UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 15 JULI – 26 JULI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ARLIKA RAHAYU, S.Farm. 1206329392
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 15 JULI – 26 JULI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
ARLIKA RAHAYU, S.Farm. 1206329392
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
iv
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Penulisan laporan ini dapat diselesaikan tepat waktu tidak lepas pula dari dukungan berbagai pihak di sekitar penulis sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1.
Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI.
2.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M. S., Apt. selaku Pj.S. Dekan Fakultas Farmasi UI sampai dengan 20 Desember 2013
3.
Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI dan pemimbing di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA.
4.
Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan.
5.
Drs. Bayu Teja M., Apt., M.Pharm. selaku Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan pembimbing di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, atas bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
6.
Drs. Ramalan selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
7.
Dra. Sri Endah Suhartatik, Apt. selaku Kepala Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta Kepala Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program selaku pembimbing dari Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. v
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
8.
Seluruh staff Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan seluruh staff Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
9.
Kedua orang tua atas segala dukungan yang diberikan kepada penulis.
10.
Rekan seperjuangan di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia selama pelaksanaan PKPA.
11.
Semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Depok, Januari 2014
Penulis
vi
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama : Arlika Rahayu, S. Farm Program Studi : Apoteker Judul :. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Obat Publik Dan Perbekalan Ksehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 15 Juli – 26 Juli 2013 Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode 2010 – 2014 mengamanatkan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk dapat meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan atau khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki sasaran meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan pada 15 Juli – 26 Juli 2013 di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terutama di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar calon apoteker memperoleh gambaran tentang peran dan tugas apoteker mengenai pelayanan kefarmasian yang terkait dengan pemerataan, ketersediaan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan.
Kata Kunci
xiii+49 halaman Daftar Pustaka
:. Praktek Kerja Profesi Apoteker, Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, pelayanan kefarmasian, Kementerian Kesehatan : 11 lampiran : 6 (2006-2013)
viii
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Arlika Rahayu, S. Farm : Apothecary : Report of Pharmacist Internship Program at Directorate of Public Medicines and Health Products,Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices, Ministry of Health Republic of Indonesia Period July 15 to July 26, 2013
Health development is directed to people’s awareness, willingness and ability to have a healthy life in order to improve community health status as high as can be realized. The Strategic Plan of Ministry of Health in 2010 – 2014 is mandating Pharmaceutical and Medical Devices programs to improve the availability, equity, and affordability of medicines and medical devices as well as to ensure the safety or efficacy, usefulness, and quality of pharmaceutical preparations, medical devices, and food. The Ministry of Health through the Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices has targeted to increase pharmaceutical preparations and health tools that meet the standards and are affordable. Pharmacists Internship Program (PIP) was conducted on July 16 to July 26, 2013 at the Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices, especially at the Directorate of Public Medicines and Health Products, for pharmacist to gain an overview of the role and duties of pharmacists about pharmacy services related to equity, availability and affordability of medicines and medical supplies. Key Words
xiii+49 pages Bibliography
:. Pharmacist Internship Program, Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices, pharmaceutical services, Ministry of Health : 11 appendixes : 6 (2006-2013)
ix
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... HALAMAN JUDUL ....................................................................................... HALAMAN ORISINALITAS......................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................................................................................................... ABSTRAK ....................................................................................................... ABSTRACT..................................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1.2 Tujuan ......................................................................................
i ii iii iv v vii viii ix x xii xiii 1 1 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ......................................................................... 3 2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan ............................... 3 2.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ......................................................................... 7 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN ............................................. 3.1 Tugas dan Fungsi .................................................................... 3.2 Sasaran .................................................................................... 3.3 Strategi Intervensi ................................................................... 3.4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan .............................................................. 3.5 Sumber Daya Manusia ............................................................
15 15 16 16 17 23
BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN ...................................... 24 BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 5.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat ............. 5.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ................................................................................ 5.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ................................................................................ 5.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan .......................................................
x
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
27 29 31 36 37
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 40 6.1 Kesimpulan .............................................................................. 40 6.2 Saran ........................................................................................ 41 DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 42
xi
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL Tabel 3.1.
Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ..................................... 23
xii
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ................................................................... Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .................................................................. Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ............................................ Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan .............................................................. Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian . Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ......................................................................... Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ............................................................................. Lampiran 8. Alur Penyediaan Obat Nasional .............................................. Lampiran 9. Protap Perencanaan Kebutuhan Obat ...................................... Lampiran 10. Formulir IFK-3 ........................................................................ Lampiran 11. Formulir IFK-4 ........................................................................
xiii
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
43 43 44 44 45 45 46 46 47 48 49
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan
diselenggarakan
dengan
berdasarkan
pada
perikemanusiaan,
pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata. Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen
dan
informasi
kesehatan,
dan
pemberdayaan
masyarakat
(Kementerian Kesehatan, 2011). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode 2010
– 2014
mengamanatkan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk dapat meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan atau khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Untuk itu, dibangun kebijakan - kebijakan yang bertujuan untuk mencapai hal tersebut, yaitu kebijakan peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, peningkatan produksi dan distribusi alkes dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), peningkatan pelayanan kefarmasian, peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian dengan dukungan manajemen dan tugas teknis lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2012). Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki sasaran meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat dengan indikator programnya yakni persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% di tahun 2014. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan yang meliputi peningkatan ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar, peningkatan mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), peningkatan penggunaan obat 1
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas, peningkatan produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian, peningkatan kualitas produksi dan distribusi kefarmasian dan peningkatan produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri. Dalam upaya peningkatan program tersebut diperlukan dukungan manajemen dalam pelaksanaan tugas teknis pada program kefarmasian dan alat kesehatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2012) Obat publik dan perbekalan kesehatan perlu dijamin ketersediaannya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dasar, dalam rangka menjamin ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, pengadaannya perlu dilakukan secara efektif dan efisien sesuai kebutuhan sehingga diperlukan suatu pedoman teknis dalam pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan diatur oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2008). Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terutama di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar calon apoteker memperoleh gambaran tentang peran dan tugas apoteker mengenai pelayanan kefarmasian yang terkait dengan pemerataan, ketersediaan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan.
1.2
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker : a.
Mengetahui tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
b.
Mengetahui tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
c.
Mengetahui peran apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) merupakan unsur pelaksana
pemerintah di bidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Dan bertanggung jawab kepada Presiden (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
2.1.1 Visi dan Misi (Kementerian Kesehatan RI, 2011) Visi yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut: a.
Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
melalui
pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b.
Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
c.
Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
d.
Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.1.2 Tujuan Kementerian Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011) Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
2.1.3 Nilai – nilai Guna mewujudkan Visi dan mengembangkan Misi yang ada, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai, yaitu (Kementerian Kesehatan, 2011): a.
Pro Rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan
selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap 3
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. b.
Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak
karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput. c.
Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam
mengatasi
permasalahan kesehatan
yang berbeda-beda, sehingga
diperlukan penanganan yang berbeda pula. d.
Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target
yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e.
Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
2.1.4 Tugas dan Fungsi Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Kementerian
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a.
Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.
b.
Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan.
c.
Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
5
d.
Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah.
e.
Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.5 Strategi Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan Visi dan Misi yang telah ditetapkannya. Adapun strategi yang dijalankan adalah (Kementerian Kesehatan RI, 2011): a.
Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.
b.
Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif.
c.
Meningkatkan
pembiayaan
pembangunan
kesehatan,
terutama
untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d.
Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu.
e.
Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
f.
Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab.
2.1.6 Kewenangan Menteri Kesehatan RI mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan fungsinya. Kewenangan tersebut yaitu (Kementerian Kesehatan RI): a.
Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro.
b.
Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota di bidang Kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
6
c.
Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan.
d.
Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan.
e.
Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan.
f.
Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara di bidang kesehatan.
g.
Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan
h.
Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidangsehatan.
i.
Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan.
j.
Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan.
k.
Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan.
l.
Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak.
m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. n.
Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
o.
Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan.
p.
Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan.
q.
Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi.
r.
Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan.
s.
Surveilans
epidemiologi
serta
pengaturan
pemberantasan
dan
penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa. t.
Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat essential (buffer stock nasional).
u.
Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
7
2.1.7 Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1144/MENKES/PER/VIII/ 2010 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, struktur organisasi Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas: a.
Sekretariat Jenderal.
b.
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
c.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
d.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
e.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
b.
Inspektorat Jenderal.
c.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
d.
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
e.
Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.
f.
Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat.
g.
Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.
h.
Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi.
i.
Staf Ahli Bidang Mediko Legal.
j.
Pusat Data dan Informasi.
k.
Pusat Kerja Sama Luar Negeri.
l.
Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.
m. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. n.
Pusat Komunikasi Publik.
o.
Pusat Promosi Kesehatan.
p.
Pusat Inteligensia Kesehatan.
q.
Pusat Kesehatan Haji.
Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.2
Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sesuai dengan Permenkes RI Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
8
Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal.
2.2.1 Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010). Dalam melaksanakan tugasnya, Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a.
Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
b.
Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
c.
Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
d.
Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
e.
Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.2.2 Tujuan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tujuan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a.
Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan;
b.
Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan dan kerasionalan;
c.
Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang professional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
9
2.2.3 Sasaran dan Indikator Sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 yaitu persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% (Kementerian Kesehatan, 2011).
2.2.4 Kegiatan Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi (Kementerian Kesehatan RI, 2011): a.
Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan
c.
Peningkatan pelayanan kefarmasian.
d.
Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.
2.2.5 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari (Lampiran 2)
2.2.5.1 Sekretariat Direktorat Jendral Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a.
Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran.
b.
Pengelolaan data dan informasi.
c.
Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional, dan hubungan masyarakat.
d.
Pengelolaan urusan keuangan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
10
e.
Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan.
f.
Evaluasi dan penyusunan laporan. Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai struktur organisasi yang
terdiri dari (Lampiran 3): a.
Bagian Program dan Informasi.
b.
Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat.
c.
Bagian Keuangan.
d.
Bagian Kepegawaian dan Umum.
e.
Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat public dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
11
perbekalan kesehatan;dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. e.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 4): a.
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat.
b.
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
c.
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
d.
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
e.
Subbagian Tata Usaha.
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
d.
Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
12
e.
Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi
yang terdiri dari (Lampiran 5): a.
Subdirektorat Standarisasi
b.
Subdirektorat Farmasi Komunitas
c.
Subdirektorat Farmasi Klinik
d.
Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional
e.
Subbagian Tata Usaha
f.
Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.5.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c.
Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
13
e.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 6): a.
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.
b.
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
c.
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
d.
Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi.
e.
Subbagian Tata Usaha.
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas
tersebut,
Direktorat
Bina
Produksi
dan
Distribusi
Kefarmasian
menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
e.
Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
f.
Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
14
g.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai struktur
organisasi yang terdiri dari (Lampiran 7): a.
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.
b.
Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan.
c.
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus.
d.
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
e.
Subbagian Tata Usaha.
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
3.1
Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan, dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
e.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat public dan perbekalan kesehatan; dan
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
15
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
16
3.2
Sasaran Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian memiliki Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sasaran hasil program yang tersusun dalam Rencana Strategis 2010-2014 Kementerian Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian memiliki Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan meningkatkan ketersediaan obat esensial generik disarana pelayanan kesehatan dasar. Indikator pencapaian pada tahun 2014 adalah (Menteri Kesehatan RI, 2011): a.
Persentase kesediaan obat dan vaksin sebesar 100%
b.
Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 80%
c.
Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar sebesar 80 %
3.3
Strategi Intervensi Dalam rangka mencapai sasaran, maka Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan memiliki strategi dalam menjalankan kebijakannya antara lain: a.
Meningkatkan cakupan dan kuantitas pelayanan dengan beberapa strategi yang dijalankan, antara lain: 1. Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan mencakup jenis, jumlah cukup dan mudah diperoleh setiap saat, harga terjangkau dan kualitas terjamin; dan 2. Manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan.
b.
Membangun kemitraan dengan pemerintah daerah, dinas/instansi lintas sector dan perguruan tinggi profesi terkait dalam hal : Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
17
1. Perumusan kebijakan di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan dasar. 2. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur dalam hal pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan 3. Melaksanakan advokasi dalam rangka terwujudnya kebijakan, program atau proyek atau kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasarannya.
3.4
Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yang berada di bawah naungan Ditjen Binfar dan Alkes terdiri atas: a.
Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat;
b.
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
c.
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
d.
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
e.
Subbagian Tata Usaha; dan
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
3.4.1 Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standarisasi harga obat.
3.4.1.1 Tugas dan Fungsi Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat; Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
18
b.
Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standarisasi harga obat;
c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standarisasi harga obat; dan
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat.
3.4.1.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat terdiri atas beberapa seksi, yaitu: a.
Seksi Analisis Harga Obat Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat.
b.
Seksi Standarisasi Harga Obat Seksi Standarisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria harga obat.
3.4.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.4.2.1 Tugas dan Fungsi Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
19
b.
Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.4.2.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a.
Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas
melakukan
penyiapan
bahan
bimbingan
teknis,
pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
20
3.4.3.1 Tugas dan Fungsi Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
b.
Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.4.3.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a.
Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas
melakukan
penyiapan
bahan
bimbingan
teknis,
pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.4.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
21
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.4.4.1 Tugas dan Fungsi Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
b.
Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.4.4.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a.
Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat public dan perbekalan kesehatan.
3.4.5 Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Tugas sub bagian ini adalah melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian Tugas sub bagian ini adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
22
1. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha berdasarkan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai program dan referensi terkait; 2. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan; 3. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Sub Bagian Tata Usaha dengan memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan tepat guna; 4. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan cara merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sumber daya yang ada di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana; 5. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan diklat pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat; 6. Melakukan
penyiapan
rancangan
usulan
kebutuhan
peralatan/perlengkapan/fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat; 7. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian dan pensiun/cuti dan lain-lain di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian yang ada dan usulan dari pegawai yang bersangkutan; 8. Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai dengan hasil pelaksanaan kegiatan; dan 9. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
23
3.5
Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berjumlah 38 orang dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.1. Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Organisasi
Jumlah SDM
Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
1
Sub Direktorat Analisis Obat dan Standarisasi Harga Obat
5
Sub Direktorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Sub Direktorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Sub Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Sub Bagian Tata Usaha
7
7
7 7
Total
34
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Universitas Indonesia angkatan LXXVII di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dilaksanakan pada tanggal 15 Juli – 26 Juli 2013. Hari pertama kegiatan PKPA diawali dengan acara perkenalan antara pihak Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dengan pihak program profesi apoteker UI oleh Bapak Kamit Waluyo, SH . Acara perkenalan yang disertai pengantar umum tersebut dilaksanakan pada pukul 09.00 WIB di ruang 805, yaitu ruang rapat Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI. Peserta PKPA diberikan informasi mengenai Direktorat Jenderal Bina Farmasi
dan
Alat
Kesehatan
untuk
dapat
menjalankan
tugas
selama
berlangsungnya kegiatan PKPA. Materi yang diberikan pada pembekalan ini berupa penjelasan mengenai Organisasi dan Tata Kementerian Kesehatan. Dalam pembekalan tersebut, peserta PKPA mendapat informasi mengenai visi, misi, kedudukan, tugas, dan fungsi serta susunan organisasi Ditjen Binfar dan Alkes. Pada pelaksanaan PKPA ini, seharusnya peserta dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan direktorat yang dibawahi Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI, yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Tetapi karena Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan sedang dalam renovasi, sehingga bagian tersebut tidak digunakan untuk pelaksanaan PKPA. Tiap kelompok terdiri dari 12 - 13 orang. Kelompok peserta PKPA yang ditempatkan di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang dibimbing oleh Bapak Drs. Ramalan selaku perwakilan dari Tata Usaha Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Selanjutnya, peserta PKPA mendapatkan pengarahan dari Bapak Drs. Ramalan mengenai visi, misi, struktur organisasi, tugas, fungsi, dan kegiatan secara umum yang telah dilakukan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 24
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
25
Kegiatan PKPA dilanjutkan dengan pemberian materi oleh tiap Subdirektorat yang ada di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Penjelasan materi Subdirektorat Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang diberikan oleh Ibu Dra. Sri Endah S.Apt selaku Kepala Subdirektorat Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan. Peserta PKPA mendapatkan pengarahan dari Ibu Dra. Sri Endah S.Apt mengenai struktur organisasi, tugas, fungsi, dan kegiatan secara umum yang dilakukan oleh Subdirektorat Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan. Subdirektorat Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan berperan dalam penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan dibidang pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan. Penjelasan materi Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat diberikan oleh Ibu Dra. Sa’diah, Apt, M.Kes. selaku KaSubdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat. Berdasarkan penjelasan Ibu Dra. Sa’diah, Apt, M.Kes. didapatkan gambaran mengenai peranan Seksi Analisis Harga Obat dan Seksi Standardisasi Harga Obat. Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria harga obat yang dalam hal ini adalah obat generik, baik untuk pengadaan pemerintah, maupun yang langsung ke masyarakat melalui penjualan di apotek Penjelasan materi Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan diberikan oleh Drs. Heru Sunaryo, Apt. selaku KaSubdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Peserta PKPA mendapatkan penjelasan mengenai pentingnya tahap perencanaan dalam menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar sehingga ketersediaan dan keterjangkauan obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat senantiasa terjamin baik di tingkat pusat maupun daerah. Penjelasan materi Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan diberikan diberikan oleh Drg. Retno D. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
26
Martami,. selaku KaSie Pemantauan Program Obat Publik
Kesehatan.
Berdasarkan penjelasan beliau didapatkan pemaparan mengenai tugas umum dari Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah memantau semua kegiatan dan program dari masing-masing Subdirektorat yang ada di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta mengevaluasi hasil pematauan dari program-program tersebut yang diadakan kurang lebih setiap tahunnya. Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berlangsung selama dua pekan. Dalam pekan pertama, peserta PKPA mendapatkan informasi mengenai kegiatan yang dilakukan di setiap Subdirektorat di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Peserta PKPA diberikan kesempatan untuk berdiskusi visi, misi, struktur organisasi, tugas, fungsi, dan sejarah serta kegiatan secara umum yang telah dilakukan oleh tiap Subdirektorat di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Berdasarkan hasil diskusi, peserta PKPA mendapat gambaran mengenai kegiatankegiatan yang dilaksanakan di tiap Subdirektorat di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan kendala-kendala yang mungkin dihadapi oleh tiap Subdirektorat di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta gambaran umum mengenai program yang akan dilaksanakan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan pada tahun 2013, seperti e-catalogue, elogistic, SJSN, dan lain-lain. Pada pekan kedua, peserta PKPA diberikan kesempatan untuk menyusun laporan umum kegiatan PKPA dan laporan khusus yang diberikan kepada masing-masing peserta, serta membaca literatur yang terkait dengan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kementerian
Kesehatan
RI
merupakan
suatu
kementerian
yang
mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Kementerian kesehatan dalam melaksanakan tugas tersebut menyelenggarakan fungsi antara lain perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan; pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan; pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan; pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Visi Kementerian Kesehatan RI adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan dengan misi Kementerian Kesehatan RI diantaranya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; serta menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Visi dan misi Kementerian Kesehatan dicapai dengan adanya koordinasi antar Direktorat Jenderal yang bernaung dibawahnya. Empat Direktorat Jenderal yang bernaung yaitu Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan salah satu Direktorat Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Berdasarkan Permenkes Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 527 bahwa Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 27
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
28
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat yang dibawahi Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Untuk mewujudkan Visi dan Misi Kementerian Kesehatan pada tahun 2014 serta memperhatikan pencapaian Prioritas Nasional Bidang Kesehatan, maka dalam periode 2010-2014 akan dilaksanakan Strategi dengan fokus pada Prioritas Nasional Bidang Kesehatan yang dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan Kementerian Kesehatan 2010-2014 yang salah satu strateginya adalah meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan sebagai salah satu bagian dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki sebuah misi yang ditujukan agar kebijakan tersebut dapat tercapai, yaitu terjaminnya ketersediaan, kemerataan, keterjangkauan
obat
perbekalan
kesehatan
bagi
pelayanan
kesehatan
(Kementerian Kesehatan RI, 2011). Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai
tugas
melaksanakan
penyiapan
perumusan
dan
pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.Tugas tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1144/MENKES/PER/III/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas empat subdirektorat yaitu subdirektorat analisis dan standardisasi harga obat, subdirektorat penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. Pembagian tersebut Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
29
dilakukan untuk dapat menjalani tugas dan fungsi secara maksimal agar tujuan tercapai.
5.1
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standardisasi harga obat. Tujuannya
adalah diperoleh harga obat rasional yang terjangkau dan tersedia bagi masyarakat luas serta menguntungkan bagi pihak produsen, sehingga dengan biaya penyediaan obat yang telah ditentukan akan didapatkan penyediaan obat yang lebih maksimum untuk pelayanan kesehatan di masyarakat. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas: a.
Seksi Analisis Harga Obat Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat.
b.
Seksi Standardisasi Harga Obat Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria harga obat. Subdirektorat ini berperan dalam penyusunan Surat Keputusan (SK) Harga
Obat yang umum dikeluarkan tiap tahun baik berupa SK Harga Eceran tertinggi (HET), SK Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah, dan SK Harga Vaksin dan Serum. Proses dalam menentukan SK harga obat melalui beberapa langkah, yaitu mengetahui kebutuhan obat tiap daerah berdasarkan data dari subdirektorat Penyediaan sehingga diperoleh item obat yang diperlukan beserta kuantitasnya. Kemudian data obat yang telah diperoleh disesuaikan dengan DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional). Apabila terdapat obat dalam data tersebut yang tidak termasuk dalam DOEN, obat tersebut dapat dimasukkan kedalam daftar SK dengan pertimbangan adanya permintaan dari daerah. Selanjutnya, tim evaluasi harga akan mempertimbangkan apakah akan terjadi peningkatan atau penurunan terhadap harga obat terdahulu. Pertimbangan tersebut didasarkan pada hasil Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
30
monitoring, data harga obat internasional dan perhitungan khusus. Data yang diperoleh diolah secara statistik sehingga menghasilkan daftar harga obat yang akan dimasukkan ke dalam SK. Menurut teori komponen harga obat meliputi: (1) bahan baku obat; (2) manufacturing cost; (3) marketing; (4) distribution cost; (5) gross margin; (6) research and development; (7) harga jual dasar; (8) profit; (9) Pajak Pertambahan Nilai (PPN); (10) diskon ke apotek/toko obat. Secara umum analisa penentuan harga yang dilakukan pada subdirektorat ini juga mengacu pada komponen tersebut. Harga ditentukan berdasarkan struktur harga yang meliputi komponen harga bahan aktif, bahan pembantu, bahan kemasan, biaya produksi dan biaya QC, biaya umum, biaya modal, biaya distribusi, dan keuntungan sebelum pajak. Seksi Analisa Harga Obat akan mencari informasi tentang harga-harga tersebut dari industri farmasi ataupun PBF. Selanjutnya dianalisa dan diolah sehingga mendapatkan harga yang sesuai dan terjangkau, namun tidak merugikan industri farmasi. Keluaran utama (output) dari subdirektorat ini berupa Surat Keputusan (SK) Harga Obat yang umum dikeluarkan tiap tahun baik berupa SK Harga Eceran tertinggi (HET), SK Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah, dan SK Harga Vaksin dan Serum. Harga obat yang ditentukan atau dikendalikan adalah harga obat generik, baik untuk pengadaan pemerintah, maupun yang langsung ke masyarakat melalui penjualan di apotek agar tercapai upaya kesehatan dasar. Harga eceran tertinggi (HET) adalah harga tertinggi yang boleh dijual oleh pengecer (retailer) dimana harga tersebut ditentukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan agar harga jual obat dapat dikendalikan sehingga obat dapat digunakan oleh masyarakat dari berbagai tingkat ekonomi, guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Selanjutnya, Menteri Kesehatan menerbitkan himbauan agar produsen obat mencantumkan HET pada setiap kemasan obat guna terlaksananya pengendalian harga obat. Selain menentukan HET, direktorat ini juga menyusun Surat Keputusan (SK) tentang harga obat untuk pengadaan pemerintah yang merupakan acuan dalam pengadaan obat di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota termasuk Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainya. Harga obat tersebut ditentukan oleh Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
31
pemerintah dengan membagi wilayah berdasarkan regional geografis yakni regional I meliputi Banten, Lampung, Jawa Tengah, Bali, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta dan Jawa Timur. Regional II meliputi Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan Nusa Tenggara Barat. Regional III meliputi Provinsi Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Makassar, Gorontalo dan Sulawesi Barat. Regional IV meliputi Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Perbedaan harga pengadaan ini disebabkan adanya perbedaan faktor harga di tiap-tiap regionalnya. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah biaya distribusi, kekayaan regional dan Upah Minimum Regional (UMR). Penetapan harga obat generik dilakukan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Harga Obat yang beranggotakan pejabat Kementerian Kesehatan, Badan POM, akademisi, lembaga konsumen, dan para pakar di bidang terkait. Perumusan rekomendasi harga obat generik tersebut dilakukan dengan pendekatan struktur harga obat dan kelayakan harga dalam kondisi nyata Indonesia. Subdit ini diharapkan dapat mencapai tujuannya dalam mewujudkan harga obat rasional yang terjangkau dan tersedia bagi masyarakat luas, sehingga dengan biaya penyediaan obat yang telah ditentukan akan didapatkan penyediaan obat yang lebih maksimum untuk pelayanan kesehatan di masyarakat. Namun dilapangan masih banyak terdapat kendala antara lain harga jual obat generik yang masih di atas HET. Hal tersebut dikarenakan pihak apotek ingin memperoleh keuntungan yang lebih besar. Sementara pihak Subdit ini tidak dapat memberikan sanksi terhadap pihak apotek. Hal temuan tersebut akan menjadi bahan evaluasi dari kinerja subdit ini.
5.2
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Subdirektorat ini dibagi menjadi Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
32
dua seksi yaitu seksi Perencanaan Penyediaan dan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
5.2.1 Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan perbekalan Kesehatan Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan adalah untuk menetapkan rencana jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar. Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan menggunakan metode bawah ke atas (bottom-up), yaitu data kebutuhan obat diperoleh dari data pemakaian obat oleh Puskesmas. Puskesmas akan melaporkan data tersebut ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kemudian akan diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi yang selanjutnya akan dilaporkan ke Kementrian Kesehatan Pusat. Data tersebut akan dikompilasi dan dibuat suatu Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dan perbekalan kesehatan selama satu tahun. Perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan (perbekkes) harus berdasarkan analisa rencana kebutuhan. Rencana kebutuhan merupakan suatu rencana jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan setiap unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) menurut kebutuhannya dalam suatu periode waktu tertentu misalnya satu tahun. Kemudian rencana kebutuhan tersebut tidak langsung menjadi patokan dalam rencana pengadaan. Perlu dilihat parameter lain untuk rencana pengadaan misalnya sisa stok obat dan perbekkes di unit PKD dan jumlah obat yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan selama masa tunggu (lead time) obat dan perbekkes tersebut. Beberapa tahapan dalam merencanakan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah meliputi : (1) Tahap pemilihan obat yang bertujuan untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapatkan perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat. Pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
33
berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku. (2). Tahap kompilasi pemakaian obat yaitu rekapitulasi data pemakaian obat di unit pelayanan kesehatan, yang bersumber dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Kompilasi pemakaian obat dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok awal, jumlah penggunaan obat, dan sisa stok. (3). Tahap perhitungan kebutuhan obat yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas. Metode konsumsi yaitu metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi/penggunaan obat tahun sebelumnya. Sedangkan metode morbiditas yaitu perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit atau kunjungan kasus. (4) Tahap proyeksi kebutuhan obat
adalah
perhitungan
kebutuhan
obat
secara
komprehensif
dengan
mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada periode yang masih berjalan. Selain itu juga diperhitungkan jumlah obat yang harus tersedia selama masa tunggu (lead time) pengadaan obat. (5) Tahap penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar (PKD) dibiayai melalui berbagai sumber anggaran. Berbagai sumber anggaran yang membiayai pengadaan obat dan perbekalan kesehatan tersebut antara lain APBN, APBD Provinsi dan Kota/Kabupaten, Dana Alokasi Khusus (DAK) yang berasal dari APBN untuk keperluan khusus dan persyaratan tertentu untuk daerah yang mengajukan. Pengadaan obat program pemerintah oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dilakukan melalui proses lelang untuk member kesempatan kepada masyarakat agar dapat berpartisipasi pada pelaksanaan lelang dan juga diharapkan akan diperoleh penawaran harga yang lebih bersaing. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat adalah kualitas dan kuantitas obat, seperti kriteria obat dan perbekkes, metode pengadaan, persyaratan pemasok, penentuan waktu kedatangan obat, penerimaan dan pemeriksaan obat, dan pemantauan status pesanan. Pada tahun 2013 ini akan di laksanakan system pengadaan dengan e– catalog atau katalog elektronik. Dengan system e–catalog dapat lebih membuka kesempatan lebih untuk berkompetisi bagi pihak yang akan menawarkan obat dan perbekkes dalam pengadaannya di pemerintah. Pihak tersebut dalam hal ini adalah Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
34
pedagang besar farmasi ataupun industri dapat langsung on line mengajukan barang dan harganya yang kemudian akan dipertimbangkan oleh tim pengadaan. Selanjutnya akan diperoleh keputusan item dan harga obat dan perbekkes yang akan digunakan untuk pengadaan. Khusus untuk Ditjen Binfar Alkes Kementerian Kesehatan bertindak sebagai pengelola obat publik dan perbekkes untuk stok pengaman/buffer stock nasional yang pengadaannya dilakukan setahun sekali. Stok pengaman nasional berfungsi sebagai cadangan obat yang dimiliki Pemerintah Pusat yang harus selalu ada pada saat dibutuhkan jika sewaktu-waktu terjadi kejadian luar biasa (KLB), seperti wabah penyakit, bencana alam dan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan obat pada Kabupaten/Kota. Selain itu dikelola juga obat –obat program yang bekerjasama dengan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), seperti obat untuk tuberculosis, malaria HIV AIDS, filarial; vaksin untuk imunisasi dasar; obat dan vaksin untuk perbekalan haji baik pengadaan di Indonesia (embarkasi) maupun di Arab Saudi; obat kesehatan jiwa; reagen screening darah; dan obat untuk gizi dan KIA.
5.1.2 Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Pemantauan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan (perbekkes) secara rutin perlu dilakukan dengan tujuan menjamin ketersediaan obat dan perbekkes yang bermutu, dan bermanfaat. Pemantauan ketersediaan obat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan meninjau langsung ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan menggunakan aplikasi software berupa elogistic system. Dalam meninjau langsung ketersediaan obat dan perbekkes tidak dilakukan di semua daerah yang ada di Indonesia. Dilakukan peninjauan dibeberapa daerah saja dalam periode tertentu. Sementara yang dilakukan di setiap daerah adalah pemantauan dengan menggunakan e-logistic. Input data penerimaan dan pengeluaran obat dikirimkan oleh pihak Puskesmas ke Instalasi Farmasi Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
35
Kabupaten/Kota melalui e-logistic. Kemudian data tersebut dapat diakses oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Hal tersebut akan memudahkan pengawasan ketersediaan obat dan perbekkes secara real time sehingga dapat diketahui jumlah pemakaian obat serta permintaan obat pada setiap Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang tersebar di seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Melalui pemantauan ketersediaan obat dan perbekkes, diperoleh input data yang akan digunakan untuk rencana pengadaan obat. Data mengenai ketersediaan obat menggambarkan jenis obat apa saja yang benar-benar diperlukan. Selain itu, Subdit Penyediaan memperoleh data pemakaian obat setiap bulan di Puskesmas dari LPLPO, yang meliputi jumlah dan persentase pemakaian tiap jenis obat pada seluruh Unit Pelayanan Kesehatan/Puskesmas serta pemakaian rata-rata tiap jenis obat pada tingkat Kabupaten/Kota. Informasi tentang pemakaian obat tersebut digunakan sebagai sumber data dalam menghitung kebutuhan obat untuk pemakaian tahun mendatang dan sebagai sumber data dalam menghitung buffer stock. Data pemakaian obat akan dikompilasi dalam formulir kompilasi pemakaian obat. Kemudian, dilakukan perhitungan kebutuhan obat melalui metode konsumsi, yang didasarkan atas analisis data konsumsi obat tahun sebelumnya, dan atau metode morbiditas, yang didasarkan atas pola penyakit. Setelah kebutuhan obat ditentukan, dapat ditetapkan rancangan stok akhir periode mendatang dan rancangan pengadaan obat periode tahun mendatang. Perencanaan pengadaan obat tahun mendatang dapat dirumuskan sebagai berikut: a=b+c+d–e-f
a = rancangan pengadaan obat tahun mendatang b = kebutuhan obat untuk sisa periode berjalan c = kebutuhan obat tahun mendatang d = rancangan stok akhir tahun (lead time dan buffer stock) e = stok awal periode berjalan f = rencana penerimaan obat pada periode berjalan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
36
5.3
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Subdirektorat Pengelolaan Oblik dan Perbekkes dibagi menjadi dua seksi, yaitu seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Subdirektorat Pengelolaan Oblik dan Perbekkes bertujuan agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang berobat ke unit pelayanan kesehatan dasar. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi rangkaian kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian hingga penggunaan. Proses kegiatan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan dapat berjalan dengan baik apabila terdapat suatu standar yang digunakan di unit pelayanan kesehatan dasar. Oleh karena itu dibuat pedoman pengelolaan obat yang bertujuan untuk menstandarisasi pelayanan dan pengelolaan obat publik di sarana milik pemerintah agar terjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat hingga ke tangan konsumen. Pedoman pengelolaan obat dibuat oleh seksi Standarisasi Subdirektorat Pengelolaan Oblik dan Perbekkes dengan melibatkan Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dari beberapa Kabupaten/Kota maupun Provinsi. Pedoman pengelolaan obat dibuat atau disempurnakan berdasarkan atas referensi atau textbook tentang pengelolaan obat, pedoman-pedoman pengelolaan obat lainnya yang telah diterbitkan, serta input data dari seksi Bimbingan Teknis. Seksi Bimbingan Teknis memberikan input data pada seksi Standarisasi mengenai data pengelolaan obat dan kondisi Instalasi Farmasi di Propinsi, Kabupaten/Kota, dan Puskesmas, serta dibandingkan dengan yang ada di negara lain. Referensi, pedoman dan data tersebut kemudian digunakan untuk dilakukan evaluasi apakah perlu membuat pedoman pengelolaan baru atau hanya perlu menyempurnakan pedoman yang telah ada. Pedoman pengelolaan yang telah dibuat diterbitkan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
37
melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI. Kemudian, pedoman tersebut disosialisasikan secara berjenjang sampai ke tingkat pelayanan kesehatan dasar. Selain pembuatan pedoman, juga perlu dilakukan bimbingan teknis dan pengendalian untuk menjamin bahwa Instalasi Farmasi telah menjalankan tugasnya sesuai pedoman. Bimbingan teknis dilakukan dengan cara memberikan bimbingan, pengarahan dan penjelasan mengenai standar atau pedoman tentang seluruh tahap pengelolaan obat, sehingga obat dapat tersedia merata dan terjangkau di pelayanan kesehatan dasar. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan melakukan pengelolaan terhadap obat program dan obat pelayanan kesehatan dasar sehingga perlu dilakukan harmonisasi atas kedua program tersebut agar tidak terjadi duplikasi pengadaan obat. Program yang direncanakan untuk tahun 2012 adalah memperbaiki pedoman pemusnahan, distribusi, perencanaan yang terpadu, buffer stock, dan pedoman instalasi farmasi yang lebih efektif. Pedoman-pedoman yang disusun bersifat mengharuskan, tetapi jika terdapat kekurangan atau kesalahan dalam implementasinya, instansi pelayanan kesehatan yang terlibat tidak diberikan hukuman tetapi diberikan bimbingan teknis agar pedoman yang telah ditetapkan dapat diimplementasikan dengan baik.
5.4
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan memiliki tugas memantau dan mengevaluasi kegiatan program obat publik dan perbekalan kesehatan. Pemantauan (monitoring) adalah proses kajian terhadap program yang sedang berlangsung untuk mengetahui tingkat penyelesaian program dan pencapaian target, yang memungkinkan untuk tindakan korektif selama implementasi program. Pemantauan berguna untuk memeriksa kesesuaian antara aktivitas yang dilaksanakan dengan yang direncanakan; mengukur pencapaian target; mengidentifikasi masalah untuk menginisiasi tindakan korektif; mengidentifikasi dan meningkatkan kinerja yang sudah baik; mengidentifikasi dan memperkuat kinerja yang lemah; membantu supervisi target daerah bermasalah; menilai efek yang diharapkan dari aktivitas Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
38
yang dilaksanakan; menilai kecenderungan jangka panjang; memberi kontribusi dalam mengkaji ulang dan merevisi program prioritas dan perencanaan. Hasil dari pemantauan tersebut, kemudian dievaluasi sehingga dapat ditetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang berjalan, meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan memperbaikinya, mengukur kegunaan program-program yang inovatif, meningkatkan efektifitas program, manajemen dan administrasi serta kesesuaian tuntutan tanggung jawab. Evaluasi adalah serangkaian proses untuk menilai suatu program dan memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, pelaksanaan kegiatan, hasil dan dampak serta biayanya. Fokus utama evaluasi adalah mencapai perkiraan yang sistematis dari dampak program Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan. Evaluasi bermanfaat untuk (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2006) : a.
Menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang berjalan.
b.
Meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan memperbaikinya.
c.
Mengukur kegunaan program-program yang inovatif.
d.
Meningkatkan efektivitas program, manajemen dan administrasi.
e.
Kesesuaian tuntutan tanggung jawab. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dan efisiensi dalam tiap aspek pengelolaan obat sehingga dapat menghemat tenaga, biaya, serta waktu yang digunakan. Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap setiap aspek pengelolaan obat terkait kualitas masukan (input), kualitas proses, maupun kualitas hasil pelaksanaan (output) program. Kegiataan pemantauan dan evaluasi diukur berdasarkan pencapaian hasil yang didapat. Indikator digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan atau sasaran telah berhasil tercapai. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Dimana untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang dilakukan salah satunya adalah dengan peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah : a.
Pencapaian ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
39
b.
Persentase penggunaan obat generik di pelayanan kesehatan sebesar 80%
c.
Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar sebesar 80% Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala dalam jangka waktu
tertentu yaitu setiap satu tahun sekali. Pemantauan dan evalausi ini baru dapat dilaksanakan di tiga Kabupaten/Kota tiap Propinsi di Indonesia. Untuk proses pemantauan dan evaluasi harus didukung dengan ketersediaan dana yang cukup dan sumber daya manusia yang kompeten dibidangnya sehingga proses pemantauan dan evaluasi tersebut dapat berlangsung dengan baik, efektif, dan efisien (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2006). Proses pemantauan dan evaluasi belum berjalan sebagaimana mestinya karena keterbatasan tenaga, dana, dan sarana. Setelah dilakukan pemantauan dan evaluasi, pemerintah pusat akan memberikan bimbingan teknis kepada pihak yang dipantau dan dievaluasi, yaitu dinas kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, maupun puskesmas. Agar pihak tersebut dapat mengetahui kekurangannya selama melakukan kegiatan atau program obat publik dan perbekalan kesehatan dan dapat meningkatkan
di
tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota sangat diperlukan untuk menjaga konsistensi pelaksanaan kegiatan/program. Berdasarkan pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan akan diperoleh keluaran berupa profil pencapaian indikator berdasarkan pengambilan data secara bottom up. Profil tersebut dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan langkah-langkah kedepan dan menentukan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi. Pengambilan data tersebut dilakukan dari struktur terendah kemudian di rekapitulasi ke sektor diatasnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan a. Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) telah mengetahui tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan dan mempunyai fungsi dalam perumusan kebijakan; pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; serta pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) telah mengetahui tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dimana tugas dari Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kefarmasian yaitu melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan dan mempunyai fungsi dalam penyiapan perumusan kebijakan; pelaksanaan kegiatan; penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; pemberian bimbingan teknis; serta pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) telah mengetahui peran apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang mempunyai peranan penting sesuai tugas dan fungsinya dalam upaya menjamin tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat, terjangkau untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian dan derajat kesehatan. 40
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
41
6.2
Saran Mahasiswa sebaiknya dilibatkan secara langsung dalam teknis pelaksanaan
kerja di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2006). Pedoman Supervisi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Kewenangan Kementerian RI. 26 November 2013. http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=TugasFungsi Kementerian Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1121/MENKES/SK/XII/2008 Tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/1/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2012). Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Profil 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
42
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
43
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
44
Lampiran 3. Struktur
Organisasi
Sekretariat
Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
45
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
46
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Lampiran 8. Alur Penyediaan Obat Nasional
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
47
Lampiran 9. Protap Perencanaan Kebutuhan Obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
48
Lampiran 10. Formulir IFK-3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
49
Lampiran 11. Formulir IFK-4
Lanjutan Lampiran 11. Formulir IFK-4
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA PERBANDINGAN HARGA BEBERAPA OBAT SITOSTATIKA DAN ANTIDEPRESI DI ASEAN, INTERNATIONAL DRUG PRICE INDICATOR GUIDE, DAN INTERNATIONAL DRUG MARKET DI BANDINGKAN DENGAN DAFTAR DAN PLAFON HARGA OBAT TAHUN 2013
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ARLIKA RAHAYU, S.Farm 1206329392
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................. DAFTAR ISI.............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
i ii iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Tujuan ...................................................................................
1 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 2.1 Obat ..................................................................................... 2.2 Sitostatika ............................................................................ 2.3 Antidepresi ................................................................................... 2.4 Akuntansi Biaya ........................................................................... 2.5 Harga Pokok Penjualan ................................................................. 2.6 Harga Jual..................................................................................... 2.7 Komponen Harga Obat.................................................................
3 3 4 6 6 8 8 9
BAB III METODOLOGI PENGKAJIAN ........................................................ 3.1 Lokasi dan Waktu pengkajian ...................................................... 3.2 Sampel.......................................................................................... 3.3 Metode Pengolahan Data .............................................................
11 11 11 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 4.1 Hasil ............................................................................................. 4.2 Pembahasan..................................................................................
12 12 12
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 5.1 Kesimpulan....................................................................................... 5.2 Saran.................................................................................................
17 17 18
DAFTAR ACUAN ............................................................................................... LAMPIRAN..........................................................................................................
19 20
ii
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16.
Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20. Lampiran 21. Lampiran 22.
Rekapan Daftar Harga Obat Sitostatika dan Antidepresi ...... 20 Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Epirubisin ................................................................................. 21 Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Lapatinib................................................................................... 21 Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Transtuzumab ........................................................................... 22 Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Nilotinib.................................................................................... 22 Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Rituksimab................................................................................ 23 Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Imipramin HCl.......................................................................... 23 Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Oksaliplatin............................................................................... 24 Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Epirubisin ........................................................... 25 Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Lapatinib............................................................. 25 Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Transtuzumab ..................................................... 26 Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Nilotinib.............................................................. 26 Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Rituksimab.......................................................... 27 Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Imipramin HCl ................................................... 27 Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Oksaliplatin ........................................................ 28 Harga Episindan, Epirubisin HCl, dan Epirubicin Kalbe berdasarkan mims online, International Drug Market, International Drug Price Indicator Guide ............................... 29 Harga Tykerb berdasarkan mims online................................... 30 Harga Herceptin berdasarkan mims online .............................. 31 Harga Tasigna berdasarkan mims online ................................. 32 Harga Mabhtera berdasarkan mims online, International Drug Price Indicator Guide ..................................................... 33 Harga Tofranil berdasarkan mims online, International Drug Market, International Drug Price Indicator Guide.................. 34 Harga Oxaliplatin actavis, Oxaliplatin Medac, Rexta, Eloxatin berdasarkan mims online, International Drug Market, International Drug Price Indicator Guide.................. 35
iii
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Industri farmasi di Indonesia adalah salah satu industri yang memiliki
perkembangan yang cukup pesat dengan pasar yang terus berkembang. Perkembangan yang pesat ini dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk Indonesia yang memiliki potensi besar bagi perkembangan industri farmasi. Hal ini dikarenakan kebutuhan akan obat tidak hanya memandang usia tertentu, akan tetapi sepanjang hidupnya manusia akan membutuhkan obat untuk mengatasi berbagai macam penyakit dan menjaga kualitas kesehatannya. Rendahnya konsumsi obat oleh masyarakat disebabkan karena sulitnya akses obat-obatan dan rendahnya daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang rendah terhadap obat dikarenakan mahalnya harga obat-obatan di Indonesia. Salah satu pengobatan yang terbilang mahal adalah pengobatan kanker, dimana pengobatan ini masih sangat mahal dan tidak terjangkau bagi yang tidak punya jaminan kesehatan, begitu pula dengan obat untuk depresi, walaupun harga obat nya tidak terlampau mahal seperti obat kanker namun obat ini masih jarang tersedia dalam bentuk obat generik begitupun dengan obat kanker. Tidak tersedianya obat dalam bentuk obat generik dapat menyebabkan pemerintah kesulitan mengontrol harga obat tersebut karena jika dalam nama dagang, untuk harga merupakan kebijakan dari pihak produsen. Hal ini lah yang menyebabkan berbagai kalangan menilai harga obat di Indonesia sangat mahal. Bahkan menurut Dosen Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Ascobat Gani harga obat di Indonesia 10 kali lipat harga obat di India. Pada negara maju, hampir seluruh penduduknya telah dilindungi oleh sistem asuransi yang baik namun di Indonesia, asuransi kesehatan hanya mencakup sekitar 30% penduduk (Djunaedi and Modjo, 2007). Maka dapat disimpulkan terdapat sekitar 70% pangsa pasar obat di Indonesia berasal dari sektor individu (diluar akses atau sistem asuransi kesehatan lainnya). Harga obat merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi akses pemenuhan kebutuhan obat oleh masyarakat. Oleh karena itu, harga obat menjadi 1
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
hal yang penting untuk dikendalikan oleh pemerintah. Harga obat yang cenderung mahal ini salah satunya disebabkan oleh komponen penyusun biaya produksi dimana terdapat variabel yang cukup signifikan berpengaruh, yaitu bahan baku. Bahan baku obat berkontribusi hingga 70% dari struktur biaya produksi obat namun industri farmasi Indonesia masih mengimpor bahan baku sekitar 90-95%. Kementerian Kesehatan sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan berupaya agar kualitas pelayanan kesehatan semakin baik, termasuk peningkatan kualitas di bidang pelayanan kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tanggung dalam melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis dan standarisasi harga obat. Direktorat ini juga bertugas menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan sebagai upaya menjalankan strategi pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian kesehatan periode tahun 2010 – 2014 (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Berdasarkan latar belakang di atas maka disusunlah laporan tugas khusus ini untuk menganalisa dan mengetahui mengenai harga beberapa obat sitotoksik dan obat antidepresi yang terdapat di ASEAN, International Drug Price Indicator Guide dan International Drug Market di bandingkan dengan Daftar Plafon Harga Obat Tahun 2013.
1.2
Tujuan Menganalisis beberapa harga obat sitostatika dan obat antidepresi
berdasarkan harga obat di ASEAN, International Drug Price Indicator Guide, dan International Drug Market dibandingkan dengan Daftar dan Plafon Harga Obat Tahun 2013.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Obat Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan disebutkan bahwa obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. a.
Obat Generik Obat Generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary
Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Terdapat dua jenis obat generik, yaitu Obat Generik Berlogo (OGB) dan obat generik bermerek (branded generik). Sebenarnya tidak ada perbedaan zat aktif pada kedua jenis obat generik ini. Perbedaan hanya terletak pada logo dan merek yang terdapat pada kemasan obat. Obat generik berlogo adalah obat yang umumnya disebut obat generik saja sedangkan obat generik bermerek biasanya menyantumkan perusahaan farmasi yang memproduksinya. Meskipun keduanya sama-sama merupakan obat generik, obat generik bermerek memiliki harga jual yang lebih mahal karena harganya ditentukan oleh kebijakan perusahaan farmasi tersebut sedangkan obat generik berlogo telah ditetapkan harganya oleh pemerintah agar lebih mudah dijangkau masyarakat (Program Studi Kimia ITB, 2011). Obat Generik Berlogo (OGB) pertama kali dikenalkan kepada masyarakat pada tahun 1991 oleh pemerintah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan obat masyarakat menengah ke bawah. Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang merupakan obat esensial untuk penyakit tertentu (Program Studi Kimia ITB, 2011). Kewajiban menggunakan obat generik di Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Salah satu isi dari peraturan tersebut menyebutkan
bahwa
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dan
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib menyediakan obat esensial dengan nama generik dan dokter yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah wajib menulis resep obat generic bagi semua pasien sesuai dengan indikasi medis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). b.
Obat Inovator Secara umum, obat inovator adalah obat yang pertama kali mendapat izin
untuk dipasarkan, biasanya sebagai obat yang dipatenkan, berdasarkan dokumentasi khasiat, keamanan, dan mutu (sesuai dengan persyaratan yang berlaku) (Anonim, 2007). Harga obat innovator lebih mahal bila dibandingkan dengan obat generik karena biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan hak paten sangat besar. Industri farmasi atau pabrik obat innovator melakukan serangkaian penelitian dan pengembangan obat yang membutuhkan biaya besar, sehingga mempengaruhi harga obat yang dijual. Pabrik obat generik hanya perlu melakukan riset formulasi agar kadar zat aktif dalam darah atau disolusi obat sebanding dengan obat innovator, sehingga biaya yang dibutuhkan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh pabrik obat untuk memproduksi obat innovator (Hilmi, 2013).
2.2
Sitostatika Cytostatica atau oncolytica adalah zat – zat yang dapat menghentikan
pertumbuhan pesat dari sel – sel ganas. Kombinasi dari tiga atau lebih sitostatika sering sekali digunakan, lazimnya obat dengan mekanisme dan titik kerja pada siklus-pertumbuhan sel tumor yang berlainan. Dengan demikian, daya kerjanya saling dipotensiasi dan terjadinya resistensi dihindari atau diperlambat. Begitu pula dosis masing – masing dapat dikurangi dan efek toksis seluruhnya menjadi kurang hebat. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat – obat antitumor pada umumnya dibagi dalam beberapa golongan sebagi berikut: Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
5
a.
Zat – zat alkilasi Obat-obat yang terpenting dari golongan ini adalah klormetin dan turunannya klorambusil, melfelan, siklofosfamida, dan ifosfamida. Zat-zat ini dalam tubuh semuanya diubah menjadi senyawa etilenimin, yang membentuk ion karbonium dengan muatan positif yang mengalkilasi DNA. Selain itu juga busulfan dan thiotepa.
b.
Antimetabolit Obat golongan ini yang banyak digunakan adalah antagonis-folat metotreksat, antagonis-purin (merkaptopurin, thioguanin, dan azathioprin), serta antagonis-pirimidin (fluourasil dan sitarabin).
c.
Antimitotika Obat yang kini digunakan adalah hasil tumbuhan, yakni alkaloida vinca (vinblastin, vinkristin, dan vindesin), podofilin (serta derivatnya etoposida fan tenoposida) dan obat terbaru dari kelompok taxoida (paclitaxel, docetaxel).
d.
Antibiotika Beberapa antibiotika yang berasal dari jenis jamur Streptomyces juga berkhasiat sitostatis, disamping kerja antibakterinya. Yang terpenting adalah doksorubisin, daunorubisin, dan derivat sintesisnya (epirubisin, idarubisin, mitoxantron), bleomisin, dan mitomisin.
e.
Imunomodulator Zat-zat ini yang dinamakan Biological Response Modifiers (BRM) berdaya mempengaruhi secara posistif reaksi biologis dari tubuh terhadap tumor. Fungsi sistem-imun dapat distimulasi dengan baik (imunostimulator) maupun disupresi olehnya (imunosupresor).
f.
Hormon dan antihormon Zat-zat estrogen digunakan pada kanker prostat yang bermetastase. Progestativa dan zat-zat androgen dapat digunakan pada kanker mama dan endometrium yang sudah tersebar. Antihormon kelamin yang digunakan adalah zat-zat antiestrogen dan zat-zat antiandrogen.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
6
g.
Obat – obat lainnya Sitostatika lainnya yang digunakan pada kanker adalah enzim asparaginase, senyawa-senyawa
plastina
cisplatin
dan
carboplatin,
hidroksiurea,
procarbazin, serta topotecan dan irinotecan (Tjay et al., 2007).
2.3
Antidepresi Antidepresi atau antimurung adalah obat – obat yang mampu memperbaiki
suasana jiwa dengan menghilangkan atau meringankan gejala keadaan murung, yang tidak disebabkan oleh kesulitan sosial-ekonomi, obat – obatan, atau penyakit. Depresi adalah gangguan dimana keadaan murung tersebut di atas setelah 2 – 3 minggu masih juga bertahan atau bahkan memperburuk. Antidepresi bekerja dengan jalan menghambat re-uptake serotonin dan noradrenalin di ujung – ujung saraf otak dan dengan demikian memperpanjang masa waktu tersedianya neurotransmiter tersebut. Disamping itu, antidepresiva dapat mempengaruhi reseptor postsinaptis (Tjay et al., 2007). Lazimnya obat-obat antidepresi dibagi dalam 4 kelompok, yakni: a.
Antidepresi klasik Contoh obat ini antara lain amitriptilin, doksepin, dosulepin, imipramin, desipramin, dan klomipramin, serta mirtazapin, maprotilin, dan mianserin.
b.
Obat-obat generasi ke-2 Contoh obat golongan ini adalah SSRI yaitu Selective Seretonin Re-uptake Inhibitors dan NaSA yaitu Noradrenalin and Serotonin Antidepressants.
c.
MAO-blockers Contohnya adalah fenelzin dan tranylcypromin.
d.
Lainnya Obat antidepresi lainnya yaitu tryptofan, okstriptan, dan piridoksin.
2.4
Akuntansi Biaya
2.4.1 Biaya Produksi dan Harga Pokok Produksi Kegiatan produksi merupakan penunjang utama dari penjualan artinya memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan penjualan serta pada kebijaksanaan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
7
persediaan produk. Biaya produksi adalah biaya yang terjadi pada fungsi produksi, di mana fungsi produksi merupakan fungsi yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi (Riwayadi, 2006). Adapun jenis-jenis biaya produksi dapat dikatagorikan sebagai berikut: a.
Biaya manufaktur langsung (Direct Manufacturing Cost) Adalah biaya-biaya yang terjadi pada fungsi produksi yang dapat mudah
dan akurat ditelusuri ke produk. Fungsi produksi adalah fungsi yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Ada dua jenis biaya manufaktur langsung yaitu: 1.
Bahan baku langsung (direct raw material cost) adalah semua bahan yang membutuhkan bagian-bagian integral dari barang jadi dan dapat dimasukkan langsung dalam kalkulasi produk. Bahan baku langsung adalah bahan yang dapat secara mudah dan akurat ditelusuri ke produk jadi.
2.
Tenaga kerja langsung (direct labor) adalah tenaga kerja yang dikerahkan untuk mengubah bahan baku langsung menjadi barang jadi dan diberikan upah atas pekerjaan tersebut. Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dapat ditelusuri pada barang atau jasa yang sedang diproduksi (Riwayadi, 2006).
b.
Biaya manufaktur tidak langsung (Indirect manufacturing cost) Adalah biaya yang terjadi pada fungsi produksi yang tidak dapat secara
mudah dan akurat ditelusuri ke objek biaya karena biayanya dikonsumsi secara bersama oleh beberapa objek biaya. Biaya manufaktur tidak langsung terdiri dari: 1.
Overhead variabel, yaitu biaya yang jumlahnya berubah-ubah tergantung pada fluktuasi produksi atau pembelian.
2.
Overhead tetap, yaitu biaya yang jumlahnya tidak berubah. Biaya produksi membentuk harga pokok produksi, yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk jadi dan harga pokok produk yang pada akhir periode akuntansi masih dalam proses. Secara garis besar, cara memproduksi produk dapat dibagi menjadi dua macam: produksi atas dasar pesanan, mengumpulkan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode harga pokok pesanan (job order cost method) dan produksi massa, mengumpulkan harga pokok Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
8
produksinya dengan menggunakan metode harga pokok proses (process cost method) (Mulyadi, 2000).
2.5
Harga Pokok Penjualan Harga pokok penjualan adalah nilai yang ditetapkan oleh perusahaan
terhadap barang dan jasa dalam hubungannya dengan penetapan harga yang didasarkan pada besarnya biaya produksi ditambahkan dengan keuntungan yang diharapkan. Terdapat 2 metode dalam m enentukan harga pokok penjualan, yaitu : 1.
Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap.
2.
Variable costing, merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel (Mulyadi, 2000).
2.6
Harga Jual Harga jual adalah suatu harga yang memberikan laba pada perusahaan
yang menuntut adanya pengertian tentang biaya-biaya produksi dalam hubungannya dengan volume (Mulyadi, 2000). Penetapan harga jual merupakan suatu masalah yang rumit dan bukanlah merupakan tugas satu orang atau satu kegiatan. Dalam prakteknya, pemecahan masalah penetapan harga jual merupakan karya penelitian yang memerlukan kerja sama dan koordinasi diantara para ahli ekonomi, ahli statistik, spesialis pemasaran, ahli teknik industri, dan akuntan. Dalam suatu perusahaan manajer senantiasa memerlukan informasi biaya produksi dalam pengambilan keputusan terhadap harga jual. Menurut Zaki Baridwan, ada tiga bentuk penetapan harga jual, yaitu: a.
Penetapan harga jual oleh pasar. Harga ini betul-betul ditetapkan oleh mekanisme penawaran dan permintaan, dalam arti penjual tidak bisa menentukan harga. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
9
b.
Penetapan harga jual oleh pemerintah. Pemerintah berwenang untuk menetapkan harga barang atau jasa yang menyangkut kepentingan umum.
c.
Penetapan harga jual yang dapat dikontrol oleh perusahaan. Harga ditetapkan oleh keputusan dan kebijaksanaan yang terdapat dalam suatu perusahaan walaupun faktor-faktor mekanisme penawaran dan permintaan serta ketetapan dari pemerintah tetap diperhatikan (Afryandes, 2012).
2.7
Komponen Harga Obat Komponen dalam menentukan harga obat meliputi harga produksi, proft
margin distributor, profit margin pengecer, pajak (impor+PPN), biaya distribusi dan pajak bahan baku (Kosen, 2003).Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Bina Publik dan Perebekalan Kesehatan, komponen harga obat generik meliputi biaya : 1.
Bahan aktif
2.
Bahan pembantu
3.
Bahan kemasan
4.
Produksi dan QC Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh
faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barangbarang produksi oleh perusahaan tersebut. Untuk analisis biaya produksi perlu diperhatikan dua jangka waktu, yaitu : a.
Jangka panjang, yaitu jangka waktu di mana semua faktor produksi dapat mengalami perubahan.
b.
Jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana sebagian faktor produksi dapat berubah dan sebagian lainnya tidak dapat berubah. Biaya QC adalah biaya yang dikeluarkan selama proses quality control.
Tujuan Pengusaha menjalankan QC adalah untuk menperoleh keuntungan dengan cara yang fleksibel dan untuk menjamin agar pelanggan merasa puas, investasi bisa kembali, serta perusahaan mendapat keuntungan untuk jangka panjang. Bagian pemasaran dan bagian produksi tidak perlu melaksanakan, tetapi perlu kelancaran dengan memanfaatkan data, penelitian dan testing Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
10
dengan analisa statistik dari bagian QC
yang disampaikan kepada pihak
produksi untuk mengetahui bagaimana hasil kerjanya sebagai langkah untuk perbaikan. Saat pelaksanaan pengujian QC dan testing bila ditemukan beberapa masalah khusus, perlu dibuat suatu studi agar dapat digunakan untuk mengatasi masalah di bagian produksi tersebut. Di samping tersebut di atas komplain, mengadakan cek ulang dan menyatakan kebenaran untuk bisa diterima secara terpisah lalu dilaporkan kepada departemen terkait untuk perbaikan proses selanjutnya. 5.
Biaya Umum Biaya umum adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan secara
keseluruhan
dan tidak dapat dibebankan langsung ke setiap produk,
departemen, atau segmen bisnis tertentu. 6.
Biaya Modal Biaya modal merupakan konsep penting dalam analisis investasi karena
dapat menunjukkan tingkat minimum laba investasi yang harus diperoleh dari investasi tersebut. Jika investasi itu tidak dapat menghasilkan laba investasi sekurangkurangnya
sebesarbiaya yang ditanggung maka investasi itu tidak
perlu dilakukan. Lebih mudahnya, biaya modal merupakan rata-rata biaya dana
yang akan dihimpun untuk melakukan suatu investasi. Dapat pula
diartikan bahwa biaya modal suatu perusahaan adalah bagian (suku rate) yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memberi kepuasan pada para investornya pada tingkat risiko tertentu. 7.
Biaya Distribusi Biaya distribusi adalah biaya-biaya yang lazim berada di bawah
pengendalian eksekutif pemasaran atau penjualan, tidak termasuk biaya administrasi umum dan biaya finansial (Hilmi, 2013).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Pengkajian Pengkajian dilakukan pada Bulan Juli 2013, pada saat melakukan Praktek
Kerja Profesi Apoteker di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada bagian Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 3.2
Sampel Data yang diambil adalah harga beberapa obat sitostatika dan obat
antidepresi berdasarkan harga yang terdapat di mims online untuk mendapatkan harga di beberapa negara ASEAN, International Drug Price Indicator Guide, International Drug Market dan DPHO tahun 2013, dengan syarat memiliki kekuatan dan sediaan yang sama. 3.3
Metode Pengolahan Data Data yang diperoleh dibandingkan dengan harga obat berdasarkan mims
online ASEAN, International Drug Price Indicator Guide, International Drug Market dan DPHO tahun 2013. Dari perbandingan tersebut dapat memperlihatkan harga obat tertinggi dan terendah.
11
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengkajian ini dilakukan dengan cara menganalisa beberapa harga obat
sitostatika dan antidepresi berdasarkan mims online, International Drug Price Indicator Guide dan International Drug Market yang dibandingkan dengan DPHO tahun 2013. Tabel dan grafik hasil analisa perbandingan beberapa harga obat sitostatika dan antidepresi dapat dilihat pada Lampiran. 4.2
Pembahasan Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Tahun 1945. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Salah satu peran pemerintah untuk mewujudkan kesehatan masyarakat adalah dengan menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat esensial. Daya beli masyarakat yang rendah terhadap obat dikarenakan mahalnya harga obat-obatan di Indonesia. Berbagai kalangan menilai harga obat di Indonesia sangat mahal. Bahkan menurut Dosen Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Ascobat Gani harga obat di Indonesia 10 kali lipat harga obat di India. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian
dan
Alat
Kesehatan
Kementerian Kesehatan, melakukan pengaturan harga obat generik berupa penetapan harga eceran tertinggi (HET). HET merupakan harga jual tertinggi yang boleh diterapkan oleh fasilitas penyedia obat generik, seperti apotek maupun rumah sakit. HET juga harus dicantumkan pada kemasan sediaan obat oleh pihak produsen obat tersebut. Harga obat yang ditentukan tersebut adalah harga obat 12
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
13
yang rasional agar harga obat yang ditetapkan dapat memberikan keuntungan bagi pihak pengusaha dan tetap dapat terjangkau oleh masyarakat. Penetapan harga obat generik dilakukan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Harga Obat. Tim tersebut beranggotakan pejabat Kementerian Kesehatan, Badan POM, akademisi, lembaga perlindungan konsumen (YLKI), beberapa pakar di bidang terkait (IAI), dan perwakilan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM). Perumusan rekomendasi harga obat generik dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pengumpulan daftar obat-obat esensial yang digunakan dalam pelayanan kesehatan dasar, kemudian harga obat-obat tersebut disesuaikan dengan harga bahan baku obat maupun biaya produksi dari obat tersebut untuk menetapkan tingkat rasionalitas dari harga obat. Sedangkan harga obat dengan nama dagang ditentukan oleh masing-masing produsen dengan berbagai pertimbangan. Perbedaannya dengan harga obat generik maupun dengan obat dengan merek dagang lainnya terletak pada biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan pemasaran. Salah satu perbedaannya adalah biaya promosi obat. Sebagian besar obat dengan nama dagang membutuhkan biaya promosi yang besar, sedangkan obat generik tidak sehingga harga obat nama dagang cenderung lebih mahal dari pada obat generik. Pada laporan ini dianalisa perbandingan harga beberapa obat sitostatika dan obat antidepresi
berdasarkan mims online, International Drug Price
Indicator Guide, International Drug Market dan DPHO tahun 2013. Harga masing-masing obat dengan kandungan zat aktif dan bentuk sediaan serta kekuatan yang sama, dibandingkan satu sama lain sehingga diperoleh masing – masing harga obat. Hasil dari perbandingan ini adalah untuk melihat seperti apakah harga obat di Indonesia jika dibandingkan dengan harga obat di negara lain. Harga obat yang mengandung Epirubisin 10 mg tertinggi adalah seharga Rp 2.518.800,37 dengan nama dagang Epirubicin HCL produksi Sanbe sedangkan harga terendah yaitu Rp 58.334,25 berdasarkan International Drug Price Indicator Guide, sedangkan di Indonesia obat yang mengandung Epirubisin seharga Rp 195.000 dengan nama dagang Episindan 10 mg produksi Actavis Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
14
dengan DPHO tahun 2013 seharga Rp 149.000 dan Epirubicin Kalbe 10 mg seharga Rp 230.000 dengan DPHO tahun 2013 Rp 160.000, untuk harga tertinggi berdasarkan international Drug Market seharga Rp 2.518.800,375. Perbandingan harga obat yang mengandung Lapatinib dengan nama dagang Tykerb produksi Glaxo di Filipina merupakan harga tertinggi seharga Rp 109.880,99 sedangkan harga terendah di India seharga Rp 70.612,42 sedangkan untuk di Indonesia sendiri seharga Rp 74.866,31 dan di DPHO tahun 2013 seharga Rp 74.000. Perbandingan harga obat yang mengandung Tranztuzumab dengan nama dagang Herceptin produksi Roche memiliki harga tertinggi di China yaitu seharga Rp 42.317.460, 32 sedangkan terendah di Filipina seharga Rp 9.679.445,73 sedangkan di Indonesia seharga Rp 17.825.485 dan di DPHO tahun 2013 adalah seharga Rp 19.608.034. Perbandingan harga obat yang mengandung Oksaliplatin 50 mg tertinggi seharga Rp 3.778.024,25 berdasarkan International Drug Market sedangkan harga terendah yaitu seharga Rp 1.700.000 dengan nama dagang Oxaliplatin Actavis dan DPHO tahun 2013 adalah seharga Rp 1.500.000. Perbandingan harga obat yang mengandung Oksaliplatin 100 mg tertinggi adalah di negara Filipina seharga Rp 6.069.512, 731 dengan nama dagang Exolatin 100 mg produksi Sanofi sedangkan terendah seharga Rp 1.749.120, 75 sedangkan di Indonesia harga terendah seharga Rp 3.300.000 dengan nama dagang Oxaliplatin Actavis 100 mg dan DPHO tahun 2013 Rp 3.000.000. Perbandingan harga obat yang mengandung Nilotinib 200 mg dengan nama dagang Tasigna produksi Novartis hanya ditemukan data di Indonesia saja yaitu seharga Rp 346.250 dan di DPHO tahun 2013 adalah seharga Rp 380.875. Perbandingan harga obat yang mengandung Rituksimab dengan nama dagang Mabhtera produksi Roche tertinggi adalah di China seharga Rp 7.216.931,217 sedangkan terendah adalah di Indonesia adalah seharga Rp 2.877.095 dan di DPHO tahun 2013 adalah seharga Rp 3.164.805. Berdasarkan golongan obat antidepresi perbandingan harga obat yang mengandung Imipramin HCl dengan nama dagang Tofranil produksi Laniros memiliki harga tertinggi berdasarkan International Drug Price Indicator Guide
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
15
sehara Rp 115.125 sedangkan untuk di Indonesia seharga Rp 5.210,92 sedangkan berdasarkan DPHO seharga Rp 4.800. Dari perbandingan harga obat di atas didapatkan harga obat yang bervariasi tidak hanya mahal di Indonesia saja namun ada beberapa obat yang mahal juga di negara lain. Obat–obat di atas merupakan hampir seluruhnya adalah obat bermerek atau obat dengan nama dagang sehingga harga nya pun mahal, harga obat nama dagang tidak diatur oleh pemerintah melainkan ditentukan oleh produsen obat tersebut. Harga ditentukan sesuai dengan perhitungan yang telah ditentukan. Dari sudut keterjangkauan secara ekonomis, harga obat di Indonesia umumnya dinilai mahal dan struktur harga obat tidak transparan. Penelitian WHO menunjukkan perbandingan harga antara satu nama dagang dengan nama dagang yang lain untuk obat yang sama, berkisar 1 : 2 sampai 1 : 5. Pengkajian diatas juga membandingkan harga obat nama dagang dan obat generik menunjukkan bahwa obat generik bukan yang termurah. Tetapi secara umum obat generik lebih murah dari obat dengan nama dagang. Mekanisme penetapan harga obat di sektor swasta saat ini diserahkan kepada pasar. Mengingat obat bukan komoditi perdagangan biasa dan sangat mempengaruhi kehidupan manusia, maka diperlukan kebijakan pemerintah tentang pengaturan harga obat esensial (Kementerian Kesehatan RI, 2006). Komponen-komponen yang mempengaruhi harga jual suatu obat terdiri dari harga bahan baku, harga produksi, biaya pemasaran, profit margin distributor, profit margin pengecer (di apotek atau di rumah sakit), dan pajak (pajak impor dan PPN). Kecuali biaya pemasaran dan laba atau profit margin, harga pokok produksi dan biaya distribusi, relatif sama antara produsen yang satu dan lainnya.Perbedaan timbul karena faktor efesiensi. Besaran biaya pemasaran dan laba atau profit margin yang ingin diraih, tidak ada referensi yang baku. Acapkali produsen menggunakan harga obat paten dan obat sejenis yang sudah beredar sebagai acuan. Determinan terjadinya harga jual obat yang mahal di Indonesia, antara lain disebabkan : Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
16
a.
Masih
kurang
efisiennya
produksi
sehingga
banyak
pabrik
yang
memproduksi jenis obat yang sama. b.
Biaya pemasaran dan promosi obat pun belum terkendali.
c.
Belum ditaatinya standar profesi mengenai manajemen kasus poly pharmacydan peresepan yang tidak rasional.
d.
Terlalu banyak pedagang besar farmasi untuk tender obat, bukan untuk melakukan distribusi obat.
e.
Ketergantungan pada bahan baku impor, tarif impor dan PPN obat.
f.
Penggunaan obat generik yang masih terbatas.
g.
Belum ada uji cost effectiveness dari obat baru.
h.
Setiap pabrik bisa menyusun harga obatnya sesuai dengan perhitungan masing-masing. Berikut ini merupakan beberapa rekomendasi yang dapat digunakan untuk
mereformasi harga jual obat di Indonesia, antara lain : a.
Melakukan analisis farmakoekonomi pada obat baru.
b.
Meningkatkan efisiensi produksi obat.
c.
Mengendalikan biaya pemasaran dan promosi obat.
d.
Mencantumkan label harga dan label nama generik (bila ada) pada kemasan obat.
e.
Keharusan para dokter untuk mengikuti standar profesi mengenai manajemen kasus dan rasionalisasi penulisan resep.
f.
Keharusan fasilitas publik (Puskesmas dan RS Pemerintah) untuk menggunakan obat generik.
g.
Melakukan pengawasan ketat terhadap mutu produksi obat generik.
h.
Memberikan kewenangan secara hukum pada apoteker untuk menawarkan obat generik pada konsumen dan mengganti obat paten dengan obat generik bila disetujui dokter maupun konsumen.
i.
Menekan tarif impor bahan baku obat dan pembebasan PPN.
j.
Merangsang terjadinya kompetisi dalam memproduksi obat generik, agar dapat menurunkan harga jual obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Dari hasil analisa terhadap perbandingan harga beberapa obat sitostatika
dan obat antidepresi, didapatkan data bahwa ada beberapa obat yang memang lebih mahal di Indonesia di bandingkan dengan negara lain, namun jika merujuk kepada Daftar dan Plafon Harga Obat tahun 2013 harga obat di Indonesia sudah cukup murah di bandingkan dengan negara lain. Harga beberapa obat sitotoksik dan obat antidepresi dengan harga tertinggi dan terendah adalah : a.
Epirubicin HCL serbuk inj 50 mg Tertinggi
: Epirubicin HCL 50 mg di International Drug Market
Terendah
: Epirubicin HCL 50 mg di International Drug Price Indicator Guide
b.
c.
d.
e.
Tykerb Tablet 250 mg Tertinggi
: Tykerb 250 mg di Filipina
Terendah
: Tykerb 250 mg di Indonesia
Herceptin Inj 440 mg / 20 ml Tertinggi
: Herceptin Inj 440 mg / 20 ml di China
Terendah
: Herceptin Inj 440 mg / 20 ml di Indonesia
Mabhtera Inj 100 mg / 10 ml Tertinggi
: Mabhtera Inj 100 mg / 10 ml di China
Terendah
: Mabhtera Inj 100 mg / 10 ml di Indonesia
Tofranil Tablet 25 mg Tertinggi
: Tofranil
Tablet 25 mg di International Drug Price
Indicator Guide OECS/PPS Terendah
: Tofranil Tablet 25 mg di Filipina
17
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
18
5.2
Saran Pemerintah perlu berkoordinasi dengan badan POM atau pihak terkait agar
dapat mengusulkan kepada industri farmasi yang ada di Indonesia untuk memproduksi obat – obat tersebut dalam bentuk obat generik agar obat yang dihasilkan memiliki harga yang relatif lebih murah dan agar harga obat tersebut dapat dikendalikan oleh pemerintah sehingga keterjangkauan masyarakat akan obat dapat meningkat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Afryandes, Amelya. (2012). Rasio Harga Obat Nama Dagang Antibiotik Kuinolon dengan Harga Obat Generik. Depok: Universitas Indonesia Anonim. (2006). Pemastian Mutu Obat : Kompendium Pedoman dan Bahan – Bahan Terkait. Alih Bahasa : Mimi V Syahputri. Jakarta: EGC Djunaedi, M. & Modjo, I. (2007). Pemetaan Distribusi Obat di Indonesia. Hilmi, Prima A. (2013). Analisa Rasio Harga Obat Nama Dagang Terhdap Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Dari Beberapa Obat Anti bakteri, Anti hipertensi dan Anti Diabetes. Depok: Universitas Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/068/1/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 189/MENKES/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Keputusan Menteri Kesehataan Republik Indonesia Nomor 092/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Mulyadi. (2000). Akuntansi Biaya Edisi Lima Cetakan Kedelapan.Aditya Media: Yogyakarta. Program Studi Kimia ITB. (2011). Obat Generik. http://www.chem.itb.ac.id. Diakses pada 24 Juli 2013 pukul 21.45 Presiden RI. (2009). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Riwayadi. (2006). Akuntansi Biaya. Padang : Andalas University Press. Tjay, H.T. dan Rahardja, K. (2007).Obat-obat Penting edisi keenam. Jakarta : Gramedia. Wijaya Rahmadi dkk.(2011). Pengaruh Harga Jual Obat Terhadap Status Kesehatan Rajyat Indonesia. UP. Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman 19
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Lampiran 1. Rekapan Daftar Harga Sitostatika dan Obat Antidepresi
20
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
21
Lampiran 2.
Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Epirubisin
Zat Aktif
Nama Dagang
Epirubisin
Episindan 10 mg Epirubicin HCL 10 mg Epirubicin Kalbe 10 mg 4 - Epeedo 10 mg Farmorubicin 10 mg Episindan 50 mg Epirubicin HCL 50 mg Epirubicin Kalbe 50 mg 4 - Epeedo 50 mg Farmorubicin 50 mg
Produsen Indonesia
Keterangan :
Actavis
195.000
Harga Satuan (Rp) IDPIG IDPIG OECS/PP SAFRICA S IDM -
-
-
58.334,25
75.562,50
2.518.800, 375
150.000
-
160.000
Sanbe
-
Kalbe Kimia Farma
230.000
-
-
-
-
-
-
Pfizer Actavis
149.000
160.000 160.000
975.000
Sanbe Kalbe Kimia Farma
DPHO
825.000 195.253,5
453.375
3.434.567, 5
1.130.000
835.000 835.000
Pfizer
835.000
: Harga Tertinggi : Harga Terendah
Lampiran 3. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Lapatinib Zat Aktif
Nama Dagang
Produsen
Lapatinib
Tykerb
Glaxo
Keterangan :
Harga Satuan (Rp) Indonesia
India
Filipina
DPHO
74.866,314 29
70.612,42
109.880,99
74.000
: Harga Tertinggi : Harga Terendah
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
22
Lampiran 4. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Transtuzumab Zat Aktif
Nama Dagang
Produsen
Transtuzumab
Herceptin
Roche
Keterangan :
Harga Satuan (Rp) Indonesia
China
Filipina
DPHO
17.825.485
42.317.460,32
9.679.445,73
19.608.034
: Harga Tertinggi : Harga Terendah
Lampiran 5. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Nilotinib
Harga Satuan (Rp)
Novartis Pharma
346.250
Tasigna 150 mg
DPHO
Nilotinib
Tasigna 200 mg
Produsen
India
Nama Dagang
Indonesia
Zat Aktif
380.875,00
29.738,69 Novartis Pharma
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
23
Lampiran 6. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Rituksimab Harga Satuan (Rp) Nama Dagang
Produsen
Indonesia
China
Filipina
IDPIG CRSS
Rituksimab
Mabhtera
Roche
2.877.095
7.216.931,217
423.7316 ,97
340.0312 ,5
Keterangan :
DPHO
Zat Aktif
3.164.80 5
: Harga Tertinggi : Harga Terendah
Lampiran 7. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Imipramin HCl Harga Satuan (Rp)
4.800
Keterangan :
64.077
5.210,92
2.811,204215
3.525,2425
: Harga Tertinggi : Harga Terendah
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
DPHO
Torrent
151.125
International Drug Market
Imipramin HCl
5.239
Indonesia
Laniros
Filipina
Imipramin HCl
Tofranil
IDPIG SAFRICA
Produsen
IDPIG OECS / PPS
Nama Dagang
IDPIG CRSS
Zat Aktif
24
Lampiran 8. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Oksaliplatin Harga Satuan (Rp)
Oxaliplatin Medac 100 mg Rexta 100 mg Eloxatin 100 mg Oxaliplatin 100 mg
Keterangan :
1.700.000
1.500.000
2.179.000 1.500.000 1.800.000
Sanofi
2.835.000
1.500.000 3.194.48 0,017 874.610, 75
-
Actavis Dipa Pharmalab Intersains
DPHO
Oksaliplatin
Oxaliplatin 50 mg Oxaliplatin Actavis 100 mg
Kalbe
IDM
Rexta 50 mg Eloxatin 50 mg
IDPIG CRSS
Oxaliplatin Medac 50 mg
Actavis Dipa Pharmalab Intersains
IDPIG SAFRICA
Oxaliplatin Actavis 50 mg
Produsen
Filipina
Nama Dagang
Indonesia
Zat Aktif
633.91 9
3.778 .024, 25
3.300.000
3.000.000
4.289.000
3.000.000
Kalbe
3.000.000
Sanofi
5.670.000
-
6.069.51 2,731
3.000.000 1.749.12 0,75
: Harga Tertinggi : Harga Terendah
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
25
Lampiran 9.
Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Epirubisin
Lampiran 10. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Lapatinib
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
26
Lampiran 11. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Transtuzumab
Lampiran 12. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Nilotinib
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
27
Lampiran 13. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Rituksimab
Lampiran 14. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Imipramin HCl
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
28
Lampiran 15. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Oksaliplatin
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
29
Lampiran 16. Harga Episindan, Epirubisin HCl, dan Epirubicin Kalbe berdasarkan mims online, International Drug Market, International Drug Price Indicator Guide
Mims online
International Drug Market
International Drug Price Indicator Guide
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
30
Lampiran 17. Harga Tykerb berdasarkan mims online
Mims online Lampiran 18. Harga Herceptin berdasarkan mims online
Mims online Lampiran 19. Harga Tasigna berdasarkan mims online
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
31
Lampiran 20. Harga Mabhtera berdasarkan mims online, International Drug Price Indicator Guide
Mims online
International Drug Price Indicator Guide
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
32
Lampiran 21. Harga Tofranil berdasarkan mims online, International Drug Market, International Drug Price Indicator Guide
Mims online
International Drug Market
International Drug Price Indicator Guide
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014
33
Lampiran 22. Harga Oxaliplatin actavis, Oxaliplatin Medac, Rexta, Eloxatin berdasarkan mims online, International Drug Market, International Drug Price Indicator Guide
Mims online
International Drug Market
International Drug Price Indicator Guide
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Arlika Rahayu, FFar UI, 2014