UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT (RSPAD) GATOT SOEBROTO DITKESAD PERIODE 7 APRIL- 16 MEI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Ayu Mayangsari, S.Farm 1306434105
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT (RSPAD) GATOT SOEBROTO DITKESAD PERIODE 7 APRIL-16 MEI 2014
Ayu Mayangsari, S.Farm 1306434105
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JUNI 2014 ii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa laporan yang saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, Juli 2014
Ayu Mayangsari
iii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
iv
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
v
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa pencipta manusia dan kehidupan, yang penuh rahmat dan kasih sayang. Alhamdulillah atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yang telah dilaksanakan pada tanggal 7 April-16 Mei 2014, serta dapat menyelesaikan laporan tugas umum ini dengan tepat waktu. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menempuh ujian akhir apoteker pada Fakultas Farmasi Unversitas Indonesia. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Ibu Dra. Renni Septini., Apt. MARS selaku pembimbing selama PKPA di RSPAD Gatot Soebroto atas ilmu-ilmu yang telah diberikan;
2.
Ibu Dra. Juheini A, M.Si.,Apt selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis
3.
Kolonel (CKM), Drs. Hidayatul Rachman, Apt., M.Si selaku kepala Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto;
4.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si.,Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi UI;
5.
Bapak Drs.Hayun, M.Si.,Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI;
6.
Seluruh staf medis maupun non-medis RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad atas bantuannya selama PKPA;
7.
Seluruh staf pengajar dan staf administrasi di Fakultas Farmasi UI atas segala ilmu pengetahuan yang penulis dapatkan selama penulis menempuh pendidikan ini;
8.
Keluarga dan orang-orang terdekat penulis, atas segala bentuk dukungan, perhatian, kasih sayang, serta doa tiada henti yang diberikan kepada penulis;
9.
Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 78 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah terjalin selama menempuh pendidikan di program Profesi Apoteker.
vi
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
2014
vii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
viii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama : Ayu Mayangsari Program Studi : Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad, Periode 7 April-16 Mei 2014
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad bertujuan agar calon Apoteker memahami manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Tugas khusus yang diberikan dengan judul Laporan Kasus Pasien CKD Stage 5 di Unit Perawatan Umum Lantai 4 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad Tanggal 12 Mei – 16 Mei 2014 bertujuan untuk mengetahui DRP (Drug Related Problem) yang terjadi berdasarkan terapi yang diberikan kepada pasien dan mengetahui peran Apoteker dalam mencegah keparahan CKD lebih lanjut.
Kata Kunci
: Praktek Kerja Profesi Apoteker, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad, CKD, DRP (Drug Related Problem) Tugas Umum : xi + 67 halaman, 4 gambar Tugas Khusus : iii + 34 halaman, 4 gambar Daftar Acuan Tugas Umum : 7 (1996-2014) Daftar Acuan Tugas Khusus : 18 (2001-2013)
ix
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..............................................................................................i HALAMAN SAMPUL ..........................................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN .............................. Error! Bookmark not defined.iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 20 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 20 1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM ................................................................................. 3 2.1 Rumah Sakit .................................................................................................. 3 2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) .......................................................... 7 2.3 Panitia Farmasi dan Terapi ............................................................................ 9 2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit ....................................... 13 2.5 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit) ....................................... 15 BAB 3 GAMBARAN UMUM RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD . 20 3.1 Sejarah RSPAD Gatot Soebroto .................................................................. 20 3.2 Profil RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad .................................................... 21 3.3 Visi, Misi, dan Tugas Fungsi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ............... 22 3.4 Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Secara Umum ........ 24 BAB 4 URAIAN HASIL KEGIATAN .............................................................. 37 4.1 Visi dan Misi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto ............................ 37 4.2 Tujuan Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto ...................................... 37 4.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto .................. 38 4.4 Pekerjaan Kefarmasian di RSPAD Gatot Soebroto .................................... 45 4.5 Komunikasi, Informasi dan Edukasi ........................................................... 64 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 66 5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 66 5.2 Saran ............................................................................................................ 66 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67
x
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Gambar 4. 1 Gambar 4. 2 Gambar 4. 3
Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ................. 24 Struktur organisasi instalasi farmasi RSPAD.................................. 39 Bukti Pengeluaran (BP) material dari gudang material .................. 49 Form daftar permintaan obat dari Depo ke gudang farmasi............ 51
xi
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
xii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT (RSPAD) GATOT SOEBROTO DITKESAD PERIODE 7 APRIL- 16 MEI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Ayu Mayangsari, S.Farm 1306434105
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
JUNI 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT (RSPAD) GATOT SOEBROTO DITKESAD PERIODE 7 APRIL-16 MEI 2014
Ayu Mayangsari, S.Farm 1306434105
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK xiii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
JUNI 2014
xiv
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
xv
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa pencipta manusia dan kehidupan, yang penuh rahmat dan kasih sayang. Alhamdulillah atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yang telah dilaksanakan pada tanggal 7 April-16 Mei 2014, serta dapat menyelesaikan laporan tugas umum ini dengan tepat waktu. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menempuh ujian akhir apoteker pada Fakultas Farmasi Unversitas Indonesia. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 10.
Ibu Dra. Renni Septini., Apt. MARS selaku pembimbing selama PKPA di RSPAD Gatot Soebroto atas ilmu-ilmu yang telah diberikan;
11.
Ibu Dra. Juheini A, M.Si.,Apt selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis
12.
Kolonel (CKM), Drs. Hidayatul Rachman, Apt., M.Si selaku kepala Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto;
13.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si.,Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi UI;
14.
Bapak Drs.Hayun, M.Si.,Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI;
15.
Seluruh staf medis maupun non-medis RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad atas bantuannya selama PKPA;
16.
Seluruh staf pengajar dan staf administrasi di Fakultas Farmasi UI atas segala ilmu pengetahuan yang penulis dapatkan selama penulis menempuh pendidikan ini;
17.
Keluarga dan orang-orang terdekat penulis, atas segala bentuk dukungan, perhatian, kasih sayang, serta doa tiada henti yang diberikan kepada penulis;
18.
Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 78 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah terjalin selama menempuh pendidikan di program Profesi Apoteker. xvi
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
2014
xvii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..............................................................................................i HALAMAN SAMPUL ..........................................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN .............................. Error! Bookmark not defined.iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 20 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 20 1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM ................................................................................. 3 2.1 Rumah Sakit .................................................................................................. 3 2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) .......................................................... 7 2.3 Panitia Farmasi dan Terapi ............................................................................ 9 2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit ....................................... 13 2.5 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit) ....................................... 15 BAB 3 GAMBARAN UMUM RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD . 20 3.1 Sejarah RSPAD Gatot Soebroto .................................................................. 20 3.2 Profil RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad .................................................... 21 3.3 Visi, Misi, dan Tugas Fungsi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ............... 22 3.4 Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Secara Umum ........ 24 BAB 4 URAIAN HASIL KEGIATAN .............................................................. 37 4.1 Visi dan Misi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto ............................ 37 4.2 Tujuan Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto ...................................... 37 4.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto .................. 38 4.4 Pekerjaan Kefarmasian di RSPAD Gatot Soebroto .................................... 45 4.5 Komunikasi, Informasi dan Edukasi ........................................................... 64 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 66 5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 66 5.2 Saran ............................................................................................................ 66 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67
xviii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Gambar 4. 1 Gambar 4. 2 Gambar 4. 3
Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ................. 24 Struktur organisasi instalasi farmasi RSPAD.................................. 39 Bukti Pengeluaran (BP) material dari gudang material .................. 49 Form daftar permintaan obat dari Depo ke gudang farmasi............ 51
xix
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah satu diantara sarana kesehatan yang merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan satu diantara kegiatan di rumah skait yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa layanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996). Dewasa ini paradigma dunia farmasi tidak hanya fokus terhadap drug oriented semata namun sudah mulai mencangkup patient oriented yang berfokus pada keselamatan pasien terutama di sarana kesehatan yang terkenal dengan sebutan farmasi klinis. Paradigma ini juga sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang standar pelayanan rumah sakit yang disebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien (patient oriented) (Kementerian Kesehatan, 2006) Instalasi Farmasi Rumah Sakit bertugas dalam pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung sampai dengan pengendalian semua perbekalan farmasi yang beredar dan xx
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
digunakan dalam rumah sakit, baik untuk pasien rawat inap, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar & Amalia, 2004).
Apoteker merupakan tenaga kefarmasian yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Apoteker yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk tidak hanya memiliki pengetahuan mengenai manajemen pengelolaan perbekalan farmasi saja, namun juga pengetahuan farmasi klinik. Satu diantara upaya untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya, maka Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Rumah Sakit Pusat Anggkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad menyelenggarakan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Kegiatan PKPA yang diikuti penulis dilaksanakan mulai tanggal 7 April – 16 Mei 2014.
1.2 Tujuan Pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini bertujuan agar calon Apoteker memahami manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad.
2
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Rumah Sakit
2.1.1
Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga dapat didefinisikan sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Rumah Sakit harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial (Kementerian Kesehatan RI, 2009a).
2.1.2
Fungsi dan Tugas Rumah Sakit Menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah
sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, dan untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud fungsi rumah sakit adalah : a.
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c.
Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
3
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
d.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2009b).
2.1.3
Klasifikasi Rumah Sakit Suatu sistem klasifikasi rumah sakit diperlukan untuk member kemudahan
mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan pemilik serta evaluasi golongan rumah sakit. Rumah sakit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan berdasarkan jenis pelayanan, kepemilikan, dan rumah sakit pendidikan. 2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi: 1.
Rumah sakit umum Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit disebut Rumah sakit umum. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit umum digolongkan menjadi: a.
Rumah sakit umum kelas A Fasilitas dan kemampuan pelayanan medik yang harus dimiliki Rumah
akit umum kelas A paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, lima pelayanan spesialis penunjang medik, dua belas pelayanan medik spesialis lain, dan tiga belas pelayanan medik subspesialis. b.
Rumah sakit umum kelas B Fasilitas dan kemampuan pelayanan medik yang harus dimiliki Rumah
sakit umum kelas B paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, empat pelayanan spesialis penunjang medik, delapan pelayanan medik spesialis lainnya, dan dua pelayanan medik subspesialis dasar. c.
Rumah sakit umum kelas C Fasilitas dan kemampuan pelayanan medik yang harus dimiliki Rumah
sakit umum kelas C paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar dan empat pelayanan spesialis penunjang medik.
4
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
5
d.
Rumah sakit umum kelas D Fasilitas dan kemampuan pelayanan medik yang harus dimiliki Rumah
sakit umum kelas D paling sedikit dua pelayanan medik spesialis dasar. 2.
Rumah Sakit Khusus Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya disebut Rumah sakit khusus. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit khusus digolongkan menjadi: a. Rumah Sakit khusus kelas A b. Rumah Sakit khusus kelas B c. Rumah Sakit khusus kelas C 2.1.3.2 Berdasarkan Pengelola Berdasarkan pengelolanya, rumah sakit dapat digolongkan menjadi : a.
Rumah sakit publik Rumah sakit yang dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
badan hukum yang bersifat nirlaba disebut Rumah sakit publik. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b.
Rumah sakit privat Rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk Persero Terbatas atau Persero disebut Rumah sakit privat. 2.1.3.3 Rumah Sakit Pendidikan Rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya disebut Rumah sakit pendidikan.
2.1.4
Organisasi Rumah Sakit Definisi organisasi Rumah sakit adalah sebuah struktur yang dibangun
oleh rumah sakit sendiri yang memiliki tingkatan-tingkatan dan tugas masingmasing serta saling membutuhkan satu sama lain. Organisasi tersebut dapat
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
6
berdiri di bawah naungan pemerintah ataupun tidak. Rumah sakit yang tidak berada di bawah naungan pemerintah adalah rumah sakit swasta yang terdiri dari orang yang memiliki rumah sakit tersebut. Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Menurut UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit.
2.1.5 Tenaga Kesehatan Menurut UU No.36 tahun 2009, tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum, memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi profesi masing-masing. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari: 1.
Tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi;
2.
Tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan;
3.
Tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten apoteker;
4.
Tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan, dan sanitarian;
5.
Tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian;
6.
Tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapi wicara; dan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
7
7.
Tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik prostetik, teknisi transfusi darah, dan perekam medis.
2.2
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
2.2.1
Definisi IFRS Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian / unit / divisi / fasilitas
di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004). Berdasarkan definisi tersebut maka Instalasi Farmasi Rumah Sakit secara umum dapat diartikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan bertanggungjawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian. Pada IFRS, pelayanan kefarmasian terdiri dari pelayanan paripurna yang mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan farmasi, penyiapan obat berdasarkan resep bagi pasien rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu, distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan farmasi di rumah sakit. Pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis mencakup pelayanan langsung pada pasien dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar & Amalia, 2004)
2.2.2
Tugas dan Fungsi IFRS Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tugas pokok farmasi Rumah Sakit adalah sebagai berikut: a.
Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi
c.
Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
8
d.
Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi
e.
Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
f.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g.
Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
h.
Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit. Fungsi farmasi rumah sakit yang tertera pada Kepmenkes No.
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah sebagai berikut: a.
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
b.
Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
2.2.3
Ruang Lingkup IFRS Ruang lingkup farmasi terbagi menjadi dua, yaitu :
1.
Farmasi klinik yaitu ruang lingkup farmasi yang dilakukan dalam program rumah sakit, yaitu : pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit perawatan klinis, pemeliharaan formularium; penelitian, pengendalian infeksi di rumah sakit, serata informasi obat.
2.
Farmasi non-klinik mencakup : perencanaan; penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pembelian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi dan pengendalian semua perbekalan keesehatan yang beredar yang digunakan di rumah sakit secara keseluruhan. (Siregar, 2004)
2.2.4
Struktur Organisasi IFRS Berdasarkan
keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi
pelayanan
kefarmasian.
Bagan
organisasi
adalah
bagan
yang
menggambarkan pembagian tugas, koordinasi dan kewenangan serta fungsi.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
9
Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinis dan manajemen mutu, serta harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak, tingkat menengah dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari system mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan terdiri atas personil pengawas yang secara langsung memantau dan mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka, dampaknya pada pelayanan dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk dan pelayanan (Siregar dan Amalia, 2004).
2.3
Panitia Farmasi dan Terapi Menurut Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 Panitia
Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara staf medik dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spasialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi adalah: 1.
Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat dan evaluasinya.
2.
Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan (Kementerian Kesehatan RI, 2004).
2.3.1
Organisasi dan Kegiatan Panitia Farmasi dan Terapi Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang
dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat:
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
10
1.
Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, apoteker dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua Staf Medis Fungsional yang ada.
2.
Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
3.
Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi.
4.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat Panitia Farmasi dan Terapi diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
5.
Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya
berhubungan
dengan
penggunaan
obat
(Kementerian
Kesehatan RI, 2004). Charles Siregar dalam bukunya Farmasi Rumah Sakit menyebutkan bahwa keanggotaan Panitia Farmasi dan Terapi terdiri dari 8-15 orang. Semua anggota tersebut mempunyai hak suara yang sama. Di rumah sakit umum besar (misalnya kelas A dan B) perlu diadakan suatu struktur organisasi Panitia Farmasi dan Terapi yang terdiri atas keanggotaan inti yang mempunyai hak suara, sebagai suatu tim pengarah dan pengambil keputusan. Anggota inti ini dibantu oleh berbagai subpanitia yang dipimpin oleh salah seorang anggota inti. Anggota dalam subpanitia adalah dokter praktisi spesialis, apoteker spesialis informasi obat, apoteker spasialis farmasi klinik dan berbagai ahli sesuai dengan keahlian yang diperlukan dalam tiap subpanitia (Siregar dan Amalia, 2004). Selain subpanitia yang pembentukannya didasarkan pada penggolongan penyakit sasaran obat, di beberapa rumah sakit subpanitia didasarkan pada SMF (Staf Medik Fungsional) yang ada. Panitia Farmasi dan Terapi dapat juga membentuk subpanitia untuk kegiatan tertentu, misalnya subpanitia pemantauan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
11
dan pelaporan reaksi obat merugikan, subpanitia evaluasi penggunaan obat, subpanitia pemantauan resistensi antibiotik, subpanitia formulasi dietetik atau subpanitia khusus jika perlu. Dalam subpanitia khusus ini, sering kali melibatakan spesialis yang bukan anggota Panitia Farmasi dan Terapi (Siregar dan Amalia, 2004).
2.3.2
Fungsi dan Ruang Lingkup Adapun fungsi dan ruang lingkup dari Panitia Farmasi dan Terapi antara
lain: 1.
Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.
2.
Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
3.
Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus.
4.
Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
5.
Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional.
6.
Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
7.
Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat (Kementerian Kesehatan RI, 2004).
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
12
2.3.3 Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi Dalam melaksanakan tugasnya Panitia Farmasi dan Terapi memiliki kewajiban antara lain: 1.
Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional
2.
Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain
3.
Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait
4.
Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut (Kementerian Kesehatan RI, 2004).
2.3.4
Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi memiliki tugas antara lain:
1.
Menjadi salah seorang anggota panitia (wakil ketua/sekretaris);
2.
Menetapkan jadwal pertemuan;
3.
Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan;
4.
Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam pertemuan;
5.
Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan rumah sakit;
6.
Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh pihak yang terkait;
7.
Melaksanakan
keputusan-keputusan
yang
sudah
disepakati
dalam
pertemuan. 8.
Menunjang
pembuatan
pedoman
diagnosis
dan
terapi,
pedoman
penggunaan antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain; 9.
Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT;
10.
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan;
11.
Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat; dan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
13
12.
Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat pada pihak terkait.
2.3.5 Formularium Rumah Sakit Definisi Formularium adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan. Komposisi formularium terdiri dari halaman judul, daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), daftar isi, informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang diterima untuk digunakan dan lampiran. Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien. 2.4
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Menurut Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004, fungsi pelayanan
farmasi rumah sakit sebagai pengelola perbekalan farmasi dimulai dari pemilihan, perencanaan,
pengadaan,
produksi,
penerimaan,
penyimpanan,
dan
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. 1.
Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat.
2.
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan berdasarkan DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
14
catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, dan rencana pengembangan. 3.
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian secara tender (oleh panitia pembelian barang farmasi) dan secara langsung dari pabrik/ distributor/ pedagang besar farmasi/rekanan, melalui produksi/pembuatan sediaan farmasi (produksi steril dan produksi non steril), dan melalui sumbangan/droping/hibah.
4.
Produksi
merupakan
kegiatan
membuat,
mengubah
bentuk,
dan
pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah sediaan farmasi dengan formula khusus, sediaan farmasi dengan harga murah, sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil, sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran, sediaan farmasi untuk penelitian, sediaan nutrisi parenteral, dan rekonstruksi sediaan obat kanker. 5.
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi yaitu pabrik harus mempunyai sertifikat analisa, barang harus bersumber dari distributor utama, harus mempunyai material safety data sheet (MSDS), khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin, dan tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun.
6.
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya, mudah tidaknya meledak/terbakar, dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
7.
Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
15
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan: a.
Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
b.
Metode sentralisasi atau desentralisasi
c.
Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi
2.5
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Kementerian Kesehatan RI, 2004)
2.5.1
Pengkajian Resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep
meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Persyaratan administrasi meliputi : a.
Nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis kelamin, dan berat badan pasien;
b.
Nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter;
c.
Tanggal resep; dan
d.
Ruangan atau unit asal resep.
Kesesuaian farmasetik meliputi : a.
Bentuk dan kekuatan sediaan;
b.
Dosis dan jumlah obat;
c.
Stabilitas dan ketersediaan; dan
d.
Aturan, cara, dan teknik penggunaan.
Pertimbangan klinis meliputi : a.
Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat;
b.
Duplikasi pengobatan;
c.
Alergi, interaksi, dan efek samping obat;
d.
Kontraindikasi; dan
e.
Efek aditif.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
16
2.5.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO) PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untukmemberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada tenagakesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi : 1.
Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit;
2.
Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi ;
3.
Meningkatkan profesionalisme apoteker; dan
4.
Menunjang terapi obat yang rasional.
Kegiatan yang termasuk dalam PIO meliputi : 1.
Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif;
2.
Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat, atau tatap muka;
3.
Membuat buletin, leaflet, dan label obat;
4.
Menyediakan informasi bagi PFT sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit;
5.
Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya; dan
6.
Mengkoordinasi
penelitian tentang
obat
dan kegiatan
pelayanan
kefarmasian. Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO). Pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin (terutama yang berat, tidak dikenal, atau frekuensinya jarang), menentukan frekuensi dan insiden ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau mempengaruhi timbulnya ESO.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
17
Kegiatan monitoring efek samping obat meliputi: a.
Menganalisa laporan ESO;
b.
Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami ESO;
c.
Mengisi formulir ESO; dan
d.
Melaporkan ke Panitia ESO Nasional. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni
kerjasama dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring ESO. Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program tersebut, dapat mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup pelaporan sukarela oleh praktisi individu, mengaji kartu pengobatan pasien, surveilans obatindividu, dan surveilans unit pasien.
2.5.3
Pengkajian Penggunaan Obat (Drug Use Review) Alat untuk mengidentifikasi permasalahan terkait penggunaan obat seperti
dosis yang tidak benar, reaksi efek samping yang bisa dihindari, pemilihan obat yang tidak tepat, dan kesalahan dalam penyiapan dan pemberian obat disebut pengkajian penggunaan obat. Ini merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat adalah: 1.
Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu;
2.
Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain;
3.
Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik; dan
4.
Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Alat yang digunakan dalam pengkajian penggunaan obat adalah 1.
Indikator peresepan, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : a. Rata-rata jumlah obat per pasien; b. Persentase obat yang diresepkan menggunakan nama generik; c. Persentase pasien yang diresepkan antibiotik;
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
18
d. Persentase pasien yang diresepkan injeksi; dan e. Persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial. 2.
Indikator pelayanan pasien, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : a. Rata-rata waktu konsultasi; b. Rata-rata waktu dispensing; c. Persentase obat aktual yang disiapkan; d. Persentase pelabelan yang benar; dan e. Persentase pasien yang memiliki pemahaman yang benar tentang obat.
3.
Indikator fasilitas, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : a. Ketersediaan daftar obat-obat esensial b. Ketersediaan obat-obat esensial.
2.5.4
Konseling Kegiatan
konseling
merupakan
suatu
proses
sistematik
untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien mengenai nama obat, tujuanpengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat,efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan interaksidengan penggunaan obat-obat lain. Konseling dapat dilakukan untuk pasiendengan kriteria sebagai berikut : 1.
Pasien rujukan dokter,
2.
Pasien dengan penyakit kronis,
3.
Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi,
4.
Pasien geriatrik, dan
5.
Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, di antaranya : 1.
Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
2.
Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup: a. Apa yang dikatakan dokter mengenai obat
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
19
b. Bagaimana cara pemakaiannya c. Efek yang diharapkan dari obat tersebut 3.
Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat.
4.
Melakukan
verifikasi
akhir
yaitu
mengecek
pemahaman
pasien,
mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
2.5.5
Ronde/visite pasien Kegiatan ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk : 1.
Pemilihan obat,
2.
Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik,
3.
Menilai kemajuan pasien, dan
4.
Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.
Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan ronde adalah sebagai berikut : 1.
Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien;
2.
Untuk pasien yang baru dirawat, apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi;
3.
Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin penggunaan obat yang benar; dan
4.
Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat, yang akan berguna untuk pemberian obat. Setelah kunjungan, apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara apoteker sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 3 GAMBARAN UMUM RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD
3.1
Sejarah RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Pada awal abad 19 perkembangan rumah sakit militer di Indonesia
merupakan bagian dari strategi militer Belanda untuk tetap mempertahankan tanah jajahannya (Bederlands Indies). Pada awal Januari 1808, Gubernur Jenderal Daendles memperkuat militernya dengan mendirikan rumah sakit militer (Groot Militaire Hospitalen) atau Rumah Sakit Garnisun di Jakarta. Besarnya kebutuhan pelayanan kesehatan bagi serdadu Belanda di Batavia pada saat itu, menyebabkan pemerintah Belanda memutuskan untuk membangun rumah sakit militer yang besar dengan nama Groot Hospitaal Weltevreden. Satu abad kemudian yaitu tahun 1942 rumah sakit ini dikenal dengan nama Militaire Hospitaal Batavia dan merupakan cikal bakal RSPAD Gatot Soebroto. Selama penjajahan Jepang (1942-1945), rumah sakit ini tetap berfungsi sebagai rumah sakit militer di bawah Komando Angkatan Darat Jepang dengan nama Rikugun Byoin.
Setelah pengakuan kedaulatan RI, maka rumah sakit
tersebut dikuasai oleh KNIL sampai tahun 1950 yang diberi nama Leger Hospital Batavia. Pada tanggal 26 Juli 1950 diserahkan kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diwakili oleh Letnan Kolonel Dr. Satrio dan dokter pihak KNIL oleh Letkol Scheffer. Sejak saat itu namanya diganti menjadi Rumah Sakit Tentara Pusat (RSTP). Pada tanggal 1 Maret 1952 Letnan Kolonel Dr. Satrio menyerahkan jabatan Kepala RSTP kepada Letnan Kolonel DR. Reksodiwirjo Wijotoarjo dan sesuai dengan perkembangan organisasi Djawatan Kesehatan Tentara Angkatan Darat (DKT AD) menjadi Djawatan Kesehatan Angkatan Darat (DKAD). Sebutan ini mempengaruhi juga nama RSTP menjadi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat yang disingkat RSPAD dan nama ini digunakan sampai tahun 1970. Mengingat jasa-jasa Letnan Jendral Gatot Soebroto yang bertekad memberikan segala-galanya bagi RSPAD agar menjadi rumah sakit kebanggaan
20
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
prajurit dan upaya meningkatkan kesejahteraan prajurit Angkatan Darat, dipakailah nama Gatot Soebroto Ditkesad di belakang nama Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat atau RSGS. Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat, Nomor SKEP/582/1970. Sesuai dengan tuntunan organisasi agar lebih mudah pengucapannya, maka pada tanggal 4 Agustus 1977 dibuat keputusan Kajan Kesad yang dituangkan dalam Surat Edaran Nomor: SE/18/VIII/1977 yang isinya menetapkan bahwa nama rumah sakit ini berubah menjadi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Ditkesad disingkat RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad sampai sekarang. Saat ini RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad merupakan rumah sakit tingkat I di jajaran TNI yang
memberikan pelayanan kesehatan bagi para prajurit,
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan keluarganya serta masyarakat umum. Rumah sakit
ini
juga digunakan oleh tim dokter kepresidenan dan sebagai tempat
pemeriksaan pejabat tertinggi dan tinggi negara. Untuk itu RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad mendapat dukungan fasilitas gedung dan alat kesehatan yang canggih. RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad menjadi rumah sakit militer terbesar di kawasan Asia yang terletak di Jl. Abdul Rachman Saleh No. 24 Jakarta Pusat, dengan luas tanah 125.000 m2
dan luas bangunan 115.010 m2. RSPAD
Gatot Soebroto mempunyai kapasitas tempat tidur sebanyak 757 tempat tidur dan jumlah ini sangat fleksibel tergantung perkembangan rumah sakit. Berdasarkan kapasitas tempat tidur dan unit pelayanannya RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad merupakan rumah sakit tipe A. Berdasarkan peraturan Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam), RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad menjadi rumah sakit rujukan tertinggi bagi seluruh angkatan dalam jajaran Dephankam dan TNI (RSPAD Gatot Soebroto, 2014).
3.2
Profil RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad
merupakan rumah sakit rujukan tertinggi bagi anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) Angkatan Darat. Berdasarkan kriteria pembagian Rumah Sakit menurut
PerMenkes
RI No.93/Menkes/SK/XI/1992 21
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
dan
Undang-Undang
Universitas Indonesia
22
Republik Indonesia No.44 tahun 2009, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad termasuk rumah sakit kelas A yang memiliki tenaga spesialistik dan subspesialistik yang lengkap dengan kapasitas tempat tidur lebih kurang 1000, selain itu juga merupakan Rumah Sakit pendidikan. Pelayanan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ditujukan untuk melayani: 1.
Pasien Dinas yaitu pasien anggota TNI Angkatan Darat, PNS Kementerian Pertahanan dan Keamanan beserta keluarganya (suami/istri dan 2 anak berusia maksimal 25 tahun belum menikah dan masih bersekolah), serta pasien dengan rujukan atau pasien integrasi yaitu pasien Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
2.
Pasien swasta, yaitu masyarakat umum yang berobat ke RSPAD baik pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan (RSPAD Gatot Soebroto, 2014).
3.3
Visi, Misi dan Tugas Fungsi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
3.3.1
Visi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad menjadi RS berstandar internasional,
sebagai rujukan tertinggi dan RS pendidikan utama, serta kebanggaan prajurit dan masyarakat.
3.3.2
Misi
a.
Menyelenggarakan fungsi RS tingkat pusat dan rujukan tertinggi AD dalam rangka mendukung tugas pokok TNI AD.
b.
Menyelenggarakan dukungan dan pelayanan kesehatan yang bermutu secara menyeluruh untuk prajurit/ PNS TNI AD, untuk keluarga dan masyarakat.
c.
Mengembangkan keilmuan secara berkesinambungan.
d.
Meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan melalui pendidikan yang berkelanjutan.
e.
Memberikan lingkungan yang mendukung proses pemilahan dan pendukung bayi.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
23
3.3.3 Tugas dan Fungsi Tugas pokok RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah menyelenggarakan fungsi perumahsakitan tertinggi di jajaran TNI AD, melalui upaya-upaya pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif yang terpadu dengan pelaksanaan kegiatan kesehatan promotif dan preventif. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad melaksanakan fungsi: a.
Pelayanan perumahsakitan, meliputi segala upaya pekerjaan dan kegiatan di bidang pelayanan medik, penunjang medik serta keperawatan bagi personil TNI AD beserta keluarganya dalam rangka menunjang tugas pokok TNI AD.
b.
Rujukan dan supervisi, meliputi segala upaya pekerjaan dan kegiatan di bidang rujukan pelayanan pasien dan penunjang diagnostik dari rumah sakit tingkat Kodam serta melaksanakan supervisi teknis medis dan sistem/manajemen perumahsakitan.
c.
Pendidikan dan pelatihan, meliputi segala upaya pekerjaan dan kegiatan penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan tingkat Diploma III, Strata I dan Pasca Sarjana serta melaksanakan pelatihan dalam rangka peningkatan profesionalisme dan keterampilan bagi personel kesehatan sesuai tingkat dan kebutuhan pelayanan kesehatan.
d.
Riset,
meliputi
segala
upaya
pekerjaan
dan
kegiatan
dengan
menyelenggarakan penelitian ilmiah, pengembangan teknis medis dan sistem perumahsakitan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. e.
Pembinaan profesi tenaga kesehatan di lingkungan Kesehatan TNI AD. Meliputi segala upaya pekerjaan dan kegiatan di bidang pemeliharaan dan peningkatan profesionalisme melalui penyelenggaraan seminar, lokakarya, temu ilmiah dan penulisan karya ilmiah kesehatan dalam rangka alih teknologi (RSPAD Gatot Soebroto, 2014).
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
24
3.4
Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Secara Umum
Gambar 3.1 Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
Struktur organisasi RSPAD Gatot Soebroto
Ditkesad
berdasarkan
Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/50/XII/2006 tanggal 29 Desember 2006 adalah sebagai berikut: A.
Eselon Pimpinan Rumah Sakit, terdiri atas:
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
25
1. Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, disingkat Ka RSPAD Gatot Soebroto. 2. Wakil Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, disingkat Waka RSPAD Gatot Soebroto. B.
Eselon Pembantu Pimpinan, terdiri atas: 1. Ketua Badan Penasehat 2. Ketua Komite Medik 3. Ketua Komite Riset 4. Kepala Satuan Pengawasan Internal (Ka SPI) 5. Direktur Pembinaan Pelayanan Medis (Dirbinyanmed) 6. Direktur Pembinaan Penunjang Medis (Dirbinjangmed) 7. Direktur Pembinaan Penunjang Umum (Dirbinjangum) 8. Direktur Pembinaan Pengembangan (Dirbinbang)
C.
Eselon Pelayanan, terdiri atas: 1. Sekretaris (Ses) 2. Kepala Informasi dan Pengolahan Data (Kainfolahta)
D.
Eselon Pelaksana, terdiri atas: 1.
Kepala Departemen Bedah
2.
Kepala Departemen Penyakit Dalam
3.
Kepala Departemen Kesehatan Jiwa
4.
Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi
5.
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
6.
Kepala Departemen Jantung
7.
Kepala Departemen Paru
8.
Kepala Departemen Mata
9.
Kepala Departemen Saraf
10. Kepala Departemen Telinga, Hidung dan Tenggorokan 11. Kepala Departemen Penyakit Kulit dan Kelamin 12. Kepala Departemen Gigi dan Mulut 13. Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik 14. Kepala Instalasi Radiologi dan Kedokteran Nuklir. 15. Kepala Instalasi Patologi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
26
16. Kepala Instalasi Gawat Darurat 17. Kepala Instalasi Kamar Operasi 18. Kepala Instalasi Rawat Jalan 19. Kepala Instalasi Rawat Inap 20. Kepala Instalasi Anestesi 21. Kepala Instalasi Farmasi 22. Kepala Unit Kedokteran Militer 23. Kepala Unit Rikkes 24. Kepala Unit Gizi 25. Kepala Unit Gudang Material 26. Kepala Unit Kesehatan Lingkungan 27. Kepala Unit Teknik 28. Kepala Unit Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan 29. Kepala Unit Penunjang Khusus (RSPAD Gatot Soebroto, 2014).
3.4.1 Komite Medik RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Komite Medik RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah staf fungsional yang memiliki integritas, otonomi dan profesionalisme sesuai dengan keahliannya dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada Ka RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dalam penentuan standar pelayanan, pengawasan serta penilaian mutu pelayanan kesehatan.
b.
Memberikan saran dan pertimbangan medik dalam rangka rujukan pasien ke rumah sakit lain, baik di dalam maupun di luar negeri.
c.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada Ka RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad di bidang pendidikan, pelatihan serta pengembangan tenaga kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto.
d.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada Ka RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dalam menegakkan etika profesi dan etika Rumah Sakit serta hokum kedokteran di RSPAD Gatot Soebroto.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
27
e.
Memberikan saran dan pertimbangan dalam supervisi perumahsakitan terhadap Rumah Sakit tingkat Kodam.
3.4.2 Komite Riset RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Adapun Komite Riset RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad diketuai oleh seorang Pakar Ahli Fungsional yang memiliki kemampuan dan integritas di bidang riset ilmu kesehatan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a.
Memberikan saran dan rekomendasi kepada Ka RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad terhadap rencana kegiatan penelitian dan pengembangan yang akan dilaksanakan oleh setiap kecabangan ilmu kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto.
b.
Mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengawasi setiap pelaksanaan penelitian dan pengembangan di RSPAD Gatot Soebroto.
3.4.3
Komite Farmasi dan Terapi (KFT) RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Komite Farmasi dan Terapi (KFT) RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
merupakan kelompok penasehat dari staf medik dan bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Komite Farmasi dan Terapi di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dipimpin oleh Dirbinjangmed, sekretaris I adalah Kepala Instalasi Farmasi, sekretaris 2 adalah seorang apoteker dari Instalasi Farmasi dan beranggotakan dokter dari tiap departemen, dengan Penasehat Wakil Kepala RSPAD Gatot Soebroto. KFT mulai berdiri pada tahun 1982, sejak diterapkannya Farmasi Rumah Sakit di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dengan disusunnya Daftar Obat Esensial (DOE) edisi I. Pada tahun 1992 disusun DOE edisi II, yang merupakan tindak
lanjut
dari
085/MENKES/PER/I/1989,
Peraturan tentang
Menteri kewajiban
Kesehatan menulis
resep
RI
No.
dan
atau
menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah serta Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan No. 013/Kep/VI/1985 tentang DOE ABRI edisi I dan Kep MENKES RI No. 216/MENKES/SK/III/1995 tanggal 8 Maret 1995 tentang Daftar Obat Esensial Nasional serta surat Harian Pangab
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
28
No. 2 tanggal 1 Januari 1998 tentang pelaksanaan tindakan penghematan dan disiplin anggaran, pencegahan, penyimpanan dan pemborosan. DOE merupakan acuan bagi para dokter di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dalam menuliskan resep kepada pasien secara rasional yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien dan waspada terhadap efek samping obat. RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad telah menerbitkan beberapa edisi DOE yang antara lain : 1.
DOE edisi V diterbitkan pada tahun 1997
2.
DOE edisi VI diterbitkan bulan Juli 2002
3.
DOE edisi VII diterbitkan bulan Juli 2007
4.
DOE edisi VIII diterbitkan tahun 2009
5.
DOE Edisi IX diterbitkan tahun 2012
3.4.4
Direktorat Pembinaan Penunjang Medik RSPAD Gatot Soebroto Bagian
Direktorat
Pembinaan
Penunjang
Medik
(Dirbinjangmed)
membawahi antara lain Bagian Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan Perbekalan Kesehatan (Rendal Ada Bekkes) dan Bagian Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan Alat Kesehatan (Rendal Ada Alkes). Rendal Ada Bekkes bertugas merencanakan, mengendalikan, dan mengadakan perbekalan kesehatan, obat-obatan dan alat kesehatan sekali pakai, sementara Rendal Ada Alkes bertugas merencanakan, mengendalikan, dan mengadakan alat kesehatan inventaris. Namun, setelah era SJSN maka beberapa kebijakan dan prosedur berubah mengikuti peraturan pemerintah sehingga yang akan dibahas dalam laporan ini adalah tugas dan wewenang Rendal Ada Bekkes/Alkes pada era SJSN.
3.4.4.1 Rendal Ada Bekkes Kepala Bagian Administrasi Rendal Ada Bekkes membawahi Urusan Perencanaan Perbekalan Kesehatan dan Urusan Pengendalian Pengadaan Perbekalan Kesehatan. Tugas dan fungsi dari Rendal Bekes menurut Kabag Rendal Ada Bekkes, Mayor. Ckm. Riboed Soemargo, S.Si., Apt., adalah
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
29
memimpin, mengendalikan, dan mengawasi perbekalan kesehatan, serta merencanakan perbekalan kesehatan di Farmasi. Dasar perencanaan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah berdasarkan pola perencanaan dan jumlah anggaran, barang dropping, stok yang tersisa dari pengadaan sebelumnya, serta ketersediaan barang di pasaran. Pola perencanaan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad berdasarkan konsumsi (data penggunaan bekal kesehatan tahun sebelumnya) dan epidemiologi (pola kejadian penyakit di masyarakat tahun sebelumnya). Sebelum era SJSN, sumber Anggaran yang digunakan dalam pengadaan bekal kesehatan antara lain: a.
DPK (Dana Pemeliharaan Kesehatan) Merupakan dana yang diperoleh dari 2 % potongan gaji bruto dari TNIAD dan PNS TNI AD. Pengeluaran dari dana ini dilakukan tiap bulan dan hanya untuk pembelian bekal kesehatan dan restitusi, biasanya memberikan sumbangsih 47 % dari total anggaran pelayanan kesehatan.
b.
RBK (Rutin Bekal Kesehatan) Merupakan dana yang diperoleh dari APBN. Pengeluaran dari dana ini dilakukan tiap triwulan dan hanya untuk semua bekal kesehatan dan alat kesehatan, biasanya memeberikan sumbangsih 9 % dari total anggaran pelayanaan kesehatan.
c.
Yanmasum (Pelayanan Masyarakat Umum) Merupakan dana yang diambil dari keuntungan melayani masyarakat umum untuk menunjang kekurangan dana dari DPK dan RBK. Saat ini, sumber dana hanya berasal dari BPJS dan Yanmasum. Untuk
dana Yanmasum maka perencanaan melalui pimpinan rumah sakit kemudian melalui Direktur Pembinaan Penunjang Medis dan bagian perencanaan dan pengadaan rumah sakit, perencanaan tersebut merupakan perencanaan kebutuhan secara menyeluruh selama satu tahun. Untuk pembelian, dilakukan melalui pembelian langsung kepada PBF utama yang sudah menjadi rekanan RSPAD Gatot Soebroto. Alur Perencanaan, Pengadaan, dan Distribusi Bekal Kesehatan adalah sebagai berikut: pihak IFRS akan menyerahkan data yang dikumpulkan dari Depo-Depo dan user mengenai pemakaian bekal kesehatan kepada Rendal
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
30
Ada Bekkes. Kemudian bagian pengadaan akan menghubungi PBF tersebut setelah melalui persetujuan Kepala RSPAD. Setelah PBF datang, bagian yang menerima bukan lagi Gudang Material ataupun Gudang Farmasi melainkan Gudang Yanmasum.
3.4.4.2 Rendal Ada Alkes Kepala Bagian Administrasi Rendal Ada Alkes membawahi Urusan Perencanaan Alat Kesehatan dan Urusan Pengendalian Pengadaan Alat Kesehatan. Tugas dan fungsi dari Rendal Bekes menurut Kabag Rendal Ada Alkes, Letkol. Ckm. Drs. Ambiyo, Apt., adalah merencanakan pengadaan alat kesehatan, mengendalikan pengadaan alat kesehatan, merencanakan pemeliharaan alat kesehatan, dan mengendalikan pemeliharaan alat kesehatan. Dasar perencanaan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah berdasarkan permintaan langsung dari user. Jika tidak ada permintaan dari user maka tidak bisa dilakukan pengadaan. User hanya boleh menyebutkan spesifikasi alat kesehatan inventaris yang dibutuhkan dan tidak boleh menyebutkan merek langsung. User mengajukan rencana kebutuhan alkes kepada Kepala RSPAD dengan tembusan kepada Dirbinjangmed dan Kabagrendalada Alkes. Setelah itu Kabagrendalaada Alkes mengajukan persetujuan ke Dirbinjangmed sementara Dirbinjangmed meminta persetujuan penggunaan dana PNBP Yanmasum. Jika PNBP Yanmasum telah setuju maka persetujuan itu akan dibawa ke Kepala RSPAD. Jika Kepala RSPAD telah setuju, maka Kabagrendalada Alkes akan mengajukan pengadaan alkes kepada Unit Layanan Pengadaan dan Pejabat Pengadaan. Setelah selesai urusan harga dan kontrak, maka kontrak akan diserahkan kepada Pejabat Keuangan, kemudian kontrak yang sudah dibayar akan diserahkan kepada Unit Gudang Material bersama dengan barangnya. Barang tersebut kemudian akan diserahkan kepada user sesuai dengan PPM.
3.4.5
Direktorat Pembinaan Pelayanan Medik (Dirbinyanmed) RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
31
Dirbinyanmed
membawahi
beberapa
bagian.
Bagian
dibawah
Dirbinyanmed yang berkaitan dengan pekerjaan kefarmasian adalah Bagian Administrasi Pasien dan Informasi Medis.
3.4.5.1 Bagian Administrasi Pasien dan Informasi Medis (Minpasien dan Formed) Minpasien dan Formed adalah organisasi yang langsung berada di bawah Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan Medis (Subdirbinyanmed) dan bertanggung jawab kepada Direktorat Pembinaan Pelayanan Medis (Dirbinyanmed).Tugas pokok bagian ini adalah membantu Kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dalam menyelenggarakan dan mengkoordinasikan prosedur-prosedur untuk penerimaan, pemulangan dan pengolahan administrasi pasien serta pelaporan. Kepala Bagmin Pasien dan Formed membawahi: 1.
Kepala Seksi Administrasi Pasien (Kasimin Pasien) Kasi Min Pasien dalam tugasnya dibantu oleh: a. Kepala Urusan Pendaftaran Pasien (Kaur Pendaftaran Pasien) b. Kepala Urusan Administrasi Catatan Medis (Kaurmin CM) c. Kepala Urusan Data Pelayanan Medis (Kaur Data Yanmed) d. Kepala Seksi Informasi Medis (Kasi Informasi Medis)
2.
Kasi Informasi Medis dibantu oleh: a. Kepala Urusan Data Pelayanan (Kaur Data Yan) b. Kepala Urusan Penyajian Informasi Medis (Kaur Saji Formed) Penyimpanan rekam medik disusun berdasarkan nomor dan warna. Rekam
medik mengandung 6 unsur: administrasi, keaslian, keuangan, penelitian/ diagnosa, pendidikan. Dokumentasi Rekam medik dimusnahkan setiap 5 tahun sekali.
3.4.6
Unit lain yang Berkaitan dengan Pekerjaan Kefarmasian
3.4.6.1 Unit Gudang Material Tugas pokok Unit Gudang Material yaitu menerima, menyimpan, memelihara dan mendistribusikan material kesehatan dan material umum.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
32
Material kesehatan terdiri dari alat kesehatan, obat-obatan, medical supply, dan gas medik sedangkan material umum terdiri dari alat tulis kantor (ATK), administrasi kantor, alat-alat rumah tangga, pakaian dan makanan. Mekanisme kegiatan di unit gudang material : 1.
Mekanisme penerimaan material: a. Berdasarkan Surat Perintah Penerimaan Material (SPPM) disertai dengan kontrak atau Surat Pesanan Dalam Negeri (SPDN)/Surat Perintah Pengeluaran (SPP)/Nota Pembelian (NP)/Bukti Penyerahan (BP). b. Diterima oleh tim komisi penerimaan barang, disaksikan oleh kepala unit gudmat dan rekanan. c. Dibuat berita acara penerimaan (BA).
2.
Mekanisme penyimpanan material: a. Disimpan di gudang penyimpanan material sesuai dengan jenisnya. b. Dicatat di buku penerimaan material. c. Dicatat di kartu persediaan material (warna merah) dan kartu pertanggungjawaban (warna putih).
3.
Mekanisme pemeliharaan material: a. Material ditempatkan pada suhu yang sesuai, sirkulasi udara baik dan cukup penerangan listrik. b. Aman dari pencurian, kebakaran, kebocoran air dan hewan pengerat.
4.
Mekanisme pengeluaran material kesehatan: a. Berdasarkan SPPM dan dibuat BP. b. Dicatat dibukti pengeluaran, dikeluarkan dari kartu persediaan dan kartu pertanggungan jawab.
5.
Mekanisme pengembalian material: a. Kepala departemen membuat nota dinas pengembalian material ke direktur pembinaan dan penunjang medik (untuk material kesehatan) dan direktur pembinaan dan penunjang umum (untuk material umum). b. Kepala bagian rencana pengadaan bekal kesehatan memeriksa tingkat kerusakan alat kesehatan dan dibuat berita acara kerusakan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
33
c. Berdasarkan BA yang telah disetujui direktur pembinaan dan penunjang medik atau direktur pembinaan dan penunjang umum, kepala departemen mengisi formulir mutasi inventaris. d. Material kesehatan dikembalikan ke gudang material disertai BA dan formulir mutasi inventaris.
6.
Mekanisme penghapusan material: a. Kepala unit gudmat mengajukan usulan penghapusan ke direktur pembinaan dan penunjang medik atau direktur pernbinaan dan penunjang umum. b. Tim panitia pencelaan atau penghapusan memeriksa dan membuat berita acara pencelaan atau penghapusan. c. Berdasarkan BA tersebut, direktur pembinaan dan penunjang medik atau direktur pembinaan dan penunjang umum membuat surat usulan penghapusan material ke direktur kesehatan angkatan darat yang ditandatangani oleh kepala RSPAD Gatot Soebroto.
7.
Mekanisme distribusi material dari gudang material ke IFRS: a. Material diterima oleh tim komisi penerimaan barang, disaksikan oleh Kepala Unit Gudmat dan rekanan. b. Dibuat berita acara penerimaan (BA). c. Diserahkan ke instalasi farmasi sesuai dengan material kesehatan yang diterima oleh kepala unit gudmat. d. Pendistribusian ke pemakai dilaksanakan oleh instalasi farmasi Penyimpanan obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alphabetis, terdiri atas : 1) Golongan A1 kering seperti serbuk, tablet, kapsul dan lain-lain. 2) Golongan A1 basah seperti sirup (potio), cream, injeksi dan lain-lain. 3) Golongan A2 Medical Supply 4) Golongan A3 pembalut seperti perban, kapas dan lain-lain. 5) Golongan B1 alat kesehatan seperti spuit, jarum suntik dan lain-lain. Untuk obat-obatan gudmat membuat laporan setiap 6 bulan sekali,
sedangkan untuk alat kesehatan gudmat membuat laporan 3 bulan sekali. Obat
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
34
diterima dan disesuaikan dengan surat kontrak oleh gudmat, kemudian dibukukan dan disimpan di gudang obat dan alat kesehatan. Sistem pengeluaran barang yang digunakan adalah sistem FEFO (First Expired First Out). Setiap barang yang keluar dan masuk harus dicatat dikartu stok.
3.4.6.2 Unit Kesehatan Lingkungan (Kesling) dan Pengendalian Nosokomial Unit Kesling berada di bawah Ka RSPAD. Tugas Kesling sebagai pelaksana pengelolaan lingkungan meliputi: 1.
Pengelolaan limbah cair Limbah cair berasal dari berbagai macam unit, seperti laboratorium, ruang perawatan, dapur, laundry. Penanganan limbah cair menggunakan sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Di RSPAD terdapat 6 unit IPAL, yaitu : a. IPAL Laundry b. IPAL Rehabilitasi Medik c. IPAL Paru d. IPAL IKA (anak) e. IPAL Jiwa f. IPAL Kartika Pemantauan pengolahan limbah di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan mengirim sampel ke BAPEDALDA (Badan Pengendalian Limbah Daerah) untuk melihat aman tidaknya Iimbah tersebut. Parameter pemeriksaan Iimbah cair adalah Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), dan zat padat tersuspensi. 2.
Pengelolaan limbah padat Limbah padat dibedakan menjadi : a.
Limbah medis adalah limbah yang berasal dari ruangan perawatan, laboratorium radiologi, kedokteran, kamar operasi, dan UGD. Penanganannya dilakukan dengan proses pembakaran menggunakan incenerator dengan suhu 1000°C - 1300°C.
b.
Limbah nonmedis terdiri dari: 1) Limbah organik seperti sampah dapur, kertas.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
35
2) Limbah anorganik seperti botol plastik, botol infus, vial dan ampul. Penanganannya dilakukan dengan membuang limbah ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir), kemudian oleh Dinas Kesehatan DKI dalam 1 minggu diambil 2 kali. 3.
Pengelolaan limbah gas agar tidak terjadi polusi udara maka hasil pembakaran limbah padat yaitu limbah gas yang dihasilkan harus dibakar lagi dengan api suhu 1000°C, sehingga gas yang keluar tidak membahayakan lagi atau sesuai dengan standar baku.
4.
Pengawasan makanan Dilakukan oleh unit gizi yang bertanggung jawab kepada Ka RSPAD.
5.
Pengelolaan dan pengawasan kualitas air bersih. Air bersih RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad berasal dari: a.
PDAM
b.
Artesis (air tanah) Menggunakan filter penyaring dengan kapasitas 100 liter/jam. Kandungan air juga diperiksa secara kimia, fisika dan mikrobiologi.
6.
Sterilisasi ruangan dilakukan dengan menggunakan desinfektan untuk ruangan pasien yang terinfeksi dan kamar operasi.
7.
Pengawasan kualitas kebisingan dan pencahayaan.
8.
Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu. Pemberantasan ini dilakukan dengan 3 cara:
b.
Fisik: ditangkap dengan menggunakan perangkap.
c.
Kimia: menggunakan bahan kimia, misal racun tikus dan lainnya.
d.
Biologi: memelihara ikan ke dalam selokan air untuk memakan jentik nyamuk.
9.
Penyuluhan. Dilakukan setahun 4 kali dimana materinya mencakup tentang kesehatan
lingkungan dan higiene rumah sakit dengan adanya interaksi baik dengan diskusi ataupun ceramah. Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Ditkesad sudah mempunyai laboratorium kesehatan lingkungan. Manfaat dari laboratorium kesling tersebut adalah untuk memeriksa udara baik yang terdapat di dalam ruangan maupun diluar ruangan, air, makanan dan minuman, limbah cair yang
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
36
terdapat di lingkungan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Kemampuan laboratorium kesling sebagai berikut: a.
Memeriksa parameter kualitas udara dalam ruangan.
b.
Memeriksa parameter kualitas air.
c.
Memeriksa parameter kualitas limbah cair merupakan pemeriksaan swapantau yang dianjurkan oleh Bapedal DKI Jakarta.
d.
Memeriksa kualitas makanan atau minuman.
e.
Metode dan lokasi pemantauan serta tolak ukur: kebisingan dan kualitas
udara,
pengukuran
pencahayaan,
pengukuran
suhu
dan
kelembaban, pemeriksaan partikel debu. f.
Metode dan lokasi pemantauan sampah padat.
g.
Kualitas air limbah.
h.
Kualitas air bersih.
i.
Pemantauan serangga dan binatang pengganggu.
j.
Pemantauan infeksi nosokomial.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 4 URAIAN HASIL KEGIATAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI INSTALASI FARMASI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD
4.1
Visi dan Misi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Visi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah menjadi
unit pelayanan kebanggaan prajurit dan masyarakat, khususnya pelayanan kesehatan di bidang kefarmasian. Misi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah: 1.
Melaksanakan pelayanan perbekalan kesehatan bagi TNI dan keluarganya yang berobat di RSPAD Gatot Soebroto.
2.
Memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga medik maupun paramedik secara berkesinambungan.
3.
Mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan memperhatikan faktor lingkungan dan perkembangan ilmu pengetahuan sehingga mampu menjawab tantangan tugas masa depan.
4.
Melaksanakan fungsi kefarmasian dalam Komite Farmasi dan Terapi.
5.
Melaksanakan fungsi pendidikan dan pelatihan bagi sarjana farmasi, profesi apoteker dan kedokteran, mahasiswa Akademi Keperawatan (AKPER), dan siswa Sekolah Menengah Farmasi (SMF).
6.
Melaksanakan pelayanan obat bagi masyarakat umum yang berobat di RSPAD Gatot Soebroto.
7.
Melaksanakan lain-lain fungsi sesuai dengan disiplin ilmu kefarmasian
4.2
Tujuan Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
4.2.1
Tujuan Umum Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad mempunyai tujuan
umum untuk memberikan pelayanan di bidang kefarmasian secara paripurna, baik untuk lingkungan TNI AD/PNS TNI AD beserta keluarganya maupun masyarakat umum. 4.2.2
Tujuan Khusus
37
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad mempunyai tujuan khusus untuk : 1.
Memberikan pelayanan di bidang obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada prajurit TNI AD atau PNS TNI AD beserta keluarganya secara optimal.
2.
Meningkatkan derajat kesehatan prajurit TNI AD atau PNS TNI AD beserta keluarganya maupun masyarakat umum melalui pelayanan kefarmasian untuk mencapai masyarakat yang sehat, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
3.
Menyelenggarakan fungsi kefarmasian secara profesional dan berorientasi kepada kepentingan penderita dengan melaksanakan program penggunaan obat secara “rasional” yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, dan waspada terhadap efek samping obat.
4.
Menyelenggarakan pendidikan dan latihan baik ke dalam maupun ke luar guna meningkatkan ketrampilan dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian.
4.3
Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Kepala Instalasi Farmasi dijabat oleh seorang Perwira Menengah (Pamen)
TNI AD berkualifikasi Apoteker dengan pangkat Kolonel CKM. Tugas dan kewajiban Kepala Instalasi Farmasi sebagai berikut: 1.
Merencanakan,
menyelenggarakan
dan
melaksanakan
pelayanan
kefarmasian. 2.
Merencanakan, menyediakan dan mendistribusikan obat dan suplai medik.
3.
Merencanakan, menyediakan dan mendistribusikan gas medik.
4.
Melaksanakan kegiatan informasi obat dan monitoring efek samping obat.
5.
Menyelenggarakan pemeliharaan alat kesehatan meliputi pemeliharaan berkala dan perbaikan tingkat ringan, sedangkan untuk perbaikan tingkat sedang dan berat dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak ketiga.
6.
Menyusun, mengevaluasi dan mengembangkan piranti lunak pelayanan obat dan suplai medis serta pemeliharaan alat kesehatan. 38
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
39
7.
Melaksanakan pembinaan personil di jajaran Instalasi Farmasi.
8.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala RSPAD Gatot Soebroto. Kepala Instalasi Farmasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh:
1.
Kepala Kelompok Administrasi, disingkat Kapokmin
2.
Kepala Sub Instalasi Pelayanan Materiil Kesehatan, disingkat Kasub Instal Yanmatkes.
3.
Kepala Sub Instalasi Pemeliharaan Alat Kesehatan, disingkat Kasub Instal Haralkes.
4.
Kepala Sub Instalasi Penunjang dan Informasi Obat, disingkat Kasub Instal Jang Info Obat.
5.
Staf Fungsional, disingkat SF.
[sumber: Kasub Instal Haralkes, 2014]
Gambar 4. 1 Struktur organisasi instalasi farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad 4.3.1
Sub Bagian Instalasi Penunjang dan Informasi (Sub Instal Jang dan Info) Sub Instal Jang dan Info dipimpin oleh seorang Pamen TNI AD
berkualifikasi apoteker dengan pangkat Letkol CKM atau PNS golongan IV/a – b dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut:
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
40
1.
Merencanakan, menyediakan, meyimpan dan mendistribusikan obat dan suplai medis untuk kebutuhan seluruh RSPAD Gatot Soebroto.
2.
Melaksanakan kegiatan informasi obat dan suplai medis serta monitoring efek samping obat, khususnya bagi penderita rawat inap.
3.
Menyusun, mengevaluasi dan mengembangkan piranti lunak pelayanan matkes serta pemeliharaannya.
4.
Memberikan informasi persediaan obat bulanan untuk seluruh unit pelayanan.
5.
Menerbitkan leaflet mengenai informasi obat.
6.
Merencanakan, menyiapkan dan mengevaluasi pemakaian obat-obat sitostatika.
7.
Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kewajiban para Kasi.
8.
Melaksanakan pengembangan pendidikan, pelatihan dan pelayanan kefarmasian.
9.
Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup Sub Instalasi Jang dan Info
10.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kepala Instalasi Farmasi. Kasub Instal Jang dan Info membawahi dua bagian, yaitu Bagian
Penunjang dan Bagian Informasi dan MESO. Kepala Seksi Penunjang (Kasi Penunjang) membawahi dua sub bagian, yaitu Perbekelan Kesehatan dan Gudang Farmasi dan Produksi. Kepala Seksi Informasi dan MESO (Kasi Info dan MESO) membawahi dua sub bagian, yaitu Informasi Obat dan MESO. 4.3.1.1 Bagian Penunjang Kepala Seksi Penunjang dijabat oleh seorang PNS berkualifikasi Apoteker berpangkat golongan IV A dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Membuat rencana kebutuhan obat, suplai medis dan kebutuhan produksi setiap triwulan
2.
Membuat perencanaan, penanganan dan pelaporan khusus untuk obat-obat sitostatika
3.
Membuat laporan penerimaan dan pemakaian obat, suplai medis dan obatobat yang diproduksi sendiri
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
41
4.
Membuat laporan penerimaan dan pemakaian obat-obat narkotika dan psikotropika yang diminta melalui unit bekkes
5.
Melaporkan setiap obat-obat yang sudah mendekati kadaluarsa dan persediaan yang kosong
6.
Melaksanakan stok opname obat dan suplai medis setiap akhir tahun anggaran
7.
Melaksanakan dan mengawasi penyimpanan obat dan suplai medis menurut peraturan yang berlaku
8.
Melaksanakan koordinasi dengan Bagian Perencanaan dan Pengadaan mengenai pengadaan bekkes
9.
Melaksanakan evaluasi terhadap mutu obat yang diproduksi disertai dengan tindak lanjutnya
10.
Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup seksi penunjang
11.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kasub Instal Jang dan Info Kasi Penunjang membawahi Bekkes dan Gudang. Kaur Bekkes dan
Gudang dijabat oleh seorang PNS berpangkat golongan III/ c – d dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Membuat laporan penerimaan dan pemakaian obat dan suplai medis setiap bulan
2.
Membuat laporan penerimaan dan pemakaian obat-obat narkotika, psikotropika, sitostatika dan obat-obat khusus yang dilayani setiap bulan.
3.
Mencatat dan melaporkan setiap obat-obat yang mendekati kadaluarsa dan obat yang rusak
4.
Melaporkan persediaan obat yang tidak ada di persediaan
5.
Melaksanakan permintaan obat ke unit Gudmat Selain Bekkes dan Gudang, Kasi Penunjnag juga membawahi Produksi. Kaur Produksi dijabat oleh seorang PNS berpangkat gol. III/ c – d dengan
tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Memproduksi obat sesuai dengan formula yang ada dibawah pengawasan Kasi Penunjang
2.
Mencatat dan melaporkan semua hasil produksi yang telah di buat
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
42
3.
Mencatat dan melaporkan pengeluaran hasil produksi
4.
Melakukan pemeriksaan mutu terhadap hasil produksi secara organoleptis
5.
Mencatat dan melaporkan bahan baku yang tidak ada dalam persediaan ke Kasi Penunjang
6.
Menyelenggarakan stock opname bahan baku dan sediaan hasil produksi setiap akhir tahun anggaran Produksi dibawah instalasi farmasi terbagi menjadi produksi steril dan
non-steril. Contoh dari produksi non-steril antara lain hand rub, rivanol, tetes telinga, larutan H2O2, salep boor, lotio kumerfeldi, formalin 10%, gentian violet, elektrolit glukosa, betadine gargle, potio nigra, chloral hydrat, syrup simplex, amonia 10%, hingga beberapa jenis salep. 4.3.1.2 Bagian Informasi Dan Meso Kepala Seksi Informasi dan MESO dijabat oleh seorang PNS berpangkat golongan IV A dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Melaksanakan kegiatan informasi obat kepada tenaga medis, para medis, pasien dan keluarganya
2.
Melaksanakan Monitoring Efek Samping Obat di setiap unit pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan
3.
Mendidik dan membimbing para Sarjana Farmasi, siswa SMF yang membutuhkan informasi tentang obat dan system pelayanan farmasi dalam praktek kerja di Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
4.
Membuat dan menerbitkan brosur tentang obat baru yang beredar di pasaran secara periodik
5.
Membuat edaran obat yang tersedia maupun tidak tersedia secara periodik
6.
Melaksanakan kegiatan PKMRS bagi pasien rawat jalan dan rawat inap beserta keluarganya
7.
Melaksanakan koordinasi dengan unit Rekam Medik dalam pelaksanaan Monitoring Efek Samping Obat
8.
Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup Sub Instal Info dan MESO
9.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kasub Instal Jang dan Info
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
43
Kasi Info dan MESO membawahi Bagian Informasi Obat. Perwira Urusan Informasi Obat (Paur Info Obat)dijabat oleh seorang PNS berpangkat golongan III/ a- b dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Membuat edaran obat - obatan dan suplai medis yang ada setiap 2 minggu sekali
2.
Mencatat dan mengedarkan informasi obat kepada tenaga medis dan paramedis
3.
Membuat dan menginformasikan kepada unit pelayanan tentang obat dan suplai medis yang mendekati kadaluarsa
4.
Mengumpulkan dan mencatat semua informasi mengenai obat yang diterima dari unit pelayanan rawat inap dan rawat jalan Kasi Info dan MESO membawahi Bagian MESO.Perwira Urusan MESO
(Paur MESO)dijabat oleh seorang PNS berpangkat golongan III/ a – b, dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Mencatat semua keluhan-keluhan medis, paramedis dan pasien mengenai efek samping obat.
2.
Melaksanakan
pencatatan,
pelaporan
dan
pengarsipan
mengenai
pemakaian obat dan efek samping obat bagi pasien rawat inap dan rawat jalan. 3.
Mengidentifikasi obat - obatan dan pasien yang mempunyai risiko mengalami efek samping obat.
4.
Menyiapkan, mengedarkan dan mengisi formulir efek samping obat
4.3.2
Sub Bagian Instalasi Pemeliharaan Alat Kesehatan dan Gas Medis Sub Instal Haralkes dipimpin oleh seorang Pamen TNI AD berkualifikasi
Apoteker dengan pangkat Letkol CKM atau PNS IV B dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Menyelenggarakan perencanaan program kerja bidang pemeliharaan dan perbaikan alat kesehatan.
2.
Memonitor
inventaris alat kesehatan di
seluruh RSPAD Gatot
Soebroto.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
44
3.
Menyelenggarakan perencanaan, penyimpanan dan pendistribusian gas medik untuk seluruh RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
4.
Menyusun laporan berkala seluruh kegiatan pemeliharaan alat kesehatan dan
pendistribusian
gas
medik
serta
mengevaluasi
dan
menindaklanjutinya. 5.
Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kewajiban para Kaur.
6.
Melaksanakan koordinasi dengan Bagian Logistik mengenai pengadaan gas medik
7.
Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup Sub Instalasi Haralkes
8.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kepala Instalasi Farmasi Kasub Instal Haralkes membawahi dua bagian, yaitu Pemeliharaan Alat
Kesehatan (Haralkes) dan Pemeliharaan Instalasi Gas Medik (Har Instal Gas Medik). Kepala Urusan Nik Haralkes dijabat oleh seorang Pama TNI AD berpangkat Kapten CKM dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Mengkoordinir dan melaksanakan semua kegiatan pemeliharaan alat kesehatan.
2.
Menghimpun dan menyusun permintaan pemeliharaan dan perbaikan alat kesehatan dari pengguna untuk dasar proses perbaikan alat kesehatan.
3.
Melaksanakan program pemeliharaan dan perbaikan per triwulan
4.
Membuat laporan pelaksanaan program pemeliharaan dan perbaikan per triwulan.
5.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kasub Instal Haralkes Selain Haralkes, terdapat juga Har Instal Gas Medik. Kepala Urusan Nik
Har Instal Gas Medik dijabat oleh seorang PNS berrpangkat golongan III/ c – d dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Mengkoordinir dan melaksankaan semua kegiatan distribusi gas medik.
2.
Membuat laporan pemasukan dan pengeluaran gas medik setiap bulan.
3.
Mencatat dan melaporkan setiap bulan mengenai peredaran tabung gas medik yang kosong.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
45
4.
Melaporkan persediaan gas medik yang kososng dan terlambat pengirimannya.
5.
Melaksanakan stock opname setiap akhir tahun.
6.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kasub Instal Haralkes.
4.4
Pekerjaan Kefarmasian di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
4.4.1
Pemilihan, Perencanaan, dan Pengadaan Perbekalan Kesehatan
4.4.1.1 Pemilihan Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1197/MENKES/SK/2004, pemilihan atau seleksi merupakan langkah awal dalam siklus pengelolaan perbekalan farmasi. Pemilihan merupakan kegiatan mulai dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menetukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi hingga menjaga dan memperbaharui standar obat. Di RSPAD Gatot Soebroto pemilihan perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan daftar obat dalam formularium, dimana dalam formularium ini tercantum daftar perbekalan farmasi yang di-cover oleh Jaminan Kesehatan nasional (JKN). Pemilihan perbekalan farmasi yang tepat bertujuan untuk mendukung terselenggaranya penggunaan obat dan biaya yang efektif dan rasional. Oleh karena itu, apoteker memiliki peranan penting dalam kegiatan pemilihan ini. 4.4.1.2 Perencanaan dan Pengadaan Menurut Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit tahun 2004, perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yan telah ditentukan disesuaikan anggaran yang tersedia. Metode perencanaan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi, sedangkan pedoman perencanaan perbekalan farmasi dapat berupa DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, data catatan medik, data
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
46
pemakaian periode lalu, sisa persediaan, serta rencana pengembangan dan anggaran yang tersedia. Perencaaan perbekalan farmasi di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yang meliputi sediaan farmasi dan alat kesehatan habis pakai, disusun menggunakan metode kombinasi antara metode konsumsi dan epidemiologi. Sebelum menjadi satu di antara Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS), pengadaan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dilakukan berdasarkan daftar kebutuhan Depo farmasi selama satu tahun. Daftar ini
kemudian
dilaporkan kepada Kepala Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto. Semua kebutuhan dari Depo farmasi akan dikompilasi dalam rencana kebutuhan tahunan. Depo-Depo farmasi menyusun daftar kebutuhan perbekalan farmasi dengan metode konsumsi berdasarkan rata-rata konsumsi per bulan selama 12 bulan terakhir. Selain itu, metode epidemiologi juga diterapkan. Data jumlah pasien beserta
jenis
penyakit
yang
diderita
akan
sangat
memnbantu
dalam
memproyeksikan kebutuhan perbekalan farmasi di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad . Setelah Rencana Kebutuhan (Renbut) tahunan telah disetujui oleh Kepala Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto selanjutnya akan diajukan kepada Direktur Pembinaan dan Penunjang Medik (Dirbinjangmed) untuk dikaji kembali mengenai anggaran yang tersedia, kapasitas gudang, dan waktu yang dibutuhkan mulai dari barang dipesan sampai barang siap didistribusikan ke instalasi farmasi. Renbut yang telah dikaji kemudian disusun kembali menjadi Renbut dan Program Kerja (Progja) dan perbekalan kesehatan untuk kebutuhan RS. Pengadaan perbekalan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad kemudian akan dilaksanakan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Pejabat Pengadaan yang berada di bawah pengawasan Dirbinjangmed. Sejak diterapkannya Sistem Jaminan Sosisal Nasional (SJSN), sistem perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yang merupakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan berubah. Perencanaan perbekalan farmasi saat ini dilakukan berdasarkan daftar kebutuhan dari Depo farmasi yang disusun berdasarkan buku defecta, yaitu buku catatan perbekalan farmasi yang habis atau hampir habis. Daftar kebutuhan dari semua Depo farmasi kemudian dikompilasi oleh Bagian Pengadaan di Pelayanan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
47
Kesehatan Masyarakat (PKM) yang bertugas memesan perbekalan farmasi ke distributor. Penyuplai perbekalan farmasi merupakan distributor pilihan yang memiliki track record yang baik dan menawarkan produk berkualitas dengan harga yang sesuai.
4.4.2 Penerimaan dan Penyimpanan Perbekalan Farmasi Distributor akan mengirim perbekalan farmasi yang dipesan oleh Bagian Pengadaan PKM sesuai jam pemesanan. Barang yang dipesan pada pagi hari sebelum pukul 10.00, akan dikirim pada pukul 10.00, untuk pemesanan di atas pukul 10.00, barang akan diantarkan ke RSPAD Gatot Soebroto pada siang hari. Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Bagian Gudang PKM. Sebelum disimpan dalam gudang, dilakukan pemeriksaan kesesuaian barang yang datang dengan barang yang dipesan. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan kesesuaian barang dengan faktur, meliputi alamat pengirim dan alamat yang dituju, nama produk, jenis, potensi, spesifikasi, tanggal kadaluarsa dan jumlah produk. Faktur kemudian diserahkan ke Bagian Administrasi PKM untuk didokumentasikan sebagai tatanan naskah (Takah) yang nantinya akan dilaporkan kepada Kepala Bagian PKM. Setelah pemeriksaan barang datang, dilakukan penyimpanan perbekalan farmasi di gudang sesuai dengan jenis, bentuk sediaan, dan stabilitas. Penyusunan barang di gudang menggunakan sistem First In First Out (FIFO) atau First Expaired First Out (FEFO). Penyimpanan perbekalan farmasi dipisahkan berdasarkan jenis sediaannya yaitu sediaan padat seperti tablet dan kapsul, sediaan semi padat seperti krim dan salep, serta sediaan cair seperti obat suntik dan infus. Perbekalan yang perlu penanganan khusus, seperti vaksin, insulin, reagen laboratorium, atau perbekalan lain disimpan di dalam medical refrigerator yang suhunya terkontrol sehingga kualitas ataupun efek terapinya tetap terjaga. Obatobat golongan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus yang terpisah dari obat lain. Untuk obat-obat yang memiliki LASA (Look A like Sound Like) penyimpanannya disertai dengan pelabelan bertuliskan LASA dengan warna hijau terang di setiap kemasan sekunder dan peletakkannya tidak berdekatan untuk meminimalisir resiko salah pengambilan obat. Beberapa obat yang masuk dalam
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
48
golongan High Alert seperti KCl 7,46%, MgSO4 20% dan 40%, NaHCO3 8,4%, NaCl 3%,disimpan di tempat atau wadah tertentu yang diberi border berwarna merah, disertai pelabelan di setiap kemasan primer dengan label berwarna merah bertuliskan HIGH ALERT. Sistem penyimpanan yang seperti ini tidak hanya diterapkan di gudang PKM saja, tetapi juga di semua Depo farmasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan, penyalahgunaan, ataupun salah pengambilan obat atau perbekalan farmasi lain.
4.4.3
Distribusi Perbekalan Farmasi oleh Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Menurut Kepmenkes RI 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah sakit, distribusi merupakan kegiatan penyaluran perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Pendistribusian obat ke pasien menggunakan sistem desentralisasi dimana terdapat beberapa Depo farmasi untuk memudahkan pelayanan kefarmasian dan menghindari kebocoran barang di unit pelayanan kesehatan. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas sumber daya yang ada. 4.4.3.1 Distribusi Perbekalan Farmasi oleh Gudang Material Kesehatan ke Gudang IFRSPAD Gatot Soebroto Unit Gudang Material mempunyai tugas pokok yaitu menerima, menyimpan, memelihara dan mendistribusikan material kesehatan dan material umum. Material kesehatan terdiri dari alat kesehatan, obat-obatan, medical supply, dan gas medik sedangkan material umum terdiri dari alat tulis kantor (ATK), administrasi kantor, alat-alat rumah tangga, pakaian dan makanan. Distribusi material atau barang dari Gudang Material RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad harus dilakukan berdasarkan Surat Perintah Pengeluaran Material (SPPM) oleh Kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad kepada Kepala Unit Gudang Material (Gudmat). Selain itu, Kepala Bagian Pengendalian , Distribusi dan Inventaris (Kabag Daldisi dan Inven) akan menerbitkan Nota Pengeluaran Material untuk user di RSPAD Gatot Soebroto. User yang dimaksud
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
49
oleh Gudmat adalah departemen, instalasi, unit atau bagian yang melakukan permintaan, baik material kesehatan maupun material umum kepada Unit Gudmat. Distribusi perbekalan farmasi yang meliputi sediaan farmasi dan alat kesehatan, dilakukan oleh Gudang Material Kesehatan kepada Gudang IFRSPAD Gatot Soebroto. Pengeluaran material kesehatan dari Gudmat Kesehatan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dilakukan berdasarakn nota permintaan material yang berisi nama barang yang diminta, satuan serta jumlah barang yang ditangani oleh Kepala IFRS. Setelah Kepala Unit Gudmat menyetujui pengeluaran material dari Gudang Penyimpanan Material Kesehatan, maka dilakukan pengambilan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang diminta dengan melakukan pengurangan jumlah stok pada kartu stok dan ditulis pada Buku Pengeluaran Material Gudmat. Penyerahan material kesehatan kepada IFRSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dilakukan dengan disertai Bukti Pengeluaran (BP) Material yang ditandatangani oleh Kepala Unit Gudmat dan Kepala Urusan dari Gudang Material Kesehatan, serta disisipkan tanda tangan dari personil yang menerima material kesehatan yang bersangkutan.
[Sumber : Gudang Farmasi RSPAD Gatot Soebroto, 2014]
Gambar 4. 2 Bukti Pengeluaran (BP) material dari gudang material ke gudang farmasi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
50
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang ada di gudang material saat ini hanya sisa dari permintaan sebelumnya, karena setelah menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) nantinya semua sediaan farmasi dan alat kesehatan yang datang akan disimpan di PKM (Pelayanan Kesehatan Masyarakat) yang nantinya akan bergabung dengan gudang farmasi. Nantinya gudang farmasi tidak lagi berhubungan dengan gudang material dalam permintaan barang tetapi langsung melakukan permintaan barang ke PBF dan tidak ada perbedaan antara barang dinas dan swasta. 4.4.3.2 Distribusi Perbekalan Farmasi oleh Gudang IFRSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ke Depo Farmasi Gudang IFRSPAD Gatot Soebroto Ditkesad melayani permintaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dari depo-depo farmasi, yaitu Depo Farmasi Perawatan Inap (Depo Perawatan Umum, Depo Farmasi Rawat Mondok dan Depo Farmasi Kedokteran Militer), Depo Farmasi Rawat Jalan yang melayani pasien dari poliklinik-poliklinik di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad serta Unit Produksi IFRSPAD Gatot Soebroto. Rencana permintaan perbekalan farmasi dari setiap Depo Farmasi kepada Gudang IFRSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dilakukan untuk setiap satu bulan. Masing-masing Depo Farmasi harus mengisi Lembar Daftar Permintaan (LDP) dengan mencantumkan jumlah yang diminta serta sisa yang masih ada di Depo Farmasi bersangkutan. LDP harus atas pengetahuan Apoteker beranggung jawab atas Depo Farmasi tersebut. Pengambilan perbekalan farmasi di Gudang IFRS dilakukan dengan menggunakan Nota Permintaan Obat dan/atau Nota Permintaan Perbekalan Farmasi. Tetapi apabila sebelum permintaan barang bulan berikutnya Depo sudah kehabisan stok, dapat melakukan permintaan kembali dengan menggunakan Nota Permintaan Obat dan/atau Nota Permintaan Perbekalan Farmasi.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
51
[Sumber: Gudang Farmasi RSPAD Gatot Soebroto, 2014]
Gambar 4. 3 Form daftar permintaan obat dari Depo ke Gudang Farmasi
Setiap bulan masing-masing Depo melakukan rekap penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan kemudian dijadikan dasar untuk merencanakan permintaan kepada gudang IFRSPAD Gatot Soebroto Ditkesad untuk kebutuhan bulan berikutnya. 4.4.3.3 Distribusi Perbekalan Farmasi oleh Depo Farmasi Pelayanan Rawat Inap Instalasi Farmasi Rawat Inap RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad melayani pasien berhak dan keluarganya, serta pasien swasta. Pada pelayanan rawat inap RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad, resep pada Instalasi Farmasi Rawat Inap diantar oleh perawat. Setelah Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian dari IFRS menerima resep, selanjutnya dilakukan verifikasi resep untuk persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetis dan pertimbangan klinis. Persyaratan administrasi meliputi:
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
52
1.
Blanko resep yang digunakan adalah yang saat itu berlaku di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad.
2.
Identitas dokter penulis resep yang meliputi nama dokter, SIP, tanda tangan dokter, poliklinik atau tempat perawatan
3.
Identitas pasien dimana terdapat perbedaan untuk pasien dinas dan pasien non dinas. Untuk pasien dinas meliputi nama pasien terdiri dari dua kata, pangkat/corps/golongan, NRP/NIP, kesatuan, nomor rekam medik (RM) dan umur atau tanggal lahir pasien. Sedangkan untuk pasien non dinas meliputi nama pasien yang terdiri dari dua kata, nomor rekam medik (RM), tanggal lahir atau umur pasien dan berat badan. Untuk semua resep harus terdapat stempel yang menunjukkan darimana resep tersebut berasal.
4.
Kelengkapan lainnya seperti tanggal resep, tanda “R/”
Kesesuaian farmasetis meliputi: 1.
Bentuk dan kekuatan sediaan
2.
Dosis dan jumlah obat
3.
Stabilitas dan ketersediaan
4.
Aturan dan cara penggunaan
Pertimbangan klinis meliputi: 1.
Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat
2.
Duplikasi obat
3.
Alergi, interaksi, dan efek samping obat
4.
Kontraindikasi
5.
Efek aditif Jika resep yang terima oleh Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian tidak
terbaca atau resep tidak jelas atau ragu-ragu untuk mengambil tindakan, maka Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian segera menghubungi dokter penulis resep untuk menanyakan kejelasan obat yang diresepkan. Setelah mendapat kejelasan dari dokter penulis resep, petugas IFRS bersangkutan menulis dan mengulang kembali penjelasan dokter penulis resep untuk memastikan kebenarannya. Jika petugas IFRS gagal menghubungi dokter penulis resep, maka petugas IFRS tersebut perlu menghubungi dokter spesialis kepala instalasi atau departemen yang terkait dengan dokter penulis resep.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
53
Instalasi Rawat Inap menerapkan sistem distribusi desentralisasi dengan membuat beberapa Depo farmasi. Secara umum sistem distribusi desentralisasi dengan 3 Depo farmasi yaitu Depo perawatan umum untuk melayani resep penyakit dalam, Depo kedokteran militer (Dokmil) dan Depo rawat mondok sebagai pusat dari apotek rawat inap yang melayani resep dari unit Perawatan Paru, Jantung, Kebidanan, IKA, Jiwa, ICU, Bedah jantung, Paviliun Kartika, Paviliun Darmawan dan Gawat Darurat. Sistem pendistribusian obat di pelayanan rawat inap terbagi menjadi 2 yaitu sistem distribusi unit dose dan resep individual. a.
Sistem Unit-Dose Dispensing (UDD) Sistem distribusi unit dose untuk pasien rawat inap di unit bedah lantai 3
sampai 6 dan di unit perawatan umum yaitu lantai 1 sampai 6 dilakukan dari tiap ruang perawatan resep diantar masing-masing oleh perawat atau petugas pengantar ke Depo farmasi kemudian petugas di Depo farmasi melakukan verifikasi resep dan pemberian nomor urut untuk pengerjaan. Resep di copy, dimana resep asli menjadi arsip Depo dan copy nya diletakkan dalam wadah UDD pasien. Hal yang dilakukan dalam penyiapan UDD: 1.
Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian mengambil obat sesuai resep untuk penggunaan sehari dan mempersiapkan wadah untuk penggunaan 24 jam serta wadah obat per sekali waktu penggunaan obat. Pada wadah penggunaan 24 jam ditempel label bertuliskan nama pasien yang terdiri dari dua kata , nomor rekam medik (RM) dan ruangan tempat pasien dirawat. Tutup wadah per sekali waktu penggunaan ditempel etiket berwarna putih untuk sediaan obat luar dan sediaan parenteral diberi etiket biru yang memuat informasi berupa nama pasien yang terdiri dari dua kata, nomor rekam medik (RM), tanggal penderian, nomor resep serta waktu pemberian. Ketentuan wadah obat yaitu obat yang diberikan pagi hari dimasukkan dalam wadah dengan tutup berwarna pink, obat untuk siang hari dimasukkan dalam wadah dengan tutup berwarna biru, obat untuk sore hari dimasukkan dalam wadah dengan tutup berwarna hijau dan obat untuk malam hari dimasukkan dalam wadah dengan tutup berwarna ungu.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
54
2.
Setelah wadah per waktu penggunaan sudah siap semua, kemudian wadahwadah tersebut dimasukkan dalam wadah penggunan 24 jam. Wadah pasien yang sudah siap diserahkan pada petugas lain untuk dilakukan pengecekan kesesuaian antara resep dan sediaan farmasi yang telah disiapkan.
3.
Setelah dilakukan pengecekan dan obat yang disiapkan sudah sesuai resep, maka wadah-wadah pasien diletakkan pada trolley untuk masing-masing unit rawat inap kemudian diserahkan pada perawat. Pada saat penyerahan, petugas dari Depo farmasi yang menyerahkan harus menulis dalam bukuekspedisi yang memuat tanggal penyerahan, jumlah wadah obat yang diberikan dengan masing-masing nama pasien, jumlah kotak UDD serta paraf petugas Depo yang menyerahkan dan perawat yang menerima.
4.
Oleh perawat trolley yang berisi wadah obat pasien dibawa ke nurse station dan diberikan kepada pasien sesuai waktu pemberian yang tertera di etiket. Setiap kali pemberian obat kepada pasien harus memberikan tanda pada Daftar Pemberian Terapi.
Sistem distribusi ini mempunyai keuntungan: 1.
Memperkecil risiko kesalahan pemberian obat karena adanya pengendalian dan pengawasan langsung dari apoteker atau asisten apoteker pada saat sebelum dan sesudah penyiapan obat
2.
Meningkatkan kepatuhan penderita terhadap regimen pengobatannya, pengendalian dan pemantauan obat lebih baik
3.
Mengurangi penyimpanan obat di ruangan karena seharusnya tidak boleh menyimpan obat di ruang perawatan
4.
Mencegah pencurian obat dan pemborosan
5.
Mengurangi biaya total pengobatan yang berkaitan dengan obat karena apabila sewaktu-waktu obat dihentikan pasien hanya membayar obat yang digunakan Kekurangan sistem distribusi unit dose menyebabkan beban kerja perawat
bertambah sehingga diperlukan personil lebih banyak. Pemberian obat kepada pasien dilakukan oleh perawat sehingga peran farmasis kurang dapat terlihat oleh pasien.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
55
b.
Sistem resep individual atau Individual medication order system Proses dispensing sistem permintaan pengobatan individual mirip dengan
dispensing untuk pasien rawat jalan yaitu obat untuk pasien disiapkan berdasarkan resep tertulis untuk pasien secara individual. Sistem resep individual diterapkan dimana pasien diberikan obat berdasarkan resep yang dituliskan oleh dokter. Sistem distribusi ini mempunyai beberapa keuntungan diantaranya: 1. Semua obat yang diperlukan disiapkan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker sehingga dapat dilakukan pengkajian kesesuaian terapi, jadi perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung kepada penderita. 2. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan 3. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat 4. Memungkinkan pengendalian yang lebih mudah atas sediaan farmasi 5. Mempermudah penagihan biaya obat pasien. 6. Menghindarkan kebingungan perawat menginterpretasikan resep. Keterbatasan sistem distribusi obat resep individual antara lain: 1.
Kemungkinan keterlambatan obat sampai ke pasien.
2.
Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat.
3.
Kemungkinan terjadi kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada saat obat disiapkan. Pelayanan rawat inap IFRSPAD Gatot Soebroto terdiri dari lima Depo
Farmasi, yaitu: a.
Depo Farmasi Rawat Mondok Depo Farmasi Rawat mondok terletak di gedung instalasi farmasi RSPAD
Gatot Soebroto Ditkesad. Personel di Depo farmasi rawat inap terdiri dari 1 orang apoteker, 3 orang asisten apoteker.Waktu operasional pelayanan yaitu hari SeninKamis mulai pukul 07.30-15.30 dan pada hari Jumat mulai pukul 07.30-16.00. Kriteria pasien yang diberikan pelayanan di Depo farmasi rawat mondok adalah anggota TNI AD, PNS dari lingkungan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dan PNS dari kesatuan lain beserta keluarga dan Peserta BPJS. Depo Farmasi rawat mondok memiliki cakupan pelayanan rawat inap yang luas dibanding Depo farmasi lainnya. Pelayanan resep obat dan medical supply di Depo farmasi rawat inap diberikan kepada pasien rawat inap pada:
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
56
1.
Unit perawatan paru dan jantung lantai 1-4
2.
Ruang bersalin, unit perawatan obstetri (post partum) dan gynaecology (penyakit yang berhubungan dengan kandungan) pada lantai 1-2
3.
Unit perawatan bayi; unit perawatan anak/IKA lantai 1-2
4.
Unit perawatan amino (perawatan pasien dengan gangguan mental)
5.
ICU
6.
Pasien yang akan pulang setelah pemeriksaan UGD
7.
Perwira tinggi TNI yang dirawat inap di paviliun Kartika Jumlah obat yang diserahkan kepada pasien untuk obat parenteral adalah
pemakaian untuk 2 hari, sedangkan obat oral untuk pemakaian 5 hari. Tidak ada pelayanan intravena admixture dan pelayanan sitotoksik. Sistem distribusi obat di pelayanan rawat mondok yaitu sistem distribusi unit dose dan sistem distribusi resep perorangan. Unit dose diberikan untuk unit perawatan anak/IKA lantai 2 dan unit perawatan obstetric dan gynaecology lantai 1 dan 2 yang dimaksudkan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pasien, meningkatkan kepatuhan pasien dan mengontrol penggunaan obat pasien. Distribusi resep perorangan berlaku untuk ICU. Alur pelayanan resep di Depo farmasi rawat mondok: 1.
Resep dari ruang perawatan dibawa ke Depo farmasi rawat mondok dan dicatat di buku ekspedisi oleh petugas yang berwenang. Untuk pasien peserta BPJS, pasien atau keluarga pasien sendiri yang membawa resep ke Depo farmasi rawat mondok dengan menyertakan foto copy SEP (Surat Eligibilitas Pasien) dan foto copy kartu ASKES/BPJS
2.
Pemeriksaan kelengkapan resep oleh petugas.
3.
Resep yang diterima diberi nomor dan kode dengan warna, Merah: unit perawatan paru dan unit perawatan jantung dan internis. Hitam: unit perawatan anak atau IKA, unit perawatan bayi dan unit perawatan amino. Biru: unit perawatan obstetri dan gynaecology, ruang bersalin. Hijau: ICU, UGD, dan paviliun Kartika.
4.
Dilakukan pembukuan di masing-masing buku (pra dokumen) berdasarkan asal unit perawatan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
57
5.
Obat yang ada langsung disiapkan, dibuat etiket, dicek, dibubuhi paraf kemudian dimasukkan ke keranjang obat untuk resep individual, sedangkan untuk unit dose disiapkan perhari.
6.
Jika obat tidak tersedia, dibuatkan salinan atau copy resep
7.
Obat yang sudah siap kemudian dievaluasi akhir, selanjutnya diserahkan ke petugas.
8.
Obat ditempatkan pada wadah unit dose kecuali untuk ICU dilakukan resep individual, kemudian perawat akan mengambil ke apotek rawat mondok
b.
Depo Farmasi Perawatan Umum Pelayanan apotek di perawatan umum dipimpin oleh seorang apoteker.
Depo farmasi perawatan umum terletak di lantai 1 pada gedung perawatan umum.Personel di Depo Farmasi perawatan umum terdiri dari 1 orang apoteker, 3 orang asisten apoteker.Waktu operasional apotek perawatan umum yaitu hari Senin-Kamis mulai pukul 07.30-15.30 dan hari Jumat mulai pukul 07.30-16.00. Gedung perawatan umum ini dikhususkan untuk rawat inap pasien dewasa yang mengalami gangguan penyakit dalam seperti gagal ginjal, gangguan jantung, hipertensi, diabetes, liver, kelainan darah, gangguan saluran pencernaan dan sebagainya; pasien yang mengalami infeksi virus dan sejenisnya seperti typhus, HIV AIDS, malaria, DBD, penyakit tumor dan kanker. Sebagai unit pelayanan obat yang ada, Depo Farmasi perawatan umum melakukan pelayanan resep obat, tetapi tidak dengan medical supply. Medical supply diperoleh dari Depo gudang farmasi dikarenakan keterbatasan ruangan yang ada. Pelayanan resep obat diberikan kepada pasien yang dirawat di gedung perawatan umum terdiri dari pasien rawat inap: 1.
Lantai 1 untuk TNI berpangkat kolonel
2.
Lantai 2 untuk TNI berpangkat letkol, mayor dan PNS golongan IV
3.
Lantai 3 untuk TNI berpangkat kapten, perwira menengah, letnan dan PNS golongan III
4.
Lantai 5 yang dikhususkan untuk pasien perempuan yang berasal dari TNI berpangkat sersan, prajurit dan PNS golongan I dan II
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
58
5.
Lantai 6 lantai yang dikhususkan untuk pasien laki-laki yang berasal dari TNI berpangkat sersan, prajurit dan PNS golongan I dan II. Untuk lantai 4 Depo perawatan umum tidak melayani pasien Dinas, karena
dikhususkan untuk pasien ASKES departemen dan ASKES swasta.Jumlah obat yang diserahkan kepada pasien adalah obat parenteral untuk pemakaian 2 hari, sedangkan obat oral untuk pemakaian 5 hari. Tidak ada pelayanan intravena admixture dan pelayanan sitotoksik. Sistem distribusi obat di perawatan umum yaitu sistem unit dose dan resep perorangan. Unit dose dimaksudkan untuk memberikan pelayanan terbaik dan meningkatkan kepatuhan pasien, sedangkan untuk medical supply diperoleh dari apotek rawat mondok bagian medical supply. Resep perorangan diberikan kepada pasien yang akan pulang. Alur pelayanan resep: 1.
Resep dari ruang perawatan dibawa ke Depo farmasi perawatan umum oleh petugas yang berwewenang.
2.
Pemeriksaan kelengkapan resep oleh petugas.
3.
Resep yang diterima diberi nomor kemudian diberi kode
4.
Dilakukan
pembukuan
pada
masing-masing
buku
(pradokumen)
berdasarkan asal lantai perawatan. 5.
Obat yang ada langsung disiapkan, dibuat etiket, diperiksa, dibubuhi paraf kemudian dimasukkan ke keranjang obat berdasarkan masing-masing lantai perawatan.
6.
Jika obat tidak tersedia, dokter penulis resep segera dihubungi untuk ditawarkan obat sejenis yang ada sebagai pengganti.
7.
Bila obat tersebut tidak dapat diganti, maka dibuatkan salinan atau copy resep
8.
Obat yang sudah siap dikirim ke ruang perawatan dengan buku ekspedisi, serah terima obat yang ditandatangani oleh petugas unit perawatan yang menerima, kemudian petugas apotek mengambil resep asli.
c.
Depo Farmasi Kedokteran Militer (Dokmil) Pelayanan apotek di kedokteran militer dipimpin oleh seorang apoteker.
Depo farmasi kedokteran militer terletak di lantai 6 pada gedung bedah sentral.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
59
Personil di Depo Farmasi Dokmil terdiri dari 1 orang apoteker, 3 orang asisten apoteker dan 1 orang tenaga non asisten apoteker. Waktu operasional pelayanan resep di Depo Farmasi Dokmil yaitu hari Senin-Kamis mulai pukul 07.30-15.30 dan hari Jumat mulai pukul 07.30-16.00. Kriteria pasien yang diberikan pelayanan resep di Depo Farmasi Dokmil adalah anggota TNI AD, PNS dari lingkungan RSPAD Gatot Soebroto dan PNS dari kesatuan lain beserta keluarga serta pasien dengan rujukan atau pasien integrasi yaitu pasien Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Gedung bedah sentral ini dikhususkan untuk rawat inap pasien yang mengalami gangguan saraf, seperti stroke dan pasien yang telah selesai menjalani operasi di lantai 2 gedung bedah sentral. Sebagai unit pelayanan obat, Depo Farmasi Dokmil melakukan pelayanan resep obat dan medical supply untuk pasien rawat inap pada perawatan stroke pada lantai 3, perawatan pasca bedah pada lantai 3, 4, dan 5, serta lantai 6 untuk perawatan TNI korban peperangan atau TNI yang mengalami kecelakaan pada saat pendidikan maupun kecelakaan pada kerja. Jumlah obat yang diserahkan kepada pasien untuk obat parenteral adalah untuk pemakaian 2 hari, sedangkan obat oral untuk pemakaian 5 hari. Sistem distribusi obat di Dokmil yaitu sistem distribusi unit dose dan resep perorangan.Unit dose diberikan untuk dimaksudkan agar dapat lebih memantau penggunaan obat oleh pasien, karena biasanya pasien pasca bedah mendapat beberapa antibiotik. Resep perorangan diberikan kepada pasien yang akan pulang. Alur pelayanan resep di Depo farmasi dokmil: 1.
Resep dari ruang perawatan dibawa ke Depo farmasi Dokmil oleh petugas yang berwenang.
2.
Pemeriksaan kelengkapan resep oleh petugas.
3.
Resep yang diterima diberi nomor kemudian diberi kode, yaitu B untuk unit perawatan bedah, ST untuk unit perawatan stroke, dan D untuk unit perawatan Dokmil.
4.
Dilakukan
pembukuan
pada
masing-masing
buku
(pradokumen)
berdasarkan asal lantai perawatan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
60
5.
Obat yang ada langsung disiapkan, dibuat etiket, diperiksa, dibubuhi paraf kemudian dimasukkan ke keranjang obat berdasarkan masing-masing lantai perawatan.
6.
Jika obat tidak tersedia, dokter penulis resep segera dihubungi untuk ditawarkan obat sejenis yang ada sebagai pengganti.
7.
Bila obat tersebut tidak dapat diganti, maka dibuatkan salinan atau copy resep
8.
Obat yang sudah siap dikirim ke ruang perawatan dengan buku ekspedisi, serah terima obat yang ditandatangani oleh petugas unit perawatan yang menerima, kemudian petugas apotek mengambil resep asli.
d.
ICU Depo Farmasi ICU terletak di lantai 2 pada gedung bedah sentral.Personel
di Depo Farmasi ICU dua orang asisten apoteker dan 1 orang Apoteker Klinis. Tugas dari asisten apoteker adalah mengcover obat-obatan yang dibutuhkan oleh pasien. Kriteria pasien yang diberikan pelayanan oleh Depo Farmasi ICU adalah anggota TNI AD, dan PNS di lingkungan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dan PNS dari kesatuan lain beserta keluarga, pasien askes/BPJS dan pasien swasta. Sistem distribusi obat di ICU yang terdiri dari sistem resep individu yang terdapat empat ruangan, yaitu: 1.
Ruang A : terdiri dari empat bed, hanya untuk pasien perawatan khusus misalnya pasca operasi, pasien masih sadar, dan tanpa ventilator
2.
Ruang B : terdiri dari satu bed, khusus bedah jantung
3.
Ruang C : terdiri dari empat bed, untuk pasien yang membutuhkan ventilator
4.
Ruang D : terdiri dari empat bed, khusus untuk anak, tapi karena sedikit atau bahkan tidak ada pasien anak, sehingga digunakan untuk pasien dewasa. Depo farmasi ICU melakukan permintaan sediaan farmasi untuk pasien
per resep per hari ke Depo Farmasi Mondok, kecuali medical supply dilakukan permintaan mingguan ke Depo Farmasi Mondok.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
61
e.
Depo Farmasi Instalasi Kamar Operasi (IKO) Terletak di Gedung Bedah lantai dua dan terdiri dari sepuluh Kamar
Operasi yaitu: 1.
Kamar Operasi I untuk bedah saraf
2.
Kamar Operasi II untuk bedah pasien anak dan kasus digestive
3.
Kamar Operasi III untuk bedah telinga, hidung dan tenggorokan atau THT serta bedah gigi dan mulut (gilut)
4.
Kamar Operasi IV untuk bedah plastik dan kasus tumor
5.
Kamar Operasi V dan VI untuk kebidanan
6.
Kamar Operasi VII untuk bedah mata
7.
Kamar Operasi VIII untuk bedah jantung dan thorax
8.
Kamar Operasi IX untuk bedah urologi
9.
Kamar Operasi X untuk bedah orthopedi Kekhususan dari Depo farmasi IKO adalah penggunaan obat anestesi dan
narkotik sangat sering, sehingga untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotik serta penyelundupan sisa obat anestesi dan narkotik yang digunakan maka kemasan dari obat anestesi dan narkotik yang digunakan harus dikembalikan. Depo farmasi IKO mempersiapkan perbekalan farmasi untuk keperluan bedah setelah jadwal bedah disampaikan kepada Depo minimal sehari sebelum operasi dilaksanakan. Perbekalan farmasi tersebut disiapkan dalam kotak menjadi satu set standar untuk masing-masing keperluan bedah di setiap kamar operasi. Jika terdapat tambahan maka dokter bersangkutan harus meresepkan tambahan yang diperlukan. 4.4.3.4 Distribusi Perbekalan Farmasi oleh Pelayanan Rawat Jalan Apotek Rawat Jalan terletak di lantai 1 dengan posisi yang strategis diantara 12 poli pelayanan kesehatan yang berada di RSPAD Gatot Soebroto yaitu Poliklinik Ilmu Kesehatan Anak, Poliklinik Bedah, Poliklinik Kardiologi, Poliklinik Obstetri dan Ginekologi, Poliklinik Gigi dan Mulut, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Jiwa, Poliklinik Kulit dan Kelamin, Poliklinik Mata, Poliklinik Pulmonologi, Poliklinik Neurologi serta Poliklinik Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT). Terdiri dari dua Apotek rawat jalan yaitu Apotek eks ASKES yang melayani Poliklinik Pulmonologi dan Poliklinik Penyakit Dalam
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
62
serta Apotek eks dinas yang melayani Poliklinik lainnya. Waktu operasional apotek rawat jalan yaitu hari Senin-Kamis mulai pukul 07.30-15.30 dan pada hari Jumat mulai pukul 07.30-16.00.Jumlah resep yang masuk ke apotek rawat jalan setiap harinya sekitar ± 350-400 resep.Dimana jumlah resep racikan sekitar ± 35% dari resep yang masuk.Karena RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad merupakan rumah sakit angkatan, maka dalam pelayanan Apotek rawat jalan memiliki beberapa peraturan. Alur pelayanan resep di apotek rawat jalan: 1.
Resep ditulis oleh dokter yang ada di masing-masing poli RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad.
2.
Resep dibawa oleh pasien ke apotek rawat jalan melalui loket penerimaan resep, resep adalah resep asli bukan copy.
3.
Petugas loket memeriksa kelengkapan resep dan identitas pasien untuk pasien dinas perlu menyertakan Kartu Tanda Anggota, kemudian diberi nomor urut dan label (untuk pegawai RSPAD label warna biru, sedangkan untuk anggota TNI beserta keluarga di luar RSPAD diberi label warna merah), untuk pasien BPJS perlu menyertakan foto copy SEP (Surat Eligibilitas Pasien) dan foto copy kartu ASKES/BPJS. Resep diberi tanda jam resep masuk dan petugas loket akan memberikan nomor resep ke pasien.
4.
Resep masuk kemudian dilakukan pemeriksaan stok obat, dibuat etiket dan paraf, dicatat di buku register atau dengan menggunakan komputer
5.
Obat disiapkan secara individual yaitu obat disiapkan sesuai dengan jumlah yang tertera pada resep. Untuk obat racikan dilakukan perhitungan terlebih dahulu sesuai resep. Dalam proses peracikan untuk Apotek rawat jalan eks dinas sudah baik karena petugas racik sudah memakai APD dan ruang racik terpisah dari ruang lain di Apotek. Pada Apotek rawat jalan eks ASKES petugas raciknya tidak menggunakan APD dan ruang racik bukan merupakan ruang khusus tetapi hanya meja dimana ruangannya sering digunakan untuk hal lain seperti makan, menyimpan barang, dan untuk sholat. Seharusnya ruang racik hanya di khususkan untuk peracikan saja.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
63
6.
Untuk obat yang tidak tersedia, dapat mengambil langsung ke gudang Apotek rawat jalan. Apotek rawat jalan memiliki gudang penyimpanan yang didistribusikan dari gudang farmasi. Dimana Apotek melakukan permintaan setiap bulan kepada gudang tapi dapat melakukan permintaan bila sewaktu-waktu persediaan kosong sebelum permintaan bulan berikutnya. Adanya gudang di Apotek rawat jalan dapat membantu apabila tiba-tiba terjadi kekosongan obat tidak perlu waktu lama untuk mengisi kembali kekosongan obat sehingga pelayanan dapat terus berjalan melihat banyaknya pasien jika pelayanannya lambat pasien akan menunggu lebih lama.
7.
Bila obat sudah siap, diperiksa oleh petugas dengan melihat kesesuaian antara resep dan obat yang disiapkan kemudian diserahkan pada loket penyerahan ke pasien atau keluarga pasien dengan meminta tanda terima (tanda tangan dan nama jelas) oleh pasien atau keluarga pasien. Resep yang dilayani akan disimpan selama 3 tahun.
8.
Pelayanan farmasi klinik yang ada di apotek rawat jalan meliputi informasi obat dan konseling khusus untuk penyakit kronis dan HIV/AIDS. Tapi karena banyaknya resep masuk dan antrian pasien, informasi obat yang diberikan menjadi tidak maksimal, perlu adanya tambahan personil agar semua pasien mendapat informasi yang jelas dan akurat mengenai obat khususnya untuk penyakit kronis yang mendapat banyak obat. Informasi yang seharusnya diberikan saat penyerahan obat yaitu nama obat, indikasi, dosis, efek samping, aturan pakai dan cara penyimpanan.
4.4.3.5 Distribusi Gas medik Gas Medik di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad menyediakan gas-gas untuk keperluan medik. Gas-gas tesebut dipesan dari perusahaan Aneka Gas, dan pemesanan berdasarkan persediaan gas di rumah sakit. Gas-gas tersebut meliputi : 1.
Gas Oksigen (O2)
2.
Gas Nitrogen (N2O)
3.
Gas Carbon (CO2) Pengendalian O2 liquid dilakukan dengan melakukan pengecekan tekanan
volume dan temperatur.Untuk kebutuhan pengisian tabung O2 cair jika telah
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
64
mencapai 35 inch maka Kepala Sub Instalasi Haralkes dan Gas Medik mengajukan pengadaan kepada Kepala Unit Gudang Material.Kemudian atas persetujuan Kepala RSPAD Gatot Soebroto dilakukan pengisian oleh PT. Aneka Gas Indusri hingga maksimal 120 inch. Gas Medik di RSPAD digunakan untuk keperluan ruang perawatan dan Operasi.Gas-gas tersebut didistribusikan langsung ke seluruh ruang perawatan dan Operasi melalui pusat pengendalian gas medik yang terletak di lantai dasar gedung Kedokteran Militer RSPAD.
4.5
Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan
oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada teman sejawat, dokter, perawat , profesi kesehatan lainnya dan pasien. Di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad pelayanan informasi obat sering dilakukan di Depo Farmasi Rawat Jalan, dimana pasien yang datang merupakan pasien yang telah lama menjalani pengobatan maupun pasien baru di Poliklinik RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Pelayanan informasi obat kepada pasien lama dan pasien baru adalah untuk pasien lama kita harus menanyakan bagaimana penggunaan obat selama ini, apakah sudah benar, apa yang dirasakan setelah meminum obat untuk mengetahui kepatuhan dan efek obat pada pasien. Sedangkan untuk pasien baru harus diberi informasi secara lengkap meliputi nama obat, dosis, indikasi, aturan pakai, cara penggunaan dan cara penyimpanan. Pelayanan informasi obat yang telah berjalan di Depo Farmasi Rawat Jalan untuk saat ini masih kurang maksimal, karena jumlah pasien yang terlalu banyak tidak diimbangi dengan jumlah personil yang ada di Depo Farmasi Rawat Jalan.Sehingga pasien kurang mendapat informasi mengenai regimen obat yang diterima.Sebaiknya perlu dilakukan penambahan personil di Depo Farmasi Rawat Jalan sehingga pelayanan informasi obat dapat lebih maksimal terutama untuk pasien baru dan pasien yang menerima obat dengan penggunaan khusus misalnya insulin dan supositoria. Pelayanan informasi obat yang telah berjalan di rawat inap sudah cukup baik. Terutama untuk pasien pulang selalu diberikan informasi mengenai regimen
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
65
obat yang akan digunakan pasien setelah pulang dari rumah sakit. Ini penting karena setelah pasien pulang sudah tidak ada lagi petugas medis yang membantu pasien dalam penggunaan obat.Pasien dituntut harus mandiri menjalani pengobatan sesuai dengan aturan dokter. Disamping
pemberian
informasi
kepada
pasien,
konseling
juga
dibutuhkan. Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengn penggunaan obat pasien. Tujuan dilakukan konseling adalah : 1.
Mengetahui dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien tentang obat dan penyakit yang diderita pasien
2.
Memberikan informasi yang dibutuhkan pasien
3.
Meningkatkan kepatuhan pasien
4.
Memantau perkembangan pasien
5.
Memonitoring penggunaan obat
6.
Menciptakan hubungan dan komunikasi yang baik antara pasien dengan farmasis Konseling kepada pasien di RSPAD Gatot Soebroto baik di rawat inap
maupun di rawat jalan belum berjalan secara maksimal. Pada rawat inap tidak hanya Dokter, Apoteker seharusnya rutin melakukan visite menemui pasien untuk memberikan konseling kepada pasien.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Dalam hal manajemen perbekalan farmasi, Instalasi Farmasi RSPAD
Gatot Soebroto Ditkesad melakukan perencanaan, penyimpanan, produksi, dan distribusi dengan menggunakan sistem UDD (Unit Dose Dispensing) dan resep individual pada pasien rawat inap dan resep individual pada pasien rawat jalan sedangkan kegiatan farmasi klinis baru berjalan pada ruangan ICU (Intensive Care Unit).
5.2
Saran
1.
Untuk meningkatkan kepuasan pasien maka perlu ditingkatkan keramahan dalam melakukan tugas pelayanan kefarmasian
2.
Pada rawat inap tidak hanya Dokter, Apoteker seharusnya rutin melakukan visite menemui pasien untuk memberikan konseling kepada pasien terutama untuk pasien penyakit kronis dan pasien pulang
3.
Perlu penambahan petugas farmasi khususnya di Depo rawat jalan untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian kepada pasien
66
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Ridwan. (1996).Kiat Sukses di Bidang Jasa. Jakarta: Andi Offset Siregardan Amalia, Lia. 2004. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta:Buku Kedokteran EGC. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2006).Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatana Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang RumahSakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad . 2014. Profil RSPAD. Diakses di www.rspadgatsu.com, pada 2 Mei 2014, 17.43 wib.
67
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT (RSPAD) GATOT SOEBROTO DITKESAD PERIODE 7 APRIL- 16 MEI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Ayu Mayangsari, S.Farm 1306434105
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT (RSPAD) GATOT SOEBROTO DITKESAD PERIODE 7 APRIL-16 MEI 2014
Ayu Mayangsari, S.Farm 1306434105
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JUNI 2014 ii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa laporan yang saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, Juli 2014
Ayu Mayangsari
iii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Ayu Mayangsari
NPM
: 1306434105
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 1 Juli 2014
iv
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
v
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa pencipta manusia dan kehidupan, yang penuh rahmat dan kasih sayang. Alhamdulillah atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yang telah dilaksanakan pada tanggal 7 April-16 Mei 2014, serta dapat menyelesaikan laporan tugas umum ini dengan tepat waktu. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menempuh ujian akhir apoteker pada Fakultas Farmasi Unversitas Indonesia. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Ibu Dra. Renni Septini., Apt. MARS selaku pembimbing selama PKPA di RSPAD Gatot Soebroto atas ilmu-ilmu yang telah diberikan;
2.
Ibu Dra. Juheini A, M.Si.,Apt selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis
3.
Kolonel (CKM), Drs. Hidayatul Rachman, Apt., M.Si selaku kepala Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto;
4.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si.,Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi UI;
5.
Bapak Drs.Hayun, M.Si.,Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI;
6.
Seluruh staf medis maupun non-medis RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad atas bantuannya selama PKPA;
7.
Seluruh staf pengajar dan staf administrasi di Fakultas Farmasi UI atas segala ilmu pengetahuan yang penulis dapatkan selama penulis menempuh pendidikan ini;
8.
Keluarga dan orang-orang terdekat penulis, atas segala bentuk dukungan, perhatian, kasih sayang, serta doa tiada henti yang diberikan kepada penulis;
9.
Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 78 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah terjalin selama menempuh pendidikan di program Profesi Apoteker.
vi
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
2014
vii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PULIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama
: Ayu Mayangsari
NPM
: 1306434105
Program Studi: Profesi Apoteker Fakultas
: Farmasi
Jenis Karya
: Laporan
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : “Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad, Periode 7 April-16 Mei 2014” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal 1 Juli 2014 Yang menyatakan
(Ayu Mayangsari)
viii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama : Ayu Mayangsari Program Studi : Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad, Periode 7 April-16 Mei 2014
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad bertujuan agar calon Apoteker memahami manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Tugas khusus yang diberikan dengan judul Laporan Kasus Pasien CKD Stage 5 di Unit Perawatan Umum Lantai 4 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad Tanggal 12 Mei – 16 Mei 2014 bertujuan untuk mengetahui DRP (Drug Related Problem) yang terjadi berdasarkan terapi yang diberikan kepada pasien dan mengetahui peran Apoteker dalam mencegah keparahan CKD lebih lanjut.
Kata Kunci
: Praktek Kerja Profesi Apoteker, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad, CKD, DRP (Drug Related Problem) Tugas Umum : xi + 67 halaman, 4 gambar Tugas Khusus : iii + 34 halaman, 4 gambar Daftar Acuan Tugas Umum : 7 (1996-2014) Daftar Acuan Tugas Khusus : 18 (2001-2013)
ix
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..............................................................................................i HALAMAN SAMPUL ..........................................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN .............................. Error! Bookmark not defined.iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 20 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 20 1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM ................................................................................. 3 2.1 Rumah Sakit .................................................................................................. 3 2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) .......................................................... 7 2.3 Panitia Farmasi dan Terapi ............................................................................ 9 2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit ....................................... 13 2.5 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit) ....................................... 15 BAB 3 GAMBARAN UMUM RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD . 20 3.1 Sejarah RSPAD Gatot Soebroto .................................................................. 20 3.2 Profil RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad .................................................... 21 3.3 Visi, Misi, dan Tugas Fungsi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ............... 22 3.4 Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Secara Umum ........ 24 BAB 4 URAIAN HASIL KEGIATAN .............................................................. 37 4.1 Visi dan Misi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto ............................ 37 4.2 Tujuan Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto ...................................... 37 4.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto .................. 38 4.4 Pekerjaan Kefarmasian di RSPAD Gatot Soebroto .................................... 45 4.5 Komunikasi, Informasi dan Edukasi ........................................................... 64 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 66 5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 66 5.2 Saran ............................................................................................................ 66 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67
x
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Gambar 4. 1 Gambar 4. 2 Gambar 4. 3
Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ................. 24 Struktur organisasi instalasi farmasi RSPAD.................................. 39 Bukti Pengeluaran (BP) material dari gudang material .................. 49 Form daftar permintaan obat dari Depo ke gudang farmasi............ 51
xi
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
xii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT (RSPAD) GATOT SOEBROTO DITKESAD PERIODE 7 APRIL- 16 MEI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Ayu Mayangsari, S.Farm 1306434105
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
JUNI 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT (RSPAD) GATOT SOEBROTO DITKESAD PERIODE 7 APRIL-16 MEI 2014
Ayu Mayangsari, S.Farm 1306434105
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK xiii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
JUNI 2014
xiv
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
xv
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa pencipta manusia dan kehidupan, yang penuh rahmat dan kasih sayang. Alhamdulillah atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yang telah dilaksanakan pada tanggal 7 April-16 Mei 2014, serta dapat menyelesaikan laporan tugas umum ini dengan tepat waktu. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menempuh ujian akhir apoteker pada Fakultas Farmasi Unversitas Indonesia. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 10.
Ibu Dra. Renni Septini., Apt. MARS selaku pembimbing selama PKPA di RSPAD Gatot Soebroto atas ilmu-ilmu yang telah diberikan;
11.
Ibu Dra. Juheini A, M.Si.,Apt selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis
12.
Kolonel (CKM), Drs. Hidayatul Rachman, Apt., M.Si selaku kepala Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto;
13.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si.,Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi UI;
14.
Bapak Drs.Hayun, M.Si.,Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI;
15.
Seluruh staf medis maupun non-medis RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad atas bantuannya selama PKPA;
16.
Seluruh staf pengajar dan staf administrasi di Fakultas Farmasi UI atas segala ilmu pengetahuan yang penulis dapatkan selama penulis menempuh pendidikan ini;
17.
Keluarga dan orang-orang terdekat penulis, atas segala bentuk dukungan, perhatian, kasih sayang, serta doa tiada henti yang diberikan kepada penulis;
18.
Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 78 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah terjalin selama menempuh pendidikan di program Profesi Apoteker. xvi
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
2014
xvii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..............................................................................................i HALAMAN SAMPUL ..........................................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN .............................. Error! Bookmark not defined.iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 20 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 20 1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM ................................................................................. 3 2.1 Rumah Sakit .................................................................................................. 3 2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) .......................................................... 7 2.3 Panitia Farmasi dan Terapi ............................................................................ 9 2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit ....................................... 13 2.5 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit) ....................................... 15 BAB 3 GAMBARAN UMUM RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD . 20 3.1 Sejarah RSPAD Gatot Soebroto .................................................................. 20 3.2 Profil RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad .................................................... 21 3.3 Visi, Misi, dan Tugas Fungsi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ............... 22 3.4 Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Secara Umum ........ 24 BAB 4 URAIAN HASIL KEGIATAN .............................................................. 37 4.1 Visi dan Misi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto ............................ 37 4.2 Tujuan Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto ...................................... 37 4.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto .................. 38 4.4 Pekerjaan Kefarmasian di RSPAD Gatot Soebroto .................................... 45 4.5 Komunikasi, Informasi dan Edukasi ........................................................... 64 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 66 5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 66 5.2 Saran ............................................................................................................ 66 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67
xviii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Gambar 4. 1 Gambar 4. 2 Gambar 4. 3
Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ................. 24 Struktur organisasi instalasi farmasi RSPAD.................................. 39 Bukti Pengeluaran (BP) material dari gudang material .................. 49 Form daftar permintaan obat dari Depo ke gudang farmasi............ 51
xix
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah satu diantara sarana kesehatan yang merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan satu diantara kegiatan di rumah skait yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa layanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996). Dewasa ini paradigma dunia farmasi tidak hanya fokus terhadap drug oriented semata namun sudah mulai mencangkup patient oriented yang berfokus pada keselamatan pasien terutama di sarana kesehatan yang terkenal dengan sebutan farmasi klinis. Paradigma ini juga sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang standar pelayanan rumah sakit yang disebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien (patient oriented) (Kementerian Kesehatan, 2006) Instalasi Farmasi Rumah Sakit bertugas dalam pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung sampai dengan pengendalian semua perbekalan farmasi yang beredar dan xx
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
digunakan dalam rumah sakit, baik untuk pasien rawat inap, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar & Amalia, 2004).
Apoteker merupakan tenaga kefarmasian yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Apoteker yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk tidak hanya memiliki pengetahuan mengenai manajemen pengelolaan perbekalan farmasi saja, namun juga pengetahuan farmasi klinik. Satu diantara upaya untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya, maka Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Rumah Sakit Pusat Anggkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad menyelenggarakan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Kegiatan PKPA yang diikuti penulis dilaksanakan mulai tanggal 7 April – 16 Mei 2014.
1.2 Tujuan Pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini bertujuan agar calon Apoteker memahami manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad.
2
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Rumah Sakit
2.1.1
Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga dapat didefinisikan sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Rumah Sakit harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial (Kementerian Kesehatan RI, 2009a).
2.1.2
Fungsi dan Tugas Rumah Sakit Menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah
sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, dan untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud fungsi rumah sakit adalah : a.
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c.
Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
3
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
d.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2009b).
2.1.3
Klasifikasi Rumah Sakit Suatu sistem klasifikasi rumah sakit diperlukan untuk member kemudahan
mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan pemilik serta evaluasi golongan rumah sakit. Rumah sakit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan berdasarkan jenis pelayanan, kepemilikan, dan rumah sakit pendidikan. 2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi: 1.
Rumah sakit umum Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit disebut Rumah sakit umum. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit umum digolongkan menjadi: a.
Rumah sakit umum kelas A Fasilitas dan kemampuan pelayanan medik yang harus dimiliki Rumah
akit umum kelas A paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, lima pelayanan spesialis penunjang medik, dua belas pelayanan medik spesialis lain, dan tiga belas pelayanan medik subspesialis. b.
Rumah sakit umum kelas B Fasilitas dan kemampuan pelayanan medik yang harus dimiliki Rumah
sakit umum kelas B paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, empat pelayanan spesialis penunjang medik, delapan pelayanan medik spesialis lainnya, dan dua pelayanan medik subspesialis dasar. c.
Rumah sakit umum kelas C Fasilitas dan kemampuan pelayanan medik yang harus dimiliki Rumah
sakit umum kelas C paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar dan empat pelayanan spesialis penunjang medik.
4
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
5
d.
Rumah sakit umum kelas D Fasilitas dan kemampuan pelayanan medik yang harus dimiliki Rumah
sakit umum kelas D paling sedikit dua pelayanan medik spesialis dasar. 2.
Rumah Sakit Khusus Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya disebut Rumah sakit khusus. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit khusus digolongkan menjadi: a. Rumah Sakit khusus kelas A b. Rumah Sakit khusus kelas B c. Rumah Sakit khusus kelas C 2.1.3.2 Berdasarkan Pengelola Berdasarkan pengelolanya, rumah sakit dapat digolongkan menjadi : a.
Rumah sakit publik Rumah sakit yang dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
badan hukum yang bersifat nirlaba disebut Rumah sakit publik. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b.
Rumah sakit privat Rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk Persero Terbatas atau Persero disebut Rumah sakit privat. 2.1.3.3 Rumah Sakit Pendidikan Rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya disebut Rumah sakit pendidikan.
2.1.4
Organisasi Rumah Sakit Definisi organisasi Rumah sakit adalah sebuah struktur yang dibangun
oleh rumah sakit sendiri yang memiliki tingkatan-tingkatan dan tugas masingmasing serta saling membutuhkan satu sama lain. Organisasi tersebut dapat
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
6
berdiri di bawah naungan pemerintah ataupun tidak. Rumah sakit yang tidak berada di bawah naungan pemerintah adalah rumah sakit swasta yang terdiri dari orang yang memiliki rumah sakit tersebut. Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Menurut UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit.
2.1.5 Tenaga Kesehatan Menurut UU No.36 tahun 2009, tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum, memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi profesi masing-masing. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari: 1.
Tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi;
2.
Tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan;
3.
Tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten apoteker;
4.
Tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan, dan sanitarian;
5.
Tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian;
6.
Tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapi wicara; dan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
7
7.
Tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik prostetik, teknisi transfusi darah, dan perekam medis.
2.2
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
2.2.1
Definisi IFRS Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian / unit / divisi / fasilitas
di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004). Berdasarkan definisi tersebut maka Instalasi Farmasi Rumah Sakit secara umum dapat diartikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan bertanggungjawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian. Pada IFRS, pelayanan kefarmasian terdiri dari pelayanan paripurna yang mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan farmasi, penyiapan obat berdasarkan resep bagi pasien rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu, distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan farmasi di rumah sakit. Pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis mencakup pelayanan langsung pada pasien dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar & Amalia, 2004)
2.2.2
Tugas dan Fungsi IFRS Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tugas pokok farmasi Rumah Sakit adalah sebagai berikut: a.
Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi
c.
Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
8
d.
Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi
e.
Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
f.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g.
Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
h.
Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit. Fungsi farmasi rumah sakit yang tertera pada Kepmenkes No.
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah sebagai berikut: a.
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
b.
Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
2.2.3
Ruang Lingkup IFRS Ruang lingkup farmasi terbagi menjadi dua, yaitu :
1.
Farmasi klinik yaitu ruang lingkup farmasi yang dilakukan dalam program rumah sakit, yaitu : pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit perawatan klinis, pemeliharaan formularium; penelitian, pengendalian infeksi di rumah sakit, serata informasi obat.
2.
Farmasi non-klinik mencakup : perencanaan; penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pembelian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi dan pengendalian semua perbekalan keesehatan yang beredar yang digunakan di rumah sakit secara keseluruhan. (Siregar, 2004)
2.2.4
Struktur Organisasi IFRS Berdasarkan
keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi
pelayanan
kefarmasian.
Bagan
organisasi
adalah
bagan
yang
menggambarkan pembagian tugas, koordinasi dan kewenangan serta fungsi.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
9
Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinis dan manajemen mutu, serta harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak, tingkat menengah dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari system mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan terdiri atas personil pengawas yang secara langsung memantau dan mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka, dampaknya pada pelayanan dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk dan pelayanan (Siregar dan Amalia, 2004).
2.3
Panitia Farmasi dan Terapi Menurut Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 Panitia
Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara staf medik dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spasialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi adalah: 1.
Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat dan evaluasinya.
2.
Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan (Kementerian Kesehatan RI, 2004).
2.3.1
Organisasi dan Kegiatan Panitia Farmasi dan Terapi Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang
dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat:
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
10
1.
Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, apoteker dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua Staf Medis Fungsional yang ada.
2.
Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
3.
Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi.
4.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat Panitia Farmasi dan Terapi diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
5.
Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya
berhubungan
dengan
penggunaan
obat
(Kementerian
Kesehatan RI, 2004). Charles Siregar dalam bukunya Farmasi Rumah Sakit menyebutkan bahwa keanggotaan Panitia Farmasi dan Terapi terdiri dari 8-15 orang. Semua anggota tersebut mempunyai hak suara yang sama. Di rumah sakit umum besar (misalnya kelas A dan B) perlu diadakan suatu struktur organisasi Panitia Farmasi dan Terapi yang terdiri atas keanggotaan inti yang mempunyai hak suara, sebagai suatu tim pengarah dan pengambil keputusan. Anggota inti ini dibantu oleh berbagai subpanitia yang dipimpin oleh salah seorang anggota inti. Anggota dalam subpanitia adalah dokter praktisi spesialis, apoteker spesialis informasi obat, apoteker spasialis farmasi klinik dan berbagai ahli sesuai dengan keahlian yang diperlukan dalam tiap subpanitia (Siregar dan Amalia, 2004). Selain subpanitia yang pembentukannya didasarkan pada penggolongan penyakit sasaran obat, di beberapa rumah sakit subpanitia didasarkan pada SMF (Staf Medik Fungsional) yang ada. Panitia Farmasi dan Terapi dapat juga membentuk subpanitia untuk kegiatan tertentu, misalnya subpanitia pemantauan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
11
dan pelaporan reaksi obat merugikan, subpanitia evaluasi penggunaan obat, subpanitia pemantauan resistensi antibiotik, subpanitia formulasi dietetik atau subpanitia khusus jika perlu. Dalam subpanitia khusus ini, sering kali melibatakan spesialis yang bukan anggota Panitia Farmasi dan Terapi (Siregar dan Amalia, 2004).
2.3.2
Fungsi dan Ruang Lingkup Adapun fungsi dan ruang lingkup dari Panitia Farmasi dan Terapi antara
lain: 1.
Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.
2.
Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
3.
Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus.
4.
Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
5.
Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional.
6.
Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
7.
Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat (Kementerian Kesehatan RI, 2004).
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
12
2.3.3 Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi Dalam melaksanakan tugasnya Panitia Farmasi dan Terapi memiliki kewajiban antara lain: 1.
Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional
2.
Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain
3.
Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait
4.
Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut (Kementerian Kesehatan RI, 2004).
2.3.4
Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi memiliki tugas antara lain:
1.
Menjadi salah seorang anggota panitia (wakil ketua/sekretaris);
2.
Menetapkan jadwal pertemuan;
3.
Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan;
4.
Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam pertemuan;
5.
Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan rumah sakit;
6.
Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh pihak yang terkait;
7.
Melaksanakan
keputusan-keputusan
yang
sudah
disepakati
dalam
pertemuan. 8.
Menunjang
pembuatan
pedoman
diagnosis
dan
terapi,
pedoman
penggunaan antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain; 9.
Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT;
10.
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan;
11.
Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat; dan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
13
12.
Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat pada pihak terkait.
2.3.5 Formularium Rumah Sakit Definisi Formularium adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan. Komposisi formularium terdiri dari halaman judul, daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), daftar isi, informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang diterima untuk digunakan dan lampiran. Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien. 2.4
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Menurut Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004, fungsi pelayanan
farmasi rumah sakit sebagai pengelola perbekalan farmasi dimulai dari pemilihan, perencanaan,
pengadaan,
produksi,
penerimaan,
penyimpanan,
dan
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. 1.
Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat.
2.
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan berdasarkan DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
14
catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, dan rencana pengembangan. 3.
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian secara tender (oleh panitia pembelian barang farmasi) dan secara langsung dari pabrik/ distributor/ pedagang besar farmasi/rekanan, melalui produksi/pembuatan sediaan farmasi (produksi steril dan produksi non steril), dan melalui sumbangan/droping/hibah.
4.
Produksi
merupakan
kegiatan
membuat,
mengubah
bentuk,
dan
pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah sediaan farmasi dengan formula khusus, sediaan farmasi dengan harga murah, sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil, sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran, sediaan farmasi untuk penelitian, sediaan nutrisi parenteral, dan rekonstruksi sediaan obat kanker. 5.
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi yaitu pabrik harus mempunyai sertifikat analisa, barang harus bersumber dari distributor utama, harus mempunyai material safety data sheet (MSDS), khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin, dan tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun.
6.
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya, mudah tidaknya meledak/terbakar, dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
7.
Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
15
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan: a.
Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
b.
Metode sentralisasi atau desentralisasi
c.
Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi
2.5
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Kementerian Kesehatan RI, 2004)
2.5.1
Pengkajian Resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep
meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Persyaratan administrasi meliputi : a.
Nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis kelamin, dan berat badan pasien;
b.
Nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter;
c.
Tanggal resep; dan
d.
Ruangan atau unit asal resep.
Kesesuaian farmasetik meliputi : a.
Bentuk dan kekuatan sediaan;
b.
Dosis dan jumlah obat;
c.
Stabilitas dan ketersediaan; dan
d.
Aturan, cara, dan teknik penggunaan.
Pertimbangan klinis meliputi : a.
Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat;
b.
Duplikasi pengobatan;
c.
Alergi, interaksi, dan efek samping obat;
d.
Kontraindikasi; dan
e.
Efek aditif.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
16
2.5.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO) PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untukmemberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada tenagakesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi : 1.
Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit;
2.
Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi ;
3.
Meningkatkan profesionalisme apoteker; dan
4.
Menunjang terapi obat yang rasional.
Kegiatan yang termasuk dalam PIO meliputi : 1.
Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif;
2.
Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat, atau tatap muka;
3.
Membuat buletin, leaflet, dan label obat;
4.
Menyediakan informasi bagi PFT sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit;
5.
Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya; dan
6.
Mengkoordinasi
penelitian tentang obat
dan kegiatan
pelayanan
kefarmasian. Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO). Pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin (terutama yang berat, tidak dikenal, atau frekuensinya jarang), menentukan frekuensi dan insiden ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau mempengaruhi timbulnya ESO.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
17
Kegiatan monitoring efek samping obat meliputi: a.
Menganalisa laporan ESO;
b.
Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami ESO;
c.
Mengisi formulir ESO; dan
d.
Melaporkan ke Panitia ESO Nasional. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni
kerjasama dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring ESO. Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program tersebut, dapat mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup pelaporan sukarela oleh praktisi individu, mengaji kartu pengobatan pasien, surveilans obatindividu, dan surveilans unit pasien.
2.5.3
Pengkajian Penggunaan Obat (Drug Use Review) Alat untuk mengidentifikasi permasalahan terkait penggunaan obat seperti
dosis yang tidak benar, reaksi efek samping yang bisa dihindari, pemilihan obat yang tidak tepat, dan kesalahan dalam penyiapan dan pemberian obat disebut pengkajian penggunaan obat. Ini merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat adalah: 1.
Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu;
2.
Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain;
3.
Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik; dan
4.
Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Alat yang digunakan dalam pengkajian penggunaan obat adalah 1.
Indikator peresepan, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : a. Rata-rata jumlah obat per pasien; b. Persentase obat yang diresepkan menggunakan nama generik; c. Persentase pasien yang diresepkan antibiotik;
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
18
d. Persentase pasien yang diresepkan injeksi; dan e. Persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial. 2.
Indikator pelayanan pasien, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : a. Rata-rata waktu konsultasi; b. Rata-rata waktu dispensing; c. Persentase obat aktual yang disiapkan; d. Persentase pelabelan yang benar; dan e. Persentase pasien yang memiliki pemahaman yang benar tentang obat.
3.
Indikator fasilitas, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : a. Ketersediaan daftar obat-obat esensial b. Ketersediaan obat-obat esensial.
2.5.4
Konseling Kegiatan
konseling
merupakan
suatu
proses
sistematik
untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien mengenai nama obat, tujuanpengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat,efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan interaksidengan penggunaan obat-obat lain. Konseling dapat dilakukan untuk pasiendengan kriteria sebagai berikut : 1.
Pasien rujukan dokter,
2.
Pasien dengan penyakit kronis,
3.
Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi,
4.
Pasien geriatrik, dan
5.
Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, di antaranya : 1.
Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
2.
Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup: a. Apa yang dikatakan dokter mengenai obat
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
19
b. Bagaimana cara pemakaiannya c. Efek yang diharapkan dari obat tersebut 3.
Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat.
4.
Melakukan
verifikasi
akhir
yaitu
mengecek
pemahaman
pasien,
mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
2.5.5
Ronde/visite pasien Kegiatan ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk : 1.
Pemilihan obat,
2.
Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik,
3.
Menilai kemajuan pasien, dan
4.
Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.
Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan ronde adalah sebagai berikut : 1.
Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien;
2.
Untuk pasien yang baru dirawat, apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi;
3.
Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin penggunaan obat yang benar; dan
4.
Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat, yang akan berguna untuk pemberian obat. Setelah kunjungan, apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara apoteker sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 3 GAMBARAN UMUM RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD
3.1
Sejarah RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Pada awal abad 19 perkembangan rumah sakit militer di Indonesia
merupakan bagian dari strategi militer Belanda untuk tetap mempertahankan tanah jajahannya (Bederlands Indies). Pada awal Januari 1808, Gubernur Jenderal Daendles memperkuat militernya dengan mendirikan rumah sakit militer (Groot Militaire Hospitalen) atau Rumah Sakit Garnisun di Jakarta. Besarnya kebutuhan pelayanan kesehatan bagi serdadu Belanda di Batavia pada saat itu, menyebabkan pemerintah Belanda memutuskan untuk membangun rumah sakit militer yang besar dengan nama Groot Hospitaal Weltevreden. Satu abad kemudian yaitu tahun 1942 rumah sakit ini dikenal dengan nama Militaire Hospitaal Batavia dan merupakan cikal bakal RSPAD Gatot Soebroto. Selama penjajahan Jepang (1942-1945), rumah sakit ini tetap berfungsi sebagai rumah sakit militer di bawah Komando Angkatan Darat Jepang dengan nama Rikugun Byoin.
Setelah pengakuan kedaulatan RI, maka rumah sakit
tersebut dikuasai oleh KNIL sampai tahun 1950 yang diberi nama Leger Hospital Batavia. Pada tanggal 26 Juli 1950 diserahkan kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diwakili oleh Letnan Kolonel Dr. Satrio dan dokter pihak KNIL oleh Letkol Scheffer. Sejak saat itu namanya diganti menjadi Rumah Sakit Tentara Pusat (RSTP). Pada tanggal 1 Maret 1952 Letnan Kolonel Dr. Satrio menyerahkan jabatan Kepala RSTP kepada Letnan Kolonel DR. Reksodiwirjo Wijotoarjo dan sesuai dengan perkembangan organisasi Djawatan Kesehatan Tentara Angkatan Darat (DKT AD) menjadi Djawatan Kesehatan Angkatan Darat (DKAD). Sebutan ini mempengaruhi juga nama RSTP menjadi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat yang disingkat RSPAD dan nama ini digunakan sampai tahun 1970. Mengingat jasa-jasa Letnan Jendral Gatot Soebroto yang bertekad memberikan segala-galanya bagi RSPAD agar menjadi rumah sakit kebanggaan
20
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
prajurit dan upaya meningkatkan kesejahteraan prajurit Angkatan Darat, dipakailah nama Gatot Soebroto Ditkesad di belakang nama Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat atau RSGS. Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat, Nomor SKEP/582/1970. Sesuai dengan tuntunan organisasi agar lebih mudah pengucapannya, maka pada tanggal 4 Agustus 1977 dibuat keputusan Kajan Kesad yang dituangkan dalam Surat Edaran Nomor: SE/18/VIII/1977 yang isinya menetapkan bahwa nama rumah sakit ini berubah menjadi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Ditkesad disingkat RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad sampai sekarang. Saat ini RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad merupakan rumah sakit tingkat I di jajaran TNI yang
memberikan pelayanan kesehatan bagi para prajurit,
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan keluarganya serta masyarakat umum. Rumah sakit
ini
juga digunakan oleh tim dokter kepresidenan dan sebagai tempat
pemeriksaan pejabat tertinggi dan tinggi negara. Untuk itu RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad mendapat dukungan fasilitas gedung dan alat kesehatan yang canggih. RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad menjadi rumah sakit militer terbesar di kawasan Asia yang terletak di Jl. Abdul Rachman Saleh No. 24 Jakarta Pusat, dengan luas tanah 125.000 m2
dan luas bangunan 115.010 m2. RSPAD
Gatot Soebroto mempunyai kapasitas tempat tidur sebanyak 757 tempat tidur dan jumlah ini sangat fleksibel tergantung perkembangan rumah sakit. Berdasarkan kapasitas tempat tidur dan unit pelayanannya RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad merupakan rumah sakit tipe A. Berdasarkan peraturan Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam), RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad menjadi rumah sakit rujukan tertinggi bagi seluruh angkatan dalam jajaran Dephankam dan TNI (RSPAD Gatot Soebroto, 2014).
3.2
Profil RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad
merupakan rumah sakit rujukan tertinggi bagi anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) Angkatan Darat. Berdasarkan kriteria pembagian Rumah Sakit menurut
PerMenkes
RI No.93/Menkes/SK/XI/1992 21
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
dan
Undang-Undang
Universitas Indonesia
22
Republik Indonesia No.44 tahun 2009, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad termasuk rumah sakit kelas A yang memiliki tenaga spesialistik dan subspesialistik yang lengkap dengan kapasitas tempat tidur lebih kurang 1000, selain itu juga merupakan Rumah Sakit pendidikan. Pelayanan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ditujukan untuk melayani: 1.
Pasien Dinas yaitu pasien anggota TNI Angkatan Darat, PNS Kementerian Pertahanan dan Keamanan beserta keluarganya (suami/istri dan 2 anak berusia maksimal 25 tahun belum menikah dan masih bersekolah), serta pasien dengan rujukan atau pasien integrasi yaitu pasien Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
2.
Pasien swasta, yaitu masyarakat umum yang berobat ke RSPAD baik pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan (RSPAD Gatot Soebroto, 2014).
3.3
Visi, Misi dan Tugas Fungsi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
3.3.1
Visi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad menjadi RS berstandar internasional,
sebagai rujukan tertinggi dan RS pendidikan utama, serta kebanggaan prajurit dan masyarakat.
3.3.2
Misi
a.
Menyelenggarakan fungsi RS tingkat pusat dan rujukan tertinggi AD dalam rangka mendukung tugas pokok TNI AD.
b.
Menyelenggarakan dukungan dan pelayanan kesehatan yang bermutu secara menyeluruh untuk prajurit/ PNS TNI AD, untuk keluarga dan masyarakat.
c.
Mengembangkan keilmuan secara berkesinambungan.
d.
Meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan melalui pendidikan yang berkelanjutan.
e.
Memberikan lingkungan yang mendukung proses pemilahan dan pendukung bayi.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
23
3.3.3 Tugas dan Fungsi Tugas pokok RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah menyelenggarakan fungsi perumahsakitan tertinggi di jajaran TNI AD, melalui upaya-upaya pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif yang terpadu dengan pelaksanaan kegiatan kesehatan promotif dan preventif. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad melaksanakan fungsi: a.
Pelayanan perumahsakitan, meliputi segala upaya pekerjaan dan kegiatan di bidang pelayanan medik, penunjang medik serta keperawatan bagi personil TNI AD beserta keluarganya dalam rangka menunjang tugas pokok TNI AD.
b.
Rujukan dan supervisi, meliputi segala upaya pekerjaan dan kegiatan di bidang rujukan pelayanan pasien dan penunjang diagnostik dari rumah sakit tingkat Kodam serta melaksanakan supervisi teknis medis dan sistem/manajemen perumahsakitan.
c.
Pendidikan dan pelatihan, meliputi segala upaya pekerjaan dan kegiatan penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan tingkat Diploma III, Strata I dan Pasca Sarjana serta melaksanakan pelatihan dalam rangka peningkatan profesionalisme dan keterampilan bagi personel kesehatan sesuai tingkat dan kebutuhan pelayanan kesehatan.
d.
Riset,
meliputi
segala
upaya
pekerjaan
dan
kegiatan
dengan
menyelenggarakan penelitian ilmiah, pengembangan teknis medis dan sistem perumahsakitan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. e.
Pembinaan profesi tenaga kesehatan di lingkungan Kesehatan TNI AD. Meliputi segala upaya pekerjaan dan kegiatan di bidang pemeliharaan dan peningkatan profesionalisme melalui penyelenggaraan seminar, lokakarya, temu ilmiah dan penulisan karya ilmiah kesehatan dalam rangka alih teknologi (RSPAD Gatot Soebroto, 2014).
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
24
3.4
Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Secara Umum
Gambar 3.1 Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
Struktur organisasi RSPAD Gatot Soebroto
Ditkesad
berdasarkan
Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/50/XII/2006 tanggal 29 Desember 2006 adalah sebagai berikut: A.
Eselon Pimpinan Rumah Sakit, terdiri atas:
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
25
1. Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, disingkat Ka RSPAD Gatot Soebroto. 2. Wakil Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, disingkat Waka RSPAD Gatot Soebroto. B.
Eselon Pembantu Pimpinan, terdiri atas: 1. Ketua Badan Penasehat 2. Ketua Komite Medik 3. Ketua Komite Riset 4. Kepala Satuan Pengawasan Internal (Ka SPI) 5. Direktur Pembinaan Pelayanan Medis (Dirbinyanmed) 6. Direktur Pembinaan Penunjang Medis (Dirbinjangmed) 7. Direktur Pembinaan Penunjang Umum (Dirbinjangum) 8. Direktur Pembinaan Pengembangan (Dirbinbang)
C.
Eselon Pelayanan, terdiri atas: 1. Sekretaris (Ses) 2. Kepala Informasi dan Pengolahan Data (Kainfolahta)
D.
Eselon Pelaksana, terdiri atas: 1.
Kepala Departemen Bedah
2.
Kepala Departemen Penyakit Dalam
3.
Kepala Departemen Kesehatan Jiwa
4.
Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi
5.
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
6.
Kepala Departemen Jantung
7.
Kepala Departemen Paru
8.
Kepala Departemen Mata
9.
Kepala Departemen Saraf
10. Kepala Departemen Telinga, Hidung dan Tenggorokan 11. Kepala Departemen Penyakit Kulit dan Kelamin 12. Kepala Departemen Gigi dan Mulut 13. Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik 14. Kepala Instalasi Radiologi dan Kedokteran Nuklir. 15. Kepala Instalasi Patologi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
26
16. Kepala Instalasi Gawat Darurat 17. Kepala Instalasi Kamar Operasi 18. Kepala Instalasi Rawat Jalan 19. Kepala Instalasi Rawat Inap 20. Kepala Instalasi Anestesi 21. Kepala Instalasi Farmasi 22. Kepala Unit Kedokteran Militer 23. Kepala Unit Rikkes 24. Kepala Unit Gizi 25. Kepala Unit Gudang Material 26. Kepala Unit Kesehatan Lingkungan 27. Kepala Unit Teknik 28. Kepala Unit Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan 29. Kepala Unit Penunjang Khusus (RSPAD Gatot Soebroto, 2014).
3.4.1 Komite Medik RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Komite Medik RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah staf fungsional yang memiliki integritas, otonomi dan profesionalisme sesuai dengan keahliannya dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada Ka RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dalam penentuan standar pelayanan, pengawasan serta penilaian mutu pelayanan kesehatan.
b.
Memberikan saran dan pertimbangan medik dalam rangka rujukan pasien ke rumah sakit lain, baik di dalam maupun di luar negeri.
c.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada Ka RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad di bidang pendidikan, pelatihan serta pengembangan tenaga kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto.
d.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada Ka RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dalam menegakkan etika profesi dan etika Rumah Sakit serta hokum kedokteran di RSPAD Gatot Soebroto.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
27
e.
Memberikan saran dan pertimbangan dalam supervisi perumahsakitan terhadap Rumah Sakit tingkat Kodam.
3.4.2 Komite Riset RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Adapun Komite Riset RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad diketuai oleh seorang Pakar Ahli Fungsional yang memiliki kemampuan dan integritas di bidang riset ilmu kesehatan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a.
Memberikan saran dan rekomendasi kepada Ka RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad terhadap rencana kegiatan penelitian dan pengembangan yang akan dilaksanakan oleh setiap kecabangan ilmu kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto.
b.
Mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengawasi setiap pelaksanaan penelitian dan pengembangan di RSPAD Gatot Soebroto.
3.4.3
Komite Farmasi dan Terapi (KFT) RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Komite Farmasi dan Terapi (KFT) RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
merupakan kelompok penasehat dari staf medik dan bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Komite Farmasi dan Terapi di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dipimpin oleh Dirbinjangmed, sekretaris I adalah Kepala Instalasi Farmasi, sekretaris 2 adalah seorang apoteker dari Instalasi Farmasi dan beranggotakan dokter dari tiap departemen, dengan Penasehat Wakil Kepala RSPAD Gatot Soebroto. KFT mulai berdiri pada tahun 1982, sejak diterapkannya Farmasi Rumah Sakit di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dengan disusunnya Daftar Obat Esensial (DOE) edisi I. Pada tahun 1992 disusun DOE edisi II, yang merupakan tindak
lanjut
dari
085/MENKES/PER/I/1989,
Peraturan tentang
Menteri kewajiban
Kesehatan menulis
resep
RI
No.
dan
atau
menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah serta Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan No. 013/Kep/VI/1985 tentang DOE ABRI edisi I dan Kep MENKES RI No. 216/MENKES/SK/III/1995 tanggal 8 Maret 1995 tentang Daftar Obat Esensial Nasional serta surat Harian Pangab
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
28
No. 2 tanggal 1 Januari 1998 tentang pelaksanaan tindakan penghematan dan disiplin anggaran, pencegahan, penyimpanan dan pemborosan. DOE merupakan acuan bagi para dokter di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dalam menuliskan resep kepada pasien secara rasional yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien dan waspada terhadap efek samping obat. RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad telah menerbitkan beberapa edisi DOE yang antara lain : 1.
DOE edisi V diterbitkan pada tahun 1997
2.
DOE edisi VI diterbitkan bulan Juli 2002
3.
DOE edisi VII diterbitkan bulan Juli 2007
4.
DOE edisi VIII diterbitkan tahun 2009
5.
DOE Edisi IX diterbitkan tahun 2012
3.4.4
Direktorat Pembinaan Penunjang Medik RSPAD Gatot Soebroto Bagian
Direktorat
Pembinaan
Penunjang
Medik
(Dirbinjangmed)
membawahi antara lain Bagian Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan Perbekalan Kesehatan (Rendal Ada Bekkes) dan Bagian Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan Alat Kesehatan (Rendal Ada Alkes). Rendal Ada Bekkes bertugas merencanakan, mengendalikan, dan mengadakan perbekalan kesehatan, obat-obatan dan alat kesehatan sekali pakai, sementara Rendal Ada Alkes bertugas merencanakan, mengendalikan, dan mengadakan alat kesehatan inventaris. Namun, setelah era SJSN maka beberapa kebijakan dan prosedur berubah mengikuti peraturan pemerintah sehingga yang akan dibahas dalam laporan ini adalah tugas dan wewenang Rendal Ada Bekkes/Alkes pada era SJSN.
3.4.4.1 Rendal Ada Bekkes Kepala Bagian Administrasi Rendal Ada Bekkes membawahi Urusan Perencanaan Perbekalan Kesehatan dan Urusan Pengendalian Pengadaan Perbekalan Kesehatan. Tugas dan fungsi dari Rendal Bekes menurut Kabag Rendal Ada Bekkes, Mayor. Ckm. Riboed Soemargo, S.Si., Apt., adalah
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
29
memimpin, mengendalikan, dan mengawasi perbekalan kesehatan, serta merencanakan perbekalan kesehatan di Farmasi. Dasar perencanaan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah berdasarkan pola perencanaan dan jumlah anggaran, barang dropping, stok yang tersisa dari pengadaan sebelumnya, serta ketersediaan barang di pasaran. Pola perencanaan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad berdasarkan konsumsi (data penggunaan bekal kesehatan tahun sebelumnya) dan epidemiologi (pola kejadian penyakit di masyarakat tahun sebelumnya). Sebelum era SJSN, sumber Anggaran yang digunakan dalam pengadaan bekal kesehatan antara lain: a.
DPK (Dana Pemeliharaan Kesehatan) Merupakan dana yang diperoleh dari 2 % potongan gaji bruto dari TNIAD dan PNS TNI AD. Pengeluaran dari dana ini dilakukan tiap bulan dan hanya untuk pembelian bekal kesehatan dan restitusi, biasanya memberikan sumbangsih 47 % dari total anggaran pelayanan kesehatan.
b.
RBK (Rutin Bekal Kesehatan) Merupakan dana yang diperoleh dari APBN. Pengeluaran dari dana ini dilakukan tiap triwulan dan hanya untuk semua bekal kesehatan dan alat kesehatan, biasanya memeberikan sumbangsih 9 % dari total anggaran pelayanaan kesehatan.
c.
Yanmasum (Pelayanan Masyarakat Umum) Merupakan dana yang diambil dari keuntungan melayani masyarakat umum untuk menunjang kekurangan dana dari DPK dan RBK. Saat ini, sumber dana hanya berasal dari BPJS dan Yanmasum. Untuk
dana Yanmasum maka perencanaan melalui pimpinan rumah sakit kemudian melalui Direktur Pembinaan Penunjang Medis dan bagian perencanaan dan pengadaan rumah sakit, perencanaan tersebut merupakan perencanaan kebutuhan secara menyeluruh selama satu tahun. Untuk pembelian, dilakukan melalui pembelian langsung kepada PBF utama yang sudah menjadi rekanan RSPAD Gatot Soebroto. Alur Perencanaan, Pengadaan, dan Distribusi Bekal Kesehatan adalah sebagai berikut: pihak IFRS akan menyerahkan data yang dikumpulkan dari Depo-Depo dan user mengenai pemakaian bekal kesehatan kepada Rendal
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
30
Ada Bekkes. Kemudian bagian pengadaan akan menghubungi PBF tersebut setelah melalui persetujuan Kepala RSPAD. Setelah PBF datang, bagian yang menerima bukan lagi Gudang Material ataupun Gudang Farmasi melainkan Gudang Yanmasum.
3.4.4.2 Rendal Ada Alkes Kepala Bagian Administrasi Rendal Ada Alkes membawahi Urusan Perencanaan Alat Kesehatan dan Urusan Pengendalian Pengadaan Alat Kesehatan. Tugas dan fungsi dari Rendal Bekes menurut Kabag Rendal Ada Alkes, Letkol. Ckm. Drs. Ambiyo, Apt., adalah merencanakan pengadaan alat kesehatan, mengendalikan pengadaan alat kesehatan, merencanakan pemeliharaan alat kesehatan, dan mengendalikan pemeliharaan alat kesehatan. Dasar perencanaan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah berdasarkan permintaan langsung dari user. Jika tidak ada permintaan dari user maka tidak bisa dilakukan pengadaan. User hanya boleh menyebutkan spesifikasi alat kesehatan inventaris yang dibutuhkan dan tidak boleh menyebutkan merek langsung. User mengajukan rencana kebutuhan alkes kepada Kepala RSPAD dengan tembusan kepada Dirbinjangmed dan Kabagrendalada Alkes. Setelah itu Kabagrendalaada Alkes mengajukan persetujuan ke Dirbinjangmed sementara Dirbinjangmed meminta persetujuan penggunaan dana PNBP Yanmasum. Jika PNBP Yanmasum telah setuju maka persetujuan itu akan dibawa ke Kepala RSPAD. Jika Kepala RSPAD telah setuju, maka Kabagrendalada Alkes akan mengajukan pengadaan alkes kepada Unit Layanan Pengadaan dan Pejabat Pengadaan. Setelah selesai urusan harga dan kontrak, maka kontrak akan diserahkan kepada Pejabat Keuangan, kemudian kontrak yang sudah dibayar akan diserahkan kepada Unit Gudang Material bersama dengan barangnya. Barang tersebut kemudian akan diserahkan kepada user sesuai dengan PPM.
3.4.5
Direktorat Pembinaan Pelayanan Medik (Dirbinyanmed) RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
31
Dirbinyanmed
membawahi
beberapa
bagian.
Bagian
dibawah
Dirbinyanmed yang berkaitan dengan pekerjaan kefarmasian adalah Bagian Administrasi Pasien dan Informasi Medis.
3.4.5.1 Bagian Administrasi Pasien dan Informasi Medis (Minpasien dan Formed) Minpasien dan Formed adalah organisasi yang langsung berada di bawah Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan Medis (Subdirbinyanmed) dan bertanggung jawab kepada Direktorat Pembinaan Pelayanan Medis (Dirbinyanmed).Tugas pokok bagian ini adalah membantu Kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dalam menyelenggarakan dan mengkoordinasikan prosedur-prosedur untuk penerimaan, pemulangan dan pengolahan administrasi pasien serta pelaporan. Kepala Bagmin Pasien dan Formed membawahi: 1.
Kepala Seksi Administrasi Pasien (Kasimin Pasien) Kasi Min Pasien dalam tugasnya dibantu oleh: a. Kepala Urusan Pendaftaran Pasien (Kaur Pendaftaran Pasien) b. Kepala Urusan Administrasi Catatan Medis (Kaurmin CM) c. Kepala Urusan Data Pelayanan Medis (Kaur Data Yanmed) d. Kepala Seksi Informasi Medis (Kasi Informasi Medis)
2.
Kasi Informasi Medis dibantu oleh: a. Kepala Urusan Data Pelayanan (Kaur Data Yan) b. Kepala Urusan Penyajian Informasi Medis (Kaur Saji Formed) Penyimpanan rekam medik disusun berdasarkan nomor dan warna. Rekam
medik mengandung 6 unsur: administrasi, keaslian, keuangan, penelitian/ diagnosa, pendidikan. Dokumentasi Rekam medik dimusnahkan setiap 5 tahun sekali.
3.4.6
Unit lain yang Berkaitan dengan Pekerjaan Kefarmasian
3.4.6.1 Unit Gudang Material Tugas pokok Unit Gudang Material yaitu menerima, menyimpan, memelihara dan mendistribusikan material kesehatan dan material umum.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
32
Material kesehatan terdiri dari alat kesehatan, obat-obatan, medical supply, dan gas medik sedangkan material umum terdiri dari alat tulis kantor (ATK), administrasi kantor, alat-alat rumah tangga, pakaian dan makanan. Mekanisme kegiatan di unit gudang material : 1.
Mekanisme penerimaan material: a. Berdasarkan Surat Perintah Penerimaan Material (SPPM) disertai dengan kontrak atau Surat Pesanan Dalam Negeri (SPDN)/Surat Perintah Pengeluaran (SPP)/Nota Pembelian (NP)/Bukti Penyerahan (BP). b. Diterima oleh tim komisi penerimaan barang, disaksikan oleh kepala unit gudmat dan rekanan. c. Dibuat berita acara penerimaan (BA).
2.
Mekanisme penyimpanan material: a. Disimpan di gudang penyimpanan material sesuai dengan jenisnya. b. Dicatat di buku penerimaan material. c. Dicatat di kartu persediaan material (warna merah) dan kartu pertanggungjawaban (warna putih).
3.
Mekanisme pemeliharaan material: a. Material ditempatkan pada suhu yang sesuai, sirkulasi udara baik dan cukup penerangan listrik. b. Aman dari pencurian, kebakaran, kebocoran air dan hewan pengerat.
4.
Mekanisme pengeluaran material kesehatan: a. Berdasarkan SPPM dan dibuat BP. b. Dicatat dibukti pengeluaran, dikeluarkan dari kartu persediaan dan kartu pertanggungan jawab.
5.
Mekanisme pengembalian material: a. Kepala departemen membuat nota dinas pengembalian material ke direktur pembinaan dan penunjang medik (untuk material kesehatan) dan direktur pembinaan dan penunjang umum (untuk material umum). b. Kepala bagian rencana pengadaan bekal kesehatan memeriksa tingkat kerusakan alat kesehatan dan dibuat berita acara kerusakan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
33
c. Berdasarkan BA yang telah disetujui direktur pembinaan dan penunjang medik atau direktur pembinaan dan penunjang umum, kepala departemen mengisi formulir mutasi inventaris. d. Material kesehatan dikembalikan ke gudang material disertai BA dan formulir mutasi inventaris.
6.
Mekanisme penghapusan material: a. Kepala unit gudmat mengajukan usulan penghapusan ke direktur pembinaan dan penunjang medik atau direktur pernbinaan dan penunjang umum. b. Tim panitia pencelaan atau penghapusan memeriksa dan membuat berita acara pencelaan atau penghapusan. c. Berdasarkan BA tersebut, direktur pembinaan dan penunjang medik atau direktur pembinaan dan penunjang umum membuat surat usulan penghapusan material ke direktur kesehatan angkatan darat yang ditandatangani oleh kepala RSPAD Gatot Soebroto.
7.
Mekanisme distribusi material dari gudang material ke IFRS: a. Material diterima oleh tim komisi penerimaan barang, disaksikan oleh Kepala Unit Gudmat dan rekanan. b. Dibuat berita acara penerimaan (BA). c. Diserahkan ke instalasi farmasi sesuai dengan material kesehatan yang diterima oleh kepala unit gudmat. d. Pendistribusian ke pemakai dilaksanakan oleh instalasi farmasi Penyimpanan obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alphabetis, terdiri atas : 1) Golongan A1 kering seperti serbuk, tablet, kapsul dan lain-lain. 2) Golongan A1 basah seperti sirup (potio), cream, injeksi dan lain-lain. 3) Golongan A2 Medical Supply 4) Golongan A3 pembalut seperti perban, kapas dan lain-lain. 5) Golongan B1 alat kesehatan seperti spuit, jarum suntik dan lain-lain. Untuk obat-obatan gudmat membuat laporan setiap 6 bulan sekali,
sedangkan untuk alat kesehatan gudmat membuat laporan 3 bulan sekali. Obat
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
34
diterima dan disesuaikan dengan surat kontrak oleh gudmat, kemudian dibukukan dan disimpan di gudang obat dan alat kesehatan. Sistem pengeluaran barang yang digunakan adalah sistem FEFO (First Expired First Out). Setiap barang yang keluar dan masuk harus dicatat dikartu stok.
3.4.6.2 Unit Kesehatan Lingkungan (Kesling) dan Pengendalian Nosokomial Unit Kesling berada di bawah Ka RSPAD. Tugas Kesling sebagai pelaksana pengelolaan lingkungan meliputi: 1.
Pengelolaan limbah cair Limbah cair berasal dari berbagai macam unit, seperti laboratorium, ruang perawatan, dapur, laundry. Penanganan limbah cair menggunakan sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Di RSPAD terdapat 6 unit IPAL, yaitu : a. IPAL Laundry b. IPAL Rehabilitasi Medik c. IPAL Paru d. IPAL IKA (anak) e. IPAL Jiwa f. IPAL Kartika Pemantauan pengolahan limbah di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan mengirim sampel ke BAPEDALDA (Badan Pengendalian Limbah Daerah) untuk melihat aman tidaknya Iimbah tersebut. Parameter pemeriksaan Iimbah cair adalah Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), dan zat padat tersuspensi. 2.
Pengelolaan limbah padat Limbah padat dibedakan menjadi : a.
Limbah medis adalah limbah yang berasal dari ruangan perawatan, laboratorium radiologi, kedokteran, kamar operasi, dan UGD. Penanganannya dilakukan dengan proses pembakaran menggunakan incenerator dengan suhu 1000°C - 1300°C.
b.
Limbah nonmedis terdiri dari: 1) Limbah organik seperti sampah dapur, kertas.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
35
2) Limbah anorganik seperti botol plastik, botol infus, vial dan ampul. Penanganannya dilakukan dengan membuang limbah ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir), kemudian oleh Dinas Kesehatan DKI dalam 1 minggu diambil 2 kali. 3.
Pengelolaan limbah gas agar tidak terjadi polusi udara maka hasil pembakaran limbah padat yaitu limbah gas yang dihasilkan harus dibakar lagi dengan api suhu 1000°C, sehingga gas yang keluar tidak membahayakan lagi atau sesuai dengan standar baku.
4.
Pengawasan makanan Dilakukan oleh unit gizi yang bertanggung jawab kepada Ka RSPAD.
5.
Pengelolaan dan pengawasan kualitas air bersih. Air bersih RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad berasal dari: a.
PDAM
b.
Artesis (air tanah) Menggunakan filter penyaring dengan kapasitas 100 liter/jam. Kandungan air juga diperiksa secara kimia, fisika dan mikrobiologi.
6.
Sterilisasi ruangan dilakukan dengan menggunakan desinfektan untuk ruangan pasien yang terinfeksi dan kamar operasi.
7.
Pengawasan kualitas kebisingan dan pencahayaan.
8.
Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu. Pemberantasan ini dilakukan dengan 3 cara:
b.
Fisik: ditangkap dengan menggunakan perangkap.
c.
Kimia: menggunakan bahan kimia, misal racun tikus dan lainnya.
d.
Biologi: memelihara ikan ke dalam selokan air untuk memakan jentik nyamuk.
9.
Penyuluhan. Dilakukan setahun 4 kali dimana materinya mencakup tentang kesehatan
lingkungan dan higiene rumah sakit dengan adanya interaksi baik dengan diskusi ataupun ceramah. Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Ditkesad sudah mempunyai laboratorium kesehatan lingkungan. Manfaat dari laboratorium kesling tersebut adalah untuk memeriksa udara baik yang terdapat di dalam ruangan maupun diluar ruangan, air, makanan dan minuman, limbah cair yang
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
36
terdapat di lingkungan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Kemampuan laboratorium kesling sebagai berikut: a.
Memeriksa parameter kualitas udara dalam ruangan.
b.
Memeriksa parameter kualitas air.
c.
Memeriksa parameter kualitas limbah cair merupakan pemeriksaan swapantau yang dianjurkan oleh Bapedal DKI Jakarta.
d.
Memeriksa kualitas makanan atau minuman.
e.
Metode dan lokasi pemantauan serta tolak ukur: kebisingan dan kualitas
udara,
pengukuran
pencahayaan,
pengukuran
suhu
dan
kelembaban, pemeriksaan partikel debu. f.
Metode dan lokasi pemantauan sampah padat.
g.
Kualitas air limbah.
h.
Kualitas air bersih.
i.
Pemantauan serangga dan binatang pengganggu.
j.
Pemantauan infeksi nosokomial.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 4 URAIAN HASIL KEGIATAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI INSTALASI FARMASI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD
4.1
Visi dan Misi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Visi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah menjadi
unit pelayanan kebanggaan prajurit dan masyarakat, khususnya pelayanan kesehatan di bidang kefarmasian. Misi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah: 1.
Melaksanakan pelayanan perbekalan kesehatan bagi TNI dan keluarganya yang berobat di RSPAD Gatot Soebroto.
2.
Memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga medik maupun paramedik secara berkesinambungan.
3.
Mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan memperhatikan faktor lingkungan dan perkembangan ilmu pengetahuan sehingga mampu menjawab tantangan tugas masa depan.
4.
Melaksanakan fungsi kefarmasian dalam Komite Farmasi dan Terapi.
5.
Melaksanakan fungsi pendidikan dan pelatihan bagi sarjana farmasi, profesi apoteker dan kedokteran, mahasiswa Akademi Keperawatan (AKPER), dan siswa Sekolah Menengah Farmasi (SMF).
6.
Melaksanakan pelayanan obat bagi masyarakat umum yang berobat di RSPAD Gatot Soebroto.
7.
Melaksanakan lain-lain fungsi sesuai dengan disiplin ilmu kefarmasian
4.2
Tujuan Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
4.2.1
Tujuan Umum Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad mempunyai tujuan
umum untuk memberikan pelayanan di bidang kefarmasian secara paripurna, baik untuk lingkungan TNI AD/PNS TNI AD beserta keluarganya maupun masyarakat umum. 4.2.2
Tujuan Khusus
37
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad mempunyai tujuan khusus untuk : 1.
Memberikan pelayanan di bidang obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada prajurit TNI AD atau PNS TNI AD beserta keluarganya secara optimal.
2.
Meningkatkan derajat kesehatan prajurit TNI AD atau PNS TNI AD beserta keluarganya maupun masyarakat umum melalui pelayanan kefarmasian untuk mencapai masyarakat yang sehat, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
3.
Menyelenggarakan fungsi kefarmasian secara profesional dan berorientasi kepada kepentingan penderita dengan melaksanakan program penggunaan obat secara “rasional” yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, dan waspada terhadap efek samping obat.
4.
Menyelenggarakan pendidikan dan latihan baik ke dalam maupun ke luar guna meningkatkan ketrampilan dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian.
4.3
Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Kepala Instalasi Farmasi dijabat oleh seorang Perwira Menengah (Pamen)
TNI AD berkualifikasi Apoteker dengan pangkat Kolonel CKM. Tugas dan kewajiban Kepala Instalasi Farmasi sebagai berikut: 1.
Merencanakan,
menyelenggarakan
dan
melaksanakan
pelayanan
kefarmasian. 2.
Merencanakan, menyediakan dan mendistribusikan obat dan suplai medik.
3.
Merencanakan, menyediakan dan mendistribusikan gas medik.
4.
Melaksanakan kegiatan informasi obat dan monitoring efek samping obat.
5.
Menyelenggarakan pemeliharaan alat kesehatan meliputi pemeliharaan berkala dan perbaikan tingkat ringan, sedangkan untuk perbaikan tingkat sedang dan berat dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak ketiga.
6.
Menyusun, mengevaluasi dan mengembangkan piranti lunak pelayanan obat dan suplai medis serta pemeliharaan alat kesehatan. 38
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
39
7.
Melaksanakan pembinaan personil di jajaran Instalasi Farmasi.
8.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala RSPAD Gatot Soebroto. Kepala Instalasi Farmasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh:
1.
Kepala Kelompok Administrasi, disingkat Kapokmin
2.
Kepala Sub Instalasi Pelayanan Materiil Kesehatan, disingkat Kasub Instal Yanmatkes.
3.
Kepala Sub Instalasi Pemeliharaan Alat Kesehatan, disingkat Kasub Instal Haralkes.
4.
Kepala Sub Instalasi Penunjang dan Informasi Obat, disingkat Kasub Instal Jang Info Obat.
5.
Staf Fungsional, disingkat SF.
[sumber: Kasub Instal Haralkes, 2014]
Gambar 4. 1 Struktur organisasi instalasi farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad 4.3.1
Sub Bagian Instalasi Penunjang dan Informasi (Sub Instal Jang dan Info) Sub Instal Jang dan Info dipimpin oleh seorang Pamen TNI AD
berkualifikasi apoteker dengan pangkat Letkol CKM atau PNS golongan IV/a – b dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut:
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
40
1.
Merencanakan, menyediakan, meyimpan dan mendistribusikan obat dan suplai medis untuk kebutuhan seluruh RSPAD Gatot Soebroto.
2.
Melaksanakan kegiatan informasi obat dan suplai medis serta monitoring efek samping obat, khususnya bagi penderita rawat inap.
3.
Menyusun, mengevaluasi dan mengembangkan piranti lunak pelayanan matkes serta pemeliharaannya.
4.
Memberikan informasi persediaan obat bulanan untuk seluruh unit pelayanan.
5.
Menerbitkan leaflet mengenai informasi obat.
6.
Merencanakan, menyiapkan dan mengevaluasi pemakaian obat-obat sitostatika.
7.
Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kewajiban para Kasi.
8.
Melaksanakan pengembangan pendidikan, pelatihan dan pelayanan kefarmasian.
9.
Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup Sub Instalasi Jang dan Info
10.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kepala Instalasi Farmasi. Kasub Instal Jang dan Info membawahi dua bagian, yaitu Bagian
Penunjang dan Bagian Informasi dan MESO. Kepala Seksi Penunjang (Kasi Penunjang) membawahi dua sub bagian, yaitu Perbekelan Kesehatan dan Gudang Farmasi dan Produksi. Kepala Seksi Informasi dan MESO (Kasi Info dan MESO) membawahi dua sub bagian, yaitu Informasi Obat dan MESO. 4.3.1.1 Bagian Penunjang Kepala Seksi Penunjang dijabat oleh seorang PNS berkualifikasi Apoteker berpangkat golongan IV A dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Membuat rencana kebutuhan obat, suplai medis dan kebutuhan produksi setiap triwulan
2.
Membuat perencanaan, penanganan dan pelaporan khusus untuk obat-obat sitostatika
3.
Membuat laporan penerimaan dan pemakaian obat, suplai medis dan obatobat yang diproduksi sendiri
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
41
4.
Membuat laporan penerimaan dan pemakaian obat-obat narkotika dan psikotropika yang diminta melalui unit bekkes
5.
Melaporkan setiap obat-obat yang sudah mendekati kadaluarsa dan persediaan yang kosong
6.
Melaksanakan stok opname obat dan suplai medis setiap akhir tahun anggaran
7.
Melaksanakan dan mengawasi penyimpanan obat dan suplai medis menurut peraturan yang berlaku
8.
Melaksanakan koordinasi dengan Bagian Perencanaan dan Pengadaan mengenai pengadaan bekkes
9.
Melaksanakan evaluasi terhadap mutu obat yang diproduksi disertai dengan tindak lanjutnya
10.
Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup seksi penunjang
11.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kasub Instal Jang dan Info Kasi Penunjang membawahi Bekkes dan Gudang. Kaur Bekkes dan
Gudang dijabat oleh seorang PNS berpangkat golongan III/ c – d dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Membuat laporan penerimaan dan pemakaian obat dan suplai medis setiap bulan
2.
Membuat laporan penerimaan dan pemakaian obat-obat narkotika, psikotropika, sitostatika dan obat-obat khusus yang dilayani setiap bulan.
3.
Mencatat dan melaporkan setiap obat-obat yang mendekati kadaluarsa dan obat yang rusak
4.
Melaporkan persediaan obat yang tidak ada di persediaan
5.
Melaksanakan permintaan obat ke unit Gudmat Selain Bekkes dan Gudang, Kasi Penunjnag juga membawahi Produksi. Kaur Produksi dijabat oleh seorang PNS berpangkat gol. III/ c – d dengan
tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Memproduksi obat sesuai dengan formula yang ada dibawah pengawasan Kasi Penunjang
2.
Mencatat dan melaporkan semua hasil produksi yang telah di buat
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
42
3.
Mencatat dan melaporkan pengeluaran hasil produksi
4.
Melakukan pemeriksaan mutu terhadap hasil produksi secara organoleptis
5.
Mencatat dan melaporkan bahan baku yang tidak ada dalam persediaan ke Kasi Penunjang
6.
Menyelenggarakan stock opname bahan baku dan sediaan hasil produksi setiap akhir tahun anggaran Produksi dibawah instalasi farmasi terbagi menjadi produksi steril dan
non-steril. Contoh dari produksi non-steril antara lain hand rub, rivanol, tetes telinga, larutan H2O2, salep boor, lotio kumerfeldi, formalin 10%, gentian violet, elektrolit glukosa, betadine gargle, potio nigra, chloral hydrat, syrup simplex, amonia 10%, hingga beberapa jenis salep. 4.3.1.2 Bagian Informasi Dan Meso Kepala Seksi Informasi dan MESO dijabat oleh seorang PNS berpangkat golongan IV A dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Melaksanakan kegiatan informasi obat kepada tenaga medis, para medis, pasien dan keluarganya
2.
Melaksanakan Monitoring Efek Samping Obat di setiap unit pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan
3.
Mendidik dan membimbing para Sarjana Farmasi, siswa SMF yang membutuhkan informasi tentang obat dan system pelayanan farmasi dalam praktek kerja di Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
4.
Membuat dan menerbitkan brosur tentang obat baru yang beredar di pasaran secara periodik
5.
Membuat edaran obat yang tersedia maupun tidak tersedia secara periodik
6.
Melaksanakan kegiatan PKMRS bagi pasien rawat jalan dan rawat inap beserta keluarganya
7.
Melaksanakan koordinasi dengan unit Rekam Medik dalam pelaksanaan Monitoring Efek Samping Obat
8.
Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup Sub Instal Info dan MESO
9.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kasub Instal Jang dan Info
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
43
Kasi Info dan MESO membawahi Bagian Informasi Obat. Perwira Urusan Informasi Obat (Paur Info Obat)dijabat oleh seorang PNS berpangkat golongan III/ a- b dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Membuat edaran obat - obatan dan suplai medis yang ada setiap 2 minggu sekali
2.
Mencatat dan mengedarkan informasi obat kepada tenaga medis dan paramedis
3.
Membuat dan menginformasikan kepada unit pelayanan tentang obat dan suplai medis yang mendekati kadaluarsa
4.
Mengumpulkan dan mencatat semua informasi mengenai obat yang diterima dari unit pelayanan rawat inap dan rawat jalan Kasi Info dan MESO membawahi Bagian MESO.Perwira Urusan MESO
(Paur MESO)dijabat oleh seorang PNS berpangkat golongan III/ a – b, dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Mencatat semua keluhan-keluhan medis, paramedis dan pasien mengenai efek samping obat.
2.
Melaksanakan
pencatatan,
pelaporan
dan
pengarsipan
mengenai
pemakaian obat dan efek samping obat bagi pasien rawat inap dan rawat jalan. 3.
Mengidentifikasi obat - obatan dan pasien yang mempunyai risiko mengalami efek samping obat.
4.
Menyiapkan, mengedarkan dan mengisi formulir efek samping obat
4.3.2
Sub Bagian Instalasi Pemeliharaan Alat Kesehatan dan Gas Medis Sub Instal Haralkes dipimpin oleh seorang Pamen TNI AD berkualifikasi
Apoteker dengan pangkat Letkol CKM atau PNS IV B dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Menyelenggarakan perencanaan program kerja bidang pemeliharaan dan perbaikan alat kesehatan.
2.
Memonitor
inventaris alat kesehatan di
seluruh RSPAD Gatot
Soebroto.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
44
3.
Menyelenggarakan perencanaan, penyimpanan dan pendistribusian gas medik untuk seluruh RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
4.
Menyusun laporan berkala seluruh kegiatan pemeliharaan alat kesehatan dan
pendistribusian
gas
medik
serta
mengevaluasi
dan
menindaklanjutinya. 5.
Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kewajiban para Kaur.
6.
Melaksanakan koordinasi dengan Bagian Logistik mengenai pengadaan gas medik
7.
Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup Sub Instalasi Haralkes
8.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kepala Instalasi Farmasi Kasub Instal Haralkes membawahi dua bagian, yaitu Pemeliharaan Alat
Kesehatan (Haralkes) dan Pemeliharaan Instalasi Gas Medik (Har Instal Gas Medik). Kepala Urusan Nik Haralkes dijabat oleh seorang Pama TNI AD berpangkat Kapten CKM dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Mengkoordinir dan melaksanakan semua kegiatan pemeliharaan alat kesehatan.
2.
Menghimpun dan menyusun permintaan pemeliharaan dan perbaikan alat kesehatan dari pengguna untuk dasar proses perbaikan alat kesehatan.
3.
Melaksanakan program pemeliharaan dan perbaikan per triwulan
4.
Membuat laporan pelaksanaan program pemeliharaan dan perbaikan per triwulan.
5.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kasub Instal Haralkes Selain Haralkes, terdapat juga Har Instal Gas Medik. Kepala Urusan Nik
Har Instal Gas Medik dijabat oleh seorang PNS berrpangkat golongan III/ c – d dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1.
Mengkoordinir dan melaksankaan semua kegiatan distribusi gas medik.
2.
Membuat laporan pemasukan dan pengeluaran gas medik setiap bulan.
3.
Mencatat dan melaporkan setiap bulan mengenai peredaran tabung gas medik yang kosong.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
45
4.
Melaporkan persediaan gas medik yang kososng dan terlambat pengirimannya.
5.
Melaksanakan stock opname setiap akhir tahun.
6.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kasub Instal Haralkes.
4.4
Pekerjaan Kefarmasian di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
4.4.1
Pemilihan, Perencanaan, dan Pengadaan Perbekalan Kesehatan
4.4.1.1 Pemilihan Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1197/MENKES/SK/2004, pemilihan atau seleksi merupakan langkah awal dalam siklus pengelolaan perbekalan farmasi. Pemilihan merupakan kegiatan mulai dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menetukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi hingga menjaga dan memperbaharui standar obat. Di RSPAD Gatot Soebroto pemilihan perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan daftar obat dalam formularium, dimana dalam formularium ini tercantum daftar perbekalan farmasi yang di-cover oleh Jaminan Kesehatan nasional (JKN). Pemilihan perbekalan farmasi yang tepat bertujuan untuk mendukung terselenggaranya penggunaan obat dan biaya yang efektif dan rasional. Oleh karena itu, apoteker memiliki peranan penting dalam kegiatan pemilihan ini. 4.4.1.2 Perencanaan dan Pengadaan Menurut Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit tahun 2004, perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yan telah ditentukan disesuaikan anggaran yang tersedia. Metode perencanaan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi, sedangkan pedoman perencanaan perbekalan farmasi dapat berupa DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, data catatan medik, data
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
46
pemakaian periode lalu, sisa persediaan, serta rencana pengembangan dan anggaran yang tersedia. Perencaaan perbekalan farmasi di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yang meliputi sediaan farmasi dan alat kesehatan habis pakai, disusun menggunakan metode kombinasi antara metode konsumsi dan epidemiologi. Sebelum menjadi satu di antara Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS), pengadaan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dilakukan berdasarkan daftar kebutuhan Depo farmasi selama satu tahun. Daftar ini
kemudian
dilaporkan kepada Kepala Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto. Semua kebutuhan dari Depo farmasi akan dikompilasi dalam rencana kebutuhan tahunan. Depo-Depo farmasi menyusun daftar kebutuhan perbekalan farmasi dengan metode konsumsi berdasarkan rata-rata konsumsi per bulan selama 12 bulan terakhir. Selain itu, metode epidemiologi juga diterapkan. Data jumlah pasien beserta
jenis
penyakit
yang
diderita
akan
sangat
memnbantu
dalam
memproyeksikan kebutuhan perbekalan farmasi di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad . Setelah Rencana Kebutuhan (Renbut) tahunan telah disetujui oleh Kepala Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto selanjutnya akan diajukan kepada Direktur Pembinaan dan Penunjang Medik (Dirbinjangmed) untuk dikaji kembali mengenai anggaran yang tersedia, kapasitas gudang, dan waktu yang dibutuhkan mulai dari barang dipesan sampai barang siap didistribusikan ke instalasi farmasi. Renbut yang telah dikaji kemudian disusun kembali menjadi Renbut dan Program Kerja (Progja) dan perbekalan kesehatan untuk kebutuhan RS. Pengadaan perbekalan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad kemudian akan dilaksanakan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Pejabat Pengadaan yang berada di bawah pengawasan Dirbinjangmed. Sejak diterapkannya Sistem Jaminan Sosisal Nasional (SJSN), sistem perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yang merupakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan berubah. Perencanaan perbekalan farmasi saat ini dilakukan berdasarkan daftar kebutuhan dari Depo farmasi yang disusun berdasarkan buku defecta, yaitu buku catatan perbekalan farmasi yang habis atau hampir habis. Daftar kebutuhan dari semua Depo farmasi kemudian dikompilasi oleh Bagian Pengadaan di Pelayanan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
47
Kesehatan Masyarakat (PKM) yang bertugas memesan perbekalan farmasi ke distributor. Penyuplai perbekalan farmasi merupakan distributor pilihan yang memiliki track record yang baik dan menawarkan produk berkualitas dengan harga yang sesuai.
4.4.2 Penerimaan dan Penyimpanan Perbekalan Farmasi Distributor akan mengirim perbekalan farmasi yang dipesan oleh Bagian Pengadaan PKM sesuai jam pemesanan. Barang yang dipesan pada pagi hari sebelum pukul 10.00, akan dikirim pada pukul 10.00, untuk pemesanan di atas pukul 10.00, barang akan diantarkan ke RSPAD Gatot Soebroto pada siang hari. Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Bagian Gudang PKM. Sebelum disimpan dalam gudang, dilakukan pemeriksaan kesesuaian barang yang datang dengan barang yang dipesan. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan kesesuaian barang dengan faktur, meliputi alamat pengirim dan alamat yang dituju, nama produk, jenis, potensi, spesifikasi, tanggal kadaluarsa dan jumlah produk. Faktur kemudian diserahkan ke Bagian Administrasi PKM untuk didokumentasikan sebagai tatanan naskah (Takah) yang nantinya akan dilaporkan kepada Kepala Bagian PKM. Setelah pemeriksaan barang datang, dilakukan penyimpanan perbekalan farmasi di gudang sesuai dengan jenis, bentuk sediaan, dan stabilitas. Penyusunan barang di gudang menggunakan sistem First In First Out (FIFO) atau First Expaired First Out (FEFO). Penyimpanan perbekalan farmasi dipisahkan berdasarkan jenis sediaannya yaitu sediaan padat seperti tablet dan kapsul, sediaan semi padat seperti krim dan salep, serta sediaan cair seperti obat suntik dan infus. Perbekalan yang perlu penanganan khusus, seperti vaksin, insulin, reagen laboratorium, atau perbekalan lain disimpan di dalam medical refrigerator yang suhunya terkontrol sehingga kualitas ataupun efek terapinya tetap terjaga. Obatobat golongan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus yang terpisah dari obat lain. Untuk obat-obat yang memiliki LASA (Look A like Sound Like) penyimpanannya disertai dengan pelabelan bertuliskan LASA dengan warna hijau terang di setiap kemasan sekunder dan peletakkannya tidak berdekatan untuk meminimalisir resiko salah pengambilan obat. Beberapa obat yang masuk dalam
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
48
golongan High Alert seperti KCl 7,46%, MgSO4 20% dan 40%, NaHCO3 8,4%, NaCl 3%,disimpan di tempat atau wadah tertentu yang diberi border berwarna merah, disertai pelabelan di setiap kemasan primer dengan label berwarna merah bertuliskan HIGH ALERT. Sistem penyimpanan yang seperti ini tidak hanya diterapkan di gudang PKM saja, tetapi juga di semua Depo farmasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan, penyalahgunaan, ataupun salah pengambilan obat atau perbekalan farmasi lain.
4.4.3
Distribusi Perbekalan Farmasi oleh Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Menurut Kepmenkes RI 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah sakit, distribusi merupakan kegiatan penyaluran perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Pendistribusian obat ke pasien menggunakan sistem desentralisasi dimana terdapat beberapa Depo farmasi untuk memudahkan pelayanan kefarmasian dan menghindari kebocoran barang di unit pelayanan kesehatan. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas sumber daya yang ada. 4.4.3.1 Distribusi Perbekalan Farmasi oleh Gudang Material Kesehatan ke Gudang IFRSPAD Gatot Soebroto Unit Gudang Material mempunyai tugas pokok yaitu menerima, menyimpan, memelihara dan mendistribusikan material kesehatan dan material umum. Material kesehatan terdiri dari alat kesehatan, obat-obatan, medical supply, dan gas medik sedangkan material umum terdiri dari alat tulis kantor (ATK), administrasi kantor, alat-alat rumah tangga, pakaian dan makanan. Distribusi material atau barang dari Gudang Material RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad harus dilakukan berdasarkan Surat Perintah Pengeluaran Material (SPPM) oleh Kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad kepada Kepala Unit Gudang Material (Gudmat). Selain itu, Kepala Bagian Pengendalian , Distribusi dan Inventaris (Kabag Daldisi dan Inven) akan menerbitkan Nota Pengeluaran Material untuk user di RSPAD Gatot Soebroto. User yang dimaksud
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
49
oleh Gudmat adalah departemen, instalasi, unit atau bagian yang melakukan permintaan, baik material kesehatan maupun material umum kepada Unit Gudmat. Distribusi perbekalan farmasi yang meliputi sediaan farmasi dan alat kesehatan, dilakukan oleh Gudang Material Kesehatan kepada Gudang IFRSPAD Gatot Soebroto. Pengeluaran material kesehatan dari Gudmat Kesehatan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dilakukan berdasarakn nota permintaan material yang berisi nama barang yang diminta, satuan serta jumlah barang yang ditangani oleh Kepala IFRS. Setelah Kepala Unit Gudmat menyetujui pengeluaran material dari Gudang Penyimpanan Material Kesehatan, maka dilakukan pengambilan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang diminta dengan melakukan pengurangan jumlah stok pada kartu stok dan ditulis pada Buku Pengeluaran Material Gudmat. Penyerahan material kesehatan kepada IFRSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dilakukan dengan disertai Bukti Pengeluaran (BP) Material yang ditandatangani oleh Kepala Unit Gudmat dan Kepala Urusan dari Gudang Material Kesehatan, serta disisipkan tanda tangan dari personil yang menerima material kesehatan yang bersangkutan.
[Sumber : Gudang Farmasi RSPAD Gatot Soebroto, 2014]
Gambar 4. 2 Bukti Pengeluaran (BP) material dari gudang material ke gudang farmasi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
50
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang ada di gudang material saat ini hanya sisa dari permintaan sebelumnya, karena setelah menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) nantinya semua sediaan farmasi dan alat kesehatan yang datang akan disimpan di PKM (Pelayanan Kesehatan Masyarakat) yang nantinya akan bergabung dengan gudang farmasi. Nantinya gudang farmasi tidak lagi berhubungan dengan gudang material dalam permintaan barang tetapi langsung melakukan permintaan barang ke PBF dan tidak ada perbedaan antara barang dinas dan swasta. 4.4.3.2 Distribusi Perbekalan Farmasi oleh Gudang IFRSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ke Depo Farmasi Gudang IFRSPAD Gatot Soebroto Ditkesad melayani permintaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dari depo-depo farmasi, yaitu Depo Farmasi Perawatan Inap (Depo Perawatan Umum, Depo Farmasi Rawat Mondok dan Depo Farmasi Kedokteran Militer), Depo Farmasi Rawat Jalan yang melayani pasien dari poliklinik-poliklinik di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad serta Unit Produksi IFRSPAD Gatot Soebroto. Rencana permintaan perbekalan farmasi dari setiap Depo Farmasi kepada Gudang IFRSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dilakukan untuk setiap satu bulan. Masing-masing Depo Farmasi harus mengisi Lembar Daftar Permintaan (LDP) dengan mencantumkan jumlah yang diminta serta sisa yang masih ada di Depo Farmasi bersangkutan. LDP harus atas pengetahuan Apoteker beranggung jawab atas Depo Farmasi tersebut. Pengambilan perbekalan farmasi di Gudang IFRS dilakukan dengan menggunakan Nota Permintaan Obat dan/atau Nota Permintaan Perbekalan Farmasi. Tetapi apabila sebelum permintaan barang bulan berikutnya Depo sudah kehabisan stok, dapat melakukan permintaan kembali dengan menggunakan Nota Permintaan Obat dan/atau Nota Permintaan Perbekalan Farmasi.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
51
[Sumber: Gudang Farmasi RSPAD Gatot Soebroto, 2014]
Gambar 4. 3 Form daftar permintaan obat dari Depo ke Gudang Farmasi
Setiap bulan masing-masing Depo melakukan rekap penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan kemudian dijadikan dasar untuk merencanakan permintaan kepada gudang IFRSPAD Gatot Soebroto Ditkesad untuk kebutuhan bulan berikutnya. 4.4.3.3 Distribusi Perbekalan Farmasi oleh Depo Farmasi Pelayanan Rawat Inap Instalasi Farmasi Rawat Inap RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad melayani pasien berhak dan keluarganya, serta pasien swasta. Pada pelayanan rawat inap RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad, resep pada Instalasi Farmasi Rawat Inap diantar oleh perawat. Setelah Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian dari IFRS menerima resep, selanjutnya dilakukan verifikasi resep untuk persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetis dan pertimbangan klinis. Persyaratan administrasi meliputi:
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
52
1.
Blanko resep yang digunakan adalah yang saat itu berlaku di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad.
2.
Identitas dokter penulis resep yang meliputi nama dokter, SIP, tanda tangan dokter, poliklinik atau tempat perawatan
3.
Identitas pasien dimana terdapat perbedaan untuk pasien dinas dan pasien non dinas. Untuk pasien dinas meliputi nama pasien terdiri dari dua kata, pangkat/corps/golongan, NRP/NIP, kesatuan, nomor rekam medik (RM) dan umur atau tanggal lahir pasien. Sedangkan untuk pasien non dinas meliputi nama pasien yang terdiri dari dua kata, nomor rekam medik (RM), tanggal lahir atau umur pasien dan berat badan. Untuk semua resep harus terdapat stempel yang menunjukkan darimana resep tersebut berasal.
4.
Kelengkapan lainnya seperti tanggal resep, tanda “R/”
Kesesuaian farmasetis meliputi: 1.
Bentuk dan kekuatan sediaan
2.
Dosis dan jumlah obat
3.
Stabilitas dan ketersediaan
4.
Aturan dan cara penggunaan
Pertimbangan klinis meliputi: 1.
Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat
2.
Duplikasi obat
3.
Alergi, interaksi, dan efek samping obat
4.
Kontraindikasi
5.
Efek aditif Jika resep yang terima oleh Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian tidak
terbaca atau resep tidak jelas atau ragu-ragu untuk mengambil tindakan, maka Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian segera menghubungi dokter penulis resep untuk menanyakan kejelasan obat yang diresepkan. Setelah mendapat kejelasan dari dokter penulis resep, petugas IFRS bersangkutan menulis dan mengulang kembali penjelasan dokter penulis resep untuk memastikan kebenarannya. Jika petugas IFRS gagal menghubungi dokter penulis resep, maka petugas IFRS tersebut perlu menghubungi dokter spesialis kepala instalasi atau departemen yang terkait dengan dokter penulis resep.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
53
Instalasi Rawat Inap menerapkan sistem distribusi desentralisasi dengan membuat beberapa Depo farmasi. Secara umum sistem distribusi desentralisasi dengan 3 Depo farmasi yaitu Depo perawatan umum untuk melayani resep penyakit dalam, Depo kedokteran militer (Dokmil) dan Depo rawat mondok sebagai pusat dari apotek rawat inap yang melayani resep dari unit Perawatan Paru, Jantung, Kebidanan, IKA, Jiwa, ICU, Bedah jantung, Paviliun Kartika, Paviliun Darmawan dan Gawat Darurat. Sistem pendistribusian obat di pelayanan rawat inap terbagi menjadi 2 yaitu sistem distribusi unit dose dan resep individual. a.
Sistem Unit-Dose Dispensing (UDD) Sistem distribusi unit dose untuk pasien rawat inap di unit bedah lantai 3
sampai 6 dan di unit perawatan umum yaitu lantai 1 sampai 6 dilakukan dari tiap ruang perawatan resep diantar masing-masing oleh perawat atau petugas pengantar ke Depo farmasi kemudian petugas di Depo farmasi melakukan verifikasi resep dan pemberian nomor urut untuk pengerjaan. Resep di copy, dimana resep asli menjadi arsip Depo dan copy nya diletakkan dalam wadah UDD pasien. Hal yang dilakukan dalam penyiapan UDD: 1.
Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian mengambil obat sesuai resep untuk penggunaan sehari dan mempersiapkan wadah untuk penggunaan 24 jam serta wadah obat per sekali waktu penggunaan obat. Pada wadah penggunaan 24 jam ditempel label bertuliskan nama pasien yang terdiri dari dua kata , nomor rekam medik (RM) dan ruangan tempat pasien dirawat. Tutup wadah per sekali waktu penggunaan ditempel etiket berwarna putih untuk sediaan obat luar dan sediaan parenteral diberi etiket biru yang memuat informasi berupa nama pasien yang terdiri dari dua kata, nomor rekam medik (RM), tanggal penderian, nomor resep serta waktu pemberian. Ketentuan wadah obat yaitu obat yang diberikan pagi hari dimasukkan dalam wadah dengan tutup berwarna pink, obat untuk siang hari dimasukkan dalam wadah dengan tutup berwarna biru, obat untuk sore hari dimasukkan dalam wadah dengan tutup berwarna hijau dan obat untuk malam hari dimasukkan dalam wadah dengan tutup berwarna ungu.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
54
2.
Setelah wadah per waktu penggunaan sudah siap semua, kemudian wadahwadah tersebut dimasukkan dalam wadah penggunan 24 jam. Wadah pasien yang sudah siap diserahkan pada petugas lain untuk dilakukan pengecekan kesesuaian antara resep dan sediaan farmasi yang telah disiapkan.
3.
Setelah dilakukan pengecekan dan obat yang disiapkan sudah sesuai resep, maka wadah-wadah pasien diletakkan pada trolley untuk masing-masing unit rawat inap kemudian diserahkan pada perawat. Pada saat penyerahan, petugas dari Depo farmasi yang menyerahkan harus menulis dalam bukuekspedisi yang memuat tanggal penyerahan, jumlah wadah obat yang diberikan dengan masing-masing nama pasien, jumlah kotak UDD serta paraf petugas Depo yang menyerahkan dan perawat yang menerima.
4.
Oleh perawat trolley yang berisi wadah obat pasien dibawa ke nurse station dan diberikan kepada pasien sesuai waktu pemberian yang tertera di etiket. Setiap kali pemberian obat kepada pasien harus memberikan tanda pada Daftar Pemberian Terapi.
Sistem distribusi ini mempunyai keuntungan: 1.
Memperkecil risiko kesalahan pemberian obat karena adanya pengendalian dan pengawasan langsung dari apoteker atau asisten apoteker pada saat sebelum dan sesudah penyiapan obat
2.
Meningkatkan kepatuhan penderita terhadap regimen pengobatannya, pengendalian dan pemantauan obat lebih baik
3.
Mengurangi penyimpanan obat di ruangan karena seharusnya tidak boleh menyimpan obat di ruang perawatan
4.
Mencegah pencurian obat dan pemborosan
5.
Mengurangi biaya total pengobatan yang berkaitan dengan obat karena apabila sewaktu-waktu obat dihentikan pasien hanya membayar obat yang digunakan Kekurangan sistem distribusi unit dose menyebabkan beban kerja perawat
bertambah sehingga diperlukan personil lebih banyak. Pemberian obat kepada pasien dilakukan oleh perawat sehingga peran farmasis kurang dapat terlihat oleh pasien.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
55
b.
Sistem resep individual atau Individual medication order system Proses dispensing sistem permintaan pengobatan individual mirip dengan
dispensing untuk pasien rawat jalan yaitu obat untuk pasien disiapkan berdasarkan resep tertulis untuk pasien secara individual. Sistem resep individual diterapkan dimana pasien diberikan obat berdasarkan resep yang dituliskan oleh dokter. Sistem distribusi ini mempunyai beberapa keuntungan diantaranya: 1. Semua obat yang diperlukan disiapkan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker sehingga dapat dilakukan pengkajian kesesuaian terapi, jadi perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung kepada penderita. 2. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan 3. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat 4. Memungkinkan pengendalian yang lebih mudah atas sediaan farmasi 5. Mempermudah penagihan biaya obat pasien. 6. Menghindarkan kebingungan perawat menginterpretasikan resep. Keterbatasan sistem distribusi obat resep individual antara lain: 1.
Kemungkinan keterlambatan obat sampai ke pasien.
2.
Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat.
3.
Kemungkinan terjadi kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada saat obat disiapkan. Pelayanan rawat inap IFRSPAD Gatot Soebroto terdiri dari lima Depo
Farmasi, yaitu: a.
Depo Farmasi Rawat Mondok Depo Farmasi Rawat mondok terletak di gedung instalasi farmasi RSPAD
Gatot Soebroto Ditkesad. Personel di Depo farmasi rawat inap terdiri dari 1 orang apoteker, 3 orang asisten apoteker.Waktu operasional pelayanan yaitu hari SeninKamis mulai pukul 07.30-15.30 dan pada hari Jumat mulai pukul 07.30-16.00. Kriteria pasien yang diberikan pelayanan di Depo farmasi rawat mondok adalah anggota TNI AD, PNS dari lingkungan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dan PNS dari kesatuan lain beserta keluarga dan Peserta BPJS. Depo Farmasi rawat mondok memiliki cakupan pelayanan rawat inap yang luas dibanding Depo farmasi lainnya. Pelayanan resep obat dan medical supply di Depo farmasi rawat inap diberikan kepada pasien rawat inap pada:
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
56
1.
Unit perawatan paru dan jantung lantai 1-4
2.
Ruang bersalin, unit perawatan obstetri (post partum) dan gynaecology (penyakit yang berhubungan dengan kandungan) pada lantai 1-2
3.
Unit perawatan bayi; unit perawatan anak/IKA lantai 1-2
4.
Unit perawatan amino (perawatan pasien dengan gangguan mental)
5.
ICU
6.
Pasien yang akan pulang setelah pemeriksaan UGD
7.
Perwira tinggi TNI yang dirawat inap di paviliun Kartika Jumlah obat yang diserahkan kepada pasien untuk obat parenteral adalah
pemakaian untuk 2 hari, sedangkan obat oral untuk pemakaian 5 hari. Tidak ada pelayanan intravena admixture dan pelayanan sitotoksik. Sistem distribusi obat di pelayanan rawat mondok yaitu sistem distribusi unit dose dan sistem distribusi resep perorangan. Unit dose diberikan untuk unit perawatan anak/IKA lantai 2 dan unit perawatan obstetric dan gynaecology lantai 1 dan 2 yang dimaksudkan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pasien, meningkatkan kepatuhan pasien dan mengontrol penggunaan obat pasien. Distribusi resep perorangan berlaku untuk ICU. Alur pelayanan resep di Depo farmasi rawat mondok: 1.
Resep dari ruang perawatan dibawa ke Depo farmasi rawat mondok dan dicatat di buku ekspedisi oleh petugas yang berwenang. Untuk pasien peserta BPJS, pasien atau keluarga pasien sendiri yang membawa resep ke Depo farmasi rawat mondok dengan menyertakan foto copy SEP (Surat Eligibilitas Pasien) dan foto copy kartu ASKES/BPJS
2.
Pemeriksaan kelengkapan resep oleh petugas.
3.
Resep yang diterima diberi nomor dan kode dengan warna, Merah: unit perawatan paru dan unit perawatan jantung dan internis. Hitam: unit perawatan anak atau IKA, unit perawatan bayi dan unit perawatan amino. Biru: unit perawatan obstetri dan gynaecology, ruang bersalin. Hijau: ICU, UGD, dan paviliun Kartika.
4.
Dilakukan pembukuan di masing-masing buku (pra dokumen) berdasarkan asal unit perawatan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
57
5.
Obat yang ada langsung disiapkan, dibuat etiket, dicek, dibubuhi paraf kemudian dimasukkan ke keranjang obat untuk resep individual, sedangkan untuk unit dose disiapkan perhari.
6.
Jika obat tidak tersedia, dibuatkan salinan atau copy resep
7.
Obat yang sudah siap kemudian dievaluasi akhir, selanjutnya diserahkan ke petugas.
8.
Obat ditempatkan pada wadah unit dose kecuali untuk ICU dilakukan resep individual, kemudian perawat akan mengambil ke apotek rawat mondok
b.
Depo Farmasi Perawatan Umum Pelayanan apotek di perawatan umum dipimpin oleh seorang apoteker.
Depo farmasi perawatan umum terletak di lantai 1 pada gedung perawatan umum.Personel di Depo Farmasi perawatan umum terdiri dari 1 orang apoteker, 3 orang asisten apoteker.Waktu operasional apotek perawatan umum yaitu hari Senin-Kamis mulai pukul 07.30-15.30 dan hari Jumat mulai pukul 07.30-16.00. Gedung perawatan umum ini dikhususkan untuk rawat inap pasien dewasa yang mengalami gangguan penyakit dalam seperti gagal ginjal, gangguan jantung, hipertensi, diabetes, liver, kelainan darah, gangguan saluran pencernaan dan sebagainya; pasien yang mengalami infeksi virus dan sejenisnya seperti typhus, HIV AIDS, malaria, DBD, penyakit tumor dan kanker. Sebagai unit pelayanan obat yang ada, Depo Farmasi perawatan umum melakukan pelayanan resep obat, tetapi tidak dengan medical supply. Medical supply diperoleh dari Depo gudang farmasi dikarenakan keterbatasan ruangan yang ada. Pelayanan resep obat diberikan kepada pasien yang dirawat di gedung perawatan umum terdiri dari pasien rawat inap: 1.
Lantai 1 untuk TNI berpangkat kolonel
2.
Lantai 2 untuk TNI berpangkat letkol, mayor dan PNS golongan IV
3.
Lantai 3 untuk TNI berpangkat kapten, perwira menengah, letnan dan PNS golongan III
4.
Lantai 5 yang dikhususkan untuk pasien perempuan yang berasal dari TNI berpangkat sersan, prajurit dan PNS golongan I dan II
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
58
5.
Lantai 6 lantai yang dikhususkan untuk pasien laki-laki yang berasal dari TNI berpangkat sersan, prajurit dan PNS golongan I dan II. Untuk lantai 4 Depo perawatan umum tidak melayani pasien Dinas, karena
dikhususkan untuk pasien ASKES departemen dan ASKES swasta.Jumlah obat yang diserahkan kepada pasien adalah obat parenteral untuk pemakaian 2 hari, sedangkan obat oral untuk pemakaian 5 hari. Tidak ada pelayanan intravena admixture dan pelayanan sitotoksik. Sistem distribusi obat di perawatan umum yaitu sistem unit dose dan resep perorangan. Unit dose dimaksudkan untuk memberikan pelayanan terbaik dan meningkatkan kepatuhan pasien, sedangkan untuk medical supply diperoleh dari apotek rawat mondok bagian medical supply. Resep perorangan diberikan kepada pasien yang akan pulang. Alur pelayanan resep: 1.
Resep dari ruang perawatan dibawa ke Depo farmasi perawatan umum oleh petugas yang berwewenang.
2.
Pemeriksaan kelengkapan resep oleh petugas.
3.
Resep yang diterima diberi nomor kemudian diberi kode
4.
Dilakukan
pembukuan
pada
masing-masing
buku
(pradokumen)
berdasarkan asal lantai perawatan. 5.
Obat yang ada langsung disiapkan, dibuat etiket, diperiksa, dibubuhi paraf kemudian dimasukkan ke keranjang obat berdasarkan masing-masing lantai perawatan.
6.
Jika obat tidak tersedia, dokter penulis resep segera dihubungi untuk ditawarkan obat sejenis yang ada sebagai pengganti.
7.
Bila obat tersebut tidak dapat diganti, maka dibuatkan salinan atau copy resep
8.
Obat yang sudah siap dikirim ke ruang perawatan dengan buku ekspedisi, serah terima obat yang ditandatangani oleh petugas unit perawatan yang menerima, kemudian petugas apotek mengambil resep asli.
c.
Depo Farmasi Kedokteran Militer (Dokmil) Pelayanan apotek di kedokteran militer dipimpin oleh seorang apoteker.
Depo farmasi kedokteran militer terletak di lantai 6 pada gedung bedah sentral.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
59
Personil di Depo Farmasi Dokmil terdiri dari 1 orang apoteker, 3 orang asisten apoteker dan 1 orang tenaga non asisten apoteker. Waktu operasional pelayanan resep di Depo Farmasi Dokmil yaitu hari Senin-Kamis mulai pukul 07.30-15.30 dan hari Jumat mulai pukul 07.30-16.00. Kriteria pasien yang diberikan pelayanan resep di Depo Farmasi Dokmil adalah anggota TNI AD, PNS dari lingkungan RSPAD Gatot Soebroto dan PNS dari kesatuan lain beserta keluarga serta pasien dengan rujukan atau pasien integrasi yaitu pasien Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Gedung bedah sentral ini dikhususkan untuk rawat inap pasien yang mengalami gangguan saraf, seperti stroke dan pasien yang telah selesai menjalani operasi di lantai 2 gedung bedah sentral. Sebagai unit pelayanan obat, Depo Farmasi Dokmil melakukan pelayanan resep obat dan medical supply untuk pasien rawat inap pada perawatan stroke pada lantai 3, perawatan pasca bedah pada lantai 3, 4, dan 5, serta lantai 6 untuk perawatan TNI korban peperangan atau TNI yang mengalami kecelakaan pada saat pendidikan maupun kecelakaan pada kerja. Jumlah obat yang diserahkan kepada pasien untuk obat parenteral adalah untuk pemakaian 2 hari, sedangkan obat oral untuk pemakaian 5 hari. Sistem distribusi obat di Dokmil yaitu sistem distribusi unit dose dan resep perorangan.Unit dose diberikan untuk dimaksudkan agar dapat lebih memantau penggunaan obat oleh pasien, karena biasanya pasien pasca bedah mendapat beberapa antibiotik. Resep perorangan diberikan kepada pasien yang akan pulang. Alur pelayanan resep di Depo farmasi dokmil: 1.
Resep dari ruang perawatan dibawa ke Depo farmasi Dokmil oleh petugas yang berwenang.
2.
Pemeriksaan kelengkapan resep oleh petugas.
3.
Resep yang diterima diberi nomor kemudian diberi kode, yaitu B untuk unit perawatan bedah, ST untuk unit perawatan stroke, dan D untuk unit perawatan Dokmil.
4.
Dilakukan
pembukuan
pada
masing-masing
buku
(pradokumen)
berdasarkan asal lantai perawatan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
60
5.
Obat yang ada langsung disiapkan, dibuat etiket, diperiksa, dibubuhi paraf kemudian dimasukkan ke keranjang obat berdasarkan masing-masing lantai perawatan.
6.
Jika obat tidak tersedia, dokter penulis resep segera dihubungi untuk ditawarkan obat sejenis yang ada sebagai pengganti.
7.
Bila obat tersebut tidak dapat diganti, maka dibuatkan salinan atau copy resep
8.
Obat yang sudah siap dikirim ke ruang perawatan dengan buku ekspedisi, serah terima obat yang ditandatangani oleh petugas unit perawatan yang menerima, kemudian petugas apotek mengambil resep asli.
d.
ICU Depo Farmasi ICU terletak di lantai 2 pada gedung bedah sentral.Personel
di Depo Farmasi ICU dua orang asisten apoteker dan 1 orang Apoteker Klinis. Tugas dari asisten apoteker adalah mengcover obat-obatan yang dibutuhkan oleh pasien. Kriteria pasien yang diberikan pelayanan oleh Depo Farmasi ICU adalah anggota TNI AD, dan PNS di lingkungan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dan PNS dari kesatuan lain beserta keluarga, pasien askes/BPJS dan pasien swasta. Sistem distribusi obat di ICU yang terdiri dari sistem resep individu yang terdapat empat ruangan, yaitu: 1.
Ruang A : terdiri dari empat bed, hanya untuk pasien perawatan khusus misalnya pasca operasi, pasien masih sadar, dan tanpa ventilator
2.
Ruang B : terdiri dari satu bed, khusus bedah jantung
3.
Ruang C : terdiri dari empat bed, untuk pasien yang membutuhkan ventilator
4.
Ruang D : terdiri dari empat bed, khusus untuk anak, tapi karena sedikit atau bahkan tidak ada pasien anak, sehingga digunakan untuk pasien dewasa. Depo farmasi ICU melakukan permintaan sediaan farmasi untuk pasien
per resep per hari ke Depo Farmasi Mondok, kecuali medical supply dilakukan permintaan mingguan ke Depo Farmasi Mondok.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
61
e.
Depo Farmasi Instalasi Kamar Operasi (IKO) Terletak di Gedung Bedah lantai dua dan terdiri dari sepuluh Kamar
Operasi yaitu: 1.
Kamar Operasi I untuk bedah saraf
2.
Kamar Operasi II untuk bedah pasien anak dan kasus digestive
3.
Kamar Operasi III untuk bedah telinga, hidung dan tenggorokan atau THT serta bedah gigi dan mulut (gilut)
4.
Kamar Operasi IV untuk bedah plastik dan kasus tumor
5.
Kamar Operasi V dan VI untuk kebidanan
6.
Kamar Operasi VII untuk bedah mata
7.
Kamar Operasi VIII untuk bedah jantung dan thorax
8.
Kamar Operasi IX untuk bedah urologi
9.
Kamar Operasi X untuk bedah orthopedi Kekhususan dari Depo farmasi IKO adalah penggunaan obat anestesi dan
narkotik sangat sering, sehingga untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotik serta penyelundupan sisa obat anestesi dan narkotik yang digunakan maka kemasan dari obat anestesi dan narkotik yang digunakan harus dikembalikan. Depo farmasi IKO mempersiapkan perbekalan farmasi untuk keperluan bedah setelah jadwal bedah disampaikan kepada Depo minimal sehari sebelum operasi dilaksanakan. Perbekalan farmasi tersebut disiapkan dalam kotak menjadi satu set standar untuk masing-masing keperluan bedah di setiap kamar operasi. Jika terdapat tambahan maka dokter bersangkutan harus meresepkan tambahan yang diperlukan. 4.4.3.4 Distribusi Perbekalan Farmasi oleh Pelayanan Rawat Jalan Apotek Rawat Jalan terletak di lantai 1 dengan posisi yang strategis diantara 12 poli pelayanan kesehatan yang berada di RSPAD Gatot Soebroto yaitu Poliklinik Ilmu Kesehatan Anak, Poliklinik Bedah, Poliklinik Kardiologi, Poliklinik Obstetri dan Ginekologi, Poliklinik Gigi dan Mulut, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Jiwa, Poliklinik Kulit dan Kelamin, Poliklinik Mata, Poliklinik Pulmonologi, Poliklinik Neurologi serta Poliklinik Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT). Terdiri dari dua Apotek rawat jalan yaitu Apotek eks ASKES yang melayani Poliklinik Pulmonologi dan Poliklinik Penyakit Dalam
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
62
serta Apotek eks dinas yang melayani Poliklinik lainnya. Waktu operasional apotek rawat jalan yaitu hari Senin-Kamis mulai pukul 07.30-15.30 dan pada hari Jumat mulai pukul 07.30-16.00.Jumlah resep yang masuk ke apotek rawat jalan setiap harinya sekitar ± 350-400 resep.Dimana jumlah resep racikan sekitar ± 35% dari resep yang masuk.Karena RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad merupakan rumah sakit angkatan, maka dalam pelayanan Apotek rawat jalan memiliki beberapa peraturan. Alur pelayanan resep di apotek rawat jalan: 1.
Resep ditulis oleh dokter yang ada di masing-masing poli RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad.
2.
Resep dibawa oleh pasien ke apotek rawat jalan melalui loket penerimaan resep, resep adalah resep asli bukan copy.
3.
Petugas loket memeriksa kelengkapan resep dan identitas pasien untuk pasien dinas perlu menyertakan Kartu Tanda Anggota, kemudian diberi nomor urut dan label (untuk pegawai RSPAD label warna biru, sedangkan untuk anggota TNI beserta keluarga di luar RSPAD diberi label warna merah), untuk pasien BPJS perlu menyertakan foto copy SEP (Surat Eligibilitas Pasien) dan foto copy kartu ASKES/BPJS. Resep diberi tanda jam resep masuk dan petugas loket akan memberikan nomor resep ke pasien.
4.
Resep masuk kemudian dilakukan pemeriksaan stok obat, dibuat etiket dan paraf, dicatat di buku register atau dengan menggunakan komputer
5.
Obat disiapkan secara individual yaitu obat disiapkan sesuai dengan jumlah yang tertera pada resep. Untuk obat racikan dilakukan perhitungan terlebih dahulu sesuai resep. Dalam proses peracikan untuk Apotek rawat jalan eks dinas sudah baik karena petugas racik sudah memakai APD dan ruang racik terpisah dari ruang lain di Apotek. Pada Apotek rawat jalan eks ASKES petugas raciknya tidak menggunakan APD dan ruang racik bukan merupakan ruang khusus tetapi hanya meja dimana ruangannya sering digunakan untuk hal lain seperti makan, menyimpan barang, dan untuk sholat. Seharusnya ruang racik hanya di khususkan untuk peracikan saja.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
63
6.
Untuk obat yang tidak tersedia, dapat mengambil langsung ke gudang Apotek rawat jalan. Apotek rawat jalan memiliki gudang penyimpanan yang didistribusikan dari gudang farmasi. Dimana Apotek melakukan permintaan setiap bulan kepada gudang tapi dapat melakukan permintaan bila sewaktu-waktu persediaan kosong sebelum permintaan bulan berikutnya. Adanya gudang di Apotek rawat jalan dapat membantu apabila tiba-tiba terjadi kekosongan obat tidak perlu waktu lama untuk mengisi kembali kekosongan obat sehingga pelayanan dapat terus berjalan melihat banyaknya pasien jika pelayanannya lambat pasien akan menunggu lebih lama.
7.
Bila obat sudah siap, diperiksa oleh petugas dengan melihat kesesuaian antara resep dan obat yang disiapkan kemudian diserahkan pada loket penyerahan ke pasien atau keluarga pasien dengan meminta tanda terima (tanda tangan dan nama jelas) oleh pasien atau keluarga pasien. Resep yang dilayani akan disimpan selama 3 tahun.
8.
Pelayanan farmasi klinik yang ada di apotek rawat jalan meliputi informasi obat dan konseling khusus untuk penyakit kronis dan HIV/AIDS. Tapi karena banyaknya resep masuk dan antrian pasien, informasi obat yang diberikan menjadi tidak maksimal, perlu adanya tambahan personil agar semua pasien mendapat informasi yang jelas dan akurat mengenai obat khususnya untuk penyakit kronis yang mendapat banyak obat. Informasi yang seharusnya diberikan saat penyerahan obat yaitu nama obat, indikasi, dosis, efek samping, aturan pakai dan cara penyimpanan.
4.4.3.5 Distribusi Gas medik Gas Medik di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad menyediakan gas-gas untuk keperluan medik. Gas-gas tesebut dipesan dari perusahaan Aneka Gas, dan pemesanan berdasarkan persediaan gas di rumah sakit. Gas-gas tersebut meliputi : 1.
Gas Oksigen (O2)
2.
Gas Nitrogen (N2O)
3.
Gas Carbon (CO2) Pengendalian O2 liquid dilakukan dengan melakukan pengecekan tekanan
volume dan temperatur.Untuk kebutuhan pengisian tabung O2 cair jika telah
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
64
mencapai 35 inch maka Kepala Sub Instalasi Haralkes dan Gas Medik mengajukan pengadaan kepada Kepala Unit Gudang Material.Kemudian atas persetujuan Kepala RSPAD Gatot Soebroto dilakukan pengisian oleh PT. Aneka Gas Indusri hingga maksimal 120 inch. Gas Medik di RSPAD digunakan untuk keperluan ruang perawatan dan Operasi.Gas-gas tersebut didistribusikan langsung ke seluruh ruang perawatan dan Operasi melalui pusat pengendalian gas medik yang terletak di lantai dasar gedung Kedokteran Militer RSPAD.
4.5
Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan
oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada teman sejawat, dokter, perawat , profesi kesehatan lainnya dan pasien. Di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad pelayanan informasi obat sering dilakukan di Depo Farmasi Rawat Jalan, dimana pasien yang datang merupakan pasien yang telah lama menjalani pengobatan maupun pasien baru di Poliklinik RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Pelayanan informasi obat kepada pasien lama dan pasien baru adalah untuk pasien lama kita harus menanyakan bagaimana penggunaan obat selama ini, apakah sudah benar, apa yang dirasakan setelah meminum obat untuk mengetahui kepatuhan dan efek obat pada pasien. Sedangkan untuk pasien baru harus diberi informasi secara lengkap meliputi nama obat, dosis, indikasi, aturan pakai, cara penggunaan dan cara penyimpanan. Pelayanan informasi obat yang telah berjalan di Depo Farmasi Rawat Jalan untuk saat ini masih kurang maksimal, karena jumlah pasien yang terlalu banyak tidak diimbangi dengan jumlah personil yang ada di Depo Farmasi Rawat Jalan.Sehingga pasien kurang mendapat informasi mengenai regimen obat yang diterima.Sebaiknya perlu dilakukan penambahan personil di Depo Farmasi Rawat Jalan sehingga pelayanan informasi obat dapat lebih maksimal terutama untuk pasien baru dan pasien yang menerima obat dengan penggunaan khusus misalnya insulin dan supositoria. Pelayanan informasi obat yang telah berjalan di rawat inap sudah cukup baik. Terutama untuk pasien pulang selalu diberikan informasi mengenai regimen
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
65
obat yang akan digunakan pasien setelah pulang dari rumah sakit. Ini penting karena setelah pasien pulang sudah tidak ada lagi petugas medis yang membantu pasien dalam penggunaan obat.Pasien dituntut harus mandiri menjalani pengobatan sesuai dengan aturan dokter. Disamping
pemberian
informasi
kepada
pasien,
konseling
juga
dibutuhkan. Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengn penggunaan obat pasien. Tujuan dilakukan konseling adalah : 1.
Mengetahui dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien tentang obat dan penyakit yang diderita pasien
2.
Memberikan informasi yang dibutuhkan pasien
3.
Meningkatkan kepatuhan pasien
4.
Memantau perkembangan pasien
5.
Memonitoring penggunaan obat
6.
Menciptakan hubungan dan komunikasi yang baik antara pasien dengan farmasis Konseling kepada pasien di RSPAD Gatot Soebroto baik di rawat inap
maupun di rawat jalan belum berjalan secara maksimal. Pada rawat inap tidak hanya Dokter, Apoteker seharusnya rutin melakukan visite menemui pasien untuk memberikan konseling kepada pasien.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Dalam hal manajemen perbekalan farmasi, Instalasi Farmasi RSPAD
Gatot Soebroto Ditkesad melakukan perencanaan, penyimpanan, produksi, dan distribusi dengan menggunakan sistem UDD (Unit Dose Dispensing) dan resep individual pada pasien rawat inap dan resep individual pada pasien rawat jalan sedangkan kegiatan farmasi klinis baru berjalan pada ruangan ICU (Intensive Care Unit).
5.2
Saran
1.
Untuk meningkatkan kepuasan pasien maka perlu ditingkatkan keramahan dalam melakukan tugas pelayanan kefarmasian
2.
Pada rawat inap tidak hanya Dokter, Apoteker seharusnya rutin melakukan visite menemui pasien untuk memberikan konseling kepada pasien terutama untuk pasien penyakit kronis dan pasien pulang
3.
Perlu penambahan petugas farmasi khususnya di Depo rawat jalan untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian kepada pasien
66
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Ridwan. (1996).Kiat Sukses di Bidang Jasa. Jakarta: Andi Offset Siregardan Amalia, Lia. 2004. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta:Buku Kedokteran EGC. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2006).Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatana Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang RumahSakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad . 2014. Profil RSPAD. Diakses di www.rspadgatsu.com, pada 2 Mei 2014, 17.43 wib.
67
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
i
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT (RSPAD) GATOT SOEBROTO DITKESAD PERIODE 7 APRIL- 16 MEI 2014
LAPORAN KASUS PASIEN CKD STAGE 5 DI UNIT PERAWATAN UMUM LANTAI 4 RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT (RSPAD) GATOT SOEBROTO DITKESAD TANGGAL 12 MEI – 16 MEI 2014
Ayu Mayangsari, S.Farm 1306434105
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JUNI 2014 Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................. 2 1.3 Manfaat ........................................................................................................... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2.1 Definisi ............................................................................................................ 2.2 Etiologi ............................................................................................................ 2.3 Faktor Resiko .................................................................................................. 2.4 Patofisiologi .................................................................................................... 2.5 Manifestasi Klinis ........................................................................................... 2.6 Komplikasi ...................................................................................................... 2.7 Epidemiologi ................................................................................................... 2.8 Diagnosis ......................................................................................................... 2.9 Penatalaksanaan CKD .....................................................................................
3 3 4 4 5 6 7 7 7 8
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 15 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ....................................................................... 15 3.2 Metode Pengkajian .......................................................................................... 15 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 16 4.1 Hasil ............................................................................................................... 16 4.2 Pembahasan ..................................................................................................... 27 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 32 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 32 5.2 Saran ............................................................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33
ii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Guideline Terapi Hipertensi pada CKD .......................................... 11 Gambar 2.2 Parameter Manajemen Anemia pada CKD ..................................... 12 Gambar 2.3 Guideline terapi Anemia pada CKD (1) .......................................... 13 Gambar 2.4 Guideline terapi Anemia pada CKD (2) .......................................... 14
iii
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan salah satu penyakit yang memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia, kurang lebih 26 juta orang dewasa di Amerika dan warga negara lain berisiko terkena gagal ginjal kronik. Insiden dan prevalensi gagal ginjal meningkat pada setiap tahunnya, outcome yang rendah dan biaya pengobatan yang tinggi. Banyak pasien dihadapkan pada problem medis yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik, salah satu dan mayoritas problem tersebut adalah anemia, yang berkembang sejak awal pasien terkena gagal ginjal kronik dan berkontribusi pada penurunan kualitas hidup pasien. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kemungkinan efek samping yang terjadi, termasuk komplikasi dan kematian karena penyakit kardiovaskuler (Lankhorst dan Wish, 2010). Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah sebaliknya hipertensi merupakan salah satu faktor pencetus gagal ginjal. Secara klinik kedua keadaan ini sukar dibedakan terutama pada penyakit ginjal menahun. Apakah hipertensi yang menyebabkan penyakit ginjal ataukah penyakit ginjal yang menyebabkan naiknya tekanan darah untuk mengetahui keadaan ini diperlukan adanya catatan medik yang teratur dalam jangka panjang (Tessy, 2006). Maksud pengobatan hipertensi pada pasien GGK selain untuk menurunkan tekanan darah, juga untuk mencegah terjadinya kerusakan pada organ target. Pemilihan antihipertensi untuk pasien GGK didasarkan kepada efek lain yang menguntungkan selain efek antihipertensi, misalnya dapat menurunkan tingkat proteinuria, bersifat nefroprotektif dan kardioprotektif. Antihipertensi utama yang digunakan pada GGK adalah Angiotensin Converting Enzime Inhibitors (ACEI) ( misalnya Kaptopril, lisinopril ) dan Angiotensin I Receptor blockers (ARBs) (misalnya
1
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
losartam, cadesartan). ACEI dan ARBs direkomendasikan karena mempunyai manfaat nefroprotektif (NKF, 2004) Anemia merupakan manifestasi klinik penurunan sel darah merah pada sirkulasi dan biasanya ditandai dengan penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb). Anemia didefinisikan dari National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (NKF/K-DOQI) sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang kurang dari 13,5 g/dL pada laki-laki dewasa dan kurang dari 12 g/dL pada wanita dewasa. Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada gagal ginjal kronik, insiden ini meningkat karena penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR). Sebuah studi populasi National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) dari National Institutes of Health and Prevalence of Anemia in Early Renal Insufficiency (PAERI) menyebutkan bahwa insiden terjadinya anemia adalah kurang dari 10% pada gagal ginjal kronik stadium 1 dan 2, 20-40% pada gagal ginjal kronik stadium 3, 50-60% pada gagal ginjal kronik stadium 4, dan lebih dari 70% pada gagal ginjal kronik stadium 5 (Lankhorst dan Wish, 2010). Berdasarkan uraian di atas penderita CKD stage terminal yang disertai dengan komplikasi perlu mendapat perhatian khusus. Melalui tugas khusus ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dalam penanganan penderita CKD khususnya yang berkaitan dengan Hipertensi dan Anemia.
1.2 Tujuan 1.
Mengetahui DRP (Drug Related Problem) yang terjadi berdasarkan terapi yang diberikan kepada pasien
2.
Mengetahui peran Apoteker dalam mencegah keparahan CKD lebih lanjut
1.3 Manfaat Sebagai tambahan informasi bagi teman-teman sejawat mengenai penatalaksanaan CKD yang disertai Hipertensi dan Anemia
2
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Keadaan klinis gagal ginjal ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006). Menurut Nursalam (2006), gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal. Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah) (Suharyanto dan Madjid, 2009). Menurut The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) (dalam Desita, 2010), gagal ginjal kronis dapat diklasifikasikan berdasarkan tahapan penyakit dari waktu ke waktu sebagai berikut : Stadium 1 : kerusakan masih normal (GFR > 90 ml/min/1,73 m2) Stadium 2 : ringan (GFR 60-89 ml/min/1,73 m2) Stadium 3 : sedang (GFR 30-59 ml/min/1,73 m2) Stadium 4 : gagal berat (GFR 15-29 ml/min/1,73 m2) Stadium 5 : gagal ginjal terminal (GFR <15 ml/min/1,73 m2) Anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis disebabkan oleh sejumlah faktor , yang paling umum adalah produksi eritropoetin yang tidak adekuat (racun uremik dapat menginaktifkan eritropoetin atau menekan sumsum tulang terhadap eritropoetin) penyebab lain meliputi: defisiensi besi fungsional 3
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
4
atau absolut , kehilangan darah terutama di saluran gastrointestinal , berkurang setengah hidup sirkulasi sel darah , kekurangan folat atau vitamin B12 , atau beberapa kombinasi ini dengan kekurangan erythropoietin. 2.2
Etiologi Menurut Brenner dan Lazarus 1987 (dalam Suharyanto dan Madjid, 2009)
penyebab penyakit ginjal stadium terminal yang paling banyak di New England adalah : Penyebab
Insiden
Glomerulonefritis
24 %
Nefropati Diabetik
15 %
Nefrosklerosis Hipertensif
90 %
Penyakit ginjal polikistik
8%
Pielonefritis kronis dan nefritis 8 % interstitial lain
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006) mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di Indonesia, yaitu : Penyebab
Insiden
Glomerulonefritis
46, 39 %
Diabetes Melitus
18,65 %
Obstruksi dan infeksi
12,85 %
Hipertensi
8,46 %
Sebab lain
13,65 %
2.3
Faktor Risiko Faktor risiko terjadinya gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu : 1. Faktor yang tidak langsung menyebabkan gagal ginjal kronik, seperti umur, pendapatan dan pendidikan yang rendah, ras, penurunan massa ginjal, berat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
5
badan lahir rendah, riwayat keluarga gagal ginjal kronik, inflamasi sistemik, dan dislipidemia. 2. Faktor inisiasi gagal ginjal kronik, meliputi diabetes, hipertensi, dan glomerulonefritis. 3. Faktor progresivitas, meliputi glikemia, hipertensi, proteinuria, merokok dan obesitas (Joy dkk., 2008).
2.4
Patofisiologi Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)
patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokinin dan growth faktor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Kemungkinan mekanisme progresi gagal ginjal di antaranya akibat peningkatan tekanan glomerulus (akibat peningkatan tekanan darah sistemik, atau kontriksi arteriolar eferen akibat peningkatan kadar angiotensin II), kebocoran protein glomerulus, kelainan lipid. Pada stadium yang paling dini gejala-gejala klinis yang serius seringkali tidak muncul, pada keadaan dimana LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Kondisi LFG sebesar 60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
6
LFG kurang 30 % pasien, memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikataan sampai pada stadium gagal ginjal.
2.5
Manifestasi Klinis Mempertimbangkan bahwa ginjal sangat berperan dalam mengatur
keseimbangan homeostasis tubuh, penurunan fungsi organ tersebut akan mengakibatkan banyak kelainan dan mempengaruhi pada sistem tubuh yang lain. Antara gejala-gejala klinis yang timbul pada GGK adalah (Pranay, 2010): 1.
Poliuria, terutama pada malam hari (nokturia).
2.
Udem pada tungkai dan mata (karena retensi air).
3.
Hipertensi.
4.
Kelelahan dan lemah karena anemia atau akumulasi substansi buangan dalam tubuh.
5.
Anoreksia, nausea dan vomitus.
6.
Gatal pada kulit, kulit yang pucat karena anemia.
7.
Sesak nafas dan nafas yang dangkal karena akumulasi cairan di paru.
8.
Neuropati perifer. Status mental yang berubah karena ensefalopati akibat akumulasi bahan buangan atau toksikasi uremia.
9.
Nyeri dada karena inflamasi di sekitar jantung penderita.
10. Perdarahan karena mekanisme pembekuan darah yang tidak berfungsi. 11. Libido yang berkurang dan gangguan seksual.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
7
2.6
Komplikasi Akumulasi berbagai zat yang normalnya diekskresi oleh ginjal, serta
produksi eritopoietin dan vitamin D yang tidak adekuat oleh ginjal menyebabkan komplikasi penyakit ginjal kronik. Banyak komplikasi yang timbul seiring dengan penurunan fungsi ginjal, seperti: (O’Callaghan, 2009) 1. Anemia akibat produksi eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal 2. Hipertensi akibat retensi natrium dan air (hipervolemia) 3. Komplikasi kulit berupa gatal yang dapat disebabkan oleh deposit kalsium 4. Perikarditis dapat terjadi akibat kadar ureum dan fosfat yang tinggi 5. Kardiomiopati dilatasi atau hipertrofi ventrikel kiri akibat hipervolemia 6. Komplikasi neurologis dan psikiatrik dapat terjadi akibat uremia 7. Gangguan imunologis
2.7
Epidemiologi Prevalensi PGK atau yang disebut juga Chronic Kidney Disease (CKD)
meningkat setiap tahunnya. Dalam kurun waktu tahun 1999 hingga 2004, terdapat 16.8% dari populasi penduduk usia di atas 20 tahun mengalami PGK. Persentase ini meningkat bila dibandingkan data pada 6 tahun sebelumnya, yakni 14.5% (CDC,2005). Di negara-negara berkembang , insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus per juta penduduk per tahun. Di Indonesia, diperkirakan insidens PGK berkisar 100-150 per 1 juta penduduk. Berdasarkan Pusat Data & Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERS) jumlah penderita PGK sekitar 50 orang per satu juta penduduk. Pada tahun 2006 terdapat
sekitar
100.000 orang penderita gagal ginjal kronik di Indonesia.
2.8
Diagnosis Diagnosis dari gagal ginjal kronis terdiri dari: anamnesis yang ditandai
seringnya berkemih pada malam hari, pergelangan kaki bengkak, lemah, lesu, mual, muntah, nafsu makan turun, kram otot terutama malam hari, sulit tidur, bengkak disekitar mata terutama pada bangun tidur, dan mata merah serta berair (uremic red eye) karena deposit garam kalsiun fosfat yang dapat menyebabkan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
8
iritasi hebat pada selaput lendir mata. Pemeriksaan fisik, seperti anemia, kulit gatal dan kering, edema tungkai maupun palpebra, tanda bendungan paru, mata merah dan berair. Diagnosis juga ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium terhadap gangguan fungsi ginjal.
2.9
Penatalaksanaan CKD Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus
sesuai dengan derajat penyakit CKD. Menurut Suwitra (2006), sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel berikut :
Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain adalah sebagai berikut : 1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20–30 % dari normal terapi dari penyakit dasar sudah tidak bermanfaat. 2. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
9
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obatnefrotoksik, bahan radio kontras, atau peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan elektrolit pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang antara masukan dan pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara 500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium. Jumlah kalium perlu dibatasi karena hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu obat dan makanan yang mengandung kalium (sayuran dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5-5,5 mEg/lt. sedangkan pada natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah garam disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema. 3. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal adalah hiperventilasi glomerulus yaitu : a. Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein yang dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr diantaranya protein nilai biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 3035 kkal/ kg BB/hr dalam pemberian diet. Protein perlu dilakukan pembatasan dengan ketat, karena protein akan dipecah dan diencerkan melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat. Bila terjadi malnutrisi, maka masukan protein dapat ditingkatkan sedikit, selain itu makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfor, sulfur, dan ion anorganik lain yang diekresikan melalui ginjal. Selain itu pembatasan protein bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat dan protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi hiperfosfatemia. b. Terapi
farmakologi
untuk
mengurangi
hipertensi
intraglomerulus.
Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil risiko komplikasi pada kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain itu pemakaian obat Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
10
hipertensi seperti penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzim / ACE inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti proteinuri. 4. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler merupakan hal yang penting, karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh komplikasi CKD karena kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk pencegahan dan terapi penyakit vaskuler adalah pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia, dan terapi pada kelebian cairan dan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi CKD secara keseluruhan. 5. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan/tranfusi eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorbsi fosfat. 6. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5. Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
11
2.9.1 Guideline Terapi Hipertensi pada CKD
(Dipiro 7th edition hal 752, 2008)
Gambar 2.1 Guideline Terapi Hipertensi pada CKD ACEIs dan ARB saat ini dianggap pilihan pertama pada pasien dengan CKD karena dapat mengurangi tekanan intraglomerular (Dipiro et all, 2008). Terapi antihipertensi harus dimulai pada pasien CKD diabetes atau nondiabetes dengan angiotensin-converting enzim inhibitor (ACEI) atau angiotensin II receptor blocker. Calcium channel blocker Nondihydropyridine umumnya digunakan sebagai obat lini kedua ketika antiproteinuric ACEIs atau angiotensin II receptor blocker tidak ditoleransi (Dipiro et al, 2009). Pada penelitian Espinel et al , 2013 pasien dengan CKD rentan terhadap gangguan dalam keseimbangan kalium setelah pengobatan dengan olmesartan atau enalapril. Nilai kalium yang lebih tinggi dari 5 mmol / L ditemukan pada 3040 % dari pasien yang diteliti , menunjukkan perlunya perhatian sering pada tahap ini (moderate CKD) dan mungkin lebih penting pada pasien dengan CKD yang lebih berat dan pasien dengan blokade ganda dari sistem renin –angiotensin. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
12
2.9.2 Guideline Anemia pada CKD (Dipiro, 2008) Hasil
yang
diharapkan
dari
manajemen
anemia
adalah
untuk
meningkatkan kapasitas oksigen, sehingga mengurangi dyspnea, ortopnea dan keletihan serta untuk mencegah konsekuensi jangka panjang seperti LVH (Left ventricular hypertrophy) dan mortalitas kardiovaskular. Untuk mencapai tujuan ini seseorang harus memiliki besi, folat, dan B12 yang memadai dan tingkat kecukupan ESA.
Gambar 2.2 Parameter Manajemen Anemia pada CKD
Hb adalah parameter pemantauan yang lebih dipilih dari hematokrit (HCT) karena dapat palsu meningkat jika sampel darah telah disimpan untuk jangka waktu lama. Batas bawah dari target konsentrasi hemoglobin (Hb) untuk anemia CKD 11 g / dL, nilai yang lebih rendah dari pasien tanpa CKD.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
13
Gambar 2.3 Guideline terapi Anemia pada CKD (1)
Terapi farmakologis Stimulating
Agent)
untuk
anemia CKD dengan ESA memperbaiki
kekurangan
(Erythropoietic-
erythropoietin
dan
suplementasi besi untuk memperbaiki dan mencegah kekurangan zat besi. Terapi besi adalah terapi lini pertama untuk anemia CKD jika didiagnosis kekurangan zat besi , dan untuk beberapa pasien, target Hb dapat dicapai tanpa terapi bersamaan dengan ESA. Pemberian zat besi dan ESA sering diperlukan untuk secara efektif merangsang eritropoiesis dan mencegah anemia mikrositik yang terjadi dengan kekurangan zat besi . Jika Tsat (Transferin saturation) dan serum ferritin di
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
14
bawah indeks tujuan terapi, suplementasi zat besi dianjurkan . Pilihan untuk suplementasi besi termasuk terapi oral dan IV.
Gambar 2.4 Guideline terapi Anemia pada CKD (2)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1
Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 12 Mei – 16 Mei 2014 yang bertempat
di Ruang Perawatan Umum lantai 4 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Ditkesad Gatot Soebroto
3.2
Metode Pengkajian Data – data yang dikumpulkan berasal dari hasil pengamatan yaitu penulis
mengamati perkembangan pasien dari hari ke hari dan terapi yang diberikan kepada pasien disertai dengan komunikasi langsung kepada pasien untuk dibandingkan dengan literatur yang ada. Penelusuran literatur dilakukan pada literatur yang dipublikasikan sejak tahun 2004 – 2014 .
15
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
4.1.1
Data Kajian Pasien MRS
Nama
: Tn. N
No.RM
: 40.96.58
BB
: 80 kg
TB
: 160 cm
TL
: 11/8/1948
Alamat
: Bangka Belitung
MRS
: 14 April 2014
Ruang Watnap
: Unit Perawatan Umum Lt.4
DPJP
: dr. Dwi Edi Wahono., Sp.PD
Keluhan MRS
: pasien rujukan dari bang ka belitung dengan CKD stage 5 on CAPD dengan dyspnae, merasa sesak sejak 1 minggu, badan bengkak, di bangka belitung tidak ada HD, sudah pasang CAPD, perlu repair CAPD, merasa nyeri di perut
Riwayat penyakit
: Hipertensi
Riwayat pengobatan : furosemid 2x1 amp, valsartan 1x80 mg, asam folat 3x1 Tanda vital MRS
: TD 140/100 mmHg ; Nadi 90 x/menit ; RR 24 x/menit
Diagnosa
: CKD stage 5 , causal HT stage 1, on CAPD
16
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
17
4.1.2 Data Lab HASIL
JENIS PEMERIKSAAN
NILAI RUJUKAN 9/5/2014 13/5/2014 15/5/2014
HEMATOLOGI Hematologi rutin Hemoglobin
8,9
9,4
8,8
13 – 18 g/dL
Hematokrit
28
30
28
40 – 52 %
Eritrosit
3,4
3,6
3,3
4,3 – 6,0 juta/µL
Leukosit
5500
6300
5200
4800 – 10800 /µL
Trombosit
186000
256000
272000
150.000 – 400.000 /µL
MCV
82
83
83
80 – 96 fL
MCH
26
26
26
27 – 32 pg
MCHC
32
32
32
32 – 36 g/dL
Ureum
100
111
82
20 – 50 mg/dL
Kreatinin
5,7
7,6
5,8
0,5 – 1,5 mg/dL
Natrium (Na)
138
137
135
135 – 147 mmol/L
Kalium (K)
3,8
4,2
3,8
3,5 – 5,0 mmol/L
Klorida(Cl)
101
102
105
95 – 105 mmol/L
KIMIA KLINIK
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
18
4.1.3 Tanda Vital TANDA VITAL TANGGAL
TD
Kesadaran
Nadi
RR
Suhu
Skala
o
(mmHg) (x/menit) (x/menit)
( C)
Nyeri
12 / 5 / 2014 CM
140/80
88
25
36,5
2
13 / 5 / 2014 CM
130/80
80
23
36
0
14 / 5 / 2014 CM
150/90
80
24
36
2
15 / 5 / 2014 CM
150/90
80
24
36
2
16 / 5 / 2014 CM
150/90
80
24
36,2
2
4.1.4 Pengobatan yang Diterima Pasien NAMA
DOSIS
OBAT Paracetamol
3
TANGGAL (MEI 2014)
DOSIS
KETERANGAN
LAZIM
12
13
14
15
16
1 500 mg – 1 V
x
(500mg)
Sesuai
g tiap 6–8 jam
Asam Folat
3 x 1 (5 1 mg – 60 V
V
V
V
V
Sesuai
/ V
V
V
V
V
Sesuai
3 x 1 (500 Dosis V disesuaikan mg) dengan serum fosfat dan tingkat kalsium
V
V
V
V
Sesuai
mg) B12
3 x 1 (100 0,4 mcg)
CaCO3
mg / hari mg
hari
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
19
(tidak boleh melebihi 2500 mg/hari) Amlodipine
1x5 mg
5–10
mg V
V
V
V
V
Sesuai
(500 3000 mg – V
V
V
V
V
Dosis <<
V
V
V
V
Sesuai
V
V
V
V
Sesuai
per hari Vipalbumin® 3x1 mg)
6000
mg
per hari Lasix®
2x1
Alprazolam
(40 20 mg – 1 g V
mg)
per hari
1x0,5 mg
0,5 mg per V hari
Ceftriaxone
1x2g
1 g per hari V
V
Sesuai
(max 2 g per hari)
4.1.5 Penjelasan Obat yang Diterima Pasien
Nama Obat
Paracetamol
Asam Folat
B12
Indikasi
Dosis (patient
Efek Samping (>
on CAPD)
10%)
Interaksi
Kontraindi
Obat
kasi dgn
(Significant)
Tn.N
Pengobatan nyeri ringan 500 mg – 1 g sampai sedang dan demam tiap 6–8 jam (antipiretik/analgesik); tidak memiliki efek antirematik atau antiinflamasi pengobatan 1 mg – 60 mg / hiperhomosisteine hari
-
-
-
-
-
-
pengobatan
-
-
-
0,4mg/ hari
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
20
hiperhomosisteine CaCO3
pengobatan dan pencegahan kekurangan kalsium atau hiperfosfatemia; untuk mengikat fosfat
Dosis disesuaikan dengan serum fosfat dan tingkat kalsium (tidak boleh melebihi 2500 mg/hari)
Amlodipine
Pengobatan hipertensi; 5–10 mg pengobatan simtomatik hari angina stabil kronik, angina vasospastik
-
per Kardiovaskular: edema perifer (2% sampai 15% dosis terkait)
CaCO3+ Amlodipine : CaCO3 menurunkan level amlodipin
-
CaCO3 + Amlodipine : CaCO3 menurunkan level amlodipin
-
Vipalbumin® Ekspansi volume plasma 3000 mg – dan pemeliharaan cardiac 6000 mg per output, hipoproteinemia hari
-
-
-
Lasix®
Manajemen edema yang 20 mg – 1 g berhubungan dengan gagal per hari jantung kongestif dan hati atau penyakit ginjal; terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan antihipertensi dalam pengobatan hipertensi
-
-
-
Alprazolam
Pengobatan gangguan 0,5 mg per hari kecemasan; gangguan panik, kecemasan terkait dengan depresi
Sistem saraf pusat: koordinasi Abnormal, gangguan kognitif, depresi, mengantuk,kelela han, pusing, gangguan memori, sedasi Gastrointestinal: Nafsu makan meningkat/menur un, sembelit, air liur menurun, berat badan naik/turun,
-
-
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
21
Ceftriaxone
xerostomia (mulut kering akibat kurangnya produksi air liur) Genitourinari: Kesulitan Berkemih Neuromuskular & skeletal: Dysarthria (ggg motorik dr pengucapan) Pengobatan infeksi saluran 1 g per hari pernapasan bawah, infeksi (max 2 g per kulit, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran intra- hari) abdominal dan kemih, penyakit radang panggul (bakteri, dan meningitis; digunakan dalam profilaksis bedah
-
-
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
22
4.1.6 DRP (Drug Related Problem) Doman utama
Kode
Masalah
Obat yang bermasalah
Keterangan
Efektivitas terapi
M1.1
Obat tidak efektif
Lasix®
Lasix® (furosemid) yang bekerja pada ginjal (loop henle) menjadi tidak efektif bagi pasien dengan gangguan ginjal
M1.2
Efek obat tidak optimal
-
-
M1.3
Efek obat salah (idiosinkrasi)
-
-
M1.4
Ada indikasi yang tidak diterapi
Anemia
Perlu managemen terapi anemia sesuai guideline (pengukuran Tsat dan Ferritin untuk penentuan terapi)
M2.1
Pasien menderita ROTD bukan alergi
-
-
M2.2
Pasien menderita ROTD alergi
-
-
M2.3
Pasien menderita efek toksik
-
-
Reaksi Obat yang tidak Diketahui
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
23
Doman utama
Kode
Masalah
Obat yang bermasalah
Keterangan
Biaya Pengobatan
M3.1
Biaya pengobatan lebih mahal dari yang diperlukan
-
-
M3.2
Obat tidak diperlukan
Alprazolam, dan Vip albumin
-
Lain-Lain
M4.1
Pasien tidak puas dgn terapi yang diterimanya meskipun terapi tersebut optimal baik dari segi efektivitas maupun biaya
-
-
M4.2
Keluhan pasien/masalah tidak jelas, tidak termasuk ketiga kategori masalah terkait obat diatas
-
-
Alprazolam tidak diperlukan dalam kasus ini Tidak ada indikasi penggunaan albumin
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
24
Domain Utama
Kode
Masalah
Obat yang bermasalah
Keterangan
Pemilihan Obat
P1.1
Pemilihan obat tidak tepat (bukan indikasi yang paling tepat) termasuk penggunaan obat yang kontraindikasi
-
-
P1.2
Tidak ada indikasi penggunaan
Vip albumin
Tidak ada data albumin pasien rendah
P1.3
Kejadian interaksi obat
CaCO3 + Amlodipine
CaCO3 menurunkan level amlodipin
P1.4
Duplikasi kelompok terapi atau bahan aktif yang tidak tepat
-
-
P1.5
Ada indikasi tapi obat tidak diresepkan
Anemia
Perlu pemilihan terapi untuk anemia pasien
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
25
Domain Utama
Kode
Masalah
Obat yang bermasalah
Keterangan
Pemilihan Obat
P1.6
Banyak obat (kelompok terapi atau bahan aktif yang berbeda) diresepkan untuk indikasi yang sama
-
-
P1.7
Tersedia obat yang lebih hemat biaya
-
-
P1.8
Kebutuhan obat yang bersifat sinergis/preventif tidak diresepkan
-
-
P1.9
Ada indikasi baru dan obat belum diresepkan
-
-
Domain Utama
Kode
Masalah
Obat yang bermasalah
Keterangan
Pemilihan Bentuk sediaan
P2.1
Bentuk sediaan obat tidak tepat
-
-
Pemilihan dosis
P3.1
Dosis obat terlalu rendah
Vipalbumin®
- Vipalbumin® : Seharusnya diberikan 3000 mg – 6000 mg per hari (3 x sehari 2 kapsul)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
26
Domain Utama
Kode
Masalah
Obat yang bermasalah
Keterangan
Pemilihan dosis
P3.3
Pengaturan dosis kurang
Vipalbumin®
3 x sehari 1 kapsul seharusnya 3 x sehari 2 kapsul
P3.4
Pengaturan dosis terlalu sering
-
-
P3.5
Tidak ada pemantauan obat dalam darah
-
-
P3.6
Masalah terkait farmakokinetik obat yang memerlukan penyesuaian
-
-
P3.7
Perburukan/ perbaikan kondisi sakit yang memerlukan penyesuaian dosis
-
-
Domain Utama
Kode
Masalah
Obat yang bermasalah
Keterangan
Penentuan lama pemgobatan
P4.1
Lama pengobatan terlalu pendek
-
-
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
27
Proses penggunaan obat
P4.2
Lama pengobatan terlalu panjang
-
-
P5.1
Waktu penggunaan obat atau interval pemberian dosis tidak tepat
-
-
P5.2
Menggunakan obat lebih sedikit dari pedoman pengobatan atau pemberian obat lebih jarang dari aturan penggunaan
-
-
P5.3
Menggunakan obat berlebih atau pemberian obat melebihi aturan penggunaan
-
-
P5.4
Obat tidak diminum atau tidak diberikan
-
-
Domain Utama
Kode
Masalah
Obat yang bermasalah
Keterangan
Proses penggunaan
P 5.5
Minum obat yang salah atau memberikan
-
-
-
-
obat
obat yang salah P 5.6
Penyalahgunaan obat (penggunaan obat tidak sesuai dengan peruntukkan resmi)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
28
P 5.7
Pasien tidak dapat menggunakan obat atau
-
-
bentuk sediaan sesuai aturan Logistik
P 6.1
Obat yang diresepkan tidak tersedia
-
-
(kefarmasian)
P 6.2
Kesalahan peresepan (dalam hal menulis
-
-
-
-
resep) P 6.3
Kesalahan peracikan obat (dispensing error)
Pasien
P 7.1
Pasien lupa untuk minum obat
-
-
P 7.2
Pasien menggunakan obat yang tidak
-
-
-
-
diperlukan P 7.3
Pasien makan makanan yang berinteraksi dengan obat
Lain-lain
P 7.4
Penyimpanan obat oleh pasien tidak tepat
-
-
P 8.1
Lain-lain
-
-
P 8.2
Penyebab tidak jelas
-
-
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
29
4.2
Pembahasan Pada kasus ini, pasien didiagnosis CKD stage 5 on CAPD (Continous
Ambulatory Peritonial Dialysis). Pasien MRS dengan kondisi bengkak dan disertai sesak sudah satu minggu. Bengkak yang dialami pasien terjadi karena edema yaitu adanya cairan berlebihan di dalam tubuh. Bengkak pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan ginjal untuk mengekskresi natrium ke dalam urin sedangkan natrium menahan cairan di dalam pembuluh darah. Cairan yang menumpuk di dalam tubuh dapat mengganggu organ seperti paru-paru, sehingga pasien merasa sesak. Keadaan ini juga terjadi akibat CAPD yang terpasang pada pasien kurang bekerja maksimal, sehingga perlu adanya “repair” CAPD. Kelebihan cairan diatasi dengan hemodialisis. Pasien diterapi hemodialisis selama dua kali seminggu selagi belom terpasang CAPD lagi. Melihat dari riwayat penyakit dan pengobatan pasien, diketahui bahwa pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Dengan demikian dapat disimpulkan, CKD yang dialami pasien adalah komplikasi lanjutan dari penyakit hipertensi. Sebagian besar penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi. Efek dari hipertensi, terutama kerusakan pada jantung dan pembuluh darah. Setiap bentuk hipertensi menyebabkan kerusakan ginjal. Hipertensi dalam jangka waktu lama dapat merusak arteriol ginjal dan glomeruli (nephrosclerosis) dan pada waktunya menyebabkan iskemia ginjal. Dengan demikian , hipertensi primer extrarenal dapat
berkembang
menjadi
hipertensi
ginjal
melalui
pengembangan
nephrosclerosis. Semua ini menghasilkan lingkaran setan dimana iskemia ginjal dan hipertensi saling memperkuat satu sama lain. Melihat dari hasil laboratorium pasien selama penulis mengkaji terdapat data-data yang abnormal yaitu adanya penurunan hemoglobin, hematokrit dan eritrosit. Data ini merupakan penandaan adanya anemia. Penyebab utama anemia yang dialami pasien karena produksi eritropoetin yang tidak adekuat. Dalam keadaan normal, 90% eritropoetin diproduksi ginjal dan 10% diproduksi hati. Ketika mengalami kerusakan ginjal, maka produksi di ginjal akan menurun. Pemeriksaan saturasi transferin dan ferritin diperlukan untuk mengetahui adanya indikasi kekurangan besi. Pada kasus ini, terapi untuk anemia tidak diresepkan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
30
Perlu adanya manajemen terapi untuk anemia pasien, karena keadaan anemia dapat menimbulkan keadaan lemas sehingga dapat menurunkan kualitas hidup pasien. DRP adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang diinginkan pasien. Selama penulis mengkaji perkembangan pasien, obat yang diterima pasien adalah paracetamol, asam folat, vitamin B12, CaCO3, Lasix®, Vip Albumin, Amlodipine, Alprazolam dan Ceftriaxone. Dalam kasus ini, terdapat beberapa DRP. Penggunaan Lasix® (furosemide) dalam kasus ini kurang efektif jika diberikan. Pertimbangan penggunaan Lasix® di sini adalah untuk penanganan edema pasien. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa pasien sudah mengalami gagal ginjal terminal (stage 5) sehingga fungsi dan struktur ginjal sudah mengalami kerusakan. Mengingat Lasix® bekerja menghambat reabsorbsi Na, K dan Cl di lengkung henle ginjal, maka efektivitasnya akan menurun karena obat bekerja pada organ yang rusak. Sesuai dengan hasil penelitian Siregar (2008) yang menunjukkan bahwa pada gagal ginjal kronik efek diuresis akan berkurang bila laju filtrasi glomerulus berkurang (tes Klirens Kreatinin kurang dari 20 ml/menit). Penggunaan vipalbumin® dalam kasus ini tidak diperlukan karena tidak ada data albumin pasien rendah. Selain itu apabila penggunaan vipalbumin® dimaksudkan untuk menambah nutrisi, lebih baik nutrisi diambil dari makananmakanan yang mengandung banyak protein seperti ikan gabus, telor dan kedelai. Selain itu dosis yang dianjurkan dokter kurang karena menurut literatur pemberian albumin 3000 mg – 6000 mg per hari sehingga perlu diberikan 3 x 2 kapsul sehari. Penggunaan Alprazolam dalam kasus ini tidak diperlukan. Pertimbangan penggunaan Alprazolam adalah sebagai obat penenang karena keadaan sesak pasien yang mengganggu. Tapi perlu dilihat bahwa penggunaan Alprazolam bukan merupakan obat untuk indikasi sesak, hanya sebagai penenang. Diketahui bahwa efek samping penggunaan Alprazolam cukup banyak sehingga perlu pertimbangan risk and benefit nya. Interaksi obat yang terjadi adalah penggunaan CaCO3 dan Amlodipine (golongan CCB). CaCO3 dapat menurunkan level Amlodipine. Obat golongan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
31
CCB bekerja dengan menghambat lewatnya ion kalsium ke dalam sel di sisi lain CaCO3 dapat meningkatan konsentrasi ion kalsium di luar sel menentang efek CCB tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan jeda waktu pemberian antara CaCO3 dan Amlodipine. Peran Apoteker sangat diperlukan dalam mengatasi kasus ini. Komunikasi antara Apoteker dan pasien perlu dibangun, agar terapi dapat berjalan maksimal dan dapat mencegah keparahan CKD lebih lanjut. Bentuk komunikasi yang dapat diberikan Apoteker kepada pasien yaitu dalam bentuk konseling atau pelayanan informasi obat yaitu : a. Menginformasikan kepada pasien tentang kemungkinan komplikasi Ginjal, sehingga pasien akan mengontrol dietnya dan dapat meningkatkan aktifitas fisiknya. b. Menginformasikan kepada pasien untuk terus rajin mengontrol tekanan darah dan Kreatinin. Kadar kalium dan fosfat pasien, juga perlu diperhatikan mengingat komplikasi ginjal yang tidak terbatas. c. Menginformasikan kepada pasien tentang pentingnya kepatuhan dalam mengkonsumsi obatnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1.
Berdasarkan terapi yang diberikan kepada pasien terdapat beberapa DRP
yang perlu diperhatikan : a.
Obat tidak efektif yaitu penggunaan Lasix®
b.
Ada indikasi yang tidak diterapi yaitu anemia
c.
Obat tidak diperlukan yaitu Alprazolam dan Vip Albumin
d.
Tidak ada indikasi penggunaan obat yaitu Vip Albumin
e.
Kejadian interaksi obat yaitu CaCO3 dan Amlodipine
f.
Ada indikasi tapi obat tidak diresepkan yaitu Anemia
g.
Dosis obat terlalu rendah yaitu Vip Albumin
h.
Pengaturan dosis kurang yaitu Vip Albumin
2.
Peran Apoteker dalam mencegah keparahan CKD adalah : a.
Menginformasikan kepada pasien tentang kemungkinan komplikasi Ginjal, sehingga pasien akan mengontrol dietnya dan dapat meningkatkan aktifitas fisiknya.
b.
Menginformasikan kepada pasien untuk terus rajin mengontrol tekanan darah dan Kreatinin. Kadar kalium dan fosfat pasien juga perlu diperhatikan mengingat komplikasi ginjal yang tidak terbatas.
c.
Menginformasikan kepada pasien tentang pentingnya kepatuhan dalam mengkonsumsi obatnya.
5.2 Saran 1.
Agar mencapai tujuan terapi Anemia pada CKD perlu manajemen terapi anemia yang lebih tepat (sesuai guideline)
2.
Agar mengetahui seberapa besar protein yang keluar bersama urin perlu dilakukan tes proteinuria
3.
Untuk penyesuaian dosis CaCO3 perlu dilakukan tes serum fosfat dan kalsium
4.
Tingkatkan terapi non farmakologi untuk mendukung terapi farmakologi 32
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Ashley, Caroline and Aileen Currie. 2009. The Renal Drug Handbook Third Edition. Radcliffe Publishing Ltd. Oxford : New York CDC., 2004. State-Specific Trends in Chronic Kidney Failured-United States, 1990-2001. National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, CDC.http://www.cdc.gov./mmwr/preview/.htm Desita. 2010. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di RSUP HAM Medan Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Seventh Edition, TheMcGraw-Hill Companies, Inc., USA. Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., 2009, Handbook of Pharmacoteraphy: A Patophysiology Approach, Seventh Edition, McGraw-Hill, United Staded. Espinel, Eugenia, et al. 2013. Risk Of Hyperkalemia in Patients with Moderate Chronic Kidney Disease Initiating Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors or Angiotensin Receptor Blockers: A Randomized Study. BMC Research Notes KDOQI, 2002, Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification, National Kidney Foundation. Joy, M.S., Kshirsagar, A., Franceschini, N., 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 7th ed., Chronic Kidney Disease: Progression- Modifiying Therapies, McGraw-Hill Companies. Lankhorst, C.E., Wish, J.B., 2010, Anemia in Renal Disease: Diagnosis and Management, Blood Reviews. National Kidney Foundation. 2004. K/DOQI Clinical practice guidelines for dialysis patients. Nursalam. 2006. Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika O’Callaghan C. At a Glance Sistem Ginjal (Terjemahan). 2nd ed. Safitri A, Astikawati R, editors. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2009.
33
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
34
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Pranay, K., Stoppler, M.C. (ed), 2010. Chronic Kidney Disease. Available from: http://www.emedicinehealth.com/chronic_kidney_disease/page18_em.ht m#Authors%20and%20Editors Suhardjono, dkk., 2001. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi Ketiga. FK UI, Jakarta. Suharyanto., Abdul, Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Trans Info Media. Jakarta. Suwitra. K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi keempat. Penerbit Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI. Jakarta. Tessy. A. 2006. Hipertensi Pada Penyakit Ginjal. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi keempat. Penerbit Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI. Jakarta.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014