UNIVERSITAS INDONESIA
AUDIT ATAS PROPERTI INVESTASI PT A SERTA ANALISIS KOMPARATIF PENGUKURAN MENARA BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) DENGAN MODEL NILAI WAJAR DAN MODEL BIAYA
LAPORAN MAGANG
MEUTIA NANDA AULIA 1006712450
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPOK JUNI 2014
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
AUDIT ATAS PROPERTI INVESTASI PT A SERTA ANALISIS KOMPARATIF PENGUKURAN MENARA BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) DENGAN MODEL NILAI WAJAR DAN MODEL BIAYA
LAPORAN MAGANG Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
MEUTIA NANDA AULIA 1006712450
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPOK JUNI 2014
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Magang ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Meutia Nanda Aulia
NPM
: 1006712450
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 23 Juni 2014
ii Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan magang ini diajukan oleh: Nama : Meutia Nanda Aulia NPM : 1006712450 Program Studi : S1 Akuntansi Judul Laporan Magang : Audit Atas Properti Investasi PT A serta Analisis Komparatif Pengukuran Menara Base Transceiver Station (BTS) dengan Model Nilai Wajar dan Model Biaya
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Cut Saskia Rachman S.E., M.Ak.
(
)
Penguji (Ketua)
: Dyah Setyaningrum S.E., M.S.M.
(
)
(
)
Penguji (Anggota) : Aria Farah Mita S.E., M.S.M.
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 23 Juni 2014
iii Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
TANDA PERSETUJUAN LAPORAN AKHIR MAGANG
Nama Mahasiswa
: Meutia Nanda Aulia
Nomor Pokok Mahasiswa
: 1006712450
Judul Laporan Akhir Magang
: Audit Atas Properti Investasi PT A serta Analisis Komparatif Pengukuran Menara Base Transceiver Station (BTS) dengan Model Nilai Wajar dan Model Biaya
Tanggal
: 23 Juni 2014
Pembimbing Magang
: Cut Saskia Rachman S.E., M.Ak.
TTD
(Cut Saskia Rachman S.E., M.Ak.)
iv Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat, keridhaan, serta karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan magang ini dengan baik. Laporan magang ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI). Selama penyusunan laporan magang, terdapat berbagai pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan kepada saya. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Cut Saskia Rachman S.E., M.Ak. selaku dosen pembimbing dalam pembuatan laporan magang ini. Terima kasih atas bimbingan dan doa ibu selama proses penyusunan laporan magang ini. 2. Ibu Dyah Setyaningrum S.E., M.S.M dan Aria Farah Mita S.E., M.S.M selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan koreksi dalam penyelesaian laporan magang ini. 3. Ibu Dr. Sylvia Veronica NPS. S.E., Ak. selaku dosen pembimbing akademis
yang
telah
memberikan
saran
dan
masukan
terkait
perkembangan akademis saya selama menjalani perkuliahan. 4. Kedua orang tua dan adik saya yang tercinta, Djoni Sastra, Armi Suryani, dan Muhammad Naufal Ihsan, yang selalu memberikan dukungan baik secara moral maupun material. 5. Fikri Syuhada, tempat berbagi dukungan dan keluh kesah, tidak hanya selama pembuatan laporan magang tetapi juga selama perkuliahan. Akhirnya kita bisa wisuda sama-sama ya. 6. Tim audit yang saya hormati: Bang Glo, Mbak Titin, Mas Jaka, Bang Donny, Kak Ziaul, Mas Apri, serta teman sesama intern, Apri Melida. Terima kasih atas bimbingannya selama saya menjalani proses magang dan menyusun laporan magang ini. 7. Teman-teman seperjuangan Intern AAJ: Shelvy Rufita, Halida Rahmadani, Eva Ngalisca A., Fiona Mussri A., Dian Hikmayanti, Runi Ulfah, Puspa Rani Sartika, dan teman-teman lain yang tidak terucapkan satu per satu. Terima kasih karena sudah saling menyemangati dan berbagi informasi baik selama magang hingga penyelesaian laporan magang. v Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
8. Kelompok 36 Ostrom “Oncomers” OPK FEUI 2010, terutama Diah Kartika Sari, Nadia Refaniadewi, Feri Priatna, Chaerunissa, Atiqah Amanda Siregar, Inggartyas Sharaswati, dan Hervandi Putra. Semoga kita bisa tetap selalu menjalin hubungan baik sampai kapanpun ya! Tyas, semoga bisa cepat-cepat menyusul juga! Ganbatte! 9. Mentee tercinta di Kelompok 34 MDH OPK FEUI 2012, terima kasih atas dukungannya selama pengerjaan laporan magang ini. Melihat kalian duduk di “kursi malas” di depan ruang skripsi saja sudah bikin refreshing lo. 10. Teman-teman FEUI 2010, terutama Himaga FEUI, tentunya termasuk tapi tidak terbatas pada Febrina Natasya, Muthia “Nenek” Rahma, Delta Antariksa, Dimas Prasetya Wardhana, Ivan Brian, Dimas Satria Hardianto, Alvian Chandra Winata, Canrawidya Octavian, dan yang tidak sanggup diucapkan satu per satu. Terima kasih atas semangat dan hiburan selama masa perkuliahan kita, hehe. 11. Teman-teman Nihongo Kurabu 3 SMA Negeri 3 Bandung, terutama Fadhila Zahra Humaira, sahabat yang terus menjadi tempat berbagi suka cita dan inspirasi. 12. Teman sesama penggemar idola Jepang yang sekaligus menjadi tempat diskusi saya terkait bahan laporan, Prafita Asri Ardini dan Yuannisa Nurvita Sari. Arigatou sudah mau diganggu untuk konsultasi terkait bahasan audit maupun pajak. 13. Teman-teman sesama anggota Studi Profesionalisme Akuntan (SPA) FEUI angkatan 2011, Sekolah Non Formal (SNF) FEUI 2012, 3rd Scholarship Fair FEUI, 4th Scholarship Fair FEUI, Scholarship and Education Fair 2012, Study Tour SNF FEUI 2013, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Depok, 23 Juni 2014
Penulis
vi Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Meutia Nanda Aulia NPM : 1006712450 Program Studi : S1 Akuntansi Departemen : Akuntansi Fakultas : Ekonomi Jenis Karya : Laporan Magang demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: AUDIT ATAS PROPERTI INVESTASI PT A SERTA ANALISIS KOMPARATIF PENGUKURAN MENARA BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) DENGAN MODEL NILAI WAJAR DAN MODEL BIAYA beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Pada tanggal
: Depok : 23 Juni 2014
Yang Menyatakan,
(Meutia Nanda Aulia)
vii Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
ABSTRAK Nama : Meutia Nanda Aulia Program Studi : S1 Akuntansi Judul : Audit Atas Properti Investasi PT A serta Analisis Komparatif Pengukuran Menara Base Transceiver Station (BTS) dengan Model Nilai Wajar dan Model Biaya Laporan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai audit atas akun properti investasi PT A dan perbandingan penyajian Laporan Laba Rugi Komprehensif atas pengukuran menara BTS dengan model nilai wajar dan model biaya. Pembahasan dibuat berdasarkan prosedur audit yang dilakukan penulis dibandingkan dengan PSAK 13 dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan prosedur audit, disimpulkan bahwa akun properti investasi telah disajikan secara wajar dan sesuai dengan ketentuan pengakuan dalam PSAK 13. Penulis juga menyimpulkan pencatatan menara BTS dengan model nilai wajar pada tahun 2013 menghasilkan laba sebelum pajak yang lebih kecil dibandingkan dengan apabila PT A menggunakan model biaya akibat penurunan nilai wajar properti investasi PT A. Kata kunci: Menara BTS, model biaya, model nilai wajar, properti investasi, prosedur audit.
viii Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
ABSTRACT Name : Meutia Nanda Aulia Study Program: Accounting Undergraduate Program Title : Audit of Investment Property of PT A and Comparative Analysis on Base Transceiver Station (BTS) Tower Measurement with Fair Value Model and Cost Model This report describes audit procedures of investment property account in PT A and comparison of Statement of Comprehensive Income in measurement of BTS tower in fair value model compared to in cost model. The discussion is written based on audit procedures done by the writer compared to PSAK 13 and applicable regulations in Indonesia. Based on the audit procedures, it can be concluded that investment property account has been stated fairly and has complied with recognition criteria in PSAK 13. The writer also concludes that measurement of BTS tower in fair value model results in lower net income before income tax than in cost model due to decreasing in investment properties’ fair value of PT A. Key words: Audit procedures, BTS tower, cost model, fair value model, investment property.
ix Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii TANDA PERSETUJUAN LAPORAN AKHIR MAGANG ................................. iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................. vii ABSTRAK ........................................................................................................... viii ABSTRACT ........................................................................................................... ix DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Program Magang .................................................................. 1 1.2 Latar Belakang Penulisan Laporan Magang.................................................. 1 1.3 Tujuan Pelaksanaan dan Penulisan Laporan Magang ................................... 4 1.4 Tempat dan Waktu Magang .......................................................................... 4 1.5 Pelaksanaan Kegiatan Magang ...................................................................... 5 1.6 Ruang Lingkup Penulisan Laporan Magang ................................................. 6 1.7 Metode Penulisan Laporan Magang .............................................................. 6 1.8 Sistematika Penulisan .................................................................................... 6 BAB 2 LANDASAN TEORI ................................................................................ 8 2.1 Audit .............................................................................................................. 8 2.1.1 Definisi Audit ......................................................................................... 8 2.1.2 Bukti Audit, Materialitas, dan Risiko ..................................................... 9 2.1.3 Tujuan Audit ......................................................................................... 13 2.1.4 Proses Audit .......................................................................................... 14 2.2 Properti Investasi ......................................................................................... 17 2.2.1 Definisi Properti Investasi .................................................................... 17 2.2.2 Pengakuan Properti Investasi ................................................................ 18 2.2.3 Pengukuran pada Saat Pengakuan Awal Properti Investasi.................. 19 2.2.4 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Properti Investasi ..................... 19 2.2.5 Transfer Properti Investasi .................................................................... 21 2.2.6 Pelepasan Properti Investasi ................................................................. 21 2.2.7 Pengungkapan Properti Investasi .......................................................... 21 2.3 Aset Tetap .................................................................................................... 23 2.3.1 Definisi Aset Tetap ............................................................................... 23 2.3.2 Pengakuan Aset Tetap .......................................................................... 23 2.3.3 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Aset Tetap ................................ 25 2.3.4 Penghentian Pengakuan Aset Tetap ...................................................... 26 2.3.5 Pengungkapan Aset Tetap .................................................................... 26 2.4 Peraturan Perpajakan terkait Aset Tetap dan Properti Investasi ................. 27 BAB 3 PROFIL PERUSAHAAN....................................................................... 33 3.1 Profil Kantor Tempat Pelaksanaan Magang ................................................ 33 3.2 Profil PT A .................................................................................................. 34 x Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
3.2.1 Gambaran Umum Properti Investasi PT A ........................................... 36 3.2.2 Siklus Penyewaan Menara BTS PT A .................................................. 38 3.2.3 Tanggung Jawab PT A Selama Masa Penyewaan Menara BTS .......... 41 3.2.4 Kebijakan Akuntansi Menara BTS PT A ............................................. 42 BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................... 44 4.1 Prosedur Audit Properti Investasi PT A ...................................................... 44 4.1.1 Tahap Perencanaan dan Perancangan Program Audit PT A................. 44 4.1.2 Tahap Audit Properti Investasi PT A .................................................... 51 4.2 Analisis Klasifikasi Menara BTS sebagai Properti Investasi di PT A ........ 54 4.3 Analisis Komparatif Pengukuran Menara BTS dengan Model Nilai Wajar dan dengan Model Biaya ................................................................................... 56 4.3.1 Pengukuran Menara BTS dengan Model Nilai Wajar .......................... 56 4.3.2 Pengukuran Menara BTS dengan Model Biaya ................................... 58 4.3.3 Implikasi Perpajakan............................................................................. 63 4.3.4 Perbandingan Laba Rugi Terkait Perbedaan Model Pengukuran Menara BTS ................................................................................................................ 65 BAB 5 PENUTUP................................................................................................ 72 5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 72 5.2 Implikasi untuk Pengguna Laporan Keuangan ........................................... 73 5.3 Saran untuk PT A ........................................................................................ 73 DAFTAR REFERENSI ........................................................................................ 75 LAMPIRAN ...…………………………………………………………………. 78
xi Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Fiskal Harta Berwujud .............28 Tabel 3.1 Asumsi Umum Penilaian Nilai Wajar Properti Investasi PT A ..........42 Tabel 4.1 Analisis Risiko dalam Perencanaan Audit PT A ................................50 Tabel 4.2 Asumsi Umum Penilaian Nilai Wajar Properti Investasi PT A (Faktor Pilihan) ...............................................................................................68
xii Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Tahap Pencatatan Menara BTS PT A ............................................38 Gambar 4.1 Laporan Laba Rugi Komprehensif PT A untuk Tahun-Tahun yang Berakhir pada 31 Desember 2013, 2012, dan 2011 – Model Nilai Wajar .....................................................................................66 Gambar 4.2 Laporan Laba Rugi Komprehensif PT A untuk Tahun-Tahun yang Berakhir pada 31 Desember 2013, 2012, dan 2011 – Model Biaya ..............................................................................................67
xiii Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1A Mutasi Properti Investasi pada Laporan Posisi Keuangan PT A pada Tahun 2011-2013 (Model Nilai Wajar) .............................. Lampiran 1B Mutasi Properti Investasi pada Laporan Posisi Keuangan PT A pada Tahun 2011-2013 (Model Biaya)........................................ Lampiran 2A Laporan Posisi Keuangan PT A pada Tahun 2011-2013 Bagian Aset Tidak Lancar (Model Nilai Wajar) ..................................... Lampiran 2B Laporan Posisi Keuangan PT A pada Tahun 2011-2013 Bagian Aset Tidak Lancar (Model Biaya) ............................................... Lampiran 3A Laporan Laba Rugi Komprehensif PT A pada Tahun 20112013 (Model Nilai Wajar) ........................................................... Lampiran 3B Laporan Laba Rugi Komprehensif PT A pada Tahun 20112013 (Model Biaya) ..................................................................... Lampiran 4 Foto Menara BTS ........................................................................
78 80 82 83 84 85 86
xiv Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Program Magang Seiring dengan perkembangan teknologi dan industri, kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas pun menjadi semakin tinggi. Berbagai lembaga pendidikan, tak terkecuali Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), dituntut untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja. Tak hanya pandai secara teoretis, tetapi juga memiliki keterampilan yang memadai. FEUI sebagai salah satu institusi pendidikan unggulan di Indonesia terus berusaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan memfasilitasi mahasiswa-mahasiswanya untuk mengembangkan keterampilannya.
Salah satu cara FEUI untuk merealisasikan misi tersebut ialah dengan menerapkan program magang sebagai pilihan tugas akhir yang menjadi syarat kelulusan mahasiswanya. Dengan mengikuti kegiatan magang, mahasiswa diharapkan dapat menerapkan ilmu-ilmu seputar akuntansi yang telah dipelajari secara formal di bangku perkuliahan. Tak hanya itu, melalui program ini mahasiswa juga diharapkan dapat memperkaya diri dengan hal-hal yang tidak diajarkan secara formal, seperti beberapa kasus khusus dalam praktik di dunia nyata, keterampilan baik dalam urusan kesekretariatan, administrasi, maupun dalam penggunaan software yang mendukung pekerjaan, serta sifat-sifat yang perlu dikembangkan dalam bekerja seperti bertanggungjawab serta bekerja dengan efisien dan efektif. Melihat besarnya manfaat yang diberikan dari mengikuti program magang, penulis memilih laporan magang sebagai tugas akhir kelulusan.
1.2 Latar Belakang Penulisan Laporan Magang Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, sebuah perusahaan didukung oleh berbagai aset. Sebuah perusahaan umumnya memiliki aset tidak lancar yang dipergunakan untuk menghasilkan pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Aset tersebut bisa jadi menghasilkan pendapatan dengan cara disewakan, digunakan untuk produksi agar dapat menghasilkan produk untuk 1 Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
2
dijual, maupun mendukung optimisasi kerja sumber dayanya (misalnya peralatan kantor seperti meja, kursi, atau komputer yang dapat mengoptimalkan kinerja karyawannya). Salah satu klasifikasi dari aset tidak lancar yang memiliki penggunaan seperti di atas ialah aset tetap dan properti investasi.
Saat melakukan kegiatan magang, penulis berkesempatan untuk terlibat dalam proses audit laporan keuangan PT A, sebuah perusahaan yang menyediakan jasa penyewaan dan pengelolaan menara Base Transceiver Station (BTS) atau menara telekomunikasi. Dalam industri ini, penulis melihat bahwa ternyata terdapat beberapa perusahaan yang mencatat menara BTS sebagai properti investasi dan ada pula yang mencatat menara BTS sebagai aset tetap. Hal ini disebabkan masih terdapat peninjauan lebih lanjut oleh IFRS Interpretations Committee (dahulu IFRIC) mengenai pengakuan menara BTS sebagai sebuah bangunan.
Untuk dapat diakui sebagai properti investasi, suatu aset harus berwujud tanah, bangunan, atau bagian dari keduanya yang dipergunakan untuk disewakan atau mendapat keuntungan kenaikan nilai. Berdasarkan IFRIC Update bulan Juli 2013, dinyatakan bahwa menara BTS memenuhi salah satu kriteria properti investasi, yaitu direntalkan. Akan tetapi, muncul keraguan atas pengakuannya sebagai properti investasi karena IFRS Interpretations Committee masih mempertanyakan apakah sebuah menara dapat diakui sebagai bangunan. Keraguan ini muncul karena wujud menara BTS yang tidak memiliki struktur yang umumnya dimiliki oleh sebuah bangunan, seperti dinding, lantai, dan atap.
PT A mencatat menara BTS miliknya sebagai properti investasi dengan model nilai wajar. Karena bisnis PT A sepenuhnya bergerak dalam bidang jasa penyewaan menara BTS, properti investasi memiliki nilai yang besar dalam komposisi keseluruhan aset yang dimilikinya, yaitu lebih dari 80% dari nilai total aset. Adanya salah saji pada akun ini dapat memiliki pengaruh besar terhadap laporan keuangan. Oleh karena itu, audit terhadap akun properti investasi menjadi penting. Auditor perlu memastikan bahwa pengakuan dan pencatatan properti investasi PT A telah memenuhi kriteria dalam PSAK 13 tentang Properti Investasi
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
3
serta memastikan bahwa saldo nilai tercatat properti investasi telah disajikan secara wajar.
Dalam pengukuran setelah perolehan properti investasi, perusahaan dapat memilih satu dari dua metode, yaitu model biaya ataupun model nilai wajar. Perbedaan metode pencatatan ini dapat menghasilkan saldo laba (rugi) bersih yang berbeda dalam laporan laba rugi komprehensif. Dalam model biaya, perusahaan mengakui adanya penyusutan pada setiap periode yang menggambarkan adanya penurunan manfaat ekonomis aset tersebut, sehingga nilai aset akan dicatat pada nilai perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan rugi penurunan nilai. Akan tetapi, dalam model nilai wajar, perusahaan harus melakukan penilaian kembali nilai wajar aset secara periodik. Jika sebuah properti investasi diukur dalam model nilai wajar, perusahaan tidak menghitung penyusutan, sehingga nilai properti investasi yang disajikan dalam laporan posisi keuangan ialah nilai wajar setelah penilaian kembali dikurangi dengan rugi penurunan nilai. Apabila terdapat perubahan nilai wajar dari penilaian yang dilakukan sebelumnya, selisih lebih (kurang) nilai wajar tersebut diakui dalam pos pendapatan (beban) lain-lain pada laporan laba rugi komprehensif.
Berdasarkan penjabaran di atas dapat terlihat bahwa apabila perusahaan mencatat asetnya dengan model pengukuran yang berbeda, saldo-saldo yang disajikan pada laporan posisi keuangan serta laporan laba rugi komprehensif akan berbeda pula. Hal ini dapat mempengaruhi persepsi pembaca laporan keuangan terhadap kondisi perusahaan.
Akibat permasalahan di atas, penulis tertarik untuk menulis prosedur terkait audit atas akun properti investasi serta menguji apakah menara BTS milik PT A telah tepat diklasifikasikan dalam golongan properti investasi sesuai dengan kriteria dalam PSAK 13. Selain itu, penulis tertarik untuk menganalisis perbedaan laba (rugi) yang didapatkan perusahaan apabila perusahaan mencatat menara BTS sebagai properti investasi dengan model nilai wajar sebagaimana yang dilakukan
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
4
selama ini dengan apabila perusahaan mencatat menara BTS sebagai properti investasi dengan model biaya.
1.3 Tujuan Pelaksanaan dan Penulisan Laporan Magang Kegiatan magang bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan relevan dengan ilmu yang dipelajari selama berkuliah, yaitu ilmu akuntansi. Hal ini disebabkan kegiatan magang memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memanfaatkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh di bangku perkuliahan serta beradaptasi dengan beragam improvisasi yang muncul di lapangan.
Setelah mengikuti kegiatan magang, mahasiswa diwajibkan untuk membuat laporan magang yang berisikan hal yang dikerjakan mahasiswa dengan berfokus pada suatu topik tertentu. Penulis memutuskan untuk berfokus pada permasalahan audit atas akun properti investasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari penulisan laporan magang ini ialah sebagai berikut: a. Memaparkan prosedur audit terkait akun properti investasi pada PT A; b. Menganalisis ketepatan klasifikasi menara BTS sebagai properti investasi di PT A; dan c. Menganalisis dampak yang terjadi pada laporan keuangan PT A apabila PT A melakukan pencatatan dan pengukuran menara BTS sebagai properti investasi dengan model nilai wajar dibandingkan dengan model biaya.
1.4 Tempat dan Waktu Magang Penulis melakukan kegiatan magang di Kantor Akuntan Publik (KAP) Aryanto, Amir Jusuf, Mawar dan Saptoto atau yang lebih dikenal dengan nama RSM AAJ. KAP ini berlokasi di Plaza ASIA lantai 10 dan 11, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 59, Jakarta. Penulis melakukan kegiatan magang dalam periode 2 Januari 2014 hingga 2 April 2014. Selama melaksanakan kegiatan magang, penulis mendapat tanggung jawab terkait jasa general audit laporan keuangan akhir tahun 2013 untuk beberapa perusahaan jasa, salah satunya ialah PT A yang bergerak dalam bidang penyewaan infrastruktur komunikasi.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
5
1.5 Pelaksanaan Kegiatan Magang Selama melaksanakan kegiatan magang, penulis mendapat posisi sebagai intern, akan tetapi tanggung jawab yang diberikan menyerupai staf tingkat associate. Kegiatan yang dilakukan penulis selama mengaudit PT A ialah: a. Understanding Business, yaitu mengenal proses bisnis klien. Penulis menjalankan tahap ini dengan mempelajari laporan keuangan serta kertas kerja audit (working paper) auditor terdahulu. b. Preliminary Analytical Review, yaitu analisis awal terhadap perubahan saldo tahun berjalan dengan tahun sebelumnya. c. Test of Detail Balances (TOD), yaitu pemeriksaan kesesuaian antara nilai tercatat di pencatatan akuntansi dengan dokumen terkait. Berdasarkan RSM Methodology, terdapat empat asersi yang perlu dipenuhi agar auditor mendapatkan keyakinan bahwa laporan keuangan telah bebas dari kesalahan yang material, yaitu Completeness, Accuracy, Valuation, dan Existence. Dalam melakukan TOD, terdapat beberapa prosedur yang dilakukan penulis, seperti: 1) Vouching, yaitu menelusuri suatu transaksi dari pencatatan di general ledger ke dokumen yang terkait. 2) Inquiry to Client, yaitu melakukan tanya jawab dengan klien untuk memastikan sebuah proses bisnis atau transaksi tertentu. d. Substantive Analytical Review Procedure (SARP), yaitu melakukan analisis atas kewajaran besarnya perubahan nilai dari saldo tahun berjalan dengan periode sebelumnya. e. Dokumentasi. Penulis bertanggung jawab untuk mengumpulkan dokumen terkait prosedur yang dilakukan dalam TOD.
Penulis tidak mengikuti proses Test of Control (TOC) serta site visit karena prosedur tersebut telah dilakukan oleh auditor sebelum penulis bergabung dalam tim audit. Penulis tidak berpartisipasi dalam proses reporting laporan keuangan PT A karena proses tersebut dilakukan setelah periode magang berlangsung. Akan tetapi, penulis mendapat kesempatan untuk melakukan reporting pada klien lain yang juga diaudit oleh penulis.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
6
1.6 Ruang Lingkup Penulisan Laporan Magang Dalam laporan magang ini, penulis akan berfokus pada penjabaran proses audit properti investasi PT A, analisis klasifikasi menara BTS sebagai properti investasi di PT A, serta dampak pada laporan keuangan PT A jika PT A mencatat propertinya dengan model biaya. Karena waktu dan ruang lingkup penugasan magang yang terbatas, penulis hanya akan membahas pengakuan, pengukuran, dan penyajian properti menara BTS, yaitu properti yang menghasilkan rental terbesar dari PT A. Penulis mungkin akan menampilkan sedikit pembahasan terkait penerimaan sewa atau perlakuan pajak pada PT A, tetapi pembahasan tetap berfokus pada pendapatan atau beban yang timbul dari pengakuan menara BTS sebagai properti investasi dengan dua model pengukuran yang berbeda itu sendiri.
1.7 Metode Penulisan Laporan Magang Laporan magang ini berisi prosedur audit yang dilakukan penulis selama menjalani program magang dilengkapi dengan analisis tambahan. Data yang digunakan dalam laporan ini merupakan hasil studi literatur, hasil observasi dan tanya jawab pada perusahaan klien, serta hasil observasi dokumen klien. Dalam menulis laporan magang, penulis diharuskan untuk menjaga kerahasiaan data yang digunakan, baik data dari pihak PT A sebagai klien maupun data dari pihak RSM AAJ sebagai auditor.
1.8 Sistematika Penulisan Bab 1 Pendahuluan Bab ini berisi mengenai latar belakang program magang, tujuan pelaksanaan dan penulisan laporan magang, keterangan mengenai waktu, tempat, serta tanggung jawab yang diemban penulis saat melakukan magang, serta ruang lingkup dan metode penulisan.
Bab 2 Landasan Teori Bab ini berisi teori-teori berkaitan dengan pembahasan masalah. Teori yang dimasukkan mencakup teori terkait prosedur audit serta perlakuan properti
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
7
investasi berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011), perlakuan aset tetap berdasarkan PSAK 16 (Revisi 2011), dan perpajakan terkait perubahan nilai wajar aktiva.
Bab 3 Profil Perusahaan Bab ini berisi profil mengenai KAP Aryanto, Amir Jusuf, Mawar dan Saptoto (RSM AAJ) yang merupakan tempat penulis melaksanakan magang serta profil PT A yang merupakan objek penelitian dalam laporan magang ini. Dalam profil perusahaan dijelaskan pula skema pencatatan menara BTS oleh PT A.
Bab 4 Pembahasan Bab ini berisi tentang prosedur audit terkait akun properti investasi, analisis klasifikasi menara BTS sebagai properti investasi di PT A, serta studi kasus jika PT A mengubah pengukuran properti investasinya.
Bab 5 Penutup Bab ini berisi kesimpulan penulis atas permasalahan yang telah dibahas dalam laporan magang ini serta saran penulis terkait kesimpulan tersebut.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Audit 2.1.1 Definisi Audit Audit merupakan pengumpulan dan evaluasi bukti-bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang telah ditentukan (Arens et al., 2009). Informasi dan kriteria tersebut bergantung pada jenis audit yang dilakukan. Jenis-jenis audit antara lain sebagai berikut: 1. Operational Audit (Audit Operasional) Hal yang diperiksa dalam audit ini merupakan efektifitas dan efisiensi prosedur yang diimplementasikan dalam suatu organisasi. Sebagai contoh, jika seorang auditor melakukan audit operasional mengenai sistem penggajian dan personalia suatu perusahaan, maka informasi yang dikumpulkan dan dievaluasi ialah pencatatan transaksi pembayaran gaji serta catatan mengenai error yang terjadi dalam satu periode. Kriteria yang telah ditentukan ialah Standard Operating Procedure (SOP) perusahaan terkait siklus penggajian. Auditor lalu menilai efektifitas dan efisiensi sistem dengan cara membandingkannya dengan SOP. 2. Compliance Audit (Audit Kepatuhan) Hal yang diperiksa dalam audit ini merupakan kepatuhan klien (auditee) dalam memenuhi prosedur atau regulasi dari pihak lain, seperti kreditur atau pemerintah. Contohnya, auditor memeriksa kepatuhan perusahaan klien dalam memenuhi kewajiban membayar utang bank. Informasi dalam konteks audit ini ialah pencatatan perusahaan, sedangkan kriteria yang telah ditentukan ialah perjanjian antara perusahaan klien dengan bank. 3. Financial Statement Audit (Audit Laporan Keuangan) Hal yang diperiksa dalam audit ini merupakan kesesuaian laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan dengan peraturan atau standar akuntansi yang berlaku. Informasi yang diaudit dalam konteks ini ialah laporan keuangan perusahaan, sedangkan kriteria yang digunakan untuk 8 Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
9
mengevaluasi ialah SAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berlaku di Indonesia. Audit laporan keuangan ini sering dikenal juga dengan istilah general audit.
Selain jenis-jenis audit di atas, terdapat pula audit khusus yang akhir-akhir ini semakin berkembang pesat, yaitu Audit Investigatif yang sering juga dikenal dengan istilah Audit Forensik atau Fraud Audit. Audit forensik merupakan proses pengumpulan
dan
evaluasi
bukti-bukti
mengenai
suatu
fakta
untuk
mengungkapkan suatu kejadian dalam rangka pembuktian untuk mendukung proses hukum atau dugaan terjadinya penyimpangan yang dapat merugikan keuangan suatu entitas. Berdasarkan Tuanakotta (2012), akuntansi forensik dapat diartikan sebagai penerapan disiplin akuntansi secara luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di sektor publik maupun privat. Berdasarkan artikel yang diposting pada website Indonesia Corruption Watch (ICW) dipaparkan bahwa pada awalnya fraud auditor melakukan pemeriksaan adanya kecurangan dengan teknik audit internal terlebih dahulu. Apabila fraud auditor menemukan adanya bukti-bukti yang menunjukkan indikasi terjadinya kecurangan atau korupsi yang merugikan, maka dilakukan audit investigatif yang lebih menyeluruh hingga mendapatkan bukti yang mendukung dalam proses hukum. Hasil dari audit investigatif hanya dapat dibaca oleh pihak-pihak yang bertanggungjawab, misalnya Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atau pengadilan.
2.1.2 Bukti Audit, Materialitas, dan Risiko Bukti audit (audit evidence) ialah informasi yang digunakan oleh auditor dalam menentukan apakah objek yang diaudit telah sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Bentuk dari bukti-bukti audit dapat bermacam-macam, antara lain inquiry kepada klien, komunikasi dengan pihak ketiga (contohnya bank, debitur, atau kreditur), hasil observasi auditor, serta dokumentasi klien terkait transaksitransaksi yang dilakukan.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
10
Audit dilakukan oleh pihak-pihak yang independen dan memiliki pengetahuan yang memadai. Berdasarkan Standar Auditing (SA) Seksi 110 tentang Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen, auditor memiliki tanggung jawab untuk membuat perencaaan dan melakukan audit untuk mendapatkan reasonable assurance (keyakinan yang memadai) bahwa laporan keuangan klien telah bebas dari material misstatement (salah saji yang material), baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Kesalahan dalam laporan keuangan dikatakan material apabila salah saji tersebut dapat mempengaruhi atau mengubah keputusan para pemakai laporan keuangan. Auditor bertanggung jawab sebatas pada reasonable assurance bukan absolute assurance karena pada praktiknya auditor hanya menggunakan sampel sehingga masih memungkinkan adanya ruang untuk kesalahan.
Konsep Materialitas dan Risiko Sebagaimana yang disebutkan di atas, materialitas merupakan batas atau tingkat kesalahan
yang memungkinkan
pengguna
laporan
keuangan
mengubah
keputusannya. Materialitas dapat menggambarkan seberapa besar error yang diterima auditor terdapat dalam laporan keuangan yang telah diaudit.
Materiality limit (batas materialitas) dapat berbeda-beda untuk tiap akun. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi batas materialitas, misalnya ukuran perusahaan, jenis industri yang dimasuki perusahaan, siklus bisnis, serta apakah perusahaan klien merupakan perusahaan publik atau nonpublik. Contohnya, bagi sebuah perusahaan dengan pendapatan bersih Rp1.000.000.000,- mungkin nilai Rp100.000.000,- terbilang material. Akan tetapi, bagi sebuah perusahaan yang memiliki pendapatan bersih lebih dari Rp50.000.000.000,- nilai tersebut tidak material.
Selain itu, jenis industri dan siklus bisnis perusahaan akan mempengaruhi basis yang digunakan perusahaan dalam menentukan batas materialitas. Contohnya, untuk sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa dan memiliki pendapatan yang cenderung meningkat setiap tahun, tetapi memiliki aset yang
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
11
tidak fluktuatif jumlahnya dari periode ke periode, materialitas mungkin lebih relevan ditentukan berdasarkan total pendapatan. Akan tetapi, jika perusahaan klien merupakan perusahaan yang memiliki aset dalam jumlah yang besar, maka basis yang digunakan ialah total aset. Di RSM AAJ, basis yang sering digunakan ialah total aset, total pendapatan, net of assets, atau laba sebelum pajak. Batas materialitas yang umum digunakan ialah 0,5-2% dari total aset atau total pendapatan.
Auditor juga perlu memperhatikan faktor-faktor lain yang mungkin dianggap material oleh pengguna laporan keuangan sekalipun besarannya tidak melewati batasan materialitas yang ditetapkan auditor. Arens et al. (2009) mencontohkan jika ada suatu perusahaan yang selalu mengalami kenaikan pendapatan sekitar 3% per tahun dalam jangka 5 tahun ke belakang tiba-tiba mengalami kerugian pada tahun berjalan sebesar 1%, maka perubahan tren ini mungkin dianggap material bagi para pemegang saham. Contoh yang lain ialah jika ada kontrak antara perusahaan klien dengan pihak lain yang mengharuskan klien menjaga rasionya di atas nilai yang telah ditentukan. Adanya penurunan rasio sekalipun kecil dapat berpengaruh pada keberlangsungan kontrak. Keberlangsungan kontrak otomatis akan mempengaruhi jumlah yang diakui dalam aset atau liabilitas perusahaan klien.
Tidak hanya materialitas, auditor juga perlu memperhatikan risiko yang mungkin timbul dalam pelaksanaan audit. Risiko dapat timbul dari nature usaha klien maupun dari judgment auditor. Berikut jenis-jenis risiko menurut Arens: 1. Planned Detection Risk (PDR) PDR ialah risiko adanya kegagalan dalam menemukan kesalahan di luar ambang batas toleransi dengan menggunakan bukti-bukti audit yang ada. PDR akan memperngaruhi jumlah sampel atau bukti audit yang diperlukan. Jika auditor menginginkan PDR yang rendah, maka auditor perlu mengumpulkan lebih banyak bukti-bukti audit. Tingkat PDR bergantung pada risiko-risiko lainnya.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
12
2. Inherent Risk (IR) IR ialah risiko adanya kesalahan yang material dalam suatu segmen dengan mengabaikan dampak dari kontrol internal perusahaan. Tingkat IR bergantung pada penilaian atau ekspektasi auditor terhadap perusahaan klien. Jika auditor menilai kemungkinan terjadinya kesalahan yang material tinggi, maka nilai IR menjadi tinggi. 3. Control Risk (CR) CR menggambarkan efektifitas kontrol internal perusahaan klien dalam mencegah terjadinya kesalahan yang material. Tingkat CR juga bergantung pada penilaian atau ekspektasi auditor terhadap klien. Apabila kontrol internal perusahaan dinilai efektif, maka nilai CR perusahaan tersebut rendah. 4. Acceptable Audit Risk (AAR) AAR menggambarkan kesediaan auditor untuk menerima adanya kemungkinan laporan keuangan yang diaudit masih memiliki kesalahan walaupun audit telah diselesaikan dan opini wajar telah dikeluarkan. Tingkat AAR yang diterima auditor bergantung pada kondisi klien. Misalnya, apabila klien merupakan perusahaan terbuka atau akan melakukan initial public offering (IPO), AAR yang diterima auditor bisa jadi lebih kecil daripada jika auditor tersebut melakukan prosedur audit pada perusahaan yang tidak terdaftar di bursa.
Tingkat materialitas dan risiko nantinya akan menentukan jumlah sampel yang diambil oleh auditor untuk melakukan prosedur audit. Misalnya, apabila nilai materialitas kecil dan auditor ingin menurunkan PDR serendah-rendahnya, untuk mendapatkan keyakinan yang memadai maka auditor perlu mengambil banyak sampel. Sebaliknya, jika nilai materialitas besar atau auditor dapat menerima tingkat PDR yang cukup tinggi, maka sampel yang diambil dapat menjadi lebih sedikit.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
13
2.1.3 Tujuan Audit Terdapat tiga kategori tujuan audit (audit objectives) menurut Arens: 1. Transaction-related Audit Objectives (Tujuan Audit Terkait Transaksi). Tujuan audit terkait transaksi ialah untuk memastikan transaksi yang terjadi telah dicatat dengan benar. Tujuan-tujuan tersebut dijabarkan lagi secara spesifik, sebagai berikut: a. Occurence, yaitu transaksi yang dicatat memang benar terjadi; b. Completeness, yaitu seluruh transaksi telah dicatat oleh klien; c. Accuracy, yaitu transaksi yang yang terjadi telah dicatat dalam jumlah yang benar; d. Posting and summarization, yaitu transaksi yang terjadi telah dicatat dalam pos-pos yang benar; e. Classification, yaitu transaksi yang dicatat dalam pembukuan klien telah diklasifikasikan secara benar; dan f. Timing, yaitu transaksi telah dicatat pada tanggal yang tepat. 2. Balance-related Audit Objectives (Tujuan Audit Terkait Saldo). Tujuan audit terkait saldo ialah memastikan saldo akhir telah tercatat dengan benar. Tujuan spesifik terkait saldo tersebut ialah sebagai berikut: a. Existence, yaitu nilai yang tercatat dalam laporan keuangan klien memang benar adanya; b. Completeness, yaitu seluruh nilai yang harus dicatat telah tercatat; c. Accuracy, yaitu nilai yang tercatat telah dicatat dengan nilai yang benar; d. Classification, yaitu nilai yang terdapat dalam data klien telah diklasifikasikan dengan benar; e. Cutoff, yaitu transaksi yang terjadi di sekitar tanggal neraca telah dicatat pada periode yang benar; f. Detail tie-in, yaitu nilai yang tercatat dalam laporan keuangan telah sesuai dengan master file, dokumen-dokumen pendukung, dan general ledger;
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
14
g. Realizable value, yaitu aset telah dicatat pada nilai net realizable value, yaitu nilai historis dikurangi penurunan nilai seperti penyusutan dan semacamnya; dan h. Rights and obligations, yaitu hak atas aset dan liabilitas yang dicatat memang dimiliki oleh klien. 3. Presentation and Disclosure-related Audit Objectives (Tujuan Audit Terkait Penyajian dan Pengungkapan). a. Occurence and rights and obligations; b. Completeness; c. Valuation and allocation; dan d. Classification and understandability.
Pada praktiknya, setiap kantor akuntan publik dapat saja melakukan improvisasi subtujuan audit di atas. Berdasarkan RSM Methodology, terdapat empat tujuan audit utama yang perlu dicapai: 1. Completeness, yaitu seluruh transaksi atau nilai-nilai yang harus dicatat telah tercatat dalam pembukuan klien; 2. Accuracy, yaitu nilai yang tercatat dalam pembukuan telah benar jumlahnya sesuai transaksi yang terjadi; 3. Valuations, yaitu aset telah dicatat pada net reliazable value; dan 4. Existence, yaitu transaksi atau nilai-nilai yang tercatat memang benar terjadi.
2.1.4 Proses Audit Berdasarkan Arens et al. (2009), proses audit setidaknya terdiri dari 4 tahap, yaitu: 1. Plan and design an audit approach. Dalam tahap ini terdapat empat bagian utama, yaitu: a. Accept client and perform initial planning. Pada bagian ini, auditor membuat kontrak dan kesepahaman dengan klien serta menetapkan tim yang akan bekerja dalam melakukan audit. Hal ini ditandai dengan adanya engagement letter.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
15 b. Understand the client’s business and industry. Auditor memahami prosedur kerja yang berlaku di perusahaan dan industri dimana klien terlibat. Hal ini diperlukan agar auditor dapat merancang program audit yang sesuai dengan lingkungan bisnis perusahaan. c. Assess client business risk. Setelah memahami siklus bisnis perusahaan serta lingkungannya, auditor dapat memperkirakan risiko yang mungkin terjadi pada bisnis klien serta bagaimana manajemen melakukan kontrol terhadap risiko yang ada. d. Perform
preliminary
analytical
procedures.
Auditor
membandingkan saldo-saldo pada tahun berjalan dengan laporan keuangan periode sebelumnya serta menghitung rasio-rasio untuk melihat bagian mana yang berubah secara signifikan dan perlu diperiksa lebih lanjut. e. Set materiality and assess acceptable audit risk and inherent risk. f. Understand internal control and assess control risk. g. Gather information to assess fraud risk. h. Develop overall audit plan and audit program. 2. Perform tests of controls and substantive tests of transactions. Tests of controls (TOC) dilakukan untuk menguji seberapa besar efektivitas kontrol internal perusahaan untuk mengatasi risiko, sedangkan substantive tests of transactions dilakukan untuk keakuratan saldo-saldo antara pencatatan klien dengan transaksi-transaksi yang terjadi. 3. Perform analytical procedures and tests of detail balances. Melalui tests of detail balances, auditor menguji apakah terdapat salah saji yang material dalam saldo-saldo laporan keuangan. 4. Complete the audit and issue an audit report. Setelah melakukan berbagai pengujian, auditor melakukan tes tambahan untuk menguji penyajian dan pengungkapan, melakukan review mengenai liabilitas kontijen serta kejadian
setelah
tanggal
neraca
(subsequent
event),
kemudian
mengakumulasi bukti-bukti audit serta melakukan evaluasi agar dapat menerbitkan opini audit.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
16
Berdasarkan Arens et al. (2009) dan Standar Auditing (SA) Seksi 508 tentang Laporan Auditor atas Laporan Keuangan Auditan, terdapat empat macam opini audit, yaitu sebagai berikut: a. Unqualified (Wajar Tanpa Pengecualian) Opini ini merupakan pendapat yang dinyatakan dalam laporan auditor bentuk baku. Auditor memberikan opini ini jika komponen laporan keuangan lengkap, klien melakukan pembukuan dan penyajian sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku, serta auditor mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan klien telah bebas dari salah saji yang material. b. Unqualified with Explanatory Paragraph or Modified Wording (Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelas) Opini ini diberikan ketika auditor menilai laporan keuangan klien telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material tetapi terdapat
keadaan
tertentu
yang
mengharuskan
auditor
menambahkan paragraf penjelas atau mengubah bahasa penjelasan dalam laporan auditnya. c. Qualified (Wajar dengan Pengecualian) Auditor memberikan opini ini jika auditor memiliki keyakinan yang memadai bahwa secara keseluruhan laporan keuangan telah disajikan secara wajar, kecuali untuk beberapa hal yang dikecualikan pada laporan audit. Biasanya hal ini terjadi apabila dalam melakukan proses audit terdapat kondisi dimana auditor mengalami pembatasan ruang audit atau terdapat bagian dari laporan keuangan yang disajikan tidak sesuai standar akuntansi yang berlaku. d. Adverse (Tidak Wajar) Auditor memberikan opini ini jika auditor meyakini bahwa laporan keuangan yang diterbitkan klien memiliki kesalahan yang material. Hal ini mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar jika dinilai berdasarkan standar akuntansi yang berlaku.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
17
e. Disclaimer (Tidak Memberikan Pendapat) Auditor memberikan opini ini dalam kondisi dimana ia tidak mendapatkan keyakinan yang memadai mengenai kewajaran laporan keuangan klien. Hal ini dapat disebabkan oleh pembatasan ruang lingkup audit yang berlebihan oleh klien, kurangnya pengetahuan auditor terkait industri atau bisnis klien sehingga mempengaruhi
perencanaan
dan
proses
audit,
atau
ketidakindependenan auditor.
2.2 Properti Investasi 2.2.1 Definisi Properti Investasi Properti investasi merupakan properti yang dikuasai oleh suatu entitas untuk mendapatkan keuntungan atas kenaikan nilai atau untuk disewakan agar menghasilkan rental dan tidak digunakan sendiri, baik untuk produksi maupun untuk keperluan administratif. “Properti” berarti tanah, bangunan, atau bagian dari keduanya, sedangkan ”dikuasai” berarti dimiliki sendiri oleh entitas tersebut atau dikuasai melalui sewa pembiayaan (finance lease). Yang membedakan antara properti investasi dengan aset lain ialah properti investasi dapat menghasilkan arus kas yang sebagian besarnya tidak bergantung pada aset lain. Hal ini berbeda dengan aset yang digunakan sendiri untuk produksi atau keperluan administrasi, di mana arus kas dapat diatribusikan kepada aset lain yang ikut berkontribusi dalam proses produksi.
Contoh dari aset yang dapat dicatat sebagai properti investasi ialah tanah yang dikuasai untuk jangka panjang dengan maksud untuk kenaikan nilai atau belum ditentukan penggunaannya, bangunan yang disewakan dengan sewa operasi (operating lease), serta aset dalam pembangunan yang di masa mendatang akan digunakan sebagai properti investasi. Jika entitas sudah menentukan penggunaan properti ialah untuk dipakai sendiri atau untuk jual dalam jangka pendek, maka properti tersebut tidak dicatat sebagai properti investasi. Properti yang disewakan melalui sewa pembiayaan (finance lease) juga tidak diakui sebagai properti
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
18
investasi. Hal ini disebabkan dalam sewa pembiayaan aset dicatat oleh pihak yang menyewa (lessee).
Jika sebuah properti terdiri dari beberapa bagian, dimana suatu bagian dipergunakan untuk menghasilkan rental atau kenaikan nilai sedangkan bagian lain dipergunakan untuk pemakaian sendiri, maka entitas dapat mengakuinya sebagai properti investasi hanya jika bagian yang digunakan untuk produksi atau keperluan administrasi nilainya tidak signifikan. Jika bagian yang dipakai sendiri nilainya signifikan maka properti tersebut dicatat sebagai aset tetap. Jika bagianbagian tersebut dapat dijual atau disewakan secara terpisah, maka entitas harus mencatatnya secara terpisah.
Dalam praktiknya, saat menyewakan properti ke pihak lain, entitas mungkin memberikan jasa tambahan kepada penyewa. Jika tambahan jasa ini nilainya tidak signifikan, properti dapat diklasifikasikan sebagai properti investasi. Namun, jika jasa tambahan yang diberikan nilainya cukup signifikan, maka properti tersebut dianggap merupakan aset yang digunakan sendiri sehingga tidak dicatat sebagai properti investasi. Terkadang cukup sulit untuk menentukan apakah jasa tambahan tersebut signifikan atau tidak. Oleh karena itu, dalam PSAK 13 (Revisi 2011): Properti Investasi disebutkan bahwa jika pengklasifikasian properti investasi sulit dilakukan, entitas diwajibkan untuk mengembangkan kriteria penentuan properti investasi lalu mengungkapkannya dalam laporan keuangan.
2.2.2 Pengakuan Properti Investasi Properti investasi diakui ketika besar kemungkinan adanya manfaat ekonomik masa depan yang mengalir ke entitas dan biaya perolehan properti investasi tersebut dapat diukur secara andal. Biaya perolehan yang diakui dalam laporan posisi keuangan merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat memperoleh properti investasi dan pada saat menambah, memperbaiki, atau mengganti bagian dari properti. Biaya tersebut diakui pada saat terjadinya. Akan tetapi, biaya harian penggunaan properti seperti tenaga kerja, bahan baku habis pakai, dan biaya suku
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
19
cadang kecil tidak dikapitalisasi ke dalam nilai aset, melainkan diakui sebagai beban perawatan (maintenance expenses) di laporan laba rugi komprehensif.
2.2.3 Pengukuran pada Saat Pengakuan Awal Properti Investasi Pada saat awal pengakuan properti investasi, nilai yang diakui dalam laporan posisi keuangan ialah sebesar biaya perolehan. Nilai tersebut meliputi harga pembelian dan biaya lain yang dapat diatribusikan langsung yang diperlukan untuk membawa properti tersebut sampai ke manajemen dalam kondisi yang diinginkan. Biaya perintisan selain biaya yang disebutkan di atas, kerugian operasional yang terjadi akibat properti investasi belum mencapai tingkat hunian yang ditargetkan, serta pemborosan bahan baku dan sumber daya lainnya tidak diakui sebagai biaya perolehan properti investasi.
Apabila sebuah properti dikuasai melalui sewa pembiayaan (finance lease), maka properti tersebut dicatat pada jumlah yang lebih rendah antara nilai wajar dan nilai kini (present value) pembayaran sewa minimum. Hal ini dijelaskan lebih lanjut PSAK 30 yang mengatur perlakuan akuntansi untuk sewa.
2.2.4 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Properti Investasi Entitas dapat memilih untuk melakukan pengukuran dengan model nilai wajar atau model biaya. Akan tetapi, berdasarkan Paragraf 31 PSAK 13 (Revisi 2011), entitas diwajibkan untuk menentukan nilai wajar properti investasi. Nilai tersebut dibutuhkan untuk keperluan pengukuran dengan model nilai wajar serta pengungkapan jika menggunakan model biaya. Perusahaan sangat dianjurkan untuk menggunakan jasa penilai independen (independent appraiser) yang memiliki kualifikasi profesional dan memiliki pengalaman terkait properti yang dinilai. Perusahaan publik diharuskan oleh OJK untuk menggunakan jasa penilai independen yang terdaftar di OJK.
Model Biaya Untuk entitas yang memilih menggunakan model biaya sebagai metode pengukuran properti investasinya, maka entitas melakukan pengukuran sebagai
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
20
mana model biaya pada aset tetap yang diatur dalam PSAK 16 tentang Aset Tetap. Dalam hal ini, entitas mencatat nilai aset sebesar harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dengan nilai residu nol dan akumulasi rugi penurunan nilai. Akan tetapi, walaupun entitas menggunakan model biaya, entitas tetap harus mengungkapkan nilai wajar properti investasinya pada Catatan Atas Laporan Keuangan. Dalam kasus dimana nilai wajar tidak dapat ditentukan secara andal, entitas harus mengungkapkan estimasi kemungkinan besar nilai wajar properti tersebut.
Model Nilai Wajar Nilai wajar merupakan suatu jumlah yang digunakan untuk mengukur aset yang dipertukarkan melalui suatu transaksi yang wajar yang melibatkan pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai. Nilai wajar didapatkan dari harga transaksi untuk aset serupa.
Jika suatu entitas sejak pengakuan awal sudah memutuskan untuk menerapkan model nilai wajar, maka entitas harus menerapkan model nilai wajar untuk seluruh properti investasinya, kecuali dalam kasus ketika pengakuan awal atau proses pembangunan properti nilai wajar sulit untuk ditentukan. Dalam kasus tersebut, selama proses pembangunan, properti dalam pembangunan tersebut tetap dicatat sebagai properti investasi tetapi diukur dengan menggunakan biaya perolehan hingga mencapai kondisi dimana nilai wajar dapat diukur secara andal. Akan tetapi, ketika nilai wajar properti tersebut telah dapat diukur secara andal, maka entitas berkewajiban untuk menggunakan model nilai wajar hingga properti tersebut dilepaskan atau dihentikan pengakuannya, sekalipun nantinya harga transaksi menjadi sulit ditentukan. Hal ini sedikit berbeda dengan PSAK 13 (Revisi 2007) yang menyatakan bahwa properti investasi dalam pembangunan diakui sebagai aset tetap sebagaimana diatur dalam PSAK 16 (Revisi 2007) terlebih
dahulu
kemudian
ditransfer
menjadi
properti
investasi
ketika
pembangunan telah selesai.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
21
Entitas berkewajiban untuk melakukan penghitungan atas nilai wajar properti investasinya secara periodik. Entitas tidak perlu lagi melakukan depresiasi terhadap properti investasinya. Selisih antara biaya perolehan dengan nilai wajar serta selisih antara nilai wajar periode kini dengan periode sebelumnya diakui sebagai pendapatan (beban) lain-lain dalam laporan laba rugi.
2.2.5 Transfer Properti Investasi Entitas diwajibkan untuk melakukan transfer properti ketika sebuah aset telah berubah penggunaannya. Ketika sebuah properti investasi mulai dipergunakan sendiri dan bagian yang dipergunakan nilainya signifikan, maka entitas harus melakukan transfer dari properti investasi ke aset tetap. Jika ada pengembangan dengan tujuan untuk dijual, maka properti investasi harus ditransfer ke persediaan. Akan tetapi, jika entitas memutuskan untuk melakukan pelepasan properti tanpa pengembangan, maka entitas tidak melakukan transfer ke persediaan.
Hal ini berlaku pula sebaliknya. Untuk aset lainnya yang tidak lagi digunakan sendiri oleh pemilik atau mulai disewakan melalui sewa operasi ke pihak lain maka harus ditransfer dari aset tetap atau persediaan ke properti investasi.
2.2.6 Pelepasan Properti Investasi Sebuah properti investasi harus dihentikan pengakuannya pada saat pelepasan atau ketika sebuah properti investasi tidak lagi digunakan secara permanen atau tidak lagi memiliki manfaat ekonomik di masa depan. Pelepasan bisa melalui penjualan properti maupun penyewaan dengan cara sewa pembiayaan.
2.2.7 Pengungkapan Properti Investasi Dalam melakukan pengungkapan, secara umum entitas harus mengungkapkan hal-hal sebagai berikut, antara lain: a. Model pengukuran yang digunakan (model nilai wajar atau model biaya); b. Parameter dalam mencatat sebuah aset ke dalam properti investasi;
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
22
c. Jika terdapat kondisi dimana suatu properti sulit diklasifikasikan, maka entitas harus mengungkapkan kriteria yang menjadi dasar untuk mengakui suatu aset sebagai properti investasi; d. Metode dan asumsi signifikan yang digunakan dalam menentukan nilai wajar; e. Nilai yang diakui dalam laporan laba rugi komprehensif atas penghasilan rental serta beban operasi terkait properti investasi; f. Kewajiban kontraktual untuk membeli, membangun, mengembangkan, memperbaiki, memelihara, atau meningkatkan nilai properti investasi.
Terdapat beberapa hal tambahan yang perlu diungkapkan entitas jika menerapkan model nilai wajar dalam pengukuran properti investasinya, yatiu mengungkapkan rekonsiliasi atas perubahan nilai properti investasi awal dan akhir periode. Hal tersebut mencakup: a. Penambahan, dengan pengungkapan terpisah antara akuisisi baru dengan penambahan nilai setelah akuisisi, serta penambahan akibat akuisisi melalui kombinasi bisnis; b. Pelepasan, yaitu yang terkait Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual serta pelepasan lain; c. Transfer dari dan ke persediaan dan aset tetap yang dipergunakan sendiri; d. Keuntungan atau kerugian neto atas perubahan nilai wajar; e. Selisih kurs neto dalam kasus penjabaran laporan keuangan dari mata uang fungsional ke mata uang pelaporan atau penjabaran kegiatan usaha di luar negeri; serta f. Perubahan lain jika ada.
Pengungkapan tambahan jika entitas menggunakan model biaya mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Metode penyusutan yang digunakan; b. Umur manfaat dan tarif penyusutan yang digunakan; c. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode;
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
23
d. Rekonsiliasi atas perubahan nilai properti investasi awal dan akhir periode mencakup: a. Penambahan, dengan pengungkapan terpisah antara akuisisi baru dengan penambahan nilai setelah akuisisi, serta penambahan akibat akuisisi melalui kombinasi bisnis; b. Penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang diakui dan jumlah pembalikan rugi penurunan nilai selama periode; c. Transfer dari dan ke persediaan dan aset tetap yang dipergunakan sendiri; d. Keuntungan atau kerugian neto atas perubahan nilai wajar; e. Selisih kurs neto dalam kasus penjabaran laporan keuangan dari mata uang fungsional ke mata uang pelaporan atau penjabaran kegiatan usaha di luar negeri; serta f. Nilai wajar properti investasi. Dalam kasus entitas tidak dapat menentukan nilai wajar secara andal dengan asas berkelanjutan, entitas mengungkapkan: i. Uraian properti investasi; ii. Penjelasan mengapa nilai wajar tidak dapat diestimasi secara andal; iii. Jika
memungkinkan,
rentang
estimasi
nilai
wajar
kemungkinan besar berada.
2.3 Aset Tetap 2.3.1 Definisi Aset Tetap Berdasarkan PSAK 16 (Revisi 2011), aset tetap merupakan aset berwujud yang dimiliki oleh entitas dengan tujuan untuk dipergunakan dalam proses produksi, disewakan untuk menghasilkan pendapatan rental, atau untuk tujuan administratif, serta diperkirakan untuk digunakan dalam lebih dari satu periode.
2.3.2 Pengakuan Aset Tetap Biaya perolehan aset tetap diakui sebagai aset jika dan hanya jika kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
24
dan biaya perolehannya dapat diukur secara andal. Suku cadang utama dan peralatan pemeliharaan yang diperkirakan akan dipergunakan dalam lebih dari satu periode dan khusus (hanya dapat dipergunakan untuk suku cadang tertentu) dicatat sebagai aset tetap, tetapi suku cadang dan peralatan pemeliharaan yang tidak memenuhi kriteria tersebut biasanya diakui sebagai persediaan dan pada saat pengeluarannya akan diakui dalam laporan laba rugi komprehensif.
Biaya perolehan aset tetap diakui pada saat terjadinya. Komponen biaya perolehan aset tetap meliputi: a. Harga perolehan, termasuk bea impor, pajak yang tidak dapat dikreditkan, dan dikurangi diskon atau potongan pembelian lain; b. Seluruh biaya yang dapat diatribusikan langsung untuk membawa aset ke tempat dan kondisi yang diinginkan manajemen agar aset tersebut dapat digunakan. Contoh dari biaya tersebut ialah biaya imbalan kerja, biaya penyiapan lahan untuk pabrik, biaya penyerahan dan penanganan awal, biaya perakitan dan instalasi, biaya untuk pengujian aset, serta komisi profesional; c. Estimasi biaya awal biaya pembongkaran, pemindahan, dan restorasi aset tetap. Biasanya biaya ini diakui karena telah ditentukan oleh regulasi dari pemerintah, dan sebagainya.
Biaya-biaya terkait perolehan aset tetap dihentikan pengakuannya ketika aset telah siap digunakan sesuai maksud manajemen. Oleh karena itu, biaya-biaya yang dikeluarkan setelahnya, seperti untuk perawatan atau perbaikan aset tetap seharihari, biaya akibat aset telah beroperasi tetapi belum mencapai kapasitas optimal, kerugian operasional, serta biaya relokasi tidak diakui sebagai biaya perolehan aset tetap, melainkan diakui dalam laporan laba rugi komprehensif.
Dalam keadaan tertentu, dapat terjadi pendapatan atau pengeluaran pada saat masa persiapan
atau
pengembangan
aset
tetapi
tidak
diperuntukkan
untuk
mempersiapkan aset hingga mencapai kondisi yang dimaksud manajemen. Dalam PSAK 16 (Revisi 2011) hal ini dicontohkan dengan kasus lahan yang akan dipakai
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
25
untuk bangunan dipergunakan sebagai tempat parkir hingga proses konstruksi dimulai. Penghasilan dan beban terkait hal insidental seperti ini diakui dalam laporan laba rugi.
2.3.3 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Aset Tetap Terdapat dua model pengukuran yang dapat dipergunakan entitas untuk mengukur aset tetapnya, yaitu (1) model biaya, dan (2) model revaluasi.
Model Biaya Jika menggunakan model ini, entitas mencatat aset tetap pada biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai. Beban penyusutan setiap periode diakui dalam laba rugi.
Model Revaluasi Apabila entitas dapat mengukur nilai wajar aset secara andal dan entitas menggunakan model revaluasi, maka entitas mencatat aset tetapnya pada nilai wajar dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai.
Revaluasi dilakukan secara teratur untuk memastikan nilai tercatat tidak berbeda secara material dengan nilai wajarnya. Di dalam PSAK 16 (Revisi 2011) tidak diatur secara spesifik mengenai frekuensi revaluasi, akan tetapi sebaiknya entitas mempertimbangkan jenis aset tetapnya. Jika aset tetap yang direvaluasi mengalami perubahan yang signifikan dan fluktuatif, maka aset tersebut perlu direvaluasi secara tahunan. Untuk aset tetap yang nilai wajarnya tidak berubah secara fluktuatif, boleh direvaluasi setiap 3 atau 5 tahun sekali.
Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut akan diakui dalam pendapatan komprehensif lain dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun, apabila pada periode sebelumnya terdapat penurunan nilai aset yang sama akibat revaluasi dan diakui dalam laba rugi, maka kenaikan nilai aset pada periode kini diakui dalam laba rugi terlebih dahulu hingga sebesar
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
26
jumlah penurunan nilai aset yang pernah diakui sebelumnya. Sisa dari nilai kenaikan tersebut dimasukkan ke dalam surplus revaluasi.
Jika jumlah tercatat aset menurun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui sebagai beban. Akan tetapi, apabila entitas memiliki saldo surplus revaluasi untuk aset tersebut, maka penurunan nilai aset periode kini diakui sebagai pengurang surplus revaluasi terlebih dahulu. Sisa penurunan nilai aset yang melebihi jumlah surplus revaluasi sebelumnya diakui dalam laba rugi.
Pada saat mengakui adanya kenaikan nilai wajar, entitas memiliki dua pilihan dalam menyajikan nilai akumulasi penyusutannya. Entitas dapat menyajikan kembali nilai akumulasi penyusutan secara proporsional dengan perubahan jumlah tercatat bruto aset setelah revaluasi atau mengeliminasi akumulasi penyusutan tersebut dan menyajikan nilai perolehan aset dengan nilai wajar setelah revaluasi. Metode kedua lebih umum digunakan, utamanya untuk bangunan.
Ketika suatu aset tetap yang diukur menggunakan model revaluasi dilepaskan atau dihentikan pengakuannya, maka saldo surplus revaluasi dipindahkan langsung ke dalam saldo laba tanpa melalui laba rugi.
2.3.4 Penghentian Pengakuan Aset Tetap Suatu aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat pelepasan atau ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomik masa depan yang diekspektasikan dari penggunaan atau pelepasannya. Kerugian atau keuntungan yang timbul akibat pelepasan aset diakui dalam laba rugi. Nilai kerugian atau keuntungan didapatkan dari selisih nilai pelepasan (harga jual) dengan nilai tercatatnya.
2.3.5 Pengungkapan Aset Tetap Hal-hal yang harus diungkapkan entitas dalam laporan keuangan ialah sebagai berikut: a. Dasar pengukuran yang digunakan, metode penyusutan, umur manfaat aset atau tarif penyusutan yang digunakan, dan jumlah tercatat bruto serta
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
27
akumulasi penyusutan agregat dengan akumulasi rugi penurunan nilai pada awal dan akhir periode; b. Rekonsiliasi jumlah tercatat yang menggambarkan penambahan (akuisisi), pelepasan, penurunan nilai, penyusutan, reklasifikasi, serta pengurang lain seperti selisih kurs akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata uang yang berbeda atau penjabaran unit usaha di luar negeri; c. Keberadaan dan jumlah pembatasan jika ada hak milik aset tetap yang dijaminkan untuk liabilitas; d. Jumlah pengeluaran untuk aset dalam penyelesaian; dan e. Jumlah komitmen atau kompensasi pihak ketiga atas perolehan atau penurunan nilai aset tetap.
Untuk aset tetap yang diukur menggunakan model revaluasi, perlu juga mengungkapkan hal-hal berikut: a. Tanggal efektif revaluasi; b. Apakah menggunakan jasa penilai independen; c. Metode dan asumsi signifikan yang digunakan dalam estimasi nilai wajar; d. Penjelasan mengenai nilai wajar aset tetap; e. Jumlah tercatat aset seandainya aset tersebut dicatat dengan model biaya; dan f. Surplus revaluasi.
2.4 Peraturan Perpajakan terkait Aset Tetap dan Properti Investasi Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap dikenakan pajak penghasilan sebesar 25% dari penghasilan kena pajaknya, yaitu penghasilan bruto dikurangi deductible expenses (beban yang dapat dikurangkan). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2013, emiten yang sekurang-kurangnya 40% dari sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI), dimana kepemilikannya dimiliki sedikitnya 300 pihak yang masing-masing memiliki saham kurang dari 5% dan telah memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya 183
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
28
hari kalender dalam satu tahun pajak, maka dapat menerima kemudahan pengurangan pajak sebesar 5%.
Biaya yang dikeluarkan untuk membeli harta berwujud dalam sebuah perusahaan merupakan salah satu dari pengurang laba kena pajak dengan cara disusutkan secara bertahap. Akan tetapi, terdapat perlakuan yang berbeda antara pencatatan aset secara akuntansi dengan pencatatan aset untuk keperluan perpajakan. Secara fiskal, aset tidak dipisahkan menjadi aset tetap dan properti investasi sebagaimana diatur dalam PSAK 16 dan PSAK 13. Yang termasuk dalam golongan aktiva tetap dalam konteks perpajakan ialah harta berwujud yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak serta mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun. Melihat pengertian tersebut, sebuah aset tidak lancar milik perusahaan, terlepas dari pengakuan akuntansinya baik sebagai aset tetap menurut PSAK 16 maupun sebagai properti investasi menurut PSAK 13, tergolong dalam aktiva tetap dalam konteks perpajakan.
Secara akuntansi dikenal beberapa jenis penyusutan aset tetap. Akan tetapi, metode yang diizinkan dalam perpajakan hanya dua, yaitu metode garis lurus dan metode saldo menurun. Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan, harta berwujud dibagi ke dalam beberapa kelompok. Kelompok ini akan mempengaruhi umur manfaat atau tarif penyusutan yang dapat diaplikasikan.
Tabel 2.1: Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Fiskal Harta Berwujud Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan
Tarif Penyusutan
Metode Garis
Metode Saldo
Lurus
Menurun
Bukan Bangunan Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 tahun
12,5%
25%
Kelompok 3
16 tahun
6,25%
12,5%
Kelompok 4
20 tahun
5%
10%
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
29
Tabel 2.1 (sambungan) Bangunan Permanen
20 tahun
5%
Tidak Permanen
10 tahun
10%
Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Akan tetapi, berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa dalam keadaan terdapat ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga yang mencolok atau perubahan dalam kebijakan moneter yang menyebabkan beban pajak menjadi tidak wajar, Menteri Keuangan berhak untuk menetapkan peraturan serta faktor penyesuaian terkait penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk keperluan pelaporan pajak dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak (DJP). Terdapat beberapa syarat serta ketentuan dalam melakukan penilai kembali aktiva tetap untuk keperluan perpajakan, beberapa di antaranya ialah sebagai berikut: 1. Wajib pajak, dalam hal ini Wajib Pajak Badan Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) diharuskan telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukan penilaian kembali. 2. Penilaian aktiva tetap dilakukan terhadap: a. Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan, atau b. Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. 3. Penilaian kembali aktiva tetap tidak boleh dilakukan kembali dalam kurun waktu 5 tahun sejak penilaian kembali yang terakhir dilakukan berdasarkan PMK No. 79 tahun 2008.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
30
4. Apabila nilai wajar yang ditetapkan jasa penilai independen dirasa tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya mengenai aktiva tetap terkait, Direktur Jenderal Pajak berhak menetapkan kembali nilai wajar aktiva tetap yang bersangkutan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 tahun sejak laporan penilaian kembali dari penilai independen. 5. Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali, dasar penyusutan fiskal untuk aktiva tetap yang telah memperoleh persetujuan penilaian kembali dari DJP ialah nilai wajar saat penilaian kembali, sedangkan masa manfaat fiskal disesuaikan menjadi masa manfaat penuh untuk kelompok aktiva tetap tersebut. Penyusutan fiskal dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian kembali. 6. Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum dilakukannya penilaian kembali, penyusutan dilakukan berdasarkan dasar penyusutan fiskal pada awal tahun pajak dan dihitung secara prorata hingga bulan dilakukannya penilaian kembali. 7. Dalam hal aktiva tetap tidak mendapat persetujuan penilaian kembali dari DJP, penyusutan fiskal aktiva tetap tersebut menggunakan dasar penyusutan fiskal dan sisa masa manfaat semula sebelum dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap.
Ketentuan ini memiliki beberapa perbedaan dengan penilaian kembali untuk pencatatan properti investasi menggunakan model nilai wajar dan pencatatan aset tetap menggunakan model revaluasi. Dalam PSAK 13 disebutkan bahwa ketika suatu entitas memutuskan untuk memakai model nilai wajar, maka entitas tersebut harus menerapkan model nilai wajar untuk seluruh properti investasinya kecuali dalam keadaan tertentu di mana nilai wajar sangat sulit didapatkan. Akan tetapi, PSAK 16 menyatakan bahwa model revaluasi tidak harus diterapkan untuk seluruh aset tetap, cukup aset-aset dalam satu kelompok yang sama. Selain itu, dalam PSAK 13 dinyatakan bahwa properti investasi yang menggunakan model nilai wajar harus dinilai kembali secara periodik setiap satu tahun buku, sedangkan dalam PSAK 16 disebutkan bahwa penilaian kembali nilai wajar aset
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
31
tetap perlu dilakukan dengan suatu keteraturan, tetapi tidak harus dalam setiap periode.
Dalam hal ini, perusahaan dapat memilih metode yang digunakan dalam melaporkan aktiva tetap perusahaan untuk keperluan perpajakan terlepas dari model yang digunakan perusahaan untuk mencatat aset tetap maupun properti investasinya. Perusahaan dapat menyusutkan aktiva tetap yang dimilikinya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan atau melakukan penilaian kembali aktiva tetap untuk keperluan perpajakan atas persetujuan DJP sesuai ketentuan dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Apabila perusahaan memilih untuk tidak melakukan penilaian kembali aktiva tetap untuk keperluan perpajakan, maka perusahaan cukup melaporkan penyusutan fiskal harta berwujud dalam Lampiran 1A SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan mengakui selisih beban penyusutan komersial dan fiskal sebagai penambah atau pengurang laba kena pajak bergantung pada koreksi yang dilakukan. Ketika perusahaan melakukan penilaian kembali untuk keperluan pengukuran dan pelaporan aset tetap atau properti investasi secara akuntansi, surplus revaluasi atau keuntungan (kerugian) perubahan nilai wajar tidak diakui sebagai penambah (pengurang) laba kena pajak. Perubahan nilai wajar tersebut tidak diakui sebagai objek pajak karena penilaian kembali tidak dilakukan atas persetujuan DJP. Sebagaimana diatur dalam PMK No. 79 tahun 2008, penyusutan untuk aktiva tetap yang tidak memperoleh persetujuan penilaian kembali untuk keperluan perpajakan dihitung menggunakan dasar penyusutan fiskal dan sisa masa manfaat sebelum dilakukannya penilaian kembali.
Akan tetapi, jika perusahaan memilih melakukan penilaian kembali aktiva tetap untuk keperluan perpajakan, selain melaporkan penyusutan fiskal, perusahaan juga diwajibkan untuk mengakui adanya selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, atas
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
32
selisih lebih tersebut dikenakan pajak final. Dalam Pasal 5 PMK No. 79 tahun 2008 diatur lebih lanjut bahwa selisih antara nilai wajar hasil penilaian kembali aktiva tetap untuk keperluan pajak dengan nilai buku fiskal semula dikenakan pajak final sebesar 10%. Namun, perlu diingat bahwa untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap untuk keperluan perpajakan, wajib pajak perlu memenuhi beberapa syarat, misalnya harus melakukan penilaian kembali terhadap seluruh aktiva.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
BAB 3 PROFIL PERUSAHAAN
3.1 Profil Kantor Tempat Pelaksanaan Magang KAP Aryanto, Amir Jusuf, Mawar dan Saptoto pertama kali didirikan di Kebayoran Baru, Jakarta pada 4 Maret 1985 dengan nama KAP Amir Abadi Jusuf sesuai nama pendirinya. Sejak tahun 1992, KAP ini memiliki afiliasi dengan RSM International, salah satu jaringan jasa audit, pajak, dan konsultan terkemuka di dunia dengan lebih dari 700 kantor cabang di 106 negara di dunia. Pada tahun 2005, KAP ini mulai memperkenalkan “RSM AAJ” sebagai brand name-nya.
RSM AAJ memiliki dua kantor, yakni di Jakarta dan Surabaya. Tempat penulis melakukan magang ialah kantor pusat RSM AAJ yang terletak di gedung Plaza ASIA lantai 10 dan 11, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 59, Jakarta.
RSM AAJ melayani beberapa macam lini bisnis jasa terkait audit, tax, dan advisory. Jenis jasa yang diberikan antara lain ialah sebagai berikut: a. Audit Assurance Jasa dalam lini bisnis ini mencakup general audit (audit laporan keuangan akhir tahun), audit laporan keuangan interim, review informasi keuangan, serta IFRS. b. Corporate Finance & Transaction Support Jasa dalam lini bisnis ini mencakup financial forecast & working capital review, due dilligence, transaction analysis, post-merger integration, konsultasi dan support sebelum dan setelah initial public offering (IPO), mergers & acquisitions, disposals, deal structuring & origination, serta perencanaan bisnis. c. Outsourcing Jasa dalam lini bisnis ini mencakup penyediaan tenaga kerja untuk pembentukan kantor atau kantor cabang baru, corporate secretary, rekruitmen untuk posisi eksekutif, serta accounting
& payroll.
33 Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
34
d. Risk Advisory Jasa dalam lini bisnis ini mencakup advisory & assurance atas tata kelola serta sistem informasi perusahaan, audit internal, juga manajemen risiko dan kontrol internal. e. Tax Jasa dalam lini bisnis ini mencakup tax litigation & tax disputes, transfer pricing review & documentation, international tax structuring, tax compliance, tax audit, dan tax consulting.
3.2 Profil PT A PT A didirikan di Bandung pada tahun 2004 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2005. Pada awalnya PT A merupakan entitas anak dari PT E, tetapi pada tahun 2011 perusahaan ini diakuisi sepenuhnya oleh PT I, sebuah perusahaan yang memiliki bisnis serupa dengan PT A dan berdomisili di Jakarta. PT I melakukan Penawaran Umum Perdana saham perusahaan pada 29 September 2011. Seluruh saham tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
PT A melayani pengelolaan dan penyewaan menara Base Transceiver Station (BTS) atau menara telekomunikasi independen. PT A memiliki menara BTS dengan dua cara, yakni membangun sendiri (build-to-suit atau collocation) dan melalui akuisisi menara yang sebelumnya dimiliki perusahaan penyewaan menara telekomunikasi independen lain atau penyedia layanan telekomunikasi lainnya. PT A mencatat menara BTS sebagai properti investasi. Penjelasan terkait pengakuan menara BTS akan dijelaskan dengan lebih rinci dalam subbab berikutnya.
Pelanggan PT A ialah perusahaan-perusahaan penyedia layanan telekomunikasi selular di Indonesia. Pelanggan ini dikenal dengan istilah tenant. Dalam menjalankan bisnisnya, PT A membuat Master Lease Agreement (MLA) dengan tenant, kemudian tenant dapat menyewa menara BTS untuk meletakkan alat pemancarnya. Selain itu, PT A juga bertanggungjawab atas perawatan dan perbaikan menara serta pembayaran untuk perizinan, sewa tanah tempat berdirinya menara BTS, juga upah penjaga menara BTS. Untuk tenant tertentu,
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
35
PT A juga melayani pembayaran biaya listrik atas penggunaan menara BTS tenant tersebut. Cakupan jasa yang diberikan PT A bergantung pada MLA yang telah dibuat sebelumnya.
Selain menara BTS, sebelumnya PT A juga menyewakan aset menara bergerak (Mobile BTS), yaitu menara telekomunikasi yang dapat dipindahkan karena terintegrasi dengan kendaraan. Namun, manajemen memutuskan untuk menjual aset ini karena menilai aset tersebut agak sulit untuk dikelola dan pasarnya tidak lagi berkembang luas. Pada tahun 2013, PT A menjual 51 dari 52 menara bergeraknya kepada salah satu penyedia jasa telekomunikasi di Indonesia. Menara bergerak yang tersisa masih dicatat sebagai aset tetap dalam laporan keuangan.
Dalam laporan tahunan PT I dan entitas anak, manajemen mengklaim bahwa bisnis penyewaan menara telekomunikasi serta kabel fiber optic (yang dikelola oleh anak perusahaan lain yang dimiliki PT I) akan terus berkembang mengingat bertumbuhnya jumlah masyarakat kalangan menengah di Indonesia, menurunnya tarif komunikasi, dan meningkatnya kebutuhan akan komunikasi. Hal ini dapat dipertanggungjawabkan karena penulis dapat melihat adanya perkembangan pada anak perusahaannya yang tak lain ialah PT A.
Dari tahun 2011 ke tahun 2012 pendapatan sewa PT A meningkat dari 118 Miliar Rupiah menjadi 120 Miliar Rupiah, sedangkan laba bersih PT A meningkat dengan proporsi yang lebih besar yaitu dari 47 Miliar menjadi 54 Miliar. Hal ini menggambarkan perusahaan semakin efisien dalam mengelola aset. Pada tahun 2013 pendapatan sewa menurun, tetapi berdasarkan prosedur audit dan analisis penulis terhadap PT A, hal ini masih dalam konteks wajar karena penurunan sewa terjadi akibat adanya penjualan aset berupa menara bergerak (Mobile BTS) pada tahun berjalan. Akan tetapi, manajemen memang perlu mempertimbangkan adanya usaha peningkatan karena pertumbuhan pendapatan sewa antarperiode tidak begitu drastis. Adapun pendapatan sewa dan rugi bersih PT A pada tahun 2013 ialah 88 Miliar Rupiah dan rugi bersih sebesar 4,6 Miliar Rupiah.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
36
3.2.1 Gambaran Umum Properti Investasi PT A PT A memiliki 2 jenis properti investasi, yaitu “Tanah & Bangunan Menara BTS” serta “Aset (Properti Investasi) dalam Penyelesaian”. Tanah dalam konteks ini merupakan tanah tempat berdirinya menara BTS milik PT A, sedangkan menara BTS ialah bangunan menara telekomunikasi yang disewakan kepada pihak ketiga melalui sewa operasi (operating lease). Aset (properti investasi) dalam penyelesaian merupakan aset yang sedang dibangun untuk tujuan disewakan setelah proses pembangunan selesai. Objek-objek yang termasuk dalam nilai perolehan menara mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Biaya desain konstruksi yang dapat diatribusikan langsung; 2. Biaya untuk membangun pondasi dan tiang-tiang menara; 3. Cable tray (tempat untuk menginstalasi kabel); 4. Shelter (tempat untuk meletakkan perangkat utama base transceiver station milik tenant); 5. Peralatan elektrikal mekanikal seperti panel KWH (tempat untuk meletakkan alat pengukur daya) serta power distribution board (komponen untuk mendistribusikan jaringan listrik ke dalam sistem tertentu); serta 6. Pendingin ruangan, alarm, penerangan, dan hal-hal lain yang dibutuhkan atau mendukung pemasangan base transceiver station dan perangkat pemancar lainnya milik tenant.
Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi bagian dari nilai menara BTS ialah perangkat keras (hardware) yang mendukung pemasangan perangkat pemancar milik tenant. Perangkat tambahan seperti cable tray, pendingin ruangan, atau alarm seperti yang disebutkan di atas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari bangunan menara BTS dan termasuk dalam objek sewa sehingga masuk dalam pengakuan nilai perolehan dan perhitungan nilai wajar menara BTS. Hal ini telah sesuai berdasarkan Paragraf 52 PSAK 13.
Perangkat lunak maupun perangkat keras terkait jaringan telekomunikasi yang akan dipasang tidak termasuk ke dalam nilai perolehan menara BTS karena
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
37
perangkat tersebut merupakan aset milik tenant dan menjadi tanggung jawab tenant.
PT A memperoleh properti investasi melalui cara-cara berikut, yaitu: 1. Build-to-suit, yaitu membangun sendiri menara mulai dari pondasi hingga dapat digunakan sesuai dengan permintaan tenant. Biasanya hal ini dilaksanakan apabila tenant memiliki keinginan untuk memasang perangkat pada suatu titik tertentu di mana belum terdapat menara BTS milik PT A pada titik tersebut. 2. Collocation. Proses yang sering disingkat dengan kata “collo” ini merupakan istilah dalam kontrak untuk menyatakan pembangunan struktur perangkat keras tambahan untuk menyangga perangkat pemancar milik tenant kedua, ketiga, dan seterusnya pada menara BTS, sehingga dalam satu menara dapat dipasang pemancar milik lebih dari satu tenant tertentu. Perangkat keras tambahan yang dipasang pada menara itu disebut dengan istilah Mini CME (Civil, Mechanical, Electricity). Dalam konteks lain yang mungkin ditemukan dalam bab ini, istilah collo digunakan juga oleh PT A untuk memudahkan dalam menyebut tenant setelah tenant pertama yang menyewa suatu menara. Penyewa pertama pada suatu menara disebut dengan istilah Anchor, penyewa kedua disebut dengan istilah Collo 1, penyewa ketiga disebut dengan istilah Collo 2, dan seterusnya. Menurut PT A, pada suatu menara umumnya bisa terdapat hingga tiga atau lima collo bergantung pada ukuran menara. 3. Mengakuisi menara yang sebelumnya dimiliki oleh pihak lain.
Pada akhir tahun 2013 PT A dilaporkan memiliki 149 sites bangunan menara BTS yang berisi 222 unit collo yang menghasilkan sewa. Menara BTS milik PT A tersebar di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Papua. Mayoritas dari menara BTS milik PT A menempati lahan yang disewa dari pihak ketiga, kecuali untuk empat sites yang berada di Papua. PT A sudah sangat jarang membangun menara baru. Dalam dua tahun terakhir tercatat PT A hanya
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
38
membangun satu menara baru yaitu pada tahun 2012. Adapun penambahan nilai properti investasi berasal dari penambahan bagian (collocation).
3.2.2 Siklus Penyewaan Menara BTS PT A Siklus penyewaan menara BTS menggambarkan proses pengakuan biaya perolehan properti investasi serta pengakuan pendapatan sewa PT A.
Gambar 3.1: Tahap Pencatatan Menara BTS PT A Tahap 1 Menerima Pesanan
Tahap 2 Pra-RFC
Tahap 3 RFC
Tahap 4 RFI
Tahap 5 Pengakuan Menara BTS Sumber: Tanya jawab dengan PT A (diolah kembali)
Tahap 1: Menerima Pesanan PT A menerima pesanan dari tenant. Apabila tenant tersebut belum memiliki kontrak jangka panjang dengan PT A, maka dibuatlah Master Lease Agreement (MLA) terlebih dahulu. Dalam MLA tercantum hak serta kewajiban yang perlu dipenuhi oleh kedua belah pihak, termasuk spesifikasi-spesifikasi menara yang diinginkan tenant serta tanggung jawab PT A selama memberikan jasa penyewaan. Karena melibatkan instalasi mesin dan pembangunan dengan nilai yang besar,
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
39
biasanya kontrak antara tenant dengan PT A memiliki jangka waktu yang panjang, umumnya 10 tahun.
Setelah terdapat MLA, dalam jangka waktu yang telah ditentukan, tenant dapat membuat pesanan kepada PT A dengan menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) atau Surat Pesanan Sewa Infrastruktur Tower. Diterimanya SPK oleh PT A menandai dimulainya jangka waktu penyerahan objek sewa. Jangka waktu ini berbeda-beda bagi tiap tenant, bergantung pada jenis menara BTS dan ketentuan dalam MLA masing-masing. Contohnya, apabila PT A cukup menambah perangkat pada menara yang sudah ada (collocation) jangka waktu yang disyaratkan bisa jadi hanya 14 hari, sedangkan untuk menara yang baru dibangun dengan tinggi di atas 30 meter memiliki jangka waktu hingga 120 hari.
Tahap 2: Pra-RFC (Pra-Ready for Construction) Pada tahap ini, PT A melakukan survei untuk mencari lokasi menara yang cocok dengan permintaan tenant. PT A akan memutuskan apakah akan mengakuisi menara BTS dari pihak lain atau membangun sendiri. Apabila telah terdapat menara milik PT A di lokasi yang diinginkan tenant, PT A tidak perlu membangun ulang menara, tetapi dapat juga menambah bagian dari menara untuk penempatan
perangkat
pemancar
jaringan
telekomunikasi
milik
tenant
(collocation). Biaya-biaya seperti biaya survei dan transportasi pegawai terkait tahap ini dicatat dalam general ledger sebagai Advance (uang muka).
Tahap 3: Tahap RFC (Ready for Construction) Pada tahap ini, PT A melakukan pengurusan untuk akuisisi, pembangunan menara, atau collocation. Hal yang dilakukan pada tahap ini contohnya adalah melakukan kontrak sewa tanah dengan pemilik lahan tempat menara akan didirikan (apabila build-to-suite), melakukan kontrak dengan pemilik sebelumnya (apabila mengakuisisi menara dari pihak lain), atau meminta izin pada tenant yang telah menempati menara tersebut terlebih dahulu (apabila melakukan collocation). Biaya pembangunan yang dikeluarkan pada tahap ini diakui sebagai Advance (uang muka) apabila masih berupa pembayaran down payment ke vendor
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
40
kemudian direklasifikasi ke CIP—Investment Property (properti investasi dalam pembangunan) apabila telah lunas. Berikut adalah contoh jurnal yang dibuat pada Tahap RFC:
Pencatatan pembayaran down payment pembuatan desain, konstruksi, dan sebagainya ke vendor. Dr. Advance Payment Project
xxx
Cr. Cash / Trade Payables
xxx
Pencatatan reklasifikasi beban desain, konstruksi, dan sebagainya ke properti investasi dalam pembangunan. Dr. CIP—Investment Property
xxx
Cr. Advance Payment Project
xxx
Tahap 4: Tahap RFI (Ready for Installation) Pada tahap ini, menara telah selesai dibangun dan tenant sudah dapat menginstalasi perangkat pemancar jaringan telekomunikasinya di dalam menara. Akan tetapi, PT A belum dapat menerbitkan invoice untuk menagih tenant karena masih menunggu kelengkapan dokumen. Dokumen yang diproses pada tahap ini ialah Berita Acara Uji Fungsi (BAUF) dan Berita Acara Penggunaan Site (BAPS). BAUF merupakan dokumen yang menyatakan bahwa suatu objek sewa telah melewati tahap RFI, sedangkan BAPS merupakan dokumen yang menyatakan bahwa suatu objek sewa yang telah disediakan PT A telah memenuhi ketentuan yang telah diatur sebelumnya, baik dari segi kelengkapan dokumen maupun spesifikasi. Tanggal ditandatanganinya BAPS biasanya menunjukkan tanggal dimulainya sewa oleh tenant.
Tahap 5: Pengakuan Menara BTS Ketika dokumen-dokumen telah lengkap, PT A mengakui perolehan properti investasi dengan cara mereklasifikasi CIP Investment Property ke dalam Investment Property. Apabila sudah direklasifikasi ke dalam properti investasi maka pengakuan awal properti telah selesai dicatat.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
41
Jurnal untuk mengakui nilai properti investasi: Dr. Investment Property—BTS
xxx
Cr. CIP—Investment Property
xxx
3.2.3 Tanggung Jawab PT A Selama Masa Penyewaan Menara BTS Di dalam MLA yang telah dibuat antara PT A dengan tenant terdapat pasal-pasal yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak selama periode kontrak. Isi dari perjanjian dapat berbeda-beda di antara tiap tenant. Akan tetapi, secara umum berikut ialah hal-hal yang menjadi tanggung jawab PT A: 1. Hal-hal yang tercakup dalam harga sewa: a. Penyediaan infrastruktur menara pada lokasi serta spesifikasi yang telah ditentukan. “Infrastruktur menara” mencakup: i. Bangunan menara BTS; ii. Shelter; iii. Kelengkapan mekanikal elektrikal; iv. Air Conditioner; v. Perangkat back up listrik; vi. Fasilitas lain yang dipergunakan untuk operasional dan keamanan, seperti lampu, pagar, dan akses jalan masuk; b. Perawatan dan perbaikan infrastruktur menara secara berkala; c. Keamanan infrastruktur menara; d. Biaya pemasangan jaringan listrik dari PLN atau biaya pemasangan generator set (genset) apabila di lokasi menara BTS belum tersedia jaringan listrik; dan e. Biaya pengadaan serta pemasangan back up genset sementara berikut bahan bakarnya apabila jaringan listrik dari PLN terputus. 2. Hal-hal yang tidak tercakup dalam harga sewa tetapi menjadi tanggung jawab PT A: a. Biaya pembebasan atau sewa lahan tempat berdirinya infrastruktur menara; b. Asuransi, meliputi asuransi construction all risk serta asuransi keselamatan pegawai; dan
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
42
c. Biaya-biaya terkait pengurusan site yang harus dikeluarkan kepada tuan tanah, lingkungan sekitar, atau pemerintah, termasuk tetapi tidak terbatas kepada Pajak Bumi dan Bangunan, retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan sebagainya.
Walaupun biaya terkait pengadaan jaringan listrik menuju site ditanggung oleh PT A, biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran listrik selama penggunaan infrastruktur menara umumnya ditanggung oleh tenant.
3.2.4 Kebijakan Akuntansi Menara BTS PT A PT A menerapkan model nilai wajar untuk pengukuran properti investasinya. Sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun buku, PT A menggunakan jasa penilai independen (independent appraiser). Pada tahun 2011, 2012, dan 2013, PT A menggunakan jasa penilai independen yang sama. Untuk menara BTS, nilai wajar dihitung menggunakan metode Diskonto Arus Kas (Discounted Cash Flows) dengan pendekatan pendapatan (income approach) dan pendekatan biaya (cost approach), sedangkan untuk tanah, nilai wajar dihitung menggunakan pendekatan Perbandingan Nilai Pasar (Market Data Approach). Nilai wajar Tanah & Bangunan Menara BTS diukur dan disajikan secara agregat. PT A mengakui kenaikan atau penurunan nilai wajar properti investasi dalam laporan laba rugi komprehensif.
Tabel 3.1: Asumsi Umum Penilaian Nilai Wajar Properti Investasi PT A 2013 Tingkat Diskonto per Tahun dengan Weighted Average Cost of Capital (WACC) Tingkat Inflasi per Tahun Umur Manfaat Menara BTS
2012
2011
10,44%
11,90%
11,68%
8,38% 30 Tahun
4,90% 30 Tahun
5,30% 30 Tahun
Sumber: Laporan Keuangan PT A Tahun 2013 dan 2012, Laporan Penilaian Kembali dari Penilai Independen
Pada tahun 2013 terdapat penambahan menara BTS dengan nilai sekitar 4,5 miliar rupiah dan penambahan aset dalam penyelesaian sebesar 73 juta rupiah karena PT A melakukan penambahan properti investasi dengan cara collocation. PT A juga
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
43
mengakui
adanya
penurunan
nilai
wajar
properti
investasi
sebesar
Rp21.932.420.882,00 berdasarkan hasil laporan penilaian yang diterima PT A dari penilai independen. Penurunan nilai wajar tersebut diakui dalam laporan laba rugi komprehensif.
Pengungkapan properti investasi PT A pada laporan posisi keuangan dan keterangan mendetil mengenai mutasi properti investasi dapat dilihat secara lebih lengkap pada Lampiran 1A dan Lampiran 2A.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai prosedur audit yang dilakukan terhadap properti investasi PT A serta melakukan analisis mengenai apakah menara BTS di PT A telah tepat diklasifikasikan sebagai properti investasi. Penulis juga akan melakukan analisis komparatif untuk membandingkan apabila perusahaan mencatat menara BTS sebagai properti investasi dengan model nilai wajar dengan apabila perusahaan melakukan pengukuran dengan model biaya. Dalam melakukan analisis, penulis berfokus pada hal-hal terkait pengakuan aset, walaupun dalam tulisan mungkin akan ditemui penjelasan singkat mengenai perlakuan pendapatan sewa dan hal-hal lain terkait dengan menara BTS.
4.1 Prosedur Audit Properti Investasi PT A Pada bagian ini penulis akan menjelaskan mengenai tahap perencanaan serta prosedur audit yang dilakukan berkaitan dengan audit akun properti investasi PT A pada general audit untuk Laporan Keuangan PT A tahun 2013. Secara umum, penulis membagi pembahasan menjadi dua bagian, yaitu tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan prosedur audit.
4.1.1 Tahap Perencanaan dan Perancangan Program Audit PT A Berikut adalah tahap-tahap yang dilakukan auditor dalam melakukan perencanaan dan perancangan program audit PT A.
4.1.1.1 Accept Client and Perform Initial Planning Hal ini merupakan perencanaan awal dan penerimaan klien dilakukan oleh partner dengan bantuan manajer. PT A bukan merupakan klien baru di RSM AAJ, sehingga auditor telah memiliki cukup pengetahuan terkait lingkungan dan lini bisnis PT A. Hal ini mempermudah auditor dalam menilai risiko, sehingga memudahkan juga dalam menyusun program audit.
44 Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
45
4.1.1.2 Understand the Client’s Business and Industry Auditor perlu memiliki pemahaman yang memadai tentang suatu bisnis dan industri agar dapat menilai risiko yang mungkin dihadapi dan dapat mendesain program audit yang sesuai. Pemahaman tersebut antara lain mengenai lingkungan eksternal klien, proses bisnis klien, sistem manajemen, strategi, serta kinerja perusahaan.
Penulis dalam perannya sebagai anggota tim auditor memahami lingkungan dan lini bisnis PT A dengan data yang diberikan klien serta publikasi lainnya yang tersedia baik secara fisik maupun di internet. Contoh dari sumber data yang digunakan oleh auditor untuk memahami lingkungan bisnis klien ialah pengumuman emiten yang dapat diunduh di situs Bursa Efek Indonesia serta Laporan Tahunan periode sebelumnya. Selain itu, penulis juga bertanya kepada senior dalam tim auditor. Dengan mengenal bisnis klien, penulis dapat lebih mudah melakukan prosedur audit.
4.1.1.3 Assess Client Business Risk Berdasarkan pemahaman atas bisnis klien, auditor melakukan penilaian atas risiko bisnis. Risiko bisnis merupakan risiko klien akan gagal mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Setelah menilai risiko bisnis klien, auditor dapat menilai risiko adanya salah saji yang material pada laporan keuangan klien.
Berdasarkan analisis oleh Senior dan Manajer, risiko bisnis yang dihadapi PT A ialah stabilitas dari permintaan konsumen (tenant) akan jasa yang diberikan. Perusahaan yang menjalankan bisnisnya sebagai penyedia jasa penyewaan menara telekomunikasi biasanya dihadapkan dengan komposisi konsumen yang cenderung terkonsentrasi. Sebagai gambaran, saat ini terdapat dua tenant yang berkontribusi sangat tinggi pada pendapatan PT A, dimana masing-masing berkontribusi sebesar 56,22% dan 19,76% dari total pendapatan PT A. Karena konsentrasi
konsumen
tinggi,
terdapat
kecenderungan
keberlangsungan
perusahaan akan sangat bergantung pada permintaan serta kemampuan untuk membayar sewa tenant tersebut.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
46
Untuk menjamin tingkat pendapatan dan pengembalian modal, PT A membuat kontrak jangka panjang dengan para tenant. Akan tetapi, hal ini tidak menutup kemungkinan terdapat pemutusan kontrak di tengah masa sewa atau tidak diperbaruinya kontrak oleh tenant. Selain itu, kemampuan PT A untuk menagih pendapatannya akan bergantung pada kemampuan finansial dan kredibilitas para tenant. Apabila ada tenant yang mengalami kesulitan finansial, hal ini dapat berdampak negatif pada PT A.
Selain dari risiko yang disebutkan di atas, Manajer dan Senior menilai bahwa risiko bisnis yang dihadapi perusahaan cenderung rendah atau tidak berisiko. Risiko yang ditemukan pada tahap ini akan ditinjau lebih lanjut untuk menentukan risiko-risiko yang mungkin muncul untuk tiap siklus atau akun dalam perusahaan.
4.1.1.4 Perform Preliminary Analytical Procedures Dalam prosedur ini, penulis selaku auditor membandingkan nilai-nilai laporan keuangan antara laporan keuangan terakhir yang belum diaudit dengan laporan keuangan periode sebelumnya yang telah diaudit. Prosedur ini dilakukan untuk memberi gambaran umum mengenai perkembangan perusahaan sebelum melakukan proses audit. Melalui prosedur ini pula auditor dapat melihat akunakun mana saja yang berubah secara signifikan sehingga butuh ditinjau lebih lanjut.
Terkait dengan properti investasi, berdasarkan perbandingan antara saldo properti investasi dalam Laporan Keuangan Unaudited 2013 dengan Laporan Keuangan Auditan 2012, saldo properti investasi naik sebesar 3%. Pada periode 2012 hingga 2013 PT A tidak melakukan akuisisi menara BTS baru. PT A hanya menambah bagian (collocation) terkait permintaan tenant sehingga tidak banyak perubahan dalam nilai properti investasi. Akan tetapi, auditor tetap melakukan prosedur vouching untuk memastikan realisasi collocation tersebut. Pada saat melakukan preliminary analytical procedures belum dimasukkan efek dari penyesuaian atas nilai wajar atau koreksi apabila ada kesalahan.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
47
4.1.1.5 Set Materiality and Assess Risks Manajer menentukan basis yang digunakan untuk menghitung materialitas. Selanjutnya Senior I dan Senior II menghitung nilai materialitas dengan mengikuti aturan yang ditentukan dari RSM Methodology. Tingkat materialitas ini akan turut mempengaruhi jumlah sampel yang digunakan dalam melakukan prosedur audit.
Terdapat berbagai macam basis yang dapat digunakan dalam menghitung materialitas. Pada audit PT I dan entitas anak, basis yang digunakan dalam menghitung materialitas ialah pendapatan. Manajer menentukan materialitas tersebut dengan pertimbangan awal bahwa pendapatan perusahaan cenderung terus naik. Nilai materialitas dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut: a. Overall Materiality (OM) Materialitas ini merupakah tingkat materialitas untuk audit laporan keuangan perusahaan secara keseluruhan. Tingkat materialitas ini dianggap merupakan batasan nilai yang dapat mempengaruhi pembuatan keputusan pengguna laporan keuangan secara umum. Untuk audit PT A, besaran overall materiality yang digunakan ialah 2% dari pendapatan. b. Performance Materiality (PM) Materialitas ini merupakan tingkat materialitas yang digunakan per akun. Pada audit PT A, tingkat performance materiality yang digunakan ialah 70% dari OM.
Untuk
akun
properti
investasi,
PM
yang
digunakan
senilai
Rp1.240.483.099,00. c. Summary of Unadjusted Differences (SUD) SUD menentukan apakah suatu salah saji perlu mendapat penyesuaian. SUD merupakan batas nilai akumulasi dari salah saji yang dianggap tidak material dan tidak perlu dibuat penyesuaian. Untuk audit PT A, nilai SUD yang digunakan ialah 3% dari PM yaitu Rp53.163.561,00 untuk semua akun. Hal ini berarti apabila dalam melakukan proses audit auditor menemukan salah saji di beberapa akun dengan total sama dengan atau kurang dari nilai SUD, maka penyesuaian tidak harus dibuat.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
48
Karena sifatnya yang relatif, bukan absolut, maka perhitungan materialitas pada dasarnya dapat berbeda bergantung pada faktor-faktor kualitatif yang terkait, seperti risiko baik secara keseluruhan entitas maupun per akun. Arens (2009) menyatakan bahwa auditor perlu untuk mengalokasikan tolerable misstatement (salah saji yang dapat ditoleransi) yang berbeda-beda untuk tiap segmen atau akun laporan posisi keuangan agar dapat menentukan bukti audit yang dibutuhkan dengan lebih tepat karena tiap akun atau segmen memiliki kemungkinan salah saji yang berbeda-beda pula. Akan tetapi, berdasarkan pertimbangan Manajer dan Senior, untuk audit PT A nilai performance materiality yang digunakan sama untuk setiap akun.
Auditor kemudian mengevaluasi lebih dalam terkait risiko yang mungkin muncul serta akun atau siklus bisnis apa saja yang perlu menjadi perhatian lebih pada saat melakukan fieldwork. Dalam proses ini, yang memiliki kapasitas untuk melakukan evaluasi risiko adalah Senior I, Senior II, dan Manajer. Hasil evaluasi risiko secara keseluruhan kelompok usaha dirangkum dalam Risk Report oleh Senior II dan ditinjau ulang oleh Partner. Properti Investasi dinilai sebagai salah satu item dengan dampak besar dalam audit PT I dan entitas anak (termasuk PT A).
Terkait dengan akun properti investasi, auditor menilai terdapat dua risiko utama, yaitu: a. Use of Independent Valuers for Valuation of Investment Properties b. Existence and ownership title of BTS towers
Penggunaan jasa penilai independen menyebabkan terdapatnya risiko salah saji akibat penggunaan asumsi yang tidak tepat atau penyimpangan dari ketentuan OJK yang dilakukan oleh penilai independen. Salah saji yang mungkin dihasilkan ialah nilai wajar properti investasi yang tidak sesuai dengan sebenarnya. Auditor menilai bahwa akun properti investasi memiliki dampak yang besar karena saldonya yang mencapai lebih dari 80% total aset yang dimiliki PT A. Walaupun kemungkinan terjadinya dan risiko salah saji akibat kesalahan dalam penilaian
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
49
kembali ini dinilai rendah karena PT I dan entitas anak menggunakan jasa penilai independen yang terdaftar di OJK, besarnya saldo properti investasi membuat auditor mempertimbangkan untuk melakukan prosedur lebih lanjut terkait akun ini. Auditor perlu melakukan prosedur yang dapat meyakinkan bahwa nilai wajar yang dihasilkan telah tepat. Untuk itu tujuan audit yang perlu dicapai ialah valuation. Pendekatan yang dilakukan auditor untuk mengatasi risiko ini ialah melakukan melakukan corroborative procedures, yaitu diskusi dengan penilai independen serta mengevaluasi pekerjaan penilai independen, seperti pemeriksaan data mengenai asumsi ke sumber lain.
Terdapat kecenderungan klien melakukan overstatement pada saldo akun-akun aset karena dinilai lebih menguntungkan (Arens, 2009). Oleh karena itu, terkait properti investasi auditor juga menilai terdapat risiko adanya menara (properti investasi) fiksi, yaitu menara BTS yang seharusnya tidak dapat diakui sebagai aset milik PT A karena bangunan yang dimaksud tidak berdiri pada tempatnya atau PT A tidak memiliki hak atas menara tersebut. Auditor menilai kemungkinan terjadinya salah saji akibat hal ini adalah rendah dan risikonya tidak signifikan. Akan tetapi, sebagaimana disebutkan sebelumnya, akibat besarnya nilai properti investasi, auditor mempertimbangkan dibutuhkannya prosedur lanjutan untuk memastikan bahwa menara BTS yang dicatat memang benar berdiri dan dimiliki oleh PT A. Auditor membutuhkan prosedur yang dapat meyakinkan existence dan rights PT A atas properti investasi. Pendekatan yang dilakukan auditor untuk mencapai tujuan audit tersebut ialah melalui tinjauan fisik ke site (site visit), vouching atas penambahan atau pengurangan nilai properti, serta pencocokan daftar properti investasi dengan daftar pendapatan untuk melihat apakah properti memang berdiri dan digunakan. Proses perencanaan audit, utamanya yang terkait dengan evaluasi risiko kemudian dapat dirangkum dalam tabel 4.1 pada halaman berikut.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
50
Tabel 4.1: Analisis Risiko dalam Perencanaan Audit PT A
No
Risiko
1
Use of Independent Valuers for Valuation of Investment Properties Kemungkinan penggunaan asumsi yang tidak tepat dalam penilaian kembali nilai wajar oleh penilai independen Kemungkinan ada penyimpangan dari ketentuan OJK
2
Existence and ownership title of BTS towers Kemungkinan adanya menara fiksi (tidak dimiliki secara legal atau tidak berdiri di lapangan)
Dampak terhadap Laporan Keuangan (H/L)*
H
H
Kemungkinan Risiko Terjadi (H/L)*
L
L
Apakah Risiko Signifikan ? (Y/N)**
N
N
Tujuan Audit yang Ingin Dicapai
Pendekatan Audit yang Dilakukan
Corroborative procedures (prosedur yang menguatkan) atas asumsi yang digunakan penilai independen, dengan cara: o Diskusi dengan penilai o Mencari benchmark melalui sumber lain
Site visit Vouching atas addition (penambahan) atau disposal (pengurangan/pelepasan) properti investasi Pemeriksaan untuk mencocokkan property investment list ke income list
Valuation
Existence and Rights
Sumber: Risk Report Auditor untuk Audit PT A (diolah kembali) Keterangan: *) H: High (Tinggi), L: Low (Rendah) **) Y: Yes (Ya), N: No (Tidak)
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
51
4.1.2 Tahap Audit Properti Investasi PT A Untuk general audit akun properti investasi, prosedur-prosedur yang dilakukan untuk mencapai tujuan audit terkait valuation dan existence and rights yang dilakukan ialah sebagai berikut:
1. Melakukan site visit. Auditor perlu melakukan pemeriksaan terhadap adanya bangunan fisik dari properti investasi di dalam daftar untuk memastikan tidak ada properti investasi fiktif yang diakui dalam laporan posisi keuangan. Dalam hal ini, auditor melakukan random sampling dari list properti investasi yang disediakan oleh klien lalu melakukan kunjungan ke site yang dimaksud. Prosedur ini telah dilakukan oleh tim auditor pada awal Januari 2014 sehingga penulis tidak mengikuti prosedur ini.
Pada audit PT A, setelah melakukan sampling didapatkan 3 sampel. Menara BTS yang menjadi sampel untuk site visit berada di Jawa Barat. Dari hasil site visit didapatkan kesimpulan bahwa menara yang menjadi sampel memang ada (exist). Selain itu, auditor juga mencatat keterangan terkait menara, seperti sistem keamanan yang dilakukan. Menurut laporan auditor yang melakukan site visit, secara umum sistem keamanan telah dijalankan dengan baik. Misalnya, pada saat ada orang yang membuka shelter (tempat peletakan base transceiver station utama milik tenant) maka sistem keamanan berbunyi. Kunci shelter dan gerbang juga tidak dipegang sembarang orang sehingga menjamin keamanan yang lebih baik.
Berdasarkan observasi fisik yang telah dilakukan, auditor menyimpulkan bahwa tujuan audit terkait existence and rights akun properti investasi telah tercapai.
2. Vouching penambahan atau pelepasan properti investasi. Vouching merupakan prosedur yang dilakukan auditor dengan cara menelusuri dokumen terkait transaksi yang tercatat dalam general ledger.
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
52
Pada periode 2013, terdapat penambahan nilai properti investasi PT A karena adanya pembangunan dengan collocation, yaitu penambahan bagian yang menempel pada menara agar dapat menambah ruang sehingga lebih dari satu tenant dapat memasang perangkat pemancar pada satu menara BTS yang sama. Akan tetapi, tidak ada pelepasan properti investasi. Auditor perlu melakukan pemeriksaan transaksi ke dokumendokumen terkait untuk memastikan bahwa penambahan nilai properti investasi bukan hasil manipulasi dan memang benar adanya. Untuk itu, penulis melakukan sampling dan mengambil 15 sampel transaksi yang kemudian diperiksa dokumen-dokumennya. Dokumen terkait dengan transaksi penambahan properti investasi contohnya adalah payment voucher, invoice dari supplier atau vendor, serta Berita Acara Serah Terima (BAST). Dokumen-dokumen tersebut dinilai dapat menjadi dasar pembuktian bahwa perusahaan memang melakukan transaksi yang menambah nilai properti investasi yang dimiliki.
Berdasarkan pemeriksaan dokumen terhadap 15 sampel yang diambil, penulis menyimpulkan bahwa tujuan audit terkait existence pada akun properti investasi telah terpenuhi. Adanya penambahan nilai pada properti investasi didasarkan pada transaksi yang benar terjadi, dicatat dengan saldo yang benar, dan dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Jenis transaksi yang menambah nilai properti investasi pada tahun 2013 didominasi oleh biaya pembuatan collo (bagian tambahan yang dibangun menempel pada menara untuk meletakkan perangkat pemancar milik tenant) serta biaya desain dan perancangan collo yang dapat diatribusikan langsung. Tidak ada pembelian tanah atau pembangunan menara baru pada tahun 2013. Beban terkait biaya konstruksi dan desain collo dapat diakui sebagai penambah nilai properti investasi sesuai dengan ketentuan di dalam PSAK 13.
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
53
3. Mencocokkan Investment Property List ke Income List. Auditor melakukan pencocokan kesesuaian antara daftar properti investasi dengan daftar pendapatan sewa. Hal ini merupakan salah satu prosedur untuk memastikan bahwa seluruh menara BTS yang terdapat dalam daftar properti investasi memang diperuntukkan untuk disewakan, bukan untuk digunakan sendiri atau diperjualbelikan. Setelah melakukan prosedur ini, penulis menemukan bahwa mayoritas menara BTS memang disewakan kepada pihak ketiga. Terdapat beberapa collo (bagian tambahan yang dibangun menempel pada menara untuk meletakkan perangkat pemancar milik tenant) yang masih kosong, tetapi berdasarkan tanya jawab dengan klien, collo tersebut tidak dipergunakan sendiri dan masih akan disewakan apabila menemukan tenant yang memiliki permintaan yang cocok dengan spesifikasi collo tersebut. Berdasarkan hasil pencocokan daftar ini, auditor menyimpulkan bahwa tujuan audit terkait existence telah tercapai dan menara BTS dipergunakan sesuai tujuannya.
4. Melakukan tinjauan lebih lanjut terhadap laporan penilai independen. Untuk memastikan bahwa properti investasi telah divaluasi dengan tepat, auditor melakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait asumsi yang digunakan penilai independen dalam membuat kerta kerja valuasi nilai wajar properti investasi. Pemeriksaan lebih lanjut tersebut dilakukan dengan cara diskusi dengan pihak penilai independen serta mencari benchmark asumsi dari sumber-sumber lain seperti berita nasional, asumsi dari perusahaan lain, atau dari lembaga seperti Bloomberg. Asumsi yang ditinjau ulang contohnya adalah tingkat WACC (Weighted Average Cost of Capital), tingkat inflasi, kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik), serta pajak atas jasa penyewaan menara BTS. Berdasarkan tinjauan ulang ke berbagai sumber, auditor menyatakan bahwa asumsi yang digunakan oleh penilai independen dalam menilai nilai wajar properti investasi PT A masih dalam batas wajar sehingga tujuan audit terkait valuation telah tercapai. Dalam melakukan prosedur ini, penulis dibantu oleh senior dalam tim audit.
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
54
4.2 Analisis Klasifikasi Menara BTS sebagai Properti Investasi di PT A Isu utama yang ditemukan penulis dalam menjalankan audit akun properti investasi PT A ialah klasifikasi menara BTS. Terdapat perusahaan dalam industri jasa penyewaan menara telekomunikasi yang mencatat menara BTS sebagai properti investasi, tetapi terdapat pula perusahaan yang mencatatnya sebagai aset tetap. Berdasarkan IFRIC Update bulan Juli 2013 yang dikeluarkan IFRS Interpretations Committee disebutkan bahwa menara telekomunikasi memenuhi beberapa kriteria pengakuan properti investasi, misalnya dipergunakan untuk disewakan dan menghasilkan rental. Akan tetapi, terdapat keraguan bahwa menara telekomunikasi dapat diakui sebagai ‘bangunan’ karena menara tersebut tidak memiliki bagian-bagian yang umumnya ditemukan pada bangunan umumnya, seperti dinding, lantai, dan atap. Hingga saat ini, IFRS Interpretations Committee belum menentukan klasifikasi dan masih meminta staf melakukan tinjauan lebih lanjut untuk pengembangan IAS 40 tentang Investment Property terkait ruang lingkup istilah ‘bangunan’ pada struktur yang tidak memiliki karakteristik fisik sebuah bangunan.
Untuk dapat diakui sebagai properti investasi, menara BTS harus merupakan bangunan atau bagian dan tanah dan bangunan. Oleh sebab itu, auditor melakukan analisis terkait dengan interpretasi menara BTS sebagai ‘bangunan’ berdasarkan berbagai peraturan:
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Berdasarkan KBBI, bangunan memiliki arti sesuatu yang didirikan atau dibangun, misalnya rumah, gedung, atau menara. Sedangkan menara didefinisikan sebagai bangunan yang tinggi.
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Berdasarkan Pasal 1 Nomor 3 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI No. 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaaan Menara Bersama Telekomunikasi, disebutkan bahwa menara merupakan bangunan khusus yang berfungsi
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
55
sebagai sarana penunjang untuk menempatkan peralatan komunikasi yang desain
atau bentuk
konstruksinya
disesuaikan dengan keperluan
penyelenggaraan telekomunikasi.
Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Tanggal 30 Maret 2009 Peraturan
bersama
yang
dimaksud
membahas
tentang
pedoman
pembangunan dan penggunaan bersama menara telekomunikasi. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa: “Menara telekomunikasi, yang selanjutnya disebut menara, adalah bangunan- bangunan untuk kepentingan umum yang didirikan di atas tanah, atau bangunan yang merupakan satu kesatuan konstruksi dengan bangunan gedung yang dipergunakan untuk kepentingan umum yang struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul atau berupa bentuk tunggal tanpa simpul, dimana fungsi, desain dan konstruksinya disesuaikan sebagai sarana penunjang menempatkan perangkat telekomunikasi.”
Selanjutnya disebutkan pula bahwa: “Izin Mendirikan Bangunan Menara adalah izin mendirikan bangunan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota dan khusus untuk Pemerintah DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi, kepada pemilik menara telekomunikasi untuk membangun baru atau mengubah menara telekomunikasi sesuai dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku.”
UU Pajak Daerah dan Restribusi Daerah No. 28 tahun 2009 Pada Pasal 1 butir 39 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa salah satu kriteria bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah. Kemudian pada Pasal 77 ayat (2) disimpulkan bahwa menara yang dimiliki dan atau dimanfaatkan oleh
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
56
wajib pajak badan masuk ke dalam pengertian ‘bangunan’ dan menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
SE-17/PJ.6/2003 tanggal 23 Mei 2003 mengenai Petunjuk Teknis Penilaian Bangunan Khusus Dalam surat edaran yang dimaksud, disebutkan bahwa tower atau menara telekomunikasi termasuk ke dalam golongan bangunan khusus.
Berdasarkan definisi terkait bangunan dan menara dari KBBI dan berbagai peraturan yang berlaku di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa menara merupakan bangunan. Oleh sebab itu, menara dapat dimasukkan ke dalam golongan properti investasi.
4.3 Analisis Komparatif Pengukuran Menara BTS dengan Model Nilai Wajar dan dengan Model Biaya Penulis mencoba untuk melakukan analisis komparatif antara pencatatan menara BTS sebagai properti investasi menurut PSAK 13 (Revisi 2011) dengan model nilai wajar sebagaimana pencatatan yang dilakukan di PT A selama ini dengan kasus pencatatan menara BTS dengan model biaya. Hal ini dilakukan untuk melihat signifikansi pengaruh perbedaan pengukuran tersebut.
4.3.1 Pengukuran Menara BTS dengan Model Nilai Wajar Dalam laporan penilaian kembali yang diterbitkan penilai independen, nilai wajar yang disajikan merupakan nilai dari seluruh properti investasi yang dihitung menggunakan berbagai pendekatan. Oleh karena itu, jumlah yang disajikan dalam kolom “Nilai Tercatat” sudah mencakup nilai wajar untuk Tanah & Bangunan Menara BTS, serta properti investasi dalam penyelesaian (jika ada). Untuk menara BTS, nilai wajar dihitung menggunakan metode Diskonto Arus Kas (Discounted Cash Flows) dengan pendekatan pendapatan (income approach) dan pendekatan biaya (cost approach), sedangkan untuk tanah, nilai wajar dihitung menggunakan pendekatan Perbandingan Nilai Pasar (Market Data Approach). Angka yang didapatkan dari pendekatan-pendekatan tersebut kemudian diberi bobot dan
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
57
dirangkum menjadi suatu nilai wajar. Karena alasan tersebut akumulasi nilai wajar properti investasi disajikan secara agregat. Untuk mencatat perubahan nilai wajar tersebut, PT A membuat jurnal sebagai berikut: 1. Untuk mencatat keuntungan penilaian kembali atas properti investasi PT A pada tahun 2011:
Dr. Akumulasi Perubahan Nilai Wajar PI
26.503.429.370
Cr. Keuntungan atas Perubahan Nilai Wajar PI
26.503.429.370
2. Untuk mencatat keuntungan penilaian kembali atas properti investasi PT A pada tahun 2012:
Dr. Akumulasi Perubahan Nilai Wajar PI
16.727.841.546
Cr. Keuntungan atas Perubahan Nilai Wajar PI
16.727.841.546
3. Untuk mencatat kerugian penilaian kembali atas properti investasi PT A pada tahun 2013: Dr. Kerugian Perubahan Nilai Wajar PI
21.932.420.882
Cr. Akumulasi Perubahan Nilai Wajar PI
21.932.420.882
Karena PT A mencatat menara BTS dengan model nilai wajar, PT A tidak melakukan penyusutan atas menara BTS tersebut. Oleh karena itu, PT A tidak membuat jurnal terkait penyusutan di akhir periode. Rincian mengenai perubahan nilai menara BTS dalam laporan keuangan dapat dilihat pada Lampiran 1A dan 2A.
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
58
4.3.2 Pengukuran Menara BTS dengan Model Biaya Terdapat perbedaan yang terjadi apabila PT A mengukur nilai tercatat menara BTS dengan model biaya. Perbedaan ini utamanya berasal dari beban penyusutan yang harus diakui oleh perusahaan dalam tiap periode. Ketika suatu properti investasi diukur dengan model biaya, maka aset tersebut disusutkan, kecuali untuk aset yang berupa tanah dan aset dalam penyelesaian. Adanya beban ini dapat mempengaruhi laba (rugi) bersih yang dihasilkan perusahaan. Adanya perbedaan laba (rugi) bersih ini dapat menghasilkan persepsi awal yang berbeda bagi pengguna laporan keuangan, terutama pihak manajemen perusahaan dan investor. Oleh karena itu, penulis mencoba melihat dampak yang ditimbulkan dalam laporan laba rugi komprehensif apabila PT A melakukan pengukuran properti investasinya dengan model biaya.
Dalam membuat analisis, tanah & bangunan menara BTS dicatat sebagai satu kelompok dengan pertimbangan bahwa kedua aset tersebut memiliki kegunaan yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan seluruh tanah yang dimiliki PT A telah dipergunakan untuk berdirinya menara BTS, sehingga telah menjadi satu kesatuan dengan menara BTS saat disewakan kepada tenant. Apabila terdapat suatu kondisi di mana PT A harus melakukan penyerahan atau penjualan menara BTS, maka menara BTS tersebut tidak dapat dipisahkan dari tanah tempatnya berdiri. Begitu pula sebaliknya, PT A tidak dapat menjual tanahnya apabila masih berdiri menara BTS milik PT A di atasnya.
Penulis membuat analisis dengan membandingkan pencatatan kini menara BTS oleh PT A dengan kasus apabila PT A melakukan pengukuran dengan model biaya. Sesuai PSAK 13, apabila perusahaan melakukan pengukuran dengan model biaya, maka perusahaan mengikuti metode sebagaimana pengukuran dengan model biaya pada PSAK 16. Oleh karena itu, dalam analisis penulis akan mencatat adanya penyusutan tanpa adanya pengakuan perubahan nilai wajar. Akan tetapi, jika menggunakan model biaya dalam pengukuran properti investasi, perusahaan juga harus mengungkapkan perkiraan nilai wajar properti terkait dalam catatan atas laporan keuangan.
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
59
Penulis memakai metode garis lurus dengan masa manfaat menara selama 30 tahun tanpa nilai residu. Penulis memilih menggunakan 30 tahun sebagai dasar untuk melakukan penyusutan dengan berpatokan pada asumsi pihak KJPP selaku penilai independen dalam melakukan penilaian kembali nilai wajar properti investasi PT A. Aset yang disusutkan hanyalah menara BTS sebesar nilai perolehannya. Tanah tidak disusutkan karena umumnya memiliki umur manfaat yang tidak terbatas, sedangkan aset dalam penyelesaian tidak disusutkan karena aset belum siap digunakan atau belum berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan oleh manajemen. Oleh sebab itu, walaupun dalam pengakuannya tanah dan bangunan menara BTS dimasukkan dalam satu kelompok, penyusutan hanya dilakukan pada aset menara BTS. Hal ini dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam PSAK 16 paragraf 59.
Penulis membuat analisis komparatif ini dalam periode tiga tahun, yaitu 2011, 2012, dan 2013. Hal ini ditujukan agar penulis dapat melihat dampak terhadap laba (rugi) perusahaan dalam cakupan yang lebih luas. Akan tetapi, untuk lebih memudahkan analisis, penambahan, pengurangan, maupun reklasifikasi aset menara BTS yang terjadi selama tahun 2011 hingga 2013 diasumsikan dilakukan pada awal tahun buku masing-masing. Dalam tabel di bawah terlampir saldo awal dan saldo akhir nilai perolehan tanah dan bangunan menara BTS serta aset dalam penyelesaian PT A pada tahun 2011 hingga 2013. Rincian lebih detil mengenai mutasi aset tetap serta akumulasi penyusutan dapat ditemukan dalam Lampiran 1B.
Berikut ialah jurnal terkait menara BTS yang akan dibuat oleh PT A jika menggunakan model biaya untuk melakukan pengukuran nilai tercatat menara BTS: 1. Pada awal tahun 2011, PT A mengakuisisi sejumlah menara BTS senilai Rp191.944.640.464,00
beserta
tanah
tempat
berdirinya
senilai
Rp1.675.180.000,00. Untuk mencatat akuisisi tanah & menara BTS yang dilakukan PT A pada awal tahun 2011 dibuatlah jurnal berikut:
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
60
Dr. PI—Tanah & Menara BTS
193.619.820.464
Cr. Kas / Utang
193.619.820.464
2. Pada tahun 2011, PT A melakukan collocation, yaitu penambahan bagian yang dibangun menempel dengan menara BTS untuk meletakkan perangkat pemancar milik tenant. Total biaya yang dikeluarkan ialah sejumlah Rp38.220.309.940,00. Biaya yang dikeluarkan untuk menambah bagian ini dapat dikapitalisasi sebagai penambah nilai perolehan menara BTS. Biaya ini diakui pada saat terjadinya. Namun, untuk kemudahan dalam penghitungan penyusutan, penulis mengakui seluruh penambahan bagian pada awal tahun 2011. Untuk mencatat penambahan nilai menara BTS pada awal tahun 2011 dibuatlah jurnal berikut:
Dr. PI— Tanah & Menara BTS
38.220.309.940
Cr. Kas / Utang
38.220.309.940
3. Pada tahun 2011, terdapat menara BTS dalam penyelesaian yang telah rampung, sehingga diperlukan jurnal untuk mengakui adanya tambahan nilai menara BTS. Untuk mencatat reklasifikasi menara BTS dari aset dalam penyelesaian, dibuat jurnal sebagai berikut:
Dr. PI— Tanah & Menara BTS
11.362.260.690
Cr. Aset dalam Penyelesaian—Menara BTS 11.362.260.690
4. Untuk mencatat beban penyusutan menara BTS pada 31 Desember 2011 dibuat jurnal sebagai berikut:
Dr. Beban Penyusutan PI—Menara BTS
8.050.907.036
Cr. Akumulasi Penyusutan PI—Menara BTS
8.050.907.036
Nilai penyusutan didapat dari jumlah nilai perolehan menara BTS yang tidak
termasuk
tanah
(191.944.640.464
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
+
38.220.309.940
+
Universitas Indonesia
61
11.362.260.690) dibagi dengan umur manfaatnya, yaitu sebesar 30 tahun. Pada tahun 2011, PT A menilai tidak ada indikasi penurunan nilai aset sehingga tidak diakui adanya rugi penurunan nilai (impairment loss).
5. Pada awal tahun 2012, PT A kembali melakukan penambahan bagian menara (collocation) dengan total nilai sebesar Rp1.987.290.904,00. Untuk mencatat penambahan nilai menara BTS ini, PT A membuat jurnal sebagai berikut: Dr. PI— Tanah & Menara BTS
1.987.290.904
Cr. Kas / Utang
1.987.290.904
6. Pada tahun 2012, terdapat juga sejumlah aset dalam penyelesaian yang telah selesai dibangun. Untuk mencatat reklasifikasi menara BTS dari aset dalam penyelesaian menuju properti investasi, dibuat jurnal sebagai berikut:
Dr. PI— Tanah & Menara BTS
1.040.867.550
Cr. Aset dalam Penyelesaian—Menara BTS
1.040.867.550
7. Untuk mencatat beban penyusutan menara BTS pada 31 Desember 2012 dibuat jurnal sebagai berikut:
Dr. Beban Penyusutan PI—Menara BTS
8.151.845.652
Cr. Akumulasi Penyusutan PI—Menara BTS
8.151.845.652
Nilai penyusutan didapat dari jumlah nilai perolehan menara BTS baik menara yang diakuisisi pada 2011 maupun penambahan selama 2011 dan 2012
(191.944.640.464
+
38.220.309.940
+
11.362.260.690
+
1.987.290.904 + 1.040.867.550) dibagi dengan umur manfaatnya, yaitu sebesar 30 tahun. Bangunan menara BTS dengan collo (tambahan bagian menara BTS untuk meletakkan perangkat pemancar milik tenant) tidak
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
62
disusutkan secara terpisah karena menjadi satu kesatuan dengan bangunan menara.
Sebagaimana pada tahun 2011, PT A menilai tidak terdapat indikasi penurunan nilai aset di tahun 2012 sehingga PT A tidak perlu mencatat adanya rugi penurunan nilai aset (impairment loss).
8. Pada awal tahun 2013, PT A kembali melakukan penambahan bagian menara (collocation) dengan total nilai sebesar Rp9.166.833.196,00. PT A juga mengakui adanya penambahan bagian menara yang masih dalam penyelesaian, sehingga menambah saldo aset dalam penyelesaian sebesar Rp147.587.686,00. Untuk mencatat penambahan nilai menara BTS dan aset dalam penyelesaian ini, PT A membuat jurnal sebagai berikut: Dr. PI— Tanah & Menara BTS
9.166.833.196
Dr. Aset dalam Penyelesaian—Menara BTS
147.587.686
Cr. Kas / Utang
9.314.420.882
9. Untuk mencatat beban penyusutan menara BTS pada 31 Desember 2013 dibuat jurnal sebagai berikut: Dr. Beban Penyusutan PI—Menara BTS
8.457.406.758
Cr. Akumulasi Penyusutan PI—Menara BTS
8.457.406.758
Nilai penyusutan didapat dari jumlah nilai perolehan menara BTS pada akhir tahun 2013 (191.944.640.464 + 38.220.309.940 + 11.362.260.690 + 1.987.290.904 + 1.040.867.550 + 9.166.833.196) dibagi dengan umur manfaatnya, yaitu sebesar 30 tahun. Bangunan menara BTS dengan collo (tambahan bagian menara BTS untuk meletakkan perangkat pemancar milik tenant) tidak disusutkan secara terpisah karena menjadi satu kesatuan dengan bangunan menara. Aset dalam penyelesaian tidak disusutkan.
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
63
Pada 31 Desember 2013, PT A berkeyakinan bahwa tidak ada indikasi perubahan keadaan yang mengakibatkan penurunan nilai aset, sehingga PT A tidak mencatat kerugian penurunan nilai aset.
4.3.3 Implikasi Perpajakan Dalam konteks perpajakan, aktiva tetap merupakan harta berwujud yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak serta mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun. Melihat pengertian tersebut, menara BTS milik PT A tergolong dalam aktiva tetap dalam konteks perpajakan terlepas dari pengakuan akuntansinya. Hal ini disebabkan menara BTS dipergunakan untuk mendapatkan sewa dan memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun. Oleh karena itu, berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, biaya perolehan menara BTS dapat menjadi pengurang laba kena pajak perusahaan secara bertahap dengan cara disusutkan.
Selama ini, PT A tidak melakukan penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan. Oleh karena itu, PT A tidak mengakui adanya keuntungan (kerugian) atas perubahan nilai wajar properti investasi. Keuntungan (kerugian) ini dikoreksi negatif (positif) dalam perhitungan laba kena pajak perusahaan. Selisih antara penyusutan secara fiskal dan komersial disesuaikan juga melalui koreksi positif atau negatif bergantung kepada apakah penyusutan secara fiskal lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan penyusutan secara komersial.
Terkait dengan masa manfaat yang digunakan untuk menyusutkan, hal ini dilihat dari klasifikasi menara BTS berdasarkan kelompok harta berwujud berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Menurut PT A, menara BTS masuk dalam kelompok harta berwujud berupa bangunan permanen. Berdasarkan pernyataan klien, hal ini disebabkan apabila terjadi kondisi menara dibongkar atau dihancurkan karena tidak ada yang menyewa (dismantle), bagian dari menara tidak dapat dipergunakan lagi. Lebih lanjut, penulis mencoba untuk meninjau hal ini berdasarkan definisi “bangunan permanen” itu sendiri. Berdasarkan Kamus
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
64
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “permanen” memiliki makna tetap atau berlangsung lama tanpa perubahan yang berarti. Melihat pemanfaatan menara BTS yang berlangsung lama dan tetap, penulis menyimpulkan bahwa menara BTS dikelompokkan ke dalam kelompok bangunan permanen. Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan, harta berwujud dalam bentuk bangunan permanen disusutkan selama 20 tahun dengan metode garis lurus.
Karena tidak melakukan penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan, ketika PT A melakukan pengukuran menara BTS dengan model biaya, penyusutan fiskal yang dilakukan akan serupa.
Pada praktiknya perhitungan beban pajak penghasilan terpengaruh dari berbagai komponen, seperti beban pajak kini, beban pajak tangguhan, serta aset (liabilitas) pajak tangguhan. Saldo akun-akun tersebut dipengaruhi oleh berbagai akun yang terdapat dalam laporan keuangan. Oleh sebab itu, dalam melakukan analisis komparatif, penulis akan menggunakan angka beban pajak penghasilan yang sama dengan angka pada laporan keuangan PT A yang sebenarnya. Komparasi akan dibuat dengan membandingkan laba sebelum pajak. Penulis memutuskan hal ini dengan pertimbangan bahwa penulis berfokus pada pembahasan selisih pendapatan dan beban utama akibat perubahan model pengukuran dan adanya keterbatasan data mengenai komponen perhitungan pajak penghasilan.
Terlepas dari perhitungan penyusutan aset secara fiskal, atas pendapatan sewa menara BTS yang diterima, PT A dikenakan pajak penghasilan berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh 23) sebesar 2% dari jumlah bruto pendapatan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak ini dikenakan atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Atas pendirian menara BTS pun PT A dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
65
4.3.4 Perbandingan Laba Rugi Terkait Perbedaan Model Pengukuran Menara BTS Berdasarkan subbab-subbab di atas, dengan pendapatan (beban) selain penyusutan dan perubahan nilai wajar dianggap tidak berubah, penulis dapat membandingkan laba (rugi) yang mungkin didapatkan oleh PT A apabila mencatat menara BTS sebagai properti investasi dengan model nilai wajar sebagaimana pencatatan perusahaan saat ini dengan jika PT A melakukan pengukuran dengan model biaya. Berdasarkan perhitungan, pada tahun 2011 dan 2012 dimana terdapat kenaikan nilai wajar properti investasi, akan terlihat bahwa dengan melakukan pencatatan menara BTS dengan model biaya, laba sebelum pajak yang didapatkan menjadi relatif lebih kecil dibandingkan dengan melakukan pencatatan menara BTS model nilai wajar. Hal ini disebabkan oleh adanya beban penyusutan. Ketika PT A mencatat menara BTS dengan model nilai wajar, komponen Penyusutan Aset Tetap dalam Beban Pokok Pendapatan hanya terdiri dari penyusutan menara bergerak atau Mobile BTS (aset lain milik PT A yang dicatat sebagai aset tetap dan disewakan kepada pihak ketiga sehingga beban penyusutannya diakui dalam beban pokok pendapatan). Ketika PT A mencatat menara BTS dengan model biaya, beban penyusutan yang diakui sebagai beban pokok pendapatan meningkat hingga lebih dari 8 Miliar Rupiah per tahun.
Selain karena dampak beban penyusutan, laba sebelum pajak yang didapatkan ketika PT A mencatat menara BTS dengan model biaya menjadi relatif lebih kecil dibandingkan ketika mencatat menara BTS dengan model nilai wajar karena perusahaan tidak mengakui adanya kenaikan nilai wajar pada pencatatan dengan model biaya. Kenaikan nilai wajar ini meningkatkan laba sebelum pajak hingga lebih dari 26 Miliar Rupiah pada tahun 2011 dan lebih dari 16 Miliar Rupiah pada tahun 2012. Hal ini berarti bahwa ketika perusahaan mencatat menara BTS dengan nilai wajar, maka perusahaan akan mendapat laba sebelum pajak lebih besar karena adanya keuntungan atas perubahan nilai wajar dan tidak adanya beban penyusutan secara komersial. Gambar 4.1 menunjukkan Laporan Laba Rugi Komprehensif PT A apabila menggunakan model nilai wajar.
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
66
PT A Laporan Laba Rugi Komprehensif Untuk Tahun-Tahun yang berakhir pada 31 Desember 2013, 2012, dan 2011 (Dalam Rupiah Penuh) (Pos-Pos Terpilih Dicetak Tebal) 2013 FV
2012 FV
2011 FV
Pendapatan
88.605.935.614
120.153.447.888
118.560.162.358
Beban Pokok Pendapatan Penyusutan Aset Tetap Lain-Lain Laba Bruto
1.145.354.390 13.142.645.112 74.317.936.112
6.313.979.074 17.264.916.806 96.574.552.008
8.896.734.628 25.377.664.888 84.285.762.842
Beban Usaha
(2.503.902.458)
(2.419.817.148)
(16.961.956.632)
(21.932.420.882) (49.844.319.975)
16.727.841.546 (30.584.448.576)
26.503.429.370 (28.952.946.426)
37.292.797 (4.643.044.020) (4.605.751.223)
80.298.127.830 (25.914.147.764) 54.383.980.066
64.874.289.154 (17.598.096.910) 47.276.192.244
Kenaikan (Penurunan) atas Nilai Wajar Properti Investasi Pendapatan (Beban) Lain-Lain Laba Sebelum Pajak Beban Pajak Penghasilan Laba (Rugi) Tahun Berjalan Pendapatan Komprehensif Lain Jumlah Laba (Rugi) Komprehensif Tahun Berjalan Pertumbuhan Laba (Rugi) Sebelum Pajak
-
-
(4.605.751.223)
54.383.980.066
-99,95%
23,77%
-
47.276.192.244
Gambar 4.1: Laporan Laba Rugi Komprehensif PT A untuk Tahun-Tahun yang Berakhir pada 31 Desember 2013, 2012, dan 2011 – Model Nilai Wajar Sumber: Laporan Keuangan PT A (diolah kembali)
Akan tetapi, pada tahun 2013 terlihat bahwa laba sebelum pajak PT A lebih kecil dibandingkan apabila PT A mencatat menara BTS dengan model biaya, yaitu Rp37.292.797,00 dan Rp13.512.306.920,00. Hal ini disebabkan adanya penurunan nilai wajar properti investasi sebesar Rp21.932.420.882,00. Ketika mencatat menara BTS dengan model biaya, PT A tidak mengakui adanya penurunan nilai wajar tersebut, sehingga beban yang diakui pun menjadi lebih kecil.
Laporan Laba Rugi Komprehensif PT A untuk pos-pos yang terpilih apabila menggunakan model biaya dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
67
PT A Laporan Laba Rugi Komprehensif Untuk Tahun-Tahun yang berakhir pada 31 Desember 2013, 2012, dan 2011 (Dalam Rupiah Penuh) (Pos-Pos Terpilih Dicetak Tebal) 2013 Cost
2012 Cost
2011 Cost
Pendapatan
88.605.935.614
120.153.447.888
118.560.162.358
Beban Pokok Pendapatan Penyusutan Aset Tetap dan PI Lain-Lain Laba Bruto
9.602.761.148 13.142.645.112 65.860.529.354
14.465.824.726 17.264.916.806 88.422.706.356
16.947.641.664 25.377.664.888 76.234.855.806
Beban Usaha
(2.503.902.458)
(2.419.817.148)
(16.961.956.632)
(49.844.319.975)
(30.584.448.576)
(28.952.946.426)
13.512.306.920 (4.643.044.020) 8.869.262.900
55.418.440.632 (25.914.147.764) 29.504.292.868
30.319.952.748 (17.598.096.910) 12.721.855.838
Kenaikan (Penurunan) atas Nilai Wajar Properti Investasi Pendapatan (Beban) Lain-Lain Laba Sebelum Pajak Beban Pajak Penghasilan Laba (Rugi) Tahun Berjalan Pendapatan Komprehensif Lain Jumlah Laba (Rugi) Komprehensif Tahun Berjalan Pertumbuhan Laba (Rugi) Sebelum Pajak
-
-
8.869.262.900
29.504.292.868
-75,62%
82,78%
-
12.721.855.838
Gambar 4.2: Laporan Laba Rugi Komprehensif PT A untuk Tahun-Tahun yang Berakhir pada 31 Desember 2013, 2012, dan 2011 – Model Biaya Sumber: Laporan Keuangan PT A (diolah kembali)
Perusahaan biasanya melakukan penilaian kembali untuk asetnya dengan harapan nilai asetnya akan menjadi lebih besar dalam laporan posisi keuangan dan mendapatkan keuntungan atas perubahan nilai wajar, terutama untuk aset yang nilainya dapat terus naik seiring berjalannya waktu. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan oleh perusahaan ialah penentuan nilai wajar oleh penilai independen dipengaruhi atas asumsi dan pendekatan yang dipakai oleh penilai independen tersebut.
Pada PT A, penilai independen menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan pendapatan (income approach) dan pendekatan biaya (cost approach). Pada penilaian pendekatan pendapatan didasarkan atas pendapatan dan biaya terkait
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
68
pendapatan dari objek yang dinilai selama periode tertentu. Pendekatan pendapatan digunakan karena menara BTS milik PT A merupakan properti yang sudah beroperasi dan menghasilkan pendapatan. Pada pendekatan biaya, nilai didasarkan pada biaya reproduksi baru (Reproduction Cost New) atau biaya pengganti baru (Replacement Cost New) pada tanggal penilaian kembali setelah dikurangi kerusakan fisik dan keusangan. Yang tergolong dalam kerusakan fisik dan keusangan ialah penyusutan fisik (berkurangnya nilai properti karena berkurangnya kualitas atau daya pakai bahan akibat pemakaian dan umur), kemunduran fungsional (yaitu kerugian akibat perencanaan yang kurang baik atau ketidakseimbangan terkait ukuran, bentuk, umur, dan lain-lain), serta kemunduran ekonomis (kerugian nilai akibat faktor eksternal seperti perubahan sosial, perubahan peraturan pemerintah, peraturan pembatasan, dan lain-lain). Untuk mendapatkan
kesimpulan
rekonsiliasi
nilai
wajar,
penilai
independen
menggunakan Metode Rata-Rata Tertimbang (Gross Weighted Method) dengan menjumlahkan nilai yang didapat dengan masing-masing pendekatan, mengalikan dengan faktor tertimbang yang sudah ditetapkan, lalu menjumlahkan indikasi nilai yang didapatkan.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa hal-hal seperti kenaikan komponen beban pokok pendapatan, perencanaan pembangunan yang kurang baik, serta faktor eksternal dapat mempengaruhi nilai wajar properti. Berdasarkan tinjauan penulis terhadap data internal PT A dan laporan penilaian kembali properti, terdapat beberapa asumsi utama yang dapat mempengaruhi nilai properti, yaitu:
Tabel 4.2: Asumsi Umum Penilaian Nilai Wajar Properti Investasi PT A (Faktor Pilihan)
Asumsi Tingkat Inflasi Asumsi Peningkatan Tarif Dasar Listrik
2013
2012
8,38% per tahun
4,90% per tahun
15% per tahun
Sumber: Laporan Penilaian Kembali Properti, Laporan Keuangan PT A
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
69
Pada tahun 2012 dan 2013, PT A menggunakan jasa penilai independen yang sama, sehingga metode yang dilakukan dalam menghitung nilai wajar properti investasi PT A pun sama. Akan tetapi, asumsi tingkat inflasi yang jauh tinggi pada 2013 dibandingkan dengan pada tahun 2012 mengakibatkan proyeksi beban terkait pendapatan sewa menjadi lebih tinggi. Penilai independen juga mengasumsikan pendapatan sewa akan naik sebesar tingkat inflasi saat perpanjangan kontrak antara tenant dengan PT A. Akan tetapi, karena kontrak yang dibuat antara PT A dengan tenant berjangka panjang (bisa mencapai 10 tahun), kenaikan pendapatan yang proyeksikan mungkin tidak berbanding lurus dengan kenaikan beban-beban. Terkait peningkatan tarif dasar listrik, sebenarnya pada umumnya PT A tidak mendapat beban listrik karena mayoritas tenant membayar sendiri beban listrik menara BTS yang disewa. Akan tetapi, terdapat sebuah tenant yang membebankan beban terkait listrik kepada PT A. Walaupun proporsi collo yang disewa oleh tenant ini tidak besar (tidak mencapai 10% dari total menara BTS yang disewakan PT A) tetapi kenaikan tarif dasar listrik dapat berpengaruh pada meningkatnya beban pokok pendapatan PT A.
Melihat asumsi umum dan pendekatan yang digunakan penilai independen, hal yang memungkinkan untuk dilakukan PT A agar dapat meminimalkan efek penurunan nilai wajar propertinya ialah dengan meninjau ulang kontrak-kontrak yang dibuat oleh PT A dengan para tenant. Agar kenaikan beban-beban dapat diimbangi dengan kenaikan pendapatan, PT A dapat membuat kontrak dengan jangka waktu yang lebih pendek atau memasukkan klausul tambahan, misalnya isi kontrak dapat diperbarui apabila terdapat perubahan-perubahan kondisi ekonomi secara signifikan, seperti asumsi tingkat inflasi.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pengakuan laba (rugi) perusahaan jika mencatat menara BTS dengan model biaya adalah cenderung lebih konservatif dibandingkan jika perusahaan mencatat menara BTS sebagai properti investasi. Laba (rugi) yang dihasilkan dengan pencatatan menara BTS dengan model biaya akan cenderung lebih rendah, tetapi ketika nilai wajar suatu properti menurun, kerugian yang dialami tidak sebesar ketika perusahaan
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
70
menggunakan model nilai wajar. Oleh karena itu, apabila suatu properti memiliki nilai wajar yang cenderung terus naik atau stabil, perusahaan mungkin mendapatkan manfaat lebih banyak apabila mengakui propertinya sebagai properti investasi dengan model nilai wajar. Akan tetapi, apabila properti tersebut memiliki nilai wajar yang cenderung fluktuatif atau naik turun, perusahaan akan lebih diuntungkan dari sisi laba perusahaan apabila mencatat propertinya dengan model biaya.
Dalam kasus PT A, perusahaan telah mengakui menara BTS serta sarana dan prasana terkait sebagai properti investasi dan menggunakan model nilai wajar sejak awal akuisisi. Berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011) dinyatakan bahwa apabila perusahaan telah menetapkan model nilai wajar untuk properti investasinya, maka perusahaan harus terus mengukur properti investasinya dalam model tersebut hingga pelepasan atau hingga aset dinilai tidak lagi memiliki manfaat ekonomis. Hal ini disebabkan perusahaan dinilai telah dapat mengukur nilai wajar secara andal, sehingga pengukuran dengan nilai wajar harus terus dilakukan walaupun di masa mendatang akan sulit untuk menentukan nilai wajar karena tidak ada nilai pasar yang mendekati. PT A harus menyadari bahwa menggunakan model nilai wajar untuk mengukur properti investasi dapat mempengaruhi kinerja perusahaan yang tercermin lewat laporan keuangan. Oleh karena itu, yang dapat dilakukan PT A adalah meminimalkan efek penurunan nilai wajar properti investasi tersebut, misalnya dengan cara meninjau ulang kontrak dengan para tenant sebagaimana yang telah diusulkan penulis.
Berdasarkan analisis di atas, penulis juga melihat bahwa adanya penurunan laba perusahaan tidak selalu menggambarkan kinerja perusahaan memburuk, melainkan adanya faktor-faktor lain di luar kontrol perusahaan. Pada kasus PT A, laba sebelum pajak yang turun drastis pada tahun 2013 sebagian besar diakibatkan oleh penurunan nilai wajar properti investasi. Pada nyatanya, di lapangan PT A masih memiliki menara BTS dengan kuantitas yang sama seperti tahun sebelumnya, bahkan terdapat beberapa penambahan bagian (collocation). Hal ini menggambarkan bahwa sebetulnya kegiatan usaha PT A masih berjalan dan
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
71
tenant masih terus melakukan sewa pada properti milik PT A. Akan tetapi, hal ini tidak tergambarkan dari penurunan nilai wajar yang terjadi.
Akibat permasalahan di atas, penulis berpendapat bahwa investor harus lebih berhati-hati dalam menginterpretasikan angka-angka dalam laporan keuangan, terutama apabila terdapat kenaikan atau penurunan drastis. Hal ini disebabkan terdapat faktor-faktor lain di luar kontrol perusahaan yang mungkin berpengaruh pada laporan keuangan, misalnya penurunan nilai wajar properti investasi seperti contoh pada PT A. Jika terdapat kenaikan atau penurunan yang signifikan, investor perlu memeriksa lebih detil terkait komponen apa yang menyebabkan perubahan signifikan tersebut agar mendapatkan gambaran mengenai kinerja perusahaan dengan lebih baik.
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dalam melakukan prosedur audit, auditor mempertimbangkan faktor risiko yang mungkin terjadi terkait dengan akun yang ditelusuri. Dalam audit untuk akun properti investasi, risiko yang mungkin timbul ialah penggunaan asumsi yang tidak tepat dalam melakukan valuasi serta kemungkinan adanya penyimpangan dari peraturan OJK. Pada audit PT A, risiko terkait hal ini terbilang rendah karena PT I dan Entitas Anak (termasuk PT A) menggunakan jasa penilai independen yang terdaftar dalam OJK sehingga kredibilitasnya dapat dipercaya. Namun, properti investasi berjumlah lebih dari 80% total aset PT A, sehingga adanya misstatement dalam akun ini dapat berdampak besar pada laporan keuangan. Oleh karena itu, untuk mengatasi risiko ini, auditor melakukan diskusi dengan penilai independen dan mengevaluasi atau melakukan pemeriksaan ulang terhadap asumsi yang digunakan penilai independen dalam melakukan penilaian kembali properti.
Selain risiko penyimpangan atau kesalahan asumsi, auditor menilai terdapat risiko adanya menara-menara BTS fiksi, yaitu menara yang terdapat dalam daftar milik perusahaan tetapi tidak berdiri di lapangan atau tidak dimiliki oleh PT A. Terkait risiko ini, auditor melakukan tinjauan ke beberapa lokasi berdirinya menara BTS, serta melakukan pemeriksaan terkait dokumen-dokumen yang dapat menunjukkan kepemilikan PT A atas menara BTS yang terdapat dalam daftar.
Dalam laporan magang ini, penulis juga melakukan analisis terkait klasifikasi menara BTS sebagai properti investasi di PT A. Berdasarkan analisis penulis dengan merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia dan berbagai peraturan di Indonesia, properti milik PT A telah tepat klasifikasinya sebagai properti investasi karena telah memenuhi kriteria sebagai ‘bangunan’.
72 Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
73
Dalam laporan magang ini penulis melakukan analisis perbandingan laba (rugi) yang didapatkan PT A dengan pencatatan menara BTS sebagai properti investasi dengan model nilai wajar dibandingkan dengan model biaya. Analisis yang digunakan
memakai
laporan
keuangan
pada
periode
2011-2013
serta
menggunakan asumsi bahwa menara BTS memiliki masa manfaat 30 tahun dan disusutkan dengan metode garis lurus, didasarkan pada asumsi penilaian independen dalam melakukan penilaian nilai wajar properti PT A. Hasil yang didapatkan penulis ialah pengakuan laba sebelum pajak perusahaan saat mencatat menara BTS dengan model biaya pada tahun 2011 dan 2012 lebih kecil daripada pencatatan dengan model biaya, sedangkan terjadi sebaliknya pada tahun 2013. Hal ini terjadi akibat adanya kenaikan nilai wajar properti pada tahun 2011 dan 2012, sedangkan pada 2013 terjadi penurunan nilai wajar properti investasi ketika melakukan pengukuran dengan model nilai wajar. Perusahaan tidak mengakui adanya keuntungan atau kerugian perubahan nilai wajar pada model biaya.
5.2 Implikasi untuk Pengguna Laporan Keuangan Berdasarkan analisis komparatif yang dilakukan penulis, penulis menyadari bahwa adanya penurunan laba perusahaan belum tentu menggambarkan kinerja perusahaan yang buruk, melainkan dapat juga diakibatkan kondisi-kondisi lain di luar kontrol perusahaan. Dalam kasus PT A, terdapat adanya perubahan asumsi secara drastis, terutama terkait inflasi dan kenaikan tarif dasar listrik, yang mengakibatkan nilai wajar properti investasi menurun pada tahun 2013. Untuk itu, investor harus lebih berhati-hati dalam dalam menginterpretasikan laporan keuangan. Apabila terjadi perubahan yang signifikan, investor perlu memeriksa lebih detil mengenai apa yang menyebabkan perubahan tersebut agar mendapatkan gambaran mengenai kinerja perusahaan dengan lebih baik.
5.3 Saran untuk PT A Adanya penurunan nilai wajar properti investasi pada tahun 2013 utamanya terjadi akibat perubahan yang drastis dalam asumsi yang digunakan penilai independen dalam melakukan penilaian sehingga proyeksi kenaikan beban-beban pokok pendapatan tidak sebanding dengan kenaikan proyeksi pendapatan. Berdasarkan
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
74
hal tersebut, penulis menyarankan PT A untuk melakukan tinjauan ulang terhadap kontrak-kontrak antara PT A dengan para tenant. Yang dapat dilakukan PT A adalah membuat kontrak dengan jangka waktu yang lebih pendek atau menambahkan klausul dalam kontrak, misalnya klausul yang menyatakan bahwa kontrak dapat diubah apabila terjadi perubahan yang signifikan dalam kondisikondisi ekonomi seperti peningkatan tingkat inflasi atau kenaikan tarif dasar listrik.
Universitas Indonesia Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
DAFTAR REFERENSI
Buku, Artikel, dan Peraturan-Peraturan 2013 Tarif Listrik Naik 15 Persen. (2013, 17 September). Diakses pada 29 Mei 2014 dari Tribun News: http://www.tribunnews.com/bisnis/2012/09/17/2013tarif-listrik-naik-15-persen
Arens. Alvin A. Dkk. (2009). Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach. Pearson.
Audit Investigasi, Bukan Sekadar Audit. (n.d.). Diakses pada 29 Mei 2014 dari Indonesia Corruption Watch: http://www.antikorupsi.org/en/content/auditinvestigasi-bukan-sekadar-audit
Britto, Gerald De. (2013). Bahan Bukti Audit dalam Menilai Kewajaran Properti Investasi dalam Audit Atas Laporan Keuangan PT X. Depok: Universitas Indonesia.
Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ.6/2003 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Bangunan Khusus.
Fitriandi, Primandita. Dkk. (2011). Kompilasi Undang-Undang Perpajakan Terlengkap. Jakarta: Salemba Empat. IFRS Interpretations Committee (2013, 16-17 Juli). IFRS. Diambil dari IFRS – 2013
IFRIC
Updates:
http://www.ifrs.org/Updates/IFRIC-
Updates/2013/Pages/2013-IFRIC-Updates.aspx
Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Standar Akuntansi Keuangan per 1 Juli 2009. Jakarta: Salemba Empat.
75 Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
76
Ikatan Akuntan Indonesia. (2012). Standar Akuntansi Keuangan per 1 Juni 2012. Jakarta: IAI.
Ikatan Akuntan Publik Indonesia. (2011). Standar Profesi Akuntan Publik: 31 Maret 2011. Jakarta: Salemba Empat.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan.
Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI No. 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaaan Menara Bersama Telekomunikasi.
Lam, Nelson & Lau, Peter. (2012). Intermediate Financial Reporting: An IFRS Perspective, Second Edition. Singapore: McGrawHill.
Nugroho, Wandra Setyo. (2013). Audit Atas Klasifikasi Properti Investasi PT M dan Analisis Dampak Perubahan Model Pengukuran Properti Investasi dari Model Biaya ke Model Nilai Wajar. Depok: Universitas Indonesia.
Oktober, Tarif Dasar Listrik Naik. (2013, 30 September). Diakses pada 29 Mei 2014 dari Berita Satu: http://www.beritasatu.com/makro/141374-oktober-tarifdasar-listrik-naik.html
Republik Indonesia. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Kepala Badan Koordinasi
Penanaman
Modal
Nomor
18
Tahun
2009;
Nomor
07/PRT/M/2009; Nomor 19/PER/M.KOMINFO/03/2009; Nomor 3/P/2009 tentang
Pedoman
Pembangunan
dan
Penggunaan
Bersama
Menara
Telekomunikasi.
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
77
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah RI No. 77 Tahun 2013 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Pajak Retribusi Daerah.
Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan.
Sani, Jessica Andrini. (2013). Audit Atas Aset Tetap PT XYZ. Depok: Universitas Indonesia.
Tuanakotta, Theodorus M. (2012). Audit Forensik & Audit Investigatif. Jakarta: Salemba Empat.
Dokumen-Dokumen Internal Employee Handbook Version 14.01 RSM AAJ Laporan Keuangan PT A Tahun 2012 dan 2013 (Audited) Laporan Penilaian Properti PT A Tahun 2013 Materi Pelatihan RSM AAJ Website PT I
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
78
Lampiran 1A Mutasi Properti Investasi pada Laporan Posisi Keuangan PT A pada Tahun 2011-2013 (Model Nilai Wajar) Mutasi Properti Investasi 2011 Saldo Awal 1-Jan-11 Rp
Penambahan
Pengurangan
Reklasifikasi
Rp
Rp
Rp
Saldo Akhir 31-Dec-11 Rp
Harga Perolehan Kepemilikan Langsung Tanah dan Bangunan Menara BTS Aset Dalam Penyelesaian Jumlah
193.619.820.464 -193.619.820.464
38.220.309.940 -38.220.309.940
----
11.362.260.690 -11.362.260.690
243.202.391.094 -243.202.391.094
Akumulasi Perubahan Nilai Wajar Nilai Tercatat
27.952.179.536 221.572.000.000
26.503.429.370
--
--
54.455.608.906 297.658.000.000
Mutasi Properti Investasi 2012 Saldo Awal 1-Jan-12 Rp
Penambahan
Pengurangan
Reklasifikasi
Rp
Rp
Rp
Saldo Akhir 31-Dec-12 Rp
Harga Perolehan Kepemilikan Langsung Tanah dan Bangunan Menara BTS Aset Dalam Penyelesaian Jumlah
243.202.391.094 -243.202.391.094
1.987.290.904 -1.987.290.904
----
1.040.867.550 -1.040.867.550
246.230.549.548 -246.230.549.548
Akumulasi Perubahan Nilai Wajar Nilai Tercatat
54.455.608.906 297.658.000.000
16.727.841.546
--
--
71.183.450.452 317.414.000.000
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
79
(lanjutan) Mutasi Properti Investasi 2013 Saldo Awal 1-Jan-13 Rp
Penambahan
Pengurangan
Reklasifikasi
Rp
Rp
Rp
Saldo Akhir 31-Dec-13 Rp
Harga Perolehan Kepemilikan Langsung Tanah dan Bangunan Menara BTS Aset Dalam Penyelesaian Jumlah
246.230.549.548 -246.230.549.548
9.166.833.196 147.587.686 9.314.420.882
----
----
255.397.382.744 147.587.686 255.544.970.430
Akumulasi Perubahan Nilai Wajar Nilai Tercatat
71.183.450.452 317.414.000.000
(21.932.420.882)
--
--
49.251.029.570 304.796.000.000
Sumber: Laporan Keuangan PT A (diolah kembali)
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
80
Lampiran 1B Mutasi Properti Investasi pada Laporan Posisi Keuangan PT A pada Tahun 2011-2013 (Model Biaya) Mutasi Properti Investasi 2011 Saldo Awal 1-Jan-11 Rp
Penambahan
Pengurangan
Reklasifikasi
Rp
Rp
Rp
Saldo Akhir 31-Dec-11 Rp
Harga Perolehan Kepemilikan Langsung Tanah dan Bangunan Menara BTS Aset Dalam Penyelesaian Jumlah
193.619.820.464 -193.619.820.464
38.220.309.940 -38.220.309.940
----
11.362.260.690 -11.362.260.690
243.202.391.094 -243.202.391.094
Akumulasi Penyusutan Menara BTS Nilai Tercatat
-193.619.820.464
8.050.907.036
--
--
8.050.907.036 235.151.484.058
Mutasi Properti Investasi 2012 Saldo Awal 1-Jan-12 Rp
Penambahan
Pengurangan
Reklasifikasi
Rp
Rp
Rp
Saldo Akhir 31-Dec-12 Rp
Harga Perolehan Kepemilikan Langsung Tanah dan Bangunan Menara BTS Aset Dalam Penyelesaian Jumlah
243.202.391.094 -243.202.391.094
1.987.290.904 -1.987.290.904
----
1.040.867.550 -1.040.867.550
246.230.549.548 -246.230.549.548
Akumulasi Penyusutan Menara BTS Nilai Tercatat
8.050.907.036 235.151.484.058
8.151.845.652
--
--
16.202.752.688 230.027.796.860
*) Pada tahun 2011, aset dalam penyelesaian terdiri dari Menara Bergerak, Menara BTS, dan Kendaraan dalam Penyelesaian. Sebelum PSAK 13 direvisi pada tahun 2011, properti investasi dalam penyelesaian diakui sebagai aset tetap. Pada tahun 2012, aset dalam penyelesaian terdiri dari “Menara Bergerak dalam Penyelesaian” dan “Menara BTS dalam Penyelesaian”. Pada tahun ini seluruh Menara BTS dalam penyelesaian telah direklasifikasi ke dalam Tanah & Bangunan Menara BTS.
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
81
(lanjutan) Mutasi Properti Investasi 2013 Saldo Awal 1-Jan-13 Rp
Penambahan
Pengurangan
Reklasifikasi
Rp
Rp
Rp
Saldo Akhir 31-Dec-13 Rp
Harga Perolehan Kepemilikan Langsung Tanah dan Bangunan Menara BTS Aset Dalam Penyelesaian Jumlah
246.230.549.548 -246.230.549.548
9.166.833.196 147.587.686 9.314.420.882
----
----
255.397.382.744 147.587.686 255.544.970.430
Akumulasi Penyusutan Menara BTS Nilai Tercatat
16.202.752.688 230.027.796.860
8.457.406.758
--
--
24.660.159.446 230.884.810.984
Sumber: Laporan Keuangan PT A (diolah kembali)
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
82
Lampiran 2A Laporan Posisi Keuangan PT A pada Tahun 2011-2013 Bagian Aset Tidak Lancar (Model Nilai Wajar)
- Model Nilai Wajar PT A Laporan Posisi Keuangan Untuk Tahun-Tahun yang berakhir pada 31 Desember 2013, 2012, dan 2011 (Dalam Rupiah Penuh) (Bagian Aset Tidak Lancar) 2013 Rp ASET TIDAK LANCAR Beban Dibayar di Muka Setelah Dikurangi Bagian Lancar Aset Keuangan Tidak Lancar Lainnya Properti Investasi Aset Tetap (Bersih) Aset Tidak Lancar Lainnya Jumlah Aset Tidak Lancar
13.064.613.156 304.796.000.000 3.319.156.170 20.020.000 321.199.789.326
2012 Rp
15.671.335.424 317.414.000.000 34.180.133.796 367.265.469.220
Sumber: Laporan Keuangan PT A (diolah kembali)
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
2011 Rp
18.414.906.760 59.336.400 297.658.000.000 41.897.714.584 358.029.957.744
83
Lampiran 2B Laporan Posisi Keuangan PT A pada Tahun 2011-2013 Bagian Aset Tidak Lancar (Model Biaya) - Model Biaya PT A Laporan Posisi Keuangan Untuk Tahun-Tahun yang berakhir pada 31 Desember 2013, 2012, dan 2011 (Dalam Rupiah Penuh) (Bagian Aset Tidak Lancar) 2013 Rp ASET TIDAK LANCAR Beban Dibayar di Muka Setelah Dikurangi Bagian Lancar Aset Keuangan Tidak Lancar Lainnya Properti Investasi Aset Tetap (Bersih) Aset Tidak Lancar Lainnya Jumlah Aset Tidak Lancar
13.064.613.156 230.884.810.984 3.319.156.170 20.020.000 247.288.600.310
2012 Rp
15.671.335.424 230.027.796.860 34.180.133.796 279.879.266.080
Sumber: Laporan Keuangan PT A (diolah kembali)
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
2011 Rp
18.414.906.760 59.336.400 235.151.484.058 41.897.714.584 295.523.441.801
84
Lampiran 3A Laporan Laba Rugi Komprehensif PT A pada Tahun 2011-2013 (Model Nilai Wajar)
- Model Nilai Wajar PT A Laporan Laba Rugi Komprehensif Untuk Tahun-Tahun yang berakhir pada 31 Desember 2013, 2012, dan 2011 (Dalam Rupiah Penuh) 2013 Rp
2012 Rp
2011 Rp
Pendapatan
88.605.935.614
120.153.447.888
118.560.162.358
Beban Pokok Pendapatan Penyusutan Aset Tetap Amortisasi Sewa Lahan dan Perizinan Beban Pokok Pendapatan Lainnya Jumlah
1.145.354.390 4.613.838.056 8.528.807.056 14.287.999.502
6.313.979.074 7.107.094.928 10.157.821.878 23.578.895.880
8.896.734.628 6.393.763.230 18.983.901.658 34.274.399.516
Laba Bruto
74.317.936.112
96.574.552.008
84.285.762.842
Beban Usaha Penyusutan Beban Usaha Lainnya Jumlah
(724.883.952) (1.779.018.506) (2.503.902.458)
(729.859.364) (1.689.957.784) (2.419.817.148)
(783.830.158) (16.178.126.474) (16.961.956.632)
Kenaikan (Penurunan) atas Nilai Wajar Properti Investasi Penghasilan Bunga Beban Keuangan Lain-lain - Bersih
(21.932.420.882) 265.111.094 (17.680.280.010) (32.429.151.059)
16.727.841.546 342.906.818 (26.071.934.806) (4.855.420.588)
26.503.429.370 93.942.256 (27.852.366.892) (1.194.521.790)
Laba Sebelum Pajak Beban Pajak Penghasilan Laba (Rugi) Tahun Berjalan
37.292.797 (4.643.044.020) (4.605.751.223)
80.298.127.830 (25.914.147.764) 54.383.980.066
64.874.289.154 (17.598.096.910) 47.276.192.244
0
0
0
Pendapatan Komprehensif Lain Surplus Revaluasi Jumlah Laba (Rugi) Komprehensif Tahun Berjalan
(4.605.751.223)
54.383.980.066
Sumber: Laporan Keuangan PT A (diolah kembali)
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
47.276.192.244
85
Lampiran 3B Laporan Laba Rugi Komprehensif PT A pada Tahun 2011-2013 (Model Biaya)
- Model Biaya PT A Laporan Laba Rugi Komprehensif Untuk Tahun-Tahun yang berakhir pada 31 Desember 2013, 2012, dan 2011 (Dalam Rupiah Penuh) 2013 Rp
2012 Rp
2011 Rp
Pendapatan
88.605.935.614
120.153.447.888
118.560.162.358
Beban Pokok Pendapatan Penyusutan Aset Tetap dan PI Amortisasi Sewa Lahan dan Perizinan Beban Pokok Pendapatan Lainnya Jumlah
9.602.761.148 4.613.838.056 8.528.807.056 22.745.406.260
14.465.824.726 7.107.094.928 10.157.821.878 31.730.741.532
16.947.641.664 6.393.763.230 18.983.901.658 42.325.306.552
Laba Bruto
65.860.529.354
88.422.706.356
76.234.855.806
Beban Usaha Penyusutan Beban Usaha Lainnya Jumlah
(724.883.952) (1.779.018.506) (2.503.902.458)
(729.859.364) (1.689.957.784) (2.419.817.148)
(783.830.158) (16.178.126.474) (16.961.956.632)
Kenaikan (Penurunan) atas Nilai Wajar Properti Investasi Penghasilan Bunga Beban Keuangan Lain-lain - Bersih
265.111.094 (17.680.280.010) (32.429.151.059)
342.906.818 (26.071.934.806) (4.855.420.588)
93.942.256 (27.852.366.892) (1.194.521.790)
Laba Sebelum Pajak Beban Pajak Penghasilan Laba (Rugi) Tahun Berjalan
13.512.306.920 (4.643.044.020) 8.869.262.900
55.418.440.632 (25.914.147.764) 29.504.292.868
30.319.952.748 (17.598.096.910) 12.721.855.838
0
0
0
Pendapatan Komprehensif Lain Surplus Revaluasi Jumlah Laba (Rugi) Komprehensif Tahun Berjalan
8.869.262.900
29.504.292.868
Sumber: Laporan Keuangan PT A (diolah kembali)
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014
12.721.855.838
86
Lampiran 4: Foto Menara BTS
Sumber: Website PT I (Induk PT A)
Audit atas…, Meutia Nanda Aulia, FE UI, 2014