UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA HISTOMORFOMETRI MENGGUNAKAN IMAGE J PADA PENYEMBUHAN FRAKTUR YANG MENGALAMI PERLAKUAN MEKANIK TULANG SAJA DAN TULANG DAN PERIOSTEUM PADA TIKUS SPRAGUE- DAWLEY
TESIS
DZIKRY KASMAN 0806485801
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI JAKARTA SEPTEMBER 2013
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA HISTOMORFOMETRI MENGGUNAKAN IMAGE J PADA PENYEMBUHAN FRAKTUR YANG MENGALAMI PERLAKUAN MEKANIK TULANG SAJA DAN TULANG DAN PERIOSTEUM PADA TIKUS SPRAGUE- DAWLEY
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi
DZIKRY KASMAN 0806485801
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI JAKARTA SEPTEMBER 2013
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat dan salam saya haturkan kepada nabi Muhammad SAW atas teladan dan perjuangan beliau yang membawa umatnya dari masa kegelapan menuju cahaya ilahi. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, dari masa residensi sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada: Almarhum Prof. dr. Subroto Sapardan, Sp.B, Sp.OT (K), guru besar Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, atas motivasi, bimbingan dan ilmu yang dicurahkan dalam masa kesehatan beliau sampai masa sakit kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. Prof. dr. Errol U Hutagalung, Sp.B, Sp.OT (K), guru besar Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, atas atas bimbingan, arahan, dan ilmu yang beliau berikan kepada saya dengan tegas dan bersemangat selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. Prof. dr. Djoko Simbardjo, Sp.B, Sp.OT (K) guru besar Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, atas motivasi, bimbingan, dan ilmu yang beliau berikan kepada saya dengan humanis dan bersemangat selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Paruhum U Siregar, Sp.B, Sp.OT (K), pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, atas bimbingan dan ilmu yang beliau berikan kepada saya dengan diskusi-diskusi menarik selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Emir Soendoro, Sp.OT (K), pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, atas bimbingan dan ilmu yang beliau berikan selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi.
v
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
vi
dr. Ifran Saleh, Sp.OT (K), Ketua Program Studi bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sekaligus pendidik dan pengajar kami atas didikan, bimbingan, motivasi, nasihat, latihan ujian, teladan dan kesempatan belajar di daerah yang beliau berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. Dr. dr. Luthfi Gatam, Sp.OT (K), Kepala SMF Orthopaedi dan Traumatologi RSUP Fatmawati, Jakarta, pendidik dan pengajar kami, atas didikan, bimbingan arahan, ilmu, dan kesempatan belajar di RSUP Fatmawati yang diberikan dengan penuh kesabaran selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Singkat Dohar A. L. Tobing, Sp.OT(K), pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, atas bimbingan dan ilmu yang beliau berikan kepada saya dengan diskusi-diskusi menarik selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Syaiful Anwar Hadi, Sp.OT (K), pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, atas perhatian, kedisiplinan, bimbingan dan ilmu yang beliau berikan kepada saya dengan tegas dan bersemangat selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Bambang Gunawan, Sp.OT (K), Kepala Departemen Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sekaligus pendidik dan pengajar kami atas didikan, bimbingan, motivasi, nasihat, teladan dan kesempatan belajar RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo di yang beliau berikan kepada saya dengan penuh kesabaran selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. Dr. dr. Andri Maruli Tua Lubis, Sp.OT (K), pembimbing tesis saya yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membantu saya dalam penyusunan tesis ini. Sekaligus sebagai pendidik dan pengajar kami atas didikan, bimbingan, motivasi, nasihat, teladan, ilmu, dan pengajaran di poliklinik yang beliau berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, Sp.OT (K), pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, atas bimbingan, ilmu, dan pengajaran ilmu praktik di poliklinik yang beliau berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Aryadi Kurniawan, Sp.OT (K), pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, atas bimbingan, ilmu, dan pengajaran ilmu praktik di poliklinik yang beliau berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi.
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
vii
Dr. dr. Achmad Fauzi Kamal, Sp.OT (K), pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, atas bimbingan, ilmu, dan pengajaran ilmu praktik di poliklinik yang beliau berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Rahyussalim, Sp.OT(K),pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, atas bimbingan, ilmu, dan pengajaran ilmu praktik di poliklinik yang beliau berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Yogi Prabowo, Sp.OT (K), dr. Wahyu Widodo, Sp.OT (K), dan dr. Ihsan Oesman, Sp.OT (K), pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, atas bimbingan, ronde, ilmu, dan pengajaran yang beliau berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Agung P. Sutiyoso, Sp.OT, dr. Sofyanudin, Sp.OT, dr. Bambang Nugroho, Sp.OT, Dr. dr. Lukman Shebubakar, Sp.OT, dr. Ludwig Andribert Pontoh, Sp.OT (K), dr. Didik Librianto, Sp.OT (K), dr. Fachrisal, Sp.OT (K), dr. Jamot Silitonga, Sp.OT, dr. Faisal Mi’raj, Sp.OT, dr Iman Widya Aminata, SpOT, dan dr Dimas Radithya Boedijono, SpOT para pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUP Fatmawati, atas bimbingan, ronde, ilmu, pengajaran, dan kesempatan belajar di RSUP Fatmawati yang beliau semua berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. Dr. Dharmadi, Sp.OT, dr. Rizal Pohan, Sp.OT (K), dr. Nurman Effendi, Sp.OT, dr. Patar O, Sp.OT, para pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUD Tangerang, atas bimbingan, ronde, ilmu, pengajaran, dan kesempatan belajar di RSUD Tangerang yang beliau semua berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Arsanto Triwidodo, Sp.OT (K), pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUD Koja – Jakarta Utara, atas didikan, motivasi, bimbingan, ilmu, pengajaran dan kesempatan belajar di RSUD Koja – Jakarta Utara yang beliau semua berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Gede Sandjaya, Sp.OT (K), pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUD Soedarso - Pontianak , atas didikan, motivasi, bimbingan, ilmu, pengajaran dan kesempatan belajar di RSUD Soedarso – Pontianak yang beliau semua berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Romaniyanto, Sp. OT (K), pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUD Dr Soeradji Tirtanegara - Klaten, atas didikan, motivasi,
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
viii
bimbingan, ilmu, pengajaran dan kesempatan belajar di RSUD Dr Soeradji Tirtanegara - Klaten yang beliau semua berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Anika Annie Alhambra, Sp.OT, dr. Made Uki, Sp.OT, pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUD Soedono – Madiun, atas didikan, motivasi, bimbingan, ilmu, pengajaran dan kesempatan belajar di RSUD Soedono – Madiun yang beliau semua berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Syafiq Basalamah, Sp.OT, pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RS Siaga Medika Pemalang dan Banyumas, atas pengajaran, motivasi dan kesempatan belajar mandiri yang beliau berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. dr. Iman Solichin, Sp.OT (K),pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RS Orthopaedi Purwokerto, atas didikan, motivasi, bimbingan, ronde, ilmu, pengajaran kewirausahaan, teladan, akomodasi dan kesempatan belajar di RS Orthopaedi Purwokerto yang beliau berikan kepada saya selama masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. Ayahanda saya, Kasman Bakir, SH , dan ibunda saya Yaslidar, yang telah memberikan segala-galanya dari lahir sampai masa pendidikan saya berakhir atas dukungan yang tiada hentinya. Rekan-rekan residen Orthopaedi dan Traumatologi, terutama dr. Andhika Yudistira, dr Hamdriansah Siagian, dr Mirna Pandu, dr Widyastuti, dr RM Nobel, dr M Aulia, dr Reza rekan senasib sepenanggungan dalam suka dan duka selama menjalani masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi. dra. Hj. Sri Sapariati, sdri. Sri Mulyati, Ir. Retno Mustiko Nowoyanti, sdri. Wiwit Setyaningsih, ST, sdri. Hanifah, sdri. Dhonna Ardiany, SKM, sdri. Heni Pamuji Rahayu, Amd, para sekretaris dan staff administrasi atas dukungan, bantuan, kerja sama yang mempermudah saya dalam menjalani masa pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. Para perawat di kamar operasi, ruang rawat inap, instalasi gawat darurat, rawat jalan, dan pekarya rumah sakit di rumah sakit-rumah sakit tempat saya menjalani pendidikan dan pelatihan spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi atas dukungan, bantuan dan kerja samanya selama masa pendidikan. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat saya sebutkan di sini. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu Orthopaedi dan Traumatologi khususnya. Jakarta, September 2013
Dzikry Kasman
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
ABSTRAK Nama
: Dzikry Kasman
Program Studi : Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Judul
: Analisa Histomorfometri Menggunakan Image J Pada Penyembuhan Fraktur Yang Mengalami Perlakuan Mekanik Tulang Saja Dan Tulang Dan Periosteum Pada Tikus Sprague- Dawley
Pendahuluan Fraktur merupakan masalah kesehatan utama karena sering terjadi, pengobatan yang kompleks dan mahal, serta hilangnya produktivitas. Masalah diperberat bila terjadi komplikasi berupa delayed union atau nonunions. Dalam menilai pengaruh suatu tindakan intervensi terhadap penyembuhan fraktur, diperlukan suatu model perlambatan penyembuhan fraktur dan suatu metode penilaian yang akurat yang meliputi radiologi, biomekanik, dan histologi. Berbagai model perlambatan peyembuhan fraktur telah di laporkan dengan melakukan stripping periosteal dengan menggunakan cauter yang menghasilkan tidak hanya efek mekanik namun juga efek termal. Selain itu, metode penilaian akurat radiologi, biomekani modern bergantung terhadap instrumen yang belum tersedia secara masal. Penilaian histologi melalui histomorphometri dapat dikerjakan tanpa bergantung pada instrument modern dan mahal. Hal ini ditunjang dengan tersedianya program image J yang merupakan program dari NIH dan dapat diperoleh secara cumacuma. Metode Penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga September 2013 di Departement Patologi Anatomi FKUI. Penilaian dilakukan terhadap 24 ekor tikus dengan fraktur dengan dan tanpa perlakuan mekanis pada periosteum yang kemudian dievaluasi pada minggu ke-2 dan minggu ke-4. Perlakuan mekanis pada periosteum berupa Stripping sirkular dengan bistruri sepanjang 10mm disekitar fraktur. Penilaian histomorfometri dilakukan secara semi-automated dengan bantuan program image-j, meliputi penilaian parameter total area kalus, area penulangan, area tulang rawan dan area jaringan fibrosa. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan perubahan pada kelompok 2 minggu, kelompok 4 minggu serta beda kelompok 2 dan 4 minggu. Hasil Pemeriksaan Histomorfometri minggu ke-2 dan minggu ke-4 didapatkan area penulangan, area tulang rawan dan area jaringan fibrosa kelompok perlakuan lebih kecil dibandingkan pada kelompok kontrol yang secara statistik bermakna. Pada evaluasi beda histomorfometri minggu ke-2 dan minggu ke-4 antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan didapatkan perlambatan proses penyembuhan yang juga secara statistik berbeda bermakna. Kesimpulan Analisa histomormofetri dengan image-J dapat dilakukan tanpa bergantung pada instrumentasi yang modern dan perlakuan mekanik pada periosteum berupa stripping sejauh 5mm dapat menghambat penyembuhan fraktur. Kata kunci : Histomorfometri, image-J, periosteum, penyembuhan fraktur
x
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
ABSTRACT Name
: Dzikry Kasman
Study program : Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Title
: Histomorfometric Analysis Using Image-J On Fracture Healing
Of Bone With Mechanical Force To Bone Only And Bone And Periosteum On Sprague- Dawley Introduction Fracture is a major health problem because the complexity and expensive treatment, and also loss of productivity that accompanying. That problem worsened if there is complications such as delayed-union or nonunions. Many intervention was done to prevent that complication. In assessing the effect of intervention, a model and also analytic method that includes radiology, biomechanics, and histology were needed. Various models of delayed fracture healing have been reported by stripping the periosteal with cauter which produces not only mechanical but also thermal effect. Moreover, latest radiological and biomechanical assessment rely on instruments that are not available in every places. Histological assessment through histomorphometri can be done without relying on modern and expensive instruments. This evaluation method is supported by the availability of image-J program which is a program of the NIH, and can be obtained free of charge. Method The study is an experimental study that was conducted in the Department of Pathology Faculty of Medicine, University of Indonesia, on July to September 2013. 24 rats was divided into 2 group. 1 group was performed mechanical force to bone only to get fracture and other was done by giving mechanical force to bone and also periosteum. Each group was evaluated at 2 weeks and 4 weeks. Histomorfometri assessment was performed semi-automatically with the aid of image-j software. The paramater that measure was total area of callus, newbone area, cartilage area, and fibrotic area. Evaluation is done by comparing the difference of 2 group in 2 weeks, 4 weeks, and also the changes of 2 and 4 weeks of each group. Result From Histomorfometric examination on 2nd week and 4th week, we found that newbone formation area, cartilage area and fibrous tissue area of treatment group smaller than in the control group and statistically significant. We also found that there was delaying of healing process in comparring the changing in 2 nd to 4th week of treatment group and it is also statistically significant Conclusions Histomormofetri analysis with image-J can be done without relying on modern instrumentation, mechanical force on periosteum on a fracture site by periosteal stripping could inhibit healing fracture especially in histological pattern Keyword : Histomorfometri, image-J, periosteal stripping
xi
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS HALAMAN PENGESAHAN UCAPAN TERIMA KASIH HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN
i ii iv v
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang 1.2.Rumusan Masalah 1.3Pertanyaan Penelitian 1.4.Hipotesis 1.4.Tujuan penelitian 1.4.1.Tujuan umum 1.4.2.Tujuan khusus 1.5.Manfaat penelitian 1.5.1. Manfaat teoritis 1.5.2. Manfaat Metodologis 1.5.3.Manfaat praktis BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi Fraktur 2.2.Penyembuhan fraktur 2.3.Faktor-faktor dalam penyembuhan tulang 2.4.Pengaruh Periosteum terhadap Penyembuhan Fraktur 2.5.Analisa penyembuhan fraktur 2.6.Pengukuran Histomorfometri dalam Penilaian Penyembuhan Tulang 2.7.Analisa penyembuhan fraktur histomorfometri dengan image-J 2.8 Kerangka teori 2.9 Kerangka konsep BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian 3.2 Tempat dan waktu penelitian 3.2.1 Tempat penelitian 3.2.2 Waktu penelitian 3.3 Populasi dan sampel 3.3.1 Kriteria pemilihan subjek penelitian 3.3.2 Besar Sampel 3.4 Variabel penelitian 3.4.1 Variabel dependen 3.4.2 Variabel independent 3.5 Etika penelitian
1 1 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 6 6 6 9 10 11 12 16 16 17 18 18 18 18 18 18 18 19 19 19 20 20
xii
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
ix x xii xiv xv xvi
xiii
3.6 Definisi Operasional 3.7 Cara Penelitian 3.7.1. Perlakuan 3.7.2. Evaluasi 3.8. Alur Penelitian 3.9Analisa Data 3.10 Penyajian data BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Subyek Penelitian 4.2. Normalitas Data 4.2.1. Berat Badan Tikus 4.2.2. Penilaian Histomorfometri 4.3. Evaluasi 4.3.1. Evaluasi Karakteristik Subyek 4.4.1. Evaluasi Histomorfometri 4.4.1.1 Evaluasi Statis 4.4.1.1.1 Evaluasi Histomorfometri 2 minggu 4.4.1.1.2 Evaluasi Histomorfometri 4 minggu 4.4.1.2 Evaluasi Dinamis BAB 5. PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Subyek dan Perlakuan Penelitian 5.2. Penilaian penyembuhan fraktur secara histomorfometri 5.3. Perbandingan Histomorfometri penyembuhan tulang dengan dan tanpa perlakuan mekanik pada periosteum 5.4. Manfaat Penelitian 5.5. Kekuatan dan kelemahan penelitian 5.5.1. Kekuatan penelitian 5.5.2. Kelemahan Penelitian BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
20 21 21 22 24 24 24 25 25 26 26 26 27 27 28 28 28 29 30 32 32 34 34 37 38 38 38 39 39 39 40 44
DAFTAR GAMBAR GAMBAR 2.1. Diamond concept
10
GAMBAR 2.2. Tehnik pengambilan sampel potongan
15
GAMBAR 2.3. Potongan Tranversal kalus
15
GAMBAR 3.1 Gambaran Area Perhitungan Histomorfometri
23
GAMBAR 4.1 Grafik Evaluasi Proses Dinamis
31
GAMBAR 5.1 Grafik Evaluasi Histomorfometri 2 minggu dan 4 minggu
36
xiv
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL TABEL 2.1. Parameter Hitologi pada pemeriksaan histomorfometri
13
TABEL 4.1. Distribusi berat badan subjek
26
TABEL 4.2. Distribusi Parameter Histomorfometri
26
TABEL 4.3. Evaluasi Berat Badan
28
TABEL 4.4. Evaluasi Histomorfometri 2 minggu
29
TABEL 4.5. Evaluasi Histomorfometri 4 minggu
29
xv
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Kode Etik Penelitian
44
LAMPIRAN 2 Pelaksanaan penelitian
45
LAMPIRAN 3 Data penelitian
48
LAMPIRAN 4 Perhitungan Statistik dengan SPSS
49
xvi
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar belakang
Dalam beberapa tahun terakhir, fraktur telah menjadi masalah kesehatan utama karena sering terjadi dan pengobatannya yang kompleks dan mahal.1 Beberapa penelitian di berbagai negara di dunia menunjukkan insiden fraktur yang bervariasi mencapai 9.0-22.8/1000/tahun.2 Di Amerika Serikat, tiap tahun terdapat sekitar 11,4 juta kunjungan dan hampir satu juta dirawat di rumah sakit. 3 Fraktur akibat trauma terbanyak terjadi pada laki-laki dewasa muda.3 Data dari The Royal Infirmary of Ediburgh pada tahun 2000, didapatkan kasus fraktur sebanyak 5953 kasus, dengan insidens keseluruhan mencapai 11,13/1000/tahun, insiden pada laki-laki sebesar 11.67/1000/tahun dan pada wanita sebesar 10.65/1000/tahun.1 Di Indonesia, pada tahun 2007, dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). Fraktur yang terbanyak terjadi pada usia aktif dan produktif yaitu usia 15 – 49 tahun.4 Secara ekonomi, hilangnya produktivitas dan dana yang dikeluarkan bagi pelayanan kesehatan, memberikan suatu masalah tambahan. Di Portugal biaya yang dikeluarkan tiap kasus sebesar 7.347 Euro dan di swiss sebesar 19.174 Euro.5 Pada kasus orthopaedi di USA, biaya yang dihabiskan pada kasus fraktur saja dapat mencapai 23.9 miliar dollar per tahun.6 Meskipun sebagian besar fraktur dapat sembuh, namun pada beberapa kasus dapat terjadi komplikasi berupa delayed union atau nonunions.7 Prevalensi non union dan delayed union diperkirakan mencapai 2,5-10%, terutama pada kasus fraktur tibia.6-8 Di USA, kejadian gangguan penyembuhan fraktur baik delayed union maupun non union, diperkirakan sekitar 5-10% dari 6.2 juta kasus fraktur yang tiap tahun terjadi.9 Komplikasi ini dapat memperberat beban ekonomi karena membutuhkan waktu dan dana yang lebih besar serta hilangnya produktivitas dan menurunnya kualitas hidup.6,9-10 Data dari San Antonio Health Science Center, 1 Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
pada tahun 1997, didapatkan penghematan sampai $13.000 per kasus dengan mempercepat penyembuhan fraktur dan pencegah delayed maupun non union.11 Studi lain di UK, pada periode 2001-2004 meyebutkan bahwa rerata biaya yang dikeluarkan dalam penatalaksanaan non union dapat mencapai 7338.37 poundsterling.12 Oleh karena itu, dibutuhkan suatu strategi untuk mengawal penyembuhan fraktur dan mencegah non union atau delayed union guna menekan masalah ekonomi yang timbul. Dalam menyusun strategi tersebut, perlu memahami faktor-faktor yang menyebabkan delayed union atau bahkan non union. Giannoudis membagi faktor faktor tersebut
menjadi 4 element
yaitu Sel-sel
osteogenik,
Osteoconductive scaffold, Stabilitas mekanik dan faktor-faktor pertumbuhan.13 Sel-sel osteogenik berasal dari sel mesenkimal pluripoten yang didapat pada tempat fraktur dan atau dipasok melalui peredaran darah. Sel mesenkimal pluripoten ini, dibawah pengaruh faktor-faktor pertumbuhan akan direkrut, mengalami proliferasi dan berdifferensiasi menjadi sel osteogenik dan membentuk tulang.14 Osteoconductive scaffold didapat dari matriks ekstraselular sebagai natural scaffold bagi proses selular dan interaksi selular. Beberapa material osteoconductive, umumnya telah dikombinasikan dengan faktor-faktor osteogenik dan osteokonduktif, yang digunakan secara klinis antara lain demineralized bone matrix, hydroxyapatite, bioactive glasses. Terkadang juga dikombinasikan dengan faktor pertumbuhan untuk mendapatkan efek osteogenik yang maksimal. Faktorfaktor pertumbuhan juga penting dalam peyembuhan fraktur. Faktor-faktor pertumbuhan seperti insulin growth factor, vascular endothelial growth factor, transforming growth factor, tumor necroting factor, platelet derived growth factor, dapat
menginduksi
kaskade
proses
selular
yang
menginisiasi
proses
penyembuhan. Faktor terakhir yang tidak kalah penting adalah stabilitas mekanis. Faktor ini merupakan faktor penting untuk pembentukan kalus yang menyembatani fragment fraktur. Progresivitas maturitas kalus dari tulang woven menjadi tulang lamelar tergantung dari faktor ini. salah satu contoh fraktur yang rentan terhadap gangguan penyembuhan adalah fraktur segmental.15,16 Fraktur jenis ini umumnya terjadi akibat trauma energi tinggi dan bersamaan dengan
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
3
trauma jaringan lunak yang signifikan. Selain itu, fraktur segmental juga rentan terhadap gangguan penyembuhan karena stabilitas yang tidak adekuat.15,17 Guna menilai pengaruh suatu tindakan intervensi terhadap penyembuhan fraktur, diperlukan suatu metode yang akurat. Metode penilaian tersebut meliputi penilaian radiologi, biomekanik, molekular, dan histologi.18 Penilaian radiologis meliputi penilaian Computed Tomography (CT) dan Densitometry. Pada hewan coba, digunakan micro-CT. Penilaian biomekanik meliputi penilaian ultimate torque, gage length, torsional stiffness, Twist to failure, work to failure.18 dan penilaian histologi yang meliputi penilaian jaringan dan selular. Di indonesia, menurut penulis, belum tersedia micro-CT. Begitu juga penilaian Densitometry yang jarang dilakukan. Penilaian biomekanik pada hewan coba juga terkendala dengan ukuran alat yang besar sehingga tidak cocok bagi pengukuran tulang dengan ukuran kecil. Pemeriksaan histologi penulis harapkan dapat sebagai salah satu metode penilaian yang dapat dilaksanakan saat ini. Penilaian
histologis
yang
akurat
memegang
peranan
penting
dalam
menggambarkan proses yang terjadi. Salah satu metode penilaian histologi adalah pemeriksaan histomorphometri seperti yang diusulkan oleh Gerstenfeld dan kawan-kawan. Pemeriksaan ini bervariasi dan dirancang untuk mengukur jaringan lain seperti jaringan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa, yang juga terbukti berperan dalam penyembuhan fraktur. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat menilai proses selular secara kuantitatif sehingga dapat dipakai sebagai kriteria standar dalam menilai penyembuhan fraktur. Metode ini dianggap sebagai alat bantu yang akurat dalam menilai penyembuhan fraktur.18, 19, 20. Dalam melakukan pemeriksaan histomorfometri, dibutuhkan suatu alat bantu dalam melakukan penilaian kuantitatif. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan adalah Image J. ImageJ merupakan suatu program pemprosesan gambar yang bersifat milik publik yang terinspirasi dari NIH image yang dikembangkan oleh Research Service Branch (RSB) dari National Institute of Mental Health (NIMH), yang merupakan bagian dari National Institutes of Health (NIH).21 Program ini dapat mengukur jarak, sudut, mengkalkulasikan area dan pixel dari suatu gambar dan melakukan analisa.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
4
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin mengetahui analisa histomorfometri menggunakan Image-J penyembuhan fraktur pada yang mengalami perlakuan mekanik pada tulang saja dibandingkan dengan pada tulang dan periosteum pada tikus Sprague-Dawley 1.3.
Pertanyaan Penelitian
Apakah terdapat perbedaan penyembuhan fraktur pada yang mengalami perlakuan mekanik pada tulang saja dibandingkan dengan pada tulang dan periosteum pada tikus Sprague-Dawley yang dianalisa secara histomorphometri menggunakan image-j 1.4.
Hipotesis
Terdapat perbedaan proses penyembuhan fraktur pada yang mengalami perlakuan mekanik pada tulang saja dibandingkan dengan pada tulang dan periosteum pada tikus Sprague-Dawley dari analisa histomorphometri menggunakan image-j 1.5.
Tujuan penelitian
1.5.1. Tujuan umum Mengetahui penyembuhan fraktur pada yang mengalami perlakuan mekanik pada tulang saja dibandingkan dengan pada tulang dan periosteum 1.5.2. Tujuan khusus Mengetahui perbandingan analisa histomorfometri menggunakan Image-J penyembuhan fraktur yang mengalami perlakuan mekanik pada tulang saja dan pada tulang dan periosteum pada tikus Sprague-Dawley 1.6.
Manfaat penelitian
1.6.1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan di bidang orthopaedi, khususnya dalam analisa penyembuhan fraktur
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
5
1.6.2. Manfaat Metodologis Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk penelitian selanjutnya. 1.6.3. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai model dalam penelitian selanjutnya.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Fraktur
Fraktur didefinisikan sebagai putusnya kontinuitas struktur tulang, lempeng pertumbuhan dan artikulasi kartilago.22 Fraktur terjadi oleh karena trauma, stress berulang pada suatu tempat, dan kelemahan abnormal dari tulang.22 2.2.
Penyembuhan fraktur
Penyembuhan fraktur merupakan proses biologi yang unik dibandingkan dengan penyembuhan jaringan lain karena tulang merupakan salah satu dari beberapa organ yang masih memiliki potensi regenerasi dan reparasi yang besar saat dewasa.13 Tidak seperti jaringan lain yang sembuh dengan membentuk jaringan parut, pada fraktur, tulang dapat meregerasi dan kembali ke keadaan sebelum fraktur.13,23 Secara histologi, proses penyembuhan fraktur dapat dibagi menjadi 2 yaitu penyembuhan fraktur langsung (primer) dan peyembuhan fraktur tidak langsung (sekunder).13,23 Penyembuhan fraktur langsung (primer) umumnya jarang terjadi dan membutuhkan reduksi anatomis fragmen fraktur oleh fiksasi internal yang rigid sehingga terdapat kontak absolut antar fragmen dan tegangan antar fragmen fraktur yang minimal. Dalam rangka mengembalikan kontinuitas mekanik, korteks berupaya secara langsung untuk membangun kembali sistem haversian yang baru dengan cara membentuk unit-unit remodeling yang tersebar merata yang dikenal sebagai “potongan kerucut ". Sel-sel endotel vaskular dan sel-sel mesenchymal perivaskular memasok sel
osteoprogenitor untuk menjadi
osteoblas. Selama proses ini, hanya sedikit bahkan tidak terlihat sama sekali respon periosteal (tidak ada pembentukan kalus).23 Penyembuhan fraktur sekunder adalah proses penyembuhan pada fraktur yang tidak dilakukan fiksasi atau mendapatkan fiksasi yang masih memungkinkan terjadinya gerakan-gerakan halus antar fragmen tulang yang dapat mempercepat
6 Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
7
proses penyembuhan. Sebagian besar fraktur mengalami penyembuhan melalui proses ini. Proses ini sangat bergantung atas partisipasi periosteum dan jaringan lunak disekitarnya..13,23 Proses penyembuhan fraktur tidak langsung (sekunder) melibatkan kombinasi proses penulangan intramembran dan penulangan endokondral. Penulangan intramembran melibatkan pembentukan tulang secara langsung tanpa terlebih dahulu pembentukan tulang rawan. Proses ini melibatkan sel osteoprogenitor dan sel mesenkimal yang belum berdiferensiasi dalam periosteum yang jauh dari lokasi fraktur dan membentuk kalus yang secara histologis sebagai “ Hard Callus”.23 Dalam proses ini,
sumsum tulang
memberikan kontribusi dalam fase awal penyembuhan, yaitu ketika sel endotelial berubah menjadi sel polimorfik. Penulangan endokondral terjadi pada area fraktur yang relatif tidak stabil.13 proses ini melibatakan kontribusi periosteum dan jaringan lunak sekitar daerah fraktur. Penulangan endokondral melibatkan perekrutan, proliferasi dan diferensiasi dari sel mesenkimal yang belum berdiferensiasi menjadi tulang rawan, yang kemudian akan mengalami kalsifikasi dan akhirnya digantikan oleh tulang. Proses ini menyediakan bridging callus awal, yang secar histologis disebut sebagai “soft callus” yang menstabilkan fragmen fraktur.13 Proses penyembuhan fraktur pada tulang panjang dibagi menjadi lima tahap. yaitu destruksi jaringan dan hematom, inflamasi dan proliferasi sel, pertumbuhan kalus, konsolidasi dan remodelling.22 Tahap pertama berupa kerusakan jaringan dan pembentukan hematom. Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah, kecil yang melewati kanalikuli pada sistem haversian pecah. Celah fraktur akan terisi oleh bekuan darah. Osteosit di lakuna yang bejarak beberapa milimeter dari garis fraktur kehilangan suplai darah dan mati. Hal ini akan menyebabkan tulang disekitar garis fraktur menjadi nekrosis, dimana mengisolasi lokasi cedera dari perfusi yang mengakibatkan tekanan oksigen yang rendah dan terjadi hipoksia regional.24 Tahap kedua terjadi reaksi inflamasi dan proliferasi seluler. Reaksi inflamasi akut disertai dengan proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam medula akan terjadi setelah delapan jam pasca fraktur.22 Ujung fragmen fraktur diliputi oleh
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
8
jaringan yang menjembatani kedua sisi fraktur. Hematom diserap secara perlahan dan selanjutnya terbentuk pembuluh darah baru di daerah tersebut atau disebut neovaskularisasi.24 Pada tahap inflamasi , terjadi hematom dan reaksi inflamasi di sekitar fraktur. Sel inflamatory seperti macrophage, monocytes, lymphocytes, polymorphonuclear dan fibroblast akan berada disekitar
fraktur.
Timbunan
platelat dan fibrin menimbulkan pertumbuhan dari kapiler yang membawa sel PMN, macrofag, serta sel mesecyhm menuju sekitar daerah fraktur.22 Tahap ketiga, terbentuknya kalus. Sel-sel yang berproliferasi mempunyai potensi kondrogenik dan osteogenik, sehingga akan mulai membentuk tulang dan kartilago.22 Pada tahap ini didapatkan osteoklas yang bertugas meresorbsi tulang mati.Massa seluler yang tebal, tulang immatur dan kartilago membentuk kalus pada perioteum.24 Tahapan pembentukan kalus dimulai dari timbulnya soft kalus yang dibentuk terutama terdiri dari
jaringan ikat dan tulang rawan. Secara
bertahap akan berubah, mengalami kalsifikasi dan berganti menjadi tulang sejati.2,22 Kalus pada awal 4 – 6 minggu sangat lemah, sehingga jika imobilisasi yang diberikan tidak cukup kuat maka osifikasi dari kalus tidak akan terjadi dan sebagai gantinya akan timbul jaringan ikat yang tidak stabil.25 Tahap keempat adalah konsolidasi. Pada tahap ini, kalus secara bertahap diganti dengan tulang matur. Setelah tulanga rawan mengalami kalsifikasi, pertumbuhan pembuluh darah baru akan makin meningkat dan membawa sel perivascular yang merupakan progenitor dari osteoblast.22 Dengan adanya aktivitas dari osteoclas dan osteoblas pada tahap konsolidasi, woven bone akan digantikan secara bertahap menjadi lamellar bone. Osteoclast akan meresorbsi dead bone disekitar fraktur, dan osteoblast akan mengisi gap dengan pembentukan tulang baru.22 Tahap kelima terjadi remodeling, tulang lamelar yang tebal akan diresorbsi secara berangsur-angsur serta terbentuk medula.22 Remodeling tulang sebenarnya merupakan proses seluler yang bertujuan mempertahankan massa tulang agar tetap stabil.26 Aktivitas ini dilakukan oleh keseimbangan kerja dari sel osteoklas dan sel osteoblas. Setelah beberapa bulan hingga tahun, terjadi proses reshaped seperti pembentukan lamelar bone pada daerah dengan stress yang tinggi, pembentukan medulla baru terjadi pada tahap remodelling.22
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
9
2.3.
Faktor-faktor dalam penyembuhan tulang
Penyembuhan tulang melibatkan beberapa faktor baik secara biologi, biomekanik maupun biochemical.2 Uhthoff membagi faktor yang berpengaruh menjadi 2 faktor utama yaitu sistemik dan lokal.25 Sistemik meliputi antara lain: usia, faktor hormonal , status nutrisi , vitamin, obat yang dikonsumsi, penyakit yang diderita. Faktor lokal antara lain adalah faktor yang berkaitan dengan trauma seperti kerusakan soft tissue, tipe dan lokasi fraktur dan adanya bone loss. Faktor lokal yang lain adalah faktor yang berkaitan dengan terapi antara lain implant yang digunakan, rigiditas dari implant, waktu dan teknik operasi. Faktor lokal ini dapat dikategorikan sebagai osteogenic , osteoconductive , osteoinductive, serta adanya growth promoting substance yang dapat meningkatkan perbaikan jaringan.13 Penggunaan osteogenic graft yang mendorong pembentukan tulang antara lain adalah penggunaan autogenous bone marrow , auto dan allogenous bone graft. Graft berfungsi sebagai scaffold dan osteokonduktif.13 Scaffold ini dapat menyokong pertumbuhan kapiler, jaringan perivaskuler, dan osteoprogenitor sel dari host.13 Antara lain adalah hydroxyapatite, tricalcium phosphate, calcium sulfate composite. BMP merupakan salah satu contoh osteoinductive yang sering digunakan. Osteoinductive bertujuan untuk menyokong mitogenesis dari perivascuar mesencymal sel, untuk meningkatkan pembentukan osteoprogenitor sel terutama extraskeletal side.
Beberapa growth promoting substance yang
diidentifikasi disekitar fraktur antara lain peptide signaling molecules seperti TGF β, fibroblast growth factor, platelet derived growth factor.13 Faktor biomekanik dan biofisik merupakan faktor yang penting dalam penyembuhan fraktur.13 Penyembuhan akan dapat berhasil dengan baik dengan startegi dari faktor mekanik seperti fikasasi yang sesuai dan tepat. Faktor biofisik seperti electrical dan electromagnetic stimulasi pada kasus non union dan ultrasound stimulasi pada kasus fraktur yang baru, dapat mempercepat penyembuhan dari fraktur.13 Giannoudis , menyimpulkan bahwa disamping 3 elemen penyembuhan fraktur yaitu
ostegenic
yang
potensial,
stimulus
osteoinductive,
dan
scaffold
osteoconductive, terdapat elemen ke empat yaitu stabilitas mechanic yang menjadi
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
10
jembatan bagi kalus untuk melewati garis fraktur. Keempat elemen ini di simpulkan menjadi suatu konsep yaitu diamond concept. 13
Gambar 2.1. Diamond concept diambil dari kepustakaan no.13
2.4.
Pengaruh Periosteum terhadap Penyembuhan Fraktur 27
Periosteum merupakan jaringan ikat yang melapisi dan menempel pada tulang. Struktur periosteum bervariasi sesuai dengan usia. Pada bayi dan anak-anak, periosteum lebih tebal, tetapi kurang melekat pada tulang. Sedangkan pada orang dewasa, periosteum lebih tipis dan lebih melekat pada tulang.27 Periosteum memiliki vaskularisasi yang baik yang berasal dari arteriol dan kapiler yang kemudian memasuki kanal medula dengan menembus korteks. Periosteum melekat pada tulang melalui serat Sharpey. Serat ini merupakan kelanjutan dari serat kolagen periosteal. Lapisan luar (fibrous) mengandung fibroblast, pembuluh darah dan serat Sharpey dan lapisan dalam (cambium) berisi saraf, kapiler, osteoblas dan sel mesenchymal (MSC). Lapisan cambium berfungsi sebagai
tempat
penyimpanan
sel
mesenkimal
pluripoten
yang
belum
terdiffernsiasi, yang akan menjadi kondrogenik dan osteoblastik dan juga sebagai sumber growth factors yang memainkan peran penting dalam penyembuhan dan proses remodelling tulang.27 Selama embriogenesis, sel mesenkimal berdiferensiasi menjadi neochondrocytes menghasilkan jaringan tulang rawan yang kemudian digantikan oleh tulang. Pada
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
11
anak-anak, lapisan cambium memberikan kontribusi dalam meningkatkan diameter tulang selama masa pertumbuhan melalui diferensiasi langsung sel mesenkimal menjadi osteoblas. Pada orang dewasa potensi pembentukan tulang periosteum diaktifkan kembali oleh trauma, infeksi dan juga dalam beberapa kasus tumor.27 Peran periosteum dalam penyembuhan tulang merupakan hasil dari proses proliferasi sel yang terkoordinasi dari berbagai sel-sel inflamasi, angioblast, fibroblas, kondroblas dan osteoblasts.28 Sesaat setelah terjadi fraktur, terdapat gangguan vaskular yang mengakibatkan timbulnya hematom dan juga terjadi proses interaksi antara aggregate dari platelet dengan sel-sel endotel dan menarik granulosit dan makrofag yang kemudian menginduksi urutan-urutan reaksi biokimia dan rekasi seluler yang modulasi reaksi inflamasi.29 Interaksi ini bersifat chemo-attractant bagi mesenchymal cells dari jaringan lunak sekitar tulang dan sumsum tulang.27 Selain itu, faktor pertumbuhan yang sangat melimpah yang berasal dari trombosit juga merangsang proliferasi dan diferensiasi MSC dari periosteum. 2.5.
Analisa penyembuhan fraktur 18
Penyembuhan fraktur baik yang terjadi akibat truama maupun operasi sudah dimulai saat cedera itu sendiri dan selesai ketika tulang mendapatkan kembali komposisi dan kemampuan biomekanik seperti sebelum terjadi fraktur.18 Ini merupakan suatu proses dinamis yang terdiri atas rangkaian peristiwa morfologis baik seluler, molekuler, dan biomekanik dalam berbagai tahapan dan melibatkan beberapa jaringan termasuk korteks, periosteum, jaringan lunak eksternal, dan sumsum tulang.23 Penilaian terhadap penyembuhan fraktur umumnya dilakukan secara radiologis, biomekanik, secara molekular dan pemeriksaan histologi.18 Penilaian radiologis meliputi
penilaian
Computed
Tomography
dan
Densitometry.
Penilaian
biomekanik meliputi penilaian ultimate torque, gage length, torsional stiffness, Twist to Failure, Work to Failure. Penilaian histologi meliputi penilain jaringan dan selular. Pengukuran histologis yang akurat terhadap proses penyembuhan fraktur sangat penting untuk memvalidasi keberhasilan terapi dan menjawab
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
12
pertanyaan tentang respon di tingkat jaringan dan selular selama proses perbaikan. Penilaian ini dapat diintegrasikan dengan data radiologi, dan biomekanik sehingga memberikan satu informasi yang komprehensif dan saling menguatkan. Metode histologis yang ummunya dilakukan pada berbagai penelitian sebelumnya adalah menilai osteoblas dan osteoklas, aktivitas metabolisme, dan karakter trabecular dan kotikal tulang yang matur. Banyak dari pengukuran histologis ini umumnya dilakukan selama fase akhir saja, sehingga tidak memberikan penilaian yang baik dari proses seluler dan jaringan pada awal penyembuhan fraktur, dan juga tidak menggambarkan kompleksitas struktural pada penyembuhan fraktur. Oleh karena itu pengukuran histologis yang akurat tersebut dapat dicapai dengan penilaian secara
kuantitatif
dan
penilaian
yang
dinamis
yang
disebut
sebagai
histomorfometri 2.6.
Pengukuran
Histomorfometri
dalam
Penilaian
Penyembuhan
18
Tulang
Analisa histologis kuantitatif (histomorphometry) telah terbukti menjadi alat yang ampuh dalam menilai metabolisme tulang.18 Metode ini berfokus pada pengukuran secara statis dan dinamis dari perkembangan tulang sehingga bila dihubungkan dengan data mekanik dapat memberikan gambaran arsitektur struktur mikro tulang. Karena penyembuhan tulang merupakan suatu rangkaian peristiwa yang dinamis, maka dibutuhkan “snap shot” histologis berkala untuk menilai proses dinamis tersebut. Penilaian Histomorphometric yang diambil pada beberapa periode waktu tertentu dapat mengukur kontribusi jaringan dan seluler dalam proses penyembuhan tulang. “Snap shots” histomorphometri ini dapat digunakan untuk mencatat perkembangan proses jaringan dan seluler dari penyembuhan tulang, dan menentukan perubahan komposisi
pada berbagai tingkatan penyembuhan.
Beberapa pengukuran histomorfologi yang penting dalam menentukan perubahan jaringan dan sifat biologis selular yang terjadi selama perbaikan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
13
Tabel 2.1. Parameter Histologi pada pemeriksaan histomorfometri.18 Data
Units
Information
Callus diameter (CDm)
mm
Mean value for measurements made, in two orthogonal planes, of the diameter at the midpoint of the fracture callus
Total callus area (CAr)
mm2
Mean value for measurements of the total callus area inclusive of all tissues both within and outside the original bone cortices
Area of Cartilage (CgAr)
mm2
Mean value for measurements of the total cartilage in the callus. May alternatively be expressed as the percent of total callus volume that is cartilage. (%Cg)
Area of fibrous tissue (FTAr)
mm2
Mean value for measurements of traced areas of fibrous tissue within the callus. (%FT)
Area of void (VdAr)
mm2
Mean value for measurements of total callus area that includes the marrow cavity, hematopoietic elements and
empty unstained space.
(%Vd)
Area of total osseus tissues (TOTAr)
mm2
Mean value for measurements of total callus area that is osseous tissue. (Includes pre-exiting cortical bone, new
woven bone and surfaces lined by osteoblasts (%TOT)
Osteoclast volume density (OcN/Ar)
#/mm2
Mean value for measurements of TRAP stained cells calculated as the number of
osteoclasts per unit callus area
Osteoblast volume density (ObN/Ar)
#/mm2
Number of osteoblasts lining a bone or mineralized cartilage surface as calculated per unit area of new trabecular
bone.
Pengukuran baik total maupun persentase dari fibrosa, tulang rawan, dan total jaringan osseus memberikan kata kunci perkembangan pada tahap-tahap awal proses perbaikan, termasuk seberapa cepat fase inflamasi selesai dan seberapa cepat sel mesenchymal direkrut. Dalam kasus ini, kegagalan baik dalam perekrutan awal maupun lanjut dari sel mesenchymal atau kegagalan diferensiasi sel mesenkimal akan tercermin dalam jumlah jaringan fibrosa yang ada pada kalus. Pengukuran void areas yang dihubungkan dengan jumlah total jaringan tulang dan tulang rawan memberikan penilaian terhadap kecepatan pembentukan tulang primer dan resopsi tulang rawan. Void areas, merupakan daerah yang terdiri dari area hematopoietik dan area kosong, dan tidak akan terlihat dalam kalus sampai dapat diamati tulang rawan telah mengalami mineralisasi dan remodeling jaringan tulang. Saat kalus kembali ke ukuran awalny, rasio area void terhadap total tulang
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
14
akan terus berkurang oleh karena woven bone mengalami remodeling menjadi lamellar bone dan konfigurasi awal terbentuk kembali. Dalam konteks penentuan jumlah jaringan tulang rawan, waktu resorpsi tulang rawan merupakan hal yang sangat sensitif dari proses penyembuhan, dan penundaan atau kegagalan dalam proses perkembangan ke stadium chondrogenik dan resopsi kartilage dapat dikaitkan dengan timbulnya nonunions dan delayed union baik dalam studi klinis maupun studi hewan. Pengukuran seluler terhadap jumlah osteoblas dan osteoklas, yang merupakan hal yang paling umum digunakan hampir semua studi jaringan tulang. Pengukuran ini mencerminkan keseluruhan tingkat anabolik dan katabolik baik pembentukan tulang primer atau sekunder begitu pula pada kalsifikasi tulang rawan atau remodeling tulang.
Pengukuran lainnya yang cukup informatif meliputi
pengukuran apoptosis di area tulang dan tulang rawan dan pengukuran luasnya neovaskularisasi. Penting untuk menyadari bahwa dalam membuat pengukuran ini, pengukuran jumlah sel atau penentuan jumlah pembuluh darah dihitung per satuan area dan rata-rata atas nilai yang diperoleh pada seluruh panjang kalus bukan per luas permukaan. Karena tingginya tingkat heterogenitas jaringan yang terlihat dalam berbagai daerah jaringan penyembuhan fraktur, maka dibutuhkan suatu metode yang akurat yang meliputi potongan kalus yang akan diperiksa, jumlah potongan, dan tehnik pemeriksaan yang meliputi pewarnaan dan tehnik penghitungan. Penelitian yang ada, umumnya menggunakan potongan longitudinal. Potongan ini tidak dapat menunjukkan heterogenitas keseluruhan
kalus karena distribusi selular dan
jaringan berbeda pada sisi lateral maupun medial. Selain itu, jumlah potongan juga berperan penting. Satu potongan saja juga dianggap tidak dapat mewakili gambaran keseluruhan. Oleh karena itu, tehnik histomorfometri lain mengusulkan penggunaan potongan tranversal serial dalam penilaian tersebut. Dengan menggunakan microtome, dapat ditentukan posisi posisi potongan. Penelitian menunjukkan pada tikus, dapat dicapai dengan menggunakan 6 potongan per kalus dengan jarak 500um sampai 1000um per potongan. Dalam melakukan penilaian, diperlukan juga berbagai tehnik pewarnaan yang sesuai untuk menilai
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
15
parameter histologis. Hal ini dibutuhkan agar parameter yang akan dinilai terwarna dengan jelas. Dalam menilai tingkat selular, yang membutuhkan pembesaran yang lebih, proses penilaian yang dianggap dapat mewakili adalah melalui pengukuran sepanjang aksis anatomis pada tiap potongan. Gambar 2.2. Tehnik pengambilan sampel potongan. A. Gambaran radiologis fraktur yang telah membentuk kalus. B. Tehnik pengambilan potongan tranversal serial. diambil dari kepustakaan no.18
Gambar 2.3. Potongan tranversal kalus. A. Dareah yang dijadikan patokan dalam pengukuran dalam pembesaran yang tinggi yaitu sepanjang aksis anatomi. B.perbandingan gambaran pulasan TRAP dan safarin O/ Fast Green. Tampak gambaran kartilago terlihat jelas pada pulasan SO/FG dan gambaran osteoklas diambil dari
terlihat baik pada pulasan TRAP. kepustakaan no.18
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
16
2.7.
Analisa penyembuhan fraktur histomorfometri dengan image-J21
ImageJ merupakan suatu program pemprosesan gambar yang bersifat milik publik yang terinspirasi dari NIH image yang dikembangkan oleh Research Service Branch (RSB) dari National Institute of Mental Health (NIMH), yang merupakan bagian dari National Institutes of Health (NIH) . Program ini dapat menampilkan, menganalisa, memproses, menyimpan dan mencetak gambar 8, 16, dan 32 bit. Program ini dapat mengukur jarak dan sudut, serta mengkalkulasikan area dan pixel sesuai dengan yang diinginkan pengguna. Semua analisa dan prosesnya dapat dilakukan dalam tingkat pembesaran hingga 32 : 1. Program ini dapat mengambil gambar dari berbagai sumber termasuk dari kamera dan tersedia tehnik kalibrasi sehingga dapat memberikan pengukuran dimensional yang asli dalam satuan unit seperti milimeter. 2.8.
Kerangka Teori13,22,24,27
: Jalur yang diteliti
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
17
2.9.
Kerangka konsep Faktur Diafisis Tibia
Fiksasi intrameduler
Kontrol Perlakuan Mekanik pada Periosteum
Penyembuhan fraktur 2 dan 4 Minggu
Histomorfometri Menggunakan Image J
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Merupakan penelitian dengan design studi experimental, dengan menggunakan hewan coba tikus putih , Spraque Dawley 3.2. Tempat dan waktu penelitian 3.2.1. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Animal Gizi di FKUI 3.2.2. Waktu penelitian Dilakukan bulan juli-september 2013 3.3 Populasi dan sampel Populasi penelitian adalah binatang percobaan tikus putih Sampel penelitian adalah tikus putih , Spraque Dawley dengan syarat 1. Umur 3 – 4 bulan 2. Berat badan 250 – 350 g 3. Jenis kelamin jantan 4. Tidak ada cacat fisik secara klinis 3.3.1 Kriteria pemilihan subjek penelitian Populasi pada penelitan ini adalah tikus Spraque Dawley , dengan kriteria inklusi adalah 1. Sehat 2. Ekstremitas bawah normal 3. Berat 250 -350 g
18 Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
19
Sedangkan Kriteria eksklusi adalah 1. Cacat secara klinis 2. Implant failure 3. Infeksi di daerah operasi 4. Mati 3.3.2 Besar Sampel Sampel untuk masing masing grup dipilih secara acak, sedangkan perkiraan jumlah sampel ditentukan dengan rumus Federer sebagai berikut : (n-1) (k-1) ≥ 15 k = jumlah kelompok yang dibandingkan k = 4 , sehingga : (n-1) (4-1) ≥ 15 n-1 ≥ 5 n ≥ 6 Bila diasumsikan sample drop out sebesar 10%, maka dibutuhkan 7 sampel per kelompok (total = 28 sampel). 3.4 Variabel penelitian 3.4.1 Variabel dependen Penyembuhan fraktur secara histomorfologi meliputi:
Total area kalus o Nilai total area kalus didapatkan dari rata-rata hasil pengukuran luas area kalus.
Area jaringan fibrosa o Nilai area jaringan fibrosa didapatkan dari rata-rata jumlah jaringan fibrosa yang berada pada kalus ditampilkan dalam bentuk persentase.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
20
Area tulang rawan. o Nilai area tulang rawan merupakan rata-rata total jaringan tulang rawan yang ada dalam kalus ditampilkan dalam bentuk persentase. o Tulang rawan didefinisikan sebagai sel dengan inti bulat dengan sitoplasma berbentuk lakuna yang berisi matriks kondroit
Area penulangan o Nilai area pembentukan tulang baru merupakan rata-rata total area tulang baru yang ada dalam kalus ditampilkan dalam bentuk persentase
3.4.2 Variabel independent Fraktur sederhana dengan perlakuan mekanik pada periosteum perlakuan mekanik pada periosteum berupa tindakan melepaskan perlekatan periosteum dari korteks tulang secara sirkular pada daerah fraktur. Dilakukan dengan menggunakan bisturi sepanjang 10 mm ( masing-masing sejauh 5 mm dari garis fraktur menuju ke proksimal dan distal) 3.5 Etika penelitian Persetujuan dari Panitia Tetap Etik Penelitian Kedokteran FKUI RSCM, dimintakan sebelum penelitian berjalan. 3.6 Definisi Operasional 1. Tikus Putih : merupakan hewan coba yang digunakan yang bergalur Sprague Dawley dengan jenis jantan. 2. Fraktur sederhana : fraktur diafisis tulang tibia pada tikus putih dengan cara osteotomi dengan saw kemudian dilakukan fiksasi dengan K-Wire intramedullary. 3. Pemeriksaan Histomorfometri: penyembuhan fraktur dinilai secara histomorfomometri dengan cara
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
21
a. Tehnik i. Anatomical Plane
: Transverse Plane
ii. Sample
: 6 potongan per kalus dengan jarak @
300um iii. Parameter Histomorfometri Data
Pewarnaan
Unit
Total area kalus
HE
mm2
% area tulang rawan
HE
%
% area fibrosa
HE
%
% area penulangan
HE
%
3.7 Cara Penelitian 3.7.1. Perlakuan
Hewan coba yang akan dilakukan frakturisasi dilakukan aklimatisasi dengan lingkungan perawatan selama 1 minggu , dengan suhu kamar, dan diberikan pellet untuk tikus yang telah tersandarisasi.
Dari sejumlah hewan coba yang dipelihara, dikelompokkan menjadi empat kelompok yang masing-masing berisi tujuh ekor tikus putih
Hewan coba dianestesi dengan pemberian ketamine 35 mg/kgBB dan xylazine 5 mg/kgBB secara intramuskular.
Hewan coba dilakuklan tindakan a dan antisepsis dan daerah operasi dipersempit dengan duk steril . Daerah operasi dilakukan pada tibia sebelah kanan dengan , insisi pada sisi anterolateral, dilakukan diseksi hingga ke tulang tibia.
Pada kelompok pertama dan kedua
: Frakturisasi dilakukan pada
diafisis dengan menggunakan gergaji. Kemudian dilakukan fiksasi
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
22
interna dengan menggunakan intramedullary k-wire ukuran 1,2 mm secara retrograd
Pada kelompok ketiga dan keempat : Frakturisasi dilakukan pada diafisis dengan menggunakan gergaji. Kemudian dilakukan fiksasi interna dengan menggunakan intramedullary k-wire ukuran 1,2 mm secara retrograd. Dilakukan dengan melepaskan perlekatan periosteum dari korteks tulang secara sirkular pada daerah fraktur, dengan menggunakan bisturi sepanjang 10 mm ( masing-masing sejauh 5 mm dari garis fraktur menuju ke proksimal dan distal)
Luka operasi ditutup dengan menjahit kulit dengan silk 4-0.
Setelah tindakan hewan coba diberikan antibiotika ampicillin 100 mg/kgbb dan paracetamol 100mg/kg bb selama 1 minggu.
3.7.2. Evaluasi
Hewan coba dirawat selama 2 untuk kelompok pertama dan ketiga, sedangkan kelompok kedua dan keempat dirawat 4 minggu, kemudian dikorbankan untuk pemeriksaan histomorphometri dengan pemberian fenobarbital dosis 75 mg/kgbb
Dilakukan x-ray terhadap tulang untuk menentukan titik tengah fraktur
Spesimen untuk pengukuran berasal dari tulang femur hewan coba yang difiksasi dengan formalin 10 % selama 1 hari. Spesimen kemudian di de-kalsifikasi dengan TBI % selama 1 hari, lalu dipotong tranversal pada titik tengah kemudian dicetak menjadi blok paraffin,
blok paraffin dipotong dengan mikrotom secara dengan ketebalan 6 nm. Pemotongan dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval 300nm.
Dibuat slide dengan pewarnaan Hematocxylin-eosin (HE)
Foto tersebut diambil dengan menggunakan bantuan microscope Leica Microsystems model IC C50 HD, pada perbesaran 40x (objektif 4x; okular 10x) dengan kualitas foto 2048 x 1536 pixels kemudian di merge dengan menggunakan bantuan software PTGUI Pro 9.1 dan diolah datanya didalam komputer. Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
23
Pada slide HE dilakukan evaluasi histomorfometri yang terdiri dari total area kalus, persentase area fibrosis, persetase area kartilage dan persentase area penulangan. Penentuan area dilakukan secara manual.
Penilaian luas area dilakukan dengan bantuan software Image J versi 1.45s dengan bantuan skala dari bilik hitung
Gambar 3.1. Gambaran Area Penghitungan Histomorfometri
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
24
3.8. Alur Penelitian
3.9Analisa Data Analisa data dilakukan dengan SPSS for window versi 20.0. Uji normalitas digunakan Shapiro Wilk test untuk masing masing kelompok sebelum dilakukan uji analisa. Uji analisa dilakukan dengan independet t-test untuk data dengan sebaran yang normal dan uji Mann Whitney test untuk data dengan sebaran tidak normal Data dilaporkan dalam bentuk deskriptif untuk menggambarkan karakteristik hewan coba dari masing masing kelompok. Uji analisa dilakukan untuk menilai hubungan antara variabel independen dan dependen. 3.10 Penyajian data Data disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan grafik
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1.
Karakteristik Subyek Penelitian
Pada penelitian ini digunakan 28 tikus putih galur Sprague Dawley umur diatas 3 bulan. Penelitian dilakukan periode juli-agustus 2013. Semua tikus mempunyai karakteristik yang homogen, yaitu jenis kelamin jantan dengan berat badan antara 250-350 gr , sesuai dengan kriteria inklusi. Seluruh tikus dipelihara sejak lahir dan selama masa pemeliharaan tidak mengalami sakit. Bagian tubuh yang digunakan sebagai bahan percobaan adalah tulang femur kiri. Kedua puluh delapan tikus dibagi dalam 4 kelompok dengan 2 jenis perlakuan. Masing masing perlakuan terdiri atas dua kelompok. Jenis perlakuan yaitu osteotomi pada mid-diafisis os femur dan fiksasi dengan intermedulary K-wire secara retrogard tanpa stripping pada periosteum. Perlakuan kedua mirip dengan perlakuan pertama, namun disertai dengan stripping periosteum secara sirkular dengan menggunakan bisturi sejauh 5mm proximal dan distal dari garis fraktur. Setelah perlakuan, semua tikus dipelihara di laboratorium hewan bagian Gizi FK UI Satu kelompok dari masing-masing perlakuan dikorbankan pada hari ke 15 dan dilakukan pemeriksaan histomorfometri pada kalus. Kelompok lainnya dari masing masing perlakuan dikorbankan pada hari ke-29
dan dilakukan
pemeriksaan yang sama. Pemeriksaan histomorfometri dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi RSCM/FK UI Selama peride perawatan setelah perlakuan didapatkan satu tikus dari kelompok perlakuan tanpa periosteal stripping meninggal. Dua tikus lainnya juga diekslusi dari penelitian karena fixation failure. Satu tikus yang berasal dari kelompok perlakuan tanpa periosteal stripping dan satu tikus lagi berasal dari kelompok perlakuan dengan periosteal stripping. Satu tikus dari kelompok dengan periosteal
25
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
26
stripping juga di ekslusi dari perhitungan histomorfometri dikarenakan kerusakan dalam proses pembuatan slide. 4.2.
Normalitas data
Tahap awal dilakukan pemeriksaan normalitas data untuk menilai apakah data tersebut memiliki distrubusi atau sebaran yang normal untuk masing-masing kelompok 4.2.1. Berat Badan tikus Tabel 4.1. Distribusi berat badan objek. Kelompok Berat Badan
Mean/Median
Nilai P
Kelompok kontrol 2 minggu
335(260-340)
,012
Kelompok perlakuan 2 minggu
315+/- 18,71
,353
Kelompok kontrol 4 minggu
308,33+/- 21,36
,331
Kelompok perlakuan 4 minggu
329,17 +/- 18,82
,419
Pada data berat badan masing masing objek penelitian, didapatkan bahwa rerata pada masing-masing kelompok mempunyai nilai yang bervariasi. Dengan pengujian menggunakan Shapiro-wilk, didapatkan kelompok kontrol 2 minggu memiliki P< 0,05. Sedangkan kelompok lain memiliki P> 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok kontrol 2 minggu memiliki sebaran data yang tidak normal, sedangkan kelompok lainnya miliki sebaran data yang normal. 4.3.2. Penilaian Histomorfometri. Tabel 4.2. Distribusi Parameter Histomorfometri Parameter
Total area
Area
Kelompok
Mean/ Median
Nilai P
Kelompok kontrol 2 minggu
27,11+/- 1,72
,141
Kelompok perlakuan 2 minggu
23,32+/- 1,86
,447
Kelompok kontrol 4 minggu
39,50(31,5-48,19)
,023
Kelompok perlakuan 4 minggu
32,89 +/- 2,82
,151
Kelompok kontrol 2 minggu
26,44 +/- 7,98
,078
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
27
Penulangan Kelompok perlakuan 2 minggu
Area Tulang Rawan
Area Jaringan Fibrosa
5,78 +/- 3,35
,098
Kelompok kontrol 4 minggu
63,29 +/- 9,83
,621
Kelompok perlakuan 4 minggu
38,32 +/-8,82
,627
Kelompok kontrol 2 minggu
15,46 +/-7,47
,705
Kelompok perlakuan 2 minggu
6,76 +/- 3,26
,701
Kelompok kontrol 4 minggu
6,80 +/- 3,02
,780
Kelompok perlakuan 4 minggu
18,23 +/- 10,56
,654
Kelompok kontrol 2 minggu
58,10 +/- 12,56
,526
Kelompok perlakuan 2 minggu
87,45 +/- 5,68
,593
Kelompok kontrol 4 minggu
29,90 +/- 9,06
,973
Kelompok perlakuan 4 minggu
43,44 +/- 11,70
,905
Pada data berbagai parameter histomorfometri masing masing subjek penelitian, didapatkan bahwa rerata masing-masing kelompok mempunyai nilai yang bervariasi. Dengan uji statistik Shapiro-wilk, didapatkan parameter total area kalus untuk kelompok kontrol 4 minggu memiliki P< 0,05. Sedangkan kelompok lain memiliki P> 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok kontrol 4 minggu memiliki sebaran yang tidak normal, sedangkan kelompok lainnya dan parameter histomorfometri lainnya miliki sebaran data yang normal. 4.4.
Evaluasi
4.4.1. Evaluasi Karakteristik Objek Penelitian ini membandingkan dua kelompok yang independen. Dari data sebelumnya didapatkan bahwa kelompok kontrol 2 minggu memiliki sebaran data yang tidak normal. Sehingga digunakan uji statistik non parametrik dalam membandingkan kelompok kontrol 2 minggu dengan kelompok lainnya. Sedangkan perbandingan antar kelompok lainnya dilakukan dengan uji parametrik.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
28
Tabel. 4.3. Evaluasi Berat Badan Kelompok
Uji Statistik
P
Mann-Whitney
0,419
Independent T-test
0,103
Kelompok kontrol 2 minggu vs Kelompok perlakuan 2 minggu
Berat Badan
Kelompok kontrol 4 minggu vs kelompok perlakuan 4 minggu
Dari tabel diatas didapatkan nilai P > 0,05 dari semua jenis perbandingan. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antar kelompok dari tiap perbandingan. Sehingga pengaruh berat badan terhadap hasil penelitian dapat di abaikan. 4.4.1. Evaluasi Histomorfometri Evaluasi terhadap hasil pemeriksaan histomorfometri dilakukan secara statis dan dinamis. Evaluasi statis dilakukan dengan cara membandingkan antara kelompok kontrol dan perlakuan 2 minggu, antara kelompok kontrol dan perlakuan 4 minggu. Sedangankan proses dinamis dinilai dengan cara melihat gambaran perubahan tiap-tiap parameter dari minggu ke-2 dan minggu ke-4. 4.4.1.1 Evaluasi Statis 4.4.1.1.1 Evaluasi Histomorfometri 2 minggu Dari data uji normalitas didapatkan bahwa sebaran data normal untuk masingmasing parameter histomorfometri, sehingga digunakan uji statistik parameter berupa t-test independen dalam proses evaluasi
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
29
Tabel. 4.4 Evaluasi Histomorfometri 2 minggu Parameter Total area Area Penulangan Area Tulang Rawan Area Jaringan Fibrosa
Perbandingan
Mean/Median
Uji Statistik
Nilai p
Kelompok kontrol 2 minggu
27,11+/- 1,72
Kelompok perlakuan 2 minggu
23,32+/- 1,86
Independen T test
0,004
Kelompok kontrol 2 minggu
26,44 +/- 7,98
Kelompok perlakuan 2 minggu
5,78 +/- 3,35
Independen T test
0,001
Kelompok kontrol 2 minggu
15,46 +/-7,47
Kelompok perlakuan 2 minggu
6,76 +/- 3,26
Independen T test
0,026
Kelompok kontrol 2 minggu
58,10 +/- 12,56
Kelompok perlakuan 2 minggu
87,45 +/- 5,68
Independen T test
< 0,001
Dari tabel diatas didapatkan perbedaan rata-rata tiap parameter histomorfometri. Dari hasil uji statistik, didapatkan nilai P < 0,05 dari semua jenis perbandingan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan antar tiap perbandingan secara statistik bermakna. 4.4.1.1.2 Evaluasi Histomorfometri 4 minggu Dari data uji normalitas sebelumnya, didapatkan bahwa sebaran data parameter total area untuk kelompok kontrol yang tidak normal. Upaya telah dilakukan dalam proses transformasi data, namun tetap tidak menghasilkan sebaran data yang normal. Sehingga untuk proses pembandingan digunakan uji non parametrik. Untuk parameter histomorfometri lainya didapatkan sebaran data yang normal, sehingga digunakan uji statistik parameter berupa t-test independen. Tabel. 4.5. Evaluasi Histomorfometri 4 minggu Parameter
Total area
Perbandingan Kelompok kontrol 4 minggu Kelompok perlakuan 4 minggu
Mean/Median
Uji Statistik
Nilai p
Mann Whitney
0,200
39,50 (31,5-48,19) 32,36
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
30
(30,07-38,19) Area Penulangan Area Tulang Rawan Area Jaringan Fibrosa
Kelompok kontrol 4 minggu
63,29 +/- 9,83
Kelompok perlakuan 4 minggu
38,32 +/-8,82
Kelompok kontrol 4 minggu
6,80 +/- 3,02
Kelompok perlakuan 4 minggu
18,23 +/- 10,56
Kelompok kontrol 4 minggu
29,90 +/- 9,06
Kelompok perlakuan 4 minggu
43,44 +/- 11,70
Independen T-test
0,001
Independen T-test
0,045
Independen T-test
0,049
Dari tabel diatas didapatkan perbedaan rata-rata hasil tiap parameter histomorfometri. Dari hasil uji statistik, didapatkan nilai P > 0,05 untuk total area kalus, sehingga disimpulkan perbedaan yang ada tidak bermakna secara statistik. Untuk parameter lainnya, didapatkan nilai P < 0,05 sehingga disimpulkan perbedaan yang ada bermakna secara statistik 4.4.1.2 Evaluasi Dinamis Evaluasi dinamis dilakukan terhadap parameter area jaringan fibrosa, area tulang rawan dan area penulangan. Evaluasi dilakukan dengan cara melihat perubahan yang terjadi dari parameter pada minggu ke-2 sampai minggu ke-4. Perubahan yang terjadi dapat dilihat pada grafik 4.2. Perhitungan statistik terhadap proses dinamis tidak dilakukan karena data diambil dari dua sampel yang berbeda.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
31
100 90
area penulangan perlakuan
80
area tulang rawan perlakuan
70 persen
60 50
area jaringan fibrosa perlakuan
40
area penulangan kontrol
30 20
area tulang rawan kontrol
10
area jaringan fibrosa kontrol
0 2 minggu
4 minggu
Gambar 4.1. Grafik Evaluasi Proses Dinamis
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
BAB 5 PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan suatu penelitian dengan model studi eksperimental pada tulang femur hewan coba tikus putih ( Sprague Dawley). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek perlakuan mekanik pada periosteum terhadap penyembuhan tulang yang mengalami perlakuan mekanik. Persiapan dan pelaksanaan penelitian dilakukan sejak bulan juli 2013 sampai dengan september 2013. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok, dimana tiap kelompok terdiri atas 6 ekor hewan coba dengan masing-masing tambahan 1 ekor hewan coba untuk tiap kelompok sebagai cadangan. Pemilihan sampel disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi dan pembagian hewan coba ke dalam kelompok dilakukan secara acak. 5.1.
Karakteristik Subyek dan Perlakuan Penelitian
Penelitian ini menggunakan hewan coba berupa tikus putih jenis sprague dawley. Pemilihan tikus sebagai hewan coba karena tikus dinilai lebih sesuai dibandingkan spesies hewan yang berdiri di atas empat kaki seperti kelinci dan anjing untuk meneliti morfologi femur dan tulang belakang.30 Tikus memiliki arsitektur tulang dan proses remodeling yang serupa dengan manusia dengan laju bone turnover yang lebih cepat serta data mengenai mengenai metabolisme tulang tikus yang sudah banyak diketahui.31 Selain itu. Tikus juga dipilih karena perawatan dan pemiliharaannya yang relatif murah, dan mudahnya memperoleh standarisasi kondisi dalam penelitian karena semua sampel berasal dari indukan yang sama, dilahirkan dan dirawat di tempat yang sama dengan tempat pelaksanaan penelitian, sehingga semua sampel mempunyai kondisi yang relatif homogen. Hewan coba yang digunakan berusia 3-4 bulan dengan berat badan 250-350mg karena pada usia tersebut tulang sudah dinilai dewasa dan relatif homogen dan pada berat badan tersebut secara nutrisi dinilai cukup dan secara anatomi yang cukup besar sehingga memudahkan dalam dilakukan tindakan. Dari hasil perhitungan statistik terhadap berat badan hewan coba tidak didapatkan perbedaan sehingga pengaruh berat badan terhadap hasil penelitian ini dapat diabaikan.
32
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
33
Selain itu, tikus yang digunakan juga berasal dari jenis kelamin yang sama yaitu jantan. Hal ini dimaksudkan guna menghindari adanya pengaruh hormonal pada hewan coba. Pada penelitian ini, proses osteotomi pada tulang femur dilakukan dengan gergaji manual. Proses tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan efek panas yang didapatkan bila menggunakan mesin gergaji sirkular/ mesin gergaji oscilating. Proses periosteal stripping yang dikerjakan pada penelitian ini juga menggunakan bisturi. Penggunaan bisturi dibandingkan penggunaan electrocauter dimaksudkan untuk meniadakan efek panas yang juga dapat mengakibatkan kematian sel punca disekitar fraktur. Regenerasi spontan periosteum akibat efek panas tidak terjadi hingga bulan ke-3. 32 Fiksasi pada tulang femur pada penelitian ini menggunakan intramedulary fiksasi. Fiksasi tersebut, yang merupakan fiksasi load sharing, dipilij karena sulit untuk melakukan pembatas weight bearing pada hewan coba. Fiksasi itu dinilai cukup adekuat untuk immobilisasi fraktur, sehingga proses penyembuhan fraktur dapat berjalan meskipun meskipun aktifitas tikus berjalan seperti biasa.33 Periode pengamatan pada penelitian ini terdiri atas 2 periode yaitu 2 minggu dan 4 minggu. Hal tersebut dilakukan guna menilai proses dinamis yang terjadi sehingga dapat melihat perubahan yang terjadi selama proses penyembuhan.18 Pemilihan waktu pengamatan 2 minggu dan 4 minggu didasarkan atas perbedaan fase penyembuhan fraktur pada tikus. Menurut Einhorn et all , penyembuhan fraktur tikus periode 2 minggu merupakan puncak proliferasi selular pada penyembuhan fraktur intramembranosa pada periode ini mulai didapatkan peningkatan jaringan tulang rawan serta mulai terjadi pembentukan tulang langsung dari sel-sel osteoprogenitor di bawah periosteum.34 . Sedangkan periode 4 minggu, merupakan fase pembentukan tulang dimana terjadi proses mineralisasi, pembentukan woven bone, osteoclast merubah kalus menjadi lamellar bone sehingga pada kalus terdapat kombinasi dari tulang rawan yang telah terkalsifikasi dan woven bone serta juga didapatkan lamelar bone. Lamelar dan woven bone pada peneltian ini di hitung sebagai area penulangan.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
34
5.2.
Penilaian penyembuhan fraktur secara histomorfometri
Pengukuran histologis yang akurat dalam proses penyembuhan sangatlah penting. Analisis kuantitatif sampel histologis tulang (histomorfometri) telah terbukti sebagai alat yang baik untuk menilai proses penyembuhan tulang.18,35 Proses penilaian penyembuhan fraktur secara histomorfometri pada penelitian ini dilakukan terhadap multiple potongan tranversal. Potongan tranversal dan multipel dinilai lebih dapat mewakili keseluruhan area kalus dari pada satu potongan longitudinal. Histomorfometri merupakan proses penghitungan kuantitatif. Pada proses penghitungan ini memerlukan pewarnaan yang spesifik untuk setiap penilaian parameter. Proses penghitungan juga dilakukan dengan bantuan software statistic measurement, yang pada penelitian ini menggunakan image-j
yang dapat
diperoleh secara gratis dan telah banyak digunakan dalam penelitian kuantitatif baik histomorfometri maupun penghitungan kuantitatif lainnya. Pada penelitian ini hanya menggunakan pewarnaan HE. Pewarnaan ini dinilai tidak cukup spesifik dalam proses automatisasi histomorfometri, karena spektrum perbedaan warna yang sempit antar tiap
parameter yang diuji, sehingga
menyulitkan dalam proses automatisasi. Namun penelitian ini tetap menggunakan satu pewarnaan HE dengan berpatokan pada metode yang digunakan pada penelitian Tiseo BC et al.36 Pada penelitian ini, pemilihan area dilakuan secara manual dan dihitung dengan menggunakan bantuan software image-j. 5.3.
Perbandingan histomorfometri
penyembuhan tulang dengan dan
tanpa perlakuan mekanik pada periosteaum Pada penelitian ini dilakukan perhitungan total area kalus, area jaringan fibrosa, area tulang rawan, dan area penulangan didalam kalus. Pada perhitungan histomorfometri minggu ke-2, didapatkan total area kalus, area penulangan dan tulang rawan kelompok perlakuan lebih sempit dibandingkan dengan kelompok kontrol, sedangkan area jaringan fibrosa kelompok perlakuan lebih luas dari pada kelompok kontrol. Menurut Einhorn et all, pada minggu kedua penyembuhan
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
35
fraktur tikus didapatkan peningkatan selularitas sel, jaringan tulang rawan, mulai terjadi mineralisasi tulang rawan serta mulai adanya proses pembentukan tulang langsung yang berasal dari sel-sel osteoprogenitor yang ada di bawah periosteum.34 Perlakuan mekanik pada periosteum berupa stripping melingkar mengakibatkan hilangnya pasokan darah pembuluh periosteal yang menyediakan darah bagi sepertiga luar korteks tulang.37 Sehingga area sekitar fraktur menjadi hipoperfusi yang mengakibatkan menurunkan sinyal osteogenik di tempat fraktur, sehingga proses selularitas menjadi lebih rendah, pembentukan tulang rawan yang lebih rendah dan area jaringan fibrosa yang lebih luas. Selain mempengaruhi sinyal osteogenik, perlakuan mekanik pada periosteum juga menurunkan jumlah pasokan sel punca karena periosterum juga merupakan sumber sel punca yang akan berdiferensiasi menjadi tulang.38 Sehingga perlakuan mekanik pada periosteum juga dapat menurunkan jumlah area penulangan. Pada penelitian ini, temuan berupa perbedaan bermakna berupa rendahnya jumlah total area, area penulangan dan area tulang rawan serta tinggi jumlah area jaringan fibrosa, konsisten dengan patofisiologi yang ada. Pada perhitungan histomorfometri minggu ke-4, didapatkan total area kalus, area penulangan kelompok perlakuan lebih sempit dibandingkan kelompok kontrol, sedangkan area tulang rawan dan jaringan fibrosa kelompok perlakuan yang lebih luas dibandingkan kelompok kontrol. Minggu ke 4 merupakan fase pembentukan tulang pada proses penyembuhan fraktur, dimana terjadi proses penulangan yang berasal dari proses mineralisasi kartilago membentuk woven bone, osteoclast merubah kalus subperiosteum menjadi lamellar bone. Pada saat yang bersamaan, area tulang rawan menjadi lebih kecil akibat proses kalsifikasi. Perlakuan mekanik pada periosteum mengakibatkan mengakibatkan terlambatnya proses kalsifikasi tulang rawan sehingga mengakibatkan masih luasnya area tulang rawan dan kecilnya area penulangan. Hal itu konsisten dengan temuan pada penelitian ini dimana perbedaan tersebut bermakna secara statistik. Penelitian ini juga didapatkan total area kalus kelompok perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada minggu ke-4 juga mulai terjadi proses remodeling pada kalus sehingga total area kalus mulai menurun.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
36
Gambar 5.1. Grafik Evaluasi Histomorfometri 2 minggu dan 4 minggu Penelitian ini juga mencoba menilai proses dinamis penyembuhan fraktur dengan cara membandingkan histomorfometri dari minggu ke-2 sampai minggu ke-4 pada tiap kelompok kontrol dan perlakuan guna melihat proses dinamik dari menyembuhan fraktur.
Pada kelompok kontrol didapatkan kecenderungan
kenaikan total area, kenaikan area penulangan, kenaikan area tulang rawan serta penurunan area jaringan fibrosa. Hal ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa periode tersebut merupakan puncak osteogenesis dimana terjadi angiogenesis pada kalus yang berlanjut dengan proses mineralisasi dan pembentukan woven bone.23 Sehingga didapatkan peningkatan area penulangan. Pada saat yang bersamaan juga terjadi puncak dari proliferasi sel pada proses penulangan intramembranosa,34 sehingga didapatkan peningkatan area tulang rawan dan penurunan area jaringan fibrosa. Pada kelompok perlakuan didapatkan kecenderungan yang serupa terhadap luas area, area penulangan, dan area jaringan fibrosa, namun dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan kelompok kontrol. Perbedaan antara kelompok perlakukan dan kelompok kontrol didapatkan parameter area tulang rawan dimana pada kelompok perlakuan justru terjadi peningkatan
area
tulang
rawan.
Perlakuan
mekanik
pada
periosteum
mengakibatkan mengakibatkan terganggunya proses vaskularisasi pada kalus sehingga didapatkan masih luasnya area tulang rawan akibat terlambatnya proses kalsifikasi.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
37
Model gangguan penyembuhan fraktur dengan stripping periosteum telah digunakan oleh Kokubu et al.39 Berdasarkan percobaan menggunakan 96 ekor tikus Long evans, stripping periosteum sepanjang 2 mm dari situs fraktur menyebakan terjadinya atrophic non-union yang dikonfirmasi secara radiologis, histologis, dan biomekanis hingga minggu ke-8 pengamatan. Oetgen et al.40 melakukan percobaan serupa menggunakan mencit dan menemukan bahwa devaskularisasi periosteum secara konsisten mengganggu penyembuhan hingga pengamatan hari ke-63. Kaspar et al.41 selain melakukan devaskularisasi periosteum juga membuang sumsum tulang di sekitar situs fraktur dan menghasilkan model nonunion menggunakan fiksasi eksterna. Stripping periosteum di model yang digunakan Kokubu,39 Oetgen,40 dan Kaspar, 41 dilakukan dengan kauter. Stripping periosteum menggunakan kauter selain memiliki efek mekanis, juga memiliki efek termal yang mengakibatkan kematian sel punca disekitar fraktur. Regenerasi spontan periosteum akibat efek termal tidak terjadi hingga bulan ke-3 pengamatan.32 Stripping periosteum model hewan coba dalam penelitian ini dilakukan dengan bisturi yang tidak memiliki efek termal. Oleh karena itu, untuk mendapatkan efek gangguan penyembuhan yang berat, stripping periosteum mencakup daerah yang lebih luas. Dengan memperluas daerah stripping hingga 1 cm, didapatkan gangguan penyembuhan fraktur pada minggu ke-4 pengamatan. 5.3.
Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang ada dapat kita simpulkan bahwa perlakuan mekanik pada periosteum secara sirkular dengan menggunakan bisturi sepanjang 1 cm sekitar daerah fraktur pada diafisis femur tikus putih dapat mengakibatkan perlambatan proses penyembuhan fraktur.Pada penerapan metodologis dan praktis, data dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk penelitian selanjutnya dan dapat digunakan sebagai model dalam penelitian selanjutnya.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
38
5.4.
Kekuatan dan kelemahan penelitian
5.4.1. Kekuatan penelitian Penelitian ini menggunakan penilaian histomorfometri dengan penilaian kuantitatif sehingga memberikan gambaran yang lebih baik. Penelitian ini juga menilai kalus dalam potongan traversal yang multiple sehingga dapat memberikan gambaran keseluruhan kalus. Pengukuran penelitian ini dilakukan pada beberapa waktu yang berbeda sehingga dapat diketahui tahapan kemajuan penyembuhan fraktur. 5.4.2. kelemahan penelitian Pemeriksaan
histopatologis
pada
penelitian
ini
terbatas
pada
pulasan
hematoksilin-eosin sehingga penentuan area ditentukan secara manual yang mengakibatkan perhitungan lebih lama akibat tidak bisa dilakukan proses automatisasi. Penilaian parameter histomorfometrik lain juga sukar dilakukan tanpa pulasan khusus lainnya. Penelitian ini terbatas pada perlakuan mekanik pada periosteum sejauh 10 mm saja. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui panjang minimal perlakuan mekanik pada periosteum yang diperlukan untuk mendapatkan efek perlambatan penyembuhan Pada penelitian ini, penilaian penyembuhan fraktur hanya didasarkan pada pemeriksaan histomorfometri saja. Perlu kombinasi pemeriksaan lain seperti pemeriksaan micro CT scan guna memberikan gambaran yang lebih baik.. Pemeriksaan tersebut belum tersedia di Indonesia.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.
Kesimpulan
Perlakuan
Mekanis
terhadap
periosteum
melalui
Stripping
periosteum
menggunakan bisturi secara sirkular sepanjang 1 cm sekitar area fraktur menghambat penyembuhan fraktur hingga minggu ke-4 yang dinilai secara kuantitatif dengan histomorfometri dengan bantuan program Image-J. 6.2.
Saran 1. Melanjutkan penelitian dengan melakukan perhitungan histomorfometri terhadap variabel lain yang dapat menilai penyembuhan fraktur seperti jumlah osteoblast dan aktivitas osteoklas dengan menggunakan pewarnaan yang spesifik 2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui panjang minimal perlakuan mekanik pada periosteum yang diperlukan untuk mendapatkan efek perlambatan penyembuhan
39
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA 1. CM. Court-Brown and Ben Caesar. Epidemiology of adult fractures: A review. Injury, 37 (2006), pp. 691—697 2. Bucholz R,Heckman J,Court brown C. Rockwood and green fracture in adult. 6th editon. Lippincott wiliam and wilkin.2006: 299-311 3. Mark R, Daniel P O’Connor. The Incidence of Fractures and Dislocations Referred For Orthopaedic Services in A Capitated Population. J Bone Join Surg 2004 (86) pg 290-7 4. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departement Kesehatan Republik Indonesia. 5. Altes G, Perez K. The economic cost of road traffic crashes in urban setting. Inj Prev 2007;13:65-8 6. Saleh K, Hak D. Sosioeconomic burden of traumatic tibia fractures : nonunion
or
delayed
union.
J
Medscape
2001.
Disitasi
dari
http://www.medscape.org/viewarticle/418523_5 pada tanggal 7 Desember 2011, pukul 17:05 wib 7. Christopher Tzioupis, Peter V. Giannoudis. Prevalence of long-bone nonunions. Injury 2007 38S, s3-9 8. Giannoudis Peter V, Roser Atkins. Management of long-bone non-unions. Injury 2007 38S, S1-S2. 9. Z. Dahabreh,G. M. Calori,N. K. Kanakaris,V. S. Nikolaou, P. V. Giannoudis. A cost analysis of treatment of tibial fracture nonunion by bone grafting or bone morphogenetic protein-7. Int Orthop. 2009 October; 33(5): 1407–1414. 10. Garrison KR, Shemilt I, Donell S, Ryder JJ, Mugford M, Harvey I, Song F, Alt V. Bone morphogenetic protein (BMP) for fracture healing in Adults (Review). Cochrane 2010. 11. Heckman JD, Sarasohn-Kahn J. The economics of treating tibia fractures. The cost of delayed unions. Bull Hosp Jt Dis. 1997;56(1):63-72
40
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
41
12. Dahabreh Ziah, Dimitriou Rozalia, Peter V Giannoudis. Health Economic : A Cost Analysis of Treatment of Persistent Fracture Non-Union Using Bone Morphogenetic Protein-7. Injury (2007) pg 371-7 13. Giannoudis P, Einhorn T, Marsh D. Fracture healing: the diamond concept. J. care of injuried 2007;38:S3-6 14. Marshell Richard, Einhorn Thomas A. Biologi of fracture healing. Injury 2011 (42) pg 551-5 15. Ozturkmen Yusuf, Karamehmetoglu Mahmut, Karadeniz Hilmi, Azboy Ibrahim, Caniklioglu Mustafa. Acute Treatment of Segmental Tibia Fracture with Ilizarov Method. Injury 2009 (40) pg 321-6 16. Giannoudis P.V, Hinsche A F, Cohen A, Macdonald D A, Matthews S J, Smith R.M. Segmental tibial fracture: an assessment of procedural in 23 cases. Injury 2003 (34) pg 756-62 17. Reynders Peter. Open Acute Segmental Tibia Fracture Fixation Using The Less Invasive Stabilisation System (LISS): Study of 23 Consecutive Cases 18. Louis C Gerstenfeld, Thomas J Wronski, Jeffrey O Hollinger, Thomas A Einhorn. Perspective Application of Histomorphometric Methods to the Study of Bone Repair. J Bone Miner Res 2005;20:1715–1722. 19. Tina Histing et al. Sildenafil Accelerates Fracture Healing in Mice. J Orth Res, 2011, pg 867-73. 20. Patric Gracia et al. An Internal Locking Plate to Study Intramembranous Bone Healing in a Mouse Femur Fracture Model. J Orth Res, 2010, pg 397-401. 21. Image
J.
Indtroduction.
Disitasi
dari
http://rsbweb.nih.gov/ij/docs/intro.html. pada tanggal 7 Desember 2011, pukul 17:05 wib
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
42
22. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Principle of Fracture. In Apley’s System of Orthopaedics and Fractures 8th ed. New York: Oxford University Press Inc. 2001.p. 539-82. 23. Dimitriou R, Tsiridis E, Giannoudis PV. Current concepts of molecular aspects of bone healing. Injury, Int. J. Care Injured. 2005;36:1392-404. 24. Komatsu DE, Marce MB, Semenza GL, Hardjiargyrou M. Enhanced Bone Regeneration Associated With Decreased Apoptosis in Mice With Partial HIF-1α Deficiency.J Bone Miner Res. 2007;22(3):366–74 25. Kalfas, I. H, Shaun Bradly.Principles of Bone Healing. In: Neurosurg Focus.Cleveland,Ohio. Department of Neurosurgery, Section of Spinal Surgery.2004:11-12 26. Salter RB. Fractures and Joints Injury-General Features. In Texbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System 3rd ed. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins. 1999:p.417-99 27. Konstantinos N. Malizos, Loukia K. Papatheodorou. The healing potential of the periosteum Molecular aspects. Injury, Int. J. Care Injured (2005) 36S, S13—S19 28. Mizuta H, Sanyal A, Fukumoto T, et al. The spatiotemporal expression of TGF-beta1 and its receptors during periosteal chondrogenesis in vitro. J Orthop Res 2002;20(3):562—74 29. Ato Y, Fitzsimmons JS, Sanyal A, et al. Localization of chodrocyte precursors in periosteum. Osteoarthritis Cartilage 2001;9:215—23. 30. Scutt A, Reading L, Scutt N, Still K. Mineralizing fibroblast - colonyforming assays. In: Heilfrich MH, Ralston SH, editors. Bone research protocols. New Jersey: Humana Press; 2004.p.29-40 31. Mooney MP, Siegel MI. Animal models for bone tissue engineering of critical-sized defects (CSDs), bone pathologies, and orthopedic disease
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
43
states. In: Hollinge JO, Einhorn TA, Doll BA, Sfeir C, editors. Bone tissue engineering. Boca raton: CRC Press; 2005.p.217-44 32. Buttemeyer R, Hendricks J, Bruck JC. [Regeneration of bone following thermal injury]. Beitr Orthop Traumatol. 1990;37(8):448-53 33. Holstein JH,Garcia P, Histing T. Advance in establishment of define mouse models for studies fracture healing and bone regeneration. J of orthopaedic trauma.2009;23:31-38. 34. Einhorn
TA.
The
science
of
fracture
healing.
J
Orthop
Trauma.2005;S19:10. 35. Martos MA, Araujo FP, Paixao FB. Histomorfometric evaluation of bone healing in rabbit fibular osteotomy model without fixation. Journal of Orthopaedic Surgery and Reseach. 2008;3:1-5 36. Tiseo BC et al. Experimental study of the action of COX-2 selective nonsteroidal anti-inflammatory drugs. CLINICS 2006;61(3):223-30 37. Kowalski MJ, Schemitsch EH, Kregor PJ, Senft D, Swiontkowski MF.Effect of periosteal stripping on cortical bone perfusion: a laser dopplerstudy in sheep. Calcif Tissue Int. 1996;59(1):24-6. 38. Li YG, Liu H, Wang ZT. A validated stability-indicating HPLC with photodiode array detector (PDA) method for the stress tests of Monascus purpureus-fermented rice, red yeast rice. J Pharm Biomed Anal. 2005;39(1- 2):82-90. 39. Kokubu T, Hak DJ, Hazelwood SJ, Reddi AH. Development of an atrophic nonunion model and comparison to a closed healing fracture in rat femur. J Orthop Res. 2003;21(3):503-10 40. Oetgen ME, Merrell GA, Troiano NW, Horowitz MC, Kacena MA. Development of a femoral non-union model in the mouse. Injury. 2008;39(10):1119-26. 41. Kaspar K, Matziolis G, Strube P, Senturk U, Dormann S, Bail HJ, et al. A new animal model for bone atrophic nonunion: fixation by external fixator. J Orthop Res. 2008;26(12):1649-55.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
44
Lampiran 1. Kajian Etik Penelitian
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
45
Lampiran 2 PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 1. Hewan coba
2. Pelaksanaan penelitian a. Perlengkapan
b. Prosedur
c. Setelah Perlakuan
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
46
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
47
3. Pembuatan Slide
4. Penilaian Histomorfometri
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
48
Lampiran 3 Data Dasar berat Group badan (gram) a1 a2 a3 a4 a5 a6 b1 b2 b3 b4 b5 b6 c1 c2 c3 c4 c5 c6 d1 d2 d3 d4 d5 d6
280 320 330 300 330 290 325 310 350 340 305 345 315 260 315 320 340 330 335 325 320 325 285 300
Total area (mm2)
Area Penulangan (mm2)
Area Tulang Rawan (mm2)
Area Jaringan Fibrosa (mm2)
Area Penulang an (%)
Area Tulang Rawan (%)
Area Jaringan Fibrosa (%)
47,3417 32,2627 45,2917 31,5029 48,1872 33,7058 38,1872 30,0742 31,7603 32,9606 31,3015 33,0393 29,0947 25,3283 26,4867 29,3977 25,8736 26,4339 20,2838 24,7097 25,1954 21,9707 23,6475 24,1672
28,71854 23,61667 26,94366 23,7259 30,16721 16,35269 13,06343 14,46111 11,00908 8,107755 13,27933 15,18522 5,701907 8,22046 5,371215 5,245988 8,588395 9,324172 0,663298 2,144463 2,068386 0,639131 0,500885 2,299016
3,332018 1,279652 4,791707 2,449677 1,231391 2,993577 11,57704 7,246785 0,991752 8,916985 4,336286 3,627491 4,877517 6,455164 3,326419 2,595482 5,792509 1,777416 1,146662 2,473542 2,77364 1,557766 0,658995 0,969131
15,29115 7,366375 13,55633 5,327328 16,7886 14,35953 13,54674 8,366302 19,75947 15,93586 13,68588 14,22659 18,51528 10,65268 17,78907 21,55623 11,4927 15,33231 18,47384 20,09169 20,35337 19,7738 22,48762 20,89905
60,66224 73,20117 59,48919 75,31337 62,60419 48,51595 34,20892 48,08478 34,66301 24,59832 42,42396 45,96107 19,59775 32,45563 20,27891 17,84489 33,19366 35,27354 3,270087 8,678627 8,209378 2,909016 2,118129 9,512959
7,038231 3,96635 10,57966 7,776036 2,555431 8,88149 30,31653 24,09635 3,122616 27,05347 13,85329 10,97932 16,76428 25,48597 12,55883 8,828862 22,38772 6,724002 5,653095 10,01041 11,00852 7,090196 2,786743 4,010109
32,29953 22,83248 29,93116 16,91059 34,84038 42,60256 35,47455 27,81887 62,21437 48,34821 43,72276 43,05961 63,63797 42,05839 67,16226 73,32624 44,41862 58,00246 91,07682 81,31096 80,7821 90,00079 95,09513 86,47693
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
49
Lampiran 4 : Perhitungan Statistik dengan SPSS
Tests of Normality group2
a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
1,00
,337
6
,032
,726
6
,012
2,00
,272
6
,187
,896
6
,353
3,00
,207
6
,200
*
,892
6
,331
4,00
,218
6
,200
*
,907
6
,419
1,00
,307
6
,081
,844
6
,141
2,00
,235
6
,200
*
,912
6
,447
3,00
,301
6
,097
,756
6
,023
4,00
,312
6
,070
,848
6
,151
1,00
,280
6
,154
,814
6
,078
2,00
,273
6
,182
,825
6
,098
3,00
,195
6
,200
*
,935
6
,621
,200
*
,936
6
,627
,200
*
,946
6
,705
,945
6
,701
Berat badan
Total area
Ratio newbone formation
4,00 1,00
,179 ,157
6 6
2,00
,174
6
,200
*
3,00
,198
6
,200
*
,955
6
,780
4,00
,210
6
,200
*
,939
6
,654
1,00
,195
6
,200
*
,923
6
,526
2,00
,194
6
,200
*
,932
6
,593
3,00
,168
6
,200
*
,985
6
,973
4,00
,171
6
,200
*
,972
6
,905
Ratio kartilage
Ratio fibrous
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
50
Ranks group2
beratbadan
N
Mean Rank
Sum of Ranks
1,00
6
7,33
44,00
2,00
6
5,67
34,00
Total
12
Test Statistics
a
beratbadan Mann-Whitney U
13,000
Wilcoxon W
34,000
Z
-,808
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
,419 ,485
b
a. Grouping Variable: group2 b. Not corrected for ties.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
51
Ranks group2
totalarea
N
Mean Rank
Sum of Ranks
3,00
6
7,83
47,00
4,00
6
5,17
31,00
Total
12
Test Statistics
a
totalarea Mann-Whitney U
10,000
Wilcoxon W
31,000
Z
-1,281
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
,200 ,240
b
a. Grouping Variable: group2 b. Not corrected for ties.
Universitas Indonesia
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013
Analisa histomorfometri….., Dzikry Kasman, FK UI, 2013