UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN KASUS BERBASIS BUKTI DARI STUDI METAANALISIS: EFEKTIVITAS ASPIRASI JARUM PERKUTAN DIBANDINGKAN DRAINASE KATETER PADA PASIEN ABSES HATI
OLEH DINAS YUDHA KUSUMA NRM 1106140786
DIVISI HEPATOBILIER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FKUI-RSUPN CIPTOMANGUNKUSUMO JAKARTA 2015
ABSTRAK
Tujuan: Mengetahui efektivitas aspirasi jarum perkutan dibandingkan pemasangan drainase kateter pada pasien abses hati. Metode: Penulusuran literatur dilakukan melalui PubMed dan Cochrane Library dengan menggunakan kata kunci “percutaneous needle aspiration” AND “catheter drainage” AND “liver abscess”. setelah memfokuskan pada kriteria inklusi dan pertanyaan klinis, didapatkan satu buah meta-analisis. Hasil: meta-analisis tersebut menunjukkan bahwa drainase kateter lebih superior dalam tingkat keberhasilan (relative risk [RR] 0,81, 95% CI 0.66-0.99, p=0.04), waktu perbaikan klinis (standardized mean difference [SMD] 0.73, 95%CI 0.361.11, p=0.0001) dan waktu untuk mencapai pengurangan 50% ukuran abses (SMD 1.08, 95%CI 0.64-1.53, p<0.00001). Kesimpulan: tindakan drainase kateter memiliki efektivitas lebih baik dibandingkan aspirasi jarum perkutan pada pasien abses hati. Kedua tindakan memiliki tingkat keamanan yang sama pada tatalaksana abses hati.
Kata kunci: aspirasi jarum perkutan, drainase kateter, abses hati
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................
1
ABSTRAK ................................................................................................
2
DAFTAR ISI .............................................................................................
3
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL.........................................................
4
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................
5
BAB 2 ILUSTRASI KASUS ...................................................................
7
BAB 3 METODE ......................................................................................
9
BAB 4 HASIL DAN DISKUSI ................................................................
13
BAB 5 KESIMPULAN .............................................................................
18
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
19
3
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Gambar 1. Skema proses pemilihan artikel...............................................
10
Gambar 2. Tingkat keberhasilan aspirasi jarum perkutan dibandingkan drainase kateter .......................................................................
14
Gambar 3. Lama perawatan ......................................................................
15
Gambar 4. Komplikasi terkait tindakan ....................................................
16
Gambar 5. Waktu untuk mencapai perbaikan klinis .................................
16
Gambar 6. Waktu untuk mencapai pengurangan 50% ukuran abses ........
17
Tabel 1. Telaah kritis terhadap artikel meta-analisis ................................
12
Tabel 2. Karakteristik studi .......................................................................
13
4
BAB 1 PENDAHULUAN
Abses hati merupakan salah satu bentuk infeksi pada jaringan hati akibat infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, parasit maupun nekrosis steril dari sistem gastrointestinal. Infeksi tersebut ditandai oleh pembentukan jaringan supurasi yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi, maupun darah dalam jaringan hati. Secara umum abses hati dibagi menjadi dua antara lain, abses hati amebik dan abses hati piogenik. Abses hati amebik (AHA) merupakan salah satu manifestasi ekstra intestinal yang sering pada amebiasis. AHA terbentuk akibat infeksi asending sistem vena porta. Sedangkan abses hati piogenik (AHP) terjadi akibat infeksi rongga peritonium (peritonitis) yang menyebar melalui sistem vena porta atau penyebaran langsung melalui sistem bilier, dan penyebaran hematogen dari infeksi sistemik.1,2 AHA sering dijumpai pada negara berkembang di daerah tropik dan subtropik termasuk di Indonesia secara endemik, diakibatkan oleh infeksi E. histolitica.1 Sedangkan abses hati piogenik lebih tersebar di seluruh dunia dengan 2,3 kasus per 100.000 penduduk, kejadian meningkat sesuai usia, dengan resiko laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan (3.3 vs 1.1 per 100.000 dengan RR 2.6; 95% CI 1.5-4.6; P<0.001).3 Etiologi AHP adalah Enterobacteriaceae sp, S. aureus, S. piogenes, S. milleri, Candida sp., Klebsiella pneumoniae, Burkholderia pseudomallei, TB.2,3 Manifestasi klinis penderita abses hati diantaranya demam, nyeri pada kuadaran kanan atas, mual, muntah, bekurangnya nafsu makan, penurunan berat badan, ikterus, kencing berwarna seperti teh. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemui febris, hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas pada pemeriksaan abdomen, ikterus, dan tanda-tanda akut abdomen apabila terjadi ruptur. Pemeriksaan menunjang menunjukkan lekositosis, anemia, peningkatan laju endap darah, pengkatan enzim transaminase, bilirubin maupun alkalifosfatase. Tes serologi dan kultur darah dapat digunakan sebagai baku emas diagnostik dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan radiologi foto thoraks dapat
5
ditemukan efusi pleura, diafragma kanan meninggi. Pada ultrasonografi dapat ditemukan lesi hipoekhoik dan CT Scan serta MRI dapat digunakan untuk membedakan lesi pada hepar lainnya.2 Saat ini penatalaksanaan abses hati adalah dengan memberikan terapi medikamentosa dengan antibiotik empirik yang adekuat dan dengan melakukan drainase abses. Metode drainase digunakan dengan panduan alat USG, dapat dilakukan dengan aspirasi jarum perkutan maupun drainase abses dengan drainase kaketer. Kedua metode tersebut dianggap aman dan efektif. Laporan kasus berbasis bukti ini mencoba membandingkan efektifitas dari kedua modalitas diatas.
6
BAB 2 ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien laki-laki 55 tahun datang dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas yang dirasakan sejak 8 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Nyeri dirasakan tumpul dan tidak menjalar ke bagian tubuh lain. Keluhan tersebut disertai dengan mual dan nafsu makan yang menurun, didapatkan demam tidak tinggi dan tidak ada keluhan muntah serta dirasakan terdapat benjolan di perut kanan atas. Sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit mata terlihat kuning dan badan terasa lemas, pasien kemudian dirawat di RS luar selama 2 hari. Selama perawatan dilakukan pemeriksaan darah dan ultrasonografi (USG), dari pemeriksaan tersebut diketahui terdapat benjolan di hati pasien, dan pasien dirujuk ke RSCM untuk penanganan selanjutnya. Dalam riwayat penyakit terdahulu, tidak didapatkan keluhan sakit kuning, muntah darah maupun feses berwarna hitam. Tidak ada riwayat penyakit hepatitis maupun penyakit hati kronik pada keluarga pasien. Pemerikaan fisik awal di RSCM, tanda vital pasien dalam batas normal, dengan skala nyeri (VAS) 5. Sklera mata tampak ikterik, dan tidak tampak konjungtiva palpebra anemis, pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen tampak benjolan pada abdomen kanan atas, nyeri tekan ada pada kuadran kanan atas dan epigastrium, hepar teraba membesar dengan ukuran 3 jari dibawah arkus kosta dan 3 jari di bawah prosesus xyphoideus. Pemeriksaan ekstremitas dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan anemia (Hb 10,1 g/dL), lekositosis (23.000 /µL), pemanjangan aPTT 92,8 detik dengan kontrol 31,9 detik. Bilirubin pasien meningkat dengan bilirubin total 6,17 mg/dL direk 4,58 mg/dL, hipoalbuminemia 2,66 g/dL. Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) didapatkan abses pada lobus kanan hepar dengan diameter 10 cm. Selama perawatan, pasien dilakukan aspirasi abses berulang. Pada aspirasi pertama didapatkan cairan warna tenguli 40 ml dengan serologi amuba positif, analisa cairan sesuai gambaran abses, kultur cairan tidak tumbuh mikroorganisme. Pasien diberikan terapi metronidazole 3x500 mg intravena (i.v). pasien menjalani aspirasi abses berulang sebanyak empat kali dengan total cairan dikeluarkan 840 ml
7
warna tenguli. Pasien diperbolehkan pulang pada hari perawatan ke 20, keluhan nyeri berkurang, diameter abses 4 cm, dengan terapi metronidazole 3x500 mg oral.
8
BAB 3 METODE
3.1 Rumusan Masalah Klinis Bagaimanakah efektivitas aspirasi jarum perkutan dibandingkan dengan pemasangan drainase kateter pada pasien abses hati?
3.2 Metode Penelusuran Penulusuran literatur elektronik dilakukan pada tanggal 17 April 2015 melalui PubMed dan Cochrane Library. Penelusuran dilakukan dengan menggunakan kata kunci “percutaneous needle aspiration” AND “catheter drainage” AND “liver abscess”, dan didapatkan 53 artikel (PubMed 44 artikel dan Cochrane library 9 artikel). Untuk mendapatkan hasil basis bukti yang baik, artikel dibatasi pada studi meta analisis yang merupakan studi dengan level tertinggi dalam piramida Evidece based medecine. Dari kriteria inklusi tersebut akhirnya didapatkan 2 artikel studi meta analisis, diantaranya adalah Cai YL dkk 2015,4 dan Chaves-Tapia NC dkk 20095. Setelah judul dan abstrak dinilai, artikel dari Chaves-Tapia NC dkk tidak menjawab pertanyaan klinis yang sudah dirumuskan (gambar 1). Meta analisis dengan judul “Percutaneous needle aspiration versus catheter drainage in the management of liver abscess: a systematic review and meta analysis” oleh Cai YL dkk4 diterbitkan oleh Hepato-Pancreato-Billiary (HPB Oxford) pada tahun 2015 dipilih dan dimasukkan pada laporan kasus ini. Studi meta analisis oleh Cai YL dkk ini mencakup lima Randomized controlled trials (RCT) yang membandingkan efektivitas aspirasi jarum perkutan dengan drainase kateter, dengan jumlah sampel 306 pasien, diantaranya: Rajak dkk 1998,6 Yu dkk 2004,7 Zerem & Hadzic 2007,8 Singh dkk 2009,9 dan Singh dkk 201310. Kelima RCT diatas juga akan di baca dan ditelaah pada laporan kasus berbasis bukti ini.
9
53 artikel 51 Artikel tidak memenuhi kriteria artikel yang dicari (meta analisis)
2 artikel 1 artikel tidak menjawab pertanyaan klinis
1 artikel Gambar 1. Skema proses pemilihan artikel
3.3 Telaah Kritis Meta analisis yang diperoleh ditelaah kritis menggunakan panduan dari QUORUM (The Quality of Reporting Meta-analysis) serta panduan dari GRADE (Grading of Recomendation Asessment Development and Evaluation) working group. Kedua panduan ini menilai tiga aspek dalam meta-analisis diatas, meliputi validitas, kekuatan studi, dan aplikabilitas. (tabel 1.)
Studi Penilaian
Cai YL dkk 20154
VALIDITY Focused research question
Ya
Selection criteria
Ya
Primary outcome
1. Tingkat keberhasilan (success rate), 2. Lama rawat inap (duration of hospital stay), 3. Komplikasi terkait tindakan (prosedure-related complications), 4. Jumlah hari untuk mencapai perbaikan klinis (days to achieve clinical improvement),
10
5. Waktu untuk mencapai pengurangan 50% ukuran abses (time to achieve a 50% reduction in abscess cavity size), 6. Jumlah hari untuk mencapai resolusi total abses (days to achieve total or near total resolution of abscess cavity), 7. Mortalitas (mortality). Design of the studies
RCT
Number of studies
5
Number of subject
306 pasien
Validity appraisal
Ya
Reliability assesment
Ya
Similarity of the studies 79% (homogeneity) IMPORTANCE Overall results
Drainase kateter lebih superior terhadap keluaran pasien dibandingkan aspirasi jarum perkutan, (tingkat keberhasilan, perbaikan klinis, dan masa untuk mencapai pengurangan 50% ukuran abses)
Outcomes measurement
1. Success rate; Risk Ratio 0,81 2. Duration of hospital stay; Mean Difference -0,71 3. Prosedure-related complications; Risk Ratio 0,50 4. Days to achieve clinical improvement; Std. Mean Differece 0.73 5. Time to achieve a 50% reduction in abscess cavity size Std. Mean Difference 1.08 6. Days to achieve total or near total resolution of abscess cavity; tidak tersedia (data dalam RCT terbatas) 7. Mortality; tidak tersedia (data dalam RCT terbatas)
11
1. 0.66 – 0.99
95% CI
2. -2.10 – 1.75 3. 0.10 – 2.63 4. 0.36 – 1.11 5. 0.64 – 1.53 6. N/A 7. N/A APPLICABILITY Similarity of patients Clinically
Ya
important Ya
impact Tabel 1. Telaah kritis terhadap artikel meta-analisis.
12
BAB 4 HASIL DAN DISKUSI Studi meta-analisis oleh Cai YL dkk4 ini membandingkan metode drainase aspirasi jarum perkutan dan drainase kateter pada pasien dengan abses hati sesuai dengan pertanyaan klinis yang dibuat oleh penulis. Studi ini mencakup 5 studi RCT yang disebutkan diatas dengan jumlah sampel total 306 pasien dengan perbandingan metode aspirasi jarum perkutan vs drainase kateter 153:153 pasien, dengan rasio pria dan wanita sebesar 101:52 pada aspirasi jarum perkutan dan 108:48 pada drainase kateter. Tiga dari RCT memasukkan pasien abses hati amebik dan piogenik,6,9,10 sedangkan dua studi lainnya menggunakan pasien abses hati piogenik saja.7,8 Rata-rata usia pasien yang dilaporkan pada studi tersebut berkisar 35 sampai 50 tahun. Sebanyak 84% kasus merupakan abses soliter dan 67,1% terletak di lobus kanan. Hal ini sesuai dengan karakteristik pasien yang dilaporkan yakni pasien lakilaki usia 55 tahun dengan abses berukuran 10 cm di lobus kanan hepar. Secara anatomis, lobus kanan hepar lebih sering megalami abses, sebab lobus kanan hepar menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena porta, sedangkan lobus kiri hepar menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. 2,11 Keluhan pasien demam dan nyeri perut kanan atas, sesuai dengan karakteristik penelitian yaitu keluhan nyeri kuadran kanan atas 71,6% dan demam 83,3%.7-10 Tabel 2 merangkum karakteristik dari kelima studi yang dimasukan dalam studi meta analisis.
Studi
Tahun
Tipe abses
Ukuran abses
Pasien (aspirasi vs kateter)
Rajak CL dkk6
1998
AHA dan AHP Semua ukuran
50 (25/25)
Yu SC dkk7
2004
AHP saja
Semua ukuran
64 (32/32)
Zerem E dkk8
2007
AHP saja
Semua ukuran
60 (30/30)
Sigh O dkk9
2009
AHA dan AHP ≥ 10 cm
72 (36/36)
Sigh S dkk10
2013
AHA dan AHP Semua ukuran
60 (30/30)
AHA: abses hati amebik, AHP: abses hati piogenik. Tabel 2. Karakteristik studi
13
Tingkat keberhasilan intervensi dalam studi ini diartikan drainase yang adekuat melalui kedua metode tersebut, sehingga menjadi tercapai resolusi infeksi tanpa tindakan pembedahan. Kelima RCT mencantumkan tingkat keberhasilan terapi dalam studinya.6-10 Secara keseluruhan tingkat keberhasilan aspirasi jarum perkutan sebesar 77,8% dibandingkan drainase kateter 96,1% dengan p=0,041.4 Hal ini menunjukkan bahwa drainase kateter memiliki angka keberhasilan lebih baik dibandingkan dengan aspirasi jarum perkutan pada pasien abses hati (gambar 2).
Gambar 2. Tingkat keberhasilan aspirasi jarum perkutan dibandingkan drainase kateter.4 Dari kelima RCT, hanya studi dari Rajak CL dkk6 yang tidak mencantumkan lama rawat inap pasien dalam menjalani terapi. Namun, Rajak CL dkk mencantumkan pernyataan bahwa tidak ada perbedaan lama perawatan pasien yang menjalani aspirasi maupun drainase kateter.6 Singh O dkk9 mencantumkan lama perawatan pasien aspirasi dibandingkan drainase kateter 22.2±2.0 hari vs 20.3±2.4 hari dengan nilai p=0.08, sehingga tidak ada perbedaan rawat inap diantara keduanya. Studi lain oleh Singh S dkk10 juga menyatakan 10.5±5.2 vs 11.3±3.8, p=0,501. Yu SC dkk7 menyatakan tidak ada perbedaan lama perawatan diantara kedua tindakan p=0,120. Demikian pula denan Zerem E dkk8 p=0,98. Secara keseluruhan dapat disimpulkan, tidak ada perbedaan lama perawatan antara tindakan aspirasi jarum perkutan dibandingkan drainase kateter dengan p=0,86 (gambar 3).4 Laporan kasus ini, pasien dirawat selama 20 hari setelah menjalani
14
aspirasi jarum perkutan selama empat kali dan USG evaluasi yang menyatakan pasien ini mengalami perbaikan secara klinis dan radiologis. Lamanya perawatan pada laporan kasus ini serupa dengan studi yang disampaikan oleh Singh O dkk9 dengan Mean 22.2±2.0 hari perawatan.
Gambar 3. Lama perawatan4
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menjalani drainase kateter maupun aspirasi jarum perkutan, diantaranya perdarahan, efusi pleura/empiyema,
sepsis,
malposisi
kateter
dan
lain-lain.
Kelia
RCT
mencantumkan kejadain komplikasi terkait tindakan tersebut. Dua RCT melaporkan 6 pasien dengan komplikasi minimal. Rajak CL dkk melaporkan satu pasien mengeluhkan nyeri pada insersi kateter dan berkurang dengan analgetik, satu pasien mengalami rembesan pada perikateter akibat sumbatan pada kateter-yang dapat dihilangkan dengan pembilasan, satu orang mengalami perdarahan pada aspirasi jarum perkutan yang ketiga dan ditangani secara konservatif.6 Singh O dkk melaporkan satu pasien pada aspirasi jarum perkutan mengalami hematoma subcapsular, satu pasien pada drainase kateter mengalami ruptur abses dan meninggal, satu pasien mengalami rembesan cairan empedu setelah drainase kateter dicabut.9 Sedangkan ketiga RCT lainnya tidak mencantumkan komplikasi yang tejadi terkait tidakan. Secara keseluruhan tidak ada perbedaan kejadian komplikasi pada kedua grup, p=0.41 (gambar 4).4 Pada laporan kasus ini, pasien menjalani aspirasi jarum perkutan sebanyak empat kali, selam tindakan tidak ada komplikasi yang muncul.
15
Gambar 4. Komplikasi terkait tindakan.4
Perbaikan klinis pada pasien yang menjalani terapi didefinisikan sebagai kondisi perbaikan keluhan seperti demam, nyeri, penurunan jumlah lekosit setelah menjalani intervensi yang berhasil. Hanya dua studi yakni Singh O dkk9 dan Singh S10 dkk yang mencantumkan lama perbaikan klinis dan meamsukkannya ke dalam analisis. Singh O dkk mencantumkan perbaikan klinis pada tindakan aspirasi dibandingkan drainase kateter 10.2±2.7 vs 8.1±2.7, p=0.02.9 Pada studi Singh S dkk melaporkan 5,5±1.9 vs 4,5±1.55, p=0,39.10 Rajak CL dkk hanya menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan waktu perbaikan klinis pada kedua tindakan p>0.05.6 Secara keseluruhan waktu yang dibutuhkan untuk mencai perbaikan klinis, lebih lama pada pasien aspirasi jarum perkuta secara signifikan, p=0.0001 (gambar 5).4 pada kasus ini, pasien mengalami perbaikan klinis setelah hari perawatan ke-11 ditandai dengan keluhan nyeri dan demam yang berkurang, lekosit turun dari 23.000/µL menjadi 10.500/µL sejalan dengan studi oleh Singh O dkk9.
Gambar 5. Waktu untuk mencapai perbaikan klinis4
Dari lima RCT dalam studi meta-analisis ini, dua studi melaporkan lamanya waktu yang dicapai dalam mencapai pengurangan setengah (50%) dari ukuran
16
abses.6,10 Kedua studi tersebut menyebutkan waktu pengurangan ukuran abses menjadi 50% lebih banyak pada aspirasi jarum perkutan dibandingkan dengan drainase kateter. Hal ini berdampak pada analisis keseluruhan yang menunjukkan bahwa aspirasi jarum perkutan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai pengurangan 50% dari diameter awal, p<0,00001 (gambar 6).4 Pada kasus yang dilaporkan, membutuhkan waktu 16 hari dengan menjalani empat kali aspirasi jarum perkutan, hal ini sesuai dengan hasil studi yang ditampilkan.
Gambar 6. Waktu untuk mencapai pengurangan 50% ukuran abses.4 Akibat kurangnya data yang tersedia, maka Cai YL dkk4 tidak melakukan analisis tentang waktu yang diperlukan untuk mencapai resolusi abses. Hanya dalam studi Singh S dkk10 disebutkan tidak terdapat perbedaan waktu yang diperlukan untuk mecapai resolusi ukuran abses pada aspirasi jarum dibandingkan drainase kateter, p=0.454. Mortalitas dilaporkan dalam dua studi oleh Yu SC dkk7 dan Singh O dkk9 dengan total mortalitas 6 pasien (1,96%) dari 306 pasien yang diikutkan dalam studi. Satu pasien dilaporkam meninggal akibat ruptur abses9, 4 pasien akibat penyakit dasar keganasan7, dan satu pasien meninggal karena PPOK7. Secara keseluruhan studi Cai YL dkk4 menyebutkan dahwa drainase kateter memiliki efektifitas yang lebis superior dibandingkan dengan tindakan aspirasi jarum perkutan pada pasien abses hati. Hali ini ditunjang dengan angka keberhasilan yang lebih baik, perbaikan klinis dan waktu penyusutan abses yang lebih cepat. Sedangkan untuk komplikasi dan lama rawat inap pada kedua tindakan, tidak ada perbedaanyang bermakna. Secara jelas dapat dilihat jika tindakan drainase abses dengan kateter memberikan manfaat yang lebih banyak terutama untuk mengalirkan cairan pus yang diproduksi oleh abses, terutama abses yang besar.6,10
17
BAB 5 KESIMPULAN
Tindakan drainase kateter pada pasien dengan abses hati memeliki efektivitas yang lebih baik dibandingkan dengan aspirasi jarum perkutan. Efektivitas ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan yang lebih tinggi, waktu perbaikan klinis yang lebih baik dan pengurangan ukuran abses yang lebih cepat. Namun kedua tindakan tersebut memiliki tingkat keamanan yang sama pada tatalaksana abses hati.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Haque R, Huston CD, Huges M, Houpt E, Pettri WA. Amebiasis. N Engl J Med. 2003; 348:1565 2. Wenas NT, Waleleng BJ. Abses hati piogenik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima, Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (ed). Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2012; 692-4 3. Kaplan GG, Gregson DB, Laupland KB. Population-based study of epidemiology of and the risk factors of pyogenic liver abscess. clin Gastroenterol Hepatol. 2004; 2(11):1032-8 4. Cai YL, Xiong XZ, Lu J, Cheng Y, Yang C, Lin YX, et al. Percutaneous needle aspiration versus catheter drainage in the management of liver abscess: a systematic review and meta-analysis, HPB 2015: 17; 195–201 5. Chavez-Tapia NC, Hernandez-Calleros J, Tellez-Avila FI, Torre A, Uribe M. Image-guided
percutaneous
procedure
plus
metronidazole
versus
metronidazole alone for uncomplicated amoebic liver abscess (Review). Cochrane Database Syst Rev. 2009; 1: CD004886 6. Rajak CL, Gupta S, Jain S, Chawla Y, Gulati M, Suri S. Percutaneous treatment of liver abscesses: needle aspiration versus catheter drainage. AJR Am J Roentgenol. 1998, 170:1035–1039. 7. Yu SC, Ho SS, Lau WY, Yeung DT, Yuen EH, Lee PS et al. Treatment of pyogenic liver abscess: prospective randomized comparison of catheter drainage and needle aspiration. Hepatology. 2004, 39:932– 938. 8. Zerem E, Hadzic A. Sonographically guided percutaneous catheter drainage versus needle aspiration in the management of pyogenic liver abscess. AJR Am J Roentgenol. 2007, 189:W138–W142. 9. Singh O, Gupta S, Moses S, Jain DK. (2009) Comparative study of catheter drainage and needle aspiration in management of large liver abscesses. Indian J Gastroenterol. 2009. 28:88–92.
19
10. Singh S, Chaudhary P, Saxena N, Khandelwal S, Poddar DD, Biswal UC. Treatment of liver abscess: prospective randomized comparison of catheter drainage and needle aspiration. Ann Gastroenterol. 2013. 26:332–339. 11. Kasper DL, Zaleznik DF. Intraabdominal infections and abscesses. Dalam: Harrison’s principles of internal medecine. 16 th ed. Kasper DL, Braundwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jamesons JL (ed), McGraw-Hill, New York 2005: 749
20