UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 5 – 27 JULI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
AMELIA DEWI, S.Farm. 1106153012
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 5 – 27 JULI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi Apoteker
AMELIA DEWI, S.Farm. 1106153012
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013 ii
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Periode 5 – 27 Juli 2012 adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama NPM Tanda Tangan
: Amelia Dewi, S.Farm. : 1106153012 :
Tanggal
: 28 Januari 2013
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Amelia Dewi, S.Farm. NPM : 1106153012 Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: 1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Jl. Rawagelam V No. 1 Kawasan Industri Pulogadung Periode 11 – 30 Juni 2012. 2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Periode 5 – 27 Juli 2012. 3. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Unit Riset dan Pegembangan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Jl. Cihampelas No. 5 Bandung Periode 6 – 29 Agustus 2012. 4. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 7 Jl. Ir. H. Juanda No. 30 Bogor Periode 3 September – 6 Oktober 2012. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 28 Januari 2013 Yang menyatakan,
( Amelia Dewi, S.Farm. )
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
ABSTRAK Nama : Amelia Dewi Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Periode 5 – 27 Juli 2012. Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Deputi I Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Tugas dari Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yaitu melakukan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Tugas khusus yang diberikan berjudul informasi teknis penilaian uji bioekivalensi obat copy Megestrol Acetate 160mg terhadap obat komparator Megace (megestrol acetate 160mg) produksi Bristol Myers Squibb. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui profil farmakokinetika, bioekivalensi dan profil disolusi dari obat copy Magestrol Acetate 160mg dibandingkan obat komparator Megace (megestrol acetate 160mg) produksi Bristol Myers Squibb. Informasi teknis yang diperoleh dari penilaian uji bioekivalensi meliputi judul studi, tanggal pelaksanaan studi, tempat pelaksanaan studi, desain studi, informasi obat (sifat farmakologi, sifat fisiko kimia, sifat farmakokinetika), subjek (jumlah subjek, kriteria inklusi, kriteria ekslusi), waktu sampling, metode analisis (alat, obat uji dan obat komparator), nilai parameter farmakokinetika, dan hasil uji disolusi terbanding. Kata Kunci
: Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Uji Bioekivalensi, Megestrol Acetate. Tugas Umum : viii + 39 halaman; 4 lampiran Tugas Khusus : vi + 22 halaman; 2 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 13 (2001 – 2011) Daftar Acuan Tugas Khusus: 6 (1996 – 2011)
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
ABSTRACT Name : Amelia Dewi Program Study : Apothecary Profession Title : Apothecary Internship Report at Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Period July 5th – 27th 2012. Apothecary Internship at Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia aims to increase knowledge and understanding of the role and functions of the Badan Pengawas Obat dan Makanan, and Deputi I Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. The task of Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga is to prepare the formulation of policies, preparation of guidelines, standards, criteria and procedures, and implementation of control, technical guidance and evaluation in the field of regulation and standardization of therapeutic products and medical supplies household. The special task given titled technical information assessment of bioequivalence test drug copy Megestrol Acetate 160mg of the drug comparator Megace (megestrol acetate 160mg) Bristol Myers Squibb production. Special task aims to determine the pharmacokinetics profile, bioequivalence and dissolution profiles of drug Magestrol copy Acetate 160mg compared to comparator drugs Megace (megestrol acetate 160mg) Bristol Myers Squibb production. Technical information obtained from the assessment of bioequivalence test include the title of the study, the date of the study, the implementation of the study, study design, drug information (the pharmacological properties, physico-chemical properties, pharmacokinetics properties), the subjects (number of subjects, inclusion criteria, exclusion criteria), time sampling, analytical methods (tools, test drug and comparator drugs), pharmacokinetic parameter values, and the results of dissolution testing compa. Keywords
: Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Bioequivalence Test, Megestrol Acetate. General Assignment : viii + 39 pages; 4 appendices Special Assignment : vi + 22 pages, 2 appendices Bibliography of general assignment : 13 (2001 – 2011) Bibliography of general assignment : 6 (1996 – 2011)
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala rahmat, nikmat, kekuatan, kesabaran dan kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia periode 5 – 27 Juli 2012 dengan baik. Laporan PKPA ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Di samping itu, setelah mengikuti PKPA, diharapkan calon apoteker memperoleh tambahan pengetahuan yang berguna di instansi pemerintah yang merupakan salah satu tempat pengabdian profesi apoteker. Selama PKPA di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Dra. Lucky S. Slamet, M.Sc. selaku Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Republik Indonesia.
2.
Dra. Augustine Zaini, M.Si. selaku Direktur Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
3.
Dra. Ernawati Mangunatmaja, Apt. selaku Kepala Seksi Tata Operasional dan pembimbing PKPA yang berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA.
4.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan pembimbing PKPA yang berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA.
5.
Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
6.
Seluruh staf pengajar beserta segenap karyawan Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. iv
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
7.
Seluruh Kepala Seksi dan staf Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
8.
Panitia pelaksana PKPA di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
9.
Orang tua tercinta beserta adik-adik tersayang atas doa dan dukungannya.
10. Semua rekan-rekan Apoteker Universitas Indonesia angkatan LXXV atas kebersamaan, kerjasama , dukungan, semangat dan bantuan yang diberikan kepada penulis. 11. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Dengan segala kesadaran penulis mengakui bahwa laporan ini belum mencapai tingkat yang sempurna. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama melaksanakan PKPA ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Depok, Desember 2012
Penulis
v
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
ii iii iv vi viii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1.2 Tujuan ...................................................................................... 1.3 Manfaat ....................................................................................
1 1 2 2
BAB 2. TINJAUAN UMUM ......................................................................... 2.1 Badan Pengawas Obat dan Makanan ....................................... 2.2 Visi dan Misi ............................................................................ 2.2.1 Visi ............................................................................... 2.2.2 Misi .............................................................................. 2.3 Landasan Hukum ..................................................................... 2.3.1 Tugas Pokok................................................................. 2.3.2 Fungsi........................................................................... 2.3.3 Kewenangan................................................................. 2.4 Budaya Organisasi ................................................................... 2.5 Prinsip Dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM)................................................................................. 2.6 Kerangka Konsep SISPOM ..................................................... 2.7 Kebijakan dan Strategis............................................................ 2.7.1 Sasaran Strategis .......................................................... 2.7.2 Arah Kebijakan dan Strategi ........................................ 2.7.2.1 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional......... 2.7.2.2 Arah Kebijakan Strategi Badan POM .......... 2.7.3 Strategi ......................................................................... 2.8 Target Kinerja .......................................................................... 2.9 Susunan Organisasi .................................................................. 2.9.1 Kepala Badan POM...................................................... 2.9.2 Sekretariat Utama......................................................... 2.9.3 Inspektorat.................................................................... 2.9.4 Deputi 1 Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif...................... 2.9.5 Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen ............................ 2.9.6 Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya................................................... 2.9.7 Unit Pelaksana Teknis BPOM di Daerah..................... 2.9.8 Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) .....................................................................
3 3 4 4 4 4 4 5 5 5
vi
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
6 6 8 8 8 8 9 11 13 14 14 14 15 16 17 18 19 20
2.9.9 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM) ............ 2.9.10 Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) ..................... 2.9.11 Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) ...............
20 21 21
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS ...................................................................... 3.1 Struktur Organisasi .................................................................. 3.2 Visi dan Misi ............................................................................ 3.2.1 Visi ............................................................................... 3.2.2 Misi .............................................................................. 3.3 Tugas dan Fungsi ..................................................................... 3.3.1 Tugas ............................................................................ 3.3.2 Fungsi........................................................................... 3.4 Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.............. 3.4.1 Tugas ............................................................................ 3.4.2 Fungsi........................................................................... 3.4.3 Struktur Organisasi ...................................................... 3.4. Kegiatan ....................................................................... 3.5 Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/ Bioekivalensi Obat ................................................................... 3.5.1 Tugas ............................................................................ 3.5.2 Fungsi........................................................................... 3.5.3 Struktur Organisasi ...................................................... 3.5.4 Kegiatan ....................................................................... 3.6 Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi ............................ 3.6.1 Tugas ............................................................................ 3.6.2 Fungsi........................................................................... 3.6.3 Struktur Organisasi ....................................................... 3.6.4 Kegiatan ........................................................................
22 22 22 22 23 23 23 23 24 24 24 24 25 25 25 25 26 26 27 27 27 27 27
BAB 4. PEMBAHASAN................................................................................ 4.1 Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.............. 4.2 Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/ Bioekivalensi Obat ................................................................... 4.3 Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi ............................
29
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 5.2 Saran.........................................................................................
37 37 37
DAFTAR ACUAN..........................................................................................
38
LAMPIRAN....................................................................................................
40
vii
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
29 32 35
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 2
Struktur Organisasi Badan POM. ............................................... Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi PT dan PKRT...... Alur Revisi Farmakope Indonesia. ............................................. Alur Perumusan RSNI. ...............................................................
viii
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
40 41 42 43
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat turut membawa perubahan-perubahan
yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat tradisional, suplemen makanan, dan kosmetik di Indonesia. Dengan menggunakan teknologi modern tersebut, maka produksi dari industri-industri tersebut mampu dilakukan dengan skala besar dan optimal. Faktor ini juga ditunjang oleh kemajuan teknologi transportasi yang memungkinkan produk-produk tersebut dapat terdistribusi dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam waktu singkat (BPOM, 2001). Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa merupakan pasar yang sangat potensial bagi industri farmasi, obat tradisional, kosmetik, suplemen makanan, dan alat kesehatan. Produk tersebut beredar sangat luas di masyarakat. Meningkatnya pertumbuhan jumlah dan jenis produk yang beredar menyebabkan konsumsi masyarakat juga meningkat, tetapi keadaan ini tidak selalu diikuti oleh pengetahuan yang memadai untuk memilih dan menggunakan produk secara tepat dan aman. Persaingan bisnis dikhawatirkan hanya akan mengedepankan
profit
saja
tanpa
memperhatikan
faktor
manfaat
dan
keamanannya, sehingga pada akhirnya dapat beresiko pada kesehatan dan keselamatan masyarakat sebagai konsumen. Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan pasar bebas maka dibentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang memiliki jaringan nasional dan koordinasi internasional serta kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi. Apoteker merupakan salah satu profesi kesehatan yang berperan di Badan POM karena apoteker memiliki pengetahuan mengenai obat-obatan yang beredar di masyarakat juga mempelajari persyaratan yang dibutuhkan sebagai dasar pengawasan terhadap peredaran produk baik obat maupun makanan. Peran apoteker di Badan POM khususnya di Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah menyusun regulasi/standar/pedoman/kriteria dan melakukan penilaian dari produk obat dan 1
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Universitas Indonesia
2
perbekalan kesehatan rumah tangga serta memberikan bimbingan kepada industri farmasi. Oleh karena itu apoteker sangat dibutuhkan kesiapannya dan kesediaannya untuk menjadi sumber daya manusia yang berperan penting dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban Badan POM. Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia berkerja sama dengan Badan POM menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) guna memberikan pembekalan, pengetahuan, pemahaman dan gambaran singkat peran apoteker dalam penyelenggaraan kesehatan sebelum mengabdi pada masyarakat. Pada PKPA ini kami mendapat tugas untuk mengamati langsung dan mempelajari kegiatan di Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif, Badan POM RI yang berlokasi di Jalan Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat, berlangsung dari tanggal 5-27 Juli 2012. 1.2
Tujuan
1.2.1 Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman calon apoteker tentang peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan. 1.2.2 Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman calon apoteker tentang peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan bagian Deputi I Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 1.3
Manfaat Peserta PKPA dapat memahami dan mengetahui peran apoteker dalam
menjalankan tugas dan fungsinya di Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Badan POM RI.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI
2.1
Badan Pengawas Obat dan Makanan Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan
signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika dan alat kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan "range" yang sangat luas. Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier yang makin tipis dalam perdagangan internasional, maka produk-produk tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat (BPOM, 2001). Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk tersebut cenderung terus meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola konsumsinya. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak, iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional (BPOM, 2001). Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitanya dapat meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau terkontaminasi oleh suatu zat, maka risiko yang terjadi akan berskala besar dan luas (BPOM, 2001). Untuk mengantisipasi hal tersebut, Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk tersebut untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya. Oleh karena itu telah dibentuk Badan POM yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi (BPOM, 2001). 3
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Universitas Indonesia
4
2.2
Visi dan Misi Berdasarkan
Keputusan
Kepala
Badan
POM
RI
Nomor
HK.04.01.21.11.10.10509 tanggal 3 November 2010 tentang Penetapan Visi dan Misi BPOM, maka visi dan misi Badan POM RI adalah: 2.2.1 Visi Menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat. 2.2.2 Misi a.
Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional.
b.
Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten.
c.
Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini.
d.
Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan.
e. 2.3
Membangun organisasi pembelajar (learning organization). Landasan Hukum Berdasarkan Peraturan Presiden RI No.64 tahun 2005 tentang Perubahan
Keenam atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan POM adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari Presiden. Badan POM berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan POM berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. 2.3.1 Tugas Pokok Melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
5
2.3.2 Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Badan POM mempunyai fungsi sebagai berikut: a.
Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan.
b.
Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.
c.
Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM.
d.
Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.
e.
Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
2.3.3 Kewenangan Dalam
menyelenggarakan
fungsinya,
Badan
POM
mempunyai
kewenangan: a.
Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.
b.
Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro.
c.
Penetapan sistem informasi di bidangnya.
d.
Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan.
e.
Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi.
f.
Penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat.
2.4
Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus
dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugas. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh kembang dalam organisasi Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
6
menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya, yaitu (BPOM, 2001): a.
Professionalisme (Profesional) Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi.
b.
Credibility (Kredibel) Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.
c.
Speed (Cepat Tanggap) Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
d.
Team Work (Kerjasama Tim) Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.
e.
Innovativ (Inovatif) Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
2.5
Prinsip Dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) Prinsip dasar SISPOM, yaitu (BPOM, 2001):
a.
Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional.
b.
Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-bukti ilmiah.
c.
Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses.
d.
Berskala nasional/lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.
e.
Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.
f.
Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang berkolaborasi dengan jaringan global.
g. 2.6
Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk. Kerangka Konsep SISPOM Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi
luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar di tengah masyarakat (BPOM, 2001). Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
7
Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan SISPOM tiga lapis yakni (BPOM, 2001): a.
Subsistem Pengawasan Produsen Subsistem pengawasan produsen, yaitu sistem pengawasan internal oleh
produsen melalui pelaksanaan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan, maka produsen dikenakan sanksi, baik administratif maupun pro-justisia. b.
Subsistem Pengawasan Konsumen Subsistem pengawasan konsumen, yaitu sistem pengawasan oleh
masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya. c.
Subsistem Pengawasan Pemerintah Subsistem pengawasan pemerintah, yaitu sistem pengawasan oleh
pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diizinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
8
2.7
Kebijakan dan Strategis
2.7.1 Sasaran Strategis Sasaran strategis selama lima tahun (2010-2014) adalah sebagai berikut (BPOM, 2001): a.
Pengawasan obat dan makanan terlaksana secara efektif untuk melindungi konsumen di dalam dan di luar negeri dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN.
b.
Terwujudnya laboratorium pengawasan obat dan makanan yang modern dengan jaringan kerja di seluruh Indonesia dengan kompetensi dan kapabilitas terunggul di ASEAN.
c.
Meningkatnya kompetensi, kapabilitas dan jumlah modal insani yang unggul dalam melaksanakan pengawasan obat dan makanan.
d.
Diterapkannya sistem manajemen mutu di semua unit kerja Badan POM.
2.7.2 Arah Kebijakan dan Strategi 2.7.2.1 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Arah kebijakan dan strategi nasional bidang kesehatan yang menjadi acuan pembangunan bidang Pengawasan Obat dan Makanan. Kebijakan dan strategi nasional bidang kesehatan tersebut adalah sebagai berikut (BPOM, 2001): a.
Fokus Pertama Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita, dan keluarga berencana.
Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita dan keluarga berencana, melalui upaya yang menjamin produk obat dan makanan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu, yang digunakan dalam upaya peningkatan cakupan peserta KB aktif; pemberian makanan pemulihan bagi ibu hamil. Kekurangan Energi Kronis (KEK) serta pencapaian cakupan imunisasi yang tinggi, merata dan berkualitas pada bayi, anak sekolah dan Wanita Usia Subur (WUS). b.
Fokus Kedua Perbaikan status gizi masyarakat. Perbaikan status gizi masyarakat,
melalui pengujian laboratorium terhadap sampel-sampel produk yang digunakan untuk upaya asupan zat gizi makro, mikro, dan lainnya, untuk memenuhi angka kecukupan gizi; surveilans pangan dan gizi; pemberian makanan pendamping Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
9
ASI; fortifikasi; pemberian makanan pemulihan balita gizi-kurang; serta penanggulangan gizi darurat. c.
Fokus Ketiga Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular, diikuti
penyehatan lingkungan. Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular, diikuti penyehatan lingkungan, melalui upaya pengawasan yang diarahkan untuk menurunkan proporsi obat dan makanan bermasalah di pasar, sebagai salah satu faktor risiko timbulnya penyakit. d.
Fokus Keempat Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, mutu, dan
penggunaan obat, serta pengawasan obat dan makanan. Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, mutu dan penggunaan obat, serta pengawasan obat dan makanan, yang dilaksanakan melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengawasan produksi produk terapetik dan PKRT; pengawasan produk dan bahan berbahaya; pengawasan obat dan makanan di 31 Balai Besar/Balai POM; pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian keamanan, manfaat dan mutu obat dan makanan serta pembinaan laboratorium POM; standardisasi produk terapetik dan PKRT; penyelidikan dan penyidikan terhadap pelanggaran di bidang obat dan makanan; inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; inspeksi dan sertifikasi makanan; standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; standardisasi makanan; surveilan dan penyuluhan keamanan makanan; pengawasan distribusi produk terapetik dan PKRT; pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif; penilaian produk terapetik dan produk biologi; penilaian obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; penilaian makanan; riset keamanan, khasiat, mutu obat dan makanan serta pengembangan Obat Asli Indonesia. 2.7.2.2 Arah Kebijakan Strategi Badan POM Arah Kebijakan Strategi Badan POM, yaitu sebagai berikut (BPOM, 2001): a.
Memperkuat Sistem Regulatori Pengawasan Obat dan Makanan Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
10
SISPOM diperkuat dengan mekanisme operasional dan infrastruktur yang handal dengan kapabilitas berkelas dunia (world class) dan menggunakan teknologi informasi yang modern regulatori dan seluruh fungsi pengawasan, dilakukan revitalisasi yang diterapkan secara terintegrasi dan menyeluruh (comprehensive). b.
Mewujudkan Laboratorium Badan POM yang Handal Kapabilitas laboratorium Badan POM ditingkatkan terunggul di ASEAN
dengan jaringan kerja (networking) nasional dan internasional. Cakupan dan parameter pengujian laboratorium, serta kompetensi personil laboratorium pengawasan obat dan makanan ditingkatkan dengan menerapkan Good Laboratory Practices (GLP) secara konsisten serta mengembangkan sistem rujukan laboratorium nasional. c.
Meningkatkan Kapasitas Manajemen Badan POM Institusi Badan POM dikembangkan sebagai knowledge and learning
organization yang kredibel, inovatif dan unggul. Pengembangan institusi berfokus terutama pada penguatan kompetensi, profesionalitas dan kapabilitas modal insani. Untuk itu dilakukan pendidikan dan pelatihan yang terstruktur dan berkelanjutan (continous training and education) yang dilaksanakan di dalam dan di luar negeri serta dengan membangun Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan POM. Implementasi SISPOM serta layanan publik oleh Badan POM dimantapkan dengan meningkatkan kapasitas menejemen dengan mutu penyelenggaraan kepemerintahan yang efektif dan efisien. Untuk itu dilakukan penerapan standar Reformasi Birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik secara menyeluruh dan konsisten. d.
Memantapkan Jejaring Lintas Sektor dan Memberdayakan Masyarakat untuk Berperan Aktif dalam Pengawasan Obat dan Makanan. Pengawasan obat dan makanan lebih diperkuat dengan memantapkan
jejaring kerja sama lintas sektor terkait di dalam negeri dan kerja sama bilateral maupun multilateral dengan berbagai institusi di luar negeri. Melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi dilakukan pemberdayaan kepada masyarakat luas agar mampu mencegah dan melindungi diri sendiri dari penggunaan obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
11
2.7.3. Strategi BPOM RI Arah kebijakan Badan POM dilakukan melalui tujuh strategi, yaitu (BPOM, 2001): 2.7.3.1 Strategi Pertama Peningkatan intensitas pengawasan pre market obat dan makanan, untuk menjamin, khasiat/manfaat dan mutu produk, diselenggarakan melalui fokus prioritas sebagai berikut: a.
Penapisan penilaian produk obat dan makanan sebelum beredar sebagai antisipasi globalisasi, termasuk ACFTA.
b.
Peningkatan pelayanan publik terkait pendaftaran produk obat dan makanan melalui online registration.
c.
Pengawasan pengembangan vaksin baru produksi dalam negeri, untuk mempercepat pencapaian target Millenium Development Goals (MDG’s).
d.
Peningkatan technical regulatory advice untuk pengembangan jamu, herbal standar dan fitofarmaka.
e.
Pengawasan Pengembangan Teknologi Pangan (PPRG, iradiasi), untuk perlindungan konsumen dan ketersediaan pangan; peningkatan pemenuhan GMP industri obat dan makanan dalam negeri dalam rangka meningkatkan daya saing.
2.7.3.2 Strategi Kedua Penguatan sistem, sarana, dan prasarana laboratorium obat dan makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas sebagai berikut: a.
Pemantapan penerapan Quatity Management System (QMS) dan persyaratan GLP terkini.
b. Peningkatan sarana dan prasarana laboratorium di pusat dan daerah, sesuai dengan kemajuan IPTEK. c. Pemenuhan peralatan laboratorium sesuai standar GLP terkini. d. Peningkatan kompetensi SDM Laboratorium.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
12
2.7.3.3 Strategi Ketiga Peningkatan pengawasan post market obat dan makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas sebagai berikut: a.
Pemantapan sampling dan pengujian obat dan makanan, berdasarkan risk based approaches.
b.
Intensifikasi pemberantasan produk ilegal, termasuk produk palsu.
c.
Perluasan cakupan pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), melalui operasionalisasi mobil laboratorium.
d.
Pengawasan sarana post market sesuai dengan GMP dan GDP.
e.
Perkuatan pengawasan post market kosmetik melalui audit kepatuhan dan evaluasi keamanan kosmetika.
2.7.3.4 Strategi Keempat Pemantapan regulasi dan standar dibidang pengawasan obat dan makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas sebagai berikut: a.
Penyelarasan regulasi terkait dengan perubahan lingkungan strategis di bidang pengawsan obat dan makanan.
b.
Peningkatan penerapan standar obat dan makanan yang terharmonisasi.
2.7.3.5 Strategi Kelima Pemantapan peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang tindak pidana obat dan makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas sebagai berikut: a.
Peningkatan kualitas dan kuantitas PPNS.
b.
Peningkatan pelaksanaan penyidikan obat dan makanan.
c.
Peningkatan koordinasi dengan sektor terkait dalam rangkaian CJS untuk sustainable law enforcement tindak pidana obat dan makanan.
2.7.3.6 Strategi Keenam Perkuatan institusi, diselenggarakan melalui fokus prioritas sebagai berikut: Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
13
a.
Implementasi Reformasi Birokrasi Badan POM termasuk peningkatan pelayanan public.
b.
Perkuatan sistem pengelolaan data serta Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) termasuk strategi media komunikasi.
c.
Perkuatan human capital management Badan POM.
d.
Restrukturisasi organisasi untuk menjawab tantangan perubahan lingkungan strategis.
e.
Peningkatan dan penguatan peran dan fungsi Balai POM, Integrated Bottom Up Planning dan Quality System Evaluation.
f.
Perkuatan legislasi di bidang pengawasan obat dan makanan.
2.7.3.7 Strategi Ketujuh Meningkatkan Kerjasama Lintas Sektor dalam Rangka Pembagian Peran Badan POM dengan Lintas Sektor terkait, yang diselenggarakan melalui fokus prioritas sebagai berikut: a.
Pemantapan koordinasi pengawasan obat dan makanan; pemantapan sistem kerjasama operasional pengawasan obat dan makanan.
b.
Peningkatan operasi terpadu pengawasan obat tradisional, kosmetik dan makanan.
c.
Perkuatan jejaring komunikasi.
d.
Pemantapan
koordinasi
pengembangan
jamu
brand
Indonesia,
pengeintegrasian dengan pelayanan kesehatan. e. 2.8
Pemberdayaan masyarakat melalui KIE. Target Kinerja BPOM RI Adapun target kinerja Badan POM RI sebagai berikut (BPOM, 2001):
a.
Terkendalinya penyaluran produk terapetik dan NAPZA
b.
Terkendalinya mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan makanan termasuk klaim pada label dan iklan di peredaran.
c.
Tercegahnya risiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat pengelolaan yang tidak memenuhi syarat.
d.
Penurunan kasus pencemaran pangan. Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
14
e.
Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan keterampilan personil yang memadai.
f.
Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antar sesama dan pihak terkait.
2.9
Susunan Organisasi BPOM RI Penyesuaian organisasi dan tata kerja BPOM dilakukan berdasarkan
Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.21.4231 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala BPOM Nomor: 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Penyesuaian juga terjadi dengan terbitnya Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebagaimanana tersebut di atas, dilakukan oleh unit-unit Badan Pengawas Obat dan Makanan di pusat, maupun oleh Balai Besar/Balai POM yang ada di seluruh Indonesia. Struktur Organisasi BPOM dapat dilihat pada Lampiran 1. 2.9.1 Kepala Badan POM Kepala Badan POM RI memimpin BPOM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas dan fungsi BPOM, menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas BPOM yang menjadi tanggungjawabnya, membina dan melaksanakan kerjasama dengan instansi dan organisasi lain. 2.9.2 Sekretariat Utama Sekretariat utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di lingkungan BPOM.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
15
Dalam melaksanakan tugas tersebut, sekretariat utama menyelenggarakan fungsi: a.
Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan, serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan BPOM.
b.
Pengkoordinasian,
sinkronisasi
dan
integrasi
penyusunan
peraturan
perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas BPOM. c.
Pembinaaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga.
d.
Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan BPOM.
e.
Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas deputi di lingkungan BPOM.
f.
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.
2.9.3 Inspektorat Inspektorat mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan BPOM. Dalam melaksanakan tugas tersebut, inspektorat menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a.
Penyiapan rumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan fungsional.
b.
Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan BPOM.
d.
Pelaksanaan urusan tata usaha inspektorat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
16
2.9.4 Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif menyelenggarakan fungsi: a.
Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
b.
Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
c.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian obat dan produk biologi.
d.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
e.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
f.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
g.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
17
h.
Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
i.
Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
j.
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai bidang tugasnya.
2.9.5 Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, Deputi Bidang Pengawasan
Obat
Tradisional,
Kosmetik
dan
Produk
Komplemen
menyelenggarakan fungsi: a.
Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
b.
Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
c.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik.
d.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
e.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
18
f.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang obat asli Indonesia.
g.
Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
h.
Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
i.
Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
j.
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai bidang tugasnya.
2.9.6 Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya menyelenggarakan fungsi: a.
Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
b.
Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
c.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan.
d.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi keamanan pangan.
e.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan.
f.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
19
g.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya.
h.
Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
i.
Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
j.
Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
k.
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala sesuai bidang tugas.
2.9.7 Unit Pelaksana Teknis BPOM di Daerah Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan BPOM terdiri atas 19 (sembilan belas) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dan 12 (dua belas) Balai Pengawas Obat dan Makanan. Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya. Dalam
melaksanakan
tugas
tersebut,
Unit
Pelaksana
Teknis
menyelenggarakan fungsi: a.
Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.
b.
Pelaksanaan pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.
c.
Pelaksanaan pengujian laboratorium dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi.
d.
Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi.
e.
Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum.
f.
Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi.
g.
Pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi konsumen. Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
20
h.
Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
i.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
j.
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.
2.9.8 Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) Mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu laboratorium pengawasan obat dan makanan. Dalam melaksanakan tugas, PPOMN menyelenggarakan fungsi : a.
Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan.
b.
Pelaksanaan pengujian laboratorium, dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, alat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
c.
Pembinaan mutu laboratorium PPOMN.
d.
Pelaksanaan sistem rujukan laboratorium pengawasan obat dan makanan.
e.
Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa pengujian.
f.
Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan.
g.
Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
h.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan PPOMN
2.9.9 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM) PPOM mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya. Dalam melaksanakan tugasnya PPOM menyelenggarakan fungsi : a.
Penyusunan rencana dan program penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan.
b.
Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan. Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
21
c.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan.
2.9.10 Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) PROM mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik. Dalam melaksanakan tugasnya PROM menyelenggarakan fungsi : a.
Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan.
b.
Pelaksanaan riset obat dan makanan.
c.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan.
2.9.11 Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) PIOM mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi keamanan pangan, informasi keracunan dan teknologi informasi. Dalam melaksanakan tugasnya PIOM menyelenggarakan fungsi: a.
Penyusunan rencana dan program pelayanan informasi obat dan makanan.
b.
Pelaksanaan pelayanan informasi obat.
c.
Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan.
d.
Pelaksanaan pelayanan keamanan pangan.
e.
Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi.
f.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi obat dan makanan.
g.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
3.1
Struktur Organisasi Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.21.4231
tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.02001/SK/KBPOM tahun 2001 tentang organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri dari Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi Obat, Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi. Adapun struktur organisasi dari Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dapat dilihat pada Lampiran 2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga berada dibawah Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotik, Psikotropik dan Zat Adiktif. Direktorat ini dipimpin oleh seorang direktur yang bertanggung jawab langsung kepada Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. 3.2
Visi dan Misi
3.2.1 Visi Menjadi institusi yang mampu menyiapkan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta melaksanakan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
22
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Universitas Indonesia
23
3.2.2 Misi a.
Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin khasiat/manfaat, keamanan dan mutu obat dan perbekalan kesehatan rumah tangga melalui perumusan regulasi secara ilmiah.
b.
Melindungi masyarakat dengan menjamin obat yang diproduksi oleh industri farmasi sesuai dengan regulasi yang berlaku.
3.3
Tugas dan Fungsi
3.3.1 Tugas Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3.3.2 Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi, yaitu: a.
Penyusunan rencana dan program standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b.
Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c.
Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengaturan produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
d.
Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi dan penilaian bioavailabilitas dan bioekivalensi obat.
e.
Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
24
pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang bimbingan industri farmasi. f.
Evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.4
Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
3.4.1 Tugas Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3.4.2 Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi, yaitu: a.
Penyusunan rencana dan program standardisasi dan pengaturan produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b.
Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c.
Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
d.
Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi dan pengaturan produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.4.3 Struktur Organisasi Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terbagi menjadi dua seksi, yaitu Seksi Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
25
Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Seksi Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Struktur organisasi Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dapat dilihat pada Lampiran 2. 3.4.4 Kegiatan 3.4.4.1 Seksi Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3.4.4.2 Seksi Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang pengaturan produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3.5
Sub
Direktorat
Standardisasi
dan
Penilaian
Bioavailabilitas
/Bioekivalensi Obat 3.5.1 Tugas Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan standardisasi dan penilaian bioavailabilitas/bioekivalensi obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
26
3.5.2 Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi Obat menyelenggarakan fungsi, yaitu: a.
Penyusunan
rencana
dan
program
standardisasi
dan
penilaian
bioavailabilitas/bioekivalensi obat. b.
Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan standardisasi bioavailabilitas/bioekivalensi obat.
c.
Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian bioavailabilitas/bioekivalensi obat.
d.
Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi bioavailabilitas/bioekivalensi obat.
e.
Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan direktorat.
3.5.3 Struktur Organisasi Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi Obat dibagi menjadi tiga seksi, yaitu Seksi Standardisasi Bioavailabilitas /Bioekivalensi Obat, Seksi Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi Obat, dan Seksi Tata Operasional. Struktur organisasi Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi Obat dapat dilihat pada Lampiran 2. 3.5.4 Kegiatan 3.5.4.1 Seksi Standardisasi Bioavailabilitas/Bioekivalensi Obat Seksi Standardisasi Bioavailabilitas/Bioekivalensi Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang standardisasi bioavailabilitas/bioekivalensi obat. 3.5.4.2 Seksi Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi Obat Seksi Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
27
rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang penilaian bioavailabilitas/bioekivalensi obat. 3.5.4.3 Seksi Tata Operasional Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat. 3.6
Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi
3.6.1 Tugas Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan bimbingan industri farmasi. 3.6.2 Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi menyelenggarakan fungsi, yaitu: a.
Penyusunan rencana dan program bimbingan industri farmasi.
b.
Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengembangan produksi.
c.
Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pengembangan ekspor.
d.
Evaluasi dan penyusunan laporan bimbingan industri farmasi.
3.6.3 Stuktur Organisasi Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi terbagi menjadi dua seksi, yaitu Seksi Pengembangan Produksi dan Seksi Pengembangan Ekspor. Struktur organisasi Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi dapat dilihat pada Lampiran 2.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
28
3.6.4 Kegiatan 3.6.4.1 Seksi Pengembangan Produksi Seksi Pengembangan Produksi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang pengembangan produksi. 3.6.4.2 Seksi Pengembangan Ekspor Seksi Pengembangan Ekspor mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang pengembangan ekspor.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
BAB 4 PEMBAHASAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang obat menyebabkan penemuan atau pengembangan obat baru sangat cepat. Sebagian besar produsen obat di Indonesia merupakan produsen obat generik atau obat copy. Oleh karena itu diperlukan regulasi dan standar yang up to date oleh industri farmasi untuk mengawali perkembangan tersebut. Berdasarkan PP No. 102 tahun 2000, standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. Sedangkan standar itu sendiri berdasarkan PP No. 28 tahun 2004 berarti spesifikasi atau persyaratan teknis yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Tujuan dari standardisasi yaitu melidungi kepentingan konsumen, kesehatan masyarakat, dan perlindungan kelestarian fungsi lingkungan; memberikan acuan bagi pelaku usaha dan membentuk persaingan pasar yang transparan. 4.1
Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Dalam pembuatan standar dari produk terapetik dan perbekalan kesehatan
rumah tangga, Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan
Kesehatan
Rumah
Tangga
membuat
perumusan
standar
/pedoman/kriteria/kajian, yang selanjutnya akan dibahas dengan unit kerja terkait dan para ahli dibidangnya. Produk terapetik adalah sediaan atau paduan bahan-bahan termasuk obat, produk biologi dan sediaan lain yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penentuan 29
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Universitas Indonesia
30
diagnosa, pencegahan, penyembuhan pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Sedangkan perbekalan kesehatan rumah tangga adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempattempat umum, misalnya desinfektan, antiseptik dan pestisida umum (Kemenkes, 2010). Standar yang dibuat dan dihasilkan oleh Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yaitu berupa Farmakope Indonesia, Suplemen Farmakope Indonesia, Standar Obat Baru (SOB) dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga melakukan revisi Farmakope Indonesia secara berkala. Revisi dapat berupa penerbitan Farmakope Indonesia edisi baru atau berupa Suplemen Farmakope Indonesia. Adapun alur revisi Farmakope Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 3. Farmakope Indonesia hingga saat ini telah dihasilkan sebanyak 4 (empat) edisi yaitu Farmakope Indonesia edisi I tahun 1962, Farmakope Indonesia edisi II tahun 1972, Farmakope Indonesia edisi III tahun 1979, dan Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995. Terdapat pula Suplemen Farmakope Indonesia edisi IV yaitu Suplemen I Farmakope Indonesia edisi IV telah diberlakukan oleh Menteri Kesehatan RI pada 27 Januari 2010, Suplemen II sedang dalam tahap pencetakan oleh Kementerian Kesehatan RI dan draft suplemen III Farmakope Indonesia sudah diserahkan kepada Menteri Kesehatan untuk disahkan pemberlakuannya. Suplemen Farmakope berisi monografi obat-obat yang belum ada di FI edisi IV ataupun yang sudah ada di FI edisi IV tetapi terdapat perubahan atau penambahan seperti perubahan metode pengujian, penambahan jenis pengujian, perubahan persyaratan dan informasi lainnya. Farmakope Indonesia edisi V sedang dalam tahap pengerjaan yang mengacu pada United State of Pharmacopeia (USP) 31th edition dan direncanakan akan diresmikan pada tahun 2013. Standar Obat Baru dibuat untuk obat yang belum tercantum dalam Farmakope Indonesia maupun Farmakope lain. Kriteria pemilihan Standar Obat Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
31
Baru antara lain obat menggunakan obat essensial, produk banyak beredar, dan obat yang potensial dipalsukan. Farmakope mempunyai sifat mandatory atau standar resmi yang wajib digunakan oleh seluruh produsen obat di wilayah Republik Indonesia. Jika monografi obat tidak tercantum di Farmakope Indonesia maka dapat digunakan standar lain sebagai acuan seperti USP, British Pharmacopeia (BP). Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga juga membuat standar mutu berupa Standar Nasional Indonesia (SNI) yang memiliki 2 panitia teknis sesuai dengan ruang lingkupnya yaitu panitia teknis 11-01 untuk produk terapetik dan panitia teknis 11-02 untuk perbekalan kesehatan rumah tangga. Panitia teknis terdiri dari perwakilan pemerintah, pakar dari perguruan tinggi, produsen, dan konsumen. Penyusunan SNI dimulai dengan penyusunan Rancangan SNI (RSNI) oleh sekretariat yang kemudian dibahas oleh panitia teknis. Proses pembahasan ini berlangsung sebanyak 3 kali pembahasan, yang akan menghasilkan RSNI 1, RSNI 2. Selanjutnya dilaksanakan rapat konsensus untuk membahas RSNI 2. Rapat konsensus ini dihadiri oleh panitia teknis dan Tim Ahli Standar (TAS) yang ditugaskan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Rapat konsensus ini harus kuorum (dihadiri > 2/3 anggota panita teknis dan seluruh pihak terwakili) serta tercapai konsensus. Hasil dari rapat konsensus adalah RSNI 3 yang selanjutnya dikirim ke BSN untuk dilakukan jajak pendapat yang dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu, melalui Sistem Informasi SNI (SISNI), sms atau manual. Peserta jajak pendapat adalah panitia teknis dan MASTAN (Masyarakat Standar). Jajak pendapat harus kuorum (> 50% peserta jajak pendapat memberikan suara). Hasil jajak pendapat disetujui bila > 2/3 peserta menyetujui dan < 1/4 peserta aktif dan observer tidak menyetujui. Selanjutnya disahkan menjadi SNI dan berlaku nasional. Alur perumusan SNI dapat dilihat pada Lampiran 4. Berbeda dengan Farmakope Indonesia, SNI bersifat sukarela (voluntary). Produk yang sesuai SNI, mutunya akan terjaga dan akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi. SNI yang telah disusun antara lain d-aletrin dalam anti nyamuk bakar, d-aletrin dalam anti nyamuk mat, transflutrin dalam anti nyamuk bakar dan transflutrin dalam anti nyamuk mat. Tahun 2011 Sub Dit Standardisasi dan Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
32
Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga telah menyerahkan RSNI 3 DEET (Dietiltoluamid) dalam anti nyamuk, Bagian 1, log in ke BSN untuk disyahkan. Selain pembuatan standar, Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga juga membuat regulasi/peraturan/kajian/pedoman di bidang pengawasan produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga bekerjasama dengan unit teknis di Kedeputian Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif serta Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat. Regulasi/peraturan/kajian/pedoman yang telah disusun oleh Sub Dit Standardisasi dan Pengaturan PT dan PKRT diantaranya yaitu Pedoman Penggunaan dan Keamanan Thiomerosal Pada Sediaan Farmasi, Pedoman Uji Disolusi, dan lain-lain. 4.2
Sub
Direktorat
Standardisasi
dan
Penilaian
Bioavailabilitas
/Bioekivalensi Direktorat Standardisasi PT dan PKRT sejak tahun 2005 memiliki Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi Obat yang sebelumnya ditangani oleh Direktorat Penilaian. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya obat copy yang beredar seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang farmasi yang sangat pesat. Oleh karena itu, diperlukan standar mutu terhadap obat copy tersebut apakah memiliki efek terapetik yang sama
dengan
obat
komparator.
Oleh
karena
itu
kebutuhan
uji
bioavailabilitas/bioekivalensi obat akan semakin meningkat. Uji
bioekivalensi
dapat
(farmakokinetik/farmakodinamik)
diartikan yang
sebagai dirancang
suatu untuk
uji
komparatif
menunjukkan
bioekivalensi suatu obat copy yang ekivalen farmasetik dengan obat komparatornya. Sedangkan bioavailabilitas dapat diartikan sebagai persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif setelah pemberian obat tertentu,diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dari urin (BPOM, 2004c). Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
33
Uji bioekivalensi dilakukan dalam rangka registrasi obat atau permintaan khusus dari pemegang izin edar untuk memberi jaminan kepada masyarakat bahwa obat yang dipasarkan memenuhi standar efikasi, keamanan dan mutu yang dibutuhkan. Uji bioekivalensi dilakukan karena dibutuhkan substitusi obat dengan obat copy yang berkualitas, obat substitusi harus ekivalen terapetik dengan obat komparator sehingga dapat dijadikan alternatif selain obat komparator, dan terapetik ekivalen diasumsikan sebagai bioekivalen. Badan POM sebagai pengawas dan penjamin keamanan, khasiat, dan mutu dari suatu produk obat, bertugas untuk menjamin dan mengawasi obat yang tidak berkhasiat. Dengan dilakukannya uji bioekivalensi maka diharapkan produk copy yang dihasilkan memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu. Obat yang mengandung zat aktif berupa zat kimia baru (new chemical entity) dibutuhkan penilaian mengenai keamanan, khasiat dan mutu terhadap komparatornya secara lengkap, diantaranya harus melewati penilaian khasiat melalui uji klinis dan bioavaibilitas obat. Sedangkan untuk produk obat copy penilaian dilakukan terhadap aspek mutu obat antara lain berupa uji bioekivalensi terhadap obat komparator. Dalam rangka mempersiapkan harmonisasi ASEAN pada tahun 2015 mendatang, Badan POM sebagai pusat regulasi obat dan makanan nasional, ikut berperan serta dalam perumusan regulasi pengujian bioekivalensi obat di kawasan ASEAN. Hal ini merupakan kemampuan positif dari Badan POM yang perlu dimaksimalkan dalam rangka berperan aktif secara internasional, dengan tujuan untuk mengembangkan Indonesia sebagai pusat pengujian bioekivalensi di kawasan Asia Tenggara (Association of South East Asian Nation) dan juga dalam rangka mewujudkan ASEAN Economic Community (AEC) di tahun 2015 sesuai visi ASEAN. Kegiatan lainnya yang dilakukan oleh Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi dalam rangka harmonisasi ASEAN diantaranya, penyusunan revisi ASEAN guideline for the conduct of BA/BE studies, penetapan kriteria pemilihan komparator, penetapan format laporan uji bioavailabilitas/bioekivalensi, penyusun SOP dan checklist inspeksi aspek klinik dan analitik uji bioavailabilitas/bioekivalensi, dan pengakuan hasil uji bioavailabilitas/bioekivalensi di negara ASEAN. Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
34
Obat
copy
yang
termasuk
dalam
kriteria
yang
wajib
uji
bioavailabilitas/bioekivalensi telah ditetapkan melalui Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK. 03.1.23.12.11.10217 tahun 2011 tentang Obat Wajib Uji Ekivalensi. Saat ini Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi
telah
menghasilkan
buku
Pedoman
Uji
Bioekivaensi, buku Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif, dan buku Tanya Jawab tentang Pedoman Uji Bioavailabilitas/Bioekivalensi jilid 1 dan 2 yang
berisi
tentang
petunjuk
teknis
pelaksanaan
uji
bioekivalensi.
Pedoman/standar lainnya yang sedang disusun oleh Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi obat adalah standar minimum untuk laboratorium uji bioavailabilitas/bioekivalensi yang berisi tentang persyaratan minimum dari suatu laboratorium uji bioekivalensi, seperti persyaratan GCP (Good Clinical Practice) dan GLP (Good Laboratory Practice). Untuk dapat melaksanakan uji bioekivalensi laboratorium paling sedikit harus memiliki sertifikat akreditasi untuk pemenuhan ISO/IEC 17025:2008 sesuai ruang lingkup obat yang diuji atau sudah mendapat pengakuan dari BPOM. Sampai saat ini terdapat beberapa laboratorium swasta yang telah diberi pengakuan dan atau terakreditasi, setidaknya ada 15 laboratorium uji bioekivalensi Indonesia. Laboratorium uji bioekivalensi juga dapat dilihat dari kemampuan suatu laboratorium untuk melakukan pengujian, meliputi aspek manajemen, aspek teknis, GCP dan GLP. Bidang
Sub
Direktorat
Bioavailabilitas/Bioekivalensi
obat
juga
Standardisasi berkoordinasi
dan
Penilaian
dengan
Direktorat
Penilaian Obat dan Produk Biologi, terutama terkait penilaian Laporan Uji Bioekivalensi, penyusunan pedoman/pelaksanaan inspeksi laboratorium uji bioekivalensi. Seksi tata operasional merupakan seksi yang bertanggung jawab atas urusan kepegawaian, administrasi kegiatan, persuratan, perancangan anggaran kegiatan, perlengkapan dan rumah tangga, mengkoordinasi gaji satker seluruh deputi 1, dan dokumentasi kegiatan seperti LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) atau LAPTAH (Laporan Tahunan). Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
35
4.3
Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi mempunyai tugas pokok
dalam memberikan arahan/ bimbingan kepada industri farmasi dengan harapan agar industri farmasi dapat memenuhi persyaratan yang terkait regulasi/standar yang berlaku sehingga industri farmasi tersebut dapat meningkatkan daya saing, meningkatkan kapasitas ekspor dan menjamin mutu produksinya. Untuk mencapai tujuan tersebut Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi melakukan kerja sama lintas sektor dengan (kementerian maupun lembaga berwenang lain) untuk pengkajian terkait kemampuan produksi industri farmasi di Indonesia dan ekspor-impor; melaksanakan kajian dan memberi masukan terkait FTA (Free Trade Area), kerja sama ekonomi dan perdagangan dengan negara-negara lain misalnya ASEAN, Jepang; membuat kajian tentang pelaksanaan fasilitas subsidi Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk bahan baku obat dengan mempertimbangkan kemampuan dalam negeri. Selain itu Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi juga menyelenggarakan pembinaan industri farmasi melalui sosialisasi, forum komunikasi, workshop/pelatihan, forum komunikasi lintas sektor untuk mengembangkan ekspor. Sosialisasi terkait dengan pemahaman dan penerapan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) yang berkoordinasi dengan Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) untuk meningkatkan kepatuhan industri farmasi pada penerapan regulasi. Pada tahun 2008 pemerintah menggulirkan program pemberian subsidi melalui BMDTP (Bea Masuk Ditanggung Pemerintah) dalam rangka menjamin ketersediaan obat dan peningkatan daya saing industri farmasi khususnya industri yang sesuai dengan kebijakan pengembangan industri nasional. BMDTP merupakan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah dalam rangka importasi barang. Barang-barang yang diimportasi harus memenuhi ketentuan sebelum diproduksi di dalam negeri, sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan atau sudah diproduksi di dalam negeri tetapi jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri farmasi. Program tersebut dapat dimanfaatkan oleh industri farmasi yang memenuhi kriteria penilaian yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
36
Badan POM turut mendukung program tersebut dengan menjamin ketersediaan obat essensial khususnya sediaan infus. Kewenangan BPOM melalui Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi sesuai dengan PMK adalah melakukan justifikasi kelayakan dan menetapkan industri farmasi yang patut menggunakan fasilitas BMDTP beserta besaran pagunya dan memberikan persetujuan dan tanda sah Rencana Impor Barang (RIB). Kelayakan industri farmasi penerima BMDTP dievaluasi dan diverifikasi oleh tim evaluasi. Industri Farmasi yang telah ditetapkan mendapatkan BMDTP mengajukan RIB sesuai dengan jumlah dan jenis barang yang telah ditetapkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.1.1 Badan POM sebagai lembaga pemerintah non departemen yang berperan dalam pengawasan obat dan makanan memiliki sistem pengawasan yang komprehensif dan terpadu serta melibatkan pemerintah, produsen dan konsumen. 5.1.2 Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dilakukan dengan pelaksanaan kegiatan standardisasi dan pengaturan melalui
perumusan
atau
revisi
Farmakope
Indonesia,
Suplemen
Farmakope Indonesia, Standar Obat Baru dan SNI, merumuskan atau merevisi regulasi terkait uji bioavailabilitas/uji bioekivalensi, penilaian uji bioavailabilitas/uji bioekivalensi dan melakukan bimbingan terhadap industri farmasi dalam rangka meningkatkan daya saing, meningkatkan kapasitas ekspor dan menjamin mutu produksinya. 5.2
Saran Pada pelaksanaan program BMDTP (Bea Masuk Ditanggung Pemerintah)
tidak hanya diberikan untuk obat esensial infus tetapi juga obat-obatan untuk penyakit yang mempunyai prevalensi paling tinggi di Indonesia.
37
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2001). Profil Badan Pengawas Obat dan Makanan. 19 Juli 2012 Pukul 15.00. http://www.pom.go.id. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2004a). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.,00.05.21.4231 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor. 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan POM. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2004b). Keputusan Badan POM Nomor HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Keputusan BPOM Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan BPOM. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2004c). Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005). Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 64 Tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010a). Direktorat Standardisasi PT dan PKRT Tahun 2010-2014. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010b). Laporan Tahunan 2010 Deputi 1 Bagian Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010c). Keputusan Badan POM Nomor HK.04.01.21.11.10.10509 Tahun 2010 Tentang 38
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Universitas Indonesia
39
Penetapan Visi dan Misi BPOM. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Kepala Badan Pengawas Obat dan Nomor HK.03.1.23.12.11.10217 tahun Ekivalensi. Jakarta: Badan Pengawas Indonesia.
Indonesia. (2011). Peraturan Makanan Republik Indonesia 2011 tentang Obat Wajib Uji Obat dan Makanan Republik
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2000). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2004). ). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tentang Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
40
Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan POM
Kepala Badan POM Inspektor at
Sekretariat Utama 1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kerjasama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Humas 4. Biro Umum
PPOMN
PPOM
PIOM
PROM
Deputi I
Deputi II
Deputi III
Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA
Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Bahaya
1. Dit. Penilaian Obat dan Produk Biologi 2. Dit. Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 3. Dit. Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT 4. Dit. Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT 5. Dit. Pengawasan NAPZA
1. Dit Penilaian OT, Suplemen Makanan dan Kosmetik 2. Dit. Standardisasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen 3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen 4. Dit. ObatAsli Indonesia
1. Dit. Penilaian Keamanan Pangan 2. Dit. Standardisasi Produk Pangan 3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan 4. Dit. Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan 5. Dit. Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Unit Pelaksana Teknis/Balai Besar/Balai
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
41
Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Sub Direktorat Standardisasi dan Pengaturan Produk Terapetik dan PKRT
Seksi Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT
Seksi Pengaturan Produk Terapetik dan PKRT
Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian Bioavaibilitas/ Bioekivalensi Obat
Seksi Standardisasi BA/BE Obat
Seksi Penilaian BA/BE Obat
Seksi Tata Operasional
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Sub Direktorat Bimbingan Industri Farmasi
Seksi Pengembangan Ekspor
Seksi Pengembangan Produksi
42
Lampiran 3. Alur Revisi Farmakope Indonesia
Badan POM
Drafting dan rapat
Perencanaan
Sekretariat
Penyusun
Kementrian Panitia Farmakope
Draft SK Panitia
Persiapan
SK Panitia Farmakope
Pleno awal
Penetapan kriteria
List monogafi yang akan disusun
Inventarisa si monografi Pembagia n tugas
Hasil
Penyusunan draft monografi
Pleno
Editing Draft akhir monografi
Rapat teknis 1, 2, 3 dst
Pleno
Dewan
Penetapan
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
FARMAKOPE
43
Lampiran 4. Alur Perumusan SNI
Instansi terkait (BPOM, KemPerin, KemKes)
Usulan zat
Pantek
1 Drafting RSNI 1 3
2
RSNI 2, RSNI 3
Rapat Pantek 1,2,3, …n
4 BSN 5
OK
Konsensus Jajak pendapat
Pantek dan mastan
RSNI 4 OK
6 ditolak SNI
e-balloting
Dokumen Teknis
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Panitia teknis dan mastan
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN RBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA BADAN PENGAWAS GAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 5 – 27 JULI 2012
INFORMASI TEKNIS PENILAIAN UJI BE OBAT COPY TABLET MEGESTROL ACETAT 160 mg TERHADAP OBAT KOMPARATOR TABLET MEGACE® PRODUKSI BRISTOL MYERS SQUIBB
AMELIA DEWI, S.Farm. 1106153012
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN RBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA BADAN PENGAWAS GAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 5 – 27 JULI 2012
INFORMASI TEKNIS PENILAIAN UJI BE OBAT COPY TABLET MEGESTROL ACETAT 160 mg TERHADAP OBAT KOMPARATOR TABLET MEGACE® PRODUKSI BRISTOL MYERS SQUIBB Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi Apoteker
AMELIA DEWI, S.Farm. 1106153012
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013 ii
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
ii iii v vi
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Tujuan .....................................................................................
1 1 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2.1 Definisi..................................................................................... 2.1.1 Bioavailabilitas ............................................................ 2.1.2 Ekivalensi Farmasetik .................................................. 2.1.3 Alternatif Farmasetik .................................................... 2.1.4 Bioekivalensi................................................................ 2.1.5 Ekivalensi Terapetik .................................................... 2.1.6 Obat Komparator .......................................................... 2.1.7 Produk Obat Copy......................................................... 2.2 Kriteria Untuk Uji Ekivalensi .................................................. 2.2.1 Obat yang Memerlukan Uji Ekivalensi In Vivo .......... 2.2.2 Obat yang Cukup Dilakukan Uji Ekivalensi In Vitro .. 2.2.3 Obat yang Tidak Memerlukan Uji Ekivalensi In Vivo..
3 3 3 3 3 3 4 4 5 5 5 6 8
BAB 3. METODOLOGI TUGAS KHUSUS ............................................... 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................... 3.2 Cara Kerja ...............................................................................
10 10 10
BAB 4. PEMBAHASAN ............................................................................... 4.1 Judul Studi............................................................................... 4.2 Tanggal Pelaksanaan Studi ...................................................... 4.3 Tempat Pelaksanaan Studi ....................................................... 4.4 Desain Studi ............................................................................. 4.5 Informasi Obat ......................................................................... 4.5.1 Sifat Farmakologi......................................................... 4.5.2 Sifat Farmakokinetika .................................................. 4.5.3 Sifat Fisikokimia ........................................................... 4.6 Subjek ...................................................................................... 4.6.1 Jumlah Subjek .............................................................. 4.6.2 Kriteria Inklusi ............................................................. 4.6.3 Kriteria Eksklusi ........................................................... 4.7 Waktu Sampling....................................................................... 4.8 Metode Analisis ....................................................................... 4.8.1 Alat...............................................................................
12 13 13 13 13 14 15 15 15 15 15 15 16 17 17 17
iii
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
4.8.2 Obat Uji dan Obat Komparator.................................... 4.8.3 Kondisi Kromatografi ................................................... 4.9 Nilai Parameter Farmakokinetika ............................................ 4.10 Hasil Uji Disolusi Terbanding .................................................
17 18 18 19
BAB 5. KESIMPUALAN DAN SARAN...................................................... 5.1 Kesimpulan ............................................................................ 5.2 Saran ......................................................................................
21 21 21
DAFTAR ACUAN .........................................................................................
22
LAMPIRAN....................................................................................................
23
iv
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Nilai Parameter Farmakokinetika. ...............................................
v
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Permohonan Persetujuan Uji BE........................................ Lampiran 2 Pembagian Periode Pada Subjek Secara Random. .....................
vi
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
23 24
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang mengalami perubahan
pola penyakit yang dikenal dengan transisi epidemiologi yaitu beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular termasuk diantaranya penyakit kanker payudara (Kemenkes, 2007). Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal dari parenchyma. Kanker payudara merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita. Berdasarkan data statistik rumah sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2004, kanker payudara menempati urutan pertama dalam golongan neoplasma pada pasien rawat inap (15,4%) maupun rawat jalan (15,78%) (Kemenkes, 2007). Obat antikanker merupakan obat spesialistik, dimana indeks terapi obat sempit sehingga perubahan sejumlah kecil dosis obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan atau bahkan efek toksik berat, yang dapat menyebakan kematian baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena obat antikanker umumnya bekerja pada sel yang sedang aktif, maka efek sampingnya terutama mengenai jaringan dengan proliferasi tinggi yaitu sistem hemopoetik dan gastrointestinal (Sukardja, 2000). Salah satu obat yang digunakan sebagai antikanker untuk payudara yaitu megestrol acetat yang digunakan sebagai obat lini kedua pada pengobatan kanker payudara. Berdasarkan Buku Pedoman Uji Ekivalensi yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan disebutkan bahwa obat dengan batas keamanan atau indeks terapi sempit harus dilakukan uji bioekivalensi untuk membuktikan ekivalensi terapetik secara in vivo dibandingkan terhadap obat komparatornya. Uji bioekivalensi yaitu uji biovailabilitas komparatif yang bertujuan untuk membuktikan kesetaraan atau ekivalensi terapetik antara obat copy terhadap obat komparatornya agar dapat dikatakan interchangeable. Uji 1
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Universitas Indonesia
2
bioekivalensi dilakukan dalam rangka registrasi obat untuk menilai khasiat, keamanan dan mutu obat sebelum obat dipasarkan untuk mendapatkan izin edar. Pada pelaksanaan PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) ini calon apoteker mendapatkan tugas khusus untuk membuat informasi teknis penilaian uji bioekivalensi obat copy tablet Megesterol Acetat 160 mg terhadap obat komparator tablet Megace® produksi Bristol Myers Squibb. 1.2
Tujuan Tujuan dari penulisan tugas khusus ini adalah untuk:
1.2.1 Mengetahui profil farmakokinetik dan bioekivalensi dari obat copy tablet Megestrol Acetat 160 mg dibandingkan dengan obat komparator tablet Megace® (megestrol acetat 160 mg) produksi Bristol Myers Squibb 1.2.2 Mengetahui profil disolusi dari obat copy tablet Megestrol Acetat 160 mg dibandingkan dengan dengan obat komparator tablet Megace® (megestrol acetat 160 mg) produksi Bristol Myers Squibb.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
2.1.1 Bioavailabilitas (BPOM, 2004) Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) adalah presentasi dan kecepatan zat aktif dalam suatu obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif setelah pemberian obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin. Bioavailabilitas dibagi menjadi 2, yaitu: a.
Bioavailabilitas absolut yaitu bila dibandingkan dengan sediaan intravena bioavailabilitasnya 100%.
b.
Bioavailabilitas relatif yaitu bila dibandingkan dengan sediaan bukan intravena.
2.1.2 Ekivalensi Farmasetik Dua obat mempunyai ekivalensi farmasetik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama dan bentuk sediaan yang sama (BPOM, 2004). 2.1.3 Alternatif Farmasetik Dua obat merupakan alternatif farmasetik jika keduanya mengandung zat aktif sama tetapi berbeda dalam bentuk kimia (garam, ester, dsb) atau bentuk sediaan yang sama atau kekuatan yang sama (BPOM, 2004). 2.1.4 Bioekivalensi Dua obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan alternatif farmasetik pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan. Jika bioavailabilitasnya
3
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Universitas Indonesia
4
tidak memenuhi kriteria bioekivalen maka kedua obat tersebut disebut bioinekivalen (BPOM, 2004). 2.1.5 Ekivalensi Terapetik (BPOM, 2004) Dua obat mempunyai ekivalensi terapetik jika keduanya mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilakan efikasi klinik dan keamanan yang sebanding. Dengan demikian, ekivalensi/inekivalensi terapetik seharusnya ditunjukkan dengan uji klinik. Akan tetapi, untuk obat yang bekerja sistemik, uji klinik mempunyai kendala berikut: a.
Pada penyakit ringan tidak terlihat, pada penyakit berat tidak etis.
b.
Endpoint yang diukur seringkali kurang akurat sehingga variabilitasnya besar sekali, dengan akibat dibutuhkan sampel yang besar.
c.
Sebagai uji klinik untuk menunjukkan ekivalensi dibutuhkan sampel yang besar sekali. Oleh karena itu, sebagai alternatif dilakukan uji bioekivalensi yang
endpoint-nya sangat akurat (yakni kadar obat dalam plasma) sehingga variabilitasnya rendah, dan dengan demikian sampel yang dibutuhkan jauh lebih kecil.
Jika
terdapat
perbedaan
yang
bermakna
secara
klinik
dalam
bioavailabilitasnya, maka kedua obat tersebut dinyatakan inekivalen secara terapetik (inekivalen terapetik). 2.1.6 Obat Komparator (reference product) Obat komparator adalah obat yang digunakan sebagai pembanding dalam uji ekivalensi in vivo dan/atau in vitro untuk pembuktian ekivalensi suatu obat copy. Obat komparator yang digunakan dalam uji ekivalensi harus obat inovator yang memiliki Izin Edar di Indonesia. Obat inovator yang yang berasal dari tempat produksi yang berbeda dengan tempat produksi inovator yang terdaftar di Indonesia, maka harus dilakukan uji disolusi terbanding untuk membuktikan ekivalensi kedua produk inovator (BPOM, 2004). Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
5
Pemilihan obat komparator sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK. 03.1.23.12.11.10217 tahun 2011 tentang Obat Wajib Uji Ekivalensi, pemilihan obat komparator adalah sebagai berikut: a.
Obat yang telah terdaftar di negara yang tergabung dalam (ICH) dan negara asosiasinya (associated countries).
b.
Obat copy yang telah terbukti bioekivalen terhadap obat inovator dengan hasil paling mendekati obat inovator, atau
c.
Obat yang termasuk dalam daftar prakualifikasi World Health Organization (WHO).
2.1.7 Obat Copy Obat yang mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan alternatif farmasetik dengan obat inovator atau pembandingnya, dapat dipasarkan dengan nama generik atau dengan nama dagang (BPOM, 2004). 2.2
Kriteria Untuk Uji Ekivalensi
2.2.1 Obat yang Memerlukan Uji Ekivalensi In Vivo (BPOM, 2004) Uji ekivalensi in vivo dapat berupa studi bioekivalensi farmakokinetik, studi farmakodinamik komparatif, atau uji klinik komparatif. Dokumentasi ekivalensi in vivo diperlukan jika ada risiko bahwa perbedaan bioavailabilitas dapat menyebabkan inekivalensi terapi. a.
Obat oral lepas lambat yang bekerja sistemik, jika memenuhi satu atau lebih kriteria berikut ini:
1) Obat-obat untuk kondisi yang serius yang memerlukan respons terapi yang pasti (critical use drug), misal: antituberkulosis, antiretroviral, antimalaria, antibakteri, antihipertensi, antiangina, obat gagal jantung, antiepilepsi, antiasma. 2) Batas keamana/indeks terapi yang sempit, kurva dosis respon yang curam, misal: digoksin, antiaritmia, antikoagulan, obat-obat sitostatik, litium, fenitoin siklosporin, sulfonil urea, teofilin. Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
6
3) Terbukti ada masalah bioavailabilitas atau bioinekivalensi dengan obat yang bersangkutan atau obat-obat dengan struktur kimia atau formulasi yang mirip (tidak berhubungan dengan masalah disolusi), misal: absorpsi bervariasi atau tidak lengkap. eliminasi presistemik yang tinggi. farmakokinetik nonlinear. sifat-sifat fisikokimia yang tidak menguntungkan (misal: kelarutan rendah, permeabilitas rendah, tidak stabil, dsb). 4) eksipien dan proses pembuatannya diketahui mempengaruhi bioekivalensi. b.
Obat non-oral dan non-parenteral yang didesain untuk bekerja sistemik, misal: sediaan transdermal, supositoria, permen karet nikotin, gel testosteron, dan kontrasepsi bawah kulit.
c.
Obat lepas lambat atau termodifikasi yang bekerja sistemik.
d.
Obat kombinasi tetap untuk bekerja sistemik, yang paling sedikit salah satu zat aktifnya memerlukan studi in vivo.
e.
Obat bukan larutan untuk pengunaan non-sistemik (oral, nasal, okular, dermal, rektal, vaginal, dsb) dan dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak untuk diabsorbsi sistemik). Untuk obat demikian, bioekivalensi harus ditunjukkan dengan studi klinik atau farmakodinamik, dermafarmakokinetik komparatif dan/atau studi in vitro. Pada kasus-kasus tertentu, pengukuran kadar obat dalam darah masih diperlukan dengan alasan keamanan untuk melihat adanya absorbsi yang tidak diinginkan.
2.2.2 Obat yang Cukup Dilakukan Uji Ekivalensi In Vitro (Uji Disolusi Terbanding) (BPOM, 2004) a.
Obat yang tidak memerlukan studi in vivo (tidak termasuk butir 2.2.1)
b.
Obat copy yang hanya berbeda kekuatan uji disolusi terbanding dapat diterima untuk kelarutan yang lebih rendah berdasarkan perbandingan profil disolusi.
1) Tablet lepas cepat Obat copy dengan kekuatan berbeda, yang dibuat oleh pabrik obat yang sama di tempat produksi yang sama, jika: Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
7
semua kekuatan mempunyai proporsi zat aktif dan inaktif yang persis sama atau untuk zat aktif yang sangat poten (sampai 10 mg per satuan dosis), yang inaktif sama banyak untuk semua kekuatan. studi ekivalensi telah dilakukan sedikitnya pada salah satu kekuatan (biasanya kekuatan yang tertinggi, kecuali untuk alasan keamanan dipilih kekuatan yang lebih rendah). profil disolusinya mirip antar kekuatan, f2 ≥ 50. 2) Kapsul berisi butir-butir lepas lambat Jika kekuatannya berbeda hanya dalam jumlah butir yag mengandung zat aktif, maka perbandingan profil disolusi (f2 ≥ 50) dengan satu kondisi uji yang direkomendasi sudah cukup. 3) Tablet lepas lambat Jika obat uji dalam bentuk sediaan yang sama tetapi berbeda kekuatan, dan mempunyai proporsi zat aktif dan inaktif yang persis sama atau zat aktif yang sangat poten (sampai 10 mg per satuan dosis) zat inaktifnya sama banyak, dan mempunyai mekanisme pelepasan obat yang sama, kekuatan yang lebih rendah tidak memerlukan studi in vivo jika menunjukkan profil disolusi yang mirip, f2 ≥ 50, dalam 3 pH yang berbeda (antara pH 1,2 dan 7,5) dengan metode uji yang direkomendasi. c.
Berdasarkan sistem klasifikasi biofarmasetik (Biopharmaceutic Classification System = BCS) dari zat aktif serta karakteristik disolusi dan profil disolusi dari obat.Berlaku untuk obat oral lepas cepat, tetapi tidak berlaku untuk oral lepas cepat yang disebutkan dalam butir 2.2.2. point b. 1)
1) zat aktif memiliki kelarutan dalam air yang tinggi dan permeabilitas dalam usus yang tinggi (BCS kelas 1), serta: obat memiliki disolusi yang sangat cepat, atau obat memiliki disolusi yang cepat dan profil disolusinya mirip dengan obat inovator. 2) zat aktif kelarutan dalam air yang tinggi tetapi permeabilitas dalam usus yang rendah (BCS kelas 3), serta: obat memiliki disolusi yang sangat cepat. Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
8
obat tidak mengandung zat inaktif yang diketahui mengubah motilitas dan/atau permeabilitas saluran cerna. 3) zat aktif memiliki permeabilitas dalam usus yang tinggi tetapi kelarutan dalam air yang rendah (kelarutan dalam air tinggi hanya pada pH 6,8; BCS kelas 2 asam lemah), serta: obat memiliki disolusi yang cepat pada pH 6,8. obat memiliki profil disolusi yang mirip dengan obat pembanding (juga berlaku < 10% pada salah satu pH). 2.2.3 Obat yang Tidak Memerlukan Uji Ekivalensi (BPOM, 2004) a.
Obat copy untuk penggunaan intravena sebagai larutan dalam air yang mengandung zat aktif yang sama dalam molar yang sama dengan obat inovator.
b.
Obat copy untuk penggunaan parenteral yang lain (misal: intramuskular, subkutan) sebagai larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang sama atau mirip (similiar) dalam kadar yang sebanding seperti dalam obat pembanding. Eksipien tertentu (misal: buffer, pengawet, antioksidan) boleh berbeda asalkan perubahan eksipien ini diperkirakan tidak mempengaruhi keamanan dan/atau efikasi obat tersebut.
c.
Obat copy berupa larutan untuk penggunaan oral (termasuk sirup, eliksir, tingtur atau bentuk larutan lain tetapi bukan suspensi), yang mengandung zat aktif dalam kadar molar yang sama dengan obat inovator, dan hanya mengandung eksipien yang diketahui tidak mempunyai efek terhadap transit atau permeabilitas dalam saluran cerna dan dengan demikian terhadap absorpsi atau stabilitas zat aktif dalam saluran cerna.
d.
Obat copy berupa bubuk untuk dilarutkan dan larutannya memenuhi kriteria a, b atau c tersebut di atas.
e.
Obat copy berupa gas
f.
Obat copy berupa sediaan obat mata atau telinga sebagai larutan dalam air dan mengandung zat-zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang praktis sama dalam kadar yang sebanding. Eksipien tertentu Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
9
(misal: pengawet, buffer, zat untuk menyesuaikan tonisitas atau zat pengental) boleh berbeda asalkan penggunaan eksipien ini diperkirakan tidak mempengaruhi keamanan dan/atau efikasi obat tersebut. g.
Obat copy berupa sedian obat topikal sebagai larutan dalam air yang mengandung zat-zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang praktis sama dalam kadar yang sebanding.
h.
Obat copy berupa larutan untuk aerosol atau obat inhalasi nebulizer atau semprot hidung, yang digunakan dengan atau tanpa alat yang praktis sama, larutan dalam air yang mengandung zat-zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang praktis sama dalam kadar yang sebanding. Obat tersebut boleh memasukkan eksipien lain asalkan penggunaanya diperkirakan tidak akan mempengaruhi keamanan dan/atau efikasi obat tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS
3.1
Waktu dan Tempat Pengambilan data dan penelusuran pustaka dilakukan di Badan Pengawas
Obat dan Makanan, Jakarta Pusat pada periode 5-27 Juli 2012. Data diambil di Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan NAPZA, Sub Direktorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabitas/Bioekivalensi Obat. 3.2
Cara Kerja Dilakukan penelusuran data dan pustaka mengenai informasi teknis pada
dokumen penilaian uji bioavailabitas/bioekivalensi obat copy tablet Megestrol Acetat 160 mg dibandingkan dengan obat komparator tablet Megace® (megestrol acetat 160 mg) produksi Bristol Myers Squibb dari Sub Direktorat Penilaian Bioavailabitas/Bioekivalensi Obat. Hasil dari penelusuran data dan pustaka diperoleh informasi mengenai: a.
Judul Studi
b.
Tanggal Pelaksanaan Studi
c.
Tempat Pelaksanaan Studi
d.
Desain Studi
e.
Informasi Obat Sifat Farmakologi Sifat Farmakokinetik Sifat Fisiko Kimia
f.
Subjek Jumlah Subjek Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
g.
Waktu Sampling 10
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Universitas Indonesia
11
h.
Metode Analisis Alat Obat Uji dan Obat Komparator Kondisi Kromatografi
i.
Nilai Parameter Farmakokinetika
j.
Hasi Uji Disolusi Terbanding
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji bioekivalensi adalah uji untuk membuktikan kesetaraan atau ekivalen terapetik antara obat copy atau generik terhadap obat komparatornya agar dapat dikatakan interchangeable. Uji bioekivalensi dilakukan dalam rangka registrasi obat atau permintaan khusus dari pemegang izin edar untuk memberi jaminan kepada masyarakat bahwa obat yang dipasarkan memenuhi standar efikasi, keamanan dan mutu. Uji bioekivalensi dilakukan karena dibutuhkan substitusi obat dengan obat copy generik yang berkualitas, obat substitusi harus ekivalen terapetik dengan obat komparator sehingga dapat dijadikan alternatif selain obat komparator, dan terapetik ekivalen diasumsikan sebagai bioekivalen. Sebelum pelaksanaan uji bioekivalensi pendaftar (industri farmasi) harus mengajukan permohonan persetujuan protokol uji bioekivalensi. Dokumen teknis yang harus dilengkapi adalah informed concent, ethical clearance, form UB-1, informasi obat uji dan obat komparator, formula obat uji, sertifikat CPOB, akreditasi laboratorium uji bioekivalensi, hasil uji disolusi terbanding pada 3 medium pH, referensi yang mendukung metodologi yang digunakan dalam uji bioekivalensi. Dokumen teknis tersebut harus disediakan oleh pendaftar. Apabila penilaian protokol sudah selesai dilaksanakan dan disetujui maka akan di keluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Bioekivalensi (PPUB) paling lambat 20 hari kerja sejak berkas pengajuan permohonan lengkap diterima. Akan tetapi, pada pelaksanaanya waktu estimasi pengeluaran PPUB lebih dari 20 hari. Alur permohonan persetujuan uji bioekivalensi dapat dilihat pada Lampiran 1. Uji bioekivalensi ini dilakukan pada obat copy tablet Megestrol Acetat 160 mg terhadap obat komparatornya yaitu tablet Megace® (megestrol acetat160 mg) produksi Bristol Myers Squibb. Berikut ini merupakan informasi teknis yang didapatkan dari penilaian uji bioekivalensi.
12
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Universitas Indonesia
13
4.1
Judul Studi Judul Studi dalam laporan ini yaitu Uji Bioekivalensi obat copy tablet
Megestrol Acetat 160 mg terhadap obat komparator tablet Megace® produksi Bristol Myers Squibb. a.
Tanggal Protokol Studi
: Juli 2000
b.
No. Protokol Studi
: tidak ada (belum terlampirkan)
c.
No. Persetujuan Komisi Etik
: tidak ada (belum terlampirkan)
4.2
Tanggal pelaksanaan studi Studi ini dilaksanakan pada September – Desember, 2000.
a.
Tanggal pengambilan sampel
: tidak ada (belum terlampirkan)
b.
Tanggal analisis sampel
: tidak ada (belum terlampirkan)
c.
Tanggal validasi metode bioanalitik : tidak ada (belum terlampirkan)
4.3 a.
Tempat pelaksanaan studi Fasilitas Klinik : Center of Transfusional Hematology and Intensive Care Dept. Of the Clinical Military Hospital, Bucharest. Supervicing Clinic: Univ. of Medicine and Pharmacy Carol Davila, Dept. of Pharmacology and Toxicology.
b.
Fasilitas Analisis Bioanalitik: Analytical laboratory LABORMED, Romania.
c.
Fasilitas Matematik untuk analisis statistik: Dept. of Applied Mathematics and Biostatics of the Faculty og Pharmacy, Univ. of Medicine and Pharmacy Carol Davila.
4.4
Desain studi Studi ini didesain dengan dosis tunggal, randomized, two-treatment, two-
sequence crossover, dua periode pada kondisi berpuasa, membandingkan dosis yang sebanding antara obat uji dengan obat komparator Megace® (Bristol Myers Squibb), dengan periode washout selama 2 minggu. Pemberian obat pada setiap subjek pada periode 1 ditentukan secara random yaitu sebagai berikut: a.
Obat uji : II, V, VIII, IX, X, XII, XVI, XVII, XIX, XX, XXIII, XXIV Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
14
b.
Obat komparator : I, III, IV, VI, VII, IX, XIII, XIV, XV, XVIII, XXI, XXII. Pemberian obat pada pagi hari setelah semalaman berpuasa selama 10 jam
dengan air 240 ml. Pada saat dilakukan studi subjek harus mematuhi ketentuan berikut ini: 1) Air boleh diminum satu jam sebelum dan setelah pemberian obat dimana tidak boleh ada cairan lain kecuali yang diperlukan untuk meminum obat. 2) Subjek harus berpuasa paling tidak 4 jam setelah pemberian obat. Seluruh makanan sudah distandardisasi untuk studi, dan disajikan selama dua fase studi. Makanan terstandardisasi diberikan 4 dan 9 jam setelah pemberian obat. 3) Tidak boleh mengonsumsi alkohol atau produk mengandung xantin selama 48 jam sebelum pemberian obat dan sampai sampel darah terakhir diambil. 4) Subjek tidak boleh mengonsumsi obat lain, termasuk kontrasepsi oral, 2 minggu sebelum studi dimulai sampai studi selesai, dan tidak boleh mengonsumsi obat OTC 1 minggu sebelum studi dimulai sampai studi selesai. 4.5
Informasi obat
4.5.1 Sifat farmakologi Aksi antineoplastik dari megestrol acetat pada kanker payudara dipengaruhi oleh aksi hormon steroid lain dan dengan memberikan efek sitotoksik pada sel tumor. Pada kanker metastarik, reseptor hormon memiliki kemungkinan untuk muncul pada beberapa jaringan. Mekanisme reseptor adalah proses siklik dimana estrogen yang diproduksi oleh ovarium memasuki sel target, membentuk kompleks dengan reseptor sitoplasmik dan ditransport ke inti sel. Disana, transkripsi gen terinduksi dan merubah fungsi sel normal. Dosis farmakologis dari megestrol acetat tidak hanya menurunkan jumlah sel kanker payudara yang tergantung hormon, tetapi juga dapat mermodifikasi dan mengilangkan efek stimulatori dari kompleks reseptor estrogen dalam interaksinya dengan gen atau dalam konjungsi dengan kompleks reseptor progestin, dengan berinteraksi secara langsung dengan gen untuk mematikan gen spesifik responsif estrogen (PDR, 1996). Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
15
4.5.2 Sifat farmakokinetik a.
Absorbsi Pada pria normal (n=23) yang mendapat megestrol acetat 160 mg diberikan 40 mg 4 kali sehari, absorbsi oral dari megestrol acetat bervariasi. Plasma level diuji dengan HPLC. Level puncak obat pada pemberian 40 mg pertama dengan range 10-56 ng/ml (rata-rata 27,6 ng/ml) dan tmax 1 sampai 3 jam (rata-rata 2,2 jam), t 1/2 obat 13 sampai 104,9 jam (rata-rata 34,2 jam).
b.
Metabolisme Metabolisme megestrol acetat ditemukan di urin mengandung 5% - 8% dari pemberian dosis dan dianggap diabaikan.
c.
Eliminasi Eliminasi obat pada manusia melalui urin. Ekskresi melalui urin dalam 10 hari dengan range dari 56,5% - 78,4% (rata-rata 66,4%) dan melalui feses dengan range dari 7,7% - 30,3% (rata-rata 19,8%) (PDR, 1996).
4.5.3 Sifat fisikokimia a.
Nama kimia
: 17α-acetyloxy-6-methylpregna-4,6-diene-3,20-dione
b.
Warna
: putih sampai putih kekuningan.
c.
Bentuk
: serbuk kristal putih
d.
Kelarutan
: praktis tidak larut dalam air, sedikit larut dalam eter
dan campuran minyak, agak larut dalam alkohol, larut dalam aseton, sangat mudah larut dalam kloroform. e.
Penyimpanan
4.6
Subjek
: lindungi dari cahaya (Sweetman, et al., 2009).
4.6.1 Jumlah subjek Jumlah subjek pada studi ini adalah 24 subjek sehat laki -laki , usia 20-46 tahun (rata-rata 24 tahun) , berat badan 55-56 kg (rata-rata 76 kg), tinggi badan 160-196 cm (rata-rata 177 cm). 4.6.2 Kriteria inklusi a.
Usia antara 18-50 tahun. Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
16
b.
Sehat berdasarkan penilaian pemeriksaan lab medis standar.
c.
Berat badan termasuk dalam ±15% berat badan ideal berdasarkan kriteria Metropolitan Life Insurance Company (1983).
d.
Informed consent dalam bentuk tertulis.
4.6.3 Kriteria eksklusi a.
Alergi diatesis atau penyakit alergi signifikan.
b.
Riwayat hipersensitivitas obat.
c.
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, renal, hepatik, pulmonari, metabolit, endokrin, hematologis, gastrointestinal, neurologis, psikiatrik, atau penyakit major lainnya.
d.
Operasi besar di saluran gastrointestinal (kecuali apendektomi).
e.
Penyakit yang secara klinis signifikan dalam 4 minggu sebelum studi dimulai.
f.
Konsumsi obat sistemik atau pengobatan topikal dalam 2 minggu sebelum pelaksanaan studi.
g.
Penggunaan berjalan obat sistemik atau pengobatan topikal.
h.
Pengobatan dengan obat uji dalam 3 bulan sebelum studi dimulai.
i.
Berpartisipasi dalam studi klinis lain dalam 30 hari terakhir sebelum pelaksanaan studi.
j.
Penggunaan bersama obat yang diketahui dapat mempengaruhi organ major seperti barbiturat, fenotiazin, simetidin, omeprazol, dalam 30 hari sebelum studi dimulai.
k.
Donor darah atau plasma dalam dua bulan terakhir.
l.
Tekanan darah supinasi setelah beristirahat 5 menit lebih tinggi dari 160/95mmHg atau lebih rendah dari 100/60 mmHg.
m. Denyut jantung supinasi setelah beristirahat 5 menit diluar rentang 50-90 bpm. n.
Konsumsi lebih dari 10 unit alkohol per minggu atau riwayat alkoholisme atau penyalahgunaan obat ( satu unit alkohol setara dengan ½ liter bir, 200ml anggur, atau 50ml spiritus).
o.
Merokok lebih dari 10 batang atau setara dalam sehari. Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
17
p.
Memiliki hepatitis yang ditransmisikan secara parenteral atau pembawa HbsAg.
q.
Positif tes HIV-Ab.
r.
Memiliki inkapabilitas secara legal atau situasi lain yang membuat subjek tidak dapat memahami kemungkinan konsekuensi studi.
s.
Terbukti memiliki sikap kurang kooperatif.
t.
Reaksi tidak diinginkan yang parah.
u.
Terkena penyakit saat studi.
4.7
Waktu sampling Sampel darah vena sebanyak 10 ml diambil pada waktu ke-0 (sebelum
pemberian obat) dan selanjutnya pada 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 4,0; 6,0; 8,0; 10,0; 12,0; 24,0; 48,0; 72,0; dan 96,0 jam setelah pemberian melalui vena. Kemudian plasma dipisahkan dan dibekukan pada suhu -30° C sampai analisis obat dilakukan. Setelah 2 minggu periode washout, subjek memulai periode kedua untuk obat lainnya. 4.8
Metode analisis
4.8.1 Alat Alat yang digunakan yaitu KCKT menggunakan Hewlett Packard 1100 series Liquid Chromatograph, dengan struktur sistem: a.
Binary pump G1312A
b.
Manual External Loop Injector Rheodyne 7725i
c.
Column Thermostat G1316A
d.
Diode Array Detector.
4.8.2 Obat Uji dan Obat Komparator a.
Obat Komparator : Megace® (Bristol Myers Squibb)
b.
Obat uji : obat copy Megestrol Acetat
c.
Internal standard : Iminodibenzyl
d.
Reference standard : Megestrol Acetat Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
18
4.8.3 Kondisi kromatografi a.
Kolom
: Inertsil 5 ODS (5,0 µm x 150 mm x 4,6 mm)
b.
Suhu Kolom
: 40°C
c.
Detektor
: Diode Array Detector 1
d.
Panjang gelombang
: 265 nm
e.
Fase gerak
: air – larutan 0,5% aseton dalam air
f.
Laju Alir
: 2,0 ml/menit
g.
Volume penyuntikan
: 20 µL
4.9
Nilai parameter farmakokinetika Tujuan utama penilaian bioekivalensi adalah untuk menghitung perbedaan
bioavailabilitas antara obat uji dan obat komparator, dan untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang
bermakna secara klinik. Parameter
bioavailabilitas yang digunakan untuk penilaian bioekivalensi suatu obat adalah AUC0-∞, Cmax, dan tmax. Nilai parameter farmakokietika setelah pemberian megestrol acetat (obat uji) dan Megace® (obat komparator) pada 22 subjek sehat dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Nilai Parameter Farmakokinetika Relatif Bioavailaility
Parameter
Megestrol Acetat
Megace®
Farmakokinetik
(tested =T)
(reference = R)
(%) (90% confidence interval)
Cmax (ng/ml)
168,54 ± 105,73
183,79 ± 152,14
81 – 122
Tmax (jam)
6,42 ± 6,11
4,08 ± 3,30
-
T1/2 (jam)
37,87 ± 15, 78
40,35 ± 17,29
-
3679,57 ± 2352,26
3404,63 ± 1834,81
90 – 121
4294,84 ± 2630,15
3809,99 ± 1896,72
95 – 113
AUC0-96 jam (ng* ml -1 *jam) AUC0-∞ ( ng* ml -1 *jam)
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
19
Dapat dilihat dari Tabel 4.1 bahwa ada variabilitas yang signifikan pada kadar plasma maksimum (Cmax) dan waktu tercapainya (Tmax). Koefisien variasi untuk Cmax terbilang tinggi (63% untuk obat uji dan 83% untuk obat referensi) dan sangat tinggi untuk Tmax (95% untuk obat uji dan 81% untuk untuk obat referensi). Adanya perbedaan variabilitas signifikan antara Cmax dan Tmax diduga bukan karena dipengaruhi oleh formulasi obat melainkan karena pengaruh tidak langsung absorpsi obat. Sedangkan koefisien variasi untuk AUC tinggi untuk kedua obat yaitu obat uji sebesar 61% dan obat referensi sebesar 50%. Variabilitasnya tinggi tetapi ini adalah karakteristik dari megestrol acetat terlepas formulasi farmasetiknya seperti apa. Perbedaan formulasi antara obat uji dan referensi tidak terlalu banyak. Pada perhitungan rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T/(AUC)R
di
dapatkan nilai sebesar 1,13 dengan 90% confidence interval sebesar 95-113. Sedangkan hasil perhitungan rasio nilai rata-rata geometrik (Cmax)T / (Cmax)R didapatkan nilai sebesar 1,00 dengan 90% confidence interval sebesar 81-122. Dari data tersebut nenunjukkan nilai memenuhi kriteria bioekivalen sehingga kedua obat tersebut dapat dikatakan bioekivalen. 4.10
Hasil uji disolusi terbanding Uji disolusi terbanding megestrol acetat menggunakan aparatus tipe II
(dayung) dengan kecepatan 50 rpm. Medium disolusi menggunakan sodium lauril sulfat 1% dengan volume 900 mL. Waktu pengambilan sampel yang direkomendasikan adalah pada menit ke-5, ke-10, ke-15, ke-30 dan ke-45. Toleransi (Q) tidak kurang dari 75% dalam 60 menit. Metode yang digunakan spektrofotometer UV-Vis 270 nm. Untuk setiap media, dilakukan uji terhadap 12 tablet (2x disolusi) untuk masing-masing obat uji Megestrol Acetat dan obat komparator Megace® (Bristol Myers Squibb). Kemudian dihitung jumlah % terlarut dari tiap-tiap waktu pengambilan sampel.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
20
Untuk perhitungan nilai faktor f2 dari persamaan sbb :
(4.1) Keterangan: Rt = persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu sampling dari obat komparator (R = reference) Tt =
persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu
sampling dari
obat uji ( T = test) Dari hasil uji disolusi terbanding menunjukkan bahwa profil disolusi kedua obat terdisolusi lebih dari 80% dalam 60 menit pertama. Hasil disolusi obat masih dalam batasan untuk obat intermediet realease.Pada disolusi obat uji lebih cepat terdisolusi dibandingkan dengan obat pembanding. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai faktor f2 yaitu pada replikasi pertama sebesar 37,024 dan replikasi kedua sebesar 64,46. Dari data f2 didapatkan nilai f2 > 50, yaitu 50,751 sehingga profil disolusi obat uji Megestrol Acetat similiar dengan obat komparator Megace® produksi Bristol Myers Squibb.
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan
5.1.1 Hasil analisis parameter farmakokinetika AUC, Cmax dan Tmax yang didapatkan maka dapat dikatakan bahwa obat uji tablet Magestrol Acetat 160 mg bioekivalen dengan obat komparator Megace produksi Bristol Myers Squibb. 5.1.2 Hasil uji disolusi terbanding pada medium sodium lauril sulfat menunjukkan bahwa kedua obat terdisolusi lebih 80% dalam 60 menit pertama. Disolusi obat uji lebih cepat dibandingkan dengan obat komparator. Hasil perhitungan f2 didapatkan nilai f2 > 50, yaitu 50,751 sehingga dapat dikatakan bahwa obat uji tablet Magestrol Acetat 160 mg ekivalen dengan obat komparator Megace. 5.2
Saran Saran yang dapat disampaikan bahwa dalam malakukan evaluasi teknis
pada dokumen penilaian uji BE ini diperlukan adanya data teknis tambahan karena ada beberapa informasi yang kurang lengkap, misalnya tidak melampirkan No. Protokol Studi.
21
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
PDR Generic 2nd editon, Medical Economics. (1996). New Jersey: Thomson Healthcare. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2004). Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dab Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK.03.1.23.12.11.10217 Tahun 2011 Tentang Obat Wajib Uji Ekivalensi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 430/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Kanker. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Sweetman, et al. (2009). Martindale: The Complete Drug Reference,36th edition. Pharmaceutical Press. Sukardja, I.D.G. (2000). Onkologi Klinik Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.
22
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
23
Lampiran 1. Alur Permohonan Persetujuan Uji BE
Sponsor atau MA Holder
Lengkap
Dokumen, yaitu: Protokol studi BE + informed consent Ethical clearance Form Ub-1 Informasi obat uji (sertifikat CPOB, formula, manufacturing process, CoA zat aktif, batch size, CoA produk jadi
NADFC / Badan POM
Tidak Lengkap
Pembahasan dengan Tim ahli, jika diperlukan
Evaluasi Metodologi
Protokol Studi BE Disetujui
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012
20 hari kerja
24
Lampiran 2. Pembagian Periode Pada Subjek Secara Random
I
II
III
1V
V
VI
P1
R
T
R
R
T
R
R
P2
T
R
T
T
R
T
T
XIII XIV
XV
VII VIII
IX
X
XI
XII
T
T
T
R
T
R
R
R
T
R
XVI XVII XVIII XIX
XX
XXI XXII
P1
R
R
R
T
T
R
T
T
R
R
P2
T
T
T
R
R
T
R
R
T
T
XXIII XXIV P1
T
T
P2
R
R
Keterangan: P : Periode T : Tested (Obat Uji) R : Reference (Obat Komparator)
Laporan praktek ..., Amelia Dewi, FFar UI, 2012