UNIVERSITAS INDONESIA
OPTIMALISASI PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT PADA ANAK PENYAKIT KRONIS MELALUI SLEEP HYGIENE DENGAN PENDEKATAN MODEL SELF-CARE DOROTHEA E.OREM
KARYA ILMIAH AKHIR
oleh: FADLIYANA EKAWATY
1306345794
PROGRAM NERS SPESIALIS ILMU KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JUNI 2016
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA OPTIMALISASI PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT PADA ANAK PENYAKIT KRONIK MELALUI SLEEP HYGIENE DENGAN PENDEKATAN MODEL SELF-CARE DOROTHEA E.OREM
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai Syarat untuk mendapatkan Gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak
FADLIYANA EKAWATY 1306345794
PROGRAM NERS SPESIALIS ILMU KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2016
ii
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: f,'adliyana Ekawaty
NPM
r 1306345794
Tanda Tangan
Tanggal
ilt
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
HALAMAN PENGESAIIAN Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh: Nama
Fadliyana Ekawaty
NIM
1306345794
Program Studi
Spesialis Keperawatan Anak
Judul Karya Ilrniah Akhir
Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas dan
Istirahat pada Anak Penyakit Kronis Melalui Sleep Hygiene dengan Pendekatan Model ,Sely' CareDorothea E.Orem
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis pada
Program Studi Spesialis Keperawatan Anak Fakultas
Ilmu
Keperawatan
Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Supervisor Utama
Dr. Allenidekania, S.Kp., M.Sc.
Supervisor
Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An.
Penguji
dr. Endang Windiastuti, Sp.A (K)
Penguji
Nurhidayatun, Ns., Sp.Kep.An.
,,t:L. ,
vv-
(..................
di : Depok Tanggal :22Juni20l6 Disetujui
1V
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
,
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah
karya ilmiah akhir
ini
ini dengan sebenamya menyatakan bahwa
disusun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Jika kemudian hari ternyata saya melalrukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan bersedia menerima sanksi yang diberikan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
22 Juri2016
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini dengan judul “Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas dan Istirahat pada Anak dengan Penyakit Kronis Melalui Sleep Hygiene dengan Pendekatan Model Self-Care Dorothea E.Orem”.
Dalam menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1.
Ibu Dr. Allenidekania, S.Kp., M.Sc. selaku supervisor utama yang telah yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
2.
Ibu Happy Hayati, Ns. Sp.Kep.An selaku supervisor yang telah yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
3.
Direktur RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah memberikan izin melakukan praktek Residensi Keperawatan di Gedung A lantai 1.
4.
Direktur RSAB Harapan Kita yang telah memberikan izin untuk melakukan praktek Residensi Keperawatan di Ruang Anggrek RSAB Harapan Kita.
5.
Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia atas setiap fasilitas, sarana, dan prasarana sehingga penulis mampu menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini.
6.
Ketua Program Studi Ners Spesialis Keperawatan FIK UI yang telah memberikan arahan sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini.
7.
Suami, Ibunda dan ketiga anakku tersayang (Adiba Azalia Azis, Almira Dinda Farhanah Azis dan Abyan Faeyza Azis), terimakasih atas kesabaran, pengertian, motivasi serta kasih yang tidak terhingga.
8.
Alm. Papaku tercinta, terimakasih atas kasih sayang yang luar biasa sampai nafas terakhir
vi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
9.
Teman-teman senasib seperjuangan peminatan Keperawatan Anak angkatan 2013 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu..
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Ilmiah Akhir ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan anak.
Depok,
Juni 2016
Penulis
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyanavii Ekawaty, FIK UI, 2016
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai civitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
Fadliyana Ekawaty
NPM
1306345794
Program Studi Ners Spesialis Departemen
Keperawatan Anak
Fakultas
Ilmu Keperawatarr
Jenis Karya
Karya Ilmiah Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: "Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas dan Istirahat pada Anak Penyakit Kronis melalui Sleep Hygiene dengan Pendekatan Model Self-Care Dorothea E.Orem", beserta perangkat yang ada fiika diperlrkan). Dengan Hak Bebas Royatti Non Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan rama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Pada tanggal
: :
Depok 22 Juni 2016
Yang menyatakan
Fadliyana {kawaty
vilt
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
ABSTRAK
Nama
: Fadliyana Ekawaty
Program Studi : Spesialis Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Judul
: Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas dan Istirahat pada Anak Penyakit Kronis Melalui Sleep Hygiene dengan Pendekatan Model Self-Care Dorothea E.Orem
Penyakit non infeksi merupakan penyakit yang tidak bisa ditularkan dari satu orang ke orang yang lain.. Penyakit ini membutuhkan perawatan lama yang berdampak pada keterbatasan aktivitas anak. Aktivitas dan istirahat adalah suatu kebutuhan yang terintegrasi, keduanya mempunyai pengaruh satu sama lain. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gambaran penerapan model self-care Orem dalam asuhan keperawatan pada anak dengan masalah aktivitas dan istirahat serta pencapaian kompetensi selama praktik residensi. Intervensi keperawatan didasarkan pada tujuan untuk meningkatkan kemandirian perawatan diri pasien. Intervensi dilakukan dengan penerapan sleep hygiene. Hasil dari penerapan teori self-care Orem menunjukkan bahwa teori self-care Orem dapat dijadikan sebagai acuan dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kronis. Kata Kunci: penyakit non infeksi, anak, gangguan aktivitas dan istirahat, self-care Orem
viii Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
ABSTRACT
Name Major Title
: Fadliyana Ekawaty : Nursing Specialist Program, Majoring Pediatric Nursing, Faculty of Nursing, University of Indonesia : The Optimization of Activity and Rest Requirements amongst Children with Chronic Illness through Sleep Hygiene using Dorothea Orem’s Self-Care Theory
Non Communicable disease is defined as a type of disease which is not transmitted by a person to another individual. These require long term nursing treatments which potentially affect to limitation of children’s activities. Both activity and rest are highly integrated, and these have mutual influences. In a case of the children’s activity is predisposed, the rest requirement will be also affected. This scientific writing aims to describe the implementation of Dorothea Orem’s Self-Care Theory in nursing care plan, particularly amongst children with problems of activity and sleep deprivation. This paper is also required to obtain competencies of paediatric nursing. The nursing intervention is referred to the main objective in order to develop the independence of self-care patient. The intervention is also implemented by using sleep hygiene theory. Results could be a reference to provide nursing care for children with chronic diseases. Key words: Non communicable disease, children, activity intolerance and sleep disturbance, self-care Orem theory
ix Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.............................................. LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME................................. KATA PENGANTAR....................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................ ABSTRAK........................................................................................................ DAFTAR ISI..................................................................................................... DAFTAR SKEMA............................................................................................ DAFTAR TABEL............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
ii iii iv v vi viii ix xi xii xiii xiv
1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang................................................................................... 1.2 Tujuan Penelitian................................................................................ 1.3 Sistematika Penelitian........................................................................
1 1 8 9
2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA PRAKTIK RESIDENSI 2.1 Gambaran Kasus................................................................................. 2.2 Tinjauan Teoritis................................................................................ 2.3 Integrasi Model self-care Orem dan Konsep Keperawatan dalam Proses keperawatan........................................................................... 2.4 Aplikasi Model self-care Orem pada Kasus Terpilih........................
10
3
PENCAPAIAN KOMPETENSI 3.1 Target Kompetensi sesuai Area Peminatan........................................ 3.2 Peran Ners Spesialis Keperawatan Anak...........................................
66 67 70
4
PEMBAHASAN 4.1 Penerapan Model self-care Orem dalam Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Aktivitas dan Istirahat.................................. 4.2 Pencapaian Kompetensi dalam Praktik Residensi Keperwatan Anak
75 75
SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan............................................................................................. 4.2 Saran...................................................................................................
87 87 88
5
Daftar Pustaka LAMPIRAN
xi Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
10 26 31 38
83
DAFTAR SKEMA
Halaman Skema 2.1 Basic Nursing System ................................................................... 34 Skema 3.1 Integrasi SCDNT dalam Proses Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Aktivitas dan Istirahat .................................. 37
xii Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8
Diagnostic Operations Berdasarkan Data Pasien 1........................................................ Diagnostic Operations Berdasarkan Data Pasien 2........................................................ Diagnostic Operations Berdasarkan Data Pasien 3........................................................ Diagnostic Operations Berdasarkan Data Pasien 4........................................................ Diagnostic Operations Berdasarkan Data Pasien 5........................................................ Diagnostic Operations Berdasarkan Data Kasus Terpilih.............................................. Prescriptive Operations................................................................................................ Implementasi dan Evaluasi Kasus Terpilih.....................................................................
xiii Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
12 15 18 21 24 43 44 48
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4
Format Pengkajian Keperawatan Anak dengan Pendekatan Model Self-Care Kontrak Belajar Residensi I dan II Laporan Hasil Proyek Inovasi Biodata Penulis
xiv Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit non infeksi (Non Communicable Disease) merupakan penyakit yang tidak bisa ditularkan dari satu orang ke orang yang lain. Penyakit ini umumnya memiliki durasi perjalanan penyakit yang panjang dan umumnya memperlambat tumbuh kembang seorang anak. Penyakit non infeksi merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh wilayah di dunia kecuali Afrika. Penyakit ini menimbulkan kematian lebih dari 36 juta orang setiap tahun, 29 juta orangorang yang mengalami penyakit non infeksi berasal dari negara dengan tingkat perekonomian rendah dan tingkat perekonomian menengah (WHO, 2013).
Seluruh kelompok usia mulai dari anak-anak, orang dewasa, dan lansia sangat rentan terhadap faktor-faktor risiko yang berkontribusi terhadap kejadian penyakit non infeksi, baik karena pola makan yang tidak sehat, kegiatan fisik yang tidak aktif, terpapar asap tembakau atau terkena dampak negatif akibat konsumsi alkohol. Penyakit non infeksi ini juga dipengaruhi oleh proses urbanisasi dan globalisasi. Sebagai contoh, akibat proses globalisasi gaya hidup seseorang menjadi tidak sehat seperti kebiasaan makan makanan junkfood yaitu makanan yang kurang berserat dan tidak sehat, minuman bersoda dan mengandung bahan pengawet, hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kandung zat karsinogenik dalam tubuh, peningkatan tekanan darah, peningkatan glukosa darah, peningkatan kolesterol, peningkatan lemak darah dan kejadian obesitas (WHO, 2013).
Selain perilaku dan gaya hidup yang tidak sehat, terdapat beberapa fakor yang dapat menjadi predisposisi penyakit non infeksi pada anak-anak dan remaja. Seperti paparan tembakau dan konsumsi alkohol pada ibu yang sedang hamil, diabetes pada ibu yang sedang hamil, kelahiran bayi prematur, kejadian berat badan lahir rendah, kekurangan zat gizi pada anak.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
2
Penyakit non infeksi yang sering terjadi pada anak-anak diantaranya adalah penyakit kronis seperti thalasemia, hemophilia, kanker, diabetes mellitus penyakit jantung kongenital, gagal ginjal kronis, dan asma. Penyakit non infeksi pada anak seringkali membutuhkan perawatan jangka panjang (long term care) yang berdampak pada keterbatasan aktivitasnya, (WHO, 2013).
Aktivitas didefinisikan sebagai aksi yang membutuhkan energi untuk melakukan pergerakan agar seseorang dapat mencapai suatu kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut Potter, Perry, Ross-Kerr, Wood. Astle, dan Duggleby (2014), aktivitas adalah suatu rangkaian kerja dari sistem persyarafan dan muskuloskletal, dimana seseorang dapat dinilai pada rentang sehat apabila ia mempunyai kemampuan dalam melakukan aktivitasnya.
Kondisi anak dengan penyakit kronis seringkali menimbulkan keterbatasan pada aktivitasnya pada usia kurang dari 12 tahun (National Health Interview Survey, 2012). Apabila keterbatasan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka anak akan menjadi tidak mampu melakukan kebutuhan kesehariannya seperti mandi, makan, berpakaian, berjalan, selain itu juga akan menimbulkan keterbatasan aktivitas yang bersifat instrumental seperti mengerjakan pekerjaan di rumah, berbelanja dan menghidangkan makanan ( Adam, Kirzinger, & Martinez, 2013).
Keadaan sakit dan dirawat merupakan kondisi yang tidak menyenangkan anak karena dapat mempengaruhi tumbuh kembang. Respon yang ditimbulkan dari kondisi sakit atau dirawat berbeda-beda dan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis kelamin, umur, pola asuh, sosial ekonomi, support system dan pengalaman sakit anak sebelumnya (Hockenberry & Wilson, 2007), selain itu penggunaan obat-obatan jangka panjang seperti kortikosteroid, glukokortikoid dan kemoterapi juga dapat menimbulkan gangguan yang dapat menurunkan sekresi hormon pertumbuhan dan menghambat tercapainya masa puncak pertumbuhan tulang (Turkel & Pao, 2007).
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
3
Pada pasien-pasien dengan kondisi yang mengalami keterbatasan aktivitas dan tidak mampu mempertahankan energi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan suatu keadaan kelelahan umum/fatigue (Johson, 2010). Fatigue merupakan suatu kondisi yang dimana anak merasa fisiknya sangat lemah yang dapat mempengaruhi aktivitas harian mereka baik fisik maupun psikososial seperti perubahan rutinitas harian , sekolah dan penampilan (Chiang, Wang, & Yang, 2009).
Selain itu fatigue pada kondisi penyakit kronis dapat juga
disebabkan dari pengobatan kemoterapi yang berkepanjangan, anemia, asupan nutrisi yang tidak adekuat, gangguan aktivitas fisik seperti adanya rasa nyeri, sesak nafas, gangguan tidur dan distres emosional (Kangas, Bovbjerg, & Montgomery, 2008). Gangguan tidur merupakan salah satu gejala dari fatigue. Hasil penelitian Mulrooney, Ness, Neglia, et al (2008) ditemukan 16,7% anak yang menderita kanker terganggu tidurnya. Rawat inap dan prosedur kemoterapi di rumah sakit juga berperan sebagai penyebab gangguan tidur yaitu meliputi penundaan memulai tidur dan terganggunya kedalaman tidur (Hockenberry & Hooke, 2007). Agen primer kemoterapi seperti prednison dan deksametason memiliki efek samping insomnia yang bisa menimbulkan perasaan lapar sehingga mengakibatkan anak terbangun pada malam hari dan dapat berpengaruh pada tahapan tidur.
Berdasarkan pengkajian yang residen temukan selama praktik residensi banyak anak yang tergangu tidurnya dikarenakan kondisi lingkungan yang kurang kondusif seperti suara obrolan antar keluarga pasien yang terlalu kuat, suara pintu yang terlalu berisik, suara televisi yang besar dan pemberian tindakan medis atau keperawatan di saat jam tidur anak, sehingga kondisi ini berkontribusi terhadap terganggunya istirahat dan tidur anak. Tidur merupakan bagian penting bagi anak selama menjalani pengobatan karena dengan tidur yang cukup dapat memfasilitasi aktivitas imun dalam memperbaiki jaringan yang rusak (Walker, et al., 2011). Masalah tidur pada anak tentunya memerlukan penanganan, identifikasi faktor resiko penting dilakukan untuk menentukan
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
4
intervensi yang tepat untuk mengatasi gangguan tidur sebelum menjadi masalah kronis, sehingga kualitas hidup pasien dapat diperbaiki.
Gangguan
tidur
(sleep
disorder/disturbance)
adalah
gangguan
yang
mengakibatkan tidur menjadi terganggu meliputi ketidakmampuan untuk tidur, ketidakmmapuan untuk kembali tidur setelah terbangun dan sering terbangun pada malam hari (Bruni & Noveli, 2010). Faktor yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas tidur anak yang dirawat di rumah sakit seperti karakteristik penyakit, faktor perawatan, karakteristik lingkungan dan perubahan tingkat aktivitas pada pasien (Hinds, Hockenberry, Rai, Zhang, Razzouk & MCCarthy, Cremer & Rodriquez, 2007).
Kumpulan energi dapat diperoleh saat anak tercukupi kebutuhan tidurnya, tidur yang baik adalah tidur yang memenuhi aspek kuantitas dan kualiitas. Kuantitas tidur adalah jumlah jam tidur yang dibutuhkan anak sesuai
dengan usia
sedangkan kualitas tidur adalah kepuasan seseorang dari pengalaman tidurnya yang dibuktikan dengan perasaan segar ketika bangun dari tidur. Anak dengan penyakit kronis sering mengalami gangguan tidur sehingga kuantitas dan kualitas tidur tidak terpenuhi aktifitasnya ( Carney, 2005).
Aktivitas dan istirahat tidur adalah suatu kebutuhan yang terintegrasi, keduanya mempunyai
pengaruh satu sama lain. Apabila kebutuhan aktivitas anak
terganggu maka kebutuhan istirahat tidur pun menjadi terganggu, sebaliknya jika anak mengalami masalah pada kebutuhan istirahat tidurnya maka dapat menimbulkan keadaan kelelahan/fatigue yang berakibat aktivitas anakpun menjadi terganggu. Menurut Allison (2007) apabila individu mengalami keterbatasan dalam menyeimbangkan antara aktivitas dan istirahat maka individu tersebut dapat mengalami kehilangan kemampuan dalam meningkatkan status kesehatannya.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
5
Masalah aktivitas dan istirahat pada pasien dengan penyakit kronis ini perlu mendapat perhatian
dari perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Perawat spesialis anak memiliki peran dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung pada anak dengan penyakit kronis yang mengalami masalah aktivitas dan istirahat. Perawat dapat berperan sebagai edukator, advokat bagi pasien dan keluarga, kolaborator dengan profesi lain, peneliti dan inovator dalam pengembangan ilmu keperawatan. Peran sebagai inovator yang dilakukan oleh residen adalah memberikan intervensi keperawatan berdasarkan evidence based nursing berupa penerapan sleep hygiene yang baik pada anak, selain itu dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat spesialis juga berperan untuk meningkatkan keterlibatan keluarga dengan pendekatan family center care.
Salah satu bentuk pelayanan yang ada di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan, dimana pelayanan keperawatan tersebut merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan untuk individu, keluarga, kelompok atau masyarakat baik sehat maupun sakit (UU No.38 Tahun 2014). Pelayanan keperawatan yang berkualitas didukung oleh pengembangan teori dan teori konseptual keperawatan. Penerapan teori keperawatan dalam pelaksanaan
asuhan
keperawatan
dapat
meningkatkan
kualitas
asuhan
keperawatan itu sendiri. Salah satu teori yang dapat diterapkan pada kondisi anak dengan penyakit kronis dengan masalah kebutuhan aktivitas dan istirahat adalah teori Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) yang dikembangkan oleh Dorothea E. Orem (Tomey & Alligood, 2014).
Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) adalah salah satu teori keperawatan yang menyatukan antara kebutuhan aktivitas dan kebutuhan istirahat menjadi satu kebutuhan yang penting untuk dipenuhi pada anak dengan berbagai kondisi penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit kronis. Orem mengembangkan teori ini sejak tahun 1956 berdasarkan filosofi bahwa pasien mempunyai kemauan untuk mampu melakukan perawatan terhadap dirinya sendiri, teori ini
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
6
memandang setiap manusia memiliki kemampuan untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya secara mandiri, namun pada situasi dan kondisi tertentu seperti pada saat sakit kemampuan tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik (Orem, 2001; Tomey & Alligood, 2014).
Orem menamakan teori keperawatan SCDNT sebagai teori yang umum yang dibentuk dari 3 teori yang saling berhubungan yaitu teori self care, teori self care dificit, dan teori nursing system (Tomey & Alligood, 2006). Teori self care menggambarkan mengapa dan bagaimana manusia merawat diri mereka serta bagaimana keperawatan dibutuhkan untuk membantu dalam melakukan self care kepada pasien yang memiliki keterbatasan baik pada pasien dewasa maupun anak-anak. Teori self care terdiri dari self-care, self care agency, therapeutic self -care demands dan self-care requisites yang didalamnya meliputi pemeliharan aktivitas dan istirahat (Alligood, 2010).
Menurut Orem perawatan diri dapat mengalami gangguan atau hambatan bila individu sakit atau merasa
kelelahan sehingga sangat dibutuhkan sistem
keperawatan yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan aktivitas dan istirahat, perawat dapat berperan dalam tiga tingkatan sistem keperawatan yaitu bantuan keperawatan secara penuh, sebagian atau sistem berupa dukungan dan edukasi sehingga sistem keperawatan dapat berjalan dengan optimal.
Kemandirian pasien atau dikenal dengan istilah self-care pada teori keperawatan Orem, merupakan salah satu unsur yang dapat dijadikan tolak ukur untuk melihat kemampuan pasien dan keluarga pasien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya selama anak menderita penyakit non infeksi yang notabene merupakan penyakit dengan kebutuhan longterm care. Teori self-care juga merupakan suatu pendekatan
yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk meningkatkan
kemampuan pasien dalam merawat dirinya sendiri dan bukan menempatkan pasien pada posisi bergantung, karena self-care merupakan perilaku yang dapat dipelajari atau didapatkan dari proses belajar (Aggleton & Chalmers, 2000).
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
7
Menurut Orem (2001) menjelaskan bahwa SCDNT berfokus pada pemeliharaan dan peningkatan status kesehatan melalui aktivitas sehari-hari, apabila kebutuhan aktivitas menjadi terganggu maka pencapaian status kesehatan seseorang menjadi terhambat atau terbatas. Keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas dapat terjadi dikarenakan adanya masalah ataupun gangguan pada sistem tubuh seseorang yang bisa bersifat sementara atau menetap yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan perawatan diri.
Beberapa penelitian menunjukkan anak dengan penyakit kronis yang yang mengalami gangguan pada aktivitas dan istirahatnya cenderung memiliki kesulitan dalam memenuhi perawatan dirinya, namun
menurut Tomey dan
Alligood (2010) SCDNT merupakan salah satu teori yang dapat membantu anak dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahatnya. Moore dan Mosher (1998) menyatakan bahwa anak yang sudah lama mengalami penyakit kanker cenderung sudah beradaptasi dalam aktivitasnya sehingga sudah menjadi lebih mampu merawat dirinya, selain itu hasil penelitian dari Hemati, Mosaviasl, Abasi, Ghazavi dan Kiani (2015) juga mengatakan bahwa model self-care Orem direkomendasikan sebagai intervensi keperawatan untuk remaja dengan penyakit kronis asma karena terbukti mampu mengatasi gangguan psikologis, mental dan keterbatasan fisik pada remaja.
Orem dalam teorinya menjelaskan bahwa perawatan diri merupakan bentuk respon
nyata
individu
untuk
berperan
aktif
dalam
memelihara
dan
mempertahankan status kesehatannya. Jika seorang individu tersebut ingin mencapai suatu keberhasilan maka dia harus berpartisipasi untuk merawat dirinya sendiri, akan tetapi jika individu yang sedang mengalami penurunan status kesehatan dan berlangsung terus menerus maka dapat menimbulkan masalah penyakit yang lain (komplikasi), penurunan kualitas hidup dan tingginya biaya perawatan (Lee, Lin & Tsai, 2008).
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
8
Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri anak yang sedang mengalami keterbatasan untuk mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal, jika anak sedang mengalami gangguan pada kebutuhan aktivitas dan istirahatnya maka perawat
dapat
melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri tersebut. Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dapat menjadi acuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kronis yang mengalami masalah pada aktivitas dan istirahat. Sebagai bentuk aplikasi teori orem, penulis menggunakan model konsep dan teori self care dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kronis.
1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Memberikan gambaran penerapan Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT)
dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kronis yang mengalami masalah pada kebutuhan aktivitas dan istirahat di Ruang Perawatan Anak. 1.2.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah akhir ini adalah sebagai berikut: a. Memberikan
gambaran
tentang
praktik
residensi
dan
pencapaian
kompetensi dalam praktik residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak b.Memberikan gambaran pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kronis yang mengalami masalah pada kebutuhan aktivitas dan istirahat. c. Menganalisis penerapan Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kronis yang mengalami masalah pada kebutuhan aktivitas dan istirahat
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
9
1.3 Sistematika penulisan Karya Ilmiah Akhir ini terdiri atas lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: a. Bab 1 berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan b. Bab 2 berisi aplikasi teori keperawatan pada asuhan keperawatan yang meliputi gambaran kasus yang dikelola residen selama praktik secara singkat, tinjauan teoritis, integrasi teori dan konsep keperawatan dalam proses keperawatan, dan aplikasi Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) pada kasus terpilih. c. Bab 3 berisi tentang pencapaian kompetensi Ners spesialis Keperawatan Anak selama praktek residensi d. Bab 4 berisi pembahasan yang meliputi penerapan teori keperawatan dalam asuhan keperawatan serta pembahasan praktek spesialis keperawatan anak dalam pencapaian kompetensi e. Bab 5 berisi kesimpulan dan saran tentang pelaksanaan residensi secara keseluruhan.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
10
BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
2.1
Gambaran Kasus Kasus yang digambarkan dalam karya ilmiah ini sebanyak 5 kasus kelolaan pada anak dengan masalah atau gangguan kebutuhan aktivitas dan istirahat di ruang perawatan non infeksi gedung A lantai 1 RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta dan RSAB Harapan Kita Jakarta. Kelima kasus akan dipaparkan secara ringkas sebagai berikut:
2.1.1
Kasus 1 An. N, perempuan, usia 14 tahun, dirawat di ruang non infeksi RSCM sejak tanggal 14 Maret 2016 dengan diagnosis medis decompensasi cordis NYHA II-III dan demam rematik. Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan utama sesak nafas yang bertambah berat terutama saat beraktivitas. Keluhan dirasakan sejak 2 bulan SMRS, sebelumnya pasien sudah pernah dibawa ke salah satu
rumah sakit di Medan, disana dikatakan bahwa pasien ada
kerusakan katup jantung dengan kesimpulan hasil rontgennya saat itu adalah penyakit jantung rematik dan kerusakan katup. Pasien akhirnya dirujuk ke RSCM dan dilakukan pemeriksaan echocardiografi dengan kesan: Decomp cordis NYHA II dan blok anteroseptal e.c gangguan katup. Riwayat penyakit sebelumnya pasien sudah 2 x mendapat injeksi BPG (Penisilin G Benzatin) 1,2 jt IU, ada bengkak di kedua tungkai terutama saat pasien berbaring, sering mengalami demam berulang (fluktuatif), tiap demam berlangsung 2-3 minggu, keluhan seperti ini terus berulang hingga 1 bulan SMRS.
Saat dilakukan pengkajian tanggal 16 Maret 2016 pasien mengatakan dada sebelah kirinya terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk, terasa sesak dan mudah lelah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tingkat kesadaran compos mentis, Pengkajian nyeri: P: posisi nyeri di dada sebelah kiri, Q: Rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: Nyeri tidak menjalar, S: Skala nyeri 4, T: kadang hilang timbul dengan perubahan posisi. Klien menggunakan alat bantu pernafasan
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
11
O2 nasal kanul 2 liter permenit, batuk (+), terdengar murmur ejaksi sistolik di apek gr III/b, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, (Capillary refill Time) CRT < 2 detik, mobilitas dan perawatan diri pasien dilakukan di atas tempat tidur, karena pasien harus bedrest. Tingkat ketergantungan pasien Whooly compensantory Nursing system. Activity Daily Living (ADL) dibantu orang tua, terdapat pitting edema (+) di ekstremitas bawah, rentang gerak sendi kepala, siku, pergelangan tangan normal, kekuatan dan tonus otot ekstremitas atas 5 | 5, ekstremitas bawah 5 | 5, pasien sering terbangun lebih dari 3 x setiap malam dan sulit untuk tertidur kembali, tidur kurang dari 8 jam, pasien terlihat lelah, mata cekung. Berat Badan (BB): 35 kg, Tinggi Badan (TB): 153 cm, Status gizi: BB/ TB%: 92% ( gizi baik). Tekanan Darah (TD): 97/52 mmHg, Nadi (N): 116x/menit, Suhu (S): 36,5°c, Respiration Rate (RR): 40x/menit, SPO2 98%, Capillary refill Time) CRT < 2 detik, telapak tangan terlihat pucat. Dari hasil anamnesa dengan keluarga didapatkan data bahwa pasien sudah 4 hari tidak mandi dan cuci rambut. Hasil laboratorium Hb : 10,1 g/dl, HT 35,0%, leukosit 6.130/mL, trombosit 417.000/mL, albumin 2,25 g/, hasil pemeriksaan EKG tanggal 17 Maret 2016, kesannya Bioca anteroseptal e.c gangguan katup. Pasien mendapat terapi Diet MB 2000 kKal, furosemid 2 x 20 mg, spirorolacton 1 x 25 mg, captopril 2 x 12,5 mg, carvedilol 2 x 5 mg, prednison 4 x 16,5 mg, ranitidine 2 x 50 mg.
Diagnostic Operations yang ditegakkan pada An. N adalah 1) Penurunan curah jantung, 2) Ketidakefektifan pola nafas, 3) Nyeri Akut, 4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, 5) Intoleransi aktivitas, 6) Gangguan pola tidur , 7) Gangguan proses keluarga dan 8) Defisit perawatan diri
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
12
Tabel 2.1 Diagnostic Operations berdasarkan Data Pasien 1 No
1
2
3 4
5
6 7
8
Diagnostic Operations (Diagnosis keperawatan) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial Ketidakefektifan pola nafas berhubungandengan hiperventilasi Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera biologis Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan energi dengan suplai O2 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri Gangguan proses keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri
Tanggal identifikasi
Tanggal Teratasi
16 Maret 2016
-
Tanggal Teratasi sebagian 23 Maret 2016
16 Maret 2016
-
23 Maret 2016
16 Maret 2016
-
23 Maret 2016
16 Maret 2016
-
22 maret 206
16 Maret 2016
-
22 maret 2016
16 Maret 2016
20 Maret 2016
16 Maret 2016
18 Maret 2016
-
16 Maret 2016
-
22 Maret 2016
Regulatory Operations yang sudah dilakukan adalah memberikan posisi semifowler, memberikan terapi oksigen nasal kanul 2 liter permenit, mengajarkan pasien teknik relaksasi (nafas dalam), menganjurkan keluarga untuk memberikan pasien makan dengan porsi kecil tapi sering, menganjurkan pasien untuk bedrest dan tidak melakukan aktivitas turun naik tempat tidur, membantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi, membantu pasien dalam pemenuhan ADL, mandi dengan cara di lap di atas tempat tidur, membantu dan mengajarkan pasien secara bertahap cara melakukan aktivitas di tempat tidur seperti menggosok gigi, menyisir rambut dan mengganti pakaian, menerapkan sleep hygiene pada pasien dan keluarga: modifikasi lingkungan, mengatur pola tidur pasien untuk tertidur dan bangun di jam yang sama, menganjurkan anak untuk meminimalkan penggunaan games, menganjurkan pasien untuk menghindari minuman atau makanan yang mengandung kafein, mengajarkan nafas dalam ketika nyeri.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
13
Control Evaluations selama 6 hari perawatan pasien mengatakan sesak berkurang, nyeri berkurang skala nyeri menurun dari skala 6 menjadi 3, nyeri hilang timbul, tidak menjalar, tekanan darah dalam batas normal anak tampak lebih santai dan mau mengobrol dengan perawat, anak mampu menyuap makanan sendiri dengan posisi semifowler, kekutan otot ekstremitas kanan 5| 5, ekstremitas kiri 5| 5, anak mampu melakukan ADL di atas tempat tidur (menggosok gigi, menyisir rambut, melepas pakaian, memasang pakaian kembali), untuk aktivitas makan: pasien dapat menyuap makanan sendiri setelah tempat makan didekatkan ke pasien, BAK, BAB, membersihkan badan (mandi) masih dibantu orang tua dan perawat, tidak ada tanda-tanda hipoksia dan sianosis, Pasien juga dapat tidur lebih berkualitas , tidak terbangun lebih dari 2 x ketika tidur malam, durasi tidur lebih kurang 8 jam, wajah terlihat lebih segar, TD 98/59 mmHg, Nadi: 120x/menit, Pernafasan: 24 x/menit, Suhu: 37°C. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa intoleransi aktivitas teratasi sebagian, pasien mulai mampu melakukan aktivitas ringan, pasien mengatakan apabila aktivitas terlalu banyak pasien mengeluh kelelahan, untuk gangguan pola istirahat dan tidur sudah teratasi. Evaluasi untuk nursing system design yang semula wholly compensantory nursing system mengalami perubahan menjadi partly compensantory nursing system, anak mulai melakukan aktivitas dengan pengawasan orang tua dan perawat.
2.1.2
Kasus 2 An. I.F, usia 14 tahun, Pasien datang ke rumah sakit tgl 26 Maret 2016 dirawat di ruang Gambir (Ruang Infeksi) dengan keluhan demam yang lama (prolong fever), suhu tubuh naik turun sejak 3 minggu yang lalu, nyeri tulang kaki (+). Riwayat sebelumnya pasien pernah berobat ke RS Sumber Waras tetapi tidak ada perubahan, tampak perut mulai membesar sejak 2 minggu SMRS, BAB sulit, BAK kadang-kadang mengedan, di RS. Sumber Waras dikatakan ada tumor. Pasien mengeluh nyeri pada perut sebelah kiri. abdomen teraba distensi, bising usus normal, hasil USG menunjukkan ada massa + 20x10 cm, ada nyeri tekan pada sisi kiri abdomen. Pada saat masuk Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
14
rumah sakit pasien terdiagnosis bisitopenia e.c tsk keganasan dan massa intra abdomen. Pada tanggal 31 Maret 2016 pasien dipindahkan ke ruang Anggrek (Ruang non infeksi).
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 4 April 2016 ibu mengatakan anaknya demam naik turun, nyeri pada abdomen dan kedua tungkai kaki, Pengkajian Nyeri: P: Posisi nyeri pada abdomen dan kedua tungkai kaki, Q: Rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: Nyeri tidak menjalar, S: Skala nyeri 6, T: nyeri cenderung menetap. Mobilitas dan perawatan diri pasien dilakukan di atas tempat tidur. Tingkat ketergantungan pasien partial compensantory. Activity Daily Living (ADL) dibantu orang tua, terdapat pitting edema (+) di ekstremitas bawah, rentang gerak sendi kepala, siku, pergelangan tangan normal, kekuatan dan tonus otot ekstremitas atas 5 | 3, ekstremitas bawah 5 | 1, pasien sering terbangun lebih dari 4x setiap malam dan sulit untuk tertidur kembali, tidur kurang dari 8 jam, pasien terlihat fatigue, mata cekung. Berat Badan (BB): 33 kg, Tinggi Badan (TB): 146 cm, status gizi: BB/TB%= 97% (gizi baik). Tekanan Darah (TD): 100/70 mmHg, Nadi (N): 130x/menit, Suhu (S): 38,1°c, Respiration Rate (RR): 22x/menit, Capillary refill Time) CRT < 2 detik, telapak tangan terlihat pucat, pasien sudah mendapat transfusi PRC 2x400 ml, pasien terpasang Dower Catheter (DC), produksi urin sampai dengan jam 14.00: 400 cc, Diuresis 400:6:33 = 2,02 ml/kgBB/jam, terpasang Intra Venous Fluid Drug (IVFD) Kaen 3A 15 tetes permenit, BAB sedikit cair, ada ampas > 3 x, pasien sudah dilakukan pemeriksaan gambaran darah tepi tanggal 29 Maret 2016, kesannya Leukositosis dengan bisitopenia dengan dominasi blast, kemungkinan kearah keganasan, pasien disarankan untuk dilakukan pemeriksaan imunopenotyping.
Dari hasil pemeriksaan
imunopenotyping pasien
terdiagnosis Acute Myelogenous Leukemia (AML) M4. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 30 Maret 2016: Hb 6,9 g/dl, Hematokrit 21,0%, trombosit 23.000 rb/uL, lekosit 40.480 rb/uL, basofil 0,4%, Eosinofil 0,0%, Netrofil batang 0,0%, netrofil segmen 38,5%, limfosit 17,5%, monosit 43,6%, Pasien mendapat terapi Diet ML 3 x, vancomicin 3 x 500 mg,
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
15
sanmol 3 x 250 mg, Vit E 1x1 tablet, Dioktahedral smektit 3x1, ondansentron 2 x 3 mg, PRC 400 ml, kemoterapi Daunorubicin 57,5 mg, Citarabin 100 mg, MTX IT 12 mg, Ara C 40 mg.
Diagnostic Operations yang ditegakkan pada An. I.F adalah 1) Nyeri akut, 2) Risiko cedera 3) Hipertermia, 4) Hambatan mobilitas fisik, 5) Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, 6) Risiko Perluasan Infeksi, 7) Gangguan pola tidur dan 8) Gangguan proses keluarga.
Tabel 2.2 Diagnostic Operations berdasarkan Data Pasien 2 No
1
2 3
4
5
6 7
8
Diagnostic Operations (Diagnosis keperawatan)
Tanggal identifikasi
Tanggal Teratasi
Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis terhadap kanker Risiko cedera berhubungan dengan trombositopenia Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri pada ekstremitas
4 April 2016
-
Tanggal Teratasi sebagian 12 April 2016
4 April 2016
-
-
4 April 2016
8 April 2016
4 April 2016
-
12 April 2016
Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri Gangguan proses keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak Risiko (perluasan) infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahan primer dan sekunder
4 April 2016
-
12 April 2016
4 April 2016
-
11 april 2016
4 April 2016
6 april 2016
-
4 April 2016
-
-
Regulatory Operations yang sudah dilakukan adalah berkolaborasi dalam pemberian Trombosit (TC) dan Pack Red Cell (PRC) memberikan posisi yang nyaman, menganjurkan pasien dan keluarga untuk melaporkan jika perdarahan kulit bertambah banyak, memantau nilai trombosit, mengajarkan ibu untuk memberikan pakaian yang tipis,
mengajarkan pasien teknik Universitas Indonesia
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
16
relaksasi (nafas dalam), mengajarkan keluarga untuk memberi sentuhan pada daerah yang sakit, mengajarkan keluarga untuk melakukan teknik distraksi (pengalihan)
seperti mengobrol, menganjurkan keluarga untuk
memberikan pasien makan dengan porsi kecil tapi sering, menganjurkan keluarga untuk dapat memberikan makanan cemilan, mengajarkan pasien untuk mobilisasi di atas tempat tidur seperti miring kanan-miring kiri, membantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi, membantu dan mengajarkan pasien secara bertahap cara melakukan aktivitas di tempat tidur seperti menggosok gigi, menyisir rambut dan mengganti pakaian, menganjurkan keluarga untuk memenuhi perawatan diri pasien seperti memotong kuku, menerapakan sleep hygiene pada pasien dan keluarga: modifikasi lingkungan, mengatur pola tidur pasien untuk tertidur dan bangun di jam yang sama, menganjurkan anak untuk meminimalkan pe nggunaan games, menganjurkan pasien untuk menghindari minuman atau makanan yang mengandung kafein, menganjurkan keluarga untuk tidak meletakkan barang-barang yang dapat mengganggu kenyamanan anak untuk tidur, berkolaborasi dengan rehabilitasi medik untuk melatih kekuatan otot dan mencegah kontraktur.
Control Evaluations selama 7 hari perawatan skala nyeri menurun tapi tidak signifikan dari skala 6 menjadi 4, pasien sudah tidak demam lagi, anak mampu makan menyuap makanan sendiri, kekuatan otot ekstremitas kanan 5|3, ekstremitas kiri 5|3, pasien dapat berubah posisi dari berbaring di tempat tidur ke posisi duduk begitu juga sebaliknya dari posisi duduk ke posisi berbaring dengan bantuan 1 orang, anak mampu melakukan ADL di atas tempat tidur (menggosok gigi, menyisir rambut), melepas pakaian, memasang pakaian kembali masih perlu bantuan orang tua, untuk aktivitas makan dan minum: pasien dapat menyuap makanan sendiri,
BAB,
membersihkan badan (mandi) masih dibantu orang tua dan perawat, jumlah tidur masih kurang dari 8 jam, masih sering terbangun di malam hari, wajah kelihatan tidak segar, TD 90/60 mmHg, Nadi: 120/menit, Pernafasan: 20 x/menit, Suhu: 37,2°c, keluarga sudah dapat menerima keadaan anaknya.,
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
17
tanda-tanda perdarahan di tempat lain tidak ditemukan. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian dan gangguan pola istirahat tidur teratasi. Evaluasi untuk nursing system design yang semula partly compensantory nursing system tidak mengalami perubahan tapi aktivitas dan istirahat anak sudah mengalami kemajuan, anak sudah lebih banyak melakukan ADL sendiri dengan pengawasan orang tua.
2.1.3
Kasus 3 An. R.D, laki-laki usia 10 tahun. Pasien kiriman dari IGD dengan keluhan muntah darah sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit, muntah 2 x, tiap kali muntah sebanyak 20-40 cc darah yang keluar. Keluhan disertai demam, BAB kehitaman, pasien terpasang Nasogastric Tube (NGT) dekompresi, produksi putih kekuningan. Riwayat penyakit sebelumnya lebih kurang 3 minggu yang lalu pasien berobat ke RSCM didapatkan hiperleukositosis, pasien diduga leukemia, lalu dokter menyarankan agar pasien dilakukan BMP tetapi orang tua pasien menolak. Keluhan utama saat ini pasien demam dan mengeluh nyeri pada daerah persendian, badan tampak lemas. Keluarga pasien mengatakan persendian pasien sakit sekitar bulan agustus tahun 2015, sudah berobat di RS tanggerang dan berobat alternatif tetapi tidak ada perubahan.
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 3 Maret 2016 P: pasien mengeluh nyeri pada ekstremitas bawah, Q: Rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: Nyeri tidak menjalar, S: Skala nyeri 6, T: nyeri cenderung menetap. Pasien juga mengeluh demam, akral teraba hangat, mobilitas dan perawatan diri pasien dilakukan di atas tempat tidur. Tingkat ketergantungan pasien partial compensantory. Activity Daily Living (ADL) dibantu orang tua, terdapat pitting edema (+) di ekstremitas bawah, rentang gerak sendi kepala, siku, pergelangan tangan normal, kekuatan dan tonus otot ekstremitas atas 5 | 3, ekstremitas bawah 5 | 3, pasien sering terbangun lebih dari 3x setiap malam dan sulit untuk tertidur kembali, tidur kurang dari 8 jam, pasien terlihat fatigue, mata cekung. Berat Badan (BB): 24 kg, Tinggi Badan (TB): 135
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
18
cm, Status Gizi: BB/TB%: 96% ( Gizi baik). Tekanan Darah (TD): 96/58 mmHg, Nadi (N): 115x/menit, Suhu (S): 38,5°c, Respiration Rate (RR): 20x/menit, Capillary refill Time) CRT < 2 detik, telapak tangan terlihat pucat, terpasang Intra Venous Fluid Drug (IVFD) Kaen I B + Bicnat (25 ml) 99 ml/jam, Saat ini pasien sudah dilakukan tindakan BMP hari I, dan sudah mendapatkan TC 3x240 ml dan PC 2x120 ml. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 1 Maret 2016 Hb 5,6 g/dl, Hematokrit 16,8%, trombosit 48.000 rb/uL, lekosit 117.500 rb/uL, basofil 0,0%, Eosinofil 0,0%, Netrofil batang 1,0%, netrofil segmen 38,5%, limfosit 5,0%, monosit 0,0%, albumin 3,53 g/dl, pemeriksaan elektrolit natrium 32 mEq/l, kalium 2,7 mEq/l, chlorida 90,7 mEq/L. Pasien mendapatkan therapi Ceftazidine 4 x 1 gram, paracetamol 3 x 250 mg , morphin 1 x 5 mg (K/P), allopurinol 3 x 80 mg.
Diagnostic Operations yang ditegakkan pada An. R.D adalah 1) risiko cidera, 2) Nyeri akut, 3) Hipertermia, 4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, 5) hambatan mobilitas fisik, 6) Gangguan pola tidur, 7) Gangguan proses keluarga dan 8) Risiko infeksi. Tabel 2.3 Diagnostic Operations berdasarkan Data Pasien 3 No
1 2 3
4
5 6
Diagnostic Operations (Diagnosis keperawatan) Risiko cedera berhubungan dengan trombositopenia Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan (anorexia Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri pada ekstremitas bawah Gangguan pola tidur b.d nyeri pada ekstremitas
Tanggal identifikasi
Tanggal Teratasi
3 Maret 2016
Tanggal Teratasi sebagian -
-
3 Maret 2016
7 maret 2016
3 Maret 2016
5 maret 2016
-
3 Maret 2016
-
8 Maret 2016
3 Maret 2016
9 Maret 2016
-
3 Maret 2016
9 Maret 2016
-
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
19
No
7
8
Diagnostic Operations (Diagnosis keperawatan) Gangguam proses keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak Risiko (perluasan) infeksi b.d tidak adekuat pertahan primer dan sekunder
Tanggal identifikasi
Tanggal Teratasi
3 Maret 2016
7 Maret 2016
Tanggal Teratasi sebagian -
3 Maret 2016
9 Maret 2016
-
Regulatory Operations yang sudah dilakukan adalah latihan ambulasi antara lain menganjurkan pasien dan keluarga untuk tidak membatasi gerak, membantu pasien berubah posisi, memotivasi pasien untuk belajar berubah posisi, miring kiri-miring kanan, memastikan tempat tidur dalam posisi rendah, memastikan pengaman tempat tidur terpasang dengan baik, mengajarkan pasien teknik relaksasi (nafas dalam) dan distraksi, mengajarkan keluarga untuk memberi sentuhan pada daerah yang sakit, mengajarkan pasien untuk mobilisasi di atas tempat tidur seperti miring kanan-miring kiri, melakukan sleep hygiene pada pasien dan keluarga: modifikasi lingkungan, mengatur pola tidur pasien untuk tertidur dan bangun di jam yang sama, menganjurkan anak untuk meminimalkan penggunaan games, menganjurkan pasien untuk menghindari minuman atau makanan yang mengandung kafein, berkolaborasi dengan rehabilitasi medik untuk melatih kekuatan otot dan mencegah kontraktur.
Control Evaluation selama 6 hari perawatan (setelah kemoterapi pertama) keluarga minta untuk pulang dulu kondisi pasien mulai membaik, masalah nyeri teratasi sebagian, pasien sudah dapat melakukan mobilisasi bertahap seperti duduk, makan sendiri, BAK dan BAB ke kamar mandi, selain itu pasien juga sudah dapat tidur lebih berkualitas ditandai tidur 8-9 jam, tidak terbangun di malam hari, bangun pagi terlihat lebih segar. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa hambatan mobilitas fisik tertasi sebagian dan gangguan pola istirahat tidur teratasi. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa hambatan mobilitas fisik teratasi dan gangguan pola istirahat tidur teratasi. Evaluasi untuk nursing system design yang semula partly compensantory nursing system mengalami perubahan menjadi suppotive
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
20
educative nursing, pasien diberikan pendidikan kesehatan dan motivasi untuk melakukan perawatan diri secara mandiri.
2.1.4
Kasus 4 An M.A, laki-laki , 15 tahun, pasien rujukan dari RS Cibitung, masuk IGD RSCM dengan keluhan diare terus menerus sejak 3 hari SMRS, BAB cair warna hijau kekuningan, frekuensi 10-15 kali, keluhan disertai demam. Pada hari yang sama pasien kejang dan diberikan fenitoin dan stesolid di IGD, saat itu pasien didiagnosis diare akut dehidrasi ringan-sedang, didapatkan juga spasme, TD 130/80 mm Hg, Nadi: 140 x/menit, pernafasan: 20x/menit, suhu 37°c. Pasien terdiagnosis CKD stage V. Selama perawatan di bangsal pasien mengalami asidosis metabolik berulang.
Selama di ruang perawatan
mendapatkan terapi CaCO3, Calcium glukonas dan Bicnat secara rutin. Keluhan utama saat ini pasien mengeluh nyeri pada daerah pemasangan Cateter Double Lumen (CDL), badan tampak lemas, kulit kering. Menurut ibu ketika anaknya masih SD sering sekali mengkonsumsi minumanminuman gelas seperti teh gelas, jelli drink dan sebagainya, anak juga suka mengkonsumsi chiki-chiki.
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 16 Februari 2016 Pasien bernafas tidak menggunakan alat bantu pernafasan ,suara nafas vesikuler, tidak ada ronchi dan wheezing, tidak ada tarikan dinding dada, frekuensi nafas 20x/menit, N: 101 x/mnt, suhu 36,9°c, TD 120/80 mmHg, posisi pasien fowler, capillary refill time < 2 detik, pemeriksaan jantung S1-S2 tunggal, murmur dan gallop tidak ditemukan, nyeri tekan abdomen tidak ada, tidak ada muntah , terpasang PRC 500 ml, pasien juga terpasang CDL pada femoral dextra. Pasien mengatakan kurang nafsu makan, BB 40 Kg, TB: 140 cm, status gizi pasien: BB/TB%= 90,69% (gizi baik), BAK melalui kateter dan BAB secara normal dilakukan di kamar mandi, menurut ibu pasien minum anaknya kurang, pasien beraktivitas hanya di atas tempat tidur, tampak pitting edema pada kaki, ADL dan aktivitas lainnya dibantu orang tua, tingkat ketergantungan partial compensantory. Kebutuhan
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
21
istirahat dan tidur menurut orang tua pasien berkurang karena pasien mengeluh nyeri pada daerah pasca pemasangan CDL.
Hasil pemeriksaan penunjang: foto thoraks 17 Februari 2016: Kesan: cardiomegali infiltrat parakardial kanan e.c efusi pleura kanan, Hb : 11,0 g/dl, HT 28,8%, leukosit 32.200/mL, trombosit 423.000/mL, albumin 2,25 g/dl. Elektrolit (natrium 143 mmol/l, kalium 4,69 mmol/l, klorida 103 mmol/l). Analisa gas darah: (pH: 7,501, PaO2 101,1, HCO3 27,6 mmol/L, o2 saturasi 99,3%). Ureum 6 mg/dl, kreatinin 6 mg/dl. Therapi yang didapatkan anak M.A adalah Nutrisi adekuat : MB 1500 kKal, peptamen 4 x 100 ml, Atasi infeksi: fluconazole 1 x 75 mg, cefaperazole 2 x 150 mg, Atasi stress ulcer: omeprazole 1 x 40 mg, Suplementasi : kalnic 3 x 10 mg, CaCo3 3 x 100 mg, Bicnat 4 x 3tab, KSR 3 x 1 tab, Atasi hipertensi : Captopril 2 x 6,2 mg, digoxin 2 x 0,25 tab, Atasi batuk/sesak: inhalasi ventolin 2x/hari, HD rutin 2x seminggu.
Diagnostic Operations
yang ditegakkan pada An. M.A
adalah 1)
Kelebihan volme cairan, 2) Nyeri Akut, 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 4) Intoleransi aktivitas, 5) Gangguan proses keluarga 6) Gangguan pola tidur dan 7) Ketidakefektifan perfusi jaringan renal. Tabel 2.4 Diagnostic Operations berdasarkan Data Pasien 4 No
1
2
3
Diagnostic Operations (Diagnosis keperawatan)
Tanggal identifikasi
Tanggal Teratasi
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan retensi cairan isotonik Nyeri berhubungan dengan berhubungan agens cidera akibat luka tindakan pemasangan CDL Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan diet dan penurunan nafsu makan
16 Feb 2016
-
16 Feb 2016
18 Feb 2016
16 Feb 2016
-
Tanggal Teratasi sebagian 21 Feb 2016
-
-
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
22
No
4
4
5
6
7
Diagnostic Operations (Diagnosis keperawatan)
Tanggal identifikasi
Tanggal Teratasi
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan kebutuhan energi dengan suplai O2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan kebutuhan energi dengan suplai O2 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
16 Feb 2016
-
Tanggal Teratasi sebagian 22 Feb 2016
16 Feb 2016
-
22 Feb 2016
16 Feb 2016
-
22 Feb 2016
Gangguam proses keluarga b.d anak yang menderita penyakit kronis Ketidakefektifan perfusi jaringan renal berhubungan dengan hipervolemia
16 Feb 2016
18 Feb 2016
16 Feb 2016
-
-
21 Feb 2016
Regulatory Operations yang sudah dilakukan adalah memberi posisi yang nyaman, mengajarkan nafas dalam, mengkaji alergi terhadap makanan ( pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan), memantau albumin dn hemoglobin, memantau nilai ureum dan kreatinin, memantau nilai AGD (analisa gas darah), berkoordinasi dengan perawat ruangan untuk menimbang berat badan klien setiap hari, mengukur tanda vital sebelum dan sesudah hemodialisis, menganjurkan pasien untuk makan ketika hangat, memberikan terapi oksigen nasal kanul 2 liter permenit, membantu dan mengajarkan pasien secara bertahap cara melakukan aktivitas di tempat tidur, menerapakan sleep hygiene pada pasien dan keluarga: modifikasi lingkungan, mengatur pola tidur pasien untuk tertidur dan bangun di jam yang sama, menganjurkan anak untuk meminimalkan penggunaan games, menganjurkan pasien untuk menghindari minuman atau makanan yang mengandung kafein, memantau sleep diary setiap hari.
Control Evaluations melakukan asuhan keperawatan selama 5 hari, selama perawatan pasien mengatakan tidak merasakan nyeri lagi, pasien sudah tampak rileks, pasien sudah mau mengobrol dengan perawat, intoleransi aktivitas teratasi sebagian, sesak berkurang, pasien sudah bertoleransi
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
23
terhadap aktivitas, durasi tidur siang 1, 5 jam, tidur malam 7 jam, frekuensi bangun dimalam hari kurang dari 2 kali, anak terlihat lebih segar ketika bangun tidur. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa intoleransi aktivitas teratasi sebagian, nyeri sudah hilang tapi pasien masih merasa sesak, gangguan pola istirahat tidur teratasi. Evaluasi untuk nursing system design yang semula partly compensantory nursing system tidak mengalami perubahan tapi aktivita dan istirahat anak sudah mengalami kemajuan, anak sudah mampu melakukan ADL sendiri dengan pengawasan orang tua/perawat.
2.1.5
Kasus 5 An. S.R, Perempuan, usia 12 tahun 5 bulan, Pasien kiriman IGD tanggal 19 April 2016 Jam 06.30 WIB dengan keluhan gusi berdarah sejak 2 hari yang lalu, pasien juga mengatakan BAK berwarna kemerahan sejak kemaren, tidak ada keluhan nyeri saat BAK, tanda-tanda perdarahan di tempat lain juga tidak ditemukan, pasien juga mengeluh badannya demam. Saat dilakukan pengkajian pasien masih demam dengan suhu 38,2°c , pucat, kepala pusing, tampak petekie pada kulit, area sekitar mata tampak kebiruan, masih ada perdarahan gusi dan hematuria (+). Sebelumnya pasien sudah pernah dirawat pada tanggal 5 April 2016 dengan keluhan badan lemas dan pro tranfusi PRC.
Dari pengkajianan fisik tanggal 19 April 2016 didapatkan tingkat kesadaran compos mentis, tidak mengunakan alat bantu pernafasan, ekspansi paru kirikanan baik, bunyi nafas vesikuler pada keduaa lapang paru, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, (Capillary refill Time) CRT < 2 detik, keadaan umum lemah, pasien merasa lelah dan lemas sehingga mobilitas dan perawatan diri pasien sebagian dilakukan di atas tempat tidur. Tingkat ketergantungan pasien partial compensantory. Activity Daily Living (ADL) dibantu orang tua, rentang gerak sendi kepala, siku, pergelangan tangan normal, kekuatan dan tonus otot ekstremitas atas 5 | 5, ekstremitas bawah 5 | 5, pasien sering terbangun lebih dari 2 x setiap malam karena mengeluh
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
24
pusing dan demam, tidur kurang dari 8 jam, pasien terlihat fatigue, mata cekung. Berat Badan (BB): 33 kg, Tinggi Badan (TB): 137 cm, status gizi: BB/TB%: 106% (gizi baik). Tekanan Darah (TD): 90/60 mmHg, Nadi (N): 124x/menit, Suhu (S): 38,2°c, Respiration Rate (RR): 22x/menit, SPO2 98%, Capillary refill Time) CRT < 2 detik, telapak tangan terlihat pucat, pasien terpasang Intra Venous Fluid Drug (IVFD) NaCl 0,9% 6 tetes permenit, AK warna urin kemerahan, output 300 ml, IWL 145, tidak ada nyeri tekan pada daerah supra pubis dan BAB 1 x sehari warna sedikit coklat.
Hasil
laboratorium: hemoglobin 6,9 g/dl, hematokrit 18,8%, trombosit 1000 rb/uL, lekosit 2.540/uL, basofil 0,0, eosinofil 0,0, neutrofil batang 0,0, neutrofil segmen 40,5, limfosit 46,9, monosit 12,2, urinalisa: warna: kemerahan, kejernihan: keruh, pH 6,5, darah samar (+++), lekosit esterase (++). Pasien mendapat terapi Nacl 0,9% 6 tetes/menit, Tromboaferesis 1 x IU, PRC 2 x 300 ml, Paracetamol 3 x 250 mg, Cefotaxim 2 x 1,5 gram, transamin 3 x 25 mg, Diet MB 3 x.
Diagnostic operations yang muncul pada An. S.R adalah 1) Gangguan perfusi jaringan perifer, 2) Risiko cedera, 3) Hipertermia, 4) Intoleransi aktivitas, 5) Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, 6) gangguan pola tidur dan 7) Risiko Infeksi Tabel 2.5 Diagnostic Operations berdasarkan Data Pasien 5 No
1
2 3
4
5
Diagnostic Operations (Diagnosis keperawatan) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen berkurang Risiko cedera berhubungan dengan trombositopenia Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan energi dengan suplai O2 Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan anoreksia
Tanggal identifikasi
Tanggal Teratasi
19 April 2016
-
Tanggal Teratasi sebagian 21 April 2016
19 April 2016
-
21 April 2016
19 April 2016
21 April 2016
-
19 April 2016
-
21 April 2016
19 April 2016
-
21 April 2016
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
25
No
6 7
Diagnostic Operations (Diagnosis keperawatan) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahan primer dan sekunder
Tanggal identifikasi
Tanggal Teratasi
19 April 2016
21 April 2016
19 April 2016
21 April 2016
Tanggal Teratasi sebagian -
Regulatory Operations yang sudah dilakukan adalah berkolaborasi dalam pemberian PRC sebanyak 2 unit, volume 444 ml, TC aferesis sebanyak 5 unit dengan volume 150 ml, memberikan kompres hangat, menganjurkan pasien dan keluarga untuk melaporkan jika perdarahan bertambah banyak, mengajarkan ibu untuk tidak menyelimuti anak ketika suhu badannya tinggi, menganjurkan keluarga untuk memberikan pasien makan dengan porsi kecil tapi sering, menganjurkan keluarga untuk dapat memberikan makanan cemilan, mengajarkan pasien untuk mobilisasi di atas tempat tidur seperti mika-miki, membantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi, membantu dan mengajarkan pasien secara bertahap cara melakukan aktivitas mandiri berjalan ke kamar mandi, menerapkan sleep hygiene: modifikasi lingkungan, mengatur pola tidur pasien untuk tertidur dan bangun di jam yang sama, menganjurkan anak untuk meminimalkan pe nggunaan games, menganjurkan pasien untuk menghindari minuman atau makanan yang mengandung kafein pada pasien dan keluarga.
Control Evaluation setelah dilakukan intervensi selama 3 hari perawatan perdarahan gusi dan hematuria tidak terjadi lagi, petekie dan kebiruan di kulit masih tampak, pusing hilang, suhu tubuh kembali normal, pasien sudah mampu melakukan ADL tanpa bantuan tapi tetap dalam pengawasan, nafsu makan pasien mulai membaik walaupun tidak menghabiskan 1 porsi yang disediakan, pasien sudah mulai dapat tidur di malam hari, durasi tidur lebih kurang 8 jam, dan di siang hari tampak mengobrol dengan kakaknya, tandatanda infeksi tidak ditemukan. TD 90/60 mmHg, Nadi: 120/menit, Pernafasan: 20 x/menit, Suhu: 37,0°c. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian dan gangguan pola istirahat
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
26
tidur teratasi. Evaluasi untuk nursing system design yang semula partly compensantory nursing system mengalami perubahan menjadi supportive educative nursing system
2.2
Tinjauan Teoritis Pada tinjauan teoritis ini akan dipaparkan tentang penyakit non infeksi, kebutuhan aktivitas dan istirahat pada anak dengan penyakit kronis, peran perawat dan gambaran web of causation penyakit pada kasus terpilih.
2.2.1
Penyakit Non Infeksi Istilah lain penyakit non infeksi adalah penyakit tidak menular (Non Communicable disease) atau dikenal sebagai penyakit kronis, penyakit ini umumnya memiliki durasi perjalanan penyakit yang panjang dan progres yang lambat (WHO, 2013). Ada 4 penyakit utama yang sering menimbulkan angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi yaitu penyakit cardiovasculer (seperti serangan jantung dan stroke) , diabetes, kanker dan penyakit pernafasan kronis (seperti Chronic Obstruktive Pulmonary Disease dan asma) (WHO, 2013).
Menurut Maluska (2009) Non Communicable disease adalah suatu kondisi yang diartikan sebagai masalah kesehatan yang memiliki perjalanan panjang yang mengakibatkan terbatasnya aktivitas sehari-hari, kondisi ini biasanya dapat menyebabkan hospitalisasi lebih lama yang berdampak pada penurunan kondisi fisik pasien dan juga dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan emosional mereka. Pada anak yang menderita penyakit non infeksi sering kali mengalami stresor tersendiri ketika harus bolak balik ke rumah sakit. Sakit dan hospitalisasi sering kali menjadi krisis utama bagi anak yang harus dihadapi, biasanya terjadi pada awal usia anak. Hal ini dikarenakan: (1) stress karena lingkungan rumah sakit yang berbeda dengan lingkungan rumah, (2) anak memiliki keterbatasan untuk mekanisme koping dalam menyelesaikan stresor. Yang termasuk stresor utama di rumah sakit adalah:
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
27
kecemasan perpisahan, kehilangan kontrol, kerusakan jasmani dan nyeri (Hockenberry, 2009).
2.2.2
Kebutuhan aktivitas dan istirahat Kebutuhan aktivitas merupakan salah satu kebutuhan dasar dimana kebutuhan ini diatur oleh beberapa sistem atau organ tubuh yaitu tulang, otot, tendon, ligament, sistem saraf dan sendi. Untuk melakukan aktivitas diperlukan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dalam rangka mempertahankan
kesehatannya,
kehilangan
kemampuan
bergerak
memerlukan tindakan-tindakan untuk mengatasi masalah tersebut (Potter & Perry, 2006)
Aktivitas atau mobilitas adalah merupakan kemampuan individu untuk melakukan pergerakan secara bebas untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan gangguan aktivitas mengacu pada keterbatasan iindividu untuk melakukan pergerakan secara bebas (Perry & Potter, 2006). Menurut NANDA (2012) hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau satu ekstremitas atau lebih dimana keterbatasan tersebut dibagi dalam 4 tingkatan yaitu tingkat 0: mandiri total, tingkat1: memerlukan penggunaan peralatan atau alat bantu, tingkat 2: memerlukan bantuan orang lain untuk pertolongan, pengawasan atau pengajaran, tingkat 3: membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan atau alat bantu, tingkat 4: ketergantungan: tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Kondisi anak dengan penyakit kronis seringkali menimbulkan keterbatasan pada aktivitasnya, Apabila keterbatasan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka anak akan menjadi tidak mampu melakukan kebutuhan kesehariannya seperti mandi, makan, berpakaian, berjalan, selain itu juga akan menimbulkan keterbatasan aktivitas yang bersifat instrumental seperti mengerjakan pekerjaan di rumah, berbelanja dan menghidangkan makanan ( Adam, Kirzinger, & Martinez, 2013).
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
28
Menurut Medical Expenditure Panel Survey (MEPS, 2000) keterbatasan aktivitas pada anak diklasifikasikan menurut usianya yaitu usia 0-4 tahun mengalami keterbatasan terkait aktivitas dalam bermain dikarenakan anak mengalami masalah cacat fisik atau gangguan kesehatan mental, untuk usia 5-17 tahun keterbatasan aktivitas diakibatkan cacat fisik, gangguan kesehatan mental dan adanya cidera fisik (Wait, Gottlieb, Hampton & litzelman, 2009).
Istirahat adalah proses penurunan aktvitas yang bertujuan sebagai konservasi energi yang bermanfaat untuk penurunan stressor dan keletihan. Ketika seseorang istirahat terjadi proses pergerakan yang minim yang tidak menimbulan pengeluaran energi yang berlebihan sehingga
dapat
bermanfaat untuk perbaikan status kesehatan. Tidur merupakan bentuk dari istirahat yang penting bagi anak selama menjalani pengobatan
karena
dengan tidur yang cukup dapat memfasilitasi aktivitas imun dalam memperbaiki jaringan yang rusak
dan untuk proses tumbuh kembang
(Walker, 2011; Davis, Parker, & Montgomery, 2004). Tidur adalah suatu keadaan seseorang mengalami penurunan tingkat kesadaran sementara terhadap lingkungan sekitar, tingkat metabolisme minimal dan aktivitas fisik minimal. Tidur merupakan salah satu kebutuhan fisiologis dasar setiap individu, dengan tidur seseorang dapat menghilangkan rasa lelah setelah beraktivitas dan merasakan ketenangan.
Menurut National Sleep Foundation (2015) kebutuhan tidur normal pada masing-masing usia berbeda, dengan bertambahnya usia seseorang maka kebutuhan tidur akan berkurang. Anak akan lebih jarang tidur siang sehingga terjadi penurunan waktu tidur total. Untuk kebutuhan tidur yang direkomendasikan menurut National Sleep Foundation (2015): usia 0-3 bulan (14-17 jam), 4-11 bulan ( 12-15 jam), 1-2 tahun (11-14 jam), 3-5 tahun 910-13 jam), 6-13 tahun (9-11 jam), dan 14-17 tahun 98-10 jam).
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
29
Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang dapat mempengaruhi fungsi harian selama lebih dari 3 bulan dalam satu tahun yang mengakibatkan hospitalisasi selama lebih kurang 1 bulan dalam satu tahun (Hockenberry, 2008). Kelelahan, gangguan tidur dan nyeri merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak dengan penyakit kronis yang berakibat pada perubahan perilaku dan penampilan secara fisik. Menurut Hockenberry dan Hooke (2007) rawat inap dan prosedur kemoterapi di rumah sakit juga berperan sebagai penyebab gangguan tidur yaitu meliputi penundaan memulai tidur dan terganggunya kedalaman tidur.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur antara lain penyakit, lingkungan , kelelahan/fatigue, stres emosional dan medikasi. a.
Penyakit Faktor fisiologis seperti anemia, status nutrisi dan perubahan biokimia sekunder karena penyakit dan pengobatan. Terganggunya istirahat tidur akibat fatigue dapat dihubungkan dengan transplantasi sumsum tulang, pembedahan radiasi atau kemoterapi (Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010).
Seseorang yang sedang menderita suatu penyakit menyebabkan timbulnya rasa nyeri atau distres fisik yang dapat menyebabkan gangguan tidur, sehingga dibutuhkan waktu tidur yang lebih banyak daripada biasanya, serta siklus bangun-tidur ketika sakit juga akan mengalami gangguan.
b.
Lingkungan Menurut Honckenberry-Eaton (1999) dalam Belmore dan Tomlinson (2010) beberapa penyebab pola tidur yang sering berubah terutama selama dirawat di rumah sakit yang diungkapkan remaja adalah karena kebisingan, gangguan tidur, nyeri, ketakutan, efek pengobatan dan kebosanan. Sedangkan orang tua mengidentifikasi bahwa gangguan tidur pada anak disebabkan oleh kebisingan di rumah sakit, banyak
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
30
gangguan, menunggu dan kebutuhan berinteraksi dengan orang lain (Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010).
c.
Kelelahan/fatigue Fatigue atau kelelahan merupakan suatu kondisi yang menimbulkan stres dan masalah yang mendalam bagi pasien yang menderita kanker, menjalani pengobatan dan pasien kanker pada akhir kehidupan. Fatigue adalah sensasi atau perasaan lelah yang mendalam atau adanya kesulitan untuk melakukan pergerakan seperti menggerakkan tangan, atau kaki atau membuka mata yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, faktor personal (sosial), dan faktor pengobatan yang mengakibatkan kesulitan untuk bermain, susah berkonsentrasi dan emosi negatif dan paling sering adalah perasaan sedih dan marah (Hockenberry et al., 2003; Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010).
d.
Stress emosional Seseorang yang sedang dalam keadaan ansietas atau defresi seringkali mengalami gangguan tidur. Kondisi ansietas meningkatkan kadar norepinefrin darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis, kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya menjadi terbangun ketika sedang tidur
e.
Medikasi Deksametason secara signifikan dapat menyebabkan perubahan waktu tidur, sering terbangun tengah malam dan kebutuhan untuk tidur siang serta dapat meningkatkan fatigue pada anak dan remaja dengan leukemia limfositik akut (Hinds et al., 2007).
2.2.3
Peran Perawat dalam Memenuhi kebutuhan Aktivitas dan Istirahat Peran perawat dalam memenuhi kebutuhan aktivitas dan istirahat menurut Alison (2007) a) Mengkaji pasien terkait masalah kebutuhan aktivitas dan istirahat
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
31
b) Mengetahui dan menyadari tentang kebutuhan, bahasa tubuh dan jenis ketergantungan pasien sekarang untuk yang direkomedasikan untuk aktivitas dan istirahat c) Mengetahui dan menyadari tentang rencana kegiatan yang digunakan untuk membantu memenuhi aktivitas dan istirahat sesuai dengan umur, jenis kelamin, tingkat perkembangan, status kesehatan, kemampuan dan keterbatasan d) Menyusun rencana untuk meningkatkan level aktivitas dan istirahat e) Mengendalikan penyebab yang dapat menggangu keseimbangan aktivitas dan istirahat f) Mempunyai ilmu pengetahuan dan menggunakan sumber daya yang ada untuk meningkatkan kebutuhan aktivitas dan istirahat g) Mengimplementasikan tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan perawatan dengan cara membantu pemenuhan keterbatasan pasien secara efektif dan efisien h) Mengobservasi dampak dari tindakan yang sudah dilakukan dan menjaga keseimbangan aktivitas dan istirahat sehingga kesehatan fisik, mental dan emosional dapat ditingkatkan i) Mengevaluasi aktivitas yang dilakukan untuk mengetahui jumlah energi yang digunakan dan keefektifan pola istirahat j) Mengevaluasi tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi kesehatan k) Mengevaluasi kemampuan pasien untuk menentukan jenis tindakan yang diperlukan
2.3
Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan
2.3.1 Teori self-care deficit nursing theory (SCDNT) Model konseptual Dorothea E. Orem (2001) dalam Alligood dan Tomey (2006) adalah tentang self-care deficit nursing theory (SCDNT) yang terdiri dari tiga konsep yang saling berhubungan yaitu theory self-care, theory selfcare deficit dan theory nursing system. Orem dalam teori ini menitikberatkan tentang bagaimana kebutuhan self-care dapat dipenuhi oleh pasien, perawat
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
32
atau kedua-duanya, teori inipun memberikan gambaran bagaimana individu mampu melakukan aktivitas secara mandiri atau tergantung.
Teori pertama adalah teori perawatan diri (self-care theory) menjelaskan dan menggambarkan kematangan seseorang untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki agar dapat digunakan secara tepat dan nyata serta dapat diukur untuk mengatur fungsi dan perkembangan terhadap perubahan lingkungan. Teori ini juga menjelaskan tentang aktifitas individu untuk menjaga keseimbangan hidup, fungsi tubuh yang sehat, perkembangan dan kesejahteraan. Teori self-care terdiri dari: a. Universal self-care requisites: berhubungan dengan proses kehidupan manusia meliputi kebutuhan udara, cairan, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, interaksi sosial, pencegahan risiko yang mengancam kehidupan/bahaya dan pengenalan fungsi hidup b. Developmental
self-care
requisites:
berhubungan
dengan
proses
perkembangan, proses-proses kehidupan dan pendewasaan. Teori ini dapat dipengaruhi oleh kondisi tertentu sehingga pada manusia tahapan perkembangannya dapat berbeda-beda (Tomey & Alligood, 2006). c. Health
deviation
self-care
requisites:
berhubungan
dengan
penyimpangan dalam aspek struktur dan fungsi manusia misalnya seseorang yang sedang sakit atau yang sedang dalam pengobatan atau perawatan (Alligood, 2010).
Teori ini juga berhubungan dengan
pencarian terhadap bantuan medis, kesadaran terhadap potensi masalah yang muncul akibat dari pengobatan/perawatan, penyesuain gaya hidup yang dapat mendukung status kesehatan (Fawcet, 2005).
Teori yang kedua adalah teori defisit perawatan diri (self-care deficit) menjelaskan dan menggambarkan mengapa individu membutuhkan bantuan perawatan. Teori ini merupakan hubungan antara self-care demand dengan kekuatan self-care agency yang tidak adekuat. Kemampuan self-care agency lebih kecil dibandingakan dengan therapeutic self-care demand sehingga self-care tidak terpenuhi. Kondisi
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
33
ini menentukan diperlukannya perawat (nusing agency) melalui sistem perawatan.
Teori yang ketiga adalah teori sistem keperawatan (nursing system) mengambarkan dan menjelaskan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk
pencapaian
therapeutic
self-care
demands,
teori
ini
menitikberatkan hubungan interpersonal yang harus dilakukan dan dipertahankan oelh perawat untuk melatih atau meningkatkan self agency individu yang mengalami keterbatasan dalam pemenuhan self-care. Menurut Alligood (2010) ada 3 tingkatan sistem keperawatan yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan self-care pasien yaitu: a.
Wholly compensantory system diberikan tindakan keperawatan secara total pada pasien dengan ketergantungan tinggi akibat ketidakmampuan pasien, misalnya pasien yang tidak sadar, pasien yang mengalami fraktur tulang belakang.
b.
Partly compensatory nursing system diberikan pada pasien dengan tingkat ketergantungan sebagian/partial, tindakan pemenuhan selfcare sebagian dilakukan perawat dan sebagian lagi oleh pasien.
c.
Supportive educative nursing system diberikan pada pasien dengan ketergantungan ringan. Tindakan yang diberikan perawat ditujukan untuk mengembangkan self-care agency, sedangkan self-care mampu dilakukan pasien, misalnya dengan memberikan pendidikan kesehatan atau memotivasi pasien untuk melakukan self-care (Tomey & Alligood, 2006; Fawcet,2005).
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
34
Melakukan perawatan diri Terapeutik pada pasien
Nurse Action
Mengkompensasi ketidakmampuan pasien untuk terlibat dalam perawatan diri Mendukung dan melindungi pasien
Whoolly Compensantory System Melakukan beberapa tindakan perawatan diri untuk pasien Mengkompensasi keterbatasan penanganan diri pasien Nurse Action
Memenuhi kebutuhan pasien Melakukan beberapa tindakan perawatan diri
Mengatur proses perawatan diri
Patient Action
Menerima bantuan dari perawat
Partly Compensantory System Terpenuhinya perawatan diri
Nurse Action
Mengatur pelaksanaan dan pengembangan proses perawatan diri
Patient Action
Supportive Educative System Skema 1:Basic Nursing System. Sumber: Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2006)
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
35
Berdasarkan kondisi An.I.F yang mengalami masalah gangguan aktivitas dan istirahat membutuhkan Partly comensatory nursing system dimana pasien membutuhkan sebagian tindakan untuk pemenuhan self-care yang dilakukan oleh perawat dan sebagian lagi dilakukan oleh pasien. Perawat melakukan tindakan sesuai dengan kebutuhan pasien, pasien yang dirawat residen adalah anak usia sekolah sehingga mampu melakukan sebagian pemenuhan kebutuhan self-care, residen juga melibatkan keluarga dalam pemenuhan self-care pasien.
2.3.2
Proses Keperawatan menggunakan Teori orem 2.3.2.1 Data Collection (Pengkajian) Pengkajian atau pengumpulan data pada pasien anak diarahkan pada basic conditioning factor atau faktor personal meliputi usia, jenis kelamin, tahap perkembangan, status kesehatan, orientasi sosial budaya, sistem perawatan kesehatan, sistem keluarrga, pola kehidupan, lingkungan dan sumber keluarga (Tomey & Alligood, 2006). Untuk kelengkapan data pengkajian residen menambahkan inisial pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, pendidikan saat ini, jumlah saudara, suku, tanggal masuk rumah sakit, identitas orang tua (inisial ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat rumah), selain itu residen juga menambahkan tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam medis, tanggal pengkajian, diagnosis medis pasien.
Pengkajian universal self-care requisites meliputi kebutuhan udara, kebutuhan udara, cairan, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, interaksi sosial, pencegahan risiko/penyakit yang mengancam kehidupan/bahaya dan peningkatan kondisi normal (Tomey & Alligood, 2006).
Menurut Orem data yang termasuk dalam deveomental self-care yaitu bagaiman individu dapat menjaga kondisi lingkungan yang menunjang perkembangan dan upaya pencegahan terhadap kondisi-
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
36
kondisi yang mencegah proses perkembangan, sedangkan data yang termasuk kedalam health deviation self care requisites yaitu upaya
untuk mencari bantuan medis, kesadaran terhadap potensi masalah yang muncul akibat dari pengobatan/ perawatan, penyesuaian gaya hidup yang dapat mendukung perubahan status kesehatan (Alligood, 2010).
2.3.2.2 Diagnostic Operations (Diagnosis keperawatan) Diagnosis keperawatan dibuat setelah pengkajian dan validasi data dilakukan, diagnosis keperawatan ini dibuat sesuai dengan therapeutic self-care demand, tingkat keadekuatan dari self-care agency, sesuai dengan self-care deficit yang dialami oleh pasien, baru kemudian di tentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan terkait gangguan aktivitas dan istirahat dapat ditetapkan oleh residen berdasrkan data yang sudah dikumpulkan pada universal self-care requisites aktivitas dan istirahat. Diagnosis keperawatan yang diangkat bisa merujuk pada textbook Doengoes atau menggunakan prinsip NANDA NIC NOC). 2.3.2.3 Prescriptive Operations (Tujuan dan perencanaan) Pada kegiatan ini perawat bersama pasien dan keluarga membuat perencanaan dengan tujuan untuk menentukan metode perawatan apa yang sesuai dengan kondisi pasien. Perencanaan terdiri dari tujuan yang ingin dicapai, hasil yang diharapkan, desain nursing system teori Orem (wholly compensatory, partly compensatory, atau supportive-educative), menentukan metode dalam menolong pasien, dan rencana tindakan keperawatan. 2.3.2.4 Regulatory Operations (Implementasi) Pada tahap ini perawat melakukan tindakan keperawatan yang sudah sesuai dengan rencana yang telah dibuat dengan melibatkan pasien dan keluarganya dengan tujuan meningkatkan kemampuan self care dan menurunkan self care deficit pasien. 2.3.2.5 Control Operations (Evaluasi) Pada tahap ini perawat menilai keefektifan dari Regulatory Operations dan outcome pasien. Perawat mengevauasi apakah implementasi yang sudah dilakukan sudah benar dan sesuai Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
37
sedangkan untuk outcome pasien dapat dinilai dari perubahan kemampuan atau perkembangan self-care pasien dan juga dari regulasi fungsi. Integrasi self-care deficit nursing theory (SCDNT) dalam proses keperawatan pada anak dengan masalah/gangguan aktivitas dan istirahat dapat dilihat pada skema berikut:
Skema 2.2 Integrasi Self-Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dalam Proses Keperawatan pada Anak dengan Masalah Aktivitas dan Istirahat Pengumpulan Data(Data Collection) a.
b.
c. d.
Basic Conditoning Factor Data demografi lengkap, alasan masuk RS dan keluhan terkait kebutuhan aktivitas dan istirahat Universal self-Care terkait kebutuhan aktivitas dan istirahat seperti: nyeri sendi, sesak, penggunaan alat bantu pernafasan, mata cekung, telihat lelah, tidur kurang dari 8 jam Developmental self-care requisites :upaya pencegahan yang telah dilakukan Health deviation self-care requisites: pencarian pengobatan medis dan pengobatan yang telah dilakukan
Diagnosis Keperwatan: - Tidak adekuat self -care agency aktivitas dan istirahat - Adanya masalah therapeutic self-care demands aktivitas dan istirahat -Diagnosis keperawatan seperti: hambatan mobilitas fisik intoleransi aktivitas, gangguan pola tidur Prescriptive Operations:
Asuhan Keperawatan pada anak dengan gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat dengan menerapkan Faimly Center Care (FCC)
Menggunakan intervesi keperawatan untuk mengatasai masalah aktivitas dan istirahat: melakukan sesuatu/membantu pasien, memberi dukungan fisik dan psikologis, memberi edukasi, dan mempertahankan lingkungan yang mendukung kesembuhan pasien Regulatory Operations: Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi yang sudah disusun Control Operations: Evaluasi keefektifan Regulatory Operations dan outcome pasien Sumber: Tomey & Alligood (2006) dan Alligood (2010)
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
38
2.4
Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih Aplikasi teori self-care deficit nursing theory (SCDNT)
2.4.1
Data Collection (Pengkajian) 2.4.1.1 Basic Conditioning Factors An. I.F, Laki-laki, lahir di Serang 29 November 2002, usia 13 tahun 3 bulan, anak pertama, saat ini sedang bersekolah di salah satu SMP di Serang (kelas 1 SMP), tanggal masuk RS 26 Maret 2016, tanggal pengkajian 4 April 2016, nomor register 853611, nama ayah/ibu: Tn.M/Ny.W, usia ayah/ibu: 40/36 tahun, pendidikan ayah/ibu: SMA/SMA, pekerjaan ayah/ibu: Buruh/IRT, alamat tempat tinggal di Jl. Medeka Raya RT 004 Rw 02 Serang, pasien masuk rumah sakit dengan keluhan demam yang lama (prolong fever), nyeri tulang kaki dan abdomen, setelah dilakukan pemeriksaan imunopenotyping pasien terdiagnosis AML M4, Pasien menggunakan fasilitas BPJS.
Saat ini pasien tinggal bersama orangtuanya, menurut Ibu rumah mereka memiiki ventilasi yang cukup, lingkungan yang bersih dan jarak rumah yang tidak terlalu padat. Sebelum dirawat pasien menjalani perannya sebagai seorang siswa di salah satu SMP di Kota Serang, namun selama sakit pasien harus menjalani izin sekolah untuk pegobatan. Sumber ekonomi keluarga berasal dari ayah yang bekerja sebagai buruh, dulu ibu sempat bekerja di pabrik tapi semenjak pasien sakit ibu lebih memilih merawat anaknya.
2.4.1.2 Universal Self-Care Requisites a. Kebutuhan udara atau oksigen Pernafasan spontan, bentuk dada simetris, frekuensi nafas 28x/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada tarikan
dinding
dada,
tidak
menggunakan
pernafasan, ekspansi paru kiri-kanan baik,
otot
bantu
tactile fremitus
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
39
kanan dan kiri sama, bunyi nafas vesikuler pada kedua lapang paru, batuk (-), wheezing (-), ronchi (-).
b. Kebutuhan cairan dan elektrolit Mata tampak cekung, membran mukosa bibir agak kering, turgor elastis, capilary refill < 2 detik, pitting edema (+) di kaki kanan dan kiri. Pasien terpasang infus kaen 3A 15 tetes permenit, untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien dapat minum peroral, Frekuensi nadi 130x/menit, suhu:38,1°C. Kebutuhan cairan: 1500 + 13 x 33 = 1929+231,48= 2160,48
c. Kebutuhan Nutrisi Mukosa bibir agak kering, lidah bersih, pasien makan dengan diit ML 3 x/hari. Ibu pasien mengatakan anaknya kurang nafsu makan sehingga porsi yang disediakan hanya dihabiskan 4 sendok, pasien tidak ada mual, dan muntah. BB: 33 kg, TB 146 cm. Ibu juga membawakan makanan-makanan ringan untuk mengatasi lapar anak. Hasil laboratorium: Hb: 6,9 g/dl, albumin 2,20 g/dl. Kebutuhan Nutrisi: 2100 kKal. Status Gizi: BB/TB%= 95% (Gizi baik)
d. Kebutuhan eliminasi Pasien BAK melalui dower kateter, tidak ada nyeri tekan pada daerah supra pubis, warna urin jernih. Pasien perbaikan diare, BAB saat ini masih encer tapi sudah ada ampas > 2x sehari dengan menggunakan diapers. Produksi urin selama 6 jam 400 ml. Diuresis 400:6:33 = 2,02 ml/kgBB/jam
e. Kebutuhan aktivitas dan tidur Mobilitas pasien hanya di atas tempat tidur, tingkat ketergantungan
pasien
partial
compensantory.
Pasien
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
40
melakukan perawatan diri dan mobilisasi dibantu oleh orang tua.
Rentang gerak: sendi kepala, siku, pergelangan tangan normal sementara kedua tungkai kaki sulit digerakkan karena nyeri
Kekuatan dan tonus otot Ekt ats ka
5
5
5
5
5
5
5
5
Ekst ats ki
Ekst bwh ka 3
3
3
3
1
1
1
1
Ekst bwh ki
Selain mengeluh nyeri pada kedua tungkai dan abdomen, pasien juga merasakan adanya nyeri pada luka tekan grade III pada daerah sarcum, keadaan luka tampak memerah dan kulitnya sudah terkelupas.
Menurut ibu untuk kebutuhan istirahat dan tidur pasien belum terpenuhi, pasien sering terbangun lebih dari 3 kali setiap malam karena merasakan nyeri pada daerah kaki, perut, dan luka tekan. tidur kurang dari 8 jam sehingga pada pagi hari pasien bangun seperti orang yang kelelahan, mata juga terlihat cekung.
f. Interaksi sosial Pasien sesekali melakukan kontak sosial dengan keluarga pasien yang dirawat di ruang yang sama. Support system pasien adalah orang tua. Selama perawatan pasien lebih banyak diam dan cukup kooperatif dengan petugas kesehatan
g. Pencegahan penyakit Ibu mengatakan anaknya dimandikan dengan cara dilap 2 x sehari, panpers diganti 3x sehari atau sewaktu-waktu bila anak BAB. Pasien juga dilakukan kemoterapi untuk mencegah adanya metastasis.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
41
h. Peningkatan kondisi normal Pasien dan keluarga berusaha mematuhi instruksi pengobatan dan perawatan yang dijalankan
2.4.1.3 Developmental Self-Care Requisites a. Mempertahankan kondisi lingkungan yang mendukung Ibu mengatakan selama hamil tidak pernah ada keluhan, Ibu juga rajin kontrol ke bidan Puskesmas. Selama hamil ibu hanya mengkonsumsi vitamin-vitamin saja dari bidan. Ibu melahirkan secara spontan dengan usia kehamilan saat itu 39 minggu dengan Berat badan lahir 3310 gram dan panjang badan lahir 49 cm, tidak ada cacat dan langsung menangis.
Pasien saat ini sedang bersekolah kelas I di salah satu SMP di Serang, namun karena kondisi sakit pasien harus izin tidak sekolah dulu. Menurut ibu pasien mampu berinteraksi dengan teman-teman sebayanya baik dirumah maupun di lingkungan sekolah. Ibu mengatakan pertumbuhan dan perkembangan pasien sebelumnya normal, mulai tengkurap di usia 3 bulan, duduk usia 6 bulan, berdiri usia 9-10 bulan, bicara usia 11 bulan dan mulai tumbuh gigi usia 9-10 bulan. Saat ini BB pasien 33 kg, TB 146 cm.
b. Pencegahan/manajemen dari kondisi yang mengancam perkembangan normal Pasien datang ke rumah sakit tgl 26 Maret 2016 dirawat di ruang Gambir (Ruang Infeksi) dengan keluhan demam yang lama (prolong fever), suhu tubuh naik turun sejak 3 minggu yang lalu, nyeri tulang kaki (+). Riwayat sebelumnya pasien pernah berobat ke RS Sumber Waras tetapi tidak ada
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
42
perubahan, tampak perut mulai membesar sejak 2 minggu SMRS, BAB sulit, BAK kadang-kadang mengedan, di RS. Sumber Waras dikatakan ada tumor. Pasien mengeluh nyeri pada perut sebelah kiri. abdomen teraba distensi, bising usus normal, dari hasil USG diketahui ada massa berukuran + 20x10 cm, ada nyeri tekan pada sisi kiri abdomen. Pada saat masuk rumah sakit pasien terdiagnosis bisitopenia e.c tsk keganasan dan massa intra abdomen. Pada tanggal 31 Maret 2016 pasien dipindahkan ke ruang Anggrek (Ruang non infeksi). Pada saat dilakukan pengkajian ibu mengatakan anaknya demam naik turun, nyeri pada abdomen dan kedua tungkai kaki, BAB cair sedikit ampas > 3 x, pasien sudah dilakukan pemeriksaan gambaran darah tepi, kesannya Leukositosis dengan bisitopenia dengan dominasi blast, kemungkinan kearah keganasan, pasien disarankan untuk dilakukan pemeriksaan
imunopenotyping.
Dari hasil pemeriksaan imunopenotyping pasien terdiagnosis AML M4. Pasien mulai menjalani kemoterapi pada tanggal 6 April 2016 Daunorubicin 57,5 mg, Citarabin 100 mg, MTX IT 12 mg, Ara C 40 mg.
2.4.1.4 Health Deviation Self-Care Requisites Pengkajian terhadap kebutuhan perawatan terhadap penyimpangan kesehatan didapatkan data TD 110/70 mmHg, N: 130x/menit, RR: 28x/menit, S: 38,1°c. Hasil imunopenotyping tanggal 31 Maret 2016: kesan: AML M4 Hasil laboratorium tanggal 31 maret 2016: Hb:6,9 g/dl, hematokrit 21,0 %, trombosit 23.000/uL, leukosit 40.480/uL, basofil: 0,4%, eosinofil 0,0%, neutrofil batang 0,0%, neutrofil segmen 38,5%, limfosit 17,5%, monosit 43,6%, natrium 128 mmol/L, kalium 4,7, klorida 92, kalsium 8,6, protein total 6,10 g/dl, albumin 2,20 g/dl.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
43
Pasien mendapatkan terapi vancomicyn 3x500 mg, paracetamol 3 x 250 mg, ondansentron 2x3 mg, vit E 1x1 tab, Dioktahedral smektit 3x1, zink 3 x 5 ml. Pasien sudah diberikan Transfusi PRC 2 x 400 ml dan TC 4 unit , pasien juga mendapatkan kemoterapi Daunorubicin 57,5 mg, Citarabin 100 mg, MTX IT 12 mg, Ara C 40 mg.
2.4.2
Diagnostic Operations (Diagnosis keperawatan) Berdasarkan data pengkajian yang sudah dikumpulkan pada, maka Diagnostic Operations (Diagnosis keperawatan) pada An.I.F dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.6 Diagnostic Operations pada Kasus Terpilih No
1
2
3
4
5
6
7
8
Diagnostic Operations (Diagnosis keperawatan)
Tanggal identifikasi
Tanggal Teratasi
Tanggal Teratasi sebagian 12 April 2016
Nyeri berhubungan dengan cedera biologis sekunder terhadap kanker Risiko cedera berhubungan dengan trombositopenia
4 April 2016
-
4 April 2016
-
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri pada ekstremitas Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan (anorexia Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada ekstremitas Gangguam proses keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak Risiko (perluasan) infeksi b.d tidak adekuat pertahan primer dan sekunder
4 April 2016
8 April 2016
4 April 2016
-
12 April 2016
4 April 2016
-
12 April 2016
4 April 2016
-
11 april 2016
4 April 2016
6 april 2016
-
4 April 2016
-
-
-
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
44
2.4.3
Prescriptive Operations (Tujuan dan perencanaan) Setelah merumuskan diagnosis keperawatan maka selanjutnya adalah menyusun tujuan dan intervensi keperawatan berdasarkan diagnosis keperawatan yang ditemukan pada pasien
Tabel 2.7 Prescriptive Operations (Tujuan dan perencanaan) Diagnosa keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
hasil Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis sekunder terhadap kanker
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 8 x 24 jam pasien menunjukkan nyeri berkurang Kriteria Hasil: 1) Skala nyeri berkurang 2) Anak tampak rileks 3) Anak dapat menggerakkan kaki 4) Tanda-tanda vital dalam batas normal
1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi) b) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan c) Observasi tanda-tanda vital d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik 2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian a) Anjurkan orang tua untuk mengompres pada area yang nyeri 3) Sistem dukungan edukasi a) Ajarkan anak dan orang tua untuk melakukan teknik distraksi dan relaksasi nafas dalam b) Ingatkan orang tua untuk mengajarkan tehnik distraksi dan relaksasi ketika anak merasakan nyeri
Risiko cedera berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan tidak terjadi cidera selama perawatan Kriteria Hasil: 1)Kadar trombosit dalam batas normal (150400.103³/µL) 2)perdarahan berkurang 3)Tanda-tanda vital dalam batas normal
Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh a. Kaji tanda dan gejala perdarahan, catat semua pengeluaran yang terlihat dan tidak terlihat b. Hindarkan anak dari tindakan atau prosedur invasif yang terlalu sering c. Cek DPL secara berkala d. Pantau tanda-tanda vital e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tranfusi PRC dan TC
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
45
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
hasil
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam pasien menunjukkan suhu tubuh dalam rentang normal. Kriteria hasil: 1. Suhu tubuh dalam batas normal (36°c 37°c) 2. Akral tidak hangat
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti perdarahan 2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian a.Anjurkan anak untuk banyak minum b. Ajarkan keluarga untuk tetap mempertahankan pasien di tempat tidur selam perdarahan aktif c.Libatkan keluarga untuk segera melapor jika terjadi perdarahan lebih banyak 3) Sistem dukungan edukasi a) Ajarkan orang tua mengenali tanda-tanda perdarahan 1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh a) Pantau suhu tubuh pasien b) Pantau hidrasi (turgor, kelembaban, membran mukosa) c) Monitor intake dan output setiap 6 jam d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik (paracetamol) 2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian a) Anjurkan ibu untuk memberi anak banyak minum b) Anjurkan ibu untuk tidak memberi selimut pada anak c) Ajarkan ibu untuk memberi kompres hangat pada anak d) Anjurkan ibu untuk mengenakan pakaian tipis pada anak e) Ajarkan ibu cara mengukur suhu tubuh anak 3) Sistem dukungan edukasi a) Ajarkan ibu untuk memberi kompres dengan tepid sponge
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
46
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
hasil Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri pada ekstremitas
Tujuan: etelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam mobilitas fisik kembali adekuat Kriteria Hasil: 1)Kekuatan otot kembali normal (ekstremitas atas 5 | 5, ekstremitas bawah 5 | 5) 2)Activity Daily Living terpenuhi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan (anorexia)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi terpenuhi Kriteria Hasil: 1)Pasien mau makan 2)Porsi yang disediakan habis 3)Tidak ada mual dan muntah 4)Tidak terjadi penurunan berat badan
1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh a) Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas/mobilisasi b) Pantau kekuatan otot c) Kolaborasi dengan tim kesehatan (rehabilitasi medik) untuk melatih Range Of Motion (ROM) d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. 2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian a) Ajarkan/ latih pasien untuk mika-miki atau duduk b) Bantu pasien dalam pemenuhan ADL (makan, minum, mandi, BAB, berpakaian) c) Latih ROM secara bertahap 3) Sistem dukungan edukasi a) Ajarkan orang tua untuk melatih ROM pada anak 1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh a) Pantau status nutrisi pasien b) Tentukan kemampuan anak untuk memenuhi kebutuhan nutrisi c) Kolaborasi dengan dietisen untuk menjelaskan kebutuhan nutisi pada pasien dan keluarga d) Berikan asupan nutrisi sesuai diet pasien 2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian a) Dekatkan makanan ke pasien b) Anjurkan keluarga memberi makan sesuai jadwal c) Anjurkan keluarga memberi makan selingan 3) Sistem dukungan edukasi a) Menjelaskan manfaat makanan untuk tubuh
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
47
Diagnosa keperawatan Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada ekstremitas
Gangguan proses keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak
Tujuan dan Kriteria hasil Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pola tidur kembali adekuat dengan kriteria hasil: 1) Jumlah jam tidur dalam batas normal 2) Perasaan segar setelah bangun tidur 3) mampu mengidentifikasi hal-hal yang dapat meningkatkan tidur
Tujuan: setelah dilakukan keperawatan 3x24 jam koping keluarga lebih efektif Kriteria Hasil: 1) Keluarga mampu mengekspresikan perasaan dan emosinya 2) Kooperatif terhadap tindakan dan ikut berpartisipasi dalam pemberian asuhan
Intervensi 1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh a) Kaji pola tidur pasien b) Kolaborasi untuk pengaturan jadwal tindakan/pengobatann untuk meminimalkan ganggian istirahat dan tidur c) Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai jadwal d) Observasi tanda-tanda fatigue pada anak 2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian a) pantau pola tidur anak menggunakan sleep diary b) ajarkan pasien untuk mengurangi/menghindari aktivitas sebelum tidur c) ajarkan pasien untuk tidak terlalu banyak tidur di siang hari dan hindari tidur di sore hari d) ciptakan suasana ruangan yang nyaman untuk istirahat dan tidur (mengecilkan lampu, mematikan TV) e) ajarkan ibu untuk tidak meletakkan barang-barang di tempat tidur f) ajarkan ibu untuk memberi sentuhan pada daerah yang sakit 3) Sistem dukungan edukasi a) jelaskan tentang sleep hygiene pada anak dan keluarga 1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh a) dorong keluarga untuk mengugkapkan perasaannya b) berikan penjelasan kepada keluarga tentang perubahan status kesehatan anaknya 2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian a) libatkan keluarga dalam setiap pemberian asuhan b) bantu keluarga untuk memberikan rasa nyaman dan dukungan pada anak 3) Sistem dukungan edukasi a) jelaskan pada keluarga tentang pencegahan penyebaran infeksi
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
48
Diagnosa keperawatan Risiko perluasan infeksi berhungan dengan tidak adekuat pertahanann primer dan sekunder
2.4.4
Tujuan dan Kriteria hasil Setelah tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan perluasan infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil: - Suhu dalam rentang normal - Tidak tampak adanya tanda-tanda perluasan infeksi
Intervensi a) Monitor tanda gejala infeksi b) Hindarkan dari pasien lain yang terinfeksi c) Anjurkan orangtua untuk membatasi pengunjung d) Cuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien e) Kolaborasi pemberian antibiotik f) Ajarkan orang tua mencegah infeksi g) Ajarkan orang tua mengenal tanda dan gejal infeksi dan kapan harus melaporkan ke petugas h) Pantau hasil laboratorium
Regulatory Operations (Implementasi) dan control evaluations
Setelah intervensi keperawatan dilakukan maka implementasi dan evaluasi dilakukan setiap hari. Implementasi dan evaluasi keperawatan pada An.I.F dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut ini: Tabel 2.8 Implementasi dan Evaluasi Kasus Terpilih Tgl
4-4-16
No. Dx.Kep
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations)
Jam 08.00 1. Mengkaji nyeri (lokasi, karakteristik, onset, frekuensi, kualitas, penyebaran dan faktor pecerus nyeri) 2. Mengobservasi tanda nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Mengajarkan anak dan orang tua cara mengatasi nyeri secara non farmakologi dengan tehnik distraksi dan relaksasi nafas dalam
Diagnosis Kep 1 S: Ibu mengatakan anaknya masih mengeluh nyeri pada kaki dan perutnya O: Kesadaran compos mentis, anak susah menggerakkkan kakinya, anak tampak gelisah dan tegang, anak lebih sering mengatakan “aduhhh...., Skala nyeri 6, frekuensi nafas 24x/menit, N: 110x/mnt, suhu 37,5°c, TD 90/70 mmHg
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
49
No. Dx.Kep
3
3
5 4
4
2 8
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations)
masalah nyeri belum Jam 09.00 WIB 4. Mengukur suhu tubuh teratasi pasien P: 5. Memberikan paracetamol Lanjutkan intervensi: oral 250 mg - Evaluasi tehnik 6. Memberikan kompres distraksi dan relaksasi hangat pada daerah frontal yang sudah di ajarkan 7. Menganjurkan ibu untuk - Kolaborasi pemberian memberi anak banyak analgetik minum 8. Menganjurkan ibu untuk Diagnosis Kep 2 tidak memberi selimut pada S : anak Ibu mengatakan banyak 9. Menganjurkan ibu untuk bintik-bintik merah pada tetap memberikan kompres kulit anaknya hangat O: 10. Memonitor hidrasi (turgor, Tampak petekie , frekuensi kelembaban, membran nafas 24x/menit, N: mukosa) 110x/mnt, suhu 37,5°c, TD 90/70 , - Hb 6,9 mg/dl, Ht 21%, Jam 10.00 -12.00 WIB 11. Memotivasi pasien untuk Trombosit 23.000.u/L, makan dan menjelaskan leukosit 40.480 u/L manfaat makan untuk tubuh A: Masalah risiko cidera 12. mengkaji kemampuan tidak terjadi pasien dalam melakukan P: aktivitas Lanjutkan intervensi 13. mengkaji kemampuan - Monitor perdarahan di pasien dalam mobilisasi tempat lain 14. mengajarkan atau melatih - kolaborasi pemberian pasien untuk mobilisasi TC yang pertama mika-miki - Kolaborasi pemberian 15. menganjurkan keluarga anti perdarahan. untuk mendampingi saat pasien mobilisasi seperti Diagnosis keperawatan 3 mika-miki atau duduk Subyektif: 16. menganjurkan keluarga Ibu mengatakan anaknya untuk tidak banyak masih demam membantu mobilisasi pasien Subyektif: 17. memberi reinforcement Ibu mengatakan anaknya positif ketika pasien mampu masih demam mobilisasi sesuai Objektif: kemampuannya - Suhu 37,5°c 18. memberikan injeksi - Akral hangat, wajah transamin 3 x 25 mg pucat, anak tampak 19. memberikan injeksi lemas Vancomycin 3 x500 mg Turgor kering, membran
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
50
Tgl
No. Dx.Kep
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations)
1.3.5.6
20. mengukur tanda-tanda vital Jam 12.30 WIB 21. kolaborasi dengan fisioterapis tentang ambulasi sesuai dengan kebutuhan 22. Mengkaji adanya mual dan muntah 23. Mengkaji penyebab pasien kurang nafsu makan 24. Menganjurkan ibu untuk untuk dapat memberi makanan selingan Jam 13.30 WIB-14.30 WIB 25. Mengkaji pola tidur 26. Menjelaskan sleep hygine pada anak dan keluarga 27. Menganjurkan ibu untuk memfasilitasi anak supaya bisa tidur seperti mematikan lampu atau mengecilkan (mematikan) suara TV 28. Menganjurkan keluarga untuk tidak meletakkan barang-barang di atas tempat tidur yang dapat mengganggu kenyamanan anak 29. Memantau tanda dan gejala perdarahan 30. Mengajarkan orang tua cara mencuci tangan dan menganjurkan orang tua selalu mencuci tangan 31. Memantau kadar trombosit 32. Memantau nilai leukosit, memantau tandainfeksi pada daerah luka tekan 33. Menganjurkan keluarga untuk melaporkan jika terjadi perdarahan aktif 34. Mengidentifikasi kebutuhan perawatan pada anak dan orang tua 35. Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang perubahan status kesehatan anak
- mokosa kering - Kulit pucat Analisis: Masalah hipertermia belum teratasi. Perencanaan: - ukur suhu setiap 2 jam - kolaborasi pemberian anti piretik - anjurkan anak banyak minum
4
5
5
6
2,7
7
7
Diagnosis Keperawatan 4 S : Ibu mengatakan pasien sulit untuk bergerak O: - pasien tampak berbaring saja di tempat tidur - pasien merasa sulit untuk miring kanan-miring kiri - ADL masih dibantu orang tua A: Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi P: Lanjutkan intervensi - Kolaborasi dengan fisioterapi untuk memberikan latihan ROM - Evaluasi mobilisasi yang mampu dilakukan pasien Diagnosis keperawatan 5 S: orang tua mengatakan anaknya kurang nafsu makan O: Porsi yang disediakan hanya dimakan seperempat porsi, pasien mendapat diet makanan MB 3 x seharikKal, Hb terakhir 10,1 g/dl, albumin, 2, 25 g/dl Evaluasi (Control Evaluations) A: masalah nutrisi belum teratasi
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
51
Tgl
No. Dx.Kep 2
Implementasi (Regulatory Operations) 34. Berkolaborasi dalam pemberian TC = BB x2/hari = unit (1 unit = 30 cc) 13 = 33 x 2/hari = 5 unit 13 = 5 x30 cc = 150
Evaluasi (control evaluations) P: Lanjutkan intervensi: Monitor terus intake makanan harian pasien, ukur BB, kaji kulit dan membran mukosa terhadap adanya pucat, anjurkan ibu untuk memberi makan dengan porsi kecil tapi sering, anjurkan ibu untuk memberi makanan selingan Diagnosis Keperawatan 6 S: ibu mengatakan pasien semalam kurang bisa tidur O: - Pasien tidur kurang dari 8 jam - Sering terbangun malam lebih dari 2 kali - Bangun pagi terlihat fatigue A: Maslah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi: Ketika anak tidur cukup menyampaikan tujuan tindakan kepada orang tua sehingga tidak sampai membangunkan anak. Diagnosis Keperawatan 7 S:Ibu mengatakan tidak menyangka kalau anaknya menderita kanker dan harus dikemoterapi O:Ibu masih tampak denial Ibu masih tampak sedih A:Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi - Beri kesempatan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran mereka - Beri kekuatan yang positif pada keluarga
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
52
No. Dx.Kep
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations) Diagnosis keperawatan 8 S: ibu mengatakan anaknya masih panas O: akral teraba hangat, pasien terpasang infus di ekstremitas atas kanan, luka tekan basah, kemerahan dan mengelupas, pasien juga terpasang kateter, frekuensi nafas 24x/menit, N: 110x/mnt, suhu 37,5°c, TD 90/70 -Hb 6,9 mg/dl, Ht 21%, Trombosit 23.000.u/L, leukosit 40.480 u/L A: risiko perluasan infeksi masih terjadi P: lanjutkan intervensi: - Monitor hasil laboratorium setiap 2 hari atau sesuai indikasi -Evaluasi pengetahuan orang tua tentang cara mencuci tangan dan tandatanda infeksi.
5-4-2016 1
3
6
1,6
Jam 08.00-10.00 WIB 1. Mengkaji pengaruh nyeri terhadap kulualitas hidup (tidur, nafsu makan, perasaan) 2. Mengevaluasi tehnik relaksasi dan distraksi yang sudah diajarkan tehnik relaksasi dengan nafas dalam 3. Memberikan paracetamol 3 x 250 mg 4. Mengkaji keadaan umum pasien 5. Mengevaluasi sleep diary yang di isi orang tua pasien 6. mengingatkan keluarga untuk tidak meletakkan barangbarang di atas tempat tidur yang dapat mengganggu kenyamanan anak 7. Menganjurkan ibu untuk memberi sentuhan pada area yang sakit
Diagnosis Kep 1 S: Ibu mengatakan anaknya masih mengeluh nyeri pada kaki dan perutnya O: Kesadaran compos mentis, anak susah menggerakkkan kakinya, anak tampak gelisah dan tegang, anak lebih sering mengatakan “aduhhh...., Skala nyeri 5 frekuensi nafas 22x/menit, N: 120x/mnt, suhu 37,5°c, TD 90/60 mmHg A: masalah nyeri belum teratasi P: Lanjutkan intervensi: - Evaluasi tehnik distraksi dan relaksasi yang sudah di ajarkan - Kolaborasi pemberian analgetik
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
53
Tgl
No. Dx.Kep 2,7
8
8
6 8
8 2 8
4
4
4
4
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations)
8. Mengajarkan anak dan Diagnosis Kep 2 keluarga untuk S: menghindarkan dari trauma Ibu mengatakan banyak yang dapat menimbulkan bintik-bintik merah pada perdarahan kulit anaknya O: Jam 11.00 -12.00 WIB 9. Memonitor tanda gejala Tampak petekie , frekuensi infeksi nafas 22x/menit, N: 10. Membatasi jumlah 110x/mnt, suhu 37,5°c, pengunjung (maksimal 2 TD 90/60 , - Hb 6,9 orang) mg/dl, Ht 21%, 11. Mengevaluasi orang tua cara Trombosit 23.000.u/L, mencuci tangan leukosit 40.480 u/L 12. Memcuci tangan sebelum A: Masalah risiko cidera dam sesudah ke pasien tidak terjadi 13. Mendorong peningkatan P: cairan dan nutrisi Lanjutkan intervensi 14. Memotivasi anak untuk Monitor perdarahan di istirahat tempat lain 15. Mengajarkan orang tua kolaborasi pemberian apabila ada tanda dan gejala TC yang pertama infeksi (panas, kemerahan, Kolaborasi pemberian bengkak) segera melapor ke anti perdarahan. perawat 16. Merawat luka tekan dengan Diagnosis keperawatan 3 supratule Subyektif: 17. Memberikan transamin 25 mg Ibu mengatakan anaknya 18. Memberikan vancomicin 500 masih demam mg Objektif: 19. mengkaji kemampuan pasien Akral teraba hangat, wajah dalam mobilisasi pucat, membran mukosa 20. mengajarkan atau melatih tampak kering, suhu pasien untuk mobilisasi 37,5°c miring kanan miring kiri Analisis: 21. menganjurkan keluarga untuk Masalah hipertermia belum mendampingi saat pasien teratasi. mobilisasi seperti mika-miki Perencanaan: atau duduk - ukur suhu setiap 2 jam 22. menganjurkan keluarga untuk kolaborasi tidak banyak membantu pemberian anti piretik mobilisasi pasien - anjurkan anak banyak 23. memberi reinforcement minum positif ketika pasien mampu Diagnosis Keperawatan 4 mobilisasi sesuai S : Ibu mengatakan pasien kemampuannya sulit untuk bergerak 24. kolaborasi dengan fisioterapis O: tentang ambulasi sesuai - pasien tampak berbaring dengan kebutuhan saja di tempat tidur - pasien merasa sulit untuk mika-miki - ADL masih dibantu orang tua
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
54
Tgl
No. Dx.Kep
5
Implementasi (Regulatory Operations) Jam 13,00 -14.00 WIB 25. Mengkaji intake makanan harian 26. Mengkaji kulit dan membran mukosa 27. Menganjurkan pasien untuk makan dan menjelaskan manfaat makan untuk tubuh 28. Mengkaji adanya mual dan muntah 29. Mengkaji penyebab pasien kurang nafsu makan 30. Menganjurkan ibu untuk untuk dapat memberi makanan selingan 31. Menganjurkan ibu untuk melatih anaknya menyuap sendiri
Evaluasi (control evaluations) A: Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi P: Lanjutkan intervensi - Kolaborasi dengan fisioterapi untuk memberikan latihan ROM - Evaluasi mobilisasi yang mampu dilakukan pasien Diagnosis keperawatan 5 S: orang tua mengatakan anaknya kurang nafsu makan O: Porsi yang disediakan hanya dimakan seperempat porsi, pasien mendapat diet makanan MB 3 x seharikKal, Hb terakhir 10,1 g/dl, albumin, 2, 25 g/dl A: masalah nutrisi belum teratasi P: Lanjutkan intervensi: Monitor terus intake makanan harian pasien, ukur BB, kaji kulit dan membran mukosa terhadap adanya pucat, anjurkan ibu untuk mmeberi makan dengan porsi kecil tapi sering Diagnosis Keperawatan 6 S: ibu mengatakan pasien semalam kurang bisa tidur O: - Pasien tidur kurang dari 8 jam - Sering terbangun malam lebih dari 2 kali - Bangun pagi terlihat fatigue A: Maslah belum teratasi
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
55
Tgl
No. Dx.Kep
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations) P: Lanjutkan intervensi: Ketika anak tidur cukup menyampaikan tujuan tindakan kepada orang tua sehingga tidak sampai membangunkan anak. Diagnosis Keperawatan 7 S:Ibu mengatakan tidak menyangka kalau anaknya menderita kanker dan harus dikemoterapi O:Ibu masih tampak denial Ibu masih tampak sedih A:Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi - Beri kesempatan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran mereka - Beri kekuatan yang positif pada keluarga Diagnosis keperawatan 8 S: ibu mengatakan anaknya masih panas O: akral teraba hangat, pasien terpasang infus di ekstremitas atas kanan, luka tekan basah, kemerahan dan mengelupas, pasien juga terpasang kateter, frekuensi nafas 22x/menit, N: 120x/mnt, suhu 37,5°c, TD 90/70 -Hb 6,9 mg/dl, Ht 21%, Trombosit 23.000.u/L, leukosit 40.480 u/L A: risiko perluasan infeksi masih terjadi P: lanjutkan intervensi: - Monitor hasil laboratorium setiap 2 hari atau sesuai indikasi
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
56
Tgl
No. Dx.Kep
6-4-16 3
1
2 2
4 5
6
7
1,3,5,6
5
8
8
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations)
Jam 14.00-16.00 Diagnosis Kep 1 1. Mengukur suhu tubuh pasien S: 2. Menganjurkan ibu untuk Ibu mengatakan anaknya memberi banyak minum masih mengeluh nyeri pada 3. Menganjurkan ibu untuk tetap kaki dan perutnya memberi kompres hangat jika O: suhu tubuh pasien panas Kesadaran compos mentis, 4. Memantau status hidrasi anak susah menggerakkkan (turgor, kelembaban dan kakinya, anak tampak membran mukosa) gelisah dan tegang, anak 5. Mengajarkan kepada keluarga lebih sering mengatakan untuk mengingatkan pasien “aduhhh...., Skala nyeri 5 untuk nafas dalam saat nyeri frekuensi nafas 20x/menit, datang N: 120x/mnt, suhu 37,2°c, 6. Memantau nilai trombosit TD 90/60 mmHg 7. Berkolaborasi dalam A: masalah nyeri belum pemberian transfusi trombosit teratasi sebanyak 5 unit (150 cc) P: Lanjutkan intervensi: Jam 16.00-19.00 8. Mengajarkan pasien latihan - Evaluasi tehnik ROM distraksi dan relaksasi 9. Mengevaluasi pola makan yang sudah di ajarkan anak (jumlah asupan makan, - Kolaborasi pemberian mual-muntah) analgetik 10. Menganjurkan ibu untuk melatih anaknya menyuap Diagnosis Kep 2 sendiri S: 11. Mengevaluasi pola tidur Ibu mengatakan banyak pasien (frekuensi bangun di bintik-bintik merah pada malam hari, durasi tidur kulit anaknya pasien) O: 12. Memberi motivasi kepada Tampak petekie , frekuensi keluarga untuk tetap nafas 22x/menit, N: semangat dan tidak putus asa 110x/mnt, suhu 37,5°c, 13. Mengukur tanda-tanda vital TD 90/60 , - Hb 6,9 14. Membantu keluarga mg/dl, Ht 21%, menyaiapkan peralatan mandi Trombosit 23.000.u/L, pasien leukosit 40.480 u/L, 15. Melakukan perawatan luka tranfusi PRC sudah tekan dengan supratulle diberikan tadi malam 16. Mendorong anak untuk sebanyak 400 ml meningkatkan nutrisi A: Masalah risiko cidera 17. Mengajarkan orang tua tidak terjadi apabila ada tanda dan gejala P: infeksi (panas, kemerahan, Lanjutkan intervensi bengkak) segera melapor ke Monitor perdarahan di perawat tempat lain 18. Memberikan vancomicin 500 setelah pemberian TC mg kolaborasi pemberian MTX IT, citarabin, daunorubicinn dan Ara C.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
57
Tgl
No. Dx.Kep
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations) Diagnosis keperawatan 3 Subyektif: Ibu mengatakan suhu badan anaknya turun Objektif: Akral teraba hangat, wajah pucat, membran mukosa tampak kering, suhu 37,2°c Analisis: Masalah hipertermia teratasi sebagian Perencanaan: - ukur suhu setiap 2 jam - kolaborasi pemberian anti piretik - anjurkan anak banyak minum Diagnosis Keperawatan 4 S : Ibu mengatakan pasien tadi pagi mika-miki dibantu perawat O: - pasien tampak berbaring dengan posisi miring kanan - pasien merasa sulit untuk mika-miki - ADL masih dibantu orang tua A: Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi P: Lanjutkan intervensi - Kolaborasi dengan fisioterapi untuk memberikan latihan ROM - Evaluasi mobilisasi yang mampu dilakukan pasien
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
58
Tgl
No. Dx.Kep
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations) Diagnosis keperawatan 5 S: orang tua mengatakan anaknya masih belum mau makan O: Porsi yang disediakan hanya dimakan seperempat porsi, pasien mendapat diet makanan MB 3 x seharikKal, Hb terakhir 10,1 g/dl, albumin, 2, 25 g/dl A: masalah nutrisi belum teratasi P: Lanjutkan intervensi: Monitor terus asupan makanan harian pasien, ukur BB, kaji kulit dan membran mukosa terhadap adanya pucat, anjurkan ibu untuk mmeberi makan dengan porsi kecil tapi sering, anjurkan ibu untuk memberi makanan selingan Diagnosis Keperawatan 6 S: ibu mengatakan anaknya masih susah tidur tiap malam O: Pasien tidur kurang dari 8 jam - Sering terbangun malam lebih dari 2 kali - Bangun pagi terlihat fatigue A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi: Ketika anak tidur cukup menyampaikan tujuan tindakan kepada orang tua sehingga tidak sampai membangunkan anak
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
59
Tgl
No. Dx.Kep
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations) Diagnosis Keperawatan 7 S:Ibu mengatakan sudah bisa menerima kondisi penyakit anaknya O:Ibu masih tampak lebih tenang A:Masalah teratasi P: Lanjutkan intervensi - Beri kekuatan yang positif pada keluarga
7-4-2016 1.
2.
3.
Jam 08.00-11.00 Membantu prosedur pemberian agens kemoterapi. Mengikuti pedoman pemberian agens kemoterapi protokol kemoterapi adalah protokol AML Mengobservasi tanda-tanda infiltrasi pada lokasi infus/penyuntikan IV
Diagnosis keperawatan 8 S: ibu mengatakan luka anaknya belum sembuh O: akral teraba hangat, pasien terpasang infus di ekstremitas atas kanan, luka tekan basah, kemerahan dan mengelupas, pasien juga terpasang kateter, frekuensi nafas 22x/menit, N: 120x/mnt, suhu 37,2°c, TD 90/60 -Hb 6,9 mg/dl, Ht 21%, Trombosit 23.000.u/L, leukosit 40.480 u/L A: risiko perluasan infeksi masih terjadi P: lanjutkan intervensi: - Monitor hasil laboratorium setiap 2 hari atau sesuai indikasi -Evaluasi pengetahuan orang tua tentang cara mencuci tangan dan tandatanda infeksi. ibu mengatakan anaknya masih merasakan nyeri pada kaki, , nafsu makan masih menurun, tidur anak masih kurang, , luka tekan masih basah, anak sudah milai mobilisasi bertahap mika-miki, suhu badan anak sudah mulai turun O: keadaan umum masih lemah,
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
60
Tgl
No. Dx.Kep
1
9.
5
6
8
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations)
misalnya rasa nyeri, tersengat, pembengkakan dan kemerahan slang infus terpasang dan tidak ada tanda-tanda infeksi atau infiltrasi. 4. Mengkaji nyeri yang dirasakan pasien 5. Membantu perawat ruangan memberikan kemoterapi citarabin II 100 mg/100 cc Nacl/2 jam 6. Mengobservasi keadaan anak 15 menit setelah pemberian kemoterapi 7. Berkolaborasi untuk pemberian citarabin III Jam 12.00-14.30 8. Berkolaborasi pemberian PRC 350 ml Menganjurkan keluarga untuk memotivasi anak menghabis diet yang disediakan dari rumah sakit 10. Menganjurkan keluarga untuk makan bersama dengan pasien agar anak termotivasi untuk makan . 11. Menganjurkan pasien untuk memberitahukan kepada dokter atau perawat jika nafsu makan semakin menurun. 12. Mengkaji adanya mual atau muntah pada pasien 13. Mengevaluasi pola tidur pasien (frekuensi bangun di malam hari, durasi tidur pasien) mealui sleep diary 14. Mengevaluasi sleep hygiene 15. Melakukan perawatan luka Dengan supratulle Memberikan vancomicin 500 mg
skala nyeri 5, pasien tampak meringis, pasien tampak berhatihati untuk mika-miki, porsi makan yang disediakan tidak habis, tidak ada mual dan muntahdurasi tidur kurang dari 7 jam, masih terbangun di malam hari lebih dari 2 kali, luka tekan tertutup kassa, pasien tampak pelan-palan untuk mika-miki, suhu badan sudah turun 37°c, kemoterapi sudah diberikan jam 10.00, tanda-tanda vital: TD;90/60 mmHg, N:110 kali/menit, pernafasan: 20 kali/menit A: 1. nyeri berhubungan dengan cidera biologis sekunder terhadap kanker (belum teratasi) 2. risiko cidera berhubungan dengan trombositopenia (belum teratasi) 3. hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme (teratasi sebagian) 4. hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
61
Tgl
No. Dx.Kep
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations) 5.
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia (belum teratasi) 6. gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada ekstremitas (belum teratasi) 7. risiko perluasan infeksi (belum teratasi) P: - kolaborasi untuk pemberian analgetik - kaji efek samping kemoterpi - lakukan perawatan luka tekan 2 kali sehari - jaga kebersihan tempat tidur - evaluasi penerapan sleep hygine. 8-4-2016
Jam 08.00-11.00 1. Membantu prosedur pemberian agens kemoterapi. 2. Mengobservasi tanda-tanda infiltrasi pada lokasi infus/penyuntikan IV misalnya rasa nyeri, tersengat, pembengkakan dan kemerahan slang infus terpasang dan tidak ada tanda-tanda infeksi atau infiltrasi. 3. Membantu perawat ruangan memberikan kemoterapi citarabin III 100 mg/100 cc Nacl/2 jam 4. Mengobservasi keadaan anak 15 menit setelah pemberian kemoterapi 5. Berkolaborasi untuk pemberian citarabin IV 6. Berkolaborasi pemberian tramadol drip 7. Menganjurkan keluarga untuk memotivasi anak menghabis diet yang isediakan dari rumah sakit
S: ibu mengatakan anaknya masih merasakan nyeri pada kaki, , nafsu makan masih menurun, tidur anak masih kurang, , luka tekan masih basah, anak sudah milai mobilisasi bertahap mikamiki, suhu badan anak sudah mulai turun O: keadaan umum masih lemah, skala nyeri 5, pasien tampak meringis, pasien tampak berhati-hati untuk mika-miki, porsi makan yang disediakan tidak habis, tidak ada mual dan muntahdurasi tidur kurang dari 7 jam, masih terbangun di malam hari lebih dari 2 kali, luka tekan tertutup kassa, pasien tampak pelan-palan untuk mika-miki, suhu badan sudah turun 37°c,
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
62
Tgl
No. Dx.Kep
Implementasi (Regulatory Operations) 8. Menganjurkan keluarga untuk makan bersama dengan pasien agar anak termotivasi untuk makan . 9. Menganjurkan pasien untuk memberitahukan kepada dokter atau perawat jika nafsu makan semakin menurun 10. Mengkaji adanya mual atau muntah pada pasien 11. Mengevaluasi pola tidur pasien (frekuensi bangun di malam hari, durasi tidur pasien) mealui sleep diary 12. Mengevaluasi sleep hygiene 13. Melakukan perawatan luka 14. Dengan supratulle 15. Menberikan vancomicin 500 mg
11-4-2016 1. 2.
3.
4.
Jam 08.00-11.00 . Mengkaji nyeri yang dirasakan pasien Membantu perawat ruangan memberikan kemoterapi citarabin VIII 100 mg/100 cc Nacl/2 jam Mengobservasi keadaan anak 15 menit setelah pemberian kemoterapi Berkolaborasi untuk pemberian citarabin IX
Evaluasi (control evaluations) kemoterapi sudah diberikan jam 10.00, tanda-tanda vital: TD;90/60 mmhg, N:110 kali/menit, pernafasan: 20 kali/menit A: 1. nyeri berhubungan dengan cidera biologis sekunder terhadap kanker (belum teratasi) 2. risiko cidera berhubungan dengan trombositopenia (belum teratasi) 3. hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri pada ekstremitas (belum teratasi) 4. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia (belum teratasi) 5. gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada ekstremitas (belum teratasi) 6. risiko perluasan infeksi (belum teratasi) S: ibu mengatakan anaknya masih merasakan nyeri pada kaki, , nafsu makan masih menurun, tidur anak mulai bagus, , luka tekan masih basah, anak sudah milai mobilisasi bertahap mika-miki, suhu badan anak sudah mulai turun
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
63
Tgl
No. Dx.Kep
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations)
Jam 12.00-14.30 5. Berkolaborasi pemberian tramadol drip 6. Menganjurkan keluarga untuk memotivasi anak menghabis diet yang disediakan dari rumah sakit 7. Menganjurkan keluarga untuk makan bersama dengan pasien agar anak termotivasi untuk makan . 8. Menganjurkan pasien untuk memberitahukan kepada dokter atau perawat jika nafsu makan semakin menurun dan penyebabnya sariawan yang dialaminya. 9. Mengkaji adanya mual atau muntah pada pasien 10. Mengevaluasi pola tidur pasien (frekuensi bangun di malam hari, durasi tidur pasien) mealui sleep diary 11. Mengevaluasi sleep hygiene 12. Melakukan perawatan luka 13. Dengan supratulle 14. Menberikan vancomicin 500 mg
keadaan umum masih lemah, skala nyeri 4, pasien tampak meringis, pasien tampak berhati-hati untuk mika-miki, porsi makan yang disediakan dihabiskan setengah porsi, tidak ada mual dan muntah, ibu juga mengatakan anaknya sudah dapat tidur nyenyak durasi tidur kurang dari 8 jam, hanya terbangun 1 kali pada malam hari, luka tekan tertutup kassa, pasien tampak pelan-pelan untuk mika-miki, suhu badan sudah turun 37°c, kemoterapi sudah diberikan jam 10.00, tanda-tanda vital: TD;90/60 mmHg, N:120 kali/menit, pernapasan: 22 kali/menit A: 1. nyeri berhubungan dengan cidera biologis sekunder terhadap kanker (belum teratasi) 2. risiko cidera berhubungan dengan trombositopenia (belum teratasi) 3. hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri pada ekstremitas (belum teratasi) 4. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia (belum teratasi) 5. gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada ekstremitas (teratasi sebagian)
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
64
Tgl
No. Dx.Kep
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations) 1.
risiko perluasan infeksi (belum teratasi) P:- evaluasi kemajuan mobilisasi pasien - Berikan reinforcement positif ketika pasien bisa melakukan mobilisasi - Batasi pengunjung - Lakukan perawatan luka - Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik
12-4-2016
- Memberikan tranfusi PRC I 262 ml - Memberikan PRC II 150 ml memberikan kemoterapi citarabin IX100 mg/100 cc Nacl/2 jam - menjadwalkan pemberian citarabin ke X - mengkaji adanya mual muntah - menevaluasi kemajuan aktivitas pasien - mengevaluasi sleep diary dan sleep hygiene yang diterapkan ke pasien - mengganti balutan luka - merapikan tempat tidur pasien - memotivasi pasien untuk menghabiskan makanannya - menganjurkan ibu memberikan makanan selingan dari rumah sakit
S: ibu mengatakan anaknya masih merasakan nyeri pada kaki, , nafsu makan mulai membaikanak sudah bisa tidur, luka tekan masih basah, anak sudah mulai mobilisasi bertahap duduk, suhu badan anak sudah mulai turun O: keadaan umum masih lemah, skala nyeri 4, pasien tampak meringis, pasien tampak makan sendiri dengan posisi duduk, porsi makan yang disediakan dihabiskan setengah porsi, tidak ada mual dan muntah, ibu juga mengatakan anaknya sudah dapat tidur nyenyak durasi tidur kurang dari 9 jam, hanya terbangun 1 kali pada malam hari, luka tekan tertutup kassa, pasien tampak pelan-pelan untuk mika-miki, suhu badan sudah turun 37°c, tanda-tanda vital: TD;90/70 mmHg, N:110 kali/menit, pernafasan: 242 kali/menit
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
65
Tgl
No. Dx.Kep
Implementasi (Regulatory Operations)
Evaluasi (control evaluations) A: 1. nyeri berhubungan dengan cidera biologis sekunder terhadap kanker (belum teratasi) 2. risiko cidera berhubungan dengan trombositopenia (belum teratasi) 3. hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri pada ekstremitas (belum teratasi) 4. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia (teratasi sebagian) 5. gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada ekstremitas (teratasi ) 6. risiko perluasan infeksi (belum teratasi) P: Lanjutkan intervensi: - evaluasi kemajuan mobilisasi pasien - Berikan reinforcement positif ketika pasien bisa melkukan mobilisasi - Batasi pengunjung - Lakukan perawatan luka - Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
66
BAB III PENCAPAIAN KOMPETENSI
Pada bab ini akan menjelaskan tentang pencapaian kompetensi residen selama menjalankan praktik residensi di Rumah Sakit Umum Pusat Negeri (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSPAD Gatot Soebroto Jakarta dan Rumah Sakit Anak Bunda (RSAB) Harapan Kita Jakarta dan kaitannya dengan peran perawat spesialis anak. Praktik residensi merupakan program pendidikan profesi Ners Spesialis yang disiapkan dengan level yang lebih tinggi dan memiliki wewenang untuk melakukan praktik dengan keahlian khusus di bidang keperawatan tertentu. Perawat spesialis mempunyai peran klinis sebagai perawat ahli (Advance Practice Nurse) di area keperawatan tertentu seperti kanker, diabetes melitus, cardiovasculer, pediatric atau gerontology (Potter & Perry, 2010). Menurut ICN (2009) praktik ners spesialis memiliki cakupan di keterampilan klinik, pengajaran, penelitian, administrasi dan sebagai peran konsultan.
Menurut National Association of Clinical Nurse Specialist (2014) Ners spesialis adalah perawat yang sudah mempunyai keahlian di bidang klinik, mampu mengelola asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi baik secara langsung maupun tidak langsung, disamping itu Ners spesialis juga dituntut mampu melakukan upaya promotif, preventif dan mampu memberikan intervensi keperawatan berdasarkan evidance based nursing.
Berdasarkan standar kompetensi perawat Indonesia Ners spesialis harus mampu menguasai ilmu keperawatan lanjut, mengelola asuhan keperawatan secara terampil dan inovatif dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam pemenuhan kebutuhan bio-psiko-sosio-spritual secara holistik sesuai dengan standar prosedur operasional. Ners spesialis juga harus memperhatikan keselamatan pasien, rasa aman dan nyaman, membuat penelitian berbasis bukti klinik untuk menjawab permasalahan sesuai dengan spesialisasinya, juga harus mamapu bekerjasama dengan tim keperawatan dan kesehatan lain (PPNI, AIPNI, AIPDiKI, 2012).
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
67
Perawat spesialis anak adalah perawat yang memberikan asuhan kepada anak dan orang tua yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan anak baik melalui edukasi ataupun berupa motivasi pada keluarga agar tetap mempertahankan kesehatan anak di berbagai unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit dan komunitas (Australian Confederation of Pediatric and Child Health Nurses/ACPHN, 2006).
Berdasarkan kegiatan yang dilakukan selama program Ners Spesesialis diharapkan Ners Spesialis Keperawatan Anak dapat berperan secara mandiri sebagai praktisi asuhan keperawatan pada area keperawatan anak yang memerlukan pelayanan keperawatan anak lanjut, pendidik dan konsultan area keperawatan anak, advokat bagi pasien dalam area keeprawatan anak, pengelola asuhan keperawatan anak pada tingkat menengah dan tinggi pada berbagai institusi pelayanan kesehatan serta sebagai peneliti dalam area keperawatan anak.
3.1
Target kompetensi Sesuai Area peminatan Praktik residensi Ners Spesialis keperawatan anak dilaksanakan dalam dua semester yaitu praktek keperawatan anak lanjut I (Residensi I) dan praktek keperawatan anak lanjut II (Residensi II). Sebelum melaksanakan praktik, residensi diwajibkan menyusun kontrak belajar sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai. Residensi I dilaksanakan dari tanggal 14 September 2015 sampai dengan 15 Januarir 2016 di 3 tempat yaitu 6 minggu di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, 4 minggu di ruang perinatologi RSAB Harapan Kita Jakarta dan 6 minggu di ruang non infeksi RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Residensi II dilaksanakan sesuai dengan peminatan yang sudah dipilih residen dan dilaksanakan selama 11 minggu mulai dari tanggal 15 Februari sampai dengan 29 april 2016 di 2 tempat yaitu 6 minggu di ruang non infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dan 5 minggu di ruang non infeksi (Ruang anggrek) RSAB Harapan Kita Jakarta.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
68
3.1.1 Pencapaian Kompetensi di Ruang Infeksi Praktik residensi di ruang infeksi dilaksanakan selama 6 minggu dimulai tanggal 14 September – 23 Oktober 2015. Kompetensi yang telah dicapai selama praktik di ruang infeksi yaitu memberikan asuhan secara langsung dengan menerapkan model konservasi Levine pada anak dengan masalah pencernaan (Diare), anak dengan masalah persyarafan (Meningitis TB), anak dengan masalah pernafasan (pneumonia komuniti, TB Paru), anak dengan masalah hepatologi (atresia bilier), anak dengan masalah gizi buruk, anak dengan masalah kelainan kongenital (atresia ani), anak dengan masalah infeksi (DHF), residen juga melakukan kompetensi perawatan trakeostomi, perawatan gastrostomi, pemberian inhalasi, pemasangan NGT dan pemebrian makanan melalui NGT, pemasangan infus, megoperasionalkan infus pump/syringe pump, mempersiapakan prosedur untuk operasi.
3.1.2 Pencapaian Kompetensi di Ruang Perinatologi Praktik residensi di ruang perinatologi dilaksanakan selam 4 minggu dimulai tanggal 28 Maret -29 April 2016. Kompetensi yang telah dicapai selama praktik di ruang perinatologi yaitu memberikan asuhan keperawatan secara langsung pada neonatus dengan masalah termoregulasi (Neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan), neonatus dengan masalah pernafasan (HMD), neonatus dengan masalah gangguan metabolisme (hiperbilirubin), neonatus dengan masalah infeksi (Sepsis neonatorum). Pencapaian target kompetensi prosedur berupa menilai masa gestasi dan usia koreksi bayi, perawatan metode kanguru, memasang foto terapi, manajemen laktasi, monitoring alat bantu kardio-respirasi (CPAP-Ventilator), memasang OGT, pemberian makanan/obat melalui OGT.
Dalam pemberian asuhan keperawatan residen selalu menerapkan prinsip legal dan etik pada pasien dan keluarga, memberikan asuhan sesuai dengan prinsip developmental care, menjalin komunikasi dengan pasien dan keluarga, menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien (dengan cara mengurangi kebisingan), memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga,
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
69
dan residen juga berpartisipasi dan bekerjasama secara tim dengan tim keperawatan dan kesehatan lain.
3.1.3 Pencapaian Kompetensi di Ruang Non Infeksi Praktik residensi keperawatan anak di ruang non infeksi merupakan area praktik yang dipilih oleh residen. Praktik di ruang non infeksi dilaksanakan dalam 2 tahap yaitu praktik residensi I di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta selama 6 minggu dimulai tanggal 14 Desember 2015 sampai dengan 8 Januari 2016 selanjutnya residensi II dilaksanakan di dua tempat yaitu di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta selama 6 minggu dari tanggal 15 Februari-29 April 2016 dan di RSAB Harapan Kita Jakarta selama 5 minggu dari tanggal 28 Maret-29 April 2016. Kompetensi yang sudah dicapai di ruang non infeksi untuk praktik residensi I residen menerapkan teori keperawatan Levine pada anak dengan masalah onkologi (Kanker Naso Faring, ALL, Neuroblastoma, , anak dengan masalah hematologi (Anemia), anak dengan masalah perkemihan (Sindrom Nefrotik). Praktik residensi II residen menerapkan teori keperawatan Self-care Orem pada anak dengan masalah onkologi (ALL, AML, Osteosarkoma), anak dengan masalah hematologi ( Anemia aplastik, thalassemia, ITP), anak dengan masalah perkemihan (sindrom nefrotik resisten steroid, gagal ginjal kronis dengan hemodialisis), anak dengan masalah cardiovaskuler (Docomp cordis, penyakit jantung rematik).
Pencapaian Target kompetensi prosedur antara lain melakukan pain mnajemen dengan tehnik non farmakologi (nafas dalam, bermain game, menonton video, sentuhan), manajemen kemoterapi (persiapan, memantau efek
samping,
manajemen
efek
samping),
manajemen
hipertemia,
menghitung Absolute Neutrofil Count (ANC), memberikan tranfusi (PRC dan TC), asistensi tindakan intratekal, melakukan edukasi sleep hygiene.
Dalam pemberian asuhan keperawatan residen selalu menerapkan prinsip legal dan etik pada pasien dan keluarga, menghormati hak-hak pasien dan keluarga dalam pemberian keputusan, menjaga hubungan baik dengan pasien
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
70
dan keluarga, menjalin komunikasi dengan pasien dan keluarga, menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien (dengan cara mengurangi kebisingan), memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga, dan residen juga berpartisipasi dan bekerjasama secara tim dengan tim keperawatan dan kesehatan lain.
3.2 Peran Ners Spesialis Keperawatan Anak Dalam melaksanankan praktik residensi, pencapaian kompetensi yang dilakukan sesuai dengan peran sebagai ners spesialis keperawatan anak adalah sebagai berikut:
3.2.1 Pemberi Asuhan Keperawatan Menurut Hockenberry dan Wilson (2009) dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak harus sesuai dengan filosofi keperwatan anak antara lain perawat berfokus pada pada keluarga (family centered care), asuhan atraumatik (atraumatik care) dan pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam pencapaian kompetensi ini residen memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif mulai dari melakukan pengkajian sampai melakukan evaluasi secara berkelanjutan dengan menggunakan komunikasi yang baik dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh anak dan keluarga, selain itu residen dalam memberikan asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan family centered care dan atraumatik (atraumatik care) pada anak yang mengalami nyeri,cemas, takut dan trauma dengan cara melibatkan keluarga untuk berpartisipasi dalam pemberian intervensi keperawatan dengan cara mengajarkan nafas dalam, melakukan distraksi dengan bercerita, bermain game atau menonton video.
3.2.2 Pendidik Menurut Hockenberry dan Wilson (2009) pendidikan kesehatan merupakan rangkaian transmisi informasi kesehatan sesuai dengan tingkat pemahaman anak dankeluarga yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan yang
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
71
optimal. Peran sebagai pendidik residen terapkan pada anak, keluarga, mahasiswa perawat dan teman perawat-perawat yang ada di ruangan.
Peran residen anak sebagai edukator diimplementasikan pada intervensi yang dibuat residen berdasarkan hasil dari pengkajian, misalnya untuk masalah trombositopenia residen memberikan edukasi tentang perawatan anak dengan risiko perdarahan, untuk masalah hambatan mobilitas fisik residen mengajarkan mobilisasi secara bertahap dan latihan ROM (Range of motion) Aktif, untuk masalah gangguan pola tidur residen mengajarkan sleep hygiene. Bentuk peran edukator lain yang dilakukan residen
adalah dengan
memberikan pendidikan kesehatan kepada perawat di ruangan baik yang yang bersifat langsung atau tidak langsung tentang teori dan praktik yang dibutuhkan ruangan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan berdasarkan evidance based nursing. Materi yang diberikan antara lain manajemen asuhan perkembangan pada neonatus, aplikasi penurunan kebisingan di ruang perinatologi dan perawatan paliataif pada anak kanker.
3.2.3 Kolaborator dan Koordinator Peran sebagai koordinator berhubungan dengan kemampuan perawat dalam melakukan koordinasi dengan sesama profesi perawat atau profesi kesehatan lainnya (ACPCHN, 2006). Peran ini juga berhubungan dengan aspek kolaborasi dengan profesi kesehatan lain untuk memberikan pelayanan yang berkualitas.
Peran residen anak di implementasikan ketika residen merawat anak dengan mual, muntah setelah pemberian kemoterapi, anak dengan nyeri kronis dan anak dengan hipertermia. Residen melakukan kolaborasi dngan dokter untuk pemberian obat anti emetik, analgetik,antibiotik dan antipiretik, selain itu residen juga berkoordinasi dan berkolaborasi dengan rehabilitasi medik dalam memberiakan fisotherapi berupa latihan gerak.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
72
3.2.4 Advokat Peran perawat sebagai advokat yaitu memastikan anak dan mendapatkan informasi tentang asuhan yang diberikan, memberi informasi tentang perawatan dan pengobatan, memberi kesempatan anak dan keluarga dalam mengambil keputusan, selain itu residen juga menerapkan sikap caring berupa empati terhadap anak dan keluarga.
Peran residen anak di implementasikan dengan memberitahu kepada dokter untuk tidak buru-buru meminta kepastian tindakan kemoterapi pada pasien. Residen memberi kesempatan kepada keluarga untuk berfikir dan berdiskusi dalam mengambil keputusan terkait pengobatan yang akan dilakukan pada anaknya yang baru terdiagnosis AML dan harus mendapatkan pengobatan kemoterapi.
3.2.5 Konselor (pemberi dukungan) Perawat dapat memberikan konseling keperawatan ketikan anak dan orang tua membutuhkan. Perawat dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan orang tua tentang masalah anak dan keluarga sehingga masalahnya dapat dipecahkan. Perawat juga dapat memberikan dukungan untuk menguatkan koping keluarga/orang tua dengan cara mendengarkan, menyentuh dan dapat hadir secara fisik di dekat anak dan orang tua.
Pencapaian kompetensi pada peran ini adalah residen memfasilitasi kebutuhan orang tua yang mengalami stresssor karena harus menghadapi kenyataan memiliki anak yang harus diberikan pengobatan dalam jangka waktu yang lama dengan cara memberikan kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya dalam merawat anak dengan penyakit ronik, memberi dukungan dan motivasi untuk tetap semangat merawat anaknya, tidak membuat pernyataan-pernyataan yang menambah pikiran orang tua.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
73
3.2.6 Pengembangan profesional Peran perawat dalam kompetensi pengembangan profesionalisme bertujuan untuk
meningkatkan
pelayanan
asuhan
keperawatan,
Dalam
peran
kompetensi ini residen melakukan peran sebagai inovator. Residen melakukan proyek inovasi kelompok di ruang perinatologi dan proyek inovasi individu di ruang non infeksi. Proyek inovasi yang dilakukan di ruang perinatologi adalah aplikasi penurunan kebisingan di ruang perinatologi berdasarkan EBP melalui pemberian materi tentang kebisingan yang dapat mengganggu
asuhan perkembangan pada neonatus kepada perawat dan
tenaga kesehatan yang ada di ruang perinatologi, dari hasil kegiatan proyek inovasi ini kelompok merekomendasikan penggunaan earmuff untuk mengurangi tingkat kebisingan pada neonatus, sedangkan proyek inovasi individu yang dilakukan residen di ruang non infeksi adalah aplikasi evidence based nursing sleep hygiene untuk mengatasi anak dengan masalah atau gangguan tidur, dari hasil proyek inovasi ini residen merekomendasikan penerapan sleep hygiene dengan metode F.E.R.R.E.T (food, emotions, routine, restriction, environment, timing). Edukasi sleep hygiene yang sudah dilakukan residen pada anak dan keluarga antara lain: a. Hindari pemberian minuman yang mengandung kafein pada anak (soda, teh, kopi, coklat). b. Minta keluarga untuk menghadirkan objek yang dapat membuat anak merasa lebih nyaman di rumah sakit, misalnya membawakan boneka atau bantal kesayangan anak. c. Hindari kegiatan anak yang membutuhkan stimulus yang tinggi, seperti bermain games, ipad, dan menonton televisi. d. Memotivasi anak untuk memiliki pola tidur yang sama setiap hari e. Mengkondisikan kamar tempat pasien menjadi lebih tenang dan nyaman, seperti pengaturan suhu ruangan, penggunaan tirai, meminta kepada keluarga yang menunggu pasien lain untuk sama-sama menjaga ketenangan dengan tidak mengobrol terlalu kuat di dalam ruangan.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
74
Residen juga melakukan bimbingan kepada mahasiswa S1 FIK UI yang sedang praktik di ruang non infeksi dengan melakukan bedside teaching dengan materi manajemen kemoterapi dan manajemen nyeri pada anak kanker, selain itu residen juga berkesempatan memberikan motivasi kepada perawat-perawat ruangan yang masih berkualifikasi pendidikan D III keperawatan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
3.2.7 Pengambil Keputusan Etik Pengambilan keputusan oleh perawat mempunyai peranan sangat penting karena perawat yang selalu berhubungan dengan nursing participant/ anak selama 24 jam. Perawat harus memperhatikan autonomy, maleficence, beneficence, dan justice. Pencapaian kompetensi pada peran ini adalah residen menghormati hak-hak anak dan keluarga untuk menentukan pilihan terapi yang dianggap orang tua lebih baik, misalnya orang tua yang lebih memilih herbal untuk pengobatan anaknya, walaupun keluarga sudah diberitahu terlebih dahulu tentang kelebihan dan keterbatasan dari pengobatan secara medis dan herbal oleh perawat.
3.2.8 Peneliti Kemampuan meneliti sangat penting dimiliki oleh semua perawat anak. Perawat melakukan kajian-kajian keperwatan anak yang dapat dikembangkan untuk perkembangan tekhnologi keperawatan (Bowden, 2010). Pencapaian kompetensi pada peran ini adalah residen menerapkan keefektifan edukasi sleep hygiene pada anak dengan masalah tidur, selain itu residen juga membuat dan memodifikasi sleep diary/catatan harian untuk memantau pola istirahat tidur pasien.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
75
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas tentang analisis penerapan Self-care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kronis yang mempunyai masalah gangguan aktivitas dan istirahat dan analisis praktik spesialis keperawatan anak dalam pencapaian kompetensi.
4.1
Penerapan Self-care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dalam Asuhan Keperawatan
Kondisi anak dengan penyakit kronis seringkali menimbulkan keterbatasan pada aktivitasnya, apabila keterbatasan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka anak akan menjadi tidak mampu melakukan kebutuhan kesehariannya seperti mandi, makan, berpakaian, berjalan, selain itu juga akan menimbulkan keterbatasan aktivitas yang bersifat instrumental seperti mengerjakan pekerjaan di rumah, berbelanja dan menghidangkan makanan ( Adams, Kirzinger, & Martinez, 2013).
Kemandirian pasien atau dikenal dengan istilah self care pada teori keperawatan Orem, merupakan salah satu unsur yang dapat dijadikan tolak ukur untuk melihat kemampuan pasien dan keluarga pasien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya selama anak menderita penyakit non infeksi yang notabene merupakan penyakit dengan kebutuhan longterm care.
4.1.1 Pengkajian (Data Collection) Berdasarkan hasil pengkajian menggunakan model Orem pada 5 kasus yang dikelola menunjukkan bahwa pasien mengalami gangguan atau masalah aktivitas dan istirahat. Masalah aktivitas yang terjadi disebabkan oleh adanya rasa nyeri dan sesak, namun ada 1 pasien yang terganggu aktivitasnya karena kelemahan fisik diakibatkan anemia yang diderita pasien. Aktivitas yang terganggu pada anak dengan penyakit kronis dapat berupa keterbatasan
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
76
aktivitas, merasakan nyeri saat melakukan aktivitas dan ada keluhan sesak ketika sedang beraktivitas. Gangguan ini berdampak pada aktivitas sehari-hari pasien seperti nyeri akut, intoleransi aktivitas, hambatan mobilitas fisik, nyeri, pola nafas tidak efektif dan terjadi kelelahan. Menurut Turkel dan Pao (2007) ketidakmampuan aktivitas fisik yang berhubungan dengan penyakit dan pengobatan bisa disebabkan oleh adanya gangguan pada pertumbuhan fisiknya, penggunana obat-obatan dalam jangka waktu yang lama seperti penggunaan kortikosteroid dan kemoterapi bisa menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tulang dan kerusakan tulang. Kondisi keterbatasan aktivitas yang diakibatkan dari nyeri pada anak dengan penyakit kronis bisa ditunjukkan dengan bentuk berbagai perilaku perilaku seperti menggosokgosok area yang sakit, meringis menahan sakit, mendesah atau menangis yang menimbulkan immobilisasi atau keterbatasan dalam melakukan aktivitas (Hansen & Streltzer, 2005).
Begitu pula dengan anak yang mengalami gangguan pada istirahat (tidur), mereka akan memiliki suasana hati yang kurang bagus, fungsi kognitif yang menurun, terlihat lelah, tampak mengantuk, tidak segar ketika bangun di pagi hari dan terjadi perubahan perilaku. Secara umum anak yang mengalami gangguan aktivitas dan istirahat akan berdampak secara langsung pada perawatan diri. Pada pengkajian 5 kasus kelolaan ditemukan secara klinis tanda-tanda anak yang mengalami gangguan pola tidur tersebut, rata-rata anak tampak mengantuk di siang hari dan terlihat tidak segar ketika bangun di pagi hari. Hasil pengkajian dari sleep diary yang dibuat residen juga menunjukkan bahwa pasien mengalami gangguan pola tidur berupa sulit untuk tertidur, ketika bangun sulit tertidur kembali, bangun di malam hari lebih dari 3 kali, durasi tidur kurang dari 8 jam, ini sesuai dengan hasil penelitian dari Gedaly-Duff, et al (2006) bahwa seorang anak yang dikatakan mengalami gangguan tidur apabila membutuhkan waktu lebih dari 30 menit untuk bisa tertidur dan sering terbangun di malam hari lebih dari 3 kali.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
77
Hasil pengkajian didapatkan bahwa 3 orang pasien yaitu kasus 2, 3 dan 4 mengalami gangguan istirahat dikarenakan adanya nyeri, kasus 2 dan kasus 3 nyeri yang dirasakan dikarenakan adanya efek sekunder dari penyakit kanker yaitu nyeri pada ekstremitas bawah, dan adanya massa intra abdomen dan luka tekan pada kasus 2 sedangkan kasus 4 mengalami nyeri dikarenakan pasca tindakan pemasangan CDL (Catheter Double Lumen), pada kasus 1 (An.N, perempuan, usia 14 tahun) mengalami gangguan pola tidur yang dipengaruhi oleh karakteristik penyakit. Karakteristik penyakit yang mempengaruhi pola tidur pasien adalah nyeri pada dada sebelah kiri seperti tertusuk-tusuk, selain itu pasien diharuskan untuk bedrest agar tidak menimbulkan nyeri yang bertambah apabila pasien melakukan aktivitas. Kondisi pasien ini menimbulkan intoleransi aktivitas pada pasien yang ditandai dengan perubahan tekanan darah dan nadi setelah melakukan aktivitas. Menurut Bruni dan Lovelli (2010) remaja yang mengalami nyeri terjadi peningkatan durasi terbangun dari tidur pada malam hari, selain itu nyeri merupakan salah satu sumber sekunder yang paling umum dari gangguan pola tidur pada penyakit kronis (Meyers, 2012), faktor lingkungan seperti suhu kamar dan kebisingan bisa mempengaruhi secara signifikan pasien yang dirawat di rumah sakit, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tidur adalah diet, olahraga, rutinitas tidur dan kondisi emosional (National Cancer Institute, 2010)
Menurut Hinds, Hockenberry, Rai, Zhang, Razzouk dan MCCarthy, Cremer dan Rodriquez (2007) menyebutkan bahwa ada beberapa penyebab yang mengakibatkan penurunan kualitas tidur anak yang dirawat di rumah sakit yaitu dari faktor karakteristik dari penyakit yang dialami pasien, faktor perawatan, kondisi lingkungan dan adanya perubahan tingkat aktivitas pasien.
4.1.2 Diagnostic Operations (Perumusan Diagnosis Keperawatan) Setelah pengkajian atau pengumpulan data dilakukan, tahap berikutnya adalah menegakkan diagnosis keperawatan. Orem menggunakan istilah Regulatory Operations untuk masalah yang dialami pasien. Pada tahap ini
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
78
residen menegakkan diagnosis keperawatan dari masalah yang ada pada pasien sesuai dengan kebutuhan pasien yang perlu dibantu oleh perawat. Berdasarkan hasil pengkajian residen menemukan masalah utama yang dapat ditegakkan adalah hambatan mobilitas fisik, gangguan pola tidur, nyeri, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, hipertermia, penurunan curah jantung, , gangguan perfusi jaringan perifer, risiko cedera, risiko infeksi, dan gangguan proses keluarga.
Berdasarkan analisis hasil pengkajian ditemukan bahwa gangguan aktivitas dan istirahat bukan menjadi masalah keperawatan dengan prioritas utama, namun menurut Orem (1991) apabila kebutuhan aktivitas dan istirahat menjadi terganggu maka pencapaian status kesehatan seseorang menjadi terhambat atau terbatas, demikian juga menurut Allison (2007) menyatakan bahwa apabila individu mengalami keterbatasan dalam menyeimbangkan antara aktivitas dan istirahat maka individu tersebut dapat mengalami kehilangan kemampuan dalam meningkatkan status kesehatannya.
Pada kasus 2, 3 dan 4 pasien mengalami masalah hambatan mobilitas fisik, sedangkan kasus 1 dan 5 mempunyai masalah intoleransi aktivitas. Pada kasus 2 dan 3 hambatan mobilitas yang terjadi dikarenakan nyeri pada ekstermitas bawah, kasus 4 nyeri dikarenakan pasca pemasangan CDL, pada kasus 1 terjadi masalah intoleransi aktivitas dikarenakan anak mengalami sesak yang bertambah bila melakukan aktivitas ringan sampai berat, sedangkan pada kasus 5 mengalami kelelahan dan rasa lemas sehingga tidak mampu untuk melakukan aktivitas diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan energi dengan suplai oksigen.
4.1.3 Prescriptive Operations dan Regulatory Operations (Intervensi dan Implementasi Keperawatan) Prescriptive operations menurut Orem adalah membuat intervensi dengan tujuan untuk menentukan metode perawatan apa yang sesuai dengan kondisi pasien. Perencanaan terdiri dari tujuan yang ingin dicapai, hasil yang
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
79
diharapkan, desain nursing system teori Orem (wholly compensatory, partly compensatory, atau supportive-educative). Tingkat ketergantungan pada orang tua dan anak dengan kanker berhubungan dengan kemampuan anak melakukan perawatan diri, anak dengan penyakit kronis yang lebih lama akan lebih mampu mandiri dalam merawat dirinya sendiri sehinga tingkat ketergantungannya lebih rendah, demikian juga dengan masalah kurang tidur, apabila anak mengalami penurunan kualitas tidur maka dapat menyebabkan penurunan aktivitas fisik dan kecemasan (Galanes & Gulanick, 2012).
Intervensi sleep hygiene merupakan salah satu intervensi yang dilakukan residen pada 5 kasus kelolaan. Sleep hygiene adalah perilaku sehari-hari yang dapat meningkatkan kualitas tidur dan mencapai tidur yang lebih baik (Walker, Johnson, Miaskwoski, Lee, & Gedali, 2010). Sleep hygiene merupakan salah satu dari terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy) yang efektif untuk mengatasi masalah insomnia kronis. Berdasarkan hasil penelitian systematic review Sharma dan Andrade (2012). Menyatakan bahwa sleep hygiene merupakan intervensi perilaku dimana pasien diberikan instruksi tentang kebiasaan tidur yang sehat. Tidur merupakan bagian penting bagi anak selama menjalani pengobatan karena dengan tidur yang cukup dapat memfasilitasi aktivitas imun dalam memperbaiki jaringan yang rusak (Walker, et al., 2010), dengan tidur yang cukup maka anak tidak merasa lelah/fatigue sehingga tidak mempengaruhi aktivitas harian mereka baik fisik maupun psikososial seperti perubahan rutinitas harian, sekolah dan penampilan (Chiang, Wang, & Yang, 2009).
Pada kasus kelolaan 1,2,3,4 dan 5 sleep hygiene dengan pendekatan F.E.R.R.E.T dan penggunaan sleep diary efektif menurunkan masalah ganggguan tidur anak. 6 indikator dalam sleep hygiene menurut Tan, Healey, Gray, dan Galland (2012) adalah
food, emotions, routine, restirction,
environment, timing atau biasa di singkat F.E.R.R.E.T, selain itu faktor keluarga juga menjadi penentu keberhasilan intervensi. Orem menyatakan bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang penting dalam
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
80
membantu anak dengan penyakit kronis untuk memenuhi perawatan dirinya. Dukungan dari keluarga bisa dilakukan berupa dukungan fisik dan dukungan emosional yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi anak dalam melakukan perawatan diri (Fan, 2008). Intervensi yang
bersifat suportif
edukatif juga dibutuhkan orang tua terkait masalah yang sering muncul pada kondisi penyakit kronis anak seperti menghindari efek samping kemoterapi, cara mengontrol nyeri atau mengatasi mukositis.
Aktvitas perawatan diri dapat terpenuhi jika individu sebagai agen perawatan diri juga terlibat dan berperan aktif dalam pemeliharaan kesehatannya. Intervensi yang dilkukan pada kasus kelolaan 1,2,3,4 dan 5 adalah dengan membantu dan mengajarkan secara bertahap cara melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti menggosok gigi, mencuci muka, menyisir rambut, memotong kuku, memotong makanan sendiri, menyuap makanan sendiri dan mencari posisi yang nyaman, selain itu untuk memenuhi pemenuhan ADL residen juga berkolaborasi dengan rehabilitasi medik untuk melatih kekuatan otot dan mencegah kontraktur.
Dalam penerapan implementasi sleep hygiene residen menemukan kendala antara lain beberapa orang tua pengisian sleep diary dirasakan tidak efektif dengan alasan orang tua lupa tidak melihat jam ketika anak terbangun malam hari dan juga ada orang tua yang tidak menyadari anaknya terbangun pada malam hari, untuk itu residen mengantisipasi dengan melakukan review ulang setiap hari pada orang tua dan anak. Dari hasil sleep diary didapatkan data bahwa anak mengalami peningkatan dari jumlah jam tidur per hari dan anak mulai jarang terbangun di malam hari, selain itu faktor lingkungan di ruang perawatan yang kadang tidak mendukung, misalnya suhunya yang kurang dingin, dan adanya tindakan keperawatan yang diberikan pada malam hari yang dapat mengganggu keefektifan implementasi. Residen melakukan kolaborasi dengan perawat ruangan dan dokter jaga untuk memodifikasi pengaturan tindakan yang bersifat kolaboratif, seperti menunda pengukuran tanda-tanda vital saat anak sedang tidur, menunda tindakan pengambilan
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
81
sampel darah yang sifatnya tidak emergency, menunda pemberian obat paracetamol yang sudah dijadwalkan 4 kali pemberian tapi pada saat jam pemberian, pasien sedang tidur dan suhu badan saat itu tidak dalam keadaan demam. Residen juga menganjurkan kepada keluarga untuk membatasi penggunaan game online yang digunakan anak terutama di malam hari, karena dapat mengganggu waktu tidur anak. Menurut Zamani, Chasmi dan Hedayati (2009) kecanduan game online dapat menyebabkan gangguan fisik, kecemasan, gangguan tidur, gangguan fungsi sosial dan defresi. Tidur dapat sebagai konservasi energi dan juga memiliki fungsi restoratif, dengan tidur akan memberikan periode peningkatan sintesis protein, perbaikan fungsi sel dan pelepasan hormon pertumbuhan yang berkontribusi untuk pembaharuan jaringan sehingga dapat membantu proses penyembuhan penyakit (Pamela, et al., 2007). 4.1.4 Control Evaluations (Evaluasi) Evaluasi dilakukan setelah melakukan implementasi. Evaluasi keperawatan dilakukan dengan menilai keberhasilan tindakan keperawatan, keoptimalan pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat pasien serta mengukur kriteria hasil yang dicapai. Pada kasus 1 setelah dilakukan intervensi pasien menunujukkan peningkatan dalam kemandirian perawatan dirinya, pasien sudah mampu melakukan perawatan diri seperti menggosok gigi, mencuci muka dan menyisir rambut, pasien juga sudah mampu memotong makanan sendiri dan makan sendiri, pasien bisa mencari posisi yang nyaman untuk mobilisasi di tempat tidur. Orem menjelaskan bahwa perawatan diri pada seseorang itu tidak selalu dilakukan secara mandiri. Sistem perawatan diri yang bergantung pada orang lain dapat diartikan sebagai aktivitas yang biasanya dilakukan pada anak atau individu dengan keterbatasan dimana untuk melakukan aktivitas perawatan dirinya perlu dibantu oleh orang lain.
Pasien pada kasus 2 dan 3 mengalami peningkatan mobilitas fisiknya ditunjukkan dengan pasien mengatakan
nyeri berkurang, sudah mampu
melakukan mobilitas secara bertahap. Kasus 2 sudah bisa menyuap makanan sendiri dengan posisi duduk, sudah mau mengobrol dengan perawat, sudah
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
82
mau menonton televisi dan terlihat lebih rileks, kasus 3 pasien sudah bisa mampu melakukan mobilisasi ke kamar mandi untuk mandi, BAK dan BAB walaupun masih dalam pengawasan orang tua. Kasus 4 dan 5 juga sudah menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ditandai dengan mulai mampu melakukan aktivitas ringan sampai berat tanpa sesak dan lelah.
Pada anak sekolah dengan tingkat kemampuan perawatan diri yang sedang biasanya lebih mampu dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangnnya sehingga diharapkan anak menjadi mampu secara kognitif membuat keputusan perawatan diri yang tepat (Klitzner, Rabbitt & Chang, 2010)
Untuk masalah tidur yang terjadi pada ke 5 pasien menunjukkan perbaikan setelah diberi intervensi, ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Moore dan Backwitt (2006) yang menyatakan bahwa kebutuhan perawatan diri universal terkait aktivitas dan istirahat, beberapa anak mengatakan tidur merupakan mekanisme koping untuk menghadapi penyakitnya.
4.1.5 Self-care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dalam Asuhan Keperawatan secara Keseluruhan
Secara global teori Orem dapat digunakan pada semua kasus kelolaan mulai dari proses pengkajian sampai dengan evaluasi. Pengkajian SCDNT memenuhi aspek spesifik dari keperawatan misalnya pengkajian yang menggali tentang kebutuhan oksigenasi, cairan, kebutuhan nutrisi, kebutuhan eliminasi, kebutuhan aktivitas dan tidur, interaksi sosial, pencegahan penyakit dan peningkatan kondisi normal. Pengembangan format pengkajian yang dibuat residen sudah berdasarkan sudut pandang SCDNT, dimana semua aktivitas perawatan diri diklasifikasi
berdasarkan tingkat ketergantungan
pasien, yaitu tingkat ketergantungan penuh/total, tingkat ketergantungan sebagian dan bantuan berupa edukatif saja. Penerapan SCDNT pada 5 kasus kelolaan dilakukan pada anak usia sekolah dan remaja terbukti lebih efektif
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
83
dikarenakan anak usia sekolah dan remaja tersebut lebih menguasai bahasa dan petunjuk/perintah dari perawat atau orang tua, namun penerapan SCDNT ini tidak terbatas pada anak yang lebih tua saja karena dalam konsep SCDNT Orem berpendapat bahwa anak merupakan agen perawatan diri yang dianggap sebagai pusat teori sehingga teori ini bisa saja diterapkan pada anak usia yang lebih muda karena dalam teori ini sistem keluarga juga merupakan faktor untuk menentukan keberhasilan dalam perawatan diri.
Pada kegiatan intervensi atau rencana tindakan residen membagi intervensi berdasarkan tingkat ketergantungan menurut Orem, sesuai dengan penelitian More and Backwitt (2006) menyatakan bahwa intervensi keperawatan disusun berdasarkan klasifikasi tingkat ketergantungan pasien yaitu yang hanya bisa dilakukan anak, hanya bisa dilakukan orang tua serta yang dapat dilakukan anak dan orang tua.
4.2
Pencapaian Kompetensi dalam Praktik Residensi Keperawatan Anak Dalam melaksanakan praktik residensi, residen berupaya untuk memenuhi target pencapaiaan kompetensi yang sudah disusun sebelumnya dalam kontrak belajar, selain itu kompetensi lain juga didapatkan residen dalam pembuatan jurnal reflektif setiap minggu, melalui jurnal reflektif residen mendapatkan pengetahuan baru berdasarkan hasil penelitian terbaru, selain itu dalam memberikan asuhan keperawatan residen juga memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dengan cara melakukan pengkajian sampai evaluasi secara berkesinambungan.
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada anak tidak terlepas dari keterlibatan keluarga dimana keluarga dituntut meningkatkan partisipasi dan kemampuan orang tua dalam merawat anak mereka dengan penyakit kronis. Pendekatan yang digunakan adalah family centered care (FCC), selain itu residen juga menerapkan teori atau model keparawatan sebagai dasar dalam melaksanakan praktik residensi, dalam hal ini teori yang residen gunakan adalah teori self-care Orem yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
84
pasien. Orem menyatakan bahwa teori self-care juga merupakan suatu pendekatan
yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk meningkatkan
kemampuan pasien dalam merawat dirinya sendiri dan bukan menempatkan pasien pada posisi bergantung, karena self-care merupakan perilaku yang dapat dipelajari atau didapatkan dari proses belajar (Aggleton & Chalmers, 2000).
Selama praktek residensi, residen juga berkesempatan mendapatkan pengkayaan materi berupa kuliah pakar yang disampaikan oleh dokter spesialis anak yang kompeten di bidang nutrisi, perinatologi, hemato-onkolgi, respiratorik dan tentang pengendalian infeksi di rumah sakit. Semua materi yang disampaikan bermanfaat bagi residen dalam pencapain kompetensi, selain
itu
residen
juga
mempunyai
kesempatan
untuk
melakukan
pembelajaran melalui pengeloaan pasien yang tidak ditemukan kasusnya di daerah.
Praktik residensi yang dilaksanakan selam 6 minggu di ruang infeksi residen sudah mendapatkan target pencapaian kompetensi sesuai dengan kontrak belajar yang dibuat diantaranya adalah memberikan asuhan secara langsung dengan menerapkan model konservasi Levine pada anak dengan masalah pencernaan (Diare), anak dengan masalah persyarafan (Meningitis TB), anak dengan masalah pernafasan (pneumonia komuniti, TB Paru), anak dengan masalah hepatologi (atresia bilier), anak dengan masalah gizi buruk, anak dengan masalah kelainan kongenital (atresia ani), anak dengan masalah infeksi (DHF), residen juga melakukan kompetensi perawatan trakeostomi, perawatan gastrostomi, pemberian inhalasi, pemasangan NGT dan pemebrian makanan melalui NGT, pemasangan infus, mengoperasionalkan infus pump/syringe pump, mempersiapakan prosedur untuk operasi.
Pencapaian kompetensi di ruang perinatologi juga sudah sesuai dengan kontrak belajar yang dibuat residen. . Kompetensi yang telah dicapai selama praktik di ruang perinatologi yaitu memberikan asuhan keperawatan secara
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
85
langsung pada neonatus dengan masalah termoregulasi (Neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan), neonatus dengan masalah pernafasan (HMD), neonatus dengan masalah gangguan metabolisme (hiperbilirubin), neonatus dengan masalah infeksi (Sepsis neonatorum). Pencapaian target kompetensi prosedur berupa menilai masa gestasi dan usia koreksi bayi, perawatan metode kanguru, memasang foto terapi, manajemen laktasi, monitoring alat bantu kardio-respirasi (CPAP-Ventilator), memasang OGT, pemberian makanan/obat melalui OGT.
Kompetensi yang sudah dicapai di ruang non infeksi adalah memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan masalah onkologi (Kanker Naso Faring, ALL, Neuroblastoma, AML, osteosarcoma), anak dengan masalah hematologi (Anemia aplastik, thalassemia, ITP) anak dengan masalah perkemihan (Sindrom Nefrotik, sindrom nefrotik resisten steroid, gagal ginjal kronis dengan hemodialisis), anak dengan masalah cardiovaskuler (Docomp cordis, penyakit jantung rematik). Pencapaian Target kompetensi prosedur antara lain melakukan pain manajemen dengan teknik non farmakologi (nafas dalam, bermain game, menonton video, sentuhan), manajemen kemoterapi (persiapan, memantau efek samping, manajemen efek samping), manajemen hipertemia, menghitung Absolute Neutrofil Count (ANC),
memberikan
tranfusi (PRC dan TC), asistensi tindakan intratekal, melakukan edukasi sleep hygiene.
Residen juga menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan, sebagai pendidik, sebagai kolaborator dan koordinator, sebagai advokat, sebagai konselor, pengembangan profesional, pengambilan keputusan etik dan sebagai peneliti. Dalam melaksanakan perannya residen selalu berkomunikasi secara terapeutik kepada keluarga sesuai dengan tingkat pemahaman mereka selain itu residen juga berusaha mengkomunikasikan halhal terkait respon pasien dan keluarga kepada tenaga kesehatan lainnya yang berhubungan dengan terhadap pengobatan dan perawatan yang didapatkan pasien.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
86
Dalam pencapaian kompetensi penerapan EBP proyek inovasi tentang sleep hygiene, residen merasa belum optimal dikarenakan waktu yang digunakan untuk melaksanakan EBP hanya tersedia selama 6 minggu sementara untuk kegiatan proyek inovasi tersebut terdiri dari beberapa tahapan yaitu pengkajian, pembuatan proposal dan bimbingan, presentasi dan sosialisasi, pelaksanaan dan evaluasi, selain itu hambatan yang residen temukan adalah kesulitan dalam mensosialisasikan kegiatan proyek inovasi yang akan dilaksanankan karena keterbatasan waktu dan beban kerja perawat yang masih tinggi, sehingga kegiatan sosialisasi hanya dilakukan pada perawatperawat yang kebetulan bertanggung jawab dan dinas di ruangan tempat kegiatan proyek inovasi tersebut.
Salah satu peran perawat adalah sebagai edukator (pendidik), Perawat Ahli madya dan Ners yang ada di ruangan dapat menindaklanjuti proyek inovasi ini dengan cara meneruskan penerapan sleep hygiene yang residen terapkan sebelumnya dengan memberikan edukasi tentang tidur yang sehat yang dapat meningkatkan status kesehatan pasien. Menurut residen penerapan sleep hygiene ini juga dapat dilakukan oleh perawat ahli madya, karena salah satu kompetensi perawat ahli madya adalah mampu melakukan penyuluhan kesehatan dalam upaya meningkatkan pola hidup sehat dalam lingkungan yang sehat dan menurunkan angka kesakitan dalam suatu tim, hanya saja perawat ahli madya perlu mengkoordinasikan kepada perawat yang jenjang pendikannya lebih tinggi di atasnya terkait keberhasilan, kendala atau hambatan yang ditemukannya pada saat penerapan sleep hygiene .
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
87
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan dari bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat di ambil adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan praktik residensi Ners spesialis Keperawatan Anak merupakan program pendidikan profesi ners spesialis yang disiapkan agar ners spesialis lebih terampil dan inovatif dalam memberikan asuhan keperawatan. Pencapaian kompetensi sebagai Ners Spesialis keperawatan Anak dalam praktik residensi sudah terlaksana melalui pencapaian target kompetensi yang disusun residen dalam kontrak belajar, selain itu kompetensi lain yang tidak tersusun didalam kontrak belajar pun dapat dicapai residen melalui laporan reflektif dan kuliah pakar.
2. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada kelima kasus kelolaan yang mengalami gangguan aktivitas dan istirahat, rata-rata pasien mengalami hambatan mobilitas fisik, intoleransi aktivitas dan gangguan pola tidur. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan gangguan aktivitas dan istirahat adalah dengan menerapkan sleep hygiene dengan pendekatan F.E.R.R.E.T. Melalui intervensi tersebut gangguan aktivitas dan istirahat mengalami penurunan ditandai dengan kemampuan pasien untuk melakukan mobilisasi secara bertahap dan istirahat yang berkualitas mengalami peningkatan.
3.
SCDNT dari Orem bisa diaplikasikan dalam asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kronis yang mengalami masalah kebutuhan aktivitas dan istirahat dan 5 pasien yang dikelola residen terbukti efektif untuk meningkatkan kemandirian pasien.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
88
5.2 Saran Saran yang dapat residen berikan berkaitan dengan teori yang sudah diaplikasikan adalah sebagai berikut: 1.
Perlu pengembangan lebih lanjut agar institusi pelayanan mulai dapat mengaplikasikan teori keperawatan dalam setiap memberikan asuhan keperawatan.
2.
Perlunya format pengkajian yang menggali tentang kebutuhan aktivitas dan istirahat secara lebih rinci yang sudah dibakukan sehingga setiap perawat mempunyai persepsi yang sama dalam melakukan asuhan keperawatan berdasarkan konsep teori Orem.
3.
Penerapan SCDNT dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat hanya meliputi aktivitas anak melakukan ADL saja, oleh sebab itu perlu adanya penerapan lebih lanjut terkait kebutuhan akan aktivitas lainnya pada anak sesuai usia.
4.
Ners spesialis keperawatan anak adalah perawat yang akan menjadi role model dan rujukan dalam penyelesaian masalah di area keperawatan anak, untuk itu perawat anak hendaknya dapat mencari kompetensi sebanyakbanyaknya melalui pembelajaran di klinik, seminar dan pelatihan.
5.
Rumah sakit diharapkan dapat memfasilitasi sarana penunjang seperti ruang diskusi untuk kegiatan pembelajaran di pelayanan sehingga pencapaian
target
kompetensi
spesialis
keperawatan
anak
dapat
ditingkatkan.
Universitas Indonesia Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA . Adams, P.F., Kirzinger, W.K., & Martinez. (2013). Summary health statistic for the U.S populations. National Center for Health Statistic, 10, 4-6. Aggleton, P., & Chalmers, H. (2000). Nursing models and nursing practice (2th ed.). Palgrave Macmillan. Alligood, M.R. (2010). Nursing theory utilization & application (4th ed). St. Louis: Mosby Elsevier. Allison, S.E. (2007). Self-care requirements for activity and rest: an orem nursing focus. Nursing Science Journal, 20 (1), 68-76. Australian Confederation of pediatric and Child Health Nurses – ACPCHN. (2006). Competencies for the spesialist pediatric of child health nurse. Diunduh dari http://www.acpchn.org.au pada tanggal 20 Mei 2016 Ball, J.W., Blinder, R.C., & Cowen, K.J. (2010). Child health nursing: Partnering children & families (2th ed). New Jersey: Pearson. Belmore, J., & Tomlinson, D. (2010). Fatigue dalam Tomlinson, D., & Kline, N.K, Nursing advanced clinical handbook, 2ndd (hlm. 454). Heidelberg: Springer Bowden, V.R. & Greenberg, C, S. (2010). Children and their families. The continuum of care 2(nd ed). Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins. Bruni, O. & Novelli, L. (2009). Sleep disorder in children. Clinical Evidence BMJ, Vol.. 9. Bruni, O. & Novelli, L. (2010). Sleep disorder in children. Clinical Evidence BMJ, Vol. 9. Carney, P. (2005). Clinical sleep disorder. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Chiang, Y.C., Yeh, C.H., Wang, K.W.K., & Yang, C.P. (2009). The experience of cancer related fatigue in Taiwanese children. European Journal of Cancer Care, 18, 43-49. Dochter, J.Mc.C., & Bulechek, G.M. (2008). Nursing intervention classification (NIC). St. Louis Missouri: Mosby Elsevier. Fan, L. (2008). Self-care behaviours of school-age children with heartd disease. Pediatric Nursing Journal, 34 (2), 131-138.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Fawcett, J. (2005). Contemporary nursing knowledge : analysis and evaluation of nursing models and theories. Second edition. Philadelphia : F.A. Davis Company. Galanes, S., & Gullanick, M. (2012). Nursing Care Plan. Elsevier. USA. Gedaly-Duff., Vivian, L., Kathryn, A., Nail., Lilian, M., Nicholson, s., Johnson., & Kyle, P. (2006). Pain, sleep disturbance, and fatigue in children with leukemia and their parents: A pilot study. Oncology Nursing Forum, 33, 641-651. Hansen, G.R., & Streltzer, J. (2005). The psychology of pain. Emergency Medicine Clinics of North America, 23, 329-348. Hemati, Z., Mosaviasl, F.S., Abasi, S., Ghazavi, Z., & Kiani, D. (2015). Effect of orem’s self-care on self-esteem of adolescents with astma referred to an asthma and allergy clinic in Isfahan. National Research Institute Tuberculosis and Lung Disease, 14 (4), 232-237. Hockenberry, M. J. (2008). Wong’s nursing care of infants and children. St Louis: Mosby Inc. Hinds, P.S., Hockenberry, M.J., Gattruco, J.S., Srivistava, D.K., Tong, X., et al. (2007). Dexamethasone alters sleep and fatigue in pediatric patients with acute lymphoblastic leukemia. Cancer, 110(10), 2321-2330. Hinds, P.S., Hockenberry, M., Rai, S.N., Zhang, L., Razzouk, B.I., McCarthy, K., Cremer, L., & Rodriquez, G.C. (2007). Nocturnal awakenings, sleep environment interruptions, and fatigue in hospitalized children withh cancer. Oncology Nursing Forum, 34, 393-394. Hockenberry, M,J., & Wilson, D. (2007). Nursing care for infant and children. St Louis: Mosby Inc Hockenberry, M. J. (2008). Wong’s nursing care of infants and children. St Louis: Mosby Inc. Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wongs essentials of pediatric nursing. (8 th ed.). St. Louis: Mosby Elseiver Hockenberry-Eaton, M. Wilson, D., Winkelstein, M. L., & Schwartz, P. (2009). Wong’s essential of Pediatric Nursing (7th ed). St Louis, Mosby, Inc. Huang, T.T. & Ness, K.K. (2011). Exercise interventions in children with cancer: A review. International Journal of Pediatrics, 20 (11). International Council of Nurse. (2014). ICN regulation series: ICN framework of competencies of the nurse spesialist. Jeneva:ICN.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
International Council of Nurses. (2009). ICN Framework of Competencies for the Nurse Spesialist, Geneva: ICN. James, S.R., Nelson, K.A., & Ashwill, J.W. (2013). Nursing care of children: Principles & practice (4th ed). St. Louis Missouri: Mosby Elsevier. Jemison, J.R. (2000). Self care: A growing wellness initiative. The American Journal of nursing, 10, 1-11. Johnson, J. Y. (2010). Pediatric nursing demystified, (hlm 147-171). New York: Mc Graw Hill. Kangas, M., Bobbjerg, D.H., & Montgomery, G.H. (2008). Cancer related fatigue a systematic and meta-analytic review of non pharmacologikal therapies for cancer patients. Psichologycal Bulletin, 134 (5), 700-741. Klitzner, T.S., Rabbitt, L.A., & Chang, R.K. (2010). Benefits of care coordination for children with complex disease: a pilot medical home project in a resident teaching clinic. The Journal of pediatric, 156 (6), 1006-1010. Lee, Y., Lin, D., & Tsai, S. (2008). Disease knowledge and treatment adherence among patient with thalassemia major and their mothers in Taiwan. Journal of Clinical, 18, 529-538. Maleuska, L. X. de Sousa, Kenya de Lima Silva, Maria Miriam Lima de Nobrega, Neusa Collect. (2009). Self-care Deficit in children and adolescent With Chronic Kidney Disease. Retrieved from : http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S010407072012000100011&script=sci_arttext&tlng=en Meltzer, L.J.,& Mindell, J.A. (2014). Systematic review and meta-analysis of behaviour intervention for pediatric insomnia. Journal of Pediatric Psychology, 39(8), 932-948 Meyers, S. (2012). Sleep Disturbance and Cancer. Diperoleh melalui: http://www.oncolink.org/health-profesional/cancer-resource/childrenscancer. Diakses tanggal 22 Mei 2016 Moore, J.B. & Backwitt, A.E. (2006). Self-care operation and nursing interventions for children with cancer and their parents. Nursing Science Journal, 19 (2), 147-156. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, L.M., & Swanson, E. (2008). Nursing outcomes classification (NOC). St. Louis Missouri: Mosby Elsevier. National Cancer Institute (NCI). (2010). Sleep disorders. Diperoleh melalui http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/supportivecare/sleepdisorders/hea lthprofesional diakses tanggal 1 Mei 2016.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
National Sleep Foundation. (2015). Sleep duration recommendations. Diperoleh melalui http://www.sleephealthjournal.org/article/S23527218%2815%2900160-6/pdf diakses tanggal 7 Maret 2016 Nursing Theories. (2011). Dorothea Orem's Self-care Theory. Retrieved from: http://currentnursing.com/nursing_theory/self_care_deficit_theory.html. Orem, D, E. (2001). Nursing concept of practice. (6th Ed). St. Louis:Mosby-Year Book Inc. Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Clinical nursing skills and tehniques (3th ed.). St. Loius: Mosby Potter, P., Perry, A., Ross-Kerr, J., Wood, M., Astle, B., & Duggleby. (2014). Canadian Fundamentals of Nursing, 5th Editions Canada: Mosby Elsevier. PPNI, AIPNI, & AIPDiKi. (2012). Standar Kompetensi Perawat Indonesia. Jakarta: PPNI, AIPNI, & AIPDiKi. Romeo, D.M., Bruni, O, Brogna, C., Ferri, R., Gallucio, C.,.......& Mercuri, E. (2013). Application of the sleep disturbance scale for children in preschool age. Official Journal of the European Neurology Society, 17, 374-382. Sharma, M.P., & Andrade, C. (2012). Behavioural interventions for insomnia: Theory and practice. Indian Journal of Psychiatry, 54(4), 359-366. Tan, E., Healey, D., Gray, A.R.,& Galland, B.C. (2012). Sleep Hygiene intervention for youth aged 10 to 18 years with problematic sleep: a before-after pilot study. BMC Pediatrics, 12, 189. Tomey, A,M. & Alligood, M.R. (2006). Nursing theorist and their work. (6th Ed). USA:Mosby. Tomey, A.M, & Alligood, M.R. (2014). Nursing theorist and their work. St.Louis: Mosby. Turkel, S. & Pao, M. (2007). Late consequences of pediatric chronic illness. Psychiatric Clinical North Am, 30 (4), 819-835. Witt, W.P., Gottlieb, C.A., Hampton, J., & Litzelman. (2009). The impact of chilhood activity limitations on parental health, mental health, and workdays lost in the united states. National of Institute of Health, 9 (4), 263-269.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Walker, A.M., Johnson, K.P., Miaskowski, C, Lee,K.a.,& Duff, V.G. (2010). Sleep quality and sleep hygiene behaviours of adolescents during chemotherapy. Journal of Clinical sleep Medicine, 6(5), 439-444 Walter, L.M., Nixon, G.M., Davey, M.J., Downie, P.A., & Horne, R.S. (2015). Sleep and fatigue in pediatric oncology: A review of the literature. Sleep Medicine Reviews, Vol 24, p 71-82. WHO. (2013). Global Status Report on Noncommunicable Disease. Italy: WHO library Cataloguing in Publication Data.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Lampiran 1
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN SELF CARE DOROTHEA E.OREM _______________________________________________________________________________
I.
Tanggal masuk RS
:
Tanggal Pengkajian
:
No. Rekam Medis
:
Diagnosa Medis
:
Basic Conditioning Factor
Identitas Klien 1 Nama 2 Umur/TTL 3 Jenis Kelamin 4 Pendidikan 5 Jumlah Saudara 6 Suku Identitas Orang Tua 1 Nama Ayah 2 Usia 3 Pendidikan 4 Alamat Status Kesehatan 1 Keluhan Utama
: : : : : :
.................................................................................................................................................. .................................................................................................................................................. .................................................................................................................................................. .................................................................................................................................................. .................................................................................................................................................. ..................................................................................................................................................
: : : :
........................................................ ....................................................... ........................................................ .......................................................
Nama Ibu Usia Pendidikan Alamat
: : : :
........................................................ ......................................................... .......................................................... .........................................................
:
2
Riwayat Penyakit Klien
:
3
Riwayat Penyakit Keluarga
:
4
Riwayat Kehamilan dan Persalinan Status GPA : ................................................................................................................................... Usia Gestasi saat lahir : ................................................................................................................................... Berat Bayi Lahir : ................................................................................................................................... Jenis Persalinan : ................................................................................................................................... Tempat Persalinan : ................................................................................................................................... Penolong Persalinan : ...................................................................................................................................
Fadliyana Ekawaty/1306345794/Keperawatan Anak FIK UI Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Page 1
Penyakit selama kehamilan 5
Riwayat Imunisasi :
6
Riwayat Alergi :
:
.................................................................................................................................
II. Universal self care requisites 1 Kebutuhan Udara atau Oksigen Bentuk dada Gerakan nafas Penggunaan otot bantu nafas Alat bantu nafas TD Nadi RR Suhu 2
simetris teratur ada ada , sebutkan.........
: : : : : : : :
tidak simetris tidak teratur tidak ada tidak ada
Kebutuhan Cairan dan Elektrolit lembab Kering datar cembung cekung
Mukosa mulut/bibir : Ubun-ubun: Cafillary refill time Turgor kulit
Kembali ≤2 detik elastis
: :
Kembali >2 detik tidak elastis
Cekung Cembung Datar Ya Tidak Normal Berkurang
Frontanel: Kekeringan mata: Air mata : Asupan cairan/hari
:
Lain-lain:........................................................................................................................ ...... 3
4
Kebutuhan Nutrisi Diet Jenis makanana/minuman Jumlah/frekuensi Cara pemberian Porsi yang disediakan Keluhan lain
: : : : : :
habis
tidak habis
Kebutuhan Eliminasi BAB : Lewat anus, frekuensi ..................., konsistensi ..................... : Karakteristik:
Lewat stoma, frekuensi ................., konsistensi ..................... Hijau
Kuning
Dempul
Terdapat darah
Lendir
Jumlah Produksi : Keluhan lain
: ....................................................................................................
BAK
:
Karakteristik:
Kuning
Spontan
Kateter Seperti teh
Cystotomy
Frekuensi ................
Terdapat darah
Jumlah Produksi: Ouput cairan perhari :
Fadliyana Ekawaty/1306345794/Keperawatan Anak FIK UI Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Page 2
keluhan lain 5
: ....................................................................................................
Kebutuhan Aktivitas dan Istirahat a. Kekuatan otot : .................................................................................................... b. Tonus otot
: ....................................................................................... .............
c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Aktivitas bermain :..................................................................................................... Tingkat ketergantungan : mandiri perlu bantuan ketergantungan total Alat bantu : ..................................................................................................... Keluhan lain : .................................................................................................. Lama tidur siang/malam : siang.........jam malam.......jam Waktu berangkat tidur : .................................................................................................... Waktu bangun tidur : ............................................................................................. ...... Kebiasaan sebelum tidur : ..................................................................................................... Kesulitan tidur :..................................................................................................... Perasaan setelah bangun tdur segar lelah m. Keluhan lain................................................................................................................. ...................................... 6
Keseimbangan sendiri dan interaksi sosial Interaksi terhadap lingkungan : Dukungan keluarga
:
Kontak mata
:
7
Pencegahan Resiko yang mengancam kehidupan dan kesejahteraan Penggunaan siderail : ..................................................................... Kebersihan kamar mandi : ..................................................................... Pemberian tindakan : .......................................................................
8
Peningkatan dan perkembangan selama hidup Dampak hospitalisasi Pada anak : .............................................................................................................................
Pada keluarga
Persepsi dan harapan terhadap penyakitnnya
pasien
:
.............................................................................................................................
:
.............................................................................................................................
Developmental self care requisites Motorik Halus :
Motorik Kasar :
Personal sosial :
Fadliyana Ekawaty/1306345794/Keperawatan Anak FIK UI Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Page 3
Bahasa :
Health deviation self care requisites Tanda Vital T: mmHg S: OC RR : x/menit N : x/menit BB : kg Rasio BB/TB: Antropometrik TB : cm LLA: cm Lingkar kepala : cm Lain-lain: ............................................................................................................
Kepala
Bentuk kepala sedaneum Ubun-ubun: Lain-lain: ............................................................................................................
Rambut Lain-lain: ............................................................................................................... ............................................................................................................... Palpebra: Konjungtiva: Sklera: Pupil: Gerak bola mata: Lain-lain:....................................................................................................................................
Mata
Hidung Lain-lain: ...............................................................................................................
Mulut
Telinga
Gusi: Lidah: Gigi: Lain-lain: ............................................................................................................... ............................................................................................................... Bentuk:
Leher
Bentuk:
Dada Paru-paru
Bentuk dada : Pergerakan Retraksi dada : Alat bantu napas : Saturasi O2 ............% Suara napas tambahan
Jantung Sirkulasi
Abdomen
Bunyi jantung Sianosis : Pucat : CRT : Akral : Bentuk Tali pusat
tunggal
belum lepas
Fadliyana Ekawaty/1306345794/Keperawatan Anak FIK UI Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Page 4
Genitalia
Lain-lain: ............................................................................................................... ............................................................................................................... Wanita Bentuk : Tanda sek sekunder Sekret Laki-laki Penis Skrotum Lain-lain: ............................................................................................................... ...............................................................................................................
Anus Integumen
Kuku Ekstremitas
Lain-lain: ............................................................................................................... ............................................................................................................... Turgor Kelembaban Warna Lanugo Lesi ada Lain-lain: ............................................................................................................... ............................................................................................................... Lain-lain: ............................................................................................................... tor Lain-lain: ............................................................................................................... Atas:
Bawah:
Neurologi
Kesadaran: komposmentis / apatis / somnolen / sopor / koma Tangisan : kuat / lemah / merintih / melengking
Kejang . Frekuensi: ................ Durasi: ................... Reflek patologis : ...................................................................................................... Rangsang meningeal : kaku kuduk , brudzinski I, Kernig Kekuatan otot : ......................................................................................................... .......................................................................................................... Nyeri: Lokasi ........................... Skala ................... Intensitas .................... ....... Lain-lain: ............................................................................................................... ...............................................................................................................
Hasil Pemeriksaan penunjang
Fadliyana Ekawaty/1306345794/Keperawatan Anak FIK UI Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Page 5
Penatalaksanaan
Fadliyana Ekawaty/1306345794/Keperawatan Anak FIK UI Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Page 6
Fadliyana Ekawaty/1306345794/Keperawatan Anak FIK UI Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Page 7
DATA FOKUS
NO
Pengkajian
Etiologi
Masalah
1
Fadliyana Ekawaty/1306345794/Keperawatan Anak FIK UI Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Page 8
PERENCANAAN KEPERAWATAN NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN (DIAGNOSTIC OPERATIONS)
TUJUAN
Fadliyana Ekawaty/1306345794/Keperawatan Anak FIK UI Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
INTERVENSI (PRENSCRIPTIVE OPERATIONS)
Page 9
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI No
Hari/tanggal /jam
(Diagnostic operation) Diagnosa Keperawatan
Regulatory operations (Implementasi)
Fadliyana Ekawaty/1306345794/Keperawatan Anak FIK UI Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
(control operations) Evaluasi
Page 10
Lampiran 2
UNIVERSITAS INDONESIA KONTRAK BELAJAR RESIDENSI I dan II NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK SEMESTER I dan II
Oleh: Fadliyana Ekawaty NPM : 1306345794
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2015/ 2016
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Nama NPM Tempat Praktek
No 1.
: Fadliyana Ekawaty : 1306345794 : Ruang Infeksi RSCM
TUJUAN PRAKTIK Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak berbagai usia yang mengalami penyakit Dengue Haemoraghic Fever (DHF)
KOMPETENSI Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Dengue Haemoraghic Fever, meliputi: 1. Melakukan Pengkajian a. Kaji riwayat, gejala yang muncul saat di rumah, tanggal mulai demam, manifestasi klinis yang muncul sebelumnya (demam, diare, perubahan mental, kejang), pengobatan yang telah dilakukan, riwayat penyakit keluarga atau tetangga dengan DHF, riwayat bepergian ke daerah endemik b. Pemeriksaan fisik: tachipnea, abdomen (asites, hepatomegali), rash dan petekie c. Tentukan fase DHF anak dengan memperhatikan tanda dan gejala yang muncul: - Fase demam: dehidrasi, gangguan neurologis, kejang demam - Fase kritis: suhu menurun 37,5 – 38 atau kurang, terjadi hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler, terjadi peningkatan Ht, terjadi selama 24 – 48 jam, leukopenia progresif dengan penurunan trombosit yang cepat - Fase pemulihan: suhu kembali naik atau normal, waspadai terjadinya hipervolemia setelah resusitasi cairan d. Pada DHF berat temukan tanda-tanda kemungkinan syok hipovolemik dengan manifestasi klinis: penurunan kapillary refill, ekstremitas dingin, penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik hingga 20 mmHg, nadi cepat e. Pemeriksaan Penunjang umum adalah Hb biasanya meningkat, Ht meningkat dengan trombosit menurun.
METODA
WAKTU
KETERANGAN 1.
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium
Dokumentasi
Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
14 Sept-25 Sept 2015
2.
Adanya Laporan WOC DHF Adanya laporan kasus kelolaan dengan menggunakan teori keperawatan Levine
Pada hari ketiga DHF dapat diperiksa imunologi dengan Ig G dan Ig M terhadap DHF 2.
Merumuskan Diagnosa Keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan diagnosa keperawatan - Hypertermi - Kekurangan volume cairan - Resiko syok hipovolemik 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Membuat perencanaan pendidikan kesehatan b. Observasi tingkat kesadaran pasien c. Monitor tanda-tanda perdarahan d. Melakukan tindakan pemenuhan kebutuhan cairan mulai dari kebutuhan resusitasi cairan hingga pemeliharaan untuk mencegah syok hipovolemik e. Menerapkan hasil temuan riset (Evidence Based Nursing) f. Kolaborasi dalam pemberian anti piretik dan antibiotik g. Monitoring dan kolaborasi dalam pemberian cairan dan oksigen sesuai dengan kebutuhan anak . h. Memberikan discharge planning i. Membuat program bermain berupa bermain terapeutik pada anak usia toddler, pra sekolah dan sekolah dengan masalah hospitalisasi j. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang nyaman k. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik l. Melibatkan peran serta orang tua dalam setiap tindakan keperawatan (FCC) 4. 5.
Praktik keperawatan
Dokumentasi
Dokumentasi Dokumentasi
Implementasi perencanaan keperawatan Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan : tidak terjadi syok hipovolemik, suhu tubuhpasien normal b. Menentukan rencana tindak lanjut
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
6. 7. 2.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak berbagai usia yang mengalami masalah penyakit infeksi pada kasus sistem pernapasan yaitu Bronchopneumonia
Pendokumentasian asuhan keperawatan Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak etis dan illegal dalam pelayanan keperawatan Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan Bronchopneumonia meliputi: 1. Melakukan Pengkajian a. Melakukan pengkajian fisik pada anak dengan bronchopneumonia menggunakan format pengkajian levine meliputi: keluhan pasien atau keluarga tentang manifestasi klinis yang umum terjadi pada anak dengan bronchopneumonia seperti peningkatan suhu tubuh, anoreksia, sakit tenggorokan, sakit kepala, hiperemia dan nyeri pada abdominal, adanya batuk (pada awalnya batuk kering, kemudian menjadi seromucoid, mucopurulent, dan berdarah), grunting (merintih), kepala terangguk-angguk (gerakan kepala yang sesuai dengan inspirasi menunjukkan adanya distress pernafasan berat), serta rhinitis, status respirasi meliputi frekuensi, kedalaman, pola nafas, ada tidaknya retraksi, Paru: auskultasi evaluasi suara nafas (tipe dan lokasi), deteksi adanya suara rhonki, deteksi adanya area yang menunjukkan ketidaknormalan dan nyeri pada dada, Pemeriksaan jantung: frekuensi jantung dan regularitasnya, serta peningkatan tekanan jugularis.Tanda efusi pleura (redup) atau pneumothoraks (hipersonor) pada perkusi b. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, riwayat persalinan, dan riwayat pertumbuhan perkembangan, riwayat imunisasi (HB 0, BCG, DPT Hb, Polio dan campak). c. Pemeriksaan head to toe Keadaan umum, tanda vital (TD, Nadi, Suhu, RR), antropometri dan status nutrisi, frekuensi nafas berupa takipnea, usaha bernafas, retraksi IC, pola nafas, bunyi nafas tambahan (stridor, wheezing, ronkhi, cracles, dan bronkhial), suara pekak saat perkusi, gejala-gejala meningeal (meningismus), status hidrasi, dampak hospitalisasi dan menentukan
28 Sept- 9 Okt 2015
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium
Dokumentasi
Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
1.
2.
Adanya Laporan WOC brochopneumonia Adanya laporan kasus kelolaan dengan menggunakan teori keperawatan Levine
klasifikasi pneumonia. d. Pemeriksaan penunjang thorax foto, EKG, foto sinar – x , kultur sputum, kultur cairan yang berasal dari rongga pleura, AGD, leukositosis, peningkatan LED 2.
3. 4. 5.
Merumuskan Diagnosa Keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan diagnosa keperawatan - Gangguan bersihan jalan nafas - Gangguan pola nafas - Gangguan pertukaran gas Menyusun rencana asuhan keperawatan Memberikan intake nutrisi adekuat Meningkatkan waktu istirahat dan mengurangi aktivitas Mengurangi kebisingan Mengurangi kecemasan Memberikan posisi untuk meningkatkan ventilasi Lakukan tindakan oksigenasi (menggunakan nasal kanul, masker NRM) Melakukan penghisapan sekret Memantau tanda-tanda vital Memberikan inhalasi Fisioterapi dada yang dikombinasikan dengan tehnik perkusi, vibrasi dan ekspirasi kuat Memberikan sentuhan-sentuhan Libatkan orang tua dalam setiap tindakan keperawatan Lakukan komunikasi terapeutik Memberikan discharge planning Implementasi perencanaan keperawatan Evaluasi Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan : tanda-tanda vital, suhu, nadi, respirasi, dan tekanan darah. Pemeriksaan fisik thoraks: suara nafas, adanya retraksi dinding dada
Praktik keperawatan
Dokumentasi
Dokumentasi Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
-
Menentukan rencana tindak lanjut
6. 7.
3.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak berbagai usia yang mengalami penyakit infeksi pada kasus sistem pencernaa: Diare
Pendokumentasian asuhan keperawatan Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak etis dan illegal dalam pelayanan keperawatan Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Diare meliputi: 1. Melakukan Pengkajian a. Riwayat kesehatan (kemungkinan kontaminasi dari makanan atau air, kemungkinan perjalanan penyakit dari organ lain), riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi dan riwayat pertumbuhan perkembangan b. Kaji makanan yang terakhir dikonsumsi (< 6 jam) yang berhubungan dengan infeksi Staphylococcus aurous dan Bacillus cereus, Enterotoksic, Clostridium perfringens (8-14 jam), Escherichia coli, Salmonella, Shigella (16-48 jam) c. Keadaan umum, tanda vital (TD, suhu, Nadi, RR), antropometri dalam menentukan status nurisi dan grade diare. d. Kaji Status cairan Periksa kulit, membran mukosa, air mata dan liur, bola mata, ubun-ubun, suhu badan, nadi, respirasi, dan perilaku e. Catat pengeluaran lewat feses (jumlah, frekuensi dan karakteristik feses) f. Catat adanya muntah, kejang atau keram perut, tenesmus g. Menilai dehidrasi 1) Berdasarkan kehilangan cairan dan elektrolit a) Isotonik: elektrolit dan kekurangan cairan berada pada proporsi yang seimbang. 2) Melakukan klasifikasi tingkat dehidrasi a) Dehidrasi berat jika terdapat dua atau lebih tanda: letargi (tidak sadar), mata cekung, tidak bisa minum atau malas minum, cubitan kulit perut kembali lambat (≥ 2 detik). b) Dehidrasi ringan/sedang jika terdapat dua atau lebih tanda: rewel, gelisah, mata cekung,
12 Okt-23 Okt 2015 Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium
Dokumentasi
Dokumentasi
Praktik keperawatan Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
1. 2.
Adanya Laporan WOC diare Adanya laporan kasus kelolaan dengan menggunakan teori keperawatan Levine
h.
minum dengan lahap, haus, cubitan kulit kembali normal. c). Tanpa dehidrasi: tidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan atau berat Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan feses, pH feses, darah (CBC, elektrolit serum, BUN dan kreatinin), kadar gula darah, frekuensi dan pH urine
Dokumentasi Dokumentasi
2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif Risiko ketidakseimbangan elektrolit b.d kehilangan cairan 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan Monitor tanda-tanda vital tiap 2-4 jam sekali. Monitor frekuensi, konsistensi, warna, dan bau BAB. Monitor balance cairan pada anak (intake-output). Monitor terjadinya muntah. Monitor berat badan anak. Monitor tanda dan gejala dehidrasi. Lakukan tindakan terapi rehidrasi cairan (oral dan intravena) sesuai derajat dehidrasi antara lain: 1) Dehidrasi berat: memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak dapat minum, berikan oralit melalui mulut, sementara infus disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan Ringer Laktat atau Ringer asetat (atau jika tidak tersedia gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut: Bayi (dibawah umur 12 bulan) pemberian pertama 30 ml/kg selama 1 jam dan pemberian berikutnya 70 ml/kg selama 5
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
jam. Anak (12 bulan-5 tahun) pemberian pertama 30 ml/kg selama 30 menit dan 70 ml/kg selama 2,5 jam. 2) Dehidrasi ringan/sedang: beri oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam yaitu 75 ml/kgBB. 3) Tanpa dehidrasi: pada bayi muda pemberian ASI merupakan pemberian cairan tambahan yang utama. Jika anak memperoleh ASI eksklusif beri oralit atau air matang sebagai tambahan. Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan berikut ini oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang Kolaborasikan pemberian terapi medikasi seperti pemberian zink (koenzim bagi sistem imun tubuh). Kolaborasikan pemberian antibiotik sesuai dengan hasil pemeriksaan penunjang (kotrimoksasol, amoksisilin, dan atau sesuai hasil uji sensitifitas) atau pemberian antiparasit (metronidazol). Monitor hasil pemeriksaan penunjang hematokrit dan serum elektrolit. Gunakan teknik komunikasi terapeutik pada anak dan keluarga. Libatkan peran serta orang tua dalam setiap tindakan keperawatan (FCC). Terapkan hasil temuan riset (evidence based nursing).
4. Implementasi perencanaan keperawatan 5. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan : balance cairan, hasil pemeriksaan laboratorium, frekuensi, konsisitensi BAB b. Menentukan rencana tindak lanjut 6. Pendokumentasian asuhan keperawatan 7. Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak etis dan illegal dalam pelayanan keperawatan
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Nama
: Fadliyana Ekawaty
NPM
: 1306345794
Tempat Praktek
: Ruang Perinatologi RSAB Harapan Kita
No 1.
TUJUAN PRAKTIK Mahasiswa
asuhan
keperawatan
pada
bayi
hiperbilirubin
METODA
mampu Melaksanakan asuhan keperawatan pada bayi dengan
memberikan
pasien
KOMPETENSI
dengan
hiperbilirubin meliputi: 1. Melakukan Pengkajian a. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit, riwayat prenatal, antenatal, post natal yang menjadi risiko seperti prematuritas b. Feeding assesment seperti support laktasi c. Keadaan umum, tanda vital (suhu, nadi, respirasi), antropometri (berat badan, panjang badan, lingkar lengan, lingkar kepala) dan nilai APGAR, d. Tanda dan gejala dehidrasi akibat foto terapi e. Keadaan umum tampak lemah, warna kulit sianosis, tidak ada tonus otot, tonus otot sedikit lemah, pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, nadi cepat), mengobservasi adanya tanda-tanda komplikasi seperti penurunan kesadaran, kernikterus, ensefalopati, tidak responsif dan apneu) f. Pemeriksaan head to toe: warna sklera dan membran mukosa dan penentuan derajat kramer: 1) Derajat I : apabila warna kuning dari kepala sampai leher. 2) Derajat II : apabila warna kuning dari kepala, badan sampai dengan umbilikus. 3) Derajat III : apabila warna kuning dari kepala, badan, paha , sampai dengan lutut.
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium
Dokumentasi
Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
WAKTU
KETERANGAN
26 Okt-30 Okt 2015
1. Adanya WOC tentang hiperbilirubinemia 2. Adanya laporan kasus kelolaan hiperbilirubin berdasarkan teori keperawatan Levine
4) Derajat IV: apabila warna kuning dari kepala, badan, ekstremitas sampai dengan pergelangan tangan dan kaki. 5) Derajat V : apabila warna kuning dari kepala, badan, semua ekstremitas sampai dengan ujung jari. 2. Pemeriksaan diagnostik pengkajian tes darah total bilirubin serum (lebih dari 13 mg% pada minggu pertama kehidupan), golongan darah ibu dan bayi 3. Merumuskan Diagnosa Keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan diagnosis keperawatan - Defisit volemu cairan b.d kehilangan cairan aktif - Ikterik neonatus b.d kesulitan dalam transisi ekstrauterine - Resiko kerusakan jaringan kulit 4. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Membuat perencanaan pendidikan kesehatan b. Melakukan tindakan keperawatan :Monitoring status pernafasan, terapi oksigenasi, terapi nutrisi, monitoring suhu tubuh bayi, monitoring pencegahan infeksi. c. Manajemen fototerapi 1) Kaji level bilirubin direk dan indirek 2) Monitor TTV tiap 2-4 jam per hari. 3) Tutup kedua mata anak 4) Monitor mata terhadap edema, drainage, dan warna 5) Tempatkan lampu fototerapi sesuai dengan jarak yang tercantum dalam alat. 6) Ubah posisi setiap 4 jam sekali. 7) Evaluasi status neurologikal setiap 4 jam. 8) Observasi tanda dan gejala dehidrasi seperti fontanel cekung, turgor kulit buruk, dan kehilangan berat badan. 9) Tingkatkan feeding per hari. 10) Monitor terjadinya efek samping fototerapi
Praktik keperawatan Dokumentasi
Dokumentasi Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
5. 6.
7. 8.
2.
Mahasiswa memberikan keperawatan pasien bayi BBLR
seperti gangguan penglihatan dan pendengaran, feces encer kehijauan. 11) Kolaborasikan pemberian terapi cairan. 12) Lakukan perawatan kulit berhubungan dengan efek samping terjadinya ruam kulit. 13) Libatkan orang tua dalam perawatan dengan memberikan informasi perkembangan bayi. d. Monitoring dan kolaborasi (resusitasi, pemberian obat, suportif) e. Memberikan discharge planning f. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang nyaman g. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik Implementasi perencanaan keperawatan Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan : derajat kramer, nilai bilirubin direk, integritas kulit, balance cairan b. Menentukan rencana tindak lanjut Pendokumentasian asuhan keperawatan Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak etis dan illegal dalam pelayanan keperawatan
mampu Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan BBLR asuhan meliputi: pada 1. Melakukan Pengkajian a. Riwayat kesehatan, riwayat prenatal, intranatal, dan dengan
post natal seperti riwayat ikterus pada anak sebelumnyaa, penggunaan obat selama hamil, riwayat infeksi maternal, riwayat persalinan, asfiksia, BB lahir, PB lahir, LK lahir b. Keadaan umum, tanda vital, antropometri dan nilai APGAR, berat badan, panjang badan, lingkar kepala c. Pengkajian usia gestasi: yang meliputi maturitas neuromuskuler (square window, arm recoil, popliteal angle, scarf sign, heel to ear) dan kematangan fisik (tekstur kulit, garis telapak kaki, payudara, mata dan daun telinga, genitalia).
2 Nov-6 Nov 2015
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Adanya laporan kasus kelolaan asuhan keperawatan berdasarkan teori keperawatan Levine
d. Pemeriksaan head to toe : BB< 2.500 gram, kulit tipis, transparan, lanugo banyak, ubun-ubun dan satura lebar, tangis lemah, reflek menghisap , menelan, batuk, belum sempurna, pemeriksaan tali pusat) 2. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan pulse oxymetry, AGD dan hemoglobin 3. Merumuskan Diagnosa Keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan diagnosis keperawatan - Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi - Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d immaturitas - Risiko ketidakefektifan termoregulasi b.d immaturitas 4. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Membuat perencanaan pendidikan kesehatan b. Melakukan tindakan keperawatan :Monitoring status pernafasan, terapi oksigenasi, Monitoring asupan nutrisi, Monitoring suhu tubuh bayi, monitoring pencegahan infeksi, perawatan kulit, ikterus, c. Penerapan asuhan perkembangan 1) Lakukan pengaturan kebisingan 2) Lakukan minimal handling 3) Lakukan pengaturan pencahayaan dengan menutup inkubator. 4) Berikan midline position pada sarang (nest) 5) Minimalkan nyeri: pemberian empeng dan Perawatan Metode Kanguru d. Pencegahan hipotermi 1) Lakukan pengaturan suhu lingkungan 2) Lakukan pengaturan suhu dan kelembaban inkubator. 3) Lakukan Perawatan Metode Kanguru dengan melibatkan peran keluarga. 4) Minimalkan kehilangan panas secara radiasi, konveksi, konduksi, dan evaporasi. e. Monitoring dan kolaborasi dalam pemberian profilaksis antibiotik
Dokumentasi
Dokumentasi
Praktik keperawatan
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
f. Lakukan perawatan kulit g. Minimalkan faktor risiko aspirasi dengan memasang OGT h. Berikan nutrisi parenteral i. Hitung balance cairan j. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang nyaman k. Libatkan keluarga (FCC) dalam setiap tindakan 5. Implementasi perencanaan keperawatan 6. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan - Kenaikan berat badan - Status respirasi - Tanda-tanda vital b. Menentukan rencana tindak lanjut 7. Pendokumentasian asuhan keperawatan 8. Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak etis dan illegal dalam pelayanan keperawatan 3.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien neonatus yang mengalami masalah infeksi (sepsis)
Melaksanakan asuhan keperawatan pada neonatus dengan masalah sepsis yang meliputi: 1. Melakukan Pengkajian a. Riwayat persalinan, seperti demam saat persalinan (>38°C), ketuban pecah lama (>18 jam), jenis persalinan (SC/pervaginam) b. Riwayat kelahiran bayi: prematur c. Riwayat kesehatan bayi: penggunaan antibiotik jangka panjang, penggunaan kateter vena/arteri atau selang trakea, adanya luka pada kulit (akibat perekat, probe kulit, dsb). d. Pemeriksaan penunjang seperti darah perifer lengkap, hitung jenis, trombosit, protein C-reaktif, kultur darah, urin (mikroskopis dan kultur), CSS bila terdapat indikasi meningitis, rontgen dada
Dokumentasi Dokumentasi
16 Nov-20 Nov 2015
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium
Dokumentasi Dokumentasi
Praktik keperawatan Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
1. Adanya WOC tentang sepsis 2. Adanya laporan kasus kelolaan asuhan keperawatan berdasarkan tepri keperawatan Levine
bila terdapat indikasi pneumonia, lokasi infeksi (pertimbangkan biopsi untuk pewarnaan gram dan mikroskopi direk), aspirat trakea (jika diventilasi). 2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan diagnosis keperawatan sesuai prioritas: • Risti penyebaran infeksi • Risti kerusakan pertukaran gas • Risti kerusakan pertukaran gas • Ketidakefektifan termoregulasi 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Melakukan tindakan sesuai dengan masalah yang ditentukan • Perawatan suportif (Airway, Breathing, Circulation) • Pertahankan hand hygiene dan batasi kunjungan • Pemberian antibiotik (bergantung pada insiden lokal dan hasil kultur darah) b. Menerapkan hasil temuan riset/EBP c. Monitoring dan kolaborasi d. Memberikan pendkes terkait masalah infeksi neonatal e. Melakukan bimbingan antisipasi khususnya orang tua akibat hospitalisasi f. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang nyaman bagi neonatus; developmental care g. Mempertahankan teknik komunikasi terapeutik dan tetap memberikan informasi mengenai keadaan neonatus kepada keluarga 4. Implementasi perencanaan keperawatan 5. Evaluasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan Status nutrisi Status hemodinamik Status cairan elektrolit a. Menentukan rencana tindak lanjut b. Pendokumentasian asuhan keperawatan c. Mengidentifikasi masalah yang timbul terkait pemberian asuhan keperawatan serta solusinya d. Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak etis dan legal dalam pelayanan keperawatan
Dokumentasi Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
KONTRAK BELAJAR APLIKASI KEPERAWATAN ANAK LANJUT I Nama NPM Tempat Praktek No 1.
: Fadliyana Ekawaty : 1306345794 : Ruang Non Infeksi RSPAD Gatot Subroto
TUJUAN PRAKTIK Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak berbagai usia yang mengalami masalah penyakit non infeksi dengan Chronic Kidney Disease (CKD)
KOMPETENSI Melaksanakan asuhan keperawatan lengkap pada anak dengan CKD meliputi: 1. Melakukan Pengkajian a. Riwayat kesehatan terutama pada fungsi renal, perilaku makan, kejadian-kejadian infeksi sebelumnya dan adanya kelemahan b. Pemeriksaan tanda awal gangguan ginjal yaitu kelelahan, kelemahan yang meningkat, kadang terjadi peningkatan tekanan darah, keterlambatan pertumbuhan c. Pemeriksaan peningkatan penyakit ginjal yaitu penurunan nafsu makan, malas beraktifitas, penurunan atau peningkatan output urine diiringi dengan kompensasi input cairan, pucat, kulit agak kekuningan d. Keluhan sakit kepala, kram otot dan mual e. Tanda dan gejala lain seperti penurunan berat badan, edema wajah, kelemahan, nyeri tulang dan sendi, retardasi pertumbuhan, kulit kering dan bersisik, penurunan kepekaan sensorik atau motorik, amenorhea f. Pada tahap uremik ditemukan tanda-tanda: anoreksia, mual muntah, diare berdarah, sariawan, perdarahan disekitar mulut, pernafasan dalam, hipertensi, nafas
METODA
WAKTU 23 Nov-4 Des 2015
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
KETERANGAN 1. Adanya laporan WOC CKD 2. Adanya laporan kasus kelolaan dengan menggunakan teori levine
g.
h.
i.
bau urea dan gagal jantung, edema paru, coma, tremor, kejang Pemeriksaan status nutrisi: ukur tinggi badan/panjang badan, berat badan, lingkar kepala (untuk anak < 36 bulan), Lingkar lengan atas, Body Mass Index (BMI), pada bayi kaji intake nutrisi, toleransi terhadap makanan dan pertumbuhan, kaji status cairan untuk membedakan pertambahan berat badan akibat penumpukkan cairan, pemeriksaan penunjang (albumin) Pemeriksaan penunjang : urinalisis, pemeriksaan darah lengkap, kimia darah (fungsi ginjal) dan biopsi renal Pengkajian respon psikologis terhadap penyakit dan tindakan
2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan diagnosis keperawatan - Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kegagalan mekanisme pengaturan ginjal - Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan pembatasan diet
Dokumentasi
Dokumentasi
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Membuat perencanaan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan alergi pada anak dan hal-hal yang harus dihindari b. Beri dukungan pada keluarga dan libatkan keluarga dalam perawatan c. Melakukan tindakan keperawatan : Monitoring status nutrisi, cairan d. Berikan informasi diet makanan yang mengurangi kebutuhan ekskresi pada ginjal dan mmeberikan kalori dan protein yang cukup untuk pertumbuhan e. Anjurkan cara untuk membagi f. Kolaborasi dalam pemberin cairan peroral sesuai program
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
g. h.
Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan Kolaborasi dalam pembatasan asupan protein, fosfor, garam dan kalium sesuai program i. Menerapkan hasil temuan riset tentang pemberian nutrisi pada anak dengan CKD j. Memberikan discharge planning k. Melakukan bimbingan antisipasi: menjelaskan tentang kemungkinan komplikasi atau efek samping dari penyakit atau tindakan yang diberikan l. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang nyaman m. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik
Praktik keperawatan Dokumentasi
4. Implementasi perencanaan keperawatan 5. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan terutama peningkatan status nutrisi - Anak tidak menunjukkan tanda-tanda penambahan cairan - Anak tidak menunjukkan bukti defisiensi atau penurunan berat badan b. Menentukan rencana tindak lanjut 6. Pendokumentasian asuhan keperawatan 7. Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak etis dan illegal dalam pelayanan keperawatan 2.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak berbagai usia yang mengalami masalah onkologi: Acute Leukemia Limpoblastik
Melaksanakan asuhan keperawatan berfokus pada masalah anak dengan ALL meliputi: 1. Melakukan Pengkajian a. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, riwayat persalinan, riwayat terpapar agen kimiawi, radiasi, virus dan bakteri, kelainan kromosom dan herediter b. Keluhan utama seperti perdarahan, infeksi pada mulut (mukositis), mual dan muntah c. Manifestasi klinik leukemia seperti perdarahan, demam, pucat, letargi, lemah, nyeri persendian dan sakit kepala
Dokumentasi Dokumentasi
7 Des-18 Des 2015
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
1. Adanya WOC ALL 2. Adanya laporan kasus kelolaan dengan menggunakan pendekatan teori Levine.
d.
e.
f. g. h.
Riwayat pengobatan kemoterapi samping dan efek samping yang ditimbulkan seperti penurunan produksi sel pada sum sum tulang belakang Pemeriksaan tanda-tanda vital terutama suhu: biasanya terjadi peningkatan suhu 38,6 derajat celcius atau lebih, frekuensi nafas dan nadi meningkat dengan penurunan tekanan darah serta saturasi oksigen Pemeriksaan antropometri untuk mengetahui status gizi Pengkajian nyeri terutama pada saat tindakan invasif Pemeriksaan penunjang : Hb menurun, Ht menurun, trombosit sangat rendah (17.000/mm) , neutrrofil 0,3 cell/µ , leukosit meningkat, glukosa darah rendah, bone marrow aspiration (untuk mengetahui sel limfoblast abnormal dan immatur)
Dokumentasi
Dokumentasi
2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan diagnosis keperawatan - Risiko infeksi b.d penurunan imunitas tubuh - Risiko perdarahan b.d penurunan trombosit - Gangguan citra tubuh b.d perubahan fisik akibat kemoterapi Praktik keperawatan 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Membuat perencanaan pendidikan kesehatan b. Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan keperawatan c. Monitor nyeri d. Lakukan perawatan mulut (oral hygiene) untuk mencegah mukositis 2-3 kali sehari e. Menerapkan hasil temuan riset terkait nyeri yaitu dengan menghangatkan bagian yang akan diinsersi dengan iv cat f. Pemberian obat-obatan anlgesik dan anti biotic spektrum luas, dan obat anti alergi sebelum antibiotik g. Monitoring dan kolaborasi untuk pemberian PRC bila
Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
trombosit < 20.000 Monitor pemberian obat kemoterapi dan efek sampingnya i. Monitor berat badan pasien j. Memberikan discharge planning k. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman dan nyaman(membatasi pengunjung, mencegah infeksi). l. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik m. Melibatkan keluarga dalam tindakan h.
3.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak berbagai usia yang mengalami masalah sistem perkemihan: Sindroma Nefrotik
4. Implementasi perencanaan keperawatan 5. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan - Status nutrisi adekuat - Pasien dan keluarga mengerti cara mencegah infeksi b. Menentukan rencana tindak lanjut 6. Pendokumentasian asuhan keperawatan 7. Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak etis dan illegal dalam pelayanan keperawatan Melaksanakan asuhan keperawatan berfokus pada masalah anak dengan Sindroma Nefrotik meliputi: 1. Melakukan Pengkajian a. Riwayat kesehatan pasien dan keluarga terutama yang berhubungan dengan berat badan beberapa bulan terakhir dan gangguan fungsi ginjal b. Keluhan pasien meliputi onset, karakteristik dan awal keluhan c. Terdapat gangguan mukosa intestinal seperti diare, anoreksia dan gangguan absorbsi intestinal d. Pemeriksaan fisik terutama edema disekitar mata yang timbul pada pagi hari, perubahan berat badan, , lemah, asites, kesulitan bernafas, edema pada scrotum/labia, edema pada mukosa usus yang menyebabkan manifestasi klinik diare, penurunan nafsu makan dan penurunan absorbsi di usus, pucat e. Pengkajian output urine: jumlah menurun, warna
Dokumentasi Dokumentasi
21 Des-1 Jan 2015
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium
Dokumentasi
Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
1.
2.
Adanya WOC penyakit sindrom nefrotik Adanya laporan kasus kelolaan dengan menggunakan pendekatan teori Levine.
f.
gelap dan berbusa Pemeriksaan penunjang : protein urin (proteinuria), darah pada urin, pemeriksaan analisis serum darah (total albumin, globulin, kolesterol), pemeriksaan hb, hematokrit, sodium, biopsi renal
2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian b. Menetapkan diagnosis keperawatan - Kelebihan volume cairan tubuh b.d kegagalan mekanisme pengaturan cairan ginjal - Risiko infeksi b.d penurunan imunitas tubuh 3. Menyusun rencana asuhan keperawatan a. Membuat perencanaan pendidikan kesehatan b. Melakukan tindakan keperawatan penghitungan keseimbangan cairan - Monitor status cairan dan elektrolit c. Monitor berat badan dan lingkar abdomen d. Cegah terjadinya kerusakan kulit e. Ajak anak untuk embuat jadwal aktivitas untuk meningkatkan istirahat f. Pengaturan pemberian nutrisi dan cairan g. Libatkan keluarga (FCC) dalam setiap tindakan keperawatan h. Kolaborasi dalam pemberian terapi medikasi seperti kortikosteroid (prednison) dan diuretik i. Pantau efek samping pemberian obat kortikosteroid (edema, imunosupresan) dan resiko dehidrasi (diuretik) j. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan anlgesik dan anti biotic k. Memberikan discharge planning l. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman dan nyaman(membatasi pengunjung, mencegah infeksi). m. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik
Praktik keperawatan Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
4. Implementasi perencanaan keperawatan 5. Evaluasi a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan - Tidak terjadi edema - Tidak terjadi penambahan berat badan b. Menentukan rencana tindak lanjut 6. Pendokumentasian asuhan keperawatan 7. Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak etis dan illegal dalam pelayanan keperawatan
Mengetahui : Supervisor Utama
Dr. Allenidekania, S.Kp.,M.Sc
Dokumentasi Dokumentasi
Disetujui oleh : Supervisor
Ns. Happy Hayati, M.Kep, S.Kep.An
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Depok, 15 September 2015 Mahasiswa :
Fadliyana Ekawaty
KONTRAK BELAJAR RESIDENSI II SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK SEMESTER II TAHUN AKADEMIK 2015/2016
Nama NPM Tempat Praktek
: Fadliyana Ekawaty : 1306345794 : Ruang Non Infeksi RSCM dan RSAB Harapan Kita Jakarta
No
TUJUAN PRAKTIK
KOMPETENSI
METODA
WAKTU
OUTCOME
1
Mahasiswa mampu membuat proyek inovasi di ruang rawat non infeksi
1. Mengumpulkan data dan sumber masalah yang akan dijadikan untuk proyek inovasi ruangan melalui kuesioner, wawancara dan observasi 2. Menganalisa masalah yang muncul dan merumuskan masalah berdasarkan prioritas dengan pendekatan PDSA (Plan, Do, Study, Act) 3. Merumuskan strategi penyelesaian masalah. 4. Membuat proposal dan rencana pelaksanaan program inovasi yang dikonsultasikan dan disetujui oleh supervisor dan supervisor utama dengan berkoordinasi dengan lahan praktik 5. Melaksanakan program inovasi. 6. Melakukan evaluasi dan presentasi hasil 7. Menyusun laporan hasil kegiatan
Presentasi, diskusi, praktik secara individu
Minggu I-VI
1. Adanya laporan proposal inovasi 2. Adanya implementasi inovasi dan evaluasi hasil inovasi. 3. Laporan pelaksanaan EBN
2.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak berbagai usia yang mengalami masalah onkologi-hematologi dengan pendekatan self care Dorothea E.Orem dengan masalah kebutuhan aktivitas/fatigue
Melaksanakan asuhan keperawatan dengan mengaplikasikan pendekatan self care Dorothea E.Orem pada anak dengan gangguan onkologi-hematologi : 8. Melakukan Pengkajian diarahkan pada basic conditioning factor, universal self care requisite, developmental self care, dan helath deviation self care requisites i. Identitas, Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, riwayat persalinan, riwayat terpapar agen kimiawi, radiasi, virus dan bakteri, kelainan kromosom dan herediter, Keluhan utama seperti perdarahan, infeksi pada mulut (mukositis), mual dan
Minggu I - III
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
1. Laporan kasus asuhan keperawatan 2. Web of Caution (WOC) 3. Reflective Practice 4. Dokumentasi rekam medis rs 5. Isian target kompetensi
j. k.
l.
muntah Manifestasi klinik seperti perdarahan, demam, pucat, letargi, lemah, nyeri persendian dan sakit kepala Riwayat pengobatan kemoterapi samping dan efek samping yang ditimbulkan seperti penurunan produksi sel pada sum sum tulang belakang Mengkaji kebutuhan (, universal self care requisites) 1) Kebutuhan udara atau oksigen : : nafas cepat, sesak, lemah, lelah, wajah pucat, sakit kepala, ptekie/ memar tanpa sebab.
2) Kebutuhan cairan dan elektolit: intake. Membran mukosa kering, badan tampak lemah, fatigue 3) Kebutuhan nutrisi: BB, TB, anoreksia, mual, muntah, penurunan BB, HB menurun, pemeriksaan antropometri 4) Kebutuhan eliminasi: kaji adanya hematuria 5) Kebutuhan aktivitas dan istirahat: lemah, lelah, pola aktivitas keluhan sebelum dan sesudah aktivitas, nyeri pada sendi, fatigue 6) Keseimbangan sendiri dan interaksi sosial:interaksi terhadap lingkungan 7) Pencegahan resiko yang mengancam kehidupan dan kesejahteraan:penggunaan siderail, resiko jatuh 8) Peningkatan dan perkembangan selama hidup : harapan dan keinginan untuk sembuh m. Pengkajian developmental self care : motorik halus, motorik kasar, personal sosial dan bahasa n. Health deviation self care requisites Pemeriksaan penunjang : Hb menurun, Ht menurun, trombosit sangat rendah (17.000/mm) , neutrrofil 0,3 cell/µ , leukosit meningkat, glukosa darah rendah, bone marrow aspiration (untuk mengetahui sel limfoblast abnormal dan immatur) 9. Merumuskan Diagnosa Keperawatan c. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
Dokumentasi
Dokumentasi
Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
d.
pengkajian Menetapkan diagnosis keperawatan - Risiko infeksi b.d penurunan imunitas tubuh - Risiko perdarahan b.d penurunan trombosit - Gangguan citra tubuh b.d perubahan fisik akibat kemoterapi
10. Menyusun tujuan dan rencana asuhan keperawatan rkan self care demand dan mendorong pasien sebagai self care agent n. Membuat perencanaan pendidikan kesehatan o. Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan keperawatan p. Monitor nyeri q. Lakukan perawatan mulut (oral hygiene) untuk mencegah mukositis 2-3 kali sehari r. Menerapkan hasil temuan riset terkait nyeri yaitu dengan menghangatkan bagian yang akan diinsersi dengan iv cat s. Pemberian obat-obatan anlgesik dan anti biotic spektrum luas, dan obat anti alergi sebelum antibiotik t. Monitoring dan kolaborasi untuk pemberian PRC bila trombosit < 20.000 u. Monitor pemberian obat kemoterapi dan efek sampingnya v. Monitor berat badan pasien w. Memberikan discharge planning x. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman dan nyaman(membatasi pengunjung, mencegah infeksi). y. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik z. Melibatkan keluarga dalam tindakan 11. Implementasi perencanaan keperawatan 12. Evaluasi c. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan - Status nutrisi adekuat - Pasien dan keluarga mengerti cara mencegah
Dokumentasi
Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
infeksi d. Menentukan rencana tindak lanjut 13. Pendokumentasian asuhan keperawatan 14. Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak etis dan illegal dalam pelayanan keperawatan 15. Residen menerapkan praktik keperawatan profesional sesuai etik dan peka budaya: a)
Inform concent pemberian kemoterapi
b) Inform concent tindakan invasif c)
Edukasi pasien dan keluarga
d) Memperhatikan nilai dan budaya keluarga terhadap tindakan transfusi darah dan pengobatan anak kanker. 16. Residensi memberikan bimbingan kepada teman sejawat yang berada dibawah jenjang pendidikannya 17. Melakukan peran perawat sebagai : a)
Care provider : pemberi asuhan keperawatan pasien anak dengan gangguan/masalah onkologi-hematologi
b)
Conselor : membantu keluarga untuk mengidentifikasi masalah yang sedang dihadapi oleh keluarga dalam rangka mengambil keputusan
c)
Case manager :manajemen kasus asuhan keperawatan
d)
Edukator : memberi pendidikan kesehatan kepada keluarga sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga
e)
Advokat : memberikan penjelasan kepada keluarga
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
setiap tindakan yang diberikan kepada anaknya f)
3.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak berbagai usia yang mengalami masalah sistem perkemihan dengan pendekatan self care Dorothea E.Orem dengan masalah kebutuhan aktivitas/fatigue
Reseacher : melalukan tindakan asuhan keperawatan berdasarkan evidence based practice
Melaksanakan asuhan keperawatan dengan mengaplikasikan pendekatan self care Dorothea E pada anak dengan gangguan/masalah sistem perkemihan: 8. Melakukan Pengkajian diarahkan pada basic conditioning factor, universal self care requisite, developmental self care, dan helath deviation self care requisites g. Identitas, Riwayat kesehatan pasien dan keluarga terutama yang berhubungan dengan berat badan beberapa bulan terakhir dan gangguan fungsi ginjal h. Keluhan pasien meliputi onset, karakteristik dan awal keluhan i. Mengkaji kebutuhan (, universal self care requisites) 1) Kebutuhan udara atau oksigen : :kesulitan bernafas , sesak, lemah, lelah, wajah pucat, sakit kepala,. 2)
3)
4)
5)
6)
Minggu IV-VII
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium
Dokumentasi
Dokumentasi
Kebutuhan cairan dan elektolit: intake. Membran mukosa kering, badan tampak lemah, fatigue, edema pada mata terutama dipagi hari Kebutuhan nutrisi: BB, TB, anoreksia, mual, muntah, penurunan/kenaikan BB, pemeriksaan antropometri,penurunan absorbsi di usus, pucat, asites Kebutuhan eliminasi: diare, Pengkajian output urine: jumlah menurun, warna gelap dan berbusa Kebutuhan aktivitas dan istirahat: lemah, lelah, pola aktivitas keluhan sebelum dan sesudah aktivitas, nyeri pada sendi, fatigue Keseimbangan sendiri dan interaksi sosial:interaksi terhadap lingkungan
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
1. Laporan kasus asuhan keperawatan 2. Web of Caution (WOC) 3. Reflective Practice 4. Dokumentasi rekam medis rs 5. Isian target kompetensi
7)
8)
o.
Pencegahan resiko yang mengancam kehidupan dan kesejahteraan:penggunaan siderail, resiko jatuh Peningkatan dan perkembangan selama hidup : harapan dan keinginan untuk sembuh
Pengkajian developmental self care : motorik halus, motorik kasar, personal sosial dan bahasa j. Health deviation self care requisites Pemeriksaan penunjang : protein urin (proteinuria), darah pada urin, pemeriksaan analisis serum darah (total albumin, globulin, kolesterol), pemeriksaan hb, hematokrit, sodium, biopsi renal 9. Merumuskan Diagnosa Keperawatan c. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil pengkajian d. Menetapkan diagnosis keperawatan - Kelebihan volume cairan tubuh b.d kegagalan mekanisme pengaturan cairan ginjal - Risiko infeksi b.d penurunan imunitas tubuh 10. Menyusun rencana asuhan keperawatan n. Membuat perencanaan pendidikan kesehatan o. Melakukan tindakan keperawatan penghitungan keseimbangan cairan - Monitor status cairan dan elektrolit p. Monitor berat badan dan lingkar abdomen q. Cegah terjadinya kerusakan kulit r. Ajak anak untuk embuat jadwal aktivitas untuk meningkatkan istirahat s. Pengaturan pemberian nutrisi dan cairan t. Libatkan keluarga (FCC) dalam setiap tindakan keperawatan u. Kolaborasi dalam pemberian terapi medikasi seperti kortikosteroid (prednison) dan diuretik v. Pantau efek samping pemberian obat kortikosteroid (edema, imunosupresan) dan resiko dehidrasi (diuretik) w. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan anlgesik
Praktik keperawatan Dokumentasi
Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
dan anti biotic Memberikan discharge planning Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman dan nyaman(membatasi pengunjung, mencegah infeksi). z. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik 11. Implementasi perencanaan keperawatan 12. Evaluasi c. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang diberikan - Tidak terjadi edema - Tidak terjadi penambahan berat badan d. - enentukan rencana tindak lanjut 13. Pendokumentasian asuhan keperawatan 14. Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak etis dan illegal dalam pelayanan keperawatan 15. Residen menerapkan praktik keperawatan profesional sesuai etik dan peka budaya: x. y.
a)
Inform concent pemberian kemoterapi
b)
Inform concent tindakan invasif
c)
Edukasi pasien dan keluarga
d)
Memperhatikan nilai dan budaya keluarga terhadap tindakan transfusi darah dan pengobatan anak kanker.
Dokumentasi
16. Residensi memberikan bimbingan kepada teman sejawat yang berada dibawah jenjang pendidikannya 17. Melakukan peran perawat sebagai : a)
Care provider : pemberi asuhan keperawatan pasien anak dengan gangguan/masalah onkologi-hematologi
b)
Conselor : membantu keluarga untuk
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
mengidentifikasi masalah yang sedang dihadapi oleh keluarga dalam rangka mengambil keputusan
4
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak berbagai usia yang mengalami masalah/gangguan kardiovaskuler dengan pendekatan self care Dorothea E.Orem dengan masalah kebutuhan aktivitas/fatigue
c)
Case manager :manajemen kasus asuhan keperawatan
d)
Edukator : memberi pendidikan kesehatan kepada keluarga sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga
e)
Advokat : memberikan penjelasan kepada keluarga setiap tindakan yang diberikan kepada anaknya
f)
Reseacher : melalukan tindakan asuhan keperawatan berdasarkan evidence based practice
Melaksanakan asuhan keperawatan dengan mengaplikasikan pendekatan self care Dorothea E pada anak dengan gangguan/masalah sistem perkemihan: 1. Melakukan Pengkajian diarahkan pada basic conditioning factor, universal self care requisite, developmental self care, dan helath deviation self care requisites a. Mengkaji riwayat kesehatan, perjalanan penyakit, riwayat keluarga: adanya penyakit jantung dalam keluarga, riwayat kehamilan (obat-obat yang pernah dikonsumsi, paparan radiasi, polusi). intranatal (jenis persalinan, penyulit kelahiran, berat badan saat lahir, kondisi anak saat lahir biru/sianosis, tidak bernapas) dan postnatal (napas anak cepat, kebiruan, tidak menangis, tidak aktif), dan riwayat pertumbuhan perkembangan (BB yang sulit naik): motorik halus, kasar, bahasa, dan sosialisasi. b.
Observasi Wawancara Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium
Keluhan pasien meliputi onset, karakteristik dan awal
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Minggu VIII-XI
a.
Laporan kasus asuhan keperawatan
b.
Web of Caution (WOC)
c.
Reflective Practice
d.
Dokumentasi rekam medis rs
e.
Isian target kompetensi
c.
keluhan Mengkaji kebutuhan (, universal self care requisites) 1) Kebutuhan udara atau oksigen : : Mengkaji tingkat kesadaran, GCS, kekurangan oksigen, frekuensi napas,, irama dan suara napas, retraksi, sesak (pasien dengan PJB berat akan mengalami sesak nafas, orthopnea, batuk, sianosis sentral atau perifer), kaji suara nafas (pada kasus PJB yang mengalami edema paru, batuk), pemakaian oksigen, warna kulit (kemerahan/pucat/ sianosis, suara jantung (suara S1, S2, murmur, Gallop), bentuk kuku clubbing finger, pengisian CRT lebih dari 3 detik, adanya sianosis, kardiomegali, takikardia, kekuatan nadi perifer, akral yang dingin, penurunan tekanan darah, distensi vena jugularis. 2)
3)
Kebutuhan cairan dan elektolit: Kaji kebutuhan cairan anak sesuai berat badan, kaji tanda-tanda kelebihan atau kekurangan cairan (turgor kulit, kelopak mata ubun-ubun, bentuk jari, mukosa mulut, nadi perifer, CRT, akral, , penurunan berat badan). Pasien PJB cairan sangat dibatasi, pada PJB yang sudah mengalami gagal jantung terdapat edema anasarka, edema paru dan asites. distensi vena jugularisi Kebutuhan nutrisi: BB, TB, anoreksia, mual, muntah, perubahan BB, pola makan dan frekuensi makan (pada dengan PJB sianosis biasanya mengalami penurunan BB, malnutrisi), status nutrisi (mengukur antropometri BB, TB, LILA, status nutrisi dengan menggunakan z score pada anak dengan usia sampai 5 tahun, diet, cara pemberian makan, jumlah kalori yang diberikan, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi (mual,
Praktik keperawatan
Dokumentasi Dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
4) a.
5) 6)
7)
muntah, anoreksia, bising usus, adanya kembung). Kebutuhan eliminasi: jumlah urin, warna urin, kaji intake output Kebutuhan aktivitas dan istirahat mengkaji pola tidur, lamanya tidur (anak PJB yang berat tidur sering terbangun akbat sesak nafas, orthopnoe, batuk, gelisah), faktor-faktor yang mempengaruhi tidur, kebiasaan yang dilakukan sebelum tidur). faktor-faktor yang mempengaruhi tidur, misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam. kaji jenis dan lama serta beratnya aktivitas. Kaji adanya pembatasan aktivitas. fatigue Keseimbangan sendiri dan interaksi sosial:interaksi terhadap lingkungan Pencegahan resiko yang mengancam kehidupan dan kesejahteraan:penggunaan siderail, resiko jatuh Peningkatan dan perkembangan selama hidup : harapan dan keinginan untuk sembuh
d. Pengkajian developmental self care : motorik halus, motorik kasar, personal sosial dan bahasa e. Health deviation self care requisites Darah lengkap (kimia darah, dan AGD), EKG, USG jantung, Echo, foto rontgen (bentuk jantung (kardiomegali, miokard). Hb, eritrosit, Leukosit, LED, Albumin, radiologi, elektrolit, berat jenis urin, warna urin, Hematokrit
2.
Residen menganalisis data dan menegakkan diagnosis keperawatan yang mungkin ditemukan pada anak yang mengalami PJB, misalnya: 1. Gangguan pola nafas 2. Intoleransi aktifitas 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan 4. Risiko gangguan keseimbangan volume cairan 5. Resiko infeksi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
3.
4.
5. 6. 7.
8. 9.
Residen menyusun tujuan dan rencana keperawatan berdasarkan literatur (NIC, NOC) dan evidence based practice pada anak yang mengalami PJB 1. Hitung kebutuhan cairan anak 2. Pantau asupan cairan, menghitung balance cairan, memantau hidrasi. 3. Menerapkan hasil temuan riset pada anak PJB 4. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain, terutama dalam melakukan tindakan perawatan (dokter untuk pengobatan, tim gizi, laboratorium, radiologi, farmakologi dll) 5. Pilih program bermain yang sesuai dengan usia anak. Aktivitas disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi anak PJB) 6. Gunakan teknik komunikasi terapeutik 7. Edukasi cara menstimulasi tumbuh kembang 8. Lakukan discharge planning sampai dengan jadwal kontrol ulang Residen mengimplementasikan rencana keperawatan yang telah disusun dengan menerapkan prinsip atraumatic care dan family centred care Residen melakukan kolaborasi dengan disiplin ilmu lain, terutama dalam melakuka tindakan keperawatan lanjut Residen mengevaluasi tindakan keperawatan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan Residen menerapkan praktik keperawatan profesional sesuai etik dan peka budaya: a. Inform concent tindakan invasive b. Edukasi pasien dan keluarga Residensi memberikan bimbingan kepada teman sejawat yang berada dibawah jenjang pendidikannya Melakukan peran perawat sebagai : 1. Care provider : pemberi asuhan keperawatan pasien anak dengan ASD dan VSD 2. Conselor : membantu keluarga untuk mengidentifikasi masalah yang sedang dihadapi oleh keluarga dalam rangka mengambil keputusan
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
3. 4.
5. 6.
Mengetahui : Supervisor Utama
Dr. Allenidekania, S.Kp.,M.Sc
Case manager :manajemen kasus asuhan keperawatan Edukator : memberi pendidikan kesehatan kepada keluarga sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga Advokat : memberikan penjelasan kepada keluarga setiap tindakan yang diberikan kepada anaknya Reseacher : melalukan tindakan asuhan keperawatan berdasarkan evidence based practice
Disetujui oleh : Supervisor
Ns. Happy Hayati, M.Kep, S.Kep.An
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
Depok, 12 Februari 2016 Mahasiswa :
Fadliyana Ekawaty
0 Lampiran 3
PROYEK INOVASI
APLIKASI SLEEP HYGIENE PADA ANAK DENGAN GANGGUAN TIDUR BERDASARKAN EVIDENCE BASED PRACTICE DI GEDUNG A LANTAI I RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
OLEH : FADLIYANA EKAWATY NPM:1306345794
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2016
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Tema Proyek Aplikasi sleep hygiene berdasarkan evidence based nursing di ruang non infeksi gedung A lantai 1 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. 1.2 Latar Belakang Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang dapat mempengaruhi fungsi harian selama lebih dari 3 bulan dalam satu tahun yang mengakibatkan hospitalisasi selama lebih kurang 1 bulan dalam satu tahun (Hockenberry, 2008). Penyakit kronik adalah suatu kondisi dimana terjadi keterbatasan pada kemampuan fisik, psikologis atau kognitif dalam melakukan kegiatan harian atau kondisi yang memerlukan pengobatan khusus dan terjadi dalam beberapa bulan (Schloman, et al dalam Potts & Mandleco, 2007). Jadi penyakit kronik adalah suatu keadaan atau kondisi yang mempengaruhi aktivitas fungsional harian baik fisik, psikologis, sosial dan spiritual yang terjadi dalam jangka waktu yang lama (beberapa bulan) dan membutuhkan pendekatan dan pengobatan yang khusus.
Kanker merupakan salah satu penyakit kronis pada anak yang merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat baik di indonesia maupun di dunia, karena tingkat kematian yang disebabkan oleh penyakit tersebut masih tinggi. Menurut WHO (2014) orang yang meninggal akibat kanker diseluruh dunia sekitar 8,2 juta orang. Di Indonesia kematian yang diakibatkan kanker setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari kemenkes (2014) kematian yang disebabkan kanker ganas sebesar 5,7%, data Riskesdas (2013) prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1.000 penduduk atau sekitar 330 orang.
Kanker memiliki berbagai gejala diantaranya kelelahan, nyeri, konstipasi, gangguan tidur, mual, muntah dan gangguan nutrisi (Hockenberry & Hooke, 2007). Kelelahan, gangguan tidur dan nyeri merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak dengan kanker yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku dan gangguan penampilan fisik (Hockenberry & Hooke, 2007). Hasil penelitian Mulrooney, et al (2008) ditemukan 16,7% anak yang menderita kanker terganggu tidurnya. Rawat inap dan prosedur kemoterapi di rumah sakit
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
2
juga berperan sebagai penyebab gangguan tidur yaitu meliputi penundaan memulai tidur dan terganngunya kedalaman tidur (Hockenberry & Hooke, 2007).
Agen primer kemoterapi seperti prednison dan deksametason memiliki efek samping imsomnia yang bisa menimbulkan perasaan lapar sehingga mengakibatkan anak terbangun pada malam hari dan dapat berpengaruh pada tahapan tidur. Tidur merupakan bagian penting bagi anak selama menjalani pengobatan kanker karena dengan tidur yang cukup dapat memfasilitasi aktivitas imun dalam memperbaiki jaringan yang rusak (Walker, et al., 2011). Masalah tidur pada anak kanker tentunya memerlukan penanganan, identifikasi faktor resiko penting dilakukan untuk menentukan intervensi yang tepat untuk mengatasi gangguan tidur sebelum menjadi masalah kronis, sehingga kualitas hidup pasien dapat diperbaiki.
Sleep Hygiene merupakan salah satu intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan tidur. Sleep hygiene adalah perilaku sehari-hari yang dapat meningkatkan kualitas tidur dan mencapai tidur yang lebih baik (Walker, Johnson, Miaskwoski, lee, Gedali, 2010). Sleep hygiene merupakan salah satu dari terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy) yang efektif untuk mengatasi masalah insomnia kronis. Berdasarkan hasil penelitian systematic review Sharma dan Andrade (2012). Menyatakan bahwa sleep hygiene merupakan intervensi perilaku dimana pasien diberikan instruksi tentang kebiasaan tidur yang sehat.
Berdasarkan data register di ruang non infeksi tahun lalu (periode januari-Oktober 2015) kasus penyakit non infeksi berjumlah lebih kurang 560 orang, dengan kasus terbanyak adalah ALL (17,6%), Retinoblastoma (11,4%), osteosarkoma (7,6%), Limfoma Maligna Non Hodkin (5%), AML (3,7%). Pasien-pasien ini umumnya mengalami penurunan kadar darah (leukopenia, anemia dan trombositopenia). Hal ini mengakibatkan peningkatan sleep disorder atau sleep disturbanced.
Menurut hasil pengamatan residen selama di ruang non infeksi didapatkan data ada sekitar 15 % anak yang mengalami gangguan tidur, walaupun jumlahnya tidak terlalu besar, namun dengan pola istirahat dan tidur yang baik, benar, dan teratur akan memberikan efek yang baik terhadap kesehatan, yaitu efek fisiologis terhadap sistem syaraf yang di perkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
3
diantara
susunan
saraf,
serta
berefek
terhadap
struktur
tubuh
dengan
memulihkankesegaran dan fungsi organ tubuh
Berdasarkan data pasien yang mengalami gangguan tidur maka penulis tertarik untuk mengaplikasikan evidace based nursing tentang sleep hygiene pada anak yang mengalami gangguan tidur di ruang non infeksi RSUPN.Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mengaplikasikan evidance based nursing sleep hyegiene pada anak yang mengalami gangguan tidur di ruang non infeksi RSUPN.Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran gangguan tidur pada anak yang di rawat di ruang non infeksi RSUPN.Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 2. Diketahuinya efektifitas penerapan sleep hygiene terhadap pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur pada anak yang di rawat di ruang non infeksi RSUPN.Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 3. Diketahuinya faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan EBN Sleep Hygiene pada anak yang dirawat di ruang non infeksi RSUPN.Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
1.4 Manfaat 1.4.1 Rumah Sakit Aplikasi proyek inovasi yang dilakukan
dapat menjadi pertimbangan kebijakan
dalam mengaplikasikan sleep hyegiene sebagai manajemen non farmakologis untuk anak-anak dengan gangguan tidur 1.4.2 Pendidikan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya dalam mengembangkan asuhan keperawatan yang berdasarkan evidance based practice. 1.4.3 Keluarga dan Pasien Meningkatkan kepuasan keluarga dan pasien untuk mengurangi masalah gangguan tidur berdasarkan evidence based.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi Tidur Tidur adalah suatu keadaan seseorang mengalami penurunan tingkat kesadaran sementara terhadap lingkungan sekitar, tingkat metabolisme minimal dan aktifitas fisik minimal. Tidur merupakan salah satu kebutuhan fisiologis dasar setiap individu, dengan tidur seseorang dapat menghilangkan rasa lelah setelah beraktivitas dan merasakan ketenangan.
Manusia menghabiskan hampir sepertiga dari total waktunya dalam sehari untuk tidur, karena tidur dapat memulihkan kondisi tubuh yang lelah, mengurangi stress dan cemas, seseorang yang kurang tidur akan cenderung lemas, mudah marah, mudah tersinggung, merasa tertekan dan emosi yang tidak stabil. Dengan terpenuhinya kebutuhan istirahat tidur dari segi kualitas dan kuantitas maka seseorang akan terlihat segar, sehat dan dapat menjalani aktifitasnya ( Carney, 2005).
2.2 Faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur antara lain : a. Penyakit Faktor fisiologis seperti anemia, status nutrisi dan perubahan biokimia sekunder karena penyakit dan pengobatan. Terganggunya istirahat tidur akibat fatigue dapat dihubungkan dengan transplantasi sumsum tulang, pembedahan radiasi atau kemoterapi (Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010).
Seseorang yang sedang menderita suatu penyakit menyebabkan timbulnya rasa nyeri atau distress fisik yang dapat menyebabkan gangguan tidur, sehingga dibutuhkan waktu tidur yang lebih banyak daripada biasanya, serta siklus bangun-tidur ketika sakit juga akan mengalami gangguan.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
5
b. Lingkungan Menurut Honckenberry-Eaton (1999) dalam Belmore dan Tomlinson (2010) beberapa penyebab pola tidur yang sering berubah terutama selama dirawat di rumah sakit yang diungkapkan remaja adalah karena kebisingan, gangguan tidur, nyeri, ketakutan, efek pengobatan dan kebosanan. Sedangkan orang tua mengidentifikasi bahwa gangguan tidur pada anak disebabkan oleh kebisingan di rumah sakit, banyak gangguan, menunggu dan kebutuhan berinteraksi dengan orang lain (Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010). c. Kelelahan/fatigue Fatigue atau kelelahan merupakan suatu kondisi yang menimbulkan stres dan masalah yang mendalam bagi pasien yang menderita kanker, menjalani pengobatan dan pasien kanker pada akhir kehidupan. Fatigue adalah sensasi atau perasaan lelah yang mendalam atau adanya kesulitan untuk melakukan pergerakan seperti menggerakan tangan, atau kaki atau membuka mata yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, faktor personal (sosial), dan faktor pengobatan yang mengakibatkan kesulitan untuk bermain, susah berkonsentrasi dan emosi negatif dan paling sering adalah perasaan sedih dan marah (Hockenberry et al., 2003; Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010). d. Stress emosional Seseorang yang sedang dalam keadaan ansietas atau defresi seringkali mengalami gangguan tidur. Kondisi ansietas meningkatkan kadar norefonefrin darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis, kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya menjadi terbangun ketika sedang tidur
e. Medikasi Deksametason secara signifikan dapat menyebabkan perubahan waktu tidur, sering terbangun tengah malam dan kebutuhan untuk tidur siang serta dapat meningkatkan fatigue pada anak dan remaja dengan leukemia limfositik akut (Hinds et al., 2007).
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
6
2.3 Pola tidur dan durasi tidur normal pada anak Kebutuhan tidur setiap individu berbeda. Yang menjadi pembedanya adalah usia, karena dengan peningkatan usia seseorang maka kebutuhan tidur akan berkurang. Seiring dengan pertambahan usia, anak akan lebih jarang tidur siang, sehingga terjadi penurunan waktu tidur total. Perubahan waktu tidur ini terjadi secara signifikan selam anak pada masa kanak-kanak (usia 5-10 tahun) dan akan terus berlanjut hingga memasuki masa remaja dan dewasa. Berikut ini kebutuhan tidur normal untuk masing-masing golongan usia akan digambarkan pada tabel berikut ini: USIA
DURASI YANG
MASIH
TIDAK
DIREKOMENDASIKAN
DIPERBOLEHKAN
DIREKOMENDASIKAN
0-3 bln
14-17 jam
11-13 jam /18-19 jam
Kurang dari 11 jam
4-11 bln
12-15 jam
10-11 jam/16-18 jam
Kurang dari 10 jam
1-2 thn
11-14 jam
9-10 jam/15-16 jam
Kurang dari 9 jam
3-5 thn
10-13 jam
8-9 jam/14 jam
Kurang dari 8 jam
6-13 thn
9-11 jam
7-8 jam/12 jam
Kurang dari 7 jam
14-17 thn
8-10 jam
7 jam/11 jam
Kurang dari 7 jam
18-25 thn
7-9 jam
6 jam/10-11 jam
Kurang dari 6 jam
26-64 thn
7-9 jam
6 jam/10 jam
Kurang dari 6 jam
≥ 65 thn
7-8 jam
5-6 jam/9 jam
Kurang dari 5 jam
Sumber: National Sleep Foundation, 2015
2.4 Tahapan Tidur Menurut Shnerrson (2005) Tidur memiliki 2 tahapan yaitu non-rapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM) a. Fase NREM Fase NREM disebut juga sebagai tidur gelombang pendek, hal ini dikarenakan gelombang otak yang ditunjukkan oleh orang yang tidur pada fase ini lebih pendek dari pada gelombang alfa dan beta pada orang sadar. Ketika fase NREM
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
7
terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologis tubuh, semua proses metabolisme termasuk tanda-tanda vital, metabolisme dan kerja otot.
Fase NREM terbagi menjadi 4 tahap. Tahap I-II disebut tidur ringan (light sleep) sedangkan tahap III-IV disebut tidur dalam (deep sleep) atau delta sleep 1). Tahap I NREM - Tahap dengan tingkat paling dangkal dari tidur - Tahap berakhir dalam beberapa menit - Terjadi pengurangan aktivitas fisiologis, dimulai dengan penurunan secara bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme - Seseorang dengan mudah terbangun oleh stimulis sensori seperti suara - Seseorang ketika terbangun merasa seperti telah menlamun 2). Tahap II NREM - Tahap yang merupakan periode tidur bersuara - Terjadi kemajuan relaksasi - Terbangun masih relatif mudah - Tahap berakhir 10-20 menit - Kelanjutan fungsi tubuh menjadi lamban 3).Tahap III NREM - Tahap ini merupakan tahap awal dari tidur yang dalam - Seseorang sudah sulit dibangunkan dan jarang bergerak - Otot dalam keadaan relaksasi maksimal - Tanda-tanda vital menurun namun tetap teratur - Tahap ini berakhir 15-30 menit 4). Tahap IV NREM - tahap ini merupakan tahap tidur terdalam - sangat sulit untuk dibangunkan - orang yang kurang tidur akan menghabiskan porsi malam yang seimbang pada tahap ini - Tanda-tanda vital menurun secara bermakna ddibandingkan saat terjaga - Tidur sambil berjalan dan anuresis dapat terjadi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
8
b. Fase REM Fase tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-30 menit. Ketika fase REM tidur tidak senyenyak fase NREM dan sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini.
Karakteristik tidur fase REM 1) Mimpi yang penuh warna dan tampak hidup serta biasanya mimpi pada fase ini dapat diingat, karena pada fase REM terjadi konsolidasi memori. Jika mimpi kurang hidup atau mimpi tidak dapat diingat mungkin terjadi pada tahap yang lain 2) Biasanyaa dimulai 90 menit setelah mulai tidur 3) Respon otonom dari pergerakan mata cepat, fluktuasi jantung dan kecepatan respirasi dan peningkatan atau fluktuasi tekanan darah 4) Terjadi penurunan tonus otot skelet 5) Peningkatan sekresi asam lambung 6). Sangat sulit dibangunkan 7). Durasi tidur REM meningkat pada tiap siklus, rata-rata 20 menit.
2.5 Gangguan tidur pada anak Gangguan tidur (sleep disorder/sleep disturbance) adalah gangguan yang menyebabkan
tidur
menjadi
terganggu.
Tidur
yang
tergangggu
meliputi
ketidakmampuan untuk tidur, ketidakmampuan untuk kembali tidur dan sering terbangun pada malam hari. Gangguan tidur dapat membuat anak merasa lelah (fatigue).
Gangguan tidur adalah suatu kondisi gangguan medis pola tidur yang terjadi pada seseorang baik dari segi kulaitas, kuantitas atau gangguan perilaku dan kondisi fisiologi pada saat tidur. Gangguan kuantitas tidur adalah tidak terpenuhinya durasi tidur yang normal, dapat akibat kesulitan memulai tidur atau ketidakmampuan mempertahankan tidur. Gangguan kualitas tidur adalah terputusnya tidur akibat terbangun ketika tidur yang durasinya singkat namun dengan frekuensi sering dan berulang (Lee, 2008; Dawson, 2007)
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
9
The international Classification of Sleep Disorder (ICSD) menjelaskan bahwa lebih dari 70 gangguan tidur yang dikelompokkan dalam delapan kategori yaitu insomnia, gangguan pernafasan saat tidur, hipersomnia, gangguan irama tidur sirkadian, parasomnia, gangguan gerakan saat tidur, gejala terisolasi, dan gangguan tidur lainnya. Masalah gangguan tidur mempunyai prevalensi yang tinggi.
Pada penderita kanker mempunyai resiko yang besar untuk mengalami insomnia dan gangguan siklus terjaga. Imsomnia sering terjadi pada pasien yang sedang menjalani pengobatan kanker. Kecemasan dan defresi adalah respon psikologis yang mungkin muncul jika pasien mengalami gangguan tidur. Terapi untuk insomnia antara lain dapat berbentuk terapi farmakologi dan non farmakologi. AASM dan NHS merekomendasikan edukasi tentang sleep hygiene untuk manajemen insomnia karena terbukti secara ilmiah dapat mengurangi gangguan tidur.
2.5 Penatalaksanaan Gangguan Tidur Terapi gangguan tidur pada anak bersifat individual. Karena gangguan tidur setiap anak berbeda sehingga terapi diberikan berdasarkan kebutuhan anak dan tipe gangguan tidur yang dialami anak. Beberapa terapi yang dapat dilakukan antara lain sleep hygiene, konseling, penghindaran berbagai faktor yang dapat mengganggu tidur, terapi perilaku dan terapi oksigen tekanan positif (Lebourgeois, 2005).
Selain terapi non faramakologi, gangguan tidur pada anak juga sering dikombinasikan dengan terapi farmakologi. Beberapa obat yang menjadi pilihan terutama pada gangguan insomnia adalah benzodiazepine, agonis reseptor α2, dervat pirimidin, sedatif anti defresan, melatonin dan sedatif antihistamin seperti difenhidramin dan hidrixizin ( Cortese, Ivanenko, Ramtekkar, & Angriman, 2014).
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
10
2.2 Sleep hygiene Sleep hygiene merupakan salah satu dari terapi perilaku kognitif (behavioural therapy) yang efektif untuk mengatasi masalah insomnia kronis (Whiswort, et al 2007). Berdasarkan hasil penelitian systematic review (2012) menyatakan bahwa sleep hygiene merupakan intervensi perilaku terutama psikoedukasional alami dimana pasien diberikan intervensi tentang kebiasaan tidur yang sehat. Kebiasaan tidur ini meliputi mendidik pasien tentang diet, olahraga, dan penggunaaan obatobatan serta modifikasi faktor lingkungan seperti cahaya, kebisingan, temperatur dan tempat tidur.
Sleep hygiene adalah hal-hal yang digunakan untuk mengembangkan kebiasaankebiasaan yang membuat tidur menjadi lebih baik (KAKU, et al, 2012). Sleep hygiene adalah salah satu intervensi perilaku dimana pasien diberikan instruksi tentang kebiasaan tidur yang sehat meliputi saran-saran seperti membatasi kafein, membatasi nikotin, membatasi alkohol, mengatur pola makan, mengatur olahraga, membatasi suara dalam kamar tidur, memgatur suhu kamar, mengatur suhu tubuh, meningkatkan kualitas udara, membatasi cahaya (Morin & Espie, 2004).
Menurut Tan, Healey, Gray, dan Galland (2012) menjelaskan bahwa sleep hygiene mencakup 6 indikator yaitu food, emotions, routine, restirction, environment, timing atau biasa di singkat F.E.R.R.E.T. Topik
Aturan 1
Aturan 2
Aturan 3
Food
Jangan minum apapun 30 menit sebelum tidur
Tetap jauhi makan atau minum kopi 3 jam sebelum tidur
Hindari alkohol atau asap rokok selam 3 jam sebelum tidur
Emotions
Atur waktu dalam sehari untuk hal-hal yang ingin dilakukan
Buat diri serileks mungkin 30 menit sebelum tidur
Coba untuk tidak mengkhawatirkan atau berfikir hal-hal yang merusak mood tidur di tempat tidur
Routine
Bangun dan tidur pada waktu yang sama setiap harinya
Nyalakan lampu ketika bangun dan matikan ketika akan tidur
Waktu tidur yang rutin harus terus dilakuakn setiap hari
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
11 Restrict
Tidak ada media elektronik (contoh Ipad, nonton TV) minimal 30 menit sebelum tidur
Tidak melakukan aktivitas fisik 3 jam sebelum tidur
Jangan melakukan aktivitas lain di tempat tidur kecuali tidur
Environment
Buat lingkungan tempat tidur senyaman mungkin dengan memakai pakaian tidur dan bantal atau boneka kesayangan
Kontrol cahaya, temperatur, kebisingan
Jauhkan jam dari tempat tidur
Timing
Coba untuk tidak tidur lebih atau kurang dari jam tidur yang direkomendasikan
Aturan dapat dijaga 30 menit sebelum tidur atau 3 jam
Cobalah untuk mematui aturan
Edukasi sleep hygiene untuk anak menurut Jan, et al (2008) antara lain : a. Jaga waktu tidur yang konsisten dan waktu bangun setiap hari dalam seminggu. Pada akhir pekan dapat tidur lebih larut tidak mengikuti jadwal harian b. Hindari menghabiskan banyak waktu selain tidur di tempat tidurnya. Menghabiskan waktu di tempat tidur sebelum waktu tidur dengan melakukan aktivitas yang lain dapat membuat anak terjaga ketika waktu tidur c. Kamar tidur anak anak harus tenang dan nyaman dengan suhu ruangan yang sedang. Jauhkan dari jam dinding untuuk mencegah anak melihat jam ketika tidur d. Waktu tidur harus mengikuti urutan kegiatan yang sudah di atur misalnya tidur setelah menyikat gigi dn membaca cerita e. Hindari memberikan anak minuman yang mengandung kafein, soda, coklat, teh, kopi di sore atau malam hari. Walaupun kafein tidak mencegah anak tertidur namun dapat menyebabkan anak tidur dangkal atau sering terbangun dimalam hari. f. Jika anak terjaga di tempat tidur usajhakan anak keluar dari tempat tidur untuk melakukan aktivitas stimulasi yang rendah seperti membaca, baru kemudian kembali ke tempat tidur. Ini akan menghindarkan anak dari rasa tidak mengantuk ketika berhubungan dengan tempat tidur. Jika masih terjaga setelah 20-30 menit lakukan aktivitas 20 menit lagi sebelum berbaring lagi g. Hindari “worry time” di jam tidur. Anak dengan masalah ketakutan menjelang tidur harus dijadwalkan untuk mendiskusikan dengan orang tuanya tentang ketakutan sebelum waktu tidur.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
12
h. Anak-anak harus ditempatkan di tempat tidur ketika belum mnegantuk atau masih terjaga. Membiarkan mereka tertidur di tempat lain akan membentuk kebiasaan untuk sulit istirahat di tempat tidur. i. Benda-benda yang aman di tempat tidur sering membantu anak yang membutuhkan transisi untuk merasa aman ketika orang tuanya tidak berada di dekat mereka. Cobalah meletakkan boneka, mainan, atau selimut ketika anada memeluk atau membuat anak nyaman. Ini dapat membantu anak merasakan kehadiran “teman”. j. Ketika mengecek anak pada malam hari, pemeriksaan harus singkat dan sering. Ini bertujuan untuk meyakinkan anak bahwa orang tua ada yang meyakinkan mereka baik-baik saja. k. Jika anak tidak pernah mengantuk di waktu yang di jadwalkan coba lakukan penundaaan sementara waktu tidur dengan 30 menit secara bertahap sampai anak mulai mengantuk sehingga mereka tertidur lebih cepat setelah naik ke tempat tidur. Tidur dimajukan secara bertahap kemudian hingga sesuai dengan jadwal tidur yang diinginkan tercapai. l. Buatlah buku harian tidur untuk melihat jadwal tidur siang, waktu tidur atau kegiatan untuk menemukan pola aktivitas anak ketika jadwal tidur tidak terpenuhi.
Sedangkan ketika anak mendapat perawatan di rumah sakit, Linder (2009) mengidentifikasi sleep hygiene dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Waktu tidur anak mengikuti urutan kegiatan berdasarkan prediksi waktu misalnya menyikat gigi dulu, kemudian membaca cerita, mendengarkan musik b. Hindari kegiatan yang membutuhkan stimulasi tinggi sebelum tidur seperti menonton televisi, bermain game atau olahraga c. Teknik relaksasi seperti nafas dalam, nafas perut lambat, atau membayangkan kegiatan yang positif misalnya berada di pantai dapat membantu anak menjadi rileks d. Jika anak tidak dapat tidur lebih baik ajak anak berjalan-jalan keluar dari tempat tidur untuk melakukan aktivitas stimulasi rendah seperti membaca, baru kemudian kembali ke tempat tidur e. Jika anak masih terjaga 20-30 menit dorong anak untuk berdiskusi dengan orang tua tentang kekhawatiran mereka sehingga tidak dapat tertidur
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
13
f. Hadirkan obyek yang membuat anak merasa aman untuk membantu anak merasa aman ketika masa transisi berada di lingkungan yang baru misalnya dengan menaruh boneka, mainan atau selimut kesayangan anak g. Berikan pada anak buku catatatn harian tidur untuk mengetahui waktu tidur anak dan menemukan pola tidur serta masalah tidur pada anak h. Hindarkan anak dari mengkonsumsi soda, coklat, teh, dan kopi pada sore atau malam hari, gantilah dengan susu hangat. i. Usahakan anak memiliki jadwal tidur yang sama setiap hari, usahakan tindakan perawatan yang dilakukan sebelum atau sesudah jadwal tidur j. Jangan menjadwalkan anak untu tidur siang yang terlalu lama. Tidur di siang hari yang lebih dari 2 jam akan menimbulkan anak tidak mengantuk pada malam hari k.
Diet yang seimbang akan membantu tidur. Beberapa penelitian menemukan bahwa tidur dengan keadaan perut yang kosong akan mengganggu tidur. Anjurkan anak untuk makan makanan ringan (snack) dan bukan makanan berat setelah tidur. Segelas susu hangat yang mengandung tryptophan dapat menstimulasi tidur secara alami.
l. Kondidikan kamar dan lingkungan yang tenang dan nyaman dengan mengatur suhu ruangan dan cahaya yang tidak terlalu terang. Jika tidak memungkinkan gunakan masker mata atau penyumbat telinga untuk menghindari cahaya dan suara yang berisik. m. Hindari pemberian obat-obatan yang menurunkan kadar melatonin pada malam hari seperti obat adrenergik, atau dopamin agonis, kolinergik agonis, serotonin agonis, kortikosteroid. n. Tidur mudah terganggu karena gangguan mood yang tidak teratasi dan manajemen nyeri yang tidak optimal. Kolaborasikan dengan dokter untuk mengatasi nyeri dan mood disorder o. Atur jadwal pemberian obat-obatan yang dapat menyebabkan insomnia pada anak. Jangan berikan obat-obatan tersebut sebelum waktu tidur anak. Contoh golongan obat-obatan yang dapat menyebabkan insomnia: 1) Alpha-Blocker Golongan Alpha-Blocker dapat menurunkan periode REM (rapid Eye Movement). Contoh golongan alpha-blocker adalah alfuzosin (uroxatral),
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
14
Doxazosin (Cardura), prazosin (minipress), siolodosin (Rapaflo), terazosin (hytrin) dan tamsulosin (flomax) 2) Beta-Bloker Dapat menyebabkan sering terbangun dimalam hari dan mimpi buruk sehingga dapat menggagu tidur anak 3) Kortikosteroid 4) Anti defresan (SSRI) 5) ACE Inhibitor 6) Angiotensin II, Reseptor Blocker 7) Kolinesterase Inhibitors 8) Generasi kedua dari HI antagonis 9) Statin p. Jika memungkinkan tunda pemberian obat yang jadwal pemberiannya pada saat jam tidur anak. Menurut Guidlines for Timely Administration of Schedule Medication yang dikeluarkan oleh Medical Safety, 2011, pemberian obat-obatan dapat ditunda dengan kriteria sebagai berikut:
MEDIKASI DENGAN JADWAL PEMBERIAN YANG KRITIS JENIS OBAT Obat-obatan menyebabkan
yang
TOLERANSI PEMBERIAN mungkin
bahaya
Tepat Waktu
jika
CONTOH OBAT - Rapid Acting insulin -Obat-obatan
diberiakn lebih lambat
seperti
simptomatik
bronkodilator
pada
pasien asma, digoksin pada pasien henti jantung Obat-obatan yang pemberiannya
Boleh diberikan lebih awal atau
-
Antibiotik
tepat
terlambat 30 menit dari waktu yang
-
Anti koagulan
dijadwalkan
-
Anti konvulsan
-
Agen imonosupresif
-
Pengobatan
waktu
menimbulkan
namun efek
tidak
samping
yang berat jika tidak sesuai waktu pemberiannya
nyeri
yang terjadwal MEDIKASI DENGAN JADWAL PEMBERIAN YANG TIDAK KRITIS Obat-obatan
yang
diberikan
harian, mingguan atau bulanan
Boleh diberikan lebih awal atau
-
HMG
Co-A
terlambat 2 jam dari waktu yang
Reductase inhibitors
dijadwalkan
(Atorvastatin)
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
15 -
ACE inhibitors/ARB (lisinopril)
-
Beta
Blockers
(metaprolol succinate) -
Calcium
Channel
Blocker (amlodipine) Obat-obatan yang lebih sering
Boleh diberikan lebih awal atau
dari pemberian harian namun
terlambat
waktu
pemberian
pemberiannya
kurang
1
jam
dari
-
waktu
Beta
blockers
(metaprolol Tartrate, propranolol)
dari 4 jam sekali (kurang dari 6 kali) pemberian perhari
-
Pottasium Chloride
-
Lainnya (Gabapentin BID-TID-QID dosing,
H2RA
Famotidine 20 mg BID) Obat-obatan
yang
diberikan
lebih sering dari pemberian harian,
namun
waktu
Toleransi
waktu
pemberiannya
adalah 25% dari dosisnya -
+/- 15 menit dari waktu
sekali
pemberian
dari
6
kali)
pemberian per hari
-
Antipiretik
-
Diuretik
Pemberian 1 jam sekali:
pemberiannya lebih dari 4 jam (lebih
-
Pemberian
2
jam
sekali:+/- 30 menit dari waktu pemberian -
Pemberian 3 jam sekali: +/- 45 menit dari waktu pemberian
2.6 Penilaian Gangguan Tidur Salah satu metode untuk skrining gangguan tidur pada anak dapat menggunakan SDSC (Sleep Disturbance Scale For Children). SDSC merupakan sebuah kuesioner yang cukup baik dalam mengkategorisasikan gangguan tidur berasarkan perilaku tidur anak (Natalita, et al., 2011). Kuesioner SDSC terdiri dari 26 pertanyaan yang dinilai dalam 5 angka. Angka 1 untuk tidak pernah, 2 jarang, 3 kadang-kadang, 4 sering dan 5 selalu atau setiap hari.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
16
2.7 Sleep Diary Sleep diary adalah metode pengukuran self report dimana pasien diminta untuk mengisi beberapa variabel setiap malamnya, sesuai dengan kondisi tidur malam itu ( Morin & Espie, 2004). Sleep diary dapat diberikan selama beberapa hari untuk mendapatkan gambaran umum kondisi tidur pasien (Espie, 2000). Gambaran umum kondisi ini dapat digunakan untuk membantu meenegakkan diagnosis ataupun evaluasi efektifitas terapi ( Morin & Espie, 2004).
Kegunaan praktis dari sleep diary adalah tidak mengganggu (non intusive), murah, dapat diadaptasi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dan mudah digunakan. Sleep diary dapat memberikan gambaran tidur pasien selama bermingguminggu dan data tersebut dapat memberikan informasi kuantitatif dan kualitatif mengenai tidur pasien.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
17
BAB 3 IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH
3.1 Identifikasi Masalah Dengan PICO 3.1.1 Problem Gangguan tidur pada anak 3.1.2 Intervention Sleep hygiene 3.1.3 Comparison Tidak ada 3.1.4 Outcome Gangguan tidur anak dapat diatasi dengan sleep hygiene
3.2 Pertanyaan Masalah Apakah sleep hyegiene efektif mengatasi gangguan tidur pada anak dengan kanker? 3.2.1 Topik Utama dan kata kunci dari penelusuran Jurnal berdasarkan pertanyaan masalah a. sleep hygiene b. sleep disorder c. cancer in children 3.2.2 Batasan Penulusuran Jurnal a. Jurnal yang digunakan adalh jurnal yang dipublikasikan tahun 2010-2015 b. Penelitian yang menggunakan metode penelitian Systematic review and Pilot Study
3.2.3 Database Penulusuran Jurnal a. Cochrane b. Pubmed c. Science Direct
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
18
d. Medscape e. Proquest
3.2.4 Hasil Penulusuran
a. Tan, E., Healey, D., Gray. A.R., & Galland, B.C. (2012). Sleep hygiene intervention for youth aged 10 to 18 years with problematic sleep: a before-after pilot study. BMC Pediatrics, 12, 189.
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa program edukasi sleep hyegiene yang berdasar pada F.E.R.R.E.T (food, emotions, routine, restirction, environment, timing) terbukti efektif dalam meningkatkan tidur pada anak dan remaja, namun bagaimanapun ini adalah sebuah penelitian dengan beberapa keterbatasan namun itu dapat dikurangi dengan adanya randomized controlled trial untuk membuktikannya.
b. Howel, D., Oliver T., Olaman, S.K., Davidson, J.R., Garland., Samuels, C.,........& Taylor, C. (2014). Sleep Disturbance in Adults with Cancer: A systematic Review of evidance for Best Practice in Assesment and Management for Clinical Practice. Annals on Oncology, 25, 791-800.
Pada systematic review ini mengidentifikasi evidance based untuk penilaian dan manajemen gaangguan tidur terkait kanker (insomnia dan ssindrom insomnia). Artikel ini mencari literatur dari Juni 2004- Juni 2014. Kebutuhan tidur secara rutin diidentifikasi secara RCT dan menyarankan keuntungan dari terapi perilaku kognitif untuk meningkatkan kualitas tidur pada anak dengan kanker.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
19
BAB 4 PLAN OF ACTION (POA) Proyek inovasi yang akan diimplementasikan di ruang non infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sebelumnya melalui berberapa tahapan kegiatan yaitu plan, do, study, act.
4.1. Langkah-langkah Pelaksanaan Berdasarkan P-D-S-A a. Plan Rencana intervensi yaitu terapi non farmakologis pada anak yang mengalami gangguan tidur berupa pemberian intervensi sleep hygiene pada anak usia 6-18 tahun. Sebelum melakukan intervensi residen melakukan Studi literatur melalui jurnal dan artikel-artikel ilmiah Residen menyiapkan instumen Sleep Disturbance Scale For Children (SDSC) dan sleep diary untuk menggali jenis ganguan tidur yang dialami anak dan untuk mendapatkan gambaran umum kondisi tidur anak. Residen mensosialisakan rencana intervensi kepada beberapa perawat ruangan yang pada saat itu jaga pada jadwal yang sama dengan residen Residen menyiapkan juknis edukasi yaitu dengan melaui tahapan: -
Pasien/ responden yang mengalami gangguan tidur sudah sesuai dengan kriteria inklusi
-
Memberikan edukasi F.E.R.R.E.T aturan 1,2,3 pada hari1,2,3 dan edukasi sleep hygine kepada masing-masing pasien sesuai dengan masalahnya secara bergantian dengan mengganakan lembar balik lembar balik
-
Keluarga dan pasien diminta mencatat gambaran kondisi tidur malam hari setelah pemberian intervensi setiap harinya.
Hari ke 7 pasien dan keluarga diminta kembali untuk mengisi instumen Sleep Disturbance Scale For Children (SDSC), tujuannya adalah untuk mengetahuai apakah ada perubahan gangguan tidur yang dialami anak b. Do pada anak dengan gangguan tidur di berikan intervensi Sleep Hygiene Education Programe yang terdiri dari 3 aturan yang mengandung topik F.E.R.R.E.T (Food, Emotions, Routine, Restrict, Environment, Timing)
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
20
Pada masing-masing partisipan diberikan sesi edukasi untuk masing-masing aturan dengan hari yang berbeda secara bertahap. Pada hari berikutnya
residen juga
mengevaluasi sleep diary yang sudah diberikan ke keluaraga dan pasien.. Sumbersumber edukasi dapat digunakan untuk mempermudah proses pembelajaran seperti lembar balik dan sleep diary.
c. Study Pada penelitian ini menggunakan instrumen untuk mengukur pola tidur dengan sleep disorder scale for children (SDSC) dan sleep diary. SDSC mempunyai 26 item pertanyaaan. Setelah diberikan intervensi, pola tidur anak di evaluasi lagi dengan instrumen Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) dan sleep diary Perawat membantu meningkatkan sleep hygiene dengan menciptakan lingkungan yang mendukung anak untuk tidur seperti : 1)
Melakukan kegiatan perawatan sebelum dan sesudah jam tidur anak
2)
Hindari pemberian medikasi yang menyebabkan insomnia
3)
Jika kondisi memungkinkan tunda pemberian obat ketika anak sedang tidur
4) Minta pasien menggunakan ear muff dann penutup mata jika cahaya dan kebisingan dirasa mengganggu tidur pasien 5)
Jaga suhu ruangan agar tetap nyaman, gunakan selimut bila diperlukan
d. Analisis Hasil analisis dari penerapan sleep hygiene yang sesuai dengan EBN diharapkan menjadi kebijakan dan rekomendasi untuk diberikan pada anak dengan gangguan tidur.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
21
4.2 Waktu Pelaksanaan No
Kegiatan
Waktu dalam Minggu 1
1
Persiapan dan studi
2
3
4
5
Penanggung Jawab
Hasil
Mahasiswa
PICO, artikel dan
6
literatur
jurnal EBP
2
Penyusunan Proposal
Mahasiswa
3
Presentasi dan Sosialisasi
Mahasiswa,
Proposal EBN
Supervisor, HN, PP, PA 4
Persiapan dan
Mahasiswa , PP dan
Mahasiswa
perencanaan implementasi
PA
menyiapkan format SDSC (Sleep Disturbance Scale for Children) dan sleep diary yang akan digunakan sebagai instrumen pengukuran gangguan tidur
5
Implementasi
Mahasiswa, PP, PA
Sleep hygiene
dan keluarga
diberikan sesuai aturan F.E.R.R.E.T
6
Evaluasi
Mahasiswa PP, PA
Evaluasi respon
dan keluarga
pasien saat dan setelah diberikam sleep hygiene
7
Penyusunan Laporan
Mahasiswa
Laporan presentasi, dan dokumentasi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
22
BAB 5 HASIL PELAKSANAAN PROYEK INOVASI
5.1. Pelaksanaan dan Hasil Pelaksanaan implementasi inovasi sleep hygiene berdasarkan evidence based nursing practice di ruang non infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama 2 minggu, melalui beberapa tahapan yaitu: 1.
Plan (Tahap Persiapan) Penyusunan proposal inovasi dilakukan oleh mahasiswa berdasarkan evidence based dan jurnal-jurnal penelitian ilmiah. Penyusunan proposal disusun melalui proses bimbingan oleh supervisor utama dan juga supervisor ruangan anak. Proposal akan dipresentasikan setelah mendapat persetujuan dari pembimbing, kepala ruangan dan supervisor di ruang anak. Pelaksanaan presentasi proposal inovasi dilakukan pada tanggal 24 Maret 2016 pukul 13.00 di gedung kiara lantai II. Rangkaian kegiatan berupa presentasi proposal yang kemudian dilanjutkan dengan acara diskusi. Hasil dari presentasi proposal inovasi yaitu: a) Proposal inovasi berdasarkan evidence based dan jurnal ilmiah tentang pemberian sleep hygiene anak yang mengalami gangguan tidur yang disetujui dan diijinkan oleh Supervisor dan supervisor ruangan untuk diimplementasikan di ruang bedah non infeksi RSUPN Dr. Cipto Mnagunkusumo. b) Rencana waktu implementasi proyek inovasi dilakukan selama 2 minggu mulai 7 Maret - 19 Maret 2016. c) Rencana pelaksanaan evaluasi implementasi proyek inovasi dilakukan pada minggu keempat bulan Maret.
2.
Do (Tahap Pelaksanaan) Pelaksanaan implementasi proyek inovasi tentang sleep dimulai setelah mendapat persetujuan dari pembimbing dan supervisor ruangan. Pelaksanaan implementasi dilakukan selama 2 minggu. Adapun prosedur pelasanaan implementasi proyek inovasi sebagai berikut: a) Menentukan karakteristik responden yang diambil yaitu: anak yang berusia 6-18 tahun yang mengalami gangguaan tidur. Jumlah responden 10 orang. b). Memberikan penjelasan kepada orang tua tentang kegiatan yang akan dilakukan dengan melibatkan orang tua dan anak untuk mengisi kuesioner yang sudah disiapkan.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
23
c). Melakukan pengkajian terhadap anak dengan masalah tidur menggunakan kuesioner Sleep Disturbance Scale For Children (SDSC) untuk menentukan jenis gangguan tidur anak, kuesioner diisi orang tua dan anak d). Menjelaskan kembali kepada orangtua dan anak tentang intervensi edukasi sleep hygiene yang akan dilakukan pada anak selama 3 hari berturut-turut, meliputi: - pengertian gangguan tidur - tanda anak kurang tidur - pentingnya tidur untuk anak - dampak gangguan tidur pada anak - Kebutuhan tidur yang direkomendasikan untuk anak - sleep hygiene e). Melakukan evaluasi setiap hari selama 7 hari menggunakan sleep diary yang akan di isi oleh orang tua dan di validasi kembali setiap hari oleh perawat. f). Melakukan edukasi sleep hygiene pada anak Pada masing-masing pasien mempunyai penyebab yang bermacam-macam sehingga mahasiswa melakukan sleep hygiene yang berbeda.
3.
Study (evaluasi Proyek Inovasi) Evaluasi terhadap pasien yang mengalami gangguan tidur dilakukan dengan cara menilai skor jenis gangguan tidur (6 indikator) yang terjadi pada anak dengan mengacu kepada kuesioner Sleep Disturbance Scale For Children (SDSC). Evaluasi dilakukan pada hari ke 7, apabila pasien sebelum hari ke 7 sudah pulang, maka evaluasi dilanjutkan dengan follow up melalui telepon. Sebelumnya perawat sudah harus tahu kapan rencana pasien pulang sehingga memudahkan untuk kontrak evaluasi berikutnya melaui telepon.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
24
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Yang Mengalami Gangguan Tidur (N=10) No
Variabel
Uraian Frekuensi
1
Umur 6-10 tahun 10-17 tahun
2
Persentase
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
10 90
10 90
5 5
50 50
Tabel 5.2 Distribusi Perbedaan Rata-Rata Skor Jenis Gangguan Tidur Sebelum dan Sesudah Intervensi Sleep Hygiene (n=10) Karakteristik
Sebelum
Sesudah
P.Value
Tidur
26,70, + 3,09
19,20, + 3,327
0,000
Mean, +SD
22-31
14-26
Mean, +SD
4,30, + 1,56
3,70, + 0,94
Minimal-Maksimal
3-8
3-6
Mean, +SD
3,90, + 0,56
0,32, + 0,42
Minimal-Maksimal
3-5
3-4
Mean, +SD
15,70, + 1,88
13,00, + 1,15
Minimal-Maksimal
12-18
10-14
Mean, +SD
17,00, + 0,47
13,00, + 2,35
Minimal-Maksimal
16-18
10-16
Mean, +SD
4,70, + 1,63
4,20, + 1,31
Minimal-Maksimal
3-7
3-6
Gangguan Memulai dan Mempertahankan
Minimal-Maksimal Gangguan Pernafasan Saat Tidur 0,051
Gangguan Kesadaran 0,001
Gangguan Transisi Tidur-Bangun 0,000
Gangguan Samnolen Berlebihan 0,000
Hiperhidrosis Saat Tidur
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
0,096
25
Tabel 5. 2 menjelaskan bahwa rata-rata skor jenis gangguan memulai dan mempertahankan tidur sebelum dilakukan intervensi adalah 26,70 menurun setelah diberikan intervensi sleep hygiene yaitu menjadi 19,20.
Gangguan kesadaran saat tidur sebelum dilakukan intervensi adalah 3,90 menurun setelah diberikan intervensi sleep hygiene yaitu menjadi 0,32. Berdasarkan uji statistik didapatkan p.value 0,051 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Gangguan transisi tidur-bangun saat tidur sebelum dilakukan intervensi adalah 15,70 menurun setelah diberikan intervensi sleep hygiene yaitu menjadi 13,00. Berdasarkan uji statistik didapatkan p.value 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan.
Gangguan samnolen saat tidur sebelum dilakukan intervensi adalah 17,00 menurun setelah diberikan intervensi sleep hygiene yaitu menjadi 13,00. Berdasarkan uji statistik didapatkan p.value 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Berikut ini implementasi yang sudah dilakukan pada responden dengan masalah gangguan tidur: a) Responden 1 Pada an. N, usia 11 tahun dengan diagnosa medis kanker nasofaring terjadi masalah pada gangguan memulai dan mempertahankan tidur serta gangguan samnolen yang berlebihan. Menurut orang tua anak sulit tidur pada malam hari dan apabila tertidur biasanya sering terbangun lebih dari 2 x dengan keluhan kepalanya pusing, sehingga pada pagi hari an.N sering terlihat fatigue dan mengantuk. Intervensi sleep hygiene yang dilakukan adalah -
Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T
-
Mengingatkan anak supaya menghindari kegiatan yang membutuhkan stimulasi tinggi seperti bermain games sebelum tidur
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
26
-
Menganjurkan orang tua memotivasi anak untuk tidur
-
Menunda tindakan observasi tanda-tanda vital ketika anak tidur
-
Menganjurkan orang tua untuk membawa barang mainan kesukaaan anak, seperti boneka
b) Responden 2 Pada an. R.S, usia 15 tahun dengan diagnosa medis osteosarkoma, mengalami gangguan tidur karena nyeri post op biopsi pada kaki paha kanan. Pasien merasakan ketidaknyamanan. Intervensi sleep hygiene yang dilakukan adalah -
Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T
-
Melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik bukan pada jam tidur anak
-
Memberikan posisi yang nyaman untuk pasien
-
Menganjurkan keluarga untuk dapat menjaga mood anak
-
Mengkondisikan tempat tidur anak senyaman mungkin dengan meletakkan bantal kesayangan anak dan menutup tirai
c) Responden 3 Pada an. T.D usia 16 tahun dengan diagnosa medis Hemangioma hepar, mengalami gangguan tidur karena tidak nyaman dengan lingkungan yang baru, Pasien susah memjamkan mata, selain itu pasien merasa terganggu karena ada salah satu pasien yang lain rewel dan sering menangis. Intervensi sleep hygiene yang dilakukan adalah -
Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T
-
Memberikan posisi yang nyaman untuk pasien
-
Menganjurkan pasien untuk rileksasi, menarik nafas daalam
-
Menganjurkan pasien untuk tidak bermain game
-
Mengkondisikan tempat tidur pasien senyaman mungkin dengan meletakkan bantal kesayangan atau menutup tirai dan mematikan lampu yang berada di atas bed pasien.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
27
d) Responden 4 Pada an. M.F, usia 14 tahun dengan diagnosa medis tsk.ALL, mengalami gangguan tidur karena sering merasakan nyeri pada persendian dimalam hari. Intervensi sleep hygiene yang dilakukan adalah -
Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T
-
Melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik bukan pada jam tidur anak
-
Memberikan posisi yang nyaman untuk pasien
-
Menunda tindakan observasi tanda-tanda vital ketika anak tidur
-
Menganjurkan pasien untuk rileksasi, menarik nafas daalam
-
Menganjurkan pasien untuk tidak bermain game
-
Menganjurkan keluarga untuk dapat menjaga mood anak - Menganjurkan orang tua untuk memberikan massage pada kaki anaknya yang nyeri
e) Responden 5 Pada an. A.M, usia 17 tahun dengan diagnosa medis PNET,cancer pain, mengalami gangguan tidur karena sering merasakan nyeri pada kaki. Intervensi sleep hygiene yang dilakukan adalah -
Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T
-
Melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik bukan pada jam tidur anak kecuali obat yang sifatnya release seperti morphin
-
Ketika anak tidur, cukup menyampaikan tujuan tindakan kepada orang tua sehingga tidak sampai mebangunkan anak
-
Memberikan posisi yang nyaman untuk pasien
-
Menganjurkan keluarga untuk tidak meletakkan barang-barang di atas tempat tidur yang dapat mengganggu kenyamanan anak
-
Menunda tindakan observasi tanda-tanda vital ketika anak tidur
-
Menganjurkan pasien untuk rileksasi, menarik nafas daalam
-
Menganjurkan keluarga untuk dapat menjaga mood anak
-
Menganjurkan orang tua untuk memberikan pijatan atau sentuhan pada kaki anaknya yang nyeri
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
28
f) Responden 6 Pada an. Y.A, usia 14 tahun dengan diagnosa medis Osteosarkoma std IV proximal tibia sinistra, mengalami gangguan tidur karena merasakan nyeri pada kaki sebelah kiri yang terbalut elastis verban. Intervensi sleep hygiene yang dilakukan adalah -
Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T
-
Melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik
-
Apabila mau melakukkan tindakan ketika anak tidur, cukup menyampaikan tujuan tindakan kepada orang tua sehingga tidak sampai mebangunkan anak
-
Memberikan posisi yang nyaman untuk pasien
-
Menganjurkan keluarga untuk tidak meletakkan barang-barang di atas tempat tidur yang dapat mengganggu kenyamanan anak
-
Menunda tindakan observasi tanda-tanda vital ketika anak tidur
-
Menganjurkan pasien untuk rileksasi, menarik nafas daalam
g) Responden 7 Pada an. R, usia 9 tahun dengan diagnosa medis tsk. ALL mengalami gangguan tidur karena pasien mengalami demam dan sering merasakan nyeri persendian, pasien juga mengalami hiperuresemia. Intervensi sleep hygiene yang dilakukan adalah -
Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T
-
Memberikan medikasi intravena menggunakan drip.
-
Menganjurkan orang tua untuk memeriksa suhu tubuh anak 1 jam sebelum anak tidur. Apabila anak demam minta keluarga melapor ke perawat
-
menganjurkan ibu mengompres anak dengan air hangat
-
Ketika anak tidur, cukup menyampaikan tujuan tindakan kepada orang tua sehingga tidak sampai mebangunkan anak
-
Memberikan posisi yang nyaman untuk pasien
-
Memasang siderail tempat tidur anak
h) Responden 8 Pada an. V, usia 9 tahun dengan diagnosa medis osteosarkoma. Sedang menjalani kemoterapi, mengalami gangguan tidur karena pasien mengalami mual. Intervensi sleep hygiene yang dilakukan adalah
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
29
-
Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T
-
Memberikan medikasi intravena menggunakan drip.
-
Menganjurkan orang tua untuk memberikan susu hangat 1 jam sebelum anak tidur.
-
Berkolaborasi dalam pemberian obat ondansentron
-
Ketika anak tidur, cukup menyampaikan tujuan tindakan kepada orang tua sehingga tidak sampai mebangunkan anak
-
Memberikan posisi yang nyaman untuk pasien
i) Responden 9 Pada an. A.D, usia 9 tahun dengan diagnosa medis hepatoblastoma carcinoma sedang mendapat kemoterapi, mengalami gangguan tidur karena pasien mengalami mual dan muntah. Intervensi sleep hygiene yang dilakukan adalah -
Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T
-
Memberikan medikasi intravena menggunakan drip.
-
Menganjurkan orang tua untuk memberikan susu hangat 1 jam sebelum anak tidur.
-
Berkolaborasi dalam pemberian obat ondansentron dan ranitidine 50 mg
-
Ketika anak tidur, cukup menyampaikan tujuan tindakan kepada orang tua sehingga tidak sampai mebangunkan anak
-
Memberikan posisi yang nyaman untuk pasien
j) Responden 10 Pada an. S, usia 14 tahun dengan diagnosa medis CKD satage V mengalami gangguan tidur karena pasien merasa sesak. Intervensi sleep hygiene yang dilakukan adalah -
Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T
-
Memberikan terapi oksigen menggunakan nasal kanul 2 liter permenit
-
Menganjurkan orang tua untuk menghindari makanan tinggi garam
-
Memberikan posisi fowler
-
Memberikan medikasi intravena menggunakan drip
-
Menunda tindakan observasi tanda-tanda vital ketika anak sedang tidur kecuali jika kondisi anak memerlukan observasi tersebut
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
30
4.
Analisis (Pembahasan Hasil Inovasi) Hasil analisis dari proyek inovasi berdasarkan kuesioner Sleep Disturbance Scale For Children (SDSC) didapatkan bahwa terjadi penurunan gangguan tidur pada anak. Sebelum diberikan intervensi 10 responden mempunyai penyebab masalah gangguan tidur yang berbeda-beda. Masalah tidur berhubungan dengan faktor fisiologis maupun psikologis. Gangguan psikologis yang terjadai dapat berupa efek samping dari pemberian mendikasi (obat-obatan), perkembangan tumor, gangguan termoregulasi dan perubahan pada sitem pencernaan atau perkemihan ( Parish, 2009). Menurut National Cancer Institute (2010) 45% anak dengan kanker mengalami gangguan tidur.
Seluruh responden diberikan intervensi sleep hygiene yang berbeda-beda sesuai dengan penyebab masalah pasien, namun aturan F.E.R.R.E.T tetap diberlakukan setiap harinya. Pada aturan ini orang tua dan anak diminta untuk mematuhi setiap aturan secara bertahap.
Menurut Tan, Healeym, dan Galland (2012) program edukasi F.E.R.R.E.T pada sleep hygiene terbukti efektif untuk meningkatkan pola tidur pada anak dan remaja usia 10-18 tahun. Secara umum gangguan tidur dapat terjadi pada berapapun usia anak (Australian Centre For Education in Sleep, 2008), dikatakan tidur anak terganggu apabila jumlah kebutuhan tidur anak tidak sesuai dengan jumlah tidur yang seharusnya. Untuk usia sekolah (6-10 tahun) jumlah kebutuhan tidur yang direkomendasikan adalah 10-11 jam, sedangkan untuk usia remaja (10-17 tahun) jumlah kebutuhan tidur yang direkomendasikan adalah 8-9 jam. Jumlah kebutuhan tidur tersebut sudah termasuk dengan tidur di siang hari. Pada 10 orang responden mengatakan tidur siang setiap hari. Tidur siang pada anak dapat terjadi jika anak keletihan atau stress, tidur siang dapat bermanfaat menggantikan waktu tidur dimalam hari namun Freiner (2014) menjelaskan bahwa jika anak tidak tidur di siang hari makan akan meningkatkan kemungkinan anak tidur lebih awal di malam hari. Pada anak usia toddler, tidur disiang hari yang berdekatan waktunya dimalam hari akan membuat anak tidak dapat tidur nyenyak dimalam hari.
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang di butuhkan semua orang. Setiap individu mempunyai kebutuhan istirahat dan tidur yang berbeda. Dengan pola
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
31
istirahat dan tidur yang baik, benar, dan teratur akan memberikan efek yang baik terhadap kesehatan, yaitu efek fisiologis terhadap sistem syaraf yang di perkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan diantara susunan saraf, serta berefek terhadap struktur tubuh dengan memulihkankesegaran dan fungsi organ tubuh. Setiap orang membutuhkan istirahat dan tidur agar mempertahankan status, kesehatan pada tingkat yang optimal. Selain itu proses tidur dapat memperbaiki berbagai sel dalam tubuh. Pemenuh kebutuhan istirahat dan tidur terutama sangat penting bagi orang yang sedang sakit agar lebih cepat sembuh memperbaiki kerusakan pada sel. Apabila kebutuhan istirahat dan tidur tersebut cukup, maka jumlah energi yang di harapkan dapat memulihkan status kesehatan dan mempertahankan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari terpenuhi.
Proses kegiatan intervensi tidak terlepas dari keterlibatan orang tua. Orang tua diminta mengisi sleep diary sebagai bentuk observasi atau monitoring terhadap kegiatan tidur anak, orang tua dan anak diminta mengisi bebrapa variabel setiap malamnya sesuai dengan kindisi tidur anak malam itu, dari sleep diary ini dapat memberikan informasi terkini setiap harinya selama 7 hari mengenai kondisi tidur anak.
Sleep diary memiki kegunaan praktis, relevansi klinis, validitas dan reliabilitas dan berkaitan dengan terapi (Espie, 2000). Kegunaan praktis dari sleep diary adalah tidak mengganggu (non-intrusive), murah, dapat diadaptasi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dan mudah digunakan, data dari sleep diary tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan setelah pemberian terapi.
Pada beberapa orang tua pengisian sleep diary dirasakan tidak efektif dengan alasan orang tua lupa tidak melihat jam ketika anak terbangun malam hari dan juga ada orang tua yang tidak menyadari anaknya terbangun pada malam hari, untuk itu residen mengantisipasi dengan melakukan review ulang setiap hari pada orang tua dan anak.
Dari hasil sleep diary didapatkan data bahwa anak mengalami
peningkatan dari jumlah jam tidur per hari dan anak mulai jarang terbangun di malam hari.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
32
Faktor dari lingkungan ruang rawat juga merupakan salah satu faktor penghambat tidur pada pada pasien. National Cancer Institute (2010) menyatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu dan kebisingan ruangan dapat mempengaruhi pasien onkologi terutama pada setting rumah sakit dimana tindakan perawatan tidak dapat diprediksi, selain itu faktor kondisi fisiologis anak juga dapat mempengaruhu kebiasaan tidur anak. Menurut Berfer (2009) menyatakan bahwa gangguan tidur adalah masalah yang sering terjadi pada penderita kanker, namun faktor diagnosis penyakit lain juga perlu dipertimbangkan misalnya pada hipertiroid, penyakit gastroesofageal refluks atau gastric ulcer, congestive heart failure, Penyakit paru obstruksi kronis,dan chronic kidney disease.
Pada akhir intervensi dilakukan pengukuran kembali menggunakan kuesioner Sleep Disturbance Scale For Children (SDSC). Ada 2 orang responden yang pulang sebelum hari 7 rawat, yaitu hanya selama 5 hari. Untuk kondisi yang seperti ini residen mengantisipasi dengan memberikan kuesioner post intervensi setelah pemberian aturan F.E.R.R.E.T hari ke 3 yaitu pada esok harinya, untuk data hari ke 6 dan 7 residen follow up lanjutan lewat telepon dengan menggunakan panduan dari sleep diary. 5.2. Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Inovasi Pelaksanaan proyek inovasi pelaksanaan sleep hygiene mengalami beberapa kendala, diantaranya: a) Orang tua kadang lupa mengisi sleep diary sehingga perlu validasi ulang oleh residen. b) Faktor lingkungan di ruang perawatan yang kadang tidak mendukung, misalnya suhunya yang kurang dingin c) Tindakan keperawatan yang diberikan pada malam hari.
5.3
Faktor Pendukung dalam Pelaksanaan Inovasi a) Dukungan sarana dan prasarana dari ruangan b) Dukungan perawat ruangan c) Dukungan orang tua dan anak yang sangat kooperatif dalam melaksanakan intervensi sleep hygiene dan mengisi sleep diary setiap hari.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
33
5.4
Evaluasi a)
Evaluasi proses proses pelaksanaan dari proyek inovasi penerapan sleep hygiene pada anak dengan ganggguan tidur berjalan sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya. Beberapa kendala yang ditemukan seperti faktor lingkungan, kepulangan pasien dan tindakan perawatan dapat diatasi dengan beberapa intervensi. Pelaksananan kegiatan dilakukan selama 2 minggu, peran serta orang tua sangat membantu pelaksanaan inovasi ini
b) Evaluasi hasil Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan kuesioner Sleep Disturbance Scale For Children (SDSC) dan sleep diary menunjukkan adanya peningkatan kualitas tidur anak. Dengan pola tidur yang membaik maka fatigue anak dapat dicegah. Presentasi hasil evaluasi pelaksanaan inovasi dilaksanakan pada hari kamis tanggal 24 Maret 2016.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
34
Bab 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan Kesimpulan hasil pelaksanaan proyek inovasi yang dilakukan di ruang non infeksi yaitu: 1.
Setelah diberikan intervensi sleep hygiene responden menunjukkan adanya peningkatan kualitas tidur ditandai dengan jumlah jam tidur meningkat, jarang terbangun pada malam hari dan bangun pagi lebih terihat segar.
2.
Pemberiaan terapi sleep hygiene dapat digunakan sebagai alternatif intervensi untuk memeningkatkan kualitas tidur anak.
3.
Kendala yang dihadapi ketika pelaksanaan proyek inovasi yaitu kadang orang tua lupa mencatat kegiatan tidur anak di sleep diary yang sudah disediakan residen.
4.
Faktor pendukung yaitu kepala ruangan, PP dan PA yang memfasilitasi selama proses kegiatan proyek inovasi
6.2 Saran 1. Pelayanan Kesehatan Mempertimbangkan hasil pelaksanaan proyek inovasi ini sebagai landasan dalam pemberian terapi untuk meningkatkan kualitas tidur anak. 2. Pendidikan Keperawatan Proyek inovasi pemberian sleep hygiene yang berbasis EBN bisa menjadi dasar alternatif dalam memberikan asuhan keperawatan terhadapa pasien dengan masalah tidur. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup anak. 3. Penelitian Keperawatan Hasil proyek inovasi ini bis menjadi data dasar dan rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan pemberian terapi sleep hygiene pada pasien dalam meningkatkan kualitas tidur dengan menggunakan sampel yang lebih banyak dan metode penelitian yang berbeda.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
35
DAFTAR PUSTAKA
Belmore, J., & Tomlinson, D. (2010). Fatigue dalam Tomlinson, D., & Kline, N.K, Nursing advanced clinical handbook, 2ndd (hlm. 454). Heidelberg: Springer Carney, P. (2005). Clinical sleep disorder. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Duff, V.G., Lee, K.A., nail, L.M., Nicholson, H.S., & Johnson, K.P. (2006). Pain, sleep disturbance, and fatigue in children with leukemia and their parents: A pilot study. Oncology Nursing Forum, Vol 33 (3), p 641-646. Hinds, P.S., Hockenberry, M.J., Gattruco, J.S., Srivistava, D.K., Tong, X., et al. (2007). Dexamethasone alters sleep and fatigue in pediatric patients with acute lymphoblastic leukemia. Cancer, 110(10), 2321-2330. Hockenberry, M. J. (2008). Wong’s nursing care of infants and children. St Louis: Mosby Inc. Howell, D., Oliver, T.K., Olaman, K., Davidson, J.R, Garland, S,...........& Taylo, C. (2014). Sleep disturbance in adults with cancer: a systematic review of evidance for best practices in assessment and managemen for clinical practice. Annals of oncology, Vol 25, p 791-800. James, S.R., Nelson, K.A., & Ashwill, J.W. (2013). Nursing care of children: Principles & practice (4th ed). St. Louis Missouri: Mosby Elsevier. Kaleyias, J., Manley, P., & Kothare, S.V. (2012). Sleep disorders in children with cancer. Semin Pediatr Neuro, Vol 19, p 25-34. Kemenkes (2014). Hilangkan mitos tentang kanker. www.depkes.go.id/article/. Di unduh tanggal 2 Maret 2016 Lee, C.T. (2008). Sleep medicine essentials and review. PUSA: Oxford University Press Lewandowski, A.S., Sokol, M.T., & Palermo, T.M. (2010). Evidance based review of subjektive pediatric sleep measures. Journal of Pediatric Psychology, p 1-14. Meltzer, L.J.,& Mindell, J.A. (2014). Systematic review and meta-analysis of behaviour intervention for pediatric insomnia. Journal of Pediatric Psychology, Vol 39(8), p 932-948. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, L.M., & Swanson, E. (2008). Nursing outcomes classification (NOC). St. Louis Missouri: Mosby Elsevier.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
36
Natalita, C., Sekartini,R., & Poesponegoro, H. (2011). Skala gangguan tidur untuk anak (SDSC) sebagai instrumen skrining gangguan tidur pada anak sekolah lanjutan tingkat pertama. Sari Pediatri, Vol 12(6), p 365-372. Page, M.S., Berger, A.M., & Johnson, L.B. (2006). Putting evidance into practice: Evidance bassed interventions for sleep-wake disturbances. Clinical Journal of Oncology Nursing, Vol 10 (6), p 753-767. Riskesdas. (2013). Badan penelitian dan pengembangan kesehatan kementrian Kesehatan R.I. Diunduh tanggal 2 Maret 2016 Romeo, D.M., Bruni, O, Brogna, C., Ferri, R., Gallucio, C.,.......& Mercuri, E. (2013). Application of the sleep disturbance scale for children in preschool age. Official Journal of the European Neurology Society, Vol 17, p 374-382. Rosen, G.,& Brand, S.R. (2011). Sleep in children with cancer: case review of 70 children evaluated in a comprehensive pediatric sleep center. Support Care Cancer, Vol 19, p 985-994. Snodgrass, K., Harvey, A., Scheinberg, A., & Knight, S. (2015). Sleep disturbances in pediatric chronic fatigue syndrome: A Review of current research. Journal of Clinical sleep Medicine, Vol 11(7), p 757-764. Tan, E., Healey, D., Gray, A.R.,& Galland, B.C. (2012). Sleep Hygiene intervention for youth aged 10 to 18 years with problematic sleep: a before-after pilot study. BMC Pediatrics, Vol 12, p 189. Walker, A.M., Johnson, K.P., Miaskowski, C, Lee,K.a.,& Duff, V.G. (2010). Sleep quality and sleep hygiene behaviours of adolescents during chemotherapy. Journal of Clinical sleep Medicine, Vol 6(5), p 439-444 Walter, L.M., Nixon, G.M., Davey, M.J., Downie, P.A., & Horne, R.S. (2015). Sleep and fatigue in pediatric oncology: A review of the literature. Sleep Medicine Reviews, Vol 24, p 71-82.
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016
BIODATA PENULIS:
1. Nama Lengkap
: Fadliyana Ekawaty
2. NPM
: 1306345794
3.
: Spesialis Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan
Program Universitas indonesia
4. Tempat/tanggal lahir
: Jambi. 13 Mei 1979
5. Jenis Kelamin
: Perempuan
6. Agama
: Islam
7. Alamat saat ini
: Jln. Margonda Raya RT 04 RW 12 No.28 Kelurahan
Kemirimuka, Kecamatan Beji Kota Depok , HP: 085267029291 8. Riwayat Pendidikan
: 1. SDN 47 Jambi (Lulus Tahun 1991) 2. SMPN 7 Jambi (Lulus Tahun 1994) 3. SMA Adhyaksa I Jambi (Lulus Tahun 1997) 4. Akper Depkes Jambi (Lulus Tahun 2000) 5. PSIK FK UGM (Lulus Tahun 2007) 6. Program Spesialis Keperawatan Anak FIK UI (saat ini)
9. Pekerjaan
: Staf Pengajar PSIK FKIK Universitas Jambi
Optimalisasi pemenuhan ..., Fadliyana Ekawaty, FIK UI, 2016