang. 28
Badrulzaman, Op.Cit., hal 105 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
37
Dari ketentuan Pasal 1152 ayat (1) dan (2) KUHPerdata , untuk terjadinya hak gadai atau sahnya suatu perjanjian gadai itu didasarkan kepada penyerahan kebendaan yang digadaikan ke dalam penguasaan kreditor atau pihak ketiga yang ditunjuk bersama. Kalau kebendaan yang digadaikan tetap berada di tangan debitor (pemberi gadai) atau dikembalikan oleh kreditor atas kemauannya, maka hak gadainya tidak sah demi hukum. Walaupun kebendaan yang digadaikan berada dalam penguasaan kreditor, namun
kreditor
(pemegang
gadai)
tidak
boleh
menikmati
atau
memanfaatkan kebendaan yang digadaikan tadi, karena fungsi gadai (barang yang digadaikan) hanyalah sebagai jaminan pelunasan utang yang jika debitornya wanprestasi dapat digunakan sebagai pelunasan utangnya. Penyerahan barang-barang yang digadaikan kepada kreditor dimaksudkan bukan
merupakan
penyerahan
yuridis,
bukan
penyerahan
yang
mengakibatkan pemegang gadai menjadi pemilik dan karenanya pemegang gadai dengan penyerahan tersebut tetap hanya berkedudukan sebagai pemegang saja, tidak akan pernah berdasarkan penyerahan seperti itu saja menjadi bezitter dalam arti bezit keperdataan. Disini keadaan kreditor yang piutangnya dijamin, terhadap perbuatan debitor terjamin, karena ia menguasai benda jaminannya, sedangkan kreditor-kreditor lainnya (konkuren) tidak akan terjerumus dalam penilaian mereka terhadap potensi finasial debitor, karena mereka tidak melihat benda tersebut dikuasai debitor. 29 2.1.3. Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai dan Pemberi Gadai Di dalam Pasal 1155 KUHPerdata telah diatur tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pemegang gadai mempunyai beberapa hak sebagai berikut: 29
Ibid., hal.106-107 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
38
1. Menjual dengan kekuasan sendiri (parate eksekusi) Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, si berpiutang adalah berhak, jika si berutang atau si pemberi gadai cedera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau atau jika tidak telah ditentukan suatu, menjual benda gadai. Yang dimaksud hak melakukan parate eksekusi, yaitu wewenang yang diberikan kepada kreditor untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitor, tanpa memiliki eksekutoriale titel. Jadi hak pemegang gadai ini tidak lahir dari perjanjian yang secara tegas dinyatakan para pihak, tetapi terjadi demi hukum, kecuali kalau diperjanjikan lain. Untuk melakukan penjualan ini, pemegang gadai harus terlebih dahulu memberikan peringatan (sommatie) kepada pemberi gadai supaya utangnya dibayar. Penjualan harus dilakukan di depan umum, menurut kebiasaan setempat serta atas syarat yang lazim berlaku (pasal 1150 ayat 1 KUHPerdata). Ketentuan ini bersifat memaksa, karena berhubungan dengan ketertiban umum. Setelah
penjualan
dilakukan,
pemegang
gadai
memberikan
pertanggungjawaban tentang hasil penjualan itu kepada pemberi gadai. 2. Menjual benda gadai dengan perantaraan hakim Penjualan benda gadai untuk mengambil pelunasan dapat juga terjadi jika si berpiutang menuntut dimuka hakim supaya barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan untuk melunasi utang beserta bunga dan biaya. 3. Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai Pemegang dapat menuntut agar benda gadai akan tetap berada pada si pemegang gadai untuk suatu jumlah yang akan ditetapkan dalam vonis hingga sebesar utangnya, beserta bunga dan biaya (Pasal 1156 ayat (1) KUHPerdata). 4. Hak untuk mendapat ganti rugi UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
39
Pemegang gadai berhak mendapat ganti rugi berupa biaya yang perlu dan berguna, yang telah dikeluarkan oleh kreditor guna keselamatan barang gadai (Pasal 1157 ayat (2) KUHPerdata). 5. Hak retensi Selama pemegang gadai tidak menyalahgunakan barang yang diberikan dalam gadai, yang berutang tidak berkuasa menuntut pengembaliannya, sebelum ia membayar sepenuhnya baik uang pokok maupun bunga dan biaya utangnya, untuk menjamin barang gadai yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang gadai (Pasal 1159 ayat 1 KUHPerdata). Ketentuan ini memberikan wewenang kepada pemegang gadai untuk menahan barang gadai. Tujuannya ialah melindungi pemegang gadai dari biaya yang perlu dikeluarkannya untuk merawat benda gadai (Pasal 1159 ayat (2) KUHPerdata), kecuali jika pemegang gadai menyalahgunakan
barang
gadai.
misalnya,
pemegang
gadai
mempergunakan barang gadai atau tidak menjaga barang gadai dengan baik sehingga nilainya merosot. 6. Hak didahulukan Kreditor (pemegang gadai) mempunyai hak didahulukan terhadap tagihan-tagihannya, baik terhadap utang pokok, bunga, dan biaya (Pasal 1150 KUHPerdata), hak mana diwujudkan dalam hak kreditor menjual barang gadai sendiri ataupun melalui bantuan hakim (Pasal 1155 dan 1156
KUHPerdata).
Terhadap
hak
didahulukan
ini
ada
pengecualiannya, yaitu biaya lelang dan biaya yag telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang gadai (Pasal 1150 KUHPerdata). 30 7. Menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang ditentukan.
30
Ibid., hal. 95-96 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
40
8. Menjual barang gadai, jika pemegang gadai tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janjinya. 31 Kewajiban pemegang gadai diatur di dalam Pasal 1154, Pasal 1156 dan Pasal 1157 KUHPerdata. Kewajiban-kewajiban kreditor pemegang gadai adalah sebagai berikut: 1. Bertanggung jawab untuk hilangnya atau merosotnya barang gadai, sekadar itu telah terjadi karena kelalaiannya (Pasal 1157 ayat (1) KUHPerdata). 2. Kewajiban untuk memberitahukan kepada pemberi gadai, jika barang gadai dijual (Pasal 1156 ayat (2) KUHPerdata). Kewajiban memberitahukan itu selambat-lambatnya pada hari yang berikutnya apabila ada sesuatu perhubungan pos harian ataupun suatu perhubungan telegraf, atau jika tidak demikian halnya, dengan pos yang berangkat pertama (Pasal 1156 ayat (2) KUHPerdata). Pemberitahuan dengan
telegraf
atau
dengan
surat
tercatat,
berlaku
sebagai
pemberitahuan yang sah (Pasal 1156 ayat (3) KUHPerdata). 3. Bertanggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai (Pasal 1159 ayat (1) KUHPerdata). 32 4. Menjaga barang yang digadaikan sebaik-baiknya. 5. Tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya,
walaupun
pemberi
gadai
wanprestasi
(Pasal
1154
KUHPerdata).33
Sedangkan hak-hak pemberi gadai adalah sebagai berikut: 1. Menerima uang gadai dari pemegang gadai. 31
H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 47 32 Badrulzaman, Op.Cit., hal.200-201 33 Salim, Op.Cit., hal. 48 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
41
2. Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga dan biaya lainnya telah dilunasinya. 3. Berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai dijual untuk melunasi hutang-hutangnya (Pasal 1156 KUHPerdata). Kewajiban pemberi gadai: 1. Menyerahkan barang gadai kepada pemegang gadai. 2. Membayar pokok dan sewa modal kepada pemegang gadai. 3. Membayar biaya yang dikeluarkan oleh pemegang gadai untuk menyelamatkan barang-barang gadai (Pasal 1157 KUHPerdata). 34
2.1.4. Larangan Milik Beding Larangan ini diatur dalam Pasal 1154 KUHPerdata yang menegaskan kreditor tidak diperkenankan memiliki barang gadai, apabila debitor tidak memenuhi kewajibannya. Segala janji yang berisi milik beding, batal demi hukum atau void ab initio. jadi pasal ini berisi peringatan vervalbeding, yakni janji yang memberi hak kepada pemegang gadai memiliki barang gadai apabila pemberi gadai (debitor) cedera janji (wanprestasi) adalah janji batal (vervalbeding). Tujuan ketentuan ini untuk melindungi debitor, terutama
atas
keterpaksaan
menerima
kondisi
perjanjian
yang
menyesatkan. 35 Bertalian dengan larangan menjanjikan klausul milik beding dalam perjanjian gadai, ketentuan dalam Pasal 1154 KUHPerdata menyatakan : (1) Apabila pihak berutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibankewajibannya, maka tidak diperkenankanlah pihak yang berpiutang memiliki barang yang digadaikan. 34
Ibid., M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal 220 UNIVERSITAS INDONESIA 35
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
42
(2) Segala janji yang bertentangan dengan ini adalah batal. Dari perumusan ketentuan dalam Pasal 1154 KUHPerdata, dapat diketahui para pihak dilarang atau tidak diperkenankan untuk memperjanjikan klausul milik beding dalam perjanjiian gadainya. Apabila hal ini sampai terjadi, dimana pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya, atau wanprestasi sebagaimana disyaratkan dalam perjanjian gadainya, maka klausul milik beding yang demikian batal demi hukum. Ketentuan yang melarang adanya klausul milik beding ini dalam rangka melindungi kepentingan debitor dan pemberi gadai, terutama bila nilai kebendaan bergerak yang digadaikannya melebihi besarnya utang yang dijamin, sehingga terdapat sisa pembayaran dari hasil penjualan barang gadai tersebut dapat dikembalikan atau diserahkan kepada debitor dan pemberi gadai yang bersangkutan. Walaupun demikian tidaklah dilarang bagi kreditor pemegang gadai untuk ikut serta sebagai pembeli kebendaan yan digadaikan kepadanya tadi, asalkan diadakan melalui pelelangan umum.36 Logika larangan ini dikarenakan barang yang diserahkan kepada kreditor sebagai jaminan untuk pelunasan utang, bukan untuk dimiliki atau dialihkan haknya. Pelunasan utang dilakukan dengan cara melelang barang. Sekaligus pula melindungi kepentingan para peminjam uang yang pada umumnya berada dalam posisi yang sangat lemah, sehingga syarat-syarat yang berat pun sering kali karena keadaan terpaksa harus diterima. Apalagi kalau tidak ada larang yang demikian, bisa muncul keadaan yang aneh dimana seorang kreditor pada umumnya mengharapkan agar debitor memenuhi kewajibannya, bisa muncul yang sebaliknya, malahan kreditor
36
Usman (a), Op.Cit., hal.132 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
43
mengharapkan agar debitor wanprestasi, karena benda jaminan pada umumnya mempunyai nilai yang jauh lebih besar dari piutang kreditor. 37
2.1.5. Pemberian Gadai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak menentukan suatu formalitas tertentu bagi pemberian gadai. Dengan rumusan Pasal 1151 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa: Pasal 1151 Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya.
Dapat diketahui bahwa pemberian gadai harus mengikuti suatu perjanjian pokok. Dalam hal perjanjian gadai adalah suatu perjanjian yang tidak memerlukan suatu bentuk formalitas bagi sahnya perjanjian pokok tersebut, maka berarti gadai juga dapat diberikan dengan cara yang sama, yaitu menurut ketentuan yang berlaku bagi sahnya perjanjian pokok tersebut. Dengan demikian berarti sahnya
suatu perjanjian secara
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320
umum
Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur mengenai syarat sahnya perjanjian. Dengan rumusan yang menyatakan untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang tidak terlarang. 37
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993), hal.128 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
44
Sebagai suatu bentuk perjanjian, maka gadai harus memenuhi syarat sahnya perjanjian. Kesepakatan merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak mengenai hal-hal yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan,
mengenai
cara
melaksanakannya,
mengenai
saat
pelaksanaan, dan mengenai pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan hal-hal yang telah disepakati tersebut. Gadai adalah suatu perjanjian riil, oleh karena sebagaimana ditentukan dalam pengertian gadai itu sendiri, gadai hanya ada manakala benda yang akan digadaikan secara fisik telah dikeluarkan dari kekuasaan pemberi gadai. pengeluaran benda yang digadaikan dari kekuasaan pemberi gadai ini bersifat mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar. Pengeluaran benda yang digadaikan dari kekuasaan pemberi gadai ini dapat dilakukan, baik dengan menyerahkan kekuasaan atas benda yang digadaikan tersebut kepada kreditor atau pihak ketiga, untuk kepentingan kreditor, sebagai pemegang gadai. Kesepakatan untuk memberikan gadai tidak dengan begitu saja melahirkan gadai, melainkan sampai perbuatan pengeluaran benda gadai dari kekuasaan debitor atau pemberi gadai dilakukan. Perlunya benda yang digadaikan dikeluarkan dari penguasaan debitor atau pihak ketiga yang memberikan benda tersebut sebagai jaminan dalam bentuk gadai, adalah karena sifat dari benda bergerak itu sendiri, yang menurut ketentuan Pasal 1977 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, yang berbunyi: Pasal 1977 (1) Terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada pembawa, maka barang siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Jadi sebagai suatu bentuk perjanjian riil, kesepakatan pemberian gadai lahir pada saat barang atau benda yang hendak dijaminkan dalam bentuk gadai UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
45
diserahkan oleh, dengan pengertian dikeluarkan penguasaannya dari pemilik benda, yang dapat saja merupakan kreditor atau pihak ketiga dan pemberi gadai. Adanya kesepakatan dibuktikan dengan dikeluarkannya benda gadai dari penguasaan benda tersebut. 38 Perlu diperhatikan ketentuan gadai saham sebagaimana diatur dalam UU Perseroan Terbatas Pasal 53 yang pada pokoknya mengatur bahwa baik saham atas tunjuk (aantoonder) maupun saham atas nama dapat digadaikan. Gadai saham harus dicatat dalam Daftar Pemegang Saham oleh pihak yang ditunjuk dalam anggaran dasar Perseroan Terbatas, yaitu biasanya direksi. Direksi baru dapat mencatat gadai saham dalam Daftar Pemegang Saham jika ia telah diberi tahu adanya gadai tersebut. 39 Dalam perjanjian pemberian gadai, seperti telah disebutkan diatas, ada tiga ketentuan yang mengatur mengenai benda yang menjadi objek gadai, yaitu yang diatur dalam Pasal 1152, Pasal 1152 bis, dan Pasal 1153 Kitab undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 1152 Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan kreditor atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak. Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitor atau pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan kreditor. Hak gadai hapus, apabila barangnya gadai keluar dari kekuasaan pemegang gadai. apabila namun itu barang tersebut hilang dari 38
Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai, dan Hipotek, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 74-79 39 Ibid., hal. 81 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
46
tangan pemegang gadai ini atau dicuri padanya, maka berhaklah ia menuntutnya kembali, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat kedua, sedangkan apabila barang gadai didapatnya kembali, hak gadai dianggap tidak pernah hilang. Hal tidak berkuasanya pemberi gadai untuk bertindak bebas dengan barang gadainya, tidaklah dapat dipertanggungjawabkan kepada kreditor yang telah menerima barang tersebut dalam gadai, dengan tak mengurangi hak yang kehilangan atau kecurian barang itu, untuk menuntutnya kembali. Pasal 1152 bis Untuk meletakkan hak gadai atas surat-surat tunjuk diperlukan, selainnya endosemennya, penyerahan suratnya. Pasal 1153 Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali suratsurat tunjuk atau surat-surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya, kepada orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya pemberi gadai dapat dimintannya suatu bukti tertulis. Rumusan ketiga pasal tersebut diatas menunjukkan adanya pembedaan pemberian gadai ke dalam tiga cara pemberian gadai berdasarkan pada sifat atau wujud dari benda yang digadaikan tersebut. Untuk benda-benda bergerak dan piutang-piutang kepada pembawa, maka gadai baru terjadi, jika benda-benda tersebut telah dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai yang memiliki benda tersebut. Perlunya benda yang digadaikan dikeluarkan dari penguasaan debitor atau pihak ketiga yang memberikan UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
47
benda tersebut sebagai jaminan dalam bentuk gadai, adalah karena sifat dari benda bergerak itu sendiri. Dengan demikian berarti, selama benda tersebut tidak dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai, maka pemberi gadai, selaku pemilik dari benda tersebut, yang menurut ketentuan Pasal 1977 ayat (1) Kitab UndangUndang Hukum Perdata jo. Pasal 572 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat setiap saat menjual atau mengalihkan kepemilikan atas benda yang digadaikan tersebut. Hal ini tentu saja menjadikan gadai menjadi tidak ada artinya sama sekali. Dengan demikian tepatlah jika dikatakan bahwa Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitor atau pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan kreditor, dan bahwa hak gadai hapus, apabilia barangnya gadai keluar dari kekuasaan pemegang gadai. Pemegang gadai atau pemegang gadai berkewajiban untuk menjaga dengan baik benda yang digadaikan yang berada dalam penguasaannya. Dalam hal benda gadai hilang dari penguasaan pemegang gadai, karena kemauan dari pemberi gadai sendiri, maka sudah selayaknyalah jika gadai tersebut hapus demi hukum, Dengan tidak menutup kemungkinan pemilik benda yang menyerahkan benda tersebut sebagai jaminan dalam bentuk gadai untuk menuntut kerugian yang terjadi. Ketentuan tersebut menegaskan kembali bahwa pemberian gadai lahir pada saat barang atau benda yang hendak dijaminkan dalam bentuk gadai diserahkan
oleh
pemilik
benda,
dengan
pengertian
dikeluarkan
penguasaanya dari pemilik benda tersebut sebagai pemberi gadai, kepada pemegang gadai, yang dapat saja merupakan kreditor atau pihak ketiga yang telah disepakati secara bersama oleh kreditor dan pemberi gadai. Adanya kesepakatan dibuktikan dengan dikeluarkannya benda gadai dari penguasaan pemilik benda tersebut. UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
48
Sehubungan dengan penguasaan benda gadai oleh pemegang gadai, ketentuan Pasal 1159 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan lebih lanjut bahwa: Selama pemegang gadai tidak menyalahgunakan barang yang diberikan dalam gadai, maka debitor tidaklah berkuasa menuntut pengembalian barangnya, sebelum ia telah membayar sepenuhnya, baik uang pokok maupun bunga dan biaya utangnya, yang untuk menjamin barang gadainya telah diberikan, beserta pula segala biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang gadainya. Rumusan tersebut dalam Pasal 1159 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, secara tegas menyatakan bahwa penguasaan oleh pemegang gadai tetap dipertahankan hingga dilunasinya seluruh kewajiban debitor,
kecuali
pemegang
gadai
menyalahgunakan
benda
yang
40
digadaikan.
Mengenai utang yang dijamin dengan gadai, seperti telah dikatakan dimuka, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak menyatakan secara eksplisit sifat accesoir dari gadai terhadap perikatan pokok, namun demikian dari rumusan gadai yang diberikan dalam Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat diketahui bahwa sebagai suatu bentuk jaminan, yang merupakan ikutan terhadap perjanjian pokok, maka jelas bahwa gadai adalah juga ikatan terhadap perjanjian pokok. Rumusan Pasal 1160 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya menentukan:
40
Ibid., hal. 156-158 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
49
Pasal 1160 (2) Seorang waris debitor yang telah membayar bagiannya tidaklah dapat menuntut pengembalian bagiannya dalam barang gadainya, selama utangnya belum dibayar sepenuhnya. Dengan demikian jelaslah bahwa selama utang pokok belum dilunasi atau dibayar semuanya, maka gadai tidak dapat dihapus, dengan pengertian bahwa kreditor tidak berkewajiban untuk mengembalikan barang yang digadaikan kepada kreditor. Hal ini adalah konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1160 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menentukan: Pasal 1160 (1) Barang gadai tidak dapat dibagi-bagi, sekalipun utangnya diantara para waris debitor atau di antara para ahli warisnya kreditor dapat dibagi-bagi. 41 2.1.6. Hapusnya Gadai KUHPerdata tidak mengatur secara khusus mengenai sebab-sebab hapusnya atau berakhirnya hak gadai. Namum demikian dari bunyi ketentuan dalam pasal-pasal KUHPerdata yang mengatur mengenai lembaga hak jaminan gadai sebagaimana diatur dalam Pasal 1150 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata, kita dapat mengetahui sebab-sebab yang menjadi dasar bagi hapusnya hak gadai, yaitu: a. Hapusnya perjanjian pokok atau perjanjian pendahuluan yang dijamin dengan gadai, hal ini sesuai dengan sifat perjanjian pemberian haminan yang merupakan perjanjian accesoir. Artinya, ada atau tidaknya hak gadai 41
itu
ditentukan
oleh
eksistensi
perjanjian
pokok
atau
Ibid., hal. 162-164 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
50
pendahuluannya yang menjadi dasar adanya perjanjian pemberian jaminan. Ketentuan dalam Pasal 1381 KUHPerdata menyebutkan bahwa suaru perjanjian (perikatan) hapus karena alasan-alasan dibawah ini, yaitu: 1) Pelunasan; 2) Perjumpaan utang (kompensasi); 3) Pembaharuan utang (novasi); 4) Pembebasan utang; b. Lepasnya benda yang digadaikan dari penguasaan kreditor pemegang hak gadai, dikarenakan: 1) Terlepasnya benda yang digadaikan dari penguasaan kreditor (pemegang gadai). sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata, hal ini tidak berlaku bila barang gadainya hilang atau dicuri orang, pemegang gadai masih mempunyai hak untuk menuntutnya kembali dan bila barang gadai dimaksud didapatnya kembali, hak gadainya dianggap tidak pernah telah hilang; 2) Dilepaskannya benda yang digadaikan oleh pemegang gadai secara sukarela. 3) Hapusnya benda yang digadaikan. c.
Terjadinya percampuran, dimana pemegang gadai sekaligus juga menjadi pemilik barang yang digadaikan tersebut.
d.
Terjadinya penyalahgunaan barang gadai oleh kreditor (Pasal 1159 KUHPerdata). 42 Selanjutnya ketentuan mengenai hapusnya gadai dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1152 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa:
42
Usman (a), Op.Cit., hal.144 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
51
Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan kreditor atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak. Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitor atau pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauannya sendiri. Hak gadai hapus, apabila barang gadainya keluar dari kekuasaan pemegang gadai. apabila namun itu barang tersebut hilang dari tangan pemegang gadai ini atau dicuri daripadanya, maka berhaklah ia menuntutnya kembali, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat kedua, sedangkan apabila barng gadai didapatnya kembali, hak gadai dianggap tidak pernah hilang. Hal tidak berkuasanya pemberi kuasa untuk bertindak bebas dengan barang gadainya, tidaklah dapat dipertanggungjawabkan kepada kreditor yang telah menerima barang tersebut dalam gadai, dengan tak mengurangi hak yang kehilangan atau kecurian barnag itu, untuk menuntutnya kembali. Dari rumusan tersebut, jelas bahwa bagi benda bergerak yang berwujud, kembalinya benda gadai ke tangan pemberi gadai mengakibatkan hapusnya gadai. Hal kedua yang menghapuskan gadai adalah sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 1159 KUHPerdata, yang berbunyi:
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
52
Pasal 1159 Selama pemegang gadai tidak menyalahgunakan barang yang diberikan dalam gadai, maka debitor tidaklah berkuasa menuntut pengembalian barangnya, sebelum ia telah membayar sepenuhnya, baik uang pokok maupun bunga dan biaya utangny, yang untuk menjamin barang gadainya. Jika diantara debitor dan kreditor ada pula suatu utang kedua, yang dibuatnya sesuadah saat pemberian gadai, dan dapat ditagih sebelum pembayaran utang pertama atau pada hari pembayaran itu sendiri, maka kreditor tidaklah diwajibkan melepaskan barnag gadai-nya sebelum kepadanya dilunasi sepenuhnya kedua utang tersebut, sekalipun tidak telah diperjanjikan untuk mengikatkan barang gadainya bagi pembayaran utang keduanya. Berdasarkan rumusan Pasal 1159 KUHPerdata dapat diketahui bahwa gadai hapus dan haknya hapus manakala perikatan pokok telah dilunasi sebelumnya. Ketentuan Pasal 1160 KUHPerdata dapat diketahui bahwa gadai hapus jika utang pokok telah dilunasi semuanya. Pelunasan sebagian utang pokok saja, yang karena pewarisan menjadi dapat dibagi, oleh salah satu ahli waris debitor, tidak menyebabkan hapusnya gadai. Demikian pula pemenuhan sebagai utang kepada salah satu ahli waris kreditor, juga tidak dapat menghapuskan gadai. Pasal 1160 Barang gadai tidak dapat dibagi-bagi, sekalipun utangnya di antara para waris debitor atau di antara para warisnya kreditor dapat dibagibagi. UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
53
Seorang waris debitor yang telah membayar bagiannya, tidaklah dapat menuntut pengembalian bagiannya dalam barnag gadainya, selama utangnya belum dibayar sepenuhnya. Sebaliknya seorang waris kreditor yang telah menerima bagiannya dalam piutangnya, tidaklah diperkenankan mengembalikan barangnya gadai bagi kerugiannya para kawan waris, yang belum dibayar. Disamping itu, sebagai suatu bentuk perjanjian, yang wajib memenuhi syarat objektif, yang terwujud dalam eksistensi benda yang digadaikan. Hilangnya atau dicurinya benda gadai dari penguasaan pemegang gadai atau pemegang gadai mengakibatkan hapusnya gadai, kecuali yang ditentukan dalam Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata. 43 2.2. Gadai dengan Klausul Kuasa untuk Menjual Sendiri Salah satu asas yang paling pokok dalam hukum perjanjian adalah kebebasan berkontrak yang disebut freedom of contract principle. Asas atau prinsip ini terkandung dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menegaskan, semua persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Bertitik tolak dari prinsip ini, pada dasarnya para pihak bebas membuat segala jenis persyaratan kontrak yang mereka kehendaki. Demikian sebagaimana dinyatakan P.S. Atiyah: … freedom in the sense that in a competition society, everyone has a choice of persons with whom he could contract, and freedom in the sense that people could make virtually any kind of contract on any terms they choose. Akan tetapi, kebebasan itu ada batasnya. Tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum (contrary to public policy). Perjanjian yang demikian
43
Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal. 196-200 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
54
dinyatakan tidak efektif (contract to be declared ineffective) dan batal demi hukum (null and void). Pembatasan itu pun telah ditegaskan dalam Pasal 1335 KUHPerdata. Suatu persetujuan tanpa sebab atau karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Lebih lanjut pada Pasal 1337 KUHPerdata dinyatakan lagi, suatu sebab adalah terlarang, apabila: a. Dinyatakan oleh undang-undang; atau b. Bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Sehubungan dengan itu, dalam perjanjian gadai pada prinsipnya terdapat kebebasan berkontrak untuk menyepakati klausul yang mengurangi resiko (excluded clause) selama hal itu tidak bertentangan dengan ketertiban umum yang digariskan Pasal 1335 dan Pasal 1337 KUHPerdata. Bahkan ada yang memperluas pembatasan prinsip kebebasan berkontrak, yaitu tidak hanya bertentangan dengan ketertiban umum, tetapi meliputi syarat-syarat perjanjian yang tidak adil (unfair control terms) maupun perjanjian yang mengandung ketidaksetaraan kekuatan tawar (inequality of bargaining power). Dengan demikian, apakah boleh disepakati klausul dalam perjanjian gadai yang berisi penegasan, kreditor (Pemegang Gadai) diberi kuasa oleh debitor (Pemberi Gadai) untuk menjual sendiri objek gadai apabila debitor wanprestasi? untuk menjawab pertanyaan itu, harus diperhatikan ketetuan Pasal 1155 KUHPerdata. Menurut pasal ini, cara pemenuhan pembayaran utang termasuk bunga dan biaya apabila debitor (Pemberi Gadai) wanprestasi adalah a. Apabila objek gadai berbentuk barang, kreditor menyuruh menjual barang gadai dimuka umum menurut kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku; UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
55
b. Jika objek gadai terdiri atas barang perdagangan atau efek (saham) yang dapat diperdagangkan di pasar atau bursa efek, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut, asal dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam perdagangan barang-barang itu. Timbul permasalahan, apakah cara penjualan objek barang gadai yang disebut dalam Pasal 1155 KUHPerdata itu bersifat imperatif atau tidak? Pada umumnya dipedomani pendapat yang dikemukan bahwa pada dasarnya undang-undang dalam hal ini Pasal 1155 KUHPerdata memberi wewenang kepada pemegang gadai untuk menjual barang gadai atas kuasa sendiri (eigenmachtige verkoop) apabila debitor melakukan wanprestasi. dari hasil penjualan itu, kreditor berhak mengambil pelunasan utang pokok, bunga, dan biaya-biaya yang timbul. Memang benar kalimat pertama Pasal 1155 KUHPerdata memberi hak kepada para pihak untuk menjanjikan pengaturan cara menguangkan barang yang digadaikan apabila debitor wanprestasi, namun demikian tidak dibenarkan pemberian wewenang untuk mengambil pelunasan dengan cara penjualan dibawah tangan. Tentang hal ini, masih dipedomani keputusan hoge raad (1 April 1927) yang menentukan: Tidak dibenarkan pemberian wewenang untuk mengambil pelunasan dengan penjualan di bawah tangna, tetapi yang dibolehkan ialah menentukan bahwa si pemegang gadai hanya akan dapat menempuh cara bertindak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1155 KUHPerdata.44 Pasal 1154 KUHPerdata berbunyi “jika yang berutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, maka yang berpiutang tidak diperkenankan memliki barang yang digadaikan. Semua janji yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal. Jadi Pasal 1154 KUHPerdata melarang bahwa dalam perjanjian 44
Harahap, Op.Cit., hal. 220-223 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
56
gadai dicantumkan jika debitor / pemberi gadai cidera janji, kreditor secara otomatis/ langsung menjadi pemilik benda yang digadaikan itu. Namun, kreditor tidak dilarang untuk membeli benda yang digadaikan, asal memlalui prosedur eksekusi sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan yang berlaku, misalnya baca Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata. Tentang hubungan ketentuan Pasal 1154 KUHPerdata dengan surat kuasa yang tidak dapat dicambut kembali yang diberikan oleh Debitor/ pemberi gadai kepada kreditor/pemegang gadai, untuk menjual benda yang digadaikan dengan cara apapun dan dengan harga berapapun, telah dikaji oleh Lembaga Kajian Hukum Perdata Fakultas Universitas Indonesia (selanjutnya disebut “LKHP”). LKHP menguraikan pendapatnya yang pada pokoknya menyatakan bahwa naskah surat kuasa mutlak atau irrevocable power of attorney yang isinya, debitor/ pemberi gadai memberi kuasa yang tidak dapat ditarik kembali kepada kreditor/pemegang gadai untuk menjual saham yang digadaikan, dengan cara dan harga yang ditentukan oleh kreditor pemegang gadai sendiri, pada dasarnya tidak dengan sendirinya merupakan tindakan kepemilikan oleh kreditor pemegang gadai sebagaimana dilarang oleh Pasal 1154 KUHPerdata. Akan tetapi seharusnya surat kuasa tersebut tidak dibuat sebelum debitor/pemberi gadai melakukan wanprestasi, tetapi seharusnya dibuat setelah debitor/ pemberi gadai melakukan wanprestasi. Menurut NLRP, surat kuasa yang tidak dapat ditarik kembali tersebut, tidak mengakibatkan kreditor/pemegang gadai secara otomatis menjadi pemilik benda yang digadaikan sehingga surat kuasa itu tidak melanggar Pasal 1154 KUHPerdata. Tetapi perlu diperhatikan juga bahwa pada waktu mempergunakan surat kuasa tersebut, kreditor/ pemegang gadai tidak boleh melanggar prosedur eksekusi sebagaimana diatur, antara lain dalam Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata. Untuk mendapatkan “Private Sale” suatu barang gadai, kreditor/pemegang gadai harus terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada hakim untuk memperoleh izin menjual barang gadai itu UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
57
tanpa melalui lelang, sebagaimana dimkasud dalam Pasal 1156 KUHPerdata. Jadi tidak cukup hanya dengan menggunakan surat kuasa yang tidak dapat ditarik kembali sebagaimana dimaksud diatas. 45 2.3. Pemberitahuan 2.3.1.
Perpanjangan Jangka Waktu Gadai Pasal 1153 KUHPerdata berbunyi sebagai berikut: “Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat
tunjuk
atau
surat-surat
bawa,
diletakkan
dengan
pemberitahuan perihal penggadaiannya, kepada siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya si pemberi gadai dapat diminta suatu bukti tertulis.” Dalam Pasal 1153 KUHPerdata, yang dimaksud dengan “orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan” adalah perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan. Jadi berdasarkan Pasal 1153 KUHPerdata, jika debitor belum melunasi utangnya kepada kreditor, tetapi gadai saham yang diberikan oleh pemberi gadai sudah berakhir, maka jika debitor/pemberi gadai beritikad baik, debitor tersebut harus memperpanjang berlakunya perjanjian gadai, dan perpanjangan berlakunya gadai tersebut juga harus diberitahukan secara tertulis oleh debitor/pemberi gadai dan/atau kreditor/pemegang gadai kepada perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan tersebut. Dalam hal ini, dapat saja terjadi bahwa perseroan minta bukti tertulis tentang perpanjangan perjanjian gadai ini, dan jika debitor mau bekerja sama dengan cara menegaskan secara tertulis bahwa benar utangnya 45
Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 7-8 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
58
belum lunas, maka gadai diperpanjang. Jika pemberi gadai tidak beritikad baik dan tidak setuju memberi konfirmasi bahwa gadai saham itu diperpanjang berlakunya, maka pihak kreditor menghadapi soal pelik. Kalau perseroan menerima pemberitahuan perpanjangan gadai saham dari kreditor/pemegang gadai, dan kemudian debitor membantah/ menolak perpanjangan gadai saham itu, menurut Nasional Legal Reform Program dalam bukunya “Penjelasan Hukum Tentang Eksekusi Gadai Saham”,
perseroan
kemungkinan
besar
tidak
dapat/tidak
mau
mencatatkan perpanjangan gadai saham. Dalam hal ini kreditor dapat kehilangan jaminan berupa gadai saham. Jadi pada pokoknya, dalam pembuatan perjanjian gadai saham harus dihindari kemungkinan berakhirnya gadai saham sebelum utang debitor dibayar lunas. Perpanjangan perjanjian gadai saham tidak boleh bertentangan dengan ketentuan anggaran dasar perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan itu, dan selanjutnya harus dicatat dalam DPS perseroan dan/atau daftar khusus perseroan yang bersangkutan (Pasal 60 UUPT 2007). Dalam anggaran dasar perseroan, kadang-kadang terdapat faktor yang dapat menghambat penjualan saham yang digadaikan. Misalnya, menurut Pasal 57 ayat (1) UUPT 2007, dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan pemindahan ha katas saham, yaitu: a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham lainnya, dan b. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan. UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
59
Seandainya terdapat persyaratan seperti dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) UUPT 2007, dalam anggaran perseroan yang sahamnya digadaikan, dan kreditor serta pemberi gadai ingin membuat perjanjian gadai, maka dalam perjanjian gadai saham, kreditor harus mensyaratkan supaya para pemegang saham lainnya secara tertulis dengan tegas melepaskan hak untuk membeli saham yang akan digadaikan itu dan mereka setuju jika debitor/pemberi gadai cidera janji, pemegang gadai dapat melakukan penjualan saham yang digadaikan tanpa perlu menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham lainnya. Pada praktiknya, dalam perjanjian gadai kreditor juga mensyaratkan adanya persetujuan tertulis semua anggota organ perseroan yang persetujuannya disyaratkan oleh anggaran dasar perseroan, untuk memberi persetujuan kepada pemegang gadai untuk menjual saham yang digadaikan dan selama utang debitor belum terbayar lunas, keanggotan organ yang bersangkutan tidak dapat diubah tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu kreditor/pemegang gadai.46 LKPH sendiri mengemukakan pendapatnya bahwa sesuai dengan sifat gadai yang accesoir, selama utang yang dijamin dengan gadai saham belum dilunasi, untuk memperpanjang gadai saham tidak diperlukan persetujuan debitor/pemberi gadai, tetapi cukup melalui pemberitahuan oleh kreditor/pemegang gadai saham kepada debitor/pemberi gadai saham. 47 2.3.2. Penjualan Barang Gadai Kewajiban kreditor memberitahukan penjualan barang gadai kepada debitor, diatur dalam Pasal 1156 ayat (2) KUHPerdata:
46 47
Ibid., hal. 15-16 Ibid., hal. 14 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
60
1) Pemberitahuan
wajib
dilakukan
kreditor,
sehingga
sifatnya
imperative; 2) Pemberitahuan selambat-lambatnya pada hari berikutnya dari tanggal penjualan; 3) Bentuk pemberitahuan: 1) Dengan telegram ; atau 2) Dengan pos atau surat tercatat; 4) Tidak memberitahu atau lalai memberitahu kepada dalam jangka waktu uang ditentukan Pasal 1156 ayat (2) KUHPerdata: 1) Kreditor dikualifikasi melakukan perbuatan melawan hukum (PMH); 2) Dengan demikian, cukup alasan bagi debitor menuntut ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata kepada kreditor (Pemegang Gadai). 48
2.4. Eksekusi Gadai 2.4.1. Timbulnya Hak Pemegang Gadai Melakukan Eksekusi Mengenai dasar alasan Pemegang Gadai melakukan eksekusi, diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata: a. Debitor cedera janji melaksanakan kewajibannya dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam perjanjian, atau b. Apabila tenggang waktu pemenuhan kewajiban tidak ditentukan dalam perjanjian, debitor dianggap melakukan cidera janji memenuhi kewajiban setelah ada peringatan untuk membayar. Demikian pedoman menentukan cidera janji yang diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata. Apabila ketentuan ini terpenuhi, barulah timbul hak Pemegang Gadai melakukan eksekusi. 49 48
Harahap, Op.Cit., hal. 220 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
61
Dalam hukum perjanjian, kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam perjanjian menyangkut dua janji, yaitu melakukan sesuatu atau menyerahkan sesuatu. Janji yang terlaksana adalah dilakukannya sesuatu atau diserahkan sesuatu yang disebut sebagai “prestasi”. Dalam konteks perjanjian kredit, “prestasi kreditor adalah menyerahkan dana pinjaman, sementara “prestasi” debitor adalah menyerahkan jaminan, melaksanakan pembayaran bunga, dan mengembalikan dana pinjaman secara tepat waktu. Wanprestasi adalah suatu keadaan bilamana salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasinya. 50 Seorang debitor dikatakan lalai, apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhi kewajibannya atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan. Hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak si berhutang ini harus dinyatakan dahulu secara resmi, yaitu dengan memperingatkan si berhutang itu, bahwa si berpiutang menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek. Pokok hutangnya itu harus ditagih dahulu. Peringatan tidak perlu, jika si berhutang pada suatu ketika sudah dengan sendirinya dianggap lalai, misalnya dalam hal perjanjian untuk membikin pakaian mempelai, tetapi pada hari perkawinan pakaian itu ternyata belum selesai. Dalam hal ini meskipun prestasi itu dilakukan oleh si berhutang, tetapi karena tidak menurut perjanjian, maka prestasi yang dilakukan itu dengan sendirinya dapat dianggap suatu kelalaian. Adakalanya, dalam kontrak itu sendiri sudah ditetapkan, kapan atau dalam hal-hal mana si berhutang dapat dianggap lalai. Di sini tidak diperlukan suatu sommatie atau peringatan. 51 Bilamana salah satu pihak wanprestasi, Pasal 1267 KUHPerdata mengatur tindakan pihak yang dirugikan dengan wanprestasinya pihak lain, yakni “Pihak yang merasa 49
Ibid., hal. 218 Sunu Widi Purwoko, Catatan Hukum Seputar Perjanjian Kredit dan Jaminan, (Jakarta: Nine Seasons, 2011), hal.120-121 51 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), hal.147 UNIVERSITAS INDONESIA 50
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
62
perjanjian tidak dipenuhi, boleh memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lainnya untuk memenuhi perjanjian, ataukan ia akan menuntut pembatalan perjanjian itu disertai biaya, rugi dan bunga.” 52 Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, si berpiutang adalah berhak, jika si berutang atau si pemberi gadai cedera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau atau jika tidak telah ditentukan suatu, menjual benda gadai. Yang dimaksud hak melakukan parate eksekusi, yaitu wewenang yang diberikan kepada kreditor untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitor, tanpa memiliki eksekutoriale titel. Pemegang gadai ini tidak lahir dari perjanjian yang secara tegas dinyatakan para pihak, tetapi terjadi demi hukum, kecuali kalau diperjanjikan lain. Untuk melakukan penjualan ini, pemegang gadai harus terlebih dahulu memberikan peringatan (sommatie) kepada pemberi gadai supaya utangnya dibayar. Penjualan harus dilakukan di depan umum, menurut kebiasaan setempat serta atas syarat yang lazim berlaku (pasal 1150 ayat 1 KUHPerdata). Ketentuan ini bersifat memaksa, karena berhubungan dengan ketertiban umum. Setelah penjualan dilakukan, pemegang
gadai
memberikan
pertanggungjawaban
tentang
hasil
penjualan itu kepada pemberi gadai. 53 2.4.2. Tata Cara Eksekusi Memperhatikan ketentuan Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata, pelaksanaan eksekusi atas barang gadai, telah ditentukan secara limitatif dan imperatif dengan cara dan bentuk tertentu. a. Menjual Barang Gadai di Muka Umum
52 53
Purwoko, Op.Cit., hal.126-127 Badrulzaman, Op.Cit., hal 168 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
63
Cara ini merupakan ketentuan dasar atas eksekusi barang gadai: 1) Penjualan di muka umum 2) Cara penjualan, menurut kebiasaan setempat, 3) Sesuai dengan syarat-syarat yang lazim berlaku, 4) Dari hasil penjualan, kreditor mengambil pelunasan meliputi: a) Jumlah utang pokok, b) Bunga, dan c) Biaya yang timbul dari penjualan Memang benar Pasal 1155 KUHPerdata, secara ipso jure, memberi parate executie dengan “Hak Menjual atas Kuasa Sendiri” (rechts vam eigenmachtige verkoop, the right to sale) objek barang gadai kepada pemegang gadai (kreditor, tanpa hal itu diperjanjikan dalam perjanjian gadai), namun Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata mengatur prinsip-prinsip pokok: 5) Penjualan barang gadai harus atau mesti dilakukan di muka umum melalui penjualan lelang (executoriale verkoop) atau the right to sale under execution: 6) Ketentuan pokok penjualan barang gadai di muka umum bersifat “mandat memaksa” (imperatief mandaat) atau mandatory instruction yang diberikan undang-undang kepada pemegang gadai/kreditor
dalam
kedudukan
eigenmachtige
berdasarkan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata.
verkoop
54
Hak kreditor/ pemegang gadai untuk melelang benda yang digadaikan atas kekuasaan sendiri (“parate executie”) terjadi demi hukum, yaitu berdasarkan Undang-Undang dan tidak karena diperjanjikan oleh/ antara kreditor, debitor dan pemberi gadai. Disinilah letak perbedaan 54
Harahap, Op.Cit., hal. 219 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
64
antara gadai di satu pihak, dan hipotik serta hak tanggungan di pihak lain. Pasal 1178 kalimat kedua KUHPerdata dan Pasal 11 ayat (2) huruf e Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, pada pokoknya mengatur bahwa dalam Akta Pemberian Hipotik/Hak Tanggungan dapat diperjanjikan bahwa pemegang Hipotik/Hak Tanggungan pertama diberi hak untuk menjual atas kewenangannya sendiri objek agunan, jika debitor/pemberi hipotik/hak tanggungan cidera janji (beding van eigenmachtig verkoop). Jadi “parate executie” pada hipotik dan hak tanggungan tidak terjadi demi hukum, tetapi harus dengan tegas diperjanjikan antara debitor/pemberi agunan dan pemegang hipotik/hak tanggungan yang pertama. Menurut Pasal 1155 KUHPerdata, penjualan barang yang digadaikan dengan “parate executie” harus dilakukan dengan cara lelang. Jika pemberi gadai dan kreditor menginginkan penjualan dengan cara di bawah tangan (private sale), harus ditempuh cara yang diatur dalam Pasal
1156
KUHPerdata.
Kreditor/pemegang
gadai
dapat
melaksanakan eksekusi atas kewenangan sendiri tanpa perantaraan hakim yang biasanya disebut “parate executie”, dengan cara melelang barang yang digadaikan itu dengan perantaraan kantor lelang. Di dalam pedoman teknis administrasi dan teknis peradilan perdata umum yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, ditentukan tentang cara lelang antara lain sebagai berikut: 1) Pengumuman lelang harus dilakukan di harian yang terbit di kota atau kota yang berdekatan dengan tempat objek lelang terletak. 2) Lelang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 40/PMK.07/2006 tanggal 30 Mei 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan S.1908 Nomor 189 jo. S.1941 Nomor 3, antara lain diatur cara penyerahan surat penawaran yang harus UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
65
ditulis dalam bahasa Indonesia dan harus ditandatangani oleh penawar. Kemudian surat penawaran setelah memenuhi syarat, disahkan pejabat kantor lelang. 3) Penawar tidak boleh mengajukan surat penawaran lebih dari satu kali untuk suatu barang yang sama. 4) Untuk dapat ikut serta dalam pelelangan, para penawar diwajibkan menyetor uang jaminan yang jumlahnya ditetapkan oleh
pejabat
diperhitungkan
lelang, dengan
dan
uang
harga
jaminan
pembelian
tersebut jika
akan
penawar
bersangkutan ditunjuk sebagai pembeli. 5) Pembeli tidak boleh menguasai barang yang telah dibelinya sebelum uang pembelian dilunasi sesuai dengan akta pemindahan hak atas barang yang digadaikan. Selanjutnya akta pemindahan hak atas saham atau salinannya disampaikan kepada perseroan yang mengeluarkan saham berkaitan, dan Direksi perseroan wajib mencatat pemindahan hak atas
saham
tersebut
dalam
DPS/daftar
khusus
dan
memberitahukan perubahan susunan pemegang saham itu kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pencatatan pemindahan hak untuk dicatat dalam Daftar Perseroan Terbatas (Pasal 57 UUPT 2007). 55 Bertalian dengan hak parate eksekusi pemegang gadai, ketentuan dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata menyatakan: Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai bercidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, 55
Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 10-11 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
66
atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang gadainya di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut. Pasal di atas menunjukkan kepada kita, bahwa ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata
merupakan
ketentuan
yang
bersifat
menambah
(aanvulledrechts), karena para pihak bebas menetapkan lain. Dalam hal para pihak tidak menyimpang dari ketentuan tersebut, barulah Pasal 1155 KUHPerdata berlaku. Dari ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, pembentuk undangundang memberikan wewenang kepada kreditor pemegang gadai untuk melakukan penjualan kebendaan gadai yang diserahkan kepadanya dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi) di depan umum (melalui pelelangan umum) menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, bila debitor pemberi gadai wanprestasi atau tidak menepati janji dan kewajibankewajibannya, guna mengambil pelunasan jumlah piutangnya dari pendapat penjualan kebendaan yang digadaikan tersebut. Dengan demikian, hak parate eksekusi atas barang gadai ini akan berlaku bila debitor pemberi gadai benar-benar telah wanprestasi setelah diberikan peringatan untuk segera membayar atau melunasi utangnya. Parate eksekusi merupakan wewenang yang diberikan kepada kreditor untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitor tanpa memiliki eksekutoriale titel. Perlu diperhatikan, bahwa wewenang parate eksekusi atas barang gadai oleh kreditor pemegang UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
67
gadai
terjadi
dengan
sendirinya
demi
hukum,
tidak
harus
diperjanjikan sebelumnya. Parate eksekusi dalam gadai terjadi karena undang-undang, sehingga di antara debitor dan kreditor tidak diharuskan untuk memperjanjikannya, namun boleh-boleh saja, untuk mempertegas adanya wewenang parate eksekusi atas barang gadai tersebut diperjanjikan pula dalam pemberian gadainya. 56 Kapan debitor wanprestasi, bergantung dari perikatannya. Kalau perikatannya memakai waktu sebagai batas akhir (verval termijn), sejak saat lewatnya waktu yang dicantumkan debitor wanprestasi. Dalam hal tidak ditetapkan suatu tenggang waktu tertentu, tagihan pada asasnya bisa dibuat matang untuk ditagih dengan men-sommeer debitor yang bersangkutan. Dalam praktiknya, sekalipun di dalam perjanjian utang piutangnya disebutkan suatu waktu tertentu, masih juga ditambahkan klausul yang mengatakan bahwa dengan lewatnya jangka waktu yang sudah ditetapkan, maka debitor sudah dianggap wanprestasi, tanpa diperlukan lagi adanya teguran/peringatan melalui eksploit juru sita atau surat lain semacam itu. Penjualan barang gadai oleh kreditor pemegang gadai berdasarkan parate eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, kepada kreditor pemegang gadai diberikan kewenangan untuk menjual sendiri barang gadai tanpa titel eksekutoriale, sehingga tidak memerlukan bantuan atau perantaraan pengadilan. Inilah yang dinamakan dengan parate eksekusi. Pemegang gadai berdasarkan parate eksekusi menjual barang gadai, seakan-akan seperti menjual barangnya sendiri. Pemegang gadai
56
Usman (a), Op.Cit., hal.136 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
68
dengan hak tersebut mempunyai sarana pengambilan pelunasan yang dipermudah, disederhanakan. 57
b. Terhadap Barang Perdagangan atau Efek Dapat Dijual di Pasar atau di Bursa Pasal 1155 ayat (2) KUHPerdata, mengatur kebolehan penjualan eksekusi atas barang perdagangan atau efek menyimpang dari aturan pokok penjualan di muka umum; 1) Penjualan barang-barang perdagangan, dapat dilakukan di pasar (market)
tempat
di
mana
barang-barang
sejenis
itu
diperdagangkan; 2) Penjualan efek yang dapat diperdagangkan di bursa; dapat dilakukan penjualannya di bursa; 3) Syarat syahnya penjualan; harus dilakukan dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut. Seperti yang disinggung diatas, kebolehan menjual barang gadai atas barang perdagangan dan saham di pasar atau di bursa: 1) Merupakan pengecualian dari Patokan pokok yakni penjualan di muka umum, dan 2) Pengecualian itu pun hanya terbatas pada jenis barang perdagangan dan saham.58 Pasal 1155 ayat (2) KUHPerdata mengatur secara khusus mengenai cara eksekusi barang gadai yang terdiri atas barang-barang perdagangan dan surat-surat berharga yang diperjualbelikan di pasar 57 58
Satrio, Op.Cit., hal.136 Harahap, Op.Cit., hal 219 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
69
modal, yaitu penjualannya dilakukan di pasar atau di bursa efek di tempat kreditor pemegang gadainya bertempat tinggal dengan bantuan perantaraan 2(dua) orang makelar yang memang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut. Sekalipun pemegang gadai bukan pemilik benda jaminan (surat-surat berharga) tetapi dalam penjualannya di bursa efek, ia lah yang menyerahkan
hak
milik
atas
benda-benda
jaminan
tersebut
berdasarkan hak kebendaan yang dipunyainya kepada pembeli. Hal ini janggal. Bukan pemilik yang menyerahkan hak milik suatu benda kepada pembeli dan orang tersbeut (pemegang gadai) melakukannya tanpa kuasa dari pemilik, sedang undang-undang hanya menyatakan bahwa ia diberikan hak untuk menjual tanpa disinggung mengenai kewenangan untuk menyerahkan atau mengoperkan hak milik atas barang tersebut. 59 c. Penjualan Menurut Cara yang Ditentukan Hakim Cara eksekusi ini diatur dalam Pasal 1156 KUHPerdata yang mengatakan, apabila Pemberi Gadai atau debitor melakukan cidera janji: 1) Kreditor dapat menuntut (meminta) kepada hakim supaya barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan hakim; atau 2) Agar hakim mengizinkan supaya barang gadai tetap berada di tangan kreditor untuk menutup suatu jumlah yang akan ditentukan hakim dalam putusan sampai meliputi utang pokok, bunga , dan biaya. Cara penjualan eksekusi barang gadai menurut cara yang ditentukan hakim yang digariskan Pasal 1156 KUHPerdata ini pun merupakan 59
Usman (a), Op.Cit., hal 140 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
70
kebolehan penyimpangan dari ketentuan pokok penjualan lelang di muka umum yang disebut Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata. Dengan demikian, sekiranya pemegang gadai/kreditor menghendaki tidak menempuh ketentuan pokok penjualan barang gadai di muka umum, atau juga tidak ingin menjual barang gadai di pasar atau di bursa efek, Pasal 1156 KUHPerdata, memberi hak kepada gadai/kreditor
mengajukan
tuntutan
ke
pemegang
pengadilan
agar
hakim/pengadilan menjatuhkan putusan penjualan barang gadai menurut cara yang ditentukan hakim/pengadilan. 60 Kalimat pertama Pasal 1156 KUHPerdata menentukan bahwa dalam segala hal, jika debitor/pemberi gadai cidera janji, kreditor dapat menuntut di hadapan pengadilan (in rechten vorderen) agar 1) Benda yang digadaikan dapat dijual menurut cara yang ditentukan oleh hakim untuk dapat melunasi utang debitor beserta bunga dan biaya, atau 2) Atas tuntutan kreditor, hakim dapat mengabulkan permohonan kreditor agar barang yang digadaikan tetap berada pada kreditor, untuk suatu jumlah yang ditetapkan oleh hakim dalam putusannya sampai sejumlah utang debitor beserta bunga dan biaya. Tentang
penjualan
benda
yang
digadaikan,
kreditor
wajib
memberitahukan debitor/pemberi gadai selambatnya pada hari berikutnya jika ada hubungan pas harian atau telegraf, atau jika tidak, dengan pos yang berangkat pertama. Proses di pengadilan yang ditempuh sesuai dengan Pasal 1156 KUHPerdata harus dilakukan dengan cara mengajukan permohonan. 60
Harahap, Op.Cit., hal 219 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
71
Walaupun diajukan dengan cara mengajukan permohonan (bukan dengan mengajukan gugatan), karena terdapat kepentingan debitor dan pemberi gadai, debitor dan pemberi gadai sebagai pihak yang berkepentingan harus didengar oleh hakim dalam persidangan. Berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata dengan cara mengajukan permohonan kepada hakim, kreditor/ pemegang gadai dapat mohon supaya hakim menetapkan bahwa eksekusi gadai dapat dilakukan melalui penjualan di bawah tangan (private sale), dengan syarat dan ketentuan yang ditetapkan hakim dengan adil sehingga kreditor tidak dapat menentukan harga dengan semena-mena, atau hakim juga dapat menetapkan bahwa benda yang digadaikan itu diperbolehkan tetap dipegang pemegang gadai, dengan membeli sendiri benda yang digadaikan itu, dengan harga yang ditetapkan oleh hakim. Jadi meskipun antara pemberi gadai dan pemegang gadai sudah ada persetujuan tentang penjualan gadai tidak dengan lelang (private), penjualan tidak dengan lelang hanya dapat dilakukan setelah ada penetapan hakim (Pasal 1156 KUHPerdata). 61 Eksekusi gadai dapat ditemukan dalam 2 Pasal, yaitu dalam Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: Pasal 1155 Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka kreditor adalah berhak jika debitor atau pemberi gadai cedera janji, setelah tenggang waktu uang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suaut peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barangnya gadai di 61
Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 12-13 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
72
muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlak, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut. Jika barang gadainya itu terdiri atas barang-barang perdagangan atau efek-efek yang dapat diperdagangkan di pasar atau di bursa, maka penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut, asal dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli
dalam
perdagangan barang-barang itu. Pasal 1156 Bagaimanapun apabila debitor atau pemberi gadai cedera janji, kreditor dapat menuntut di muka hakim supaya barang gadainya dijual menurut cara yang ditentukan oleh hakim untuk melunasi utang beserta bunga dan biaya, ataupun hakim, atas tuntutan kreditor, dapat mengabulkan bahwa barang gadainya akan tetap pada kreditor untuk suatu jumlah jumlah yang akan ditetapkan dalam putusan hingga sebesar utangnya beserta bunga dan biaya. Tentang hal penjualan barang gadai dalam hal-hal termaksud dalam pasal ini dan dalam pasal yang lalu, kreditor diwajibkan memberi tahu pemberi gadai, selambat-lambatnya pada hari yang berikutnya apabila ada suatu perhubungan pos harian ataupun suatu perhubungan telegraf, atau jika tidak demikian halnya dengan pos yang berangkat pertama. Pemberitahuan dengan telegraf atau dengan surat tercatat berlaku sebagai suatu pemberitahuan yang sah. UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
73
kedua ketentuan yang diatur dalam Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata mengatur mengenai eksekusi gadai. Dalam ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata, kreditor diberikan hak untuk menyuruh jual benda gadai manakala debitor cidera janji. Dalam hal yang demikian, maka sebelum kreditor menyuruh jual benda yang digadaikan, maka ia harus memberitahukan terlebih dahulu mengenai maksudnya tersebut kepada debitor atau pemberi gadai. pemberitahuan tersebut akan berlaku sah manakala dalam perjanjian pokok dan perjanjian gadainya telah ditentukan suatu jangka waktu, dan jangka waktu tersebut telah lampau sedangkan debitor sendiri telah tidak memenuhi kewajibannya tersebut. Agak berbeda dari rumusan yang diberikan dalam Pasal 1155 KUHPerdata yang memungkinkan kreditor untuk menyuruh menjual sendiri benda yang digadaikan dan mengambil pelunasan atas seluruh utang, bunga, dan biaya yang menjadi haknya, ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata memberikan mekanisme penjualan benda gadai berdasarkan penetapan pengadilan. Dalam hal yang terakhir ini, setelah suatu penjualan dilakukan oleh kreditor berdasarkan perintah pengadilan,
maka
kreditor
berkewajiban
untuk
segera
memberitahukannya kepada pemberi gadai, yang menurut ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata, dilakukan pada hari yang berikutnya apabila ada perhubungan pos harian ataupun suatu suatu perhubungan telegraf, atau jika tidak demikian halnya dengan pos yang berangkat pertama.62 Kedudukan pemegang gadai sebagai secured creditor berbeda dengan unsecured 62
creditor.
Sebagai
unsecured
creditor,
sebelum
Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal. 196-200 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
74
mengeksekusi benda-benda milik debitor, ia harus mengajukan gugatan terhadap debitor ke pengadilan. Unsecured creditor yang menang dalam gugatan tersebut kemudian dapat meminta Ketua Pengadilan Negeri untuk mengeluarkan surat penetapan eksekusi. Di pihak lain, Undang-Undang mempermudah secured creditor untuk mengeksekusi hak-haknya. Sebagai contoh bagi pemegang hipotek, berdasarkan Pasal 224 HIR dapat mengeksekusi tanpa harus memiliki putusan pengadilan yang menghukum debitor untuk membayar hutang tersebut. Dalam hal ini, pemegang hipotek tidak perlu mengajukan perkaranya ke pengadilan sebagai penggugat dan menggugat debitor sebagai tergugat. Pemegang hipotek hanya perlu mengajukan permohonan agar pengadilan mengeluarkan penetapan eksekusi dan selanjutnya melakukan penjualan melalui lelang. Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 1178 KUHPerdata, pemegang hipotek dapat membuat perjanjian dengan debitor untuk melakukan penjualan di depan umum atau lelang tanpa perintah pengadilan. Prosedur yang sama dapat dilihat dalam Pasal 20 UU Hak Tanggungan bahwa pemegang hak tanggungan cukup dengan mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mengeluarkan penetapan eksekusi atau sebagai alternative lain, berdasarkan perjanjian antara pemberi dan pemegang hak tanggungan dimungkinkan untuk melakukan penjualan di muka umum atau lelang tanpa perintah/penetapan pengadilan. lebih lanjut eksekusi dari hak tanggungan dapat dilakukan dengan penjualan tertutup selama didasarkan pada perjanjian antara pemberi dan pemegang hak tanggungan untuk memperoleh harga terbaik. Selanjutnya, Pasal 29 UU Fiducia juga mempermudah prosedur eksekusi. Kreditor pemegang fiducia dapat mengeksekusi benda yang dijaminkan hanya dengan mengajukan permohonan meminta pengadilan untuk mengeluarkan penetapan eksekusi dan untuk UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
75
melakukan penjualan di muka umum melalui lelang. Pemegang fiducia juga dapat membuat perjanjian dengan debitor untuk mengeksekusi benda yang dijaminkan melalui lelang tanpa penetapan pengadilan. Selain itu, pemegang fiducia juga dimungkinkan untuk melakukan penjualan tertutup atas benda yang dijaminkan untuk mendapatkan harga terbaik. 63 Walaupun Pasal 1155 KUHPerdata merupakan pasal yang bersifat mengatur dan para pihak diberikan kebebasan untuk memperjanjikan lain, tetapi memperjanjikan cara penjualan yang lain daripada penjualan di muka umum tidak diperkenankan, yaitu memperjanjikan seperti pada waktu perjanjian jaminan diberikan. Pembuat undangundang membuat kekhawatiran akan kemungkinan timbulnya kerugian yang terlalu besar bagi debitor melalui persekongkolan antara penjual dengan calon pembelinya. Namun setelah debitor wanprestasi, para pihak dapat mengadakan persetujuan untuk menjual benda jaminan di bawah tangan. Di dalam praktik kita sering melihat perjanjian gadai yang mengandung klausul penjualan, baik di muka umum maupun di bawah tangan. Adanya janji seperti itu sebenarnya tidak dimaksudkan untuk digunakan oleh kreditor secara semena-mena, tetapi mengingat bahwa sering kali penjualan di bawah tangan memberikan hasil yang lebih baik dan ini menguntungkan kedua belah pihak. Biasanya dalam penjualan di bawah tangan, kreditor pemegang gadai minta persetujuan dari pemberi gadai. Di samping itu, untuk benda-benda gadai yang mempunyai nilai yang kecil saja, sungguh tidak praktis dan efisien untuk melaksanakan penjualan melalui juru lelang. Tidak
63
Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 40 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
76
tertutup kemungkinan, bahwa hasil penjualan bisa lebih kecil dari biaya lelang. Adanya janji untuk menjual di bawah tangan tidak perlu harus menjadikan klausul demikian batal demi hukum, tetapi paling-paling dapat dibatalkan. Kita lihat dahulu, apakah ada dasar yang patut untuk mencantumkan klausul seperti itu. kalau tidak ada tuntutan dari pemberi gadai, maka boleh dianggap perlindungan juga tidak dibutuhkan. Dari kata-kata dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, yang antara lain menyatakan bahwa “apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka ..”, para pihak dapat menyampingkan hak kreditor pemegang gadai untuk menjual sendiri barang gadai berdasarkan parate eksekusi. Apabila hal ini yang terjadi dan debitor pemberi gadai wanprestasi, hak kreditor pemegang gadai untuk menjual barang gadai dilaksanakan melalui gugatan perdata di muka pengadilan, terkecuali kreditor pemegang gadai memegang akta notariil pengatuan utang yang berbentuk grosse, artinya mengandung titel eksekutorial, maka pelaksanaan hak kreditor pemegang gadai untuk menjual barang gadai dilakukan cukup dengan meminta fiat eksekusi dari ketua pengadilan. Kreditor yang diikat dengan jaminan kebendaan merupakan kreditor separatis, yaitu kreditor preferen yang tidak kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor yang dinyatakan pailit dan haknya untuk didahulukan. Kreditor konkuren saja mempunyai hak untuk melakukan sitaan umum terhadap harta debitor berdasarkan kepailitan maupun gugatan perdata biasa, apalagi kreditor pemegang gadai yang merupakan kreditor separatis sudah UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
77
dipastikan mempunyai hak dan kedudukan yang “terkuat” untuk didahulukan dalam pelunasan piutangnya. Oleh karena itu, adanya kepailitan tidak menyebabkan kreditor (pemegang gadai) tidak dapat mengeksekusi barang gadainya. 64
64
Usman (a), Op.Cit., hal. 138-139 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
BAB 3 EKSEKUSI GADAI SAHAM
Meskipun pengaturan mengenai gadai saham serta tata cara eksekusi gadai atas saham telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun dalam peraturan perundang-undangan lain khususnya terkait dengan saham Perusahaan Terbuka, namun pelaksanaan eksekusi atas gadai saham oleh Pemegang Gadai dalam prakteknya tidak bisa dibilang cepat, murah, apalagi sederhana serta masih mengalami hambatan. Hambatan tersebut terutama karena terdapat penafsiran yang berbeda-beda oleh praktisi hukum maupun yang dihasilkan oleh pengadilan, khususnya Mahkamah Agung mengenai hak pemegang gadai untuk mengeksekusi gadai atas saham berdasarkan Pasal 1155 KUHPerdata dan Pasal 1156 KUHPerdata dalam kaitannya dengan jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir namun hutang belum dilunasi, seperti pada Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 tanggal 20 Februari 2007 dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 115 PK/Pdt.2007 tanggal19 Juli 2007, yang penulis uraikan di dalam bab ini, sebagai berikut:
3.1. Duduk Perkara PT. ARYAPUTRA TEGUHARTA (selanjutnya disebut “PT.APT) dan PT. ONGKO MULTICORPORA (selanjutnya disebut “PT. OM”) adalah perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Group Ongko. Beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Group Ongko, telah memperoleh fasilitas kredit berdasarkan perjanjian-perjanjian Domestic Resource Factory Agreement dan Financial Leasing Agreement sejak tahun 1997 dan 1998 dari PT. BFI FINANCE Tbk dahulu PT. BUNAS FINANCE INDONESIA (selanjutnya disebut “PT. BFI”). PT. BFI adalah suatu perusahaan pembiayaan keuangan yang melakukan kegiatan usaha antara lain dalam bidang sewa guna usaha, 78
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
79
anjak piutang dan pembiayaan konsumen sejak tahun 1990, berdasarkan izin usaha dari Menteri Keuangan No. 493/KMK.013/1990 tanggal 23 April 1990 dan terdaftar pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan sesuai Tanda Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas No.09051833343 tanggal 27 Desember 1996.
Sebagai jaminan atas fasilitas yang diberikan PT. BFI, maka PT. BFI telah menerima jaminan yang diikat dengan hak gadai sejumlah 210.192.912 (dua ratus sepuluh juta seratus sembilan puluh dua ribu Sembilan ratus dua belas) lembar saham, yang terdiri dari saham PT.APT berupa 111.804.732 (seratus sebelas juta delapan ratus empat ribu tujuh ratus tiga puluh dua) lembar saham dan saham PT. OM berupa 98.388.180 (sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham, dimana saham-saham tersebut merupakan saham-saham yang ada di PT. BFI. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pledges of Shares Agreement tanggal 1 Juni 1999 (disebut Perjanjian Gadai Saham) yang ditandatangani oleh PT.APT, PT. OM dengan PT. BFI. Para pihak kemudian menyepakati untuk menunjuk dan mengangkat The Chase Manhattan Bank, cabang Jakarta selaku Depository Agent (agen penyimpan) atas saham-saham yang dijaminkan oleh PT. APT dan PT.OM yang tertuang dalam Depository Agreement tertanggal 1 Juni 1999. Terhadap pemberian gadai ini oleh PT. BFI mengeluarkan surat pemberitahuan pada tanggal 10 Juni 1999 kepada PT. Sirca Datapro Perdana (Biro Administrasi Efek) untuk didaftarkan gadai saham-saham tersebut pada Daftar Buku Saham PT. BFI. Kemudian pada tanggal 12 Juni 1999 telah dikonfirmasi PT. Sirca Datapro Perdana bahwa gadai saham tersebut telah dicatat pada Daftar Buku Saham PT. BFI.
Selanjutnya Perjanjian Gadai Saham telah pernah
diperpanjang, yang pertama tanggal 22 Februari 2000 dan berakhir pada tanggal 1 Desember 2000, yang kedua tanggal 28 Nopember 2000 dan berakhir pada
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
80
tanggal 1 Desember 2001. Berdasarkan hal ini maka Perjanjian Gadai Saham berlaku hingga tanggal 1 Desember 2001.
Bahwa pemberian gadai atas seluruh saham PT.APT dan PT. OM di PT. BFI kepada PT. BFI dilakukan setelah terlebih dahulu disetujui dalam Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham PT. APT dan PT.OM tanggal 31 Mei 1999 dan persetujuan oleh Presiden Komisaris PT.APT dan PT. OM tanggal 1 Juni 1999. Kemudian karena krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang antara lain ditandai dengan kenaikan yang berlipat-lipat dari nilai tukar mata uang Dollar Amerika Serikat terhadap mata uang Rupiah telah mempengaruhi perekonomian nasional dan menimbulkan kesulitan yang besar di kalangan dunia usaha termasuk PT. BFI, disamping itu PT. BFI mempunyai piutang atau tagihan yang sangat besar terhadap Ongko Group, oleh karenanya PT. BFI telah melakukan seluruh upaya maksimal untuk melakukan restrukturisasi utangutangnya dengan cara melakukan negosiasi dengan para krediturnya. Selanjutnya restrukturisasi utang PT. BFI telah disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. BFI (termasuk persetujuan dari PT.APT dan PT. OM selaku pemegang saham PT. BFI) yang Berita Acaranya tertuang di dalam Akta No. 28 tanggal 27 Januari 2000 yang dibuat oleh Lia Muliani, SH. Pengganti dari Sitjipto, SH. Notaris di Jakarta. Selanjutnya kedua perseroan juga menandatangani Consent to Transfer (Persetujuan Untuk Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 dan Irrevocable Power of Attorney to Sell (Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7 Agustus 2000. Consent to Transfer (Persetujuan Untuk Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 berbunyi “ ia (PT. APT dan PT. OM) mengijinkan dan menyetujui eksekusi/penjualan oleh PT. Bunas Finance Indonesia Tbk atas hak-haknya berdasarkan Perjanjian Gadai Saham tertanggal 1 Juni 1999. Selanjutnya Irrevocable Power of Attorney to Sell (Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7 Agustus 2000 mengatur “Kami (PT.APT dan PT.OM)… dengan ini UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
81
memberikan kuasa dan wewenang yang tidak dapat ditarik kembali kepada PT. BFI (untuk selanjutnya disebut “Pember Kuasa”), dengan hak substitusi yang dapat diberikan pada setiap saat dan untnuk memberikan hak substitusi lebih lanjut sepanjang diperlukan oleh Pemberi Kuasa, pada setiap saat, dari waktu ke waktu, untuk menjual dan mengalihkan atau sebaliknya menyerahkan : (a). Saham-saham yang digadaikan sesuai dengan Perjanjian Gadai; (b). … Baik melalui bursa efek di Indonesia atau melalui pelelangan umum, atau penjualan pribadi atau di bawah tangan, dengan harga tersebut dan pada kondisi tersebut sebagaimana patut oleh Pemberi Kuasa kepada setiap pihak…”
Lebih lanjut PT. APT dan PT. OM selaku pemegang saham di PT. BFI memberikan persetujuan kepada PT. BFI untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang dan rencana perdamaian kepada Pengadilan Niaga yang berita acaranya tertuang di dalam Akta No. 51 tanggal 22 Agustus 2000 yang dibuat oleh Lia Muliani, SH. Pengganti dari Sitjipto, SH. Notaris di Jakarta. Sebagai hasil upaya negosiasi dan restrukturisasi utang diatas, maka PT. BFI pada tanggal 11 oktober 2000 telah mengajukan rencana perdamaian agar dapat disetujui oleh para kreditur PT. BFI. Pada tanggal 7 Desember 2000, PT. BFI dan para kreditur PT. BFI akhirnya telah menandatangani
Perjanjian
diratifikasi/disahkan
oleh
Perdamaian Pengadilan
yang
Niaga
kemudian Jakarta
Pusat
telah No:
04/PKPU/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst. pada tanggal 19 Desember 2000. Karena PT.APT dan PT. OM tetap belum dapat melunasi hutangnya pada PT. BFI yang dijamin oleh perjanjian gadai saham, dan sebagai pelaksana putusan perdamaian,
dalam
rangka
restrukturisasi
hutangnya,
PT.
BFI
telah
mengalihkan saham-saham yang digadaikan PT.APT dan PT. OM pada THE LAW DEBENTURE TRUST CORPORATION P.L.C. (selanjutnya disebut UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
82
“L.D.T”) berdasarkan share sale and purchase agreement tertanggal 9 Februari 2001. Saham-saham yang digadaikan telah dialihkan kepada L.D.T dengan cara silang gadai saham di Bursa Efek Jakarta pada tanggal 11 Mei 2001 sebagaimana dalam surat pemberitahuan tanggal 11 Mei 2001 dari PT. BFI kepada PT. APT dan PT. OM.
Bahwa L.D.T selaku pembeli saham-saham yang digadaikan PT. APT dan PT. OM pada PT. BFI, kemudian melakukan pengumuman melalui media massa Harian Bisnis Indonesia tanggal 14 Mei 2001 dimana baik PT. APT maupun PT. OM tidak pernah melakukan protes terhadap pengumuman yang dibuat L.D.T. Selain itu PT. BFI juga telah memberi tahu PT. APT dan PT. OM tentang pelaksanaan Putusan Perdamaian dan Pengalihan Saham-Saham PT. APT dan PT. OM yang digadaikan pada PT. BFI kepada L.D.T, melalui surat tanggal 11 Mei 2001 dan disetujui oleh PT. APT dan PT. OM.
Kemudian pada tahun 2003, oleh PT. APT dan PT.OM telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yaitu masing-masing pada tanggal 26 Maret 2003 oleh PT. APT yang terdaftar nomor 123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst dan PT. OM mengajukan gugatan tanggal
11
Desember 2003 yang terdaftar nomor 514/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst, dimana kedua gugatan tersebut diajukan atas dasar dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT. BFI yaitu tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan PT.APT dan PT. OM, PT. BFI telah menjual Saham-Saham miliknya sebanyak 98.388.180 (Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham saham yang merupakan seluruh saham PT. OM di PT. BFI bersama-sama dengan 111.804.732 (seratus sebelas juta delapan ratus empat ribu tujuh ratus tiga puluh dua) lembar saham milik PT.APT pada PT. BFI, sebagaimana terbukti dari Share Sale And Purchase Agreement (Transfer to Creditors), Share Sale And Purchase Agreement (Sale to Investor) UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
83
dan Share Sale And Purchase Agreement (Employee Incentive dan Remuneration Scheme) (disebut Akta Jual Beli) yang dibuat dan ditanda tangani PT. BFI sebagai Penjual dan L.D.T sebagai Pembeli
Menurut kedua perseroan yaitu PT.APT dan PT. OM, jangka waktu Perjanjian Gadai Saham adalah 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal perjanjian, karena itu tanggal jatuh tempo Akta Gadai Saham adalah 1 Juni 2000. Kemudian kedua perseroan pernah memberikan persetujuan kepada PT. BFI untuk memperpanjang Perjanjian Gadai Saham dari 12 (dua belas) bulan menjadi 18 (delapan belas) bulan, sebagaimana tertuang dalam surat tanggal 22 Pebruari 2000 yang ditandatangani oleh PT.APT, PT. OM dan PT. BFI (disebut Perubahan Akta Gadai Saham) sehingga jatuh tempo Perjanjian Gadai Saham adalah 1 Desember 2000 dan sejak jatuh tempo Perjanjian Gadai Saham tidak pernah diperpanjang lagi. Untuk itu, akibat hukum berakhirnya jangka waktu gadai adalah objek gadai, yaitu saham-saham yang digadaikan sudah tidak lagi terikat sebagai jaminan hutang kepada PT.BFI dan saham-saham tersebut harus dikembalikan kepada PT.APT dan PT. OM.
Oleh karena itu, dengan telah jatuh temponya waktu Gadai Saham, maka segala persetujuan mengalihkan dan kuasa menjual yang pernah diberikan PT.APT dan PT. OM kepada PT. BFI seketika menjadi berakhir dan dengan demikian terhitung sejak tanggal 1 Desember 2000 Consent of Transfer OM dan Power of Attorney PT.APT dan PT.OM menjadi gugur dan tidak berlaku lagi. Setelah Perjanjian Gadai Saham jatuh tempo, yaitu tanggal 1 Desember 2000, PT.APT dan PT.OM tidak pernah memberikan persetujuan apapun kepada PT. BFI berkaitan dengan saham-saham yang digadaikan, termasuk persetujuan untuk menjual Saham-Saham kedua perseroan tersebut kepada L.D.T. Bahwa dengan demikian sesuai kesepakatan dalam Perubahan Akta Gadai Saham, maka sejak tanggal 1 Desember 2000 saham-saham kedua perseroan sudah UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
84
tidak terikat sebagai jaminan pada PT. BFI. Dengan demikian tindakan PT. BFI yang telah menjual saham-saham PT.APT dan PT.OM kepada L.D.T dengan dalil menjalankan hak-haknya yang timbul berdasarkan Perjanjian Gadai Saham serta membuat dan menanda tangani Akta Jual Beli dengan menggunakan Consent to Transfer APT dan Power of Attorney adalah tidak sah dan cacat hukum.
3.2. Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan Didalam gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh PT. APT selanjutnya telah diperiksa, diadili dan diputus dengan amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst. tanggal 14 April 2004 adalah sebagai berikut: Dalam Konvensi : Dalam Eksepsi : - Menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I (PT.BFI), Tergugat VI, Tergugat VII, Tergugat VIII dan Tergugat IV. Dalam Provisi : - Menolak tuntutan provisionil Penggugat (PT.APT). Dalam Pokok Perkara : 1. Mengabulkan gugatan Penggugat (PT. APT) untuk sebagian. 2. Menyatakan Tergugat I (PT.BFI), Tergugat II (L.D.T), Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat VIII telah melakukan perbuatan melawan hukum. 3. Menyatakan Akta Gadai Saham APT, Perubahan Gadai Saham APT, Consent to transfer APT dan Power of Attorny APT telah gugur dan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal 1 Desember 2000 4. Menyatakan Offshore Trust deed (Sale to investors), Offshore Trust deed (sale to creditors), Oddshore Trust Deed (employee inventive and remuneration), share sale and purchase agreement (transfer to creditors) dan UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
85
share sale and purchase agreement (employee uncentive and remuneration) berikut seluruh perikatan dan perbuatan hukum yang dibuat dan dilakukan berdasarkan perjanjian-perjanjian tersebut adalah batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya. 5. Menyatakan Penggugat (PT. APT) sebagai pemilik sah atas saham-saham APT. 6. Menghukum Tergugat I (PT.BFI), Tergugat II (L.D.T), Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat VIII secara bersamasama memerintahkan Tergugat III mengembalikan saham-saham APT kepada Penggugat terhitung putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap. 7. Menghukum Tergugat I (PT.BFI), Tergugat II (L.D.T), Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat VIII baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama menyerahkan sahamsaham APT kepada Penggugat terhitung putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap. 8. Menghukum Tergugat I (PT. BFI), Tergugat II (L.D.T), Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat VIII untuk membayar kepada Penggugat secara tanggung renteng uang paksa (dwangsom) atas keterlambatan pengembalian dan penyerahan sahamsaham APT kepada Penggugat sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) per hari yang dihitung sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap. 9. Menghukum Tergugat I (PT. APT), Tergugat II (L.D.T), Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat VIII untuk membayar ganti kerugian secara tanggung renteng kepada Penggugat sebesar Rp. 149.903.242.253,- (seratus empat puluh sembilan milyar sembilan ratus tiga juta dua ratus empat puluh dua ribu dua ratus lima puluh
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
86
tiga rupiah) terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap. 10. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang dilaksanakan oleh jurusita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst. tanggal 25 April 2003 jo. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 13/Del/2004/ Pn.Jkt.Sel. tanggal 7 April 2004 sesuai dengan Berita Acara Sita Jaminan tanggal 8 April 2004. 11. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya. Dalam Rekonvensi : - Menolak seluruh gugatan Penggugat I (PT. BFI), VI, VII dan VIII Dalam Konvensi dan Rekonvensi : - Menghukum Tergugat I (PT.BFI), VI, VII, VIII dalam konvensi/Para Penggugat dalam Rekonvensi, Tergugat II (L.D.T) dalam Konvensi, Tergugat III dalam Konvensi, dan Tergugat IV dalam Konvensi untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 1.079.000,- (satu juta tujuh puluh sembilan ribu rupiah).
Selanjutnya atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut diatas telah diupayakan hukum banding yang diperiksa, diadili dan diputus dengan amar putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 302/Pdt/2004/PT.DKI tanggal 1 September 2004 adalah sebagai berikut: - Menerima permohonan banding dari Tergugat I (PT. BFI), Terguat VI, Tergugat VII, Tergugat VIII, Tergugat III, Tergugat V dan Tergugat IV. - Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 14 April 2004 No. 123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst. yang dimohonkan pemeriksaan dalam tingkat banding tersebut. DAN MENGADILI SENDIRI: Dalam Konvensi : Dalam Eksepsi : UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
87
- Menolak seluiruh eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I (PT. BFI), Tergugat VI, Tergugat VII, Tergugat VIII dan Tergugat IV. Dalam Provisi : - Menolak tuntutan provisionil Penggugat (PT. APT). Dalam Pokok Perkara : - Menolak gugatan/permohonan penanggungan (vrijwaring) yang diajukan oleh Tergugat III. - Menolak gugatan Penggugat (PT. APT) untuk seluruhnya. - Menyatakan sita jaminan yang dilaksanakan oleh jurusita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst. tanggal 25 April 2003 jo. . Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 13/Del/2004/ Pn.Jkt.Sel. tanggal 7 April 2004 tidak sah dan tidak berharga oleh karenanya diperintahkan untuk diangkat. Dalam Rekonvensi : - Menolak gugatan Penggugat I (PT. BFI), Penggugat VI, Penggugat VII dan Penggugat VIII dalam Rekonvensi untuk seluruhnya. Dalam Konvensi dan Rekonvensi : - Menghukum Penggugat (PT. APT) Konvensi/ Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 300.000,- (tinga ratus ribu rupiah).
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta oleh PT.APT kemudian diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung RI yang telah diperiksa, diadili dan diputus dengan amar putusan Mahkamah Agung RI No. 677 K/Pdt/2005 tanggal 20 Juli 2005 adalah sebagai berikut : - Menolak permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi : 1. PT. ARYAPUTRA TEGUHARTA, 2. THE LAW DEBENTURE TRUST CORPORATION. L.D.T. tersebut.
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
88
- Menghukum para Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
Selanjutnya dalam permohonan Peninjauan Kembali PT.APT, telah diperiksa, diadili dan diputus dengan amar putusan Mahkamah Agung No. 240 PK/pdt/2006 tanggal 20 Februari 2007 adalah sebagai berikut : - Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : PT. ARYAPUTRA TEGUHARTA tersebut. - Membatalkan putusan Mahkamah Agung RI No. 677 K/Pdt/2005 tanggal 20 Juli 2005 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 302/Pdt/2004/PT.DKI. tanggal 1 September 2004 jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst. tanggal 14 April 2004. Dan mengadili kembali : Dalam Konvensi : Dalam Eksepsi : - Menolak eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I (PT. BFI), Tergugat VI, Tergugat VII, Tergugat VIII, dan Tergugat IV. Dalam Provisi : - Menolak tuntutan provisionil Penggugat. Dalam Pokok Perkara : 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian. 2. Menyatakan Tergugat I (PT. BFI), Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat VIII telah melakukan perbuatan melawan hukum. 3. Menyatakan Akta Gadai Saham APT, Perubahan Gadai Saham-saham APT, Consent to Transfer APT dan Power of Attorney APT telah gugur dan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal 1 Desember 2000. 4. Menyatakan Penggugat adalah pemilik sah atas saham-saham APT. 5. Menghukum Tergugat I (PT.BFI), Tergugat VI, Tergugat VII, dan Tergugat VIII secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk mengembalikan
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
89
dan menyerahkan saham-saham APT kepada Penggugat terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap. 6. Menyatakan gugatan Penggugat (PT. APT) terhadap Tergugat II (L.D.T), III, IV, dan V tidak dapat diterima. 7. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah dilakukan untuk itu oleh jurusita Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst. tanggal 25 April
2003
jo.
Penetapan
Pengadilan
Jakarta
Selatan
No.
13/Del/2004/PN.Jkt.Sel. tanggal 7 April 2004 sesuai Berita Acara Sita Jaminan tanggal 8 April 2004. 8. Menyatakan tuntutan Penggugat agar para Tergugat dihukum untuk membayar ganti kerugian tidak dapat diterima. 9. Menghukum Tergugat I (PT. BFI), Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat VIII secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesarRp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) setiap harinya atas keterlambatan pengembalian dan penyerahan saham APT kepada Penggugat terhitung sejak masa peringatan (aanmaning) dilampaui. 10. Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh pada putusan perkara ini. 11. Menolak gugatan Penggugat (PT. APT) untuk selain dan selebihnya. Dalam Rekonvensi : - Menolak gugatan para penggugat seluruhnya. - Menghukum para Termohon Peninjauan kembali/Tergugat I (PT. BFI), VI, VII dan VIII/ para Penggugat dalam rekonvensi untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
90
Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 240 PK/pdt/2006 tanggal 20 Februari 2007 pada pokoknya diputus dengan didasari pada pertimbangan hukum sebagai berikut: 1. Bahwa Mahkamah Agung dapat menyetujui pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menyatakan bahwa jangka waktu gadai saham tersebut berakhir pada tanggal 1 Desember 2000, tetapi pertimbangan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menyatakan pada saat jangka waktu gadai saham tersebut berakhir hutang belum lunas maka perbuatan PT. BFI mengeksekusi saham-saham tersebut dapat dibenarkan menurut hukum gadai dan bukan merupakan perbuatan melawan hukum, menurut pendapat Mahkamah Agung adalah merupakan kekeliruan nyata oleh karena : a. Bahwa Perjanjian Gadai Saham tanggal 1 juni 1999 tersebut merupakan “Perjanjian dengan suatu ketetapan waktu” sebagaimana diatur dalam Pasal 1268 KUHPerdata, karena dalam perjanjian tersebut secara pasti telah ditentukan lama waktu berlakunya perjanjian gadai yaitu berlangsung selama 12 bulan kemudian diperpanjang menjadi 18 bulan sejak tanggal 1 juni 1999 sehingga berakhir pada tanggal 1 desember 2000. Bahwa perjanjian dengan ketetapan waktu bersifat memutuskan ataupun mengakhiri daya kerja suatu perjanjian in casu jangka waktu perjanjian gadai secara pasti ditentukan berakhir pada tanggal 1 Desember 2000, karenanya barang gadai tersebut hanya terikat sebagai jaminan hutang sampai dengan tanggal 1 Desember 2000 dan selama itu penerima gadai berhak menjual barang gadai tersebut di muka umum. Jangka waktu berakhirnya Perjanjian Gadai Saham tanggal 1 Desember 2000 yang merupakan syarat dalam perjanjian gadai tersebut oleh kedua belah pihak dimaksudkan bahwa barang-barang gadai diikat sebagai jaminan hutang selama jangka waktu gadai saham berlangsung dan penerima gadai dapat melaksanakan hak parate eksekusi yang UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
91
dimilikinya yakni menjual barang-barang gadai dimuka umum selama jangka waktu gadai saham belum berakhir dan bukan dimaksudkan agar penerima gadai mengeksekusi barang-barang gadai pada saat gadai saham telah berakhir karena hutang belum dibayar lunas. b. Bahwa perbuatan PT. BFI yang mengeksekusi barang-barang gadai setelah masa gadai telah berakhir dengan cara penjualan di bawah tangan tidak dapat
dibenarkan menurut
hukum
gadai
karena
bertentangan dengan Pasal 1155 KUHPerdata yang mengatur tentang eksekusi barang gadai yang mewajibkan barang gadai dijual di muka umum atau dengan cara lelang, agar debitor tidak dirugikan. 2. Jangka waktu dan pengakhiran (Term and Termination) masa gadai yang merupakan persyaratan yang diatur dalam angka 4.1 Perjanjian Gadai Saham tersebut, ternyata tidak pernah diakhiri lebih awal dari jangka waktu 12 bulan, sedangkan angka 4.2 ditegaskan, bahwa Perjanjian Gadai Saham ini tunduk dengan pengakhiran sebelum berakhirnya jangka waktu atau perpanjangan jangka waktu dengan pilihan penerima gadai yang setiap saat diberitahukan kepada pemberi gadai. Hal ini sesuai dengan alasan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali (PT.APT) yang menyatakan bahwa dari bunyi dan terjemahan Pasal 4.2. Akta Gadai Saham tersebut diatas, sangat jelas dan tidak bisa ditafsirkan lain merupakan ketentuan yang mengatur mengenai pengakhiran jangka waktu dan bukan mengenai perpanjangan jangka waktu Akta Gadai Saham, dengan pengertian bahwa pengakhiran Akta Gadai Saham dapat dilakukan setiap saat sebelum berakhirnya jangka waktu Akta Gadai Saham atau pengakhiran tersebut tetap juga dapat dilakukan setiap saat dalam hal Akta gadai Saham tersebut telah dilakukan perpanjangan masa berlakunya, dimana pengakhiran Akta Gadai Saham tersebut dapat dilakukan oleh PT.BFI cukup melalui pemberitahuan saja kepada Pemohon Kasasi. Dengan demikian sangatlah jelas dan tegas bahwa Pasal 4.2. Akta Gadai Saham UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
92
hanyalah mengatur mengenai tata cara pengakhiran Akta Gadai Saham saja dan sama sekali bukan mengatur mengenai perpanjangan Akta Gadai Saham. Bahwa Perjanjian Gadai Saham yang semula disepakati jangka waktunya 12 bulan diperpanjang menjadi 18 bulan terhitung sejak tanggal 1 juni 1999 sesuai surat tanggal 22 Februari 2000 yang telah disetujui oleh PT. AT dan PT.BFI sehingga berakhir pada tanggal 1 Desember 2000, ternyata tidak pernah diakhiri atau dinyatakan berakhir diawal sebelum tanggal 1 Desember 2000. 3. Pemberitahuan perpanjangan jangka waktu gadai sampai dengan tanggal 1 Desember 2001 sesuai surat PT.BFI tanggal 28 Desember 2000 selain merupakan perpanjangan secara sepihak karena tidak pernah disetujui oleh PT.BFI seperti yang dilakukan dengan surat permintaan perpanjangan gadai saham tanggal 22 Februari 2000 sebelumnya, sehingga tidak mengikat PT.AT, juga pemberitahuan tersebut bukan mengenai pengakhiran perpanjangan jangka waktu sebelum berakhirnya Perjanjian Gadai Saham pada tanggal 1 Desember 2000. 4. Persetujuan untuk mengalihkan saham dan kuasa menjual masing-masing tangggal 7 Agustus 2000 karena persetujuan tersebut menunjuk dan tunduk serta didasarkan pada ketentuan dan syarat-syarat yang diatur dalam Perjanjian Gadai Saham tanggal 1 juni 1999 termasuk didalamnya syarat berakhirnya jangka waktu gadai saham pada tanggal 1 Desember 2000, sehingga dengan berakhirnya jangka waktu gadai saham pada tanggal 1 Desember 2000 tersebut maka persetujuan pengalihan dan kuasa menjual saham-saham itu demi hukum berakhir pula. 5. Rangkaian perbuatan PT. BFI yang menjual saham-saham PT. APT pada tanggal 9 Februari 2001 secara di bawah tangan uang telah berakhir masa gadainya dan mengalihkan saham-saham tersebut kepada L.D.T. serta menjadikan sebagai sumber pembayaran hutang-hutangnya kepada para UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
93
kreditornya meskipun hutang-hutang tersebut tidak dijamin oleh gadai saham PT. APT, demikian pula Tergugat VI, VII dan VIII yang menyerahkan saham-saham PT. APT dalam restrukturisasi hutang-hutang PT. BFI kepada krediturnya dengan membuat kesepakatan yang memberikan hak-hak kepada dirinya sendiri secara pribadi untuk membeli saham-saham PT. APT dengan mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri, adalah merupakan perbuatan melawan hukum. Namun terhadap Putusan Permohonan Peninjauan Kembali No. 240 PK/Pdt/2006 tanggal 20 Februari 2007 ternyata terdapat perbedaan baik didalam pertimbangan dan hasil putusan yang kemudian diajukan oleh PT. OM dengan dasar gugatan yang sama. Didalam gugatan yang diajukan oleh PT. OM yang selanjutnya telah diperiksa, diadili dan diputus dengan amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST. tanggal 09 Nopember 2004 adalah sebagai berikut: Dalam Konpensi: Dalam Eksepsi: - Menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I (PT. BFI). Dalam Provisi: - Menguatkan
putusan
Provisi
tanggal
02
Juni
2004
No.
517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST. tersebut. Dalam Pokok Perkara: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat (PT. OM) untuk sebagian. 2. Menyatakan Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama telah melakukan perbuatan melawan hukum. 3. Menyatakan Pledge of Share Agreement tertanggal 1 Juni 1999 (Akta Gadai Saham), Surat tertanggal 22 Februari 2000 (Perubahan Akta Gadai Saham), Consents to Transfer OM tertanggal 7 Agustus 2000 dan Power of Attorney UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
94
OM tertanggal 7 Agustus 2000 telah gugur dan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal 1 Desember 2000 dan karenanya seluruh perikatan dan perbuatan hukum yang dibuat dan dilakukan Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) berdasarkan perjanjian-perjanjian tersebut sejak tanggal 1 Desember 2000 adalah batal demi hukum. 4. Menyatakan Share Sale And Purchase Agreement (Trasnfer To Creditors), Share Sale and Purchase Agreement (Transfer to Investor) dan Share Sale Purchase Agreement (Employee Incentive And Rumeneration Scheme), masing-masing tertanggal 9 Februari 2001 berikut seluruh perikatan dan perbuatan hukum yang dibuat dan dilakukan Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) berdasarkan perjanjian-perjanjian tersebut adalah batal demi hukum. 5. Menyatakan Penggugat (PT. OM) adalah pemilik sah atas 98.388.180 (Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham dalam Tergugat I (PT. BFI). 6. Menghukum Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) baik secara sendiri-sendiri
maupun
secara
bersama-sama
mengmebalikan
dan
menyerahkan 98.388.180 (Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham Tergugat I (PT. BFI) kepada Penggugat (PT. OM) terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap. 7. Menghukum Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) secara tanggung renteng untuk membayar kepada Penggugat (PT. OM) uang paksa atas keterlambatan pengembalian dan penyerahan kepada Pengguat sebesar Rp. 150.000.000,- (serartus lima puluh juta rupiah) per hari apabila melakukan pelanggaran terhadap petitum butir 6 diatas terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap. 8. Menghukum Tergugat I (PT. BFI) untuk tidak menggunakan hak-hak yang lahir atas 98.388.180 (Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
95
delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham Tergugat I (PT. BFI) yang dimiliki oleh Penggugat (PT. OM) termasuk tapi tidak terbatas pada menghadiri dan memberi suara dalam rapat umum pemegang saham Tergugat I (PT. BFI) dan untuk tidak memberikan persetujuan dalam bentuk apapun kepada Dewan Direksi dan Dewan Komisaris Tergugat I (PT. BFI) berkaitaan dengan 98.388.180 (Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham Tergugat I (PT. BFI) yang dimiliki oleh Penggugat (PT. OM) dan karenanya segala tindakan hukum yang dilakukan oleh Tergugat II (L.D.T) sehubungan dengan hakhak yang lahir atas 98.388.180 (Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham yang dimiliki oleh Penggugat (PT. OM) adalah batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. 9. Menghukum Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan hukum apapun termasuk tapi tidak terbatas baik secara langsung maupun tidak langsung menawarkan, memindahkan, mengalihkan dan menjaminkan, baik sebagaian maupun seluruhnya dan karenanya segala tindakan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) sehubungan dengan penawaran, pemindahan, dan penjaminan atas 98.388.180 (Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham Tergugat I (PT. BFI) yang dimiliki oleh Penggugat (PT. OM), baik untuk sebagian maupun untuk seluruhnya adalah batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. 10. Menghukum Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) secara tanggung renteng untuk membayar kepada Penggugat (PT.OM) uang paksa atas keterlambatan pengembalian dan penyerahan kepada Penggugat (PT. OM) sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) per hari apabila melakukan UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
96
pelanggaran terhadap petitum butir 9 diatas terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap. 11. Menghukum Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) untuk membayar gantii kerugian materiil secara tanggung renteng kepada Penggugat (PT. OM) sebesar Rp. 150.908.880.751,- (seratus lima puluh milyar Sembilan ratus delapan juta delapan ratus delapan puluh ribu tujuh ratus lima puluh satu rupiah) terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap. 12. Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh pada putusan perkara ini. 13. Menolak gugatan Penggugat (PT. OM) untuk selain dan selebihnya. Dalam Rekonpensi: - Menolak seluruh gugatan Penggugat (PT. BFI). Dalam Konpensi dan Rekonpensi: - Menghukum Tergugat I (PT. BFI) dalam Konpensi/Penggugat dalam Rekonpensi (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) dalam Konpensi secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 539.000,(lima ratus tiga puluh Sembilan ribu rupiah)
Selanjutnya atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah dilakukan upaya banding dan diperiksa, diadili serta diputus dengan amar putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 60/PDT/2005/PT.DKI tanggal 23 Maret 2005 adalah sebagai berikut: - Menerima permohonan banding Tergugat I (PT. BFI)/ Pembanding I (PT. BFI) dan Tergugat II/ Pembanding II (L.D.T) tersebut. - Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 9 Nopember 2004 Nomor : 517/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst yang dimohonkan pemeriksaan dalam tingkat banding tersebut. DAN MENGADILI SENDIRI: UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
97
Dalam Konpensi: Dalam Eksepsi: - Menolak eksepsi Tergugat I (PT. BFI), Tergugat II (L.D.T)/Pembanding. Dalam Provisi: - Menolak gugatan Provisi Penggugat (PT. OM)/Terbanding seluruhnya. Dalam Pokok Perkara: - Menolak gugatan Penggugat (PT. OM)/Terbanding seluruhnya. - Menghukum Penggugat (PT. OM)/Terbanding membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah). Dalam Rekonpensi: - Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi (PT. BFI)/Pembanding seluruhnya. - Menghukum Penggugat Rekonvensi (PT. BFI) membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan sebesar nihil.
Atas Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 60/PDT/2005/PT.DKI tanggal 23 Maret 2005, diajukan upaya hukum kasasi yang telah diperiksa, diadili dan diputus dengan amar putusan Mahkamah Agung RI No. 1478 K/Pdt/2005 tanggal 27 Oktober 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut: - Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. ONGKO MULTICORPORA tersebut. - Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebanyak Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
Terhadap Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No. 1478 K/Pdt/2005 tanggal 27 Oktober 2005 telah diajukan upaya permohonan peninjauan kembali oleh PT. OM dan selanjutnya diperiksa dan diadili oleh Majelis Hakim Permohonan Peninjauan Kembali. Dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
98
permohonan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 115 PK/Pdt.2007 tanggal19 Juli 2007, pada pokoknya menyatakan bahwa Judex Factie (Pengadilan
Tinggi)
tidak
salah
menerapkan
hukum,
dan
telah
mempertimbangkan dengan tepat dan benar hal-hal sebagai berikut: 1. Ketentuan butir 4.2 dari Perjanjian Gadai Saham, walaupun berjudul “jangka waktu dan pengakhiran”, akan tetapi secara jelas dapat disimpulkan substansinya antara lain adalah mengenai perpanjangan jangka waktu gadai dan tata cara perpanjangan jangka waktu gadai yang berbunyi : “Perjanjian gadai ini tunduk pada pengakhiran sebelum berakhirnya jangka waktunya atau suatu perpanjangan jangka waktu yang dengan ini diadakan atas pilihan dari Penerima Gadai pada setiap saat setelah disampaikannya pemberitahuan kepada Pemberi Gadai”. Oleh karena itu penyangkalan PT. OM atas ketentuan butir 4.2. Perjanjian Gadai Saham adalah tidak berdasar hukum karena perpanjangan tersebut tidak memerlukan persetujuan PT.OM selaku pemberi gadai, yang dipersyaratkan dalam pasal 4.2. Perjanjian Gadai
Saham
tersebut
adalah
dengan
pemberitahuan
mengenai
perpanjangan jangka waktu gadai kepada pemberi gadai (PT. OM) oleh penerima gadai (PT.BFI). 2. Pasal 1155 KUHPerdata mengatur tentang tata cara eksekusi barang gadai bilamana pemberi gadai wanprestasi setelah lewatnya jangka waktu gadai yang pada umumnya dengan menjual di muka umum/lelang, akan tetapi azas umum tersebut dapat disimpangi berdasarkan kalimat awal dari pasal 1155 KUHPerdata yang berbunyi “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain…”. 3. Agenda RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) tanggal 27 Januari 2000 adalah persetujuan pemegang saham PT. OM atas restrukturisasi seluruh hutang perseroan PT. OM kepada kreditur termasuk hutang obligasi, karenanya sudah seharusnya disimpulkan bahwa penjualan saham PT. OM yang digadaikan adalah untuk menghapuskan piutang UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
99
PT.OM atas utang grup ongko yang dijamin oleh PT.OM, dengan kata lain penjualan saham yang digadaikan tersebut adalah untuk melunasi utang pada Group Ongko kepada PT.BFI.
Dan selanjutnya dalam amar putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 115 PK/Pdt.2007 tanggal19 Juli 2007 yang telah berkekuatan hukum tetap adalah sebagai berikut: - Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : PT. OM (PT. MITRA INVESTINDO MULTICORPORA) tersebut. - Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus rupiah).
Berikut ini penulis menyajikan tabel yang membahas perbedaan pada pokoknya atas pertimbangan hukum dari Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Agung RI No. No. 240 PK/pdt/2006 dengan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007, sebagai berikut:
Putusan Mahkamah Agung RI No. 240 Putusan Mahkamah Agung RI No. 115 PK/pdt/2006
PK/Pdt.2007
1. Perjanjian
Gadai
merupakan 1. Perjanjian
Gadai
merupakan
perjanjian ketetapan waktu.
perjanjian yang bersifat Accesoir
Perjanjian
Hak
Gadai
merupakan
gadai
adalah
suatu
hak
Perjanjian dengan ketetapan waktu
diperoleh seorang berpiutang atas
bersifat
suatu
memutuskan
mengakhiri
daya
perjanjian.
Karenanya
jaminan
hanya
kerja
terikat
ataupun
benda
bergerak
yang
suatu
diserahkan oleh seorang berutang
barang
atau oleh orang lain atas barnag
sebagai
pemberi
gadai,
dan
yang
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
100
jaminan hutang sampai berakhirnya
memberikan kekuasaan kepada si
jangka
dan
berpiutang (pemegang gadai) untuk
dapat
mengambil pelunasan dari barang
waktu
perjanjian
pemegang
gadai
melaksanakan hak parate eksekusi
tersebut
yang dimilikinya yakni menjual
daripada orang berpiutang lainnya,
barang-barang gadai dimuka umum
penerima gadai berhak memegang
selama jangka waktu gadai saham
barang gadai sampai htang uang
belum
bukan
dijamin tersebut dibayar lunas, dan
dimaksudkan agar pemegang gadai
kalau hutang tidak dibayar sampai
mengeksekusi barang-barang gadai
saat
pada
penerima gadai berhak menjual
berakhir,
saat
berakhir
dan
gadai
karena
saham hutang
telah belum
dibayar lunas.
secara
perjanjian
barang
didahulukan
berakhir,
gadai
untuk
maka
pelunasan
hutang dimaksud.
2. Perpanjangan jangka waktu gadai 2. Perpanjangan jangka waktu gadai dilakukan dengan persetujuan.
dilakukan dengan pemberitahuan
a. Perjanjian Gadai Saham dalam
a. Ketentuan
Pasal
4.2. bukan mengatur
4.2
dari
Perjanjian
Gadai
Saham,
walaupun
berjudul
“jangka
mengenai
tata
perpanjangan
jangka
waktu
waktu dan pengakhiran”, akan
saham, tetapi
adalah
tetapi
gadai
cara
butir
secara
jelas
dapat
tentang pengaturan tata cara
disimpulkan substansinya antara
pengakhiran gadai saham.
lain
b. Bahwa waktu
perpanjangan jangka gadai
haruslah
adalah
perpanjangan
mengenai jangka
waktu
gadai dan tata cara perpanjangan
berdasarkan persetujuan para
jangka
waktu
gadai
yang
pihak. Hal ini didasarkan pada
berbunyi : “Perjanjian gadai ini
surat tanggal 22 Februari 2000
tunduk
pada
dimana di dalam surat tersebut
sebelum
berakhirnya
pengakhiran jangka
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
101
PT.BFI meminta tanda tangan
waktunya
dari PT. APT sebagai tanda
perpanjangan
persetujuannya
atas
yang dengan ini diadakan atas
waktu
pilihan dari Penerima Gadai
perpanjangan
jangka
atau
suatu
jangka
gadai saham tersebut. Karena
pada
itu,
pemberitahuan
disampaikannya pemberitahuan
perpanjangan
gadai
kepada Pemberi Gadai”
sampai
dengan tanggal 1 Desember
setiap
saat
waktu
b. Perpanjangan
jangka
waktu
20001 sesuai surat PT.BFI
gadai
tanggal 28 November 2000
persetujuan
PT.OM
selain merupakan permintaan
pemberi
gadai,
perpanjangan secara sepihak
dipersyaratkan dalam pasal 4.2.
karena tidak pernah disetujui
Perjanjian Gadai Saham tersebut
PT.
adalah dengan pemberitahuan
APT
sehingga
tidak
mengikat PT. APT.
tidak
setelah
memerlukan selaku yang
mengenai perpanjangan jangka waktu gadai kepada pemberi gadai (PT. OM) oleh penerima gadai (PT.BFI)
3. Eksekusi
gadai
tidak
dapat 3. Eksekusi gadai dapat dilakukan
dilakukan dengan penjualan di
dengan penjualan di bawah tangan.
bawah tangan. Pasal 1155 KUHPerdata mengatur Perbuatan
PT.
BFI
yang
tentang tata cara eksekusi barang
mengeksekusi barang-barang gadai
gadai
setelah masa gadai telah berakhir
wanprestasi setelah lewatnya jangka
dengan cara penjualan di bawah
waktu gadai yang pada umumnya
tangan
dengan
tidak
menurut
dapat
hukum
dibenarkan
gadai
karena
bilamana
pemberi
menjual
umum/lelang,
akan
di tetapi
gadai
muka azas
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
102
bertentangan dengan Pasal 1155
umum tersebut dapat disimpangi
KUHPerdata
mengatur
berdasarkan kalimat awal dari pasal
tentang eksekusi barang gadai yang
1155 KUHPerdata yang berbunyi
mewajibkan barang gadai dijual di
“Apabila oleh para pihak tidak telah
muka umum atau dengan cara
diperjanjikan lain…”.
lelang,
yang
agar
dirugikan. saham
debitor
Bahwa cara
pada
tidak gadai
pelelangannya
dilakukan melalui pasar modal dengan
perantaraan
makelar
yang
perdagangan
dua ahli
orang dalam
barang-barang
tersebut. Tabel 1. Perbandingan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 240 PK/pdt/2006 dan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007.
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
BAB 4 PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI DALAM EKSEKUSI GADAI SAHAM
4.1. Pemberian Gadai Dalam Perjanjian Pledges of Shares Agreement Tanggal 1 juni 1999 Adalah Sah Demi Hukum
Bahwa untuk terjadinya hak gadai atau sahnya suatu perjanjian gadai maka barang yang dijadikan jaminan dilepaskan dari kekuasan pemberi gadai (debitor) dan harus diserahkan (secara fisik) kepada penerima gadai (kreditor). Hal ini merupakan karakteristik untuk terjadinya hak gadai. Perlunya benda yang digadaikan dikeluarkan dari penguasaan debitor atau pihak ketiga yang memberikan benda tersebut sebagai jaminan dalam bentuk gadai, adalah karena sifat dari benda bergerak itu sendiri. Pasal 1152 ayat (2) menyatakan bahwa tidak sah hak gadai atas benda yang dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan, pemberi gadai (debitor), sekalipun kembalinya barang itu kepada debitor atas kemauan kreditor.1 Bahwa PT. ARYAPUTRA TEGUHARTA (selanjutnya disebut “PT.APT) dan PT. ONGKO MULTICORPORA (selanjutnya disebut “PT. OM”) adalah suatu perusahaan yang terafiliasi dengan Group Ongko. Beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Group Ongko, telah memperoleh fasilitas kredit berdasarkan perjanjian-perjanjian Domestic Resource Factory Agreement dan Financial Leasing Agreement sejak tahun 1997 dan 1998 dari PT. BFI FINANCE Tbk dahulu PT. BUNAS FINANCE INDONESIA (selanjutnya disebut “PT. BFI”). Sebagai jaminan atas fasilitas yang diberikan PT. BFI, maka PT. BFI telah menerima jaminan sejumlah 210.192.912 (dua ratus sepuluh juta seratus sembilan puluh dua ribu Sembilan ratus dua belas) lembar saham yang diserahkan oleh PT. APT dan PT.OM dan diikat dengan hak gadai. Jaminan 1
Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Hak Istimewa,Gadai, dan Hipotek, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 156 103 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
104
saham tersebut terdiri dari saham PT.APT berupa 111.804.732 (seratus sebelas juta delapan ratus empat ribu tujuh ratus tiga puluh dua) lembar saham dan saham PT. OM berupa 98.388.180 (sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham, dimana saham-saham tersebut merupakan seluruh saham yang ada di PT. BFI. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pledges of Shares Agreement tanggal 1 Juni 1999 (disebut Perjanjian Gadai Saham) yang ditandatangani oleh PT.APT, PT. OM dengan PT. BFI.
Selanjutnya Menurut pasal 1153 KUHPerdata gadai atas benda bergerak tidak bertubuh, terjadi dengan pemberitahuan (kennisgeving) penggadaiannya, kepada orang terhadap siapa hak gadai itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini tentang pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya pemberi gadai, dapat diminta suatu bukti tertulis. Disini terlihat bahwa terjadinya hak gadai atas benda tidak bertubuh berbeda dengan benda bergerak, karena untuk benda bergerak hak gadai terjadi dengan penguasaan yang nyata (inbezitstelling). Dalam hubungan ini, perlu diperhatikan Pasal 53 ayat (3) UUPT 1995 sebagaimana telah dirubah dalam Pasal 60 ayat (3) UUPT 2007, menentukan bahwa gadai saham wajib dicatat dalam Daftar Pemegang Saham dan daftar khusus yang membuat keterangan tentang saham yang dipegang anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris perseroan beserta keluarga mereka dalam perseroan dan/atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.2 Bahwa perihal pemberian gadai atas seluruh saham PT.APT dan PT. OM di PT. BFI kepada PT. BFI dilakukan setelah terlebih dahulu disetujui dalam Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham PT. APT dan PT.OM tanggal 31 Mei 1999 dan persetujuan oleh Presiden Komisaris PT.APT dan PT. OM tanggal 1 Juni 1999.
Karena saham yang digadaikan merupakan saham-saham dari Perusahaan Publik (PT.BFI) yang telah terdaftar di bursa efek, maka berdasarkan persyaratan 2
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai dan Fiducia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 66 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
105
yang diatur dalam peraturan Bapepam nomor X.K.1, tanggal 17 Januari 1996 dengan memperhatikan keterbukaan informasi yang harus diumumkan kepada masyarakat bahwa saham perusahaan publik yang akan digadaikan harus dilaporkan perusahaan tersebut kepada bapepam dan kepada bursa efek dimana saham tersebut tercatat. Penggadaian saham harus dicatat dalam daftar pemegang saham perusahaan yang bersangkutan yang disimpan di Biro Administrasi Efek yang ditunjuk oleh perusahaan. Biro Administrasi Efek akan mendaftar nama penerima gadai dalam daftar pemegang saham dan nama pemberi saham masih tetap tercatat dalam daftar pemegang saham sebagai pemegang/pemilik saham secara yuridis. Bahwa terhadap Perjanjian Gadai Saham tersebut, oleh PT. BFI mengeluarkan surat pemberitahuan pada tanggal 10 Juni 1999 kepada PT. Sirca Datapro Perdana (Biro Administrasi Efek) untuk mendaftarkan gadai sahamsaham tersebut pada Daftar Buku Saham PT. BFI. Terhadap pemberitahuan tersebut, kemudian telah dikonfirmasi PT. Sirca Datapro Perdana pada tanggal 12 Juni 1999 bahwa gadai saham-saham telah dicatat pada Daftar Buku Saham PT. BFI. Hal ini telah sesuai dengan Peraturan Jasa Kustodian Sentral bab 2 tentang Administrasi Atas Efek Yang Diagunkan.
Berdasarkan kesepakatan para pihak yang dituangkan ke dalam Perjanjian Gadai Saham dimana sebagai jaminan atas fasilitas tersebut, PT. BFI telah menerima jaminan sejumlah 210.192.912 (dua ratus sepuluh juta seratus sembilan puluh dua ribu Sembilan ratus dua belas) lembar saham milik PT. APT dan PT. OM yang ada di PT.BFI, serta terlebih dahulu disetujui dalam Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham PT. APT dan PT.OM tanggal 31 Mei 1999 dan persetujuan oleh Presiden Komisaris PT.APT dan PT. OM tanggal 1 Juni 1999, dan kemudian telah terdaftar perihal penggadaian saham-saham tersebut kepada PT. Sirca Datapro Perdana (Biro Administrasi Efek), telah membuktikan bahwa pemberian gadai yang dilakukan oleh para pihak dalam Perjanjian Gadai Saham adalah sah demi hukum dan berlaku sebagai undang-undang bagi PT. APT, PT. UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
106
OM dan PT.BFI. Akibat hukumnya para pihak wajib tunduk dan taat pada segala hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat lahirnya hak gadai dalam Perjanjian Gadai Saham tersebut dalam segala ketentuan hukum yang mengatur mengenai gadai. Perihal pemberian gadai ini juga telah sesuai dengan ketentuan Pasal 1151 jo. Pasal 1152 KUHPerdata yang berbunyi: “Pasal 1151 Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya. Pasal 1152 Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan kreditor atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak.”
Dengan lahirnya hak gadai dalam Perjanjian Gadai Saham tersebut, maka sesuai ketentuan yang berlaku PT. BFI selaku pemegang gadai memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut: a. Menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang ditentukan. b. Menjual saham-saham yang digadaikan, jika debitor tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janjinya. c. Mempunyai hak didahulukan terhadap tagihan-tagihannya, baik terhadap utang pokok, bunga, dan biaya (Pasal 1150 KUHPerdata), hak mana diwujudkan dalam hak pemegang gadai untuk menjual barang gadai sendiri (parate eksekusi) ataupun melalui bantuan hakim (Pasal 1155 dan 1156 KUHPerdata). Terhadap hak didahulukan ini ada pengecualiannya, yaitu biaya lelang dan biaya yag telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang gadai (Pasal 1150 KUHPerdata).
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
107
d. Kewenangan untuk menahan saham-saham yang digadaikan selama debitor belum membayar lunas hutang-hutangnya. e. berhak mendapat ganti rugi berupa biaya yang perlu dan berguna, yang telah dikeluarkan oleh kreditor guna keselamatan barang gadai apabila ada(Pasal 1157 ayat (2) KUHPerdata). f. Wajib untuk memberitahukan kepada pemberi gadai, jika saham-saham yang digadaikan dijual (Pasal 1156 ayat (2) KUHPerdata). g. Menjaga barang yang digadaikan sebaik-baiknya. h. Tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya, walaupun pemberi gadai wanprestasi (Pasal 1154 KUHPerdata).
Sedangkan PT. APT dan PT.OM yang berkedudukan sebagai pemberi gadai dalam Perjanjian Gadai Saham memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut: a. Berhak menuntut pengembalian atas saham-saham yang digadaikan, apabila hutang pokok, bunga dan biaya lainnya telah dilunasinya. b. Berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai dijual untuk melunasi hutang-hutangnya (Pasal 1156 KUHPerdata). c. Wajib menyerahkan saham-saham yang digadaikan sebagai jaminan kepada pemegang gadai selama belum dilunasinya hutang oleh debitor. d. Membayar
biaya
yang
dikeluarkan
oleh
pemegang
gadai
untuk
menyelamatkan barang-barang gadai (Pasal 1157 KUHPerdata). e. Hak suara atas saham-saham yang digadaikan tetap berada pada pemberi gadai (Pasal 60 ayat (4) UUPT 2007)
4.2. Tentang Perpanjangan Jangka Waktu Dalam Perjanjian Pledges of Shares Agreement Tanggal 1 juni 1999.
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
108
Bahwa karakteristik dari Jaminan gadai adalah bersifat accesoir, adanya gadai tergantung dari perjanjian pinjam meminjam uang yang dijamin dengan benda bergerak. Maksudnya adalah bahwa hak gadai ini bergantung pada perjanjian pokok, misal perjanjian kredit. Bila debitor telah melunasi hutangnya atau telah memenuhi kewajiban menurut perjanjian pinjam meminjam uang, maka berakhir pula perjanjian gadai dan barang gadai harus dikembalikan kepada debitor.
3
Berdasarkan Pasal 1150 KUHPerdata, gadai adalah accesoir pada
perjanjian utang piutang yang dijaminnya. Berakhirnya perjanjian utang piutang mengakibatkan berakhirnya perjanjian gadai yang berkaitan. Dengan demikian, Perjanjian Gadai Saham yang dibuat oleh PT. APT, PT. OM dengan PT. BFI akan berlaku terus selama hutang piutang dari PT. APT dan PT. OM belum dilunasi. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Lembaga Kajian Hukum Perdata Fakultas Universitas Indonesia (selanjutnya disebut “LKHP”) yang menyatakan bahwa sesuai dengan sifat gadai yang accesoir, selama utang yang dijamin dengan gadai saham belum dilunasi, untuk memperpanjang gadai saham tidak diperlukan persetujuan debitor/pemberi gadai, tetapi cukup melalui pemberitahuan oleh kreditor/pemegang gadai saham kepada debitor/pemberi gadai saham. Di dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 115 PK/Pdt.2007 dan putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 jelas membuktikan bahwa tidak ada bukti yang menyatakan bahwa PT. APT maupun PT.OM telah melunasi/ membayar seluruh utang yang dijamin dengan gadai atas saham-saham mereka di PT.BFI.
Selanjutnya PT. BFI baik di dalam putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 maupun putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 mendalilkan mengenai Perjanjian Gadai Saham telah pernah diperpanjang, yang pertama tanggal 22 Februari 2000 dan berakhir pada tanggal 1 Desember 2000, yang kedua tanggal 28 Nopember 2000 dan berakhir pada tanggal 1 Desember 2001. Berdasarkan hal ini maka Perjanjian Gadai Saham berlaku hingga tanggal 1 3
Peter Mahmud Marzuki, et.al., Hukum Jaminan Indonesia (Seri Dasar Hukum Ekonomi 4), (Jakarta: Proyek Elips, 1998), hal 238-239 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
109
Desember 2001. Perpanjangan Perjanjian Gadai Saham ini dilakukan PT. BFI dengan bukti berupa pemberitahuan (pertama) surat tanggal 22 Februari 2000, dan pemberitahuan (kedua) tanggal 28 Nopember 2000. Berdasarkan kesepakatan dalam Perjanjian Gadai Saham, Pasal 4.2 menyatakan bahwa “Perjanjian Gadai ini tunduk pada pengakhiran, sebelum berakhirnya jangka waktunya atau suatu perpanjangan jangka waktu yang dengan ini diadakan atas pilihan Penerima Gadai pada setiap saat setelah disampaikannya pemberitahuan kepada Pemberi Gadai.” Jadi berdasarkan ketentuan pasal 4.2 jelas diatur bahwa Pemegang Gadai yaitu PT. BFI diberikan hak opsi untuk memperpanjangan Perjanjian Gadai Saham cukup dengan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Gadai mengenai perpanjangan jangka waktu gadai. Dengan demikian perpanjangan jangka waktu gadai cukup dilakukan dengan pemberitahuan saja dan tidak memerlukan persetujuan atau kesepakatan apapun dari Pemberi Gadai dalam hal ini PT. APT dan PT. OM.
Oleh karena itu, dalil PT. APT maupun PT. OM di dalam putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 dan putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 yang menyatakan bahwa batas jangka waktu Perjanjian Gadai Saham yang terakhir setelah perpanjangan adalah 1 Desember 2000 dan sejak jatuh tempo Perjanjian Gadai Saham tidak pernah diperpanjang lagi. Dan untuk itu, akibat hukum berakhirnya jangka waktu gadai adalah objek gadai, yaitu saham-saham yang digadaikan sudah tidak lagi terikat sebagai jaminan hutang kepada PT.BFI dan saham-saham tersebut harus dikembalikan kepada PT.APT dan PT. OM adalah tidak berdasar dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata oleh karena gadai adalah accesoir pada perjanjian utang piutang yang dijaminnya. Hal ini sebagaimana diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung RI No. 115 PK/Pdt.2007.
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
110
Namun Majelis Hakim Agung dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 ternyata memiliki pertimbangan hukum yang berbeda dan jelas bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 mengenai tata cara perpanjangan jangka waktu gadai. Majelis Hakim Agung di dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 berpendapat sama dengan Majelis Hakim dalam pemeriksaan tingkat pertama Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 123/Pdt.G/2003/PN.JKT.PST bahwa perpanjangan jangka waktu gadai haruslah berdasarkan persetujuan para pihak. Hal ini didasarkan pada surat tanggal 22 Februari 2000 dimana di dalam surat tersebut PT.BFI meminta tanda tangan dari PT. APT sebagai tanda persetujuannya atas perpanjangan jangka waktu gadai saham tersebut. Karena itu, pemberitahuan perpanjangan gadai sampai dengan tanggal 1 Desember 20001 sesuai surat PT.BFI tanggal 28 November 2000 selain merupakan permintaan perpanjangan secara sepihak karena tidak pernah disetujui PT. APT sehingga tidak mengikat PT. APT.
Menurut Pertimbangan Majelis Hakim Agung di dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006, Perjanjian Gadai Saham tanggal 1 juni 1999 tersebut merupakan “Perjanjian dengan suatu ketetapan waktu” sebagaimana diatur dalam Pasal 1268 KUHPerdata, karena dalam perjanjian tersebut secara pasti telah ditentukan lama waktu berlakunya perjanjian gadai yaitu berlangsung selama 12 bulan kemudian diperpanjang menjadi 18 bulan sejak tanggal 1 juni 1999 sehingga berakhir pada tanggal 1 desember 2000. Bahwa perjanjian dengan ketetapan waktu bersifat memutuskan ataupun mengakhiri daya kerja suatu perjanjian in casu jangka waktu perjanjian gadai secara pasti ditentukan berakhir pada tanggal 1 Desember 2000, karenanya barang gadai tersebut hanya terikat sebagai jaminan hutang sampai dengan tanggal 1 Desember 2000 dan selama itu pemegang gadai berhak menjual barang gadai tersebut di muka umum. Jangka waktu berakhirnya Perjanjian Gadai Saham tanggal 1 Desember 2000 yang merupakan syarat dalam perjanjian gadai tersebut UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
111
oleh kedua belah pihak dimaksudkan bahwa barang-barang gadai diikat sebagai jaminan hutang selama jangka waktu gadai saham berlangsung dan pemegang gadai dapat melaksanakan hak parate eksekusi yang dimilikinya yakni menjual barang-barang gadai dimuka umum selama jangka waktu gadai saham belum berakhir dan bukan dimaksudkan agar pemegang gadai mengeksekusi barang-barang gadai pada saat gadai saham telah berakhir karena hutang belum dibayar lunas.
Menurut penulis, apabila Perjanjian Gadai Saham tersebut merupakan “Perjanjian dengan suatu ketetapan waktu” sebagaimana diatur dalam Pasal 1268 KUHPerdata dalam arti perjanjian dengan ketetapan waktu bersifat memutuskan ataupun mengakhiri daya kerja suatu perjanjian, karenanya barang jaminan hanya terikat sebagai jaminan hutang sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian dan selama itu pemegang gadai berhak menjual barang gadai tersebut di muka umum, maka tentunya akan bertentangan dan menghilangkan asas-asas penting yang terkandung dalam hukum jaminan khususnya gadai itu sendiri. Hal ini juga akan sangat mempengaruhi kepastian pelaksanaan eksekusi jaminan gadai apabila Perjanjian Gadai Saham tersebut hanya diartikan sebatas yang dimaksud Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006.
Bahwa Kedudukan pemegang gadai sebagai secured creditor adalah berbeda dengan unsecured creditor. Bahwa secured creditor terhadap utang atau pinjaman, maka debitor memberi barang jaminan sebagai perlindungan pemenuhan pembayaran kepada secured creditor. Apabila debitor ingkar atau lalai memenuhi pembayaran utang sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian, pemenuhan dapat dipaksa dengan jalan eksekusi barang jaminan berdasarkan ketentuan tata cara eksekusi benda jaminan yang berlaku. Dengan adanya jaminan yang diikat dalam bentuk perjanjian jaminan tertentu akan dapat mengurangi risiko yang mungkin terjadi apabila penerima kredit wanprestasi atau UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
112
tidak dapat mengembalikan kredit atau pinjamannya. Dengan demikian jaminan dalam perjanjian kredit ini bertujuan untuk menjamin bahwa utang debitor (orang yang meminjam uang atau yang menerima kredit) akan dibayar lunas.
4
Hal ini
sejalan dengan pendapat Prof. Subekti yang menyatakan bahwa orang yang berhutang dengan memberikan tanggungan gadai sejak semula telah memberikan izin kalau ia lalai, barang tanggungan boleh dijual oleh si berpiutang untuk pelunasan hutang dengan hasil penjualan itu.5
Apabila Perjanjian Gadai Saham tersebut hanya diartikan sebatas yang dimaksud Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006, maka jelas sangat merugikan debitor dan/atau pemberi gadai serta kreditor selaku pemegang gadai. Bahwa kreditor tentu tidak mendapatkan kepastian hukum dalam pengembalian piutangnya karena dalam hal pemberi gadai tidak beritikad baik dalam pelaksanaan prestasinya, sedangkan pada umumnya di dalam perjanjian gadai tersebut menentukan bahwa Pemegang Gadai berhak melakukan eksekusi atas benda jaminan dalam hal debitor ingkar janji di dalam melaksanakan prestasinya. Lebih lanjut lagi ditentukan bahwa Pemberi Gadai dinyatakan ingkar janji apabila jangka waktu perjanjian gadai berakhir. Atas hal-hal tersebut akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena adanya pertentangan aturan hukum sebagaimana yang dipertimbangkan Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dengan praktek yang terjadi di dalam Perjanjian Gadai tersebut. Meskipun kemudian di dalam pengadilan diputuskan debitor telah beritikad tidak baik dalam pelaksanaan prestasinya, namun tetap kreditor akan mengalami kesulitan di dalam menuntut pengembalian piutangnya. Apabila mengacu pada perjanjian gadai merupakan “Perjanjian dengan suatu ketetapan waktu” sebagaimana diatur dalam Pasal 1268
4
Suharnoko, Kartini Muljadi, Penjelasan Hukum Tentang Eksekusi Gadai Saham, (Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010), hal. 40 5 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), hal. 124 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
113
KUHPerdata dalam arti terbatas pada barang jaminan hanya terikat sebagai jaminan hutang sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian, maka dengan lewatnya jangka waktu perjanjian maka pelunasan hutang debitor akan mengacu kepada jaminan umum berdasarkan ketentuan Pasal 1131 jo Pasal 1132 KUHPerdata. Hal ini menyebabkan pengikatan jaminan dalam perjanjian gadai tersebut menjadi sia-sia dan sangat merugikan kreditor.
Sedangkan bagi debitor dan/atau pemberi gadai sendiri, apabila Perjanjian Gadai diartikan terbatas pada barang jaminan hanya terikat sebagai jaminan hutang sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian maka ada kemungkinan terdapat ketidakamanan terhadap benda yang dijadikan jaminan tersebut. Dengan adanya ketentuan barang jaminan hanya terikat sebagai jaminan hutang sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian, maka Pemegang Gadai tentunya akan melakukan segala cara untuk mendapatkan pengembalian piutangnya sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian. Pemegang Gadai akan melakukan segala usaha supaya Pemegang Gadai dinyatakan telah melakukan ingkar janji. Hal-hal ini tentu akan menghilangkan arti sebenarnya daripada maksud dan tujuan jaminan itu sendiri kepada pemberi gadai karena debitor dan/atau pemberi gadai tidak diberikan kesempatan untuk melunasi hutang-hutangnya. Padahal maksud dan tujuan diadakannya jangka waktu dalam perjanjian gadai adalah dalam rangka melindungi kepentingan debitor dan pemberi gadai, terutama bila nilai kebendaan bergerak yang digadaikannya melebihi besarnya utang yang dijamin, sehingga terdapat sisa pembayaran dari hasil penjualan barang gadai tersebut dapat dikembalikan atau diserahkan kepada debitor dan pemberi gadai yang bersangkutan. Sekaligus pula melindungi kepentingan para peminjam uang yang pada umumnya berada dalam posisi yang sangat lemah, sehingga syarat-syarat yang berat pun sering kali karena keadaan terpaksa harus diterima. Apabila perjanjian gadai diartikan terbatas pada barang jaminan hanya terikat sebagai jaminan hutang sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian, bisa muncul UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
114
keadaan yang aneh dimana seorang kreditor pada umumnya mengharapkan agar debitor memenuhi kewajibannya, bisa muncul yang sebaliknya, malahan kreditor mengharapkan agar debitor wanprestasi, karena benda jaminan pada umumnya mempunyai nilai yang jauh lebih besar dari piutang kreditor.
Bahwa pemberian fasilitas kredit oleh kreditor dengan mensyaratkan adanya jaminan adalah semata-mata berorientasi untuk melindungi kepentingan kreditor, agar dana yang telah diberikannya kepada debitor dapat dikembalikan sesuai jangka waktu yang ditentukan. Apabila debitor wanprestasi, jaminan kebendaan tersebut akan dinilai dengan uang, selanjutnya akan dipergunakan untuk pelunasan seluruh atau sebagian dari pinjaman atau utang debitor kepada kreditornya. Dengan kata lain jaminan disini berfungsi sebagai sarana atau menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitor seandainya wanprestasi sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir. 6 Oleh karena itu pengaturan jangka waktu di dalam Perjanjian Gadai Saham semestinya dipandang dan diartikan sebagai batas akhir kesempatan yang diberikan oleh kreditor kepada Pemberi Gadai untuk melaksanakan prestasinya yaitu melunasi hutang-hutangnya kepada kreditor.
Menurut penulis, Perjanjian Gadai Saham bukan sebatas merupakan “Perjanjian dengan suatu ketetapan waktu” sebagaimana yang dimaksud dan dipertimbangkan Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006. Dalam hal jangka waktu dalam Perjanjian Gadai Saham dilampaui maka barulah lahir hak bagi Pemegang Gadai untuk mengeksekusi benda yang dijadikan jaminan tersebut sebagai upaya pelunasan hutang dari pemberi gadai. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si 6
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, ed.1, cetakan kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 69 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
115
berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai bercidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang gadainya di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut. Apabila utang yang dijamin dengan saham PT. APT dan PT.OM telah dilunasi/dibayar untuk sebagian, maka hal ini tidak menyebabkan hak gadai atas saham-saham PT. APT dan PT.OM hapus untuk sebagian. Gadai mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, yaitu membebani secara utuh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan dan setiap bagian daripadanya, dengan ketentuan bahwa apabila telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin, maka tidak berarti terbebasnya pula sebagian kebendaan atau barang-barang digadaikan dari beban hak gadai, melainkan hak gadai itu tetap membebani seluruh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan untuk sisa utang yang belum dilunasi (Pasal 1160 KUHPerdata).
Menurut penulis, pertimbangan Mahkamah Agung dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 jelas bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007. Majelis hakim Agung dalam putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 berpendapat bahwa Ketentuan butir 4.2 dari Perjanjian Gadai Saham, walaupun berjudul “jangka waktu dan pengakhiran”, akan tetapi secara jelas dapat disimpulkan substansinya antara lain adalah mengenai perpanjangan jangka waktu gadai dan tata cara perpanjangan jangka waktu gadai yang berbunyi : “Perjanjian gadai ini tunduk pada
pengakhiran
sebelum
berakhirnya
jangka
waktunya
atau
suatu
perpanjangan jangka waktu yang dengan ini diadakan atas pilihan dari Penerima Gadai pada setiap saat setelah disampaikannya pemberitahuan kepada Pemberi Gadai”. Oleh karena itu penyangkalan PT. OM atas ketentuan butir 4.2. UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
116
Perjanjian Gadai Saham adalah tidak berdasar hukum karena perpanjangan tersebut tidak memerlukan persetujuan PT.OM selaku pemberi gadai, sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pasal 4.2. Perjanjian Gadai Saham tersebut adalah dengan pemberitahuan mengenai perpanjangan jangka waktu gadai kepada pemberi gadai (PT. OM) oleh pemegang gadai (PT.BFI). Oleh karena itu, menurut penulis pertimbangan Mahkamah Agung dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 mengenai cara perpanjangan jangka waktu gadai adalah tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata jo. Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata jo. Pasal 4.2 Perjanjian Gadai Saham yang dibuat diantara PT. APT, PT. OM dengan PT. BFI.
Dengan masih berlakunya Perjanjian Gadai Saham hingga jangka waktu tanggal 1 Desember 2001 berdasarkan surat pemberitahuan kedua tanggal 28 Nopember 2000, mengakibatkan Consent to Transfer (Persetujuan Untuk Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 dan Irrevocable Power of Attorney to Sell (Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7 Agustus 2000 adalah tetap mengikat dan berlaku bagi PT. APT, PT. OM dan PT.BFI. Oleh karena itu penyangkalan yang dilakukan oleh PT. APT dan PT. OM mengenai gugur dan tidak berlakunya Consent to Transfer (Persetujuan Untuk Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 dan Irrevocable Power of Attorney to Sell (Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7 Agustus 2000 di dalam gugatan, menurut penulis seharusnya ditolak oleh Majelis Hakim Agung dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006.
4.3. Tentang Hak PT. BFI Mengeksekusi Gadai Atas Saham Terkait Jangka Waktu dalam Perjanjian Pledges of Shares Agreement Tanggal 1 juni 1999.
Dalam hukum perjanjian, kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam perjanjian menyangkut dua janji, yaitu melakukan sesuatu atau menyerahkan UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
117
sesuatu. Janji yang terlaksana adalah dilakukannya sesuatu atau diserahkan sesuatu yang disebut sebagai “prestasi”. Dalam konteks perjanjian kredit, “prestasi kreditor adalah menyerahkan dana pinjaman, sementara “prestasi” debitor adalah menyerahkan jaminan, melaksanakan pembayaran bunga, dan mengembalikan dana pinjaman secara tepat waktu. Wanprestasi adalah suatu keadaan bilamana salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasinya. Seorang debitor dikatakan lalai, apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhi kewajibannya atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan.7 Dalam kaitannya dengan gadai maka dasar alasan Pemegang Gadai melakukan eksekusi, diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata: a. Debitor cedera janji melaksanakan kewajibannya dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam perjanjian, atau b. Apabila tenggang waktu pemenuhan kewajiban tidak ditentukan dalam perjanjian, debitor dianggap melakukan cidera janji memenuhi kewajiban setelah ada peringatan untuk membayar. 8
Bahwa sebagai hasil upaya negosiasi dan restrukturisasi utang PT. BFI kepada kreditur-krediturnya, maka PT. BFI pada tanggal 11 oktober 2000 telah mengajukan rencana perdamaian agar dapat disetujui oleh para kreditur PT. BFI. Pada tanggal 7 Desember 2000, PT. BFI dan para kreditur PT. BFI akhirnya telah menandatangani Perjanjian Perdamaian yang kemudian telah diratifikasi/disahkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No: 04/PKPU/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst. selanjutnya dalam rangka keterbukaan informasi yang harus segera diumumkan kepada publik sesuai ketentuan Peraturan Bapepam Nomor X.K.1, PT. BFI telah melakukan pengumuman mengenai rencana penggunaan saham-saham yang 7
Sunu Widi Purwoko, Catatan Hukum Seputar Perjanjian Kredit dan Jaminan, (Jakarta: Nine Seasons, 2011), hal.120-121 8 M. Yahya Harahap (a), Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal 218 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
118
digadaikan untuk retrukturisasi utang PT. BFI yang dimuat di harian Media Indonesia tertanggal 29 Desember 1999. Pada tanggal 19 Desember 2000. Karena utang yang dijamin dengan saham PT.APT dan PT. OM tetap belum dilunasi kepada PT. BFI di dalam perjanjian Pledges of Shares Agreement, dan sebagai pelaksana putusan perdamaian, dalam rangka restrukturisasi hutangnya, PT. BFI telah mengalihkan saham-saham yang digadaikan PT.APT dan PT. OM kepada THE LAW DEBENTURE TRUST CORPORATION P.L.C. (selanjutnya disebut “L.D.T”) berdasarkan share sale and purchase agreement tertanggal 9 Februari 2001. Timbulnya hak eksekusi bagi PT. BFI untuk mengeksekusi sahamsaham yang dijaminkan PT.APT dan PT. OM dilakukan berdasarkan Consent to Transfer (Persetujuan Untuk Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 berbunyi “ ia (PT. APT dan PT. OM) mengijinkan dan menyetujui eksekusi/penjualan oleh PT. Bunas Finance Indonesia Tbk atas hak-haknya berdasarkan Perjanjian Gadai Saham tertanggal 1 Juni 1999. Selanjutnya Irrevocable Power of Attorney to Sell (Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7 Agustus 2000 mengatur “Kami (PT.APT dan PT.OM)… dengan ini memberikan kuasa dan wewenang yang tidak dapat ditarik kembali kepada PT. BFI (untuk selanjutnya
disebut “Pember Kuasa”), dengan hak substitusi yang dapat
diberikan pada setiap saat dan untnuk memberikan hak substitusi lebih lanjut sepanjang diperlukan oleh Pemberi Kuasa, pada setiap saat, dari waktu ke waktu, untuk menjual dan mengalihkan atau sebaliknya menyerahkan : (a). Saham-saham yang digadaikan sesuai dengan Perjanjian Gadai; (b). … Baik melalui bursa efek di Indonesia atau melalui pelelangan umum, atau penjualan pribadi atau di bawah tangan, dengan harga tersebut dan pada kondisi tersebut sebagaimana patut oleh Pemberi Kuasa kepada setiap pihak…”. Tindakan PT. BFI tersebut diatas adalah juga telah sesuai ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
119
pemberi gadai bercidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang gadainya di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.
Selanjutnya seorang debitor yamg melakukan perjanjian kredit dengan jaminan gadai wajib mengembalikan atau membayar pinjamannya tepat pada waktunya yang dihitung mulai tanggal pinjaman uang atau tanggal dilakukannya perjanjian pembiayaan dengan jaminan gadai sampai dengan tanggal jatuh tempo. Setelah selesai membayar hutang, maka penguasaan atas barang yang dijaminkan harus diserahkan kembali dari kreditor kepada debitor. Namun kenyataannya tidak semua debitor melunasi hutangnya tepat pada waktunya, sehingga pada tanggal jatuh tempo tiba hutangnya belum dilunasi. Terhadap debitor yang demikian itu dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi. Wanprestasi yang dilakukan oleh PT. APT dan PT.OM ditandai dengan belum dilunasinya hutang atau tagihan tepat pada waktu yang telah ditentukan (terbukti dalam persidangan oleh PT.APT dan PT.OM tidak melakukan bantahan atas dalil hutang yang belum dilunasi kepada PT. BFI baik dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007). Sesuai ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, apabila jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian Pledges of Shares Agreement dilampaui, berarti PT.BFI diberikan hak untuk melakukan eksekusi gadai atas saham-saham yang dijaminkan oleh PT.APT dan PT.OM untuk melunasi hutang debitor. Hal ini juga sejalan dengan pendapat M. Yahya Harahap bahwa jika lampau waktu kita kaitkan dengan perjanjian, lampau waktu tadi akan menghasilkan pengertian membebaskan seseorang dari suatu kewajiban atau bisa juga memberi hak kepada
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
120
seseorang untuk memperoleh sesuatu hak. Pendeknya dengan menghubungkan lampau waktu dengan perjanjian, akan memberi dua pengertian: a. Membebaskan seseorang dari kewajiban setelah lewat waktu tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan undang-undang. b. Memberikan kepada seseorang untuk memperoleh sesuatu hak setelah lewat jangka waktu tertentu sesuai dengan yang ditetapkan undang-undang. 9 Prof. Subekti juga menyatakan bahwa orang yang berhutang dengan memberikan tanggungan gadai sejak semula telah memberikan izin kalau ia lalai, barang tanggungan boleh dijual oleh si berpiutang untuk pelunasan hutang dengan hasil penjualan itu. 10
Dari ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, pembentuk undangundang memberikan wewenang kepada kreditor pemegang gadai untuk melakukan penjualan kebendaan gadai yang diserahkan kepadanya dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi) di depan umum (melalui pelelangan umum) menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, bila debitor pemberi gadai wanprestasi atau tidak menepati janji dan kewajiban-kewajibannya, guna mengambil pelunasan jumlah piutangnya dari pendapat penjualan kebendaan yang digadaikan tersebut. Dengan demikian, hak parate eksekusi atas barang gadai ini akan berlaku bila debitor pemberi gadai benar-benar telah wanprestasi setelah diberikan peringatan untuk segera membayar atau melunasi utangnya. Bahwa dengan PT.APT dan PT. OM yang belum melunasi hutangnya pada PT. BFI, maka berdasarkan Pasal 1155 ayat (1) tersebut, PT.BFI memiliki hak untuk mengeksekusi saham-saham yang dijaminkan PT.APT dan PT.OM. Dengan adanya Consent to Transfer (Persetujuan Untuk Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 dan Irrevocable Power of
9 10
M.Yahya Harahap (b), Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 166 Subekti, Loc.Cit., UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
121
Attorney to Sell (Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7 Agustus 2000, maka PT. BFI mengalihkan saham-saham yang digadaikan PT.APT dan PT. OM tersebut dengan penjualan di bawah tangan kepada L.D.T sesuai share sale and purchase agreement tertanggal 9 Februari 2001.
Penjualan di bawah tangan atas saham-saham yang digadaikan PT.APT dan PT. OM tersebut dibenarkan juga oleh Majelis Hakim Agung dalam putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 yang dalam pertimbangannya menyatakan bahwa “Pasal 1155 KUHPerdata tentang tata cara eksekusi barang gadia bilamana pemberi gadai wanprestasi setelah lewatnya jangka waktu gadai yang pada umumnya dengan menjual dimuka umum/lelang, akan tetapi azas tersebut dapat disimpangi berdasarkan kalimat awal dari pasal 1155 KUPerdata yang berbunyi: “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain”. Oleh karena itu menurut pertimbangan Majelis Hakim tingkat banding yang diperkuat Majelis Hakim tingkat Kasasi dan tingkat Peninjauan kembali bahwa “Majelis Hakim tingkat pertama, tidak cermat dalam membaca ketentuan pasal 1155 KUHPerdata, sehingga berkesimpulan bahwa eksekusi gadai saham hanya dapat dilakukan melalui menjual dimuka umum atau melalui lelang. Sehingga meskipun telah diperjanjikan oleh PT. OM selaku pemberi gadai dengan PT. BFI sebagaimana termuat dalam butir 5 dari Perjanjian Gadai Saham, Majelis Hakim tingkat pertama tidak mempertimbangkannya”. Di dalam butir 5 dari Perjanjian Gadai Saham diatur : “… penjualan tersebut dapat dilakukan dengan penjualan di depan umum atau (sejauh yang diijinkan oleh undang-undang) penjualan secara privat…”
Pendapat Majelis Hakim Agung dalam putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 ternyata bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006. Dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
122
PK/pdt/2006, Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan PT. BFI yang mengeksekusi barang-barang gadai setelah masa gadai telah berakhir dengan cara penjualan di bawah tangan tidak dapat dibenarkan menurut hukum gadai karena bertentangan dengan Pasal 1155 KUHPerdata yang mengatur tentang eksekusi barang gadai yang mewajibkan barang gadai dijual di muka umum atau dengan cara lelang, agar debitor tidak dirugikan. Bahwa pada gadai saham cara pelelangannya dilakukan melalui pasar modal dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut. Menurut penulis, pertimbangan Majelis Hakim di dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 adalah keliru.
Bahwa di dalam ketentuan dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata menyatakan “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai bercidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang gadainya di muka umum menurut kebiasaankebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.” Selanjutnya Pasal 1155 ayat (2) KUHPerdata mengatur secara khusus mengenai cara eksekusi barang gadai yang terdiri atas barang-barang perdagangan dan surat-surat berharga yang diperjualbelikan di pasar modal, yaitu penjualannya dilakukan di pasar atau di bursa efek di tempat kreditor pemegang gadainya bertempat tinggal dengan bantuan perantaraan 2(dua) orang makelar yang memang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut. Pasal 1155 ayat (2) KUHPerdata, mengatur kebolehan penjualan eksekusi atas barang perdagangan atau efek menyimpang dari aturan pokok penjualan di muka umum.
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
123
Pasal di atas menunjukkan kepada kita, bahwa ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata merupakan ketentuan yang bersifat menambah (aanvulledrechts), karena para pihak bebas menetapkan lain. Dalam hal para pihak tidak menyimpang dari ketentuan tersebut, barulah Pasal 1155 KUHPerdata berlaku.
11
Jika pemberi gadai dan kreditor menginginkan penjualan dengan cara di bawah tangan (private sale), harus ditempuh cara yang diatur dalam Pasal 1156 KUHPerdata.12 Berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata dengan cara mengajukan permohonan kepada hakim, kreditor/ pemegang gadai dapat mohon supaya hakim menetapkan bahwa eksekusi gadai dapat dilakukan melalui penjualan di bawah tangan (private sale). penjualan tidak dengan lelang hanya dapat dilakukan setelah ada penetapan hakim (Pasal 1156 KUHPerdata). 13 Dengan demikian, cara penjualan eksekusi barang gadai menurut cara yang ditentukan hakim yang digariskan Pasal 1156 KUHPerdata ini merupakan kebolehan penyimpangan dari ketentuan pokok penjualan lelang di muka umum yang disebut Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata. Dengan demikian, sekiranya pemegang gadai/kreditor menghendaki tidak menempuh ketentuan pokok penjualan barang gadai di muka umum, atau juga tidak ingin menjual barang gadai di pasar atau di bursa efek, Pasal 1156 KUHPerdata memberi hak kepada pemegang gadai/kreditor mengajukan tuntutan ke pengadilan agar hakim/pengadilan menjatuhkan putusan penjualan barang gadai menurut cara yang ditentukan hakim/pengadilan. 14 Dalam hal dilakukannya penjualan dibawah tangan, setelah suatu penjualan dilakukan oleh kreditor berdasarkan perintah pengadilan, maka kreditor berkewajiban untuk segera memberitahukannya kepada pemberi gadai, yang menurut ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata, dilakukan pada hari yang berikutnya apabila ada perhubungan
11 12 13
14
Usman, Op.Cit., hal.136 Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 10-11 Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 12-13 Harahap (a), Op.Cit., hal 219 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
124
pos harian ataupun suatu suatu perhubungan telegraf, atau jika tidak demikian halnya dengan pos yang berangkat pertama.15 Sesuai ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata, ternyata para pihak sepakat telah menetapkan lain mengenai tata cara eksekusi/penjualan saham-saham yang dijaminkan dalam Perjanjian Gadai Saham. Bahwa di dalam butir 5 Perjanjian Gadai Saham diatur “… penjualan tersebut dapat dilakukan dengan penjualan di depan umum atau (sejauh yang diijinkan oleh undang-undang) penjualan secara privat…”. Selanjutnya sebagai akibat krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang antara lain ditandai dengan kenaikan yang berlipat-lipat dari nilai tukar mata uang Dollar Amerika Serikat terhadap mata uang Rupiah telah mempengaruhi perekonomian nasional dan menimbulkan kesulitan yang besar di kalangan dunia usaha termasuk PT. BFI, maka PT. BFI pada tanggal 11 oktober 2000 telah mengajukan rencana perdamaian berkenaan dengan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam rencana perdamaian ini disertakan saham-saham PT.APT dan PT.OM sebagai restrukturisasi utang PT. BFI kepada kreditorkreditornya. Sebagai hasil upaya negosiasi dan restrukturisasi utang PT. BFI kepada kreditur-krediturnya, maka pada tanggal 7 Desember 2000, PT. BFI dan para kreditur PT. BFI akhirnya telah menandatangani Perjanjian Perdamaian yang kemudian telah diratifikasi/disahkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No: 04/PKPU/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst. pada tanggal 19 Desember 2000. Karena utang yang dijamin dengan saham PT.APT dan PT. OM tetap belum dilunasi kepada PT. BFI dan sebagai pelaksana putusan perdamaian, dalam rangka restrukturisasi hutangnya, PT. BFI telah mengalihkan saham-saham yang digadaikan PT.APT dan PT. OM kepada L.D.T berdasarkan share sale and purchase agreement tertanggal 9 Februari 2001. Menurut penulis, dengan adanya putusan Pengadilan 15
Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal. 196-200 UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
125
Niaga Jakarta Pusat No: 04/PKPU/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst. pada tanggal 19 Desember 2000 telah membuktikan bahwa tindakan penjualan dibawah tangan atas saham-saham PT.APT dan PT.OM oleh PT. BFI kepada L.D.T adalah telah sesuai dengan ketentuan Pasal 1156 ayat (1) KUHPerdata. Selain daripada itu sesuai ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata, para pihak juga telah bersepakat untuk melakukan penjualan di bawah tangan sebagaimana disepakati dalam butir 5 Perjanjian Gadai Saham, serta di dalam Consent to Transfer (Persetujuan Untuk Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 dan Irrevocable Power of Attorney to Sell (Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7 Agustus 2000 yang dibuat oleh PT. APT, PT.OM dengan PT. BFI. Namun dengan mempelajari dalil-dalil PT. BFI dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007
ternyata
diketahui
bahwa
Perjanjian
Gadai
Saham
telah
diperpanjang berlaku hingga tanggal 1 Desember 2001 sebagaimana diakui sendiri oleh PT. BFI berdasarkan alat bukti berupa surat pemberitahuan kedua tanggal 28 Nopember 2000 dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007. Kemudian menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bahwa dengan masih berlakunya Perjanjian Gadai Saham, apakah PT. BFI selaku pemegang gadai dapat serta merta atau memiliki kewenangan melakukan eksekusi terhadap saham-saham yang dijaminkan pemberi gadai in casu PT. APT dan PT. OM. Menurut penulis, dengan masih berlakunya jangka waktu gadai, maka untuk dapat mengeksekusi benda gadai yaitu terhadap saham-saham PT. APT dan PT. OM yang ada di PT. BFI, maka terlebih dahulu PT. BFI harus mendapat persetujuan dari PT. APT dan PT. OM. Ternyata faktanya bahwa penjualan saham-saham oleh PT. BFI telah terlebih dahulu diketahui dan mendapatkan persetujuan PT. APT dan PT. OM. Terbukti baik didalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 maupun putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007, telah diakui oleh PT. APT dan PT.OM bahwa dalam rangka restrukturisasi utang UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
126
PT. BFI, rencana perdamaian yang dibuat dan diajukan PT. BFI kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. BFI (termasuk persetujuan dari PT. APT dan PT. OM selaku pemegang saham PT. BFI) yang berita acaranya tertuang di dalam Akta No.28 tanggal 27 Januari 2000 dimana dalam rapat tersebut memuat agenda rapat sebagai berikut: a. Persetujuan untuk melaksanakan gadai saham yang diberikan untuk menjamin piutang PT. BFI kepada perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dan selanjutnya menghapus-bukukan piutang PT. BFI kepada perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.
b. Persetujuan atas restrukturisasi seluruh hutang PT. BFI kepada kreditor, termasuk hutang kepada pemegang obligasi.
Termasuk persetujuan dari PT. APT dan PT. OM selaku pemegang saham di PT. BFI untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang dan rencana perdamaian kepada Pengadilan Niaga yang berita acaranya tertuang di dalam Akta No. 51 tanggal 22 Agustus 2000 dan dihadiri oleh PT.APT dan PT.OM selaku pemegang saham PT. BFI. Atas persetujuan tersebut, maka berdasarkan Consent to Transfer (Persetujuan Untuk Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 dan Irrevocable Power of Attorney to Sell (Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7 Agustus 2000, PT. BFI mengalihkan saham-saham yang digadaikan PT.APT dan PT. OM kepada L.D.T. Bahwa L.D.T selaku pembeli saham-saham yang digadaikan PT. APT dan PT. OM pada PT. BFI kemudian melakukan pengumuman melalui media massa Harian Bisnis Indonesia tanggal 14 Mei 2001 dimana baik PT. APT maupun PT. OM tidak pernah melakukan protes terhadap pengumuman yang dibuat L.D.T. Selain itu PT. BFI juga telah memberi tahu PT. APT dan PT. OM tentang pelaksanaan Putusan Perdamaian dan Pengalihan Saham-Saham PT. APT dan PT. OM yang UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
127
digadaikan pada PT. BFI kepada L.D.T, melalui surat tanggal 11 Mei 2001 dan disetujui oleh PT. APT dan PT. OM. Pengumuman ini adalah telah sesuai dengan ketentuan Pasal 1156 ayat (1) KUHPerdata mengenai keterbukaan informasi yang harus disampaikan kreditor mengenai penjualan barang gadai milik pemberi gadai. Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan di dalam bab ini membuktikan bahwa pelaksanaan eksekusi gadai atas saham-saham milik PT. APT dan PT. OM oleh PT. BFI selaku pemegang gadai adalah sudah tepat dan sah demi hukum serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang mengatur mengenai hukum gadai.
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
BAB 5 PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan permasalahan dan analisis mengenai putusan perkara di dalam tesis ini, maka pada bab terakhir (Penutup) ini penulis mencoba untuk menyimpulkan beberapa permasalahan tersebut dan juga akan memberikan beberapa saran-saran kepada para pihak terutama pihak pembaca. Dengan demikian penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut:
5.1.1. Terkait dengan jangka waktu di dalam perjanjian gadai, dalam hal jangka waktu perjanjian telah berakhir namun utang Pemberi Gadai belum dilunasi, maka Pemegang Gadai diberikan hak untuk melakukan eksekusi terhadap benda gadai yang dijadikan jaminan. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata yang mengatur bahwa “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka kreditor adalah berhak jika debitor atau pemberi gadai cedera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barangnya gadai di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syaratsyarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.”
Sedangkan terhadap gadai atas saham perusahaan Publik maka di dalam Pasal 1155 ayat (2) mengatur gadai saham cara pelelangannya dilakukan melalui pasar modal dengan perantaraan dua orang makelar 128
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
129
yang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut. Namun pelaksanaan parate eksekusi di depan umum sebagaimana diatur dalam ayat (1) maupun ayat (2) Pasal 1155 KUHPerdata dapat disimpangi berdasarkan kalimat awal dari pasal 1155 KUPerdata yang berbunyi: “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain”. Artinya dalam hal para pihak tidak menyimpang dari ketentuan tersebut, barulah Pasal 1155 KUHPerdata berlaku. Lebih lanjut jika pemberi gadai dan kreditor menginginkan penjualan dengan cara di bawah tangan (private sale), harus ditempuh cara yang diatur dalam Pasal 1156 KUHPerdata. Berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata dengan cara mengajukan permohonan kepada hakim, kreditor/ pemegang gadai dapat mohon supaya hakim menetapkan bahwa eksekusi gadai dapat dilakukan melalui penjualan di bawah tangan (private sale).
5.1.2. Penerapan Eksekusi atas gadai saham oleh Pemegang Gadai dalam prakteknya tidak bisa dibilang cepat, murah, apalagi sederhana serta masih mengalami hambatan. Hambatan tersebut terutama karena terdapat penafsiran yang berbeda-beda oleh praktisi hukum maupun yang dihasilkan oleh pengadilan, khususnya Mahkamah Agung mengenai hak pemegang gadai untuk mengeksekusi gadai atas saham berdasarkan Pasal 1155 KUHPerdata dan Pasal 1156 KUHPerdata dalam kaitannya dengan jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir namun hutang belum dilunasi, seperti pada Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 240 PK/pdt/2006 tanggal 20 Februari 2007 dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 115 PK/Pdt.2007 tanggal19 Juli 2007. Apabila mengikuti dalil PT. APT dan PT. OM baik di dalam putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 dan putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006, yang menyatakan bahwa batas jangka waktu Perjanjian Gadai Saham UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
130
yang terakhir setelah perpanjangan adalah 1 Desember 2000 dan sejak jatuh tempo Perjanjian Gadai Saham tidak pernah diperpanjang lagi, maka menurut penulis dengan lewatnya jangka waktu Perjanjian Gadai Saham berdasarkan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, PT. BFI memiliki hak untuk mengeksekusi gadai atas saham-saham PT. APT dan PT. OM yang dijaminkan kepada PT.BFI. Oleh karena itu, lebih lanjut dalil PT. APT dan PT. OM sebagaimana juga digunakan Majelis Hakim Agung sebagai pertimbangan dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006, yang menyatakan jangka waktu berakhirnya Perjanjian Gadai Saham tanggal 1 Desember 2000 dimaksudkan bahwa barang-barang gadai diikat sebagai jaminan hutang selama jangka waktu gadai saham berlangsung dan pemegang gadai dapat melaksanakan hak parate eksekusi yang dimilikinya yakni menjual barang-barang gadai dimuka umum selama jangka waktu gadai saham belum berakhir dan bukan dimaksudkan agar pemegang gadai mengeksekusi barang-barang gadai pada saat gadai saham telah berakhir karena hutang belum dibayar lunas, menurut penulis adalah keliru. Bahwa pemberian fasilitas kredit oleh kreditor dengan mensyaratkan adanya jaminan adalah semata-mata berorientasi untuk melindungi kepentingan kreditor, agar dana yang telah diberikannya kepada debitor dapat dikembalikan sesuai jangka waktu yang ditentukan. Oleh karena itu pengaturan jangka waktu di dalam Perjanjian Gadai Saham semestinya dipandang dan diartikan sebagai batas akhir kesempatan yang diberikan oleh kreditor kepada Pemberi Gadai untuk melaksanakan prestasinya yaitu melunasi hutanghutangnya kepada kreditor. Dalam hal jangka waktu dalam Perjanjian Gadai Saham dilampaui maka barulah lahir hak bagi Pemegang Gadai untuk mengeksekusi benda yang dijadikan jaminan tersebut sebagai upaya pelunasan hutang dari pemberi gadai. UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
131
Namun dengan mempelajari dalil-dalil PT. BFI dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 ternyata diketahui bahwa Perjanjian Gadai Saham telah diperpanjang berlaku hingga tanggal 1 Desember 2001 sebagaimana diakui sendiri oleh PT. BFI berdasarkan alat bukti berupa surat pemberitahuan kedua tanggal 28 Nopember 2000. Dengan masih berlakunya jangka waktu Perjanjian Gadai Saham tersebut, maka ternyata fakta dalam persidangan membuktikan penjualan saham-saham oleh PT. BFI telah terlebih dahulu diketahui dan mendapatkan persetujuan PT. APT dan PT. OM. Dalam rangka restrukturisasi utang PT. BFI, rencana perdamaian yang dibuat dan diajukan PT. BFI kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. BFI (termasuk persetujuan dari PT. APT dan PT. OM selaku pemegang saham PT. BFI) yang berita acaranya tertuang di dalam Akta No.28 tanggal 27 Januari 2000. Atas persetujuan tersebut, PT. BFI mengalihkan saham-saham yang digadaikan PT.APT dan PT. OM kepada L.D.T dan kemudian melakukan pengumuman melalui media massa Harian Bisnis Indonesia tanggal 14 Mei 2001. Selain itu PT. BFI juga telah memberi tahu PT. APT dan PT. OM tentang pelaksanaan Putusan Perdamaian dan Pengalihan Saham-Saham PT. APT dan PT. OM yang digadaikan pada PT. BFI kepada L.D.T, melalui surat tanggal 11 Mei 2001 dan disetujui oleh PT. APT dan PT. OM. Pengumuman ini adalah telah sesuai dengan ketentuan Pasal 1156 ayat (1) KUHPerdata mengenai keterbukaan informasi yang harus disampaikan kreditor mengenai penjualan barang gadai milik pemberi gadai.
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
132
5.2. Saran Setelah penulis mengambil beberapa kesimpulan tersebut diatas, maka pada kesempatan yang terakhir ini penulis memberikan saran. Adapun saran penulis yang berkaitan dengan permasalahan tersebut diatas antara lain:
5.2.1. Bahwa pengaturan pelaksanaan eksekusi atas gadai saham khususnya di dalam KUHPerdata, Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun peraturan terkait lainnya masih menimbulkan permasalahan hukum. Hal tersebut ditandai dengan adanya penafsiran yang berbeda oleh praktisi hukum maupun yang dihasilkan oleh pengadilan, khususnya Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai eksekusi gadai saham dalam hal jangka waktu perjanjian gadai saham berakhir namun debitor belum melunasi hutangnya. Hal ini menggambarkan belum ada kesamaan penafsiran terhadap eksekusi gadai saham di Indonesia. Apalagi terhadap jaminan berupa gadai saham Perusahaan Publik, mengingat perkembangan dan kemajuan pasar modal, saham-saham yang diterbitkan tidak dalam bentuk surat saham atau warkat, namun berupa saham tanpa warkat atau yang disebut dengan scriptless stock. Oleh sebab itu, harus ada peraturan yang tegas dan khusus mengatur gadai saham khususnya mengenai jangka waktu gadai saham serta tata cara eksekusi gadai atas saham dalam hal ditentukan jangka waktu dalam perjanjian gadai saham berakhir ataupun masih berlaku. Hal ini diperlukan untuk menjamin dan memberikan kepastian hukum bagi pemegang gadai untuk dapat mengeksekusi benda gadai yang dijadikan jaminan oleh debitor dan/atau pemberi gadai dalam rangka pelunasan hutangnya, bila debitor pemberi gadai wanprestasi atau tidak menepati janji dan kewajiban-kewajibannya.
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
133
5.2.2. Adanya ketidakjelasan pengaturan mengenai hak pemegang gadai untuk melaksanakan eksekusi atas gadai saham sebagaimana diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata apakah melalui penjualan umum atau dapat melalui penjualan di bawah tangan, juga dapat menyebabkan ketidakpastian hukum bagi pemegang gadai. Oleh karena itu, harus ada rumusan mengenai tata cara eksekusi gadai yang jelas dan pasti mengenai bagaimana pemegang gadai melaksanakan hak atas eksekusi gadai baik dilakukan melalui penjualan umum ataupun melalui penjualan di bawah tangan.
UNIVERSITAS INDONESIA
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
DAFTAR REFERENSI
I.
Buku Badrulzaman, Mariam Darus. Aneka Hukum Bisnis. Bandung: alumni, 1994. _______. Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai dan Fiducia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991. Bahsan, M. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008. Fuady, Munir. Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku Kesatu. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994. Harahap, M. Yahya. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2010. _______. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, 1986. HS, H. Salim. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2008. Irianto, Sulistyowati dan Shidarta. Metode Penelitian Hukum : Konstelasi dan Refleksi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011. Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 3. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1996. Marzuki, Peter Mahmud. Et al. Hukum Jaminan Indonesia (Seri Dasar Hukum Ekonomi 4). Jakarta: Proyek Elips, 1998. Mertokusumo, Sudikno. Teori Hukum, ed.revisi. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2012. Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai, dan Hipotek. Jakarta: Kencana, 2007.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
Nadapdap, Binoto. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009. Purwoko, Sunu Widi. Catatan Hukum Seputar Perjanjian Kredit dan Jaminan. Jakarta: Nine Seasons, 2011. S, H.R. Otje Salman. Filsafat Hukum Perkembangan dan Dinamika Masalah. Bandung: PT Refika Aditama, 2012. Salmiman, Abdul R. Et al. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori & Contoh kasus. Jakarta: kencana, 2007. Sastrawidjaja, H. Man S dan Rai Mantili, Perseroan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang Jilid 1. Bandung: PT Alumni, 2010. Satrio, J. Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993. Sjahdeini, ST. Remy. Hak Tanggungan : Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan). Bandung: Alumni, 1999. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Cet.3. Jakarta: UI Pers, 2006. Sofwan, Sri Masjchoen. Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty, 1980. Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa, 2003. Suharnoko dan Kartini Muljadi. Penjelasan Hukum Tentang Eksekusi Gadai Saham. Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010. Sumantoro. Pengantar Tentang Pasar Modal Di Indonesia. Jakarta: ghalia indonesia, 1990.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
Syamsudin, M. Operasionalisasi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007. Usman, Rachmadi. Dimensi Hukum Perseroan Terbatas. Bandung: P.T. Alumni, 2004. _______. Hukum Jaminan Keperdataan, ed.1.Cet.2. Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Widjaya, I.G. Rai. Hukum Perusahaan : Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undanf di Bidang Usaha. Bekasi: kesaint Blanc, 2006. Widyadharma, Ign. Ridwan. Hukum Perseroan Terbatas menurut Undangundang RI No. 1 Tahun 1995. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995. Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006. II.
Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Undang-Undang Pasar Modal, UU Nomor 8 Tahun 1995, LN Nomor 64 Tahun 1995, TLN Nomor 3608. _______. Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU Nomor 40 Tahun 2007, LN Nomor 106 Tahun 2007, TLN Nomor 4756. _______. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh Subekti dan Tjitrosudibio. Cet. 39. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2008.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013