UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4– 29 JULI 2011
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
QURROTA A’YUN, S.Far. 1006835463
ANGKATAN LXXIII
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4– 29 JULI 2011
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
QURROTA A’YUN, S.Far. 1006835463
ANGKATAN LXXIII
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
iii
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
iv
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan POM RI. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada 1. Ibu Dra. Kustantinah, Apt, M.App.Sc., selaku Kepala Badan POM RI. 2. Bapak dr. Danardi Sosrosumihardjo, Sp.KJ (K), selaku Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Badan POM RI. 3. Ibu Dra. Asnelia, selaku Kasubdit Pengamanan Produk dan Bahan Berbahaya Badan POM RI dan sebagai pembimbing PKPA. 4. Ibu Dra. Ani Rohmaniyati, Msi.,Apt. selaku Kasubdit Standardisasi Produk dan Bahan Berbahaya Badan POM RI 5. Ibu Dra. Nuke Siti Nurhayati, Apt.,MM, selaku Kasubdit Penyuluhan Bahan Berbahaya Badan POM RI. 6. Ibu Galih Arumsari, S.Si, Apt, Selaku kepala seksi Desiminasi informasi, serta pembimbing tugas khusus 7. Ibu Kepala Seksi Standardisasi Produk dan Bahan Berbahaya Kimia dan Non Kimia, Kepala Seksi Penilaian Risiko Produk dan Bahan Berbahaya, Kepala Seksi Listing dan Penandaan Produk dan Bahan Berbahaya, Kepala Seksi Surveilan Produk dan Bahan Berbahaya, Kepala Seksi Tata Operasional dan Kepala Seksi Penyuluhan Institusi dan Masyarakat 8. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS., selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. 9. Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI. 10. Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.S., Apt Selaku pembimbing pemerintahan PKPA Profesi Apoteker di Departemen Farmasi FMIPA UI. 11. Seluruh staf dan karyawan Badan POM RI yang telah memberikan bantuan, pengalaman, bimbingan dan kerja sama selama pelaksanaan PKPA. v
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
12. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI. 13. Rekan – rekan PKPA di Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Badan POM RI yang berasal dari UHAMKA, ISTN, UNTAG dan teman– teman angkatan LXXIII Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia. 14. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar, serta pihak– pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini, masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Depok, Juni 2012 Penulis
vi
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii 1. PENDAHULUAN ...........................................................................................1 1.1 Latar Belakang .....................................................................................1 1.2 Tujuan...................................................................................................1 2.
TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN ...3 2.1 Sejarah ..................................................................................................3 2.2 Visi dan Misi ........................................................................................4 2.3 Tujuan...................................................................................................4 2.4 Ruang Lingkup Badan POM ................................................................4 2.5 Budaya Organisasi................................................................................5 2.6 Konsep Sistem Pengawasan Obat dan Makanan..................................6 2.7 Landasan Hukum Sistem Pengawasan Obat dan Makanan ................7 2.8 Peran Sistem Pengawasan Obat dan Makanan .....................................7 2.9 Kebijakan Strategi Badan POM ...........................................................8 2.10 Struktur Organisasi .............................................................................10 2.11Tinjauan Umum Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya .........................................................................19
3.
TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA ...............................................................................30 3.1 Tugas Pokok dan Fungsi .....................................................................32 3.2 Struktur Organisasi .............................................................................31 3.3 Kegiatan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya pada Tahun 2011 ..........................................................................................38
4.
PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ............43 4.1 Subdirektorat standarisasi produk dan bahan berbahaya ....................43 4.2 Subdirektorat pengamanan produk dan bahan berbahaya ...................44 4.3 Subdirektorat penyuluhan bahan berbahaya .......................................45
5.
PEMBAHASAN ............................................................................................47
6.
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 60 5.1 Kesimpulan..........................................................................................60 5.2 Saran ....................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................63
vii
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan POM .....................................................64 Lampiran 2. Struktur Organisasi Deputi III .........................................................65 Lampiran 3. Skema daur hidup bahan kimia .......................................................66 Lampiran 4. Daftar jenis bahan berbahaya ..........................................................67 Lampiran 5. Laporan relaisasi bahan berbahaya ..................................................69 Lampiran 6. Struktur organisasi direktorat pengawasan produk dan bahan berbahaya ..........................................................................................70 Lampiran 7. Alur pengawasan bahan berbahaya .................................................71 Lampiran 8. Daftar bahan tambahan yang dilarang untuk makanan ...................72 Lampiran 9. Zat warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya .....................73
viii
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Bahan kimia dan produknya merupakan suatu hal yang tidak terlepas dari
kebutuhan hidup manusia, namun sekaligus memiliki risiko terhadap kesehatan masyarakat apabila tidak dikelola dengan benar. Khusus untuk bahan kimia yang sering disalahgunakan ataupun yang digunakan sebagai bahan dasar maupun bahan tambahan pada kemasan pangan perlu dilakukan pengawasaan lebih intensif agar presentase makanan yang mengandung cemaran bahan berbahaya atau dilarang dan kemasan pangan yang melepaskan migran berbahaya kedalam pangan dapat diturunkan, sehingga risiko dimaksud dapat diminimalkan, bahkan dicegah. Lingkup penggunaan bahan kimia ini sangat luas di berbagai sektor perekonomian di Indonesia terutama dalam rangka mendukung kegiatan di sektor perekonomian dan perdagangan, pertanian, kesehatan, sumber daya energi dan mineral dan sektor lainnya. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) melalui Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya bertugas melakukan pengawasan bahan berbahaya terutama yang sering disalahgunakan pada pangan serta mencegah
terjadinya
risiko
bahan
kimia
terhadap
kesehatan
apabila
penggunaannya disalahgunakan pada pangan. Apoteker, sebagai salah satu profesi yang mengerti tentang bahan kimia serta dampaknya bagi kesehatan diharapkan mampu membantu Badan POM dengan cara memberikan sumbangan pikiran dalam pengawasan bahan berbahaya, terutama bahan berbahaya yang sering disalahgunakan pada pangan dan kemasan pangan.
1.2
Tujuan Meningkatkan kompetensi apoteker di bidang pemerintahan di perlukan
pengenalan terhadap lembaga pemerintahan dalam hal ini Badan POM. Oleh karena itu, tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan POM adalah : 1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
2
1.
Memahami struktur organisasi Badan POM RI.
2.
Memahami dan mampu menjelaskan peran dan fungsi Badan POM RI.
3.
Memahami dan mampu menjelaskan kegiatan di Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
3
BAB 2 TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
2.1
Sejarah Pengaturan di bidang farmasi dimulai sejak didirikannnya Dv.G
(De Dients Van De Valks Gezonheid) yang dalam organisasi tersebut ditangani oleh Inspektorat farmasi hingga tahun 1964. Dari tahun 1964 hingga 1967, dilanjutkan oleh Inspektorat Urusan Farmasi dan oleh Direktorat Jenderal Farmasi hingga tahun 1976, dengan tugas pokok mencukupi kebutuhan rakyat akan perbekalan farmasi. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Direktorat Jenderal farmasi dibantu oleh: a.
Lembaga Farmasi Nasional dengan tugas melaksanakan tugas pengujian dan penelitian di bidang kefarmasian.
b.
Pabrik Farmasi Departemen Kesehatan.
c.
Depot Farmasi Pusat.
d.
Sekolah Menengah Farmasi Departemen Kesehatan. Pada tahun 1975 pemerintah mengubah Direktorat Jendral Farmasi
menjadi Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, dengan tugas pokok melaksanakan pengaturan dan pengawasan obat, makanan, kosmetik, dan alat kesehatan, obat tradisional, narkotik serta bahan berbahaya. Untuk melaksanakan tugas tersebut pada Direktorat Jenderal ini dibentuk unit pelaksana teknis yaitu Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan di Pusat dan Balai Pengawas Obat dan Makanan di seluruh Provinsi. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 tahun 2000 yang telah diubah menjadi Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND), Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan diubah menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan. Berdasarkan Keppres tersebut , Badan POM bertanggung jawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan. Pembentukan Badan POM ini 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
4
ditindaklanjuti dengan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM, tanggal 26 februari 2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan setelah mendapatkan persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 34/M.PAN/2/2001 tanggal 1 februari 2001.
2.2
Visi dan Misi
2.2.1
Visi Dalam
menghadapi
dinamika
lingkungan
dengan
segala
bentuk
perubahannya, maka segenap jajaran Badan POM bercita-cita untuk mewujudkan suatu keadaan ideal bagi masyarakat Indonesia yaitu: Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang Inovatif, Kredibel dan Diakui secara Internasional untuk Melindungi Masyarakat. 2.2.2
Misi Misi Badan POM didefinisikan sebagai tujuan mulia organisasi untuk: a. Melakukan pengawasan pre market dan post market berstandar internasional. b. Menetapkan Sistem Manajemen Mutu secara konsisten. c. Mengoptimalkan
kemitraan
dengan
pemangku
kepentingan
di berbagai lini. d. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. e. Membangun organisasi pembelajaran (Learning Organization).
2.3
Tujuan Sesuai dengan visi misi Badan POM, tujuan utama pembangunan
pengawasan obat dan makanan yaitu meningkatnya perlindungan masyarakat dari produk obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
5
2.4
Ruang Lingkup Tugas Badan POM Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001
Kedudukan,
Tugas,
Kewenangan,
dan
Susunan
tentang Organisasi,
Lembaga Pemerintan Non Departemen (LPND), ruang lingkup Badan Pengawas Obat dan Makanan yaitu: a. Standardisasi dan regulasi persyaratan teknis obat dan makanan b. Sertifikasi sarana sesuai Good Regulatory Practices (GRP) c. Pemberian izin edar obat dan makanan (Pre Market Control) d. Pengawasan sarana produksi dan distribusi (GMP dan GDP) e. Pengawasan
mutu
dan
keamanan
produk
yang
beredar
(postmarket vigilance) f. Pengawasan ekspor-impor bahan baku produk obat dan makanan (National Single Window) g. Penyidikan dan penegakan hukum bidang obat dan makanan h. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi pengembangan dan pengawasan tanaman obat. i. Risk Analysis, termasuk komunikasi risiko bidang pengawasan obat dan makanan, dan pemberdayaan masyarakat.
2.5
Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus
dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugas. Nilai-nilai luhur dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya. Budaya organisasi Badan POM dikembangkan dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut: a. Profesional b. Nilai profesional maksudnya adalah menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi. c. Kredibel d. Kredibel maksudnya adalah dapat dipercaya dan diakui olah masyarakat luas, nasional dan internasional. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
6
e. Cepat Tanggap f. Cepat tanggap berarti antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah. g. Kerjasama Tim h. Dalam kerjasama tim harus mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik. i. Inovatif j. Inovatif maksudnya adalah mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
2.6
Konsep Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan yang
berdimensi luas dan kompleks. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif, sejak awal proses suatu produk tersebut beredar di tengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan SISPOM tiga lapis, yaitu: 2.6.1
Sub-sistem pengawasan produsen Sistem
pengawasan
internal
oleh
produsen
melalui
pelaksanaan
cara-cara produksi yang baik atau Good Manufacturing Practices (GMP) agar setiap bentuk penyimpangan dan standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum, produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang ditetapkan maka produsen dikenakan sanksi, baik administratif maupun projusticia. 2.6.2
Sub-sistem pengawasan konsumen Sistem
pengawasan
oleh
masyarakat
konsumen
sendiri
melalui
peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, disatu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
7
tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan, sedangkan pada sisi lain akan mendorong produsen untuk lebih hati-hati dalam menjaga kualitas produk yang dihasilkan. 2.6.3
Sub-sistem pengawasan pemerintah/Badan POM Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi,
penilaian (keamanan, khasiat dan mutu) produk sebelum diizinkan beredar di Indonesia, inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi.
2.7
Landasan Hukum Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Sesuai dengan visi, misi serta tujuan Badan POM, sistem pengawasan obat
dan makanan memiliki landasan hukum yaitu: a.
UU No.7 Tahun 1996 tentang Pangan
b.
UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika
c.
UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika
d.
UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
e.
UU No.36 Tahun 2010 tentang Kesehatan
2.8
Peran Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Sistem pengawasan obat dan makanan memiliki peranan dalam
menghadapi tantangan, mencakup antara lain: a.
Harmonisasi dan globalisasi 1. Pengawasan semakin kompleks 2. Peningkatan daya saing produk dalam negeri 3. Potensi gangguan pasar obat dan makanan dalam negeri 4. Potensi penolakan produk ekspor meningkat
b.
Peningkatan Unit Kerja Masyarakat dalam krisis ekonomi 1.
Potensi penggunaan bahan berbahaya meningkat Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
8
2. Pengawasan hygiene produksi c.
Tingkat kejahatan nasional narkotika, psikotropika, prekursor
d.
Peredaran Produk illegal dan atau palsu
e.
Pengharapan publik akan perlindungan meningkat
2.9
Kebijakan Strategi Badan POM Badan POM mewujudkan visi misinya melalui empat kebijakan strategi,
yaitu: 2.9.1
Memperkuat Sistem Regulatori Pengawasan Obat dan Makanan SISPOM diperkuat dengan mekanisme operasional dan infrastruktur yang
handal dengan kapabilitas berkelas dunia (world class) dan menggunakan teknologi informasi yang modern, dilakukan revitalisasi yang diterapkan secara terintegrasi dan menyeluruh (comprehensive), mencakup antara lain: a. Kebijakan pengawasan obat dan makanan mampu menjamin obat dan makanan aman, bermanfaat, dan bermutu. b. Standar obat dan makanan mampu menjamin obat dan makanan aman, bermanfaat dan bermutu. c. Seluruh sarana produksi obat dan makanan memenuhi GMP. d. Seluruh sarana distribusi obat dan makanan memenuhi GDP. e. Seluruh obat dan makanan yang beredar telah terdaftar sesuai ketentuan. f. Seluruh obat dan makanan aman dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. g. Seluruh label dan iklan/promosi oobat dan makanan memenuhi persyaratan. h. Setiap pelanggaran ditindaklanjuti sesuai peraturan/perundangan yang berlaku. 2.9.2
Mewujudkan Laboratorium Badan POM yang handal Kapabilitas laboratorium Badan POM ditingkatkan agar terunggul
di ASEAN dengan jaringan kerja (networking) nasioal dan internasional. Cakupan dan parameter pengujian laboratorium, serta kompetensi personil laboratorium pengawasan obat dan makanan ditingkatkan dengan menerapkan Good
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
9
Laboratory Practices secara konsisten serta mengembangkan sistem rujukan laboratorium nasional, mencakup antara lain: a.
Seluruh laboratorium Badan POM menerapkan secara konsisten standar internasional laboratorium.
b.
Seluruh obat dan makanan dapat diuji oleh laboratorium Badan POM sesuai dengan standard an persyaratan yang ditetapkan.
c.
Terbentuknya laboratorium unggulan untuk menunjang kepentingan nasional.
d.
Laboratorium Badan POM terintegrasi dalam jaringan nasional dan internasional untuk pengawasan obat dan makanan.
2.9.3
Meningkatkan Kapasitas Manajemen Badan POM Institusi Badan POM dikembangan sebagai knowledge dan learning
organization yang kredibel, inovatif dan unggul. Pengembangan institusi berfokus terutama pada penguatan kompetensi, profesionalitas dan kapabilitas modal insani. Untuk itu dilakukan pendidikan dan pelatihan yang terstruktur dan berkelanjutan (continous training and education) yang dilasanaan di dalam dan di luar negeri serta membangun Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan POM, mencakup antara lain: a. Seluruh kegiatan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi dilaksanaan secara terintegrasi sesuai dengan standar quality management system. b. Seluruh pegawai memilki kompetensi sesuai bidangnya dan mencapai sasaran kinerjanya. c. Berfungsinya sistem informasi yang terintegrasi secara online dan up-to-date dalam pengawasan obat dan makanan. Implementasi dimantapkan
dengan
SISPOM
serta
meningkatkan
layanan kapasitas
publik
oleh
Badan
POM
manajemen
dengan
mutu
penyelenggaraan kepemerintahan yang efektif dan efisien. Untuk itu, dilakukan penerapan standar reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik secara menyeluruh dan konsisten.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
10
Reformasi Birokrasi adalah upaya untuk melakukan perbaikan kinerja birokrasi dengan meningkatkan kualitas regulasi, meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas seluruh aspek penyelenggaraan pemerintahan dan meningkatkan
kualitas
pelayanan
kepada
masyarakat
sehingga
dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat serta citra Indonesia di mata Internasional.
2.9.4
Memantapkan
Jejaring
Lintas
Sektor
dan
Memberdayakan
Masyarakat untuk Berperan Aktif dalam Pengawasan Obat dan Makanan. Pengawasan Obat dan makanan lebih diperkuat dengan memantapkan jejaring kinerja sama lintas sektor terkait di dalam negeri dan kerja sama bilateral maupun multilateral dengan berbagai institusi di luar negeri. Melalui komunikasi, informasi dan edukasi dilakukan pemberdayaan kepada masyarakat luas agar mampu mencegah dan melindungi diri sendiri dari penggunaan obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan, mencakup antara lain: a. Berfungsinya jaringan lintas sektor yang aktif dalam pengawasan obat dan makanan sampai ke tingkat Kabupaten/Kota. b. Berfungsinya kerjasama nasional dan internasional dalam pengawasan obat dan makanan. c. Berfungsinya jaringan lintas sektor dalam pembangunan, pengawasan dan konservasi tanaman obat.
2.10
Struktur Organisasi Secara struktural komponen Badan POM terdiri atas kepala, sekretariat
utama, inspektorat, empat pusat, dan tiga deputi. Sekretariat utama terdiri dari Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Kerjasama Luar Negeri, Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Biro Umum. Empat Pusat terdiri dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM), Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM), Pusat Informasi Obat dan makanan (PIOM). Tiga Deputi tersebut diantaranya, Deputi I yang bertanggung jawab dalam Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, Deputi II yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
11
bertanggung jawab dalam bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, dan Deputi III yang bertanggung jawab dalam Bidang Pengawasan Keamanan pangan dan Bahan Berbahaya. Struktur organisasi Badan POM dapat dilihat pada lampiran 1. 2.10.1 Kepala Badan POM Kepala mempunyai tugas: a. Memimpin
BPOM
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang - undangan yang berlaku; b. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas BPOM; c. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas BPOM yang menjadi tanggung jawabnya; d. Membina dan melaksanakan kerjasama dengan instansi dan organisasi lain. 2.10.2 Sekretariat Utama Sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di lingkungan
BPOM.
Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Sekertariat
Utama
menyelenggarakan fungsi: a. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan pelaporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM; b. Pengkoordinasian,
sinkronisasi
dan
integrasi
penyusunan
peraturan
perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga kemasyarakatan dan bantuan hukum terkait dengan tugas
Badan
POM; c. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga; d. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
12
e. Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas Deputi di lingkungan BPOM; f. Pelaksana tugas lain yang ditetapkan oleh kepala sesuai dengan bidang tugasnya. Sekretariat Utama terdiri atas: 1. Biro Perencanaan dan Keuangan Biro perencanaan dan keuangan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi perumusan rencana strategis dan pengembangan organisasi, penyusunan program dan anggaran, keuangan serta evaluasi dan pelaporan. 2. Biro Kerjasama Luar Negeri Biro Kerjasama Luar Negeri mempunyai tugas melaksanakan koordinasi kegiatan kerjasama internasional yang berkaitan dengan tugas BPOM. 3. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Biro
hukum
dan
hubungan
masyarakat
mempunyai
tugas
melaksanakan koordinasi kegiatan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, bantuan hukum, layanan pengaduan konsumen dan hubungan masyarakat. 4. Biro Umum Biro umum mempunyai tugas melaksanakan koordiasi urusan ketatausahaan pimpinan, administrasi pegawai, pengembangan pegawai, keuangan serta perlengkapan kerumahtanggaan.
Sekertariat utama Badan POM secara administrasi membina pelaksanaan tugas sehari-hari dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Pusat Riset Obat dan Makanan dan Pusat Informasi Obat dan Makanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
13
2.10.3 Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) Deputi Bidang Pengawasan Produk terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat aditif. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, deputi ini menyelenggarakan fungsi: a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan produk terapetik dan NAPZA. b. Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik dan NAPZA. c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan pemberian bimbingan di bidang penilaian obat dan produk biologi. d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan pemberian bimbingan di bidang penilaian alat kesehatan, produk diagnostik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan pemberian bimbingan di bidang standardisasi produk terapetik. f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk terapetik. g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan pemberian bimbingan di bidang pengawasan NAPZA. h. Pengawasan produk terapetik dan NAPZA. i. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik dan NAPZA. j. Evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik dan NAPZA.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
14
k. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM, sesuai dengan bidang tugasnya.
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA terdiri dari Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi; Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT; Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT; Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT; Direktorat Pengawasan Narkotik, Psikotropika, dan Zat adiktif.
2.10.4 Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, deputi ini menyelenggarakan fungsi: a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di pengawasan obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen. b. Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik. d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
15
f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan pemberian bimbingan di bidang Obat Asli Indonesia (OAI). g. Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala sesuai dengan bidang tugasnya. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen terdiri dari Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik; Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen; Direktorat Obat Asli Indonesia; Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.
2.10.5 Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, deputi ini menyelenggarakan fungsi: a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan pangan dan bahan berbahaya. b. Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemabtauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan. d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi produk pangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
16
e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi pangan. f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian, pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya. h. Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. i. Koordinasi
kegiatan
fungsional
pelaksanaan
kebijakan
di
bidang
pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. j. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. k. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan, sesuai dengan bidang tugasnya. Deputi bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya terdiri Direktorat Penilaian Keamanan Pangan; Direktorat Standardisasi Produk Pangan; Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan; Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan; Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya; dan Kelompok Jabatan Fungsional.
2.10.6 Inspektorat Inspektorat dipimpin oleh inspektur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. Dalam pelaksanaan tugas seharihari Inspektorat dibina oleh Sekretariat Utama. Inspektorat bertugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM. Inspektorat terdiri dari kelompok jabatan Fungsional dan Subbagian Tata Usaha.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
17
2.10.7 Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional adalah unsur pelaksana tugas Badan POM RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM RI. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional dipimpin oleh seorang Kepala dan bertugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta melaksanakan pembinaan mutu laboratorium pengawasan obat dan makanan. Di samping itu, PPOMN juga merupakan rujukan dari laboratorium pengawasan obat dan makanan di seluruh Indonesia yang telah di akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional. Selain ditunjang dengan laboratorium bioteknologi, laboratorium baku pembanding, laboratorium kalibrasi serta laboratorium hewan percobaan, juga didukung dengan peralatan laboratorium yang canggih untuk analisis fisikokimia seperti Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Kromatografi Gas, Spektrofotometer Absorpsi Atom, Spektrofotometer Infra Merah analisis fisik seperti Alat Uji Disolusi Otomatis dan Smoking Machine, serta analisis mikrobiologi dan biologi. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional terdiri dari Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya; Bidang Obat Tradisional, kosmetik dan Produk Komplemen; Bidang Pangan; Bidang Produk Biologi; Bidang Mikrobiologi; Kelompok Jabatan Fungsional; dan Subbagian Tata Usaha.
2.10.8 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Pusat Penyidikan Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan POM RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM RI. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan dipimpin oleh seorang kepala dan bertugas melaksanakan kegiatan penyidikan dan penyelidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
18
produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya. Pusat penyidikan Obat dan Makanan terdiri dari Bidang Penyidikan Produk Terpetik dan Obat Tradisional; Bidang Penyidikan Makanan; Bidang Penyidikan Narkotika dan Psikotropika; Kelompok Jabatan Fungsional; dan Sub bagian Tata Usaha.
2.10.9 Pusat Riset Obat dan Makanan Pusat Riset Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan POM RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM RI. Dalam pelaksanaan tugas sehari - hari, secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Riset Obat dan Makanan dipimpin oleh seorang Kepala dan bertugas melaksanakan kegiatan di bidang toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik. Pusat Riset Obat dan Makanan terdiri dari 3 bidang yaitu: Bidang Toksikologi; Bidang Keamanan Pangan; Bidang Produk Terapetik; Kelompok Jabatan Fungsional; dan Subbagian Tata Usaha.
2.10.10 Pusat Informasi Obat dan Makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan POM RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM RI. Dalam pelaksanaan tugas sehari - hari, secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Informasi Obat dan Makanan dipimpin oleh seorang Kepala dan bertugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat dan makanan, informasi keracunan dan koordinasi kegiatan teknologi informasi. Pusat Informasi Obat dan Makanan terdiri dari Bidang Informasi Obat; Bidang Informasi Keracunan; Bidang Teknologi Informasi; Kelompok Jabatan Fungsional; dan Subbagian Tata Usaha.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
19
2.10.10 Unit Pelaksana Teknis Unit Pelaksana Teknis bertugas melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan di wilayah kerjanya, diatur dengan Keputusan Kepala Badan POM setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur Negara.
2.10.11 Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok
Jabatan
Fungsional
bertugas
melakukan
kegiatan
sesuai dengan jabatan fungsional masing - masing berdasarkan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari berbagai jabatan fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan jabatan fungsional lain sesuai dengan bidang keahliannya. Masing - masing Kelompok Jabatan Fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Sekretariat Utama. Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud, ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional, diatur berdasarkan peraturan perundang - undangan yang berlaku.
2.11
Tinjauan Umum Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan berbahaya
2.11.1 Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Direktorat Penilaian Keamanan Pangan mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan, pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penilaian keamanan pangan. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penilaian makanan dan bahan tambahan pangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
20
b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penilaian pangan khusus. c. Penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penilaian pangan olahan pangan tertentu. d. Penyusunan rencana dan program penilaian keamanan pangan. e. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang penilaian keamanan pangan. f. Evaluasi dan penyusunan laporan penilaian keamanan pangan. g. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan terdiri dari: 2.11.1.1 Subdirektorat Penilaian Makanan dan Bahan Tambahan Pangan Subdirektorat Penilaian Makanan dan Bahan Tambahan Pangan bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan, pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penilaian makanan dan bahan tambahan pangan. Subdirektorat Penilaian Makanan dan Bahan Tambahan Pangan terdiri dari: Seksi Penilaian Makanan yang mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penilaian makanan; Seksi Penilaian Minuman dan Bahan Tambahan Pangan yang mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penghalalan minuman dan bahan tambahan pangan; dan Seksi Tata Operasional yang mempunyai tugas melakukan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
21
2.11.1.2 Subdirektorat Penilaian Pangan Khusus Subdirektorat Penilaian Pangan Khusus bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan, pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penghalalan pangan khusus. Subdirektorat Penilaian Pangan Khusus terdiri dari: Seksi Penilaian Pangan Hasil Rekayasa Genetika (PHRG) dan Iradiasi yang bertugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penilaian pangan hasil rekayasa genetika dan iradiasi; dan Seksi Penilaian Produk Pangan Fungsional yang bertugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penilaian produk pangan fungsional. 2.11.1.3 Subdirektorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu Subdirektorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan, pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan pangan olahan tertentu. Subdirektorat Pangan Olahan Tertentu terdiri dari: Seksi Penilaian Makanan Bayi dan Balita yang bertugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan serta melakukan penilaian makanan bayi dan balita; dan Seksi Penilaian Makanan Diet Khusus yang bertugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan serta melakukan penilaian makanan diet khusus.
2.11.2
Direktorat Standardisasi Produk Pangan Direktorat Standardisasi Produk Pangan mempunyai tugas penyiapan
perumusan kebijakan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
22
pelaksanaan, pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi produk pangan. Direktorat Standardisasi Produk Pangan dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan, pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi bahan baku dan bahan tambahan pangan.
b.
Penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi pangan khusus.
c.
Penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi pangan olahan.
d.
Penyusunan rencana dan program standardisasi produk pangan.
e.
Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis standardisasi produk pangan.
f.
Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi produk pangan.
g.
Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
Direktorat Standardisasi Produk Pangan terdiri dari: 2.11.2.1 Subdirektorat Standaarisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan, pengaturan dan standardisasi bahan baku dan bahan tambahan pangan. Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan terdiri dari: Seksi Standardisasi Bahan Baku yang mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
23
melakukan pengaturan dan standardisasi bahan baku; dan Seksi Standardisasi Bahan Tambahan Pangan yang mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi bahan tambahan pangan. 2.11.2.2 Subdirektorat Standardisasi Pangan Khusus Subdirektorat
Standardisasi
Pangan
khusus
mempunyai
tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan standardisasi pangan khusus. Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan terdiri dari: Seksi Standardisasi Pangan Hasil Rekayasa Genetika dan Iradiasi yang
bertugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan standardisasi pangan hasil rekayasa genetika dan iradiasi; Seksi Standardisasi Produk Pangan Fungsional yang mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi produk pangan fungsional. 2.11.2.3 Subdirektorat Standardisasi Pangan Olahan Subdirektorat Standardisasi Pangan Olahan
mempunyai tugas dalam
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan standardisasi pangan olahan. Subdirektorat
Standardisasi
Standardisasi Produk Pangan
Pangan
Olahan
terdiri
dari:
Seksi
yang bertugas menyiapkan bahan perumusan
kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi produk pangan; dan Seksi Kodeks Pangan yang mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
24
rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penyusunan kodeks pangan; serta Seksi Tata Operasional yang mempunyai tugas melakukan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat.
2.11.3 Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan, pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang inspeksi dan sertifikasi
pangan.
Direktorat
Inspeksi
dan
Sertifikasi
Pangan
dalam
melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan, pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang inspeksi produksi dan peredaran produk pangan. b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang inspeksi produk berlabel halal. c. Penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang sertifikasi produk pangan, sarana produksi dan produksi pangan. d. Penyusunan rencana dan program inspeksi dan sertifikasi pangan. e. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis dibidang inspeksi dan sertifikasi pangan. f. Evaluasi dan penyusunan laporan inspeksi dan sertifikasi pangan. g. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
25
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan terdiri dari: 2.11.3.1 Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Peredaran Produk Pangan Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Peredaran Produk Pangan bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan, pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi dibidang inspeksi produksi dan peredaran produk pangan. Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Peredaran Produk Pangan terdiri dari: Seksi Inspeksi Produksi Pangan yang bertugas dalam melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan inspeksi produksi pangan; dan Seksi Inspeksi Peredaran Produk Pangan yang bertugas dalam melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengawasan peredaran produk pangan, termasuk penandaan promosi produk pangan. 2.11.3.2 Subdirektorat Inspeksi Produk Berlabel Halal Subdirektorat Inspeksi Produk Berlabel Halal Pangan bertugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan inspeksi produk berlabel halal. Subdirektorat Inspeksi Produk Berlabel Halal terdiri dari: Seksi Inspeksi Makanan Berlabel Halal yang bertugas dalam melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan inspeksi makanan berlabel halal; dan Seksi Inspeksi Minuman Berlabel Halal
yang bertugas dalam melaksanakan penyiapan perumusan
kebijakan, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan inspeksi produk minuman berlabel halal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
26
2.11.3.3 Subdirektorat Sertifikasi Pangan Subdirektorat Sertifikasi Pangan bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan sertfikasi pangan. Subdirektorat Sertifikasi Pangan terdiri dari: Seksi Sertifikasi Sarana Produksi yang bertugas dalam melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan sertifikasi sarana produksi dan proses produksi pangan; Seksi Sertifikasi produk Pangan yang bertugas dalam melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan sertifikasi produk pangan; serta Seksi Tata Operasional yang bertugas untuk melakukan urusan tata operasional dilingkungan Direktorat.
2.11.4 Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan mempunyai tugas dalam penyiapan perumusan kebijakan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan, pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan, pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang surveilan dan penanggulangan keamanan pangan. b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang promosi keamanan pangan. c. Penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penyuluhan makanan siap saji dan industri rumah tangga. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
27
d. Penyusunan rencana dan program survey dan penyuluhan keamanan pangan. e. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. f. Evaluasi dan penyusunan laporan surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. g. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan terdiri dari: 2.11.4.1 Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan surveilan dan penaggulangan keamanan pangan. Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan terdiri dari: Seksi Surveilan Keamanan Pangan yang bertugas dalam melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan surveilan keamanan pangan; dan Seksi Penanggulangan Keamanan Pangan yang bertugas dalam melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penanggulangan keamanan pangan; serta Seksi Tata Operasional yang bertugas untuk melakukan urusan tata operasional dilingkungan Direktorat. 2.11.4.2 Subdirektorat Promosi Keamanan Pangan Subdirektorat Promosi Keamanan Pangan bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta evaluasi dan pelaksanaan promosi keamanan pangan. Subdirektorat Promosi Keamanan Pangan terdiri dari: Seksi Komunikasi Keamanan Pangan yang bertugas dalam melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
28
kegiatan komunikasi keamanan pangan; dan Seksi Informasi dan Edukasi Konsumen yang bertugas dalam melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan kegiatan informasi dan edukasi konsumen. 2.11.4.3 Subdirektorat Penyuluhan Makanan Siap Saji dan Industri Rumah Tangga Subdirektorat Penyuluhan Makanan Siap Saji dan Industri Rumah Tangga bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta evaluasi dan pelaksanaan surveilan dan penanggulangan keamanan pangan, penyuluhan makanan siap saji dan industri rumah tangga. Subdirektorat Penyuluhan Makanan Siap Saji dan Industri Rumah Tangga terdiri dari: Seksi Penyuluhan Makanan Siap Saji yang bertugas dalam melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, penyusunan laporan, serta melakukan penyuluhan
serta evaluasi dan
makanan siap saji; Seksi
Penyuluhan Industri Rumah Tangga yang bertugas
dalam melaksanakan
penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penyuluhan industri rumah tangga. 2.11.5 Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas dalam penyiapan perumusan kebijakan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan, pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya. Direktorat ini akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
29
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA
Sesuai Keputusan kepala Badan Pengawas Obat dan makanan RI nomor 02001/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan POM, Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya merupakan salah satu unit kerja di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai peran strategis dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat dari risiko bahan kimia berbahaya. Bahan kimia dan produknya merupakan suatu hal yang tidak terlepas dari kebutuhan hidup manusia, namun sekaligus memiliki risiko terhadap kesehatan masyarakat apabila tidak dikelola dengan benar.Khusus untuk bahan berbahaya yang sering disalahgunakan ataupun yang digunakan sebagai bahan dasar dan bahan kemasan pangan perlu dilakukan pengawasan lebih intensif agar persentase makanan yang mengandung cemaran bahan berbahaya dilarang dan kemasan makanan yang melepaskan migran berbahaya ke dalam pangan dapat diturunkan sehingga risiko dimaksud dapat diminimalkan bahkan dicegah.
3.1
Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan keputusan Kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 02001/SK/KBPOM tentang organisasi dan Tata Kerja Badan POM, Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut : 3.1.1 Tugas Pokok Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Mempunyai Tugas Penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya.
29
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
30
3.1.2
Fungsi Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, direktur
pengawasan produk dan bahan berbahaya
menyelenggarakan fungsi sebagai
berikut: a. Penyiapan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang standardisasi produk dan bahan berbahaya. b. Penyiapan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang pengamanan produk dan bahan berbahaya. c. Penyiapan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang penyuluhan produk dan bahan berbahaya. d. Penyusunan rencana dan program pengawasan produk dan bahan berbahaya. e. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya. f. Evaluasi dan penyusunan laporan pengawasan produk dan bahan berbahaya. g. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. 3.1.3
Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan
Berbahaya, antara lain: a. Pemantauan dan penilaian sarana pengelolaan bahan kimia berbahaya. b. Forum komunikasi bahan berbahaya dan kemasan pangan. c. Pelatihan penilaian risiko dan pengelolaan risiko bahan kimia berbahaya. d. Sosialisasi peraturan tentang kemasan pangan. e. Sosialisasi pengendalian dan pengamanan peredaran bahan kimia berbahaya. f. Talkshow pengamanan bahan berbahaya di radio. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
31
g. Review modul penyuluhan bahan berbahaya dan pencetakan. h. Penyusunan database produk dan leaflet bahan berbahaya. i. Penyusunan produk informasi tentang bahan berbahaya dan kemasan pangan. j. Penyusunan panduan pengamanan bahan berbahaya. k. Penyusunan rancangan standar uji migrasi bahan kimia dari kemasan pangan dalam bentuk SNI. l. Penguatan mekanisme koordinasi lintas sektor pengelolaan dan pengamanan bahan kimia secara terpadu. 3.2
Struktur Organisasi Direktorat pengawasan produk dan bahan berbahaya membawahi tiga
Subdirektorat yang mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut: 3.2.1
Sub Direktorat Standardisasi Produk dan Bahan berbahaya Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi serta pelaksanaan standardisasi produk dan bahan berbahaya. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi: a.
Penyusunan rencana dan program kegiatan standardisasi produk dan bahan berbahaya.
b.
Penyiapan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan standardisasi produk dan bahan berbahaya.
c.
Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta penilaian risiko produk dan bahan berbahaya.
d.
Evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan terkait standardisasi produk dan bahan berbahaya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
32
Subdirektorat Standardisasi Produk dan Bahan Berbahaya terdiri dari : 3.1.1.1 Seksi Standardisasi Produk dan Bahan Berbahaya Kimia dan Non Kimia Seksi Standardisasi Produk dan Bahan Berbahaya Kimia dan Non Kimia mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi produk dan bahan berbahaya kimia dan non kimia. Kegiatan yang dilakukan antara lain : a. Penyiapan rancangan telaahan dan konsep perumusan kebijaksanaan teknis dalam rangka penyusunan standardisasi produk dan bahan berbahaya. b. Penyusunan kerangka acuan kegiatan yang berkaitan dengan standardisasi produk bahan berbahaya. c. Inventarisasi dan kompilasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan produk dan bahan berbahaya. d. Penyusunan database kemasan pangan dengan berkoordinasi dengan Balai POM. e. Penyiapan software aplikasi database kemasan pangan yang beredar di Indonesia. f. Penyiapan materi penyusunan kriteria dan pedoman standardisasi produk dan bahan berbahaya. g. Penyiapan materi penyusunan standar produk bahan berbahaya. h. Penyusunan rencana kegiatan tahunan dan petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis berkaitan dengan penyusunan standar produk bahan berbahaya. i. Penyusunan evaluasi, laporan dan rencana tindak lanjut standardisasi produk dan bahan berbahaya. 3.1.1.2 Seksi Penilaian Risiko Produk dan Bahan Berbahaya Seksi Penilaian Risiko Produk dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
33
kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penilaian risiko produk dan bahan berbahaya. Kegiatan yang dilakukan antara lain : a. Menyiapkan rancangan telaahan dan konsep perumusan kebijakan teknis terkait penilaian risiko produk dan bahan berbahaya. b. Menyusun rencana kegiatan tahunan dan kerangka acuan berkaitan dengan penilaian risiko. c. Menyiapkan petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis penilaian risiko produk dan bahan berbahaya. d. Melakukan studi literatur tentang sifat kimia/fisika dan bahaya dari produk dan bahan berbahaya. e. Menyiapkan daftar produk dan bahan berbahaya yang mempunyai risiko tinggi bagi kesehatan dan lingkungan. f. Merencanakan dan melaksanakan kajian risiko terhadap kemasan pangan prioritas. g. Menyiapkan materi pelatihan dan penyelenggaraan penilaian risiko produk dan bahan berbahaya. h. Menyiapkan pertemuan koordinasi lintas sektor berkaitan dengan penilaian risiko. i. Menyusun evaluasi, laporan dan rencana tindak lanjut penilaian risiko produk dan bahan berbahaya.
3.1.2
Sub Direktorat Pengamanan Produk dan Bahan Berbahaya Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan kegiatan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi : a.
Penyusunan rencana dan program pengamanan produk dan bahan berbahaya.
b.
Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan program pengamanan produk dan bahan berbahaya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
34
c.
Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan surveilan produk dan bahan berbahaya.
d.
Evaluasi dan penyusunan laporan pengamanan produk dan bahan berbahaya.
e.
Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat.
Subdirektorat Pengamanan Produk dan Bahan Berbahaya terdiri dari: 3.1.2.1 Seksi Listing dan Penandaan Produk dan Bahan Berbahaya Seksi Listing dan Penandaan Produk dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan kegiatan listing dan pengawasan penandaan produk dan bahan berbahaya. Kegiatan yang dilakukan, antara lain: a. Penyiapan rancangan telaahan dan konsep perumusan kebijaksanaan teknis dalam rangka kegiatan listing dan penandaan produk dan bahan berbahaya. b. Penyusunan kerangka acuan kegiatan yang berkaitan dengan listing dan penandaan produk dan bahan berbahaya. c. Pelaksanaan penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) untuk bahan kemasan pangan dan bahan kimia lain yang diatur dalam peraturan di kedeputian III dengan peruntukkan bukan untuk pangan. d. Pelaksanaan penerbitan Surat Keterangan Ekspor (SKE) kemasan pangan. e. Penyusunan tata cara penerbitan SKI/SKE. f. Pelaksanaan kegiatan koordinasi lintas sektor terkait dengan pengawasan bahan kimia dan isu bahan kimia lainnya melalui Forum Koordinasi Nasional Pengelolaan dan Pengamanan Bahan Kimia Terpadu (Forkonas P2BKT). g. Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penerbitan SKI dan SKE. h. Evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut hasil pelaksanaan koordinasi lintas sektor. 3.2.2.2 Seksi Surveilan Produk dan Bahan Berbahaya Seksi Surveilan Produk dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
35
program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan surveilan produk dan bahan berbahaya. Kegiatan yang dilakukan antara lain: a. Penyiapan rancangan telaahan dan konsep perumusan kebijaksanaan teknis dalam rangka kegiatan pengawasan produk dan bahan berbahaya. b. Penyusunan kerangka acuan kegiatan yang berkaitan dengan pengawasan produk dan bahan berbahaya. c. Penyiapan petunjuk teknis sampling produk dan bahan berbahaya. d. Penyiapan petunjuk teknis penelusuran jaringan pasokan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan. e. Penyiapan petunjuk teknis tindak lanjut temuan dari hasil pengawasan produk dan bahan berbahaya. f. Pelaksanaan bimbingan teknis pengawasan produk dan bahan berbahaya untuk petugas Balai/Balai Besar POM. g. Evaluasi hasil pengawasan Balai/Balai Besar POM, hasil pengujian produk pangan yang mengandung bahan berbahaya dan laporan realisasi impor dan distribusi bahan berbahaya. h. Penyiapan konsep tindak lanjut atas hasil evaluasi. i. Penyiapan konsep surat ke lintas sektor terkait untuk menindaklanjuti temuan hasil pengawasan. j. Supervisi pengawasan produk dan bahan berbahaya ke Balai/Balai Besar POM dalam rangka pendampingan dari Badan POM pusat ke Balai untuk penelusuran jaringan. 3.2.2.3 Seksi Tata Operasional Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata operasional di lingkungan direktorat, meliputi: a. Pengarsipan surat masuk dan surat keluar. b. Updating data kepegawaian. c. Pelaksanaan pengurusan absensi dan uang harian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
36
3.2.3
Sub Direktorat Penyuluhan Produk dan Bahan Berbahaya Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan kegiatan penyuluhan bahan berbahaya. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi : a.
Penyusunan rencana dan program penyuluhan bahan berbahaya
b.
Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penyuluhan bahan berbahaya terhadap institusi dan masyarakat
c.
Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan kegiatan diseminasi informasi bahan berbahaya
d.
Evaluasi dan penyusunan laporan penyuluhan bahan berbahaya.
Subdirektorat Penyuluhan Bahan Berbahaya terdiri dari: 3.2.3.1 Seksi Penyuluhan Institusi dan Masyarakat Seksi Penyuluhan Institusi dan Masyarakat mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana program, penyusunan program, standar kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan kegiatan penyuluhan bahan berbahaya terhadap institusi dan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan antara lain: a. Penyiapan rancangan telaahan dan konsep perumusan kebijaksanaan teknis dalam rangka kegiatan penyuluhan. b. Penyusunan kerangka acuan kegiatan yang berkaitan dengan penyuluhan. c. Pengumpulan materi untuk bahan penyuluhan. d. Penyiapan materi penyuluhan yang mengacu pada sasaran penyuluhan. e. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat umum, pengelola sarana bahan kimia dan instansi terkait di daerah. f. Evaluasi dan menyusun laporan kegiatan penyuluhan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
37
3.2.3.2 Seksi Diseminasi Informasi Seksi Diseminasi Informasi mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan kegiatan diseminasi informasi bahan berbahaya. Kegiatan yang dilakukan antara lain: a. Penyiapan rancangan telaahan dan konsep perumusan kebijaksanaan teknis dalam rangka kegiatan diseminasi informasi bahan berbahaya. b. Penyusunan kerangka acuan kegiatan yang berkaitan dengan diseminasi informasi bahan berbahaya. c. Pengumpulan data bahan berbahaya yang berisiko tinggi bagi kesehatan yang sering disalahgunakan dan banyak beredar di Indonesia. d. Penetapan jenis produk dan bahan berbahaya yang akan disusun dalam bentuk media informasi. e. Penyusunan produk informasi dalam bentuk leaflet, booklet, stiker dan poster tentang bahan berbahaya dan kemasan pangan. f. Penyusunan modul penyuluhan tentang bahan berbahaya dan kemasan pangan. g. Penyebaran informasi melalui kegiatan pameran dan KKT/Klinik Konsumen Terpadu (bekerjasama dengan Departemen Perdagangan).
3.3
Kegiatan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Pada Tahun 2011 Kegiatan yang dilakukan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan
Berbahaya pada tahun 2011 antara lain: 3.3.1
Pengembangan Jejaring Lintas Sektor Kegiatan pengembangan jejaring lintas sektor terdiri dari: Kegiatan Forum
Koordinasi Nasional Pengelolaan dan Pengamanan Bahan Kimia Terpadu (Forkonas P2BKT) berupa workshop dalam rangka tindak lanjut terhadap bahan berbahaya yang sering disalahgunakan pada pangan, penyusunan pedoman tata cara penerbitan surat keterangan keamanan kemasan pangan dan penyusunan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
38
daftar prioritas bahan baku dan aditif kemasan pangan. Tujuan dari pengembangan jejaring lintas sektor ini adalah membangun persamaan persepsi dengan instansi lain dalam rangka menguatkan mekanisme koordinasi lintas sektor dan dapat memberikan rekomendasi tindak lanjut optimalisasi pengawasan bahan berbahaya yang sering disalahgunakan pada pangan. 3.3.2
Peningkatan Kemampuan Teknis dalam Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Peningkatan kemampuan teknis dilakukan dengan cara ikut ambil bagian
dalam
pertemuan/konferensi/pelatihan/lokakarya
tentang
pengelolaan
dan
pengamanan bahan kima berbahaya, zat kontak pangan serta isu-isu bahan kimia lain berskala nasional dan internasional. 3.3.3
Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Salah satu fokus dari pengawasan produk dan bahan berbahaya adalah
melalui
pengawasan
terhadap
keamanan
kemasan
pangan
yang
beredar.Pengawasan ini dilakukan melalui sampling oleh Balai/Balai Besar POM dan pengujian oleh PPOMN.Direkorat pengawasan produk dan bahan berbahaya melaksanakan penelusuran jaringan pasokan bahan kimia berbahaya untuk bahan berbahaya yang sering disalahgunakan pada pangan. 3.3.4
Penyusunan Pedoman Pengawasan Bahan Berbahaya Pedoman yang akan disusun adalah juknis sampling dan pengujian bahan
berbahaya dan kemasan pangan, pedoman tindak lanjut pengujian kemasan pangan, pedoman pengawasan bahan berbahaya dan pedoman tata cara penerbitan surat keterangan keamanan kemasan pangan. 3.3.5
Workshop Pengamanan Bahan Berbahaya dan Kemasan Pangan Workshop diadakan terkait pengawasan produk dan bahan berbahaya
termasuk kemasan pangan.Workshop ini bertujuan untuk konsolidasi kegiatan direktorat pengawasan produk dan bahan berbahaya tahun 2011 yang dihadiri oleh 30 Balai Besar/Badan POM seluruh Indonesia. 3.3.6
Supervisi Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Supervisi dilaksanakan di 11 Balai Besar/Balai POM yaitu kegiatan yang
dilakukan adalah bimtek pengarahan dan penyampaian informasi teknis terkait Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
39
sampling dan pengujian bahan berbahaya dan kemasan pangan serta mekanisme penelusuran jaringan pasokan bahan berbahaya yang disalahgunakan pada pangan. 3.3.7
Penyusunan Media Informasi tentang Bahan Berbahaya dan Kemasan Pangan Disusun 2 booklet; 4 leaflet; 4 stiker; 2 poster, penyebaran informasi
melalui pameran dan KKT. 3.3.8
Talkshow Pengamanan Bahan Berbahaya di Radio Dilakukan pada 3 stasiun radio KBR 68, Women Radio dan RRI.
3.3.9 Forum Komunikasi Dalam Rangka Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Penyuluhan tentang pengamanan bahan berbahaya dan kemasan pangan pada tahun 2011 diselenggarakan di 9 provinsi yaitu Banda Aceh, Lampung, Palembang, Palangkaraya, Papua, Ambon, Mataram, Pangkal Pinang dan Manado. 3.3.10 Pengembangan Kapasitas SDM dalam rangka Pengamanan Bahan Berbahaya a.
Peningkatan SDM Ditwas Produk dan Bahan Berbahaya
b.
Pertemuan Rakorstaf Kedeputian III pada Ditwas Produk dan Bahan Berbahaya
3.3.11 Evaluasi Data Hasil Pengawasan Bahan Berbahaya dan Makanan Mengandung Cemaran Bahan Berbahaya Dilakukan evaluasi terhadap hasil dari supervisi pengawasan ke daerah dan laporan hasil uji pangan yang mengandung cemaran bahan berbahaya/dilarang yang dikirimkan oleh Balai/Balai Besar POM ke pusat.Hasil evaluasi tersebut menjadi indikator pencapaian dari kegiatan yang telah dilakukan selama tahun 2011. 3.3.12 Perencanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan pengawasan produk dan bahan berbahaya a.
Perencanaan dan Monitoring Dalam Rangka Pengawasan Bahan
Berbahaya. Kegiatan bertujuan membuat perencanaan kegiatan yang akan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
40
dilakukan oleh direktorat pengawasan bahan berbahaya dan memonitor/memantau pelaksanaan kegiatan dalam tahun berjalan. b.
Evaluasi Satuan Kerja Kedeputian III pada Ditwas Produk dan Bahan Berbahaya
Evaluasi Satuan Kerja Deputi III membahas tentang permasalahan-permasalahan dan kendala yang dihadapi selama pelaksanaan kegiatan pada tahun berjalan dalam rangka untuk mencapai tujuan renstra tahun 2010-2014 dan merumuskan rencana tindak lanjut sebagai pemecahan masalah yang dihadapi pada tahun berjalan.
3.3.13 Peningkatan Sarana Penunjang Pengawasan Bahan Berbahaya Untuk menunjang kelancaran kegiatan di direktorat pengawasan bahan berbahaya maka dilakukan kegiatan sebagai berikut: a.
Operasional Ditwas Produk dan Bahan Berbahaya
b.
Pengadaan Alat Pengolah Data Ditwas Produk dan Bahan Berbahaya
c.
Pengadaan Meubelair Ditwas Produk dan Bahan Berbahaya
d.
Alat Pengolah Data Ditwas Produk dan Bahan Berbahaya
e.
Administrasi Satker pada Ditwas Produk dan Bahan Berbahaya.
3.3.14 Penyusunan Peraturan dan Standar Kemasan Pangan a.
Penyusunan Peraturan Ka BPOM tentang Bahan yang Dilarang Digunakan Dalam Pembuatan Pangan/Proses Produksi Pangan
b.
Penyusunan SK Ka Badan POM tentang Kemasan Pangan Plastik Daur Ulang
c.
Penyusunan RSNI zat kontak pangan (food contact substances) berisiko tinggi
3.3.15 Kajian risiko zat kontak pangan berisiko tinggi. Untuk tahun ini dilakukan kajian paparan penggunaan polistiren busa untuk pangan siap saji, kegiatan dilakukan di 10 kota di Jakarta, Bogor dan Tangerang. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
41
3.3.16 Penyusunan Modul Penyuluhan Kemasan Pangan 3.3.17 Penyusunan database 3.3.18 Jenis Kemasan Pangan yang Beredar di Indonesia Kegiatan pengolahan database jenis kemasan dilakukan di pusat dan di daerah.Di Pusat, dilakukan dengan mengkompilasi data kemasan dari produk pangan yang terdaftar di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan baik yang berasal dari impor (ML) maupun produk lokal (MD). Di daerah petugas Balai Besar/Balai POM mengkompilasi data kemasan dari produk pangan industri rumah tangga yang terdaftar didinas kesehatan di tingkat provinsi/kota/kabupaten selanjutnya mengirimkan data tersebut ke pusat untuk diolah lebih lanjut. 3.3.19 Penyusunan SOP Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Sebagai persiapan untuk pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Badan POM maka disiapkan SOP untuk setiap kegiatan di Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya dan dokumen QMS
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
42
BAB 4 PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Kegiatan PKPA di Badan POM berlangsung dari tanggal 4 Juli 2011 sampai 29 Juli 2011. Kegiatan ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami dengan baik dan tepat peran apoteker dalam melindungi masyarakat dari peredaran produk-produk yang tidak memenuhi syarat mutu, keamanan, dan khasiat. Dari tanggal 4 Juli 2011 sampai 6 Juli 2011, mahasiswa mendapat kuliah umum mengenai organisasi badan POM. Di awal kuliah umum juga dilakukan pre-test yang bertujuan untuk menilai pengetahuan mahasiswa mengenai Badan POM. Dari tanggal 7 Juli sampai 22 Juli 2011, mahasiswa melakukan kegiatan ditempat yang telah ditentukan. Kemudian pada tanggal 25 sampai 26 Juli mahasiswa mempresentasikan hasil kegiatan di unit serta dilakukan juga post-test. Berikut adalah paparan mengenai kegiatan yang dilakukan selama masa PKPA di Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya yang terdiri dari tiga subdirektorat. 4.1
Subdirektorat Standarisasi Produk dan Bahan Berbahaya Subdirektorat Standardisasi Produk dan Bahan Berbahaya memiliki tugas
untuk melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi serta pelaksanaan standardisasi produk dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugasnya, subdirektorat ini dibantu oleh dua seksi kerja, yaitu Seksi Standardisasi Produk dan Bahan Berbahaya Kimia dan Non Kimia serta Seksi Penilaian Risiko Produk dan Bahan Berbahaya. Sesuai dengan rencana strategis Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya tahun 2010-2014, subdirektorat ini memiliki program kerja untuk melakukan penyusunan Rancangan Standardisasi Nasional Indonesia (RSNI) zat kontak pangan (food contact substances) berisiko tinggi, penyusunan SK Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Kemasan Plastik Daur Ulang,dan Kajian Risiko Zat Kontak Pangan Berisiko Tinggi. Selama mendapatkan kesempatan praktek kerja di subdirektorat ini, mahasiswa PKPA membantu melaksanakan rencana kerja yang telah disusun, Universitas Indonesia 42
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
43
salah satunya adalah proses kajian risiko zat kontak pangan yang berisiko tinggi, yaitu polistiren busa. Akhir-akhir ini, penggunaan polistiren busa sebagai kemasan makanan sangat banyak di masyarakat. Walaupun bahan yang bermigrasi dari kemasan polistiren busa ke makanan tidak terlalu potensial berbahaya bagi kesehatan, terlihat dari angka batas migrasinya yang tinggi di dalam Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.55.6497 Tahun 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan, namun seiring dengan frekuensi penggunaan yang meningkat dan penggunaannya yang luas di masyarakat, maka risiko dari penggunaan polistiren busa sebagai kemasan makanan patut untuk dipertimbangkan kembali karena memiliki dampak terhadap lingkungan yang perlu diwaspadai. Kegiatan yang dilakukan mahasiswa PKPA dalam proses kajian ini adalah perencanaan prasurvei dan survei mengenai penggunaan polistiren busa, melalui penelusuran pustaka untuk mengumpulkan materi mengenai polistiren busa, seperti persyaratan dan batas migrasi polistiren di negara lain serta jenis makanan yang dikemas dalam polistiren, pendataan pasar-pasar tradisional yang terdapat di lima kota besar, yaitu Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, serta penyusunan kuesioner yang dapat melengkapi parameter yang dibutuhkan dalam proses pengkajian risiko. 4.2
Subdirektorat Pengamanan Produk dan Bahan Berbahaya Subdirektorat Pengamanan Produk dan Bahan Berbahaya memiliki tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi serta pelaksanaan kegiatan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugasnya, subdirektorat ini terdiri dari tiga seksi, yakni Seksi Listing dan Penandaan Produk dan Bahan Berbahaya serta Seksi Surveilan Produk dan Bahan Berbahaya dan Seksi Tata Operasional. Seksi Listing dan Penandaan Produk dan Bahan Berbahaya memiliki tugas untuk mengawasi pemasukan bahan kemasan pangan, yakni bahan kimia yang terdapat
dalam
lampiran
Peraturan
Kepala
Badan
POM
No. HK.00.05.1.55.1621 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Kemasan Pangan dan Pemasukan Bahan Kimia yang terdapat dalam peraturan terkait dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
44
pangan seperti Permenkes No. 722/MENKES/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan dan SNI 01-7162-2006 tentang persyaratan perisa dan penggunaan dalam produk pangan, namun peruntukkannya tidak untuk pangan (technical
grade).
Salah
satu
bentuk
pengawasannya
adalah
dengan
kewenangannya untuk melakukan penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI). Bagi importir yang hendak mengimpor suatu komoditi tertentu dapat mengetahui pihak/instansi yang berwenang untuk menerbitkan SKI sesuai dengan jenis komoditi yang akan dikirimkan dengan mengakses layana e-bpom dan menginput HS Code barang. Di bagian ini, mahasiswa PKPA membantu dalam proses penyusunan dan mengkaji
pedoman
penanganan
bahan
berbahaya
yang
tepat
untuk
diimplementasikan ke daerah, melalui penelusuran referensi dari Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri di Indonesia, Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) serta Peraturan Bersama tentang penanganan bahan berbahaya. Pada Seksi Surveilan Produk dan Bahan Berbahaya, mahasiswa PKPA melakukan rekapitulasi data pengujian sampel pangan yang berasal dari temuan Badan POM ketika melakukan sampling ke daerah-daerah. Makanan-makanan yang di sampling tersebut baik yang teregistrasi (memiliki kode MD/ML), industri rumah tangga (P-IRT), pangan segar, dan pangan olahan selama tahun 2011 yang dilakukan di kota Makassar, Serang dan Jambi. Data yang dimasukkan ke dalam laporan Subdirektorat Pengamanan Produk dan Bahan Berbahaya adalah informasi mendetail mengenai sampel (merk, nomor registrasi, nomor bets, nama dan alamat produsen dan/atau industri pangan), parameter uji (Bahan Berbahaya dan non-Bahan Berbahaya), serta hasil pengujian (memenuhi syarat/MS atau tidak memenuhi syarat/TMS). 4.3
Subdirektorat Penyuluhan Bahan Berbahaya Subdirektorat
Penyuluhan
Bahan
Berbahaya
melakukan
kegiatan
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) berupa penyuluhan untuk institusi dan masyarakat dan melaksanakan diseminasi informasi. Dalam pelaksanaan kewajibannya, subdirektorat ini dibagi ke dalam dua seksi kerja, yakni Seksi Penyuluhan Produk dan Bahan Berbahaya serta Seksi Diseminasi Informasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
45
Subdirektorat ini memiliki beberapa program kerja pada tahun 2011, yakni Penyusunan Modul Penyuluhan Kemasan Pangan, Penyusunan SOP Pengawasan Produk dan BB dan Persiapan Dokumen Quality Mangement System (QMS), Workshop Pengamanan Bahan Berbahaya dan Kemasan Pangan, Talkshow Pengamanan Bahan Berbahaya di radio, Forum Komunikasi dalam Rangka Pengawasan Bahan Berbahaya dan penyusunan produk informasi tentang bahan kimia dan kemasan pangan. Di subdirektorat ini, mahasiswa PKPA berkesempatan untuk membantu dua program kerja, yang pertama adalah program penyusunan media informasi mengenai bahan berbahaya dan kemasan pangan, mahasiswa melakukan penelusuran pustaka untuk mendapatkan materi mengenai bahan berbahaya seperti Formalin, Boraks, Rhodamin B, Kuning Metanil, Auramin, Ponceau, Amaranth. Kemudian mahasiswa membuat draft rancangan untuk media informasi leaflet, stiker dan poster. Proses penyusunan media informasi ini diawali dengan penelusuran pustaka kemudian draft tersebut dirapatkan untuk meminta masukanmasukan dari anggota lain. Setelah anggota lain memberikan masukan untuk media informasi yang akan dicetak dan kemudian didistribusikan ke balai-balai serta institusi, produsen pangan, distributor/importir bahan kimia serta masyarakat (ibu-ibu PKK, mahasiswa, pelajar). Program selanjutnya adalah talkshow mengenai bahan berbahaya, mahasiswa PKPA melakukan penelusuran pustaka untuk mendapat materi mengenai bahan berbahaya seperti Formalin, Boraks, Rhodamin B, Kuning Metanil dalam makanan serta penggunaan kantong plastik daur ulang yaitu dengan membuat spot iklan dalam bentuk sandiwara yang berisikan informasi mengenai formalin dan boraks dalam makanan, pewarna rhodamin B dan kuning metanil dalam makanan serta penggunaan kantong kresek hitam untuk kemasan makanan siap saji. Iklan dalam bentuk sandiwara ini dibuat untuk durasi 15-30 menit dan informasi yang disampaikan harus mudah dipahami.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
46
BAB 5 PEMBAHASAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang saat ini disebut juga sebagai Lembaga Kementerian dan bertanggung jawab kepada Presiden serta berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan. Hal ini berdasarkan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia No.166 Tahun 2000. Badan POM bertugas melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan melindungi masyarakat dari risiko produk terapetik, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen dan pangan yang tidak memenuhi syarat. Oleh kerenanya, untuk mencapai visi dan misi Badan POM RI ditetapkan suatu Grand Strategy Badan POM yaitu memperkuat sistem regulatori pengawasan obat dan makanan, mewujudkan laboratorium Badan POM yang handal, meningkatkan kapasitas manajemen Badan POM, dan memantapkan jejaring lintas sektor dalam pengawasan obat dan makanan. Hal ini didasarkan atas Keputusan kepala Badan POM RI No. HK.00.05.21.1732 tanggal 8 April 2008 tentang Grand Strategy Badan POM. Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.21.4232 tahun 2004 menetapkan organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Badan POM terdiri dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) dan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Tugas UPT Badan POM di daerah yaitu melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya. Sesuai Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No. 02001/SK/KB/POM tanggal 26 Februari 2001, Badan POM membawahi tiga deputi yang bertanggung jawab dalam pengawasan produk terapetik dan NAPZA; obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. Struktur dari Badan POM dapat dilihat pada Lampiran 1.
46
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
47
Terkait dengan visi Badan POM yaitu “ Menjadi Institusi pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat”, peran Badan POM adalah mengawasi obat dan makanan. Pengawasan produk terapetik dan NAPZA dilakukan oleh Deputi I, pengawasan obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen dilakukan oleh Deputi II, sedangkan pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya dilakukan oleh Deputi III. Deputi III Bidang pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya merupakan unit yang bertugas melakukan pengawasan terhadap keamanan pangan dan penggunaan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya terbagi dalam lima direktorat, yaitu Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, dan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Struktur Organisasi Deputi III, Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya dapat dilihat pada Lampiran 2. Visi Deputi III Badan POM mengenai pengawasan keamanan pangan diterapkan oleh Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya melalui pengamanan pangan dari cemaran bahan berbahaya. Indikator ketercapaian penerapan visi yang dilakukan oleh direktorat ini adalah menurunnya makanan yang mengandung cemaran bahan berbahaya, baik dari bahan berbahaya yang ditambahkan ke dalam pangan, maupun bahan berbahaya yang bermigrasi dari kemasan pangan ke dalam pangan. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI No. 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan POM, direktorat ini mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 472/Menkes/Per/V/1996, bahan berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
48
secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi. Sesuai dengan acuannya yaitu visi Deputi III mengenai keamanan pangan, serta mengingat banyaknya jenis bahan berbahaya, maka sasaran dari direktorat ini lebih diarahkan pada bahan berbahaya yang berisiko terhadap kesehatan dan yang sering digunakan secara salah dalam pangan. Pengawasan/pengamanan tidak mungkin dilakukan hanya oleh satu instansi untuk semua proses pada daur hidup bahan kimia (skema daur hidup bahan kimia dapat dilihat pada Lampiran 3). Oleh sebab itu, diperlukan adanya kerja sama lintas sektor dengan instansi terkait. Kerjasama lintas sektor ini biasanya terjalin dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian
Perdagangan,
dan
Kementerian
Perhubungan.
Direktorat
pengawasan produk dan bahan berbahaya memiliki wewenang dalam mengawasi bahan berbahaya yang disalahgunakan pada pangan. Kementerian Perindustrian memiliki wewenang mengawasi proses produksi, penyimpanan, pemusnahan, daur ulang bahan kimia, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan sarana produksi (industri). Kementerian Perdagangan memiliki wewenang dalam mengawasi ekspor-impor, penyimpanan selama proses distribusi, distribusi bahan kimia dan segala sesuatu yang berhubungan dengan sarana distribusi. Sedangkan Kementerian Perhubungan dalam hal ini mengawasi pada proses transportasi bahan kimia. Adanya koordinasi lintas sektor ini sangat penting agar peraturan yang diterbitkan masing-masing instansi tidak saling bersinggungan ataupun tumpang tindih. Sesuai dengan rencana strategi Badan POM tahun 2010 - 2014 maka pengawasan dititikberatkan terhadap bahan berbahaya yang digunakan secara salah dalam makanan oleh masyarakat. Prioritas utama dari pengawasan bahan berbahaya yang dilakukan oleh Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya adalah mengenai bahan kimia berbahaya yang sengaja ditambahkan pada pangan dengan potensi bahaya tinggi, paparan luas, dan seringkali digunakan secara salah (misused chemicals) serta berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat luas. Selain itu juga pada kemasan pangan yang diduga dapat mencemari pangan akibat adanya migrasi zat kontak pangan pada pangan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
49
Pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya merupakan tindak lanjut dari Sampling dan pengujian yang dilakukan oleh Balai/Balai Besar POM yang kemudian dilaporkan ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikat Pangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 44/M-DAG/PER/9/2009 tentang Pengadaaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya, Badan POM dalam hal ini, Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, Badan POM dalam hal ini, Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya atau Balai/Balai Besar POM, berada di dalam tim pemeriksa yaitu tim yang melakukan kegiatan pemeriksaaan atas kebenaran dan pemenuhan persyaratan legalitas perusahaan dan keberadaan fisik tempat penyimpanan, fasilitas pengemas ulang (repacking) dan alat transportasi yang digunakan oleh Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DT-B2) untuk melakukan kegiatan distribusi bahan berbahaya. Tim pemeriksa berperan dalam penerbitan Berita Acara Pemeriksaaan Fisik yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya (SIUP-B2) bagi DT-B2 dan Pengecer Terdaftar Bahan Berbahaya (PT-B2). Daftar Jenis Bahan Berbahaya yang tercantum dalam peraturan ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Sesuai
dengan
Peraturan
Menteri
Perdagangan
No.44/M-
DAG/PER/9/2009 tersebut, diketahui bahwa Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya juga mengawasi bahan berbahaya melalui evaluasi terhadap laporan: a.
Realisasi impor bahan berbahaya oleh Importir Produsen Bahan Berbahaya (IP-B2) dan Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2).
b.
Realisasi pendistribusian bahan berbahaya oleh IT-B2 yang didistribusikan ke DT-B2. PT-B2, dan/atau Pengguna Akhir Bahan Berbahaya (PA-B2).
c.
Perolehan bahan berbahaya dari Produsen Bahan Berbahaya (P-B2) dan/atau IT-B2 serta pendistribusiannya oleh DT-B2.
d.
Laporan mengenai data bahan berbahaya yang didistribusikan oleh PT-B2.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
50
e.
Data perolehan bahan berbahaya oleh PA-B2, kecuali bahan berbahaya tersebut digunakan sebagai bahan baku penolong bagi kebutuhan industri tersebut. Contoh laporan dapat dilihat pada Lampiran 5. Pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Pengawasan Produk dan
Bahan Berbahaya ditopang oleh tiga Subdirektorat, yaitu Subdirektorat Standardisasi Produk dan Bahan Berbahaya, Subdirektorat Pengamanan Produk dan Bahan Berbahaya, dan Subdirektorat Penyuluhan Bahan Berbahaya. Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya dapat dilihat pada Lampiran 6. Subdirektorat yang pertama adalah Subdirektorat Standardisasi Produk dan Bahan Berbahaya, subdirektorat ini memiliki dua seksi yaitu Seksi Standardisasi Produk dan Bahan Berbahaya Kimia dan non Kimia, dan Seksi Penilaian Risiko Produk dan Bahan Berbahaya. Seksi Standardisasi Produk dan Bahaya Berbahaya Kimia dan non Kimia bertugas menyiapkan bahan, menyusun dan merevisi kebijakan dan peraturan yang terkait dengan produk dan bahan berbahaya, sedangkan Seksi Penilaian Risiko Produk dan Bahaya bertugas melakukan kajian risiko terhadap regulasi yang diterapkan pada produk dan bahan berbahaya yang terdapat di masyarakat. Kegiatan yang telah dilakukan pada tahun 2010 di antaranya adalah revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Bahan Kemasan Pangan menjadi Peraturan Kepala Badan POM RI yang mengatur tentang Pengawasan Kemasan Pangan. Kemudian beberapa kegiatan yang sedang dilakukan Subdirektorat Standardisasi Produk dan Bahan Berbahaya pada tahun 2011, di antaranya penyusunan database jenis kemasan pangan yang beredar di Indonesia, penyusunan RSNI zat kontak pangan (food contact subtances) berisiko tinggi, penyusunan SK Kepala Badan POM tentang Kemasan Plastik Daur Ulang, dan Kajian Risiko Zat Kontak Pangan Berisiko Tinggi. Salah satu kebijakan teknis yang telah disusun adalah Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.55.6497 Tahun 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan. Dalam peraturan ini, diatur mengenai jenis bahan yang diizinkan dan dilarang dalam kemasan pangan, termasuk juga persyaratan mengenai batas migrasi zat kontak pangan ke Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
51
dalam pangan. Pedoman, peraturan, standar, ataupun kebijakan teknis yang telah disusun sebelumnya, dilakukan peninjauan ulang dan perbaikan uktuk disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kondisi yang berlaku pada masyarakat. Selama melakukan praktek kerja, mahasiswa PKPA membantu melakukan beberapa kegiatan yang mendukung tugas pokok dan fungsi Subdirektorat Standardisasi Produk dan Bahan Berbahaya, salah satunya adalah membantu proses kajian risiko kemasan pangan dari bahan polistiren busa. Bahaya polistiren busa sebagai bahan kemasan yang berkontak langsung dengan pangan tidak terlalu besar terhadap manusia, terlihat dari batas migrasinya yang sangat tinggi pada Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.55.6497 Tahun 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan. Namun, yang menjadi perhatian adalah dampaknya terhadap lingkungan, dimana polistiren busa sulit terurai. Dalam hal ini, mahasiswa PKPA membantu merekapitulasi hasil survei yang dilakukan terhadap kemasan pangan siap saji yang menggunakan kemasan pangan berbahan polistiren busa. Pengkajian resiko kemasan pangan dari bahan polistiren busa ini dilakukan di sembilan wilayah, diantaranya lima DKI Jakarta, Banten, Tanggerang, Bogor, dan Bekasi. Pengkajian resiko ini dilihat dari hasil kuesioner yang diisi oleh responden, terkait dengan seberapa sering responden menggunakan ataupun membeli makanan siap saji menggunakan kemasan polistiren busa. Selain itu, mahasiswa PKPA juga melakukan studi literatur untuk mencari acuan tentang kemasan pangan terutama yang berbahan plastik. Penelusuran literatur ini digunakan sebagai dalam penetapan penyusunan Rancangan Standardisasi Nasional Indonesia (RSNI). Kemudian subdirektorat yang kedua adalah Subdirektorat Pengamanan Produk dan Bahan Berbahaya membawahi 3 Seksi di antaranya, Seksi Listing dan Penandaan Produk dan Bahan Berbahaya, Seksi Surveilan Produk dan Bahan Berbahaya, dan Seksi Tata Operasional. Sesuai dengan revitalisasi dan sinkronisasi peran, tugas, fungsi dan tanggung jawab Badan POM dan Balai/Balai Besar POM, diketahui bahwa tugas Badan POM Pusat adalah membuat guideline dan pedoman, sedangkan Balai Besar/Balai POM menerapkan pedoman tersebut dalam hal operasional ke lapangan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
52
Kegiatan yang telah dilakukan di antaranya adalah penyusunan pedoman tindak lanjut pengujian zat kontak pangan dalam kemasan pangan yang merupakan pedoman untuk menindaklanjuti hasil pengujian dari sampel kemasan pangan yang berbahaya bagi kesehatan. Pedoman ini disediakan bagi petugas pusat maupun Balai/Balai Besar POM agar dapat melaksanakan tindak lanjut dari temuan kemasan pangan yang diperoleh secara seragam dan terstruktur di Indonesia. Kegiatan lain yang telah dilakukan adalah pengembangan jejaring lintas sektor yang dilakukan melalui Kegiatan Forum Koordinasi Nasional Pengelolaan dan Pengamanan Bahan Kimia Terpadu (Forkonas P2BKT) berupa rapat pleno (workshop)
dalam
rangka
pengawasan
bahan
berbahaya
yang
sering
disalahgunakan pada pangan. Pengembangan jejaring lintas sektor ini penting untuk menyamakan persepsi dengan instansi lain agar terjalin kerja sama yang optimal. Alur pengawasan bahan berbahaya dapat dilihat pada Lampiran 7. Balai Besar/Balai POM akan melakukan sampling dan pengujian terhadap pangan dan dilaporkan ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, lalu jika terdapat cemaran bahan berbahaya maka akan dilakukan penelusuran jaringan oleh Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya dalam tim terpadu. Jika ditemukan temuan bahan berbahaya di sarana baik produksi maupun distribusi makan akan dilakukan pembinaan di tempat, kemudian ditindaklanjuti lagi dengan bekerja sama dengan instansi terkait. Jika temuan bahan berbahaya terdapat pada sarana produksi pangan, maka akan dikoordinasikan dengan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan untuk ditindaklanjuti. Selain itu, dapat juga dikoordinasikan dalam Forum Koordinasi Nasional (Forkonas) yang merupakan forum Bahan Berbahaya atau Sistem Keamanan Terpadu (SKPT) yang merupakan forum pangan. Jika temuan Bahan Berbahaya terdapat pada sarana produksi
Bahan
Berbahaya,
akan
dikoordinasikan
dengan
Departemen
Perindustrian untuk ditindaklanjuti, dan jika temuan Bahan Berbahaya terdapat pada sarana distribusi maka akan ditidaklanjuti oleh Departemen Perdagangan. Penelusuran jaringan yang dilakukan oleh Balai/Balai Besar POM berupa koordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk temuan bahan berbahaya pada pangan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
53
di sarana produksi pangan dan berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk temuan bahan berbahaya pada sarana produksi dan distribusi bahan berbahaya. Penelusuran jaringan secara terpadu diperlukan untuk mengetahui titik kebocoran sumber perolehan bahan berbahaya di sarana pangan sehingga mengurangi dan bahkan mengeliminasi kebocoran bahan berbahaya dalam rantai pangan, dengan mengetahui sumber penyebab permasalahan, pengawasan di dua sisi (sarana pangan dan bahan berbahaya) termasuk penerapan sanksi terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran sesuai ketentuan yang berlaku dapat ditingkatkan. Cemaran bahan berbahaya yang sering ditemukan dalam pangan diantaranya adalah formalin dan boraks yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 sebagai perubahan dari Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, dan penggunaan zat pewarna yang dilarang yaitu rodamin B dan kuning metanil
yang
diatur
dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No. 239/Menkes/Per/V/1985 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya. Lampiran Daftar Bahan Tambahan yang Dilarang Digunakan pada Makanan (Lampiran 8) dan zat pewarna yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya (Lampiran 9). Salah satu sumber lain dari cemaran berbahaya yang terdapat dalam pangan adalah bahaya dari migrasi bahan kontak pangan atau karena bahan tambahan pada kemasan. Proses produksi pangan ataupun kemasan pangan yang tidak sesuai dengan cara produksi yang baik dapat menyebabkan terlepasnya bahan berbahaya dari kemasan pangan ke dalam pangan yang disebut migrasi. Sampling dan pengujian kemasan pangan seharusnya dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM, namun karena kemampuan pengujian Balai/Balai Besar POM masih terbatas untuk kemasan pangan, maka kegiatan sampling dan pengujian untuk sementara masih dilaksanakan oleh pusat. Sampling yang dilakukan diprioritaskan terhadap kemasan kosong dari pangan yang telah terdaftar di Badan POM. Kemasan kosong disampling dari pabrik pembuat pangan khususnya untuk kemasan pangan yang agresif seperti berminyak, berlemak, bersifat asam, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
54
mengandung alkohol dan panas, lalu diuji untuk migrasinya dengan menggunakan simulan pangan. Saat ini hasil pengujian digunakan untuk membuat kebijakan dan mapping mengenai kemasan pangan, karena belum adanya persyaratan keamanan kemasan pangan oleh Direktorat Penilaian Keamanan Pangan. Pada tahun 2010, telah dilakukan sampling dan pengujian terhadap kemasan pangan yang memiliki paparan luas diantaranya peralatan makan dan minum melamin, peralatan masak logam, botol susu bayi, dan botol air minum. Berdasarkan hasil pengawasan tahun 2010, telah ditemukan masih banyak penyaluran bahan berbahaya oleh pihak yang tidak memiliki SIUP-B2 (Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya), ukuran kemasan yang tidak memenuhi ketentuan minimal, pelabelan bahan berbahaya yang tidak memenuhi ketentuan yang lalu ditindaklanjuti dengan pembinaan setempat, koordinasi dengan lintas sektor terkait di pusat dan di daerah baik tertulis maupun dalam forum pertemuan lintas sektor. Salah satu pelayanan subdirektorat ini pada masyarakat adalah dengan penerbitan SKI (Surat Keterangan Impor) dan SKE ( Surat Keterangan Ekspor) bahan kemasan pangan dan bahan kimia lainnya. Pelayanan SKE masih bersifat sukarela, artinya akan dikeluarkan bila ada permohonan SKE dalam rangka pemenuhan persyaratan keamanan kemasan pangan di Negara importir. Penerbitan SKI untuk bahan kemasan pangan adalah diperuntukkan bagi bahan kimia
yang
terdapat
dalam
lampiran
Peraturan
Kepala
Badan
POM
No.Hk.00.05.1.55.1621 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Kemasan Pangan. Dalam peraturan tersebut diatur 604 bahan kemasan pangan yang diizinkan yang merupakan penyederhanaan dari lampiran sebelumnya (No.HK.00.05.55.6497 tahun 2007) tentang bahan kemasan pangan. Bahan kimia lainnya yang diterbitkan SKInya merupakan bahan kimia yang terdapat dalam peraturan terkait dengan pangan seperti Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan dan SNI 01-7152-2006 tentang persyaratan perasa dan penggunaan dalam produk pangan, namun peruntukannya tidak untuk pangan (technical grade).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
55
Penerbitan SKI tersebut masih menggunakan webform (manual), di mana petugas memasukkan data secara manual permohonan dari importir. Diharapkan dalam waktu dekat penerbitan SKI dapat dilakukan melalui INSW e-BPOM. Pada tahun 2010, telah diterbitkan 172 SKI, 59 SKI untuk bahan kimia yang digunakan untuk bahan kemasan pangan dan 113 SKI untuk bahan kimia lain yang tidak digunakan untuk kemasan pangan maupun pangan tetapi nomor HSnya termasuk dalam peraturan No.HK.00.05.1.55.1621 dan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Pada Seksi Listing dan Penandaan Produk dan Bahan Berbahayalah yang berkaitan dengan pelayanan penerbitan SKI. Dalam permohonan penerbitan SKI, pemohon harus melengkapi beberapa berkas yang berkaitan dengan bahan yang hendak dimasukkan ke Indonesia, antara lain surat permohonan, surat pernyataan tentang tujuan penggunaan produk yang diimpor, dan dokumen impor, yang terdiri dari Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Invoice, Packing List, Bill of Lading (BL)/AWB, Certificate of Analysis (COA), dan Material Safety Data Sheet (MSDS), serta contoh pengadaan barang (PO) atau contoh pengiriman barang (DO). Alur permohonan penerbitan SKI dapat dilihat pada lampiran 10. Rencana kerja Subdirektorat Pengamanan Bahan Berbahaya pada tahun 2011 adalah penyusunan pedoman pengawasan bahan berbahaya, supervisi pengawasan produk dan bahan berbahaya (pendampingan ke petugas Balai Besar/Balai), pengembangan jejaring lintas sektor, perencanaan monitoring evaluasi, kegiatan pengawasan produk dan bahan berbahaya, evaluasi data hasil pengawasan bahan berbahaya dan makanan yang mengandung cemaran bahan berbahaya. Di Seksi Listing dan Penandaan Produk Berbahaya, Mahasiswa melakukan pengkajian pedoman dari Peraturan Bersama, Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) dan Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk mengetahui peratruran mana yang lebih baik untuk diimplementasikan ke daerah, agar kebocoran dari alur distribusi bahan berbahaya dapat di minimalisir. Di Seksi Surveilan Produk dan Bahan Berbahaya mahasiswa PKPA melakukan rekapitulasi data hasil pengujian sampel pangan baik yang dikeluarkan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
56
oleh Badan POM (memiliki kode MD/ML), atapun pangan-IRT, yang diperoleh selama tahun 2010 untuk beberapa kota, antara lain jambi dan serang. Selain itu, dilakukan juga perekapan data hasil pengujian Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di kota makasar untuk tahun 2010. Pengujian dilakukan oleh Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). Data perekapan kemudian digunakan untuk membuat grafik sehingga dapat diketahui trend pemenuhan syarat dari produk pangan yang beredar di masyarakat di bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Data tersebut akan digunakan untuk melakukan penelusuran jaringan. Kemudian Subdirektorat yang terakhir atau ketiga adalah Subdirektorat Penyuluhan Bahan Berbahaya melakukan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) berupa penyuluhan untuk institusi dan masyarakat serta melaksanakan desiminasi informasi. Melalui KIE dilakukan pemberdayaan kepada masyarakat luas agar mampu mencegah dan melindungi diri sendiri dari produk yang mengandung bahan berbahaya yang berisiko terhadap kesehatan manusia. Penyuluhan pengamanan bahan berbahaya bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kepedulian kelompok sasaran (target group) tentang pengamanan bahan berbahaya. Petugas penyuluhan terdiri dari petugas pengawas di Instansi terkait (Balai/Balai Besar POM, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah) dan pengelola bahan kimia di sektor swasta. Kegiatan lain Subdirektorat Penyuluhan Bahan Berbahaya yaitu menyusun dan merevisi modul penyuluhan pengamanan bahan berbahaya. Penyusunan modul bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan stake holder dan masyarakat dalam pengelolaan dan penggunaan bahan kimia melalui penyuluhan bahan berbahaya, sedangkan revisi modul merupakan penyempurnaan modul yang telah disusun pada tahun sebelumnya. Modul penyuluhan digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan penyuluhan baik di pusat maupun daerah dalam rangka penyebaran informasi tentang pengamanan bahan kimia berbahaya. Modul-modul
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
57
yang telah berhasil disusun antara lain: modul pengelola dan pengamanan bahan kimia, modul penggunaan pestisida secara aman dan bijaksana. Selain itu, Subdirektorat Penyuluhan Bahan Berbahaya juga menyusun Frequently Asked Questions (FAQ). FAQ berisi pertanyaan yang sering diajukan oleh masyarakat mengenai kemasan pangan. Hal ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan stake holder dan masyarakat dalam kaitannya dengan keaman penggunaan kemasan pangan. Media informasi lainnya yang telah disusun oleh subdirektorat ini yaitu booklet, leaflet, poster, stiker, dan CD informasi. Contoh booklet diantaranya: “Formalin (larutan formaldehid)” tahun 2008, “Melamin (melamine)” tahun 2009, dan “Pencemar Organik Persisten” (Presistent Organic Pollutants, POPs) tahun 2010. Contoh Leaflet diantaranya “Kemasan Pangan Polistiren Busa”, “Produk Pembersih di Rumah Tangga”, “Kemasan Pangan: Jenis dan Karakterisasinya”, dan “Botol Susu Bayi”. Contoh Poster diantaranya : “Waspadai Kemasan Pangan dari Plastik”. Contoh stiker diantaranya: “Katakan Tidak Pada Kantong Kresek Hitam Untuk Pangan Siap Santap”. Pada tahun 2011, penyuluhan pengamanan bahan berbahaya telah dilakukan di 9 daerah yaitu Banda Aceh, Lampung, Pangkal Pinang, Palembang, Manado, Mataram, Ambon, Jayapura dan Palangkaraya. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan pengetahuan petugas pemerintah dan pengelola bahan kimia sektor swasta di daerah dan mampu melakukan kegiatan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Pelaksanaan penyuluhan pengamanan bahan berbahaya yang akan datang diprioritaskan pada daerah yang peredaran bahan berbahayanya cukup tinggi. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan melibatkan instansi terkait di daerah seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Dinas Kesehatan. Talkshow dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap risiko bahan kimia berbahaya, sehingga dapat dilakukan pengamanan terhadap bahan kimia berbahaya. Tema talkshow yang telah dilakukan diantaranya kemasan pangan, bahan kimia berbahaya yang dilarang untuk pangan. Talkshow dilakukan pada 3 stasiun radio, diantaranya woman radio (Bahan kimia yang dilarang untuk pangan), Radio RI Pro 4 (Bahan kimia yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
58
dilarang untuk pangan) dan di radio KBR 68H (Kemasan pangan polistiren). talkshow juga merupakan program yang berkelanjutan. Rencana Subdirektorat Penyuluhan Bahan Berbahaya untuk tahun 2011 diantaranya: Penyusunan Modul Penyuluhan Kemasan Pangan, Penyusunan SOP Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya dan Persiapan Dokumen Quality Management System (QMS), Workshop Pengamanan Bahan Berbahaya dan Kemasan Pangan, Penyusunan Media Informasi Tentang Bahan Berbahaya dan Kemasan Pangan, Talkshow Pengamanan Bahan Berbahaya di Radio, Forum Komunikasi dalam Rangka Pengawasan Bahan Berbahaya. Pada subdirektorat ini mahasiswa PKPA melakukan penelusuran pustaka mengenai zat pewarna makanan baik zat pewarna yang dibolehkan seperti pada
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
722/Menkes/Per/IX/1988
dan zat pewarna yang dilarang seperti pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 239/Menkes/Per/V/1985 . Serta penelusuran bahan berbhaya lain yang sering digunakan pada pangan seperti formalin dan boraks. Kemudian materi yang diperoleh menjadi bahan dalam penyusunan media informasi, untuk kemudian dibuat rancangan (draft) untuk pembuatan poster, leaflet dan stiker. Kegiatan lain yang dilakukan oleh mahasiswa PKPA adalah pembuatan iklan dalam bentuk sandiwara edukasi dengan berdurasi 15 - 30 menit. Topik yang di buat untuk iklan ini yaitu mengenai formalin dan boraks dalam makanan, rodamin B dan kuning metanil dalam makanan, dan kantong plastik daur ulang (kantong plastik hitam). Informasi ini dibuat dengan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami oleh masyarakat. Kendala yang dihadapi subdirektorat ini, dalam penyebaran informasi yaitu: segmen masyarakat yang beragam, sehingga memiliki pemahaman yang berbeda-beda dan juga tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah, sehingga masih banyak masyarakat yang sudah diberikan informasi, tetap saja melakukan praktek penyalahgunaan bahan berbahaya tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
59
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 1.
Kesimpulan Badan POM dipimpin oleh seorang kepala yang membawahi sekretariat utama, empat pusat, tiga deputi, serta Balai/Balai Besar POM sebagai unit pelaksana teknis di daerah. Sekretariat Utama terdiri dari empat biro yaitu Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Kerjasama Luar Negeri, Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, dan Biro Umum. Empat pusat yang ada di Badan POM diantaranya adalah Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM), Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM) dan Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM). Tiga deputi tersebut meliputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Deputi I), Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen (Deputi II) dan Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya (Deputi III).
2.
Peran dan fungsi Badan POM adalah pengaturan regulasi dan standarisasi, lisensi dan sertifikasi industri, evaluasi produk sebelum diizinkan beredar, post marketing vigilance termasuk sampling dan pengujian, pre-audit dan pasca-audit iklan, riset serta komunikasi, informasi, dan edukasi publik termasuk peringatan publik.
3.
Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, berada di bawah pengawasan Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya terdiri dari
Subdirektorat
Subdirektorat
Standardisasi
Pengamanan
Produk
Produk
dan
dan
Bahan
Bahan
Berbahaya,
Berbahaya
dan
Subdirektorat Penyuluhan Bahan Berbahaya, yang masing-masing menjalankan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya selalu berkoordinasi dengan bagian lain yang tercakup dalam struktur organisasi Badan POM dan 59
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
60
dengan lintas sektor sehingga pelaksanaan pengawasan dapat berjalan dengan optimal. Sektor terkait yang biasanya bekerjasama dalam pengawasan bahan kimia berbahaya adalah Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perindustrian,
Kementerian
Kesehatan,
Kementerian
Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan sebagainya. Kegiatan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya dititikberatkan pada pengawasan bahan kimia berbahaya yang disalahgunakan pada pangan dan kemasan pangan dari migrasi migran berbahaya kedalam pangan, didukung penyiapan peraturan yang diperlukan terkait dengan kemasan pangan
yang
kontak
langsung
dengan
penyiapan
peraturan/standar/pedoman yang berhubungan dengan kemasan pangan yang kontak langsung dengan makanan dan bahan berbahaya yang sering disalahgunakan pada pangan, serta perlindungan masyarakat melalui pemberian informasi dan edukasi terkait bahan berbahaya.
6.2 1.
Saran Subdirektorat Standardisasi Produk dan Bahan Berbahaya sebaiknya perlu membuat peraturan dan standar bahan-bahan kimia lain yang belum diketahui penyalahgunaanya, karena semakin maraknya penyalahgunaan bahan-bahan kimia, khusunya yang digunakan pada produk pangan. Serta perlu dilakukan evaluasi terhadap kesesuaian standar/pedoman dengan kondisi terkini secara berkala.
2.
Subdirektorat Pengamanan Produk dan Bahan Berbahaya sebaiknya perlu melakukan peningkatan kerjasama dengan lintas sektor, terkait dengan pengawasan bahan kimia berbahaya yang sering disalahgunakan pada pangan untuk mengurangi terjadinya kebocoran serta penyalahgunaan bahan kimia tersebut yang berisiko bagi kesehatan apabila digunakan untuk pangan
3.
Subdirektorat Penyuluhan Bahan Berbahaya sebaiknya perlu melakukan penyuluhan yang menjangkau semua lapisan masyarakat (terutama industri rumah tangga), karena umumnya penyalahgunaan bahan kimia berbahaya Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
61
dalam produk pangan lebih banyak terjadi pada industri rumah tangga, hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang mereka terima. Selain itu sosialisasi leaflet dan poster sebaiknya diperluas lagi, tidak hanya disebarkan ke balai-balai maupun instansi terkait namun sebaiknya juga di sebarkan ke sekolah-sekolah maupun Dinas Kesehatan setempat. Kemudian untuk penyebaran informasi melalui talkshow, sebaiknya juga dilakukan juga di televisi, dengan mengupas topik yang menarik maupun yang sedang marak di masyarakat, sehingga masyarakat cenderung akan menerapkan isi talkshow tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
62
DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Keputusan Kepala Badan tentang
Pengawas :
Obat
Organisasi
dan
Makanan
dan
Tata
No.02001/SK/KBPOM
Kerja
Badan
POM
RI”.bhttp://www.pom.go.id. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Profil Badan Pengawas Obat dan Makanan. http://www.pom.go.id. Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK 00.05.21.1662 tentang: Penetapan Visi dan Misi Badan POM. (2008a). Jakarta: BPOM RI. Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK 00.05.21.1732 tentang: Grand Strategy badan POM. (2008b). Jakarta: BPOM RI. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2001). Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: BPOM RI, hal. 7376 Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Peraturan Menteri Perdagangan No. 44/M-DAG/PER/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya, Jakarta: BPOM RI Direktorat Standarisasi Produk Pangan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM RI. (2004). Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta: BPOM RI, hal 1 Departemen Kesehatan RI. (1996). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 472/MENKES/PER/V/1996, tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan. Jakarta Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.55.6497 Tahun 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan Peraturan Kepala Badan POM No. Hk.00.05.1.55.1621 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Kemasan Pangan Peraturan Menteri Kesehatan No. 239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya
62
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
63
Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
64
Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan POM
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
65
Lampiran 2. Struktur Organisasi Deputi III
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
66
Lampiran 3. Skema daur hidup bahan kimia
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
67
Lampiran 4.
Daftar jenis bahan berbahaya Bedasarkan Peraturan Menteri Perbdagangan RI No. 44/M-Dag/PER/9/2009
Kemasan Terkecil Distributor dan Nama Bahan
No
Pengecer
No.CAS
Keperluan lain Tidak untuk Pangan
Laboratorium Penilitian
1
Alkanin
23444-64-7
1 kg
25 g
2
Asam Borat
10043-35-3
1 kg
25 g
3
Asam Monokloroasetat
79-11-8
1L
1g
4
Asam Nordihidroguaiaretat
500-38-9
1 kg
2.5 g
5
Asam Salisilat
69-72-7
1 kg
10 mg
6
Auramin
2465-27-2
1 kg
10 mg
7
Amarin
915-67-3
1 kg
10 mg
8
Besi (III) Oksida
1309-37-1
1 kg
25 g
9
Bismut Oksiklorida
7787-59-9
1 kg
25 g
10
Boraks
1303-96-4
5 kg
25 g
11
Coklat FB
12236-46-3
1 kg
25 g
12
Dietil Pirokarbonat
1609-47-8
1 kg
5g
13
Dulsin
150-69-6
1 kg
25 ml
14
Formaldehid Larutan
50-00-0
10 L
25 g
15
Hijau Amasid G
5141-20-8
1 kg
10 g
16
Indantren Biru R
81-77-6
1 kg
25 g
17
Kalkozin Magenta N
569-61-9
1 kg
50 g
18
Kalium Bromat
7758-01-2
1 kg
5g
19
Kalium Klorat
3811-04-9
1 kg
5g
20
Kobalt Asetat
71-48-7
1 kg
5g
21
Kobalt Klorid
7646-79-9
1 kg
5g
22
Kobalt Sulfat
10124-43-3
1 kg
50 g
23
Krisoidin
532-82-1
1 kg
10 g
24
Krisoin S
547-57-9
1 kg
5g
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
68 25
Kumarin
91-64-5
1 kg
10 g
26
Kuning Anilin
2706-28-7
1 kg
10 g
27
Kuning Mentega
60-11-7
1 kg
25 g
28
Kuning Metanil
587-98-4
1 kg
10 g
29
Kuning AB
85-84-7
1 kg
10 g
30
Kuning OB
131-79-3
1 kg
25 g
31
Magenta I
632-99-5
1 kg
25 g
32
Magenta II
26261-57-4
1 kg
25 g
33
Magenta III
3248-91-7
1 kg
25 g
34
Merah Sitrus No.2
6358-53-8
1 kg
25 g
35
Minyak Orange SS
2646-17-5
1 kg
25 g
36
Minyak Orange XO
3118-97-6
1 kg
25 g
37
Nitrobenzen
98-95-3
1L
25 ml
38
Nitrofurazon
59-87-0
1 kg
5g
39
Natrium Salisilat
54-21-7
1 kg
5g
40
Orange G
1936-15-8
1 kg
25 g
41
Orange GGN
523-44-4
1 kg
25 g
42
Orcein
1400-62-0
1 kg
5g
43
P4000
553-79-7
1 kg
5g
44
Paraformaldehid
30525-89-4
1 kg/ 1 fl (100 tab)
5g
45
Ponceau 3R
3564-09-08
1 kg
5g
46
Ponceau 6R
5850-44-2
1 kg
5g
47
Ponceau SX
4548-53-2
1 kg
10 g
48
Rodamin B
81-88-9
1 kg
1g
49
Sinamil Antranilat
87-29-6
1 kg
10 g
50
Sakarlet GN
3257-28-1
1 kg
10 g
51
Sudan 1
824-07-9
1 kg
25 g
52
Tiouren
62-56-6
1 kg
25 g
53
Tiroksan
110-88-3
1 kg
25 g
54
Violet 6B
1694-09-3
1 kg
10 g
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
69
Lampiran 5. Laporan Realisasi Impor Bahan Berbahaya dan Laporan Pendistribusian Bahan Berbahaya Asal Impor
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
70
Lampiran 6. Struktur organisasi direktorat pengawasan produk dan bahan berbahaya DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA
SUBDIT STANDARISASI PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA
SEKSI STANDARISASI PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA KIMIA DAN NON KIMIA
SEKSI PENILAIAN RISIKO PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA
SUBDIT PENGAMANAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA
SUBDIT PENYULUHAN BAHAN BERBAHAYA
SEKSI LISTING DAN PENANDAAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA
SEKSI PENYULUHAN BAHAN BERBAHAYA
SEKSI SURVEILEN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA
SEKSI DESIMINASI INFORMASI
SEKSI TATA OPERASIONAL
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
71
Lampiran 7. Alur pengawasan bahan berbahaya
Sumber Informasi Distribusi Bahan Kimia Pelabelan
Laporan masyarakat Data dari Balai
Pemantauan
DT B2 PT B2
Hasil temuan sebelumnya Daerah baru
Pemeriksaan setempat, Undercoverbuy, Sampling, Uji lab
Negatif
Positif
Tindak Lanjut
Pembinaan
Penindaklanjutan
(sektor terkait)
(sektor terkait) Sanksi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
72
Lampiran 8. Daftar bahan tambahan yang dilarang untuk makanan 1. Asam Borat (Boric Acid) dan Senyawanya 2. Asam Salisilat dan Garamnya (Salicylic Acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (DIetilpirocarbonate DEPC) 4. Dulsin (Dulcin) 5. Kalium Klorat (potassium Chlorate) 6. Kloramfenikol (Chloramphenicol) 7. Minyak Nabato yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (Nitrofurazone) 9. Formalin (Formaldehyde) 10. Kalium Bromat (Potassium Bromate)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
73
Lampiran 9. Zat warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
PENYUSUNAN MEDIA INFORMASI TENTANG BAHAN BERBAHAYA (LEAFLET, POSTER, DAN STIKER)
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
QURROTA A’YUN, S.Far. 1006835463
ANGKATAN LXXIII
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………….. DAFTAR ISI …..……………………..…………...….......................... DAFTAR GAMBAR ……………………………………………...... DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………......
i ii iii vi
BAB 1. PENDAHULUAN…............................................................... 1.1 Latar Belakang.……………………………………...…... 1.2 Tujuan…….............…………………………...…………
1 1 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................…………………..... 2.1 Peraturan yang mengatur pengawasan pangan yang mengandung bahan berbahaya..…....…………………… 2.1.1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472 /Menkes/Per/V/1996…...………….……................ 2.1.2 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/PER/IX/88……...................... 2.1.3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 239/Men.kes/Per/V/85....……………........ 2.1.4 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 44/M-DAG/PER/2009...……… 2.2 Bahan berbahaya yang sering disalahgunakan pada pangan..... .…................................……………………… 2.2.1 Rodamin B...........................................…………… 2.2.2 Asam Borat (Boraks)..........................…………… 2.2.3Formalin................................................……………
3 3
7 7 9 10
BAB 3. PEMBAHASAN .......................…………………................. BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN……..…………..….……….. 5.1 Kesimpulan ….....……………………………………….. 5.2 Saran ………………..……………………………...........
11 15 15 15
DAFTAR REFERENSI ……………………………………………..
16
ii
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
3 4 6 6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Rodamin B .............................................................................7 Gambar 2.2 Struktur Asam Borat.............................................................................9 Gambar 5.1 Draft leaflet bagian depan ..................................................................21 Gambar 5.2 Draft leaflet bagian belakang ............................................................22 Gambar 5.3 Draft poster.........................................................................................23 Gambar 5.4 Draft stiker .........................................................................................23 Gambar 5.5 Leaflet ................................................................................................24 Gambar 5.6 Stiker ..................................................................................................24 Gambar 5.7Booklet ...............................................................................................24
iii
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4.
Lembar data keamanan ....................................................................17 Peraturan Menteri Kesehatan No. 239/Menkes/Per/V/1985 ...........20 Draft pembuatan media informasi ...................................................21 Media informasi yang telah dipublikasi oleh BPOM ......................24
iv
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan makanan untuk
memenuhi kebutuhan jasmani maupun rohani. Makanan yang aman, bermutu dan bergizi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dan peningkatan kecerdasan masyarakat
Oleh
sebab itu, masyarakat juga perlu dilindungi dari makanan yang dapat merugikan dan atau membahayakan kesehatan. Pemerintah telah mengatur tentang pengawasan pangan yang mengandung cemaran berbahaya diantaranya terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya; Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor
Berbahaya
Bagi
472/Menkes/Per/V/1996
tentang
Pengamanan
Bahan
Kesehatan;
Menteri
Kesehatan
Nomor
Peraturan
722/MENKES/PER/IX/1988 dan Nomor 1168/MENKES/PER/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan; dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/MDAG/PER/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya. Walaupun
peraturan
tersebut
sudah
diatur
sedemikian
jelasnya,
kenyataanya masih saja terdapat penyalahgunaan bahan berbahaya yang dilarang dalam pangan. Penyalahgunaan ini bisa terkait dengan berbagai faktor, misalnya dari sisi produsen yang mencari untung sebesar-besarnya dengan modal sekecil mungkin, dari sisi masyarakat sebagai konsumen adalah sikap ketidakpedulian dan atau kurangnya pengetahuan tentang risiko dari cemaran bahan berbahaya tersebut apabila ditambahkan ke dalam pangan Penggunaan bahan tambahan yang mengandung cemaran berbahaya atau bahan tambahan pangan yang melebihi batas akan membahayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. . Efek dari cemaran bahan berbahaya tidak secara langsung dirasakan, tetapi secara perlahan dan pasti dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan penyakit kronis
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
2
seperti gangguan syaraf pusat, kerusakan fungsi organ tubuh sampai timbulnya kanker Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat diantaranya adalah dengan penyuluhan, pelatihan, sosialisasi serta melalui penyebaran media informasi. Media informasi merupakan salah satu sarana yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat mengenai dampak bahan-bahan berbahaya yang ditambahkan ke dalam pangan tersebut. Informasi yang disusun dalam bentuk booklet, leaflet, poster, stiker, diharapkan dapat tersampaikan kepada masyarakat yang terdiri dari berbagai jenjang pendidikan Oleh karena itu, apoteker sebagai profesi yang mengetahui tentang bahan kimia serta dampaknya bagi kesehatan diharapkan mampu memberikan informasi yang mudah dicerna dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga proses penyampaian pesan melalui media informasi tersebut dapat berjalan secara efektif kepada masyarakat serta agar pemahaman masyarakat tentang pangan yang sehat semakin meningkat.
1.2
Tujuan Tujuan tugas khusus Praktek Kerja Profesi (PKPA) ini adalah untuk
mengetahui cara penyusunan media informasi yang efektif untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang bahan tambahan pangan yang berbahaya bagi kesehatan serta memberikan manfaat dan masukan bagi bidang deseminasi informasi
guna
menunjang
kinerja
BPOM
dalam
upaya
mengatasi
penyalahgunaan bahan berbahaya dalam pangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Peraturan yang mengatur pengawasan pangan yang mengandung bahan berbahaya Inovasi
teknologi
mempunyai
kontribusi
terhadap
peningkatan
penggunaan bahan (kimia) berbahaya dan atau produk formulasi yang mengandung bahan (kima) berbahaya. Berdasarkan sifatnya, ternyata di antara jutaan bahan kimia yang dikenal terdapat bahan kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan juga lingkungan. Seiring dengan kecenderungan peningkatan jumlah dan jenis bahan kimia yang digunakan maka potensi paparan atau dampak negatif serta risiko yang mungkin terjadi cenderung meningkat pula (Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, 2008). Oleh karena itu perlu dikedepankan optimalisasi pemanfaatan bahan kimia diimbangi dengan langkahlangkah minimalisasi risiko. Dalam kaitan ini, pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan dalam hal ini yang berhubungan dengan pengawasan bahan berbahaya agar tidak disalahgunakan pada pangan, sehingga dampak negatif maupun risiko dari bahan berbahaya tersebut bagi kesehatan dapat diminimalisir.
2.1.1
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472 /Menkes/Per/V/1996 Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Tahun
1996
Tentang
Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan, Menteri Kesehatan Republik Indonesia menimbang bahwa sebagai dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi, distribusi dan penggunaan bahan berbahaya semakin meningkat jumlahnya maupun jenisnya. Penggunaan bahan berbahaya yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan penanganannya dapat menimbulkan ancaman atau bahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu uaya untuk menghindarkan atau mengurangi risiko bahan berbahaya dilakukan melalui pemberian informasi yang benar tentang penanganan bahan berbahaya kepada pengelola bahan berbahaya dan masyarakat umum. Dalam peraturan ini dinyatakan bahwa, yang dimaksud dengan bahan berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
4
secara langsung dan tidak langsung serta yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472 /Menkes/Per/V/1996). Dalam lembar data bahan berbahaya tersebut sebaiknya berisi juga Lembaran Data Pengaman (LDP) yaitu lembar petunjuk yang berisi informasi tentang sifat fisika, kimia, dan bahan berbahaya, jenis bahaya yang dapat ditimbulkan, cara penanganan dan tindakan khusus yang berhubungan dengan keadaan darurat di dalam penanganan bahan berbahaya (Peraturan Menteri Perindustrian 24/M-IND/PER/5/2006). Lembar data pengamanan tersebut seperti yang tercantum dalam lampiran 1. Kemudian setiap jenis dari bahan berbahaya yang akan didistribusikan atau diedarkan harus didaftar pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya). Pendaftaran bahan berbahaya dapat dilakukan oleh produsen, importir atau distributor bahan berbahaya dan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan dokumen yang diperlukan. Setiap badan usaha atau perorangan yang mengelola bahan berbahaya harus membuat, menyusun dan memiliki lembaran data pengaman bahan berbahaya.
2.1.2 Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
722/Menkes/PER/IX/88 Berdasarkan peraturan ini dinyatakan bahwa makanan yang menggunakan bahan tambahan yang tidak sesuai dengan ketentuan mempunyai pengaruh langsung terhadap derajat kesehatan manusia sehingga masyarakat perlu dilindungi dari makanan yang menggunakan bahan tambahan makanan yang memenuhi persyaratan kesehatan. Dalam peraturan ini disebutkan bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingridien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasillkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
5
yang mempengaruhi sifat khas makanan. Bahan tambahan makanan yang diizinkan dalam makanan dengan batas maksimum penggunaannya juga diatur dalam peraturan menteri kesehatan tersebut. Dan bahan tambahan makanan selain yang disebut hanya boleh digunakan sebagai bahan tambahan selain yang disebut hanya boleh digunakan sebagai bahan tambahan makanan setelah mendapat persetujuan lebih dahulu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya). Pada peraturan ini juga tercantum bahahan tambahan apa saja yang dibolehkan untuk dipergunakan sebagai bahan tambahan pangan. Bahan tambahan makanan yang diizinkan digunakan pada makanan terdiri dari golongan : 1. Antioksidan (Antioxidant); 2.
Antikempal (Anticaking Agent);
3.
Pengatur Keasaman (Acidity Regulator);
4.
Pemanis Buatan (Artificial Sweetener);
5. Pemutih dan Pematang Tepung (Flour Treatment Agent); 6. Pengemulsi,
Pemantap,
Pengental
(Emulsifier,
Stabilizer,
Thickener);Pengawet (Preservative); 7. Pengeras (Firming Agent); 8. Pewarna (Colour); 9. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Erhaucer); 10. Sekuestran (Sequestrant). Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari satu macam antioksidan, maka hasil bagi masing-masing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu. Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari satu macam pengawet, maka hasil bagi masingmasing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu. Batas menggunakan secukupnya adalah penggunaan yang sesuai dengan cara produksi yang baik, yang maksudnya jumlah yang ditambahkan pada makanan tidak melebihi jumlah wajar yang diperlukan sesuai dengan tujuan penggunaan bahan tambahan makanan tersebut. Pada bahan tambahan makanan golongan pengawet, batas maksimum penggunaan garam
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
6
benzoate dihitung sebagai asam benzoat, garam sorbat sebagai asam sorbat dan senyawa sulfit sebagai SO2.
2.1.3 Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
239/Men.kes/Per/V/85 Peraturan Menteri Kesehatan nomor 239 adalah peraturan yang mengatur zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya. Zat warna tertentu yang digunakan untuk memberi dan atau memperbaiki warna bahan atau barang banyak beredar dalam masyarakat yang apabila digunakan dalam makanan dapat membahayakan manusia. Maka untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan oleh zat warna tertentu tersebut maka pemerintah melalui menteri kesehatan mengatur peraturan mengenai zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya, lampiran tentang peraturan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2.
2.1.4
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 44/MDAG/PER/2009 Pengadaan, peredaran, dan penggunaan bahan berbahaya terus meningkat,
baik jenis maupun jumlahnya serta mudah diperoleh di pasaran. Oleh sebab itu dengan terjadinya kondisi seperti ini maka akan mudah terjadi penyalahgunaan peruntukan dari bahan berbahaya tersebut, sehingga menimbulkan risiko ataupun gangguan terhadap kesehatan, keamanan, dan keselamatan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan maupun lingungan hidup. Sehingga sebagai upaya untuk meningkatkan pencegahan penyalahgunaan bahan berbahaya, pemerintah perlu mengatur kembali kebijakan yang berkaitan dengan aspek pengadaan, penjualan dan pengawasan bahan berbahaya yang berasal dari dalam negri dan impor. Dalam peraturan tersebut diatur bahwa : a. Sarana yang boleh mendistribusikan bahan berbahaya adalah telah memiliki izin SIUP-B2 (Surat Izin Usaha Perdagangan- Bahan Berbahaya) b. Produsen (P-B2) mendistribusikan bahan berbahaya kepada Distributor terdaftar (DT-B2), Pengecer Terdaftar (PT-B2), dan atau Pengguna Akhir
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
7
(PA-B2), Importir Produsen (IP-B2) mendistribusikan bahan berbahaya hanya untuk produksi perusahaannya sendiri c. Importir Terdaftar (IT-B2) mendistribusikan bahan berbahaya kepada distributor terdaftar (DT-B2), Pengecer terdaftar (PT-B2), dan atau Pengguna Akhir (PA-B2) d. Distributor Terdaftar (DT-B2) mendistribusikan bahan berbahaya kepada Pengecer Terdaftar (PT-B2), dan atau Pengguna Akhir (PA-B2) e. Pengecer Terdaftar (PT-B2) hanya dapat mendistribusikan bahan berbahaya kepada Pengguna Akhir (PA-B2) f. IT-B2 atau DT-B2 dapat mendistribusikan melalui kantor cabang yang dimiliki. g. Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya untuk DT-B2 dikeluarkan oleh
Direktur
Jenderal
Perdagangan
Dalam
Negeri,
Departemen
Perdagangan dan untuk PT-B2 dikeluarkan oleh gubernur di propinsi PT-B2 tersebut berada. h. Pembinaan dan Pengawasan terhadap IP-B2, IT-B2, DT-B2, PT-B2 dilakukan
oleh
Departemen
Perdagangan
berkoordinasi
dengan
Departemen/Instansi terkait. Dengan adanya pengaturan seperti diatas, diharpkan produksi, peredaran dan penggunaan dapat dipantau dan diawasi dengan cermat sehingga tidak adala lagi kasus salah penggunaan bahan kimia berbahaya dalam pangan.
2.2
Bahan berbahaya yang sering disalahgunakan pada pangan
2.2.1
Rodamin B
Gambar 2.1 Struktur Rodamin B Rodamin B merupakan zat warna sintesis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, larutan dalam air berwarna merah kebiruan/ berfluoresensi kuat. Rodamin B mempunyai titik lebur 165OC, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
8
larut dalam air, alkohol, eter benzena, sedikit larut dalam asam klorida dan natrium hidroksida, tidak larut dalam pelarut organik. Rhodamin termasuk senyawa atau molekul yang memberikan warna akibat adanya gugus kromofor, dimana gugus kromofor tersebut yaitu quinoid. Kuantitas warna yang ditimbulkan rhodamin B sangat tajam, hal ini disebabakan oleh adanya dua gugus auksokrom, dimana gugus auksokrom tersebut adalah dimetil ammin, oleh karena itu rodhamin digunakan sebagai zat pewarna. Rodamin B digunakan sebagai zat warna untuk kertas, tekstil, wool, sutra, dan sebagai reagensia untuk analisis antimon, kobalt, bismuth dan lain-lain. Meskipun pemerintah sudah mengatur pewarna untuk pangan yakni memakai pewarna alam ataupun pewarna sintetik yang diatur sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Men Kes/ Per/ Tahun 1988 tentang bahan tambahan makanan, namun Rodamin B seringkali disalahgunakan untuk pewarna pangan dan pewarna kosmetik (Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, 2008). Penggunaan utama dari Rodamin B itu sendiri sebenarnya diperuntukan sebagai zat warna untuk kertas, tekstil (sutra, wol, kapas), plastik ; sebagai reagensia serta sebagai pewarna boiologi. Rodamin B ini merupakan senyawa kimia yang stabil pada temperature dan tekanan normal. Rodamin B memiliki data toksisitas yaitu LD50 (oral, mencit) sebesar 887 mg/kg. Bahaya utama terhadap kesehatan, apabila paparan jangka pendek/akut: a. Jika terhirup Debu atau kabutnya iritatif terhadap saluran pernafasan. Gejala : batuk, sakit tenggorokan, sulit bernafas dan nyeri dada. b. Jika kontak dengan kulit Debu, serbuk atau larutannya menyebabkan iritasi terhadap kulit timbuk kemerahan dan rasa sakit. c. Jika kontak dengan mata Dapat menyebabkan luka parah seperti udema konjungtiva, hiperemia, dan pengeluaran nanah, hingga terjadi keburaman total dan bahkan kerusakan jaringan serta penglupasan stroma kornea.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
9
d. Jika tertelan Iritatif terhadap saluran pencernaan dan dapat menyebabkan efek racun. Paparan melalui pewarna sayur yang mengandung Rodamin B secara berlebihan dapat menyebabkan urin berwarna merah muda (Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, 2008).
2.2.2
Asam Borat (Boraks)
Gambar 2.2 Struktur Asam Borat Asam borat merupakan kristal putih atau serbuk putih, atau sisik mengkilap tidak berwarna, rasa agak asam dan pahit kemudian manis (Depkes, 1979). Merupakan asam lemah yaitu garam alkali yang disebut dengan alkalin. Pada suhu panas bersifat volatil. Asam ini pada konsentrasi jenuh berkhasiat bakteriostatik lemah. Asam borat dapat diabsorbsi oleh kulit yang rusak. Yang paling berbahaya terutama pada bayi dan anak kecil yang memiliki kulit sensitif. Karena akan terjadi penumpukan didalam tubuh sebagai racun kumulatif. Oleh karena itu, penggunaannya dalam bedak tabur dan salep tidak dianjurkan lagi. Sebagai obat cuci mata sebaiknya digunakan larutan 2% ditambah dengan benzalkoniumklorida 0,01% sebagai pengawet. Kelarutan dari asam borat ini adalah larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam 16 bagian etanol (95%) dan dalam 5 bagian gliserol (Depkes, 1979). Boraks disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna tekstur dan flavor. Boraks bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak memperbolehkan boraks untuk digunakan dalam pangan. Boraks (Na2B4O7.10H2O) dan asam borat (H3BO3) digunakan untuk detergen, mengurangi kesadahan dan antiseptik lemah (Badan POM, 2004).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
10
Ketika asam borat masuk ke tubuh dapat menebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut dan bahkan kematian. Jika tertelan 5-10 g boraks oleh anak bisa menyebabkan shock dan kematian (Badan POM, 2004).
2.2.3
Formalin Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan dilarang digunakan
dalam industri pangan sebagai pengawet (Badan POM, 2004). Larutan formaldehida mengandung formaldehida dan metanol sebagai stabilisator. Kadar formaldehida CH2O, tidak kurang dari 34,0% dan tidak lebih dari 38,0%. Pemerian dari larutan ini adalah berupa cairan jernih, tidak berwarna atau hampir tidak berwarna; bau menusuk; uap merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan. Jika disimpan di tempat dingin dapat menjadi keruh (Depkes, 1979). Formaldehida digunakan dalam industri plastik, anti busa, bahan konstruksi, kertas, karpet, tekstil, cat dan mebel. Formaldehida juga digunakan untuk mengawetkan mayat dan mengontrol parasit pada ikan (Badan POM, 2004) Uap formalin dapat mengiritasi mata, hidung dan saluran pernapasan sehingga dapat menyebabkan batuk, radang tenggorokan, bronkhitis, dan pneumonia. Penanganan keracunan formalin dengan cara mencuci kulit yang terkontaminasi formalin dengan sabun dan air. Setelah terhirup formalin sebaiknya pasien diberikan air minum, susu,dan arang. Asidosis dapat disebabkan oleh
adanya
sodium
bikarbonat
atau
sodium
laktat
pada
intravena.
Penyalahgunaan formalin biasanya dilakukan pada makanan seperti mie, ikan asin, ikan segar dan lain-lain.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
11
BAB 3 PEMBAHASAN
Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Bahan tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. (Peraturan Pemerintah Nomor 722 Tahun 1988). Pada umumnya bahan tambahan dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu aditif sengaja dan aditif tidak sengaja. Aditif sengaja yaitu aditif (bahan tambahan) yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa dan lain sebagainya. Sedangkan aditif tidak sengaja yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat proses pengolahan (Winarno, 1992) Pemakaian bahan tambahan pangan merupakan salah satu langkah teknologi yang diterapkan oleh industri pangan berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi lain, maka risiko-risiko kesalahan dan penyalahgunaan tidak dapat dikesampingkan. Bahan tambahan pangan pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah – kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah telah mengeluarkan aturan-aturan pemakaian bahan tambahan pangan secara optimal. Dalam peraturan tersebut di kemukakan beberapa bahan tambahan diantaranya zat pewarna, penyedap rasa, pengawet, pemanis, pengatur keasaman, anti kempal, antioksidan, dan lain sebagainya. Namun pada prakteknya, bahan tambahan yang sering disalahgunakan oleh masyarakat adalah zat pewarna dan pengawet. Zat warna merupakan senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi warna pada suatu objek (Fessenden & Fessendern, 1986). Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan. Pemerintah telah mengatur penggunaan pewarna ini, namun masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan-bahan pewarna yang 11
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
12
berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, dan harga lebih murah. Selanjutnya bahan berbahaya lainnya yang sering disalahgunakan pada pangan adalah formalin dan boraks. Biasanya kedua bahan tersebut ditambahkan pada pangan adalah sebagai pengawet. Dengan adanya pengawet tersebut dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman dan penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme, agar produk tidak cepat rusak dalam jangka waktu tertentu sehingga produk dapat lebih tahan lama. Selain itu penggunaan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan tersebut juga dapat untuk efisiensi atau penghematan biaya, dengan tujuan menambahkan sedikit bahan, akan menghasilkan hasil yang memuaskan. Seperti penggunaan boraks pada bakso, dengan bahan daging yang sedikit dapat memperoleh hasil yang banyak dan tekstur yang kenyal. Dampak dari penggunaan pewarna yang dilarang untuk pangan serta bahan berbahaya lain yang seharusnya tidak digunakan untuk pangan dapat beresiko terhadap kesehatan. Efeknya dari cemaran bahan berbahaya tersebut tidak secara langsung dirasakan, namun perlahan dan pasti dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan penyakit kronis seperti gangguan syaraf pusat, kerusakan fungsi organ tubuh hingga timbuknya kankere. Sudah terdapat beberapa data mengenai efek toksik dari beberapa pewarna non pangan yang sering disalahgunakan untuk pangan tersebut seperti Rodamin B dan Kuning Metanil. Data mengenai efek toksik yang diperoleh dari percobahan bahan pewarna rodamin B dan metanil kuning pada mencit dan tikus menimbulkan keracunan pada hewan percobaan itu setelah sering memakan makanan yang mengandung rodamin B atau juga metanil kuning. Olehkarenanya untuk melindungi masyarakat pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan khususnya Direktorat Pengamanan Produk dan bahan berbahaya melakukan upaya-upaya untuk menyikapi kasus penyalahgunaan bahan berbahaya yang digunakan untuk pangan diantaranya Preventive control dan Law enforcement control dengan menyiapkan pedoman maupun panduan pengamanan bahan kimia berbahaya. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
13
Langkah pengamanan dan pengawasan terhadap peredaran bahan kimia berbahaya sudah diatur melalui penetapan peraturan Menteri Perdagangan RI No.44/M-Dag/Per/0/2009 tentang pengadaan, distribusi dan pengawasan bahan berbahaya. Pengawasan tersebut dapat dilihat dari laporan perolehan bahan berbahaya oleh Pengguna Akhir (PA-B2) serta laporan pendistribusian bahan berbahaya tersebut oleh Distributor Terdaftar (DT-B2), karena tembusan dari laporan tersebut juga dilaporkan ke Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan. Langkah lain yang dilakukan oleh Badan POM yaitu Preventive control, upaya ini dilakukan dengan peningkatan pengetahuan dan kesadaran bagi produsen, distributor/pengecer dan konsumen tentang bahan berbahaya, terutama yang sering disalahgunakan pada pangan. Upaya peningkatan pengetahuan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penyediaan informasi yang bear misalnya melalui penyuluhan, talk show, pameran-pameran, penyuluhan ke sekolah ; pembuatan media informasi seperti leaflet, booklet, stiker dan poster; menyelenggarakan pelatihan-pelatihan dan pembinaan terhadap petugas pengawas dari sektor terkait ; pemantauan terhadap produk bahan berbahaya yang beredar di pasaran terutama dengan melihat penandaan pada kemasan serta sampling secara berkala ataupun survei terhadap produk jadi yang mungkin mengandung bahan berbahaya. Media informasi merupakan salah satu sarana yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat dalam upaya peningkatan [engetahuan dan kesadaran mengenai dampak bahan-bahan berbahaya yang ditambahkan ke dalam pangan tersebut. Informasi yang disusun dalam bentuk booklet, leaflet, poster, stiker, diharapkan dapat tersampaikan kepada masyarakat yang terdiri dari berbagai jenjang pendidikan. Leaflet adalah sejenis media cetak. Leaflet merupakan selembar kertas tunggal yang dilipat-lipat, terutama digunakan untuk tujuan-tujuan periklanan yang pada umumnya berisi penjelasan tentang berita atau informasi yang perlu diketahui oleh masyarakat . Sedangkan poster dan stiker berisi tentang informasi namun isinya lebih singkat dibandingkan dengan leaflet. Leaflet, poster, dan stiker berguna untuk memberitahukan dan menjelaskan sesuatu, dapat dikatakan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
14
sebagai sarana promosi meskipun tidak selalu bertujuan komersial. Apabila Leaflet, poster, dan stiker tersebut dihasilkan oleh lembaga non profit, isinya lebih banyak memberikan informasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Informasi yang terkandung didalam Leaflet,
poster, dan stiker bersifat baru,
terkini,
singkat, dan ringan sehingga pembaca tidak membutuhkan waktu lama untuk melihat isi dari leaflet dan poster. Leaflet dan poster amat berguna untuk orang yang menginginkan pengetahuan tambahan dari berbagai bidang tertentu, salah satunya adalah tenang bahan berbahaya yang sering disalahgunakan pada pangan. Proses penyusunan media informasi ini (leaflet, proster, dan stiker) diawali dengan menentukan materi yang cocok untuk membuat media informasi yang cocok untuk disebarluaskan ke masyarakat. Setelah materi ditentukan, kemudian dilakukan studi literatur atau penelusuran sumber data yang akan dijadikan acuan pada penyusunan media informasi tersebut. Data-data tersebut dikumpulkan, dan dirancang untuk dibuat suatu draft leaflet, poster dan stiker. Contoh draft dari pembuatan media informasi tersebut dapat dilihat pada lampiran 3. Setelah draft dibuat, kemudian di desain agar lebih lebih komunikatif, supaya menarik perhatian, menarik minat dan menumbuhkan kesan agar leaflet, poster maupun stiker tersebut dapat diterima dan disukai oleh khalayak sehingga tujuan dari pembuatan leaflet tersebut dapat tercapai sesuai dengan sasarannya. Kemudian, setelah draft tersebut di desain dan di rapatkan untuk mencari masukan yang baik untuk proses pembuatan media informasi tersebut, kemudian dilakukan proses pencetakan untuk kemudian dapat disebarluaskan ke masyarakat yang membutuhkan. Contoh media informasi yang telah dipubikasi diantaranya dapat dilihat pada lampiran 4. Dengan adanya penyebaran media informasi melalui leaflet, poster dan stiker ini, diharapkan pengetahuan masyarakat akan dampak dari penggunaan bahan berbahaya yang sering disalahgunakan untuk pangan akan lebih meningkat. Sehingga masyarakat dapat lebih peduli dan seletif dalam memilih makanan yang akan dikonsumsinya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
15
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan Media informasi merupakan salah satu sarana yang cukup efektif untuk
menyampaikan pesan kepada masyarakat mengenai dampak bahan-bahan berbahaya yang ditambahkan ke dalam pangan . Penyusunan media informasi yang efektif adalah dengan mementukan tema yang sedang ramai dibicarakan oleh masyarakat mengenai bahan berbahaya yang sering disalahgunakan untuk pangan. Setelah penentuan tema maka akan dibuat draft, kemudian setelah jadi draft media informasi tersebut dicetak dan kemudian dilakukan publikasi ke masyarakat.
4.2
Saran Sebaiknya penyebaran media informasi yang dilakukan oleh seksi
diseminasi informasi perlu diperluas lagi sehingga akan menjangkau semua lapisan masyarakat diantaranya sekolah-sekolah serta di pasar-pasar. Penyebaran media informasi ini digunakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat serta agar masyarakat lebih selektif dalam memilih makanan yang akan dikonsumsinya.
15
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
16
DAFTAR REFERENSI
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2004). Bahan Tambahan Ilegal-Boraks, Formalin dan Rhodamin B. Jurnal Food Watch Sistem Keamanan Pangan Terpadu. Jakarta : BPOM RI Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. (2008). Informasi Pengamanan Bahan Berbahaya Rodamin B. Jakarta: BPOM RI Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Peraturan Menteri Perdagangan No. 44/M-DAG/PER/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya, Jakarta: BPOM RI Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia edisi Ke-Tiga. Jakarta Departemen Kesehatan RI. (1996). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 472/MENKES/PER/V/1996, tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan. Jakarta Fessenden & Fessenden. (1986). Kimia Organik Jilid 2 edisi ke-tiga. Jakarta : Penerbit Erlangga Peraturan Menteri Kesehatan No. 239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No 24/M-IND/PER/5/2006 tentang Pengawasan Produksi dan Penggunaan Bahan Berbahaya untuk Industri. Winarno. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
17
Lampiran 1. Lembar Data Keamanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
18
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
19
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
20
Lampiran 2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 239/Menkes/Per/V/1985
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
21
Lampiran 3. Draft pembuatan media informasi
Gambar 5.1. Draft leaflet bagian depan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
22
Lanjutan
Gambar 5.2. Draft leaflet bagian belakang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
23
Lanjutan
Gambar 5.3. Draft Poster
Gambar 5.4. Draft Stiker Formalin
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011
24
Lampiran 4. Media informasi yang telah dipublikasi oleh BPOM
Gambar 5.5.
Leaflet
Gambar 5.6. Stiker
Gambar 5.7. Booklet
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Qurrota A'yun, FMIPA UI, 2011